BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang"

Transkripsi

1 DEC-LAP.AKHIR PELAKSANAAN PKPP-2012 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Filariasis atau dengan nama lain penyakit kaki gajah (elephantiasis), termasuk salah satu jenis penyakit yang mendapat perhatian khusus di dunia kesehatan. Walaupun jarang menyebabkan kematian, pada stadium lanjut penyakit ini dapat menjadikan seseorang menderita cacat fisik permanen hingga menimbulkan dampak yang signifikan, terutama di tengah masyarakat Negara berkembang di daerah tropis maupun sub tropis yang justru tengah didera permasalahan sosial ekonomi. Saat ini dilaporkan lebih dari 1 milyard penduduk dunia memiliki risiko menderita filariasis. Lebih dari 120 juta orang dari 80 negara telah terinfeksi filaria, bahkan ribuan desa di 26 propinsi di Indonesia dinyatakan endemis. Karena itulah WHO mencanangkan kesepakatan global untuk memberantas penyakit ini dengan mengangkat tema The Global Goal of Elimination of Lymphatic Filariasis as a Public Health Problem by the Year [1,2] Deteksi filaria bergantung pada keberadaan cacing stadium mikrofilaria dalam darah tepi, atau dikenal dengan istilah periodisitas. Uniknya, periodisitas filaria ditemukan di antara pukul 10 malam hingga pukul 2 pagi (nocturnal), sehingga pengambilan sampel darahpun harus dilakukan malam hari. Di samping itu, larva aktif baru ditemukan 6-12 bulan setelah seseorang terinfeksi filaria, dan manifestasi filariasis baru terlihat ±4 tahun kemudian, sehingga deteksi dini untuk kasus ini cukup sulit ditegakkan. Pemeriksaan laboratorium seperti identifikasi antigen filaria dengan teknik ELISA atau Rapid Immuno-chromatography Card sebenarnya dapat pula dilakukan, namun teknik ini selain rumit, juga sering memberikan false positif [3]. Teknik diagnosis yang memiliki nilai kesensitifan dan kespesifikan yang tinggi, masih sangat diperlukan. Teknik nuklir kedokteran dengan menggunakan radiofarmaka, memberi harapan untuk dapat dijadikan pilihan alternatif memecahkan permasalahan ini. Dihipotesiskan bahwa DEC-sitrat yang saat ini digunakan sebagai obat filariasis, secara kimia memungkinkan untuk ditandai dengan nuklida teknesium-99m. Radiofarmaka 99m Tc- 1

2 DEC diperkirakan akan di-uptake oleh mikrofilaria di dalam tubuh orang terinfeksi. Dengan demikian mikrofilaria yang berikatan dengan 99m Tc-DEC ini dapat dilacak keberadaannya, dan diharapkan deteksi dini dapat ditegakkan. Seperti diketahui, dietilkarbamazin telah bertahun-tahun digunakan dalam pengobatan limfatik filariasis, dan dengan dosis 6mg/kg bobot badan mampu menurunkan mikrofilariaemi sangat cepat. Target kerja DEC adalah asam arakhidonat (arachidonate 5-lipozygenase) dan pathway siklooksigenase (cytochrome c-oxydase sub-unit 1) yang berada pada selubung mikrofilaria. Mekanisme kerja DEC sebagai obat diprediksi menurunkan aktivitas otot, akibatnya parasit seakan mengalami paralisis, dan akan mudah terusir dari tempatnya di tubuh hospes. Dugaan lain, DEC dapat menyebabkan perubahan pada permukaan membran mikrofilaria, sehingga lebih mudah dihancurkan oleh daya pertahanan tubuh hospes. Mekanisme kerja tersebut dihipotesiskan identik apabila DEC digunakan sebagai preparat diagnostik. Penelusuran DEC yang terikat dengan mikrofilaria dipermudah dengan teknesium-99m yang memancarkan radiasi yang terikat secara kimiawi dengan DEC, sehingga keberadaan mikrofilaria dimanapun dan/atau kapanpun akan dapat ditelusuri di dalam tubuh hospes. Pada program Peningkatan Kemampuan Peneliti dan Perekayasa 2011, telah dilakukan penelitian penandaan dietilkarbamazin dengan radionuklida teknesium-99m. Dalam penelitian tersebut telah dihasilkan suatu formula sediaan yang dapat ditandai dengan radionuklida teknesium-99m dengan komposisi jumlah dietilkarbamazin 4mg, SnCl 2.2H 2 O 100µg dan kondisi reaksi pada ph4. Hasil penandaan menunjukkan efisiensi dan kemurnian di atas 95% dengan karakter fisikokimia yang cukup baik, begitu pula dengan hasil uji pendahuluan biodistribusi dan farmakokinetika pada hewan normal yang tidak diinduksi dengan filaria [4]. Namun demikian, hasil pengembangan sediaan ini belum dapat diaplikasikan secara klinis apabila beberapa persyaratan farmasetik dan uji keamanan belum terpenuhi. Beberapa kajian in-vitro maupun in vivo non klinis masih harus dilakukan. Evaluasi seperti drug receptor binding sebagai penentu terikatnya 99m Tc-DEC dengan reseptor filaria, menjadi hal penting yang harus dibuktikan, begitu juga halnya 2

3 dengan uptake filaria terhadap 99m Tc-DEC. Pembuktian dapat dilakukan tidak hanya melalui kajian in-vitro, tetapi juga dapat dilakukan secara in-vivo pada hewan uji terinfeksi atau terhadap penderita volunter. Di samping itu, kajian aspek farmakologis, seperti uji farmakokinetika, toksikologi, sterilitas, a-pirogenitas, kesesuaian dosis diagnostik dan rute pemberian masih harus dimantapkan. B. Pokok Permasalahan Keberhasilan penandaan DEC dengan radionuklida teknesium-99m yang telah dilakukan pada program PKPP 2011 menuntut tindak lanjut pembuktian aplikasinya. Berikut adalah beberapa pokok permasalahan yang dihadapi: Karakteristik fisiko-kimia sediaan: Apakah sediaan dalam bentuk Kit tetap stabil selama penyimpanan? Apakah ada perubahan tingkat kemurnian hasil penandaan setelah sediaan disimpan dalam jangka waktu lama? Penyediaan bahan uji Mudahkah mendapatkan cacing filaria? Mudahkah membuat hewan uji terinfeksi cacing filaria? Adakah penderita yang bisa dijadikan volunteer? Karakter biologis: Amankah 99m Tc-DEC digunakan sebagai sediaan diagnostik? Bagaimana uptake mikrofilaria terhadap 99m Tc-DEC? Bagaimana profil farmakokinetika 99m Tc-DEC? Apakah hasil pencitraan memberikan prospek yang baik bahwa sediaan tersebut dapat digunakan sebagai sediaan diagnostik filaria? Mungkinkah pemberian intra-vena dapat menunjukkan prospek yang lebih baik dibanding pemberian intra-dermal? C. Maksud dan Tujuan Kegiatan Maksud dan tujuan kegiatan penelitian pada tahap ini lebih difokuskan pada perolehan data bahwa sediaan 99m Tc-DEC memenuhi persyaratan farmasetik. Di samping itu, juga untuk meyakinkan kepada para calon pengguna kelak (end user) bahwa: 3

4 Formula yang dihasilkan dapat digunakan sebagai perangkat diagnosis untuk deteksi dini filariasis, sehingga menjadi sumbangan nyata dalam memecahkan permasalahan kekinian di masyarakat dalam menunjang program Indonesia sehat, dan sebagai sumbangan nyata bagi program The Global Goal of Elimination of Lymphatic Filariasis as a Public Health Problem by the Year D. Metodologi Pelaksanaan D.1. Lokus Kegiatan : (koridor non ekonomi) Walaupun tidak secara langsung terkait dengan program Master Plan Percepatan dan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI), namun masalah kesehatan sebenarnya menjadi parameter penting yang sangat mempengaruhi taraf kehidupan dan kesejahteraan bangsa. Filariasis dapat dikatakan sebagai salah satu penyakit yang terabaikan padahal di samping mempengaruhi nilai estetika, juga berdampak sangat nyata pada kehidupan sosial ekonomi masyarakat, D.2. Fokus Kegiatan: Nasional Strategi (Teknologi Kesehatan dan Obat) D.3. Ruang Lingkup Dari pokok permasalahan di atas, maka lingkup kegiatan dikelompokkan ke dalam: 1. Pengujian stabilitas sediaan setelah disimpan dalam jangka waktu tertentu (efisiensi penandaan dan kemurnian radiokimia dijadikan indikator utama). 2. a. Pengajuan Perizinan Komisi Etik Penggunaan Hewan Percobaan b. Pemberian infectious agent pada hewan uji. 3. Uji biologis, ditujukan untuk mempelajari sifat sediaan dengan fokus pada kajian toksisitas, uptake/biodistribusi, profil farmakokinetika. 4. Pencitraan dengan kamera gamma, baik pada hewan uji maupun volunteer D.4. Bentuk Kegiatan Dengan lingkup seperti di atas, berikut adalah beberapa bentuk kegiatan yang dilaksanakan untuk pencapaian target kinerja dalam penelitian ini a.l.: Intensifikasi aktivitas kegiatan laboratorium terutama dalam perencanaan/scheduling. Menjalin hubungan kerjasama internal, dan dengan instansi terkait (Dinas Kesehatan dan Rumahsakit), terutama dalam memperoleh sampel uji dan pemanfaatan fasilitas. 4

5 Produk Hasil Penelitian dan Pengembangan PKPP-2011: KIT KERING DIETIL KARBAMAZIN KEADAAN PENDERITA FILARIASIS 5

6 BAB II PELAKSANAAN KEGIATAN A. Tahapan Pelaksanaan Kegiatan A.1. Perkembangan Kegiatan (Teknis) Telah dilakukan kajian in-vitro dan in-vivo sediaan 99m Tc-Dietilkarbamazin sitrat (DEC) sebagai sediaan alternatif deteksi dini filariasis. Hasil penandaan optimal dengan tingkat kemurnian di atas 90% diperoleh dengan menambahkan 99m Tcperteknetat ke dalam suatu formula yang terdiri dari 4mg DEC-sitrat, 100 µg SnCl 2.2H 2 O, ph 4, dan waktu inkubasi pada suhu kamar selama menit. Berdasarkan hasil pengamatan uji stabilitas, sediaan yang disimpan selama 7 bulan dalam bentuk kit kering, masih menunjukkan efisiensi penandaan dan tingkat kemurnian di atas 90%, dan tetap stabil secara fisiko-kimia maupun biologis. Namun demikian, sediaan 99m Tc-DEC harus segera digunakan setelah disiapkan, dan disarankan tidak disimpan lebih dari 2 jam setelah direkonstitusi dengan perteknetat. Pengaruh peningkatan volume larutan 99m Tc-perteknetat yang ditambahkan, walaupun sedikit menurunkan efisiensi penandaan, namun masih berada dalam batas yang diizinkan (>90%). Data uji toksisitas, menunjukkan sediaan 99m Tc-DEC aman untuk digunakan. Hasil uji biodistribusi pada tikus putih percobaan galur Wistar, menunjukkan bahwa akumulasi sediaan terbesar ditemukan dalam sistem limfatik, terutama pada kelenjar popliteal, lumbar dan mesentrik. Dari kurva kinetika diperoleh nilai waktu paruh (T ½ ) biologis masing-masing sebesar ±40 menit baik pada tikus normal maupun pada tikus terinfeksi pasca pemberian intra-dermal, dan sebesar 29,7 menit apabila diberikan secara intra-vena. Pencitraan kamera gamma pasca penyuntikan intra-dermal dan intra-vena pada volunteer, menunjukkan gambaran positif bahwa sediaan 99m Tc-DEC terakumulasi pada target organ. Namun demikian, mengingat kelemahan pada pemberian intradermal yang memberikan rasa sakit dan tidak mudah dalam membedakan sumbatan filaria dan sumbatan fisik lainnya seperti pada teknik limfoskintigrafi, maka rute penyuntikan intra-vena menjadi pilihan. 6

7 A.2. Kendala dan Hambatan Pelaksanaan Kegiatan Dalam melaksanakan kegiatan, walaupun tidak terlalu signifikan dan dapat dicarikan solusinya, tercatat beberapa kendala teknis, seperti: Kesulitan dalam perolehan sampel uji (penelusuran penderita filariasis) yang belum mendapatkan pengobatan. Informasi keberadaan sampel uji diperoleh melalui komunikasi dengan para tenaga medis, baik yang berada di rumahsakit maupun melalui Dinas Kesehatan Kota/Kabupaten. Keharusan pengambilan cuplikan darah terinfeksi yang dilakukan malam hari (nocturnal) di luar kota. Untuk mengatasi permasalahan, di samping harus menjelaskan perlakuan dan benefit/risk kepada penderita, peneliti berkoordinasi dengan petugas teknis lapangan di Dinas Kesehatan Kabupaten. Kesulitan menumbuhkan cacing filaria pada hewan uji Penjadwalan penggunaan fasilitas kamera gamma di rumahsakit yang dilakukan di luar jam kerja (hari sabtu). Hal inipun hanya dapat dilakukan melalui komunikasi yang terjalin baik antara team peneliti dengan para tenaga medis di rumahsakit. B. Pengelolaan Administrasi Manajerial B.1. Perencanaan Anggaran Seperti halnya kegiatan penelitian, anggaran dialokasikan ke dalam kelompok gaji upah, bahan habis pakai, perjalanan dan lain-lain seperti ditampilkan pada tabel berikut: No. URAIAN ALOKASI DANA (%) 1. Gaji dan upah Bahan habis pakai Perjalanan 4 4. Lain-lain 3 5. Pajak 12 TOTAL 100 Pengelolaan pembelanjaan dan penggunaan anggaran secara teknis disesuaikan dengan termin yang diterima dengan memilah berdasarkan skala prioritas. 7

