Model Kebijakan Distribusi Bantuan Dan Penentuan Jalur Evakuasi Korban Bencana Gunung Merapi

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Model Kebijakan Distribusi Bantuan Dan Penentuan Jalur Evakuasi Korban Bencana Gunung Merapi"

Transkripsi

1 Seminar Nasional IDEC 2014 ISBN: xxxx-xxxx Surakarta,20 Mei 2014 Model Kebijakan Distribusi Bantuan Dan Penentuan Jalur Evakuasi Korban Bencana Gunung Merapi Azizah Aisyati 1, Aditya Respati 2, Wakhid Ahmad Jauhari 3, Pringgo Widyo Laksono 3 1,2,3 Jurusan Teknik Industri, Fakultas Teknik, Universitas Sebelas Maret Jl. Ir Sutami 36 A Surakarta Telp: aisyati@yahoo.com, aditya.respati.p@gmail.com, wakhid_aj@yahoo.com ABSTRAKS Proses distribusi bantuan pada saat terjadinya bencana alam seperti, gunung meletus, gempa dan banjir menjadi faktor penting yang harus diperhatikan Pemerintah dan masyarakat yang terkait. Seringkali proses distribusi bantuan tidak direncanakan dengan baik, sehingga memunculkan beberapa masalah seperti pendistribusian bantuan yang tidak merata. Pada kasus meletusnya Gunung Merapi, didapati banyak pengungsi yang tidak mendapatkan bantuan padahal pasokan barang bantuan di gudang logistik masih tersedia cukup. Melihat kenyataan tersebut, proses pendistribusian bantuan perlu direncanakan dengan baik agar distribusi dapat berjalan dengan efisien dan setiap pengungsi mendapatkan bantuan sesuai kebutuhannya. Penelitian ini membahas tentang pengembangan model distribusi bantuan bencana dari gudang pemasok ke lokasi pengungsian. Tahapan penelitian diawali dengan melakukan karakterisasi sistem. Tahapan selanjutnya adalah proses pengembangan model matematis. Setelah model dikembangkan maka selanjutnya dikembangkan cara pencapaian solusi model. Tahap terakhir dari penelitian ini adalah analisis model dan penarikan kesimpulan. Model yang dihasilkan pada penelitian ini diharapkan dapat menghasilkan kebijakan distribusi bantuan saat bencana yang meliputi: jumlah distribusi barang dari gudang pemasok ke barak permanen, jumlah distribusi barang dari barak permanen ke barak sementara dan alokasi pengungsi dari lokasi bencana ke barak sementara. Kata Kunci: Distribusi Bantuan, Evakuasi, Gunung Merapi, Barak Permanen, Barak Sementara 1. LATAR BELAKANG Indonesia merupakan salah satu negara yang terletak pada zona rawan bencana karena secara geologis terletak pada pertemuan tiga lempeng/kulit bumi aktif yaitu lempeng Indo- Australia, lempeng Euro-Asia, dan lempeng Pasifik yang bergerak dan saling bertumbukan sehingga menimbulkan jalur gempa bumi dan rangkaian gunung api aktif(bnpb, 2010). Secara historis letusan gunung api merupakan bencana yang menyebabkan timbulnya korban jiwa terbesar kedua di Indonesia setelah gempa bumi dan tsunami. Gunung Merapi merupakan salah satu gunung berapi yang paling aktif di Indonesia karena siklus meletusnya antara 2 sampai 7 tahun sekali. Gunung yang terletak di perbatasan Provinsi Jawa Tengah dan D.I. Yogyakarta ini memiliki potensi bahaya yang besar ketika meletus. Tercatat Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) pada erupsi merapi tahun 2010 jumlah korban meninggal sebanyak 374 jiwa dan jumlah pengungsi sebanyak jiwa. Bencana tersebut juga menyebabkan aktivitas warga yang terdampak letusan Merapi menjadi lumpuh dan menerima kerugian materi yang sangat besar. Perencanaan mitigasi yang efektif sangat diperlukan untuk meminimalisasi kerugian yang terjadi saat bencana Gunung Merapi.Mitigasi, menurut Undang - Undang Penanggulangan Bencana Nomor 24 Tahun 2007, merupakan serangkaian upaya untuk mengurangi resiko bencana, 1

2 baik melalui pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan kemampuan menghadapi ancaman bencana. Selain itu, juga bertujuan untuk mengurangi dan mencegah risiko kehilangan jiwa serta perlindungan terhadap harta benda. Upaya perencanaan mitigasi pada letusan Gunung Merapi pada tahun 2010 tidak berjalan baik pada lokasi yang terdampak letusan Merapiterutama di wilayahkawasanrawanbencana III (KRB III) di Kabupaten Klaten seperti Desa Balerante, DesaPanggang, Desa Sidorejo, Desa Tlogowatu dan Desa Tegalmulyo. Upaya perencanaan mitigasi tersebut tidak berjalan baik dikarenakan adanya distribusi bantuan logistik yang belum memenuhi kebutuhan korban bencana letusan Gunung Merapi. Hal ini dibuktikan dengan adanya ketidak merataan distribusi bantuan terutama pada barak yang berlokasi di Bawukan dan sekitarnya. Jika hal ini terus berlanjut dan tidak terselesaikan maka akan timbul permasalahan seperti kelaparan dan penyakit. Dari permasalahan di atas perlu dibuat perencanaan mitigasi bencana yang sesuai untuk dapat memenuhi kebutuhan korban bencana letusan Merapi. Dalam usaha memenuhi kebutuhan korban bencana juga diperlukan adanya alokasi bantuan yang tepat dan sesuai agar distribusi merata dan tidak menumpuk di barak tertentu dengan criteria meminimalkan biaya evakuasi dan distribusi. Penelitian-penelitian yang terkait dengan aktivitas perencanaan mitigasi bencana di antaranya adalah penelitian Balcik dan Beamon (2008)denganmengembangkan model yang bertujuan memaksimasi manfaat yang bisa diberikan kepada individu yang terkena dampak bencana dengan menentukan jumlah dan lokasifasilitas. Azlia (2010) mengembangkan model yang bertujuanuntuk menentukan lokasi fasilitas gudang kesiapsiagaan untuk persiapan menghadapi bencana alam dengan mempertimbangkan kerentanan suatu wilayah terhadap bencana, pusat distribusi, serta jumlah persediaan tiap-tiap pusat distribusi yang didirikan.nugraha dan Halim (2012) mengembangkan model untuk menentukan lokasi barak pengungsian, lokasi gudang pemasok barang bantuan serta cakupan pelayanannya dengan kriteria meminimumkan total biaya. Untuk menjawab solusi permasalahan yang ada, maka perlu dikembangkan model untuk menentukan alokasi evakuasi pengungsi dan distribusi bantuan ke lokasi barak pengungsian dengan criteria meminimalkan total biaya evakuasi dan distribusi sesuai dengan tingkatan status GunungMerapi. Pada penelitian ini akan mengembangkan model dasar dari Nugraha dan Halim (2012). Pada penelitian Nugraha dan Halim (2012) menghasilkan model untuk menentukan lokasi barak pengungsian, lokasi gudang pemasok barang bantuan serta cakupan pelayanannya dengan kriteria meminimumkan total biaya. Padap enelitian tersebut belum menyampaikan model yang sesuai dengan tingkatan aktivitas Gunung Merapi. Tingkatan Gunung Merapi dibagi menjadi 4 yaitu normal, waspada, siaga, dan awas. Status normal menandakan Gunung Merapi tidak ada gejala aktivitas magma. Status waspada menandakan adanya kenaikan aktifitasgunungmerapidiatas level normal. Status siaga menandakan Gunung Merapi sedang bergerak ke arah letusan atau menimbulkan bencana sedangkan status awas menandakan Gunung Merapi segera atau sedang meletus. Penanggulangan bencana letusan Gunung Merapi melibatkan dua tingkatan aktivitas Gunung Merapi yaitu pada tingkatan awas dan siaga serta pasca bencana karena ketiga situasi tersebut terjadi aliran distribusi logistic dan evakuasi pengungsi. Pengembangan model pada penelitian ini akan diterapkan pada tingkatan aktivitas gunung berapi siaga dan awas serta pasca bencana. 2. STUDI LITERATUR a) Humanitarian Logistics Humanitarian logistics atau emergency logistics menurut Thomas dan Kopczak (2005) dapat diartikan sebagai proses perencanaan, penerapan, pengawasan, pengendalian dan pengaliran maupun penyimpanan berbagai barang dan material maupun informasi yang efektif maupun efisien dari sisi biaya, dari titik asal hingga sampai ke titik penggunaan (oleh para korban bencana), dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan para pengguna tersebut. Kebutuhankebutuhan riil berikut ini di dalam kaitannya dengan logistik bencana: 1. Penentuan lokasi pusat distribusi bantuan maupun lokasi pengungsian sementara 2. Penentuan skema alokasi bantuan (baik berupa barang maupun tenaga medis/ paramedis) secara efektif dan efisien 3. Perancangan jaringan distribusi bantuan yang mampu meningkatkan kinerja pemberian bantuan di masa mendatang 2

