BAB I PENGANTAR. A. Latar Belakang. Masa pra-dewasa merupakan periode penting untuk merencanakan dan
|
|
- Verawati Kusumo
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BAB I PENGANTAR A. Latar Belakang Masa pra-dewasa merupakan periode penting untuk merencanakan dan menentukan masa depan seseorang (Code & Bernes, 2006; Germeijs & De Boeck, 2002; Santrock, 2011; Tien, 2001). Individu pra-dewasa masih dalam tahap pencarian identitas melalui proses menjajaki dan mempersiapkan diri untuk mampu menetapkan berbagai keputusan penting dan jangka panjang dalam kehidupan (Tien, 2001). Masa Pra-dewasa merupakan waktu terbaik bagi individu untuk menjajaki dan menetapkan karir yang akan dituju (Code & Bernes, 2006). Menurut Collin & Young (2000) karir adalah posisi pekerjaan yang dimiliki oleh individu. Karir yang dipilih memiliki peranan jangka panjang yang sangat besar dalam kehidupan individu, seperti berperan menentukan kemampuan finansial, pergaulan, dan gaya hidup Santrock (2011). Menurut Collin & Young (2000) karir didefinisikan dengan sangat beragam dalam konteks masyarakat modern saat ini. Karir dapat merujuk pada pekerjaan jangka panjang yakni situasi kerja yang dialami secara terus-menerus oleh seseorang dalam kurun waktu yang panjang (Arthur, Khapova, & Wilderom, 2005). Menurut Collin & Young (2000) pada dunia modern saat ini berganti pekerjaan menjadi hal yang lazim dilakukan sehingga seseorang dapat berganti karir beberapa kali dalam hidupnya dan karir tidak lagi hanya terbatas pada pekerjaan yang dilakukan seseroang sepanjang hayat. Istilah karir, pekerjaan, atau vokasi dapat digunakan untuk merujuk pada suatu pekerjaan yang menjadi
2 bagian dari identitas diri, direncanakan sebagai masa depan, dan bernilai bagi kehidupan seseorang. Perkembangan karir merupakan proses yang berlangsung sepanjang hayat individu, proses tersebut melibatkan perkembangan fisik, kognitif dan emosional individu (Bozgeyikli, Eroglu, & Hamurcu, 2009). Menurut Super (dalam Kazdin, 2000) perkembangan karir berlangsung sejak masa kanak-kanak hingga usia lanjut. Keputusan karir seseorang berkembang dalam lima tahapan dimulai dari tahap pertumbuhan (usia 0-14 tahun), tahap eksplorasi (usia tahun), tahap penetapan (usia tahun), dan berakhir pada tahap pemeliharaan (usia 45-65). Berdasarkan tahapan tersebut maka individu Pra-dewasa (18-25 tahun) telah berada pada tahapan yang disebut tahap eksplorasi karir menuju pada tahap penetapan karir. Menurut Super (dalam Kazdin, 2000) pada tahap eksplorasi individu pradewasa melewati tiga sub-tahap perkembangan karir. Sub-tahap pertama disebut sub-tahap tentatif (15-17 tahun) yang telah dimulai sejak masa remaja merupakan periode dimana individu mulai mengkristalisasi pilihan karir. Subtahap kedua disebut sub-tahap transisi (18-21 tahun) yang ditandai dengan pilihan karir yang mulai tertuju pada suatu bidang dan adanya upaya untuk memperoleh kesempatan berkarir di bidang tertentu. Sub-tahap ketiga merupakan masa percobaan awal yaitu ketika seseorang telah memiliki pekerjaan pertamanya dan mencoba pengalaman kerja sesungguhnya, individu pada masa ini masih belum menetapkan komitmen yang kuat terhadap pekerjaan yang dipilih. Individu yang telah berusia tahun telah dapat menentukan beberapa pilihan karir yang sesuai dengan potensi yang dimiliki (Talib & Aun, 2009). Masa
3 pra-dewasa merupakan periode perkembangan karir yang merupakan kesempatan yang luas bagi individu untuk menjajaki minat karir, mencari pengalaman kerja, menentukan pilihan karir yang spesifik. Proses tersebut pada akhirnya membantu individu untuk dapat memutuskan suatu keputusan karir bagi dirinya. Masa pra-dewasa ini juga merupakan kesempatan untuk mempersiapkan diri dan mempelajari berbagai keahlian yang dibutuhkan demi memperoleh karir yang diharapkan (Wade & Tavris, 2008). Sebagian individu mengalami kondisi yang berbeda dalam proses pengambilan keputusan karir. Temuan penelitian membuktikan bahwa tidak semua orang mampu menentukan pilihan karir (Patton & Creed, 2001; Tien, 2001; Vondracek, Hostetler, Schulenberg & Shimizu, 1999). Sebagian individu merasakan kesulitan dalam proses pengambilan keputusan karir sehingga permasalahan tersebut dirasa sulit untuk diatasi. Kesulitan menentukan pilihan karir menimbulkan rasa cemas berlebihan dalam menjalani proses eksplorasi karir, individu merasa terbebani dengan kegiatan eksplorasi karir, tidak percaya diri, tidak yakin dengan kemampuannya sendiri, merasa tidak mengetahui kemampuan diri, dan kekurangan informasi mengenai dunia kerja serta informasi tentang karir yang akan dituju (Talib & Aun, 2009). Kondisi ketidakmampuan untuk memutuskan karir yang akan dituju oleh individu disebut dengan kebimbangan karir (Germeijs & Boeck, 2002; Guay, Senecal, Guathier, & Fernet, 2003; Guay, Ratelle, Senecal, Larose, & Deschenes, 2006; Osipow, 1999; Vondracek, Hostetler, Schulenberg, & Shimizu, 1999). Kebimbangan karir rentan dirasakan oleh individu yang tengah berada pada masa peralihan (Hartung, Porfeli, & Vondracek, 2008). Pada mahasiswa strata-1 masa peralihan terjadi antara masa penyelesaian pendidikan menuju
4 masa percobaan melamar pekerjaan. Berdasarkan usianya mahasiswa strata-1 di Indonesia dapat dikategorikan sebagai individu pra-dewasa karena berusia antara tahun selama menempuh pendidikan Strata-1 (Wade & Tavris, 2008). Mahasiswa perlu mengeksplorasi minat pekerjaan dan menyusun perencanaan karir secara aktif karena diharapkan dapat segera memulai karir setelah menyelesaikan pendidikan (Talib & Aun, 2009). Penelitian menemukan bahwa sebagian individu tidak merasa terganggu dengan kebimbangan karir karena mampu menempatkan kebimbangan karir sebagai suatu kondisi yang wajar terjadi dan harus dilalui selama proses pengambilan keputusan karir (Osipow,1999; Creed, Patton, & Prideaux, 2006). Persoalan muncul apabila kebimbangan karir dibiarkan berlangsung lama maka sehingga menyebabkan ketidakjelasan keputusan karir dalam waktu lama karena tidak kunjung merasa cocok dengan peluang kerja yang ada (Tien, 2001). Hal ini akhirnya dapat mengakibatkan individu memilih karir yang tidak disukai dapat berdampak kurang baik bagi kehidupannya di masa depan (Creed dkk, 2006). Kebimbangan karir mengakibatkan kejenuhan dan penolakan dari dalam diri untuk menjalani proses pengambilan keputusan karir (Marcionetti, 2014; Tien, 2001). Kesulitan yang dirasakan oleh para lulusan universitas dalam memilih atau memperoleh pekerjaan merupakan indikasi adanya kebimbangan karir (Talib & Aun, 2009). Angka pengangguran yang tinggi merupakan indikator lemahnya perencanaan karir lulusan universitas (Greenbank, 2010; Talib & Aun, 2009). Angka pengangguran di Indonesia saat ini tergolong tinggi (Suryadarma, Suryahadi, & Sumarto, 2007). Berdasarkan Berita Resmi Statistik No. 38/05/Th. XVVI, tanggal 5 Mei 2014, berdasarkan data statistik Survey Angkatan Kerja