8 B.2. Mekanisme Pengelolaan Anggaran Anggaran dikelola berdasarkan azas satu pintu lembaga. Dalam hal pengadaan bahan, para peneliti mengajukan SIPU yang diketahui oleh Kepala Bidang masingmasing untuk diteruskan ke Bagian Tata Usaha u.p. Subbag.Perlengkapan. Peneliti tidak pernah berhubungan langsung dengan rekanan. Pola pengadaan disesuaikan dengan petunjuk peraturan dan perundangan yang berlaku. Sesuai dengan alokasi waktu/jam kegiatan masing-masing peneliti yang tertera dalam proposal, bendahara membayarkan gaji upah setiap periode 2 bulanan disesuaikan dengan termin yang diterima. B.3. Rancangan dan Perkembangan Pengelolaan Aset Dalam kegiatan PKPP 2012 yang dilaksanakan tidak terdapat pembelian atau pengadaan belanja modal yang dijadikan aset, sehingga untuk kegiatan ini tidak ada rancangan dan pengembangan pengelolaan ke depan. B.4. Kendala dan Hambatan Pengelolaan Administrasi Manajerial Hingga akhir kegiatan tidak ditemui kendala dan hambatan pengelolaan administrasi. Apabila ada perubahan, dan untuk tertib administrasi terutama yang terkait dengan anggaran belanja di lembaga internal, peneliti utama selalu berkoordinasi dengan bendahara. Hal yang menyangkut kerjasama eksternal, termasuk komunikasi dengan berbagai instansi terkait, berjalan lancar tanpa hambatan, dan bahkan mendapatkan respon positif, sehingga memperlancar perolehan data dan penggunaan fasilitas yang tidak dimiliki lembaga peneliti. Hal ini dapat dijadikan modal awal untuk menjalin kerjasama berikutnya, terutama dalam pemanfaatan hasil litbang oleh para pengguna kelak. 8

9 BAB III METODE PENCAPAIAN TARGET KINERJA A. Metode Pencapaian Target Kinerja A.1. Kerangka Rancangan Metode Penelitian (teknis) Dengan lingkup kegiatan seperti telah diuraikan di atas, berikut adalah beberapa metode yang digunakan dalam melaksanakan kegiatan teknis penelitian: A.1.1. Pengamatan stabilitas sediaan dalam bentuk kit Sediaan yang diformulasikan dalam bentuk kit, disimpan di dalam lemari pendingin untuk jangka waktu tertentu. Uji stabilitas dilakukan dengan mengamati hasil efisiensi penandaan dan tingkat kemurnian radiokimia setelah sediaan tersebut direkonstitusi dengan larutan natrium perteknetat ( 99m Tc). Tingkat kemurnian ditetapkan dengan metode kromatografi menggunakan berbagai fase diam dan fase gerak. A.1.2. Evaluasi Kit-kering Radiofarmaka Dietil-karbamazin. 1. Pengujian sterilitas dan pirogenitas, dilakukan dengan mengikuti metode dan prosedur yang tercantum dalam Farmakope Indonesia. 2. Untuk melihat pengaruh volume terhadap efisiensi penandaan, dilakukan variasi penambahan jumlah/volume larutan Natrium perteknetat ke dalam sediaan kit kering DEC. A.1.3. Evaluasi Pre-klinis Radiofarmaka 99m Tc-Dietil-karbamazin. 1. Hewan uji yang digunakan (normal dan setelah diinfeksi filaria) adalah jenis tikus Wistar dengan berat ± gram dan mencit Swiss dengan berat ±30-40 gram. 2. Penentuan toksisitas, dilakukan sesuai metode dan prosedur yang diterakan dalam Farmakope Indonesia dengan melipat-gandakan dosis yang diberikan setelah dikonversi ke dalam dosis umum yang diterima manusia. 3. Pengamatan biodistribusi dan uptake pada sistem limfatik, dilakukan dengan pembedahan dan pengukuran akumulasi aktivitas di dalam organ. 4. Profil farmakokinetika pada hewan uji diamati setelah pemberian sediaan melalui rute intra-dermal dan intra-vena, baik pada hewan normal maupun terinfeksi. 5. Pencitraan dengan kamera gamma pada hewan uji dan volunteer, dilakukan setelah penyuntikan sediaan 99m Tc-DEC melalui rute intra-dermal dan intra-vena 9

10 A.2. Indikator Keberhasilan Pencapaian Dalam tabel berikut, ditampilkan indikator keberhasilan serta pencapaian target kegiatan: KEGIATAN INSTANSI KRITERIA UKURAN % TERKAIT KEBERHASILAN KEBERHASILAN CAPAIAN Izin Komisi Etik Penggunaan Hewan Uji Batan Persetujuan Komisi Etik Surat formal persetujuan Komisi Etik 100% KET. Uji Stabilitas sediaan Uji biodistribusi & profil kinetika pada hewan uji normal dan terinfeksi, serta uji biologi lainnya Tidak terjadi perubahan sifat fisikokimia sediaan Perolehan data T½ distribusi & eliminasi Kemurnian radiokimia di atas 95% Keseragaman hasil biodistribusi & kurva kinetika 100% Uji stabilitas sudah diamati hingga bulan ke 8 kegiatan 100% Pencitraan dengan kamera gamma (in-vivo pada hewan uji & volunteer) Dinas KesKab Tasik RSHS Kesediaan pasien volunteer Pencitraan dapat dibaca dengan jelas Gambaran jelas & dapat dibaca Dapat membedakan normal dan abnormal 100% Dilakukan terhadap 2 (dua) penderita volunteer, injeksi intra-vena & intradermal CAPAIAN KEGIATAN s/d 10 September % A.3. Perkembangan dan Hasil Pelaksanaan Penelitian Dari tabel indikator keberhasilan yang ditampilkan di atas, pada dasarnya kegiatan telah terselesaikan sesuai dengan perencanaan semula. Beberapa kendala teknis telah dicarikan solusinya sehingga hasil yang diharapkan dapat dicapai. Berikut uraian detail mengenai perkembangan kegiatan substantif: 10

11 A.3.1. Evaluasi stabilitas sediaan dalam bentuk kit kering DEC Di samping pengamatan organoleptis, sediaan dinyatakan masih tetap stabil apabila efisiensi penandaan dan tingkat kemurnian radiokimia 99m Tc-DEC tidak kurang dari 90%. Penentuan kemurnian dihitung berdasarkan timbunan aktivitas di daerah Rf sediaan ( 99m Tc-DEC) dan pengotor (Tc0 4 - dan Tc0 2 ) dari suatu sistem kromatografi dengan TLC-SG sebagai fase diam dan aseton kering sebagai fase gerak. Hasil penandaan dan tingkat kemurnian radiokimia berdasarkan periode waktu penyimpanan sediaan di lemari pendingin, ditunjukkan pada Tabel 1 dan Gambar 1 berikut: Tabel 1. Efisiensi Penandaan dan Tingkat Kemurnian 99m Tc-DEC No. Waktu penyimpanan Efisiensi Penandaan dan Kemurnian Radiokimia ( % ) 1. 0 bulan 95,4 ± 3, bulan 97,2 ± 0, bulan 98,3 ± 0, bulan 98,3 ± 0, bulan 96,4 ± 1, bulan 97,3 ± 0, bulan 98,0 ± 0, bulan 98,2 ± 0,8 Gambar 1. Kurva kestabilan berdasarkan waktu penyimpanan Dari data efisiensi penandaan dan tingkat kemurnian seperti yang ditunjukkan pada Tabel 1 di atas, terlihat bahwa kit DEC tetap stabil walaupun telah disimpan selama ±8 bulan. Hal ini memberikan keuntungan tersendiri kelak bagi produsen karena sediaan tidak harus selalu dibuat segar menjelang digunakan. 11

12 A.3.2. Uji stabilitas setelah rekonstitusi larutan perteknetat (Na 99m Tc04) Ketidak stabilan sediaan terutama yang terkait dengan penurunan hasil penandaan (yield) dan tingkat kemurnian, di samping karena sediaan disimpan terlalu lama, juga dapat disebabkan karena sediaan tidak segera digunakan setelah dilakukan penambahan larutan perteknetat. Gambaran perubahan hasil penandaan setelah penambahan/rekonstitusi larutan 99m Tc-perteknetat, ditunjukkan pada Tabel 2 berikut: Tabel 2. Pengaruh Penyimpanan Setelah Penambahan Larutan 99m Tc-perteknetat Stabilitas sediaan berdasarkan periode waktu setelah rekonstitusi 99m Tc-perteknetat Penyimpanan 1 jam 2 jam 3 jam 4 jam Yield / Kemurnian (%) 96,31 90,48 88,90 87,16 Data dalam tabel 2 di atas, dapat dijadikan pertimbangan bagi pengguna agar sebaiknya sediaan tidak disimpan terlalu lama, atau digunakan tidak lebih dari 2 jam apabila telah direkonstitusi dengan larutan Natrium-perteknetat. A.3.3. Pengujian sterilitas dan pirogenitas Uji sterilitas dan pirogenitas dilakukan dengan mengacu metode dan prosedur yang ditetapkan dalam Farmakope Indonesia. Hasil percobaan terhadap cuplikan sediaan menunjukkan bahwa semua sediaan uji, baik yang dibuat segar maupun yang telah disimpan selama 8 bulan berada dalam keadaan steril dan bebas pirogen. A.3.4. Pengaruh volume terhadap hasil penandaan Mengingat volume sediaan harus sekecil mungkin terkait dengan cara penyuntikan, maka penambahan larutan 99m Tc-perteknetat harus diperhatikan. Pada Tabel 3 berikut ditunjukkan pengaruh besarnya volume 99m Tc-perteknetat pada hasil penandaan dengan memvariasikan penambahan jumlah larutan 99m Tc-perteknetat. Tabel 3. Pengaruh Volume 99m Tc-perteknetat pada Penandaan DEC No. Volume 99m Tc-perteknetat (ml) Efisiensi penandaan (%) 1. 1,0 97, ,0 92, ,0 93, ,0 94,58 12

13 Data di dalam Tabel 3, walaupun menunjukkan adanya penurunan hasil penandaan, dari sisi persyaratan, kesemuanya masih dalam batas yang diizinkan. Namun demikian, jumlah volume tetap harus diperhatikan mengingat akan menjadi tidak favourable apabila disuntikkan ke pasien; karena itu sesedikit mungkin volume yang dtambahkan, menjadi pilihan para klinisi. A.3.5. Penyiapan hewan uji Setelah mendapatkan persetujuan dari Komisi Etik Penggunaan Hewan Uji, tikus Wistar dengan berat rerata gram dan mencit jenis Swiss dengan berat ± gram disiapkan. Sebagian tikus diinfeksi dengan cacing filaria yang terkandung dalam darah penderita filariasis melalui injeksi intra-vena. Hewan tersebut disiapkan untuk perlakuan uji biodistribusi, farmakokinetika dan pencitraan. A.3.6. Uji toksisitas Uji toksisitas dilakukan dengan memberikan sediaan 99m Tc-DEC melalui dua rute penyuntikan intra-dermal dan intra-vena masing-masing pada 5 ekor mencit jenis Swiss dengan berat rata-rata ±30 gram dengan dosis berlipat ganda dari dosis yang diberikan kepada manusia berdasarkan pada perhitungan konversi bobot badan. Kelainan yang mungkin terjadi diamati selama 7 hari, dan dilanjutkan hingga 14 hari sambil tetap diberi pakan dan minum seperti biasa. Hasil uji toksisitas ditunjukkan pada Tabel 4 berikut: Perlakuan Tabel 4. Pengamatan uji toksisitas 99m Tc-DEC terhadap hewan uji Berat mencit ratarata (gram) Dosis penyuntikan 99m Tc-DEC Konversi ke dosis manusia Tanda keracunan / kematian selama 7-14 hari pengamatan Intra dermal 30,4 ± 2, µci (15,2 mci/kg) 912 x - Intra vena 38,0 ± 1, µci (11,3 mci/kg) 135 x - Dari data yang ditampilkan dalam Tabel 4, terlihat bahwa tidak seekorpun mencit uji menunjukkan kelainan ataupun kematian walaupun diberikan dosis yang jauh lebih tinggi dari yang diperkirakan akan digunakan oleh manusia. Dari data toksisitas ini pula dapat dinyatakan bahwa sediaan ini aman untuk digunakan. 13

14 A.3.7. Biodistribusi dan uptake sediaan pada sistem limfatik a. Pengamatan biodistribusi Pengamatan bioditribusi sediaan 99m Tc-DEC dilakukan melalui pembedahan pasca penyuntikan intradermal/intracutan pada tikus putih galur Wistar normal; dan aktivitas yang terakumulasi di dalam setiap organ selang periode waktu tertentu diukur dengan peralatan Single Channel Analyzer seperti digambarkan pada kurva berikut: Gambar 2. Kurva Biodistribusi 99m Tc-DEC pasca penyuntikan intra-dermal Pada kurva di atas, ditunjukkan bahwa penimbunan aktivitas tertinggi (27,5%) terdapat di organ popliteal 15 menit pasca penyuntikan intra-dermal, dan menurun dengan bertambahnya waktu hingga 4,76% pada menit ke 120. Di samping akumulasi tertinggi ditemukan pada beberapa organ yang terkait dengan sistem limfatik seperti pada popliteal, lumbar dan mesentrik, data pada gambar 2 juga menunjukkan penimbunan yang cukup berarti di organ ginjal. Hal ini sangat dimungkinkan mengingat ginjal termasuk salah satu jalur ekskresi. Penimbunan aktivitas pada beberapa organ lainnya tidak menunjukkan nilai yang signifikan. 14

