BAB I. PENDAHULUAN. lainnya termasuk di Indonesia (Gasem et al., 2002; Vollaard et al., 2005; Prajapati
|
|
- Benny Dharmawijaya
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Demam tifoid merupakan penyakit endemis yang tersebar luas di daerah tropis terutama di Asia Tenggara, Afrika, Amerika Latin, dan Negara berkembang lainnya termasuk di Indonesia (Gasem et al., 2002; Vollaard et al., 2005; Prajapati et al., 2008). Secara global di negara berkembang diperkirakan terjadi 21 juta kasus baru demam tifoid dan lebih dari kasus kematian tiap tahun (Vollard et al., 2005). Angka insiden demam tifoid di Indonesia mencapai / penduduk/tahun dengan angka kematian yang cukup tinggi, yaitu 1-5% dari penderita (Anonim, 2007a). Demam tifoid di Jakarta menjadi penyebab kematian kedua setelah gastroenteritis (Anonim, 1999; Moehario, 2009), sedangkan di Kota Semarang demam tifoid termasuk urutan ke tiga setelah demam berdarah dengue (DBD) dan diare serta gastroenteritis dari 10 besar penyakit (Anonim, 2008). Di Indonesia demam tifoid masih menjadi salah satu penyebab terjadinya kematian. Bakteri Salmonella serotipe typhi (S. typhi) adalah penyebab terjadinya demam tifoid, yang disebut juga demam enterik, selain itu disebut tifus atau tifus abdominalis (Rathis et al., 1995; Anonim, 2003a; Vollaard et al., 2005). Penyakit ini merupakan penyakit infeksi sistemik yang cukup serius karena dapat disertai berbagai penyakit seperti demam dengue dan malaria (Gasem et al., 2002; Sulaiman, 2006). Gambaran klinis demam tifoid bervariasi, dari ringan sampai berat. Gambaran klinis ringan misalnya panas dingin, sakit kepala, malaise, anoreksia dan batuk ringan. Gambaran klinis berat adalah gangguan abdomen, 1
2 seperti rasa tidak enak di perut sampai berbagai komplikasi yang berat, misalnya perforasi usus (Gasem et al., 2002; Novianti, 2006; Vollaard et al.,2005). Penyakit demam tifoid yang disebabkan oleh S. typhi menunjukkan gambaran klinis yang bervariasi dari ringan sampai berat dan tidak mudah dibedakan dengan gejala klinis pada demam yang lainnya karena tidak menunjukkan gejala yang spesifik. Gejala klinis demam tifoid tidak spesifik sehingga diagnosis untuk penyakit ini tidak dapat hanya berpijak pada gejala klinis tetapi harus didukung oleh diagnosis laboratorium (Khoharo et al., 2010; Ley et al., 2010; Fadeel et al., 2011). Diagnosis pasti demam tifoid dilakukan dengan ditemukannya S. typhi pada kultur darah atau sumsum tulang, tetapi fasilitas untuk kultur tidak selalu tersedia, biayanya mahal, butuh waktu lama (tujuh hari) dan biasanya hasil kultur negatif karena pasien telah mengkonsumsi antibiotik (Khoharo et al., 2010; Ley et al., 2010). Diagnosis serologis adalah diagnosis laboratorium yang lain. Diagnosis serologis yang digunakan adalah Widal, typhidot M, typhidot, ELISA, Tubex TF dan Dipstick test (Novianti, 2006; Narayanappa et al., 2010). Diagnosis laboratorium sangat dibutuhkan untuk membantu diagnosis pasti demam tifoid yang gejala klinisnya tidak spesifik. Uji Widal adalah reaksi aglutinasi antara antigen dan antibodi anti lipopolisakarida O (agglutinin O) dan anti protein flagella H (agglutinin H)(Parry et al., 1999). Aglutinasi terjadi apabila di dalam serum penderita terdapat aglutinin O atau agglutinin H atau keduanya (Parry et al., 1999; Beig et al., 2010). Pelaksanaan uji Widal sederhana, mudah, cepat, murah, tetapi sensitivitas dan spesifisitas, serta nilai ramalnya sangat bervariasi karena antibodi anti O dan anti 2
3 H dapat dijumpai pada penderita infeksi oleh strain anggota genus Salmonella, dan spesies anggota familia Enterobacteriaceae yang lain, serta Protozoa penyebab malaria (Novianti, 2006; Beig et al., 2010). Sensitivitas dan spesifisitas Widal (titer O dan H 1/200) di Vietnam, sebesar 64% dan 76% (Olsen et al., 2004), di Turkey 52% dan 88% (Willke et al., 2002), di India (titer O dan H 1/160) 34,1% dan 42,8% (Naranayappa et al., 2010), di rumah sakit Kairo, Mesir 77% dan 89% (Youssef et al., 2010). Di Jakarta, Indonesia sensitivitas Widal (titer O 1/160) 37% dan spesifisitasnya 97,8% sedangkan pada titer H 1/80 sensitivitasnya 66,7% dan spesifisitasnya 82,6% (Muliawan et al., 2000). Hasil penelitian di Sulawesi Selatan menunjukkan nilai sensitivitas dan spesifisitas Widal adalah 96,7% dan 85,5% (Sabir et al., 2003), kejadian ini menunjukkan adanya variasi sensitivitas maupun spesifisitas Widal di berbagai negara termasuk di Indonesia. Hasil negatif palsu pemeriksaan Widal mencapai 30%, selain itu epitop S. typhi juga bereaksi silang dengan strain bakteri lain anggota familia Enterobacteriaceae sehingga menyebabkan hasil positif palsu dan hal ini menunjukkan adanya kesamaan epitop antara S. typhi dengan spesies bakteri enterik yang lainnya (Novianti, 2006). Isolasi S. typhi dari sumsum tulang belakang merupakan standar baku dalam mendeteksi demam tifoid dan lebih sensitif dibandingkan kultur darah (Anonim, 2003a; Vollaard et al., 2005). Parry et al. (1999) menyatakan bahwa nilai keberhasilan kultur darah sebesar 74% pada kasus penderita demam tifoid pada uji Widal dengan nilai standard aglutinasi 1/200 untuk agglutinin O ataupun 1/100 untuk agglutinin H sedangkan Darmowandono (1998) cit. 3
