BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. daerah tropis. Penyakit demam akut ini disebabkan oleh bakteri genus Leptospira
|
|
- Yulia Hadiman
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Leptospirosis merupakan zoonosis yang tersebar di seluruh dunia, terutama di daerah tropis. Penyakit demam akut ini disebabkan oleh bakteri genus Leptospira yang dikeluarkan melalui urin hewan terinfeksi dengan manifestasi klinis bervariasi, mulai dari infeksi sub klinik, demam anikterik ringan seperti influenza sampai dengan berat dan dapat menimbulkan kematian, ditularkan melalui kontak langsung atau tidak langsung melalui urin hewan terinfeksi (Shieh et al., 2011; Faine et al., 1999; Levet, 2001; International Leptospirosis Society, 2000). Indonesia termasuk daerah tropis yang merupakan salah satu negara endemis leptospirosis. Kasus leptospirosis di Indonesia ditemukandi Jawa Barat, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Lampung, Sumatera Selatan, Bengkulu, Riau, Sumatera Barat, Sumatera Utara, Bali, NTB, Sulawesi Selatan, Sulawesi Utara, Kalimantan Timur dan Kalimantan Barat (Widarso, 2008). Provinsi yang masih melaporkan adanya kasus leptospirosis dari tahun 2005 sampai tahun 2012 adalah Provinsi DKI Jakarta, Jawa Tengah, Jawa Barat, Daerah Istimewa Yogyakarta dan Jawa Timur (Ditjen PP&PL, 2013). Pada bulan Februari-April 2002 terjadi KLB leptospirosis di DKI Jakarta. KLB tersebut akibat banjir yang berkepanjangan (Widarso, 2008). Angka insidensi kejadian leptospirosis secara global belum diketahui secara pasti karena keterbatasan kemampuan diagnostik dan manifestasi klinis 1
2 2 leptospirosis bervariasi dengan gejala klinis menyerupai penyakit lain, sehingga leptospirosis sering tidak terdeteksi (Shieh et al., 2011; WHO, 2011). Jumlah kasus leptospirosis terlaporkan di Indonesia dari tahun berfluktuasi. Selama 6 tahun kebelakang terjadi peningkatan jumlah kasus yang tajam pada tahun (146 kasus dan 664 kasus) dan (409 kasus dan 857 kasus). Lonjakan kasus pada tahun 2007 terjadi akibat banjir besar di Provinsi DKI Jakarta pada bulan Februari dan pada tahun 2011 terjadi pula peningkatan kasus cukup tinggi di Provinsi DIY. Hal ini terjadi karena adanya KLB di Kabupaten Bantul. Pada tahun 2012 kasus leptospirosis di Indonesia dilaporkan sebanyak 239 kasus (Ditjen PP&PL, 2013). Berdasarkan survei oleh International Leptospirosis Society (ILS) Indonesia berada peringkat 3 tertinggi dalam hal mortalitas, yaitu mencapai 2,5-16,45% dengan rata-rata 7,1%. Pada penderita usia lebih 50 tahun angka kematian meningkat sampai 56% (ILS, 2000; Widarso, 2008). Case Fatality Rate (CFR) leptospirosis di Indonesia pada tahun mencapai >5%, pada tahun cenderung menurun dan tahun cenderung meningkat (6,87%; 10,51%; 9,57%; 12,13%) (Direktorat Jenderal PP-PL, 2013). Reservoir utama leptospirosis adalah mamalia terutama tikus yang merupakan maintenance host Leptospira (Muliawan, 2008, Faine et al., 1999). Penelitian oleh Villanueva et al. (2010) dan Koizumi et al. (2009) menunjukkan bahwa tikus berperan sebagai sumber penularan leptospirosis dan reservoir leptospirosis yang penting. Pada kegiatan penangkapan tikus biasanya juga tertangkap cecurut rumah. Beberapa penelitian menemukan cecurut rumah positif
3 3 membawa Leptospira dalam tubuhnya (Ristiyanto et al., 2006; Ikawati et al., 2012; Ivanova et al., 2012) sehingga cecurut rumah juga berpotensi menularkan Leptospira pada manusia. Diagnosis leptospirosis biasanya dengan tes serologi, karena kultur membutuhkan media khusus dan perlu inkubasi selama beberapa minggu (Setiawan, 2008). Diagnosis serologi dengan Microscopic Agglutination Test (MAT) merupakan gold standard diagnosis leptospirosis. Diagnosis leptospirosis dengan MAT mengalami kendala terutama di negara berkembang karena memerlukan banyak jenis serovar dan tenaga ahli berpengalaman, memakan waktu terutama jika serovar bakteri yang diperiksa dalam jumlah besar (Saengjaruk et al., 2002; Levett, 2001). MAT kurang sensitif terutama untuk pemeriksaan spesimen yang diambil pada permulaan fase akut, sehingga MAT tidak dapat digunakan untuk diagnosis pada penderita berat yang meninggal sebelum terjadinya serokonversi (Levett, 2001; Setiawan, 2008). Sejauh ini, telah dikembangkan suatu diagnosa laboratorium yang cepat dan lebih mudah untuk mendeteksi DNA (deoxyribonucleic acid) Leptospira menggunakan teknik Polymerase Chain Reaction (PCR). Teknik ini telah digunakan dalam kegiatan surveilans leptospirosis (Setiawan, 2008; Villanueva, 2010). Metode ini sangat berguna untuk mendiagnosis leptospirosis terutama pada fase permulaan penyakit. Metode ini dapat mendeteksi Leptospira beberapa hari setelah munculnya penyakit (Setiawan, 2008). Beberapa tahun terakhir dikembangkan protokol PCR yang menggunakan target gen lipoprotein LipL32 untuk mendeteksi Leptospira patogenik. LipL32
