BAB I PENDAHULUAN. kehidupan bersama. Misal di dalam suatu keluarga sering terjadi percekcokan atau

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. kehidupan bersama. Misal di dalam suatu keluarga sering terjadi percekcokan atau"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Komunikasi merupakan salah satu faktor penting dalam melaksanakan kehidupan bersama. Misal di dalam suatu keluarga sering terjadi percekcokan atau perselisihan karena kurangnya komunikasi yang baik antar anggota keluarga. Konflik bisa saja terjadi saat diantara mereka kurang bisa mengungkapkan perasaan dengan baik, atau dalam menyampaikan kebutuhannya dengan cara yang kurang baik. Jadi kesalah fahaman bisa terjadi karena komunikasi yang kurang antar anggota keluarga, oleh sebab itu sangat dibutuhkan adanya komunikasi yang baik. Komunikasi merupakan sarana yang sangat bernilai bagi setiap anggota keluarga maupun ruang lingkup masyarakat yang lebih luas. Komunikasi dapat dinyatakan sebagai suatu proses memberi dan menerima informasi. Berinteraksi dengan orang lain, perilaku sopan santun dapat mendorong terjadinya saling menghormati dan menghargai. Perilaku manusia yang sesuai dengan sopan santun, mendapat kesan sebagai pengungkapan diri seseorang sebagai manusia yang baik dalam upaya menghargai orang lain. Perilaku sopan santun memang harus disikapi secara kritis, dan dapat dipakai sebagai perwujudan diri dalam menghormati orang lain secara tulus. Komunikasi masyarakat sangat penting dalam melaksanakan kehidupan bersama, karena dengan komunikasi, manusia melakukan berbagai penyesuaian diri yang diperlukan, memenuhi berbagai kebutuhan dan tuntutan yang ada sehingga 1

2 2 masyarakat manusia tidak tercerai-berai. Melalui komunikasi pula manusia mempertahankan institusi-institusi sosial berikut segenap nilai dan perilaku, tidak hanya dari hari ke hari, tetapi juga dari generasi ke generasi. Jika di dalam masyarakat tidak ada komunikasi yang baik maka akan kerap terjadi salah paham dalam berkomunikasi, contohnya perdebatan yang dikarenakan perbedaan pendapat atau tujuan yang berbeda, pertengkaran yang akan terjadi. Masyarakat tidak dapat dipisahkan dengan komunikasi, tanpa komunikasi di dalam bermasyarakat akan terasa hambar, tidak bermakna dan tidak adanya interaksi sosial. Adanya kehidupan bersama disebabkan oleh adanya interaksi sosial. Kehidupan manusia tidak akan terlepas dari ruang lingkup komunikasi. Manusia sebagai makhluk sosial, maka komunikasi tidak saja sebagai alat untuk melakukan kontak hubungan dengan antar individu, namun komunikasi juga merupakan alat yang digunakan manusia untuk bertahan hidup. Komunikasi ternyata ada banyak bentuknya yang terdapat dalam masyarakat. Bentuk-bentuk komunikasi antara lain : Komunikasi intrapersonal, Komunikasi Antarpersonal, Komunikasi intersubjektif, Komunikasi kelompok, Komunikasi massa Habermas berpendapat bahwa sebuah pernyataan atau tindakan seseorang bersifat rasional sejauh alasannya dapat dijelaskan atau diakui secara intersubjektif. Penjelasan dan pemberian alasan dengan demikian merupakan ciri dasar dari klaimklaim kesahihan yang bersifat rasional. Secara umum kenyataan ini membedakan dua bentuk komunikasi yakni, komunikasi naif dan komunikasi reflektif. Komunikasi sehari-hari individu menggunakan komunikasi naif, bentuk komunikasi ini tidak mempersoalkan secara khusus alasan-alasan maupun kejelasan-kejelasan dari

3 3 pernyataan-pernyataan kebenaran dari klaim-klaim kesahihan itu diandaikan begitu saja. Bentuk komunikasi ini sebenarnya menarik, jika konsensus awal antara ren-ren (kakak) dan mel-mel (adik) pada masyarakat Kei masih tetap dipertahankan, namun permasalahannya konsensus awal yang berdasar pada solidaritas itu telah berubah maknanya sehingga bentuk komunikasi reflektif perlu digunakan (Hardiman, 2009,hal:43). Konsekuensi logis dari penggunaan komunikasi reflektif dalam arti tertentu akan memutuskan pemahaman rutin tentang lebenswelt. Dalam hal ini, aktor kemudian harus menafsirkan, menegaskan atau membenarkan sesuatu. Karena itu, komunikasi sehari-hari yang begitu saja saling menukar informasi menjadi kehilangan sifat naifnya, karena pertukaran informasi pada tahap ini harus diikuti oleh pemberian alasan dan penjelasan ( Hardiman, 2009,hal: 44). Kehidupan manusia akan sangat efektif dan bermanfaat positif untuk membangun kehidupan ini dengan dilandasi komunikasi yang berlandaskan pada teori komunikasi Jürgen Habermas, supaya komunikasi mampu membentuk sebuah komunikasi yang ideal dalam bermasyarakat. 1. Rumusan masalah Berdasarkan latar belakang masalah tersebut diatas maka permasalahan yang akan dikaji dirumuskan, sebagi berikut : a. Bagaimanakah konsep komunikasi Jürgen Habermas? b. Bagaimanakah bentuk/wujud hubungan manusia dalam masyarakat untuk menjalin keadilan sosial? c. bagaimanakah konsep keadilan sosial hubungan manusia dalam masyarakat dengan menerapkan komunikasi Jürgen Habermas?

4 4 2. Keaslian penelitian Sejauh penelusuran peneliti yang lakukan terkait dengan judul penelitian ini, tedapat beberapa penelitian yang berhubungan dengan Habermas, komunikasi dan tentang kehidupan masyarakat. Namun peneliti tidak menemukan adanya tulisan yang menggunakan objek material Teori Komunikatif Habermas dalam menganalisis Hubungan antara komunikasi dengan kehidupan sosialitas masyarakat dalam berinteraksi dan saling membangun hubungan sosial yang ideal. Tulisan yang pernah membahas tentang Jurgen Habermas, diantaranya adalah : a) Sutanto, 2005, Teori Komunikasi Sosial Jurgen Habermas Dan Sumbangannya Bagi Pemberdayaan Civil Society Di Indonesia (Skripsi) Fakultas Filsafat UGM. Penelitian ini membahas tentang CIVIL SOCIETY di Indonesia dan komunikasi sosialnya, tidak membahas pada sosialitas manusia secara khusus. b) Supartiningsih, 1995, Konsep Jurgen Habermas Tentang Evolusi Sosial Dan Kecenderungan Krisis (Skripsi) Fakultas Filsafat UGM, penelitian ini membahas konsep pembagian kerja masyarakat beserta sejarah spesies manusia serta tentang evolusi sosial dan formasi masyarakat, skripsi ini tidak menjelaskan komunikasi sangat berpengaruh bagi hubungan interpersonal dalam sosialitas masyarakat. c) Ibrahim, 1994, Paradigma Tindakan Komunikatif Jurgen Habermas Dalam Rangka Mengatasi Kontradiksi-Kontradiksi Modernitas (Skripsi) Fakultas Filsafat UGM, penelitian ini membahas tentang rasionalisasi dari teori Jurgen Habermas dan postmodernisme, skripsi ini belum merinci bagaimana peran komunikasi dalam sosialitas masyarakat. d) Yulianto, Sigit, 2004, Memahami Konsep Civil Society Dengan Theory Of Communicative Action (Theory Tindakan Komunikatif) Jurgen Habermas

5 5 (Skripsi) Fakultas Filsafat UGM, penelitian ini membahas tentang rasionalitas dan kompetensi komunikatif yang memandang sebagai kehidupan dunia, skripsi ini kurang mendalam untuk membahas kehidupan manusia dan bagaimana penggunaan komunikasi Habermas dalam sosialitas masyarakat. 3. Manfaat penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat sebagai berikut : a) Bagi Peneliti Menambah wawasan dan cara berpikir kefilsafatan serta mengembangkan daya komunikasi dalam sosialitas dengan masyarakat. Selain itu dapat mengolah kemampuan peneliti dalam menganalisis permasalahan dengan pendekatan objek formal dari pemikiran Filsafat sosial yang akan diaplikasikan di kehidupan masyarakat. b) Bagi Perkembangan Filsafat Menambah dimensi pemikiran kajian filsafat sosial tentang manusia yang bermasyarakat sebagai individu dan berinteraksi dengan individu yang lain atau dengan individu yang lainnya yang mampu menjaga dan menerapkan nilai-nilai yang diaplikasikan dalam komunikasi untuk bersosialitas dengan masyarakat, serta mampu meningkatkan daya komunikiasi dalam bersosialisasi dengan landasan norma-norma dan moral yang bernuansa etis supaya dapat diaplikasikan untuk menciptakan perkembangan filsafat yang membangun persatuan dan kesatuan melalui tindakan-tindakan melalui komunikasi verbal dan non verbal. c) Bagi Perkembangan Ilmu Menjadi pengetahuan baru dalam sudut pandang kefilsafatan perkembangan filsafat sosial yang berkaitan dengan komunikasi dalam kehidupan sosialitas