4 Prasetyo dan Ismoedijanto (2005) di RSU Dr. Soetomo Surabaya menyatakan nilai keberhasilan kultur darah sebesar 80-89% dengan uji Widal untuk nilai agglutinin O 1/200. Keberhasilan kultur darah tersebut tidak berbeda dengan yang dilakukan Amarantini et al. (2009), bahwa nilai keberhasilan kultur darah pada pasien dengan gejala klinis demam tifoid di Kabupaten Sumba barat Daya Nusa Tenggara Timur sebesar 78,83%, tetapi keberhasilan isolasi S. typhi masih rendah yaitu hanya 10,74%. Keberhasilan kultur darah yang cukup tinggi (74-89%) dibandingkan dengan keberhasilan isolasi S. typhi menunjukkan adanya jenis bakteri lain selain S. typhi, hal ini didukung oleh penelitian Itah dan Uweh (2005). Hasil kultur darah dari penderita dengan gejala klinis demam tifoid dan Widal positif yang dilakukan oleh Itah dan Uweh (2005) menunjukkan adanya macam-macam strain anggota spesies bakteri bentuk kokus Gram positif dan bentuk batang Gram negatif yaitu Staphylococcus aureus, Streptococcus faecalis, Escherichia coli, Pseudomonas aeruginosa, Klebsiella pneumoniae, Proteus vulgaris dan Salmonella typhi. Keanekaragaman spesies bakteri pada kultur darah tersebut menunjukkan bahwa kemungkinan besar dapat diisolasi dan diidentifikasi bakteri selain anggota spesies S. typhi yang berasal dari kultur darah pasien Widal positif, dengan nilai agglutinin O 1/200. Di Indonesia sebagian besar rumah sakit dan Puskesmas di daerah tidak memiliki fasilitas laboratorium untuk kultur bakteri sehingga diagnosis demam tifoid hanya berdasarkan gejala klinis dan kadang-kadang didukung dengan pemeriksaan Widal, demikian pula di kota Semarang Jawa Tengah dengan jumlah 4
5 penduduk 31 juta jiwa hanya memiliki 11 rumah sakit yang memiliki fasilitas untuk kultur bakteri dari 115 rumah sakit yang ada (Gasem et al., 2002). Demam tifoid terjadi pada komunitas yang sanitasi, higiene perorangan, sumber airnya sangat kurang (Khoharo et al., 2010; Okonko et al., 2010). Orang yang terinfensi S. typhi dan orang sehat tetapi karier adalah sumber terjadinya infeksi. Pasien akut (1-5%), bakteri S. typhi yang menyebabkan demam tifoid akan menetap dalam kandung empedu, kemudian bakteri diekskresikan ke dalam feses atau urin, hal ini terjadi lebih dari satu tahun setelah awal terjadinya demam tifoid akut (Vollaard et al., 2005). Kecenderungan untuk menjadi karier dapat dikurangi dengan cara penggunaan antibiotik yang tepat. Kejadian demam tifoid telah diperburuk dengan terjadinya peningkatan resistensi bakteri terhadap banyak antibiotik, meningkatnya jumlah individu yang terinfeksi HIV serta meningkatnya mobilitas pekerja migran dari daerah dengan insiden yang tinggi (Thong et al., 2000a). Resistensi S. typhi terhadap beberapa antibiotik semakin meningkat seperti resistensi terhadap ampisilin, kloramfenikol, kotrimoksazol, trimetoprim, sulfonamid, streptomisin dan tetrasiklin, bahkan terhadap banyak antibiotik atau multi-drug resistant (MDR). Angka kesakitan demam tifoid di kota Semarang adalah 589 pada tahun 2007, kemudian meningkat menjadi pada tahun 2008 dan 7965 pada tahun 2009 angka kesakitan tersebut cukup besar (Anonim, 2007c; Anonim, 2008; Anonim, 2009). Survei pendahuluan menunjukkan bahwa kasus demam tifoid banyak dijumpai di RSUD Tugurejo kota Semarang, Rumah Sakit Islam Sultan 5
6 Agung, RSUD Kota Semarang, Puskesmas Kedungmundu dan Puskesmas Bangetayu Semarang, oleh karena itu kejadian demam tifoid di Kota Semarang perlu mendapat perhatian. Sensitivitas dan spesifisitas Widal yang bervariasi, adanya hasil negatif palsu untuk pemeriksaan Widal, dan adanya kesamaan epitop S. typhi dengan strain bakteri enterik yang lain menyebabkan perlunya dilakukan analisis keanekaragaman spesies bakteri pada pasien Widal positif. Keanekaragaman spesies yang terdapat pada kultur darah Widal positif dapat digunakan sebagai bahan dasar dalam pengembangan diagnosis, khususnya untuk demam tifoid dan sebagai bahan pertimbangan dalam pemberian antibiotik yang tepat. Analisis keanekaragaman spesies dapat dilakukan dengan metode sistematika polifasik. Metode sistematika polifasik yang mengintegrasikan data fenotipik dan genotipik dapat untuk mengidentifikasi mikroorganisme secara akurat (Vandamme et al., 1996 cit. Sembiring, 2004). Metode tersebut dapat dimanfaatkan untuk mengungkap diversitas mikrobia dengan menempatkan mikrobia secara logis dalam suatu sistem berdasarkan hubungan similaritas maupun hubungan filogenetis antar sesama mikrobia (Atlas, 1977). Keanekaragaman spesies bakteri pada darah pasien Widal positif di kota Semarang belum diketahui sehingga perlu dilakukan penelitian yang dapat untuk memastikan kelayakan uji Widal sebagai salah satu diagnosis serologis demam tifoid yang disebabkan oleh S. typhi. 6
