MANUAL PENYUSUNAN KAJIAN FISKAL REGIONAL KANWIL DITJEN PERBENDAHARAAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "MANUAL PENYUSUNAN KAJIAN FISKAL REGIONAL KANWIL DITJEN PERBENDAHARAAN"

Transkripsi

1 Page 1 MANUAL PENYUSUNAN KAJIAN FISKAL REGIONAL KANWIL DITJEN PERBENDAHARAAN KATA PENGANTAR Memuat kata pengantar dari Kepala Kanwil Ditjen Perbendaharaan DAFTAR ISI Memuat daftar isi masing-masing bab, sub bab, dan pokok uraian dengan nomor halaman DAFTAR GAMBAR Memuat nomor urutan dan judul gambar dengan nomor halaman RINGKASAN EKSEKUTIF Memuat ringkasan isi Kajian Fiskal Regional, yang terdiri dari paragraph sebagai berikut: - Latar belakang, tujuan dan metodologi penyusunan Profil Makro Ekonomi Provinsi; Perkembangan pelaksanaan anggaran Pusat; Perkembangan pelaksanaan anggaran Daerah; Perkembangan pengelolaan BLU dan investasi; Hasil analisis fiskal regional; Kesimpulan dan rekomendasi. BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Menguraikan latar belakang penyusunan Kajian Fiskal Regional. B. Tujuan dan manfaat Menguraikan tujuan dan manfaat penyusunan Kajian Fiskal Regional. C. Metodologi penyusunan Menguraikan metodologi penyusunan Kajian Fiskal Regional.

2 Page 2 BAB II PERKEMBANGAN EKONOMI REGIONAL A. Perkembangan Indikator Harga, Pendapatan dan Konsumsi 1. Inflasi Dalam bagian ini membahas mengenai peerkembangan inflasi yang ada di setiap propinsi. Dalam bagian ini perlu diuraikan juga faktor yang mempengaruhi tingkat inflasi serta pengaruh inflasi terhadap kehidupan masyarakat serta belanja agregat pemerintah di propinsi tersebut. 2. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Dalam bagian ini membahas mengenai keseluruhan pertambahan nilai barang/jasa yang dihasilkan dari seluruh kegiatan perekonomian diseluruh daerah tersebut (PDRB). PDRB merupakan salah satu indikator yang dapat dijadikan ukuran untuk menilai keberhasilan pembangunan suatu daerah, atau dengan kata lain pertumbuhan ekonomi suatu daerah dapat tercermin melalui pertumbuhan nilai PDRB. Dalam bagian ini perlu diuraikan juga apakah kebijakan fiskal di suatu daerah dapat mendorong pertumbuhan ekonomi (peningkatan PDRB). 3. Gini Ratio Dalam bagian ini membahas bagaimana tingkat kemerataan pendapatan di suatu daerah berdasarkan kelas pendapatan. Semakin mendekati angka nol maka pendapatan di suatu daerah tersebut akan semakin merata, sebaliknya apabila mendekati angka satu maka menggambarkan ketimpangan pendapatan yang cukup tinggi. Dalam bagian ini perlu diuraikan juga penyebab kemerataan atau ketimpangan pendapatan. B. Perkembangan Indikator Demografis 1. Indeks pembangunan manusia (Human Development Index/HDI) Dalam bagian ini membahas perkembangan Indeks Pembangunan Manusia (IPM), semakin besar indeks pembangunan manusia di suatu daerah maka dapat disimpulkan bahwa daerah tersebut mampu meningkatkan kualitas hidup manusianya, dengan kata lain apakah kebijakan ekonomi di daerah tersebut mampu meningkatkan kualitas hidup warganya. Selain itu, IPM di suatu propinsi dapat dibandingkan dengan IPM Nasional untuk menilai apakah daerah tersebut merupakan daerah tertinggal, daerah berkembang atau daerah yang maju. 2. Laju pertumbuhan penduduk Bagian ini menyajikan jumlah populasi penduduk beserta laju pertumbuhan tiap tahunnya. Selain itu dapat dieksplor apakah laju pertumbuhan penduduk tersebut sejalan dengan pertumbuhan ekonomi/peningkatan indeks pembangunan manusianya

3 Page 3 3. Ketenagakerjaan Bagian ini menyajikan data jumlah angkatan kerja, penduduk yang bekerja dan tingkat pengangguran terbuka pada suatu wilayah. Selain itu dapat disajikan juga perbandingan antara pertumbuhan angkatan kerja dengan pertumbuhan kesempatan kerja, serta dapat diungkapkan juga apakah angkatan kerja di daerah tersebut dapat terserap seluruhnya atau bahkan terjadi migrasi angkatan kerja ke daerah lain. 4. Kesejahteraan Bagian ini menyajikan persentase penduduk miskin di perkotaan dan pedesaan pada suatu wilayah. C. Perkembangan indikator sektoral terpilih. Bagian ini menyajikan kondisi beberapa indikator sosial ekonomi pada suatu wilayah yang merupakan dampak dari kebijakan fiskal pemerintah daerah. Informasi pada bagian ini berguna untuk membahas beberapa permasalahan tematik pada bab analisis fiskal regional dengan mengaitkan kondisi sosial ekonomi dengan alokasi/realisasi anggaran pada suatu wilayah. Indikator-indikator tersebut dapat disajikan dengan ilustrasi grafis (chart, diagram, grafik), tabel-tabel perbandingan, maupun ilustrasi distribusi spasial. Berikut ini adalah beberapa contoh indikator yang dapat disajikan: 1. Kesehatan Bagian ini menyajikan data fasilitas dan tenaga kesehatan pada suatu wilayah di suatu daerah. Data yang disajikan dapat berupa rasio Rumah Sakit,Puskesmas untuk setiap penduduk, Selain itu perlu disajikan juga rasio tenaga kesehatan seperti dokter, bidan, perawat untuk setiap penduduk. 2. Pendidikan Bagian ini menyajikan data partisipasi pendidikan formal (Angka Partisipasi Sekolah), persentase buta huruf dan rasio penduduk usia sekolah (PUS) dengan jumlah sekolah dan guru pada suatu wilayah 3. Pertanian Bagian ini menyajikan data nilai tukar petani (selisih antara biaya yang dikeluarkan dan pendapatan yang diperoleh petani), dan upah riil buruh tani. Hal ini untuk mengetahui tingkat kesejahteraan petani yang memiliki lahan dan buruh tani penggarap lahan. Selain itu dapat didetilkan menurut kondisi di daerah masing-masing, misalnya untuk daerah penghasil lobster dapat menambahkan grafik peningkatan hasil lobster. 4. Transportasi Bagian ini menyajikan kondisi jumlah panjang jalan menurut kewenangan pada suatu wilayah, serta jumlah kendaraan bermotor untuk mengetahui kondisi infrastruktur serta tingkat kesejahteraan masyarakat yang menggunakan moda transportasi.

4 Page 4 5. Konstruksi Bagian ini memuat nilai konstruksi yang diselesaikan menurut jenis pekerjaan, serta jumlah perusahaan konstruksi pada suatu wilayah, untuk mengetahui perkembangan kemajuan pembangunan infrastruktur pada wilayah tersebut. Indikator diatas dapat ditambahkan sesuai dengan keadaan di daerah masing-masing, misalnya yang daerah yang PADnya bersumber dari sektor pariwisata dapat menambahkan indikator sektor pariwisata seperti tingkat hunia kamar hotel/penginapan, jumlah akomodasi, rata-rata pekerja dan jumlah tamu per harinya, peningkatan jumlah wisatawan dan rata-rata lama menginap. Indikator-indikator tersebut dapat disajikan dengan ilustrasi grafis (chart, diagram, grafik), tabeltabel perbandingan, maupun ilustrasi distribusi spasial.

