TATA GUNA LAHAN ( LAND USE)
|
|
- Harjanti Tan
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 TATA GUNA LAHAN ( LAND USE) 1 Copyright 2017 By. Ir. Arthur Daniel Limantara, MM, MT
2 2
3 KOMPONEN SISTEM Asal mula istilah tata-guna lahan (land use) berawal dari ilmu ekonomi pertanian. Istilah ini mengacu pada sebidang lahan dan manfaat ekonomi yang dimiliki oleh lahan tersebutpeternakan, pembudidayaan tanaman, pertambangan, atau pembangunan gedung. Perencanaan penggunaan lahan sesungguhnya dapat dipandang dalam dua konteks. 3
4 KOMPONEN SISTEM Pertama, perencanaan tataguna lahan mencakup seluruh bentuk perencanaan. Sebagai contoh, perencanaan transportasi dapat dianggap sebagai salah satu bentuk perencanaan tata-guna lahan karena perencanaan transportasi sebenarnya adalah perencanaan terhadap sebagian lahan yang akan digunakan untuk transportasi. Kedua, perencanaan tata-guna lahan adalah sebuah disiplin ilmu tersendiri, yang memiliki seperangkat teori dan praktik (ASCE, 1986). 4
5 DEFINISI DAN KONSEP 1. URBAN FORM (Bentuk Perkotaan): Pola spasial atau "pengaturan" elemen individual seperti bangunan, jalan, taman, dan penggunaan lahan lainnya (secara kolektif disebut lingkungan jadi (built environment)), serta kelompok-kelompok sosial, kegiatan ekonomi, dan lembaga-lembaga publik, dalam suatu daerah perkotaan. 2. URBAN INTERACTION (Interaksi Perkotaan): Ini adalah satu kesatuan hubungan, keterkaitan, dan arus yang menyatukan pola dan perilaku tata-guna Iahan, kelompok, dan aktivitas individu menjadi entitas, atau subsistem, yang memiliki fungsi. Salah satu di antara subsistem pemersatu terpenting adalah jalan raya atau jalan. 5
6 6
7 DEFINISI DAN KONSEP 3. URBAN SPACIAL STRUCTURE (Struktur ruang wilayah perkotaan): Struktur ini secara formal menggabungkan bentuk wilayah perkotaan melalui interaksi wilayah perkotaan dengan seperangkat aturan menjadi suatu sistem kota. 4. COMPREHENSIVE PLAN (Rencana Komprehensif): Rencana keseluruhan dasar biasanya merupakan rencana komprehensifnya, kadangkala disebut sebagai master plan atau rencana umum. Rencana ini, pada tingkat yang paling sederhana, adalah pernyataan resmi mengenai kebijakan yang dikeluarkan oleh suatu unit geografis (kota atau daerah) yang berhubungan dengan pembangunan fisik untuk beberapa tahun ke depan. 7
8 DEFINISI DAN KONSEP 5. GUIDELINES (Panduan): Pada beberapa kasus, sejumlah panduan (guideline) pembangunan dapat digunakan sebagai altematif yang dianjurkan dalam penyusunan rencana tata-guna lahan. Panduan dapat ditingkatkan perannya sebagai suatu teknik implementasi dengan cara menuangkan panduan-panduan ini menjadi ketentuan hukum. 6. LEGISLATION (Ketentuan Hukum): Beberapa rekomendasi dari rencana tata-guna lahan dapat ditrans- formasikan menjadi rancangan undang-undang yang kemudian diserahkan kepada badan legislatif untuk ditetapkan menjadi undangundang. 8
9 DEFINISI DAN KONSEP 7. CODES (Kode): Kode (peraturan) perumahan dan bangunan adalah teknik implementasi yang penting untuk manajemen tata-guna lahan. Kode-kode tersebut menjamin kualitas pertumbuhan komunitas dengan cara menetapkan standar-standar tertentu. Kode biasanya banyak digunakan pada tingkat pemerintahan daerah. 8. ZONING (Pembagian Zona): Pembagian zona adalah peranti hukum yang tertua dan paling banyak digunakan untuk implementasi rencana tata-guna lahan setempat. Pada dasarnya pembagian zona adalah suatu jaminan bahwa tata-guna lahan dalam suatu unit geografis sesuai dengan zona lainnya. 9
10 DEFINISI DAN KONSEP 9. SUBVISION REGULATIONS (Peraturan Subdivisi): Peraturan ini melengkapi pembagian zona setempat tetapi tidak dapat menggantikannya. Pembagian peraturan mengendalikan pembangunan dan perubahan di dalam suatu komunitas dan mendukung pelayanan lokal yang efisien dan sesuai harapan. 10. INFRASTRUCTURE (Infrastruktur): Semua fasilitas pendukung kehidupan di dalam suatu unit geografis secara kolektif disebut sebagai infrastruktur. Infrastruktur terdiri dari elemen dasar yang membuat suatu wilayah perkotaan berfungsi, seperti fasilitas transportasi, fasilitas air dan pembuangan, jalan raya, perumahan, pelabuhan, jalur pipa, dan sebagainya. 10
11 KRITERIA UNTUK MENGUKUR DAN MEMBANDINGKAN STRUKTUR WILAYAH PERKOTAAN Table 3-2 Kriteria Struktur Ruang Wilayah perkotaan Tingkat Konteks Bentuk makro Kriteria 2. I. Pewaktuan Ciri khas fungsional Lingkungan eksternal Lokasi relatif 5. Skala 6. Bentuk Lokasi dan bentuk topografi Jaringan transportasi Kepadatan Bentuk dan fungsi internal Homogenitas 11. Tingkat pemusatan 12. Tingkat pembagian 13. Tingkat hubungan 14. Tingkat pengarahan 15. Tingkat kesinambungan 16. Tingkat penggantian Pengaturan dan perilaku 17. Prinsip-prinsip pengorganisasian 18. Otomatisasi/komputerisasi 19. Mekanisme pengaturan Orientasi tujuan Uraian dan Contoh Waktu dan tahap pembangunan Moda dan tipe produksi yang dominan (misalnya, pusat layanan, kota pertambangan) Lingkungan sosioekonomi dan budaya di rnana suatu kota terletak Posisi di dalarn sistem wilayah perkotaan yang lebih besar (misalnya, perbedaan yang menyolok antara pusat dan pinggiran) Ukuran: luas daerah, jumlah penduduk, basis ekonorni, pendapatan, dan sebagainya Bentuk geografis daerah Lansekap/lingkungan fisik di mana suatu kota dibangun Jenis dan konfigurasi sistem transportasi Kepadatan rata-rata pembangunan; bentuk kemiringan/kecenderungan kepadatan (misalnya, populasi penduduk) Tingkat percampuran (atau pemisahan) dari penggunaan, aktivitas, dan kelompok sosial Tingkat ke arah mana penggunaan, aktivitas, dan lain-lain diatur dalam zona-zona secara relatif terhadap pusat kota Tingkat ke arah mana penggunaan, aktivitas, dan lain-lain