ANALISIS EFISIENSI TEKNIS DAN PENDAPATAN USAHATANI PADI SAWAH PENDEKATAN DATA ENVELOPMENT ANALYSIS

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "ANALISIS EFISIENSI TEKNIS DAN PENDAPATAN USAHATANI PADI SAWAH PENDEKATAN DATA ENVELOPMENT ANALYSIS"

Transkripsi

1 ANALISIS EFISIENSI TEKNIS DAN PENDAPATAN USAHATANI PADI SAWAH PENDEKATAN DATA ENVELOPMENT ANALYSIS (DEA) DESA KERTAWINANGUN KECAMATAN KANDANGHAUR KABUPATEN INDRAMAYU SKRIPSI HANNY STEPHANIE H DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012

2 RINGKASAN HANNY STEPHANIE. Analisis Efisiensi Teknis dan Pendapatan Usahatani Padi Sawah Pendekatan Data Envelopment Analysis (DEA) Desa Kertawinangun Kecamatan Kandanghaur Kabupaten Indramayu. Skripsi. Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor (Dibawah bimbingan AMZUL RIFIN). Peningkatan jumlah penduduk Indonesia berdampak pada peningkatan permintaan tanaman pangan. Padi adalah sumber makanan pokok penduduk Indonesia. Karena itu dibutuhkan peningkatan produksi padi. Penilaian terhadap efisiensi teknis dapat menjadi salah satu analisis awal untuk menyusun kebijakan peningkatan produksi. Padi sawah adalah sistem budidaya yang paling banyak dikembangkan di Indonesia. Provinsi Jawa Barat adalah daerah penghasil padi dengan Kecamatan Kandanghaur sebagai salah satu sentra produksinya. Desa Kertawinangun adalah satu-satunya penghasil padi di Kecamatan Kandanghaur yang menggunakan irigasi teknis pada seluruh lahan padi sawahnya. Selain itu, pada tahun 2010 produktivitasnya menempati kedua tertinggi di Kecamatan Kandanghaur. Penelitian ini dilakukan di Desa Kertawinangun pada Februari Penelitian ini menggunakan data envelopment analysis (DEA), Rank Spearman, dan gambar scatter untuk menganalisis efisiensi teknis dan hubungannya dengan karaterisik decision making unit (DMU). Penilaian analisis efisiensi teknis dan pendapatan dilakukan pada perbandingan seluruh varietas dan pervarietas. Varietas yang dianalisis adalah Ciherang, Denok, dan Mekongga. Analisis pendapatan menggunakan pendekatan pendapatan tunai, rasio R/C, dan pendapatan bersih usahatani. Hasil efisiensi teknis petani padi sawah Desa Kertawinangun sebesar 0,712. Sedangkan pada varietas Ciherang nilai efisiensinya sebesar 0, 877, Denok sebesar 0,780, dan Mekongga sebesar 0,705. Terdapat hubungan berbanding lurus antara nilai efisiensi teknis perbandingan seluruh varietas dengan nilai efisiensi teknis perbandingan pervarietas. Berdasarkan uji korelasi, disimpulkan tidak ada hubungan antara nilai efisiensi teknis dengan karakteristik decision making unit. Analisis pendapatan menunjukan pendapatan tunai petani di Desa Kertawinangun sebesar Rp , sedangkan varietas Ciherang sebesar Rp , Denok sebesar Rp , dan Mekongga sebesar Rp Pendapatan tunai yang positif menunjukan usahatani di desa tersebut menguntungkan. Analisis hubungan antara nilai efisiensi dengan rasio R/C menunjukan adanya hubungan berbanding lurus. Sedangkan pada analisis hubungan efisiensi dengan pendapatan perhektar, hanya pendapatan perhektar dengan efisiensi perbandingan seluruh varietas dan varietas Mekongga yang memiliki hubungan. Saran yang diberikan bagi penelitian selanjutnya adalah Hasil penelitian ini menunjukan adanya hubungan negative antara karakeristik responden dengan nilai efisiensi. Hal ini dapat menjadi bahan kajian penelitian lain baik pada lokasi dan alat analisis yang sama maupun berbeda. Tidak adanya hubungan antara karakterisktik responden dengan nilai efisiensi dapat memunculkan penelitian selanjutnya yang membahas factor lain yang mungkin mempengaruhi, seperti kemampuan manajerial maupun entrepreneurship. Penelitian selanjutnya yang menggunakan DEA sebagai alat analisis memasukan variabel pestisida sebagai salah satu variabel masukan (input)nya.

3 ANALISIS EFISIENSI TEKNIS DAN PENDAPATAN USAHATANI PADI SAWAH PENDEKATAN DATA ENVELOPMENT ANALYSIS (DEA) DESA KERTAWINANGUN KECAMATAN KANDANGHAUR KABUPATEN INDRAMAYU HANNY STEPHANIE H Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Agribisnis DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012

4 Judul Skripsi Nama NIM : Analisis Efisiensi Teknis dan Pendapatan Usahatani Padi Sawah Pendekatan Data Envelopment Analysis (DEA) Desa Kertawinangun Kecamatan Kandanghaur Kabupaten Indramayu : Hanny Stephanie : H Menyetujui, Pembimbing Dr. Amzul Rifin, SP, MA NIP Diketahui Ketua Departemen Agribisnis Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor Dr. Ir. Nunung Kusnadi, MS NIP Tanggal Lulus

5 PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul Analisis Efisiensi Teknis dan Pendapatan Usahatani Padi Sawah Pendekatan Data Envelopment Analysis (DEA) Desa Kertawinangun Kecamatan Kandanghaur Kabupaten Indramayu adalah karya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau kutipan dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam bentuk daftar pustaka dibagian akhir skripsi ini. Bogor, Juli 2012 Hanny Stephanie H

6 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Kota Cirebon tanggal 11 September Penulis adalah anak keempat dari empat bersaudara pasangan Bapak Gatot Sudirman dan Ibu Reni Robiyah. Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SDN Tulung Agung III Kabupaten Indramayu tahun Tahun 2005 penulis menyelesaikan pendidikan menangah pertama di SMPN 2 Sukagumiwang Kabupaten Indramayu. Pendidikan menengah atas diselesaikan di SMAN 1 Sindang Kabupaten Indramayu tahun Penulis diterima di Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) tahun Selama mengikuti pendidikan, penulis mendapatkan beasiswa dari Pemerintah Daerah Kabupaten Indramayu pada program Super Motivasi, Beasiswa angkatan 13 IPB ASTAGA, dan beasiswa Peningkatan Potensi Akademik. Selama kuliah penulis juga aktif di Dewan Perwakilan Mahasiswa Fakultas.

7 KATA PENGANTAR Puji syukur kepada Allah SWT atas kasihnya kepada penulis sehingga skripsi yang berjudul Analisis Efisiensi Teknis dan Pendapatan Usahatani Padi Sawah Pendekatan Data Envelopment Analysis (DEA) Desa Kertawinangun Kecamatan Kandanghaur Kabupaten Indramayu dapat diselesaikan dengan baik. Penelitian ini bertujuan menganalisis efisiensi teknis dari usahatani padi sawah, hubungan antara efisiensi teknis dengan karakteristik responden, dan hubungan antara efisiensi teknis dengan pendapatan perhektar di Desa Kertawinangun. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada berbagai pihak dalam rangka pembangunan agribisnis padi sawah di Indonesia khususnya di Kabupaten Indramayu. Selain itu, hasil penelitian ini diharapkan pula dapat menjadi bahan masukan maupun referensi bagi penelitian selanjutnya. Bogor, Juli 2012 Hanny Stephanie

8 UCAPAN TERIMA KASIH Penyelesaian skripsi ini juga tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Sebagai bentuk rasa syukur, penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu selama proses penulisan skripsi ini. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada: 1. Dr. Amzul Rifin, SP, MA., selaku dosen pembimbing skripsi yang telah memberikan bimbingan, arahan, saran, waktu dan kesabaran yang diberikan kepada penulis selama penyusunan skripsi ini. 2. Ir. Harmini, M.Si., selaku dosen pembimbing akademik yang telah memberikan bimbingan, arahan, saran, waktu dan bimbingan selama penulis di Departemen Agribisnis. 3. DR.Ir. Suharno, MAdev selaku penguji utama yang telah memberikan banyak masukan dan saran yang membangun kepada penulis. 4. Anita Primaswari Widhiani, SP, M.Si., selaku penguji dari komisi pendidikan yang telah memberikan banyak masukan dan saran yang membangun kepada penulis. 5. Seluruh dosen pengajar dan staf kependidikan Departemen Agribisnis yang telah memberikan ilmu kepada penulis selama kegiatan perkuliahan. 6. Orang tua tercinta, Bapak Gatot Sudirman dan Ibu Reni Robiyah serta Kakak Richard, Terry Melany, dan Rishe Rosalinda, Kakak Ipar Sri Rahayu dan Ridwan Santoso, dan keponakan M.Rayhan Rizki R. Terima kasih atas dukungan baik moril maupun materil, cinta kasih, semangat, dan doa yang diberikan. Semoga ini bisa menjadi persembahan yang terbaik. 7. Pihak Kantor Desa Kertawinangun, atas waktu, dan informasi yang diberikan. 8. Keluarga Bapak Akhmad yang memberikan berbagai kemudahan serta informasi bagi penulis selama penelitian. 9. Teman-teman terbaik saya, Pitaloka Purnamasari dan Siti Rohmah. Terima kasih selalu menguatkan saya disaat kritis. 10. Teman sejak TPB, Ivo Rosita, Tia Oktaviani, dan Trisna Demiyati. Terima kasih selalu membantu tanpa pamrih. 11. Sutiantono Darmaji, yang banyak membantu penulis mengatasi berbagai masalah teknis dan atas sema dukungan yang diberikan selama ini. 12. Teman satu pembimbing skripsi dan pembahas seminar, Liska Andrini Tatilu.

9 13. Teman kelompok belajar Amelia, Arifah Qurotu Aina, Asmayanti, Herawati, Shafiyyatul Ghina, dan Mizani Adlina Puteri atas bantuannya selama menempuh studi di Departemen Agribisnis. 14. Teman DPM FEM, Angietha Puteri Prameswari, Bintan Badriatul Ummah, dan Indah Riski yang telah mengajarkan banyak hal dalam berorganisasi. 15. Semua teman-teman Agribisnis 45 yang bersama-sama berbagi ilmu, pengalaman, serta suka dan duka selama menempuh pendidikan di Departemen Agribisnis, Bogor, Juli 2012 Hanny Stephanie

10 I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia memiliki jumlah penduduk sekitar 237 juta jiwa (BPS, 2010). Peningkatan jumlah penduduk akan mengakibatkan peningkatan jumlah permintaan tanaman pangan terutama padi menyebabkan diperlukan upaya peningkatan produksi padi. Peningkatan produksi padi dapat dilakukan dengan meningkatkan luas produksi atau peningkatan produktivitas. Salah salah satu alternatif yang dapat dilakukan sebagai upaya peningkatan produksi adalah melalui peningkatan produktivitas. Peningkatan produktivitas dapat dilakukan dengan berbagai cara, diantaranya introduksi teknologi dan peningkatan efisiensi. Introduksi teknologi dapat dilakukan dengan pengadaan program-program pertanian oleh pemerintah seperti program intensifikasi, BIMAS, dan lain sebagainya. Berdasarkan laporan penelitian Brazdik (2006) petani di daerah Jawa Barat, program intenfikasi pertanian BIMAS memiliki dampak peningkatan produksi yang berbeda-beda sehingga untuk meningkatkan produksi diperlukan berbagai formulasi dan penyesuaian dengan karakteristik petani di suatu daerah. Daryanto, et al. (2002) dalam Brazdik (2006) juga menyatakan bahwa terdapat hubungan negatif antara efisiensi teknis dengan partisipasi petani program intensifikasi pertanian sehingga program intensifikasi gagal meningkatkan efisiensi teknis petani di Jawa Barat. Penelitian Dhungana et al. (2004) menyatakan di negara berkembang, inovasi teknologi dan atau introduksi teknologi baru yang lebih efisien dibutuhkan untuk meningkatkan produksi, akan tetapi terdapat masalah seperti cultural constrains yang menyebabkan teknologi tersebut tidak dapat diterapkan. Karena itu peningkatan atau perbaikan efisiensi usahatani menjadi alternatif untuk meningkatkan produksi padi. Data pada BPS tahun 2010 pada tanaman pangan menunjukan bahwa luas area panen dan jumlah produksi padi menempati urutan pertama. Padi sawah adalah salah satu sistem budidaya padi yang paling banyak dikembangkan di Indonesia. Produksi padi sawah nasional tahun 2003 hingga 2010 terus 1

11 mengalami peningkatan, namun peningkatannya tidak terlalu signifikan, yaitu antara 0,1 hingga 5,5 persen. Produksi dan produktivitas padi berdasarkan provinsi di Indonesia dapat terlihat pada tabel 1. Provinsi Jawa Barat adalah salah satu lumbung padi nasional. Sebagai sentra penghasil padi nasional, Provinsi Jawa Barat memiliki peran penting dalam menjaga pemenuhan kebutuhan beras dalam negeri. Provinsi Jawa Barat tahun 2003 hingga 2010 memiliki kontribusi sekitar 16 hingga 17 persen dari total produksi padi sawah nasional (BPS 2012) 1. Tahun 2005 hingga 2010 produktivitas provinsi ini berada diatas rataan produktivitas nasional akan tetapi masih dibawah produktivitas beberapa provinsi lain seperti Jawa Timur. Kabupaten Indramayu tahun 2005 hingga 2009 adalah kabupaten yang memiliki luas tanam dan produksi padi sawah terbesar di Provinsi Jawa Barat. Jumlah produksi pada rentang tahun yang sama menyumbang sekitar 11 persen dari total produksi padi sawah Jawa Barat dan merupakan daerah penghasil terbesar padi di Jawa Barat. Informasi luas dan produktivitas padi sawah di Provinsi Jawa Barat dapat dilihat pada tabel 2. 1 [BPS] Tabel Luas Panen, Produksi, Produktivitas Padi Seluruh Provinsi (diakses 4 Januari 2012) 2

12 Tabel 1. Luas Panen dan Produksi Padi Sawah Menurut Provinsi di Indonesia No. Provinsi Luas Panen (ha) Produksi (Ton) *) *) 1 Nangroe Aceh Darussalam Sumatera Utara Sumatera Barat Riau Kepulauan Riau Jambi Sumatera Selatan Kepulauan Bangka Belitung Bengkulu Bandar Lampung DKI Jakarta Jawa Barat Banten Jawa Tengah DI Yogyakarta Jawa Timur Bali Nusa Tenggara Barat Nusa Tenggara Timur Kalimantan Barat Kalimantan Tengah Kalimantan Selatan Kalimantan Timur Sulawesi Utara Gorontalo Sulawesi Tengah Sulawesi Selatan Sulawesi Barat Sulawesi Tenggara Maluku Maluku Utara Papua Papua Barat Sumber : BPS dan Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Keterangan : *) Angka sementara 3

13 Tabel 2. Produksi dan Luas Panen Padi Sawah Menurut Kabupaten dan Kota di Jawa Barat Tahun No Kabupaten/Kota Produksi (Ton) Tahun Luas Panen(hektar) Tahun Bogor Sukabumi Cianjur Bandung Garut Tasikmalaya Ciamis Kuningan Cirebon Majalengka Sumedang Indramayu Subang Purwakarta Karawang Bekasi Bandung Barat Kota Bogor Kota Sukabumi Kota Bandung Kota Cirebon Kota Bekasi Kota Depok Kota Cimahi Kota Tasik Kota Banjar Jumlah Sumber: Diperta Jabar (2011) Produksi dan Luas Panen Padi Sawah Menurut Kabupaten dan Kota di Jawa Barat. Diakses tanggal 24 Maret

14 Kecamatan Kandanghaur adalah salah satu sentra penghasil padi di Provinsi Jawa Barat (Diperta Jabar 2010) 3. Seluruh petani padi di Kecamatan Kadanghaur membudidayakan padi dengan menggunakan sawah (lahan basah). Hal ini dikarenakan adanya saluran irigasi yang baik sehingga menunjang petani untuk melakukan hal tersebut. Selain itu, padi sawah memiliki produksi yang lebih tinggi dan membutuhkan perawatan dan penggunaan faktor produksi yang lebih rendah dibandingkan dengan padi kering atau padi gogo. Selain itu, padi sawah lebih tahan terhadap hama dan penyakit. Faktor-faktor tersebut menyebabkan petani di Kecamatan Kandanghaur membudidayakan padi sawah. Desa Kertawinangun adalah salah satu desa di Kecamantan Kandanghaur yang memiliki luas sawah 480 hektar atau 7,79 persen dari total luas sawah di Kecamatan Kandanghaur. Berdasarkan tabel 3, terlihat bahwa petani padi sawah di Desa Kertawinangun berdasarkan sumber pengairan yang digunakan adalah satu-satunya desa di Kecamatan Kandanghaur yang seluruh area persawahannya menggunakan irigasi secara teknis. Hal ini berdampak kepada produktivitas padi di desa tersebut menjadi kedua tertinggi dibandingakan dengan desa lain di Kecamatan Kandanghaur. Terlihat pada tabel 4 bahwa Desa Kertawinangun memiliki hasil panen dan produktivitas padi sawah yang tinggi. Tahun 2010 produktivitas padi sawah menurun dibandingkan dengan desa lain. Tahun sebelumnya Desa Kertawinangun menempati posisi produktivitas tertinggi dibandingkan dengan desa lainnya. Keseragaman sumber pengairan dan letak kawasan persawahan yang ada disuatu daerah menyebabkan Desa Kertawinangun dijadikan objek penelitian efisiensi teknis padi sawah menggunakan pendekatan Data Envelopment Analysis. Hal ini disebabkan kesamaan sumber perngairan dan letak lahan yang berada dalam satu hamparan menunjukan bahwa seluruh responden yang diamati memiliki faktor produksi berupa karakteristik lahan yang sama. 3 Data Produksi dan Produktivitas Padi Sawah Provinsi Jawa Barat. Diakses tanggal 24 Maret

15 Tabel 3. Luas Areal Pesawahan menurut Jenis Pengairan di Kecamatan Kandanghaur Tahun 2010 Irigasi Irigasi Tadah Setengah Sederhana Jumlah No Desa Teknis Hujan Teknis (hektar) (hektar) (hektar) (hektar) (hektar) 1 Curug 427,8 17, ,9 2 Pranti 293,7 6, Wirakanan 374,3 132, ,8 4 Karang Mulya Karanganyar ,2 360, ,4 6 Wirapanjunan 40,5 82,2 81,2 40, Perean Girang Bulak ,7 119, ,4 9 Ilir , ,1 10 Soge 386, ,1 11 Eretan Wetan 0 4,4 64,7 3,1 72,2 12 Eretan Kulon , ,4 13 Kertawinangun 472, ,5 Jumlah 3117,9 1612,8 1027,9 167,2 5925,7 Sumber : Koordinator Statistik Kecamatan Kandanghaur (2011) dalam BPS (2011) 6

16 Tabel 4. Luas Panen, Produksi, dan Produktivitas Padi Di Kecamatan Kandanghaur Tahun 2010 Luas Panen Produksi Produktivitas No Desa (hektar) (Ton) (Ton/hektar) 1 Curug ,5 5,50 2 Pranti ,8 5,30 3 Wirakanan ,4 5,40 4 Karang Mulya ,0 5,20 5 Karanganyar ,3 4,40 6 Wirapanjunan ,60 7 Perean Girang ,5 4,50 8 Bulak ,60 9 Ilir ,1 4,60 10 Soge ,0 5,30 11 Eretan Wetan ,4 4,30 12 Eretan Kulon ,0 5,00 13 Kertawinangun ,6 5,40 Total , ,5 Sumber : UPTD Pertanian dan Peternakan Kecamatan Kandanghaur (2011) - Data Versi UPTD Pertanian dan Peternakan Kecamatan Kandanghaur (dalam BPS 2011) 1.2. Rumusan Masalah Kabupaten Indramayu adalah kabupaten penghasil padi sawah dengan luas panen terbesar di Provinsi Jawa Barat. Tren yang saat ini terjadi di daerah Kabupaten Indramayu adalah pemilik lahan sawah kurang berminat untuk menjalankan usahatani padi sawah dikarenakan beberapa alasan, diantaranya: (1) Semakin tingginya biaya yang harus dikeluarkan dalam mengusahakan padi membuat pemilik lahan tidak tertarik untuk menggarap lahannya sendiri. (2) Degradasi lahan akibat over exploited mengakibatkan kesuburan lahan semakin berkurang. (3) Semakin tergantungnya usahatani padi dengan pemberian masukan (input) seperti pupuk dan pestisida yang mengakibatkan semakin besarnya biaya yang harus dikeluarkan. (4) Semakin tidak menentunya cuaca 7

17 meningkatkan risiko yang dihadapi, dan lain sebagainya sehingga pemilik lahan sulit mencapai economics of scale dari usahanya. Meskipun terdapat pemilik lahan yang enggan menggarap lahannya, namun terdapat pula petani yang mau menggarap lahan orang lain dengan sistem sewa, bagi hasil, dan lain sebagainya. Hal ini menunjukan masih adanya keinginan petani untuk mengembangkan usaha padi sawah di daerah tersebut. Terdapat hipotesis bahwa petani pemilik lahan enggan mengusahakan lahannya sendiri dikarenakan luasan lahan yang dimiliki tidak terlalu besar sehingga apabila pemilik lahan memutuskan untuk menggarap lahannya sendiri maka besarnya biaya yang harus dikeluarkan tidak sebanding dengan besarnya pendapatan yang diperoleh. Karena itu, bagi pemilik lahan akan lebih menguntungkan menyewakan lahannya kepada orang lain dan mendapatkan pendapatan tetap dari sewa lahan tersebut kemudian mengusahakan modalnya keusaha lain yang dapat memberikan penghasilan yang lebih tinggi. Sedangkan hipotesis mengenai penyebab masih adanya petani yang tertarik untuk menjadi petani penggarap adalah petani tersebut menggarap luasan yang mendekati atau mencapai economics of scale sehingga dapat meningkatkan efisiensi dan pendapatan yang diperoleh. Penelitian mengenai efisiensi teknis dilakukan untuk mengetahui sebaran efisiensi teknis relatif dari responden yang menjadi objek pengamatan. Pendekatan Data Envelopment Analysis digunakan dikarenakan pendekatan ini lebih sederhana dibandingkan pendekatan analisis lain seperti stochastic frontier approach. Pendekatan Data Envelopment Analysis dianggap dapat menggambarkan capaian efisiensi teknis relatif dari daerah pengamatan meskipun tidak menggunakan banyak asumsi dan pembatasan seperti pada pendekatan stochastic frontier approach. Selain itu, telah banyak penelitian yang menggunakan pendekatan Data Envelopment Analysis untuk menganalisis efisiensi teknis relatif pada komoditas pertanian. Faktor pendapatan yang diperoleh petani perlu dijadikan objek penelitian untuk mengetahui kemampuan usahatani yang dijalankan dalam menghasilkan keuntungan. Selain itu, terdapat analisis rasio R/C yang menganalisis hubungan 8

18 antara keduanya. Terdapat hipotesis bahwa responden yang mencapai efisiensi teknis belum tentu menjadi responden yang memiliki pendapatan perhektar yang tertinggi. Terdapat kemungkinan adanya keragaman varietas yang digunakan petani. Karena itu, selain menganalisis secara general seluruh varietas yang ada di desa pengamatan, diperlukan juga adanya analisis pada lingkup pengamatan yang lebih kecil, yaitu pengamatan pervarietas, baik pada analisis efisiensi maupun pendapatan perhektar. Berdasarkan permasalahan tersebut, rumusan masalah yang akan diteliti adalah: 1) Bagaimana tingkat efisiensi teknis petani padi sawah perbandingan seluruh varietas dan pervarietas di Desa Kertawinangun pada musim kering tahun 2011 dengan pendekatan Data Envelopment Analysis? 2) Apakah ada hubungan antara nilai efisiensi teknis perbandingan pervarietas dengan karakteristik responden di Desa Kertawinangun. 3) Bagaimana pendapatan petani padi sawah seluruh varietas dan pervarietas di Desa Kertawinangun pada musim kering tahun 2011? 4) Bagaimana hubungan antara efisiensi teknis dengan pendapatan perhektar petani padi sawah perbandingan seluruh varietas dan pervarietas di Desa Kertawinangun pada musim kering tahun 2011? 1.3. Tujuan Penelitian 1) Menganalisis efisiensi teknis petani padi sawah di Desa Kertawinangun berdasarkan perbandingan seluruh varietas dan pervarietas pada musim kering tahun 2011 menggunakan pendekatan Data Envelopment Analysis. 2) Menganalisis hubungan antara nilai efisiensi teknis pervarietas dengan karakteristik responden di Desa Kertawinangun. 3) Menganalisis pendapatan seluruh varietas dan pervarietas petani padi sawah di Desa Kertawinangun pada musim kering tahun ) Mengetahui hubungan antara efisiensi teknis perbandingan seluruh varietas dan pervarietas dengan pendapatan perhektar petani padi sawah di Desa Kertawinangun pada musim kering tahun

