KERAGAMAN GEN IGF2 DAN GEN FMO3 SERTA ASOSIASINYATERHADAP BOBOT POTONG DAN SIFAT FISIK DAGING PADA AYAM KAMPUNG RINDANG LARAS SUHITA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KERAGAMAN GEN IGF2 DAN GEN FMO3 SERTA ASOSIASINYATERHADAP BOBOT POTONG DAN SIFAT FISIK DAGING PADA AYAM KAMPUNG RINDANG LARAS SUHITA"

Transkripsi

1 KERAGAMAN GEN IGF2 DAN GEN FMO3 SERTA ASOSIASINYATERHADAP BOBOT POTONG DAN SIFAT FISIK DAGING PADA AYAM KAMPUNG RINDANG LARAS SUHITA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016

2 MENGENAI

3 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA* Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Keragaman Gen IGF2 dan Gen FMO3 serta Asosiasinya terhadap Bobot Potong dan Sifat Fisik Daging pada Ayam Kampung adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Juni 2016 Rindang Laras Suhita D

4 RINGKASAN RINDANG LARAS SUHITA. Keragaman Gen IGF2 dan Gen FMO3 serta Asosiasinya terhadap Bobot Potong dan Sifat Fisik Daging pada Ayam Kampung. Dibimbing oleh ASEP GUNAWAN, CECE SUMANTRI dan NIKEN ULUPI Ayam kampung merupakan ayam asli Indonesia yang masih memiliki produktivitas rendah dibandingkan dengan ayam ras. Ayam kampung memiliki keunggulan pada tingkat adaptasi, ketahanan terhadap panas, dan ketahanan terhadap penyakit yang tinggi. Rendahnya produktivitas ayam kampung berbanding terbalik dengan permintaan konsumsi daging ayam kampung di masyarakat. Sehingga perlu dilakukan peningkatan produktivitas ayam kampung melalui seleksi. Gen IGF2 (Insuline-like Growth Factor 2) dan FMO3 (Flavincontaining monooxygenases 3) sebagai gen pengontrol pertumbuhan dan kualitas karkas dapat digunakan sebagai gen potensial dalam seleksi berbasis marka genetik untuk meningkatkan produktivitas ayam kampung. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis keragaman gen IGF2 dan FMO3 pada populasi ayam kampung dan memahami hubungan keragaman gen-gen tersebut dengan bobot karkas dan sifat fisik karkas pada ayam kampung. Penelitian terdiri atas dua tahap yaitu analisis keragaman gen IGF2 dan FMO3 pada dua populasi ayam kampung serta beberapa ayam lokal sebagai pembanding. Asosiasi keragaman kedua gen diidentifikasi pada bobot karkas dan sifat fisik karkas pada ayam kampung. Sampel yang digunakan sebanyak 118 sampel ayam kampung untuk gen IGF2 yang terdiri atas kampung populasi 12 minggu, dan kampung populasi 26 minggu. Sebanyak 129 sampel darah ayam kampung yang digunakan untuk gen FMO3 terdiri atas 6 populasi yaitu broiler, kampung, sentul, merawang, pelung, dan nunukan. Ayam kampung yang digunakan untuk asosiasi sebanyak 118 ekor untuk bobot karkas dan potongan komersial serta 56 ekor untuk sifat fisik karkas. Genotyping dilakukan menggunakan metode PCR-RFLP (Polymerase Chain Reaction-Restriction Fragment Length Polymorphism). Analisis data yang dilakukan yaitu frekuensi genotipe, frekuensi alel, heterozigositas, keseimbangan Hardy-Weinberg dan asosiasi data genotipe dengan fenotipe menggunakan GLM (General Linear Model). Hasil menunjukkan gen IGF2 pada dua populasi ayam kampung bersifat polimorfik dan gen FMO3 pada semua populasi bersifat monomorfik. Gen IGF2 pada populasi ayam kampung 12 minggu memiliki keragaman yang rendah dan pada populasi 26 minggu memiliki keragaman yang tinggi sedangkan pada gen FMO3 tidak ditemukan keragaman. Ditemukan asosiasi secara suggestive ( P < 0.1) gen IGF2 dengan bobot paha bawah pada ayam kampung 26 minggu. Tidak ditemukan asosiasi antara keragaman gen IGF2 dan FMO3 terhadap bobot potong dan sifat fisik karkas pada ayam kampung. Kata kunci : ayam kampung, bobot potong, gen FMO3, gen IGF2, sifat fisik karkas

5 SUMMARY RINDANG LARAS SUHITA. Polymprphism of IGF2 and FMO3 genes Associated with Slaughtered Weight and Physical Meat Traits in Kampung Chicken. Supervised by ASEP GUNAWAN, CECE SUMANTRI and NIKEN ULUPI. Kampung chicken is an Indonesian native chicken that still have low productivity compare with commercial breed. Kampung chicken has genetic diversity as its potential and superiority than commercial breed. In other cases, kampung chicken was mentioned has high levels of adaptability, resistance to heat, and resistance to disease. The low productivity of chicken is unrelevant to the demand of chicken meat in the country. The increase in demand due to the increasing awareness of the importance of healthy lifestyles, particularly through the pattern of consumption of animal protein. IGF2 gene (Insuline-like growth factor 2) and FMO3 (Flavin-containing monooxygenases 3) as the genes that control the growth and carcass quality can be used as a potential gene-based selection of genetic markers to improve the productivity of kampung chicken. This study aimed to analyze the IGF2 gene diversity in populations and FMO3 chicken also understand the diversity of genes relationship with carcass weight and physical properties of the chicken carcass. The study consisted of two phases: analysis of IGF2 gene diversity and FMO3 in two populations of chicken and some local chickens as a comparison. Both genes diversity carried association with carcass weight and physical traits of the chicken carcass. A total 118 DNA samples of chicken for IGF2 gene consisting of the kampung chicken population of 12 weeks, and the kampung chicken of 26 weeks. A total of 129 DNA samples of 6 chicken population were used for gene FMO3 that consists of broiler, kampung, sentul, merawang, pelung, and nunukan. A total of 118 heads of chicken used for the association for slaughtered weight and commercial carcass weight as well as the 56 heads to the physical traits of the carcass. Genotyping was performed using PCR-RFLP (Polymerase Chain Reaction-Restriction Fragment Length Polymorphism). The data analysis were frequency of genotype, allele frequencies, heterozygosity, Hardy-Weinberg equilibrium and genotype with phenotype data association using GLM (General Linear Model). Results showed IGF2 gene in two chicken populations polymorphic and FMO3 genes in all populations are monomorphic. IGF2 gene in populations of chicken 12 weeks had lower diversity and at 26 weeks has a high diversity while at FMO3 genes not found diversity. There was suggestive association (p < 0.1) of IGF2 gene with down leg weight. No association was found between the IGF2 gene diversity and FMO3 to slaughter weight and physical properties of the chicken carcass. Key words : FMO3 gene, IGF2 gene, kampung chicken, slaughtered weight, physical traits of carcass

6 Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apapun tanpa izin IPB

7 KERAGAMAN GEN IGF2 DAN GEN FMO3 SERTA ASOSIASINYATERHADAP BOBOT POTONG DAN SIFAT FISIK DAGING PADA AYAM KAMPUNG RINDANG LARAS SUHITA Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016

8 Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Dr Ir Rukmiasih, MS Penguji pada Ujian Terbuka: Prof Dr Ir Marimin, MS Dr Ir Naresworo Nugroho, MS

9

10 PRAKATA Alhamdulillahirrobbil alamin, puji dan syukur Penulis kehadirat Allah SWT karena berkat rahmat dan hidayah-nya sehingga tesis ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih pada penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Agustus 2015 hingga Januari 2015 ini adalah ayam kampung dengan judul Keragaman Gen IGF2 dan Gen FMO3 serta Asosiasinya terhadap Bobot Potong dan Sifat Fisik Daging pada Ayam Kampung. Salawat dan salam tak lupa dilimpahkan kepada role model terbaik, Muhammad SAW. Penulis menyadari bahwa tesis ini tidak dapat selesai tanpa bantuan dari berbagai pihak. Penulis ucapkan terima kasih kepada Bapak Dr agr Asep Gunawan, SPt, MSc, Bapak Prof Dr Ir Cece Sumantri, MSc, Ibu Dr Ir Niken Ulupi, MS sebagai dosen pembimbing atas curahan waktu, perhatian, bimbingan, motivasi, dan semangat yang selalu diberikan kepada penulis sejak penulis menempuh pendidikan sarjana hingga menyelesaikan program magister. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Dr. Ir. Rukmiasih, MS selaku dosen penguji yang telah memberikan banyak masukan dalam perbaikan karya tulis ini. Ungkapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada ibu (Indah Setiawati), bapak (Budi Kasmiyanto), dan kakak (Abidin Pandianta) serta seluruh keluarga atas doa, kasih sayang, semangat, dan motivasi yang selalu diberikan kepada penulis sejak kecil hingga saat ini. Semoga Allah memberikan kesempatan kita untuk berkumpul kembali di jannah-nya kelak. Penulis juga menyampaikan terima kasih kepada rekan-rekan ABG-Sci yaitu Ka Shelvi, Ka Isyana, Ka Furqon, Ka Muhsinin, Ka Himma, Ka Nurul, Nawal dan tim kurcaci. Terima kasih juga disampaikan kepada teknisi lapang Laboratorium Pemuliaan dan Genetika yaitu Pak Dadang, Ali, dan Robi. Terima kasih kepada tim penelitian yaitu Ka Saleh, Mujo, dan Ka Gayuh atas semangat juangnya. Terima kasih kepada teman-teman IPTP 48, kelas ITP 2014 dan ITP 2015 atas kebersamannya yang nampak sangat singkat namun penuh kenangan manis. Kepada suami terkasih, Muhamad Iqbal Gozali terima kasih atas kesabaran, dukungan, motivasi, dan kasih sayangnya serta kebersamaannya sehingga penulis merasa tidak pernah sendiri. Kepada semua pihak yang telah membantu yang tidak dapat disebutkan satu-persatu, terima kasih atas segalanya. Semoga Allah memberikan kelimpahan berkah, pahala, karunia, dan balasan yang terbaik atas kebaikan, dukungan, doa, dan kasih sayang yang telah diberikan kepada penulis. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat. Bogor, Juni 2016 Penulis Rindang Laras Suhita

11 DAFTAR ISI DAFTAR GAMBAR v DAFTAR TABEL v DAFTAR LAMPIRAN v 1 PENDAHULUAN 1 Latar Belakang 1 Perumusan Masalah 2 Tujuan Penelitian 3 Manfaat Penelitian 3 Ruang Lingkup Penelitian 3 2 METODE 4 Waktu dan Tempat Penelitian 4 Penelitian Tahap 1 : Keragaman Gen IGF2 dan Gen FMO3 4 Total Sampel 4 Ekstraksi DNA 4 Amplifikasi PCR 4 Restriction Fragment Lenght Polymorphism (RFLP) 5 Genotyping Gen IGF2 5 Genotyping Gen FMO3 5 Analisis Data 6 Penelitian Tahap 2: Asosiasi Gen IGF2 dan Gen FMO3 terhadap Bobot Potong dan Sifat Fisik Daging 7 Total Sampel 7 Pemeliharaan 7 Analisis Sifat Fisik Daging 8 Analisis Data 8 3 HASIL DAN PEMBAHASAN 9 Amplifikasi dan Genotyping Gen IGF2 serta FMO3 9 Keragaman Gen IGF2 dan FMO3 9 Heterozigositas dan Keseimbangan Gen IGF2 serta FMO3 11 Bobot Potong dan Bobot Karkas Ayam Kampung 12 Asosiasi Keragaman Gen IGF2 dengan Bobot Potong dan Bobot Karkas Ayam 14 Kualitas Karkas Daging Ayam Kampung 16 Asosiasi Keragaman Gen IGF2 dengan Kualitas Karkas Daging Ayam Kampung 17 4 SIMPULAN DAN SARAN 19 Simpulan 19 Saran 19 DAFTAR PUSTAKA 20 LAMPIRAN 25 RIWAYAT HIDUP 32

12 DAFTAR TABEL 1 Primer gen IGF2 dan FMO4 4 2 Frekuensi genotipe dan alel gen IGF Frekuensi genotipe dan alel gen FMO Heterozigositas dan chi-square gen IGF2 serta FMO Bobot potong, bobot karkas, dan potongan komersial karkas ayam kampung 13 6 Asosiasi gen IGF2 dengan bobot potong dan bobot karkas ayam kampung populasi 12 minggu 14 7 Asosiasi gen IGF2 dengan bobot potong dan bobot karkas ayam kampung populasi 26 minggu 15 8 Analisis sifat fisik daging ayam kampung populasi 26 minggu 15 9 Asosiasi sifak fisik daging ayam kampung dengan keragaman gen IGF2 17 DAFTAR GAMBAR 1 Bagan kerangka pemikiran penelitian 2 2 Visualisasi penempelan primer gen IGF2 5 3 Visualisasi penempelan primer gen FMO3 5 4 Visualisasi hasil PCR RFLP gen IGF2 dan FMO3 9 DAFTAR LAMPIRAN 1 Pembuatan primer melalui primer designing tools 24 2 Blast primer melalui MEGA Penentuan enzim restriksi melalui NEBcutter V Hasil perhitungan statistik bobot potong dan komersial karkas ayam jantan populasi 12 minggu 26 5 Hasil perhitungan statistik bobot potong dan komersial karkas ayam betina populasi 12 minggu 30 6 Hasil perhitungan statistik bobot potong dan komersial karkas ayam populasi 26 minggu 35

13 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Ayam kampung merupakan ayam asli Indonesia yang banyak dibudidayakan di masyarakat, namun masih memiliki produktivitas yang rendah (Nataamijaya 2010). Ayam kampung memiliki beberapa potensi, diantaranya keragaman sifat fenotipe dan genotipe yang tinggi, tingkat adaptasi, ketahanan terhadap panas, serta ketahanan terhadap penyakit. (Nataamijaya 2000; Mardiningsih et al. 2004; Pagala et al. 2013; Tamzil et al. 2013; Ulupi et al. 2013).Muryanto et al. (2002) menyatakan pengembangan ayam kampung memiliki kendala pada lambatnya laju reproduksi dan pertumbuhan. Rendahnya produktivitas ayam kampung berbanding terbalik dengan permintaan konsumsi daging ayam kampung di masyarakat. Peningkatan jumlah penduduk meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya pola hidup sehat, khususnya melalui pola konsumsi protein hewani. Badan pusat statistik menyebutkan bahwa pada tahun 2014 produksi daging ayam kampung sebesar ton dan meningkat pada tahun 2015, yaitu mencapai ton, nilai tersebut berada di bawah produksi ayam ras. Produksi daging ayam kampung hanya menyumbang 15.13% dari total produksi daging unggas dan 10.26% dari total produksi daging ternak Indonesia. Dengan demikian, ayam kampung memiliki potensi untuk dapat ditingkatkan sebagai pemenuhan program ketahanan pangan yang aman, sehat, utuh, dan halal (ASUH). Semakin tingginya konsumsi ayam kampung berkaitan dengan adanya paradigma di masyarakat bahwa ayam kampung memiliki rasa yang enak dan aroma spesifik serta lebih aman dikonsumsi. Rasa yang enak dan aroma khas dari ayam kampung berkaitan dengan kandungan lemak yang ada di daging ayam kampung. Lemak memberikan cita rasa dan aroma spesifik pada makanan yang tidak dapat digantikan oleh komponen makanan lainnya (Sartika 2008). Winarso (2003) menyatakan lemak merupakan komponen daging yang bervariasi, sehingga kualitas fisik daging dapat ditentukan oleh kadar lemak dalam daging. Hal ini mendukung Setiyono (1987) yang menyebutkan kualitas fisik daging ditentukan oleh komposisi kimia daging yang memiliki variasi pada komponen lemak. Komponen dasar lemak adalah asam lemak dan gliserol yang diperoleh dari hasil hidrolisis lemak, minyak maupun senyawa lipid lainnya. Salah satu jenis asam lemak, yaitu asam lemak esensial dibutuhkan oleh tubuh untuk pertumbuhan dan fungsi normal semua jaringan yang tidak dapat disintesis oleh tubuh (Mayes 2003). Potensi ayam kampung sebagai sumber kebutuhan pangan yang aman, sehat, utuh, dan halal dapat dilakukan melalui upaya dalam peningkatan kualitas maupun kuantitas daging ayam kampung. Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas ayam kampung adalah melalui seleksi berbasis marka genetik khususnya pada sifat pertumbuhan dan kualitas daging. Terdapat beberapa gen yang mengontrol pertumbuhan dan kualitas daging, diantaranya adalah IGF2 dan FMO3. Insulin-Like Growth Factor 2 (IGF 2) merupakan bagian dari GH grup yang terbukti mempengaruhi pertumbuhan dan diferensiasi pada embrio hewan (Zhihui et al 2004). Selain itu, IGF2 juga berperan pada pertumbuhan otot ayam dan perlemakan serta kualitas daging (Duclos et al. 1999; Gao et al. 2007). IGF2 memiliki keunggulan dibandingkan

