TINJAUAN PUSTAKA. Biologi Litopenaeus vannamei (Boone 1931)

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "TINJAUAN PUSTAKA. Biologi Litopenaeus vannamei (Boone 1931)"

Transkripsi

1 7 TINJAUAN PUSTAKA Biologi Litopenaeus vannamei (Boone 1931) Udang vaname termasuk krustase dalam ordo dekapoda dimana di dalamnya juga termasuk udang, lobster dan kepiting. Klasifikasi udang vaname adalah sebagai berikut (Wyban & Sweeney 1991): Phylum :Anthropoda Subphylum : Krustase Class : Malacostraca Subclass : Eumalacostraca Superorder : Eucarida Order : Decapoda Suborder : Dendrobranchiata Super Family : Penaeidea Family : Penaeidae Genus : Litopenaeus Spesies : L. vannamei Nama umum udang vaname adalah Pasific white shrimp, West Coast white shrimp, Camaron blanco, Langostino. Nama FAO adalah whiteleg shrimp, Crevette pattes blanches, Camaron patiblanco (Elovaara 2001; Rosenberri 2006). Ciri-ciri udang vanameadalah rostrum bergigi, biasanya 2-4 (kadangkadang 5-8) pada bagian ventral yang cukup panjang dan pada udang muda melebihi panjang antennular peduncle (Gambar 2).Karapaks memiliki pronounced antenal dan hepatic spines. Pada udang jantan dewasa, petasma symmetrical, semi-open, dan tidak tertutup. Spermatofora sangat kompleks yang terdiri atas masa sperma yang dibungkus oleh suatu pembungkusyang mengandung berbagai struktur perlekatan (anterior wing, lateral flap, caudal flange, dorsal plate) maupun bahan-bahan adhesif dan glutinous. Udang betina dewasa memiliki open thelycumdan sternit ridges, yang merupakan pembeda utama udang vaname betina (Elovaara 2001).

2 8 Gambar 2 Morfologi Litopenaeus vannamei (Sumber: Wyban & Sweeney 1991) Udang vaname memiliki 6 fase nauplii, 3 fase protozoea dan 3 fase mysis dalam siklus hidupnya. Fase larva (panjang karapaks 1,95 2,73 mm) dapat dikenal melalui kurangnya spine pada sternit ke 7, dan panjang rostrum relatif terhadap panjang mata termasuk tangkai mata.ciri morfologi yang paling dapat dikenal adalah perkembangan supraorbital spine pada fase zoea ke 2 dan ke 3. Tubuh berwarna putih transparan sehingga lebih umum dikenal sebagai white shrimp. Tubuh sering berwarna kebiruan karena lebih dominannya kromatofor biru. Panjang tubuh dapat mencapai 23 cm. Udang vaname dapat dibedakan dengan spesies lainnya berdasarkan pada eksternal genitalnya. Distribusi Udang vaname tersebar di bagian timur pantai Pasifik Amerika Tengah dan Selatan dari Mexico sampai Peru(Elovaara 2001; Rosenberry 2006), dimana daerah-daerah tersebut memiliki temperatur di atas 20 o C sepanjang tahun (Wyban

3 9 & Sweeney 1991). Karena spesies ini relatif mudah dibudidayakan, maka udang ini telah tersebar keseluruh dunia. Habitat Di alam udang ini menyukai dasar berlumpur pada kedalaman dari garis pantai sampai sekitar 72 m. Hewan ini juga telah ditemukan menempati daerah mangrove yang masih belum terganggu. Udang ini nampaknya dapat beradaptasi dengan perubahan temperatur dan tekanan di alam. Hasil penelitian menunjukkan bahwa udang vanamedapat beradaptasi dengan baik pada level salinitas yang sangat rendah sehingga menjadikan udang ini sebagai udang yang paling banyak dibudidayakan di kolam air tawar (salinitas sangat rendah dimana udang ini dapat beradaptasi (Elovaara 2001). Molting dan Pertumbuhan Pertumbuhan udang vaname, seperti halnya arthropoda lainnya, tergantung pada dua faktor yaitu frekuensi molting (waktu antara molting) dan pertumbuhan yaitu berapa besar pertumbuhan pada setiap molting baru (Wyban & Sweeney 1991). Karena tubuh udang ditutupi oleh karapaks yang keras, maka untuk tumbuh, karapaks yang lama harus dilepas dan diganti dengan yang baru dan lebih besar. Saat molting, terjadi pemisahan kulit antara karapaks dan intercalary sclerite, dimana sepalotoraks dan appendic anterior dikeluarkan. Karapaks baru pada awalnya lunak, tetapi akan mengeras kembali pada laju yang proporsional terhadap ukuran udang. Molting merupakan fungsi dari ukuran udang, jika udang tumbuh maka waktu antar molting meningkat. Pada fase larva, molting terjadi setiap jam pada temperatur 28 C. Juvenil udang ukuran 1 5 gram akan molting setiap 4-6 hari, tetapi udang berukuran 15 gram akan molting setiap 2 minggu. Kondisi lingkungan dan faktor nutrisi juga mempengaruhi frekuensi molting. Pada temperatur yang lebih tinggi, frekuensi molting meningkat. Selama molting, absorpsi oksigen menjadi kurang efisien dan udang yang mati selama molting biasanya disebabkan olehkekurangan oksigen.sesaat setelah

4 10 molting, karapaks masih lunak dan udang menjadi rentan terhadap predasi dari sesamanya. Udang yang baru molting dengan kulit yang masih lunak sering membenamkan diri dalam endapan detritus yang lunak. Reproduksi dan Siklus Hidup Karapaks udang vanameberwarna transparan sehingga memungkinkan untuk mengamati warna perkembangan ovari. Pada betina, gonad pertama-tama berwarna keputih-putihan, selanjutnya berkembang menjadi coklat emas atau coklat kebiru-biruan pada saat akan memijah (Rosenberry 2006). Udang jantan menyimpan spermatophora pada betina berkulit keras. Tingkah laku kawin dimulai pada sore hari dimana hal ini berkaitan dengan ketersediaan intensitas cahaya. Proses pemijahan dimulai dengan lompatan secara tiba-tiba dan udang betina aktif berenang. Seluruh proses pemijahan berakhir selama sekitar satu menit. Jumlah telur yang dapat dilepaskan seekor induk betina bervariasi menurut ukuran individu. Udang berukuran gr dapat melepaskan butir telur. Ukuran diameter telur sekitar 0.22 mm. Udang betina memiliki open thelycum dan inilah yang membedakannya dengan dengan udang penaeid lainnya (Elovaara 2001). Udang jantan melekatkan spermatophora berjeli (berisi sperma) pada open thelycum pada saat kawin. Perkawinan terjadi pada saat udang betina berada pada fase intermolt pada saat ovari telah mencapai kematangan. Pelepasan telur terjadi pada malam hari beberapa jam setelah perkawinan, biasanya kurang dari tiga jam. Proses pelepasan telur berlangsung selama 1-3 menit dimana selama proses pelepasan telur, induk betina melindungi telur yang baru dilepaskan. Hal ini memungkinkan sperma untuk membuahi telur sebanyak mungkin. Segera setelah semua bahan genetik dari jantan maupun betina bersatu maka pembuahanpun selesai. Telur akan menetas menjadi nauplii dalam waktu sekitar jam setelah pembuahan. Jika diamati di bawah mikroskop,nauplii secara fisik nampak seperti laba-laba air. Selama beberapa hari nauplii makan dari makanan cadangan dari telur sampai nauplii bermetamorfosa menjadi zoeae sebagai tahap larva yang kedua. Zoaea makan mikroalga selama 3-5 hari sebelum berkembang menjadi

