BAB II KAJIAN PUSTAKA. Kegiatan belajar merupakan kegiatan yang paling pokok dalam proses

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II KAJIAN PUSTAKA. Kegiatan belajar merupakan kegiatan yang paling pokok dalam proses"

Transkripsi

1 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Belajar 1. Pengertian Belajar Kegiatan belajar merupakan kegiatan yang paling pokok dalam proses pendidikan. Berhasil tidaknya proses pendidikan banyak bergantung pada proses belajar yang dialami oleh siswa sebagai peserta didik. Oleh karena itu, kegiatan belajar haruslah mendapat perhatian lebih dan diupayakan semaksimal mungkin, agar tujuan dari proses pendidikan dapat tercapai sesuai dengan apa yang diharapkan. Banyak sekali para ahli yang menerjemahkan pengertian dari belajar. Diantara para ahli yang menerjemahkan arti belajar yaitu: a. James O. Wittaker mengatakan bahwa belajar dapat didefinisikan sebagai proses dimana tingkah laku ditimbulkan atau diubah melalui latihan atau pengalaman. (Ahmadi, 2004: 126) b. Cronbach dalam bukunya yang berjudul Education Psychology mengatakan bahwa Learning is shown by change in behavior as a result of experience. (Ahmadi, 2004: 127) c. Howard L. Kingsley mengatakan bahwa belajar adalah proses dimana tingkah laku (dalam arti luas) ditimbulkan atau diubah melalui praktek atau latihan. (Ahmadi, 2004: 127) 9

2 10 d. Morgan dalam bukunya Introduction to Psychology mengatakan bahwa belajar adalah setiap perubahan yang relatif menetap dalam tingkah laku yang terjadi sebagai suatu hasil dari latihan atau pengalaman. (Purwanto, 2004: 84) e. Witherington dalam bukunya Educational Psychology mengatakan bahwa belajar adalah suatu perubahan di dalam kepribadian yang menyatakan diri sebagai suatu pola baru daripada reaksi yang berupa kecakapan, sikap, kebiasaan, kepandaian, atau suatu pengertian. (Purwanto, 2004: 84) f. Gagne mengatakan bahwa belajar dapat didefinisikan sebagai suatu proses dimana suatu organisme berubah prilakunya sebagai akibat dari pengalaman. (Suharwanto, 2006: 10) Berdasarkan pengertian-pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa belajar merupakan suatu proses perubahan tingkah laku yang relatif tetap sebagai akibat dari latihan dan pengalaman. Ngalim Purwanto (2004: 85) mengemukakan beberapa elemen penting yang mencirikan pengertian tentang belajar, yaitu: 1. Belajar merupakan suatu perubahan dalam tingkah laku, dimana perubahan itu dapat mengarah kepada tingkah laku yang lebih baik, tetapi juga ada kemungkinan mengarah kepada tingkah laku yang lebih buruk. 2. Belajar merupakan suatu perubahan yang terjadi melalui latihan dan pengalaman, dalam arti perubahan-perubahan dianggap sebagai hasil dari belajar, seperti perubahan-perubahan yang terjadi pada diri seorang bayi. 3. Untuk dapat disebut belajar, maka perubahan itu harus relatif mantap, harus merupakan akhir dari suatu periode waktu yang cukup panjang. 4. Tingkah laku yang mengalami perubahan karena belajar menyangkut berbagai aspek kepribadian, baik fisik maupun psikis, seperti perubahan dalam pengertian, pemecahan suatu masalah/berfikir, keterampilan, kecakapan, kebiasaan, ataupun sikap.

3 11 2. Tahapan Belajar Setiap individu haruslah melewati beberapa tahapan dalam prose belajar, mulai dari yang terendah sampai yang tertinggi. Robert M. Gagne (Suharwanto, 2006: 10) mengurutkan delapan tipe belajar di dalam suatu hierarkis hubungan yang didasarkan pada pandangan bahwa tahap belajar yang lebih tinggi berdasarkan atas tahapan yang lebih rendah. Kedelapan tipe belajar itu adalah: a. Belajar isyarat, yaitu belajar yang paling sederhana dengan cara memberikan reaksi terhadap rangsangan/stimulus. b. Belajar stimulus respon, yaitu memberikan reaksi yang berulang-ulang terhadap suatu stimulus. c. Belajar rangkaian, yaitu menghubungkan dua atau lebih stimulus dan respon yang dirangkaikan menjadi satu kesatuan (rangkaian) yang berarti. d. Asosiasi verbal, yaitu dengan cara memberikan reaksi verbal (katakata/bahasa) terhadap suatu rangsangan. e. Belajar diskriminasi, yaitu dengan cara memberikan reaksi yang berbeda terhadap stimulus-stimulus yang mempunyai kesamaan/hampir sama. f. Belajar konsep, yaitu dengan menempatkan objek-objek ke dalam kelompok klasifikasi tertentu. g. Belajar aturan, yaitu dengan menghubungkan dua atau lebih konsepkonsep dengan aturan-aturan. h. Pemecahan masalah, yaitu dengan menggabungkan/mengkombinasikan beberapa aturan sehingga menghasilkan aturan yang berbeda.

4 12 3. Hasil Belajar Dalam setiap kegiatan belajar, selalu ada tujuan yang yang ingin dicapai, yaitu adanya suatu perubahan tingkah laku yang mencakup aspek kognitif, afektif, dan psikomotor. Gagne (Suharwanto, 2006: 13) mengemukakan ada lima hasil belajar. Tiga diantaranya bersifat kognitif, satu bersifat afektif, dan satu bersifat psikomotor. Kelima hasil belajar itu adalah: a. Keterampilan intelektual b. Strategi-strategi kognitif c. Informasi verbal d. Sikap-sikap e. Keterampilan-keterampilan motorik 4. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Proses dan Hasil Belajar Ada dua faktor yang dapat mempengaruhi berhasil tidaknya proses dan hasil belajar, yaitu: a. Faktor Intern, yaitu faktor yang berasal dari dalam diri individu itu sendiri. Yang termasuk ke dalam faktor intern adalah: 1) Kematangan/pertumbuhan fisik. Kita tidak dapat memaksakan untuk mengajarkan sesuatu kepada anak yang belum matang, seperti memaksakan bayi yang baru berumur enam bulan untuk belajar berjalan atau memaksakan anak SMP untuk belajar filsafat. 2) Kecerdasan/intelegensi. Setiap orang mempunyai tingkat kecerdasan/intelegensi yang berbeda satu sama lain. Sehingga terdapat orang yang cepat dan lambat dalam proses belajarnya. 3) Latihan dan ulangan. Latihan dan ulangan dapat membuat seseorang memiliki kecakapan dan pengetahuan yang mendalam.

5 13 4) Motivasi, merupakan dorongan yang datang dari dalam diri individu untuk belajar. 5) Sifat-sifat pribadi seseorang. Setiap orang memiliki sifat-sifat pribadinya masing-masing. Ada yang memiliki sikap keras hati, tekun, kerja keras, dan ada pula yang memiliki sifat yang sebaliknya yang akan turut mempengaruhi kegiatan belajarnya. b. Faktor Ekstern, yaitu faktor-faktor yang berasal dari luar diri individu, yaitu: 1) Keadaan keluarga. Keadaan keluarga akan turut mempengaruhi proses dan hasil belajar. Ada keluarga yang kaya, terpelajar, rukun, dan ada pula yang sebaliknya. 2) Guru dan cara mengajar, sangat berpengaruh terutama dalam pembelajaran kelas. Sikap dan kepribadian guru, tinggi rendahnya pengetahuan yang dimiliki guru, dan bagaimana cara guru tersebut mengajarkan pengetahuan yang dimilikinya turut mencapai hasil belajar yang dapat dicapai anak. 3) Alat-alat pelajaran. Alat-alat pelajaran akan mempermudah proses pembelajaran yang berlangsung dan membuatnya menjadi lebih menarik. 4) Motivasi sosial, yaitu motivasi yang diberikan oleh orang-orang yang berada di sekitar peserta didik, seperti orang tua, guru, teman, dan sebagainya.

6 14 5) Lingkungan dan kesempatan. Lingkungan dan kesempatan yang baik akan sangat mempengaruhi berhasil tidaknya proses belajar yang terjadi. B. Ketuntasan Belajar Siswa Ketuntasan belajar merupakan patokan yang digunakan untuk menetukan apakah hasil belajar yang diperoleh peserta didik sudah mencapai standar ketercapaian minimal yang diharapkan atau belum. Ketuntasan belajar peserta didik ditentukan oleh pencapaian tingkat penguasaan kompetensi minimal yang dipersyaratkan untuk dinyatakan menguasai (mastery). Jadi peserta didik hanya boleh pindah ke kompetensi berikutnya, jika kompetensi yang sedang dipelajarinya telah dikuasai secara tuntas sampai standar minimal yang dipersyaratkan Ketuntasan belajar dapat diartikan sebagai penguasaan (hasil belajar) siswa secara penuh terhadap seluruh bahan yang dipelajarinya. Konsep ketuntasan belajar didasarkan pada konsep pembelajaran tuntas. Pembelajaran tuntas merupakan istilah yang diterjemahkan dari istilah Mastery Learning. Mastery Learning atau belajar tuntas, artinya penguasaan penuh. Penguasaan penuh ini dapat dicapai apabila siswa mampu menguasai materi tertentu secara menyeluruh yang dibuktikan dengan hasil belajar yang baik pada materi tersebut. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi penguasaan penuh, yaitu: (1) bakat untuk mempelajari sesuatu, (2) mutu pengajaran, (3) kesanggupan untuk memahami pengajaran, (4) ketekunan, dan (5) waktu yang tersedia