3 4. Penggunaan teknologi informasi dan komunikasi di dalam membantu meningkatkan efisiensi dan efektivitas dari berlangsungnya tiga aktivitas pertama Thomas dan Kopczak (2005) mengemukakan alasan-alasan berikut mengenai pentingnya logistik bencana: 1. Logistik bencana amatlah krusial dalam kaitannya dengan efektivitas dan kecepatan respons dari program-program bantuan bencana, misalnya kesehatan, makanan, lokasi bagi para pengungsi, air, dan sanitasi 2. Penyediaan dan transportasi bantuan bagi korban bencana merupakan salah satu bagian paling mahal di dalam upaya-upaya pemberian bantuan; dan 3. Data yang tersimpan baik dari berlangsungnya logistik bencana amat berguna sebagai bahan kajian pasca-bencana. 2.2 Model Humanitarian Logistics Penelitian untuk menentukan lokasi fasilitas dan posisi persediaan telah dilakukan Balcik dan Beamon (2008). Penelitian mereka adalah mengembangkan model yang bertujuan memaksimasi manfaat yang bisa diberikan kepada individu yang terkena dampak bencana dengan menentukan jumlah dan lokasi pusat distribusi, serta jumlah persediaan tiap-tiap pusat distribusi yang didirikan. Dengan fungsi tujuan sebagai berikut : dimana P s : Probabilitas kejadian dari skenario bencana s d sk : Demand barang jenis k yang dibutuhkan pada skenario bencana s w k : Berat kritis dari barang jenis k α l k : Tingkat cakupan berat f sjk : proporsi permintaan barang jenis k yang sesuai dengan pusat distribusi j dalam skenario bencana s Penelitian lain dilakukan oleh Nugraha dan Halim (2012) dengan mengembangkan model adalah untuk menentukan lokasi barak pengungsian, lokasi gudang pemasok barang bantuan serta cakupan pelayanannya dengan kriteria meminimumkan total biaya. Dengan fungsi tujuan sebagai berikut : (1) = + + ( ( )) (2) dimana V k : Jumlah penduduk pada lokasi bencana k (orang) P i : Kapasitas gudang pemasok i (unit) R aij : Jarak antara lokasi gudang pemasok i ke barak pengungsian j (km) R bkj : Jarak antara lokasi bencana k ke barak pengungsian j, (km) H a : Biaya untuk mendistribusikan 1 unit bantuan dari gudang pemasok i ke barak pengungsian j (Rp/unit per km) H b : Biaya untuk mengevakuasi 1 orang pengungsi dari lokasi bencana k ke barak pengungsian j (Rp/orang per km) F j : Biaya untuk mendirikan barak pengungsian pada lokasi j (Rp) U j : Kapasitas barak pengungsian yang akan didirikan pada lokasi j (orang) B : Kebutuhan bantuan untuk 1 orang pengungsi (1 unit/orang) Dengan variabel keputusan 1 jika barak pengungsian didirikan pada lokasi j Z j = 3

4 X ij = Y kj = 1 jika barak pengungsian j disuplai oleh gudang pemasok i 1 jika barak pengungsian j dipilih untuk mengevakuasi orang dari lokasi bencana k Dengan Pembatas, (3) =1 (4) = (5) 0 (6) ( ( )). (7) + 1,, (8),, (9),, (10),, = 0,1,, (11) c) Gambaran Sistem Sistem pada manajemen bencana letusan Gunung Merapi sangat ditentukan oleh tingkatan status Gunung Merapi. Tingkatan status Gunung Merapi di bagi menjadi 4. Tingkatan yang pertama yaitu status normal dimana tidak ada gejala aktivitas tekanan magma dan penduduk masih bisa beraktivitas di Kawasan Rawan Bencana (KRB) Gunung Merapi. Tingkatan yang kedua yaitu status waspada, status initerdapat kenaikan aktivitas Gunung Merapi dengan adanya peningkatan aktivitas seismik dan kejadian vulkanis lainnya. Pada status waspada Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) akan memberikan sosialisasi terhadap penduduk yang berada di kawasan rawan bencana agar penduduk mengetahui adanya peningkatan aktivitas Gunung Merapi. Tingkatan yang ketiga yaitu status siaga. Status siaga menandakan Gunung Merapi sedang bergerak ke arah letusan atau menimbulkan bencana. Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) pada kondisi ini diwajibkan untuk menyiapkan sarana darurat seperti barak sementara untuk pengungsi. BPBD juga memberikan penyuluhan dan ajakan untuk mengungsi ke barak sementara yang sudah disiapkan agar resiko kerugian seperti kehilangan jiwa dan harta benda dapat berkurang. Tingkatan yang terakhir yaitu status awas menandakan Gunung Merapi segera atau sedang meletus. Letusan pembukaan dimulai dengan abu dan asap dan letusan berpeluang terjadi dalam waktu 24 jam. Tindakan yang dilakukan oleh BPBD adalah mengosongkan Kawasan Rawan Bencana terutama Kawasan Rawan Bencana III dan II karena kawasan tersebut sangat berpeluang menerima lava pijar dan awan panas. Selain itu BPBD juga memberikan koordinasi kepada pengungsi yang berada di Kawasan Rawan Bencana III dan II agar mengungsi ke barak permanen yang berada di luar kawasan rawan bencana. Untuk yang berada di kawasan rawan bencana I diharapkan untuk menjauh dari sungai agar tidak terkena banjir lahar dingin. Aliran distribusi bantuan logistik dan evakuasi juga dipengaruhi dari tingkatan status Gunung Merapi. Pada penelitian ini,distribusi bantuan logistik dan evakuasi difokuskan pada status siaga dan awas. Pada Tingkatan status Gunung Merapi siaga aliran distribusi bantuan logistik berawal dari sumbangan organisasi pemerintah, LSM, Masyarkat individual, perusahaan, dan luar negeri diterima dan dicatat oleh Badan Penangulangan Bencana Daerah (BPBD) sebagai gudang pemasok. Kemudian BPBD mengirimkan bantuan logistik ke barak permanen yang berada di luar 4

5 kawasan rawan bencana. Barak permanen akan menyimpan sebagian dari bantuan logistik tersebut sebagai stok dan sebagian mengirimkan ke barak sementara yang berada di kawasan rawan bencana I. Barak permanen tersebut dapat mengirimkan bantuan logistik ke berbagai lokasi barak sementara dengan memperhatikan kriteria jarak antar barak permanen dengan barak sementara yang paling dekat dan kapasitas bantuan logistik maksimal yang disesuaikan dengan kapasitas manusia dari barak sementara. Aliran evakuasi pada tingkatan status Gunung Merapi siaga berawal dari lokasi-lokasi bencana yang berada di kawasan rawan bencana III dengan penyuluhan dan sosialisasi dari BPBD maka diharapkan penduduk mengungsi ke barak sementara agar mengurangi resiko kerugian yang timbul dari bencana Gunung Merapi. Penduduk dapat memilih barak sementara dengan kriteria jarak terpendek antara tempat tinggal penduduk yang berada di lokasi bencana dengan barak sementara yang telah disiapkan dan kapasitas manusia maksimal yang bisa ditampung dalam barak sementara. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada Gambar 1. Gambar 1. AliranDistribusi Bantuan Logistik dan Evakuasi pada Status Siaga Keterangan : : Aliran distribusi bantuan logistik : Aliran evakuasi Pada Tingkatan status Gunung Merapi awas hampir sama dengan status Gunung Merapi siaga namun dengan adanya peningkatan tingkatan status Gunung Merapi maka diharapkan pengungsi mengevakuasi dari barak sementara ke daerah yang benar-benar aman yaitu pada barak permanen yang berada di luar kawasan rawan bencana. Barak permanen dapat menampung pengungsi dari beberapa barak sementara dengan memperhatikan kapasitas maksimal dari barak permanen. Sementara itu distribusi bantuan logistik dipusatkan ke barak permanen. Untuk lebih jelas bisa dilihat pada Gambar 2. 5