6 6 masyarakat yang lebih mendalam dengan menggunakan komunikasi yang tepat dan benar. Khususnya pada Dimensi Sosilalitas Dan Keunikan Manusia yang selama ini hanya dikenal mengenai hal teknisnya saja tetapi belum menyentuh tentang bagaimana komunikasi yang mendalam sehingga mampu membangun diri sendiri dan individu lain dalam berinteraksi dan sosialitas yang selama ini hanya dijelaskan tentang bagaimana dan apakah yang baik dan apakah yang salah, akan tetapi dengan komunikasi yang diaplikasikan dalam sosialitas manusia yang disertai dengan norma-norma moral yang etis maka ada perkembangan yang makin khusus bahwa pengajaran filsafat sosial akan semakin mendalam. d) Bagi Masyarakat Umum Memperkenalkan sisi lain pemikiran kefilsafatan yaitu persoalan filsafat sosial yang menjadi landasan dari hubungan sosialitas. Persoalan ini filsafat sosial yang terkandung dalam komunikasi yang digunakan dalam sosialitas ini yang berlandaskan norma-norma etis dan moral etis ini masih belum diketahui oleh masyarakat awam, maka daripada itu masyarakat awam akan mengetahuai bagaimanakah pengaplikasian cara komunikasi yang baik dengan menggunakan dasar norma-norma moral etis demi menciptakan persatuan dan kesatuan yang universal dan saling mengerti serta saling berkesepahaman. B. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk menjawab permasalahan yang telah dirumuskan dalam rumusan masalah, yaitu : 1. Untuk menjelaskan makna hakikat komunikasi Habermas yang memegang norma-norma etis.

7 7 2. Untuk mejelaskan bentuk/wujud hubungan manusia dalam masyarakat dalam menjalin keadilan sosial. 3. Untuk mejelaskan konsep keadilan sosial hubungan manusia dalam masyarakat dengan menerapkan komunikasi Jürgen Habermas. 4. Menganalisis komunikasi sebagai perwujudan norma-norma moral etis dalam sosialitas manusia. C. Tinjauan Pustaka Hubungan dalam kepentingan teknis atau kognitif yang berkaitan dengan penguasaan atas alam dengan kepentingan praktis yang berhubungan dengan komunikasi atau interaksi. Hubungan dalam kepentingan teknis atau paradigma kerja lebih bersifat monologal. Manusia sebagai subjek mempunyai otoritas penuh untuk menguasai alam (objek), sedangkan sumbangan dalam kepentingan praktis atau paradigma komunikasi lebih bersifat dialogal yaitu hubungan antar manusia yang mempunyai yang mempunyai kedudukan yang sama yaitu timbal balik ( Sutanto,2005:46) Habermas juga menawarkan sebuah alternatif metodologi bagi ilmu-ilmu sosial. Metodologi yang bukan hanya melukiskan realitas sosial secara behavioral melainkan menangkap distorsi ideologis di balik itu dan mengatasinya. Berbekal khazanah sosiologi, filsafat analitik dan hermeneutik yang cukup kaya, Habermas pun merumuskan sebuah hermeneutika kritis (Adian. 2003). Metodologi yang sangat kritis baik terhadap pendekatan positivis maupun pendekatan hermeneutis itu sendiri. Dengan paradigma komunikasi, Habermas menempuh jalan konsensus dengan sasaran terciptanya demokrasi radikal yaitu hubungan-hubungan sosial yang terjadi dalam lingkup komunikasi bebas penguasa.

8 8 Menurut Habermas masyarakat ideal bukanlah seperti yang dicita-citakan Karl Marx sebagai masyarakat sosialis, Habermas memberikan ciri normatif masyarakat ideal adalah bentuk masyarakat komunikatif yang bebas dari dominasi. Masyarakat yang demikian selalu mengedepankan perbincangan rasional. Karena itulah dalam masyarakat komunikatif perjuangan kelas dalam pandangan klasik, oleh Habermas diganti dengan perbincangan rasional. Logika ini berkaitan dengan konsep tentang rasio, tindakan dan masyarakat, dan bagian-bagian yang penting dari konsep tersebut adalah lebenswelt, sistem dan diskursus. Rasionalitas kekuasaan komunikatif menjalankan hal yang bagus, penting dan medasar untuk sebuah kehidupan politikyang sehat dan demokratis dimana kekuasaan dibangun melalui proses interaksi atau komunikasi dari elemen-elemen didalamnya akan menciptakan aspirasi masyarakat yang baik dan benar (Hardiman, 2009 : 25-30) D. Landasan Teori Filsafat sosial adalah salah satu cabang filsafat yang membicarakan tentang hakikat kehidupan manusia bersama dengan manusia yang lain. Menurut van Paasen, filsafat sosial itu satu bagian utuh dari antropologi metafisik, karna dimensi sosial manusia adalah dimensi wajar intensionalitet jadi perbedaan filsafat sosial dengan antropologi metodis bukannya metodis, melainkan praktis dan pedagogis.selanjutnya Van Paasen mengemukakan bahwa etik umum itu dimensi kedua dari filsafat sosial, sebab etik umum juga berakar pada antropologi metafisik, sejauh itu penting untuk menentukan norma-norma umum, yang perlu diperhatikan untuk mencapai kehidupan sosial yang ideal. Dengan demikian filsafat sosial adalah sangat berkaitan erat dengan filsafat manusia serta etik umum sebagai

9 9 norma-norma kesusilaan dalam kehidupan individu bersama masyarakat (Mulyono, 1982/1983, hal 10). Filsafat sosial dewasa ini mempunyai peran yang sangat penting. Hal ini didasarkan ada persoalan yang bersama-sama dialami oleh umat manusia sebagai efek samping dari perubahan kemajuan, khususnya yang menyangkut kehidupan sosial manusia kita saat ini mengalami kesadaran ideologis yang kuat. Dalam suasana umum itu terdapat suatu hal yang urgen, yaitu mengemukanya suatu Grunform dari kehidupan manusia, yang disebut sosialitas. (Siswanto, 2008:1) Robert N. Beck dalam Perspektives in Social Phylosophy (1967), mengatakan Filsafat Sosial adalah usaha filosof untuk memberi bimbingan dan jawaban agar dapat mengatasi problema-problema sosial. Bentuknya adalah kritik terhadap proses sosial dengan menunjuk prinsip-prinsip yang mendasari struktur dan fungsi sosial. (Siswanto, 2008:9) Ada banyak pemikiran yang membahas tentang masalah hubungan sosial kemasyarakatan yang berkaitan dengan hubungan sosial masyarakat dalam membentuk solidaritas dalam masyarakat yaitu : Emile Durkheim Tesis Durkheim dalam The Division of Labor in Society sebenarnya merupakan pembelaan atas modernitas. Sembari menyanggah pandangan bahwa industrialisasi niscaya mwngakibatkan ambruknya tatanan sosial, ia berpendapat bahwa surutnya otoritas keyakinan-keyakinan moral tradisional bukanlah indikasiadanya integrasi sosial melainkan perubahan sosial, pergeseran historis dari suatu bentuk tatanan sosial yang didasarkan pada keyakinan bersama dan kontrol komunal yang ketat (solidaritas mekanis) menuju tatanan yang berdasarkan ketergantungan mutual antar individu yang relatif otonom (solidaritas organis). Durkheim mencirikan solidaritas mekanis masyarakat tradisional sebagai solidaritas

10 10 yang tergantung pada keseragaman anggota-anggotanya, yang keadaan kehidupan bersamanya diciptakan bagi keyakinan dan nilai-nilai bersama. Dalam kondisi solidaritas mekanis, menurutnya, individualitas tak berarti sebab kesadaran individual tergantug pada tipe kolektif dan mengikiuti segala geraknya. Sedangkan solidaritas organis diciptakan oleh pembagian kerja, justru tergantung pada perbedaan individual yang berkembang seiring spesialisasi bidang kerja. Spesialisasi menurut Durkheim, merupakan syarat-syarat bagi berkembangnya perbedaan personal, dan menciptakan wilayah aksi yang tidak tunduk pada kolektif. Akan tetapi, pada saat yang sama, meningkat pula ketergantungan pada masyarakat, karena dengan adanya spesialisasi bidang kerja maka pertukaran pelayanan menjadi syarat bagi kelangsungan hidup (Beilharz, 2002: 107). Namun persoalannya, tesis Durkheim yang menyebutkan bahwa meningkatnya solidaritas berkaitan dengan pembagian kerja, tak dapat ditemukan kenyataannya dalam masyarakat industrial manapun yang ada. Dealam hal ini, yang bisa dianggap sebagai kegagalannya yang mencolok untuk tetap konsisten dengan peskrisi metodologisnya sendiri, ia menyatakan bahwa prakonsepsinya mengenai solidaritas adalah hal yang seharusnya terwujud oleh adanya pembagian kerja, dan ia mengklasifikasikan konsekuensi-konsekuensi aktualnya di sini sebagai suatu yang abnormal. Ia mengidentifikasikan dua penyebab utama abnormalitas ini. Yang pertama adalah anomi (anomie), tiadanya suatu bangunan eraturan yang sesuai dengan situasi-situasi kehidupan ekonomi yang terus berubah,sehingga menelantarkan pasar dalam keadaan tanpa aturan dan membiarkan para pekerja tidak memiliki tujua sosial apapun. Yang kedua adalah ketimpangan terstruktur :adanya kelas-kelas sosial yang memproduksi hak-hak istimewa turun-menurun. Cita-cita sosial Durkheim berciri meritokratis dan ia menyatakan bahwa pembagian kerja yang spontan,yang kepadanya solidaritas organis didasarkan, hanya dapat terjadi jika masyarakat dijalankan dengan suatu cara tertentu sehingga ketimpangan sosial sungguh-sungguh mencerminkan ketimpangan sumber daya alamiah. Dengan demikian ia menjadikan keadilan sosial yang didefinisikan berdasarkan ganjaran bagi yang berhak sebagai prasyarat solidaritas organis, dan ia berpendapat bahwa pembagian kerja itu tidak dapat terwujud secara spontan jika suatu kelas sosial, untuk bisa melangsungkan hidup, dipaksa untuk mau menerima imbalan sekadarnya saja bagi pelayanan yang telah ia berikan, sementara kelas lainnya terhindar dari tindakanh-tindakan seperti itu berkat sumber daya yang dimilikinya, yang sebenarnya tak diperoleh lewat keunggulan sosial apapun (Beilharz, 2002: -108).

