BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pada bab ini akan diuraikan beberapa landasan teoritis dari penelitian yang

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pada bab ini akan diuraikan beberapa landasan teoritis dari penelitian yang"

Transkripsi

1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini akan diuraikan beberapa landasan teoritis dari penelitian yang dilakukan, yaitu mengenai Model pembelajran kontekstual, keterampilan proses dan tinjauan materi koloid. A. Model Pembelajaran Untuk mengatasi berbagai problematika dalam pelaksanaan pembelajaran tentu diperlukan model-model mengajar yang di pandang mampu mengatasi kesulitan belajar siswa. Model di artikan sebagai kerangka konseptual yang digunakan sebagai pedoman dalam melakukan kegiatan sedangkan Model Pembelajaran merupakan bentuk pembelajaran yang tergambar dari awal sampai akhir yang disajikan secara khas oleh guru (Sanjaya, 2008). Dengan kata lain, model pembelajaran merupakan bungkus atau bingkai dari penerapan suatu pendekatan, metode, dan teknik pembelajaran. Berkenaan dengan model pembelajaran, (Wahyu, 2007) dalam buku belajar dan pembelajaran kimia mengelompokan model pembelajaran menjadi lima kelompok yaitu: 1. Model SOCT ( Structure Oriented Chemistry Teaching) 2. Model LC (Learning Cycle) 3. Model CTL ( Contextual Teaching and Learning) 4. Model CL (Cooperative Learning) 5. Model STS (Science Technology Society) 9

2 10 Meskipun model-model pembelajaran sudah terkelompokkan secara jelas dan nyata, tetapi seringkali penggunaan istilah model pembelajaran tersebut diidentikkan dengan strategi pembelajaran (Supriawan et, al., 1990). Untuk lebih jelasnya, posisi hierarkis dari masing-masing istilah tersebut, kiranya dapat divisualisasikan sebagai berikut: Pendekatan Pembelajaran (Student or Teacher Centre) Strategi Pembelajaran (Exposition-discovery learning or groups-individual learning) Metode Pembelajaran (ceramah,diskusi,simbolisasi,dsb) Teknik dan Taktik pembelajaran (spesifik,individual,unik) Model Pembelajaran Gambar 2.1. Hierarkis model pembelajaran Berdasarkan model pembelajaran yang dikelompokan oleh Wawan wahyu yang telah dijelaskan di atas peneliti akan mencoba meneliti salah satu model

3 11 pembelajaran yaitu CTL dalam materi koloid untuk meningkatkan keterampilan proses sains siswa karena materi koloid syarat dengan kehidupan sehari-hari. B. Pembelajaran Kontekstual Model kontekstual merupakan konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimiliki dengan penerapan dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat. Pengetahuan dan keterampilan siswa diperoleh dari siswa mengkonstruksikan sendiri pengetahuan dan ketrampilan baru ketika ia belajar. Pembelajaran kontekstual menekankan kepada proses keterlibatan siswa secara penuh untuk dapat menemukan materi yang dipelajari dan menghubungkannya dengan situasi kehidupan nyata sehingga mendorong siswa untuk dapat menemukannya dalam kehidupan mereka sehari-hari. Dari penjelasan tentang pembelajaran kontekstual tersebut di atas ada tiga pokok kunci yang harus diperhatikan pada proses keterlibatan siswa untuk menemukan konsep materi yang diajarkan, artinya proses belajar kontekstual diorientasikan pada proses pengalaman secara langsung. Tiga pokok kunci tersubut adalah pertama, proses belajar dalam kontektual tidak mengharapkan agar siswa hanya menerima pelajaran, akan tetapi proses mencari dan menemukan materi pelajaran. Kedua, pembelajaran kontektual mendorong agar siswa dapat menemukan hubungan antara materi yang dipelajari dengan situasi nyata, artinya siswa dituntut untuk dapat menangkap hubungan antara pengalaman belajar di sekolah dengan kehidupan nyata. Hal ini sangat penting, sebab dengan dapat

4 12 mengkorelasikan materi yang ditemukannya dengan kehidupan nyata, bukan saja bagi siswa materi itu akan bermakna secara fungsional, akan tetapi materi yang di pelajarinya akan tertanam kuat dalam memori siswa, sehingga tidak akan mudah dilupakan. Ketiga, pembelajaran kontekstual mendorong untuk dapat menerapkan dalam kehidupan, artinya pembelajaran kontekstual bukan hanya mengharapkan siswa dapat memahami materi yang dipelajarinya, akan tetapi bagaimana materi pelajaran itu dapat mewarnai perilaku dalam kehidupan sehari-hari. Materi pelajaran dalam konteks CTL bukan untuk ditumpuk di otak dan kemudian dilupakannya, akan tetapi sebagai bekal mereka dalam mengarungi kehidupan nyata. Sehubungan dengan hal itu, terdapat lima karakteristik penting dalam proses pembelajaran yang menggunakan model CTL. 1. pembelajaran merupakan proses pengaktifan pengetahuan yang sudah ada (activiting knowledge), artinya apa yang akan dipelajari tidak terlepas dari pengetahuan yang sudah dipelajari, dengan demikian pengetahuan yang akan diperoleh siswa adalah pengetahuan yang utuh yang memiliki keterkaitan satu sama lain. 2. Pembelajaran kontekstual adalah belajar dalam rangka memperoleh dan menambah pengetahuan baru (acquiring knowledge). Pengetahuan baru itu diperoleh dengan cara deduktif artinya pembelajaran dimulai dengan mempelajari secara keseluruhan kemudian memperhatikan detailnya. 3. Pembelajaran kontekstual memberikan pemahaman pengetahuan (understanding knowledge) bukan untuk dihapal tetapi untuk dipahami dan

5 13 diyakini, misalnya dengan cara meminta tanggapan dari yang lain tentang pengatahuan yang diperolenya berdasarkan tanggapan tersebut baru pengetahuan tersebut dikembangkan. 4. Pembelajaran kontekstual mempraktikan pengetahuan dan pengalaman (applyng knowledge), artinya pengetahuan dan pengalaman yang diperolehnya harus dapat diaplikasikan dalam kehidupan siswa sehungga dapaat diaplikasikan dalam kehidupan siswa. 5. Pembelajaran kontektual melakukan refleksi (refleksi knowledge) terhadap srategi pengembangan pengetahuan. Hal ini dilakukan sebagi umpan balik untuk proses perbaikan dan penyempurnaan strategi. 1. Komponen pembelajaran kontekstual Nurhadi (2002) menemukakan bahwa sebuah kelas dikatakan menggunakan pembelajaran kontekstual jika menerapkan tujuan komponen utama dalam pembelajaran yaitu : 1. Konstruktivisme (contructivism) Konstruktivisme merupakan landasan berpikir pembelajaran CTL yang intinya bahwa pengetahuan dibangun oleh dirinya sendiri bukan diberikan dan dipindahkan dari orang lain. Hal tersebut sejalan dengan pendapat Glasefeld (dalam wahyu 2007) yang menyatakan bahwa pengetahuan bukanlah suatu barang yang dapat dipindahkan dari pikiran seseorang yang mempunyai pengetahuan (guru) ke pikiran yang belum punya pengetahuan (murid). Bahkan bila guru bermaksud untuk menyampaikan konsep, ide, dan pengetahuannya kepada murid, pemindahan itu harus diinterpretasikan dan

6 14 dikontruksikan oleh murid sendiri dengan pengalaman mereka (Suparno, 1996). Piaget (Rustaman, et al., 2003) mengemukakan bahwa pembelajaran dan perspektif konstruktivisme mengandung empat kegiatan ini yaitu a. Pembelajaran konstruktivisme berkaitan dengan pengetahuan awal (prior knowledge) siswa. b. Pembelajaran konstruktivisme mengandung kegiatan pengalaman nyata (experiment). c. Dalam pembelajaran konstruktivisme terjadi interaksi sosial (social interaction). d. Pembelajaran konstruktivisme membentuk kepekaan siswa terhadap lingkungan (sense making). Pendapat Piaget tersebut mengandung arti bahwa setiap siswa akan membawa konsepsi awal mereka yang diperoleh selama berinteraksi dengan lingkungan dalam kegiatan belajar mengajar. 2. Menemukan (inquiry) Menemukan merupakan bagian inti dari CTL ini. Pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh siswa diharapkan bukan hasil mengingat seperangkat fakta-fakta, tetapi hasil dari penemuan sendiri. Adapun tahapan kegiatan menemukan (inquiry) menurut Nurhadi (dalam Wahyu, et al., 2007) adalah sebagai berikut : a. Obsevasi (observation) b. Bertanya (questioning) c. Mengajukan dugaan (hypothesis)

7 15 d. Pengumpulan data ( data gathering) e. Penyimpulan (conclusion) 3. Bertanya (Questioning) Pengetahuan yang dimiliki seseorang bermula bertanya. Bertanya merupakan strategi utama pembelajaran yang berbasis CTL. Nurhadi (2002) mengungkapkan bahwa kegiatan bertanya dala sebuah pembelajaran yang produktif, berguna untuk Menggali informasi, baik administrasi maupun akademisi; a. mengecek pemahan siswa; b. membangkitkan respon kepda siswa; c. mengetahui sejauhmana keinginan siswa; d. mengetahui hal-hal yang sudah diketahui siswa; e. memfokuskan perhatan siswa pada sesuatu yang dikhendaki guru; f. untuk membangkitkan lagi pertanyaan dari siswa; g. untuk menyegarkan kembali pengetaguan siswa. 4. Masyarakat belajar (Learning Community) Hasil pembelajaran pada konsep ini diperoleh dari kerja sama dengan orang lain, teman, antara kelompok dan yang tahu ke yang tidak tahu. Pembelajaran yang dilakukan di lapangan dengan cara pembentukan kelompok-kelompok belajar yang anggotanya heterogen antara yang pandai dan yang lemah. Masyarakat belajar bisa terjadi apabila ada proses komunikasi dua arah.