6 Gambar 2. AliranDistribusi Bantuan Logistik dan Evakuasi pada Status Awas Keterangan : : Aliran distribusi bantuan logistik : Aliran evakuasi 3. PENGEMBANGAN MODEL Penelitian ini mengembangkan model berdasarkan hasil dari penelitian Nugraha dan Halim (2012) yaitu dengan menambahkan satu tahap distribusi dan evakuasi dengan adanya barak permanen dan barak sementara. Barak permanen merupakan tempat penampungan akhir bagi pengungsi saat tingkatan Gunung Merapi pada status awas. Barak permanen berlokasi di daerah non KRB, didirikan oleh petugas BPBD berupa gedung beserta fasilitas yang berguna bagi pengungsi saat terjadinya letusan Gunung Merapi. Sedangkan barak sementara merupakan tempat penampungan sementara bagi pengungsi saat tingkatan Gunung Merapi pada status siaga dan pasca bencana.barak sementara sebagian besar berlokasi di KRB III, didirikan oleh petugas BPBD berupa tenda-tenda penampungan yang memiliki sedikit fasilitas. Pada penelitian ini tingkatan status Gunung Merapi yang diamati adalah pada status siaga dan awas. a) Pengembangan Model pada Status Siaga Dilihat dari tingkatan Gunung Merapi pada status siaga. Formulasi awal untuk menentukan minimasi total biaya evakuasi dan distribusi adalah dengan menjumlahkan biaya evakuasi dari lokasi bencana ke barak sementara, biaya distribusi gudang pemasok ke barak permanen, dan biaya distribusi barak permanen ke barak sementara. 1) Biaya Evakuasi dari Lokasi Bencana ke Barak Sementara Biaya evakuasi pada status siaga diperoleh berdasarkan perkalian antara Biaya untuk mengevakuasi 1 orang pengungsi dari lokasi bencana ke barak sementara (Rp/orang per km), jarak tempuh terpendek yang dilalui pengungsi dari lokasi bencana ke barak sementara (km) dan jumlah pengungsi yang berevakuasi ke barak sementara (orang). Jika diketahui titik lokasi bencana adalah l dan titik lokasi barak sementara adalah k sedangkan jumlah penduduk pada lokasi bencana l adalah V l, jarak antara lokasi bencana l ke barak sementara 6

7 k dan biaya evakuasi 1 orang pengungsi dari lokasi l ke barak sementara k adalah Hc lk, maka kapasitas pengungsi yang dapat ditampung di barak sementara adalah : Dimana : Uk K 0 = 0,1 (12) : Kapasitas barak sementara k (orang) : Jumlah barak sementara 1 jika barak sementara k dipilih untuk mengevakuasi Y lk = orang dari lokasi bencana l Total biaya evakuasi pada status siaga didapatkan model sebagai berikut : 2) Biaya Distribusi dari Barak Permanen ke Barak Sementara Biaya distribusi dari barak permanen ke barak sementara pada status siaga diperoleh dengan mengalikan biaya untuk mendistribusikan 1 unit bantuan dari barak permanen j ke barak sementara k (Hb jk ), jarak tempuh dari barak permanen ke barak sementara (Rb jk ) dan jumlah penduduk yang mengungsi di barak sementara (V l ). (13) X jk = ( )) (14) 1 Jika barak sementara k disuplai barak permanen j Variabel keputusan X jk ini juga harus menyesuaikan dari jumlah penduduk yang mengungsi ke masing-masing barak sementara.sehingga dibutuhkan pembatas untuk menunjukan bahwa kebutuhan distribusi perunit harus sesuai dengan jumlah penduduk yang mengungsi ke barak sementara dan tidak boleh melebihi kapasitas barak permanen. dimana : ( ( )). (15), = 0,1,, Pj : Kapasitas Barak Permanen j (unit) B : kebutuhan bantuan untuk 1 orang pengungsi (unit/orang) 3) Biaya Distribusi dari Gudang Pemasok ke Barak Permanen Biaya distribusi dari gudang pemasok ke barak sementara pada status siaga diperoleh dengan mengalikan biaya untuk mendistribusikan 1 unit bantuan dari gudang pemasok ke barak permanen Ha ij, jarak tempuh dari gudang pemasok ke barak permanen Ra ij dan jumlah penduduk yang akan mengungsi di barak permanen V l. Sehingga biaya distribusi dari gudang pemasok ke barak permanen pada status siaga dapat dimodelkan sebagai berikut : ( ( )) (16) 1 Jika barak permanen j disuplai gudang pemasok i Z ij = Batasan untuk menunjukan bahwa kebutuhan distribusi perunit harus sesuai dengan jumlah penduduk yang mengungsi ke barak permanen dan tidak boleh melebihi kapasitas gudang pemasok adalah: 7

8 ( ( ( ))). (17), = 0,1,, Keterangan : Pi : Kapasitas Gudang Pemasok i (unit) B : kebutuhan bantuan untuk 1 orang pengungsi (unit/orang) Jumlah penduduk yang mengungsi ke barak permanen dinotasikan dengan ( )). Dimana merupakan jumlah penduduk yang mengungsi ke barak sementara dan W kj merupakan variabel keputusan untuk menentukan barak permanen j dipilih untuk mengevakuasi orang dari lokasi barak sementara k. 1 jika barak permanen j dipilih untuk mengevakuasi W kj = orang dari lokasi barak sementara k 0 Jika tidak Dari ketiga komponen yang menyusun total biaya evakuasi dan distribusi digabungkan ke dalam satu fungsi tujuan. Min total biaya = biaya evakuasi dari lokasi bencana ke barak sementara + biaya distribusi barak permanen ke barak sementara + biaya distribusi gudang pemasok ke barak permanen Fungsi Tujuan = + + ( )) ( ( )) (18) Pembatas 0 ( ( ( ))). ( ( )).,,, = 0,1,,, b) Pengembangan Model pada Status Awas Formulasi awal untuk menentukan minimasi total biaya evakuasi dan distribusi tingkatan Gunung Merapi pada status awas adalah dengan menjumlahkan biaya evakuasi dari barak sementara ke barak permanen dan biaya distribusi gudang pemasok ke barak permanen. 1) Biaya Evakuasi dari Barak Sementara ke Barak Permanen Biaya evakuasi pada status awas diperoleh berdasarkan perkalian antara biaya untuk mengevakuasi 1 orang pengungsi dari barak sementara ke barak permanen Hd jk, jarak tempuh terpendek yang dilalui pengungsi dari barak sementara ke barak permanen Rb jk dan jumlah pengungsi yang berevakuasi ke barak permanen V l. Sehingga formulasi biaya evakuasi dari barak sementara ke barak permanen adalah: 8

9 ( ( )) (19) W kj = 1 jika barak permanen j dipilih untuk mengevakuasi orang dari lokasi barak sementara k 0 Jika tidak Kapasitas pengungsi yang bisa di tampung di masing-masing barak permanen adalah : ( ) 0 (20), = 0,1, dimana : U j : Kapasitas barak permanen j (orang) 2) Biaya Distribusi dari Gudang Pemasok ke Barak Permanen Biaya distribusi dari gudang pemasok ke barak sementara pada status awas sama seperti pada status siaga yaitu diperoleh dengan mengalikan biaya untuk mendistribusikan 1 unit bantuan dari gudang pemasok ke barak permanen Ha ij, jarak tempuh dari gudang pemasok ke barak permanen Ra ij dan jumlah penduduk yang akan mengungsi di barak permanen V l. Sehingga biaya distribusi dari gudang pemasok ke barak permanen pada status awas dapat dimodelkan sebagai berikut : ( ( )) 1 jika barak permanen j disuplai gudang pemasok i Z ij = Pembatas untuk menunjukan bahwa kebutuhan distribusi perunit harus sesuai dengan jumlah penduduk yang mengungsi ke barak permanen dan tidak boleh melebihi kapasitas gudang pemasok adalah: ( ( ( )))., = 0,1,, dimana : Pi : Kapasitas Gudang Pemasok i (unit) B : kebutuhan bantuan untuk 1 orang pengungsi (unit/orang) W kj merupakan variabel keputusan untuk menentukan barak permanen j dipilih untuk mengevakuasi orang dari lokasi barak sementara k. 1 jika barak permanen j dipilih untuk mengevakuasi W kj = orang dari lokasi barak sementara k 0 Jika tidak Dari kedua komponen yang menyusun total biaya evakuasi dan distribusi pada status awas digabungkan ke dalam satu fungsi tujuan. Min total biaya = biaya distribusi gudang pemasok ke barak permanen + biaya evakuasi barak sementara ke barak permanen Fungsi Tujuan = ( ( )) + ( 9 ( )) (21)