15 b. Uptake sediaan pada sistem limfatik Untuk mengetahui seberapa lama sediaan 99m Tc-DEC berada dalam kelenjar popliteal, lumbar dan mesentrik seperti pada Gambar 2, Gambar 3 berikut menunjukkan waktu uptake sistem limfatik terhadap sediaan: Gambar 3. Waktu uptake sistem limfatik terhadap sediaan 99m Tc-DEC Walaupun uptake pada popliteal menunjukkan nilai radioaktivitas tertinggi pada awal penyuntikan, namun terlihat bahwa menuju menit ke 45 terjadi penurunan yang cukup tajam dibandingkan dengan lumbar dan mesentrik. Hal ini dimungkinkan karena popliteal merupakan kelenjar terdekat pada daerah penyuntikan dibandingkan dengan lumbar dan mesentrik. Baru setelah proses penurunan, aktivitas yang terakumulasi mendekati jumlah yang sama dengan kelenjar limfatik lainnya. A.3.8. Penentuan profil farmakokinetika Parameter farmakokinetika sediaan obat memiliki arti penting dalam penatalaksanaan diagnosis maupun terapi suatu penyakit. Di antara parameter farmakokinetika, waktu ekskresi/eliminasi yang sering dihubungkan dengan waktu paruh biologis, atau waktu yang menyatakan lamanya suatu obat berada di dalam tubuh seseorang, sangat perlu untuk diketahui. Uji farmakokinetika 99m Tc-DEC dilakukan dengan menyuntikkan sediaan secara intra-dermal pada tikus normal maupun tikus terinfeksi, kemudian beberapa tetes darah dari bagian ekor dicuplik selang periode waktu 5, 15, 30, 45, 60, 90, 120 dan

16 Pengukuran aktivitas cuplikan darah dilakukan dengan peralatan Single Channel Analyzer; dan perhitungan aktivitas dikoreksi untuk bobot darah yang sama (cacahan per gram) dan terhadap waktu paruh (T ½ ) nuklida teknesium-99m. Gambar 4 dan 5 di bawah ini menunjukkan profil farmakokinetika sediaan pasca penyuntikan intra-dermal pada tikus normal dan tikus terinfeksi. Gambar 4. Profil Kinetika 99m Tc-DEC pasca penyuntikan intra-dermal pada tikus normal Gambar 5. Profil Kinetika 99m Tc-DEC pasca penyuntikan intra-dermal pada tikus terinfeksi 16

17 Dengan mengasumsikan sediaan berada dalam satu kompartemen, maka dari profil kinetika yang tertera pada Gambar 4 dapat dihitung nilai waktu paruh biologis (T ½ ) 99m Tc-DEC pasca penyuntikan intra-dermal pada tikus normal adalah sebesar 44,32 menit, sedangkan dari Gambar 5 menunjukkan nilai waktu paruh biologis (T ½ ) pada tikus terinfeksi sebesar 37,83 menit. Apabila dilihat dari karakter individual mahluk hidup, nilai ini tidak menunjukkan signifikansi perbedaan. Karena itu, dapat dinyatakan waktu paruh biologis pasca pemberian intradermal adalah ±40 menit. T ½ biologis pada penyuntikan intra-dermal mengindikasikan waktu yang cukup lama bagi sediaan berada dalam tubuh. Secara logika hal ini mudah dipahami karena jalur penyuntikan tidak langsung ke dalam pembuluh darah. Nilai ini memberikan kelebihan tersendiri mengingat teknik limfoskintigrafi yang digunakan dalam pendeteksian penyakit, juga memerlukan waktu yang tidak singkat, sehingga ada keleluasaan bagi para klinisi untuk melakukan penatalaksanaan diagnosis. Namun demikian, mengingat sulitnya membedakan sumbatan fisik dengan sumbatan filaria melalui teknik limfoskintigrafi, maka pemberian melalui injeksi intra-vena menjadi pilihan yang diharapkan memberikan nilai positif. Pada kurva yang diterakan pada gambar 6, ditunjukkan bahwa T ½ biologis dengan model satu kompartemen melalui injeksi intra-vena, memberikan nilai 29,7 menit. Nilai ini dianggap cukup untuk menelusuri keberadaan sediaan di dalam tubuh apabila dilakukan pencitraan dengan kamera gamma pada manusia. Gambar 6. Profil Kinetika 99m Tc-DEC pasca penyuntikan intra-vena 17

18 A.3.9. Pencitraan kamera gamma pada hewan uji dan volunteer Hasil pencitraan dengan kamera gamma menjadi kunci utama pembuktian bahwa suatu sediaan layak digunakan. Hal ini ditujukan untuk meyakinkan bahwa sediaan benar-benar terakumulasi pada target organ. Gambar 7 dan 8 berikut menunjukkan hasil pencitraan kamera gamma sediaan 99m Tc-DEC di dalam tubuh tikus terinfeksi filaria pasca penyuntikan intra-dermal dan intra-vena. Gambar 7. Gambar 8. Pencitraan pada tikus terinfeksi filaria Pencitraan pada tikus terinfeksi filaria dengan 99m Tc-DEC (intra dermal) dengan 99m Tc-DEC (intra-vena) Walaupun hasil pencitraan kamera gamma yang ditunjukkan pada gambar 7 dan 8 membuktikan sediaan terdistribusi di dalam tubuh tikus, namun evaluasi masih sulit dilakukan, apalagi bila mengamati distribusi setelah pemberian intradermal. Gambar 8 yang menunjukkan keberadaan penghitaman di bagian usus setelah penyuntikan intravena, juga memberikan keraguan untuk menetapkan kelainan yang disebabkan filaria. Pembuktian melalui pembedahan di bagian ini, dan perlakuan mikroskopik, juga tidak menunjukkan filaria positif. Karena itulah, solusi akhir pembuktian harus dilakukan pada pasien volunteer. Gambar 9 dan 10 menunjukkan volunteer penderita filariasis dengan lokasi pembengkakan berbeda, sedangkan Gambar 11 dan 12 adalah hasil pencitraan kamera gamma pasca penyuntikan 99m Tc-DEC intra-dermal dan intra-vena. Dosis 99m Tc-DEC yang diberikan melalui penyuntikan intra dermal adalah 4 x 100µCi, sedangkan melalui penyuntikan intra-vena ±5mCi. 18

19 Gambar 9. Volunteer penderita filariasis dengan pembengkakan kaki kiri Gambar 10. Volunteer penderita filariasis dengan pembengkakan kaki kanan 19

20 Intra vena Pembengkakan kaki kanan Pembengkakan kaki kiri Intra dermal Gambar 11. Gambar 12. Pencitraan Kamera Gamma Pencitraan Kamera Gamma pasca penyuntikan intra-dermal pasca penyuntikan intra-vena pada penderita filariasis pada penderita filariasis Pada hasil pencitraan kamera gamma, terlihat bahwa baik melalui penyuntikan intra dermal maupun intra-vena, kedua volunteer penderita filariasis menunjukkan gambaran positif di daerah pembengkakan. Hal ini menunjukkan bahwa kedua cara penyuntikan dapat digunakan untuk mendeteksi keberadaan filaria. Walaupun kedua rute pemberian diasumsikan melalui jalur mekanisme keterikatan sediaan dengan filaria, nilai lebih diberikan melalui penyuntikan intra-vena karena terjadinya akumulasi 99m Tc-DEC dapat dibedakan dengan mekanisme limfoskintigrafi. Di samping itu, akumulasi di ginjal dan kandung kemih, menunjukkan bahwa sediaan diekskresikan melalui organ ini. 20

21 B. Potensi Pengembangan ke Depan B.1. Kerangka Pengembangan ke Depan Seperti telah dipaparkan di atas, keberhasilan pencapaian target kegiatan menunjukkan prospek yang cukup menjanjikan dari sisi teknis. Mengingat banyaknya temuan kasus filariasis, pihak pengguna sangat berharap agar sediaan ini dapat segera termanfaatkan. Teknologi penyiapan sediaan dan analisisnya sudah dikuasai. Begitu juga dengan rintisan jejaring kerjasama. Potensi pengembangan sangat memungkinkan untuk ditindaklanjuti. Karena itu: Pengembangan aspek teknis, difokuskan untuk melengkapi dan menambah data uji klinis yang masih diperlukan, sekaligus untuk meyakinkan tingkat keberhasilan pada para pengguna. Pengenalan produk melalui difusi teknologi hasil litbang kepada stakeholder dan/atau instansi/lembaga terkait Desain produk dan perhitungan aspek farmakoekonomi Menjaring produsen untuk meningkatkan kapasitas iptek sistem produksi. B.2. Strategi Pengembangan ke Depan Seperti layaknya kegiatan diseminasi ataupun difusi suatu hasil inovasi, strategi pengembangan ke depan, tidak hanya tertuju pada pemantapan aspek teknis, tetapi juga perlu didukung dengan aspek non teknis. Karena itu, langkah yang diusulkan a.l. mencakup: Merintis kerjasama dengan para stakeholder dengan melibatkan peran serta penentu kebijakan a.l. pihak Kemenristek, Kemenkes, Badan POM. Diseminasi hasil litbang melalui publikasi dan/atau seminar di forum profesi Melibatkan calon produsen agar bisa melakukan kegiatan program peningkatan kapasitas iptek sistem produksi 21

22 BAB IV SINERGI PELAKSANAAN KEGIATAN A. Sinergi Koordinasi Kelembagaan Program A.1. Kerangka Sinergi Koordinasi Koordinasi antar lembaga terkait, pemerintah maupun swasta sangat penting artinya untuk mendifusikan/mendiseminasikan hasil litbang. Koordinasi di hulu lebih memungkinkan untuk dilakukan oleh para peneliti, sedangkan koordinasi di hilir tidak memungkinkan hanya dilakukan oleh peneliti. Karena itu ke depan, peran fasilitator sangat dibutuhkan agar hasil litbangnya segera termanfaatkan. Langkah dan strategi yang memungkinkan dilakukan peneliti a.l.: membuat kesepakatan kerjasama dengan para stakeholder terutama tentang pemanfaatan hasil litbang melaksanakan kegiatan bersama sejak awal perencanaan hingga pelaksanaan kegiatan dengan pola win-win atau reward to reward. Pada PKPP 2012, sinergitas koordinasi terlaksana dengan baik sejak awal kegiatan berjalan. Bentuk sinergitas ditunjukkan dengan perolehan bahan/cuplikan, kemudahan mendapatkan volunteer dan pemanfaatan berbagai fasilitas penelitian. A.2. Indikator Keberhasilan Sinergi Koordinasi Dengan dasar reward to reward, indikator keberhasilan pada program PKPP 2012 diwujudkan dalam bentuk: kemudahan mendapatkan sampel uji kemudahan penggunaan fasilitas Untuk program ke depan, indikator keberhasilan harus ditunjukkan dengan a.l.: hasil litbang termanfaatkan oleh masyarakat luas publikasi atau HKI bersama sesuai dengan kesepakatan A.3. Perkembangan Sinergi Koordinasi Sinergitas koordinasi berjalan sangat baik. Hal ini ditunjukkan dengan tidak adanya kendala sejak awal berkoordinasi hingga berakhirnya kegiatan, baik dengan pihak Dinas Kesehatan, Rumahsakit, maupun di kalangan internal lembaga, bahkan secara informal para mitra tetap berkomunikasi dan selalu memberikan respon positif. 22

23 B. Kerangka Pemanfaatan Hasil Litbangyasa B.1. Kerangka dan Strategi Pemanfaatan Penelitian dalam kegiatan PKPP 2012 yang dilakukan baru saja berakhir. Jenis kegiatannya-pun masih dalam tahap penelitian terapan, dengan demikian pemanfaatan hasilnya belum dapat dilakukan. Kegiatan yang telah selesai dilaksanakan baru dalam tahap awal pembuktian (non-klinis) bahwa hasil litbang ini diharapkan dapat memberikan sumbangan nyata untuk deteksi dini penyakit filariasis dan mendukung program nasional Indonesia Sehat, serta program WHO tentang The Global Goal of Elimination of Lymphatic Filariasis as a Public Health Problem by the Year Namun demikian, sejak awal, para stakeholder, dalam hal ini pihak Dinas Kesehatan dan Rumahsakit telah ikut dilibatkan dalam kegiatan. Begitu pula dengan penyampaian informasi ke beberapa dokter/tenaga medik di daerah endemic, pernah dilakukan. Secara tidak langsung, penyampaian informasi dan bentuk kerjasama ini telah menggambarkan sebagian langkah strategi yang diambil agar pemanfaatan hasil litbang dapat terlaksana sesegera mungkin. Para peneliti sebenarnya sangat mengharapkan keberadaan fasilitator yang dapat mengakselerasi penyebarluasan dan pemanfaatan hasil litbang, dengan demikian para peneliti tidak harus bergerilya sendiri mulai dari hulu ke hilir. B.2. Indikator Keberhasilan Pemanfaatan Indikator keberhasilan pemanfaatan dari hasil penelitian yang nyata adalah terpakainya sediaan oleh para pengguna, dan/atau dijadikan rujukan untuk mengungkap kelainan yang diderita pasien (suspect) B.3. Perkembangan Pemanfaatan Seperti yang diuraikan di atas, hasil penelitian di PKPP 2012 ini baru dalam tahap uji non klinis, dan baru dimulai dengan sedikit uji pre-klinis, tambahan data uji klinis masih diperlukan. Namun demikian, data yang diperoleh hingga saat ini telah menunjukkan hasil yang diharapkan. Kerjasama dengan para stakeholder sudah dirintis dan mendapat respon positif; keberadaan penderita dan daerah endemik filaria di Indonesia tidak sedikit, karena itu dengan strategi yang tepat, nampaknya pemanfaatan ke depan memberi harapan dan prospek yang baik. 23

