MODUL PEMBELAJARAN ORANG DEWASA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "MODUL PEMBELAJARAN ORANG DEWASA"

Transkripsi

1 MODUL PEMBELAJARAN ORANG DEWASA PENDIDIKAN DAN PELATIHAN FUNGSIONAL PENGGERAK SWADAYA MASYARAKAT BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN, PENDIDIKAN DAN PELATIHAN DAN INFORMASI KEMENTERIAN DESA PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL DAN TRANSMIGRASI

2 KATA PENGANTAR Penggerak Swadaya Masyarakat (PSM) merupakan salah satu ujung tombak dari Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi, yang tugas kesehariannya melaksanakan tugas pokok dan fungsi (tupoksi) yang berkaitan dengan penggerakkan swadaya masyarakat, penyuluhan, pelatihan dan pendampingan kepada masyarakat. Sebagai bekal dalam pelaksanakan tupoksi PSM agar lebih berkualitas dan tepat sasaran diperlukan adanya pendidikan dan pelatihan yang relevan, terarah, dan bermutu dari instansi Pembina PSM, dalam hal ini adalah Kementerian Desa, PDT dan Transmigrasi, yang dilaksanakan oleh Pusat Pendidikan dan Pelatihan Pegawai Aparatur Sipil Negara, sehingga diharapkan dalam keseharian tugasnya dapat dirasakan manfaatnya secara langsung oleh masyarakat di daerah pedesaan, daerah tertinggal dan daerah transmigrasi Pendidikan dan Pelatihan ini selanjutnya akan diselenggarakan dengan difasilitasi oleh para Widyaiswara yang ada di Pusdiklat ASN, dengan diawali terlebih dahulu dengan menyusun Modul yang berkaitan dengan mata diklat yang disampaikan yaitu Modul Pembelajaran Orang Dewasa Modul mata diklat Pembelajaran Orang Dewasa untuk para PSM merupakan modul yang disusun pada unit organisasi Pusdiklat Pegawai ASN yang relatif baru, sehingga dalam penyusunannya masih dirasakan memerlukan banyak masukkan agar dapat lebih sempurnya baik dalam isi maupun tatacara penulisannya. Akhirnya, ucapan terimakasih disampaikan kepada para widyaiswara dan para nara sumber yang telah berusaha menyusun dan menyempurnakan Modul Diklat Pembelajaran Orang Dewasa pada waktunya, dan diharapkan juga dapat berguna bagi para pihak yang memerlukan Modul ini untuk peningkatan kapasitas Para Penggerak Swadaya Masyarakat di unit kerja masing-masing, baik di pusat maupun daerah. Jakarta, Nopember 2015 Kepala Pusat

3 DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR LAMPIRAN... I. PENDAHULUAN... A. Latar Belakang... B. Deskripsi Singkat... C. Manfaat Modul Bagi Peserta... D. Tujuan Pembelajaran 1. Kompetensi Dasar Indikator Keberhasilan... E. Materi Pokok dan Sub Materi Pokok F. Rangkuman G. Latihan. II. PENGERTIAN DAN FILOSOFI PENDIDIKAN ORANG DEWASA A. Pengertian Pendidikan Orang Dewasa B. Filosofi Pendidikan Orang Dewasa C. Rangkuman D. Latihan III IV. BELAJAR DAN PEMBELAJARAN A. Asumsi Mengenai Belajar dan Pembelajaran B. Jenis Pendidikan Orang Dewasa C. Sikap Pendidik/Pembimbing Orang Dewasa D. Misi Pendidik Orang Dewasa E. Rangkuman F. Latihan KARAKTERISTIK DAN IMPLIKASINYA PADA PEMBELAJARAN ORANG DEWASA A. Karakteristik Belajar Orang Dewasa B. Implikasi Asumsi Dasar Terhadap Pendidikan Orang Dewasa C. Rangkuman

4 D. Latihan V. MODEL DAN STRATEGI PEMBELAJARAN ORANG DEWASA A. Model Pembelajaran Orang Dewasa B. Strategi Pembelajaran Orang Dewasa C. Rangkuman D. Latihan VI. PENUTUP... DAFTAR PUSTAKA BIODATA PENULIS LAMPIRAN

5 A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Orang dewasa adalah orang yang telah memiliki banyak pengalaman, pengetahuan, kecakapan dan kemampuan mengatasi permasalahan hidup secara mandiri. Orang dewasa terus berusaha meningkatkan pengalaman hidupnya agar lebih matang dalam melakukan untuk meningkatkan kualitas kehidupannya. Orang dewasa bukan lagi menjadi obyek sosialisasi yang dibentuk dan dipengaruhi orang lain untuk menyesuaikan dirinya dengan keinginan para pemegang otoritas di atas dirinya sendiri, akan tetapi dalam perspektif pendidikan, orang dewasa lebih mengarahkan dirinya kepada pencapaian pemantapan identitas dan jati dirinya untuk menjadi dirinya sendiri. Dengan demikian keikutsertaan orang dewasa dalam belajar memberikan dampak positif dalam melakukan perubahan hidup kearah yang lebih baik. Pendidikan orang dewasa tidak cukup hanya dengan memberi tambahan pengetahuan saja, namun harus dibekali dengan rasa percaya yang kuat dalam dirinya sehingga apa yang akan dilakukan dapat dijalankan dengan baik. Orientasi belajar berpusat pada kehidupan, dengan demikian orang dewasa belajar tidak hanya untuk mendapatkan nilai yang bangus akan tetapi orang dewasa belajar untuk meningkatkan kehidupannya. Dengan belajar orang dewasa akan mendapatkan pengalaman yang lebih banyak lagi, sehingga belajar bagi orang dewasa lebih fokus pada peningkatan pengalam hidup tidak hanya pada pencarian ijazah saja. Pengalaman merupakan sumber terkaya dalam pembelajaran sehingga orang dewasa semakin kaya akan pengalaman dan termotifasi untuk melakukan upaya peningkatan hidup. Sifat belajar orang dewasa bersifat subyektif dan unik, hal itulah yang membuat orang dewasa untuk semakin berupaya semaksimal mungkin dalam belajar, sehingga apa yang menjadi harapan dapat tercapai. Konsep diri orang dewasa tidak lagi bergantung pada orang lain, sehingga memiliki kemampuan dan pengalaman secara mandiri dalam pengambilan keputusan. Implikasi dari konsep diri ini, maka dalam pembelajaran 1

6 hendaknya didesain: 1) iklim belajar yang diciptakan sesuai dengan kebutuhan dan karakteristik warga belajar melalui kerjasama dalam pembelajaran, Suasana belajar memungkinkan orang dewasa untuk leluasa bergerak dan berinisiatif dalam belajar. 2) warga belajar ikut dilibatkan dalam mendiagnosis kebutuhan belajar yang akan dirumuskan dalam tujuan pembelajaran, 3) Kegiatan pembelajaran dilakukan dengan melibatkan partisipasi aktif warga belajar, 4) Evaluasi pembelajaran dilakukan lebih banyak menggunakan evaluasi diri. Untuk itu seorang Penggerak Swadaya Masyarakat (PSM) yang mempunyai tugas dan fungsi sebagai pelatih, penyuluh dan pengembang masyarakat perlu memahami apa dan bagaimana pembelajaran orang dewasa, karakteristik orang dewasa dan implikasinya serta bagaimana menerapkan strategi yang tepat dalam pembelajaran orang dewasa. B. Deskripsi Singkat Modul ini disusun menggunakan pendekatan praktis aplikatif, walaupun menggunakan berbagai landasan teoritis tetapi disertai contoh penerapan. Halhal yang dibahas dalam modul ini adalah pendidikan orang dewasa, meliputi pengertian, asumsi belajar dan pembelajaran, jenis, sikap pendidik/pembimbing dan misi pendidikan orang dewasa; Karakteristik dan implikasinya pada pembelajaran orang dewasa; serta Model dan strategi pembelajaran orang dewasa. C. Manfaat Modul Bagi Peserta Mata diklat ini dimaksudkan untuk meningkatkan kompetensi Penggerak Swadaya Masyarakat dalam mempersiapkan diri menghadapi orang dewasa dalam melaksanakan tugas dan fungsi sebagai pelatih, penyuluh dan pengembang masyarakat. 2

7 D. Tujuan Pembelajaran 1. Kompetensi Dasar Setelah selesai pembelajaran mata diklat ini peserta diharapkan mampu menerapkan Model dan strategi pembelajaran orang dewasa. 2. Indikator Keberhasilan Setelah mengikuti pembelajaran mata diklat ini peserta diharapkan dapat: a. menjelaskan konsep pendidikan orang dewasa; b. menemukenali Karakteristik dan Implikasinya pada Pembelajaran Orang Dewasa; c. menerapkan Model dan Strategi Pembelajaran Orang Dewasa; E. Materi Pokok dan Sub Materi Pokok 1. Konsep Pendidikan Orang Dewasa a. Pengertian Pendidikan Orang Dewasa b. Asumsi mengenai Belajar dan Pembelajaran c. Jenis Pendidikan Orang Dewasa d. Sikap Pendidik Orang Dewasa e. Misi Pendidik Orang Dewasa 2. Karakteristik dan Implikasinya pada Pembelajaran Orang Dewasa a. Karakteristik Belajar Orang Dewasa b. Implikasi Asumsi dasar terhadap Pendidikan Orang Dewasa 3. Model dan Strategi Pembelajaran Orang Dewasa a. Model Pembelajaran Orang Dewasa b. Strategi Pembelajaran Orang Dewasa F. Rangkuman Orang dewasa adalah orang yang telah memiliki banyak pengalaman, pengetahuan, kecakapan dan kemampuan mengatasi permasalahan hidup secara mandiri. Orang dewasa bukan lagi menjadi obyek sosialisasi yang dibentuk dan dipengaruhi orang lain untuk menyesuaikan dirinya dengan 3

8 keinginan para pemegang otoritas di atas dirinya sendiri, akan tetapi dalam perspektif pendidikan, orang dewasa lebih mengarahkan dirinya kepada pencapaian pemantapan identitas dan jati dirinya untuk menjadi dirinya sendiri. Untuk itu seorang Penggerak Swadaya Masyarakat (PSM) yang mempunyai tugas dan fungsi sebagai pelatih, penyuluh dan pengembang masyarakat perlu memahami apa dan bagaimana pembelajaran orang dewasa, karakteristik orang dewasa dan implikasinya serta bagaimana menerapkan strategi yang tepat dalam pembelajaran orang dewasa. G. Latihan 1. Sebutkan deskripsi singkat Pembelajaran Orang Dewasa 2. Apakah manfaat Pembelajaran Orang Dewasa 3. Apakah tujuan Pembelajaran Orang Dewasa. 4. Sebutkan Materi dan Sub Materi Pokok 4

9 BAB II PENGERTIAN DAN FILOSOFI PENDIDIKAN ORANG DEWASA Indikator Keberhasilan: setelah pembelajaran ini peserta diharapkan dapat menjelaskan pengertian pendidikan orang dewasa, filosofi pendidikan orang dewasa, dan mengaplikasikan filosofi pendidik orang dewasa dalam perencanaan pembelajaran orang dewasa A. Pengertian Pendidikan Orang Dewasa Sebelum membahas pengertian pendidikan orang dewasa, perlu kiranya dijelaskan istilah pendidikan dan orang dewasa. Pendidikan merupakan proses belajar sepanjang hayat. Belajar tidak hanya melalui pengalihan pengetahuan dari pengajar, tetapi belajar juga dari pengalaman. Confusius menekankan pentingnya arti belajar dari pengalaman ketika ia menyatakan : saya dengar dan saya lupa, saya lihat dan saya ingat, saya lakukan dan saya paham. Pernyataan ini menunjukkan bahwa pemahaman dan pengetahuan secara langsung memang berkaitan dengan kehidupan dan pengalaman keseharian. Selain itu belajar adalah proses berulang tanpa henti untuk mengatasi berbagai konflik sosial. Masalah sosial yang kita hadapi seperti tindak kejahatan, kemiskinan dan masalah-masalah lain yang lebih banyak dan lebih serius dibandingkan pada masa kanak-kanak. Dengan demikian terdapat kebutuhan yang lebih besar untuk memecahkan permasalahan tersebut melalui proses pendidikan. Proses pendidkan itu sendiri merupakan pemahaman tentang bagaimana caranya belajar. Pendidikan pada masa lalu umumnya disejajarkan dengan anak usia sekolah dengan lembaganya yaitu sekolah. Masyarakat dan para pendidik pada masa itu menganggap sepele menenai pendidikan orang dewasa (adult education). Tetapi dengan perkembangan di bidang ilmu pengetahuan, baik sosial maupun ekonomi ikut mempengaruhi bidang pendidikan. Banyak orang beranggapan bahwa tujuan pendidikan hanya merupakan transformasi pengetahuan, seperti dilaporkan oleh komisi perkembangan pendidikan internasional sebagai berikut: 5

