STATUS PERIKANAN HIU DAN ASPEK PENGELOLAANNYA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "STATUS PERIKANAN HIU DAN ASPEK PENGELOLAANNYA"

Transkripsi

1 Oseana, Volume XXX, Nomor 1, 2005 : 1-8 ISSN STATUS PERIKANAN HIU DAN ASPEK PENGELOLAANNYA Oleh Fahmi 1) dan Dharmadi 2) ABSTRACT SHARK FISHERY STATUS AND ITS MANAGEMENT ASPECTS. Indonesia has the highest production of sharks and rays in the world. Unfortunately, there are no reliable species-specific catch data available from the Indonesian fisheries and there is no control and any regulations to manage this resource. Concerns over the impact of fishing on shark population around the world are currently rising. These make some developed countries apply fisheries management system in their countries. Moreover, a world conservation union (IUCN) is also preparing plan of actions for sharks and rays management and conservation status for shark species. KONDISI PERIKANAN HIU DI INDONESIA Sejak tahun 1970 usaha perikanan hiu di Indonesia telah berlangsung sangat pesat, ketika sumberdaya tersebut menjadi hasil usaha sampingan dari perikanan tuna dengan menggunakan pancing rawai (tuna longline). Meskipun perikanan hiu di Indonesia ini hanyalah sebagai usaha sampingan (by catch) dari usaha perikanan lainnya, akan tetapi produksi yang dihasilkannya menunjukkan nilai yang signifikan. Sejak tahun 1988 ketika harga sirip hiu di pasaran dunia meningkat, usaha perikanan hiu berkembang cukup pesat, bahkan di beberapa daerah sentra nelayan di Indonesia menjadikan komoditi hiu sebagai hasil tangkapan utamanya (target species). Beberapa alat tangkap yang biasa digunakan untuk menangkap hiu, baik sebagai hasil tangkapan sampingan ataupun tangkapan utama, antara lain adalah jaring insang apung (drift gill net), rawai permukaan (surface longline), rawai dasar (bottom longline) dan jaring hiu (dahulu dikenal sebagai jaring trawl). Usaha perikanan hiu yang menjanjikan di negara kita ini menjadikan nilai produksi hiu di Indonesia terus meningkat dari tahun ke tahun. Pada tahun 1987, produksi perikanan hiu di Indonesia tercatat sebesar ton, kemudian pada tahun 2000, produksi hiu tersebut meningkat hingga hampir dua kali lipat, yaitu sebesar ton (DHARMADI & FAHMI 2003). Bahkan menurut catatan FAO, Indonesia menempati urutan teratas sebagai negara yang paling banyak memproduksi hiu dan pari setiap tahunnya (STEVENS et al. 2000); (TRAFFIC 2002). 1) 2) Bidang Sumberdaya Laut, Pusat Penelitian Oseanografi-LIPI, Jakarta Pusat Riset Perikanan Tangkap - Departemen Kelautan dan Perikanan, Jakarta 1

2 Predikat tersebut di satu sisi dapat membuat Indonesia bangga, akan tetapi di lain pihak justru sebaliknya. Walaupun negara Indonesia merupakan negara yang memiliki jumlah produksi hiu terbesar setiap tahunnya, akan tetapi sampai saat ini tidak ada satu peraturan pun yang dikeluarkan oleh pemerintah dalam hal pengaturan dan pengelolaan sumberdaya tersebut. Kondisi seperti ini dikhawatirkan akan berdampak terhadap kelangsungan sumberdaya hiu di Indonesia. Dengan adanya usaha perikanan hiu yang intensif tetapi tanpa adanya pengawasan ataupun peraturan yang mengatur jumlah tangkapan ataupun ukuran yang layak tangkap, maka dapat mengakibatkan sumberdaya hiu yang ada di perairan Indonesia di masa mendatang terancam. Kendala ini dapat diperparah dengan tidak adanya pengetahuan yang cukup mengenai sumberdaya hiu, baik di kalangan nelayan maupun pemerintah. Hingga saat ini pengetahuan mengenai kehidupan dan jenisjenis hiu yang ada di Indonesia masih sangatlah minim. Di kalangan masyarakat nelayan, pengetahuan mereka mengenai jenis-jenis hiu secara spesifik masih sangat rendah. Umumnya mereka hanya menggolong-golongkan hiu berdasarkan kualitas siripnya. Sedangkan dari kalangan pemerintah (dalam hal ini departemen perikanan yang terkait), upaya yang dilakukan hingga saat ini hanya mengelompokkan semua jenis ikan hiu kedalam satu kelompok ikan saja yaitu kelompok ikan hiu dalam data-data produksi tahunannya. Perlakuan tersebut berbeda dengan jenis-jenis ikan ekonomis penting lainnya, seperti ikan-ikan pelagis kecil ataupun tuna yang dikelompokkan berdasarkan jenisnya dalam data statistik perikanan Indonesia. Terkait dengan hal tersebut, pada kenyataannya ikan hiu yang tergolong dalam ikan bertulang rawan (Chondrichthyes), terdiri atas lebih dari 400 jenis, bersama-sama dengan kelompok ikan pari, hiu gergaji, hiu pari dan chimaera (sekitar 600 spesies) (CAMHI et al. 1998); (COMPAGNO 1984) dan (COMPAGNO 2002). Sedangkan di perairan Indonesia, diperkirakan terdapat lebih dari 200 jenis hiu yang ditangkap oleh nelayan Indonesia. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan peneliti Indonesia dan Australian sejak tahun 2001, telah tercatat 140 jenis ikan hiu dan pari yang ditangkap oleh nelayan Indonesia di Jawa, Bali dan Nusa Tenggara. Jumlah tersebut masih akan terus bertambah, seiring berlanjutnya penelitian mengenai komoditi ikan tersebut. ISU KONSERVASI ELASMOBRANCHII DI DUNIA Ikan hiu sebagai salah satu jenis ikan bertulang rawan (Elasmobranchii), telah menjadi salah satu isu yang sedang hangat dibicarakan di dunia internasional. Kelompok ikan ini merupakan makhluk hidup yang unik, karena termasuk dalam salah satu jenis hewan purba yang masih hidup dan juga memiliki karakteristik yang berbeda dengan ikan-ikan bertulang sejati. Secara umum, ikan hiu memiliki sifat-sifat seperti: Fekunditas yang rendah Pertumbuhan yang lambat Memerlukan waktu yang lama untuk mencapai usia dewasa Umur yang panjang Resiko kematian yang tinggi di semua tingkat umur (CAMHI et al. 1998); (STEVENS et al. 2000). Keunikan sifat kelompok ikan bertulang rawan tersebut, menyebabkan populasinya amat mudah dipengaruhi oleh aktifitas manusia, baik secara langsung ataupun tidak langsung. Beberapa jenis hiu kini terancam kepunahan dikarenakan beberapa faktor yang menyebabkannya, antara lain sebagai berikut: Siklus hidup hiu yang panjang dan kemampuan reproduksi yang rendah, serta membutuhkan waktu lama mengakibatkan mudah terjadi overeksploitasi pada sumberdaya hiu karena kemampuan pulihnya yang rendah. 2

3 Pertumbuhan perikanan yang cepat, tetapi tidak disertai oleh peraturan dan pengawasan yang tepat sehingga tidak ada batasan dalam perdagangan hiu di dunia internasional. Tingkat kematian hiu sangat tinggi akibat tangkapan yang tidak disengaja (incidental take) oleh nelayan, sehingga tak jarang ikan-ikan yang tertangkap tersebut dibuang kembali ke laut. Penurunan kualitas areal pembesaran ikan dan daerah-daerah pantai, estuaria maupun air tawar akibat pembangunan, over-eksploitasi dan pencemaran (CAMHI et al. 1998). Saat ini di beberapa negara, khususnya negara-negara yang sudah lebih maju seperti Australia, Selandia Baru dan Jepang, perikanan hiu sudah dikelola dengan cukup baik. Modelmodel pengelolaan terhadap sumberdaya hiu telah mulai diterapkan dan pemahaman mengenai sumberdaya tersebut telah disosialisasikan di kalangan praktisi perikanan, baik nelayan maupun pihak-pihak yang tekait dengan usaha perikanan hiu. Sebagai contoh, Australia melalui AFMA (The Australian Fisheries Management Authority) hanya mengeluarkan 125 izin penangkapan dengan menggunakan jaring insang dan 35 izin untuk menggunakan pancing yang diberikan pada kapal ikan yang menangkap ikan-ikan hiu dasar yang ada di wilayah tersebut (WALKER 1999). Sedangkan pengelolaan perikanan hiu di Selandia Baru, diatur oleh suatu sistem pengelolaan kuota (The Quota Management System, QMA) (FRANCIS & SHALLARD 1999). Bahkan di Amerika dan Meksiko, terdapat pembatasan areal penangkapan jenis hiu pelagis. Nelayan di negara tersebut dilarang untuk menangkap hiu-hiu dalam jarak kurang dari 100 mil dari garis pantai (HOLTS et al. 1998). Masalah yang masih dihadapi oleh negara-negara yang telah menerapkan pengelolaan tersebut, adalah masih adanya kesulitan yang dihadapi oleh para peneliti ataupun para pengambil keputusan dalam usaha mengevaluasi dan memantau populasi hiu di alam, karena terbatasnya informasi mengenai hal tersebut, perangkat pengelolaan dan kesadaran dari para pengambil keputusan (political will). Kendala yang umum dihadapi dalam penerapan pengelolaan tersebut adalah angka kematian akibat penangkapan tidak sepenuhnya tercatat, karena rendahnya kemampuan untuk mengidentifikasi ikan ataupun karena sebagai hasil tangkapan sampingan, sehingga tidak termasuk dalam laporan hasil tangkapan utama. Sumber ataupun jumlah produksi hiu yang masuk dalam perdagangan internasional sangat sulit untuk terdeteksi. Di lain pihak, sedikitnya publikasi mengenai identifikasi hiu di dunia juga menyulitkan nelayan maupun para praktisi perikanan di dunia untuk mengenali jenis-jenis hiu yang ada di dunia, khususnya jenis-jenis yang jarang ditemui ataupun tergolong langka, sehingga usaha untuk mengelola ataupun melindungi jenis-jenis tersebut mendapatkan kendala (CAMHI et.al. 1998). USAHA KONSERVASI SUMBERDAYA HIU Dalam skala internasional, telah cukup banyak badan-badan internasional yang menfokuskan diri pada usaha konservasi hiu dan pari (elasmobranchii). Salah satu badan internasional yang amat peduli terhadap sumberdaya tersebut adalah IUCN (The World Conservation Union) yang membentuk Shark Specialist Group (SSG) pada tahun 1991, sebagai bagian dari komisi penyelamatan jenis (Species Survival Comission). Tujuan kelompok ini dibentuk adalah sebagai mediator bagi usaha konservasi hiu, pari dan Chimaera (Condrichthyans). Para anggotanya berusaha untuk menyusun laporan mengenai status ikanikan bertulang rawan dan menyiapkan rencana aksi (Action plan) bagi kelompok ikan ini. Penyusunan laporan mengenai status ikan-ikan bertulang rawan di dunia dilakukan dengan 3