8 16 5. Pemodelan (Modelling) Pemodelan yang dimaksud adalah suatu model yang dapat ditiru berupa cara penggunaan sesuatu, cara melafalkan bahasa, atau contoh mengerjakan sesuatu lainnya. Dalam pemodelan ini siswa bisa dilibatkan untuk menjadi model selain dari guru. 6. Refleksi (Reflection) Refleksi adalah cara berpikir tentang apa yang baru dipelajari ke belakang mengenai sesuatu yang telah dilakukan. Refleksi merupakan respon terhadap kejadian, aktivitas atau pengetahuan yang baru diterima, realisasi dapat berupa: pernyataan langsung tentang apa-apa yang diperoleh hari itu, catatan atau jurnal di buku siswa, kesan dan saran siswa megenai pembelajaran hari itu, diskusi, dan hasil karya Nurhadi (2002). 7. Penilaian yang sebenarnya (Authentic assessment) Asesmen adalah proses pengumpulan berbagai data yang dapat memberikan gambaran perkembangan belajar siswa. Gambaran perkembangan belajar siswa perlu diketahui oleh guru agar bisa memastikan bahwa siswa mengalami proses pembelajaran yang benar Nurhadi (2002). Dari beberapa strategi pembelajaran yang dapat dikembangkan secara kontekstual secara umum mengacu pada prinsip bahwa proporsi aktivitas siswa lebih besar dibandingkan dengan proporsi aktivitas guru dalam pembelajaran. Penerapannya di lapangan, strategi pembelajaran kontekstual tersebut berbeda dengan strategi pembelajaran konvensional. Perbandingan strategi pembelajaran antara yang kontekstual dengan yang konvensional akan dikemukan pada table di bawah ini:

9 17 Tabel 2.1. Perbandingan Kontekstual dan Pembelajaran Konvensional No. Pembelajaran Kontekstual Pembelajaran Konvensional 1. Siswa secara aktif terlibat dalam proses pembelajaran. Siswa adalaha penerima informasi secara pasif. 2. Siswa belajar dari siswa melalui belajara kelompok, diskusi, saling mengoreksi Siswa belajar secara individual 3. Pembelajaran dikaitkan dengan Pembelajaran sangat abstrak dan kehidupan nyata dan atau masalah teoritis yang disimulasi 4. Perilaku dibangun atas kesadaran Perilaku dibangun atas dasar sendiri kebisaaan 5. Keterampilan dikembangkan atas Keterampilan dibangun atas dasar dasar pemahaman. kebisaaan. 6. Hadiah untuk perilaku baik adalah Hadiah untuk perilaku baik adalah kepuasan diri 7. Seseorang tidak melakukan yang jelek karena dia sadar hal itu keliru dan merugikan 8. Bahasa diajarkan dengan pendekatan komunikatif. 9. Pemahaman rumus dikembangkan atas dasar schemata yang sudah ada dalam diri siswa. 10. Pemahaman rumus itu berbeda antara siswa yang satu dengan siswa yang lain, sesuai dengan skemata siswa. 11. Siswa menggunakan kemampuan berpikir kritis. 12. Pengetahuan yang dimiliki manusia dikembangkan oleh manusia itu sendiri. 13. Pengetahuan tidak pernah stabil dan selalu berkembang (tentative dan incomplete). 14. Siswa diminta bertanggung jawab, memonitor dan mengembangkan pembelajaran mereka masing-masing. 15. Peghargaan terhadap pengalaman siswa sangat diutamakan. pujian atau nilai (angka) rapor. Seseorang tidak melakuka yang jelek karena dia takut dihukum Bahasa diajarkan dengan pendekatan struktural, rumus diterangkan sampai paham kemudian dilatihkan (rill) Rumus ada diluar diri siswa yang harus dierangkan, diterima, dihapalkan dan dilatihkan. Rumus adalah absolut (sama untuk semua siswa Siswa secara pasif menerima rumus atau kaidah, tanpa memberikan kontribusi ide dalam proses pembelajaran Pengetahuan adalah penangkapan terhadap serangkaian fakta, konsep, atau hukum yang berada di luar diri manusia. Kebenaran bersifat absolute dan pengetahan bersifat final. Guru adalah penentu jalannya. Proses pembelajaran. Pembelajaran tidak memperhatikan pengalaman siswa.

10 18 2. Implementasi Pembelajaran Kontekstual pada Pembelajaran Sains Kimia Ilmu kimia sebagai salah satu bagian dari sains mempunyai kedudukan yang sangat penting di antara ilmu-ilmu lain karena ilmu kimia dapat menjelaskan secara mikro (molekuler) terhadap fenomena makro. Di samping itu, ilmu kimia memberikan kontribusi yang penting dan berarti terhadap perkembangan ilmu ilmu terapan, seperti pertanian, kesehatan, perikanan dan teknologi. Dalam kurikulum 2004 disebutkan bahwa ilmu kimia merupakan ilmu yang di peroleh dan dikembangkan berdasarkan eksperimen yang mencari jawaban atas pertanyaan apa, mengapa dan bagaimana gejala-gejala alam, khususnya yang berkaitan dengan komposisi, struktur dan sifat, transformasi, dinamika dan energitika zat yang melibatkan keterampilan dan penalaran, ilmu kimia merupakan produk (pengetahuan kimia yang berupa fakta, teori, prinsip, hukum) temuan saintis dap roses (kerja ilmiah). Pengertian sains yang telah diungkapkan oleh para ilmuan di atas membawa kesimpulan bahwa ilmu kimia tidak hanya merupakan produk (pegetahuan kimia yang berupa fakta, teori, prinsip, hukum) temuan saintis, tetapi juga suatu proses (kerja ilmiah), sikap dan teknologi. Hal ini sejalan dengan yang diungkapkan oleh Rustaman (2003 dalam Atutingsih, 2005) bahwa belajar IPA tidak hanya belajar produk saja, tetapi juga belajar aspek proses, sikap dan teknologi agar siswa dapat benar-benar memahami IPA secara utuh.

11 19 Oleh sebab itu, dalam penelitian dan pembelajaran kimia di sekolah harus memperhatikan karakteristik ilmu kimia sebagai produk sains proses (Depdiknas, 2008) serat aspek sikap dan keterkaitannya dengan kehidupan sehari-hari. Selain itu menurut Poedjiadi (2005) bahwa dalam pembelajaran sains (kimia) di sekolah, konsep-konsep yang dipelajari harus disesuaikan dengan jenjang pendidikannya. Belum ada pola dan pembelajaran khusus yang harus diikuti dalam mengimplementasikan pembelajaran kontekstual diruang-ruang kelas. Yang jelas, sebuah kelas dikatakan menggunakan pendekatan CTL jika menerapkan ketujuh komponen CTL di dalam pembelajarannya (Depdiknas, 2002). Chemie im context (ChiK), yaitu sebuah proyek kerjasama beberapa universitas di jerman yang mengkaji dan mengembangkan berbagai hal tentang pendidikan sains memberikan landasan teoritis dan arahan untuk mengimplementasikan pembelajaran kontekstual. Menurut ChiK (Netwig et al., 2002) ada tiga landasan teoritis dalam pembelajaran kontekstual, yaitu literasi sain, teori motivasi dan teori konstruktivisme. Sedangkan dalam mengimplementasikan pembelajaran harus mengacu pada aspek, sebagai berikut: a. Berorientasi pada konteks dan menanamkan proses belajar pada masalah yang autentik/sebenarnya. Situasi belajar harus diperhitungkan dan dikaitkan dengan lingkungan nyata yang sebenarnya dirasakan oleh siswa sebagai pembelajar, sehingga pengetahuan, kompetensi serta isu penting yang

12 20 diberikan kepada siswa benar-benar relevan dengan lingkungan nyata (Vanderbilt, 1997 dalam Netwig et al., 2002) b. Menggunakan metodologi pembelajaran yang mengembangkan pembelajaran mandiri maupun cooperative Learning. Rancangan lingkungan belajar yang merangsang/mendorong aktivitas siswa dan menyediakan sumber belajar yang penting, seperti kumpulan materi, persiapan eksperimen dan mengakses media baru disusun sedemikian rupa. Besar kemungkinan, aktivitas belajar seperti ini dapat dijalankan oleh siswa secara mandiri, sedangkan dukungan dan bimbingan guru ada jika diperlukan saja. Bermula dari situasi yang nyata, aktivitas siswa dirangsang pada tujuan perluasan pengetahuan dan kompetensi, sehingga masalah yang diajukan dapat diselesaikan secara lebih efisien dan siswa merasa puas. Aktivitas seperti ini disajikan dalam bentuk diskusi kelompok kecil. Percakapan sosial akan membantu untuk mengembangkan konsep umum dan untuk mengecek pemahaman dari teman sebaya. Sebagai akibatnya, peran guru berubah dari penghubung pengetahuan menjadi salah satu penyedia sumber pengetahuan dan penentu langkah-langkah proses pembelajaran (Dubs, 1999 dalam Netwig et al., 2002). c. Bertujuan pada pengembangan yang sistematis dari konsep dasar kimia. Agar pengetahuan yang diperoleh lebih aplikatif dan bermakna diluar konteks pembelajaran, maka diperlukan dekontekstuaisasi (Greeno et al., 1993 dalam Netwig et al., 2002), perluasan konsep harus diambil dari intisari pengetahuan. Hal ini dapat dicapai dengan pengetahuan konteks

13 21 yang beragam, yaitu masalah yang sama diberikan dalam konteks yang berbeda dimana memerlukan konsep pengetahuan yang sama untuk pemecahannya (Vanderbilt, 1997 dalam Nentwig et al., 2002). Kemungkinan lain untuk mendapatkan intisati pengetahuan adalah dengan menggunakan perspektif/pandangan yang beragam, yaitu masalah yang sama diberikan dari sudut pandang mata pelajaran sekolah yang berbeda (spiro, 1989 dalam Nentwig et al 2002). Proses pengambilan intisari ini bisaanya tidak dapat dicapai sendiri oleh siswa, sehingga harus dimulai dan dibimbing oleh guru supaya tercapai keseimbangan antara posisi belajar dan penguasaan pemahaman konsep pembelajaran yang sistematis. Ketiga konsep dasar ini menentukan pemilihan topik dan rancangan pembelajaran. Berikut ini adalah bagan rancangan pembelajaran yang mencerminkan ketiga konsep dasar diatas. Konsep dasar : Pendalaman Pemahaman Bahan Pembelajaran : Pengetahuan kimia pada tingkat sekolah Konteks : tema 1 tema 2 tema 3 Gambar 2.2 Bagan Rancangan Pembelajaran Kontekstual Tema 1 mengangkat pertanyaan, dimana jawabannya membutuhkan pengetahuan kimia. Pengetahuan ini diperluas dengan berbagai cara, sampai

14 22 pertanyaan tersebut dapat terjawab. Tema 2 Perluasan yang akan menggunakan beberapa pengetahuan yang tidak berasal dari satu sumber. Tema 3 yang digali akan membangun pengetahuan pengetahuan yang lebih luas, dan jika suatu saat unsure pengetahuan dari konsep dasar muncul, maka pengetahuan tersebut direfleksikan dan digunakan untuk menyusun pengetahuan yang diperoleh secara sistematis. Berdasarkan ketiga acuan yang telah diuaraikan diatas, maka dapat dibuat langkah-langkah pembelajaran kontekstual sebagai berikut: 1. Tahap Kontak (Contact Phase) Pada tahap ini dikemukakan isu-isu, masalah yang ada di masyarakat atau menggali berbagai peristiwa yang terjadi di sekitar siswa dan mengkaitkannya dengan materi yang akan dipelajari sehingga siswa menyadari pentingnya memahami materi tersebut. Topik yang dibahas dapat bersumber dari berita, artikel, atau pengalaman siswa sendiri; 2. Tahap Kuriositi (Curiosity Phase) Pada tahap ini dikemukakan pertanyaan-pertanyaan yang jawabannya membutuhkan pengetahuan kimia sehingga dapat mengundang rasa penasaran dan keingintahuan siswa; 3. Tahap Elaborasi (Elaboration Phase) Pada tahap ini dilakukan eksplorasi, pembentukan dan pemantapan konsep sampai pertanyaan pada tahap kuriositi dapat terjawab. Eksplorasi, pembentukan dan pemantapan konsep tersebut dilakukan dengan berbagai metode, seperti ceramah bermakna, diskusi dan kegiatan praktikum, atau gabungan dari

15 23 ketiganya. Melalui berbagai kegiatan inilah berbagai kemampuan siswa akan tergali lebih dalam, baik aspek pengetahuan, keterampilan proses, maupun nilai dan sikap; 4. Tahap Pengembangan Konsep (Nexus Phase) Pada tahap ini dilakukan proses pengambilan intisari (konsep dasar) dari materi yang dipelajari, kemudian mengaplikasikannya pada konteks lain (dekontekstualisasi), artinya masalah yang sama diberikan dalam konteks yang berbeda, tetapi memerlukan konsep pengetahuan yang sama untuk memecahkannya (Vanderbilt dalam Nentwig et al., 2002). Tahap ini dilakukan agar pengetahuan yang diperoleh lebih aplikatif dan bermakna di luar konteks pembelajaran; 5. Tahap Penilaian (Asessment Phase) Pada tahap ini dilakukan evaluasi pembelajaran secara keseluruhan yang berguna untuk menilai keberhasilan belajar siswa. Evaluasi dilakukan tidak hanya untuk menilai aspek pengetahuan saja, tetapi aspek keterampilan proses, konteks aplikasi sains serta sikap siswa juga dinilai. Pembelajaran kontekstual menurut beberapa informasi atau literatur yang di telusuri potensial untuk meningkatkan kemampuan keterampilan proses sains, karena pembelajaran kontekstual erat dengan pembelajaran yang menghubungkan pengetahuan, keterampilan, nilai dan atau sikap kedalam konteks dalam kehidupan sehari-hari.

