TEKNESIUM-99m METOKSI ISOBUTIL ISONITRIL ( 99m Tc-MIBI) SEBAGAI SEDIAAN UJI TAPIS PENYAKIT JANTUNG KORONER PADA PENDERITA DIABETES MELLITUS

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "TEKNESIUM-99m METOKSI ISOBUTIL ISONITRIL ( 99m Tc-MIBI) SEBAGAI SEDIAAN UJI TAPIS PENYAKIT JANTUNG KORONER PADA PENDERITA DIABETES MELLITUS"

Transkripsi

1 TEKNESIUM- METOKSI ISOBUTIL ISONITRIL ( Tc-MIBI) SEBAGAI SEDIAAN UJI TAPIS PENYAKIT JANTUNG KORONER PADA PENDERITA DIABETES MELLITUS Hanafiah Wangsaatmadja,* Budi Darmawan,** Basuki Hidayat,** Nanny Kartini Oekar,* Nurlaila Zainudin* *Pusat Teknologi Nuklir Bahan dan Radiometri, BATAN **Bagian Kedokteran Nuklir, RS.dr.Hasan Sadikin, Bandung Abstrak Telah dilakukan proses difusi teknologi dan pemanfaatan sediaan radiofarmasi Teknesium- Metoksi Isobutil Isonitril ( Tc-MIBI) untuk deteksi penyakit jantung koroner (PJK) pada beberapa penderita kencing manis (Diabetes Mellitus, DM). Sediaan MIBI disiapkan dalam bentuk kit cair, terdiri dari dua formula terpisah dan disiapkan sebagai sediaan yang memenuhi persyaratan farmasetika. Evaluasi biologis dilakukan pada tikus putih untuk melihat rasio distribusi penimbunan sediaan di jantung terhadap organ sekitarnya, sedangkan uji tapis PJK pada beberapa penderita DM dilakukan dengan elektrokardiografi (EKG), dan sidik perfusi miokard (SPM) menggunakan Single Photon Emission Computed Tomography (SPECT) dengan Tc-MIBI. Dari 24 subjek penelitian, 17 orang (71%) data SPM mengindikasikan kelainan miokard dan 7 orang dalam kondisi normal, sedangkan dari data EKG hanya 2 orang (8%) yang kemungkinan terindikasi PJK, 21 orang normal, dan 1 orang meragukan (equivocal). Hasil penelitian menunjukkan bahwa SPM memberikan prospek sebagai moda uji tapis yang dapat diunggulkan untuk memperbaiki penatalaksanaan PJK, dan bisa dijadikan modalitas pendeteksi lebih dini, khususnya pada penderita DM. Kata Kunci : MIBI, Diabetes Mellitus, PJK, EKG, SPM. Abstract Technology diffusion and the application of Technetium- Methoxy Isobutyl Isonitrile ( Tc-MIBI) for detection of coronary artery diseases (CAD) has been carried out in patients with diabetes mellitus (DM). MIBI was prepared in the form of liquid phase radiopharmaceutical kit, consisting of two separated formulas with the pharmaceutical requirements. Biological test was performed on rat to evaluate the accumulation of the radiopharmaceutical in heart compared with the surrounding organ, while the screening test of CAD on several diabetic patients has been carried out using electrocardiograph (ECG) and myocardial perfusion imaging (MPI) performed with Single Photon Emission Tomography (SPECT) using Tc-MIBI. From the 24 research subjects, the MPI data indicate 17 people (71%) showed myocardial defect and 7 people in normal conditions, while the ECG data indicate only two people (8%) showed abnormalities, 21 people in normal conditions, and one person stated still doubted (equi-vocal). The result showed that MPI is clearly emerging as a valuable/screening tool for improving management of coronary artery disease, and become an early detection modality, especially in patients with diabetes mellitus. Keywords : MIBI, Diabetes Mellitus, CAD, ECG, MPI. PENDAHULUAN Perubahan pola hidup masyarakat terutama di kota-kota besar, mengakibatkan perubahan pada pola penyakit; sebagai akibatnya, dalam beberapa dekade terakhir angka kejadian penyakit serebrokardiovaskular seperti penyakit jantung koroner dan stroke, kencing manis (diabetes mellitus), serta penyakit degeneratif dan komplikasi lainnya semakin meningkat. Contoh dominan terlihat pada kasus penyakit jantung koroner (PJK) yang merupakan komplikasi tersering dari penyakit kencing manis (DM). Dari suatu studi, ditunjukkan bahwa insidensi infark miokard awal pada 46

2 penderita diabetes mencapai 20%, sedangkan pada penderita non diabetes hanya sebesar 3,5%. Sebanyak 80% penderita diabetes meninggal akibat penyakit kardiovaskular, dan 75% diantaranya menderita PJK (Beckman, et al., 2002). Adanya komplikasi PJK tersebut akan meningkatkan angka morbiditas dan mortalitas penderita DM. Kejadian PJK pada penderita DM seringkali tidak menunjukkan keluhan yang khas, atau bahkan tidak menunjukkan keluhan sama sekali (silent angina). Gangguan perfusi jantung pada penderita sering tidak disertai rasa sakit ((Frans, J., 2005; Munawar, 2008; Wiersman, et al., 2009). Hal ini dimungkinkan karena adanya gangguan neuropati otonom (diabetic neuropathy), sehingga sering mengakibatkan terlambatnya penanganan PJK pada penderita DM. Berbagai cara dan metode diagnosis kedokteran telah ditegakkan. Dengan perkembangan teknologi, berbagai jenis dan komplikasi penyakit yang sebelumnya sulit dipetakan dengan caracara konvensional, saat ini dapat terungkap lebih akurat, dan dapat ditemukan lebih dini. Pemeriksaan dengan teknik kedokteran nuklir di bidang kardiologi yang dikenal dengan nama sidik perfusi miokard (SPM), menjadi salah satu modalitas pencitraan fungsional yang tidak, atau minimal invasif, dan bahkan sudah diakui sebagai uji tapis (screening test) untuk menentukan adanya PJK Frans J., 2005; Narendra, et al., 2005; Shaw LJ., 2006). Akan tetapi, pemeriksaan SPM sebagai uji tapis adanya PJK, khususnya pada penderita DM, belum menjadi bagian dari standar pemeriksaan rutin saat pemantauan klinik. Penelitian yang menilai manfaat SPM pada penatalaksanaan penderita DM di Indonesia perlu dilakukan. Inovasi teknologi dari mulai sintesis hingga pembuatan kit radiofarmaka Tc-MIBI telah dikuasai para peneliti, dan bahkan sediaan inipun dalam jumlah terbatas telah mulai digunakan di beberapa unit kedokteran nuklir di Indonesia (Hanafiah, et al., 1997; Nurlaila, et al., 2000). Terbatasnya kemampuan maupun pengetahuan para pemasok di bidang ini, dan ketergantungan terhadap produk impor, termasuk harga, sering menjadi kendala dalam menangani permasalahan ini. Sangat diharapkan bahwa teknik nuklir dengan menggunakan radiofarmaka Tc-MIBI ini mampu menunjukkan peran signifikan, memberikan solusi dan mampu mengungkap kelainan penyakit jantung koroner lebih dini dan akurat, bahkan modalitas ini dapat dijadikan moda uji tapis PJK unggulan, sehingga dapat dilakukan pencegahan agresif untuk mengurangi angka morbiditas ataupun mortalitas, khususnya bagi penderita DM. 47

3 METODE PENELITIAN Bahan baku metoksi isobutil isonitril (MIBI) disintesis melalui prosedur yang dikembangkan A.Hanafiah dan kawan kawan (Hanafiah, et al., 1997; Nurlaila, et al., 2000), serta formulasi sediaan disiapkan dan dikerjakan di ruang aseptis dalam bentuk kit cair dengan memisahkan bahan aktif MIBI dan pereduksi dari radionuklidanya. Uji fisiko kimia dilakukan secara organoleptik dengan melihat kejernihan larutan dan uji keasaman (ph), sedangkan uji kemurnian radiokimia dilakukan dengan metode kromatografi (TLC). Untuk uji biodistribusi pada hewan coba dilakukan dengan penyidikan (scanning) menggunakan animal scanner. Dilakukan juga pembedahan hewan coba dengan membandingkan penimbunan/ biodistribusi sediaan pada organ target (jantung) terhadap organ sekitarnya, seperti paru, hati, darah dan ginjal. Untuk uji klinis, penelitian yang dilakukan bersifat retrospektif terhadap rekam medis pemeriksaan SPM. Subjek penelitian adalah penderita DM tipe 2 yang dikirim dari poliklinik endokrin untuk pemeriksaan SPM atas indikasi kemungkinan adanya PJK. Usia pasien beragam mulai dari 32 hingga 60 tahun, berjenis kelamin pria dan wanita. Kriteria inklusi adalah penderita DM tipe 2 tanpa ada keluhan angina pectoris dan riwayat pengobatan PJK, sedangkan kriteria eksklusi adalah pasien dengan uji beban fisik yang tidak mencapai target yang diharapkan, yaitu pada puncak latihan fisik tercapai nadi 85% x (220-usia). Pemeriksaan SPM dilaksanakan sesuai dengan protokol pemeriksaan yang berlaku di bagian Ilmu Kedokteran Nuklir RS Hasan Sadikin, yaitu dilakukan dalam dua tahap, segera setelah pembebanan fisik (exercise), dan pada saat istirahat (rest) (Masjhur dan Kartamihardja, 2000). Pembebanan fisik dapat dilakukan dengan ergocycle atau treadmill. Radiofarmaka Tc-MIBI diberikan secara intra-vena pada saat puncak pembebanan fisik, dan pada saat istirahat (± 3 jam pasca pembebanan). Pencitraan dilakukan dengan menggunakan kamera gamma SPECT (Single Photon Emission Computed Tomography), dan direkonstruksi menggunakan perangkat lunak Myoview (R). Penatalaksanaan SPM dan analisis hasil rekonstruksi pencitraan dilakukan oleh dokter spesialis kedokteran nuklir dengan menyatakan ada defek perfusi apabila penangkapan radioaktivitas pada suatu segmen kurang dari 70%, dan dinyatakan dalam keadaan normal apabila tidak terlihat defek baik pada saat pembebanan maupun pada saat istirahat. Pemeriksaan EKG dilakukan pada hari yang sama sesaat sebelum pemberian beban fisik, dilengkapi dengan hasil analisis dari dokter spesialis jantung pembuluh darah. EKG, dinyatakan positif PJK apabila 47