5 11 mysis. Pada fase mysis, larva sudah mulai nampak seperti bentuk udang dewasa. Selain mikro algae, mysis memakan diatom dan zooplankton, terutama di alam. Fase mysis berlangsung selama 4 hari sampai mysis bermetamorfosa kembali menjadi postlarva. Post larva telah berbentuk seperti udang dewasa, memakan zooplankton, detritus dan berbagai formula makanan buatan jika dipelihara dalam hatchery. Di alam, udang dewasa mencapai matang gonad, kawin dan bertelur di laut terbuka sampai pada kedalaman sekitar 70 m pada temperatur o C dan salinitas sekitar 35 ppt. Setelah menetas, larva berkembang di perairan lepas pantai ini dan setelah mencapai post larva, udang bermigrasi ke perairan pantai dan menetap di dasar estuari yang dangkal. Setelah beberapa bulan di daerah estuari, udang dewasa kembali bermigrasi ke perairan laut terbuka dimana selanjutnya terjadi kematangan gonad, perkawinan, dan pemijahan (Gambar 3). mysis postlarva Zoea juvenil nauplius Telur dibuahi Udang muda dewasa Gambar 3Siklus hidup Litopenaeus vannamei (Sumber: diadaptasikan dari Braak 2002)

6 12 Makanan dan Kebiasaan Makan Di alam, udang penaeid bersifat karnivor yang memangsa krustase kecil, ampipoda, polikaeta. Namun dalam tambak, udang ini makan makanan tambahan atau detritus. Udang vanamebersifat nokturnal. Udang muda tetap membenamkan diri dalam substrat selama siang hari dan tidak makan atau tidak mencari makanan. Tingkah laku makan ini dapat diubah dengan pemberian pakan ke dalam tambak. Hasil penelitian di Ocean Institute Honolulu menunjukkan bahwa udang yang diberi pakan beberapa kali sehari tumbuh lebih cepat dibandingkan dengan udang yang hanya diberi pakan sekali dalam satu hari (Wyban & Sweeney 1991). Respon Imun Krustase Krustase tidak memiliki respon imune spesifik (adaptive) dan nampak bergantung pada berbagai respon imun nonspesifik (innate). Meskipun dianggap tidak begitu memuaskan, respon imun nonspesifik mampu dengan cepat dan efisien mengenal dan menghancurkan material asing, termasuk patogen (Vargas- Albores & Yepiz-Plascencia 2000;Witteveldt et al. 2003). Respon imun nonspesifik terdiri atas respon selular dan respon humoral. Respon Selular Hemositkrustase, dan invertebrata lain, memainkan peranan penting dalam sistem pertahanan tubuh terhadap patogen seperti virus, bakteri, fungi, protozoa, dan metazoa (Johansson et al. 2000; Sindermann 1990; Rodriquez & Le Moullac 2000). Pertama, hemosit mengeluarkan partikel asing dalam hemocoel melalui fagositosis, enkapsulasi dan aggregasi nodular. Kedua, hemosit berperan dalam penyembuhan luka melalui cellular clumpingserta membawa dan melepaskan prophenoloxidase system (propo). Hemosit juga berperan dalam sintesa dan pelepasan molekul penting hemolim seperti α2-macroglubulin (α 2 M), agglutinin, danpeptidaantibakteri(rodriquez & Le Moullac 2000). Klasifikasi tipe hemositkrustase terutama didasarkan pada keberadaan granula sitoplasma, yaitu sel hyalin, semigranular, dan granular (Johansson et al. 2000; Le Moullac & Haffner 2000). Sel hyalin merupakan tipe sel yang paling

7 13 kecil dengan ratio nukleus sitoplasma tinggi dan tanpa atau hanya sedikit granula sitoplasma; sel granular merupakan tipe sel paling besar dengan nukleus yang lebih kecil dan terbungkus dengan granula; sel semi granular merupakan tipe sel diantara hyalin dan granular. Masing-masing tipe sel aktif dalam reaksi kekebalan tubuh, sebagai contoh, sel hyalin terlibat dalam fagositosis, sel semigranular aktif dalam enkapsulasi, sel granular aktif dalam penyimpanan dan pelepasan propo system dan sitotoksisiti. Jumlah hemosit dapat sangat bervariasi berdasarkan spesies, respon terhadap infeksi, stres lingkungan, aktivitas endokrin selama siklus molting (Johansson et al. 2000), seks, fase perkembangan, status reproduksi dan nutrisi (Song et al. 2003). Pada kuruma shrimp (Marsupenaeus japonicus), total hemocyte count (THC) sebanyak 1.7x10 7 sel ml -1, pada L. stylirostris 1.84x10 7 sel ml -1, P. monodon berkisar 2.10x10 7 sel ml -1 (flow cytometry) sampai 2.33x10 7 sel.ml -1 (hemacytometer). Hasil penelitian Song et al. (2003) menunjukkan bahwa setelah 3-5 hari diinfeksi dengan Taura Syndrome Virus (TSV), THC L. vannamei berukuran g mengalami penurunan sebesar 70% menjadi 0.345x10 7 sel ml -1 dibandingkan dengan kontrol 1.64x10 7 sel.ml -1, dengan mortalitas mencapai 80%. Dalam kondisi hypoxia, THC L. styloristris turun menjadi rendah serta udang menjadi lebih sensitif terhadap infeksi V. aglinolyticus. Differential hemosit count (DHC) juga berubah (sel granular, semi granular, dan hyalin) dengan perubahan besar terjadi pada sel hyalindan semigranular (Le Moulac et al. 1998). Pada M. japonicus dan L. stylirostris, jumlah hemosit terbesar ditemukan pada fase postmoult dan terendah pada fase intermoult. Sel granular tertinggi dilepaskan pada fase postmoult pada L. stylirostris dan S. ingentis sedangkan sel hyalinmencapai puncak selama proses ganti kulit pada S. ingentis dan M. japonicus. Adanya sel hyalin yang tinggi selama proses ganti kulit nampaknya penting sebab mereka mengawali koagulasi dan mungkin terlibat dalam pembentukan kulit. Konsentrasi sel granular yang tinggi dalam hemoliml. stylirostris selama fase intermoult berhubungan dengan aktivitasphenoloxidase (PO) yang tinggi dan resistensi terhadap vibriosis (Le Moullac et al. 1997)

8 14 Fagositosis merupakan reaksi yang paling umum dalam pertahanan selular udang. Proses fagositosis dimulai dengan perlekatan (attachment) dan penelanan (ingestion) partikel mikroba ke dalam sel fagosit. Sel fagosit kemudian membentuk vacuola pencernaan (digestive vacuola) yang disebut fagosom(rodriquez & Le Moullac 2000). Lisosom(granula dalam sitoplasma fagosit) kemudian menyatu dengan fagosom membentuk fagolisosom. Mikroorganisme selanjutnya dihancurkan dan debris mikroba dikeluarkan dari dalam sel melalui proses egestion (Gambar 4). Pemusnahan partikel mikroba yang difagosit melibatkan pelepasan enzim ke dalam fagosom dan produksi ROI (reactive oxygen intermediate) yang kini disebut respiratory burst (Rodriquez & Le Moullac 2000; Sindermann 1990). Gambar 4 Proses fagositosis (Sumber: hagocytosis.topicarticleid-8524) Hemosit berfungsi dalam enkapsulasi. Hal ini terjadi pada organisme yang memiliki tubuh terlalu besar untuk fagositosis. Pada saat hemosit mengelilingi tubuh benda asing yang besar, bagian sel terluar dari hemosit tetap berbentuk oval atau bulat sedangkan bagian tengah sel menjadi datardan pada fase berikutnya dilisis membentuk kapsul tebal berwarna coklat dan keras. Kapsul

