BAB I PENDAHULUAN. secara verbal antara kedua pihak atau lebih, tetapi juga dapat digunakan sebagai

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. secara verbal antara kedua pihak atau lebih, tetapi juga dapat digunakan sebagai"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa memiliki peranan penting dalam kehidupan manusia. Melalui bahasa, manusia mampu berkomunikasi dan mengutarakan pendapat dengan sesamanya. Bahasa bukan hanya digunakan sebagai media untuk berkomunikasi secara verbal antara kedua pihak atau lebih, tetapi juga dapat digunakan sebagai senjata untuk mengetahui informasi yang ia butuhkan. Bahasa yang dituturkan oleh penutur mengandung maksud dan tindakan-tindakan tertentu yang ditujukan kepada mitra tutur. Hal ini dikarenakan dalam proses bertutur yang melibatkan lebih dari satu pihak mengandung aspek-aspek situasi ujar yang meliputi (a) yang menyapa (penyapa) atau yang disapa (pesapa), (b) konteks sebuah tuturan, (c) tujuan sebuah tuturan, (d) tuturan sebagai bentuk tindakan atau kegiatan: tindak ujar, dan (e) tuturan sebagai produk tindak verbal (Leech, 1993: 19-20). Menurut Leech (1993: 2), makna yang yang terkadung dalam tuturan yang dihasilkan oleh penutur dalam sudut pandang pragmatik adalah intended meaning makna yang diinginkan oleh penutur yaitu maksud yang ada dalam pikiran penutur pada waktu menyampaikan gagasannya kepada mitra tuturnya dalam suatu kesempatan berkomunikasi, dan interpreted meaning makna yang diinterpretasikan oleh lawan tutur yang ada dalam pikiran mitra tuturnya pada waktu mengolah dan membuat interpretasi informasi yang disampaikan 1

2 2 kepadanya dalam suatu proses bertutur. Dapat disimpulkan bahwa dalam proses bertutur, setiap tuturan yang dihasilkan oleh penutur mengandung makna yang disampaikan kepada mitra tutur. Leech (1993: 21) berpendapat pula bahwa sebuah tuturan dapat digolongkan percakapan apabila memenuhi beberapa persyaratan, yakni (a) dilakukan tidak untuk keperluan tertentu, (b) sesama partisipan mempunyai kedudukan yang sama, (c) partisipan dalam jumlah kecil, (d) giliran berbicaranya cukup pendek, dan (e) topik yang dibicarakan hanya untuk kepentingan partisipan saja, bukan untuk orang yang bukan partisipan dalam percakapan tersebut. Dalam sebuah percakapan yang melibatkan dua orang atau lebih, masingmasing peserta tutur harus memahami perannya masing-masing. Sebuah percakapan akan berlangsung dengan baik apabila masing-masing peserta tutur mematuhi bagian-bagian yang terdapat di dalam sebuah percakapan wacana percakapan (conversation analysis) yang terdiri atas giliran wicara (turn-taking), pasangan berdampingan (adjacency pairs), tahapan percakapan (sequences). Dalam sebuah percakapan, apabila salah satu peserta tutur tidak menghiraukan bagian-bagian yang terdapat dalam sebuah percakapan maka akan mengganggu proses percakapan yang sedang terjadi, seperti pada kutipan percakapan yang terjadi dalam persidangan pidana No. Perkara 195/Pid.B/2015/PN/Yyk Selasa 11 Agustus 2015 di Pengadilan Negeri Yogyakarta berikut.

3 3 (1) 1.1 Hakim Ketua : Belum terjawab pertanyaan saya! Kenapa jalan Mentri Supeno itu dipilih untuk arak-arakan konvoi pulang ke rumah Saudara? 1.2 Saksi Kedua : Karena gini Pak, karena kalau lewat jalan lain kan mengganggu... [Hakim Ketua memotong tuturan Saksi Kedua] 1.3 Hakim Ketua : Kosek, tadi kan sudah disebutkan ke rumah Saudara itu ada alternatif selain Mentri Supeno. Ada jalan mana lagi dari Kridosono? Sesi I, (07:02) (07:23). Contoh tuturan di atas merupakan contoh giliran wicara (turn taking) yang terjadi dalam sebuah percakapan. Pada tuturan (1.1), penutur melontarkan sebuah pertanyaan kepada mitra tuturnya kemudian memersilahkan mitra tuturya untuk memberikan respon berupa tuturan (1.2). Penutur menandakan bahwa giliran wicaranya hampir selesai melalui isyarat verbal, yaitu dengan memberi jeda yang lama dan tidak membuat usaha untuk berbicara lagi. Namun pada tuturan (1.3), penutur tidak menghiraukan Transition-Relevance Place (TRP) yang ada pada percakapan sehingga terjadi interupsi. Interupsi yang terjadi diakibatkan karena penutur tidak mau mengunggu TRP dalam tuturan (1.2). Percakapan yang melibatkan dua orang atau lebih mengandung sebuah tuturan yang dinamakan pasangan berdampingan (adjacency pairs), seperti yang terdapat pada kutipan percakapan berikut. (2) 2.1 Hakim Anggota 1 : Saudara melihat Arif Nugroho melakukan pemukulan pada waktu di area parkir Mirota? 2.2 Saksi Ketiga : Tidak, Pak. Saya tidak lihat. Lihatnya cuma ada keributan gitu. 2.3 Hakim Anggota 1 : Jadi tidak lihat secara langsung ya siapa yang memukul siapa? 2.4 Saksi Ketiga : Tidak, Pak. 2.5 Hakim Anggota 1 : Silahkan, Pak.

4 4 [Hakim Anggota 2 mengganggukkan kepala] Sesi II, (31:03) - (31:37). Percakapan di atas melibatkan tiga partisipan yaitu hakim anggota pertama sebagai penutur serta saksi ketiga dan hakim anggota dua sebagai mitra tutur. Percakapan dimulai dengan sesi tanya-jawab oleh hakim anggota pertama dengan saksi ketiga pada tuturan (2.1) sampai tuturan (2.5) yaang berisi pertanyaan mengenai pemukulan yang dilakukan oleh terdakwa yang terjadi di area parkir Mirota Kampus jalan Mentri Supeno. Pada tuturan (2.5) hakim anggota pertama yang telah menyelesaikan sesi tanya-jawab dengan saksi ketiga kemudian mempersilahkan giliran wicara kepada hakim anggota kedua. Tuturan hakim anggota pertama yang mempersilahkan hakim anggota kedua untuk mengambil alih percakapan merupakan salah satu bentuk pasangan berdampingan penawaran yang menimbulkan respon penerimaan. Sebuah percakapan yang melibatkan dua orang atau lebih akan berlangsung dengan lancar apabila terjalin kesepahaman antarpeserta yang terlibat. Kesepahaman tersebut dapat terjadi apabila masing-masing peserta dapat bekerja sama dengan baik dalam menanggapi dan mengutarakan pendapatnya. Kerja sama yang terjalin tersebut dikembangkan oleh Grice ke dalam sebuah prinsip kerja sama. (3) 3.1 Penasihat Hukum 2 : Itu GERAJI berarti di situ kegiatannya memang mengaji atau ada hal-hal lain? 3.2 Saksi Kedua : Jadi dulu kan memang dibentuk untuk kegiatan mengaji, setiap malam Rabu dulu ada, setiap seminggu sekali malam Rabu. Tapi kemudian sesepuh kami meninggal, kemudian vakum.

5 5 3.3 Penasihat Hukum 2 : Untuk Terdakwa ini rajin enggak ikut mengaji? 3.4 Saksi Kedua : Ya tidak terlalu aktif. Sesi II, (53:26) - (54:12). Prinsip kerja sama yang terdapat dalam cuplikan tuturan tersebut dalam pematuhan terhadap maksim kualitas. Percakapan bermula saat penasihat hukum kedua meminta keterangan saksi kedua mengenai Kelompok Mengaji Partai Persatuan Pembangunan (GERAJI) pada tuturan (3.1). Saksi kedua menanggapi pertanyaan yang diajukan oleh penasihat hukum kedua dengan memberikan pemaparan yang lengkap dan sesuai fakta pada tuturan (3.2). Tuturan (3.2) oleh saksi kedua tersebut sesuai dengan maksim kulitas pada prinsip kerja sama Grice karena saksi kedua memberikan keterangan yang sesuai dengan fakta. Peneliti memilih untuk menganalisis percakapan dalam ranah hukum, khususnya persidangan pidana, dikarenakan percakapan yang terjadi dalam persidangan pidana memiliki ciri khusus yang membedakannya dengan jenis percakapan lain. Pertama, peserta tutur yang terlibat dalam percakapan dalam persidangan pidana berbeda dengan percakapan lainnya, khususnya dalam penelitian ini persidangan pidana agenda mendengarkan keterangan saksi, baik dari segi jumlah maupun kedudukan masing-masing peserta tutur. Jumlah peserta tutur dalam persidangan pidana dengan agenda mendengarkan keterangan saksi sekurang-kurangnya terdiri dari tujuh peserta tutur yang meliputi hakim ketua, hakim anggota pertama, hakim anggota kedua, jaksa penuntut umum, penasihat hukum, terdakwa, dan saksi. Selain dari segi jumlah, masing-masing peserta tutur yang terlibat dalam percakapan dalam persidangan pidana memiliki kedudukan yang berbeda. Misalnya, kedudukan hakim ketua lebih tinggi dibandingkan jaksa

6 6 penuntut umum. Hakim ketua bertindak sebagai pemimpin sidang dan memegang peran aktif sebagai interogator sehingga porsi hakim ketua dalam percakapan lebih dominan dibandingkan dengan peserta persidangan lainnya. Kedua, terdapat pergantian peran sebagai penutur dan mitra tutur percakapan dalam persidangan pidana. Misalnya, ketika hakim ketua bertanya kepada saksi pertama maka peran penutur adalah hakim ketua dan mitra tutur adalah saksi pertama, namun ketika jaksa penuntut umum bertanya kepada saksi pertama maka peran penutur adalah jaksa penuntut umum dan mitra tutur adalah saksi pertama. Ketiga, persidangan pidana termasuk dalam tahapan perkara pidana dalam pengambilan putusan perkara sehingga persidangan pidana merupakan suatu proses yang penting dan wajib dilakukan oleh seluruh pihak yang terlibat di dalamnya (Poernomo, 1988: 21-22). Oleh karena itu, menurut Marcellino (1993), percakapan dalam persidangan pidana bukanlah aktivitas yang acak (random) maupun tak bertujuan (aimless), melainkan suatu aktivitas yang memperagakan keteraturan (regularity) dan pola (pattern). Hal ini mengindikasikan bahwa tuturan yang terdapat dalam percakapan dalam persidangan pidana bukan hanya tuturan-tuturan biasa yang sekedar menanyakan informasi terkait perkara yang disidangkan, namun tuturantuturan tersebut juga berisi mengandung strategi-strategi tuturan dengan berbagai tujuan.

