3. METODOLOGI PENELITIAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "3. METODOLOGI PENELITIAN"

Transkripsi

1 27 3. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di kawasan Pulau Matakus yang terletak di depan outlet teluk Saumlaki, Kepulauan Tanimbar Kabupaten Maluku Tenggara Barat, Propinsi Maluku. Kegiatan penelitian berlangsung selama 5 bulan, dimulai pada bulan Oktober 2008 Maret Lokasi penelitian dapat dilihat pada Gambar Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan metode survei yaitu penyelidikan yang diadakan untuk memperoleh fakta-fakta dari gejala yang ada dan mencari keterangan secara faktual tentang suatu daerah (Natzir, 1993). Metode survei juga bertujuan untuk mengumpulkan data dari sejumlah variabel pada suatu kelompok masyarakat melalui wawancara langsung dengan berpedoman pada daftar pertanyaan yang telah dirancang dan dipersiapkan sebelumnya (Singarimbun, 1995). Gay (1976) dalam Sevilla et al. (1993) mendefenisikan metode survei sebagai kegiatan yang meliputi pengumpulan data dalam rangka menguji atau menjawab pertanyaan yang menyangkut keadaan pada waktu yang sedang berjalan dari pokok suatu penelitian. 3.3 Metode Pengumpulan Data Jenis Data Jenis data yang dikumpulkan dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer adalah data yang diperoleh secara langsung melalui survey, observasi dan wawancara langsung dengan masyarakat desa, wisatawan dan stakeholder terkait di lapangan. Data sekunder adalah data yang diperoleh dari studi kepustakaan di dinas atau instansai terkait di Kabupaten Maluku Tenggara Barat dalam bentuk laporan dan publikasi daerah seperti Dinas Kelautan dan Perikanan, Dinas Pariwisata, Bappeda, BPS, BMG, Kantor Camat, Kantor Desa Matakus, sedangkan peta-peta pendukung diperoleh dari instansi seperti Biotrop, Dishidros TNI AL dan Bakosurtanal. Jenis data yang dibutuhkan, metode pengumpulan, sumber data dan alat/bahan yang digunakan dalam penelitian seperti terlihat pada Tabel 1.

2 '00" 129 2'00" '00" Peta Lokasi Penelitian P. Buru P. Seram Dibuat oleh, Salvinus Solarbesain C /SPL Irian Jaya Provinsi Maluku 4 58'00" 4 58'00" Kab. Maluku Tenggara Barat Lokasi Penelitian 7 29'00" NTT P. Wetar Kab. Kab. Maluku Tenggara Barat Daya Barat KEP. TANIMBAR 7 29'00" N Timor Leste Km '00" 129 2'00" '00" Gambar 2 Peta Lokasi Penelitian Pulau Matakus Kabupaten Maluku Tenggara Barat, Provinsi Maluku. Gambar 3 Peta Lokasi Sampling

3 29 Tabel 1 Jenis data yang dibutuhkan, metode pengumpulan, sumber data dan alat/bahan yang digunakan dalam penelitian. Komponen Data Metode Pengumpulan Data Sumber Data A. Komponen Biofisik - Biologi 1. Tutupan komunitas karang 2. Jenis pertumbuhan terumbu karang (life form) 3. Jenis ikan karang - Fisik 1. Kedalaman perairan 2. Tipe pantai 3. Lebar pantai 4. Material dasar perairan 5. Kecepatan arus 6. Kemiringan pantai 7. Kecerahan perairan 8. Penutupan lahan pantai 9. Ketersedian air tawar Pengukuran di lapangan, data sekunder, interpretasi citra Pengukuran di lapangan, data sekunder Visual Sensus dan Data sekunder Pengukuran di Lapangan dan data sekunder Pengamatan di lapangan Pengukuran di Lapangan Pengamatan di lapangan Data sekunder dan Pengukuran di lapangan Pengukuran di lapangan Pengukuran di lapangan Pengamatan di lapangan Pengamatan di lapangan Insitu/DKP MTB Citra Landsat Insitu/DKP MTB Insitu/DKP MTB Insitu/DKP MTB Insitu Insitu Insitu Insitu/DKP MTB Insitu Insitu Insitu Insitu Alat/bahanyang digunakan Fin, Masker, Snorkel, GPS sda sda Meteran, GPS Daftrar isian Meteran, GPS Daftar isian Botol aqua, tali dan pemberat Meteran, GPS Sechhi disk Daftar isian Meteran, GPS B. Sosial Ekonomi - Umur, mata pencaharian, pendapatan, pendidikan, persepsi masyarakat desa, wisatawan dan Pemda. - Populasi Wisatawan Lokal & Mancanegara Wawancara dan Data sekunder Wawancara dan Data Sekunder Insitu, BPS Dinas Pariwisata Kuesioner Daftar isian C. Aksesibilitas: Jarak, alat serta ketersedian transportasi Observasi, Wawancara dan data sekunder Insitu, DinasPerhubung Daftar Isian, Kuesioner D. Kondisi umum daerah penelitian: - Kondisi geografis dan administratif - Kondisi iklim dan cuaca - Sarana dan prasarana Studi literatur/laporan Studi Literatur/Laporan Studi literatur Bappeda BMG Dinas Pariwisata Daftar Isian Daftar Isian Daftar Isian

4 Demografi dan kependudukan Studi literatur BPS Daftar Isian - Rencana Strategis Kabupaten MTB dan laporan-laporan Pemda Studi Literatur Bappeda MTB Daftar Isian E. Peta-peta pendukung, yaitu: - Peta Rupa bumi - Bathimetri - Citra Satelit Landsat 7ETM Survei Literatur Survei Literatur Survei Literatur Bakosurtanal Dishidros AL Biotrop Metode Pengambilan Contoh Data Biofisik. Lokasi pengambilan data biofisik dilakukan di perairan dan daratan Pulau Matakus meliputi 9 (sembilan) stasiun pengamatan (Gambar 3). Penentuan stasiun penelitian dilakukan secara sengaja (pusposive sampling) didasarkan pertimbangan bahwa lokasi stasiun mewakili wilayah aktifitas masyarakat lokal dan wisata, daerah yang terbuka dan tertutup dari hempasan gelombang. Selain itu juga berdasarkan pada pengamatan kualitatif, yaitu dengan melihat keragaman penutupan karang dan kondisi pantai yang dilakukan secara visual pada hasil pengolahan citra awal. Berdasarkan hasil pengolahan citra awal diperoleh gambaran tentang kondisi dan penyebaran terumbu karang secara umum, serta kondisi biofisik daratan sehingga dapat ditentukan daerah yang tepat untuk dijadikan stasiun/lokasi pengamatan. Pengambilan data primer terumbu karang dilakukan pada stasiun penelitian yang telah ditentukan dengan metode Manta Tow untuk memperoleh data profil dan kondisi terumbu karang yang berupa bentuk pertumbuhan karang dan persentase penutupan karang hidup. Data hasil pengamatan dicatat pada tabel data dengan menggunakan nilai kategori atau dengan nilai persentase bilangan bulat. Data primer ikan karang di peroleh dengan metode Sensus Visual (coralreef fish visual cencus) yaitu metode untuk mengidentifikasi ikan karang melalui pengamatan terhadap ikan ikan karang yang ditemui di sekitar titik sampling. Keberadaan ikan karang dicatat berdasarkan gambar panduan jenis jenis ikan karang yang dibawa oleh penyelam dan penentuan jenis ikan tersebut dilakukan berdasarkan nama latin spesiesnya (English et al. 1997). Peralatan yang

5 31 digunakan meliputi kaca mata selam (masker), snorkel, fin, papan manta, peralatan tulis bawah air, stop watch dan GPS. Pengambilan data kondisi pantai (kemiringan, tipe, lebar, penutupan lahan/vegetasi), kedalaman perairan, material dasar perairan, kecepatan arus, kedalaman dan ketersediaan air tawar dilakukan melalui observasi dan pengukuran langsung di lapangan. Peralatan yang digunakan meliputi meteran, GPS, dan current meter dan secchi dish. Untuk mendukung data primer kondisi biofisik lokasi penelitian, dikumpulkan juga data data sekunder. Data sekunder tentang kondisi terumbu karang, jenis ikan karang, hidrooseanografi, vegetasi dan kondisi pantai Pulau Matakus diperoleh dari Dinas Kelautan dan Perikanan MTB dalam bentuk Laporan Akhir Data Base Kelautan dan Perikanan Kabupaten MTB. Data Sosial Ekonomi. Pengumpulan data primer dilakukan dengan menggunakan metode survei melalui teknik wawancara secara mendalam dengan responden (indept interview). Wawancara dimaksudkan untuk memperoleh informasi mengenai kondisi lokasi penelitian, kondisi sosial ekonomi dan persepsi atau pemahaman masyarakat Desa Matakus, wisatawan dan Pemerintah Daerah tentang pengelolaan Pulau Matakus sebagai kawasan ekowisata pesisir dan laut. Pengumpulan data primer dibantu dengan daftar pertanyaan terstruktur (kuesioner) yang telah dipersiapkan sebelumnya. Unit populasi sebagai dasar penentuan responden dari unsur masyarakat adalah kepala keluarga (KK) yang tinggal di desa Matakus. Penentuan responden dilakukan dengan sengaja (purposive sampling) dengan pertimbangan bahwa: 1) responden adalah penduduk dewasa yang sekurang-kurangnya telah menetap selama 3 tahun dan, 2) penduduk yang memanfaatkan sumberdaya pesisir dan laut di pulau Matakus. Penduduk dewasa dalam hal adalah yang bersangkutan telah matang mengambil keputusan dan berpikir secara positif dalam mengambil tindakan dan diharapkan dapat memberikan jawaban atas pertanyaan yang diajukan. Responden terdiri atas tokoh masyarakat, tokoh agama, nelayan, petani, pedagang, pemilik guesthouse, dan angkatan muda.