10 Cukup lama orang beranggapan bahwa tujuan pendidikan merupakan penyiapan secara stereotip berbagai fungsi di dalam kehidupan seseorang dan untuk menyiapkan seseorang mendapatkan suatu pekerjaan. Pendidikan dimulai sejak usia dini meliputi seperangkat intelektual dan perlengkapan berbagai cara atau teknik untuk mendapatkan pengetahuan. Pandangan tentang pendidikan secara tradisional tersebut dianggap tidak realistik. Arti Pendidikan secara luas adalah suatu usaha yang sistematik dan berkelanjutan untuk transmisi, membangkitkan dan memperoleh pengetahuan, sikap, nilai-nilai/norma-norma, keterampilan sebaik mungkin setelah seseorang mendapatkan suatu pendidikan. Disini terlihat bahwa pendidikan untuk orang dewasa dan anak-anak yang dilaksanakan pada saat ini terjadi dari berbagai situasi melalui berbagai kegiatan. Sekolah dan lembaga sejenisnya bukanlah satu-satunya yang berhaak untuk mendidik. Masih banyak tempat dan institusi lain seperti keluarga, masjid, gereja, kuil, tempat-tempat kerja, media massa, perpustakaan dan masih banyak institusi lain berperan sebagai tempat pendidikan bagi semua lapisan masyarakat baik untuk anak, pemuda maupun orang tua. Pendidikan semestinya berada di semua institusi dan saling berinteraksi untuk membantu individu meningkatkan diri selama perjalanan hidupnya. Para tokoh pendidikan pendidikan mengakui adanya konsep belajar sepanjang hayat. Artinya bahwa pendidikan merupakan proses yang berkelanjutan dari satu bentuk ke bentuk lain melalui kehidupan. Untuk itu pendidikan harus dapat mengakomodasi kebutuhan individu pada tingkat yang berbeda-beda sesuai dengan tingkat perkembangan individu. Pendidikan secara integral merupakan bagian dari kehidupan manusia dan dilaksanakan pada seluruh institusi dari suatu masyarakat. Konsep belajar sepanjang hayat yang telah bergulir ini mengharuskan restrukturisasi desain, yaitu tentang implikasi sistem pendidikan secara revolusioner melalui pendidikan orang dewasa. Selama ini konsep pendidikan sepanjang hayat secara konvensional hanya terbatas pada usia sekolah dan dilaksanakan di sekolah atau lembaga kependidikan yang mempersiapkan anak untuk mencapai kedewasaan. Padahal kondisi masyarakat memerlukan implikasi pendidikan sesuai dengan kebutuhan 6

11 orang dewasa terutama bagi mereka yang tidak lagi mengikuti pendidikan di lembaga persekolahan. Implikasi sistem pendidikan formal/sekolah perlu diadakan reorganisasi sehingga secara fleksibel mampu mengakomodasi pilihan individu yang akan melanjutkan pendidikan sesuai dengan kompetensi yang dibutuhkan. Banyak individu yang bertugas sebagai pendidik untuk orang dewasa. Mereka adalah seseorang yang memiliki tanggung jawab untuk membantu orang dewasa dalam belajar. Mereka itu adalah: 1. Ratusan ribu pemimpin yang memerlukan pendidikan kepemimpinan, baik di masyarakat maupun berbagai instansi 2. Puluhan ribu pelaksana eksekutif, seperti latihan para staf, supervisor, pelaksana dalam perdagangan, industri, pemerintahan dan agenda sosial 3. Ribuan guru, administrator sekolah, kepala sekolah di berbagai institusi serta pendidik di masyarakat, di tempat-tempat kursus, universitas serta para pustakawan termasuk para pengajar di diklat instansi pemerintah. 4. Ratusan program direktur, sekretaris, editor, dan para staf di bidang media massa seperti surat kabar, majalah, radio, dan televisi. Mereka pada umumnya munyadari bahwa perlu penampilan yang sesuai dengan seorang yang bergerak di bidang pendidikan orang dewasa. Hal ini diperlukan agar mereka berpenampilan lebih baik. Pendidikan diartikan sebagai usaha sadar untuk meyiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, dan/atau latihan bagi peranannya di masa yang akan datang (UUSPN No. 2 Tahun 1989 pasal 1 ayat 1). Usaha sadar dimaksudkan dengan adanya kegiatan perencanaan yang sistematis, penyelenggaraan yang terkoordinir, dan berjalan sesuai dengan perencanaan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Dalam pengertian lain bahwa penyelengaraan pendidikan orang dewasa tidak bersifat asal-asalan, dan tidak jelas arah yang akan dicapainya, tetapi justru diselenggarakan dengan mempertimbangkan kondisi tujuan yang akan dicapai, karakteristik bahan belajar, karakteristik orang dewasa, serta sarana penunjang penyelenggaraan kegiatan belajar, sehingga tujuan dapat dicapai secara tepat. 7

12 Istilah dewasa mempunyai pengertian yang banyak. Menurut Knowles, orang dewasa tidak hanya dilihat dari segi biologis semata, tetapi juga dari segi sosial, dan psikologis. Dari segi biologis, seseorang dikatakan telah dewasa apabila ia telah mampu melakukan reproduksi. Secara sosial seseorang disebut dewasa apabila ia mampu melakukan peran-peran sosial yang biasanya diperankan kepada orang dewasa. Secara psikologis, seseorang dikatakan dewasa apabila ia telah memiliki tanggung jawab terhadap kehidupan dan keputusan yang diambil. Dengan demikian orang dewasa diartikan orang yang telah memiliki kematangan fungsi-fungsi biologis, sosial, dan psikologis dalam segi-segi pertimbangan, tanggung jawab, dan peran dalam kehidupan. Ditinjau dari segi umur, bahawa yang disebut dewasa itu dimulai sejak menginjak usia 21 tahun (meskipun belum menikah) atau sejak seseorang menikah (meskipun belum berusia 21 tahun). Menurut Hurlock, bahwa dewasa ditujukan pada usia 21 tahun untuk awa masa dewasa, dan sering pula dihitung sejak 7 atau 8 tahun setelah seseorang mencapai kematangan seksual atau sejak masa pubertas. Lebih lanjut Havighust membagi masa dewasa menjadi tiga fase, yaitu masa dewasa awal tahun, masa dewasa pertengahan tahun, dan masa dewasa akhir 55 tahun lebih. 1. Dari pengertian-pengertian di atas, pendidikan orang dewasa dapat diartikan sebagai pendidikan yang ditujukan untuk peserta didik yang telah dewasa atau berumur 21 tahun ke atas, atau telah menikah dan memiliki kematangan, dan untuk memenuhi tuntutan tertentu dalam kehidupannya. 2. Menurut ahli Behaviorisme, pendidikan orang dewasa diartikan perubahan tingkah laku orang dewasa yang diakibatkan oleh situasi pendidikan tertentu. 3. Ahli Humanisme mempunyai pandangan bahwa pendidikan orang dewasa ditujukan kepada usaha untuk membimbing dan mengarahkan pertumbuhan dan perkembangan yang terjadi pada diri orang dewasa. 4. Menurut UNESCO (1976) pendidikan orang dewasa merupakan seluruh proses pendidikan yang terorganisir di luar sekolah dengan berbagai bahan belajar, tingkatan, dan metode, baik bersifat resmi maupun tidak, meliputi upaya kelanjutan atau perbaikan pendidikan yang diperoleh dari sekolah, 8

13 akademik, universitas, atau magang. Pendidikan tersebut diperuntukan bagi orang-orang dewasa dalam lingkungan masyarakatnya, agar mereka dapat mengembangkan kemampuan, memperkaya pengetahuan, meningkatkan kualifikasi teknik dan profesi yang telah dimilikinya, memperoleh cara-cara baru, serta mengubah sikap dan perilakunya. Tujuannya ialah agar orang dewasa mengembangkan pribadi secara optimal dan berpartisipasi secara seimbang dalam kehidupan sosial, ekonomi, dan budaya yang terus berkembang. Konsep pendidikan orang dewasa ini telah dirumuskan dan diorganisasikan secara sistematis sejak tahun Pendidikan dewasa adalah suatu proses yang menumbuhkan keinginan untuk bertanya dan belajar secara berkelanjutan sepanjang hidup. Bagi orang dewasa belajar berhubungan dengan bagaimana mengarahkan diri sendiri untuk bertanya dan mencari jawabannya (Pannen dalam Supriantono, 2008) Orang dewasa sebagai peserta didik sangat unik dan berbeda dengan anak usia dini dan anak remaja. Proses pembelajaran orang dewasa akan berlangsung jika dia terlibat langsung, idenya dihargai dan materi ajar sangat dibutuhkannya atau berkaitan dengan profesinya serta sesuatu yang baru bagi dirinya. Permasalahan perilaku yang sering timbul dalam program pendidikan orang dewasa yaitu mendapat hal baru, timbul ketidaksesuaian (bosan), teori yang muluk (sulit dipraktikkan), resep/petunjuk baru (mandiri), tidak spesifik dan sulit menerima perubahan (Yusnadi, 2004). Malcolm S. Knowles semula mendefinisikan andragogi sebagai seni dan ilmu membantu orang dewasa belajar. Namun dalam perkembangan berikutnya, setelah Knowles melihat banyak guru yang menerapkan konsep andragogi pada pendidikan anak-anak muda dan menemukan bahwa dalam situasi tertentu memberikan hasil lebih baik, kemudia Knowles menyatakan bahwa andragogi sebenarnya merupakan model asumsi lain mengenai pelajar yang dapat digunakan disamping model asumsi paedagogi. Ia juga menyatakan bahwa model-model itu (paedagogi dan andragogi) mungkin paling berguna apabila tidak dilihat sebagai dikotomi, tapi sebagai dua ujung dari suatu 9

14 spektrum, atau terletak pada suatu garis (kontinum), dimana suatu situasi berbeda di antara dua ujung tersebut. Andragogi (Andragogy) berasal dari kata Yunani andr atau aner yang berarti orang dewasa, dan agogi (agogy) yang juga berasal dari kata Yunani agogus berarti memimpin/membimbing. Agogi berarti aktivitas memimpin/membimbing atau seni dan ilmu mempengaruhi orang lain. Paedagogi (Pedagogy) berasal dari kata Yunani paid (berarti anak) dan agogus (berarti memimpin ). Paedagogi berarti seni dan ilmu mengajar anakanak. B. Filosofi Pendidikan Orang Dewasa Robert salah seorang tokoh pendidikan orang dewasa menjelaskan bahwa selama ini ia memperhatikan dan peduli terhadap berbagai masalah orang dewasa yang perlu dipecahkan dengan penuh kebebasan dan sesuai dengan pengakuan suatu masyarakat. Selain itu, ia memandang semua manusia mempunyai kesempatan yang sama untuk berpartisipasi sebagai warga negara yang baik Berbicara mengenai filosofi pendidikan, Bergevin mengemukakan bahwa filosofi pendidikan orang dewasa memiliki tinjauan dan implikasi bervariasi, adanya nilai dasar yang dapat diterima secara umum, memiliki pandangan yang integratif, ide, sikap, dan praktek yang jelas. Apps penulis buku Towords a Working Philosophy of Adult Education mengemukakan tentang filosofi pendidikan orang dewasa sebagai berikut: 1. Para peserta diklat memerlukan fondasi untuk melihat keterkaitan dengan masalah-masalah pendidikan 2. Para pendidik dalam hal ini fasilitator perlu dilengkapi dengan pendekatan yang mendasar tentang realita yang dihadapi seperti siapa orang yang dihadapi, apa yang dimaksud dengan mendidik, serta membuka tabir yang lebih dalam dan luas tentang arti dari kehidupan individu melalui pendidikan orang dewasa. Filosofi pada dasarnya lebih reflektif dan sistematik dalam memandang suatu isu. Filosofi memunculkan pertanyaan-pertanyaan: apa yang kita kerjakan, 10

