PENGARUH TEGANGAN APLIKASI TERHADAP KOROSI PITTING PADA MATERIAL ALUMINIUM SERI 1100 SELAMA 504 JAM

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PENGARUH TEGANGAN APLIKASI TERHADAP KOROSI PITTING PADA MATERIAL ALUMINIUM SERI 1100 SELAMA 504 JAM"

Transkripsi

1 PENGARUH TEGANGAN APLIKASI TERHADAP KOROSI PITTING PADA MATERIAL ALUMINIUM SERI 1100 DENGAN ARAH ROL 90 0 DI LINGKUNGAN AIR LAUT SELAMA 504 JAM Tesis Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Magister dalam Ilmu Material Disusun Oleh: Nama: Nurdiansyah NPM: FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM PROGRAM STUDI ILMU MATERIAL UNIVERSITAS INDONESIA 2008 i

2 KATA PENGHANTAR Puji syukur kehadirat Allah SWT, berkat rahmat dan hidayah-nya, penulis dapat menyelesaikan tesis dengan judul Pengaruh Tegangan Aplikasi Terhadap Korosi Pitting Pada Material Aluminium Dengan Arah Rol 90 0 Pada Lingkungan Air Laut selama 504 Jam. Sebagai salah satu syarat kelulusan penulis untuk meraih gelar Magister Ilmu Material. Penulis mengucapkan terima kasih kepada kedua orang tua tercinta, adik dan kakak tersayang yang senantiasa memberikan dukungan dan doa dalam menyelesaikan tesis ini. Kepada Bapak Prof.Dr.Ir.Johny Wahyuadi S, DEA sebagai pembimbing tesis, Bapak Dr.Bambang Soegijono sebagai Ketua Program Studi Ilmu Material, Program Pascasarjana, penulis juga mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada tenaga laboran CMPFA Jurusan Teknik Metalurgi UI Depok yang telah membantu pelaksanaan pengujian laboratorium dan menjadi sarana diskusi Mohon maaf atas segala kekurangan dan kesalahan, penulis menerima saran dan kritik yang membangun dari pembaca agar penulis dapat memeprbaiki laporan penelitian ini dikemudian hari Jakarta 22 Juli 2008 Nurdiansyah v

3 LEMBAR PERSETUJUAN Tesis ini telah disetujui oleh: Prof. Dr.Ir. Johny Wahyuadi S, DEA Pembimbing Dr. Bambang Soegijono Penguji Dr Soehardjo Poertaji Penguji Dr Budhy Kurniawan` Penguji Dr. Bambang Soegijono Ketua Program Studi Ilmu Material Program Pascasarjana Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia Juli 2008 ii

4 A B S T R A K Paduan Aluminium banyak dipakai hampir seluruh aspek teknologi industri. Salah satu kerusakan yang sering terjadi dalam pemakaian paduan aluminium adalah korosi pitting dan korosi retak tegang. Kedua jenis korosi ini satu sama lain ada keterkaitan untuk bisa merusak permukaan material. Oleh karena itu Aluminium paduan harus diseleksi untuk mengetahui efek metalurgi setelah berada pada linkungan korosif seperti air laut sebagai senyawa yang sering bersinggungan dengan beberapa jenis material terutama aluminium. Serta diberikan pembebanan secara statik pada permukaan material sesuai dengan standar ASTM G-39 tentang Preparation and Use Bent-Beam Stress-Corrosion Test Specime dengan waktu pengujian selama 504 Jam. Metode yang dipilih adalah Two Point Loaded Speciement. Pengujian ini menggunakan holder sebagai penahan benda uji sehingga benda uji mendapat tegangan tetap. Pengamatan terjadinya korosi sumuran dapat dilakukan dengan melihat secara langsung dan juga dapat diamati dengan SEM. Uji tarik dipakai untuk mendapatkan Modulus Young benda uji agar diketahui tegangan aplikasi yang dipakai. Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa tegangan aplikasai dari 17,58 GPa sampai 22,92 Gpa menghasilkan diameter pitting 0,018 mm sampai 0,039 mm serta jumlah korosi pitting dari 2 sampai 9 buah. iii

5 ABSTRACT Aluminium alloy are used almost all of domain technology industries. One failures usually to used aluminium alloy is corrosion pitting and stress corrosion crack. Two kind this corrosion have relation to can failures surface material. Because Aluminium alloy must be selected to know effect matalurgy after on a corrosive environment for example marine liquid is compound to usually interaction with more a kind material (aluminium). And give to bending static at all of surface specimen. Type which is based on the ASTM G-39. Two point Loaded Speciment methode is selected with. This test used time for 504 Hours. This test used Holder span which is support the specimen so that specimen received outside constant stress. Tensle stress is used to get Modulus Young value specimen so that to know applied stress. Result of research can take conclusion are applied stress from 17,58 GPa ntil 22,92 GPa produce pitting diameter 0,018 mm until 0,039 mm and to produce 2 until 9 corrosion pitting. iv

6 DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL... i LEMBAR PERSETUJUAN... ii ABSTRAK... iii ABSTRACT... iv KATA PENGANTAR...v DAFTAR ISI... vi DAFTAR GAMBAR... ix DAFTAR TABEL...xii 1. PENDAHULUAN Tinjauan Umum Latar Belakang Masalah Tujuan Penelitian TINJAUAN PUSTAKA Paduan Aluminium Korosi Reaksi Kimia Korosi Pitting Korosi Retak Tegang Jenis logam Tegangan Lingkungan Korosi Teori Elastisitas Pengaruh Ketebalan Bahan Terhadap Konsentrasi Stress...24 vi

7 2.6 Metode Pengujian Stress Corrosion Cracking Mekanisme Pengujian Pada SCC Perhitungan Tegangan Aplikasi Two Loaded Specimen X-Ray Mikroradiography METODOLOGI PENELITIAN Diagram Alir Penelitian Bahan Penelitian Prosedur Kerja Preparasi Sampel Preparasi Sampel Uji Tarik Pembuatan Sampel Holder Perhitungan Tegangan Aplikasi Perendaman Sampel Pada Lingkungan NaCl Alat Yang Digunakan Pengujian Korosi Dengan Metode Two Point Loaded Bending Pencelupan Sampel dalam Lingkungan Korosif Evaluasi Sampel dan Pengujian Metalografi hasil pengujian Two Point Loaded Bending HASIL PENELITIAN Ukuran Benda uji dan Jarak Holder Analisa Komposisi Kimia...47 vii

8 4.3 Pengujian Tarik Penghitungan Tegangan Aplikasi Hasil Pengujian Korosi Retak Tegang Jumlah dan Diameter Korosi Sumuran Foto Makro Benda Uji Sebelum Pengujian Korosi Hasil Pengamatan Foto Mikro Hasil Uji Metalografi PEMBAHASAN Korosi Yang Terjadi Pada Benda Uji Hubungan Tegangan Aplikasi Terhadap Koros Pitting Hubungan Tegangan Aplikasi Terhadap Diameter Korosi Hubungan Tegangan Aplikasi Terhadap Ketebalan Bahan Struktur Mikro KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran...62 DAFTAR ACUAN...64 viii

9 DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1. Ilustrasi mengenai pitting factor (p/d) Gambar 2.2. Morfologi pitting :(a) narrow,deep, (b) eliptical, (c) wide, shallow, (d) subsurface, Gambar 2.3. Mekanisme penetrasi ke lapisan pasif pada korosi pitting aluminium alloy. Gambar 2.4. Mekanisme pemecahan lapisan pasif. Gambar 2.5. Korosi pitting pada aluminium alloy direndam pada lingkungan air laut selama 6 bulan Gambar 2.6. Mekanisme adsorpsi. Gambar 2.7 Mikrostruktur paduan alumunium 2024-T3 (a) Di aging selama 10 jam pada suhu C (b) Di Aging selama 15 jam pada suhu C. Gambar 2.8. Kurva tegangan vs waktu. Gambar 2.9. Kecepatan perambatan retak sebagai fungsi dari kedalaman retakan. Gambar Perubahan dimensi sebagai fungsi waktu pada tegangan konstan. Gambar Pasangan lingkungan korosif dan logam untuk mempercepat retakan. Gambar Tes strain rate material almunium 6061-T651 pada berbagai medium korosif Gambar Sampel material alumunium 2024 bentuk Clad dan Bare Gambar Konsentrasi stress pada daerah garis batas (a) Hasil SEM daerah transisi line (b) transisi line material ix

10 Gambar Faktor konsentrasi sebagai fungsi ketebalan pada tegangan konstan Gambar Metode pengujian pembebanan untuk stress corrosion cracking. (a) U-bend (b) C-ring (c) Bent-beam (d) Tensile [ASTM G-39] Gambar Skematik spesimen dan konfigurasi holder pada metode bent-beam [ASTM G-39] Gambar Metode pengujian two-point loaded specimen [ASTM G-39] Gambar (a) Intergranular pada aluminium alloy dilingkungan NaCl (b) Trangranular Corrosion pada aluminium alloy dilingkungan NaCl. Gambar 3.1. Diagram alir penelitian. Gambar 3.2. Spesimen uji tarik no. 5. Gambar 3.3. Skema Sampel Holder Untuk Pengujian Stress Corrosion Cracking Gambar 3.4. Daerah pengamatan mikrostruktur pada sampel Gambar 4.1. Benda uji Aluminium seri 1100 sebelum dilakukan pengujian (Panjang sampel 23 cm, 21 dan 20 masing-masing sebanyak 3 buah) Gambar 4.2. Struktur mikro aluminium seri 1100 sebelum pengujian Gambar 4.3. Struktur mikro Aluminium seri 1100 setelah pengujian (a). L=20 cm dan tebal 0,1 cm (b). L=20 cm dan tebal 0,155 cm Gambar 4.4. Struktur mikro Aluminium seri 1100 setelah pengujian (a). L=21 cm dan tebal 0,1 cm (b). L =23 cm dan tebal 0,1 cm x

11 Gambar 4.5. Struktur mikro benda uji Aluminium pelat dengan panjang sampel 21 cm dan tebal 1,0 mm Gambar 4.6 (a) dan 46 (b). Struktur mikro benda uji Aluminium pelat dengan panjang sampel 23 cm dan tebal 1,0 cm Gambar 4.7 (a) dan (b) Struktur mikro benda uji Aluminium pelat dengan panjang sampel 20 cm dan tebal 1,0 cm Gambar 4.8 Struktur mikro benda uji Aluminium pelat dengan panjang sampel 20 cm dan tebal 1,55 cm Gambar 5.1. Grafik Hubungan tegangan aplikasi terhadap jumlah korosi sumuran Gambar 5.2 Hubungan tegangan aplikasi dengan diameter rata-rata Gambar 5.3 Grafik Penyebaran diameter dari ketiga sampel L = 23 cm, L = 21 cm dan L = 20 cm dengan ukuran ketebalan sama Gambar 5.4. Grafik Hubungan ketebalan bahan terhadap tegangan aplikasi Gambar 5.5. Grafik Hubungan antara ketebalan bahan, tegangan aplikasi dan Jumlah pitting Gambar 5.6. Grafik Hubungan ketebalan bahan terhadap diameter dengan dimensi material yang sama xi

12 DAFTAR TABEL Tabel 2.1. Tipe-tipe paduan aluminium Tabel 2.2 Komposisi aluminium seri 1100 Tabel 2.3. Parameter material Alumunium seri 1100 Tabel 2.4. Data publikasi paduan aluminium Tabel 3.1. Standar Uji Tarik JIS Tabel 3.2. Prosedur Pembersihan Kimia Untuk Menghilangkan Produk Korosi Tabel 4.1 Ukuran benda uji, Tinggi dan Sudut kelengkungan Tabel 4.2. Hasil uji komposisi Al 2024-T3 Tabel 4.3. Hasil pengujian tarik Al 2024-T3 Tabel 4.4 Sifat mekanik Hasil uji tarik Tabel 4.5 Hasil perhitungan tegangan aplikasi Tabel 4.6. Jumlah dan Diameter Korosi Sumuran xii

13 BAB I PENDAHULUAN Tinjauan Umum Korosi atau secara awam lebih dikenal dengan istilah pengkaratan merupakan fenomena kimia pada bahan-bahan logam di berbagai macam kondisi lingkungan.. Korosi merupakan masalah teknis dan ilmiah yang serius. Di negaranegara maju sekalipun, masalah ini secara ilmiah belum tuntas terjawab hingga saat ini. Selain merupakan masalah ilmu permukaan yang merupakan kajian dan perlu ditangani secara fisika, korosi juga menyangkut kinetika reaksi yang menjadi wilayah kajian para ahli kimia. Korosi juga menjadi masalah ekonomi karena menyangkut umur, penyusutan dan efisiensi pemakaian suatu bahan maupun peralatan dalam kegiatan industri. Milyaran Dolas AS telah dibelanjakan setiap tahunnya untuk merawat jembatan, peralatan perkantoran, kendaraan bermotor, mesin-mesin industri serta peralatan elektronik lainnya agar umur konstruksinya dapat bertahan lebih lama. Alternatif yang dapat dilakukan adalah menggunakan material yang memang tahan terhadap lingkungan kerjanya. Dengan kemajuan teknologi, banyak dibuat material-material paduan yang dikhususkan untuk media korosif tertentu. Aluminium merupakan logam ringan mempunyai sifat tahan korosi, berat jenisnya yang ringan, mempunyai daya hantar panas dan daya hantar listrik yang baik, mudah dibentuk dan mempunyai titik cair yang rendah [1] 1

14 Untuk ketahanan korosi yang khusus diperlukan permukaan logam dilapisi dengan alumunium murni atau paduan alumunium yang tahan korosi. Pada masa kini, hampir semua bahan yang dianggap aluminium adalah sebenarnya sejenis alloy aluminium. Paduan alumunium dengan banyak unsur seperti tembaga, seng, magnesium, mangan dan silikon (contohnya, duralumin). Paduan ini biasanya digunakan dalam kontruksi pesawat terbang, dan pelapis kendaraan bermotor serta bahan pembuat robot. Oleh karena itu, pemahaman tentang korosi dan pengetahuan yang cukup mengenai cara pengendaliannya dirasakan sangatlah penting, sehingga nilai daya guna pemanfaatan logam akan maksimum. Dengan melihat alasan dasar tersebut, disini penulis mencoba melakukan studi eksperimen mengenai suatu unsur logam didalam hubungannya akan fenomena-fenomena yang terjadi terhadap suatu korosi. Pemilihan fenomena korosi yang diambil dikonsentrasikan pada jenis korosi pitting. Dengan mengasumsikan bahwa dengan mengamati perkembangan laju korosi pitting maka korosi retak tegang dapat diamati Latar Belakang Masalah Pemakaian material alumunium alloy dipergunakan untuk beberapa aplikasi antara lain untuk badan pesawat, rangka pesawat, bagasi pesawat, dan bagian lain. Sedangkan dalam dunia otomotif digunakan sebaga material pelapis 2

