BAB I PENDAHULUAN. Museum merupakan lembaga yang sedang bertumbuh di Indonesia dalam satu
|
|
- Teguh Rachman
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Museum merupakan lembaga yang sedang bertumbuh di Indonesia dalam satu dekade belakangan. Dari segi jumlah, terjadi peningkatan sebesar 59,1% dalam 5 tahun ini, yakni dari 269 museum pada 2011 menjadi 428 museum pada Pertambahan ini menunjukkan adanya antusiasme dari pemerintah, lembaga publik, maupun perseorangan pada dunia permuseuman Indonesia. Peningkatan ini bahkan masih akan terjadi dalam beberapa tahun ke depan karena Asosiasi Museum Indonesia (AMI) menarget Indonesia, Negeri Museum pada tahun Tidak hanya bertumbuh dari segi kuantitas, museum Indonesia juga diupayakan untuk berkembang kualitasnya. Proses peningkatan mutu museum diatur melalui penetapan Peraturan Pemerintah no. 66 tahun 2015 tentang museum. PP ini menjadi payung hukum lembaga yang melegalkan dan mengatur standar profesionalitas dan etika museum. Mengacu pada PP ini, pemerintah merancang dan menjalankan program-program peningkatan kualitas museum dan staf melalui akreditasi, sertifikasi, serta beragam program pelatihan. Pengembangan museum juga dilakukan dengan mengangkat eksistensi museum di tengah masyarakat melalui penetapan Hari Museum Indonesia pada tanggal 12 Oktober dan pengusulan hari Sabtu sebagai heritage day oleh AMI dan 1 Data berdasarkan pencatatan Asosiasi Museum Indonesia (AMI). Data dapat diakses di 1
2 Direktorat Pelestarian Cagar Budaya dan Permuseuman. Pada heritage day, masyarakat diharapkan berkunjung ke museum, monumen, atau perpustakaan. Khususnya bagi para pelajar, heritage day diharapkan dapat melengkapi proses belajar-mengajar di sekolah pada Senin-Jumat 2. Situasi ini menunjukkan bagaimana lembaga museum Indonesia sedang bertumbuh. Akan tetapi, pertumbuhan ini dirasa peneliti tidak kokoh karena tidak adanya perhatian museum dan pemerinah pada masalah utama permuseuman Indonesia, yakni keengganan masyarakat berkunjung ke museum. Pendapat peneliti ini dilatarbelakangi survey yang dilakukan Kompas mengenai keputusan masyarakat berkunjung ke museum pada musim liburan. Dari 706 responden, 67,6% menyatakan tidak berminat untuk berkunjung ke museum sedangkan responden yang berminat hanya 27,9% dan 4,5% tidak tahu/tidak menjawab 3. Realita ini menjadi antiklimaks dari pertumbuhan museum Indonesia karena tidak adanya antusiasme masyarakat untuk berkunjung. Penyebab utama tidak adanya minat berkunjung ke museum adalah citra buruk yang melekat pada lembaga ini. Masyarakat Indonesia memandang museum sebagai tempat yang kuno, membosankan, menyeramkan, dan dianggap sebagai gudang benda tua. Citra buruk ini timbul dan tetap melekat karena pengelola museum sendiri terjebak dalam konsep museum yang parsial, yakni 2 Data berdasarkan talkshow Bincang Indonesia (Kompas TV, 07 Oktober 2016) dengan narasumber Direktur Pelestarian Cagar Budaya dan Pemuseuman Dr. Harry Widianto dan ketua AMI Putu Supadma Rudana, MBA. 3 KOMPAS, 13 Juli Survey via telepon diadakan pada 29 Juni-1 Juli 2016 dengan jumlah 706 responden berbasis rumah tangga di 14 kota besar Indonesia dipilih secara acak bertingkat. Jumlah responden di tiap kota ditentukan secara proporsional. Tingkat kepercayaan 95%, nir pencuplikan penelitian ±3,7%. Hasil survey tidak dimaksudkan untuk mewakili pendapat seluruh masyarakat Indonesia. 2
3 memandang fungsi lembaganya hanya untuk merawat dan menyimpan koleksi. Padahal sejatinya, museum hadir sebagai lembaga yang melayani masyarakat. Hal ini dipaparkan dalam tiga definisi museum sebagai berikut: Museum adalah institusi nirlaba yang bersifat permanen dan dibuka bagi publik untuk melayani masyarakat serta perkembangannya. Museum mengadakan, mengonservasi, meneliti, mengomunikasikan, dan memamerkan bukti-bukti bendawi (tangible) dan tak bendawi (intangible) dari manusia dan lingkungan untuk tujuan pembelajaran, pendidikan, dan kesenangan. (International Council of Museums, 2004) Museum memampukan masyarakat mengeksplorasi koleksi untuk mendapatkan inspirasi, edukasi, atau hiburan. Museum merupakan lembaga yang mengoleksi, melindungi, dan menciptakan akses bagi artefak dan spesimen yang dipercayakan oleh masyarakat kepada mereka. (Museums Association, 2008) Museum adalah lembaga yang berfungsi melindungi, mengembangkan, memanfaatkan koleksi, dan mengomunikasikannya kepada masyarakat.... Pengelolaan museum adalah upaya terpadu melindungi, mengembangkan, dan memanfaatkan koleksi melalui kebijakan pengaturan perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan untuk sebesar-besarnya kesejahteraan masyarakat. (Peraturan Pemerintah no. 66 tahun 2015 tentang museum pasal 1 ayat 1 dan 12) Mengacu pada ketiga definisi di atas, museum diidentifikasi sebagai lembaga nirlaba yang dipercaya masyarakat untuk menyimpan, merawat, dan melindungi koleksi. Koleksi merepresentasikan apa yang terjadi di dunia ini sehingga ketika pengunjung berinteraksi dengan koleksi dalam sebuah tur, pengalaman tersebut memberikan pengetahuan kepadanya (Hein, 1998: 6). Oleh karenanya, merupakan hak penuh masyarakat untuk mengakses koleksi dan informasi yang tersimpan di dalam koleksi. Museum bertanggung jawab untuk meneliti dan mengomunikasikan koleksi dan pengetahuan yang tersimpan di dalamnya melalui pameran dan program museum. 3
