PROTEIN CACING TANAH SEBAGAI SUMBER PROTEIN ALTERNATIF DARI PENGOLAHAN LIMBAH RUMINANSIA BESAR RINA TRI ASTUTI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PROTEIN CACING TANAH SEBAGAI SUMBER PROTEIN ALTERNATIF DARI PENGOLAHAN LIMBAH RUMINANSIA BESAR RINA TRI ASTUTI"

Transkripsi

1 PROTEIN CACING TANAH SEBAGAI SUMBER PROTEIN ALTERNATIF DARI PENGOLAHAN LIMBAH RUMINANSIA BESAR RINA TRI ASTUTI DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015

2

3 PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Protein Cacing Tanah Sebagai Sumber Protein Alternatif dari Pengolahan Limbah Ruminansia Besar adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Agustus 2015 Rina Tri Astuti NIM D

4

5 ABSTRAK RINA TRI ASTUTI. Protein Cacing Tanah Sebagai Sumber Protein Alternatif dari Pengolahan Limbah Ruminansia Besar. Dibimbing oleh HOTNIDA CH. SIREGAR dan SALUNDIK. Pertambahan penduduk di Indonesia yang sangat pesat menyebabkan meningkatnya kebutuhan akan protein hewani. Oleh karena itu perlu adanya sumber protein alternatif untuk memenuhi kebutuhan protein manusia. Cacing tanah mengandung protein yang tinggi sehingga dapat dijadikan sebagai sumber protein alternatif. Peternakan menghasilkan limbah yang jika tidak ditangani dengan tepat dapat merusak lingkungan. Limbah dari Peternakan dapat dimanfaatkan sebagai pakan cacing. Tujuan penelitian ini adalah menganalisis potensi cacing tanah sebagai sumber porotein alternatif melalui pemanfaatan feses ternak ruminansia besar sebagai pakan cacing. Penelitian dilaksanakan di Jalan Raya Dramaga km 7, Kelurahan Marga Jaya, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang mencakup data statistik populasi ternak di Indonesia, sensus penduduk, produksi dan konsumsi produk peternakan. Peubah yang diamati adalah populasi cacing, kecukupan pakan cacing, produksi protein produk peternakan, dan konsumsi protein produk peternakan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa cacing dapat dijadikan sebagai alternatif sumber protein dan limbah peternakan dapat mencukupi kebutuhan pakan cacing. Kata kunci: cacing tanah, limbah ruminansia besar, protein. ABSTRACT RINA TRI ASTUTI. Earthworm Protein As Alternative Sources Protein of Treatment Ruminant Waste. Adviced by HOTNIDA C.H. SIREGAR and SALUNDIK. Population growth in Indonesia is very rapidly led to increased demand for animal protein. Hence the need for alternative protein sources to meet the needs of the human protein. Earthworms contain high protein so it can be used as an alternative protein source. Livestock waste which if not handled properly can damage the environment. Therefore, the waste from livestock can be used as feed worms. The purpose of this study was to determine the potential of earthworms as a source of alternative porotein by utilizing the processing of livestock waste as feed worms. This study was done in Raya Dramaga street Km 7, Village Marga Jaya, District Dramaga, Bogor regency. The data used in this research is secondary data which include statistical data of the number of cattle in Indonesian, census, production and consumption of livestock products. Variables measured is the population of worms, the worms feed sufficiency, protein production livestock products, and protein consumption of livestock products. The results showed that the worms can be used as an alternative source of protein and livestock waste can meet the needs of feed worm. Key words: earthworm, ruminant waste, protein.

6

7 PROTEIN CACING TANAH SEBAGAI SUMBER PROTEIN ALTERNATIF DARI PENGOLAHAN LIMBAH RUMINANSIA BESAR RINA TRI ASTUTI Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan Pada Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015

8

9

10

11 PRAKATA Segala puji serta syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT dan junjungan kita nabi besar Muhammad SAW, karena atas rahmat dan karunianya penulis dapat menyelesaikan karya ilmiahnya. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan April 2015 sampai Juni 2015 adalah Protein Cacing Tanah Sebagai Sumber Protein Alternatif dari Pengolahan Limbah Ruminansia Besar. Terimakasih penulis ucapkan kepada Ir Hotnida CH Siregar, MSi dan Dr Ir Salundik, MSi selaku dosen pembimbing yang telah membimbing dan memberi saran hingga karya ilmiah selesai. Penulis mengucapkan terimakasih kepada Prof Dr Ir Muladno, MSA sebagai dosen pembimbing akademik atas waktu, tenaga dan saran selama menjalani kuliah. Penulis mengucapkan terimakasih kepada dosen penguji Dr Tuti Suryati, SPt MSi yang telah bersedia menguji hasil karya ilmiah ini. Penulis mengucapkan terimakasih kepada kedua orang tua, Bapak Drs S Mulyono dan Ibu Amriati serta kedua Kakak tercinta Ria Eka Sari Putri SS dan Rika Dwi Utami SP yang telah memberi dukungan moril dan semangat. Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada Pemerintah Provinsi Riau atas Beasisawa Utusan Daerah (BUD) yang telah diberikan dan kepada rekan sepenelitian Hesti Dinni Oktaviati. Firda Sabrina, Fanny Aria Gusri, Mustika Delistarika, Sofia Kemalasari serta teman-teman IPTP 48. Bogor, Agustus 2015 Rina Tri Astuti

12

13 DAFTAR ISI DAFTAR TABEL v DAFTAR GAMBAR vi DAFTAR LAMPIRAN vii PENDAHULUAN 1 Latar Belakang 2 Tujuan Penelitian 2 Ruang Lingkup Penelitian 2 METODE 2 Lokasi dan Waktu Penelitian 2 Alat 2 Bahan 2 Prosedur 2 Pengumpulan Data Sekunder 2 Peubah 3 HASIL DAN PEMBAHASAN 4 Populasi Cacing Tanah Lumbricus rubellus 4 Populasi dan Feses Ternak Ruminansia Besar 5 Daya Tampung Feses 7 Produksi dan Konsumsi Protein Hewani Penduduk Indonesia 8 SIMPULAN DAN SARAN 10 DAFTAR PUSTAKA 10 RIWAYAT HIDUP 13

14 5

15 DAFTAR TABEL 1 Pertambahan populasi cacing dalam satu tahun 2 Potensi feses peternakan ruminansi besar tahun Komposisi unsur hara pupuk kandang (feses sapi) dan vermikompos 4 Daya tampung feses dan produksi cacing tanah tahun Komposisi asam amino pada tepung cacing, daging, dan ikan 6 Kecukupan protein cacing untuk menutupi defisit protein penduduk Indonesia

16

17 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Permintaan produk hasil ternak semakin hari makin bertambah terkait dengan kebutuhan masyarakat terhadap protein hewani. Hal tersebut memicu pemerintah untuk melakukan kegiatan impor karena ketidak seimbangan antara permintaan dengan ketersediaan produk peternakan yang ada. Tahun 2012 tercatat Indonesia mengimpor produk ternak berupa daging sebanyak ton, susu ton dan telur ton (Statistik Peternakan dan Kesehatan Hewan 2013). Faktor pemicu rendahnya produksi ternak antara lain konversi lahan pertanian menjadi perumahan dan kawasan industri, serta harga pakan yang mahal. Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi masalah tersebut adalah mencari sumber protein alternatif dari hewan yang tidak membutuhkan lahan luas dan pakan yang mahal. Cacing tanah merupakan salah satu hewan yang dapat dijadikan ternak non konvensional karena mengandung protein yang tinggi sekitar 61%-78% (Rukmana 2000). Selain itu cacing tanah juga tidak membutuhkan lahan yang luas, cepat berproduksi, serta makanannya berupa limbah sehingga tidak bersaing dengan bahan makanan bagi manusia. Sifat ini membuat cacing tanah cukup unggul untuk dijadikan ternak karena modal yang rendah dengan waktu pengembalian modal yang cepat yaitu sekitar 1 bulan (Maulida 2015). Keunggulan lainnya dari cacing tanah adalah mampu memanfaatkan limbah dari berbagai sektor namun cacing itu sendiri tidak menghasilkan limbah karena kotorannya dapat dimanfaatkan sebagai pupuk organik. Pemanfaatan cacing tanah diharapkan dapat memecahkan masalah kekurangan pangan dan mengurangi dampak negatif terhadap lingkungan. Hanya empat spesies cacing tanah yang dibudidayakan dan dikonsumsi secara komersial yaitu Lumbricus rubellus, Eisenia foetida, Pheretima asiatica, dan Eudrilus eugeuniae. Di Indonesia baru jenis L. rubellus saja yang dibudidayakan karena dianggap memiliki potensi yang baik. Ditinjau dari segi produktivitasnya, cacing L. rubellus lebih unggul daripada jenis lainnya. Seekor cacing L. rubellus mampu menghasilkan sekitar 180 kokon per tahun setiap kokon dapat menghasilkan 1 juvenil (anak cacing). Sementara jenis lainnya berkisar kokon per tahun. (Samosir 2000). Limbah peternakan dapat dijadikan sebagai pakan sekaligus media hidup bagi cacing tanah yang menentukan peningkatan bobot badan dan produksinya. Limbah peternakan unggas kurang baik digunakan untuk media hidup dan pakan cacing tanah karena mengandung sekam yang tajam sehingga dapat melukai dan menyebabkan kematian cacing tanah. Limbah ternak ruminansia lebih cocok digunakan untuk pakan cacing karena memiliki zat organik yang sangat baik untuk pertumbuhan cacing tanah (Maulida 2015). Sekitar satu kilogram cacing tanah L. rubellus mampu merombak satu kilogram feses ruminansia dalam waktu 24 jam (Khairuman dan Khairul 2009), sedangkan satu ekor ternak ruminansia besar (sapi dan kerbau) dapat menghasilkan kotoran sebanyak 30.9 kg dalam sehari (Munadi et al. 2011). Selama ini kotoran sapi sudah mulai digunakan sebagai pupuk kandang namun banyak juga yang tidak memanfaatkan kotoran sapi ini. Sejalan dengan laju peningkatan produksi peternakan maka limbah berupa kotoran ternak juga meningkat, namun pemanfaatan limbah kotoran ternak