9 15 tersebut tidak diserap kembali dan tetap sebagai tanda enkapsulasi meskipun sudah tidak ada hemosit yang dikenal disitu. Hemosit juga berfungsi dalam formasi melanin pada fase akhir penyembuhan atau perbaikan luka. Enzim yang terlibat dalam formasi melanin adalah phenoloxidase (PO) dan telah ditemukan terdapat dalam hemolim dan kulit arthropoda (Sritunyalucksana & Söderhäll 2000). Respon Humoral Proses imun pertama pada krustase adalah pengenalan mikroorganisme penyerang yang dimediasi oleh hemosit dan plasma protein (Bachere 2000). Beberapa tipe modulator protein telah diketahui dapat mengenal komponen dinding sel mikroorganisme seperti β-1,3-glucan-binding protein (BGBP), lipopolysaccharide-binding protein (LPS-BP), hemosit receptor yang mengikat plasmatic glucan-binding protein (PGBP) setelah PGBP bereaksi dengan β-1,3- glukan; peptidoglycan recognition protein yang mampu mengaktifkan phenoloxidase. Enzim phenoloxidase (PO) terdapat dalam hemolim sebagai inactive proenzyme yang disebut propo. Transformasi propo menjadi PO melibatkan beberapa reaksi dikenal sebagai propo activating system (sistem aktivasi propo). Sistem ini terutama diaktifkan oleh beta glukan, dinding sel bakteri dan LPS. Sistem aktivasi propo dipertimbangkan sebagai bagian dari sistem imun yang mungkin bertanggung jawab terhadap proses pengenalan benda asing dalam sistem pertahanan krustase dan insekta. Sistem propo dapat digunakan sebagai marker kesehatan udang dan lingkungan karena perubahan sistempropo berkorelasi dengan tahap infeksi dan variasi lingkungan. Enzim phenoloxidase (PO) bertanggung jawab terhadap proses melanisasi pada artropoda (Rodriquez & Le Moullac 2000). Enzim ini mengkatalis hidroksilasi monophenol dan oksidasi phenol menjadi quinones yang diperlukan untuk proses melanisasi sebagai respon terhadap penyerang asing dan selama proses penyembuhan (Sritunyalucksana & Söderhäll 2000; Vargas-Albores & Yepiz-Plascencia 2000). Quinone selanjutnya diubah melalui suatu reaksi non-

10 16 enzymatic menjadi melanin dan sering dideposit pada benda yang dienkapsulasi, dalam nodulhemosit, dan pada daerah kulit yang terinfeksi jamur. Produksi reactive oxygen species seperti superoxide anion dan hydroxyl radical selama pembentukan quonoid juga memainkan peranan penting sebagai antimikroba. Reaksi biologi seperti fagositosis, enkapsulasi dan nodulasi juga diaktifkan. Vaksinasi mungkin dapat meningkatkan aktivitashemosit, fagositosis dan aktivitas opsonin. Pada invertebrata yang tidak memiliki antibodi, lektin berfungsi sebagai molekul pengenal (recognition molecules) untuk aktivitas pertahanan seperti agregasi dan opsonisasi (Wittevelt et al. 2003). Lektin merupakan suatu set protein yang secara spesifik mengikat pada molekul gula termasuk glikoprotein dan glikolipid. Hasil uji coba Namikoshi et al. (2004) menunjukkan bahwa penggunaan formalin-inactivatedwssv vaksin dapat meningkatkan resistensi P. japonicus terhadap WSSV sepuluh hari setelah divaksinasi dengan metoda vaksinasi intramuskular. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Wittevelt et al. (2003) juga memperlihatkan bahwa penggunaan WSSV subunit vaksin dapat meningkatkan resistensi udang windu terhadap WSSV meskipun udang tidak memiliki respon imun spesifik. Imunostimulan Sejumlah substan biologi dan sintetik telah ditemukan dapat meningkatkan sistemimun nonspesifik ikan. Bahan tersebut dapat meningkatkan resistensi ikan dan udang terhadap infeksi sejumlah patogen secara simultan(kumari et al. 2003; Raa et al. 1992). Oleh karena itu maka imunostimulan sangat penting untuk digunakan dalam kontrol penyakit karena menawarkan suatu alternatif terhadap penggunaan antibiotik yang saat ini banyak digunakan dalam budidaya ikan dan krustase (Cook et al. 2003; Yin et al. 2006), serta tanpa efek samping (Yin et al. 2006). Secara sederhana, imunostimulan merupakan suatu substan yang merangsang atau meningkatkan sistem imun dengan berinteraksi secara langsung dengan sel-sel yang mengaktifkan sistem imun (Gannam & Schrok 2001). Mekanisme kerja imunostimulan dalam merangsang sistem imun tubuh adalah

11 17 dengan cara meningkatkan aktivitas sel-sel fagosit(yin et al. 2006). Jadi imunostimulan meningkatkan resistensi ikan atau udang terhadap patogensecara simultan dengan cara merangsang respon imun nonspesifik (Gannam & Schrok 2001). Imunostimulan dapat berupa bakteri dan produk bakteri, yeast, kompleks karbohidrat, faktor nutrisi, ekstrak hewan, ektrak tumbuhan, dan obat-obatan sintetik (Cook et al. 2003; Sakai 1999; Sealey & Gatlin 2001). Nukleotida merupakan nutrien semi esensial bagi ikan dan krustase. Nukleotida memiliki peranan penting dalam fisiologi dan biokimia seperti penandaan (encoding) dan penerusan informasi genetik, memediasi energi metabolisme dan cell signalling serta sebagai komponen koensim, allosteric effectors, dan cellular agonist (Li & Galtin 2006). Nukleotida terdiri atas basa purin atau pirimidin,ribosa atau 2 -deoksiribosa dan satu atau lebih grup fosfat. Basa purin yang utama terdiri atas adenin, guanin, hiposantin dan santin. Nukleosida purinmengandung ribosa atau 2-deoksiribosa yang berikatan dengan cicin purin melalui ikatan glikosidik (glycosidic bond) pada N-9. Nukleotida merupakan fosfat ester dari nukleosida. Basa pirimidinyang utama terdiri atas urasil, timin, dan sitosin. Urasil dan sitosin merupakan komponen pirimidin utama dari RNA.Nukleosida pirimidin atau nukleotida mengandungribosa atau 2 - deoksiribosayang berikatan dengan pirimidin melalui ikatan glikosidik pada N-1. Fosfat esterdari nukleosida pirimidin adalah UMP, CMP, dan TMP (Devlin 2002; Li & Galtin 2006).Secara alami nukleotida terdapat dalam semua makanan yang berasal dari hewan dan tumbuhan dalam bentuk nukleotida bebas dan asam nukleat. Purin dan pirimidin disintesa dari de novo pathway atau diperoleh dari salvage pathway.purin disintesa dalam sitosol sel mamalia dari glycine, aspartate, glutamine, turunan tetrahydrofolate dan CO 2 dengan input energi yang besar. Pirimidin disintesa dari aspartate, glutamine, dan CO 2 dalam sitosol dan mitokondria sel mamalia. Jalur sintesa ini mungkin juga terjadi pada ikan. Kebutuhan nukleotida untuk fungsi fiosiologi hewan dapat dipenuhi dari sintesa de novo. Namun demikian, suplai nukleotida dari sintesa tersebut tidak cukup untuk menjalankan fungsi fisiologi secara optimal terutama pada

12 18 sistemimun pada saat berada dalam kondisi stres (Li et al. 2004). Dalam akuakultur, stres akibat penanganan (handling), penyortiran (grading), pengangkutan, kepadatan tinggi, penyakit, dan kualitas air yang kurang baik merupakan masalah yang umum terjadi dan karenanya penambahan nukleotida dalam pakan mungkin diperlukan (Burrells et al. 200; Li et al. 2004). Hasil-hasil penelitian pada manusia dan hewan ternak memperlihatkan bahwa penambahan nukleotida dalam pakan dapat meningkatkan cell-mediated immunity(cmi), proliferasi limfosit, interleukin-2, dan meningkatkan resistensi terhadap infeksi bakteri (Li et al. 2004). Sebaliknya, hewan yang diberi pakan yang tidak mengandung nukleotida menderita gangguan pada fungsi imun selular dan humoral seperti penurunan aktivitasnk-cell dan makrofag, produksi sitokin rendah, penurunan produksi antibodi, dan suseptibilitas terhadap infeksi meningkat (Field et al. 2002). Penambahan nukleotida dalam pakan dapat memperbaiki kondisi tersebut. Pada bayi yang diberi susu ibu atau makanan yang ditambahkan nukleotida memiliki aktivitasnk-cell dan produksi IL-2 yang lebih tinggi dibandingkan dengan bayi yang diberi makanan tanpa suplementasi nukleotida. Makanan anak-anak yang tersedia saat ini umumnya telah ditambahkan nukleotida. Bagaimana mekanisme nukleotida dalam meningkatkan fungsi imun belum diketahui dan perlu diteliti lebih lanjut. Perhatian terhadap suplementasi nukleotida sebagai imunostimulan pada pakan ikan mulai meningkat sejak adanya laporan Burrels et al. (2001) yang memperlihatkan bahwa pakan yang ditambahkan nukleotida dapat meningkatkan resistensi ikan terhadap infeksi virus, bakteri dan parasit. Nukleotida dapat juga meningkatkan pertumbuhan serta meningkatkan toleransi ikan terhadap stres. Pada udang, nukleotida merupakan nutrient kunci (key nutrient) bagi sistem imun udang dan pemberian nukleotida seperti yeast atau ekstrak yeast dapat meningkatkan resistensi dan pertumbuhan udang.