10 Pembatas ( ) 0 ( ( ( ))).,, = 0,1,, 4. HASIL PENGEMBANGAN MODEL Pengembangan model yang telah dilakukan menghasilkan model yang mangandung perkalian dua variabel biner sehingga menyebabkan fungsi tidak linear dan model tidak menghasilkan solusi global optimal. Oleh karena itu fungsi harus di linearkan dengan mengganti dua variabel biner dengan variabel biner yang baru (Smith dan Taskin, 2007). a) Model Status Siaga Setelah dilakukan linearisasi model Sehingga fungsi tujuan yang menyusun total biaya evakuasi dan distribusi pada status siaga menjadi : Fungsi Tujuan = + + (22) Pembatas dari fungsi tujuan yang menyusun total biaya evakuasi dan distribusi pada status siaga menjadi : 0 + 1,,,,,,,, = 0,1,, + 1,,,,,,,, = 0,1,, + + 2,,,,,,,,,,,,, = 0,1,,, b) Model Status Awas Hasil linearisasi model pada status awas adalah menjadi: Fungsi Tujuan = + Dengan pembatas 0 (23) 10

11 + 1,,,,,,,, = 0,1,, + 1,,,,,,,, = 0,1,, + + 2,,,,,,,,,,,,, = 0,1,,, c) Penentuan Solusi Optimal pada Kasus Letusan Gunung Merapi Tahun 2010 Pada status siaga penduduk KRB III akan mengungsi ke barak sementara yang telah disediakan. Setiap barak sementara memiliki kapasitas tampung 3200 pengungsi dan 3200 unit bantuan. Jarak antara lokasi bencana dan barak sementara dan jumlah jiwa pada lokasi bencana dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Jarak Lokasi Bencana dari Barak Sementara dan Jumlah Jiwa di KRB III Lokasi Bencana Balerante Sidorejo Panggang Tlogowatu Tegalmulyo Kepurun Bawukan Dompol Keputran Jumlah Jiwa Sumber : BPBD Klaten, 2012 Lokasi gudang pemasok ditempatkan di kantor BPBD Klaten. Barak permanen di Jarak Barak Sementara dari lokasi Bencana (km) tempatkan di beberapa desa seperti Demak Ijo, Menden, dan Kebondalem Lor. Diketahui masingmasing barak permanen memiliki kapasitas sebesar 4300 orang dan 4300 unit bantuan. Kebutuhan bantuan untuk 1 orang pengungsi sebanyak 1 unit/orang. Jarak antara gudang pemasok dengan barak permanen dijelaskan melalui Tabel 2. Distribusi bantuan pada status Merapi siaga dilanjutkan dari barak permanen ke barak sementara. Bantuan tersebut akan diterima pengungsi di barak sementara dan diketahui jarak antara barak permanen dengan barak sementara adalah seperti pada Tabel 3. Tabel 2. Jarak Gudang Pemasok dengan Barak Permanen (Km) Barak Permanen (km) Demak Ijo Menden Kebondalem Lor Gudang Pemasok Barak Sementara Tabel 3. Jarak Barak Sementara dengan Barak Permanen (Km) Barak Permanen Demak Ijo Menden Kebondalem Lor Kepurun Bawukan Dompol Keputran Pada Status awas pengungsi dari barak sementara akan mengungsi ke barak permanen, sedangkan distribusi bantuan hanya dikirim dari gudang pemasok ke barak permanen. Dengan asumsi bantuan yang diterima di barak sementara sudah habis. Diketahui biaya evakuasi adalah sebesar Rp 1500/km/orang dan biaya distribusi sebesar Rp 1500/km/unit. Solusi optimal aliran distribusi dan evakuasi pada Status Siaga menggunakan software Excel Solver adalah seperti pada Gambar 3. Sehingga diperlukan total biaya evakuasi dan distribusi minimum sebesar Rp ,00. Solusi optimal aliran distribusi dan evakuasi pada 11

12 Status Siaga menggunakan software Excel Solver adalah seperti pada Gambar 4. Hal ini memerlukan total biaya evakuasi dan distribusi minimum sebesar Rp Gambar 3. Solusi optimal aliran distribusi dan evakuasi pada Status Siaga Gambar 4. Solusi optimal aliran distribusi dan evakuasi pada Status Awas 12

13 5. KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian ini dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: a. Diperoleh model alokasi distribusi dan evakuasi pengungsi dengan mempertimbangkan 2 stage aliran distribusi yaitu dari gudang pemasok ke barak permanen dan dari barak permanen ke barak sementara dan 2 stage aliran evakuasi yaitu dari lokasi bencana ke barak sementara dan barak sementara ke barak permanen tergantung dari tingkatan status gunung Merapi b. Berdasarkan kasus letusan Gunung Merapi Tahun 2010, model menghasilkan total biaya distribusi dan evakuasi pada status siaga sebesar Rp dan pada status awas sebesar Rp PUSTAKA Azlia, W., 2010, Model Penentuan Lokasi Fasilitas Gudang Kesiapsiagaan untuk Bencana Alam dengan Mempertimbangkan Faktor Kerentanan Wilayah. Tesis Magister. Fakultas Teknologi Industri Institut Sepuluh November Surabaya. Balcik, B.M. & Beamon, B., 2004, Facility Location in Humanitarian Relief. International Journal of Logistics:Research and Applications Vol. 11, No. 2, April 2008, Cozzolino, A., 2012, Chapter 2 :Humanitarian Logistics and Supply Chain Management, SpringerBriefs in Business. Hillier, F. S. and Lieberman, G. J. (2001). Introduction to Operations Research. McGraw-Hill, 8th edition. Nugraha, I.S dan Halim, A. H., 2012, Model Penentuan Lokasi Barak Pengungsian dan Gudang Pemasok Dalam Penanggulangan Bencana Alam. Prosiding Seminar Sistem Produksi X, Bandung. Smith, J.C. dan Taskin, Z.C. (1999). A Tutorial Guide to Mixed-Integer Programming Models and Solution Techniques. Department of Industrial and Systems Engineering, University of Florida, Gainesville, FL Thomas, A. & Kopczak, L., 2005, From logistics to supply chain management: The path forward in the humanitarian sector, white paper, Fritz Institute, San Francisco, CA. Tondobala, L., 2011, Pemahaman Tentang kawasan Rawan Bencana Dan Tinjauan Terhadap Kebijakan dan Peraturan Terkait. Jurnal sabua Vol. 3, no.1, Mei 2011, UU No 24 tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana, Badan Nasional Penanggulangan Bencana 13

BAB V ANALISIS 5.1 Analisis Evakuasi

BAB V ANALISIS 5.1 Analisis Evakuasi BAB V ANALISIS Pada bab ini dilakukan analisis terhadap proses dan hasil pengembangan model yang sudah dibuat. 5.1 Analisis Evakuasi Berdasarkan pengembangan model yang dilakukan untuk menentukan total

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Gunung Merapi merupakan gunung api tipe strato, dengan ketinggian 2.980 meter diatas permukaan laut. secara geografis terletak pada posisi 7 32.5 Lintang Selatan dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki karakteristik bencana yang kompleks, karena terletak pada tiga lempengan aktif yaitu lempeng Euro-Asia di bagian utara, Indo-Australia di bagian

Lebih terperinci

Skripsi Sebagai Persyaratan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Teknik ADITYA RESPATI PRABOWO I

Skripsi Sebagai Persyaratan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Teknik ADITYA RESPATI PRABOWO I PENGEMBANGAN MODEL UNTUK MENENTUKAN DISTRIBUSI BANTUAN LOGISTIK DAN EVAKUASI PENGUNGSI DENGAN KRITERIA MEMINIMUMKAN TOTAL BIAYA DISTRIBUSI DAN EVAKUASI DALAM PENANGGULANGAN BENCANA LETUSAN GUNUNG MERAPI