diatur dalam sektor-sektor secara relatif terhadap pusat kota Tingkat ke arah mana tirik-titik atau sub-wilayah perkotaan dihubungkan oleh jaringan trasnportasi, interaksi sosial, dan sebagainya Tingkat orientasi pengarahan di dalam pola-pola interaksi (misalnya, perpindahan penduduk) Tingkat hubungan antara kegunaan dan bentuk Tingkat ke arah mana bentuk-bentuk wilayah yang berbeda (rnisalnya, bangunan, daerah, fasilitas umum) dibangun untuk sebuah fungsi dan dapat digunakan (diganti) untuk fungsi lainnya Mekanisme yang mendasari pemilahan dan integrasi ruang/spasial Pengembangan atas tanggapan; tingkat sensitivitas atas bentuk perubahan Pengertian mendalam tentang pengendalian dan pengawasan (rnisalnya, penentuan zona, pengendalian bangunan, masalah keuangan) Tingkat ke arah mana struktur wilayah perkotaan berkembang ke arah objektif yang telah ditetapkan
12 12
13 13
14 BEBERAPA TEORI DAN TOPIK AKSESIBILITAS Konsep yang mendasari hubungan antara tata-guna lahan dan transportasi adalah aksesibilitas. Dalam konteks yang paling luas, aksesibilitas berarti kemudahan melakukan pergerakan di antara dua tempat. Aksesibilitas meningkatdari sisi waktu atau uang-ketika pergerakan menjadi lebih murah. Selain itu, kecenderungan untuk berinteraksi juga akan meningkat ketika biaya pergerakan menurun (Blunden, 1971; Blunden dan Black, 1984). 14
15 CONTOH 1 Ke Dari Titik c B A I D Perubahan A 0(0) 6(4) 7(6) 9(8) 22(18) -18% B 6(4) 0(0) 6(5) 4(2) 16(11) -31% c 7(6) 6(5) 0(0) 7(5) 20(16) -20% D 9(8) 4(2) 7(5) 0(0) 20(15) -25% Catalan: Angka-angka di luar tanda kurung adalah waktu tempuh semula; angka-angka di dalam tanda kurung adalah waktu tempuh setelah peningkatan transportasi. 15 Setiap titik (A, B, C, D) mewakili sebuah pusat aktivitas, dan setiap penghubung (misalnya AB, BC) mewakili waktu tempuh dalam menit (lihat Gambar 3-E1). Peningkatan transportasi diimplementasikan pada tiap penghubung sedemikian rupa sehingga waktu tempuh berkurang. Apa pengaruh peningkatan transportasi terhadap pusatpusat aktivitas (tata-guna lahan)? (Waktu tempuh setelah peningkatan ditulis di dalam tanda kurung.)
16 GAMBAR 3-E1 JARINGAN UNTUK CONTOH 1 16
17 JAWABAN Matriks di atas memperlihatkan waktu perjalanan sebelum dan setelah peningkatan transportasi. Jumlah baris adalah ukuran aksesibilitas pada setiap titik. Dapat dilihat bahwa semakin kecil waktu tempuh berarti semakin besar aksesibilitasnya. Pada seluruh kasus, terdapat pengurangan waktu tempuh: A, -18%; B, -31 %; C, -20%; dan D, -25%. Tampak jelas bahwa pusat aktivitas B mempunyai keuntungan yang paling banyak, diikuti oleh D, C, dan A. 17
18 CONTOH 2 Sebuah pusat kota (D) dihubungkan dengan jalanjalan arteri ke pusat aktivitas/pemukiman A, B, dan C dan antara satu jalan dengan lainnya dengan waktu tempuh diperlihatkan pada penghubung (link). Jalan arteri semakin padat, terlihat dari waktu tempuh (dalam menit) yang meningkat, seperti diperlihatkan pada Gambar 3-E2, dan hampir semua pusat komersial dan bisnis yang terletak di pusat kota akan membangun pusat percabangan di A, B, dan C. Pusat aktivitas manakah yang cenderung paling makmur? Apa tindakan yang mungkin dilakukan di bagian kota ini yang akan meningkatkan pusat kota? 18
19 CONTOH 2 19
20 GAMBAR 3-E2 JARINGAN UNTUK CONTOH 2 20
21 JAWABAN Pusat-pusat aktivitas A, B, dan C seluruhnya cenderung mendapatkan keuntungan yang sama, terlihat dari perbedaan antara 43, 45, dan 48 yang tidak signifikan. Pusat kota sudah dipastikan memburuk dengan cepat. Cara yang mungkin dilakukan untuk menyelamatkan pusat kota adalah mengurangi waktu tempuh dengan cara meningkatkan arus lalu lintas di jalan-jalan arteri atau menerapkan sistem bis kota yang akan mempercepat waktu tempuh ke pusat-pusat aktivitas. 21
22 AKSESIBILITAS PERORANGAN 22 Aksesibilitas perorangan biasanya diukur dengan cara menghitung jumlah lokasi kegiatan (disebut juga peluang-opportunity) yang tersedia pada jarak tertentu dari rumah orang tersebut dan memfaktorkan jumlah tersebut dengan jarak di antaranya. Perhitungan aksesibilitas dapat dilakukan untuk berbagai jenis peluang, seperti belanja atau bekerja. Salah satu perhitungan tersebut diberikan oleh:
23 AKSESIBILITAS PERORANGAN 23
24 AKSESIBILITAS PERORANGAN Indeks aksesibilitas seperti ini merupakan ukuran dari seberapa banyak tujuan potensial yang tersedia bagi seseorang dan semudah apa orang tersebut dapat mencapainya. Aksesibilitas suatu tempat dari tempat-tempat lainnya di dalam suatu kota dapat diukur dengan cara yang sama, di mana dalam kasus ini Ai adalah aksesibilitas dari zona i. 24
25 CONTOH 3, 25
26 JAWABAN 26
27 JAWABAN dan aksesibilitas relatif-nya adalah 27
28 TEORI LOKASI Teori tentang lokasi aktivitas, khususnya pemukiman, telah dikembangkan pada tahun 1960-an oleh beberapa ilmuwan perwilayahan. Dengan mengambil contoh-contoh dari ekonomi lahan pertanian, kita dapat memastikan bahwa penggunaan spesifik suatu lahan adalah fungsi dari jaraknya terhadap pasar, dengan asumsi bahwa terdapat satu pasar yang terletak di pusat suatu daerah yang tidak memiliki fitur. Penggunaan spesifik suatu lahan pada suatu lokasi akan bergantung pada tarif sewanya (L), menurut persamaan 28
29 TEORI LOKASI 29
30 GAMBAR 3.3 Tarif Sewa versus Jarak dari Pusat Pasar. a) Penyebaran Tanaman; 30
31 GAMBAR 3.3 Tarif Sewa versus Jarak dari Pusat Pasar. b) Tampiian 3D dari Penyebaran Tanaman; 31
32 GAMBAR 3.3 Tarif Sewa versus Jarak dari Pusat Pasar. c) Penyebaran Tata-guna Lahan. 32