7 7 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka masalah-masalah yang akan diteliti dalam penelitian ini meliputi: a. Bagaimanakah giliran wicara percakapan dalam persidangan pidana agenda keterangan saksi di Pengadilan Negeri Yogyakarta? b. Bagaimanaan pasangan berdampingan percakapan dalam persidangan pidana agenda keterangan saksi di Pengadilan Negeri Yogyakarta? c. Bagaimanakah tahapan percakapan dalam persidangan pidana agenda keterangan saksi di Pengadilan Negeri Yogyakarta? d. Bagaimanakah penggunaan prinsip kerja sama dalam persidangan pidana agenda keterangan saksi di Pengadilan Negeri Yogyakarta? 1.3 Tujuan Penelitian Sesuai dengan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini secara terperinci adalah sebagai berikut: a. Mendeskripsikan giliran wicara percakapan dalam persidangan pidana agenda keterangan saksi di Pengadilan Negeri Yogyakarta. b. Mendeskripsikan pasangan berdampingan percakapan dalam persidangan pidana agenda keterangan saksi di Pengadilan Negeri Yogyakarta. c. Mendeskripsikan tahapan percakapan dalam persidangan pidana agenda keterangan saksi di Pengadilan Negeri Yogyakarta. d. Mendeskripsikan penggunaan prinsip kerja sama dalam persidangan pidana agenda keterangan saksi di Pengadilan Negeri Yogyakarta.

8 8 1.4 Manfaat Penelitian Penelitian ini membahas mengenai percakapan dalam ranah hukum khususnya antara hakim, jaksa, penasihat hukum, saksi, dan terdakwa diharapkan dapat memberikan manfaat baik secara teoritis maupun secara praktis. a. Manfaat Teoritis Penelitian ini diharapkan dapat mendalami perkembangan pragmatik khususnya yang berkaitan dengan percakapan sebagai fenomena pragmatik. Penelitian ini memiliki kegunaan teoritis karena dengan memahami teori-teori yang dikemukakan oleh para ahli, penelitian ini dapat memberikan kontribusi dalam pengembangan kajian pragmatik khususnya percakapan. b. Manfaat Praktis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi institusi pengadilan terutama hakim, jaksa, penasihat hukum, saksi, dan terdakwa dalam berkomunikasi sebagai acuan untuk mempermudah peristiwa tutur yang terjadi di dalam persidangan tindak pidana. 1.5 Tinjauan Pustaka Penelitian tentang percakapan pernah dilakukan oleh beberapa peneliti sebelumnya dalam berbagai ranah. Setidaknya ada lima penelitian mengenai percakapan, penelitian pertama adalah penelitian yang telah telah dilakukan oleh Paul Drew, Jhon Chatwin, dan Sarah Collin pada tahun 2011 yang ditulis dalam jurnal berjudul Conversation Analisysis: A Method for Research into Interaction Between Patients and Health-Care Professional. Mereka menggunakan analisis percakapan untuk menganalisis percakapan antara tenaga medis (dokter dan

9 9 perawat) dan pasien. Dalam penelitiannya, dihasilkan kesimpulan bahwa walaupun kesuksesan pelayanan kesehatan sangat bergantung pada faktor biomedis dalam pendiagnosaan dan perawatan, komunikasi juga berperan vital terutama mengenai cara tenaga medis dalam hal ini dokter berkomunikasi dengan pasien ketika memeriksa dan menyampaikan diagnosa. Penelitian mengenai percakapan juga pernah dilakukan oleh Nugroho (2002) dengan judul Analisis Percakapan dalam Chatting. Penelitian tersebut menghasilkan kesimpulan bahwa struktur percakapan di dalam chatting terdiri dari dua jenis, yaitu struktur lengkap dan struktur tidak lengkap. Dalam penelitiannya, Nugroho juga berkesimpulan bahwa pergantian giliran wicara di dalam chatting berupa pergantian giliran wicara tidak teratur dan pergantian giliran wicara teratur. Selain itu, Nugroho juga berpendapat bahwa tindak tutur yang ditemukan dalam chatting berupa tindak tutur direktif, tindak tutur ekpsresif, tindak tutur komisif. Penelitian lain adalah penelitian yang dilakukan oleh Fahkruddin (2000) dengan judul Percakapan di dalam Acara Hikmah Fajar Rajawali Citra Televisi Indonesia. Penelitian tersebut menghasilkan kesimpulan bahwa percakapan dalam acara Hikmah Fajar Rajawali Citra Televisi Indonesia terbagi dalam tiga bagian utama, yaitu pembuka, percakapan inti, dan penutup. Tindak tutur yang ditemukan adalah tindak tutur asertif, tindak tutur direktif, tindak tutur komisif, dan tindak tutur ekspresif. Penelitian selanjutnya adalah penelitian yang dilakukan oleh Farahmi (2013) dengan judul Analisis Wacana Percakapan dalam Komedi Situasi The IT

10 10 Crowd Seri I. Farahmi menyimpulkan bahwa percakapan dalam komedi situasi termasuk dalam dialog kompleks dengan satu pertukaran atau dialog kompleks dengan dua pertukaran atau lebih. Farahmi juga menyebutkan bahwa terdapat halhal yang secara alamiah mengganggu organisasi Conversation Analysis (CA) yang terdiri dari turn-taking, adjacency pairs, dan sequences. Penelitian yang terakhir adalah penelitian yang dilakukan oleh Khusnul Khatimah (2013) dengan judul Analisis Percakapan Terhadap Wawancara Antara Oprah Winfrey, Barack Obama, dan Michelle Obama dalam Acara The Oprah Winfrey Show. Melalui penelitian ini dapat disimpulkan bahwa ditemukan rangkaian pembuka dan penutup percakapan yang terdiri lebih dari satu kali, hal ini disebabkan adanya jeda iklan dalam sebuah acara yang ditayangkan di televisi. Tumpang tindih yang terjadi dalam percakapan yang melibatkan lebih dari dua pertisipan dapat diminimalisir karena topik pembicaraan terkait dengan partisipan. Selain itu ditemukan pula bahwa persitiwa percakapan tidak lepas dari pengaruh sosial budaya Amerika, yaitu pandangan terhadap pujian. Kelima penelitian tersebut memiliki persamaan dan perbedaan. Persamaannya adalah keempat penelitian tersebut mengkaji mengenai percakapan dalam peristiwa tutur. Perbedaannya terletak pada subjek penelitian dan cara menganalisis data yang berbeda di setiap penelitian tersebut. Relevansi dari kelima penelitian tersebut dengan penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti yaitu objek penelitian yang sama-sama mengkaji mengenai percakapan. Tinjauan

11 11 pustaka tersebut saling mendukung satu sama lain mengenai analisis percakapan dalam berbagai ranah. 1.6 Landasan Teori Percakapan Menurut Cutting (2008: 26), percakapan adalah sebuah wacana di mana terjadi negosiasi atau interaksi antara penutur dan mitra tutur. Percakapan biasanya bersifat tidak resmi dan tidak terencana sehingga secara spontan terjadi di antara penutur dan mitra tutur. Ada beberapa syarat bahwa sebuah tindak tutur dapat digolongkan ke dalam jenis percakapan, yakni (a) dilakukan tidak untuk keperluan tertentu, (b) sesama partisipan mempunyai kedudukan yang sama, (c) partisipan dalam jumlah kecil, (d) giliran berbicaranya cukup pendek, dan (e) topik yang dibicarakan hanya untuk kepentingan partisipan saja, bukan untuk orang yang bukan partisipan dalam percakapan tersebut Analisis Percakapan (Conversation Analysis) Analisis percakapan merupakan suatu pendekatan dalam mempelajari suatu percakapan pada sebuah ranah perilaku sosial manusia (Cutting, 2008: 26). Analisis percakapan termasuk pendekatan bottom-up yang dalam menganalisisnya bermula dari percakapan itu sendiri dan memungkinkan data tersebut menentukan strukturnya sendiri. Analisis percakapan memandang percakapan sebagai suatu hal yang linier, peristiwa yang berlangsung terungkap sedikit demi sedikit dan

12 12 menyiratkan negosisasi kerja sama antara peserta tutur selama percakapan berlangsung, demikianlah sebuah percakapan dipandang sebagai sebuah proses Giliran Wicara (Turn-taking) Dalam percakapan yang melibatkan dua pihak atau lebih, giliran wicara (turn-taking) menduduki peran yang penting. Melalui giliran wicara, akan diketahui seberapa besar hak bicara dari masing-masing peserta tuturan. Menurut Levinson (1983: 296) dalam sebuah aktivitas percakapan masing-masing peserta tutur mempunyai hak berbicara yang sama (bebas dalam berbicara), tidak ada yang mengatur hak berbicara masing-masing peserta tutur tersebut. Hal yang senada juga dipaparkan oleh Cutting (2008:28) bahwa dalam sebuah percakapan dibutuhkan kerja sama antarpeserta tutur dengan cara bergantian. Apabila penutur yang satu berbicara maka mitra tutur lainnya mendengarkan, namun terkadang dapat menyela. Hal yang paling penting dalam giliran wicara adalah harus memperhatikan Transition-Relevance Place (TRP) seperti yang dikemukakan oleh Van Rees (1992: 24) berikut. 1. At the first transition-relevance place, the current speaker may hand the floor to another speaker indicated by him; the next speaker is obliged to take his turn. Penutur mempersilahkan mitra tuturnya untuk memberikan respon dan mitra tutur yang ditunjuk berkewajiban untuk menggantikan gilirannya atau memberikan respon. 2. If the current speaker does not select another speaker, the next speaker may at the same point take his turn, but he is not obliged to do so. Jika penutur tidak mempersilahkan mitra tutur untuk menggunakan gilirannya maka mitra tutur tetap boleh menggunakan gilirannya meskipun dia tidak diwajibkan untuk itu.