4 4 dengan struktur yang highly conserved, hanya terdapat pada strain patogen dan merupakan faktor virulensi yang penting (Levett et al., 2005; Lucas et al., 2011; Yang et al., 2002; Vivian et al., 2009). Provinsi Jawa Tengah merupakan salah satu provinsi yang masih melaporkan adanya kasus leptospirosis dari tahun Pada tahun 2012 proporsi kasus leptospirosis Provinsi Jawa Tengah sebesar 53,97% terhadap total kasus di Indonesia (Ditjen PP&PL, 2013). Pada tahun 2013 kasus leptospirosis Provinsi Jawa Tengah terjadi di Kota Semarang, Demak, Klaten, Purworejo, Pati, Wonogiri, Jepara, Banyumas, Magelang, Boyolali dan Sukoharjo. Selama tahun kasus leptospirosis paling banyak terjadi di Kota Semarang (Dinkes Provinsi Jawa Tengah, 2013). Pada tahun 2014 hingga bulan Februari Maret kasus leptospirosis meningkat di Kabupaten Pati dan Kabupaten Boyolali. Kasus leptospirosis di Kabupaten Pati meningkat dari 14 di tahun 2013 menjadi 27 hingga bulan Februari tahun 2014 dengan 4 orang meninggal (CFR : 14,8%). Kasus paling banyak terjadi di Kecamatan Juwana (P2 Dinkes Kabupaten Pati, 2014). Kabupaten Boyolali melaporkan peningkatan kasus leptospirosis 4 kejadian pada tahun 2013 menjadi 6 kasus dengan 5 kematian (CFR = 83,33%) hingga bulan Maret pada tahun Selama tahun 2012-Maret 2014 kasus terjadi di Kecamatan Nogosari dan Kecamatan Ngemplak. Berdasarkan hal tersebut maka perlu dilakukan pemeriksaan Leptospira pada hewan penular terutama tikus sebagai reservoir utama leptospirosis dan sebagai sumber infeksi bagi manusia.
5 5 B. Perumusan Masalah Berdasarkan uraian di atas, permasalahan yang timbul adalah : 1. Apakah primer LipL32 dapat mendeteksi Leptospira patogenik dan apakah terdapat bakteri Leptospira patogenik pada tikus dan cecurut di Kabupaten Pati dan Kabupaten Boyolali sebagai sumber infeksi bagi manusia? 2. Leptospira patogenik jenis apa yang menginfeksi tikus dan cecurut di Kabupaten Pati dan Kabupaten Boyolali? C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Mengetahui adanya bakteri Leptospira patogenik pada tikus dan cecurut menggunakan metode PCR dengan target gen LipL32 di Kabupaten Pati dan Kabupaten Boyolali. 2. Tujuan Khusus a. Mengetahui adanya DNA Leptospira patogenik pada tikus dan cecurut menggunakan metode PCR dengan target gen LipL32 di Kabupaten Pati dan Kabupaten Boyolali. b. Mengetahui jenis Leptospira patogenik yang menginfeksi tikus dan cecurut dengan konfirmasi hasil PCR positif menggunakan sekuensing. D. Keaslian Penelitian Penelitian sejenis yang pernah dilakukan sebagai berikut : 1. Koizumi et al. (2009) melakukan studi mengenai kasus leptospirosis pada manusia dan prevalensi tikus sebagai reservoir Leptospira di daerah urban Tokyo Jepang. Deteksi antibodi anti-leptospira pada serum pasien melalui
6 6 pemeriksaan MAT sedangkan deteksi DNA Leptospira pada darah dan urin pasien serta sampel tikus menggunakan PCR dengan mendeteksi adanya gen flab. Identifikasi serogroup Leptospira pada sampel tikus dilakukan dengan MAT menggunakan panel anti-leptospira serovar Australis, Canicola, Copenhageni, Hebdomadis dan Icterohaemorrhagiae. Leptospira interrogans serovar Copenhageni dan Icterohaemorrhagiae merupakan serovar yang paling banyak ditemukan pada sampel tikus dan antibodi terhadap serovar tersebut ditemukan pada pasien. Sehingga tikus merupakan reservoir leptospirosis yang penting di daerah urban Tokyo. 2. Villanueva, S. Y. A. M. et al. (2010) mengidentifikasi serovar Leptospira pada tikus di Pilipina. Penelitian dilakukan dengan mengisolasi Leptospira dari ginjal tikus. Kemudian menentukan tipe isolat dengan menggunakan Pulsed-field gel electrophoresis (PFGE), analisis sekuens gen gyrase subunit B (gyrb) dan MAT. Hasil pemeriksaan MAT menemukan 92% serum tikus positif mengandung antibodi anti-leptospira terutama serovar Manilae, Hebdomadis, dan Losbanos. Berdasarkan pemeriksaan PFGE dan analisis sekuens gen gyrb ditemukan L. interrogans serovar Manilae, serovar Losbanos, serogrup Gryppotyphosa dan L. borgpetersenii serogrup Javanica. Hal ini menunjukkan bahwa tikus merupakan sumber penularan leptospirosis di Pilipina. 3. Romero-Vivas, C. M. E. et al. (2013) melakukan studi seroprevalensi Leptospira patogen pada manusia, tikus, mencit dan anjing. Pemeriksaan MAT menggunakan panel 19 Leptospira patogen, 1 intermediate patogen
7 7 dan 1 Leptospira saprofit. Untuk mengkonfirmasi adanya Leptospira patogen menggunakan PCR konvensional dengan mendeteksi gen lipl32, sedangkan untuk mengidentifikasi serovar dilakukan dengan cara analisis PFGE. Pada pemeriksaan MAT ditemukan 20,4% mencit, 12,5% R. rattus, 25% R. norvegicus bereaksi terhadap 1 sampai 7 serogrup Leptospira. Sebanyak 12,5% R. rattus terdeteksi adanya DNA Leptospira patogen. 4. Julie Perez, Fabrice Brescia, Jerome Becam, Carine Mauron, Cyrille Goarant (2011) melakukan penelitian berjudul Rodent Abundance Dynamics and Leptospirosis Carriage in an Area of Hyper-Endemicity in New Caledonia. Variabel yang diteliti meliputi kelimpahan tikus dan prevalensi bakteri Leptospira di daerah hiperendemis yang diukur dua kali setahun yaitu pada musim panas dan musim dingin. Penelitian menggunakan desain cross sectional dan menemukan bahwa dinamika tikus dan bakteri Leptospira berubah selama survei, kemungkinan karena pengaruh cuaca/musim. Pada musim hujan tikus yang ditemukan lebih beragam dan lebih banyak membawa bakteri Leptospira, serta berhubungan dengan banjir yang mempunyai risiko kontak dengan air dan tanah lebih tinggi. Kejadian luar biasa (outbreaks) di daerah hiperendemis timbul karena kondisi cuaca yang mengarah pada peningkatan risiko keterpaparan dan peningkatan jumlah tikus. 5. Piedad Agudelo-Florez et al. (2009) melakukan penelitian Prevalence of Leptospira spp in Urban Rodents from a Groceries Trade Center of Medellin, Colombia. Penelitian ini menggunakan rancangan cross sectional