Budidaya Perairan Mei 2014 Vol. 2 No. 2: Respon imun krustase (Crustacean immune response) Henky Manoppo, Magdalena E.F. Kolopita.

Budidaya Perairan Mei 2014 Vol. 2 No. 2: Respon imun krustase (Crustacean immune response) Henky Manoppo, Magdalena E.F. Kolopita. Review Artikel Respon imun krustase (Crustacean immune response) Henky Manoppo, Magdalena E.F. Kolopita Abstract Crustacean does not have adaptive immune system and mostly depends on innate or nonspecific

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Sintasan Sintasan atau kelangsungan hidup merupakan persentase udang yang hidup pada akhir pemanenan terhadap jumlah ikan saat ditebar. Sintasan merupakan parameter utama

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Sintasan Sintasan pada penelitian ini dibagi dalam dua tahap, yakni setelah 30 hari perlakuan sinbiotik dan setelah uji tantang dengan IMNV selama 12 hari. Nilai

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi Udang Vaname Klasifikasi udang vaname menurut (Effendie, 1997) adalah sebagai berikut: Kingdom : Animalia Filum : Arthropoda Kelas : Crustacea Ordo : Decapoda Famili

Lebih terperinci

PERAN NUKLEOTIDA SEBAGAI IMUNOSTIMULAN TERHADAP RESPON IMUN NONSPESIFIK DAN RESISTENSI UDANG VANAME (Litopenaeus vannamei) HENKY MANOPPO

PERAN NUKLEOTIDA SEBAGAI IMUNOSTIMULAN TERHADAP RESPON IMUN NONSPESIFIK DAN RESISTENSI UDANG VANAME (Litopenaeus vannamei) HENKY MANOPPO PERAN NUKLEOTIDA SEBAGAI IMUNOSTIMULAN TERHADAP RESPON IMUN NONSPESIFIK DAN RESISTENSI UDANG VANAME (Litopenaeus vannamei) HENKY MANOPPO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011 PERNYATAAN

Lebih terperinci

pakan -1 pakan dengan protokol pemberian 7 hari pakan yang ditambahkan

pakan -1 pakan dengan protokol pemberian 7 hari pakan yang ditambahkan 77 PEMBAHASAN UMUM Budidaya udang vaname mendapat perhatian serius dari pemerintah Indonesia untuk dikembangkan. Udang ini diimpor ke Indonesia pada tahun 2000 dengan alasan untuk mengganti udang windu

Lebih terperinci

ORDO DECAPODA. Kelompok Macrura : Bangsa udang & lobster

ORDO DECAPODA. Kelompok Macrura : Bangsa udang & lobster ORDO DECAPODA Kelompok Macrura : Bangsa udang & lobster Kelompok Macrura Bangsa Udang dan Lobster Bentuk tubuh memanjang Terdiri kepala-dada (cephalothorax) dan abdomen (yang disebut ekor) Kaki beruas

Lebih terperinci

1. Morfologi dan Klasifikasi Penggolongan udang vaname menurut Anonim (2011) adalah sebagai berikut :

1. Morfologi dan Klasifikasi Penggolongan udang vaname menurut Anonim (2011) adalah sebagai berikut : Allah menganugerahkan Al Hikmah (kefahaman yang dalam tentang Al Quran dan As Sunnah) kepada siapa yang dikehendaki-nya. dan Barangsiapa yang dianugerahi hikmah, ia benar-benar telah dianugerahi karunia

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Berdasarkan data Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), produksi udang

I. PENDAHULUAN. Berdasarkan data Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), produksi udang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Udang vaname (Litopenaeus vannamei) merupakan salah satu komoditas unggulan di bidang perikanan baik dalam skala nasional maupun global. Berdasarkan data Kementerian Kelautan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Terdapat sekitar 2500 jenis senyawa bioaktif dari laut yang telah berhasil diisolasi dan diidentifikasi, dan 93 % diantaranya diperoleh dari rumput laut (Kardono, 2004).

Lebih terperinci

KERANGKA PENDEKATAN TEORI

KERANGKA PENDEKATAN TEORI II. KERANGKA PENDEKATAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Udang Vannamei Udang Vannamei (Litopenaeus vannamei) merupakan salah satu jenis udang yang memiliki pertumbuhan cepat dan nafsu makan tinggi, namun

Lebih terperinci

Mekanisme Pertahanan Tubuh. Kelompok 7 Rismauzy Marwan Imas Ajeung P Andreas P Girsang

Mekanisme Pertahanan Tubuh. Kelompok 7 Rismauzy Marwan Imas Ajeung P Andreas P Girsang Mekanisme Pertahanan Tubuh Kelompok 7 Rismauzy Marwan Imas Ajeung P Andreas P Girsang Imunitas atau kekebalan adalah sistem mekanisme pada organisme yang melindungi tubuh terhadap pengaruh biologis luar

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Haliman dan Adijaya (2005), klasifikasi udang vannamei

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Haliman dan Adijaya (2005), klasifikasi udang vannamei 2.1 Biologi Udang Vannamei 2.1.1 Klasifikasi BAB II TINJAUAN PUSTAKA Menurut Haliman dan Adijaya (2005), klasifikasi udang vannamei (Litopenaeus vannamei) sebagai berikut : Kingdom Sub kingdom Filum Sub

Lebih terperinci

BIOTEKNOLOGI. Struktur dan Komponen Sel

BIOTEKNOLOGI. Struktur dan Komponen Sel BIOTEKNOLOGI Struktur dan Gambar Apakah Ini dan Apakah Perbedaannya? Perbedaan dari gambar diatas organisme Hidup ular organisme Hidup Non ular Memiliki satuan (unit) dasar berupa sel Contoh : bakteri,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sistem Pertahanan Tubuh Udang

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sistem Pertahanan Tubuh Udang II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sistem Pertahanan Tubuh Udang Mekanisme pertahanan pada krustasea sebagian besar bergantung pada selsel darah dan proses hemolim. Darah udang tidak mengandung haemoglobin, sehingga

Lebih terperinci

Induk udang rostris (Litopenaeus stylirostris) kelas induk pokok

Induk udang rostris (Litopenaeus stylirostris) kelas induk pokok Standar Nasional Indonesia Induk udang rostris (Litopenaeus stylirostris) kelas induk pokok ICS 65.150 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi... i Prakata... ii 1 Ruang lingkup... 1 2 Acuan

Lebih terperinci

Benih udang vaname (Litopenaeus vannamei) kelas benih sebar

Benih udang vaname (Litopenaeus vannamei) kelas benih sebar Standar Nasional Indonesia Benih udang vaname (Litopenaeus vannamei) kelas benih sebar ICS 65.150 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi... i Prakata... ii 1 Ruang lingkup... 1 2 Acuan normatif...