14 2 dengan gen pada GH grup lainnya, yaitu konsentrasinya pada darah tidak dipengaruhi oleh status nustrisi (McMurty 1998). Ditemukan dua titik mutasi pada gen IGF 2 yang teridentifikasi pada ayam Black Penedesenca. Mutasi menyebabkan adanya substitusi basa Guanin menjadi Adenin pada intron 2 yang juga dapat dideteksi menggunakan enzim restriksi Hsp92 sehingga didapatkan dua genotype yaitu AA dan AB (Amills et al. 2003). Rahmadani et al. (2015) menyatakan adanya keragaman gen IGF2 pada ayam kampung di ekson 4 namun tidak berasosiasi terhadap pertumbuhan sampai umur 12 minggu. Amills et al (2003) menyatakan tidak ada asosiasi gen IGF2 pada ayam lokal Black penedesenca jantan dan betina dengan pertumbuhan dan konsumsi pakan. Tang et al. (2010) menyatakan terdapat asosiasi gen IGF2 terhadap pertumbuhan ayam petelur umur 17 minggu, namun tidak ditemukan asosiasi dengan bobot karkas dan bobot telur. Grup FMO memiliki peran sebagai kontributor mayor metabolisme xenobiotic (Hao et al. 2009). Selain itu, grup FMO memetabolis endogen tertentu sebagai bagian dari substrat hasil proses fisiologis diskrit. Gunawan et al (2013) menyebutkan adanya mutasi pada gen FMO5 berasosiasi dengan kandungan androstenon yang berpengaruh pada odour daging babi. FMO memiliki kekhususan substrat dan sering menghasilkan metabolit yang berbeda yang berpotensi signifikan sebagai toksikologi (Hao et al. 2009). Neuhoff et al. (2015) mengamati adanya mutasi gen FMO5 pada babi dengan indikasi tingkat androstenon dan skatol serta danindol yang berpengaruh pada sifat reproduksi. Gen FMO3 (flavin containing monooxygenase 3) memiliki peran sebagai kandidat gen mayor yang mengontrol bau amis akibat akumulasi trimetylamine (TMA) di beberapa komoditas ternak (Lunden et al. 2002; Honkatukia et al. 2005). Bau atau aroma amis sebagai sifat yang umumnya diatur oleh kandungan lemak pada ternak, ternyata dapat dikendalikan melalui sistem kerja gen FMO3. Penelitian ini dilakukan untuk mengidentifikasi gen IGF2 dan gen FMO3 pada ayam kampung serta melihat asosiasi kedua gen tersebut terhadap sifat pertumbuhan dan kualitas karkas. Hasil penelitian ini kemudian dapat dijadikan informasi pelengkap dalam proses seleksi ayam kampung dengan pertumbuhan dan kualitas karkas yang optimal sehingga dapat diaplikasikan secara langsung bagi pemenuhan kebutuhan protein hewani. Perumusan Masalah Sebelum membahas perumusan masalah dalam penelitain ini, terlebih dahulu akan disampaikan tentang kerangka pemikiran dari penelitian ini. Bagan kerangka penelitian disajikan pada Gambar 1. Masalah utama yang ingin diteliti adalah hubungan antara keragaman gen IGF2 dan gen FMO3 pada ayam kampung terhadap bobot potong dan sifat fisik karkas ayam tersebut. Penelitian ini akan dilakukan melalui dua tahapan pengujian, yaitu pengujian terhadap faktor genetik dan pengujian terhadap fenotipik. Pengujian terhadap faktor genetik bertujuan untuk mengidentifikasi keragaman genotipe gen IGF2 dan gen FMO3 pada ayam kampung. Pengujian terhadap fenotipik dilakukan pada bobot potong dan sifat fisik karkas ayam kampung. Kedua hasil pengujian tersebut kemudian digunakan untuk

15 mengasosiasi genotipe gen IGF2 dan gen FMO3 terhadap bobot potong dan sifat fisik karkas pada ayam kampung. 3 Gambar 1 Bagan kerangka penelitian Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah mengidentifikasi keragaman genotipe gen IGF2 dan gen FMO3 ayam kampung serta asosiasinya terhadap bobot potong, bobot komersil karkas, dan sifat fisik karkas pada ayam kampung. Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai informasi pelengkap untuk menseleksi bobot potong dan sifat fisik karkas ayam kampung. Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini terdiri dari dua tahap. Penelitian tahap pertama bertujuan untuk mengidentifikasi keragaman genotipe gen IGF2 dan gen FMO3 yang terdapat pada ayam kampung. Penelitian tahap kedua bertujuan untuk menerangkan asosiasi bobot potong dan sifat fisik daging ayam kampung terhadap genotipe pada gen IGF2 dan gen FMO3.

16 4 2 METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan dari bulan Agustus hingga bulan Desember Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Genetika Molekuler Ternak dan Laboratorium Lapang Terpadu, Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor. Penelitian Tahap 1 : Keragaman Gen IGF2 dan Gen FMO3 Total Sampel Sampel yang digunakan dalam tahap ini adalah sebanyak 118 sampel DNA ayam kampung untuk gen IGF2 dan 129 sampel DNA ayam kampung serta beberapa ayam lokal sebagai pembanding untuk gen FMO3. Ekstraksi DNA Ekstraksi DNA dimulai dengan pengambilan sampel darah. Darah diambil dari bagian vena axilaris, kemudian dimasukkan ke dalam tabung eppendorf yang telah diisi Ethylenediaminetetraacetic acid (EDTA) 5 ml. Selanjutnya sebanyak 50 µl sampel darah dimasukkan ke dalam tabung ependorf (1.5 ml) dan ditambahkan dengan 1000 µl Sodium chloride (NaCl) 0.2%. Kemudian didiamkan 5 menit. Setelah didiamkan, disentrifugasi pada kecepatan 8000 rpm selama 5 menit, kemudian bagian supernatan dibuang. Setelah bagian supernatan dibuang, larutan ditambahkan dengan 20 µl proteinase K 5 mg ml -1, 40µL sodium dodesil fosfat (SDS) 10% dan 30 µl 1 x sodium tris EDTA (STE). Selanjutnya campuran larutan tersebut diputar pelan di dalam inkubator selama 2 jam pada suhu 55 o C. Setelah diputar, campuran larutan tersebut ditambahkan dengan 400 µl fenol, 400 µl Cloroform isoamyl alcohol (CIAA) dan 40 µl 5 M NaCl sambil digoyang pelan selama 1 jam pada suhu ruang. Setelah itu, campuran tersebut disentrifugasi pada kecepatan rpm selama 5 menit. Sebanyak 400 µl bagian yang berwarna bening (DNA) dipindahkan menggunakan pipet ke tabung baru (1.5 ml). Tabung yang sudah berisi DNA ini kemudian ditambahkan dengan 800 µl etanol absolut dan 40 µl 5 M NaCl lalu disimpan di dalam freezer selama semalam. Setelah itu, larutan disentrifugasi selama 5 menit pada kecepatan rpm selama 5 menit. Setelah disentrifugasi, bagian supernatan dibuang dan didiamkan dalam keadaan terbuka pada suhu ruang sampai etanol hilang. Selanjutnya ditambahkan 100 µl TE 80%. DNA yang diperoleh kemudian disimpan di freezer sampai siap untuk digunakan. Amplifikasi PCR Primer yang digunakan untuk mengamplifikasi gen IGF2 dan gen FMO3 yang digunakan diamati pada Tabel 1. Amplifikasi DNA dilakukan pada total volume 15 µl yang terdiri atas 0.5 µl DNA, 6.2 µl air bebas ion steril,0.3 primer, dan 7.5 µl Master mix. Terdapat tiga tahap pada metode amplifikasi. Tahap pertama meliputi proses denaturasi awal pada 95 o C selama 5 menit yang dilakukan satu siklus. Tahap kedua meliputi proses denaturasi pada suhu 95 o C selama 10 detik, proses annealing pada suhu 60 o C selama 20 detik, dan proses

17 ekstensi 72 o C selama 30 detik. Tahap kedua dilakukan 35 siklus. Tahap ketiga meliputi proses ekstensi akhir pada suhu 72 o C selama 5 menit. Selanjutnya dilakukan inkubasi pada suhu 4 o C hingga digunakan untuk analisis lebih lanjut. Tabel 1 Primer gen IGF2 ekson 4 dan FMO3 ekson 6 Gen Sekuen Primer Posisi Referensi IGF2 F : 5 -GCT GGG GAC CCA ATA GAA CC-3 Amills et Ekson 4 R : 5 -CGA TTT GTG ATC TCC TGG GGA-3 al. (2003) FMO3 F : 5 -CAC CGT GGC CTC GC-3 Wang et al. Ekson 6 R : 5 -GAA ACA TCA GTC TTG TTT CAA G-3 (2013) Restriction Fragment Lenght Polymorphism (RFLP) Penentuan genotipe gen IGF2 dan gen FMO3 menggunakan metode RFLP. Sebanyak 5 µl produk PCR gen IGF2 dan 5 µl gen FMO3 dipotong menggunakan 2 µl restriction endonuclease mix yang terdiri atas 1 µl dh 2 O, 0.7 µl buffer, dan 0.3 µl enzim pemotong, kemudian diinkubasi selama 16 jam pada suhu 37 o C. Enzim pemotong yang digunakan untuk gen IGF2 adalah NlaIII yang mengenali situs potong CATG, sedangkan enzim pemotong yang digunakan untuk gen FMO3 adalah AlwNI yang mengenali situs potong CAGNNN. Produk PCR yang sudah dipotong oleh enzim restriksi kemudian dielektroforesis menggunakan gel agarose 2% dengan buffer 0.5 Tris Borat EDTA (TBE) yang dialiri arus listrik dengan tegangan 100 V selama 40 menit. Visualisasi hasil elektroforesis dilakukan di bawah UV trans iluminator. Genotyping Gen IGF2 Terdapat dua alel yang diamati pada gen IGF2 ekson 4, yaitu alel C jika terdapat titik potong pada hasil amplifikasi sehingga menghasilkan produk yang sama dengan produk PCR yaitu sepanjang 395 bp. Alel T memiliki titik potong pada posisi 139 bp sehingga menghasilkan produk dengan panjang masingmasing 139 bp dan 256 bp. 5 Gambar 2 Visualisasi penempelan primer dan situs pemotongan pada sekuen gen IGF2 ekson 4 ( kode akses Ensembl ENSGALG ) Genotyping Gen FMO3 Terdapat 2 alel yang diamati pada gen FMO3 ekson 6, yaitu alel A jika memiliki titik potong pada posisi 249 bp sehingga menghasilkan produk dengan panjang masing-masing 249 bp dan 275 bp. Alel G muncul jika tidak terdapat titik

18 6 potong pada hasil amplifikasi sehingga menghasilkan produk yang sama dengan produk PCR yaitu sepanjang 525 bp. Gambar 3 Visualisasi penempelan primer dan situs pemotongan pada sekuen gen FMO3 ekson 6 ( kode akses Ensembl ENSGALG ) Analisis Data Setelah genotipe didapat melalui metode PCR-RFLP, nilai frekuensi alel, frekuensi genotipe, nilai keseimbangan Hardy-Weinberg, heterozigositas pengamatan, dan heterozigositas harapan dihitung berdasarkan rumus berikut: Frekuensi alel (Nei dan Kumar 2000) Frekuensi alel merupakan frekuensi relatif dari suatu alel. Frekuensi alel merupakan parameter dasar di dalam evolusi, karena perubahan genetik dalam suatu populasi dapat dijelaskan melalui perubahan pada frekuensi alel. Perhitungan frekuensi alel didapatkan melalui rumus berikut : Keterangan: xi = frekuensi alel ke-i nii = jumlah individu bergenotipe ii nij = jumlah individu bergenotipe ij N = total sampel Frekuensi genotipe (Nei dan Kumar 2000) Frekuensi genotipe merupakan frekuensi relatif dari suatu genotipe yang didapatkan dari hasil perbandingan genotipe tertentu dengan jumlah sampel. Nilai frekuensi genotipe berkisar antara 0-1. Perhitungan frekuensi genotipe didapatkan melalui rumus berikut : Keterangan: xii = frekuensi genotipe ii ni = jumlah individu bergenotipe ii N = total sampel

19 7 Uji Chi Square (χ2) ( Allendorf dan Luikart 2007) Uji chi square menunjukkan adanya kesesuaian antara hasil pengamatan dan nilai harapan. Perhitungan chi square didapatkan melalui rumus berikut : Keterangan: x2 = nilai chi-square O = jumlah genotipe teramati E = jumlah genotipe harapan Heterozigositas (Allendorf dan Luikart 2007) Heterozigositas merupakan perhitungan untuk mengetahui keragaman gen dalam populasi. Perhitungan heterozigositas didapatkan melalui rumus berikut : Keterangan: Ho = heterozigositas pengamatan N1ij = jumlah individu heterozigot pada lokus ke-1 N = jumlah individu yang diamati He = heterozigositas harapan P1i = frekuensi alel ke-i pada lokus ke-1 Penelitian Tahap 2: Asosiasi Gen IGF2 dan Gen FMO3 terhadap Bobot Potong dan Sifat Fisik Daging Total Sampel Sampel yang digunakan dalam tahap ini sebanyak 62 day old chick (DOC) dan 56 ekor ayam kampung umur 26 minggu. Pemeliharaan Ternak yang diteliti dipelihara di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Peternakan IPB. Pemeliharaan diawali dengan persiapan kandang melalui sanitasi kandang dengan desinfektan. Ayam diberi nomor identitas pada bagian sayap. DOC ayam kampung dipelihara pada kandang kelompok yang dibagi ke dalam 2 koloni sampai umur 4 minggu (fase starter) dan diberi pakan dan minum adlibitum. Ayam umur 5 minggu dipindahkan ke kandang kelompok 4 koloni hingga umur 12 minggu. Pakan yang diberikan adalah pakan komersial untuk ayam ras pedaging fase starter (511 diproduksi oleh PT. Charoen Pokphand) dan dedak padi (diperoleh dari penggilingan padi di wilayah Situ Gede Dramaga) dengan perbandingan 80:20 pada minggu 1-3 dan dilanjutkan dengan perbandingan 60:40 sampai minggu 12. Setiap 1 minggu bobot ayam ditimbang dengan menggunakan timbangan digital. Pada umur 1, 3, dan 8 minggu dilakukan vaksinasi ND untuk seluruh ayam. Setelah 12 minggu, ayam dipotong dan dijadikan potongan komersial kemudian ditimbang setiap bagian.