8 8 untuk mengetahui prevalensi Leptospira sp pada tikus di pusat perdagangan bahan makanan. Variabel yang diteliti meliputi spesies, jenis kelamin, umur dan kondisi kesehatan tikus. Spesies tikus yang tertangkap adalah Rattus norvegicus dengan 4 isolat menunjukkan mengandung L. interrogans. Berdasarkan uji statistik tidak ditemukan hubungan yang signifikan secara statistik antara jenis kelamin, umur dan kondisi kesehatan tikus dengan adanya bakteri Leptospira hasil pemeriksaan dengan metode kultur dan microagglutination test. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang sudah dilakukan sebelumnya terdapat pada perbedaan tempat, primer yang digunakan, asal isolat dan faktor risiko sumber penularan leptospirosis yaitu deteksi Leptospira patogenik menggunakan pemeriksaan PCR dengan target gen LipL32 pada sampel tikus (rat dan mus) serta sebaran tikus terinfeksi Leptospira di Kabupaten Pati dan Kabupaten Boyolali. E. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Keilmuan Pengembangan keilmuan dengan memperkuat teori yang ada dan sebagai masukan untuk penelitian lebih lanjut. 2. Manfaat Praktis Sumber informasi sebagai masukan bagi peneliti, pengambil kebijakan kesehatan untuk perbaikan pengendalian leptospirosis.
9 9 3. Bagi Instansi Terkait Diharapkan menjadi dasar pertimbangan kebijakan kesehatan dalam diagnosis dan pengendalian leptospirosis.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Leptospirosis adalah salah satu penyakit zoonosis yang menjadi masalah kesehatan masyarakat di seluruh dunia. Penyakit ini banyak ditemukan di daerah tropis maupun subtropis,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. puncak kejadian leptospirosis terutama terjadi pada saat musim hujan dan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit leptospirosis terjadi di seluruh dunia, baik di daerah pedesaan maupun perkotaan, di daerah tropis maupun subtropis. Di daerah endemis, puncak kejadian leptospirosis
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tikus. Manusia dapat terinfeksi oleh patogen ini melalui kontak dengan urin
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Leptospirosis atau penyakit kuning merupakan penyakit yang ditularkan dari hewan ke manusia atau sebaliknya. Penyakit ini disebabkan bakteri Leptospira Icterohaemorrhagiae
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dan musim hujan. Tata kota yang kurang menunjang mengakibatkan sering
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia mengalami dua musim setiap tahun, yaitu musim kemarau dan musim hujan. Tata kota yang kurang menunjang mengakibatkan sering terjadinya banjir di beberapa daerah.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. (KLB). Penyakit ini termasuk common source yang penularan utamanya melalui
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hepatitis A merupakan infeksi hati akut. Karena sifat menularnya maka penyakit ini disebut juga hepatitis infeksiosa. Penyakit ini merupakan masalah kesehatan di Indonesia
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang beriklim sedang, kondisi ini disebabkan masa hidup leptospira yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Leptospirosis merupakan masalah kesehatan masyarakat di seluruh dunia. Insidensi pada negara beriklim hangat lebih tinggi dari negara yang beriklim sedang, kondisi ini
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. utama pada manusia (Dorland, 2006). di negara tropis berkisar antara kejadian tiap penduduk
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Leptospirosis adalah sekelompok penyakit demam pada manusia dan hewan yang disebabkan oleh infeksi bakteri leptospira. Infeksi ini bisa terjadi pada manusia
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Demam tifoid merupakan suatu penyakit infeksi sistemik yang disebabkan oleh bakteri Salmonella sp. Demam tifoid merupakan masalah yang serius di negara berkembang,
Lebih terperinciBAB I. Leptospirosis adalah penyakit zoonosis, disebabkan oleh
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Leptospirosis adalah penyakit zoonosis, disebabkan oleh mikroorganisme Leptospira interogans yang mempengaruhi baik manusia maupun hewan. Manusia terinfeksi melalui
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. hujan yang tinggi (Febrian & Solikhah, 2013). Menurut International
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kejadian Leptospirosis lebih tinggi angka prevalensinya di negara tropis dibanding negara subtropis. Terutama negara yang memiliki curah hujan yang tinggi (Febrian
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. terabaikan atau Neglected Infection Diseases (NIDs) yaitu penyakit infeksi
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Leptospirosis merupakan masalah kesehatan masyarakat diseluruh dunia, khususnya negara-negara yang beriklim tropis dan subtropis yang memiliki curah hujan tinggi.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Leptospirosis adalah zoonosis yang disebabkan oleh bakteri patogenik dari genus
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Leptospirosis adalah zoonosis yang disebabkan oleh bakteri patogenik dari genus Leptospira. Penyakit ini termasuk sebagai penyakit terabaikan (neglected disease).