13 13 3. If no next speaker takes the turn at tthis point, he first speaker may continues his turn, but he is not obliged to do so. Jika tidak ada mitra tutur yang menggunaan giliran wicaranya maka penutur sebelumnya boleh melanjutkan giliran wicaranya, tetapi dia tidak diwajibkan untuk melakukannya. Menurut Finegan (1992:317), penutur menandakan bahwa giliran wicaranya hampir berakhir melalui isyarat verbal dan nonverbal. Isyarat verbal dapat berupa suatu kalimat yang diakhiri dengan question tag atau dengan menggunakan ekspresi-ekspresi. Tanda lain yang bisa digunakan untuk mengakhiri giliran wicara yaitu dengan memberi jeda yang lama dan tidak membuat usaha untuk berbicara lagi. Namun, lama jeda yang dibutuhkan untuk menandai berakhirnya giliran wicara berbeda di setiap budaya. Isyarat nonverbal yaitu dengan membuat gerakan tangan atau dapat pula dengan menatap interlokutor untuk memberi isyarat yang bermakna penyerahan giliran wicara kepada interlokutor. Ketika TRP tidak terpenuhi, tumpang tindih dan interupsi akan terjadi. Tumpang tindih terjadi ketika mitra tutur memprediksi bahwa suatu giliran wicara hampir usai dan kemudian ia mulai bertutur sebelum penutur sebelumnya benarbenar selesai. Wooffitt (2005: 30) menambahkan tumpang tindih juga dapat terjadi ketika ada semacam bentrokan manakala penutur selanjutnya memulai berbicara pada TRP bersamaan dengan penutur saat ini yang menambahkan beberapa kata di akhir tuturannya, tetapi tidak bermaksud untuk melanjutkan atau mempertahankan giliran wicaranya. Interupsi terjadi ketika penutur tidak mau menunggu TRP.

14 Pasangan Berdampingan (Adjacency Pairs) Struktur percakapan lainnya adalah pasangan berdampingan (adjacency pairs) yaitu bentuk ujaran yang berdampingan, misalnya pertanyan-jawaban, salam-salam, penawaran-penerimaan, dan sebagainya. Menurut Finegan (1992: 30), sebuah tuturan dikatakan sebagai pasangan berdampingan apabila memiliki karakteristik sebagai berikut, pertama, kedua bagian tuturan tersebut berdampingan dan diutarakan oleh penutur yang berbeda. Apabila terjadi interaksi yang diakibatkan oleh penutur yang mengutarakan suatu tuturan sebelum menjawab pertanyaan yang terlebih dahulu dilontarkan maka cenderung terdengar janggal dan bahkan dapat menyebabkan kemarahan dari pihak yang memberi pertanyaan. Hal ini disebabkan karena pasangan berdampingan tersebut tidak berkaitan satu sama lain. Kedua, kedua bagian tuturan tersebut berurutan. Dalam percakapan sehari-hari, sebuah tuturan disampaikan dikarenakan adanya tuturan sebelumnya yang mengawali sebuah percakapan. Tuturan yang disampaikan dalam sebuah percakapan mendapatkan umpan balik (feed back) sehingga tuturantuturan tersebut berurutan satu sama lain. Ketiga, antara bagian pertama dan kedua tuturan harus sesuai untuk menghindari tuturan yang ganjil. Levinson (1983: 336) merumuskan korelasi isi dan bentuk respon (giliran wicara kedua) terhadap tuturan pada giliran wicara pertama dalam pasangan berdampingan seperti pada tabel berikut.

15 15 Berdampingan Tabel 1. Korelasi Antara Konten dan Format dalam Pasangan FIRST PARTS: request offer/invite assessment question blame SECOND PARTS: preferred: acceptance acceptance agreement expected answer dispreferred: refusal refusal disagreement unexpected answer non-answer or denial admission Pada tabel di atas, terlihat bahwa terdapat sejumlah pasangan berdampingan yang terdiri dari respon yang diharapkan (preferred) dan yang tidak diharapkan (dispreferred). Bentuk pasangan berdampingan dalam suatu percakapan tidak selalu seperti apa yang diinginkan dan diharapkan oleh penutur, misalnya respon yang diinginkan dari sebuah tuturan pertanyaan adalah jawaban, namun tidak menutup kemungkinan apabila respon dari pertanyaan tersebut dapat berbentuk penolakan. Senada dengan apa yang diutarakan oleh Levinson mengenai respon yang diharapkan (preferred) dan yang tidak diharapkan (dispreferred), Cutting (2008:29) berpendapat bahwa terdapat sejumlah pasangan berdampingan yang terdiri dari respon yang diharapkan (preferred) dan yang tidak diharapkan (dispreferred). Pasangan berdampingan terdiri atas delapan jenis, yaitu: 1. Pertanyaan akan Menimbulkan Respon Jawaban. 2. Penawaran akan Menimbulkan Respon Penerimaan.

16 16 3. Persilaan akan Menimbulkan Respon Penerimaan. 4. Pengonfirmasian akan Menimbulkan Respon Pengiyaan/Pembenaran. 5. Usulan akan Menimbulkan Respon Persetujuan. 6. Sambutan/sapaan akan Menimbulkan Respon Sambutan/ Sapaan. 7. Keluhan akan Menimbulkan Respon Permintaan Maaf. 8. Penyalahan akan Menimbulkan Respon Sangkalan Tahapan Percakapan (Sequences) Dalam sebuah percakapan, sebelum mengutarakan maksud inti, partisipan percakapan pada umumnya akan mengutarakan hal-hal lain yang berfungsi sebagai pembuka dalam percakapan terlebih dahulu kemudian masuk ke inti percakapan. Cutting (2008: 31) membagi urutan bicara these can be presequence, insertion sequence, and opening and closing sequence bagian ini terdiri dari pra-urutan, sisipan dalam urutan, dan pembuka serta penutup urutan. Pra-urutan (pre-sequence) adalah kalimat awal dalam sebuah urutan percakapan yang terdiri dari kalimat ajakan awal (pre-invitations), kalimat permintaan awal (pre-request), dan kalimat pemberitahuan awal (preannouncements). Sisipan dalam urutan (insertion sequence) adalah kalimat tambahan dalam percakapan yang digunakan pada bagian tengah urutan percakapan, yang bersifat bebas, artinya boleh digunakan bila perlu. Pembuka urutan (opening sequence) adalah kalimat pembuka dalam percakapan yang berupa kalimat salam, pertanyaan mengenai mitra tutur, dan sebuah referensi tentang hal yang sudah terjadi. Penutup urutan (closing sequence) adalah kalimat perpisahan yang berada di akhir urutan percakapan.

17 Prinsip Kerja Sama Percakapan dapat berlangsung dengan baik apabila terjalin kesepahaman dan kerjasama antara penutur dan mitra tutur. Oleh karena itu, Grice (dalam Nadar, 2009:24) mengembangkan prinsip kerjasama sebagai berikut. a. Maksim Kuantitas (Maxim of Quantity) : Maksim kuantitas menghendaki setiap peserta tutur memberikan tuturan sebanyak yang dibutuhkan oleh mitra tuturnya. Penutur atau mitra tutur tidak diperbolehkan memberikan informasi berlebihan yang melebihi kebutuhan. b. Maksim Kualitas (Maxim of Quality) Maksim kualitas mengharuskan setiap peserta tutur untuk mengatakan hal yang sebenarnya, maksudnya agar penutur tidak memberikan informasi yang keliru atau salah. c. Maksim Relevansi (Maxiom of Relation) Maksim relevansi mengharuskan setiap peserta tutur memberikan kontribusi yang relevan dengan masalah pembicaraan. d. Maksim Cara (Maxim of Manner) Maksim pelaksanaan mengharuskan setiap peserta tutur berbicara secara langsung, tidak kabur, tidak ambigu, dan tidak berlebih-lebihan, serta runtut.