19 1.4. Kegunaan Penelitian Penelitian ini dapat menjadi bahan pertimbangan bagi para pengambil kebijakan dalam menentukan kebijakan pengembangan padi sawah sehingga produksi padi nasional dapat memenuhi kebutuhan dalam negeri tanpa menekan produsen. Selain itu, diharapkan dengan adanya penelitian ini dapat mengubah cara pandang petani mengenai pentingnya efisiensi dalam menentukan keuntungan suatu usahatani. Penelitian ini juga dapat memberikan gambaran kepada petani mengenai hubungan antara efisiensi teknis yang dicapai dengan pendapatan perhektar yang diperoleh Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini dilakukan pada ruang lingkup Desa Kertawinangun, Kabupaten Indramayu dengan komoditi padi sawah. Analisis pendapatan yang dilakukan hanya pendapatan yang bersumber dari usahatani padi sawah dan dalam ruang lingkup satu musim tanam. Penelitian dibatasi pada petani yang memiliki daerah usahatani berada dalam satu hamparan sehingga faktor produksi lahan, cuaca, dan faktor produksi lain yang digunakan dapat diasumsikan sama. Nilai efisiensi yang dihasilkan dari penelitian ini hanya berlaku pada usahatani yang termasuk ke dalam responden dan dengan menggunakan data musim kering tahun Tidak menutup kemungkinan ada petani lain diluar responden yang dapat menjalankan usahatani dengan lebih efisien dari petani yang dijustifikasi sebagai petani paling efisien dalam penelitian ini. 10

20 II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Pustaka Mengenai Usahatani Usahatani adalah suatu bentuk kombinasi penggunaan masukan (input) (modal, tenaga kerja, lahan) yang sengaja diusahakan oleh seseorang maupun suatu badan untuk menghasilkan suatu produk pertanian dalam arti luas. Usahatani dapat diartikan sebagai bagian dari suatu sistem agribisnis yang bergerak dibidang budidaya pertanian. Metode yang sering digunakan untuk menganalisis usahatani adalah analisis rasio R/C atau rasio antara penerimaan dan biaya. Nilai R/C rasio digunakan dalam analisis usahatani dengan menggambarkan tingkat efisiensi suatu usahatani berdasarkan rasio antara variabel biaya yang dikeluarkan dan pendapatan yang diterima. Kelebihan dari analisis ini adalah memiliki model yang sederhana sehingga memudahkan penulis untuk menggunakannya. Kekurangan dari analisis ini adalah masih terdapat banyak faktor yang mempengaruhi tingkat efisiensi dari usahatani tersebut namun tidak termasuk ke dalam variabel yang dipertimbangkan. Contoh factor yang tidak dipertimbangkan adalah kesamaan karakteristik lahan, penggunaan factor produksi, dan lain sebagainya. Selain itu, apabila usahatani dikategorikan tidak efisien, model tersebut tidak dapat mendeskripsikan variabel apa saja yang menyebabkan usahatani tersebut tidak efisien sehingga tidak dapat memberikan referensi kepada pihak yang terkait untuk membuat perbaikan agar efisiensinya meningkat. Kelebihan dari analisis efisiensi dengan pendekatan Data Envelopment Analysis adalah dapat memberikan referensi kuantitas penggunaan factor produksi yang seharusnya digunakan. Akan tetapi, kelemahan dari Data Envelopment Analysis adalah sangat rentan terhadap data pencilan yang dimasukkan ke dalam model. Metode R/C hanya dapat menunjukan rasio yang petani terima berdasarkan biaya yang dikeluarkan, akan tetapi tidak dapat menggambarkan apakah petani dengan R/C tersebut adalah petani yang paling efisien dan pemilihan variabel masukan (input) yang digunakan telah tepat. Selain itu, rasio R/C menggunakan sistem yang kurang adil. Misalkan ada dua usahatani yang 11

21 dibandingkan. Usahatani pertama memiliki luas lahan seluas 0,2 hektar. Sedangkan usahatani kedua memiliki luas lahan lima hektar. Terdapat kemungkinan usahatani dengan luasan lahan lebih besar memiliki rasio R/C yang rendah, dikarenakan penggunaan factor produksi dalat lebih rendah Karena mencapai skala ekonomis Tinjauan Pustaka Mengenai Efisiensi Efisiensi adalah salah kemampuan suatu usaha untuk menghasilkan suatu keluaran (output) tertentu dengan menggunakan sejumlah masukan (input) tertentu secara optimal. Efisiensi dari suatu usaha memiliki kaitan yang erat antara masukan (input) yang digunakan dengan keluaran (output) yang dihasilkan. Variabel keluaran (output) pada usahatani yang sering digunakan adalah pendapatan dan hasil produksi. Variabel pendapatan diperoleh dari hasil perkalian antara produksi dengan harga jual produk. Variabel masukan (input) yang digunakan adalah faktor produksi seperti pupuk, benih, tenaga kerja, lahan, irigasi, menajemen, dan lain sebagainya Tinjauan Pustaka Mengenai DEA Pendekatan Data Envelopment Analysis (DEA) adalah salah satu metode frontier nonparametric untuk mengukur efisiensi kinerja dengan menggunakan banyak masukan (input) dan keluaran (output) pada usaha yang memiliki masukan (input) dan keluaran (output) yang sama dengan pembobotan pada variabel yang digunakan. DEA mengukur efisiensi relatif dari setiap responden yang selanjutnya disebut dengan decision making unit relatif dari sebuah usaha ketika usaha berada disekitar kurva hasil pengolahan efisiensi frontiernya. DMU yang berada pada kurva frontier dikatakan sebagai DMU yang mencapai efisiensi relatif jika dibandingkan dengan DMU lain dalam model tersebut. Kelebihan dari DEA dibandingkan dengan alat analisis linear programming ataupun alat analisis efisiensi parsial adalah DEA dapat menunjukan tingkat efisiensi relatif setiap DMU terhadap DMU lain yang lebih efisien dan dapat mengindikasikan DMU yang tidak efisien (Sudaryanto 2006; Abidin dan Endri 2009). 12

22 Metode Data Envelopment Analysis dapat digunakan untuk mengetahui efisiensi dari suatu perusahaan. Metode ini dapat juga dapat diterapkan pada usaha lain yang memiliki karakteristik masukan (input) dan keluaran (output) yang sejenis dari banyak usaha yang diamati. Metode ini merupakan metode analisis noparametrik yang menghasilkan production frontier. Kelebihan dari penggunaan Data Envelopment Analysis adalah tidak membutuhkan banyak asumsi dalam bentuk fungsional untuk menspesifikasi hubungan antara masukan (input) dan keluaran (output) sehingga membutuhkan lebih sedikit variabel dibandingkan dengan frontier approach, tidak membutuhkan asumsi distribusi untuk menentukan inefisiensi ( Krascachat 2004). Kelemahan dari DEA adalah tidak mengukur kesalahan dari model (Fraser dan Hone 2001). Pendekatan Data Envelopment Analysis dapat menggunakan data primer maupun data sekunder. Data primer dapat menjadi sumber data seperti penelitian Dhungana et al.(2004) dan Krascachat (2004). Data sekunder dapat digunakan sebagai sumber data seperti pada penelitian, Lee (2005), Putri dan Lukviarman (2008), Abidin dan Endri (2009). Analisis efisiensi usahatani menggunakan data primer yang dikumpulkan dengan maksud untuk digunakan dalam penelitian. Data primer lebih baik digunakan karena skala pengamatan yang terbatas sehingga diharapkan dengan penggunaan data primer dapat menghasilkan simpulan yang relevan dengan fakta dilapangan. Variabel yang digunakan dalam menggunakan Data Envelopment Analysis adalah variabel yang dianggap penulis memiliki peran penting dalam mementukan efisiensi dari usaha yang diteliti. DEA adalah model yang hanya memperhatikan variabel yang dimasukkan ke dalam model sehingga ketepatan penulis dalam menentukan variabel yang digunakan menjadi sangat mempengaruhi simpulan yang dihasilkan. Diperlukan keahlian dan ketepatan penggunaan variabel-varabel baik masukan (input) maupun keluaran (output) agar hasil yang didapatkan dapat dipertanggungjawabkan. Penelitian efisiensi teknis menggunakan Data Envelopment Analysis pada usahatani padi di Thailand menggunakan beberapa variabel sebagai masukan 13

23 (input) dalam model, yaitu jumlah pupuk, total penggunaan tenaga kerja, luas tanam, kapital yang digunakan, dan total biaya masukan (input) lain selain yang dijadikan variabel masukan (input) pada model, sedangkan keluaran (output) yang digunakan adalah total produksi padi (Krascachat 2004). Sedangkan penelitian efisiensi teknis padi di Nepal (Dhungana et al. 2004) menggunakan pembagian sesi berdasarkan kelompok sosiekonomi, pencatatan masukan (input) dan keluaran (output), serta sesi mengenai risiko yang dihadapi. Variabel yang digunakan adalah usia pemilik lahan, jenis kelamin, persentase tenaga kerja dalam keluarga, risiko yang dihadapi, hasil panen, lahan, bibit, tenaga kerja mesin, pupuk, pengeluaran lain, biaya sewa lahan, harga bibit, upah perpekerja, biaya sewa tenaga kerja mesin, pupuk, dan masukan (input) lain. Penelitian efisiensi perusahaan kertas di beberapa negara di dunia menggunakan total penjualan sebagai variebel keluaran (output) dan total pengeluaran operasi serta pengeluaran bunga sebagai variabel masukan (input) (Lee 2005). Metode penarikan simpulan dalam DEA adalah DEA menarik kurva envelop dari DMU yang memiliki efisiensi relatif paling tinggi dalam model. Kemudian posisi efisiensi dari setiap DMU dimasukan ke dalam kurva sehingga terlihat efisiensi relatif dari setiap DMU terhadap DMU yang dijadikan dasar pengambilan keputusan efisiensi relatif. Dengan adanya penempatan posisi setiap DMU dalam kurva envelop, dapat disimpulkan DMU yang berada pada posisi garis kurva envelop adalah DMU yang telah efisien menurut model tersebut, sedangkan DMU yang berada dibawah kurva envelop adalah DMU yang masih belum mencapai efisiensi relatif dalam model Penelitian Terdahulu Terdapat berbagai macam metode yang dapat digunakan untuk menganalisis efisiensi dari suatu model, termasuk untuk efisiensi usahatani. Penelitian Sugiarti (2003) menggunakan R/C rasio dalam menganalisis efisiensi dari usahatani. Usahatani yang memiliki nilai rasio lebih dari satu dikatakan sebagai usahatani yang telah efisien. Sedangkan Dumaria (2003) melakukan penelitan yang bertujuan mengetahui faktor yang mempengaruhi produksi nenas. 14

24 Penelitian ini menggunakan perbandingan nilai produk marginal (NPM) dengan biaya korbanan marginal (BKM) untuk menganalisis tingkat efisiensi dari masingmasing faktor produksi. Faktor produksi yang diduga mempengaruhi usahatani nenas adalah faktor sosiokultiral seperi usia petani dan pengalaman, biaya tetap seperti lahan, dan biaya variabel seperti pupuk, bibit, dan sebagainya. Nilai dari faktor-faktor yang dianggap mempengaruhi usahatani kemudian dianalisis menggunakan fungsi produksi Cobb Douglas dan OLS (ordinary least square) untuk menduga koefisien dari fungsi produksi. Hasil persamaan regresi kemudian dianalisis untuk mendapatkan t-hitung, F hitung, dan nilai R 2. Metode lain yang digunakan untuk menganalisis efisiensi pada usahatani adalah metode B/C rasio (Yuningsih 1999). Penelitian ini menggunakan pengelompokan pada petani berdasarkan luas lahan yang diusahakan kemudian membandingkan tingkat efisiensi usahatani dari kelompok petani dengan pengusahaan skala besar dan skala kecil. Pendekatan DEA dapat digunakan untuk menganalisis kinerja efisiensi teknis pada perbankan (Putri dan Lukviarman 2008; Abidin dan Endri 2009). Pendekatan DEA digunakan sebagai alat benchmarking atau kinerja dari beberapa unit yang akan dianalisis (decision making unit) yang telah memiliki standardisasi variabel masukan (input) dan keluaran (output) sehingga setap unit dapat dibandingkan kinerjanya. Meskipun sektor pertanian memiliki variabel masukan (input) dan keluaran (output) yang relatif sulit untuk distandardisasi namun telah terdapat beberapa penelitian yang menggunakan pendekatan DEA untuk mengukur kinerja efisiensi dari unit yang akan dianalisis (decision making unit) pada sektor pertanian. Beberapa penelitian yang menggunakan DEA pada sektor pertanian adalah Fraser dan Hone (2001), Dhungana et al. (2004), Sarker dan De (2004), Lee (2005), dan Brazdik (2006), Aman dan Haji (2011). Penelitian efisiensi padi di Nepal oleh Dhungana et al. (2004) dilakukan pada daerah yang memiliki topologi, kesamaan karakteristik tanah, irigasi, dan lingkungan yang sama, diusahakan oleh pemiliknya, menghadapi pasar masukan (input) dan keluaran (output) yang sama, sehingga dapat dibangingkan tingkat efisiensi yang dihasilkan. 15

25 Penelitian efisiensi teknis yang menggunakan Data Envelopment Analysis dapat menggunakan Tobit regression untuk mengetahui variabel yang mempengaruhi inefisiensi suatu DMU seperti pada penelitian Dhungana et al. (2004), Krascachat (2004, 2007), Brazdik (2006), Javed (2008), dan Aman (2011). Sedangkan Fernandez (2001) menggunakan Bootstrap regression method untuk menentukan faktor yang mempengaruhi efisiensi produksi. 16

26 III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis adalah suatu alur berpikir yang digunakan oleh penulis berdasarkan teori maupun konsep yang telah ada sebagai acuan dalam menjalankan penelitian. Penelitian ini menggunakan konsep usahatani, teori produksi, dan teori efisiensi produksi Konsep Efisiensi Usahatani Efisiensi dapat diartikan bagaimana suatu usaha mengalokasikan sumber daya yang dimiliki untuk menghasilkan keluaran (output) yang optimal. Efisiensi juga dapat diartikan sebagai kemampuan suatu usaha mengalokasikan masukan (input) yang lebih sedikit dibandingkan usaha lain untuk menghasikan keluaran (output) yang sama atau mengalokasikan masukan (input) yang sama untuk menghasilkan keluaran (output) yang lebih tinggi. Konsep efisiensi pada suatu usahatani dapat dilihat dari beberapa sudut pandang. Suatu usahatani dapat dikatakan efisien apabila telah efisien secara teknis, secara alokatif, ataupun secara ekonomis. Suatu usahatani dikatakan efisien secara teknis apabila kombinasi masukan (input) yang digunakan dan keluaran (output) yang dihasilkan berada disepanjang kurva produksi. Sedangkan dikatakan efisien secara alokatif apabila petani dapat memperoleh keuntungan dari usahataninya. Sedangkan suatu usahatani dikatakan efisien secara ekonomis apabila kombinasi masukan (input) yang digunakan dan keluaran (output) yang dihasilkan dapat mencapai efisiensi teknis dan alokatif. Pengetahuan mengenai efisiensi dari usahatani yang dilakukan perlu diketahui oleh petani agar petani dapat berusaha untuk mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya denan menggunakan masukan (input) yang paling optimal. Masalah yang terjadi dalam pengukuran efisiensi usahatani adalah kurangnya catatan yang dibuat oleh petani sehingga petani sendiri sulit untuk menilai efisiensi yang telah dicapai. Selama ini petani hanya mengandalkan ingatan mengenai laporan arus dana yang telah dilakukan (Soekartawi 1995). 17

27 Konsep Data Envelopment Analysis Cooper (2002) menyatakan pendekatan Data Envelopment Analysis (DEA) adalah suatu pendekatan evaluasi kinerja dari suatu kegiatan yang menggunakan satu atau lebih masukan (input) untuk menghasilkan satu atau lebih keluaran (output). Kegiatan yang diamati dalam DEA sering disebut dengan decision making unit (DMU). Pendekatan DEA menggunakan pembobotan yang bersifat fixed pada seluruh masukan (input) dan keluaran (output) dari setiap DMU yang dievaluasi. Pendekatan DEA memiliki model matematika dengan virtual masukan (input) dan keluaran (output), dan v i sebagai bobot masukan (input), dan u r sebagai bobot keluaran (output), Virtual masukan (input) = v 1 x 1o+ +v m x mo (3.1) Virtual keluaran (output)= u 1 y 1o + +u s y so (3.2) Pembobotan dilakukan dengan menggunakan linear programming untuk memaksimumkan rasio dari, (3.3) Terdapat kemungkinan pembobotan optimal pada setiap DMU berbeda sehingga pembobotan pada DEA merupakan turunan dari data yang dimiliki ataupun dianggap sama. Misalkan diasumsikan terdapat m masukan (input) dan s keluaran (output) pada DMU X, maka matriks X (m x n) adalah: (3.4) Konsep CCR Model CCR model adalah salah satu pengembangan dari Data Envelopment Analysis. CCR model diambil dari nama penemunya. CCR model menggunakan prinsip constan return to scale dari variabel masukan (input) yang digunakan untuk menghasilkan keluaran (output) yang dikeluarkan. CCR model mengukur 18

28 efisiensi dari setiap DMU pada suatu waktu tertentu dengan n optimalisasi. Misalkan DMUj dibandingkan dengan DMUo ( o = 1, 2,, n), maka fractional programming dengan pembobotan masukan (input) v i (i = 1,, m), dan pembobotan keluaran (output) u r (r = 1,, s) adalah, (FPo) max (3.5) Subject to ) (3.6) v 1, v 2,, vm 0 (3.7) Pembatasan kurang dari satu menunjukan rasio antara virtual keluaran (output) dan virtual masukan (input) harus lebih kecil atau kurang dari satu untuk setiap DMU. Pembatasan ini akan menyebabkan nilai objektif maksimal * =1. Sedangkan bentuk linear programming (LPo) dari CCR model adalah: (LPo) max = 1y 1o + + s y so (3.8) subject to v 1 x 1o + + v m x mo (3.9) 1y 1j + + s y sj v 1 x 1j + + v m x mj (3.8) (j = 1,, n) V 1, V 2,., V m 0 (3.9) 1, 2,, s 0 (3.10) Konsep Biaya Usahatani Biaya dalam usahatani dapat diklasifikasikan menjadi biaya tetap dan biaya tidak tetap. Biaya tetap dapat didefinisikan sebagai biaya yang jumlahnya relatif tetap tanpa tergantung pada jumlah keluaran (output) yang dihasilkan. Sedangkan biaya variabel dapat diartikan sebagai biaya yang besarnya bervariasi sesuai dengan jumlah keluaran (output) yang dihasilkan. Konsep biaya dalam analisis usahatani perlu dilakukan beberapa penyesuaian terutama apabila dilakukan analisis parsial pada usahatani yang lebih dari satu macam komoditi yang diusahakan. Misalkan pada tanaman tumpang sari 19

29 jagung dengan kedelai. Pengaplikasian sejumlah pupuk tidak dapat dipastikan digunakan sebagi masukan (input) bagi produksi tanaman padi atau kedelai, sehingga dalam kasus seperti ini jumlah fisik menjadi tidak penting sehingga lebih baik menggunakan besaran nominal yang dikeluarkan untuk tanaman tersebut. Konsep biaya dalam analisis usahatani juga dapat menggunakan analisis finansial dan analisis ekonomi. Analisis finansial adalah analisis yang menggunakan harga yang sebenarnya dikeluarkan oleh petani, sedangkan analisis ekonomi adalah analisis yang digunakan dengan menggunakan harga bayangan atau shadow price (Soekartawi 1995). Terdapat juga konsep biaya berdasarkan jenis pengeluaran yang dilakukan, yaitu konsep biaya tunai. Biaya tunai adalah biaya yang secara tunai dikeluarkan oleh usahatani untuk membeli faktor produksi baik barang maupun jasa yang digunakan dalam usahataninya. Hal yang perlu diingat adalah pada biaya tunai, besarnya biaya yang dikeluarkan untuk membayar pinjaman maupun bunga tidak termasuk (Soekartawi 1995) Konsep Pendapatan Usahatani Pendapatan dalam mengukur suatu usahatani dapat dilakukan dengan menggunakan arus uang tunai. Akan tetapi arus uang tunai tidak dapat mencerminkan keadaan yang sebenarnya karena terutama pada petani yang subsisten maupun semisubsisten masih banyak pendapatan yang tidak berupa uang tunai (Soekartawi et al. 1986). Fick (1975) dalam Soekartawi et al. (1986) menyatakan penilaian produk usahatani yang subsisten menggunakan nilai pasar sulit digunakan apabila produk tersebut tidak diperdagangkan dipasar setempat sehingga penulis dapat menggunakan harga pasar ditempat lain ataupun harga barang substitusi berdasarkan kadar gizi yang setara. Harga pasar yang umumnya digunakan adalah harga jual bersih ditingkat petani karena dianggap lebih dapat menggambarkan besaran yang diperoleh oleh petani. Pengukuran pendapatan usahatani dalam penelitian ini menggunakan konsep pendapatan tunai usahatani. Hal ini disebabkan saat ini sebagian besar petani di daerah pengamatan menganggap bertani adalah sumber pendapatan dan menjadi sebuah bisnis. Analisis pendapatan perhektar usahatani, pendapatan yang 20

30 digunakan adalah pendapatan kotor usahatani. Pendapatan kotor mencakup semua produk yang dijual ke pasar, digunakan sebagai konsumsi rumah tangga petani, digunakan usahatani untuk pakan ternak maupun sebagai bibit pada masa tanam selanjutnya, digunakan sebagai alat pembayaran, maupun sebagai inventori yang disimpan di gudang. (Soekartawi et al. 1986). Konsep lain yang dapat dijadikan alat ukur pendapatan petani adalah pendapatan tunai petani (farm net cash receipt). Pengukuran ini dilakukan dengan nilai bersih dari pengurangan antara penerimaan tunai dengan pengeluaran tunai. Sama halnya seperti pada biaya tunai, pada penerimaan tunai, penerimaan yang berasal dari pinjaman tidak termasuk kedalam penerimaan tunai (Soekartawi et al. 1986) Kerangka Pemikiran Operasional Peningkatan jumlah penduduk Indonesia mengakibatkan kebutuhan akan pangan semakin meningkat. Indonesia adalah salah satu negara dengan jumlah penduduk terbesar di dunia. Hal ini mengindikasikan bahwa Indonesia memiliki permintaan pangan yang besar. Beras adalah makanan pokok yang sangat penting bagi sebagian besar penduduk indonesia sehingga diperlukan peningkatan produksi untuk mengimbangi peningkatan jumlah penduduk. Peningkatan produksi dapat dilakukan dengan meningkatkan areal tanam ataupun meningkatkan produktivitas. Keterbatasan lahan mengakibatkan pilihan peningkatan produktivitas menjadi lebih mungkin diusahakan. Salah satu cara meningkatkan produktivitas adalah dengan meningkatkan efisiensi. Kabupaten Indramayu adalah salah satu sentra penghasil beras Provinsi Jawa Barat yang memiliki luas areal tanam yang luas namun produktivitas yang dihasilkan masih dibawah rataan produktivitas nasional. Hal ini menjadi latar belakang dilakukannya analisis efisiensi dari petani padi sawah di daerah sentra beras Kabupaten Indramayu, yaitu Desa Kertawinangun. Faktor produksi yang digunakan dalam usahatani padi sawah di daerah tersebut adalah lahan, tenaga kerja, modal, dan manajemen. Lahan yang digunakan dapat berupa lahan sewa dan lahan milik sendiri. Tenaga kerja yang digunakan adalah tenaga kerja mesin 21