7 B. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan maka permasalahan penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Bagaimanakah keanekaragaman spesies bakteri pada darah pasien Widal positif berdasarkan sistematika polifasik. 2. Bagaimanakah keanekaragaman strain anggota masing-masing spesies bakteri pada darah pasien Widal positif berdasarkan sistematika polifasik. 3. Bagaimanakah profil sensitivitas keanekaragaman spesies bakteri pada darah pasien Widal positif terhadap antibiotik C. Keaslian dan Kedalaman Penelitian Penelitian sistematika polifasik bakteri untuk mengungkap keanekaragaman genetik di Indonesia masih jarang dilakukan, termasuk keanekaragaman spesies bakteri yang berasal dari kultur darah pasien Widal positif yang diduga demam tifoid, sehingga sampai sekarang Widal masih digunakan sebagai salah satu diagnosis laboratorium untuk mendukung diagnosis demam tifoid. Thong et al. (1995) melakukan penelitian bersama dengan peneliti dari Indonesia, Thailand dan Malaysia tentang diversitas genetik dengan PFGE. Sebanyak 50 isolat S. typhi yang berasal dari RS. Cipto Mangunkusumo Jakarta dan RS. Dr.Soetomo Surabaya, 10 isolat dari Thailand, 120 isolat dari Malaysia, menunjukkan bahwa dengan PFGE dapat mengungkap variasi genetik isolat S. typhi yang berasal dari daerah yang berbeda. Penelitian Massi et al.(2005) menunjukkan bahwa identifikasi dan sekuensing gen 16S rrna S. typhi yang 7
8 berasal dari 6 sampel darah pasien demam tifoid yang mengalami perforasi dan 5 sampel darah non-perforasi yang berasal dari Sulawesi, hasilnya menunjukkan sekuens gen 16S rrna dapat untuk mengelompokkan strain bakteri S. typhi yang berasal dari pasien yang mengalami perforasi dan tidak. Penelitian Moehario (2009) mengungkapkan bahwa epidemiologi molekular S. typhi isolat Jakarta, Medan, Pontianak, Makasar dan Jayapura berdasarkan fingerprinting DNA dengan metoda Restriction Fragment Length Polymorphism (RFLP) dan Pulsed-field Gel Electrophoresis (PFGE) dapat dilacak. Metode RFLP dan PFGE dapat untuk mengelompokkan isolat S. typhi dari daerah yang berbeda, hasilnya menunjukkan adanya empat kluster yang berasal dari daerah yang berbeda, setiap kluster terdiri dari isolat yang berasal dari daerah yang sama. Meskipun ada kluster yang beranggotakan isolat dari daerah yang berbeda. demikian pula dapat dilihat adanya pergerakan satu tipe strain yang terdapat di semua pulau di Indonesia. Penelitian Amarantini et al. (2009) mengisolasi, karakterisasi dan klasifikasi strain S. typhi asal kabupaten Sumba Barat Daya Nusa Tenggara Timur dari kultur darah penderita demam tifoid dengan Widal positif, hasilnya menunjukkan bahwa kultur darah positif sebesar 78,83% dengan keberhasilan memperoleh isolat S. typhi sebesar 10,74%. Identifikasi dan karakterisasi S. typhi penyebab demam tifoid asal wilayah yang sama, berdasarkan sekuens gen 16S rrna juga dilakukan oleh Amarantini et al. (2011), tetapi keanekaragaman spesies bakteri pada kultur darah pasien Widal positif berdasarkan sistematika polifasik belum pernah dilakukan. 8
9 D. Tujuan Penelitian: Penelitian mengenai keanekaragaman spesies bakteri pada darah pasien Widal positif untuk: 1. Menganalisis keanekaragaman spesies bakteri pada darah pasien Widal positif berdasarkan sistematika polifasik. 2. Menganalisis keanekaragaman genetik strain anggota masing-masing spesies bakteri pada darah pasien Widal positif berdasarkan sistematika polifasik. 3. Menganalisis profil sensitivitas keanekaragaman spesies bakteri pada darah pasien Widal positif terhadap antibiotik. E. Manfaat Penelitian Identifikasi strain bakteri menggunakan pendekatan sistematika polifasik yaitu menggabungkan sistematik numerik fenetik, sistematik kimiawi dan sistematik molekular mampu memberikan dasar klasifikasi yang lebih bermakna, bersifat akurat dan dapat untuk mempelajari keanekaragaman mikrobia, baik keanekaragaman spesies maupun strain bakteri. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi dasar untuk penentuan metode diagnosis yang lebih sensitif dan spesifik sebagai metode diagnosis serologis demam tifoid berdasarkan jenis bakteri yang dijumpai pada kultur darah, sehingga dapat memberikan jenis antibiotik yang lebih tepat untuk menghindari timbulnya strain MDR di lingkungan, yang akibatnya apabila bakteri strain MDR tersebut menginfeksi orang akan meningkatkan biaya perawatannya. 9
BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh Salmonella typhi (S.typhi), bersifat endemis, dan masih
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Demam tifoid merupakan penyakit infeksi tropik sistemik, yang disebabkan oleh Salmonella typhi (S.typhi), bersifat endemis, dan masih merupakan masalah kesehatan masyarakat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. oleh Salmonella typhi yang masih dijumpai secara luas di berbagai negara
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Demam tifoid merupakan suatu penyakit infeksi sistemik yang disebabkan oleh Salmonella typhi yang masih dijumpai secara luas di berbagai negara berkembang, terutama
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Demam tifoid merupakan infeksi bakteri sistemik yang disebabkan oleh bakteri Salmonella typhi yang dijumpai di berbagai negara berkembang terutama di daerah tropis
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Demam tifoid merupakan suatu penyakit infeksi sistemik yang. disebabkan oleh Salmonella typhi yang masih dijumpai secara luas di
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Demam tifoid merupakan suatu penyakit infeksi sistemik yang disebabkan oleh Salmonella typhi yang masih dijumpai secara luas di berbagai negara berkembang yang terutama
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. disebabkan oleh mikroorganisme Salmonella enterica serotipe typhi yang