15 mengapa kita mengerjakannya dan berbagai pertanyaan sekitar permasalahan individu, kemudian dilanjutkan untuk melihat fenomena dalam menjawab berbagai pertanyaan yang mendasar tersebut. Jadi, kaitan antara filosofi dengan tindakan ialah bahwa filosofi mengilhami suatu tindakan dan memberi arah serta bimbingan dalam melangkah. Kekuatan filosofi meletakkan dasar kemampuan individu untuk mengetahui sesuatu dengan lebih baik dan mengapresiasikan dalam kegiatan sehari-hari. C. Rangkuman Materi Perlu dipamahami mengenai istilah pendidikan dan orang dewasa. Pertama pendidikan merupakan proses belajar sepanjang hayat. Belajar tidak hanya melalui pengalihan pengetahuan dari pengajar, tetapi belajar juga dari pengalaman. Selanjutnya 0rang dewasa diartikan orang yang telah memiliki kematangan fungsi-fungsi biologis, sosial, dan psikologis dalam segi-segi pertimbangan, tanggung jawab, dan peran dalam kehidupan. Pengertian tentang filosofi pendidikan, Bergevin mengemukakan bahwa filosofi pendidikan orang dewasa memiliki tinjauan dan implikasi bervariasi, adanya nilai dasar yang dapat diterima secara umum, memiliki pandangan yang integratif, ide, sikap, dan praktek yang jelas. D. Latihan 1. Apakah pengertian pendidikan dan pengertian tentang orang dewasa? 2. Apakah pengertian pendidikan orang dewasa? 3. Sebutkan secara ringkas filosofi pendidikan orang dewasa 11

16 BAB III BELAJAR DAN PEMBELAJARAN A. Asumsi Mengenai Belajar dan Pembelajaran Menurut Knowles, pendekatan yang bersifat andragogi dalam proses belajar mengajar, didasarkan kepada tiga tambahan asumsi sebagai berikut: 1. Adults can learn (Orang dewasa dapat belajar) Semula ada anggapan yang didasarkan pada laporan Thorndike yang menyatakan bahwa kemampuan untuk belajar seseorang menurun secara perlahan sesudah umur 20 tahun. Tetapi hasil studi yang dikemukakan oleh Irving Lorge menyatakan bahwa menurunnya itu hanya dalam kecepatan belajarnya dan bukan dalam kekuatan inteleknya. Hasil penelitian selanjutnya menunjukkan bahwa dasar kemampuan untuk belajar masih tetap ada sepanjang hidup orang tersebut, dan oleh karena itu apabila sesorang tidak menamplikan kemampuan belajar yang sebenarnya, hal ini disebabkan karena berbagai faktor seperti orang tersebut sudah lama meninggalkan cara belajar yang sistematik atau karena adanya perubahan-perubahan faktor fisiologik seperti menurunnya pendengaran, penglihatan dan tenaganya. 2. Learning is an internal process (Belajar adalah suatu proses dari dalam) Ada pandangan yang menyatakan bahwa pendidikan sebagai informasi yang ditransmisikan dan melihat belajar sebagai suatu proses intelektual dalam menyimpan fakta-fakta. Asumsi yang tersembunyi dari pandangan ini adalah bahwa belajar dipandang sebagai proses yang bersifat ekstrenal, dalam arti peserta didik terutama ditentukan oleh kekuatan-kakuatan dari luar. Seperti guru yang terampil dan bahan bacaan yang bagus. Pandangan di atas tidak seluruhnya benar. Pandangan baru menyatakan bahwa belajar merupakan suatu proses dari dalam yang dikontrol langsung oleh peserta sendiri serta melibatkan dirinya, termasuk fungsi intelek, emosi dan fisiknya. Belajar secara psikologis dipandang sebagai suatu proses pemenuhan kebutuhan dan tujuan. Ini berarti peserta 12

17 merasakan adanya kebutuhan untuk melihat tujuan pribadi akan dapat tercapai dengan bantuan belajar. Implikasi dari belajar mengajar orang dewasa dengan melihat belajar jadi proses dari dalam adalah metode atau teknik belajar yang melibatkan peserta secara mendalam akan menghasilkan belajar yang paling kuat. Prinsip pelibatan peserta secara aktif (partisipatif) dalam proses belajar merupakan inti dalam proses andragogik. 3. Conditions of learning and principles of teaching (Kondisi-kondisi belajar dan prinsip-prinsip pembelajaran) Ada beberapa kondisi belajar dan prinsip-prinsip pembelajaran yang perlu dianut dalam proses pembelajaran yang bersifat andragogik. Kondisi belajar dan prinsip pembelajaran tersebut oleh Knowles dalam tabel berikut: KONDISI-KONDISI BELAJAR Peserta merasakan kebutuhan untuk belajar. PRINSIP-PRINSIP PEMBELAJARAN 1. Fasilitator memperlihatkan kepada peserta kemungkinan-kemungkinan baru untuk pemenuhan kebutuhan diri. 2. Fasilitator membantu setiap peserta untuk meperjelas aspirasinya untuk peningkatan diri. 3. Fasilitator membantu peserta mendiagnosa jarak antara aspirasinya dengan tingkat penampilan sekarang. 4. Fasilitator membantu peserta mengidentifikasi masalah-masalah kehidupan yang mjereka alami karena dalam pribadi mereka. kekurangan-kekurangan kelengkapan-kelengkapan 13

18 KONDISI-KONDISI BELAJAR Lingkungan belajar ditandai oleh keadaan fisik yang menyenangkan, saling percaya dan menghormati, saling membantu, kebebasan mengemukakan pendapat dan penerimaan adanya perbedaan. Peserta memandang tujuantujuan suatu pengalaman belajar sebagai tujuan mereka sendiri. Peserta dapat menyetujui untuk saling urun tanggung jawab dalam merencanakan dan melaksanakan suatu pengalaman belajar dan karenanya dan memiliki keterkaitan terhadapanya. PRINSIP-PRINSIP PEMBELAJARAN 5. fasilitator menyiapkan kondisi fisik yang nyaman (seperti tempat duduk,tempat merokok, suhu, ventilasi, pencahayaan, dekorasi), dan kondusif untuk interaksi (sebaiknya tidak seorangpun duudk di belakang orang lain). 6. Fasilitator memandang bahwa setiap peserta sebagai pribadi yang dihargai dan menghormati perasaan dan gagasangagasannya. 7. Fasilitator berusaha membangun hubungan saling percaya dan membantu diantara peserta dengan mengembangkan kegiatan-kegiatan kerja sama. 8. Fasilitator menyatakan perasaanperasaannya dan menyumbangkan sumber pengetahuannya selaku sejawat peserta dalam semangat saling belajar. 9. Fasilitator melibatkan peserta dalam suatu proses merumuskan tujuan belajar dimana kebutuhan peserta, lembaga, pengajar dan masyarakat dipertimbangkan. 10. Fasilitator ikut urun pemikirannya dalam merancang pengalamanpengalaman belajar dan pemilihan bahan-bahan dan metode, serta melibatkan peserta dalam menentukan dalam setiap keputusan bersama-sama. 14

19 KONDISI-KONDISI BELAJAR Peserta berpartisipasi secara aktif dalam proses belajar. Proses belajar dikaitkan dan memanfaatkan peserta. pengalaman Peserta merasakan adanya kemajuan kearah tujuan-tujuan mereka PRINSIP-PRINSIP PEMBELAJARAN 11. Fasilitator membantu peserta mengorganisir diri (misal kelompok proyek, tim belajar mengajar dan lain-lain) untuk urun tanggung jawab dalam proses belajar bersama. 12. Fasilitator membantu peserta menggunakan pengalaman mereka sendiri sebagai sumber belajar melalui pengunaan teknik-teknik seperti diskusi, bermain peran, kasus dan sejenisnya. 13. Fasilitator mengaitkan penyajian dari bahan pengetahuan dari dirinya terhadap tingkat pengalaman peserta. 14. Fasilitator membantu peserta untuk mengaplikasikan kegiatan belajar barunya pada pengalaman mereka, dengan demikian membuat belajar lebih bermakna dan terpadu. 15. Fasilitator melibatkan peserta dalam mengembangkan kriteria dan metode untuk mengukur kemajuankemajuan terhadap tujuan belajar. 16. Fasilitator membantu peserta mengembangkan dan mengaplikasikan prosedur untuk mengevaluasi diri sendiri berdasarkan kriteria itu. B. Jenis Pendidikan Orang Dewasa 1. Pendidikan Berkelanjutan (Continuing Education), yang mempelajari pengetahuan dan keterampilan lanjutan sesuai dengan perkembangan kebutuhan belajar pada diri orang dewasa. Pendidikan berkelanjutan ini ditujukan pada kegiatan untuk meperbaiki dan meningkatkan kemampuan 15

20 pengetahuan, dan keterampilan serta profesi, sehingga dapat dijadikan fasilitas dalam peningkatan diri dan produktivitas kerja. Misalnya Pelatihanpelatihan, Penataran, dan Lokakarya. 2. Pendidikan Perbaikan (Corrective Education), adalah kesempatan belajar yang disajikan bagi orang dewasa yang mulai memasuki usia tua dengan tujuan agar mereka dapat mengisi kekurangan pendidikannya yang tidak sempat diperoleh pada usia muda. Misalnya: Kursus-kursus pengetahuan dasar termasuk pemberantasan tuna aksara, latihan berorganisasi, dan keterampilan yang berhubungan dengan pekerjaan dan usaha. 3. Pendidikan Populer (Popular Education), adalah kesempatan belajar yang disediakan bagi orang dewasa dan orang tua dengan tujan agar mereka dapat mengenal perubahan dan variasi dalam kehhidupan seharihari. Misalnya pergaulan dengan orang lain, rekreasi, dan pendidikan yang berkaitan dengan kepuasan hidup. 4. Pendidikan Kader, adalah kegiatan pendidikan yang diselenggarakan pada umumnya oleh lembaga, organisasi atau perkumpulan yang giat dibidang politik, ekonomi, kepemudaan, kesehatan, dll. Tujuannya untuk membina dan meningkatkan kemampuan kelompok tertentu yaitu kader, demi kepentingan, misi lembaga yang bersangkutan di masyarakat. 5. Pendidikan Kehidupan Keluarga (Family Life Education), suatu cabang pendidikan orang dewasa yang kegiatannya berkaitan secara khusus dengan nilai-nilai, prinsip-prinsip, dan kegiatan kehidupan keluarga. Tujuannya ialah memperluas dan memperkaya pengalaman anggota keluarga untuk berpartisipasi dengan terampil dalam kehidupan keluarga sebagai satu kesatuan kelompok. Misalnya: Hubungan dalam keluarga; pemeliharaan anak; kesehatan individu, keluarga, dan masyarakat; dan pendidikan sek. C. Sikap Pendidik/Pembimbing Orang Dewasa Menurut William P. Golden Jr.: 1. Empathy: merasakan apa yang dirasakan peserta, melihat situasi sebagai mana mereka melihatnya., berada dan bersatu dengan peserta. 16

21 2. Kewajaran: bersikap jujur, apa adanya, wajar, terus tarang, konsisten, terbuka. 3. Respek: mempunyai pandangan positif terhadap peserta, mengkomunikasikan kehangatan, perhatian, pengertian; menerima orang lain dengana penghargaan penuh; menghargai perasaan, pengalaman, dan kemampuan mereka. 4. Komitmen dan Kehadiran: menghadirkan diri secara penuh; siap menyertai kelompok dalam segala keadaan. 5. Mengakui Kehadiran Orang Lain : tidak menonjolkan diri, mengakui adanya orang lain, 6. Membuka diri: menerima keterbukaan orang lain, dan secara aktif mengungkapkan diri kepada orang lain, mengenalkan diri kepada kelompok. Sikap pembimbing dewasa yang dipandang sesuai dengan karakteristik orang Indonesia (Lunandi, 1993 : 19) yaitu : 1. Tidak menggurui: sikap menggurui dapat dirasakan oleh peserta sebagai meremehkan. Misalnya ucapan Anda salah, mestinya begini. 2. Tidak menjadi ahli, tidak terpancing untuk menjawab semua pertanyaan. 3. Tidak memutus bicara. Jika ada pertanyaan yang bertele-tele, pembimbing bisa mengatakan Kawan-kawan sudah ingin mengetahui inti pertanyaan anda 4. Tidak berdebat. 5. Tidak deskriminatif. 6. Variasi (kegiatan tidak menonton). 7. Pandangan (menyeluruh). 8. Tangan (jangan tolak pinggang, jangan dimasukkan dalam saku celana, dll). 9. Langkah (tidak mondar-mandir). 10. Senyum (merupakan tanda kemarahan dan keakraban dengan peserta). 11. Pakaian (rapi, tidak jauh berbeda dengan peserta). D. Misi Pendidik Orang Dewasa Menurut Knowles setidaknya tiga misi pendidik orang dewasa sehubungan dengan pemenuhan kebutuhan dan tujuan : 17

