BAB II KAJIAN TEORI. pada bidang semantik yang mengkaji tentang nama diri. Perbedaannya dengan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II KAJIAN TEORI. pada bidang semantik yang mengkaji tentang nama diri. Perbedaannya dengan"

Transkripsi

1 BAB II KAJIAN TEORI A. Penelitian yang Relevan 1. Penelitian yang Berjudul Kajian Semantik Nama Diri Anak SD Negeri (Kelas Satu) di Eks Kota Administrasi Puwokerto Kabupaten Banyumas oleh Chandra Devani Bagus Nugraha (2014). Penelitian Nugraha yang dilakukan pada tahun 2014 merupakan penelitian pada bidang semantik yang mengkaji tentang nama diri. Perbedaannya dengan penelitian ini terletak pada data dan sumber data. Pada penelitian Nugraha data berupa nama diri pada anak SD Negeri yang berada di Kota Purwokerto, Kabupaten Banyumas, sumber data berupa anak SD Negeri yang berada di Kota Purwokerto, Kabupaten Banyumas. Pada penelitian ini data berupa nama panggilan unik remaja di Desa Losari, Kecamatan Rawalo, Kabupaten Banyumas, sumber data berupa remaja di Desa Losari, Kecamatan Rawalo, Kabupaten Banyumas. 2. Penelitian yang Berjudul Kajian Semantik Nama Panggilan Unik Siswa di Sekolah Madrasah Aliyah Negeri Kroya Tahun Pelajaran oleh Evi Yuniarti (2014). Penelitian Yuniarti yang dilakukan pada tahun 2014 merupakan penelitian pada bidang semantik yang mengkaji tentang nama panggilan unik. Perbedaannya dengan penelitian ini terletak pada data dan sumber data. Pada penelitian Yuniarti data berupa nama panggilan unik siswa di Sekolah Madrasah Aliyah Negeri yang berada di Kota Kroya, Kabupaten Cilacap, sumber data berupa siswa di Sekolah Madrasah Aliyah Negeri yang berada di Kota Kroya, Kabupaten Cilacap. Pada 8

2 9 penelitian ini data berupa nama panggilan unik pada remaja di Desa Losari, Kecamatan Rawalo, Kabupaten Banyumas, sumber data berupa remaja di Desa Losari, Kecamatan Rawalo, Kabupaten Banyumas. B. Semantik 1. Pengertian Semantik Secara sederhana istilah semantik adalah cabang ilmu linguistik yang membahas tentang arti atau makna. Contoh jelas dari perilaku atau deskripsi semantik adalah leksikografi. Masing-masing leksem diberi perian artinya atau maknanya (Verhaar, 2012: 13). Kata semantik dalam bahasa Indonesia (Inggris: semantiks) berasal dari bahasa Yunani sema (kata benda yang berarti tanda atau lambang). Kata kerjanya adalah semaino yang berarti menandai atau melambangkan. Yang dimaksud lambang atau tanda di sini, sebagai padanan kata sema, adalah tanda linguistik (Perancis: signe linguistique). Seperti yang telah dikemukakan oleh Ferdinand de Sausure (dalam Chaer, 2013: 2), tanda terdiri dari (a) komponen yang mengartikan (b) komponen yang diartikan atau makna dari komponen yang pertama itu. Kedua komponen ini merupakan tanda atau lambang; sedangkan yang ditandai atau dilambanginya adalah sesuatu yang berada di luar bahasa yang lazim disebut referen atau hal yang ditunjuk. Kata semantik ini kemudian disepakati sebagai istilah yang digunakan untuk bidang linguistik yang mempelajari hubungan antara tanda-tanda linguistik dengan halhal yang ditandainya. Oleh karena itu, kata semantik dapat diartikan sebagai ilmu tentang makna atau tentang arti. Dari penjelasan tersebut, dapat dilihat bagan dibawah ini.

3 10 makna yang diartikan Bagan 1 Makna Tanda linguistik referen [bunyi] yang mengartikan yang menandai (intralingual) yang ditandai (ekstralingual) 2. Jenis Semantik jenis semantik ada dua, yaitu semantik leksikal dan semantik gramatikal. Chaer (2013: 8), yang diselidiki pada semantik leksikal yaitu makna yang ada pada leksem-leksem dari bahasa tersebut. Maka yang ada pada leksem-leksem tersebut disebut makna leksikal. Tataran tata bahasa atau gramatika dibagi menjadi dua, yaitu morfologi dan sintaksis karena objek studinya adalah maknamakna gramatikal dari tataran tersebut. Verhaar (2012: 385), semantik leksikal menyangkut makna leksikal yang mengkaji tentang makna-makna dalam leksem. Semantik gramatikal yaitu yang menkaji tentang tataran pada morfologi dan sintaksis. C. Penamaan (Penyebutan) 1. Pengertian Penamaan (Penyebutan) Penamaan merupakan proses atau cara pemberian nama dari seseorang kepada orang lain. Sudaryat (2011: 59) mengatakan, proses penamaan berkaitan

4 11 dengan acuannya. Penamaan bersifat konvensional dan arbitrer. Konvensional berdasarkan kebiasaan masyarakat pemakainya, sedangkan arbitrer berdasarkan kemauan masyarakatnya. Misalnya, leksem rumah mengacu ke benda yang beratap, berdinding, berjendela, dan biasa digunakan manusia untuk beristirahat. Plato (dalam Chaer, 2013: 43) mengatakan bahwa nama itu sama dengan lambang untuk sesuatu yang dilambangkannya. Itu berarti pemberian nama itu pun bersifat arbitrer, tidak ada hubungan wajib sama sekali. 2. Jenis Penamaan (Penyebutan) Jenis penamaan menurut Chaer (2013: 43) ada sembilan, yaitu: (1) penyebutan peniruan bunyi, (2) penyebutan bagian, (3) penyebutan sifat khas, (4) penyebutan penemu dan pembuat, (5) penyebutan tempat asal, (6) penyebutan bahan, (7) penyebutan keserupaan, (8) penyebutan pemendekan, dan (9) penyebutan penamaan baru. Sedangkan menurut Sudaryat (2011: 59) dalam proes penamaan ada sepuluh cara, yaitu: (1) penyebutan peniruan bunyi, (2) penyebutan bagian, (3) penyebutan sifat khas, (4) penyebutan apelativa, (5) penyebutan tempat asal, (6) penyebutan bahan, (7) penyebutan keserupaan, (8) penyebutan pemendekan, (9) penyebutan penamaan baru, dan (10) penyebutan pengistilahan. Dengan demikian dari teori di atas dapat disimpulkan bahwa ada dua perbedaan, yaitu (1) menurut Chaer penyebutan pengistilahan bukan termasuk jenis penamaan. Sedangkan menurut Sudaryat penyebutan pengistilahan termasuk jenis penamaan dan (2) Chaer menyebut dengan penyebutan penemu dan pembuat, sedangkan Sudaryat menyebutnya dengan istilah apelativa. Kedua pendapat tersebut peneliti rangkum untuk keperluan landasan teori dalam

5 12 penelitian ini yaitu, (1) penyebutan peniruan bunyi, (2) penyebutan bagian, (3) penyebutan sifat khas, (4) penyebutan penemu dan pembuat (apelativa), (5) penyebutan tempat asal, (6) penyebutan bahan, (7) penyebutan keserupaan, (8) penyebutan pemendekan, (9) penyebutan penamaan baru, dan (10) penyebutan pengistilahan. a. Peniruan Bunyi Chaer (2013: 44) mengatakan bahwa di dalam bahasa Indonesia ada sejumlah kata yang terbentuk sebagai hasil peniruan bunyi. Maksudnya, nama-nama benda atau hal tersebut dibentuk berdasarkan bunyi dari benda tersebut atau suara yang ditimbulkan oleh benda tersebut. Sejalan dengan hal tersebut, Sudaryat (2011: 59) mengatakan bahwa penamaan dengan peniruan bunyi (onomatope) muncul jika kata atau ungkapan tersebut merupakan bunyi dari benda yang diacunya. Misalnya, binatang sejenis reptile kecil yang malate di dinding disebut cicak karena bunyinya cak, cak, cak-,. Begitu juga dengan tokek diberi nama seperti itu karena bunyinya tokek, tokek. b. Penyebutan Bagian Chaer (2013: 45) mengatakan bahwa penamaan sesuatu benda atau konsep berdasarkan bagian dari benda itu biasanya berdasarkan ciri yang khas atau yang menonjol dari benda itu dan yang sudah diketahui umum. Sejalan dengan itu, Sudaryat (2011: 59) menyebut istilah penamaan dengan istilah pars pro toto adalah penamaan suatu benda dengan cara menyebutkan bagian dari suatu benda, padahal yang dimaksud keseluruhannya. Misalnya pada tahun enam puluhan