5 Nasional (Sakernas) tahun 2014 diketahui bahwa tingkat pengangguran terbuka di Indonesia mencapai 5,70 persen yakni lebih kurang sejumlah 7,15 juta jiwa. Pengangguran terbuka adalah orang yang sedang mencari pekerjaan, mempersiapkan usaha, merasa tidak mungkin mendapat pekerjaan, dan sudah punya pekerjaan tetapi belum dimulai ( 2014b). Berdasarkan data tersebut, sejumlah orang pengangguran terbuka adalah lulusan universitas, orang adalah lulusan diploma, dan angka pengangguran terbuka tertinggi adalah pada lulusan Sekolah Menengah Atas (SMA) yakni sejumlah orang. Adapun jumlah keseluruhan penduduk Indonesia berusia di atas 15 tahun yang telah bekerja pada tahun 2014 adalah 118,17 juta jiwa, namun hanya sebanyak 8,85 juta jiwa lulusan universitas yang tercatat telah memperoleh pekerjaan. Jumlah lulusan pendidikan Diploma yang telah memiliki pekerjaan tahun 2014 adalah 3,13 juta jiwa ( 2014a). Hasil survey tersebut memperlihatkan bahwa saat ini masih banyak lulusan universitas yang masih belum diserap oleh lapangan pekerjaan. Indikasi kebimbangan karir yang semakin luas dialami mahasiswa Strata-1 di Indonesia tidak hanya dapat diketahui melalui hasil survey seperti yang telah dikemukakan. Wawancara kepada mahasiswa strata-1 semester 6 (enam) jurusan Ilmu Keluarga dan Konsumen (IKK) Institut Pertanian Bogor pada tanggal 23 Oktober 2014 dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui kebimbangan karir yang dirasakan oleh mahasiswa Strata-1. Berdasarkan hasil wawancara Subyek 1 mengungkapkan pendapatnya tentang rencana karir setelah kelulusan sebagai berikut: Saya masih belum tahu mau kerja dimana, mungkin BKKBN atau di LSM yang di bidang KB. Tapi rata-rata lulusan sini kerjanya di Bank, saya gak mau kerja di bank. Saya kalau mau lanjut S2 nanti maunya di
6 jurusan lain. Sekarang saya belum ada rencana apa-apa cuma dijalani dulu....kalau orang tua memang sudah pernah menanyakan tentang kerjaan tapi saya masih belum tau mau jawab apa. Wawancara lainnya dilakukan pada Subyek 2 melalui pesan singkat Whatsapp kepada mahasiswa strata-1 yang masih berada pada semester 1 (satu) jurusan Psikologi Universitas Islam Indonesia Yogyakarta. Hasil wawancara mengungkapkan hal berikut: Saya ingin menjadi konsultan handal dan ingin menjadi Menteri perlindungan anak, karena menurut saya banyak anak Indonesia yang belum mendapat haknya secara utuh. Ya, karena ilmu saya masih seumur jagung jadi pemikirannya belum pasti, setiap mendapatkan ilmu baru pemikiran saya selalu berubah tentang ingin menjadi apa kelak. Berdasarkan kedua hasil wawancara tersebut dapat diketahui bahwa keduanya belum memiliki pilihan karir yang jelas dan pasti. Mahasiswa semester satu tersebut mengakui bahwa rencana karir dapat berubah-ubah seiring dengan peningkatan ilmu pengetahuan yang diperoleh walaupun sebelumnya dirinya telah memiliki aspirasi karir. Hal ini menunjukkan bahwa subjek masih mengalami kebimbangan karir. Mahasiswa semester 6 (enam) mengungkapkan bahwa ia mulai mempertimbangkan faktor ketersediaan lapangan kerja yang terbatas serta tren pekerjaan seperti apa yang diperoleh oleh para lulusan dari jurusannya yang umumnya tidak sesuai dengan bidang ilmu sebelumnya di program Strata-1. Subjek juga mengungkap adanya peningkatan keingintahuan dari orang tua mengenai rencana karir yang akan dituju oleh subjek setelah kelulusan, padahal subjek masih merasa kebingungan untuk mengejar karir atau melanjutkan kuliah ke jenjang magister pada jurusan yang berbeda. Temuan wawancara tersebut sesuai dengan pendapat Creed dkk (2006) bahwa kebimbangan karir yang dialami dapat disebabkan oleh faktor eksternal
7 maupun internal diri seseorang. Kebimbangan karir dapat muncul karena individu belum siap untuk mengambil keputusan atau karena ia sama sekali tidak memiliki kemampuan untuk menentukan keputusan dalam hal apapun (Patton & Creed, 2001; Guay dkk, 2003; Germeijs & Boeck, 2002). Kebimbangan karir juga dapat terjadi karena individu merasa memiliki kemampuan dalam segala bidang pekerjaan sehingga ia tidak dapat menentukan salah satu bidang yang ia minati untuk merintis karir (Vondracek dkk, 1999). Kebimbangan karir mungkin dapat terjadi karena pengaruh dari lingkungan seperti akibat rendahnya dukungan keluarga dan masyarakat terhadap karir yang dipilih oleh individu (Nota, Ferrari, Solberg, & Soresi, 2007). Ekspektasi yang tinggi dari orang tua dan masyarakat terhadap masa depan karir seseorang juga dapat menyebabkan seseorang mengalami kebimbangan karir (Ferry, 2006). Fenomena seperti ini kerap terjadi di tengah masyarakat seperti adanya anggapan masyarakat mengenai pekerjaan yang dinilai pantas dan tidak pantas bagi seorang sarjana. Terdapat banyak faktor yang mempengaruhi keputusan karir seseorang baik dari dalam maupun dari luar diri. Faktor dari dalam diri lebih mudah untuk dikendalikan daripada faktor dari luar diri (Mau, 2000). Kemampuan mengambil keputusan karir atas keinginan sendiri dan mengerahkan kemampuan untuk mencapainya menunjukkan otonomi yang tinggi dalam pengambilan keputusan karir (Creed dkk, 2006). Menurut Ryan & Deci (2006) otonomi merupakan kemampuan seseorang mengatur diri sendiri (self-governance). Otonomi yang tinggi tercermin dari tindakan otentik yaitu individu melakukan suatu tindakan atas keinginan sendiri secara sungguh-sungguh dan sepenuh hati (Deci & Ryan, 2000a). Individu yang otonom dapat meregulasi dirinya untuk menjalani apa yang