31 pada saat pengolahan tanah berupa traktor dan pekerjaan usahatani lain dikerjakan oleh tenaga kerja manusia. Modal yang digunakan berupa benih, pupuk, insektisida, pestisida, saprodi, gudang, dan lain sebagainya. Sedangkan faktor produksi manajemen adalah faktor produksi yang lebih bersifat kualitatif. Berdasarkan faktor produksi yang dapat dikuantitatifkan dan keluaran (output) yang dihasilkan dari usahatani, penelitian ini menganalisis nilai efisiensi relatif dari setiap usahatani yang dijadikan decision making unit dengan menggunakan pendekatan Data Envelopment Analysis (DEA). Dengan menggunakan DEA berdasarkan efisiensi relatif dari model DMU yang ada, maka dapat diketahui nilai efisiensi teknis dari setiap usahatani. Pendapatan adalah salah satu faktor yang penting untuk diketahui. Seseorang dapat menjadi tertarik untuk mengusahakan suatu usaha apabila usaha tersebut mampu memberikan hasil yang positif. Karena itu, diperlukan suatu analisis pendapatan untuk mengetahui besarnya pendapatan rata-rata yang diperoleh dari usahatani padi sawah di Desa Kertawinangun. Analisis pendapatan yang dilakukan pada penelitian ini dilakukan dengan beberapa pendekatan. Pendekatan yang digunakan dalam analisis pendapatan pada penelitian ini adalah analisis pendapatan tunai rata-rata di Desa Kertawinangun, rasio R/C total, dan analisis pendapatan perhektar bersih. Analisis pendapatan tunai perhektar untuk rata-rata seluruh decision making unit di Desa Kertawinangun yang selanjutnya disebut dengan pendapatan tunai perhektar Desa Kertawinangun menjadi indikator pertama pada analisis pendapatan. Analisis ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui besarnya kemampuan usahatani untuk menghasilkan uang tunai. Faktor yang menjadi pertimbangan digunakannya pendekatan ini adalah analisis uang tunai meskipun tidak menggunakan biaya diperhitungkan, namun menurut penulis cukup untuk menggambarkan pendapatan petani di daerah pengamatan. Selain itu, pada umumnya petani menganggap pendapatan yang mereka peroleh sebesar pendapatan tunai yang mereka peroleh. Hampir sebagian besar petani decision making unit tidak menganggap pendapatan mereka sebesar pendapatan yang telah dikurangi dengan biaya diperhitungkan. Karena itu, digunakan analisis 22

32 pendapatan tunai untuk mengetahui pendapatan perhektar rata-rata decision making unit di Desa Kertawinangun. Analisis pendapatan tunai perhektar dilakukan pada pengamatan seluruh varietas dan pada masing-masing varietas. Analisis pendapatan tunai perhektar dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui besaran pendapatan tunai perhektar yang diusahakan di desa pengamatan, tanpa memperhitungkan varietas. Hal ini dapat berguna bagi pembaca yang ingin mengetahui secara umum besaran pendapatan tunai perhektar decision making unit di Desa Kertawinangun. Selain itu, dapat menjadi referensi bagi investor yang ingin mengusahakan padi sawah di daerah tersebut. Analisis pendapatan tunai rata-rata pervarietas dilakukan dengan menghitung pendapatan tunai rata-rata perhektar pada decision making unit dengan varietas Ciherang, Denok, dan Mekongga. Meskipun sebenarnya terdapat varietas SMC dan Kintani 1 yang diusahakan di Desa Kertawinangun, namun kedua varietas tersebut hanya digunakan oleh satu decision making unit sehingga tidak dapat dihitun rataannya. Analisis pendapatan tunai perhektar untuk setiap varietas dilakukan dengan tujuan memberikan gambaran lebih rinci mengenai pendapatan yang diperoleh usahatani di daerah pengamatan. Analisis ini juga dilakukan untuk mengetahui apakah ada varietas yang lebih menonjol dibandingkan dengan varietas lain, baik dari segi penerimaan, biaya, maupun pendapatan tunai yang dihasilkan. Analisis pendapatan kedua yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis rasio R/C. Rasio R/C adalah salah satu analisis yang sering digunakan sebagai indikator capaian efisiensi dari suatu usaha. Hal yang membedakan indikator efsiensi pada data envelopment analysis dan rasio R/C adalah data envelopment analysis menekankan pada kombinasi masukan (input) yang digunakan dan keluaran (output) yang dihasilkan, sedangkan pada rasio R/C, harga dari masukan (input) dan keluaran (output) juga mempengaruhi hasilnya. Penelitian ini menggunakan rasio R/C total. Artinya, rasio R/C yang ada pada penelitian ini menunjukan besarnya rasio antara pendapatan total dengan biaya total. Nilai dari rasio R/C yang diperoleh masing-masing decision making unit 23

33 pada penelitian ini kemudian akan dibandingkan dengan nilai efisiensi teknis yang dicapai. Hal ini dilakukan untuk mengetahui apakah dengan menggunakan dua alat ukur efisiensi, maka terdapat hubungan yang berbanding lurus. Selain itu, dapat terlihat apakah decision making unit yang mampu mencapai efisiensi teknis berdasarkan data envelopment analysis juga merupakan decision making unit yang mencapai rasio R/C yang besar. Analisis pendapatan ketiga yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis pendapatan bersih perhektar. Analisis ini dilakukan pada setiap decision making unit. Hasil dari analisis ini kemudian dibandingkan dengan nilai efisiensi teknis yang diperoleh, sehingga dapat terlihat hubungan antara nilai efisiensi dengan pendapatan perhektar yang diperoleh decision making unit. Alasan penulis menggunakan analisis pendapatan bersih perhektar (tidak seperti analisis pendapatan perhektar rata-rata yang menggunakan analisis pendapatan tunai) adalah karena tujuan dari analisis ini mengetahui hubungan antara efisiensi dan pendapatan. Apabila penulis menggunakan analisis pendapatan tunai, terdapat kemungkinan decision making unit yang mengusahakan usahataninya menggunakan lahan pribadi akan mencapai pendapatan perhektar yang lebih tinggi mengingat biaya sewa lahan menjadi biaya tunai terbesar yang dikeluarkan decision making unit di daerah pengamatan. Karena itu, agar hasil perbandingan yang dilakukan lebih objektif, penulis menggunakan pendapatan bersih pehektar pada analisis ini. Berdasarkan uraian diatas, alur kerangka pemikiran konseptual dari penelitian ini dapat dilihat pada gambar 1. 24

34 Peningkatan jumlah penduduk Peningkatan kebutuhan pangan pokok Peningkatan permintaan padi Perbedaan Karakteristik Varietas Diperlukan peningkatan produksi padi Efisiensi Pendekatan data envelopment analysis di Desa Kertawinangun Seluruh Varietas Ciherang Denok Mekongga Analisis Pendapatan dan Rasio R/C Usahatani efisien Saran perbaikan efisiensi usahatani Usahatani tidak efisien Gambar 1. Kerangka Pemikiran Operasional Analisis Efisiensi Teknis dan Pendapatan Padi Sawah di Desa Kertawinangun Tahun

35 IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Desa Kertawinangun, Kecamatan Kandanghaur, Kabupaten Indramayu, Provinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja dengan pertimbangan bahwa Kecamatan Kandanghaur adalah salah satu sentra produksi padi di Jawa Barat, dan Provinsi Jawa Barat sebagai sentra beras nasional. Penelitian dilakukan sejak bulan Januari 2012 hingga Juni Penelitian menggunakan data panen musim kedua tahun sebelumnya (tahun 2011) dengan pertimbangan panen yang akan datang memiliki risiko produksi yang sangat tinggi sehingga dikhawatirkan akan terjadi penurunan produksi Data dan Instrumentasi Jenis dan sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan sekunder. Data primer adalah data yang dikumpulkan dalam rangka menjawab pertanyaan penelitian penulis. Data primer diperoleh dengan cara melakukan wawancara kepada petani decision making unit dengan menggunakan daftar pertanyaan yang telah disiapkan sebelumnya. Pertanyaan yang diajukan mencakup identitas petani, faktor produksi yang digunakan, dan biaya serta pendapatan yang diperoleh petani dari usahatani padi sawahnya baik yang dijual maupun yang tidak. Data primer digunakan sebagai masukan yang kemudian digunakan untuk dianalisis menggunakan alat analisis yang ditentukan. Data sekunder adalah data yang dikumpulkan bukan untuk menjawab penelitian penulis. Data sekunder diperoleh dari dinas ataupun kementerian terkait yang digunakan sebagai salah satu sumber penentuan lokasi penelitian. Data sekunder yang digunakan dalam penelitian ini adalah data luas tanam, produksi, dan produktivitas padi nasional dari Kementerian Pertanian, data luas tanam, produksi, dan produktivitas padi Provinsi Jawa Barat dari Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Provinsi Jawa Barat, dan data Kecamatan Kandanghaur dalam angka dari BPS Kabupaten Indramayu. Data sekunder dalam penelitian ini digunakan dalam menentukan lokasi penelitian. 26

36 4.3. Definisi Operasional Tabel 5. Definisi Variabel dan Unit Pengukuran Variabel Unit Definisi Usia Tahun Usia dari petani j yang menjalankan usahatani Usia Tahun Usia usahatani padi sawah j yang dijalankan Usahatani Lama Tahun Lama petani j mengikuti pendidikan formal pendidikan formal Lahan m 2 Luasan lahan yang diusahakan untuk usahatani padi sawah j Benih kg/m 2 Jumlah benih yang digunakan oleh usahatani j Harga benih Rupiah/kg Biaya yang dikeluarkan usahatani padi sawah j untuk membeli benih Tenaga kerja dalam keluarga Tenaga kerja luar keluarga Tenaga kerja mesin Upah tenaga kerja dalam keluarga Upah tenaga kerja luar keluarga Upah tenaga kerja mesin Sewa lahan Biaya pengadaan irigasi Biaya pengadaan saprodi Jam Kerja Jam Kerja Jam Kerja Rupiah/HOK Rupiah/HOK Rupiah Rupiah/musim tanam Rupiah/musim tanam Rupiah Jumlah jam kerja tenaga kerja dalam keluarga yang digunakan dalam usahatani padi sawah j Jumlah jam kerja tenaga kerja luar keluarga yang digunakan dalam usahatani padi sawah j Jumlah jam kerja tenaga kerja mesin yang digunakan dalam usahatani padi sawah j Biaya yang dikeluarkan untuk membayar tenaga kerja dalam keluarga yang digunakan usahatani padi sawah j Biaya yang dikeluarkan untuk membayar tenaga kerja manusia luar keluarga yang digunakan usahatani padi sawah j Biaya yang dikeluarkan untuk membayar tenaga kerja mesin yang digunakan usahatani padi sawah j Biaya sewa lahan yang dikeluarkan oleh usahatani padi sawah j untuk menyewa sawah Biaya pengadaan irigasi yang dikeluarkan usahatani padi sawah j untuk pengadaan irigasi Total biaya yang dikeluarkan usahatani padi sawah j untuk inventarisasi saprodi padi sawah Hasil panen kg GKG Jumlah hasil panen usahatani padi sawah ke i Pendapatan Rupiah Hasil perkalian antara seluruh hasil panen padi Hasil Panen dengan harga gabah yang diterima oleh petani 27

37 Variabel adalah konsep yang memiliki variasi nilai (Soekartawi et al. 1984). Variabel dan unit pengukuran yang digunakan pada data primer dalam penelitian ini terdapat pada tabel 5. Variabel yang didefinisikan dalam bagian ini adalah variabel yang digunakan pada kuisioner penulis Metode Pengambilan Decision making unit Metode pengambilan decision making unit dilakukan secara purposive. Penelitian sengaja mengambil decision making unit petani yang mengusahakan lahan yang berada di suatu hamparan tertentu di Desa Kertawinangun, Kabupaten Indramayu. Hal ini dilakukan untuk keseragaman variabel masukan (input) seperti karakteristik lahan, topologi, sistem pengairan, dan cuaca. Keseragaman hamparan menjadi sangat penting karena penelitian ini adalah penelitian mengenai efisiensi. Peneltian mengenai efisiensi menuntut standardisasi variabel-variabel yang digunakan, terutama variabel yang memiliki pengaruh terhadap produksi Metode Pengolahan dan Analisis Data Data primer yang digunakan dianalisis secara kuantitatif dengan menggunakan Data Envelopment Analysis untuk mengukur efisiensi teknis relatif dari berbagai usahatani yang dijadikan sebagai decision making unit. Data yang terkumpul dari setiap decision making unit akan diolah menggunakan software DEAP 2.1. keluaran (output) dari software tersebut akan menunjukan tingkat efisiensi relatif dari setiap decision making unit terhadap responen lain dalam usahatani yang diteliti. Penulis menggunakan Microsoft Excel 2007 untuk mengolah data pada analisis pendapatan, baik pada rasio R/C, biaya, penerimaan, maupun pendapatan perhektar. Penulis juga menggunakan SPSS 16 untuk menganalisis hubungan antara karakteristik responden dengan nilai efisiensi teknis menggunakan pengujian Rank Spearman. 28

38 Analisis Efisiensi Teknis Pendekatan efisiensi teknis yang digunakan adalah Data Envelopment Analysis. Pendekatan ini digunakan karena sederhana dan tidak membutuhkan banyak variabel. Asumsi constant return to scale dan input oriented digunakan karena pengamatan ini hanya dilakukan pada satu periode waktu, sehingga kemungkinan adanya perubahan-perubahan faktor produksi sebagai akibat dari perkembangan waktu dapat diabaikan. Waktu satu musim tanam padi sawah tergolong singkat (sekitar 100 hari) memperbesar kemungkinan tidak ada perbedaan teknologi yang mempengaruhi usahatani selama musim tanam. Penelitian ini menggunakan input oriented karena variabel masukan (input) adalah vatiabel yang lebih mudah dikontrol oleh decision making unit (Javed 2008). Analisis multistage digunakan untuk meminimalisasi adanya kesalahan sebagai akibat dari tidak dihitungnya kesalahan pada hasil perhitungan. Hal ini sesuai dengan yang direkomendasikan dalam Cooper et al. (2002) untuk tidak menggunakan analisis satu stage Analisis Hubungan Nilai Efisiensi Teknis dengan Karakteristik Decision making unit Hubungan analisis antara nilai efisiensi teknis yang dicapai decision making unit pada perbandingan varietas dengan karakteristik decision making unit dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui hubungan, signifikansi, dan tren yang ada pada kedua varaibel yang dibandingkan. Variabel karakteristik decision making unit yang dibahas adalah adalah lama pendidikan formal, usia, pengalaman bertani, dan status kepemilikan lahan. Pemilihan variabel ini sesuai dengan penelitian Fernandez dan Nuthall (2001) yang juga menganalisis hubungan antara efisiensi teknis penndekatan Data Envelopment Analysis dengan karakteristik dari decision making unit yang menjaid objek penelitian. Perbedaan antara penelitian ini dengan penelitian Fernandez dan Nuthall (2001) adalah alat analisis hubungan yang digunakan. Fernandez dan Nuthall (2001) menggunakan bootstrap regression sedangkan alat analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah SPSS 16 dan Microsoft Office

39 Hal pertama yang dilakukan adalah pengujian hubungan dan signifikansi hubungan antara kedua variabel yang dibandingkan. Pengujian ini dilakukan dengan menggunakan bantuan alat analisis SPSS 16. Pendekatan yang dilakukan adalah menggunakan pengujian Rank Spearman. Penulis memutuskan untuk menggunakan pendekatan ini atas dasar pengujian Rank Spearman membutuhkan asumsi skala pengukuran dari kedua variabel yang dianalisis mencapai skala ordinal. Variabel nilai efisiensi teknis menurut penulis termasuk ke dalam skala ordinal sehingga pengujian hubungan menggunakan Rank Spearman dianggap tepat untuk diaplikasikan pada penelitian ini. Variabel yang diuji hubungan dengan analisis antara nilai efisiensi teknis pervarietas adalah nilai efisiensi teknis decision making unit pada perbandingan seluruh varietas, pendidikan formal, usia, dan pengalaman bertani. Variabel status kepemilikan lahan tidak digunakan dalam perbandingan karena skala pengukurannya tidak mencapai ordinal. Nilai dari Rank Spearman dilambangkan dengan r s. Pengujian Rank Spearman menggunakan dua variabel, yang dinotasikan dengan variabel X dan variabel Y. Masing-masing variabel diurutkan sesuai dengan urutan tertentu, dengan aturan nilai terendah (satu) untuk observasi dengan nilai terkecil dan nilai n untuk observasi dengan nilai terbesar. Apabila terdapat observasi yang bernilai sama, maka nilai urutan yang digunakan adalah nilai rata-ratanya. Nilai r s dapat dinotasikan sebagai berikut: r s = (4.1) Dimana, x 2 = (4.2) y 2 = (4.3) keterangan: t x = banyaknya observasi sama pada variabel X untuk rank tertentu 30

40 t y = banyaknya observasi sama pada variabel Y untuk rank tertentu d i = perbedaan rank X dan rank Y pada observasi ke-i i = observasi ke-i, untuk i =1,2,..., n = jumlahkan untuk seluruh kasus angka sama Secara umum, interpretasi dari nilai r s adalah sebagai berikut: 1) Bila nilai r s = 0, berarti kedua variabel tidak berkorelasi. 2) Bila nilai r s = 1, berarti kedua variabel berkorelasi sempurna. 3) Semakin tinggi nilai r s, berarti semakin kuat hubungan kedua variabel. 4) Tanda positif pada r s, menunjukkan bahwa kedua variabel berkorelasi searah, yakni apabila variabel X semakin tinggi maka variabel Y akan cenderung semakin tinggi pula, atau sebaliknya. 5) Tanda negatif pada r s menunjukkan bahwa kedua variabel berkorelasi berlawanan arah, yakni apabila variabel X semakin tinggi maka variabel Y akan cenderung semakin rendah, atau sebaliknya. Secara deskriptif nilai r s dapat dikategorikan secara subyektif, namun biasanya analisis bisnis mengategorikan nilai rs menjadi lima kategori berikut ini:bila, 0< r s <0,2, maka kedua variabel dikategorikan berkorelasi sangat lemah. 1) Bila, 0,2 r s 0,4, maka kedua variabel dikategorikan berkorelasi lemah. 2) Bila, 0,4 r s <0,6, maka kedua variabel dikategorikan berkorelasi sedang. 3) Bila, 0,6 r s <0,8, maka kedua variabel dikategorikan berkorelasi kuat. 4) Bila, 0,8 r s <1, maka kedua variabel dikategorikan berkorelasi sangat kuat. Hal kedua yang dilakukan adalah menggunakan gambar scatter untuk mengetahui tren yang terdapat pada hubungan antara dua variabel yang diamati. Meskipun pada output dari pengujian Rank Spearman telah memperlihatkan 31

41 hubungan antara kedua variabel (berbanding lurus atau berbanding terbalik) akan tetapi hasil tersebut tidak dapat menunjukan posisi dari masing-masing unit pengamatan. Karena itu, digunakan gambar scatter untuk mengetahui posisi pemetaan masing-masing decision making unit pada pemetaannya dan garis tren yang dihasilkan. Manfaat dari penggunaan gambar scatter adalah dapat membantu mengetahui posisi masing-masing usahatani dan melihat penyebaran dari data-data yang ada. Analisis ini digunakan pada tren antara nilai efisiensi teknis pervarietas dengan nilai efisiensi teknis decision making unit pada perbandingan seluruh varietas, pendidikan formal, usia, dan pengalaman bertani Analisis Pendapatan Usahatani Analisis pendapatan usahatani membahas penerimaan, pengeluaran, dan pendapatan usahatani. Analisis pendapatan usahatani dilakukan dengan pendokumentasian seluruh penerimaan dan pengeluaran dari usahatani yang dijalankan pada musim yang menjadi objek pengamatan. Analisis pendapatan yang digunakan untuk menunjukan kemampuan petani di daerah penelitian menghasilkan keuntungan dilakukan dengan menggunakan analisis pendapatan tunai. Penerimaan tunai adalah total nilai dari hasil perkalian antara total produksi yang dijual dan harga jual yang diterima decision making unit. Pengeluaran usahatani yang digunakan adalah pengeluaran tunai, yaitu pengeluaran yang secara nominal dikeluarkan oleh decision making unit untuk membeli barang dan jasa dalam menjalankan usahatani, seperti pengeluaran untuk membeli pupuk, membayar tenaga kerja, dan lain sebagainya. Pendapatan adalah selisih antara total penerimaan dengan total pengeluaran. Analisis pendapatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis pendapatan tunai usahatani. Analisis ini menjadi menjadi alat ukur kemampuan usahatani menghasilkan uang tunai. Secara matematis, pendapatan tunai usahatani dapat dituliskan sebagai berikut: FNCF = FR FP (4.4) 32

42 Keterangan: FNCF FR FP = Pendapatan tunai usahatani (farm net cash flow) = Penerimaan tunai usahatani (farm receipt) = Pengeluaran tunai usahatani (farm payment) Penelitian ini menggunakan analisis pendapatan tunai pada bagian analisis pendapatan rata-rata baik pada seluruh varietas maupun pada setiap varietasnya. Penulis memutuskan untuk menggunakan analisis pendapatan tunai dibandingkan dengan analisis pendapatan bersih dikarenakan berdasarkan hasil perhitungan, apabila menggunakan analisis pendapatan bersih, maka total pendapatan yang diperoleh rata-rata decision making unit di daerah tersebut sangat rendah. Hal ini disebabkan besarnya biaya diperhitungkan yang dikeluarkan oleh decision making unit. Biaya diperhitungkan yang terbesar yang dikeluarkan oleh decision making unit adalah biaya opportunity cost lahan dan penyusutan. Karena itu, penulis memutuskan menggunakan analisis pendapatan tunai usahatani untuk menunjukan kemampuan petani di daerah pengamatan menghasilkan uang tunai dari usahatani yang dijalankan Analisis Rasio Penerimaan dan Biaya Analisis rasio penerimaan dan biaya yang digunakan dalam penelitian ini adalah rasio R/C ( Revenue/ Cost Ratio). Rasio R/C adalah salah satu analisis yang dapat digunakan untuk mengetahui kelayakan dari suatu usaha yang dilakukan. Rasio R/C dilakukan dengan membandingkan antara total penerimaan usahatani dengan total biaya yang dikeluarkan untuk membeli barang dan jasa dalam menjalankan kegiatan usahatani pada waktu yang diamati. Penelitian ini menggunakan rasio R/C total. Secara matematis, rasio R/C total dapat dituliskan sebagai berikut: (4.5) 33

43 Keterangan : TI = Penerimaan total (total income) TFE = Pengeluaran total (total farm expenses) Hal yang menjadi ukuran efisiensi usahatani dengan menggunakan nilai rasio R/C adalah nilai dari rasio R/C. Apabila nilai rasio R/C lebih besar dari satu maka usahatani tersebut dikatakan telah mencapai efisiensi. Nilai rasio R/C menunjukan bahwa usahatani mendapatkan keuntungan dari setiap satuan usaha yang dikeluarkan. Misalkan nilai efisiensi dari usahatani X adalah 1,5. Hal ini dapat diartikan bahwa setiap satu satuan usaha yang dikeluarkan oleh usahatani akan menghasilkan keluaran (output) sebesar 1,5. Penelitian ini menggunakan analisis rasio R/C total. Pendapatan (revenue) yang digunakan adalah total pendapatan yang diperoleh dari hasil panen, baik yang dijual maupun digunakan untuk membayar faktor produksi ataupun dikonsumsi petani. Selain itu, biaya yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan total biaya usahatani. Total biaya yang digunakan meliputi biaya tunai dan biaya diperhitungkan Analisis Hubungan Efisiensi Teknis dengan Pendapatan perhektar Analisis pendapatan perhektar pada bab yang membahas hubungan antara nilai efisiensi teknis dengan pendapatan perhektar menggunakan nilai pendapatan bersih perhektar yang diperoleh masing-masing decision making unit. Awalnya penulis menggunakan analisis pendapatan tunai perhektar untuk dibandingkan dengan nilai efisiensi teknis yang dicapai. Akan tetapi berdasarkan hasil perhitungan, terlihat adanya gap yang besar antara decision making unit yang menggunakan lahan sewa dan decision making unit dengan lahan pribadi. Decision making unit dengan lahan sewa memiliki pendapatan perhektar yang lebih kecil dibandingkan denga decision making unit dengan lahan milik sendiri. Hal ini disebabkan besarnya biaya sewa lahan yang ada di daerah tersebut. 34

44 Decision making unit yang menggunakan lahan sendiri jelas lebih tinggi pendapatan tunai yang diperolehnya. Menurut Soekartawi (1986), analisis arus uang tunai termasuk penting untuk mengukur penampilan usahatani, akan tetapi pengukuran tersebut tidak menggambarkan keadaan sebenarnya. Hal ini disebabkan dalam usahatani, terdapat banyak biaya tidak tunai yang dikeluarkan terutama pada usahatani yang subsisten atau semisubsisten. Soekartawi (1986) mengajukan konsep pendapatan kotor usahatani (gross farm income) yang didefinisikan sebagai nilai produk total dari suatu usahatani dan mencakup produk yang dijual, dikonsumsi rumah tangga usahatani, digunakan oleh usahatani baik sebagai bibit pada masa tanam berikutnya ataupun sebagai pakan ternak, digunakan sebagai alat pembayaran, ataupun untuk disimpan. Nilai pendapatan kotor dikurangi dengan pengeluaran total disebut dengan pendapatan bersih. Karena itu, pada analisis pendapatan perhektar yang dibandingkan dengan efisiensi teknis yang diperoleh, pendapatan yang digunakan adalah pendapatan bersih, bukan pendapatan tunai. Analisis pendapatan bersih menggunakan pendapatan kotor dan biaya atau pengeluaran total (total farm expenses). Definisi dari penerimaan kotor adalah nilai dari perkalian antara total produksi dengan harga produk. Definisi dari biaya total adalah biaya yang dikeluarkan secara tunai dan total biaya diperhitungkan. Secara matematis, pendapatan perhektar decision making unit data dituliskan sebagai berikut: FNI = GFI - TFE (4.6) Keterangan: FNI = Pendapatan bersih (farm net income) GFI = Pendapatan kotor (gross farm income) TFE = Pengeluaran total (total farm expenses) Pengeluaran yang termasuk kedalam pengeluaran total adalah biaya tunai, tidak tunai, dan biaya diperhitungkan. Biaya tunai adalah biaya yang dikeluarkan untuk membeli faktor produksi berupa barang maupun jasa yang dikeluarkan decision making unit secara tunai. Contoh dari biaya tunai untuk membeli faktor 35