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi Udang windu menurut Mujiman dan Suyanto (2003) tergolong ke. Sub Ordo : Matantia. Famili: Penaedae.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi Udang windu menurut Mujiman dan Suyanto (2003) tergolong ke. Sub Ordo : Matantia. Famili: Penaedae. II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biologi Udang Windu (Penaeus monodon) 2.1.1 Klasifikasi Klasifikasi Udang windu menurut Mujiman dan Suyanto (2003) tergolong ke dalam Filum : Arthropoda Sub Filum : Mandibulata

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 7. Bakteri Bacillus Sumber : Dokumentasi Pribadi

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 7. Bakteri Bacillus Sumber : Dokumentasi Pribadi BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pembentukan Organisme Bioflok 4.1.1 Populasi Bakteri Populasi bakteri pada teknologi bioflok penting untuk diamati, karena teknologi bioflok didefinisikan sebagai teknologi

Lebih terperinci

MENJELASKAN STRUTUR DAN FUNGSI ORGAN MANUSIA DAN HEWAN TERTENTU, KELAINAN/ PENYAKIT YANG MUNGKIN TERJADI SERTA IMPLIKASINYA PADA SALINGTEMAS

MENJELASKAN STRUTUR DAN FUNGSI ORGAN MANUSIA DAN HEWAN TERTENTU, KELAINAN/ PENYAKIT YANG MUNGKIN TERJADI SERTA IMPLIKASINYA PADA SALINGTEMAS MENJELASKAN STRUTUR DAN FUNGSI ORGAN MANUSIA DAN HEWAN TERTENTU, KELAINAN/ PENYAKIT YANG MUNGKIN TERJADI SERTA IMPLIKASINYA PADA SALINGTEMAS KD 3.8. Menjelaskan mekanisme pertahanan tubuh terhadap benda

Lebih terperinci

Sekolah Tinggi Teknologi Kelautan Balik Diwa Makassar ABSTRAK

Sekolah Tinggi Teknologi Kelautan Balik Diwa Makassar   ABSTRAK OPTIMALISASI PENGGUNAAN BAKTERI Vibrio alginolyticus UNTUK MENINGKATKAN TOTAL HAEMOCITE COUNT, DIFFERENTIAL COUNT DAN TOTAL PROTEIN PLASMA PADA UDANG WINDU (Penaeus monodon) Agus suryahman Sekolah Tinggi

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN Nomor: KEP. 41/MEN/2001 TENTANG PELEPASAN VARIETAS UDANG VANAME SEBAGAI VARIETAS UNGGUL

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN Nomor: KEP. 41/MEN/2001 TENTANG PELEPASAN VARIETAS UDANG VANAME SEBAGAI VARIETAS UNGGUL KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN Nomor: KEP. 41/MEN/2001 TENTANG PELEPASAN VARIETAS UDANG VANAME SEBAGAI VARIETAS UNGGUL MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN, Menimbang : a. bahwa dalam rangka memperkaya

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Daphnia sp. digolongkan ke dalam Filum Arthropoda, Kelas Crustacea, Subkelas

II. TINJAUAN PUSTAKA. Daphnia sp. digolongkan ke dalam Filum Arthropoda, Kelas Crustacea, Subkelas 6 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Klasifikasi dan Morfologi Daphnia sp. digolongkan ke dalam Filum Arthropoda, Kelas Crustacea, Subkelas Branchiopoda, Divisi Oligobranchiopoda, Ordo Cladocera, Famili Daphnidae,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Pengaruh dari formula ekstrak herbal terhadap sistem imunitas tubuh ayam dapat diperoleh dengan melihat aktivitas dan kapasitas makrofag peritoneum ayam yang telah ditantang

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Perkembangan Larva Rajungan. Jenis Stadia dan Lama Waktu Perkembangan Larva

TINJAUAN PUSTAKA. Perkembangan Larva Rajungan. Jenis Stadia dan Lama Waktu Perkembangan Larva TINJAUAN PUSTAKA Perkembangan Larva Rajungan Jenis Stadia dan Lama Waktu Perkembangan Larva Tingkat perkembangan rajungan pada umumnya tidak berbeda dengan kepiting bakau. Perbedaannya hanya pada fase

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Budidaya udang merupakan salah satu industri skala besar dengan tingkat

I. PENDAHULUAN. Budidaya udang merupakan salah satu industri skala besar dengan tingkat I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Budidaya udang merupakan salah satu industri skala besar dengan tingkat produksi sekitar 30% dari total suplai udang dunia. Tingginya produksi tersebut adalah sebagai

Lebih terperinci

telur, dimana setelah jam diinkubasi pada suhu 25 C kista akan menetas

telur, dimana setelah jam diinkubasi pada suhu 25 C kista akan menetas Siklus hidup Artemia (gambar 3) dimulai pada saat menetasnya kista atau telur, dimana setelah 15-20 jam diinkubasi pada suhu 25 C kista akan menetas manjadi embrio. Selanjutnya dalam waktu beberapa jam

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Udang vaname merupakan udang introduksi yang berasal dari Amerika dan

TINJAUAN PUSTAKA. Udang vaname merupakan udang introduksi yang berasal dari Amerika dan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Udang Vaname Udang vaname merupakan udang introduksi yang berasal dari Amerika dan masuk ke Indonesia pada awal tahun 2000. Petambak memilih udang vaname sebagai komoditas budidaya

Lebih terperinci

ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga II TINJAUAN PUSTAKA. Genus Scylla mempunyai tiga spesies lain yaitu Scylla serata, S. oseanica dan S.

ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga II TINJAUAN PUSTAKA. Genus Scylla mempunyai tiga spesies lain yaitu Scylla serata, S. oseanica dan S. II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi Kepiting Bakau Klasifikasi Scylla paramamosain menurut King (1995) dan Keenan (1999) dalam Pavasovic (2004) adalah sebagai berikut : Filum : Arthropoda Subfilum: Crustacea

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perikanan. Pakan juga merupakan faktor penting karena mewakili 40-50% dari

I. PENDAHULUAN. perikanan. Pakan juga merupakan faktor penting karena mewakili 40-50% dari I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pakan merupakan salah satu komponen yang sangat penting dalam budidaya perikanan. Pakan juga merupakan faktor penting karena mewakili 40-50% dari biaya produksi. Pakan

Lebih terperinci

Induk udang vaname (Litopenaeus vannamei) kelas induk pokok

Induk udang vaname (Litopenaeus vannamei) kelas induk pokok Standar Nasional Indonesia Induk udang vaname (Litopenaeus vannamei) kelas induk pokok ICS 65.150 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi...i Prakata...ii 1 Ruang lingkup... 1 2 Acuan normatif...

Lebih terperinci

KESEHATAN IKAN. Achmad Noerkhaerin P. Jurusan Perikanan-Untirta

KESEHATAN IKAN. Achmad Noerkhaerin P. Jurusan Perikanan-Untirta KESEHATAN IKAN Achmad Noerkhaerin P. Jurusan Perikanan-Untirta Penyakit adalah Akumulasi dari fenomena-fenomena abnormalitas yang muncul pada organisme (bentuk tubuh, fungsi organ tubuh, produksi lendir,

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Indeks Gonad Somatik (IGS) Hasil pengamatan nilai IGS secara keseluruhan berkisar antara,89-3,5% (Gambar 1). Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa bioflok

Lebih terperinci

SISTEM IMUN (SISTEM PERTAHANAN TUBUH)

SISTEM IMUN (SISTEM PERTAHANAN TUBUH) SISTEM IMUN (SISTEM PERTAHANAN TUBUH) FUNGSI SISTEM IMUN: Melindungi tubuh dari invasi penyebab penyakit; menghancurkan & menghilangkan mikroorganisme atau substansi asing (bakteri, parasit, jamur, dan

Lebih terperinci

PENGGUNAAN EKSTRAK Gracilaria verrucosa UNTUK MENINGKATKAN SISTEM KETAHANAN UDANG VANAME Litopenaeus vannamei YUDIANA JASMANINDAR

PENGGUNAAN EKSTRAK Gracilaria verrucosa UNTUK MENINGKATKAN SISTEM KETAHANAN UDANG VANAME Litopenaeus vannamei YUDIANA JASMANINDAR PENGGUNAAN EKSTRAK Gracilaria verrucosa UNTUK MENINGKATKAN SISTEM KETAHANAN UDANG VANAME Litopenaeus vannamei YUDIANA JASMANINDAR SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR : KEP.15/MEN/2002 TENTANG PELEPASAN VARIETAS UDANG ROSTRIS SEBAGAI VARIETAS UNGGUL