11 11 Spesialisasi kerja ternyata tidak cukup menjawab hubungan manusia melalui melalui interaksi, hubungan manusia dipengaruhi oleh interaksinya. Sosialitas merupakan salah Satu unsur yang membedakan manusia dari makhluk-makhluk lain. Dimensi sosialitas menggambarkan suatu kondisi atau manusia secara hakiki sosial, makhluk yang bermasyarakat, adanya hubungan antar manusia dalam keunikan hidupnya (Bakker, 2000:35). Manusia adalah makhluk yang bisa bersosialisasi, dalam ranah komunikasi masyarakat, disinilah akan tercipta hubungan-hubungan sosial yang terjalin sehingga membentuk sebuah interaksi dengan saling bertemu dan bersatu, saling setuju dan saling sepakat untuk hidup dalam ikatan sosial, berkat kebersamaan tersebut manusia hidup untuk saling mengisi, menyempurnakan dan saling membahagiakan melalui saling menghormati, saling menghargai dan saling tenggang rasa (Siswanto, 2005: 67). Untuk mewujudkan hubungan manusia yang adil dan beradab maka dibutuhkan sebuah aturan yang mufakat yaitu norma hidup masyarakat, adalah segala tata nilai, ukuran baik-buruk yang dipakai dan diterapkan sebagai pengarah, pedoman, pendorong perbuatan manusia di dalam pengaplikasiannya dalam kehidupan bersama (Siswanto, 2008, 71-83). E. Metode Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian filsafat yang lebih menekankan pada aspek Filsafat sosial dari objek yang ditelaah. Sebagai sebuah penelitian yang bersifat kualitatif dengan pengambilan data yang dilakukan melalui studi pustaka. Studi pustaka yang digunakan untuk memperoleh data mengenai Komunikasi yang komunikatif dalam komunikasi sosial sebagai sumber komunikasi yang komunikatif yang ditelaah dalam teori komunikatif Habermas. 1. Bahan Penelitian Bahan penelitian didapat dari sumber studi pustaka.

12 12 a) Pustaka Primer meliputi : 1. Buku Teori Tindakan Komunikatif Rasio dan Rasionalisasi Masyarakat karya Jurgen Habermas tahun 1981, penerbit Kreasi Wacana Yogyakarta. 2. Buku Teori Tindakan Komunikatif II Kritik Rasio dan Rasionalisasi Masyarakat karya Jurgen Habermas tahun 1981, penerbit Kreasi Wacana Yogyakarta. 3. Siswanto, Orientasi Pemikiran Filsafat Sosial, Penerbit Lima, Yogyakarta, Siswanto, Alam Pemikiran Filsafat Manusia, Penerbit Lima, Yogyakarta, b) Pustaka Sekunder Sumber data sekunder adalah ulasan, komentar, dan telaah yang telah dilakukan oleh para penulis lainnya. Pustaka sekunder merupakan data pendukung yang diperoleh dari studi-studi intelektual yang pernah dibuat dan berkaitan dengan pemikiran Karl Jurgen Habermas tantang Teori Tindakan Komunikatif yang diterbitkan melalui buku-buku, media massa, informasi melalui internet, jurnal, makalah, skripsi yang berkaitan dengan objek studi penelitian. Selain itu juga data-data mengenai fotografi dan film sebagai sember realitas objektif diperoleh melalui majalah-majalah dan situs internet, antara lain : 1. Artikel Teori Kritis dengan Pareadigma Komunikasi oleh: Ajat Sudrajat, prodi ilmu sejarah FISE UNY. 2. Artikel pedagogi kritis, Pedagogi Universitas untuk Emansipasi dan Transformasi, Posted on April 9, 2012 by edi subkhan

13 13 3. Artikel Habermas on Civil Society, Lifeworld and System: Unearthing the Social in Transformation Theory Ted Fleming, National University of Ireland Maynooth Artikel Critical Theory, Democratic Justice and Globalization,karya Shane O Neill, 5. Artikel Konstruksi Moralityas Dalam Hukum melalui Diskursus, oleh: Victor Imanuel W.Nalle, editor: Esmi Warassih et al, Yogyakarta: Thafa media tahun Mulyono Suryadi, Filsafat Sosial Seri : 1 (pertama), Fakultas Filsafat, Proyek PPPT Universiotas Gadjah Mada (1982/ Buku Emansipasi Intelektual Menurut Jürgen Habermas karya Elan Priatna Tahun 2003,Penerbit Katarsis. 8. Buku Teori-Teori Sosial karya Beilharz tahun 2002, penerbit Pustaka Belajar. 9. Buku Pengantar Pengembangan Teori Sosial karya DR.Zamroni Tahun1992, penertbit PT Tiara Wacana. 10. Buku Menuju Masyarakat Komunikatif karya F.Budi Hardiman tahun 1993, penerbit Kanisius. 2. Jalan Penelitian Jalannya penelitian ini akan mencakup beberapa tahapan sebagai berikut : a. Pengumpulan data yaitu mengumpulkan sumber pustaka yang berkaitan dengan objek penelitian yang akan dikaji.

14 14 b. Klasifikasi data yang telah diperoleh dikelompokkan sebagai data primer dan data sekunder. c. Melakukan analisis data primer dan data sekunder serta beberapa data penunjang lainnya. d. Mengungkapkan hasil analisis ke dalam bentuk evaluasi kritis dalam penelitian skripsi. 3. Analisis Hasil Penelitian ini menggunakan sistematika penelitian filsafat, yaitu : a. Deskripsi : mendeskripsikan Membangun komunikasi yang ideal Demi Mewujudkan Sosialitas Masyarakat tinjauan Teori Tindakan Komunikatif Habermas untuk menemukan landasan filsafat sosial yang dianalisis dengan aspek komunikasi Habermas. b. Koherensi intern : konsep Filsafat sosial dalam komunikasi yang ideal sebagai perwujudan komunikasi dalam sosialitas manusia yang memegang norma-norma moral etis dalam struktur yang logis dan sistematis. c. Interpretasi : berusaha mengungkapkan konsep filosofis dari komunikasi Habermas dalam pengaplikasiannya untuk sosialitas yang merupakan bahasan filsafat sosial secara sistematis dan komprehensif. d. Heuristika : penelitian ini menjadikan komunikasi Habermas sebagai sebuah pemahaman baru secara menyeluruh dari pencarian hubungan komunikasi dalam sosialitas manusia dengan dasar norma-norma moral etis untuk kemudian dapat mudah dipahami oleh pembaca.

15 15 e. Refleksi kritis : merenungkan kembali dasar konsep komunikasi Habermas dalam membangun komunikasi masyarakat melalui norma-norma moral etis untuk mendapatkan solusi atau alternatif gagasan baru. F. Hasil Yang Sudah Dicapai Hasil yang telah dicapai dalam penelitian ini adalah : 1. Memahami makna hakikat komunikasi Habermas yang memegang normanorma etis 2. Memahami bentuk/wujud hubungan manusia dalam masyarakat dalam menjalin keadilan sosial. 3. Memahami konsep keadilan sosial hubungan manusia dalam masyarakat dengan menerapkan komunikasi Jürgen Habermas. 4. Memperoleh pemahaman komunikasi sebagai perwujudan norma-norma moral etis dalam sosialitas manusia. G. Sistematika Penulisan Penelitian ini ditulis dengan sistematika sebagai berikut : Bab I : Berupa pendahuluan yang terdiri dari latar belakang masalah, rumusan masalah, keaslian penelitian, manfaat dan tujuan penelitian, tinjauan pustaka, landasan teori, metode penelitian, hasil yang ingin dicapai, dan sistematika penulisan. Bab II : Berupa pemaparan mengenai komunikasi yang dijelaskan dengan teori-teori komunikasi Habermas dalam kehidupan sosial, berisi sub bab, produk komunikasi Habermas. Bab III : berupa penjelasan tentang Filsafat Sosial, berisi penjelasan dan pemaparan hubungan-hubungan sosialitas manusia dalam bermasyarakat.

16 16 Bab IV : berupa analisis sosialitas yang disikapi dengan Habermas sebagai bentuk komunikasi yang ideal yang diaplikasikan dalam kehidupan masyarakat melalui sosialitas manusia. Bab V : berupa penutup berisi kesimpulan dan saran.

