BAB V ANALISIS 5.1 Analisis Evakuasi

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB V ANALISIS 5.1 Analisis Evakuasi"

Transkripsi

1 BAB V ANALISIS Pada bab ini dilakukan analisis terhadap proses dan hasil pengembangan model yang sudah dibuat. 5.1 Analisis Evakuasi Berdasarkan pengembangan model yang dilakukan untuk menentukan total biaya evakuasi penduduk ke barak pengungsian, aliran evakuasi dilakukan dalam satu waktu. Truk yang mengangkut penduduk yang mengungsi diasumsikan memiliki jumlah truk yang sesuai dengan yang dibutuhkan untuk evakuasi dan memiliki kapasitas angkut yang lebih atau sama dengan jumlah penduduk yang mengungsi menggunakan truk tersebut. Dengan adanya asumsi tersebut maka seluruh truk yang mengangkut pengungsi akan menempuh sekali perjalanan menuju barak pengungsian tanpa harus bolak-balik ke lokasi pengungsi sebelumnya. Pada penelitian ini titik penentuan lokasi berkumpulnya para pengungsi di lokasi bencana (meeting point) ditentukan berdasarkan titik berat dari luas lokasi bencana. Titik berat lokasi bencana dipilih sebagai meeting point karena dari titik berat tersebut merupakan titik imbang dari lokasi bencana, sehingga titik tersebut titik terdekat yang dapat ditempuh setiap wilayah di lokasi bencana dan dapat mencangkupi seluruh penduduk yang berkumpul untuk melakukan evakuasi. Meeting point tersebut digunakan sebagai titik penjemputan pengungsi dari lokasi bencana ke barak sementara. Jarak yang dihitung dalam model pada status siaga penelitian ini adalah jarak dari meeting point ke barak sementara. pengungsian seperti barak permanen dan barak sementara pada penelitian ini diasumsikan memiliki total kapasitas pengungsi lebih atau sama dengan total jumlah pengungsi yang akan menempati masing-masing barak pengungsian. Jumlah barak sementara lebih banyak daripada barak permanen karena kapasitas tampung barak sementara relatif kecil. sementara didirikan di lapangan terbuka sekitar wilayah KRB III berupa tenda pengungsi. Fasilitas yang ada pada barak sementara kurang memadai bagi pengungsi seperti fasilitas kamar mandi dan dapur. permanen didirikan berupa bangunan luas dengan kapasitas tampung yang besar. commit permanen to user memiliki fasilitas yang cukup V-65

2 lengkap karena sudah tersedia kamar mandi dan dapur yang dibutuhkan bagi pengungsi. Biaya evakuasi untuk mengirimkan pengungsi ke barak pengungsian memperhatikan biaya bahan bakar dan biaya sewa truk evakuasi. Kapasitas tampung truk evakuasi juga diperhatikan, jika 1 truk evakuasi belum mencukupi untuk menampung semua penduduk di satu lokasi bencana maka BPBD akan menyewa tambahan truk sehingga semua penduduk dapat dievakuasi dan proses evakuasi dapat berjalan dengan cepat. Model yang telah dikembangkan pada bab sebelumnya menghasilkan alokasi jumlah pengungsi yang optimal di setiap tingkatan Gunung Merapi. Jumlah alokasi dan aliran evakuasi dari lokasi bencana ke barak sementara, dari barak sementara ke barak permanen ataupun dari barak permanen ke barak sementara sudah ditetapkan. Pengungsi dapat memilih barak pengungsian jika aliran evakuasi bercabang namun dalam alokasi yang sudah ditetapkan. 5.2 Analisis Distribusi Aliran distribusi pada penelitian ini berawal dari kantor BPBD sebagai gudang pemasok kemudian dikirim ke barak pengungsian. Pada status siaga distribusi bantuan dikirim dari gudang pemasok ke barak sementara melalui barak permanen. permanen berfungsi mendata dan menyimpan sementara distribusi bantuan dari gudang pemasok yang kemudian akan dialokasikan kemasing-masing barak sementara. Pada saat pergantian dari status siaga menjadi status awas diasumsikan bantuan yang dikirim ke barak sementara habis terkonsumsi oleh pengungsi. Pada status awas tidak ada aliran distribusi yang menuju ke barak sementara melaiinkan semua distribusi bantuan terpusat pada barak permanen. Pada pasca bencana aliran distribusi diteruskan ke barak sementara berbarengan dengan aliran evakuasi sehingga bantuan dapat dibawa oleh pengungsi langsung menuju barak sementara. Aliran distribusi pada penelitian ini juga dilakukan dalam satu waktu. Truk yang mengangkut distribusi bantuan diasumsikan memiliki jumlah truk yang sesuai dengan yang dibutuhkan untuk distribusi dan memiliki kapasitas angkut yang lebih atau sama dengan jumlah commit bantuan to user yang telah disesuaikan dengan V-66

3 jumlah kebutuhan pengungsi menggunakan truk tersebut. Dengan adanya asumsi tersebut maka seluruh truk yang mengangkut bantuan akan menempuh sekali perjalanan menuju barak pengungsian tanpa harus bolak-balik ke gudang pemasok. pengungsian seperti barak permanen dan barak sementara pada penelitian ini juga diasumsikan memiliki total kapasitas bantuan lebih atau sama dengan total jumlah kebutuhan bantuan pengungsi yang akan menempati masingmasing barak pengungsian. Jumlah bantuan distribusi ini dihitung berdasarkan total pengungsi dikalikan dengan kebutuhan setiap pengungsi. Jika setiap 1 pengungsi membutuhkan 2 unit distribusi bantuan maka gudang pemasok akan mengirimkan bantuan yang berjumlah 2 kali total pengungsi. Biaya distribusi untuk mengirimkan bantuan ke barak pengungsian memperhatikan biaya bahan bakar dan biaya sewa truk evakuasi. Kapasitas tampung truk distribusi juga diperhatikan, jika 1 truk evakuasi belum mencukupi untuk menampung semua kebutuhan bantuan penduduk maka BPBD akan menyewa tambahan truk sehingga semua penduduk mendapat distribusi bantuan secara merata dan proses distribusi dapat berjalan dengan cepat. 5.3 Analisis Model Model pada penelitian ini dibedakan menjadi 3 berdasarkan tingkatan status Gunung Merapi yaitu : Model pada status siaga, model saat status awas, dan model saat pasca bencana. Perbedaan masing-masing model terletak pada fungsi dan arah dari masingmasing aliran distribusi atau aliran evakuasi. Pada status siaga terdapat 1 fungsi evakuasi dan 2 fungsi distribusi. Fungsi evakuasi pada status siaga terdapat pada aliran evakuasi dari lokasi bencana mengarah ke barak sementara. Fungsi distribusi pada status siaga terdapat pada aliran distribusi dari gudang pemasok mengarah ke barak permanen dan aliran distribusi dari barak permanen mengarah ke barak sementara. Pada status awas terdapat 1 fungsi evakuasi dan 1 fungsi distribusi. Fungsi evakuasi pada status awas terdapat pada aliran evakuasi dari barak sementara mengarah ke barak permanen. Fungsi distribusi pada status siaga terdapat pada aliran distribusi dari commit gudang to pemasok user mengarah ke barak permanen. V-67