15 kendaraan bermotor baik pada bodi maupun mesin kendaraan, dan di industri aluminium banyak digunakan sebagai bahan pembuat robot. Salah satu faktor yang berperan penting dalam terbentuknya korosi pitting (sumuran) adalah faktor tegangan. Tegangan tarik merupakan salah satu dasar timbulnya korosi retak tegang, dimana tegangan harus ada atau diberikan agar memiliki kecenderungan menarik bagian-bagian logam, tegangan-tegangan tersebut dapat dikategorikan yaitu tegangan aplikasi dan tegangan sisa. Semakin besar tegangan yang diberikan pada suatu logam maka semakin berkurang ketahanan korosi retak tegang pada suatu material. Karena korosi retak tegang merupakan korosi yang berbahaya maka dilakukan pengujian untuk mengetahui ketahanan korosi retak tegang pada material aluminium alloy dengan melakukan perubahan tegangan aplikasi pada material, sehingga dapat diketahui usia pakai material tersebut dengan tegangan aplikasi yang berbeda. Pengujian ini dilakukan dengan metode two-point loaded specimen sesuai dengan standar ASTM G 39 tentang Preparation and Use Bent- Beam Stress-Corrosion Test Specimen[2] 1.3. Tujuan Penelitian Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui ketahanan dari material Aluminium paduan terhadap korosi pitting (sumuran) pada lingkungan korosif. Beberapa pengujian dilakukan terhadap material Aluminium paduan seperti pengujian sifat mekanis, komposisi kimia, dan metalografi. 3

16 Dari hasil penelitian yang ada, diharapkan akan didapatkan hal-hal sebagai berikut: 1. Mengetahui ketahanan material dan lamanya waktu material dari terjadinya korosi pitting hingga terjadi korosi retak tegang dari kondisi pengujian. 2. Mengetahui pengaruh tegangan aplikasi terhadap korosi pitting. 3. Mengetahui pengaruh tegangan aplikasi terhadap diameter korosi sumuran 4. Mengetahui pengaruh ketebalan material terhadap besar tegangan aplikasi dan korosi pitting 4

17 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Paduan Alumunium Aluminium dipilih karena memiliki sifat ringan dan kekuatannya dapat dibentuk dengan cara dipadu dengan unsur lain. Permasalahan yang dihadapi adalah pemilihan jenis unsur apa yang akan dipadu dengan aluminium untuk mendapatkan karakteristik material yang dibutuhkan. Alumunium alloy dibagi dalam beberapa tipe atau seri yaitu: Tabel 2.1. Tipe-tipe paduan aluminium [3] Seri Komposisi 1XXX Aluminum murni, kandungan minimal 99.00% 2XXX 3XXX 4XXX 5XXX 6XXX 7XXX 8XXX 9XXX Copper (Cu). => Duralumin Manganese (Mn) Silicon (Si) Magnesium (Mg) Magnesium and Silicon (Mg and Si) Zinc (Zn) Unsur lain Unused series 5

18 Salah satu penggunaan paduan aluminium tempa (wrought) adalah untuk aplikasi pesawat terbang seperti untuk kerangka pesawat (frame), kulit pesawat (skin), dan bagian-bagian pendukung lainnya. Kerangka pesawat dominan menggunakan seri 2xxx dan seri 7xxx, sedangkan seri 1100 banyak digunakan sebagai pelapis bodi kendaraan bermotor atau produk otomotif yang lain seperti piston [4] serta banyak digunakan sebagai bahan utama pembuat robot. Berdasarkan dari hasil produknya, paduan alumunium dapat dibagi menjadi dua group yaitu: 1. Paduan Non heat treatble, yaitu paduan aluminium yang tidak dapat dikeraskan dengan perlakuan panas, yang termasuk dalam group ini seri 1xxx, 3xxx dan 5xxx. 2. Paduan Heat treatble, yaitu paduan aluminium yang dapat di keraskan dengan proses perlakuan panas, yang termasuk dalam group ini seri 2xxx, 6xxx dan 7xxx. Berdasarkan studi literatur pada Air Craft Material UK didapatkan komposisi kedua jenis material paduan aluminium sebagai berikut: Tabel 2.2 Komposisi aluminium seri 1100 [5] Material Aluminium Komposisi Kimia Aluminium Alloy Seri 1100 Al % Cu % (Si + Fe) Mg Zn % Others, % % each 99 min 0,05-0,20 0,95 max Others, total 0,05 max 0,10max 0,05 max 0,15 max seri

19 a. Fe (besi) Pengaruh unsur paduan tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut [6]: Pengaruh baik Pengaruh buruk : Mencegah penyumbatan estacan selama casting. : Menurunkan sifat mekanis Menimbulkan cacat lubang Menimbulkan terjadinya hard spot Menurunkan ketahanan korosi b. Cu (tembaga) Pengaruh baik : Menaikkan kekuatan Mengurangi hot shotness Menaikkan mampu cor Pengaruh buruk : Menurunkan ketahanan korosi Menurunkan ketangguhan c. Si (Silikon) Pengaruh baik : Menaikkan kekuatan Memperbaiki sifat mampu tuang Menurunkan koefisien muai panas Meningkatkan ketahanan korosi Pengaruh buruk : Menurunkan ketangguhan Material aluminium ditingkatkan kekuatannya dengan suatu mekanisme penguatan bahan logam yang disebut precipitation hardening, atau suatu proses pembentukan partikel halus dalam suatu paduan. Dalam precipitation hardening harus ada dua fasa, yaitu fasa yang jumlahnya lebih banyak disebut matriks dan 7

20 fasa yang jumlahnya lebih sedikit disebut precipitate. Mekanisme penguatan ini meliputi tiga tahapan, yaitu: 1. Solid solution treatment, yaitu memanaskan hingga diatas garis solvus untuk mendapatkan fasa larutan padat yang homogen, dimana unsur larut secara merata. 2. Quenching, yaitu proses pendinginan dengan cepat untuk mempertahankan struktur mikro fasa padat homogen agar tidak terjadi difusi. 3. Aging atau proses penuaan, yaitu dipanaskan kembali dengan temperatur tidak terlalu tinggi agar terjadi difusi fasa alpha pada jarak pendek membentuk precipitate atau partikel-partikel halus dalam matrik sehingga meningkatkan kekuatan maupun kekerasan Korosi Korosi adalah proses perusakan ataupun penurunan sifat logam oleh reaksi elektrokimia karena berinteraksi dengan lingkungan. Korosi sering terjadi pada lingkungan air, korosi juga berlangsung dilingkungan kering juga dapat terjadi di udara karena kandungan uap air. Adapun jenis-jenis korosi yang terjadi pada logam adalah sebagai berikut: 1. Korosi Merata Korosi ini biasanya disebabkan oleh reaksi elektrokimia secara merata pada permukaan logam yang terbuka yang dapat menyebabkan semakin menipisnya dan akhirnya mengalami kerusakan. Korosi ini dapat dikendalikan dengan cara: penggunaan lapisan pelindung, proteksi katodik dan inhibitor. 8

21 2. Korosi Celah Korosi celah terjadi pada daerah celahan atau daerah-daerah yang tersembunyi pada permukaan logam yang berada pada lingkungan korosif, korosi ini terjadi karena adanya perbedaan konsentrasi oksigen dicelah dengan lingkungan. Permukaan logam yang konsentrasi O 2 lebih tinggi logam bersifat katodik, sedangkan konsentrasi O 2 jauh lebih rendah dalam celah sehingga bersifat jauh lebih anodik dan mengalami korosi dengan laju yang tinggi. Korosi celah dapat dikendalikan dengan cara menghindari terbentuknya celah-celah dalam suatu konstruksi. 3. Korosi Sumuran (Pitting) Korosi lubang atau pitting didefinisikan sebagai serangan korosif yang terlokalisasi. Sederhananya, pitting merupakan jenis korosi terlokalisasi yang menghasilkan lubang pada material, yaitu pada daerah serangan korosi dimana luasnya relatif lebih kecil dibandingkan dengan keseluruhan permukaan yang terekspos[7]. Kedalaman pitting sering disimbolkan dengan pitting factor yaitu perbandingan dari penetrasi pada logam yang terdalam terhadap penetrasi logam rata-rata yang ditentukan oleh kehilangan berat spesimen. Gambar 2.1. Ilustrasi mengenai pitting factor (p/d) [8]. 9

22 Pitting tidak dapat diprediksi, khususnya pada kondisi pembentukan pitting yang dalam. Permukaan pitting biasanya tertutup oleh deposit dari aliran proses dan endapan produk korosi. Berdasarkan bahan penyusun logam dan kondisi kimia lingkungan, morfologi pitting akan bermacam-macam seperti Gambar 2.2. Gambar 2.2. Morfologi pitting : (a) narrow,deep, (b) eliptical, (c) wide, shallow, (d) subsurface, (e) undercutting,(f) horizontal, (g) vertical [9] Mekanisme terbentuknya korosi pitting dapat dibagi menjadi dua tahapan, yaitu pecahnya lapisan pasif dan kemudian diikuti pertumbuhan lubang. 1. Pecahnya Lapisan Pasif Pecahnya lapisan pasif dari material terdiri dari 3 tahap yaitu : a. Penetrasi Pada tahap ini terjadi perpindahan kation Cl- yang agresif dari larutan elektrolit melewati lapisan oksida menuju ke permukaan material. Jika kecepatan kation dalam berpenetrasi ke permukaan logam lebih rendah daripada kecepatan perpindahan kation dari elektrolit ke lapisan oksida logam, maka kation elektrolit akan berkumpul pada lapisan oksida logam dan menyebabkan peningkatan konsentrasi lokal. Peningkatan konsentrasi ini akan menyebabkan tegangan pada 10

23 lapisan film yang pada akhirnya akan merusak lapisan film logam dan lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar berikut. Gambar 2.3. Mekanisme penetrasi ke lapisan pasif pada korosi pitting aluminium alloy [10]. b. Pecahnya lapisan film Pada tahap ini lapisan film dari logam akan pecah dan memberikan jalan bagi anion (H + ) menuju logam yang sudah tidak terlindungi lagi. Pada kondisi ini lapisan pasif membentuk ion Al 3+ yang berada dalam kondisi teroksidasi. Adanya ion Cl - yang berasal dari lingkungan, akan meningkatkan kecepatan reaksi pelepasan Al 3+ dari lapisan pasif ke lapisan luar sehingga lapisan pasif besi pecah. Ion klor akan terurai lagi dan akan bereaksi kembali dengan lapisan pasif besi. Dengan rusaknya lapisan pasif akan terbentuk daerah anodik dan katodik dan mulai terjadi reaksi antara material dengan lingkungan air laut sehingga terbentuk awal sumuran, perusakan dapat dilihat pada Gambar

24 Gambar 2.4. Mekanisme pemecahan lapisan pasif [11]. Gambar 2.5. Korosi pitting pada aluminium alloy direndam pada lingkungan air laut selama 6 bulan [12] Logam aluminium termasuk logam yang sangat sulit terkorosi. Hal ini dikarenakan logam ini memiliki lapisan pasif dari jenis logam lain yang sangat kuat. Berdasarkan referensi yang ada permukaan logam aluminium alloy akan terkorosi bila lapisan pasif yang melapisi telah terkorosi didaerah lokal, dan 12

25 proses ini membutuhkan waktu kurang lebih selama 6 bulan. Seperti terlihat pada Gambar 2.5 diatas. c. Adsorpsi Pada tahap ini terjadi adsorbsi anion oleh lapisan oksida dan terjadinya perpindahan kation dari logam menuju ke elektrolit. Dimana lapisan oksida logam akan terbentuk secara kontinu, sampai menyebabkan penipisan lapisan pasif hingga habis sama sekali dan pelarutan setempat akan dimulai. Gambar 2.6. Mekanisme adsorpsi. 2. Pertumbuhan Lubang a. Tahap inisiasi Tahap ini yang memegang peranan penting adalah potensial pitting. Potensial pitting adalah potensial dimana pitting mulai tumbuh ditandai dengan rusaknya lapisan pasif. Rusaknya lapisan ini dapat dilihat dimana rapat arus akan meningkat tajam. Jadi lubang-lubang baru mulai tumbuh jika potensialnya lebih besar daripada potensial pitting logamnya. Bila logam memiliki potensial lebih kecil maka cenderung melepas elektron yang akan menyebebkan oksidasi. 13

26 Semakin tinggi potensial pitting suatu material berarti material tersebut semakin tahan terhadap serangan pitting. b. Tahap propagasi Tahap ini merupakan tahap potensial proteksi yang pada daerah logamnya mengalami pasifasi atau membentuk lapisan pasif. Potensial proteksi menentukan apakah pits yang mulai tumbuh itu dapat terus tumbuh atau tidak. Jika potensial lebih besar daripada potensial proteksi maka pits baru dapat terus tumbuh, namun jika potensial lebih rendah daripada potensial proteksi maka berarti logam akan tetap pasif. Jadi pits yang baru dapat tumbuh jika potensialnya lebih besar daripada potensial pitting. c. Repasivasi Repasivasi merupakan proses dan permukaan logam untuk kembali menjadi pasif. Kinetika repasifasi dari sumuran pada tahap awal sangat tergantung dari transport anion yang agresif dari elektrolit ke permukaan logam. Jadi jika cukup banyak akumulasi dari anion yang agresif pada permukaan logam maka proses pertumbuhan pits pada tahap awal akan stabil karena pembentukan lapisan pasif dapat dihindari. 14

27 4. Korosi Batas Butir, korosi yang terjadi akibat adanya perbedaan tingkat energi antar batas butir dan badan buttir atau anatara butir yang satu dengan butir yang lain. Pada saat ini kita mengetsa material dalam proses metalografi sesungguhnya adalah proses korosi batas butir. Laju korosi batas butir dapat ditingkatkan bila waktu agning dinaikkan. Sebab hubungan besar waktu aging dengan laju korosi retak tegang adalah berbanding lurus. (a) (b) Gambar 2.7. Mikrostruktur paduan alumunium 2024-T3 (a) Di aging selama 10 jam pada suhu C (b) Di Aging selama 15 jam pada suhu C [13] Gambar 2.7 Menurut Fuad M. Khoshnaw dan Ramadhan H. Gardi bahwa pengaruh kenaikan waktu aging terhadap laju intergranular corrosion material alumunium 2024 sangat signifikan. 5. Korosi Selektif Korosi selektif adalah terlarutnya suatu unsur yang bersifat anodik dari suatu paduan. Korosi ini menyerang seluruh permukaan yang terbuka sehingga bentuk keseluruhan tidak berubah namun demikian hilangnya sebuah unsur 15

