BAB I PENDAHULUAN. dipakai dalam dunia usaha di Indonesia karena perseroan terbatas merupakan
|
|
- Sucianty Budiaman
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bentuk Perseroan Terbatas (PT) merupakan bentuk yang lazim dan banyak dipakai dalam dunia usaha di Indonesia karena perseroan terbatas merupakan asosiasi modal dan badan hukum yang mandiri. 1 Perseroan terbatas sebagai badan hukum sering digunakan sebagai institusi oleh seseroang untuk mencapai tujuannya dalam berusaha. 2 Perseroan terbatas sebagai salah satu pilar pembangunan perekonomian nasional perlu diberikan landasan hukum yang kuat untuk lebih memacu pembangunan nasional yang disusun sebagai usaha bersama berdasarkan asas kekeluargaan, dengan tetap memunculkan prinsip-prinsip keadilan dalam berusaha. 3 Oleh karena itulah Pemerintah bersama Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia mengundangkan Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas menggantikan Undang-undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas yang dipandang tidak sesuai lagi dengan perkembangan dunia usaha. Aktivitas pendirian Perseroan Terbatas merupakan langkah-langkah yang meliputi upaya untuk menemukan kesempatan bisnis apa yang akan dikembangkan. Hal tersebut merupakan analisis terhadap rencana bisnis yang 1 I. G. Rai Widjaya, Hukum Perusahaan Perseroan Terbatas, (Bekasi: Mega Poin, 2006), hal 1 2 Try Widiyono, Direksi Perseroan Terbatas Keberadaan, Tugas, Wewenang & Tanggung Jawab, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2005), hal. 9 3 Frans Satrio Wicaksono, Tanggung Jawab Pemegang Saham, Direksi, & Komisaris Perseroan Terbatas, (Jakarta: Visi Media, 2009), hal 2
2 telah dipilih untuk mendapatkan kepastian apakah suatu aktivitas bisnis tertentu itu memiliki kelayakan ekonomis apa tidak. 4 Perseroan terbatas disebut suatu badan usaha harus mempunyai ciri-ciri, antara lain harus mempunyai kekayaan sendiri, ada pemegang saham sebagai pemasok modal yang tanggung jawabnya tidak melebihi dari nilai saham yang diambilnya (modal yang disetor) dan harus ada pengurus yang terorganisir guna mewakili perseroan dalam menjalankan akivitasnya dalam lalu lintas hukum, baik diluar maupun didalam Pengadilan dan tidak bertanggung jawab secara pribadi terhadap perikatan-perikatan yang dibuat oleh perseroan terbatas. 5 Artinya bahwa badan usaha yang disebut perseroan terbatas harus menjadikan dirinya sebagai badan hukum, sebagai subjek hukum yang berdiri sendiri yang mampu mendukung hak dan kewajiban sebagaimana halnya dengan orang, yang mempunyai harta kekayaan tersendiri terpisah dari harta kekayaan para pendirinya, pemegang saham dan para pengurusnya. 6 Undang-undang Perseroan Terbatas Nomor 40 Tahan 2007 menyatakan dengan tegas di dalam Pasal 1 ayat (1) bahwa perseroan terbatas adalah badan hukum. Dengan demikian, kedudukan perseroan terbatas sebagai badan hukum terjadi karena Undang-undang dengan tegas menyatakan demikian. 7 Perseroan terbatas memiliki status sebagai badan hukum (legal entity) dengan penekanan sebagai persekutuan modal. Ini berarti perseroan terbatas 4 Tri Budiyono, Hukum Perusahaan Telaah Yuridis terhadap Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, (Salatiga: Griya Media, 2011), hal 36 5 Agus Budiarto, Kedudukan Hukum dan Tanggungjawab Pendiri Perseroan Terbatas, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2009) hal Ibid, hal 20 7 Agus Budiarto, op.cit, hal 21