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Demam tifoid akut merupakan penyakit infeksi akut bersifat sistemik yang disebabkan oleh mikroorganisme Salmonella enterica serotipe typhi yang dikenal dengan Salmonella
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Demam tifoid merupakan masalah kesehatan yang penting di negara-negara
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Demam tifoid merupakan masalah kesehatan yang penting di negara-negara berkembang, salah satunya di Indonesia. Penyakit ini disebabkan oleh bakteri Salmonella enterica
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. oleh infeksi saluran napas disusul oleh infeksi saluran cerna. 1. Menurut World Health Organization (WHO) 2014, demam tifoid
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Penyakit infeksi merupakan salah satu masalah kesehatan terbesar tidak saja di Indonesia, tetapi juga di seluruh dunia. Selain virus sebagai penyebabnya,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. oleh bakteri Salmonella enterica serotype typhi (Salmonella typhi)(santoso et al.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Demam tifoid adalah penyakit infeksi akut usus halus yang disebabkan oleh bakteri Salmonella enterica serotype typhi (Salmonella typhi)(santoso et al. 2004). Penyakit
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. masih menjadi masalah kesehatan global bagi masyarakat dunia. Angka kejadian
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Demam tifoid adalah penyakit sistemik akut pada saluran pencernaan yang masih menjadi masalah kesehatan global bagi masyarakat dunia. Angka kejadian demam tifoid di
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Demam tifoid adalah penyakit akibat infeksi bakteri Salmonella enterica serotipe typhi. Demam tifoid masih merupakan masalah kesehatan di Indonesia yang timbul secara
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Ciri-ciri Salmonella sp. Gambar 1. Mikroskopis kuman Salmonella www.mikrobiologi Lab.com) sp. (http//. Salmonella sp. adalah bakteri batang lurus, gram negatif, tidak berspora,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Demam tifoid merupakan suatu penyakit infeksi sistemik yang disebabkan oleh bakteri Salmonella sp. Demam tifoid merupakan masalah yang serius di negara berkembang,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Demam tifoid adalah penyakit infeksi bakteri yang disebabkan oleh Salmonella typhi. Demam tifoid masih merupakan penyakit endemik di Indonesia. Hal ini dikaitkan dengan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Demam tifoid merupakan suatu penyakit infeksi sistemik yang disebabkan oleh Salmonella typhi yang masih dijumpai secara luas di berbagai negara berkembang yang terutama
Lebih terperinciDAFTAR ISI. SAMPUL DALAM i. LEMBAR PENGESAHAN... ii. LEMBAR PENETAPAN PANITIA PENGUJI SKRIPSI... iii
DAFTAR ISI SAMPUL DALAM i LEMBAR PENGESAHAN... ii LEMBAR PENETAPAN PANITIA PENGUJI SKRIPSI... iii PERNYATAAN KEASLIAN KARYA TULIS SKRIPSI... iv KATA PENGANTAR... v ABSTRAK. vi ABSTRACT... vii RINGKASAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Demam tifoid (enteric fever) merupakan penyakit infeksi akut pada saluran cerna yang disebabkan oleh bakteri gram negatif Salmonella enterica serotipe Typhi. Bila
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di Indonesia demam tifoid sering disebut dengan penyakit tifus. Penyakit ini biasa dijumpai di daerah sub tropis terutama di daerah dengan sumber mata air yang tidak
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Amerika Selatan dan 900/ /tahun di Asia (Soedarmo, et al., 2008).
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Demam tifoid masih menjadi masalah kesehatan global bagi masyarakat dunia, terutama di negara yang sedang berkembang. Besarnya angka pasti pada kasus demam tifoid di
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu penyakit yang menjadi permasalahan utama di dunia. Penyakit ini disebabkan oleh virus Dengue yang jika tidak
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang
I.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Demam tifoid adalah salah satu infeksi yang terjadi di usus halus dan banyak terjadi di negara yang beriklim tropis. persamaan demam tifoid masyarakat umum biasa menyebutnya
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. menular yang banyak menyebabkan kematian. Masalah tersebut menjadi
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sejarah epidemiologi bermula dengan penanganan masalah penyakit menular yang banyak menyebabkan kematian. Masalah tersebut menjadi permasalahan kesehatan baik dalam
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Dilihat dari berbagai macam segi kehidupan, kesehatan merupakan harta terindah bagi setiap
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dilihat dari berbagai macam segi kehidupan, kesehatan merupakan harta terindah bagi setiap manusia. Sering kali manusia tidak mengindahkan kesehatan, walaupun hanya
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. penyakit yang disebabkan oleh bakteri Salmonella, khususnya turunannya yaitu