5 Page 5 BAB III PERKEMBANGAN PELAKSANAAN ANGGARAN PUSAT Bagian ini menyajikan ilustrasi dan narasi yang mengelaborasikan perkembangan realisasi pendapatan pemerintah pusat dan pagu serta realisasi belanja pemerintah pusat (APBN) pada wilayah tersebut dan pada periode pelaporan tertentu. Eksposisi data pada bagian (batang tubuh) ini diutamakan ilustrasi grafis, sedangkan tabulasi disajikan pada lampiran. Informasi perkembangan pagu maupun realisasi meliputi satuan nominal dan persentase/proporsi perkembangannya. Disamping itu, data yang disajikan merupakan aggregat provinsi yang bersangkutan, bukan per kabupaten/kota. Adapun urutan penyajiannya adalah sebagai berikut: A. I account Tingkat Provinsi Bagian ini menyajikan data I account tingkat propinsi. Data dapat diambil dari data LKPP UAPPAW (Unit Akuntansi Pembantu Pengguna Anggaran Wilayah). B. Pendapatan Pemerintah Pusat 1. Penerimaan Perpajakan Bagian ini menyajikan data mengenai perkembangan penerimaan perpajakan baik itu dari berbagai jenis pajak dan bea masuk. Sebagai contoh dapat dibandingkan data antara penerimaan pajak dengan penerimaan bea masuk di propinsi x pada triwulan I. 2. Penerimaan Negara Bukan Pajak Pemerintah Pusat a. Perkembangan PNBP per Jenis PNBP Memuat realisasi penerimaan negara bukan pajak pada suatu wilayah yang dibedakan menjadi empat jenis yaitu: penerimaan Sumber Daya Alam, Bagian Pemerintah atas Laba BUMN, Penerimaan Bukan Pajak Lainnya serta Pendapatan BLU. Sebagai contoh dapat dibandingkan data antara penerimaan Sumber Daya Alam, Bagian Pemerintah atas Laba BUMN, Penerimaan Bukan Pajak Lainnya serta Pendapatan BLU di propinsi x pada triwulan I. b. Perkembangan PNBP FungsionalKementerian/Lembaga Memuat realisasi penerimaan negara bukan pajak pada suatu wilayah yang disajikan menurut PNBP terpilih, seperti Biaya pembuatan SIM dan denda tilang di Polri, ijin HPH di Kementerian Kehutanan, Biaya Persidangan/Perkara di Mahkamah Agung, Biaya Nikah Talak Rujuk dan Cerai (NTCR) di Kementerian Agama. Sebagai contoh dapat dibandingkan data PNBP SIM, NTCR, Ijin HPH dan Biaya Perkara/Sidang pada triwulan I. C. Belanja Pemerintah Pusat Bagian ini menyajikan data mengenai perkembangan belanja sebagai salah satu alat kebijakan fiskal sehingga dapat diketahui arah kebijakan fiskal yang sedang dijalankan pemerintah pusat di daerah tersebut.

6 Page 6 1. Perkembangan Pagu dan Realisasi berdasarkan Bagian Anggaran/ Kementerian/ Lembaga Bagian ini menyajikan data mengenai perkembangan pagu dan realisasi per Bagian Anggaran/Kementerian/Lembaga. Sebagai contoh dapat dibandingkan data pagu dan realisasi tiap K/L antara triwulan I TA 2012 dengan triwulan I TA Selain itu dapat disimpulkan juga bahwa belanja terbesar terdapat di bagian anggaran. 2. Perkembangan Pagu dan Realisasi berdasarkan Jenis Belanja Bagian ini menyajikan data mengenai perkembangan pagu dan realisasi per Jenis Belanja. Sebagai contoh dapat dibandingkan data pagu dan realisasi tiap jenis belanja antara triwulan I TA 2012 dengan triwulan I TA Selain itu dapat disimpulkan juga bahwa belanja terbesar terdapat di jenis belanja. 3. Pagu dan realisasi berdasarkan Fungsi dan Program Bagian ini menyajikan data mengenai perkembangan pagu dan realisasi per fungsi dan program. Sebagai contoh dapat dibandingkan data pagu dan realisasi tiap fungsi dan program antara triwulan I TA 2012 dengan triwulan I TA Selain itu dapat disimpulkan juga bahwa belanja terbesar terdapat di fungsi. dan di program. 4. Perkembangan Pagu dan Realisasi Berdasarkan Jenis Kewenangan Bagian ini menyajikan data mengenai perkembangan pagu dan realisasi per jenis kewenangan. Sebagai contoh dapat dibandingkan data pagu dan realisasi tiap jenis kewenangan antara triwulan I TA 2012 dengan triwulan I TA Selain itu dapat disimpulkan juga bahwa belanja terbesar terdapat di fungsi. dan di program. Indikator-indikator tersebut dapat disajikan dengan ilustrasi grafis (chart, diagram, grafik), tabeltabel perbandingan, maupun ilustrasi distribusi spasial. Indikator-indikator diatas dapat juga didetilkan/dirinci ke tiap kabupaten/kota yang ada di propinsi tersebut.

7 Page 7 BAB IV PERKEMBANGAN PELAKSANAAN ANGGARAN DAERAH Bagian ini menyajikan ilustrasi dan narasi yang mengelaborasikan perkembangan realisasi pendapatan pemerintah daerah dan pagu serta realisasi belanja pemerintah daerah (APBD), termasuk alokasi dan realisasi penyaluran dana transfer dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah pada wilayah tersebut dan pada periode pelaporan tertentu. Eksposisi data pada bagian (batang tubuh) ini diutamakan ilustrasi grafis, sedangkan tabulasi disajikan pada lampiran. Informasi perkembangan pagu maupun realisasi meliputi satuan nominal dan persentase/proporsi perkembangannya. Disamping itu, data yang disajikan merupakan aggregat provinsi dan perbandingan antara provinsi/kabupaten/kota. Adapun urutan penyajiannya adalah sebagai berikut: A. Profil APBD Provinsi/Kabupaten Kota Bagian ini menyajikan uraian besaran APBD, terkait pendapatan, belanja dan pendapatan netto 1. Berdasarkan klasifikasi ekonomi (i account) Bagian ini menyajikan ilustrasi pelaporan keuangan pemerintah daerah (APBD) sesuai dengan format i-account. Dari I-account tersebut dapat diuraikan tiap detil dari pendapatan, belanja, dan pembiayaan. Selain itu dapat disimpulkan juga arah kebijakan fiskalnya. 2. Berdasarkan klasifikasi fungsi Bagian ini menyajikan ilustrasi pelaporan keuangan pemerintah daerah (APBD) sesuai dengan klasifikasi fungsi pelayanan umum, fungsi ketertiban dan keamanan, fungsi ekonomi, fungsi lingkungan hidup, fungsi perumahan dan fasum, fungsi kesehatan, fungsi pariwisata dan budaya, fungsi agama, fungsi pendidikan dan fungsi perlindungan sosial. Selain itu dapat disimpulkan fungsi mana yang menjadi prioritas pemda tersebut. 3. Berdasarkan klasifikasi urusan Bagian ini menyajikan ilustrasi pelaporan keuangan pemerintah daerah (APBD) sesuai dengan klasifikasi urusan daerah seperti: transmigrasi, perindustrian, perdagangan, pariwisata, ESDM, pekerjaan umum, kesehatan, pendidikan dsb. B. Alokasi dana transfer Bagian ini menyajikan data mengenai alokasi dana transfer yang diterima oleh suatu daerah, dapat diuraikan juga besaran dana yang diterima oleh daerah tersebut. Selanjutnya dapat disimpulkan alokasi dana mana yang terbesar, dan hal itu menggambarkan kondisi daerah tersebut. 1. Dana Alokasi Umum Bagian ini menyajikan data kelompok pendapatan menurut jenis pendapatan Dana Alokasi Umum.

8 Page 8 2. Dana Alokasi Khusus (DAK) per bidang Bagian ini menyajikan data kelompok pendapatan menurut jenis pendapatan Dana Alokasi Khusus. 3. Dana Bagi Hasil per jenis bagi hasil pendapatan Bagian ini menyajikan data kelompok pendapatan menurut jenis pendapatan Dana Bagi Hasil. 4. Dana Otonomi Khusus dan Penyesuaian Bagian ini menyajikan data kelompok pendapatan menurut jenis pendapatan Dana Otonomi Khusus dan Dana Penyesuaian. C. Alokasi dana DK, TP dan UB Bagian ini menyajikan data alokasi dana Dekonsentrasi, Tugas Pembantuan dan Urusan Bersama, data dapat diambil dari database DIPA. Selain itu, dalam bagian ini dapat diuraikan juga besaran dana Dekonsentrasi, Tugas Pembantuan dan Urusan Bersama. 1. Dana Dekonsentrasi Bagian ini menyajikan data kelompok pendapatan menurut jenis pendapatan Dana Dekonsentrasi. Dapat diuraikan juga penjelasan terkait dengan alokasi dana tersebut. 2. Tugas Pembantuan Bagian ini menyajikan data kelompok pendapatan menurut jenis pendapatan Tugas Pembantuan. Dapat diuraikan juga penjelasan terkait dengan alokasi dana tersebut. 3. Urusan Bersama Bagian ini menyajikan data kelompok pendapatan menurut jenis pendapatan Urusan Bersama. Dapat diuraikan juga penjelasan terkait dengan alokasi dana tersebut. Indikator-indikator tersebut dapat disajikan dengan ilustrasi grafis (chart, diagram, grafik), tabel-tabel perbandingan, maupun ilustrasi distribusi spasial. Indikator-indikator diatas dapat juga didetilkan/dirinci ke tiap kabupaten/kota yang ada di propinsi tersebut.