4 Apabila dibandingkan dengan situasi museum di Indonesia, permuseuman masih jauh dari definisi tersebut. Pengelola museum Indonesia yang merasa berfungsi sebagai lembaga untuk menyimpan dan merawat koleksi kemudian mengabaikan fungsi utamanya sebagai lembaga pelayanan masyarakat. Museum Indonesia merasa bahwa pelayanan kepada publik hanya sebatas pameran koleksi dimana pengunjung diarahkan untuk tur secara mandiri. Pengunjung dipersilahkan untuk melihat koleksi dan membaca caption yang menjelaskan koleksi. Konsep museum yang seperti ini jelas menciptakan pengalaman berkunjung yang membosankan dan tanpa makna sehingga peneliti rasa menumbuhkan keengganan masyarakat untuk berkunjung ke museum. Jelas dibutuhkan suatu upaya dari museum untuk menumbuhkan minat masyarakat untuk berkunjung. Dalam hal ini, pengelola museum harus menerapkan konsep bisnis dalam aktivitasnya. Museum sebaiknya menerapkan strategi pemasaran yang mengarahkan museum untuk mengidentifikasi pengunjung dan kebutuhannya serta memenuhi kebutuhan tersebut (Kotler dan Keller, 2012: 5). Pemasaran, menurut Drucker (dalam Kotler et al, 2008: 21), merupakan proses yang tidak terpisahkan dalam berbisnis karena menuntun perusahaan untuk berorientasi pada tujuan akhirnya, yakni berbisnis dengan sudut pandang konsumen. Melalui penerapan pemasaran dalam museum, museum akan berorientasi pada pengunjungnya sehingga misi ideal museum sebagai lembaga pelayanan masyarakat pun akan terwujud. Konsep dasar pemasaran adalah suatu pertukaran (exchange), yakni ketika seseorang mengorbankan miliknya (waktu, uang, energi) untuk ditukar dengan 4
5 nilai (ekonomi, sosial, psikologi) dari produk/jasa yang ditawarkan institusi. Dalam konteks permuseuman, pengunjung mengorbankan uang dan waktu mereka dan ditukar dengan kesempatan mengakses koleksi atau mengikuti program museum (Tobelem dalam Sandell dan Janes, ed. 2007: 297). Apabila museum mampu memberikan nilai melebihi apa yang telah dikorbankan (the benefits exceeds the cost), maka pengunjung akan merespon museum secara positif (Kotler et al, 2008: 22). Oleh karenanya, agar masyarakat Indonesia berminat pada museum, maka museum harus mampu mewujudkan kondisi the benefits exceeds the cost tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk merancang suatu strategi pemasaran bagi lembaga museum. Agar penciptaan nilai superior tersebut terjamin, maka peneliti menggunakan pendekatan value innovation yang diusung dalam Blue Ocean Strategy (BOS) (Kim dan Mauborgne, 2005). BOS merupakan strategi bisnis kontemporer yang dirancang agar perusahaan mampu menciptakan pasarnya sendiri melalui penciptaan value innovation, yakni kondisi dimana perusahaan berhasil menekan biaya dan menawarkan nilai maksimal bagi konsumen secara bersamaan. Value innovation ini membuat perusahaan tidak dapat disaingi lagi sehingga perusahaan berenang pada samudra biru yang damai. Penciptaan value innovation dengan BOS bersifat sistematis karena dilengkapi dengan banyak alat. Namun tiga alat utama untuk merancang BOS adalah The Strategy Canvas yang berfungsi untuk memetakan nilai (value curve) dan The Four Action Framework serta The ERRC Grid untuk menganalisan dan menciptakan value innovation. Dalam The Strategy Canvas, perusahaan akan 5
6 mengidentifikasi dan mengukur (tinggi/rendah) faktor yang ditawarkan perusahaan dan para pesaing dalam industri. Dengan memetakan nilai menggunakan The Strategy Canvas, perusahaan dapat memotret value curve dari industri dan perusahaan tersebut. Proses selanjutnya adalah menciptakan value curve baru dengan menggunakan The Four Action Framework dan dilanjutkan dengan rencana aksi yang dirangkum dalam The ERRC Grid. Terdapat empat langkah agar perusahaan mampu menciptakan value curve baru, yakni: mengeliminasi (eliminate) faktor yang sudah jenuh ditawarkan dalam industri, mengurangi (reduce) dan meningkatkan (raise) faktor yang ditawarkan, dan menciptakan (create) faktor yang belum ada di pada industri. Keempat aksi ini juga digunakan untuk menciptakan value innovation, yakni menekan biaya dengan mengeliminasi dan mengurangi faktor yang jenuh ditawarkan industri serta menawarkan nilai superior dengan menciptakan dan meningkatkan faktor yang belum ada di industri. Dalam merancang strategi pemasaran museum dengan menggunakan pendekatan value innovation, maka peneliti memetakan value curve museum, value curve sesama museum, serta value curve pengunjung. Value curve pengunjung perlu dipetakan agar pengelola museum dapat mengetahui faktor dan nilai yang didapat pengunjung ketika berada di museum serta nilai yang diinginkan pengunjung pada sebuah museum. Dengan membandingkan ketiga value curve tersebut, pengelola museum dapat menganalisis dan menciptakan value curve baru yang berorientasi pada nilai yang diinginkan pengunjung. 6
7 Penciptaan value curve baru ini akan membuat museum mampu menciptakan pasarnya sendiri sehingga sukar disaingi. Walau antar museum tidak memiliki natur untuk bersaing mengingat sifatnya yang nirlaba, namun pengelompokan museum ke dalam leisure-time industry membuat lembaga ini harus terlibat dalam kompetisi (Smithsonian Institute, 2007). Leisure-time industry merupakan industri bagi setiap bisnis yang didasari pada aktivitas yang dapat dilakukan seseorang ketika memiliki waktu luang. Karena masyarakat berkunjung ke museum di waktu luang, museum harus dikelompokkan dalam industri ini. Museum bersaing dengan beragam pilihan aktivitas, seperti: beristirahat, membaca buku, mendengarkan musik, melakukan hobi, dsb. Museum juga bersaing dengan beragam tempat publik yang dituju ketika seseorang memiliki waktu luang, seperti: mall, bioskop, café, rumah makan, tempat wisata, dsb. Dengan menggunakan pendekatan value innovation, maka museum dapat menciptakan pasar sendiri dan menghindari persaingan dalam lesiure-time industry yang kompleks dan abstrak. Penelitian berupa perancangan strategi pemasaran degan pendekatan value innovation ini dilakukan di Museum Ullen Sentalu (MUS), sebuah museum yang bermisi untuk mengonservasi seni dan budaya Jawa. MUS berlokasi di Kaliurang, Yogyakarta dan cukup diminati oleh masyarakat. Hal ini terlihat dari tingkat kunjungan MUS yang cukup tinggi (rata-rata ±87,000 pengunjung/tahun pada ) dan menempati urutan ketujuh pada daftar museum yang paling banyak dikunjungi wisatawan nusantara pada tahun