45 produksi berupa barang adalah pembelian pupuk, benih, pestisidan, dan perlengkapan pembenihan. Contoh dari biaya tunai untuk membeli faktor produksi berupa jasa adalah biaya sewa lahan pada decision making unit dengan status kepemilikan lahan sewa, tenaga kerja luar keluarga, dan tenaga kerja mesin untuk pengolahan traktor. Biaya tidak tunai adalah biaya yang dikeluarkan oleh usahatani untuk membeli faktor produksi berupa barang maupun jasa namun tidak menggunakan uang tunai sebagai alat pembayarannya. Contoh dari biaya tidak tunai adalah upah tenaga kerja panen. Terdapat sistem bagian hasil panen yang digunakan untuk pembayaran upah panen. Salah satu nisbah yang banyak digunakan adalah nisbah 10:7. Interpretasi dari nisbah ini adalah dari setiap 100 kg padi yang dipanen, maka buruh panen mendapatkan upah panen sebesar 17 kg. Kelemahan dari penelitian ini adalah masih belum mampu menggambarkan secara detil mengenai biaya tidak tunai yang dikeluarkan petani. Hal ini disebabkan pada saat pengumpulan data sebagian besar pengamatan tidak dapat mengingat besarnya biaya tidak tunai yang dikeluarkan. Selain itu, besar kemungkinan biaya tidak tunai yang dibeluarkan tercampur dengan pengeluaran rumah tangga usahatani sehingga sangat sulit dipisahkan. Contoh dari biaya tidak tunai yang sulit dipisahkan dengan pengeluaran rumah tangga usahatani adalah biaya untuk upah makan buruh tani. Terdapat banyak pengamatan yang memberikan upah berupa makanan maupun minuman untuk buruh tani yang bekerja. Akan tetapi sangat sulit dihitung besarnya pengeluaran ini karena disatukan dengan pengeluaran rumah tangga usahatani untuk biaya makan keluarga petani. Biaya diperhitungkan adalah biaya yang sebenarnya dikeluarkan oleh decision making unit namun tidak secara tunai. Sebagian besar decision making unit tidak memperhitungkan biaya ini. Contoh dari biaya diperhitungkan adalah biaya sewa lahan pada decision making unit yang menggunakan lahan milik pribadi dan biaya penyusutan faktor produksi. Hal yang perlu diperhatikan pada biaya diperhitungkan pada perhitungan pendapatan bersih adalah biaya tenaga kerja dalam keluarga tidak termasuk ke dalam biaya total. Selain itu, biaya diperhitungkan yang digunakan adalah biaya penyusutan biaya penyusutan 36

46 diukur dengan menggunakan metode garis lurus. Secara matematis, metode garis lurus dapat dinotasikan dengan: (4.7) Nilai harga beli diperoleh dengan menanyakan harga yang diperoleh responden saat membeli peralatan yang digunakan dalam usahatani. Peralatan yang digunakan diantaranya cangkul, parang, dan penyemprot. Nilai sisa diperoleh dengan menanyakan apakah peralatan tersebut terdapat kemungkinan dijual apabila sudah tidak digunakan lagi. Umur ekonomis diperoleh dengan menanyakan lama menggunakan peralatan tersebut hingga kahirnya memutuskan untuk membeli peralatan baru. 37

47 V GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN 5.1. Keadaan Wilayah Penelitian Kertawinangun adalah satu dari 13 desa di Kecamatan Kandanghaur, Kabupaten Indramayu. Desa ini terletak pada ketinggian tiga meter diatas permukaan air laut dengan curah hujan mm/tahun. Suhu rataan harian desa ini adalah 30 o C. Luas wilayah Desa Kertawinangun adalah 5,68 km 2 terdiri atas 0,0795 km 2 area pemukiman, 0,445 km 2 lahan persawahan dengan irigasi teknis, dan sisanya digunakan untuk lahan pemakaman, pekarangan, perkantoran, dan prasarana umum. Desa Kertawinangun memiliki batas administratif sebagai berikut: Sebelah Utara: Desa Eretan Kulon, Kecamatan Kandanghaur Sebelah Selatan: Desa Soge, Kecamatan Kandanghaur Sebelah Timur: Desa Eretan Wetan, Kecamatan Kandanghaur Sebelah Barat: Desa Eretan Kulon, Kecamatan Kandanghaur 5.2. Gambaran Umum Penduduk dan Matapencaharian Desa Kertawinangun memiliki jumlah penduduk jiwa pada tahun 2010 yang terdiri atas jiwa penduduk laki-laki dan jiwa penduduk perempuan dengan kepadatan penduduk 106 jiwa perkm 2 (Kantor Desa Kertawinangun 2011). Berdasarkan usia dan jenis kelamin, penduduk Desa Kertawinngun dapat dikelompokkan seperti pada tabel 6. Berdasarkan data total penduduk pada buku Profil Desa Kertawinangun dan hasil perhitungan manual pada data penduduk berdasarkan usia pada buku yang sama terdapat perbedaan jumlah penduduk. Terdapat kemungkinan ada kesalahan penulisan pada salah satu data ataupun terdapat kesalahan penulis dalam membaca data profil desa dikarenakan pendokumentasiannya dilakukan menggunakan tulisan tangan dan alat tulis pensil. Berdasarkan komposisi penduduk Desa Kertawinangun berdasarkan usia dan jenis kelamin, terlihat bahwa sebagian besar penduduk berada pada usia produktif (16-55 tahun). 38

48 Tabel 6. Komposisi Penduduk Desa Kertawinangun Berdasarkan Usia dan Jenis Kelamin Tahun 2010 Jenis Kelamin Usia (tahun) Pria (Jiwa) Persentase (%) Perempuan (Jiwa) Persentase (%) , , , ,68 > , ,19 Total Sumber: Kantor Desa Kertawinangun 2011, diolah Komposisi penduduk Desa Kertawinangun berdasarkan matapencaharian dan jenis kelamin, sebagian besar penduduk baik pria maupun wanita bekerja sebagai buruh tani. Penduduk desa menjadi buruh tani lepas dengan sistem borongan dengan mematok harga tertentu untuk berbagai jenis kegiatan bertani. Terdapat kemungkinan ada perhitungan ganda pada tabel 7 karena terdapat penduduk yang memiliki pekerjaan ganda, misalnya sebagai TNI yang juga mengolah sawah sehingga dapat dikatakan sebagai seorang petani. Berdasarkan pengelompokan kepala keluarga (KK) Desa Kertawinangun tahun 2010 memiliki total KK dengan anggota keluarga petani, sedangkan jumlah keluarga buruh tani sebanyak 602 keluarga. Data menunjukan sektor utama matapencaharian penduduk Desa Kertawinangun adalah petanian. Pendapatan perkapita dari sektor pertanian tahun 2010 untuk setiap keluarga pertanian adalah Rp Tidak terdapat keterangan lebih lanjut mengenai definisi dari pendapatan perkapita dari sektor pertanian yang dilakukan oleh Kantor Desa Kertawinangun. Proses penilaian ataupun pengumpulan data serta pengolahan data mengenai pendapatan perkapita dari sektor pertanian untuk setiap keluarga pertanian juga tidak diketahui lebih lanjut. Interpretasi penulis, definisi dari pendapatan perkapita dari sektor pertanian untuk setiap keluarga pertanian adalah nilai nominal rata-rata yang diperoleh setiap keluarga yang mengusahakan pertanian atau matapencahariannya dari sektor pertanian. 39

49 Tabel 7. Komposisi Penduduk Desa Kertawinangun Berdasarkan Matapencaharian dan Jenis Kelamin Tahun 2010 Jenis Kelamin Matapencaharian Pria (Orang) Persentase (%) Perempuan (Orang) Persentase (%) Petani , ,83 Buruh Tani , ,25 Pegawai Negeri Sipil 10 0, ,24 Pedagang Keliling 15 1, ,77 Peternak 6 0,51 0 0,00 Montir ,16 0 0,00 Dokter Swasta 5 0,42 0 0,00 Pembantu rumah Tangga 0, ,42 TNI 1 0,08 0 0,00 Pensiunan PNS/TNI/Polri 1 0,08 0 0,00 Pengusaha kecil dan menengah 5 0,42 4 0,35 Dukun kampung terlatih 0 0,00 1 0,09 Guru Swasta 9 0,76 1 0,09 Karyawan Swasta , ,28 Pedagang 50 4, ,68 Total Sumber: Kantor Desa Kertawinangun 2011, diolah 5.3. Karakteristik Decision Making Unit Jumlah decision making unit yang diwawancarai dalam penelitian ini sebanyak 73 orang. Terdapat beberapa decision making unit yang memiliki lahan yang terfragmentasi di beberapa lokasi namun masih terdapat dalam satu hamparan yang menjadi objek penelitian. Terdapat beberapa decision making unit yang mengolah lahan yang terfragmentasi dalam cakupan penelitian dengan menanam varietas yang sama, sehingga penulis mengasumsikan beberapa lahan terfragmentasi yang diolah oleh satu decision making unit dianggap sebagai satu decision making unit dengan satu decision making unit. Penulis mengasumsikan 40

50 satu fragmen lahan yang ditanami satu jenis varietas merupakan satu decision making unit. Sedangkan asumsi yang digunakan pada decision making unit yang melakukan budidaya pada beberapa lahan terfragmentasi dalam cakupan penelitian dengan varietas yang berbeda disetiap fragmen lahannya sebagai satu decision making unit dengan beberapa decision making unit. Fragmen lahan yang dianggap sebagai decision making unit tersendiri adalah fragmen dengan varietas yang berbeda. Hal ini didasarkan pada asumsi bahwa varietas memiliki pengaruh terhadap produktivitas dan memiliki karakteristik seperti kebutuhan hara, ketahanan hama dan penyakit, dan lain sebagainya yang berbeda, sehingga penulis tidak dapat mengasumsikan beberapa fragmen dengan varietas yang berbeda sebagai satu decision making unit sehingga pada penelitian ini terdapat 73 decision making unit yang diwawancara, dengan 77 decision making unit. Alasan terdapat decision making unit yang mengolah lahan yang terfragmentasi adalah karena sebagian besar decision making unit hanya petani penggarap dengan sistem sewa sehingga mereka tidak dapat memastikan mendapatkan lahan yang berada dalam satu hamparan. Simpulan yang diambil dari pernyataan para decision making unit yang menggunakan satu varietas meskipun lahannya terfragmentasi diantaranya: (a) meningkatkan efisiensi. Decision making unit hanya cukup mengkalkulasikan luas lahannya dan menghitung kebutuhan dari masukan (input) yang harus disediakan. Apabila membudidayakan lebih dari varietas, terdapat kemungkinan reponden harus mengeluarkan tenaga lebih untuk memperhitungkan inventori yang harus dikeluarkan. (b) memudahkan menghitung pendapatan bersih. (c) memudahkan dalam proses penjualan. Hal ini disebabkan setiap varietas memiliki karakteristik yang berbeda sehingga terdapat kemungkinan pasar memiliki harga yang berbeda. Terdapat beberapa alasan decision making unit membudidayakan lebih dari satu varietas dalam satu musim tanam, diantaranya: (a) coba-coba, pada alasan ini decision making unit mengatakan mencoba varietas baru dan pada akhirnya akan membandingkan hasilnya untuk menjadi referensi pada musim tanam selanjutnya. Decision making unit tidak dapat mengandalkan hasil panen decision making unit lain karena setiap decision making unit memiliki 41

51 karakteristik tersendiri dalam mengelola usahataninya, sehingga decision making unit perlu merasa harus langsung menguji hasil dari suatu varietas. (b) mengikuti varietas yang digunakan oleh petani sekitar lahan. Misalkan decision making unit X mengolah lahan yang dikelilingi petani yang menggunakan padi B. Meskipun decision making unit X lebih menyukai padi A, akan tetapi pada akhirnya petani X mengikuti petani lain menanam padi B. Hal ini dilakukan untuk mengurangi kemungkinan terkena hama dan penyakit karena perbedaan varietas. (c) adanya perjanjian dengan pemilik lahan. Misalkan pemilik lahan menghendaki lahannya ditanami padi varietas tertentu dikarenakan alasan tertentu misalnya sejarah lahan. Hal ini menyebabkan petani penggarap mengikuti varietas sesuai dengan yang diinginkan pemilik lahan. Karakteristik decision making unit yang akan dibahas meliputi jenis kelamin, usia, lama bertani padi sawah, lama pendidikan formal, matapencaharian utama, status kepemilikan lahan garapan, dan sumber modal usahatani. Matapencaharian utama didefinisikan sebagai pekerjaan yang dianggap menjadi sumber penghasilan utama decision making unit. Berdasarkan hasil wawancara, terdapat 58 dari 73 decision making unit atau sebanyak 79,46 persen decision making unit mengatakan bahwa mereka tidak memiliki pekerjaan lain selain bertani. Hal ini dikarenakan mereka tidak memiliki keahlian lain selain bertani. Berdasarkan usia pada kategori decision making unit yang menyatakan bertani sebagai matapencaharian utama, hanya terdapat satu decision making unit yang berusia tidak produktif (diatas 65 tahun) dengan rataan pengalaman bertani 22 tahun. Meskipun banyak decision making unit yang masih berusia produktif, namun mereka hanya menggantungkan pendapatan dari bertani dengan alasan bertani adalah satu-satunya keahlian yang dimiliki. Banyaknya pengalaman menjadi petani juga menjadikan decision making unit menjadikan bertani sebagai sumber penghasilannya. Berdasarkan lama menempuh pendidikan, decision making unit rata-rata menempuh pendidikan formal selama 6,5 tahun dengan 22 decision making unit yang menempuh pendidikan dibawah enam tahun, sehingga mereka tidak memiliki cukup banyak pilihan untuk mencari pekerjaan lain. Kedekatan dengan 42

52 dunia pertanian sejak kecil membuat mereka merasa bertani adalah jalan hidupnya meskipun memiliki pendapatan yang tidak pasti. Berdasarkan usia, rataan decision making unit berusia 44 tahun, dengan pengalaman bertani 22 tahun sehingga mereka menjadi lebih memilih bertani sebagai satu-satunya pekerjaan yang dimiliki. Terdapat 15 dari 73 decision making unit atau sebanyak 20,54 persen decision making unit memiliki pekerjaan lain selain bertani. Meskipun memiliki pekerjaan lain, sebagian besar decision making unit menganggap bertani adalah matapencaharian utama. Hal ini disebabkan besarnya penghasilan yang diperoleh dari bertani. Selain itu terdapat beberapa decision making unit yang tidak memiliki penghasilan tetap dari pekerjaan diluar bertani sehingga menganggap bertani adalah matapencaharian utama. Hanya terdapat lima decision making unit yang menganggap bertani bukan matapencaharian utama. Alasan kelima decision making unit menyatakan bertani bukan matapencaharian utama karena mereka mendapatkan penghasilan tetap setiap periode tertentu dari pekerjaannya, ataupun mereka mendapatkan pendapatan yang besar dari pekerjaan lain selain bertani. Data decision making unit yang memiliki pekerjaan lain selain bertani terdapat pada tabel 8. Usia rataan decision making unit yang memiliki pendapatan lain diluar usahatani adalah 43 tahun dengan rataan lama bertani 22 tahun, dan seluruh decision making unit masih berada pada usia produktif. Masih produktifnya usia decision making unit dapat menjadi penunjang sehingga decision making unit masih dapat menjalankan beberapa pekerjaan dalam waktu yang sama. Berdasarkan lama menempuh pendidikan formal, rataan yang diperoleh adalah 7,66 tahun dengan rincian delapan decision making unit menempuh pendidikan lebih dari 12 tahun yang memiliki pekerjaan sebagai TNI dan guru (baik PNS maupun honorer), satu decision making unit tidak menempuh pendidikan formal dan bekerja sebagai pedagang, dan enam decision making unit bekerja sebagai pedagang, supir, dan tukang servis. 43

53 Tabel 8. Sebaran Decision Making Unit Berdasarkan Jenis Pekerjaan Selain Bertani Tahun 2010 Pekerjaan Selain Bertani Jumlah Decision Making Unit Persentase (%) Tukang Servis 1 6,67 Guru Honorer 3 20 PNS 2 13,33 Pedagang 7 46,67 Supir 1 6,67 TNI 1 6,67 Jumlah Sumber: Kantor Desa Kertawinangun 2011, diolah Berdasarkan luasan lahan, terdapat 34 decision making unit yang menggarap lahan dibawah satu hektar. Meskipun luasan yang digarap tidak terlalu besar, akan tetapi decision making unit merasa mendapatkan keuntungan karena sebagian besar menggarap lahan pribadi sehingga apabila gagal panen tidak dibebankan untuk membayar sewa lahan. Hanya dua decision making unit yang menggarap lahan diatas lima hektar, dan hanya terdapat satu decision making unit yang menggarap lahan diatas lima hektar dan milik sendiri. Sebagian besar decision making unit yang menggarap lahan antara satu hingga lima hektar menggarap lahan yang terfragmentasi di beberapa tempat namun masih dalam satu hamparan yang menjadi area pengamatan. Hal ini dikarenakan terdapat decision making unit yang hanya menjadi petani penggarap sehingga ketika menyewa tanah tidak dapat memastikan mendapat lahan yang berada disatu area. Terdapat dua cara pembayaran sewa yang ada di daerah pengamatan, yaitu sistem biaya sewa yang telah ditentukan sebelumnya, yang berkisar sembilan hingga dua belas juta rupiah untuk lahan seluas 0,7 hektar selama satu tahun. Sistem bayar yang lain adalah kg gabah untuk luasan dan masa sewa yang sama. Apabila terjadi gagal panen, maka decision making unit memiliki hutang kepada 44

54 pemilik lahan dengan menggunakan harga gabah pada saat decision making unit membayar. Berdasarkan sumber modal usahatani, sebagian besar decision making unit tidak menggantungkan dari satu sumber modal saja. Kurang dari sepuluh decision making unit hanya memiliko satu sumber. Rataan modal yang dibutuhkan decision making unit untuk menjalankan usahatani sebesar lima juta rupiah untuk lahan 0,7 hektar. Meskipun tidak terdapat akses terhadap lembaga perbankan di desa, petani dapat mengakses lembaga bank di desa lain yang berjarak sekitar 5 km dari desa tersebut, sehingga terdapat beberapa petani yang dapat mengakses perbankan sebagai sumber modal. Berdekatannya desa pengamatan dengan desa lain di tepi pantai menyebabkan petani yang memiliki akses ke KUD Mina sehingga meskipun bukan nelayan, namun petani tetap mendapat akses modal dari KUD tersebut Teknik Budidaya Teknik budidaya yang direkomendasikan oleh Departemen Pertanian adalah teknik budidaya dengan pengelolaan tanaman terpadu (PTT). Pengelolaan tanaman terpadu menjadi salah satu strategi peningkatan produktivitas dengan penerapan teknologi yang sesuai dengan sumber daya pertanian yang tersedia di suatu daerah. Komponen dalam PTT terdiri atas teknologi dasar dan teknologi pilihan. Komponen teknologi dasar pada PTT adalah: (1) Penggunaan varietas unggul. (2) Benih bermutu dan berlabel. (3) Pemupukan berimbang berdasarkan kebutuhan tanaman dan status hara tanah. (4) Pengendalian hama dan penyakit terpadu (HPT). Komponen teknologi pilihan dalam PTT terdiri atas: (1) Penanaman bibit umur muda dengan jumlah bibit satu hingga tiga bibit perlubang. (2) Peningkatan populasi tanaman. (3) Penggunaan bahan organik seperti kompos atau pupuk kandang. (4) Pengairan dan pengeringan berselang. (5) Pengendalian gulma. (6) Panen tepat waktu. (7) Perontokan gabah sesegera mungkin (BBP2TP 2008). Teknik budidaya yang digunakan decision making unit belum menerapkan pendekatan pengelolaan tanaman terpadu (PTT). Decision making unit 45

55 mengandalkan kebiasaan bertani yang dilakukan. Salah satu hal yang diduga menyebabkan hal ini adalah kurangnya kedekatan antara penyuluh dengan decision making unit. Menurut keterangan decision making unit, penyuluh pertanian memiliki peran yang minim dalam membimbing dan memberikan informasi secara merata kepada decision making unit sehingga sebagian besar decision making unit kurang mengetahui perkembangan terkini mengenai teknik budidaya padi sawah. Selain itu faktor usia dan latar belakang pendidikan juga menjadi faktor pendukung sikap subsisten dari decision making unit yang diamati. Contoh hal yang membuat petani menjadi tidak percaya terhadap penyuluh adalah kejadian pada sekitar tahun Penyuluh pertanian memperkenalkan padi sawah jenis baru yaitu padi hibrida dan terdapat beberapa decision making unit yang tertarik untuk membudidayakan. Akan tetapi muncul masalah seperti gagal panen, banyaknya hama dan penyakit yang menyerang, tingginya biaya produksi, dan rendahnya harga beras di pasaran. Sekitar tahun 2008, penyuluh pertanian mengintroduksi padi varietas Ciherang, akan tetapi setelah beberapa musim tanam padi tersebut rentan terhadap hama dan penyakit, selain itu anakannya memiliki kualitas yang menurun dari hasil panen sebelumnya sehingga sebagian decision making unit enggan menggunakan bibit ini. Berbagai masalah yang muncul menyebabkan decision making unit merasa inferior dengan penyuluh pertanian sehingga saat ini sebagian besar decision making unit mereasa enggan untuk berkonsultasi dengan penyuluh pertanian. Selain itu, selama sekitar satu bulan pengamatan, terlihat penyuluh pertanian tidak melakukan pendekatan ataupun penyuluhan terhadap petani di daerah penelitian. Berdasarkan kegiatan budidaya yang digunakan oleh decision making unit, secara garis besar kegiatan budidaya dapat dikelompokkan menjadi kegiatan persemaian, persiapan lahan, penanaman, pemeliharaan, dan pemanenan. a. Persemaian Kegiatan yang dilakukan decision making unit pada saat persemaian adalah menyediakan lahan untuk menjadi lahan persemaian. Sebagian decision making unit belum melakukan kegiatan persemaian seperti yang 46

56 dianjurkan dalam PTT. Terdapat beberapa decision making unit yang masih belum melakukan pemilihan benih bernas 4. Luas persemaian yang digunakan oleh decision making unit disesuaikan dengan jumlah benih yang hendak disemai. Idealnya luasan area pembibitan adalah empat persen dari luasan area tanam. Biaya yang dikeluarkan oleh decision making unit dalam masa pembibitan meliputi biaya pengolahan lahan sebelum pembibitan, pembelian ajir dan plastik untuk isolasi lahan pembibitan, dan biaya pembelian bibit. Bibit yang digunakan decision making unit adalah bibit varietas Ciherang, Denok, Mekongga, SMC, dan Kintani 1. Decision making unit masih belum menggunakan bibit sesuai dengan yang dianjurkan dalam PTT. Decision making unit telah menggunakan bibit unggul seperti varietas Ciherang dan Mekongga, akan tetapi sebagian besar decision making unit masih belum menggunakan bibit berlabel. Lebih dari 90 persen decision making unit mengatakan bahwa bibit yang digunakan pada musim kering tahun 2011 adalah bibit hasil panen sebelumnya. Akan tetapi terdapat kemungkinan bibit yang digunakan bukan berasal dari bibit yang ditanam sendiri pada musim tanam pertama. Terdapat beberapa petani yang membeli dari petani lain. Tidak lebih dari sepuluh decision making unit yang mengatakan pada musim kering tahun 2011 menggunakan bibit baru yang dibeli dari toko. Decision making unit lebih menyukai membeli dari petani lain dengan alasan harga yang lebih murah dibandingkan harus membeli dari toko. Decision making unit mengatakan harga bibit adalah sekitar Rp /5 kg bibit. Jumlah penggunaan bibit yang digunakan decision making unit berkisar antara 10-21,43 kg/ha. Sebagian besar decision making unit menggunakan bibit dibawah yang dianjurkan oleh PTT, yaitu 20 kg/ha. Hal ini dikarenakan adanya keterbatasan dana yang dimiliki oleh decision making unit. Berdasarkan penggunaan bibit, decision making unit dapat dikelompokkan seperti pada tabel 9. 4 Benih yang tenggelam dalam air 47