6 13 kalau ada orang mengatakan ingin membeli rumah tetapi tidak ada Sudirmannya maka dengan kata Sudirman yang dimaksudkan adalah uang karena pada waktu itu uang bergambar Almarhum Jendral Sudirman. Sekarang mungkin dikatakan tidak ada Soekarno-Hattanya sebab uang kertas sekarang bergambar Soekarno-Hatta (lembaran seratus ribu). c. Penyebutan Sifat Khas Chaer (2013: 46) mengatakan bahwa hampir sama dengan pars pro toto yang dibicarakan di atas adalah penamaan suatu benda berdasarkan sifat yang khas yang ada pada benda itu. Gejala ini merupakan peristiwa semantik karena dalam peristiwa itu terjadi transposisi makna dalam pemakaian, yakni perubahan dari kata sifat menjadi kata benda. Umpamanya, orang yang sangat kikir lazim disebut si kikir atau si bakhil. Sejalan dengan hal tersebut, Sudaryat (2011: 59) mengatakan bahwa penyebutan sifat khas, yakni penamaan suatu benda berdasarkan sifat yang khas yang ada pada benda itu. Misalnya, ungkapan si Jangkung muncul berdasarkan tubuhnya yang jangkung. Penyebutan sifat khas di sini nantinya akan dibagi menjadi dua, yaitu sifat khas yang berdasarkan pada ciri fisik dan sifat khas yang berdasarkan pada karakter. Kemudian sifat khas yang berdasarkan pada ciri fisik akan dibedakan lagi menjadi beberapa bagian, yaitu ciri fisik karena gerak, bentuk tubuh, warna kulit, kelainan fisik, dan kelainan alat ucap. d. Penyebutan Penemu dan Pembuat Chaer (2013: 47), banyak nama benda dalam kosakata bahasa Indonesia yang dibuat berdasarkan nama penemunya, nama pabrik pembuatnya, atau nama dalam

7 14 peristiwa sejarah. Nama-nama benda yang demikian disebut dengan istilah appelativa. Sejalan dengan Chaer, ahli lain, yaitu Sudaryat (2011: 59), menyebut istilah penyebutan penemu dan pembuat dengan istilah apelativa adalah penamaan suatu benda berdasarkan nama penemu, nama pabrik pembuatnya, atau nama dalam peristiwa sejarah. Misalnya, nama-nama benda yang berasal dari nama orang, antara lain, mujahir atau mujair yaitu nama sejenis ikan air tawar yang mula-mula ditemukan dan diternakkan oleh seorang petani yang bernama Mujair di Kediri, Jawa Timur. Volt adalah nama satuan kekuatan listrik yang diturunkan dari nama penemunya Volta seorang sarjana fisika bangsa Italia. e. Penyebutan Tempat Asal Chaer (2013: 48) mengatakan bahwa sejumlah nama benda dapat ditelusuri dari nama tempat asal benda tersebut. Sejalan dengan itu, Sudaryat (2011: 59) mengatakan bahwa penyebutan tempat asal adalah penamaan suatu benda berdasarkan tempat asal benda tersebut. Misalnya kata magnet berasal dari nama tempat Magnesia; kata kenari, yaitu nama sejenis burung, berasal dari nama Pulau Kenari di Afrika; kata sarden, atau ikan sarden, berasal dari nama Pulau Sardinia di Italia; kata klonyo berasal dari au de Co-logne artinya air dari Kuelen, yaitu nama kota di Jerman Barat. Banyak juga nama piagam atau prasasti yang disebut berdasarkan nama tempat penemuannya seperti piagam kota Kapur, prasasti. f. Penyebutan Bahan Chaer (2013: 49) mengatakan bahwa ada sejumlah benda yang namanya diambil dari nama bahan pokok benda itu. Sejalan dengan hal itu, Sudaryat (2011: 60) mengatakan bahwa penyebutan bahan adalah penamaan berdasarkan nama

8 15 bahan pokok benda tersebut. Misalnya, karung yang dibuat dari goni yaitu sejenis serat tumbuh-tumbuhan yang dalam bahasa Latin disebut Chorcorus capsularis, disebut juga goni atau guni. Jadi, kalau dikatakan membeli beras dua goni, maksudnya membeli beras dua karung. g. Penyebutan Keserupaan Chaer (2013: 50) mengatakan bahwa di dalam praktik berbahasa banyak kata yang digunakan secara metaforis. Artinya kata itu digunakan dalam suatu ujaran yang maknanya dipersamakan atau diperbandingkan dengan makna leksikal dari makna itu. Sudaryat (2011: 60) mengatakan bahwa penyebutan keserupaan adalah penamaan suatu benda berdasarkan keserupaan suatu benda dengan benda lain. Misalnya, dari kata kaki ada frase kaki meja, kaki gunung, dan kaki kursi. Kata kaki dari frasa tersebut memiliki kesamaan makna dengan salah satu ciri makna dari kata kaki itu, yaitu alat penopang berdirinya tubuh pada frasa kaki gunung. h. Penyebutan Pemendekan Chaer (2013: 51) mengatakan bahwa banyak kata-kata dalam bahasa Indonesia yang terbentuk sebagai hasil penggabungan unsur-unsur huruf awal atau suku kata dari beberapa kata yang digabungkan menjadi satu. Misalnya, ABRI yang berasal Angkatan Bersenjata Republik Indonesia; KONI yang berasal dari Komite Olahraga Nasional Indonesia; Tilang yang berasal dari Bukti Pelanggaran; Tabanas yang berasal Tabungan Pembangunan Nasional; Monas yang berasal dari Monumen Nasional; dan Depnaker yang berasal dari Departemen Tenaga Kerja. Kata-kata yang terbentuk sebagai hasil penyingkatan

9 16 ini lazim disebut akronim. Sejalan dengan hal tersebut, Sudaryat (2011: 60) mengatakan bahwa penyebutan pemendekan adalah penamaan suatu benda dengan cara memendekkan ujaran atau kata lain. Maksudnya, yaitu pemberian nama yang berasal dari bentuk atau kata asli menjadi bentuk atau kata yang lain. Misalnya, kata Iptek yang berasal dari Ilmu Pengetahuan dan Teknologi. Kridalaksana (1992: ) menyebut kependekan ada empat, yaitu singkatan, akronim dan kontraksi, penggalan, dan lambang huruf. i. Penyebutan Penamaan Baru Chaer (2013: 51) mengatakan bahwa banyak kata atau istilah baru yang dibentuk untuk menggantikan kata atau istilah lama yang sudah ada. Kata-kata atau istilah-istilah lama yang sudah ada itu perlu diganti dengan kata-kata baru, atau sebutan baru, karena dianggap kurang tepat, tidak rasional, kurang halus, atau kurang ilmiah. Sejalan dengan hal itu, Sudaryat (2011: 60) mengatakan bahwa penyebutan penamaan baru adalah penamaan suatu benda berdasarkan masuknya kata-kata baru untuk mengganti kata-kata lama yang dirasakan kurang tepat, kurang ilmiah, atau kurang halus. Misalnya, kata pariwisata untuk mengganti tourisme; kata wisatawan untuk mengganti tourist atau pelancong; kata darmawisata untuk mengganti kata piknik; dan kata suku cadang untuk mengganti onderdil. j. Penyebutan Pengistilahan Chaer (2013: 52) mengatakan, berbeda dengan proses penamaan atau penyebutan yang lebih banyak berlangsung secara arbitrer, maka pengistilahan lebih banyak

10 17 berlangsung menurut suatu prosedur. Ini terjadi karena pengistilahan dilakukan untuk mendapatkan ketepatan dan kecermatan makna untuk suatu bidang kegiatan atau keilmuan. Di sinilah letak perbedaan antara istilah sebagai hasil pengistilahan dengan nama sebagai hasil penamaan. Istilah memiliki makna yang tepat dan cermat serta digunakan hanya untuk satu bidang tertentu, sedangkan nama masih bersifat umum karena digunakan tidak dalam bidang tertentu. Sejalan dengan hal tersebut, Sudaryat (2011: 60) mengatakan bahwa penyebutan pengistilahan merupakan penamaan suatu benda yang khusus dibuat untuk bidang kegiatan atau keilmuan tertentu. Umpamanya kata < telinga > dan < kuping > sebagai nama dianggap bersinonim, tampak dari kenyataan orang bisa mengatakan kuping saya sakit yang sama saja dengan telinga saya sakit. D. Makna 1. Pengertian Makna Menurut cf. Grice dan Bolinger (dalam Aminuddin 2011: 52), makna ialah hubungan antara bahasa dengan dunia luar yang telah disepakati bersama oleh para pemakai bahasa sehingga dapat saling dimengerti. Sedangkan menurut de Sausure (dalam Chaer 2013: 29) setiap tanda linguistik terdiri dari dua unsur, yaitu (a) yang diartikan (Prancis: signifie, Inggris: signified) dan (b) yang mengartikan (Perancis: signifiant, Inggris: signifier). Yang diartikan (Prancis: signifie, Inggris: signified) sebenarnya tidak lain dari pada konsep atau makna dari sesuatu tanda bunyi. Sedangkan yang mengartikan (Prancis: signifiant, Inggris: signifier) itu tidak lain dari pada bunyi-bunyi itu, yang terbentuk dari fonem-fonem yang bersangkutan. Jadi, dengan kata lain setiap tanda-linguistik