4 ditemukan adanya kelainan pada segmen ST yang terlihat pada beberapa sadapan, dan negatif apabila tidak ditemukan adanya kelainan pada semua sadapan, sedangkan hasilnya dinyatakan ragu-ragu apabila ditemukan kelainan pada segmen ST pada hanya satu sadapan. Bahan Bahan kimia yang digunakan berstandar pro analysis. Sediaan larutan suntik radionuklida perteknetat dihasilkan dari sistem generator tipe kolom produksi PT Batan Teknologi, sedangkan untuk uji preklinis digunakan hewan percobaan tikus putih (Rattus novergicus) yang diperoleh dari Sekolah Farmasi ITB. Alat Uji kemurnian sediaan dilakukan dengan menetapkan jumlah pengotor radiokimia setelah proses penandaan (labelling) dengan radionuklida Teknesium- menggunakan peralatan kromatografi dan sistem pencacah sintilasi, sedangkan untuk uji biodistribusi digunakan Animal Scanner dan beberapa peralatan bedah. Untuk penatalaksanaan EKG dan SPM di rumah sakit dilengkapi alat bantu treadmill dan kamera gamma. Penyiapan dan pembuatan sediaan radiofarmasi dalam bentuk kit Pembuatan kit dilakukan secara aseptis di ruang steril dengan menimbang setiap komponen formula sesuai jumlah yang akan dibuat. Untuk menjaga stabilitas, sediaan disiapkan dalam 2 wadah terpisah, masing-masing terdiri dari formula (a) mengandung Cu(I)-MIBI-BF 4, L-sistein dan manitol, serta formula (b) mengandung natrium sitrat dan reduktor SnCl 2.2H 2O. Kedua formula (a) dan (b) kemudian disimpan di dalam lemari pendingin (freezer) sebagai stock sediaan. Uji kemurnian radiokimia dan stabilitas sediaan Untuk mengetahui tingkat kemurnian dan stabilitas sediaan, ke dalam campuran formula (a) dan (b) ditambahkan larutan perteknetat hasil elusi dari sistem generator. Campuran kemudian dikocok dan dipanaskan pada suhu C di dalam penangas air selama ±10 menit. Kemurnian sediaan ditetapkan berdasarkan jumlah pengotor yang terdeteksi pada kromatogram menggunakan fase diam alumina dan fase gerak etanol absolut dengan menghitung jumlah cacahan radioaktif pada daerah Rf TcO 2, TcO 4-, dan Tc-MIBI. Uji biologis Pemeriksaan sterilitas sediaan dilakukan sesuai dengan prosedur yang tertera dalam Farmakope Indonesia, sedangkan uji biodistribusi baik dengan proses pencitraan menggunakan animal scanner maupun pembedahan untuk melihat penimbunan pada organ-organ tertentu di dalam tubuh hewan coba (tikus putih), dilakukan 30 menit pasca pemberian sediaan secara intra vena. 48

5 Aplikasi klinis sediaan radiofarmasi Tc-MIBI Uji sediaan radiofarmasi Tc-MIBI pada pasien penderita kencing manis (DM) berdasarkan riwayat klinis, dirancang dengan pola potong lintang (cross sectional) pada 24 subjek di bawah pengawasan dokter spesialis kedokteran nuklir di Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung. Penatalaksanaan SPM dilakukan sesuai protokol pemeriksaan di bagian Ilmu Kedokteran Nuklir RS Hasan Sadikin (Masjhur dan Kartamihardja, 2000). HASIL DAN PEMBAHASAN Tabel 1. Tingkat kemurnian sediaan pada periode waktu penyimpanan Periode penyimpanan Pengotor radiokimia (%) Kemurnian sediaan (%) (hari) TcO2 dan TcO4 0 0,02 99,98 1 2,01 96,99 7 3,64 96, ,30 94, ,20 93,80 Pembuatan radiofarmaka Tc- MIBI dengan menggunakan metode dan tata kerja seperti disampaikan di atas, memberikan hasil dengan tingkat kemurnian radiokimia di atas 90% dan ph sediaan akhir 5,5 6, steril, serta memenuhi persyaratan farmasetika. Dari sisi stabilitas, sediaan yang dibuat dalam bentuk kit cair masih menunjukkan kestabilan walaupun disimpan selama 6 minggu. Hal ini terlihat dari persentase kemurnian yang masih tetap memenuhi persyaratan di atas 90% seperti terlihat pada Tabel 1. Penyidikan (imaging) dengan animal scanner yang dilakukan pada tikus percobaan tidak menunjukkan gambaran yang signifikan untuk dapat disimpulkan. Hal ini dimungkinkan karena kurangnya sensitivitas, dan sebagai akibat dari proses penyidikan yang membutuhkan waktu cukup lama apabila menggunakan peralatan tersebut. Sebagai solusi pembuktian, hewan uji harus dibedah, dan kemudian dihitung besarnya distribusi penimbunan sediaan pada organ jantung dan organ sekitarnya, khususnya seperti pada hati, paru dan ginjal yang diperkirakan dapat mengganggu selama proses pencitraan. Dari hasil uji biodistribusi dengan hewan coba, terlihat bahwa rasio penimbunan sediaan pada organ jantung terhadap hati cukup tinggi berkisar pada angka (6,96 ± 1,29) : 1, pada paru (4,19 ± 0,35) : 1, sedangkan pada ginjal (0,88 ± 0,20) : 1. Rasio yang ditunjukkan pada Tabel 2 memberikan arti bahwa gambaran jantung selama proses pencitraan (imaging) SPM, tidak akan terganggu walaupun terdeteksi adanya timbunan radioaktif di organ-organ sekitarnya. 46

6 Tabel 2. Rasio penimbunan sediaan pada beberapa organ hewan coba (n=5) Jenis Organ Rasio penimbunan di jantung terhadap organ lain Hati (6,96 ± 1,29) : 1 Paru (4,19 ± 0,35) : 1 Ginjal (0,88 ± 0,20) : 1 Jantung - Hasil percobaan menunjukkan bahwa rasio/perbandingan penimbunan sediaan di jantung terhadap hati berkisar pada besaran 7:1. Hasil ini memberi arti bahwa proses penyidikan jantung dengan metode SPM menggunakan kamera gamma tidak akan mengalami gangguan dari paparan radioaktif organ sekitarnya. Hal ini telah dibuktikan pula dengan pencitraan pada 24 subjek penelitian penderita terlihat sangat jelas dan mudah dibaca, tidak terlihat adanya paparan radioaktif di organ sekitar jantung, baik pada saat pencitraan pasien dengan kondisi stress maupun pada saat rest. Keadaan ini sangat membantu analis medis atau para dokter untuk membaca hasil pencitraan, sehingga memudahkan dalam membedakan mana keadaan jantung normal dan mana yang mengalami defek. diabetes, dimana segmen organ jantung Gb.1a. Animal scanning pada tikus percobaan pasca penyuntikan i.v. Tc-MIBI Gambar 1a menunjukkan kegiatan yang dilakukan saat uji biodistribusi sediaan pada hewan coba, sedangkan gambar 1b menunjukkan teknik pencitraan dengan kamera gamma pada pasien penderita diabetes dilengkapi contoh hasil pencitraan SPM. Pada gambar 1b, pencitraan jantung terlihat sangat jelas dan 46

7 tidak terkontaminasi dengan keberadaan penimbunan radioaktif di organ sekitarnya. Gambaran ini sekaligus membuktikan bahwa timbunan radioaktif di hati, paruparu ataupun ginjal seperti diterakan pada Tabel 2 tidak berpengaruh ataupun mengganggu pencitraan dan pembacaan hasil. Gb.1b. Tampilan pencitraan jantung dengan kamera gamma (SPM) Berdasarkan hasil pemeriksaan mencurigai terjadinya komplikasi pada 24 subjek penelitian, data EKG hanya mengindikasikan dua orang (8%) yang makrovaskular pada jantung. Penambahan pemeriksaan SPM pada penatalaksanaan menunjukkan PJK, sedangkan dari hasil pasien DM tipe 2 memberikan dua SPM menunjukkan 17 orang (71%) yang keuntungan, selain PJK dapat dideteksi mengindikasikan kelainan. Hal ini lebih awal, juga memberikan tambahan dimungkinkan karena perjalanan PJK informasi prognostik. Penelitian terdahulu, diawali dengan ketidakmampuan pembuluh darah koroner bervasodilatasi, sehingga mengungkapkan bahwa pemeriksaan SPM pada penatalaksanaan pasien yang diduga mengakibatkan gangguan perfusi, PJK dapat memberi nilai tambah yang kemudian terjadi gangguan diastolik dan sistolik yang diikuti perubahan dari sadapan EKG, dan barulah muncul keluhan nyeri dada (angina). Hal lain dimungkinkan karena adanya komplikasi neuropati DM bermakna, bahkan dapat meningkatkan nilai prognostic power dibandingkan dengan penambahan angiografi (Pollock, et al., 1992). Hasil rekapitulasi uji klinis secara menyeluruh dari 24 subjek penderita yang menyebabkan turunnya ambang rasa diabetes yang diperiksa dengan nyeri, sehingga angina tidak dikeluhkan oleh pasien DM. Tidak mengherankan menggunakan dua modalitas EKG dan SPM ditampilkan pada Tabel 3. apabila pasien tidak melaporkan adanya keluhan nyeri dada, sehingga dokter luput 47