9 Page 9 BAB V PERKEMBANGAN PENGELOLAAN BLU DAN MANAJEMEN INVESTASI A. Pengelolaan BLU Bagian ini menyajikan data mengenai pengelolaan BLU di masing-masing Kanwil Ditjen Perbendaharaan serta BLU Daerah yang dikelola oleh masing-masing propinsi/kabupateb/kota. Dalam bagian ini menyajikan BLU dan BLUD secara lebih detil terkait profil dan layanan, perkembangan aset, kemandirian BLU/BLUD, potensi satker PNBP untuk menjadi satker BLU serta analisis legal. Dapat juga ditambahkan pengertian BLU/BLUD, kriteria dan syarat menjadi BLU. 1. BLU Pusat a. Profil dan Jenis Layanan satker BLU pusat Bagian ini menyajikan data mengenai profil satuan kerja yang berstatus Badan Layanan Umum antara lain jenis layanan, nama satker, jumlah asset, pagu PNBP, Pagu RM serta total pagu. Dapat diuraikan juga jumlah keseluruhan BLU di tiap kanwil, dapat diuraikan juga per sektor layanan. b. Perkembangan pengelolaan aset, PNBP dan RM BLU pusat Bagian ini menyajikan data perkembangan pengelolaan aset, PNBP dan RM seluruh BLU Pusat yang ada di masing-masing propinsi, diuraikan juga BLU sektor mana yang paling berkembang yang terlihat dari peningkatan kepemilikan aset, peningkatan persentase pagu PNBP dibanding total pagunya. Dalam ilustrasi perlu ditampilkan perkembangan aset, pagu PNBP dan pagu RM. c. Kemandirian BLU Bagian ini menyajikan data perkembangan persentase pagu PNBP dan RM seluruh BLU Pusat yang ada di masing-masing propinsi. Selain itu perlu diuraikan berapa jumlah BLU yang memiliki pagu PNBP diatas 65% dari total pagunya d. Profil dan jenis layanan satker PNBP Bagian ini menyajikan data mengenai satuan kerja yang mengelola dana PNBP, termasuk profil, jenis layanan, nilai aset, pagu PNBP, pagu RM serta total pagu. e. Potensi satker PNBP menjadi satker BLU Bagian ini menyajikan data mengenai kemungkinan satker PNBP dapat diusulkan menjadi satker BLU sesuai dengan threshold dan ketentuan. Perlu digambarkan perkembangan data aset, pagu PNBP dan pagu RM untuk diulas lebih lanjut kemungkinan menjadi satker BLU. 2. BLU Daerah a. Profil dan jenis layanan BLU daerah Bagian ini menyajikan data mengenai profil satuan kerja yang berstatus Badan Layanan Umum Daerah antara lain jenis layanan, nama satker, jumlah aset, pagu

10 P a g e 10 PNBP, Pagu RM serta total pagu. Dapat diuraikan juga jumlah keseluruhan BLUD di tiap kanwil, dapat diuraikan juga per sektor layanan. b. Perkembangan pengelolaan aset, PNBP dan RM BLU daerah Bagian ini menyajikan data perkembangan pengelolaan aset, PNBP dan RM seluruh BLUD yang ada di masing-masing propinsi, diuraikan juga BLUD sektor mana yang paling berkembang yang terlihat dari peningkatan kepemilikan aset, peningkatan persentase pagu PNBP dibanding total pagunya. Dalam ilustrasi perlu ditampilkan perkembangan aset, pagu PNBP dan pagu RM. c. Analisis legal Bagian ini menyajikan data mengenai analisis kesesuaian aspek legal pengelolaan BLU daerah dengan peraturan induk. B. Manajemen Investasi 1. Penerusan pinjaman Bagian ini menyajikan data mengenai profil Pemda/BUMD/BUMN yang menerima Penerusan Pinjaman (SLA) di masing-masing propinsi, termasuk perkembangan angsuran pokok dan pembayaran bunga serta denda. Dapat diuraikan lebih mendetil serta permasalahan terkait pelaksanaan penerusan pinjaman 2. Kredit program Bagian ini menyajikan data mengenai profil Kelompok/Gabungan Pengusaha yang menerima Kredit Program, termasuk perkembangan angsuran pokok dan pembayaran bunga kredit program serta subsidi bunga yang diterima. Dapat diuraikan lebih mendetik serta permasalahan terkait pelaksanaan kredit program.

11 P a g e 11 BAB VI ANALISIS FISKAL REGIONAL A. Pendapatan Pusat dan Daerah Pada bagian ini menyajikan analisis mengenai potret pendapatan daerah, sumber penerimaan daerah serta seberapa besar konstribusi penduduk terhadap pendapatan daerah.. 1. Rasio pendapatan terhadap PDRB, mencerminkan kontribusi perekonomian kepada kemampuan fiskal pemerintah melalui penerimaan negara/daerah. 2. Rasio pendapatan per kapita, mencerminkan kontribusi populasi/penduduk terhadap pendapatan negara/daerah. B. Belanja Pusat dan Daerah Pada bagian ini menyajikan analisis mengenai seberapa besar dana transfer berperan terhadap belanja daerah, seberapa besar porsi belanja tiap penduduk di daerah tersebut, seberapa besarkah persentase belanja yang digunakan untuk belanja pegawai serta belanja modal. 1. Rasio belanja APBN, indikator ini digunakan untuk membandingkan proporsi dana APBN yang dilaksanakan oleh pemerintah daerah dengan belanja pada APBD Rasio total belanja terhadap populasi, indikator ini cenderung berfungsi sebagai perbandingan spasial antar wilayah, untuk mendapatkan proporsi antara kebijakan fiskal

12 P a g e 12 yang tercermin dari APBD dengan indikator demografis (populasi). Sehingga dapat diperoleh gambaran yang lebih fair besaran anggaran pada suatu wilayah. 3. Rasio belanja pegawai, rasio ini untuk mengetahui seberapa besar proporsi APBD yang digunakan untuk membayar belanja pegawai. 4. Rasio belanja modal pemerintah pusat, indikator ini dimaksudkan untuk membandingkan belanja modal yang bersumber dari APBN dan APBD yang merupakan motor pertumbuhan regional. 5. Rasio belanja modal, rasio ini untuk mengetahui tingkat fokus pemerintah daerah untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi melalui alokasi belanja modal, yang tercermin dari proporsi alokasi belanja modal dari belanja pada APBD C. Ruang fiskal dan kemandirian daerah Dalam bagian ini menyajikan analisis apakah daerah masih memiliki ruang fiskal untuk melakukan investasi dan pembangunan di daerahnya, apakah daerah sudah benar-benar mandiri dengan PADnya saja atau terlalu banyak bergantung dengan dana transfer dari APBN. 1. Ruang fiskal, pendapatan dikurangi dana alokasi earmarked (DAK) dan belanja wajib (belanja pegawai dan belanja barang yang mengikat). Mencerminkan ketersediaan ruang yang cukup pada anggaran pemda tanpa mengganggu solvabilitas fiskal (membiayai belanja wajib). Ruang Fiskal (total pendapatan DAK) (belanja pegawai tak langsung) 2. Rasio kemandirian daerah, Rasio PAD terhadap total pendapatan dan rasiodana transfer terhadap total pendapatan. Apabila rasio PAD lebih besar daripada rasio dana transfer berarti semakin mandiri dan sebaliknya semakin besar rasio dana transfer berarti tingkat ketergantungan tinggi.

