PROSPEK DAN TANTANGAN PEMANFAATAN IPTEK NUKLIR DALAM BIDANG KEDOKTERAN DI INDONESIA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PROSPEK DAN TANTANGAN PEMANFAATAN IPTEK NUKLIR DALAM BIDANG KEDOKTERAN DI INDONESIA"

Transkripsi

1 PROSPEK DAN TANTANGAN PEMANFAATAN IPTEK NUKLIR DALAM BIDANG KEDOKTERAN DI INDONESIA Hussein S. Kartamihardja Bagian Kedokteran Nuklir, Fakultas Kedokteran UNPAD RS Dr. Hasan Sadikin, Bandung 1. PENDAHULUAN Pemanfaatan teknologi nuklir dalam bidang kedokteran telah dirintis oleh para pionir dalam bidang ini sejak tahun 1930-an seperti penggunaan radionuklida dan senyawa bertanda (radiofarmaka) untuk kepentingan diagnosis atau pengobatan suatu penyakit. Era teknologi nuklir di Indonesia ditandai dengan didirikannya reaktor nuklir pertama di Bandung yang mempunyai kapasitas 2 MW (Reactor Triga 2000) untuk kepentingan penelitian ilmu dan teknologi nuklir. Pada tahun 1982 sebuah reaktor untuk keperluan penelitian juga didirikan di Yogyakarta dengan kapasitas 300 KW dan dikenal dengan Reaktor Kartini. Pada tahun 1988 sebuah reaktor serba guna dengan kapasitas 30 MW di dirikan di Serpong Tangerang yang diberi nama Reaktor Atom Serba Guna Siwabessy. Sejak didirikannya reaktor tersebut, perkembangan ilmu dan teknologi nuklir di Indonesia bertambah pesat khususnya dalam bidang kedokteran. Era pemanfaatan teknologi nuklir dalam bidang kedokteran di Indonesia dimulai tidak lama setelah reaktor pertama didirikan di Bandung, yaitu pada tahun 1967 di tempat yang dikenal sebagai Pusat Reaktor Atom Bandung (PRAB). Sedangkan pelayanan kedokteran nuklir pertama di rumah sakit dimulai pada tahun 1971 di Bagian Kedokteran Nuklir RS Dr. Hasan Sadikin /Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran di Bandung. Perkembangan kedokteran nuklir di Indonesia mengalami pasang surut dengan berbagai banyak peluang dan tantangan. Namun demikian sampai saat ini masih lebih banyak hambatan yang dihadapi dalam pengembangannya. Ilmu Kedokteran Nuklir, merupakan salah satu cabang ilmu kedokteran yang mandiri terpisah dari spesialisasi lain, hal ini dipertegas dengan definisi kedokteran nuklir yang dikeluarkan oleh IAEA dan WHO pada tahun 1988; Nuclear Medicine is defined as a medical specialty which uses the nuclear properties of matter to investigate physiology and anatomy, diagnosis diseases, and to treat with unsealed sources of radionuclide. Teknologi kedokteran nuklir dalam bidang kedokteran seperti tercermin dari definisi tersebut, yaitu suatu teknologi yang memanfaatkan sumber radiasi terbuka yang berasal dari disintegrasi inti yang disebut dengan radionuklida buatan yang digunakan untuk tujuan diagnosis melalui pemantauan proses fisiologi dan anatomi dan untuk tujuan pengobatan. Perkembangan kedokteran nuklir kemudian memungkinkan teknologi ini digunakan dalam berbagai penelitian medik dan kemampuannya tidak hanya didasarkan pada proses fisiologis saja, tetapi dapat menganalisis sampai pada tingkat melekuler dan proses metabolisme. Beberapa karakteristik ilmu kedokteran nuklir yang membedakannya dari cabang ilmu kedokteran lain termasuk radiologi, adalah sebagai berikut: 1. Radiasi yang digunakan adalah radiasi pengion yang merupakan sumber sinar terbuka yang berasal dari disintegrasi inti yaitu radionuklida buatan sebagai sumber radiasi, 2. Teknik diagnostik didasarkan atas proses fisiologis dan metabolisme dari organ yang diperiksa bahkan pada tingkat molekuler, melalui pencitraan statik dan dinamik atau studi non-pencitraan berupa angka atau grafik, 3. Pada umumnya teknologi ini bersifat noninvasif, 4. Prinsip pemeriksaan yang didasarkan pada proses fisiologis dan metabolisme memungkinkan pemeriksaan ini mempunyai tingkat sensitifitas yang tinggi, walaupun dengan spesifisitas kurang dibandingkan sensitifitasnya,. 5. Paparan radiasi terhadap penderita maupun 59

2 petugas pada umumnya relatif lebih rendah dibandingkan dengan pemeriksaan dengan sinar X. Pelayanan Kedokteran Nuklir merupakan pelayanan yang bersifat multidisipliner, karena dalam pelaksanaannya melibatkan berbagai disiplin ilmu yaitu ilmu kedokteran, instrumentasi dan radiofarmasi. Ketiga unsur itu mutlak diperlukan dalam pelayanan kedokteran nuklir. Salah satu unsur tidak terpenuhi maka tidak akan ada pelayanan kedokteran nuklir yang optimal. Radionuklida merupakan salah satu unsur yang diperlukan dalam pelayanan kedokteran nuklir. Radionuklida atau radiofarmaka yang akan digunakan harus memenuhi beberapa persyaratan farmakologis, karena penggunaannya dimasukan ke dalam tubuh baik melalui suntikan atau mulut. Radionuklida yang ideal untuk pencitraan adalah yang mempunyai karakteristik sebagai berikut : 1. Waktu paro fisik pendek, namun masih cukup untuk dilakukan proses penyiapan, transportasi dan aplikasi klinik, 2. Memancarkan radiasi gamma murni dengan tingkat energi antara KeV, sehingga sangat ideal untuk sistem pendeteksian menggunakan kamera gamma, 3. Memilikii sifat fisik yang sesuai dengan tujuan pemeriksaan atau pengobatan, 4. Memenuhi persyaratan farmasetikal yang bebas kontaminasi kimia maupun biologik serta tidak toksik, 5. Radiofarmaka hendaknya ikut secara spesifik pada proses fisiologis atau metabolisme organ yang akan diteliti. Berbagai jenis radionuklida telah banyak digunakan, namun saat ini yang dianggap paling ideal adalah Technetium-99m (Tc-99m), karena radionuklida ini memiliki sifat fisik yang memungkinkan untuk digunakan dalam menandai berbagai macam farmaka. Sifat fisik yang demikian tersebut memberikan keuntungan, yaitu dengan satu radionuklida dapat digunakan untuk pemeriksaan berbagai organ tubuh. Sedangkan untuk kepentingan pengobatan radiasi interna adalah radionuklida yang memancarkan sinar beta murni. Radiofarmaka merupakan suatu senyawa antara bahan non-radioaktif (farmaka) dengan bahan radioaktif (radionuklida). Farmaka yang biasanya dipilih adalah zat yang apabila dimasukan ke dalam tubuh melalui suntikan atau mulut akan mengikuti proses metabolisme normal tanpa mengganggu fungsi normal organ yang akan diteliti. Berbagai radiofarmaka memberikan kesempatan untuk mempelajari struktur dan melokalisasi antigen menggunakan antibody bertanda, reseptor, system enzim dan hormonal, lokalisasi infeksi, inflamasi dan deteksi dini kanker. Pencitraan tidak hanya didasarkan pada kelainan tingkat organ atau seluler tapi juga molekular. Pemanfaatan teknologi nuklir dalam bidang kedokteran dapat digunakan untuk diagnosis yang meliputi diagnosis in-vivo dan in-vitro. Selain digunakan untuk tujuan diagnosis dapat juga digunakan untuk pengobatan yang dikenal dengan pengobatan radiasi interna. Pada pemeriksaan in-vivo penderita akan mendapat paparan radiasi melalui radiofarmaka yang dimasukan ke dalam tubuhnya. Sedangkan diagnostik in-vitro adalah metoda diagnostik menggunakan radionuklida untuk menentukan berbagai kadar zat tertentu dalam tubuh, misalnya kadar hormon, petanda tumor dan lain-lain dalam darah, urin atau air liur penderita. Dengan demikian pada diagnostik in-vitro penderita tidak mendapat paparan radiasi sama sekali. 2. PELAYANAN KEDOKTERAN NUKLIR DI INDONESIA Banyak faktor yang berpengaruh terhadap pelayanan Kedokteran Nuklir di Indonesia, baik yang bersumber dari internal maupun ekternal. Indonesia sebenarnya memiliki 17 rumah sakit yang dapat dan pernah memberikan pelayanan kedokteran nuklir, namun karena kesulitan peralatan dan sumber daya manusia saat ini hanya tinggal 10 rumah sakit yang dapat memberikan pelayanan. Dari ke 10 rumah sakit tersebut juga tidak semuanya dapat memberikan pelayanan yang prima. Sebagian besar rumah sakit tersebut terletak di Jakarta, yaitu 6 rumah sakit dan hanya satu yang ada di luar pulau jawa yaitu di RS Dr. Djamil Padang. Kendala pelayanan kedokteran nuklir di Indonesia meliputi kualitas dan keterjangkauan pelayanannya. Keberadaan pelayanan kedokteran nuklir yang hanya terkonsentrasi di pulau Jawa bahkan sebagian besar ada di Jakarta, maka masyarakat yang mempunyai akses ke pelayanan tersebut sangat terbatas, sehingga banyak pasien khususnya dari Sumatera yang lebih mudah berobat ke Penang Malaysia atau Singapore dari pada ke Jakarta atau Bandung. 60