11 18 terdiri dari unsur bunyi dan unsur makna. Kedua unsur ini adalah unsur dalambahasa (intralingual) yang biasanya merujuk/mengacu kepada sesuatu referen yang merupakan unsur luar-bahasa (ekstralingual). 2. Jenis Makna Djajasudarma (2009: 7) membagi jenis makna mnjadi makna kognitif (denotatif, deskriptif), makna konotatif, emotif, makna sempit, makna luas, makna gramatikal, makna leksikal, makna kontruksi, makna referensial, makna majas (kiasan), makna inti, makna idesional, makna proposisi, dan makna piktorial. Selain itu, Pateda (2010: 96) juga membagi jenis makna menjadi makna kognitif, makna idesional, makna denotasi,makna proposisi, makna emotif, makna kognitif (deskriptif), makna referensial, makna pictorial, makna kamus, makna samping, makna inti, makna gramatikal, makna leksikal, makna sempit, makna luas. Dari dua pendapat tersebut, peneliti merangkum untuk digunakan sebagai landasan teori yaitu, 1) makna denotasi, 2) makna konotasi, 3) makna referensial, dan 4) makna nonreferensial. a. Makna Denotatif Harimurti (dalam Pateda 2010: 98) mengatakan bahwa makna denotatif (denotatif meaning) adalah makna kata atau kelompok kata yang didasarkan atas hubungan lugas antara satuan bahasa dan wujud di luar bahasa yang diterapi satuan bahasa itu secara tepat. Makna denotatif adalah makna polos, makna apa adanya. Sifatnya objektif. Makna denotatif didasarkan atas penunjukan yang lugas pada sesuatu di luar bahasa atau yang dasarkan pada konvensi tertentu. Kemudian

12 19 tokoh lain, yaitu Djajasudarma, menyebut makna denotatif dengan istilah lain, yaitu makna kognitif atau makna deskriptif. Djajasudarma (2009: 11) mengatakan bahwa makna kognitif disebut juga makna deskriptif atau denotatif. Makna tersebut menunjukkan adanya hubungan antara konsep dengan dunia kenyataan (bandingkan dengan makna konotatif dan emotif). Makna kognitif adalah makna yang lugas, makna apa adanya. Makna kognitif tidak hanya dimiliki kata-kata yang menunjuk benda-benda nyata, tetapi mengacu pula pada bentuk-bentuk yang makna kognitifnya khusus, antara lain itu, ini, ke sana, ke sini; numeralia, antara lain, satu, dua, tiga, dan sebagainya. b. Makna Konotatif Sudaryat (2011: 25) mengatakan bahwa makna konotatif adalah makna yang tidak langsung menunjukkan hal, benda, atau objek yang diacunya. Makna konotatif biasanya mengandung perasaan, kenangan, dan tafsiran terhadap objek lain. Makna konotatif merupakan pemakaian makna yang tidak sebenarnya. Sedangkan Djajasudarma (2009: 12) mengatakan bahwa makna konotatif muncul sebagai akibat asosiasi perasaan kita terhadap apa yang diucapkan atau apa yang didengar. Makna konotasi adalah makna yang muncul dari makna kognitif (lewat makna kognitif), ke dalam makna kognitif tersebut ditambahkan komponen makna lain. c. Makna Referensial Pateda (2010: 125) mengatakan, makna referensial (referential meaning) adalah makna yang langsung berhubungan dengan acuan yang ditunjuk oleh kata.

13 20 Djajasudarma (2009: 14) mengatakan bahwa makna referensial adalah makna yang berhubungan langsung dengan kenyataan atau referen (acuan), makna referensial disebut juga makna kognitif, karena memiliki acuan. Makna ini memiliki hubungan dengan konsep, sama halnya seperti makna kognitif. Makna referensial memiliki hubungan dengan konsep tentang sesuatu yang telah disepakati bersama (oleh masyarakat bahasa), seperti terlihat di dalam hubungan antara konsep (reference) dengan acuhan (referent) pada segitiga dibawah ini: Bagan 2 Makna Referensial KATA (b) konsep (a) bentuk (c) referen d. Makna Nonreferensial Makna nonreferensial adalah makna yang tidak mempunyai referen. Dalam bahasa Indonesia makna tersebut terdapat pada kata sambung dan kata depan. (Chaer, 1995: 54). Sedangkan menurut Keraf (1985: 28), makna nonreferensial juga disebut makna konotatif atau makna emosional. Menurutnya, makna nonreferensional (konotatif) sebagian terjadi karena pembicara ingin menimbulkan perasaan setuju tidak setuju, senang tidak senang dan sebagainya pada pihak pendengar di pihak lain, kata yang dipilih itu memperlihatkan bahwa pembicaranya juga memendam perasaan yang sama.

14 21 Maksudnya kata nonreferensial tidak merujuk pada suatu makna atau konsep tertentu. Misalnya kata karena dan kata tetapi. Kedua kata sambung tersebut termasuk ke dalam makna nonreferensial karena kedua kata tersebut tidak mempunyai acuan (referen) dan tidak ada wujud berupa benda E. Nama Diri 1. Pengertian Nama Diri Dalam Kamus Bahasa Indonesia untuk Pelajar (2011: 345) disebutkan bahwa nama diri merupakan nama untuk menyebut diri seseorang, benda, tempat tertentu, dan sebagainya. Sumarsono (2014: 84) mengatakan bahwa mempunyai sebuah nama adalah hak istimewa atau kehormatan tiap orang. Nama itu memegang peranan penting dalam hubungan antarmanusia. Karena itu, nama itu sering digayuti oleh kekuatan magis dan dikelilingi oleh hal-hal gaib dan tabu. Satu contoh, di antara masyarakat Masai di Afrika, nama orang yang sudah meninggal tidak boleh disebut-sebut lagi, dan kalau ada kata sehari-hari yang kebetulan mirip bunyinya dengan nama itu, kata itu harus diganti: jika seseorang yang tidak penting bernama Ol-onana (dia yang lembut, lemah atau gagah) meninggal, maka kegagahan tidak lagi disebut en-nanai lagi sebagaimana biasanya orang menyebut si mayat melainkan ia akan diganti dengan nama lain, misalnya epolpol (si lembut). 2. Pemilihan Kata Nama Diri Masyarakat Jawa Ditinjau dari sudut semantik, bentuk satuan bunyi yang digunakan sebagai nama diri orang Jawa pada umumnya tidak seluruhnya sama dengan kata. Hal itu

15 22 disebabkan oleh tidak semua bentuk satuan bunyi itu mempunyai makna di dalam bahasa Jawa. Misalnya, nama Lestari, Purnama, dan Sujana terdapat dalam perbendaharaan kata bahasa Jawa, tetapi nama Juminten, Wagiman, dan Paina tidak terdapat dalam kosakata bahasa Jawa. Akan tetapi, kenyataan menunjukkan bahwa bentuk-bentuk satuan bunyi yang dipakai sebagai nama diri itu mempunyai ciri-ciri yang sama dengan kata dalam bahasa Jawa pada umumnya. Tidak lazimnya pemakaian nama diri seperti George Foreman, Richard Nixon, William Shakespeare, atau Liem Swie King dalam masyarakat Jawa merupakan bukti yang membenarkan kenyataan bahwa nama diri itu merupakan bentuk satuan bunyi yang asing jika dibandingkan dengan ciri-ciri kata bahasa Jawa pada umumnya (Soeharno,. dkk, 1987: 13). F. Nama Panggilan Unik Dalam Kamus Bahasa Indonesia untuk Pelajar disebutkan bahwa panggilan adalah sebutan nama (2011: 389) dan unik adalah lain daripada yang lain; khusus (2011: 592). Jadi, nama panggilan unik yaitu sebutan nama yang lain daripada yang lain atau khusus diberikan kepada seseorang. Sementara Nagata (2014), Sudah menjadi kodrat setiap manusia yang lahir di dunia akan memiliki nama yang diberikan oleh orangtuanya. Selain nama lengkap, setiap orang tentu memiliki nama panggilan dari kecil. Biasanya nama itu berupa panggilan kesayangan dari orang tua, atau nama yang diberikan oleh seseorang agar lebih mudah dalam memanggil seseorang tersebut. Misalnya, kalangan artis atau selebritis biasanya memiliki nama panggilan yang khas, yang mencirikan sesuatu yang unik, atau nama yang berbeda dari nama yang sebenarnya. Contoh, Zazkia

