PENGARUH FORMULA EKSTRAK 4 TANAMAN OBAT TERHADAP GAMBARAN HISTOPATOLOGI LIMPA AYAM BROILER GREGORIO NAGA BAJARA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PENGARUH FORMULA EKSTRAK 4 TANAMAN OBAT TERHADAP GAMBARAN HISTOPATOLOGI LIMPA AYAM BROILER GREGORIO NAGA BAJARA"

Transkripsi

1 PENGARUH FORMULA EKSTRAK 4 TANAMAN OBAT TERHADAP GAMBARAN HISTOPATOLOGI LIMPA AYAM BROILER GREGORIO NAGA BAJARA FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012

2 PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi Pengaruh Formula Ekstrak 4 Tanaman Obat terhadap Gambaran Histopatologi Limpa Ayam Broiler adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Bogor, September 2012 Gregorio Naga Bajara NIM B

3 ABSTRACT GREGORIO NAGA BAJARA. The Effects of 4 medicinal plants extract formulas on Spleen Histopathology of Broiler Chicken. Under direction of BAMBANG PONTJO PRIOSOERYANTO dan MAWAR SUBANGKIT. This research was aimed to elaborate the effects of four medicinal plants extract formulas (Temulawak/Curcuma xanthorriza Roxb., Temu Ireng/Curcuma aureginosa Roxb., Meniran/Phyllanthus niruri Linn., and Sambiloto/Andographis paniculata Ness.) on histopathological lesions of chicken s spleen by examine the general lesions and measuring cell density on white pulp. Twenty five of day old chicks were divided into five groups with various treatments. The treatments were: (1) F1: Temulawak, Temu Ireng, Meniran, and Sambiloto; (2) F2: Temulawak, Temu Ireng, and Meniran; (3) F3: Temulawak and Temu Ireng; (4) F4 Meniran and Sambiloto; and (5) control. The chickens were treated for 28 days. All birds were necropsied then the spleen was processed for histopathological slides using Hematoxylin Eosin staining. Cell density on white pulp areas was examined by computer software MacBiophotonic ImageJ. The result showed there were formation of secondary follicles on all groups. White pulp cells increased significanly in F2 and F3 compared to the control and other treated groups (p< 0.05). We concluded that 4 medicinal plants were not make pathological effect to chicken spleen. Curcuminoids, flavonoids, and phylanthines of medicinal plants in F2 and F3 may induced lymphoid cells proliferation in white pulp. Keywords: medicinal plant, extract, Curcuma xanthorriza Roxb., Curcuma Aureginosa Roxb. Phyllanthus niruri Linn., Andographis paniculata Ness., chicken spleen, histopathology, formula

4 RINGKASAN GREGORIO NAGA BAJARA. Pengaruh Formula Ekstrak 4 Tanaman Obat terhadap Gambaran Histopatologi Limpa Ayam Broiler. Dibimbing oleh BAMBANG PONTJO PRIOSOERYANTO dan MAWAR SUBANGKIT. Ayam broiler adalah salah satu komoditi perunggasan Indonesia. Harganya relatif murah dibanding daging sapi, kambing, dan domba. Kebutuhan akan daging ayam semakin bertambah seiring pertumbuhan penduduk dan dalam pemenuhannya masih terdapat hambatan. Hambatan tersebut terutama disebabkan oleh penyakit baik oleh agen infeksius, lingkungan yang ekstrim, maupun defisiensi nutrien. Pengendalian dapat dilakukan dengan vaksinasi dan pemberian obat-obatan kimia yang harganya tidak murah. Beberapa tanaman obat yang telah digunakan secara turun-temurun di Indonesia mempunyai potensi untuk meningkatkan tanggap kebal ayam yang dapat dilihat melalui organ pertahanan, salah satunya limpa. Penelitian ini bertujuan untuk melihat pengaruh pemberian formula ekstrak 4 tanaman obat (Temulawak, Temu Ireng, Meniran, dan Sambiloto) terhadap gambaran histopatologi limpa dengan melihat perubahan histopatologi pada limpa dan kepadatan sel pada pulpa putih. Dua puluh lima DOC dibagi menjadi lima kelompok. Masing-masing diberi ekstrak yang berbeda, yaitu (1) F1: Temulawak, Temu Ireng, Meniran, dan Sambiloto; (2) F2: Temulawak, Temu Ireng, dan Meniran; (3) F3: Temulawak dan Temu Ireng; F4 diberikan formula campuran ekstrak Meniran dan Sambiloto; (5) kontrol (aquades). Ekstrak diberikan selama 28 hari setiap pukul WIB dan dilarutkan dalam aquades sebanyak 1 ml/ekor. Semua ayam dinekropsi kemudian limpa diambil untuk pembuatan sediaan histopatologi, diwarnai dengan Hematoksilin dan Eosin. Sediaan histopatologi diamati dengan mikroskop cahaya dan 10 pulpa putih dipilih secara acak untuk difoto dengan perbesaran 400X. Jumlah sel dan luas pulpa putih dihitung dengan program MacBiopthonic Image (mbf_imagej). Kepadatan pulpa putih didapat dengan membagi jumlah sel dengan luasnya. Hasil penelitian menunjukkan adanya kongesti ringan di daerah pulpa merah pada kontrol dan F2 yang diduga karena masih tertinggalnya eritrosit pada saat ayam dinekropsi. Perubahan umum pada limpa berupa pembentukan folikel limfoid sekunder terjadi pada semua kelompok perlakuan baik kontrol maupun F1, F2, F3 F, dan F4. Kepadatan sel pada pulpa putih meningkat secara signifikan pada kelompok F2 dan F3 dibanding dengan kontrol dan kelompok lainnya (p< 0.05). Berdasarkan hasil penelitian ini, disimpulkan bahwa pemberian formula 4 tanaman obat tidak menyebabkan perubahan patologis yang berarti pada limpa ayam broiler. Kandungan kurkuminoid, flavonoid, dan filantin dari tanaman obat pada F2 dan F3 dapat menginduksi proliferasi sel limfoid pada pulpa putih. Kata kunci: tanaman obat, ekstrak, Temulawak, Temu Ireng, Meniran, Sambiloto, limpa ayam, histopatologi, formula

5 Hak Cipta milik IPB, tahun 2012 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah, dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian sebagiaan atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB.

6 PENGARUH FORMULA EKSTRAK 4 TANAMAN OBAT TERHADAP GAMBARAN HISTOPATOLOGI LIMPA AYAM BROLER GREGORIO NAGA BAJARA Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Hewan pada Fakultas Kedokteran Hewan FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012

7 Judul Nama Mahasiswa NIM : Pengaruh Formula Ekstrak 4 Tanaman Obat Terhadap Gambaran Histopatologi Limpa Ayam Broiler : Gregorio Naga Bajara : B Disetujui Prof. Drh. Bambang Pontjo P, MS, Ph.D, APVet. Ketua Drh. Mawar Subangkit Anggota Diketahui Drh. H. Agus Setiyono, MS, Ph.D, APVet. Wakil Dekan Fakultas Kedokteran Hewan Tanggal Lulus :

8 PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala berkat dan karunia-nya sehingga skripsi yang berjudul Pengaruh Formula Ekstrak 4 Tanaman Obat Terhadap Gambaran Histopatologi Limpa Ayam Broiler telah diselesaikan. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat memperoleh gelar sarjana Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor. Penghargaan dan ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Prof. Drh. Bambang Pontjo Priosoeryanto, MS, Ph.D. APVet. dan Drh. Mawar Subangkit selaku dosen pembimbing tugas akhir yang telah banyak memberikan ilmu dan waktunya untuk membimbing penulis; keluarga tercinta, Ayah, Ibu, K Ai, K Sin, Bang Aik, Bang Den, D Thian dan Niar. dan Adek atas cinta yang tak terkira dan dukungan selama masa studi; Bagian Patologi, Departemen Klinik, Reproduksi dan Patologi (KRP) FKH IPB yang memfasilitasi penelitian ini; Drh. Rr. Soesetyoratih, MSi. selaku dosen pembimbing akademik dan Ibu Drh. Risa Tiuria Priosoeryanto, MS, Ph.D. atas semua nasehat, perhatian, kebersamaan, dan bimbingan yang diberikan; Oliv, Andrew, Adit, dan Cha-cha selaku teman sepenelitian; Sperma Cumunity & Marco Balak 6, Bang Vio, Meichris, Mato, Arif, Leo, Sul, Ibenk, Yensen, Monik atas keceriaan dan kegalauannya; temanteman anggota KPMKB Bogor atas semangatnya; teman-teman Komunitas Seni Steril, HIMPRO HKSA dan teman-teman AVENZOAR 45 Kebersamaan ini tak akan terlupakan. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca. Bogor, September 2012 Gregorio Naga Bajara

9 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Tiga Desa, Kabupaten Bengkayang Provinsi Kalimantan Barat pada tanggal 11 Oktober 1988 dari ayah Isidorus Alep dan ibu V. Jumi. Penulis merupakan anak kelima dari tujuh bersaudara. Penulis dibesarkan di Tiga Desa dan menempuh pendidikan sekolah dasar di SDN 22 Tiga Desa hingga lulus pada tahun Penulis melanjutkan pendidikan ke SLTP Negeri 1 Bengkayang lulus pada tahun Pada tahun yang sama penulis melanjutkan pendidikan di SMA Negeri 1 Bengkayang. Penulis lulus pada tahun 2007 dan diterima di IPB melalui program Pra Universitas-BUD. Pada tahun 2008 penulis lulus Pra Universitas dan memilih program studi Kedokteran Hewan sebagai pilihan pertama. Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif di berbagai organisasi kemahasiswaan seperti Komunitas Seni Steril sebagai PLT ketua divisi Musik dan Entertainment pada tahun 2010, anggota Himpunan Minat dan Profesi Hewan Kesayangan dan Satwa Akuatik Eksotis tahun , anggota Tim Pendamping sebagai Asisten Dosen MKDU tahun , KEMAKI (Keluarga Mahasiswa Katolik IPB) dan KPMKB (Keluarga Pelajar Mahasiswa Kalimantan Barat) persidium Bogor.

10 x DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI... x DAFTAR TABEL... xi DAFTAR GAMBAR... xii PENDAHULUAN... 1 Latar Belakang... 1 Tujuan... 3 Manfaat... 3 TINJAUAN PUSTAKA... 4 Temulawak... 4 Temu Ireng... 5 Meniran... 7 Sambiloto... 8 Ayam Broiler Limpa METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Peralatan Persiapan Kandang Penelitian Penyediaan Ekstrak Pemberian Ekstrak Vaksinasi Perlakuan penelitian Nekropsi dan Pengambilan Sampel Organ Pembuatan Sediaan Histopatologi Pengamatan Sediaan Histopatologi Pengolahan Data HASIL DAN PEMBAHASAN Perubahan Histopatologi Kepadatan Sel Pulpa Putih SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN... 32

11 xi DAFTAR TABEL Halaman 1 Kelompok perlakuan hewan coba Kepadatan sel pulpa putih... 22

12 xii DAFTAR GAMBAR Halaman 1 Rimpang Temulawak Rimpang Temu Ireng Tanaman Meniran Tanaman Sambiloto Ayam penelitian Histopatologi limpa Jadwal perlakuan hewan coba Diagram alir penelitian Gambaran histopatologi limpa (HE) Struktur kimia kurkuminoid Struktur kimia flavonoid Kemungkinan mekanisme induksi proliferasi limfosit oleh Temulawak, Temu Ireng, dan Meniran... 26