3 Tabel 1. Rumah Sakit yang mempunyai fasilitas dan jenis pelayanan kedokteran nuklir yang dapat diberikan. Kota Rumah Sakit Fasilitas Catatan Jakarta o Cipto Mangunkusumo In vivo, Therapy o Pertamina In vivo, In vitro, Therapy o Gatot Subroto In vivo, In vitro, Therapy o Kanker Dharmais In vivo, Therapy o Jantung Harapan Kita In vivo Cardiology o MMC In vivo Non-active o Fatmawati In vivo, In vitro, Therapy Non-active o Gading Pluit PET/CT - Cyclotron Bandung Hasan Sadikin In vivo,in vitro, Therapy Pusat Pendidikan Spesialit NM Yogyakarta Sardjito In vivo, Therapy Semarang Kariadi In vivo, Therapy Non-active Surabaya Sutomo In vivo Malang Saiful Anwar Cardiology Non-active Padang M. Djamil In vivo, Therapy Medan Adam Malik In vivo Non-active Marta Fista In-vivo, Therapy Makassar RS Akademis In vivo Non-active Kualitas pelayanan kedokteram nuklir sangat bergantung kepada kualitas peralatan, radiofarmaka dan sumber daya manusia khususnya dokter. Kendala utama yang dihadapi sebagian besar rumah sakit adalah peralatan khususnya kamera gamma. Sulitnya rumah sakit mendapatkan peralatan gamma kamera baru merupakan salah satu penyebab kualitas pelayanan kedokteran nuklir di Indonesia tidak memuaskan. Kesulitan tersebut disebabkan oleh pelayanan kedokteran nuklir bukan merupakan salah satu prioritas dalam program kesehatan Departemen Kesehatan. Sebagai contoh sejak didirikan pelayanan kedokteran nuklir di RSHS pada tahun 1971 sampai sekarang baru 3 kali pengadaan kamera gamma, yaitu awal pendirian, tahun 1985 dan terakhir tahun RSHS merupakan RS unggulan dan rujukan nasional untuk pelayanan kedokteran nuklir. RS Sardjito memiliki peralatan kamera gamma tahun 1987 demikian pula dengan RS Kariadi. Kontinuitas dan kualitas ketersediaan radiofarmaka menjadi sangat penting untuk pelayanan kedokteran nuklir. Ketersediaannya dapat dipenuhi melalui import atau berasal dari produksi dalam negeri. Kendala utama dari penyediaan melalui import adalah selain harganya relatif lebih mahal, kendala lainnya adalah berkaitan dengan regulasi. Para importer sering menghadapi kendala pada saat transportasi dan clearance dari bea cukai. Tidak adanya aturan yang jelas dan faktor ketidak tahuan sering menjadi kendala. Para pakar dalam bidang radiofarmasi di Indonesia khususnya di Batan mempunyai kemampuan yang tinggi untuk membuat berbagai jenis farmaka paling tidak pada tingkat penelitian sudah teruji baik. Namun sayangnya masih ditemukan kendala pada skala untuk pelayanan rutin. Kendala lain yang juga dihadapi adalah ketersediaan sumber daya manusia yang handal dalam pelayanan kedokteran nuklir, tidak hanya keterbatasan jumlah dokter spesialis kedokteran nuklir, tetapi juga sumber daya manusia lainnya. Di Indonesia jumlah dokter spesialis kedokteran nuklir berjumlah 30 orang yang harus melayani lebih dari 220 juta penduduk. Suatu jumlah yang sangat jauh dari optimal untuk memberikan pelayanan yang baik. Sejak didirikan program studi dokter spesialis kedokteran nuklir di FK Unpad/RSHS tahun 1998 baru menghasilkan 12 lulusan, suatu jumlah yang sangat minim. Minat untuk menekuni bidang ini sangat kurang diantara para dokter. Berbagai alasan dikemukan mengapa jarang sekali dokter yang berminat, antara lain faktor ketidaktahuan dan tidak menjanjikan dari segi finansial. Demikian pula apresiasi sejawat dokter lain terhadap kedokteran nuklir juga dirasakan sangat kurang. Hal ini banyak juga disebabkan oleh faktor ketidaktahuan. Faktor ketidaktahuan tentang teknologi nuklir dalam bidang kedokteran dikalangan masyarakat juga sangat kurang. Nuclear Phobia masih kerap ditemui dikalangan masyarakat. 61

4 3. PERLUKAH PELAYANAN KEDOKTERAN NUKLIR DI INDONESIA Pertanyaan semacam ini kerap timbul di berbagai kesempatan. Untuk bisa menjawab pertanyaan ini maka tentunya harus dipahami dulu pola penyakit yang ada di Indonesia dan bagaimana peranan kedokteran nuklir dalam pengelolaan berbagai penyakit. Pola penyakit di Indonesia, seperti juga di negara lain terjadi perubahan dalam pola penyakit. Pola penyakit yang dulu didominasi oleh infeksi dan kekurangan gizi, maka sekarang mulai berubah kearah penyakit degeneratif dan metabolisme, penyakit jantung koroner dan kanker. Penyakit-penyakit tersebut menunjukan kecenderungan meningkat sangat signifikan. Penelitian dalam bidang kedokteran sangat berkembang, baik dalam penelitian dasar maupun penelitian terapan termasuk penelitian biomedik yang melibatkan bidang ilmu terkait lainnya. Dari kedua sisi tersebut teknologi kedokteran nuklir memegang peranan yang sangat penting. Dalam dunia kedokteran juga terjadi perubahan paradigma, yaitu konsep pelayanan kedokteran yang dulu berorientasikan pada organ, sekarang berubah menjadi berorientasikan molekuler. Diawali dengan biologi molekuler, kemudian kedokteran molekuler dan kedokteran nuklir molekular. Fokus perhatian dari kedokteran nuklir molekuler adalah proses metabolisme, immunologi dan studi reseptor pada endokrinologi, tumor dan neurotransmitter. Kedokteran nuklir menjadi jembatan yang menghubungkan kedokteran molekuler dengan kedokteran klinik dan juga ilmu dasar yang berhubungan dengan penelitian dengan teknologi kedokteran. Masa depan kedokteran nuklir terfokus pada masalah metabolisme, immunologi dan reseptor. Peranan kedokteran nuklir dalam bidang kardiologi meliputi studi perfusi miokard dan penentuan viabilitas miokard sangat penting untuk menentukan stratifikasi risiko penyakit jantung koroner. Selain itu juga berperan dalam pencitraan neurotransmitter jantung dan pencegahan terjadinya restenosis pada penderita yang menjalani revaskularisasi. Penetuan derajat kanker dan monitoring hasil pengobatan penyakit kanker merupakan hal yang penting dalam pengelolaan penyakit kanker. Kedokteran nuklir mempunyai peranan yang sangat penting dalam hal tersebut. Selain berperan untuk kepentingan diagnosis kanker menggunakan teknologi radioimmuno scintigraphy, kedokteran nuklir juga berperan dalam pengobatan kanker melalui radionuclidetherapy atau radioimmunotherapy dan pengobatan paliatif pada nyeri akibat penyebaran kanker ke tulang. Dalam bidang neurosciences kedokteran nuklir mempunyai peranan penting dalam pengelolaan penyakit serebrovaskuler, Alzheimer, schizophrenia, epilepsy dan studi neurotransmitter. Berdasarkan uraian di atas, maka pelayanan kedokteran nuklir di Indonesia sangat diperlukan, bahkan tidak terbatas pada pelayanan kedokteran nuklir konvensional yang hanya mengandalkan pencitraan menggunakan radionuklida photon, tetapi juga positron dengan peralatan PET / CT. Tabel 2.Status dan jumlah SDM pada pelayanan Kedokteran Nuklir di Indonesia No Rumah Sakit Status Dokter SpKN Radiofarmasis 1 Cipto Mangunkusumo Subbag Radiologi 2 2 Pertamina Bagian 2 3 Gatot Subroto Subbag Radionuklir 4 4 Kanker Dharmais Subbag Radiologi - 5 Jantung Harapan Kita Bagian 1 6 Gading Pluit Bagian Radiologi - 7 Sardjito Subbag Radiologi 1 8 Sutomo Subbag Radiologi 1 9 M. Djamil Instalasi 1 10 Hasan Sadikin Bagian / UPF 7 (11 residen) Catatan : 6 orang Dr. SpKN bekerja di BATAN, 5 orang non-aktif. 1 62