57 Tabel 9. Petani Padi Sawah Desa Kertawinangun Menurut Bibit yang Digunakan pada Musim Kering Tahun 2011 Varietas Jumlah Petani Alasan Menggunakan Varietas Ciherang 16 Varietas dari pemerintah Denok Mekongga SMC Kintani 1 39 Menghasilkan beras yang harga jualnya tinggi 20 Tahan penyakit 1 Mencoba 1 Mencoba b. Persiapan Lahan Kegiatan persiapan lahan yang dilakukan oleh decision making unit adalah pengolahan lahan. Pengolahan lahan biasanya dilakukan dua minggu sebelum lahan ditanami. Seluruh decision making unit menggunakan bantuan traktor untuk mengolah lahannya. Hal ini dikarenakan pengolahan tanah dengan traktor menurut decision making unit paling efisien dibandingkan menggunakan tenaga hewan ataupun manusia. Biaya yang dikeluarkan untuk pengolahan lahan dengan traktor adalah Rp untuk lahan seluas 0,7 hektar. Berdasarkan PTT, disarankan ketika pengolahan lahan dilakukan juga pembenaman bahan organik seperti pupuk kandang sebanyak 2 Ton/ha maupun kompos jerami sebanyak 5 Ton/ha. Tidak ada decision making unit yang melakukan pembenaman bahan organik dengan alasan menambah biaya yang harus dikeluarkan. Selain itu, sulit untuk mendapatkan bahan organik dalam jumlah yang banyak. c. Penanaman Penanaman dilakukan pada saat usia pembibitan sekitar 20 hingga 30 hari. Hal ini lebih lama dari yang disarankan dalam PTT, yaitu kurang dari 21 hari setelah sebar (HSS). Seluruh decision making unit menggunakan tenaga kerja manusia dengan sistem borongan untuk melakukan kegiatan penanaman. Sistem borongan berarti penggarap membayar sejumlah tertentu 48

58 kepada sekelompok buruh tani untuk menyelesaikan pekerjaan. Biaya tanam yang dikeluarkan oleh decision making unit berkisar Rp untuk luasan 0,7 hektar. Terdapat dua macam sistem penanaman yang digunakan decision making unit, yaitu sistem tegalan dan sistem legowo. Sistem tegalan lebih banyak digunakan decision making unit karena beberapa alasan, diantaranya: (1) Decision making unit merasa tidak ada perbedaan menggunakan legowo maupun tegalan. (2) Decision making unit tidak mau membayar upah buruh tani lebih mahal. Hal ini dikarenakan buruh tani meminta bayaran lebih mahal untuk sistem tanam legowo. (3) Sistem legowo dianggap sulit sehingga sedikit buruh tani yang mau menerapkannya. sistem tegalan yang banyak digunakan oleh petani adalah tegalan dengan jarak tanam 27 x 30 cm dengan dua hinggga empat bibit perlubang tanam. Decision making unit memilih untuk menggunakan lebih dari satu bibit perlubang tanam untuk mengantisipasi serangan hama sehingga mengurangi kemungkinan kerugian untuk melakukan penyiangan. Sistem legowo yang digunakan oleh decision making unit adalah legowo 3:1 dan legowov 4:1. Kurang dari lima decision making unit menggunakan sistem legowo. Terdapat decision making yang telah menggunakan legowo adalah decision making unit yang memiliki hubungan baik dengan petani di desa lain dan memiliki wawasan yang lebih terbuka sehingga mau mengaplikasikan sistem legowo dalam budidayanya. Akan tetapi sistem legowo yang diterapkan masih belum sesuai dengan yang seharusnya. Seluruh decision making unit yang menggunakan legowo salah dalam menerapkan arah legowonya. Menurut decision making unit, hal ini dikarenakan buruh tani menginginkan menanam seperti itu, sehingga meskipun mengetahui kesalahan tersebut, petani penggarap tidak dapat melakukan banyak perubahan. d. Perawatan Kegiatan perawatan yang dilakukan oleh decision making unit meliputi pemupukan, pengaturan irigasi, penyiangan, pemberesan pematang, 49

59 dan pemberantasan hama dan penyakit tanaman. Berdasarkan pengamatan, meskipun di daerah pengamatan terdapat masyarakat yang membudidayakan ternak, akan tetapi tidak ada decision making unit yang menggunakan pupuk organik ataupun kompos dalam usahataninya. Hal ini dikarenakan menurut decision making unit, aplikasi jauh lebih mudah menggunakan pupuk anorganik. Selain itu apabila harus menggunakan pupuk organik seperti limbah hewan maupun limbah tanaman, pupuk hijau, dan lain sebagainya membutuhkan jumlah yang besar (sekitar dua Ton perhektar) dan sulit bagi decision making unit untuk mendapatkan limbah sebanyak itu dalam waktu singkat. Pupuk anorganik yang digunakan oleh decision making unit adalah pupuk Urea, TSP, dan pupuk Posca. Terdapat decision making unit yang menggunakan ketiga pupuk tersebut, Namun terdapat pula decision making unit yang hanya menggunakan dua dari tiga pupuk yang ada. Jadi, terdapat decision making unit yang menggunakan kombinasi antara pupuk Urea, TSP, dan Posca, decision making unit yang menggunakan pupuk Urea dan TSP, dan decision making unit yang menggunakan pupuk Urea dan Posca. Takaran yang digunakan oleh setiap decision making unit sangat bervariasi. Hal ini dikarenakan decision making unit menggunakan takaran sesuai dengan perkiraan decision making unit. Terdapat pula decision making unit yang menggunakan pupuk sesuai dengan kemampuan finansial yang dimiliki decision making unit. Berdasarkan wawancara, tidak ada decision making unit yang mengikuti anjuran pengaplikasian pupuk yang diberikan oleh pemerintah ataupun yang disarankan oleh penyuluh lapang. Pemupukan pertama dilakukan pada hari setelah tanam (HST) padi. Pemupukan dilakukan bersamaan dengan penyiangan tanaman. Pemupukan kedua dilakukan antara HST. Tidak ada decision making unit yang melakukan pemupukan sesuai dengan kebutuhan tanaman, misalnya dengan menggunakan indikator bagan warna daun (BWD) seperti yang dianjurkan PTT. Seluruh decision making unit menggunakan dosis \setengah dari seluruh pupuk yang direncanakan diaplikaiskan pada setiap 50

60 pemupukan. Decision making unit mencampur pupuk sebelum ke sawah agar memudahkan pengaplikasian dan penyebaran yang merata. Cara pengaplikasian pupuk adalah menyebarkan pupuknya di sawah dengan perkiraan sebaran yang merata. Kegiatan pemberesan pematang disesuaikan dengan kebutuhan. Decision making unit yang menggarap luasan lahan dibawah satu hektar dan memiliki pekerjaan lain atau berusia diatas 55 tahun umumnya menggunakan tenaga kerja tambahan dengan upah antara Rp /hari/pekerja. Menurut decision making unit, dibutuhkan sekitar dua orang untuk mengerjakan pemberesan pematang pada lahan seluas 0,7 ha selama setengah hari. Kegiatan pengendalian HPT dapat dilakukan dengan menggunakan pestisida maupun secara manual. Seluruh decision making unit menngunakan pestisida pada lahannya. Intensitas penggunaan pestisida sangat bervariasi, mulai dari satu hingga lebih dari sepuluh kali. Variasi intensitas pestisida dipengaruhi kebutuhan decision making unit. Akan tetapi terdapat decision making unit yang merasa belum aman jika tidak sering menggunakan pestisida sehingga mengaplikasikan pestisida hampir setiap minggu. Decision making unit juga melakukan pengendalian hama secara manual, seperti misalnya melakukan grabagan untuk menekan populasi tikus. Grabagan dilakukan secara berkelompok secara bergilir dengan cara mengairi lubang tikus sehingga tikus keluar dari sarangnya. Tikus yang keluar dari sarang kemudian dibunuh oleh petani. Pengendalian lain yang secara manual adalah pengendalian gulma. Terdapat decision making unit menggunakan buruh tani wanita untuk mencabuti gulma yang ada di area penanaman. Upah buruh wanita yang dibayarkan berkisar Rp /hari/orang. e. Pemanenan Terdapat tiga sistem panen yang digunakan decision making unit, yaitu tebasan, gebod, dan grabag. Sistem tebasan adalah sistem petani 51

61 menjual padi yang belum dipanen dengan suatu kisaran harga tertentu. Petani tidak perlu menanggung biaya pemanenan. Terdapat beberapa decision making unit yang menggunakan sistem ini. Decision making unit memilih menggunakan sistem tebasan karena merasa hasil panennya kurang menguntungkan apabila dipanen sendiri sehingga merasa sistem tebasan adalah lebih baik digunakan. Sistem gebod adalah sistem yang menggunakan banyak tenaga kerja untuk pemanenan. Petani menggunakan sistem bagi hasil 10:7, artinya dari hasil panen tersebut, 10 bagian dari hasil panen menjadi hak petani, dan tujuh bagian hak buruh panen. Terdapat decision making unit yang merasa sistem gebod lebih menguntungkan dan merugikan. Penggunaaan sistem gebod dianggap merugikan karena terdapat kemungkinan banyak butir padi pada batangnya sehingga hasilnya kurang maksimal. Selain itu, decision making unit berpendapat bahwa sistem gebod lebih mahal dibandingkan sistem grabag. Alasan ini membuat decision making unit lebih memilih menggunakan sistem grabag. Sedangkan decision making unit yang menganggap sistem gebod lebih menguntungkan karena menggunakan banyak tenaga pemanen dapat memberi hasil yang lebih tinggi karena pemanen merasa bertanggung jawab untuk mendapatkan hasil yang lebih tinggi, karena semakin banyak hasil panen yang diperoleh, maka akan semakin besar bagian yang akan diterima. Sistem grabag adalah sistem yang menggunakan bantuan mesin perontok biji. Decision making unit menggunakan sistem ini karena membutuhkan sedikit tenaga kerja dan harga yang lebih murah. Harga untuk menggunakan mesin grabag berkisar Rp untuk lahan seluas 0,7 ha. Kelemahan dari sistem ini adalah hanya dapat digunakan pada musim kering, karena mesin dapat masuk ke area sawah. 52

62 VI ANALISIS EFISIENSI TEKNIS Analisis efisiensi teknis yang digunakan adalah pendekatan Data Envelopment Analysis. Data yang digunakan adalah data berdasarkan musim kering tahun Variabel keluaran (output) yang digunakan adalah hasil panen berupa gabah kering giling (Y). Variabel masukan (input) yang digunakan adalah pupuk (X1), bibit (X2), tenaga kerja luar keluarga (X3), tenaga kerja dalam keluarga (X4), tenaga kerja mesin (X5), dan luasan lahan (X6). Nilai variabel X1 didapatkan dari kalkulasi seluruh penggunaan pupuk selama masa tanam. Hal ini dikarenakan decision making unit menggunakan kombinasi pupuk yang beragam sehingga nilai pupuk yang digunakan adalah akumulasinya. Akumulasi dilakukan untuk menghindari adanya nilai nol pada salah satu jenis pupuk yang menyebabkan data tidak dapat diolah. Variabel lain seperti usia decision making unit, usia usahatani, lama menempuh pendidikan formal, jenis kelamin, status kepemilikan lahan, biaya sewa lahan, struktur biaya usahatani, dan besaran pendapatan perhektar tidak digunakan dalam model. Variabel yang tidak digunakan dalam analisis efisiensi digunakan sebagai penjelas dari hasil olahan efisiens teknis. Terdapat salah satu variabel yang merupakan salah satu faktor produksi yaitu pestisida yang diduga mempengaruhi hasil usahatani akan tetapi tidak dimasukan ke dalam analisis efisiensi teknis oleh penulis. Hal ini disebabkan empat faktor. Pertama, pada saat pengumpulan data, penulis tidak dapat memperoleh data kuantitas penggunaan pestisida dari seluruh decision making unit. Kedua, decision making unit lebih mengingat nominal yang dikeluarkan untuk setiap kegiatan pengaplikasian pestisida. Ketiga, pada kasus beberapa decision making unit yang dapat mengingat kuantitas penggunaan pestisida yang digunakan, data yang diperoleh sangat beragam. Keempat, berdasarkan data yang dikumpulkan dari decision making unit, jenis pestisida yang digunakan sangat beragam baik jenisnya maupun satuan pengukurannya. Misalnya terdapat decision making unit yang menggunakan pupuk cair dengan satuan liter, pupuk padat dengan satuan kilogram, dan lain sebagainya. 53

63 Berdasarkan hasil pengumpulan data, data yang paling lengkap yang diperoleh adalah data harga dari pestisida yang digunakan. Penulis memutuskan untuk tidak memasukan variabel harga pestisida karena dikahawatirkan hal tersebut akan membiaskan hasil pengamatan. Efisiensi teknis hanya berfokus pada penggunaan masukan (input) sedangkan pada variabel harga pestida, terdapat banyak faktor lain yang mempengaruhi. Karena itu, pestisida tidak dimasukkan kedalam variabel pada data envelopment analysis, akan tetapi tetap diperhitungkan sebagai variabel biaya pada analisis pendapatan. Penelitian ini menganalisis efisiensi teknis seluruh decision making unit dan efisiensi teknis berdasarkan varietas benih yang digunakan oleh decision making unit. Analisis efisiensi teknis berdasarkan varietas benih yang digunakan oleh decision making unit hanya dilakukan pada varietas Ciherang, Denok, dan Mekongga. Hal ini dikarenakan Kintani 1 dan SMC hanya digunakan oleh satu decision making unit sehingga tidak dapat dibandingkan Analisis Efisiensi Teknis Analisis Efisiensi Teknis Seluruh Varietas Analisis ini dilakukan pada 77 decision making unit dengan menggunakan data seperti pada lampiran 1. Data pada lampiran 1 yang digunakan hanya data hasil panen sebagai keluaran (output) (Y), dan variabel masukan (input) yang digunakan adalah pupuk (X1), bibit (X2), tenaga kerja luar keluarga (X3), tenaga kerja dalam keluarga (X4), tenaga kerja mesin (X5), dan luasan lahan (X6). Data lain yang terdapat pada lampiran 1 digunakan dalam memberikan penjelasan hasil keluaran dari nilai efisiensi teknis usahataninya. Analisis ini dilakukan dengan menggunakan data keseluruhan decision making unit dengan seluruh varietas yang dibudidayakan. Varietas adalah salah satu faktor yang memiliki dampak terhadap produksi dan setiap varietas memiliki karakteristik yang berbeda. Perbedaan varietas dapat menyebabkan terjadinya perbedaan tingkat efisiensi yang dapat dicapai. Penilaian efisiensi terhadap keseluruhan varietas dilakukan dangan mengasumsikan variabel lain seperti karakteristik lahan, cuaca, dan masukan (input) lain yang digunakan dapat 54

64 terstandardisasi. Hal lain yang mendukung pengukuran efisiensi teknis dengan menggunakan varietas yang berbeda adalah berdasarkan keterangan dari decision making unit yang mengatakan varietas-varietas yang digunakan oleh decision making unit yang diamati tidak memiliki rentang perbedaan yang besar dari sisi penggunaan masukan (input) maupun keluaran yang dihasilkan. Hasil efisiensi teknis perbandingan seluruh varietas terlihat pada gambar 2. Berdasarkan olahan menggunakan software DEAP 2.1, terdapat 12 decision making unit yang mencapai efisiensi teknis di Desa Kertawinangun pada musim kering tahun Terdapat variasi varietas yang digunakan oleh decision making unit. Varietas yang masuk ke dalam usahatani yang efisien adalah varietas Denok, Kintani 1, SMC, dan Mekongga. Gambar 2. Efisiensi Teknis Usahatani Padi Sawah Desa Kertawinangun, Kabupaten Indramayu Tahun 2011 Berdasarkan gambar 2, terdapat decision making unit yang membudidayakan varietas Ciherang, namun tidak ada yang mencapai efisiensi teknis. Hal ini sesuai dengan pendapat para decision making unit yang mengatakan bahwa varietas Ciherang sebenarnya kurang sesuai untuk dibudidayakan di daerah tersebut. Sebelum tahun 2011 hampir seluruh decision 55

65 making unit membudidayakan varietas Ciherang. Akan tetapi pada tahun , hampir seluruh decision making unit yang membudidayakan varietas Ciherang mengalami gagal panen. Karena itu, pada musim kering tahun 2011 sebagian besar decision making unit mencoba benih varietas lain seperti Denok, Mekongga, Kintani, dan SMC. Alasan masih ada decision making unit yang membudidayakan varietas Ciherang adalah varietas tersebut yang dianjurkan pemerintah dan adanya bantuan benih varietas Ciherang. Meskipun terdapat pembagian benih dari pemerintah, hanya sedikit decision making unit yang mau menggunakan benih tersebut dengan alasan trauma menggunakan varietas Ciherang. Diduga hal yang menyebabkan terdapat beberapa varietas yang mencapai efisiensi teknis adalah karakteristik varietas-varietas tersebut yang tidak jauh berbeda. Berdasarkan wawancara dengan decision making unit, decision making unit mengatakan produktivitas dari varietas Denok dan Mekongga tidak jauh berbeda, begitu juga dengan kebutuhan masukan (input). Sedangkan untuk varietas SMC dan Kintani 1, berdasarkan wawancara dengan decision making unit yang menggunakan varietas tersebut, decision making unit ini baru pertama kali menggunakan varietas tersebut dan menyamaratakan pemberian masukan (input) baik untuk varietas SMC, Kintani 1, maupun untuk varietas lain yang dibudiadayakan. Hasil efisiensi teknis dari decision making unit di Desa Kertawinangun terlihat merata. Hal ini dikarenakan terdapat banyak masukan (input) yang sudah standar kuantitasnya digunakan oleh decision making unit sehingga hasil akhir yang diperoleh tidak terlalu berbeda jauh. Terdapat kemungkinan hanya terdapat beberapa penggunaan variabel masukan (input) yang memiliki sebaran yang luas. Diduga variabel yang memiliki sebaran yang luas adalah penggunaan pupuk. Sedangkan variabel yang memiliki masukan (input) yang cukup terstandardisasi adalah tenaga kerja. Variabel pupuk diduga memiliki sebaran yang lebar sehingga tidak terstandardisasi. Hal ini disebabkan secara umum, terdapat tiga jenis pupuk yang digunakan oleh decision making unit, yaitu pupuk Urea, TSP, dan Posca. Seluruh 56

66 decision making unit menggunakan pupuk Urea dengan kuantitas yang sangat bervariasi untuk setiap hektarnya. Sedangkan untuk kedua pupuk lain, tidak semua decision making unit menggunakan pupuk tersebut. Seluruh decision making unit menggunakan minimal dua jenis pupuk, yaitu kombinasi antara Urea dengan salah satu dari TSP atau Posca. Terdapat juga beberapa decision making unit yang menggunakan ketiga pupuk tersebut. Perbedaan penggunaan pupuk dan kuantitas yang digunakan diduga mempengaruhi hasil yang diperoleh dan menjadikan variabel pupuk sebagai salah satu variabel yang tersebar sehingga mempengaruhi nilai efisiensi teknis yang dicapai. Variabel yang menjadi masukan (input) dengan kuantitas standar diantaranya penggunaan tenaga kerja mesin traktor untuk mengolah lahan. Karena menggunakan mesin dan hanya ada sedikit traktor untuk mengolah lahan, maka waktu pengerjaan dan biaya menjadi standar bagi decision making unit di daerah tersebut. Selain itu karena tenaga penggerak utama berupa mesin, sehingga produktivitas dari mesin itu sendiri dapat lebih terstandardisasi. Variabel masukan (input) lain yang memiliki standar adalah penggunaan tenaga kerja untuk penanaman. Seluruh decision making unit menggunakan sistem borongan untuk tenaga kerja yang mengerjakan penanaman. Sebenarnya decision making unit tidak terlalu memperhatikan kuantitas tenaga kerja yang digunakan karena berapapun tenaga kerja yang bekerja, decision making unit hanya membayar sejumlah tertentu sesuai dengan perjanjian. Akan tetapi variabel ini menjadi standar karena pada kenyataannya hanya ada beberapa kelompok buruh tanam. Setiap kelompok memiliki jumlah anggota tertentu yang akan bekerja untuk menanam padi. Jumlah anggota kelompok buruh tani untuk pekerjaan penanaman berkisar antara 15 hingga 25 orang. Karena itu, meskipun penggarap lahan tidak membatasi standar penggunaan tenaga kerja penanaman, akan tetapi kelompok buruh tani penanam padi telah membuat standar jumlah kelompok tersendiri sehingga pada akhirnya penggunaan tenaga kerja untuk kegiatan penanaman menjadi lebih terstandar. Usahatani yang membutuhkan lebih banyak buruh tani adalah usahatani yang menggunakan sistem tanam jajar legowo. Hal ini dikarenakan menurut buruh tani, sistem tanam jajar legowo lebih 57

67 sulit diterapkan sehingga membutuhkan tenaga kerja lebih banyak. Terdapat kurang dari sepuluh decision making unit yang menggunakan sistem jajar legowo. Penggunaan tenaga kerja panen juga menjadi variabel masukan (input) yang memiliki standar tersendiri. Meskipun tidak ada aturan untuk menyamakan penggunaan tenaga kerja, akan tetapi hanya terdapat tiga sistem panen di daerah tersebut, sistem pertama adalah sistem grabag. Sistem ini banyak digunakan oleh decision making unit dengan alasan biaya yang murah. Sistem ini lebih hemat baik dari segi penggunaan tenaga kerja maupun upah tenaga kerja panen dibandingkan dengan sistem gebod. Sistem kedua adalah sistem gebod. Sistem gebod lebih padat tenaga kerja dibandingkan dengan sisten grabag. Hal ini dikarenakan pada sistem gebod, seluruh kegiatan sejak memotong batang padi hingga merontokkan biji padi dilakukan secara manual sehingga sangat padat tenaga kerja. Sedangkan pada sistem grabag, tenaga kerja manusia yang digunakan hanya untuk memotong batang padi dan perapihan hasil panennya, sedangkan yang merontokkan biji padi dilakukan oleh mesin grabag. Berdasarkan sebaran nilai efisiensi teknis yang diperoleh seluruh decision making unit seperti pada tabel 10, sekitar 50 persen decision making unit memiliki capaian efisiensi teknis dibawah 0,75. Hal ini berarti masih banyak decision making unit yang perlu mengevaluasi usahataninya dan mencari penyebab tinggginya inefisiensi. Hal ini juga dapat menjadi referensi dan menunjukan masih terdapat kemungkinan untuk meningkatkan produksi maupun memperbaiki kombinasi penggunaan masukan (input) oleh decision making unit sehingga dapat mencapai efisiensi teknis. Diharapkan decision making unit yang belum mencapai efisiensi teknis dapat belajar dari decision making unit yang telah mencapai efisiensi teknis untuk dapat membantu usahataninya agar dapat mencapai tingkat efisiensi teknis. Hasil dari efisiensi teknis usahatani padi sawah ini memiliki rataan 0,712. Dibandingkan dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Brazdik (2006) yang menganalisis efisiensi teknis di Jawa Barat maka dapat disimpulkan nilai efisinsi teknis relatif yang diperoleh berada pada kisaran yang sama. Terdapat banyak perbedaan antara penelitian ini dengan penelitian Brazdik (2006). Brazdik 58

68 (2006) menggunakan data panel selama enam musim tanam berupa data sekunder dari Kementerian Pertanian. Hal yang menarik pada Brazdik (2006) adalah penulis menetapkan decision making unit yang tersebar. Karakteristik decision making unit yang menjadi bahan pengamatan heterogen, baik ketinggian, sarana dan prasarana, dan sebagainya. Brazdik (2006) juga melakukan eliminasi terhadap beberapa data yang dianggap menjadi pencilan sehingga dapat menyebabkan kesalahan pada hasilnya. Penelitian yang dilakukan oleh penulis lebih mendekati nilai efisiensi relatif di daerah yang diamati karena penulis menggunakan berbagai variabel seperti karakteristik lahan, pengairan, dan lokasi yang berada di tempat yang sama sehingga lebih tepat untuk dibandingkan. Selain itu data yang digunakan berupa data primer sehingga lebih rinci dan akurat karena bersumber langsung dari decision making unit yang melakukan usahataninya. Tidak ada pengeliminasian data pencilan pada perhitungan efisiensi teknis dalam penelitian ini. Tabel 10. Sebaran Decision Making Unit Berdasarkan Tingkat Pencapaian Efisiensi Teknis Usahatani Padi Sawah di Desa Kertawinangun Tahun 2011 Nilai Efisiensi Jumlah Decision Making Unit (Orang) Persentase (%) 0 < x 0,1 2 2,6 0,1 < x 0,2 0 0,0 0, 2 < x 0,3 1 1,3 0, 3 < x 0,4 2 2,6 0, 4 < x 0,5 3 3,9 0, 5 < x 0, ,3 0, 6 < x 0, ,7 0, 7 < x 0, ,5 0, 8 < x 0,9 5 6,5 0, 9 < x ,7 Jumlah