16 24 C. Keterampilan Proses Sains (KPS) Keterampilan proses sains ialah keterampilan intelektual atau keterampilan berpikir (Dahar, 2003), adapun pengertian dan lingkup setiap keterampilan berpikir itu urutannya sama dengan urutan keterampilan proses sains. 1. Mengamati Mengamati merupakan suatu keterampilan berpikir fundamental yang menjadi dasar utama dari pertumbuhan sains. Mengamati merupakan suatu kemampuan semua indera yang harus dimiliki oleh setiap orang. Dalam kegiatan ilmiah mengamati berarti memilih fakta-fakta yang relevan dengan tugas tertentu dari hal-hal yang diamati, atau memilih fakta-fakta untuk menafsirkan peristiwa tertentu. Dengan membandingkan hal-hal yang diamati, berkembang kemampuan untuk mencari persamaan dan perbedaan. 2. Menafsirkan Pengamatan Hasil pengamatan tidak akan berguna, bila tidak ditafsirkan. Karena itu dari mengamati langsung, lalu mencatat setiap pengamatan secara terpisah, kemudian menghubung-hubungkan hasil- hasil pengamatan itu, lalu mungkin ditemukan pola-pola tertentu dalam satu seri pengmatan. Penemuan pola itu merupakan dasar untuk menyarankan kesimpulan-kesimpulan atau generalisasi. 3. Meramalkan Sains tidak akan demikian pesat berkembang bila dalam sains tidak dikenal istilah meramalkan. Karena itu meramalkan merupakan salah satu kemampuan

17 25 penting dalam sains. Dengan menggunakan pola yang ditemukan dari salah satu seri pengmatan, para ilmuan mengemukakan apa yang mungkin terjadi pada keadaan yang akan dating, atau yang belum diamati. Jadi bertitik tolak pada penafsiran hasil-hasil pengamatan dapat dikembangkan keampuan untuk meamalkan yang merupakan salahsatu contoh mengambil kesimpulan atau inferensi. Proses peramalan merupakan suatu proses penalaran yang berdasarkan pengamatan. 2. Menggunakan Alat/bahan Melakukan dalam sains membutuhkan alat dan bahan. Berhasilnya suatu percobaan kerapkali tergantung pada kemampuan memilih dan menggunkan alat yang tepat secara efektif pengalaman menggunkan alat dan bahan merupakan pengalaman konkrit yang dibutuhkan siswa untuk mnerima gagasan baru. Suatu syarat penting dalam belajar bagi siswa yang masih pada tingkat operasional konkrit itu. 3. Menerapkan Konsep Menerapkan konsep yang merupakan suatu kemampuan untuk menggunakan konsep-konsep yang telah dipelajari dalam situasi baru atau menerapkan konsep itu pada pengalaman baru untuk menjelaskan apa yang sedang terjadi merupakan tujuan pendidikan sains yang penting. Dalam menerapkan konsep untuk menjelaskan apa yang sedang terjadi perlu dianggap bahwa setiap penjelasan yang diberikan itu bersifat sementara, dan dapat diuji, jadi berupa hipotesis. Kerap kali dapat disarankan beberapa alternative hipotesis, semuanya

18 26 menunjang kenyataan, tetapi perlu disadari siswa bahwa hipotesis-hipotesis itu harus diuji 4. Merencanakan Penelitian Kemampuan untuk merencanakan penelitian merupakan suatu unsur yang penting dalam kegiatan ilmiah. Setelah melihat suatu pola atau hubungan dari pengamatan-pengamatan yang dilakukan, perlu kesimpulan sementara atau hipotesis yang dirumuskan itu diuji. Untuk itu diperlukan kemampuan untuk merencanakan suatu percobaan yang meliputi kemampuan untuk menentukan alat-alat dan bahan bahan yang akan digunakan, menentukan variabel, menentukan yang mana di anatara variabel itu harus dibuat tetap, bagaimana mengolah hasil-hasil pengamatan untuk mengambil kesimpulan merupakan kegiatan-kegiatan yang perlu dilatihkan sejak dini. 5. Mengkomunikasikan Sain terbuka bagi semua orang yang mampu memahaminya, dan dinilai oleh siapa saja yang mau menilainya. Sebagai implikasinya, para ilmuan diharapkan menguraikan secara jelas dan cermat apa yang telah mereka lakukan, sehingga dapat diuji oleh para ilmuan lain. Karena itu dalam pendidikan sains siswa sejak dini dilatih untuk dapat melaporkan hasil-hasil percobaannya secara sistematis dan jelas juga diharapkan mereka dapat menjelaskan hasil percobaan mereka pada teman-temannya, mendiskusikan dan menggambarkan hasil pengamatannya dalam bentuk grafik, tabel dan diagram. Semua kegiatan ini termasuk kemampuan berkomunikasi, suatu kemampuan yang perlu dikembangkan dalam mendidik calon-calon ilmuan masa yang akan datang.

19 27 6. Mengajukan Pertanyaan. Dari penelitian Piaget dan Brunner, terungkap bahwa anak itu dapat berpikir Pertanyaan secara tingkat tinggi bila ia mempunyai cukup pengalaman secara konkrit dan bimbingan yang memungkinkan pengembangan konsep konsep dan menghubungkan fakta-fakta yang diperlukan. Dapat dikatakan bahwa kualitas pertanyaan yang diajukan siswa menunjukan rendah tingginya tingkat berpikir siswa. 1. Meningkatkan Keterampilan Proses Sains (KPS) Siswa melalui Pembelajaran Kontekstual Keterampilan proses melibatkan keterampilan-keterampilan kognitif atau intelektual, manual, dan sosial. Keterampilan kognitif atau intelektual terlibat karena dengan melakukan keterampilan proses siswa menggunakan pikirannya. Keterampilan manual jelas terlibat dalam keterampilan proses karena mungkin mereka melibatkan penggunaan alat dan bahan, pengukuran, penyusunan atau perakitan alat. Dengan berinteraksi di dalam kelas dimaksudkan bahwa mereka berinteraksi dengan teman dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar dengan keterampilan proses, misalnya mendiskusikan hasil pengamatan (Rustaman, 2009). Tahap elaborasi yang merupakan tahapan dalam pembelajaran kontekstual yang merupakan tahap eksplorasi, penguatan, pembentukan dan penguatan konsep dengan berbagai metode, diantaranya praktikum dan diskusi kelompok maupun diskusi kelas serta ceramah bermakna. Dalam tahap elaborasi siswa dituntut untuk menentukan konsep melalui praktikum disini keterampilan siswa bisa terlihat,

20 28 keterampilan penyusunan alat, pegoprasian, pengamatan. Melalui kegiatan inilah KPS siswa tergali lebih dalam (Nentwig et al, 2002). Metode diskusi adalah suatu cara mempelajari materi pelajaran dengan memperdebatkan masalah yang timbul dan saling mengadu argumentasi secara rasional dan objektif. Cara ini menimbulkan perhatian dan perubahan tingkah laku anak dalam belajar. Metode diskusi juga di maksudkan untuk dapat meransang siswa dalam belajar dan berfikir secara kritis dan mengeluarkan pendapatnya secara rasional dan objektif dalam pemecahan suatu masalah (Erdi, 2009). Metode Praktikum merupakan salah satu bentuk pengajaran yang berfungsi sebagai latihan dan umpan balik serta dapat memperbaiki motivasi siswa. Metode ini digunakan dalam pembelajaran agar siswa mampu mencari dan menemukan sendiri jawaban atas persoalan yang dihadapinya sekaligus membuktikan kebenaran dari teori sesuatu yang sedang dipelajarinya Utomo (dalam pascaldady, 2008). Keterampilan proses sains merupakan serangkaian kegiatan yang dapat dikembangkan dengan metode praktikum dimana siswa langsung berhadapan dengan fenomena alam (Sudargo et al, 2006). D. Tinjauan Materi 1. Kedudukan Materi Koloid dalam KTSP Berdasarkan pada standar isi, maka dilakukan analisis kesesuaian antara indikator dan konsep materi koloid dengan standar kompetensi dan kompetensi dasar yang tercantum dalam standar isi untuk pokok bahasan Koloid. Berdasarkan hasil analisis materi koloid di ajarkan di SMA kelas XI semester genap. Rincian

21 29 mengenai standar kompetensi dan kompetensi dasar untuk pokok bahasan koloid ditunjukan dalam Tabel 2.2. Tabel 2.2 Hubungan SK dengan KD Standar Kompetensi Mendeskripsikan sistem dan sifat koloid serta penerapannya dalam kehidupan sehari-hari. Kompetensi Dasar 1. Mengelompokan sistem koloid berdasarkan hasil pengamatan dan penggunaannya di industri 2. Mengelompokkan sifat-sifat koloid dan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari Pada SK dan KD di atas, KD yang harus dimiliki oleh siswa salah satunya adalah mengelompokan sifat koloid dan mengelompokkan jenis-jenis koloid serta siswa dituntut untuk bisa menghubungkannya dengan kehidupan sehari-hari. Kompetensi dasar ini perlu dicapai siswa dengan bahasan sub/pokok materi koloid yang diberikan kepada siswa melalu pembelajaran atau pengalaman belajar siswa. Sehubungan dengan bahasan materi koloid tersebut secara tersirat pemahaman terhadap sifat-sifat dan jenis koloid perlu pencapaian melalui pengalaman belajar siswa. Pemberian pembelajaran dengan pengalaman siswa mengenai koloid dirasa perlu untuk mencapai SK dan KD di atas.

22 30 Kompetensi dasar menjadi dasar pengembangan indikator-indikator yang ingin dicapai dalam proses pembelajaran selanjutnya indikator-indikator ini menjadi dasar pengembangan konsep-konsep yang akan diberikan dalam proses pembelajaran. Rincian indikator dan konsep yang dikembangkan dapat dilihat pada Table 2.3. Tabel 2.3 Hubungan Indikator dengan Konsep Materi Indikator - Mengelompokan koloid yang ada di lingkungan ke dalam jenis-jenis koloid - Mengamati dan menjelaskan hasil pengamatan tentang efek Tyndall dan gerak Brown - Mengamati koagulasi koloid dalam kehidupan sehari-hari - Mengamati proses adsorbs pada koloid Konsep Sistem koloid Sifat Koloid 2. Pokok Materi Koloid a. Definisi Koloid Istilah koloid pertama kali diperkenalkan oleh Thomas Graham (1861) berdasarkan pengamatannya terhadap gelatin yang merupakan kristal tetapi sukar mengalami difusi, padahal umumnya kristal mudah mengalami difusi. Koloid berasal dari kata kolia, yang artinya lem. Pada umumnya koloid mempunyai ukuran partikel antara 1 nm 100 nm. Oleh karena ukuran partikelnya relatif kecil, sistem koloid tidak dapat diamati dengan mata langsung (mata telanjang), tetapi masih bisa diamati dengan menggunakan mikroskop ultra.