8 EKG Tabel 3. Kesesuaian uji diagnosis PJK berdasarkan EKG dan SPM Jumlah pasien uji (24 orang) Indikasi kelainan (positif) Kondisi normal (negatif) SPM Indikasi kelainan Kondisi normal Ragu Total (positif) (negatif) Ragu 1* - - 1* Total Keterangan Tabel 3: jumlah pasien dengan tanda (*) tidak diperhitungkan pada penetapan nilai sensitivitas di antara EKG dan SPM Dari rekapitulasi 24 subjek penelitian seperti ditampilkan pada Tabel 3, terlihat bahwa data EKG mengindikasikan 21 pasien dalam kondisi normal, sedangkan berdasarkan SPM hanya 7 orang yang terindikasi normal. Keadaan sebaliknya, 17 orang (71%) terindikasi defek miokard dengan SPM, dan hanya 2 orang (8%) saja yang menunjukkan kelainan apabila menggunakan EKG. Terdapat hasil yang meragukan (equi-vocal) untuk 1 orang pasien pada pemeriksaan dengan EKG, namun data SPM menunjukkan bahwa pasien tersebut terindikasi PJK. Berdasarkan pengujian hipotesis untuk populasi binomial (Walpole dan Myers, 1986) diketahui, Ho: p 1 = p 2 dan H 1: p 1 > p 2 dengan taraf keberartian α = 0,025 pada daerah krisis z > 1,96, maka apabila 21 pasien dengan EKG dan 7 pasien dengan SPM terindikasi normal, diperoleh nilai p 1 = 21/24 = 0,875 dan p 2 = 7/24 = 0,292, serta nilai p = 0,583. Dengan menghitung secara statistik, maka diperoleh nilai z = 4,105. Dari perhitungan ini dapat disimpulkan bahwa Ho ditolak. Dengan demikian, pernyataan bahwa proporsi kondisi normal yang dinyatakan baik dengan EKG ataupun SPM dapat diterima. Uji hipotesis yang sama dilakukan untuk membuktikan keadaan kelainan yang berdasarkan hasil EKG hanya ditemukan 2 orang pasien, sedangkan dengan SPM berjumlah 17 pasien. Dari data ini, diperoleh nilai p 1 = 2/24 = 0,083 dan p 2 = 17/24 = 0,708, serta nilai p = 0,396. Pada kondisi ini, dimana nilai p 1 < p 2, maka daerah krisis z < -1,96. Dari perhitungan ditemukan nilai z = -1,89. Dengan demikian, Ho juga ditolak, dan pernyataan bahwa kondisi kelainan yang dinyatakan baik dengan EKG ataupun SPM dapat diterima. Dalam penyajian Tabel 3 di atas, dengan menganalogikan pada perhitungan hasil uji diagnostik (Pusponegoro, et al., 47

9 2008) tanpa membandingkannya dengan baku emas, nilai sensitivitas EKG terhadap SPM dapat dihitung sebagai proporsi pasien dengan hasil uji diagnostik EKG positif (2 orang) dibandingkan dengan total pasien yang terindikasi kelainan (16 orang), atau sekitar 12,5 %, dengan kata lain bahwa nilai sensitivitas SPM jauh lebih tinggi apabila dibandingkan dengan EKG. Kekhawatiran terhadap efek samping radiasi yang ditimbulkan pada pemeriksaan dengan teknik ini dapat dieliminasi mengingat Teknesium- yang digunakan berenergi optimal 140 kev, pemancar gamma murni dan memiliki waktu paruh fisik yang relatif singkat (6jam), sehingga sangat ideal untuk tujuan diagnosis dalam komunitas kedokteran nuklir. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Tc-MIBI memberi prospek untuk dapat diunggulkan sebagai sediaan uji tapis (screening test) penyakit jantung koroner, dan bahkan diharapkan dapat dijadikan sediaan pilihan bagi para dokter untuk mengungkap PJK lebih dini, khususnya pada kasus DM, mengingat SPM merupakan metode yang lebih menekankan pada pemeriksaan fungsional. Nilai sensitivitas dan spesifisitas uji diagnostik dengan SPM untuk tujuan uji tapis PJK pada penelitian ini belum dapat dihitung karena masih harus dibandingkan dengan hasil pemeriksaan baku emas, namun demikian dari kesesuaian uji diagnosis yang ditampilkan pada Tabel 3, dan dengan menganalogikan cara perhitungan uji diagnostik, maka SPM menunjukkan sensitivitas lebih baik dari EKG. Dari aspek pengadaan sediaan, bahan baku MIBI yang disintesis berdasarkan hasil penelitian terdahulu, memberikan prospek yang cukup baik, sehingga ketergantungan para pengguna terhadap produk impor diharapkan dapat segera teratasi oleh para peneliti di dalam negeri dengan memberikan nilai lebih dari sisi kualitas, waktu pengadaan, termasuk harga produk. Begitu juga telah dibuktikan bahwa sediaan kit kering bukan satusatunya bentuk sediaan jadi yang stabil selama penyimpanan, sehingga ketergantungan pada proses freeze drying yang selalu menjadi andalan untuk mengatasi masalah stabilitas untuk jangka waktu tertentu juga dapat dihindarkan. Hasil penelitian ini membuktikan bahwa sediaan dapat dikemas dalam bentuk kit cair dengan kemurnian yang tinggi, dan tetap memenuhi persyaratan farmasetik dengan tingkat kestabilan yang masih dapat dipertahankan hingga 6 minggu. KESIMPULAN Sidik perfusi miokard (SPM) dengan radiofarmaka Tc-MIBI pada pasien uji memberikan pencitraan yang tajam, mudah dibaca, dan menunjukkan nilai tambah diagnosis yang lebih bermakna dibandingkan dengan EKG, sehingga 47

10 penyakit jantung koroner, khususnya pada kasus penderita DM memungkinkan untuk dapat terdeteksi lebih dini. Di sisi lain, pembuatan dan reformulasi radiofarmaka Teknesium- Metoksi Isobutil Isonitril ( Tc-MIBI) dalam bentuk kit cair menunjukkan hasil yang memenuhi persyaratan farmasetika, baik secara fisik, kimia, maupun biologis, sehingga sediaan ini layak digunakan sebagai sediaan diagnostik. DAFTAR PUSTAKA Beckman JA, Creager M.A. and Libby P. Diabetes and atherosclerosis, epidemiology, Pathophysiology, and Management. JAMA. 2002; 287: Frans J. Wackers TH. Diabetes and coronary artery disease: the role of stress myocardial perfusion imaging. Cleveland Clinic J. of Med. 2005; 72(1): Hanafiah A., Ws., Nanny Kartini, Nurlaila Z. Metode alternatif sintesis 2-metoksi isobutil isonitril. Prosidings Seminar Sains dan Teknologi Nuklir; 1997; Bandung Masjhur JS, Kartamihardja AHS, Buku Pedoman tata-laksana diagnostik dan terapi kedokteran nuklir. RSUP dr. Hasan Sadikin 1999; Nurlaila Z., Nanny Kartini, A.Hanafiah Ws., Mimin R.S. Pengembangan formulasi dan aplikasi klinis Tc-metoksi isobutil isonitril ( Tc-MIBI), Prosidings Seminar Sains dan Teknologi Nuklir; 2000; Bandung Pollock SG, Abbott RD, Boucher CA, Beller GA, Kaul S. Independent and incremental prognostic value of test performed in hierarchical order to evaluate patients with suspected coronary artery disease. Validation of models based on these test. Circulation 1992; 85: Pusponegoro HD, Wirya IGNW, Pudjiadi AH, Bisanto J, Zulkarnain SZ. Uji diagnostik. Dalam: Sastroasmoro S, Ismael S, editor. Dasar-dasar metodologi penelitian klinis. Edisi 3. Jakarta: Sagung Seto; 2008.p Shaw LJ. The role of myocardial perfusion imaging in special population. In: Dilsizian V, Narula J, Brawnwald E, editors, Atlas of nuclear cardiology, 2 nd ed. Philadelphia: Current Medicine LLC,2006; Walpole RE, Myers RH. Ilmu peluang dan statistika untuk insinyur dan ilmuwan. Edisi ke 2. Bandung: Penerbit ITB; 1986.p Wiersma JJ, Verberne HJ, Holf WL, Radder IM, Dijksman LM, Eck Smit BLF, et.al. Prognostic value of myocardial perfusion scintigraphy in type 2 diabetic patients with mild, stable angina pectoris. J.Nucl.Cardiol.2009; 16(4): Munawar M. Anti platelet in acute syndrome with diabetes. [dikutip 2008 Nopember 20]. Dari go.id/content/view/694/31/. Narendra C.B., Steve Blum, Bashir Lone, Raman Singh and Ajay Shah. Prevalence of abnormal myocardial perfusion SPECT imaging and all cause mortality, among asymptomatic diabetic and non-diabetic blacks and hispanics in an inner-city hospital. The Cardiology ; (3-4):