69 Dibandingkan dengan penelitian lain yang menganalisis efisiensi teknis padi di negara lain, hasil efisiensi teknis relatif di Desa Kertawinangun yang dilakukan penulis berada pada nilai rata-rata yang relatif sama. Penelitian efisiensi teknis padi yang dilakukan di negara lain yang dibandingkan dalam hal ini adalah penelitian Krasachat (2004) yang menganalisis efisiensi teknis padi sawah di Thailand sebesar 0,77, dan Dhungana et al. (2004) yang menganalisis efisiensi teknis padi di Nepal dengan nilai rata-rata efisiensi 0,76. Penelitian yang dilakukan penulis memiliki beberapa kesamaan dengan penelitian yang dilakukan oleh Krasachat (2004) dan Dhungana et al. (2004). Seluruh penelitian ini berusaha mengamati usahatani yang memiliki karakteristik yang homogen. Karakteristik yang diperhatikan adalah kesamaan karakteristik lahan seperti topografi, curah hujan, dan tipe lahan. Pengambilan decision making unit dengan karakteristik yang sama dilakukan dengan tujuan agar nilai efisiensi teknis yang dihasilkan dapat mendekati kenyataan dilapangan. Hal lain yang dilakukan untuk menghasilkan nilai efisiensi yang baik juga digunakan data primer dengan harapan adanya kesalahan data karena penggunaan data sekunder dapat diminimalisasi. Perbedaan antara penelitian ini dengan penelitian efisiensi teknis padi pada Dhungana et al. (2004) dan Krasachat (2004) adalah kedua penelitian tersebut tidak menggunakan perbandingan pada varietas yang sama. Kedua penelitian tersebut lebih mengutamakan persamaan faktor produksi seperti karakertistik petani dan karakteristik lahan. Kedua penelitian tersebut mengabaikan kemungkinan adanya pengaruh perbedaan varietas yang digunakan terhadap capaian efisiensi. Karena itu, dapat dikatakan penelitian ini memiliki kelebihan memperhatikan adanya kemungkinan varietas mempengaruhi nilai efisiensi sehingga melakukan analisis efisiensi pada setiap varietasnya. Perbedaan lain antara penelitian ini dibandingkan dengan Dhungana et al. (2004) dan Krasachat (2004) adalah penelitian ini tidak memasukan variabel pestisida seperti yang telah dijelaskan pada awal bab ini. Akan tetapi penulis berpikiran bahwa penulis lebih tepat untuk tidak menggunakan variabel pestisida dibandingkan dengan memasukan variabel pestisida sebagai nilai dari perkalian 60

70 antara nominal harga dengan kuantitas pestisida. Penelitian Dhungana et al. (2004) dan Krasachat (2004) menggunakan variabel harga dari pestisida yang digunakan usaatani sebagai salah satu variabel masukan (input) Analisis Efisiensi Teknis Varietas Ciherang Analisis efisiensi teknis padi sawah varietas Ciherang dilakukan pada 16 decision making unit. Data yang diolah terdapat pada lampiran 1. Data pada lampiran 1 yang digunakan hanya data hasil panen sebagai keluaran (output) (Y), dan variabel masukan (input) yang digunakan adalah pupuk (X1), bibit (X2), tenaga kerja luar keluarga (X3), tenaga kerja dalam keluarga (X4), tenaga kerja mesin (X5) dan luasan lahan (X6) pada decision making unit yang menggunakan varietas Ciherang. Data lain yang terdapat pada lampiran 1 digunakan dalam memberikan penjelasan hasil keluaran dari nilai efisiensi teknis usahataninya. Penilaian terhadap efisiensi teknis berdasarkan varietas dilakukan berdasarkan asumsi setiap varietas memiliki karakteristik tersendiri, seperti kebutuhan masukan (input) yang diberikan, kerentanan terhadap hama dan penyakit, produktivitas, dan lain sebagainya. Penilaian efisiensi pervarietas dilakukan dengan tujuan mendapatkan keterangan nilai efisiensi teknis dari decision making unit yang menggunakan variabel-variabel yang semakin terstandardisasi. Penilaian ini juga dilakukan untuk menguji hipotesis terdapat kemungkinan ada decision making unit yang tidak mencapai efisiensi teknis ketika dibandingkan seluruh varietas namun masih mencapai efisiensi teknis ketika dibandingkan dengan decision making unit lain dengan varietas yang sama. Hasil olahan efisiensi teknis usahatani padi sawah varietas Ciherang terdapat pada gambar 3. Berdasarkan hasil olahan software DEAP 2.1, diperoleh 7 dari 16 decision making unit mencapai efisiensi teknis varietas Ciherang. Meskipun tidak ada decision making unit yang mencapai efisiensi pada perbandingan seluruh varietas, terlihat bahwa apabila dibandingkan antarvarietas Ciherang, rataan efisiensi yang dicapai justru lebih besar dari rataan perbandingan efisiensi seluruh varietas. Nilai rataan dari efisiensi teknis varietas Ciherang adalah 0,877, dengan capaian efisiensi terendah 0,6. Berdasarkan karakteristik decision making unit, 61

71 tidak terlihat terdapat suatu pola tertentu pada decision making unit yang mencapai efisiensi teknis perbandingan varietas Ciherang. Dilihat baik dari karakteristik usia, pengalaman bertani, pendidikan, maupun status kepemilikan lahan, decision making unit yang mencapai efisiensi teknis pada varietas ini tersebar, mulai dari yang berusia muda dengan pengalaman bertani sepuluh tahun hingga decision making unit yang menghabiskan setengah dari hidupnya untuk bertani. Berdasarkan tingkat pendidikan, tidak ada pola decision making unit yang memiliki pendidikan lebih tinggi akan memiliki efisiensi teknis yang lebih tinggi. Gambar 3. Efisiensi Teknis Usahatani Padi Sawah Varietas Ciherang Desa Kertawinangun, Kabupaten Indramayu Tahun 2011 Terdapat hipotesis nilai efisiensi teknis yang dicapai decision making unit juga dipengaruhi oleh karakteristik petani. Karena itu, pembahasan selanjutnya mencoba memaparkan mengenai nilai efisiensi dan karakteristik decision making unit. Karakteristik decision making unit yang mencapai efisiensi teknis pada perbandingan varietas Ciherang dapat dilihat pada tabel 11. Berdasarkan tabel 1, decision making unit pertama yang mencapai efisiensi teknis pada perbandingan varietas Ciherang berusia diatas 40 tahun dengan 62

72 pengalaman bertani lebih dari 20 tahun. Efisiensi teknis mampu dicapai decision making unit ini meskipun tidak menempuh pendidikan formal. Diduga decision making unit ini dapat mencapai efisiensi teknis pada perbandingan varietas Ciherang karena produktivitas decision making unit ini diatas rata-rata produktivitas varietas Ciherang. Selain itu, dilihat dari penggunaan masukan (input), decision making unit ini menggunakan variabel pupuk, tenaga kerja dalam keluarga, tenaga kerja luar keluarga, dan tenaga kerja mesin dibawah rataan penggunaan masukan (input) seluruh decision making unit yang membudidayakan varietas Ciherang. Hanya variabel masukan (input) bibit yang digunakan decision making unit ini yang penggunaannya diatas rataan penggunaan masukan (input) dalam varietas Ciherang. Tabel 11. Karakteristik Decision Making Unit yang Mencapai Efisiensi Teknis Perbandingan Varietas Ciherang di Desa Kertawinangun Tahun 2011 Efisiensi Jenis Usia Pengalaman Lama Pendidikan No DMU Seluruh Kelamin (Tahun) Bertani (Tahun) Formal (Tahun) Varietas , , , , , , ,773 Keterangan: 1= Laki-laki; 0= Perempuan Meskipun berusia diatas 80 tahun dengan pengalaman bertani lebih dari 50 tahun, decision making unit kedua dapat mencapai efisiensi teknis. Seperti decision making unit pertama, decision making unit ini tidak menempuh pendidikan formal. Produktivitas dari hasil decision making unit ini diatas ratarata dibandingkan dengan decision making unit lain yang membudidayakan varietas Ciherang. Hal ini dapat menjadi faktor yang mengakibatkan decision 63

73 making unit ini mencapai efisiensi teknis pada varietas Ciherang. Dilihat dari penggunaan masukan (input), decision making unit ini menggunakan tenaga kerja baik dalam keluarga maupun luar keluarga lebih rendah dibandingkan dengan rata-rata decision making unit varietas Ciherang. tidak turun langsung untuk mengerjakan berbagai pekerjaan yang biasanya juga dikerjakan oleh penggarap lahan menyebabkan decision making unit ini menggunakan tenaga kerja dalam keluarga yang lebih sedikit dibandingkan dengan decision making unit lain. Hal ini disebabkan usia decision making unit yang diatas 80 tahun sehingga decision making unit lebih mempercayakan kegiatan usahataninya untuk dilakukan oleh tenaga kerja luar keluarga. Berdasarkan penggunaan tenaga kerja luar keluarga, decision making unit ini menggunakan tenaga kerja luar keluarga dibawah ratarata varietas Ciherang disebabkan beberapa hal, diantaranya decision making unit ini menggunakan herbisida sehingga decision making unit ini tidak melakukan kegiatan pengendalian gulma secara manual. Meskipun menggunakan tenaga kerja lebih sedikit, diduga usahatani decision making unit ini memiliki produktivitas yang tinggi dikarenakan tingginya intensitas pemberian pestisida sehingga tetap menjaga tanamannya dari serangan hama dan penyakit. Berdasarkan tabel 1, decision making unit ketiga yang mencapai efisiensi teknis perbandingan varietas Ciherang berusia 40 tahun, dengan pengalaman bertani 20 tahun. Dilihat dari produktivitas, decision making unit ini produktivitasnya berada dibawah rata-rata decision making unit yang membudidayakan varietas Ciherang. Diduga decision making unit ini mampu mencapai efisiensi teknis perbandingan varietas dikarenakan penggunaan tenaga kerja baik dalam keluarga maupun luar keluarga yang rendah. Pengaplikasian pestisida dari decision making unit ini lebih rendah dibandingkan dengan decision making unit kedua. Rendahnya penggunaan tenaga kerja dan pemberian pestisida diduga mengakibatkan produktivitas dari usahataninya dibawah rata-rata. Pembudidaya yang berusia 50 tahun dengan pengalaman bertani selama lima tahun menjadi decision making unit keempat yang mencapai efisiensi teknis. Bagi decision making unit ini bertani bukanlah pekerjaan utama, dan pekerjaan bertani baru dijalankan setelah menikah dengan seorang petani. Karena itu 64

74 decision making unit ini hanya memiliki pengalaman bertani selama lima tahun. pekerjaan lain yang dimiliki decision making unit ini menyebabkan decision making unit tidak turun langsung untuk menjalankan usahataninya. Hal yang dilakukan decision making unit ini sebagai petani penggarap hanyalah mengatur buruh tani untuk mengolah lahan garapannya. Produktivitas dari usahatani decision making unit keempat yang mencapai efisiensi teknis berada dibawah produktivitas rata-rata varietas Ciherang. Meskipun begitu, decision making unit ini menggunakan bibit, pupuk, dan tenaga kerja dalam keluarga yang lebih rendah dibandingkan dengan rata-rata decision making unit varietas Ciherang. Berdasarkan hasil wawancara, decision making unit ini memutuskan untuk menggunakan pupuk dibawah rata-rata adalah karena pengetahuan decision making unit yang luas. Diduga decision making unit ini memiliki pengetahuan yang lebih luas dikarenakan lama pendidikan formal yang ditempuh dan pekerjaan decision making unit mempengaruhi sikap decision making unit dalam mengambil keputusan. Pupuk adalah salah satu variabel yang banyak digunakan secara berlebihan oleh decision making unit lain dengan alasan agar hasil yang diperoleh lebih tinggi, sedangkan bibit digunakan berlebih dengan alasan agar tidak kekurangan saat penyiangan. Meskipun decision making unit lain berpikiran demikian, decision making unit ini mengatakan bahwa penggunaan pupuk secara berlebihan tidak baik bagi usahataninya dan tidak berdampak signifikan sehingga decision making unit tersebut menggunakan dosis yang rendah. Penggunaan tenaga kerja dalam keluarga jelas lebih rendah karena decision making unit banyak tidak turun langsung membantu kegiatan usahataninya. Petani berusia 32 tahun dengan pengalaman bertani empat tahun menjadi decision making unit kelima yang mencapai efisiensi teknis varietas Ciherang. Produktivitas dari decision making unit ini berada diatas rata-rata produktivitas varietas Ciherang. Produktivitas yang tinggi dengan menggunakan masukan (input) seperti pupuk, bibit, dan tenaga kerja mesin dibawah rata-rata decision making unit lain yang membudidayakan varietas Ciherang membuat decision making unit ini mampu mencapai efisiensi teknis. Diduga decision making unit 65

75 ini memiliki produktivitas yang tinggi meskipun penggunaan masukan (input) rendah karena tingginya intensitas penggunaan tenaga kerja manusia. Meskipun penggunaan masukan (input) seperti bibit dan pupuk rendah, akan tetapi dengan perawatan oleh manusia maka dapat mengahasilkan produksi yang tinggi. Kecilnya luasan lahan yang diusahakan dapat menjadi faktor yang menyebabkan dapat intensifnya perawatan yang dilakukan oleh petani penggarap sehingga produksinya dapat tinggi. Pembudidaya berusia 28 tahun dengan pengalaman bertani 10 tahun menjadi decision making unit keenam yang mencapai efisiensi teknis varietas Ciherang. Produktivitas decision making unit ini tertinggi dibandingkan decision making unit pembudidaya varietas Ciherang. Penggunaan tenaga kerja manusia dibawah rata-rata penggunaan decision making unit lain menunjang decision making unit ini mencapai efisiensi teknis. Diduga hal ini yang mempengaruhi decision making unit ini dapat mencapai efisiensi teknis. Petani berusia 55 tahun, dengan pengalaman bertani 40 tahun menjadi responden terakhir yang mencapai efisiensi teknis varietas Ciherang di Desa Kertawinangun. Berdasarkan produktivitas, decision making unit ini produktivitasnya berada sedikit diatas produktivitas rata-rata decision making unit varietas Ciherang. Penggunaan seluruh variabel kecuali tenaga kerja mesin dibawah rata-rata decision making unit lain diduga mempengaruhi decision making unit mencapai efisiensi teknis Analisis Efisiensi Teknis Varietas Denok Analisis efisiensi teknis padi sawah varietas Denok dilakukan dengan 39 decision making unit. Data yang diolah seperti pada lampiran 1. Data pada lampiran 1 yang digunakan hanya data hasil panen sebagai keluaran (output) (Y), dan variabel masukan (input) yang digunakan adalah pupuk (X1), bibit (X2), tenaga kerja luar keluarga (X3), tenaga kerja dalam keluarga (X4), tenaga kerja mesin (X5) dan luasan lahan (X6) pada decision making unit yang menggunakan varietas Denok. Data lain yang terdapat pada lampiran 1 digunakan dalam memberikan penjelasan hasil keluaran dari nilai efisiensi tekn is usahataninya. 66

76 Hasil olahan efisiensi teknis pada varietas Denok terlihat pada gambar 4. Berdasarkan gambar tersebut terlihat 10 dari 39 decision making unit mencapai efisiensi teknis. Decision making unit yang mencapai efisiensi teknis memiliki karakteristik yang beragam, baik dilihat dari segi usia, pengalaman bertani, maupun pendidikan. Gambar 4. Efisiensi Teknis Usahatani Padi Sawah Varietas Denok Desa Kertawinangun, Kabupaten Indramayu Tahun 2011 Terdapat hipotesis nilai efisiensi teknis yang dicapai Decision Making Unit juga dipengaruhi oleh karakteristik petani. Karena itu, pembahasan selanjutnya mencoba memaparkan mengenai nilai efisiensi dan decision making unit. Karakteristik decision making unit yang mencapai efisiensi teknis pada perbandingan varietas Denok dapat dilihat pada tabel 12. Pembudidaya pertama yang mencapai efisiensi teknis berusia 34 tahun dengan pengalaman bertani tiga tahun. Pendidikan formal selama 12 tahun. Hasil panen decision making unit ini berada diatas rata-rata hasil panen decision making unit yang membudidayakan varietas Denok. Selain tingginya hasil panen, decision making unit ini juga didukung dengan penggunaan masukan (input) bibit dibawah rata-rata penggunaan masukan (input) oleh decision making unit lain yang membudidayakan varietas Denok. Hal ini diduga menjadi faktor yang 67

77 mendukung decision making unit ini dapat mencapai efisiensi teknis varietas Denok. Petani kedua yang mencapai efisiensi teknis berusia 28 tahun dengan lama bertani empat tahun. Lama pendidikan formal yang ditempuh decision making unit ini adalah 12 tahun. Seperti decision making unit pertama, hasil panen decision making unit ini diatas rata-rata hasil panen decision making unit pembudidaya veriates Denok. Perbedaannya adalah decision making unit ini menggunakan pupuk, bibit, dan tenaga kerja dalam keluarga dibawah rata-rata pembudidaya Denok. Tabel 12. Karakteristik Decision Making Unit yang Mencapai Efisiensi Teknis Perbandingan Varietas Denok di Desa Kertawinangun Tahun 2011 Lama Efisiensi Jenis Usia Pengalaman No DMU Pendidikan Seluruh Kelamin (Tahun) Bertani (Tahun) Formal (Tahun) Varietas , , ,966 Keterangan: 1= Laki-laki; 0= Perempuan Analisis Efisiensi Teknis Varietas Mekongga Analisis efisiensi teknis padi sawah varietas Mekongga dilakukan pada 20 decision making unit. Data yang diolah terdapat pada lampiran 1. Data pada lampiran 1 yang digunakan hanya data hasil panen sebagai keluaran (output) (Y), dan variabel masukan (input) yang digunakan adalah pupuk (X1), bibit (X2), tenaga kerja luar keluarga (X3), tenaga kerja dalam keluarga (X4), tenaga kerja 68

78 mesin (X5) dan luasan lahan (X6) pada decision making unit yang menggunakan varietas Mekongga. Data lain yang terdapat pada lampiran 1 digunakan dalam memberikan penjelasan hasil keluaran dari nilai efisiensi teknis usahataninya. Hasil olahan efisiensi teknis pengolahan efisiensi teknis pada varietas Mekongga terlihat pada gambar 5. Berdasarkan gambar tersebut terlihat empat dari 20 decision making unit mencapai efisiensi teknis. Seluruh decision making unit yang mencapai efisiensi teknis pada varietas Mekongga berusia diatas 40 tahun dengan pengalaman bertani diatas 20 tahun. Decision making unit yang mencapai efisiensi teknis varietas Mekongga menempuh pendidikan formal paling lama sembilan tahun. Terdapat tiga decision making unit yang mencapai efisiensi teknis baik keseluruhan varietas maupun dalam varietas Mekongga. Berdasarkan keseluruhan perbandingan pervarietas, dapat disimpulkan bahwa decision making unit yang mencapai efisiensi teknis pada perbandingan seluruh varietas akan mencapai efisiensi teknis pada perbandingan pervarietasnya. Decision making unit pertama yang mencapai efisiensi teknis varietas Mekongga adalah decision making unit yang berusia 55 tahun dengan pengalaman bertani 40 tahun. Diantara decision making unit yang mencapai efisiensi varietas Mekongga, decision making unit ini adalah satu-satunya decision making unit yang tidak menempuh pendidikan formal. Decision making unit ini masih belum mencapai efisiensi teknis pada perbandingan seluruh varietas. Produktivitas decision making unit ini berada dibawah rata-rata produktivitas pembudidaya varietas Mekongga. Besarnya luasan lahan yang digarap dapat menjadi faktor yang menyebabkan decision making unit ini dapat mencapai efisiensi teknis. Selain itu, penggunaan pupuk, tenaga kerja dalam keluarga, dan tenaga kerja mesin yang lebih rendah dibandingkan dengan decision making unit yang membudidayakan varietas Mekongga dapat semakin menunjang decision making unit ini untuk dapat mencapai efisiensi teknis varietas Mekongga. Decision making unit ini dapat mencapai penggunaan tenaga kerja manusia yang lebih rendah karena luasan lahan yang digarap lebih besar dari lima hektar. Hal ini 69

79 menyebabkan ketika dirata-rata perhektar, maka penggunaan tenaga kerja manusia bisa lebih rendah. Gambar 5. Efisiensi Teknis Usahatani Padi Sawah Varietas Mekongga Desa Kertawinangun, Kabupaten Indramayu Tahun 2011 Terdapat hipotesis nilai efisiensi teknis yang dicapai Decision Making Unit juga dipengaruhi oleh karakteristik petani. Karena itu, pembahasan selanjutnya mencoba memaparkan mengenai nilai efisiensi dan decision making unit. Karakteristik decision making unit yang mencapai efisiensi teknis pada perbandingan varietas Mekongga dapat dilihat pada tabel 13. Tabel 13. Karakteristik Decision Making Unit yang Mencapai Efisiensi Teknis Perbandingan Varietas Mekongga di Desa Kertawinangun Tahun 2011 No DMU Jenis Kelamin Usia (Tahun) Pengalaman Bertani (Tahun) Lama Pendidikan Formal (Tahun) Efisiensi Seluruh Varietas , Keterangan: 1= Laki-laki; 0= Perempuan 70

80 Decision making unit pertama yang mencapai efisiensi teknis adalah decision making unit dengan usia 63 tahun dengan pengalaman bertani 23 tahun. Decision making unit ini menempuh pendidikan formal hingga tamat sekolah dasar atau pendidikan lain yang sederajat. Produktivitas dari usahatani decision making unit ini paling tinggi dibandingkan dengan decision making unit lain yang mencapai efisiensi tertinggi. Decision making unit ini juga ditunjang dengan penggunaan tenaga kerja yang lebih hemat dibandingkan dengan rata-rata pembudidaya Mekongga, baik tenaga kerja dalam keluarga, luar keluarga, maupun tenaga kerja mesin. Hal yang menyebabkan decision making unit ini dapat menggunakan tenaga kerja lebih sedikit adalah penggunaan herbisida yang mengurangi penggunaan tenaga manusia untuk pengendalian gulma serta panen yang menggunakan sistem grabag yang menghemat tenaga kerja manusia. Decision making unit kedua yang mencapai efisiensi teknis adalah decision making unit berusia 40 tahun dengan pengalaman bertani lebih dari 20 tahun. Pendidikan formal ditempuh decision making unit selama dua tahun. Produktivitas usahataninya berada diatas rata-rata pembudidayas varietas Mekongga. Hanya variabel bibit sebagai masukan (input) yang digunakan oleh decision making unit dan berada dibawah rata-rata decision making unit pembudidaya Mekongga. Faktor yang menyebabkan decision making unit ini menggunakan tenaga kerja manusia diatas rataan penggunaan decision making unit dengan varietas Mekongga adalah decision making unit ini melakukan pengendalian gulma secara manual dengan tenaga kerja manusia. Selain itu, decision making unit mengaplikasikan pestisida msepuluh kali sehingga membutuhkan tenaga kerja lebih banyak. Decision making unit ketiga yang mencapai efisiensi teknis adalah decision making unit berusia 55 tahun dengan pengalaman bertani lebih dari 20 tahun. Pendidikan formal tidak ditempuh decision making unit ini. Produktivitas usahataninya berada diatas rata-rata pembudidayas varietas Mekongga. Hanya variabel bibit sebagai masukan (input) yang digunakan oleh decision making unit dan berada dibawah rata-rata decision making unit pembudidaya Mekongga. Faktor yang menyebabkan decision making unit ini menggunakan tenaga kerja 71

81 manusia diatas rataan penggunaan decision making unit dengan varietas Mekongga adalah decision making unit ini melakukan pengendalian gulma secara manual dengan tenaga kerja manusia. Selain itu, decision making unit mengaplikasikan pestisida msepuluh kali sehingga membutuhkan tenaga kerja lebih banyak. Decision making unit keempat yang mencapai efisiensi teknis adalah decision making unit yang berusia 47 tahun dengan pengalaman bertani selama 23 tahun. Decision making unit ini adalah satu-satunya decision making unit yang bertempat tinggal di luar Desa Kertawinangun. Lama pendidikan formal yang ditempuh oleh decision making unit ini paling lama dibandingkan dengan decision making unit lain yang mencapai efisiensi teknis varietas Mekongga. Karena itu, meskipun pengalaman bertani decision making unit ini paling rendah dibanding decision making unit lain yang mencapai efisiensi teknis, decision making unit ini tetap dapat mencapai skala efisien. Produktivitas usahataninya diatas rata-rata decision making unit yang mencapai efisensi teknis varietas Mekongga. Selain tingginya produksi, usahataninya juga ditunjang dengan penggunaan bibit, tenaga kerja luar keluarga, dan tenaga kerja mesin dibawah rata-rata penggunaan decision making unit lain yang mencapai efisiensi teknis pada varietas Mekongga. Alasan utama decision making unit ini menggunakan bibit dibawah rata-rata adalah petani lain yang bertani disekitar lahan decision making unit memiliki kecenderungan menggunakan bibit secara berlebih sehingga akhirnya banyak bibit yang terbuang. Decision making unit ini memanfaatkan kelebihan bibit dari petani lain sehingga dapat menekan biaya bibit yang seharusnya dikeluarkan Analisis Hubungan Nilai Efisiensi Teknis Perbandingan Seluruh Varietas dengan Nilai Efisiensi Teknis Perbandingan Setiap Varietas Analisis hubungan antara nilai efisiensi teknis perbandingan seluruh varietas dengan nilai efisiensi teknis perbandingan pervarietas dilakukan untuk mengetahui adanya hubungan antara nilai efisiensi yang dicapai decision making unit ketika dibandingkan dengan seluruh varietas dan perbandingan antarvarietasnya. Analisis ini dilakukan atas temuan adanya decision making unit 72