16 23 Shinta yang memiliki goyangan itik sehingga dirinya dipanggil dengan Zazkia Gotik. Sebuah nama panggilan biasanya ada yang melekat pada diri seseorang sejak bayi sampai beranjak dewasa. Penyebutan nama panggilan tentu memiliki sejarah atau asal-usul yang unik sehingga tidak mudah untuk dilupakan begitu saja. G. Pengertian Remaja Csikszentimihalyi dan Larson (dalam Sarwono, 1991: 10), remaja adalah restrukturisasi kesadaran, yaitu merupakan masa penyempurnaan dari perkembangan pada tahap-tahap sebelumnya. Perkembangan jiwa itu ditandai dengan adanya proses perubahan dari kondisi entropy ke kondisi negentropy. Entropy adalah keadaan di mana kesadaran manusia masih belum tersusun rapi. Kemudian negentropy adalah keadaan di mana isi kesadaran tersusun dengan baik. Sedangkan Sunarto, dkk. (2008: 51) mengatakan bahwa istilah asing yang sering dipakai untuk menunjukkan makna remaja, antara lain adalah puberteit, adolescentia, dan youth. Dalam bahasa Indonesia sering pula dikatakan pubertas atau remaja. Istilah puberty (Inggris) atau puberteit (Belanda) berasal dari bahasa Latin pubertas yang berarti usai kedewasaan (the age of manhood). Kata ini berkaitan dengan kata Latin lainnya pubescere yang berarti masa pertumbuhan rambut di daerah tulang pusik (di wilayah kemaluan). Penggunaan istilah ini lebih terbatas dan menunjukkan lebih berkembang dan tercapainya kematangan seksual ditinjau dari aspek biologisnya. Istilah adolescentia berasal dari kata Latin: adulescentis. Dengan adulescentia dimaksudkan masa muda. Adolescentia menunjukkan masa yang tercepat antara usia tahun dan mencakup seluruh perkembangan psikis yang terjadi pada masa tersebut.

17 24 Kerangka Pikir Dari landasan teori pada BAB II di atas dapat dibentuk menjadi kerangka pikir sebagai beriku. Pengertian Semantik Nama Diri Pemilihan Kata Nama Diri Masyarakat Jawa Nama Panggilan Unik Penamaan 1. Peniruan Bunyi 2. Penyebutan Bagian 3. Penyebutan Sifat Khas 4. Penyebutan Penemu dan Pembuat 5. Penyebutan Tempat Asal 6. Penyebutan Bahan 7. Penyebutan Keserupaan 8. Penyebutan Pemendekan 9. Penyebutan Penamaan Baru 10. Penyebutan Pengistilahan Nama Panggilan Unik pada Remaja di Desa Losari, Kecamatan Rawalo, Kabupaten Banyumas Makna Jenis Makna 1. Makna Denotatif 2. Makna Konotatif 3. Makna Referensial 4. Makna Nonreferensial

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 6 BAB II LANDASAN TEORI A. Penelitian yang Relevan 1. Penelitian dengan judul Konsep Penamaan Rumah Makan di Daerah Purwokerto Kabupaten Banyumas, tahun 2010 oleh Danang Eko Prasetyo. Penelitian ini bertujuan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Kabupaten Purbalingga (Kajian Semantik) ini berbeda dengan penelitian-penelitian

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Kabupaten Purbalingga (Kajian Semantik) ini berbeda dengan penelitian-penelitian 6 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Penelitian yang Relevan Penelitian yang berjudul Sistem Penamaan Tempat Pemakaman Umum di Kabupaten Purbalingga (Kajian Semantik) ini berbeda dengan penelitian-penelitian sejenis.

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Prasetya, NIM , tahun 2010 dengan judul Konsep Penamaan Rumah

BAB II LANDASAN TEORI. Prasetya, NIM , tahun 2010 dengan judul Konsep Penamaan Rumah 5 BAB II LANDASAN TEORI A. Penelitian Sejenis yang Relevan Untuk membedakan penelitian yang berjudul Sistem Penamaan Toko di Purwokerto, Kabupaten Banyumas dengan penelitian yang sudah ada sebelumnya,

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 8 BAB II LANDASAN TEORI A. Penelitian Relevan Masalah nama panggilan unik ini dikaji berdasarkan kajian semantik, yaitu ilmu tentang makna atau arti. Penelitian tentang penamaan sebelumnya sudah dilakukan

Lebih terperinci

BAB II LANDASSAN TEORI

BAB II LANDASSAN TEORI 6 BAB II LANDASSAN TEORI A. Penelitian yang Relevan 1. Penelitian dengan judul Analisis Semantik Nama-Nama Hotel di Kawasan Lokawisata Baturraden, Kabupaten Banyumas. Karya Wilantika Apriliani Tahun 2016

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. penelitian mahasiswa Universitas Muhammadiyah Purwokerto yang berjudul

BAB II LANDASAN TEORI. penelitian mahasiswa Universitas Muhammadiyah Purwokerto yang berjudul 6 BAB II LANDASAN TEORI A. Penelitian yang Relevan Penelitian ini berjudul Kajian Penamaan Tempat Fotokopi di Sekitar Lingkungan Kampus di Purwokerto Tahun 2015. Untuk membedakan penelitian sekarang dengan

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Konsep adalah gambaran mental dari obyek, proses atau apa pun yang ada di luar

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Konsep adalah gambaran mental dari obyek, proses atau apa pun yang ada di luar BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Konsep adalah gambaran mental dari obyek, proses atau apa pun yang ada di luar bahasa, dan yang dipergunakan akal budi untuk memahami hal-hal

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sekunder yang akan mendukung penelitian, juga diperlukan untuk mengetahui sampai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sekunder yang akan mendukung penelitian, juga diperlukan untuk mengetahui sampai BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kepustakaan Yang Relevan Pengkajian teori tidak akan terlepas dari kajian pustaka atau studi pustaka karena teori secara nyata dapat dipeoleh melalui studi atau kajian kepustakaan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kailani (2001:76) menyatakan bahwa bahasa merupakan alat komunikasi yang

BAB I PENDAHULUAN. Kailani (2001:76) menyatakan bahwa bahasa merupakan alat komunikasi yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah 1.1.1 Latar Belakang Kailani (2001:76) menyatakan bahwa bahasa merupakan alat komunikasi yang berbentuk lisan dan tulisan yang dipergunakan oleh masyarakat,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bahasa adalah sebuah sistem lambang bunyi yang bersifat arbitrer yang digunakan oleh masyarakat umum dengan tujuan berkomunikasi. Dalam ilmu bahasa dikenal dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia itu pada dasarnya tidak bisa hidup sendiri. Manusia tentunya

BAB I PENDAHULUAN. manusia itu pada dasarnya tidak bisa hidup sendiri. Manusia tentunya 1 BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah Di dalam kehidupan, manusia dikodratkan sebagai makhluk sosial karena manusia itu pada dasarnya tidak bisa hidup sendiri. Manusia tentunya membutuhkan bantuan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. berjudul Makna Referensial Pemakaian Nama Panggilan Mahasiswa Kos di

BAB II LANDASAN TEORI. berjudul Makna Referensial Pemakaian Nama Panggilan Mahasiswa Kos di 8 BAB II LANDASAN TEORI A. Penelitian yang Relevan Penelitian ini berjudul Kajian Semantik Nama Panggilan Unik dan Menarik pada Siswa di Sekolah Dasar Negeri 1 Gumiwang Kabupaten Wonosobo Tahun Pelajaran

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Bahasa adalah suatu sistem simbol lisan yang arbitrer yang dipakai oleh anggota

BAB II LANDASAN TEORI. Bahasa adalah suatu sistem simbol lisan yang arbitrer yang dipakai oleh anggota BAB II LANDASAN TEORI A. Pengertian Bahasa Bahasa adalah suatu sistem simbol lisan yang arbitrer yang dipakai oleh anggota suatu masyarakat bahasa untuk berkomunikasi dan berinteraksi antar sesamanya,

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORETIK

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORETIK BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORETIK 2.1 Teori-Teori Yang Relevan Dengan Variabel Yang Diteliti 2.1.1 Pengertian Semantik Semantik ialah bidang linguistik yang mengkaji hubungan antara tanda-tanda

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mempelajari hubungan antara tanda-tanda linguistik dengan hal-hal yang

BAB I PENDAHULUAN. mempelajari hubungan antara tanda-tanda linguistik dengan hal-hal yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Semantik merupakan istilah yang digunakan dalam bidang linguistik yang mempelajari hubungan antara tanda-tanda linguistik dengan hal-hal yang ditandainya,