13 PENDAHULUAN Latar Belakang Ayam broiler adalah salah satu komoditi perunggasan Indonesia. Harganya lebih murah daripada daging lain seperti daging sapi, kambing, dan domba sehingga mudah dijangkau oleh masyarakat. Harganya yang relatif terjangkau menjadikan daging ayam sebagai sumber protein hewani yang paling diminati. Kebutuhan akan daging ayam terus meningkat seiring dengan pertumbuhan penduduk yang cepat sehingga industri perunggasan Indonesia terus melakukan upaya pengembangan demi terpenuhinya kebutuhan tersebut. Seiring dengan berkembangnya industri perunggasan, muncul masalah yang menghambat kegiatan produksi. Masalah tersebut terutama disebabkan oleh muncul penyakit seperti penyakit flu burung (AI). Penyakit ini menyebabkan kerugian ekonomi yang besar dan kepanikan yang panjang. Industri perunggasan Indonesia sempat lumpuh akibat AI. Banyak orang yang takut beternak ayam, sehingga produksi dalam negeri turun dan masyarakat takut mengkonsumsi daging ayam. Penyakit pada ayam bukan hanya disebabkan oleh virus, tetapi juga bakteri, cendawan, toksin, defiensi nutrien, dan keadaan lingkungan yang ekstrim (Mulyantini 2011). Patogenitas penyakit berbeda-beda tergantung jenis dan karakteristik agen penyebabnya, ada yang bersifat akut dan ada yang kronis (Tarmudji 2005). Usaha yang dilakukan untuk mengendalikan penyakit biasanya dengan pencegahan dan pengobatan. Pencegahan dilakukan dengan vaksinasi dan pemberian antibiotik. Pengobatan pada ayam broiler tidak efisien untuk peternakan broiler mengingat masa panen yang cepat dan besarnya jumlah ayam yang dipelihara. Vaksinasi pada ayam broiler biasanya dilakukan untuk pencegahan penyakit Newcastle Disease (ND), AI, dan Infectious Bursal Disease (IBD). Di antara penyakit ini, ada yang bersifat akut dan dapat menjadi subklinis, contohnya AI dan ND. Walaupun sudah divaksinasi, kadang-kadang penyakit ini dapat muncul. Kematiannya tidak terlalu tinggi, tetapi menyebabkan penurunan produksi, karena pertumbuhan ayam terganggu. Hal ini berkaitan dengan sifat

14 2 virus AI yang mudah bermutasi (Medion 2010). Penyakit yang disebabkan oleh bakteri, cendawan, koksidia, dan parasit biasa dicegah dengan pemberian obatobatan kimia yang harganya tidak murah (Rahardjo 2012). Beberapa tanaman obat seperti Temulawak, Temu Ireng, Meniran, dan Sambiloto telah digunakan secara turun-temurun oleh masyarakat Indonesia sebagai obat tradisional. Temulawak dimanfaatkan untuk menghilangkan radang sendi, menambah Air Susu Ibu (ASI), diuretik (peluruh kencing), laxative (pencahar), antiradang, hepatoprotektor, dan penurun kolesterol (Mahendra 2005). Selain itu, Temulawak juga berkhasiat untuk meningkatkan pertahanan tubuh terhadap penyakit atau disebut juga imunostimulan (Bermawie et al. 2006). Temu Ireng berkhasiat untuk menambah nafsu makan, mengobati luka lambung dan usus, asma, batuk, dan mencegah obesitas. Sambiloto memiliki efek hepatoprotektif, imunological potetential, antiinflamasi, dapat bekerja pada sistem pernapasan, antimalaria, antidiare, dan berefek baik pada jantung. Meniran telah dipakai sebagai obat yang berkhasiat untuk bermacam-macam penyakit seperti luka, bengkak, gatal-gatal, gangguan hati, batu ginjal, dan gangguan pencernaan. Bahkan, di India lazim digunakan pada gigitan ular. Temulawak, Temu Ireng, Meniran, dan Sambiloto mempunyai kandungan dan aktivitas yang berbeda-beda. Jika dikombinasikan, maka keempat tanaman obat tersebut bisa saja mempunyai efek saling mendukung (sinergis), saling menghilangkan (antagonis), saling melengkapi (komplementer) atau tidak berpengaruh satu sama lain. Hal ini tentu saja tidak terlepas dari sifat-sifat kandungan masing-masing tanaman. Ekstrak Temulawak yang digunakan secara tunggal pada dosis 35 mg/kg dapat meningkatkan jumlah pulpa putih dan jumlah makrofag pada limpa ayam (Gusnita 2009). Ekstrak Meniran mengandung flavonoid dan filantin yang telah diproduksi secara massal untuk obat imunomodulator (Suhirman dan Winarti 2010). Sambiloto mengandung Andrographolide dan flavonoid dapat meningkatkan proliferasi limfosit dan meningkatkan antibodi (Winarto 2003, Elfahmi 2009). Keempat tanaman obat tersebut sama-sama mempunyai aktivitas yang mempengaruhi tanggap kebal. Tanggap kebal berhubungan dengan organ limfoid, termasuk limpa. Pemberian formula ekstrak tanaman obat diharapkan memberikan pengaruh yang baik

15 3 terhadap gambaran limpa dan kekebalan tubuh sehingga dapat dipertimbangkan sebagai obat alternatif untuk ayam. Tujuan Penelitian ini dilakukan untuk melihat pengaruh pemberian formulasi ekstrak Temulawak, Temu Ireng, Meniran, dan Sambiloto pada gambaran histopatologi limpa ayam broiler. Peubah yang diamati meliputi perubahan histopatologi limpa dan kepadatan sel pada pulpa putih. Manfaat Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi ilmiah mengenai formulasi Temulawak, Temu Ireng, Meniran, dan Sambiloto dalam sistem pertahanan tubuh ayam khususnya pengaruhnya pada limpa.

16 TINJAUAN PUSTAKA Temulawak Temulawak merupakan tanaman semak tahunan dengan tinggi cm, tumbuh tegak lurus dan berumpun. Permukaan daun berwarna hijau tua, bergarisgaris cokelat, dan berbintik jernih hijau, daun semu, berbentuk seperti mata lembing memanjang. Bunganya pendek, berkembang secara teratur, dan berwarna putih atau kuning muda bercampur warna merah. Penampang rimpang berwarna kuning muda sampai kuning tua (Gambar 1), aromanya tajam dan rasanya pahit (Sugiarto dan Putera 2008). Gambar 1 Rimpang Temulawak Taksonomi Temulawak menurut Supriadi (2008) adalah kingdom : Plantae divisi : Magnoliophyta kelas : Monocotyledonae ordo : Zingiberales famili : Zingiberaceae genus : Curcuma spesies : Curcuma xanthorrhiza Roxb.

17 5 Rimpang Temulawak mengandung zat berkhasiat seperti pati sekitar 48%- 54%, minyak atsiri sekitar 3%-12%, dan zat warna kuning yang disebut kurkumin. Fraksi kurkumin mempunyai aroma yang khas, tidak toksik, terdiri dari kurkumin I, demetoksikurkumin (kurkumin II), dan bisdemetoksikurkumin (kurkumin III) (Ravindran et al. 2005). Minyak atsiri merupakan cairan warna kuning atau kuning jingga, berbau aromatik tajam. Kadarnya tergantung pada ketinggian tempat tumbuh. Diketahui bahwa daerah Cileungsi merupakan lingkungan tumbuh yang paling sesuai untuk budidaya Temulawak dengan produktivitas bioaktif tinggi. Teknik budidaya anorganik diketahui menghasilkan kadar xanthorrhizol dan kurkuminoid lebih baik (Darusman et al. 2007). Secara turun temurun Temulawak telah banyak digunakan di beberapa daerah di Indonesia dan dipercaya berkhasiat untuk obat sakit ginjal, antiinflamasi, imunostimulan, obat sakit pinggang, asma, sakit kepala, masuk angin, maag (gastritis), mengobati cacar air, sariawan, jerawat, sakit perut. Beberapa industri menggunakan Temulawak sebagai bahan dasar pembuatan jamu (Syukur dan Hemani 2007). Kurkumin pada Temulawak mempunyai daya hambat yang baik terhadap aktivitas bakteri, dapat digunakan sebagai obat antibakteri pada saluran pencernaan dan pernapasan (Winarto 2003, Mahendra 2005). Selain kurkumin, Temulawak juga mengandung flavonoid yang merupakan antioksidan. Campuran Temulawak, Temu Ireng, Jahe Merah, dan Sambiloto digunakan sebagai antikoksidia pada ayam (Trobos 2012). Temulawak dapat menghambat serangan virus dari berbagai lini mulai dari mencegah penetrasi, mencegah multifikasi, sampai dengan mencegah keluarnya virus dari sel (Dalimarta 2000). Temu Ireng Temu Ireng merupakan tanaman semak, berbatang semu, berdaun tunggal, berwarna hijau kecoklatan, memiliki bunga majemuk dan rimpang induk yang besar, berdaging dan mengerucut. Ciri utama rimpang Temu Ireng adalah bagian dalam berwarna agak kebiruan, kulit luar berwarna kuning mengkilat, dan ujungnya berwarna merah muda (Agung dan Putera 2008). Rimpang Temu Ireng adalah bagian yang paling umum digunakan sebagai obat (Gambar 2).

18 6 Gambar 2 Rimpang Temu Ireng Taksonomi Temu Ireng dalam Sastroamidjojo (2001) adalah kingdom : Plantae divisi : Magnoliophyta kelas : Liliopsida ordo : Zingiberales famili : Zingiberaceae genus : Curcuma spesies : Curcuma aeruginosa Roxb. Ekstrak rimpang Temu Ireng mengandung minyak atsiri, tannin, kurkumol, kurkumenol, isokurkumenol, kurzerenon, kurdion, kurkumalakton, germakron, α, ß, γ-elemene, inderazulene, kurkumin, demetoksikurkumin, saponin, bisdemetoksikurkumin, monoterpene, sesquiterpene, flavonoid dan alkaloid. Syukur dan Hernani (2007) menyatakan bahwa rimpang Temu Ireng berkhasiat untuk menambah nafsu makan, menyembuhkan cacingan, obat perut kembung, obat luka, mempercepat masa nifas, obat batuk, asma, kudis, encok, meningkatkan kontraksi uterus dan sebagai obat anti jamur. Carpain merupakan alkaloid pahit pada Temu Ireng yang dapat merangsang lambung bekerja dengan baik sehingga timbul nafsu makan dan performa yang dicapai menjadi lebih baik (Limananti dan

19 7 Triratnawati 2003). Para pencinta ayam laga menggunakan Temu Ireng sebagai jamu untuk mempercepat pertumbuhan (Purwodadi 2012). Kombinasi Temu Ireng dan tanaman obat lain seperti Temulawak, dan Jahe Merah digunakan untuk anti koksidia. Kombinasi Temulawak 10%, Jahe Merah 10%, dan Temu Ireng 80% mampu menekan populasi ookista Eimeria tenela setara dengan penggunaan sulfa (Januwati 2012). Meniran Meniran merupakan rumput berdaun kecil, berwarna hijau pucat atau hijau kemerahan. Batang berbentuk bulat, basah dengan tinggi kurang dari 50 cm. Daun bersirip genap, setiap satu tangkai daun terdiri atas daun majemuk yang mempunyai ukuran kecil dan berbentuk lonjong (Gambar 3). Bunga muncul di ketiak daun dan menghadap ke arah bawah. Meniran mengandung senyawa kimia berupa zat filantin, tannin, niranti, filokrisna, kuersitin (flavonoid), hipofilantin, pseudokhiratin, dan nirurin (Agung dan Putera 2008). Meniran juga kaya akan mineral, terutama Kalium. Semua bagian tanaman dapat dimanfaatkan, baik akar, batang, daun, maupun bunga. Gambar 3 Tanaman Meniran

20 8 Kingdom divisi kelas ordo famili genus spesies Taksonomi Meniran menurut Tjandrawinata et al. (2005) adalah: : Plantae : Magnoliophyta : Magnoliopsida : Euphorbiales : Euphorbiaceae : Phyllanthus : Phyllanthus niruri L Flavonoid dari Meniran dipakai sebagai pemacu aktivitas sistem imun atau imunomodulator (Suhirman dan Winarti 2010, Jasaputra 2005). Jika aktivitas sistem imun berkurang, maka kandungan flavonoid dalam Meniran akan mengirimkan sinyal intraseluler pada reseptor sel untuk meningkatkan aktivitasnya. Sebaliknya jika sistem imun kerjanya berlebihan, maka Meniran berkhasiat dalam mengurangi kerja sistem imun tersebut. Uji pra-klinis dilakukan terhadap tikus dan mencit. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak Meniran dapat memodulasi sistem imun melalui proliferasi dan aktivasi limfosit T & B, sekresi sitokin spesifik (IFN-γ, interleukin, dan tumor nekrosis faktor alfa/ TNF-α), aktivasi sistem komplemen, dan aktivasi sel fagosit (makrofag dan monosit). Selain itu, juga terjadi peningkatan sel sitotoksik, seperti Natural Killer Cell (Tjandrawinata et al. 2005). Kombinasi ekstrak Meniran dengan Temulawak dapat menghambat aktivitas simian retrovirus-2 (Karyawati 2011). Sambiloto Sambiloto merupakan herba atau terna semusim dengan tinggi cm. Batang berbentuk segi empat dan bercabang banyak dengan nodus yang membesar. Daun tunggal, bertangkai pendek, letak berhadapan bersilang, berbentuk lanset, pangkal runcing, ujung meruncing, tepi rata, permukaan atas berwarna hijau tua, sedangkan bagian bawah berwarna hijau muda (Gambar 4). Tumbuhan ini berkhasiat sebagai obat hepatitis, kencing manis, darah tinggi, kanker, kusta, asma, leptospirosis, radang amandel, malaria, pneumonia, dan bronkhitis. Bagian yang dimanfaatkan adalah daun dan batang yang dipanen pada saat mulai berbunga (Sugiarto dan Putera 2008).