6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Demam Tifoid 2.1.1 Pengertian Penyakit demam tifoid (Typhoid fever) yang biasa disebut tifus merupakan penyakit yang disebabkan oleh bakteri Salmonella, khususnya turunannya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Demam typhoid adalah suatu penyakit infeksi sistemik bersifat akut pada usus halus yang disebabkan oleh Salmonella enterica serotype typhi (Salmonella typhi) (Kidgell
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Demam Tifoid 1. Pengertian Demam Tifoid Demam tifoid adalah penyakit infeksi akut yang terdapat pada saluran pencernaan yang disebabkan oleh kuman Salmonella typhi ditandai dengan
Lebih terperinciANALISIS IMUNOGENISITAS PROTEIN 58 kda Salmonella typhi. Sri Darmawati 1, Syaiful Anwar 2
ANALISIS IMUNOGENISITAS PROTEIN 58 kda Salmonella typhi Sri Darmawati 1, Syaiful Anwar 2 1. Laboratorium Mikrobiologi Analis Kesehatan Fakultas Ilmu Keperawatan dan Kesehatan Universitas Muhammadiyah Semarang
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. DEMAM TIFOID 1. Definisi Tifus abdominalis (demam tifoid, enteric fever) ialah penyakit infeksi akut yang biasanya terdapat pada saluran pencernaan dengan gejala demam yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ISK merupakan keadaan tumbuh dan berkembang biaknya kuman dalam saluran kemih meliputi infeksi di parenkim ginjal sampai infeksi di kandung kemih dengan jumlah bakteriuria
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Demam tifoid termasuk dalam 10 besar masalah kesehatan di negara berkembang dengan prevalensi 91% pada pasien anak (Pudjiadi et al., 2009). Demam tifoid merupakan penyakit
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. I.1.Latar Belakang. Tuberkulosis (TB) masih menjadi masalah utama. kesehatan global. TB menyebabkan kesakitan pada jutaan
BAB I PENDAHULUAN I.1.Latar Belakang Tuberkulosis (TB) masih menjadi masalah utama kesehatan global. TB menyebabkan kesakitan pada jutaan manusia tiap tahunnya dan menjadi penyebab kematian kedua dari
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. banyak dipelajari sejak salah satu strain anggotanya diisolasi pertamakali oleh
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Streptococcus pneumoniae merupakan spesies bakteri yang telah banyak dipelajari sejak salah satu strain anggotanya diisolasi pertamakali oleh Louis Pasteur pada tahun
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. subtropis terutama di negara berkembang dengan kualitas sumber air yang tidak
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Demam tifoid merupakan penyakit infeksi akut yang biasanya terdapat pada saluran pencernaan.demam tifoid dapat dijumpai secara luas di daerah tropis dan subtropis terutama
Lebih terperinciPseudomonas aeruginosa adalah kuman patogen oportunistik yang dapat
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pseudomonas aeruginosa adalah kuman patogen oportunistik yang dapat menyebabkan keadaan yang invasif pada pasien dengan penyakit kritis maupun pasien yang memiliki
Lebih terperinciKEANEKARAGAMAN SPESIES BAKTERI PADA KULTUR DARAH WIDAL POSITIF ASAL KOTA SEMARANG BERDASARKAN KARAKTER FENOTIPIK
I075 KEANEKARAGAMAN SPESIES BAKTERI PADA KULTUR DARAH WIDAL POSITIF ASAL KOTA SEMARANG BERDASARKAN KARAKTER FENOTIPIK Sri Darmawati 1, Langkah Sembiring 2, Widya Asmara 3, Wayan T. Artama 4 1 Lab. Mikrobiologi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bakteremia didefinisikan sebagai keberadaan kuman dalam darah yang dapat berkembang menjadi sepsis. Bakteremia seringkali menandakan penyakit yang mengancam
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Penyakit infeksi adalah penyakit yang disebabkan karena masuknya bibit penyakit (Werner et al., 2010). Saat ini, penyakit infeksi masih menjadi masalah di
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dunia. Tahun 2006, World Health Organization melaporkan lebih dari seperempat
BAB I PENDAHULUAN 1.1 LatarBelakang Antibiotika merupakan golongan obat yang paling banyak digunakan di dunia. Tahun 2006, World Health Organization melaporkan lebih dari seperempat anggaran Rumah Sakit
Lebih terperinciIII. METODE PENELITIAN. cross sectional. Sampel diambil secara consecutive sampling dari data
34 III. METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif analitik dengan desain penelitian cross sectional. Sampel diambil secara consecutive sampling dari data penderita
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN UKDW. untuk meningkat setiap tahun (Moehario, 2001). tifoid dibandingkan dengan anak perempuan (Musnelina et al., 2004).
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Penyakit demam tifoid berdasarkan pada angka kejadiannya, masih merupakan masalah kesehatan global, termasuk Indonesia dan negara-negara Asia Tenggara seperti Malaysia
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. kesadaran (Rampengan, 2007). Demam tifoid disebabkan oleh bakteri Salmonella
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Demam tifoid atau tifus abdominalis banyak ditemukan dalam kehidupan masyarakat kita, baik diperkotaan maupun di pedesaan. Demam tifoid merupakan penyakit infeksi akut
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. adalah masalah kejadian penyakit Tifoid (Thypus) di masyarakat.