28 paduan dalam jumlah besar menjadikan logam berpori-pori dan hampir tanpa. kekuatan mekanik lagi. 6. Korosi Erosi Korosi erosi adalah bentuk korosi yang timbul akibat gerak relatif antara fluida korosif (elektrolit) terhadap permukaan logam. 7. Korosi Lelah Korosi lelah adalah korosi yang disebabkan aksi gabungan antara lingkungan korosif dengan tegangan berulang (siklus). Logam akan gagal karena lelah tetapi bila berada pada lingkungan korosif kegagalan akan dipercepat. 8. Korosi Galvanik Korosi Galvanik akan terjadi apabila dua logam atau lebih yang berbeda dalam suatu lingkungan dan saling berhubungan sehingga timbul tegangan listrik sehingga logam yang potensialnya lebih tinggi akan bersifat katodik dan yang lainnya akan bersifat anodik Reaksi Kimia Korosi Pitting [14] Adapun reaksi kimia sehubungan pengujian korosi yang dilakukan berdasar Fontana Greene dapat dipaparkan sebagai berikut: a. Mula-mula elektrolit dianadaikan mempunyai komposisi seragam. Korosi terjadi secara perlahan diseluruh permukaan logam yang terbuka, baik di dalam maupun di luar sumuran. Reaksinya sebagai berikut: Oksidasi : Al Al e Reduksi : O2 + 2H 2 O + 4e 4 OH - 16

29 b. Pengambilan oksigen yang terlarut menyebabkan lebih banyak lagi difusi oksigen dari permukaan elektrolit yang kontak langsung dengan atmosfer. Oksigen di permukaan logam yang berhadapan dengan sebagian besar elektrolit lebih mudah dikonsumsi ketimbang yang terdapat di sumuran. Di dalam sumuran kekurangan oksigen sehingga mengahalangi proses reduksi akibatnya pembangkitan ion-ion hidroksil yang negatif dari tempat yang terkurung tersebut berkurang. c. Produksi ion-ion positif yang terlebih di dalam sumuran menyebabkan ionion negatif di luar celah berdifusi ke dalam sumuran guna mempertahankan keadaan energi potensial minimum. Pada akhirnya ionion mengalami hidrolisis yang menghasilkan produk korosi yaitu: Al H 2 O Al(OH) H Korosi Retak Tegang Korosi retak tegang adalah korosi setempat yang menyerang logam bertegangan dengan membentuk suatu retakan yang menjalar bila berada dalam lingkungan yang korosif. Dalam korosi retak tegang terdapat juga suatu retak yang disebabkan intergranular atau transgranular yang tidak terlihat secara visual, sehingga retak itu dimulai dengan mikrobial kecil yang desebabkan terjadi retak antar butir (intercrystalline) dan retak membelah butir (transcrystalline) dan terus menjadi besar dan menyebabkan cracking sehingga material menjadi failure. 17

30 Korosi retak tegang dapat terjadi bila terpenuhi tiga syarat pokok yang meliputi: 1. Logam yang rawan terhadap korosi lokal 2. Tegangan tarik yang bekerja pada logam 3. Lingkungan yang asam yang menyebabkan korosi permukaan 4. Elektron korosif yang menyerang logam Jenis Logam Besar butir kristal dalam logam polikristalin itu berpengaruh terhadap sifat mekanik khususnya kekuatan tarik σ. Pengaruh besarnya butir kristal terhadap kekerasan logam itu sesungguhnya disebabkan oleh adanya batas-batas butir. Makin banyak batas-batas butir tersebut makin keras benda. Secara prinsip semakin keras suatu material atau mengalami proses pengerasan, maka ductility atau keuletannya akan menurun dan cenderung brittle/ rapuh/ mudah pecah, karena secara mikrostruktur kepadatan struktur semakin rapat sehingga tegangan muka antar atomnya tinggi, dan terjadi perubahan mikrostruktur, tapi hal ini dapat diminimalisasi setelah proses pengerasan, dilakukan proses anealing (pemanasan ulang) sampai titik transformasi, untuk menghilangkan tegangan antar atom juga mengembalikan struktur molekul kebentuk awal. 18

31 Tegangan Tegangan berperan dalam merusak lapisan pasif yang melindungi permukaan logam. Pecahnya lapisan pasif tersebut akan menyebabkan serangan korosi timbul di berbagai tempat pada permukaan logam. Hal tersebut merupakan awal dari timbulnya retakan. Rusaknya lapisan pasif yang diikuti oleh retakan tidak memungkinkan pemulihan dari lapisan pasif tersebut, sehingga propagasi akan terus berlanjut. Tegangan mungkin disebabkan dari beberapa sumber yaitu tegangan aplikasi, sisa, suhu dan pengelasan. Tegangan tarik merupakan salah satu dasar timbulnya korosi retak tegang, dimana tegangan harus ada atau diberikan agar memiliki kecenderungan menarik bagian-bagian logam, tegangan-tegangan tersebut dapat dikategorikan dalam : 1. Tegangan aplikasi Tegangan yang diberikan pada suatu logam dari luar dan biasanya berupa beban. 2. Tegangan sisa Tegangan yang terkunci didalam logam walaupun semua gaya luar ditiadakan. Besarnya dapat mencapai atau mendekati batas elastik bahan. Misalnya, tegangan yang timbul pada logam akibat proses pengelasan atau proses pengerjaan dingin. Semakin besar tegangan yang diberikan pada logam, makin kecil usia pakai logam, seperti dapat dilihat pada kurva tegangan vs waktu pada Gambar

32 Gambar 2.8. Kurva tegangan vs waktu [14] Pada kenyataan, jumlah kasus korosi retak tegang telah diamati bahwa tidak ada tegangan aplikasi dari luar. Seperti baja yang dilas mengandung tegangan sisa dekat titik luluh. Tegangan ditingkatkan sampai lb/in 2 dapat dihasilkan dengan produk korosi pada daerah tarik. Tegangan yang paling tinggi dari retakan adalah pada bagian ujung karena ujung retakan memiliki takik yang tajam. Hudak and Page menunjukkan bahwa tegangan lokal yang tinggi sekitar 2000 MPa atau sekitar 289 ksi, mungkin dicapai. Parameter waktu sangat penting untuk diketahui pada fenomena korosi retak tegang, karena kerusakan fisik yang parah terjadi pada tahapan lanjut dari korosi jenis ini. Saat retakan muncul, luas penampang dari material tersebut berkurang dan kegagalan akhir dari material lebih disebabkan oleh aksi mekanis. Gambar 2.9 menunjukkan perpatahan sebagai fungsi dari kedalaman retakan pada pembebanan konstan. Pada tahap awal, perambatan retak terjadi secara lambat dan konstan. Namun saat perambatan retak berlanjut, luas 20

33 penampang dari material tersebut berkurang sehingga tegangan yang diterima meningkat. Akibatnya kecepatan perambatan retak terus meningkat sampai akhirnya kegagalan terjadi. Gambar 2.9. Kecepatan perambatan retak sebagai fungsi dari kedalaman retakan [15]. Gambar 2.10 menunjukkan menggambarkan hubungan antara waktu dengan perubahan dimensi dari material. Pada tahap awal retakan, hanya sedikit perubahan dimensi yang dapat diamati. Akan tetapi saat proses perambatan retak berlanjut, retakan makin bertambah lebar. Sebelum material tersebut gagal, deformasi plastis terjadi dan perubahan dimensi dari material tersebut dapat dengan mudah diamati. Gambar Perubahan dimensi sebagai fungsi waktu pada tegangan konstan [16]. 21

34 2.4.3 Lingkungan Korosi Salah satu faktor yang sangat mempengaruhi korosi retak tegang adalah faktor lingkungan. Korosi retak tegang secara umum timbul pada media aqueous. Akan tetapi fenomena ini dapat muncul pada logam cair, lelehan garam, dan larutan inorganik aqueous tertentu. Hadirnya bahan pengoksidasi juga cenderung untuk mempercepat terjadinya retakan. Beberapa kombinasi logam dan lingkungan yang memungkinkan untuk timbul retakan dapat dilihat pada gambar 2.11 dibawah ini.. Gambar 14 Pasangan lingkungan dan logam yang memungkinkan untuk timbul retakan. Gambar Pasangan lingkungan korosif dan logam untuk mempercepat retakan[17]. Sunggon Lim dan Sangshik Kim menunjukkan perbandingan parameter waktu kegagalan material 6061-T651 setelah dilakukan tes strain rate antara material pada kondisi di udara dan 3,5% NaCl dengan hasil sebagai berikut. 22

35 Gambar Tes strain rate material almunium 6061-T651 pada berbagai medium korosif [18] Pada gambar 2.12 diatas memperlihatkan besarnya pengaruh lingkungan korosif seperti NaCl untuk mempercepat kegagalan permukaan material sehingga menyebabkan material tersebut mengalami korosi retak tegang. 2.5 Teori Elastisitas Pada umumnya bila sebuah benda padat mengalami perlakuan beban (beban tarik, tekan atau torsi) maka di dalamnya akan terbentuk berbagai konfigurasi tegangan. Selama benda ini belum mengalami perubahan bentuk plastis, maka tegangan-tegangan tersebut secara keseluruhan masih dalam keseimbangan. Konstanta-konstanta yang menghubungkan tegangan dengan regangan/geseran disamping λ dan µ masih terlihat (λ + 2µ) yang merupakan konstanta penghubung antara tegangan σ dengan regangan ε, dimana konstanta ini dikenal dengan nama modulus Young atau modulus elastis E: 23

36 E = λ + 2µ...(2.1) Sedangakan Modulus Geser: E µ = 2(1 + υ)...(2.2) Selanjutnya hubungan antara bilangan konstanta lamda λ dan bilangan poisson υ adalah: υ. E λ = (1 + υ)(1 2υ )...(2.3) Perlu dicatat di sini bahwa pada percobaan tarik di samping terjadinya regangan memanjang ε dengan rumus σ = ε. E Sedangkan untuk menghitung persentasi elongation (%ε) ( Lf Lo) ε % = x100%...(2.4) Lo Pengaruh Ketebalan Bahan terhadap Konsentrasi Stress Berdasarkan hasil penelitian dari Amir Abbas Zadpoor dan Zos Sinke menguraikan pengujian material aluminium 2024 dengan ketebalan lapisan yang bervariasi dari hasil perlakukan grinding dan milling. Sehingga menghasilkan transisi line di bagian permukaan material. Hal ini dapat diperjelas dengan memperhatikan gambar 2.13 dibawah ini. 24

37 Gambar Sampel material alumunium 2024 bentuk Clad dan Bare [19] Gambar 2.13 diatas memperlihatkan material aluminium 2024 yang berbentuk clad dan bare dengan kondisi permukaan berlekuk-lekuk setelah di grinding, kemudian setelah dilakukan pengamatan mikrostruktur material di dapatkan daerah transisi line kristal seperti terlihat pada gambar. Hal ini disebabkan oleh dua faktor konsentrasi stress dan peregangan lokal di permukaan tersebut. (a) (b) Gambar Konsentrasi stress pada daerah garis batas (a) Hasil SEM daerah transisi line (b) transisi line material 25

38 Fenomena konsentrasi stress di bagian transisi line secara kuantitas merupakan rasio dari konsentrasi stress maksimum dengan konsentrasi stress nominal atau secara matematis sebagai berikut: σ K = maks...(2.5) σ nom Gambar Faktor konsentrasi sebagai fungsi ketebalan pada tegangan konstan Gambar 2.15 menunjukkan tentang nilai faktor konsentrasi stress yang berubah terhadap ketebalan material, dimana kenaikkan faktor kosentrasi stress diikuti pula dengan naiknnya nilai ketebalan bahan, kemudian di kisaran nilai ketebalan 1,9-2,1 faktor konsentrasi stress mengalami penurunan dan diikuti dengan penurunan rasio ketebalan. Grafik ini juga memperlihatkan mengenai pengaruh kenaikan nilai nominal stress yang tinggi dapat menurunkan nilai faktor konsentrasi stress. 26

39 Berdasarkan data Aluminium Standar and Data, The Aluminium Association, Tabel 2.3. Parameter material Alumunium seri 1100 [20] Material Ultimate Tensil Tensile Yield Elongasi Modulus Strength (Mpa) Strength (Mpa) ε (%) Elastis (GPa) Aluminium Alloy % 68,9 Seri 1100 Sedangkan untuk data publikasi Ultimate strength, yield strength, elongation dan konduktivitas kedua material yakni aluminium 2024 dan 6061 yang dikutip dari riset D.Ortiz, M. Abdelshehid dkk adalah sebagai berikut: Tabel 2.4. Data publikasi paduan aluminium [21] Tabel 2.3 dan Tabel 2.4 menunjukkan perbandingan nilai masing-masing material aluminium paduan dari berbagai seri dengan melihat besaran Ultimate strength, Yield Srtrength dan Elongasi. Aluminium seri 1100 adalah material yang memiliki nilai Ultimate strength dan Yield Strength yang terendah. Sedangkan material 7075 adalah mateial yang memiliki nilai Ultimate dan Yield Strength tertinggi dari material yang lain. Tetapi jika dilihat nilai batas elongasi dari ke empat jenis aluminium paduan di atas. Material aluminium seri 1100 adalah material yang memiliki nilai batas elongasi terbesar. 27

40 2.6 Metode Pengujan Stress Corrosion Cracking Mekanisme Pengujian Pada SCC [22] Stress corrosion cracking dan hydrogen induced cracking menggunakan tegangan yang konstan. Metode pengujian dapat dilihat pada Gambar 20. Gambar Metode pengujian pembebanan untuk stress corrosion cracking. (a) U-bend (b) C-ring (c) Bent-beam (d) Tensile [ASTM G-39] Salah satu metode pengujian adalah metode bent-beam spesimen. Pengujian untuk korosi retak tegang dilakukan dengan ekspos logam pada lingkungan cair atau gas. Pengujian bent beam spesimen cocok untuk produk yang datar seperti sheet, strip, atau plat. Untuk material plat, spesimen bent-beam lebih sulit untuk digunakan, karena sampel holder yang kasar harus dibuat untuk mengakomodasi spesimen. Metode bent beam secara umum merupakan pengujian regangan konstan atau defleksi yang konstan. Saat retakan telah mulai, ujung retakan sama baiknya dengan bagian yang tidak retak telah berubah, dan oleh karena itu nilai tegangan yang dihitung pada metode ini dipakai hanya untuk tegangan sebelum terjadinya 28