4 mengulas status populasi dan status perikanan hiu, serta pemberian status konservasi baik secara regional maupun global untuk beberapa jenis ikan yang dipilih. Selain itu, juga menentukan kondisi jenis ikan yang sedang ataupun akan terancam keberadaaannya (CAMHI et al. 1998). Rencana aksi yang dilakukan SSG antara lain adalah dengan mengidentifikasi langkahlangkah yang akan dilakukan untuk kelangsungan kehidupan populasi ikan-ikan bertulang rawan dan usaha-usaha yang perlu dilakukan untuk memulihkan jenis-jenis yang terancam ataupun yang menurun jumlahnya. Laporan yang dibuat oleh SSG juga akan memperbaharui daftar hewan yang masuk dalam CITES (The Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora). Selain itu, SSG juga memberikan laporan kepada FAO sebagai salah satu badan dunia yang berada di bawah PBB. Melalui badan tersebut, dibentuk sebuah komite perikanan yang menyusun suatu panduan (guideline) yang bersifat global maupun regional terhadap usaha pengelolaan dan konservasi sumberdaya hiu (PoA of Shark for Conservation and Management). Salah satu bentuk laporan tersebut adalah mengeluarkan red list atau daftar status bagi beberapa jenis ikan, berdasarkan beberapa kategori status seperti terancam punah, hampir terancam, dan lain sebagainya (CAMHI et al. 1998). Beberapa jenis hiu dan pari yang terdapat di Indonesia dan cukup sering dijumpai di tempat-tempat pelelangan ikan di wilayah Indonesia, bahkan termasuk ke dalam daftar status yang dikeluarkan oleh IUCN seperti tercantum dalam Tabel 1. KATEGORI STATUS JENIS IKAN DALAM RED LIST Di dalam daftar merah (red list) IUCN, terdapat beberapa status yang diberikan terhadap jenis-jenis ikan sesuai dengan kondisi sumberdayanya di dunia ataupun di negaranegara tertentu yang memberikan status tersebut. Beberapa status konservasi ikan dalam red list tersebut, disesuaikan dengan kategori sebagai berikut (IUCN-SSC 2001): 1. Punah (Extinct, EX) Kategori ini diberikan kepada jenis yang telah benar-benar tidak ada lagi di dunia. Jenis yang dikatakan punah didasarkan pada tidak ditemukannya jenis tersebut di habitatnya, berdasarkan hasil penelitian yang menyeluruh dan cukup lama pada habitat yang diduga menjadi tempat hidup jenis tersebut. 2. Punah di alam (Extinct in the wild, EW) Kategori ini diberikan pada jenis yang tidak ditemukan lagi di alam bebas, tapi masih ditemukan di tempat penangkaran ataupun lokasi-lokasi yang sudah dilindungi, seperti cagar alam, suaka margasatwa dan sebagainya. 3. Sangat terancam (Critically endangered, CR) Kategori ini diberikan kepada jenis yang diyakini mendekati kepunahan di alam. 4. Terancam (Endangered, EN) Jenis ini diyakini memiliki resiko kepunahan di alam yang sangat tinggi. 5. Rawan (Vulnerable,VU) Kategori ini diberikan kepada jenis ini dikhawatirkan memiliki resiko tinggi terhadap kepunahan di alam. 6. Hampir terancam (Near threatened, NT) Kategori ini diberikan kepada jenis yang diyakini akan terancam keberadaannya di masa mendatang, apabila tidak ada usaha pengelolaan terhadap jenis tersebut. 7. Tidak mengkhawatirkan (Least concern, LC) Kategori ini diberikan kepada jenis-jenis yang tidak termasuk ke dalam kriteria di atasnya. Umumnya diberikan kepada jenisjenis yang mempunyai sebaran yang luas dan kelimpahan yang tinggi. 4

5 8. Minim informasi (Data deficient, DD) Kriteria ini diberikan kepada jenis yang belum mempunyai informasi dan data-data yang cukup untuk bias dimasukkan dalam kriteria terancam. Untuk itu, masih memerlukan penelitian yang lebih lanjut, baik mengenai kelimpahan maupun sebarannya. 9. Belum dievaluasi (Not evaluated, NE) Diberikan pada jenis-jenis yang belum dievaluasi untuk ditentukan kriterianya. USAHA PENGELOLAAN SUMBERDAYA HIU DI INDONESIA Menanggapi makin gencarnya isu konservasi hiu di dunia, maka pemerintah Indonesia, dalam hal ini departemen-departemen terkait seperti Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP) dan LIPI mulai menanggapi isu konservasi hiu di negara ini. Langkah awal yang telah dilakukan dalam rangka pengelolaan sumberdaya perikanan elasmobranchii (hiu dan pari) adalah melakukan kerjasama dengan pemerintah Australia, yakni melalui penelitian bersama mengenai sumberdaya hiu dan pari di Indonesia. Diharapkan kerjasama penelitian yang dibina tersebut dapat menghasilkan suatu rencana aksi (Action plan) pengelolaan sumberdaya perikanan hiu dan pari di Indonesia. Program-program lain yang juga mendukung untuk tersusunnya rencana pengelolaan tersebut antara lain adalah SEAFDEC (yang dilaksanakan oleh DKP) dan Sensus Biota Laut yang dilaksanakan oleh Pusat Penelitian Oseanografi-LIPI. Selain itu, Akuarium Air Tawar Taman Mini Indonesia Indah (ATT- TMII) bersama dengan Institut Pertanian Bogor (IPB) dan DKP juga merencanakan melakukan penelitian dan usaha pembudidayaan jenis hiu gergaji (Pristis microdon) yang merupakan jenis yang dalam Red list - IUCN, termasuk dalam kategori "sangat terancam" (CR) di wilayah Asia Tenggara. Diharapkan langkahlangkah usaha pengelolaan ini dapat terus berkelanjutan, sehingga terbentuk suatu sistem pengelolaan sumberdaya perikanan di Indonesia secara baik. DAFTAR PUSTAKA CAMHI, M., S. FOWLER, J. MUSICK, A. BRAUTIGAM and S. FORDHAM Sharks and their relatives, ecology and conservation. Occasional Paper of the IUCN Species Survival Commission No.20. IUCN, Gland, Switzerland and Cambridge, UK. 39p. COMPAGNO, L.J.V Sharks of the world, an annotated and illustrated catalogue of sharks species known to date. Part 1. Hexanchiformes to Lamniformes. FAO Fisheries Synopsis No. 125, Vol.4, Part 1. Rome 249p. COMPAGNO, L.J.V Sharks of the world, an annotated and illustrated catalogue of sharks species known to date. Vol.2. Bullhead, mackerel and carpet sharks (Heterodontiformes, Lamniformes and Orectolobiformes). FAO Species catalogue for Fishery purpose No.1, Vol.2. Rome. 269p. DHARMADI and FAHMI Fisheries characteristic of artisanal sharks and rays in Indonesian waters. In : Proceeding of the Seminar on Marine and Fisheries Jakarta, December Agency for Marine and Fisheries Research, MMAF. p FRANCIS, M.P. and SHALLARD, B New Zealand shark fishery management. In: Case studies of the management of elasmobranch fisheries (R. Shotton, Ed.). FAO. Rome.p HOLTS, D.B., A. JULIAN, O. SOSA- NISHIZAKI, and N.W. BARTOO Pelagic sharks fisheries along the west coast of the United States and Baja California, Mexico. Fisheries Research 39:

6 IUCN-SSC IUCN Red list categories and criteria. IUCN-The World Conservation Union. Gland, Switzerland and Cambridge, UK. 34p. STEVENS, J.D., BONFIL, R., DULVY, N.K., and WALKER, P.A The effects of fishing on sharks, rays and chimaeras (chondrichthyans), and the implications for marine ecosystem. ICES Journal of Marine Science, 57: TRAFFIC A CITES priorities: Sharks and the twelfth meeting of the conference of the parties to CITES, Santiago Chile. IUCN and TRAFFIC Briefing document, page 2. (Online) Available at : Sharks CoP12.pdf. Accessed 6 February WALKER, T.I Southern Australian shark fishery management. In : Case studies of the management of elasmobranch fisheries (R. Shotton, Ed.). FAO. Rome. p