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia terletak pada pertemuan 3 lempeng yaitu, lempeng Asia, lempeng Australia, dan lempeng Pasifik. Lempeng tersebut bergerak aktif dan bertumbukan sehingga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Secara geografis Indonesia terletak di daerah khatulistiwa dan melalui

BAB I PENDAHULUAN. Secara geografis Indonesia terletak di daerah khatulistiwa dan melalui BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Secara geografis Indonesia terletak di daerah khatulistiwa dan melalui garis astronomis 93⁰BT-141 0 BT dan 6 0 LU-11 0 LS. Dengan morfologi yang beragam dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. samudra Hindia, dan Samudra Pasifik. Pada bagian selatan dan timur

BAB I PENDAHULUAN. samudra Hindia, dan Samudra Pasifik. Pada bagian selatan dan timur BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Secara geografis Indonesia merupakan Negara kepulauan yang terletak pada pertemuan tiga lempeng tektonik yaitu lempeng benua Eurasia, lempeng samudra Hindia,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. termasuk wilayah pacific ring of fire (deretan Gunung berapi Pasifik), juga

BAB I PENDAHULUAN. termasuk wilayah pacific ring of fire (deretan Gunung berapi Pasifik), juga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara yang terletak pada zona rawan bencana. Posisi geografis kepulauan Indonesia yang sangat unik menyebabkan Indonesia termasuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Salah satu fase penting dalam penanggulangan bencana adalah fase respon atau fase tanggap darurat. Fase tanggap darurat membutuhkan suatu sistem yang terintegritas

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Ringkasan Temuan Penahapan penanggulangan bencana erupsi Gunung Kelud terdapat lima tahap, yaitu tahap perencanaan penanggulangan bencana erupsi Gunung Kelud 2014, tahap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan lebih dari pulau yang tersebar dari Sabang sampai Merauke.

BAB I PENDAHULUAN. dengan lebih dari pulau yang tersebar dari Sabang sampai Merauke. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Republik Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia, dengan lebih dari 13.466 pulau yang tersebar dari Sabang sampai Merauke. Wilayah Indonesia terbentang

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang terletak pada zona rawan bencana. Posisi geografis kepulauan Indonesia yang sangat unik menyebabkan Indonesia termasuk daerah yang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN EURASIA. Gambar 1.1. Kondisi Geologi Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN EURASIA. Gambar 1.1. Kondisi Geologi Indonesia BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara yang terletak pada pertemuan tiga lempeng yaitu lempeng Eurasia, lempeng Australia, dan lempeng Pasifik. Pertemuan tiga lempeng

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR Latar Belakang. tektonik aktif yaitu Lempeng Indo-Australia di bagian selatan, Lempeng Eurasia

BAB I PENGANTAR Latar Belakang. tektonik aktif yaitu Lempeng Indo-Australia di bagian selatan, Lempeng Eurasia 1 BAB I PENGANTAR 1.1. Latar Belakang Secara geologi, wilayah Indonesia berada pada pertemuan tiga lempeng tektonik aktif yaitu Lempeng Indo-Australia di bagian selatan, Lempeng Eurasia di bagian utara

Lebih terperinci

BAB I P E N D A H U L U A N

BAB I P E N D A H U L U A N BAB I P E N D A H U L U A N 1.1 LATAR BELAKANG. Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bencana. Dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan

BAB I PENDAHULUAN. bencana. Dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Semua daerah tidak pernah terhindar dari terjadinya suatu bencana. Bencana bisa terjadi kapan dan dimana saja pada waktu yang tidak diprediksi. Hal ini membuat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terletakm pada 3 pertemuan lempeng tektonik dunia, yaitu lempeng Euro-Asia

BAB I PENDAHULUAN. terletakm pada 3 pertemuan lempeng tektonik dunia, yaitu lempeng Euro-Asia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Secara geografis Indonesia merupakan negara kepulauan yang terletakm pada 3 pertemuan lempeng tektonik dunia, yaitu lempeng Euro-Asia dibagian utara, lempeng Indo-Australia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang memiliki lebih dari 17.000 pulau. Indonesia terletak diantara 2 benua yaitu benua asia dan benua australia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Gunung Merapi merupakan gunung api tipe strato, dengan ketinggian 2.980 meter dari permukaan laut. Secara geografis terletak pada posisi 7 32 31 Lintang Selatan dan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Menurut Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Nomor 4 Tahun 2008, Indonesia adalah negara yang memiliki potensi bencana sangat tinggi dan bervariasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia sebagai negara kepulauan yang menurut letak geografisnya berada pada daerah khatulistiwa, diapit Benua Asia dan Australia dan juga terletak diantara

Lebih terperinci

SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 7. MENGANALISIS MITIGASI DAN ADAPTASI BENCANA ALAMLATIHAN SOAL BAB 7

SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 7. MENGANALISIS MITIGASI DAN ADAPTASI BENCANA ALAMLATIHAN SOAL BAB 7 SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 7. MENGANALISIS MITIGASI DAN ADAPTASI BENCANA ALAMLATIHAN SOAL BAB 7 1. Usaha mengurangi resiko bencana, baik pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu Negara di dunia yang dilewati oleh dua jalur pegunungan muda dunia sekaligus, yakni pegunungan muda Sirkum Pasifik dan pegunungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. imbas dari kesalahan teknologi yang memicu respon dari masyarakat, komunitas,

BAB I PENDAHULUAN. imbas dari kesalahan teknologi yang memicu respon dari masyarakat, komunitas, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut Parker (1992), bencana ialah sebuah kejadian yang tidak biasa terjadi disebabkan oleh alam maupun ulah manusia, termasuk pula di dalamnya merupakan imbas dari

Lebih terperinci

BAB I PEDAHULUAN. yang disebabkan, baik oleh faktor alam atau faktor non alam maupun. Undang-undang Nomor 24 Tahun 2007 ).

BAB I PEDAHULUAN. yang disebabkan, baik oleh faktor alam atau faktor non alam maupun. Undang-undang Nomor 24 Tahun 2007 ). 1 BAB I PEDAHULUAN A. Latar Belakang Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam atau faktor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gunungapi Merapi merupakan jenis gunungapi tipe strato dengan ketinggian 2.980 mdpal. Gunungapi ini merupakan salah satu gunungapi yang masih aktif di Indonesia. Aktivitas

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang secara geografis terletak pada pertemuan empat lempeng tektonik yaitu lempeng Indo Australia, Eurasia dan Pasifik. Pada bagian

Lebih terperinci

BUKU SISWA ILMU PENGETAHUAN SOSIAL

BUKU SISWA ILMU PENGETAHUAN SOSIAL BUKU SISWA ILMU PENGETAHUAN SOSIAL KELAS VI SEMESTER 2 CARA- CARA PENANGGULANGAN BENCANA ALAM A. CARA- CARA MENGHADAPI BENCANA ALAM 1. Menghadapi Peristiwa Gempa Bumi Berikut adalah upaya yang dapat dilakukan

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1046, 2014 KEMENPERA. Bencana Alam. Mitigasi. Perumahan. Pemukiman. Pedoman. PERATURAN MENTERI PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Secara geografis Indonesia terletak di daerah khatulstiwa dan berada pada

BAB I PENDAHULUAN. Secara geografis Indonesia terletak di daerah khatulstiwa dan berada pada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Secara geografis Indonesia terletak di daerah khatulstiwa dan berada pada koordinat 95 0 BT-141 0 BT dan 6 0 LU-11 0 LS dengan morfologi yang beragam dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Permukaan Bumi mempunyai beberapa bentuk yaitu datar, berbukit. atau bergelombang sampai bergunung. Proses pembentukan bumi melalui

BAB I PENDAHULUAN. Permukaan Bumi mempunyai beberapa bentuk yaitu datar, berbukit. atau bergelombang sampai bergunung. Proses pembentukan bumi melalui 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Permukaan Bumi mempunyai beberapa bentuk yaitu datar, berbukit atau bergelombang sampai bergunung. Proses pembentukan bumi melalui berbagai proses dalam waktu yang

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. Wilayah Indonesia terletak pada jalur gempa bumi dan gunung berapi

BAB I PENGANTAR. Wilayah Indonesia terletak pada jalur gempa bumi dan gunung berapi 1 BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Wilayah Indonesia terletak pada jalur gempa bumi dan gunung berapi atau ring of fire yang dimulai dari Sumatera, Jawa, Bali, Nusa Tenggara, Maluku, Sulawesi Utara hingga

Lebih terperinci

BAB 7 KESIMPULAN dan SARAN

BAB 7 KESIMPULAN dan SARAN BAB 7 KESIMPULAN dan SARAN 7.1. Kesimpulan Pada penelitian ini, model distribusi peneliti diselesaikan dengan 4 pendekatan dengan mengkombinasikan pertimbangan kesetaraan tingkat pemenuhan dan minimum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yaitu Lempeng Euro-Asia dibagian Utara, Lempeng Indo-Australia. dibagian Selatan dan Lempeng Samudera Pasifik dibagian Timur.