20 8 Analisis Sifat Fisik Daging Ternak yang telah dipotong kemudian diukur bobot potong dan potongan komersialnya. Selain itu, analisis kualitas karkas fisik pada ayam kampung untuk setiap genotipe dilakukan menggunakan sample daging dada dengan menguji beberapa parameter : ph Daging Pengukuran ph daging dilakukan sesuai metode Van Laack et al. (2000) dengan memasukan ph meter yang telah dikalibrasi sebelumnya ke bagian dalam daging, kemudian ditunggu hingga tertera nilai pada layar ph meter. Keempukan Daging Tingkat keempukan daging ditunjukkan oleh besarnya kekuatan (kgcm -2 ) yang diperlukan untuk memotong core daging yang ditunjukkan oleh jarum penunjuk alat pemotong daging Warner Bratzler Device. Pengukuran ini dilakukan berdasarkan Suryati et al. (2008). Daya Mengikat Air (Water Holding Capacity) Daya mengikat air adalah kemampuan protein daging mengikat air di dalam daging. Nilai ini diukur dengan planimeter dengan cara mencari jumlah air yang keluar (mg) sesuai metode Hamm (1972) di dalam Soeparno (2005): H 2 O = Untuk mengetahui persentase air bebas digunakan rumus sebagai berikut : Susut Masak (Cooking Loss) Susut masak adalah sedikit banyaknya air yang hilang dan nutrien yang yang larut dalam air akibat pengaruh pemasakan. Prosedur dilakukan sesuai metode Bouton et al. (1971) dengan rumus sebagai berikut : Analisis Data %H 2 O = Susut masak (%) = (selisih lingkar luar-selisih lingkar dalam) % mgh 2 O 300 x 100 % berat awal berat akhir berat awal x 100 % x Pengaruh perbedaan genotipe gen terhadap potongan karkas pada ayam kampung umur 12 dan 26 minggu serta perbedaan genotipe gen terhadap kualitas fisik pada ayam kampung umur 26 minggu dianalisis menggunakan prosedur GLM (General Linier Model ) (SAS Institute Inc. 2008) portable dengan model sebagai berikut: Yij = μ + Gi + εij Keterangan: Yij = nilai pengamatan akibat pengaruh genotipe ke-i pada ulangan ke-j μ = rataan umum Gi = pengaruh genotipe ke-i εij = pengaruh galat percobaan dari genotipe ke-i pada ulangan ke-j

21 9 3 HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi dan Genotyping Gen IGF2 serta FMO3 Gen IGF2 pada ekson 4 dan FMO3 pada ekson 6 berhasil diamplifikasi dengan panjang masing-masing 395 pb dan 524 pb. Hasil RFLP menggunakan enzim pemotong NlaIII pada fragmen gen IGF2 menghasilkan tiga tipe gen (genotipe), yaitu CC, TC, dan TT yang dibentuk dari kombinasi dua alel C dan T (Gambar 4a). Satu SNP (Single Nucleotide Polymorphism) ditemukan pada gen IGF2. SNP pada gen IGF2 dikenali melalui situs potong CATG dengan menggunakan enzim restriksi NlaIII. Mutasi terjadi pada basa ke- 138 dengan perubahan basa timin (T) menjadi sitosin (C). Hal ini telah dibuktikan oleh Rahmadani et al. (2015) yang melalukan sekuensing gen IGF2 pada ayam kampung dengan sekuen dari GenBank dengan nomor akses NC_ Perubahan basa ini dikenal sebagai subtitusi basa transisi karena perubahan basa timim (pirimidin) menjadi sitosin (pirimidin). Subtitusi basa transisi umumnya lebih sering terjadi dibandingkan dengan transversi (Nei dan Kumar 2000). Mutasi ini juga dikenal sebagai synonymous atau silent substitution karena perubahan basa hanya mengkode asam amino yang sama yaitu histidin (Amills et al. 2003). Gambar 4 Visualisasi hasil PCR-RFLP gen IGF2 (a) dan FMO3 (b) pada gel agarose 2%. M: Marker 100 pb; TT, TC, CC, dan AA: genotipe Hasil genotyping gen FMO3 disajikan pada Gambar 4b. Tidak ditemukan titik SNP di sekuen yang diamati pada ekson 6 gen FMO3. Wang et al (2013) sebagai acuan primer menyebutkan adanya titik missense mutation pada ekson 6 di posisi 869 dengan perubahan basa adenin (A) menjadi guanin (G) pada itik. Mutasi ini dapat berpengaruh terhadap kerja enzim FMO3 pada itik. Honkatukia et al. (2005) menyebutkan adanya mutasi adenin (A) menjadi timin (T) pada ayam ras petelur di ekson 7 posisi 329 yang menyebabkan perubahan asam amino threonin menjadi serin. Perubahan ini menyebabkan adanya bau amis pada kuning telur. Keragaman Gen IGF2 dan FMO3 Analisis keragaman gen IGF2 ekson 4 pada ayam kampung dilakukan menggunakan frekuensi genotipe dan frekuensi alel yang disajikan pada Tabel 2. Ayam lain digunakan sebagai pembanding diperoleh dari Rahmadani et. al

22 10 (2015). Proporsi genotipe gen IGF2 ekson 4 pada populasi broiler, sentul, dan merawang menunjukkan frekuensi genotipe CC paling tinggi dan TT yang paling rendah bahkan pada broiler dan sentul tidak ditemukan frekuensi genotipe TT. Hal ini menunjukkan bahwa genotipe CC pada ketiga populasi tersebut memiliki peluang kemunculan tertinggi dibandingkan dengan genotipe TT. Hal ini sesuai dengan Amills et al. (2003) yang menunjukkan genotipe CC memiliki frekuensi tertinggi pada populasi ayam Black Penedesenca. Tang et al. (2010) menunjukkan bahwa genotipe CC pada ayam beijing you memberikan performa pertumbuhan dan bobot karkas tertinggi pada umur 17 minggu. Populasi kampung 26 minggu dan pelung menunjukkan frekuensi genotipe TC paling tinggi sehingga genotipe TC memiliki peluang kemunculan tertinggi dibandingkan genotipe lainnya pada populasi tersebut. Berbeda dengan populasi kampung 12 minggu, frekuensi genotipe TT memiliki frekuensi tertinggi sehingga peluang kemunculannya lebih tinggi dibandingkan dengan genotipe lainnya pada populasi tersebut. Tabel 2 Frekuensi genotipe dan alel gen IGF2 Sampel n Genotipe Alel CC (n) TC (n) TT (n) C T Broiler 10 a 0.80 (8) 0.20 (2) - (0) Kampung 12 minggu (10) 0.36 (22) 0.48 (30) Kampung 26 minggu (16) 0.50 (28) 0.21 (12) Sentul 34 a 0.56 (19) 0.44 (15) - (0) Merawang 18 a 0.50 (9) 0.39 (7) 0.11 (2) Pelung 23 a 0.35 (8) 0.48 (11) 0.17 (4) Keterangan : a Sumber : Rahmadani et al. (2015); n = jumlah individu Hasil penelitian yang didapatkan pada ayam kampung 12 minggu menunjukkan bahwa frekuensi alel T memiliki frekuensi lebih tinggi dibandingkan dengan alel C. Distribusi alel gen IGF2 ekson 4 pada populasi ayam broiler, sentul, merawang, pelung yang diamati Rahmadani et al. (2015) dan ayam kampung 26 minggu memiliki frekuensi alel C lebih tinggi dibandingkan dengan alel T. Hasil ini sesuai dengan yang dinyatakan oleh Amills et al. (2003). Tang et al. (2010) juga menyatakan hal yang sama, bahwa alel C memiliki frekuensi yang lebih tinggi pada populasi ayam beijing you dan kapas. Nilai ini berbeda pada ayam kampung 26 minggu dan ayam kampung yang diamati Rahmadani et al. (2015) pada sekuen gen yang sama. Hal ini disebabkan adanya seleksi betina pada populasi sebelumnya yang digunakan oleh Rahmadani et al. (2015) terhadap sifat bobot badan. Noor (2010) menyebutkan bahwa frekuensi gen dapat mengalami perubahan jika terjadi seleksi, mutasi, percampuran populasi, silang dalam dan silang luar, serta genetic drift. Nilai frekeunsi dari beberapa populasi ayam yang diamati tersebut menunjukkan bahwa gen IGF2 memiliki keragaman yang tinggi. Hartl dan Clark (1997) menyebutkan bahwa suatu alel dinyatakan memiliki keragaman yang tinggi jika frekuensi alelnya kurang dari Frekuensi genotipe dan alel juga dilakukan untuk mengetahui keragaman gen FMO3 ekson 6 pada beberapa ayam lokal dapat diamati pada Tabel 3. Hasil yang didapatkan dari total 129 ayam dari berbagai populasi menunjukkan bahwa

23 hanya satu genotipe yang dapat diamati yaitu genotipe AA (100%), sehingga frekuensi alel A sebesar Hasil ini menunjukkan bahwa tidak ada keragaman genetik sekuen gen FMO3 ekson 6 yang digunakan dan tidak ditemukan alel G pada seluruh populasi ayam yang diteliti. Hal ini mengakibatkan populasi yang diamati tidak dapat diasosiasikan dengan parameter yang telah ditentukan. Tabel 3 Frekuensi gen dan alel gen FMO3 Sampel n Genotipe Alel AA (n) AG (n) GG (n) A G Broiler (7) - (0) - (0) Kampung (56) - (0) - (0) Sentul (20) - (0) - (0) Merawang (20) - (0) - (0) Pelung (20) - (0) - (0) Nunukan (6) - (0) - (0) Keterangan : n = jumlah individu Keragaman gen FMO3 telah banyak diteliti dan terbukti berasosiasi dengan bau amis pada beberapa hewan. Nonsense mutasi pada sekuen gen FMO3 sapi menunjukkan adanya asosiasi dengan bau amis pada susu sapi Lunden et al. (2002). Glenn et al. (2007) membuktikan adanya asosiasi bau amis pada daging babi dengan keragaman gen FMO3. Mutasi nonsinonimus terjadi pada penelitian Honkatukia et al. (2005) menyebabkan perubahan asam amino yang meningkatkan level TMA sehingga berpengaruh pada bau amis kuning telur ayam. Teknik sekuensing dan ekspresi RNA dilakukan Wang et al. (2013) pada titik yang sama dengan penelitian menunjukkan adanya 27 SNP, salah satunya terjadi missense mutation di ekson 6 itik yang sangat berperan pada aktivitas enzim FMO3 di jaringan hati. Total panjang gen FMO3 yang terletak di kromosom 8 sebesar 7 693kb akan muncul banyak peluang mutasi. Allendorf dan Luikart (2007) menyebutkan ratusan mutasi dapat terjadi pada setiap individu baru. Tidak ditemukannya keragaman di sekuen gen FMO3 pada beberapa sampel ayam lokal dapat disebabkan karena teknik PCR-RFLP yang digunakan hanya mampu mengenali satu titik mutasi. Heterozigositas dan Keseimbangan Gen IGF2 serta FMO3 Hasil yang diamati menunjukkan bahwa dua populasi ayam kampung tidak memiliki keragaman gen IGF2 maupun FMO3 yang tinggi. Keragaman genetik suatu populasi dinyatakan tinggi jika nilai heterozigositas lebih dari 0.5 (Allendorf dan Luikart 2007). Hasil perhitungan Ho dan He dapat diamati pada Tabel 4.Analisis heterozigositas dilakukan dengan membandingkan nilai heterozigositas observasi (Ho) dan heterozigositas harapan (He). Heterozigositas digunakan untuk mengetahui keragaman gen dalam satu populasi yang dapat membantu pada program seleksi untuk generasi berikutnya (Marson et al. 2005). Berbeda dengan nilai Ho yang diamati Rahmadani et al. (2015) dengan jumlah individu lebih banyak menunjukkan adanya keragaman yang tinggi pada ayam kampung. Hal ini dapat disebabkan kurangnya jumlah pengamatan dari 11

24 12 populasi yang digunakan kecil. Allendorf dan Luikart (2007) menyebutkan bahwa perbandingan antara heterozigositas tidak akan valid jika tidak dilakukan dengan jumlah pengamatan yang besar. Moioli et al. (2004) menyebutkan bahwa nilai Ho selalu memiliki nilai yang lebih rendah dibandingkan He. Selain itu, He merupakan indikator yang layak digunakan dalam menentukan keragaman suatu gen pada suatu populasi, semakin tinggi maka semakin baik. Tabel 4 Heterozigositas dan chi-square (χ 2 ) gen IGF2 Sampel n Gen IGF2 Ho He χ 2 Broiler 10 a ns Kampung 12 minggu ns Kampung 26 minggu ns Sentul 34 a ns Merawang 18 a ns Pelung 23 a ns Keterangan : a Sumber : Rahmadani et al. (2015); n = jumlah individu; χ 2 tabel, db (n-1), α 5% = 3.84; ns = tidak nyata (χ 2 hitung < χ 2 tabel) Berdasarkan nilai He yang diamati, populasi ayam kampung umur 26 minggu memiliki nilai He yang paling tinggi. Sesuai dengan pernyataan Moioli et al. (2004), populasi ini memiliki keragaman gen IGF2 ekson 4 yang tinggi. Machado et al. (2003) menyatakan nilai Ho yang lebih rendah dari He dapat mengindikasikan tingkat endogami yang merupakan hasil dari proses seleksi intensif. Uji chi-square (χ 2 ) digunakan untuk mengetahui populasi berada dalam keseimbangan Hardy-Weinberg. Nilai chi square yang tidak signifikan pada taraf 5% menunjukkan adanya kesesuaian antara hasil pengamatan dan nilai harapan. Nilai chi square akan semakin besar jika terdapat perbedaan yang besar antara hasil pengamatan dan nilai harapan. Populasi dikatakan berada dalam keseimbangan jika nilai hitung χ 2 lebih kecil dibandingkan dengan χ 2 tabel (Allendorf dan Luikart 2007). Hasil yang didapatkan pada dua populasi ayam kampung menunjukkan bahwa populasi berada pada keseimbangan Hardy- Weinberg, walaupun pada populasi ayam kampung 12 minggu telah ada percampuran dengan populasi lain. Hasil yang didapatkan sesuai dengan yang dilakukan oleh Rahmadani et al. (2015). Hal ini juga dapat dilihat dari perbedaan antara Ho dan He. Semakin besar nilai χ 2 maka semakin besar pula perbedaan Ho dan He (Allendorf dan Luikart 2007). Perbedaan nilai Ho dan He yang besar dapat mengindikasikan adanya ketidakseimbangan dari populasi (Tambasco et al. 2000). Keseimbangan pada populasi dapat diartikan bahwa populasi tersebut tidak terjadi mutasi, seleksi, migrasi, dan genetic drift (Noor 2010). Bobot Potong dan Bobot Karkas Ayam Kampung Hasil yang didapatkan menunjukkan bahwa bobot potong ayam umur 12 minggu pada jantan dan betina berturut-turut sebesar ± g dan ±76.93 g. Nilai ini memiliki nilai lebih rendah dari penelitian Tamzil et al. (2015) yang menyebutkan bahwa bobot potong ayam kampung umur 10 minggu mencapai g. Sunari et al. (2001) menyebutkan perbandingan bobot karkas dengan bobot hidup dapat digunakan sebagai parameter produksi dalam bidang