7 Tabel 1. Beberapa jenis hiu yang termasuk dalam daftar merah (red list) IUCN No Jenis Nama Umum Nama Lokal Kategori HEXANCHIFORMES HEXANCHIDAE 1 Heptranchias perlo Sharpnose sevengill shark Hiu kucing NT 2 Hexanchus griseus Bluntnose sixgill shark Hiu tahu NT SQUALIFORMES SQUALID AE 3 Cirrhigaleus barbifer Mandarin shark Hiu taji NT CENTROPHORIDAE 4 Centrophorus granulosus Gulper shark Hiu taji, Cucut botol VU 5 Centrophorus moluccensis Endeavor dogfish Hiu taji, Cucut botol DD EN in Australia 6 Centrophorus niaukang Taiwan gulper shark Hiu taji, Cucut botol NT 7 Centrophorus squamosus Leaf scale gulper shark Hiu taji, Cucut botol VU DD in Australia RAJIFORMES PRISTIDAE 8 Pristis microdon Freshwater sawfish Hiu gergaji EN CR in Southeast Asia ORECTOLOBIFORMES ORECTOLOBIDAE 9 Orectolobus ornatus Banded Wobbegong Hiu katak NT HEMYSCILLIIDAE 10 Chiloscyllium griseum Grey Bamboo Shark Hiu tokek NT 11 Chiloscyllium indicum Slender Bamboo Shark Hiu tokek NT 12 Chiloscyllium punctatum Brown-banded Bamboo Hiu tokek NT Shark GYNGLIMOSTOMATIDAE 13 Nebrius ferrugineus Tawny Nurse Shark Hiu gedebong VU Hiu gedok LCin Hiu bisu Australia STEGOSTOMATIDAE 14 Stegostoma fasciatum Zebra Shark Hiu karang, VU RHINCODONTIDAE 15 Rhincodon typus Whale Shark Hiu paus VU LAMNIFORMES PSEUDOCARCHARIIDAE 16 Pseudocarcharias kamoharai Crocodile Shark Cucut botol NT ALOPIIDAE 17 Alopias vulpinus Thresher Shark Hiu monyet DD NT in California LAMNIDAE 18 Isurus oxyrinchus Shortfin Mako Hiu tenggiri NT 19 Isurus paucus Longfin Mako Hiu tenggiri DD 7

8 Lanjutan tabel 1 CARCHARHINIFORMES SCYLIORHINIDAE 20 Atelomycterus marmoratus Coral Catshark Hiu tokek NT HEMIGALEIDAE 21 Hemigaleus microstoma Weasel Shark Hiu kacang LC NT in South East Asia 22 Hemipristis elongatus Fossil Shark Hiu anjing VU 23 Carcharhinus Graceful Shark Cucut lanjaman NT amblyrhynchoides 24 Carcharhinus Grey Reef Shark Hiu lonjor NT amblyrhynchos 25 Carcharhinus amboinensis Pideye (Java) Shark Merak bulu DD NT in South West Indian Ocean 26 Carcharhinus borneensis Borneo Shark Merak bulu EN 27 Carcharhinus brevipinna Spinner Shark Hiu plen NT VU in North west Atlantic 28 Carcharhinus dussumieri Whitecheek Shark Cucut lanjaman NT LC in Australia 29 Carcharhinus longimanus Oceanic Whitetip Shark Hiu koboy NT 30 Carcharhinus macloti Hardnose Shark Mungsing NT 31 Carcharhinus melanopterus Blacktip Reef Shark Hiu karang,hiu mada NT 32 Carcharhinus obscurus Dusky Shark Hiu merak bulu NT 33 Carcharhinus plumbeus Sandbar Shark Hiu merak bulu NT 34 Carcharhinus sealei Blackspot Shark Cucut lanjaman NT 35 Carcharhinus sorrah Spot-tail Shark Mungsing DD Hiu merak bulu NT in South East Asia 36 Galeocerdo cuvier Tiger Shark Hiu macan NT 37 Negaprion acutidens Sharptooth Lemon VU EN in Shark South East Asia 38 Prionace glauca Blue Shark Hiu selendang, NT Hiu biru Hiu karet 39 Triaenodon obesus Whitetip Reef Shark Hiu karang NT Hiu coklat SPHYRNIDAE 40 Eusphyra blochii Winghead Shark Hiu martil NT 41 Sphyrna lewini Scalloped Hammerhead Hiu martil, NT Hiu caping 42 Sphyrna zygaena Smooth Hammerhead Hiu martil, NT Hiu caping Sumber : Red list IUCN 2003 sumber: and New Zealand 8

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Hiu merupakan ikan yang memiliki kerangka tulang rawan dari subkelas

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Hiu merupakan ikan yang memiliki kerangka tulang rawan dari subkelas BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Hiu Hiu merupakan ikan yang memiliki kerangka tulang rawan dari subkelas Elasmobranchii. Kelompok Elasmobranchii terdiri dari hiu dan pari memiliki tingkat keanekaragaman yang

Lebih terperinci

KOMPOSISI HASIL TANGKAPAN DAN DAERAH PENANGKAPAN HIU APPENDIX II CITES YANG DIDARATKAN DI NAMOSAIN NTT

KOMPOSISI HASIL TANGKAPAN DAN DAERAH PENANGKAPAN HIU APPENDIX II CITES YANG DIDARATKAN DI NAMOSAIN NTT KOMPOSISI HASIL TANGKAPAN DAN DAERAH PENANGKAPAN HIU APPENDIX II CITES YANG DIDARATKAN DI NAMOSAIN NTT Oleh: Sri Pratiwi Saraswati Dewi, Rodo Lasniroha, Yuniarti K. Pumpun, Suko Wardono BPSPL Denpasar

Lebih terperinci

JENIS DAN STATUS KONSERVASI IKAN HIU YANG TERTANGKAP DI TEMPAT PELELANGAN IKAN (TPI) LABUAN BAJO, MANGGARAI BARAT, FLORES

JENIS DAN STATUS KONSERVASI IKAN HIU YANG TERTANGKAP DI TEMPAT PELELANGAN IKAN (TPI) LABUAN BAJO, MANGGARAI BARAT, FLORES JENIS DAN STATUS KONSERVASI IKAN HIU YANG TERTANGKAP DI TEMPAT PELELANGAN IKAN (TPI) LABUAN BAJO, MANGGARAI BARAT, FLORES Ismail Syakurachman Alaydrus 1,2), Narti Fitriana 1)* dan Yohannes Jamu 3) 1) Jurusan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA, 1 PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5/PERMEN-KP/2018 TENTANG LARANGAN PENGELUARAN IKAN HIU KOBOI (Carcharhinus longimanus) DAN HIU MARTIL (Sphyrna spp.) DARI WILAYAH NEGARA

Lebih terperinci

TESIS EFEKTIVITAS KEBIJAKAN INDONESIA MENANGANI ISU PERBURUAN HIU ( ) Disusun Oleh: TIKA DIAN PRATIWI, S. I. Kom

TESIS EFEKTIVITAS KEBIJAKAN INDONESIA MENANGANI ISU PERBURUAN HIU ( ) Disusun Oleh: TIKA DIAN PRATIWI, S. I. Kom TESIS EFEKTIVITAS KEBIJAKAN INDONESIA MENANGANI ISU PERBURUAN HIU (2013-2016) Disusun Oleh: TIKA DIAN PRATIWI, S. I. Kom 20151060029 PROGRAM MAGISTER ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL FAKULTAS PASCA SARJANA

Lebih terperinci

PROPOSAL PRAKTEK KERJA LAPANGAN BALAI TAMAN NASIONAL KARIMUN JAWA STUDI BYCATCH HIU DI PULAU KEMUJAN, KARIMUN JAWA, JEPARA

PROPOSAL PRAKTEK KERJA LAPANGAN BALAI TAMAN NASIONAL KARIMUN JAWA STUDI BYCATCH HIU DI PULAU KEMUJAN, KARIMUN JAWA, JEPARA PROPOSAL PRAKTEK KERJA LAPANGAN BALAI TAMAN NASIONAL KARIMUN JAWA STUDI BYCATCH HIU DI PULAU KEMUJAN, KARIMUN JAWA, JEPARA OLEH : ACHMAD YUSUF SUBIAKTO 26020115130118 DEPARTEMEN ILMU KELAUTAN JURUSAN ILMU

Lebih terperinci

8J~g>~Pl5~ ~ INSTRUKSI GUBERNUR PROVINSI OAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA TENTANG

8J~g>~Pl5~ ~ INSTRUKSI GUBERNUR PROVINSI OAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA TENTANG 8J~g>~Pl5~ ~ ~~~ INSTRUKSI GUBERNUR PROVINSI OAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 78 TAHUN 2014 TENTANG LARANGAN MENGKONSUMSIIKAN HIU DAN IKAN PARI MANTA SERTA PRODUK OLAHANNYA BAGI PEJABAT DAN PEGAWAI

Lebih terperinci

Aspek Biologi Hiu Yang Didaratkan di PPN Brondong Jawa Timur

Aspek Biologi Hiu Yang Didaratkan di PPN Brondong Jawa Timur Aspek Biologi Hiu Yang Didaratkan di PPN Brondong Jawa Timur Eko Setyobudi 1, Suadi 1, Dwi Ariyogagautama 2, Faizal Rachman 1, Djumanto 1, Ranny Ramadhani Yuneni 2, Jhony Susiono 3, Galen Rahardian 3 1)