82 yang tidak mencapai efisiensi teknis pada perbandingan seluruh varietas namun ketika dibandingkan dengan decision making unit lain yang mengusahakan varietas yang sama decision making unit tersebut mencapai efisiensi teknis. Pengujian adanya hubungan antara nilai efisiensi teknis perbandingan seluruh varietas dengan nilai efisiensi decision making unit tersebut saat dibandingkan dengan varietasnya dilakukan menggunakan uji Rank Spearman. Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui keeratan hubungan, arah hubungan yang terjadi, dan signifikansi dari hubungan antara kedua variabel yang dibandingkan. Pengujian dilakukan untuk mengetahui hubungan antara (a) nilai efisiensi teknis perbandingan seluruh varietas dengan nilai efisiensi teknis perbandingan varietas Ciherang, (b) nilai efisiensi teknis perbandingan seluruh varietas dengan nilai efisiensi teknis perbandingan varietas Denok, dan (c) nilai efisiensi teknis perbandingan seluruh varietas dengan nilai efisiensi teknis perbandingan varietas Mekongga. Hasil pengujian Rank Spearman ditampilkan pada tabel 14. Tabel 14. Hasil Analisis Hubungan antara Nilai Efisiensi Teknis Perbandingan Seluruh Varietas dengan Nilai Efisiensi Teknis Perbandingan pervarietas Padi Sawah menggunakan Rank Spearman di Desa Kertawinangun Musim Kering Tahun 2011 Hubungan Efisiensi Teknis Perbandingan Seluruh Varietas dengan Korelasi Rank Signifikansi Spearman Arah Korelasi Nilai Interpretasi Nilai Interpretasi Perbandingan Varietas Ciherang Perbandingan Varietas Denok Perbandingan Varietas Mekongga 0,88 0 0,92 3 0,93 2 Korelasi Sangat Erat Korelasi Sangat Erat Korelasi Sangat Erat Positif 0,000 Signifikan Positif 0,000 Signifikan Positif 0,000 Signifikan Berdasarkan tabel 11, terlihat bahwa nilai korelasi Rank Spearman dari ketiga perbandingan lebih besar dari 0,800. Hal ini menunjukan bahwa hubungan antara nilai efisiensi teknis perbandingan seluruh varietas dengan nilai efisiensi teknis perbandingan pervarietas memiliki keeratan yang sangat kuat. Arah 73

83 korelasi yang positif menunjukan bahwa terdapat hubungan berbanding lurus antara nilai efisiensi teknis perbandingan seluruh varietas dengan nilai efisiensi teknis perbandingan pervarietas. Nilai signifikansi dari ketiga pengujian yang bernilai 0,000 menunjukan bahwa hubungan antara nilai efisiensi teknis perbandingan selurh varietas dengan nilai efisiensi teknis perbandingan pervarietas signifikan. Hasil pengujian signifikansi dari hubungan antara nilai efisiensi teknis perbandingan seluruh varietas dengan nilai efisiensi teknis perbandingan pervarietas yang signifikan menjadi dasar dilakukannya analisis lebih lanjut terhadap tren yang ada pada masing-masing perbandingan. Analisis tren dilakukan untuk mengetahui pemetaan masing-masing decision making unit pada gambar hubungan antara efisiensi teknis perbandingan seluruh varietas dengan nilai efisiensi teknis perbandingan pervarietas Analisis Hubungan Nilai Efisiensi Teknis Perbandingan Seluruh Varietas dengan Nilai Efisiensi Teknis Perbandingan Varietas Ciherang Hubungan tren antara nilai efisiensi teknis perbandingan seluruh varietas dengan nilai efisiensi dengan perbandingan varietas Ciherang terlihat pada gambar 6. berdasarkan gambar 6, terlihat bahwa nilai efisiensi teknis yang diperoleh pada perbandingan varietas Ciherang tersebar pada selang efisiensi 0,6-1,0. Tren hubungan antara nilai efisiensi teknis pada perbandingan seluruh varietas dengan nilai efisiensi teknis pada perbandingan pervarietas meningkat seperti terlihat pada gambar 6. Hal ini sesuai dengan hasil dari pengujian Rank Spearman yang dilakukan. Dapat disimpulkan bahwa decision making unit yang mencapai efisiensi teknis pada perbandingan seluruh varietas akan mencapai efisiensi teknis juga pada perbandingan pervarietas. Selain itu, terlihat bahwa ada decision making unit yang tidak mencapai efisiensi teknis perbandingan seluruh varietas akan tetapi mencapai efisiensi teknis ketika dibandingkan dalam varietas yang sama. 74

84 Gambar 6. Gambar Hubungan Nilai Efisiensi Teknis Perbandingan Seluruh Varietas dengan Nilai Efisiensi Teknis Perbandingan Varietas Ciherang di Desa Kertawinangun Analisis Hubungan Nilai Efisiensi Teknis Perbandingan Seluruh Varietas dengan Nilai Efisiensi Teknis Perbandingan Varietas Denok Hubungan antara nilai efisiensi teknis seluruh varietas dengan nilai efisiensi teknis varietas Denok terlihat pada gambar 7. Tren hubungan antara nilai efisiensi teknis perbandingan seluruh varietas dengan nilai efisiensi teknis perbandingan varietas Denok berbanding lurus. Hal ini sesuai dengan hubungan hasil pengujian menggunakan Rank Spearman. Terdapat satu decision making unit yang menjadi pencilan pada varietas Denok. Decision making unit tersebut berada pada kuartil bawah baik pada perbandingan seluruh varietas maupun perbandingan varietas Denok. Berdasarkan gambar 7 terlihat bahwa terdapat decision making unit yang tidak mencapai efisiensi teknis pada perbandingan seluruh varietas dapat mencapai efisiensi teknis pada perbandingan varietas. Pola ini sama seperti yang terlihat pada varietas Ciherang. 75

85 Gambar 7. Gambar Hubungan Nilai Efisiensi Teknis Perbandingan Seluruh Varietas dengan Nilai Efisiensi Teknis Perbandingan Varietas Denok di Desa Kertawinangun Tahun Analisis Hubungan Nilai Efisiensi Teknis Perbandingan Seluruh Varietas dengan Nilai Efisiensi Teknis Perbandingan Varietas Mekongga Hubungan antara nilai efisiensi teknis perbandingan seluruh varietas dengan nilai efisiensi teknis perbandingan varietas Mekongga terlihat pada gambar 8. Terdapat kesamaan hubungan antara efisiensi perbandingan seluruh varietas dengan efisiensi teknis perbandingan antara varietas pada perbandingan varietas Ciherang, Denok, dan Mekongga. Tren hubungan antara efisiensi teknis perbandingan seluruh varietas dengan perbandingan antarvarietas berbanding lurus. Hal ini sesuai dengan tren berdasarkan pengujian Rank Spearman. Arti dari tren ini adalah decision making unit yang memperoleh nilai efisiensi teknis yang tinggi pada perbandingan seluruh varietas maka ketika dibandingkan kedalam varietas, maka nilai efisiensi teknisnya akan tinggi pula. Decision making unit yang mencapai efisiensi teknis pada perbandingan selurh varietas akan mencapai efisiensi teknis pada perbandingan antarvarietas. Selain itu, terdapat decision making unit yang tidak mencapai efisiensi teknis pada 76

86 perbandingan seluruh varietas akan tetapi mampu mencapai efisiensi teknis ketika dibandingkan dalam varietasnya. Gambar 8. Gambar Hubungan Nilai Efisiensi Teknis Perbandingan Seluruh Varietas dengan Nilai Efisiensi Teknis Perbandingan Varietas Mekongga di Desa Kertawinangun Analisis Hubungan Nilai Efisiensi Teknis Perbandingan pervarietas dengan Karakteristik Decision making unit Analisis hubungan antara nilai efisinsi teknis perbandingan masing-masing varietas dengan karakteristik decision making unit dilakukan untuk mengetahui apakah terdapat pola tertetu pada decision making unit berdasarkan karakteristiknya. Manfaat dari mengetahui adanya pola tertentu pada hubungan antara nilai efisiensi teknis dengan karaktersitik decision making unit adalah sebagai referensi dalam menentukan saran bagi pengembangan kebijakan agribisnis padi sawah dimasa yang akan datang. Karakteristik decision making unit menjadi faktor yang perlu diperhatikan karena sifat-sifat tertentu dari petani akan mempengaruhi petani dalam mengambil keputusan saat menjalankan usahataninya. 77

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis adalah suatu alur berpikir yang digunakan oleh penulis berdasarkan teori maupun konsep yang telah ada sebagai acuan dalam

Lebih terperinci

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Pustaka Mengenai Usahatani

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Pustaka Mengenai Usahatani II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Pustaka Mengenai Usahatani Usahatani adalah suatu bentuk kombinasi penggunaan masukan (input) (modal, tenaga kerja, lahan) yang sengaja diusahakan oleh seseorang maupun

Lebih terperinci

IV METODE PENELITIAN

IV METODE PENELITIAN IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Desa Kertawinangun, Kecamatan Kandanghaur, Kabupaten Indramayu, Provinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Tanaman hortikultura merupakan salah satu tanaman yang menunjang pemenuhan gizi masyarakat sebagai sumber vitamin, mineral, protein, dan karbohidrat (Sugiarti, 2003).

Lebih terperinci

VIII ANALISIS HUBUNGAN EFISIENSI TEKNIS DAN PENDAPATAN

VIII ANALISIS HUBUNGAN EFISIENSI TEKNIS DAN PENDAPATAN VIII ANALISIS HUBUNGAN EFISIENSI TEKNIS DAN PENDAPATAN Analisis hubungan efisiensi dan pendapatan yang dibahas dalam penelitian ini adalah perbandingan antara nilai efisiensi teknis dengan rasio dari R/C.

Lebih terperinci

ANALISIS EFISIENSI BISNIS TANAMAN PANGAN UNGGULAN DI KABUPATEN BEKASI Oleh : Nana Danapriatna dan Ridwan Lutfiadi BAB 1.

ANALISIS EFISIENSI BISNIS TANAMAN PANGAN UNGGULAN DI KABUPATEN BEKASI Oleh : Nana Danapriatna dan Ridwan Lutfiadi BAB 1. ANALISIS EFISIENSI BISNIS TANAMAN PANGAN UNGGULAN DI KABUPATEN BEKASI Oleh : Nana Danapriatna dan Ridwan Lutfiadi ABSTRAK Tanaman pangan yang berkembang di Kabupaten Bekasi adalah padi, jagung, ubi kayu,

Lebih terperinci

VII ANALISIS PENDAPATAN

VII ANALISIS PENDAPATAN VII ANALISIS PENDAPATAN Analisis pendapatan yang dibahas dalam penelitian ini meliputi penerimaan, biaya, dan pendapatan dari usahatani padi sawah pada decision making unit di Desa Kertawinangun pada musim

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Konsep Ekonomi 3.1.1. Fungsi Produksi Dalam proses produksi terkandung hubungan antara tingkat penggunaan faktor-faktor produksi dengan produk atau hasil yang akan diperoleh.

Lebih terperinci

: NUSRAT NADHWATUNNAJA A

: NUSRAT NADHWATUNNAJA A ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI PAPRIKA HIDROPONIK DI DESA PASIR LANGU, KECAMATAN CISARUA, KABUPATEN BANDUNG Oleh : NUSRAT NADHWATUNNAJA A14105586 PROGRAM SARJANA

Lebih terperinci

diterangkan oleh variabel lain di luar model. Adjusted R-squared yang bernilai 79,8%

diterangkan oleh variabel lain di luar model. Adjusted R-squared yang bernilai 79,8% VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Konversi Lahan Sawah Irigasi Teknis di Provinsi Jawa Barat Berdasarkan hasil analisis yang diperoleh pada Tabel 16 menunjukkan bahwa model yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Otonomi daerah merupakan hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintah dan kepentingan masyarakat setempat

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN Latar Belakang

I PENDAHULUAN Latar Belakang 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN Subsektor hortikultura merupakan bagian dari sektor pertanian yang mempunyai peran penting dalam menunjang peningkatan perekonomian nasional dewasa ini. Subsektor ini

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian, khususnya tanaman pangan bertujuan untuk meningkatkan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian, khususnya tanaman pangan bertujuan untuk meningkatkan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Pembangunan pertanian, khususnya tanaman pangan bertujuan untuk meningkatkan produksi dan memperluas keanekaragaman hasil pertanian. Hal ini berguna untuk memenuhi

Lebih terperinci

PERANAN PESANTREN AL ZAYTUN TERHADAP PENINGKATAN PRODUKSI DAN PENDAPATAN USAHATANI PADI DI KECAMATAN GANTAR, KABUPATEN INDRAMAYU, JAWA BARAT

PERANAN PESANTREN AL ZAYTUN TERHADAP PENINGKATAN PRODUKSI DAN PENDAPATAN USAHATANI PADI DI KECAMATAN GANTAR, KABUPATEN INDRAMAYU, JAWA BARAT PERANAN PESANTREN AL ZAYTUN TERHADAP PENINGKATAN PRODUKSI DAN PENDAPATAN USAHATANI PADI DI KECAMATAN GANTAR, KABUPATEN INDRAMAYU, JAWA BARAT OLEH: ARYANI PRAMESTI A 14301019 PROGRAM STUDI EKONOMI PERTANIAN

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Kedelai merupakan salah satu tanaman yang menjadi komoditas utama di Indonesia. Bagian yang dimanfaatkan pada tanaman kedelai adalah bijinya. Berdasarkan Sastrahidajat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Tingkat Produksi Kedelai Peluang peningkatan produksi kedelai di dalam negeri masih terbuka

Lebih terperinci

Bab IV Alih Fungsi Lahan Pertanian dan Pengaruhnya Terhadap Ketahanan Pangan

Bab IV Alih Fungsi Lahan Pertanian dan Pengaruhnya Terhadap Ketahanan Pangan 122 Bab IV Alih Fungsi Lahan Pertanian dan Pengaruhnya Terhadap Ketahanan Pangan IV.1 Kondisi/Status Luas Lahan Sawah dan Perubahannya Lahan pertanian secara umum terdiri atas lahan kering (non sawah)

Lebih terperinci

DAFTAR ALAMAT MADRASAH TSANAWIYAH NEGERI TAHUN 2008/2009

DAFTAR ALAMAT MADRASAH TSANAWIYAH NEGERI TAHUN 2008/2009 ACEH ACEH ACEH SUMATERA UTARA SUMATERA UTARA SUMATERA BARAT SUMATERA BARAT SUMATERA BARAT RIAU JAMBI JAMBI SUMATERA SELATAN BENGKULU LAMPUNG KEPULAUAN BANGKA BELITUNG KEPULAUAN RIAU DKI JAKARTA JAWA BARAT

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Sawah irigasi sebagai basis usahatani merupakan lahan yang sangat potensial serta menguntungkan untuk kegiatan usaha tani. Dalam satu tahun setidaknya sawah irigasi dapat

Lebih terperinci

ANALISIS PENDAPATAN DAN EFISIENSI PENGGUNAAN FAKTOR-FAKTOR PRODUKSI USAHATANI BELIMBING DEPOK VARIETAS DEWA-DEWI (Averrhoa carambola L)

ANALISIS PENDAPATAN DAN EFISIENSI PENGGUNAAN FAKTOR-FAKTOR PRODUKSI USAHATANI BELIMBING DEPOK VARIETAS DEWA-DEWI (Averrhoa carambola L) ANALISIS PENDAPATAN DAN EFISIENSI PENGGUNAAN FAKTOR-FAKTOR PRODUKSI USAHATANI BELIMBING DEPOK VARIETAS DEWA-DEWI (Averrhoa carambola L) Oleh : AKBAR ZAMANI A. 14105507 PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN

Lebih terperinci

ANALISIS EFISIENSI PRODUKSI DAN PENDAPATAN USAHATANI UBI KAYU (Studi Kasus Desa Pasirlaja, Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Bogor) ALFIAN NUR AMRI

ANALISIS EFISIENSI PRODUKSI DAN PENDAPATAN USAHATANI UBI KAYU (Studi Kasus Desa Pasirlaja, Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Bogor) ALFIAN NUR AMRI ANALISIS EFISIENSI PRODUKSI DAN PENDAPATAN USAHATANI UBI KAYU (Studi Kasus Desa Pasirlaja, Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Bogor) ALFIAN NUR AMRI DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis Tujuan dari penelitian yang akan dilakukan adalah untuk mengetahui tingkat pendapatan usahatani tomat dan faktor-faktor produksi yang mempengaruhi

Lebih terperinci

Evaluasi Kegiatan TA 2016 dan Rancangan Kegiatan TA 2017 Ditjen Prasarana dan Sarana Pertanian *)

Evaluasi Kegiatan TA 2016 dan Rancangan Kegiatan TA 2017 Ditjen Prasarana dan Sarana Pertanian *) Evaluasi Kegiatan TA 2016 dan Rancangan Kegiatan TA 2017 Ditjen Prasarana dan Sarana Pertanian *) Oleh : Dr. Ir. Sumarjo Gatot Irianto, MS, DAA Direktur Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian *) Disampaikan

Lebih terperinci

Tabel Lampiran 1. Produksi, Luas Panen dan Produktivitas Padi Per Propinsi

Tabel Lampiran 1. Produksi, Luas Panen dan Produktivitas Padi Per Propinsi Tabel., dan Padi Per No. Padi.552.078.387.80 370.966 33.549 4,84 4,86 2 Sumatera Utara 3.48.782 3.374.838 826.09 807.302 4,39 4,80 3 Sumatera Barat.875.88.893.598 422.582 423.402 44,37 44,72 4 Riau 454.86

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. Tahun. Pusat Statistik 2011.htpp://www.BPS.go.id/ind/pdffiles/pdf [Diakses Tanggal 9 Juli 2011]

BAB I. PENDAHULUAN. Tahun. Pusat Statistik 2011.htpp://www.BPS.go.id/ind/pdffiles/pdf [Diakses Tanggal 9 Juli 2011] BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertanian merupakan sumber mata pencaharian masyarakat Indonesia. Sektor pertanian yang meliputi pertanian, peternakan, kehutanan dan perikanan merupakan kegiatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Kandungan Zat Gizi Komoditas Kedelai. Serat (g) Kedelai Protein (g) Sumber: Prosea 1996 ( Purwono: 2009)

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Kandungan Zat Gizi Komoditas Kedelai. Serat (g) Kedelai Protein (g) Sumber: Prosea 1996 ( Purwono: 2009) BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Komoditas kedelai merupakan jenis barang yang termasuk ke dalam kebutuhan penting bagi masyarakat Indonesia yaitu sebagai salah satu makanan pangan selain beras,

Lebih terperinci

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2. Jenis dan Sumber Data

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2. Jenis dan Sumber Data IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian mengenai Analisis Pendapatan Usahatani Ubi Jalar ini dilakukan di Desa Gunung Malang yang berada di Kecamatan Tenjolaya, Kabupaten Bogor,

Lebih terperinci

Katalog BPS

Katalog BPS Katalog BPS. 5214.32 PRODUKSI TANAMAN PADI DAN PALAWIJA JAWA BARAT TAHUN 2010-2014 ISSN: - Nomor Publikasi: 32.530.15.01 Katalog BPS: 5214.32 Ukuran Buku: 19 cm x 28 cm Jumlah Halaman: vii + 71 halaman

Lebih terperinci

ANALISIS USAHATANI DAN KESEJAHTERAAN PETANI PADI, JAGUNG DAN KEDELE

ANALISIS USAHATANI DAN KESEJAHTERAAN PETANI PADI, JAGUNG DAN KEDELE ANALISIS USAHATANI DAN KESEJAHTERAAN PETANI PADI, JAGUNG DAN KEDELE Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian Kementerian Pertanian Februari 2011 ANALISIS USAHATANI DAN KESEJAHTERAAN PETANI PADI, JAGUNG

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Komoditi salak merupakan salah satu jenis buah tropis asli Indonesia yang menjadi komoditas unggulan dan salah satu tanaman yang cocok untuk dikembangkan. Di Indonesia

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Tembakau merupakan salah satu komoditas perdagangan penting di dunia. Menurut Rachmat dan Sri (2009) sejak tahun

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Tembakau merupakan salah satu komoditas perdagangan penting di dunia. Menurut Rachmat dan Sri (2009) sejak tahun I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Tembakau merupakan salah satu komoditas perdagangan penting di dunia. Menurut Rachmat dan Sri (2009) sejak tahun 2000-an kondisi agribisnis tembakau di dunia cenderung

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA Penelitian tentang analisis pendapatan usahatani padi, peneliti mengambil beberapa penelitian yang terkait dengan topik penelitian, dengan mengkaji dan melihat alat analisis yang digunakan

Lebih terperinci

perluasan kesempatan kerja di pedesaan, meningkatkan devisa melalui ekspor dan menekan impor, serta menunjang pembangunan wilayah.

perluasan kesempatan kerja di pedesaan, meningkatkan devisa melalui ekspor dan menekan impor, serta menunjang pembangunan wilayah. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tujuan pembangunan pertanian dan ketahanan pangan adalah meningkatkan produksi untuk memenuhi penyediaan pangan penduduk, mencukupi kebutuhan bahan baku industri dalam

Lebih terperinci

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Empiris Ubi Jalar

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Empiris Ubi Jalar II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Empiris Ubi Jalar Ubi jalar telah banyak diteliti dari berbagai bidang disiplin ilmu, akan tetapi penelitian mengenai efisiensi teknis usahatani belum pernah dilakukan.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Pertanian tanaman pangan masih menjadi usaha sebagian besar petani. Di Indonesia sendiri, masih banyak petani tanaman pangan yang menanam tanaman pangan untuk dikonsumsi

Lebih terperinci

V. KEBIJAKAN, STRATEGI, DAN PROGRAM

V. KEBIJAKAN, STRATEGI, DAN PROGRAM V. KEBIJAKAN, STRATEGI, DAN PROGRAM Hingga tahun 2010, berdasarkan ketersediaan teknologi produksi yang telah ada (varietas unggul dan budidaya), upaya mempertahankan laju peningkatan produksi sebesar

Lebih terperinci

PENGARUH PENERAPAN METODE SRI DAN METODE KONVENSIONAL TERHADAP PENDAPATAN USAHATANI PADI (Studi Kasus Kabupaten Cianjur, Provinsi Jawa Barat)

PENGARUH PENERAPAN METODE SRI DAN METODE KONVENSIONAL TERHADAP PENDAPATAN USAHATANI PADI (Studi Kasus Kabupaten Cianjur, Provinsi Jawa Barat) PENGARUH PENERAPAN METODE SRI DAN METODE KONVENSIONAL TERHADAP PENDAPATAN USAHATANI PADI (Studi Kasus Kabupaten Cianjur, Provinsi Jawa Barat) ERY FEBRURIANI DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN

Lebih terperinci

ANALISIS USAHATANI PADI SAWAH DI DESA KEMUNING MUDA KECAMATAN BUNGARAYA KABUPATEN SIAK

ANALISIS USAHATANI PADI SAWAH DI DESA KEMUNING MUDA KECAMATAN BUNGARAYA KABUPATEN SIAK 1 ANALISIS USAHATANI PADI SAWAH DI DESA KEMUNING MUDA KECAMATAN BUNGARAYA KABUPATEN SIAK FARMING ANALYSIS OF PADDY IN KEMUNINGMUDA VILLAGE BUNGARAYA SUB DISTRICT SIAK REGENCY Sopan Sujeri 1), Evy Maharani

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. untuk tanaman pangan salah satunya yaitu ubi kayu (Manihot utilissima). Ubi

I. PENDAHULUAN. untuk tanaman pangan salah satunya yaitu ubi kayu (Manihot utilissima). Ubi 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia dikenal sebagai negara yang sangat cocok sebagai media tanam untuk tanaman pangan salah satunya yaitu ubi kayu (Manihot utilissima). Ubi kayu merupakan komoditas

Lebih terperinci

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kondisi Usahatani Padi di Indonesia Padi merupakan komoditi pangan utama masyarakat Indonesia. Pangan pokok adalah pangan yang muncul dalam menu sehari-hari, mengambil porsi

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian ini dilakukan di Desa Cikarawang, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Lokasi ini dipilih secara sengaja (purposive). Alasan pemilihan Kabupaten

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Kakao merupakan tanaman perkebunan yang memiliki peran cukup penting bagi perekonomian nasional, khususnya sebagai penyedia lapangan kerja, sumber pendapatan dan devisa

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian memiliki peran yang strategis dalam perekonomian

I PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian memiliki peran yang strategis dalam perekonomian I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan pertanian memiliki peran yang strategis dalam perekonomian nasional. Peran strategis pertanian tersebut digambarkan melalui kontribusi yang nyata melalui pembentukan

Lebih terperinci

EVALUASI KEMITRAAN PETANI PADI DENGAN LEMBAGA PERTANIAN SEHAT DOMPET DHUAFA REPUBLIKA DESA CIBURUY, KECAMATAN CIGOMBONG KABUPATEN BOGOR SKRIPSI

EVALUASI KEMITRAAN PETANI PADI DENGAN LEMBAGA PERTANIAN SEHAT DOMPET DHUAFA REPUBLIKA DESA CIBURUY, KECAMATAN CIGOMBONG KABUPATEN BOGOR SKRIPSI EVALUASI KEMITRAAN PETANI PADI DENGAN LEMBAGA PERTANIAN SEHAT DOMPET DHUAFA REPUBLIKA DESA CIBURUY, KECAMATAN CIGOMBONG KABUPATEN BOGOR SKRIPSI OKTIARACHMI BUDININGRUM H34070027 DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Untuk tingkat produktivitas rata-rata kopi Indonesia saat ini sebesar 792 kg/ha

I. PENDAHULUAN. Untuk tingkat produktivitas rata-rata kopi Indonesia saat ini sebesar 792 kg/ha I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kopi merupakan salah satu komoditas perkebunan tradisional yang mempunyai peran penting dalam perekonomian Indonesia. Peran tersebut antara lain adalah sebagai sumber

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pertanian merupakan salah satu sektor utama di negara ini. Sektor tersebut

BAB I PENDAHULUAN. Pertanian merupakan salah satu sektor utama di negara ini. Sektor tersebut 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pertanian merupakan salah satu sektor utama di negara ini. Sektor tersebut memiliki peranan yang cukup penting bila dihubungkan dengan masalah penyerapan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan yang mendasar (basic need) bagi setiap

I. PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan yang mendasar (basic need) bagi setiap I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pangan merupakan kebutuhan yang mendasar (basic need) bagi setiap manusia untuk dapat melakukan aktivitas sehari-hari guna mempertahankan hidup. Pangan juga merupakan

Lebih terperinci

HUBUNGAN PENGUASAAN LAHAN SAWAH DENGAN PENDAPATAN USAHATANI PADI

HUBUNGAN PENGUASAAN LAHAN SAWAH DENGAN PENDAPATAN USAHATANI PADI HUBUNGAN PENGUASAAN LAHAN SAWAH DENGAN PENDAPATAN USAHATANI PADI (Studi Kasus Kelompok Tani Harum IV Kelurahan Situmekar, Kecamatan Lembursitu, Kota Sukabumi) SKRIPSI OCTIASARI H34070084 DEPARTEMEN AGRIBISNIS

Lebih terperinci

Lampiran.1 Perkembangan Produksi Bayam Di Seluruh Indonesia Tahun

Lampiran.1 Perkembangan Produksi Bayam Di Seluruh Indonesia Tahun Lampiran.1 Perkembangan Produksi Bayam Di Seluruh Indonesia Tahun 2003 2006 No Propinsi Produksi Th 2003 Th 2004 Th 2005 Th 2006 1 Aceh 2.410 4.019 3.859 3.571 2 Sum. Utara 10.958 6.222 3.169 8.996 3 Sum.