3 merupakan subjek hukum, namun bersifat artificial. Sama seperti halnya subjek hukum orang perseorangan, badan hukum memiliki sifat dapat melakukan perbuatan hukum yaitu perbuatan yang dapat menimbulkan hak dan kewajiban, dapat dituntut maupun menuntut dimuka pengadilan. 8 Modal merupakan faktor yang sangat penting artinya, bukan saja sebagai salah satu sarana untuk meraih keuntungan dalam kegiatan usaha perseroan terbatas, namun juga sangat penting artinya bagi eksistensi, kelangsungan kehidupan maupun pengembangan perseroan terbatas sebagai organisasi ekonomi. Bagaimanapun modal adalah sarana untuk meraih laba yang sebesar-besarnya, sedangkan laba adalah tujuan dari kegiatan usaha perseroan yang nantinya dibagibagikan kepada pemegang saham dalam bentuk dividen. 9 Perseroan terbatas pada umumnya mempunyai kemampuan untuk mengembangkan diri, mampu mengadakan kapitalisasi modal dan sebagai wahana yang potensial untuk memperoleh keuntungan baik bagi instansinya sendiri maupun bagi para pendukungnya (pemegang saham). Oleh karena itu, bentuk badan perseroan terbatas usaha ini sangat diminati oleh masyarakat. 10 Pada saat perseroan terbatas didirikan, pendiri adalah pemegang saham yang pertama dialah sebenarnya pemasok modal pertama yang menjadikan perseroan terbatas mempunyai kekayaan sendiri. 11 Pendiri yang dimaksud adalah orang yang mengambil bagian dengan sengaja (intention) untuk mendirikan perseroan yang selanjutnya melakukan 8 Tri Budiyono, op.cit, hal Agus Budiarto, op.cit. hal Ibid, hal 1 11 Ibid, hal 8
4 langkah-langkah penting untuk mewujudkan pendirian perseroan, sesuai dengan syarat yang ditentukan perundang-undangan. 12 Berhubung dasarnya menggunakan perjanjian, maka tidak dapat dilepaskan dari syarat-syarat yang ditetapkan Pasal 1320 Kitab Undang-undang Hukum Perdata dan asas-asas lainnya. 13 Dalam perseroan terbatas modal dibagi dalam 3 (tiga) pengertian, yaitu apa yang dinamakan dengan: Modal dasar (Statutaire Capitaal/ Statute Capitaal); 2. Modal ditempatkan (Geplaats Capitaal/ Authorised Capitaal); 3. Modal disetor (Gestort Capitaal/ Paid Capitaal). Modal dasar (Statutaire Capitaal/ Statute Capitaal) adalah jumlah modal yang ditetapkan dalam anggaran dasar perseroan terbatas. Jumlah modal ini harus habis terbagi dalam nominal saham yang dikeluarkan oleh perseroan. Dengan demikian, modal dasar sejatinya terdiri atas akumulasi dari seluruh saham perseroan. 15 Modal ditempatkan (Geplaats Capitaal/ Authorised Capitaal) adalah jumlah modal saham yang telah diambil baik oleh pendiri maupun orang lain dan karenanya telah terjual, tetapi harga modal tersebut belum dibayar secara penuh. 12 Orinton Purba, Petunjuk Praktis Bagi RUPS, Komisaris dan Direksi Perseroan Terbatas Agar Terhindar Dari Jerat Hukum, (Jakarta: Raih Asa Sukses, 2012), hal Gatot Supramono, Hukum Perseroan Terbatas Yang Baru, (Jakarta: Djambatan, 1996), hal.3 14 Rudhi Prasetya, Teori & Praktik Perseroan Terbatas, (Jakarta: Sinar Grafika, 2011), hal Tri Budiono, op.cit, hal. 77