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Perdagangan satwa liar mungkin terdengar asing bagi kita. Kita mungkin

PENDAHULUAN. Perdagangan satwa liar mungkin terdengar asing bagi kita. Kita mungkin PENDAHULUAN Latar Belakang Perdagangan satwa liar mungkin terdengar asing bagi kita. Kita mungkin telah turut menyumbang pada perdagangan ilegal satwa liar dengan tanpa sadar turut membeli barang-barang

Lebih terperinci

PEDOMAN PENGENALAN SIRIP HIU APPENDIKS II CITES

PEDOMAN PENGENALAN SIRIP HIU APPENDIKS II CITES PEDOMAN PENGENALAN SIRIP HIU APPENDIKS II CITES Diterbitkan oleh: Direktorat Konservasi Kawasan dan Jenis Ikan Kontributor: Fahmi, M. Phil Drs. Dharmadi Referensi Utama: Identifying Sharks Fins : Oceanic

Lebih terperinci

IMPLEMENTASI CITES DI INDONESIA: TANTANGAN DAN PELUANG DALAM PENGELOLAAN HIU DAN PARI

IMPLEMENTASI CITES DI INDONESIA: TANTANGAN DAN PELUANG DALAM PENGELOLAAN HIU DAN PARI IMPLEMENTASI CITES DI INDONESIA: TANTANGAN DAN PELUANG DALAM PENGELOLAAN HIU DAN PARI SJupiter Efin Muttaqin, Sarminto Hadi Hollie Booth Benaya M Simeon Muhammad Ichsan Sofie Mardiah OUTLINE 1. PENDAHULUAN:

Lebih terperinci

KOMPOSISI JENIS HIU DAN DISTRIBUSI TITIK PENANGKAPANNYA DI PERAIRAN PESISIR CILACAP, JAWA TENGAH

KOMPOSISI JENIS HIU DAN DISTRIBUSI TITIK PENANGKAPANNYA DI PERAIRAN PESISIR CILACAP, JAWA TENGAH KOMPOSISI JENIS HIU DAN DISTRIBUSI TITIK PENANGKAPANNYA DI PERAIRAN PESISIR CILACAP, JAWA TENGAH Shark Species and It s Catch Distribution in Cilacap Coastal Waters, Central Java Sheila Puspa Arrum, Abdul

Lebih terperinci

REKOR TEMUAN INDIVIDU BARU HIU PAUS (Rhincodon typus S.) DI PERAIRAN KWATISORE, TAMAN NASIONAL TELUK CENDERAWASIH, PAPUA

REKOR TEMUAN INDIVIDU BARU HIU PAUS (Rhincodon typus S.) DI PERAIRAN KWATISORE, TAMAN NASIONAL TELUK CENDERAWASIH, PAPUA REKOR TEMUAN INDIVIDU BARU HIU PAUS (Rhincodon typus S.) DI PERAIRAN KWATISORE, TAMAN NASIONAL TELUK CENDERAWASIH, PAPUA (1)* (1) (1) (1) Dhiyassalam Imam, M. Mukhlis Kamal, Sulistiono, *Coressponding

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. organisme laut yang sangat tinggi sehingga menjadikan Indonesia salah satu negara

BAB I PENDAHULUAN. organisme laut yang sangat tinggi sehingga menjadikan Indonesia salah satu negara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki keanekaragaman organisme laut yang sangat tinggi sehingga menjadikan Indonesia salah satu negara yang masuk ke dalam

Lebih terperinci

Wolly CANDRAMILA 1) dan JUNARDI 2) Telp/Fax:

Wolly CANDRAMILA 1) dan JUNARDI 2) Telp/Fax: Candramila dan Junardi, Komposisi, Keanekaragaman. Komposisi, Keanekaragaman Dan Rasio Kelamin Ikan Elasmobranchii Asal Sungai Kakap Kalimantan Barat (Composition, Diversity and Sex Ratio of Elasmobranchii

Lebih terperinci

Pasal 4. Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Pasal 4. Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 59/PERMEN-KP/2014 TENTANG LARANGAN PENGELUARAN IKAN HIU KOBOI (Carcharhinus longimanus) DAN HIU MARTIL (Sphyrna spp.) DARI WILAYAH NEGARA

Lebih terperinci

Surat Terbuka untuk Restoran dan Hotel tentang Penyajian Menu Hidangan Alternatif Bebas Hiu

Surat Terbuka untuk Restoran dan Hotel tentang Penyajian Menu Hidangan Alternatif Bebas Hiu WWF-Indonesia GrahaSimatupang Tower 2 Unit C 7 th Flr. Jl. Letjen. TB. Simatupang Kav.38 - Jakarta 12540 Indonesia Tel: +62 21 782 9461 Fax: +62 21 782 9462 www.wwf.or.id No : 122/C&A/WWF-ID/02/2016 4

Lebih terperinci

KERAGAMAN JENIS IKAN HIU DAN PARI DI PANGKALAN PENDARATAN IKAN SUNGAI KAKAP KALIMANTAN BARAT

KERAGAMAN JENIS IKAN HIU DAN PARI DI PANGKALAN PENDARATAN IKAN SUNGAI KAKAP KALIMANTAN BARAT KERAGAMAN JENIS IKAN HIU DAN PARI DI PANGKALAN PENDARATAN IKAN SUNGAI KAKAP KALIMANTAN BARAT Enjang Hernandi Hidayat Syarif Iwan Taruna Alkadrie Getreda Melsina Hehanussa Maulidwan Sabri Lets see..! PENDAHULUAN

Lebih terperinci

PENDATAAN BYCATH HIU DAN PARI (MANTA) DI PELABUHAN PERIKANAN NUSANTARA BRONDONG

PENDATAAN BYCATH HIU DAN PARI (MANTA) DI PELABUHAN PERIKANAN NUSANTARA BRONDONG PENDATAAN BYCATH HIU DAN PARI (MANTA) DI PELABUHAN PERIKANAN NUSANTARA BRONDONG Fuad (1), Dwiari Yoga Gautama (2), Sunardi (1) dan Citra Satrya Utama Dewi (1) Jurusan Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan dan

Lebih terperinci

PERBEDAAN HASIL TANGKAPAN HIU DARI RAWAI HANYUT DAN DASAR YANG BERBASIS DI TANJUNG LUAR, LOMBOK

PERBEDAAN HASIL TANGKAPAN HIU DARI RAWAI HANYUT DAN DASAR YANG BERBASIS DI TANJUNG LUAR, LOMBOK Perbedaan Hasil Tangkapan Hiu Dari Rawai Hanyut dan..di Tanjung Luar, Lombok (Sentosa, A.A., et al) Tersedia online di: http://ejournal-balitbang.kkp.go.id/index.php/jppi e-mail:jppi.puslitbangkan@gmail.com

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Jawa Timur, dilaksanakan pada bulan November sampai dengan bulan Desember

BAB III METODE PENELITIAN. Jawa Timur, dilaksanakan pada bulan November sampai dengan bulan Desember BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat Dan Waktu Penelitian ini dilakukan di Pulau Kangean, Kabupaten Sumenep Madura Jawa Timur, dilaksanakan pada bulan November sampai dengan bulan Desember 2016. Gambar

Lebih terperinci

Bahan Ajar Program Studi Pendidikan Biologi Jurusan Tarbiyah STAIN Batusangkar TAKSONOMI VERTEBRATA. Pisces: Kelas Chondrichthyes

Bahan Ajar Program Studi Pendidikan Biologi Jurusan Tarbiyah STAIN Batusangkar TAKSONOMI VERTEBRATA. Pisces: Kelas Chondrichthyes Bahan Ajar Program Studi Pendidikan Biologi Jurusan Tarbiyah STAIN Batusangkar TAKSONOMI VERTEBRATA 1 Pisces: Kelas Chondrichthyes Chondrichthyes Chondr > cartilage = tulang rawan Ichthys > fish = ikan

Lebih terperinci

Alur Perdagangan Hiu sebagai Komoditas Ikan Hias dari Provinsi Bali

Alur Perdagangan Hiu sebagai Komoditas Ikan Hias dari Provinsi Bali Journal of Marine and Aquatic Sciences 4(1), 58-66 (2018) Alur Perdagangan Hiu sebagai Komoditas Ikan Hias dari Provinsi Bali Ni Made Putri Handayani a *, Pande Gde Sasmita Julyantoro a, I Ketut Wija Negara

Lebih terperinci

Komposisi Ukuran, Nisbah Kelamin..Tertangkap di Samudera Hindia (Novianto, D., et al.)