22 1. Kebutuhan-kebutuhan dan tujuan-tujuan individual 2. Kebutuhan-kebutuhan dan tujuan-tujuan lembaga 3. Kebutuhan-kebutuhan dan tujuan-tujuan masyarakat E. Rangkuman Pendidikan orang dewasa dapat diartikan sebagai pendidikan yang ditujukan untuk peserta didik yang telah dewasa atau berumur 21 tahun ke atas, atau telah menikah dan memiliki kematangan, dan untuk memenuhi tuntutan tertentu dalam kehidupannya Orang dewasa sebagai peserta didik sangat unik dan berbeda dengan anak usia dini dan anak remaja. Proses pembelajaran orang dewasa akan berlangsung jika dia terlibat langsung, idenya dihargai dan materi ajar sangat dibutuhkannya atau berkaitan dengan profesinya serta sesuatu yang baru bagi dirinya. Terdapat 3 (tiga) asumsi Mengenai Belajar dan Pembelajaran yang umum disampaikan yaitu : (1) Adults can learn (Orang dewasa dapat belajar); (2) Learning is an internal process (Belajar adalah suatu proses dari dalam); (3) Conditions of learning and principles of teaching (Kondisi-kondisi belajar dan prinsip-prinsip pembelajaran) Berbagai jenis pendidikan orang dewasa yang perlu diketahui oleh para Penggerak Swadaya Masyarakat yaitu : (1) Pendidikan Berkelanjutan (Continuing Education); (2) Pendidikan Perbaikan (Corrective Education); (3) Pendidikan Populer (Popular Education); (4) Pendidikan Kader; dan (4) Pendidikan Kehidupan Keluarga (Family Life Education) Selain itu para PSM dalam memberikan tugas dan fungsinya sebagai pendidik /pembimbing harus memiliki sikap sebagai berikut : (1) Empathy: (2) Kewajaran: (3) Respek; (4) Komitmen dan Kehadiran: (5) Mengakui Kehadiran Orang Lain; (6) Membuka diri F. Latihan 1. Terangkan apakah yang disebut kondisi-kondisi belajar dan prinsip-prinsip pembelajaran? 2. Ada berapa jenis pendidikan orang dewasa yang saudara ketahui? 18

23 3. Sebutkan sikap pembimbing orang dewasa yang sesuai dengan karakteristik orang Indonesia? 19

24 BAB IV KARAKTERISTIK DAN IMPLIKASINYA PADA PEMBELAJARAN ORANG DEWASA Indikator Keberhasilan: setelah pembelajaran ini peserta diharapkan dapat menjelaskan karakteristik/asumsi belajar orang dewasa, dan beberapa implikasi praktis tentang asumsi dasar tentang pendidikan orang dewasa A. Karakteristik Belajar Orang Dewasa Proses belajar bagi orang dewasa memerlukan kehadiran orang lain yang mampu berperan sebagai pembimbing belajar bukan cenderung digurui, orang dewasa cenderung ingin belajar bukan berguru. Orang dewasa tumbuh sebagai pribadi dan memiliki kematangan konsep diri, mengalami perubahan psikologis dan ketergantungan yang terjadi pada masa kanak-kanak menjadi kemandirian untuk mengarahkan diri sendiri, sehingga proses pembelajaran orang dewasa harus memperhatikan karakteristik orang dewasa. Karakteristik orang dewasa menurut Knowles (1986) berbeda asumsinya dibandingkan dengan anak-anak. Asumsi yang dimaksud adalah: 1. Konsep diri PAEDAGOGI Anak ialah pribadi yang tergantung. Hubungan pelajar dengan pengajar merupakan hubungan yang bersifat pengarahan. 2. Pengalaman Pengalaman pelajar sangat terbatas, karena itu dinilai kecil dalam proses pendidikan ANDRAGOGI Pelajar bukan pribadi yang tergantung, tapi pribadi yang telah masak secara psikologis/ pribadi yang mandiri. Hubungan pelajar dengan pengajar merupakan hubungan saling membantu yang timbal balik. Pengalaman pelajar orang dewasa dinilai sebagai sumber belajar yang berkembang. 20

25 PAEDAGOGI 3. Pesiapan belajar Guru menentukan apa yang akan dipelajari, bagaimana dan kapan belajar. 4. Orientasi Terhadap Belajar Anak-anak cenderung mempunyai perspektif untuk menunda aplikasi apa yang ia pelajari (digunakan di masa yad.) Pendekatannya berpusat kepada mata pelajaran (Subject Centered) ANDRAGOGI Pelajar menentukan apa yang mereka perlu pelajari berdasarkan pada persepsi mereka sendiri terhadap tuntutan situasi sosial mereka. Pelajar cenderung mempunyai perspektif untuk kecepatannya mengaplikasikan apa yang mereka pelajari. Pendekatannya berpusat kepada masalah (Problem Centered) B. Implikasi Asumsi Dasar Terhadap Pendidikan Orang Dewasa Konsep Andragogi didasarkan pada sedikitnya 4 asumsi tentang karakteristik warga belajar yang berbeda dari asumsi yang mendasari pedagogi tradisional, yaitu: 1) konsep diri mereka bergerak dari seseorang dengan pribadi yang tergantung kepada orang lain kearah seseorang yang mampu mengarahkan diri sendiri. 2) Mereka telah mengumpulkan segudang pengalaman yang selalu bertambah yang menjadi sumber belajar yang semakin kaya. 3) Kesiapan belajar mereka menjadi semakin berorientasi kepada tugastugas perkembangan dari peranan sosial mereka. 4) Perspektif waktu mereka berubah dari penerapan yang tidak seketika dari pengetahuan yang mereka peroleh kepada penerapan yang segera, dan sesuai dengan itu orientasi mereka kearah belajar bergeser dari yang berpusat kepada mata pelajaran kepada yang berpusat kepada penampilan. Usaha-usaha ke arah penerapan teori andragogi dalam kegiatan pendidikan orang dewasa telah dicobakan oleh beberapa ahli, berdasarkan empat asumsi dasar orang dewasa yang di atas yaitu: konsep diri, akumulasi pengalaman, kesiapan belajar, dan orientasi belajar. Asumsi dasar tersebut dijabarkan dalam proses perencanaan kegiatan pembelajaran dengan langkah-langkah sebagai berikut: 21

26 (1) Menyiapkan Iklim Belajar yang Kondusif Faktor lingkungan berpengaruh terhadap keberhasilan belajar. Oleh karena itu, dalam pembelajaran model Andragogi langkah pertama yang harus dikerjakan adalah menyiapkan iklim belajar yang kondusif. Ada tiga hal yang perlu disiapkan agar tercipta iklim belajar yang kondusif itu. Pertama, penataan fisik seperti ruangan yang nyaman, udara yang segar, cahaya yang cukup, dan sebagainya. Termasuk di sini adalah kemudahan memperoleh sumber-sumber belajar baik yang bersifat materi seperti buku maupun yang bukan bersifat materi seperti bertemu dengan fasilitator. Kedua, penataan iklim yang bersifat hubungan manusia dan psikologis seperti terciptanya suasana atau rasa aman, saling menghargai, dan saling bekerjasama. Ketiga, penataan iklim organisasional yang dapat dicapai melalui kebijakan pengembangan SDM, penerapan filosofi manajemen, penataan struktur organisasi, kebijakan finansial, dan pemberian insentif. (2) Peserta diajak untuk menciptakan Mekanisme Perencanaan Bersama Perencanaan pembelajaran dalam model Andragogi dilakukan bersama antara fasilitator dan peserta didik. Dasarnya ialah bahwa peserta didik akan merasa lebih terikat terhadap keputusan dan kegiatan bersama apabila peserta didik terlibat dan berpartisipasi dalam perencanaan dan pengambilan keputusan. (3) Peserta dilibatkan dalam menetapkan Kebutuhan Belajar Dalam proses pembelajaran orang dewasa perlu diketahui lebih dahulu kebutuhan belajarnya. Ada dua cara untuk mengetahui kebutuhan belajar ini adalah dengan model kompetensi dan model diskrepensi. Model kompetensi dapat dilakukan dengan mengunakan berbagai cara seperti penyusunan model peran yang dibuat oleh para ahli. Pada tingkat organisasi dapat dilakukan dengan melaksanakan analisis sistem, analisis performan, dan analisis berbagai dokumen seperti deskripsi tugas, laporan pekerjaan, penilaian pekerjaan, analisis biaya, dan lain-lain. Pada tingkat masyarakat dapat digunakan berbagai informasi yang berasal dari penelitian para ahli, laporan statistik, jurnal, bahkan buku, dan monografi. Model diskrepansi, 22

27 adalah mencari kesenjangan. Kesenjangan antara kompetensi yang dimodelkan dengan kompetensi yang dimiliki oleh peseta didik. Peseta didik perlu melakukan self assesment. (4) Peserta dilibatkan dalam merumuskan Tujuan Khusus (Objectives) Program Tujuan pembelajaran ini akan menjadi pedoman bagi kegiatankegiatan pengalaman pembelajaran yang akan dilakukan. Banyak terjadi kontroversi dalam merumuskan tujuan pembelajaran ini karena perbedaan teori atau dasar psikologi yang melandasinya. Pada model Andragogi lebih dipentingkan terjadinya proses self-diagnosed needs. (5) Merancang Pola Pengalaman Belajar Untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan perlu disusun pola pengalaman belajarnya atau rancangan programnya. Dalam konsep Andragogi, rancangan program meliputi pemilihan problem areas yang telah diidentifikasi oleh peserta didik melalui self-diagnostic, pemilihan format belajar (individual, kelompok, atau massa) yang sesuai, merancang unit-unit pengalaman belajar dengan metoda-metoda dan materi-materi, serta mengurutkannya dalam urutan yang sesuai dengan kesiapan belajar peserta didik dan prinsip estetika. Rancangan program dengan menggunakan model pembelajaran Andargogi pada dasarnya harus dilandasi oleh konsep selfdirected learning dan oleh karena itu rancangan program tidak lain adalah preparat tentang learning-how-to-learn activity. (6) Melaksanakan Program (Melaksanakan Kegiatan Belajar) Catatan penting pertama untuk melaksanakan program kegiatan belajar adalah apakah cukup tersedia sumberdaya manusia yang memiliki kemampuan membelajarkan dengan menggunakan model Andragogi. Proses pembelajaran Andragogi adalah proses pengembangan sumberdaya manusia. Peranan yang harus dikembangkan dalam pengembangan sumberdaya manusia adalah peranan sebagai administrator program, sebagai pengembang personel yang mengembangkan sumberdaya manusia. Dalam konteks pelaksanaan program kegiatan belajar perlu dipahami hal-hal yang berkaitan dengan berbagai teknik untuk membantu 23