5 Oleh karenanya, orang yang telah mengambil saham ini mempunyai kewajiban untuk menyetor ke perseroan sejumlah harga saham yang diambilnya tersebut. 16 Pengertian dari modal yang disetor (Gestort Capitaal/ Paid Capitaal) adalah modal yang telah dipenuhi kewajiban penyetorannya. Artinya dikatakan disini, bahwa modal pada saat perseroan didirikan, para pendiri sudah harus memenuhi dan merekalah pertama kali yang memberikan modal pada perseroan yang didirikannya itu. 17 Modal dasar perseroan terdiri atas seluruh nilai nominal saham jelas kiranya bahwa Undang-undang menentukan bahwa modal dasar perseroan harus berupa saham-saham. Dengan demikian, maka saham adalah merupakan modal dari perseroan. 18 Saham yang telah dibayar penuh kepada perseroan yang menjadi penyertaan atau penyetoran saham riil yang telah dilakukan, baik oleh pendiri maupun para pemegang saham perseroan. Modal ditempatkan dan disetor penuh tersebut dibuktikan dengan bukti penyetoran yang sah. 19 Tidak jarang pada awal pendirian perseroan pemegang saham mangkir dari kewajibannya menyetor modal kepada perseroan sesuai dengan akta pendirian. Padahal, setiap pemegang saham harus menyetorkan modal secara penuh sesuai dengan jumlah saham yang dimiliki. Modus yang umumnya digunakan adalah 16 Ibid 17 Agus Budiarto, Op.Cit, hal Agus Budiarto, op.cit. hal Jamin Ginting, Hukum Perseroan Terbatas (Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007), (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2007), hal. 56
6 dengan memalsukan bukti setoran modal pada saat perseroan dalam proses untuk mendapatkan pengesahan perseroan dari Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia. Modus lainnya, pada awal pendirian, pemegang saham menyetorkan modal ke perseroan, tetapi setelah mendapat persetujuan dari Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, modal tersebut ditarik kembali dan digunakan untuk kepentingan pribadi. 20 Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2014 Tentang Tata Cara Pengajuan Permohonan Pengesahan Badan Hukum dan Persetujuan Perubahan Anggaran Dasar Serta Penyampaian Pemberitahuan Perubahan Anggaran Dasar dan Perubahan Data Perseroan Terbatas dalam Pasal 13 ayat (3) huruf c menyebutkan bahwa bukti setor modal Perseroan berupa: 1. Fotokopi slip setoran atau fotokopi surat keterangan bank atas nama Perseroan atau rekening bersama atas nama para pendiri atau asli surat pernyataan telah menyetor modal Perseroan yang ditandatangani oleh semua anggota Direksi bersama-sama semua pendiri serta semua anggota dewan komisaris Perseroan, jika setoran modal dalam bentuk uang; Maksud dari pengertian diatas bahwa para pendiri dapat membuat surat pernyataan telah menyetor modal yang nantinya dilampirkan dalam Akta pendirian perseroan terbatas. Artinya selama mengajukan pengesahan badan hukum perseroan hal tersebut dapat berlaku setelah membuat surat pernyataan telah menyetor modal ke perseroan terbatas yang akan didirikan. 20 Orinton Purba, Op. Cit, hal. 54
7 Jadi dengan hanya membuat surat pernyataan tetapi tidak melampirkan bukti penyetoran yang sah pada saat pengajuan pengesahan badan hukum perseroan dapat berlaku karena pendiri yang telah berjanji tersebut telah membuat surat pernyataan telah menyetorkan modal ke perseroan terbatas. Penyetoran setiap bagian dari modal saham yang diambil bagiannya oleh para pendiri perseroan dilakukan dengan uang tunai, namun apabila salah satu dari pemegang saham lalai menyetorkan modal maka sipendiri tersebut tetap wajib menyetorkan saham tersebut karena dasar dari didirikannya perseroan terbatas adalah perjanjian. Kelalaian penyetoran modal yang dimaksud disini adalah bahwa salah satu pendiri