5 4. PROSPEK DAN TANTANGAN PELAYANAN KEDOKTERAN NUKLIR Pemanfaatan teknologi nuklir dalam bidang kedokteran mempunyai prospek yang sangat baik di Indonesia dengan banyak faktor yang mendukung, sebagai berikut : 1. Jumlah penduduk Indonesia lebih dari 220 juta jiwa merupakan pasar potensial untuk industri dalam dan luar negeri. 2. Perubahan dalam pola penyakit serta paradigma dalam pengelolaan penyakit dengan pendekatan kedokteran molekuler memberikan ruang yang besar bagi peranan kedokteran nuklir. 3. Batan mempunyai kemampuan memproduksi radionuklida dan radiofarmaka untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri bahkan diekspor ke Negara tetangga. 4. Pengakuan pelayanan kedokteran nuklir sebagai pelayanan kedokteran mandiri dari instansi terkait seperti Departemen Kesehatan dan Bapeten, merupakan peluang yang besar. Aturan yang mengharuskan instalasi kedokteran nuklir mempunyai organisasi tersendiri dan memenuhi standar pelayanan yang ditetapkan, memberikan peluang untuk mengembangkan kedokteran nuklir lebih leluasa. Sebagai konsekuensi logis dari Permenkes dan Kepmenkes, maka Depkes harus memenuhi kebutuhan sarana, prasarana dan kelengkapan SDM sesuai dengan standar pelayanan kedokteran nuklir. 5. Beberapa program studi pendidikan dokter spesialis dan konsultan bidang tertentu, seperti PPDS penyakit jantung dan pembuluh darah (SpJP) serta konsultan endokrinologi mensyaratkan untuk menjalani stase di bagian kedokteran nuklir. Satu Fakultas Kedokteran apabila akan menyelenggarakan program studi dokter SpJP, maka rumah sakit tempat dilaksanakan program tersebut harus memiliki fasilitas pelayanan kedokteran nuklir khususnya dalam kardiologi nuklir. Selain peluang yang sangat besar untuk mengembangkan pemanfaatan teknologi nuklir dalam bidang kedokteran di Indonesia, namun saat ini masih banyak pula hambatan yang dihadapi dalam memberikan pelayanan kedokteran nuklir yang baik. Beberapa faktor kunci yang berpengaruh pada baiknya pelayanan kedoketaran nuklir di Indonesia adalag sebagai berikut : 1. Pelayanan kedokteran nuklir sangat tergantung pada suplai dan logistik radiofarmaka yang baik. Sebenarnya Batan sudah mampu untuk memproduksi radionuklida dan radiofarmaka untuk berbagai keperluan dalam pelayanan kedokteran nuklir di Indonesia, namun sayangnya masih ditemui kendala yang sangat mengganggu dalam hal suplai dan logistik serta aspek legalitasnya. Untuk mengadapi masalah ini harus mengimport dari Negara lain yang juga tidak sederhana. Selain harganya mahal, kendala yang sering ditemui adalah masalah transportasi dan clearance dari bea cukai. 2. Ketersediaan peralatan utama pelayanan kedokteran nuklir dan fasilitas pendukungnya merupakan hambatan yang sama besarnya. Banyak kamera gamma yang sudah sangat tua dan sering rusak, selain tidak dapat memberikan kualitas pencitraan yang baik, juga tidak mampu untuk mengikuti perkembangan ilmu kedokteran. 3. Jumlah sentra pelayanan dan dokter spesialis kedokteran nuklir saat ini masih sangat minim dibandingkan dengan jumlah penduduk. Selain itu profesi mitra dalam pelayanan kedokteran nuklir juga sangat minin. Saat ini belum ada institusi pendidikan resmi di Indonesia untuk radiofarmasis dan teknologis kedokteran nuklir. Sebagian besar mereka menjalani pelatihan non-formal. 4. Kesulitan untuk mendapatkan dokter yang berminat untuk mengembangkan profesinya dalam bidang kedokteran nuklir, menjadi hambatan utama dalam pemerataan pelayanan kedokteran nuklir di Indonesia. 5. Nuclear phobia masih merupakan kendala yang memerlukan perhatian. Edukasi tentang manfaat dan keselamatan radiasi dalam bidang kedokteran nuklir harus dilaksanakan terus menerus dengan memanfaatkan berbagai cara. 5. PENUTUP Pemanfaatan teknologi nuklir dalam bidang kedokteran mempunyai peranan penting baik untuk kepentingan diagnosis dan pengobatan juga untuk pemantauan hasil pengobatan suatu penyakit. Kedokteran nuklir merupakan bidang 63

6 kedokteran yang dapat berperan sebagai jembatan penghubung antara ilmu dasar medik dan kedokteran klinik serta berperan penting dalam penelitian biomedik. Kedokteran nuklir mempunyai peranan yang unik dalam pengelolaan berbagai macam penyakit, denagn karakteristik yang dimilikinya, yaitu sangat sensitif dalam mendeteksi kelainan pada stadium dini bahkan pada tingkat metabolisme dan molekuler. Masa depan kedokteran nuklir sangat tergantung pada penerimaan dan penghargaan yang baik dari pemegang kebijakan dan masyarakat serta dukungan fasilitas. 64

MAKALAH LENGKAP PERMASALAHAN PELAYANAN KEDOKTERAN NUKLIR DI INDONESIA

MAKALAH LENGKAP PERMASALAHAN PELAYANAN KEDOKTERAN NUKLIR DI INDONESIA MAKALAH LENGKAP PERMASALAHAN PELAYANAN KEDOKTERAN NUKLIR DI INDONESIA A. Hussein S. Kartamihardja Department/SMF Ilmu Kedokteran Nuklir dan Pencitraan Melekuler Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran/RSUP

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN KEDOKTERAN NUKLIR DAN RADIOFARMAKA DI INDONESIA

PERKEMBANGAN KEDOKTERAN NUKLIR DAN RADIOFARMAKA DI INDONESIA MAKALAH LENGKAP PERKEMBANGAN KEDOKTERAN NUKLIR DAN RADIOFARMAKA DI INDONESIA Dipresentasikan pada Pelatihan Evaluasi Mutu Produk Radiofarmaka Badan Pengawan Obat dan Makanan RI Jakarta 26-27 November 2013

Lebih terperinci

NUKLIR DI BIDANG KEDOKTERAN DAN KESEHATAN

NUKLIR DI BIDANG KEDOKTERAN DAN KESEHATAN NUKLIR DI BIDANG KEDOKTERAN DAN KESEHATAN Abad 20 ditandai dengan perkembangan yang menakjubkan di bidang ilmu dan teknologi, termasuk disiplin ilmu dan teknologi kedokteran serta kesehatan. Terobosan