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah kesehatan merupakan masalah yang sangat kompleks, yang saling berkaitan dengan masalah lain di luar kesehatan itu sendiri. Demikian pula untuk mengatasi masalah
Lebih terperinciBAB II. TINJAUAN PUSTAKA. Salmonella sp. yang terdiri dari S. typhi, S. paratyphi A, B dan C
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Salmonella sp. 2.1.1 Klasifikasi Salmonella sp. yang terdiri dari S. typhi, S. paratyphi A, B dan C termasuk famili Enterobacteriaceae, ordo Eubacteriales, kelas Schizomycetes
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Salmonella typhi, suatu bakteri gram-negative. Demam tifoid (typhoid fever atau
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Penyakit menular masih merupakan salah satu masalah kesehatan utama di negara berkembang termasuk di Indonesia. Penyakit menular ini terkait erat dengan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dapat menurunkan tingkat kesadaran (Rahmatillah et al., 2015). Demam tifoid
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Penyakit demam tifoid merupakan infeksi akut pada usus halus dengan gejala demam lebih dari satu minggu, mengakibatkan gangguan pencernaan dan dapat menurunkan
Lebih terperinciTyphoid fever (Demam tifoid) disebabkan oleh Salmonella enterica serotype typhi (Salmonella typhi), bersifat akut dan umumnya menyerang sistem RES (re
Patologi Klinik Typhoid fever (Demam tifoid) disebabkan oleh Salmonella enterica serotype typhi (Salmonella typhi), bersifat akut dan umumnya menyerang sistem RES (reticuloendothelial system) Morbiditas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Infeksi saluran kemih (ISK) merupakan salah satu jenis infeksi yang paling sering
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Infeksi saluran kemih (ISK) merupakan salah satu jenis infeksi yang paling sering ditemukan dalam praktek klinik (Hvidberg et al., 2000). Infeksi saluran kemih (ISK)
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. rendah, cenderung meningkat dan terjadi secara endemis. Biasanya angka
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Demam tifoid pada masyarakat dengan standar hidup dan kebersihan rendah, cenderung meningkat dan terjadi secara endemis. Biasanya angka kejadian tinggi pada daerah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG
1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Demam tifoid adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi bakteri Salmonella typhi dan paratyphiditandai dengan keluhan dan gejala penyakit yang tidak khas, berupa
Lebih terperinci(Juniatiningsih, 2008). Sedangkan di RSUP Sanglah Denpasar periode Januari - Desember 2010 angka kejadian sepsis neonatorum 5% dengan angka kematian
(Juniatiningsih, 2008). Sedangkan di RSUP Sanglah Denpasar periode Januari - Desember 2010 angka kejadian sepsis neonatorum 5% dengan angka kematian 30,4% (Wilar, 2010). Pola kuman penyebab sepsis berbeda-beda
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Infeksi pada saluran napas merupakan penyakit yang umum terjadi pada
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Infeksi pada saluran napas merupakan penyakit yang umum terjadi pada masyarakat. Infeksi saluran napas berdasarkan wilayah infeksinya terbagi menjadi infeksi saluran
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Demam tifoid disebabkan oleh Salmonella typhi merupakan penyakit infeksi sistemik, bersifat endemis dan masih menjadi masalah kesehatan penting di banyak negara
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh salmonella typhi, salmonella paratyphi A, salmonella
1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Typhoid merupakan penyakit infeksi akut usus halus yang disebabkan oleh salmonella typhi, salmonella paratyphi A, salmonella paratyphi B, salmonella typhi C. Penyakit
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. melalui program proyek desa tertinggal maupun proyek lainnya, namun sampai
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Upaya pemerintah dalam menanggulangi penyakit diare terutama diare pada anak sudah dilakukan melalui peningkatan kondisi lingkungan baik melalui program proyek desa
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. neonatus dan 50% terjadi pada minggu pertama kehidupan (Sianturi, 2011). Menurut data dari
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang World Health Organization (WHO) memperkirakan secara global setiap tahun terdapat 5 juta bayi meninggal pada usia empat minggu pertama kehidupannya, dengan 98% kematian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit demam berdarah hingga saat ini masih merupakan masalah kesehatan yang sulit ditanggulangi di Indonesia. Jumlah kasus Demam Berdarah Dengue (DBD) di Indonesia
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Demam tifoid disebut juga dengan Typus Abdominalis atau. Typhoid fever. Demam tifoid ialah penyakit infeksi akut yang
6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Defenisi Demam tifoid disebut juga dengan Typus Abdominalis atau Typhoid fever. Demam tifoid ialah penyakit infeksi akut yang biasanya terdapat pada saluran pencernaan (usus
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. dapat mewujudkan derajat kesehatan yang optimal. Pembangunan nasional dapat
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan kesehatan merupakan bagian integral dari pembangunan nasional, yang pada hakekatnya merupakan upaya penyelenggaraan kesehatan oleh bangsa Indonesia untuk
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Demam Tifoid a. Definisi Penyakit demam tifoid merupakan infeksi akut pada usus halus dengan gejala demam lebih dari satu minggu, mengakibatkan gangguan pencernaan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit infeksi adalah penyakit yang disebabkan oleh masuk dan berkembang biaknya
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit infeksi adalah penyakit yang disebabkan oleh masuk dan berkembang biaknya mikroorganisme yaitu bakteri, virus, jamur, prion dan protozoa ke dalam tubuh sehingga
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Apendisitis akut merupakan penyebab akut abdomen yang paling sering memerlukan