8 Walau MUS memiliki tingkat kunjungan yang cukup tinggi, bukan berarti MUS tidak membutuhkan strategi pemasaran. Situasi museum Indonesia yang dipandang negatif oleh masyarakat membuat MUS tetap menghadapi tantangan yang sama, yakni dicap sebagai tempat yang membosankan dan sia-sia untuk dikunjungi. Selain itu, sejak diresmikan pada tahun 1997 hingga saat ini, MUS belum merancang strategi pemasaran sehingga belum mengenali pengunjungnya dan mengetahui keinginan pengunjung. Dengan demikian penelitian untuk merancang strategi pemasaran dengan pendekatan value innovation tetap relevan dilakukan di MUS. Strategi ini akan membantu MUS menciptakan pasarnya sendiri serta mengevaluasi dan mengembangkan lembaganya untuk semakin baik memberikan pelayanan kepada pengunjungnya, terkhususnya dalam menawarkan nilai superior kepada pengunjung Rumusan Masalah Mengacu pada latar belakang di atas, rumusan masalah dari penelitian ini adalah: 1. Bagaimana value curve museum Indonesia? 2. Bagaimana value curve MUS? 3. Bagaimana value curve pengunjung MUS? 4. Melalui pendekatan value innovation, apa strategi pemasaran MUS? 1.3. Tujuan Penelitian Penelitian ini dilakukan untuk mencapai beberapa tujuan, yaitu: 8
9 1. Mengidentifikasi value curve faktor-faktor yang ditawarkan museum-museum Indonesia pada umumnya. 2. Mengidentifikasi value curve faktor-faktor yang ditawarkan MUS kepada pengunjungnya sehingga menyebabkan MUS memiliki tingkat kunjungan yang cukup tinggi. 3. Mengidentifikasi value curve pengunjung MUS, yakni bagaimana pengunjung menerima faktor dan nilai yang ditawarkan MUS serta faktor dan nilai yang diinginkan/dibutuhkan pengunjung dari MUS. 4. Merancang strategi pemasaran MUS melalui pendekatan value innovation Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi pengelola MUS dalam merancang dan menjalankan strategi pemasaran. Dengan mengidentifikasi dan membandingkan value curve museum Indonesia serta value curve MUS, pengelola MUS dapat mengidentifikasi nilai-nilai superior yang telah ditawarkan lembaganya kepada masyarakat. Value curve MUS juga dibandingkan dengan value curve pengunjung MUS, yakni faktor dan nilai yang didapat pengunjung dari MUS, untuk mengidentifikasi adanya perbedaan nilai yang ditawarkan dan didapat. Selain itu, value curve pengunjung MUS mengenai faktor dan nilai yang diinginkan/dibutuhkan pengunjung dari MUS akan mengarahkan MUS untuk menciptakan nilai superior bagi pengunjungnya. Strategi pemasaran MUS dapat dirancang berdasarkan proses identifikasi dan analisis value curve ini. Strategi yang berorientasi pada pengunjung 9
10 diharapkan akan membantu MUS dalam menjangkau lebih banyak masyarakat untuk berkunjung, mengembangkan koleksi dan program museum, serta mengevaluasi performa MUS dalam melayani pengunjungnya. Selain itu, penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi pengembangan bidang manajemen museum di Indonesia, terkhususnya dalam perancangan strategi pemasaran museum dengan pendekatan value innovation. Pendekatan value innovation dalam penelitian ini juga diharapakan dapat menunjukkan pengaplikasian BOS dalam bidang strategi pemasaran, terkhususnya dalam konteks lembaga permuseuman Ruang Lingkup dan Batasan Penelitian Obyek penelitian ini adalah museum Indonesia, MUS, dan pengunjung MUS. Karena keterbatasan peneliti, peneliti hanya mengobservasi beberapa museum saja dan tidak melakukan wawancara kepada staf museum untuk mengetahui faktor yang museum tawarkan. Hasil observasi ini menjadi acuan peneliti dalam memetakan value curve museum Indonesia. Sedangkan untuk memetakan value curve MUS, peneliti menggunakan pengalaman peneliti sebagai staf sekretariat MUS dalam empat tahun ini ( ). Dalam melakukan studi pengunjung untuk memetakan value curve pengunjung dilakukan dengan beberapa metode, yakni: analisa data statistika pengunjung, focus group discusion, dan survey dengan kuisioner berdasarkan model The Empathy Map (Osterwalder dan Pigneur, 2010: ). Dalam pengumpulan data dengan pencatatan data statistika dan survey, pengunjung yang 10
11 dimaksud adalah pria dan wanita WNI berusia lebih dari 16 tahun yang merupakan kategori pengunjung dewasa Indonesia menurut penggolongan tiket MUS. Kelompok pengunjung ini dipilih karena merupakan pengunjung mayoritas. Karena keterbatasan peneliti dalam proses pengumpulan data, pencatatan data statistika pengunjung dilakukan pada 5 Juli-8 Agustus 2016 (35 hari, 29 hari efektif). Walau tidak dapat mewakili kunjungan MUS dalam satu tahun, periode tersebut dapat menggambarkan kondisi MUS pada high season dan low season. Aktivitas FGD juga dilakukan hanya melibatkan satu kelompok, yakni masyarakat yang menyukai museum dan sejarah yang tergabung dalam komunitas Night at the Museum. Selain itu, pengumpulan data melalui survey hanya melibatkan 94 responden yang didominasi oleh kelompok berusia tahun sehingga kurang mampu mewakili pendapat pengunjung MUS yang sangat beragam Sistematika Penulisan Laporan penelitian ini terdiri dari lima bab, yakni sebagai berikut: Bab I Pada bab ini, peneliti menguraikan latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, ruang lingkup dan batasan penelitian, serta sistematika penulisan. Bab II Pada bab ini peneliti menguraikan teori dan konsep mengenai museum, manajemen museum, strategi pemasaran museum, dan Blue Ocean Strategy. 11
12 Bab III Pada bab ini peneliti menguraikan jenis penelitian, metode pengumpulan data, metode analisa data, rerangka penelitian, dan profil MUS. Bab IV Pada bab ini peneliti menguraikan hasil data dan analisa nilai berdasarkan tahapan dalam The Four Steps of Visualizing, yakni: visual awakening, visual exploration, visual strategy fair, dan visual communication. Dalam sub-bab mengenai visual awakening, peneliti memaparkan data penelitian berdasarkan observasi museum-museum Indonesia dan MUS serta pemetaan kedua value curve tersebut. Dalam sub-bab visual exploration, peneliti memaparkan data penelitian berdasarkan metode pencatatan data statistika, FGD, dan survey dengan kuisioner serta dilanjutkan dengan eksplorasi value curve berdasarkan The Six Paths Framework, The Four Actions, dan The ERRC Grid. Dalam sub-bab visual strategy fair, peneliti memetakan value curve baru MUS serta membandingkan value curve lama MUS, value curve pengunjung, dan value curve baru MUS pada sub-bab visual communication. Setelah mendapatkan value curve baru, maka BOS diuji menggunakan tiga karakter BOS yang dijabarkan dalam sub-bab three characteristics of a good strategy. Bab V Pada bab ini peneliti menguraikan kesimpulan, keterbatasan penelitian, dan saran berdasarkan penelitian yang telah dilakukan. 12
Abstract. Key words: museum, strategy, marketing strategy, Blue Ocean Strategy