PENGARUH PEMBERIAN AMLODIPIN PADA POLA BIODISTRIBUSI 99m Tc-MIBI SEBAGAI SEDIAAN SIDIK PERFUSI JANTUNG (UJI NON KLINIS PADA HEWAN PERCOBAAN)

PENGARUH PEMBERIAN AMLODIPIN PADA POLA BIODISTRIBUSI 99m Tc-MIBI SEBAGAI SEDIAAN SIDIK PERFUSI JANTUNG (UJI NON KLINIS PADA HEWAN PERCOBAAN) PENGARUH PEMBERIAN AMLODIPIN PADA POLA BIODISTRIBUSI SEBAGAI SEDIAAN SIDIK PERFUSI JANTUNG (UJI NON KLINIS PADA HEWAN PERCOBAAN) Arum Yunita Eswinawati*, Deby Tristiyanti*, A.Hanafiah.,Ws.** *Sekolah Tinggi

Lebih terperinci

BAB I. Pendahuluan. I.1 Latar Belakang. Angina adalah tipe nyeri dada yang disebabkan oleh. berkurangnya aliran darah ke otot jantung.

BAB I. Pendahuluan. I.1 Latar Belakang. Angina adalah tipe nyeri dada yang disebabkan oleh. berkurangnya aliran darah ke otot jantung. BAB I Pendahuluan I.1 Latar Belakang Angina adalah tipe nyeri dada yang disebabkan oleh berkurangnya aliran darah ke otot jantung. Angina seringkali digambarkan sebagai remasan, tekanan, rasa berat, rasa

Lebih terperinci

LEMBAR PENGESAHAN LAPORAN AKHIR PKPP-2012

LEMBAR PENGESAHAN LAPORAN AKHIR PKPP-2012 LEMBAR PENGESAHAN LAPORAN AKHIR PKPP-2012 Judul Penelitian : 99m Tc-Dietilkarbamazin Sebagai Sediaan Diagnostik Limfatik Filariasis: Evaluasi Non-Klinis Fokus Bidang penelitian: Nasional Strategis Bidang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. banyak dengan manifestasi klinis yang paling sering, dan merupakan penyebab

BAB I PENDAHULUAN. banyak dengan manifestasi klinis yang paling sering, dan merupakan penyebab BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit jantung koroner (PJK) merupakan jenis penyakit jantung yang paling banyak dengan manifestasi klinis yang paling sering, dan merupakan penyebab kematian tertinggi

Lebih terperinci

PENANDAAN MIBI (METOKSI ISOBUTIL ISONITRIL) DENGAN TEKNESIUM-99m SEBAGAI RADIOFARMAKA SIDIK PERFUSI JANTUNG

PENANDAAN MIBI (METOKSI ISOBUTIL ISONITRIL) DENGAN TEKNESIUM-99m SEBAGAI RADIOFARMAKA SIDIK PERFUSI JANTUNG Majalah Farmasi Indonesia, 14(2), 306-311, 2003 PENANDAAN MIBI (METOKSI ISOBUTIL ISONITRIL) DENGAN TEKNESIUM-99m SEBAGAI RADIOFARMAKA SIDIK PERFUSI JANTUNG LABELING OF MIBI (METOXY ISOBUTYL ISONITRYL)

Lebih terperinci

PEMBUATAN KIT MIBI SEBAGAI PENATAH JANTUNG

PEMBUATAN KIT MIBI SEBAGAI PENATAH JANTUNG PEMBUATAN KIT MIBI SEBAGAI PENATAH JANTUNG A Roselliana, Sudarsih, E Lestari, dan S Aguswarini Pusat Radioisotop dan Radiofarmaka-BATAN, Kawasan PUSPIPTEK Serpong,Tangerang E-mail : aroselliana@yahoo.com

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menimpa populasi usia di bawah 60 tahun, usia produktif. Kondisi ini berdampak

BAB I PENDAHULUAN. menimpa populasi usia di bawah 60 tahun, usia produktif. Kondisi ini berdampak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit jantung dan stroke yang tergolong dalam penyakit kardiovaskular adalah pembunuh nomor satu di seluruh dunia. Lebih dari 80% kematian akibat penyakit kardiovaskular

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. paling sering adalah berupa angina pektoris stabil (Tardif, 2010; Montalescot et al.,

BAB I PENDAHULUAN. paling sering adalah berupa angina pektoris stabil (Tardif, 2010; Montalescot et al., BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada penyakit jantung koroner (PJK) terdapat kondisi dimana terjadi ketidakseimbangan antara suplai oksigen dengan kebutuhan yang menyebabkan kondisi hipoksia pada miokardium

Lebih terperinci

B A B I PENDAHULUAN. Diabetes mellitus (DM) dengan penyakit kardiovaskular sangat erat

B A B I PENDAHULUAN. Diabetes mellitus (DM) dengan penyakit kardiovaskular sangat erat B A B I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Diabetes mellitus (DM) dengan penyakit kardiovaskular sangat erat kaitannya. Pasien dengan diabetes mellitus risiko menderita penyakit kardiovaskular meningkat menjadi

Lebih terperinci

Tc-DIETIL KARBAMAZIN SEBAGAI SEDIAAN DIAGNOSTIK LIMFATIK FILARIASIS: EVALUASI NON-KLINIS

Tc-DIETIL KARBAMAZIN SEBAGAI SEDIAAN DIAGNOSTIK LIMFATIK FILARIASIS: EVALUASI NON-KLINIS INSENTIF PENINGKATAN KEMAMPUAN PENELITI DAN PEREKAYASA KEMENTERIAN RISET DAN TEKNOLOGI 2012 KODE JUDUL: B12 99m Tc-DIETIL KARBAMAZIN SEBAGAI SEDIAAN DIAGNOSTIK LIMFATIK FILARIASIS: EVALUASI NON-KLINIS

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian. Penyakit kardiovaskular merupakan penyebab nomor satu kematian di

UKDW BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian. Penyakit kardiovaskular merupakan penyebab nomor satu kematian di BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Penyakit kardiovaskular merupakan penyebab nomor satu kematian di dunia. Diperkirakan 17,5 juta orang meninggal dunia karena penyakit ini. Dan 7,4 juta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyakit kardiovaskuler merupakan penyebab utama kematian di negara maju dan diperkirakan akan terjadi di negara berkembang pada tahun 2020 (Tunstall. 1994). Diantaranya,

Lebih terperinci

PERBEDAAN CARDIOTHORACIC RATIO

PERBEDAAN CARDIOTHORACIC RATIO PERBEDAAN CARDIOTHORACIC RATIO PADA FOTO THORAX STANDAR USIA DI BAWAH 60 TAHUN DAN DI ATAS 60 TAHUN PADA PENYAKIT HIPERTENSI DI RS. PKU MUHAMMADIYAH SURAKARTA SKRIPSI Untuk memenuhi sebagian persyaratan

Lebih terperinci

B A B I PENDAHULUAN. negara-negara maju maupun berkembang. Diantara penyakit-penyakit tersebut,

B A B I PENDAHULUAN. negara-negara maju maupun berkembang. Diantara penyakit-penyakit tersebut, B A B I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Penyakit kardiovaskular saat ini merupakan penyebab kematian tertinggi di negara-negara maju maupun berkembang. Diantara penyakit-penyakit tersebut, penyakit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Diabetes mellitus (DM) adalah suatu penyakit kronis yang merupakan masalah kesehatan dunia yang serius. World Health Organization (WHO) memperkirakan di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit Arteri Perifer (PAP) adalah suatu kondisi medis yang disebabkan

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit Arteri Perifer (PAP) adalah suatu kondisi medis yang disebabkan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penyakit Arteri Perifer (PAP) adalah suatu kondisi medis yang disebabkan oleh adanya sumbatan pada arteri yang mendarahi lengan atau kaki. Arteri dalam kondisi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. secara global, termasuk Indonesia. Pada tahun 2001, World Health Organization

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. secara global, termasuk Indonesia. Pada tahun 2001, World Health Organization BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit jantung dan pembuluh darah merupakan penyebab utama kematian secara global, termasuk Indonesia. Pada tahun 2001, World Health Organization (WHO) melaporkan

Lebih terperinci

FORMULASI KIT MIBI SEBAGAI PREPARA T PENATAH JANTUNG. Widyastuti, Hanafiah A., Yunilda, Laksmi A., Sri Setiyowati, dan Veronika Y.