13 P a g e 13 D. Rasio Belanja Sektoral Dalam bagian ini menyajikan analisis mengenai alokasi belanja daerah dialokasikan ke dalam bidang-bidang tertentu, dari analisis tersebut akan terlihat pemda melakukan prioritas di bidang tertentu. Selanjutnya dapat dilihat apakah prioritas belanja tersebut akan menghasilkan pertumbuhan ekonomi sesuai yang diharapkan. 1. Rasio belanja sektoral, rasio-rasio yang digunakan pada dasarnya untuk mendapatkan gambaran mengenai fokus/prioritas bidang pemerintah daerah pada bidang-bidang tertentu. Melalui perbandingan rasio antar wilayah (provinsi/ kabupaten/kota) dapat diketahui perbedaan priortas bidang diantara wilayah tersebut. Disamping itu, juga disajikan rasio-rasio yang bertujuan mendapatkan perbandingan (secara intuitif) dampak dari pertumbuhan belanja pemerintah daerah pada tiap bidang kepada pertumbuhan beberapa indikator sosial-ekonomi terkait. a. Belanja bidang pelayanan publik dan birokrasi b. Belanja bidang infrastruktur c. Belanja bidang kesehatan.

14 P a g e 14 d. Belanja bidang pendidikan e. Belanja bidang kesejahteraan dan penanggulangan kemiskinan f. Belanja bidang pertanian

15 P a g e 15 E. SILPA dan Pembiayaan Bagian ini menyajikan analisis mengenai tingkat surplus/defisit, serta bagaimana daerah mengatur strategi untuk menutup defisit tersebut. 1. Perkembangan surplus/defisit APBD a. Rasio surplus/defisit terhadap aggregat pendapatan, rasio ini untuk mengetahui proporsi adanya surplus/defisit anggaran terhadap pendapatan, yang menunjukkan performa fiskal pemerintah daerah dalam menghimpun pendapatan untuk mengcover belanja, atau penghematan belanja dengan kondisi pendapatan tertentu. / / b. Rasio surplus/defisit terhadap PDRB, indikator ini menggambarkan kesehatan ekonomi regional, semakin kecil rasionya berarti daerah tersebut mampu memproduksi barang dan jasa yang cukup baik untuk membiaya hutang akibat defisit anggaran pemerintah daerah. / / c. Rasio SILPA terhadap alokasi belanja, rasio ini menceriminkan proporsi belanja atau kegiatan yang tidak digunakan dengan efektif oleh pemerintah daerah 2. Perkembangan pembiayaan a. Rasio pinjaman daerah terhadap total pembiayaan, rasio ini untuk mengetahui proporsi pencairan pinjaman yang dilakukan daerah untuk membiayai defisit APBD. b. Rasio keseimbangan primer, rasio ini mencerminkan indikasi likuiditas. Semakin besar surplus keseimbangan primer, maka semakin baik kemampuan untuk membiayai defisit

16 P a g e 16 BAB VII PENUTUP A. Kesimpulan Memuat kesimpulan atas Kajian Fiskal Regional yang terdiri dari paragraph sebagai berikut: - Kondisi perkembangan ekonomi daerah - Kondisi perkembangan belanja pusat dan daerah di propinsi tersebut - Analisis fiskal regional B. Rekomendasi Memuat rekomendasi atas Kajian Fiskal Regional yang terdiri dari paragraph sebagai berikut: - Rekomendasi kebijakan belanja pusat di propinsi tersebut - Rekomendasi kebijakan belanja daerah LAMPIRAN Memuat tabel, gambar yang menjadi data pokok dari kajian fiskal regional DAFTAR PUSTAKA Memuat referensi/literatur yang dipakai dalam penyusunan Kajian Fiskal Regional Ketentuan dalam penulisan daftar pustaka adalah sebagai berikut : 1. Tuliskan nama pengarang, judul karangan dan data tentang penerbitannya (tempat, penerbit dan tahun) 2. Daftar pustaka disusun secara alfabetis tidak hanya huruf terdepannya tetapi juga huruf kedua dan seterusnya. 3. Daftar pustaka diketik satu spasi dan jarak antara masing-masing pustaka adalah dua spasi. 4. Huruf pertama dari baris pertama masing-masing pustaka diketik tepat pada garis tepi kiri tanpa ketukan (indensi) dan baris berikutnya digunakan indensi 7 karakter. 5. Apabila nama pengarang sama dan judul berbeda, maka baris pertama harus diberi garis terputus-putus sebanyak 14 (empat belas) ketukan 6. Penulisan nama pengarang diawali dengan nama keluarga, kemudian namanya. 7. Untuk dua atau tiga pengarang, nama pengarang kedua dan ketiga tidak perlu dibalik. 8. Penulisan nama pengarang yang bermarga cina atau mandarin, ditulis apa adanya (tidak diindeks). 9. Jika nama pengarang sama dalam dua tahun penerbitan berbeda, maka daftar pustaka disusun menurut urutan waktu (tahun)

17 P a g e Nama pengarang sama, judul berbeda perlu diberikan garis sebanyak 14 ketukan 11. Sama sekali tidak boleh mencantumkan sumber referensi yang tidak pernah dibaca dan tidak boleh mencantumkan gelar. 12. Dalam daftar pustaka/catatan kaki, tulisan yang bersumber dari majalah/ koran/makalah yang diberi garis bawah atau ditebalkan adalah nama majalah/korannya yang menerbitkan. KEANGGOTAAN TIM PENYUSUN Memuat nama pejabat/pelaksana yang berkontribusi dalam penyusunan Kajian Fiskal Regional

Daftar Tabel Data Fiskal Regional Kanwil Ditjen Perbendaharaan

Daftar Tabel Data Fiskal Regional Kanwil Ditjen Perbendaharaan Daftar Tabel Data Fiskal Regional Kanwil Ditjen Perbendaharaan LAMPIRAN BAB II. Inflasi PERKEMBANGAN TINGKAT INFLASI Prov/Kab/Kota Tingkat Inflasi (%) Keterangan Prov Maret 0 (YoY) Kabupaten Maret 0 (bulanan)

Lebih terperinci

SISTEMATIKA DAN METODOLOGI PENULISAN KAJIAN FISKAL REGIONAL KANWIL DITJEN PERBENDAHARAAN

SISTEMATIKA DAN METODOLOGI PENULISAN KAJIAN FISKAL REGIONAL KANWIL DITJEN PERBENDAHARAAN Page 1 SISTEMATIKA DAN METODOLOGI PENULISAN KAJIAN FISKAL REGIONAL KANWIL DITJEN PERBENDAHARAAN KATA PENGANTAR Paragraf 1: Ucapan rasa syukur kepada Tuhan YME atas selesainya penulisan Kajian Fiskal Regional

Lebih terperinci

KAJIAN FISKAL REGIONAL PROVINSI JAWA TIMUR TAHUN 2012

KAJIAN FISKAL REGIONAL PROVINSI JAWA TIMUR TAHUN 2012 KAJIAN FISKAL REGIONAL PROVINSI JAWA TIMUR TAHUN 2012 KANTOR WILAYAH DIREKTORAT JENDERAL PERBENDAHARAAN PROVINSI JAWA TIMUR 2013 KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan YME atas selesainya

Lebih terperinci

KAJIAN FISKAL REGIONAL SUMATERA UTARA

KAJIAN FISKAL REGIONAL SUMATERA UTARA KAJIAN FISKAL REGIONAL SUMATERA UTARA TRIWULAN I 2013 KANTOR WILAYAH DITJEN PERBENDAHARAAN PROPINSI SUMATERA UTARA 2013 KANWIL DITJEN PERBENDAHARAAN PROVINSI SUMATERA UTARA KATA PENGANTAR Puji syukur patut

Lebih terperinci

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN Billions RPJMD Provinsi Kepulauan Riau Tahun 2016-2021 BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN 3.1. Kinerja Keuangan Masa Lalu Kinerja pelaksanaan APBD Provinsi Kepulauan

Lebih terperinci

RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH PROVINSI JAWA BARAT TAHUN ANGGARAN 2007

RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH PROVINSI JAWA BARAT TAHUN ANGGARAN 2007 RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH PROVINSI JAWA BARAT TAHUN ANGGARAN 2007 APBD merupakan penjabaran kuantitatif dari tujuan dan sasaran Pemerintah Daerah serta tugas pokok dan fungsi unit

Lebih terperinci

SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK TAHUN ANGGARAN 2015 NOMOR : SP DIPA /2015

SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK TAHUN ANGGARAN 2015 NOMOR : SP DIPA /2015 SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK NOMOR SP DIPA-15.6-/215 A. DASAR HUKUM 1. 2. 3. UU No. 17 Tahun 23 tentang Keuangan Negara. UU No. 1 Tahun 24 tentang Perbendaharaan Negara.