24 BAB IV PENUTUP A. Kesimpulan A.1. Tahapan Pelaksanaan Kegiatan dan Anggaran Seperti diuraikan di atas, program PKPP dengan judul 99m Tc-Dietil-karbamazin Sebagai Sediaan Diagnostik Limfatik Filariasis yang difokuskan pada uji non-klinis ini tidak terlepas dari tahap pelaksanaan kegiatan teknis dan administratif. Aspek teknis meliputi kajian farmasetik, seperti pengamatan stabilitas, sterilitas, pirogenitas, toksisitas sediaan, dan dilanjutkan dengan kajian farmakologis seperti biodistribusi, penentuan profil farmakokinetika, serta pencitraan (imaging). Semua kegiatan dapat diselesaikan tepat waktu, serta setiap tahapan menunjukkan data dan hasil yang signifikan, bahkan di akhir kegiatan yang dilengkapi dengan teknik pencitraan pada penderita volunteer menggunakan kamera gamma, menunjukkan sediaan ini benar dapat dimanfaatkan untuk deteksi filariasis seperti yang diharapkan. Di sisi lain, aspek administratif dan anggaran sebagai pendukung bergulirnya kegiatan, terkelola dengan baik dan tidak ditemukan kendala yang berarti. Keberhasilan dan kelancaran pelaksanaan kegiatan dan pengelolaan anggaran ini dapat dikatakan tidak terlepas dari kerjasama yang terjalin baik antar berbagai pihak terkait, internal lembaga, maupun di luar lembaga. A.2. Metode Pencapaian Target Kinerja Seperti telah disampaikan beberapa kali, target kinerja dapat dicapai seperti harapan semula, dan bahkan dapat dikatakan melebihi target yang direncanakan. Kesungguhan, kebersamaan, transparansi dan komunikasi yang baik, adalah kunci sukses dari pencapaian target kinerja. A.3. Potensi Pengembangan ke Depan Penyiapan sediaan dan cara analisis yang terkait dengan kegiatan dalam penelitian ini telah benar-benar dikuasai. Jejaring kerja juga sudah dirintis sejak awal kegiatan, karena itu potensi pengembangan ke depan sangat terbuka. Jumlah daerah endemik yang tidak sedikit di Indonesia, memberi peluang potensi pengembangan. Prospek pasar sangat terbuka lebar. 24

25 A.4. Sinergi Koordinasi Kelembagaan-Program Sinergitas koordinasi baik kelembagaan ataupun program, nampaknya tidak terkendala walaupun tanpa dilengkapi dengan naskah kerjasama formal. Sekali lagi, peran transparansi dan komunikasi menjadi kunci keberhasilan. Berbagai hal yang diperkirakan akan sulit dilaksanakan, bahkan sebaliknya mendapat respon positif yang kemungkinan dapat dijadikan jalan untuk merintis difusi dan teknologi hasil litbang yang ditemukan. A.5. Kerangka Pemanfaatan Hasil Litbangyasa Hasil uji non klinis in-vitro dan in-vivo yang telah dilakukan dalam penelitian ini, khususnya untuk kasus pengembangan obat, dianggap masih belum cukup untuk langsung masuk ke area pemanfaatan. Di samping masih harus menambah data uji pre-klinis dan klinis, masih banyak persyaratan suatu obat agar dapat dimanfaatkan oleh masyarakat. Rintisan kerjasama yang sudah dilaksanakan dengan melibatkan langsung para mitra ke dalam kegiatan ini, dapat dijadikan pembuka jalan program pemanfaatan ke depan. Namun demikian, walaupun aspek teknis dan administratif sudah lengkap, termasuk registrasi Badan POM terpenuhi, aspek lain, seperti ekonomi, politis, keberpihakan, kebijakan, memiliki peran masing-masing yang berpengaruh pada pemanfaatan hasil litbangyasa. Peran fasilitator sangat dibutuhkan. B. Saran B.1. Keberlanjutan Pemanfaatan Hasil Kegiatan Agar hasil kegiatan dapat segera dimanfaatkan: Data teknis, seperti data uji klinis masih perlu ditambah terutama untuk persyaratan registrasi, sekaligus untuk meyakinkan tingkat keberhasilan pada para pemangku kepentingan. Pengenalan produk melalui difusi teknologi hasil litbang kepada stakeholder dan/atau instansi/lembaga terkait Desain produk dan perhitungan farmakoekonomi Menjaring produsen yang capable (misalnya memiliki fasilitas produksi, CPOB dll.) untuk meningkatkan kapasitas iptek sistem produksi 25

26 B.2. Keberlanjutan Dukungan Program Ristek Berbagai keterbatasan, dana dan peralatan sering menjadi kendala bagi seorang peneliti untuk menuangkan ide kreatifnya, apalagi jika yang bersangkutan berada dalam suatu lembaga penelitian seperti saat ini. Ide berkoordinasi sering terlontar, namun di lapangan banyak yang berjalan sendiri-sendiri. Begitu juga hasil litbang yang mungkin bisa memiliki nilai lebih, banyak yang hanya tersimpan di laci. Memasarkan hasil litbang tidak mungkin dikerjakan seorang diri. Sekali lagi peran fasilitator yang dapat menjembatani hal ini sangat dibutuhkan; dan tentu saja Kemenristek menjadi tumpuan. DAFTAR PUSTAKA 1. ANONIM, Eliminating Lymphatic filariasis, WHO Filariasis 2. SULIANTI A., Waspadai kaki gajah, Pikiran Rakyat, 25 Nov WEIL G.J., LAMMIE P.J., WEISS N., The ICT filariasis test: A rapid format antigen test for diagnosis of Bancroftian Filariasis. Parasitology Today,13(10)(1997) HANAFIAH A.Ws. et al., Penandaan Dietilkarbamazin dengan radionuklida teknesium-99m sebagai sediaan diagnostik untuk deteksi dini filariasis. Laporan Teknis Program Insentif KMNRT, PKPP MELROSE, W.D., Chemotherapy for lymphatic filariasis: progress but not perfection Anti-infective Therapy 1(4) (2003) SAHA, G.B.,Fundamental of Nuclear Pharmacy,5 th ed.,springer,usa,(2004) SZUBA, A., SHIN, W.S., STRAUSS, H.W., ROCKSON, S., Radionuclide lymphoscintigraphy in the evaluation of lymphodema, J. Nucl. Med. 44(1)(2003)

27 LAPORAN HASIL PENELITIAN dan PENGEMBANGAN, KEKAYAAN INTELEKTUAL, dan HASIL PENGELOLAANNYA 27

28 LAPORAN HASIL PENELITIAN dan PENGEMBANGAN, KEKAYAAN INTELEKTUAL, dan HASIL PENGELOLAANNYA Identitas Perguruan Tinggi/Lembaga Penelitian dan Pengembangan Nama Perguruan Tinggi / Lembaga Penelitian dan Pengembangan Pusat Teknologi Nuklir Bahan dan Radiometri (PTNBR) BADAN TENAGA NUKLIR NASIONAL Pimpinan (Isilah nama lengkap pimpinan perguruan tinggi atau lembaga litbang) Alamat Perguruan Tinggi / Lembaga Litbang (tuliskan alamat lengkap, kode pos, nomor telepon, nomor faksimile, dan alamat ) Drs. Djatmiko MSc. Jl. Tamansari No.71, Bandung, Telp , Fax hanafiah@batan.go.id Identitas Kegiatan Judul Kegiatan Litbang yang Dilakukan Abstraksi (Uraian ringkas kegiatan yang telah dilaksanakan dengan penjelasan tentang masalah yang ditangani, latar belakang, tahapan kegiatan, manfaat, metodologi yang digunakan, dan hasil pokok) 99m Tc-DIETIL-KARBAMAZIN SEBAGAI SEDIAAN DIAGNOSTIK LIMFATIK FILARIASIS EVALUASI NON KLINIS Penyakit yang disebut Lymphatic Filariasis atau elephantiasis, atau yang lebih dikenal dengan penyakit kaki gajah telah menginfeksi lebih dari 120 juta orang di 80 negara, termasuk Indonesia, dan lebih dari 40 juta dari mereka mengalami ketidak mampuan bekerja (disability) di samping gangguan nilai estetika. Karena jumlah penderita filariasis cukup signifikan dengan memberikan dampak menahun yang sangat mengganggu, maka penyakit ini mendapat perhatian dan penanganan serius dari Kementerian Kesehatan RI, khususnya Bidang Pelayanan dan Penanganan Penyakit Menular. Tidak hanya skala nasional, WHO-pun telah mencanangkan The Global Goal of Elimination of Lymphatic Filariasis as a Public Health Problem by The Year Permasalahan yang dihadapi oleh hampir semua pihak dalam memberantas penyakit infeksi filariasis adalah terlambatnya penyakit ini terdiagnosis atau terdeteksi lebih awal. Masyarakat tidak menyadari bahwa mereka telah terinfeksi penyakit ini. Metode deteksi dini yang spesifik dan akurat sangat dibutuhkan. 28

29 Senyawa bertanda 99m Tc-Dietilkarbamazin-citrat telah berhasil dibuat dan telah dilaporkan dalam Program Insentif Peningkatan Kemampuan Peneliti dan Perekayasa (PKPP) 2011 dengan memberikan karakteristik fisikokimia yang cukup baik. Namun demikian, seperti halnya pengembangan obat baru (drug discovery/drug development), berbagai persyaratan farmasetik dan keamanan bagi pengguna menjadi barometer keberhasilan penelitian ini. Karena itu, tujuan kegiatan penelitian yang dilakukan dalam program insentif PKPP 2012 ini lebih difokuskan pada perolehan data in-vitro dan in vivo 99m Tc-Dietilkarbamazin ( 99m Tc-DEC), terutama dari aspek non klinis untuk meyakinkan keberterimaan dan kepercayaan para pengguna. Aspek fisikokimia seperti stabilitas, tingkat kemurnian, dan syarat farmasetik lainnya, serta kajian farmakologis, seperti uji farmakokinetika, toksikologi, sterilitas, a-pirogenitas, kesesuaian dosis diagnostik dan rute pemberian, adalah parameter penting yang dikaji. Beberapa metode uji, terutama yang terkait dengan aspek farmakologis, diselaraskan dengan prosedur dan persyaratan yang ditetapkan farmakope. Di samping itu, telah dilakukan pula proses pencitraan (imaging) dengan kamera gamma, baik pada hewan uji maupun pada penderita volunteer. Dari pengamatan uji stabilitas, sediaan yang disimpan selama 7 bulan dalam bentuk kit kering, masih menunjukkan efisiensi penandaan dan tingkat kemurnian di atas 90%, dan tetap stabil secara fisiko-kimia maupun biologis. Namun demikian, sediaan 99m Tc-DEC harus digunakan segera setelah disiapkan, dan disarankan untuk tidak disimpan lebih dari 2 jam setelah direkonstitusi dengan larutan perteknetat. Pengaruh peningkatan volume larutan 99m Tc-perteknetat yang ditambahkan pada saat rekonstitusi, walaupun menurunkan efisiensi penandaan, namun masih dalam batas yang diizinkan (>90%). Walaupun demikian, untuk kenyamanan pasien, volume yang diberikan sebaiknya diupayakan sesedikit mungkin. 29

30 Data uji toksisitas, juga menunjukkan sediaan 99m Tc-DEC aman digunakan. Hasil uji biodistribusi pada tikus putih percobaan galur Wistar, menunjukkan bahwa akumulasi sediaan terbesar ditemukan dalam sistem limfatik, terutama pada kelenjar popliteal, lumbar dan mesentrik. Dari kurva kinetika diperoleh nilai waktu paruh (T ½ ) biologis masing-masing sebesar ±40 menit baik pada tikus normal maupun pada tikus terinfeksi pasca pemberian intra-dermal, dan sebesar 29,7 menit apabila diberikan secara intra-vena. Pencitraan dengan kamera gamma pasca penyuntikan melalui rute intra-dermal dan intra-vena pada volunteer penderita filariasis (studi preklinis), menunjukkan gambaran positif bahwa sediaan 99m Tc-DEC terakumulasi pada target organ. Namun demikian, mengingat kelemahan pada pemberian intra-dermal yang memberikan rasa sakit dan tidak mudah dalam membedakan sumbatan filaria dan sumbatan fisik lainnya seperti pada teknik limfoskintigrafi, maka rute penyuntikan intra-vena menjadi pilihan. Hasil inovasi sederhana ini, diharapkan dapat menjadi sumbangan nyata yang bermanfaat bagi masyarakat luas, khususnya untuk mendeteksi keberadaan penyakit filariasis dan dunia kesehatan di Indonesia, serta berharap dapat membantu mempercepat capaian roadmap perkembangan kit diagnostik pengendalian penyakit menular (ARN ), serta program WHO The Global Goal of Elimination of Lymphatic Filariasis as a Public Health Problem by the Year Penelitian ini dapat terselesaikan tepat waktu atas jalinan kerjasama yang baik antara team peneliti, Dinas Kesehatan Kabupaten Tasikmalaya, serta para dokter dan staf terkait di Bagian Kedokteran Nuklir Rumahsakit Hasan Sadikin Bandung. 30