FORMULASI KIT MIBI SEBAGAI PREPARA T PENATAH JANTUNG. Widyastuti, Hanafiah A., Yunilda, Laksmi A., Sri Setiyowati, dan Veronika Y. Formulasi Kit MIBI Sebagai Preparat Penatah Jantung Widyastuti, Hanajiah A., Yunilda, Laksmi A., Sri Setiyowati, dan Veronika Y. FORMULASI KIT MIBI SEBAGAI PREPARA T PENATAH JANTUNG Widyastuti, Hanafiah

Lebih terperinci

ANALISIS UPTAKE TIROID MENGGUNAKAN TEKNIK ROI (REGION OF INTEREST) PADA PASIEN NODUL TIROID

ANALISIS UPTAKE TIROID MENGGUNAKAN TEKNIK ROI (REGION OF INTEREST) PADA PASIEN NODUL TIROID ANALISIS UPTAKE TIROID MENGGUNAKAN TEKNIK ROI (REGION OF INTEREST) PADA PASIEN NODUL TIROID Azyyati Bahirah M 1, Dian Milvita 1, Fadil Nazir 2 1 Jurusan Fisika FMIPA Universitas Andalas 2 PTKMR BATAN Jakarta

Lebih terperinci

KARDIOMIOPATI TAKOTSUBO

KARDIOMIOPATI TAKOTSUBO 1 KARDIOMIOPATI TAKOTSUBO Augustine Purnomowati Departemen Kardiologi dan Kedokteran Vaskular Fakultas Kedokteran UNPAD Bandung 2 Kardiomiopati Takotsubo Penerbit Departemen Kardiologi dan Kedokteran Vaskular

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. gangguan kesehatan yang semakin meningkat di dunia (Renjith dan Jayakumari, perkembangan ekonomi (Renjith dan Jayakumari, 2011).

BAB I PENDAHULUAN. gangguan kesehatan yang semakin meningkat di dunia (Renjith dan Jayakumari, perkembangan ekonomi (Renjith dan Jayakumari, 2011). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit jantung koroner (PJK) adalah penyebab utama kematian dan gangguan kesehatan yang semakin meningkat di dunia (Renjith dan Jayakumari, 2011). Dalam 3 dekade terakhir,

Lebih terperinci

ABSTRAK GAMBARAN PROFIL LIPID PADA PENDERITA DIABETES MELITUS TIPE 2 YANG DIRAWAT DI RS IMMANUEL BANDUNG PERIODE JANUARI - DESEMBER 2005

ABSTRAK GAMBARAN PROFIL LIPID PADA PENDERITA DIABETES MELITUS TIPE 2 YANG DIRAWAT DI RS IMMANUEL BANDUNG PERIODE JANUARI - DESEMBER 2005 ABSTRAK GAMBARAN PROFIL LIPID PADA PENDERITA DIABETES MELITUS TIPE 2 YANG DIRAWAT DI RS IMMANUEL BANDUNG PERIODE JANUARI - DESEMBER 2005 Ahmad Taqwin, 2007 Pembimbing I : Agustian L.K, dr., Sp.PD. Pembimbing

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. bedah pada anak yang paling sering ditemukan. Kurang lebih

BAB 1 PENDAHULUAN. bedah pada anak yang paling sering ditemukan. Kurang lebih BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Sekitar 5%-10% dari seluruh kunjungan di Instalasi Rawat Darurat bagian pediatri merupakan kasus nyeri akut abdomen, sepertiga kasus yang dicurigai apendisitis didiagnosis

Lebih terperinci

MDP) MENGGUNAKAN TEKNIK ROI PADA TULANG PANGGUL KIRI DARI PASIEN KANKER PROSTAT

MDP) MENGGUNAKAN TEKNIK ROI PADA TULANG PANGGUL KIRI DARI PASIEN KANKER PROSTAT PENENTUAN AKUMULASI Technetium-99 Metastabil Methylene Diphosphonat (Tc 99m MDP) MENGGUNAKAN TEKNIK ROI PADA TULANG PANGGUL KIRI DARI PASIEN KANKER PROSTAT (Studi Kasus di Instalasi Kedokteran Nuklir RS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seluruh dunia. Fenomena yang terjadi sejak abad ke-20, penyakit jantung dan UKDW

BAB I PENDAHULUAN. seluruh dunia. Fenomena yang terjadi sejak abad ke-20, penyakit jantung dan UKDW BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Penyakit jantung saat ini telah menjadi masalah serius di Indonesia bahkan di seluruh dunia. Fenomena yang terjadi sejak abad ke-20, penyakit jantung dan pembuluh darah

Lebih terperinci

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian di bidang ilmu Kardiovaskuler.

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian di bidang ilmu Kardiovaskuler. BAB IV METODOLOGI PENELITIAN 4.1 Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian di bidang ilmu Kardiovaskuler. 4.2 Tempat dan Waktu Penelitian 4.2.1 Tempat Penelitian Penelitian ini akan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Apendisitis akut merupakan penyebab akut abdomen yang paling sering memerlukan

BAB 1 PENDAHULUAN. Apendisitis akut merupakan penyebab akut abdomen yang paling sering memerlukan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Apendisitis akut merupakan penyebab akut abdomen yang paling sering memerlukan tindakan pembedahan. Keterlambatan dalam penanganan kasus apendisitis akut sering

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jantung yang utama adalah sesak napas dan rasa lelah yang membatasi

BAB I PENDAHULUAN. jantung yang utama adalah sesak napas dan rasa lelah yang membatasi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gagal jantung adalah sindroma klinis yang kompleks (sekumpulan tanda dan gejala) akibat kelainan struktural dan fungsional jantung. Manifestasi gagal jantung yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyakit kardiovaskular menempati urutan pertama penyebab kematian di seluruh dunia. Sebanyak 17.3 juta orang diperkirakan meninggal oleh karena penyakit kardiovaskular

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. tersering kematian di negara industri (Kumar et al., 2007; Alwi, 2009). Infark

BAB 1 PENDAHULUAN. tersering kematian di negara industri (Kumar et al., 2007; Alwi, 2009). Infark BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Infark miokard akut (IMA) yang dikenal sebagai serangan jantung, merupakan salah satu diagnosis rawat inap tersering di negara maju dan penyebab tersering kematian

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dan mortalitas yang tinggi di dunia. Menurut data World Health Organization

BAB 1 PENDAHULUAN. dan mortalitas yang tinggi di dunia. Menurut data World Health Organization BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit kardiovaskuler merupakan masalah kesehatan dengan morbiditas dan mortalitas yang tinggi di dunia. Menurut data World Health Organization (WHO), penyakit kardiovaskuler

Lebih terperinci

HIPERTENSI ARTERI PULMONAL IDIOPATIK

HIPERTENSI ARTERI PULMONAL IDIOPATIK 1 HIPERTENSI ARTERI PULMONAL IDIOPATIK Augustine Purnomowati Departemen Kardiologi dan Kedokteran Vaskular Fakultas Kedokteran UNPAD Bandung 2 Hipertensi Arteri Pulmonal Idiopatik Penerbit Departemen Kardiologi

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL PERCBAAN DAN PEMBAHASAN Penandaan falerin dengan 131 I adalah jenis penandaan tak seisotop. Falerin ditandai dengan menggunakan 131 I yang tidak terdapat dalam struktur falerin. Proses yang

Lebih terperinci

ABSTRAK. Gambaran Ankle-Brachial Index (ABI) Penderita Diabetes mellitus (DM) Tipe 2 Di Komunitas Senam Rumah Sakit Immanuel Bandung

ABSTRAK. Gambaran Ankle-Brachial Index (ABI) Penderita Diabetes mellitus (DM) Tipe 2 Di Komunitas Senam Rumah Sakit Immanuel Bandung ABSTRAK Gambaran Ankle-Brachial Index (ABI) Penderita Diabetes mellitus (DM) Tipe 2 Di Komunitas Senam Rumah Sakit Immanuel Bandung Ananda D. Putri, 2010 ; Pembimbing I : H. Edwin S., dr, Sp.PD-KKV FINASIM

Lebih terperinci

UJI TOKSISITAS AKUT RADIOFARMAKA 99m Tc- CTMP PADA MENCIT (Mus musculus)

UJI TOKSISITAS AKUT RADIOFARMAKA 99m Tc- CTMP PADA MENCIT (Mus musculus) PTNBR BATAN Bandung, Juni 009 UJI TOKSISITAS AKUT RADIOFARMAKA 99m Tc- CTMP PADA MENCIT (Mus musculus) Iim Halimah, Yana Sumpena, Rizky Juwita Sugiharti, Misyetti Pusat Teknologi Nuklir Bahan dan Radiometri

Lebih terperinci

Gambaran Jenis dan Biaya Obat pada Pasien Rawat Inap dengan. Sindroma Koroner Akut di Rumah Sakit Umum Pusat. Haji Adam Malik Medan pada Tahun 2011

Gambaran Jenis dan Biaya Obat pada Pasien Rawat Inap dengan. Sindroma Koroner Akut di Rumah Sakit Umum Pusat. Haji Adam Malik Medan pada Tahun 2011 Gambaran Jenis dan Biaya Obat pada Pasien Rawat Inap dengan Sindroma Koroner Akut di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan pada Tahun 2011 Oleh : Raisa Khairuni 100100115 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gagal jantung disebabkan oleh beberapa keadaan yang menyebabkan kerusakan otot jantung, termasuk Coronary Artery Disease (CAD), heart attack, kardiomiopati dan keadaan

Lebih terperinci

PREVALENSI DAN FAKTOR RISIKO PENYAKIT JANTUNG KORONER PADA PENDERITA DIABETES MELITUS TIPE 2 DI RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG PERIODE JANUARI DESEMBER