23 31 Sistem koloid terdiri atas fasa terdispersi dengan ukuran tertentu dalam medium pendispersi. Zat yang didispersi disebut fasa terdispersi, sedangkan medium yang digunakan untuk mendispersikan disebut medium pendispersi. Dengan sifat ini, sistem koloid banyak digunkan dalam industry kosmetik, tekstil, makanan, farmasi, dan lain sebagainya. Sistem koloid merupakan suatu bentuk campuran (sistem dispersi) yang keadaannya antara larutan dan suspensi. Apabila kita campurkan gula dengan air, ternyata gula larut dan diperoleh larutan gula. Di dalam larutan, zat terlarut tersebar dalam bentuk partikel yang sangat kecil, sehingga tidak dapat dibedakan lagi dari mediumnya walaupun menggunkan mikroskop ultra. Larutan bersifat kontinu dan merupakan sistem satu fasa (homogen). Ukuran partikel zat terlarut kurang dari 10-7 cm. larutan bersifat stabil (tidak memisah) dan tidak dapat disaring. Jika kita mencampurkan tepung terigu dengan air, ternyata tepung terigu tidak larut. Walaupun campuran diaduk, lambat laun tepung terigu akan memisah (mengalami sedimentasi). Campuran seperti itu kita sebut suspensi. Suspensi bersifat heterogen sehingga merupakan sistem dua fasa. Ukuran partikel tersuspensi lebih besar dari 10-5 cm. suspensi dapat dipisahkan dengan penyaringan. Selanjutnya, jika campuran susu (misalnya susu instan) dengan air, ternyata susu larut tetapi larutan itu tidak bening melainkan keruh. Jika didiamkan, campuran ini tidak memisah dan juga tidak dapat dipisahkan dengan penyaringan. Secara makroskopis campuran ini tampak homogen. Akan tetapi jika

24 32 diamati dengan mikroskop ultra ternyata masih dapat dibedakan partikel-partikel susu yang tersebar di dalam air. Campuran seperti ini disebut koloid. Ukuran partikel koloid berkisar antara cm. Table 2. 4 Perbandingan sifat larutan, koloid, dan suspensi Aspek yang dibedakan Bentuk campuran Sistem Dispersi Larutan Koloid Sejati Homogen Homogen secara makroskopis, heterogen secara mikroskopia. Heterogen Suspensi Penulisan X (aq) X (s) X (s) Ukuran Partikel < 10-7 cm > 10-5 cm cm Penyaringan Tidak dapat disaring Dapat disaring Tidak dapat di saring kecuali dengan penyaringan ultra Kesetabilan Stabil Pada umumnya stabil Contoh Larutan garam, larutan alkohol dalam air, larutan cuka dan larutan gula Cat, tinta, tanah, kanji, busa, agaragar, asap, dan susu Tidak stabil Campuran air dan pasir, air dan kopi, tepung terigu dan air.

25 33 b. Jenis- jenis Koloid Tabel 2. 5 Jenis-jenis Koloid No Fasa Fasa Jenis Terdispersi Pendispersi Koloid Contoh 1. Padat Gas Aerosol padat Asap, debu di udara 2. Padat Cair Sol Sol emas, sol belerang, tinta, cat 3. Padat Padat Sol padat Gelas berwarna, intan hitam 4. Cair Gas Aerosol Kabut dan awan 6. Cair Cair Emulsi Susu, santan, minyak ikan 7. Cair Padat Emulsi padat Jelly, mutiara, opal 8. Gas Cair Buih Buih sabun, krim kocok 9. Gas Padat Buih padat Karet busa, batu apung a. Aerosol Sistem koloid dari partikel padat atau cair yang terdispersi dalam gas disebut aerosol. Jika zat yang terdispersi. Jika zat terdispersi berupa zat padat, disebut aeosol padat, jika zat yang terdispersi berupa zat cair disebut aerosol cair. Dewasa ini banyak produk dibuat dalam bentuk aerosol, seperti semprot rambut, semprot obat nyamuk, parfum, cat semprot dan lain-lain. Untuk menghasilkan aerosol diperlukan suatu bahan pendorong (propelan aerosol) misalnya yang banyak digunakan adalah klorofluorokarbon dan karbon dioksida. b. Sol Sistem koloid dari partikel padat yang terdispersi dalam zat cair disebut sol. Koloid jenis sol banyak kita temukan dalam kehidupan sehari-hari maupun dalam

26 34 industri. Contohnya air sungai (sol lempung dalam air), sol sabun, sol detergen, sol kanji, tinta tulis, dan cat. c. Emulsi Sistem koloid dari zat cair yang terdispersi dalam zat cair lain disebut emulsi. Syarat terjadinya emulsi ini adalah kedua jenis zat cair itu tidak saling melarutkan. Emulsi dapat digolongkan kedalam dua golongan yaitu minyak dalam air (M/A) atau emulsi air dalam minyak (A/M). emulsi terbentuk karena pengaruh suatu pengemulsi (emulgator). Contohnya adalah sabun yang dapat mengemulsikan minyak kedalam air. Jika campuran air dengan minyak dikocok, maka akan didapat suatu campuran yang segera memisah kembali setelah didiamkan. Akan tetapi jika sebelum dikocok di tambahkan sabun atau detergen, maka diperoleh campuran yang stabil yang kita sebut emulsi. d. Buih Sistem koloid dan gas terdispersi dalam zat cair disebut buih. Seperti halnya dengan emulsi, untuk menstabilkan buih diperlukan zat pembuih misalnya sabun, detergen, dan protein. Buih dapat dibuat dengan mengalirkan suatu gas kedalam zat cair yang mengandung pembuih. Buih digunakan ada berbagai proses, misalnya, pada pengelohan biji logam, pada alat pemadam kebakaran, dan lain-lain. Adakalanya buih tidak dikehendaki. Zat- zat yang dapat memecah/mencegah buih anatara lain eter, isoamil alcohol, dan lain-lain.

27 35 e. Gel Koloid yang setengah kaku ( antara padat dan cair) disebut gel. Contoh: agar-agar, lem kanji, selai, glatin, gel sabun dan gel silica. Gel dapat terbentuk dari suatu sol yang zat terdispersinya mengadsopsi medium dispersinya sehingga terjadi koloid yang agak padat c. Sifat-sifat koloid Efek Tyndall Sistem koloid dapat dikenali dengan cara melewatkan seberkas cahaya (sinar) kepada obyek yang akan kita kenali. Bila dilihat tegak lurus dari arah datangnya cahaya, maka akan terlihat sebagai berikut: Jika obyek adalah larutan, maka cahaya akan diteruskan (transparan). Jika obyek adalah koloid, maka cahaya akan dihamburkan dan partikel terdispersinya tidak tampak. Jika obyek adalah suspensi, maka cahaya akan dihamburkan tetapi partikel terdispersinya dapat terlihat kelihatan Gambar 2.3 Efek Tyndall :(a) larutan (b) koloid. Terhamburnya cahaya oleh partikel koloid disebut efek Tyndall. Partikel koloid dan suspensi cukup besar untuk dapat menghamburkan sinar, sedangkan partikel-partikel larutan berukuran sangat kecil sehingga tidak dapat

28 36 menghamburkan cahaya. Dalam kehidupan sehari-hari, efek Tyndall dapat kita amati antara lain pada: a. Sorot lampu proyektor dalam gedung bioskop yang berasap dan berdebu b. Sorot lampu mobil pada malam yang berkabut c. Berkas sinar matahari melalui celah daun pohon-pohon pada pagi hari yang berkabut. Gerak Brown Apabila partikel koloid diamati di bawah mikroskop pada pembesaran yang tinggi (atau dengan mikroskop ultra) akan terlihat partikel koloid yang bergerak terus-menerus dengan arah yang acak (tak beraturan atau patah-patah (gerak zig-zag). Gerak zig-zag partikel koloid disebut gerak Brown, sesuai dengan nama penemunya Robert Brown seorang ahli biologi berkebangsaan Inggris. Gerak Brown terjadi sebagai akibat adanya tumbukan dari molekul-molekul pendispersi terhadap partikel terdispersi, sehingga partikel terdispersi akan terlontar. Lontaran tersebut akan mengakibatkan partikel terdispersi menumbuk partikel terdispersi yang lain dan akibatnya partikel yang tertumbuk akan terlontar. Peristiwa ini terjadi terus menerus yang diakibatkan karena ukuran partikel yang terdispersi relatif besar dibandingkan medium pendispersinya. Dalam suspensi tidak terjadi gerak Brown, karena ukuran partikel cukup besar sehingga tumbukan yang dialaminya setimbang. Partikel zat

29 37 terlarut juga mengalami gerak Brown akan tetapi tidak dapat diamati. Makin tinggi suhu makin cepat gerak Brown, karena energi kinetik molekul medium meningkat sehingga menghasilkan tumbukan yang lebih kuat.gerak Brown merupakan salah satu factor yang menstabilkan koloid. Partikel-partikel koloid relatif stabil, karena partikelnya bergerak terus-menerus, maka gaya gravitasi dapat diimbangi sehingga tidak terjadi sedimentasi. Adsorpsi Adsorpsi merupakan peristiwa penyerapan, suatu molekul atau ion pada permukaan suatu zat. Partikel koloid mempunyai kemampuan untuk menyerap ion muatan listrik pada permukaannya sehingga partikel koloid menjadi bermuatan listrik. Sifat adsorpsi koloid digunakan dalam berbagai proses diantaranya dalam : a. Penjernihan air dengan tawas b. Penjernihan larutan gula atau larutan garam c. Penyembuhan sakit perut dengan menggunkan norit d. Penghilangan bau badan Antara partikel koloid dengan ion-ion yang diadsopsi akan membentuk beberapa lapisan, yaitu: a. Lapisan pertama ialah lapisan inti yang bersifat netral, terdiri dari partikel koloid netral

30 38 b. Lapisan ion dalam ialah lapisan ion-ion yang diadsorpsi oleh koloid c. Lapisan ion luar. Jika muatan koloid itu sejenis, maka partikel-partikel koloid saling tolak menolak dan tidak terjadi tumbukan satu sama lain sehingga proses pembentukan moolekl yang lebih besar dapat dihindarkan dan tidak terjadi penggumpalan. Partikel koloid dapat mengadsopsi tidak hanya ion dan muatan listrik tetapi juga zat berupa molekul netral. Oleh karena koloid mempunyai permukaan yang relative luas, makan koloid mempunyai daya adsofsi yang besar pula. Koagulasi Penggumpalan partikel disebut koloid koagulasi Peristiwa koagulasi pada koloid dapat diakibatkan oleh peristiwa mekanis atau peristiwa kimia. 1. Peristiwa mekanis Misalnya pemanasan atau pendinginan. contoh : a. Darah merupakan sol butir-butir darah merah dalam plasma darah, bila dipanaskan akan menggumpal. b. Agar-agar akan menggumpal bila didinginkan. 2. Peristiwa kimia