4 Pada pasca bencana terdapat 1 fungsi evakuasi dan 2 fungsi distribusi. Hampir sama seperti pada status siaga namun perbedaannya terdapat pada aliran fungsi evakuasi yaitu dari barak permanen mengarah ke barak sementara. untuk lebih jelasnya dapat digambarkan pada gambar 5.1 Persamaan dari model status siaga, status awas dan pasca bencana adalah fungsi distribusi dari gudang pemasok mengarah ke barak permanen. Aliran distribusi dari gudang pemasok ke barak permanen pasti dialami pada setiap status siaga, awas dan pasca bencana karena gudang pemasok merupakan pusat terkumpulnya unit bantuan yang ingin disalurkan kepada penduduk yang terkena bencana Gunung Merapi. Pada model pada status awas dan pasca bencana memiliki aliran evakuasi yang berkebalikan. Pada status awas aliran evakuasi dari barak sementara ke barak permanen sementara pada pasca bencana aliran evakuasi dari barak permanen ke barak sementara. Model yang membentuk aliran itu hasil keduanya sama dengan asumsi biaya evakuasi dan jalur evakuasi yang dilewati pada status awas dan pasca bencana adalah sama. Gudang Pemasok i Fij Fjk Flk Permanen j Sementara k Lokasi Bencana l (A) Gudang Pemasok i Fij Permanen j Fjk Sementara k Lokasi Bencana l (B) Gudang Pemasok i Fij Permanen j Fjk Fjk Sementara k Lokasi Bencana l (C) Gambar 5.1 Perbandingan masing-masing model Keterangan Gambar: A : Model pada status siaga B : Model pada status awas C : Model pada pasca bencana : Aliran distribusi : Aliran evakuasi Alokasi evakuasi pengungsi dari setiap model dapat dihitung berdasarkan jumlah penduduk yang akan mengungsi commit ke to user barak pengungsian dikalikan variabel V-68

5 biner yang menentukan berapa alokasi pengungsi optimal yang perlu dikirim agar total biaya evakuasi minimum. Penghitungan alokasi evakuasi pengungsi tersebut juga memperhatikan biaya, kapasitas barak dan jarak dari lokasi awal ke lokasi yang dituju. Jika salah satu barak alokasi evakuasi pengungsi tidak sesuai maka akan timbul kerugian biaya evakuasi. Alokasi distribusi dari setiap model dapat dihitung berdasarkan jumlah unit bantuan yang akan dikirim ke barak pengungsian dikalikan variabel biner yang menentukan berapa alokasi distribusi optimal yang perlu dikirim disesuaikan dengan kebutuhan setiap pengungsi agar total biaya distribusi minimum. Penghitungan alokasi evakuasi pengungsi tersebut juga memperhatikan biaya, kapasitas barak dan jarak dari lokasi awal ke lokasi yang dituju. Setiap tanda panah pada alokasi dari hasil model menandakan bahwa alokasi tersebut optimal ke arah yang dituju dengan jumlah yang optimal pula. Jika tanda panah mengarah ke lokasi lain atau berbalik arah maka akan timbul kerugian. 5.4 Analisis Pencarian Solusi Model Pada bab sebelumnya telah dilakukan pencarian solusi dari model yang dikembangkan menjadi 3 model yaitu : model pada status siaga, model pada status awas dan model pada pasca bencana Analisis Solusi Model pada Status Siaga Pada status Siaga aliran evakuasi dilakukan dari 5 lokasi bencana alam yaitu: Sidorejo, Tegalmulyo, Tlogowatu, Balerante, dan Panggang ke 4 lokasi barak sementara yaitu: Dompol, Keputran, Kepurun, dan Bawukan. Aliran distribusi dilakukan dari 1 gudang pemasok yaitu: Kantor BPBD ke 3 barak permanen kemudian dilanjutkan ke 4 barak sementara. Alokasi optimal untuk masing-masing distribusi maupun evakuasi dicari menggunakan software Excel Solver. Pada aliran evakuasi, 3977 penduduk Sidorejo akan mengungsi ke barak sementara Dompol namun karena kapasitas tampung manusia pada barak sementara Dompol hanya 3200 orang maka sisa 777 orang penduduk Sidorejo akan mengungsi ke barak sementara yang terdekat lain yaitu barak sementara Keputran. Hal tersebut membuktikan barak Dompol dan barak Keputran merupakan variabel biner yang bernilai 1 terhadap penduduk Sidorejo. Seluruh penduduk Tegalmulyo commit to yang user berjumlah 2157 orang mengungsi V-69

6 hanya 1 barak sementara yaitu barak sementara keputran. Sisa kapasitas barak sementara Keputran berjumlah 266 digunakan oleh pengungsi Tlogowatu penduduk Tlogowatu yang lain mengungsi ke barak sementara Kepurun. sementara bawukan menerima seluruh penduduk Balerante yang berjumlah 1665 orang dan penduduk Panggang yang berjumlah 1440 orang. Dari aliran tersebut dapat terlihat barak sementara yang memiliki sisa kapasitas hanya barak sementara Kepurun sebanyak 98 orang. Dari alokasi tersebut membuktikan semua barak sementara terpilih untuk dijadikan tempat pengungsian. Keputran dan barak Bawukan merupakan barak yang masing-masing menampung penduduk dari 3 lokasi bencana. Dompol dan barak Kepurun menampung masingmasing dari 1 lokasi bencana. Untuk persentase penduduk yang mengungsi ke barak sementara dapat dilihat pada gambar 5.2 serta jalur distribusi dan evakuasi dapat dilihat pada gambar 5.3 Keterangan : Gambar 5.2 Persentase penduduk yang mengungsi ke barak sementara V-70

7 Keterangan : 1. Gudang Pemasok 2. Demak Ijo 3. Menden 4. Kebondalem Lor 5. Keputran 6. Kepurun 7. Dompol 8. Bawukan 9. Tlogowatu 10. Panggang 11. Sidorejo 12. Tegalmulyo 13. Balerante Gambar 5.3 Jalur Distribusi dan Evakuasi pada status Siaga Alokasi distribusi dari gudang pemasok bernilai 1 terhadap semua barak permanen ini berarti semua barak permanen terpilih sebagai tempat pengungsian dan jalur distribusi bantuan. BPBD sebagai gudang pemasok dengan kapasitas unit dan kebutuhan setiap commit 1 pengungsi to user adalah 1 unit maka kebutuhan V-71

8 12702 pengungsi akan tercukupi. Gudang pemasok mengirimkan 4300 unit bantuan ke barak permanen Demak Ijo kemudian meneruskan 3200 unit ke barak sementara Dompol dan 1100 unit ke barak sementara Keputran. Gudang pemasok mengirimkan 4102 unit ke barak permanen Menden lalu dikirimkan 2100 unit ke barak sementara Keputran dan 2002 unit ke barak sementara Bawukan. Gudang pemasok juga mengirimkan 4300 unit ke barak permanen Kebondalem Lor lalu dikirim 3102 unit ke barak sementara Kepurun dan 1198 unit ke barak sementara bawukan. Dilihat dari jumlah unit dan jumlah penduduk yang mengungsi di barak sementara berjumlah sama, sehingga hasil alokasi distribusi dan evakuasi sesuai dan optimal karena telah memperhatikan jarak terpendek dan biaya minimal yang akan dikeluarkan. Alokasi tersebut dikalikan dengan jarak dan biaya evakuasi dan distribusi sehingga total biaya evakuasi dan distribusi minimum yang dikeluarkan pada status siaga adalah sebesar Rp Analisis Solusi Model pada Status Awas Pada status awas seluruh pengungsi yang mengungsi di barak sementara Dompol berjumlah 3200 orang akan mengungsi ke barak permanen Demak Ijo, barak sementara Keputran mengirimkan 1100 orang ke barak permanen Demak Ijo dan 2100 orang ke barak permanen Menden. sementara Kepurun mengirimkan seluruh pengungsinya ke barak permanen Kebondalem Lor sebanyak 3200 orang. Selain itu barak sementara Bawukan mengirim 1198 orang ke barak permanen kebondalem Lor dan 2002 orang ke barak permanen Menden. Persentase pengungsi dari barak sementara ke barak permanen ditunjukan pada gambar 5.4 serta jalur evakuasi dan distribusi dapat dilihat pada gambar 5.5 V-72

9 Gambar 5.4 Persentase penduduk yang mengungsi ke barak sementara Keterangan : 1. Gudang Pemasok 2. Demak Ijo 3. Menden 4. Kebondalem Lor 5. Keputran 6. Kepurun 7. Dompol 8. Bawukan Gambar 5.5 Jalur Distribusi dan Evakuasi pada status Awas V-73