18 2 oleh peternak belum maksimal. Pemanfaatan limbah peternakan ruminansia dapat menjadi peluang besar untuk pengembangan cacing sebagai ternak penghasil protein alternatif. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis potensi cacing tanah sebagai sumber protein alternatif melalui pemanfaatan feses ternak ruminansia besar sebagai pakan cacing. Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian ini adalah mencakup pendugaan laju pertambahan penduduk dan konsumsi protein, dinamika populasi cacing tanah dan kemampuannya dalam menguraikan feses sapi, dan populasi tenak ruminansia besar. METODE Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Jalan Raya Dramaga km 7, Kelurahan Marga Jaya, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor. Waktu pelaksanaan dari bulan April hingga Juni Alat Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah laptop, alat tulis dan modem. Bahan Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang diambil dari beberapa sumber yaitu Badan Pusat Statistika, artikel ilmiah dan internet. Data yang dianalisis adalah data statistik populasi ternak, sensus penduduk, konsumsi, dan produksi protein di Indonesia. Prosedur Pengumpulan Data Data yang dikumpulkan berupa data sekunder. Data sekunder diperoleh dari Badan Pusat Statistika, Statistik Peternakan dan Kesehatan Hewan, artikel ilmiah dan internet

19 3 Peubah Populasi Cacing Tanah Populasi cacing tanah adalah jumlah cacing yang dihasilkan tahun -1 dengan asumsi satu butir kokon dihasilkan oleh seekor cacing tanah ekor -1 bulan juvenil (anak cacing) dihasilkan dari satu kokon, mortalitas cacing tanah berdasarkan hasil pengamatan yaitu 2% bulan -1 dan dewasa kelamin dicapai umur 3 bulan- 1 (Samosir 2000). Populasi cacing dihitung dengan rumus : Mortalitas = 2% x cacing bulan ke-i juvenil bulan ke ( i +1) =( cacing bulan ke-i 2% cacing bulan ke-i ) x 6 juvenil Keterangan : cacing bulan ke-i : jumlah cacing pada bulan ke-i (Januari, Februari,...dst) Produksi Feses Ruminansia Besar Dewasa Produksi feses ruminansia besar dewasa adalah jumlah feses yang dihasilkan ternak ruminansia besar (sapi dan kerbau) dewasa per tahun. Produksi feses dihitung dengan rumus: Produksi feses Ruminansia Besar i (ton) = proporsi ternak ruminansia dewasa i x populasi ternak i x 30.9/kg/ekor/hari x 365 hari Keterangan : i : jenis ruminansia yaitu sapi potong,sapi perah,dan kerbau Proporsi ternak ruminansia dewasa (Direktorat Jendral Peternakan dan Kesehatan Hewan 2013): Sapi potong 84.3% Sapi perah 81.8% Kerbau 86.1 % 30.9 : feses yang di eksresi ruminansia besar dewasa/ kg/ ekor/ hari (Munadi et al. 2011) Kapasitas Tampung Feses Kapasitas tampung feses adalah jumlah biomasa cacing tanah yang dapat diperoleh dari budidaya cacing tanah Lumbricus rubellus pada feses ruminansia dewasa, kapasitas tampung feses dihitung dengan rumus: Kapasitas tampung feses = Produksi Tepung Cacing Produksi tepung cacing adalah berat tepung cacing yang dihasilkan dari biomassa cacing tanah. Produksi tepung cacing diperoleh dengan rumus : produksi biomasa cacing tanah x 25% Keterangan : 25% = Proporsi tepung cacing yang dihasilkan dari 1 kilogram cacing tanah segar ( Maulida 2015).

20 4 Produksi Protein Cacing Tanah Produksi protein cacing tanah adalah jumlah protein yang dihasilkan dari biomasa cacing tanah yang dibudidaya per tahun. Produksi protein cacing diperoleh dengan rumus : Produksi protein cacing tanah = biomasa cacing tanah x 61 % Keterangan : 61% = kadar protein cacing tanah ( Rukmana 2000). Produksi Protein Produk Peternakan Produksi protein produk peternakan yaitu jumlah produk peternakan yang diproduksi meliputi daging segar, telur dan susu. Produksi protein produk peternakan didapatkan dengan rumus : Produksi protein produk peternakan (ton) = ( produksi daging segar x 19.8%) + ( produksi telur x 12.8%) + ( produksi susu x 3.2%) Keterangan : 19.8 % = Protein daging 12.8% = Protein telur 3.2% = Protein susu Sumber: Sediaoetama (2000). Konsumsi Protein Produk Peternakan Konsumsi protein produk peternakan yaitu jumlah konsumsi protein asal ternak yang dikonsumsi oleh manusia meliputi daging segar, telur dan susu. Konsumsi protein produk peternakan didapatkan dengan rumus : Konsumsi protein produk peternakan (ton) = ( konsumsi daging segar x 19.8%) + ( konsumsi telur x 12.8%) + ( konsumsi susu x 3.2%) HASIL DAN PEMBAHASAN Populasi Cacing Tanah Lumbricus rubellus Perhitungan populasi cacing tanah dalam penelitan ini diperoleh dengan menggunakan hasil penelitian Samosir (2000), yaitu jumlah kokon yang dihasilkan 6 butir/ekor/bulan dan 1 juvenil (anak cacing) dihasilkan dari tiap kokon, mencapai dewasa kelamin umur 3 bulan dan tingkat mortilitas cacing tanah 2%. Faktor lingkungan yang mempengaruhi mortalitas cacing tanah diantaranya yaitu temperatur, kelembaban, dan ph. Temperatur yang sesuai untuk cacing tanah berkisar o C, kelembaban yakni 50%-80%, dan ph yang sesuai bagi cacing tanah berada pada selang 3.7 hingga 7.0 (Brata 2009). Menurut Sihombing (2002), seekor cacing tanah dapat hidup hingga 10 tahun.

21 5 Perkembangan populasi satu kilogram cacing tanah Lumbricus rubellus disajikan pada Tabel 1. Tabel 1 Pertambahan populasi cacing dalam satu tahun Biomasa Januari Desember Jumlah individu cacing tanah (ekor) Jumlah berat cacing tanah (kg) Keterangan: asumsi 1 kilogram cacing tanah diasumsikan berjumlah 3000 ekor Tabel 1 menunjukkan bahwa dalam satu tahun satu kg cacing berkembang menjadi 4 generasi dengan tingkat perkembangan %. Tingkat perkembangan yang pesat ini menunjukkan pertambahan populasi cacing tanah mengikuti deret ukur. Cacing tanah bersifat hermaprodit, namun tiap individu akan bertelur setelah melakukan perkawinan (Rukmana 1999). Tingkat perkembangan ini dipengaruhi oleh kondisi lingkungan antara lain suhu, kelembaban dan ketersediaan pakan (Brata 2009). Tingkat perkembangan juga dipengaruhi oleh jenis pakan, menurut Maulida (2015) feses ruminansia merupakan pakan yang paling cocok bagi cacing tanah karena feses ruminansia mengandung mikroba pengurai serat kasar yang dapat membantu cacing tanah menguraikan limbah organik. Populasi dan Feses Ternak Ruminansia Besar Permintaan pangan khususnya pangan hasil ternak selalu bertambah sejalan dengan peningkatan jumlah penduduk. Peningkatan permintaan hasil ternak mendorong peningkatan populasi ternak dan produktivitasnya. Peningkatan usaha peternakan ini selain memberikan dampak positif yaitu menghasilkan produk seperti daging, susu, dan telur, juga memberikan dampak negatif berupa limbah yang dapat mengakibatkan polusi lingkungan. Limbah ternak merupakan sisa buangan dari suatu kegiatan usaha meliputi limbah padat dan cair seperti feses, urine dan sisa pakan. Semakin besar skala usaha, limbah yang dihasilkan semakin banyak. Dalam sehari, ternak ruminansia besar mampu menghasilkan feses sebanyak 30.9 kg (Munadi et al. 2011). Limbah yang dihasilkan ternak ruminansia selama tahun 2009 sampai 2013 disajikan pada Tabel 2. Tabel 2 Potensi feses peternakan ruminansia besar tahun Tahun Jenis Ternak Proporsi Ternak Dewasa (%) Populasi Ternak (000 ekor) Feses Ternak Dewasa (kg/ekor -1 /hari -1 (000 ) ton/tahun -1 ) Sapi potong Sapi perah Kerbau Sapi potong Sapi perah Kerbau

22 6 Tabel 2 Potensi feses peternakan ruminansia besar tahun Lanjutan Tahun Jenis Ternak Proporsi Ternak Dewasa (%) Populasi Ternak (000 ekor) Feses Ternak Dewasa (kg/ekor -1 /hari -1 ) (000 ton/tahun -1 ) Sapi potong Sapi perah Kerbau Sapi potong Sapi perah Kerbau sapi potong sapi perah Kerbau Keterangan : a Sumber: Diolah dari Statistik Peternakan dan Kesehatan Hewan (2013) Sebagian peternak memanfaatkan feses sapi untuk pupuk kandang dan budidaya cacing yang menghasilkan vermikompos, namun banyak juga yang tidak memanfaatkannya. Budidaya cacing dapat dilakukan pada feses sapi karena feses sapi mengandung protein 5%-10%. Kandungan protein yang baik bagi cacing tanah berkisar antara 9%-15% (Sihombing 2002). Kandungan protein pakan cacing terlalu tinggi akan menyebabkan bobot badan cacing menurun karena keracunan protein dan akhirnya menyebabkan kematian pada cacing (Astuti 2001). Budidaya cacing dapat menambah nilai (value added) feses sapi karena menghasilkan cacing yang berprotein tinggi (61%) dan meningkatkan kualitas kompos yang dihasilkan seperti yang terlihat pada Tabel 3. Tabel 3 Komposisi unsur hara pupuk kandang (feses sapi) dan vermikompos Komponen Vermikompos Jenis Pupuk Pupuk kandang N-total C-organik Nisbah C/N Fosfor (%) Kalium (%) Natrium (%) Kalsium (%) Magnesium (%) Kadar air (%) a Sumber: Nurmawati S, Suhardianto A (2000)