7 15 untuk belajar. Kelima faktor tersebut perlu diperhatikan guru ketika melaksanakan pembelajaran tuntas. Sehingga siswa dapat mencapai ketuntasan belajar sesuai kriteria yang telah ditetapkan. Dalam pembelajaran tuntas terdapat dua layanan yang diberikan pada siswa, yaitu layanan program remedial dan layanan program pengayaan. Pertama, layanan program remedial dilaksanakan dengan cara: (1) memberikan bimbingan secara khusus dan perorangan bagi siswa yang mengalami kesulitan, (2) memberikan tugas-tugas atau perlakuan secara khusus yang sifatnya penyederhanaan dari pelaksanaan pembelajaran reguler, (3) materi program remedial diberikan pada Kompetensi Dasar (KD) yang belum dikuasai siswa. Kedua, layanan program pengayaan dilaksanakan dengan cara: (1) memberikan bacaan tambahan atau diskusi yang bertujuan untuk memperluas wawasan yang masih dalam lingkup seputar KD yang dipelajari, (2) pemberian tugas untuk melakukan analisis gambar, model, grafik, bacaan/paragraf dan lainnya, (3) memberikan soal-aoal latihan tambahan yang bersifat pengayaan, (4) membantu guru dalam rangka membimbing teman-temannya yang belum mencapai ketuntasan, (5) materi pengayaan diberikan sesuai dengan KD yang dipelajari, dan (6) program pengayaan dilaksanakan setelah mengikuti tes/ujian KD tertentu atau tes/ujian semester. Kriteria ketuntasan minimal (KKM) adalah kriteria ketuntasan belajar (KKB) yang ditentukan oleh satuan pendidikan. KKM pada akhir jenjang satuan pendidikan untuk kelompok mata pelajaran selain ilmu pengetahuan

8 16 dan teknologi merupakan batas ambang kompetensi. Nilai ketuntasan belajar untuk aspek kompetensi pengetahuan dan praktik dinyatakan dalam bentuk bilangan bulat, dengan rentang Biasanya setiap satuan pendidikan menetapkan KKM yang berbeda terhadap setiap mata pelajaran dengan berbagai pertimbangan. Penetapan KKM dilakukan oleh dewan pendidik pada awal tahun pelajaran melalui proses penetapan KKM setiap Indikator, KD, SK menjadi KKM mata pelajaran, dengan mempertimbangkan, hal-hal sebagai berikut. 1. Tingkat kompleksitas (kesulitan dan kerumitan) setiap KD yang harus dicapai oleh peserta didik. 2. Tingkat kemampuan (intake) rata-rata siswa pada sekolah yang bersangkutan. 3. Kemampuan sumber daya pendukung dalam penyelenggaraan pembelajaran pada masing-masing sekolah. Ketuntasan belajar merupakan salah satu muatan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Standar ketuntasan belajar siswa ditentukan dari hasil prosentase penguasaan siswa pada Kompetensi Dasar dalam suatu materi tertentu. Kriteria ketuntasan belajar setiap Kompetensi Dasar berkisar antara 0-100%. Menurut Departemen Pendidikan Nasional, idealnya untuk masingmasing indikator mencapai 75%. Sekolah dapat menetapkan sendiri kriteria ketuntasan belajar sesuai dengan situasi dan kondisi masing-masing. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa, sekolah perlu menetapkan kriteria

9 17 ketuntasan belajar dan meningkatkan kriteria ketuntasan belajar secara berkelanjutan sampai mendekati ideal. C. Pengajaran Remedial Gagne (Suharwanto, 2006: 10) memberikan pengertian belajar sebagai suatu proses dimana suatu organisme berubah prilakunya sebagai akibat dari pengalaman. Sedangkan menurut Mohammad Surya (Suharwanto, 2006: 19), pembelajaran adalah suatu proses yang dilaksanakan oleh individu untuk memperoleh suatu perubahan prilaku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil dari pengalaman individu itu sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya. Dari pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa belajar merupakan suatu proses untuk merubah tingkah laku, sesuai dengan tujuan pembelajaran itu sendiri. Berdasarkan pengertian diatas, ada beberapa prinsip yang mendasari proses pembelajaran, yaitu: 1. Pembelajaran sebagai suatu usaha untuk memperoleh perubahan prilaku. 2. Hasil pembelajaran ditandai dengan perubahan prilaku secara keseluruhan. 3. Pembelajaran sebagai suatu proses. 4. Pembelajaran terjadi karena adanya dorongan tujuan yang ingin dicapai. 5. Pembelajaran merupakan bentuk pengalaman. Sedangkan kata pengajaran sendiri dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia berasal dari kata ajar dengan konfiks peng-an yang berarti barang apa yang dikatakan orang supaya diketahui dan dituruti (Nurhayati,

10 : 9). Sedangkan menurut Ramayulis (Nurhayati, 2008: 9) pengajaran berasal dari kata ajar ditambah awalan pe dan akhiran an sehingga menjadi kata pengajaran yang berarti proses penyajian atau bahan pelajaran yang disajikan. Menurut Hasan Langgulung (Nurhayati, 2008: 9) mengatakan bahwa pengajaran adalah pemindahan pengetahuan dari seseorang yang mempunyai pengetahuan kepada orang lain yang belum mengetahui. Menurut Ki Hajar Dewantara pengajaran adalah pendidikan dan pengetahuan serta memberi kecakapan pada anak yang keduanya dapat bermanfaat bagi hidup baik lahir maupun batin (Aqtoris, 2008: 13). Sedangkan menurut Ahmad Tafsir (Aqtoris, 2008: 13) pengajaran adalah suatu kegiatan yang menyangkut pembinaan anak mengenai segi kognitif dan psikomotorik semata-mata, yaitu supaya anak lebih banyak pengetahuannya, lebih cakap berfikir kritis, sistematis serta objektif, serta terampil dalam mengerjakan sesuatu. Dari pengertian-pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa pengajaran adalah upaya pemindahan pengetahuan dan pemindahan pengetahuan tersebut dilakukan oleh seseorang yang mempunyai pengetahuan (pengajar) kepada orang lain yang belum mengetahui (pelajar) melalui suatu proses belajar mengajar. Dalam Kamus Bahasa Inggris, kata Remedial berarti: yang berhubungan dengan perbaikan. Menurut Alit Meriana (Suharwanto, 2006: 21), remedial berarti bersifat menyembuhkan atau membetulkan, atau membuat menjadi lebih baik. Sedangkan menurut Mc. Ginnis dan Smith (Suharwanto, 2006: 21), remedial adalah tindakan mendiagnosis. Demikian juga menurut Tarigan

11 19 (Suharwanto, 2006: 21), dalam kata remedial tercakup pengertian-pengertian diagnosis, penanggulangan dan perbaikan. Dengan demikian yang dimaksud dengan Pengajaran Remedial adalah suatu bentuk pengajaran yang bersifat perbaikan, atau pengajaran yang membuat menjadi baik. Dalam belajar mengajar guru melakukan pengajaran dengan tujuan agar siswa dapat belajar secara optimal. Namun jika ternyata terdapat siswa yang lamban dalam belajar dan prestasi belajarnya rendah maka diperlukan suatu proses belajar mengajar yang dapat membantu siswa agar tercapai hasil yang diharapkan. Pengajaran Remedial merupakan suatu bentuk pengajaran yang berfungsi untuk mengatasi masalah-masalah dalam pembelajaran, sehingga siswa dapat mencapai hasil belajar yang optimal. Pengajaran Remedial dilaksanakan setelah diadakan pengajaran biasa (klasikal), dimana siswa yang belum memenuhi standar minimal yang telah ditentukan pada topik/kompetensi tertentu, dikumpulkan tersendiri untuk mendapatkan pengajaran kembali. Dalam Pengajaran Remedial yang diperbaiki adalah keseluruhan proses belajar mengajar seperti cara mengajar, metode pengajaran, materi pelajaran, alat belajar, dan lingkungan belajar. Dalam Pengajaran Remedial terjadi proses penyembuhan (terapi) pada siswa, jika sudah sembuh maka akan dikembalikan lagi ke kelas semula. Anonim (1999:34) menyatakan bahwa pengajaran remedial berbeda dengan proses belajar mengajar biasa dalam segi:

12 20 1. Tujuan Pengajaran biasa diarahkan pada penguasaan bahan ajar secara tuntas sehingga tujuan pengajaran dapat tercapai secara maksimal. Sedangkan Pengajaran Remedial lebih diarahkan pada peningkatan penguasaan bahan ajar, sehingga sekurang-kurangnya siswa yang bersangkutan dapat memenuhi Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yang mungkin diterima. Secara umum tujuan Pengajaran Remedial tidak berbeda dengan pengajaran biasa, yaitu dalam rangka mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Namun secara khusus tujuan Pengajaran Remedial ini adalah agar siswa yang mengalami kesulitan belajar dapat mencapai prestasi belajar yang diharapkan sekolah melalui proses perbaikan. Menurut User Usman dan Lilis Setiawati secara terperinci tujuan pengajaran remedial adalah: a. Siswa memahami dirinya khususnya yang menyangkut prestasi belajar yang meliputi kelebihan dan kelemahannya, jenis dan sifat kesulitan yang dihadapi. b. Siswa dapat mengubah atau memperbaiki cara belajar ke arah yang lebih baik sesuai dengan kesulitan belajar yang dihadapi. c. Siswa dapat mengatasi hambatan belajar yang menjadi latar belakang kesulitannya. d. Siswa dapat memilih materi dan fasilitas belajar secara tepat untuk mengatasi kesulitan belajar. e. Siswa dapat mengembangkan sifat dan kebiasaan baru yang dapat mendorong tercapainya prestasi belajar yang lebih baik.