Lebih terperinciPenelitian Klinis-Epidemiologis Leptospirosis pada Manusia dan Reservoir di Yucatan, Meksiko
Penelitian Klinis-Epidemiologis Leptospirosis pada Manusia dan Reservoir di Yucatan, Meksiko RINGKASAN Dilakukan penelitian klinis-epidemiologis leptospirosis pada manusia dan reservoir di Yucatán, Meksiko.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. bakteri Leptospira interrogans dari famili Spirochaetaceae, yang mana. setengahnya terdapat di Indonesia. 1,2
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Leptospirosis merupakan penyakit zoonosis yang tersebar di dunia dengan manusia sebagai hospes insidentil. Penyebab penyakit ini adalah bakteri Leptospira interrogans
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. data, tetapi diperkirakan berkisar 0,1-1 per orang per tahun di daerah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyakit leptospirosis terjadi di seluruh dunia, namun angka kejadian sebagai permasalahan kesehatan global tidak diketahui karena kurangnya data, tetapi diperkirakan
Lebih terperinciPENGANTAR. Latar Belakang. Leptospirosis disebabkan oleh Spirochaeta termasuk genus Leptospira. Pada
PENGANTAR Latar Belakang Leptospirosis adalah penyakit infeksi akut yang dapat menyerang manusia dan hewan (zoonosis). Penyakit ini sangat penting dan ditemukan hampir di seluruh dunia, terutama di belahan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. beriklim sub tropis dan tropis (WHO, 2006). Namun insiden leptospirosis. mendukung bakteri Leptospira lebih survive di daerah ini.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Leptospirosis merupakan penyakit zoonosis yang mempunyai dampak signifikan terhadap kesehatan di banyak belahan dunia, khususnya di negara beriklim sub tropis dan tropis
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. peningkatan angka kejadian, tidak hanya terjadi di Indonesia juga di berbagai
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sejak beberapa tahun terakhir ini, berbagai penyakit infeksi mengalami peningkatan angka kejadian, tidak hanya terjadi di Indonesia juga di berbagai belahan dunia
Lebih terperinciAnjing Anda Demam, Malas Bergerak dan Cepat Haus? Waspadai Leptospirosis
Anjing Anda Demam, Malas Bergerak dan Cepat Haus? Waspadai Leptospirosis Leptospirosis adalah penyakit berbahaya yang diakibatkan oleh bakteri Leptospira interrogans sensu lato. Penyakit ini dapat menyerang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Demam tifoid adalah penyakit infeksi bakteri yang disebabkan oleh Salmonella typhi. Demam tifoid masih merupakan penyakit endemik di Indonesia. Hal ini dikaitkan dengan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Leptospira sp dan termasuk penyakit zoonosis karena dapat menularkan ke
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit Leptospirosis adalah penyakit yang disebabkan bakteri Leptospira sp dan termasuk penyakit zoonosis karena dapat menularkan ke manusia. Penyakit Leptospirosis
Lebih terperinciPENDAHULUAN. zoonoses (host to host transmission) karena penularannya hanya memerlukan
PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Leptospirosis adalah penyakit menular yang disebabkan oleh bakteri patogen Leptospira, yang ditularkan secara langsung maupun tidak langsung dari hewan ke manusia,
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Leptospirosis adalah penyakit infeksi yang terabaikan / Neglected
1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Leptospirosis adalah penyakit infeksi yang terabaikan / Neglected Infectious Diseases (NIDs) yaitu penyakit infeksi yang endemis pada masyarakat miskin atau
Lebih terperinciHubungan Antara Faktor Lingkungan Fisik Rumah dan Keberadaan Tikus dengan Kejadian Leptospirosis di Kota Semarang
Hubungan Antara Faktor Lingkungan Fisik Rumah dan Keberadaan Tikus dengan Kejadian Leptospirosis di Kota Semarang Oleh: Niky Ria Dainanty Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Diponegoro Semarang ABSTRAK
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. bakteri Leptospira (Widoyono, 2008). Penyakit ini dikenal dengan
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Leptospirosis Leptospirosis adalah suatu penyakit zoonosis yang disebabkan oleh bakteri Leptospira (Widoyono, 2008). Penyakit ini dikenal dengan berbagai nama
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Demam tifoid merupakan suatu penyakit infeksi sistemik yang. disebabkan oleh Salmonella typhi yang masih dijumpai secara luas di
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Demam tifoid merupakan suatu penyakit infeksi sistemik yang disebabkan oleh Salmonella typhi yang masih dijumpai secara luas di berbagai negara berkembang yang terutama
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh Salmonella typhi (S.typhi), bersifat endemis, dan masih
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Demam tifoid merupakan penyakit infeksi tropik sistemik, yang disebabkan oleh Salmonella typhi (S.typhi), bersifat endemis, dan masih merupakan masalah kesehatan masyarakat
Lebih terperinciPENDAHULUAN. Tahun 2009 Tahun 2010 Tahun Jumlah (ekor) Frekuensi
PENDAHULUAN Latar Belakang Keanekaragaman sumber daya hayati merupakan modal dasar dan faktor dominan dalam penyelenggaraan pembangunan nasional. Seiring dengan perkembangan ekonomi, perdagangan dan teknologi
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 28 ayat (1). Pembangunan bidang kesehatan
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan kesehatan merupakan upaya untuk memenuhi salah satu hak dasar rakyat, yaitu hak untuk memperoleh pelayanan kesehatan sesuai dengan amanat Undang-Undang
Lebih terperincilingkungan sosial meliputi lama pendidikan, jenis pekerjaan dan kondisi tempat bekerja (Sudarsono, 2002).