Lebih terperinci

SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK TAHUN ANGGARAN 2016 NOMOR : SP DIPA /2016

SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK TAHUN ANGGARAN 2016 NOMOR : SP DIPA /2016 SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK NOMOR SP DIPA-15.6-/216 A. DASAR HUKUM 1. 2. 3. UU No. 17 Tahun 23 tentang Keuangan Negara. UU No. 1 Tahun 24 tentang Perbendaharaan Negara.

Lebih terperinci

SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK TAHUN ANGGARAN 2016 NOMOR : SP DIPA /2016

SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK TAHUN ANGGARAN 2016 NOMOR : SP DIPA /2016 SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK NOMOR SP DIPA-15.12-/216 A. DASAR HUKUM 1. 2. 3. UU No. 17 Tahun 23 tentang Keuangan Negara. UU No. 1 Tahun 24 tentang Perbendaharaan

Lebih terperinci

SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK TAHUN ANGGARAN 2017 NOMOR : SP DIPA /2017

SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK TAHUN ANGGARAN 2017 NOMOR : SP DIPA /2017 SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK NOMOR SP DIPA-15.6-/217 A. DASAR HUKUM 1. 2. 3. UU No. 17 Tahun 23 tentang Keuangan Negara. UU No. 1 Tahun 24 tentang Perbendaharaan Negara.

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Halaman. X-ii. RPJMD Kabupaten Ciamis Tahun

DAFTAR ISI. Halaman. X-ii. RPJMD Kabupaten Ciamis Tahun DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI... ii DAFTAR TABEL... v DAFTAR GAMBAR... xii DAFTAR GRAFIK... xiii BAB I PENDAHULUAN... I-1 1.1. Latar Belakang... I-1 1.2. Dasar Hukum Penyusunan... I-5

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Halaman BAB III PENUTUP... 13

DAFTAR ISI. Halaman BAB III PENUTUP... 13 DAFTAR ISI Halaman BAB I PENDAHULUAN... 1 1.1. Latar Belakang Penyusunan Kebijakan Umum Perubahan APBK... 1 1.2. Tujuan Penyusunan Kebijakan Umum Perubahan APBK... 2 1.3. Dasar Hukum Penyusunan Kebijakan

Lebih terperinci

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN 3.1. Kinerja Keuangan Masa Lalu 3.1.1. Kinerja Pelaksanaan APBD 3.1.1.1. Sumber Pendapatan Daerah Sumber pendapatan daerah terdiri

Lebih terperinci

SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK TAHUN ANGGARAN 2015 NOMOR : SP DIPA /2015

SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK TAHUN ANGGARAN 2015 NOMOR : SP DIPA /2015 SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK NOMOR SP DIPA-015.12-0/2015 A. DASAR HUKUM 1. 2. 3. UU No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara. UU No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. pemerintah dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan perundangundangan.

BAB 1 PENDAHULUAN. pemerintah dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan perundangundangan. 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pengelolaan Pemerintah Daerah di Indonesia sejak tahun 2001 memasuki era baru yaitu dengan dilaksanakannya otonomi daerah. Otonomi daerah ini ditandai dengan

Lebih terperinci

SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK TAHUN ANGGARAN 2017 NOMOR : SP DIPA /2017

SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK TAHUN ANGGARAN 2017 NOMOR : SP DIPA /2017 SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK NOMOR SP DIPA-15.12-/217 A. DASAR HUKUM 1. 2. 3. UU No. 17 Tahun 23 tentang Keuangan Negara. UU No. 1 Tahun 24 tentang Perbendaharaan

Lebih terperinci

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH 3.1. Arah Kebijakan Ekonomi Daerah Rancangan Kerangka Ekonomi Daerah menggambarkan kondisi dan analisis perekonomian daerah, sebagai

Lebih terperinci

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH. karakteristiknya serta proyeksi perekonomian tahun dapat

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH. karakteristiknya serta proyeksi perekonomian tahun dapat BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH Kondisi perekonomian Kabupaten Lamandau Tahun 2012 berikut karakteristiknya serta proyeksi perekonomian tahun 2013-2014 dapat digambarkan

Lebih terperinci

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN B A B III 1 BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN 3.1. Kinerja Keuangan Daerah Tahun 2010-2015 3.1.1. Kinerja Pelaksanaan APBD Data realisasi keuangan daerah Kabupaten Rembang

Lebih terperinci

Grafik 5.1. Realisasi Pendapatan Daerah Provinsi Kaltara Tahun Anggaran Sumber: Hasil Olahan, 2016

Grafik 5.1. Realisasi Pendapatan Daerah Provinsi Kaltara Tahun Anggaran Sumber: Hasil Olahan, 2016 BAB V ANALISIS APBD 5.1. Pendapatan Daerah Sebagai daerah pemekaran dari Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim), kondisi keuangan daerah Provinsi Kaltara tergolong belum stabil terutama pada tahun 2013. Sumber

Lebih terperinci

MEKANISME PENGELOLAAN KEUANGAN NEGARA NEGARA

MEKANISME PENGELOLAAN KEUANGAN NEGARA NEGARA MEKANISME PENGELOLAAN KEUANGAN NEGARA NEGARA KOMPETENSI DASAR Mamahami pelaksanaan pasal-pasal yang mengatur tentang keuangan negara INDIKATOR Sumber Keuangan Negara Mekanisme Pengelolaan Keuangan Negara

Lebih terperinci

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH Gambaran pengelolaan keuangan daerah mencakup gambaran kinerja dan pengelolaan keuangan daerah tahuntahun sebelumnya (20102015), serta kerangka pendanaan. Gambaran

Lebih terperinci

SAL SEBAGAI SALAH SATU ALTERNATIF PEMBIAYAAN DALAM APBN

SAL SEBAGAI SALAH SATU ALTERNATIF PEMBIAYAAN DALAM APBN SAL SEBAGAI SALAH SATU ALTERNATIF PEMBIAYAAN DALAM APBN Abstract Saldo Anggaran Lebih yang berasal dari Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran dan Sisa Kurang Pembiayaan Anggaran dari Tahun Anggaran yang lalu

Lebih terperinci

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PERIMBANGAN KEUANGAN 2014 A PB D L A P O R A N A N A L I S I S REALISASI APBD

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PERIMBANGAN KEUANGAN 2014 A PB D L A P O R A N A N A L I S I S REALISASI APBD KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PERIMBANGAN KEUANGAN 2014 A PB D L A P O R A N A N A L I S I S REALISASI APBD TAHUN ANGGARAN 2013 1 L A P O R A N A N A L I S I S REALISASI

Lebih terperinci

STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN PERNYATAAN NO. 02 LAPORAN REALISASI ANGGARAN

STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN PERNYATAAN NO. 02 LAPORAN REALISASI ANGGARAN LAMPIRAN IV PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2005 TANGGAL 13 JUNI 2005 STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN PERNYATAAN NO. 02 LAPORAN REALISASI ANGGARAN Paragraf-paragraf yang ditulis dengan

Lebih terperinci

SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK

SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK NOMOR DIPA-.06-0/2013 DS 0367-9073-0044-7104 A. DASAR HUKUM 1. 2. 3. UU No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara. UU No. 1 Tahun 2004

Lebih terperinci

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH 3.1. Arah Kebijakan Ekonomi Daerah Berdasarkan strategi dan arah kebijakan pembangunan ekonomi Kabupaten Polewali Mandar dalam Rencana

Lebih terperinci

ANALISIS KEBIJAKAN FISKAL/KEUANGAN DAN EKONOMI MAKRO TAHUN 2010

ANALISIS KEBIJAKAN FISKAL/KEUANGAN DAN EKONOMI MAKRO TAHUN 2010 ANALISIS KEBIJAKAN FISKAL/KEUANGAN DAN EKONOMI MAKRO TAHUN 2010 Penyusun: 1. Bilmar Parhusip 2. Basuki Rachmad Lay Out Budi Hartadi Bantuan dan Dukungan Teknis Seluruh Pejabat/Staf Direktorat Akuntansi

Lebih terperinci

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN Milyar BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN 3.1. Kinerja Keuangan Masa Lalu Kinerja pelaksanaan APBD Provinsi Kepulauan Riau dapat dilihat dari Pendapatan Daerah, Belanja