13 21 f. Siswa dapat mengerjakan tugas lebih baik. 2. Strategi Strategi belajar remedial sifatnya sangat individual dalam arti tergantung pada letak masalah yang dihadapi setiap siswa. Metode penyampaian harus bervariasi dan diharapkan disusun secara sistematis dari materi/tugas yang mudah menuju tugas yang sukar. 3. Bahan Bahan pengajaran remedial biasanya dengan penggolonganpenggolongan yang lebih kecil daripada bahan yang dikembangkan untuk pengajaran biasa. Moh. Uzer Usman dan Lilis Setiawati (2000:114) merinci perbedaan antara Pengajaran Remedial dengan Pengajaran Biasa sebagai berikut: 4 5 Tabel 2.1 Perbedaan Pengajaran Biasa Dengan Pengajaran Remedial No Pengajaran Biasa No Pengajaran Remedial 1 Sebagai program belajar di kelas dengan semua siswa 1 turut berpartisipasi. 2 Bertujuan untuk mencapai TIK (indikatora) yang ditetapkan sesuai dengan 2 kurikulum berlaku untuk semua siswa. 3 Dilaksanakan oleh guru kelas 3 atau guru bidang studi. Pendekatan dan teknik lebih bersifat umum dan sama. Evaluasi menggunakan alat yang bersifat seragam dan kompak. 4 5 Dilakukan setelah diketahui kesulitan belajar yang kemudian diberikan pelayanan khusus sesuai dengan jenis, sifat, dan latar belakang. TIK (indikator) disesuaikan dengan kesulitan belajar yang dihadapi siswa. Dilaksanakan melalui kerjasama berbagai pihak, guru, pembimbing, counselor dan sebagainya. Pendekatan dan teknik lebih diferensial artinya disesuaikan dengan keadaan siswa. Alat evaluasi yang digunakan disesuaikan dengan kesulitan belajar yang dihadapi siswa.

14 22 Dari uraian di atas, dapat disimpulkan mengenai perbedaan proses belajar mengajar biasa dengan pengajaran remedial. Pengajaran biasa bertujuan untuk pencapaian hasil belajar secara maksimal, sedang Pengajaran remedial bertujuan untuk penguasaan bahan bagi siswa yang mengalami kesulitan pada materi tertentu. Strategi belajar mengajar pada pengajaran biasa yaitu pengajaran klasikal dimana siswa berkumpul dalam satu kelas untuk mendapat pengajaran dengan metode yang sama untuk semua siswa, pendekatan dan teknik yang sama, serta pemberian evaluasi menggunakan alat yang sama (seragam) untuk semua siswa. Sedang pada pengajaran remedial strategi yang diberikan bersifat individual sesuai indikator yang mana yang sulit dan belum dituntaskan oleh siswa dan metode penyampaiannya tidak sama antar satu siswa dengan siswa lainnya. Hal ini tergantung sejauh mana kesulitan siswa belajar dan alat evaluasi yang digunakan disesuaikan dengan kesulitan belajar yang dihadapi oleh siswa. Selanjutnya mengenai bahan pengajaran, untuk bahan pada pengajaran biasa lebih banyak dan luas, sedang bahan pengajaran untuk pengajaran remedial hanya materi tertentu saja, yaitu bahan yang belum dukuasai oleh siswa saja.

15 23 4. Fungsi Abu Ahmadi dan Widodo Supriyono mengungkapkan Pengajaran Remedial mempunyai fungsi sebagai berikut: 1) Fungsi korektif, artinya Pengajaran Remedial dapat dilakukan dalam pembetulan atau perbaikan dalam hal penulisan tujuan, penggunaan metode, cara-cara belajar, materi dan alat belajar, evaluasi dan sebagainya. 2) Fungsi pemahaman, artinya Pengajaran Remedial, guru dan siswa atau pihak lainnya dapat memperoleh yang lebih baik mengenai pribadinya sendiri. 3) Fungsi penyesuaian, artinya Pengajaran Remedial dapat membentuk siswa yang mampu beradaptasi atau menyesuaikan diri di lingkungan tempat belajarnya. 4) Fungsi Pengayaan, artinya Pengajaran Remedial dapat memperkaya proses pengajaran, sehingga materi lebih luas, lebih banyak dan lebih mendalam dibandingkan dengan pengajaran regular. 5) Fungsi Akselerasi, artinya Pengajaran Remedial dapat mempercepat proses pembelajaran, baik dari segi waktu maupun materi, sehingga pembelajaran dapat berlangsung lebih efektif dan efisien. 6) Fungsi Therapeutic, artinya secara langsung atau tidak, Pembelajaran Remedial dapat membantu atau menyembuhkan atau memperbaiki kondisi kepribadian siswa yang menyimpang, sebaliknya pencapaian prestasi belajar dalam pembelajaran juga mempengaruhi pribadi siswa.

16 24 Dari uraian di atas menjadi jelas bahwa fungsi Pengajaran Remedial adalah untuk membantu guru dalam mengatasi siswa yang mengalami kesulitan dalam mencapai prestasi belajarnya. 5. Sasaran Kenyataan menunjukkan bahwa setiap siswa dalam proses belajar mengajar mempunyai hasil yang berbeda-beda. Dalam paedagogik perbedaan ini harus diterima. Hal ini dikarenakan terdapatnya perbedaan kemampuan yang dimiliki masing-masing siswa. Perbedaan yang dimaksud yaitu (Ahmadi, 2004: 151): a. Perbedaan kecerdasan b. Perbedaan hasil belajar c. Perbedaan bakat d. Perbedaan sikap e. Perbedaan kebiasaan f. Perbedaan pengetahuan g. Perbedaan kepribadian h. Perbedaan kebutuhan i. Perbedaan cita-cita j. Perbedaan fisik k. Perbedaan minat l. Perbedaan lingkungan Sehingga untuk siswa yang memiliki kemampuan yang rendah yang menyebabkannya tidak tuntas dalam belajarnya memerlukan Pengajaran Remedial. Sehingga yang harus diberikan Pengajaran Remedial yaitu siswa yang (Suharwanto, 2006: 24): a. Kemampuan mengingat relatif kurang. b. Perhatian yang sangat kurang dan mudah terganggu dengan sesuatu yang lain di sekitarnya pada saat belajar. c. Relatif lemah kemampuan memahami secara menyeluruh d. Kurang dalam memotivasi diri dalam belajar. e. Kurang dalam kepercayaan diri dan rendah harapan dirinya f. Lemah dalam kemampuan memecahkan masalah.

17 25 g. Sering gagal dalam menyimak suatu gagasan dari suatu informasi. h. Mengalami kesulitan dalam memahami konsep yang abstrak. i. Gagal menghubungkan suatu konsep dengan konsep lainnya yang relevan. j. Memerlukan waktu relatif lebih lama daripada yang lainnya untuk menyelesaikan tugas-tugas. 6. Langkah-langkah Pengajaran Remedial Anonim (1999:45), mengatur mengenai langkah-langkah Pengajaran Remedial sebagai berikut a. Menelaah kembali siswa yang akan diberikan bantuan. Kegiatan ini dimaksudkan agar kita memperoleh gambaran berapa lama bantuan harus diberikan, kapan, oleh siapa, dan sebagainya. b. Alternatif tindakan. Jika sudah mendapat gambaran lengkap. Lalu tentukan alternatif tindakan dapat berupa : 1) Disuruh mengulangi bahan yang telah diberikan dengan memberikan arahan terlebih dulu. 2) Disuruh mencoba alternatif kegiatan lain yang setara dengan kegiatan belajar mengajar yang sudah ditempuhnya dan mempunyai tujuan yang sama. 3) Bila kesulitan belajar bukan karena kesulitan belajar, tapi karena faktor lain seperti sikap negatif terhadap guru, situasi belajar dan sebagainya maka siswa perlu dibimbing oleh konselor. Jika sudah mampu mengatasi masalah maka dapat diberi Pengajaran Remedial. 3. Evaluasi Pengajaran Remedial 4. Pada akhir kegiatan siswa diadakan evaluasi. Tujuan paling utama adalah diharapkan 70% taraf pengusaan (level of mastery). Bila ternyata belum

18 26 berhasil maka dilakukan diagnosis dan memperoleh Pengajaran Remedial kembali. 7. Pendekatan Pengajaran Remedial a. Pendekatan pencegahan (preventif). Dari hasil Pretest sebelum memulai pengajaran, seorang guru sudah dapat mendeteksi bahwa seorang siswa mungkin akan mengalami hambatan dalam proses belajarnya. Hal ini dapat dilakukan dengan upaya mengetahui secara tepat prilaku awal siswa, menggunakan pendekatan multi media dan multi metode dalam proses belajar mengajar b. Pendekatan penyembuhan (curative). Pendekatan ini diberikan kepada siswa yang sudah nyata mengalami hambatan dalam mengikuti proses belajar mengajar. Gejala yang terlihat yaitu prestasinya sangat rendah dibandingkan dengan KKM yang ditetapkan. c. Pendekatan perkembangan (development). Pendekatan ini menuntut guru untuk memonitor terus menerus kegiatan siswa dalam proses pembelajaran, setiap ada hambatan dan secara terus-menerus. Sehingga dengan demikian guru senantiasa mengikuti perkembangan pada siswanya secara sistematis. Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa langkah-langkah dalam Pengajaran Remedial itu dimulai dari penelaahan kembali siswa yang mengalami kesulitan belajar, selanjutnya diberikan tindakan alternatif seperti mengulang belajar kembali atau alternatif lainnya sambil dicari penyebab kesulitan belajar siswa, selanjutnya diberikan evaluasi dengan target 70%