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Leptospirosis adalah penyakit infeksi yang disebabkan kuman leptospira patogen (Saroso, 2003). Leptospirosis adalah suatu zoonosis yang disebabkan suatu mikroorganisme
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. masih menjadi masalah kesehatan global bagi masyarakat dunia. Angka kejadian
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Demam tifoid adalah penyakit sistemik akut pada saluran pencernaan yang masih menjadi masalah kesehatan global bagi masyarakat dunia. Angka kejadian demam tifoid di
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. setiap tahunnya. Salah satunya Negara Indonesia yang jumlah kasus Demam
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan penyakit yang banyak ditemukan di daerah tropis dan subtropis. Data dari seluruh dunia menunjukkan Asia menempati urutan pertama
Lebih terperinciBAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Malaria merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh parasit dari genus Plasmodium.
BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Malaria merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh parasit dari genus Plasmodium. Ada lima jenis Plasmodium yang sering menginfeksi manusia, yaitu P. falciparum,
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Tingginya angka kejadian Rabies di Indonesia yang berstatus endemis
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tingginya angka kejadian Rabies di Indonesia yang berstatus endemis Rabies, kini menjadi tantangan bagi pencapaian target Indonesia bebas Rabies pada 2015. Guna penanggulangan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. oleh virus dan bersifat zoonosis. Flu burung telah menjadi perhatian yang luas
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Flu burung merupakan penyakit saluran pernapasan yang disebabkan oleh virus dan bersifat zoonosis. Flu burung telah menjadi perhatian yang luas bagi masyarakat karena
Lebih terperinciPENDAHULUAN. Latar Belakang. Kebutuhan konsumsi pangan asal hewan di Indonesia semakin meningkat
PENDAHULUAN Latar Belakang Kebutuhan konsumsi pangan asal hewan di Indonesia semakin meningkat seiring dengan pertambahan penduduk yang pesat, membaiknya keadaan ekonomi dan meningkatnya kesadaran masyarakat
Lebih terperinciPENDAHULUAN. Latar Belakang. Selama tiga dekade ke belakang, infeksi Canine Parvovirus muncul sebagai salah
PENDAHULUAN Latar Belakang Canine Parvovirus merupakan penyakit viral infeksius yang bersifat akut dan fatal yang dapat menyerang anjing, baik anjing domestik, maupun anjing liar. Selama tiga dekade ke
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. penyebarannya semakin meluas. DBD disebabkan oleh virus Dengue dan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) sampai saat ini merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat di Indonesia, yang jumlah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Peningkatan kasus infeksi human immunodeficiency virus (HIV) dan
BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Peningkatan kasus infeksi human immunodeficiency virus (HIV) dan acquired immunodeficiency syndrome (AIDS) memerlukan deteksi cepat untuk kepentingan diagnosis dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Demam berdarah dengue (DBD) merupakan suatu penyakit infeksi akut yang disebabkan oleh virus dengue. Virus ini ditransmisikan melalui cucukan nyamuk dari genus Aedes,
Lebih terperinciBuletin SKDR. Minggu ke: 5 Thn 2017
Gambar 1. Kelengkapan dan Ketepatan laporan SKDR Minggu ke 05 tahun 2017 (Pertanggal 9 Februari 2017) Minggu ke-5 2017, terdapat 13 provinsi yang memiliki ketepatan dan kelengkapan laporan SKDR >= 80%.
Lebih terperinciBAB. I Pendahuluan A. Latar Belakang
BAB. I Pendahuluan A. Latar Belakang Demam berdarah dengue (DBD) diketahui sebagai penyakit arboviral (ditularkan melalui nyamuk) paling banyak ditemukan di negara-negara tropis dan subtropis. World Health
Lebih terperinciPENDAHULUAN. Latar Belakang. penderitaan yang berat dengan gejala saraf yang mengerikan dan hampir selalu
PENDAHULUAN Latar Belakang Rabies merupakan penyakit hewan menular yang bersifat zoonosis. Kejadian rabies sangat ditakuti di kalangan masyarakat, karena mengakibatkan penderitaan yang berat dengan gejala
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu penyakit yang menjadi permasalahan utama di dunia. Penyakit ini disebabkan oleh virus Dengue yang jika tidak
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. oleh Salmonella typhi yang masih dijumpai secara luas di berbagai negara
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Demam tifoid merupakan suatu penyakit infeksi sistemik yang disebabkan oleh Salmonella typhi yang masih dijumpai secara luas di berbagai negara berkembang, terutama
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Pembangunan Kesehatan merupakan bagian integral dari Pembangunan. Indonesia. Pembangunan Kesehatan bertujuan untuk meningkatkan