yang telah membuat surat pernyataan telah menyetor modal tetapi kenyataannya dia tidak menyetorkan modal seperti yang telah dibuatnya. Slip setoran atau keterangan bank atas nama perseroan atau rekening bersama atas nama para pendiri atau pernyataan telah menyetor modal perseroan yang ditandatangani oleh semua anggota direksi bersama-sama semua pendiri serta semua anggota Dewan Komisaris Perseroan, jika setoran modal dalam bentuk uang. Perjanjian yang dibuat dalam akta resmi, perjanjian tersebut dapat dipaksakan pelaksanaannya apakah orang yang diberi janji itu telah memberi suatu prestasi atau tidak. 21 Dalam hal ini pendiri tersebut telah melakukan wanprestasi karena lalai tidak menyetorkan modal padahal pendiri tersebut telah membuat surat pernyataan telah menyetorkan modal. 21 S. B. Marsh dan J. Soulsby, Hukum Perjanjian, (Bandung: Alumni, 2006), hal 103
8 Apabila atas perjanjian yang disepakati terjadi pelanggaran, maka dapat diajukan gugatan wanprestasi, karena ada hubungan kontraktual antara pihak yang menimbulkan kerugian dan pihak yang menderita kerugian. Tujuan gugatan wanprestasi adalah untuk menempatkan penggugat pada posisi seandainya perjanjian tersebut terpenuhi. 22 Pendiri tersebut telah lalai menyetorkan modal maka ia harus mengganti kerugian yang telah dibuatnya. Seseorang dianggap wanprestasi dalam suatu perjanjian dan dapat dikatakan wanprestasi, jika: 1. tidak melakukan apa yang dijanjikan; 2. melakukan apa yang dijanjikan tetapi terlambat; 3. melakukan apa yang dijanjikan, tetapi tidak sebagaimana mestinya; atau 4. melakukan apa yang seharusnya tidak boleh dilakukan berdasarkan perjanjian. Untuk permasalahan dalam kelalaian pendiri dalam penyetoran modal perseroan termasuk dalam tidak melakukan apa yang telah dijanjikan. Hal tersebut telah dibuktikan bahwa ia telah membuat pernyataan telah menyetor modal tetapi dia tidak melaksanakannya. Pasal 1365 dan Pasal 1366 Kitab Undang-undang Hukum Perdata menyatakan bahwa Tiap perbuatan melanggar hukum, yang membawa kerugian kepada seorang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut. Setiap orang bertanggungjawab tidak saja untuk kerugian yang disebabkan perbuatannya, tetapi juga untuk kerugian yang disebabkan kelalaian atau kurang hati-hatinya. 22 Suharnoko, Hukum Perjanjian Teori dan Analisa Kasus, (Jakarta: Prenada Media, 2004), hal 115
9 Undang-undang Perseroan Terbatas Nomor 40 Tahun 2007 Pasal 32 ayat (1) ditentukan dengan tegas bahwa suatu perseroan terbatas harus mempunyai modal dasar minimum sebesar Rp ,- (limapuluh juta rupiah). Dari modal tersebut, paling sedikit 25% (duapuluhlima persen) sudah harus ditempatkan dan disetor penuh seperti yang dinyatakan dalam Pasal 33 ayat (1). 23 Modal ditempatkan dan disetor penuh tersebut harus dibuktikan dengan bukti penyetoran yang sah. Dalam penjelasan Pasal 33 ayat (2) tersebut dikatakan bahwa yang dimaksud dengan bukti penyetoran yang sah antara lain berupa bukti setoran pemegang saham ke dalam rekening bank atas nama perseroan, data dari laporan keuangan yang telah diaudit oleh akuntan, atau neraca perseroan yang ditandatangani oleh direksi dan dewan komisaris. 