6 32 Penentuan jumlah responden (sampel) dari populasi dimaksud menggunakan persamaan yang dikemukakan oleh Slovin, (1960) yang di acu dalam Sevilla et al., (1993) yaitu: n = N / ( 1 + Ne 2 ) dimana, n : ukuran sampel N : ukuran populasi masyarakat Matakus e : persentase ketidaktelitian karena pengambilan contoh (10%) Jumlah kepala keluarga di Pulau Matakus pada tahun tercatat sebanyak 97 KK (Kabupaten MTB, 2008), sehingga berdasarkan perhitungan dengan menggunakan rumus diatas dan persentase ketidaktelitian 10%, diperoleh jumlah sampel sebanyak 50 KK. Pemilihan sampel responden dari unsur wisatawan dilakukan secara accidental sampling, yaitu sampel yang diambil dari siapa saja yang kebetulan ada di lokasi penelitian dan bersedia menjadi responden sedangkan pemilihan responden dari unsur Pemerintah Daerah dilakukan secara sengaja (purposive sampling) dengan pertimbangan bahwa responden adalah individu atau lembaga yang berperan dalam pengambilan kebijakan sehubungan dengan pengelolaan Pulau Matakus baik langsung maupun tidak langsung. Responden yang diperlukan terdiri atas para pejabat atau staf yang berasal dari BAPPEDA, Dinas Pariwisata, Dinas Kelautan dan Perikanan, Dinas Kehutanan dan Pertanian, dan Dinas Perhubungan Kabupaten Maluku Tenggara Barat. 3.4 Metode Analisis Data Analisis Kondisi Terumbu Karang Untuk mengetahui kondisi terumbu karang pada lokasi penelitian, maka data hasil pengamatan di tabulasikan dan dianalisis dengan menghitung nilai median (median values) kategori tutupan karang dari seluruh titik pengamatan yang menggambarkan persentase tutupan karang hidup menggunakan software statistic Microsoft Office Exel Klasifikasi kategori yang menggambarkan persentase tutupan karang dapat dilihat pada Gambar 4 (English et al., 1997).

7 33 Kategori % Kategori % Kategori % Kategori % Kategori % Gambar 4 Kategori dan persentase tutupan karang untuk menilai persentase karang hidup (English et al., 1997). Selanjutnya data kondisi persentase penutupan karang hidup yang diperoleh dibandingkan dengan kategori penutupan karang hidup menurut Gomes dan Yap (1998), yaitu: a. 0% % : penutupan karang kategori jelek b. 25% % : penutupan karang kategori sedang c. 50% % : penutupan karang kategori baik d. 75% - 100% : penutupan karang kategori sangat baik Analisis Zonasi Kawasan Konservasi Pulau Matakus Analisis zonasi ditujukan untuk melakukan konsevasi sumberdaya pesisir dan laut di kawasan Pulau Matakus dalam mendukung kegiatan ekowisata pesisir dan laut. Pembagian zonasi terdiri atas tiga bagian yaitu zona inti, zona penyanga dan zona pemanfaatan langsung. Di tiap zonasi tersebut akan dibuat desain masing-masing kegiatan wisata yang cocok. Pengkajian zonasi ini dibutuhkan beberapa kriteria. Kriteria yang digunakan terdiri atas kelompok kriteria ekologi, ekonomi dan sosial sebagaimana terlihat pada Lampiran 7 (modifikasi dari Salm et al., 2000 dalam Soselisa, 2006). Selanjutnya, berdasarkan hasil zonasi yang diperoleh dilanjutkan dengan pembagian zonasi berdasarkan kegiatan wisata yang dihasilkan dari analisis kesesuaian kawasan.

8 34 Pembagian zonasi peruntukan kawasan Pulau Matakus dilakukan berdasarkan persentase total nilai skoring kriteria di tiap stasiun pengamatan yang diperoleh dengan membandingkan total nilai skoring kriteria stasiun ke-i dengan total nilai skoring keseluruhan kriteria dikalikan 100 persen. Dengan menggunakan teknik interval kelas, zonasi peruntukan pulau dibagi atas tiga zona yaitu Zona Inti dengan interval nilai persentase > 70%, Zona Pemanfaatan Langsung dengan interval nilai persentase 60% - 70% dan Zona pemanfaatan tidak langsung (zona penyangga) dengan interval nilai persentase <60% (Baksir, 2009) Analisis Kesesuaian Kawasan Untuk Ekowisata Bahari Analisis kesesuaian lahan merupakan suatu kajian untuk menilai kecocokan dan kelayakan berbagai macam aktivitas yang akan dilakukan disuatu kawasan sesuai dengan potensi sumberdaya dan peruntukaannya dengan mempertimbangkan berbagai parameter. Hal ini mengingat walaupun secara visual suatu lokasi kelihatan indah dijadikan lokasi wisata, namun belum tentu sesuai secara ekologis mengingat ada berbagai paramaeter baik fisik maupun biologi yang harus diamati dan dinilai secara ilmiah untuk menentukan sesuai tidaknya lokasi tersebut untuk kegiatan wisata. Kesesuaian kawasan juga merupakan suatu pola pikir yang mengarah pada pertimbangan bahwa betapapun besarnya daya tarik dari suatu lokasi, secara ekologis tetap akan memiliki keterbatasan (scarcity), sehingga jumlah dan frekuensi kunjungan dalam suatu ruang dan waktu harus disesuaikan dengan kaedah yang berlaku. Analisis kesesuaian yang dilakukan dalam penelitian ini hanya difokuskan untuk peruntukan kawasan ekowisata bahari (jenis kegiatan selam, snorkling, berenang, mendayung, jet ski dan perahu layar) dan wisata pantai (jenis kegiatan rekreasi pantai, olahraga pantai, sunbathing dan camping). Tahapan proses analisis kesesuaian lahan Pulau Matakus untuk kegiatan wisata pesisir dan lautan di lakukan dengan teknik yang dikemukakan oleh Hardjowigeno dan Widiatmaka (2001) meliputi:

9 35 1. Penetapan persyaratan (parameter dan kriteria), pembobotan dan skoring. Parameter di amati dan diukur di lapangan. Untuk masing-masing jenis kegiatan wisata penetapan parameter tidak sama. Parameter dan kriteria disusun berdasarkan parameter biofisik yang relavan dengan setiap kegiatan. Parameter yang menentukan di berikan bobot terbesar sedangkan kriteria (batas-batas) yang sesuai diberikan skor tertinggi. Pada penelitian ini, matriks kesesuaian yang digunakan mengacu pada Bakosurtanal (1996) dan Yulianda (2007) dengan sedikit modifikasi. Bobot untuk setiap parameter adalah antara 1 10, demikian juga untuk penetuan skor berkisar antara Untuk parameter yang dianggap dominan diberikan nilai bobot yang besar, sedangkan yang dianggap kurang dominan/berpengaruh diberikan nilai yang rendah. Pemberian nilai skor (scoring) berbeda untuk tiap kelas kesesuaian, tetapi sama nilainya untuk semua parameter dalam kelas kesesuaian yang sama. Kelas S1 diberikan nilai 3, kelas S2 diberikan nilai 2, dan kelas N diberikan nilai 1. a. Wisata Bahari Wisata bahari meliputi jenis kegiatan selam, snorkling, berenang, berperahu, dan olah raga air (jet ski dan banana boat). Kesesuaian wisata bahari kategori wisata selam mempertimbangkan enam parameter dengan tiga klasifikasi penilaian. Parameter dimaksud antara lain kecerahan perairan, tutupan komunitas karang, jenis life form, jenis ikan karang, kecepatan arus dan kedalaman terumbu karang. Selanjutnya penetapan kriteria, bobot dan skor dari masing-masing parameter dapat dilihat pada Tabel 2.

10 36 Tabel 2 Matriks Kesesuaian untuk Wisata Bahari Kategori Selam No. Kriteria Bobot Kelas Kesesuaian dan Skor S1 Skor S2 Skor N Skor 1 Kecerahan Perairan (%) 5 > < Tutupan komunitas 5 >75 3 > <50 1 karang (%) 3 Jenis life form 4 > 12 3 < < Jenis ikan karang 4 > < Kecepatan arus (cm/det) > Kedalaman terumbu karang > 30 1 Sumber : Modifikasi dari Yulianda (2007) Keterangan: S1 : Sangat Sesuai; S2 : Sesuai; N : Tidak Sesuai Kesesuaian wisata bahari kategori wisata snorkling mempertimbangkan 7 parameter dengan tiga klasifikasi penilaian. Parameter kesesuaian wisata bahari kategori wisata snorkling antara lain kecerahan perairan, tutupan komunitas karang, jenis life form, jenis ikan karang, kecepatan arus, kedalaman terumbu karang dan lebar hamparan datar karang sedangkan penetapan kriteria, bobot dan skor dari masing-masing parameter dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3 Matriks Kesesuaian untuk Wisata Bahari Kategori Snorkling N Kelas Kesesuaian dan Skor Kriteria Bobot o S1 Skor S2 Skor N Skor 1 Kecerahan Perairan (%) <100 2 < Tutupan komunitas karang (%) 5 >75 3 > < Jenis life form 4 > 12 3 < < Jenis ikan karang 4 > < Kecepatan arus (cm/det) > Kedalaman terumbu karang > Lebar Hamparan Datar Karang (m) 3 > < 50 1 Sumber : Modifikasi dari Yulianda (2007) Keterangan: S1 : Sangat Sesuai; S2 : Sesuai; N : Tidak Sesuai Kesesuaian wisata bahari untuk kegiatan berperahu, jet ski, banana boat dan perahu layar mempertimbangkan 2 parameter dengan tiga klasifikasi

11 37 penilaian. Parameter tersebut antara lain kedalaman dan kecepatan arus sedangkan penetapan kriteria, bobot dan skor dari masing-masing parameter dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4 Matriks kesesuaian untuk wisata bahari kegiatan berperahu, jet ski dan banana boat No Kriteria Bobot Kelas Kesesuaian dan Skor S1 Skor S2 Skor N Skor 1 Kedalaman (m) < 5 1 Kecepatan Arus > 50 1 (cm/det) Sumber: Modifikasi dari Bakosurtanal (1996); Yulianda (2007). Keterangan: S1 : Sangat Sesuai; S2 : Sesuai; N : Tidak Sesuai. b. Wisata Pantai Kesesuaian wisata pantai dengan jenis kegiatan rekreasi pantai mempertimbangkan 10 parameter dengan tiga klasifikasi penilaian. Parameter tersebut antara lain kedalaman perairan, tipe pantai, lebar pantai, material dasar perairan, kecepatan arus, kemiringan pantai, penutupan lahan pantai, biota berbahaya dan ketersediaan air tawar (Tabel 5). Tabel 5 Matriks Kesesuaian Lahan untuk Wisata Pantai Kategori Rekreasi Pantai N o Kriteria Bobot Kelas Kesesuaian (Skor) S1 (3) S2 (2) N(1) 1 Kedalaman perairan (m) > 10 2 Tipe pantai 5 Pasir putih Pasir hitam berkarang Lumpur, berbatu terjal 3 Lebar pantai (m) 5 > < 5 4 Material dasar perairan 4 Pasir Pasir berkarang lumpur 5 Kecepatan arus (cm/dt) > 50 6 Kemiringan pantai ( 0 ) 4 < > 45 7 Kecerahan perairan (%) 4 > < 50 8 Penutupan lahan pantai 3 Kelapa, lahan Hutan bakau, Semak belukar terbuka pemukiman Bulu babi, 9 Biota berbahaya 3 Tidak ada Bulu babi ikan pari, lepu, hiu 10 Ketersediaan air tawar (jarak/km) 3 < > 2 Sumber : Modifikasi dari Yulianda (2007) Keterangan: S1 : Sangat Sesuai; S2 : Sesuai; N: Tidak Sesuai