19 27 penguasaan materi. Jika berhasil siswa kembali ke kelasnya untuk mengikuti pengajaran biasa secara klasikal, jika belum berhasil baru diadakan Pengajaran Remedial. 8. Metode Pengajaran Remedial Metode Pengajaran Remedial adalah metode yang dipakai dalam proses Pengajaran Remedial mulai dari identifikasi kesulitan belajar sampai penanganan kesulitan belajar. Menurut Moch. Surya (Suharwanto, 2006: 27), metode yang dapat digunakan untuk melaksanakan Pengajaran Remedial adalah: a. Metode pemberian tugas Metode ini dapat digunakan dalam rangka mengenal kasus dan pemberian bantuan. Siswa yang mengalami kesulitan belajar dapat ditolong melalui pemberian tugas tertentu yang jenis dan sifatnya disesuaikan dengan jenis, sifat, dan latar belakang kesulitan belajarnya. Dengan metode ini siswa diharapkan dapat (Ahmadi, 2004: 183): 1) Lebih memahami dirinya. 2) Memperluas/memperdalam materi yang dipelajari. 3) Memperbaiki cara-cara belajar yang pernah dialami. b. Metode tanya jawab Metode ini digunakan dalam rangka pengenalan kasus untuk mengetahui jenis dan sifat kesulitannya. Tanya jawab digunakan dalam bentuk dialog antara guru dengan siswa yang mengalami kesulitan belajar dan dari hasil dialog tersebut akan diperoleh perbaikan dalam kesulitan belajar. Tanya

20 28 jawab dapat dilakukan secara individual maupun kelompok. Tanya jawab dapat membantu siswa dalam (Ahmadi, 2004: 182): 1) Memahami dirinya. 2) Mengetahui kelebihan/kekurangannya. 3) Memperbaiki cara-cara belajar. Adapun kebaikan metode ini yaitu (Ahmadi, 2004: 182): 1) Meningkatkan motivasi belajar. 2) Merupakan kondisi yang menunjang pelaksanaan penyuluhan. 3) Menumbuhkan rasa harga diri c. Metode diskusi Metode ini digunakan dengan memanfaatkan interaksi antar individu dalam kelompok untuk memperbaiki kesulitan belajar yang dialami oleh kelompok siswa. Dalam interaksi ini masing-masing siswa dapat turut menyumbangkan saran-saran dalam menemukan pemecahan suatu masalah. Kebaikan metode ini yaitu (Ahmadi, 2004: 183): 1) Setiap individu dalam kelompok dapat mengenal diri dan kesulitannya serta dapat menemukan jalan pemecahannya. 2) Interaksi dalam kelompok menumbuhkan sikap percaya mempercayai. 3) Mengembangkan kerja sama antar pribadi. 4) Menumbuhkan kepercayaan diri. 5) Menumbuhkan rasa tanggung jawab. d. Metode kerja kelompok Metode ini hampir sama dengan metode pemberian tugas dan diskusi. Dalam metode ini siswa bersama-sama ditugasi untuk menyelesaikan tugas tertentu. Yang terpenting dari metode ini adalah interasi diantara anggota kelompok dengan harapan akan terjadi perbaikan pada diri siswa

21 29 yang mengalami kesulitan belajar. Kebaikan metode ini yaitu (Ahmadi, 2004: 183): 1) Adanya pengaruh anggota kelompok yang cakap dan berpengalaman. 2) Kehidupan kelompok dapat meningkatkan minat belajar. 3) Kehidupan kelompok merupakan tanggung jawab dan saling memahami diri. e. Metode tutor sebaya Tutor adalah siswa yang ditunjuk/ditugaskan untuk membantu temannya yang mengalami kesulitan belajar. Karena hubungan dengan teman umumnya lebih dekat daripada dengan guru. Dengan petunjuk-petunjuk dari guru tutor ini membantu temannya yang mengalami kesulitan. Pemilihan tutor ini didasarkan pada prestasi, komunikasi, hubungan sosial yang baik, dan disenangi oleh teman-temannya. Tutor berperan sebagai pemimpin di dalam kegiatan kelompok sebagai pengganti guru. Kebaikan metode ini adalah: 1) Adanya hubungan yang lebih dekat dan akrab. 2) Tutor sendiri kegiatannya adalah pengayaan dan menambah motivasi belajar. 3) Dapat meningkatkan rasa tanggung jawab dan kepercayaan diri. f. Pengajaran individu Pengajaran individu merupakan suatu proses belajar mengajar yang dilakukan secara individu. Dengan metode ini guru bisa mengajar dengan lebih intensif karena dapat disesuaikan dengan keadaan dan kesulitan yang dimiliki oleh siswa. Pengajaran individu ini bersifat teraputik, artinya mempunyai sifat penyembuhan dengan cara memperbaiki cara-cara belajar siswa. Untuk melaksanakan pengajaran individual ini guru dituntut

22 30 memiliki kemampuan membimbing dan bersikap sabar, ulet, rela, bertanggung jawab, menerima, dan memahami keadaan siswa. Hasil yang diharapkan dengan pengajaran individual disamping adanya peningkatan prestasi belajar juga peningkatan pemahaman dalam diri siswa. D. Kerangka Pemikiran Ketuntasan belajar dapat diartikan sebagai penguasaan (hasil belajar) siswa secara penuh terhadap seluruh bahan yang dipelajarinya. Konsep ketuntasan belajar didasarkan pada konsep pembelajaran tuntas. Pembelajaran tuntas merupakan istilah yang diterjemahkan dari istilah Mastery Learning. Mastery Learning atau belajar tuntas, artinya adalah penguasaan penuh. Penguasaan penuh ini dapat dicapai apabila siswa mampu menguasai materi tertentu secara menyeluruh yang dibuktikan dengan hasil belajar yang baik pada materi tersebut. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi penguasaan penuh, yaitu: (1) bakat untuk mempelajari sesuatu, (2) mutu pembelajaran, (3) kesanggupan untuk memahami pembelajaran, (4) ketekunan, dan (5) waktu yang tersedia untuk belajar. Kelima faktor tersebut perlu diperhatikan guru, ketika melaksanakan pembelajaran tuntas. Sehingga siswa dapat mencapai ketuntasan belajar sesuai kriteria yang telah ditetapkan. Mastery Learning dapat memberikan semangat pada pembelajaran di sekolah dan dapat membantu mengembangkan minat dalam pembelajaran tersebut. Pembelajaran yang berkesinambungan ini harus menjadi tujuan utama dalam pendidikan yang modern. Ciri-ciri pembelajaran tuntas antara

23 31 lain: (1) pendekatan pembelajaran lebih berpusat pada siswa (child center), (2) mengakui dan melayani perbedaan-perbedaan perorangan siswa (individual personal), (3) strategi pembelajaran berasaskan maju berkelanjutan (continuous progress), dan (4) pembelajaran dipecah-pecah menjadi satuansatuan (cremental units). Ketuntasan belajar merupakan patokan yang digunakan untuk menetukan apakah hasil belajar yang diperoleh siswa sudah mencapai standard ketercapaian minimal yang diharapkan atau belum. Ketuntasan belajar peserta didik ditentukan oleh pencapaian tingkat penguasaan kompetensi minimal yang dipersyaratkan untuk dinyatakan menguasai (mastery). Jadi peserta didik hanya boleh pindah ke kompetensi berikutnya, jika kompetensi yang sedang dipelajarinya telah dikuasai secara tuntas sampai standard minimal yang dipersyaratkan. Ketuntasan belajar merupakan salah satu muatan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Standar ketuntasan belajar siswa ditentukan dari hasil prosentase penguasaan siswa pada Kompetensi Dasar dalam suatu materi tertentu. Kriteria ketuntasan belajar setiap Kompetensi Dasar berkisar antara 0-100%. Menurut Departemen Pendidikan Nasional, idealnya untuk masingmasing indikator mencapai 75%. Sekolah dapat menetapkan sendiri kriteria ketuntasan belajar sesuai dengan situasi dan kondisi masing-masing. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa, sekolah perlu menetapkan kriteria ketuntasan belajar dan meningkatkan kriteria ketuntasan belajar secara berkelanjutan sampai mendekati ideal.