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 5 BAB II LANDASAN TEORI A. Penelitian Relevan Dengan Judul Kajian Semantik Penamaan Kendaraan Dan Suku Cadang Di Kecamatan Moga, Kabupaten Pemalang, Jawa Tengah oleh Moch. Arifudin Penelitian yang akan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 8 BAB II LANDASAN TEORI A. Pengertian Kebudayaan Widhagdo (1988 : 21) menyatakan bahwa kebudayaan adalah keseluruhan sistem gagasan, tindakan, dan hasil karya manusia untuk memenuhi kehidupan. Semuanya

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Masa Orientasi Siswa (selanjutnya disebut MOS) merupakan suatu

BAB 1 PENDAHULUAN. Masa Orientasi Siswa (selanjutnya disebut MOS) merupakan suatu 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masa Orientasi Siswa (selanjutnya disebut MOS) merupakan suatu kegiatan yang rutin dilakukan oleh pihak sekolah untuk menyambut kedatangan siswa baru. Kegiatan ini

Lebih terperinci

Diajukan Oleh: ALI MAHMUDI A

Diajukan Oleh: ALI MAHMUDI A ANALISIS MAKNA PADA STATUS BBM (BLACKBERRY MESSENGER) DI KALANGAN REMAJA: TINJAUAN SEMANTIK Skripsi Diajukan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan pada Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa adalah alat komunikasi antaranggota masyarakat yang berupa sistem

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa adalah alat komunikasi antaranggota masyarakat yang berupa sistem BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa adalah alat komunikasi antaranggota masyarakat yang berupa sistem lambang bunyi yang bermakna dan dihasilkan oleh alat ucap manusia (Keraf, 2004:1), sedangkan

Lebih terperinci

Istilah Bangunan Rumah Panggung Sunda Di Pesisir Selatan Tasikmalaya Oleh Fiana Abdurahman. Abstrak

Istilah Bangunan Rumah Panggung Sunda Di Pesisir Selatan Tasikmalaya Oleh Fiana Abdurahman. Abstrak Istilah Bangunan Rumah Panggung Sunda Di Pesisir Selatan Tasikmalaya Oleh Fiana Abdurahman Abstrak Dalam seni bina, pembinaan, kejuruteraan, dan pembangunan harta tanah, bangunan merujuk kepada mana-mana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia sebagai makhluk sosial perlu untuk berinteraksi untuk bisa hidup berdampingan dan saling membantu. Bahasa merupakan alat yang digunakan manusia untuk berinteraksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. digunakan untuk berkomunikasi dalam bertukar pendapat. Bahasa dapat diartikan

BAB I PENDAHULUAN. digunakan untuk berkomunikasi dalam bertukar pendapat. Bahasa dapat diartikan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Komunikasi merupakan sarana untuk bertukar pendapat, ide, maupun gagasan. Alat yang digunakan dalam komunikasi yaitu bahasa. Bahasa menjadi hal pokok yang

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Konsep merupakan gambaran mental dari objek, proses, atau apapun yang ada di luar bahasa yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bahasa berarti sistem lambang bunyi yang arbitrer, yang digunakan oleh

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bahasa berarti sistem lambang bunyi yang arbitrer, yang digunakan oleh BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa berarti sistem lambang bunyi yang arbitrer, yang digunakan oleh semua orang atau sekelompok masyarakat untuk bekerja sama, berinteraksi, dan mengidentifikasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan makhluk sosial yang selalu berinteraksi antara satu

BAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan makhluk sosial yang selalu berinteraksi antara satu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia merupakan makhluk sosial yang selalu berinteraksi antara satu dengan yang lainnya, yang kemudian disebut dengan komunikasi. Bahasa merupakan alat komunikasi

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 8 BAB II LANDASAN TEORI A. Penelitian yang Relevan Penelitian tentang penamaan ini telah dilakukan oleh beberapa mahasiswa di Universitas Muhammadiyah Purwokerto dalam rangka penyusunan skripsi. Dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa merupakan alat komunikasi penting bagi manusia. Bahasa dapat

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa merupakan alat komunikasi penting bagi manusia. Bahasa dapat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa merupakan alat komunikasi penting bagi manusia. Bahasa dapat diartikan sebagai alat untuk menyampaikan sesuatu yang terlintas di dalam hati. Namun, lebih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa merupakan alat komunikasi yang efektif. Bahasa dan proses

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa merupakan alat komunikasi yang efektif. Bahasa dan proses BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bahasa merupakan alat komunikasi yang efektif. Bahasa dan proses berbahasa adalah hal yang tidak bisa terlepas dari kehidupan manusia. Dengan berbahasa, seseorang

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. Teori-teori dalam penelitian ini perlu dibicarakan secara terinci.

BAB 2 LANDASAN TEORI. Teori-teori dalam penelitian ini perlu dibicarakan secara terinci. BAB 2 LANDASAN TEORI Teori-teori dalam penelitian ini perlu dibicarakan secara terinci. Pembicaraan mengenai teori dibatasi pada teori yang relevan dengan tujuan penelitian. Teori-teori yang dimaksud sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. komik. Komik berasal dari Jepang, dalam bahasa Jepang komik di kenal

BAB I PENDAHULUAN. komik. Komik berasal dari Jepang, dalam bahasa Jepang komik di kenal BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Seiring dengan perkembangan zaman film kartun sekarang semakin bervariasi. Berbagai macam film kartun kini bisa dinikmati melalui stasiun televisi. Munculnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa merupakan objek kajian lingustik. Menurut Kridalaksana (1983)

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa merupakan objek kajian lingustik. Menurut Kridalaksana (1983) BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bahasa merupakan objek kajian lingustik. Menurut Kridalaksana (1983) bahasa adalah sistem lambang bunyi yang arbiter yang digunakan oleh para anggota kelompok

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Komunikasi merupakan salah satu cara manusia berinteraksi dengan orang lain yang biasa disebut interaksi sosial. Interaksi sosial ini dapat mengungkapkan perasaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dipilih umat manusia dalam berkomunikasi dibanding berbahasa non lisan. Hal ini

BAB I PENDAHULUAN. dipilih umat manusia dalam berkomunikasi dibanding berbahasa non lisan. Hal ini BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berbahasa adalah suatu hal yang amat lazim diperankan di dalam setiap aspek kehidupan manusia. Tak dapat dipungkiri, kegiatan berbahasa lisan hingga kini masih dipilih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan bermasyarakat manusia membutuhkan alat. komunikasi untuk berinteraksi dengan lingkungan sekitarnya.

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan bermasyarakat manusia membutuhkan alat. komunikasi untuk berinteraksi dengan lingkungan sekitarnya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Dalam kehidupan bermasyarakat manusia membutuhkan alat komunikasi untuk berinteraksi dengan lingkungan sekitarnya. Dalam berkomunikasi diperlukan adanya sarana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bahasa mempunyai kaidah-kaidah ataupun aturan-aturan masing-masing yang baik dan

BAB I PENDAHULUAN. bahasa mempunyai kaidah-kaidah ataupun aturan-aturan masing-masing yang baik dan BAB I PENDAHULUAN.1 Latar Belakang Masalah Robert Sibarani (1997: 65) mengemukakan, bahwa bahasa merupakan suatu sistem lambang bunyi ujaran yang digunakan oleh masyarakat sebagai alat komunikasi. Setiap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa yang dipakai oleh suatu masyarakat akan selalu berkembang sejalan

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa yang dipakai oleh suatu masyarakat akan selalu berkembang sejalan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa yang dipakai oleh suatu masyarakat akan selalu berkembang sejalan dengan perkembangan kebudayaan dan peradaban bangsa yang memakai dan memiliki bahasa tersebut.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sendiri-sendiri. Keunikkan bahasa dalam pemakaiannya bebas dan tidak terikat.

BAB I PENDAHULUAN. sendiri-sendiri. Keunikkan bahasa dalam pemakaiannya bebas dan tidak terikat. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bahasa memiliki keanekaragaman yang unik dan memiliki karakteristik sendiri-sendiri. Keunikkan bahasa dalam pemakaiannya bebas dan tidak terikat. Pada dasarnya bahasa

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Adapun Penelitian tentang makna kata dalam Al-Qur an sudah pernah diteliti

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Adapun Penelitian tentang makna kata dalam Al-Qur an sudah pernah diteliti BAB II TINJAUAN PUSTAKA Adapun Penelitian tentang makna kata dalam Al-Qur an sudah pernah diteliti oleh peneliti- peneliti sebelumnya antara lain tentang analisis makna kata Ruh oleh Uswatun Hasanah (990704023),

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. alam pikiran sehingga terwujud suatu aktivitas. dalam pikiran pendengar atau pembaca.