10 Distribusi bantuan yang ada di barak sementara di asumsikan sudah habis terkonsumsi penduduk yang mengungsi saat status siaga. Distribusi ke barak sementara pada status awas dihentikan dan distribusi bantuan akan terpusat ke barak permanen saja. Alokasi tersebut dikalikan dengan jarak dan biaya evakuasi dan distribusi sehingga total biaya evakuasi dan distribusi minimum yang dikeluarkan pada status awas adalah sebesar Rp Analisis Solusi Model pada Pasca Bencana Pada pasca bencana alokasi evakuasi dan distribusi dari barak permanen ke barak sementara adalah sama, untuk jalur evakuasi dan distribusi dapat dilihat pada gambar 5.6. Alokasi evakuasi sama dengan alokasi distribusi karena kebutuhan setiap 1 orang pengungsi adalah 1 unit, selain itu jarak tempuh distribusi dari barak permanen ke barak sementara sama dengan jarak tempuh evakuasi dari barak permanen ke barak sementara. Alokasi tersebut dikalikan dengan jarak dan biaya evakuasi dan distribusi sehingga total biaya evakuasi dan distribusi minimum yang dikeluarkan pada pasca bencana adalah sebesar Rp555,294,900 Keterangan : 1. Gudang Pemasok 2. Demak Ijo 3. Menden 4. Kebondalem Lor 5. Keputran 6. Kepurun 7. Dompol 8. Bawukan Gambar 5.6 Jalur Distribusi dan Evakuasi pada Pasca Bencana V-2

11 5.5 Analisis Perubahan Situasi Pada sub bab ini memaparkan mengenai adanya kemungkinan situasi-situasi yang tidak sesuai dengan kondisi yang diharapkan model. Dari setiap perubahan situasi yang ada ditentukan sebuah tindakan dan penyelesaian agar kondisi tetap optimal. Beberapa kemungkinan perubahan situasi yang ada adalah sebagai berikut: Jalur Evakuasi dan Distribusi Rusak Tidak Dapat Dilalui Jalur rusak dapat terjadi pada sebelum dan setelah bencana. Jalur rusak sebelum bencana terjadi karena jalur sering dilewati oleh truk pembawa material seperti batu dan pasir sehingga mengakibatkan jalan berlubang sedangkan jalur rusak setelah bencana terjadi karena adanya material lahar dingin yang dapat merusak jembatan penghubung dan memotong jalur evakuasi dan distribusi. Jika terdapat jalur rusak maka BPBD akan mengubah jalur evakuasi atau distribusi menggunakan jalur alternatif terpendek lain. Dari studi kasus yang dicontohkan pada bab sebelumnya dapat dibuat sebuah skenario baru untuk menentukan biaya minimum evakuasi dan distribusi dari sebuah perubahan situasi. Skenario baru diberikan pada saat pasca bencana dengan situasi jalur yang menghubungkan antara keputran dengan kepurun atau bawukan tidak dapat dilalui karena jembatan rusak akibat adanya banjir lahar dingin. Sehingga BPBD menentukan alternatif jalur terpendek yang dapat menghubungkan kedua tempat tersebut dengan perubahan jarak sebagai berikut: Tabel 5.1 Jarak sementara dengan Permanen (Km) Sementara permanen Demak ijo Menden Kebondalem Lor Kepurun 26,5 19,3 8,9 Bawukan 30,2 22,9 11,1 Dompol 7,9 11,7 14,1 Keputran 7,1 9,7 11,4 berikut: Skenario perubahan situasi tersebut dapat ditunjukan pada gambar sebagai V-3

12 Keterangan : 1. Gudang Pemasok 2. Demak Ijo 3. Menden 4. Kebondalem Lor 5. Keputran 6. Kepurun 7. Dompol 8. Bawukan Gambar 5.7 Jalur Distribusi dan Evakuasi pada Pasca Bencana dengan Adanya Jalur yang Tidak Dapat Dilalui Dengan menggunakan model yang telah ditunjukan pada bab sebelumnya maka didapatkan perubahan alokasi optimum dari barak permanen ke barak sementara adalah sebagai berikut: Tabel 5.2 Alokasi Optimum Evakuasi dan Distribusi dengan Adanya permanen Sementara Perubahan Situasi (unit, orang) Demak ijo Menden Kebondalem Lor Kepurun Bawukan Dompol Keputran V-4

13 Dari alokasi tersebut didapatkan total biaya minimum untuk pasca bencana adalah sebesar Rp ,-. Dapat disimpulkan dengan keputusan dari adanya perubahan situasi tersebut akan mengakibatkan biaya evakuasi atau distribusi bertambah. Selain itu waktu tempuh untuk melakukan evakuasi maupun distribusi akan semakin lama serta memungkinkan terjadinya perubahan alokasi evakuasi dan distribusi di masing-masing barak Sementara Tidak Dapat Didirikan di Lokasi yang Ditentukan sementara didirikan saat Gunung Merapi pada status waspada menuju siaga dan saat pasca bencana. Jika lokasi barak sementara yang telah ditentukan tidak bisa digunakan karena kondisi lapangan yang tidak memadai atau akses lokasi yang tidak bisa dilalui, maka BPBD akan memilih lokasi barak sementara pada lokasi lain yang bisa diakses dan memadai untuk menampung pengungsi atau dengan cara menambah kapasitas unit bantuan dan pengungsi pada masingmasing barak yang tersisa. Untuk keputusan menambah kapasitas, lokasi barak yang tersisa harus memiliki ruang lebih untuk dapat menampung unit bantuan dan pengungsi. Pada situasi ini juga dapat dibuat skenario untuk studi kasus yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya. Dengan adanya dampak letusan Gunung Merapi menyebabkan lokasi barak sementara di Bawukan tidak dapat digunakan untuk mengungsi sehingga BPBD memutuskan akan menambahkan kapasitas pada barak sementara Kepurun, Keputran dan Dompol menjadi 4300 unit dan 4300 orang. Skenario tersebut dapat ditunjukan pada gambar berikut: V-5

14 Keterangan : 1. Gudang Pemasok 2. Demak Ijo 3. Menden 4. Kebondalem Lor 5. Keputran 6. Kepurun 7. Dompol 8. Bawukan V-6

15 Gambar 5.8 Jalur Distribusi dan Evakuasi pada Pasca Bencana dengan Adanya Sementara yang Tidak Dapat Didirikan. Dari skenario tersebut dapat dihasilkan alokasi optimal menggunakan pengembangan model yang telah ditunjukan pada bab sebelumnya adalah sebagai berikut: Tabel 5.3 Alokasi Optimum Evakuasi dan Distribusi dengan Adanya Perubahan Situasi (unit, orang) permanen Demak ijo Menden Kebondalem Lor Sementara Kepurun Dompol Keputran Dengan alokasi tersebut didapatkan total biaya minimum evakuasi dan distribusi pada pasca bencana dengan tidak didirikannya barak sementara Bawukan adalah sebesar Rp ,-. Dapat disimpulkan dengan keputusan pada situasi tersebut maka akan mengubah alokasi evakuasi dan distribusi pada tiap barak sementara. Dilihat dari total biaya, dapat disimpulkan bahwa dengan adanya pengurangan barak akan mengurangi total biaya yang dikeluarkan Jumlah Penduduk Melebihi Kapasitas Tampung Sementara dan Permanen Kapasitas barak terutama barak permanen di desain untuk dapat menampung semua penduduk pada lokasi bencana yang mengungsi. Jika jumlah penduduk melebihi kapasitas tampung barak sementara dan barak permanen V-1

16 karena adanya pertumbuhan penduduk maka BPBD akan menambah jumlah tenda-tenda ungsi untuk barak sementara, sedangkan untuk barak permanen BPBD akan menggunakan gedung-gedung milik pemerintah Kabupaten Klaten yang tersedia dan dekat dengan lokasi barak permanen untuk dapat menampung kelebihan kapasitas pengungsi. Untuk perubahan situasi tersebut akan menjadikan biaya evakuasi bertambah Jumlah Truk Evakuasi dan Distribusi yang Minim Truk merupakan alat transportasi yang sangat penting dalam penelitian ini karena berperan besar dalam menampung pengungsi maupun unit bantuan dalam jumlah banyak. Jika truk yang tersedia sedikit maka dalam memenuhi alokasi evakuasi atau distribusi akan terjadi pengangkutan berulang. Pengulangan tersebut akan mengakibatkan waktu evakuasi dan distribusi akan semakin lama, padahal dalam rangka pemenuhan tujuan mitigasi dibutuhkan waktu evakuasi dan distribusi yang cepat agar para pengungsi yang masih ada di lokasi bencana terhindar dari bahaya letusan dan para pengungsi yang telah berada di barak sementara atau permanen tidak merasakan kelaparan, sakit atau kekurangan pemenuhan kebutuhan lain karena adanya keterlambatan distribusi bantuan. Dengan adanya situasi tersebut BPBD akan menyewa truk-truk untuk melancarkan proses evakuasi dan distribusi dengan menambah biaya evakuasi dan distribusi untuk tiap truk yang disewa. V-2