BAB I PENDAHULUAN. yaitu Lempeng Euro-Asia dibagian Utara, Lempeng Indo-Australia. dibagian Selatan dan Lempeng Samudera Pasifik dibagian Timur. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Kepulauan Indonesia secara astronomis terletak pada titik koordinat 6 LU - 11 LS 95 BT - 141 BT dan merupakan Negara kepulauan yang terletak pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara kepulauan. Menurut Bakosurtanal, pulau di

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara kepulauan. Menurut Bakosurtanal, pulau di BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia adalah negara kepulauan. Menurut Bakosurtanal, pulau di Indonesia yang terdata dan memiliki koordinat berjumlah 13.466 pulau. Selain negara kepulauan, Indonesia

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara kepulauan yang secara geografis, geologis,

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara kepulauan yang secara geografis, geologis, BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia adalah negara kepulauan yang secara geografis, geologis, hidrologis, dan demografis, merupakan wilayah yang tergolong rawan bencana. Badan Nasional Penanggulangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (Undang-undang nomor 24 tahun 2007). Australia yang bergerak relative ke Utara dengan lempeng Euro-Asia yang

BAB I PENDAHULUAN. (Undang-undang nomor 24 tahun 2007). Australia yang bergerak relative ke Utara dengan lempeng Euro-Asia yang BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Bencana sebagai peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan baik oleh faktor alam dan/ atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari 30 gunung api aktif terdapat di Indonesia dengan lereng-lerengnya dipadati

BAB I PENDAHULUAN. dari 30 gunung api aktif terdapat di Indonesia dengan lereng-lerengnya dipadati BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Indonesia adalah negara yang kaya akan gunung api dan merupakan salah satu negara yang terpenting dalam menghadapi masalah gunung api. Tidak kurang dari 30

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia dengan keadaan geografis dan kondisi sosialnya berpotensi rawan

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia dengan keadaan geografis dan kondisi sosialnya berpotensi rawan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia dengan keadaan geografis dan kondisi sosialnya berpotensi rawan bencana, baik yang disebabkan kejadian alam seperi gempa bumi, tsunami, tanah longsor, letusan

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BNPB. Bantuan logistik. Pedoman. Perubahan.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BNPB. Bantuan logistik. Pedoman. Perubahan. No.2081, 2014 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BNPB. Bantuan logistik. Pedoman. Perubahan. PERATURAN KEPALA BADAN NASIONAL PENANGGULANGAN BENCANA NOMOR 24 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN KEPALA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan Indonesia menjadi negara yang rawan bencana. maupun buatan manusia bahkan terorisme pernah dialami Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan Indonesia menjadi negara yang rawan bencana. maupun buatan manusia bahkan terorisme pernah dialami Indonesia. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Kondisi geografis Indonesia yang berada di atas sabuk vulkanis yang memanjang dari Sumatra hingga Maluku disertai pengaruh global warming menyebabkan Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Pendahuluan berisi latar belakang dilakukannya penelitian tugas akhir, rumusan masalah, tujuan penelitian, batasan masalah, serta sistematika dalam penulisan proposal tugas akhir ini.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pada 6`LU- 11` LS dan antara 95` BT - 141` BT1. Sementara secara geografis

BAB I PENDAHULUAN. pada 6`LU- 11` LS dan antara 95` BT - 141` BT1. Sementara secara geografis BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang secara astronomi berada pada 6`LU- 11` LS dan antara 95` BT - 141` BT1. Sementara secara geografis Indonesia terletak di antara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan dikepung oleh tiga lempeng utama (Eurasia, Indo-Australia dan Pasifik),

BAB I PENDAHULUAN. dan dikepung oleh tiga lempeng utama (Eurasia, Indo-Australia dan Pasifik), BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Secara geografis, posisi Indonesia yang dikelilingi oleh ring of fire dan dikepung oleh tiga lempeng utama (Eurasia, Indo-Australia dan Pasifik), lempeng eura-asia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Wilayah Indonesia dipengaruhi oleh aktifitas lempeng Eurasia, lempeng Indo-Australia, dan lempeng Pasifik. Lempeng tektonik mengalami dislokasi atau pemindahan/pergeseran

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. peristiwa atau serangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu

BAB 1 PENDAHULUAN. peristiwa atau serangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu BAB 1 PENDAHULUAN 1. Latar belakang Indonesia menjadi negara yang paling rawan terhadap bencana di duniakarena posisi geografis Indonesia terletak di ujung pergerakan tiga lempeng dunia yaitu Eurasia,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kabupaten Klaten merupakan salah satu Kabupaten di Provinsi Jawa Tengah dengan berbagai macam bentuk kebudayaan dan karakteristik wilayah yang komplek. Keberadaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau faktor nonalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. empat lempeng raksasa, yaitu lempeng Eurasia, lempeng Hindia-Australia,

BAB I PENDAHULUAN. empat lempeng raksasa, yaitu lempeng Eurasia, lempeng Hindia-Australia, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang terletak pada pertemuan empat lempeng raksasa, yaitu lempeng Eurasia, lempeng Hindia-Australia, lempeng Pasifik dan lempeng

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI A. Masyarakat Tangguh Bencana Berdasarkan PERKA BNPB Nomor 1 Tahun 2012 tentang Pedoman Umum Desa/Kelurahan Tangguh Bencana, yang dimaksud dengan Desa/Kelurahan Tangguh Bencana adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lempeng raksasa, yaitu Lempeng Eurasia, Lempeng Indo-Australia, dan

BAB I PENDAHULUAN. lempeng raksasa, yaitu Lempeng Eurasia, Lempeng Indo-Australia, dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keunikan geologi kepulauan Indonesia berada di pertemuan tiga lempeng raksasa, yaitu Lempeng Eurasia, Lempeng Indo-Australia, dan Lempeng Pasifik. Ketiga lempeng

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Artinya, bagaimana partisipasi/keterlibatan masyarakat dalam penanggulangan bencana

BAB I PENDAHULUAN. Artinya, bagaimana partisipasi/keterlibatan masyarakat dalam penanggulangan bencana BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG Skripsi ini menganalisis tentang partisipasi masyarakat dalam mitigasi bencana. Artinya, bagaimana partisipasi/keterlibatan masyarakat dalam penanggulangan bencana terutama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terbanyak di dunia dengan 400 gunung berapi, terdapat sekitar 192 buah

BAB I PENDAHULUAN. terbanyak di dunia dengan 400 gunung berapi, terdapat sekitar 192 buah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Indonesia merupakan salah satu negara dengan gunung berapi terbanyak di dunia dengan 400 gunung berapi, terdapat sekitar 192 buah gunung berapi yang masih aktif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara yang memiliki potensi bencana geologi yang sangat besar, fakta bahwa besarnya potensi bencana geologi di Indonesia dapat dilihat dari

Lebih terperinci

LAMPIRAN I PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL NOMOR : 15 TAHUN 2011 TANGGAL : 9 SEPTEMBER 2011 PEDOMAN MITIGASI BENCANA GUNUNGAPI

LAMPIRAN I PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL NOMOR : 15 TAHUN 2011 TANGGAL : 9 SEPTEMBER 2011 PEDOMAN MITIGASI BENCANA GUNUNGAPI LAMPIRAN I PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL NOMOR : 15 TAHUN 2011 TANGGAL : 9 SEPTEMBER 2011 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang PEDOMAN MITIGASI BENCANA GUNUNGAPI Indonesia adalah negara

Lebih terperinci

BAB I LATAR BELAKANG. negara yang paling rawan bencana alam di dunia (United Nations International Stategy