Lebih terperinci

DATA POKOK APBN DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

DATA POKOK APBN DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DATA POKOK APBN 2005 2010 DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DAFTAR TABEL Tabel 1 : Asumsi Ekonomi Makro, 2005 2010.. 1 Tabel 2 : Ringkasan APBN, 2005 2010..... 2 Tabel 3 : Pendapatan Negara, 2005

Lebih terperinci

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN 3.1 Kinerja Keuangan Tahun 2008-2013 3.1.1 Kinerja Pelaksanaan APBD Keuangan Daerah adalah hak dan kewajiban daerah dalam melaksanakan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR DAFTAR ISI DAFTAR GRAFIK DAN TABEL

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR DAFTAR ISI DAFTAR GRAFIK DAN TABEL 1 DAFTAR ISI KATA PENGANTAR DAFTAR ISI DAFTAR GRAFIK DAN TABEL BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG 1.2 RUANG LINGKUP PERMASALAHAN 1.3 MAKSUD DAN TUJUAN 1.4 SISTEMATIKA BAB II TINJAUAN PELAKSANAAN REKOMENDASI

Lebih terperinci

BAB 2. Kecenderungan Lintas Sektoral

BAB 2. Kecenderungan Lintas Sektoral BAB 2 Kecenderungan Lintas Sektoral BAB 2 Kecenderungan Lintas Sektoral Temuan Pokok Sejak krisis ekonomi dan pelaksanaan desentralisasi, komposisi pengeluaran sektoral telah mengalami perubahan signifikan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. otonomi daerah merupakan wujud reformasi yang mengharapkan suatu tata kelola

BAB I PENDAHULUAN. otonomi daerah merupakan wujud reformasi yang mengharapkan suatu tata kelola BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Reformasi telah membawa perubahan yang signifikan terhadap pola kehidupan sosial, politik dan ekonomi di Indonesia. Desentralisasi keuangan dan otonomi daerah

Lebih terperinci

LAPORAN REALISASI ANGGARAN BERBASIS KAS

LAPORAN REALISASI ANGGARAN BERBASIS KAS LAMPIRAN I.0 PERATURAN PEMERINTAH NOMOR TAHUN 00 TANGGAL OKTOBER 00 STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN BERBASIS AKRUAL PERNYATAAN NO. 0 LAPORAN REALISASI ANGGARAN BERBASIS KAS Lampiran I.0 PSAP 0 (i) DAFTAR

Lebih terperinci

GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH BAB - III Kinerja Keuangan Masa Lalu

GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH BAB - III Kinerja Keuangan Masa Lalu BAB - III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH Kinerja Keuangan Masa Lalu Arah Kebijakan Pengelolaan Keuangan Kebijakan Umum Anggaran Bab ini berisi uraian tentang gambaran umum mengenai pengelolaan keuangan

Lebih terperinci

Pemerintah Provinsi Bali

Pemerintah Provinsi Bali BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) disusun sesuai dengan kebutuhan penyelenggaraan pemerintah dan kemampuan pendapatan daerah yang memiliki fungsi sebagai

Lebih terperinci

SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN INDUK

SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN INDUK SURAT PENGESAHAN NOMOR SP DIPA-15.6-/AG/214 DS 12-392-713-178 A. DASAR HUKUM 1. 2. 3. UU No. 17 Tahun 23 tentang Keuangan Negara. UU No. 1 Tahun 24 tentang Perbendaharaan Negara. UU No. 23 Tahun 213 tentang

Lebih terperinci

faktor yang dimiliki masing-masing negara, antara lain sistem ekonomi, kualitas birokrasi. Sistem ekonomi yang dianut oleh suatu negara akan

faktor yang dimiliki masing-masing negara, antara lain sistem ekonomi, kualitas birokrasi. Sistem ekonomi yang dianut oleh suatu negara akan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keberhasilan pembangunan suatu negara sangat ditentukan oleh berbagai faktor yang dimiliki masing-masing negara, antara lain sistem ekonomi, ketersediaan sumber daya, teknologi,

Lebih terperinci

A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN. Lahirnya kebijakan ekonomi daerah yang mengatur hubungan pemerintah

A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN. Lahirnya kebijakan ekonomi daerah yang mengatur hubungan pemerintah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lahirnya kebijakan ekonomi daerah yang mengatur hubungan pemerintah pusat dengan pemerintah daerah. Kebijakan pemerintah Indonesia tentang otonomi daerah secara efektif

Lebih terperinci

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN Keuangan daerah adalah semua hak dan kewajiban daerah dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan daerah yang dapat dinilai dengan uang,

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Palangkaraya, Maret 2014 Kepala Kanwil DJPBN Provinsi Kalteng. L u d i r o NIP

KATA PENGANTAR. Palangkaraya, Maret 2014 Kepala Kanwil DJPBN Provinsi Kalteng. L u d i r o NIP KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang atas perkenan-nya lah maka Tim Kajian Fiskal Regional Kanwil Ditjen Perbendaharaan Provinsi Kalimantan Tengah dapat menyusun Kajian

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.142, 2014 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEUANGAN NEGARA. APBN. Tahun anggaran 2014. Perubahan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5547) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

LAPORAN REALISASI ANGGARAN

LAPORAN REALISASI ANGGARAN LAMPIRAN IV PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 00 TANGGAL 1 JUNI 00 STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN PERNYATAAN NO. 0 LAPORAN REALISASI ANGGARAN DAFTAR ISI Paragraf PENDAHULUAN-------------------------------------------------------------------------

Lebih terperinci

2 makro yang disertai dengan perubahan pokok-pokok kebijakan fiskal, dan pergeseran anggaran antarunit organisasi dan/atau antarprogram yang berdampak

2 makro yang disertai dengan perubahan pokok-pokok kebijakan fiskal, dan pergeseran anggaran antarunit organisasi dan/atau antarprogram yang berdampak No.44, 2015 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEUANGAN. APBN. Tahun 2015. Perubahan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5669) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3

Lebih terperinci

D A F T A R I S I Halaman

D A F T A R I S I Halaman D A F T A R I S I Halaman B A B I PENDAHULUAN I-1 1.1 Latar Belakang I-1 1.2 Dasar Hukum Penyusunan I-2 1.3 Hubungan RPJM dengan Dokumen Perencanaan Lainnya I-3 1.4 Sistematika Penulisan I-7 1.5 Maksud

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2007 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2008

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2007 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2008 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2007 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2008 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kegiatan pembangunan yang dilaksanakan oleh setiap daerah adalah bertujuan

I. PENDAHULUAN. Kegiatan pembangunan yang dilaksanakan oleh setiap daerah adalah bertujuan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kegiatan pembangunan yang dilaksanakan oleh setiap daerah adalah bertujuan untuk merubah keadaan kearah yang lebih baik, dengan sasaran akhir terciptanya kesejahreraan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bangsa Indonesia memasuki era baru tata pemerintahan sejak tahun 2001 yang ditandai dengan pelaksanaan otonomi daerah. Pelaksanaan otonomi daerah ini didasarkan pada UU

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. iii. ANALISIS Realisasi APBD tahun anggaran 2012

KATA PENGANTAR. iii. ANALISIS Realisasi APBD tahun anggaran 2012 ANALISIS Realisasi APBD tahun anggaran 2012 1 KATA PENGANTAR Dalam konteks implementasi otonomi daerah dan desentralisasi fiskal, pemerintah daerah selama lebih dari satu dasawarsa ini telah mengelola

Lebih terperinci

KAJIAN FISKAL REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT

KAJIAN FISKAL REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT KAJIAN FISKAL REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT Semester II Tahun 2013 Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan Provinsi Jawa Barat DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI.. DAFTAR

Lebih terperinci

LAPORAN REALISASI ANGGARAN BERBASIS KAS

LAPORAN REALISASI ANGGARAN BERBASIS KAS STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN BERBASIS AKRUAL PERNYATAAN NO. 0 LAMPIRAN I.0 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TANGGAL LAPORAN REALISASI ANGGARAN BERBASIS KAS Lampiran I.0 PSAP 0 (i)

Lebih terperinci

SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN INDUK

SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN INDUK SURAT PENGESAHAN NOMOR SP DIPA-15.12-/AG/214 DS 198-8264-795-2 A. DASAR HUKUM 1. 2. 3. UU No. 17 Tahun 23 tentang Keuangan Negara. UU No. 1 Tahun 24 tentang Perbendaharaan Negara. UU No. 23 Tahun 213 tentang

Lebih terperinci

SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK TAHUN ANGGARAN 2017 NOMOR : SP DIPA /2017

SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK TAHUN ANGGARAN 2017 NOMOR : SP DIPA /2017 SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK NOMOR SP DIPA-15.3-/217 A. DASAR HUKUM 1. 2. 3. UU No. 17 Tahun 23 tentang Keuangan Negara. UU No. 1 Tahun 24 tentang Perbendaharaan Negara.