12 38 Kesesuaian wisata pantai untuk kegiatan olahraga pantai dan berjemur (sun bathing) mempertimbangkan 5 parameter dengan tiga klasifikasi penilaian. Parameter tersebut antara lain substrat, luas pantai, panjang pantai, tipe pantai dan penutupan lahan pantai sedangkan penetapan kriteria, bobot dan skor dari masing-masing parameter dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6 Matriks kesesuaian untuk wisata pantai jenis kegiatan olahraga pantai, dan berjemur (sun bathing) N Kelas Kesesuaian (Skor) Kriteria Bobot o S1 Skor S2 Skor N Skor Pasir 1 Substrat 5 Pasir 3 Karang Pasir 2 Lumpur/ 1 Lumpur 2 Luasan Pantai (m2) 5 > < Panjang Pantai (m) 5 > < Tipe Pantai 3 Berpasi Pasir, sedikit Lumpur, 3 2 r karang karang 1 5 Penutupan Lahan Semak Hutan Lahan Pantai terbuka Belukar bakau 1 Sumber: Modifikasi dari Bakosurtanal (1996); Keterangan: S1 : Sangat Sesuai; S2 : Sesuai; N : Tidak Sesuai. 2. Penghitungan nilai peruntukan lahan Setiap kegiatan wisata mempunyai persyaratan sumberdaya dan lingkungan yang sesuai dengan obyek wisata yang akan dikembangkan. Rumus yang digunakan untuk menentukan kesesuaian wisata adalah (Yulianda (2007) : IKW = [ Ni/ N maks ] x 100% Dimana : IKW : Indeks Kesesuaian Wisata Ni : Nilai Paramater ke-i (Bobot x Skor) N maks : Nilai Maksimum dari suatu kategori wisata 3. Pembagian kelas lahan dan nilainya Berdasarkan matriks kesesuaian yang berisi parameter parameter kesesuaian, kemudian disusun kelas kesesuaian untuk kegiatan wisata pantai dan bahari. Kelas kesesuaian pada matriks ini menggambarkan tingkat kecocokan dari kawasan Pulau Matakus untuk peruntukan kegiatan wisata

13 39 dengan konsep ekowisata. Dalam penelitian ini, kelas keseuaian lahan dibagi dalam 3 kelas yaitu; sangat sesuai (S1), sesuai (S2), dan tidak sesuai (N). Defenisi masing-masing kelas kesesuaian tersebut adalah : 1. Kelas S1: sangat sesuai (highly suitable), yaitu lahan tidak mempunyai pembatas yang berat untuk suatu penggunaan tertentu secara lestari, atau hanya mempunyai pembatas yang kurang berarti dan tidak berpengaruh secara nyata terhadap kegiatan atau produksi lahan tersebut, serta tidak akan menambah masukan dari pengusahaan lahan tersebut. 2. Kelas S2: sesuai (suitable), yaitu lahan yang mempunyai pembatas yang agak besar untuk mempertahankan tingkat pengelolaan yang harus di terapkan. Pembatas tersebut akan mengurangi aktivitas dan keuntungan yang diperoleh, serta meningkatkan masukan untuk mengusahakan lahan tersebut. 3. Kelas N: tidak sesuai (not suitable), yaitu lahan yang mempunyai pembatas berat/parmanen, sehingga tidak mungkin dipergunakan terhadap suatu penggunaan tertentu yang lestari. Sesuai dengan faktor pembatas dan tingkat keberhasilan yang dimiliki oleh masing-masing lahan, maka lahan S1 dinilai sebesar > 80%; S2 dinilai sebesar 66-80% dan N dinilai sebesar < 66%. Semakin kecil faktor pembatas dan peluang keberhasilan atau produksi suatu lahan, semakin besar pula nilainya. 4. Memadankan (membandingkan) nilai lahan dengan nilai masing-masing kelas lahan. Dengan cara ini, kelas kesesuain lahan untuk penggunaan tertentu diperoleh. 5. Pemetaan kelas kesesuain lahan. Pemetaan kelas kesesuaian menggunakan analisis keruangan (spatial analysis). Dengan analisis ini akan dihasilkan peta peta kesesuain untuk berbagai kegiatan wisata pesisir dan laut di Pulau Matakus. Dalam penelitian ini, penggunaan analisis keruangan untuk mengidentifikasi pemanfaatan ruang dilakukan dengan pendekatan Sistem Informasi Geografis (SIG) menggunakan program ArcView Version 3.4.

14 40 Penggunaan SIG untuk analisis spasial dapat dilakukan dengan teknik spatial overlay modelling. Metode ini menggunakan pembobotan pada sejumlah alternatif faktor yang berpengaruh dan skor kesesuaian pada setiap kriteria yang ditentukan. Basis data akan dibentuk dari data spasial dan data atribut, kemudian dibuat dalam bentuk layers atau coverage dimana akan dihasilkan peta-peta tematik dalam format digital sesuai kebutuhan/parameter untuk masingmasing jenis kesesuaian lahan. Setelah basis data terbentuk, analisis spasial dilakukan dengan metode tumpang susun (overlay) terhadap parameter yang berbentuk poligon. Proses overlay dilakukan dengan cara menggabungkan masing-masing layers untuk tiap jenis kesesuain lahan. Penilaian terhadap kelas kesesuaian dilakukan dengan melihat nilai indeks overlay dari masingmasing jenis kesesuaian lahan tersebut. Pelaksanaan operasi tumpang susun untuk setiap peruntukan dimulai dari parameter yang paling penting (bobotnya terbesar), berurutan hingga parameter yang kurang penting Analisis Daya Dukung untuk Pariwisata Analisis daya dukung ditujukan untuk pengembangan wisata bahari dan pesisir (coastal and marine tourism) dengan memanfaatkan potensi sumberdaya pesisir dan pantai pulau kecil secara lestari. Kawasan wisata membutuhkan ketenangan dan kenyamanan bagi wisatawan yang datang ke tempat tersebut. Selain itu kebutuhan setiap wisatawan akan ruang juga sangat berfariasi dan relatif, tergantung pada latar belakang budaya dan kemampuan ekonomi wisatawan. Dengan demikian berdasarkan analisis ini dapat ditentukan daya tampung kawasan pulau Matakus untuk menerima jumlah optimum atau jumlah maksimun wisatawan yang berkunjung ke kawasan Pulau Matakus. Daya Dukung Kawasan. Daya dukung kawasan adalah jumlah maksimum pengunjung yang secara fisik dapat ditampung di kawasan yang disediakan pada waktu tertentu tanpa menimbulkan gangguan pada alam dan manusia (Yulianda, 2007).

15 41 Metode yang digunakan untuk menghitung daya dukung pengembangan ekowisata alam adalah dengan dengan menggunakan konsep Daya Dukung Kawasan (DDK) yang diacu dari Yulianda (2007) dengan rumus sebagai berikut: Keterangan: DDK : Daya Dukung Kawasan (orang) K Lp : Potensi Ekologis pengunjung per satuan unit area (orang) : Luas area (m 2 ) atau panjang area (m) yang dapat dimanfaatkan Lt : Unit area untuk kategori tertentu (m 2 atau m) Wt : Waktu yang disediakan oleh kawasan untuk kegiatan wisata dalam 1 hari (jam) Wp : Waktu yang dihabiskan oleh pengunjung untuk setiap kegiatan tertentu (jam) DDK Kx Lp Lt x Wt Wp Potensi ekologis pengunjung di tentukan oleh kondisi sumberdaya dan jenis kegiatan yang dikembangkan (Tabel 7). Luas suatu area yang dapat digunakan oleh pengunjung mempertimbangkan kemampuan alam mentolerir pengunjung sehingga keaslian alam tetap terjaga. Tabel 7 Potensi ekologis pengunjung (K) dan luas area kegiatan (Lt). Jenis Kegiatan K Unit Area Keterangan ( Pengunjung) (Lt) Selam m 2 Setiap 2 org dlm 100 m x 10 m Snorkling m 2 Setiap 1 org dalam 50 m x 5 m Rekreasi Pantai 1 50 m 1 org setiap 50 m panjang pantai Olahraga Pantai 1 50 m 1 org setiap 50 m panjang pantai Olahraga perairan m 2 Setiap 1 org dalam 50 m x 10 m Sumber: Yulianda (2007); Modifikasi (2009) Waktu kegiatan pengunjung (Wp) dihitung berdasarkan lamanya waktu yang dihabiskan pengunjung di lokasi wisata untuk melakukan kegiatan wisata seperti terlihat pada Tabel 8. Waktu pengunjung untuk kegiatan selam, snorkeling dan berjemur merupakan rata-rata waktu yang telah berlaku secara umum sedangkan waktu untuk kegiatan rekreasi pantai, berenang dan berperahu