23 7 Tabel 3 menunjukkan bahwa unsur hara pada vermikompos lebih tinggi dibanding pupuk kandang (feses sapi). Penggunaan vermikompos dengan dosis 300 g/pot -1 mampu menghasilkan produksi selada yang sama dengan penggunaan pupuk kandang (feses sapi) dengan dosis 700 g/pot -1 (Nurmawati dan Suhardianto 2000). Berdasarkan Tabel 3 maka kotoran ternak lebih baik digunakan terlebih dahulu sebagai pakan cacing tanah, dari pada langsung digunakan sebagai pupuk kandang karena proses penguraian feses oleh cacing tanah meningkatkan unsur hara pada kascing (Tabel 3). Daya Tampung Feses Selain menghasilkan cacing tanah yang mengandung protein tinggi, keuntungan lain dari pemeliharaan cacing tanah adalah biaya pakannya yang rendah bahkan dianggap tidak ada karena memanfaatkan limbah sebagai bahan pakan sekaligus media tempat hidup cacing. Berdasarkan populasi cacing pada Tabel 1 dan ketersediaaan feses yang tercantum pada Tabel 2 maka dapat diperkirakan daya tampung feses dari ternak ruminansia besar seperti yang disajikan pada Tabel 4. Tabel 4 Daya tampung feses dan produksi cacing tanah tahun Sumber limbah Tahun (000 ton) Feses sapi potong Feses sapi perah Feses kerbau Total feses Daya tampung limbah (biomasa cacing tanah) Produksi tepung , cacing tanah Produksi protein cacing tanah a Sumber: Diolah dari Statistik Peternakan dan Kesehatan Hewan (2013) Hasil pengamatan menunjukkan 1 liter cacing tanah memiliki berat 1.1 kg, sehingga biomasa cacing tanah yang dihasilkan dari feses pada tahun 2013 membutuhkan ruang m 3. Kebutuhan ruang yang luas tidak berarti membutuhkan lahan yang luas juga karena pemeliharaan cacing tanah dapat dilakukan secara vertikal. Terdapat beberapa kendala dalam perhitungan daya tampung feses yaitu diantaranya tidak semua feses dapat dimanfaatkan terutama bila ternak diangon di pastura. Selain itu lokasi ternak yang berada dari Sabang sampai Marauke yang tidak memungkinkan untuk mengumpulkannya menjadi satu untuk digunakan sebagai pakan cacing tanah. Salah satu cara yang dapat digunakan adalah budidaya cacing tanah dilakukan oleh peternak, kemudian produksi cacingnya dipasarkan ke koperasi pengumpul di tingkat kecamatan.

24 8 Sistem pemasaran seperti ini sudah dijalankan pada sistem pemasaran susu oleh Koperasi Peternak Susu Indonesia (KPSI) dan tidak tertutup kemungkinan untuk melakukan hal yang sama pada komoditi cacing tanah, misalnya dengan membentuk Koperasi Peternak Cacing Indonesia (KPCI) agar dapat mengumpulkan cacing tanah dalam jumlah banyak dan menjembatani para peternak cacing dari satu lokasi dengan lokasi lain untuk memenuhi permintaan pasar yang sangat banyak. Penyusutan biomasa cacing tanah menjadi tepung cacing tanah yaitu sebesar 75% (Palungkun 2010), karena kadar air cacing tanah mencapai 85% dari berat tubuhnya. kadar protein yang dimiliki cacing tanah sangat tinggi, yakni mencapai 61%-78% dari bobot kering dihitung dari jumlah nitrogen yang terkandung di dalamnya. Persentase ini lebih tinggi daripada protein yang terdapat dalam daging ternak ruminansia (seperti sapi, kerbau, dan kambing) yang hanya sebesar 65%, atau telur, dan ikan hanya sebesar 45%. Protein cacing tanah memiliki kandungan asam amino yang lebih tinggi dengan susunan yang lebih seimbang dibandingkan daging dan ikan seperti yang ditunjukkan pada Tabel 5. Tabel 5 Komposisi asam amino pada tepung cacing, daging, dan ikan Asam amino Cacing Daging Ikan Arginin Sistin Glisin Histidin Isoleusin Leusin Lisin Metionin Fenilalanin Serin Treonin Tirosin Valin % Total Protein a Sumber: Simandjuntak dan Waluyo (1982) Selain mengandung protein tinggi, tepung cacing tanah juga mengandung energi kal, abu 8%-10%, lemak tidak jenuh, kalsium, fosfor, dan serat. Kadar lemaknya juga terbilang rendah, yakni hanya 3%-10% dari bobot keringnya. Artinya, selain bergizi tinggi, mengkonsumsi cacing tanah juga dapat terbebas dari resiko ancaman kolesterol. Produksi dan Konsumsi Protein Hewani Penduduk Indonesia Indonesia mempunyai keinginan besar serta bekomitmen untuk mewujudkan kedaulatan dan ketahanan pangan nasional. Mewujudkan kemandirian pangan asal protein hewani akan berdampak pada kesejahteraan hidup, kesetaraan dalam hal konsumsi protein hewani bagi masyarakat Indonesia. Dari segi nutrisi, protein hewani memiliki komposisi protein yang lebih lengkap dibandingkan protein nabati. Protein hewani merupakan protein lengkap, yaitu protein yang

25 9 mengandung semua jenis asam amino esensial yang berjumlah sembilan jenis. Asam amino esensial adalah asam amino yang tidak dapat diproduksi sendiri oleh tubuh, sehingga pemenuhan asupannya berasal dari konsumsi makanan atau minuman. Protein nabati merupakan protein yang tidak lengkap karena hanya mengandung beberapa asam amino esensial, sehingga untuk memenuhi kebutuhan asam amino esensial dilakukan dengan cara konsumsi beberapa jenis sumber makanan nabati dan hewani secara bersamaan. Sebagian besar protein hewani merupakan ikatan asam amino dengan rantai panjang, sedangkan protein nabati sebagian besar merupakan ikatan asam amino dengan rantai pendek, sehingga protein hewani akan lebih mudah dicerna oleh tubuh dibandingkan dengan protein nabati ( Faizal 2014). Rata-Rata konsumsi protein per kapita per hari penduduk Indonesia pada tahun 2013 yaitu gram.pada kenyataannya, sampai saat ini Indonesia masih mengandalkan pemenuhan protein hewani dari impor. Hal tersebut dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6 Kecukupan protein cacing untuk menutupi defisit protein penduduk Indonesia Tahun (000 ton) Produksi protein hewani 167, Konsumsi protein hewani Defisit Protein cacing tanah Surplus a Sumber: Diolah dari Statistik Peternakan dan Kesehatan Hewan (2013) Tabel 6 menunjukkan defisit produksi protein hewani terhadap konsumsi protein hewani yang terjadi pada tahun 2009 hingga tahun Defisit ini dikompensasi melalui impor daging, susu, dan telur pada tahun 2012 tercatat Indonesia impor produk ternak berupa daging sebanyak ton, susu ton dan telur ton (Statistik Peternakan dan Kesehatan Hewan 2013). Hasil perhitungan menunjukkan defisit protein ini seyogyanya dapat dipenuhi melalui budidaya cacing tanah yang dapat dijadikan sumber protein alternatif, bahkan dapat menghasilkan surplus protein. Di beberapa negara cacing tanah dikonsumsi karena diyakini mempunyai khasiat, di Australia ada masyarakat yang melahap cacing mentah untuk menyegarkan badan, di Filipina cacing tanah digunakan sebagai bahan untuk membuat perkedel, di Jepang dibuat sebagai bahan minuman segar (Vermijuice) yang berkhasiat menyembuhkan sakit kepala, di Eropa cacing tanah dibuat menjadi wormburger, crispy earthworm, dan verre de terre, dan di Indonesia daerah Cipanas, Jawa Barat ada sebuah keluarga yang mengolah cacing tanah menjadi omelet. Sejauh ini, mengkonsumsi cacing tanah bagi sebagian besar masyarakat Indonesia merupakan hal yang tabu, selain itu palatabilitasnya rendah karena sebagian besar penduduk Indonesia merasa geli jika harus mengkonsumsi cacing tanah. Keputusan Majelis Ulama Indonesia (MUI) Nomor: Kep- 139/MUI/IV/2000, menyatakan bahwa mengkonsumsi cacing tanah haram hukumnya karena cacing tanah memanfaatkan pakan dari limbah dan kotoran

26 10 ternak, oleh karena itu alternatif dalam pemanfaatan cacing tanah yaitu dapat diekspor ke daerah yang tidak mengharamkan konsumsi cacing tanah atau diolah menjadi pakan ternak unggas dan non ruminansia serta pakan ikan (pellet). Kebutuhan pakan sumber protein dari peternak unggas dan pembudidaya ikan di Indonesia yang cukup banyak merupakan peluang bagi usaha pengolahan cacing tanah menjadi bahan pakan ternak. Di samping kaya protein (61%-78%), cacing tanah juga mengandung beberapa asam amino yang sangat penting bagi unggas seperti arginin (4.1 %), dan tyrosin (1.4 %). Kedua asam amino ini jarang ditemui pada bahan pakan lainnya. Oleh karena itu, cacing tanah memiliki potensi baik untuk mengganti tepung ikan dalam ransum unggas dan dapat menghemat pemakaian bahan dari biji-bijian sampai 70 persen. Meski demikian, penggunaan cacing tanah dalam ransum unggas disarankan tidak lebih dari 20 % total ransum (Faizal 2014). Pemanfaatan cacing tanah untuk ransum unggas relatif mudah karena diberikan dalam bentuk segar, atau dijadikan tepung cacing untuk dicampurkan bersama bahan-bahan penyusun ransum unggas lainnya seperti jagung, dedak, konsentrat, dan sebagainya.selama ini sumber protein dalam penyusunan ransum unggas dan ikan masih berasal dari tepung ikan yang diimpor. Pada tahun 2013 tercatat Indonesia mengimpor tepung ikan sebanyak ton ( Data Statistik Kelautan dan Perikanan 2013). Seiring dengan kenaikan nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat maka harga tepung ikan pun semakin tidak terjangkau. Ditinjau dari kandungan proteinnya ternyata tepung cacing tanah masih lebih baik dibanding tepung ikan (Tabel 4). SIMPULAN Jika seluruh feses ruminansia besar (sapi,kerbau) di Indonesia pada tahun 2013 digunakan sebagai media dan pakan cacing tanah akan menghasilkan ton biomassa cacing tanah yang akan menghasilkan ton tepung cacing tanah atau ton protein. SARAN Cacing tanah yang dihasilkan dari pemanfaatan limbah ruminansia besar sebaiknya dikembangkan lagi sebagai bahan baku pangan atau pakan karena mampu menghemat devisa dari impor sumber protein. Sistem pemasaran cacing dapat dikembangkan seperti sistem pemasaran susu melalui Koperasi Peternak Cacing Indonesia (KPSI). DAFTAR PUSTAKA Astuti ND Pertumbuhan dan perkembang biakan cacing tanah Lumbricus rubellus dalam media kotoran sapi yang mengandung tepung darah. [skripsi]. Jurusan Kedokteran Hewan. Bogor (ID) : Institut Pertanian Bogor.