Lebih terperinci

5.1. KINERJA KEUANGAN MASA LALU

5.1. KINERJA KEUANGAN MASA LALU BAB V ANALISIS APBD 5.1. KINERJA KEUANGAN MASA LALU 5.1.1. Kinerja Pelaksanaan APBD Keuangan daerah adalah semua hak dan kewajiban daerah terkait penyelenggaraan pemerintahan yang dapat dinilai dengan

Lebih terperinci

SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK TAHUN ANGGARAN 2016 NOMOR : SP DIPA /2016

SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK TAHUN ANGGARAN 2016 NOMOR : SP DIPA /2016 SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK NOMOR SP DIPA-015.07-0/2016 A. DASAR HUKUM 1. 2. 3. UU No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara. UU No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan

Lebih terperinci

Laporan Keuangan Pemerintah Pusat Tahun 2017 (Audited) LKPP TAHUN 2017 AUDITED

Laporan Keuangan Pemerintah Pusat Tahun 2017 (Audited) LKPP TAHUN 2017 AUDITED LKPP TAHUN 2017 AUDITED MEI 2018 KATA PENGANTAR Sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara dan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2016 tentang Anggaran Pendapatan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. LANDASAN TEORITIS 2.1.1 Alokasi Anggaran Belanja Modal Belanja modal adalah pengeluaran anggaran untuk perolehan aset tetap berwujud yang memberi manfaaat lebih dari satu tahun

Lebih terperinci

BAB II PERUBAHAN KEBIJAKAN UMUM APBD Perubahan Asumsi Dasar Kebijakan Umum APBD

BAB II PERUBAHAN KEBIJAKAN UMUM APBD Perubahan Asumsi Dasar Kebijakan Umum APBD BAB II PERUBAHAN KEBIJAKAN UMUM APBD 2.1. Perubahan Asumsi Dasar Kebijakan Umum APBD Dalam penyusunan Kebijakan Umum Perubahan APBD ini, perhatian atas perkembangan kondisi perekonomian Kabupaten Lombok

Lebih terperinci

SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK

SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK NOMOR DIPA--0/2013 DS 4029-0066-4219-0429 A. DASAR HUKUM 1. 2. 3. UU No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara. UU No. 1 Tahun 2004 tentang

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Kajian Fiskal Regional

KATA PENGANTAR. Kajian Fiskal Regional KATA PENGANTAR Puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas selesainya penulisan dan penyusunan Provinsi Kalimantan Timur Triwulan I Tahun 213 oleh Tim Kerja. Maksud dan tujuan

Lebih terperinci

LAPORAN REALISASI ANGGARAN

LAPORAN REALISASI ANGGARAN STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN BERBASIS AKRUAL PERNYATAAN NO. 0 LAPORAN REALISASI ANGGARAN KOMITE STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN DESEMBER 00 DAFTAR ISI Paragraf PENDAHULUAN -----------------------------------------------------------

Lebih terperinci

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN 3.1. KINERJA KEUANGAN MASA LALU 3.1.1. Kinerja Pelaksanaan APBD Keuangan daerah adalah semua hak dan kewajiban daerah terkait penyelenggaraan

Lebih terperinci

M E T A D A T A INFORMASI DASAR

M E T A D A T A INFORMASI DASAR M E T A D A T A INFORMASI DASAR 1 Nama Data : Operasi Keuangan Pemerintah Pusat 2 Penyelenggara Statistik : Departemen Statistik Bank Indonesia 3 Alamat : Jl. M.H. Thamrin No. 2 Jakarta 4 Contact : Divisi

Lebih terperinci

Kata Pengantar. Kupang, Februari 2014 KEPALA BAPPEDA PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR,

Kata Pengantar. Kupang, Februari 2014 KEPALA BAPPEDA PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR, Kata Pengantar Puji Syukur kepada Tuhan Yang Maha Pengasih karena atas penyertaan-nya maka penyusunan Buku Statistik Kinerja Keuangan Provinsi NTT Beserta SKPD 2009-2013 ini dapat diselesaikan. Dalam era

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Daftar Isi... Daftar Tabel... Daftar Gambar...

DAFTAR ISI. Daftar Isi... Daftar Tabel... Daftar Gambar... DAFTAR ISI Daftar Isi... Daftar Tabel... Daftar Gambar... i iii vii BAB I PENDAHULUAN... I-1 1.1 Latar Belakang... I-1 1.2 Dasar Hukum... I-2 1.3 Maksud dan Tujuan... I-4 1.4 Hubungan Antar Dokumen...

Lebih terperinci

PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH. Lab. Politik dan Tata Pemerintahan, Fakultas Ilmu Administrasi, Universitas Brawijaya

PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH. Lab. Politik dan Tata Pemerintahan, Fakultas Ilmu Administrasi, Universitas Brawijaya PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DR. TJAHJANULIN DOMAI, MS Lab. Politik dan Tata Pemerintahan, Fakultas Ilmu Administrasi, Universitas Brawijaya 1. Pendahuluan - Pengantar - Tujuan - Definisi 2. Ketentuan Pengelolaan

Lebih terperinci

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH 3.1. Arah Kebijakan Ekonomi Daerah 3.1.1. Kondisi Ekonomi Daerah Kota Bogor Salah satu indikator perkembangan ekonomi suatu daerah

Lebih terperinci

DANA PERIMBANGAN DAN PINJAMAN DAERAH

DANA PERIMBANGAN DAN PINJAMAN DAERAH DANA PERIMBANGAN DAN PINJAMAN DAERAH Oleh: DR. MOCH ARDIAN N. Direktur Fasilitasi Dana Perimbangan dan Pinjaman Daerah KEMENTERIAN DALAM NEGERI DIREKTORAT JENDERAL BINA KEUANGAN DAERAH 2018 1 2 KEBIJAKAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keputusan politik pemberlakuan otonomi daerah yang dimulai sejak tanggal 1 Januari 2001, telah membawa implikasi yang luas dan serius. Otonomi daerah merupakan fenomena

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. atau lebih individu, kelompok, atau organisasi. Agency problem muncul ketika

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. atau lebih individu, kelompok, atau organisasi. Agency problem muncul ketika BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS 2.1. Tinjauan Pustaka 2.1.1. Teori Keagenan (Agency Theory) Teori keagenan menganalisis hubungan kontraktual di antara dua atau lebih individu, kelompok,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk menciptakan kemandirian dalam pembiayaan pembangunan dengan. mengurangi ketergantungan pada sumber dana luar negeri.

BAB I PENDAHULUAN. untuk menciptakan kemandirian dalam pembiayaan pembangunan dengan. mengurangi ketergantungan pada sumber dana luar negeri. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pajak merupakan sumber penerimaan yang sangat penting artinya bagi perekonomian suatu Negara. Demikian juga dengan Indonesia sebagai negara yang sedang membangun,

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator keberhasilan pembangunan suatu negara. Pertumbuhan ekonomi Indonesia mengalami perubahan yang cukup berfluktuatif. Pada

Lebih terperinci

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA Kebijakan Perhitungan Dana Alokasi Umum TA 2017 DAMPAK PENGALIHAN KEWENANGAN DARI PEMERINTAH KABUPATEN/KOTA KE PROVINSI IMPLEMENTASI

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Mir Azwan. KANWIL DJPB PROVINSI SUMATERA BARAT Kajian Fiskal Regional Tahun 2016

KATA PENGANTAR. Mir Azwan. KANWIL DJPB PROVINSI SUMATERA BARAT Kajian Fiskal Regional Tahun 2016 i KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan yang Maha Kuasa, karena atas rahmat dan karunianya kami dapat menyelesaikan Kajian Fiskal Regional Provinsi Sumatera Barat Tahun 2016 dengan

Lebih terperinci

SAL SEBAGAI SALAH SATU ALTERNATIF SUMBER PEMBIAYAAN DALAM APBN

SAL SEBAGAI SALAH SATU ALTERNATIF SUMBER PEMBIAYAAN DALAM APBN SAL SEBAGAI SALAH SATU ALTERNATIF SUMBER PEMBIAYAAN DALAM APBN Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran/Sisa Kurang Pembiayaan Anggaran (SiLPA/SiKPA) adalah selisih lebih/kurang antara realisasi penerimaan dan pengeluaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penyerahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah pusat kepada daerah otonom untuk

BAB I PENDAHULUAN. penyerahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah pusat kepada daerah otonom untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam sistem otonomi daerah, terdapat 3 (tiga) prinsip yang dijelaskan UU No.23 Tahun 2014 yaitu desentralisasi, dekonsentrasi, dan tugas pembantuan. Desentralisasi

Lebih terperinci

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH Kerangka ekonomi makro daerah akan memberikan gambaran mengenai kemajuan ekonomi yang telah dicapai pada tahun 2010 dan perkiraan tahun

Lebih terperinci

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN Dalam upaya reformasi pengelolaan keuangan daerah, Pemerintah telah menerbitkan paket peraturan perundang undangan bidang pengelolaan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... DAFTAR ISI...