8 telah ia putuskan dengan sepenuh hati tanpa mengabaikan keterhubungan tindakannya dengan lingkungan sosial (Ryan & Deci, 2006; Deci & Ryan, 2000a). Otonomi dapat dibedakan berdasarkan gaya regulasi motivasi individu dalam melakukan suatu tindakan (Ryan, Chirkov, Kim, & Kaplan, 2003). Menurut Deci & Ryan (2000a) berdasarkan teori determinasi diri terdapat lima gaya regulasi motivasi yang dapat digunakan individu dalam melakukan suatu tindakan, antara lain adalah gaya regulasi eksternal, introjeksi, identifikasi, integrasi, dan interinsik. Gaya regulasi motivasi menentukan bagaimana seseorang mengatur pikiran, perasaan, dan perilakunya dalam setiap tindakannya. Setiap individu memiliki kecenderungan tertentu dalam merasakan setiap pengalaman yang dialami, sehingga interpretasi pengalaman tersebut mempengaruhi individu dalam meregulasi tindakannya (Deci & Ryan, 2000a). Kecenderungan tersebut disebut dengan orientasi kausalitas (Deci & Ryan, 1985) Menurut Deci & Ryan (1985) terdapat tiga orientasi penyebab yang membedakan perilaku individu. Individu yang cenderung berperilaku berdasarkan ketertarikan, karena suatu nilai yang diyakini dengan sungguh-sungguh, dan kemanfaatan tindakan bagi dirinya disebut dengan orang yang berorientasi otonomi. Individu yang tindakannya cenderung karena pertimbangan sosial atau karena adanya pengaruh dari luar dirinya, seperti adanya penghargaan atau hukuman, maka individu tersebut tergolong kepada orang yang berorientasi kontrol. Kelima gaya regulasi motivasi tersusun dalam suatu rentang yang disebut dengan kontinum regulasi motivasi atau kontinum otonomi relatif (Ryan & Deci, 2006).
9 Menurut Deci & Ryan (2000b) tindakan yang menggunakan gaya regulasi motivasi interinsik adalah bentuk perilaku yang dilatarbelakangi orientasi otonomi disebut dengan tindakan dengan determinasi diri. Terdapat pula tindakan yang berorientasi otonomi tetapi belum bersumber dari motivasi interinsik, yaitu tindakan yang bersumber dari regulasi motivasi integrasi dan regulasi motivasi teridentifikasi. Regulasi motivasi terintegrasi terwujud dalam perilaku dan nilai yang telah tersintesis ke dalam kehidupan sehari-hari dan terkoordinasi dengan setiap tindakannya. Adapun regulasi motivasi identifikasi digunakan oleh seseorang yang memilih tindakan karena dianggap sebagai pilihan terbaik atau karena tindakan tersebut dianggap lebih bermanfaat atau lebih penting bagi dirinya walaupun tidak sesuai dengan keinginannya. Tindakan yang berorientasi otonomi hanya dapat muncul apabila individu mempergunakan gaya regulasi interinsik, integrasi, atau identifikasi (Deci & Ryan, 2000a). Proses pengambilan keputusan karir yang didasari keinginan sendiri dan dijalani dengan sepenuh hati tersebut dapat menghindari munculnya kebimbangan karir. Individu yang berorientasi otonomi dalam pengambilan keputusan karir dapat dengan mudah menentukan pilihan karirnya sendiri tanpa terpengaruh oleh orang lain (Soenens & Vansteenkiste, 2009). Orientasi otonomi dalam pengambilan keputusan karir membantu individu merasa lebih yakin untuk menentukan pilihan karir sesuai dengan keinginannya sendiri tanpa terpengaruh oleh faktor dari luar diri sehingga mengurangi resiko munculnya kebimbangan karir (Guay, 2005). Menurut Guay dkk (2003) dalam pengambilan keputusan karir individu perlu merasa memiliki kompetensi untuk menyelesaikan tugas-tugas pemilihan karir. Teori determinasi diri menempatkan kompetensi sebagai konsep yang
10 semakna dengan efikasi diri yaitu suatu keyakinan yang dirasakan seseorang bahwa dirinya mampu melakukan suatu tindakan (Ryan & Deci, 2006; Deci & Ryan, 2000a). Efikasi diri didefinisikan sebagai keyakinan yang dirasakan seseorang atas kemampuan yang ia miliki untuk dapat melakukan suatu tindakan dan mencapai hasil tertentu (Bandura, 1986). Berdasarkan proposisi teori sosial kognitif dari Bandura, Hackett dan Betz pada tahun 1981 mengkonstruksikan efikasi diri dalam pengambilan keputusan dalam pengukuran psikologi vokasional tentang pemilihan karir pada subyek wanita (Miguel, Silva, & Prieto, 2013). Pengertian efikasi diri dalam pengambilan keputusan karir adalah keyakinan individu bahwa dirinya mampu menyelesaikan tugas-tugas dalam pemilihan karir dalam upaya memperoleh suatu keputusan karir (Flores, Ojede, Huang, Gee, & Lee, 2006). Menurut Osipow (1999) efikasi diri dalam pengambilan keputusan karir merupakan salah satu variabel kognitif yang penting untuk mengatasi kebimbangan karir. Konsep efikasi diri dalam pengambilan keputusan karir dari Hackett dan Betz merupakan konsep yang paling populer dalam pengukuran efikasi diri dalam keputusan karir dan paling banyak digunakan dalam penelitian hingga saat ini (Miguel, Silva, & Prieto, 2013). Menurut Flores dkk (2006) tingkat efikasi diri dalam pemilihan karir yang tinggi terbukti menurunkan kebimbangan karir karena dapat memperkuat keyakinan akan keputusan karir yang ditetapkan. Tingkat efikasi diri dalam pengambilan keputusan karir mempengaruhi bentuk perilaku eksplorasi karir, integrasi akademik, dan kematangan karir. Individu dapat lebih bersungguhsungguh dalam bertindak apabila memahami sasaran yang akan dicapai dan merasa mampu untuk mencapainya (Deci & Ryan, 2000a). Mahasiswa yang
11 merasakan efikasi diri yang tinggi serta berorientasi otonomi dalam menghadapi proses pengambilan keputusan karir akan lebih mudah menentukan karir. Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan diketahui bahwa otonomi dan efikasi diri yang dirasakan individu berperan dalam pengambilan keputusan karir. Individu yang memiliki otonomi dan efikasi diri akan lebih mudah mengatasi tugas-tugas pemilihan karir seperti mengukur kemampuan diri sendiri dan kesesuaian kemampuan dengan dunia kerja (Guay dkk, 2006). Kebimbangan karir merupakan kondisi dimana seseorang tidak mampu menentukan suatu pilihan karir. kebimbangan karir tersebut dapat dipengaruhi oleh otonomi yang dirasakan dalam pengambilan keputusan karir dan efikasi diri dalam pengambilan keputusan karir. Peneliti tertarik untuk menguji hubungan otonomi dan efikasi diri dalam pengambilan keputusan karir terhadap kebimbangan karir pada mahasiswa Strata-1. Peneliti juga ingin menguji hubungan antara gaya regulasi motivasi dalam pengambilan keputusan karir terhadap kebimbangan karir agar dapat mengetahui gaya regulasi motivasi apa yang paling mempengaruhi dalam pengambilan keputusan karir mahasiswa Strata-1. B. Rumusan Masalah Penelitian ini ingin menguji apakah terdapat hubungan antara otonomi dan efikasi diri dalam pengambilan keputusan karir terhadap kebimbangan karir pada Mahasiswa Strata-1? Apakah semakin tinggi efikasi diri dan otonomi diri dalam pengambilan keputusan karir maka kebimbangan karir pada Mahasiswa Strata-1 menjadi semakin rendah? Penelitian ini juga ingin menguji apakah terdapat hubungan antara gaya regulasi motivasi sebagai aspek dari otonomi dalam pengambilan keputusan karir terhadap kebimbangan karir?