24 32 Yang menjadi permasalahan adalah banyaknya siswa yang tidak dapat mencapai ketuntasan belajar untuk setiap Kompetensi Dasar (KD) yang telah ditentukan oleh sekolah dan guru mata pelajaran, sehingga diperlukan suatu tindakan pemecahan untuk dapat meningkatkan ketuntasan belajar yang diperoleh siswa. Dalam konsep pembelajaran tuntas, siswa tidak boleh melanjutkan pembelajaran ke kompetensi berikutnya sebelum menguasai kompetensi yang sedang dipelajarinya. Salah satu tindakan yang dapat diberikan untuk meningkatkan ketuntasan belajar siswa adalah dengan pengajaran remedial. Dalam pengajaran remedial ini siswa belajar kembali kompetensi yang telah dipelajarinya. Kompetensi yang dipelajari kembali hanyalah kompetensi yang belum dikuasai atau yang belum dipahami oleh siswa saja. Jadi dalam pengajaran remedial tidak semua kompetensi yang telah dipelajari tersebut dipelajari kembali. Layanan program remedial dilaksanakan dengan cara: (1) memberikan bimbingan secara khusus dan perorangan bagi siswa yang mengalami kesulitan, (2) memberikan tugas-tugas atau perlakuan secara khusus yang sifatnya penyederhanaan dari pelaksanaan pembelajaran reguler, (3) materi program remedial diberikan pada Kompetensi Dasar (KD) yang belum dikuasai siswa, dan (4) pelaksanaan program remedial dilakukan setelah siswa mengikuti tes/ujian semester. Dengan demikian diharapkan siswa dapat menguasai secara penuh kompetensi yang telah dipelajarinya. Dalam KTSP, siswa dianggap tuntas

25 33 apabila telah menguasai minimal 75% dari kompetensi yang telah dipelajarinya. Akan tetapi sekolah boleh menentukan standard ketuntasan belajar minimalnya (KKM) dibawah 75%, sesuai dengan keadaan siswa dan sarana serta prasarana yang dimilikinya. Namun sekolah harus tetap berusaha meningkatkan standar ketuntasan minimalnya sampai 75%. Pengajaran Remedial (X) Ketuntasan Belajar (Y) Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran E. Hasil Penelitian yang Relevan Pada bagian ini, akan diuraikan beberapa penelitian terdahulu yang relevan mengenai penerapan Pengajaran Remedial dalam proses pembelajaran. Adapun beberapa penelitian yang relevan tersebut diantaranya: 1. Penelitian yang dilakukan oleh Suharto (2000) pada salah satu Madrasah Aliyyah di Jakarta, menunjukkan bahwa implementasi Pengajaran Remedial berpengaruh positif untuk mengatasi kesulitan belajar siswa pada pokok bahasan suhu dan kalor. 2. Penelitian yang dilakukan oleh Abdul Aziz (2000) pada siswa kelas 2 MAN 1 Malang, menunjukkan bahwa implementasi Pengajaran Remedial dengan metode diskusi kelas lebih baik dibandingkan dengan Pengajaran Remedial dengan metode kerja kelompok dalam meningkatkan prestasi belajar siswa.

26 34 3. Penelitian yang dilakukan oleh Yuanita Mulyani Aziz (2004) pada siswa kelas 2 SLTPN 40 Bandung, menunjukkan bahwa implementasi Pengajaran Remedial kelompok berpengaruh positif untuk mengatasi kesulitan belajar siswa pada pokok bahasan geometri. 4. Penelitian yang dilakukan oleh Suharwanto (2006) terhadap siswa SMK Angkasa, menunjukkan bahwa implementasi Pengajaran Remedial berpengaruh positif untuk mengatasi kesulitas belajar peserta diklat SMK pada mata diklat Pengetahuan Dasar Teknik Mesin. F. Hipotesis Berdasarkan rumusan masalah diatas, hipotesis dari penelitian ini adalah: Terdapat perbedaan (peningkatan) ketuntasan belajar siswa sebelum dan sesudah pengajaran remedial.

BAB II PENGAJARAN REMEDIAL PENDIDIKAN AGAMA ISLAM. Islam, Ciri-Ciri Pembelajaran Remedial Pendidikan Agama Islam, Tujuan dan

BAB II PENGAJARAN REMEDIAL PENDIDIKAN AGAMA ISLAM. Islam, Ciri-Ciri Pembelajaran Remedial Pendidikan Agama Islam, Tujuan dan BAB II PENGAJARAN REMEDIAL PENDIDIKAN AGAMA ISLAM Pada bab II akan membahas tentang Pengajaran Remedial Pendidikan Agama Islam, meliputi: Pengertian Pengajaran Remedial Pendidikan Agama Islam, Ciri-Ciri

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN

BAB II KAJIAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN 11 BAB II KAJIAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1. Kajian Teori 2.1.1 Remedial Teaching a. Pengertian Remedial Teaching Dilihat dari arti katanya remedial berarti bersifat menyembuhkan, membetulkan atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang memiliki sumber daya alam yang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang memiliki sumber daya alam yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara yang memiliki sumber daya alam yang membanggakan, baik di darat, laut, maupun di udara. Hanya saja masyarakat dan generasinya belum

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. proaktif (urun rembuk) dalam memecahkan masalah-masalah yang diberikan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. proaktif (urun rembuk) dalam memecahkan masalah-masalah yang diberikan BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka 1. Pengertian Aktivitas Belajar Aktivitas dalam hal ini berarti siswa aktif dalam mengerjakan soal-soal atau tugas-tugas yang diberikan dengan rasa senang dan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2. 1.1 Pengajaran Remedial Menurut Sardiman A.M. (2007: 12), Pendidikan dan pengajaran adalah salah satu usaha yang bersifat sadar tujuan yang dengan sistematis terarah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sekolah adalah tempat peserta didik belajar, diharapkan dalam pembelajaran yang dilakukan peserta didik diperoleh prestasi belajar yang maksimal. Dalam kegiatan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teori 2.1.1 Pengertian Belajar Slavin (1994:152) dalam (Anni,2004:2) menyatakan bahwa belajar merupakan perubahan individu yang disebabkan oleh pengalaman, lebih lanjut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Metode pembelajaran memiliki peranan yang sangat penting dalam menentukan berhasil atau tidaknya suatu proses belajar mengajar, karena dengan metode yang tepat,

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. Kata matematika berasal dari bahasa latin mathematica, yang mulamula

BAB II KAJIAN TEORI. Kata matematika berasal dari bahasa latin mathematica, yang mulamula BAB II KAJIAN TEORI A. Pengertian Matematika Kata matematika berasal dari bahasa latin mathematica, yang mulamula berasal dari kata Yunani mathematike, dari akar kata mathema yang berarti pengetahuan atau

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Umum Tentang Belajar Tuntas 2.1.1 Pengertian Belajar Tuntas Belajar tuntas adalah siswa yang telah tuntas menguasai pelajaran yang telah diberikan oleh guru dan dapat

Lebih terperinci

PERANCANGAN PEMBELAJARAN REMEDI DAN PENGAYAAN MAPEL PAI. Oleh: Dr. Marzuki, M.Ag. (FIS UNY)

PERANCANGAN PEMBELAJARAN REMEDI DAN PENGAYAAN MAPEL PAI. Oleh: Dr. Marzuki, M.Ag. (FIS UNY) PERANCANGAN PEMBELAJARAN REMEDI DAN PENGAYAAN MAPEL PAI Oleh: Dr. Marzuki, M.Ag. (FIS UNY) 1 PERANCANGAN PEMBELAJARAN REMIDI DAN PENGAYAAN Mengapa harus remidi dan pengayaan? Bentuk layanan kepada siswa.

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Kelurahan Buliide Kecamatan Kota Barat Kota Gorontalo pada tahun ajaran 2013-

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Kelurahan Buliide Kecamatan Kota Barat Kota Gorontalo pada tahun ajaran 2013- BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Deskripsi Hasil Penelitian Penelitian ini dilakukan di SDN 9 Kota Barat Kota Gorontalo yang terletak di Kelurahan Buliide Kecamatan Kota Barat Kota Gorontalo

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORITIK

BAB II LANDASAN TEORITIK BAB II LANDASAN TEORITIK 2.1. Prestasi Belajar Prestasi belajar merupakan gabungan dari prestasi belajar dan pengetahuan teknologi informasi dan komunikasi. Prestasi dalam buku Kamus Besar Bahasa Indonesia

Lebih terperinci

PERATURAN AKADEMIK SMA NEGERI 1 PARE

PERATURAN AKADEMIK SMA NEGERI 1 PARE PERATURAN AKADEMIK SMA NEGERI 1 PARE BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Latar Belakang Undang-undang RI No. 20 tahun 2003 dan peraturan pemerintah RI No. 19 tahun 2005 mengamanatkan; Setiap satuan pendidikan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. diperoleh pengetahuan, keterampilan serta terwujudnya sikap dan tingkah laku

I. PENDAHULUAN. diperoleh pengetahuan, keterampilan serta terwujudnya sikap dan tingkah laku I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pendidikan merupakan sesuatu yang penting dan mutlak harus dipenuhi dalam rangka upaya peningkatan taraf hidup masyarakat. Dari pendidikan inilah diperoleh pengetahuan,

Lebih terperinci

A. KONSEP DASAR DIAGNOSTIK KESULITAN BELAJAR DAN PENGAJARAN REMEDIAL

A. KONSEP DASAR DIAGNOSTIK KESULITAN BELAJAR DAN PENGAJARAN REMEDIAL A. KONSEP DASAR DIAGNOSTIK KESULITAN BELAJAR DAN PENGAJARAN REMEDIAL Proses belajar mengajar merupakan ciri yang sangat umum dalam dunia pendidikan. Dalam prakteknya tidak selalu berjalan sesuai dengan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA 6 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Metode Diskusi 1. Pengertian Diskusi Dalam kegiatan pembejaran dengan metode diskusi merupakan cara mengajar dalam pembahasan dan penyajian materinya melalui suatu problema atau

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi Teori 2.1.1 Ilmu Pengetahuan Alam Dalam bahasa inggris Ilmu Pengetahuan Alam disebut natural science, natural yang artinya berhubungan dengan alam dan science artinya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. suatu bangsa, karena dengan pendidikan suatu bangsa dapat mempersiapkan masa

BAB I PENDAHULUAN. suatu bangsa, karena dengan pendidikan suatu bangsa dapat mempersiapkan masa 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan suatu kegiatan yang sangat penting dalam kehidupan suatu bangsa, karena dengan pendidikan suatu bangsa dapat mempersiapkan masa depannya

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. suatu maksud atau tujuan tertentu. Maka strategi identik dengan teknik, siasat