21 9 Gambar 4 Tanaman Sambiloto Taksonomi Sambiloto menurut Aji (2009) adalah: kingdom : Plantae divisi : Magnoliophyta kelas : Magnoliopsida ordo : Scrophulariales famili : Acanthaceae genus : Andrographis spesies : Andrographis paniculata Ness. Zat aktif utama yang terkandung dalam Sambiloto adalah Andrographolide yang mempunyai multi efek farmakologis (Winarto 2003, Taha 2009). Rasanya yang pahit mampu meningkatkan nafsu makan karena dapat merangsang sekresi kelenjar saliva dan meningkatkan produksi antibodi sehingga kekebalan tubuh meningkat. Andrographolide pada Sambiloto mampu menghambat perlekatan (attachment) virus dengan reseptor pada sel (Taha 2009). Zat aktif lain yang diduga terdapat di dalam Sambiloto adalah saponin, dan tannin (Daniel 2005). Komponen flavonoid, dapat meningkatkan proliferasi dan induksi IL-2 limfosit perifer darah (Elfahmi 2006). Kandungan flavonoid pada Sambiloto dari uji fitokimia yang telah dilakukan mampu melindungi dinding usus terhadap

22 10 lipid peroksidasi akibat infeksi Eimeria tenela (Yelita et al. 2006). Sambiloto berpotensi sebagai anthelmentik alami dan antimikroba alami (Roy et al. 2010). Penelitian Balai Besar Veteriner menghasilkan inovasi berupa penggunaan campuran bahan tanaman Sambiloto (Andrographis paniculata Nees) dan Jahe (Zingiber officinale) untuk pencegahan dan obat aflatoksikosis (keracunan aflatoksin) pada unggas (Januwati 2010). Hasil inovasi ini dalam bentuk serbuk Sambiloto dan Jahe yang dicampurkan pada pakan unggas dengan dosis 0.2% Sambiloto dan 0.5% Jahe (berat kering). Hasil inovasi penggunaan Sambiloto dan Jahe (0.2% dan 0.5%) yang dicampurkan pada pakan unggas dapat meningkatkan nilai titer ND, dapat memperbaiki kelainan organ hati yang rusak karena aflatoksin. Ayam Broiler Ayam domestik Gallus gallus atau Gallus domesticus merupakan ayam hutan asia Gallus bankvia yang didomestikasi dan dibawa ke Amerika oleh para imigran Asia abad sekitar ke-17 (Campbell et al. 2003). Ayam ras pedaging disebut juga broiler, merupakan jenis ras unggulan hasil persilangan dari bangsabangsa ayam yang memiliki daya produktivitas tinggi, terutama dalam memproduksi daging, karena hanya dalam waktu 5-6 minggu sudah bisa dipanen (Gambar 5). Ayam broiler baru populer di Indonesia sejak tahun 1980-an ketika pemerintah Indonesia mencanangkan panggalakan konsumsi daging ruminansia yang pada saat itu semakin sulit keberadaannya (Prihatman 2000). Kelompok ayam yang dihasilkan melalui proses pemuliabiakan oleh breeder farm untuk tujuan ekonomis tertentu disebut dengan strain (Suprijatna et al. 2005). Adapun jenis strain ayam broiler yang banyak beredar di Indonesia antara lain adalah Vedett, Missouri, Goto, dan Cobb (Prihatman 2000).

23 11 Gambar 5 Ayam penelitian Taksonomi ayam menurut Suprijatna et al. (2005) adalah kingdom : Animalia filum : Chordata subfilum : Vertebrata kelas : Aves ordo : Galliformes genus : Gallus spesies : Gallus domesticus Ayam merupakan hewan berdarah panas dengan tingkat metabolisme tinggi. Ayam umur sehari (DOC Day Old Chick) memiliki suhu tubuh 39 C. Suhu tersebut meningkat secara bertahap setelah hari ke-4 dan mencapai suhu maksimal pada hari ke-10. Suhu ayam dewasa berkisar antara 40.6 C 40.7 C (Suprijatna et al. 2005). Sistem perkandangan yang ideal ayam ras meliputi: persyaratan temperatur berkisar antara C, kelembaban berkisar antara 60-70%, penerangan/pemanasan kandang sesuai dengan aturan yang ada, tata letak kandang agar mendapat sinar matahari pagi dan tidak melawan arah angin kencang, model kandang disesuaikan dengan umur ayam, untuk anakan sampai umur 2 minggu atau 1 bulan memakai kandang boks, untuk ayam remaja ± 1 bulan sampai 2 atau 3 bulan memakai kandang boks yang dibesarkan dan untuk ayam dewasa bisa dengan kandang litter atau kandang bateray (Prihatman 2000).

24 12 Limpa Limpa adalah organ limfoid sekunder yang berfungsi sebagai tempat memproduksi limfosit, menyaring dan menghancurkan sel darah merah yang tua dan rusak, menjerat benda asing, menghancurkan bakteri dan virus dan pada masa fetal, limpa adalah hematopoiesis aktif (Samuelson 2007). Struktur utama limpa terdiri atas dua bagian. Satu bagian untuk penyimpanan eritrosit dan penjeratan antigen, yang disebut pulpa merah. Satu bagian lagi untuk mekanisme tanggap kebal, yaitu pulpa putih (Gambar 6). a d c b Gambar 6 Histopatologi limpa (Vaughan 2002). Arteri trabekularis ditunjukkan oleh huruf a, vena centralis huruf b, pulpa putih huruf c, folikel limfoid sekunder huruf d, dan tanda panah menunjukkan daerah pulpa merah.

25 Keterkaitan antara pulpa merah dan pulpa putih didasarkan atas penyebaran pembuluh darahnya. Pembuluh yang masuk ke limpa berjalan memasuki limpa berjalan mengikuti trabekula muskularis memasuki daerah fungsionalnya. Segera setelah meninggalkan trabekula, tiap arteriol dikelilingi oleh limfoid yang disebut Periarteriolar Limfoid Sheat (PALS). Arteriol ini bermuara secara langsung atau tidak langsung, ke dalam sinus yang menyalurkan ke venula limpa. Di sekitar PALS tersebar folikel primer yang kaya akan sel limfosit B. Jika terjadi rangsangan antigen, folikel ini membentuk folikel sekunder menjadi Germinal Center. Setiap folikel kelilingi oleh selapisan sel limfosit T yang disebut zona mantel. Pulpa putih dan pulpa merah dipisahkan oleh sinus pembatas, yaitu suatu selubung retikulum dan satu zona pembatas yang terdiri atas sel fibroblastic reticulum (Tizard 2004). Antigen yang dimaksud dapat berupa molekul asing yang kompleks berupa protein, polisakarida, dan lipida. Selain sel-sel limfosit, pulpa putih menyimpan komponen sel lain dalam jumlah sedikit. Sel-sel tersebut adalah sel endotelial, sel fagosit mononuklear, sel retikulum fibroblastik. Sel endotel merupakan bagian penyusun dari vena sentralis di tengah-tengah pulpa putih. Sel retikulum fibroblastik merupakan bagian yang menyusun kompartemen tiga dimensi dari limpa. Sel fagosit mononuklear merupakan sel yang berperan dalam fagositosis (Djiksara dan Kraal 2000).

26 14 METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari sampai November Kegiatan pemeliharaan dan perlakuan hewan coba bertempat di fasilitas kandang hewan percobaan Fakultas Kedokteran Hewan IPB. Pembuatan sediaan histopatologi dilakukan di Bagian Patologi, Departemen Klinik Reproduksi dan Patologi, FKH-IPB. Bahan dan Peralatan Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah ayam pedaging strain Cobb sebanyak 25 ekor; ND live vaccine lassota, CAPRIVAC IBD-Inter live vaccine, AI killed vaccine medivac ; bahan pembuatan sediaan histopatologi seperti Buffer Neutral Formalin 10%, etanol (70%, 80% 90%, 95%, absolut), xylene, parafin, pewarna jaringan Hematoksilin, pewarna Eosin, dan aquades; kebutuhan harian ayam seperti air minum, pakan (Sinta ), lampu sebagai penghangat, dan sekam sebagai alas kandang; dan ekstrak Temulawak, Temu Ireng, Meniran, dan Sambiloto. Peralatan yang digunakan pada penelitian ini adalah alat pemeliharaan dan perlakuan ayam, seperti 5 petak kandang, syring untuk vaksinasi, dan syringe 1 ml yang dibuang jarumnya untuk mencekok ekstrak; alat nekropsi seperti, scalpel, gunting, pinset, dan botol plastik; alat untuk pembuatan sediaan histopatologi seperti, gelas ukur, tissue cassete, tissue basket, tissue tang, Parrafin Embedding Console, object glass, cover glass, automatic tissue processor Sakura tek, microtome, staining system, electronic eyepiece, mikroskop Olympus 130X, dan software mbf_imagej. Persiapan Kandang Penelitian Kandang ayam dibuat menurut sistem litter dengan panjang 110 cm, lebar 40 cm dan tinggi 45 cm. Seluruh dinding dan lantai ruangan percobaan ditaburi dengan kapur tembok berwarna putih, didesinfeksi dengan desinfektan kelompok fenol sintetik dan difumigasi dengan gas formalin 5% v/v sehari sebelum ayam percobaan dimasukkan.

27 15 Penyediaan Ekstrak Ekstrak tanaman obat berasal dari empat tanaman, yaitu Temulawak, Sambiloto, dan Temu Ireng dengan pelarut etanol dan tanaman Meniran menggunakan pelarut air. Pembuatan ektraksi dan formula dari kombinasi tanaman obat dilakukan di Pusat Studi Biofarmaka Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini menggunakan ektraksi yang telah dipersiapkan terlebih dahulu. Pemberian Ekstrak Penyajian ekstrak untuk tiap kelompok perlakuan dilakukan dengan melarutkan ekstrak yang telah jadi dengan air. Dosis yang ditentukan dikali dengan bobot ayam rata-rata. Setiap hari, tiap kelompok ayam diminumkan dengan masing-masing formula tanaman obat dengan menggunakan syringe 1 ml yang jarumnya telah dilepas. Pencekokan dilakukan 1 kali sehari setiap pukul WIB selama 28 hari. Vaksinasi Setelah masa adaptasi, semua kelompok ayam divaksinasi dengan ND live vaccine lassota pada hari ke-4, CAPRIVAC IBD-Inter live vaccine pada hari ke-11, AI killed vaccine medivac pada hari ke-15. Vaksin ND diberikan secara tetes hidung dan tetes mata dan CAPRIVAC IBD-Inter diberikan secara oral. Vaksin AI diberikan melalui injeksi di bawah kuit leher bagian belakang dengan dosis 0.2 ml. Perlakuan penelitian Penelitian ini menggunakan ayam broiler strain Cobb umur 1 hari dengan bobot badan seragam. Sebelum perlakuan dimulai, diadakan masa adaptasi selama 4 hari untuk mengembalikan kondisi ayam dari stress karena pemindahan dan transportasi. Selama masa ini diberikan vitamin dan elektrolit pada air minum sesuai dengan rekomendasi pabrik pembuat. Sebanyak 25 ekor ayam pedaging dibagi ke dalam 5 kelompok perlakuan. Masing-masing perlakuan dapat dilihat pada Tabel 1.