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan Kesehatan merupakan bagian integral dari Pembangunan Nasional Indonesia. Pembangunan Kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan
Lebih terperinciSebaran Infeksi Leptospira Patogenik pada Tikus dan Cecurut di Daerah Pasca Banjir Kabupaten Pati dan Endemis Boyolali
https://doi.org/10.22435/blb.v13i2.7945.173-182 Sebaran Infeksi Leptospira Patogenik pada Tikus dan Cecurut di Daerah Pasca Banjir Kabupaten Pati dan Endemis Boyolali Distribution of Pathogenic Leptospira
Lebih terperinciBAB IV METODE PENELITIAN
BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Ruang lingkup penelitian Infeksi Tropik. Penelitian ini mencakup bidang Ilmu Penyakit Dalam, sub bagian 4.2 Tempat dan waktu penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada Maret
Lebih terperinciPENGARUH JUMLAH TEMPAT PENAMPUNGAN SAMPAH SEMENTARA TERHADAP TIKUS YANG TERINFEKSI LEPTOSPIRA DI KOTA YOGYAKARTA
PENGARUH JUMLAH TEMPAT PENAMPUNGAN SAMPAH SEMENTARA TERHADAP TIKUS YANG TERINFEKSI LEPTOSPIRA DI KOTA YOGYAKARTA THE INFLUENCE OF TOTAL TEMPAT PENAMPUNGAN SAMPAH SEMENTARA WITH THE RATS INFECTED BY LEPTOSPIRA
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Tuberkulosis (TBC) adalah penyakit menular. langsung yang disebabkan oleh Mycobacterium
BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Tuberkulosis (TBC) adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis yang sebagian besar menyerang paru-paru tetapi juga dapat mengenai
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. HIV merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh infeksi Human
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang HIV merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh infeksi Human Immunodeficiency Virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh. Infeksi HIV dapat menyebabkan penderita
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Influenza adalah suatu penyakit infeksi saluran pernafasan. akut yang disebabkan oleh virus influenza. Penyakit ini dapat
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Influenza adalah suatu penyakit infeksi saluran pernafasan akut yang disebabkan oleh virus influenza. Penyakit ini dapat menyerang saluran pernafasan bagian atas maupun
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Demam tifoid adalah penyakit akibat infeksi bakteri Salmonella enterica serotipe typhi. Demam tifoid masih merupakan masalah kesehatan di Indonesia yang timbul secara
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Demam tifoid merupakan infeksi bakteri sistemik yang disebabkan oleh bakteri Salmonella typhi yang dijumpai di berbagai negara berkembang terutama di daerah tropis
Lebih terperinciLAPORAN AKHIR PENELITIAN HIBAH BERSAING
LAPORAN AKHIR PENELITIAN HIBAH BERSAING PEMODELAN SPASIAL PENYEBARAN TIKUS PEMBAWA BAKTERI LEPTOSPIRA DENGAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS Tahun ke 1 dari rencana 2 tahun Ketua/Anggota Tim Dra.Lilis Suryani.,
Lebih terperinciHUBUNGAN PENGETAHUAN TENTANG LEPTOSPIROSIS DENGAN KEJADIAN LEPTOSPIROSIS PADA MASYARAKAT DI DESA ARGODADI DAN ARGOREJO SEDAYU BANTUL YOGYAKARTA
HUBUNGAN PENGETAHUAN TENTANG LEPTOSPIROSIS DENGAN KEJADIAN LEPTOSPIROSIS PADA MASYARAKAT DI DESA ARGODADI DAN ARGOREJO SEDAYU BANTUL YOGYAKARTA NASKAH PUBLIKASI Disusun Oleh : LAILY MAGHFIRAH 070201163
Lebih terperinciINTISARI Pendahuluan
INTISARI Pendahuluan. Di Kota Semarang, sejak tahun 2002 sampai saat ini, kasus leptospirosis cenderung meningkat. Tahun 2002 dilaporkan tiga kasus dan satu kasus meninggal dunia. Berdasarkan data kasus
Lebih terperinciGAMBARAN EPIDEMIOLOGI KASUS LEPTOSPIROSIS DI KABUPATEN BOYOLALI, PROVINSI JAWA TENGAH
GAMBARAN EPIDEMIOLOGI KASUS LEPTOSPIROSIS DI KABUPATEN BOYOLALI, PROVINSI JAWA TENGAH Sri Nuraini, Lintang Dian Saraswati, M. Sakundarno Adi, Henry Setyawan S. Bagian Epidemiologi dan Penyakit Tropik,
Lebih terperinciGAMBARAN EPIDEMIOLOGI LEPTOSPIROSIS DI KECAMATAN JEPARA, KABUPATEN JEPARA, PROVINSI JAWA TENGAH
Bul. Penelit. Kesehat, Vol. 41, No. 1, 2013: 37-44 GAMBARAN EPIDEMIOLOGI LEPTOSPIROSIS DI KECAMATAN JEPARA, KABUPATEN JEPARA, PROVINSI JAWA TENGAH Bina Ikawati *, Jarohman Raharjo dan Novia Tri Astuti
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Virus family Orthomyxomiridae yang diklasifikasikan sebagai influenza A, B, dan C.
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Influenza merupakan penyakit saluran pernafasan akut yang di sebabkan infeksi Virus family Orthomyxomiridae yang diklasifikasikan sebagai influenza A, B, dan C. Penyakit
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. menjadi masalah kesehatan bayi dan anak. Penyakit tersebut disebabkan oleh
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit campak merupakan salah satu penyakit menular yang masih menjadi masalah kesehatan bayi dan anak. Penyakit tersebut disebabkan oleh virus golongan Paramyxovirus.