Model Kebijakan Distribusi Bantuan Dan Penentuan Jalur Evakuasi Korban Bencana Gunung Merapi

Model Kebijakan Distribusi Bantuan Dan Penentuan Jalur Evakuasi Korban Bencana Gunung Merapi Seminar Nasional IDEC 2014 ISBN: xxxx-xxxx Surakarta,20 Mei 2014 Model Kebijakan Distribusi Bantuan Dan Penentuan Jalur Evakuasi Korban Bencana Gunung Merapi Azizah Aisyati 1, Aditya Respati 2, Wakhid

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Metode dan Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian penilaian kelayakan sistem Kawasan Rawan Bencana (KRB) letusan Gunung Merapi di Kabupaten Sleman. Dalam pengamatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Secara geografis Indonesia terletak di daerah khatulistiwa dan melalui

BAB I PENDAHULUAN. Secara geografis Indonesia terletak di daerah khatulistiwa dan melalui BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Secara geografis Indonesia terletak di daerah khatulistiwa dan melalui garis astronomis 93⁰BT-141 0 BT dan 6 0 LU-11 0 LS. Dengan morfologi yang beragam dari

Lebih terperinci

KELAYAKAN SISTEM EVAKUASI KAWASAN RAWAN BENCANA LETUSAN GUNUNG MERAPI DI KABUPATEN SLEMAN

KELAYAKAN SISTEM EVAKUASI KAWASAN RAWAN BENCANA LETUSAN GUNUNG MERAPI DI KABUPATEN SLEMAN KELAYAKAN SISTEM EVAKUASI KAWASAN RAWAN BENCANA LETUSAN GUNUNG MERAPI DI KABUPATEN SLEMAN Dicky Setya Adi W, Kusumastuti, Isti Andini Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota, Fakultas Teknik Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara kepulauan yang mempunyai letak sangat strategis, karena terletak di antara dua benua yaitu Asia dan Australia dan juga terletak

Lebih terperinci

SISTEM PENANGGULANGAN BENCANA GUNUNG API GAMALAMA DI PERMUKIMAN KAMPUNG TUBO KOTA TERNATE

SISTEM PENANGGULANGAN BENCANA GUNUNG API GAMALAMA DI PERMUKIMAN KAMPUNG TUBO KOTA TERNATE SISTEM PENANGGULANGAN BENCANA GUNUNG API GAMALAMA DI PERMUKIMAN KAMPUNG TUBO KOTA TERNATE Annastasia Gadis Pradiptasari 1, Dr. Judy O. Waani, ST. MT 2, Windy Mononimbar, ST. MT 3 1 Mahasiswa S1 Program

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Ringkasan Temuan Penahapan penanggulangan bencana erupsi Gunung Kelud terdapat lima tahap, yaitu tahap perencanaan penanggulangan bencana erupsi Gunung Kelud 2014, tahap

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia terletak pada pertemuan 3 lempeng yaitu, lempeng Asia, lempeng Australia, dan lempeng Pasifik. Lempeng tersebut bergerak aktif dan bertumbukan sehingga

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN MODEL DISTRIBUSI BARANG BANTUAN KEPADA KORBAN BENCANA DENGAN TRANSPORTASI DARAT MENGGUNAKAN SISTEM DINAMIK

PENGEMBANGAN MODEL DISTRIBUSI BARANG BANTUAN KEPADA KORBAN BENCANA DENGAN TRANSPORTASI DARAT MENGGUNAKAN SISTEM DINAMIK PENGEMBANGAN MODEL DISTRIBUSI BARANG BANTUAN KEPADA KORBAN BENCANA DENGAN TRANSPORTASI DARAT MENGGUNAKAN SISTEM DINAMIK Oleh: Teno Arief (2508 203 202) 1 PENDAHULUAN Korban Meninggal Korban Mengungsi Kebutuhan

Lebih terperinci

Skripsi Sebagai Persyaratan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Teknik ADITYA RESPATI PRABOWO I

Skripsi Sebagai Persyaratan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Teknik ADITYA RESPATI PRABOWO I PENGEMBANGAN MODEL UNTUK MENENTUKAN DISTRIBUSI BANTUAN LOGISTIK DAN EVAKUASI PENGUNGSI DENGAN KRITERIA MEMINIMUMKAN TOTAL BIAYA DISTRIBUSI DAN EVAKUASI DALAM PENANGGULANGAN BENCANA LETUSAN GUNUNG MERAPI

Lebih terperinci

BUKU SISWA ILMU PENGETAHUAN SOSIAL

BUKU SISWA ILMU PENGETAHUAN SOSIAL BUKU SISWA ILMU PENGETAHUAN SOSIAL KELAS VI SEMESTER 2 CARA- CARA PENANGGULANGAN BENCANA ALAM A. CARA- CARA MENGHADAPI BENCANA ALAM 1. Menghadapi Peristiwa Gempa Bumi Berikut adalah upaya yang dapat dilakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gunung Merapi merupakan salah satu gunung teraktif di dunia, dan bencana Merapi merupakan salah satu permasalahan yang sering terjadi di Indonesia. Bahaya yang diakibatkan

Lebih terperinci

BAB VI PENUTUP. Pasca erupsi Gunung Merapi tahun 2010, Pemerintah Pusat melalui Badan

BAB VI PENUTUP. Pasca erupsi Gunung Merapi tahun 2010, Pemerintah Pusat melalui Badan BAB VI PENUTUP 6.1. Kesimpulan Pasca erupsi Gunung Merapi tahun 2010, Pemerintah Pusat melalui Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mengeluarkan kebijakan relokasi atas dasar pertimbangan Peta

Lebih terperinci

Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten Sleman 2013

Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten Sleman 2013 Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten Sleman 2013 1 Kebijakan Teknis Evakuasi Kebijakan teknis evakuasi merupakan bagian dari Skenario Rencana Penanggulangan Bencana Erupsi Gunungapi Merapi Menyusun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terbanyak di dunia dengan 400 gunung berapi, terdapat sekitar 192 buah

BAB I PENDAHULUAN. terbanyak di dunia dengan 400 gunung berapi, terdapat sekitar 192 buah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Indonesia merupakan salah satu negara dengan gunung berapi terbanyak di dunia dengan 400 gunung berapi, terdapat sekitar 192 buah gunung berapi yang masih aktif

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang terletak pada zona rawan bencana. Posisi geografis kepulauan Indonesia yang sangat unik menyebabkan Indonesia termasuk daerah yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kepentingan hidup seseorang, baik sebagai individu maupun sebagai warga

BAB I PENDAHULUAN. kepentingan hidup seseorang, baik sebagai individu maupun sebagai warga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan merupakan usaha yang sengaja dan terencana untuk membantu perkembangan potensi dan kemampuan anak agar bermanfaat bagi kepentingan hidup seseorang,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. termasuk wilayah pacific ring of fire (deretan Gunung berapi Pasifik), juga

BAB I PENDAHULUAN. termasuk wilayah pacific ring of fire (deretan Gunung berapi Pasifik), juga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara yang terletak pada zona rawan bencana. Posisi geografis kepulauan Indonesia yang sangat unik menyebabkan Indonesia termasuk

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.1.1 Bencana Bencana merupakan suatu peristiwa yang menyebabkan timbulnya kerugian dan korban jiwa. Indonesia juga mengalami beberapa bencana alam maupun bencana akibat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. Salah satu fungsi pembangunan sabo dam adalah untuk