28 16 Tabel 1 Kelompok perlakuan hewan coba Perlakuan Kontrol (-) F1 F2 F3 F4 Keterangan 5 ekor ayam divaksin ND live vaccine (lassota ), CAPRIVAC IBD-Inter live vaccine, AI killed vaccine medivac, dan diberi aquades 1 ml 5 ekor ayam divaksin ND live vaccine lassota, CAPRIVAC IBD-Inter live vaccine, AI medivac, dan diberi formula Temulawak, Meniran, Sambiloto, dan Temu Ireng 1 ml 5 ekor ayam divaksin ND live vaccine (lassota ), CAPRIVAC IBD-Inter live vaccine, AI killed vaccine medivac, dan diberi formula Temulawak, Meniran, dan Temu Ireng 1 ml 5 ekor ayam divaksin ND live vaccine lassota, CAPRIVAC IBD-Inter live vaccine, AI killed vaccine medivac, dan diberi formula Temulawak dan Temu Ireng 1 ml 5 ekor ayam divaksin divaksin ND aktif, CAPRIVAC IBD- Inter live vaccine, AI killed vaccine medivac, dan diberi formula Meniran dan Sambiloto 1 ml Nekropsi dan Pengambilan Sampel Organ Semua ayam dinekropsi pada akhir penelitian untuk diambil limpanya. Pertama-tama ayam dipotong dengan pisau tajam kemudian ayam ditelentangkan. Dilakukan penyayatan pada kedua selangkangan kemudian dikuakkan sampai jaringan subkutis dada dan perut terlihat. Setelah terkuak, dilakukan penyayatan pada otot perut sepanjang tulang rusuk terakhir untuk membuka rongga perut. Otot dada kedua sisi badan disayat sampai ke persendian axilla. Ujung tulang dada dikuakkan ke kepala sehingga rongga dada terbuka. Organ dalam dikuakkan dengan tangan dan diangkat. Masing-masing organ dipisahkan. Limpa diambil dan dimasukkan ke dalam botol plastik yang berisi Buffer Neutral Formalin 10%

29 17 selama kurang lebih 48 jam dan setelah itu diproses untuk pembuatan sediaan histopatologi. Jadwal kegiatan dijelaskan pada Gambar 7. Gambar 7 Jadwal perlakuan hewan coba Pembuatan Sediaan Histopatologi Limpa yang telah dikoleksi dipotong dengan ketebalan kurang lebih 3 mm, dimasukkan ke dalam tissue cassete kemudian dilakukan tindakan dehidrasi dengan merendam sediaan tersebut secara berurutan ke dalam etanol 70%, 80%, 90%, etanol 96%, etanol absolut I, etanol absolut II, xylene I, xylene II, xylene III parafin I, parafin II, dan parafin III selama masing-masing 2 jam. Proses perendaman dilakukan secara otomatis dalam automatic tissue processor Sakura Tek. Jaringan yang sudah mengalami dehidrasi dimasukkan ke dalam cetakan dan diisi parafin cair sampai cetakan penuh dan dibiarkan mengeras. Jaringan dipotong dengan mikrotom dengan ketebalan 5 µm. Hasil potongan dimasukkan ke dalam water bath (45 0 C) untuk menghilangkan lipatan akibat pemotongan. Sediaan diangkat dengan object glass kemudian dikeringkan dalam inkubator (60 0 C). Deparafinasi dilakukan dengan cara memasukkan jaringan ke dalam xylene sebanyak dua kali selama 2 menit. Proses dilanjutkan dengan rehidrasi jaringan, dimulai dari pencelupan jaringan ke dalam alkohol absolut, sampai ke alkohol 70% secara berurutan selama 2 menit, dibilas dengan air mengalir.

30 18 Pewarnaan dilakukan pertama-tama dengan perwarna Mayer s Hematoksilin selama 3-4 menit, dibilas dengan air mengalir, dicuci dengan Lithium Karbonat selama detik, dibilas dengan air mengalir lagi. Selanjutnya jaringan dicelupkan ke dalam pewarna Eosin selama 5-6 menit. Sediaan dicuci dengan celupan alkohol 70%, 80%, 90%, 96% sebanyak 10 kali, alkohol absolut I 10 kali, alkohol absolut II 10 celupan, xylene I-IV selama 2 menit. Langkah berikutnya dilanjutkan dengan menenetesi sediaan dengan perekat Permount TM kemudian ditutup dengan cover glass dan didiamkan minimal 1 hari hingga perekat mengering. Sediaan yang telah jadi diperiksa menggunakan mikroskop untuk mengevaluasi gambaran histopatologinya. Pengamatan Sediaan Histopatologi Pengamatan histopatologi dilakukan dengan mikroskop cahaya dan software MacBiophotonic ImageJ (Rasban 2006). Masing-masing sediaan histopatologi difoto pada 10 pulpa putih secara acak di bawah mikroskop cahaya dengan perbesaran 400X. Luasan pulpa putih dan agregat sel pada pulpa putih dihitung dengan komputer menggunakan software MacBiophotonic ImageJ (mbf_imagej). Kepadatan sel pulpa putih diperoleh dengan cara membagikan jumlah sel dengan luas pulpa putih. Pengolahan Data Data yang disajikan berupa data deskriftif untuk perubahan histopatologi pada limpa dan data kuantitatif untuk kepadatan sel pada pulpa putih. Data diolah dengan program SPSS 16. OneWay ANOVA digunakan membandingkan setiap formula dan diuji lanjut menggunakan Duncan test. Diagram alir penelitian dideskripsikan pada pada Gambar 8.

31 19 PERSIAPAN KANDANG, PAKAN, EKSTRAK TANAMAN OBAT 25 DOC MASUK 5 ekor 5 ekor 5 ekor 5 ekor 5 ekor adaptasi adaptasi adaptasi adaptasi adaptasi PERLAKUAN NEKROPSI DAN PENGAMBILAN SAMPEL ORGAN PEMBUATAN SEDIAAN HISTOPATOLOGI PEMBACAAN SEDIAAN HISTOPATOLOGI PENGOLAHAN DATA DAN PENULISAN SKRIPSI Gambar 8 Diagram alir penelitian Pengaruh Formula Ekstrak 4 Tanaman Obat Terhadap Gambaran Histopatologi Limpa Ayam Broiler.

32 HASIL DAN PEMBAHASAN Perubahan Histopatologi Pengamatan histopatologi limpa dilakukan untuk melihat lesio pada limpa. Dari preparat yang diamati, pada seluruh kelompok perlakuan baik kontrol (-) maupun F1-F4 tidak mengalami perubahan yang bersifat patologis berupa hemoragi, edema, deplesi limfoid, kista, dan peradangan. Pada kelompok kontrol (-) dan F2 terdapat kongesti ringan ditunjukkan dengan penumpukan eritrosit pada daerah pulpa merah [Gambar 9 (A)]. Kongesti diduga karena masih tersisanya eritrosit pada limpa pada saat ayam dinekropsi. Pada semua kelompok perlakuan baik F1, F2, F3, dan F4, maupun kontrol (-) ditemukan Germinal Center yang kemudian menjadi folikel limfoid sekunder. Folikel tersebut terdiri atas sekumpulan sel limfosit yang terlihat bulat pada sediaan histopatologi yang diwarnai dengan Hematoksilin Eosin [Gambar 9 (B)]. Pembentukan folikel limfoid sekunder mungkin disebabkan oleh reaksi limpa terhadap vaksin. Kongesti adalah berlimpahnya darah dalam pembuluh di regio tertentu. Secara mikroskopis, kapiler-kapiler dalam jaringan terlihat melebar dan berisi darah. Edema merupakan penimbunan cairan yang berlebihan antara sel-sel tubuh atau rongga tubuh. Secara mikroskopis edema ditandai dengan adanya ruang kosong yang berisi cairan. Hemoragi atau perdarahan terjadi akibat pecahnya pembuluh darah sehingga darah keluar kemudian terjadi penimbunan pada jaringan atau ruang tubuh. Kista pada pulpa putih ditunjukkan dengan adanya ruang-ruang kosong dan deplesi limfoid ditunjukkan dengan berkurangnya sel pada folikel limfoid. (Price dan Wilson 2002). Peradangan ditunjukkan dengan infiltrasi sel radang (Munakir 2001). Pembentukan folikel sekunder diawali dengan penjeratan antigen (dari vaksin) dalam limpa dan diambil oleh makrofag baik yang di zona pembatas maupun yang membatasi sinusoid pulpa merah. Sel ini membawa antigen ke dalam pulpa putih. Setelah beberapa hari, sel penghasil antibodi (limfosit B) bermigrasi. Sel-sel ini menempati zona pembatas dan pulpa merah, di daerah ini produksi antibodi pertama kali ditemukan. Selain di zona pembatas dan pulpa

33 21 merah antibodi juga dapat diproduksi dalam folikel sekunder yang hiperplastik (Tizard 2004). Gambar 9 Gambaran histopatologi limpa (HE): (A) terjadi kongesti ringan pada kelompok F2, (B) Folikel limfoid sekunder ditunjukkan dengan tanda panah.

34 22 Reaksi lain yang terjadi ketika antigen memasuki limpa adalah penjeratan limfosit. Limfosit yang biasanya beredar bebas melewati organ ini terjerat sehingga tidak bisa lepas. Sifat penjeratan ini tidak jelas, tetapi reaksi ini mungkin disebabkan oleh monokin setelah interaksi antara antigen dan makrofag (Tizard 2004). Monokin tersebut mempengaruhi pergerakan limfosit dengan cara tertentu. Penjeratan bermanfaat untuk mengumpulkan sel peka antigen di tempat dekat dengan berkumpulnya antigen dan dengan demikian menambah efisiensi tanggap kebal. Beberapa agen seperti bakteri, virus, koksidia, dan fungi bisa saja berada di kandang dan menginfeksi ayam. Infeksi tersebut terjadi selama periode pemeliharaan di kandang. Infeksi dapat bersumber dari pakan, air minum atau tempat pakan atau minum yang terkontaminasi, dan lingkungan. Litter yang tidak diganti, pakaian petugas kandang, dan alas kaki yang digunakan dapat membawa agen infeksi dari luar ke kandang. Pembentukan folikel limfoid sekunder juga mungkin disebabkan oleh reaksi limpa terhadap vaksin. Kepadatan Sel Pulpa Putih Kelompok F3, yaitu kelompok yang diberi formula ekstrak Temulawak ditambah Temu Ireng memiliki kepadatan sel pulpa putih tertinggi diikuti oleh kelompok F2 yang diberi formula Temulawak ditambah Temu Ireng dan Meniran. Urutan berikutnya ditempati oleh kontrol (-), F4, dan F1. Kepadatan sel pulpa putih pada setiap perlakuan ditunjukkan pada Tabel 2. Tabel 2 Kepadatan sel pulpa putih Perlakuan Kontrol (-) F1 F2 F3 F4 Kepadatan folikel (sel/100µm 2 ) ± a ± a ± b ± b ± a Keterangan: Huruf superskript yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05). K = kontrol negatif; F1 = Temulawak, Temu Ireng, Sambiloto, dan Meniran; F2 = Temulawak, Temu Ireng, dan Meniran; F3 = Temulawak dan Temu Ireng; F4 = Meniran dan Sambiloto.