31 39 Di atas telah disebutkan bahwa koloid dapat distabilkan oleh muatannya. Apabila muatannya ini dilucuti maka akan terjadi penggumpalan, yaitu dengan cara : a. Menambahkan elektrolit ke dalam sistem koloid tersebut. Koloid yang bermuatan negatif akan menarik ion positif (kation), sedangkan koloid yang bermuatan positif akan menarik ion negatif (anion). Ion-ion tersebut akan membentuk selubung lapisan ke dua. Apabila selubung lapisan kedua ini terlalu dekat maka selubung ini akan menetralkan muatan koloid sehingga terjadi koagulasi. Makin besar muatan ion makin kuat daya menariknya dengan partikel koloid, sehingga makin cepat terjadi koagulasi. b. Dengan sel elektroforesis. Apabila arus listrik dialirkan cukup lama ke dalam sel elektroforesis, maka partikel koloid akan digumpalkan ketika mencapai elektrode. Koloid yang bermuatan negative akan digumpalkan di anode, sedangkan koloid bermuatan positif digumpalkan di katode. Beberapa contoh koagulasi dalam kehidupan sehari-hari: 1. Pembentukan delta di muara sungai, terjadi karena koloid tanah liat (lempung) dalam air sungai mengalami koagulasi ketika bercampur dengan elektrolit dalam air laut. 2. Asap atau debu dari pabrik dapat digumpalkan dengan alat koagulasi listrik Cottrel. d. Koloid dalam kehidupan sehari-hari Disini di berikan beberapa keadaan yang berhungan dengan sistem koloid, selain contoh keadaan yang akan

32 40 dibahas di bawah ini masih banyak lagi contoh yang lain dalam kehidupan seharihari yang sering kita temukan. kabut adalah kumpulan tetes-tetes air yang sangat kecil yang melayanglayang di udara. kabut mirip dengan awan, perbedaannya, awan tidak menyentuh permukaan bumi, sedangkan kabut menyentuh permukaan bumi. Bisaanya kabut bisa dilihat di daerah yang dingin atau daerah yang tinggi. Pada umumnya kabut terbentuk ketika udara yang jenuh akan uap air didinginkan di bawah titik bekunya. Kabut tersebut bisa disebut dengan jenis koloid aerosol cair Asap yang dihasilkan pembakaran termasuk salah satu jenis koloid, misalnya kebakaran hutan yang terjadi di Sumatra baru-baru ini, dari asap hasil kebakaran hutan tersebut termasuk jenis koloid aerosol padat. Di kota-kota besar, asap pembuangan mobil dan asap dari tempat industri itu juga termasuk kedalam koloid dimana zat pendispersinya adalah gas sedangkan zat terdispersinya adalah partikel-partikel padat dari materi yang terbakar dan terbawa oleh udara atau gas Koloid merupakan satu-satunya bentuk campuran bukan larutan yang komposisinya (susunannya) merata dan stabil (tidak memisah jika didiamkan). Pada umumnya, produk industri untuk kebutuhan manusia dibuat dalam bentuk koloid. Koloid sangat diperlukan dalam industri cat, keramik, plastik, tekstil, kertas, karet, lem, semen, tinta, kulit, film

33 41 foto, mentega, keju, makanan, kosmetik, pelumas, sabun, obat semprot insektisida, detergen, selai, gel, perekat, dan sejumlah besar produk-produk industri lainnya. Pemutihan Gula Gula tebu yang masih berwarna dapat diputihkan. Dengan melarutkan gula ke dalam air, kemudian larutan dialirkan melalui sistem koloid tanah diatomae atau karbon. Partikel koloid akan mengadsorpsi zat warna tersebut. Partikelpartikel koloid tersebut mengadsorpsi zat warna dari gula tebu sehingga gula dapat berwarna putih. Penggumpalan Darah Darah mengandung sejumlah kolid protein yangbermuatan negative. Jika terdapat luka kecil, maka luka tersebut dapat diobati dengan pensil stiptik atau tawas yang mengandung ion-ion Al +3 dan Fe +3, dimana ion-ion tersebut akan membantu menetralkan muatan-muatan partikel koloid protein dan membantu penggumpalan darah Air sungai mengandung partikel-partikel koloid pasir dan tanah liat yang bermuatan negatif. Sedangkan air laut mengandung ion-ion Na +, Mg +2, dan Ca +2 yang bermuatan positif. Ketika air sungai bertemu di laut, maka ion-ion positif dari air laut akan menetralkan muatan pasir dan tanah liat. Sehingga, terjadi koagulasi yang akan membentuk suatu delta. Penjernihan Air Air keran (PDAM) yang ada saat ini mengandung partikel-partikel koloid tanah liat,lumpur, dan berbagai partikel lainnya yang bermuatan negatif. Oleh

34 42 karena itu, untuk menjadikannya layak untuk diminum, harus dilakukan beberapa langkah agar partikel koloid tersebut dapat dipisahkan. Hal itu dilakukan dengan cara menambahkan tawas (Al 2 SO 4 ) 3. Ion Al 3+ yang terdapat pada tawas tersebut akan terhidroslisis membentuk partikel koloid Al(OH) 3 yang bermuatan positif melalui reaksi: Al H 2 O Al(OH) 3 + 3H + Setelah itu, Al(OH) 3 menghilangkan muatan-muatan negatif dari partikel koloid tanah liat/lumpur dan terjadi koagulasi pada lumpur. Lumpur tersebut kemudian mengendap bersama tawas yang juga mengendap karena pengaruh gravitasi.

Buku Saku. Sistem Koloid. Nungki Shahna Ashari

Buku Saku. Sistem Koloid. Nungki Shahna Ashari Buku Saku 1 Sistem Koloid Nungki Shahna Ashari 2 Daftar Isi Pengertian koloid... 3 Pengelompokan koloid... 4 Sifat-sifat koloid... 5 Pembuatan koloid... 12 Kegunaan koloid... 13 3 A Pengertian & Pengelompokan

Lebih terperinci

KOMPETENSI DASAR PETA KONSEP

KOMPETENSI DASAR PETA KONSEP SISTEM KOLOID KOMPETENSI DASAR 3.15. Menganalisis peran koloid dalam kehidupan berdasarkan sifat-sifatnya. 4.15.Mengajukan ide/gagasan untuk memodifikasi pembuatan koloid berdasarkan pengalaman membuat

Lebih terperinci

KOLOID. 26 April 2013 Linda Windia Sundarti

KOLOID. 26 April 2013 Linda Windia Sundarti KOLOID 26 April 2013 Koloid merupakan suatu bentuk campuran yang keadaannya terletak antara larutan dan suspensi, yang dilihat secara makroskopis tampak bersifat homogen namun secara mikroskopis tampak

Lebih terperinci

kimia KTSP & K-13 KOLOID K e l a s A. Sistem Dispersi dan Koloid Tujuan Pembelajaran

kimia KTSP & K-13 KOLOID K e l a s A. Sistem Dispersi dan Koloid Tujuan Pembelajaran KTSP & K-13 kimia K e l a s XI KOLOID Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan memiliki kemampuan berikut. 1. Memahami definisi koloid serta perbedaannya dengan larutan dan suspensi.

Lebih terperinci

FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA BAHAN AJAR KIMIA DASAR

FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA BAHAN AJAR KIMIA DASAR No. BAK/TBB/SBG201 Revisi : 00 Tgl. 01 Mei 2008 Hal 1 dari 7 BAB IX SISTEM KOLOID Koloid adalah campuran yang keadaannya terletak antara larutan dan suspensi. Perbandingan sifat larutan, koloid dan suspensi

Lebih terperinci

XI IA 4 SMA Negeri 1 Tanjungpinang

XI IA 4 SMA Negeri 1 Tanjungpinang 1 KATA PENGANTAR Dengan memanjatkan puji syukur kepada Allah SWT, akhirnya laporan hasil kegiatan kami yang berjudul Larutan Koloid ini, dapat terwujud. Tujuan kami melakukan kegiatan ini adalah dimana

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Untuk menciptakan situasi yang kondusif dalam proses pembelajaran IPA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Untuk menciptakan situasi yang kondusif dalam proses pembelajaran IPA BAB II TINJAUAN PUSTAKA Untuk menciptakan situasi yang kondusif dalam proses pembelajaran IPA diperlukan suatu model pembelajaran. Ada berbagai macam model pembelajaran yang banyak digunakan dalam dunia

Lebih terperinci

KISI-KISI TES KETERAMPILAN BERPIKIR KRITIS DAN KETERAMPILAN PROSES SAINS SISTEM KOLOID. Prediksi Andre jika filtrasi dikenakan cahaya

KISI-KISI TES KETERAMPILAN BERPIKIR KRITIS DAN KETERAMPILAN PROSES SAINS SISTEM KOLOID. Prediksi Andre jika filtrasi dikenakan cahaya Lampiran B.1 KISI-KISI TES KETERAMPILAN BERPIKIR KRITIS DAN KETERAMPILAN PROSES SAINS SISTEM KOLOID Tujuan Siswa mampu menganalisis sifat efek Tyndall melalui latihan prediksi 1 Andre melakukan percobaan

Lebih terperinci

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP) (KELAS EKSPERIMEN / PERTEMUAN I )

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP) (KELAS EKSPERIMEN / PERTEMUAN I ) Lampiran A.4 RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP) (KELAS EKSPERIMEN / PERTEMUAN I ) Satuan Pendidikan : Sekolah Menengah Atas (SMA) / Madrasah Aliyah (MA) Mata Pelajaran : Kimia Pokok Bahasan : Sistem

Lebih terperinci

Purwanti Widhy H, M.Pd

Purwanti Widhy H, M.Pd Purwanti Widhy H, M.Pd Standar Kompetensi 5. Menjelaskan sistem dan sifat koloid serta penerapannya dalam kehidupan sehari-hari. Kompetensi asar 5.2. Mengelompokkan sifat-sifat koloid dan penerapannya

Lebih terperinci

BAB PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Sistem koloid merupakan suatu bentuk campuran dua atau lebih zat yang bersifat homogen namun memiliki ukuran partikel terdispersi yang cukup besar (1-100 nanometer),

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kimia merupakan mata pelajaran dalam rumpun sains, yang sangat erat kaitannya

I. PENDAHULUAN. Kimia merupakan mata pelajaran dalam rumpun sains, yang sangat erat kaitannya I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kimia merupakan mata pelajaran dalam rumpun sains, yang sangat erat kaitannya dengan kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu ilmu kimia yang diperoleh siswa seharusnya tidak

Lebih terperinci

DASAR FILOSOFI. Manusia harus mengkontruksikan pengetahuan pengetahuan itu dan memberi makna melalui pengalaman nyata.