Abstract Indonesian museum develop in recent years, however this development is not acknowledge the ignorance of Indonesian people to visit museum. Thus, the museum needs to construct a marketing strategy
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI
BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Value Chain Value chain menurut Porter adalah alat bantu yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi cara menciptakan customer value lebih bagi pelanggan. Dijelaskan bahwa setiap
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. seni dan budaya yang dimiliki merupakan ciri kepribadian bangsa. Salah satu
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia memiliki warisan dari nenek moyang berupa keanekaragaman seni dan budaya yang harus dilestarikan. Hal ini karena keanekaragaman seni dan budaya yang
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia dikenal sebagai negara yang memiliki keragaman budaya, alam dan sejarah peninggalan dari nenek moyang sejak zaman dahulu, terbukti dengan banyaknya ditemukan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kusumadmo (2013), kata strategi secara etimologis berasal dari kata Strategos
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi strategi Dalam buku Manajemen Strategik-Pengetahuan yang dikutip oleh Kusumadmo (2013), kata strategi secara etimologis berasal dari kata Strategos dalam bahasa yunani
Lebih terperinciIV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2. Jenis dan Sumber Data
IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan pada Kebun Raya Bogor dengan pengelolanya adalah Pusat Konservasi Tumbuhan Kebun Raya Bogor (PKT-KRB), LIPI. Lokasi penelitian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Judul 1.2 Pengertian Judul
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Judul Dasar Program Perencanaan dan Perancangan Arsitektur (DP3A) ini mengambil judul Museum Telekomunikasi di Surakarta. Berikut ini adalah pengertian dari judul tersebut. 1.2 Pengertian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan pariwisata di Indonesia dewasa ini mengalami peningkatan yang cukup signifikan. Peningkatan tersebut dilihat dari jumlah wisatawan mancanegara yang mengunjungi
Lebih terperinciMUSEUM. Antara edukasi dan rekreasi. Kresno Yulianto
MUSEUM Antara edukasi dan rekreasi Kresno Yulianto kresno.yulianto@ui.edu International Council of Museum (ICOMOS) mendefinisikan bahwa museum adalah lembaga permanen yang tidak untuk mencari keuntungan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sebagai salah satu aset yang menguntungkan bagi suatu negara. Dalam UU
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pariwisata merupakan sebuah industri yang memiliki jaringan yang luas. Pariwisata adalah kegiatan dinamis yang melibatkan banyak manusia serta menghidupkan berbagai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Prima Charismaldy Ramadhan, 2014
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kota Bandung merupakan salah satu kota di Indonesia yang memiliki banyak daya tarik didalamnya, termasuk pariwisata. Selain memiliki banyak nilai sejarah dan menjadi
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Bandung adalah salah satu kota besar di Indonesia dan merupakan Ibukota Provinsi Jawa Barat yang banyak menyimpan berbagai sejarah serta memiliki kekayaan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian. Jakarta merupakan kota metropolitan di Indonesia yang sedang maju pesat
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Jakarta merupakan kota metropolitan di Indonesia yang sedang maju pesat dengan banyaknya perkembangan bisnis industri dan pembangunannya. Namun dimata
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pariwisata adalah industri multisektoral, yang di dalamnya terdapat suatu
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pariwisata adalah industri multisektoral, yang di dalamnya terdapat suatu sistem besar. Komponen komponen dalam sistem ini saling terkait antara yang satu dengan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Keadaan Museum di Indonesia
BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG 1.1.1 Keadaan Museum di Indonesia Keberadaan museum di dunia dari zaman ke zaman telah melalui banyak perubahan. Hal ini disebabkan oleh berubahnya fungsi dan tugas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tahun ke tahun. Dari tahun wisatawan yang berkunjung ke Yogyakarta
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Yogyakarta merupakan salah satu kota di Indonesia yang memiliki daya tarik wisata dan merupakan kota tujuan wisata yang paling diminati oleh wisatawan, dilihat dari
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pariwisata adalah aktivitas perjalanan yang dilakukan untuk sementara
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pariwisata adalah aktivitas perjalanan yang dilakukan untuk sementara waktu dari tempat tinggal semula ke daerah tujuan dengan alasan bukan untuk menetap atau mencari
Lebih terperinciIII. KERANGKA PEMIKIRAN
III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Analisis Deskriptif Metode analisis deskriptif adalah suatu metode dalam meneliti status sekelompok manusia, suatu objek, suatu set kondisi,
Lebih terperinciI. 1. Latar Belakang I Latar Belakang Pengadaan Proyek
BAB I PENDAHULUAN I. 1. Latar Belakang I. 1. 1. Latar Belakang Pengadaan Proyek Batik merupakan gabungan dari dua kata dalam bahasa Jawa yaitu amba yang berarti menulis dan tik yang berarti titik. Batik
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I.1.1. Perkembangan Pos di Dunia. Pada Tahun 1505 munculah sebuah rute pengantar pos pertama di Eropa dan pada abad ke-19 lahirlah sebuah Kantor Pos yang melayani
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan lokasi wisata di kota Bandung semakin lama semakin pesat dan meluas. Bandung memiliki banyak jenis wisata unik dan menarik yang ditawarkan, mulai dari
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kudus sebagai salah satu Kabupaten di Jawa Tengah. dikatakan langkah Nitisemito itu menjadi tonggak tumbuhnya