28 orang dewasa belajar dan yang berkaitan dengan berbagai bahan-bahan dan alat-alat pembelajaran. (7) Mengevaluasi Hasil Belajar dan Menetapkan Ulang Kebutuhan Belajar Proses pembelajaran model Andragogi diakhiri dengan langkah mengevaluasi program. Pekerjaan mengevaluasi merupakan pekerjaan yang harus terjadi dan dilaksanakan dalam setiap proses pembelajaran. Tidak ada proses pembelajaran tanpa evaluasi. Proses evaluasi dalam model pembelajaran Andragogi bermakna pula sebagai proses untuk merediagnosis kebutuhan belajar. Untuk membantu peserta didik mengenali ulang model-model kompetensi yang diharapkannya dan mengasses kembali diskrepensi antara model dan tingkat kompetensi yang baru dikembangkannya. Pengulangan langkah diagnosis menjadi bagian integral dari langkah evaluasi. Dalam khasanah proses evaluasi terdapat empat langkah yang diperlukan untuk mengefektifkan assessment program yaitu evaluasi reaksi yang dilaksanakan untuk mengetahui bagaimana peserta didik merespon suatu program belajar; evaluasi belajar dilaksanakan untuk mengetahui prinsip-prinsip, fakta, dan teknik-teknik yang telah diperoleh oleh peserta didik; evaluasi perilaku dilaksanakan untuk memperoleh informasi perubahan perilaku peserta didik setelah memperoleh latihan; dan evaluasi hasil dilaksanakan untuk mengetahui tingkat keberhasilan program. Aplikasi yang diutarakan di atas sebenarnya lebih bersifat prinsipprinsip atau rambu-rambu sebagai kendali tindakan membelajarkan orang dewasa. Oleh karena itu, keberhasilannya akan lebih benyak tergantung pada setiap pelaksanaan dan tentunya juga tergantung kondisi yang dihadapi. Jadi, implikasi pengembangan teknologi atau pendekatan andragogi dapat dikaitkan terhadap penyusunan kurikulum atau cara mengajar terhadap warga belajar. Namun, karena keterikatan pada sistem lembaga yang biasanya berlangsung, maka penyusunan program atau kurikulum dengan menggunakan andragogi akan banyak lebih dikembangkan dengan menggunakan pendekatan ini. Sebagai orang dewasa merasakan bahwa konsep-diri seseorang dapat berubah. Mereka mulai melihat peranan sosial mereka dalan hidup tidak lagi 24

29 sebagai warga belajar full time. Mereka melihat diri mereka semakin sebagai penghasil atau pelaku. Sumber utama kepuasan-diri mereka sekarang adalah penampilan mereka sebagai pekerja, suami/isteri, orang tua, dan warga negara. Orang dewasa memperoleh status baru, di mata mereka dan orang-orang lain, dari tanggung jawab yang non-pendidikan ini. Konsep-diri mereka menjadi sebagai pribadi yang mengarahkan dirinya sendiri. Mereka melihat diri mereka sendiri sebagai mampu membuat keputusan-keputusan mereka sendiri dan menghadapi akibat-akibatnya, mengelola hidup mereka sendiri. Dalam hal itu mereka juga mengembangkan satu kebutuhan psikologis yang dalam untuk dilihat orang lain sebagai orang yang mampu mengarahkan diri sendiri. Orang dewasa menemukan bahwa mereka dapat bertanggung jawab bagi pembelajaran mereka sendiri, sebagaimana mereka lakukan bagi segi-segi lain kehidupan mereka, mereka mengalami perasaan lega dan gembira. Kemudian mereka akan memasuki kegiatan belajar dengan keterlibatan-diri yang mendalam, dengan hasil yang seringkali mengejutkan bagi mereka sendiri dan para fasilitator mereka. C. Rangkuman Karakteristik belajar orang dewasa berbeda dengan anak-anak atau remaja, orang dewasa cenderung ingin belajar bukan berguru dan tidak mau digurui. Konsep Andragogi didasarkan pada 4 asumsi warga belajar, yaitu: 1) konsep diri dari seseorang dengan pribadi yang tergantung kepada orang lain kearah seseorang yang mampu mengarahkan diri sendiri. 2) Mereka telah mengumpulkan segudang pengalaman yang bertambah menjadi sumber belajar yang semakin kaya. 3) Kesiapan belajar berorientasi kepada tugas-tugas perkembangan dari peranan sosial mereka. 4) Perspektif waktu berubah dari penerapan yang tidak seketika dari pengetahuan yang diperoleh kepada penerapan yang segera, dan orientasi belajar bergeser dari yang berpusat kepada mata pelajaran menjadi berpusat kepada penampilan. Asumsi dasar Andragogi dijabarkan dalam proses perencanaan kegiatan pembelajaran dengan langkah-langkah: Menyiapkan Iklim Belajar yang 25

30 Kondusif, Peserta diajak untuk menciptakan Mekanisme Perencanaan Bersama, Peserta dilibatkan dalam menetapkan Kebutuhan Belajar, Peserta dilibatkan dalam merumuskan Tujuan Khusus (Objectives) Program, Merancang Pola Pengalaman Belajar, Melaksanakan Program (Melaksanakan Kegiatan Belajar), Mengevaluasi Hasil Belajar dan Menetapkan Ulang Kebutuhan Belajar. D. Latihan 1. Apakah yang dimaksud dengan paedagogi dan andragogi? 2. Uraian 2 (dua) perbedaan yang utama dalam paedagogi dan andragogi? 3. Sebutkan 4 (empat) asumsi dasar orang dewasa yang diterapkan dalam proses andragogi? 26

31 BAB V MODEL DAN STRATEGI PEMBELAJARAN ORANG DEWASA Indikator Keberhasilan: setelah pembelajaran ini peserta diharapkan dapat memilih model pembelajaran orang dewasa,dan menerapkan strategi pembelajaran orang dewasa. A. Model Pembelajaran Orang Dewasa Sesuai dengan karakteristik orang dewasa, maka pembelajarannya juga memerlukan karakteristik yang khusus. Ada beberapa model pembelajaran yang cocok digunakan untuk pembelajaran orang dewasa yaitu: 1. Model Pembelajaran Daur Pengalaman Berstruktur dan Analisis Peranan Model pembelajaran ini menggunakan pendekatan partisipatori andragogi melalui daur pengalaman struktur. Model pembelajaran ini merupakan proses membantu belajar orang dewasa secara analisis dan partisipasif melalui tahap-tahap: a. Pengenalan dan penghayatan terhadap masalah dan kebutuhan peningkatan mutu program dan kemampuan petugas menurut pandangan peserta b. Pengungkapan masalah/kebutuhan peningkatan mutu program dan kemampuan petugas menurut pandangan peserta c. Pengolahan masalah dan kebutuhan peningkatan mutu program dan kemampuan petugas oleh peserta bersama fasilitator atau narasumber. d. Penyimpulan cara pemecahan masalah dan pemenuhan kebutuhan peningkatan mutu program dan kemampuan petugas oleh peserta bersama fasilitator e. Penyerapan dan penerapan cara-cara peningkatan mutu program dan kemampuan petugas dalam penyelenggaraan program. Merujuk pada model pembelajaran daur pengalaman berstruktur untuk analisis peran peserta dapat menggunakan metode ATMAP (Arah, Terapan, Masalah dan Peran). Pembelajaran dengan metode ATMAP adalah upaya peningkatan kemampuan analisis dan sekaligus penghayatan peserta 27

32 terhadap perannya dalam menyelenggarakan program dalam masyarakat. Aplikasi metode ATMAP dalam daur pengalaman berstruktur adalah sebagai berikut: a. Arah program dan arah tugas Arah program berkenaan antara lain tujuan kegiatan, cara pelaksanaan dan cara penilaian dari program yang diselenggarakan pada masyarakat. Arah tugas peserta berkenaan tugas pokok, rincian kegiatannya dan proses pelaksanaannya. Metode pembelajaran ini antara lain sajian arah, telaah kasus, curah pendapat, ceramah, tanya jawab, dan metode lain yang sesuai. b. Terapan program dan tugas Terapan program artinya cara pelaksanaan program menurut arah yang telah ditetapkan baik yang sudah diwujudkan maupun yang diperkirakan. Terapan tugas artinya cara pelaksanaan tugas yang telah ditetapkan. Terapan program dan terapan tugas dikaitkan dengan situasi dan kondisi wilayah, tempat serta fasilitas pendukungnya. Metode pembelajaran untuk ini antara lain menggunakan curah pendapat, diskusi, telaah terapan, kerja kelompok, dan metode lain yang sesuai. c. Masalah Terapan Program dan Terapan Tugas Masalah terapan program adalah masalah-masalah yang muncul atau yang diperkirakan akan muncul baik internal maupun eksternal. Masalah terapan tugas artinya masalah kemampuan petugas dalam melaksanakan tugasnya yang berkaitan dengan terapan program baik yang muncul atau yang diperkirakan akan muncul (internal maupun eksternal). Metode pembelajaran ini antara lain curah pendapat, telaah kasus, diskusi kelompok (pleno), telaah banding, telaah lapangan, kerja kelompok dan metode lain yang sesuai. d. Alternatif Pemecahan Masalah Terapan Program dan Terapan Tugas Alternatif pemecahan masalah terapan program artinya gagasangagasan cara pemecahan masalah yang telah dianalisis baik untuk sekarang ataupun yang akan datang terutama terhadap masalah internal. Alternatif pemecahan masalah terapan tugas artinya gagasan- 28

33 gagasan cara peningkatan kemampuan petugas sesuai dengan tuntutan terapan program baik untuk sekarang maupun untuk yang akan datang terutama yang bersifat internal. Metode pembelajaran untuk ini adalah telaah kasus, diskusi, telaah banding, kerja kelompok dan metode lain yang sesuai. e. Peran Petugas Peran petugas artinya peran dan kemampuannya melaksanakan program serta pemecahan masalahnya, untuk sekarang maupun yang akan datang. Metode pembelajaran untuk ini harus ditekankan kepada belajar, praktek dan bekerja melalui metode diskusi, kerja kelompok atau individual, simulasi, bermain peran dan metode lain yang sesuai. 2. Model Pembelajaran Latihan Penyelidikan (Inguiry Training Model) Latihan penyelidikan sebagai salah satu model pembelajaran meliputi lima fase yaitu: a. Menghadapkan peserta belajar untuk berkonfrontasi dengan situasi teka-teki b. Fase operasional pengumpulan data untuk verifikasi, meminta peserta belajar menanyakan serangkaian pertanyaan untuk dijawab oleh fasilitator dengan "ya" atau "tidak" dan menyelenggarakan serangkaian eksperimen mengenai lingkungan situasi masalah. c. Operasi pengumpulan data untuk eksperimentasi d. Peserta belajar menyadap informasi dari pengumpulan data mereka dan menjelaskan masalah sebaik mungkin. e. Fasilitator dan peserta belajar bekerja sama menganalisis strategi satu sama lain. Tekanan di sini ialah pada konsekuensi strategi tertentu. Analisis ini berusaha membantu peserta belajar lebih terarah dalam mengajukan pertanyaan dan mengikuti rencana: pengadaan fakta, menentukan apa yang relevan, menyiapkan konsep penjelasan atau hubungan. 3. Model Pembelajaran Advance Organizer Advance Organizer ialah materi pengenalan yang disajikan lebih dahulu dari tugas pembelajaran yang tingkat abstraksinya lebih tinggi 29

STRATEGI PEMBELAJARAN ORANG DEWASA (PENDEKATAN ANDRAGOGI)

STRATEGI PEMBELAJARAN ORANG DEWASA (PENDEKATAN ANDRAGOGI) STRATEGI PEMBELAJARAN ORANG DEWASA (PENDEKATAN ANDRAGOGI) Dr. Sujarwo, M.Pd*) Pendahuluan Orang dewasa adalah orang yang telah memiliki banyak pengalaman, pengetahuan, kecakapan dan kemampuan mengatasi

Lebih terperinci

STRATEGI PEMBELAJARAN PARTISIPATIF BAGI BELAJAR ORANG DEWASA (PENDEKATAN ANDRAGOGI) Sujarwo *

STRATEGI PEMBELAJARAN PARTISIPATIF BAGI BELAJAR ORANG DEWASA (PENDEKATAN ANDRAGOGI) Sujarwo * STRATEGI PEMBELAJARAN PARTISIPATIF BAGI BELAJAR ORANG DEWASA (PENDEKATAN ANDRAGOGI) Sujarwo * Abstract In educational perspective, adult s purposes for learning are to achieve goals and affirm identity.