35 23 Kepadatan sel pulpa putih pada kelompok F2 dan F3 berbeda secara signifikan (p< 0.05) jika dibandingkan dengan kontrol (-). Kepadatan sel pulpa putih pada kelompok F1 dan F4 secara statistik tidak berbeda dengan kontrol (-). Pada kelompok F2, kepadatan pulpa putih tidak berbeda dengan kelompok F3. Dengan kenyataan tersebut, dapat dikatakan bahwa formula F2 dan F3 berpengaruh pada kepadatan sel pulpa putih sedangkan formula pada kelompok F1 dan F4 tidak berpengaruh. Kandungan kurkuminoid pada Temulawak dan Temu Ireng diduga berpengaruh pada sel pulpa putih. Kedua tanaman ini merupakan tanaman obat yang berasal dari keluarga Zingiberaceae, sama-sama memproduksi senyawa fenolik kurkuminoid (Gambar 10) sebagai hasil metabolit sekunder. Ravindran et al. (2007) menyatakan bahwa kandungan utama dari kurkuminoid tersebut adalah kurkumin berwarna kuning yang telah lama dimanfaatkan dalam industri farmasi, parfum, dan lain-lain. Beberapa penelitian selama ini menyebutkan bahwa kurkumin memiliki multi efek farmakologi yaitu efek anti inflamatori, anti imunodefisiensi, anti virus (virus flu burung), anti bakteri, anti jamur, anti oksidan, anti karsinogenik dan anti infeksi. Penelitian yang dilakukan oleh Sandy (2012) menggunakan formula dan dosis yang sama memperlihatkan daya tahan hidup lebih lama pada ayam broiler tanpa divaksin dan ditantang dengan virus AI setelah diberikan formula campuran Temulawak dan Temu Ireng dibandingkan dengan ayam yang divaksinasi AI. Gambar 10 Struktur kimia kurkuminoid (Ravindran et al. 2006)

36 24 Kurkuminoid terdiri atas tiga derivat, yaitu kurkumin, demetoksikurkumin (kurkumin II), dan bisdemetoksikurkumin (kurkumin III). Diantara ketiganya, kurkuminoid yang paling banyak adalah kurkumin. Kurkumin komersial mengandung 77% kurkumin I, 17% kurkumin II, dan 3% kurkumin II (Ravindran et al. 2006). Pemberian ekstrak Temulawak sebesar 35 mg/kg BB memperlihatkan adanya pertambahan jumlah pulpa putih, peningkatan diameter, dan peningkatan jumlah makrofag limpa (Gusnita 2009). Pada proses proliferasi limfosit, makrofag berperan mengeluarkan IL-1, yang mempunyai kemampuan untuk merangsang proliferasi limfoit B. Faktor-faktor seperti IL-1 dan IL-4 yang menyebabkan proliferasi sel B di sebut B cell growth factors (Kimbal 1990). Selain kurkumin zat aktif yang mungkin berperan dalam peningkatan selsel pulpa putih adalah kandungan minyak atsiri dari Temulawak dan Temu Ireng. Di antara sekian banyak kandungan minyak atsiri tersebut, senyawa yang paling potensial adalah flavonoid. Beberapa senyawa yang termasuk ke dalam kelompok flovanoid adalah flavon, flavonol, flavanon, flavanolol, flavanol, anthocyanidins, isoflavon, dan kalcon. Struktur kimia flavonoid dapat dilihat pada Gambar 10. Gambar 11 Struktur kimia flavonoid (Surai 2003) Flavonoid terdapat pada semua tanaman obat yang digunakan. Selain terdapat pada Temulawak dan Temu Ireng, zat ini terdapat pula pada Meniran dan Sambiloto. Flavonoid merupakan antioksidan kuat yang dapat mencegah pembentukan radikal bebas sebagai produk dari aktivitas fagositosis makrofag

37 25 (Surai 2003). Flavonoid yang berasal dari Meniran telah digunakan sebagai imunomodulator. Isoflavon (genestein) diklaim dapat meningkatkan respon antibodi (Koutsos dan Klasing 2008). Kandungan berkhasiat lain yang telah digunakan pada Meniran adalah filantin dan hipofilantin. Kedua kandungan ini berkhasiat untuk meningkatkan integritas dinding sel, melindungi hati dari zat toksik, obat-obatan untuk penyakit akibat virus maupun bakteri (Kardinan 2007). Formula yang terdiri atas campuran Temulawak, Temu Ireng, dan Meniran memperlihatkan pengaruh yang sama secara statistik dengan formula campuran Temulawak dan Temu Ireng. Hal ini berarti campuran Meniran pada Temulawak dan Temu Ireng sama-sama berpengaruh pada proliferasi sel-sel pulpa putih. Kepadatan sel pulpa putih pada kedua kelompok perlakuan tersebut meningkat secara signifikan (p<0.05) dari kontrol negatif. Dengan dicampurnya ketiga ketiga jenis tanaman ini, kandungan flavonoidnya bertambah. Bertambahnya kadar flavonoid berpengaruh juga menambah kadar antioksidan pada kelompok F2. Efek imunomudolator dari flavonoid berkaitan dengan sifat antioksidan ini sebagai mitogen sel limfosit (Surai 2003). Bahan pada Temulawak, Temu Ireng, dan Meniran diduga meningkatkan aktivitas makrofag (Tjandrawinata 2005, Gusnita 2009) kemudian makrofag mengeluarkan IL-1 (Kimbal 1990). IL-1 kemudian berikatan dengan limfosit B melalui Ig M dan T cell receptor melalui ikatan hidrogen. Ikatan tersebut mengaktivasi protein G yang kemudian memproduksi fosfolipase C. Enzim fosfolipase C menghidrolisis fosfatidil inositol bifosfat (PIP 2 ) menjadi produk reaktif diasilgliserol (DAG) dan inositol trifosfat (IP 3 ). Reaksi tersebut berlangsung dalam membran plasma. Kemudian IP 3 merangsang pelepasan Ca 2+ ke dalam sitoplasma. Pelepasan Ca 2+ berperan penting dalam stimulisasi kerja enzim protein kinase C dan 5-lipoxygenase. Pemecahan lajut DAG menjadi arakhidonat melalui jalur 5-lipoxygenase meningkatkan pembentukan cgmp. Peningkatan cgmp mengakibatkan peningkatan cgmp dependent protein kinase yang berfungsi pada aktivasi DNA dependent RNA polymerase dan awal sintesis ribosom (rrna) dan RNA lainnya. Sintesis RNA dan protein ini menyebabkan sel limfosit B maupun T memasuki fase pembelahan (Kumala et al. 2006). Adaya proliferasi sel-sel limfosit ini membuat sel pada pulpa putih semakin padat. Secara

38 26 ringkas kemungkinan mekanisme kerja formula tersebut disajikan pada Gambar 12. F2 F3 Temulawak dan Temuireng Meniran kurkuminoid flavonoid filantin Makrofag (Tjhandrawinata et al. 2005, Gusnita 2009) Sekresi IL-1 (Kimbal 1990) IL-1 berikatan dengan limfosit (Kumala et al ) Protein G fosfolipase C Hidrolisis PIP 2 DAG 5-lipoxygenase IP 3 Ca 2+ sitoplasma cgmp cgmp dependent protein kinase Protein kinase C IL-2 PROLIFERASI LIMFOSIT Gambar 12 Kemungkinan mekanisme induksi proliferasi limfosit oleh Temulawak, Temu Ireng, dan Meniran. Formula F1 dan F4 yang memperlihatkan pengaruh yang tidak signifikan pada kepadatan sel pulpa putih jika dibandingkan dengan kontrol (-). Dua kelompok perlakuan tersebut diberi formula yang sama-sama mengandung Sambiloto, sedangkan 2 kelompok yang lain (F2 dan F3) tidak. Bahan aktif Sambiloto mungkin berinteraksi dengan bahan aktif Temulawak atau Temu Ireng sehingga saling menghilangkan aktivitas satu sama lain. Salah satu kandungan Sambiloto yang paling banyak diteliti adalah Andrographolide. Zat ini terdapat sekitar 2,5-4,6% dari berat kering. Zat ini dapat merangsang pembentukan

39 27 antibodi. Andrographolid dan neoandrographolid secara signifikan menrangsang antibodi dan menunda respon hipersensitivitas terhadap darah domba pada tikus. Kandungan ini juga merangsang tanggap kebal non-spesifik dengan meningkatkan fagositosis makrofag dan proliferasi limfosit pada limpa. Andrographolide pada Sambiloto mampu menghambat perlekatan (attachment) virus dengan reseptor pada sel (Taha 2009). Selain Andrographolide, Sambiloto juga minyak atsiri yang mengandung tannin, saponin, dan flavonoid (Daniel 2005). Bahan aktif Sambiloto mungkin berinteraksi dengan bahan aktif Temulawak, Temu Ireng, dan Meniran sehingga saling menghilangkan aktivitas satu sama lain terhadap proliferasi limfosit. Aktivitas penghambatan mungkin terjadi mirip seperti aktivitas penghambatan attachment virus oleh ekstrak Sambiloto yang dikemukakan Taha (2009). Interaksi zat aktif pada Sambiloto dengan tanaman obat lainnya mungkin menghambat perlekatan IL-1 dengan sel limfosit sehingga induksi tidak diteruskan.

40 SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Formula ekstrak 4 tanaman obat yang diberikan selama empat minggu tidak menyebabkan perubahan patologis yang berarti pada limpa ayam broiler.kepadatan sel pada pulpa putih meningkat secara signifikan pada ayam yang diberikan formula yang terdiri atas ekstrak Temulawak dan Temu Ireng serta formula campuran antara ekstrak Temulawak, Temu Ireng dan Meniran. Saran Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk menentukan interaksi bahan aktif pada setiap herbal yang berperan dalam meningkatkan kekebalan tubuh. Untuk melihat sel yang berproliferasi pada pulpa putih adalah sel limfosit B maka perlu dilakukan identifikasi lebih lanjut dengan metode pewarnaan imunohistokimia. Sebaiknya hewan coba diuji tantang dengan berbagai agen spesifik untuk melihat pengaruh spesifik dari setiap formula.

41 DAFTAR PUSTAKA Aji W Uji aktivitas antioksidan tablet effervescent kombinasi ekstrak etanol daun dewa daru (Egenia uniflora L) dan herbal sambiloto (Andrographis paniculata Ness) dengan metode DPPH [skripsi]. Surakarta:Fakultas Farmasi, Universitas Muhammadiyah Surakarta. Bermawie N, Raharjo M, Wahyuno D, Ma mun Status Teknologi budidaya dan pasca panen tanaman kunyit dan temulawak sebagai penghasil kurkumin. Balai penelitian Obat dan Aromatik 02: Campbell JR, Kennedy MD, Campbell KL Animal Science 4 th Edition. USA: McGraw-Hill Companies. Daniel M Medicinal Plants Chemistry and Properties. New Hampshire: Science Publishers. Darusman LK, Priosoeryanto BP, Hasanah M, Rahardjo M, Djauhari EP Potensi temulawak terstandar untuk mengatasi flu burung [abstrak]. Bogor: Institut Pertanian Bogor dan Deptan. Djiksara CD dan Kraal G Non-lymphoid cells in the spleen s white pulp. 38 th Forum in Immunology Amsterdam. Histological Organization of Spleen: Elfahmi Phytochemical and biosynthetic studies of lignands with a focus on Indonesian medicinal plants [disertasi]. Gronigen: Faculty of Mathematics and Natural Sciences University of Gronigen. ord=on [2 Juli 2012]. Gusnita R Gambaran histopatologi limpa ayam petelur yang diberi ekstrak etanol Temulawak (Curcuma xanthorriza Roxb.)[skripsi]. Bogor: Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor Januwati M Jamu berbasis tanaman biofarmaka untuk ayam [terhubung berkala]. [7 Agustus 2012]. Januwati M Sambiloto dan Jahe untuk pencegahan aflatoksikosis [terhubung berkala]. [7 Agustus 2012]. Jarukamjorn K and Nemoto N Pharmacological Aspects of Andrographis paniculata on Health and Its Major Diterpenoid Constituent Androgapolide. Journal of Health Science 54: [19 Maret 2012]. Jasaputra DK Imunomodulator pada penyakit alergi [abstrak]. JKM 4: 2. Kardinan A dan Kasman FR Meniran Penambah Daya Tahan Tubuh Alami. Jakarta: Agromedia. Karyawati AT Aktivitas antivirus simian Retrovirus Serotype-2 (SRV-2) dari ekstrak meniran (Phyllanthus niruri) dan Temulawak (Curcuma Xanthorrhiza). JPS 4:

METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Peralatan Persiapan Kandang Penelitian

METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Peralatan Persiapan Kandang Penelitian 14 METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari sampai November 2011. Kegiatan pemeliharaan dan perlakuan hewan coba bertempat di fasilitas kandang hewan percobaan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Perubahan Histopatologi

HASIL DAN PEMBAHASAN Perubahan Histopatologi HASIL DAN PEMBAHASAN Perubahan Histopatologi Pengamatan histopatologi limpa dilakukan untuk melihat lesio pada limpa. Dari preparat yang diamati, pada seluruh kelompok perlakuan baik kontrol (-) maupun

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Penelitian Kandang Hewan Coba Laboratorium Histopatologi

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Penelitian Kandang Hewan Coba Laboratorium Histopatologi BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan pada bulan Juli 2010 sampai April 2011 bertempat di Kandang Hewan Laboratorium dan Laboratorium Histopatologi, Departemen Klinik, Reproduksi,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Histopatologi Bursa Fabricius

HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Histopatologi Bursa Fabricius 19 HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Histopatologi Bursa Fabricius Hasil pengamatan histopatologi bursa Fabricius yang diberi formula ekstrak tanaman obat memperlihatkan beberapa perubahan umum seperti adanya

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI. untuk Microsoft Windows.

BAB III METODOLOGI. untuk Microsoft Windows. 18 BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni 2010 sampai Agustus 2011. Kegiatan pemeliharaan dan perlakuan hewan coba bertempat di Fasilitas Kandang

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN METODOLOGI PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Juli 2007 sampai Juni 2008 di kandang percobaan Fakultas Peternakan dan di Bagian Patologi, Departemen Klinik Reproduksi

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE PENELITIAN

MATERI DAN METODE PENELITIAN MATERI DAN METODE PENELITIAN Waktu dan tempat penelitian Penelitian ini dilaksakan di Bagian Patologi, Departemen Klinik, Reproduksi dan Patologi, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor. Perlakuan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Temulawak

TINJAUAN PUSTAKA Temulawak 4 TINJAUAN PUSTAKA Temulawak Temulawak (Curcuma xanthorriza Roxb.) merupakan jenis tumbuhtumbuhan herba yang batang pohonnya berbentuk batang semu dan tingginya dapat mencapai dua meter. Daunnya berbentuk

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Avian Influenza

TINJAUAN PUSTAKA Avian Influenza 4 TINJAUAN PUSTAKA Avian Influenza Avian Influenza atau biasa disebut flu burung merupakan agen infeksius yang berupa virus. Virus influenza ini merupakan virus RNA yang termasuk dalam famili Orthomyxoviridae.

Lebih terperinci

HASIL PEMBAHASAN. Jumlah Sisa Ayam Hidup Pada Hari Ke-

HASIL PEMBAHASAN. Jumlah Sisa Ayam Hidup Pada Hari Ke- 15 HASIL PEMBAHASAN Uji Tantang Ayam Broiler Terhadap Virus Avian Influenza Seluruh kelompok perlakuan terhadap ayam dan juga kontrol baik kontrol tervaksin maupun kontrol tanpa perlakuan diuji tantang

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 18 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil uji tantang virus AI H5N1 pada dosis 10 4.0 EID 50 /0,1 ml per ekor secara intranasal menunjukkan bahwa virus ini menyebabkan mortalitas pada ayam sebagai hewan coba

Lebih terperinci

METODOLOGI. Waktu dan Tempat Penelitian

METODOLOGI. Waktu dan Tempat Penelitian METODOLOGI Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Bagian Patologi, Departemen Klinik, Reproduksi dan Patologi, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini dilakukan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Pengaruh dari formula ekstrak herbal terhadap sistem imunitas tubuh ayam dapat diperoleh dengan melihat aktivitas dan kapasitas makrofag peritoneum ayam yang telah ditantang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Obat herbal telah diterima secara luas di hampir seluruh negara di dunia. Menurut World Health Organization (WHO) menyatakan bahwa negara-negara di Afrika, Asia dan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Penurunan jumlah ookista dalam feses merupakan salah satu indikator bahwa zat yang diberikan dapat berfungsi sebagai koksidiostat. Rataan jumlah ookista pada feses ayam berdasarkan

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN METODOLOGI PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan pada bulan Juni 2010 sampai April 2011 bertempat di Kandang Hewan Laboratorium dan Laboratorium Histopatologi, Departemen Klinik, Reproduksi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Tubuh manusia mempunyai kemampuan untuk melawan segala macam organisme pengganggu atau toksin yang cenderung merusak jaringan dan organ tubuh. Kemampuan

Lebih terperinci

BAB III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN

BAB III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN 8 BAB III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan selama dua bulan mulai Juli sampai dengan Agustus 2010. Pemeliharaan ayam broiler dimulai dari Day Old Chick (DOC)

Lebih terperinci

xanthorrhiza Roxb atau lebih dikenal dengan nama temulawak (Afifah, 2005). Kandungan temulawak yang diduga bertanggung jawab dalam efek peningkatan

xanthorrhiza Roxb atau lebih dikenal dengan nama temulawak (Afifah, 2005). Kandungan temulawak yang diduga bertanggung jawab dalam efek peningkatan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Nafsu makan adalah keinginan psikologis untuk makan dan hal ini berkaitan dengan perasaan senang terhadap makanan (Insel et al, 2010). Mekanisme rasa lapar

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1.Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Riset Kimia Universitas Pendidikan Indonesia dan Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kulit merupakan organ terbesar pada tubuh, terhitung sekitar 16% dari berat badan manusia dewasa. Kulit memiliki banyak fungsi penting, termasuk sebagai sistem pertahanan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara yang jumlah penduduknya terus

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara yang jumlah penduduknya terus I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Indonesia merupakan salah satu negara yang jumlah penduduknya terus mengalami peningkatan sehingga permintaan akan ketersediaan makanan yang memiliki nilai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penyakit infeksi tetapi akibat buruk penggunaan antibiotik sebagai imbuhan pakan

BAB I PENDAHULUAN. penyakit infeksi tetapi akibat buruk penggunaan antibiotik sebagai imbuhan pakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Banyak upaya yang telah dilakukan oleh para peternak unggas dalam rangka meningkatkan produktivitas ayam pedaging. Salah satu usaha yang dilakukan adalah penggunaan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Perubahan histopatologi pada timus

HASIL DAN PEMBAHASAN Perubahan histopatologi pada timus 13 HASIL DAN PEMBAHASAN Perubahan histopatologi pada timus Jaringan limfoid sangat berperan penting untuk pertahanan terhadap mikroorganisme. Ayam broiler memiliki jaringan limfoid primer (timus dan bursa

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Data Mortalitas

HASIL DAN PEMBAHASAN Data Mortalitas 20 HASIL DAN PEMBAHASAN Data Mortalitas Virus H 5 N yang sangat patogen atau yang lebih dikenal dengan virus flu burung, menyebabkan penyebaran penyakit secara cepat di antara unggas serta dapat menular

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sistem imun bekerja untuk melindungi tubuh dari infeksi oleh mikroorganisme, membantu proses penyembuhan dalam tubuh, dan membuang atau memperbaiki sel yang

Lebih terperinci

GAMBARAN HISTOPATOLOGI USUS HALUS DAN SEKAL TONSIL PADA AYAM BROILER YANG TERINFEKSI MAREK DAN PENGARUH PEMBERIAN ZINK, BAWANG PUTIH DAN KUNYIT

GAMBARAN HISTOPATOLOGI USUS HALUS DAN SEKAL TONSIL PADA AYAM BROILER YANG TERINFEKSI MAREK DAN PENGARUH PEMBERIAN ZINK, BAWANG PUTIH DAN KUNYIT GAMBARAN HISTOPATOLOGI USUS HALUS DAN SEKAL TONSIL PADA AYAM BROILER YANG TERINFEKSI MAREK DAN PENGARUH PEMBERIAN ZINK, BAWANG PUTIH DAN KUNYIT SRI ULINA BR TUMANGGOR FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada dasarnya semua manusia memiliki sistem imun. Sistem imun diperlukan oleh tubuh sebagai pertahanan terhadap berbagai macam organisme asing patogen yang masuk ke

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Semakin berkembangnya teknologi di segala bidang merupakan salah satu usaha untuk meningkatkan kesejahteraan manusia. Diantara sekian banyaknya kemajuan

Lebih terperinci

Waktu dan Tempat Penelitian Materi Penelitian Metode Penelitian Pembuatan Tikus Diabetes Mellitus Persiapan Hewan Coba

Waktu dan Tempat Penelitian Materi Penelitian Metode Penelitian Pembuatan Tikus Diabetes Mellitus Persiapan Hewan Coba Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli 2007 sampai dengan bulan Juli 2008 di Laboratorium Bersama Hewan Percobaan Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang masalah Inflamasi adalah suatu respon jaringan terhadap rangsangan fisik atau kimiawi yang merusak. Rangsangan ini menyebabkan lepasnya mediator inflamasi seperti histamin,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat menyerang banyak orang sehingga menimbulkan wabah. Demam

BAB I PENDAHULUAN. dapat menyerang banyak orang sehingga menimbulkan wabah. Demam BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Demam tifoid adalah penyakit sistemik akut akibat infeksi Salmonella typhi. Demam tifoid masih merupakan salah satu masalah kesehatan yang penting di Indonesia, penyakit

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. dengan menguji antioksidan dari rimpang jahe merah (Zingiber officinale Rosc.)

BAB III METODE PENELITIAN. dengan menguji antioksidan dari rimpang jahe merah (Zingiber officinale Rosc.) BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Rancangan penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan menguji antioksidan dari rimpang jahe merah (Zingiber officinale Rosc.) terhadap

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Perkembangan broiler dapat dibedakan menjadi dua bagian, yaitu broiler modern

II. TINJAUAN PUSTAKA. Perkembangan broiler dapat dibedakan menjadi dua bagian, yaitu broiler modern 8 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Broiler Perkembangan broiler dapat dibedakan menjadi dua bagian, yaitu broiler modern dan broiler klasik. Broiler modern mempunyai pertumbuhan yang cepat dan bobot tubuh pada

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil

HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil 9 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Perubahan histopatologi trakea Parameter yang diperiksa pada organ trakea adalah keutuhan silia, keutuhan epitel, jumlah sel goblet, dan sel radang. Pada lapisan mukosa, tampak

Lebih terperinci

dapat dimanfaatkan untuk mengatasi gangguan kurangnya nafsu makan adalah Curcuma xanthorrhiza atau lebih dikenal dengan nama temulawak (Afifah et

dapat dimanfaatkan untuk mengatasi gangguan kurangnya nafsu makan adalah Curcuma xanthorrhiza atau lebih dikenal dengan nama temulawak (Afifah et BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Nafsu makan merupakan keadaan yang mendorong seseorang untuk memuaskan keinginannya untuk makan selain rasa lapar (Guyton, 1990; Hall, 2011). Gangguan nafsu makan sendiri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Indonesia sebagai negara berkembang memiliki berbagai masalah kesehatan antara lain masih banyak dijumpai penyakit-penyakit infeksi. Salah satu penyakit infeksi yang

Lebih terperinci

STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL BUDIDAYA TEMULAWAK. Mono Rahardjo dan Otih Rostiana

STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL BUDIDAYA TEMULAWAK. Mono Rahardjo dan Otih Rostiana STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL BUDIDAYA TEMULAWAK Mono Rahardjo dan Otih Rostiana PENDAHULUAN Kegunaan utama rimpang temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) adalah sebagai bahan baku obat, karena dapat merangsang

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Sumber : Label Pakan BR-611 PT. Charoen Pokphand Indonesia.