31 Tim Peneliti 1. Nama Koordinator/ Peneliti Utama (PU) 2. Alamat Koordinator/ Peneliti Utama 3. Nama dan Alamat Anggota Peneliti (nama dan gelar akademik, berikut bid. keahlian, alamat anggota peneliti sesuai urutan penulisan anggotanya) Waktu Pelaksanaan Litbang (tanggal mulai dan akhir) 1. Prof.Dr. A.Hanafiah Ws., BATAN, Jl.Tamansari 71 Bandung Dra. Nanny Kartini Oekar MSc. BATAN, Jl.Tamansari 71 Bandung Prof. Dra. Nurlaila Zainuddin MT BATAN, Jl.Tamansari 71 Bandung Drs. Duyeh Setiawan, Drs., MT BATAN, Jl.Tamansari 71 Bandung Dra. Misyetti MT. BATAN, Jl.Tamansari 71 Bandung Februari Oktober 2012 Publikasi (cantumkan judul-judul publikasi, tahun dan tempat publikasi dilakukan) Belum dipublikasikan Identitas Kekayaan Intelektual dan Hasil Litbang Ringkasan Kekayaan Intelektual 1. Perlindungan Kekayaan Intelektual yang dihasilkan dari litbang dengan dukungan insentif KNRT periode 2012 a. Paten Waktu Pendaftaran:... b. Hak Cipta Waktu Pendaftaran:... c. Merek Waktu Pendaftaran:... d. Disain Industri Waktu Pendaftaran:... e. Disain Tata Letak Sirkuit Terpadu Waktu Pendaftaran:... f. Varietas Tanaman Waktu Pendaftaran:... (Pilihlah jenis perlindungan kekayaan intelektual yang diperoleh, dan sebutkan waktu pendaftarannya) 2. Nama Penemuan Baru (nama temuan yang dimintakan perlindungan kekayaan intelektual, asal temuan tersebut: baru atau hasil pengembangan temuan sebelumnya, alasan perlu perlindungan kekayaan intelektual). 3. Nama Penemuan Baru Non Komersial (nama temuan yang tidak dimintakan perlindungan kekayaan intelektual, asal temuan tersebut: baru atau hasil pengembangan temuan sebelumnya, alasan tidak perlu perlindungan kekayaan intelektual). Nama temuan : Formula Kit-kering Dietil Karbamazin (DEC) dan metode pembuatan senyawa bertanda 99m Tc-Dietil Karbamazin. Merupakan hasil inovasi baru dari obat anti cacing filaria dietilkarbamazin (DEC) bertanda radionuklida teknesium-99m yang apabila disuntikkan ke dalam tubuh manusia secara intra dermal atau intra-vena, keberadaannya dapat ditelusuri dengan kamera gamma. Melalui mekanisme yang sama dengan DEC, sediaan 99m Tc-DEC dapat menunjukkan secara lebih spesifik, peka dan lebih dini mendeteksi keberadaan cacing filaria di dalam tubuh. 31

32 Kejadian filariasis menyebar luas (endemik) di beberapa negara tidak hanya di Indonesia. Pencegahan lebih awal sering tidak dapat dilakukan karena diagnosis sulit ditegakkan, dan pasien baru datang setelah manifestasi (pembengkakan). 4. Cara Alih Teknologi a. Lisensi, b. Kerjasama, c. Pelayanan Jasa Iptek, d. Publikasi. (Pilihlah cara alih teknologi kepada fihak lain agar hasil litbang anda ini dapat dimanfaatkan) Lisensi, kerjasama dan publikasi. Ringkasan Hasil Penelitian dan Pengembangan 1. Hasil Penelitian dan Pengembangan (Isilah dengan ringkas mengenai hasil litbang yang dicapai; berupa disain, model, prototip, temuan ilmiah lainnya, tulisan ilmiah yang telah dipublikasikan, dan/atau konsultasi kepakaran bidang ilmu tertentu). Hasil LITBANG : 1.1. Formula Kit-kering Dietil Karbamazin (DEC) dan penguasaan teknologi pembuatan senyawa bertanda 99m Tc-Dietil Karbamazin dengan tingkat kemurnian radiokimia lebih besar dari 90%, 1.2. Prototipe kit-kering DEC, stabil selama penyimpanan dalam waktu lama Data sifat/karakteristik fisiko-kimia 99m Tc-DEC 1.4. Data sifat/karakteristik biologis (farmakokinetika) 99m Tc-DEC 1.5. Hasil pencitraan kamera gamma pada penderita filariasis 1.6. Karya Tulis Ilmiah untuk publikasi 2. Produk, spesifikasi, dan pemanfaatannya. (Isilah dengan ringkas mengenai produk yang dihasilkan, berikut spesifikasi, dan pemanfaatannya) Produk berupa kit-kering steril dalam vial, stabil pada penyimpanan 4 o C. Setelah ditambahkan larutan teknesium-99m perteknetat, akan dihasilkan sediaan 99m Tc- Dietilkarmamazin ( 99m Tc-DEC) yang dapat digunakan untuk mendeteksi penyakit filariasis melalui penyuntikan intra-dermal atau intra-vena. Kit kering DEC dapat ditandai dengan 99m Tc-perteknetat sebanyak 1 hingga 25 mci per 1 hingga volume maksimal 4 ml. Tingkat kemurnian hasil penandaan > 90%, merupakan sediaan yang jernih tidak berwarna, steril dengan ph sediaan ± 4. 32

33 Gambar/Photo Produk Hasil Penelitian dan Pengembangan: KIT KERING DIETIL KARBAMAZIN Intra-vena Pembengkakan kaki kanan Pembengkakan kaki kiri Intra dermal HASIL PENCITRAAN KAMERA GAMMA PADA PENDERITA FILARIASIS MENGGUNAKAN HASIL INOVASI 33

34 Pengelolaan 1. Sumber Pembiayaan Penelitian dan Mitra Kerja (isilah tentang besar pembiayaan, termasuk yang berasal dari mitra kerja) a. APBN (insentif KNRT) : Rp ,- (termasuk pajak) b. APBD : Rp c. Mitra Kerja - Dalam Negeri : dalam bentuk inmateri Nama Mitra : - Luar Negeri : Rp.... Nama Mitra : Pemanfaatan Sarana dan Prasarana Penelitian (sebutkan sarana dan prasarana yang dipergunakan dalam kegiatan litbang) a. Sarana : fasilitas kerja dengan sumber radioaktif pemancar gamma, laminar air flow, freeze dryer, dose calibrator, pencacah saluran tunggal, peralatan kromatografi kertas dan lapis tipis. b. Prasarana : Laboratorium radioaktif, ruang proses aseptis. 3. Pendokumentasian (bagaimana pendokumentasian kekayaan intelektual dan hasil litbang yg telah dilakukan [CD, microfiche]) Dokumentasi dalam laptop dan computer, serta Buku Catatan Harian Penelitian. 34

LEMBAR PENGESAHAN LAPORAN AKHIR PKPP-2012

LEMBAR PENGESAHAN LAPORAN AKHIR PKPP-2012 LEMBAR PENGESAHAN LAPORAN AKHIR PKPP-2012 Judul Penelitian : 99m Tc-Dietilkarbamazin Sebagai Sediaan Diagnostik Limfatik Filariasis: Evaluasi Non-Klinis Fokus Bidang penelitian: Nasional Strategis Bidang

Lebih terperinci

Tc-DIETIL KARBAMAZIN SEBAGAI SEDIAAN DIAGNOSTIK LIMFATIK FILARIASIS: EVALUASI NON-KLINIS

Tc-DIETIL KARBAMAZIN SEBAGAI SEDIAAN DIAGNOSTIK LIMFATIK FILARIASIS: EVALUASI NON-KLINIS INSENTIF PENINGKATAN KEMAMPUAN PENELITI DAN PEREKAYASA KEMENTERIAN RISET DAN TEKNOLOGI 2012 KODE JUDUL: B12 99m Tc-DIETIL KARBAMAZIN SEBAGAI SEDIAAN DIAGNOSTIK LIMFATIK FILARIASIS: EVALUASI NON-KLINIS

Lebih terperinci

PANDUAN PENGUSULAN PROGRAM INSENTIF SENTRA HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL (SENTRA-HKI)

PANDUAN PENGUSULAN PROGRAM INSENTIF SENTRA HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL (SENTRA-HKI) PANDUAN PENGUSULAN PROGRAM INSENTIF SENTRA HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL (SENTRA-HKI) Direktorat Jenderal Penguatan Riset dan Pengembangan Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi 2016 A. Umum Rendahnya

Lebih terperinci

SALINAN MENTERI NEGARA RISET DAN TEKNOLOGI REPUBLIK INDONESIA

SALINAN MENTERI NEGARA RISET DAN TEKNOLOGI REPUBLIK INDONESIA SALINAN MENTERI NEGARA RISET DAN TEKNOLOGI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI NEGARA RISET DAN TEKNOLOGI REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 04/M/PER/III/2007 TENTANG TATA CARA PELAPORAN KEKAYAAN INTELEKTUAL,

Lebih terperinci

MENTERI NEGARA RISET DAN TEKNOLOGI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI NEGARA RISET DAN TEKNOLOGI NOMOR: 04/M/PER/III/2007 TENTANG

MENTERI NEGARA RISET DAN TEKNOLOGI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI NEGARA RISET DAN TEKNOLOGI NOMOR: 04/M/PER/III/2007 TENTANG MENTERI NEGARA RISET DAN TEKNOLOGI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI NEGARA RISET DAN TEKNOLOGI NOMOR: 04/M/PER/III/2007 TENTANG TATA CARA PELAPORAN KEKAYAAN INTELEKTUAL, HASIL KEGIATAN PENELITIAN DAN

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PENELITIAN

BAB 4 HASIL PENELITIAN BAB 4 HASIL PENELITIAN Sebanyak 362 anak-anak sekolah dasar berusia 6-13 tahun berpartisipasi pada pemeriksaan darah setelah lima tahun pengobatan masal dengan kombinasi obat DEC-albendazol. Sampel diambil

Lebih terperinci

Prevalensi pre_treatment

Prevalensi pre_treatment Prevalensi pre_treatment BAB 4 HASIL Sebanyak 757 responden berpartisipasi pada pemeriksaan darah sebelum pengobatan masal dan 301 responden berpartisipasi pada pemeriksaan darah setelah lima tahun pengobatan

Lebih terperinci

PENGARUH PEMBERIAN AMLODIPIN PADA POLA BIODISTRIBUSI 99m Tc-MIBI SEBAGAI SEDIAAN SIDIK PERFUSI JANTUNG (UJI NON KLINIS PADA HEWAN PERCOBAAN)

PENGARUH PEMBERIAN AMLODIPIN PADA POLA BIODISTRIBUSI 99m Tc-MIBI SEBAGAI SEDIAAN SIDIK PERFUSI JANTUNG (UJI NON KLINIS PADA HEWAN PERCOBAAN) PENGARUH PEMBERIAN AMLODIPIN PADA POLA BIODISTRIBUSI SEBAGAI SEDIAAN SIDIK PERFUSI JANTUNG (UJI NON KLINIS PADA HEWAN PERCOBAAN) Arum Yunita Eswinawati*, Deby Tristiyanti*, A.Hanafiah.,Ws.** *Sekolah Tinggi

Lebih terperinci

LAPORAN HASIL PENELITIAN dan PENGEMBANGAN, KEKAYAAN INTELEKTUAL, dan HASIL PENGELOLAANNYA

LAPORAN HASIL PENELITIAN dan PENGEMBANGAN, KEKAYAAN INTELEKTUAL, dan HASIL PENGELOLAANNYA LAPORAN HASIL PENELITIAN dan PENGEMBANGAN, KEKAYAAN INTELEKTUAL, dan HASIL PENGELOLAANNYA Identitas Perguruan Tinggi/Lembaga Penelitian dan Pengembangan Nama Perguruan Tinggi/Lembaga Penelitian dan Pengembangan

Lebih terperinci

BADAN TENAGA NUKLIR NASIONAL

BADAN TENAGA NUKLIR NASIONAL [B.57] Peningkatan Kapasitas dan Pemantapan Prosedur Produksi 177 Lu- DTA-nimotuzumab Radiofarmaka Diagnosis dan Radioimmunoterapi Kanker Martalena Ramli, Agus Ariyanto, Puji Widayati, Sulaiman, Cahya

Lebih terperinci

LAPORAN HASIL PENELITIAN INSENTIF PENINGKATAN KEMAMPUAN PENELITI DAN PEREKAYASA

LAPORAN HASIL PENELITIAN INSENTIF PENINGKATAN KEMAMPUAN PENELITI DAN PEREKAYASA LAPORAN HASIL PENELITIAN INSENTIF PENINGKATAN KEMAMPUAN PENELITI DAN PEREKAYASA Penguatan Kapasitas Daerah dan Sinergitas Pemanfaatan Metode Pendeteksian Struktur Geologi Berbasiskan Data Penginderaan

Lebih terperinci

MANAJEMEN HABITAT DAN POPULASI SATWALIAR LANGKA PASCA BENCANA ALAM ERUPSI DI TAMAN NASIONAL GUNUNG MERAPI

MANAJEMEN HABITAT DAN POPULASI SATWALIAR LANGKA PASCA BENCANA ALAM ERUPSI DI TAMAN NASIONAL GUNUNG MERAPI KODE JUDUL : N.2 LAPORAN HASIL PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN, KEKAYAAN INTELEKTUAL, DAN HASIL PENGELOLAANNYA INSENTIF PENINGKATAN KEMAMPUAN PENELITI DAN PEREKAYASA MANAJEMEN HABITAT DAN POPULASI SATWALIAR

Lebih terperinci

UJI TOKSISITAS AKUT RADIOFARMAKA 99m Tc- CTMP PADA MENCIT (Mus musculus)

UJI TOKSISITAS AKUT RADIOFARMAKA 99m Tc- CTMP PADA MENCIT (Mus musculus) PTNBR BATAN Bandung, Juni 009 UJI TOKSISITAS AKUT RADIOFARMAKA 99m Tc- CTMP PADA MENCIT (Mus musculus) Iim Halimah, Yana Sumpena, Rizky Juwita Sugiharti, Misyetti Pusat Teknologi Nuklir Bahan dan Radiometri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan yang disebabkan oleh berjangkitnya penyakit-penyakit tropis. Salah satu

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan yang disebabkan oleh berjangkitnya penyakit-penyakit tropis. Salah satu 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia sebagai negara yang beriklim tropis banyak menghadapi masalah kesehatan yang disebabkan oleh berjangkitnya penyakit-penyakit tropis. Salah satu penyakit

Lebih terperinci

LAPORAN HASIL PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN, KEKAYAAN INTELEKTUAL, DAN HASIL PENGELOLAANNYA

LAPORAN HASIL PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN, KEKAYAAN INTELEKTUAL, DAN HASIL PENGELOLAANNYA LAPORAN HASIL PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN, KEKAYAAN INTELEKTUAL, DAN HASIL PENGELOLAANNYA Identitas Perguruan Tinggi/Lembaga Penelitian dan Pengembangan Nama PerguruanTinggi/Lembaga Penelitian dan Pengembangan

Lebih terperinci

LAPORAN HASIL LITBANG

LAPORAN HASIL LITBANG SIDa.X.6 LAPORAN HASIL LITBANG Pengembangan Teknologi Pengolahan Makanan Ringan (Vacuum Frying, Deep Frying dan Spinner) untuk Meningkatkan Kualitas Makanan Olahan di Banjarnegara PROGRAM INSENTIF RISET

Lebih terperinci

PANDUAN PROGRAM HI-LINK DIT. LITABMAS, DIKTI DIREKTORAT PENELITIAN DAN PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT

PANDUAN PROGRAM HI-LINK DIT. LITABMAS, DIKTI DIREKTORAT PENELITIAN DAN PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT PANDUAN PROGRAM HI-LINK DIT. LITABMAS, DIKTI - 2012 DIREKTORAT PENELITIAN DAN PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT DIREKTORAT JENDERAL PENDIDIKAN TINGGI KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL 2012 1 DAFTAR ISI 1. PENDAHULUAN...