12 C. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk menguji hubungan otonomi dan efikasi diri dalam pengambilan keputusan karir terhadap kebimbangan karir pada Mahasiswa Strata-1. Penelitian ini juga bertujuan untuk menguji hubungan antara gaya regulasi motivasi sebagai aspek otonomi dalam pengambilan keputusan karir apakah yang paling mempengaruhi kebimbangan karir yang dirasakan mahasiswa Strata-1 dalam pengambilan keputusan karir. D. Manfaat Penelitian Manfaat Teoritis Penelitian ini dapat memperkaya temuan empiris mengenai hubungan otonomi dan efikasi diri dalam pengambilan keputusan karir terhadap kebimbangan karir pada Mahasiswa Strata-1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangsih bagi perkembangan keilmuan psikologi terutama terhadap kaitannya dengan kebimbangan karir pada mahasiswa Strata Manfaat Praktis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi praktis berupa informasi dalam memahami hubungan antara otonomi dan efikasi diri dalam pengambilan keputusan karir terhadap kebimbangan karir. Penelitian ini dapat menjadi salah satu rujukan bagi semua pihak yang terlibat dalam proses pengambilan keputusan karir khususnya pada Mahasiswa Strata-1. E. Perbedaan dengan Penelitian Sebelumnya Perbedaan penelitian ini dengan penelitian mengenai kebimbangan karir yang telah ada adalah pada subjek penelitian yang diteliti. Penelitian yang telah ada umumnya dilakukan pada remaja berusia tahun yang masih
13 menempuh pendidikan Sekolah Menengah Atas (seperti pada: Ferry, 2006; Guay, 2005; Guay, Senecal, Guathier, & Fernet, 2003; Marcionetti, 2014; Nota, Ferrari, Solberg, & Soresi, 2007; Saka & Gati, 2007; Talib & Aun, 2009). Subjek penelitian ini adalah lulusan Strata-1 dengan usia tahun yang sedang memasuki masa Pra-dewasa. Perbedaan lain dari penelitian ini adalah karena meneliti kebimbangan karir yang dihubungkan dengan otonomi teori determinasi diri pada mahasiswa Indonesia. Penelitian tentang otonomi berdasarkan teori determinasi masih jarang dilakukan di Indonesia, padahal proposisi orientasi otonomi dan kontrol di dalam tindakan individu seperti yang dijelaskan dalam teori determinasi diri dapat menjelaskan motivasi bertindak individu yang dengan latar belakang budaya Indonesia lebih baik dibandingkan teori motivasi yang membedakan motivasi secara dikotomis. Menurut Deci & Ryan (2000a) teori determinasi diri tidak hanya membedakan motivasi berdasarkan jenisnya tetapi juga kualitas dan bentuknya, inilah alasan mengapa teori determinasi diri tidak mengklasifikasi jenis motivasi secara kaku tetapi menempatkannya sebagai kecenderungan yang dapat berubah di dalam diri seiring dengan pengalaman yang diperoleh seseorang. Perubahan tersebut dijelaskan dalam kontinum regulasi motivasi. Kontinum regulasi motivasi atau disebut juga kontinum otonomi sesuai untuk menjelaskan perilaku orang Indonesia dalam banyak aspek kehidupan, seperti untuk menjelaskan bagaimana orientasi otonomi individu dari masyarakat yang kolektif seperti Indonesia yang lebih mempertimbangkan orang lain bila dibandingkan dengan individu yang berbudaya individualistis. Penelitian ini dapat mengkonfirmasi pengaruh Indonesia terhadap otonomi mahasiswa Indonesia
14 dalam berbagai aspek kehidupannya, khususnya dalam menetapkan keputusan karir. Berdasarkan penjelasan yang telah dikemukakan di atas maka penelitian ini memiliki perbedaan dengan penelitian yang ada sebelumnya dalam segi subyek penelitian. Adapun subyek penelitian yang menggunakan mahasiswa Strata-1 yang merupakan individu yang dilatarbelakangi oleh budaya timur dan nilai-nilai bangsa indonesia yang kolektif. Perbedaan tersebut diharapkan dapat memberikan temuan yang dapat menerangkan hubungan otonomi dan efikasi diri dalam pengambilan keputusan karir terhadap kebimbangan karir pada individu dengan latar belakang budaya kolektif.
BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja adalah suatu masa bagi individu untuk mempersiapkan diri
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja adalah suatu masa bagi individu untuk mempersiapkan diri guna memasuki masa dewasa. Remaja memiliki tugas-tugas perkembangan, salah satu tugas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. tugas perkembangannya di periode tersebut maka ia akan bahagia, namun
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa transisi dari anak-anak menuju dewasa. Ada beberapa tugas perkembangan yang harus dilakukan seorang remaja. Menurut Havighurst (dalam
Lebih terperinciremaja memiliki kebutuhan-kebutuhan psikologis diantaranya adalah keinginan untuk studi serta mulai memikirkan masa depannya dengan lebih serius.