33 CONTOH 4, Sebuah kota konsentris dengan sebuah pasar di pusat kotanya bermaksud memproduksi empat jenis tanaman, A sampai D, yang karakteristiknya dinyatakan dalam dollar: Harga di lokasi per produk Biaya produksi per produk Harga bersih di lokasi per produk Biaya transportasi per produk A B C D ,33 Gambarlah hasil Anda, dan sebutkan tanaman mana yang seharusnya diproduksi pada jarak yang optimal dari pusat kota, dan distribusinya. Apakah implikasi dari teori ini untuk perencanaan transportasi dan perencanaan kota dalam konteks penyewaan, biaya perurnahan, dan jarak dari pusat kota? 33
34 JAWABAN 34
35 JAWABAN Keempat persamaan di atas merepresentasikan tanaman-tanaman A, B, C, dan D, dan dengan membuat persamaan secara berpasangan akan menghasilkan jarak 2,308; 8,182; dan 12,12 mil yang menyatakan radius dari pusat kota ke tempat-tempat penanaman yang paling menguntungkan untuk tumbuhan A, C, dan D, secara berurutan. Perhatikan pula bahwa tanaman B tidak menguntungkan untuk ditanam. Gambar 3-E4 mengilustrasikan lingkaran konsentris di mana berbagai tumbuhan ditanam. Lihatlah Gambar 3-E4(a), di mana sumbu vertikal merepresentasikan keuntungan dan sumbu horizontal merepresentasikan jarak. Jarak dari pasar ketika keuntungan = 0 diperlihatkan sebagai berikut: 35
36 JAWABAN 36
37 JAWABAN 37
38 JAWABAN 1. Tanaman A sebaiknya ditanam mulai dari pusat kota hingga sejauh 2,308 satuan jarak dari pasar. 2. Tanaman C sebaiknya ditanam mulai dari di mana A berhenti (2,308 satuan jarak:) hingga sejauh 8,182 satuan jarak dari pasar. 3. Tanaman D sebaiknya ditanam mulai dari di mana C berhenti (8,182 satuan jarak:) hingga sejauh 12,12 satuan jarak: dari pasar. 4. Tanaman B tidak perlu ditanam sama sekali, karena tidak akan menguntungkan. 38
39 AKIBAT-AKIBAT PEMBAGIAN ZONA Aktivitas, manusia, dan lokasi semuanya berinteraksi dengan cara yang sedemikian rupa sehingga setiap orang berharap dapat memaksimalkan lokasi tempat tinggalnya. Setiap orang mempunyai alasan untuk tinggal di tempat yang mereka kehendaki. Bisnis dan industri juga mempunyai pilihan lokasi. Pilihan lokasi ini menghasilkan pola-pola konsentrasi. Para ahli perencana tata-guna lahan mengatur kesesuaian antara pola-pola tata-guna lahan melalui pembagian daerah dan berbagai regulasi lainnya. 39
40 NILAI LAHAN Sebuah persamaan sederhana tentang nilai lahan dapat dinyatakan dalam sebuah fungsi linier sebagai berikut: LVi a bdi di mana LV adalah nilai lahan, D adalah jarak dari DPB, dan a dan b adalah konstanta. 40
41 NILAI LAHAN Sebuah persamaan yang agak: lebih rumit dapat dinyatak:an dalam sebuah fungsi pangkat sebagai berikut: b i LVi ad di mana nilai lahan menurun dengan tingkat penurunan yang semakin rendah. Pada kedua persamaan di atas, faktor yang tidak diketahui dapat ditentukan dengan analisis regresi. 41
42 NILAI LAHAN Persamaan-persamaan nilai lahan untuk daerah metropolitan bisa saja cukup rumit. Sebagai contoh, model konseptual untuk sebuah kota besar yang terletak di pinggir pantai mempunyai persamaan sebagai berikut: LVi a b1ci b2 M i b3 Ei b4 Si 42
43 NILAI LAHAN di mana LVi; adalah nilai lahan pada lokasi i; Ci adalah jarak: dari DPB; M; adalah jarak dari garis pantai; Ei adalah jarak dari stasiun kereta api bawah tanah terdekat; dan Si adalah jarak dari pusat perbelanjaan terdekat. Persamaan-persamaan lain yang serupa dengan persamaan di atas juga menggunakan beberapa variabel seperti aksesibilitas, sarana hiburan, dan unsurunsur topografis. 43
44 TATA GUNA LAHAN DAN TRANSPORTASI Hubungan antara transportasi dan pengembangan lahan dapat dijelaskan dalam tiga konteks berikut ini: 1) hubungan fisik dalam skala makro, yang memiliki pengaruh jangka panjang dan umumnya dianggap sebagai bagian dari proses perencanaan; 2) hubungan fisik dalam skala mikro, yang memiliki pengaruh jangka-pendek dan jangka-panjang dan umumnya dianggap sebagai masalah desain wilayah perkotaan (seringkali pada skala lokasi-lokasi atau fasilitasfasilitas tertentu); dan 3) hubungan proses, yang berhubungan dengan aspek hukum, administrasi, keuangan, dan aspek-aspek institusional tentang pengaturan lahan dan pengembangan transportasi. 44
45 TATA GUNA LAHAN DAN TRANSPORTASI Bangkitan perjalanan menyediakan hubungan antara tata-guna lahan dan perjalanan. Tataguna lahan untuk tujuan membangkitkan perjalanan biasanya dijelaskan dalam bentuk intensitas tataguna lahan, ciri-ciri tata-guna lahan, dan lokasi di dalam lingkungan perkotaan. 45
46 BANGKITAN PERJALANAN 46
47 CONTOH 5, Data untuk perjalanan belanja ke lokasi perbelanjaan di berbagai daerah dalam sebuah kota dapat dilihat pada tabel di bawah ini. Hitunglah tingkat perjalanan belanja berdasarkan tipe lokasinya, dan uraikan jawaban Anda. 47
48 JAWABAN 48
49 PEMBAHASAN Perjalanan belanja per karyawan untuk pusatpusat perbelanjaan adalah yang tertinggi, diikuti oleh pasar lokal dan DPB. Analisis yang dilakukan tidak perlu terikat dengan zona, tetapi dapat dilakukan secara individual. Sebagai contoh, ciriciri pusat perbelanjaan 1 mungkin sangat berbeda dengan pusat perbelanjaan 2. Sistem tata-guna lahan/transportasi dapat direpresentasikan oleh suatu susunan spasial berupa lahan-lahan yang ditempatkan di atas suatu jaringan yang merepresentasikan sistem transportasi. Sistem tersebut diperlihatkan pada Gambar 3-4 dalam bentuk diagram. 49
50 GAMBAR
51 TABEL-TABEL 51
52 TABEL-TABEL 52
53 TABEL-TABEL 53
54 PERTUMBUHAN/PENURUNAN Sebuah diagram sederhana (Gambar 3-5) menjelaskan hubungan atau saling ketergantungan di dalam sistem wilayah perkotaan. Diagram ini memperlihatkan bahwa setiap alokasi finansial untuk meningkatkan fasilitas transportasi di dalam suatu wilayah perkotaan pada akhirnya akan berdampak bagi wilayah itu sendiri. 54 Diagram ini juga memperlihatkan bahwa ketersediaan lahan perkotaan pada akhirnya akan membatasi pertumbuhan wilayah perkotaan.