16 42 diperoleh pada saat wawancara dengan wisatawan di lokasi penelitian. Waktu pengunjung diperhitungkan dengan waktu yang disediakan untuk kawasan (Wt). Waktu kawasan adalah lama waktu areal dibuka dalam satu hari dan rata-rata waktu kerja sekitar 8 jam (Yulianda, 2007). Tabel 8 Prediksi waktu yang dibutuhkan untuk setiap kegiatan wisata No. Kegiatan Waktu yang di Butuhkan Wp-(Jam) Total Waktu 1 hari Wt-(Jam) 1 Selam Snorkling Berjemur Rekreasi Pantai Hasil wawancara (3) 6 5 Olahraga Air/berperahu 2 4 Sumber: Modifikasi dari Yulianda (2007) Ecological Footprint Analysis (EFA). Ecological footprint merupakan suatu konsep daya dukung lingkungan dengan memperhatikan tingkat konsumsi masyarakat, sehingga perbandingan ketersediaan areal untuk populasi di suatu wilayah dengan ketersediaan ecological capacity, defisit atau surplus keberlanjutan dapat dikuantitatifkan (Adrianto, 2006). Analisis ecological footprint digunakan untuk mengestimasi daya dukung lingkungan Pulau Matakus untuk pengembangan ekowisata bahari secara berkelanjutan berdasarkan luas total kawasan yang sesuai untuk kegiatan ekowisata bahari. Secara teoritis, EFA bertujuan untuk mengekspresikan kesesuaian area yang produktif secara ekologi terhadap kebutuhan penduduk atau tingkat ekonomi tertentu melalui indeks keruangan (Haberl et al dalam Adrianto, 2006). Yang fundamental dari metode ecological footprint adalah ide untuk menunjukkan areal dalam beberapa tipe areal yang digunakan per kapita dari perhitungan terhadap populasi suatu wilayah. Model Haberl s digunakan sebagai model dasar perhitungan ecological footprint (Haberl et al dalam Adrianto, 2006), yaitu sebagai berikut : EF i DE Y loki i Sedangkan, EF lok EF i

17 43 Keterangan, EF i : Ecological Footprint komponen wisata ke-i (ha/orang) EF lok : Total Ecological Footprint local (ha/orang) DE i : Konsumsi produk komponen wisata ke-i (kg/orang) Y lok i : Produktivitas lokal komponen wisata ke-i (kg/ha) Total ecological footprint untuk setiap wisatawan terdiri dari jumlah keseluruhan kategori lahan bangunan (built-up land), lahan energy fosil (fosil energy land), lahan pertanian (crop land), padang rumput (pasture land), hutan (forest land) dan ruang laut (sea space). Untuk menghitung ecological footprint dari perjalanan wisatawan yang mengunjungi Pulau Matakus, sumberdaya dan lahan yang digunakan dibagi ke dalam empat komponen yaitu transportasi, akomodasi, aktifitas, dan konsumsi pangan untuk wisata. Transportasi terdiri dari semua perjalanan yang berhubungan dengan wisata, dari saumlaki menuju dan kembali dari Pulau Matakus. Transportasi ini mempertimbangkan kebutuhan infrastruktur (jalan dan pelabuhan) yang diperlukan berkaitan dengan kegiatan wisata. Area yang dibutuhkan tiap wisatawan (disebut sebagai footprint Build-up land dari komponen transportasi) dihitung dengan membagi total area perjalanan wisata dengan jumlah kedatangan touris tahun Total area perjalanan wisata adalah total area yang dibutuhkan untuk infrastruktur dalam proses perjalanan (jalan dan pelabuhan). Untuk akomodasi, footprint wisatawan terdiri dari area yang diperlukan untuk akomodasi (homestay) dan fossil energy land untuk menghitung penggunaan energy (penerangan). Footprint Bild-up Land dari komponen akomodasi dihitung dengan membagi total area kebutuhan akomodasi dengan jumlah kedatangan touris tahun Total area akomodasi wisata adalah total area yang dibutuhkan untuk infrastruktur seperti guesthouse, homestay dll. Total area diperoleh dengan mengalikan luas area setiap jenis infrastruktur dengan jumlah infrastruktur yang tersedia. Footprint energy dari komponen akomodasi dihitung berdasaran total energi yang digunakan dihitung dengan mengalikan penggunaan energy tiap guesthouse dengan jumlah guesthouse kemudian dibagi dengan jumlah touris.

18 44 Aktifitas meliputi kunjungan ke lokasi yang spesifik untuk tujuan rekreasi seperti melihat lokasi bersejarah (budaya), rekreasi pantai, hiburan (bioskop, bar dll), kegiatan olahraga (diving, snorkling jet ski dll). Dalam kasus ini, footprint wisatawan untuk aktifitas walaupun berhubungan dengan ruang laut namun dianggap merupakan bagian dari build-up land. Ruang laut adalah luas ruang yang dibutuhkan oleh wisatawan untuk rekreasi pantai, diving dan snorkling. Luas ruang untuk aktifitas wisata di Pulau Matakus ini dapat diketahui dengan bantuan analisis kesesuaian lahan menggunakan GIS. Konsumsi sandang dan pangan untuk wisata merupakan footprint dari pangan dan sandang berdasarkan lahan pertanian (crop land), hutan (forest land), produktivitas ruang laut (sea space) dan padang rumput (pasture land). Karena kurangnya ketersediaan data statistik dalam menghitung footprint konsumsi sandang dan pangan di lokasi penelitian, maka untuk mengatasi masalah ini diasumsikan bahwa kualitas dan jumlah makanan yang dikonsumsi wisatawan di lokasi penelitian mirip dengan yang biasanya dikonsumsi seharian di rumah. Dengan demikian footprint sandang dan pangan dapat dihitung berdasarkan data footprint nasional asal wisatawan yang dominan mengunjungi Pulau Matakus (Australia, Inggris dan Indonesia) dalam Living Planet Repport edisi 2008 yang diproduksi oleh WWF (WWF et al., 2008). Jumlah sumbangan rata-rata tahunan ruang untuk konsumsi pangan dan sandang adalah 6 hari yang merupakan ratarata lama tinggal di Pulau Matakus. Untuk menjumlahkan kategori ruang yang berbeda terhadap footprint total maka area dikalikan dengan equivalence factors (Wackernagel et al., 1999 dalam Gosling et al., 2002). Equivalence factor menggambarkan produktifitas relative rata rata dunia dalam hektar dalam tipe lahan yang berbeda. Semua Negara memiliki Equivalence factor yang sama dan berubah sedikit dari tahun ke tahun. Equivalence factor dapat digunakan dalam perhitungan biocapacity dan footprint dan dilaporkan dalam satuan global hektar (gha). Equivalence factor untuk tiap kategori ruang yang digunakan dalam penelitian ini didasarkan pada revisi terbaru dalam Living Planet Report edisi 2008 seperti terdapat pada Tabel 9.

19 45 Tabel 9 Equivalence Factor berdasarkan hasil biomasa relatif Kategori Ruang Nilai - Fosil energy land (newly planted forest area needed to absorb emited CO 2 ) Built up land (required for roads, houses, playgrounds etc) Arable land (for growing crops) Pasture (for grazing animals) Sea Space (for harvesting fish and other sea food) Forest area (for producing wood for forniture, paper, etc Sumber: WWF et al., (2008). Dalam konteks ini, pemanfaatan sumberdaya secara optimal tercapai apabila nilai ecological footprint sama dengan nilai kapasitas biologis (bio-capacity) dari sumberdaya alam yang dianalisis. Sementara itu biocapacity (BC) dapat dihitung dengan menggunakan rumus (Lenzen dan Murray 2001): BC A YF j j j dimana, BC j : Biocapacity ruang ke-j yang diperlukan untuk pariwisata A j : Luas land cover kategori ke-j (ha); YF : Yield factor land cover kategori ke-j. Yield faktor menggambarkan produktivitas relatif nasional dan rata rata dunia dalam hektar dari setiap tipe land use. Yield factor tiap land use yang digunakan dalam perhitungan biocapacity dapat dilihat pada Tabel 10. Tabel 10 Yield factor untuk setiap tipe land use Tipe Land Use Yield Factor - Build up Cropland/arable land Pasture land Forest land Fishing ground 0.6 Sumber: Modifikasi dari Lenzen dan Murray (2001) dan Global Footprint Network (2008) Selanjutnya daya dukung lingkungan (carrying capacity/cc) dapat dihitung dengan menggunakan rumus: CC BC EF i j

20 46 dimana, BC j : Biocapacity ruang ke-i untuk wisata (ha) EF i : Ecological footprint komponen wisata ke-i (ha/orang) CC : Carrying Capacity (orang). Untuk memprediksi jumlah wisatawan dan kondisi ecological footprint selama 10 tahun kedepan, dilakukan pemodelan dinamik dengan menggunakan software Stella Causal loop dan model dinamik yang akan dibangun, dikembangkan dari konsep dan hasil perhitungan ecological footprint dan biocapacity secara manual Analisis Persepsi Masyarakat, Wisatawan dan Pemerintah Daerah Persepsi masyarakat desa Matakus, wisatawan dan Pemerintah Daerah MTB terhadap pengembangan ekowisata bahari di Pulau Matakus, diketahui melalui persentase jawaban responden dari ketiga unsur tersebut terhadap pertanyaan pertanyaan yang terdapat di dalam kuesioner pada saat wawancara berlangsung. Persentase untuk tiap jawaban didapatkan dengan mempergunakan rumus sebagai berikut: Pi = (AJi / TR) x 100% dimana, Pi : Kualitas Persepsi ke-i AJ : Aspirasi jawaban responden ke-i TR : Total responden yang menjawab. Untuk mengetahui hubungan antara karakteristik responden dengan kondisi sosial ekonomi yang berpengaruh besar terhadap persepsi digunakan metode analisis statistic multivariable yaitu Analisis Komponen Utama (Principal Component Analysis). Menurut Bengen (2000), tujuan utama penggunaan analisis ini adalah: 1. Mengekstraksi informasi esensial yang terdapat dalam suatu tabel/matriks data berukuran besar. 2. Menghasilkan suatu representasi grafik yang memudahkan interpretasi. 3. Mempelajari suatu tabel/matrik data dari sudut pandang kemiripan antara individu atau hubungan antar variabel.