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL PERCBAAN DAN PEMBAHASAN Penandaan falerin dengan 131 I adalah jenis penandaan tak seisotop. Falerin ditandai dengan menggunakan 131 I yang tidak terdapat dalam struktur falerin. Proses yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menular (emerging infection diseases) dengan munculnya kembali penyakit menular

BAB I PENDAHULUAN. menular (emerging infection diseases) dengan munculnya kembali penyakit menular BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan merupakan salah satu indikator dalam Indeks Pembangunan Manusia (IPM) yang dapat menggambarkan tingkat kesejahteraan masyarakat di suatu negara. Konsep kesehatan

Lebih terperinci

PANDUAN PROGRAM HI-LINK DP2M, DIKTI

PANDUAN PROGRAM HI-LINK DP2M, DIKTI PANDUAN PROGRAM HI-LINK DP2M, DIKTI - 2010 DIREKTORAT PENELITIAN dan PENGABDIAN kepada MASYARAKAT DIREKTORAT JENDERAL PENDIDIKAN TINGGI KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL 2010 1 DAFTAR ISI 1. PENDAHULUAN...3

Lebih terperinci

BAB 1 RANGKUMAN Judul Penelitian yang Diusulkan Penelitian yang akan diusulkan ini berjudul Model Penyebaran Penyakit Kaki Gajah.

BAB 1 RANGKUMAN Judul Penelitian yang Diusulkan Penelitian yang akan diusulkan ini berjudul Model Penyebaran Penyakit Kaki Gajah. BAB 1 RANGKUMAN 1.1. Judul Penelitian yang Diusulkan Penelitian yang akan diusulkan ini berjudul Model Penyebaran Penyakit Kaki Gajah. 1.2. Pemimpin / Penanggung Jawab Penelitian akan dipimpin langsung

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. Filariasis adalah penyakit yang disebabkan oleh cacing filaria yang

BAB 1 : PENDAHULUAN. Filariasis adalah penyakit yang disebabkan oleh cacing filaria yang BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit menular merupakan penyakit yang ditularkan melalui berbagai media. Penyakit menular menjadi masalah kesehatan yang besar hampir di semua negara berkembang

Lebih terperinci

JUDUL LAPORAN HASIL LITBANG INSENTIF PENINGKATAN KEMAMPUAN PENELITI DAN PEREKAYASA

JUDUL LAPORAN HASIL LITBANG INSENTIF PENINGKATAN KEMAMPUAN PENELITI DAN PEREKAYASA JUDUL KODE : SIDA X 8 LAPORAN HASIL LITBANG INSENTIF PENINGKATAN KEMAMPUAN PENELITI DAN PEREKAYASA PENGEMBANGAN PAKET TEKNOLOGI PENGOLAHAN BIOFARMAKA UNTUK MENDUKUNG AGRIBISNIS BIOFARMAKA DI KABUPATEN

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PENELITIAN

BAB 4 HASIL PENELITIAN Prevalensi pre_treatment BAB 4 HASIL PENELITIAN Sebanyak 1857 orang penduduk berpartisipasi dalam penelitian ini. Penduduk laki-laki sebanyak 878 orang dan penduduk wanita sebanyak 979 orang. Gambar 1

Lebih terperinci

UJI TOKSISITAS RADIOFARMAKA

UJI TOKSISITAS RADIOFARMAKA UJI TOKSISITAS RADIOFARMAKA Tc- ETAMBUTOL PADA MENCIT (Mus musculus) Rizky Juwita Sugiharti dan Nanny Kartini Pusat Teknologi Nuklir Bahan dan Radiometri, BATAN, Jl Tamansari 71, Bandung, 40132 ABSTRAK

Lebih terperinci

B. KOMPONEN LAPORAN AKHIR Sesuai dengan dokumen Panduan Insentif PKPP 2012, Laporan akhir PKPP 2012 terdiri dari beberapa komponen yaitu :

B. KOMPONEN LAPORAN AKHIR Sesuai dengan dokumen Panduan Insentif PKPP 2012, Laporan akhir PKPP 2012 terdiri dari beberapa komponen yaitu : KERANGKA LAPORAN AKHIR PKPP 2012 A. TUJUAN PENYUSUNAN Laporan Akhir Pelaksanaan PKPP 2012 merupakan salah satu produk yang tertuang dalam Kontrak Kerjasama Pelaksanaan PKPP 2012. Oleh karena itu, penyusunan

Lebih terperinci

kanker yang berkembang dari sel-sel yang berada pada kelenjar payudara. Dalam

kanker yang berkembang dari sel-sel yang berada pada kelenjar payudara. Dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kanker merupakan tumor ganas yang terbentuk akibat pertumbuhan sel-sel yang cepat, berlebihan dan tidak beraturan. Salah satu kanker yang banyak menyerang wanita adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Prioritas pembangunan kesehatan dalam rencana strategis kementerian

BAB I PENDAHULUAN. Prioritas pembangunan kesehatan dalam rencana strategis kementerian 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Prioritas pembangunan kesehatan dalam rencana strategis kementerian kesehatan tahun 2010-2014 difokuskan pada delapan fokus prioritas, salah satunya adalah pengendalian

Lebih terperinci

LAPORAN HASIL PENELITIAN dan PENGEMBANGAN, KEKAYAAN INTELEKTUAL, dan HASIL PENGELOLAANNYA

LAPORAN HASIL PENELITIAN dan PENGEMBANGAN, KEKAYAAN INTELEKTUAL, dan HASIL PENGELOLAANNYA LAPORAN HASIL PENELITIAN dan PENGEMBANGAN, KEKAYAAN INTELEKTUAL, dan HASIL PENGELOLAANNYA (PP No. Th atau Peraturan Menteri Negara Ristek No./Kp/III/7) Identitas Perguruan Tinggi/Lembaga Penelitian dan

Lebih terperinci

PANDUAN RISET UNGGULAN DAERAH KOTA PEKALONGAN TAHUN 2016 PEMERINTAH KOTA PEKALONGAN KANTOR RISET, TEKNOLOGI DAN INOVASI

PANDUAN RISET UNGGULAN DAERAH KOTA PEKALONGAN TAHUN 2016 PEMERINTAH KOTA PEKALONGAN KANTOR RISET, TEKNOLOGI DAN INOVASI PANDUAN RISET UNGGULAN DAERAH KOTA PEKALONGAN TAHUN 2016 PEMERINTAH KOTA PEKALONGAN KANTOR RISET, TEKNOLOGI DAN INOVASI Jl. Mataram Nomor 1 Pekalongan 51111 Telp. (0285) 4416191, 423984, 421093 ext 152

Lebih terperinci

RENOGRAF DUAL PROBES Berbasis komputer personal Akurat Aman, dan Ekonomis

RENOGRAF DUAL PROBES Berbasis komputer personal Akurat Aman, dan Ekonomis RENOGRAF DUAL PROBES Berbasis komputer personal Akurat Aman, dan Ekonomis Perkembangan Renograf Teknik Renografi untuk memeriksa fungsi ginjal telah dikenal sejak tahun 1950-an. Teknik ini pada awalnya

Lebih terperinci

PANDUAN RISET TEMATIK KOTA PEKALONGAN TAHUN 2016 PEMERINTAH KOTA PEKALONGAN KANTOR RISET, TEKNOLOGI DAN INOVASI

PANDUAN RISET TEMATIK KOTA PEKALONGAN TAHUN 2016 PEMERINTAH KOTA PEKALONGAN KANTOR RISET, TEKNOLOGI DAN INOVASI PANDUAN RISET TEMATIK KOTA PEKALONGAN TAHUN 2016 PEMERINTAH KOTA PEKALONGAN KANTOR RISET, TEKNOLOGI DAN INOVASI Jl. Mataram Nomor 1 Pekalongan 51111 Telp. (0285) 4416191, 423984, 421093 ext 152 Email:

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pada tahun 2013 jumlah kasus baru filariasis ditemukan sebanyak 24 kasus,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pada tahun 2013 jumlah kasus baru filariasis ditemukan sebanyak 24 kasus, BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Filariasis Pada tahun 2013 jumlah kasus baru filariasis ditemukan sebanyak 24 kasus, jumlah ini menurun dari tahun 2012 yang ditemukan sebanyak 36 kasus (Dinkes Prov.SU, 2014).

Lebih terperinci

LAPORAN HASIL PENELITIAN dan PENGEMBANGAN, KEKAYAAN INTELEKTUAL, dan HASIL PENGELOLAANNYA

LAPORAN HASIL PENELITIAN dan PENGEMBANGAN, KEKAYAAN INTELEKTUAL, dan HASIL PENGELOLAANNYA LAPORAN HASIL PENELITIAN dan PENGEMBANGAN, KEKAYAAN INTELEKTUAL, dan HASIL PENGELOLAANNYA Identitas Perguruan Tinggi/Lembaga an dan Pengembangan Nama Perguruan Tinggi/Lembaga an dan Pengembangan Unit Pelaksana

Lebih terperinci

PEDOMAN PROGRAM INSENTIF PENINGKATAN KEMAMPUAN PENELITI DAN PEREKAYASA TAHUN 2010 DEWAN RISET NASIONAL KEMENTERIAN NEGARA RISET DAN TEKNOLOGI

PEDOMAN PROGRAM INSENTIF PENINGKATAN KEMAMPUAN PENELITI DAN PEREKAYASA TAHUN 2010 DEWAN RISET NASIONAL KEMENTERIAN NEGARA RISET DAN TEKNOLOGI PEDOMAN PROGRAM INSENTIF PENINGKATAN KEMAMPUAN PENELITI DAN PEREKAYASA TAHUN 2010 DEWAN RISET NASIONAL KEMENTERIAN NEGARA RISET DAN TEKNOLOGI JAKARTA, 2009 PENGANTAR Saat ini terdapat sekitar 7000 orang

Lebih terperinci

Penetapan Potensi Antibiotik Secara Mikrobiologi. Marlia Singgih Wibowo School of Pharmacy ITB

Penetapan Potensi Antibiotik Secara Mikrobiologi. Marlia Singgih Wibowo School of Pharmacy ITB Penetapan Potensi Antibiotik Secara Mikrobiologi Marlia Singgih Wibowo School of Pharmacy ITB Mengapa antibiotik perlu ditentukan kadar atau potensinya? Efek penggunaan antimikroba yang meningkat, sehingga

Lebih terperinci

KERANGKA UMUM WORKSHOP EVALUASI

KERANGKA UMUM WORKSHOP EVALUASI PENINGKATAN KEMAMPUAN PENELITI DAN PEREKAYASA KERANGKA UMUM WORKSHOP EVALUASI Kementerian Riset dan Teknologi 2012 LATAR BELAKANG 1. Paket PKPP Tahun 2012 yang telah memulai kegiatannya sejak 8 Februari

Lebih terperinci

LAPORAN HASIL LITBANG

LAPORAN HASIL LITBANG KODE JUDUL : I.227 LAPORAN HASIL LITBANG INSENTIF PENINGKATAN KEMAMPUAN PENELITI DAN PEREKAYASA PENERAPAN TEKNOLOGI TEPAT GUNA OLAHAN HASIL LAUT DI KAB. KUPANG NTT KEMENTERIAN/LEMBAGA: LEMBAGA ILMU PENGETAHUAN

Lebih terperinci

PENENTUAN SISA RADIOFARMAKA DAN PAPARAN RADIASI

PENENTUAN SISA RADIOFARMAKA DAN PAPARAN RADIASI PENENTUAN SISA RADIOFARMAKA DAN PAPARAN RADIASI Tc 99m MDP (Methylene Di Phosphonat) PASCA INJEKSI PADA PASIEN KANKER PROSTAT (STUDI KASUS PADA RUMAH SAKIT PUSAT PERTAMINA JAKARTA) Skripsi Untuk Memenuhi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kaki gajah, dan di beberapa daerah menyebutnya untut adalah penyakit yang

BAB 1 PENDAHULUAN. kaki gajah, dan di beberapa daerah menyebutnya untut adalah penyakit yang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Filariasis atau elephantiasis dalam bahasa Indonesia dikenal sebagai penyakit kaki gajah, dan di beberapa daerah menyebutnya untut adalah penyakit yang disebabkan infeksi

Lebih terperinci

REGULATIONS AND POLICIES ON CLINICAL RESEARCH IN INDONESIA

REGULATIONS AND POLICIES ON CLINICAL RESEARCH IN INDONESIA REGULATIONS AND POLICIES ON CLINICAL RESEARCH IN INDONESIA Dr. Siswanto, MHP, DTM Director for Center for Applied Health Technology and Clinical Epidemiology/NIHRD Peraturan dalam Riset Klinik UUD 1945

Lebih terperinci

Pengembangan Teknologi Pemanenan Air Hujan untuk Pengairan Ruang Terbuka Hijau Kawasan Perkotaan