DASAR FILOSOFI. Manusia harus mengkontruksikan pengetahuan pengetahuan itu dan memberi makna melalui pengalaman nyata. DASAR FILOSOFI Pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, yang hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas (sempit), dan tidak sekonyong-konyong. Pengetahuan bukanlah seperangkat fakta-fakta,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Von Glasersfeld (Sardiman, 2007) konstruktivisme adalah salah satu

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Von Glasersfeld (Sardiman, 2007) konstruktivisme adalah salah satu 7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Konstruktivisme Menurut Von Glasersfeld (Sardiman, 2007) konstruktivisme adalah salah satu filsafat pengetahuan yang menekankan bahwa pengetahuan kita adalah konstruksi (bentukan)

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Learning Cycle merupakan salah satu model pembelajaran yang dapat memberikan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Learning Cycle merupakan salah satu model pembelajaran yang dapat memberikan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Learning Cycle 5E Learning Cycle merupakan salah satu model pembelajaran yang dapat memberikan kesempatan untuk mengembangkan kreativitas belajar IPA pada setiap siswa. Menurut

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. untuk memecahkan masalah baik secara individu maupun kelompok. Oleh karena

II. TINJAUAN PUSTAKA. untuk memecahkan masalah baik secara individu maupun kelompok. Oleh karena II. TINJAUAN PUSTAKA A. Metode Problem Solving Metode problem solving adalah sistem pembelajaran yang menuntut siswa belajar untuk memecahkan masalah baik secara individu maupun kelompok. Oleh karena itu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sistem koloid merupakan bentuk campuran dari dua atau lebih suatu bentuk campuran dua atau lebih zat yang bersifat homogen namun memiliki ukuran partikel terdispersi

Lebih terperinci

Kimia Koloid KIM 3 A. PENDAHULUAN B. JENIS-JENIS KOLOID KIMIA KOLOID. materi78.co.nr

Kimia Koloid KIM 3 A. PENDAHULUAN B. JENIS-JENIS KOLOID KIMIA KOLOID. materi78.co.nr Kimia Koloid A. PENDAHULUAN Koloid adalah suatu bentuk campuran yang keadaannya antara larutan dan suspensi. Koloid tergolong sistem dua fase, yaitu: 1) Fase terdispersi (terlarut), adalah zat yang didispersikan,

Lebih terperinci

Menu Utama SK/KD SK/KD. Komponen utama minyak bumi INDIKATOR SIFAT LARUTAN KOLOID. Fraksi fraksi minyak bumi PENJERNIHAN AIR MINUM

Menu Utama SK/KD SK/KD. Komponen utama minyak bumi INDIKATOR SIFAT LARUTAN KOLOID. Fraksi fraksi minyak bumi PENJERNIHAN AIR MINUM Menu Utama SK/KD SK/KD Komponen utama minyak bumi INDIKATOR SIFAT LARUTAN KOLOID Fraksi fraksi minyak bumi PENJERNIHAN AIR MINUM Bensin dan mutu bensin KOLOID LIOFIL DAN LIOFOB Dampak penggunaan minyak

Lebih terperinci

Kelas : XI IPA Guru : Tim Guru HSPG Tanggal : Senin, 23 Mei 2016 Mata pelajaran : Kimia Waktu : WIB

Kelas : XI IPA Guru : Tim Guru HSPG Tanggal : Senin, 23 Mei 2016 Mata pelajaran : Kimia Waktu : WIB Kelas : XI IPA Guru : Tim Guru HSPG Tanggal : Senin, 23 Mei 2016 Mata pelajaran : Kimia Waktu : 10.15 11.45 WIB Petunjuk Pengerjaan Soal Berdoa terlebih dahulu sebelum mengerjakan! Isikan identitas Anda

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM SISTEM KOLOID

LAPORAN PRAKTIKUM SISTEM KOLOID LAPORAN PRAKTIKUM SISTEM KOLOID 1. Homegen, tak dapat Dibedakan walaupun menggunakan mikroskop ultra. SISTEM KOLOID I. Tujuan : Untuk mengetahui jenis, bentuk dan cara pembuatan koloid II. Landasan Teori

Lebih terperinci

Sistem Koloid. A. Pengertian Sistem Koloid. Lampiran A.7

Sistem Koloid. A. Pengertian Sistem Koloid. Lampiran A.7 Lampiran A.7 Sistem Koloid Sistem koloid dapat ditemukan dalam kehidupan sehari-hari. Sebagai contoh cat adalah sistem koloid yang merupakan campuran heterogen zat padat pada koloid yang tersebar merata

Lebih terperinci

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP) SIFAT-SIFAT KOLOID DAN KEGUNAANNYA

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP) SIFAT-SIFAT KOLOID DAN KEGUNAANNYA RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP) SIFAT-SIFAT KOLOID DAN KEGUNAANNYA SEKOLAH MATA PELAJARAN KELAS / SEMESTER ALOKASI WAKTU : SMAN 16 SURABAYA : KIMIA : XI / 2 (dua) : 2x45 menit I. STANDAR KOMPETENSI

Lebih terperinci

SISTEM KOLOID. Sulistyani, M.Si.

SISTEM KOLOID. Sulistyani, M.Si. SISTEM KOLOID Sulistyani, M.Si. Email: sulistyani@uny.ac.id Konsep Materi Koloid merupakan campuran fase peralihan homogen menjadi heterogen. Sistem koloid terdiri dari dua fase, yaitu fase pendispersi

Lebih terperinci

Pembuatan Koloid, Denaturasi Protein dan Lem Alami

Pembuatan Koloid, Denaturasi Protein dan Lem Alami Pembuatan Koloid, Denaturasi Protein dan Lem Alami I. Tujuan Pada percobaan ini akan dipelajari beberapa hal mengenai koloid,protein dan senyawa karbon. II. Pendahuluan Bila garam dapur dilarutkan dalam

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN BANYUMAS DINAS PENDIDIKAN SMA NEGERI PATIKRAJA Jalan Adipura 3 Patikraja Telp (0281) Banyumas 53171

PEMERINTAH KABUPATEN BANYUMAS DINAS PENDIDIKAN SMA NEGERI PATIKRAJA Jalan Adipura 3 Patikraja Telp (0281) Banyumas 53171 PEMERINTAH KABUPATEN BANYUMAS DINAS PENDIDIKAN SMA NEGERI PATIKRAJA Jalan Adipura 3 Patikraja Telp (0281) 6844576 Banyumas 53171 ULANGAN KENAIKAN KELAS TAHUN PELAJARAN 2010/ 2011 Mata Pelajaran : Kimia

Lebih terperinci

Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) I. Standar Kompetensi Menjelaskan sistem dan sifat koloid serta penerapannya dalam kehidupan sehari-hari.

Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) I. Standar Kompetensi Menjelaskan sistem dan sifat koloid serta penerapannya dalam kehidupan sehari-hari. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Mata Pelajaran Kelas / Semester Alokasi Waktu Materi : Kimia : XI (sebelas) / 2 (dua) : 180 menit ( 4 jam pelajaran) : Sistem Koloid I. Standar Kompetensi Menjelaskan

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA Mengamati Perbedaan Larutan, Koloid dan Suspensi XI IPA 3 Oleh : Agnes Oktaviani D.S ( 01 ) Anida Zulaifa ( 04 ) Fitri Hasrat P. ( 14 ) Habibah Sabrina ( 15 ) M. Akbar R. ( 19 )

Lebih terperinci

Koloid. Bab. Peta Konsep. Kompetensi Dasar OLOID 153. Kimiaia untukk SMA dan MA kelas XIII

Koloid. Bab. Peta Konsep. Kompetensi Dasar OLOID 153. Kimiaia untukk SMA dan MA kelas XIII Bab Koloid Peta Konsep Kompetensi Dasar Siswa mampu membuat berbagai sistem koloid dengan bahan-bahan yang ada di sekitarnya. Siswa mampu mengelompokkan sifat-sifat koloid dan penerapannya dalam kehidupan

Lebih terperinci

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN Mata Pelajaran : Kimia Kelas/Semester : XII/ Pertemuan ke : 1 & 2 Alokasi Waktu : 4 x 4 menit Standar Kompetensi : Memahami koloid, suspensi, dan larutan sejati Kompetensi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Dalam menghadapi tuntutan masa depan yang penuh tantangan dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Dalam menghadapi tuntutan masa depan yang penuh tantangan dan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Model - Model Pembelajaran Dalam menghadapi tuntutan masa depan yang penuh tantangan dan perubahan, telah banyak dikembangkan berbagai model pembelajaran. Berikut ini dikemukakan

Lebih terperinci

Jenis Nama Contoh. padat sol padat sol padat kaca berwarna, intan hitam. gas sol gas aerosol padat asap, udara berdebu

Jenis Nama Contoh. padat sol padat sol padat kaca berwarna, intan hitam. gas sol gas aerosol padat asap, udara berdebu > materi78.co.nr Kimia Koloid A. PENDAHULUAN Koloid adalah suatu bentuk campuran yang keadaannya antara larutan dan suspensi. Koloid tergolong sistem dua fase, yaitu: 1) Fase terdispersi (terlarut), adalah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Bab ini memaparkan tinjauan tentang literasi sains dan teknologi (STL),

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Bab ini memaparkan tinjauan tentang literasi sains dan teknologi (STL), 9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA Bab ini memaparkan tinjauan tentang literasi sains dan teknologi (STL), pembelajaran berbasis literasi sains dan teknologi (STL), penilaian literasi sains dan teknologi (STL),

Lebih terperinci

BAB IV TEMUAN PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Pada bab ini akan diuraikan temuan penelitian dan pembahasan yang

BAB IV TEMUAN PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Pada bab ini akan diuraikan temuan penelitian dan pembahasan yang BAB IV TEMUAN PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Pada bab ini akan diuraikan temuan penelitian dan pembahasan yang berkaitan dengan keterlaksanaan pembelajaran IPA Terpadu berbasis STL yang dikembangkan pada tema

Lebih terperinci

PEMETAAN / ANALISIS SK-KD (Kelas Eksperimen)

PEMETAAN / ANALISIS SK-KD (Kelas Eksperimen) Lampiran 1 PEMETAAN / ANALISIS SK-KD (Kelas Eksperimen) MATA PELAJARAN/TEMA KELAS/SEMESTER : KIMIA/Sistem Koloid : XI/Genap STANDAR KOMPETENSI 5. Menjelaskan sistem dan sifat koloid serta penerapannya

Lebih terperinci

Campuran koloid, suspensi, dan larutan sejati dijelaskan berdasarkan komponen-komponen pembentuknya

Campuran koloid, suspensi, dan larutan sejati dijelaskan berdasarkan komponen-komponen pembentuknya 14. Memahami koloid, suspensi dan larutan sejati 14.1 Mengidentifikasi koloid, suspensi dan larutan sejati Indikator : Campuran koloid, suspensi, dan larutan sejati dijelaskan berdasarkan komponen-komponen

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. terbangunnya sebuah peradaban suatu bangsa. Pendidikan di Indonesia banyak

I. PENDAHULUAN. terbangunnya sebuah peradaban suatu bangsa. Pendidikan di Indonesia banyak I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan salah satu faktor kehidupan yang sangat penting bagi terbangunnya sebuah peradaban suatu bangsa. Pendidikan di Indonesia banyak mengalami masalah terutama

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Von Glaserfeld dalam Pannen, Mustafa, dan Sekarwinahyu (2001) konstruktivisme

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Von Glaserfeld dalam Pannen, Mustafa, dan Sekarwinahyu (2001) konstruktivisme 8 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Konstruktivisme Menurut Von Glaserfeld dalam Pannen, Mustafa, dan Sekarwinahyu (2001) konstruktivisme adalah salah satu aliran filsafat pengetahuan yang menekankan bahwa pengetahuan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN. para ahli pendidikan di Jepang, kegiatan studi pembelajaran (lesson study) atau

BAB II KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN. para ahli pendidikan di Jepang, kegiatan studi pembelajaran (lesson study) atau BAB II KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN 2.1 Studi Pembelajaran (Lesson Study) Menurut catatan perkembangan pendidikan di Jepang yang di ungkapkan oleh para ahli pendidikan di Jepang, kegiatan studi

Lebih terperinci

18/06/2015. Dispersi KOLOID. Dhadhang Wahyu

18/06/2015. Dispersi KOLOID. Dhadhang Wahyu Dispersi KOLOID Dhadhang Wahyu Kurniawan @Dhadhang_WK 1 SISTEM DISPERSI Klasifikasi sistem dispersi berdasarkan keadaan fisik medium pendispersi dan partikel terdispersi Fasa terdispersi Solid Solid dalam

Lebih terperinci

Download Soal dan Pembahasan Lainnya di: SOAL ULANGAN AKHIR SEMESTER GENAP TAHUN PELAJARAN..