Lebih terperinci

5. Diagnosis dengan Radioisotop

5. Diagnosis dengan Radioisotop 5. Diagnosis dengan Radioisotop Untuk studi in-vivo, radioisotop direaksikan dengan bahan biologik seperti darah, urin, serta cairan lainnya yang diambil dari tubuh pasien. Sampel bahan biologik tersebut

Lebih terperinci

INDUSTRI NUKLIR MENJADI HARAPAN

INDUSTRI NUKLIR MENJADI HARAPAN INDUSTRI NUKLIR MENJADI HARAPAN Seminar Nasional SDM Sekolah Tinggi Teknologi Nuklir BATAN SESTAMA BATAN JOGJAKARTA, 15 September 215 Badan Tenaga Nuklir Nasional 1/26/216 2 334 Isu isu Strategis Bonus

Lebih terperinci

PENGGUNAAN RADIOFARMAKA UNTUK DIAGNOSA DAN TERAPI DI INDONESIA DAN ASAS KEAMANAN PENGGUNAAN OBAT

PENGGUNAAN RADIOFARMAKA UNTUK DIAGNOSA DAN TERAPI DI INDONESIA DAN ASAS KEAMANAN PENGGUNAAN OBAT 60 PENGGUNAAN RADIOFARMAKA UNTUK DIAGNOSA DAN TERAPI DI INDONESIA DAN ASAS KEAMANAN PENGGUNAAN OBAT N. Elly Rosilawati, I. Nasution dan Tri Wahyu Murni ellyrosilawati@gmail.com Magister Hukum Kesehatan

Lebih terperinci

MDP) MENGGUNAKAN TEKNIK ROI PADA TULANG PANGGUL KIRI DARI PASIEN KANKER PROSTAT

MDP) MENGGUNAKAN TEKNIK ROI PADA TULANG PANGGUL KIRI DARI PASIEN KANKER PROSTAT PENENTUAN AKUMULASI Technetium-99 Metastabil Methylene Diphosphonat (Tc 99m MDP) MENGGUNAKAN TEKNIK ROI PADA TULANG PANGGUL KIRI DARI PASIEN KANKER PROSTAT (Studi Kasus di Instalasi Kedokteran Nuklir RS

Lebih terperinci

Peranan Kedokteran Nuklir Pada Neoplasma. Aisyah Elliyanti RS. Dr.M.Djamil/ Fakultas Kedokteran Universitas Andalas Padang

Peranan Kedokteran Nuklir Pada Neoplasma. Aisyah Elliyanti RS. Dr.M.Djamil/ Fakultas Kedokteran Universitas Andalas Padang Peranan Kedokteran Nuklir Pada Neoplasma Aisyah Elliyanti RS. Dr.M.Djamil/ Fakultas Kedokteran Universitas Andalas Padang Nuclear Medicine is not Nuclear Bomb!!! NUCLEAR MEDICINE - UNCLEAR MEDICINE? No!

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 780/MENKES/PER/VIII/2008 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN RADIOLOGI

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 780/MENKES/PER/VIII/2008 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN RADIOLOGI PERATURAN MENTERI KESEHATAN NOMOR 780/MENKES/PER/VIII/2008 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN RADIOLOGI MENTERI KESEHATAN, Menimbang : a. bahwa perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang pesat di

Lebih terperinci

kanker yang berkembang dari sel-sel yang berada pada kelenjar payudara. Dalam

kanker yang berkembang dari sel-sel yang berada pada kelenjar payudara. Dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kanker merupakan tumor ganas yang terbentuk akibat pertumbuhan sel-sel yang cepat, berlebihan dan tidak beraturan. Salah satu kanker yang banyak menyerang wanita adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN RENCANA STRATEGIS PRR

BAB I PENDAHULUAN RENCANA STRATEGIS PRR BAB I PENDAHULUAN 1.1. Kondisi Umum 1.1.1. Dasar Hukum Pusat Radioisotop dan Radiofarmaka (PRR) merupakan salah satu unit kerja Eselon II di lingkungan Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN) sesuai dengan

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK.01.07/MENKES/528/2017 TENTANG PENUNJUKAN RUMAH SAKIT PELAKSANA LAYANAN HEPATITIS C

KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK.01.07/MENKES/528/2017 TENTANG PENUNJUKAN RUMAH SAKIT PELAKSANA LAYANAN HEPATITIS C KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK.01.07/MENKES/528/2017 TENTANG PENUNJUKAN RUMAH SAKIT PELAKSANA LAYANAN HEPATITIS C DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berlebihan khususnya yang lama dan berkelanjutan dengan dosis relatif kecil

BAB I PENDAHULUAN. berlebihan khususnya yang lama dan berkelanjutan dengan dosis relatif kecil BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dengan berkembangnya ilmu pengetahuan dan penggunaan teknologi modern, pemakaian zat radioaktif atau sumber radiasi lainnya semakin meluas di Indonesia. Pemakaian zat

Lebih terperinci

PENENTUAN SISA RADIOFARMAKA DAN PAPARAN RADIASI

PENENTUAN SISA RADIOFARMAKA DAN PAPARAN RADIASI PENENTUAN SISA RADIOFARMAKA DAN PAPARAN RADIASI Tc 99m MDP (Methylene Di Phosphonat) PASCA INJEKSI PADA PASIEN KANKER PROSTAT (STUDI KASUS PADA RUMAH SAKIT PUSAT PERTAMINA JAKARTA) Skripsi Untuk Memenuhi

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1202, 2012 BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR. Kedokteran Nuklir. Radiasi. Keselamatan.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1202, 2012 BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR. Kedokteran Nuklir. Radiasi. Keselamatan. BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1202, 2012 BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR. Kedokteran Nuklir. Radiasi. Keselamatan. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 17 TAHUN 2012 TENTANG KESELAMATAN

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 17 TAHUN 2012 TENTANG KESELAMATAN RADIASI DALAM KEDOKTERAN NUKLIR

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 17 TAHUN 2012 TENTANG KESELAMATAN RADIASI DALAM KEDOKTERAN NUKLIR SALINAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 17 TAHUN 2012 TENTANG KESELAMATAN RADIASI DALAM KEDOKTERAN NUKLIR DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (target 20 Ne alami + 19 F alami untuk pengemban/carrier). 18 F kemudian disintesis menjadi

BAB I PENDAHULUAN. (target 20 Ne alami + 19 F alami untuk pengemban/carrier). 18 F kemudian disintesis menjadi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Data sensus penduduk tahun 2010 menyatakan penduduk Indonesia berjumlah 237.641.326 jiwa, dari jumlah ini sebanyak 671.353 jiwa (0,28% dari jumlah penduduk) didiagnosis

Lebih terperinci

yayasan anyo indonesia the indonesian anyo foundation

yayasan anyo indonesia the indonesian anyo foundation yayasan anyo indonesia the indonesian anyo foundation 17 22 26 29 7 8 11 13 14 15 17 18 19 21 22 23 25 26 27 apa arti istilah ini? -------- ------- ------- -------- --------- kanker secara

Lebih terperinci

RUMAH SAKIT. Oleh: Diana Holidah, M.Farm., Apt.

RUMAH SAKIT. Oleh: Diana Holidah, M.Farm., Apt. RUMAH SAKIT Oleh: Diana Holidah, M.Farm., Apt. DASAR HUKUM RUMAH SAKIT UU No. 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit. PerMenKes RI Nomor 1045/menkes/per/XI/2006 Tentang Pedoman organisasi rumah sakit di lingkungan

Lebih terperinci

BAB I TINJAUAN UMUM PERUSAHAAN

BAB I TINJAUAN UMUM PERUSAHAAN 1 BAB I TINJAUAN UMUM PERUSAHAAN 1.1 LATAR BELAKANG PERUSAHAAN Pusat Teknologi Bahan Bakar Nuklir (PTBBN) merupakan salah satu unit kerja di Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN) di bawah deputi bidang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. pentingnya kesehatan sebagai hak azasi manusia. Sehat merupakan kebutuhan dasar

BAB 1 PENDAHULUAN. pentingnya kesehatan sebagai hak azasi manusia. Sehat merupakan kebutuhan dasar BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Undang-Undang Dasar Republik Indonesia tahun 1945 menekankan pentingnya kesehatan sebagai hak azasi manusia. Sehat merupakan kebutuhan dasar manusia untuk dapat melakukan