3. METODOLOGI PENELITIAN

3. METODOLOGI PENELITIAN 17 3. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di perairan Pulau Hari Kecamatan Laonti Kabupaten Konawe Selatan Provinsi Sulawesi Tenggara. Lokasi penelitian ditentukan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Lokasi dan Waktu Penelitian

METODE PENELITIAN. Lokasi dan Waktu Penelitian METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Kabupaten Lombok Barat-Propinsi Nusa Tenggara Barat, yaitu di kawasan pesisir Kecamatan Sekotong bagian utara, tepatnya di Desa Sekotong

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2 Alat dan Bahan

3. METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2 Alat dan Bahan 14 3. METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di kawasan Pantai Lampuuk Kabupaten Aceh Besar, Provinsi NAD. Secara geografis Kabupaten Aceh Besar terletak pada 5,2º-5,8º

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2. Alat dan Bahan

3. METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2. Alat dan Bahan 13 3. METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di kawasan Pantai Santolo, Kabupaten Garut. Pantai Santolo yang menjadi objek penelitian secara administratif berada di dua

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pengembangan pulau pulau kecil merupakan arah kebijakan baru nasional dibidang kelautan. Berawal dari munculnya Peraturan Presiden No. 78 tahun 2005 tentang Pengelolaan

Lebih terperinci

Jenis data Indikator Pengamatan Unit Sumber Kegunaan

Jenis data Indikator Pengamatan Unit Sumber Kegunaan 31 BAB III METODOLOGI 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di lanskap wisata TNB, Sulawesi Utara tepatnya di Pulau Bunaken, yang terletak di utara Pulau Sulawesi, Indonesia. Pulau

Lebih terperinci

3 METODOLOGI. 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian

3 METODOLOGI. 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian METODOLOGI. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini terdiri dari tahapan, yakni dilaksanakan pada bulan Agustus 0 untuk survey data awal dan pada bulan FebruariMaret 0 pengambilan data lapangan dan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3. Tempat dan Waktu Penelitian Tempat penelitian berlokasi di Gili Air, Gili Meno dan Gili Trawangan yang berada di kawasan Taman Wisata Perairan Gili Matra, Desa Gili Indah,

Lebih terperinci

ANALISIS DAYA DUKUNG MINAWISATA DI KELURAHAN PULAU TIDUNG, KEPULAUAN SERIBU

ANALISIS DAYA DUKUNG MINAWISATA DI KELURAHAN PULAU TIDUNG, KEPULAUAN SERIBU ANALISIS DAYA DUKUNG MINAWISATA DI KELURAHAN PULAU TIDUNG, KEPULAUAN SERIBU Urip Rahmani 1), Riena F Telussa 2), Amirullah 3) Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan USNI Email: urip_rahmani@yahoo.com ABSTRAK

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Waktu pelaksanaan penelitian ini dilakukan selama 3 bulan terhitung sejak

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Waktu pelaksanaan penelitian ini dilakukan selama 3 bulan terhitung sejak 21 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Pelaksanaan Waktu pelaksanaan penelitian ini dilakukan selama 3 bulan terhitung sejak bulan eptember sampai Desember 2013. Penelitian ini bertempat

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian dilakukan di kawasan pesisir Nuhuroa yaitu kawasan pesisir Kecamatan Kei Kecil dan Kecamatan Dullah Utara (Tabel 1). Tabel 1 Lokasi Penelitian di

Lebih terperinci

KESESUAIAN EKOWISATA SNORKLING DI PERAIRAN PULAU PANJANG JEPARA JAWA TENGAH. Agus Indarjo

KESESUAIAN EKOWISATA SNORKLING DI PERAIRAN PULAU PANJANG JEPARA JAWA TENGAH. Agus Indarjo Jurnal Harpodon Borneo Vol.8. No.. April. 05 ISSN : 087-X KESESUAIAN EKOWISATA SNORKLING DI PERAIRAN PULAU PANJANG JEPARA JAWA TENGAH Agus Indarjo Universitas Diponegoro Jl. Prof.Soedarto,SH. Tembalang.Semarang.Tel/Fax:

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 22 3. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Waktu pelaksanaan penelitian selama 6 (enam) bulan yaitu pada bulan Mei sampai Oktober 2009. Lokasi penelitian dan pengamatan dilakukan di Pulau

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di sepanjang jalur ekowisata hutan mangrove di Pantai

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di sepanjang jalur ekowisata hutan mangrove di Pantai III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di sepanjang jalur ekowisata hutan mangrove di Pantai Sari Ringgung, Kabupaten Pesawaran, Provinsi Lampung, pada bulan

Lebih terperinci

STUDI KESESUAIAN PANTAI LAGUNA DESA MERPAS KECAMATAN NASAL KABUPATEN KAUR SEBAGAI DAERAH PENGEMBANGAN PARIWISATA DAN KONSERVASI

STUDI KESESUAIAN PANTAI LAGUNA DESA MERPAS KECAMATAN NASAL KABUPATEN KAUR SEBAGAI DAERAH PENGEMBANGAN PARIWISATA DAN KONSERVASI STUDI KESESUAIAN PANTAI LAGUNA DESA MERPAS KECAMATAN NASAL KABUPATEN KAUR SEBAGAI DAERAH PENGEMBANGAN PARIWISATA DAN KONSERVASI Oleh Gesten Hazeri 1, Dede Hartono 1* dan Indra Cahyadinata 2 1 Program Studi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. a. Sejarah dan Gambaran Umum Lokasi Penelitian. Desa Botutonuo berawal dari nama satu dusun yang berasal dari desa

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. a. Sejarah dan Gambaran Umum Lokasi Penelitian. Desa Botutonuo berawal dari nama satu dusun yang berasal dari desa 27 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Lokasi Penelitian a. Sejarah dan Gambaran Umum Lokasi Penelitian Desa Botutonuo berawal dari nama satu dusun yang berasal dari desa induk Molotabu. Dinamakan

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pulau-pulau kecil memiliki potensi pembangunan yang besar karena didukung oleh letaknya yang strategis dari aspek ekonomi, pertahanan dan keamanan serta adanya ekosistem

Lebih terperinci

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN 45 BAB IV METODOLOGI PENELITIAN 4.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di kabupaten Sambas dengan fokus lokasi penelitian pada kawasan pesisir kecamatan Paloh propinsi Kalimantan Barat

Lebih terperinci

PEMETAAN KAWASAN EKOWISATA SELAM DI PERAIRAN PULAU PANJANG, JEPARA, JAWA TENGAH. Agus Indarjo

PEMETAAN KAWASAN EKOWISATA SELAM DI PERAIRAN PULAU PANJANG, JEPARA, JAWA TENGAH. Agus Indarjo Jurnal Harpodon Borneo Vol.7. No.. Oktober. 04 ISSN : 087-X PEMETAAN KAWASAN EKOWISATA SELAM DI PERAIRAN PULAU PANJANG, JEPARA, JAWA TENGAH Agus Indarjo Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu bentuk pemanfaatan sumberdaya pesisir dan lautan adalah melalui pengembangan kegiatan wisata bahari. Berbicara wisata bahari, berarti kita berbicara tentang

Lebih terperinci

Analisis Kesesuaian Lahan Wilayah Pesisir Kota Makassar Untuk Keperluan Budidaya

Analisis Kesesuaian Lahan Wilayah Pesisir Kota Makassar Untuk Keperluan Budidaya 1 Analisis Kesesuaian Lahan Wilayah Pesisir Kota Makassar Untuk Keperluan Budidaya PENDAHULUAN Wilayah pesisir merupakan ruang pertemuan antara daratan dan lautan, karenanya wilayah ini merupakan suatu

Lebih terperinci

Kajian Kesesuaian dan Daya Dukung Wilayah Pesisir Pantai Bandengan Jepara, sebagai Upaya Optimalisasi Pengembangan Kegiatan Wisata Bahari

Kajian Kesesuaian dan Daya Dukung Wilayah Pesisir Pantai Bandengan Jepara, sebagai Upaya Optimalisasi Pengembangan Kegiatan Wisata Bahari Kajian Kesesuaian dan Daya Dukung Wilayah Pesisir Pantai Bandengan Jepara, sebagai Upaya Optimalisasi Pengembangan Kegiatan Wisata Bahari Gigih Budhiawan P *), Agus Indarjo, Suryono Program Studi Ilmu

Lebih terperinci

Bab 4 Hasil Dan Pembahasan

Bab 4 Hasil Dan Pembahasan Bab 4 Hasil Dan Pembahasan 4.1. Potensi Sumberdaya Lahan Pesisir Potensi sumberdaya lahan pesisir di Kepulauan Padaido dibedakan atas 3 tipe. Pertama adalah lahan daratan (pulau). Pada pulau-pulau berpenduduk,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Data menunjukkan bahwa sektor pariwisata di Indonesia telah. Olehkarenanya, sektor ini menjadi sangat potensial untuk dikembangkan

TINJAUAN PUSTAKA. Data menunjukkan bahwa sektor pariwisata di Indonesia telah. Olehkarenanya, sektor ini menjadi sangat potensial untuk dikembangkan TINJAUAN PUSTAKA Pariwisata dan Ekowisata Data menunjukkan bahwa sektor pariwisata di Indonesia telah memilikikontribusi ekonomi yang cukup penting bagi kegiatan pembangunan. Olehkarenanya, sektor ini

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 RUANG LINGKUP PENELITIAN 3.1.1 Ruang Lingkup Substansi Penelitian ini menitikberatkan untuk menghitung Indeks Kesesuaian Kawasan Wisata dengan memperhatikan daya dukung kawasan

Lebih terperinci

Ahmad Bahar *1, Fredinan Yulianda 2, Achmad Fahrudin 3

Ahmad Bahar *1, Fredinan Yulianda 2, Achmad Fahrudin 3 ANALISIS KESESUAIAN DAN DAYA DUKUNG UNTUK WISATA PANTAI DAN SNORKELING DI PULAU HOGA Ahmad Bahar *1, Fredinan Yulianda 2, Achmad Fahrudin 3 1 Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan, Unhas 2 Fakultas Perikanan

Lebih terperinci

Kesesuaian Wisata Pantai Berpasir Pulau Saronde Kecamatan Ponelo Kepulauan, Kabupaten Gorontalo Utara

Kesesuaian Wisata Pantai Berpasir Pulau Saronde Kecamatan Ponelo Kepulauan, Kabupaten Gorontalo Utara 1 Kesesuaian Wisata Pantai Berpasir Pulau Saronde Kecamatan Ponelo Kepulauan, Kabupaten Gorontalo Utara Masita Hair Kamah 1), Femy M. Sahami 2), Sri Nuryatin Hamzah 3) Email : nishabandel@yahoo.com ABSTRAK

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran

METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran 15 METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran Wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil memiliki kompleksitas yang sangat tinggi, baik karakteristik, dinamika dan potensi. Pembangunan yang semakin meningkat di wilayah

Lebih terperinci

ANALISIS KESESUAIAN DAN DAYA DUKUNG EKOWISATA BAHARI PULAU HARI KECAMATAN LAONTI KABUPATEN KONAWE SELATAN PROVINSI SULAWESI TENGGARA ROMY KETJULAN

ANALISIS KESESUAIAN DAN DAYA DUKUNG EKOWISATA BAHARI PULAU HARI KECAMATAN LAONTI KABUPATEN KONAWE SELATAN PROVINSI SULAWESI TENGGARA ROMY KETJULAN ANALISIS KESESUAIAN DAN DAYA DUKUNG EKOWISATA BAHARI PULAU HARI KECAMATAN LAONTI KABUPATEN KONAWE SELATAN PROVINSI SULAWESI TENGGARA ROMY KETJULAN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010

Lebih terperinci

Gambar 3 Lokasi penelitian.