25 peternakan. Umur pemotongan merupakan salah satu parameter yang sangat mempengaruhi bobot potong dan bobot karkas. Bobot potong yang tinggi akan meningkatkan bobot karkas yang didapatkan (Matitaputty et al. 2011). Bobot potong, bobot karkas, dan potongan komersial karkas ayam kampung yang didapatkan dari dua populasi, yaitu populasi ayam 12 minggu dan 26 minggu dapat diamati pada Tabel 5. Tabel 5 Bobot potong, bobot karkas, dan potongan komersial karkas ayam kampung Parameter 12 Minggu 26 Minggu Jantan (29) Betina (33) Jantan (56) Bobot potong (g) ± ± ± Bobot karkas (g) ± ± ± Bobot dada (g) ± ± ±31.77 Bobot paha atas (g) 82.34± ± ±28.14 Bobot paha bawah (g) 80.07± ± ±24.94 Bobot sayap (g) 72.41± ± ±12.39 Bobot daging dada (g) 64.26± ± ±28.48 Bobot daging paha atas (g) 47.56± ± ±25.65 Bobot daging paha bawah (g) 43.62± ± ±21.21 %Bobot karkas (gbp -1 ) 56.13± ± ±3.20 %Bobot dada (gbk -1 ) 25.72± ± ±1.36 %Bobot paha atas (gbk -1 ) 18.91± ± ±1.22 %Bobot paha bawah (gbk -1 ) 18.23± ± ±0.99 %Bobot sayap (gbk -1 ) 16.62± ± ±1.20 %Bobot daging dada (gbk -1 ) 14.44± ± ±1.79 %Bobot daging paha atas (gbk -1 ) 10.69± ± ±1.43 %Bobot daging paha bawah (gbk -1 ) 9.89± ± ±1.47 Keterangan : bp = bobot potong; bk = bobot karkas Persentase karkas, dada, paha atas, paha bawah, dan sayap yang diamati oleh Tamzil et al. (2015) memiliki nilai 63.08%, 24.04%, 18.49, 16.65, dan 15.04%, berbeda dengan hasil penelitian. Perbedaan ini disebabkan penggunakan ayam kampung unggul balitnak (KUB) dan pakan komersil yang digunakan oleh Tamzil et al. (2015). Iskandar (2007) menyebutkan bahwa bobot badan ayam kampung umur 12 minggu mencapai 708 g. Nilai ini sesuai dengan kisaran hasil yang didapatkan pada penelitian. Bobot potong umur 26 minggu didapatakan sebesar ± g, nilai ini lebih rendah dari Iskandar (2007) yang melaporkan bahwa bobot ayam kampung umur 20 minggu sebesar 1408 g. Tamzil et al. (2015) menyebutkan selain umur, strain ayam dapat mempengaruhi bobot potong pada ayam. Karkas merupakan komponen penting yang mempengaruhi daya beli konsumen dan memiliki nilai ekonomis tinggi. Karkas juga merupakan organ tubuh yang masak lambat, sehingga dengan bertambahnya umur, pertumbuhannya semakin bertambah dan persentase terhadap bobot potong juga meningkat (Matitaputty et al. 2011). Hasil yang didapatkan menunjukkan bahwa potongan karkas dan komersialnya pada ayam umur 12 minggu jantan lebih tinggi dibandingkan dengan betina. Hal ini disebabkan adanya perbedaan kemampuan metabolisme antara jantan dan betina. Setyanto et al (2012) menyebutkan bahwa 13

26 14 ayam kampung jantan memiliki kemampuan lebih baik dalam memanfaatkan protein ransum yang dicerna dibandingkan dengan betina. Asosiasi Keragaman Gen IGF2 dengan Bobot Potong dan Bobot Karkas Ayam Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa ketiga genotipe dari populasi ayam 12 minggu yaitu CC, TC, dan TT tidak berasosiasi dengan bobot potong, bobot karkas, dan bobot komersil karkas ayam kampung. Tabel 6 Parameter Asosiasi gen IGF2 dengan bobot potong dan bobot karkas ayam kampung populasi 12 minggu Genotipe CC TC TT Betina n=5 n=13 n=15 Bobot potong (g) ± ± ±77.22 Bobot karkas (g) ± ± ±37.28 Bobot dada (g) ± ± ±13.29 Bobot paha atas (g) 76.20± ± ±8.75 Bobot paha bawah (g) 71.80± ± ±7.75 Bobot sayap (g) 64.40±11.78b 60.08±9.50b 65.53±7.93a Bobot daging dada (g) 61.60± ± ±10.18 Bobot daging paha atas (g) 44.00± ± ±5.71 Bobot daging paha bawah (g) 39.80± ± ±5.10 %Bobot karkas (gbp -1 ) 60.96± ± ±12.10 %Bobot dada (gbk -1 ) 25.90± ± ±14.84 %Bobot paha atas (gbk -1 ) 18.46± ± ±1.34 %Bobot paha bawah (gbk -1 ) 17.45± ± ±1.34 %Bobot sayap (gbk -1 ) 15.72± ± ±1.18 %Bobot daging dada (gbk -1 ) 15.10± ± ±2.13 %Bobot daging paha atas (gbk -1 ) 10.65± ± ±1.25 %Bobot daging paha bawah (gbk -1 ) 9.77± ± ±1.21 Jantan n=5 n=9 n=15 Bobot potong (g) ± ± ± Bobot karkas (g) ± ± ±84.23 Bobot dada (g) ± ± ±20.12 Bobot paha atas (g) 82.00± ± ±16.71 Bobot paha bawah (g) 78.20± ± ±13.43 Bobot sayap (g) 69.00± ± ±9.60 Bobot daging dada (g) 65.20± ± ±12.55 Bobot daging paha atas (g) 45.60± ± ±12.36 Bobot daging paha bawah (g) 42.20± ± ±8.11 %Bobot karkas (gbp -1 ) 50.77± ± ±6.49 %Bobot dada (gbk -1 ) 24.94± ± ±2.71 %Bobot paha atas (gbk -1 ) 19.32± ± ±1.30 %Bobot paha bawah (gbk -1 ) 18.13± ± ±1.61 %Bobot sayap (gbk -1 ) 16.65± ± ±1.70 %Bobot daging dada (gbk -1 ) 15.10±1.59c 12.73±2.06d 15.49±2.13c %Bobot daging paha atas (gbk -1 ) 10.79± ± ±1.66 %Bobot daging paha bawah (gbk -1 ) 9.85± ± ±0.91 Keterangan : bp = bobot potong; bk = bobot karkas; a,b angka-angka pada baris yang sama berbeda pada p=0.06; c,d angka-angka pada baris yang sama berbeda pada p<0.05 (uji selang berganda Duncan)

27 Asosiaso gen IGF2 dengan bobot potong dan bobot karkas ayam kampung disajikan pada Tabel 6 dan 7. Hasil yang didapatkan sesuai dengan Tang et al. (2010) yang menyatakan tidak ada asosiasi gen IGF2 ayam Beijing You dan kapas dengan bobot potong, bobot sayap, bobot paha, bobot otot paha, dan bobot otot dada. Hasil berbeda didapatkan pada persentase bobot sayap pada betina dan bobot daging dada pada jantan. Masing-masing menunjukkan adanya perbedaan pada p = 0.06 dan p<0.05. Perbedaan daging yang dihasilkan dari karkas dapat dipengaruhi oleh faktor genetik dan nutrisi (Soeparno 2011). Populasi yang diamati menunjukkan bahwa genotipe TT memiliki persentase bobot lebih tinggi dibandingkan dengan genotipe lainnya. Hasil ini sesuai dengan Rahmadani et al. (2015) yang menyebutkan genotipe TT memiliki laju pertumbuhan lebih tinggi dibandingkan dengan genotipe lainnya. Kesamaan ini dapat disebabkan karena populasi yang digunakan merupakan turunan dari populasi yang digunakan oleh Rahmadani et al. (2015). Tang et al. (2010) menyebutkan keragaman gen IGF2 berasosiasi dengan bobot badan dan bobot karkas umur 17 minggu (p<0.05). Oleh sebab itu dilakukan pengamatan pada populasi dengan umur yang lebih tua untuk mengetahui adanya pengaruh signifikan asosiasi keragaman IGF2 dengan bobot potong dan potongan komersial karkas. Tabel 7 Parameter Asosiasi gen IGF2 dengan bobot potong dan bobot karkas ayam kampung jantan populasi 26 minggu Genotipe CC TC TT n=16 n=28 n=12 Bobot potong (g) ± ± ± Bobot karkas (g) ± ± ± Bobot dada (g) ± ± ±36.41 Bobot paha atas (g) ± ± ±27.65 Bobot paha bawah (g) ±24.21b ±24.84a ±22.14c Bobot sayap (g) ± ± ±12.03 Bobot daging dada (g) ± ± ±34.85 Bobot daging paha atas (g) ± ± ±25.88 Bobot daging paha bawah (g) ± ± ±23.33 %Bobot karkas (gbp -1 ) 63.54± ± ±3.72 %Bobot dada (gbk -1 ) 25.27± ± ±1.46 %Bobot paha atas (gbk -1 ) 19.32± ± ±1.30 %Bobot paha bawah (gbk -1 ) 18.09± ± ±0.90 %Bobot sayap (gbk -1 ) 12.71± ± ±1.19 %Bobot daging dada (gbk -1 ) 17.49± ± ±2.25 %Bobot daging paha atas (gbk -1 ) 13.96± ± ±1.28 %Bobot daging paha bawah (gbk -1 ) 11.93± ± ±1.41 Keterangan : bp = bobot potong; bk = bobot karkas; a,b angka-angka pada baris yang sama berbeda pada p<0.1; c,d,e angka-angka pada baris yang sama berbeda pada p=0.06 (uji selang berganda Duncan) Pemotongan dilakukan pada ayam kampung populasi 26 minggu dengan menseleksi jenis kelamin jantan sebagai pembanding. Hal ini disebabkan oleh pernyataan Chao dan D Amore (2008) bahwa aktivasi gen IGF2 pada betina memiliki kendala akibat adanya imprinting control region (ICR) yang menyebabkan terhambatnya ekspresi gen ini pada betina. Tabel 7 menunjukkan 15

28 16 asoasiasi keragaman gen IGF2 dengan bobot potong, bobot karkas, dan bobot potong komersial karkas ayam kampung jantan umur 26 minggu. Hasil analisis statistik terhadap populasi ayam kampung jantan 26 minggu menunjukkan tidak adanya asosiasi seluruh komponen karkas dengan keragaman gen IGF2 pada taraf 5%, namun berasosiasi secara suggestive pada bobot paha bawah (p < 0.1) dan persentase bobot paha bawah (p=0.06) dengan tiga genotipe yang ditemukan. Penggunaan p<0.1 dan p=0.06 ini digunakan sesuai Gunawan et al. (2011) yang mengamati asosiasi gen ESR2 dengan kualitas sperma pada babi. Genotipe TC memberikan performa paling tinggi diantara genotipe lainnya. Hal ini sesuai dengan Tang et al. (2010) bahwa genotipe heterozigot memberikan performa paling baik pada bobot karkas. Paha bawah merupakan salah satu bagian komersil karkas yang memilki permintaan cukup tinggi. Pada populasi ini, genotipe TC merupakan genotipe yang berpotensi diseleksi untuk mendapatkan bobot paha bawah yang tinggi. Kualitas Karkas Daging Ayam Kampung Pengujian fisik daging ayam dilakukan untuk mengetahui kualitas karkas yang dihasilkan. Pengujian dilakukan terhadap empat parameter, yaitu ph, susut masak, keempukan, dan persentase air bebas. Pengujian hanya dilakukan pada sampel populasi ayam 26 minggu. Hasil pengujian fisik daging ayam kampung dapat diamati pada Tabel 8. Tabel 8 Analisis fisik daging dada ayam kampung umur 26 minggu* Parameter Nilai ph 5.46 ± 0.20 Susut masak (%) ± 3.32 Keempukan (kgcm -2 ) 2.98± 0.81 H 2 O (%) ± 2.15 *Setelah penyimpanan selama 8 minggu Faktor-faktor yang diamati untuk dapat mengetahui kualitas karkas adalah spesies, maturitas, kepadatan dan kekompakan daging, serta tingkat perlemakan. Soeparno (2011) menyebutkan faktor kualitas daging yang dimakan meliputi warna, keempukan dan tektur, flavor dan aroma serta termasuk bau dan cita rasa serta kesan jus daging. Selain itu, lemak intramuskular, susut masak (berat daging yang hilang selama pemasakan), retensi cairan, dan ph ikut menentukan kualitas daging. Parameter ph berpengaruh terhadap 3 karakteristik kualitas sensori daging yaitu warna/penampilan, tekstur/keempukan, dan rasa yang semuanya berpengaruh terhadap penerimaan konsumen (Min dan Ahn 2005). Beberapa penelitian menyebutkan bahwa water holding dan keempukan meningkat pada kondisi asam di bawah ph post mortem ( ) (Ke et al. 2009). Nilai ph yang dihasilkan menunjukkan daging ayam kampung usia 26 minggu memiliki nilai keempukan yang cukup tinggi. Susut masak adalah persentase penyusutan atau bobot yang hilang selama proses pemasakan atau pemanasan (Soeparno 2011). Nilai ini juga berkorelasi negatif dengan ph dan daya ikat air. Dengan demikian, semakin rendah nilai susut masak maka nilai ph dan daya ikat air semakin tinggi menyebabkan daging