Lebih terperinci

PENDEKATAN PRINSIP ADULT LEARNING DALAM UPAYA MENUNJANG PROSES PEMBELAJARAN DIKLAT APARATUR

PENDEKATAN PRINSIP ADULT LEARNING DALAM UPAYA MENUNJANG PROSES PEMBELAJARAN DIKLAT APARATUR PENDEKATAN PRINSIP ADULT LEARNING DALAM UPAYA MENUNJANG PROSES PEMBELAJARAN DIKLAT APARATUR Oleh : Dwi Heri Sudaryanto *) ABSTRAK Keberhasilan program pelatihan ditentukan oleh banyak faktor, diantaranya

Lebih terperinci

STRATEGI PEMBELAJARAN ORANG DEWASA OLEH: TIM JURUSAN PLS

STRATEGI PEMBELAJARAN ORANG DEWASA OLEH: TIM JURUSAN PLS STRATEGI PEMBELAJARAN ORANG DEWASA OLEH: TIM JURUSAN PLS Pengertian : Strategi Pembelajaran Orang Dewasa Andragogi adalah ilmu untuk membantu bagaimana agar orang dewasa mau belajar. Paedagogi adalah ilmu

Lebih terperinci

PELATIHAN DAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA

PELATIHAN DAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA PELATIHAN DAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA BAB I KONSEP TEORI 1.1 Latar Belakang Pelatihan dan pengembangan yang dilakukan bagi peningkatan kualitas sumber daya manusia telah dilakukan dengan berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1

BAB I PENDAHULUAN I.1 BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Pendidikan merupakan suatu kebutuhan bagi seluruh umat manusia. Pendidikan tidak terbatas hanya untuk mereka yang berada pada tingkatan pedagogy saja tetapi juga pendidikan

Lebih terperinci

STRATEGI PEMBELAJARAN PARTISIPATIF BAGI BELAJAR ORANG DEWASA (PENDEKATAN ADRAGOGI)

STRATEGI PEMBELAJARAN PARTISIPATIF BAGI BELAJAR ORANG DEWASA (PENDEKATAN ADRAGOGI) STRATEGI PEMBELAJARAN PARTISIPATIF BAGI BELAJAR ORANG DEWASA (PENDEKATAN ADRAGOGI) Oleh: SUJARWO, M.Pd PLS FIP UNY Jurusan pendidikan Luar sekolah Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta

Lebih terperinci

KURIKULUM PELATIHAN JABATAN FUNGSIONAL EPIDEMIOLOG KESEHATAN PENGANGKATAN PERTAMA JENJANG AHLI DI BALAI BESAR PELATIHAN KESEHATAN CILOTO TAHUN 2015

KURIKULUM PELATIHAN JABATAN FUNGSIONAL EPIDEMIOLOG KESEHATAN PENGANGKATAN PERTAMA JENJANG AHLI DI BALAI BESAR PELATIHAN KESEHATAN CILOTO TAHUN 2015 KURIKULUM PELATIHAN JABATAN FUNGSIONAL EPIDEMIOLOG KESEHATAN PENGANGKATAN PERTAMA JENJANG AHLI DI BALAI BESAR PELATIHAN KESEHATAN CILOTO TAHUN 015 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perubahan tata pemerintahan

Lebih terperinci

Landasan Psikologis Pendidikan

Landasan Psikologis Pendidikan Landasan Psikologis Pendidikan Disajikan pada Diklat Pengembangan Kompetensi Gadik Secapa POLRI SUKABUMI 250110 Oleh BABANG ROBANDI UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA JANUARI 2010 Landasan Psikologis pendidikan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. rencana tentang pendidikan yang dikemas dalam bentuk kurikulum. Dalam kurikulum pendidikan dasar dan menengah wajib memuat Ilmu

I. PENDAHULUAN. rencana tentang pendidikan yang dikemas dalam bentuk kurikulum. Dalam kurikulum pendidikan dasar dan menengah wajib memuat Ilmu 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan suatu aspek kehidupan yang sangat mendasar bagi pembangunan bangsa suatu negara. Dalam penyelenggaraan pendidikan di sekolah yang melibatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lia Liana Iskandar, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lia Liana Iskandar, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan usaha sadar, terencana untuk mewujudkan proses belajar dan hasil belajar yang optimal sesuai dengan karekteristik peserta didik. Dalam proses pendidikan,

Lebih terperinci

PENDEKATAN PEMBELAJARAN IPS DI SMP (Oleh: Dra. Neti Budiwati, M.Si.)

PENDEKATAN PEMBELAJARAN IPS DI SMP (Oleh: Dra. Neti Budiwati, M.Si.) PENDEKATAN PEMBELAJARAN IPS DI SMP (Oleh: Dra. Neti Budiwati, M.Si.) 1. PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL DALAM PENDIDIKAN IPS DI SMP 1.1. Latar Belakang Pembelajaran Kontekstual Ada kecenderungan dewasa ini utnuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan Pendidikan Nasional adalah upaya mencerdasakan kehidupan bangsa dan meningkatkan kualitas manusia Indonesia yang beriman, bertaqwa dan berahlak mulia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan di Indonesia sampai saat ini masih menjadi. perbincangan para pakar pendidikan dari tingkat daerah sampai dengan pusat,

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan di Indonesia sampai saat ini masih menjadi. perbincangan para pakar pendidikan dari tingkat daerah sampai dengan pusat, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Kualitas pendidikan di Indonesia sampai saat ini masih menjadi perbincangan para pakar pendidikan dari tingkat daerah sampai dengan pusat, berbagai dimensi

Lebih terperinci

Prinsip Belajar Orang Dewasa

Prinsip Belajar Orang Dewasa Prinsip Belajar Orang Dewasa By. Edi Purwanto PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FIKES - UMM 1 Pokok Bahasan a) Pembelajaran pedagogi b) Pembelajaran andragogi c) Asumsi pembelajaran orang dewasa d) Perbedaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kurikulum merupakan implementasi pemerintah dalam mencapai tujuan untuk mencerdaskan bangsa. Undang-undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN. telah diuraikan pada Bab IV, maka dapat disimpulkan:

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN. telah diuraikan pada Bab IV, maka dapat disimpulkan: BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN A. Simpulan Berdasarkan hasil analisis data, temuan dan pembahasan penelitian yang telah diuraikan pada Bab IV, maka dapat disimpulkan: 1. Terdapat pengaruh langsung

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORITIS TENTANG HASIL BELAJAR SISWA PADA PEMBELAJARAN BILANGAN BULAT

BAB II KAJIAN TEORITIS TENTANG HASIL BELAJAR SISWA PADA PEMBELAJARAN BILANGAN BULAT 8 BAB II KAJIAN TEORITIS TENTANG HASIL BELAJAR SISWA PADA PEMBELAJARAN BILANGAN BULAT A. Metode Kerja Kelompok Salah satu upaya yang ditempuh guru untuk menciptakan kondisi belajar mengajar yang kondusif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. macam tantangan dalam berbagai bidang. Untuk menghadapi tantangan tersebut

BAB I PENDAHULUAN. macam tantangan dalam berbagai bidang. Untuk menghadapi tantangan tersebut BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Di era globalisasi sekarang ini, setiap orang dihadapkan pada berbagai macam tantangan dalam berbagai bidang. Untuk menghadapi tantangan tersebut maka setiap

Lebih terperinci

Pembelajaran diartikan sebagai proses pengelolaan lingkungan seseorang yang dengan sengaja dilakukan sehingga memungkinkan dia belajar untuk

Pembelajaran diartikan sebagai proses pengelolaan lingkungan seseorang yang dengan sengaja dilakukan sehingga memungkinkan dia belajar untuk Pembelajaran diartikan sebagai proses pengelolaan lingkungan seseorang yang dengan sengaja dilakukan sehingga memungkinkan dia belajar untuk melakukan atau mempertunjukkan perilaku tertentu, sebagai respons

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Masalah Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan seseorang memasuki masa dewasa. Masa ini merupakan, masa transisi dari masa anak-anak menuju dewasa.

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG SALINAN PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG STANDAR PROSES PENDIDIKAN KESETARAAN PROGRAM PAKET A, PROGRAM PAKET B, DAN PROGRAM PAKET C DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

Model Hipotetik Bimbingan dan konseling Kemandirian Remaja Tunarungu di SLB-B Oleh: Imas Diana Aprilia 1. Dasar Pemikiran

Model Hipotetik Bimbingan dan konseling Kemandirian Remaja Tunarungu di SLB-B Oleh: Imas Diana Aprilia 1. Dasar Pemikiran Model Hipotetik Bimbingan dan konseling Kemandirian Remaja Tunarungu di SLB-B Oleh: Imas Diana Aprilia 1. Dasar Pemikiran Pendidikan bertanggungjawab mengembangkan kepribadian siswa sebagai upaya menghasilkan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Pelatihan dalam kaitannya dengan upaya pemberdayaan masyarakat merupakan kegiatan meningkatkan kemampuan masyarakat dalam menghadapi tuntutan pemenuhan kebutuhan dan perubahan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Kata media berasal dari bahasa latin yaitu medium yang secara harfiah berarti

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Kata media berasal dari bahasa latin yaitu medium yang secara harfiah berarti BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Media Kartu Bergambar 2.1.1 Pengertian Media Kartu Bergambar Kata media berasal dari bahasa latin yaitu medium yang secara harfiah berarti perantara. Dengan demikian media dapat

Lebih terperinci

PENGGUNAAN MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH/ PROBLEM BASED LEARNING (PBL)

PENGGUNAAN MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH/ PROBLEM BASED LEARNING (PBL) PENGGUNAAN MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH/ PROBLEM BASED LEARNING (PBL) PADA PENDIDIKAN DAN PELATIHAN Oleh : Legiman, M.Pd Widyaiswara LPMP D.I. Yogyakarta email : legiman.maman@yahoo.co.id ABSTRAK

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN REKOMENDASI. A. SIMPULAN Berdasarkan temuan dan hasil analisis data yang diperoleh dari kegiatan studi

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN REKOMENDASI. A. SIMPULAN Berdasarkan temuan dan hasil analisis data yang diperoleh dari kegiatan studi BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN REKOMENDASI A. SIMPULAN Berdasarkan temuan dan hasil analisis data yang diperoleh dari kegiatan studi pendahuluan, uji coba terbatas, uji coba lebih luas dan uji validasi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki era globalisasi yang terjadi saat ini ditandai dengan adanya

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki era globalisasi yang terjadi saat ini ditandai dengan adanya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Memasuki era globalisasi yang terjadi saat ini ditandai dengan adanya perkembangan pada ilmu pengetahuan dan teknologi. Perkembangan yang terjadi tersebut menuntut

Lebih terperinci

> MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA

> MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA > MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.20/Menhut-II/2004 TENTANG PEDOMAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEHUTANAN MENTERI KEHUTANAN, Menimbang: a. bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Iding Tarsidi, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Iding Tarsidi, 2013 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan pada dasarnya bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang mandiri... (UURI No. 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan bangsa Indonesia untuk menciptakan manusia yang berilmu, cerdas dan terampil di lingkungan masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan bangsa Indonesia untuk menciptakan manusia yang berilmu, cerdas dan terampil di lingkungan masyarakat. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan dalam arti luas mencakup seluruh proses hidup dan segenap bentuk interaksi individu dengan lingkungannya, baik secara formal, non formal maupun informal,

Lebih terperinci

JENIS-JENIS KOMPETENSI GURU TK

JENIS-JENIS KOMPETENSI GURU TK JENIS-JENIS KOMPETENSI GURU TK NO KOMPETENSI SUB KOMPETENSI INDIKATOR 1. Kompetensi a. Memahami wawasan dan landasan 1) Mengetahui wawasan kependidikan TK Pedagogik kependidikan. 2) Mengetahui landasan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.20/Menhut-II/2004 TENTANG PEDOMAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEHUTANAN MENTERI KEHUTANAN,

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.20/Menhut-II/2004 TENTANG PEDOMAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEHUTANAN MENTERI KEHUTANAN, MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.20/Menhut-II/2004 TENTANG PEDOMAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEHUTANAN MENTERI KEHUTANAN, Menimbang: a. bahwa sesuai

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI. Simpulan hasil penelitian model pembelajaran proyek berbasis lingkungan

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI. Simpulan hasil penelitian model pembelajaran proyek berbasis lingkungan BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI A. Simpulan Simpulan hasil penelitian model pembelajaran proyek berbasis lingkungan perkembangan untuk meningkatkan keterampilan pemecahan masalah pada anak TK,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tentang orang lain. Begitu pula dalam membagikan masalah yang terdapat pada

BAB I PENDAHULUAN. tentang orang lain. Begitu pula dalam membagikan masalah yang terdapat pada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Wanita merupakan individu yang memiliki keterbukaan dalam membagi permasalahan kehidupan maupun penilaian mereka mengenai sesuatu ataupun tentang orang lain.

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN. tiga sub bab pokok bahasa, yaitu kesimpulan, Implikasi dan saran.