Komposisi Ukuran, Nisbah Kelamin..Tertangkap di Samudera Hindia (Novianto, D., et al.) Komposisi Ukuran, Nisbah Kelamin..Tertangkap di Samudera Hindia (Novianto, D., et al.) KOMPOSISI UKURAN, NISBAH KELAMIN DAN DAERAH PENYEBARAN HIU BUAYA(Pseudocarcharias kamoharai) YANG TERTANGKAP DI SAMUDERA

Lebih terperinci

PEMANFAATAN IKAN CUCUT. Bambang Sudjoko 1)

PEMANFAATAN IKAN CUCUT. Bambang Sudjoko 1) Oseana, Volume XVI, Nomor 4 : 31-37 ISSN 0216-1877 PEMANFAATAN IKAN CUCUT oleh Bambang Sudjoko 1) ABSTRACT THE UTILIZATION OF SHARK. Shark can be utilized for many different purposes. The meat of shark

Lebih terperinci

Panduan Penanganan Hiu. Sebagai Hasil Tangkapan Sampingan (Bycatch ) Better Management Practices. Seri Panduan Perikanan Bycatch. Edisi 1 April 2015

Panduan Penanganan Hiu. Sebagai Hasil Tangkapan Sampingan (Bycatch ) Better Management Practices. Seri Panduan Perikanan Bycatch. Edisi 1 April 2015 PANDUAN 2015 Cat Holloway / WWF - Canon Better Management Practices Panduan Penanganan Hiu Seri Panduan Perikanan Bycatch Sebagai Hasil Tangkapan Sampingan (Bycatch ) Edisi 1 April 2015 Better Management

Lebih terperinci

apendiks.??? diatur. spesies yang terancam punah. terancam punah di dunia.

apendiks.??? diatur. spesies yang terancam punah. terancam punah di dunia. Cites CITES rutin mengadakan (Convention on sidang International dalam penentuan Endengered hewan-hewan Species of Wild yang Fauna and Apendiks dilarang Flora) yaitu untuk 1 adalah : jenis-jenis daftar

Lebih terperinci

DNA BARCODING DAN ANALISIS FILOGENETIK IKAN HIU YANG DIDARATKAN DI PELABUHAN PERIKANAN SAMUDERA CILACAP EKA MAYA KURNIASIH

DNA BARCODING DAN ANALISIS FILOGENETIK IKAN HIU YANG DIDARATKAN DI PELABUHAN PERIKANAN SAMUDERA CILACAP EKA MAYA KURNIASIH DNA BARCODING DAN ANALISIS FILOGENETIK IKAN HIU YANG DIDARATKAN DI PELABUHAN PERIKANAN SAMUDERA CILACAP EKA MAYA KURNIASIH DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT

Lebih terperinci

GENETIKA FORENSIK DAN DILENIASI POPULASI HIU DAN PARI DI INDONESIA: IMPLIKASI PADA PENGELOLAAN DAN KONSERVASI

GENETIKA FORENSIK DAN DILENIASI POPULASI HIU DAN PARI DI INDONESIA: IMPLIKASI PADA PENGELOLAAN DAN KONSERVASI GENETIKA FORENSIK DAN DILENIASI POPULASI HIU DAN PARI DI INDONESIA: IMPLIKASI PADA PENGELOLAAN DAN KONSERVASI Hawis Madduppa, Sutanto Hadi, Nurlita Putri Anggraini, Djumadi Parluhutan, Budi Raharjo, Nurmila

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1 Conservation Upaya Perlindungan Pari Manta Lahirkan Tiga Kebijakan di Tingkat Nasional dan Daerah.

BAB I PENDAHULUAN. 1 Conservation Upaya Perlindungan Pari Manta Lahirkan Tiga Kebijakan di Tingkat Nasional dan Daerah. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang secara astronomis terletak pada 6 o Lintang Utara 11 o Lintang Selatan dan 95 o Bujur Timur 141 o Bujur Timur. Letak astronomis ini juga

Lebih terperinci

PROFIL PENANGKAPAN HIU OLEH KAPAL NELAYAN RAWAI PERMUKAAN DI PERAIRAN BARAT PULAU SUMBA

PROFIL PENANGKAPAN HIU OLEH KAPAL NELAYAN RAWAI PERMUKAAN DI PERAIRAN BARAT PULAU SUMBA PROFIL PENANGKAPAN HIU OLEH KAPAL NELAYAN RAWAI PERMUKAAN DI PERAIRAN BARAT PULAU SUMBA PI-17 Agus A. Sentosa Balai Penelitian Pemulihan dan Konservasi Sumberdaya Ikan e-mail: agusarifinsentosa7@gmail.com

Lebih terperinci

BAB II REGULASI INTERNASIONAL DAN NASIONAL TERKAIT HIU

BAB II REGULASI INTERNASIONAL DAN NASIONAL TERKAIT HIU BAB II REGULASI INTERNASIONAL DAN NASIONAL TERKAIT HIU Dalam bab II ini peneliti menjabarkan beberapa regulasi internasional dan nasional terkait hiu. Bab ini juga dilengkapi dengan tabel rancangan indikator

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI JENIS HIU HASIL TANGKAPAN NELAYAN DI PULAU BINTAN PROVINSI KEPULAUAN RIAU

IDENTIFIKASI JENIS HIU HASIL TANGKAPAN NELAYAN DI PULAU BINTAN PROVINSI KEPULAUAN RIAU i IDENTIFIKASI JENIS HIU HASIL TANGKAPAN NELAYAN DI PULAU BINTAN PROVINSI KEPULAUAN RIAU Emiliya, Mahasiswa Jurusan Ilmu Kelautan, Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan Universitas Maritim Raja Ali Haji

Lebih terperinci

Efektivitas Tali Cucut sebagai... Tuna dalam Penangkapan Cucut (Novianto, D., et al.) ABSTRAK EFEKTIVITAS TALI CUCUT SEBAGAI ALAT TAMBAHAN PADA PENGOPERASIAN RAWAI TUNA DALAM PENANGKAPAN CUCUT Dian Novianto,

Lebih terperinci

BEBERAPA JENIS CUCUT BOTOL (Squalidae) YANG TERTANGKAP PANCING RAWAI DASAR DI PERAIRAN SAMUDERA HINDIA DAN ASPEK BIOLOGINYA

BEBERAPA JENIS CUCUT BOTOL (Squalidae) YANG TERTANGKAP PANCING RAWAI DASAR DI PERAIRAN SAMUDERA HINDIA DAN ASPEK BIOLOGINYA BAWAL: Vol.1 No.2-Agustus 2006: 24-29 BEBERAPA JENIS CUCUT BOTOL (Squalidae) YANG TERTANGKAP PANCING RAWAI DASAR DI PERAIRAN SAMUDERA HINDIA DAN ASPEK BIOLOGINYA *) Dharmadi *) Peneliti pada Pusat Riset

Lebih terperinci

SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2017 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN AGRIBISNIS TANAMAN PANGAN DAN HORTIKULTURA BAB II. PELESTARIAN LINGKUNGAN

SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2017 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN AGRIBISNIS TANAMAN PANGAN DAN HORTIKULTURA BAB II. PELESTARIAN LINGKUNGAN SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2017 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN AGRIBISNIS TANAMAN PANGAN DAN HORTIKULTURA BAB II. PELESTARIAN LINGKUNGAN Rizka Novi Sesanti KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT

Lebih terperinci

Nurlaili Balai Besar Riset Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan

Nurlaili Balai Besar Riset Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan Permasalahan Sosial Budaya dalam Implementasi Peraturan tentang Perlindungan Spesies Hiu di Tanjung Luar, Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat Nurlaili Balai Besar Riset Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan

Lebih terperinci

Komposisi by-catch Hiu dan Pari Hasil Tangkapan Trammel net di Perairan Sorong Selatan

Komposisi by-catch Hiu dan Pari Hasil Tangkapan Trammel net di Perairan Sorong Selatan Vava Faturahman/WWF-ID Komposisi by-catch Hiu dan Pari Hasil Tangkapan Trammel net di Perairan Sorong Selatan Oktavianto P. Darmono, Inayah, Vava Faturahman, Ismail Marzuki WWF-Indonesia Introduction Latar

Lebih terperinci

4 IDENTIFIKASI DAN KOMPOSISI JENIS CUCUT DAN PARI BERDASARKAN LOKASI PENELITIAN DI LAUT JAWA

4 IDENTIFIKASI DAN KOMPOSISI JENIS CUCUT DAN PARI BERDASARKAN LOKASI PENELITIAN DI LAUT JAWA 4 IDENTIFIKASI DAN KOMPOSISI JENIS CUCUT DAN PARI BERDASARKAN LOKASI PENELITIAN DI LAUT JAWA 4.1 Pendahuluan Anggota dari kelas ikan bertulang rawan adalah cucut, pari, dan chimaera (cucut hantu). Berdasarkan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... LEMBAR PENGESAHAN... PERNYATAAN ORISINALITAS KARYA DAN LAPORAN... PERNYATAAN PUBLIKASI LAPORAN PENELITIAN...

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... LEMBAR PENGESAHAN... PERNYATAAN ORISINALITAS KARYA DAN LAPORAN... PERNYATAAN PUBLIKASI LAPORAN PENELITIAN... DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... LEMBAR PENGESAHAN... PERNYATAAN ORISINALITAS KARYA DAN LAPORAN... PERNYATAAN PUBLIKASI LAPORAN PENELITIAN... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... i ii iii iv v vi DAFTAR GAMBAR...