41 retak. Pengujian dimulai pada saat tegangan dikenakan pada spesimen dan spesimen yang terkena tegangan diekspos di lingkungan korosif. Spesimen dianggap telah gagal ketika terjadi retak. Kehadiran retak dapat ditentukan dengan atau tanpa bantuan optical, mechanical atau elektronik. Bagaimanapun juga, untuk interpretasi yang penuh arti, perbandingan seharusnya dibuat hanya diantara pengujian menggunakan metode deteksi retak dengan sensitivitas yang sama. Pengujian ini menggunakan tegangan bending. Tegangan yang dipakai ditentukan dari ukuran spesimen dan defleksi bending. Spesimen kemudian diekspos ke lingkungan korosif dan ditentukan waktu yang diperlukan untuk menghasilkan retak.waktu retak yang digunakan diukur dari ketahanan korosi retak tegang dari material dalam lingkungan korosif pada tegangan yang digunakan. Spesimen bent-beam didesain untuk menentukan korosi retak tegang pada lembaran paduan dan pelat dalam berbagai lingkungan. Spesimen bent-beam didesain untuk pengujian pada tingkat tegangan dibawah batas elastik dari paduan. Untuk pengujian daerah plastis, yang digunakan metode spesimen U-bend. Walaupun memungkinkan untuk spesimen stress bent-beam ke dalam daerah plastis, tetapi tegangan tidak dapat dihitung untuk tegangan plastis dengan metode tiga dan empat titik spesimen sebaik double beam. Oleh karena itu, kegunaan bent-beam spesimen dalam daerah plastis tidak direkomendasikan. Ada beberapa metode bent-beam spesimen yaitu two point loaded spesimen, three point loaded spesimen, four point loaded spesimen dan double-beam spesimen. 29

42 Gambar Skematik spesimen dan konfigurasi holder pada metode bent-beam [ASTM G-39] Penghitungan Tegangan Aplikasi Memasukan parameter-parameter yang telah ditentukan pada persamaan yang diberikan. Dan perbandingan L dan H harus diperhitungkan dengan dasar persamaan yang kedua. Bila melewati batas nilai persamaan kedua maka material sudah melewati batas elastis suatu material. Pada tegangan diatas batas elatis tetapi dibawah yield strength (0.2% offset) hanya dihasilkan error yang kecil. Persamaan tidak berlaku diatas yield strength material. Dan tebal specimen harus 0,8-1,8 mm. Pada saat specimen diuji pada temperatur tertentu, kemungkinan relaksasi tegangan harus diteliti. Relaksasi dapat diestimasi dari data creep yang diketahui untuk specimen, holder dan material penyekat. Perbedaan pada ekspansi panas harus diketahui. Tegangan aplikasi ditentukan dengan dimensi specimen dan jumlah dari bending deflection. Kemudian, kesalahan pada tegangan aplikasi dihubungkan pada sifat dalam pengukuran instrument. Untuk two point loaded specimen 30

43 sebagian besar diukur nilai sekitar 5% dari nilai yang dihitung berdasarkan prosedur yang diberikan. Perhitungan tegangan aplikasi hanya untuk bagian tegangan sebelum inisiasi crack. Jika retak terjadi, tegangan pada ujung crack, dan pada daerah yang tidak retak, telah berubah Two Loaded Specimen Spesimen ini dapat digunakan untuk material yang tidak berdeformasi secara plastis ketika dibending dengan (L-H)/H = Spesimen harus sekitar mm flat strip dipotong untuk panjang yang tepat untuk mendapatkan tegangan yang diinginkan setelah bending. Perhitungan tegangan elastis pada fiber bagian luar di bagian tengah spesimen two-point loaded diperoleh dari analisa besarnya defleksi secara teori yaitu: k 2E K t t ε = 4(2 E K) 2 12 H... (2.6) H L H K = 1 H 2E K... (2.7) dimana : L = panjang spesimen (mm) H = jarak antara penopang (mm) t = ketebalan spesimen (mm) e = tensile strain maksimum 0 = maksimum kemiringan spesimen z = parameter integrasi θ k = sin 2 31

44 K = E = π (1 k sin z) dz(integral elips pertama) π (1 k sin z) dz (integral elips kedua) 0 σ = tegangan yang dicari ( Kg 2 mm ) Em = modulus Young yang didapat dari pengujian tarik ( Kg 2 mm ) Gambar Metode pengujian two-point loaded specimen [ASTM G-39] Analisa matematika mendapatkan dari persamaan 6 dan 7 hubungan antar e dan (L-H)/H dalam pembentukan parameter. Parameter yang biasanya dengan persamaan imi adalah modulus k dari integral eliptik. Kemudian, prosedur berikutnya dapat digunakan untuk menentukan panjang specimen L yang diperlukan untuk mendapatkan maksimum tegangan. Dengan membagi tegangan dengan modulus elastis Em untuk mendapatkan regangan ε = σ / Em...(2.8) Dari persamaan 1 menentukan nilai k yang tepat dengan nilai e yang diperlukan. Dengan menggunakan nilai k menghitung persamaan 7 untuk L. Untuk memfasilitasi computer dapat digunakan untuk menghasilkan table untuk regangan (e) dan H/t dengan nilai (L-H)/H yang dihasilkan. Menghitung defleksi dari specimen sebagai berikut : 32

45 y / H = k /( 2E K )...(2.9) Dimana : y = maksimum defleksi Hubungan ini dapat digunakan untuk mengecek untuk memastikan bahwa tegangan maksimum tidak melebihi batas proporsional. Jika melebihi batas, pengukuran defleksi akan lebih besar daripada yang diperhitungkan. Sebagai metode alternatif berikut ini hubungan yang dapat digunakan untuk menghitung panjang specimen : 1 L = ( kte / σ) sin ( Hσ / kte)...(2.10) Dimana : L = panjang specimen σ = maksimum tegangan E = modulus elastis H = holder span t = ketebalan specimen k = 1.280, constant empiric Persamaan ini dapat dipecahkan dengan komputer, dengan trial and error, atau dengan menggunakan ekspansi dari sine function. Persamaan 2.10 dapat digunakan jika jumlah (Hσ)/ktE kurang dari 1. Pemilihan ketebalan material dan panjang dan holder span, untuk mendapatkan nilai dari (L-H)/H antara kemudian menjaga kesalahan tegangan dengan batas yang dapat diterima. Ketebalan specimen sekitar mm telah didapatkan hasil yang tepat ketika bekerja pada paduan aluminium 33

46 dengan tegangan aplikasi sekitar 205 Mpa untuk aluminium. Dimensi specimen dapat domodifikasi sesuai dengan yang diinginkan. Pada two point loaded specimen maksimum tegangan terjadi pada bagaian tengah specimen dan rendah pada akhir specimen. Spesimen two point loaded lebih cenderung pada three-point loaded specimen, karena dalam beberapa instansi korosi crevice pada specimen timbul pada bagian tengah penopang dari metode three-point loaded. Sejak tempat korosi sangat dekat dengan titik tegangan paling tinggi, ini dapat dilakukan proteksi katodik dan mencegah timbulnya pembentukan crack atau terjadinya hydrogen embrittlement. Selanjutnya tekanan pada penopang tengah pada pembebanan tertinggi didapatkan tegangan biaxial pada daerah kontak dan dapat menyebabkan tegangan tension dimana secara normal tegangan kompresi yang muncul X-Ray Mikroradiography X-Ray mikroradiography adalah salah satu tehnik yang dapat digunakan untuk pengamatan mikroskopis material dan morfologi kerusakan material sejenis korosi retak tegang. Retakan dari korosi retak tegang memperlihatkan perpatahan getas yang merupakan hasil dari proses korosi. Retakan dari proses korosi retak tegang dapat berupa retakan intergranular dan transgranular. Retakan intergranular terjadi di sepanjang batas butir, sedangkan retakan transgranular merambat dengan memotong batas butir. Gambar 2.19 merupakan sebuah contoh dari perpatahan 34

47 transgranular dan intergranular. Retakan intergranular dan transgranular sering muncul pada paduan yang sama, tergantung pada lingkungan atau struktur logam. (a) (b) Gambar (a) Intergranular pada aluminium alloy dilingkungan NaCl. (b) Trangranular Corrosion pada aluminium alloy dilingkungan NaCl [23]. 35

48 BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Diagram Alir Penelitian START Material Aluminium Plat Persiapan sampel Pengujian Komposisi Komposisi Material Pengujian Metalografi Struktur mikro awal Pengujian Metalografi Yield Strength Perhitungan tegangan aplikasi Tegangan di Daerah elastis Persiapan Sampel holder Persiapan sampel Persiapan larutan Air laut H = 17 cm L1 = 23 cm L2 = 21 cm L3 = 20 cm Pengujian korosi retak tegang selama 336 Jam Pengukuran kedalaman dan diameter piting Struktur mikro akhir Pengamatan Makro dan Mikro Literatur Analisa dan Pembahasan Kesimpulan Selesai Gambar 3.1. Diagram alir penelitian. 36

49 3.2. Bahan Penelitian Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah alumunium yang berbentuk pelat. Masing-masing material dipasang pada holder dengan dimensi yang sama. Adapun ukuran panjang material dibuat bervariasi 3.3. Prosedur Kerja Preparasi Sampel Sampel untuk pengujian dalam penelitian ini sebanyak 4 buah untuk masing-masing alumunium. Tahapan persiapan sampel yaitu: 1. Pemotongan lembaran material dengan menggunakan alat pemotong dan menggunakan gergaji biasa. Ukuran sampel masing-masing dengan panjang 23 cm, 21cm dan 20cm sebanyak dua buah, lebar 5 cm, dan memiliki ketebalan yang sangat tipis 0,1 0,155 cm. 2. Pengamplasan sampel dengan menggunakan amplas no. 400, 800, dan 1000 sampai tidak lagi terlihat kekasaran pada permukaan. 3. Melakukan pemeriksaan adanya retak sebelum diekspos dilingkungan uji. 4. Melakukan degreasing dan pembersihan untuk menghilangkan kontaminasi yang ditimbulkan selama preparasi spesimen. Setelah sampel uji komposisi dibuat, sampel kemudian dilihat komposisinya dengan menggunakan spectrometry dengan mengambil beberapa titik pengujian sehingga diperoleh data rata-rata komposisi material Preparasi Sampel Uji Tarik Langkah pertama yang dilakukan adalah menentukan ukuran sampel uji tarik yang akan dibuat berdasarkan ketebalan dan bentuk material yang digunakan. Penentuan ukuran sampel ini juga harus mengacu pada standar yang 37

50 telah ditetapkan untuk pengujian tarik dimana pada pengujian tarik kali ini menggunakan standar JIS untuk uji tarik. Berdasarkan analisis ketebalan yang ada, yaitu sekitar 0,4-0,5 mm dan bentuk sampel yang berupa pelat atau lembaran, maka dapat ditentukan jenis ukuran sampel yang akan digunakan dari tabel standar JIS yang telah ada sebagai berikut: Tabel 3.1. Standar Uji Tarik JIS Material Test piece Form Dimensions Proportional Non-proportional Remarks Over 40 mm in thickness No. 14A No. 4, No. 10 For bar form test piece No. 14B - For flat form test piece Over 20 mm up to and incl. No. 14A No. 4, No. 10 For bar form test piece Sheet, 40 mm in thickness No. 14B No. 1A For flat form test piece plate, Over 6 mm up to and incl. No. 14B No. 1A, No. 5 shape, 20 mm in thickness strip Over 3 mm up to and incl. No. 5, 6 mm in thickness No. 13A, 3 mm or less in thickness - No. 13B Bar - No. 2 No. 4, No. 10 No. 14A - Wire - - No. 9A, No. 9B - Pipe Pipe of small outside dia. No. 14C No. 11 For tubular form test piece 50 mm or less in outside dia. No. 14B No. 12A For arc section test piece Over 50 mm up to and incl. No. 12B 170 mm in outside dia. Over 170 mm in outside dia. No. 12C Casting 200 mm or over in outside dia. No. 14B No. 5 For flat form test piece or arc section test piece Thick wall pipe No. 14A No. 4 For bar form test piece - - No. 4, No No. 8A, No. 8B To be used when No. 8C, No. 8D elongation value is not - require. To be taken from test coupon casted for test piece Forging - No. 14A No. 4, No Sumber: JIS Standard 38

51 Gambar 3.2. Spesimen uji tarik no. 5. Setelah material dipotong menjadi bentuk yang sesuai dengan standar pengujian tarik, bagian pinggir sampel dikikir atau diamplas, khususnya pada bagian gauge length supaya material menjadi rata dan menghindari adanya konsentrasi tegangan yang dapat menimbulkan initial crack. Adanya konsentrasi tegangan dapat menyebabkan data hasil pengujian menjadi tidak representatif Pembuatan Sampel Holder Sampel holder dibuat dari kayu. Masing-masing sampel holder memuat satu sampel yang memiliki perbedaan ukuran untuk membedakan pengaruh bending yang ada.. Sampel holder terbuat dari kayu untuk mencegah terjadinya korosi galvanik atau terjadinya anoda korban dari pengaruh lingkungan yang korosif. Tahapan dalam pembuatan sampel holder yaitu 1. Memotong kayu dengan panjang 23 cm dan lebar 5 cm. 2. Memotong kayu dengan ketebalan 4 cm 3. Membuat celah dengan kedalaman 2 cm, dengan jarak celah 17 cm 39

52 4. Memahat bagian dalam ujung-ujung holder sebagai tempat penyangga sampel. 17 cm Gambar 3.3. Skema Sampel Holder Untuk Pengujian Stress Corrosion Cracking Penghitungan Tegangan Aplikasi Memasukan parameter-parameter yang telah ditentukan pada persamaan yang diberikan. Dan perbandingan L dan H harus diperhitungkan dengan dasar persamaan yang kedua. Bila melewati batas nilai persamaan kedua maka material sudah melewati batas elastis suatu material. Pada tegangan diatas batas elatis tetapi dibawah yield strength (0.2% offset) hanya dihasilkan error yang kecil. Persamaan tidak berlaku diatas yield strength material. Dan tebal specimen harus 0,8-1,8 mm Pada saat specimen diuji pada temperatur tertentu, kemungkinan relaksasi tegangan harus diteliti. Relaksasi dapat diestimasi dari data creep yang diketahui 40