18 Konteks Menurut Mulyana, (2005: 21) konteks ialah situasi atau latar terjadinya suatu komunikasi. Konteks dapat dianggap sebagai sebab dan alasan terjadinya suatu pembicaraan/dialog. Konteks menggambarkan proses terjadinya peristiwa tutur (language event). Mey (1993:38) meyebutkan bahwa pentingnya sebuah konteks adalah untuk menghindari ambiguitas dalam bahasa, baik secara tertulis maupun secara oral, konteks bersifat dinamis, bukan statis. Konteks harus dipahami sebagai sesuatu yang terdapat di sekitar penutur, dalam arti luas, yang memungkinkan para penutur dalam proses komunikasi untuk berinteraksi dan membuat ekspresi linguistik tersebut dapat dimengerti dalam interaksi mereka. Mey (1993: 38) juga menyatakan bahwa konteks sangat berbeda dari bahasa ke bahasa. Hal ini sering terlihat dalam kasus-kasus ketika terdapat instruksi yang sama muncul berdampingan dalam dua atau lebuh bahasa, terdapat perbedaan yang signifikan, baik dalam pemilihan kata-kata maupun panjang pesan. Konteks bukan hanya merupakan referensi atau pemahaman mengenai sesuatu. Namun, konteks juga daat memberikan tuturan kita makna yang lebih dalam. Selain itu, konteks juga angat penting dalam menentukan nilai yang tepat untuk fenomena seperti praduga, implikatur, dan seluruh rangkaian konteks berorientasi fitur. 1. Konteks situasional Adalah konteks yang hadir secara fisik, yaitu di dalam situasi di mana interaksi berlangsung. Dalam konteks ini, para penutur hanya

19 19 membicarakan mengenai sesuatu yang dapat mereka lihat atau mengerti ketika percakapan dilaksanakan. Penutur dapat menunjukkan sesuatu yang dapat dilihat oleh lawan tutur, atau membicarakan sesuatu saat itu saja. Mislanya ketika A berkata this is the scar that i got yesterday., sambil di berkata demikian, dia menunjuukan bekas luka itu kepada B lawan bicaranya. 2. Konteks pengetahuan latar belakang Dapat berupa konteks kultural (pengetahuan umum yang diketahui oleh semua anggota percakapan) maupun interpersonal (spesifik dan mungkin pengetahuan pribadi tentang sejarah penutur itu sendiri). a. Konteks kultural Dalam konteks ini, penutur dan mitra tutur menetapkan bahwa mereka adalah bagian dari kelompok yang sama sehingga mereka berangapan bahwa hal yang meraka maksud sudah diketahui oleh anggota kelompok (Sperber dan Wilson, 1995). b. Konteks interpersonal Adalah pengetahuan yang diperoleh melalui interaksi verbal atau kegiatan bersama dan pengalaman yang sebelumnya terjadi, termasuk pengetahuan pribadi mengenai mitra tutur. Dalam konteks ini, penutur sudah menceritakan kepada mitra tutur. dalam percakapan yang terjadi sebelumnya sehingga mitra tutur tidak akan bertanya lagi tentang hal yang sedang dibicarakan.

20 20 3. Konteks ko-tekstual Adalah konteks dari teks itu sendiri. Para penutur beranggapan bahwa setiap orang dalam percakapan tersebut memiliki pengetahuan yang cukup mengenai apa yang mereka bicarakan. Dalam konteks ini, penutur menggunakan kata ganti dan sudah dimengerti oleh mitra tutur. Jadi, ketika membicarakan sebuah hal, penutur hanya menyebutkan sekali saja dan selanjutnya hanya diganti dengan kata ganti Implikatur Kridalaksana (2011: 91) mendiskripsikan implikatur percakapan sebagai makna yang dipahami oleh peserta tutur tetapi tidak atau kurang terungkap dalam apa yang diucapkan. Nababan (1987: 28) menjelaskan bahwa konsep implikatur dipakai untuk menerangkan perbedaan yang sering terdapat antara apa yang diucapkan dengan apa yang diimplikasikan. Levinson (1983) yang dikutip oleh Nadar (2009: 61) menjelaskan bahwa implikatur merupakan bagian terpenting dalam pragmatik karena implikatur memberikan penjelasan eksplisit tentang cara bagaimana dapat mengimplikasikan lebih banyak dari apa yang dituturkan. Wijana (1996: 38) menerangkan bahwa implikatur bukan merupakan bagian tuturan yang mengimplikasinya sehingga hubungan tuturan yang mengandung implikatur dan tuturan dari lawan tuturnya bukan merupakan konsekuensi mutlak. Maksudnya adalah dari suatu tuturan, dimungkinkan muncul beberapa implikatur yang berbeda. Levinson (1983) memelalui Nababan (1987:28-30) menjabarkan empat kegunaan konsep implikatur, yaitu:

21 21 1) Konsep implikatur memungkinkan penjelasan fungsional yang bermakna atas fakta-fakta kebahasaan yang tidak terjangkau oleh teori linguistik. 2) Konsep implikatur memberikan suatu penjelasan yang tegas/eksplisit tentang bagaimana mungkinnya bahwa apa yang diucapkannya secara lahiriah berbeda dari apa yang dimaksud dan bahwa pemakai bahasa itu mengerti (menangkap) pesan yang dimaksud. 3) Konsep implikatur dapatmenyederhanakan pemerian semantik dari perbedaan hubungan antar klausa, walaupun klausa-klausa itu dihubungkan dengan kata-kata struktur yang sama. 4) Beberapa butir dasar-dasar implikatur dapat menerangkan berbagai macam fakta/gejala yang secara lahiriah kelihatan tidak berkaitan dan/atau berlawanan (seperti metafora). Implikatur selalu disampaikan implisit sehingga untuk memahami konteks tuturan tersebut yang termuat dalam ujaran sebelumnya. Dalam memahami suatu tuturan yang mengandung implikatur, seseorang harus melalukan interpretasi pada tuturan-tuturan tersebut. Nadar (2009:60) menjelaskan bahwa dalam menginterpretasikan suatu implikatur penutur tidak dapat melepaskan konteks percakapan yang mencangkup topik percakapan, peserta percakapan dan latar belakang peserta percakapan. 1.7 Metode Penelitian Penelitian ini bersifat deskriptif kualitatif. Penelitian deskriptif adalah penelitian yang dilakukan semata-mata hanya berdasarkan pada fakta yang ada atau fenomena yang memang secara empiris hidup pada penutur-penuturnya,

22 22 sehingga yang dihasilkan berupa perian bahasa (Sudaryanto, 1993: 62). Sementara itu, penelitian ini bersifat kualitatif karena baik data maupun hasil yang disajikan bukan berupa angka, tetapi berupa deskripsi atau penjelasan dengan kata-kata. Melalui metode ini, peneliti akan meneliti percakapan antara hakim, jaksa, penasihat hukum, saksi, dan terdakwa dalam persidangan pidana di Pengadilan Negeri Yogyakarta Metode Pengumpulan Data Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode simak yang dikembangkan dengan teknik dasar sadap dan teknik lanjutan berupa teknik rekam dan teknik catat. Peneliti dalam upaya mendapatkan data menyadap penggunaan bahasa para hakim, jaksa, penasihat hukum, terdakwa, dan saksi. Selanjutnya, teknik sadap dapat dilengkapi dengan pencatatan atau perekaman, baik secara langsung maupun tidak langsung, baik secara terbuka maupun tersembunyi, sehingga dapat diperoleh data kebahasaan yang berupa tuturan-tuturan kebahasaan Metode Analisis Data Metode analisis data dilakukan dengan teknik kontekstual, yakni dengan menerapkan dimensi-dimensi konteks dalam menafsirkan data yang telah berhasil dikumpulkan, diidentifikasi, dan diklasifikasikan. Metode analisis kontekstual ini dapat disejajarkan dengan metode analisis padan. Teknik analisis data yang diterapkan dalam penelitian ini berupa teknik dasar yaitu teknik pilah unsur penentu dan teknik lanjutan teknik hubung banding. Teknik pilah unsur penentu adalah teknik analisis data dengan cara memilah-milah satuan kebahasaan yang

23 23 dianalisis dengan alat penentu yang berupa daya pilah yang bersifat mental yang dimiliki oleh penelitinya (Sudaryanto, 1993: 1). Daya pilah dalam penelitian ini adalah daya pilah pragmatis, yaitu daya pilah yang menggunakan mitra tutur sebagai penentu. Teknik lanjutan teknik hubung banding adalah teknik analisis data dengan cara membandingkan satuan-satuan kebahasaan yang dianalisis dengan alat penentu berupa hubungan banding antara semua unsur penentu yang relevan dengan semua unsur satuan kebahasaan ditentukan (Sudaryanto, 1993:27). Jenis teknik hubung banding yang digunakan adalah teknik hubung banding menyamakan hal pokok, yaitu teknik analisis data yang alat penentunya berupa daya banding menyamakan hal pokok di antara satuan-satuan kebahasaan yang ditentukan sentitasnya (Kesuma, 2007:54) Metode Penyajian Data Data yang disajikan dalam penelitian ini menggunakan metode formal dan informal. Metode formal yaitu metode penyajian data dengan menggunakan tanda dan lambang-lambang, sementara metode informal menggunakan kata-kata biasa dalam penyajiannya (Sudaryanto, 1993: 145). Tanda atau lambang yang digunakan terkait dengan huruf sebagai singkatan nama dan istilah (HK, JPU, TR, dan lainnya) dan lambang sebagai transkripsi percakapan (=, //, (), dan lainnya). Sedangkan, metode informal digunakan untuk mendeskripsikan data dengan katakata biasa. 1.8 Sistematika Penyajian Penelitian ini akan disajikan dalam bab. Bab I berisi pendahuluan yang terdiri dari latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian,

24 24 tinjauan pustaka, landasar teori, metode penelitian, dan sistematika penyajian. Bab II berisi pemaparan mengenai giliran wicara (turn-taking) percakapan dalam persidangan pidana di Pengadilan Negeri Yogyakarta. Bab III menjelaskan pasangan berdampingan (adjacency pairs) percakapan dalam persidangan pidana di Pengadilan Negeri Yogyakarta. Bab VI menguraikan tahapan percakapan (sequences) dan penggunaan prinsip kerja sama dalam persidangan pidana di Pengadilan Negeri Yogyakarta. Bab V merupakan penutup yang berisi kesimpulan dan saran.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa percakapan yang