Lebih terperinci

BEBERAPA ASPEK BIOLOGI IKAN CUCUT. Oleh. Fahmi 1)

BEBERAPA ASPEK BIOLOGI IKAN CUCUT. Oleh. Fahmi 1) Oseana, Volume XXVIII, Nomor 2, 2003: 21-29 ISSN 0216-1877 BEBERAPA ASPEK BIOLOGI IKAN CUCUT Oleh Fahmi 1) ABSTRACT SOME BIOLOGICAL ASPECTS OF SHARKS. Sharks as the cartilaginous fishes have many peculiar

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata kunci : hiu; Provinsi Bali; ekspor; EAFM

ABSTRAK. Kata kunci : hiu; Provinsi Bali; ekspor; EAFM ABSTRAK Ni Made Putri Handayani. NIM 1314521038. Alur Perdagangan Hiu sebagai Komoditas Ikan Hias dari Provinsi Bali. (Pande Gde Sasmita Julyantoro dan I Ketut Wija Negara) Penelitian ini bertujuan untuk

Lebih terperinci

PRINSIP DASAR PENGELOLAAN KONSERVASI

PRINSIP DASAR PENGELOLAAN KONSERVASI PRINSIP DASAR PENGELOLAAN KONSERVASI Fredinan Yulianda, 2010 Lima prinsip dasar Pengelolaan Konservasi 1. Proses ekologis seharusnya dapat dikontrol 2. Tujuan dan sasaran hendaknya dibuat dari sistem pemahaman

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dunia perikanan tangkap kini dihadang dengan isu praktik penangkapan ikan yang ilegal, tidak dilaporkan, dan tidak diatur atau yang disebut IUU (Illegal, Unreported, and

Lebih terperinci

SUMBERDAYAIKAN CUCUT (HIU) YANG TERTANGKAPNELAYAN DI PERAIRANLAUT JAWA [The shark resource caught by fishermen in Java Sea]

SUMBERDAYAIKAN CUCUT (HIU) YANG TERTANGKAPNELAYAN DI PERAIRANLAUT JAWA [The shark resource caught by fishermen in Java Sea] Jurnal Iktio/ogi Indonesia, Volume 7, Nomor 1, Juni 2007 SUMBERDAYAIKAN CUCUT (HIU) YANG TERTANGKAPNELAYAN DI PERAIRANLAUT JAWA [The shark resource caught by fishermen in Java Sea] Agustin us AI~.ung Widodo

Lebih terperinci

MENJAGA HIU DAN PARI INDONESIA SAMPAI TAHUN 2040 *)

MENJAGA HIU DAN PARI INDONESIA SAMPAI TAHUN 2040 *) Tulisan ini di upload 30 September 2007 dan sudah menjadi rujukan banyak orang. Pandangan ilmiah ini merupakan bentuk kerisauan hati Dr. Priyanto Rahardjo,M.Sc. terhadap ancaman eksploitasi yang berlebihan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1. Peta Wilayah Spawing Ground dan Migrasi Tuna Sirip Biru (Anthony Cox, Matthew Stubbs and Luke Davies, 1999)

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1. Peta Wilayah Spawing Ground dan Migrasi Tuna Sirip Biru (Anthony Cox, Matthew Stubbs and Luke Davies, 1999) 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia (ZEEI) di Samudera Hindia bagian selatan Jawa, Bali dan Nusa Tenggara memiliki arti strategis bagi industri perikanan, karena wilayah

Lebih terperinci

POTRET KEBIJAKAN KELAUTAN DAN PERIKANAN. Oleh: Rony Megawanto

POTRET KEBIJAKAN KELAUTAN DAN PERIKANAN. Oleh: Rony Megawanto POTRET KEBIJAKAN KELAUTAN DAN PERIKANAN Oleh: Rony Megawanto Kebijakan nasional kelautan dan perikanan Indonesia diawali dengan perjuangan kewilayahan pasca proklamasi kemerdekaan tanggal 17 Agustus 1945,

Lebih terperinci

Journal of International Relations, Volume 2, Nomor 4, Tahun 2016, hal Online di

Journal of International Relations, Volume 2, Nomor 4, Tahun 2016, hal Online di Journal of International Relations, Volume 2, Nomor 4, Tahun 2016, hal. 68-77 Online di http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jihi RESPON PEMERINTAH INDONESIA TERKAIT SEKURITISASI WWF MELALUI KAMPANYE

Lebih terperinci

Oleh : Rodo Lasniroha, Yuniarti K. Pumpun, Sri Pratiwi S. Dewi. Surat elektronik :

Oleh : Rodo Lasniroha, Yuniarti K. Pumpun, Sri Pratiwi S. Dewi. Surat elektronik : PENANGKAPAN DAN DISTRIBUSI HIU (APPENDIX II CITES) OLEH NELAYAN RAWAI DI PERAIRAN SELATAN TIMOR CATCH AND DISTRIBUTION OF SHARKS (APPENDIX II CITES) BY LONGLINE FISHERMEN IN SOUTH WATER OF TIMOR Oleh :

Lebih terperinci

TINGKAT KEMATANGAN KELAMIN DAN FREKUENSI PANJANG PARI GITAR (Rhinobatus sp.1 dan Rhinobatus sp. 2)

TINGKAT KEMATANGAN KELAMIN DAN FREKUENSI PANJANG PARI GITAR (Rhinobatus sp.1 dan Rhinobatus sp. 2) BAWAL: Vol.1 No.1-April 26: 33-37 TINGKAT KEMATANGAN KELAMIN DAN FREKUENSI PANJANG PARI GITAR (Rhinobatus sp.1 dan Rhinobatus sp. 2) **) Dharmadi *) dan Fahmi **) *) Peneliti pada Pusat Riset Perikanan

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP IKAN HIU DAN IKAN PARI UNTUK MENJAGA KESEIMBANGAN EKOSISTEM LAUT INDONESIA

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP IKAN HIU DAN IKAN PARI UNTUK MENJAGA KESEIMBANGAN EKOSISTEM LAUT INDONESIA PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP IKAN HIU DAN IKAN PARI UNTUK MENJAGA KESEIMBANGAN EKOSISTEM LAUT INDONESIA Zaka Firma Aditya, Sholahuddin Al-Fatih Magister Hukum Pemerintahan Universitas Airlangga Jl. Airlangga

Lebih terperinci

Campana, S., L. Marks, W. Joyce, and D S. Harley Analytical assessment of the porbeagle shark (Lamna nasus) population in the northwest

Campana, S., L. Marks, W. Joyce, and D S. Harley Analytical assessment of the porbeagle shark (Lamna nasus) population in the northwest 199 DAFTAR PUSTAKA Ali, K, Marjani, and Ibrahim M. 1999. Management of elasmobranch fisheries in Malaysia. Case Studies of the Management Elasmobranch Fisheries. FAO. Rome. P. 199-217 Anderson, E. D. 1990.

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HUKUM MENGENAI PENJUALAN HEWAN YANG DILINDUNGI MELALUI MEDIA INTERNET DIHUBUNGKAN DENGAN

BAB IV ANALISIS HUKUM MENGENAI PENJUALAN HEWAN YANG DILINDUNGI MELALUI MEDIA INTERNET DIHUBUNGKAN DENGAN BAB IV ANALISIS HUKUM MENGENAI PENJUALAN HEWAN YANG DILINDUNGI MELALUI MEDIA INTERNET DIHUBUNGKAN DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1990 TENTANG KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM HAYATI DAN EKOSISTEMNYA JUNCTO

Lebih terperinci

KONTRIBUSI IKAN PARI (Elasmobranchii) PADA PERIKANAN CANTRANG DI LAUT JAWA

KONTRIBUSI IKAN PARI (Elasmobranchii) PADA PERIKANAN CANTRANG DI LAUT JAWA KONTRIBUSI IKAN PARI (Elasmobranchii) PADA PERIKANAN CANTRANG DI LAUT JAWA Fahmi 1), Mohammad Adrim 1), dan Dharmadi 2) 1) Peneliti pada Pusat Penelitian Oseanologi-Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia,

Lebih terperinci

Inventarisasi Jenis Ikan Subkelas Elasmobranchii di Teluk Nuri Kecamatan Pulau Maya Kabupaten Kayong Utara

Inventarisasi Jenis Ikan Subkelas Elasmobranchii di Teluk Nuri Kecamatan Pulau Maya Kabupaten Kayong Utara Inventarisasi Jenis Ikan Subkelas Elasmobranchii di Teluk Nuri Kecamatan Pulau Maya Kabupaten Kayong Utara 1 Alexander Subrata, 1 Diah Wulandari, 1 Rizalinda 1 Program Studi Biologi, Fakultas MIPA, Universitas

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemanfaatan sumberdaya perikanan sebagai sumber mata pencaharian utama yang semakin tinggi mempengaruhi model pengelolaan perikanan yang sudah harus mempertimbangkan prediksi

Lebih terperinci

LAMPIRAN. 1. Data Tangkapan Hiu Tahun 2013

LAMPIRAN. 1. Data Tangkapan Hiu Tahun 2013 LAMPIRAN 154 LAMPIRAN A. Data Direktorat Pengelolaan Sumber Daya Ikan, Kementerian Kelautan dan Perikanan Mengenai Tangkapan 1. Data Tangkapan Tahun 2013 No 1 2 3 4 5 6 7 Tanggal Tertangkap 13-Sep- 2013

Lebih terperinci

ASPEK PERTUMBUHAN IKAN CUCUT YANG DIDARATKAN DI PELABUHAN KARANGSONG, KABUPATEN INDRAMAYU, JAWA BARAT FAWZAN BHAKTI SOFFA

ASPEK PERTUMBUHAN IKAN CUCUT YANG DIDARATKAN DI PELABUHAN KARANGSONG, KABUPATEN INDRAMAYU, JAWA BARAT FAWZAN BHAKTI SOFFA ASPEK PERTUMBUHAN IKAN CUCUT YANG DIDARATKAN DI PELABUHAN KARANGSONG, KABUPATEN INDRAMAYU, JAWA BARAT FAWZAN BHAKTI SOFFA SKRIPSI DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

Lebih terperinci

HASIL TANGKAPAN SAMPINGAN (BY CATCH) TUNA LONG LINE DI PERAIRAN LAUT BANDA

HASIL TANGKAPAN SAMPINGAN (BY CATCH) TUNA LONG LINE DI PERAIRAN LAUT BANDA HASIL TANGKAPAN SAMPINGAN (BY CATCH) TUNA LONG LINE DI PERAIRAN LAUT BANDA *) Budi Nugraha *) dan Karsono Wagiyo *) Peneliti pada Balai Riset Perikanan Laut, Muara Baru-Jakarta ABSTRAK Tuna long line merupakan