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Apendisitis akut merupakan penyebab akut abdomen yang paling sering memerlukan tindakan pembedahan. Keterlambatan dalam penanganan kasus apendisitis akut sering menyebabkan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Malaria adalah penyakit infeksi yang disebabkan parasit Plasmodium yang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Malaria masih menjadi masalah kesehatan di daerah tropis dan sub tropis terutama Asia dan Afrika dengan angka morbiditas dan mortalitas yang tinggi (Patel
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Infeksi merupakan peristiwa masuknya mikroorganisme ke suatu bagian di dalam tubuh yang secara normal dalam keadaan steril (Daniela, 2010). Infeksi dapat disebabkan
Lebih terperinciBAB I Infeksi dengue adalah suatu infeksi arbovirus yang ditularkan melalui
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infeksi dengue adalah suatu infeksi arbovirus yang ditularkan melalui gigitan nyamuk aedes aegypti atau aedes albopictus (Staf Pengajar Ilmu Kesehatan FKUI, 2002:Hal
Lebih terperinciSakina Meta, Basuki Wiranto, Tjiptaningrum Agustyas, Soleha Tri Umiana Medical Faculty of Lampung University. Abstract
PROPORTION OF POSITIVE IgM ANTI-Salmonella typhi EXAMINATION USING TYPHIDOT WITH POSITIVE WIDAL EXAMINATION IN CLINICAL PATIENT OF ACUTE TYPHOID FEVER IN RSUD DR. H. ABDUL MOELOEK BANDAR LAMPUNG Sakina
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit Paru Obstruksi Kronis (PPOK) menurut Global Initiative of
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit Paru Obstruksi Kronis (PPOK) menurut Global Initiative of Chronic Obstructive Lung Diseases (GOLD) merupakan penyakit yang dapat cegah dan diobati, ditandai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. peningkatan angka kejadian, tidak hanya terjadi di Indonesia juga di berbagai
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sejak beberapa tahun terakhir ini, berbagai penyakit infeksi mengalami peningkatan angka kejadian, tidak hanya terjadi di Indonesia juga di berbagai belahan dunia
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. penyakit yang menyerang seperti typhoid fever. Typhoid fever ( typhus abdominalis, enteric fever ) adalah infeksi
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Kesehatan merupakan suatu hal yang paling penting. Dengan hidup sehat kita dapat melakukan segala hal, sehat tidak hanya sehat jasmani saja namun juga sehat
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Antibiotik adalah zat-zat kimia yang dihasilkan oleh fungi dan bakteri, yang mempunyai efek mematikan atau menghambat pertumbuhan kuman sedangkan toksisitasnya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Tuberkulosis (TB) merupakan masalah kesehatan global. yang utama. Penyakit infeksi ini menyerang jutaan manusia
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tuberkulosis (TB) merupakan masalah kesehatan global yang utama. Penyakit infeksi ini menyerang jutaan manusia tiap tahun dan menduduki peringkat nomor dua penyebab
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. menggambarkan kolonisasi kuman penyebab infeksi dalam urin dan. ureter, kandung kemih dan uretra merupakan organ-organ yang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Infeksi saluran kemih (ISK) adalah istilah umum untuk menggambarkan kolonisasi kuman penyebab infeksi dalam urin dan pada struktur traktus urinarius. (1) Saluran
Lebih terperinciHUBUNGANRESPON IMUN DAN STRES DENGAN TINGKAT KEKAMBUHAN DEMAM TIFOID PADA MASYARAKAT DIWILAYAH PUSKESMAS COLOMADU KARANGANYAR
HUBUNGANRESPON IMUN DAN STRES DENGAN TINGKAT KEKAMBUHAN DEMAM TIFOID PADA MASYARAKAT DIWILAYAH PUSKESMAS COLOMADU KARANGANYAR SKRIPSI Untuk MemenuhiSalah Satu Persyaratan MencapaiDerajat Sarjana S-1 Keperawatan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. penurunan sistem imun (Vahdani, et al., 2012). Infeksi nosokomial dapat terjadi
I. PENDAHULUAN Pseudomonas aeruginosa merupakan bakteri patogen oportunistik penting yang menyebabkan infeksi nosokomial terutama pada pasien yang mengalami penurunan sistem imun (Vahdani, et al., 2012).
Lebih terperinciUNIVERSITAS INDONESIA
UNIVERSITAS INDONESIA POLA RESISTENSI BAKTERI DALAM DARAH TERHADAP KLORAMFENIKOL, TRIMETHOPRIM/SULFAMETOKSAZOL, DAN TETRASIKLIN DI LABORATORIUM MIKROBIOLOGI KLINIK FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS INDONESIA
Lebih terperinciUJI ANTIBAKTERI EKSTRAK TANAMAN PUTRI MALU (Mimosa pudica) TERHADAP PERTUMBUHAN Shigella dysentriae
UJI ANTIBAKTERI EKSTRAK TANAMAN PUTRI MALU (Mimosa pudica) TERHADAP PERTUMBUHAN Shigella dysentriae SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Prodi Pendidikan Biologi
Lebih terperincidan jarang ditemukan di Indonesia (RISTEK, 2007).
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang kaya akan tumbuhan obat dengan keanekaragaman hayati tertinggi ke-2 di dunia setelah Brazilia. Indonesia memiliki berbagai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Demam tifoid merupakan penyakit infeksi sistemik akut yang disebabkan oleh Salmonella thypi (S thypi). Pada masa inkubasi gejala awal penyakit tidak tampak, kemudian
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. dari saluran napas bagian atas manusia sekitar 5-40% (Abdat,2010).
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bakteri Streptococcus pneumoniae merupakan bakteri komensal dari saluran napas bagian atas manusia sekitar 5-40% (Abdat,2010). Streptococcus pneumoniae menyebabkan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang terdiri dari pulau-pulau besar dan kecil
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang terdiri dari pulau-pulau besar dan kecil yang jumlahnya kurang lebih 17.504 pulau. Tiga perempat wilayahnya adalah laut (5,9 juta km
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Infeksi Saluran Kemih (ISK) adalah suatu respon inflamasi sel urotelium
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Infeksi Saluran Kemih (ISK) adalah suatu respon inflamasi sel urotelium yang melapisi saluran kemih karena adanya invasi bakteri dan ditandai dengan bakteriuria dan
Lebih terperinciABSTRAK. UJI DIAGNOSTIK PEMERIKSAAN TUBEX-TF DAN WIDAL TERHADAP BAKU EMAS KULTUR Salmonella typhi PADA PENDERITA TERSANGKA DEMAM TIFOID
ABSTRAK UJI DIAGNOSTIK PEMERIKSAAN TUBEX-TF DAN WIDAL TERHADAP BAKU EMAS KULTUR Salmonella typhi PADA PENDERITA TERSANGKA DEMAM TIFOID Melisa, 2010, Pembimbing I : Penny S.M., dr., Sp.PK., M.Kes Pembimbing
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Influenza adalah suatu penyakit infeksi saluran pernafasan. akut yang disebabkan oleh virus influenza. Penyakit ini dapat