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa percakapan yang BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa percakapan yang terjadi dalam ranah hukum, khususnya dalam penelitian ini persidangan pidana agenda keterangan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Baby Blues terdapat tiga permasalahan yang menjadi tujuan penelitiannya.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Baby Blues terdapat tiga permasalahan yang menjadi tujuan penelitiannya. 133 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan Dalam studi dan analisis wacana percakapan terhadap strip komik Baby Blues terdapat tiga permasalahan yang menjadi tujuan penelitiannya. Pertama, mengetahui

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. A. Jenis Penelitian. pembenaran atau penolakan hipotesis serta penemuan asas-asas yang mengatur

BAB III METODE PENELITIAN. A. Jenis Penelitian. pembenaran atau penolakan hipotesis serta penemuan asas-asas yang mengatur BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Metode penelitian merupakan jalan yang ditempuh peneliti dalam menuju ke pembenaran atau penolakan hipotesis serta penemuan asas-asas yang mengatur kerja bahasa

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian ini termasuk dalam penelitian kualitatif yang bersifat deskriptif. Penelitian kualitatif berusaha memahami makna dari fenomena-fenomena, peristiwa-peristiwa,

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. (Alwi, dkk. 203:588). Sesuai dengan topik dalam tulisan ini digunakan beberapa

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. (Alwi, dkk. 203:588). Sesuai dengan topik dalam tulisan ini digunakan beberapa BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Konsep adalah gambaran mental dari suatu objek, proses atau apapun yang ada di luar bahasa, yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sosialnya. Manusia berkomunikasi menggunakan bahasa. Bahasa merupakan

BAB I PENDAHULUAN. sosialnya. Manusia berkomunikasi menggunakan bahasa. Bahasa merupakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia adalah makhluk sosial yang tidak bisa hidup sendiri. Manusia membutuhkan bantuan orang lain untuk melangsungkan kehidupannya. Bahasa sangat penting untuk melakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk hidup bersama. Untuk menjalani kehidupan sehari-hari antara orang yang

BAB I PENDAHULUAN. untuk hidup bersama. Untuk menjalani kehidupan sehari-hari antara orang yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia diciptakan sebagai makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri. Dalam kelangsungan hidupnya manusia selalu membutuhkan orang lain untuk hidup bersama. Untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kepentingan bersama (Suwito dalam Aslinda dkk, 2010: 06). Bahasa sebagai

BAB I PENDAHULUAN. kepentingan bersama (Suwito dalam Aslinda dkk, 2010: 06). Bahasa sebagai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada hakikatnya manusia merupakan suatu makhluk sosial. Sebagai makhluk sosial manusia membutuhkan bahasa baik lisan maupun tulisan guna bergaul dengan manusia lain,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Prinsip kerja..., Ratih Suryani, FIB UI, Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. Prinsip kerja..., Ratih Suryani, FIB UI, Universitas Indonesia 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa digunakan oleh manusia di segala bidang kehidupannya untuk komunikasi. Fungsi bahasa yang mendasar adalah untuk komunikasi. Fungsi bahasa tersebut bergantung

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penelitian Sejenis Sebelumnya Penelitian tentang humor mengenai prinsip kerjasama sudah penah dilakukan oleh beberapa peneliti sebelumnya, antara lain Rini Devi Ellytias (2013)

Lebih terperinci

ERIZA MUTAQIN A

ERIZA MUTAQIN A IMPLIKATUR PERCAKAPAN PADA BAHASA IKLAN PRODUK (STUDI KASUS DI RADIO GSM FM) SKRIPSI Disusun untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Jurusan Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. langsung antar penutur dan mitratutur. Penutur dan mitra tutur berintraksi

BAB I PENDAHULUAN. langsung antar penutur dan mitratutur. Penutur dan mitra tutur berintraksi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia kreatif menciptakan media baru sebagai sarana untuk mempermudah proses berkomunikasi. Media yang tercipta misalnya bentuk media cetak dan elektronik. Dua media

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adalah alat komunikasi, manusia dapat saling memahami satu sama lain sebagai

BAB I PENDAHULUAN. adalah alat komunikasi, manusia dapat saling memahami satu sama lain sebagai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa merupakan alat untuk berkomunikasi antar sesama dalam kehidupan sehari-hari. Seseorang dapat menyampaikan maksud dan tujuan kepada orang lain sehingga dapat

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN KERANGKA TEORI. dalam penelitian ini. Hasil penelitian yang memiliki kaitan dengan penelitian ini,

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN KERANGKA TEORI. dalam penelitian ini. Hasil penelitian yang memiliki kaitan dengan penelitian ini, BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN KERANGKA TEORI 2.1 Kajian Pustaka Berikut beberapa penelitian yang dapat menjadi acuan dan perbandingan dalam penelitian ini. Hasil penelitian yang memiliki kaitan dengan

Lebih terperinci

Realisasi Tuturan dalam Wacana Pembuka Proses Belajar- Mengajar di Kalangan Guru Bahasa Indonesia yang Berlatar Belakang Budaya Jawa

Realisasi Tuturan dalam Wacana Pembuka Proses Belajar- Mengajar di Kalangan Guru Bahasa Indonesia yang Berlatar Belakang Budaya Jawa REALISASI TUTURAN DALAM WACANA PEMBUKA PROSES BELAJARMENGAJAR DI KALANGAN GURU BAHASA INDONESIA YANG BERLATAR BELAKANG BUDAYA JAWA NASKAH PUBLIKASI Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai

Lebih terperinci

Analisis Percakapan Dokter dengan Pasien di RSUD Abdoer Rahem Kebupaten Situbondo

Analisis Percakapan Dokter dengan Pasien di RSUD Abdoer Rahem Kebupaten Situbondo 274 JURNAL PENDIDIKAN HUMANIORA, HAL 274-283 Analisis Percakapan Dokter dengan Pasien di RSUD Abdoer Rahem Kebupaten Situbondo Hasan Suaedi Pendidikan Bahasa Indonesia-Universitas Negeri Malang Jl. Semarang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai makhluk sosial mutlak memiliki kemampuan untuk dapat

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai makhluk sosial mutlak memiliki kemampuan untuk dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia sebagai makhluk sosial mutlak memiliki kemampuan untuk dapat berkomunikasi antara sesama manusia lainnya. Salah satu media yang digunakan dalam berkomunikasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Suatu ekspresi bahasa muncul sebagai bagian proses komunikasi dalam suatu

BAB I PENDAHULUAN. Suatu ekspresi bahasa muncul sebagai bagian proses komunikasi dalam suatu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Suatu ekspresi bahasa muncul sebagai bagian proses komunikasi dalam suatu interaksi. Sesungguhnya, interaksi antarmanusia dapat tercipta meskipun tanpa menggunakan

Lebih terperinci

IMPLIKATUR PERCAKAPAN MAHASISWA FAKULTAS SASTRA UNIVERSITAS ANDALAS. Tinjauan Pragmatik. Skripsi

IMPLIKATUR PERCAKAPAN MAHASISWA FAKULTAS SASTRA UNIVERSITAS ANDALAS. Tinjauan Pragmatik. Skripsi IMPLIKATUR PERCAKAPAN MAHASISWA FAKULTAS SASTRA UNIVERSITAS ANDALAS Tinjauan Pragmatik Skripsi diusulkan sebagai salah satu syarat memperoleh gelar sarjana Diajukan oleh: Ardison 06184023 JURUSAN SASTRA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pokok di dalam pragmatik. Tindak tutur merupakan dasar bagi analisis topik-topik

BAB I PENDAHULUAN. pokok di dalam pragmatik. Tindak tutur merupakan dasar bagi analisis topik-topik BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tindak tutur atau tindak ujar (speech act) merupakan sesuatu yang bersifat pokok di dalam pragmatik. Tindak tutur merupakan dasar bagi analisis topik-topik pragmatik

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Metode dalam penelitian ini menggunakan metode deskriptif. Metode

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Metode dalam penelitian ini menggunakan metode deskriptif. Metode BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian Metode dalam penelitian ini menggunakan metode deskriptif. Metode deskriptif adalah metode penelitian yang dilakukan semata-mata hanya berdasarkan pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar BelakangPenelitian. Manusia dalam kesehariannya selalu menggunakan bahasa. Dengan bahasa,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar BelakangPenelitian. Manusia dalam kesehariannya selalu menggunakan bahasa. Dengan bahasa, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar BelakangPenelitian Manusia dalam kesehariannya selalu menggunakan bahasa. Dengan bahasa, manusia dapat saling menyapa dengan manusia lain serta mengungkapkan perasaan dan gagasannya.