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1.1.1. Latar Belakang Pengadaan Proyek Kudus sebagai salah satu Kabupaten di Jawa Tengah yang memiliki berbagai potensi seperti penghasil jenang, rokok, serta wisata
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. Komunikasi dan edukasi..., Kukuh Pamuji, FIB UI, 2010.
1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Aktivitas permuseuman kini makin berkembang sebagai akibat dari terjadinya perubahan paradigma. Apabila pada awalnya aktivitas permuseuman berpusat pada koleksi,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Perancangan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perancangan Pesatnya perkembangan zaman kearah yang lebih modern dan diikuti dengan perkembangan teknologi serta ilmu pengetahuan, kian menuntut masyarakat memenuhi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Menurut International Council of Museum (ICOM), lembaga internasional
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Menurut International Council of Museum (ICOM), lembaga internasional museum yang diakses melalui icom.museum pada tanggal 24 September 2014, museum merupakan suatu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Gina Noprianti, 2014
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Perkembangan industri pariwisata di Indonesia kini semakin berkembang, dilihat dari Indonesia yang memiliki banyak potensi dan kekayaan alam dan kebudayaan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1 Neufeld ed. in chief, 1988; Webster New World Dict
BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG 1.1.1. Museum dalam Sejarahnya Keberadaan museum sampai sekarang dipandang sebagai lembaga-lembaga konservasi, ruangan-ruangan pameran atas peninggalan dan tempat-tempat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jawa Barat adalah salah satu provinsi di Indonesia yang menawarkan beragam tempat wisata yag terbagi menjadi
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jawa Barat adalah salah satu provinsi di Indonesia yang menawarkan beragam tempat wisata yag terbagi menjadi tujuh kelompok, yaitu wisata alam, wisata budaya, atraksi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN Bab ini diuraikan latar belakang, rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, batasan masalah yang disusun sebagai kerangka garis besar laporan Tugas Akhir Rancang bangun Aplikasi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Brand image atau citra merek merupakan serangkaian sifat tangible dan intangible, seperti ide, keyakinan, nilai-nilai, kepentingan, dan fitur yang membuatnya menjadi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah salah satu negara yang mempunyai beraneka kebudayaan, adat istiadat, dan sumber daya alam yang dapat dijadikan sumber pendapatan utama dengan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pendapat yang menganggap bahwa perkembangan sektor pariwisata selama ini
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kepariwisataan di Indonesia telah tumbuh dan berkembang menjadi suatu industri yang berdiri semenjak beberapa tahun terakhir ini. Namun rupanya ada pendapat yang menganggap
Lebih terperinciPERANCANGAN VISUAL DESTINATION BOOK MUSEUM KERETA API AMBARAWA
1 PERANCANGAN VISUAL DESTINATION BOOK MUSEUM KERETA API AMBARAWA GUSNUN PANGARA 3402 109 039 Museum Kereta Api Ambarawa sebagai satu-satunya museum di Indonesia yang berfungsi menyimpan benda-benda bersejarah
Lebih terperinciBAB 5. Kesimpulan, Keterbatasan, dan Saran. Dari hasil penelitian dan pembahasan yang telah dilakukan dapat ditarik
BAB 5 Kesimpulan, Keterbatasan, dan Saran 5.1 Kesimpulan Dari hasil penelitian dan pembahasan yang telah dilakukan dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: a. Kesimpulan Kinerja Museum Sonobudoyo Berdasarkan
Lebih terperinci1.1.2 Perpustakaan dan Museum Budaya Sebagai Fasilitas Belajar Budaya
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.1.1 Indonesia dan Yogyakarta Kaya akan Budaya Kebudayaan mencakup keseluruhan yang meliputi bentuk teknologi sosial, ideologi, religi, dan kesenian serta benda, yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Museum merupakan tempat dimana berbagai informasi yang berkaitan dengan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Museum merupakan tempat dimana berbagai informasi yang berkaitan dengan sejarah dan budaya dikumpulkan dan disimpan. Pengertian tersebut sesuai dengan arti dari bahasa
Lebih terperinciBAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN
BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN 5.1 Penentuan Competing Factors Pada tahap pertama, dilakukan business analysis dengan melakukan indepth interview kepada 9 (sembilan) partisipan untuk menentukan competing
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. maupun sumber daya alam. Hidayah (1982, dikutip dari Lestari, 2013)
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia adalah negara yang kaya baik dalam sumber daya manusia maupun sumber daya alam. Hidayah (1982, dikutip dari Lestari, 2013) mengungkapkan bahwa jumlah suku
Lebih terperinciDESAIN STRATEGI PENGEMBANGAN UKM DENGAN KOMBINASI METODE BENCHMARKING DAN BLUE OCEAN STRATEGY
DESAIN STRATEGI PENGEMBANGAN UKM DENGAN KOMBINASI METODE BENCHMARKING DAN BLUE OCEAN STRATEGY Firman Bani Albar 1 *, Angga Wisudianto 2, Ghaida Fatcha Mubiena3, Agus Mansur 4 Jurusan Teknik Industri, Fakultas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Dewasa saat ini, kebutuhan akan rekreasi dikalangan masyarakat di kota-kota
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Dewasa saat ini, kebutuhan akan rekreasi dikalangan masyarakat di kota-kota besar sudah menjadi bagian dari kehidupan dan gaya hidup masyarakat perkotaan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Memasuki era globalisasi, arus penyampaian informasi berkembang dengan cepat, apalagi didukung dengan teknologi canggih melalui berbagai media. Globalisasi
Lebih terperinciKOMPLEK GALERI SENI LUKIS di DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA
LANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR KOMPLEK GALERI SENI LUKIS di DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh gelar Sarjana Teknik diajukan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pariwisata atau tourism adalah suatu perjalanan yang di lakukan untuk rekreasi atau liburan, dan juga persiapan yang di lakukan untuk melakukan aktivitas tersebut.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Dalam konteks teori perilaku konsumen, kepuasan lebih banyak
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam konteks teori perilaku konsumen, kepuasan lebih banyak didefenisikan dari perspektif pengalaman konsumen setelah mengkonsumsi atau menggunakan suatu produk
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Daya tarik wisata sekarang ini, baik wisatawan domestik maupun
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Daya tarik wisata sekarang ini, baik wisatawan domestik maupun mancanegara terhadap kepariwisataan Indonesia semakin marak. Hal itu juga berdampak pada berkembangnya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pariwisata sehingga meningkatkan produktifitas. Dalam hal ini yang. Museum Benteng Vredeburg untuk mengembangkan fasilitas museum.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pengembangan pariwisata adalah upaya untuk lebih meningkatkan sumber daya yang dim iliki oleh suatu obyek wisata dengan cara melakukan pembangunan unsur-unsur
Lebih terperinci2015 PENGEMBANGAN RUMAH BERSEJARAH INGGIT GARNASIH SEBAGAI ATRAKSI WISATA BUDAYA DI KOTA BANDUNG
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bangsa yang besar adalah bangsa yang yang menghargai sejarah. Mempelajari sejarah berarti belajar dari pengalaman tentang hal yang telah terjadi di masa lalu. Keberhasilan
Lebih terperinciMUSEUM GUNUNG KRAKATAU DI ANYER, BANTEN
MUSEUM GUNUNG KRAKATAU DI ANYER, BANTEN MUSEUM GUNUNG KRAKATAU DI ANYER, BANTEN Oleh : Bayu Aditya Perdana, Resza Riskiyanto, Djoko Indrosaptono Gunung Krakatau terletak ditengah laut. Tepatnya di Selat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. bahwa sejak tahun 1978, pemerintah terus berusaha untuk memajukan dan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Banyak cara yang dilakukan oleh pemerintah untuk lebih meningkatkan pendapatan negara ini, tidak hanya dalam bidang perdagangan, bidang lain yang juga kerap di jadikan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. secara serius melibatkan industri lainnya yang terkait. Pengenalan potensi
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Pariwisata merupakan sektor penting di dunia yang saat ini telah menjadi kebutuhan bagi masyarakat sehingga dalam penanganannya harus dilakukan secara serius melibatkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Museum adalah suatu lembaga institusi yang permanen yang melayani kepentingan masyarakat dan kemajuannya, terbuka untuk umum, tidak mencari keuntungan, yang
Lebih terperinciMUSEUM BATIK YOGYAKARTA Oleh : Pinasthi Anindita, Bharoto, Sri Hartuti Wahyuningrum
MUSEUM BATIK YOGYAKARTA Oleh : Pinasthi Anindita, Bharoto, Sri Hartuti Wahyuningrum Kerajinan batik merupakan kerajinan khas Indonesia yang merupakan warisan budaya lokal dan menjadi warisan budaya yang
Lebih terperinciUniversitas Kristen Maranatha BAB 1 PENDAHULUAN
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kesenian adalah bagian dari budaya dan merupakan sarana yang digunakan untuk mengekspresikan rasa keindahan dari dalam jiwa manusia. Indonesia sebagai Negara Kepulauan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. menarik wisatawan untuk berkunjung ke suatu daerah tujuan wisata. Salah satu
BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Kegiatan pariwisata merupakan suatu industri yang berkembang di seluruh dunia. Tiap-tiap negara mulai mengembangkan kepariwisataan yang bertujuan untuk menarik minat
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Secara universal, seni pertunjukan adalah karya seni yang melibatkan aksi
1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perancangan Interior Secara universal, seni pertunjukan adalah karya seni yang melibatkan aksi individu maupun kelompok di tempat dan waktu tertentu, biasanya memiliki
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Di kota Bandung terdapat 6 museum yaitu Museum Sri Baduga, Museum Konperensi Asia Afrika, Museum Barli, Museum Pos Indonesia dan Museum Mandala Wangsit Siliwangi,
Lebih terperinciLokasi yang direkomendasikan Peruntukan lahan Zoning plan Rencana tapak Zona skematik Arsitektur bangunan Tata pamer Program ruang MUSEUM BATIK
Mei 2012 Sudut pandang tentang batik Konsep pemikiran Museum Batik Indonesia Lokasi pilihan Orientasi bangunan sebagai titik tolak harmonisasi kawasan Situasi tapak Zoning plan Block plan dan konsep bangunan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Indonesia salah satu negara yang sangat unik di dunia. Suatu Negara
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Indonesia salah satu negara yang sangat unik di dunia. Suatu Negara kepulauan dengan beraneka ragam kekayaan alam dan budaya, berbagai produk agrikultur iklim
Lebih terperinciGambar 1.1 Penetrasi Internet di Indonesia
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pemasaran merupakan salah satu dari kegiatan pokok yang dilakukan oleh pengusaha dalam usahanya mempertahan kelangsungan hidupnya, untuk berkembang dan mendapatkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Budaya, salah satu bentuk pemanfaatan cagar budaya yang diperbolehkan adalah untuk
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut Undang-undang Republik Indonesia nomor 11 tahun 2010 tentang Cagar Budaya, salah satu bentuk pemanfaatan cagar budaya yang diperbolehkan adalah untuk kepentingan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. toko yang menjual bakpia di jalan KS.Tubun, Ngampilan dapat menjadi
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Makanan merupakan kebutuhan primer, sehingga bagi sebagian orang bisnis tersebut sangat berpotensi untuk dijadikan peluang usaha. Saat ini bisnis makanan sangat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. manusia itu bisa menjadi bosan dan hasil kerjanya tidak akan maksimal.