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... DAFTAR ISI... DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... DAFTAR ISI... Halaman PERATURAN DAERAH KOTA SURAKARTA NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH KOTA SURAKARTA TAHUN 2016-2021... 1 BAB I PENDAHULUAN...

Lebih terperinci

DATA POKOK APBN KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

DATA POKOK APBN KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DATA POKOK APBN 2005 KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DAFTAR TABEL Tabel 1 : Asumsi Ekonomi Makro, 2005.. 1 Tabel 2 : Ringkasan APBN, 2005..... 2 Tabel 3 : Pendapatan Negara, 2005. 3 Tabel 4 : Belanja

Lebih terperinci

SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK TAHUN ANGGARAN 2016 NOMOR : SP DIPA /2016

SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK TAHUN ANGGARAN 2016 NOMOR : SP DIPA /2016 SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK NOMOR SP DIPA-15.3-/216 A. DASAR HUKUM 1. 2. 3. UU No. 17 Tahun 23 tentang Keuangan Negara. UU No. 1 Tahun 24 tentang Perbendaharaan Negara.

Lebih terperinci

Pembiayaan Defisit pada APBN-P URAIAN Realisasi APBN-P Realisasi APBN SURPLUS/(DEFISIT) (4,1) (129,8) (87,2) (98,0)

Pembiayaan Defisit pada APBN-P URAIAN Realisasi APBN-P Realisasi APBN SURPLUS/(DEFISIT) (4,1) (129,8) (87,2) (98,0) Pembiayaan Defisit pada APBN-P 2010 Sebagai konsekuensi dari Penerimaan Negara yang lebih kecil daripada Belanja Negara maka postur APBN akan mengalami defisit. Defisit anggaran dalam batasan-batasan tertentu

Lebih terperinci

RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH KABUPATEN (REVISI) GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH

RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH KABUPATEN (REVISI) GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH BAB 3 GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) merupakan rencana pengelolaan keuangan tahunan pemerintah daerah yang disetujui oleh DPRD dalam Peraturan Daerah

Lebih terperinci

RENCANA DAN KEBIJAKAN ALOKASI TRANSFER KE DAERAH DAN DANA DESA

RENCANA DAN KEBIJAKAN ALOKASI TRANSFER KE DAERAH DAN DANA DESA KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA RENCANA DAN KEBIJAKAN ALOKASI TRANSFER KE DAERAH DAN DANA DESA Disampaikan oleh: Direktur Pembiayaan dan Kapasitas Daerah Dr. Ahmad Yani, S.H., Akt., M.M., CA. MUSRENBANG

Lebih terperinci

RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH (RKPD) KABUPATEN PEKALONGAN TAHUN 2016 BAB I PENDAHULUAN

RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH (RKPD) KABUPATEN PEKALONGAN TAHUN 2016 BAB I PENDAHULUAN Lampiran I Peraturan Bupati Pekalongan Nomor : 17 Tahun 2015 Tanggal : 29 Mei 2015 RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH (RKPD) KABUPATEN PEKALONGAN TAHUN 2016 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemerintah

Lebih terperinci

8.1. Keuangan Daerah APBD

8.1. Keuangan Daerah APBD S alah satu aspek pembangunan yang mendasar dan strategis adalah pembangunan aspek ekonomi, baik pembangunan ekonomi pada tatanan mikro maupun makro. Secara mikro, pembangunan ekonomi lebih menekankan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan teori 2.1.1 Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) 2.1.1.1 Pengertian APBD Anggaran daerah merupakan rencana keuangan yang menjadi dasar dalam pelaksanaan pelayanan

Lebih terperinci

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI MAKRO DAERAH

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI MAKRO DAERAH BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI MAKRO DAERAH Rancangan Kerangka Ekonomi Daerah menggambarkan kondisi dan analisis statistik Perekonomian Daerah, sebagai gambaran umum untuk situasi perekonomian Kota

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN TAHUN ANGGARAN 2018

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN TAHUN ANGGARAN 2018 PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN TAHUN ANGGARAN 2018 Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Tahun Anggaran 2018 disusun

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG HUBUNGAN KEUANGAN ANTARA PEMERINTAH PUSAT DAN DAERAH

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG HUBUNGAN KEUANGAN ANTARA PEMERINTAH PUSAT DAN DAERAH PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG HUBUNGAN KEUANGAN ANTARA PEMERINTAH PUSAT DAN DAERAH I. UMUM Berdasarkan amanat Pasal 18 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

Lebih terperinci

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH 3.1. Arah Kebijakan Ekonomi Daerah Kondisi perekonomian Kota Ambon sepanjang Tahun 2012, turut dipengaruhi oleh kondisi perekenomian

Lebih terperinci

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH 3.1 Arah Kebijakan Ekonomi Daerah Kebijakan pembangunan ekonomi Kabupaten Cianjur tahun 2013 tidak terlepas dari arah kebijakan ekonomi

Lebih terperinci

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN 3.1. Kinerja Keuangan 2009-2013 Pengelolaan keuangan daerah yang mencakup penganggaran, penatausahaan dan pertanggungjawaban keuangan

Lebih terperinci

VIII. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN. dampak investasi dan pengeluaran pemerintah terhadap kinerja perekonomian

VIII. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN. dampak investasi dan pengeluaran pemerintah terhadap kinerja perekonomian 205 VIII. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN 8.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis atas data yang telah ditabulasi berkaitan dengan dampak investasi dan pengeluaran pemerintah terhadap kinerja perekonomian

Lebih terperinci

Medan, Maret 2014 Plt. Kepala Kanwil Ditjen Perbendaharaan Provinsi Sumatera Utara. Syahril Anwar NIP

Medan, Maret 2014 Plt. Kepala Kanwil Ditjen Perbendaharaan Provinsi Sumatera Utara. Syahril Anwar NIP KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Allah Swt, Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkah, rahmat dan karunia-nyalah maka Kajian Fiskal Regional Provinsi Sumatera Utara tahun 2013 ini dapat

Lebih terperinci

LAPORAN REALISASI ANGGARAN

LAPORAN REALISASI ANGGARAN LAMPIRAN II.0 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 00 TANGGAL JUNI 00 STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN PERNYATAAN NO. 0 LAPORAN REALISASI ANGGARAN www.djpp.d DAFTAR ISI Paragraf PENDAHULUAN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2005 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2006

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2005 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2006 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2005 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2006 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa

Lebih terperinci

ANGGARAN SEKTOR PUBLIIK (AnSP) Bandi, Dr., M.Si., Ak., CA.

ANGGARAN SEKTOR PUBLIIK (AnSP) Bandi, Dr., M.Si., Ak., CA. ANGGARAN SEKTOR PUBLIIK (AnSP) PENYUSUNAN RANCANGAN APBD PENYUSUNAN RANCANGAN APBD Sesi 11 Copyright 2016 bandi.staff.fe.uns.ac.id. Learning Objectives SIKLUS APBN & ASUMSI DASAR EKONOMI Tujuan Pembelajaran

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Kebijakan desentralisasi fiskal yang diberikan pemerintah pusat kepada

BAB 1 PENDAHULUAN. Kebijakan desentralisasi fiskal yang diberikan pemerintah pusat kepada BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kebijakan desentralisasi fiskal yang diberikan pemerintah pusat kepada pemerintah daerah diatur dalam UU RI Nomor 33 Tahun 2004. UU ini menegaskan bahwa untuk

Lebih terperinci