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kepustakaan Yang Relevan Sofa,S.IP(2008) yang menulis tentang, Penggunaan Pendekatan Pragmatik dalam Upaya Meningkatkan Keterampilan Berbicara bagi Siswa SMPN 3 Tarakan Kalimantan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk berinteraksi antar sesama. Kridalaksana (dalam Chaer, 2003: 32)

BAB I PENDAHULUAN. untuk berinteraksi antar sesama. Kridalaksana (dalam Chaer, 2003: 32) 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa merupakan hal penting yang perlu dipelajari karena bahasa mempunyai fungsi dan peranan yang besar dalam kehidupan manusia. Pada umumnya seluruh kegiatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia membutuhkan komunikasi dalam melangsungkan kehidupannya. Dalam peradaban kontemporer, berkomunikasi merupakan kebutuhan yang paling mendasar bagi mahluk hidup.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Adi Dwi Prasetio, 2015

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Adi Dwi Prasetio, 2015 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Berbagai peristiwa yang terjadi di negeri ini, termasuk kisruh di lingkungan pemerintahan tak lepas dari sorotan masyarakat. Hal itu ditandai oleh semakin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. interaksi dan kerjasama dalam kehidupan sehari-hari. Dengan berinteraksi,

BAB I PENDAHULUAN. interaksi dan kerjasama dalam kehidupan sehari-hari. Dengan berinteraksi, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pada hakekatnya manusia adalah makhluk sosial yang membutuhkan interaksi dan kerjasama dalam kehidupan sehari-hari. Dengan berinteraksi, manusia dapat memenuhi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan dunia pertelevisian ditandai dengan banyaknya jenis acara yang

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan dunia pertelevisian ditandai dengan banyaknya jenis acara yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dunia pertelevisian merupakan dunia yang sangat cepat berkembang. Perkembangan dunia pertelevisian ditandai dengan banyaknya jenis acara yang ditayangkan selama dua

Lebih terperinci

BAB 2 TINDAK TUTUR DAN SLOGAN IKLAN. Pandangan Austin (Cummings, 2007:8) tentang bahasa telah menimbulkan

BAB 2 TINDAK TUTUR DAN SLOGAN IKLAN. Pandangan Austin (Cummings, 2007:8) tentang bahasa telah menimbulkan BAB 2 TINDAK TUTUR DAN SLOGAN IKLAN 2.1. Pengertian Tindak Tutur Pandangan Austin (Cummings, 2007:8) tentang bahasa telah menimbulkan pengaruh yang besar di bidang filsafat dan lingustik. Gagasannya yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebencian. Benci (a) ialah sangat tidak suka dan kebencian (n) ialah sifat-sifat benci

BAB I PENDAHULUAN. kebencian. Benci (a) ialah sangat tidak suka dan kebencian (n) ialah sifat-sifat benci BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam berinteraksi dengan yang lain, manusia memiliki emosi yang dapat diekspresikan melalui banyak hal. Salah satu contoh emosi tersebut ialah perasaan kebencian.

Lebih terperinci

Septianingrum Kartika Nugraha Universitas Sebelas Maret Surakarta

Septianingrum Kartika Nugraha Universitas Sebelas Maret Surakarta KAJIAN TERJEMAHAN KALIMAT YANG MEREPRESENTASIKAN TUTURAN PELANGGARAN MAKSIM PADA SUBTITLE FILM THE QUEEN (KAJIAN TERJEMAHAN DENGAN PENDEKATAN PRAGMATIK) Septianingrum Kartika Nugraha Universitas Sebelas

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 62 BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah deskriptif kualitatif. Hal ini dibuktikan dengan penemuan data berupa tuturan, bukan berupa angka

Lebih terperinci

PENERAPAN PRINSIP KERJASAMA DALAM DIALOG ILC (INDONESIA LAWYERS CLUB), TINJAUAN PRAGMATIK

PENERAPAN PRINSIP KERJASAMA DALAM DIALOG ILC (INDONESIA LAWYERS CLUB), TINJAUAN PRAGMATIK PENERAPAN PRINSIP KERJASAMA DALAM DIALOG ILC (INDONESIA LAWYERS CLUB), TINJAUAN PRAGMATIK Agus Hermawan Mahasiswa Magister Pendidikan Bahasa Indonesia Abstrak. Dalam kehidupan bermasyarakat, manusia tidak

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN Metodologi penelitian diperlukan dalam pencapaian sasaran penelitian, seperti yang ditegaskan oleh Sudaryanto (1992:25) bahwa metode dalam penelitian sangat dibutuhkan karena

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bersosialisasi mereka membentuk sebuah komunikasi yang bertujuan untuk

BAB I PENDAHULUAN. bersosialisasi mereka membentuk sebuah komunikasi yang bertujuan untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia sebagai makhluk sosial tidak bisa lepas dari pengaruh manusia lain. Di dalam dirinya terdapat dorongan untuk berinteraksi satu sama lain. Mereka membutuhkan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Bagian ini menjelaskan langkah-langkah yang berkaitan dengan jenis

BAB III METODE PENELITIAN. Bagian ini menjelaskan langkah-langkah yang berkaitan dengan jenis BAB III METODE PENELITIAN Bagian ini menjelaskan langkah-langkah yang berkaitan dengan jenis penelitian, data dan sumber data, pengembangan instrumen, prosedur pengumpulan data, dan prosedur pengolahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. digunakan untuk berkomunikasi secara tidak langsung. Penggunaan bahasa

BAB I PENDAHULUAN. digunakan untuk berkomunikasi secara tidak langsung. Penggunaan bahasa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia dalam hidupnya tidak terlepas dari interaksi yang menggunakan sebuah media berupa bahasa. Bahasa menjadi alat komunikasi yang digunakan pada setiap ranah profesi.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Manusia menggunakan bahasa untuk berkomunikasi dengan sesama.

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Manusia menggunakan bahasa untuk berkomunikasi dengan sesama. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa merupakan wujud yang tidak bisa dipisahkan dalam kehidupan manusia. Manusia menggunakan bahasa untuk berkomunikasi dengan sesama. Setiap komunikasi dengan melakukan

Lebih terperinci

2015 REALISASI PRINSIP RELEVANSI PADA ACARA INDONESIA LAWYERS CLUB DI TV ONE

2015 REALISASI PRINSIP RELEVANSI PADA ACARA INDONESIA LAWYERS CLUB DI TV ONE 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa digunakan oleh manusia untuk menyampaikan ide, gagasan, maupun pengalaman kepada orang lain. Selain sebagai media komuninikasi, bahasa juga dipakai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. disampaikan dapat diterima dan dilaksanakan oleh lawan bicaranya. Begitu juga

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. disampaikan dapat diterima dan dilaksanakan oleh lawan bicaranya. Begitu juga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa dan manusia merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan. Manusia memerlukan bahasa untuk berkomunikasi dengan sesamanya agar apa yang disampaikan dapat

Lebih terperinci

BAB III KERANGKA TEORI DAN METODOLOGI PENELITIAN

BAB III KERANGKA TEORI DAN METODOLOGI PENELITIAN BAB III KERANGKA TEORI DAN METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Kerangka Teori Teori yang mendasari penelitian ini adalah konsep ungkapan fatis (phatic communion) Malinowski (1923), fungsi fatis menurut Jakobson

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mendalam adalah pragmatik. Pragmatik merupakan ilmu yang mempelajari

BAB I PENDAHULUAN. mendalam adalah pragmatik. Pragmatik merupakan ilmu yang mempelajari BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Cabang linguistik yang mempelajari tentang penuturan bahasa secara mendalam adalah pragmatik. Pragmatik merupakan ilmu yang mempelajari tentang bagaimana suatu ujaran

Lebih terperinci

PRAGMATIK. Penjelasan. Sistem Bahasa. Dunia bunyi. Dunia makna. Untuk mengkaji pragmatik... Contoh-contoh sapaan tersebut...

PRAGMATIK. Penjelasan. Sistem Bahasa. Dunia bunyi. Dunia makna. Untuk mengkaji pragmatik... Contoh-contoh sapaan tersebut... PRAGMATIK Pengantar Linguistik Umum 10 Desember 2014 APAKAH PRAGMATIK ITU? Sistem Bahasa Penjelasan Pragmatik Dunia bunyi Pragmatik Struk tur baha sa* Dunia makna Pragmatik Di dalam dunia bunyi dan dunia

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. universal. Anderson dalam Tarigan (1972:35) juga mengemukakan bahwa salah

I. PENDAHULUAN. universal. Anderson dalam Tarigan (1972:35) juga mengemukakan bahwa salah I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bahasa merupakan media yang utama dalam komunikasi manusia untuk menyampaikan informasi. Bahasa itu bersifat unik bagi manusia sekaligus bersifat universal. Anderson

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Berbahasa merupakan suatu tindakan yang dilakukan manusia di setiap detik

BAB 1 PENDAHULUAN. Berbahasa merupakan suatu tindakan yang dilakukan manusia di setiap detik 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Berbahasa merupakan suatu tindakan yang dilakukan manusia di setiap detik kehidupannya, karena dengan berbahasa itulah yang membedakan manusia dengan makhluk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan makhluk sosial yang selalu berinteraksi antara satu

BAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan makhluk sosial yang selalu berinteraksi antara satu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia merupakan makhluk sosial yang selalu berinteraksi antara satu dengan yang lainnya, yang kemudian disebut dengan komunikasi. Bahasa merupakan alat komunikasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Linguistik memiliki berbagai cabang disiplin ilmu. Cabang-cabang

BAB I PENDAHULUAN. Linguistik memiliki berbagai cabang disiplin ilmu. Cabang-cabang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Linguistik memiliki berbagai cabang disiplin ilmu. Cabang-cabang tersebut diantaranya adalah fonologi, morfologi, sintaksis, semantik, pragmatik dan sebagainya. Berbeda

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. A. Jenis Penelitian. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif. Metode deskriptif

BAB III METODE PENELITIAN. A. Jenis Penelitian. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif. Metode deskriptif BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif. Metode deskriptif adalah metode penelitian dengan cara menggambarkan atau menuliskan keadaan subjek

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Frinawaty Lestarina Barus, 2014 Realisasi kesantunan berbahasa politisi dalam indonesia lawyers club

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Frinawaty Lestarina Barus, 2014 Realisasi kesantunan berbahasa politisi dalam indonesia lawyers club 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Dalam berbahasa diperlukan kesantunan, karena tujuan berkomunkasi bukan hanya bertukar pesan melainkan menjalin hubungan sosial. Chaer (2010:15) mengatakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (Wijana, 2011:1). Berdasarkan pengertian tersebut dapat diketahui bahwa peran

BAB I PENDAHULUAN. (Wijana, 2011:1). Berdasarkan pengertian tersebut dapat diketahui bahwa peran BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa adalah alat komunikasi verbal manusia yang berwujud ujaran yang dihasilkan oleh alat ucap manusia atau tulisan sebagai representasi ujaran itu (Wijana, 2011:1).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Persoalan tindak tutur (speech act) dalam wacana pertuturan telah banyak

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Persoalan tindak tutur (speech act) dalam wacana pertuturan telah banyak BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Persoalan tindak tutur (speech act) dalam wacana pertuturan telah banyak diteliti dan diamati orang. Namun, sejauh yang peneliti ketahui dalam konteks proses