29 semakin empuk. Hasil yang didapatkan menunjukkan bahwa susut masak rata-rata daging ayam kampung mencapai ± Hal ini dapat diartikan, susut masak daging selama pemasakan berjumlah ± 3.32 % dari total 100% bobot daging. Bobot yang hilang adalah akibat keluarnya air yang ada di dalam daging dan sebagian karena evaporasi air (Soeparno 2011). Keempukan memiliki pengelompokan berdasarkan nilai keempukannya, yaitu sangat empuk (< 3.3 kgcm -2 ), empuk ( kgcm -2 ), agak empuk ( kgcm -2 ), agak alot ( kgcm -2 ), alot ( kgcm -2 ) dan sangat alot ( >10.12 kgcm -2 ) (Suryati et al. 2008). Berdasarkan hasil yang didapatkan, daging ayam kampung memiliki nilai keempukan yang rendah. Hal ini sesuai dengan parameter sebelumnya, ph dan susut masak yang menunjukkan daging ayam kampung yang diamati memiliki nilai keempukan sangat empuk. Keempukan dipengaruhi oleh faktor intrinsik dan ekstrinsik ternak serta interaksinya. Metode sensori untuk mengetahui kesukaan konsumen dapat dilakukan, tapi membutuhkan waktu yang lama. Metode dengan warner bratzler dipengaruhi oleh tipe otot, preparasi sampel, metode pemasakan, pelaksanaan prosedur, dan tipe panel (Destefanis et al. 2008) Daya mengikat air (DMA) adalah kemampuan protein daging mengikat atau menahan kandungan air (mengabsorbsi air) sebagai respon dari aplikasi kekuatan eksternal seperti pemotongan, pemasakan, dan penggilingan daging (Soeparno 2011). Kualitas daging dapat ditentukan dari besarnya DMA, baik secara teknis maupun ekonomis, baik untuk industri maupun konsumen secara langsung sebagai salah satu komponen penting dalam penyimpanan daging (Prevolnik et al. 2010). DMA dapat diketahui melalui perhitungan kandungan air bebas dalam daging. H 2 O (%) adalah persentase dari jumlah air bebas yang keluar. Diketahui bahwa nilai DMA yang didapatkan adalah ± Tingginya nilai DMA yang didapatkan dapat diartikan air mengalami sedikit kehilangan air bebas sehingga susut masak yang dihasilkan tidak terlalu tinggi. Nilai DMA berkorelasi negatif dengan jumlah air bebas yang keluar. Persentase jumlah air bebas yang keluar adalah ± 2.15%, sehingga tingginya nilai DMA dapat berpengaruh terhadap rendahnya jumlah air bebas yang keluar. Asosiasi Keragaman Gen IGF2 dengan Kualitas Karkas Daging Ayam Kampung Hasil analisis statistik yang dilakukan pada pengujian fisik daging ayam kampung dan asosiasinya dengan keragaman gen IGF2 menunjukkan tidak terdapat asosiasi yang signifikan pada seluruh parameter yang diuji. Hasil asosiasi keragaman gen IGF2 dengan kualitas fisik dapat diamati pada Tabel 9. Soeparno (2011) menyebutkan bahwa faktor yang mempengaruhi kualitas fisik karkas dapat dikelompokan menjadi tiga, yaitu pengaruh muatan listrik dan ph otot daging, genetik, serta pengaruh sterik. Tidak ditemukannya asosiasi pada kualitas daging ayam kampung dapat disebabkan karena mutasi yang terjadi pada titik yang diamati adalah synonimus sehingga hanya mengkode asam amino yang sama (Amils et al. 2003; Rahmadani et al. 2015). Faktor lain seperti yang dinyatakan Yun et al. (2005) yaitu menurunnya ekspresi gen IGF2 pada fase posthatch dapat menyebabkan tidak ditemukannya asosiasi. Selain itu, Soeparno (2011) menyebutkan nutrisi pakan mempunyai pengaruh yang relatif besar terhadap 17

30 18 kualitas daging. IGF2 merupakan gen yang berperan penting pada pertumbuhan plasenta dan perkembangan pada fase embrional (Constancia et al. 2002). Hal ini dapat menjelaskan tidak ditemukannya asoasiasi pada sifat fisik daging ayam kampung umur 26 minggu dengan keragaman gen IGF2. Tabel 9 Asosiasi sifak fisik daging dada ayam kampung dengan keragaman gen IGF2* Parameter Geotipe CC TC TT n=16 n=28 n=12 ph 5.43 ± ± ± 0.29 Susut masak (%) ± ± ± 1.77 Keempukan (kgcm -2 ) 3.03± ± ± 1.19 MgH 2 O (%) ± ± ± 2.28 *Setelah penyimpanan selama 8 minggu Selain itu, analisis RFLP yang dilakukan hanya mampu mengenali satu titik mutasi, sehingg perlu kajian lebih lanjut pada titik mutasi lainnya agar diketahui secara pasti ada atau tidaknya asosiasi pada gen IGF2 dengan sifat fisik karkas. Beberapa penelitian telah melakukan pengujian kualitas daging pada ayam broiler. Van Laack et al. (2000) melakukan pengamatan pada ph daging ayam pedaging pada umur potong dengan nilai ph sebesar Jika dibandingkan dengan hasil penelitian, maka nilai ini masih berada pada rentan ph normal. Susut masak ayam broiler umur 5 minggu memiliki susut masak sebesar % (Prayitno et al. 2010), nilai ini berbeda dengan hasil pengamatan yang didapat. Hal ini menunjukkan bahwa susut masak pada daging ayam kampung 26 minggu memiliki nilai susut masak yang tinggi dan akan berpengaruh terhadap nilai keempukan yang tinggi. Nilai ini dapat disebabkan adanya penyimpanan selama 8 minggu pada daging yang diamati. Arizona et al. (2011) menyebutkan bahwa lama penyimpanan berpengaruh nyata dapat menurunkan daya ikat air dan meningkatkan susut masak pada daging ayam broiler. Nilai keempukan pada ayam broiler umur 6-7 minggu memiliki kisaran kgcm -2 (Lyon et al. 2004). Sesuai dengan hasil yang didapatkan, nilai keempukan daging ayam kampung yang diamati memiliki nilai lebih besar atau dengan kata lain memiliki daging yang lebih alot. Hal ini dapat disebabkan adanya perbedaan umur pada ayam kampung yang diamati dengan ayam broiler pada penelitian Lyon et al. (2004). Prayitno et al. (2010) menyebutkan nilai daya ikat air pada ayam broiler sebesar %. Sama halnya dengan nilai keempukan, nilai daya ikat air ini berbeda dengan hasil yang didapatkan. Sesuai yang dijelaskan oleh Soeparno (2011) bahwa umur menjadi salah satu faktor yang menyebabkan perbedaan keempukan dan daya ikat air pada daging selain faktor genetik dan pengaruh sterik. Selain itu, masa simpan dari daging yang diamati dapat meningkatkan daya ikat air daging dan berpengaruh terhadap parameter lainnya seperti keempukan dan susut masak (Arizona et al. 2011).

31 19 4 SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Gen IGF2 pada dua populasi ayam kampung bersifat polimorfik. Gen FMO3 bersifat monomorfik pada seluruh populasi ayam yang diamati. Gen IGF2 pada populasi ayam kampung 12 minggu memiliki keragaman yang rendah dan pada populasi 26 minggu memiliki keragaman yang tinggi sedangkan pada gen FMO3 tidak ditemukan keragaman. Asosiasi keragaman gen IGF2 dengan bobot paha bawah ayam kampung 26 minggu diamati pada (p < 0.1) pada namun tidak ditemukan asosiasi gen IGF2 dengan sifat fisik karkas pada ayam kampung. Saran Penelitian asosiasi keragaman gen pengontrol pertumbuhan dan kualitas daging perlu dilakukan pada sampel dan titik mutasi yang lebih banyak. Penelitian ekspresi dan epigenetik pada dua gen tersebut perlu dilakukan pada ayam kampung yang dipelihara di lingkungan tropis.

32 20 DAFTAR PUSTAKA Allendorf FW, Luikart G Conservation and The Genetics of Populations. Oxford (UK): Blackwell Publishing Amills M, Jime nez N,Villalba D, Tor M, Molina E,Cubilo D, Marcos C, Francesch A, Sa`nchez A, Estany J Identification of three single nucleotide polymorphisms in the chicken Insulin-like Growth Factor 1 and 2 genes and their associations with growth and feeding traits. Poult. Sci.82: Arizona R, Suryanto E, Erwanto Y Pengaruh Konsentrasi Asap Cair Tempurung Kenari dan Lama Penyimpanan terhadap Kualitas Kimia dan Fisik Daging. Buletin Peternakan. 35:50-56 [BPS] Badan Pusat Statistik (ID) Produksi Daging Unggas berdasarkan Provinsi dan Jenis Unggas. Jakarta (ID): BPS RI. Chao W, D Amore PA IGF2: Epigenetic regulation and role in development and disease. Cytokine & Growth Fact. Rev.19 : Constancia M, Hemberger M, Hughes J, DeanW, Ferguson-Smith A, Fundele R, et al. Placental-specific IGF-II is a major modulator of placental and fetal growth. Nature. 417: Destefanis G, Brugiapaglia A, Barge MT, Molin ED Relationship between beef consumer tenderness perception and Warner Bratzler shear force. Meat Sci. 78: Duclos MJ, Beccavin C, Simon J Genetic models for the study of insulinlike growth factors (IGF) and muscle development in birds compared to mammals. Domes. Anim. Endocrin. 17: Gao Y, Zhang R, Hu X, Li N Application of genomic technologies to the improvement of meat quality of farm animals. Meat Sci. 77 : Gandolfi G, Pomponio L, Ertbjerg P, Karlsson AH, Nanni Costa L, Lametsch R, Russo V, Davoli R Investigation on CAST, CAPN1 and CAPN3 porcine gene polymorphisms and expression in relation to post-mortem calpain activity in muscle and meat quality. Meat Sci. 88 : Glenn KL, Ramos AM, Rothschild MF Analysis of FMO genes and off flavour in pork. J Anim Breed Genet 124:35 38 Gunawan A, Cinar U, Uddin MJ, Kaewmala K, Tesfaye D, Phatsara C, Tholen E, Looft C, Schellander K Investigation on Association and Expression of ESR2 as a Candidate Gene for Boar Sperm Quality and Fertility. Reprod. Dom.Anim.47: Gunawan A, Sahadevan S, Neuhoff C, Brinkhaus CG, Gad A, Frieden L, Tesyafe D, Tholen E, Looft C, Uddin MJ, Schellander K, Cinar MU RNA deep sequencing reveals novel candidate genes and polymorphisms in boar testis and liver tissues with divergent androstenone levels. Plos One. 8:5 Hartl DL, Clark AG Principle of Population Genetics. 3rd ed. Sunderland (US) : Sinauer Associate Inc. Hao DC, Chen SL, Mu J, Xiao PG Molecular phylogeny, long-term evolution, and functional divergence of flavin-containing monooxygenases. Genetica. 137: Honkatukia M, Reese K, Preisinger R, Tuiskula-Haavisto M, Weigend S, Roito J, Maki-Tanila A, Vilkki J Fishy taint in chicken eggs is associated with

33 a substitution within a conserved motif of the FMO3 gene. Genomics. 86: Iskandar S Penanganan pasca panen produk ayam lokal. Keanekaragaman Sumber Daya Hayati Ayam Lokal Indonesia. Manfaat dan Potensi. Pusat Penelitian Biologi. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Bogor. pp: Ke S, Huang Y, Decker EA, Hultin HO Impact of citric acid on the tenderness, microstructure and oxidative stability of beef muscle. Meat Sci. 82 : Lunden A, Marklund S, Gustafsson V A nonsense mutation in the FMO3 gene underlies fishy off-flavor in cow s milk. Genome Res 12: Lyon BG, Smith DP, Lyon CE, Savage EM Effects of Diet and Feed Withdrawal on the Sensory Descriptive and Instrumental Profiles of Broiler Breast Fillets. Poult. Sci.83: Machado MA, Schuster I, Martinez ML, Campos AL Genetic diversity of four cattle breeds using microsatellite markers. Rev. Bras. de Zoot. 32: Mardiningsih D, Rahayuning TM, Roessali W, dan Sriyanto DJ Tingkat Produktivitas dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Tenaga Kerja Wanita pada Peternakan Ayam Lokal Intensif di Kecamatan Ampel Gading Kabupaten Pemalang Jawa Tengah. Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Marson EP, Ferraz JBS, Meirelles FV, Balieiro JCC, Eler JP, Figueiredo LGG, Mourão GB Genetic characterization of European-Zebu composite bovine using RFLP markers. Genet. Mol. Res. 4: Matitaputty PR, Noor RR, Hardjosworo PS, Wijaya CH Performa, persentase karkas dan nilai heterosis itik alabio, cihateup dan hasil persilangannya pada umur delapan minggu. JITV. 16: Mayes PA Biosintesis Asam Lemak. Jakarta (ID): Universitas Indonesia McMurty JP Nutritional and Developmental Roles of Insulin-like Growth Factors in Poultry. J. of Nutri. 128 : Min B, Ahn DU Mechanism of lipid oxidation in meat and meat products A review. Food Sci. Biotech.14: Moioli B, Napolitano F, Catillo G Genetic diversity between Piedmontese, Maremmana, and Podolica cattle breeds. J. Hered. 95: Muryanto, Hardjosworo PS, Herman R, Setijanto H Evaluasi karkas hasil persilangan antara ayam kampung jantan dengan ayam ras petelur betina. Anim. Prod. 4: Nataamijaya AG The native chicken of Indonesia. Buletin Plasma Nutfah. Vol. 6, No. 1. Nataamijaya AG Pengembangan potensi ayam lokal untuk menunjang peningkatan kesejahteraan petani. J.Litbang Pertanian. 29: 4. Nei M, Kumar S Molecular Evolution and Phylogenetics. New York (US): Oxford University Pr. Neuhoff C, Gunawan A, Farooq MO, Cinar MU, Brinkhaus CG, Sahadeva S, Frieden L, Tesfaye L, Tholen E, Looft C, Schellander K, Uddin MJ Preliminary study of FMO1, FMO5, CYP21, ESR1, PLIN2 and SULT2A1 as candidate gene for compounds related to boar taint. Meat Science. 108:

34 22 Noor RR Genetika Ternak. Jakarta (ID) : Penebar Swadaya Pr. Pagala MA, Muladno, Sumantri C, Murtini S Association of Mx Gene Genotype with Antiviral and Production Traits in Tolaki Chicken. Inter. J. Poultry. Sci. 12: Prayitno AH, Suryanto E, Zuprizal Kualitas Fisik dan Sensoris Daging Ayam Broiler yang Diberi Pakan dengan Penambahan Ampas Virgin Coconut Oil (VCO). Buletin Peternakan. 34: Prevolnik M, Potokar MC, Škorjanc D Predicting pork waterholding capacity with NIR spectroscopy in relation to different reference methods. J. Food Eng. 98: Rahmadani RP, Sumantri C, Darwati S, Ulupi N Hubungn Keragman Gen Insulin-like Growth Factor 2 (IGF2) terhadap Sifat Pertumbuhan pada Ayam Lokal. JIPTH.3:1-3 Sambrook J, Fritsch EF, Maniatis T Molecular Cloning: A Laboratory Manual. (US): CSH Laboratory Pr. Sartika RAD Pengaruh Asam Lemak Jenuh, Tidak Jenuh dan Asam Lemak Trans terhadap Kesehatan. Depok (ID): Departemen Gizi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia. SAS Institute Inc SAS/STAT 9.2 User s Guide. Cary, NC: SAS Institute Inc. Setiyono Hubungan kualitas fisik dengan komposisi fisik dan kimia karkas daging domba lokal jantan yang diberi pakan dengan level energi dan berat potong berbeda. [Tesis]. Yogyakarta (ID): Pascasarjana Universitas Gajah Mada. Setyanto A, Atmomarsono U, Muryani R Pengaruh penggunaan tepung jahe emprit (Zingiber officinale var amarum) dalam ransum terhadap laju pakan dan kecernaan pakan ayam kampung umur 12 minggu. Anim. Agric. J. 1: Soeparno Ilmu dan Teknologi Daging. Yogyakarta (ID) : Gadjah Mada University Press. Soeparno Ilmu Nutrisi dan Gizi Daging. Yogyakarta (ID): Gadjah Mada University Pr. Sunari, Rukmiasih, Hardjosworo PS Persentase bagian pangan dan nonpangan itik Mandalung pada berbagai umur. Pros. Lokakarya Unggas Air. Pengembangan Agribisnis Unggas Air sebagai Peluang Usaha Baru. Ciawi, 6-7 Agustus Balitnak, Ciawi. hlm: Suryati T, Arief II, Polii BN Korelasi dan Kategori Keempukan Daging Berdasarkan Hasil Pengujian Menggunakan Alat dan Panelis. Anim. Prod. 10 : Winarso D Perubahan karakteristik fisik akibat perbedaan umur, macam otot, waktu, dan perebusan pada daging ayam kampung. J. Indon. Trop. Anim. Agric. 28: Tambasco DD, Alencar MM, Coutinho LL, Tambasco AJ, Tambasco MD, Regitano LCA Caracterização molecular de animais da raça Nelore utilizando microssatélites e genes candidatos. Rev. Bras. de Zoot. 29:

35 Tamzil MH, Noor RR, Hardjosworo PS, Manalu W, Sumantri C Acute heat stress responses of three lines of chickens with different Heat Shock Protein (HSP)-70 genotypes. Inter. J. Poult. Sci. 12: Tamzil MH, Ichsan M, Jaya NS,Taqiuddin M growth rate, carcass weight and percentage weight of carcass parts of laying type cockerels, kampong chicken and arabic chicken in different ages. Pak. J. Nutr.14 : Tang S, Sun D, Ou J, Zhang Y, Xu G, Zhang Y Evaluation of the IGFs (IGF1 and IGF2) Genes as Candidates for Growth, Body Measurement, Carcass, and Reproduction Traits in Beijing You and Silkie Chickens. Anim Biotec. 21: Ulupi N, Muladno, Sumantri C, Wibawan IWT Association of TLR4 gene genotype and resistance against Salmonella enteritidis natural infection in kampung chicken. Inter. J. Poult. Sci. 12: Van Laack RLJM, Liu CH, Smith MO, Loveday HD Characteristics of Pale, Soft, Exudative Broiler Breast Meat. Poult. Sci. 79: Wang P, Zheng J, Qu L, Lian L, Xu G, Yang N Molecular cloning, sequence characterization, SNP detection, and tissue expression analysis of duck FMO3 gene. Mol. Cell Biochem. 379: Yun JS, Seo DS, Kim WK, Ko Y Expression and Relationship of the Insulin-Like Growth Factor System with Posthatch Growth in the Korean Native Ogol Chicken. Poult. Sci. 84:83 90 Zhihui L, Li Hui, Wang Qigui, Zhao Jianguo, Wang Yuxiang The study on correlation analysis of single nucleotide polymorphism of IGF2 gene and body fatness traits in chicken. Chin. Acad. of Agric. Sci..3:

36 24

37 Lampiran 1 Pembuatan primer melalui primer designing tools ( 25

38 26 Lampiran 2 Blast primer melalui MEGA 6.06 Lampiran 3 Penentuan enzim restriksi melalui NEBcutter V2.0 (

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 4. Hasil Amplifikasi Gen FSHR Alu-1pada gel agarose 1,5%.