BAB I PENDAHULUAN. alam pikiran sehingga terwujud suatu aktivitas. dalam pikiran pendengar atau pembaca. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa merupakan alat untuk berkomunikasi sehari-hari oleh para penuturnya. Bahasa merupakan sesuatu yang sangat penting dalam proses berpikir maupun dalam kegiatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Setiap bahasa memiliki sistem fonologi dan tata bahasanya sendiri, yang membedakannya dari bahasa lain. Oleh karena itu, masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. Setiap bahasa memiliki sistem fonologi dan tata bahasanya sendiri, yang membedakannya dari bahasa lain. Oleh karena itu, masyarakat 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap bahasa memiliki sistem fonologi dan tata bahasanya sendiri, yang membedakannya dari bahasa lain. Oleh karena itu, masyarakat pemakai bahasa membutuhkan satu

Lebih terperinci

TATARAN LINGUISTIK (4) : SEMANTIK. meskipun sifat kehadirannya pada tiap tataran itu tidak sama.

TATARAN LINGUISTIK (4) : SEMANTIK. meskipun sifat kehadirannya pada tiap tataran itu tidak sama. Nama : Setyaningyan NIM : 1402408232 BAB 7 TATARAN LINGUISTIK (4) : SEMANTIK Makna bahasa juga merupakan satu tataran linguistik. Semantik, dengan objeknya yakni makna, berada di seluruh atau di semua

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Dalam kehidupan bermasyarakat, manusia tidak terlepas dengan

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Dalam kehidupan bermasyarakat, manusia tidak terlepas dengan BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Dalam kehidupan bermasyarakat, manusia tidak terlepas dengan manusia yang lain. Ia selalu berhubungan dengan orang lain dalam memenuhi kebutuhannya. Hubungan ini dapat

Lebih terperinci

Materi Bahan Ajar Semantik "Konsep Umum Makna" Kelas PB 2010 Nama Kelompok: 1. M. Miftakhul Bashori ( ) 2. Rizki Amaliah ( )

Materi Bahan Ajar Semantik Konsep Umum Makna Kelas PB 2010 Nama Kelompok: 1. M. Miftakhul Bashori ( ) 2. Rizki Amaliah ( ) Materi Bahan Ajar Semantik "Konsep Umum Makna" Kelas PB 2010 Nama Kelompok: 1. M. Miftakhul Bashori (102074958) 2. Rizki Amaliah (102074213) 3. Arum Lestari (102074228) 4. Inta Mustika C. (102074229) UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dita Marisa, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dita Marisa, 2013 BAB I PENDAHULUAN Dalam bagian ini akan diuraikan, latar belakang penelitian, masalah penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan struktur organisasi penulisan. Adapun uraiannya sebagai berikut.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Retno Eko Wulandari, 2013

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Retno Eko Wulandari, 2013 BAB I PENDAHULUAN Pada bab I akan dipaparkan latar belakang, masalah penelitian yang meliputi identifikasi masalah, pembatasan masalah, dan perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian yang

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. selalu berkaitan dengan menggunakan referensi yang berhubungan, sehingga

BAB II KAJIAN PUSTAKA. selalu berkaitan dengan menggunakan referensi yang berhubungan, sehingga BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kepustakaan Yang Relevan Penulisan suatu karya ilmiah merupakan suatu rangkaian yang semuanya selalu berkaitan dengan menggunakan referensi yang berhubungan, sehingga penulis

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kata, baik berbentuk gramatikal maupun leksikal. Bahasa yang digunakan seharihari

BAB 1 PENDAHULUAN. kata, baik berbentuk gramatikal maupun leksikal. Bahasa yang digunakan seharihari BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam kosakata bahasa Indonesia tidak terlepas dari proses pembentukan kata, baik berbentuk gramatikal maupun leksikal. Bahasa yang digunakan seharihari di masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Banyak ahli yang berpendapat mengenai makna kata. Soedjito (1990: 51)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Banyak ahli yang berpendapat mengenai makna kata. Soedjito (1990: 51) 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Banyak ahli yang berpendapat mengenai makna kata. Soedjito (1990: 51) dalam bukunya yang berjudul Kosa Kata Bahasa Indonesia menyebutkan bahwa makna kata ialah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. atau label terhadap benda atau peristiwa yang ada di sekelilingnya karena terlalu

BAB I PENDAHULUAN. atau label terhadap benda atau peristiwa yang ada di sekelilingnya karena terlalu 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan sering sekali manusia termasuk kita sukar memberi nama atau label terhadap benda atau peristiwa yang ada di sekelilingnya karena terlalu banyak

Lebih terperinci

BAHASA INDONESIA KARAKTERISTIK BAHASA INDONESIA. Drs. SUMARDI, M. Pd. Modul ke: Fakultas EKONOMI DAN BISNIS

BAHASA INDONESIA KARAKTERISTIK BAHASA INDONESIA. Drs. SUMARDI, M. Pd. Modul ke: Fakultas EKONOMI DAN BISNIS BAHASA INDONESIA Modul ke: KARAKTERISTIK BAHASA INDONESIA Fakultas EKONOMI DAN BISNIS Drs. SUMARDI, M. Pd Program Studi MANAJEMEN www.mercubuana.ac.id A. Pengertian Bahasa 1. Bloch & Trager Bahasa adalah

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. masyarakat untuk tujuan komunikasi (Sudaryat, 2009: 2). Dalam kehidupan

BAB II LANDASAN TEORI. masyarakat untuk tujuan komunikasi (Sudaryat, 2009: 2). Dalam kehidupan 9 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Makna Bahasa ialah sebuah sistem lambang bunyi yang arbitrer yang digunakan oleh masyarakat untuk tujuan komunikasi (Sudaryat, 2009: 2). Dalam kehidupan sehari-hari manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. peristiwa berkomunikasi. Di dalam berkomunikasi dan berinteraksi, manusia

BAB I PENDAHULUAN. peristiwa berkomunikasi. Di dalam berkomunikasi dan berinteraksi, manusia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam kehidupan sehari-hari manusia hampir tidak dapat terlepas dari peristiwa berkomunikasi. Di dalam berkomunikasi dan berinteraksi, manusia memerlukan sarana untuk

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. manusia atau kelompok (Kridalaksana, 2001:1993). Makna kata merupakan bidang

BAB II KAJIAN TEORI. manusia atau kelompok (Kridalaksana, 2001:1993). Makna kata merupakan bidang BAB II KAJIAN TEORI A. Semantik Semantik adalah bagian dari struktur bahasa yang berhubungan dengan makna ungkapan dan dengan struktur makna suatu wicara. Makna adalah maksud pembicaraan, pengaruh satuan

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. yang ada di luar bahasa yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. yang ada di luar bahasa yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Konsep adalah gambaran mental dari suatu objek, proses, atau apapun yang ada di luar bahasa yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa adalah suatu sistem yang dibutuhkan bagi manusia untuk dapat saling berkomunikasi satu sama lain. Bahasa menyampaikan pesan, konsep, ide, perasaan atau pemikiran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tanpa bahasa manusia tidak dapat saling berinteraksi baik antar individu maupun

BAB I PENDAHULUAN. Tanpa bahasa manusia tidak dapat saling berinteraksi baik antar individu maupun BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa merupakan unsur yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Tanpa bahasa manusia tidak dapat saling berinteraksi baik antar individu maupun kelompok. Bahasa

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Kata dan Frasa Bahasa Asing dalam Iklan Elektronik pada Surat Kabar Suara

BAB II LANDASAN TEORI. Kata dan Frasa Bahasa Asing dalam Iklan Elektronik pada Surat Kabar Suara BAB II LANDASAN TEORI A. Penelitian Sejenis yang Relevan Untuk membedakan penelitian yang berjudul Analisis Komponen Makna Kata dan Frasa Bahasa Asing dalam Iklan Elektronik pada Surat Kabar Suara Merdeka

Lebih terperinci

SEMANTIK BAHASA INDONESIA. Astri Widyaruli Anggraeni, S.S., M.A

SEMANTIK BAHASA INDONESIA. Astri Widyaruli Anggraeni, S.S., M.A diktat kuliah SEMANTIK BAHASA INDONESIA Khusus Mahasiswa Program Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia, dan Bahasa Daerah FKIP Universitas Muhammadiyah Jember FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menyampaikan pesan, konsep, ide, atau pemikiran. Oleh karena itu, bahasa

BAB I PENDAHULUAN. menyampaikan pesan, konsep, ide, atau pemikiran. Oleh karena itu, bahasa BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Bahasa memiliki fungsi yang penting bagi manusia. Menurut Chaer (1994: 45), fungsi bahasa adalah sebagai alat komunikasi bagi manusia, menyampaikan pesan, konsep, ide,

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN TEORI

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN TEORI BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN TEORI 2.1 Kajian Pustaka Kajian pustaka memuat uraian sistematis tentang teori-teori dasar dan konsep atau hasil-hasil penelitian yang ditemukan oleh peneliti terdahulu

Lebih terperinci

ANALISIS MAKNA DALAM KATA MUTIARA PADA ACARA TELEVISI HITAM PUTIH DI TRANS7 BULAN AGUSTUS 2011: TINJAUAN SEMANTIK NASKAH PUBLIKASI

ANALISIS MAKNA DALAM KATA MUTIARA PADA ACARA TELEVISI HITAM PUTIH DI TRANS7 BULAN AGUSTUS 2011: TINJAUAN SEMANTIK NASKAH PUBLIKASI ANALISIS MAKNA DALAM KATA MUTIARA PADA ACARA TELEVISI HITAM PUTIH DI TRANS7 BULAN AGUSTUS 2011: TINJAUAN SEMANTIK NASKAH PUBLIKASI NOVIA ESTI NINGSIH A 310 070 021 FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

Lebih terperinci

PEMBELAJARANKOSAKATA Oleh: (Khairil Usman, S.Pd., M.Pd.)