Lebih terperinci

MAKALAH LENGKAP INSTRUMENTASI UNTUK PENCITRAAN KEDOKTERAN NUKLIR

MAKALAH LENGKAP INSTRUMENTASI UNTUK PENCITRAAN KEDOKTERAN NUKLIR MAKALAH LENGKAP INSTRUMENTASI UNTUK PENCITRAAN KEDOKTERAN NUKLIR Dipresentasikan pada Annual Scientific Meeting 2011 The Indonesia Society of Nuclear Medicine A The Indonesia Society of Nuclear Medicine

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.672, 2013 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR. Radiasi Proteksi. Keselamatan. Pemanfaatan. Nuklir. Pencabutan. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

GUNTINGAN BERITA Nomor : /HHK 2.1/HM 01/08/2017

GUNTINGAN BERITA Nomor : /HHK 2.1/HM 01/08/2017 Badan Tenaga Nuklir Nasional J A K A R T A Yth.: Bp. Kepala BadanTenaga Nuklir Nasional GUNTINGAN BERITA Nomor : /HHK 2.1/HM 01/08/2017 Hari, tanggal Jum at, 18 Agustus 2017 12.31 Sumber Berita https://news.detik.com/australia-plus-abc/d-

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Pemanfaatan teknologi nuklir kini tidak hanya di bidang energi seperti pada PLTN tetapi juga untuk berbagai bidang, salah satu yang kini telah banyak diterapkan di

Lebih terperinci

PARADIGMA BARU KARDIOMIOPATI PERIPARTUM

PARADIGMA BARU KARDIOMIOPATI PERIPARTUM 1 PARADIGMA BARU KARDIOMIOPATI PERIPARTUM Augustine Purnomowati Departemen Kardiologi dan Kedokteran Vaskular Fakultas Kedokteran UNPAD Bandung 2 Paradigma Baru Kardiomiopati Peripartum Penerbit Departemen

Lebih terperinci

oleh Werdi Putra Daeng Beta, SKM, M.Si

oleh Werdi Putra Daeng Beta, SKM, M.Si ASPEK PERIZINAN DAN PENGAWASAN PEMANFAATAN AKSELERATOR DAN IRADIATOR LAINNYA: MBE untuk Crosslinking Chitosan, Gel dari Rumput Laut, Iradiator Latex, Sterilisasi, dan Siklotron untuk F18 PET oleh Werdi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Aplikasi teknologi nuklir telah banyak dimanfaatkan tak hanya sebatas pembangkit listrik namun sudah merambah ke bidang medis, industri, pemrosesan makanan, pertanian,

Lebih terperinci

Ruang Lingkup. Penerapan konsep, teori dan metode sains dalam bidang kedokteran atau perawatan kesehatan. Bidang:

Ruang Lingkup. Penerapan konsep, teori dan metode sains dalam bidang kedokteran atau perawatan kesehatan. Bidang: Ruang Lingkup Penerapan konsep, teori dan metode sains dalam bidang kedokteran atau perawatan kesehatan. Bidang: Fisika medik, Kimia medik, Biologi medik, Fisika Medik Aplikasi konsep, prinsip, hukum-hukum,

Lebih terperinci

2015 RUMAH SAKIT KHUSUS JANTUNG KOTA BANDUNG

2015 RUMAH SAKIT KHUSUS JANTUNG KOTA BANDUNG 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perancangan Dewasa ini kehidupan modern telah menjadi prioritas utama bagi sebagian besar masyarakat di Indonesia, khususnya kalangan masyarakat ekonomi menengah dan

Lebih terperinci

Augustine Purnomowati Departemen Kardiologi dan Kedokteran Vaskular Fakultas Kedokteran UNPAD Bandung

Augustine Purnomowati Departemen Kardiologi dan Kedokteran Vaskular Fakultas Kedokteran UNPAD Bandung PENYAKIT ARTERI PERIFER Augustine Purnomowati Departemen Kardiologi dan Kedokteran Vaskular Fakultas Kedokteran UNPAD Bandung Penyakit Arteri Perifer Penerbit Departemen Kardiologi dan Kedokteran Vaskular

Lebih terperinci

PENCEGAHAN REAKTIVASI DEMAM REMATIK

PENCEGAHAN REAKTIVASI DEMAM REMATIK 1 PENCEGAHAN REAKTIVASI DEMAM REMATIK Augustine Purnomowati Pusat Informasi Ilmiah Departemen/SMF Ilmu Penyakit Dalam FK UNPAD/ RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung 2 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang Dilarang

Lebih terperinci

BAB 2 RADIOTERAPI KARSINOMA TIROID. termasuk untuk penyakit kanker kepala dan leher seperti karsinoma tiroid.

BAB 2 RADIOTERAPI KARSINOMA TIROID. termasuk untuk penyakit kanker kepala dan leher seperti karsinoma tiroid. BAB 2 RADIOTERAPI KARSINOMA TIROID Dalam dunia medis, radioterapi sudah menjadi perawatan yang sangat umum digunakan. Penggunaannya pun dilakukan untuk berbagai macam penyakit kanker termasuk untuk penyakit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Upaya keselamatan dan kesehatan kerja dimaksudkan untuk memberikan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Upaya keselamatan dan kesehatan kerja dimaksudkan untuk memberikan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Upaya keselamatan dan kesehatan kerja dimaksudkan untuk memberikan jaminan keselamatan dan meningkatkan derajat kesehatan para pekerja/buruh dengan cara pencegahan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Onkologi Radiasi (Radiation Oncology) adalah cabang disiplin ilmu kedokteran yang mempelajari dasar keilmuan onkologi secara menyeluruh mulai dari ilmu dasar onkologi

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK.02.02/MENKES/410/2016 TENTANG RUMAH SAKIT PELAKSANA REGISTRASI KANKER DAN RUMAH SAKIT PUSAT PENGENDALI DATA BEBAN KANKER NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

HIPERTENSI ARTERI PULMONAL IDIOPATIK

HIPERTENSI ARTERI PULMONAL IDIOPATIK 1 HIPERTENSI ARTERI PULMONAL IDIOPATIK Augustine Purnomowati Departemen Kardiologi dan Kedokteran Vaskular Fakultas Kedokteran UNPAD Bandung 2 Hipertensi Arteri Pulmonal Idiopatik Penerbit Departemen Kardiologi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Salah satu penyakit tidak menular (PTM) yang meresahkan adalah penyakit

BAB 1 PENDAHULUAN. Salah satu penyakit tidak menular (PTM) yang meresahkan adalah penyakit BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu penyakit tidak menular (PTM) yang meresahkan adalah penyakit jantung dan pembuluh darah. Berdasarkan laporan WHO tahun 2005, dari 58 juta kematian di dunia,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Aplikasi teknologi nuklir telah banyak dimanfaatkan dalam kehidupan, salah satunya dalam bidang kesehatan atau medik di bagian radiologi khususnya profesi kedokteran

Lebih terperinci

Jurnal Fisika Unand Vol. 3, No. 3, Juli 2014 ISSN

Jurnal Fisika Unand Vol. 3, No. 3, Juli 2014 ISSN STUDI AWAL UJI PERANGKAT KAMERA GAMMA DUAL HEAD MODEL PENCITRAAN SINGLE PHOTON EMISSION COMPUTED TOMOGRAPHY (SPECT) MENGGUNAKAN SUMBER RADIASI HIGH ENERGY I 131 Yosi Sudarsi Asril 1, Dian Milvita 1, Fadil

Lebih terperinci

Kanker Prostat. Prostate Cancer / Indonesian Copyright 2017 Hospital Authority. All rights reserved

Kanker Prostat. Prostate Cancer / Indonesian Copyright 2017 Hospital Authority. All rights reserved Kanker Prostat Kanker prostat merupakan tumor ganas yang paling umum ditemukan pada populasi pria di Amerika Serikat, dan juga merupakan kanker pembunuh ke-5 populasi pria di Hong Kong. Jumlah pasien telah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pola penyakit yang diderita masyarakat telah bergeser ke arah. penyakit tidak menular seperti penyakit jantung dan pembuluh darah,

BAB I PENDAHULUAN. Pola penyakit yang diderita masyarakat telah bergeser ke arah. penyakit tidak menular seperti penyakit jantung dan pembuluh darah, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pola penyakit yang diderita masyarakat telah bergeser ke arah penyakit tidak menular seperti penyakit jantung dan pembuluh darah, serta kanker dan Diabetes Melitus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penyakit kanker. Badan Kesehatan Dunia (WHO, 2012) memprediksi, akan terjadi

BAB I PENDAHULUAN. penyakit kanker. Badan Kesehatan Dunia (WHO, 2012) memprediksi, akan terjadi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tantangan yang dihadapi di bidang jasa kesehatan selalu berkembang, seperti meningkatnya jumlah penderita penyakit degeneratif termasuk didalamnya penyakit kanker.