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kalimat. Objek dalam sebuah kalimat adalah tuturan. Suatu tuturan dapat dilihat

BAB I PENDAHULUAN. kalimat. Objek dalam sebuah kalimat adalah tuturan. Suatu tuturan dapat dilihat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Levinson (dalam Manaf 2009:6) Bahasa dapat dikaji, berdasarkan pragmatik, pragmatik adalah cabang linguistik yang membahas pemakaian bentuk bahasa untuk fungsi komunikasi.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Berbahasa merupakan aktivitas sosial bagi manusia. Seperti aktivitas

BAB I PENDAHULUAN. Berbahasa merupakan aktivitas sosial bagi manusia. Seperti aktivitas 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berbahasa merupakan aktivitas sosial bagi manusia. Seperti aktivitas sosial lainnya berbahasa baru terwujud apabila manusia terlibat di dalamnya (Alan dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa merupakan kunci utama dalam berkomunikasi. Tanpa bahasa

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa merupakan kunci utama dalam berkomunikasi. Tanpa bahasa BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bahasa merupakan kunci utama dalam berkomunikasi. Tanpa bahasa manusia akan sulit berinteraksi dan berkomunikasi dengan sesamanya. Selain itu bahasa juga menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sebagai makhluk sosial manusia memerlukan alat komunikasi antar

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sebagai makhluk sosial manusia memerlukan alat komunikasi antar 1 A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Sebagai makhluk sosial manusia memerlukan alat komunikasi antar sesamanya di dalam suatu lingkungan pergaulan hidup untuk melaksanakan maksud tertentu. Banyak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan, harapan, pesan-pesan, dan sebagainya. Bahasa adalah salah satu

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan, harapan, pesan-pesan, dan sebagainya. Bahasa adalah salah satu 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia dalam kehidupannya senantiasa melakukan komunikasi. Bahasa merupakan alat komunikasi yang sangat penting karena dengan bahasa orang dapat menerima

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. A. Jenis Penelitian. sosiolinguistik. Penelitian kualitatif di sini menggunakan jenis penelitian yang

BAB III METODE PENELITIAN. A. Jenis Penelitian. sosiolinguistik. Penelitian kualitatif di sini menggunakan jenis penelitian yang BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan pendekatan sosiolinguistik. Penelitian kualitatif di sini menggunakan jenis penelitian yang bersifat

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA TEORI. ini, yang berkaitan dengan: (1) pengertian pragmatik; (2) tindak tutur; (3) klasifikasi

BAB II KERANGKA TEORI. ini, yang berkaitan dengan: (1) pengertian pragmatik; (2) tindak tutur; (3) klasifikasi BAB II KERANGKA TEORI Kerangka teori ini berisi tentang teori yang akan digunakan dalam penelitian ini, yang berkaitan dengan: (1) pengertian pragmatik; (2) tindak tutur; (3) klasifikasi tindak tutur;

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Bahasa adalah alat komunikasi untuk menyampaikan gagasan, konsep, dan

BAB 1 PENDAHULUAN. Bahasa adalah alat komunikasi untuk menyampaikan gagasan, konsep, dan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa adalah alat komunikasi untuk menyampaikan gagasan, konsep, dan pikiran manusia. Bahasa merupakan alat komunikasi yang efektif bagi manusia. Tanpa bahasa, sulit

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. komunikasi, melalui bahasa manusia dapat saling berhubungan (berkomunikasi)

I. PENDAHULUAN. komunikasi, melalui bahasa manusia dapat saling berhubungan (berkomunikasi) I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bahasa tidak dapat dilepaskan dalam kehidupan manusia, bahkan bahasa selalu digunakan oleh manusia dalam segala kegiatan. Bahasa merupakan salah satu alat komunikasi,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 38 BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian dan Pendekatan Penelitian ini termasuk dalam penelitian deskriptif-kualitatif. Menurut Bogdan dan Bilken dalam Subroto, penelitian kualitatif merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. interaksi antarpesona dan memelihara hubungan sosial. Tujuan percakapan bukan

BAB I PENDAHULUAN. interaksi antarpesona dan memelihara hubungan sosial. Tujuan percakapan bukan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kegiatan berbicara menduduki posisi penting dalam kehidupan manusia. Sebagai makhluk sosial, manusia melakukan percakapan untuk membentuk interaksi antarpesona

Lebih terperinci

BAB 3 METODE DAN TEKNIK PENELITIAN. Metode penelitian adalah cara yang digunakan oleh peneliti dalam

BAB 3 METODE DAN TEKNIK PENELITIAN. Metode penelitian adalah cara yang digunakan oleh peneliti dalam 26 BAB 3 METODE DAN TEKNIK PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian Metode penelitian adalah cara yang digunakan oleh peneliti dalam mengumpulkan data penelitiannya (Arikunto, 2006: 160). Metode yang digunakan

Lebih terperinci

IMPLIKATUR PERCAKAPAN DAN DAYA PRAGMATIK PADA IKLAN PRODUK KOSMETIK DI TELEVISI SKRIPSI

IMPLIKATUR PERCAKAPAN DAN DAYA PRAGMATIK PADA IKLAN PRODUK KOSMETIK DI TELEVISI SKRIPSI IMPLIKATUR PERCAKAPAN DAN DAYA PRAGMATIK PADA IKLAN PRODUK KOSMETIK DI TELEVISI SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Jurusan Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangan pada era modern ini, manusia sebagai

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangan pada era modern ini, manusia sebagai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seiring dengan perkembangan pada era modern ini, manusia sebagai makhluk berbudaya dan berbahasa memiliki potensi dan ilmu dalam berintraksi di kehidupan sehari-harinya,

Lebih terperinci

TINDAK TUTUR REMAJA KOMPLEK PERUMAHAN UNAND. Sucy Kurnia Wati

TINDAK TUTUR REMAJA KOMPLEK PERUMAHAN UNAND. Sucy Kurnia Wati TINDAK TUTUR REMAJA KOMPLEK PERUMAHAN UNAND Sucy Kurnia Wati Abstrak Artikel ini bertujuan untuk mengetahui menjelaskan tindak ilokusi yang digunakan dalam tuturan remaja komplek perumahan UNAND dan menjelaskan

Lebih terperinci

PELANGGARAN PRINSIP KERJA SAMA PADA SINETRON PREMAN PENSIUN. Veria Septianingtias STKIP Muhammadiyah Pringsewu Lampung

PELANGGARAN PRINSIP KERJA SAMA PADA SINETRON PREMAN PENSIUN. Veria Septianingtias STKIP Muhammadiyah Pringsewu Lampung PELANGGARAN PRINSIP KERJA SAMA PADA SINETRON PREMAN PENSIUN Veria Septianingtias STKIP Muhammadiyah Pringsewu Lampung verianingtias@gmail.com Abstrak Penelitian ini mengkaji prinsip kerja sama pada sinetron

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Rapat sudah menjadi bagian dalam kehidupan sehari-hari. Rasanya tidak

BAB I PENDAHULUAN. Rapat sudah menjadi bagian dalam kehidupan sehari-hari. Rasanya tidak 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rapat sudah menjadi bagian dalam kehidupan sehari-hari. Rasanya tidak ada satu orang pun yang benar-benar beraktivitas tanpa mengadakan rapat. Misalnya saja, menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa memiliki peran penting bagi kehidupan manusia.tanpa bahasa kehidupan manusia akan lumpuh dalam komunikasi atau beinteraksi antarindividu maupun kelompok.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penyampaian informasi baik secara lisan maupun tertulis.

BAB I PENDAHULUAN. penyampaian informasi baik secara lisan maupun tertulis. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bahasa dalam kegiatan berkomunikasi berfungsi sebagai alat penyampai pesan atau makna. Bahasa dibedakan menjadi dua, yaitu bahasa lisan dan bahasa tulis. Kedua bahasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. gagasan serta apa yang ada dalam pikirannya. Agar komunikasi dapat berlangsung

BAB I PENDAHULUAN. gagasan serta apa yang ada dalam pikirannya. Agar komunikasi dapat berlangsung BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia selalu melakukan interaksi dengan sesamanya. Interaksi yang terjadi dapat dilaksanakan dengan menggunakan bahasa. Bahasa merupakan alat komunikasi yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tersebut mempunyai perannya masing-masing, seorang pembicara perannya

BAB I PENDAHULUAN. tersebut mempunyai perannya masing-masing, seorang pembicara perannya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam kehidupan sehari-hari manusia pasti melakukan percakapan. Percakapan dilakukan oleh setidaknya dua orang, yaitu seorang pembicara dan seorang pendengar atau lawan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berupasistemlambangbunyiujaranyang kompleks dan aktif. Kompleks,

BAB I PENDAHULUAN. berupasistemlambangbunyiujaranyang kompleks dan aktif. Kompleks, BAB I PENDAHULUAN 1.1 LatarBelakangPenelitian Bahasa adalah hasil budaya suatu masyarakat berupasistemlambangbunyiujaranyang kompleks dan aktif. Kompleks, karenaujarantersebutmengandung pemikiran-pemikiran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ucap yang bersifat arbiter dan konvensional, yang dipakai sebagai alat komunikasi

BAB I PENDAHULUAN. ucap yang bersifat arbiter dan konvensional, yang dipakai sebagai alat komunikasi 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bahasa merupakan sistem simbol bunyi bermakna dan berartikulasi oleh alat ucap yang bersifat arbiter dan konvensional, yang dipakai sebagai alat komunikasi oleh sekelompok

Lebih terperinci

PELANGGARAN PRINSIP KERJA SAMA DALAM TALK SHOW EMPAT MATA DI TRANS 7

PELANGGARAN PRINSIP KERJA SAMA DALAM TALK SHOW EMPAT MATA DI TRANS 7 PELANGGARAN PRINSIP KERJA SAMA DALAM TALK SHOW EMPAT MATA DI TRANS 7 SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia dan Daerah Diajukan