24 Pasal 12 dan penjelasannya Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas menyebutkan bahwa: Perbuatan hukum yang berkaitan dengan kepemilikan saham dan penyetorannya yang dilakukan oleh calon pendiri sebelum perseroan didirikan, harus dicantumkan dalam akta pendirian. Maksud perbuatan hukum itu sendiri antara lain perbuatan hukum yang dilakukan oleh calon pendiri dengan pihak lain yang akan diperhitungkan dengan kepemilikan dan penyetoran saham calon pendiri dalam perseroan. Perseroan terbatas didirikan minimal dua orang atau lebih. Sementara salah seorang pendiri telah menyetorkan modal perseroan maka modal tersebut tetap menjadi saham atas namanya. Pendiri yang telah menyetorkan modalnya menjadi tanggung jawabnya sendiri. 23 Ibid, hal Ibid, hal 78
10 Kekayaan ini dimulai dengan perolehannya dari para pendiri yang telah mengambil saham dengan kewajiban untuk menyetor sejumlah uang sebesar nilai saham yang telah diambilnya itu. Karenanya pada setiap saham yang dicantumkan jumlah uang yang merupakan nilai nominal saham tersebut. 25 Modal yang sudah terkumpul dalam perseroan yang dikumpulkan dengan susah payah itu, perlu dijaga dan dilindungi. Prinsip perlindungan modal dan kekayaan perseroan ini diwujudkan antara lain dalam ketentuan mengenai larangan bagi perseroan untuk mengeluarkan saham untuk dimiliki sendiri atau oleh anak perusahaannya dan pembatasan tertentu untuk perseroan membeli sahamnya kembali. 26 Berdasarkan latar belakang tersebut diatas maka dilakukan penelitian tesis dengan judul Aspek Hukum Kelalaian Menyetorkan Modal Dalam Proses Pendirian Perseroan Terbatas Dan Akibat Hukumnya. B. Perumusan Masalah Berdasarkan uraian diatas, dapat dirumuskan pokok permasalahan yang akan diteliti dan dibahas secara lebih mendalam pada penelitian ini sebagai berikut: 1. Bagaimana pengaturan hukum atas penyetoran modal Perseroan Terbatas yang dilakukan pendiri dengan hanya menyerahkan pernyataan untuk menyetorkan modal saham? 2. Bagaimana akibat hukumnya jika pendiri yang memberikan pernyataan menyetorkan modal ternyata lalai atau tidak bisa menyetorkan uang tunai untuk Perseroan Terbatas yang didirikan tersebut? 25 Ibid, hal Abdul Muis, Hukum Persekutuan & Perseroan, (Medan: Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, 2006), hal. 153
11 3. Bagaimana perlindungan hukum terhadap pendiri lain yang sudah menyetorkan modalnya secara tunai? C. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian dalam penulisan tesis ini adalah: 1. Untuk mengetahui ketentuan Perundang-undangan mengenai penyetoran modal saham pada saat pendirian perseroan terbatas, khususnya penyetoran yang dilakukan dengan pernyataan untuk menyetor modal. 2. Untuk mengetahui akibat hukum apabila pendiri ternyata tidak menyetorkan modal sahamnya setelah adanya pernyataan akan menyetorkan modal. 3. Untuk mengetahui ketentuan-ketentuan Perundang-undangan yang dapat dijadikan dasar hukum bagi perlindungan terhadap pendiri perseroan terbatas yang telah melakukan penyetoran modal tunai ke kas perseroan terbatas. D. Manfaat Penelitian Tujuan dari penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat baik secara teoritis maupun secara praktis, yaitu: a. Manfaat Teoritis Hasil penelitian ini dapat dijadikan bahwa kajian lebih lanjut bagi para akedimisi maupun masyarakat umum dan dapat memberi manfaat guna menambah khasanah ilmu hukum secara umum dan hukum perseroan terbatas secara khusus yang diharapkan dapat memberikan masukan bagi penyempurnaan peraturan dalam masalah peseroan terbatas khususnya mengenai penyetoran modal dalam pendirian perseroan terbatas.