BAB I LATAR BELAKANG. negara yang paling rawan bencana alam di dunia (United Nations International Stategy BAB I LATAR BELAKANG 1.1 Latar Belakang Negara Indonesia yang berada di salah satu belahan Asia ini ternyata merupakan negara yang paling rawan bencana alam di dunia (United Nations International Stategy

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang terletak di ring of fire (Rokhis, 2014). Hal ini berpengaruh terhadap aspek geografis, geologis dan klimatologis. Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. strategis secara geografis dimana letaknya berada diantara Australia dan benua Asia

BAB I PENDAHULUAN. strategis secara geografis dimana letaknya berada diantara Australia dan benua Asia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Telah lama diakui bahwa Negara Indonesia memiliki posisi yang sangat strategis secara geografis dimana letaknya berada diantara Australia dan benua Asia serta diantara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kerusakan lingkungan, kerugian harta benda dan dampak psikologis. Bencana

BAB I PENDAHULUAN. kerusakan lingkungan, kerugian harta benda dan dampak psikologis. Bencana BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bencana merupakan suatu peristiwa yang tidak dapat diprediksi kapan terjadinya dan dapat menimbulkan korban luka maupun jiwa, serta mengakibatkan kerusakan dan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. mengenai bencana alam, bencana non alam, dan bencana sosial.

BAB 1 PENDAHULUAN. mengenai bencana alam, bencana non alam, dan bencana sosial. BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan baik oleh faktor non-alam maupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Posisi Indonesia dalam Kawasan Bencana

BAB I PENDAHULUAN Posisi Indonesia dalam Kawasan Bencana Kuliah ke 1 PERENCANAAN KOTA BERBASIS MITIGASI BENCANA TPL 410-2 SKS DR. Ir. Ken Martina K, MT. BAB I PENDAHULUAN Bencana menjadi bagian dari kehidupan manusia di dunia, sebagai salah satu permasalahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh alam maupun ulah manusia. Hal ini terbukti telah terjadi berbagai

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh alam maupun ulah manusia. Hal ini terbukti telah terjadi berbagai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan daerah rawan bencana dan bencana dapat terjadi disebabkan oleh alam maupun ulah manusia. Hal ini terbukti telah terjadi berbagai bencana seperti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hidrologis dan demografis, merupakan wilayah yang tergolong rawan bencana,

BAB I PENDAHULUAN. hidrologis dan demografis, merupakan wilayah yang tergolong rawan bencana, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia sebagai negara kepulauan dan dilihat secara geografis, geologis, hidrologis dan demografis, merupakan wilayah yang tergolong rawan bencana, bahkan termasuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis.

BAB I PENDAHULUAN. kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bencana adalah sesuatu yang tidak terpisahkan dari sistem yang ada di muka bumi, baik secara alamiah ataupun akibat ulah manusia.undangundang Nomor 24 Tahun 2007 Tentang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dan berada di jalur cincin api (ring of fire). Indonesia berada di kawasan dengan

I. PENDAHULUAN. dan berada di jalur cincin api (ring of fire). Indonesia berada di kawasan dengan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kawasan kepulauan Indonesia merupakan daerah pertemuan lempeng bumi dan berada di jalur cincin api (ring of fire). Indonesia berada di kawasan dengan curah hujan yang relatif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I A. Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN Pembelajaran merupakan suatu sistem yang terdiri dari suatu komponen yangsaling berhubungan satu dengan yang lainnya. Komponen dalam pembelajaran diantaranya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pada tahun 2004 yang melanda Aceh dan sekitarnya. Menurut U.S. Geological

BAB I PENDAHULUAN. pada tahun 2004 yang melanda Aceh dan sekitarnya. Menurut U.S. Geological BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan wilayah yang rawan terhadap bencana alam. Salah satu bencana paling fenomenal adalah terjadinya gempa dan tsunami pada tahun 2004 yang melanda

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR 1.1. Latar Belakang

BAB I PENGANTAR 1.1. Latar Belakang 1 BAB I PENGANTAR 1.1. Latar Belakang Indonesia rawan akan bencana yang diakibatkan oleh aktivitas gunungapi. Salah satu gunungapi aktif yang ada di Indonesia yaitu Gunungapi Merapi dengan ketinggian 2968

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia berada di tiga lempeng tektonik dunia, yaitu: Lempeng Indo-

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia berada di tiga lempeng tektonik dunia, yaitu: Lempeng Indo- BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Secara geologi, Indonesia berada di daerah rawan bencana, karena Indonesia berada di tiga lempeng tektonik dunia, yaitu: Lempeng Indo- Australia di bagian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumatera Barat memiliki garis pantai sepanjang lebih kurang 375 km, berupa dataran rendah sebagai bagian dari gugus kepulauan busur muka. Perairan barat Sumatera memiliki

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 : PENDAHULUAN Latar Belakang BAB 1 : PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gempa bumi sebagai suatu kekuatan alam terbukti telah menimbulkan bencana yang sangat besar dan merugikan. Gempa bumi pada skala kekuatan yang sangat kuat dapat menyebabkan

Lebih terperinci

SISTEM PENANGGULANGAN BENCANA GUNUNG API GAMALAMA DI PERMUKIMAN KAMPUNG TUBO KOTA TERNATE

SISTEM PENANGGULANGAN BENCANA GUNUNG API GAMALAMA DI PERMUKIMAN KAMPUNG TUBO KOTA TERNATE SISTEM PENANGGULANGAN BENCANA GUNUNG API GAMALAMA DI PERMUKIMAN KAMPUNG TUBO KOTA TERNATE Annastasia Gadis Pradiptasari 1, Dr. Judy O. Waani, ST. MT 2, Windy Mononimbar, ST. MT 3 1 Mahasiswa S1 Program

Lebih terperinci

SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 7. MENGANALISIS MITIGASI DAN ADAPTASI BENCANA ALAMLATIHAN SOAL 7.1

SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 7. MENGANALISIS MITIGASI DAN ADAPTASI BENCANA ALAMLATIHAN SOAL 7.1 SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 7. MENGANALISIS MITIGASI DAN ADAPTASI BENCANA ALAMLATIHAN SOAL 7.1 1. Serangkaian peristiwa yang menyebabkan gangguan yang mendatangkan kerugian harta benda sampai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebenarnya adalah proses dan fenomena alam yang menimpa manusia. Rentetan

BAB I PENDAHULUAN. sebenarnya adalah proses dan fenomena alam yang menimpa manusia. Rentetan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia sebagai negara yang sangat rawan terhadap bencana telah mengalami rentetan bencana dalam kurun waktu lima belas tahun terakhir baik bencana alam maupun bencana

Lebih terperinci

Optimasi Rute Distribusi Bantuan Logistik Bencana Erupsi Gunung Merapi Menggunakan Algoritma Sweep

Optimasi Rute Distribusi Bantuan Logistik Bencana Erupsi Gunung Merapi Menggunakan Algoritma Sweep Petunjuk Sitasi; Sulistyo, S. R., & Zulfikar, M. (2017). Optimasi Rute Distribusi Bantuan Logistik Bencana Erupsi Gunung Merapi Menggunakan Algoritma Sweep. Prosiding STI dan SATELIT 2017 (pp. H24-29).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sampai Maluku (Wimpy S. Tjetjep, 1996: iv). Berdasarkan letak. astronomis, Indonesia terletak di antara 6 LU - 11 LS dan 95 BT -

BAB I PENDAHULUAN. sampai Maluku (Wimpy S. Tjetjep, 1996: iv). Berdasarkan letak. astronomis, Indonesia terletak di antara 6 LU - 11 LS dan 95 BT - 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia dikenal sebagai suatu negara kepulauan yang mempunyai banyak sekali gunungapi yang berderet sepanjang 7000 kilometer, mulai dari Sumatera, Jawa,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. letaknya berada pada pertemuan lempeng Indo Australia dan Euro Asia di

BAB I PENDAHULUAN. letaknya berada pada pertemuan lempeng Indo Australia dan Euro Asia di BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Provinsi Sumatera Barat merupakan daerah yang rawan bencana, karena letaknya berada pada pertemuan lempeng Indo Australia dan Euro Asia di Samudra Hindia sebelah barat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pada episentrum LU BT (http://wordpress.com/2010/10/25