Lebih terperinci

IUCN Merupakan singkatan dari International Union for Conservation of Nature and Natural Resources sering juga disebut dengan World Conservation Union adalah sebuah organisasi internasional yang didedikasikan

Lebih terperinci

USULAN PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA PENGELOLAAN PERIKANAN HIU BERBASIS EKOSISTEM DI PULAU BANGKA BIDANG KEGIATAN : PKM-PENELITIAN DIUSULKAN OLEH :

USULAN PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA PENGELOLAAN PERIKANAN HIU BERBASIS EKOSISTEM DI PULAU BANGKA BIDANG KEGIATAN : PKM-PENELITIAN DIUSULKAN OLEH : USULAN PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA PENGELOLAAN PERIKANAN HIU BERBASIS EKOSISTEM DI PULAU BANGKA BIDANG KEGIATAN : PKM-PENELITIAN DIUSULKAN OLEH : Raju Muslimin 2061311031 ANGKATAN 2013 Ketua Pelaksana

Lebih terperinci

Biomass and Abundance Estimation of Sharks and Rays Species in Komodo National Park

Biomass and Abundance Estimation of Sharks and Rays Species in Komodo National Park Biomass and Abundance Estimation of Sharks and Rays Species in Komodo National Park 1 Ande Kefi, 2 Yunias J. Benu, 3 Kusnanto. 4 Ranny yuneni, 5 edy setiawan e-mail: andekefi@gmail.com BACKGROUND 253 spesies

Lebih terperinci

ANALISA SEBARAN SPASIAL IKAN CUCUT (Ordo Rajiformes) BERDASARKAN VARIASI KEDALAMAN DI PERAIRAN LAUT JAWA Richan Fakhrurrizal, Sahala Hutabarat 1, Agus Hartoko Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan,

Lebih terperinci

ABSTRACT ABSTRAK. Kata kunci : CITES, Perdagangan Hewan Langka, perdagangan ilegal

ABSTRACT ABSTRAK. Kata kunci : CITES, Perdagangan Hewan Langka, perdagangan ilegal KEDUDUKAN CITES (Convention on International Trade of Endangered Species) SEBAGAI SALAH SATU KONVENSI INTERNASIONAL TENTANG LINGKUNGAN HIDUP YANG MENGATUR PERDAGANGAN SPESIES LANGKA Oleh Deby Dwika Andriana

Lebih terperinci

DI INDONESIA. Pengelolaan perikanan..., Imam Musthofa Zainudin, FMIPA UI, 2011.

DI INDONESIA. Pengelolaan perikanan..., Imam Musthofa Zainudin, FMIPA UI, 2011. UNIVERSITAS INDONESIA PENGELOLAAN PERIKANAN HIU BERBASIS EKOSISTEM DI INDONESIA TESIS IMAM MUSTHOF FA ZAINUDIN 0806420562 FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU KELAUTAN

Lebih terperinci

PRODUKTIVITAS PERIKANAN TUNA LONGLINE DI BENOA (STUDI KASUS: PT. PERIKANAN NUSANTARA)

PRODUKTIVITAS PERIKANAN TUNA LONGLINE DI BENOA (STUDI KASUS: PT. PERIKANAN NUSANTARA) Marine Fisheries ISSN 2087-4235 Vol. 3, No. 2, November 2012 Hal: 135-140 PRODUKTIVITAS PERIKANAN TUNA LONGLINE DI BENOA (STUDI KASUS: PT. PERIKANAN NUSANTARA) Tuna Lingline Fisheries Productivity in Benoa

Lebih terperinci

HIU TERBESAR JINAK DAN BUKAN KARNIVORA, 9 Fakta Menarik Tentang Hiu Paus

HIU TERBESAR JINAK DAN BUKAN KARNIVORA, 9 Fakta Menarik Tentang Hiu Paus HIU TERBESAR JINAK DAN BUKAN KARNIVORA, 9 Fakta Menarik Tentang Hiu Paus Bertepatan dengan perayaan hari paus internasional yang jatuh pada Selasa (30/8/2016), masyarakat dunia ditantang untuk bisa menjaga

Lebih terperinci

5 TEKNOLOGI PENANGKAPAN CUCUT DAN PARI DI LAUT JAWA

5 TEKNOLOGI PENANGKAPAN CUCUT DAN PARI DI LAUT JAWA 5 TEKNOLOGI PENANGKAPAN CUCUT DAN PARI DI LAUT JAWA 5.1 Pendahuluan Komisi Pengkajian Stok Ikan Indonesia pada tahun 2001 menyatakan bahwa potensi lestari ikan demersal 375.200 ton per tahun, namun perkiraan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN , , , , ,4 10,13

I. PENDAHULUAN , , , , ,4 10,13 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN Indonesia merupakan negara kepulauan dengan luas wilayah perairan yang mencapai 5,8 juta km 2 dan garis pantai sepanjang 81.000 km. Hal ini membuat Indonesia memiliki

Lebih terperinci

SELAMAT DATANG Nelayan Indonesia

SELAMAT DATANG Nelayan Indonesia SELAMAT DATANG Nelayan Indonesia Perikanan Yang Berkelanjutan (Sustainable) Apa itu Yang Berkelanjutan? Kenapa kita tertarik dalam meng-implementasi-kan perikanan yang sustainable? Apa itu Sustainability?

Lebih terperinci

ASPEK BIOLOGI, PEMANFAATAN, DAN STATUS KONSERVASI IKAN PARI AIR TAWAR (Himantura oxyrhyncha)

ASPEK BIOLOGI, PEMANFAATAN, DAN STATUS KONSERVASI IKAN PARI AIR TAWAR (Himantura oxyrhyncha) ASPEK BIOLOGI, PEMANFAATAN, DAN STATUS KONSERVASI IKAN PARI AIR TAWAR (Himantura oxyrhyncha) ABSTRAK Dharmadi dan Zulkarnaen Fahmi Peneliti pada Pusat Riset Perikanan Tangkap, Ancol-Jakarta Teregistrasi

Lebih terperinci

TAKSONOMI MOLEKULER DNA BARCODING DAN ANALISIS FILOGENETIK IKAN HIU DI PELABUHAN PERIKANAN PALABUHANRATU BERDASARKAN MARKA MITOKONDRIA

TAKSONOMI MOLEKULER DNA BARCODING DAN ANALISIS FILOGENETIK IKAN HIU DI PELABUHAN PERIKANAN PALABUHANRATU BERDASARKAN MARKA MITOKONDRIA TAKSONOMI MOLEKULER DNA BARCODING DAN ANALISIS FILOGENETIK IKAN HIU DI PELABUHAN PERIKANAN PALABUHANRATU BERDASARKAN MARKA MITOKONDRIA RAHMAD SKRIPSI DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN

Lebih terperinci

- 2 - Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 20 Mei 2013 MENTERl KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA, ttd. SHARIF C. SUTARDJO

- 2 - Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 20 Mei 2013 MENTERl KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA, ttd. SHARIF C. SUTARDJO KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18/KEPMEN-KP/2013 TENTANG PENETAPAN STATUS PERLINDUNGAN PENUH IKAN HIU PAUS (Rhincodon typus) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI

Lebih terperinci

Bab 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Bab 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bab 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia dikenal sebagai negara kepulauan dengan keanekaragaman hayati yang tinggi. Sebagian besar perairan laut Indonesia (> 51.000 km2) berada pada segitiga terumbu

Lebih terperinci

STRUKTUR UKURAN DAN PARAMETER PERTUMBUHAN HIU MACAN (Galeocerdo cuvier Peron & Lesuer, 1822) DI PERAIRAN SELATAN NUSA TENGGARA BARAT

STRUKTUR UKURAN DAN PARAMETER PERTUMBUHAN HIU MACAN (Galeocerdo cuvier Peron & Lesuer, 1822) DI PERAIRAN SELATAN NUSA TENGGARA BARAT STRUKTUR UKURAN DAN PARAMETER PERTUMBUHAN HIU MACAN (Galeocerdo cuvier Peron & Lesuer, 1822) DI PERAIRAN SELATAN NUSA TENGGARA BARAT Umi Chodrijah 1, Agus Arifin Sentosa 2, dan Prihatiningsih 1 Disampaikan

Lebih terperinci

Transnational Organized Crime (TOC)

Transnational Organized Crime (TOC) Hukum di Indonesia untuk Melindungi Satwa Liar Ani Mardiastuti aniipb@indo.net.id Fakultas Kehutanan IPB Transnational Organized Crime (TOC) Terorisme Penyelundupan senjata Narkoba Kejahatan dunia maya

Lebih terperinci

SPESIES TERKAIT EKOLOGI DALAM AKTIVITAS PENANGKAPAN HIU OLEH NELAYAN ARTISANAL TANJUNG LUAR

SPESIES TERKAIT EKOLOGI DALAM AKTIVITAS PENANGKAPAN HIU OLEH NELAYAN ARTISANAL TANJUNG LUAR SPESIES TERKAIT EKOLOGI DALAM AKTIVITAS PENANGKAPAN HIU OLEH NELAYAN ARTISANAL TANJUNG LUAR Agus Arifin Sentosa, Umi Chodrijah & Irwan Jatmiko Dipresentasikan dalam: SIMPOSIUM NASIONAL HIU DAN PARI KE-2

Lebih terperinci

BERITA NEGARA. KEMEN-LHK. Konservasi. Macan Tutul Jawa. Strategi dan Rencana Aksi. Tahun PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN

BERITA NEGARA. KEMEN-LHK. Konservasi. Macan Tutul Jawa. Strategi dan Rencana Aksi. Tahun PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN No. 1185, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMEN-LHK. Konservasi. Macan Tutul Jawa. Strategi dan Rencana Aksi. Tahun 2016-2026. PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