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Setiap manusia membutuhkan hiburan untuk melepaskan diri dari padatnya aktivitas sehari-hari. Pekerjaan dan rutinitas yang dilakukan setiap hari membutuhkan konsentrasi
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pariwisata merupakan suatu sektor yang sangat penting bagi suatu Negara. Karena sektor pariwisata merupakan sektor yang menguntungkan banyak pihak. Dengan berkembangnya
Lebih terperinciPERUMUSAN ADDED VALUE DALAM KONSEP BISNIS COFFEEIN MELALUI PENDEKATAN BLUE OCEAN STRATEGY
Volume 1, Nomor 1, April 2016 PERUMUSAN ADDED VALUE DALAM KONSEP BISNIS COFFEEIN MELALUI PENDEKATAN BLUE OCEAN STRATEGY Richie Fernaldi Jurusan Manajemen, Fakultas Manajemen Bisnis, Universitas Ciputra,
Lebih terperinciMUSEUM GEOLOGI BLORA
TUGAS AKHIR PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR MUSEUM GEOLOGI BLORA Diajukan sebagai Pelengkap dan Syarat Mencapai Gelar Sarjana Teknik Arsitektur Universitas Muhammadiyah Surakarta Disusun oleh :
Lebih terperinciRANCANG BANGUN APLIKASI VIRTUAL TOUR MUSEUM PROVINSI KALIMANTAN BARAT UNTUK EDUKASI SEJARAH
1 RANCANG BANGUN APLIKASI VIRTUAL TOUR MUSEUM PROVINSI KALIMANTAN BARAT UNTUK EDUKASI SEJARAH Harianto 1, Arif Bijaksana Putra Negara 2, Novi Safriadi 3 Program Studi Teknik Informatika Universitas Tanjungpura
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG
BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Seni merupakan bagian dari kebudayaan yang lahir dari hasil budi daya manusia dengan segala keindahan, dan kebebasan berekspresi dari manusia sendiri. Seiring dengan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN Pada bab I pendahuluan dibahas mengenai latar belakang dari perancangan sebuah Museum seni karikatur dan patung di Tabanan dilanjutkan dengan rumusan masalah, tujuan, serta metode penelitian.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Museum Budaya Dayak Di Kota Palangka Raya Page 1
BAB I PENDAHULUAN 1. 1. LATAR BELAKANG EKSISTENSI PROYEK Kebudayaan sangat erat hubungannya dengan masyarakat. Melville J. Herskovits dan Bronislaw Malinowski mengemukakan bahwa segala sesuatu yang terdapat
Lebih terperinciBAB III METODOLOGI PENELITIAN
31 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Fokus Penelitian Fokus penelitian ini dimaksudkan untuk membatasi studi kualitatif sekaligus membatasi penelitian guna memilih mana data yang relevan dan mana yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pengenalan atau promosi dituntut semakin inovatif, kreatif dan efektif. Perusahaan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seiring dengan perkembangan teknologi, perkembangan multimedia sebagai media pengenalan atau promosi dituntut semakin inovatif, kreatif dan efektif. Perusahaan atau
Lebih terperinciBAB V A. KESIMPULAN. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan untuk penyusunan karya
BAB V A. KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan untuk penyusunan karya ilmiah ini, diperoleh beberapa kesimpulan yang dapat memberikan jawaban terhadap pertanyaan penelitian, akan diuraikan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Perancangan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perancangan Sejarah merupakan hal penting yang harus dipelajari turun temurun dari generasi ke generasi berikutnya. Lewat sejarah generasi muda belajar untuk mengenal
Lebih terperinciI.1 LATAR BELAKANG I.1.1
BAB I PENDAHULUAN I.1 LATAR BELAKANG I.1.1 Latar Belakang Pemilihan Kasus Kebudayaan memiliki unsur budi dan akal yang digunakan dalam penciptaan sekaligus pelestariannya. Keluhuran dan kemajuan suatu
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara yang memiliki tempat wisata yang beragam,
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara yang memiliki tempat wisata yang beragam, antara lain wisata alam dan wisata budaya. Masing-masing dari wisata tersebut memiliki keindahan
Lebih terperinciMUSEUM NEGERI JAWA BARAT SRI BADUGA DI BANDUNG (Penekanan Desain Arsitektur Neo Vernacular)
LANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR MUSEUM NEGERI JAWA BARAT SRI BADUGA DI BANDUNG (Penekanan Desain Arsitektur Neo Vernacular) Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Negara Indonesia memiliki potensi wisata yang sangat banyak dan beraneka ragam, yang tersebar di seluruh penjuru tanah air dengan ciri dan kelebihan masing
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan pembangunan yang semakin pesat membuat masyarakat modern bertambah jenuh dengan rutinitas sehari-hari yang dikerjakanya. Masyarakat mulai melupakan pentingnya
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat ibukota. Pusat perbelanjaan sering disebut juga dengan sebutan Mal.