BAB I PENDAHULUAN. pada episentrum LU BT (http://wordpress.com/2010/10/25 BAB I PENAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang rentan mengalami bencana alam yang disebabkan oleh banjir, tsunami, gempabumi, tanah longsor, letusan gunung berapi. Frekuensi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hidrologis serta demografis. Dampak dari terjadinya suatu bencana akan

BAB I PENDAHULUAN. hidrologis serta demografis. Dampak dari terjadinya suatu bencana akan BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Terjadinya bencana alam di suatu wilayah merupakan hal yang tidak dapat dihindarkan. Hal ini disebabkan karena bencana alam merupakan suatu gejala alam yang tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Australia dan Lempeng Pasifik (gambar 1.1). Pertemuan dan pergerakan 3

BAB I PENDAHULUAN. Australia dan Lempeng Pasifik (gambar 1.1). Pertemuan dan pergerakan 3 BAB I PENDAHULUAN Pada bab ini dipaparkan : (a) latar belakang, (b) perumusan masalah, (c) tujuan penelitian, (d) manfaat penelitian, (e) ruang lingkup penelitian dan (f) sistematika penulisan. 1.1. Latar

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. Berdasarkan data dunia yang dihimpun oleh WHO, pada 10 dekade terakhir ini,

BAB 1 : PENDAHULUAN. Berdasarkan data dunia yang dihimpun oleh WHO, pada 10 dekade terakhir ini, BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bencana dan keadaan gawat darurat telah mempengaruhi aspek kehidupan masyarakat secara signifikan, terutama yang berhubungan dengan kesehatan. Berdasarkan data dunia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bencana alam yang terjadi tidak bisa diprediksi dengan pasti. Diperlukan perencanaan tanggap darurat untuk mengurangi dampak yang ditimbulkan oleh bencana yang muncul.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Negara Indonesia merupakan negara kepulauan yang terdiri dari beberapa pulau utama dan ribuan pulau kecil disekelilingnya. Dengan 17.508 pulau, Indonesia menjadi negara

Lebih terperinci

MODEL SISTER VILLAGE DAN LOGISTIK UNTUK MITIGASI BENCANA

MODEL SISTER VILLAGE DAN LOGISTIK UNTUK MITIGASI BENCANA Prosiding SNaPP2011 Sains, Teknologi, dan Kesehatan ISSN:2089-3582 MODEL SISTER VILLAGE DAN LOGISTIK UNTUK MITIGASI BENCANA 1 Rakhmat Ceha dan 2 M. Dzikron AM. 1,2 Program Studi Teknik Industri, Universitas

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN METODE SOSIALISASI MITIGASI BENCANA DALAM MODEL SISTER VILLAGE

PENGEMBANGAN METODE SOSIALISASI MITIGASI BENCANA DALAM MODEL SISTER VILLAGE MAKALAH PENGEMBANGAN METODE SOSIALISASI MITIGASI BENCANA DALAM MODEL SISTER VILLAGE Oleh : M. Dzikron A.M. Rakhmat Ceha Chaznin R Muhammad FAKULTAS TEKNIK UNISBA 2015 0 PENGEMBANGAN METODE SOSIALISASI

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan Negara kepulauan yang secara geografis terletak di daerah

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan Negara kepulauan yang secara geografis terletak di daerah 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan Negara kepulauan yang secara geografis terletak di daerah khatulistiwa, di antara Benua Asia dan Australia, serta diantara Samudera Pasifik dan Hindia.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. individu membutuhkannya. Dalam UU No. 20 Tahun 2003 tentang SISDIKNAS,

BAB 1 PENDAHULUAN. individu membutuhkannya. Dalam UU No. 20 Tahun 2003 tentang SISDIKNAS, 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan hal yang sangat penting bagi manusia dan setiap individu membutuhkannya. Dalam UU No. 20 Tahun 2003 tentang SISDIKNAS, dijelaskan bahwa pendidikan

Lebih terperinci

- 2 - MEMUTUSKAN : PERATURAN GUBERNUR TENTANG PERBAIKAN DARURAT PADA SAAT TRANSISI DARURAT BENCANA DI ACEH. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1

- 2 - MEMUTUSKAN : PERATURAN GUBERNUR TENTANG PERBAIKAN DARURAT PADA SAAT TRANSISI DARURAT BENCANA DI ACEH. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 39 TAHUN 2016 TENTANG PERBAIKAN DARURAT PADA SAAT TRANSISI DARURAT BENCANA DI ACEH DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA GUBERNUR ACEH, Menimbang : a. bahwa untuk meminimalisasi

Lebih terperinci

Manajemen Pemulihan Infrastruktur Fisik Pasca Bencana

Manajemen Pemulihan Infrastruktur Fisik Pasca Bencana Manajemen Pemulihan Infrastruktur Fisik Pasca Bencana Teuku Faisal Fathani, Ph.D. Jurusan Teknik Sipil dan Lingkungan, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada 1. Pendahuluan Wilayah Indonesia memiliki

Lebih terperinci

PENANGGULANGAN BENCANA (PB) Disusun : IdaYustinA

PENANGGULANGAN BENCANA (PB) Disusun : IdaYustinA PENANGGULANGAN BENCANA (PB) Disusun : IdaYustinA 1 BEncANA O Dasar Hukum : Undang-Undang RI No. 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana 2 Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia menempati wilayah zona tektonik tempat pertemuan tiga

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia menempati wilayah zona tektonik tempat pertemuan tiga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia menempati wilayah zona tektonik tempat pertemuan tiga lempeng besar yaitu, lempeng Eurasia, lempeng Indo-Australia, dan lempeng Pasifik. Pergerakan

Lebih terperinci

menyatakan bahwa Kabupaten Klaten memiliki karakter wilayah yang rentan terhadap bencana, dan salah satu bencana yang terjadi adalah gempa bumi.

menyatakan bahwa Kabupaten Klaten memiliki karakter wilayah yang rentan terhadap bencana, dan salah satu bencana yang terjadi adalah gempa bumi. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pengetahuan tentang kebencanaan belum sepenuhnya diketahui secara mendalam oleh peserta didik. Sehingga saat terjadi bencana, menimbulkan rasa panik dalam diri

Lebih terperinci

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN BAB IV VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN 4.1 VISI DAN MISI SKPD Visi BPBD Kabupaten Lamandau tidak terlepas dari kondisi lingkungan internal dan eksternal serta kedudukan, tugas dan

Lebih terperinci

UKDW BAB 1 PENDAHULUAN

UKDW BAB 1 PENDAHULUAN BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang 1.1.1.Sampah Plastik Perkembangan teknologi membuat kehidupan masyarakat menjadi lebih baik, salah satu aspeknya adalah pada produk konsumsi sehari-hari. Berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Letusan Gunung Merapi pada tanggal 26 Oktober sampai 5 Nopember

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Letusan Gunung Merapi pada tanggal 26 Oktober sampai 5 Nopember 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Letusan Gunung Merapi pada tanggal 26 Oktober sampai 5 Nopember 2010 tercatat sebagai bencana terbesar selama periode 100 tahun terakhir siklus gunung berapi teraktif

Lebih terperinci

Bencana dan Pergeseran Paradigma Penanggulangan Bencana

Bencana dan Pergeseran Paradigma Penanggulangan Bencana Bencana dan Pergeseran Paradigma Penanggulangan Bencana Rahmawati Husein Wakil Ketua Lembaga Penanggulangan Bencana PP Muhammadiyah Workshop Fiqih Kebencanaan Majelis Tarjih & Tajdid PP Muhammadiyah, UMY,

Lebih terperinci

1 Universitas Indonesia BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Permasalahan

1 Universitas Indonesia BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Permasalahan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Bencana (disaster) adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. baik oleh faktor alam, atau faktor non-alam maupun faktor manusia sehingga

BAB I PENDAHULUAN. baik oleh faktor alam, atau faktor non-alam maupun faktor manusia sehingga 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan baik oleh faktor alam,

Lebih terperinci

BAB1 PENDAHULUAN. Krakatau diperkirakan memiliki kekuatan setara 200 megaton TNT, kira-kira

BAB1 PENDAHULUAN. Krakatau diperkirakan memiliki kekuatan setara 200 megaton TNT, kira-kira BAB1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia adalah sebuah negeri yang rawan bencana. Sejarah mencatat bahwa Indonesia pernah menjadi tempat terjadinya dua letusan gunung api terbesar di dunia. Tahun

Lebih terperinci