BAB V PENUTUP. d. klaim komprehensibilitas (comprehensibility). Dalam masyarakat tentunya seperti hubungan-hubungan yang telah

BAB V PENUTUP. d. klaim komprehensibilitas (comprehensibility). Dalam masyarakat tentunya seperti hubungan-hubungan yang telah 120 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan 1. Habermas menggiring pemikiran manusia untuk bermasyarakat supaya bagaimana membangun hubungan sosial yang dapat menjadi ideal dengan menggunakan perantara komunikasi

Lebih terperinci

BAB 5 PENUTUP. Utopia.com..., Raditya Margi Saputro, FIB UI, Universitas Indonesia

BAB 5 PENUTUP. Utopia.com..., Raditya Margi Saputro, FIB UI, Universitas Indonesia BAB 5 PENUTUP 5.1 Kesimpulan Bila ditarik garis besarnya maka di dalam skripsi ini saya telah mencoba memaparkan sebuah teori tentang kemungkinan baru di dalam memunculkan sebuah ranah publik melalui hubungan

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. A. Simpulan

BAB V PENUTUP. A. Simpulan BAB V PENUTUP A. Simpulan Dari keseluruhan kajian mengenai pemikiran Kiai Ṣāliḥ tentang etika belajar pada bab-bab sebelumnya, diperoleh beberapa kesimpulan penting, terutama mengenai konstruksi pemikiran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. plural. Pluralitas masyarakat tampak dalam bentuk keberagaman suku, etnik,

BAB I PENDAHULUAN. plural. Pluralitas masyarakat tampak dalam bentuk keberagaman suku, etnik, BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Masyarakat dewasa ini dapat dikenali sebagai masyarakat yang berciri plural. Pluralitas masyarakat tampak dalam bentuk keberagaman suku, etnik, kelompok budaya dan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Frankfurt. Para tokoh Mazhab Frankfurt generasi pertama terjebak dalam

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Frankfurt. Para tokoh Mazhab Frankfurt generasi pertama terjebak dalam BAB V BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 KESIMPULAN Pemikiran-pemikiran Habermas merupakan sebuah ide pembaharuan atas kebuntuan berpikir yang dialami oleh para pendahulunya dalam Mazhab Frankfurt. Para tokoh

Lebih terperinci

BAB 1 TUJUAN UMUM ETIKA

BAB 1 TUJUAN UMUM ETIKA BAB 1 TUJUAN UMUM ETIKA Perilaku etis lah yang medasari munculnya etika sebagai sebuah ilmu yang mempelajari nilai-nilai baik dan buruk. Etika juga berkembang sebagai studi tentang kehendak manusia. 1.1

Lebih terperinci

JURGEN HABERMAS: TEORI KRITIS DENGAN PARADIGMA KOMUNIKASI

JURGEN HABERMAS: TEORI KRITIS DENGAN PARADIGMA KOMUNIKASI JURGEN HABERMAS: TEORI KRITIS DENGAN PARADIGMA KOMUNIKASI Oleh: Ajat Sudrajat Prodi Ilmu Sejarah FISE UNY A. Pendahuluan Jurgen Habermas adalah salah seorang tokoh dari Filsafat Kritis. Ciri khas dari

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian mengenai representasi materialisme pada program Take Me Out

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian mengenai representasi materialisme pada program Take Me Out BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tipe Penelitian Penelitian mengenai representasi materialisme pada program Take Me Out Indonesia menggunakan tipe penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Pada

Lebih terperinci

BAB II : KAJIAN TEORITIK. mengajar di tingkat universitas memberikan khusus sosiologi pertama kali di

BAB II : KAJIAN TEORITIK. mengajar di tingkat universitas memberikan khusus sosiologi pertama kali di BAB II : KAJIAN TEORITIK a. Solidaritas Sosial Durkheim dilahirkan di Perancis dan merupakan anak seorang laki-laki dari keluarga Yahudi. Dia mahir dalam ilmu hukum filsafat positif. Dia terakhir mengajar

Lebih terperinci

BAB II TEORI KONFLIK DAN KONSENSUS

BAB II TEORI KONFLIK DAN KONSENSUS 17 BAB II TEORI KONFLIK DAN KONSENSUS Landasan teori pada penelitian ini menggunakan teori Ralf Dahendrof. Karena, teori Dahendrof berhubungan dengan fenomena sosial masyarakat salah satunya adalah teori

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Ninah Hasanah, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Ninah Hasanah, 2013 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Kegiatan membaca memegang peranan yang sangat penting untuk pemerolehan pengetahuan. Nurgiyantoro mengungkapkan (2001:247), dalam dunia pendidikan

Lebih terperinci

PRINSIP DASAR MANUSIA SEBAGAI MAKHLUK INDIVIDU DAN MAKHLUK SOSIAL DI MASYARAKAT

PRINSIP DASAR MANUSIA SEBAGAI MAKHLUK INDIVIDU DAN MAKHLUK SOSIAL DI MASYARAKAT INTERAKSI SOSIAL DAN PERUBAHAN SOSIAL PRINSIP DASAR MANUSIA SEBAGAI MAKHLUK INDIVIDU DAN MAKHLUK SOSIAL DI MASYARAKAT 1. Manusia adalah makhluk individu dan makhluk sosial 2. Manusia berada di dalam sistem

Lebih terperinci

Berpikir Kritis (Critical Thinking)

Berpikir Kritis (Critical Thinking) Berpikir Kritis (Critical Thinking) What Is Critical Thinking? (Definisi Berpikir Kritis) Kemampuan untuk berpikir jernih dan rasional, yang meliputi kemampuan untuk berpikir reflektif dan independen Definisi

Lebih terperinci

KEMAMPUAN MENYUSUN KARYA ILMIAH MAHASISWA JURUSAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA. Oleh Selvianingsih Salilama Fatmah AR Umar Supriyadi

KEMAMPUAN MENYUSUN KARYA ILMIAH MAHASISWA JURUSAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA. Oleh Selvianingsih Salilama Fatmah AR Umar Supriyadi KEMAMPUAN MENYUSUN KARYA ILMIAH MAHASISWA JURUSAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA Oleh Selvianingsih Salilama Fatmah AR Umar Supriyadi Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas negeri

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan. Sudut pandang teori materialisme historis dalam filsafat sejarah

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan. Sudut pandang teori materialisme historis dalam filsafat sejarah 174 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Sudut pandang teori materialisme historis dalam filsafat sejarah Marx yang mengulas arsitektural pemerintahan sebagai objek material membuahkan hasil yang menunjukkan pemerintahan

Lebih terperinci

KONTRUKSI SOSIAL DARI TEORI ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL. Oleh : Dr. Purwowibowo, M.Si

KONTRUKSI SOSIAL DARI TEORI ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL. Oleh : Dr. Purwowibowo, M.Si KONTRUKSI SOSIAL DARI TEORI ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL Oleh : Dr. Purwowibowo, M.Si Pendahuluan Saat ini, dimanapun di dunia ini, klien berjuang di dalam berbagai lembaga untuk menemui pekerja sosial. Barangkali

Lebih terperinci

CRITICAL THEORIES Bagian III

CRITICAL THEORIES Bagian III CRITICAL THEORIES Bagian III 1 Jurgen Habermas Jürgen Habermas (18 Juni, 1929, Düsseldorf) ialah seorang filsuf dan sosiolog yang berada di dalam tradisi Critical Theory dan pragmatisme Amerika. Dia paling

Lebih terperinci

Matakuliah : O0042 Pengantar Sosiologi Tahun : Ganjil 2007/2008 PERUBAHAN SOSIAL DAN MODERNITAS PERTEMUAN 09

Matakuliah : O0042 Pengantar Sosiologi Tahun : Ganjil 2007/2008 PERUBAHAN SOSIAL DAN MODERNITAS PERTEMUAN 09 Matakuliah : O0042 Pengantar Sosiologi Tahun : Ganjil 2007/2008 PERUBAHAN SOSIAL DAN MODERNITAS PERTEMUAN 09 1. Pengertian Perubahan Sosial Setiap masyarakat manusia selama hidup pasti mengalami perubahan-perubahan.

Lebih terperinci

Starlet Gerdi Julian / /

Starlet Gerdi Julian / / Starlet Gerdi Julian / 15105241034 / http://juliancreative.blogs.uny.ac.id/?page_id=239 TEORI PENDIDIKAN A. Pendidikan Klasik Pendidikan klasik adalah pendidikan yang dipandang sebagai konsep pendidikan

Lebih terperinci

BAB III KERANGKA TEORI ANALISIS

BAB III KERANGKA TEORI ANALISIS BAB III KERANGKA TEORI ANALISIS 3.1 Teori Kritis Jurgen Habermas Habermas berasumsi bahwa modernitas merupakan sebuah proyek yang belum selesai. Ini artinya masih ada yang perlu untuk dikerjakan kembali.