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. Salah satu fungsi pembangunan sabo dam adalah untuk BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Salah satu fungsi pembangunan sabo dam adalah untuk mengendalikan aliran sedimen akibat erupsi gunung api. Daerah aliran sungai bagian hulu di sekitar gunung api aktif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. samudra Hindia, dan Samudra Pasifik. Pada bagian selatan dan timur

BAB I PENDAHULUAN. samudra Hindia, dan Samudra Pasifik. Pada bagian selatan dan timur BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Secara geografis Indonesia merupakan Negara kepulauan yang terletak pada pertemuan tiga lempeng tektonik yaitu lempeng benua Eurasia, lempeng samudra Hindia,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Gunung Merapi merupakan gunung api tipe strato, dengan ketinggian 2.980 meter diatas permukaan laut. secara geografis terletak pada posisi 7 32.5 Lintang Selatan dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Gunung Merapi merupakan gunung api tipe strato, dengan ketinggian 2.980 meter dari permukaan laut. Secara geografis terletak pada posisi 7 32 31 Lintang Selatan dan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara kepulauan yang secara geografis, geologis,

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara kepulauan yang secara geografis, geologis, BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia adalah negara kepulauan yang secara geografis, geologis, hidrologis, dan demografis, merupakan wilayah yang tergolong rawan bencana. Badan Nasional Penanggulangan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN EURASIA. Gambar 1.1. Kondisi Geologi Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN EURASIA. Gambar 1.1. Kondisi Geologi Indonesia BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara yang terletak pada pertemuan tiga lempeng yaitu lempeng Eurasia, lempeng Australia, dan lempeng Pasifik. Pertemuan tiga lempeng

Lebih terperinci

Contents BAB I... 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Pokok Permasalahan Lingkup Pembahasan Maksud Dan Tujuan...

Contents BAB I... 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Pokok Permasalahan Lingkup Pembahasan Maksud Dan Tujuan... Contents BAB I... 1 PENDAHULUAN... 1 1.1. Latar Belakang... 1 1.2 Pokok Permasalahan... 2 1.3 Lingkup Pembahasan... 3 1.4 Maksud Dan Tujuan... 3 1.5 Lokasi... 4 1.6 Sistematika Penulisan... 4 BAB I PENDAHULUAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sampai Maluku (Wimpy S. Tjetjep, 1996: iv). Berdasarkan letak. astronomis, Indonesia terletak di antara 6 LU - 11 LS dan 95 BT -

BAB I PENDAHULUAN. sampai Maluku (Wimpy S. Tjetjep, 1996: iv). Berdasarkan letak. astronomis, Indonesia terletak di antara 6 LU - 11 LS dan 95 BT - 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia dikenal sebagai suatu negara kepulauan yang mempunyai banyak sekali gunungapi yang berderet sepanjang 7000 kilometer, mulai dari Sumatera, Jawa,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan letak astronomis, Indonesia terletak diantara 6 LU - 11 LS

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan letak astronomis, Indonesia terletak diantara 6 LU - 11 LS BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia, dan memiliki kurang lebih 17.504 buah pulau, 9.634 pulau belum diberi nama dan 6.000 pulau tidak berpenghuni

Lebih terperinci

SUSUNAN PERTANYAAN WAWANCARA PERTANYAAN WAWANCARA KEPADA INFORMAN KUNCI. Mitigasi Bencana Erupsi Gunung Sinabung?

SUSUNAN PERTANYAAN WAWANCARA PERTANYAAN WAWANCARA KEPADA INFORMAN KUNCI. Mitigasi Bencana Erupsi Gunung Sinabung? SUSUNAN PERTANYAAN WAWANCARA PERTANYAAN WAWANCARA KEPADA INFORMAN KUNCI 1. Bagaimana proses pembentukan BPBD (Badan Penanggulangan Bencana Daerah) Kabupaten Karo? 2. Apa saja program BPBD Kabupaten Karo

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM

BAB IV GAMBARAN UMUM 39 BAB IV GAMBARAN UMUM A. Gambaran Umum Objek Penelitian Berdasarkan data Badan Pusat Statistik kabupaten Sleman tahun 2016, desa Glagaharjo memiliki luas wilayah desa 795 Ha, Desa Glagaharjo memiliki

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 11 Latar Belakang Pendistribusian barang atau jasa merupakan salah satu bagian penting dari kegiatan sebuah instansi pemerintah ataupun perusahaan tertentu Masalah transportasi merupakan

Lebih terperinci

MITIGASI BENCANA BANJIR DI WILAYAH DKI JAKARTA BERBASIS SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS. Tris Eryando

MITIGASI BENCANA BANJIR DI WILAYAH DKI JAKARTA BERBASIS SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS. Tris Eryando MITIGASI BENCANA BANJIR DI WILAYAH DKI JAKARTA BERBASIS SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS Tris Eryando LATAR BELAKANG Secara geografis sebagian besar wilayah Indonesia merupakan daerah rawan bencana yaitu bencana

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian Penelitian ini bersifat literatur dan melakukan studi kepustakaan untuk mengkaji dan menelaah berbagai buku, jurnal, karyai lmiah, laporan dan berbagai

Lebih terperinci

NASKAH PUBLIKASI. Oleh : Alfi Fardani A

NASKAH PUBLIKASI. Oleh : Alfi Fardani A ANALISA TANGGAPAN GURU DAN MURID KELAS VII DAN VIII TERHADAP MITIGASI BENCANA ERUPSI MERAPI TAHUN 2010 DI SMP MUHAMMADIYAH 23 KEPUTRAN KEMALANG KECAMATAN KEMALANG KABUPATEN KLATEN NASKAH PUBLIKASI Oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tersebut dapat diraih apabila suatu perusahaan bisa mengambil keputusan secara

BAB I PENDAHULUAN. tersebut dapat diraih apabila suatu perusahaan bisa mengambil keputusan secara BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendistribusian adalah salah satu kegiatan pemasaran yang bertujuan untuk mempermudah penyampaian barang dan jasa dari produsen kepada konsumen sehingga penggunaannya

Lebih terperinci

MITIGASI BENCANA ERUPSI GUNUNG MERAPI MASYARAKAT KELURAHAN BALERANTE KECAMATAN KEMALANG PASCA ERUPSI 2006 DAN 2010 ARTIKEL PUBLIKASI

MITIGASI BENCANA ERUPSI GUNUNG MERAPI MASYARAKAT KELURAHAN BALERANTE KECAMATAN KEMALANG PASCA ERUPSI 2006 DAN 2010 ARTIKEL PUBLIKASI MITIGASI BENCANA ERUPSI GUNUNG MERAPI MASYARAKAT KELURAHAN BALERANTE KECAMATAN KEMALANG PASCA ERUPSI 2006 DAN 2010 ARTIKEL PUBLIKASI Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Pendidikan Geografi Disusun oleh:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dimanfaatkan oleh sebagian besar masyarakat untuk bertani sayur guna memenuhi

BAB I PENDAHULUAN. dimanfaatkan oleh sebagian besar masyarakat untuk bertani sayur guna memenuhi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Desa Sengi yang terletak di lereng Gunung Merapi memiliki banyak potensi sumber daya alam. Kesuburan tanah dan ketersediaan debit air yang melimpah dimanfaatkan oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau

Lebih terperinci

ANALISIS SPASIAL TINGKAT BAHAYA LONGSORLAHAN DI KECAMATAN KEMALANG KABUPATEN KLATEN

ANALISIS SPASIAL TINGKAT BAHAYA LONGSORLAHAN DI KECAMATAN KEMALANG KABUPATEN KLATEN ANALISIS SPASIAL TINGKAT BAHAYA LONGSORLAHAN DI KECAMATAN KEMALANG KABUPATEN KLATEN Kuswaji Dwi Priyono¹ dan Restu Dagi Utami² ¹) Dosen Fakultas Geografi Universitas Muhammadiyah Surakarta ²) Fakultas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bencana. Dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan

BAB I PENDAHULUAN. bencana. Dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Semua daerah tidak pernah terhindar dari terjadinya suatu bencana. Bencana bisa terjadi kapan dan dimana saja pada waktu yang tidak diprediksi. Hal ini membuat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sungai merupakan torehan di permukaan bumi yang merupakan penampung dan penyalur alamiah aliran air, material yang dibawanya dari bagian hulu ke bagian hilir suatu daerah

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TRENGGALEK,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TRENGGALEK, BUPATI TRENGGALEK SALINAN PERATURAN BUPATI TRENGGALEK NOMOR 64 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN MANAJEMEN LOGISTIK, PERALATAN DAN KEMUDAHAN AKSES PENANGGULANGAN BENCANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (Ring of fire) dan diapit oleh pertemuan lempeng tektonik Eurasia dan

BAB I PENDAHULUAN. (Ring of fire) dan diapit oleh pertemuan lempeng tektonik Eurasia dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara kepulauan yang dilintasi oleh jalur api (Ring of fire) dan diapit oleh pertemuan lempeng tektonik Eurasia dan Australia. Letak wilayah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki karakteristik bencana yang kompleks, karena terletak pada tiga lempengan aktif yaitu lempeng Euro-Asia di bagian utara, Indo-Australia di bagian

Lebih terperinci

RANCANGAN PERJANJIAN DESA BERSAUDARA UNTUK PENANGGULANGAN BENCANA ERUPSI GUNUNG MERAPI ANTARA DESA NGARGOMULYO DENGAN DESA TAMANAGUNG

RANCANGAN PERJANJIAN DESA BERSAUDARA UNTUK PENANGGULANGAN BENCANA ERUPSI GUNUNG MERAPI ANTARA DESA NGARGOMULYO DENGAN DESA TAMANAGUNG RANCANGAN PERJANJIAN DESA BERSAUDARA UNTUK PENANGGULANGAN BENCANA ERUPSI GUNUNG MERAPI ANTARA DESA NGARGOMULYO DENGAN DESA TAMANAGUNG Menimbang : a) Bahwa selama ini terjadinya interaksi yang baik antara

Lebih terperinci

Desa Tlogolele tak Lagi Terisolir Ambrolnya Dam Kali Apu oleh hantaman banjir lahar hujan pasca erupsi Merapi 2010, menyebabkan Desa

Desa Tlogolele tak Lagi Terisolir Ambrolnya Dam Kali Apu oleh hantaman banjir lahar hujan pasca erupsi Merapi 2010, menyebabkan Desa Lampiran 7 Seri Tlogolele Dam Kali Apu, simbol persahabatan manusia dengan Gunung Merapi Posted on September 20, 2013 http://suprihati.wordpress.com/2013/09/20/dam-kali-apu-simbol-persahabatandengan-gunung-merapi/

Lebih terperinci

Optimasi Rute Distribusi Bantuan Logistik Bencana Erupsi Gunung Merapi Menggunakan Algoritma Sweep

Optimasi Rute Distribusi Bantuan Logistik Bencana Erupsi Gunung Merapi Menggunakan Algoritma Sweep Petunjuk Sitasi; Sulistyo, S. R., & Zulfikar, M. (2017). Optimasi Rute Distribusi Bantuan Logistik Bencana Erupsi Gunung Merapi Menggunakan Algoritma Sweep. Prosiding STI dan SATELIT 2017 (pp. H24-29).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengiriman produk kepada pelanggan harus memiliki penentuan rute secara tepat,

BAB I PENDAHULUAN. pengiriman produk kepada pelanggan harus memiliki penentuan rute secara tepat, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Distribusi merupakan salah satu faktor penting bagi perusahaan untuk dapat melakukan pengiriman produk secara tepat kepada pelanggan. Ketepatan pengiriman produk kepada

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR Latar Belakang. tektonik aktif yaitu Lempeng Indo-Australia di bagian selatan, Lempeng Eurasia

BAB I PENGANTAR Latar Belakang. tektonik aktif yaitu Lempeng Indo-Australia di bagian selatan, Lempeng Eurasia 1 BAB I PENGANTAR 1.1. Latar Belakang Secara geologi, wilayah Indonesia berada pada pertemuan tiga lempeng tektonik aktif yaitu Lempeng Indo-Australia di bagian selatan, Lempeng Eurasia di bagian utara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Definisi banjir ialah aliran air sungai yang tingginya melebih muka air normal, sehinga melimpas dari palung sungai menyebabkan adanya genangan pada lahan rendah di

Lebih terperinci

No. 1411, 2014 BNPB. Logistik. Peralatan. Penanggulangan Bencana. Manajemen. Pedoman.

No. 1411, 2014 BNPB. Logistik. Peralatan. Penanggulangan Bencana. Manajemen. Pedoman. No. 1411, 2014 BNPB. Logistik. Peralatan. Penanggulangan Bencana. Manajemen. Pedoman. PERATURAN KEPALA BADAN NASIONAL PENANGGULANGAN BENCANA NOMOR 13,TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN MANAJEMEN LOGISTIK DAN PERALATAN

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Instisari... i Abstrak...ii Kata Pengantar... iii Daftar Isi... v Daftar Tabel... vii Daftar Gambar...viii Daftar Lampiran...

DAFTAR ISI. Instisari... i Abstrak...ii Kata Pengantar... iii Daftar Isi... v Daftar Tabel... vii Daftar Gambar...viii Daftar Lampiran... DAFTAR ISI Instisari... i Abstrak...ii Kata Pengantar... iii Daftar Isi... v Daftar Tabel... vii Daftar Gambar...viii Daftar Lampiran... ix BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang... 1 1.2.Rumusan Masalah...

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kabupaten Klaten merupakan salah satu Kabupaten di Provinsi Jawa Tengah dengan berbagai macam bentuk kebudayaan dan karakteristik wilayah yang komplek. Keberadaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan lebih dari pulau yang tersebar dari Sabang sampai Merauke.

BAB I PENDAHULUAN. dengan lebih dari pulau yang tersebar dari Sabang sampai Merauke. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Republik Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia, dengan lebih dari 13.466 pulau yang tersebar dari Sabang sampai Merauke. Wilayah Indonesia terbentang

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BNPB. Bantuan logistik. Pedoman. Perubahan.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BNPB. Bantuan logistik. Pedoman. Perubahan. No.2081, 2014 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BNPB. Bantuan logistik. Pedoman. Perubahan. PERATURAN KEPALA BADAN NASIONAL PENANGGULANGAN BENCANA NOMOR 24 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN KEPALA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hingga ke luar pulau Jawa. Outlet-outlet inilah yang menjadi channel distribusi

BAB I PENDAHULUAN. hingga ke luar pulau Jawa. Outlet-outlet inilah yang menjadi channel distribusi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah PT. Indoberka Investama merupakan perusahaan nasional yang bergerak di bidang kontruksi, pabrikasi, dan distributor rangka atap. Bentuk badan usaha dari PT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Daerah Istimewa Yogyakarta merupakan provinsi yang terletak di bagian tengah-selatan Pulau Jawa, berbatasan dengan Provinsi Jawa Tengah dan berhadapan langsung dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Radar Malang merupakan salah satu grup Radar terbesar di Jawa Pos.