I. Pendahuluan Remaja memiliki tugas-tugas perkembangan yang mengarah pada persiapan memenuhi tuntutan dan peran sebagai orang dewasa (Santrock, 2002). Hurlock (2004) menyatakan bahwa remaja memiliki kebutuhan-kebutuhan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mutia Faulia, 2014
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja adalah masa transisi atau peralihan perkembangan dari masa anak-anak menuju masa dewasa. Remaja sebenarnya tidak mempunyai tempat yang jelas karena
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Berkenaan dengan tahap-tahap perkembangan, Papalia (Pinasti,2011,
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada masa ini peran, tugas, dan tanggung jawab mahasiswa bukan hanya sekedar untuk mencapai keberhasilan dalam bidang akademik saja, namun juga mahasiswa mampu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan tonggak pembangunan sebuah bangsa. Kemajuan. dan kemunduran suatu bangsa dapat diukur melalui pendidikan yang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan tonggak pembangunan sebuah bangsa. Kemajuan dan kemunduran suatu bangsa dapat diukur melalui pendidikan yang diselenggarakan di dalamnya.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dalam bidang perekonomian, perindustrian, dan pendidikan. yang diambil seseorang sangat erat kaitannya dengan pekerjaan nantinya.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini, pertumbuhan penduduk di Indonesia semakin bertambah, teknologi semakin canggih, serta ilmu pengetahuan semakin berkembang. Seiring dengan perkembangan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Karir merupakan bagian dari kehidupan setiap orang. Bahkan karir bagi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karir merupakan bagian dari kehidupan setiap orang. Bahkan karir bagi sebagian orang dianggap sebagai status yang dapat menghidupkan atau mematikan seseorang. Karir
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. perkembangan yang harus dilalui yang dimulai sejak lahir sampai meninggal.
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Dalam rentang kehidupan manusia, terdapat tahap-tahap perkembangan yang harus dilalui yang dimulai sejak lahir sampai meninggal. Masa remaja merupakan salah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karier adalah bagian hidup yang berpengaruh pada kebahagiaan hidup manusia secara keseluruhan. Oleh karenanya ketepatan memilih serta menentukan keputusan karier
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia mendominasi sekitar 41,8% dari total jumlah penduduk (bps.go.id, 2016).
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Populasi di Indonesia pada tahun 2010 mencapai angka lebih dari 237 juta jiwa dan 99,49 juta terdiri dari usia 15-19 tahun yang artinya penduduk usia remaja
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk hidup yang senantiasa berkembang dan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk hidup yang senantiasa berkembang dan mengalami perubahan-perubahan bertahap dalam hidupnya. Sepanjang rentang kehidupannya tersebut,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. usia 18 hingga 25 tahun (Santrock, 2010). Pada tahap perkembangan ini, individu
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seorang individu dapat dikatakan menginjak masa dewasa awal ketika mencapai usia 18 hingga 25 tahun (Santrock, 2010). Pada tahap perkembangan ini, individu mengalami
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Salah satu cara mencerdaskan kehidupan bangsa adalah dengan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Salah satu cara mencerdaskan kehidupan bangsa adalah dengan dilaksanakannya pendidikan formal. Dilihat berdasarkan prosesnya pendidikan formal dilakukan secara
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Elsa Sylvia Rosa, 2014
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Remaja, dalam hal ini pelajar dipandang sebagai generasi muda yang memegang peranan penting sebagai generasi penerus dalam pembangunan masyarakat, bangsa,
Lebih terperinciyang merupakan masa perkembangan transisi antara masa anak-anak dan masa dewasa yang mencakup perubahan biologis, kognitif dan sosio-emosional
yang merupakan masa perkembangan transisi antara masa anak-anak dan masa dewasa yang mencakup perubahan biologis, kognitif dan sosio-emosional (Santrock, 2007). Remaja memiliki tugas-tugas perkembangan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja adalah masa peralihan dari masa kanak-kanak
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja adalah masa peralihan dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa. Pada masa Remaja terkadang mereka masih belum memikirkan tentang masa depan mereka
Lebih terperinciBABI PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah
BABI PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Motivasi adalah perubahan energi dalam diri seseorang yang ditandai dengan munculnya "feeling" dan didahului dengan tanggapan terhadap adanya tujuan (Sardiman,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dewasa yang sehat, di mana pun dan kapan pun mereka berada. Karir dipandang
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Karir merupakan salah satu aspek terpenting dalam kehidupan manusia dewasa yang sehat, di mana pun dan kapan pun mereka berada. Karir dipandang sebagai
Lebih terperinci2015 PENGARUH SIKAP KEWIRAUSAHAAN DAN EFIKASI DIRI TERHADAP INTENSI BERWIRAUSAHA MAHASISWA
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Suatu negara akan berhasil dan mempunyai perekonomian yang baik apabila sebagian dari jumlah penduduknya menjadi seorang wirausaha serta didukung dengan sumber daya
Lebih terperincimengarah pada persiapan memenuhi tuntutan dan peran sebagai orang dewasa (Santrock, 2002). Hurlock (2004) berpendapat bahwa remaja memiliki kebutuhan
mengarah pada persiapan memenuhi tuntutan dan peran sebagai orang dewasa (Santrock, 2002). Hurlock (2004) berpendapat bahwa remaja memiliki kebutuhan -kebutuhan psikologis diantaranya adalah keinginan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. perkuliahan. Selama mengenyam pendidikan di perguruan tinggi, mahasiswa
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Jenjang perguruan tinggi merupakan salah satu gerbang menuju dunia kerja untuk para pelajar yang memutuskan melanjutkan pendidikan ke bangku perkuliahan. Selama
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Dalam dua dasawarsa terakhir ini, perubahan yang terjadi dalam berbagai
BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Masalah Dalam dua dasawarsa terakhir ini, perubahan yang terjadi dalam berbagai sektor kehidupan semakin pesat, sebagai dampak dari faktor kemajuan di bidang teknologi
Lebih terperincikarir dengan eksplorasi dan mencari informasi karir yang diminati serta mulai
2 Masa remaja merupakan masa bagi individu untuk mulai membuat rencana karir dengan eksplorasi dan mencari informasi karir yang diminati serta mulai membuat keputusan karir (Bardick, Bernes, Magnusson,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Siswa Sekolah Menengah Atas (SMA) termasuk individu-individu yang
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Siswa Sekolah Menengah Atas (SMA) termasuk individu-individu yang memasuki masa remaja madya yang berusia 15-18 tahun. Masa remaja merupakan suatu periode
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Muhibbu Abivian, 2013
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Kemajuan teknologi informasi dan komunikasi pada saat ini selain menimbulkan kemudahan dalam berinteraksi, juga berdampak pula terhadap perubahan perilaku
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Dalam proses pemenuhan tugas perkembangan tersebut, banyak remaja yang
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan salah satu fase perkembangan dari kehidupan individu. Pada fase ini terdapat sejumlah tugas perkembangan yang harus dilalui, untuk menjadi
Lebih terperinciPENERIMAAN DIRI PADA WANITA BEKERJA USIA DEWASA DINI DITINJAU DARI STATUS PERNIKAHAN
PENERIMAAN DIRI PADA WANITA BEKERJA USIA DEWASA DINI DITINJAU DARI STATUS PERNIKAHAN Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Memperoleh
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Peserta didik pada jenjang pendidikan menengah, yakni Sekolah Menengah Atas (SMA) dan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) berada dalam tahapan usia remaja, yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dapat diabaikan dalam kehidupan manusia. Namun demikian, orang tua masih
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah perilaku seksual pada remaja saat ini menjadi masalah yang tidak dapat diabaikan dalam kehidupan manusia. Namun demikian, orang tua masih menganggap tabu untuk
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka memasuki era globalisasi, remaja sebagai generasi penerus
BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Masalah Dalam rangka memasuki era globalisasi, remaja sebagai generasi penerus bangsa diharapkan dapat meneruskan pembangunan di Indonesia. Upaya yang dapat dilakukan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Karir berpengaruh pada kebahagiaan hidup manusia secara keseluruhan.