Lebih terperinci

KERANGKA KUALIFIKASI NASIONAL INDONESIA

KERANGKA KUALIFIKASI NASIONAL INDONESIA DESKRIPTOR KERANGKA KUALIFIKASI NASIONAL INDONESIA BIDANG KEDOKTERAN ( Review 270510) - Draft LEVEL DESKRIPTOR HASIL PEMBELAJARAN (Learning Outcomes) 6 (S1) Mampu memanfaatkan IPTEKS dalam bidang keahliannya

Lebih terperinci

GAMBARAN HITUNG JENIS LEKOSIT PADA RADIOGRAFER DI PERUSAHAAN X SURABAYA TAHUN 2012 Laily Hidayati Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga

GAMBARAN HITUNG JENIS LEKOSIT PADA RADIOGRAFER DI PERUSAHAAN X SURABAYA TAHUN 2012 Laily Hidayati Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga GAMBARAN HITUNG JENIS LEKOSIT PADA RADIOGRAFER DI PERUSAHAAN X SURABAYA TAHUN 2012 Laily Hidayati Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga ABSTRAK Radiografer adalah pekerja yang beresiko terkena

Lebih terperinci

1BAB I PENDAHULUAN. sekaligus merupakan pembunuh nomor 2 setelah penyakit kardiovaskular. World

1BAB I PENDAHULUAN. sekaligus merupakan pembunuh nomor 2 setelah penyakit kardiovaskular. World 1BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kanker merupakan salah satu penyakit tidak menular yang menjadi masalah kesehatan masyarakat baik di dunia maupun di Indonesia. Di dunia, 21% dari seluruh kematian

Lebih terperinci

PENYAKIT PERIKARDIUM AUGUSTINE PURNOMOWATI. Departemen Kardiologi dan Kedokteran Vaskular Fakultas Kedokteran UNPAD Bandung

PENYAKIT PERIKARDIUM AUGUSTINE PURNOMOWATI. Departemen Kardiologi dan Kedokteran Vaskular Fakultas Kedokteran UNPAD Bandung PENYAKIT PERIKARDIUM AUGUSTINE PURNOMOWATI Departemen Kardiologi dan Kedokteran Vaskular Fakultas Kedokteran UNPAD Bandung PENYAKIT PERIKARDIUM Augustine Purnomowati Penyakit Perikardium Penerbit Departemen

Lebih terperinci

KARDIOMIOPATI TAKOTSUBO

KARDIOMIOPATI TAKOTSUBO 1 KARDIOMIOPATI TAKOTSUBO Augustine Purnomowati Departemen Kardiologi dan Kedokteran Vaskular Fakultas Kedokteran UNPAD Bandung 2 Kardiomiopati Takotsubo Penerbit Departemen Kardiologi dan Kedokteran Vaskular

Lebih terperinci

STUDI AWAL UJI PERANGKAT KAMERA GAMMA DUAL HEAD MODEL PENCITRAAN PLANAR STATIK MENGGUNAKAN SUMBER RADIASI HIGH ENERGY IODIUM-131 (I 131 )

STUDI AWAL UJI PERANGKAT KAMERA GAMMA DUAL HEAD MODEL PENCITRAAN PLANAR STATIK MENGGUNAKAN SUMBER RADIASI HIGH ENERGY IODIUM-131 (I 131 ) STUDI AWAL UJI PERANGKAT KAMERA GAMMA DUAL HEAD MODEL PENCITRAAN PLANAR STATIK MENGGUNAKAN SUMBER RADIASI HIGH ENERGY IODIUM-131 (I 131 ) Rima Ramadayani 1, Dian Milvita 1, Fadil Nazir 2 1 Jurusan Fisika

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tahun Menular 64,49% 60,48% 50,72% 48,46% 44,57% Tidak Menular 25,41% 33,83% 43,60% 45,42% 48,53%

BAB I PENDAHULUAN. Tahun Menular 64,49% 60,48% 50,72% 48,46% 44,57% Tidak Menular 25,41% 33,83% 43,60% 45,42% 48,53% BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini pola penyebab kematian di Indonesia menunjukkan peningkatan proporsi kematian yang disebabkan penyakit tidak menular. Hasil dari Profil Kesehatan Indonesia

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2009 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2009 TENTANG PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2009 TENTANG JENIS DAN TARIF ATAS JENIS PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK YANG BERLAKU PADA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kanker merupakan suatu penyakit dimana pembelahan sel tidak terkendali dan akan mengganggu sel sehat disekitarnya. Jika tidak dibunuh, kanker dapat menyebar ke bagian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tubuh manusia karena terpapari sinar-x dan gamma segera teramati. beberapa saat setelah penemuan kedua jenis radiasi tersebut.

BAB I PENDAHULUAN. tubuh manusia karena terpapari sinar-x dan gamma segera teramati. beberapa saat setelah penemuan kedua jenis radiasi tersebut. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurut beberapa ahli, radiasi dapat menembus sel jaringan tubuh manusia secara perlahan lahan dalam jangka waktu yang lama yang dapat menyebabkan infeksi, perdarahan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kejadian medication error (kesalahan pengobatan) merupakan indikasi

BAB I PENDAHULUAN. Kejadian medication error (kesalahan pengobatan) merupakan indikasi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kejadian medication error (kesalahan pengobatan) merupakan indikasi tingkat pencapaian patient safety, khususnya terhadap tujuan tercapainya medikasi yang aman. Menurut

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Mulut yang merupakan pusat rujukan, pendidikan dan penelitian (Peraturan

BAB 1 PENDAHULUAN. Mulut yang merupakan pusat rujukan, pendidikan dan penelitian (Peraturan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan gigi dan mulut merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari pelayanan kesehatan khusus yang komprehensif yaitu berupa Rumah Sakit Gigi dan Mulut yang merupakan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR, PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 15 TAHUN 2008 TENTANG PERSYARATAN UNTUK MEMPEROLEH SURAT IZIN BEKERJA BAGI PETUGAS TERTENTU DI INSTALASI YANG MEMANFAATKAN SUMBER RADIASI PENGION DENGAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kanker merupakan penyakit dengan prevalensi cukup tinggi di dunia. Kanker

BAB I PENDAHULUAN. Kanker merupakan penyakit dengan prevalensi cukup tinggi di dunia. Kanker BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kanker merupakan penyakit dengan prevalensi cukup tinggi di dunia. Kanker merupakan salah satu penyebab utama kematian, sebanyak 8,2 juta orang meninggal akibat kanker

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Keselamatan radiasi merupakan suatu cabang ilmu pengetahuan yang mempelajari masalah kesehatan manusia maupun lingkungan yang berkaitan dengan pemberian perlindungan kepada seseorang

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG PROTEKSI DAN KESELAMATAN RADIASI DALAM PEMANFAATAN TENAGA NUKLIR

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG PROTEKSI DAN KESELAMATAN RADIASI DALAM PEMANFAATAN TENAGA NUKLIR KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG PROTEKSI DAN KESELAMATAN RADIASI DALAM PEMANFAATAN TENAGA NUKLIR DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat sangat di pengaruhi oleh upaya pembangunan dan kondisi lingkungan

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat sangat di pengaruhi oleh upaya pembangunan dan kondisi lingkungan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan adalah salah satu unsur yang penting untuk menjadikan sumber daya manusia yang berkualitas dan produktif. Kesehatan bukanlah semata-mata merupakan tanggung

Lebih terperinci

PENYETARAAN KELAS JABATAN PENYETARAAN KELAS JABATAN BERDASARKAN PERKA BATAN NOMOR 004/KA/I/2012

PENYETARAAN KELAS JABATAN PENYETARAAN KELAS JABATAN BERDASARKAN PERKA BATAN NOMOR 004/KA/I/2012 5 LAMPIRAN PERATURAN KEPALA BADAN TENAGA NUKLIR NASIONAL 2 TAHUN 2014 TENTANG DAN PENEMPATAN PEGAWAI PADA DI BADAN TENAGA NUKLIR NASIONAL 392/KA/XI/2005 14 TAHUN 2013 1 Kepala Badan Tenaga Nasional 2 Sekretaris