BAB II KAJIAN TEORI. suatu maksud atau tujuan tertentu. Maka strategi identik dengan teknik, siasat BAB II KAJIAN TEORI A. Kerangka Teoritis 1. Strategi Berikan Uangnya Bambang warsita menjelaskan strategi adalah; a) ilmu siasat perang; b) siasat perang; c) bahasa pembicaraan akal (tipu muslihat) untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia yang berkualitas. Sumber daya manusia yang berkualitas adalah

BAB I PENDAHULUAN. manusia yang berkualitas. Sumber daya manusia yang berkualitas adalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Perkembangan sains dan teknologi dewasa ini menuntut sumber daya manusia yang berkualitas. Sumber daya manusia yang berkualitas adalah manusia yang

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA 4 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Hakikat Pembelajaran IPA di Sekolah Dasar Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) didefinisikan sebagai kumpulan pengetahuan yang tersusun secara terbimbing. Hal ini

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. Menurut Sutjihati Somantri (2005: 107 ) anak tunagrahita sedang

BAB II KAJIAN TEORI. Menurut Sutjihati Somantri (2005: 107 ) anak tunagrahita sedang BAB II KAJIAN TEORI A. Kajian tentang Anak Tunagrahita Sedang 1. Pengertian Anak Tunagrahita sedang Menurut Sutjihati Somantri (2005: 107 ) anak tunagrahita sedang disebut juga embisil. Kelompok ini memiliki

Lebih terperinci

Pembelajaran Remedial

Pembelajaran Remedial Pembelajaran Remedial Posted on 13 Agustus 2008 Dalam rangka membantu peserta didik mencapai standar isi dan standar kompetensi lulusan, pelaksanaan atau proses pembelajaran perlu diusahakan agar interaktif,

Lebih terperinci

BAB III BELAJAR TUNTAS

BAB III BELAJAR TUNTAS BAB III BELAJAR TUNTAS A. Pengertian Belajar Tuntas Tujuan pembelajaran secara ideal adalah agar materi yang dipelajari dikuasai sepenuhnya atau tuntas oleh peserta didik, ini disebut dengan istilah mastery

Lebih terperinci

Konsep Dasar Pengajaran Remedial untuk Meningkatkan Motivasi dan Minat Belajar Peserta Didik dalam Mempelajari Statistika

Konsep Dasar Pengajaran Remedial untuk Meningkatkan Motivasi dan Minat Belajar Peserta Didik dalam Mempelajari Statistika Statistika, Vol. 7 No., 5 3 Nopember 007 Konsep Dasar Pengajaran Remedial untuk Meningkatkan Motivasi dan Minat Belajar Peserta Didik dalam Mempelajari Statistika Yunia Mulyani Azis Tenaga Pengajar di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan jaman yang semakin modern terutama pada era globalisasi

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan jaman yang semakin modern terutama pada era globalisasi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan jaman yang semakin modern terutama pada era globalisasi seperti sekarang ini menuntut adanya sumber daya manusia yang berkualitas tinggi. Peningkatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sesuai dengan paparan mengenai pendidikan tersebut maka guru. mengembangkan seluruh potensi yang ada dalam dirinya.

BAB I PENDAHULUAN. Sesuai dengan paparan mengenai pendidikan tersebut maka guru. mengembangkan seluruh potensi yang ada dalam dirinya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam Undang-undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, dinyatakan bahwa : Pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORITIS TENTANG HASIL BELAJAR SISWA PADA PEMBELAJARAN BILANGAN BULAT

BAB II KAJIAN TEORITIS TENTANG HASIL BELAJAR SISWA PADA PEMBELAJARAN BILANGAN BULAT 8 BAB II KAJIAN TEORITIS TENTANG HASIL BELAJAR SISWA PADA PEMBELAJARAN BILANGAN BULAT A. Metode Kerja Kelompok Salah satu upaya yang ditempuh guru untuk menciptakan kondisi belajar mengajar yang kondusif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. generasi muda agar melanjutkan kehidupan dan cara hidup mereka dalam konteks

BAB I PENDAHULUAN. generasi muda agar melanjutkan kehidupan dan cara hidup mereka dalam konteks BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan sebagai upaya manusia merupakan aspek dan hasil budaya terbaik yang mampu disediakan setiap generasi manusia untuk kepentingan generasi muda agar

Lebih terperinci

PROFIL KETUNTASAN BELAJAR DITINJAU DARI PENDEKATAN PROBLEM BASED LEARNING

PROFIL KETUNTASAN BELAJAR DITINJAU DARI PENDEKATAN PROBLEM BASED LEARNING PROFIL KETUNTASAN BELAJAR DITINJAU DARI PENDEKATAN PROBLEM BASED LEARNING (PBL) TERHADAP PENCAPAIAN KRITERIA KETUNTASAN MINIMAL (KKM) BIOLOGI SISWA KELAS VIIA DI SMP NEGERI 2 KARTASURA TAHUN AJARAN 2008/2009

Lebih terperinci

tercapainya kriteria ketuntasan minimal (KKM).

tercapainya kriteria ketuntasan minimal (KKM). 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Belajar pada hakikatnya merupakan kegiatan yang dilakukan secara sadar untuk menghasilkan suatu perubahan, menyangkut pengetahuan, ketrampilan, sikap, dan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Tipe-tipe kesalahan Penyebab kesalahan-kesalahan siswa dalam mengerjakan soal matematika menurut Suhertin (dalam Lisca, 2012) dikarenakan siswa tidak menguasai

Lebih terperinci

Jurnal Pendidikan Akuntansi Indonesia, Vol. VIII. No. 2 Tahun 2010, Hlm

Jurnal Pendidikan Akuntansi Indonesia, Vol. VIII. No. 2 Tahun 2010, Hlm Jurnal Pendidikan Akuntansi Indonesia, Vol. VIII. No. 2 Tahun 2010, Hlm. 33-40 PEMANFAATAN PENILAIAN PORTOFOLIO DALAM MENINGKATKAN HASIL BELAJAR AKUNTANSI Oleh Sukanti 1 Abstrak Hasil belajar dapat dikelompokkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sehingga dapat menciptakan perubahan perilaku anak baik cara berfikir maupun

BAB I PENDAHULUAN. sehingga dapat menciptakan perubahan perilaku anak baik cara berfikir maupun BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan suatu kegiatan yang dilaksanakan dengan sengaja, teratur dan terencana untuk membina kepribadian dan mengembangkan kemampuan anak sehingga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. maupun Rohani semakin meningkat dalam usaha menyesuaikan diri dengan

BAB I PENDAHULUAN. maupun Rohani semakin meningkat dalam usaha menyesuaikan diri dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan sebagai salah satu proses dalam rangka perubahan pada pembentukan sikap, dimana kepribadian dan keterampilan manusia menghadapi masa depan yang merupakan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Tujuan pembelajaran secara ideal adalah agar bahan yang dipelajari dapat dikuasai

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Tujuan pembelajaran secara ideal adalah agar bahan yang dipelajari dapat dikuasai BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Belajar Tuntas Tujuan pembelajaran secara ideal adalah agar bahan yang dipelajari dapat dikuasai sepenuhnya oleh siswa. Suryobroto (2002: 96) Belajar tuntas adalah

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori Sebagai suatu disiplin ilmu, matematika merupakan salah satu ilmu dasar yang memiliki kegunaan besar dalam kehidupan sehari-hari. Maka dari itu, konsepkonsep dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan salah satu sarana untuk menunjang keberhasilan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan salah satu sarana untuk menunjang keberhasilan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan merupakan salah satu sarana untuk menunjang keberhasilan kegiatan pembangunan nasional. Dalam pembangunan nasional, pendidikan diartikan sebagai upaya meningkatkan

Lebih terperinci

adalah proses beregu (berkelompok) di mana anggota-anggotanya mendukung dan saling mengandalkan untuk mencapai suatu hasil

adalah proses beregu (berkelompok) di mana anggota-anggotanya mendukung dan saling mengandalkan untuk mencapai suatu hasil 46 2. Kerjasama a. Pengertian Kerjasama Menurut Lewis Thomas dan Elaine B. Johnson ( 2014, h. 164) kerjasama adalah pengelompokan yang terjadi di antara makhlukmakhluk hidup yang kita kenal. Kerja sama

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI DAN PENGAJUAN HIPOTESIS. Belajar adalah mengamati, membaca, berinisiasi, mencoba sesuatu sendiri,

BAB II KAJIAN TEORI DAN PENGAJUAN HIPOTESIS. Belajar adalah mengamati, membaca, berinisiasi, mencoba sesuatu sendiri, 6 BAB II KAJIAN TEORI DAN PENGAJUAN HIPOTESIS A. Kajian Teori 1. Konsep Belajar IPS a. Hakikat Belajar Belajar adalah mengamati, membaca, berinisiasi, mencoba sesuatu sendiri, mendengarkan, mengikuti petunjuk/arahan.