Gambar 3 Lokasi penelitian. . METODOLOGI PENELITIAN.. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Maret sampai Desember 8 yang berlokasi di Pulau Menjangan dan Teluk Terima dalam area Taman Nasional Bali Barat,

Lebih terperinci

3 METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian 3.2 Tahapan Penelitian 3.3 Pengumpulan Data

3 METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian 3.2 Tahapan Penelitian 3.3 Pengumpulan Data 3 METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Kabupaten Pacitan, Provinsi Jawa Timur yaitu di kawasan pesisir Kecamatan Pringkuku. Kawasan Pesisir Kecamatan Pringkuku terdiri

Lebih terperinci

KESESUAIAN PERAIRAN UNTUK WISATA SELAM DAN SNORKELING DI PULAU BIAWAK, KABUPATEN INDRAMAYU

KESESUAIAN PERAIRAN UNTUK WISATA SELAM DAN SNORKELING DI PULAU BIAWAK, KABUPATEN INDRAMAYU JOURNAL OF MARINE RESEARCH KESESUAIAN PERAIRAN UNTUK WISATA SELAM DAN SNORKELING DI PULAU BIAWAK, KABUPATEN INDRAMAYU Oscar Leonard J *), Ibnu Pratikto, Munasik Program Studi Ilmu Kelautan, Fakultas Perikanan

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI POTENSI DAN PEMETAAN SUMBERDAYA PULAU-PULAU KECIL

IDENTIFIKASI POTENSI DAN PEMETAAN SUMBERDAYA PULAU-PULAU KECIL IDENTIFIKASI POTENSI DAN PEMETAAN SUMBERDAYA PULAU-PULAU KECIL Nam dapibus, nisi sit amet pharetra consequat, enim leo tincidunt nisi, eget sagittis mi tortor quis ipsum. PENYUSUNAN BASELINE PULAU-PULAU

Lebih terperinci

TATA CARA PENELITIAN. B. Metode Penelitian dan Analisis Data. kuisioner, pengambilan gambar dan pengumpulan data sekunder. Menurut

TATA CARA PENELITIAN. B. Metode Penelitian dan Analisis Data. kuisioner, pengambilan gambar dan pengumpulan data sekunder. Menurut IV. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di kawasan ekowisata hutan lindung mangrove dan penangkaran buaya di Desa Blanakan, Kecamatan Blanakan, Kabupaten Subang

Lebih terperinci

Gambar 1 Lokasi penelitian.

Gambar 1 Lokasi penelitian. 7 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Perencanaan tapak ini dilaksanakan di KHDTK Cikampek, Kabupaten Karawang, Jawa Barat (Gambar 1). Penelitian ini dilakukan pada bulan Mei-Juli 2012. Gambar

Lebih terperinci

IV. METODOLOGI. Gambar 14. Peta Orientasi Lokasi Penelitian.

IV. METODOLOGI. Gambar 14. Peta Orientasi Lokasi Penelitian. IV. METODOLOGI 4.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilakukan pada jalur pendakian Gunung Tambora wilayah Kabupaten Bima dan Dompu, Provinsi Nusa Tenggara Barat. Penelitian ini dilaksanakan selama

Lebih terperinci

ANALISI DAYA DUKUNG PEMANFAATAN PULAU GILI LABAK DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS

ANALISI DAYA DUKUNG PEMANFAATAN PULAU GILI LABAK DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS ANALISI DAYA DUKUNG PEMANFAATAN PULAU GILI LABAK DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS Firman Farid Muhsoni 1, Mahfud Efendy 2 1 Program Studi Ilmu Kelautan /Universitas Trunojoyo Madura, PO BoX

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Definisi dan Karakteristik Wilayah Pesisir Wilayah pesisir merupakan zona penting karena pada dasarnya tersusun dari berbagai macam ekosistem seperti mangrove, terumbu karang,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Wilayah pesisir dan pengembangan pariwisata pesisir 2.1.1 Wilayah pesisir Pada umumnya wilayah pesisir merupakan suatu wilayah peralihan antara daratan dan lautan. Berdasarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia mempunyai perairan laut yang lebih luas dibandingkan daratan, oleh karena itu Indonesia dikenal sebagai negara maritim. Perairan laut Indonesia kaya akan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Di era globalisasi seperti sekarang ini, pembangunan kepariwisataan

BAB I PENDAHULUAN. Di era globalisasi seperti sekarang ini, pembangunan kepariwisataan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di era globalisasi seperti sekarang ini, pembangunan kepariwisataan dapat dijadikan sebagai prioritas utama dalam menunjang pembangunan suatu daerah. Pengembangan pariwisata

Lebih terperinci

Kesesuaian Lahan dan Daya Dukung Kawasan Wisata Pantai Botutonuo, Kecamatan Kabila Bone, Kabupaten Bone Bolango

Kesesuaian Lahan dan Daya Dukung Kawasan Wisata Pantai Botutonuo, Kecamatan Kabila Bone, Kabupaten Bone Bolango Nikè: Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan. Volume 1, Nomor 2, September 2013 Kesesuaian Lahan dan Daya Dukung Kawasan Wisata Pantai Botutonuo, Kecamatan Kabila Bone, Kabupaten Bone Bolango 1,2 Deysandi

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Pendekatan Penelitian

METODE PENELITIAN Pendekatan Penelitian METODE PENELITIAN Pendekatan Penelitian Upaya untuk penentuan satuan kawasan wisata merupakan suatu pengalokasian beberapa obyek wisata untuk pengembangan wilayah. Dimana hakekatnya SKW merupakan pengelompokan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN...

DAFTAR ISI DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... DAFTAR ISI Bab III. III. III. IV. DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... Halaman PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang... 1 1.2 Identifikasi Masalah... 5 1.3 Tujuan Penelitian... 5 1.4 Kegunaan Penelitian...

Lebih terperinci

Oleh: HAZMI C SKRlPSl Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana di Fakultas Perikanan Dan llmu Kelautan

Oleh: HAZMI C SKRlPSl Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana di Fakultas Perikanan Dan llmu Kelautan or4 APLlKASl SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS (SIG) DAN PENGINDERAAN JAUH DALAM PENENTUAN WILAYAH POTENSIAL WISATA BAHARI TERUMBU KARANG Dl PULAU SATONDA, DOMPU, NUSA TENGGARA BARAT HAZMI C06498017 PROGRAM STUD1

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. besar sumberdaya pesisir dan pulau-pulau kecil, disisi lain masyarakat yang sebagian

BAB I PENDAHULUAN. besar sumberdaya pesisir dan pulau-pulau kecil, disisi lain masyarakat yang sebagian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu Negara kepulauan, yang memiliki potensi besar sumberdaya pesisir dan pulau-pulau kecil, disisi lain masyarakat yang sebagian besar bertempat

Lebih terperinci

STUDI KESESUAIAN DAN DAYA DUKUNG KAWASAN UNTUK REKREASI PANTAI DI PANTAI PANJANG KOTA BENGKULU

STUDI KESESUAIAN DAN DAYA DUKUNG KAWASAN UNTUK REKREASI PANTAI DI PANTAI PANJANG KOTA BENGKULU STUDI KESESUAIAN DAN DAYA DUKUNG KAWASAN UNTUK REKREASI PANTAI DI PANTAI PANJANG KOTA BENGKULU Himavan Prathista Nugraha *), Agus Indarjo, Muhammad Helmi Program Studi Ilmu Kelautan, Fakultas Perikanan

Lebih terperinci

ANALISIS KESESUAIAN DAN DAYA DUKUNG KAWASAN WISATA BAHARI DI KABUPATEN POLEWALI MANDAR

ANALISIS KESESUAIAN DAN DAYA DUKUNG KAWASAN WISATA BAHARI DI KABUPATEN POLEWALI MANDAR ANALISIS KESESUAIAN DAN DAYA DUKUNG KAWASAN WISATA BAHARI DI KABUPATEN POLEWALI MANDAR Ahmad Bahar 1 dan Rahmadi Tambaru 1 1 Staf Pengajar Jurusan Ilmu Kelautan Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan UNHAS

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pulau-Pulau Kecil 2.1.1 Karakteristik Pulau-Pulau Kecil Definisi pulau menurut UNCLOS (1982) dalam Jaelani dkk (2012) adalah daratan yang terbentuk secara alami, dikelilingi

Lebih terperinci

3 METODOLOGI PENELITIAN

3 METODOLOGI PENELITIAN 37 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Kerangka Pemikiran Kesesuaian lahan secara spasial merupakan unsur penting dalam pengembangan sumberdaya pesisir agar pemanfaatan sumberdaya di kawasan tersebut berlangsung

Lebih terperinci

JURNAL MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN

JURNAL MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN JURNAL MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN Volume 9, Nomor 2, Oktober 2013 ANALISIS EKONOMI KELEMBAGAAN PENGEMBANGAN USAHA MINA PEDESAAN PERIKANAN BUDIDAYA DI KECAMATAN KEI KECIL KABUPATEN MALUKU TENGGARA KONSENTRASI

Lebih terperinci

KAJIAN DAYA DUKUNG FISIK WISATA DANAU DI PANTAI PASIR PUTIH PARBABA KABUPATEN SAMOSIR

KAJIAN DAYA DUKUNG FISIK WISATA DANAU DI PANTAI PASIR PUTIH PARBABA KABUPATEN SAMOSIR KAJIAN DAYA DUKUNG FISIK WISATA DANAU DI PANTAI PASIR PUTIH PARBABA KABUPATEN SAMOSIR (The Study of Physical Carrying Capacity Lake Tourism at Parbaba Pasir Putih Beach District Samosir) Nancy Rolina,

Lebih terperinci

Lampiran 1. Kuesioner Penelitian untuk pengunjung wisata Pantai Sri

Lampiran 1. Kuesioner Penelitian untuk pengunjung wisata Pantai Sri Lampiran 1. Kuesioner Penelitian untuk pengunjung wisata Pantai Sri Mersing Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan Fakultas Pertanian No. : Waktu : Hari/Tanggal : No : Waktu : Hari/tanggal : A. Identitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan terbesar di dunia, dengan jumlah pulau yang sudah diverifikasi sementara sekitar 13.449 buah (kkp.go.id, 2013). Sebagian