27 [BPS] Badan Pusat Statistik Penduduk Indonesia menurut provinsi 1971, 1980, 1990, 1995, 2000 dan 2010 [internet]. [diunduh 27 Mei 2015]. Tersedia pada [SIDATIK] Sistem Informasi Diseminasi Data Statistik Kelautan dan Perikanan. Volume impor menurut komoditi per provinsi 2012, 2013, dan2014. [internet]. [diunduh 10 Juni 2015]. Tersedia pada Nilai- Impor - Menurut - Komoditi per Provinsi HS 2012 /? pulau_id=&subentitas_id=448&view_data=1&tahun_start=2012&tahun_to =2014&tahun=2015&filter=Lihat+Data+%C2%BB [MUI] Majelis Ulama Indonesia. Makan dan budidaya cacing dan jangkrik. [internet]. [diunduh 10 Juni 2015]. Tersedia pada jangkrik. pdf Brata B Cacing Tanah: Faktor Mempengaruhi Pertumbuhan dan Perkembangbiakan. Bogor (ID) : IPB Pr. Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Buku Statistik Peternakan dan Kesehatan Hewan Livestock and Animal Healt Statistics Jakarta (ID). Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan dan Kementerian Pertanian RI Faizal A Protein hewani dan protein nabati [internet]. [ diunduh 28 Juni 2015]. Tersedia pada Khairuman, Khairul A Mengeruk Untung dari Beternak Cacing. Jakarta (ID) : AgroMedia Pustaka. Maulida AAA Budidaya Cacing Tanah Unggul ala Adam Cacing. Jakarta (ID): AgroMedia Pustaka. Munadi, Santoso D Potensi ternak sapi sebagai penghasil pupuk kandang di Kecamatan Jatilawang Kabupaten Banyumas. Di dalam: Rahayu S, Abdul RA, Susanto A, Sodiq A, Indrasanti D, Haryoko I, Ismoyowati, Sumarmono Juni, Muatip K, Iriyanti N, Yuwono P, Samadi, Setya AS, Suhubdy, Widyastuti T, Zainal AMJ, editor. Prospek dan Potensi Sumber Daya Ternak Lokal Dalam Menunjang Ketahanan Pangan Hewani; 2011 Okt 15; Purwokerto, Indonesia. Purwokerto (ID): Unsoed Press. Hlm Nurmawati S, Suhardianto A Studi Perbandingan penggunaan pupuk kotoran sapi dengan pupuk kascing terhadap produksi tanaman selada (Latca Sativa var.crisva). [Laporan Penelitian].Jurusan Biologi. Jakarta (ID). Universitas Terbuka Palungkun R Usaha Ternak Cacing Tanah Lumbricus rubellus. Jakarta (ID) : Penebar Swadaya. Samosir CMF Studi performans produksi cacing tanah dari tiga spesies yang berbeda (Eisenia foetida, Lumbricus rubellus, dan Perionyx exavatus). [skripsi]. Jurusan Peternakan. Bogor (ID) : Institut Pertanian Bogor. Sediaoetama, AD Ilmu Gizi Untuk Mahasiswa dan Profesi jilid 1. Jakarta (ID) Dian Rakyat. Sihombing DT H Satwa Harapan I. Pengantar Ilmu dan Teknologi Budidaya Wirausaha Muda. Bogor.Simandjuntak AK, Waluyo D Cacing Tanah Budidaya dan Pemanfaatannya. Jakarta (ID):Penebar Swadaya 11

28 12 Simandjuntak AK, Waluyo D Cacing Tanah Budidaya dan Pemanfaatannya. Jakarta (ID) Penebar Swadaya.

29 13 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan pada tanggal 14 Juli 1993 di Pekanbaru. Penulis merupakan anak ketiga dari tiga bersaudara dari pasangan Drs. S. Mulyono dan Amriati. Penulis mengikuti pendidikan Taman Kanak-Kanak (TK) pada tahun 1998 di TK Raudhah Pekanbaru. Pada tahun 1999, penulis melanjutkan pendidikan sekolah dasar di SD Negeri 005 Bukit Raya, dan lulus pada tahun Penulis melanjutkan pendidikan Sekolah Menengah Pertama di SMP Negeri 1 Pekanbaru, dan lulus pada tahun Penulis melanjutkan pendidikan Sekolah Menengah Atas di SMA Negeri 10 Pekanbaru dan lulus pada tahun Penulis kemudian melanjutkan pendidikan di Institut Pertanian Bogor lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Beasiswa Utusan Daerah (BUD) dan diterima di Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan. Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif sebagai staf divisi Ruminansia HIMAPROTER IPB tahun 2013/2014

LAPORAN KEMAJUAN PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA KEWIRAUSAHAAN

LAPORAN KEMAJUAN PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA KEWIRAUSAHAAN LAPORAN KEMAJUAN PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA KEWIRAUSAHAAN VERMIKOMPOS PENGHASIL BIOMASSA CACING TANAH (Lumbricus rubellus) DAN CACING KALUNG SERTA KOMPOS DENGAN METODE BUDIDAYA EFEKTIF BIDANG KEGIATAN:

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Peternakan dan Kesehatan Hewan (2012) menunjukkan bahwa konsumsi telur burung

I. PENDAHULUAN. Peternakan dan Kesehatan Hewan (2012) menunjukkan bahwa konsumsi telur burung I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ternak puyuh mempunyai potensi yang tinggi untuk dikembangkan baik sebagai penghasil telur maupun penghasil daging. Menurut Dirjen Peternakan dan Kesehatan Hewan (2012)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kotoran manusia atau hewan, dedaunan, bahan-bahan yang berasal dari tanaman

BAB I PENDAHULUAN. kotoran manusia atau hewan, dedaunan, bahan-bahan yang berasal dari tanaman 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Limbah organik adalah limbah yang berasal dari makhluk hidup seperti kotoran manusia atau hewan, dedaunan, bahan-bahan yang berasal dari tanaman dan lain-lain. Limbah

Lebih terperinci

PENGARUH PENGGUNAAN CACING TANAH (Lumbricus rubellus) SEBAGAI AKTIVATOR TERHADAP BENTUK FISIK DAN HARA VERMIKOMPOS DARI FESES SAPI BALI SKRIPSI

PENGARUH PENGGUNAAN CACING TANAH (Lumbricus rubellus) SEBAGAI AKTIVATOR TERHADAP BENTUK FISIK DAN HARA VERMIKOMPOS DARI FESES SAPI BALI SKRIPSI PENGARUH PENGGUNAAN CACING TANAH (Lumbricus rubellus) SEBAGAI AKTIVATOR TERHADAP BENTUK FISIK DAN HARA VERMIKOMPOS DARI FESES SAPI BALI SKRIPSI RITA WAHYUNI E10013162 FAKULTAS PETERNAKAN UNIVERSITAS JAMBI

Lebih terperinci

PERFORMA REPRODUKSI CACING TANAH Lumbricus rubellus YANG MENDAPAT PAKAN SISA MAKANAN DARI WARUNG TEGAL

PERFORMA REPRODUKSI CACING TANAH Lumbricus rubellus YANG MENDAPAT PAKAN SISA MAKANAN DARI WARUNG TEGAL PERFORMA REPRODUKSI CACING TANAH Lumbricus rubellus YANG MENDAPAT PAKAN SISA MAKANAN DARI WARUNG TEGAL SKRIPSI ENHA DIKA PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PRODUKSI TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pertumbuhan tubuh dan kesehatan manusia. Kebutuhan protein hewani semakin

I. PENDAHULUAN. pertumbuhan tubuh dan kesehatan manusia. Kebutuhan protein hewani semakin I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Protein hewani merupakan zat makanan yang sangat diperlukan untuk pertumbuhan tubuh dan kesehatan manusia. Kebutuhan protein hewani semakin meningkat seiring dengan meningkatnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengandung protein dan zat-zat lainnya seperti lemak, mineral, vitamin yang

BAB I PENDAHULUAN. mengandung protein dan zat-zat lainnya seperti lemak, mineral, vitamin yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Daging ayam merupakan salah satu daging yang memegang peranan cukup penting dalam pemenuhan kebutuhan gizi masyarakat, karena banyak mengandung protein dan zat-zat

Lebih terperinci

PENGARUH TINGKAT SUBSTITUSI TEPUNG IKAN DENGAN TEPUNG MAGGOT TERHADAP KOMPOSISI KIMIA PAKAN DAN TUBUH IKAN BANDENG (Chanos chanos Forsskal)

PENGARUH TINGKAT SUBSTITUSI TEPUNG IKAN DENGAN TEPUNG MAGGOT TERHADAP KOMPOSISI KIMIA PAKAN DAN TUBUH IKAN BANDENG (Chanos chanos Forsskal) PENGARUH TINGKAT SUBSTITUSI TEPUNG IKAN DENGAN TEPUNG MAGGOT TERHADAP KOMPOSISI KIMIA PAKAN DAN TUBUH IKAN BANDENG (Chanos chanos Forsskal) OLEH: DWI SEPTIANI PUTRI L221 07 004 Pembimbing Utama Pembimbing

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. bisnis ikan air tawar di dunia (Kordi, 2010). Ikan nila memiliki keunggulan yaitu

I. PENDAHULUAN. bisnis ikan air tawar di dunia (Kordi, 2010). Ikan nila memiliki keunggulan yaitu I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ikan nila (Oreochromis niloticus) adalah salah satu jenis ikan air tawar yang memiliki nilai ekonomis tinggi dan merupakan komoditas penting dalam bisnis ikan air tawar

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Salah satu kebutuhan yang paling mendasar bagi manusia adalah

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Salah satu kebutuhan yang paling mendasar bagi manusia adalah I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu kebutuhan yang paling mendasar bagi manusia adalah kebutuhan akan pangan. Seiring meningkatnya permintaan masyarakat akan pemenuhan pangan, maka banyak industri

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. rendah adalah masalah yang krusial dialami Indonesia saat ini. Catatan Direktorat