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Influenza adalah suatu penyakit infeksi saluran pernafasan akut yang disebabkan oleh virus influenza. Penyakit ini dapat menyerang saluran pernafasan bagian atas maupun
Lebih terperinciKARAKTERISTIK HASIL PEMERIKSAAN IGM ANTI SALMONELA TYPHI DI LABORATORIUM SURYA HUSADHA DENPASAR PADA BULAN JUNI -NOVEMBER 2013
KARAKTERISTIK HASIL PEMERIKSAAN IGM ANTI SALMONELA TYPHI DI LABORATORIUM SURYA HUSADHA DENPASAR PADA BULAN JUNI -NOVEMBER 2013 Sagung Novita Widyaningrat 1, A.A. Wiradewi Lestari 2, I Wayan Putu Sutirta
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kelompok penyakit yang berhubungan dengan infeksi. Penyakit ini banyak ditemukan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pneumonia komunitas merupakan salah satu penyebab kematian utama pada kelompok penyakit yang berhubungan dengan infeksi. Penyakit ini banyak ditemukan dan dapat menimbulkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kematian di negara-negara berkembang termasuk Indonesia, sebagai akibatnya
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyakit infeksi masih menempati urutan teratas penyebab kesakitan dan kematian di negara-negara berkembang termasuk Indonesia, sebagai akibatnya terjadi penderitaan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Tuberkulosis (TB) merupakan salah satu penyakit paling mematikan di
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tuberkulosis (TB) merupakan salah satu penyakit paling mematikan di dunia. World Health Organization (WHO) memperkirakan sepertiga dari populasi dunia telah terinfeksi
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. yang penting khususnya di negara berkembang (Kemenkes, 2011). Di Indonesia,
BAB 1 PENDAHULUAN LATAR BELAKANG Penyakit infeksi masih merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang penting khususnya di negara berkembang (Kemenkes, 2011). Di Indonesia, diketahui bahwa 10
Lebih terperinciBAB I. PENDAHULUAN. yang bernilai ekonomis adalah ikan Nila (Orcochromis niloticus). Budidaya ikan
BAB I. PENDAHULUAN Latar Belakang Budidaya ikan secara intensif semakin berkembang sejalan dengan meningkatnya permintaan ikan sebagai sumber protein hewani. Salah satu ikan yang bernilai ekonomis adalah
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Dalam beberapa tahun terakhir, angka kejadian penyakit infeksi
21 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG PENELITIAN Dalam beberapa tahun terakhir, angka kejadian penyakit infeksi semakin meningkat, termasuk angka kejadian infeksi nosokomial. 1 Infeksi nosokomial merupakan
Lebih terperinciPENDAHULUAN. Latar Belakang. peningkatan jumlah penduduk Indonesia. Produksi susu segar dalam negeri hanya mampu
PENDAHULUAN Latar Belakang Kebutuhan susu Nasional dari tahun ke tahun terus meningkat disebabkan karena peningkatan jumlah penduduk Indonesia. Produksi susu segar dalam negeri hanya mampu memenuhi 20
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salmonella typhi disebut juga Salmonella choleraesuis serovar typhi, Salmonella serovar typhi, Salmonella enterica serovar typhi (Holt, et al., 1994 dan Anonimous,
Lebih terperinciMETODE PENELITIAN. Penelitian ini berupa deskriptif pemeriksaan laboratoris. Penelitian dilakukan di
31 III. METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian ini berupa deskriptif pemeriksaan laboratoris. Penelitian dilakukan di Laboratorium Patologi Klinik Rumah Sakit Umum Abdoel Moeloek Bandar Lampung
Lebih terperinciDEMAM TIFOID DI INSTALASI RAWAT INAP RSUD KABUPATEN CILACAP TAHUN 2008 SKRIPSI
KAJIAN PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA PENDERITA DEMAM TIFOID DI INSTALASI RAWAT INAP RSUD KABUPATEN CILACAP TAHUN 2008 SKRIPSI Oleh : IVAN TRIKUMORO K 100 050 160 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Organisasi Kesehatan Dunia/World Health Organization (WHO) memperkirakan
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tuberkulosis (TB) merupakan salah satu penyakit paling mematikan di dunia. Organisasi Kesehatan Dunia/World Health Organization (WHO) memperkirakan sepertiga dari
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. antigen (bakteri, jamur, virus, dll.) melalui jalan hidung dan mulut. Antigen yang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tonsil merupakan organ tubuh yang berfungsi mencegah masuknya antigen (bakteri, jamur, virus, dll.) melalui jalan hidung dan mulut. Antigen yang masuk akan dihancurkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pelayanan rumah sakit yang didefinisikan sebagai kejadian tidak diinginkan yang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Drug Related Problems (DRPs) merupakan penyebab kurangnya kualitas pelayanan rumah sakit yang didefinisikan sebagai kejadian tidak diinginkan yang menimpa pasien yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. terbanyak. Pemberian antibiotik merupakan pengobatan yang utama dalam
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit infeksi di Indonesia masih termasuk dalam sepuluh penyakit terbanyak. Pemberian antibiotik merupakan pengobatan yang utama dalam penatalaksanaan penyakit
Lebih terperinciSKRIPSI MARHAMAH K Oleh :
0 EVALUASI PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA PASIEN DEMAM TIFOID DEWASA DI INSTALASI RAWAT INAP RUMAH SAKIT UMUM DAERAH PAMBALAH BATUNG KABUPATEN HULU SUNGAI UTARA KALIMANTAN SELATAN TAHUN 2009 SKRIPSI Oleh :
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Masalah biaya kesehatan sejak beberapa tahun ini telah banyak menarik
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah biaya kesehatan sejak beberapa tahun ini telah banyak menarik perhatian. Sementara itu sesuai dengan kebijakan pemerintah, tenaga kesehatan diharapkan dapat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Demam tifoid termasuk dalam 10 besar masalah kesehatan di negara berkembang dengan prevalensi 91% pada pasien anak (Pudjiadi et al., 2009). Demam tifoid merupakan penyakit
Lebih terperinciASUHAN KEPERAWATAN PADA An. S DENGAN GANGGUAN SISTEM PENCERNAAN DEMAM TIFOID DI BANGSAL ANGGREK RSUD SUKOHARJO
ASUHAN KEPERAWATAN PADA An. S DENGAN GANGGUAN SISTEM PENCERNAAN DEMAM TIFOID DI BANGSAL ANGGREK RSUD SUKOHARJO KARYA TULIS ILMIAH Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Mendapatkan Gelar Ahli Madya Keperawatan
Lebih terperinci