PREVALENSI DAN FAKTOR RISIKO PENYAKIT JANTUNG KORONER PADA PENDERITA DIABETES MELITUS TIPE 2 DI RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG PERIODE JANUARI DESEMBER ABSTRAK PREVALENSI DAN FAKTOR RISIKO PENYAKIT JANTUNG KORONER PADA PENDERITA DIABETES MELITUS TIPE 2 DI RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG PERIODE JANUARI DESEMBER 2010 Shiela Stefani, 2011 Pembimbing 1 Pembimbing

Lebih terperinci

ABSTRACT. 99m Tc-Tetrofosmin local product and

ABSTRACT. 99m Tc-Tetrofosmin local product and Kesesuaian Kualitas Citra Sidik Perfusi Miokard antara Menggunakan Radiofarmaka 99m Tc- Tetrofosmin Produk Lokal dan Produk Impor Agreement of Imaging Quality of Miocard Perfusion Imaging between the use

Lebih terperinci

ABSTRAK PREVALENSI DIABETES MELITUS TIPE 2 DENGAN HIPERTENSI DI RSUP SANGLAH DENPASAR TAHUN 2015

ABSTRAK PREVALENSI DIABETES MELITUS TIPE 2 DENGAN HIPERTENSI DI RSUP SANGLAH DENPASAR TAHUN 2015 ABSTRAK PREVALENSI DIABETES MELITUS TIPE 2 DENGAN HIPERTENSI DI RSUP SANGLAH DENPASAR TAHUN 2015 Diabetes melitus tipe 2 didefinisikan sebagai sekumpulan penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. jantung koroner yang utama dan paling sering mengakibatkan kematian (Departemen

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. jantung koroner yang utama dan paling sering mengakibatkan kematian (Departemen BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Acute coronary syndrome (ACS) adalah salah satu manifestasi klinis penyakit jantung koroner yang utama dan paling sering mengakibatkan kematian (Departemen Kesehatan

Lebih terperinci

4. HASIL 4.1 Karakteristik pasien gagal jantung akut Universitas Indonesia

4. HASIL 4.1 Karakteristik pasien gagal jantung akut Universitas Indonesia 4. HASIL Sampel penelitian diambil dari data sekunder berdasarkan studi Acute Decompensated Heart Failure Registry (ADHERE) pada bulan Desember 2005 Desember 2006. Jumlah rekam medis yang didapat adalah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. angka morbiditas penderitanya. Deteksi dini masih merupakan masalah yang susah

BAB 1 PENDAHULUAN. angka morbiditas penderitanya. Deteksi dini masih merupakan masalah yang susah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyakit Jantung Koroner (PJK) merupakan penyakit yang menjadi masalah besar disetiap negara didunia ini, baik karena meningkatnya angka mortalitas maupun angka morbiditas

Lebih terperinci

PREVALENSI FAKTOR RESIKO MAYOR PADA PASIEN SINDROMA KORONER AKUT PERIODE JANUARI HINGGA DESEMBER 2013 YANG RAWAT INAP DI RSUP.

PREVALENSI FAKTOR RESIKO MAYOR PADA PASIEN SINDROMA KORONER AKUT PERIODE JANUARI HINGGA DESEMBER 2013 YANG RAWAT INAP DI RSUP. PREVALENSI FAKTOR RESIKO MAYOR PADA PASIEN SINDROMA KORONER AKUT PERIODE JANUARI HINGGA DESEMBER 2013 YANG RAWAT INAP DI RSUP. HAJI ADAM MALIK KARYA TULIS ILMIAH Oleh: SASHITHARRAN S/O NALLATHAMBI 110100511

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jantung adalah organ dalam tubuh manusia yang memiliki peran penting pada sistem peredaran darah. Jantung merupakan pompa paling efisien dan tahan lama yang dikenal

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pada wanita dengan penyakit payudara. Insidensi benjolan payudara yang

I. PENDAHULUAN. pada wanita dengan penyakit payudara. Insidensi benjolan payudara yang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Benjolan pada payudara merupakan keluhan yang paling sering ditemui pada wanita dengan penyakit payudara. Insidensi benjolan payudara yang bersifat jinak mengalami peningkatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit Jantung Koroner (PJK) merupakan problem kesehatan utama yang

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit Jantung Koroner (PJK) merupakan problem kesehatan utama yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit Jantung Koroner (PJK) merupakan problem kesehatan utama yang sangat serius, baik di Negara maju maupun di Negara berkembang. Data dari WHO tahun 2004 menyatakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. plak yang tersusun oleh kolesterol, substansi lemak, kalsium, fibrin, serta debris

BAB I PENDAHULUAN. plak yang tersusun oleh kolesterol, substansi lemak, kalsium, fibrin, serta debris BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Aterosklerosis merupakan suatu proses inflamasi kronik yang terjadi pada arteri akibat adanya disfungsi endotel. Proses ini ditandai oleh adanya timbunan plak yang

Lebih terperinci

ANGINA PEKTORIS. dr. Riska Yulinta Viandini, MMR

ANGINA PEKTORIS. dr. Riska Yulinta Viandini, MMR ANGINA PEKTORIS dr. Riska Yulinta Viandini, MMR Angina pectoris Chest pain due to ischemia of heart muscles Spasm/obstruction of coronary arteries Myocardial ischemia Reduced O2 supply to myocardium Chest

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Ruang lingkup penelitian Bidang Ilmu Kedokteran khususnya Ilmu Penyakit Dalam, Sub-bagian Gastroentero-Hepatologi. 4.2 Tempat dan waktu penelitian Penelitian dilakukan di Rumah

Lebih terperinci

Lampiran 1 LEMBAR PENJELASAN. Perubahan dispersi QT pada pasien gagal ginjal tahap akhir dengan terapi hemodialisis.

Lampiran 1 LEMBAR PENJELASAN. Perubahan dispersi QT pada pasien gagal ginjal tahap akhir dengan terapi hemodialisis. Lampiran 1 LEMBAR PENJELASAN Perubahan dispersi QT pada pasien gagal ginjal tahap akhir dengan terapi hemodialisis. Bapak / Ibu /Saudara/Saudari yang terhormat, Saya yang bertandatangan dibawah ini: Nama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang disebabkan oleh adanya penyempitan arteri koroner, penurunan aliran darah

BAB I PENDAHULUAN. yang disebabkan oleh adanya penyempitan arteri koroner, penurunan aliran darah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penyakit Jantung Koroner (PJK) adalah penyakit jantung yang terjadi akibat ketidakseimbangan antara suplai dengan kebutuhan oksigen miokardium yang disebabkan

Lebih terperinci

ANALISIS UPTAKE TIROID MENGGUNAKAN TEKNIK ROI (REGION OF INTEREST) PADA PASIEN HIPERTIROID

ANALISIS UPTAKE TIROID MENGGUNAKAN TEKNIK ROI (REGION OF INTEREST) PADA PASIEN HIPERTIROID ANALISIS UPTAKE TIROID MENGGUNAKAN TEKNIK ROI (REGION OF INTEREST) PADA PASIEN HIPERTIROID Arizola Septi Vandria 1, Dian Milvita 1, Fadil Nazir 2 1 Jurusan Fisika, FMIPA Universitas Andalas, Padang, Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit jantung koroner (PJK) atau di kenal dengan Coronary Artery

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit jantung koroner (PJK) atau di kenal dengan Coronary Artery BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit jantung koroner (PJK) atau di kenal dengan Coronary Artery Disease (CAD) merupakan suatu penyakit yang terjadi ketika arteri yang mensuplai darah untuk dinding

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyakit kardiovaskuler adalah penyebab kematian nomor satu di dunia. Acute Coronary Syndrome (ACS) adalah suatu istilah atau terminologi yang digunakan untuk menggambarkan

Lebih terperinci

An Update Management Concept in Hypertension Ria Bandiara SubBagian Ginjal Hipertensi Bag. Ilmu penyakit Dalam FK UNPAD/RS Dr.Hasan Sadikin Bandung

An Update Management Concept in Hypertension Ria Bandiara SubBagian Ginjal Hipertensi Bag. Ilmu penyakit Dalam FK UNPAD/RS Dr.Hasan Sadikin Bandung An Update Management Concept in Hypertension Ria Bandiara SubBagian Ginjal Hipertensi Bag. Ilmu penyakit Dalam FK UNPAD/RS Dr.Hasan Sadikin Bandung Disampaikan pada acara Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. merupakan pembunuh nomor satu di seluruh dunia. Lebih dari 80% kematian

BAB 1 PENDAHULUAN. merupakan pembunuh nomor satu di seluruh dunia. Lebih dari 80% kematian BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit kardiovaskular yang terdiri dari penyakit jantung dan stroke merupakan pembunuh nomor satu di seluruh dunia. Lebih dari 80% kematian terjadi di negara berkembang

Lebih terperinci

kanker yang berkembang dari sel-sel yang berada pada kelenjar payudara. Dalam

kanker yang berkembang dari sel-sel yang berada pada kelenjar payudara. Dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kanker merupakan tumor ganas yang terbentuk akibat pertumbuhan sel-sel yang cepat, berlebihan dan tidak beraturan. Salah satu kanker yang banyak menyerang wanita adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1. Potensial permukaan tubuh (Sumber: Clark Jr, 2010).

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1. Potensial permukaan tubuh (Sumber: Clark Jr, 2010). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada dasarnya seluruh fungsi dan aktivitas tubuh melibatkan listrik. Tubuh manusia menghasilkan sinyal listrik dari hasil aksi elektrokimia sel-sel tertentu dan listrik

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN. Ruang lingkup penelitian adalah Ilmu Penyakit Saraf. Penelitian dilakukan di Bangsal Rawat Inap Penyakit Saraf RS Dr.