PENDAHULUAN. rendah adalah masalah yang krusial dialami Indonesia saat ini. Catatan Direktorat I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Populasi sapi perah yang sedikit, produktivitas dan kualitas susu sapi yang rendah adalah masalah yang krusial dialami Indonesia saat ini. Catatan Direktorat Jenderal Peternakan

Lebih terperinci

HUBUNGAN VARIASI PAKAN TERHADAP MUTU SUSU SEGAR DI DESA PASIRBUNCIR KECAMATAN CARINGIN KABUPATEN BOGOR

HUBUNGAN VARIASI PAKAN TERHADAP MUTU SUSU SEGAR DI DESA PASIRBUNCIR KECAMATAN CARINGIN KABUPATEN BOGOR HUBUNGAN VARIASI PAKAN TERHADAP MUTU SUSU SEGAR DI DESA PASIRBUNCIR KECAMATAN CARINGIN KABUPATEN BOGOR Oleh: Iis Soriah Ace dan Wahyuningsih Dosen Jurusan Penyuluhan Peternakan, STPP Bogor ABSTRAK Penelitian

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. sangat berperan penting sebagai sumber asupan gizi yang dibutuhkan

PENDAHULUAN. Latar Belakang. sangat berperan penting sebagai sumber asupan gizi yang dibutuhkan PENDAHULUAN Latar Belakang Peternakan di Indonesia seperti ayam, sapi, kambing serta domba sangat berperan penting sebagai sumber asupan gizi yang dibutuhkan oleh tubuh. Produk utama yang dihasilkan oleh

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sumber : BPS (2009)

I. PENDAHULUAN. Sumber : BPS (2009) I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengembangan peternakan saat ini, menunjukan prospek yang sangat cerah dan mempunyai peran yang sangat penting dalam pertumbuhan ekonomi pertanian Indonesia. Usaha peternakan

Lebih terperinci

PRODUKTIVITAS ULAT TEPUNG (Tenebrio molitor L.) PADA FASE LARVA DENGAN MEDIA MENGANDUNG ONGGOK SKRIPSI ACHMAD RIZAL

PRODUKTIVITAS ULAT TEPUNG (Tenebrio molitor L.) PADA FASE LARVA DENGAN MEDIA MENGANDUNG ONGGOK SKRIPSI ACHMAD RIZAL PRODUKTIVITAS ULAT TEPUNG (Tenebrio molitor L.) PADA FASE LARVA DENGAN MEDIA MENGANDUNG ONGGOK SKRIPSI ACHMAD RIZAL PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PRODUKSI TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. dan karunia-nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul

KATA PENGANTAR. dan karunia-nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas limpahan rahmat dan karunia-nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Pengaruh Imbangan Hijauan Daun Singkong (Manihot

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tersebut memudahkan hewan tanah khususnya cacing untuk hidup di. sebagai pakan ayam dan itik. Para peternak ikan juga memanfaatkan

BAB I PENDAHULUAN. tersebut memudahkan hewan tanah khususnya cacing untuk hidup di. sebagai pakan ayam dan itik. Para peternak ikan juga memanfaatkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia dengan iklim tropik basahnya memberikan keuntungan terhadap kesuburan tanah. Beraneka ragam jenis tumbuhan dapat ditanami. Adanya hujan menyebabkan tanah tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Lele (Clarias sp.) merupakan salah satu jenis ikan air tawar yang sudah dibudidayakan secara komersil oleh masyarakat Indonesia terutama di Pulau Jawa. Rasa dagingnya

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. perbaikan kualitas sumberdaya manusia. Untuk mendukung pengadaan ikan

1. PENDAHULUAN. perbaikan kualitas sumberdaya manusia. Untuk mendukung pengadaan ikan 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ikan merupakan salah satu sumber pangan yang bergizi. Selain sebagai sumber protein juga sebagai sumber asam lemak esensial yang menunjang perbaikan kualitas sumberdaya

Lebih terperinci

Tingkat Kelangsungan Hidup

Tingkat Kelangsungan Hidup BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Tingkat Kelangsungan Hidup Tingkat kelangsungan hidup merupakan suatu nilai perbandingan antara jumlah organisme yang hidup di akhir pemeliharaan dengan jumlah organisme

Lebih terperinci

PERBANDINGAN KUALITAS VERMIKOMPOS YANG DIHASILKAN DARI FESES SAPI DAN FESES KERBAU SKRIPSI. Oleh : RIFKI DWIYANTONO

PERBANDINGAN KUALITAS VERMIKOMPOS YANG DIHASILKAN DARI FESES SAPI DAN FESES KERBAU SKRIPSI. Oleh : RIFKI DWIYANTONO PERBANDINGAN KUALITAS VERMIKOMPOS YANG DIHASILKAN DARI FESES SAPI DAN FESES KERBAU SKRIPSI Oleh : RIFKI DWIYANTONO FAKULTAS PETERNAKAN DAN PERTANIAN UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG 2014 i PERBANDINGAN

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Limbah adalah kotoran atau buangan yang merupakan komponen penyebab

II. TINJAUAN PUSTAKA. Limbah adalah kotoran atau buangan yang merupakan komponen penyebab 10 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Limbah Organik Cair Limbah adalah kotoran atau buangan yang merupakan komponen penyebab pencemaran berupa zat atau bahan yang dianggap tidak memiliki manfaat bagi masyarakat.

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Sapi perah merupakan sumber penghasil susu terbanyak dibandingkan

PENDAHULUAN. Sapi perah merupakan sumber penghasil susu terbanyak dibandingkan 1 I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sapi perah merupakan sumber penghasil susu terbanyak dibandingkan hewan ternak perah lainnya. Keunggulan yang dimiliki sapi perah tersebut membuat banyak pengusaha-pengusaha

Lebih terperinci

EVALUASI PERTUMBUHAN JANGKRIK KALUNG (Gryllus bimaculatus) YANG DIBERI PAKAN DENGAN CAMPURAN DEDAK HALUS SKRIPSI AMELIA L. R.

EVALUASI PERTUMBUHAN JANGKRIK KALUNG (Gryllus bimaculatus) YANG DIBERI PAKAN DENGAN CAMPURAN DEDAK HALUS SKRIPSI AMELIA L. R. EVALUASI PERTUMBUHAN JANGKRIK KALUNG (Gryllus bimaculatus) YANG DIBERI PAKAN DENGAN CAMPURAN DEDAK HALUS SKRIPSI AMELIA L. R. HUTABARAT PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PRODUKSI TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. akan zat gizi makro dan zat gizi mikro. Zat gizi makro yaitu karbohidrat, protein, dan

BAB I PENDAHULUAN. akan zat gizi makro dan zat gizi mikro. Zat gizi makro yaitu karbohidrat, protein, dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia dalam menjalani siklus hidupnya membutuhkan makanan untuk memenuhi kebutuhan gizinya. Kebutuhan zat gizi bagi tubuh meliputi kebutuhan akan zat gizi makro dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sensus Penduduk 2010 (SP 2010) yang dilaksanakan pada Mei 2010 penduduk

I. PENDAHULUAN. Sensus Penduduk 2010 (SP 2010) yang dilaksanakan pada Mei 2010 penduduk I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan penduduk Indonesia terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Laju pertumbuhan penduduk Indonesia cukup tinggi, berdasarkan hasil Sensus Penduduk 2010

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. memadai, ditambah dengan diberlakukannya pasar bebas. Membanjirnya susu

PENDAHULUAN. memadai, ditambah dengan diberlakukannya pasar bebas. Membanjirnya susu I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sapi perah mempunyai potensi yang sangat besar untuk dikembangkan di Indonesia, dikarenakan kebutuhan akan susu domestik dari tahun ke tahun terus meningkat seiring dengan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. keberhasilan usaha pengembangan peternakan disamping faktor bibit dan

TINJAUAN PUSTAKA. keberhasilan usaha pengembangan peternakan disamping faktor bibit dan TINJAUAN PUSTAKA Sumberdaya Pakan Pakan adalah bahan makanan tunggal atau campuran, baik yang diolah maupun yang tidak diolah, yang diberikan kepada hewan untuk kelangsungan hidup, berproduksi, dan berkembang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keberadaan pupuk anorganik dipasaran akhir-akhir ini menjadi langka.

BAB I PENDAHULUAN. keberadaan pupuk anorganik dipasaran akhir-akhir ini menjadi langka. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam bidang pertanian pupuk merupakan salah satu hal pokok untuk menunjang keberhasilan panen. Keberadaan pupuk sangat dibutuhkan para petani karena pupuk dapat

Lebih terperinci

Sistem Usahatani Terpadu Jagung dan Sapi di Kabupaten Takalar Provinsi Sulawesi Selatan

Sistem Usahatani Terpadu Jagung dan Sapi di Kabupaten Takalar Provinsi Sulawesi Selatan Sistem Usahatani Terpadu Jagung dan Sapi di Kabupaten Takalar Provinsi Sulawesi Selatan Matheus Sariubang, Novia Qomariyah dan A. Nurhayu Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sulawesi Selatan Jl. P. Kemerdekaan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kementerian Pertanian dan Badan Pusat Statistik, populasi ternak

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kementerian Pertanian dan Badan Pusat Statistik, populasi ternak 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Populasi Kerbau dan Sapi di Indonesia Menurut Kementerian Pertanian dan Badan Pusat Statistik, populasi ternak kerbau tersebar merata di seluruh pulau di Indonesia dengan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dan siap untuk dimakan disebut makanan. Makanan adalah bahan pangan

I. PENDAHULUAN. dan siap untuk dimakan disebut makanan. Makanan adalah bahan pangan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebutuhan dasar paling utama bagi manusia adalah kebutuhan pangan. Pangan diartikan sebagai segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang diolah maupun

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Salah satu masalah yang timbul akibat meningkatnya kegiatan manusia

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Salah satu masalah yang timbul akibat meningkatnya kegiatan manusia I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu masalah yang timbul akibat meningkatnya kegiatan manusia adalah beban pencemaran yang melampaui daya dukung lingkungan. Pencemaran di Indonesia telah menunjukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pupuk Bokasi adalah pupuk kompos yang diberi aktivator. Aktivator yang digunakan adalah Effective Microorganism 4. EM 4 yang dikembangkan Indonesia pada umumnya