55 PERTUMBUHAN/PENURUNAN 55
56 PERENCANAAN TATA GUNA LAHAN Gambar 3-6 memperlihatkan kerangka kerja dari sektor sosioekonomi. Perhatikan situasi sebagai berikut: semakin banyak lahan yang disediakan untuk pengembangan bisnis di pusat kota, bisnis akan meningkat, dan strukturstruktur bisnis pun meningkat, yang pada gilirannya akan meningkatkan peluang kerja dan memberikan dampak positif bagi masyarakat. Dan yang terakhir, peningkatan populasi akan mendorong pengembangan lahan. 56
57 PERENCANAAN TATA GUNA LAHAN 57
58 MODEL AKSESIBILITAS HANSEN 58
59 MODEL AKSESIBILITAS HANSEN 59
60 CONTOH 6, 60
61 CONTOH 6, 61
62 JAWABAN Kita asumsikan eksponen sebesar 2 berdasarkan penelitian yang dilakukan terhadap kota- kota lain yang berukuran sama. Jika populasi kota ini diperkirakan meningkat menjadi 8000 orang pada jangka waktu 20 tahun mendatang, bagaimanakah populasi didistribusikan berdasarkan zonanya? Asumsikan bahwa total pekerjaan di tiap zona berbanding lurus dengan populasi total yang ada di zona tersebut. 62
63 JAWABAN 63
64 METODE GRADIEN PENINGKATAN-KEPADATAN Metode gradien peningkatan-kepadatan (density-saturation gradient, DSG) pertama kali digunakan dalam studi transportasi daerah Chicago (Chicago Area Transportation Study/CATS) Tiga acuan empiris digunakan dalam metode ini: (1) intensitas tata-guna lahan menurun ketika jarak atau waktu tempuh ke DPB meningkat; (2) perbandingan jumlah lahan yang digunakan dengan jumlah lahan yang tersedia menurun ketika jarak dari DPB meningkat; (3) proporsi lahan yang diperuntukkan bagi setiap jenis tata-guna lahan di suatu daerah tetap stabil. 64
65 METODE GRADIEN PENINGKATAN-KEPADATAN 65
66 METODE GRADIEN PENINGKATAN-KEPADATAN 66
67 PROSEDUR ESTIMASI TATAGUNA LAHAN MENURUT CATS 67
68 MODEL-MODEL TATA-GUNA LAHAN OPERASIONAL Model ini pada dasarnya adalah model lokasional yang memperkirakan pemukiman dan tempat kerja. Dasar teoretisnya adalah sebagai berikut. N i E j Pi / j j 68
69 CONTOH 7, 69
70 JAWABAN Hitunglah jumlah penduduk di zona 1. 70
REKAYASA TRANSPORTASI LANJUT UNIVERSITAS PEMBANGUNAN JAYA
REKAYASA TRANSPORTASI LANJUT UNIVERSITAS PEMBANGUNAN JAYA Jl. Boulevard Bintaro Sektor 7, Bintaro Jaya Tangerang Selatan 15224 PENDAHULUAN Banyak negara berkembang menghadapi permasalahan transportasi
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA
BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Sejarah Perkembangan Transportasi Setiap Tata Guna Lahan akan terdapat suatu kegiatan yang akan menimbulkan bangkitan pergerakan dan tarikan pergerakan. Kegiatan itu dapat berupa
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian perencanaan merupakan kegiatan untuk menetapkan tujuan yang akan dicapai
BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1 Perencanaan Kota Pengertian perencanaan merupakan kegiatan untuk menetapkan tujuan yang akan dicapai beserta cara-cara untuk mencapai tujuan tersebut. Ciri pokok dari sebuah
Lebih terperinciKETENTUAN TEKNIS MUATAN RENCANA DETAIL PEMBANGUNAN DPP, KSPP DAN KPPP
LAMPIRAN II PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN PROVINSI
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1 Perkembangan Pemukiman dan Bangkitan Perjalanan Pada awalnya manusia hidup secara nomad, berpindah-pindah dari suatu tempat ketempat lain untuk bertahan hidup dan mencari makanan.
Lebih terperinciPERENCANAAN DAN PERMODELAN TRANSPORTASI. 1 REKAYASA TRANSPORTASI Copyright 2017 By. Ir. Arthur Daniel Limantara, MM, MT
PERENCANAAN DAN PERMODELAN TRANSPORTASI 1 REKAYASA TRANSPORTASI Copyright 2017 By. Ir. Arthur Daniel Limantara, MM, MT KERANGKA KONSEPTUAL PERENCANAAN TRANSPORTASI 2 REKAYASA TRANSPORTASI LANGKAH2 UTAMA
Lebih terperinciREKAYASA TRANSPORTASI
REKAYASA TRANSPORTASI KAMIS 09.40 11.20 1 REKAYASA TRANSPORTASI Copyright 2017 By. Ir. Arthur Daniel Limantara, MM, MT Materi TRANSPORTASI DASAR PENGENALAN TRANSPORTASI PERENCANAAN TRANSPORTASI KEAMANAN
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. melakukannya. Pergerakan dikatakan juga sebagai kebutuhan turunan, sebab
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Transportasi Pergerakan dan perjalanan adalah hasil dari kebutuhan manusia untuk bergerak dari satu tempat ke tempat lain untuk berbagai aktivitasnya, dan semua manusia melakukannya.
Lebih terperinciBAB VIII KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
163 BAB VIII KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 8.1 Kesimpulan 8.1.1 Menjawab Pertanyaan Penelitian dan Sasaran Penelitian Berdasarkan temuan-temuan dalam penelitian ini dihasilkan pengetahuan yang dapat menjawab
Lebih terperinciBAB III LANDASAN TEORI. International Airport akan melibatkan partisipasi dari stakeholders termasuk
BAB III LANDASAN TEORI 3.1. Konsep 3.1.1. Konsep partisipasi Kegiatan Perencanaan Angkutan Pemadu Moda New Yogyakarta International Airport akan melibatkan partisipasi dari stakeholders termasuk masyarakat
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL NOMOR: TENTANG PEDOMAN PENGEMBANGAN KAWASAN BERORIENTASI TRANSIT
Versi 23 Mei 2017 PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL NOMOR: TENTANG PEDOMAN PENGEMBANGAN KAWASAN BERORIENTASI TRANSIT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI AGRARIA
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. satu tempat ke tempat lain untuk berbagai aktivitasnya, dan semua manusia
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Transportasi Pergerakan dan perjalanan adalah hasil dari kebutuhan manusia untuk bergerak dari satu tempat ke tempat lain untuk berbagai aktivitasnya, dan semua manusia melakukannya.