Download Soal dan Pembahasan Lainnya di:  SOAL ULANGAN AKHIR SEMESTER GENAP TAHUN PELAJARAN.. SOAL ULANGAN AKHIR SEMESTER GENAP TAHUN PELAJARAN../ MATA PELAJARAN : KIMIA KELAS : XI (Sebelas) HARI/TANGGAL : WAKTU : 07.30 09.30 (120 menit) 1. Kelarutan Mg(OH)2 dalam air adalah 10-3 mol/l. Maka harga

Lebih terperinci

Jenis larutan : elektrolit dan non elektrolit

Jenis larutan : elektrolit dan non elektrolit KONSEP LARUTAN Definisi larutan Larutan adalah campuran homogen dari dua jenis zat atau lebih Larutan terdiri dari zat terlarut (solut) dan zat pelarut (solven) Larutan tidak hanya berbentuk cair, tetapi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Teori konstruktivistik dikembangkan oleh Piaget pada pertengahan abad 20.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Teori konstruktivistik dikembangkan oleh Piaget pada pertengahan abad 20. 21 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pembelajaran Konstruktivisme Teori konstruktivistik dikembangkan oleh Piaget pada pertengahan abad 20. Piaget berpendapat bahwa pada dasarnya setiap individu sejak kecil sudah

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. melalui konteks yang terbatas dan tidak dengan tiba-tiba. Pengetahuan bukanlah

II. TINJAUAN PUSTAKA. melalui konteks yang terbatas dan tidak dengan tiba-tiba. Pengetahuan bukanlah 7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pembelajaran Konstruktivisme Konstruktivisme merupakan landasan berpikir pendekatan kontekstual, yaitu bahwa pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, yang hasilnya

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Pembelajaran IPA di SD Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) berhubungan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan

Lebih terperinci

Materi Koloid. No Larutan sejati Koloid Suspensi. Antara homogen dan. 5 Tidak dapat disaring Tidak dapat disaring Dapat disaring

Materi Koloid. No Larutan sejati Koloid Suspensi. Antara homogen dan. 5 Tidak dapat disaring Tidak dapat disaring Dapat disaring Materi Koloid A.Dispersi Koloid Bila suatu zat dicampurkan dengan zat lain, maka akan terjadi penyebaran secara merata dari suatu zat ke dalam zat lain yang disebut dengan sistem dispersi.tepung kanji

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Arti sederhana dari teori belajar sebenarnya adalah penjelasan bagaimana informasi

II. TINJAUAN PUSTAKA. Arti sederhana dari teori belajar sebenarnya adalah penjelasan bagaimana informasi II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pendekatan Konstruktivisme Arti sederhana dari teori belajar sebenarnya adalah penjelasan bagaimana informasi diproses di dalam pikiran siswa. Dengan suatu teori belajar, diharapkan

Lebih terperinci

SILABUS MATA PELAJARAN KIMIA

SILABUS MATA PELAJARAN KIMIA Lampiran 01 SILABUS MATA PELAJARAN KIMIA Satuan Pendidikan : SMA Negeri 6 Kupang Kelas/ Semester : XI MIA/ Genap Tahun Pelajaran : 2016/2017 Kompetensi Inti KI 1 : Menghayati dan mengamalkan ajaran agama

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Secara psikologis, Belajar merupakan suatu proses perubahan yaitu

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Secara psikologis, Belajar merupakan suatu proses perubahan yaitu BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Belajar Secara psikologis, Belajar merupakan suatu proses perubahan yaitu perubahan tingkah laku sebagai hasil dari interaksi dengan lingkungannya dalam memenuhi kebutuhan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. Pembelajaran merupakan proses komunikasi du arah, mengajar dilakukan oleh

BAB II KAJIAN TEORI. Pembelajaran merupakan proses komunikasi du arah, mengajar dilakukan oleh 7 BAB II KAJIAN TEORI A. Pembelajaran IPA di SD 1. Pembelajaran Pembelajaran ialah membelajarkan siswa menggunakan asas pendidikan maupun teori belajar merupakan penentu utama keberhasilan pendidikan.

Lebih terperinci

PENDEKATAN PEMBELAJARAN BERBASIS KONTEKS (CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING)

PENDEKATAN PEMBELAJARAN BERBASIS KONTEKS (CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING) PENDEKATAN PEMBELAJARAN BERBASIS KONTEKS (CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING) Pengertian Pembelajaran Kontekstual 1. Merupakan suatu proses pendidikan yang holistik dan bertujuan memotivasi siswa untuk memahami

Lebih terperinci

BAB VII SISTEM KOLOID

BAB VII SISTEM KOLOID BAB VII SISTEM KOLOID INDIKATOR Menjelaskan pengelompokan campuran menjadi larutan, koloid, dan suspensi. Mendeskripsikan perbedaan larutan, koloid, dan suspensi berdasarkan sifat campurannya, fasanya

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Konstruktivisme merupakan landasan berpikir pendekatan kontekstual, bahwa

II. TINJAUAN PUSTAKA. Konstruktivisme merupakan landasan berpikir pendekatan kontekstual, bahwa II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pembelajaran Konstruktivisme Konstruktivisme merupakan landasan berpikir pendekatan kontekstual, bahwa pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, yang hasilnya diperluas

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. sendiri. Pengetahuan bukanlah suatu imitasi dari kenyataan (realitas). Von

II. TINJAUAN PUSTAKA. sendiri. Pengetahuan bukanlah suatu imitasi dari kenyataan (realitas). Von II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pembelajaran Konstruktivisme Menurut Von Glasersfeld konstruktivisme adalah salah satu filsafat pengetahuan yang menekankan bahwa pengetahuan kita adalah konstruksi (bentukan) kita

Lebih terperinci

Kimia Koloid. Oleh: Ilzamha Hadijah Rusdan, S.TP., M.Sc. Jurusan Gizi Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya

Kimia Koloid. Oleh: Ilzamha Hadijah Rusdan, S.TP., M.Sc. Jurusan Gizi Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya Kimia Koloid Oleh: Ilzamha Hadijah Rusdan, S.TP., M.Sc Jurusan Gizi Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya Jurusan Gizi Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya Capaian Pembelajaran Mahasiswa mampu

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA 7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Model Pembelajaran Problem Solving Dalam pendidikan partisipatif seorang pendidik lebih berperan sebagai tenaga fasilitator, sedangkan keaktifan lebih dibebankan kepada peserta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keterampilan hidup, baik yang bersifat manual, mental maupun sosial. Pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. keterampilan hidup, baik yang bersifat manual, mental maupun sosial. Pendidikan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah aktivitas atau upaya yang sadar dan terencana, dirancang untuk membantu seseorang mengembangkan pandangan hidup, sikap hidup dan keterampilan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Deskripsi Teori dan Penelitian yang Relevan 1. Deskripsi Teori a. Keefektifan Pembelajaran Keefektifan mengacu pada apa yang dikerjakan, sedangkan efisiensi mengacu pada cara mengerjakan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembelajaran Kontekstual (Contextual Teaching and Learning/CTL) merupakan suatu proses pendidikan yang holistik dan bertujuan memotivasi siswa untuk memahami makna

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI Pengertian Belajar Menurut Teori Konstruktivisme. penyelenggaraan jenis dan jenjang pendidikan. Belajar merupakan aktivitas

BAB II KAJIAN TEORI Pengertian Belajar Menurut Teori Konstruktivisme. penyelenggaraan jenis dan jenjang pendidikan. Belajar merupakan aktivitas 7 BAB II KAJIAN TEORI 2.1. Pengertian Belajar Menurut Teori Konstruktivisme Belajar merupakan komponen penting dalam setiap usaha penyelenggaraan jenis dan jenjang pendidikan. Belajar merupakan aktivitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ilmu kimia merupakan experimental science, tidak dapat dipelajari hanya melalui membaca, menulis atau mendengarkan saja. Mempelajari ilmu kimia bukan hanya menguasai

Lebih terperinci

PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL. contextual teaching and learning

PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL. contextual teaching and learning PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL contextual teaching and learning Strategi Pembelajaan Kontekstual Strategi pembelajaran CTL (contextual teaching and learning) merupakan strategi yang melibatkan siswa secara penuh

Lebih terperinci

mengobservasi, membandingkan, menemukan kesamaan-kesamaan dan 3. Aktivitas-aktivitas peserta didik sepenuhnya didasarkan pada pengkajian.

mengobservasi, membandingkan, menemukan kesamaan-kesamaan dan 3. Aktivitas-aktivitas peserta didik sepenuhnya didasarkan pada pengkajian. 9 Ada beberapa ciri pembelajaran efektif yang dirumuskan oleh Eggen & Kauchak (Warsita, 2008) adalah: 1. Peserta didik menjadi pengkaji yang aktif terhadap lingkungannya melalui mengobservasi, membandingkan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Salah satu masalah yang dihadapi dunia pendidikan adalah lemahnya proses pembelajaran. Dalam proses pembelajaran anak kurang didorong untuk mengembangkan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Proses belajar dapat terjadi melalui banyak cara baik. Sekolah sebagai lembaga

II. TINJAUAN PUSTAKA. Proses belajar dapat terjadi melalui banyak cara baik. Sekolah sebagai lembaga 8 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Model Pembelajaran Proses belajar dapat terjadi melalui banyak cara baik. Sekolah sebagai lembaga pendidikan memfasilitasi siswa untuk melaksanakan proses pembelajaran sesuai

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. KajianTeori dan Penelitian yang Relevan 1. Kajian Teori a. Belajar Mandiri 1) Definisi belajar mandiri Belajar mandiri merupakan kegiatan belajar aktif yang didorong oleh niat

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORETIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN. setelah mengalami pengalaman belajar. Dalam Sudjana (2008:22), hasil belajar

BAB II KAJIAN TEORETIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN. setelah mengalami pengalaman belajar. Dalam Sudjana (2008:22), hasil belajar BAB II KAJIAN TEORETIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN 2.1 Hasil Belajar Hasil belajar merupakan perubahan perilaku secara keseluruhan dari siswa setelah mengalami pengalaman belajar. Dalam Sudjana (2008:22), hasil

Lebih terperinci

BAB II KAMAN PUSTAKA. A. Meningkatkan Kemampuan Siswa dalam Pemahaman Peredaran Darah. mempertinggi, sedangkan kemampuan. artinya kecakapan.

BAB II KAMAN PUSTAKA. A. Meningkatkan Kemampuan Siswa dalam Pemahaman Peredaran Darah. mempertinggi, sedangkan kemampuan. artinya kecakapan. 8 BAB II KAMAN PUSTAKA A. Meningkatkan Kemampuan Siswa dalam Pemahaman Peredaran Darah Manusia. Meningkatkan kemampuan siswa merupakan upaya meningkatkan kemampuan yang dimiliki siswa dalam memahami dan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Secara umum pengertian pembelajaran adalah seperangkat peristiwa yang

BAB II LANDASAN TEORI. Secara umum pengertian pembelajaran adalah seperangkat peristiwa yang 6 BAB II LANDASAN TEORI A. Hakekat Pembelajaran 1. Pengertian Pembelajaran Secara umum pengertian pembelajaran adalah seperangkat peristiwa yang mempengaruhi peserta didik sedemikian rupa sehingga peserta

Lebih terperinci

SILABUS MATA PELAJARAN KIMIA (Peminatan Bidang MIPA)

SILABUS MATA PELAJARAN KIMIA (Peminatan Bidang MIPA) L A M P I R A N Satuan Pendidikan Kelas/ Semester : XI IPA /2 Tahun Pelajaran : 2016/2017 Kompetensi Inti KI 1 KI 2 KI 3 KI 4 : SMA Katolik Sint Carolus Kupang SILABUS MATA PELAJARAN KIMIA (Peminatan Bidang

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. diperoleh dengan skor 3,76 termasuk dalam kategori baik. b. Ketuntasan indikator tercapai dengan menerapkan pendekatan scientific

BAB V KESIMPULAN. diperoleh dengan skor 3,76 termasuk dalam kategori baik. b. Ketuntasan indikator tercapai dengan menerapkan pendekatan scientific BAB V KESIMPULAN A. Kesimpulan Berdasarkan analisis data dan pembahasan secara deskriptif dan statistik dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Penerapan pendekatan scientific efektif pada materi pokok sistem

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. keterampilan-keterampilan tertentu yang disebut keterampilan proses. Keterampilan Proses menurut Rustaman dalam Nisa (2011: 13)

II. TINJAUAN PUSTAKA. keterampilan-keterampilan tertentu yang disebut keterampilan proses. Keterampilan Proses menurut Rustaman dalam Nisa (2011: 13) 7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teoritis 1. Keterampilan Berkomunikasi Sains Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) sebagai proses dan sekaligus sebagai produk. Seseorang mampu mempelajari IPA jika

Lebih terperinci

Pembersih Kaca PEMBERSIH KACA

Pembersih Kaca PEMBERSIH KACA Pembersih Kaca PEMBERSIH KACA I. PENDAHULUAN Penggunaan cairan pembersih kaca semakin menjadi kebutuhan masyarakat. Oleh karena itu, kebutuhan akan cairan pembersih kaca dari waktu ke waktu semakin meningkat.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan memegang peranan penting dalam proses peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM). Pendidikan diyakini akan dapat mendorong memaksimalkan potensi

Lebih terperinci

Condition of Ind. Ind.Condition-1. Ind.Condition-2. The Rural. Ind. Rural Policy. Rulal Educational. Higher Education. Non Formal Ed.