Lebih terperinci

Penetapan Kriteria Ketuntasan Minimal

Penetapan Kriteria Ketuntasan Minimal Penetapan Kriteria Ketuntasan Minimal PENGERTIAN Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) Kriteria ketuntasan belajar (KKB) yang ditentukan oleh satuan pendidikan KKM pada akhir jenjang satuan pendidikan untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kualitas sumber daya manusia yang pada umumnya wajib dilaksanakan. globalisasi, maka pendidikan juga harus mampu menjawab kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. kualitas sumber daya manusia yang pada umumnya wajib dilaksanakan. globalisasi, maka pendidikan juga harus mampu menjawab kebutuhan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan salah satu upaya untuk mengembangkan kualitas sumber daya manusia yang pada umumnya wajib dilaksanakan oleh setiap negara. Pendidikan merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dunia pendidikan memegang peranan penting dalam kelangsungan hidup

BAB I PENDAHULUAN. Dunia pendidikan memegang peranan penting dalam kelangsungan hidup 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dunia pendidikan memegang peranan penting dalam kelangsungan hidup suatu bangsa. Melalui jalur pendidikan dihasilkan generasi-generasi penerus bangsa yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu pengetahuan dan teknologi diiringi dengan produk yang dihasilkannya

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu pengetahuan dan teknologi diiringi dengan produk yang dihasilkannya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ilmu pengetahuan dan teknologi diiringi dengan produk yang dihasilkannya berkembang sangat pesat. Perubahan yang sangat cepat dalam bidang ini merupakan fakta

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Hasil Belajar Menurut Gagne dalam Agus Suprijono (2011: 5-6) bahwa hasil belajar itu berupa: informasi verbal, keterampilan intelektual, strategi kognitif,

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Spears dan Geoch dalam Sardiman AM (2005 : 20) sebagai berikut: berperilaku sebagai hasil dari pengalaman.

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Spears dan Geoch dalam Sardiman AM (2005 : 20) sebagai berikut: berperilaku sebagai hasil dari pengalaman. 1 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Pengertian belajar Belajar adalah mengamati, membaca, berinisiasi, mencoba sesuatu sendiri, mendengarkan, mengikuti petunjuk/arahan. Ada beberapa pendapat Para ahli tentang definisi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang memiliki jumlah penduduk paling banyak

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang memiliki jumlah penduduk paling banyak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara yang memiliki jumlah penduduk paling banyak keempat didunia. Potensi sumber daya manusia (SDM) yang dimiliki sebenarnya dapat dijadikan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teoritis 2.1.1 Pengertian Minat Belajar 2.1.1.1 Pengertian Minat Minat adalah suatu rasa lebih suka dan rasa ketertarikan pada suatu hal atau aktivitas, tanpa ada yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan proses perubahan sikap dan tata laku seseorang atau sekelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif

BAB I PENDAHULUAN. suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menyangkut kognitif, afektif, dan psikomotor. Disamping itu

BAB I PENDAHULUAN. menyangkut kognitif, afektif, dan psikomotor. Disamping itu 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Penelitian Menurut Djamarah (2008:13) mengatakan bahwa belajar adalah serangkaian kegiatan untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan pada dasarnya merupakan interaksi antara guru dengan siswa, untuk mencapai tujuan pendidikan, yang berlangsung dalam lingkungan tertentu. Interaksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berpikir yang melibatkan berpikir konkret (faktual) hingga berpikir abstrak tingkat

BAB I PENDAHULUAN. berpikir yang melibatkan berpikir konkret (faktual) hingga berpikir abstrak tingkat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan bagi kehidupan manusia diera global seperti saat ini menjadi kebutuhan yang amat menentukan bagi masa depan seseorang dalam kehidupannya, yang menuntut

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. perilakunya karena hasil dari pengalaman.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. perilakunya karena hasil dari pengalaman. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Belajar Banyak ahli pendidikan yang mengungkapkan pengertian belajar menurut sudut pandang mereka masing-masing. Berikut ini kutipan pendapat beberapa ahli pendidikan tentang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melalui proses pembelajaran. Guru sangat berperan penting dalam peningkatan mutu

BAB I PENDAHULUAN. melalui proses pembelajaran. Guru sangat berperan penting dalam peningkatan mutu 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu upaya untuk meningkatkan mutu pendidikan di sekolah adalah melalui proses pembelajaran. Guru sangat berperan penting dalam peningkatan mutu pembelajaran,

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Hakikat Pembelajaran IPA di SD Pembelajaran IPA Ilmu pengetahuan alam (IPA) merupakan bagian dari ilmu pegetahuan atau sains yang semula berasal dari bahasa

Lebih terperinci

PERSETUJUAN PEBIMBING DESKRIPSI TENTANG PENDEKATAN MASTERY LEARNING (BELAJAR TUNTAS) PADA PEMBELAJARAN MATEMATIKA DI SDN 9 KOTA BARAT KOTA GORONTALO

PERSETUJUAN PEBIMBING DESKRIPSI TENTANG PENDEKATAN MASTERY LEARNING (BELAJAR TUNTAS) PADA PEMBELAJARAN MATEMATIKA DI SDN 9 KOTA BARAT KOTA GORONTALO PERSETUJUAN PEBIMBING DESKRIPSI TENTANG PENDEKATAN MASTERY LEARNING (BELAJAR TUNTAS) PADA PEMBELAJARAN MATEMATIKA DI SDN 9 KOTA BARAT KOTA GORONTALO JURNAL NANGSI S. BAKARI PEMBIMBING I PEMBIMBING II Dra.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Belajar menuntut seseorang untuk berpikir ilmiah dan mengungkapkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Belajar menuntut seseorang untuk berpikir ilmiah dan mengungkapkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Belajar menuntut seseorang untuk berpikir ilmiah dan mengungkapkan pikirannya secara ilmiah dalam komunikasi ilmiah. Sarana yang digunakan dalam pembelajaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melahirkan lulusan yang cakap dalam fisika dan dapat menumbuhkan kemampuan logis,

BAB I PENDAHULUAN. melahirkan lulusan yang cakap dalam fisika dan dapat menumbuhkan kemampuan logis, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Mata pelajaran fisika mempunyai peranan besar dalam menciptakan sumber daya manusia yang berkualitas. Sehingga dunia pendidikan di Indonesia diharapkan dapat

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA 5 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Metode Demonstrasi 2.1.1.1 Hakekat Metode Demonstrasi Metode demonstrasi merupakan metode yang sangat efektif, sebab membantu siswa untuk mencari jawaban

Lebih terperinci

PEMBELAJARAN TUNTAS. (Mastery Learning)

PEMBELAJARAN TUNTAS. (Mastery Learning) PEMBELAJARAN TUNTAS (Mastery Learning) Hakikat Belajar dan Mengajar Hakikat Belajar Aktivitas yang mengharapkan perubahan tingkah laku (behavioral change) pada individu yang belajar. Hakikat mengajar Membantu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ilham Fahmi, 2014

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ilham Fahmi, 2014 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) yang merupakan salah satu lembaga pendidikan untuk meningkatkan kualitas individu yang mempunyai kecerdasan, pengetahuan, kepribadian,

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Halaman i ii KATA PENGANTAR DAFTAR ISI. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang B. Tujuan C. Ruang Lingkup

DAFTAR ISI. Halaman i ii KATA PENGANTAR DAFTAR ISI. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang B. Tujuan C. Ruang Lingkup DAFTAR ISI KATA PENGANTAR DAFTAR ISI I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang B. Tujuan C. Ruang Lingkup II. HAKIKAT PEMBELAJARAN REMEDIAL A. Pembelajaran Menurut SNP B. Pengertian Pembelajaran Remedial C. Prinsip

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teori 2.1.1. Hakekat Ilmu Pengetahuan Alam Ilmu Pengetahuan Alam di Sekolah Dasar adalah program untuk menanamkan dan mengembangkan pengetahuan keterampilan, sikap dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) No.

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) No. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berdasarkan Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) No. 20 Tahun 2003 pasal 1.1, menyatakan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan intervasi yang paling utama bagi setiap

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan intervasi yang paling utama bagi setiap BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan intervasi yang paling utama bagi setiap bangsa. Pendidikan nasional berfungsi untuk mengembangkan kemampuan serta meningkatkan mutu kehidupan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. makhluk individu dan makhluk sosial, sehingga siswa dapat hidup secara

I. PENDAHULUAN. makhluk individu dan makhluk sosial, sehingga siswa dapat hidup secara 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan upaya untuk membantu perkembangan siswa sebagai makhluk individu dan makhluk sosial, sehingga siswa dapat hidup secara layak dalam kehidupannya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Upaya untuk meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia harus disertai dengan revolusi mental yang sedang gencar dibicarakan saat ini. Karena dengan perbaikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penyelenggaraan proses pembelajaran yang baik adalah mengenai hasil belajar

BAB I PENDAHULUAN. penyelenggaraan proses pembelajaran yang baik adalah mengenai hasil belajar BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Salah satu masalah yang menarik untuk dikaji berkaitan dengan penyelenggaraan proses pembelajaran yang baik adalah mengenai hasil belajar siswa, salah satu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan kewarganegaraan pada hakekatnya adalah upaya sadar dan terencana untuk mencerdaskan kehidupan bangsa bagi warga negara dengan menumbuhkan jati

Lebih terperinci

DIKLAT/BIMTEK KTSP 2009 DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL HALAMAN 1

DIKLAT/BIMTEK KTSP 2009 DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL HALAMAN 1 PANDUAN PENYUSUNAN KTSP DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL HALAMAN 1 LANDASAN UU No.20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional PP No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan Permendiknas No.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. meningkatkan martabat manusia yang memungkinkan potensi diri dapat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. meningkatkan martabat manusia yang memungkinkan potensi diri dapat 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan salah satu aspek penting bagi kehidupan suatu bangsa, karena kemajuan suatu bangsa sangat ditentukan oleh kualitas pendidikan dan sumber

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 1. Minat Siswa Melanjutkan Studi ke Perguruan Tinggi

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 1. Minat Siswa Melanjutkan Studi ke Perguruan Tinggi 13 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Minat Siswa Melanjutkan Studi ke Perguruan Tinggi a. Pengertian Minat Menurut Sardiman (2011: 76), minat diartikan sebagai suatu kondisi yang terjadi apabila

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. (Langeveld, dalam Hasbullah, 2009: 2). Menurut Undang-Undang Republik. Indonesia No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional,