53 untuk specimen, holder dan material penyekat. Perbedaan pada ekspansi panas harus diketahui. Tegangan aplikasi ditentukan dengan dimensi specimen dan jumlah dari bending deflection. Kemudian, kesalahan pada tegangan aplikasi dihubungkan pada sifat dalam pengukuran instrument. Untuk two point loaded specimen sebagian besar diukur nilai sekitar 5% dari nilai yang dihitung berdasarkan prosedur yang diberikan. Perhitungan tegangan aplikasi hanya untuk bagian tegangan sebelum inisiasi crack. Jika retak terjadi, tegangan pada ujung crack, dan pada daerah yang tidak retak, telah berubah Perendaman Sampel Pada Lingkungan NaCl Lingkungan yang dipakai pada saat percobaan adalah lingkungan air laut pada suhu udara normal Alat Yang Digunakan Alat yang dipakai di dalam penelitian ini adalah: 1. Mesin uji tarik ini dipakai untuk memperoleh data tegangan tarik yield, tegangan tarik maksimum dan elongasi. Dari nilai tegangan yield dan elongasi dapat dihitung Modulus Elastisitas suatu material. 2. Mikoskop optik Mikroskop optik dipakai untuk mengamati struktur mikro dari benda uji sebelum dan sesudah dilakukan pengujian korosi dengan metode two point loaded bending. Pengamatan sebelum dilakukan pengujian 41

54 adalah pengamatan metal base dari benda uji. Pengamatan yang dilakukan sesudah pengujian adalah korosi pitting dan korosi retak tegang. 3. Measuring microscope Mikroskop ini dipakai untuk mengukur kedalaman dan diameter korosi pitting yang terjadi setelah dilakukan uji two point loaded bending. 4. Kamera digital Kamera digital dipakai untuk mengambil gambar kondisi benda uji sebelum dan sesudah pengujian two point loaded bending 5. Alat potong plat Alat potong ini dipakai untuk memotong material sebagai benda uji komposisi, uji tarik dan uji metalografi. 6. Gergaji Pemakaian gergaji dalam penelitian ini dipakai untuk memotong kayu. Potongan kayu disusun sesuai dengan standard ASTM G39 sebagai holder. 7. Martil Martil dipakai sebagai alat bantu untuk memasang bagian-bagian holder yang terbuat dari kayu dengan paku. 8. Hair dryer Alat ini berfungsi mengeringkan benda uji setelah dicelupkan di dalam larutan korosif untuk dilihat struktur mikro 9. SEM 42

55 Struktur mikro dari benda uji diperiksa dengan bantuan alat SEM. Pemeriksaan strukturmikro dilakukan sebelum dilakukan dan sesudah pengujian two point loaded bending. Keseluruhan alat tersebut terdapat di laboratorium Material MIPA UI Salemba dan Laboratorium Teknik Metalurgi UI Depok Pengujian Korosi Dengan Metode Two Poin Loaded Bending Pencelupan sampel dalam lingkungan korosif Pertama siapkan wadah yang akan digunakan sebagai tempat merendam sampel uji korosi two point loaded bending. Kemudian masukkan larutan korosif yang telah dipersiapkan sebelumnya Evaluasi sampel dan pengujian metalografi hasil pengujian two point loaded bending Setelah waktu pencelupan selesai, sampel hasil pengujian korosi retak tegang harus dipersiapkan terlebih dahulu untuk menghilangkan produk korosi yang terbentuk selama pengujian berlangsung. Hal ini dilakukan sebelum dilakukan penimbangan berat akhir sehingga diperoleh data yang akurat. Preparasi dan pembersihan sampel dilakukan dengan mengacu pada standar ASTM G1-03 Standard Practice for Preparing, Cleaning, and Evaluating Corrosion Test Specimens. Larutan yang digunakan merupakan campuran dari HCl, Sb 2 O 3 dan SnCl 2 dengan kadar sesuai dengan standar yang telah ditentukan dari tabel berikut. 43

56 Tabel 3.2. Prosedur Pembersihan Kimia Untuk Menghilangkan Produk Korosi Sumber: ASTM G1-03 Standard Practice for Preparing, Cleaning, and Evaluating Corrosion Test Specimen Setelah proses pembersihan sampel selesai, sampel kemudian dikeringkan dengan menggunakan hairdryer lalu ditimbang dengan menggunakan timbangan digital untuk mengetahui berat akhir sampel. Dari data berat yang hilang dapat ditentukan laju korosi material dalam satuan milimetres per year (mm/y). Setelah penimbangan selesai, maka dilakukan pemotongan sampel pada daerah yang ingin diamati karakteristik pitting-nya. 44

57 Bagian yang diamati dan diuji metalografi adalah pada bagian ketebalan material. Hal ini diambil dengan asumsi bahwa setelah pengujian korosi retak tegang akan terdapat pitting pada material serta terjadi korosi jenis intergranular maupun transgranular yang retakannya menembus ketebalan material. Hal ini dikarenakan pada puncak defleksi saat pengujian korosi retak tegang, tegangan aplikasi mencapai puncaknya sehingga diprediksi di daerah tersebut akan terjadi pitting dan cracking. Gambar 3.4. Daerah pengamatan mikrostruktur pada sampel. Beberapa tahapan preparasi yang dilakukan sebelum pengujian metalografi antara lain: 1. Sampel dipotong dengan ukuran 2x1 cm 2 menggunakan gunting pelat dengan arah pemotongan sebesar 90 o dari arah roll material. 2. Material di-mounting dengan castable mounting melalui penambahan resin dan hardener supaya material yang akan diuji dapat dipegang dengan mudah sebab material yang diuji bentuknya cukup kecil. 3. Melakukan pengamplasan untuk menghaluskan dan meratakan beberapa bagian dengan SiC berukuran grit 60, 80, 240, 400, 600, 800, 1000, dan Pemolesan material dengan menggunakan alumina untuk mendapatkan permukaan uji sekilau kaca. 5. Pengetsaan dengan menggunakan nital 2% agar batas butir terlihat. 45

58 BAB 4 HASIL PENELITIAN 4.1 Ukuran Benda Uji dan Jarak Holder Pelat Aluminium seri 1100 dipotong dengan ukuran yang bervariasi sebanyak 4 buah, sedangkan jarak holder dipotong sesuai ukuran standar yang telah ditetapkan berdasarkan ASTM G 39. Bentuk benda uji yakni berbentuk pelat dengan lebar 5 cm masing-masing dipasang ke holder yang berukuran sama yakni panjang 17 cm. Benda uji yang telah terpasang dimasing-masing holder dilakukan pengukuran sudut kelengkungan dan tinggi kelengkungan. Hasil dari pengukuran ini dapat dilihat pada tabel 4.1 dibawah ini. Untuk sampel dengan panjang 23 cm, benda uji yang terpasang di holder memiliki tinggi kelengkungan terbesar yaitu 8,7 cm dan sudut kelengkungan bagian kiri 60 0 dan kanan Sedangkan ada dua buah sampel yang panjangnya 20 cm dengan ketebalan yang berbeda yaitu 0,11 cm dan 0,15 cm. Tabel 4.1 Ukuran benda uji, Tinggi dan Sudut kelengkungan Material Kode Tebal Panjang Lebar Tinggi Sudut Kelengkungan (cm) (cm) (cm) (cm) Kelengkungan ( 0 ) Aluminium (Al Plat) A3 0, cm 6, A2 0, cm 6, B1 0, cm 8, C3 0, cm 8,

59 4.2 Analisa Komposisi Kimia Pada Tabel 4.2 hasil komposisi kimia dari benda uji menunjukkan bahwa kandungan alumunium mencapai 99,0 % dan paduan utama dari Aluminium seri 1100 adalah Fe dengan kandungan yaitu 0,649 % sedangkan kandungan Cu, Zn dan Si masing-masing 0,110%, 0,0643% dan 0,0385%. Berdasarkan data hasil uji komposisi ini dan merujuk pada buku literatur ASM HandBook Internasional volume 2 menunjukkan bahwa material tersebut adalah aluminium seri Tabel 4.2. Hasil uji komposisi Al 2024-T3 Komposisi kimia Al plat Benda Uji Al (%) Si (%) Fe (%) Cu (%) Zn(%) Ga (%) Ti (%) Al 2024-T3 99,0 0,0385 0,649 0,110 0,0643 0,0123 0,006 V (%) Cd (%) Mg (%) Mn (%) Ni Cr Pb 0,011 0,0035 <0,0001 <0,001 <0,005 <0,001 0, Pengujian Tarik Hasil pengujian tarik benda uji Aluminium seri 1100 menunjukkan bahwa material tersebut memiliki tegangan maksimum rata-rata kg/mm 2. Data hasil pengujian secara lengkap dapat dilihat pada tabel 4.3. Tabel 4.3. Hasil pengujian tarik Al 2024-T3 No 1 2 Ukuran Benda uji (mm) t = 1.00 w = t = 1.00 w = Luas (mm 2 ) Panjang Ukur (mm) σx (kg/mm 2 ) σy (kg/mm 2 ) ε (%) Px (kg) Py (kg) δl (mm)

60 Tabel 4.4 Sifat mekanik Hasil uji tarik Material Aluminium Plat Ukuran Benda T = 1.00 W = T = 1.00 w = Yield Strength (MPa) Ultimate Strength (Mpa) , Penghitungan Tegangan Aplikasi Penghitungan tegangan aplikasi dengan memakai rumus persamaan 2.6. Hasil penghitungan tegangan aplikasi dapat dilihat pada Tabel 4.5 dibawah ini. Benda uji dengan ukuran panjang 230 mm mengalami tegangan aplikasi terbesar yaitu GPa jika dibandingkan dengan beberapa sampel yang lain dengan ketebalan yang sama. Untuk sampel yang berukuran panjang 200 mm dan ketebalan 1.55 mm memiliki tegangan aplikasi terbesar dari keseluruhan sampel yakni sebesar 24.5 GPa. Tabel 4.5 Hasil perhitungan tegangan aplikasi Panjang Sampel (mm) H (mm) t (mm) θ o K K E ε E (GPa) σ (kg/mm 2 ) ,0 47,5 0, ,55 47,5 0, ,0 54 0, ,0 61 0,

61 4.5. Hasil Pengujian Korosi Retak Tegang Jumlah dan Diameter Korosi Sumuran Tabel 4.6. Jumlah dan Diameter Korosi Sumuran Kode Panjang (mm) Ketebalan (mm) σ (kg/mm 2 ) Jumlah Pitting Diameter (mm) A , ,0180 A , ,0359 B , C , Pada Tabel 4.6 Jumlah korosi sumuran terbesar setelah dilakukan pengujian korosi dengan metode two point loaded bending yang direndam dalam li air laut adalah sebanyak 9 buah titik yang terjadi pada sampel dengan ukuran panjang 230 mm dan ketebalan 1.0 mm. Sedangkan jumlah korosi pitting 8 buah terjadi pada sampel dengan ukuran panjang 200 mm dan ketebalan 1.55 mm. Adapun nilai rata-rata diameter terbesar dihasilkan pada sampel yang berukuran panjang 210 mm dan ketebalan 1.0 mm Foto Makro Benda Uji Sebelum Pengujian Korosi Kondisi benda uji yang sudah terpasang di masing-masing holder dapat dilihat pada gambar 4.1. Kondisi benda uji ini telah siap untuk dimasukkan kedalam rendaman air laut selama 504 jam. 49

62 Gambar 4.1. Benda uji Aluminium seri 1100 sebelum dilakukan pengujian (Panjang sampel 23 cm, 21 dan 20 masing-masing sebanyak 3 buah) 4.7. Hasil Pengamatan Foto Mikro Gambar 4.2. Struktur mikro aluminium seri 1100 sebelum pengujian 50

63 (a) (b) Gambar 4.3. Struktur mikro Aluminium seri 1100 setelah pengujian (a). L=20 cm dan tebal 0,1 cm (b). =20 cm dan tebal 0,155 cm (a) (b) Gambar 4.4. Struktur mikro aluminium seri 1100 setelah pengujian (a). L=21 cm dan tebal 0,1 cm (b). L =23 cm dan tebal 0,1 cm 4.8. Hasil Uji Metalografi Untuk melihat struktur mikro benda uji setelah dilakukan pengujian Two Load Bending yakni dengan melihat hasil uji alat SEM. Adapun foto struktur mikro sampel tersebut dapat dilihat pada gambar dibawah ini. 51

64 Pada Gambar 4.5 permukaan benda uji Alumunium pelat memperlihatkan bahwa korosi pitting sudah terjadi di permukaan benda uji dan diameter pitting sangat lebar rata-rata sebesar mm Gambar 4.5. Struktur mikro benda uji Aluminium pelat dengan panjang sampel 21 cm dan tebal 1,0 mm (a) 52

65 (b) Gambar 4.6 (a) dan (b). Struktur mikro benda uji Aluminium pelat dengan panjang sampel 23 cm dan tebal 1,0 cm Sedangkan pada Gambar 4.6 (a) dan (b) korosi pitting yang terjadi relatif lebih kecil dibandingkan dengan benda uji pada sampel dengan panjang 21 cm. Diameter sampel ini rata-rata sebesar 0,0225mm. (a) 53

66 (a) (b) Gambar 4.7 (a) dan (b) Struktur mikro benda uji Aluminium pelat dengan panjang sampel 20 cm dan tebal 1,0 cm Pada Gambar 4.7 (a) dan (b) korosi pitting yang terjadi relatif lebih kecil jika dibandingkan dengan benda uji pada panjang sampel 23 cm. Diameter pada sampel ini rata-rata sebesar Sedangkan Gambar 4.8 permukaan benda uji terjadi korosi pitting rata-rata sebesar mm. Gambar 4.8 Struktur mikro benda uji Aluminium pelat dengan panjang sampel 20 cm dan tebal 1,55 cm 54

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. DIAGRAM ALIR PENELITIAN Gambar 3.1. Diagram Alir Penelitian Pengaruh tegangan dan..., Budi 37 Setiawan, FT UI, 2008 3.2. MATERIAL YANG DIGUNAKAN Material yang digunakan dalam

Lebih terperinci

PENGARUH TEGANGAN DAN KONSENTRASI NaCl TERHADAP KOROSI RETAK TEGANG PADA BAJA DARI SPONS BIJIH LATERIT SKRIPSI

PENGARUH TEGANGAN DAN KONSENTRASI NaCl TERHADAP KOROSI RETAK TEGANG PADA BAJA DARI SPONS BIJIH LATERIT SKRIPSI PENGARUH TEGANGAN DAN KONSENTRASI NaCl TERHADAP KOROSI RETAK TEGANG PADA BAJA DARI SPONS BIJIH LATERIT SKRIPSI Oleh BUDI SETIAWAN 04 03 04 015 8 DEPARTEMEN METALURGI DAN MATERIAL FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 DIAGRAM ALIR PENELITIAN ph 3 ph 7 ph 12 Gambar 3.1. Diagram alir penelitian. 26 3.2 MATERIAL YANG DIGUNAKAN Material yang digunakan dalam pengujian korosi ini adalah jenis

Lebih terperinci

2.1 DEFINISI DAN MEKANISME KOROSI

2.1 DEFINISI DAN MEKANISME KOROSI BAB II DASAR TEORI 2.1 DEFINISI DAN MEKANISME KOROSI Korosi dapat didefinisikan sebagai kerusakan atau berkurangnya mutu suatu material baik material logam maupun non logam karena bereaksi dengan lingkungannya.