Pengembangan Teknologi Pemanenan Air Hujan untuk Pengairan Ruang Terbuka Hijau Kawasan Perkotaan KODE JUDUL: SIDa.F.9 LAPORAN HASIL PENELITIAN dan PENGEMBANGAN, KEKAYAAN INTELEKTUAL, dan HASIL PENGELOLAANNYA INSENTIF PENINGKATAN KEMAMPUAN PENELITI DAN PEREKAYASA Pengembangan Teknologi Pemanenan Air

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 39 III. METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian observasional deskriptif bersifat retrospektif, dengan menggunakan data sekunder di ambil dari data rekam medik di Puskesmas

Lebih terperinci

BUKU STANDAR PENELITIAN

BUKU STANDAR PENELITIAN BUKU STANDAR PENELITIAN POLTEKNIK KESEHATAN KEMENKES KUPANG KEMENTERIAN KESEHATAN RI POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES KUPANG JL. PIET A TALLO, LILIBA KUPANG Tlp. (0380) 881880, 881881 Fax. (0380) 8553418

Lebih terperinci

Ruang Lingkup. Penerapan konsep, teori dan metode sains dalam bidang kedokteran atau perawatan kesehatan. Bidang:

Ruang Lingkup. Penerapan konsep, teori dan metode sains dalam bidang kedokteran atau perawatan kesehatan. Bidang: Ruang Lingkup Penerapan konsep, teori dan metode sains dalam bidang kedokteran atau perawatan kesehatan. Bidang: Fisika medik, Kimia medik, Biologi medik, Fisika Medik Aplikasi konsep, prinsip, hukum-hukum,

Lebih terperinci

MDP) MENGGUNAKAN TEKNIK ROI PADA TULANG PANGGUL KIRI DARI PASIEN KANKER PROSTAT

MDP) MENGGUNAKAN TEKNIK ROI PADA TULANG PANGGUL KIRI DARI PASIEN KANKER PROSTAT PENENTUAN AKUMULASI Technetium-99 Metastabil Methylene Diphosphonat (Tc 99m MDP) MENGGUNAKAN TEKNIK ROI PADA TULANG PANGGUL KIRI DARI PASIEN KANKER PROSTAT (Studi Kasus di Instalasi Kedokteran Nuklir RS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Strategi pemerintah dalam pembangunan kesehatan nasional 2015-2019 bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang. Peningkatan

Lebih terperinci

STABILITAS DAN UJI PRAKLINIS 99mTc-EC UNTUK RADIOFARMAKA PENATAH FUNGSI GINJAL

STABILITAS DAN UJI PRAKLINIS 99mTc-EC UNTUK RADIOFARMAKA PENATAH FUNGSI GINJAL Stabilitas dan Uji Praklinis Tc-EC untuk Radiofarmaka Penatah Fungsi Ginjal (Laksmi A, dkk) STABILITAS DAN UJI PRAKLINIS Tc-EC UNTUK RADIOFARMAKA PENATAH FUNGSI GINJAL Laksmi A, Sriaguswarini, Karyadi,

Lebih terperinci

LAPORAN HASIL PENELITIAN dan PENGEMBANGAN, KEKAYAAN INTELEKTUAL, dan HASIL PENGELOLAANNYA INSENTIF PENINGKATAN KEMAMPUAN PENELITI DAN PEREKAYASA

LAPORAN HASIL PENELITIAN dan PENGEMBANGAN, KEKAYAAN INTELEKTUAL, dan HASIL PENGELOLAANNYA INSENTIF PENINGKATAN KEMAMPUAN PENELITI DAN PEREKAYASA KODE JUDUL : I. 24 LAPORAN HASIL PENELITIAN dan PENGEMBANGAN, KEKAYAAN INTELEKTUAL, dan HASIL PENGELOLAANNYA INSENTIF PENINGKATAN KEMAMPUAN PENELITI DAN PEREKAYASA POTENSI DAN PENGENDALIAN SERANGGA HAMA

Lebih terperinci

PENGGUNAAN RADIOFARMAKA UNTUK DIAGNOSA DAN TERAPI DI INDONESIA DAN ASAS KEAMANAN PENGGUNAAN OBAT

PENGGUNAAN RADIOFARMAKA UNTUK DIAGNOSA DAN TERAPI DI INDONESIA DAN ASAS KEAMANAN PENGGUNAAN OBAT 60 PENGGUNAAN RADIOFARMAKA UNTUK DIAGNOSA DAN TERAPI DI INDONESIA DAN ASAS KEAMANAN PENGGUNAAN OBAT N. Elly Rosilawati, I. Nasution dan Tri Wahyu Murni ellyrosilawati@gmail.com Magister Hukum Kesehatan

Lebih terperinci

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH SALINAN GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH NOMOR 17 TAHUN 2015 T E N T A N G TUGAS POKOK, FUNGSI DAN URAIAN TUGAS RUMAH SAKIT JIWA KALAWA ATEI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

Toksisitas yang berhubungan dengan pemberian obat akut atau kronis Kerusakan genetik Pertumbuhan tumor Kejadian cacat waktu lahir.

Toksisitas yang berhubungan dengan pemberian obat akut atau kronis Kerusakan genetik Pertumbuhan tumor Kejadian cacat waktu lahir. Uji Pra-Klinik Uji Pra-Klinik dimaksudkan untuk mengetahui apakah obat menimbulkan efek toksik pada dosis pengobatan ataukah tetap aman dipakai. Karena itulah penelitian toksisitas merupakan cara potensial

Lebih terperinci

RENSTRA BHHK BIRO HUKUM, HUMAS DAN KERJA SAMA BADAN TENAGA NUKLIR NASIONAL RENCANA STRATEGIS

RENSTRA BHHK BIRO HUKUM, HUMAS DAN KERJA SAMA BADAN TENAGA NUKLIR NASIONAL RENCANA STRATEGIS RENCANA STRATEGIS RENSTRA BHHK 2015 2019 BIRO HUKUM, HUMAS DAN KERJA SAMA Prima dalam layanan hukum, informasi, kerjasama, dan keamanan nuklir BADAN TENAGA NUKLIR NASIONAL Jln. Kuningan Barat, Mampang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Izin Apotek Pasal 1 ayat (a): Apotek adalah tempat tertentu, tempat dilakukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Izin Apotek Pasal 1 ayat (a): Apotek adalah tempat tertentu, tempat dilakukan 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Apotek Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1332/Menkes/SK/X/2002 Tentang Perubahan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 922/Menkes/Per/X/1993

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN.

BAB I PENDAHULUAN. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Filariasis merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh cacing filaria (Wuchereria bancrofti, Brugia malayi, Brugia timori). Penyakit ini ditularkan melalui nyamuk

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Pada penelitian ini menggunakan eksperimental laboratorik dengan metode post-test only with control group design. B. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian

Lebih terperinci

INSENTIF PENINGKATAN KAPASITAS IPTEK SISTEM PRODUKSI

INSENTIF PENINGKATAN KAPASITAS IPTEK SISTEM PRODUKSI Jakarta, 2012 INSENTIF PENINGKATAN KAPASITAS IPTEK SISTEM PRODUKSI 7.1. Latar Belakang Dalam upaya pengembangan kapasitas sistem produksi nasional, perlu mensinergikan dan mengkombinasikan pemanfaatan

Lebih terperinci

Produk. Pemeriksaan pemeriksaan kalibrasi, g Spektroskopik. Kemurnian kimia kemurnian konsentrasi radionuklida (radioaktif) radioaktif

Produk. Pemeriksaan pemeriksaan kalibrasi, g Spektroskopik. Kemurnian kimia kemurnian konsentrasi radionuklida (radioaktif) radioaktif Produk Pemeriksaan pemeriksaan kalibrasi, g Spektroskopik g spektrometri Kemurnian kimia kemurnian konsentrasi radionuklida (radioaktif) radioaktif Pemeriksaan secara farmasi Pemeriksaan fisika Pemeriksaan

Lebih terperinci

PEDOMAN KNAPPP 02 : 2007 PERSYARATAN AKREDITASI PRANATA PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KOMISI NASIONAL AKREDITASI PRANATA PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN

PEDOMAN KNAPPP 02 : 2007 PERSYARATAN AKREDITASI PRANATA PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KOMISI NASIONAL AKREDITASI PRANATA PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PEDOMAN KNAPPP 02 : 2007 PERSYARATAN AKREDITASI PRANATA PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KOMISI NASIONAL AKREDITASI PRANATA PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN Pedoman ini diterbitkan oleh Sekretariat KNAPPP Alamat:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. distribusinya kosmopolit, jumlahnya lebih dari spesies, stadium larva

BAB I PENDAHULUAN. distribusinya kosmopolit, jumlahnya lebih dari spesies, stadium larva BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nyamuk adalah serangga yang bentuknya langsing, halus, distribusinya kosmopolit, jumlahnya lebih dari 3.000 spesies, stadium larva dan pupanya hidup di air (Garcia

Lebih terperinci

PENGARUH ZAT ADITIF PADA PENANDAAN 1,4,8,11-TETRAAZASIKLOTETRA DESIL- 1,4,8,11-TETRAMETILENFOSFONAT (CTMP) DENGAN TEKNESIUM-99m

PENGARUH ZAT ADITIF PADA PENANDAAN 1,4,8,11-TETRAAZASIKLOTETRA DESIL- 1,4,8,11-TETRAMETILENFOSFONAT (CTMP) DENGAN TEKNESIUM-99m PENGARUH ZAT ADITIF PADA PENANDAAN 1,4,8,11-TETRAAZASIKLOTETRA DESIL- 1,4,8,11-TETRAMETILENFOSFONAT (CTMP) DENGAN TEKNESIUM-99m Misyetti, Isti Daruwati, Maula Eka Sriyani, Teguh Hafiz A.W Pusat Teknologi

Lebih terperinci

IPTEK BAGI PRODUK UNGGULAN DAERAH

IPTEK BAGI PRODUK UNGGULAN DAERAH IPTEK BAGI PRODUK UNGGULAN DAERAH Direktorat Penelitian dan Pengabdian Masyarakat Pendidikan Tinggi Kemendikristek RI Pendahuluan Pendahuluan Program Iptek bagi Produk Unggulan Daerah (IbPUD) adalah salah

Lebih terperinci

Stabat dalam rangka pembinaan Puskesmas. BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pusat Kesehatan Masyarakat yang disingkat puskesmas adalah unit

Stabat dalam rangka pembinaan Puskesmas. BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pusat Kesehatan Masyarakat yang disingkat puskesmas adalah unit Puskesmas dan sebagai bahan masukan kepada Dinas Kesehatan Kota Stabat dalam rangka pembinaan Puskesmas. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Puskesmas Pusat Kesehatan Masyarakat yang disingkat puskesmas

Lebih terperinci

5. Diagnosis dengan Radioisotop

5. Diagnosis dengan Radioisotop 5. Diagnosis dengan Radioisotop Untuk studi in-vivo, radioisotop direaksikan dengan bahan biologik seperti darah, urin, serta cairan lainnya yang diambil dari tubuh pasien. Sampel bahan biologik tersebut

Lebih terperinci

PANDUAN RISET TEMATIK KOTA PEKALONGAN TAHUN 2017

PANDUAN RISET TEMATIK KOTA PEKALONGAN TAHUN 2017 PANDUAN RISET TEMATIK KOTA PEKALONGAN TAHUN 2017 PEMERINTAH KOTA PEKALONGAN BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN, PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN DAERAH KOTA PEKALONGAN Jl. Sriwijaya No. 44 Pekalongan 51111 Telp./Fax.

Lebih terperinci

Program Pengembangan Pusat Unggulan Iptek dan Penguatan Kelompok Penelitian (Research Group)

Program Pengembangan Pusat Unggulan Iptek dan Penguatan Kelompok Penelitian (Research Group) PANDUAN PENYUSUNAN LAPORAN AKHIR Program Hibah Kompetisi Research Group Universitas Brawijaya 2016 Program Pengembangan Pusat Unggulan Iptek dan Penguatan Kelompok Penelitian (Research Group) PANDUAN PENYUSUNAN

Lebih terperinci

PERATURAN REKTOR UNIVERSITAS MATARAM NOMOR 1333/UN18/LK.00.04/2012 Tanggal 31 Januari 2012 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN KERJASAMA UNIVERSITAS MATARAM

PERATURAN REKTOR UNIVERSITAS MATARAM NOMOR 1333/UN18/LK.00.04/2012 Tanggal 31 Januari 2012 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN KERJASAMA UNIVERSITAS MATARAM PERATURAN REKTOR UNIVERSITAS MATARAM NOMOR 1333/UN18/LK.00.04/2012 Tanggal 31 Januari 2012 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN KERJASAMA UNIVERSITAS MATARAM REKTOR UNIVERSITAS MATARAM, Menimbang: a. bahwa berdasarkan

Lebih terperinci

KERANGKA ACUAN PELAYANAN KEFARMASIAN DI PUSKESMAS CILEDUG

KERANGKA ACUAN PELAYANAN KEFARMASIAN DI PUSKESMAS CILEDUG KERANGKA ACUAN PELAYANAN KEFARMASIAN DI PUSKESMAS CILEDUG a. PENDAHULUAN Pelayanan kefarmasian merupakan bagian integral dari sistem pelayanan kesehatan termasuk didalamnya pelayanan kefarmasian di Puskesmas

Lebih terperinci

INSENTIF RISET SINAS

INSENTIF RISET SINAS INSENTIF RISET SINAS Tahun 2014 April 2013 Kementerian Riset dan Teknologi Outline 1 Tujuan dan Sasaran 2 Capaian yang diharapkan 3 4 5 Skema Pendanaan Bidang Prioritas Pengusul 6 Format Proposal 7 Cara

Lebih terperinci

K A T A P E N G A N T A R

K A T A P E N G A N T A R K A T A P E N G A N T A R Salah satu tugas Menteri Negara Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi adalah melakukan koordinasi pelaksanaan kegiatan penelitian dan pengembangan secara nasional untuk memacu