Lebih terperinci

SAMSURI UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA

SAMSURI UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA Handout 4 Pendidikan PANCASILA SAMSURI UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA PANCASILA sebagai Sistem Filsafat Kita simak Pengakuan Bung Karno tentang Pancasila Pancasila memuat nilai-nilai universal Nilai-nilai

Lebih terperinci

BAB 2 KAJIAN PUSTAKA. Secara Etimologis, istilah Kebijakan (policy) berasal bahasa Yunani,

BAB 2 KAJIAN PUSTAKA. Secara Etimologis, istilah Kebijakan (policy) berasal bahasa Yunani, BAB 2 KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kebijakan Secara Etimologis, istilah Kebijakan (policy) berasal bahasa Yunani, Sangsekerta, dan Latin. Dimana istilah kebijakan ini memiliki arti menangani masalah-masalah publik

Lebih terperinci

BAB II SOLIDARITAS SOSIAL DALAM PERSPEKTIF EMILE DURKHEIM. dengan pihak-pihak terkait. Peneliti memilih teori Solidaritas Emile Durkhei, teori ini

BAB II SOLIDARITAS SOSIAL DALAM PERSPEKTIF EMILE DURKHEIM. dengan pihak-pihak terkait. Peneliti memilih teori Solidaritas Emile Durkhei, teori ini BAB II SOLIDARITAS SOSIAL DALAM PERSPEKTIF EMILE DURKHEIM Melihat kondisi solidaritas dan berdasarkan observasi, serta wawancara dengan pihak-pihak terkait. Peneliti memilih teori Solidaritas Emile Durkhei,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Jürgen Habermas dalam bukunya Faktizitat und Geltung mengungkapkan

BAB I PENDAHULUAN. Jürgen Habermas dalam bukunya Faktizitat und Geltung mengungkapkan BAB I BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Jürgen Habermas dalam bukunya Faktizitat und Geltung mengungkapkan bahwa masyarakat modern merupakan masyarakat yang memiliki kompleksitas nilai dan kepentingan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. mengisi jabatan tertentu di dalam suatu negara. Bagi negara yang menganut

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. mengisi jabatan tertentu di dalam suatu negara. Bagi negara yang menganut BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemilihan umum merupakan suatu sarana untuk memilih orang agar dapat mengisi jabatan tertentu di dalam suatu negara. Bagi negara yang menganut sistem demokrasi,

Lebih terperinci

Inisiasi 1 LANDASAN SISTEM NILAI, FILOSOFIS, IDEOLOGI, YURIDIS KONSTITUSIONAL HAK AZASI MANUSIA

Inisiasi 1 LANDASAN SISTEM NILAI, FILOSOFIS, IDEOLOGI, YURIDIS KONSTITUSIONAL HAK AZASI MANUSIA Inisiasi 1 LANDASAN SISTEM NILAI, FILOSOFIS, IDEOLOGI, YURIDIS KONSTITUSIONAL HAK AZASI MANUSIA Saudara mahasiswa yang saya hormati. Salam sejahtera dan selamat bertemu dalam kegiatan tutorial online mata

Lebih terperinci

PANCASILA DILIHAT DARI SEGI MODEREN DAN REFORMASI SEKOLAH TINGGI ILMU INFORMASI DAN KOMPUTER AMIKOM YOGYAKARTA

PANCASILA DILIHAT DARI SEGI MODEREN DAN REFORMASI SEKOLAH TINGGI ILMU INFORMASI DAN KOMPUTER AMIKOM YOGYAKARTA PANCASILA DILIHAT DARI SEGI MODEREN DAN REFORMASI SEKOLAH TINGGI ILMU INFORMASI DAN KOMPUTER AMIKOM YOGYAKARTA NAMA : RAHMAT FEBRIANTO NUGRAHA NIM : 11.01.2945 KELOMPOK : B PROGRAM STUDI : D3 TEKNIK INFORMASI

Lebih terperinci

MENDEFINISIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL. Oleh. Sudrajat. Mahasiswa Prodi Pendidikan IPS PPS Universitas Negeri Yogyakarta

MENDEFINISIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL. Oleh. Sudrajat. Mahasiswa Prodi Pendidikan IPS PPS Universitas Negeri Yogyakarta MENDEFINISIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL Oleh Sudrajat Mahasiswa Prodi Pendidikan IPS PPS Universitas Negeri Yogyakarta A. Muqadimah Bagi kebanyakan siswa IPS merupakan mata pelajaran yang membosankan. Mereka

Lebih terperinci

BAB I PENGERTIAN FILSAFAT INDONESIA PRA MODERN

BAB I PENGERTIAN FILSAFAT INDONESIA PRA MODERN BAB I PENGERTIAN FILSAFAT INDONESIA PRA MODERN A. Objek Bahasan 1. Objek materi Filsafat Indonesia ialah kebudayaan bangsa. Menurut penjelasan UUD 1945 pasal 32, kebudayaan bangsa ialah kebudayaan yang

Lebih terperinci

Kesimpulan. Bab Sembilan

Kesimpulan. Bab Sembilan Bab Sembilan Kesimpulan Rote adalah pulau kecil yang memiliki luas 1.281,10 Km 2 dengan kondisi keterbatasan ruang dan sumberdaya. Sumberdayasumberdaya ini tersedia secara terbatas sehingga menjadi rebutan

Lebih terperinci

PERTEMUAN KE 6 POKOK BAHASAN

PERTEMUAN KE 6 POKOK BAHASAN PERTEMUAN KE 6 POKOK BAHASAN A. TUJUAN PEMBELAJARAN Adapun tujuan pembelajaran yang akan dicapai sebagai berikut: 1. Mahasiswa dapat menjelaskan perbedaan pengertian nilai dengan nilai social. 2. Mahasiswa

Lebih terperinci

BAB VII REFLEKSI DAN KESIMPULAN

BAB VII REFLEKSI DAN KESIMPULAN BAB VII REFLEKSI DAN KESIMPULAN Fakta-fakta dan analisis di dalam disertasi ini melahirkan satu kesimpulan umum yaitu bahwa keberadaan Jemaat Eli Salom Kele i adalah sebuah hasil konstruksi sosial dan

Lebih terperinci

STRUKTUR KURIKULUM 2009 JURUSAN SASTRA INDONESIA PROGRAM PASCASARJANA PRODI S3 PENDIDIKAN BAHASA INDONESIA

STRUKTUR KURIKULUM 2009 JURUSAN SASTRA INDONESIA PROGRAM PASCASARJANA PRODI S3 PENDIDIKAN BAHASA INDONESIA STRUKTUR KURIKULUM 2009 JURUSAN SASTRA INDONESIA PROGRAM PASCASARJANA PRODI S3 PENDIDIKAN BAHASA INDONESIA STRUKTUR KURIKULUM Struktur kurikulum PS S3 PBI terdiri atas: 1. Matakuliah Landasan Keilmuan

Lebih terperinci

BAB II TEORI FUNGSIONALISME STRUKTURAL DAN TEORI SOLIDARITAS. Solidaritas Dan Stratifikasi Antar Petani Tambak Di Dusun Dukuan Desa

BAB II TEORI FUNGSIONALISME STRUKTURAL DAN TEORI SOLIDARITAS. Solidaritas Dan Stratifikasi Antar Petani Tambak Di Dusun Dukuan Desa BAB II TEORI FUNGSIONALISME STRUKTURAL DAN TEORI SOLIDARITAS A. Teori Fungsionalisme Struktural Untuk menjelaskan fenomena yang diangkat oleh peneliti yaitu Solidaritas Dan Stratifikasi Antar Petani Tambak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. metafisika pada puncaknya. Kemudian pada pasca-pencerahan (sekitar abad ke-

BAB I PENDAHULUAN. metafisika pada puncaknya. Kemudian pada pasca-pencerahan (sekitar abad ke- BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada abad pencerahan (Aufklarung) telah membawa sikap kritis atas metafisika pada puncaknya. Kemudian pada pasca-pencerahan (sekitar abad ke- 19) di Jerman,

Lebih terperinci

Modul ke: Teori Etika. Teori etika Etika deskriptif Etika normatif. Fakultas Psikologi. Amy Mardhatillah. Program Studi Psikologi

Modul ke: Teori Etika. Teori etika Etika deskriptif Etika normatif. Fakultas Psikologi. Amy Mardhatillah. Program Studi Psikologi Modul ke: Teori Etika Teori etika Etika deskriptif Etika normatif Fakultas Psikologi Amy Mardhatillah Program Studi Psikologi Pengertian etika Berasaldarikata ethicus (yunani) yang berarti kebiasaan Ilmu

Lebih terperinci

A. Pengertian Pancasila

A. Pengertian Pancasila PANCASILA SEBAGAI SISTEM NILAI A. Pengertian Pancasila Istilah nilai dipakai untuk menunjuk kata benda abstrak yang artinya keberhargaan atau kebaikan. Di samping itu juga untuk menunjuk kata kerja yang

Lebih terperinci

HAKIKAT MANUSIA DAN PENGEMBANGANNYA. Imam Gunawan

HAKIKAT MANUSIA DAN PENGEMBANGANNYA. Imam Gunawan HAKIKAT MANUSIA DAN PENGEMBANGANNYA Imam Gunawan ALASAN PERLUNYA MEMPELAJARI HAKIKAT MANUSIA 1. Sasaran pendidikan adalah manusia. 2. Pemahaman pendidik terhadap sifat hakikat manusia akan membentuk peta

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. 1. Rekonstruksi teologi antroposentris Hassan Hanafi merupakan

BAB V PENUTUP. 1. Rekonstruksi teologi antroposentris Hassan Hanafi merupakan 344 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan tiga rumusan masalah yang ada dalam penelitian tesis berjudul Konstruksi Eksistensialisme Manusia Independen dalam Teologi Antroposentris Hassan Hanafi, maka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkeinginan untuk mengikuti pendidikan di Kota ini. Khusus untuk pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. berkeinginan untuk mengikuti pendidikan di Kota ini. Khusus untuk pendidikan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sebagai salah satu kota yang dikenal sebagai kota kembang, Bandung menyediakan sarana pendidikan mulai dari tingkat dasar, menengah, atas dan perguruan tinggi