Lebih terperinci

2.1. PENGERTIAN KOROSI RETAK TEGANG

2.1. PENGERTIAN KOROSI RETAK TEGANG BAB II DASAR TEORI 2.1. PENGERTIAN KOROSI RETAK TEGANG Korosi retak tegang merupakan perpatahan getas yang terjadi karena tegangan tarik konstan yang relatif rendah terhadap sebuah logam paduan di lingkungan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 DEFENISI DAN MEKANISME KOROSI Korosi merupakan proses merusak yang disebabkan oleh reaksi kimia antara logam atau paduannya dengan lingkungannya. Fenomena ini dapat terjadi

Lebih terperinci

ELEKTROKIMIA DAN KOROSI (Continued) Ramadoni Syahputra

ELEKTROKIMIA DAN KOROSI (Continued) Ramadoni Syahputra ELEKTROKIMIA DAN KOROSI (Continued) Ramadoni Syahputra 3.3 KOROSI Korosi dapat didefinisikan sebagai perusakan secara bertahap atau kehancuran atau memburuknya suatu logam yang disebabkan oleh reaksi kimia

Lebih terperinci

Analisis Perbandingan Laju Korosi Pelat ASTM A36 antara Pengelasan di Udara Terbuka dan Pengelasan Basah Bawah Air dengan Variasi Tebal Pelat

Analisis Perbandingan Laju Korosi Pelat ASTM A36 antara Pengelasan di Udara Terbuka dan Pengelasan Basah Bawah Air dengan Variasi Tebal Pelat JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, 1, (2013) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) G-73 Analisis Perbandingan Pelat ASTM A36 antara di Udara Terbuka dan Basah Bawah Air dengan Variasi Tebal Pelat Yanek Fathur Rahman,

Lebih terperinci

BAB I PEDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pipa merupakan salah satu kebutuhan yang di gunakan untuk

BAB I PEDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pipa merupakan salah satu kebutuhan yang di gunakan untuk BAB I PEDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pipa merupakan salah satu kebutuhan yang di gunakan untuk mendistribusikan aliran fluida dari suatu tempat ketempat yang lain. Berbagi jenis pipa saat ini sudah beredar

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Baja Baja adalah salah satu bahan konstruksi yang paling banyak digunakan. Sifat-sifatnya yang penting dalam penggunaan konstruksi adalah kekuatannya yang tinggi dibandingkan

Lebih terperinci

KINERJA INHIBITOR Na 2 CrO 4 DALAM LARUTAN Nacl UNTUK MELINDUNGI BAJA TAHAN KARAT AUSTENITIK TERSENSITISASI DARI SERANGAN SCC Ishak `*) ABSTRAK

KINERJA INHIBITOR Na 2 CrO 4 DALAM LARUTAN Nacl UNTUK MELINDUNGI BAJA TAHAN KARAT AUSTENITIK TERSENSITISASI DARI SERANGAN SCC Ishak `*) ABSTRAK Jurnal Reaksi Jurusan Teknik Kimia Politeknik Negeri Lhokseumawe Vol 2 No. 3 Juni 2004 ISSN 1693-248X KINERJA INHIBITOR Na 2 CrO 4 DALAM LARUTAN Nacl UNTUK MELINDUNGI BAJA TAHAN KARAT AUSTENITIK TERSENSITISASI

Lebih terperinci

Moch. Novian Dermantoro NRP Dosen Pembimbing Ir. Muchtar Karokaro, M.Sc. NIP

Moch. Novian Dermantoro NRP Dosen Pembimbing Ir. Muchtar Karokaro, M.Sc. NIP Pengaruh Variasi Bentuk dan Ukuran Scratch Polyethylene Wrap Terhadap Proteksi Katodik Anoda Tumbal Al-Alloy pada Baja AISI 1045 di Lingkungan Air Laut Moch. Novian Dermantoro NRP. 2708100080 Dosen Pembimbing

Lebih terperinci

Korosi Retak Tegang (SCC) Baja Karbon AISI 1010 dalam Lingkungan NaCl- H 2 O-H 2 S

Korosi Retak Tegang (SCC) Baja Karbon AISI 1010 dalam Lingkungan NaCl- H 2 O-H 2 S Korosi Retak Tegang (SCC) Baja Karbon AISI 1010 dalam Lingkungan NaCl- H 2 O-H 2 S Oleh : Agus Solehudin Dipresentasikan pada : Seminar Nasional VII Rekayasa dan Aplikasi Teknik Mesin di Industri Diselenggarakan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian ini menggunakan bahan dasar velg racing sepeda motor bekas kemudian velg tersebut diremelting dan diberikan penambahan Si sebesar 2%,4%,6%, dan 8%. Pengujian yang

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR. Tugas Akhir ini Disusun Guna Memperoleh Gelar Sarjana Strata Satu Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Surakarta

TUGAS AKHIR. Tugas Akhir ini Disusun Guna Memperoleh Gelar Sarjana Strata Satu Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Surakarta TUGAS AKHIR ANALISA PENGARUH ANNEALING 290 C PADA PELAT ALUMINUM PADUAN (Al-Fe) DENGAN VARIASI HOLDING TIME 30 MENIT DAN 50 MENIT TERHADAP SIFAT FISIS DAN MEKANIS Tugas Akhir ini Disusun Guna Memperoleh

Lebih terperinci

bermanfaat. sifat. berubah juga pembebanan siklis,

bermanfaat. sifat. berubah juga pembebanan siklis, SIFAT MEKANIK BAHAN Sifat (properties) dari bahan merupakan karakteristik untuk mengidentifikasi dan membedakan bahan-bahan. Semua sifat dapat diamati dan diukur. Setiap sifat bahan padat, khususnya logam,berkaitan

Lebih terperinci

STUDI KINERJA BEBERAPA RUST REMOVER

STUDI KINERJA BEBERAPA RUST REMOVER STUDI KINERJA BEBERAPA RUST REMOVER Ferry Budhi Susetyo Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Negeri Jakarta e-mail : fbudhi@unj.ac.id Abstrak Rust remover akan menghilangkan seluruh karat

Lebih terperinci

Pembebanan Batang Secara Aksial. Bahan Ajar Mekanika Bahan Mulyati, MT

Pembebanan Batang Secara Aksial. Bahan Ajar Mekanika Bahan Mulyati, MT Pembebanan Batang Secara Aksial Suatu batang dengan luas penampang konstan, dibebani melalui kedua ujungnya dengan sepasang gaya linier i dengan arah saling berlawanan yang berimpit i pada sumbu longitudinal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu material yang sangat penting bagi kebutuhan manusia adalah

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu material yang sangat penting bagi kebutuhan manusia adalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu material yang sangat penting bagi kebutuhan manusia adalah logam. Seiring dengan jaman yang semakin maju, kebutuhan akan logam menjadi semakin tinggi.

Lebih terperinci

Sidang Tugas Akhir (TM091486)

Sidang Tugas Akhir (TM091486) Sidang Tugas Akhir (TM091486) Dosen Pembimbing : Dr. Ir. Soeharto, DEA Oleh : Budi Darmawan NRP 2105 100 160 Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknologi Industri Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terjadinya perubahan metalurgi yaitu pada struktur mikro, sehingga. ketahanan terhadap laju korosi dari hasil pengelasan tersebut.

BAB I PENDAHULUAN. terjadinya perubahan metalurgi yaitu pada struktur mikro, sehingga. ketahanan terhadap laju korosi dari hasil pengelasan tersebut. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pengelasan merupakan proses penyambungan setempat dari logam dengan menggunakan energi panas. Akibat panas maka logam di sekitar lasan akan mengalami siklus termal

Lebih terperinci

2.1 PENGERTIAN KOROSI

2.1 PENGERTIAN KOROSI BAB II DASAR TEORI 2.1 PENGERTIAN KOROSI Korosi merupakan proses degradasi atau penurunan mutu material karena adanya reaksi decara kimia dan elektrokimia dengan lingkungan. Contoh reaksi korosi Perkaratan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI 2.1. Tinjauan Pustaka Penelitian terhadap las gesek telah banyak dilakukan. Beberapa penelitian tentang parameter kekuatan tarik, kekerasan permukaan dan struktur

Lebih terperinci

Bab II Tinjauan Pustaka

Bab II Tinjauan Pustaka Bab II Tinjauan Pustaka II.1 Pengertian Korosi Korosi berasal dari bahasa Latin corrous yang berarti menggerogoti. Korosi didefinisikan sebagai berkurangnya kualitas suatu material (biasanya berupa logam

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1.1. Tempat penelitian Penelitian dilakukan di Laboratorium Material Jurusan Teknik Mesin Universitas Sebelas Maret Surakarta 3.1.2. Alat dan bahan 3.2.1 Alat Alat yang dipergunakan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN Secara garis besar, tahapan pelaksanaan penelitian yaitu : Gambar 3.1. Diagram Alir Penelitian 22 Penelitian dilakukan dengan menggunakan metode bent beam dengan menggunakan

Lebih terperinci

Gambar 2.1. Proses pengelasan Plug weld (Martin, 2007)

Gambar 2.1. Proses pengelasan Plug weld (Martin, 2007) BAB II DASAR TEORI 2.1 TINJAUAN PUSTAKA Proses pengelasan semakin berkembang seiring pertumbuhan industri, khususnya di bidang konstruksi. Banyak metode pengelasan yang dikembangkan untuk mengatasi permasalahan

Lebih terperinci

STRESS CORROSION CRACKING (SCC) A. PENGERTIAN KOROSI RETAK TEGANG (SCC)

STRESS CORROSION CRACKING (SCC) A. PENGERTIAN KOROSI RETAK TEGANG (SCC) STRESS CORROSION CRACKING (SCC) A. PENGERTIAN KOROSI RETAK TEGANG (SCC) Korosi merupakan kerusakan atau degradasi logam akibat reaksi dengan lingkungan yang korosif. Korosi dapat juga diartikan sebagai

Lebih terperinci

ANALISA PENGARUH AGING 400 ºC PADA ALUMINIUM PADUAN DENGAN WAKTU TAHAN 30 DAN 90 MENIT TERHADAP SIFAT FISIS DAN MEKANIS

ANALISA PENGARUH AGING 400 ºC PADA ALUMINIUM PADUAN DENGAN WAKTU TAHAN 30 DAN 90 MENIT TERHADAP SIFAT FISIS DAN MEKANIS TUGAS AKHIR ANALISA PENGARUH AGING 400 ºC PADA ALUMINIUM PADUAN DENGAN WAKTU TAHAN 30 DAN 90 MENIT TERHADAP SIFAT FISIS DAN MEKANIS Disusun : SUDARMAN NIM : D.200.02.0196 JURUSAN TEKNIK MESIN FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (C), serta unsur-unsur lain, seperti : Mn, Si, Ni, Cr, V dan lain sebagainya yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (C), serta unsur-unsur lain, seperti : Mn, Si, Ni, Cr, V dan lain sebagainya yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Baja Baja merupakan paduan yang terdiri dari unsur utama besi (Fe) dan karbon (C), serta unsur-unsur lain, seperti : Mn, Si, Ni, Cr, V dan lain sebagainya yang tersusun dalam

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi Logam Logam cor diklasifikasikan menurut kandungan karbon yang terkandung di dalamnya yaitu kelompok baja dan besi cor. Logam cor yang memiliki persentase karbon

Lebih terperinci

ANALISIS HASIL PENGECORAN ALUMINIUM DENGAN VARIASI MEDIA PENDINGINAN

ANALISIS HASIL PENGECORAN ALUMINIUM DENGAN VARIASI MEDIA PENDINGINAN ANALISIS HASIL PENGECORAN ALUMINIUM DENGAN VARIASI MEDIA PENDINGINAN Dosen Jurusan Teknik Mesin Universitas Janabadra Yogyakarta INTISARI Setiap logam akan mengalami perubahan fasa selama proses pengecoran,

Lebih terperinci

Pengaruh Variasi Arus terhadap Struktur Mikro, Kekerasan dan Kekuatan Sambungan pada Proses Pengelasan Alumunium dengan Metode MIG

Pengaruh Variasi Arus terhadap Struktur Mikro, Kekerasan dan Kekuatan Sambungan pada Proses Pengelasan Alumunium dengan Metode MIG NASKAH PUBLIKASI TUGAS AKHIR Pengaruh Variasi Arus terhadap Struktur Mikro, Kekerasan dan Kekuatan Sambungan pada Proses Pengelasan Alumunium dengan Metode MIG Diajukan untuk Memenuhi Tugas dan Syarat-syarat

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Persiapan sampel Sampel yang digunakan adalah pelat baja karbon rendah AISI 1010 yang dipotong berbentuk balok dengan ukuran 55mm x 35mm x 8mm untuk dijadikan sampel dan

Lebih terperinci

Tugas Sarjana Teknik Material 2008 Data dan Analisa

Tugas Sarjana Teknik Material 2008 Data dan Analisa berpengaruh pada surface tension juga menjadi limitasi terjadi pembentukan gas lanjutan. Gambar IV. 18 Penampang melintang produk, yang memperlihatkan sel porositas yang mengalami penggabugan dan pecahnya

Lebih terperinci

Gambar 4.1 Penampang luar pipa elbow

Gambar 4.1 Penampang luar pipa elbow BAB 4 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Latar Belakang Material Material yang digunakan pada penelitian ini merupakan material yang berasal dari pipa elbow pada pipa jalur buangan dari pompa-pompa pendingin

Lebih terperinci

PENGARUH PENAMBAHAN TEMBAGA (Cu) TERHADAP SIFAT MEKANIK DAN STRUKTUR MIKRO PADA PADUAN ALUMINIUM-SILIKON (Al-Si) MELALUI PROSES PENGECORAN

PENGARUH PENAMBAHAN TEMBAGA (Cu) TERHADAP SIFAT MEKANIK DAN STRUKTUR MIKRO PADA PADUAN ALUMINIUM-SILIKON (Al-Si) MELALUI PROSES PENGECORAN Laporan Tugas Akhir PENGARUH PENAMBAHAN TEMBAGA (Cu) TERHADAP SIFAT MEKANIK DAN STRUKTUR MIKRO PADA PADUAN ALUMINIUM-SILIKON (Al-Si) MELALUI PROSES PENGECORAN Nama Mahasiswa : I Made Pasek Kimiartha NRP

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. juga menjadi bisnis yang cukup bersaing dalam perusahaan perbajaan.