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karir berpengaruh pada kebahagiaan hidup manusia secara keseluruhan. Oleh karenanya ketepatan memilih serta menentukan keputusan karir menjadi titik penting
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia
BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Pengaruh merokok terhadap kesehatan telah terdokumentasi secara luas. Lebih dari 70.000 artikel ilmiah telah berhasil menunjukan hubungan tembakau dengan terjadinya
Lebih terperinciEFIKASI DIRI MAHASISWA YANG BEKERJA PADA SAAT PENYUSUNAN SKRIPSI SKRIPSI
EFIKASI DIRI MAHASISWA YANG BEKERJA PADA SAAT PENYUSUNAN SKRIPSI SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Memperoleh Derajat Sarjana
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Setiap hari, di seluruh dunia, jutaan orang harus bekerja atau sekolah.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap hari, di seluruh dunia, jutaan orang harus bekerja atau sekolah. Beberapa diantaranya mungkin merasa sangat bersemangat dengan pekerjaannya dan selalu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dapat menimbulkan banyak masalah bila manusia tidak mampu mengambil
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia mempunyai kebutuhan yang beragam. Adanya kebutuhan tersebut dapat menimbulkan banyak masalah bila manusia tidak mampu mengambil yang tepat sesuai dengan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. remaja adalah memilih dan menyiapkan lapangan pekerjaan, dimana minat
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ali dan Asrori (2004) mengemukakan bahwa salah satu tugas perkembangan remaja adalah memilih dan menyiapkan lapangan pekerjaan, dimana minat utamanya tertuju pada pemilihan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. tahun. Menurut Erickson masa remaja merupakan masa berkembangnya identity.
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Siswa SMA tergolong ke anak remaja yang memiliki rentang usia 15-18 tahun. Menurut Erickson masa remaja merupakan masa berkembangnya identity. Identitas diri ini mencakup
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sumber daya manusia yang bermutu tinggi karena maju mundurnya sebuah negara
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada era globalisasi yang semakin kompetitif seperti saat ini diperlukan sumber daya manusia yang bermutu tinggi karena maju mundurnya sebuah negara sangat bergantung
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan salah satu negara dengan jumlah penduduk terbanyak di
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara dengan jumlah penduduk terbanyak di dunia setelah china, India, dan Amerika Serikat. Saat ini Indonesia menempati posisi
Lebih terperinciPerkembangan Sepanjang Hayat
Modul ke: Perkembangan Sepanjang Hayat Memahami Masa Perkembangan Dewasa Awal dalam Aspek Psikososial Fakultas PSIKOLOGI Hanifah, M.Psi, Psikolog Program Studi Psikologi http://mercubuana.ac.id Masa Dewasa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kondisi perekonomian yang cukup sulit bagi sebagian lapisan masyarakat mendorong mahasiswa
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Fenomena kuliah sambil kerja banyak dijumpai di berbagai negara. Hal ini terjadi baik di negara berkembang maupun di negara maju yang telah mapan secara ekonomi.
Lebih terperinciBAB I PE DAHULUA. Siswa sebagai generasi penerus bangsa dituntut untuk bisa mandiri, dewasa, dan juga
BAB I PE DAHULUA 1.1. Latar Belakang Masalah Siswa sebagai generasi penerus bangsa dituntut untuk bisa mandiri, dewasa, dan juga berprestasi maka setiap siswa diharapkan untuk mempersiapkan diri agar dapat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Setiap orang ingin berhasil dalam hidupnya dan semua orang mempunyai
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Setiap orang ingin berhasil dalam hidupnya dan semua orang mempunyai harapan serta cita-cita sendiri yang ingin dicapai. Mencapai suatu cita-cita idealnya memerlukan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dengan menjadi mahasiswa di suatu perguruan tinggi.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesuksesan merupakan tujuan paling mendasar dalam kehidupan individu, dan untuk mencapai kesuksesan tersebut banyak hal yang harus dilakukan oleh individu, salah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Berakhirnya suatu pendidikan formal, diharapkan seseorang dapat
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berakhirnya suatu pendidikan formal, diharapkan seseorang dapat memasuki dunia kerja, demikian halnya dengan pendidikan di SMA. Kurikulum SMA dirancang untuk
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. manusia melalui kegiatan pembelajaran yang dilaksanakannya (www.ui.ac.id). Oleh
1 BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Masalah Universitas merupakan salah satu institusi yang mempersiapkan sumber daya manusia melalui kegiatan pembelajaran yang dilaksanakannya (www.ui.ac.id). Oleh
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. mempengaruhi perkembangan dan pertumbuhan ekonomi suatu bangsa. Artinya
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah kualitas tenaga kerja merupakan faktor utama yang mempengaruhi perkembangan dan pertumbuhan ekonomi suatu bangsa. Artinya bahwa kualitas sumber daya manusia
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. pendidikan menengah. Tujuan pendidikan perguruan tinggi ialah untuk
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Perguruan tinggi adalah jenjang pendidikan yang merupakan lanjutan dari pendidikan menengah. Tujuan pendidikan perguruan tinggi ialah untuk mempersiapkan peserta
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. hanya membekali siswa dengan kemampuan akademik atau hard skill,
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan memiliki peran penting dalam kemajuan suatu bangsa, termasuk di Indonesia. Pendidikan kejuruan, atau yang sering disebut dengan Sekolah Menengah Kejuruan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. segala bidang, baik di bidang ekonomi, politik, hukum dan tata kehidupan dalam
BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Indonesia menjadi bangsa yang kian berkembang adalah harapan seluruh rakyat Indonesia. Masyarakat Indonesia mengharapkan adanya pembaharuan di segala bidang,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Remaja tidak dapat dikatakan sebagai anak-anak dan belum termasuk pada
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Remaja tidak dapat dikatakan sebagai anak-anak dan belum termasuk pada kategori orang dewasa. Masa remaja merupakan tahap perkembangan kehidupan yang dilalui setelah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. di bidang tekhnologi, ilmu pengetahuan, ekonomi, dan pendidikan. Perubahan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pada tahun-tahun terakhir terjadi perubahan yang semakin pesat dalam berbagai sektor kehidupan. Perubahan tersebut terjadi sebagai dampak dari kemajuan di