PEMBELAJARANKOSAKATA Oleh: (Khairil Usman, S.Pd., M.Pd.) A. Pengertian Kosakata PEMBELAJARANKOSAKATA Oleh: (Khairil Usman, S.Pd., M.Pd.) Guru Bahasa Indonesia SMAN 3 Parepare Kosakata menurut Kridalaksana (1993: 122) sama dengan leksikon. Leksikon adalah (1)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa merupakan objek dari linguistik, karena linguistik merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa merupakan objek dari linguistik, karena linguistik merupakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bahasa merupakan objek dari linguistik, karena linguistik merupakan cabang ilmu yang mempelajari tentang bahasa. Bahasa adalah suatu sistem simbol bunyi yang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Nani Astuti, 2013

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Nani Astuti, 2013 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Bahasa dan masyarakat merupakan dua unsur yang tidak dapat dipisahkan. Bahasa akan selalu berhubungan dengan masyarakat penutur begitu pula sebaliknya, masyarakat

Lebih terperinci

KAJIAN SEMANTIK NAMA JAJANAN PASAR DI WILAYAH PURWOKERTO

KAJIAN SEMANTIK NAMA JAJANAN PASAR DI WILAYAH PURWOKERTO KAJIAN SEMANTIK NAMA JAJANAN PASAR DI WILAYAH PURWOKERTO SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan oleh NABILLAH SEAN FIA 1301040035 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA

Lebih terperinci

BENTUK DAN MAKNA NAMA-NAMA KAMPUNG DI KECAMATAN KOTAGEDE

BENTUK DAN MAKNA NAMA-NAMA KAMPUNG DI KECAMATAN KOTAGEDE BENTUK DAN MAKNA NAMA-NAMA KAMPUNG DI KECAMATAN KOTAGEDE SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan guna Memperoleh Gelar Sarjana

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. onoma yang berarti nama dan syn yang berarti dengan. Secara harfiah sinonim

BAB II KAJIAN PUSTAKA. onoma yang berarti nama dan syn yang berarti dengan. Secara harfiah sinonim BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Hakikat Sinonim Secara etimologi kata sinonim berasal dari bahasa Yunani kuno, yaitu onoma yang berarti nama dan syn yang berarti dengan. Secara harfiah sinonim berarti nama lain

Lebih terperinci

BAB VII TATARAN LINGUISTIK(4) SEMANTIK

BAB VII TATARAN LINGUISTIK(4) SEMANTIK Nama : Hasan Triyakfi NIM : 1402408287 BAB VII TATARAN LINGUISTIK(4) SEMANTIK Dalam berbagai kepustakaan linguistik disebutkan bidang studi linguistik yang objek penelitiannya makna bahasa juga merupakan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 10 BAB II LANDASAN TEORI A. Penelitian Sejenis Penelitian dengan judul Kajian Semantik pada Slogan Iklan Rokok di Televisi Nasional pernah dilakukan oleh Diana Susiana (2012). Penelitian yang dilakukan

Lebih terperinci

BAB II TEORI SEMANTIK

BAB II TEORI SEMANTIK BAB II TEORI SEMANTIK A. Pengertian dan Perkembangan Sejarah Semantik Kata semantik, sebenarnya merupakan istilah teknis yang mengacu pada studi tentang makna. 1 Makna yang dimaksud disini adalah makna

Lebih terperinci

M.K SEMANTIK Pertemuan Ke-4 RAGAM MAKNA

M.K SEMANTIK Pertemuan Ke-4 RAGAM MAKNA M.K SEMANTIK Pertemuan Ke-4 RAGAM MAKNA Ragam Makna/Jenis Makna Berdasarkan jenis semantiknya Makna leksikal Makna gramatikal Berdasarkan ada tidaknya referen suatu kata Makna referensial Makna nonreferensial

Lebih terperinci

BBM 8 Unsur Semantik dan Jenis Makna

BBM 8 Unsur Semantik dan Jenis Makna BBM 8 Unsur Semantik dan Jenis Makna Dra. Novi Resmini, M.Pd. Pendahuluan Semantik adalah cabang linguistik yang meneliti arti atau makna. Semantik sebagai cabang ilmu bahasa mempunyai kedudukan yang sama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. fonologi, morfologi, sintaksis, dan leksikal. Penggunaan kata-kata dalam

BAB I PENDAHULUAN. fonologi, morfologi, sintaksis, dan leksikal. Penggunaan kata-kata dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam berbahasa, kita sebagai pengguna bahasa tidak terlepas dari kajian fonologi, morfologi, sintaksis, dan leksikal. Penggunaan kata-kata dalam berbahasa adalah sesuatu

Lebih terperinci

KATA BESAR: BENTUK, PERILAKU, DAN MAKNA. Disusun Oleh: SHAFIRA RAMADHANI FAKULTAS ILMU BUDAYA, UNIVERSITAS DIPONEGORO, SEMARANG,50257

KATA BESAR: BENTUK, PERILAKU, DAN MAKNA. Disusun Oleh: SHAFIRA RAMADHANI FAKULTAS ILMU BUDAYA, UNIVERSITAS DIPONEGORO, SEMARANG,50257 KATA BESAR: BENTUK, PERILAKU, DAN MAKNA Disusun Oleh: SHAFIRA RAMADHANI - 13010113140096 FAKULTAS ILMU BUDAYA, UNIVERSITAS DIPONEGORO, SEMARANG,50257 1. INTISARI Semiotika merupakan teori tentang sistem

Lebih terperinci

Hiponim Hipernim Superordinat Subordinat Kohiponim

Hiponim Hipernim Superordinat Subordinat Kohiponim HIPONIMI Hiponim Hipernim Superordinat Subordinat Kohiponim Onoma=nama Hypo=di bawah Nama yang termasuk di bawah nama lain Hiponimi Hubungan antara makna spesifik dengan makna generik, antara yang lebih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bahasa sebagai alat untuk menyampaikan sesuatu yang terlintas di dalam hati

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bahasa sebagai alat untuk menyampaikan sesuatu yang terlintas di dalam hati 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa sebagai alat untuk menyampaikan sesuatu yang terlintas di dalam hati maupun yang dipikirkan. Selain itu, bahasa juga sebagai alat untuk berinteraksi

Lebih terperinci

Bab 2. Landasan Teori. mengemukakan bahwa yang dimaksud dengan semantik adalah sebagai berikut:

Bab 2. Landasan Teori. mengemukakan bahwa yang dimaksud dengan semantik adalah sebagai berikut: Bab 2 Landasan Teori Pada bab ini saya akan memperkenalkan teori-teori yang akan digunakan untuk menganalisis bab 3. 2.1 Semantik 意味論 Dalam menganalisis lagu, tidak dapat terlepas dari semantik. Keraf

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Begitu pula melalui bahasa, menurut Poerwadarmita (1985; 5), bahasa adalah alat

BAB I PENDAHULUAN. Begitu pula melalui bahasa, menurut Poerwadarmita (1985; 5), bahasa adalah alat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penggunaan bahasa oleh manusia merupakan salah satu kelebihan manusia dari pada makhluk lainnya di muka bumi ini. Semua orang menyadari betapa pentingnya peranan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tidak dapat hidup bermasyarakat. Dengan bahasa orang dapat. lambang bunyi, suara yang dihasilkan oleh alat ucap manusia (Keraf,

BAB I PENDAHULUAN. tidak dapat hidup bermasyarakat. Dengan bahasa orang dapat. lambang bunyi, suara yang dihasilkan oleh alat ucap manusia (Keraf, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan sehari-hari orang tidak dapat lepas dari pemakaian bahasa, apalagi dalam kehidupan masyarakat. Peranan bahasa dalam hidup bermasyarakat sangat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Semua benda, wilayah atau daerah yang ada di sekeliling kita pasti memiliki

BAB I PENDAHULUAN. Semua benda, wilayah atau daerah yang ada di sekeliling kita pasti memiliki BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Semua benda, wilayah atau daerah yang ada di sekeliling kita pasti memiliki nama, baik benda mati, benda hidup, tempat, atau nama daerah tempat tinggal kita.