Lebih terperinci

INSENTIF RISET DASAR

INSENTIF RISET DASAR Jakarta, 2012 INSENTIF RISET DASAR 5.1. Latar Belakang Perkembangan iptek tidak terlepas dari dukungan berbagai teori yang berasal dari pemikiran, pengetahuan mendasar, atau paradigma baru yang hanya

Lebih terperinci

LAMPIRAN III LAPORAN FORM A, B, C DAN D

LAMPIRAN III LAPORAN FORM A, B, C DAN D LAMPIRAN III LAPORAN FORM A, B, C DAN D JUDUL KEGIATAN: PENGUATAN KAPASITAS DAERAH DAN SINERGITAS PEMANFAATAN DATA INDERAJA UNTUK EKSTRAKSI INFORMASI KUALITAS DANAU BAGI KESESUAIAN BUDIDAYA PERIKANAN DARAT

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. Rumah sakit adalah salah satu sarana kesehatan tempat menyelenggarakan

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. Rumah sakit adalah salah satu sarana kesehatan tempat menyelenggarakan BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT 2.1. Defenisi Rumah Sakit Rumah sakit adalah salah satu sarana kesehatan tempat menyelenggarakan upaya kesehatan dengan memberdayakan berbagai kesatuan personel terlatih

Lebih terperinci

BUKU PANDUAN CALON PERUSAHAAN PEMULA BERBASIS TEKNOLOGI KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI DIREKTORAT JENDERAL PENGUATAN INOVASI 2016

BUKU PANDUAN CALON PERUSAHAAN PEMULA BERBASIS TEKNOLOGI KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI DIREKTORAT JENDERAL PENGUATAN INOVASI 2016 BUKU PANDUAN CALON PERUSAHAAN PEMULA BERBASIS TEKNOLOGI KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI DIREKTORAT JENDERAL PENGUATAN INOVASI 2016 INNOVATION IS THE ONLY WAY TO WIN KATA PENGANTAR Puji

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang dilakukan merupakan penelitian eksperimen, karena

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang dilakukan merupakan penelitian eksperimen, karena BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang dilakukan merupakan penelitian eksperimen, karena dalam penelitian ini dilakukan dengan mengadakan manipulasi terhadap objek penelitian

Lebih terperinci

ETIKA KERJASAMA DALAM PENELITIAN

ETIKA KERJASAMA DALAM PENELITIAN TUGAS ETIKA PROFESI ETIKA KERJASAMA DALAM PENELITIAN Dosen: Prof. Ir. Kurniatun Hairiah, Ph.D. Disusun Oleh: Indriana Dwi Astuti 115040101111050 Kelas G PROGRAM STUDI AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian KLT dapat memberikan informasi mengenai kemurnian dan konsentrasi lipid. Jika senyawa tersebut murni maka hasil running akan berupa bercak tunggal. Phospholipid

Lebih terperinci

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN. 4.1 Ruang Lingkup, Tempat dan Waktu Penelitian. 2. Ruang lingkup tempat : Laboratorium Biologi Universitas Negeri

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN. 4.1 Ruang Lingkup, Tempat dan Waktu Penelitian. 2. Ruang lingkup tempat : Laboratorium Biologi Universitas Negeri BAB IV METODOLOGI PENELITIAN 4.1 Ruang Lingkup, Tempat dan Waktu Penelitian 1. Ruang lingkup keilmuwan : Anestesiologi 2. Ruang lingkup tempat : Laboratorium Biologi Universitas Negeri Semarang 3. Ruang

Lebih terperinci

LAPORAN KEMAJUAN (PROGRESS REPORT) PROGRAM INSENTIF PENINGKATAN KEMAMPUAN PENELITI DAN PEREKAYASA TAHUN 2010 TAHAP II

LAPORAN KEMAJUAN (PROGRESS REPORT) PROGRAM INSENTIF PENINGKATAN KEMAMPUAN PENELITI DAN PEREKAYASA TAHUN 2010 TAHAP II LAPORAN KEMAJUAN (PROGRESS REPORT) PROGRAM INSENTIF PENINGKATAN KEMAMPUAN PENELITI DAN PEREKAYASA TAHUN 2010 TAHAP II Nomor : 08/D.PSIPPTN/K/PPK-IPKPP/11/2010 Tanggal : 12 F ebruari 201 0 PEMANFAATAN RADIOFARMAKA

Lebih terperinci

soekartono ė-mail :

soekartono  ė-mail : IMPLEMENTASI UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 2014 KETERBUKAAN INFORMASI PUBLIK Diselenggarakan oleh Sekretariat Badan Litbang dan Inovasi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Serpong, 12 Nopember 2015

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penyakit Filariasis Limfatik atau penyakit Kaki Gajah merupakan salah

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penyakit Filariasis Limfatik atau penyakit Kaki Gajah merupakan salah BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit Filariasis Limfatik atau penyakit Kaki Gajah merupakan salah satu penyakit parasitik tertua di dunia. Penyakit menular ini bersifat menahun yang disebabkan

Lebih terperinci

BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN RI

BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN RI BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN RI Riset Pembinaan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Kedokteran (Risbin Iptekdok) 2014 LATAR BELAKANG Riset Pembinaan Ilmu Pengetahuan dan

Lebih terperinci

ANALISIS UPTAKE TIROID MENGGUNAKAN TEKNIK ROI (REGION OF INTEREST) PADA PASIEN NODUL TIROID

ANALISIS UPTAKE TIROID MENGGUNAKAN TEKNIK ROI (REGION OF INTEREST) PADA PASIEN NODUL TIROID ANALISIS UPTAKE TIROID MENGGUNAKAN TEKNIK ROI (REGION OF INTEREST) PADA PASIEN NODUL TIROID Azyyati Bahirah M 1, Dian Milvita 1, Fadil Nazir 2 1 Jurusan Fisika FMIPA Universitas Andalas 2 PTKMR BATAN Jakarta

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Deklarasi Milenium yang merupakan kesepakatan para kepala negara dan

BAB 1 PENDAHULUAN. Deklarasi Milenium yang merupakan kesepakatan para kepala negara dan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Deklarasi Milenium yang merupakan kesepakatan para kepala negara dan perwakilan dari 189 negara dalam sidang Persatuan Bangsa-Bangsa di New York pada bulan September

Lebih terperinci

PERBANDINGAN POLA BIODISTRIBUSI 99m Tc-CTMP dan 99m Tc-MDP PADA HEWAN UJI SEBAGAI RADIOFARMAKA PENYIDIK TULANG

PERBANDINGAN POLA BIODISTRIBUSI 99m Tc-CTMP dan 99m Tc-MDP PADA HEWAN UJI SEBAGAI RADIOFARMAKA PENYIDIK TULANG Perbandingan Pola Distribusi 99m Tc-CTMP dan 99m Tc-MDP Pada Hewan Uji Sebagai Radiofarmaka Penyidik Tulang (Rizky Juwita Sugiharti,) ISSN 1411 3481 PERBANDINGAN POLA BIODISTRIBUSI 99m Tc-CTMP dan 99m

Lebih terperinci

PEDOMAN PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT STKIP PGRI LUBUKLINGGAU

PEDOMAN PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT STKIP PGRI LUBUKLINGGAU PEDOMAN PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT STKIP PGRI LUBUKLINGGAU UNIT PELAKSANA TUGAS PENELITIAN PENGEMBANGAN PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT 2017 0 KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan

Lebih terperinci

BAB VIII UJI KLINIS SEDIAAN OBAT

BAB VIII UJI KLINIS SEDIAAN OBAT SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2017 FARMASI/SMK BAB VIII UJI KLINIS SEDIAAN OBAT Nora Susanti, M.Sc., Apt KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL GURU DAN TENAGA KEPENDIDIKAN 2017 BAB

Lebih terperinci

.BAB 1 PENDAHULUAN. dari sistem pemerintahan yang bercorak sentralisasi mengarah kepada sistem

.BAB 1 PENDAHULUAN. dari sistem pemerintahan yang bercorak sentralisasi mengarah kepada sistem .BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Munculnya otonomi daerah menyebabkan terjadinya pergeseran paradigma dari sistem pemerintahan yang bercorak sentralisasi mengarah kepada sistem pemerintahan yang

Lebih terperinci

KOKSIVET SUPRA '95 Vaksin Koksidiosis Poliphalent Iradiasi Aktif

KOKSIVET SUPRA '95 Vaksin Koksidiosis Poliphalent Iradiasi Aktif KOKSIVET SUPRA '95 Vaksin Koksidiosis Poliphalent Iradiasi Aktif PENDAHULUAN Bertepatan dengan ulang tahun ke 50 Kemerdekaan Indonesia, atau Tahun Indonesia Emas 1995, satu lagi karya monumental bangsa

Lebih terperinci

LAPORAN KEMAJUAN (sd MEI 2012)

LAPORAN KEMAJUAN (sd MEI 2012) LAPORAN KEMAJUAN (sd MEI 2012) PENGEMBANGAN DAN PENERAPAN TEKNOLOGI PROSES MANUFAKTUR PRODUK WAHANA BAWAH AIR NIR AWAK DALAM RANGKA MENUNJANG KEMANDIRIAN BANGSA PADA SEKTOR INDUSTRI PERTAHANAN DAN KEAMANAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Indikator WHO 1993 Indikator WHO 1993 adalah suatu metode untuk melihat pola penggunaan obat dan dapat secara langsung menggambarkan tentang penggunaan obat yang tidak sesuai.

Lebih terperinci

ANALISIS UPTAKE TIROID MENGGUNAKAN TEKNIK ROI (REGION OF INTEREST) PADA PASIEN HIPERTIROID

ANALISIS UPTAKE TIROID MENGGUNAKAN TEKNIK ROI (REGION OF INTEREST) PADA PASIEN HIPERTIROID ANALISIS UPTAKE TIROID MENGGUNAKAN TEKNIK ROI (REGION OF INTEREST) PADA PASIEN HIPERTIROID Arizola Septi Vandria 1, Dian Milvita 1, Fadil Nazir 2 1 Jurusan Fisika, FMIPA Universitas Andalas, Padang, Indonesia

Lebih terperinci

BAB 8: UJI KLINIS SEDIAAN OBAT

BAB 8: UJI KLINIS SEDIAAN OBAT SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2016 FARMASI BAB 8: UJI KLINIS SEDIAAN OBAT Nora Susanti, M.Sc, Apk KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL GURU DAN TENAGA KEPENDIDIKAN 2016 BAB VIII UJI

Lebih terperinci

PEMBUATAN KIT MIBI SEBAGAI PENATAH JANTUNG

PEMBUATAN KIT MIBI SEBAGAI PENATAH JANTUNG PEMBUATAN KIT MIBI SEBAGAI PENATAH JANTUNG A Roselliana, Sudarsih, E Lestari, dan S Aguswarini Pusat Radioisotop dan Radiofarmaka-BATAN, Kawasan PUSPIPTEK Serpong,Tangerang E-mail : aroselliana@yahoo.com

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni - Juli 2015 di Laboratorium Zoologi

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni - Juli 2015 di Laboratorium Zoologi 13 III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni - Juli 2015 di Laboratorium Zoologi Jurusan Biologi dan pembuatan ekstrak rimpang rumput teki (Cyperus

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN SEDIAAN 99m Tc-HUMAN SERUM ALBUMIN (HSA)- NANOSFER SEBAGAI RADIOFARMAKA UNTUK LIMFOSINTIGRAFI

PENGEMBANGAN SEDIAAN 99m Tc-HUMAN SERUM ALBUMIN (HSA)- NANOSFER SEBAGAI RADIOFARMAKA UNTUK LIMFOSINTIGRAFI PENGEMBANGAN SEDIAAN 99m Tc-HUMAN SERUM ALBUMIN (HSA)- NANOSFER SEBAGAI RADIOFARMAKA UNTUK LIMFOSINTIGRAFI Nanny Kartini Oekar Pusat Teknologi Nuklir Bahan dan Radiometri - BATAN ABSTRAK Metode Lymphoscintigraphy

Lebih terperinci

STABILITAS RADIOFARMAKA 99M Tc-KANAMYCIN SEBAGAI SEDIAAN UNTUK DETEKSI INFEKSI

STABILITAS RADIOFARMAKA 99M Tc-KANAMYCIN SEBAGAI SEDIAAN UNTUK DETEKSI INFEKSI STABILITAS RADIOFARMAKA 99M Tc-KANAMYCIN SEBAGAI SEDIAAN UNTUK DETEKSI INFEKSI, Maula Eka Sriyani, Witri Nuraeni Pusat Sains dan Teknologi Nuklir Terapan Jl. Tamansari No 71Bandung evamaria@batan.go.id

Lebih terperinci

LAPORAN KEMAJUAN PENERAPAN GREEN COMPUTING DI PROVINSI JAWA BARAT

LAPORAN KEMAJUAN PENERAPAN GREEN COMPUTING DI PROVINSI JAWA BARAT LAPORAN KEMAJUAN PENERAPAN GREEN COMPUTING DI PROVINSI JAWA BARAT (PERSPEKTIF DAN KESADARAN PENEREPAN GREEN COMPUTING DI LINGKUNGAN AKADEMISI, BISNIS DAN PEMERINTAHAN) INSENTIF RISET: REKOMENDASI Bidang

Lebih terperinci

BAB III TUJUAN DAN SASARAN KERJA

BAB III TUJUAN DAN SASARAN KERJA BAB III TUJUAN DAN SASARAN KERJA 3.1 DASAR HUKUM Dalam menetapkan tujuan, sasaran dan indikator kinerja Balai Besar Laboratorium menggunakan acuan berupa regulasi atau peraturan sebagai berikut : 1) Peraturan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Filariasis (penyakit kaki gajah) adalah penyakit menular yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Filariasis (penyakit kaki gajah) adalah penyakit menular yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Filariasis (penyakit kaki gajah) adalah penyakit menular yang menahun yang disebabkan oleh cacing filaria dan ditularkan oleh nyamuk Mansonia, Anopheles, Culex, Armigeres.

Lebih terperinci