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR : KEP.15/MEN/2002 TENTANG PELEPASAN VARIETAS UDANG ROSTRIS SEBAGAI VARIETAS UNGGUL KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR : KEP.15/MEN/2002 TENTANG PELEPASAN VARIETAS UDANG ROSTRIS SEBAGAI VARIETAS UNGGUL MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN Menimbang : a. bahwa dalam rangka memperkaya

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Perairan nasional Indonesia menyimpan potensi perikanan yang besar untuk dikembangkan. Dalam upaya memenuhi kebutuhan pangan masyarakat yang terus meningkat, maka sektor perikanan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Sistem Imun Tubuh Udang

TINJAUAN PUSTAKA Sistem Imun Tubuh Udang TINJAUAN PUSTAKA Sistem Imun Tubuh Udang Sistem pertahanan tubuh utama pada udang terdiri dari dua bagian yaitu sistem pertahanan tubuh seluler dan sistem pertahanan humoral. Sistem pertahanan seluler

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Penurunan jumlah ookista dalam feses merupakan salah satu indikator bahwa zat yang diberikan dapat berfungsi sebagai koksidiostat. Rataan jumlah ookista pada feses ayam berdasarkan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. dibandingkan dengan unggas-unggas lainnya seperti ayam. Fakultas Peternakan

PENDAHULUAN. dibandingkan dengan unggas-unggas lainnya seperti ayam. Fakultas Peternakan I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Itik Cihateup termasuk kedalam jenis unggas air yang memiliki sifat fisiologik terbiasa dengan air dan kemampuan thermoregulasi yang rendah dibandingkan dengan unggas-unggas

Lebih terperinci

SISTEM IMUN. Pengantar Biopsikologi KUL VII

SISTEM IMUN. Pengantar Biopsikologi KUL VII SISTEM IMUN Pengantar Biopsikologi KUL VII SISTEM KEKEBALAN TUBUH Imunologi : Ilmu yang mempelajari cara tubuh melindungi diri dari gangguan fisik, kimiawi, dan biologis. . SISTEM IMUN INNATE : Respon

Lebih terperinci

MOLTING PADA HEWAN CRUSTACEA

MOLTING PADA HEWAN CRUSTACEA MOLTING PADA HEWAN CRUSTACEA Molting adalah proses pergantian cangkang pada hewan Crustacea : udang, kepiting, lobster, dll. dan terjadi ketika ukuran daging udang bertambah besar sementara eksoskeleton

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Letak dan Kondisi Penelitian Kabupaten Cirebon dengan luas wilayah 990,36 km 2 merupakan bagian dari wilayah Provinsi Jawa Barat yang terletak di bagian timur dan merupakan

Lebih terperinci

Teknik pembenihan ikan air laut Keberhasilan suatu pembenihan sangat ditentukan pada ketersedian induk yang cukup baik, jumlah, kualitas dan

Teknik pembenihan ikan air laut Keberhasilan suatu pembenihan sangat ditentukan pada ketersedian induk yang cukup baik, jumlah, kualitas dan Teknik pembenihan ikan air laut Keberhasilan suatu pembenihan sangat ditentukan pada ketersedian induk yang cukup baik, jumlah, kualitas dan keseragaman.induk yang baik untuk pemijahan memiliki umur untuk

Lebih terperinci

Tingkat Kelangsungan Hidup

Tingkat Kelangsungan Hidup BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Tingkat Kelangsungan Hidup Tingkat kelangsungan hidup merupakan suatu nilai perbandingan antara jumlah organisme yang hidup di akhir pemeliharaan dengan jumlah organisme

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sistem imunitas didalam tubuh manusia merupakan satu kesatuan yang

BAB I PENDAHULUAN. Sistem imunitas didalam tubuh manusia merupakan satu kesatuan yang BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Sistem imunitas didalam tubuh manusia merupakan satu kesatuan yang kompleks dan berlapis-lapis dalam menghadapi invasi patogen yang masuk seperti bakteri, jamur, virus

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus) 2.1.1. Klasifikasi Secara biologis ikan lele dumbo mempunyai kelebihan dibandingkan dengan jenis lele lainnya, yaitu lebih mudah dibudidayakan

Lebih terperinci

Tabel 3 Tingkat prevalensi kecacingan pada ikan maskoki (Carassius auratus) di Bogor

Tabel 3 Tingkat prevalensi kecacingan pada ikan maskoki (Carassius auratus) di Bogor HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Pemeliharaan Ikan Maskoki (Carassius auratus) Pengambilan sampel ikan maskoki dilakukan di tiga tempat berbeda di daerah bogor, yaitu Pasar Anyar Bogor Tengah, Batu Tulis Bogor

Lebih terperinci

UJI TANTANG PASCA LARVA UDANG WINDU Penaeus monodon DENGAN Vibrio harveyi

UJI TANTANG PASCA LARVA UDANG WINDU Penaeus monodon DENGAN Vibrio harveyi 729 Uji tantang pasca larva udang windu... (B.R. Tampangalo) UJI TANTANG PASCA LARVA UDANG WINDU Penaeus monodon DENGAN Vibrio harveyi ABSTRAK B.R. Tampangallo dan Nurhidayah Balai Penelitian dan Pengembangan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biologi Spirulina sp.

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biologi Spirulina sp. II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biologi Spirulina sp. Spirulina sp. merupakan mikroalga yang menyebar secara luas, dapat ditemukan di berbagai tipe lingkungan, baik di perairan payau, laut dan tawar. Spirulina

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Udang adalah hewan kecil tak bertulang belakang (invertebrata) yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Udang adalah hewan kecil tak bertulang belakang (invertebrata) yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ekologi Udang Udang adalah hewan kecil tak bertulang belakang (invertebrata) yang tempat hidupnya adalah di perairan air tawar, air payau dan air asin. Jenis udang sendiri

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA, NOMOR KEP.78/MEN/2009 TENTANG PELEPASAN VARIETAS UDANG VANAME UNGGUL NUSANTARA I

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA, NOMOR KEP.78/MEN/2009 TENTANG PELEPASAN VARIETAS UDANG VANAME UNGGUL NUSANTARA I KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR KEP.78/MEN/2009 TENTANG PELEPASAN VARIETAS UDANG VANAME UNGGUL NUSANTARA I MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. atau ayam yang kemampuan produksi telurnya tinggi. Karakteristik ayam petelur

I. PENDAHULUAN. atau ayam yang kemampuan produksi telurnya tinggi. Karakteristik ayam petelur I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Ayam petelur adalah ayam yang mempunyai sifat unggul dalam produksi telur atau ayam yang kemampuan produksi telurnya tinggi. Karakteristik ayam petelur yaitu

Lebih terperinci

Migrasi Ikan Dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhinya

Migrasi Ikan Dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhinya Migrasi Ikan Dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhinya Migrasi ikan adalah adalah pergerakan perpindahan dari suatu tempat ke tempat yang lain yang mempunyai arti penyesuaian terhadap kondisi alam yang menguntungkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Usaha budidaya ikan baung telah berkembang, tetapi perkembangan budidaya

I. PENDAHULUAN. Usaha budidaya ikan baung telah berkembang, tetapi perkembangan budidaya I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Usaha budidaya ikan baung telah berkembang, tetapi perkembangan budidaya ikan ini belum diimbangi dengan tingkat produksi yang tinggi karena tidak didukung oleh produksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Udang galah (Macrobrachium rosenbergii de Man) merupakan salah satu komoditas perikanan air tawar yang sangat potensial, karena memiliki nilai ekonomis tinggi. Hal

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. budidaya karena memiliki nilai ekonomis tinggi ( high economic value) serta

I. PENDAHULUAN. budidaya karena memiliki nilai ekonomis tinggi ( high economic value) serta I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Udang merupakan salah satu komoditas utama dalam industri perikanan budidaya karena memiliki nilai ekonomis tinggi ( high economic value) serta permintaan pasar tinggi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1. Tinjauan Pustaka Menurut sistematika secara taksonomi udang ini dibagi dalam : Kingdom : Animalia Subkingdom :

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ikan lele sangkuriang (Clarias gariepinus) merupakan ikan lele hasil persilangan antara induk betina F 2 dengan induk jantan F 6 sehingga menghasilkan F 26. Induk jantan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. Klasifikasi dan Morfologi Clownfish Klasifikasi Clownfish menurut Burges (1990) adalah sebagai berikut: Kingdom Filum Ordo Famili Genus Spesies : Animalia : Chordata : Perciformes