BAB I PENDAHULUAN. Radar Malang merupakan salah satu grup Radar terbesar di Jawa Pos. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Radar Malang merupakan salah satu grup Radar terbesar di Jawa Pos. Berdiri sejak 15 Desember 1999, menjadi suplemen Jawa Pos. Perkembangan Radar Malang sangat pesat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara kepulauan. Menurut Bakosurtanal, pulau di

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara kepulauan. Menurut Bakosurtanal, pulau di BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia adalah negara kepulauan. Menurut Bakosurtanal, pulau di Indonesia yang terdata dan memiliki koordinat berjumlah 13.466 pulau. Selain negara kepulauan, Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang, Bendung Krapyak berada di Dusun Krapyak, Desa Seloboro, Kecamatan Salam, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah. Secara geografis terletak pada posisi 7 36 33 Lintang Selatan

Lebih terperinci

Program Pemulihan Ekonomi Masyarakat Pasca Bencana Erupsi Gunung Merapi di Kabupaten Klaten Jawa Tengah

Program Pemulihan Ekonomi Masyarakat Pasca Bencana Erupsi Gunung Merapi di Kabupaten Klaten Jawa Tengah Program Pemulihan Ekonomi Masyarakat Pasca Bencana Erupsi Gunung Merapi di Kabupaten Klaten Jawa Tengah C. Herutomo, S. Bekti Istiyanto Jurusan Ilmu Komunikasi Fisip Unsoed cherutomo@yahoo.com, bektiis@yahoo.com

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. letusan dan leleran ( Eko Teguh Paripurno, 2008 ). Erupsi lelehan menghasilkan

BAB I PENDAHULUAN. letusan dan leleran ( Eko Teguh Paripurno, 2008 ). Erupsi lelehan menghasilkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gunungapi Merapi merupakan gunung yang aktif, memiliki bentuk tipe stripe strato yang erupsinya telah mengalami perbedaan jenis erupsi, yaitu erupsi letusan dan leleran

Lebih terperinci

BAB 5 ANALISIS DAN PEMBAHASAN. Tabel 5.1 Jangkauan Sistem peringatan dini / EWS Sektor Desa Luas Wilayah Desa (Km 2 )

BAB 5 ANALISIS DAN PEMBAHASAN. Tabel 5.1 Jangkauan Sistem peringatan dini / EWS Sektor Desa Luas Wilayah Desa (Km 2 ) BAB 5 ANALISIS DAN PEMBAHASAN Bab ini membahas hasil analisis kelayakan sistem evakuasi Kawasan Rawan Bencana (KRB) Gunung Merapi di Kabupaten Sleman. Hasil pembahasan ini nantinya akan dapat menemukan

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1046, 2014 KEMENPERA. Bencana Alam. Mitigasi. Perumahan. Pemukiman. Pedoman. PERATURAN MENTERI PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Negara Indonesia merupakan negara kepulauan yang terdiri dari beberapa pulau utama dan ribuan pulau kecil disekelilingnya. Dengan 17.508 pulau, Indonesia menjadi negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Transportasi adalah salah satu bagian dari sistem logistik yang sangat penting. Transportasi itu sendiri digunakan untuk mengangkut penumpang maupun barang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendistribusian suatu barang merupakan persoalan yang sering dijumpai dalam kehidupan sehari-hari baik oleh pemerintah maupun oleh produsen. Dalam pelaksanaannya

Lebih terperinci

BUPATI BLORA PERATURAN BUPATI BLORA NOMOR 44 TAHUN 2015 TENTANG TATA CARA PEMBERIAN BANTUAN AKIBAT BENCANA DI KABUPATEN BLORA

BUPATI BLORA PERATURAN BUPATI BLORA NOMOR 44 TAHUN 2015 TENTANG TATA CARA PEMBERIAN BANTUAN AKIBAT BENCANA DI KABUPATEN BLORA BUPATI BLORA PERATURAN BUPATI BLORA NOMOR 44 TAHUN 2015 TENTANG TATA CARA PEMBERIAN BANTUAN AKIBAT BENCANA DI KABUPATEN BLORA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BLORA, Menimbang : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Salah satu fase penting dalam penanggulangan bencana adalah fase respon atau fase tanggap darurat. Fase tanggap darurat membutuhkan suatu sistem yang terintegritas

Lebih terperinci

MITIGASI BENCANA ERUPSI GUNUNGAPI MERAPI DI DESA DOMPOL KECAMATAN KEMALANG KABUPATEN KLATEN NASKAH PUBLIKASI

MITIGASI BENCANA ERUPSI GUNUNGAPI MERAPI DI DESA DOMPOL KECAMATAN KEMALANG KABUPATEN KLATEN NASKAH PUBLIKASI MITIGASI BENCANA ERUPSI GUNUNGAPI MERAPI DI DESA DOMPOL KECAMATAN KEMALANG KABUPATEN KLATEN NASKAH PUBLIKASI Untuk memenuhi sebagian persyaratan guna mencapai derajat Sarjana S-1 Pendidikan Geografi AMIN

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

UKDW BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kegiatan manusia tidak pernah terlepas dari adanya permasalahan, tak terkecuali dalam dunia bisnis. Permasalahan muncul dan menuntut manusia untuk mencari

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA BANJARBARU NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG PEMBENTUKAN, ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KOTA BANJARBARU

PERATURAN DAERAH KOTA BANJARBARU NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG PEMBENTUKAN, ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KOTA BANJARBARU PERATURAN DAERAH KOTA BANJARBARU NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG PEMBENTUKAN, ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KOTA BANJARBARU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BANJARBARU,

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 53 TAHUN 2010 PERATURAN BUPATI BANDUNG NOMOR 53 TAHUN 2010 TENTANG

BERITA DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 53 TAHUN 2010 PERATURAN BUPATI BANDUNG NOMOR 53 TAHUN 2010 TENTANG BERITA DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 53 TAHUN 2010 PERATURAN BUPATI BANDUNG NOMOR 53 TAHUN 2010 TENTANG RINCIAN TUGAS, FUNGSI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN BANDUNG DENGAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebuah perusahaan melakukan proses produksi untuk menghasilkan

BAB I PENDAHULUAN. Sebuah perusahaan melakukan proses produksi untuk menghasilkan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan Sebuah perusahaan melakukan proses produksi untuk menghasilkan produk yang siap jual. Setelah menghasilkan produk yang siap jual, maka proses selanjutnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi yang masih ada hingga sampai saat ini. Kerugian material yang ditimbulkan

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi yang masih ada hingga sampai saat ini. Kerugian material yang ditimbulkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Erupsi Merapi yang terjadi pada bulan Oktober 2010 telah memberikan banyak pelajaran dan meninggalkan berbagai bentuk permasalahan baik sosial maupun ekonomi yang masih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Erupsi Gunung Merapi tahun 2010 yang lalu adalah letusan terbesar jika dibandingkan dengan erupsi terbesar Gunung Merapi yang pernah ada dalam sejarah yaitu tahun 1872.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang dalam keadaan tertentu dapat menghambat pembangunan nasional.

BAB I PENDAHULUAN. yang dalam keadaan tertentu dapat menghambat pembangunan nasional. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Negara Republik Indonesia memiliki kondisi geografis, geologis, hidrologis, dan demografis yang memungkinkan terjadinya bencana, baik yang disebabkan oleh faktor alam,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA Menurut Soewarno (1991), proses sedimentasi meliputi proses erosi, transportasi (angkutan), pengendapan (deposition) dan pemadatan (compaction) dari sedimentasi itu sendiri. Proses

Lebih terperinci

PENJADWALAN DISTRIBUSI KARUNG DENGAN METODE SAVINGS MATRIX DI PT. PERKEBUNAN NUSANTARA XI (PERSERO) PK. ROSELLA BARU SURABAYA SKRIPSI

PENJADWALAN DISTRIBUSI KARUNG DENGAN METODE SAVINGS MATRIX DI PT. PERKEBUNAN NUSANTARA XI (PERSERO) PK. ROSELLA BARU SURABAYA SKRIPSI PENJADWALAN DISTRIBUSI KARUNG DENGAN METODE SAVINGS MATRIX DI PT. PERKEBUNAN NUSANTARA XI (PERSERO) PK. ROSELLA BARU SURABAYA SKRIPSI Oleh : CHRISTIAN HARI TRIONO 0632010063 JURUSAN TEKNIK INDUSTRI FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Secara geografis Indonesia terletak di daerah khatulstiwa dan berada pada

BAB I PENDAHULUAN. Secara geografis Indonesia terletak di daerah khatulstiwa dan berada pada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Secara geografis Indonesia terletak di daerah khatulstiwa dan berada pada koordinat 95 0 BT-141 0 BT dan 6 0 LU-11 0 LS dengan morfologi yang beragam dari

Lebih terperinci

BAB 5 ANALISIS MODEL

BAB 5 ANALISIS MODEL BAB 5 ANALISIS MODEL 5.1. Solusi Model Model distribusi yang telah dikembangkan bertujuan untuk mencari alokasi logistik bencana ke setiap barak pengungsian, alokasi kendaraan yang digunakan, serta rute