Lebih terperinci

FORMULASI RANSUM PADA USAHA TERNAK SAPI PENGGEMUKAN

FORMULASI RANSUM PADA USAHA TERNAK SAPI PENGGEMUKAN AgroinovasI FORMULASI RANSUM PADA USAHA TERNAK SAPI PENGGEMUKAN Usaha penggemukan sapi potong semakin menarik perhatian masyarakat karena begitu besarnya pasar tersedia untuk komoditas ini. Namun demikian,

Lebih terperinci

PENGARUH METODE PENGOLAHAN TERHADAP KANDUNGAN MINERAL REMIS (Corbicula javanica) RIKA KURNIA

PENGARUH METODE PENGOLAHAN TERHADAP KANDUNGAN MINERAL REMIS (Corbicula javanica) RIKA KURNIA PENGARUH METODE PENGOLAHAN TERHADAP KANDUNGAN MINERAL REMIS (Corbicula javanica) RIKA KURNIA DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Salah satu masalah yang timbul akibat meningkatnya kegiatan

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Salah satu masalah yang timbul akibat meningkatnya kegiatan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu masalah yang timbul akibat meningkatnya kegiatan manusia adalah beban pencemaran yang melampaui daya dukung lingkungan. Pencemaran di Indonesia telah menunjukkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor peternakan merupakan bagian integral dari. pembangunan pertanian dan pembangunan nasional. Sektor peternakan di

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor peternakan merupakan bagian integral dari. pembangunan pertanian dan pembangunan nasional. Sektor peternakan di I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan sektor peternakan merupakan bagian integral dari pembangunan pertanian dan pembangunan nasional. Sektor peternakan di beberapa daerah di Indonesia telah memberikan

Lebih terperinci

STRATEGI PENGEMBANGAN WILAYAH KABUPATEN GROBOGAN SEBAGAI SENTRA PRODUKSI SAPI POTONG SKRIPSI DREVIAN MEITA HARDYASTUTI

STRATEGI PENGEMBANGAN WILAYAH KABUPATEN GROBOGAN SEBAGAI SENTRA PRODUKSI SAPI POTONG SKRIPSI DREVIAN MEITA HARDYASTUTI STRATEGI PENGEMBANGAN WILAYAH KABUPATEN GROBOGAN SEBAGAI SENTRA PRODUKSI SAPI POTONG SKRIPSI DREVIAN MEITA HARDYASTUTI PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PRODUKSI TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

ANALISIS FINANSIAL USAHA PETERNAKAN SAPI PERAH (Studi Kasus Peternakan HMB Agro, Desa Sukajaya Kecamatan Taman Sari Kabupaten Bogor)

ANALISIS FINANSIAL USAHA PETERNAKAN SAPI PERAH (Studi Kasus Peternakan HMB Agro, Desa Sukajaya Kecamatan Taman Sari Kabupaten Bogor) ANALISIS FINANSIAL USAHA PETERNAKAN SAPI PERAH (Studi Kasus Peternakan HMB Agro, Desa Sukajaya Kecamatan Taman Sari Kabupaten Bogor) SKRIPSI FAJAR MUTAQIEN PROGRAM STUDI SOSIAL EKONOMI PETERNAKAN FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan dasar dan pokok yang dibutuhkan oleh

BAB I PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan dasar dan pokok yang dibutuhkan oleh BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pangan merupakan kebutuhan dasar dan pokok yang dibutuhkan oleh manusia guna memenuhi asupan gizi dan sebagai faktor penentu kualitas sumber daya manusia. Salah satu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Allah Subhanahuwata ala berfirman dalam Al-Qur an. ayat 21 yang menjelaskan tentang penciptaan berbagai jenis hewan

BAB I PENDAHULUAN. Allah Subhanahuwata ala berfirman dalam Al-Qur an. ayat 21 yang menjelaskan tentang penciptaan berbagai jenis hewan BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Allah Subhanahuwata ala berfirman dalam Al-Qur an surat Almu minum ayat 21 yang menjelaskan tentang penciptaan berbagai jenis hewan ternak yang dapat dimanfaatkan untuk

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. sebagai penghasil telur dan daging sehingga banyak dibudidayakan oleh

PENDAHULUAN. sebagai penghasil telur dan daging sehingga banyak dibudidayakan oleh I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ayam kampung merupakan salah satu jenis unggas lokal yang berpotensi sebagai penghasil telur dan daging sehingga banyak dibudidayakan oleh masyarakat terutama yang bertempat

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Grafik pertumbuhan benih C. macropomum yang dihasilkan selama 40 hari

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Grafik pertumbuhan benih C. macropomum yang dihasilkan selama 40 hari IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil 1 Pertumbuhan benih C. macropomum Grafik pertumbuhan benih C. macropomum yang dihasilkan selama 40 hari pemeliharaan disajikan pada Gambar 3. Gambar 3. Pertumbuhan C.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat pesat. Populasi ayam pedaging meningkat dari 1,24 milyar ekor pada

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat pesat. Populasi ayam pedaging meningkat dari 1,24 milyar ekor pada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peternakan unggas di Indonesia saat ini sudah mengalami perkembangan yang sangat pesat. Populasi ayam pedaging meningkat dari 1,24 milyar ekor pada tahun 2012 menjadi

Lebih terperinci

PUPUK KANDANG MK : PUPUK DAN TEKNOLOGI PEMUPUKAN SMT : GANJIL 2011/2011

PUPUK KANDANG MK : PUPUK DAN TEKNOLOGI PEMUPUKAN SMT : GANJIL 2011/2011 PUPUK KANDANG MK : PUPUK DAN TEKNOLOGI PEMUPUKAN SMT : GANJIL 2011/2011 TUJUAN PEMBELAJARAN Memahami definisi pupuk kandang, manfaat, sumber bahan baku, proses pembuatan, dan cara aplikasinya Mempelajari

Lebih terperinci

KOMBINASI AZOLLA MICROPHYLLA DENGAN DEDAK PADI SEBAGAI ALTERNATIF SUMBER BAHAN PAKAN LOKAL AYAM PEDAGING

KOMBINASI AZOLLA MICROPHYLLA DENGAN DEDAK PADI SEBAGAI ALTERNATIF SUMBER BAHAN PAKAN LOKAL AYAM PEDAGING Seminar Nasional Hasil Penelitian, 2016 KOMBINASI AZOLLA MICROPHYLLA DENGAN DEDAK PADI SEBAGAI ALTERNATIF SUMBER BAHAN PAKAN LOKAL AYAM PEDAGING Aju Tjatur Nugroho Krisnaningsih, Mardhiyah Hayati Universitas

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sub sektor peternakan merupakan bagian dari pembangunan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sub sektor peternakan merupakan bagian dari pembangunan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan sub sektor peternakan merupakan bagian dari pembangunan pertanian secara keseluruhan, dimana sub sektor ini memiliki nilai strategis dalam pemenuhan kebutuhan

Lebih terperinci

Tingkat Penggunaan Limbah Laju Pertumbuhan %

Tingkat Penggunaan Limbah Laju Pertumbuhan % BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Laju Pertumbuhan Harian Berdasarkan hasil pengamatan terhadap benih Lele Sangkuriang selama 42 hari masa pemeliharaan diketahui bahwa tingkat penggunaan limbah ikan tongkol

Lebih terperinci

PROFIL PT CARMELITHA LESTARI

PROFIL PT CARMELITHA LESTARI PROFIL PT CARMELITHA LESTARI Jl. Raya Dramaga Km.8, Taman Dramaga Hijau, Blok I No.9, Dramaga Bogor 16680 Telp. (0251) 8622090, email: carmelitha_lestari@yahoo.com PROFIL PT CARMELITHA LESTARI Sejarah

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Analisis Proksimat Sampel Tabel 8 menyajikan data hasil analisis proksimat semua sampel (Lampiran 1) yang digunakan pada penelitian ini. Data hasil analisis ini selanjutnya

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Peternakan Rakyat di Ciater Peternakan rakyat di Ciater Kabupaten Subang merupakan peternakan yang

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Peternakan Rakyat di Ciater Peternakan rakyat di Ciater Kabupaten Subang merupakan peternakan yang IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Keadaan Umum Peternakan Rakyat di Ciater Peternakan rakyat di Ciater Kabupaten Subang merupakan peternakan yang tergabung dalam Koperasi Peternak Sapi Perah Bandung Utara (KPSBU)

Lebih terperinci

SKRIPSI BUHARI MUSLIM

SKRIPSI BUHARI MUSLIM KECERNAAN ENERGI DAN ENERGI TERMETABOLIS RANSUM BIOMASSA UBI JALAR DENGAN SUPLEMENTASI UREA ATAU DL-METHIONIN PADA KELINCI JANTAN PERSILANGAN LEPAS SAPIH SKRIPSI BUHARI MUSLIM PROGRAM STUDI ILMU NUTRISI

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Minat masyarakat yang tinggi terhadap produk hewani terutama, daging kambing,

I. PENDAHULUAN. Minat masyarakat yang tinggi terhadap produk hewani terutama, daging kambing, 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Minat masyarakat yang tinggi terhadap produk hewani terutama, daging kambing, menyebabkan ketersediaan produk hewani yang harus ditingkatkan baik dari segi

Lebih terperinci

KUALITAS KIMIA DAGING DADA AYAM BROILER YANG PAKANNYA DITAMBAHKAN CAMPURAN MINYAK IKAN KAYA ASAM LEMAK OMEGA-3 SKRIPSI DANNI HARJANTO

KUALITAS KIMIA DAGING DADA AYAM BROILER YANG PAKANNYA DITAMBAHKAN CAMPURAN MINYAK IKAN KAYA ASAM LEMAK OMEGA-3 SKRIPSI DANNI HARJANTO KUALITAS KIMIA DAGING DADA AYAM BROILER YANG PAKANNYA DITAMBAHKAN CAMPURAN MINYAK IKAN KAYA ASAM LEMAK OMEGA-3 SKRIPSI DANNI HARJANTO PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. yang berasal dari bagian biji pada kebanyakan tanaman lebih banyak. diantaranya adalah daun singkong (Manihot utilisima).