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Hubungan faktor..., Amah Majidah Vidyah Dini, FKM UI, 2009
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perubahan iklim merupakan perubahan variabel iklim, khususnya suhu udara dan curah hujan yang terjadi secara berangsur-angsur dalam jangka waktu yang panjang antara
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit demam berdarah hingga saat ini masih merupakan masalah kesehatan yang sulit ditanggulangi di Indonesia. Jumlah kasus Demam Berdarah Dengue (DBD) di Indonesia
Lebih terperinciPERBEDAAN MANIFESTASI KLINIS DAN LABORATORIS ANTARA PASIEN DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) DENGAN IgM+IgG+ DAN PASIEN DBD DENGAN IgM-IgG+ SKRIPSI
PERBEDAAN MANIFESTASI KLINIS DAN LABORATORIS ANTARA PASIEN DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) DENGAN IgM+IgG+ DAN PASIEN DBD DENGAN IgM-IgG+ SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Sarjana
Lebih terperinciSTUDI KOMPREHENSIF PENINGKATAN KASUS / KEJADIAN LUAR BIASA (KLB) PENYAKIT TULAR VEKTOR DAN RESERVOIR
LAPORAN PENELITIAN STUDI KOMPREHENSIF PENINGKATAN KASUS / KEJADIAN LUAR BIASA (KLB) PENYAKIT TULAR VEKTOR DAN RESERVOIR Wiwik Trapsilowati, dkk. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Vektor dan Reservoir
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. disebabkan oleh mikroorganisme Salmonella enterica serotipe typhi yang
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Demam tifoid akut merupakan penyakit infeksi akut bersifat sistemik yang disebabkan oleh mikroorganisme Salmonella enterica serotipe typhi yang dikenal dengan Salmonella
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh parasit Protozoa genus Plasmodium dan ditularkan pada
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Malaria merupakan penyakit yang mengancam jiwa yang disebabkan oleh parasit Protozoa genus Plasmodium dan ditularkan pada manusia oleh gigitan nyamuk Anopheles
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Organisasi kesehatan dunia, WHO, baru-baru ini membunyikan tanda bahaya untuk mewaspadai serangan berbagai penyakit infeksi. Pada tahun-tahun terakhir ini, wabah penyakit
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Demam berdarah dengue (DBD) adalah penyakit akibat virus yang ditularkan oleh vektor nyamuk dan menyebar dengan cepat. Data menunjukkan peningkatan 30 kali lipat dalam
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) selalu merupakan beban
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) selalu merupakan beban masalah kesehatan masyarakat terutama ditemukan di daerah tropis dan subtropis. DBD banyak ditemukan di
Lebih terperinciFLU BURUNG. HA (Hemagglutinin) NA (Neoraminidase) Virus Flu Burung. Virus A1. 9 Sub type NA 15 Sub type HA. 3 Jenis Bakteri 1 Jenis Parasit
Penyakit influensa pada unggas (Avian Influenza/A1) yang saat ini kita kenal dengan sebutan flu burung adalah penyakit yang disebabkan oleh virus influensa tipe A dari Family Orthomyxomiridae. Virus ini
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. gigitan nyamuk dari genus aedes misalnya Aedes aegypti atau Aedes albovictus.
BAB I PENDAHULUAN 1.4 Latar Belakang Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit yang disebabkan oleh virus dengue, yang masuk keperedaran darah manusia melalui gigitan nyamuk dari genus aedes
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit Campak yang dikenal sebagai Morbili atau Measles, merupakan penyakit yang sangat menular (infeksius) yang disebabkan oleh virus, 90% anak yang tidak kebal akan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Campak merupakan penyakit pernafasan yang mudah menular yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Campak merupakan penyakit pernafasan yang mudah menular yang menjadi masalah kesehatan bayi dan anak. Virus campak menular melalui udara ketika penderita batuk atau
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penanggulangan Tuberkulosis (TB) di Indonesia sudah berlangsung sejak zaman penjajahan Belanda namun terbatas pada kelompok tertentu. Setelah perang kemerdekaan, TB
Lebih terperinciBAB I. PENDAHULUAN. Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) banyak ditemukan di daerah
1 BAB I. PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) banyak ditemukan di daerah tropis dan sub-tropis. Data dari seluruh dunia menunjukkan bahwa Asia menempati urutan pertama dalam
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. kepercayaan, kita dihadapkan lagi dengan sebuah ancaman penyakit dan kesehatan,
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada saat negara kita baru mulai bangkit dari krisis, baik krisis ekonomi, hukum dan kepercayaan, kita dihadapkan lagi dengan sebuah ancaman penyakit dan kesehatan,
Lebih terperinci1. BAB I PENDAHULUAN
1. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia sebagai negara dengan curah hujan tinggi memiliki risiko untuk penyakit-penyakit tertentu, salah satunya adalah penyakit demam berdarah dengue. Penyakit
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. selalu diusahakan peningkatannya secara terus menerus. Menurut UU No.36 Tahun 2009 tentang kesehatan, dalam pasal 152
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Derajat kesehatan masyarakat yang optimal adalah tingkat kondisi kesehatan yang tinggi dan mungkin dicapai pada suatu saat yang sesuai dengan kondisi dan situasi serta
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat yang setinggi-tingginya dapat terwujud. Pembangunan kesehatan
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan kesehatan diarahkan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar peningkatan derajat kesehatan masyarakat yang
Lebih terperinciBuletin ini dapat memantau tujuan khusus SIBI antara lain :
BULETIN SURVEILANS ISPA BERAT DI INDONESIA (SIBI) : April 2014 Data masih bersifat sementara dan dapat berubah seiring dengan penerimaan laporan Ringkasan Berdasarkan laporan sampai dengan tanggal 31 Maret
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. penyakit zoonosis yang ditularkan oleh virus Avian Influenza tipe A sub tipe