BAB I PENDAHULUAN. juga menjadi bisnis yang cukup bersaing dalam perusahaan perbajaan. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang. Pipa merupakan salah satu kebutuhan yang di gunakan untuk mendistribusikan aliran fluida dari suatu tempat ketempat yang lain. Berbagi jenis pipa saat ini sudah beredar

Lebih terperinci

BAB IV SIFAT MEKANIK LOGAM

BAB IV SIFAT MEKANIK LOGAM BAB IV SIFAT MEKANIK LOGAM Sifat mekanik bahan adalah : hubungan antara respons atau deformasi bahan terhadap beban yang bekerja. Sifat mekanik : berkaitan dengan kekuatan, kekerasan, keuletan, dan kekakuan.

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN ANALISA

BAB 4 HASIL DAN ANALISA 30 BAB 4 HASIL DAN ANALISA 4.1 Hasil Pengujian Polarisasi Potensiodinamik 4.1.1 Data Laju Korosi (Corrosion Rate) Pengujian polarisasi potensiodinamik dilakukan berdasarkan analisa tafel dan memperlihatkan

Lebih terperinci

TUGAS PENYAMBUNGAN MATERIAL 5 RACHYANDI NURCAHYADI ( )

TUGAS PENYAMBUNGAN MATERIAL 5 RACHYANDI NURCAHYADI ( ) 1. Jelaskan tahapan kerja dari las titik (spot welding). Serta jelaskan mengapa pelelehan terjadi pada bagian tengah kedua pelat yang disambung Tahapan kerja dari las titik (spot welding) ialah : Dua lembaran

Lebih terperinci

Sudaryatno Sudirham ing Utari. Mengenal. Sudaryatno S & Ning Utari, Mengenal Sifat-Sifat Material (1)

Sudaryatno Sudirham ing Utari. Mengenal. Sudaryatno S & Ning Utari, Mengenal Sifat-Sifat Material (1) Sudaryatno Sudirham ing Utari Mengenal Sifat-Sifat Material (1) 16-2 Sudaryatno S & Ning Utari, Mengenal Sifat-Sifat Material (1) BAB 16 Oksidasi dan Korosi Dalam reaksi kimia di mana oksigen tertambahkan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. 2, 50/50 (sampel 3), 70/30 (sampel 4), dan 0/100 (sampel 5) dilarutkan dalam

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. 2, 50/50 (sampel 3), 70/30 (sampel 4), dan 0/100 (sampel 5) dilarutkan dalam IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Oksidasi Spesimen baja AISI 4130 dilapisi alumunium dengan cara mencelupkan ke dalam bak alumunium cair pada temperatur 700 ºC selama 16 detik. NaCl/Na2SO4 dengan perbandingan

Lebih terperinci

Sifat Sifat Material

Sifat Sifat Material Sifat Sifat Material Secara garis besar material mempunyai sifat-sifat yang mencirikannya, pada bidang teknik mesin umumnya sifat tersebut dibagi menjadi tiga sifat. Sifat sifat itu akan mendasari dalam

Lebih terperinci

Kategori Sifat Material

Kategori Sifat Material 1 TIN107 Material Teknik Kategori Sifat Material 2 Fisik Mekanik Teknologi Kimia 6623 - Taufiqur Rachman 1 Sifat Fisik 3 Kemampuan suatu bahan/material ditinjau dari sifat-sifat fisikanya. Sifat yang dapat

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Data Hasil Uji Korosi Dari pengujian yang telah dilakukan maka diperoleh hasil berupa data hasil perhitungan weight loss, laju korosi dan efisiensi inhibitor dalam Tabel

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dibandingkan jenis martensitik, dan feritik, di beberapa lingkungan korosif seperti air

BAB 1 PENDAHULUAN. dibandingkan jenis martensitik, dan feritik, di beberapa lingkungan korosif seperti air BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Baja nirkarat austenitik AISI 304, memiliki daya tahan korosi lebih baik dibandingkan jenis martensitik, dan feritik, di beberapa lingkungan korosif seperti air laut.

Lebih terperinci

Perpatahan Rapuh Keramik (1)

Perpatahan Rapuh Keramik (1) #6 - Mechanical Failure #2 1 TIN107 Material Teknik Perpatahan Rapuh Keramik (1) 2 Sebagian besar keramik (pada suhu kamar), perpatahan terjadi sebelum deformasi plastis. Secara umum konfigurasi retakan

Lebih terperinci

Beberapa sifat mekanis lembaran baja yang mcliputi : pengerasan. regang, anisotropi dan keuletan merupakan parameter-parameter penting

Beberapa sifat mekanis lembaran baja yang mcliputi : pengerasan. regang, anisotropi dan keuletan merupakan parameter-parameter penting BAB II TINJAUAN PUSTAKA 11.1. Parameter - Parameter Sifat Mampu Bentuk Beberapa sifat mekanis lembaran baja yang mcliputi : pengerasan regang, anisotropi dan keuletan merupakan parameter-parameter penting

Lebih terperinci

Jurnal Flywheel, Volume 1, Nomor 2, Desember 2008 ISSN :

Jurnal Flywheel, Volume 1, Nomor 2, Desember 2008 ISSN : PENGARUH TEMPERATUR PENUANGAN PADUAN AL-SI (SERI 4032) TERHADAP HASIL PENGECORAN Ir. Drs Budiyanto Dosen Teknik Mesin, Fakultas Teknologi Industri Institut Teknologi Nasional Malang ABSTRAK Proses produksi

Lebih terperinci

Korosi Retak Tegang (SCC) Baja Karbon AISI 1010 dalam Lingkungan NaCl- H 2 O-H 2 S

Korosi Retak Tegang (SCC) Baja Karbon AISI 1010 dalam Lingkungan NaCl- H 2 O-H 2 S Korosi Retak Tegang (SCC) Baja Karbon AISI 1010 dalam Lingkungan NaCl- H 2 O-H 2 S (Agus Solehudin)* * Jurusan Pendidikan Teknik Mesin FPTK Universitas Pendidikan Indonesia Emai : asolehudin@upi.edu Abstrak

Lebih terperinci

EFEKTIFITAS PENGGUNAAN PELAPIS EPOKSI TERHADAP KETAHANAN KOROSI PIPA BAJA ASTM A53 DIDALAM TANAH SKRIPSI

EFEKTIFITAS PENGGUNAAN PELAPIS EPOKSI TERHADAP KETAHANAN KOROSI PIPA BAJA ASTM A53 DIDALAM TANAH SKRIPSI UNIVERSITAS INDONESIA EFEKTIFITAS PENGGUNAAN PELAPIS EPOKSI TERHADAP KETAHANAN KOROSI PIPA BAJA ASTM A53 DIDALAM TANAH SKRIPSI SITI CHODIJAH 0405047052 FAKULTAS TEKNIK PROGRAM STUDI TEKNIK METALURGI DAN

Lebih terperinci

TIN107 - Material Teknik #5 - Mechanical Failure #1. TIN107 Material Teknik

TIN107 - Material Teknik #5 - Mechanical Failure #1. TIN107 Material Teknik #5 - Mechanical Failure #1 1 TIN107 Material Teknik Pembahasan 2 Jenis Perpatahan Mekanisme Perpatahan Perambatan Retakan Perpatahan Intergranular Mekanika Perpatahan Pemusatan Tekanan Ductile vs Brittle

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. logam dengan lingkungannya [Jones, 1996]. Korosi menjadikan logam kembali

TINJAUAN PUSTAKA. logam dengan lingkungannya [Jones, 1996]. Korosi menjadikan logam kembali II. TINJAUAN PUSTAKA A. Teori Dasar Korosi adalah hasil atau produk dari reaksi kimia antara logam ataupun paduan logam dengan lingkungannya [Jones, 1996]. Korosi menjadikan logam kembali kebentuk campuran

Lebih terperinci

Sidang TUGAS AKHIR. Dosen Pembimbing : Prof. Dr.Ir.Sulistijono,DEA

Sidang TUGAS AKHIR. Dosen Pembimbing : Prof. Dr.Ir.Sulistijono,DEA Sidang TUGAS AKHIR Dosen Pembimbing : Prof. Dr.Ir.Sulistijono,DEA Latar Belakang Abdul Latif Murabbi / 2708.100.088 Batasan Masalah Abdul Latif Murabbi / 2708.100.088 PERMASALAHAN Abdul Latif Mrabbi /

Lebih terperinci

BAB II PENGELASAN SECARA UMUM. Ditinjau dari aspek metalurgi proses pengelasan dapat dikelompokkan

BAB II PENGELASAN SECARA UMUM. Ditinjau dari aspek metalurgi proses pengelasan dapat dikelompokkan II - 1 BAB II PENGELASAN SECARA UMUM 2.1 Dasar Teori 2.1.1 Pengelasan Ditinjau dari aspek metalurgi proses pengelasan dapat dikelompokkan menjadi dua, pertama las cair (fussion welding) yaitu pengelasan

Lebih terperinci

ANALISA KEGAGALAN PIPA BAJA TAHAN KARAT 316L DI BANGUNAN LEPAS PANTAI PANGKAH-GRESIK

ANALISA KEGAGALAN PIPA BAJA TAHAN KARAT 316L DI BANGUNAN LEPAS PANTAI PANGKAH-GRESIK ANALISA KEGAGALAN PIPA BAJA TAHAN KARAT 316L DI BANGUNAN LEPAS PANTAI PANGKAH-GRESIK SALMON PASKALIS SIHOMBING NRP 2709100068 Dosen Pembimbing: Dr. Hosta Ardhyananta S.T., M.Sc. NIP. 198012072005011004

Lebih terperinci

PERANCANGAN ALAT UJI KOROSI SALT SPRAY CHAMBER DAN APLIKASI PENGUKURAN LAJU KOROSI PLAT BODY AUTOMOBILES PRODUKSI EROPA DAN PRODUKSI JEPANG PADA

PERANCANGAN ALAT UJI KOROSI SALT SPRAY CHAMBER DAN APLIKASI PENGUKURAN LAJU KOROSI PLAT BODY AUTOMOBILES PRODUKSI EROPA DAN PRODUKSI JEPANG PADA PERANCANGAN ALAT UJI KOROSI SALT SPRAY CHAMBER DAN APLIKASI PENGUKURAN LAJU KOROSI PLAT BODY AUTOMOBILES PRODUKSI EROPA DAN PRODUKSI JEPANG PADA MEDIA NaCl DENGAN VARIASI KONSENTRASI RANDI AGUNG PRATAMA

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA TEORI

BAB II KERANGKA TEORI BAB II KERANGKA TEORI 2.1. Pengertian Las Definisi pengelasan menurut DIN (Deutsche Industrie Norman) adalah ikatan metalurgi pada sambungan logam atau logam paduan yang dilaksanakan dalam keadaan lumer

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA PENGARUH DERAJAT DEFORMASI TERHADAP STRUKTUR MIKRO, SIFAT MEKANIK DAN KETAHANAN KOROSI BAJA KARBON AISI 1010 TESIS

UNIVERSITAS INDONESIA PENGARUH DERAJAT DEFORMASI TERHADAP STRUKTUR MIKRO, SIFAT MEKANIK DAN KETAHANAN KOROSI BAJA KARBON AISI 1010 TESIS PENGARUH DERAJAT DEFORMASI TERHADAP STRUKTUR MIKRO, SIFAT MEKANIK DAN KETAHANAN KOROSI BAJA KARBON AISI 1010 TESIS CUT RULLYANI 0806422901 FAKULTAS TEKNIK DEPARTEMEN METALURGI DAN MATERIAL PROGRAM STUDI

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Analisis Laju Korosi Baja Karbon Pengujian analisis dilakukan untuk mengetahui prilaku korosi dan laju korosi baja karbon dalam suatu larutan. Pengujian ini dilakukan dengan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Foto Mikro dan Morfologi Hasil Pengelasan Difusi

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Foto Mikro dan Morfologi Hasil Pengelasan Difusi BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian sambungan logam tak sejenis antara Baja SS400 dan Aluminium AA5083 menggunakan proses pengelasan difusi ini dilakukan untuk mempelajari pengaruh ketebalan lapisan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Dalam proses pembuatan komponen-komponen atau peralatan-peralatan permesinan dan industri, dibutuhkan material dengan sifat yang tinggi maupun ketahanan korosi yang

Lebih terperinci

BAB IV HASIL EKSPERIMEN DAN ANALISIS

BAB IV HASIL EKSPERIMEN DAN ANALISIS IV-1 BAB IV HASIL EKSPERIMEN DAN ANALISIS Data hasil eksperimen yang di dapat akan dilakukan analisis terutama kemampuan daktilitas beton yang menggunakan 2 (dua) macam serat yaitu serat baja dan serat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. rotating bending. Dalam penggunaannya pengaruh suhu terhadap material

I. PENDAHULUAN. rotating bending. Dalam penggunaannya pengaruh suhu terhadap material I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebagai elemen mesin yang berfungsi untuk meneruskan daya, poros menerima beban yang terkombinasi berupa beban puntir dan beban lentur yang berulangulang (fatik). Kegagalan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. DATA ALAT DAN MATERIAL PENELITIAN 1. Material Penelitian Tipe Baja : AISI 1045 Bentuk : Pelat Tabel 7. Komposisi Kimia Baja AISI 1045 Pelat AISI 1045 Unsur Nilai Kandungan Unsur

Lebih terperinci

Pertemuan <<22>> <<PENCEGAHAN KOROSI>>

Pertemuan <<22>> <<PENCEGAHAN KOROSI>> Matakuliah Tahun : Versi : / : Pertemuan 1 Learning Outcomes Pada akhir pertemuan ini, diharapkan mahasiswa akan mampu

Lebih terperinci

JURUSAN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA 2010 TUGAS AKHIR TM091486

JURUSAN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA 2010 TUGAS AKHIR TM091486 TUGAS AKHIR TM091486 STUDI EKSPERIMENTAL UMUR LELAH BAJA AISI 1045 AKIBAT PERLAKUAN PANAS HASIL FULL ANNEALING DAN NORMALIZING DENGAN BEBAN LENTUR PUTAR PADA HIGH CYCLE FATIGUE Oleh: Adrian Maulana 2104.100.106

Lebih terperinci

Perlindungan Lambung Kapal Laut Terhadap Korosi Dengan Sacrificial Anode. Oleh : Fahmi Endariyadi

Perlindungan Lambung Kapal Laut Terhadap Korosi Dengan Sacrificial Anode. Oleh : Fahmi Endariyadi Perlindungan Lambung Kapal Laut Terhadap Korosi Dengan Sacrificial Anode Oleh : Fahmi Endariyadi 20408326 1.1 Latar Belakang Salah satu sumber kerusakan terbesar pada pelat kapal laut adalah karena korosi