TEKNIK PENGUKURAN MORFOMETRIK PADA IKAN CUCUT DI PERAIRAN SAMUDERA HINDIA

TEKNIK PENGUKURAN MORFOMETRIK PADA IKAN CUCUT DI PERAIRAN SAMUDERA HINDIA TEKNIK PENGUKURAN MORFOMETRIK PADA IKAN CUCUT DI PERAIRAN SAMUDERA HINDIA Enjah Rahmat Teknisi Litkayasa pada Balai Riset Perikanan Laut, Muara Baru-Jakarta Teregistrasi I tanggal: 15 Maret 2011; Diterima

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia adalah negara kepulauan dengan daerah teritorial lautnya lebih luas daripada daerah teritorial daratnya yaitu kepulauan 2/3 wilayah di indonesia merupakan

Lebih terperinci

LANGKAH INDONESIA MENANGGAPI DICANTUMKANNYA HIU DALAM LAMPIRAN II CONVENTION ON INTERNATIONAL TRADE IN ENDANGERED SPECIES (CITES)

LANGKAH INDONESIA MENANGGAPI DICANTUMKANNYA HIU DALAM LAMPIRAN II CONVENTION ON INTERNATIONAL TRADE IN ENDANGERED SPECIES (CITES) LANGKAH INDONESIA MENANGGAPI DICANTUMKANNYA HIU DALAM LAMPIRAN II CONVENTION ON INTERNATIONAL TRADE IN ENDANGERED SPECIES (CITES) THE STEPS TAKEN BY INDONESIA TO RESPOND THE INCLUSION OF SHARKS IN APPENDIX

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Isu konservasi sumberdaya hayati menjadi salah satu bagian yang dibahas dalam Agenda 21 pada KTT Bumi yang diselenggarakan di Brazil tahun 1992. Indonesia menindaklanjutinya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perancangan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perancangan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perancangan Wilayah Indonesia terbentang sepanjang 3.977 mil dari Samudera Indonesia hingga Samudera Pasifik yang terdiri dari daratan dan lautan. Indonesia disebut

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. mengkhawatirkan. Dalam kurun waktu laju kerusakan hutan tercatat

I. PENDAHULUAN. mengkhawatirkan. Dalam kurun waktu laju kerusakan hutan tercatat 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hutan sebagai habitat mamalia semakin berkurang dan terfragmentasi, sehingga semakin menekan kehidupan satwa yang membawa fauna ke arah kepunahan. Luas hutan

Lebih terperinci

NOTULENSI PENYUSUNAN DOKUMEN NON-DETRIMENTAL FINDINGS UNTUK HIU DAN PARI APENDIKS II CITES DI INDONESIA

NOTULENSI PENYUSUNAN DOKUMEN NON-DETRIMENTAL FINDINGS UNTUK HIU DAN PARI APENDIKS II CITES DI INDONESIA NOTULENSI PENYUSUNAN DOKUMEN NON-DETRIMENTAL FINDINGS UNTUK HIU DAN PARI APENDIKS II CITES DI INDONESIA Serang, Indonesia 29-30Maret 2017 Hari ke-1 : 29 Maret 2016 1. Sambutan LPSPL Serang Bp. Jumadi Ucapan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.03/ MEN/2010 TENTANG TATA CARA PENETAPAN STATUS PERLINDUNGAN JENIS IKAN

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.03/ MEN/2010 TENTANG TATA CARA PENETAPAN STATUS PERLINDUNGAN JENIS IKAN PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.03/ MEN/2010 TENTANG TATA CARA PENETAPAN STATUS PERLINDUNGAN JENIS IKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN

Lebih terperinci

MENGENAL BEBERAPA JENIS HIU. Oleh. Nurdin Manik!)

MENGENAL BEBERAPA JENIS HIU. Oleh. Nurdin Manik!) Oseana, Volume XXIX, Nomor 1, 2004 : 9-17 ISSN 0216-1877 MENGENAL BEBERAPA JENIS HIU Oleh Nurdin Manik!) ABSTRAK KNOWLEDGE ON SOME SPECIES OF SHARKS. The information and knowledge on the shark as the marine

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan satu dari sedikit tempat di dunia dimana penyu laut

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan satu dari sedikit tempat di dunia dimana penyu laut 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan satu dari sedikit tempat di dunia dimana penyu laut ditemukan dalam jumlah besar. Daerah-daerah yang menjadi lokasi peneluran di Indonesia umumnya

Lebih terperinci

Bab 4 INTERNATIONAL PRACTICES DALAM PENGELOLAAN PERIKANAN SEBAGAI TINJAUAN PEMBELAJARAN

Bab 4 INTERNATIONAL PRACTICES DALAM PENGELOLAAN PERIKANAN SEBAGAI TINJAUAN PEMBELAJARAN INTERNATIONAL PRACTICES DALAM PENGELOLAAN PERIKANAN SEBAGAI TINJAUAN PEMBELAJARAN Pada dasarnya pengelolaan perikanan yang berkelanjutan dapat dikelompokkan menjadi lima, yaitu : 1. Input control adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Manusia telah melakukan kegiatan penangkapan ikan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sejak jaman prasejarah. Sumberdaya perikanan terutama yang ada di laut merupakan

Lebih terperinci

Transnational Organized Crime

Transnational Organized Crime WILDLIFE CRIME Sebagai Salah Satu Bentuk Kejahatan Transnasional Ani Mardiastuti aniipb@indo.net.id Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor Transnational Organized Crime Terorisme Penyelundupan senjata

Lebih terperinci

BERITA ACARA PEMERIKSAAN SIRIP HIU UTUH Nomor : BAP. 28/BPSPL.02/MTR/III/2017

BERITA ACARA PEMERIKSAAN SIRIP HIU UTUH Nomor : BAP. 28/BPSPL.02/MTR/III/2017 KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN DIREKTORAT JENDERAL PENGELOLAAN RUANG LAUT BALAI PENGELOLAAN SUMBERDAYA PESISIR DAN LAUT DENPASAR JALAN BY PASS PROF IDA BAGUS MANTRA KM 16,7, PERING-GIANYAR TELEPON

Lebih terperinci

ANALISIS PENGARUH FEEDING FRENZY

ANALISIS PENGARUH FEEDING FRENZY i ANALISIS PENGARUH FEEDING FRENZY TERHADAP KEMUNCULAN IKAN HIU MELALUI METODE BAITED REMOTE UNDERWATER VIDEO (BRUV) DI KAWASAN KONSERVASI LAUT DAERAH (KKLD) SELAT DAMPIER KABUPATEN RAJA AMPAT SKRIPSI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan biodiversity (keanekaragaman hayati) terkaya di dunia. suatu tempat akan membentuk populasi. Populasi-populasi yang ada akan

BAB I PENDAHULUAN. dengan biodiversity (keanekaragaman hayati) terkaya di dunia. suatu tempat akan membentuk populasi. Populasi-populasi yang ada akan 2 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia terletak pada posisi geostrategis sebagai negara kepulauan yang menjembatani dua samudra yaitu Pasifik dan Hindia dan dua benua yaitu Asia dan Australia.

Lebih terperinci

VIII PENGELOLAAN EKOSISTEM LAMUN PULAU WAIDOBA

VIII PENGELOLAAN EKOSISTEM LAMUN PULAU WAIDOBA 73 VIII PENGELOLAAN EKOSISTEM LAMUN PULAU WAIDOBA Pengelolaan ekosistem wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil di Kecamatan Kayoa saat ini baru merupakan isu-isu pengelolaan oleh pemerintah daerah, baik

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.56/Menlhk/Kum.1/2016 TENTANG STRATEGI DAN RENCANA AKSI KONSERVASI MACAN TUTUL JAWA (PANTHERA PARDUS MELAS) TAHUN 2016 2026 DENGAN

Lebih terperinci

PERDAGANGAN KARANG HIAS : SUATU ANCAMAN TERHADAP EKOSISTEM TERUMBU KARANG? Oleh Giyanto 1)

PERDAGANGAN KARANG HIAS : SUATU ANCAMAN TERHADAP EKOSISTEM TERUMBU KARANG? Oleh Giyanto 1) Oseana, Volume XXXII, Nomor 4, Tahun 2007 : 21-27 ISSN 0216-1877 PERDAGANGAN KARANG HIAS : SUATU ANCAMAN TERHADAP EKOSISTEM TERUMBU KARANG? Oleh Giyanto 1) ABSTRACT TRADING OF ORNAMENTAL CORALS : A THREAT

Lebih terperinci

DEPARTEMEN KELAUTAN DAN PERIKANAN DIREKTORAT JENDERAL KELAUTAN, PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL DIREKTORAT KONSERVASI DAN TAMAN NASIONAL LAUT

DEPARTEMEN KELAUTAN DAN PERIKANAN DIREKTORAT JENDERAL KELAUTAN, PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL DIREKTORAT KONSERVASI DAN TAMAN NASIONAL LAUT DEPARTEMEN KELAUTAN DAN PERIKANAN DIREKTORAT JENDERAL KELAUTAN, PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL DIREKTORAT KONSERVASI DAN TAMAN NASIONAL LAUT POTENSI SUMBER DAYA HAYATI KELAUTAN DAN PERIKANAN INDONESIA 17.480

Lebih terperinci

Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2007 tentang Konservasi Sumber Daya Ikan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 134, Tambahan

Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2007 tentang Konservasi Sumber Daya Ikan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 134, Tambahan PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35/PERMEN-KP/2013 TENTANG TATA CARA PENETAPAN STATUS PERLINDUNGAN JENIS IKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN

Lebih terperinci