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Avian Influenza (AI) atau flu burung atau sampar unggas merupakan penyakit zoonosis yang ditularkan oleh virus Avian Influenza tipe A sub tipe H5N1 dari family Orthomyxoviridae.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh bakteri Salmonella thypi dan Salmonella para thypi. Demam
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Demam thypoid merupakan penyakit infeksi akut usus halus yang disebabkan oleh bakteri Salmonella thypi dan Salmonella para thypi. Demam thypoid biasanya mengenai saluran
Lebih terperinciBAB I Infeksi dengue adalah suatu infeksi arbovirus yang ditularkan melalui
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infeksi dengue adalah suatu infeksi arbovirus yang ditularkan melalui gigitan nyamuk aedes aegypti atau aedes albopictus (Staf Pengajar Ilmu Kesehatan FKUI, 2002:Hal
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. infeksi kuman Mycobacterium tuberculosis. Penyakit ini dapat menyebar. dan HIV/AIDS, Tuberkulosis menjadi salah satu penyakit yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh infeksi kuman Mycobacterium tuberculosis. Penyakit ini dapat menyebar melalui droplet orang yang telah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. meningkatkan kesejahteraan rakyat secara menyeluruh. Pemberantasan penyakit. berperanan penting dalam menurunkan angka kesakitan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan kesehatan merupakan bagian dari pembangunan nasional yang dilaksanakan secara bertahap dan berkesinambungan serta ditujukan untuk meningkatkan kesejahteraan
Lebih terperinciABSTRAK PREVALENSI DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) PRIMER DAN SEKUNDER BERDASARKAN HASIL PEMERIKSAAN SEROLOGIS DI RUMAH SAKIT BALIMED DENPASAR
ABSTRAK PREVALENSI DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) PRIMER DAN SEKUNDER BERDASARKAN HASIL PEMERIKSAAN SEROLOGIS DI RUMAH SAKIT BALIMED DENPASAR Infeksi dengue merupakan salah satu infeksi antrhopoda-virus tersering
Lebih terperinciBULETIN SURVEILANS ISPA BERAT DI INDONESIA (SIBI) : Maret 2014 Data masih bersifat sementara dan dapat berubah seiring dengan penerimaan laporan
BULETIN SURVEILANS ISPA BERAT DI INDONESIA (SIBI) : Maret 2014 Data masih bersifat sementara dan dapat berubah seiring dengan penerimaan laporan Ringkasan Berdasarkan laporan sampai dengan tanggal 1 Maret
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Turki dan beberapa Negara Eropa) beresiko terkena penyakit malaria. 1 Malaria
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyakit malaria umumnya menyerang daerah tropis (Cina daerah Mekong, Srilangka, India, Indonesia, Filipina) dan subtropis (Korea Selatan, Mediternia Timur, Turki
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kehidupan dan kesehatan manusia. Keadaan lingkungan dan pola hidup
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pes merupakan salah satu penyakit yang masih mengancam kehidupan dan kesehatan manusia. Keadaan lingkungan dan pola hidup manusia yang kurang peduli dan tidak baik sangat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sudah tercatat kasus orang meninggal. Pada abad yang sama, juga
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit pes merupakan salah satu penyakit zoonosis, yang biasanya ditularkan melalui vektor, yaitu pinjal yang berada di bulu tikus. Epidemik penyakit pes di dunia
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. 26/KEPMEN-KP/2013 tentang Penetapan Jenis-jenis Hama
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Surat Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan (KEPMEN) nomor 26/KEPMEN-KP/2013 tentang Penetapan Jenis-jenis Hama Penyakit Ikan Karantina, Golongan, Media Pembawa dan
Lebih terperinciFAKTOR LINGKUNGAN DAN PERILAKU MASYARAKAT DENGAN KEJADIAN LEPTOSPIROSIS DI WILAYAH PUSKESMAS KEDUNGMUNDU SEMARANG
FAKTOR LINGKUNGAN DAN PERILAKU MASYARAKAT DENGAN KEJADIAN LEPTOSPIROSIS DI WILAYAH PUSKESMAS KEDUNGMUNDU SEMARANG Wulansari 1, Kriswiharsi Kun Saptorini 2 1 Alumni Fakultas Kesehatan Universitas Dian Nuswantoro
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. serotype virus dengue adalah penyebab dari penyakit dengue. Penyakit ini
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penyakit dengue (demam berdarah) adalah sebuah penyakit yang disebarkan oleh nyamuk (penyakit yang dibawa nyamuk). Salah satu dari empat serotype virus dengue
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu penyakit infeksi
1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu penyakit infeksi yang dalam beberapa tahun ini telah menjadi permasalahan kesehatan di dunia. Penyakit DBD adalah penyakit
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. I.1.Latar Belakang. Tuberkulosis (TB) masih menjadi masalah utama. kesehatan global. TB menyebabkan kesakitan pada jutaan
BAB I PENDAHULUAN I.1.Latar Belakang Tuberkulosis (TB) masih menjadi masalah utama kesehatan global. TB menyebabkan kesakitan pada jutaan manusia tiap tahunnya dan menjadi penyebab kematian kedua dari
Lebih terperinciBAB I. PENDAHULUAN. lainnya termasuk di Indonesia (Gasem et al., 2002; Vollaard et al., 2005; Prajapati
BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Demam tifoid merupakan penyakit endemis yang tersebar luas di daerah tropis terutama di Asia Tenggara, Afrika, Amerika Latin, dan Negara berkembang lainnya termasuk
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) dalam beberapa tahun terakhir
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) dalam beberapa tahun terakhir telah menjadi masalah kesehatan internasional yang terjadi pada daerah tropis dan subtropik di seluruh
Lebih terperinciPREVALENSI DEMAM BERDARAH DENGUE DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS TUMINTING TAHUN Ronald Imanuel Ottay
PREVALENSI DEMAM BERDARAH DENGUE DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS TUMINTING TAHUN 2012-2014 Ronald Imanuel Ottay *Bagian Ilmu Kedokteran Komunitas Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi Abstrak Manado
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang dapat menimbulkan Kejadian Luar Biasa (KLB) atau wabah, sehingga
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit pes terdapat pada hewan rodent dan dapat menularkan ke manusia melalui gigitan pinjal. Penyakit ini merupakan penyakit yang terdaftar dalam karantina nasional,
Lebih terperinci