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Transportasi Transportasi adalah pergerakan orang dan barang bisa dengan kendaraan bermotor, kendaraan tidak bermotor atau jalan kaki, namun di Indonesia sedikit tempat atau
Lebih terperinciBAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan Penelitian Dari hasil penelitian dan pembahasan yang telah di analisa maka disampaikan hal-hal sebagai berikut : 1. Faktor sangat yang kuat mempengaruhi sebaran
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Klaten merupakan Kabupaten yang terletak di antara dua kota besar,yaitu Yogyakarta dan Surakarta. Hal ini menjadikan Klaten menjadi persimpangan jalur transportasi
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. proses mengangkut dan mengalihkan dengan menggunakan alat pendukung untuk
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Transportasi Transportasi merupakan sebuah proses, yakni proses pindah, proses gerak, proses mengangkut dan mengalihkan dengan menggunakan alat pendukung untuk menjamin lancarnya
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN TEORI
BAB II TINJAUAN TEORI Pada bab ini diuraikan beberapa kajian teoretis dari literature dan kajian normatif dari dokumen perundangan dan statutory product lainnya yang diharapkan dapat menjadi dasar pijakan
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL,
PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2017 TENTANG PEDOMAN PENGEMBANGAN KAWASAN BERORIENTASI TRANSIT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. Konsep transportasi didasarkan pada adanya perjalanan ( trip) antara asal ( origin) dan tujuan
II. TINJAUAN PUSTAKA 2. 1 Transportasi 2. 1. 1 Pengertian Transportasi Konsep transportasi didasarkan pada adanya perjalanan ( trip) antara asal ( origin) dan tujuan (destination). Perjalanan adalah pergerakan
Lebih terperinciMODEL BANGKITAN PERGERAKAN ZONA KECAMATAN PALU BARAT KOTA PALU
MODEL BANGKITAN PERGERAKAN ZONA KECAMATAN PALU BARAT KOTA PALU Ismadarni* * Abstract The trip generation is a submodel of four steps transportation planning model, used for calculating the mount of trip
Lebih terperinciPERANCANGAN ARSITEKTUR dan PERANCANGAN KOTA
PERANCANGAN ARSITEKTUR dan PERANCANGAN KOTA TUJUAN INSTRUKSIONAL KHUSUS Setelah mengikuti kuliah ini, mahasiswa Magister Manajemen Pembangunan Kota Semester 2 akan dapat menjelaskan hubungan perancangan
Lebih terperinciTPL 106 GEOLOGI PEMUKIMAN
TPL 106 GEOLOGI PEMUKIMAN PERTEMUAN 08 Teknik Analisis Aspek Fisik & Lingkungan, Ekonomi serta Sosial Budaya dalam Penyusunan Tata Ruang Tujuan Sosialisasi Pedoman Teknik Analisis Aspek Fisik ik & Lingkungan,
Lebih terperinci2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 68, Tam
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1408, 2017 KEMEN-ATR/BPN. Pengembangan Kawasan Berorientasi Transit. PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN Pada bab ini akan dipaparkan mengenai latar belakang dari penelitian ini, rumusan masalah, tujuan dan sasaran, ruang lingkup penelitian, metodologi yang digunakan, serta sistematika pembahasan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI
BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Transportasi Transportasi adalah penerapan dari ilmu pengetahuan yang bertujuan untuk mengangkut atau memindahkan barang dan manusia
Lebih terperinciBAB I: PENDAHULUAN Latarbelakang.
BAB I: PENDAHULUAN 1.1. Latarbelakang Jakarta sebagai ibukota negara merupakan pusat bagi seluruh kegiatan ekonomi Indonesia. Seluruh pihak-pihak yang berkepentingan di Indonesiamenempatkan kantor utama
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sektor terutama sektor transportasi. Luasnya wilayah jasa pelayanan angkutan darat
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keberhasilan dari pembangunan tidak terlepas dari peran aktif dari semua sektor terutama sektor transportasi. Luasnya wilayah jasa pelayanan angkutan darat yang harus
Lebih terperinciPenentuan Prioritas Pengembangan Kawasan Transit Stasiun Gubeng dengan Konsep Transit Oriented Development
C481 Penentuan Prioritas Pengembangan Kawasan Transit Stasiun Gubeng dengan Konsep Transit Oriented Development Virta Safitri Ramadhani dan Sardjito Departemen Perencanaan Wilayah dan Kota, Fakultas Teknik
Lebih terperinciKebijakan Perencanaan Tata Ruang dan Transportasi
Kebijakan Perencanaan Tata Ruang dan Transportasi Tren Perencanaan Tata Ruang Untuk Transportasi Peningkatan mobilitas memerlukan lahan yang lebih luas untuk transportasi Pemilikan kendaraan bermotor yang
Lebih terperinciTRANSPORTASI SEBAGAI SUATU SISTEM
MATA KULIAH DASAR-DASAR SEBAGAI SUATU SISTEM SISTEM ADALAH GABUNGAN BEBERAPA KOMPONEN (OBJEK) YANG SALING BERKAITAN DALAM SATU TATANAN STRUKTUR PERUBAHAN SATU KOMPONEN DAPAT MENYEBABKAN PERUBAHAN KOMPONEN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pemicu munculnya permasalahan lingkungan baik biotik, sosial, kultural,
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan spasial kota yang tidak terkendali diyakini akan menjadi pemicu munculnya permasalahan lingkungan baik biotik, sosial, kultural, ekonomi pada masa yang
Lebih terperinciKINERJA RUAS JALAN KORIDOR JALAN TJILIK RIWUT AKIBAT TATA GUNA LAHAN DI SEKITAR KORIDOR BERDASARKAN KONTRIBUSI VOLUME LALU LINTAS
KINERJA RUAS JALAN KORIDOR JALAN TJILIK RIWUT AKIBAT TATA GUNA LAHAN DI SEKITAR KORIDOR BERDASARKAN KONTRIBUSI VOLUME LALU LINTAS Theresia Susi, ST., MT 1) Abstrak Salah satu permasalahan yang dihadapi
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI. (Tamin, 2000). Dalam penelitian Analisis Model Bangkitan Pergerakan
BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI 4.1. Tinjauan pustaka Bangkitan pergerakan adalah tahapan pemodelan yang memperkirakan jumlah pergerakan yang berasal dari suatu zona atau tata guna lahan dan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Transportasi Pemindahan atau pergerakan adalah hasil dari kebutuhan manusia untuk bergerak dari satu tempat ke tempat lain untuk berbagai aktivitas yang dilakukan oleh manusia.
Lebih terperinciPerencanaan Trase Tram Sebagai Moda Transportasi Terintegrasi Untuk Surabaya Pusat
Perencanaan Trase Tram Sebagai Moda Transportasi Terintegrasi Untuk Surabaya Pusat Ryan Faza Prasetyo, Ir. Wahyu Herijanto, MT Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Institut Teknologi
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI
6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Bangkitan Pergerakan Bangkitan Pergerakan (Trip Generation) adalah tahapan pemodelan yang memperkirakan jumlah pergerakan yang berasal
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. maksimum termanfaatkan bila tanpa disertai dengan pola operasi yang sesuai.
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam suatu sistem transportasi, hubungan antara prasarana, sarana, dan operasi sangat erat. Suatu ketersediaan prasarana dan sarana dapat secara maksimum termanfaatkan
Lebih terperinciBAB V PEMBAHASAN. Kota Surakarta
BAB V PEMBAHASAN Pada bab ini akan berisi pembahasan tentang posisi hasil penelitian terhadap teori yang digunakan sehingga mampu menjawab permasalahan penelitian. Pembahasan akan secara kritis dilakukan
Lebih terperinciBAB. 2 TINJAUAN PUSTAKA
BAB. 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 SISTEM TRANSPORTASI 2.1.1 Pengertian Sistem adalah suatu bentuk keterkaitan antara suatu variabel dengan variabel lainnya dalam tatanan yang terstruktur, dengan kata lain sistem
Lebih terperinciPENDAHULUAN Latar Belakang
PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan dan pengembangan wilayah merupakan dinamika daerah menuju kemajuan yang diinginkan masyarakat. Hal tersebut merupakan konsekuensi logis dalam memajukan kondisi sosial,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Transportasi mempunyai peranan penting dalam kehidupan masyarakat.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Transportasi mempunyai peranan penting dalam kehidupan masyarakat. Dengan berkembangnya kehidupan masyarakat, maka semakin banyak pergerakan yang dilakukan oleh masyarakat.