Lebih terperinci

Jurnal Sasindo Unpam, Volume 3, Nomor 3, Desember 2015 PELANGGARAN PRINSIP-PRINSIP KESOPANAN PADA MEMO DINAS DI SALAH SATU PERGURUAN TINGGI DI BANTEN

Jurnal Sasindo Unpam, Volume 3, Nomor 3, Desember 2015 PELANGGARAN PRINSIP-PRINSIP KESOPANAN PADA MEMO DINAS DI SALAH SATU PERGURUAN TINGGI DI BANTEN PELANGGARAN PRINSIP-PRINSIP KESOPANAN PADA MEMO DINAS DI SALAH SATU PERGURUAN TINGGI DI BANTEN Dhafid Wahyu Utomo 1 Bayu Permana Sukma 2 Abstrak Di ranah formal, seperti di perguruan tinggi, penggunaan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Dalam setiap melakukan penelitian dibutuhkan suatu metode yang tepat sehingga

III. METODE PENELITIAN. Dalam setiap melakukan penelitian dibutuhkan suatu metode yang tepat sehingga III. METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Dalam setiap melakukan penelitian dibutuhkan suatu metode yang tepat sehingga penelitian dapat bermanfaat bagi pembaca. Metode yang digunakan dalam penelitian

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Konsep adalah pemikiran rancangan suatu karya dasar yang ada diluar bahasa

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Konsep adalah pemikiran rancangan suatu karya dasar yang ada diluar bahasa BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Konsep adalah pemikiran rancangan suatu karya dasar yang ada diluar bahasa yang digunakan untuk memahami hal-hal lain(kbbi, 2003:58). 2.1.1Implikatur

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Metodologi Penelitian Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan metode deskriptif kualitatif untuk proses pengumpulan dan penganalisisan data. Sudaryanto (1993: 62) menerangkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Komunikasi merupakan kebutuhan mendasar bagi manusia. Sebagai makhluk. konvensi (kesepakatan) dari masyarakat pemakai bahasa tersebut.

I. PENDAHULUAN. Komunikasi merupakan kebutuhan mendasar bagi manusia. Sebagai makhluk. konvensi (kesepakatan) dari masyarakat pemakai bahasa tersebut. 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Komunikasi merupakan kebutuhan mendasar bagi manusia. Sebagai makhluk sosial, dorongan untuk berkomunikasi muncul dari keinginan manusia untuk dapat berinteraksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. arbitrer yang digunakan oleh suatu anggota masyarakat untuk bekerja sama,

BAB I PENDAHULUAN. arbitrer yang digunakan oleh suatu anggota masyarakat untuk bekerja sama, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa adalah salah satu bentuk perwujutan peradaban dan kebudayaan manusia. Dalam kamus linguistik, bahasa adalah satuan lambang bunyi yang arbitrer yang digunakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk bekerja sama, berkomunikasi, dan mengidentifikasikan diri. Bahasa

BAB I PENDAHULUAN. untuk bekerja sama, berkomunikasi, dan mengidentifikasikan diri. Bahasa BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa merupakan media komunikasi yang paling canggih dan produktif. Kentjono (dalam Chaer, 2007: 32) mengemukakan bahwa bahasa adalah sistem lambang bunyi yang arbiter

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Metodologi Penelitian Permasalahan penggunaan bahasa dalam masyarakat seakan terus bermunculan. Dalam mengatasi hal tersebut, keterlibatan disiplin ilmu mutlak diperlukan.

Lebih terperinci

PERAN BAHASA INDONESIA SEBAGAI ALAT PEMERSATU DI KALANGAN PEDAGANG PASAR TRADISIONAL MODERN (PTM) KOTA BENGKULU

PERAN BAHASA INDONESIA SEBAGAI ALAT PEMERSATU DI KALANGAN PEDAGANG PASAR TRADISIONAL MODERN (PTM) KOTA BENGKULU 194 PERAN BAHASA INDONESIA SEBAGAI ALAT PEMERSATU DI KALANGAN PEDAGANG PASAR TRADISIONAL MODERN (PTM) KOTA BENGKULU Titje Puji Lestari, M.Pd. Dosen Bahasa Indonesia Universitas Dehasen Bengkulu titjepujilestari90@yahoo.com

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian ini adalah deskriptif kualitatif. Deskriptif yaitu penelitian

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian ini adalah deskriptif kualitatif. Deskriptif yaitu penelitian 61 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Jenis penelitian ini adalah deskriptif kualitatif. Deskriptif yaitu penelitian yang mendeskripsikan apa saja yang saat ini berlaku, khususnya dalam bidang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Fungsi bahasa secara umum adalah komunikasi (Nababan, 1993: 38).

BAB 1 PENDAHULUAN. Fungsi bahasa secara umum adalah komunikasi (Nababan, 1993: 38). BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Fungsi bahasa secara umum adalah komunikasi (Nababan, 1993: 38). Komunikasi merupakan suatu hal penting dalam membangun relasi antarindividu. Dengan adanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. situasi tutur. Hal ini sejalan dengan pendapat Yule (2006: 82) yang. menyatakan bahwa tindak tutur adalah tindakan-tindakan yang

BAB I PENDAHULUAN. situasi tutur. Hal ini sejalan dengan pendapat Yule (2006: 82) yang. menyatakan bahwa tindak tutur adalah tindakan-tindakan yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tindak tutur merupakan suatu bentuk tindakan dalam konteks situasi tutur. Hal ini sejalan dengan pendapat Yule (2006: 82) yang menyatakan bahwa tindak tutur adalah tindakan-tindakan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN Dalam bab III ini dikemukakan mengenai metode penelitian yang peneliti gunakan. Metode penelitian merupakan alat, prosedur, dan teknik yang dipilih dalam melaksanakan penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tindak tutur merupakan tind yang dilakukan oleh penutur terhadap

BAB I PENDAHULUAN. Tindak tutur merupakan tind yang dilakukan oleh penutur terhadap BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Tindak tutur merupakan tind yang dilakukan oleh penutur terhadap mitra tutur dengan suatu tujuan dan maksud. Dalam pragmatik tindak tutur dibagi menjadi tiga

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. A. Jenis Penelitian

BAB III METODE PENELITIAN. A. Jenis Penelitian BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Dalam sebuah penelitian yang bersifat ilmiah, diperlukan sebuah metode tertentu untuk memudahkan penulis. Metode tersebut harus tepat dan sesuai dengan objek

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bahasa, maka bahasa sebagai alat komunikasi yang universal pun mengalami

BAB I PENDAHULUAN. bahasa, maka bahasa sebagai alat komunikasi yang universal pun mengalami 1 BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Manusia sebagai makhluk sosial akan berinteraksi dengan sesamanya menggunakan bahasa. Seiring dengan berkembangnya manusia sebagai pengguna bahasa, maka bahasa sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Percakapan tersebut melibatkan setidaknya dua orang yakni seorang pembicara

BAB I PENDAHULUAN. Percakapan tersebut melibatkan setidaknya dua orang yakni seorang pembicara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam kehidupan sehari-hari kita tentu sering melakukan percakapan. Percakapan tersebut melibatkan setidaknya dua orang yakni seorang pembicara (speaker) dan seorang

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB 3 METODE PENELITIAN 32 BAB 3 METODE PENELITIAN Dalam bagian ini akan dipaparkan, hal-hal yang berkaitan dengan (1) pendekatan penelitian, (2) sumber data dan data (korpus), (3) teknik penelitian, (4) model kontekstualisasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Kurikulum dalam pendidikan di Indonesia terus berkembang dari waktu ke waktu. Tentunya perkembangan ini terjadi untuk terus meningkatkan mutu pendidikan, bahkan perbaikan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan

BAB III METODE PENELITIAN. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Pendekatan dan Jenis Penelitian Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif. Syamsuddin & Damaianti (2007: 73) mengungkapkan bahwa penelitian

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. A. Jenis Penelitian

BAB III METODE PENELITIAN. A. Jenis Penelitian BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian yang dilakukan ini termasuk dalam penelitian kualitatif yang bersifat deskriptif. Subroto,Edi berpendapat bahwa metode kualitatif adalah metode

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Istilah dan teori tentang tindak tutur mula-mula diperkenalkan oleh J. L.

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Istilah dan teori tentang tindak tutur mula-mula diperkenalkan oleh J. L. BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Konsep adalah ide atau pengertian yang diabstrakkan dari peristiwa konkret (KBBI, 2007: 588). 2.1.1 Tindak Tutur Istilah dan teori tentang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. lain, sehingga orang lain mengetahui informasi untuk memenuhi kebutuhan

I. PENDAHULUAN. lain, sehingga orang lain mengetahui informasi untuk memenuhi kebutuhan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa berperan penting di dalam kehidupan manusia sebagai makhluk sosial, hampir semua kegiatan manusia bergantung pada dan bertaut dengan bahasa. Tanpa adanya bahasa

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. dalam proses pembelajaran olahraga pada siswa kelas XI SMA Negeri 2

III. METODE PENELITIAN. dalam proses pembelajaran olahraga pada siswa kelas XI SMA Negeri 2 35 III. METODE PENELITIAN 3.1 Metode Deskriptif Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan bentuk implikatur percakapan dalam proses pembelajaran olahraga pada siswa kelas XI SMA Negeri 2 Bandarlampung.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa merupakan sarana bagi manusia untuk dapat berkomunikasi dan

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa merupakan sarana bagi manusia untuk dapat berkomunikasi dan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang dan Perumusan Masalah 1. Latar Belakang Bahasa merupakan sarana bagi manusia untuk dapat berkomunikasi dan berinteraksi antar sesama. Sutedi (2003: 2) menyatakan bahwa

Lebih terperinci