Condition of Ind. Ind.Condition-1. Ind.Condition-2. The Rural. Ind. Rural Policy. Rulal Educational. Higher Education. Non Formal Ed. PENDEKATAN KONTEKSTUAL Oleh : Toto Fathoni, Apakah CTL itu? Konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata dan mendorong siswa membuat hubungan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Teori-teori baru dalam psikologi pendidikan dikelompokkan dalam teori pembelajaran

II. TINJAUAN PUSTAKA. Teori-teori baru dalam psikologi pendidikan dikelompokkan dalam teori pembelajaran 6 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Teori Belajar Konstruktivisme Teori-teori baru dalam psikologi pendidikan dikelompokkan dalam teori pembelajaran kontruktivis (contruktivist theories of learning ). Teori kontruktivis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penguasaan konsep yang dimilikinya. Penguasaan konsep menunjukkan. keberhasilan siswa dalam mempelajari sebuah konsep.

BAB I PENDAHULUAN. penguasaan konsep yang dimilikinya. Penguasaan konsep menunjukkan. keberhasilan siswa dalam mempelajari sebuah konsep. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Aktivitas belajar dan pembelajaran tidak terlepas dari penguasaan konsep. Kemampuan siswa dalam menguasai materi bisa terlihat dari penguasaan konsep yang dimilikinya.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Masalah pada dasarnya merupakan hal yang sangat sering ditemui dalam kehidupan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Masalah pada dasarnya merupakan hal yang sangat sering ditemui dalam kehidupan 8 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Model Pemecahan Masalah (Problem Solving) Masalah pada dasarnya merupakan hal yang sangat sering ditemui dalam kehidupan sehari-hari. Masalah dapat terjadi pada berbagai aspek

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA FISIK PERCOBAAN H-3 SOL LIOFIL

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA FISIK PERCOBAAN H-3 SOL LIOFIL LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA FISIK PERCOBAAN H-3 SOL LIOFIL Nama : Winda Amelia NIM : 90516008 Kelompok : 02 Tanggal Praktikum : 11 Oktober 2017 Tanggal Pengumpulan : 18 Oktober 2017 Asisten : LABORATORIUM

Lebih terperinci

PENDEKATAN PEMBELAJARAN IPS DI SMP (Oleh: Dra. Neti Budiwati, M.Si.)

PENDEKATAN PEMBELAJARAN IPS DI SMP (Oleh: Dra. Neti Budiwati, M.Si.) PENDEKATAN PEMBELAJARAN IPS DI SMP (Oleh: Dra. Neti Budiwati, M.Si.) 1. PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL DALAM PENDIDIKAN IPS DI SMP 1.1. Latar Belakang Pembelajaran Kontekstual Ada kecenderungan dewasa ini utnuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Nasional Pendidikan pasal 19 dikatakan bahwa proses pembelajaran pada satuan

BAB I PENDAHULUAN. Nasional Pendidikan pasal 19 dikatakan bahwa proses pembelajaran pada satuan BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan pasal 19 dikatakan bahwa proses pembelajaran pada satuan pendidikan diselenggarakan

Lebih terperinci

MODUL 5 KIMIA KOLOID

MODUL 5 KIMIA KOLOID MODUL 5 KIMIA KOLOID A. SISTEM KOLOID Di bawah ini ada beberapa perbedaan yang dapat di amati antara larutan sejati, sistem koloid dan suspensi kasar. Perhatikanlah tabel berikut: Tabel 5. 1 Perbedaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Berpikir merupakan tujuan akhir dari proses belajar mengajar. Menurut

BAB I PENDAHULUAN. Berpikir merupakan tujuan akhir dari proses belajar mengajar. Menurut 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berpikir merupakan tujuan akhir dari proses belajar mengajar. Menurut Arifin et al. (2000: 146) bertanya merupakan salah satu indikasi seseorang berpikir.

Lebih terperinci

PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL (CTL) DAN TEORI BANDURA. A. Konsep Dasar Strategi Pembelajaran Kontekstual (CTL)

PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL (CTL) DAN TEORI BANDURA. A. Konsep Dasar Strategi Pembelajaran Kontekstual (CTL) PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL (CTL) DAN TEORI BANDURA A. Konsep Dasar Strategi Pembelajaran Kontekstual (CTL) Contextual teaching and Learning (CTL) adalah suatu strategi pembelajaran yang menekankan kepada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kemampuan guru dalam mengembangkan kemampuan siswa SD khususnya. bidang Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) sangat diperlukan.

BAB I PENDAHULUAN. kemampuan guru dalam mengembangkan kemampuan siswa SD khususnya. bidang Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) sangat diperlukan. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Adanya tuntutan peningkatan kualitas lulusan SD untuk melanjutkan belajar ke jenjang yang lebih tinggi maupun untuk mengembangkan dan menumbuhkan bakat, minat,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dirasakan oleh siswa kelas VII SMPN 1 Bandar Lampung. Berdasarkan hasil

BAB I PENDAHULUAN. dirasakan oleh siswa kelas VII SMPN 1 Bandar Lampung. Berdasarkan hasil BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mata pelajaran biologi merupakan salah satu cabang ilmu pengetahuan alam yang mempelajari tentang makhluk hidup, mulai dari makhluk hidup tingkat rendah hingga makhluk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kemajuan sains dan teknologi yang begitu pesat dewasa ini tidak lepas dari peranan matematika. Matematika merupakan bidang studi yang dipelajari oleh semua

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. seseorang untuk memperoleh perubahan suatu tingkah laku yang baru

BAB II KAJIAN TEORI. seseorang untuk memperoleh perubahan suatu tingkah laku yang baru 9 BAB II KAJIAN TEORI A. Konsep Teoritis 1. Belajar dan Hasil Belajar Belajar adalah suatu proses yang ditandai dengan adanya perubahan pada diri seseorang. Belajar merupakan suatu proses yang dilakukan

Lebih terperinci

Pendekatan Kontekstual (CTL) dalam KTSP pada Pembelajaran di SD

Pendekatan Kontekstual (CTL) dalam KTSP pada Pembelajaran di SD Pendekatan Kontekstual (CTL) dalam KTSP pada Pembelajaran di SD Oleh Nana Supriatna Universitas Pendidikan Indonesia Makalah Semiloka di Musibanyuasin, Sumsel 7 September 2007 Pengertian Pendekatan Contextual

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam lingkup global, setiap tahun pada bulan April diselenggarakan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam lingkup global, setiap tahun pada bulan April diselenggarakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam lingkup global, setiap tahun pada bulan April diselenggarakan sebuah kampanye global bertajuk "Education for All" atau "Pendidikan untuk Semua". Kampanye "Education

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA BERPIKIR, DAN HIPOTESIS. A. Kajian Pustaka

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA BERPIKIR, DAN HIPOTESIS. A. Kajian Pustaka BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA BERPIKIR, DAN HIPOTESIS A. Kajian Pustaka 1. Teori-teori Belajar Terdapat beberapa teori belajar yang dikemukakan oleh para ahli. Teori belajar tersebut saling melengkapi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Belajar merupakan hal pokok dalam proses pendidikan. Pengertian belajar sudah

II. TINJAUAN PUSTAKA. Belajar merupakan hal pokok dalam proses pendidikan. Pengertian belajar sudah 8 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pembelajaran Konstruktivisme Belajar merupakan hal pokok dalam proses pendidikan. Pengertian belajar sudah banyak dikemukakan oleh para ahli psikologi, termasuk ahli psikologi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembelajaran merupakan suatu sistem atau proses membelajarkan siswa yang

I. PENDAHULUAN. Pembelajaran merupakan suatu sistem atau proses membelajarkan siswa yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembelajaran merupakan suatu sistem atau proses membelajarkan siswa yang direncanakan atau didesain, dilaksanakan, dan dievaluasi secara sistematis agar siswa dapat mencapai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perubahan sikap serta tingkah laku. Di dalam pendidikan terdapat proses belajar,

BAB I PENDAHULUAN. perubahan sikap serta tingkah laku. Di dalam pendidikan terdapat proses belajar, - 1 - BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan sangatlah penting bagi manusia karena didalam pendidikan, maka akan mendapatkan berbagai macam pengetahuan, keterampilan, dan perubahan sikap

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1.Kajian Teori 2.1.1.Pengertian Belajar dan Pembelajaran Menurut Sudjana ( 1989 : 28 ) belajar merupakan suatu proses yang ditandai dengan adanya perubahan pada diri seseorang.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN BAB II PEMBAHASAN Contextual Teaching and Learning

BAB I PENDAHULUAN BAB II PEMBAHASAN Contextual Teaching and Learning BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembelajaran yang berorientasi pada penguasaan materi terbukti berhasil dalam kompetisi menggingat jangka pendek tetapi gagal dalam membekali anak memecahkan persoalan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Efektivitas dapat dinyatakan sebagai tingkat keberhasilan dalam mencapai tujuan

TINJAUAN PUSTAKA. Efektivitas dapat dinyatakan sebagai tingkat keberhasilan dalam mencapai tujuan 10 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Efektivitas Pembelajaran Efektivitas dapat dinyatakan sebagai tingkat keberhasilan dalam mencapai tujuan dan sasarannya. Sutikno (2005 : 7) mengemukakan bahwa

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Tujuan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Tujuan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada zaman sekarang, manusia tidak dapat lepas dari bahan-bahan kimia, hampir disemua aspek kehidupan manusia dapat ditemukan bahan-bahan kimia. Mulai dari aspek kesehatan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. A. Hakikat Model Pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL) 1. Pengertian Contextual Teaching and Learning (CTL)

BAB II KAJIAN TEORI. A. Hakikat Model Pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL) 1. Pengertian Contextual Teaching and Learning (CTL) 10 BAB II KAJIAN TEORI A. Hakikat Model Pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL) 1. Pengertian Contextual Teaching and Learning (CTL) Menurut Suprijono Contextual Teaching and Learning (CTL)

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Berpikir Kritis (critical thinking) merupakan sinonim dari pengambilan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Berpikir Kritis (critical thinking) merupakan sinonim dari pengambilan 11 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Berpikir Kritis Berpikir Kritis (critical thinking) merupakan sinonim dari pengambilan keputusan (decision making), perencanaan strategi (strategic planning), proses ilmiah (scientific

Lebih terperinci