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kehidupan manusia yang paling unik, penuh dinamika, sekaligus penuh dengan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan salah satu tahap perkembangan sepanjang rentang kehidupan manusia yang paling unik, penuh dinamika, sekaligus penuh dengan tantangan dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. awal, dimana memiliki tuntutan yang berbeda. Pada masa dewasa awal lebih
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Mahasiswa mengalami masa peralihan dari remaja akhir ke masa dewasa awal, dimana memiliki tuntutan yang berbeda. Pada masa dewasa awal lebih dituntut suatu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Di jaman yang semakin maju, pendidikan menjadi salah satu faktor
BAB I PENDAHULUAN I. Latar Belakang Masalah Di jaman yang semakin maju, pendidikan menjadi salah satu faktor kesuksesan. Pendidikan merupakan salah satu faktor yang menentukan pekerjaan dan karier yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa Remaja merupakan suatu fase transisi dari anak-anak menjadi dewasa
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa Remaja merupakan suatu fase transisi dari anak-anak menjadi dewasa (Passer & Smith, 2008). Fase remaja menunjukkan perkembangan transisional yang pesat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dari hidup manusia dalam menghadapi berbagai masalah untuk pemenuhan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam kehidupan sehari-hari manusia terlibat dengan banyak hal, dari yang sepele sampai yang kompleks. Pengambilan keputusan merupakan bagian dari hidup manusia dalam
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan berkembangnya jaman, semakin bertambah juga tuntutan-tuntutan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Seiring dengan berkembangnya jaman, semakin bertambah juga tuntutan-tuntutan dalam hidup. Tuntutan-tuntuan itu tidak hanya pada satu aspek atau bidang kehidupan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. artinya ia akan tergantung pada orang tua dan orang-orang yang berada di
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Manusia terlahir dalam keadaan yang lemah, untuk memenuhi kebutuhannya tentu saja manusia membutuhkan orang lain untuk membantunya, artinya ia akan tergantung
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pada era gobalisasi ini, perkembangan masyarakat di berbagai bidang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada era gobalisasi ini, perkembangan masyarakat di berbagai bidang semakin meningkat. Individu dituntut untuk semakin maju agar dapat mengikuti persaingan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. semakin besar. Di tahun 2009 angka pengangguran terdidik telah mencapai
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Jumlah pengangguran lulusan pendidikan tinggi di Indonesia semakin hari semakin besar. Di tahun 2009 angka pengangguran terdidik telah mencapai 626.600 orang.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Di era yang serba maju dan modern ini, banyak sekali perusahaanperusahaan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Di era yang serba maju dan modern ini, banyak sekali perusahaanperusahaan asing yang mendirikan cabang di Indonesia. Perusahaan-perusahaan asing ini membutuhkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa di mana individu banyak mengambil
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa di mana individu banyak mengambil keputusan dalam berbagai hal (Santrock, 2002). Menurut Papalia dan Olds (2009:8), masa remaja adalah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. menyerukan kepada seluruh bangsa di dunia bahwa jika ingin membangun dan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Di zaman yang semakin maju dan berkembang, pendidikan menjadi salah satu faktor kesuksesan. Pendidikan merupakan salah satu faktor yang menentukan pekerjaan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. akademik dan/atau vokasi dalam sejumlah ilmu pengetahuan, teknologi, dan/atau seni
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG MASALAH Universitas adalah perguruan tinggi yang menyelenggarakan pendidikan akademik dan/atau vokasi dalam sejumlah ilmu pengetahuan, teknologi, dan/atau seni dan
Lebih terperinciDisusun oleh Ari Pratiwi, M.Psi., Psikolog & Unita Werdi Rahajeng, M.Psi., Psikolog
PELATIHAN PSIKOLOGI DAN KONSELING BAGI DOSEN PEMBIMBING AKADEMIK UNIVERSITAS BRAWIJAYA Disusun oleh Ari Pratiwi, M.Psi., Psikolog & Unita Werdi Rahajeng, M.Psi., Psikolog MAHASISWA Remaja Akhir 11 20 tahun,
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORITIS
BAB II LANDASAN TEORITIS A. KEMATANGAN KARIR 1. Pengertian Kematangan Karir Crites (dalam Salami, 2008) menyatakan bahwa kematangan karir sebagai sejauh mana individu dapat menguasai tugas-tugas perkembangan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan suatu masa peralihan dari masa kanak-kanak
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Masa remaja merupakan suatu masa peralihan dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa. Sejalan dengan meningkatnya usia mereka terdapat beberapa penyesuaian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sejarah telah banyak mencatat bahwa orang-orang yang sukses adalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sejarah telah banyak mencatat bahwa orang-orang yang sukses adalah mereka yang mempunyai tujuan hidup di masa depan dan membuat langkahlangkah perencanaan untuk
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Masa remaja merupakan masa ketika pengambilan keputusan meningkat.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja merupakan masa ketika pengambilan keputusan meningkat. Keputusan-keputusan yang diambil remaja adalah keputusan mengenai masa depannya. Akan tetapi kemampuan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Fase usia remaja merupakan saat individu mengalami perkembangan yang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Fase usia remaja merupakan saat individu mengalami perkembangan yang begitu pesat, baik secara fisik, psikologis, dan sosial. Secara sosial, perkembangan ini
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. remaja. Pertanyaan Apa yang akan kulakukan? dan Aku akan jadi apa? sering
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perencanaan karir adalah salah satu aspek dalam pencarian identitas pada remaja. Pertanyaan Apa yang akan kulakukan? dan Aku akan jadi apa? sering muncul pada remaja.
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Dengan kata lain SMK dapat menghasilkan lulusan yang siap kerja.