PENDAHULUAN. yang berasal dari bagian biji pada kebanyakan tanaman lebih banyak. diantaranya adalah daun singkong (Manihot utilisima). 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumber perolehan protein untuk ternak berasal dari bahan nabati dan hewani. Bahan-bahan sumber protein nabati diperoleh dari tanaman. Bagian tanaman yang banyak mengandung

Lebih terperinci

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN TERNAK SAPI DI LAHAN PERKEBUNAN SUMATERA SELATAN

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN TERNAK SAPI DI LAHAN PERKEBUNAN SUMATERA SELATAN Lokakarya Pengembangan Sistem Integrasi Kelapa SawitSapi POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN TERNAK SAPI DI LAHAN PERKEBUNAN SUMATERA SELATAN ABDULLAH BAMUALIM dan SUBOWO G. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sektor pertanian yang memiliki nilai strategis antara lain dalam memenuhi

I. PENDAHULUAN. sektor pertanian yang memiliki nilai strategis antara lain dalam memenuhi I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan subsektor peternakan merupakan bagian dari pembangunan sektor pertanian yang memiliki nilai strategis antara lain dalam memenuhi kebutuhan pangan yang terus

Lebih terperinci

Afriansyah Nugraha*, Yuli Andriani**, Yuniar Mulyani**

Afriansyah Nugraha*, Yuli Andriani**, Yuniar Mulyani** PENGARUH PENAMBAHAN KIJING TAIWAN (Anadonta woodiana, Lea) DALAM PAKAN BUATAN TERHADAP KELANGSUNGAN HIDUP DAN PERTUMBUHAN BENIH IKAN LELE SANGKURIANG (Clarias gariepinus) Afriansyah Nugraha*, Yuli Andriani**,

Lebih terperinci

I. JUDUL Prospek Budidaya Burung Puyuh

I. JUDUL Prospek Budidaya Burung Puyuh I. JUDUL Prospek Budidaya Burung Puyuh II. ABSTRAKS Persaingan dunia bisnis semakin merajalela, mulai dari sektor peternakan, material, bahkan hingga teknologi. Indonesia adalah salah satu negara yang

Lebih terperinci

P e r u n j u k T e k n i s PENDAHULUAN

P e r u n j u k T e k n i s PENDAHULUAN PENDAHULUAN Tanah yang terlalu sering di gunakan dalam jangka waktu yang panjang dapat mengakibatkan persediaan unsur hara di dalamnya semakin berkurang, oleh karena itu pemupukan merupakan suatu keharusan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. yang memiliki prospek menjanjikan dan mulai merebut perhatian pelaku usaha

I. PENDAHULUAN. yang memiliki prospek menjanjikan dan mulai merebut perhatian pelaku usaha I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ikan lele sangkuriang (Clarias gariepinus) merupakan jenis ikan konsumsi yang memiliki prospek menjanjikan dan mulai merebut perhatian pelaku usaha budidaya. Ikan lele

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Cabai (Capsicum annum L.) merupakan salah satu jenis sayuran penting yang

I. PENDAHULUAN. Cabai (Capsicum annum L.) merupakan salah satu jenis sayuran penting yang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Cabai (Capsicum annum L.) merupakan salah satu jenis sayuran penting yang dibudidayakan secara komersial di daerah tropis. Hampir setiap hari produk ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penting di Indonesia termasuk salah satu jenis tanaman palawija/ kacang-kacangan yang sangat

BAB I PENDAHULUAN. penting di Indonesia termasuk salah satu jenis tanaman palawija/ kacang-kacangan yang sangat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kedelai (Glycine max (L) Merill) adalah salah satu komoditi tanaman pangan yang penting di Indonesia termasuk salah satu jenis tanaman palawija/ kacang-kacangan yang

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Aman, dan Halal. [20 Pebruari 2009]

I PENDAHULUAN. Aman, dan Halal.  [20 Pebruari 2009] I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia adalah negara agraris dengan kondisi daratan yang subur dan iklim yang menguntungkan. Pertanian menjadi sumber mata pencaharian sebagian penduduk dan berkontribusi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ternak ruminansia seperti kerbau, sapi, kambing dan domba sebagian besar bahan

BAB I PENDAHULUAN. Ternak ruminansia seperti kerbau, sapi, kambing dan domba sebagian besar bahan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ternak ruminansia seperti kerbau, sapi, kambing dan domba sebagian besar bahan pakannya berupa hijauan. Pakan hijauan dengan kualitas baik dan kuantitas yang cukup

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. akan protein hewani berangsur-angsur dapat ditanggulangi. Beberapa sumber

PENDAHULUAN. akan protein hewani berangsur-angsur dapat ditanggulangi. Beberapa sumber PENDAHULUAN Latar Belakang Salah satu tujuan usaha peternakan adalah untuk memenuhi kebutuhan protein hewani masyarakat, sehingga permasalahan kekurangan gizi masyarakat akan protein hewani berangsur-angsur

Lebih terperinci

STUDY POTENSI DAN PEMANFAATAN CACING TANAH UNTUK PAKAN UNGGAS

STUDY POTENSI DAN PEMANFAATAN CACING TANAH UNTUK PAKAN UNGGAS STUDY POTENSI DAN PEMANFAATAN CACING TANAH UNTUK PAKAN UNGGAS (Study of Potensial and Using of Earthworms for Poultry Feed) R. H. MATONDANG, P. P. KETAREN, H. RESNAWATI dan A. NATAAMIJAYA Balai Penelitian

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Sapi Friesian Holstein (FH) Produktivitas Sapi Perah

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Sapi Friesian Holstein (FH) Produktivitas Sapi Perah TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Pemeliharaan sapi perah bertujuan utama untuk memperoleh produksi susu yang tinggi dan efisien pakan yang baik serta mendapatkan hasil samping berupa anak. Peningkatan produksi

Lebih terperinci

PENGOLAHAN LIMBAH CAIR TAPIOKA MENGGUNAKAN KOTORAN SAPI PERAH DENGAN SISTEM ANAEROBIK SKRIPSI DIPA ALAM VEGANTARA

PENGOLAHAN LIMBAH CAIR TAPIOKA MENGGUNAKAN KOTORAN SAPI PERAH DENGAN SISTEM ANAEROBIK SKRIPSI DIPA ALAM VEGANTARA PENGOLAHAN LIMBAH CAIR TAPIOKA MENGGUNAKAN KOTORAN SAPI PERAH DENGAN SISTEM ANAEROBIK SKRIPSI DIPA ALAM VEGANTARA DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Peternakan di Indonesia setiap tahunnya mengalami peningkatan, sehingga

I. PENDAHULUAN. Peternakan di Indonesia setiap tahunnya mengalami peningkatan, sehingga 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peternakan di Indonesia setiap tahunnya mengalami peningkatan, sehingga membutuhkan ketersediaan pakan yang cukup untuk ternak. Pakan merupakan hal utama dalam tata laksana

Lebih terperinci

Analisis Perkembangan Harga Protein Hewani Asal Ternak dan Bahan Pakan Ternak di Kota Padang Tahun 2012

Analisis Perkembangan Harga Protein Hewani Asal Ternak dan Bahan Pakan Ternak di Kota Padang Tahun 2012 Jurnal Peternakan Indonesia, Oktober 2014 Vol. 16 (3) ISSN 1907-1760 Analisis Perkembangan Harga Protein Hewani Asal Ternak dan Bahan Pakan Ternak di Kota Padang Tahun 2012 Price Trend Analysis of Animal

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sekaligus dapat memberdayakan ekonomi rakyat terutama di pedesaan.

I. PENDAHULUAN. sekaligus dapat memberdayakan ekonomi rakyat terutama di pedesaan. 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengembangan peternakan dimasa mendatang bertujuan untuk mewujudkan peternakan yang modern, efisien, mandiri mampu bersaing dan berkelanjutan sekaligus dapat memberdayakan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. padat (feses) dan limbah cair (urine). Feses sebagian besar terdiri atas bahan organik

PENDAHULUAN. padat (feses) dan limbah cair (urine). Feses sebagian besar terdiri atas bahan organik I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peternakan sapi perah selain menghasilkan air susu juga menghasilkan limbah. Limbah tersebut sebagian besar terdiri atas limbah ternak berupa limbah padat (feses) dan limbah

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK ASAM AMINO DAN KOMPONEN BIOAKTIF SOTONG (Sepia recurvirostra) SUHANA SULASTRI

KARAKTERISTIK ASAM AMINO DAN KOMPONEN BIOAKTIF SOTONG (Sepia recurvirostra) SUHANA SULASTRI KARAKTERISTIK ASAM AMINO DAN KOMPONEN BIOAKTIF SOTONG (Sepia recurvirostra) SUHANA SULASTRI DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011

Lebih terperinci

PRAKIRAAN PRODUKSI DAN KEBUTUHAN PRODUK PANGAN TERNAK DI INDONESIA

PRAKIRAAN PRODUKSI DAN KEBUTUHAN PRODUK PANGAN TERNAK DI INDONESIA PRAKIRAAN PRODUKSI DAN KEBUTUHAN PRODUK PANGAN TERNAK DI INDONESIA Oleh : I Wayan Rusast Abstrak Pertumbuhan ekonomi telah menggeser pola konsumsi dengan penyediaan produk pangan ternak yang lebih besar.