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pusat perbelanjaan merupakan istilah yang tak asing lagi, terlebih bagi masyarakat ibukota. Pusat perbelanjaan sering disebut juga dengan sebutan Mal. Mal merupakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) adalah salah satu daerah yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) adalah salah satu daerah yang mempunyai keistimewaan tersendiri. DIY dipimpin oleh seorang sultan dan tanpa melalui pemilihan
Lebih terperinciIII KERANGKA PEMIKIRAN
III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Penggambaran Situasi Industri Penggambaran situasi industri dilakukan dengan menggunakan alat analisis yaitu kanvas strategi dan kurva nilai.
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. mempromosikan museum-museum tersebut sebagai tujuan wisata bagi wisatawan
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia kaya akan keragaman warisan sejarah, seni dan budaya yang tercermin dari koleksi yang terdapat di berbagai museum di Indonesia. Dengan tujuan untuk mempromosikan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pariwisata budaya diyakini memiliki manfaat positif secara ekonomi dan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pariwisata budaya diyakini memiliki manfaat positif secara ekonomi dan sosial budaya. Jenis pariwisata ini dapat memberikan keuntungan ekonomi kepada masyarakat lokal,
Lebih terperinciKEBIJAKAN DIREKTORAT MUSEUM DIREKTORAT MUSEUM DIREKTORAT JENDERAL SEJARAH DAN PURBAKALA KEMENTRIAN KEBUDAYAAN DAN PARIWISATA
KEBIJAKAN DIREKTORAT MUSEUM DIREKTORAT MUSEUM DIREKTORAT JENDERAL SEJARAH DAN PURBAKALA KEMENTRIAN KEBUDAYAAN DAN PARIWISATA Kebijakan Direktorat Museum Peningkatan kesadaran masyarakat terhadap peran
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN.
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Menurut ICOM ( International Council Of Museums ) museum adalah lembaga yang bersifat tetap, tidak mencari keuntungan, yang melayani masyarakat beserta perkembangannya,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ruang terbuka adalah ruang yang bisa diakses oleh masyarakat baik secara langsung dalam kurun waktu terbatas maupun secara tidak langsung dalam kurun waktu tidak tertentu.
Lebih terperinci2014 PENGARUH KUALITAS PRODUK WISATA TERHADAP KEPUTUSAN PENGUNJUNG UNTUK BERKUNJUNG KE MUSEUM SENI RUPA DAN KERAMIK DI JAKARTA
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pariwisata merupakan salah satu industri yang banyak diandalkan oleh negara-negara di dunia. Pariwisata juga merupakan salah satu faktor ekonomi yang penting
Lebih terperinciBAB VI PENUTUP. tahun Museum Benteng Vredeburg Yogyakarta telah melaksanakan
BAB VI PENUTUP Untuk meningkatkan keterlibatan masyarakat terhadap museum, pada tahun 2006-2012 Museum Benteng Vredeburg Yogyakarta telah melaksanakan program publik. Keterlibatan masyarakat dalam program
Lebih terperinciPUSAT SENI RUPA YOGYAKARTA
LANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR PUSAT SENI RUPA YOGYAKARTA Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh gelar Sarjana Teknik Diajukan Oleh : Mochamad Iqbal Amirdha
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Manusia adalah makhluk hidup yang bergerak aktif dengan segudang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk hidup yang bergerak aktif dengan segudang aktivitasnya sejak kecil hingga dewasa, mulai dari pagi hari hingga larut malam. Dalam hidupnya,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Kota selalu menjadi pusat peradaban dan cermin kemajuan suatu negara.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kota selalu menjadi pusat peradaban dan cermin kemajuan suatu negara. Perkembangan suatu kota dari waktu ke waktu selalu memiliki daya tarik untuk dikunjungi.
Lebih terperinciI PENDAHULUAN. Tabel 1. Statistik Kunjungan Wisatawan ke Indonesia Tahun Tahun
I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pariwisata merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan manusia terutama menyangkut kegiatan sosial dan ekonomi. Hal ini berdasarkan pada pengakuan berbagai organisasi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Museum adalah lembaga permanen dan tempat terbuka yang bersifat umum. Museum memiliki fungsi sebagai tempat atau sarana untuk merawat, menyajikan, menyimpan, melestarikan
Lebih terperinciIII KERANGKA PEMIKIRAN
III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Formulasi Strategi Kata strategi berasal dari bahasa Yunani yaitu strategos. Strategos terbentuk dari kata stratos yang berarti militer dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. berkembang. Tempat-tempat wisata di kota ini selalu ramai dikunjungi wisatawan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Yogyakarta adalah salah satu kota di Indonesia yang terkenal sebagai kota wisata. Kelangsungan industri pariwisata di Yogyakarta dapat dikatakan cukup berkembang.
Lebih terperinciBAB 2 DATA DAN ANALISA
BAB 2 DATA DAN ANALISA 2.1 Sumber data Data data dan informasi yang digunakan untuk mendukung proyek tugas akhir ini akan diambil dari berbagai sumber, diantaranya: 1. Literatur: artikel dari media elektronik
Lebih terperinciBAB II URAIAN TEORITIS MENGENAI MUSEUM
BAB II URAIAN TEORITIS MENGENAI MUSEUM 2.1 Pengertian dan Sejarah Museum Dalam era pembangunan teknologi yang cepat berkembang dewasa ini, peranan museum sangat diharapkan untuk mengumpulkan, merawat,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. budaya karena dapat membantu melestarikan warisan budaya sebagai jati diri
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pariwisata budaya merupakan salah satu jenis pariwisata yang memanfaatkan perkembangan potensi hasil budaya manusia sebagai objek daya tariknya. Jenis wisata ini
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. setiap daerah. Perkembangan ini dibuktikan dengan semakin banyaknya surat kabar yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Media cetak merupakan media yang berpengaruh besar dalam sejarah kehidupan manusia. Sebelum kemunculan media elektronik, media cetak menjalankan fungsinya sebagai media
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. (Kotler, 2009:399) bahwa konsumen mendapatkan service expectation dari banyak
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Persaingan pasar global yang berkembang pesat mempengaruhi kebutuhan perusahaan akan tenaga kerja yang lebih berkualitas. Akibatnya perguruan tinggi yang
Lebih terperinci