Lebih terperinci

MECHANICAL FAILURE (KERUSAKAN MEKANIS)

MECHANICAL FAILURE (KERUSAKAN MEKANIS) 1 MECHANICAL FAILURE (KERUSAKAN MEKANIS) TIN107 Material Teknik Jenis Perpatahan (Fracture) 2 Perpatahan sederhana adalah pemisahan material menjadi dua atau lebih sebagai reaksi terhadap tegangan statis

Lebih terperinci

BAB II ALUMINIUM DAN PADUANNYA

BAB II ALUMINIUM DAN PADUANNYA BAB II ALUMINIUM DAN PADUANNYA Aluminium adalah salah satu logam ringan (light metal) dan mempunyai sifat-sifat fisis dan mekanis yang baik, misal kekuatan tarik cukup tinggi, ringan, tahan korosi, formability

Lebih terperinci

BAB IV PROSES PERLAKUAN PANAS PADA ALUMINIUM

BAB IV PROSES PERLAKUAN PANAS PADA ALUMINIUM BAB IV PROSES PERLAKUAN PANAS PADA ALUMINIUM 4.1. Proses Perlakuan Panas pada Aluminium Proses perlakuan panas merupakan suatu proses yang mengacu pada proses pemanasan dan pendinginan, dengan tujuan untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mekanik, listrik, kimia dan konstruksi, dan bahkan kehidupan sehari-hari dapat

BAB I PENDAHULUAN. mekanik, listrik, kimia dan konstruksi, dan bahkan kehidupan sehari-hari dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Baut adalah salah satu komponen pengikat, banyak digunakan dalam industri mekanik, listrik, kimia dan konstruksi, dan bahkan kehidupan sehari-hari dapat ditemukan

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN PUSTAKA

BAB III TINJAUAN PUSTAKA 14 BAB III TINJAUAN PUSTAKA 3.1 PENDAHULUAN Uji tarik adalah suatu metode yang digunakan untuk menguji kekuatan suatu bahan/material dengan cara memberikan beban gaya yang sesumbu (Askeland, 1985). Hasil

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. -X52 sedangkan laju -X52. korosi tertinggi dimiliki oleh jaringan pipa 16 OD-Y 5

BAB IV PEMBAHASAN. -X52 sedangkan laju -X52. korosi tertinggi dimiliki oleh jaringan pipa 16 OD-Y 5 BAB IV PEMBAHASAN Pada bab ini, hasil pengolahan data untuk analisis jaringan pipa bawah laut yang terkena korosi internal akan dibahas lebih lanjut. Pengaruh operasional pipa terhadap laju korosi dari

Lebih terperinci

DAFTAR ISI LEMBAR PENGESAHAN... LEMBAR PERSETUJUAN... ABSTRAK... ABSTRACT... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR TABEL...

DAFTAR ISI LEMBAR PENGESAHAN... LEMBAR PERSETUJUAN... ABSTRAK... ABSTRACT... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR TABEL... DAFTAR ISI Halaman LEMBAR PENGESAHAN... LEMBAR PERSETUJUAN... ABSTRAK... ABSTRACT... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR TABEL... DAFTAR LAMPIRAN... i ii iii iv v vi ix xi xii BAB 1

Lebih terperinci

ANALISIS STRESS CORROSION CRACKING LOGAM TEMBAGA DENGAN METODE U-BEND PADA MEDIA KOROSI NH4OH 1M

ANALISIS STRESS CORROSION CRACKING LOGAM TEMBAGA DENGAN METODE U-BEND PADA MEDIA KOROSI NH4OH 1M ANALISIS STRESS CORROSION CRACKING LOGAM TEMBAGA DENGAN METODE U-BEND PADA MEDIA KOROSI NH4OH 1M *Ardia Wanandi Suwarno 1, Athanasius Priharyoto Bayuseno 2 1 Mahasiswa Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknik,

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 24 3.1. Metodologi penelitian BAB III METODOLOGI PENELITIAN Penelitian yang dilakukan menggunakan diagram alir seperti Gambar 3.1. PEMOTONGAN SAMPEL UJI KEKERASAN POLARISASI DICELUPKAN DALAM LARUTAN DARAH

Lebih terperinci

BAB II KOROSI dan MICHAELIS MENTEN

BAB II KOROSI dan MICHAELIS MENTEN BAB II : MEKANISME KOROSI dan MICHAELIS MENTEN 4 BAB II KOROSI dan MICHAELIS MENTEN Di alam bebas, kebanyakan logam ditemukan dalam keadaan tergabung secara kimia dan disebut bijih. Oleh karena keberadaan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Deskripsi Data

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Deskripsi Data BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Data Penelitian ini merupakan eksperimen untuk mengetahui pengaruh temperatur media pendingin pasca pengelasan terhadap laju korosi dan struktur mikro.

Lebih terperinci

MECHANICAL FAILURE (KERUSAKAN MEKANIS) #2

MECHANICAL FAILURE (KERUSAKAN MEKANIS) #2 #5 MECHANICAL FAILURE (KERUSAKAN MEKANIS) #2 Perpatahan Rapuh Keramik Sebagian besar keramik (pada suhu kamar), perpatahan terjadi sebelum deformasi plastis. Secara umum konfigurasi retakan untuk 4 metode

Lebih terperinci

ek SIPIL MESIN ARSITEKTUR ELEKTRO

ek SIPIL MESIN ARSITEKTUR ELEKTRO ek SIPIL MESIN ARSITEKTUR ELEKTRO EFEK WAKTU PERLAKUAN PANAS TEMPER TERHADAP KEKUATAN TARIK DAN KETANGGUHAN IMPAK BAJA KOMERSIAL Bakri* dan Sri Chandrabakty * Abstract The purpose of this paper is to analyze

Lebih terperinci

ANALISIS MOMEN LENTUR MATERIAL ALUMINIUM DENGAN VARIASI MOMEN INERSIA DAN BEBAN TEKAN

ANALISIS MOMEN LENTUR MATERIAL ALUMINIUM DENGAN VARIASI MOMEN INERSIA DAN BEBAN TEKAN ANALISIS MOMEN LENTUR MATERIAL ALUMINIUM DENGAN VARIASI MOMEN INERSIA DAN BEBAN TEKAN Darmanto, Dwi Agung Wijaya, Imam Syafa at Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Wahid Hasyim Semarang

Lebih terperinci

KEKUATAN MATERIAL. Hal kedua Penyebab Kegagalan Elemen Mesin adalah KEKUATAN MATERIAL

KEKUATAN MATERIAL. Hal kedua Penyebab Kegagalan Elemen Mesin adalah KEKUATAN MATERIAL KEKUATAN MATERIAL Hal kedua Penyebab Kegagalan Elemen Mesin adalah KEKUATAN MATERIAL Kompetensi Dasar Mahasiswa memahami sifat-sifat material Mahasiswa memahami proses uji tarik Mahasiswa mampu melakukan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Diagram Alir Penelitian Pada penelitian ini ada beberapa langkah yang dilakukan. Langkah langkah dalam proses pengerjaan las friction stir welding dapat dilihat pada

Lebih terperinci

Asyari D. Yunus - Struktur dan Sifat Material Universitas Darma Persada - Jakarta

Asyari D. Yunus - Struktur dan Sifat Material Universitas Darma Persada - Jakarta Perbedaannya pada spesimen diletakan. Pada uji impak yang diukur adalah energi impak dan disebut juga ketangguhan takik ( notch toughness ). Bahan yang diuji diberi takik, kemudian dipukul sampai patah

Lebih terperinci

Tugas Akhir. Studi Corrosion Fatigue Pada Sambungan Las SMAW Baja API 5L Grade X65 Dengan Variasi Waktu Pencelupan Dalam Larutan HCl

Tugas Akhir. Studi Corrosion Fatigue Pada Sambungan Las SMAW Baja API 5L Grade X65 Dengan Variasi Waktu Pencelupan Dalam Larutan HCl Tugas Akhir Studi Corrosion Fatigue Pada Sambungan Las SMAW Baja API 5L Grade X65 Dengan Variasi Waktu Pencelupan Dalam Larutan HCl Oleh : Wishnu Wardhana 4305 100 024 Dosen Pembimbing: Murdjito, M.Sc.

Lebih terperinci

ANALISIS STRESS CORROSION CRACKING AUSTENITIC STAINLESS STEEL (AISI 304) DENGAN METODE U-BEND PADA MEDIA KOROSIF HCL 1M

ANALISIS STRESS CORROSION CRACKING AUSTENITIC STAINLESS STEEL (AISI 304) DENGAN METODE U-BEND PADA MEDIA KOROSIF HCL 1M ANALISIS STRESS CORROSION CRACKING AUSTENITIC STAINLESS STEEL (AISI 304) DENGAN METODE U-BEND PADA MEDIA KOROSIF HCL 1M *Chrisman 1, Athanasius Priharyoto Bayuseno 2 1) Mahasiswa Jurusan Teknik Mesin,

Lebih terperinci

Pengaruh Waktu Penahanan Artificial Aging Terhadap Sifat Mekanis dan Struktur Mikro Coran Paduan Al-7%Si

Pengaruh Waktu Penahanan Artificial Aging Terhadap Sifat Mekanis dan Struktur Mikro Coran Paduan Al-7%Si Pengaruh Waktu Penahanan Artificial Aging Terhadap Sifat Mekanis dan Struktur Mikro Coran Paduan Al-7%Si Fuad Abdillah*) Dosen PTM Otomotif IKIP Veteran Semarang Abstrak Waktu penahanan pada temperatur

Lebih terperinci

Laporan Praktikum Laboratorium Teknik Material 1 Modul A Uji Tarik

Laporan Praktikum Laboratorium Teknik Material 1 Modul A Uji Tarik Laporan Praktikum Laboratorium Teknik Material 1 Modul A Uji Tarik oleh : Nama : Catia Julie Aulia NIM : Kelompok : 7 Anggota (NIM) : 1. Conrad Cleave Bonar (13714008) 2. Catia Julie Aulia () 3. Hutomo

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. yang paling berbahaya., karena tidak ada tanda-tanda sebelumnya. Biasanya

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. yang paling berbahaya., karena tidak ada tanda-tanda sebelumnya. Biasanya BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Studi Literatur Salah satu penyebab terjadinya kerusakan pada suatu struktur yaitu terjadinya korosi retak tegang (SCC) pada bahan. Korosi retak tegang merupakan kerusakan yang

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Komponen mesin yang terbuat dari baja ini contohnnya poros, roda gigi dan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Komponen mesin yang terbuat dari baja ini contohnnya poros, roda gigi dan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Baja AISI 1045 Pemilihan baja AISI 1045 karena baja ini banyak dipakai dalam pembuatan komponen-komponen permesinan, murah dan mudah didapatkan di pasaran. Komponen mesin yang terbuat

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Seperti diketahui bahwa, di dalam baja karbon terdapat ferrite, pearlite, dan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Seperti diketahui bahwa, di dalam baja karbon terdapat ferrite, pearlite, dan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Baja Baja adalah paduan antara unsur besi (Fe) dan Carbon (C) serta beberapa unsur tambahan lain, seperti Mangan (Mn), Aluminium (Al), Silikon (Si) dll. Seperti diketahui bahwa,

Lebih terperinci

PENGARUH FEED RATE TERHADAP STRUKTUR MIKRO, KEKERASAN DAN KEKUATAN BENDING PADA PENGELASAN FRICTION STIR WELDING ALUMINIUM 5052

PENGARUH FEED RATE TERHADAP STRUKTUR MIKRO, KEKERASAN DAN KEKUATAN BENDING PADA PENGELASAN FRICTION STIR WELDING ALUMINIUM 5052 PENGARUH FEED RATE TERHADAP STRUKTUR MIKRO, KEKERASAN DAN KEKUATAN BENDING PADA PENGELASAN FRICTION STIR WELDING ALUMINIUM 505 Lukito Adi Wicaksono Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Muhammadiyah

Lebih terperinci

ANALISIS RETAKAN KOROSI TEGANGAN PADA ALUMINIUM DENGAN VARIASI PEMBEBANAN DALAM MEDIA KOROSI HCL 1M

ANALISIS RETAKAN KOROSI TEGANGAN PADA ALUMINIUM DENGAN VARIASI PEMBEBANAN DALAM MEDIA KOROSI HCL 1M ANALISIS RETAKAN KOROSI TEGANGAN PADA ALUMINIUM DENGAN VARIASI PEMBEBANAN DALAM MEDIA KOROSI HCL 1M *Dewi Handayani 1, Athanasius Priharyoto Bayuseno 2 1 Mahasiswa JurusanTeknikMesin, FakultasTeknik, UniversitasDiponegoro

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Identifikasi Masalah Identifikasi masalah dalam penelitian adalah parameter proses pengerjaan dalam pengelasan gesek sangatlah kurang terutama pada pemberian gaya pada

Lebih terperinci

1 BAB IV DATA PENELITIAN

1 BAB IV DATA PENELITIAN 47 1 BAB IV DATA PENELITIAN 4.1 Pengumpulan Data Dan Informasi Awal 4.1.1 Data Operasional Berkaitan dengan data awal dan informasi mengenai pipa ini, maka didapat beberapa data teknis mengenai line pipe

Lebih terperinci

PENGENDALIAN KOROSI. STT Dr.KHEZ MUTTAQIEN PURWAKARTA IWAN PONGO,ST, MT

PENGENDALIAN KOROSI. STT Dr.KHEZ MUTTAQIEN PURWAKARTA IWAN PONGO,ST, MT PENGENDALIAN KOROSI STT Dr.KHEZ MUTTAQIEN PURWAKARTA IWAN PONGO,ST, MT Kavitasi Bentuk kerusakan yang hampir serupa dengan erosi mekanis, hanya mekanisme penyebabnya berbeda. 1. Terbentuknya gelembung

Lebih terperinci

Proses Annealing terdiri dari beberapa tipe yang diterapkan untuk mencapai sifat-sifat tertentu sebagai berikut :

Proses Annealing terdiri dari beberapa tipe yang diterapkan untuk mencapai sifat-sifat tertentu sebagai berikut : PERLAKUAN PANAS Perlakuan panasadalah suatu metode yang digunakan untuk mengubah sifat logam dengan cara mengubah struktur mikro melalui proses pemanasan dan pengaturan kecepatan pendinginan dengan atau

Lebih terperinci

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kata korosi berasal dari bahasa latin Corrodere yang artinya perusakan

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kata korosi berasal dari bahasa latin Corrodere yang artinya perusakan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Dasar Korosi Kata korosi berasal dari bahasa latin Corrodere yang artinya perusakan logam atau berkarat. Korosi adalah terjadinya perusakan material (khususnya logam)

Lebih terperinci