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 4. Hasil Amplifikasi Gen FSHR Alu-1pada gel agarose 1,5%. HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi Gen FSHR Alu-1 Amplifikasi fragmen gen FSHR Alu-1 dengan metode Polymerase Chain Reaction (PCR) dilakukan dengan kondisi annealing 60 C selama 45 detik dan diperoleh produk

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi. Tabel 1. Sampel Darah Sapi Perah dan Sapi Pedaging yang Digunakan No. Bangsa Sapi Jenis Kelamin

MATERI DAN METODE. Materi. Tabel 1. Sampel Darah Sapi Perah dan Sapi Pedaging yang Digunakan No. Bangsa Sapi Jenis Kelamin MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Genetika Molekuler Ternak, Bagian Pemuliaan dan Genetika, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini berlangsung

Lebih terperinci

Gambar 5. Hasil Amplifikasi Gen Calpastatin pada Gel Agarose 1,5%.

Gambar 5. Hasil Amplifikasi Gen Calpastatin pada Gel Agarose 1,5%. HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi Gen Calpastatin (CAST AluI) Amplifikasi fragmen gen CAST AluI dilakukan dengan menggunakan mesin PCR dengan kondisi annealing 60 0 C selama 45 detik, dan diperoleh produk

Lebih terperinci

METODE. Materi. Tabel 1. Jumlah Sampel DNA yang Digunakan dan Asal Pengambilan Sampel Darah.

METODE. Materi. Tabel 1. Jumlah Sampel DNA yang Digunakan dan Asal Pengambilan Sampel Darah. METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pemuliaan dan Genetika Molekuler, Bagian Pemuliaan dan Genetik Ternak, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi Gen Calpastatin (CAST MspI) Amplifikasi fragmen gen calpastatin (CAST MspI) pada setiap bangsa sapi dilakukan dengan menggunakan mesin thermal cycler (AB Bio System) pada

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. divisualisasikan padaa gel agarose seperti terlihat pada Gambar 4.1. Ukuran pita

HASIL DAN PEMBAHASAN. divisualisasikan padaa gel agarose seperti terlihat pada Gambar 4.1. Ukuran pita IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Amplifikasi Gen Mx Amplifikasi gen Mx telah berhasil dilakukan. Hasil amplifikasi gen Mx divisualisasikan padaa gel agarose seperti terlihat pada Gambar 4.1. Ukuran pita yang

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Sampel Pengambilan Sampel Ekstraksi DNA Primer

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Sampel Pengambilan Sampel Ekstraksi DNA Primer MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni hingga Nopember 2010. Penelitian dilakukan di Laboratorium Pemuliaan dan Genetik Molekuler, Bagian Pemuliaan dan Genetik Ternak,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Amplifikasi Gen Pituitary-Specific Positive Transcription Factor 1 (Pit1) Exon 3

HASIL DAN PEMBAHASAN. Amplifikasi Gen Pituitary-Specific Positive Transcription Factor 1 (Pit1) Exon 3 HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi Gen Pituitary-Specific Positive Transcription Factor 1 (Pit1) Exon 3 Amplifikasi gen Pit1 exon 3 pada sapi FH yang berasal dari BIB Lembang, BBIB Singosari, BPPT Cikole,

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Analisis Polymerase Chain Reaction (PCR) serta analisis penciri Polymerase Chain Reaction-Restriction Fragment Length Polymorphism (PCR-RFLP) dilaksanakan di Laboratorium

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE Waktu dan Tempat Materi Sapi Perah FH

MATERI DAN METODE Waktu dan Tempat Materi Sapi Perah FH 62 MATERI DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan selama sembilan bulan, yaitu dari bulan Oktober 2009 sampai dengan Juni 2010. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Genetika Molekuler,

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Genetika Molekuler Ternak, Bagian Pemuliaan dan Genetik Ternak, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Friesian Holstein

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Friesian Holstein TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Friesian Holstein Sapi Friesian Holstein (FH) merupakan bangsa sapi yang paling banyak terdapat di Amerika Serikat, sekitar 80-90% dari seluruh sapi perah yang berada di sana.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi Gen GH Exon 4 Amplifikasi gen GH exon 4 pada kambing Peranakan Etawah (PE), Saanen dan PESA (Persilangan PE-Saanen) diperoleh panjang fragmen 200 bp (Gambar 8). M 1 2 3

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi Gen Hormon Pertumbuhan (GH) Amplifikasi gen hormon pertumbuhan pada sapi FH yang berasal dari BIB Lembang, BBIB Singosari, dan BET Cipelang; serta sapi pedaging (sebagai

Lebih terperinci

Identifikasi Keragaman Gen Flavin-Containing Monooxygenases 3 (FMO3 AlwNI) pada Ayam Lokal Indonesia

Identifikasi Keragaman Gen Flavin-Containing Monooxygenases 3 (FMO3 AlwNI) pada Ayam Lokal Indonesia Jurnal Ilmu Produksi dan Teknologi Hasil Peternakan ISSN 2303-2227 Vol. 03 No. 3 Oktober 2015 Hlm: 178-182 Identifikasi Keragaman Gen Flavin-Containing Monooxygenases 3 (FMO3 AlwNI) pada Ayam Lokal Indonesia

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI KERAGAMAN GEN PITUITARY SPECIFIC POSITIVE TRANSCRIPTION FACTOR

IDENTIFIKASI KERAGAMAN GEN PITUITARY SPECIFIC POSITIVE TRANSCRIPTION FACTOR IDENTIFIKASI KERAGAMAN GEN PITUITARY SPECIFIC POSITIVE TRANSCRIPTION FACTOR 1 (PIT1) PADA KERBAU LOKAL (Bubalus bubalis) DAN SAPI FH (Friesian-Holstein) SKRIPSI RESTU MISRIANTI DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Genetika Molekuler, Bagian Pemuliaan dan Genetika Ternak, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan,

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Genetika Molekuler Ternak, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan IPB dan Laboratorium Terpadu,

Lebih terperinci

Kolokium Departemen Biologi FMIPA IPB: Ria Maria

Kolokium Departemen Biologi FMIPA IPB: Ria Maria Kolokium Departemen Biologi FMIPA IPB: Ria Maria Ria Maria (G34090088), Achmad Farajallah, Maria Ulfah. 2012. Karakterisasi Single Nucleotide Polymorphism Gen CAST pada Ras Ayam Lokal. Makalah Kolokium

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pertumbuhan merupakan indikator terpenting dalam meningkatkan nilai

I. PENDAHULUAN. Pertumbuhan merupakan indikator terpenting dalam meningkatkan nilai 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan merupakan indikator terpenting dalam meningkatkan nilai ekonomi untuk budidaya sapi pedaging. Sapi Pesisir dan sapi Simmental merupakan salah satu jenis

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Tabel 1 Sampel yang digunakan dalam penelitian

METODE PENELITIAN. Tabel 1 Sampel yang digunakan dalam penelitian 12 METODE PEELITIA Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei sampai dengan April 2010, bertempat di Bagian Fungsi Hayati dan Perilaku Hewan, Departemen Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu

Lebih terperinci

KERAGAMAN GENETIK GEN HORMON PERTUMBUHAN DAN HUBUNGANNYA DENGAN PERTAMBAHAN BOBOT BADAN PADA SAPI SIMMENTAL. Disertasi HARY SUHADA

KERAGAMAN GENETIK GEN HORMON PERTUMBUHAN DAN HUBUNGANNYA DENGAN PERTAMBAHAN BOBOT BADAN PADA SAPI SIMMENTAL. Disertasi HARY SUHADA KERAGAMAN GENETIK GEN HORMON PERTUMBUHAN DAN HUBUNGANNYA DENGAN PERTAMBAHAN BOBOT BADAN PADA SAPI SIMMENTAL Disertasi HARY SUHADA 1231212601 Pembimbing: Dr. Ir. Sarbaini Anwar, MSc Prof. Dr. Ir. Hj. Arnim,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian deskriptif. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian dasar dengan metode B. Objek Penelitian Objek penelitian ini adalah sampel DNA koleksi hasil

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan 7 sampel dari 7

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan 7 sampel dari 7 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan 7 sampel dari 7 individu udang Jari yang diambil dari Segara Anakan Kabupaten Cilacap Jawa Tengah.

Lebih terperinci

3. POLIMORFISME GEN Insulin-Like Growth Factor-I (IGF-1) DAN PENGARUHNYA TERHADAP PERTUMBUHAN AYAM LOKAL DI INDONESIA ABSTRAK

3. POLIMORFISME GEN Insulin-Like Growth Factor-I (IGF-1) DAN PENGARUHNYA TERHADAP PERTUMBUHAN AYAM LOKAL DI INDONESIA ABSTRAK 16 3. POLIMORFISME GEN Insulin-Like Growth Factor-I (IGF-1) DAN PENGARUHNYA TERHADAP PERTUMBUHAN AYAM LOKAL DI INDONESIA ABSTRAK Pertumbuhan dikontrol oleh multi gen, diantaranya gen Insulin-Like Growth

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Amplifikasi Gen GH Exon 2

HASIL DAN PEMBAHASAN. Amplifikasi Gen GH Exon 2 HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi Gen GH Exon 2 Gen GH exon 2 pada ternak kambing PE, Saanen, dan persilangannya (PESA) berhasil diamplifikasi menggunakan teknik PCR (Polymerase Chain Reaction). Pasangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. tahun seiring meningkatnya pendapatan dan kesadaran masyarakat akan

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. tahun seiring meningkatnya pendapatan dan kesadaran masyarakat akan BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Kebutuhan protein hewani mengalami peningkatan dari tahun ke tahun seiring meningkatnya pendapatan dan kesadaran masyarakat akan pentingnya gizi bagi kesehatan. Salah satu

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Sebagian besar masyarakat Indonesia menyukai daging ayam karena. Sebagai sumber pangan, daging ayam mempunyai beberapa kelebihan lainnya

PENDAHULUAN. Sebagian besar masyarakat Indonesia menyukai daging ayam karena. Sebagai sumber pangan, daging ayam mempunyai beberapa kelebihan lainnya I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sebagian besar masyarakat Indonesia menyukai daging ayam karena dagingnya selain rasanya enak juga merupakan bahan pangan sumber protein yang memiliki kandungan gizi lengkap

Lebih terperinci

Identifikasi Keragaman Gen Kalpastatin (CAST) pada Ayam Lokal Indonesia

Identifikasi Keragaman Gen Kalpastatin (CAST) pada Ayam Lokal Indonesia pissn: 1411-8327; eissn: 2477-5665 DOI: 10.19087/jveteriner.2017.18.2.192 Terakreditasi Nasional, Dirjen Penguatan Riset dan Pengembangan, online pada http://ojs.unud.ac.id/php.index/jvet Kemenristek Dikti

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 29 3. METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian meliputi Laut Sulawesi, Selat Makassar, Teluk Bone, Laut Flores, Laut Banda, Teluk Tolo, Laut Maluku dan Teluk Tomini (Gambar

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Lokal Kalimantan Tengah

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Lokal Kalimantan Tengah TINJAUAN PUSTAKA Sapi Lokal Kalimantan Tengah Berdasarkan aspek pewilayahan Kalimantan Tengah mempunyai potensi besar untuk pengembangan peternakan dilihat dari luas lahan 153.564 km 2 yang terdiri atas

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN METODOLOGI PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Kegiatan penelitian ini meliputi kegiatan lapang dan kegiatan laboratorium. Kegiatan lapang dilakukan melalui pengamatan dan pengambilan data di Balai

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi Gen GH Gen GH exon 3 pada kambing PE, Saanen, dan PESA (Persilangan PE dan Saanen) berhasil diamplifikasi menggunakan metode PCR (Polymerase Chain Reaction). Panjang fragmen

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Kota Padang Sumatera Barat pada bulan Oktober Amplifikasi gen Growth

MATERI DAN METODE. Kota Padang Sumatera Barat pada bulan Oktober Amplifikasi gen Growth III. MATERI DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Pengambilan sampel darah domba dilakukan di Kecamatan Koto Tengah Kota Padang Sumatera Barat pada bulan Oktober 2012. Amplifikasi gen Growth Hormone menggunakan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Daging ayam merupakan daging yang paling banyak dikonsumsi masyarakat

PENDAHULUAN. Daging ayam merupakan daging yang paling banyak dikonsumsi masyarakat I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Daging ayam merupakan daging yang paling banyak dikonsumsi masyarakat Indonesia karena rasanya disukai dan harganya jauh lebih murah di banding harga daging lainnya. Daging

Lebih terperinci

II. BAHAN DAN METODE. Betina BEST BB NB RB. Nirwana BN NN RN. Red NIFI BR NR RR

II. BAHAN DAN METODE. Betina BEST BB NB RB. Nirwana BN NN RN. Red NIFI BR NR RR II. BAHAN DAN METODE Ikan Uji Ikan uji yang digunakan adalah ikan nila hibrida hasil persilangan resiprok 3 strain BEST, Nirwana dan Red NIFI koleksi Balai Riset Perikanan Budidaya Air Tawar Sempur, Bogor.