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Penyakit kanker merupakan salah satu penyakit tidak menular yang menjadi masalah kesehatan masyarakat, baik di dunia maupun di negara berkembang seperti Indonesia. Menurut

Lebih terperinci

BAB 2 DATA DAN ANALISA

BAB 2 DATA DAN ANALISA 3 BAB 2 DATA DAN ANALISA 2.1. Sumber Data Sumber data dan informasi pendukung proyek Tugas Akhir ini diperoleh dari sumbersumber sebagai berikut : 1. Literatur Pencarian data melalui website yang berhubungan

Lebih terperinci

ANALISIS UPTAKE TIROID MENGGUNAKAN TEKNIK ROI (REGION OF INTEREST) PADA PASIEN HIPERTIROID

ANALISIS UPTAKE TIROID MENGGUNAKAN TEKNIK ROI (REGION OF INTEREST) PADA PASIEN HIPERTIROID ANALISIS UPTAKE TIROID MENGGUNAKAN TEKNIK ROI (REGION OF INTEREST) PADA PASIEN HIPERTIROID Arizola Septi Vandria 1, Dian Milvita 1, Fadil Nazir 2 1 Jurusan Fisika, FMIPA Universitas Andalas, Padang, Indonesia

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. rumah sakit. Rumah sakit adalah suatu organisasi yang kompleks, menggunakan

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. rumah sakit. Rumah sakit adalah suatu organisasi yang kompleks, menggunakan BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT 2.1 Definisi Rumah Sakit Salah satu sarana untuk penyelenggaraan pembangunan kesehatan adalah rumah sakit. Rumah sakit adalah suatu organisasi yang kompleks, menggunakan

Lebih terperinci

PERIZINAN REAKTOR DAYA NON KOMERSIAL

PERIZINAN REAKTOR DAYA NON KOMERSIAL PERIZINAN REAKTOR DAYA NON KOMERSIAL Direktorat Perizinan Instalasi dan Bahan Nuklir Badan Pengawas Tenaga Nuklir Jakarta, 11 November 2015 LINGKUP : PENDAHULUAN PENGAWASAN TENAGA NUKLIR PERIZINAN REAKTOR

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang sempurna dan tidak hanya sekedar bebas dari penyakit atau ketidakseimbangan.

BAB I PENDAHULUAN. yang sempurna dan tidak hanya sekedar bebas dari penyakit atau ketidakseimbangan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan merupakan keadaan seseorang dimana status fisik, mental serta sosial yang sempurna dan tidak hanya sekedar bebas dari penyakit atau ketidakseimbangan. Sedangkan

Lebih terperinci

FISIKA ATOM & RADIASI

FISIKA ATOM & RADIASI FISIKA ATOM & RADIASI Atom bagian terkecil dari suatu elemen yang berperan dalam reaksi kimia, bersifat netral (muatan positif dan negatif sama). Model atom: J.J. Thomson (1910), Ernest Rutherford (1911),

Lebih terperinci

KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR REPUBLIK INDONESIA

KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR REPUBLIK INDONESIA KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR REPUBLIK INDONESIA LAMPIRAN I PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 16 TAHUN 2014 TENTANG SURAT IZIN BEKERJA PETUGAS TERTENTU YANG BEKERJA DI INSTALASI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (Emilia, 2010). Pada tahun 2003, WHO menyatakan bahwa kanker merupakan

BAB I PENDAHULUAN. (Emilia, 2010). Pada tahun 2003, WHO menyatakan bahwa kanker merupakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kanker serviks adalah kanker yang terdapat pada serviks atau leher rahim, yaitu area bagian bawah rahim yang menghubungkan rahim dengan vagina. (Emilia, 2010). Pada

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2007 TENTANG KESELAMATAN RADIASI PENGION DAN KEAMANAN SUMBER RADIOAKTIF

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2007 TENTANG KESELAMATAN RADIASI PENGION DAN KEAMANAN SUMBER RADIOAKTIF PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2007 TENTANG KESELAMATAN RADIASI PENGION DAN KEAMANAN SUMBER RADIOAKTIF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. bedah pada anak yang paling sering ditemukan. Kurang lebih

BAB 1 PENDAHULUAN. bedah pada anak yang paling sering ditemukan. Kurang lebih BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Sekitar 5%-10% dari seluruh kunjungan di Instalasi Rawat Darurat bagian pediatri merupakan kasus nyeri akut abdomen, sepertiga kasus yang dicurigai apendisitis didiagnosis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. makanan, berkurangnya aktivitas fisik dan meningkatnya pencemaran / polusi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. makanan, berkurangnya aktivitas fisik dan meningkatnya pencemaran / polusi digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pengaruh globalisasi disegala bidang, perkembangan teknologi dan industri telah banyak membawa perubahan pada perilaku dan gaya hidup masyarakat

Lebih terperinci

BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR

BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NUCLEAR ENERGY REGULATORY AGENCY BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR Jl. Gajah Mada 8, Jakarta-10120, Telp.021-638 582 69-70, Fax: 021-638 566 13 Homepage: www.bapeten.go.id E-mail:

Lebih terperinci

STUDI KESELARASAN PROGRAM KESIAPSIAGAAN NUKLIR TINGKAT FASILITAS/ INSTALASI NUKLIR PTBN TERHADAP PERKA BAPETEN NO.1 TAHUN 2010

STUDI KESELARASAN PROGRAM KESIAPSIAGAAN NUKLIR TINGKAT FASILITAS/ INSTALASI NUKLIR PTBN TERHADAP PERKA BAPETEN NO.1 TAHUN 2010 STUDI KESELARASAN PROGRAM KESIAPSIAGAAN NUKLIR TINGKAT FASILITAS/ INSTALASI NUKLIR PTBN TERHADAP PERKA BAPETEN NO.1 TAHUN 2010 Muradi, Sjafruddin Pusat Teknologi Bahan Bakar Nuklir - BATAN ABSTRAK STUDI

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA YOGYAKARTA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA YOGYAKARTA LEMBARAN DAERAH KOTA YOGYAKARTA (Berita Resmi Kota Yogyakarta) Nomor : 30 Tahun 2001 Seri D ---------------------------------------------------------------- PERATURAN DAERAH KOTA YOGYAKARTA (PERDA KOTA

Lebih terperinci

Laporan Perkembangan Bidang Data dan Informasi Komite Penanggulangan Kanker Nasional. dr. Evlina Suzanna, SpPA Ketua Bidang Data dan Informasi

Laporan Perkembangan Bidang Data dan Informasi Komite Penanggulangan Kanker Nasional. dr. Evlina Suzanna, SpPA Ketua Bidang Data dan Informasi Laporan Perkembangan Bidang Data dan Informasi Komite Penanggulangan Kanker Nasional dr. Evlina Suzanna, SpPA Ketua Bidang Data dan Informasi 14 RS RUJUKAN NASIONAL (Kepmen No. HK.02.02/Menkes/390/2014)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kanker paru merupakan penyebab kematian terbanyak di dunia akibat kanker, baik pada pria maupun wanita di dunia. Di seluruh dunia, kematian akibat kanker paru sendiri

Lebih terperinci

KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR REPUBLIK INDONESIA

KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR REPUBLIK INDONESIA KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR... TAHUN 2014 TENTANG SURAT IZIN BEKERJA PETUGAS TERTENTU YANG BEKERJA DI INSTALASI YANG MEMANFAATKAN

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN TENAGA NUKLIR NASIONAL NOMOR 14 TAHUN 2013 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN TENAGA NUKLIR NASIONAL

PERATURAN KEPALA BADAN TENAGA NUKLIR NASIONAL NOMOR 14 TAHUN 2013 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN TENAGA NUKLIR NASIONAL PERATURAN KEPALA BADAN TENAGA NUKLIR NASIONAL NOMOR 14 TAHUN 2013 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN TENAGA NUKLIR NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN TENAGA NUKLIR NASIONAL, Menimbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dikalangan wanita sedunia, meliputi 16% dari semua jenis kanker yang diderita