Lebih terperinci

2.2 Fungsi Pancasila Sebagai Ideologi Bangsa dan Negara...7

2.2 Fungsi Pancasila Sebagai Ideologi Bangsa dan Negara...7 DAFTAR ISI COVER DAFTAR ISI...1 BAB 1 PENDAHULUAN...2 1.1 Latar Belakang Masalah...2 1.2 Rumusan Masalah...2 1.3 Tujuan Penulisan...3 BAB 2 PEMBAHASAN...4 2.1 Pancasila Sebagai Ideologi Nasional Bangsa...4

Lebih terperinci

FILSAFAT PENDIDIKAN. Dosen: Rukiyati, M. Hum Jurusan FSP-FIP UNY Telp

FILSAFAT PENDIDIKAN. Dosen: Rukiyati, M. Hum Jurusan FSP-FIP UNY Telp FILSAFAT PENDIDIKAN Dosen: Rukiyati, M. Hum Jurusan FSP-FIP UNY Telp. 0274 870194 Pengertian Filsafat Pendidikan Pengertian Filsafat Berasal dari kata Philos, philore (cinta) dan sophos atau sophia (kebajikan,

Lebih terperinci

STRUKTUR MAJEMUK MASYARAKAT INDONESIA MASYARAKAT MAJEMUK MEMILIKI SUB STRUKTUR DENGAN CIRI YANG SANGAT BERAGAM SEHINGGA DISEBUT MAJEMUK

STRUKTUR MAJEMUK MASYARAKAT INDONESIA MASYARAKAT MAJEMUK MEMILIKI SUB STRUKTUR DENGAN CIRI YANG SANGAT BERAGAM SEHINGGA DISEBUT MAJEMUK STRUKTUR MAJEMUK MASYARAKAT INDONESIA MASYARAKAT MAJEMUK MEMILIKI SUB STRUKTUR DENGAN CIRI YANG SANGAT BERAGAM SEHINGGA DISEBUT MAJEMUK MASING-MASING SUB STRUKTUR BERJALAN DENGAN SISTEMNYA MASING-MASING

Lebih terperinci

Gagasan dalam Pengembangan Ilmu-ilmu Sosial

Gagasan dalam Pengembangan Ilmu-ilmu Sosial Gagasan dalam Pengembangan Ilmu-ilmu Sosial Filsafat Ilmu Sosial 1 Positivistik (Value free) Fenomenologi (Value Bound) Perbedaan Paradigma dalam Sosiologi 2 3 Ilmu-ilmu sosial (seperti Sosiologi) telah

Lebih terperinci

Tinjauan Umum Etika. Arif 2013

Tinjauan Umum Etika. Arif 2013 Tinjauan Umum Etika Arif Basofi @PENS 2013 Referensi Teguh Wahyono, Etika Komputer dan Tanggung Jawab Profesional di Bidang Teknologi Informasi, Penerbit Andi Yogyakarta, 2006. Materi Pengertian etika

Lebih terperinci

Menurut penerbitnya, buku Studying Christian Spirituality ini adalah

Menurut penerbitnya, buku Studying Christian Spirituality ini adalah Tinjauan Buku STUDYING CHRISTIAN SPIRITUALITY Jusuf Nikolas Anamofa janamofa@yahoo.com Judul Buku : Studying Christian Spirituality Penulis : David B. Perrin Tahun Terbit : 2007 Penerbit : Routledge -

Lebih terperinci

KEMITRAAN SEKOLAH. Prof. Dr. Sodiq A. Kuntoro

KEMITRAAN SEKOLAH. Prof. Dr. Sodiq A. Kuntoro KEMITRAAN SEKOLAH Workshop Strategi Pengembangan Mutu Sekolah Bagi Kepala Sekolah dan Pengawas Sekolah diselenggarakan Prodi S2 Manajemen Pendidikan dan S3 Ilmu Pendidikan, Program Pascasarjana Universitas

Lebih terperinci

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA FAKULTAS PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL JURUSAN PENDIDIKAN SEJARAH

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA FAKULTAS PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL JURUSAN PENDIDIKAN SEJARAH Pokok Bahasan : Perkembangan teori sosiologi dan antropologi. Pertemuan ke- : 1 dan 2 Mahasiswa memiliki pemahaman dan wawasan mengenai perkembangan teori sosiologi dan antropologi. 1. Menjelaskan pengertian

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. kalangan masyarakat, bahwa perempuan sebagai anggota masyarakat masih

BAB V PENUTUP. kalangan masyarakat, bahwa perempuan sebagai anggota masyarakat masih BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Munculnya feminisme memang tak lepas dari akar persoalan yang ada di kalangan masyarakat, bahwa perempuan sebagai anggota masyarakat masih dianggap sebagai makhluk inferior.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan kualitas sumber daya manusia merupakan prasyarat mutlak

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan kualitas sumber daya manusia merupakan prasyarat mutlak 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Peningkatan kualitas sumber daya manusia merupakan prasyarat mutlak untuk mencapai tujuan pembangunan, salah satu wahana untuk meningkatkan kualitas Sumber

Lebih terperinci

SOSIOLOGI PENDIDIKAN

SOSIOLOGI PENDIDIKAN SOSIOLOGI PENDIDIKAN PENDIDIKAN DALAM PERSPEKTIF STRUKTURAL KONFLIK TOKOH PEMIKIR ANTARA LAIN: 1. KARL MARX (1818-1883) 5. JURGEN HABERMAS 2. HEGEL 6. ANTONIO GRAMSCI 3. MAX HORKHEIMER (1895-1973) 7. HERBERT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG TUGAS KULIAH PANCASILA

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG TUGAS KULIAH PANCASILA BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Sebagai bangsa Indonesia, kita tentu mengetahui dasar negara kita. Dan di dalam Pancasila ini terkandung banyak nilai di mana dari keseluruhan nilai tersebut terkandung

Lebih terperinci

BAB I Tinjauan Umum Etika

BAB I Tinjauan Umum Etika BAB I Tinjauan Umum Etika Pendahuluan Manusia adalah Makhluk Individu Memiliki akal pikiran, perasaan, dan kehendak. Makhluk Sosial Memiliki perilaku etis Pembahasan mengenai: Pengertian etika Hubungan

Lebih terperinci

BY. IRMA NURIANTI,SKM. MKes PRINSIP ETIKA DAN MORALITAS

BY. IRMA NURIANTI,SKM. MKes PRINSIP ETIKA DAN MORALITAS BY. IRMA NURIANTI,SKM. MKes PRINSIP ETIKA DAN MORALITAS I. PENGERTIAN A. ETIKA YUNANI ETHOS KEBIASAAN/KESUSILAAN INGGRIS ETHIS ETIKA Ilmu tentang apa yang baik dan yang buruk, tentang hak dan kewajiban

Lebih terperinci

BAB VI PENUTUP. A. Kesimpulan

BAB VI PENUTUP. A. Kesimpulan BAB VI PENUTUP A. Kesimpulan Penelitian ini pada akhirnya menemukan beberapa jawaban atas persoalan yang ditulis dalam rumusan masalah. Jawaban tersebut dapat disimpulkan dalam kalimat-kalimat sebagai

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN 59 BAB IV METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan dalam penulisan tesis ini adalah penelitian hukum normatif berfokus pada hukum positif. Penelitian hukum normatif adalah

Lebih terperinci

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA PENGEMBANGAN ETIKA DAN MORAL BANGSA. Dr. H. Marzuki Alie KETUA DPR-RI

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA PENGEMBANGAN ETIKA DAN MORAL BANGSA. Dr. H. Marzuki Alie KETUA DPR-RI DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA PENGEMBANGAN ETIKA DAN MORAL BANGSA Dr. H. Marzuki Alie KETUA DPR-RI Disampaikan Pada Sarasehan Nasional Pendidikan Budaya Politik Nasional Berlandaskan Pekanbaru,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dikaruniai berbagai kelebihan dibandingkan dengan ciptaan lainnya. Karunia itu

BAB I PENDAHULUAN. dikaruniai berbagai kelebihan dibandingkan dengan ciptaan lainnya. Karunia itu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia adalah makhluk hidup ciptaan Tuhan Yang Maha Esa dan dikaruniai berbagai kelebihan dibandingkan dengan ciptaan lainnya. Karunia itu berupa akal, cipta, rasa,

Lebih terperinci

DASAR-DASAR ILMU SOSIAL SISTEM SOSIAL PARSONS SAMSURI

DASAR-DASAR ILMU SOSIAL SISTEM SOSIAL PARSONS SAMSURI DASAR-DASAR ILMU SOSIAL SISTEM SOSIAL PARSONS SAMSURI FAKULTAS ILMU SOSIAL UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA Oktober 2011 PADA MULANYA...WEBER ZWECKRATIONALITÄT RASIONALITAS BERTUJUAN WERTRATIONALITÄT RASIONALITAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra merupakan wujud dari proses imajinatif dan kreatif pengarang.