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara kepulauan yang 70% alamnya merupakan perairan

I. PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara kepulauan yang 70% alamnya merupakan perairan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah negara kepulauan yang 70% alamnya merupakan perairan yang terdiri dari rawa, sungai, danau, telaga, sawah, tambak, dan laut. Kekayaan alam ini sangat potensial

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. *Tanda titik dibaca sebagai desimal

I. PENDAHULUAN. *Tanda titik dibaca sebagai desimal 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Udang merupakan komoditas penting yang harus dikembangkan, karena permintaan konsumsi dalam maupun luar negeri cukup tinggi. Pemerintah telah mencanangkan budidaya udang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki sumber daya hutan bakau yang membentang luas di

I. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki sumber daya hutan bakau yang membentang luas di I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia memiliki sumber daya hutan bakau yang membentang luas di seluruh kawasan Nusantara. Salah satu komoditas perikanan yang hidup di perairan pantai khususnya di

Lebih terperinci

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Lele Masamo (Clarias gariepinus) Subclass: Telostei. Ordo : Ostariophysi

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Lele Masamo (Clarias gariepinus) Subclass: Telostei. Ordo : Ostariophysi BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Lele Masamo (Clarias gariepinus) Klasifikasi lele masamo SNI (2000), adalah : Kingdom : Animalia Phylum: Chordata Subphylum: Vertebrata Class : Pisces

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Temperatur Tubuh Peningkatan temperatur tubuh dapat dijadikan indikator terjadinya peradangan di dalam tubuh atau demam. Menurut Kelly (1984), temperatur normal tubuh sapi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1.Jenis jenis Hama Pada Caisim Hasil pengamatan jenis hama pada semua perlakuan yang diamati diperoleh jenis - jenis hama yang sebagai berikut : 1. Belalang hijau Phylum :

Lebih terperinci

ASAM NUKLEAT (NUCLEIC ACID)

ASAM NUKLEAT (NUCLEIC ACID) ASAM NUKLEAT (NUCLEIC ACID) Terdapat pada semua sel hidup Merupakan makromolekul dengan monomer Mononukleotida Fungsi : 1. Menyimpan, mereplikasi dan mentranskripsi informasi genetika 2. Turut dalam metabolisme

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Pengamatan Gejala Klinis Pengamatan gejala klinis pada benih ikan mas yang diinfeksi bakteri Aeromonas hydrophila meliputi kelainan fisik ikan, uji refleks, dan respon

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (FAO, 2016a) dan produksi dua jenis udang yaitu Litopenaeus vannamei dan Penaeus

BAB I PENDAHULUAN. (FAO, 2016a) dan produksi dua jenis udang yaitu Litopenaeus vannamei dan Penaeus BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara penghasil produk perikanan budidaya kategori ikan, crustacea dan moluska ketiga terbesar di dunia setelah China dan India. Pada tahun 2014,

Lebih terperinci

BAB VI PEMBAHASAN. Mencit Balb/C yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari. Laboratorium Biomedik Fakultas Kedokteran Universitas Muhamadiyah

BAB VI PEMBAHASAN. Mencit Balb/C yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari. Laboratorium Biomedik Fakultas Kedokteran Universitas Muhamadiyah BAB VI PEMBAHASAN Mencit Balb/C yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari Laboratorium Biomedik Fakultas Kedokteran Universitas Muhamadiyah Yogyakarta. Banyaknya mencit yang digunakan adalah 24

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang I. PENDAHULUAN Latar Belakang Salah satu usaha yang mutlak dibutuhkan untuk mengembangkan budi daya ikan adalah penyediaan benih yang bermutu dalam jumlah yang memadai dan waktu yang tepat. Selama ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. benda asing dan patogen di lingkungan hidup sekitar seperti bakteri, virus, fungus

BAB I PENDAHULUAN. benda asing dan patogen di lingkungan hidup sekitar seperti bakteri, virus, fungus BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sistem imun berfungsi dalam mempertahankan kondisi tubuh terhadap benda asing dan patogen di lingkungan hidup sekitar seperti bakteri, virus, fungus dan parasit. Sistem

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Clarias fuscus yang asli Taiwan dengan induk jantan lele Clarias mossambius yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Clarias fuscus yang asli Taiwan dengan induk jantan lele Clarias mossambius yang 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biologi Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus) Lele dumbo merupakan ikan hasil perkawinan silang antara induk betina lele Clarias fuscus yang asli Taiwan dengan induk jantan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat menyerang banyak orang sehingga menimbulkan wabah. Demam

BAB I PENDAHULUAN. dapat menyerang banyak orang sehingga menimbulkan wabah. Demam BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Demam tifoid adalah penyakit sistemik akut akibat infeksi Salmonella typhi. Demam tifoid masih merupakan salah satu masalah kesehatan yang penting di Indonesia, penyakit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ikan nilem (Osteochilus hasselti) merupakan ikan yang banyak dipelihara di daerah Jawa Barat dan di Sumatera (khususnya Sumatera Barat). Ikan nilem ini mempunyai cita

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi dan Struktur Morfologis Klasifikasi

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi dan Struktur Morfologis Klasifikasi 3 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi dan Struktur Morfologis 2.1.1. Klasifikasi Menurut klasifikasi Bleeker, sistematika ikan selanget (Gambar 1) adalah sebagai berikut (www.aseanbiodiversity.org) :

Lebih terperinci

3.KUALITAS TELUR IKAN

3.KUALITAS TELUR IKAN 3.KUALITAS TELUR IKAN Kualitas telur dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu faktor internal dan eksternal. Faktor internal meliputi: umur induk, ukuran induk dan genetik. Faktor eksternal meliputi: pakan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tawar yang cukup digemari masyarakat Indonesia. Ikan ini memiliki nilai

BAB I PENDAHULUAN. tawar yang cukup digemari masyarakat Indonesia. Ikan ini memiliki nilai 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ikan tawes (Barbonymus gonionotus) termasuk salah satu jenis ikan air tawar yang cukup digemari masyarakat Indonesia. Ikan ini memiliki nilai ekonomis yang cukup

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ikan lele dumbo (Clarias sp.) merupakan ikan air tawar yang banyak dibudidaya secara intensif hampir di seluruh wilayah Indonesia. Hal ini disebabkan ikan lele dumbo

Lebih terperinci

Adalah asam nukleat yang mengandung informasi genetik yang terdapat dalam semua makluk hidup kecuali virus.

Adalah asam nukleat yang mengandung informasi genetik yang terdapat dalam semua makluk hidup kecuali virus. DNA DAN RNA Adalah asam nukleat yang mengandung informasi genetik yang terdapat dalam semua makluk hidup kecuali virus. ADN merupakan blue print yang berisi instruksi yang diperlukan untuk membangun komponen-komponen

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Fitoplankton adalah alga yang berfungsi sebagai produsen primer, selama

TINJAUAN PUSTAKA. Fitoplankton adalah alga yang berfungsi sebagai produsen primer, selama 7 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Biologi Nannochloropsis sp. Fitoplankton adalah alga yang berfungsi sebagai produsen primer, selama hidupnya tetap dalam bentuk plankton dan merupakan makanan langsung bagi

Lebih terperinci

Selama berabad-abad orang mengetahui bahwa penyakit-penyakit tertentu tidak pernah menyerang orang yang sama dua kali. Orang yang sembuh dari

Selama berabad-abad orang mengetahui bahwa penyakit-penyakit tertentu tidak pernah menyerang orang yang sama dua kali. Orang yang sembuh dari Selama berabad-abad orang mengetahui bahwa penyakit-penyakit tertentu tidak pernah menyerang orang yang sama dua kali. Orang yang sembuh dari serangan epidemi cacar dapat menangani para penderita dengan

Lebih terperinci

MEKANISME FAGOSITOSIS. oleh: DAVID CHRISTIANTO

MEKANISME FAGOSITOSIS. oleh: DAVID CHRISTIANTO MEKANISME FAGOSITOSIS oleh: DAVID CHRISTIANTO 136070100011013 PROGRAM PASCA SARJANA FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2016 1 DAFTAR ISI SAMPUL... 1 DAFTAR ISI... 2 BAB I. PENDAHULUAN...