MATERI DAN METODE. Sumber : Label Pakan BR-611 PT. Charoen Pokphand Indonesia. MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di CV Mitra Sejahtera Mandiri, Desa Babakan, Kecamatan Ciseeng, Kabupaten Bogor. Penelitian dilaksanakan selama lima minggu yang dimulai dari

Lebih terperinci

Banyak penyakit yang dihadapi para klinisi disebabkan karena respons inflamasi yang tidak terkendali. Kerusakan sendi pada arthritis rheumatoid,

Banyak penyakit yang dihadapi para klinisi disebabkan karena respons inflamasi yang tidak terkendali. Kerusakan sendi pada arthritis rheumatoid, BAB 1 PENDAHULUAN Inflamasi merupakan suatu respons protektif normal terhadap kerusakan jaringan yang disebabkan oleh trauma fisik, zat kimia yang merusak, atau zat-zat mikrobiologik. Inflamasi adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. benda asing dan patogen di lingkungan hidup sekitar seperti bakteri, virus, fungus

BAB I PENDAHULUAN. benda asing dan patogen di lingkungan hidup sekitar seperti bakteri, virus, fungus BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sistem imun berfungsi dalam mempertahankan kondisi tubuh terhadap benda asing dan patogen di lingkungan hidup sekitar seperti bakteri, virus, fungus dan parasit. Sistem

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang tumbuh secara liar maupun yang sengaja dibudidayakan. Sejak zaman

BAB I PENDAHULUAN. yang tumbuh secara liar maupun yang sengaja dibudidayakan. Sejak zaman BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tumbuhan merupakan keragaman hayati yang selalu ada di sekitar kita, baik yang tumbuh secara liar maupun yang sengaja dibudidayakan. Sejak zaman dahulu, tumbuhan sudah

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 2 Rataan bobot badan ayam (gram) yang diberikan ekstrak tanaman obat dari minggu ke-1 sampai dengan minggu ke-4

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 2 Rataan bobot badan ayam (gram) yang diberikan ekstrak tanaman obat dari minggu ke-1 sampai dengan minggu ke-4 28 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Evaluasi dataperforman Ayam Dari hasil penelitian didapatkan rataan bobot badan ayam pada masing-masing kelompok perlakuan, data tersebut dapat dilihat pada Tabel

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ayam pedaging yang sering disebut sebagai ayam broiler merupakan jenis

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ayam pedaging yang sering disebut sebagai ayam broiler merupakan jenis II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ayam Pedaging Ayam pedaging yang sering disebut sebagai ayam broiler merupakan jenis ras unggulan hasil persilangan dari bangsa-bangsa ayam yang memiliki daya produktivitas tinggi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Obat adalah zat yang digunakan untuk terapi, mengurangi rasa nyeri, serta

BAB I PENDAHULUAN. Obat adalah zat yang digunakan untuk terapi, mengurangi rasa nyeri, serta BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Obat adalah zat yang digunakan untuk terapi, mengurangi rasa nyeri, serta mengobati dan mencegah penyakit pada manusia maupun hewan (Koga, 2010). Pada saat ini banyak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Lingkungan disekitar kita banyak mengandung agen infeksius maupun non infeksius yang dapat memberikan paparan pada tubuh manusia. Setiap orang dihadapkan pada berbagai

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. . Gambar 1 Temulawak

TINJAUAN PUSTAKA. . Gambar 1 Temulawak TINJAUAN PUSTAKA Temulawak Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb) merupakan Genus terpenting dalam famili Zingiberaceae. Tinggi tanaman dapat mencapai 2 m atau lebih, rimpang tanaman berukuran besar, bercabang-cabang,

Lebih terperinci

MENJELASKAN STRUTUR DAN FUNGSI ORGAN MANUSIA DAN HEWAN TERTENTU, KELAINAN/ PENYAKIT YANG MUNGKIN TERJADI SERTA IMPLIKASINYA PADA SALINGTEMAS

MENJELASKAN STRUTUR DAN FUNGSI ORGAN MANUSIA DAN HEWAN TERTENTU, KELAINAN/ PENYAKIT YANG MUNGKIN TERJADI SERTA IMPLIKASINYA PADA SALINGTEMAS MENJELASKAN STRUTUR DAN FUNGSI ORGAN MANUSIA DAN HEWAN TERTENTU, KELAINAN/ PENYAKIT YANG MUNGKIN TERJADI SERTA IMPLIKASINYA PADA SALINGTEMAS KD 3.8. Menjelaskan mekanisme pertahanan tubuh terhadap benda

Lebih terperinci

Y PENGARUH EKSTRAK RIMPANG TEMULAWAK

Y PENGARUH EKSTRAK RIMPANG TEMULAWAK BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negeri yang memiliki kekayaan dan keanekaragaman hayati yang tinggi, baik di darat maupun di laut. Indonesia adalah negara yang diapit oleh dua benua,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Inflamasi merupakan reaksi lokal jaringan terhadap infeksi atau cedera dan melibatkan lebih banyak mediator

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Inflamasi merupakan reaksi lokal jaringan terhadap infeksi atau cedera dan melibatkan lebih banyak mediator BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Inflamasi merupakan reaksi lokal jaringan terhadap infeksi atau cedera dan melibatkan lebih banyak mediator dibanding respons imun yang didapat. Inflamasi dapat diartikan

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata Kunci : Bursa Fabrisius, Infectious Bursal Disease (IBD), Ayam pedaging

ABSTRAK. Kata Kunci : Bursa Fabrisius, Infectious Bursal Disease (IBD), Ayam pedaging ABSTRAK Bursa Fabrisius merupakan target organ virus Infectious Bursal Disease (IBD) ketika terjadi infeksi, yang sering kali mengalami kerusakan setelah ayam divaksinasi IBD baik menggunakan vaksin aktif

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada Februari -- Maret 2013 di kandang percobaan

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada Februari -- Maret 2013 di kandang percobaan III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada Februari -- Maret 2013 di kandang percobaan milik PT. Rama Jaya Lampung yang berada di Desa Fajar Baru II, Kecamatan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Broiler adalah ayam jantan atau betina yang umumnya dipanen pada umur

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Broiler adalah ayam jantan atau betina yang umumnya dipanen pada umur 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ayam Broiler Broiler adalah ayam jantan atau betina yang umumnya dipanen pada umur 5-6 minggu dengan tujuan sebagai penghasil daging (Kartasudjana dan Suprijatna, 2006).

Lebih terperinci

GAMBARAN RESPON KEBAL TERHADAP INFECTIOUS BURSAL DISEASE

GAMBARAN RESPON KEBAL TERHADAP INFECTIOUS BURSAL DISEASE GAMBARAN RESPON KEBAL TERHADAP INFECTIOUS BURSAL DISEASE (IBD) PADA AYAM PEDAGING YANG DIVAKSIN IBD KILLED SETENGAH DOSIS DAN DITANTANG DENGAN VIRUS IBD CHARLES JONSON SIREGAR FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit periodontal adalah penyakit yang umum terjadi dan dapat ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit periodontal adalah penyakit yang umum terjadi dan dapat ditemukan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit periodontal adalah penyakit yang umum terjadi dan dapat ditemukan pada 90% dari populasi dunia. Penyakit periodontal merupakan salah satu penyakit gigi dan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada Februari -- Maret 2013 di unit kandang

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada Februari -- Maret 2013 di unit kandang III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada Februari -- Maret 2013 di unit kandang percobaan PT. Rama Jaya Lampung yang berada di Desa Fajar Baru II, Kecamatan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara yang jumlah penduduknya terus

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara yang jumlah penduduknya terus I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Indonesia merupakan salah satu negara yang jumlah penduduknya terus mengalami peningkatan sehingga permintaan makanan yang memiliki nilai gizi baik akan meningkat.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Prevalensi penyakit terkait inflamasi di Indonesia, seperti rematik (radang sendi) tergolong cukup tinggi, yakni sekitar 32,2% (Nainggolan, 2009). Inflamasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit infeksi merupakan suatu masalah kesehatan di Indonesia yang menjadi perhatian serius untuk segera ditangani. Rendahnya kesadaran masyarakat akan hidup sehat

Lebih terperinci

1.1. LATAR BELAKANG MASALAH

1.1. LATAR BELAKANG MASALAH BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG MASALAH Saat ini, tingkat kematian akibat penyakit degeneratif seperti jantung, kanker, kencing manis dan lain-lain mengalami peningkatan cukup signifikan di dunia.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka 1. Berenuk (Crescentia cujete L). a. Sistematika Tumbuhan Kingdom : Plantae Sub kingdom : Tracheobionata Super divisi : Spermatophyta Divisi : Magnoliophyta

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (Hayati et al., 2010). Tanaman ini dapat tumbuh hingga mencapai tinggi 5-10

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (Hayati et al., 2010). Tanaman ini dapat tumbuh hingga mencapai tinggi 5-10 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Potensi Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi Linn) Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi Linn) merupakan salah satu jenis tanaman yang sering digunakan sebagai obat tradisional.

Lebih terperinci

V. PEMANFAATAN HERBAL UNTUK MENINGKATKAN DAYA TAHAN TUBUH AYAM KUB

V. PEMANFAATAN HERBAL UNTUK MENINGKATKAN DAYA TAHAN TUBUH AYAM KUB Pemanfaatan Herbal untuk Meningkatkan Daya Tahan V. PEMANFAATAN HERBAL UNTUK MENINGKATKAN DAYA TAHAN TUBUH AYAM KUB A. Latar belakang dan dasar pertimbangan Indonesia dikenal sebagai negara dengan kekayaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Demam adalah kenaikan suhu diatas normal. bila diukur pada rectal lebih dari 37,8 C (100,4 F), diukur pada oral lebih dari 37,8 C, dan bila diukur melalui

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Alergi merupakan suatu keadaan hipersensitivitas terhadap kontak atau pajanan zat asing (alergen) tertentu dengan akibat timbulnya gejala-gejala klinis, yang mana

Lebih terperinci

I. TINJAUAN PUSTAKA. memiliki karakteristik ekonomis dengan ciri khas yaitu pertumbuhan yang cepat, konversi

I. TINJAUAN PUSTAKA. memiliki karakteristik ekonomis dengan ciri khas yaitu pertumbuhan yang cepat, konversi I. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ayam Pedaging Ayam Pedaging adalah istilah untuk menyebutkan strain ayam budidaya teknologi yang memiliki karakteristik ekonomis dengan ciri khas yaitu pertumbuhan yang cepat,

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini bersifat eksperimental laboratorik. Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini bersifat eksperimental laboratorik. Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta. BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian ini bersifat eksperimental laboratorik. B. Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Patologi Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas

Lebih terperinci

BAB VI PEMBAHASAN. Mencit Balb/C yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari. Laboratorium Biomedik Fakultas Kedokteran Universitas Muhamadiyah

BAB VI PEMBAHASAN. Mencit Balb/C yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari. Laboratorium Biomedik Fakultas Kedokteran Universitas Muhamadiyah BAB VI PEMBAHASAN Mencit Balb/C yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari Laboratorium Biomedik Fakultas Kedokteran Universitas Muhamadiyah Yogyakarta. Banyaknya mencit yang digunakan adalah 24

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ayam broiler merupakan ayam yang berasal dari hasil genetik yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ayam broiler merupakan ayam yang berasal dari hasil genetik yang 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ayam Broiler Ayam broiler merupakan ayam yang berasal dari hasil genetik yang memiliki karakteristik secara ekonomis dengan pertumbuhan yang cepat sebagai ayam penghasil

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Desain penelitian adalah eksperimen dengan metode desain paralel.