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra merupakan wujud dari proses imajinatif dan kreatif pengarang. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karya sastra merupakan wujud dari proses imajinatif dan kreatif pengarang. Adapun proses kreatif itu berasal dari pengalaman pengarang sebagai manusia yang hidup di

Lebih terperinci

Oleh : Lia Aulia Fachrial, M.Si

Oleh : Lia Aulia Fachrial, M.Si Oleh : Lia Aulia Fachrial, M.Si Konsep (pengertian) ilmu pengetahuan Memahami dan menjelaskan konsep (pengertian) ilmu pengetahuan secara umum Hubungan sosiologi dengan ilmu-ilmu sosial lainnya Memahami

Lebih terperinci

PANCASILA PENDAHULUAN. Nurohma, S.IP, M.Si. Modul ke: Fakultas FASILKOM. Program Studi Sistem Informasi.

PANCASILA PENDAHULUAN. Nurohma, S.IP, M.Si. Modul ke: Fakultas FASILKOM. Program Studi Sistem Informasi. PANCASILA Modul ke: PENDAHULUAN Fakultas FASILKOM Nurohma, S.IP, M.Si Program Studi Sistem Informasi www.mercubuana.ac.id Pancasila PENDAHULUAN Kontrak perkuliahan, Rencana Pembelajaran, Deskripsi Perkuliahan,

Lebih terperinci

Dalam rangka meningkatkan kompetensi profesional, guru seni harus memiliki kemampuan menulis ilmiah (academic writing)

Dalam rangka meningkatkan kompetensi profesional, guru seni harus memiliki kemampuan menulis ilmiah (academic writing) Dalam rangka meningkatkan kompetensi profesional, guru seni harus memiliki kemampuan menulis ilmiah (academic writing) KARYA TULIS ILMIAH Laporan Hasil Penelitian Buku Ilmiah Buku Ajar (Buku Teks) Kritik

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. maupun mempaparkan dua konsep diantaranya definisi yang berkaitan erat

BAB II KAJIAN TEORI. maupun mempaparkan dua konsep diantaranya definisi yang berkaitan erat BAB II KAJIAN TEORI A. KAJIAN PUSTAKA Dalam kajian pustaka ini penulis ataupun peneliti akan menjabarkan maupun mempaparkan dua konsep diantaranya definisi yang berkaitan erat dengan judul, tema, dan fokus

Lebih terperinci

ULANGAN HARIAN SEMESTER GANJIL MATA PELAJARAN SOSIOLOGI KELAS X TAHUN AJARAN 2016/2017

ULANGAN HARIAN SEMESTER GANJIL MATA PELAJARAN SOSIOLOGI KELAS X TAHUN AJARAN 2016/2017 ULANGAN HARIAN SEMESTER GANJIL MATA PELAJARAN SOSIOLOGI KELAS X TAHUN AJARAN 2016/2017 1. Istilah sosiologi berasal dari kata. a. socius dan logos b. society dan logous c. social dan logo d. sosio dan

Lebih terperinci

2014 PEMIKIRAN MUBYARTO TENTANG EKONOMI INDONESIA

2014 PEMIKIRAN MUBYARTO TENTANG EKONOMI INDONESIA BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembangunan Ekonomi disuatu Negara memang sudah menjadi sebuah keharusan yang tidak bisa ditinggalkan atau dikesampingkan karena pada hakikatnya kesejahteraan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan salah satu komponen utama kebutuhan manusia. Melalui

I. PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan salah satu komponen utama kebutuhan manusia. Melalui I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan salah satu komponen utama kebutuhan manusia. Melalui pendidikan, setiap insan diharapkan mampu menghadapi tantangan kehidupan yang semakin berat. Terlebih

Lebih terperinci

Komunikasi dan Politik 1 Oleh : Adiyana Slamet, S.Ip., M.Si

Komunikasi dan Politik 1 Oleh : Adiyana Slamet, S.Ip., M.Si Komunikasi dan Politik 1 Oleh : Adiyana Slamet, S.Ip., M.Si Seseorang yang menggeluti komunikasi politik, akan berhadapan dengan masalah yang rumit, karena komunikasi dan politik merupakan dua paradigma

Lebih terperinci

RESPONS - DESEMBER 2009

RESPONS - DESEMBER 2009 Judul : Filsafat Manusia: Upaya Membangkitkan Humanisme Penulis : Kasdin Sihotang Penerbit : Kanisius, Yogyakarta, 2009 Tebal : 166 halaman Harga : Rp 35.000 Tiada makhluk yang lebih paradoksal selain

Lebih terperinci

BAB VI PENUTUP. A. Kesimpulan

BAB VI PENUTUP. A. Kesimpulan BAB VI PENUTUP A. Kesimpulan Modernitas yang ditandai oleh rasio instrumental mengimplikasikan beberapa persoalan seperti filsafat kesadaran, positivisme, universalitas serta kecenderungan ideologi yang

Lebih terperinci

MAZHAB FILSAFAT PENDIDIKAN. Imam Gunawan

MAZHAB FILSAFAT PENDIDIKAN. Imam Gunawan MAZHAB FILSAFAT PENDIDIKAN Imam Gunawan PERENIALISME Merupakan suatu aliran dalam pendidikan yang lahir pada abad 20. Perenialisme lahir sebagai suatu reaksi terhadap pendidikan progresif. Mereka menentang

Lebih terperinci

BAB II TINDAKAN SOSIAL DAN KESEJAHTERAAN SOSIAL. paradigma yang ada yakni Fakta Sosial (Emile Durkheim) dan Perilaku

BAB II TINDAKAN SOSIAL DAN KESEJAHTERAAN SOSIAL. paradigma yang ada yakni Fakta Sosial (Emile Durkheim) dan Perilaku BAB II TINDAKAN SOSIAL DAN KESEJAHTERAAN SOSIAL A. Tindakan Sosial Max Weber Teori tindakan sosial merupakan salah satu teori yang dikemukakan oleh Max Weber, dan terdapat pada paradigma Definisi Sosial

Lebih terperinci

MAKALAH PENDIDIKAN SEBAGAI ILMU

MAKALAH PENDIDIKAN SEBAGAI ILMU MAKALAH PENDIDIKAN SEBAGAI ILMU Oleh : Septy Indriyani (15105244006) Teknologi Pendidikan A A. PENDAHULUAN Ilmu adalah rangkaian aktivitas manusia yang rasional dan kognitif dengan berbagai metode berupa

Lebih terperinci

Pancasila. Pancasila sebagai sistem Etika (etika, aliran etika dan etika Pancasila) Yuvinus Elyus, Amd. IP., SH., MH. Modul ke:

Pancasila. Pancasila sebagai sistem Etika (etika, aliran etika dan etika Pancasila) Yuvinus Elyus, Amd. IP., SH., MH. Modul ke: Modul ke: Pancasila Pancasila sebagai sistem Etika (etika, aliran etika dan etika Pancasila) Fakultas Ekonomi dan Bisnis Yuvinus Elyus, Amd. IP., SH., MH. Program Studi Akuntansi www.mercubuana.ac.id Pancasila

Lebih terperinci

ALIRAN-ALIRAN FILSAFAT PENDIDIKAN DI AS

ALIRAN-ALIRAN FILSAFAT PENDIDIKAN DI AS ALIRAN-ALIRAN FILSAFAT PENDIDIKAN DI AS 1. PROGRESSIVISME a. Pandangan Ontologi Kenyataan alam semesta adalah kenyataan dalam kehidupan manusia. Pengalaman adalah kunci pengertian manusia atas segala sesuatu,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka

BAB I PENDAHULUAN. membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa,

Lebih terperinci

Pendahuluan Manusia adalah Makhluk Individu Memiliki akal pikiran, perasaan, dan kehendak. Makhluk Sosial Memiliki perilaku etis

Pendahuluan Manusia adalah Makhluk Individu Memiliki akal pikiran, perasaan, dan kehendak. Makhluk Sosial Memiliki perilaku etis Pendahuluan Manusia adalah Makhluk Individu Memiliki akal pikiran, perasaan, dan kehendak. Makhluk Sosial Memiliki perilaku etis Pembahasan mengenai: Pengertian etika Hubungan etika dengan moral Hubungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adalah pengetahuan. Kemudian Plato, menurutnya baik itu apabila ia dikuasai oleh

BAB I PENDAHULUAN. adalah pengetahuan. Kemudian Plato, menurutnya baik itu apabila ia dikuasai oleh BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Etika di mulai pada abad ke lima sebelum masehi. Berbagai mazhab di yunani yang ditandai dengan kehadiran Socrates, yang mengatakan bahwa kebaikan itu adalah

Lebih terperinci

PROPORSI PENILAIAN Tugas Mingguan 40% Diskusi Mingguan 20% Ujian Tengah Semester 20% Ujian Akhir Semester 20%

PROPORSI PENILAIAN Tugas Mingguan 40% Diskusi Mingguan 20% Ujian Tengah Semester 20% Ujian Akhir Semester 20% MATA KULIAH JUMLAH SKS DOSEN : SOSIOLOGI KRITIS : 2 SKS : TIM DESKRIPSI SINGKAT Sosiologi Kritis adalah sosiologi dari perspektif Kritis di mana materi yang terkandung di dalamnya dimaksudkan untuk membangkitkan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Paradigma adalah suatu cara pandang untuk memahami kompleksitas dunia nyata.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Paradigma adalah suatu cara pandang untuk memahami kompleksitas dunia nyata. BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Paradigma Penelitian Paradigma adalah suatu cara pandang untuk memahami kompleksitas dunia nyata. Paradigma tertanam kuat dalam sosialisasi para penganut dan praktisinya.