Lebih terperinci

Pakan ternak. Dibutuhkan oleh ternak untuk : 1. Hidup pokok 2. Pertumbuhan 3. Produksi 4. Mengganti sel yang rusak pada jaringan

Pakan ternak. Dibutuhkan oleh ternak untuk : 1. Hidup pokok 2. Pertumbuhan 3. Produksi 4. Mengganti sel yang rusak pada jaringan Pakan ternak Dibutuhkan oleh ternak untuk : 1. Hidup pokok 2. Pertumbuhan 3. Produksi 4. Mengganti sel yang rusak pada jaringan Melalui proses pencernaan, penyerapan dan metabolisme SUMBER ENERGI (JERAMI,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Komposisi Nutrien Biskuit Rumput Lapang dan Daun Jagung Komposisi nutrien diperlukan untuk mengetahui kandungan zat makanan yang terkandung di dalam biskuit daun jagung dan rumput

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Tabel 1. Kandungan Nutrien Daging pada Beberapa Ternak (per 100 gram daging) Protein (g) 21 19, ,5

TINJAUAN PUSTAKA. Tabel 1. Kandungan Nutrien Daging pada Beberapa Ternak (per 100 gram daging) Protein (g) 21 19, ,5 TINJAUAN PUSTAKA Kelinci Kelinci domestik (Oryctolagus cuniculus) merupakan keturunan dari kelinci liar Eropa yang berasal dari negara sekitar Laut Mediterania dan dibawa ke Inggris pada awal abad 12 (NRC,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pakan merupakan masalah yang mendasar dalam suatu usaha peternakan. Minat

I. PENDAHULUAN. Pakan merupakan masalah yang mendasar dalam suatu usaha peternakan. Minat 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Pakan merupakan masalah yang mendasar dalam suatu usaha peternakan. Minat masyarakat yang tinggi terhadap produk hewani, terutama daging kambing, menyebabkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Peningkatan keberhasilan suatu usaha peternakan akan di pengaruhi oleh

I. PENDAHULUAN. Peningkatan keberhasilan suatu usaha peternakan akan di pengaruhi oleh I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peningkatan keberhasilan suatu usaha peternakan akan di pengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya pakan, bibit, perkandangan dan manajemen. Pakan merupakan faktor penting

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Boer berasal dari Afrika Selatan, yang merupakan hasil persilangan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Boer berasal dari Afrika Selatan, yang merupakan hasil persilangan 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kambing Boer Jawa (Borja) Kambing Boer berasal dari Afrika Selatan, yang merupakan hasil persilangan antara kambing Afrika lokal tipe kaki panjang dengan kambing yang berasal

Lebih terperinci

II TINJAUAN PUSTAKA. Juni 2010] 6 Masalah Gizi, Pengetahuan Masyarakat Semakin Memprihatinkan. [10

II TINJAUAN PUSTAKA. Juni 2010] 6 Masalah Gizi, Pengetahuan Masyarakat Semakin Memprihatinkan.  [10 II TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan pustaka dalam penelitian ini meliputi tinjauan komoditas kedelai, khususnya peranan kedelai sebagai sumber protein nabati bagi masyarakat. Tidak hanya itu, kedelai juga ditinjau

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. digemari masyarakat Indonesia dan luar negeri. Rasa daging yang enak dan

1. PENDAHULUAN. digemari masyarakat Indonesia dan luar negeri. Rasa daging yang enak dan 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ikan nila merah Oreochromis niloticus merupakan ikan konsumsi yang digemari masyarakat Indonesia dan luar negeri. Rasa daging yang enak dan pertumbuhan yang relatif cepat

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Secara umum penelitian ini sudah berjalan dengan cukup baik. Terdapat sedikit hambatan saat akan memulai penelitian untuk mencari ternak percobaan dengan umur

Lebih terperinci

PERFORMA PRODUKSI TELUR PUYUH (Coturnix coturnix japonica) YANG DIBERI RANSUM MENGANDUNG BUNGKIL INTI SAWIT SKRIPSI WIDYA PITA LOKA E

PERFORMA PRODUKSI TELUR PUYUH (Coturnix coturnix japonica) YANG DIBERI RANSUM MENGANDUNG BUNGKIL INTI SAWIT SKRIPSI WIDYA PITA LOKA E PERFORMA PRODUKSI TELUR PUYUH (Coturnix coturnix japonica) YANG DIBERI RANSUM MENGANDUNG BUNGKIL INTI SAWIT SKRIPSI WIDYA PITA LOKA E10013084 FAKULTAS PETERNAKAN UNIVERSITAS JAMBI 2017 PERFORMA PRODUKSI

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Jagung manis merupakan salah satu jenis jagung yang mulai dikembangkan dalam sekala luas. Jagung manis memiliki banyak manfaat sebagai makanan tambahan, sayuran, bahan

Lebih terperinci

Pengaruh Lumpur Sawit Fermentasi dalam Ransum Terhadap Performa Ayam Kampung Periode Grower

Pengaruh Lumpur Sawit Fermentasi dalam Ransum Terhadap Performa Ayam Kampung Periode Grower Jurnal Peternakan Sriwijaya Vol. 4, No. 2, Desember 2015, pp. 41-47 ISSN 2303 1093 Pengaruh Lumpur Sawit Fermentasi dalam Ransum Terhadap Performa Ayam Kampung Periode Grower F.N.L. Lubis 1*, S. Sandi

Lebih terperinci

PEMODELAN VARIABEL-VARIABEL PENGELUARAN RUMAH TANGGA UNTUK KONSUMSI TELUR ATAU SUSU DI KABUPATEN MAGELANG MENGGUNAKAN REGRESI TOBIT

PEMODELAN VARIABEL-VARIABEL PENGELUARAN RUMAH TANGGA UNTUK KONSUMSI TELUR ATAU SUSU DI KABUPATEN MAGELANG MENGGUNAKAN REGRESI TOBIT PEMODELAN VARIABEL-VARIABEL PENGELUARAN RUMAH TANGGA UNTUK KONSUMSI TELUR ATAU SUSU DI KABUPATEN MAGELANG MENGGUNAKAN REGRESI TOBIT SKRIPSI Disusun Oleh : VILIYAN INDAKA ARDHI 24010211140090 JURUSAN STATISTIKA

Lebih terperinci

STUDI KELAYAKAN USAHA TERNAK SAPI PERAH RAKYAT DI WILAYAH KABUPATEN BOGOR OLEH AGITA KIRANA PUTRI H

STUDI KELAYAKAN USAHA TERNAK SAPI PERAH RAKYAT DI WILAYAH KABUPATEN BOGOR OLEH AGITA KIRANA PUTRI H STUDI KELAYAKAN USAHA TERNAK SAPI PERAH RAKYAT DI WILAYAH KABUPATEN BOGOR OLEH AGITA KIRANA PUTRI H14104071 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 RINGKASAN

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kelas : Crustacea. Ordo : Decapoda. Webster et al., (2004), menyatakan bahwa lobster merupakan udang air tawar

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kelas : Crustacea. Ordo : Decapoda. Webster et al., (2004), menyatakan bahwa lobster merupakan udang air tawar II. TINJAUAN PUSTAKA A. Biologi Lobster Air Tawar Menurut Holthuis (1949) dan Riek (1968), klasifikasi lobster air tawar adalah sebagai berikut : Filum : Arthropoda Kelas : Crustacea Ordo : Decapoda Famili

Lebih terperinci

Gambar 1. Mencit Putih (M. musculus)

Gambar 1. Mencit Putih (M. musculus) TINJAUAN PUSTAKA Mencit (Mus musculus) Mencit (Mus musculus) merupakan hewan mamalia hasil domestikasi dari mencit liar yang paling umum digunakan sebagai hewan percobaan pada laboratorium, yaitu sekitar

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. kebutuhan zat makanan ternak selama 24 jam. Ransum menjadi sangat penting

PENDAHULUAN. kebutuhan zat makanan ternak selama 24 jam. Ransum menjadi sangat penting 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ransum merupakan campuran bahan pakan yang disusun untuk memenuhi kebutuhan zat makanan ternak selama 24 jam. Ransum menjadi sangat penting dalam pemeliharaan ternak,

Lebih terperinci

ANALISIS POTENSI TENAGA KERJA DALAM KELUARGA UNTUK PENGEMBANGAN USAHATERNAK SAPI PERAH DI KECAMATAN LEMBANG KABUPATEN BANDUNG

ANALISIS POTENSI TENAGA KERJA DALAM KELUARGA UNTUK PENGEMBANGAN USAHATERNAK SAPI PERAH DI KECAMATAN LEMBANG KABUPATEN BANDUNG ANALISIS POTENSI TENAGA KERJA DALAM KELUARGA UNTUK PENGEMBANGAN USAHATERNAK SAPI PERAH DI KECAMATAN LEMBANG KABUPATEN BANDUNG SKRIPSI AYU PRIHARDHINI SEPTIANINGRUM PROGRAM STUDI SOSIAL EKONOMI PETERNAKAN

Lebih terperinci

KADAR KOLESTEROL SERUM DARAH AYAM PETELUR YANG DIBERI AIR REBUSAN DAUN SIRIH SKRIPSI TEFI HARUMAN HANAFIAH

KADAR KOLESTEROL SERUM DARAH AYAM PETELUR YANG DIBERI AIR REBUSAN DAUN SIRIH SKRIPSI TEFI HARUMAN HANAFIAH KADAR KOLESTEROL SERUM DARAH AYAM PETELUR YANG DIBERI AIR REBUSAN DAUN SIRIH SKRIPSI TEFI HARUMAN HANAFIAH PROGRAM STUDI ILMU NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan budidaya ayam arab di Indonesia semakin pesat hal ini

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan budidaya ayam arab di Indonesia semakin pesat hal ini 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan budidaya ayam arab di Indonesia semakin pesat hal ini disebabkan kesadaran masyarakat akan kebutuhan protein hewani, serta diterapkannya teknologi modern.

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Populasi ternak sapi di Sumatera Barat sebesar 252

PENDAHULUAN. Populasi ternak sapi di Sumatera Barat sebesar 252 PENDAHULUAN Usaha pengembangan produksi ternak sapi potong di Sumatera Barat selalu dihadapi dengan masalah produktivitas yang rendah. Menurut Laporan Dinas Peternakan bekerja sama dengan Team Institute

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Udang vannamei merupakan salah satu pilihan jenis udang yang dapat dibudidayakan di Indonesia. Udang vannamei masuk ke Indonesia pada tahun 2001 dan pada bulan Mei 2002

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada saat ini pengembangan di bidang peternakan dihadapkan pada masalah kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. Pada saat ini pengembangan di bidang peternakan dihadapkan pada masalah kebutuhan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada saat ini pengembangan di bidang peternakan dihadapkan pada masalah kebutuhan pakan, yang mana ketersedian pakan khususnya untuk unggas harganya dipasaran sering

Lebih terperinci

KAJIAN PENGOLAHAN JERAMI PADI SECARA KIMIA DAN BIOLOGI SERTA PENGARUHNYA TERHADAP PENAMPILAN SAPI PERANAKAN ONGOLE

KAJIAN PENGOLAHAN JERAMI PADI SECARA KIMIA DAN BIOLOGI SERTA PENGARUHNYA TERHADAP PENAMPILAN SAPI PERANAKAN ONGOLE KAJIAN PENGOLAHAN JERAMI PADI SECARA KIMIA DAN BIOLOGI SERTA PENGARUHNYA TERHADAP PENAMPILAN SAPI PERANAKAN ONGOLE TESIS Oleh : NURIANA Br SINAGA 097040008 PROGRAM STUDI ILMU PETERNAKAN PROGRAM PASCASARJANA

Lebih terperinci