BAB VI KESIMPULAN. tiga sub bab pokok bahasa, yaitu kesimpulan, Implikasi dan saran. 175 BAB VI KESIMPULAN Bab ini merupakan bab terakhir atau bab penutup. Pada bab ini memuat tiga sub bab pokok bahasa, yaitu kesimpulan, Implikasi dan saran. A. Kesimpulan Berdasarkan fokus penelitian,

Lebih terperinci

LANDASAN ANDRAGOGIS PENDIDIKAN

LANDASAN ANDRAGOGIS PENDIDIKAN LANDASAN ANDRAGOGIS PENDIDIKAN (Sebuah refleksi ) Disajikan pada Diklat Peningkatan Kompetensi Gadik Secapa POLRI SUKABUMI Oleh: BABANG ROBANDI Universitas Pendidikan Indonesia Jl.Dr. Setiabudi 229 Bandung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Dunia pendidikan merupakan kehidupan yang penuh dengan tantangan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Dunia pendidikan merupakan kehidupan yang penuh dengan tantangan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dunia pendidikan merupakan kehidupan yang penuh dengan tantangan sekaligus membuka peluang-peluang baru bagi pembangunan ekonomi dan sumber daya manusia Indonesia

Lebih terperinci

WALIKOTA TASIKMALAYA

WALIKOTA TASIKMALAYA WALIKOTA TASIKMALAYA PERATURAN WALIKOTA TASIKMALAYA Nomor : 14 Tahun 2008 Lampiran : - TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN NON FORMAL DI KOTA TASIKMALAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TASIKMALAYA,

Lebih terperinci

ANDRAGOGI. Sungkono KTP FIP UNY

ANDRAGOGI. Sungkono KTP FIP UNY ANDRAGOGI Sungkono KTP FIP UNY ARTI ANDRAGOGI AGOGI (AGOGY) BHS. YUNANI AGOGUS: MEMIMPIN (MEMBIM- BING) AGOGI: AKTIVITAS MEMIMPIN/ MEMBIMBING ATAU SENI DAN ILMU MEMPENGARUHI ORANG LAIN. ANDRAGOGI (ANDRAGOGY)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang 1 BAB I 1 A. Latar Belakang PENDAHULUAN Pembangunan nasional pada hakekatnya adalah rangkaian upaya pembangunan manusia yang berkesinambungan dan dilakukan secara sengaja untuk meningkatkan kualitas yang

Lebih terperinci

PENYULUHAN DAN KEBERADAAN PENYULUH

PENYULUHAN DAN KEBERADAAN PENYULUH PENYULUHAN DAN KEBERADAAN PENYULUH Latar Belakang Berdasarkan Ketentuan Umum UU SP3K No.16 Tahun 2006 pasal 1 ayat (2) Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan yang selanjutnya disebut Penyuluhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan sosial anak telah dimulai sejak bayi, kemudian pada masa kanak-kanak dan selanjutnya pada masa remaja. Hubungan sosial anak pertamatama masih sangat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. semakin pesat, sumber daya manusia yang mampu dan berkualitas merupakan

BAB I PENDAHULUAN. semakin pesat, sumber daya manusia yang mampu dan berkualitas merupakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin pesat, sumber daya manusia yang mampu dan berkualitas merupakan kebutuhan yang tidak dapat dihindarkan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sejarah merupakan salah satu mata pelajaran yang menanamkan. Berdasarkan pernyataan di atas, dapat disimpulkan bahwa sejarah dapat

BAB I PENDAHULUAN. Sejarah merupakan salah satu mata pelajaran yang menanamkan. Berdasarkan pernyataan di atas, dapat disimpulkan bahwa sejarah dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sejarah merupakan salah satu mata pelajaran yang menanamkan pengetahuan dan nilai-nilai mengenai proses perubahan dan perkembangan masyarakat Indonesia dan

Lebih terperinci

Belajar Dan Pembelajaran Metode Based Learning

Belajar Dan Pembelajaran Metode Based Learning Author : Edy Santoso Publish : 25-09-2011 09:46:35 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kegiatan pembelajaran di sekolah adalah kegiatan pendidikan pada umumnya, yang menjadikan siswa menuju keadaan

Lebih terperinci

BAB III ANALISIS. Komunitas belajar dalam Tugas Akhir ini dapat didefinisikan melalui beberapa referensi yang telah dibahas pada Bab II.

BAB III ANALISIS. Komunitas belajar dalam Tugas Akhir ini dapat didefinisikan melalui beberapa referensi yang telah dibahas pada Bab II. BAB III ANALISIS Sesuai dengan permasalahan yang diangkat pada Tugas Akhir ini, maka dilakukan analisis pada beberapa hal sebagai berikut: 1. Analisis komunitas belajar. 2. Analisis penerapan prinsip psikologis

Lebih terperinci

MODUL PENULISAN KERTAS KERJA

MODUL PENULISAN KERTAS KERJA MODUL PENULISAN KERTAS KERJA PUSDIKLAT APARATUR BADAN PPSDM KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN 2013 DAFTAR ISI DAFTAR ISI... i A. Deskripsi Singkat... 1 B. Tujuan Pembelajaran... 1 C. Pokok Bahasan dan Sub

Lebih terperinci

VISI MISI KABUPATEN KUDUS TAHUN

VISI MISI KABUPATEN KUDUS TAHUN VISI MISI KABUPATEN KUDUS TAHUN 2013 2018 Visi Terwujudnya Kudus Yang Semakin Sejahtera Visi tersebut mengandung kata kunci yang dapat diuraikan sebagai berikut: Semakin sejahtera mengandung makna lebih

Lebih terperinci

FILOSOFI KULIAH KERJA NYATA Oleh Prof. Dr. H. Deden Mulyana, SE., MSi. Disampaikan Pada: DIKLAT KULIAH KERJA NYATA UNIVERSITAS SILIWANGI 12 JULI 2017

FILOSOFI KULIAH KERJA NYATA Oleh Prof. Dr. H. Deden Mulyana, SE., MSi. Disampaikan Pada: DIKLAT KULIAH KERJA NYATA UNIVERSITAS SILIWANGI 12 JULI 2017 FILOSOFI KULIAH KERJA NYATA Oleh Prof. Dr. H. Deden Mulyana, SE., MSi. Disampaikan Pada: DIKLAT KULIAH KERJA NYATA UNIVERSITAS SILIWANGI 12 JULI 2017 FILOSOFI KULIAH KERJA NYATA Bagian integral dari proses

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Suatu organisasi baik pemerintah maupun swasta didirikan karena

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Suatu organisasi baik pemerintah maupun swasta didirikan karena BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Suatu organisasi baik pemerintah maupun swasta didirikan karena mempunyai tujuan yang ingin dicapai. Dalam mencapai tujuannya setiap organisasi dipengaruhi oleh

Lebih terperinci

2014 PENERAPAN STRATEGI PEMBELAJARAN AKTIF TIPE KUIS TIM UNTUK ENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN MATEMATIS DAN SELF-CONFIDENCE SISWA SMP

2014 PENERAPAN STRATEGI PEMBELAJARAN AKTIF TIPE KUIS TIM UNTUK ENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN MATEMATIS DAN SELF-CONFIDENCE SISWA SMP BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kualitas suatu bangsa ditentukan oleh kualitas sumber daya manusianya. Manusia sebagai pemegang dan penggerak utama dalam menentukan kemajuan suatu bangsa. Melalui

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memasuki era pemerintahan yang kompetitif tersebut. Kemampuan ini sangat

BAB I PENDAHULUAN. memasuki era pemerintahan yang kompetitif tersebut. Kemampuan ini sangat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Adanya perubahan politik dan administrasi pemerintahan melalui pemberian otonomi luas kepada Daerah Kabupaten dan Daerah Kota sebagaimana dimaksudkan dalam Undang-Undang

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. ini memperlihatkan bahwa kata implementasi bermuara pada

BAB II KAJIAN TEORI. ini memperlihatkan bahwa kata implementasi bermuara pada BAB II KAJIAN TEORI A. Kerangka Teoretis 1. Pengertian Implementasi Implementasi merupakan suatu proses penerapan ide, konsep, kebijakan atau inovasi dalam suatu tindakan praktis sehingga memberikan dampak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. akan terwujud dengan baik apabila didukung secara optimal oleh pola. upaya peningkatan pola manajerial sekolah.

BAB I PENDAHULUAN. akan terwujud dengan baik apabila didukung secara optimal oleh pola. upaya peningkatan pola manajerial sekolah. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Peningkatan mutu pendidikan melalui kemandirian dan inisiatif sekolah dalam mengelola dan memberdayakan sumber daya yang tersedia akan terwujud dengan baik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. maupun informal. Keberhasilan pendidikan akan terjadi bila ada interaksi antara

BAB I PENDAHULUAN. maupun informal. Keberhasilan pendidikan akan terjadi bila ada interaksi antara BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Peran guru sangat strategis pada kegiatan pendidikan formal, non formal maupun informal. Keberhasilan pendidikan akan terjadi bila ada interaksi antara pendidik dengan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Strategi Strategi adalah perencanaan induk yang komprehensif, yang menjelaskan bagaimana mencapai semua tujuan yang telah ditetapkan berdasarkan misi yang telah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Menurut Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 Pendidikan adalah usaha

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Menurut Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 Pendidikan adalah usaha BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menurut Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. baik dalam penguasaan materi maupun metode pembelajaran selalu

BAB I PENDAHULUAN. baik dalam penguasaan materi maupun metode pembelajaran selalu 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Dalam dunia pendidikan saat ini, peningkatan kualitas pembelajaran baik dalam penguasaan materi maupun metode pembelajaran selalu diupayakan. Salah satu

Lebih terperinci

PENGENALAN DIRI. Materi Pelatihan. Waktu : menit (135 menit) Tujuan Instruksional Umum : Tujuan Instuksional Khusus : Metoda :

PENGENALAN DIRI. Materi Pelatihan. Waktu : menit (135 menit) Tujuan Instruksional Umum : Tujuan Instuksional Khusus : Metoda : PENGENALAN DIRI 16 Waktu : 1.5 sesi @ 90 menit (135 menit) Tujuan Instruksional Umum : Mampu mengembangkan kepribadian diri secara optimal, sehingga dapat menunjang pelaksanaan tugas/pekerjaan. Tujuan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 49 TAHUN 2007 TENTANG STANDAR PENGELOLAAN PENDIDIKAN OLEH SATUAN PENDIDIKAN NONFORMAL

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 49 TAHUN 2007 TENTANG STANDAR PENGELOLAAN PENDIDIKAN OLEH SATUAN PENDIDIKAN NONFORMAL SALINAN PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 49 TAHUN 2007 TENTANG STANDAR PENGELOLAAN PENDIDIKAN OLEH SATUAN PENDIDIKAN NONFORMAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PENDIDIKAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. secara jelas dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003, tentang Sistem

BAB I PENDAHULUAN. secara jelas dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003, tentang Sistem BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Dalam perspektif pendidikan nasional, tujuan pendidikan nasional dapat dilihat secara jelas dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003, tentang Sistem Pendidikan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. dapat menuju kearah yang lebih baik. Hal ini sesuai dengan pendapat Slameto

II. TINJAUAN PUSTAKA. dapat menuju kearah yang lebih baik. Hal ini sesuai dengan pendapat Slameto 10 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Belajar dan Pembelajaran Belajar merupakan suatu proses perkembangan yang dialami oleh seseorang agar dapat menuju kearah yang lebih baik. Hal ini sesuai dengan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. A. Lembar Kerja Siswa (LKS) 1. Pengertian LKS. Untuk memahami maksud LKS, terlebih dahulu diuraikan mengenai

BAB II KAJIAN TEORI. A. Lembar Kerja Siswa (LKS) 1. Pengertian LKS. Untuk memahami maksud LKS, terlebih dahulu diuraikan mengenai BAB II KAJIAN TEORI A. Lembar Kerja Siswa (LKS) 1. Pengertian LKS Untuk memahami maksud LKS, terlebih dahulu diuraikan mengenai bahan ajar. Dalam Prastowo (2015: 17), bahan ajar merupakan segala bahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. potensi intelektual dan sikap yang dimilikinya, sehingga tujuan utama

BAB I PENDAHULUAN. potensi intelektual dan sikap yang dimilikinya, sehingga tujuan utama BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pendidikan merupakan salah satu fondasi yang menentukan ketangguhan dan kemajuan suatu bangsa. Sekolah sebagai lembaga pendidikan formal dituntut untuk melaksanakan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Task Commitment 2.1.1. Pengertian Task Commitment Task commitment adalah salah satu karakteristik yang mestinya dimiliki oleh siswa berbakat menurut konsep The Three Ring Conception

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. timbul pada diri manusia. Menurut UU RI No. 20 Tahun 2003 Bab 1 Pasal 1