BAB 3 METODE PENELITIAN. Ruang lingkup penelitian adalah Ilmu Penyakit Saraf. Penelitian dilakukan di Bangsal Rawat Inap Penyakit Saraf RS Dr. 36 BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Ruang lingkup penelitian Ruang lingkup penelitian adalah Ilmu Penyakit Saraf 3.2 Tempat dan waktu penelitian Penelitian dilakukan di Bangsal Rawat Inap Penyakit Saraf RS

Lebih terperinci

RENCANA PROGRAM KEGIATAN PEMBELAJARAN SEMESTER (RPKPS) RADIOFARMASI ( 2.0)

RENCANA PROGRAM KEGIATAN PEMBELAJARAN SEMESTER (RPKPS) RADIOFARMASI ( 2.0) RENCANA PROGRAM KEGIATAN PEMBELAJARAN SEMESTER (RPKPS) RADIOFARMASI ( 2.0) A. PERENCANAAN PEMBELAJARAN 1. Deskripsi singkat matakuliah /Radiofarmasi Pendahuluan, atom, radioaktifitas dan satuan radiasi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kanker merupakan salah satu penyakit tidak menular yang menjadi masalah kesehatan masyarakat, baik di dunia maupun di Indonesia (Anonim, 2008b). Di dunia, 12%

Lebih terperinci

PROSPEK DAN TANTANGAN PEMANFAATAN IPTEK NUKLIR DALAM BIDANG KEDOKTERAN DI INDONESIA

PROSPEK DAN TANTANGAN PEMANFAATAN IPTEK NUKLIR DALAM BIDANG KEDOKTERAN DI INDONESIA PROSPEK DAN TANTANGAN PEMANFAATAN IPTEK NUKLIR DALAM BIDANG KEDOKTERAN DI INDONESIA Hussein S. Kartamihardja Bagian Kedokteran Nuklir, Fakultas Kedokteran UNPAD RS Dr. Hasan Sadikin, Bandung E-mail : 1.

Lebih terperinci

Jurnal Fisika Unand Vol. 3, No. 3, Juli 2014 ISSN

Jurnal Fisika Unand Vol. 3, No. 3, Juli 2014 ISSN STUDI AWAL UJI PERANGKAT KAMERA GAMMA DUAL HEAD MODEL PENCITRAAN SINGLE PHOTON EMISSION COMPUTED TOMOGRAPHY (SPECT) MENGGUNAKAN SUMBER RADIASI HIGH ENERGY I 131 Yosi Sudarsi Asril 1, Dian Milvita 1, Fadil

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Sampul Dalam... i. Lembar Persetujuan... ii. Penetapan Panitia Penguji... iii. Kata Pengantar... iv. Pernyataan Keaslian Penelitian...

DAFTAR ISI. Sampul Dalam... i. Lembar Persetujuan... ii. Penetapan Panitia Penguji... iii. Kata Pengantar... iv. Pernyataan Keaslian Penelitian... DAFTAR ISI Sampul Dalam... i Lembar Persetujuan... ii Penetapan Panitia Penguji... iii Kata Pengantar... iv Pernyataan Keaslian Penelitian... v Abstrak... vi Abstract...... vii Ringkasan.... viii Summary...

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diabetes Melitus (DM) atau kencing manis, disebut juga penyakit gula merupakan salah satu dari beberapa penyakit kronis yang ada di dunia (Soegondo, 2008). DM ditandai

Lebih terperinci

BAB 3 KERANGKA TEORI DAN KERANGKA KONSEP

BAB 3 KERANGKA TEORI DAN KERANGKA KONSEP BAB 3 KERANGKA TEORI DAN KERANGKA KONSEP 3.1 KERANGKA TEORI klasifikasi : Angina pektoris tak stabil (APTS) Infark miokard tanpa elevasi segmen ST (NSTEMI) Infark miokard dengan elevasi segmen ST (STEMI)

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Desain Penelitian Penelitian ini menggunakan desain crossectional ( potong lintang) yaitu rancangan penelitian dengan melakukan pengukuran atau pengamatan pada saat bersamaan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. fungsi aorta dan cabang arteri yang berada di perifer terutama yang memperdarahi

BAB 1 PENDAHULUAN. fungsi aorta dan cabang arteri yang berada di perifer terutama yang memperdarahi BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit Arteri Perifer (PAP) adalah gangguan vaskular yang disebabkan oleh proses aterosklerosis atau tromboemboli yang mengganggu struktur maupun fungsi aorta dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang DEC-LAP.AKHIR PELAKSANAAN PKPP-2012 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Filariasis atau dengan nama lain penyakit kaki gajah (elephantiasis), termasuk salah satu jenis penyakit yang mendapat perhatian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seluruh pembuluh dimana akan membawa darah ke seluruh tubuh. Tekanan darah

BAB I PENDAHULUAN. seluruh pembuluh dimana akan membawa darah ke seluruh tubuh. Tekanan darah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hipertensi merupakan keadaan dimana tekanan di pembuluh darah naik secara persisten. Setiap kali jantung berdenyut maka darah akan terpompa ke seluruh pembuluh

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN KEDOKTERAN NUKLIR DAN RADIOFARMAKA DI INDONESIA

PERKEMBANGAN KEDOKTERAN NUKLIR DAN RADIOFARMAKA DI INDONESIA MAKALAH LENGKAP PERKEMBANGAN KEDOKTERAN NUKLIR DAN RADIOFARMAKA DI INDONESIA Dipresentasikan pada Pelatihan Evaluasi Mutu Produk Radiofarmaka Badan Pengawan Obat dan Makanan RI Jakarta 26-27 November 2013

Lebih terperinci

Penatalaksanaan Astigmatism No. Dokumen : No. Revisi : Tgl. Terbit : Halaman :

Penatalaksanaan Astigmatism No. Dokumen : No. Revisi : Tgl. Terbit : Halaman : 1. Pengertian Angina pektoris ialah suatu sindrom klinis berupa serangan nyeri dada yang khas, yaitu seperti rasa ditekan atau terasa berat di dada yang sering menjalar ke lengan kiri. Nyeri dada tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. penyakit jantung dan pembuluh darah telah menduduki peringkat pertama sebagai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. penyakit jantung dan pembuluh darah telah menduduki peringkat pertama sebagai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit Jantung Koroner (PJK) atau penyakit kardiovaskuler saat ini merupakan salah satu penyebab utama kematian di negara maju dan berkembang. Hasil penelitian Tim

Lebih terperinci

PENENTUAN SISA RADIOFARMAKA DAN PAPARAN RADIASI

PENENTUAN SISA RADIOFARMAKA DAN PAPARAN RADIASI PENENTUAN SISA RADIOFARMAKA DAN PAPARAN RADIASI Tc 99m MDP (Methylene Di Phosphonat) PASCA INJEKSI PADA PASIEN KANKER PROSTAT (STUDI KASUS PADA RUMAH SAKIT PUSAT PERTAMINA JAKARTA) Skripsi Untuk Memenuhi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sindrom Koroner Akut (SKA)/Acute coronary syndrome (ACS) adalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sindrom Koroner Akut (SKA)/Acute coronary syndrome (ACS) adalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sindrom Koroner Akut (SKA)/Acute coronary syndrome (ACS) adalah salah satu manifestasi klinis Penyakit Jantung Koroner (PJK) yang utama dan paling sering mengakibatkan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI RINGKASAN... SUMMARY... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR LAMPIRAN...

DAFTAR ISI RINGKASAN... SUMMARY... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR LAMPIRAN... DAFTAR ISI SAMPUL DALAM... PRASYARAT GELAR... LEMBAR PERSETUJUAN... PENETAPAN PANITIA PENGUJI... KATA PENGANTAR... PERNYATAAN KEASLIAN KARYA TULIS SKRIPSI... ABSTRAK... ABSTRACT... RINGKASAN... SUMMARY...

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Prevalensi penyakit kardiovaskular yang meningkat setiap tahun menjadi masalah utama di negara berkembang dan negara maju (Adrogue and Madias, 2007). Berdasarkan

Lebih terperinci

PENGARUH ZAT ADITIF PADA PENANDAAN 1,4,8,11-TETRAAZASIKLOTETRA DESIL- 1,4,8,11-TETRAMETILENFOSFONAT (CTMP) DENGAN TEKNESIUM-99m

PENGARUH ZAT ADITIF PADA PENANDAAN 1,4,8,11-TETRAAZASIKLOTETRA DESIL- 1,4,8,11-TETRAMETILENFOSFONAT (CTMP) DENGAN TEKNESIUM-99m PENGARUH ZAT ADITIF PADA PENANDAAN 1,4,8,11-TETRAAZASIKLOTETRA DESIL- 1,4,8,11-TETRAMETILENFOSFONAT (CTMP) DENGAN TEKNESIUM-99m Misyetti, Isti Daruwati, Maula Eka Sriyani, Teguh Hafiz A.W Pusat Teknologi

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. I. 1. Latar Belakang Penelitian. Diabetes mellitus (DM) adalah suatu penyakit metabolik yang memiliki

PENDAHULUAN. I. 1. Latar Belakang Penelitian. Diabetes mellitus (DM) adalah suatu penyakit metabolik yang memiliki 1 BAB I. PENDAHULUAN I. 1. Latar Belakang Penelitian Diabetes mellitus (DM) adalah suatu penyakit metabolik yang memiliki karakteristik berupa hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin,