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pertumbuhan Mikroalga Laut Scenedesmus sp. Hasil pengamatan pengaruh kelimpahan sel Scenedesmus sp. terhadap limbah industri dengan dua pelakuan yang berbeda yaitu menggunakan

Lebih terperinci

Alina Nurul Chifdhiyah *) ABSTRAK

Alina Nurul Chifdhiyah *) ABSTRAK 1 PENGARUH PENAMBAHAN EKSTRAK KUNYIT PUTIH (Kaempferia rotunda) TERHADAP JUMLAH TOTAL HEMOSIT DAN AKTIFITAS FAGOSITOSIS UDANG WINDU (Penaeus monodon) Alina Nurul Chifdhiyah *) Program Studi Budidaya Perairan,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kadar Hematokrit Ikan Hematokrit adalah persentase sel darah merah dalam darah, bila kadar hematokrit 40% berarti dalam darah tersebut terdiri dari 40% sel darah merah dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terutama ikan air tawar. Ikan patin siam (Pangasius hypophthalmus)

BAB I PENDAHULUAN. terutama ikan air tawar. Ikan patin siam (Pangasius hypophthalmus) 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebutuhan masyarakat terhadap protein hewani dari ikan mengalami peningkatan pesat di setiap tahunnya. Berdasarkan data yang diperoleh, tingkat konsumsi ikan nasional

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PEMIJAHAN, PENETASAN TELUR DAN PERAWATAN LARVA Pemijahan merupakan proses perkawinan antara induk jantan dengan induk betina. Pembuahan ikan dilakukan di luar tubuh. Masing-masing

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR /KEPMEN-KP/2017 TENTANG PELEPASAN IKAN GURAMI (OSPHRONEMUS GORAMY) GALUNGGUNG SUPER

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR /KEPMEN-KP/2017 TENTANG PELEPASAN IKAN GURAMI (OSPHRONEMUS GORAMY) GALUNGGUNG SUPER KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR /KEPMEN-KP/2017 TENTANG PELEPASAN IKAN GURAMI (OSPHRONEMUS GORAMY) GALUNGGUNG SUPER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ikan mas (Cyprinus carpio L) merupakan salah satu jenis ikan air tawar

I. PENDAHULUAN. Ikan mas (Cyprinus carpio L) merupakan salah satu jenis ikan air tawar I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ikan mas (Cyprinus carpio L) merupakan salah satu jenis ikan air tawar yang sangat populer di masyarakat. Selain dagingnya yang enak, ikan mas juga memiliki nilai jual

Lebih terperinci

Abstrak. TOPIC 2NONSPECIFIC IMMUNE RESPONSE AND GROWTH OFSHRIMP (Litopenaeusvannamei)FED NUCLEOTIDE- SUPPLEMENTED DIET AT DIFFERENT FEEDING TIME

Abstrak. TOPIC 2NONSPECIFIC IMMUNE RESPONSE AND GROWTH OFSHRIMP (Litopenaeusvannamei)FED NUCLEOTIDE- SUPPLEMENTED DIET AT DIFFERENT FEEDING TIME 36 JUDUL 2 RESPON IMUN NONSPESIFIK DAN PERTUMBUHAN UDANG VANAME (Litopenaeus vannamei)yang DIBERI PAKAN YANG DITAMBAHKAN NUKLEOTIDA DENGAN LAMA PEMBERIAN BERBEDA Abstrak Penelitian bertujuan untuk mengevaluasi

Lebih terperinci

Gambar 1 Rata-rata Jumlah Sel Darah Putih Ikan Lele Dumbo Setiap Minggu

Gambar 1 Rata-rata Jumlah Sel Darah Putih Ikan Lele Dumbo Setiap Minggu BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 1.1 Jumlah Sel Darah Putih (Leukosit) Ikan Lele Dumbo Pada penelitian ini dihitung jumlah sel darah putih ikan lele dumbo untuk mengetahui pengaruh vitamin dalam meningkatkan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Plankton adalah organisme yang hidup melayang layang atau mengambang di

TINJAUAN PUSTAKA. Plankton adalah organisme yang hidup melayang layang atau mengambang di 6 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Plankton Plankton adalah organisme yang hidup melayang layang atau mengambang di atas permukaan air dan hidupnya selalu terbawa oleh arus, plankton digunakan sebagai pakan alami

Lebih terperinci

2.2. Parameter Fisika dan Kimia Tempat Hidup Kualitas air terdiri dari keseluruhan faktor fisika, kimia, dan biologi yang mempengaruhi pemanfaatan

2.2. Parameter Fisika dan Kimia Tempat Hidup Kualitas air terdiri dari keseluruhan faktor fisika, kimia, dan biologi yang mempengaruhi pemanfaatan 4 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Chironomida Organisme akuatik yang seringkali mendominasi dan banyak ditemukan di lingkungan perairan adalah larva serangga air. Salah satu larva serangga air yang dapat ditemukan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. disebut arus dan merupakan ciri khas ekosistem sungai (Odum, 1996). dua cara yang berbeda dasar pembagiannya, yaitu :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. disebut arus dan merupakan ciri khas ekosistem sungai (Odum, 1996). dua cara yang berbeda dasar pembagiannya, yaitu : 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perairan Sungai Sungai adalah suatu perairan yang airnya berasal dari mata air, air hujan, air permukaan dan mengalir secara terus menerus pada arah tertentu. Aliran air

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Persentase Ikan Jantan Salah satu faktor yang dapat digunakan dalam mengukur keberhasilan proses maskulinisasi ikan nila yaitu persentase ikan jantan. Persentase jantan

Lebih terperinci

V HASIL DAN PEMBAHASAN. pengamatan tersebut diberikan nilai skor berdasarkan kelompok hari moulting. Nilai

V HASIL DAN PEMBAHASAN. pengamatan tersebut diberikan nilai skor berdasarkan kelompok hari moulting. Nilai V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil 5.1.1 Kecepatan moulting kepiting bakau Pengamatan moulting kepiting bakau ini dilakukan setiap 2 jam dan dinyatakan dalam satuan moulting/hari. Pengamatan dilakukan selama

Lebih terperinci

SISTEM IMUN. ORGAN LIMFATIK PRIMER. ORGAN LIMFATIK SEKUNDER. LIMPA NODUS LIMFA TONSIL. SUMSUM TULANG BELAKANG KELENJAR TIMUS

SISTEM IMUN. ORGAN LIMFATIK PRIMER. ORGAN LIMFATIK SEKUNDER. LIMPA NODUS LIMFA TONSIL. SUMSUM TULANG BELAKANG KELENJAR TIMUS SISTEM IMUN. ORGAN LIMFATIK PRIMER. ORGAN LIMFATIK SEKUNDER. LIMPA NODUS LIMFA TONSIL. SUMSUM TULANG BELAKANG KELENJAR TIMUS Sistem Imun Organ limfatik primer Sumsum tulang belakang Kelenjar timus Organ

Lebih terperinci

Organisasi DNA dan kode genetik

Organisasi DNA dan kode genetik Organisasi DNA dan kode genetik Dr. Syazili Mustofa, M.Biomed Lektor mata kuliah ilmu biomedik Departemen Biokimia, Biologi Molekuler, dan Fisiologi Fakultas Kedokteran Unila DNA terdiri dari dua untai

Lebih terperinci

Hasil Penelitian. setelah 100%. Percobaan ke-ii. 38 dan C. Hasil. Sintasan (%) ntasan (%)

Hasil Penelitian. setelah 100%. Percobaan ke-ii. 38 dan C. Hasil. Sintasan (%) ntasan (%) HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian Penelitian tahap pertama (uji bioassay) Untuk memperoleh suhu subletal, maka dilakukan uji bioassay yang terdiri dari 2 percobaan, masing-masingg dengan 4 perlakuan

Lebih terperinci