Lebih terperinci

Sensus Pertanian 2013 (ST2013) merupakan sensus pertanian keenam yang diselenggarakan Badan Pusat Statistik

Sensus Pertanian 2013 (ST2013) merupakan sensus pertanian keenam yang diselenggarakan Badan Pusat Statistik Seuntai Kata Sensus Pertanian 2013 (ST2013) merupakan sensus pertanian keenam yang diselenggarakan Badan Pusat Statistik (BPS) setiap 10 (sepuluh) tahun sekali sejak 1963. Pelaksanaan ST2013 merupakan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. (http://www.bps.go.id). Populasi Ternak (000) Ekor Diakses Tanggal 3 Oktober 2011.

PENDAHULUAN. (http://www.bps.go.id). Populasi Ternak (000) Ekor Diakses Tanggal 3 Oktober 2011. I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Rata-rata laju pertumbuhan populasi ternak unggas selama enam tahun dari tahun 2004 hingga 2010 menunjukkan peningkatan, diantaranya ternak ayam ras petelur dan pedaging

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Konsep Produksi Produksi merupakan serangkaian proses dalam penggunaan berbagai input yang ada guna menghasilkan output tertentu. Produksi

Lebih terperinci

DAFTAR ISI... HALAMAN JUDUL... HALAMAN PENGESAHAN... HALAMAN PERNYATAAN... KATA PENGANTAR...

DAFTAR ISI... HALAMAN JUDUL... HALAMAN PENGESAHAN... HALAMAN PERNYATAAN... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL... HALAMAN PENGESAHAN... HALAMAN PERNYATAAN... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... INTISARI... ABSTRACT... ii iii iv v vii

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulu Pada penelitian terdahulu, para peneliti telah melakukan berbagai penelitian tentang efisiensi dan pengaruh penggunaan faktor-faktor produksi sehingga akan

Lebih terperinci

Populasi Ternak Menurut Provinsi dan Jenis Ternak (Ribu Ekor),

Populasi Ternak Menurut Provinsi dan Jenis Ternak (Ribu Ekor), Babi Aceh 0.20 0.20 0.10 0.10 - - - - 0.30 0.30 0.30 3.30 4.19 4.07 4.14 Sumatera Utara 787.20 807.40 828.00 849.20 871.00 809.70 822.80 758.50 733.90 734.00 660.70 749.40 866.21 978.72 989.12 Sumatera

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi Penelitian Lokasi penelitian ini dilakukan di BPD, tetapi peneliti tidak secara langsung ke kantor objek penelitian melainkan peneliti mengambil data penelitian yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Usaha Budidaya Udang Usaha budidaya udang merupakan suatu kegiatan ekonomi yang dilakukan oleh petambak atau petani ikan dengan menggabungkan sumberdaya (lahan, tenaga

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. keterampilan para petani dan petugas melalui sekolah lapangan serta pelatihan pemandu (PL I, PL II, PL III).

KATA PENGANTAR. keterampilan para petani dan petugas melalui sekolah lapangan serta pelatihan pemandu (PL I, PL II, PL III). KATA PENGANTAR Kegiatan SL-PTT merupakan fokus utama program yang dilaksanakan dalam upaya mendorong terjadinya peningkatan produktivitas padi. Kegiatan ini dilaksanakan secara serempak secara nasional

Lebih terperinci

ANALISIS USAHATANI JAMUR TIRAM PUTIH (Kasus : Kelompok Wanita Tani Hanjuang, Kecamatan Tamansari, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat)

ANALISIS USAHATANI JAMUR TIRAM PUTIH (Kasus : Kelompok Wanita Tani Hanjuang, Kecamatan Tamansari, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat) ANALISIS USAHATANI JAMUR TIRAM PUTIH (Kasus : Kelompok Wanita Tani Hanjuang, Kecamatan Tamansari, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat) Skripsi SRI ROSMAYANTI H 34076143 DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis merupakan merupakan suatu rancangan kerja penelitian yang digunakan untuk mengungkapkan konsep dan teori dalam menjawab

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Tabel 1. Jumlah Tenaga Kerja Pertanian di Indonesia Tahun Pertanian ** Pertanian. Tenaga Kerja (Orang)

I PENDAHULUAN. Tabel 1. Jumlah Tenaga Kerja Pertanian di Indonesia Tahun Pertanian ** Pertanian. Tenaga Kerja (Orang) I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris dengan jumlah penduduk lebih dari 230 juta jiwa, dari jumlah penduduk tersebut sebagian bekerja dan menggantungkan sumber perekonomiannya

Lebih terperinci

KEBIJAKAN LOKASI PROGRAM PERBAIKAN IRIGASI BERDASARKAN PELUANG PENINGKATAN INDEKS PERTANAMAN (IP) 1

KEBIJAKAN LOKASI PROGRAM PERBAIKAN IRIGASI BERDASARKAN PELUANG PENINGKATAN INDEKS PERTANAMAN (IP) 1 KEBIJAKAN LOKASI PROGRAM PERBAIKAN IRIGASI BERDASARKAN PELUANG PENINGKATAN INDEKS PERTANAMAN (IP) 1 Sudi Mardianto, Ketut Kariyasa, dan Mohamad Maulana Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. komoditas utama penghasil serat alam untuk bahan baku industri Tekstil dan

I. PENDAHULUAN. komoditas utama penghasil serat alam untuk bahan baku industri Tekstil dan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kapas merupakan salah satu bahan baku industri yang memegang peranan penting dalam perekonomian nasional karena kapas merupakan komoditas utama penghasil serat alam untuk

Lebih terperinci

IV. METODOLOGI PENELITIAN. Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi penelitian ini dilakukan

IV. METODOLOGI PENELITIAN. Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi penelitian ini dilakukan IV. METODOLOGI PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Desa Pasir Gaok, Kecamatan Rancabungur, Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi penelitian ini dilakukan

Lebih terperinci

ANALISIS PENDAPATAN DAN PRODUKSI CABANG USAHATANI CABAI MERAH. Oleh : EKO HENDRAWANTO A

ANALISIS PENDAPATAN DAN PRODUKSI CABANG USAHATANI CABAI MERAH. Oleh : EKO HENDRAWANTO A ANALISIS PENDAPATAN DAN PRODUKSI CABANG USAHATANI CABAI MERAH Oleh : EKO HENDRAWANTO A14105535 PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 RINGKASAN EKO

Lebih terperinci

ANALISIS TOTAL FAKTOR PRODUKTIVITAS PADA INDUSTRI TANAMAN PANGAN DI INDONESIA PERIODE OLEH: DIYAH KUSUMASTUTI H

ANALISIS TOTAL FAKTOR PRODUKTIVITAS PADA INDUSTRI TANAMAN PANGAN DI INDONESIA PERIODE OLEH: DIYAH KUSUMASTUTI H ANALISIS TOTAL FAKTOR PRODUKTIVITAS PADA INDUSTRI TANAMAN PANGAN DI INDONESIA PERIODE 1985 2004 OLEH: DIYAH KUSUMASTUTI H14101088 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. oleh pemerintah. Upaya yang dilakukan antara lain dengan meningkatkan

1. PENDAHULUAN. oleh pemerintah. Upaya yang dilakukan antara lain dengan meningkatkan 1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Pertanian adalah salah satu sektor yang menjadi titik berat pembangunan ekonomi Indonesia. Oleh karena itu, pembangunan di sektor pertanian terus digalakkan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN * Keterangan : *Angka ramalan PDB berdasarkan harga berlaku Sumber : Direktorat Jenderal Hortikultura (2010) 1

I PENDAHULUAN * Keterangan : *Angka ramalan PDB berdasarkan harga berlaku Sumber : Direktorat Jenderal Hortikultura (2010) 1 1.1 Latar Belakang I PENDAHULUAN Sektor pertanian terdiri dari beberapa sub sektor, yaitu tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, dan peternakan, dimana keempat sub sektor tersebut mempunyai peranan

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN. elastisitas, konsep return to scale, konsep efisiensi penggunaan faktor produksi

III. KERANGKA PEMIKIRAN. elastisitas, konsep return to scale, konsep efisiensi penggunaan faktor produksi III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis berisi teori dan konsep kajian ilmu yang akan digunakan dalam penelitian. Teori dan konsep yang digunakan dalam penelitian

Lebih terperinci

ANALISIS PENDAPATAN DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI HASIL PRODUKSI PEMBENIHAN IKAN GURAMI PETANI BERSERTIFIKAT SNI

ANALISIS PENDAPATAN DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI HASIL PRODUKSI PEMBENIHAN IKAN GURAMI PETANI BERSERTIFIKAT SNI ANALISIS PENDAPATAN DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI HASIL PRODUKSI PEMBENIHAN IKAN GURAMI PETANI BERSERTIFIKAT SNI (kasus di desa Beji Kecamatan Kedung Banteng Kabupaten Banyumas,Jawa Tengah) Oleh

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Konsep Usahatani Definisi usahatani ialah setiap organisasi dari alam, tenaga kerja dan modal yang ditujukan kepada produksi di lapangan

Lebih terperinci

ANALISIS USAHATANI PADI RAMAH LINGKUNGAN DAN PADI ANORGANIK (Kasus: Kelurahan Situgede, Kecamatan Bogor Barat, Kota Bogor) Oleh: RIDWAN A

ANALISIS USAHATANI PADI RAMAH LINGKUNGAN DAN PADI ANORGANIK (Kasus: Kelurahan Situgede, Kecamatan Bogor Barat, Kota Bogor) Oleh: RIDWAN A ANALISIS USAHATANI PADI RAMAH LINGKUNGAN DAN PADI ANORGANIK (Kasus: Kelurahan Situgede, Kecamatan Bogor Barat, Kota Bogor) Oleh: RIDWAN A14104684 PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS

Lebih terperinci

ANALISIS USAHATANI DAN TATANIAGA KEDELAI DI KECAMATAN CIRANJANG, KABUPATEN CIANJUR, JAWA BARAT. Oleh NORA MERYANI A

ANALISIS USAHATANI DAN TATANIAGA KEDELAI DI KECAMATAN CIRANJANG, KABUPATEN CIANJUR, JAWA BARAT. Oleh NORA MERYANI A ANALISIS USAHATANI DAN TATANIAGA KEDELAI DI KECAMATAN CIRANJANG, KABUPATEN CIANJUR, JAWA BARAT Oleh NORA MERYANI A 14105693 PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang cukup berpengaruh

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang cukup berpengaruh I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang cukup berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Sektor ini memiliki share sebesar 14,9 % pada

Lebih terperinci

Oleh : Apollonaris Ratu Daton A

Oleh : Apollonaris Ratu Daton A ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI JAMBU MENTE (Anacardium Occidentale L.) (Kasus di Desa Ratulodong, Kecamatan Tanjung Bunga, Kabupaten Flores Timur, Propinsi Nusa Tenggara Timur ) Oleh : Apollonaris Ratu

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Konsep Pendapatan Usahatani Suratiyah (2006), mengatakan bahwa usahatani sebagai ilmu yang mempelajari cara-cara petani menentukan, mengorganisasikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Jenis Bencana Jumlah Kejadian Jumlah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Jenis Bencana Jumlah Kejadian Jumlah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Bencana banjir berdasarkan data perbandingan jumlah kejadian bencana di Indonesia sejak tahun 1815 2013 yang dipublikasikan oleh Badan Nasional Penanggulangan

Lebih terperinci

ANALISIS USAHATANI PADI PESTISIDA DAN NON PESTISIDA DI DESA PURWASARI, KECAMATAN DARMAGA, KABUPATEN BOGOR, JAWA BARAT. Oleh: VERRA ANGGREINI A

ANALISIS USAHATANI PADI PESTISIDA DAN NON PESTISIDA DI DESA PURWASARI, KECAMATAN DARMAGA, KABUPATEN BOGOR, JAWA BARAT. Oleh: VERRA ANGGREINI A ANALISIS USAHATANI PADI PESTISIDA DAN NON PESTISIDA DI DESA PURWASARI, KECAMATAN DARMAGA, KABUPATEN BOGOR, JAWA BARAT Oleh: VERRA ANGGREINI A14101021 PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pangan merupakan kebutuhan dasar dalam kehidupan setiap individu. Pangan merupakan sumber energi untuk memulai segala aktivitas. Menurut Undang-Undang No.18 Tahun

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Tabel 1. Data Kandungan Nutrisi Serealia per 100 Gram

I PENDAHULUAN. Tabel 1. Data Kandungan Nutrisi Serealia per 100 Gram I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kekayaan sumber daya alam dalam bidang pertanian merupakan keunggulan yang dimiliki Indonesia dan perlu dioptimalkan untuk kesejahteraan rakyat. Pertanian merupakan aset

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis dilandasi oleh teori-teori mengenai konsep marketable dan marketed surplus, serta faktor-faktor yang memepengaruhinya.

Lebih terperinci

ANALISIS ALIH FUNGSI LAHAN SAWAH DAN PREDIKSI PRODUKSI DAN KONSUMSI BERAS DI KABUPATEN DELI SERDANG SKRIPSI

ANALISIS ALIH FUNGSI LAHAN SAWAH DAN PREDIKSI PRODUKSI DAN KONSUMSI BERAS DI KABUPATEN DELI SERDANG SKRIPSI ANALISIS ALIH FUNGSI LAHAN SAWAH DAN PREDIKSI PRODUKSI DAN KONSUMSI BERAS DI KABUPATEN DELI SERDANG SKRIPSI M. SIDIK PRAMONO 110304078 AGRIBISNIS PROGRAM STUDI AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penduduk merupakan suatu hal yang penting karena merupakan modal dasar dalam pembangunan suatu wilayah. Sukirno (2006) mengatakan penduduk dapat menjadi faktor pendorong

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. dua atau lebih input (sumberdaya) menjadi satu atau lebih output. Dalam

II. TINJAUAN PUSTAKA. dua atau lebih input (sumberdaya) menjadi satu atau lebih output. Dalam 9 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori produksi Menurut Pindyck and Rubinfeld (1999), produksi adalah perubahan dari dua atau lebih input (sumberdaya) menjadi satu atau lebih output. Dalam kaitannya dengan pertanian,

Lebih terperinci

PENGARUH STATUS DAN LUAS LAHAN USAHATANI KENTANG (Solanum tuberosum L.) TERHADAP PRODUKSI DAN PENDAPATAN PETANI

PENGARUH STATUS DAN LUAS LAHAN USAHATANI KENTANG (Solanum tuberosum L.) TERHADAP PRODUKSI DAN PENDAPATAN PETANI PENGARUH STATUS DAN LUAS LAHAN USAHATANI KENTANG (Solanum tuberosum L.) TERHADAP PRODUKSI DAN PENDAPATAN PETANI (Kasus: Desa Argalingga, Kecamatan Argapura, Kabupaten Majalengka, Propinsi Jawa Barat) OLEH:

Lebih terperinci

MANFAAT KEMITRAAN AGRIBISNIS BAGI PETANI MITRA

MANFAAT KEMITRAAN AGRIBISNIS BAGI PETANI MITRA MANFAAT KEMITRAAN AGRIBISNIS BAGI PETANI MITRA (Kasus: Kemitraan PT Pupuk Kujang dengan Kelompok Tani Sri Mandiri Desa Majalaya Kecamatan Majalaya Kabupaten Karawang, Provinsi Jawa Barat) Oleh : ACHMAD

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN. usahatani, pendapatan usahatani, dan rasio penerimaan dan biaya (R-C rasio).

III. KERANGKA PEMIKIRAN. usahatani, pendapatan usahatani, dan rasio penerimaan dan biaya (R-C rasio). III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis penelitian ini meliputi konsep usahatani, biaya usahatani, pendapatan usahatani, dan rasio penerimaan dan biaya (R-C

Lebih terperinci

PEMANTAUAN DAN EVALUASI CAPAIAN KINERJA KEGIATAN PENGELOLAAN SISTEM PENYEDIAAN BENIH TANAMAN PANGAN TRIWULAN II 2016

PEMANTAUAN DAN EVALUASI CAPAIAN KINERJA KEGIATAN PENGELOLAAN SISTEM PENYEDIAAN BENIH TANAMAN PANGAN TRIWULAN II 2016 PEMANTAUAN DAN EVALUASI CAPAIAN KINERJA KEGIATAN PENGELOLAAN SISTEM PENYEDIAAN BENIH TANAMAN PANGAN TRIWULAN II 2016 KEMENTERIAN PERTANIAN-RI DIREKTORAT JENDERAL TANAMAN PANGAN DIREKTORAT PERBENIHAN TANAMAN

Lebih terperinci

PRODUKSI PANGAN INDONESIA

PRODUKSI PANGAN INDONESIA 65 PRODUKSI PANGAN INDONESIA Perkembangan Produksi Pangan Saat ini di dunia timbul kekawatiran mengenai keberlanjutan produksi pangan sejalan dengan semakin beralihnya lahan pertanian ke non pertanian

Lebih terperinci

ANALISIS DAMPAK KENAIKAN HARGA MINYAK GORENG TERHADAP USAHA PENGGORENGAN KERUPUK DI KOTA BEKASI. Oleh : ANGGUN WAHYUNINGSIH A

ANALISIS DAMPAK KENAIKAN HARGA MINYAK GORENG TERHADAP USAHA PENGGORENGAN KERUPUK DI KOTA BEKASI. Oleh : ANGGUN WAHYUNINGSIH A ANALISIS DAMPAK KENAIKAN HARGA MINYAK GORENG TERHADAP USAHA PENGGORENGAN KERUPUK DI KOTA BEKASI Oleh : ANGGUN WAHYUNINGSIH A14103125 PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

URGENSI SIPD DALAM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH

URGENSI SIPD DALAM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH URGENSI SIPD DALAM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH Cirebon, 22 Desember 2015 OUTLINE PEMBAHASAN 1 SIPD DALAM UU 23 TAHUN 2014 2 PERMENDAGRI 8/2014 TENTANG SIPD AMANAT UU 23 TAHUN 2014 Pasal 274: Perencanaan

Lebih terperinci

VIII. ANALISIS EFISIENSI PENGGUNAAN FAKTOR PRODUKSI USAHATANI UBI KAYU. model fungsi produksi Cobb-Douglas dengan penduga metode Ordinary Least

VIII. ANALISIS EFISIENSI PENGGUNAAN FAKTOR PRODUKSI USAHATANI UBI KAYU. model fungsi produksi Cobb-Douglas dengan penduga metode Ordinary Least VIII. ANALISIS EFISIENSI PENGGUNAAN FAKTOR PRODUKSI USAHATANI UBI KAYU 8.1. Pendugaan dan Pengujian Fungsi Produksi Hubungan antara faktor-faktor produksi yang mempengaruhi produksi dapat dimodelkan ke

Lebih terperinci

III. METODE KERJA 1. Lokasi dan Waktu 2. Pengumpulan data

III. METODE KERJA 1. Lokasi dan Waktu 2. Pengumpulan data III. METODE KERJA 1. Lokasi dan Waktu Kajian dilakukan terhadap usahatani beberapa petani sawah irigasi di desa Citarik kecamatan Tirta Mulya Kabupaten Karawang. Pemilihan lokasi terutama didasarkan pada

Lebih terperinci

ANALISIS USAHATANI JAMUR TIRAM PUTIH (Kasus di Komunitas Petani Jamur Ikhlas, Desa Cibening, Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor)

ANALISIS USAHATANI JAMUR TIRAM PUTIH (Kasus di Komunitas Petani Jamur Ikhlas, Desa Cibening, Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor) ANALISIS USAHATANI JAMUR TIRAM PUTIH (Kasus di Komunitas Petani Jamur Ikhlas, Desa Cibening, Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor) SKRIPSI PUSPA HERAWATI NASUTION H 34076122 DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia adalah negara maritim yang kaya akan potensi ikannya, sebagian besar wilayah Indonesia adalah lautan dan perairan. Sektor perikanan menjadi bagian yang sangat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia dikenal sebagai salah satu negara yang mempunyai iklim tropis, berpeluang besar bagi pengembangan budidaya tanaman buah-buahan, terutama buah-buahan tropika.

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Kombinasi Produk Optimum Penentuan kombinasi produksi dilakukan untuk memperoleh lebih dari satu output dengan menggunakan satu input. Hal ini

Lebih terperinci

4. Upaya yang telah dilakukan dalam mengendalikan serangan OPT dan menangani banjir serta kekeringan adalah sebagai berikut:

4. Upaya yang telah dilakukan dalam mengendalikan serangan OPT dan menangani banjir serta kekeringan adalah sebagai berikut: NOMOR: NOTA DINAS Yth. : Direktur Jenderal Tanaman Pangan Dari : Plh. Direktur Perlindungan Tanaman Pangan Hal : Laporan Perkembangan Serangan OPT, Banjir dan Kekeringan Tanggal : Maret 2017 Bersama ini

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. adalah mencukupi kebutuhan pangan nasional dengan meningkatkan. kemampuan berproduksi. Hal tersebut tertuang dalam RPJMN

BAB I. PENDAHULUAN. adalah mencukupi kebutuhan pangan nasional dengan meningkatkan. kemampuan berproduksi. Hal tersebut tertuang dalam RPJMN 1 BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Menurut Dillon (2009), pertanian adalah sektor yang dapat memulihkan dan mengatasi krisis ekonomi di Indonesia. Peran terbesar sektor pertanian adalah

Lebih terperinci

Salah satu tanaman hortikultura yang memiliki peranan cukup penting adalah

Salah satu tanaman hortikultura yang memiliki peranan cukup penting adalah ROZFAULINA. ' Analisis Pendapatan dan Produksi Usahatani Cabai Merah Keriting, kasus Tiga Desa di Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat (Dibimbing oleh NUNUNG KUSNADI). Salah satu tanaman

Lebih terperinci