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Jenis Data dan Informasi 3.3 Metode Pengumpulan Data

METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Jenis Data dan Informasi 3.3 Metode Pengumpulan Data 49 3. METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Secara administratif, lokasi penelitian termasuk ke dalam kawasan Kota Makassar, Propinsi Sulawesi Selatan. Penelitian ini telah dilaksanakan dari

Lebih terperinci

III. METODOLOGI LAUT JAWA KEC.CILAMAYA KULON KAB.SUBANG TANPA SKALA TANPA SKALA DESA PASIRJAYA PETA JAWA BARAT LOKASI STUDI

III. METODOLOGI LAUT JAWA KEC.CILAMAYA KULON KAB.SUBANG TANPA SKALA TANPA SKALA DESA PASIRJAYA PETA JAWA BARAT LOKASI STUDI 14 III. METODOLOGI 3.1. Lokasi dan Waktu Rencana Pengembangan Lanskap Pantai Tanjung Baru sebagai Kawasan Wisata Berbasis Ekologis ini dilaksanakan di Desa Pasirjaya, Kecamatan Cilamaya Kulon, Kabupaten

Lebih terperinci

METODE SURVEI TERUMBU KARANG INDONESIA Oleh OFRI JOHAN, M.Si. *

METODE SURVEI TERUMBU KARANG INDONESIA Oleh OFRI JOHAN, M.Si. * METODE SURVEI TERUMBU KARANG INDONESIA Oleh OFRI JOHAN, M.Si. * Survei kondisi terumbu karang dapat dilakukan dengan berbagai metode tergantung pada tujuan survei, waktu yang tersedia, tingkat keahlian

Lebih terperinci

ANALISIS KESESUAIAN WISATA PANTAI DI PANTAI KRAKAL KABUPATEN GUNUNGKIDUL

ANALISIS KESESUAIAN WISATA PANTAI DI PANTAI KRAKAL KABUPATEN GUNUNGKIDUL ANALISIS KESESUAIAN WISATA PANTAI DI PANTAI KRAKAL KABUPATEN GUNUNGKIDUL Fadhil Febyanto *), Ibnu Pratikto, Koesoemadji Program Studi Ilmu Kelautan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Diponegoro

Lebih terperinci

PENENTUAN KAWASAN WISATA BAHARI DI P.WANGI-WANGI DENGAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS

PENENTUAN KAWASAN WISATA BAHARI DI P.WANGI-WANGI DENGAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS Penentuan Kawasan Wisata Bahari...Sistem Informasi Geografis (Yulius et al.) PENENTUAN KAWASAN WISATA BAHARI DI P.WANGI-WANGI DENGAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS Yulius 1), Hadiwijaya L. Salim 1), M. Ramdhan

Lebih terperinci

BAB III METODA PENELITIAN

BAB III METODA PENELITIAN BAB III METODA PENELITIAN 3.1. Lokasi Penelitian Studi Distribusi dan Ekploitasi Siput Gonggong akan dilakukan di desa-desa yang dijadikan Lokasi Coremap II Kabupaten Lingga. Adapun lokasi sampling ditetapkan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. dan juga nursery ground. Mangrove juga berfungsi sebagai tempat penampung

PENDAHULUAN. dan juga nursery ground. Mangrove juga berfungsi sebagai tempat penampung PENDAHULUAN Latar Belakang Wilayah pesisir Indonesia kaya dan beranekaragam sumberdaya alam. Satu diantara sumberdaya alam di wilayah pesisir adalah ekosistem mangrove. Ekosistem mangrove merupakan ekosistem

Lebih terperinci

Gambar 2. Peta Lokasi Penelitian Desa Mulo, Kecamatan Tepus, Kabupaten Gunungkidul, Yogyakarta (Sumber: Triple A: Special Province of Yogyakarta)

Gambar 2. Peta Lokasi Penelitian Desa Mulo, Kecamatan Tepus, Kabupaten Gunungkidul, Yogyakarta (Sumber: Triple A: Special Province of Yogyakarta) BAB III METODOLOGI Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian mengenai lanskap kawasan ekowisata karst ini dilakukan di Lembah Mulo, Desa Mulo, Kecamatan Wonosari, Kabupaten Gunungkidul, Propinsi Daerah Istimewa

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN WILAYAH STUDI

BAB IV GAMBARAN WILAYAH STUDI BAB IV GAMBARAN WILAYAH STUDI IV.1 Gambaran Umum Kepulauan Seribu terletak di sebelah utara Jakarta dan secara administrasi Pulau Pramuka termasuk ke dalam Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu, Provinsi

Lebih terperinci

PENENTUAN KAWASAN WISATA BAHARI DI P.WANGI-WANGI DENGAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS DETERMINATION OF MARINE TOURISM REGION IN WANGI-WANGI ISLAND WITH

PENENTUAN KAWASAN WISATA BAHARI DI P.WANGI-WANGI DENGAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS DETERMINATION OF MARINE TOURISM REGION IN WANGI-WANGI ISLAND WITH PENENTUAN KAWASAN WISATA BAHARI DI P.WANGI-WANGI DENGAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS DETERMINATION OF MARINE TOURISM REGION IN WANGI-WANGI ISLAND WITH GEOGRAPHIC INFORMATION SYSTEM Yulius 1, Hadiwijaya L.

Lebih terperinci

Gambar 3. Peta Orientasi Lokasi Studi

Gambar 3. Peta Orientasi Lokasi Studi BAB III METODOLOGI. Lokasi dan Waktu Kegiatan studi dilakukan di Dukuh Karangkulon yang terletak di Desa Wukirsari, Kecamatan Imogiri, Kabupaten Bantul, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dengan luas

Lebih terperinci

3.2 Alat. 3.3 Batasan Studi

3.2 Alat. 3.3 Batasan Studi 3.2 Alat Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain alat tulis dan kamera digital. Dalam pengolahan data menggunakan software AutoCAD, Adobe Photoshop, dan ArcView 3.2 serta menggunakan hardware

Lebih terperinci

METODOLOGI. Tabel 1. Jenis, Sumber, dan Kegunaan data No Jenis Data Sumber Data Kegunaan

METODOLOGI. Tabel 1. Jenis, Sumber, dan Kegunaan data No Jenis Data Sumber Data Kegunaan METODOLOGI Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Pantai Kelapa Rapat (Klara) Kabupaten Pesawaran, Provinsi Lampung, dengan luas area ± 5.6 Ha (Gambar 2). Penelitian ini dilaksanakan selama 4

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada Mei - Juli Lokasi penelitian adalah di kawasan

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada Mei - Juli Lokasi penelitian adalah di kawasan III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilaksanakan pada Mei - Juli 2014. Lokasi penelitian adalah di kawasan hutan mangrove pada lahan seluas 97 ha, di Pantai Sari Ringgung

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI. 3.1 Waktu dan Lokasi penelitian

BAB III METODOLOGI. 3.1 Waktu dan Lokasi penelitian 20 BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan Lokasi penelitian Penelitian ini dilaksanakan dalam rentang waktu 4 bulan, pada bulan Februari sampai dengan bulan Mei 2012. Persiapan dilakukan sejak bulan Maret 2011

Lebih terperinci

ANALISIS KESESUAIAN DAN DAYA DUKUNG EKOWISATA PANTAI, SELAM DAN SNORKELING DI PULAU BERHALA KABUPATEN SERDANG BEDAGAI PROVINSI SUMATERA UTARA

ANALISIS KESESUAIAN DAN DAYA DUKUNG EKOWISATA PANTAI, SELAM DAN SNORKELING DI PULAU BERHALA KABUPATEN SERDANG BEDAGAI PROVINSI SUMATERA UTARA 1 ANALISIS KESESUAIAN DAN DAYA DUKUNG EKOWISATA PANTAI, SELAM DAN SNORKELING DI PULAU BERHALA KABUPATEN SERDANG BEDAGAI PROVINSI SUMATERA UTARA SKRIPSI OLEH : AMRULLAH ANGGA SYAHPUTRA 110302075 PROGRAM

Lebih terperinci

Analisis Kesesuaian dan Daya Dukung Wisata Kawasan Pantai Labombo Kota Palopo

Analisis Kesesuaian dan Daya Dukung Wisata Kawasan Pantai Labombo Kota Palopo Analisis Kesesuaian dan Daya Dukung Wisata Kawasan Pantai Labombo Kota Palopo Muhammad Bibin 1, Yon Vitner 2, Zulhamsyah Imran 3 1 Institut Pertanian Bogor, muhammad.bibin01@gmail.com 2 Institut Pertanian

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran Ruang Lingkup Penelitian

METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran Ruang Lingkup Penelitian METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran Dalam rangka perumusan kebijakan, pembangunan wilayah sudah seharusnya mempertimbangkan pelaksanaan pembangunan yang berkelanjutan. Penelitian ini dilakukan atas dasar

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di pesisir KKLD Selat Dampier (kasus di dua pulau yaitu Pulau Friwen dan Arborek) Kabupaten Raja Ampat, pengambilan data

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Secara ekologis terpisah dari pulau induk (mainland island), memiliki batas fisik

TINJAUAN PUSTAKA. Secara ekologis terpisah dari pulau induk (mainland island), memiliki batas fisik 6 TINJAUAN PUSTAKA Pulau-Pulau Kecil Pulau kecil mempunyai luas area kurang dari atau sama dengan 10.000 km 2, dengan jumlah penduduk kurang dari atau sama dengan 200.000 orang. Secara ekologis terpisah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pantai adalah wilayah perbatasan antara daratan dan perairan laut. Batas pantai ini dapat ditemukan pengertiannya dalam UU No. 27 Tahun 2007, yang dimaksud dengan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Tigaras, Kecamatan Dolok Pardamean, Kabupaten Simalungun, Provinsi

METODE PENELITIAN. Tigaras, Kecamatan Dolok Pardamean, Kabupaten Simalungun, Provinsi 15 METODE PENELITIAN Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2017 di Pantai Paris, Desa Tigaras, Kecamatan Dolok Pardamean, Kabupaten Simalungun, Provinsi Sumatera Utara.