Lebih terperinci

sebesar 0,8% diikuti Aceh, DKI Jakarta, dan Sulawesi Utara masing-masing sebesar 0,7 %. Sementara itu, hasil prevalensi jantung koroner menurut

sebesar 0,8% diikuti Aceh, DKI Jakarta, dan Sulawesi Utara masing-masing sebesar 0,7 %. Sementara itu, hasil prevalensi jantung koroner menurut BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyakit jantung koroner merupakan salah satu penyakit kardiovaskular yang menyumbang angka kematian terbesar di dunia. Disability-Adjusted Life Years (DALYs) mengatakan

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. dari 8,4 juta pada tahun 2000 menjadi sekitar 21,3 juta pada tahun Sedangkan

BAB 1 : PENDAHULUAN. dari 8,4 juta pada tahun 2000 menjadi sekitar 21,3 juta pada tahun Sedangkan 1 BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit kronik didefinisikan sebagai kondisi medis atau masalah kesehatan yang berkaitan dengan gejala-gejala atau kecacatan yang membutuhkan penatalaksanaan jangka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Meningkatnya prevalensi diabetes melitus (DM) akibat peningkatan

BAB I PENDAHULUAN. Meningkatnya prevalensi diabetes melitus (DM) akibat peningkatan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Meningkatnya prevalensi diabetes melitus (DM) akibat peningkatan kemakmuran di negara berkembang banyak disoroti. Peningkatan pendapatan perkapita dan perubahan gaya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dijumpai dimana stroke merupakan penyebab kematian ketiga yang paling

BAB I PENDAHULUAN. dijumpai dimana stroke merupakan penyebab kematian ketiga yang paling BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Stroke merupakan salah satu masalah kesehatan yang paling serius dijumpai dimana stroke merupakan penyebab kematian ketiga yang paling sering dijumpai setelah penyakit

Lebih terperinci

ABSTRAK GAMBARAN FAKTOR RISIKO PENDERITA PENYAKIT JANTUNG KORONER DI RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG PERIODE JANUARI DESEMBER 2014

ABSTRAK GAMBARAN FAKTOR RISIKO PENDERITA PENYAKIT JANTUNG KORONER DI RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG PERIODE JANUARI DESEMBER 2014 ABSTRAK GAMBARAN FAKTOR RISIKO PENDERITA PENYAKIT JANTUNG KORONER DI RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG PERIODE JANUARI DESEMBER 2014 Michelle Angel Winata, 2016. Pembimbing I : July Ivone, dr.,mkk., MPd. Ked

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. utama pada sebagian besar negara-negara maju maupun berkembang di seluruh

BAB I PENDAHULUAN. utama pada sebagian besar negara-negara maju maupun berkembang di seluruh BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit kardiovaskular dewasa ini telah menjadi masalah kesehatan utama pada sebagian besar negara-negara maju maupun berkembang di seluruh dunia. Hal ini sebagian

Lebih terperinci

Faktor Risiko Penyakit Jantung Koroner di RSI SITI Khadijah Palembang

Faktor Risiko Penyakit Jantung Koroner di RSI SITI Khadijah Palembang Faktor Risiko Penyakit di RSI SITI Khadijah Palembang Lily Marleni 1, Aria Alhabib 2 1 Program Studi DIII Keperawatan, STIK Siti Khadijah Palembang 2 Program Studi Ners, STIK Siti Khadijah Palembang Email:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terlupakan, padahal kasusnya cukup banyak ditemukan, hal ini terjadi karena

BAB I PENDAHULUAN. terlupakan, padahal kasusnya cukup banyak ditemukan, hal ini terjadi karena 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di dalam ruang lingkup ilmu penyakit dalam, depresi masih sering terlupakan, padahal kasusnya cukup banyak ditemukan, hal ini terjadi karena seringkali pasien depresi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bervariasi. Insidensi stroke hampir mencapai 17 juta kasus per tahun di seluruh dunia. 1 Di

BAB I PENDAHULUAN. bervariasi. Insidensi stroke hampir mencapai 17 juta kasus per tahun di seluruh dunia. 1 Di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Stroke masih menjadi pusat perhatian dalam bidang kesehatan dan kedokteran oleh karena kejadian stroke yang semakin meningkat dengan berbagai penyebab yang semakin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sistem kardiovaskular terdiri dari jantung, jaringan arteri, vena, dan kapiler yang mengangkut darah ke seluruh tubuh. Darah membawa oksigen dan nutrisi penting untuk

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Status kesehatan masyarakat ditunjukkan oleh angka kesakitan, angka

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Status kesehatan masyarakat ditunjukkan oleh angka kesakitan, angka BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Status kesehatan masyarakat ditunjukkan oleh angka kesakitan, angka kematian, membaiknya status gizi, dan Usia Harapan Hidup. (1) Penyakit degeneratif adalah salah

Lebih terperinci

MORTALITAS OPERASI JANTUNG CORONARY ARTERY BYPASS GRAFT DI RSUP DR KARIADI SEMARANG PERIODE JANUARI DESEMBER 2014

MORTALITAS OPERASI JANTUNG CORONARY ARTERY BYPASS GRAFT DI RSUP DR KARIADI SEMARANG PERIODE JANUARI DESEMBER 2014 MORTALITAS OPERASI JANTUNG CORONARY ARTERY BYPASS GRAFT DI RSUP DR KARIADI SEMARANG PERIODE JANUARI 2014 - DESEMBER 2014 Gina Amalia Harahap 1, Widya Istanto Nurcahyo 2, Akhmad Ismail 3 1 Mahasiswa Program

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN. Bidang Ilmu Kedokteran khususnya Ilmu Penyakit Dalam. Semarang Jawa Tengah. Data diambil dari hasil rekam medik dan waktu

BAB IV METODE PENELITIAN. Bidang Ilmu Kedokteran khususnya Ilmu Penyakit Dalam. Semarang Jawa Tengah. Data diambil dari hasil rekam medik dan waktu BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Ruang lingkup penelitian Bidang Ilmu Kedokteran khususnya Ilmu Penyakit Dalam. 4.2 Tempat dan waktu penelitian Penelitian dilakukan di Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Dr. Kariadi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. SL, Cotran RS, Kumar V, 2007 dalam Pratiwi, 2012). Infark miokard

BAB 1 PENDAHULUAN. SL, Cotran RS, Kumar V, 2007 dalam Pratiwi, 2012). Infark miokard BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Infark miokard akut (IMA) atau yang lebih dikenal dengan serangan jantung adalah suatu keadaan dimana suplai darah pada suatu bagian jantung terhenti sehingga

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. menggunakan uji Chi Square atau Fisher Exact jika jumlah sel tidak. memenuhi (Sastroasmoro dan Ismael, 2011).

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. menggunakan uji Chi Square atau Fisher Exact jika jumlah sel tidak. memenuhi (Sastroasmoro dan Ismael, 2011). BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Hasil penelitian terdiri atas analisis deskriptif dan analisis data secara statistik, yaitu karakteristik dasar dan hasil analisis antar variabel

Lebih terperinci

ANGKA KEJADIAN SINDROMA KORONER AKUT DAN HUBUNGANNYA DENGAN HIPERTENSI DI RSUP H. ADAM MALIK, MEDAN PADA TAHUN 2011 KARYA TULIS ILMIAH

ANGKA KEJADIAN SINDROMA KORONER AKUT DAN HUBUNGANNYA DENGAN HIPERTENSI DI RSUP H. ADAM MALIK, MEDAN PADA TAHUN 2011 KARYA TULIS ILMIAH ANGKA KEJADIAN SINDROMA KORONER AKUT DAN HUBUNGANNYA DENGAN HIPERTENSI DI RSUP H. ADAM MALIK, MEDAN PADA TAHUN 2011 KARYA TULIS ILMIAH Oleh : YASMEEN BINTI MOHAMMED AKRAM 100100270 FAKULTAS KEDOKTERAN

Lebih terperinci

2015 RUMAH SAKIT KHUSUS JANTUNG KOTA BANDUNG

2015 RUMAH SAKIT KHUSUS JANTUNG KOTA BANDUNG 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perancangan Dewasa ini kehidupan modern telah menjadi prioritas utama bagi sebagian besar masyarakat di Indonesia, khususnya kalangan masyarakat ekonomi menengah dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Berdasarkan data World Health Organization (WHO), saat ini terdapat setidaknya 1,3 milyar perokok di seluruh dunia. Jumlah ini mencakup hampir sepertiga jumlah populasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang ditandai dengan meningkatnya glukosa darah sebagai akibat dari

BAB I PENDAHULUAN. yang ditandai dengan meningkatnya glukosa darah sebagai akibat dari BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Diabetes Mellitus (DM) merupakan penyakit gangguan metabolisme yang ditandai dengan meningkatnya glukosa darah sebagai akibat dari gangguan produksi insulin atau gangguan

Lebih terperinci

4.10 Instrumen Penelitian Prosedur Penelitian Manajemen Data Analiasis Data BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.

4.10 Instrumen Penelitian Prosedur Penelitian Manajemen Data Analiasis Data BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5. DAFTAR ISI Halaman LEMBAR JUDUL... i LEMBAR PERSETUJUAN... ii PENETAPAN PENGUJI... iii PERNYATAAN KEASLIAN... iv ABSTRAK... v ABSTRACT... vi RINGKASAN... vii SUMMARY... vii KATA PENGANTAR... ix DAFTAR

Lebih terperinci