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... ii SURAT PERNYATAAN... iii HALAMAN PERSEMBAHAN... iv DAFTAR ISI... viii DAFTAR TABEL... xi DAFTAR GAMBAR... xiii INTISARI... xvi ABSTRACT... xvii KATA
Lebih terperinciStudi Pengembangan Angkutan Massal Berbasis Jalan yang Ramah Lingkungan Dan Hemat Energi BAB VIII PENUTUP
BAB VIII PENUTUP A. Kesimpulan 1) Dari hasil kajian dan analisis terhadap berbagai literatur dapat ditarik satu kesimpulan sebagai berikut : a) Ada beberapa definisi tentang angkutan massal namun salah
Lebih terperinciKAJIAN PENGARUH JEMBATAN KAPUAS TERHADAP LALU LINTAS AIR MAUPUN DARAT DI KOTA SINTANG
KAJIAN PENGARUH JEMBATAN KAPUAS TERHADAP LALU LINTAS AIR MAUPUN DARAT DI KOTA SINTANG Etty Apriyanti 1) Abstrak Pembangunan Jembatan Kapuas di Kota Sintang beserta jalan aksesnya memberikan pengaruh yang
Lebih terperinciBERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN NEGARA. Keserasian Kawasan. Perumahan. Pemukiman. Pedoman.
No.42, 2008 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN NEGARA. Keserasian Kawasan. Perumahan. Pemukiman. Pedoman. PERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT NOMOR: 11/PERMEN/M/2008 TENTANG PEDOMAN KESERASIAN
Lebih terperinciPERENCANAAN BLOK PLAN
UNIVERSITAS SAM RATULANGI MASTER PLAN SARANA DAN PERASARANA BAGIAN A PERENCANAAN BLOK PLAN 2015-2020 A-1 BAB I TINJAUAN UMUM KONTEKSTUALITAS PERENCANAAN 1.1. Tinjauan Konteks Tipologi Kawasan Unsrat di
Lebih terperinciSistem Transportasi Adi d pan ang 11
Sistem Transportasi Adipandang 11d Outline Sistem Transportasi Definisi Sistem Transportasi Karakteristik Sistem Tekno-Ekonomi Transportasi Perencanaan Transportasi Faktor Penentu Pengembangan Transportasi
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Bab ini akan membahas mengenai temuan studi, kesimpulan dan rekomendasi yang merupakan sintesa dari hasil kajian indikator ekonomi dalam transportasi berkelanjutan yang
Lebih terperinciANALISIS PRODUKSI PERJALANAN DARI KAWASAN PEMUKIMAN
ANALISIS PRODUKSI PERJALANAN DARI KAWASAN PEMUKIMAN (Studi Kasus Perumahan di Lingkungan Taman Griya, Jimbaran) TUGAS AKHIR Oleh : LINDA PRANASARI 0704105014 JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sebagai Negara berkembang mirip dengan Negara lainnya. Pertumbuhan
BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Pola pertumbuhan kota dan tingkat urbanisasi yang terjadi di Indonesia sebagai Negara berkembang mirip dengan Negara lainnya. Pertumbuhan penduduk perkotaan di Indonesia
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. ekonomi yang bersangkut paut dengan pemenuhan kebutuhan manusia dengan
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Transportasi Transportasi diartikan sebagai perpindahan barang dan manusia dari tempat asal ke tempat tujuan, dan tranportasi atau perangkutan adalah bagian kegiatan ekonomi yang
Lebih terperinci2015 STASIUN TRANSIT MONORELBERBASIS SISTEMTRANSIT ORIENTED DEVELOPMENT
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perancangan Sebagai Ibu Kota Provinsi Jawa Barat, Kota Bandung telah mengalami perkembangan pesat sebagai kota dengan berbagai aktivitas yang dapat menunjang pertumbuhan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Daerah Khusus Ibukota Jakarta (DKI Jakarta) adalah sebuah provinsi sekaligus ibu kota 1.1 LATAR BELAKANG
BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Daerah Khusus Ibukota Jakarta (DKI Jakarta) adalah sebuah provinsi sekaligus ibu kota negara Indonesia. Secara administratif, Jakarta berperan sebagai pusat pemerintahan
Lebih terperinciJurnal Sabua Vol.3, No.3: 9-19, November 2011 ISSN HASIL PENELITIAN TARIKAN PENGUNJUNG KAWASAN MATAHARI JALAN SAMRATULANGI MANADO
Jurnal Sabua Vol.3, No.3: 9-19, November 2011 ISSN 2085-7020 HASIL PENELITIAN TARIKAN PENGUNJUNG KAWASAN MATAHARI JALAN SAMRATULANGI MANADO James A. Timboeleng Staf Pengajar Jurusan Sipil, Fakultas Teknik
Lebih terperinciBAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 6.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka kesimpulan dari penelitian ini berdasarkan pertanyaan penelitian yaitu: mengetahui karakteristik
Lebih terperinciEVALUASI RUTE TRAYEK ANGKUTAN UMUM PENUMPANG (AUP) BERDASARKAN PERSEBARAN PERMUKIMAN DI KABUPATEN SRAGEN TUGAS AKHIR
EVALUASI RUTE TRAYEK ANGKUTAN UMUM PENUMPANG (AUP) BERDASARKAN PERSEBARAN PERMUKIMAN DI KABUPATEN SRAGEN TUGAS AKHIR Oleh: ANGGA NURSITA SARI L2D 004 298 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK
Lebih terperinciBAB V SIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN. pendapatan perkapita antar provinsi. Hal ini ditunjukkan oleh tanda dan tingkat signifikansi
BAB V SIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN 5.1. Simpulan Tujuan studi ini adalah untuk menganalisis konvergensi sigma dan konvergensi beta. Hasil analisis konvergensi sigma menunjukkan bahwa tidak terdapat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu hal yang menjadi fokus perhatian di berbagai bidang saat ini adalah berkaitan dengan upaya untuk mewujudkan pembangunan yang berkelanjutan. Definisi berkelanjutan
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. dan tranportasi atau perangkutan adalah bagian kegiatan ekonomi yang. dan penumpang dari suatu tempat ke tempat lain.