Lebih terperinci

LAMPIRAN. Universitas Sumatera Utara

LAMPIRAN. Universitas Sumatera Utara 61 LAMPIRAN 62 Lampiran 1. Kuisioner untuk Pengunjung Pantai Paris Tigaras PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA No. Waktu Hari/Tangga A. Data Pribadi

Lebih terperinci

3. METODOLOGI PENELITAN

3. METODOLOGI PENELITAN 3. METODOLOGI PENELITAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di Pantai Sanur Desa Sanur, Kecamatan Denpasar Selatan, Kota Denpasar, Provinsi Bali (Lampiran 1). Cakupan objek penelitian

Lebih terperinci

EVALUASI POTENSI KAWASAN WISATA DANAU LIMBOTO PROVINSI GORONTALO

EVALUASI POTENSI KAWASAN WISATA DANAU LIMBOTO PROVINSI GORONTALO LEMBAR PENGESAHAN ARTIKEL JURNAL EVALUASI POTENSI KAWASAN WISATA DANAU LIMBOTO PROVINSI GORONTALO OLEH : VEGGY ARMAN NIM. 633410011 EVALUASI POTENSI KAWASAN WISATA DANAU LIMBOTO PROVINSI GORONTALO Veggy

Lebih terperinci

TINJAUAN ASPEK GEOGRAFIS TERHADAP KEBERADAAN PULAU JEMUR KABUPATEN ROKAN HILIR PROPINSI RIAU PADA WILAYAH PERBATASAN REPUBLIK INDONESIA - MALAYSIA

TINJAUAN ASPEK GEOGRAFIS TERHADAP KEBERADAAN PULAU JEMUR KABUPATEN ROKAN HILIR PROPINSI RIAU PADA WILAYAH PERBATASAN REPUBLIK INDONESIA - MALAYSIA TINJAUAN ASPEK GEOGRAFIS TERHADAP KEBERADAAN PULAU JEMUR KABUPATEN ROKAN HILIR PROPINSI RIAU PADA WILAYAH PERBATASAN REPUBLIK INDONESIA - MALAYSIA Tito Latif Indra, SSi, MSi Departemen Geografi FMIPA UI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang mempunyai potensi sumberdaya alam pesisir dan lautan yang sangat besar. Potensi sumberdaya ini perlu dikelola dengan baik

Lebih terperinci

BAB VIII KESIMPULAN, SARAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN. (1). Potensi sumberdaya di kawasan pesisir Taman Konservasi Laut Olele.

BAB VIII KESIMPULAN, SARAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN. (1). Potensi sumberdaya di kawasan pesisir Taman Konservasi Laut Olele. 303 BAB VIII KESIMPULAN, SARAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN 8.1. Kesimpulan (1). Potensi sumberdaya di kawasan pesisir Taman Konservasi Laut Olele. Berdasarkan hasil penelitian, keberadaan sumberdaya dan potensi

Lebih terperinci

PERNYATAAN ABSTRAK ABSTRACT KATA

PERNYATAAN ABSTRAK ABSTRACT KATA DAFTAR ISI PERNYATAAN... i ABSTRAK... ii ABSTRACT... iii KATA PENGANTAR... iv UCAPAN TERIMAKASIH... v DAFTAR ISI... viii DAFTAR TABEL... xii DAFTAR GAMBAR... xiii BAB I PENDAHULUAN... 1 A. Latar Belakang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Potensi geografis yang dimiliki Indonesia berpengaruh terhadap pembangunan bangsa dan negara. Data Kementerian Kelautan dan Perikanan tahun 2011 menunjukkan bahwa

Lebih terperinci

PENGELOLAAN SUMBERDAYA PESISIR UNTUK PENGEMBANGAN EKOWISATA BAHARI DI PANTAI BINANGUN, KABUPATEN REMBANG, JAWA TENGAH

PENGELOLAAN SUMBERDAYA PESISIR UNTUK PENGEMBANGAN EKOWISATA BAHARI DI PANTAI BINANGUN, KABUPATEN REMBANG, JAWA TENGAH PENGELOLAAN SUMBERDAYA PESISIR UNTUK PENGEMBANGAN EKOWISATA BAHARI DI PANTAI BINANGUN, KABUPATEN REMBANG, JAWA TENGAH BUNGA PRAGAWATI Skripsi DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN

Lebih terperinci

KAJIAN PROSPEK DAN ARAHAN PENGEMBANGAN ATRAKSI WISATA KEPULAUAN KARIMUNJAWA DALAM PERSPEKTIF KONSERVASI TUGAS AKHIR (TKP 481)

KAJIAN PROSPEK DAN ARAHAN PENGEMBANGAN ATRAKSI WISATA KEPULAUAN KARIMUNJAWA DALAM PERSPEKTIF KONSERVASI TUGAS AKHIR (TKP 481) KAJIAN PROSPEK DAN ARAHAN PENGEMBANGAN ATRAKSI WISATA KEPULAUAN KARIMUNJAWA DALAM PERSPEKTIF KONSERVASI TUGAS AKHIR (TKP 481) Oleh : GITA ALFA ARSYADHA L2D 097 444 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di Dunia, yang terdiri dari 17.508 pulau dan garis pantai sepanjang 95.181 km (terpanjang ke empat di Dunia setelah Canada,

Lebih terperinci

Studi Kesesuaian dan Daya Tarik Wisata di Pantai Bosur Tapanuli Tengah Ditinjau dari Aspek Biofisik ABSTRACT

Studi Kesesuaian dan Daya Tarik Wisata di Pantai Bosur Tapanuli Tengah Ditinjau dari Aspek Biofisik ABSTRACT Studi Kesesuaian dan Daya Tarik Wisata di Pantai Bosur Tapanuli Tengah Ditinjau dari Aspek Biofisik (Study of Suitability and Appeal of Tourism in Bosur Beach Central Tapanuli from Biophysical Aspect)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Wilayah pesisir Indonesia memiliki luas dan potensi ekosistem mangrove

BAB I PENDAHULUAN. Wilayah pesisir Indonesia memiliki luas dan potensi ekosistem mangrove BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Wilayah pesisir Indonesia memiliki luas dan potensi ekosistem mangrove yang cukup besar. Dari sekitar 15.900 juta ha hutan mangrove yang terdapat di dunia, sekitar

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur Penghitungan Nilai Daya Dukung Pemanfaatan Sebagai Pendekatan Nilai Daya Dukung Ekologi

Lampiran 1. Prosedur Penghitungan Nilai Daya Dukung Pemanfaatan Sebagai Pendekatan Nilai Daya Dukung Ekologi Lampiran 1. Prosedur Penghitungan Nilai Daya Dukung Pemanfaatan Sebagai Pendekatan Nilai Daya Dukung Ekologi 166 Lampiran 2. Hasil analisa kesesuaian kegiatan ekowisata, jenis wisata selam Pulau Pagerungan

Lebih terperinci

ANALISIS KESESUAIAN DAN DAYA DUKUNG KAWASAN WISATA PANTAI CERMIN KABUPATEN SERDANG BEDAGAI

ANALISIS KESESUAIAN DAN DAYA DUKUNG KAWASAN WISATA PANTAI CERMIN KABUPATEN SERDANG BEDAGAI ANALISIS KESESUAIAN DAN DAYA DUKUNG KAWASAN WISATA PANTAI CERMIN KABUPATEN SERDANG BEDAGAI (Analysis of suitability and carrying capacity of Pantai Cermin area Serdang Bedagai Regency) Syahru Ramadhan

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN POTENSI WISATA ALAM KABUPATEN TULUNGAGUNG DENGAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS

PENGEMBANGAN POTENSI WISATA ALAM KABUPATEN TULUNGAGUNG DENGAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS PENGEMBANGAN POTENSI WISATA ALAM KABUPATEN TULUNGAGUNG DENGAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS Oleh : Misbakhul Munir Zain 3506100055 Program Studi Teknik Geomatika ITS, Kampus ITS Sukolilo, Surabaya 60111 Email

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan selama 5 bulan, dimulai bulan Februari 2011 hingga bulan Juni 2011 di Sentra Produksi Rambutan Gedongjetis, Tulung, Klaten (Gambar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pariwisata dalam beberapa dekade terakhir merupakan suatu sektor yang sangat penting dalam pembangunan ekonomi bangsa-bangsa di dunia. Sektor pariwisata diharapkan

Lebih terperinci

3. METODOLOGI 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2. Jenis dan Sumber Data

3. METODOLOGI 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2. Jenis dan Sumber Data 5. METODOLOGI.. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di perairan laut pulau Biawak dan sekitarnya kabupaten Indramayu propinsi Jawa Barat (Gambar ). Lokasi ini dipilih dengan pertimbangan bahwa

Lebih terperinci

APLIKASI SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS DALAM PENENTUAN KAWASAN WISATA BAHARI DI PULAU WANGIWANGI, KABUPATEN WAKATOBI

APLIKASI SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS DALAM PENENTUAN KAWASAN WISATA BAHARI DI PULAU WANGIWANGI, KABUPATEN WAKATOBI Aplikasi Sistem Informasi Geografis dalam Penentuan Kawasan Wisata Bahari......(Yulius, dkk.) APLIKASI SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS DALAM PENENTUAN KAWASAN WISATA BAHARI DI PULAU WANGIWANGI, KABUPATEN WAKATOBI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN km dan ekosistem terumbu karang seluas kurang lebih km 2 (Moosa et al

BAB I PENDAHULUAN km dan ekosistem terumbu karang seluas kurang lebih km 2 (Moosa et al BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan Negara kepulauan yang memiliki garis pantai sepanjang 81.000 km dan ekosistem terumbu karang seluas kurang lebih 50.000 km 2 (Moosa et al dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia dengan 17.504 pulau, dengan garis pantai mencapai 95.181 kilometer persegi, terpanjang di dunia setelah Kanada,

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE 33 BAB III BAHAN DAN METODE 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Studi ini dilakukan di Kota Padang Panjang, Sumatera Barat. Secara administrasi pemerintahan Kota Padang Panjang terletak di Provinsi Sumatera

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tumbuhan yang hidup di lingkungan yang khas seperti daerah pesisir.

BAB I PENDAHULUAN. tumbuhan yang hidup di lingkungan yang khas seperti daerah pesisir. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan mangrove adalah tipe hutan yang khas terdapat di sepanjang pantai atau muara sungai yang dipengaruhi oleh pasang surut air laut. Mangrove banyak dijumpai di wilayah

Lebih terperinci