Lebih terperinci

PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI BANGSA

PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI BANGSA PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI BANGSA ABSTRAK Prinsip-prinsip pembangunan politik yang kurang sesuai dengan nilai-nilai Pancasila telah membawa dampak yang luas dan mendasar bagi kehidupan manusia Indonesia.

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. keterampilan intelektual. Karena itu pengorganisasian materi pembelajaran

BAB II KAJIAN PUSTAKA. keterampilan intelektual. Karena itu pengorganisasian materi pembelajaran BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Keterampilan Intelektual Dalam proses belajar mengajar yang menekankan konstruksi pengetahuan, kegiatan utama yang berlangsung adalah berpikir atau mengembangkan keterampilan intelektual.

Lebih terperinci

KELAHIRAN SOSIOLOGI Pertemuan 2

KELAHIRAN SOSIOLOGI Pertemuan 2 KELAHIRAN SOSIOLOGI Pertemuan 2 SOSIOLOGI??? APA MANFAAT LETAK LAHIRNYA SOSIOLOGI Sosiologi lahir manakala muncul perhatian terhadap masyarakat karena perubahan yang terjadi Terdapat peristiwa besar di

Lebih terperinci

PARADIGMA PENDIDIKAN. Bahan Kuliah S2 Sosiologi Pendidikan dan Perubahan Sosial. Ravik Karsidi 2015

PARADIGMA PENDIDIKAN. Bahan Kuliah S2 Sosiologi Pendidikan dan Perubahan Sosial. Ravik Karsidi 2015 PARADIGMA PENDIDIKAN Bahan Kuliah S2 Sosiologi Pendidikan dan Perubahan Sosial Ravik Karsidi 2015 Masalah-Masalah Pendidikan Saat ini, seringkali pendidikan hanya dicermati sebagai masalah teknis belajar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai makhluk sosial pada dasarnya mempunyai sifat untuk

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai makhluk sosial pada dasarnya mempunyai sifat untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Konteks Penelitian Manusia sebagai makhluk sosial pada dasarnya mempunyai sifat untuk bersosialisasi, bekerjasama dan membutuhkan keberadaan manusia yang lainnya. Untuk itu keberadaan

Lebih terperinci

Filsafat Ilmu : Kajian atas Asumsi Dasar, Paradigma, dan Kerangka Teori Ilmu Pengetahuan RESENSI BUKU

Filsafat Ilmu : Kajian atas Asumsi Dasar, Paradigma, dan Kerangka Teori Ilmu Pengetahuan RESENSI BUKU RESENSI BUKU Judul : Filsafat Ilmu Kajian atas Asumsi Dasar, Paradigma, dan Kerangka Teori Ilmu Pengetahuan Penulis : Mohammad Muslih Penerbit : Belukar Yogyakarta Cetakan : I, 2005 Tebal : XI + 269 halaman

Lebih terperinci

Inisiasi 2 LANDASAN MORAL, SOSIO-KULTURAL, RELIGI HAK AZASI MANUSIA

Inisiasi 2 LANDASAN MORAL, SOSIO-KULTURAL, RELIGI HAK AZASI MANUSIA Inisiasi 2 LANDASAN MORAL, SOSIO-KULTURAL, RELIGI HAK AZASI MANUSIA Saudara mahasiswa yang saya hormati. Salam sejahtera dan selamat bertemu lagi dalam kegiatan tutorial online yang kedua mata kuliah Pendidikan

Lebih terperinci

A. LOGIKA DALAM FILSAFAT ILMU

A. LOGIKA DALAM FILSAFAT ILMU KELOMPOK 8 A. LOGIKA DALAM FILSAFAT ILMU Logika berasal dari kata yunani logos yang berarti ucapan, kata, akal budi, dan ilmu. Logika sebagai ilmu merupakan elemen dasar setiap ilmu pengetahuan. Logika

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menyangkut hubungan antara orang-perorangan, antara kelompok-kelompok

BAB I PENDAHULUAN. menyangkut hubungan antara orang-perorangan, antara kelompok-kelompok BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bentuk umum proses sosial adalah interaksi sosial (yang juga dapat dinamakan proses sosial) karena interaksi merupakan syarat utama terjadinya aktivitas-aktivitas

Lebih terperinci

BAB IV. 1. Makna dan Nilai wariwaa dalam adat. Pada umumnya kehidupan manusia tidak terlepas dari adat istiadat,

BAB IV. 1. Makna dan Nilai wariwaa dalam adat. Pada umumnya kehidupan manusia tidak terlepas dari adat istiadat, BAB IV ANALISIS 1. Makna dan Nilai wariwaa dalam adat Pada umumnya kehidupan manusia tidak terlepas dari adat istiadat, yang secara sadar maupun tidak telah membentuk dan melegalkan aturan-aturan yang

Lebih terperinci

PERSPEKTIF FILSAFAT PENDIDIKAN TERHADAP PSIKOLOGI PENDIDIKAN HUMANISTIK

PERSPEKTIF FILSAFAT PENDIDIKAN TERHADAP PSIKOLOGI PENDIDIKAN HUMANISTIK 31 Jurnal Sains Psikologi, Jilid 6, Nomor 1, Maret 2017, hlm 31-36 PERSPEKTIF FILSAFAT PENDIDIKAN TERHADAP PSIKOLOGI PENDIDIKAN HUMANISTIK Fadhil Hikmawan Fakultas Filsafat Universitas Gadjah Mada fadhil_hikmawan@rocketmail.com

Lebih terperinci

INTERAKSI SOSIAL PADA AKTIVIS IMM DAN KAMMI. Skripsi

INTERAKSI SOSIAL PADA AKTIVIS IMM DAN KAMMI. Skripsi INTERAKSI SOSIAL PADA AKTIVIS IMM DAN KAMMI Skripsi Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh derajat Sarjana S-1 Psikologi Oleh : NANANG FEBRIANTO F. 100 020 160 FAKULTAS PSIKOLOGI

Lebih terperinci

ETIKA & FILSAFAT KOMUNIKASI

ETIKA & FILSAFAT KOMUNIKASI ETIKA & FILSAFAT KOMUNIKASI Modul ke: Pokok Bahasan : PENGANTAR BIDANG FILSAFAT Fakultas Fakultas Ilmu Komunikasi Yogi Prima Muda, S.Pd, M.Ikom Program Studi (Marcomm) www.mercubuana.ac.id MENGAPA HARUS

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Sifat Penelitian Penelitian ini bersifat deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Penelitian deskriptif adalah jenis penelitian yang memberikan gambaran atau uraian atas

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. A. Penelitian Terdahulu

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. A. Penelitian Terdahulu BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR A. Penelitian Terdahulu Pembahasan masalah nilai etika dalam kaitannya dengan naskah ADK menjadi topik penting yang selalu dibicarakan, karena masalah ini menyangkut

Lebih terperinci

The Public Administration Theory Primer (Sebuah Kesimpulan)

The Public Administration Theory Primer (Sebuah Kesimpulan) The Public Administration Theory Primer (Sebuah Kesimpulan) Tujuan utama buku ini adalah untuk menjawab tentang peran teori terkait permasalahan administrasi publik. Sebagaimana diketahui, tujuan utama

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. positif dan negatif pada suatu negara. Orang-orang dari berbagai negara

I. PENDAHULUAN. positif dan negatif pada suatu negara. Orang-orang dari berbagai negara I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Teknologi informasi dan komunikasi berkembang secara cepat seiring dengan globalisasi sehingga interaksi dan penyampaian informasi akan berkembang dengan cepat.

Lebih terperinci

KODE ETIK PSIKOLOGI SANTI E. PURNAMASARI, M.SI., PSIKOLOG. Page 1

KODE ETIK PSIKOLOGI SANTI E. PURNAMASARI, M.SI., PSIKOLOG. Page 1 KODE ETIK PSIKOLOGI SANTI E. PURNAMASARI, M.SI., PSIKOLOG Page 1 PENGANTAR ETIKA PROFESI Etika : aturan, perilaku, adat kebiasaan manusia dalam pergaulan antara sesama dan menegaskan mana yang benar dan

Lebih terperinci

REVITALISASI PERAN ORGANISASI KEMASYARAKATAN DALAM MENEGAKKAN NILAI-NILAI BHINNEKA TUNGGAL IKA. Fakultas Hukum Universitas Brawijaya

REVITALISASI PERAN ORGANISASI KEMASYARAKATAN DALAM MENEGAKKAN NILAI-NILAI BHINNEKA TUNGGAL IKA. Fakultas Hukum Universitas Brawijaya REVITALISASI PERAN ORGANISASI KEMASYARAKATAN DALAM MENEGAKKAN NILAI-NILAI BHINNEKA TUNGGAL IKA Fakultas Hukum Universitas Brawijaya BHINNEKA TUNGGAL IKA SEBAGAI SPIRIT KONSTITUSI Pasal 36A UUD 1945 menyatakan

Lebih terperinci

FILSAFAT SEJARAH BENEDETTO CROCE ( )

FILSAFAT SEJARAH BENEDETTO CROCE ( ) FILSAFAT SEJARAH BENEDETTO CROCE (1866-1952) Filsafat Sejarah Croce (1) Benedetto Croce (1866-1952), merupakan pemikir terkemuka dalam mazhab idealisme historis. Syafii Maarif mengidentifikasi empat doktrin

Lebih terperinci