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Transportasi Menurut Drs. H. M. N. Nasution, M. S. Tr. (1996) transportasi diartikan sebagai perpindahan barang dan manusia dari tempat asal ke tempat tujuan, dan tranportasi atau
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. (Heady dan Jensen, 2001) penggunaan lahan paling efisien secara ekonomi adalah
TINJAUAN PUSTAKA Definisi Land Rent Land rent adalah penerimaan bersih yang diterima dari sumberdaya lahan. Menurut (Heady dan Jensen, 2001) penggunaan lahan paling efisien secara ekonomi adalah hasil
Lebih terperinci: Pendekatan ekologi terhadap tata guna lahan. b. Pemakaian Lahan Kota Secara Intensif
MINGGU 7 Pokok Bahasan Sub Pokok Bahasan : Pendekatan ekologi terhadap tata guna lahan : a. Permasalahan tata guna lahan b. Pemakaian Lahan Kota Secara Intensif Permasalahan Tata Guna Lahan Tingkat urbanisasi
Lebih terperinciV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 9. Klasifikasi dan Sebaran Land Use/Land Cover Kota Bogor Tahun 2003 dan 2007
V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Pola Sebaran Penggunaan/Penutupan Lahan dan Perubahan Luasannya di Kota Bogor Kota Bogor memiliki luas kurang lebih 11.267 Ha dan memiliki enam kecamatan, yaitu Kecamatan Bogor
Lebih terperinciPENJELASAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SRAGEN NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN SRAGEN TAHUN
PENJELASAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SRAGEN NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN SRAGEN TAHUN 2011-2031 I. UMUM 1. Faktor yang melatarbelakangi disusunnya Rencana Tata Ruang
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. (Tamin, 1997). Bangkitan Pergerakan (Trip Generation) adalah jumlah perjalanan
BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1 Bangkitan Pergerakan Bangkitan Pergerakan (Trip Generation) adalah tahapan pemodelan yang memperkirakan jumlah pergerakan yang berasal dari suatu zona atau tata guna lahan
Lebih terperinciPENGANTAR TRANSPORTASI
PENGANTAR TRANSPORTASI PERENCANAAN DAN PEMODELAN TRANSPORTASI UNIVERSITAS PEMBANGUNAN JAYA Jl. Boulevard Bintaro Sektor 7, Bintaro Jaya Tangerang Selatan 15224 PERMASALAHAN TRANSPORTASI PERKOTAAN Semakin
Lebih terperinciBAB. I PENDAHULUAN. membuat kota ini terdiri dari lima wilayah kecamatan (Distric), yaitu
BAB. I PENDAHULUAN 1.1. LatarBelakang Kota Jayapura merupakan ibu kota Provinsi Papua yang sedang berkembang, karena itu mobilitas masyarakat dalam aktifitas sehari-hari terus meningkat. Topografi wilayah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota merupakan tempat kosentrasi kegiatan masyarakat dalam memenuhi kebutuhan hidupnya, meliputi kegiatan industri, perkantoran, hingga hunian. Perkembangan kegiatan
Lebih terperinciBAB 2 KERANGKA PENGEMBANGAN SANITASI
BAB 2 KERANGKA PENGEMBANGAN SANITASI Sebagai sebuah dokumen rencana strategis berjangka menengah yang disusun untuk percepatan pembangunan sektor sanitasi skala kota, kerangka kebijakan pembangunan sanitasi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara
BAB I PENDAHULUAN 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Isu keberlanjutan (sustainability) merupakan isu yang kian melekat dengan proses perencanaan dan perancangan lingkungan binaan. Dengan semakin rumitnya
Lebih terperinciPengelompokkan Kategori Berdasarkan Karakteristik Ruas Jalan
Pengelompokkan Kategori Berdasarkan Karakteristik Ruas Jalan Ruas Penggunaan Lahan Hambatan Samping On street Parking Through traffic Kategori Jalan Veteran Jalan Kartini Jalan Dr Wahidin Jalan Gresik-
Lebih terperinciSATUAN ACARA PERKULIAHAN ( SAP ) Mata Kuliah : Rekayasa Lalulintas Kode : CES 5353 Semester : V Waktu : 1 x 2 x 50 menit Pertemuan : 14 (Empat belas)
SATUAN ACARA PERKULIAHAN ( SAP ) Mata Kuliah : Rekayasa Lalulintas Kode : CES 5353 Semester : V Waktu : 1 x 2 x 50 menit Pertemuan : 14 (Empat belas) A. Tujuan Instruksional 1. Umum Mahasiswa dapat memahami
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Universitas Indonesia
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan kota menimbulkan permasalahan perkotaan, baik menyangkut penataan ruang penyediaan fasilitas pelayanan kota maupun manajemen perkotaan. Pesatnya pertumbuhan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Mobilitas berarti pergerakan atau perpindahan dari satu tempat ke tempat yang lain. Dalam implementasinya mobilitas membutuhkan alat (instrument) yang dapat mendukung.
Lebih terperinciKEMENTERIAN NEGARA PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
KEMENTERIAN NEGARA PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA Peraturan Menteri Negara Perumahan Rakyat Nomor: 11/ PERMEN/ M/ 2008 Tentang Pedoman Keserasian Kawasan Perumahan dan Permukiman Dengan Rahmat Tuhan
Lebih terperinciFAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI JENIS PENGGUNAAN LAHAN PESISIR SEMARANG TUGAS AKHIR. Oleh: ARI KRISTIANTI L2D
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI JENIS PENGGUNAAN LAHAN PESISIR SEMARANG TUGAS AKHIR Oleh: ARI KRISTIANTI L2D 098 410 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN SURAKARTA. Gambar 1.1. Jaringan Transportasi Kota Surakarta dengan Kota Kota di Pulau Jawa Sumber : Widiyanto_2005,Analisis Penulis
BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Kota Surakarta sebagai pusat Wilayah Pengembangan VIII Propinsi Jawa Tengah, mempunyai peran yang strategis bagi pengembangan wilayah di Propinsi Jawa Tengah. Secara
Lebih terperinciBAB II STUDI PUSTAKA
6 BAB II STUDI PUSTAKA 2.1 Sistem Transportasi Tujuan dasar perencanaan transportasi adalah memperkirakan jumlah serta kebutuhan akan transportasi pada masa mendatang atau pada tahun rencana yang akan
Lebih terperinciPOLA SPASIAL DISTRIBUSI MINIMARKET DI KOTA KOTA KECIL
POLA SPASIAL DISTRIBUSI MINIMARKET DI KOTA KOTA KECIL TUGAS INDIVIDU Oleh: MUHAMMAD HANIF IMAADUDDIN (3613100050) JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN INSTITUT TEKNOLOGI
Lebih terperinciBAB VI PENUTUP 6.1 Kesimpulan
BAB VI PENUTUP 6.1 Kesimpulan Dari analisa dan pembahasan berdasarkan data yang diperoleh dan diolah, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut : 1. Pertumbuhan penduduk di Kota Semarang akan menuntut
Lebih terperinciTUJUAN, KEBIJAKAN DAN STRATEGI
TUJUAN, KEBIJAKAN DAN STRATEGI 2.1. Tujuan Penataan Ruang Kota Bengkulu Tujuan penataan ruang wilayah kota dirumuskan berdasarkan: 1) visi dan misi pembangunan wilayah kota; 2) karakteristik wilayah kota;
Lebih terperinciSTASIUN MRT BLOK M JAKARTA DENGAN KONSEP HEMAT ENERGI BAB I PENDAHULUAN
BAB I PENDAHULUAN STASIUN MRT BLOK M JAKARTA 1.1 Latar Belakang Perkembangan kota Jakarta sebagai ibu kota dan pusat perekonomian di Indonesia sudah seharusnya sejajar dengan kota-kota di dunia. Dengan
Lebih terperinciANALISIS BANGKITAN DAN TARIKAN PERGERAKAN PENDUDUK BERDASARKAN DATA MATRIKS ASAL TUJUAN KOTA MANADO ABSTRAK
ANALISIS BANGKITAN DAN TARIKAN PERGERAKAN PENDUDUK BERDASARKAN DATA MATRIKS ASAL TUJUAN KOTA MANADO Meike Kumaat Mahasiswa Program Doktor Teknik Sipil Program Pascasarjana Universitas Diponegoro Jl Hayam
Lebih terperinciPokok Bahasan Pemilihan Tapak. Subject Matter Expert Ir. Irina Mildawani, MT. Agus Suparman, ST., MT.