BAB I PENDAHULUAN. dikalangan wanita sedunia, meliputi 16% dari semua jenis kanker yang diderita 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Kanker payudara merupakan jenis kanker yang paling sering ditemui dikalangan wanita sedunia, meliputi 16% dari semua jenis kanker yang diderita oleh kaum wanita dan

Lebih terperinci

Pengembangan Peraturan Perundang-undangan berkaitan dengan Uji Kesesuaian Pesawat Sinar-X Radiologi Diagnostik dan Intervensional

Pengembangan Peraturan Perundang-undangan berkaitan dengan Uji Kesesuaian Pesawat Sinar-X Radiologi Diagnostik dan Intervensional Pengembangan Peraturan Perundang-undangan berkaitan dengan Uji Kesesuaian Pesawat Sinar-X Radiologi Diagnostik dan Intervensional ISHAK Hasanuddin Direktur Pengaturan Pengawasan Fasilitas Radiasi dan Zat

Lebih terperinci

Jurnal Fisika Unand Vol. 3, No. 2, April 2014 ISSN

Jurnal Fisika Unand Vol. 3, No. 2, April 2014 ISSN STUDI AWAL UJI PERANGKAT KAMERA GAMMA DUAL HEAD MODEL PENCITRAAN SINGLE PHOTON EMISSION COMPUTED TOMOGRAPHY (SPECT) MENGGUNAKAN SUMBER RADIASI MEDIUM ENERGY Ra 226 Friska Wilfianda Putri 1, Dian Milvita

Lebih terperinci

DESKRIPSI KERANGKA KUALIFIKASI NASIONAL INDONESIA PENDIDIKAN KEDOKTERAN

DESKRIPSI KERANGKA KUALIFIKASI NASIONAL INDONESIA PENDIDIKAN KEDOKTERAN 7 LAMPIRAN PERATURAN KONSIL KEDOKTERAN INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG KERANGKA KUALIFIKASI NASIONAL INDONESIA UNTUK PENDIDIKAN KEDOKTERAN DESKRIPSI UMUM DESKRIPSI KERANGKA KUALIFIKASI NASIONAL INDONESIA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kurangnya pengetahuan masyarakat mengenai obat generik menjadi faktor utama

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kurangnya pengetahuan masyarakat mengenai obat generik menjadi faktor utama 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Obat generik sering diasumsikan sebagai obat dengan kualitas yang rendah. Kurangnya pengetahuan masyarakat mengenai obat generik menjadi faktor utama yang

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN APLIKASI TEKNOLOGI NUKLIR DALAM BIDANG KEDOKTERAN. Johan S. Masjhur

PERKEMBANGAN APLIKASI TEKNOLOGI NUKLIR DALAM BIDANG KEDOKTERAN. Johan S. Masjhur PERKEMBANGAN APLIKASI TEKNOLOGI NUKLIR DALAM BIDANG KEDOKTERAN Johan S. Masjhur Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran Bandung Abad ke-20 lalu ditandai dengan perkembangan ilmu dan teknologi yang

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. pergeseran pola penyakit. Faktor infeksi yang lebih dominan sebagai penyebab

BAB 1 : PENDAHULUAN. pergeseran pola penyakit. Faktor infeksi yang lebih dominan sebagai penyebab BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan zaman dan kemajuan teknologi mengakibatkan terjadinya pergeseran pola penyakit. Faktor infeksi yang lebih dominan sebagai penyebab timbulnya penyakit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Keberadaan rumah sakit sekarang ini menjadi semakin penting dengan

BAB I PENDAHULUAN. Keberadaan rumah sakit sekarang ini menjadi semakin penting dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keberadaan rumah sakit sekarang ini menjadi semakin penting dengan peningkatan kesadaran dan kebutuhan masyarakat terhadap kesehatan. Sehingga usaha di bidang ini akan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sejak lama diterapkan di berbagai sektor industri, kecuali di sektor

BAB I PENDAHULUAN. sejak lama diterapkan di berbagai sektor industri, kecuali di sektor BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sejak akhir abad 18 di tingkat Internasional, program K3 sudah sejak lama diterapkan di berbagai sektor industri, kecuali di sektor kesehatan. Perkembangan K3 di rumah

Lebih terperinci

FISIKA INTI DI BIDANG KEDOKTERAN, KESEHATAN, DAN BIOLOGI

FISIKA INTI DI BIDANG KEDOKTERAN, KESEHATAN, DAN BIOLOGI FISIKA INTI DI BIDANG KEDOKTERAN, KESEHATAN, DAN BIOLOGI Stuktur Inti Sebuah inti disusun oleh dua macam partikel yaitu proton dan neutron terikat bersama oleh sebuah gaya inti. Proton adalah sebuah partikel

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 56 TAHUN 2014 TENTANG JENIS DAN TARIF ATAS JENIS PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK YANG BERLAKU PADA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 74, 2007 LINGKUNGAN HIDUP. Tenaga Nuklir. Keselamatan. Keamanan. Pemanfaatan. Radioaktif. Radiasi Pengion.

Lebih terperinci

STANDAR NASIONAL INDONESIA (SNI) BIDANG NUKLIR

STANDAR NASIONAL INDONESIA (SNI) BIDANG NUKLIR STANDAR NASIONAL INDONESIA (SNI) BIDANG NUKLIR Pusat Standardisasi dan Jaminan Mutu Nuklir Badan Tenaga Nuklir Nasional Januari 2007 Pengantar Sejak tahun 2000 BATAN telah ditunjuk oleh Badan Standardisasi

Lebih terperinci

2 Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berlaku pada Badan Pengawas Tenaga Nuklir; Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar N

2 Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berlaku pada Badan Pengawas Tenaga Nuklir; Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar N LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.156, 2014 KEUANGAN. PNBP. Tarif. Jenis. Badan Pengawas Tenaga Nuklir. Pencabutan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5553) PERATURAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diketahui dan diobati. Hasil penelitian di Rumah Sakit Cipto. menunjukkan bahwa 80% penderita kanker payudara datang

BAB I PENDAHULUAN. diketahui dan diobati. Hasil penelitian di Rumah Sakit Cipto. menunjukkan bahwa 80% penderita kanker payudara datang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kanker payudara adalah tumor ganas yang menyerang jaringan payudara, merupakan penyakit yang paling ditakuti oleh kaum wanita. Penderita kanker payudara sudah tidak

Lebih terperinci

LEMBAR PENGESAHAN LAPORAN AKHIR PKPP-2012

LEMBAR PENGESAHAN LAPORAN AKHIR PKPP-2012 LEMBAR PENGESAHAN LAPORAN AKHIR PKPP-2012 Judul Penelitian : 99m Tc-Dietilkarbamazin Sebagai Sediaan Diagnostik Limfatik Filariasis: Evaluasi Non-Klinis Fokus Bidang penelitian: Nasional Strategis Bidang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rumah sakit adalah salah satu contoh sarana kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang bertujuan untuk mewujudkan derajat kesehatan optimal bagi masyarakat.

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2007 TENTANG KESELAMATAN RADIASI PENGION DAN KEAMANAN SUMBER RADIOAKTIF

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2007 TENTANG KESELAMATAN RADIASI PENGION DAN KEAMANAN SUMBER RADIOAKTIF PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2007 TENTANG KESELAMATAN RADIASI PENGION DAN KEAMANAN SUMBER RADIOAKTIF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang :

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR FORMULIR PERMOHONAN SURAT IZIN BEKERJA PETUGAS TERTENTU

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR FORMULIR PERMOHONAN SURAT IZIN BEKERJA PETUGAS TERTENTU KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR REPUBLIK INDONESIA LAMPIRAN I RANCANGAN PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR TAHUN. TENTANG SURAT IZIN BEKERJA PETUGAS TERTENTU YANG BEKERJA DI INSTALASI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan rumah sakit yang didorong oleh permintaan. pelanggan menyebabkan layanan rumah sakit tidak hanya memperhatikan

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan rumah sakit yang didorong oleh permintaan. pelanggan menyebabkan layanan rumah sakit tidak hanya memperhatikan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan rumah sakit yang didorong oleh permintaan pelanggan menyebabkan layanan rumah sakit tidak hanya memperhatikan profesionalisme di bidang medis

Lebih terperinci