I. PENDAHULUAN. timbul pada diri manusia. Menurut UU RI No. 20 Tahun 2003 Bab 1 Pasal 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan proses dalam pembangunan manusia untuk mengembangkan dirinya agar dapat menghadapi segala permasalahan yang timbul pada diri manusia. Menurut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia tidak dapat hidup seorang diri karena manusia merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Manusia tidak dapat hidup seorang diri karena manusia merupakan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Manusia tidak dapat hidup seorang diri karena manusia merupakan makhluk sosial yang membutuhkan kehadiran individu lain dalam kehidupannya. Tanpa kehadiran

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.174, 2014 PENDIDIKAN. Pelatihan. Penyuluhan. Perikanan. Penyelenggaraan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5564) PERATURAN PEMERINTAH

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan dapat diartikan sebagai suatu proses atau usaha sadar dan penuh tanggung jawab dari orang dewasa dalam membimbing, memimpin, dan mengarahkan peserta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Era globalisasi dan informasi yang ditandai oleh perubahan sosial, budaya dan

BAB I PENDAHULUAN. Era globalisasi dan informasi yang ditandai oleh perubahan sosial, budaya dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Era globalisasi dan informasi yang ditandai oleh perubahan sosial, budaya dan ekonomi yang begitu cepat, mengakibatkan meningkatnya konflik dan kecemasan hidup

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah cara yang dianggap paling strategis untuk mengimbangi

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah cara yang dianggap paling strategis untuk mengimbangi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam era globalisasi ini, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi sangat pesat. Dengan berkembangnya jaman, pendidikan turut serta berkembang. Pendidikan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Belajar pada hakekatnya adalah proses interaksi terhadap semua situasi yang ada

I. PENDAHULUAN. Belajar pada hakekatnya adalah proses interaksi terhadap semua situasi yang ada I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Belajar pada hakekatnya adalah proses interaksi terhadap semua situasi yang ada di sekitar individu. Belajar dapat dipandang sebagai proses yang diarahkan kepada

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH DALAM MENINGKATKAN KINERJA GURU DI SMP ISLAM SULTAN AGUNG 1 SEMARANG

BAB IV ANALISIS KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH DALAM MENINGKATKAN KINERJA GURU DI SMP ISLAM SULTAN AGUNG 1 SEMARANG 69 BAB IV ANALISIS KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH DALAM MENINGKATKAN KINERJA GURU DI SMP ISLAM SULTAN AGUNG 1 SEMARANG A. Kepemimpinan kepala sekolah di SMP Islam Sultan Agung 1 Semarang Kepala sekolah merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Umi Rahayu Fitriyanah, 2014

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Umi Rahayu Fitriyanah, 2014 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan secara garis besar terdiri dari tiga bagian penting, yaitu: administrasi dan kepemimpinan (manajemen pendidikan), intruksional dan kurikuler (berkaitan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan teknologi dan informasi yang cepat berubah saat ini membutuhkan manusia yang siap dan tanggap. Salah satu cara untuk menghasilkan manusia yang

Lebih terperinci

PERAN KEPALA SEKOLAH DALAM MANAJEMEN PEMBELAJARAN DI SD NEGERI BENDUNGAN GAJAHMUNGKUR SEMARANG TESIS

PERAN KEPALA SEKOLAH DALAM MANAJEMEN PEMBELAJARAN DI SD NEGERI BENDUNGAN GAJAHMUNGKUR SEMARANG TESIS PERAN KEPALA SEKOLAH DALAM MANAJEMEN PEMBELAJARAN DI SD NEGERI BENDUNGAN GAJAHMUNGKUR SEMARANG TESIS Diajukan Kepada Program Studi Magister Manajeman Universitas Muhammadiyah Surakarta Untuk Memenuhi Salah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan dewasa ini diarahkan untuk peningkatan kualitas belajar,

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan dewasa ini diarahkan untuk peningkatan kualitas belajar, 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Pendidikan dewasa ini diarahkan untuk peningkatan kualitas belajar, mengingat kemampuan memahami dari peserta didik di Indonesia hanya berada ditingkat kemampuan

Lebih terperinci

PEMBINAAN KARAKTER KEWARGANEGARAAN MELALUI PEMBELAJARAN PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN

PEMBINAAN KARAKTER KEWARGANEGARAAN MELALUI PEMBELAJARAN PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Upaya meningkatkan kualitas sumberdaya manusia merupakan tanggung jawab seluruh masyarakat Indonesia. Berhubungan dengan hal itu, pendidikan memiliki peranan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan proses perubahan sikap dan tata laku seseorang atau sekelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya manusia yang berkualitas agar dapat memberi daya dukung yang

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya manusia yang berkualitas agar dapat memberi daya dukung yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia sebagai negara yang sedang berkembang membutuhkan sumber daya manusia yang berkualitas agar dapat memberi daya dukung yang optimal terhadap kemajuan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Penyelenggaraan pendidikan pada dasarnya merupakan suatu usaha dalam

I. PENDAHULUAN. Penyelenggaraan pendidikan pada dasarnya merupakan suatu usaha dalam 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyelenggaraan pendidikan pada dasarnya merupakan suatu usaha dalam menyiapkan mahasiswa untuk menghadapi lingkungan hidup yang selalu mengalami perubahan yang semakin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada saat ini pembelajaran di sekolah harus bervariasi agar bisa menarik perhatian siswa untuk mengikuti proses pembelajaran dimana siswa dapat tertarik pada

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KLUNGKUNG NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN BIDANG PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KLUNGKUNG NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN BIDANG PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN KLUNGKUNG NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN BIDANG PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KLUNGKUNG, Menimbang : a. bahwa bidang pendidikan merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam penguasaan ilmu dan teknologi agar sejajar dengan bangsa-bangsa maju di

BAB I PENDAHULUAN. dalam penguasaan ilmu dan teknologi agar sejajar dengan bangsa-bangsa maju di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ciri penting pembangunan nasional adalah penekanan pada pembangunan pengembangan sumber daya manusia (PSDM). Penekanan pada PSDM dalam semua sektor dan sub sektor pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. profesionalnya, dan sebaliknya kinerja yang di bawah standar kerja

BAB I PENDAHULUAN. profesionalnya, dan sebaliknya kinerja yang di bawah standar kerja BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap profesional ingin menunjukkan bahwa kinerjanya dapat dipertanggungjawabkan. Guru sebagai seorang profesional mempertaruhkan profesi pada kualitas kerjanya.

Lebih terperinci

Langkah-langkah yang harus diperhatikan dalam mengaplikasikan metode ceramah adalah sebagai berikut:

Langkah-langkah yang harus diperhatikan dalam mengaplikasikan metode ceramah adalah sebagai berikut: Nama : Hana Meidawati NIM : 702011109 1. Metode Ceramah Penerapan metode ceramah merupakan cara mengajar yang paling tradisional dan tidak asing lagi dan telah lama dijalankan dalam sejarah pendidikan.

Lebih terperinci

PENINGKATAN KOMPETENSI PEDAGOGIK GURU (PENYUSUNAN RPP) MELALUI SUPERVISI AKADEMIK

PENINGKATAN KOMPETENSI PEDAGOGIK GURU (PENYUSUNAN RPP) MELALUI SUPERVISI AKADEMIK PENINGKATAN KOMPETENSI PEDAGOGIK GURU (PENYUSUNAN RPP) MELALUI SUPERVISI AKADEMIK Endah Yanuarti SMK Muhammadiyah Tepus e-mail: endahyanuarti22@yahoo.co.id Abstrak Penelitian Tindakan Sekolah ini merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. besar dalam meningkatkan pengetahuan siswa. Selain sebagai pengajar, guru juga

BAB I PENDAHULUAN. besar dalam meningkatkan pengetahuan siswa. Selain sebagai pengajar, guru juga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Guru merupakan sosok yang sangat memegang peranan penting dalam proses pembelajaran siswa di sekolah, yang harus dapat membawa perubahan besar dalam meningkatkan

Lebih terperinci

STRATEGI PEMANFAATAN MEDIA PEMBELAJARAN. Wildan Nafi i Sekolah Tinggi Agama Islam Nahdlatul Ulama (STAINU) Madiun

STRATEGI PEMANFAATAN MEDIA PEMBELAJARAN. Wildan Nafi i Sekolah Tinggi Agama Islam Nahdlatul Ulama (STAINU) Madiun Strategi Pemanfaatan Media 29 STRATEGI PEMANFAATAN MEDIA PEMBELAJARAN Wildan Nafi i Sekolah Tinggi Agama Islam Nahdlatul Ulama (STAINU) Madiun Email: nafiiwildan@gmail.com Abstrak Media pendidikan itu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan nasional dilakukan melalui peningkatan kualitas manusia,

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan nasional dilakukan melalui peningkatan kualitas manusia, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan nasional dilakukan melalui peningkatan kualitas manusia, dan masyarakat Indonesia yang dilakukan secara berkelanjutan, berlandaskan kemampuan nasional,

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2007 TENTANG STANDAR PROSES UNTUK SATUAN PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2007 TENTANG STANDAR PROSES UNTUK SATUAN PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH SALINAN PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2007 TENTANG STANDAR PROSES UNTUK SATUAN PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PENDIDIKAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan hal penting dalam kehidupan manusia untuk dapat mensejahterakan kehidupannya. Melalui pendidikan manusia dapat memperoleh kelebihan yang tentunya

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Metode penelitian merupakan prosedur atau cara yang ditempuh dalam

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Metode penelitian merupakan prosedur atau cara yang ditempuh dalam BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. METODE PENELITIAN Metode penelitian merupakan prosedur atau cara yang ditempuh dalam mengumpulkan data penelitian yang diperlukan untuk mencapai suatu tujuan penelitian

Lebih terperinci

PENTINGNYA WORKSHOP DAN PELATIHAN MENINGKATKAN KEMAMPUAN WIDYAISWARA DALAM MEMBUAT KARYA TULIS ILMIAH

PENTINGNYA WORKSHOP DAN PELATIHAN MENINGKATKAN KEMAMPUAN WIDYAISWARA DALAM MEMBUAT KARYA TULIS ILMIAH PENTINGNYA WORKSHOP DAN PELATIHAN MENINGKATKAN KEMAMPUAN WIDYAISWARA DALAM MEMBUAT KARYA TULIS ILMIAH Oleh : Alfian Jamrah Widyaiswara Ahli Madya pada Bandiklatprov Sumatera Barat A Pendahuluan Widyaiswara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendidikannya. Dengan kata lain, peran pendidikan sangat penting untuk. pendidikan yang adaptif terhadap perubahan zaman.

BAB I PENDAHULUAN. pendidikannya. Dengan kata lain, peran pendidikan sangat penting untuk. pendidikan yang adaptif terhadap perubahan zaman. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kemajuan suatu bangsa sangat ditentukan oleh kualitas sumber daya manusia, sedangkan kualitas sumber daya manusia tergantung pada kualitas pendidikannya. Dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi menyebabkan kurikulum

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi menyebabkan kurikulum 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perubahan perubahan yang terjadi kian cepat seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi menyebabkan kurikulum pendidikan harus disusun dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. akan tergantung pada orangtua dan orang-orang yang berada di lingkungannya

BAB I PENDAHULUAN. akan tergantung pada orangtua dan orang-orang yang berada di lingkungannya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Setiap manusia dilahirkan dalam kondisi yang tidak berdaya. Individu akan tergantung pada orangtua dan orang-orang yang berada di lingkungannya dan ketergantungan

Lebih terperinci

KONTRUKSI SOSIAL DARI TEORI ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL. Oleh : Dr. Purwowibowo, M.Si

KONTRUKSI SOSIAL DARI TEORI ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL. Oleh : Dr. Purwowibowo, M.Si KONTRUKSI SOSIAL DARI TEORI ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL Oleh : Dr. Purwowibowo, M.Si Pendahuluan Saat ini, dimanapun di dunia ini, klien berjuang di dalam berbagai lembaga untuk menemui pekerja sosial. Barangkali

Lebih terperinci

P. S., 2016 PEMANFAATAN HASIL BELAJAR PADA PELATIHAN KETERAMPILAN MEKANIK OTOMOTIF

P. S., 2016 PEMANFAATAN HASIL BELAJAR PADA PELATIHAN KETERAMPILAN MEKANIK OTOMOTIF BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebutuhan manusia setiap waktunya akan bertambah dan manusia selalu berusaha untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Kebutuhan yang berkaitan dengan upaya manusia

Lebih terperinci