Pokok Bahasan Pemilihan Tapak Subject Matter Expert Ir. Irina Mildawani, MT. Agus Suparman, ST., MT. Instructional Designer Rehulina A., ST., MT. Lia Rosmala S., ST.,MT. Multimedia Designer Edi M. Pribadi,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota sebagai pusat pertumbuhan menyebabkan timbulnya daya tarik yang tinggi terhadap perekonomian sehingga menjadi daerah tujuan untuk migrasi. Dengan daya tarik suatu
Lebih terperinciBAB III LANDASAN TEORI
14 BAB III LANDASAN TEORI 3.1. Pengertian Umum Transportasi Kebutuhan akan transportasi timbul dari kebutuhan manusia. Transportasi dapat diartikan sebagai kegiatan yang memungkinkan perpindahan barang
Lebih terperinciBAB III LANDASAN TEORI
BAB III LANDASAN TEORI A. Sistem Pola Parkir Parkir merupakan salah satu unsur prasarana transportasi yang tidak dipisahkan dari sistem jaringan transportasi, sehingga pengaturan parkir akan mempengaruhi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Peranan tersebut menjadikan angkutan umum perkotaan sebagai aspek
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Angkutan umum perkotaan merupakan bagian dari sistem transportasi perkotaan yang memegang peranan sangat penting dalam mendukung mobilitas masyarakat. Peranan tersebut
Lebih terperinciBab VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. kawasan stasiun Pasar Nguter, diperoleh beberapa kesimpulan sebagai berikut:
Bab VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 6.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis dan temuan penelitian mengenai elemen ROD pada kawasan stasiun Pasar Nguter, diperoleh beberapa kesimpulan sebagai berikut: -
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. merupakan pelayanan mendasar bagi masyarakat kota. Sejalan dengan fungsi ini,
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Prasarana kota berfungsi untuk mendistribusikan sumber daya perkotaan dan merupakan pelayanan mendasar bagi masyarakat kota. Sejalan dengan fungsi ini, kualitas dan
Lebih terperinciBab I Pendahuluan 1.1. Latar Belakang
Bab I Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Perkembangan kepariwisataan dunia yang terus bergerak dinamis dan kecenderungan wisatawan untuk melakukan perjalanan pariwisata dalam berbagai pola yang berbeda merupakan
Lebih terperinciELEMEN FISIK PERANCANGAN ARSITEKTUR KOTA
ELEMEN FISIK PERANCANGAN ARSITEKTUR KOTA Tataguna Lahan Aktivitas Pendukung Bentuk & Massa Bangunan Linkage System Ruang Terbuka Kota Tata Informasi Preservasi & Konservasi Bentuk dan tatanan massa bangunan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Jaringan Kereta Api di Surakarta dan Kota-Kota Sekitarnya
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1.1.1. Jaringan Kereta Api di Surakarta dan Kota-Kota Sekitarnya Kota Surakarta merupakan pusat Wilayah Pengembangan VIII Propinsi Jawa Tengah yang mempunyai peran
Lebih terperinciHASIL PENELITIAN ANALISIS PERKEMBANGAN AKTIVITAS KOMERSIL GALALA DI JALAN LINTAS HALMAHERA
ANALISIS PERKEMBANGAN AKTIVITAS KOMERSIL GALALA DI JALAN LINTAS HALMAHERA Fitriani S. Rajabessy 1, Rieneke L.E. Sela 2 & Faizah Mastutie 3 1 Mahasiswa S1 Program Studi Perencanaan Wilayah & Kota Universitas
Lebih terperinciBELAWAN INTERNATIONAL PORT PASSANGER TERMINAL 2012 BAB I. PENDAHULUAN
BAB I. PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Kota Medan dewasa ini merupakan salah satu kota metropolitan di Indonesia yang mengalami perkembangan dan peningkatan di segala aspek kehidupan, mencakup bagian dari
Lebih terperinciBUPATI PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA LALU LINTAS
BUPATI PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA LALU LINTAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PASURUAN, Menimbang : a. bahwa
Lebih terperinciKAJIAN KARAKTERISTIK BERLOKASI PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) PADA KAWASAN PERDAGANGAN JALAN KARTINI KOTA SEMARANG TUGAS AKHIR
KAJIAN KARAKTERISTIK BERLOKASI PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) PADA KAWASAN PERDAGANGAN JALAN KARTINI KOTA SEMARANG TUGAS AKHIR Oleh : OKTARINA DWIJAYANTI L2D 002 424 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS
Lebih terperinciANALISIS KESELAMATAN DAN KENYAMANAN PEMANFAATAN TROTOAR BERDASARKAN PERSEPSI DAN PREFERENSI PEJALAN KAKI DI PENGGAL JALAN M.T. HARYONO KOTA SEMARANG
ANALISIS KESELAMATAN DAN KENYAMANAN PEMANFAATAN TROTOAR BERDASARKAN PERSEPSI DAN PREFERENSI PEJALAN KAKI DI PENGGAL JALAN M.T. HARYONO KOTA SEMARANG TUGAS AKHIR Oleh : Arif Rahman Hakim L2D 303 283 JURUSAN
Lebih terperinciIII. KERANGKA PEMIKIRAN. Harga lahan secara nyata merupakan keseimbangan antara permintaan dan
III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Teoritis 3.1.1 Teori Supply Demand Lahan Harga lahan secara nyata merupakan keseimbangan antara permintaan dan penawaran baik melalui lembaga formal maupun non-formal.
Lebih terperinci1. Berdasarkan analisis tipologi gabungan kinerja sistim agropolitan dan kinerja
156 KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan 1. Berdasarkan analisis tipologi gabungan kinerja sistim agropolitan dan kinerja pembangunan ekonomi daerah di wilayah Kabupaten Banyumas dapat dikelompokkan berdasarkan
Lebih terperinciStudi Rencana Induk Transportasi Terpadu Jabodetabek (Tahap II) Laporan Akhir: Ringkasan Laporan
3. Perspektif Wilayah dan Permintaan Perjalanan Masa Mendatang 3.1 Perspektif Wilayah Jabodetabek Masa Mendatang Jabodetabekpunjur 2018 merupakan konsolidasi rencana pengembangan tata ruang yang memberikan
Lebih terperinci