III. METODE PENELITIAN. Desain penelitian adalah eksperimen dengan metode desain paralel. III. METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Desain penelitian adalah eksperimen dengan metode desain paralel. Menggunakan 20 ekor mencit (Mus musculus L.) jantan galur Balb/c yang dibagi menjadi 4 kelompok

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini mencakup bidang Obstetri Ginekologi, Patologi Anatomi,

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini mencakup bidang Obstetri Ginekologi, Patologi Anatomi, BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Ruang Lingkup Penelitian dan Farmakologi. Penelitian ini mencakup bidang Obstetri Ginekologi, Patologi Anatomi, 3.2 Waktu dan Lokasi Penelitian a. Pemeliharaan dan perlakuan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Peternakan broiler merupakan salah satu sektor usaha peternakan yang

I. PENDAHULUAN. Peternakan broiler merupakan salah satu sektor usaha peternakan yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Peternakan broiler merupakan salah satu sektor usaha peternakan yang berkembang pesat. Pada 2013 populasi broiler di Indonesia mencapai 1.255.288.000 ekor (BPS,

Lebih terperinci

PENGARUH PENAMBAHAN CAMPURAN HERBAL DALAM RANSUM TERHADAP KECERNAAN PROTEIN KASAR DAN RETENSI NITROGEN PADA AYAM BROILER SKRIPSI ANDIKA LISTIYANTI

PENGARUH PENAMBAHAN CAMPURAN HERBAL DALAM RANSUM TERHADAP KECERNAAN PROTEIN KASAR DAN RETENSI NITROGEN PADA AYAM BROILER SKRIPSI ANDIKA LISTIYANTI PENGARUH PENAMBAHAN CAMPURAN HERBAL DALAM RANSUM TERHADAP KECERNAAN PROTEIN KASAR DAN RETENSI NITROGEN PADA AYAM BROILER SKRIPSI ANDIKA LISTIYANTI FAKULTAS PETERNAKAN DAN PERTANIAN UNIVERSITAS DIPONEGORO

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus - Oktober 2013 di Balai Besar

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus - Oktober 2013 di Balai Besar III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus - Oktober 2013 di Balai Besar Pengembangan Budidaya Laut (BBPBL) Lampung tepatnya di Laboratorium Pembenihan Kuda

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Penelitian ini telah dilakukan pada bulan Januari-Februari 2014 di

MATERI DAN METODE. Penelitian ini telah dilakukan pada bulan Januari-Februari 2014 di III. MATERI DAN METODE 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini telah dilakukan pada bulan Januari-Februari 2014 di Laboratorium Teknologi Produksi Ternak dan Laboratorium Teknologi Pasca Panen,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. produsen makanan sering menambahkan pewarna dalam produknya. penambahan

BAB 1 PENDAHULUAN. produsen makanan sering menambahkan pewarna dalam produknya. penambahan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Warna merupakan salah satu kriteria dasar untuk menentukan kualitas makanan antara lain; warna dapat memberi petunjuk mengenai perubahan kimia dalam makanan. Oleh karena

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 6 Pewarnaan Proses selanjutnya yaitu deparafinisasi dengan xylol III, II, I, alkohol absolut III, II, I, alkohol 96%, 90%, 80%, dan 70% masing-masing selama 2 menit. Selanjutnya seluruh preparat organ

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tubuh yaitu terjadinya kerusakan jaringan tubuh sendiri (Subowo, 2009).

BAB I PENDAHULUAN. tubuh yaitu terjadinya kerusakan jaringan tubuh sendiri (Subowo, 2009). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Imunitas merupakan suatu mekanisme untuk mengenal suatu zat atau bahan yang dianggap sebagai benda asing terhadap dirinya, selanjutnya tubuh akan mengadakan tanggapan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian pengaruh ekstrak daun sirsak (Annona muricata L.) terhadap

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian pengaruh ekstrak daun sirsak (Annona muricata L.) terhadap BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian pengaruh ekstrak daun sirsak (Annona muricata L.) terhadap kadar glukosa darah dan histologi pankreas tikus (Rattus norvegicus) yang diinduksi

Lebih terperinci

HASIL PENELITIAN UJI EFIKASI OBAT HERBAL UNTUK MENINGKATKAN KADAR HEMOGLOBIN, JUMLAH TROMBOSIT DAN ERITROSIT DALAM HEWAN UJI TIKUS PUTIH JANTAN

HASIL PENELITIAN UJI EFIKASI OBAT HERBAL UNTUK MENINGKATKAN KADAR HEMOGLOBIN, JUMLAH TROMBOSIT DAN ERITROSIT DALAM HEWAN UJI TIKUS PUTIH JANTAN HASIL PENELITIAN UJI EFIKASI OBAT HERBAL UNTUK MENINGKATKAN KADAR HEMOGLOBIN, JUMLAH TROMBOSIT DAN ERITROSIT DALAM HEWAN UJI TIKUS PUTIH JANTAN PUSAT STUDI OBAT BAHAN ALAM DEPARTEMEN FARMASI FAKULTAS MATEMATIKA

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada 25 September 17 Oktober 2012 di unit kandang

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada 25 September 17 Oktober 2012 di unit kandang III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada 25 September 17 Oktober 2012 di unit kandang percobaan PT. Rama Jaya Lampung yang berada di Desa Fajar Baru II, Kecamatan

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Pelaksanaan penelitian ini bertempat di Laboratorium UIN Agriculture

MATERI DAN METODE. Pelaksanaan penelitian ini bertempat di Laboratorium UIN Agriculture III. MATERI DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Pelaksanaan penelitian ini bertempat di Laboratorium UIN Agriculture Research and Development Station (UARDS) Fakultas Pertanian dan Peternakan Universitas

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. digunakan dalam penelitian ini yaitu tikus putih (Rattus norvegicus) Penelitian ini

BAB III METODE PENELITIAN. digunakan dalam penelitian ini yaitu tikus putih (Rattus norvegicus) Penelitian ini BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan enam perlakuan dan empat ulangan. Hewan coba yang digunakan

Lebih terperinci

STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL BUDIDAYA KUNYIT. Mono Rahardjo dan Otih Rostiana

STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL BUDIDAYA KUNYIT. Mono Rahardjo dan Otih Rostiana STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL BUDIDAYA KUNYIT Mono Rahardjo dan Otih Rostiana PENDAHULUAN Kunyit (Curcuma domestica Val.) merupakan salah satu tanaman obat potensial, selain sebagai bahan baku obat juga

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Waktu dan Tempat. Materi

METODE PENELITIAN. Waktu dan Tempat. Materi METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari hingga Mei 2011. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Lapang Kandang C, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Minuman herbal merupakan minuman yang berasal dari bahan alami yang bermanfaat bagi tubuh. Minuman herbal biasanya dibuat dari rempah-rempah atau bagian dari tanaman,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mulut, yang dapat disebabkan oleh trauma maupun tindakan bedah. Proses

BAB I PENDAHULUAN. mulut, yang dapat disebabkan oleh trauma maupun tindakan bedah. Proses BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Luka merupakan kerusakan fisik yang ditandai dengan terganggunya kontinuitas struktur jaringan yang normal. 1 Luka sering terjadi dalam rongga mulut, yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Buah merah merupakan tanaman endemik Papua yang bermanfaat meningkatkan sistem kekebalan tubuh dan membantu pengobatan beberapa penyakit, antara lain kanker, tumor,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kemudian dikembangkan di penjuru dunia. Puyuh mulai dikenal dan diternakkan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kemudian dikembangkan di penjuru dunia. Puyuh mulai dikenal dan diternakkan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Puyuh (Cortunix- cortunix japonica) Puyuh merupakan jenis aves yang tidak dapat terbang, ukuran tubuhnya relatif kecil, berkaki pendek. Puyuh pertama kali diternakkan di Amerika

Lebih terperinci

BAB 3 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

BAB 3 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN BAB 3 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN Tumbuhan uji yang digunakan adalah pegagan dan beluntas. Tumbuhan uji diperoleh dalam bentuk bahan yang sudah dikeringkan. Simplisia pegagan dan beluntas yang diperoleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dermatitis alergika adalah suatu peradangan pada kulit yang didasari oleh reaksi alergi/reaksi hipersensitivitas tipe I. Penyakit yang berkaitan dengan reaksi hipersensitivitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang Penelitian. Luka merupakan keadaan yang sering dialami oleh setiap orang, baik

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang Penelitian. Luka merupakan keadaan yang sering dialami oleh setiap orang, baik BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Penelitian Luka merupakan keadaan yang sering dialami oleh setiap orang, baik dengan tingkat keparahan ringan, sedang atau berat. Luka adalah hilangnya atau rusaknya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. akan pangan hewani berkualitas juga semakin meningkat. Salah satu pangan hewani

BAB I PENDAHULUAN. akan pangan hewani berkualitas juga semakin meningkat. Salah satu pangan hewani BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Jumlah penduduk di Indonesia semakin meningkat, menyebabkan kebutuhan akan pangan hewani berkualitas juga semakin meningkat. Salah satu pangan hewani berkualitas yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. produk yang bernilai gizi dan ekonomis tinggi. Pertambahan berat badan yang. maupun kuantitasnya (Supratman dan Iwan, 2001).

I. PENDAHULUAN. produk yang bernilai gizi dan ekonomis tinggi. Pertambahan berat badan yang. maupun kuantitasnya (Supratman dan Iwan, 2001). I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Semua jenis ternak memerlukan pakan untuk memenuhi kebutuhan hidup pokok, pertumbuhan, produksi, dan reproduksi. Ternak ruminansia seperti sapi memiliki kemampuan memanfaatkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Paru-paru, jantung, pusat syaraf dan otot skelet bekerja berat dalam melakukan

I. PENDAHULUAN. Paru-paru, jantung, pusat syaraf dan otot skelet bekerja berat dalam melakukan I. PENDAHULUAN Stamina adalah kemampuan daya tahan lama organisme manusia untuk melawan kelelahan dalam batas waktu tertentu, dimana aktivitas dilakukan dengan intensitas tinggi (tempo tinggi, frekuensi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. benda tajam ataupun tumpul yang bisa juga disebabkan oleh zat kimia, perubahan

BAB I PENDAHULUAN. benda tajam ataupun tumpul yang bisa juga disebabkan oleh zat kimia, perubahan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perlukaan merupakan rusaknya jaringan tubuh yang disebabkan oleh trauma benda tajam ataupun tumpul yang bisa juga disebabkan oleh zat kimia, perubahan suhu,

Lebih terperinci

EFEKTIVITAS ANTIINFLAMASI FRAKSI AIR EKSTRAK DAUN SEMBUKAN (Paederia foetida L.) PADA TIKUS PUTIH (Rattus Norvegicus) ABSTRAK

EFEKTIVITAS ANTIINFLAMASI FRAKSI AIR EKSTRAK DAUN SEMBUKAN (Paederia foetida L.) PADA TIKUS PUTIH (Rattus Norvegicus) ABSTRAK EFEKTIVITAS ANTIINFLAMASI FRAKSI AIR EKSTRAK DAUN SEMBUKAN (Paederia foetida L.) PADA TIKUS PUTIH (Rattus Norvegicus) Rio Saddam Pratama*, Aditya Fridayanti, Arsyik Ibrahim Laboratorium FARMAKA TROPIS,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. menggunakan hewan coba berupa tikus putih betina galur Sprague dawley.

BAB III METODE PENELITIAN. menggunakan hewan coba berupa tikus putih betina galur Sprague dawley. 26 BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Desain Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental laboratorium dengan menggunakan hewan coba berupa tikus putih betina galur Sprague dawley. 3.2. Tempat

Lebih terperinci

1 Universitas Kristen Maranatha

1 Universitas Kristen Maranatha BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gangguan pada hepar dapat disebabkan oleh berbagai macam faktor, antara lain virus, radikal bebas, maupun autoimun. Salah satu yang banyak dikenal masyarakat adalah

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE PENELITIAN

BAHAN DAN METODE PENELITIAN BAHAN DAN METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan mulai bulan Juni 2010 sampai dengan bulan Desember 2010 di kandang percobaan Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian

Lebih terperinci