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Metode dan Desain Penelitian 3.1.1 Metode Penelitian Metode adalah suatu prosedur atau cara untuk mengetahui sesuatu dan memiliki langkah-langkah sistematis. Menurut Parson

Lebih terperinci

VARIASI MAKNA PLESETAN PADA BUKU REPUBLIK PLESETAN KARYA KELIK SUMARYOTO. Naskah Publikasi. Untuk memenuhi sebagian persyaratan

VARIASI MAKNA PLESETAN PADA BUKU REPUBLIK PLESETAN KARYA KELIK SUMARYOTO. Naskah Publikasi. Untuk memenuhi sebagian persyaratan VARIASI MAKNA PLESETAN PADA BUKU REPUBLIK PLESETAN KARYA KELIK SUMARYOTO Naskah Publikasi Untuk memenuhi sebagian persyaratan Guna mencapai derajat Sarjana S-1 Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia dan Daerah

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. dilakukan oleh Dwikustanti (2010) yang berjudul Sarkasme pada Wacana Spanduk

BAB II LANDASAN TEORI. dilakukan oleh Dwikustanti (2010) yang berjudul Sarkasme pada Wacana Spanduk 6 BAB II LANDASAN TEORI A. Penelitian Sejenis yang Relevan Penelitian yang relevan dengan penelitian ini digunakan bagi penulis untuk memberikan referensi atau acuan, untuk membedakan antara penelitian

Lebih terperinci

JENIS MAKNA DAN PERUBAHAN MAKNA

JENIS MAKNA DAN PERUBAHAN MAKNA JENIS MAKNA DAN PERUBAHAN MAKNA Oleh: Muzaiyanah *) Abstract: Meaning is an integral part of the semantics and always sticks of what we Tell the. Meaning, a form of language that should be analyzed within

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Setiap masyarakat pemakai bahasa memiliki kesepakatan bersama mengenai

BAB I PENDAHULUAN. Setiap masyarakat pemakai bahasa memiliki kesepakatan bersama mengenai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap masyarakat pemakai bahasa memiliki kesepakatan bersama mengenai bahasa yang dituturkannya. Namun, seiring dengan berjalannya waktu kesepakatan itu pun

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Silfi Pitriyanti, 2014 Penggunaan Abreviasi Pada Ranah Kesehatan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Silfi Pitriyanti, 2014 Penggunaan Abreviasi Pada Ranah Kesehatan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Berbahasa merupakan salah satu kegiatan sehari-hari manusia dalam berkomunikasi, yang artinya dengan berbahasalah manusia saling berkomunikasi dan berinteraksi

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. untuk memahami hal-hal lain. Jadi, konsep dari penelitian ini adalah:

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. untuk memahami hal-hal lain. Jadi, konsep dari penelitian ini adalah: BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Menurut KBBI (2003: 588) konsep adalah gambaran mental dari suatu objek, proses, atau apa pun yang ada di luar bahasa yang digunakan oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dua macam, yaitu sarana komunikasi yang berupa bahasa lisan dan sarana

BAB I PENDAHULUAN. dua macam, yaitu sarana komunikasi yang berupa bahasa lisan dan sarana 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa merupakan alat komunikasi yang selalu digunakan oleh manusia untuk berinteraksi dengan orang lain. Sebagai alat komunikasi verbal bahasa merupakan suatu

Lebih terperinci

fonologi morfologi linguistik sintaksis semantik

fonologi morfologi linguistik sintaksis semantik Linguistik Terapan Objek kajian linguistik terapan tidak lain adalah, yakni manusia yang berfungsi sebagai sistem komunikasi yang menggunakan ujaran sebagai medianya; keseharian manusia, yang dipakai sehari-hari

Lebih terperinci

Modul ke: BAHASA INDONESIA. Pilihan Kata (Diksi) Sri Rahayu Handayani, SPd. MM. 11Fakultas Ekonomi dan Bisnis. Program Studi Akuntansi

Modul ke: BAHASA INDONESIA. Pilihan Kata (Diksi) Sri Rahayu Handayani, SPd. MM. 11Fakultas Ekonomi dan Bisnis. Program Studi Akuntansi Modul ke: 11Fakultas Ekonomi dan Bisnis BAHASA INDONESIA Pilihan Kata (Diksi) Sri Rahayu Handayani, SPd. MM Program Studi Akuntansi Pilihan Kata (Diksi) Pilihan kata atau Diksi adalah pemilihan kata-kata

Lebih terperinci

Bab 2. Landasan Teori. Dalam bab dua ini penulis akan membahas tentang teori-teori yang akan digunakan

Bab 2. Landasan Teori. Dalam bab dua ini penulis akan membahas tentang teori-teori yang akan digunakan Bab 2 Landasan Teori Dalam bab dua ini penulis akan membahas tentang teori-teori yang akan digunakan dalam penelitian kali ini. Teori tersebut mencangkup teori semantik dan teori pengkajian puisi. Teori

Lebih terperinci

KELOMPOK 1 Teknik Mesin UB DIKSI DAN KATA BAKU. Makalah Bahasa Indonesia

KELOMPOK 1 Teknik Mesin UB DIKSI DAN KATA BAKU. Makalah Bahasa Indonesia KELOMPOK 1 Teknik Mesin UB DIKSI DAN KATA BAKU Makalah Bahasa Indonesia KATA PENGANTAR Syukur alhamdulilah kami ucapkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat yang telah di limpahkannya. Sehingga penyusunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan dalam segala kegiatan seperti pendidikan, keagamaan, perdagangan

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan dalam segala kegiatan seperti pendidikan, keagamaan, perdagangan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagai alat interaksi sosial peranan bahasa besar sekali. Hampir tidak ada kegiatan manusia yang berlangsung tanpa kehadiran bahasa. Bahasa muncul dan diperlukan dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Berbeda dengan sintaksis yang mempelajari bagaimana satuan bahasa terbentuk,

BAB I PENDAHULUAN. Berbeda dengan sintaksis yang mempelajari bagaimana satuan bahasa terbentuk, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam mempelajari bahasa Inggris terutama yang berkenaan dengan makna yang terkandung dalam setiap unsur suatu bahasa, semantik merupakan ilmu yang menjadi pengukur

Lebih terperinci

MAKNA LEKSEM DALAM ISTILAH PERKAWINAN BUDAYA GAYO. Harfiandi dan Rismawati STKIP Bina Bangsa Getsempena

MAKNA LEKSEM DALAM ISTILAH PERKAWINAN BUDAYA GAYO. Harfiandi dan Rismawati STKIP Bina Bangsa Getsempena MAKNA LEKSEM DALAM ISTILAH PERKAWINAN BUDAYA GAYO Harfiandi dan Rismawati STKIP Bina Bangsa Getsempena Email : harfiandi@stkipgetsempena.ac.id Abstrak Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan tentang makna

Lebih terperinci

Makna dan Semantik. Modul 1 PENDAHULUAN

Makna dan Semantik. Modul 1 PENDAHULUAN Modul 1 Makna dan Semantik Abdul Chaer Liliana Muliastuti D PENDAHULUAN alam kehidupan kita sehari-hari kita sering mendengar dan juga menggunakan kata makna, (yang lazim disinonimkan dengan kata arti)

Lebih terperinci

PENGGUNAAN DEIKSIS DALAM BAHASA INDONESIA

PENGGUNAAN DEIKSIS DALAM BAHASA INDONESIA PENGGUNAAN DEIKSIS DALAM BAHASA INDONESIA Roely Ardiansyah Fakultas Bahasa dan Sains, Universitas Wijaya Kusuma Surabaya Abstrak Deiksis dalam bahasa Indonesia merupakan cermin dari perilaku seseorang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Bahasa adalah suatu alat komunikasi pada manusia untuk menyatakan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Bahasa adalah suatu alat komunikasi pada manusia untuk menyatakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa adalah suatu alat komunikasi pada manusia untuk menyatakan tanggapannya terhadap alam sekitar atau peristiwa-peristiwa yang dialami secara individual atau secara

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. selalu berkaitan dengan menggunakan referensi yang berhubungan, sehingga

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. selalu berkaitan dengan menggunakan referensi yang berhubungan, sehingga 2.1 Kepustakaan yang Relevan BAB II TINJAUAN PUSTAKA Penulisan suatu karya ilmiah merupakan suatu rangkaian yang semuanya selalu berkaitan dengan menggunakan referensi yang berhubungan, sehingga penulis

Lebih terperinci