I. PENDAHULUAN. (Langeveld, dalam Hasbullah, 2009: 2). Menurut Undang-Undang Republik. Indonesia No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan adalah setiap usaha, pengaruh, perlindungan, dan bantuan yang diberikan kepada anak tertuju kepada pendewasaan anak itu, atau lebih tepat membantu anak agar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pelaksanaan pembelajaran di sekolah tidak lepas dari permasalahan, di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pelaksanaan pembelajaran di sekolah tidak lepas dari permasalahan, di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pelaksanaan pembelajaran di sekolah tidak lepas dari permasalahan, di antaranya adalah masalah belajar. Permasalahan belajar dapat dipengaruhi oleh dua faktor,

Lebih terperinci

Makalah disampaikan pada Seminar tentang SKBM di SMAN 1 Prambanan Klaten, 6 Juli Disusun Oleh Paidi, FMIPA UNY

Makalah disampaikan pada Seminar tentang SKBM di SMAN 1 Prambanan Klaten, 6 Juli Disusun Oleh Paidi, FMIPA UNY Makalah disampaikan pada Seminar tentang SKBM di SMAN 1 Prambanan Klaten, 6 Juli 2006 Disusun Oleh Paidi, FMIPA UNY Yogyakarta 2006 A. Pendahuluan Pembelajaran tuntas merupakan aspek penting dalam implementasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan nilai-nilai. Undang-undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional

BAB I PENDAHULUAN. dan nilai-nilai. Undang-undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan selalu berlangsung dalam suatu lingkungan, yaitu lingkungan pendidikan. Lingkungan ini mencakup lingkungan fisik, sosial, budaya, politis, keagamaan, intelektual,

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1. Hasil Belajar IPA Hasil belajar adalah kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya. Hasil belajar mempunyai peranan penting dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pada diri seseorang. Perubahan sebagai hasil dari proses belajar dapat

BAB I PENDAHULUAN. pada diri seseorang. Perubahan sebagai hasil dari proses belajar dapat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Belajar adalah suatu proses yang ditandai dengan adanya perubahan pada diri seseorang. Perubahan sebagai hasil dari proses belajar dapat ditunjukkan dalam berbagai bentuk

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Oemar Hamalik (2001: 27) mengemukakan pengertian belajar adalah suatu proses

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Oemar Hamalik (2001: 27) mengemukakan pengertian belajar adalah suatu proses 9 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Belajar Oemar Hamalik (2001: 27) mengemukakan pengertian belajar adalah suatu proses perubahan tingkah laku individu melalui interaksi dengan lingkungan. Slameto

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Kata belajar sudah sangat familiar dalam kehidupan sehari-hari, baik di lingkungan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Kata belajar sudah sangat familiar dalam kehidupan sehari-hari, baik di lingkungan BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Belajar dan Pembelajaran Kata belajar sudah sangat familiar dalam kehidupan sehari-hari, baik di lingkungan keluarga maupun masyarakat, sebagai contohnya adalah bayi yang sedang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan upaya penting untuk mencerdaskan Sumber Daya Manusia (SDM). Salah satu upaya itu adalah dengan adanya pendidikan formal maupun informal

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. mengatakan Learning is show by a behavior as a result of

BAB II KAJIAN PUSTAKA. mengatakan Learning is show by a behavior as a result of BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Hakikat Belajar Istilah belajar menurut beberapa ahli, di antaranya oleh Slameto (2003) belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. didiknya. Sekolah sebagai lembaga pendidikan berusaha secara terus menerus dan

I. PENDAHULUAN. didiknya. Sekolah sebagai lembaga pendidikan berusaha secara terus menerus dan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi harus segera direspon secara positif oleh dunia pendidikan. Salah satu bentuk respon positif dunia pendidikan adalah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pendidikan merupakan pondasi pokok dalam kelangsungan hidup suatu bangsa. Pendidikan dapat dijadikan sebagai alat ukur keberhasilan suatu bangsa dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan suatu hal yang penting dalam pembangunan, karena

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan suatu hal yang penting dalam pembangunan, karena 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan suatu hal yang penting dalam pembangunan, karena pendidikan merupakan sarana utama dalam pembentukan generasi penerus bangsa. Semakin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kewajiban sebagai warga negara yang baik. Pendidikan pada dasarnya merupakan

BAB I PENDAHULUAN. kewajiban sebagai warga negara yang baik. Pendidikan pada dasarnya merupakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan sarana atau wahana yang berfungsi untuk meningkatkan kualitas manusia baik aspek kemampuan, kepribadian, maupun kewajiban sebagai warga

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Motivasi Belajar a. Pengertian Motivasi Belajar Motivasi berasal dari kata motif, dalam bahasa inggris adalah motive atau motion, lalu motivation yang berarti gerakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. belajar merupakan kegiatan yang paling pokok. Proses tersebut sekaligus

BAB I PENDAHULUAN. belajar merupakan kegiatan yang paling pokok. Proses tersebut sekaligus 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berdasarkan keseluruhan proses pendidikan di sekolah, kegiatan belajar merupakan kegiatan yang paling pokok. Proses tersebut sekaligus mengandung pengertian,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi terutama pada era

BAB 1 PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi terutama pada era BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi terutama pada era globalisasi dewasa ini menuntut adanya kualitas sumber daya manusia yang berkualitas baik. Perkembangan

Lebih terperinci

Upaya Meningkatkan Hasil Belajar IPA Dengan Metode Kerja Kelompok Siswa Kelas VI SDN Omu

Upaya Meningkatkan Hasil Belajar IPA Dengan Metode Kerja Kelompok Siswa Kelas VI SDN Omu Upaya Meningkatkan Hasil Belajar IPA Dengan Metode Kerja Kelompok Siswa Kelas VI SDN Omu Yunius, Siti Nuryanti, dan Yusuf Kendek Mahasiswa Program Guru Dalam Jabatan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan

Lebih terperinci

BAB II REMEDIASI HASIL BELAJAR SISWA MENGGUNAKAN METODE EKSPERIMEN. A. Pembelajaran Remediasi Menggunakan Metode Eksperimen

BAB II REMEDIASI HASIL BELAJAR SISWA MENGGUNAKAN METODE EKSPERIMEN. A. Pembelajaran Remediasi Menggunakan Metode Eksperimen BAB II REMEDIASI HASIL BELAJAR SISWA MENGGUNAKAN METODE EKSPERIMEN A. Pembelajaran Remediasi Menggunakan Metode Eksperimen 1. Pengertian Pengajaran Remediasi Pengajaran remediasi dalam proses belajar mengajar

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. A. Keterlaksanaan Pembelajaran Matematika

BAB II LANDASAN TEORI. A. Keterlaksanaan Pembelajaran Matematika BAB II LANDASAN TEORI A. Keterlaksanaan Pembelajaran Matematika Pengertian pembelajaran sebagaimana tercantum dalam UU RI nomor 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional adalah suatu proses interaksi

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN. dipelajari oleh pembelajar. Jika siswa mempelajari pengetahuan tentang konsep,

BAB II KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN. dipelajari oleh pembelajar. Jika siswa mempelajari pengetahuan tentang konsep, BAB II KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN 2.1 Kajian Teoritis 2.1.1 Hakekat Hasil Belajar 2.1.1.1 Definisi Hasil Belajar Secara umum hasil adalah segala sesuatu yang diperoleh setelah melakukan suatu

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Pada hakikatnya belajar merupakan suatu masalah yang dihadapi sepanjang sejarah

BAB II LANDASAN TEORI. Pada hakikatnya belajar merupakan suatu masalah yang dihadapi sepanjang sejarah 7 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Konsep Belajar Pada hakikatnya belajar merupakan suatu masalah yang dihadapi sepanjang sejarah manusia dan dialami oleh setiap orang. Hal itu disebabkan oleh pengetahuan, keterampilan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan di Indonesia saat ini, dihadapkan pada berbagai sumber masalah.

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan di Indonesia saat ini, dihadapkan pada berbagai sumber masalah. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang masalah Pendidikan di Indonesia saat ini, dihadapkan pada berbagai sumber masalah. Salah satunya yaitu tentang kualitas pendidikan, yang saat ini menggunakan prestasi

Lebih terperinci

2015 PERBANDINGAN ANTARA HASIL BELAJAR SISWA KELAS BILINGUAL DENGAN KELAS REGULER PADA MATA PELAJARAN MIPA

2015 PERBANDINGAN ANTARA HASIL BELAJAR SISWA KELAS BILINGUAL DENGAN KELAS REGULER PADA MATA PELAJARAN MIPA BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Belajar merupakan perubahan perilaku manusia berkat adanya interaksi antara manusia satu dengan yang lain. Dalam proses belajar pada dasarnya mencari suatu kebenaran,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. intelektual, spiritual, dan mandiri sehingga pada akhirnya diharapkan masyarakat kita

I. PENDAHULUAN. intelektual, spiritual, dan mandiri sehingga pada akhirnya diharapkan masyarakat kita 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan tolak ukur kemajuan suatu bangsa, dengan pendidikan maka bangsa Indonesia diharapkan mempunyai sumber daya manusia yang berkualitas secara intelektual,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menentukan keberhasilan Kegiatan Belajar Mengajar (KBM), yang meliputi: guru,

BAB I PENDAHULUAN. menentukan keberhasilan Kegiatan Belajar Mengajar (KBM), yang meliputi: guru, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kegiatan pendidikan pada umumnya dilaksanakan disetiap jenjang pendidikan melalui pembelajaran. Oleh karena itu, ada beberapa komponen yang menentukan keberhasilan

Lebih terperinci