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sekolah menengah kejuruan (SMK) merupakan salah satu jenjang pendidikan yang bisa ditempuh oleh siswa yang telah menyelesaikan pendidikannya di Sekolah Menengah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan elemen penting bagi kehidupan. Menurut. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 pasal (1) ayat 1,
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan elemen penting bagi kehidupan. Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 pasal (1) ayat 1, pendidikan adalah usaha sadar
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. perubahan di dalam bidang pendidikan. Perubahan perubahan tersebut menuntut
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada era globalisasi saat ini, banyak terjadi perubahan baik dalam bidang teknologi, ekonomi, sosial-budaya, dan tidak menutup kemungkinan terjadi perubahan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Banyaknya para pencari kerja di Indonesia tidak di imbangi dengan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Banyaknya para pencari kerja di Indonesia tidak di imbangi dengan banyaknya lapangan pekerjaan yang mengakibatkan banyak orang tidak mendapatkan kesempatan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan suatu proses dalam rangka mempengaruhi siswa agar
17 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan suatu proses dalam rangka mempengaruhi siswa agar dapat menyesuaikan diri sebaik mungkin terhadap lingkungannya dan dengan demikian akan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam rentang kehidupan, individu berkembang dari masa kanak-kanak
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam rentang kehidupan, individu berkembang dari masa kanak-kanak yang sepenuhnya tergantung pada orangtua, ke masa remaja yang ditandai oleh pencarian identitas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pendidikan lebih lanjut ke perguruan tinggi (www.freelists.org). Perguruan tinggi
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pada jaman sekarang ini, semakin banyak individu yang menempuh pendidikan lebih lanjut ke perguruan tinggi (www.freelists.org). Perguruan tinggi (PT) adalah
Lebih terperinciBAB I PENDUHULUAN. masa depan bangsa, seperti tercantum dalam Undang-Undang RI. No 20 Tahun
BAB I PENDUHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan mempunyai peranan sangat penting dalam menentukan masa depan bangsa, seperti tercantum dalam Undang-Undang RI. No 20 Tahun 2003 tentang sistem
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. remaja, yakni masa peralihan dari masa kanak-kanak menuju dewasa. Menurut
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Siswa SMA secara psikologis sedang memasuki perkembangan masa remaja, yakni masa peralihan dari masa kanak-kanak menuju dewasa. Menurut Hurlock (2009: 207)
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. itu kebutuhan fisik maupun psikologis. Untuk kebutuhan fisik seperti makan,
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap manusia memiliki serangkaian kebutuhan yang harus dipenuhi baik itu kebutuhan fisik maupun psikologis. Untuk kebutuhan fisik seperti makan, minum, pakaian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Rencana siswa setalah lulus Jumlah Persentase (%) Manjadi Pegawai Berwirausaha 8 10 Melanjutkan sekolah Total
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Minat berwirausaha di Indonesia masih sangat rendah khususnya lulusan SMK. Menurut Direktur Pembinaan SMK Ditjen Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah (Mandikdasmen)
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. oleh citra diri sebagai insan religius, insan dinamis, insan sosial, dan insan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Mahasiswa adalah bagian dari generasi muda yang menuntut ilmu di perguruan tinggi dan mempunyai identitas diri. Identitas diri mahasiswa terbangun oleh
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan salah satu aspek yang sangat penting bagi kehidupan manusia dan merupakan sebuah sistem, sehingga tidak bisa berdiri sendiri. Salah satu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. memasuki dunia pekerjaan. Mendapatkan predikat lulusan terbaik dari suatu
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Menjadi seorang sarjana merupakan gerbang awal bagi mahasiswa untuk memasuki dunia pekerjaan. Mendapatkan predikat lulusan terbaik dari suatu universitas,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pada masa transisi yang terjadi di kalangan masyarakat, secara khusus
16 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada masa transisi yang terjadi di kalangan masyarakat, secara khusus remaja seakan-akan merasa terjepit antara norma-norma yang baru dimana secara sosiologis, remaja
Lebih terperinci2016 PROFIL ASPIRASI KARIR PESERTA DIDIK BERDASARKAN STATUS SOSIAL EKONOMI DAN GENDER:
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan karir merupakan salah satu aspek perkembangan individu yang bersifat sangat kompleks karena mengandung penggabungan dari banyak faktor dan bercirikan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Manusia tidak dapat hidup seorang diri karena manusia merupakan
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Manusia tidak dapat hidup seorang diri karena manusia merupakan makhluk sosial yang membutuhkan kehadiran individu lain dalam kehidupannya. Tanpa kehadiran
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dan perempuan dalam masyarakat, sebagai contoh perempuan tidak lagi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada saat ini banyak terjadi pergeseran peran atau kedudukan antara lakilaki dan perempuan dalam masyarakat, sebagai contoh perempuan tidak lagi semata-mata
Lebih terperinciA. LATAR BELAKANG MASALAH
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Pembantu rumah tangga (PRT) sudah tidak asing lagi keberadaannya di tengah masyarakat Indonesia, dan diantara pembantu tersebut masih banyak yang berada dalam
Lebih terperinci2013 PROGRAM BIMBINGAN KARIR BERDASARKAN PROFIL PEMBUATAN KEPUTUSAN KARIR SISWA
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sekolah merupakan lembaga pendidikan yang bertujuan mengembangkan kepribadian dan kemampuan siswa. Sekolah juga sebagai salah satu wadah untuk mewujudkan pembentukan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. semakin banyak pengalaman yang remaja peroleh dalam memantapkan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah 1. Latar Belakang Konsep diri yang dimiliki remaja akan mengalami perkembangan secara terus menerus. Semakin luas pergaulan remaja dalam mengenal lingkunganya,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. matang baik secara mental maupun secara finansial. mulai booming di kalangan anak muda perkotaan. Hal ini terjadi di
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pernikahan dini dapat didefinisikan sebagai sebuah pernikahan yang mengikat pria dan wanita yang masih remaja sebagai suami istri. Lazimnya sebuah pernikahan dilakukan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Menurut Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012, pendidikan adalah usaha sadar dan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Menurut Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012, pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Sekolah Tinggi Theologia adalah suatu lembaga pendidikan setingkat
BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah Sekolah Tinggi Theologia adalah suatu lembaga pendidikan setingkat strata satu (S1) dalam bidang pelayanan Kristen. Secara umum, Sekolah Tinggi Theologia lebih
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang menjembatani masa kanak-kanak dengan masa dewasa. Pada usia ini individu
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masa remaja merupakan periode transisi dalam rentang kehidupan manusia yang menjembatani masa kanak-kanak dengan masa dewasa. Pada usia ini individu mengalami perubahan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pada Bab ini dibahas mengenai latar belakang masalah. Latar belakang masalah
BAB I PENDAHULUAN Pada Bab ini dibahas mengenai latar belakang masalah. Latar belakang masalah digunakan oleh peneliti sebagai landasan dalam melakukan kajian terhadap masalah dan pencarian solusi dalam
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pada era globalisasi ini, pertumbuhan di bidang pendidikan kian
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada era globalisasi ini, pertumbuhan di bidang pendidikan kian meningkat. Pertumbuhan pesat ini menciptakan persaingan yang ketat antara berbagai pihak. Dengan
Lebih terperinci