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR KELAYAKAN SISTEM EVAKUASI KAWASAN RAWAN BENCANA LETUSAN GUNUNG MERAPI DI KABUPATEN SLEMAN

TUGAS AKHIR KELAYAKAN SISTEM EVAKUASI KAWASAN RAWAN BENCANA LETUSAN GUNUNG MERAPI DI KABUPATEN SLEMAN TUGAS AKHIR KELAYAKAN SISTEM EVAKUASI KAWASAN RAWAN BENCANA LETUSAN GUNUNG MERAPI DI KABUPATEN SLEMAN (Studi Kasus : KRB Gunung Merapi Kabupaten Sleman DIY) Diajukan Sebagai Syarat untuk Mencapai Jenjang

Lebih terperinci

KAJIAN MITIGASI BENCANA KEBAKARAN DI PERMUKIMAN PADAT (STUDI KASUS: KELURAHAN TAMAN SARI, KOTA BANDUNG)

KAJIAN MITIGASI BENCANA KEBAKARAN DI PERMUKIMAN PADAT (STUDI KASUS: KELURAHAN TAMAN SARI, KOTA BANDUNG) INFOMATEK Volume 18 Nomor 1 Juni 2016 KAJIAN MITIGASI BENCANA KEBAKARAN DI PERMUKIMAN PADAT (STUDI KASUS: KELURAHAN TAMAN SARI, KOTA BANDUNG) Furi Sari Nurwulandari *) Program Studi Perencanaan Wilayah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hindia dan Samudera Pasifik. Pada bagian Selatan dan Timur Indonesia terdapat

BAB I PENDAHULUAN. Hindia dan Samudera Pasifik. Pada bagian Selatan dan Timur Indonesia terdapat BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang terletak pada pertemuan empat lempeng tektonik, yaitu lempeng Benua Asia, Benua Australia, lempeng Samudera Hindia dan Samudera

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dan berada di jalur cincin api (ring of fire). Indonesia berada di kawasan dengan

I. PENDAHULUAN. dan berada di jalur cincin api (ring of fire). Indonesia berada di kawasan dengan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kawasan kepulauan Indonesia merupakan daerah pertemuan lempeng bumi dan berada di jalur cincin api (ring of fire). Indonesia berada di kawasan dengan curah hujan yang relatif

Lebih terperinci

Grand Desain Simulasi Bencana Merapi 2014 Solusi Perencanaan dan Pengelolaan Aspek Kesehatan Masyarakat Pengungsi

Grand Desain Simulasi Bencana Merapi 2014 Solusi Perencanaan dan Pengelolaan Aspek Kesehatan Masyarakat Pengungsi Grand Desain Simulasi... Muh Fauzi, Evika P.P, Agus I, Yunisa R.R, Febita R Grand Desain Simulasi Bencana Merapi 2014 Solusi Perencanaan dan Pengelolaan Aspek Kesehatan Masyarakat Pengungsi Muh Fauzi *),

Lebih terperinci

kerugian yang bisa dihitung secara nominal misalnya rusaknya lahan pertanian milik warga. Akibat bencana tersebut warga tidak dapat lagi melakukan pek

kerugian yang bisa dihitung secara nominal misalnya rusaknya lahan pertanian milik warga. Akibat bencana tersebut warga tidak dapat lagi melakukan pek EVALUASI PENDAPATAN MASYARAKAT UNTUK PENINGKATAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT PASCA BENCANA BANJIR LAHAR DI KALI PUTIH KABUPATEN MAGELANG Rosalina Kumalawati 1, Ahmad Syukron Prasaja 2 1 Dosen Program Studi

Lebih terperinci

Studi Pengaruh Lahar Dingin Pada Pemanfaatan Sumber Air Baku Di Kawasan Rawan Bencana Gunungapi (Studi Kasus: Gunung Semeru)

Studi Pengaruh Lahar Dingin Pada Pemanfaatan Sumber Air Baku Di Kawasan Rawan Bencana Gunungapi (Studi Kasus: Gunung Semeru) Studi Pengaruh Lahar Dingin Pada Pemanfaatan Sumber Air Baku Di Kawasan Rawan Bencana Gunungapi (Studi Kasus: Gunung Semeru) Disusun oleh: Anita Megawati 3307 100 082 Dosen Pembimbing: Ir. Eddy S. Soedjono.,Dipl.SE.,MSc.,

Lebih terperinci

WALIKOTA YOGYAKARTA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 83 TAHUN 2017

WALIKOTA YOGYAKARTA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 83 TAHUN 2017 WALIKOTA YOGYAKARTA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 83 TAHUN 2017 TENTANG PENJABARAN FUNGSI DAN RINCIAN TUGAS BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

LAMPIRAN VII PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN SLEMAN TAHUN

LAMPIRAN VII PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN SLEMAN TAHUN Lampiran VII PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR TAHUN 2011 LAMPIRAN VII PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN SLEMAN TAHUN 2011 2031 MATRIK

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI A. Masyarakat Tangguh Bencana Berdasarkan PERKA BNPB Nomor 1 Tahun 2012 tentang Pedoman Umum Desa/Kelurahan Tangguh Bencana, yang dimaksud dengan Desa/Kelurahan Tangguh Bencana adalah

Lebih terperinci

Program : Pelayanan Administrasi Perkantoran

Program : Pelayanan Administrasi Perkantoran BELANJA LANGSUNG NO URUSAN PROGRAM / KEGIATAN 1 Kesatuan Bangsa dan Politik Dalam Negeri 1. Program : Pelayanan Administrasi Perkantoran 01. Penyediaan Jasa Administrasi Keuangan 02. Penyediaan Makanan

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. Berdasarkan hasil uraian pada bab-bab sebelumnya, maka dari penelitian ini

BAB V PENUTUP. Berdasarkan hasil uraian pada bab-bab sebelumnya, maka dari penelitian ini BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil uraian pada bab-bab sebelumnya, maka dari penelitian ini dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Koramil 02 Penjaringan sebagai bagian dari Muspika Kecamatan

Lebih terperinci

LAPORAN RESMI MODUL II DYNAMIC PROGRAMMING

LAPORAN RESMI MODUL II DYNAMIC PROGRAMMING LABORATORIUM STATISTIK DAN OPTIMASI INDUSTRI FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL VETERAN JAWA TIMUR LAPORAN RESMI MODUL II DYNAMIC PROGRAMMING I.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. empat lempeng raksasa, yaitu lempeng Eurasia, lempeng Hindia-Australia,

BAB I PENDAHULUAN. empat lempeng raksasa, yaitu lempeng Eurasia, lempeng Hindia-Australia, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang terletak pada pertemuan empat lempeng raksasa, yaitu lempeng Eurasia, lempeng Hindia-Australia, lempeng Pasifik dan lempeng

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Transportasi atau pengangkutan adalah suatu kegiatan yang penting bagi kegiatan kita pada umumnya, dan pada kegiatan industri pada khususnya. Transportasi atau pengangkutan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari 30 gunung api aktif terdapat di Indonesia dengan lereng-lerengnya dipadati

BAB I PENDAHULUAN. dari 30 gunung api aktif terdapat di Indonesia dengan lereng-lerengnya dipadati BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Indonesia adalah negara yang kaya akan gunung api dan merupakan salah satu negara yang terpenting dalam menghadapi masalah gunung api. Tidak kurang dari 30

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN MODEL SIG UNTUK MENENTUKAN RUTE EVAKUASI BENCANA BANJIR (Studi Kasus: Kec. Semarang Barat, Kota Semarang) TUGAS AKHIR

PENGEMBANGAN MODEL SIG UNTUK MENENTUKAN RUTE EVAKUASI BENCANA BANJIR (Studi Kasus: Kec. Semarang Barat, Kota Semarang) TUGAS AKHIR PENGEMBANGAN MODEL SIG UNTUK MENENTUKAN RUTE EVAKUASI BENCANA BANJIR (Studi Kasus: Kec. Semarang Barat, Kota Semarang) TUGAS AKHIR Oleh: ARGO MULYANTO L2D 004 299 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS

Lebih terperinci