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Suprijatna dkk. (2005) mengemukakan taksonomi ayam kampung adalah

TINJAUAN PUSTAKA. Suprijatna dkk. (2005) mengemukakan taksonomi ayam kampung adalah II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Umum tentang Ayam Kampung Suprijatna dkk. (2005) mengemukakan taksonomi ayam kampung adalah sebagai berikut : Kingdom : Animalia, Phylum : Chordata, Subphylum : Vertebrata,

Lebih terperinci

Abstrak Thesis Mochamad Syaiful Rijal Hasan G

Abstrak Thesis Mochamad Syaiful Rijal Hasan G Abstrak Thesis Mochamad Syaiful Rijal Hasan G352090161 Mochamad Syaiful Rijal Hasan. Achmad Farajallah, dan Dyah Perwitasari. 2011. Polymorphism of fecundities genes (BMPR1B and BMP15) on Kacang, Samosir

Lebih terperinci

PERFORMA AYAM BROILER YANG DIBERI RANSUM BERBASIS JAGUNG DAN BUNGKIL KEDELAI DENGAN SUPLEMENTASI DL-METIONIN SKRIPSI HANI AH

PERFORMA AYAM BROILER YANG DIBERI RANSUM BERBASIS JAGUNG DAN BUNGKIL KEDELAI DENGAN SUPLEMENTASI DL-METIONIN SKRIPSI HANI AH PERFORMA AYAM BROILER YANG DIBERI RANSUM BERBASIS JAGUNG DAN BUNGKIL KEDELAI DENGAN SUPLEMENTASI DL-METIONIN SKRIPSI HANI AH PROGRAM STUDI ILMU NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

Polymorphism of GH, GHRH and Pit-1 Genes of Buffalo

Polymorphism of GH, GHRH and Pit-1 Genes of Buffalo Polymorphism of GH, GHRH and Pit-1 Genes of Buffalo Nama : Rohmat Diyono D151070051 Pembimbing : Cece Sumantri Achmad Farajallah Tanggal Lulus : 2009 Judul : Karakteristik Ukuran Tubuh dan Polimorfisme

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi. Tabel 1. Jumah Sampel Darah Ternak Sapi Indonesia Ternak n Asal Sapi Bali 2 4

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi. Tabel 1. Jumah Sampel Darah Ternak Sapi Indonesia Ternak n Asal Sapi Bali 2 4 MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Genetika Molekuler Ternak, Bagian Pemuliaan dan Genetika Ternak, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. penelitian ini

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Genetika dan Molekuler Ternak, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian

Lebih terperinci

VISUALISASI HASIL PCR DENGAN METODE PCR LANGSUNG DAN TIDAK LANGSUNG PADA SAMPEL BAKTERI Pseudomonas fluorescens dan Ralstonia solanacearum

VISUALISASI HASIL PCR DENGAN METODE PCR LANGSUNG DAN TIDAK LANGSUNG PADA SAMPEL BAKTERI Pseudomonas fluorescens dan Ralstonia solanacearum VISUALISASI HASIL PCR DENGAN METODE PCR LANGSUNG DAN TIDAK LANGSUNG PADA SAMPEL BAKTERI Pseudomonas fluorescens dan Ralstonia solanacearum Pendahuluan Polymerase Chain Reaction (PCR) adalah suatu teknik

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Management of Farm Animal Genetic Resources. Tujuannya untuk melindungi dan

I. PENDAHULUAN. Management of Farm Animal Genetic Resources. Tujuannya untuk melindungi dan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perserikatan Bangsa Bangsa telah mendirikan FAO Global Strategy for the Management of Farm Animal Genetic Resources. Tujuannya untuk melindungi dan mengatur pemanfaatan

Lebih terperinci

KUALITAS KIMIA DAGING DADA AYAM BROILER YANG PAKANNYA DITAMBAHKAN CAMPURAN MINYAK IKAN KAYA ASAM LEMAK OMEGA-3 SKRIPSI DANNI HARJANTO

KUALITAS KIMIA DAGING DADA AYAM BROILER YANG PAKANNYA DITAMBAHKAN CAMPURAN MINYAK IKAN KAYA ASAM LEMAK OMEGA-3 SKRIPSI DANNI HARJANTO KUALITAS KIMIA DAGING DADA AYAM BROILER YANG PAKANNYA DITAMBAHKAN CAMPURAN MINYAK IKAN KAYA ASAM LEMAK OMEGA-3 SKRIPSI DANNI HARJANTO PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengandung protein dan zat-zat lainnya seperti lemak, mineral, vitamin yang

BAB I PENDAHULUAN. mengandung protein dan zat-zat lainnya seperti lemak, mineral, vitamin yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Daging ayam merupakan salah satu daging yang memegang peranan cukup penting dalam pemenuhan kebutuhan gizi masyarakat, karena banyak mengandung protein dan zat-zat

Lebih terperinci

HUBUNGAN KERAGAMAN GEN IGF2 DAN GHR TERHADAP SIFAT PERTUMBUHAN PADA AYAM LOKAL RIA PUTRI RAHMADANI

HUBUNGAN KERAGAMAN GEN IGF2 DAN GHR TERHADAP SIFAT PERTUMBUHAN PADA AYAM LOKAL RIA PUTRI RAHMADANI HUBUNGAN KERAGAMAN GEN IGF2 DAN GHR TERHADAP SIFAT PERTUMBUHAN PADA AYAM LOKAL RIA PUTRI RAHMADANI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Lebih terperinci

Performan Pertumbuhan dan Produksi Karkas Itik CA [Itik Cihateup x Itik Alabio] sebagai Itik Pedaging

Performan Pertumbuhan dan Produksi Karkas Itik CA [Itik Cihateup x Itik Alabio] sebagai Itik Pedaging Jurnal Peternakan Sriwijaya Vol. 4, No. 2, Desember 2015, pp. 29-34 ISSN 2303 1093 Performan Pertumbuhan dan Produksi Karkas Itik CA [Itik Cihateup x Itik Alabio] sebagai Itik Pedaging Rukmiasih 1, P.R.

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. dan dikenal sebagai ayam petarung. Ayam Bangkok mempunyai kelebihan pada

PENDAHULUAN. dan dikenal sebagai ayam petarung. Ayam Bangkok mempunyai kelebihan pada 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ayam Bangkok merupakan jenis ayam lokal yang berasal dari Thailand dan dikenal sebagai ayam petarung. Ayam Bangkok mempunyai kelebihan pada daya adaptasi tinggi karena

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI KERAGAMAN GEN APO VERY LOW DENSITY LIPOPROTEIN-II (ApoVLDL-II SfcI) PADA AYAM LOKAL DENGAN METODE PCR-RFLP ADY MULYANA

IDENTIFIKASI KERAGAMAN GEN APO VERY LOW DENSITY LIPOPROTEIN-II (ApoVLDL-II SfcI) PADA AYAM LOKAL DENGAN METODE PCR-RFLP ADY MULYANA IDENTIFIKASI KERAGAMAN GEN APO VERY LOW DENSITY LIPOPROTEIN-II (ApoVLDL-II SfcI) PADA AYAM LOKAL DENGAN METODE PCR-RFLP ADY MULYANA DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI KERAGAMAN GEN Growth Hormone PADA DOMBA EKOR TIPIS SUMATERA

IDENTIFIKASI KERAGAMAN GEN Growth Hormone PADA DOMBA EKOR TIPIS SUMATERA SKRIPSI IDENTIFIKASI KERAGAMAN GEN Growth Hormone PADA DOMBA EKOR TIPIS SUMATERA Oleh: Astri Muliani 11081201226 PROGRAM STUDI PETERNAKAN FAKULTAS PERTANIAN DAN PETERNAKAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTAN

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Halaman HALAMAN PERSETUJUAN... iii PERNYATAAN... PRAKATA... INTISARI... ABSTRACT... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR...

DAFTAR ISI. Halaman HALAMAN PERSETUJUAN... iii PERNYATAAN... PRAKATA... INTISARI... ABSTRACT... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR ISI Halaman HALAMAN PERSETUJUAN... iii PERNYATAAN... PRAKATA... INTISARI... ABSTRACT... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... DAFTAR SINGKATAN... v vi viii ix x xiii

Lebih terperinci

4.1. Alat dan Bahan Penelitian a. Alat Penelitian. No. URAIAN ALAT. A. Pengambilan sampel

4.1. Alat dan Bahan Penelitian a. Alat Penelitian. No. URAIAN ALAT. A. Pengambilan sampel 7 IV. METODE PENELITIAN Ikan Lais diperoleh dari hasil penangkapan ikan oleh nelayan dari sungaisungai di Propinsi Riau yaitu S. Kampar dan S. Indragiri. Identifikasi jenis sampel dilakukan dengan menggunakan

Lebih terperinci

EFEKTIVITAS PEMBERIAN TEPUNG KENCUR

EFEKTIVITAS PEMBERIAN TEPUNG KENCUR EFEKTIVITAS PEMBERIAN TEPUNG KENCUR (Kaempferia galanga Linn) PADA RANSUM AYAM BROILER RENDAH ENERGI DAN PROTEIN TERHADAP PERFORMAN AYAM BROILER, KADAR KOLESTROL, PERSENTASE HATI DAN BURSA FABRISIUS SKRIPSI

Lebih terperinci

BAB 4. METODE PENELITIAN

BAB 4. METODE PENELITIAN BAB 4. METODE PENELITIAN Penelitian penanda genetik spesifik dilakukan terhadap jenis-jenis ikan endemik sungai paparan banjir Riau yaitu dari Genus Kryptopterus dan Ompok. Penelitian ini bertujuan untuk

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Usaha peternakan di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam secara umum telah dilakukan secara turun temurun meskipun dalam jumlah kecil skala rumah tangga, namun usaha tersebut telah

Lebih terperinci

ABSTRAK Polimorfisme suatu lokus pada suatu populasi penting diketahui untuk dapat melihat keadaan dari suatu populasi dalam keadaan aman atau

ABSTRAK Polimorfisme suatu lokus pada suatu populasi penting diketahui untuk dapat melihat keadaan dari suatu populasi dalam keadaan aman atau ABSTRAK Polimorfisme suatu lokus pada suatu populasi penting diketahui untuk dapat melihat keadaan dari suatu populasi dalam keadaan aman atau terancam. Penelitian ini bertujuan untuk mengkarakterisasi

Lebih terperinci

POLIMORFISME GEN GROWTH HORMONE SAPI BALI DI DATARAN TINGGI DAN DATARAN RENDAH NUSA PENIDA

POLIMORFISME GEN GROWTH HORMONE SAPI BALI DI DATARAN TINGGI DAN DATARAN RENDAH NUSA PENIDA TESIS POLIMORFISME GEN GROWTH HORMONE SAPI BALI DI DATARAN TINGGI DAN DATARAN RENDAH NUSA PENIDA NI LUH MADE IKA YULITA SARI HADIPRATA PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2016 TESIS POLIMORFISME

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN Bagan Alir Penelitian ini secara umum dapat digambarkan pada skema berikut:

BAB III METODE PENELITIAN Bagan Alir Penelitian ini secara umum dapat digambarkan pada skema berikut: BAB III METODE PENELITIAN Tahapan-tahapan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah: pengumpulan sampel, lisis terhadap sampel mtdna yang telah diperoleh, amplifikasi daerah HVI mtdna sampel dengan menggunakan

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi Ternak Percobaan. Kandang dan Perlengkapan

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi Ternak Percobaan. Kandang dan Perlengkapan MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli sampai bulan Agustus 2008 di Desa Pamijahan, Leuwiliang, Kabupaten Bogor, menggunakan kandang panggung peternak komersil. Analisis

Lebih terperinci

STUDI KERAGAMAN FENOTIPIK DAN JARAK GENETIK ANTAR DOMBA GARUT DI BPPTD MARGAWATI, KECAMATAN WANARAJA DAN KECAMATAN SUKAWENING KABUPATEN GARUT

STUDI KERAGAMAN FENOTIPIK DAN JARAK GENETIK ANTAR DOMBA GARUT DI BPPTD MARGAWATI, KECAMATAN WANARAJA DAN KECAMATAN SUKAWENING KABUPATEN GARUT STUDI KERAGAMAN FENOTIPIK DAN JARAK GENETIK ANTAR DOMBA GARUT DI BPPTD MARGAWATI, KECAMATAN WANARAJA DAN KECAMATAN SUKAWENING KABUPATEN GARUT SKRIPSI TANTAN KERTANUGRAHA PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PRODUKSI

Lebih terperinci

PENAMPILAN PRODUKSI DAN KUALITAS DAGING KERBAU DENGAN PENAMBAHAN PROBIOTIK, KUNYIT DAN TEMULAWAK PADA PAKAN PENGGEMUKAN SKRIPSI NOVARA RAHMAT

PENAMPILAN PRODUKSI DAN KUALITAS DAGING KERBAU DENGAN PENAMBAHAN PROBIOTIK, KUNYIT DAN TEMULAWAK PADA PAKAN PENGGEMUKAN SKRIPSI NOVARA RAHMAT PENAMPILAN PRODUKSI DAN KUALITAS DAGING KERBAU DENGAN PENAMBAHAN PROBIOTIK, KUNYIT DAN TEMULAWAK PADA PAKAN PENGGEMUKAN SKRIPSI NOVARA RAHMAT PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAFTAR ISI RIWAYAT HIDUP... i ABSTRAK... ii ABSTRACT... iii UCAPAN TERIMA KASIH... iv DAFTAR ISI... vi DAFTAR TABEL... viii DAFTAR GAMBAR... ix BAB I PENDAHULUAN... 1 1.1 Latar Belakang... 1 1.2 Rumusan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Sumber :

TINJAUAN PUSTAKA. Sumber : TINJAUAN PUSTAKA Sapi Friesian Holstein Sapi Friesian Holstein merupakan bangsa sapi perah yang banyak terdapat di Amerika Serikat dengan jumlah sekitar 80-90% dari seluruh sapi perah yang ada. Sapi ini

Lebih terperinci

INTRODUKSI DAN PERSENTASE IKAN YANG MEMBAWA GEN GH Growth Hormone IKAN NILA Oreochromis niloticus PADA IKAN LELE DUMBO Clarias sp.

INTRODUKSI DAN PERSENTASE IKAN YANG MEMBAWA GEN GH Growth Hormone IKAN NILA Oreochromis niloticus PADA IKAN LELE DUMBO Clarias sp. INTRODUKSI DAN PERSENTASE IKAN YANG MEMBAWA GEN GH Growth Hormone IKAN NILA Oreochromis niloticus PADA IKAN LELE DUMBO Clarias sp. GENERASI F0 BAMBANG KUSMAYADI GUNAWAN SKRIPSI PROGRAM STUDI TEKNOLOGI

Lebih terperinci

I. TINJAUAN PUSTAKA. hingga diperoleh ayam yang paling cepat tumbuh disebut ayam ras pedaging,

I. TINJAUAN PUSTAKA. hingga diperoleh ayam yang paling cepat tumbuh disebut ayam ras pedaging, I. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ayam Ras Pedaging Menurut Indro (2004), ayam ras pedaging merupakan hasil rekayasa genetik dihasilkan dengan cara menyilangkan sanak saudara. Kebanyakan induknya diambil dari Amerika

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Sumber : Label Pakan BR-611 PT. Charoen Pokphand Indonesia.

MATERI DAN METODE. Sumber : Label Pakan BR-611 PT. Charoen Pokphand Indonesia. MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di CV Mitra Sejahtera Mandiri, Desa Babakan, Kecamatan Ciseeng, Kabupaten Bogor. Penelitian dilaksanakan selama lima minggu yang dimulai dari

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian tentang pengaruh penggunaan tepung daun katuk (Sauropus

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian tentang pengaruh penggunaan tepung daun katuk (Sauropus 18 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian tentang pengaruh penggunaan tepung daun katuk (Sauropus androgynus) dalam ransum terhadap persentase potongan komersial karkas, kulit dan meat bone ratio dilaksanakan

Lebih terperinci

Peking. Gambar 6 Skema persilangan resiprokal itik alabio dengan itik peking untuk evaluasi pewarisan sifat rontok bulu terkait produksi telur.

Peking. Gambar 6 Skema persilangan resiprokal itik alabio dengan itik peking untuk evaluasi pewarisan sifat rontok bulu terkait produksi telur. 23 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Pengamatan terhadap sifat rontok bulu dan produksi telur dilakukan sejak itik memasuki periode bertelur, yaitu pada bulan Januari 2011 sampai Januari 2012.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Protein hewani memegang peran penting bagi pemenuhan gizi masyarakat. Untuk

I. PENDAHULUAN. Protein hewani memegang peran penting bagi pemenuhan gizi masyarakat. Untuk I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Protein hewani memegang peran penting bagi pemenuhan gizi masyarakat. Untuk memenuhi kebutuhan gizi tersebut, masyarakat akan cenderung mengonsumsi daging unggas

Lebih terperinci

PENGARUH PEMBERIAN TEPUNG DAUN KATUK (Sauropus androgynus (L.) Merr.) DALAM RANSUM TERHADAP KUALITAS TELUR ITIK LOKAL SKRIPSI LILI SURYANINGSIH

PENGARUH PEMBERIAN TEPUNG DAUN KATUK (Sauropus androgynus (L.) Merr.) DALAM RANSUM TERHADAP KUALITAS TELUR ITIK LOKAL SKRIPSI LILI SURYANINGSIH PENGARUH PEMBERIAN TEPUNG DAUN KATUK (Sauropus androgynus (L.) Merr.) DALAM RANSUM TERHADAP KUALITAS TELUR ITIK LOKAL SKRIPSI LILI SURYANINGSIH PROGRAM STUDI ILMU NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN

Lebih terperinci

PENGARUH PEMBERIAN PAKAN SUMBER PROTEIN BERBEDA TERHADAP BOBOT AKHIR, POTONGAN KARKAS DAN MASSA PROTEIN DAGING AYAM LOKAL PERSILANGAN SKRIPSI.

PENGARUH PEMBERIAN PAKAN SUMBER PROTEIN BERBEDA TERHADAP BOBOT AKHIR, POTONGAN KARKAS DAN MASSA PROTEIN DAGING AYAM LOKAL PERSILANGAN SKRIPSI. PENGARUH PEMBERIAN PAKAN SUMBER PROTEIN BERBEDA TERHADAP BOBOT AKHIR, POTONGAN KARKAS DAN MASSA PROTEIN DAGING AYAM LOKAL PERSILANGAN SKRIPSI Oleh HENI PRATIWI PROGRAM STUDI S1 PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi. Tabel 2. Komposisi Zat Makanan Ransum Penelitian Zat Makanan Jumlah (%)

MATERI DAN METODE. Materi. Tabel 2. Komposisi Zat Makanan Ransum Penelitian Zat Makanan Jumlah (%) MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Lapang Blok B, Unit Unggas. Pemotongan puyuh dan penelitian persentase karkas dilakukan di Laboratorium Unggas serta uji mutu

Lebih terperinci

PEMBERIAN RANSUM BERBEDA LEVEL PROTEIN DAN LISIN TERHADAP PEMANFAATAN PROTEIN PADA AYAM KAMPUNG SKRIPSI TAUFIK NURROHMAN

PEMBERIAN RANSUM BERBEDA LEVEL PROTEIN DAN LISIN TERHADAP PEMANFAATAN PROTEIN PADA AYAM KAMPUNG SKRIPSI TAUFIK NURROHMAN PEMBERIAN RANSUM BERBEDA LEVEL PROTEIN DAN LISIN TERHADAP PEMANFAATAN PROTEIN PADA AYAM KAMPUNG SKRIPSI TAUFIK NURROHMAN 23010110110037 PROGRAM STUDI S-1 PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN DAN PERTANIAN UNIVERSITAS

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Saat ini kebutuhan manusia pada protein hewani semakin. meningkat, yang dapat dilihat dari semakin banyaknya permintaan akan

PENDAHULUAN. Saat ini kebutuhan manusia pada protein hewani semakin. meningkat, yang dapat dilihat dari semakin banyaknya permintaan akan I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Saat ini kebutuhan manusia pada protein hewani semakin meningkat, yang dapat dilihat dari semakin banyaknya permintaan akan komoditas ternak, khususnya daging. Fenomena

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dengan judul Pengaruh Penggunaan Gathot (Ketela

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dengan judul Pengaruh Penggunaan Gathot (Ketela 14 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian dengan judul Pengaruh Penggunaan Gathot (Ketela Terfermentasi) dalam Ransum terhadap Kadar Serum Glutamat Oksaloasetat Transaminase (SGOT) dan Serum Glutamat Piruvat

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei hingga September 2010. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Lapangan Blok B, Ilmu Produksi Ternak Unggas, Fakultas

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Secara garis besar langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ini

BAB III METODE PENELITIAN. Secara garis besar langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ini BAB III METODE PENELITIAN Secara garis besar langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ini adalah: pengumpulan sampel; lisis terhadap sampel mtdna yang telah diperoleh; amplifikasi daerah D-loop

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. konsumsi protein hewani, khususnya daging sapi meningkat juga.

BAB I PENDAHULUAN. konsumsi protein hewani, khususnya daging sapi meningkat juga. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pangan yang bernilai gizi tinggi sangat dibutuhkan untuk menghasilkan generasi yang cerdas dan sehat. Untuk memenuhi kebutuhan gizi tersebut pangan hewani sangat memegang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sejalan dengan meningkatnya jumlah penduduk dan tingkat kebutuhan gizi

BAB I PENDAHULUAN. Sejalan dengan meningkatnya jumlah penduduk dan tingkat kebutuhan gizi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sejalan dengan meningkatnya jumlah penduduk dan tingkat kebutuhan gizi masyarakat, mempengaruhi meningkatnya kebutuhan akan makanan asal hewan (daging). Faktor lain

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. murni yang masih sedikit dan wawasan peternak masih sangat minim dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. murni yang masih sedikit dan wawasan peternak masih sangat minim dalam 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ayam Lokal Ayam lokal di Indonesia telah lama dikembangkan oleh masyarakat Indonesia dan biasanya sering disebut dengan ayam buras. Ayam buras di Indonesia memiliki perkembangan

Lebih terperinci

bio.unsoed.ac.id METODE PENELITIAN A. Materi, Lokasi, dan Waktu Penelitian 1. Materi Penelitian

bio.unsoed.ac.id METODE PENELITIAN A. Materi, Lokasi, dan Waktu Penelitian 1. Materi Penelitian III. METODE PENELITIAN A. Materi, Lokasi, dan Waktu Penelitian 1. Materi Penelitian 1.1. Peralatan Penelitian Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah botol sampel, beaker glass, cool box, labu

Lebih terperinci

DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN...

DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... KATA PENGANTAR...... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... INTISARI... ABSTRACT... PENDAHULUAN... 1 A. Latar Belakang...

Lebih terperinci

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN. Pengambilan sampel. Penyiapan templat mtdna dengan metode lisis sel

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN. Pengambilan sampel. Penyiapan templat mtdna dengan metode lisis sel 16 BAB III. METODOLOGI PENELITIAN Bab ini menggambarkan tahapan penelitian yang terdiri dari pengambilan sampel, penyiapan templat mtdna dengan metode lisis sel, amplifikasi D-loop mtdna dengan teknik

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian dasar dengan metode

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian dasar dengan metode 24 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian dasar dengan metode penelitian deskriptif. B. Objek Penelitian Empat spesies burung anggota Famili

Lebih terperinci

PENGARUH PEMBERIAN FEED ADDITIVE RI.1 DAN JENIS PAKAN YANG BERBEDA TERHADAP PENAMPILAN AYAM BROILER SKRIPSI ATA RIFQI

PENGARUH PEMBERIAN FEED ADDITIVE RI.1 DAN JENIS PAKAN YANG BERBEDA TERHADAP PENAMPILAN AYAM BROILER SKRIPSI ATA RIFQI PENGARUH PEMBERIAN FEED ADDITIVE RI.1 DAN JENIS PAKAN YANG BERBEDA TERHADAP PENAMPILAN AYAM BROILER SKRIPSI ATA RIFQI PROGRAM STUDI ILMU NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Dalam penelitian ini dilakukan lima tahap utama yang meliputi tahap

BAB III METODE PENELITIAN. Dalam penelitian ini dilakukan lima tahap utama yang meliputi tahap BAB III METODE PENELITIAN Dalam penelitian ini dilakukan lima tahap utama yang meliputi tahap penyiapan templat mtdna, amplifikasi fragmen mtdna pada daerah D-loop mtdna manusia dengan teknik PCR, deteksi

Lebih terperinci

SKRIPSI DETEKSI KEMURNIAN DAGING SAPI PADA BAKSO DI KOTA YOGYAKARTA DENGAN TEKNIK PCR-RFLP

SKRIPSI DETEKSI KEMURNIAN DAGING SAPI PADA BAKSO DI KOTA YOGYAKARTA DENGAN TEKNIK PCR-RFLP SKRIPSI DETEKSI KEMURNIAN DAGING SAPI PADA BAKSO DI KOTA YOGYAKARTA DENGAN TEKNIK PCR-RFLP Disusun oleh: Bening Wiji NPM : 060800997 UNIVERSITAS ATMA JAYA YOGYAKARTA FAKULTAS TEKNOBIOLOGI PROGRAM STUDI

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 Hasil dan Pembahasan Dalam bab ini akan dipaparkan hasil dari tahap-tahap penelitian yang telah dilakukan. Melalui tahapan tersebut diperoleh urutan nukleotida sampel yang positif diabetes dan sampel

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pasar pangan yang semakin global membawa pengaruh baik, namun

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pasar pangan yang semakin global membawa pengaruh baik, namun I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pasar pangan yang semakin global membawa pengaruh baik, namun masyarakat patut berhati-hati dengan bahan makanan dalam bentuk olahan atau mentah yang sangat mudah didapat

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. perkembangan di Inggris dan Amerika Serikat, itik ini menjadi popular. Itik peking

TINJAUAN PUSTAKA. perkembangan di Inggris dan Amerika Serikat, itik ini menjadi popular. Itik peking TINJAUAN PUSTAKA Itik Peking Itik peking adalah itik yang berasal dari daerah China. Setelah mengalami perkembangan di Inggris dan Amerika Serikat, itik ini menjadi popular. Itik peking dapat dipelihara

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN. Tempat dan Waktu Penelitian. Bahan dan Alat Penelitian

METODOLOGI PENELITIAN. Tempat dan Waktu Penelitian. Bahan dan Alat Penelitian 14 METODOLOGI PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Tempat penelitian dilakukan di Laboratorium Unit Pelayanan Mikrobiologi Terpadu, Bagian Mikrobiologi Kesehatan, Departemen Ilmu Penyakit Hewan dan Kesehatan

Lebih terperinci

METODE Waktu dan Tempat Materi Sampel DNA Primer

METODE Waktu dan Tempat Materi Sampel DNA Primer METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan September 2010 sampai dengan bulan Pebruari 2011. Penelitian dilakukan di Laboratorium Genetika Molekuler Ternak Bagian Pemuliaan dan Genetika

Lebih terperinci

PROGRAM STUDI S1 PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN DAN PERTANIAN UNIVERSITAS DIPONEGORO S E M A R A N G

PROGRAM STUDI S1 PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN DAN PERTANIAN UNIVERSITAS DIPONEGORO S E M A R A N G PENGARUH PEMBERIAN PAKAN MENGGUNAKAN BAHAN PAKAN SUMBER PROTEIN BERBEDA TERHADAP BOBOT HIDUP, PERSENTASE KARKAS DAN LEMAK ABDOMINAL AYAM LOKAL PERSILANGAN SKRIPSI Oleh RYAN YOGA PRASETYA PROGRAM STUDI

Lebih terperinci

PENGARUH PENGGUNAAN TEPUNG DAUN PEPAYA (Carica papaya L.) DALAM RANSUM TERHADAP PERSENTASE POTONGAN KOMERSIAL KARKASAYAM BROILER.

PENGARUH PENGGUNAAN TEPUNG DAUN PEPAYA (Carica papaya L.) DALAM RANSUM TERHADAP PERSENTASE POTONGAN KOMERSIAL KARKASAYAM BROILER. PENGARUH PENGGUNAAN TEPUNG DAUN PEPAYA (Carica papaya L.) DALAM RANSUM TERHADAP PERSENTASE POTONGAN KOMERSIAL KARKASAYAM BROILER Oleh MUKORROBIN NIM : H2A 009 015 Diajukan sebagai Salah Satu Syarat untuk

Lebih terperinci

DAYA DAN KESTABILAN BUIH PUTIH TELUR AYAM RAS PADA UMUR SIMPAN DAN LEVEL PENAMBAHAN ASAM SITRAT YANG BERBEDA SKRIPSI UMI SA ADAH

DAYA DAN KESTABILAN BUIH PUTIH TELUR AYAM RAS PADA UMUR SIMPAN DAN LEVEL PENAMBAHAN ASAM SITRAT YANG BERBEDA SKRIPSI UMI SA ADAH DAYA DAN KESTABILAN BUIH PUTIH TELUR AYAM RAS PADA UMUR SIMPAN DAN LEVEL PENAMBAHAN ASAM SITRAT YANG BERBEDA SKRIPSI UMI SA ADAH PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN Analisis proksimat dilakukan di Laboratorium Nutrisi dan Makanan Ternak

BAB III METODE PENELITIAN Analisis proksimat dilakukan di Laboratorium Nutrisi dan Makanan Ternak BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di kandang peternakan ayam broiler Desa Ploso Kecamatan Selopuro Kabupaten Blitar pada bulan Februari sampai Mei 2014.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pembangunan kesehatan dan kecerdasan bangsa. Permintaan masyarakat akan

I. PENDAHULUAN. pembangunan kesehatan dan kecerdasan bangsa. Permintaan masyarakat akan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Perunggasan merupakan komoditi yang secara nyata mampu berperan dalam pembangunan nasional, sebagai penyedia protein hewani yang diperlukan dalam pembangunan

Lebih terperinci

PENGARUH LAMA PERIODE BROODING DAN LEVEL PROTEIN RANSUM TERHADAP PRODUKSI KARKAS AYAM KEDU HITAM UMUR 10 MINGGU SKRIPSI. Oleh : BUDI WIHARDYANTO UTOMO

PENGARUH LAMA PERIODE BROODING DAN LEVEL PROTEIN RANSUM TERHADAP PRODUKSI KARKAS AYAM KEDU HITAM UMUR 10 MINGGU SKRIPSI. Oleh : BUDI WIHARDYANTO UTOMO PENGARUH LAMA PERIODE BROODING DAN LEVEL PROTEIN RANSUM TERHADAP PRODUKSI KARKAS AYAM KEDU HITAM UMUR 10 MINGGU SKRIPSI Oleh : BUDI WIHARDYANTO UTOMO S1 PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN DAN PERTANIAN UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Ransum terhadap Sifat Fisik Daging Puyuh Jantan dilaksanakan bulan Juni

BAB III MATERI DAN METODE. Ransum terhadap Sifat Fisik Daging Puyuh Jantan dilaksanakan bulan Juni BAB III MATERI DAN METODE Penelitian dengan judul Pengaruh Penambahan Kunyit dan Jahe dalam Ransum terhadap Sifat Fisik Daging Puyuh Jantan dilaksanakan bulan Juni Agustus 2016 di kandang Fakultas Peternakan

Lebih terperinci