12 b. Manfaat Praktis Pembahasan tesis ini diharapkan dapat bermanfaat bagi pihak-pihak yang ingin mendirikan perseroan terbatas dan pengembangan pengetahuan penyetoran modal dalam perseroan terbatas. E. Keaslian Penelitian Berdasarkan hasil penelusuran terhadap judul penelitian tesis yang ada pada khususnya Program Magister Kenotarian Sekolah Pasca Sarjana penelitian dengan judul Aspek Hukum Kelalaian Menyetorkan Modal Dalam Proses Pendirian Perseroan Terbatas dan Akibat Hukumnya belum pernah dilakukan, tetapi penelitian yang pernah dilakukan sebelumnya adalah: 1. Penelitian atas nama Aini Halim dengan judul Analisis Pengenaan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) Atas Inbreng Pendirian Perseoan Terbatas, dengan pokok permasalahan dalam penelitian tersebut adalah: a. Bagaimana proses hukum inbreng tanah dan/atau bagunan ke dalam pendirian Perseroan Terbatas? b. Bagaimana status hukum atas tanah dan/atau bangunan setelah diinbrengkan ke dalam pendirian perseroan terbatas? c. Bagaimana Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) atas perolehan hak karena diinbrengkan tanah dan/atau bangunan ke dalam pendirian perseroan terbatas?
13 Penelitian ini berbeda dari penelitian-penelitian yang ada, khususnya dari penelitian-penelitian sebagaimana disebutkan diatas. Oleh karena itu dalam penelitian ini secara spesifik lebih membahas mengenai Kelalaian Penyetoran Modal Yang Dilakukan Oleh Pendiri Perseroan Terbatas dan Akibat Hukumnya. Berdasarkan penelusuran tersebut maka dapat dipastikan penelitian ini dapat dijamin keasliannya dan dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah. F. Kerangkan Teori dan Konsepsi 1. Kerangka Teori Teori hukum yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori hukum perjanjian. Suatu perjanjian adalah semata-mata suatu persetujuan yang diakui oleh hukum. Persetujuan ini merupakan kepentingan yang pokok dalam dunia usaha dan kebanyakan transaksi dagang termasuk pembentukan organisasi usaha. 27 Bahwa 2 (dua) orang atau lebih yang akan mengadakan perjanjian akan memenuhi setiap prestasi yang diadakan dikemudian hari. Terbentuknya perjanjian tergantung pada kepercayaan atau pengharapan yang muncul dari pihak lawan sebagai akibat dari pernyataan yang diungkapkan. Perjanjian merupakan salah satu sumber perikatan, sebagaimana diatur dalam Pasal 1234 Kitab Undang-undang Hukum Perdata yang menyebutkan bahwa tiaptiap perikatan adalah untuk memberikan sesuatu, untuk berbuat sesuatu atau tidak berbuat sesuatu S. B. Marsh dan J. Soulsbby, op.cit., hal Herlien Budiono, Ajaran Umum Hukum Perjanjian dan Penerapannya di Bidang Kenotariatan, (Bandung: Citra Aditya, 2010), hal 79
14 Berdasarkan Pasal 7 ayat Undang-undang Perseroan Terbatas yang berbunyi sebagai berikut: (1) Perseroan didirikan oleh 2 (dua) orang atau lebih dengan akta Notaris yang dibuat dalam bahasa Indonesia. (2) Setiap pendiri Perseroan wajib mengambil bagian saham pada saat Perseroan didirikan. Berdasarkan Pasal diatas, dapat dikatakan bahwa untuk mendirikan suatu Perseroan Terbatas haruslah dipenuhi unsur-unsur sebagai berikut: 29 a. Adanya dua orang atau lebih untuk mendirikan perseroan. b. Ada pernyataan kehendak dari pendiri untuk persetujuan mendirikan perseroan dengan mewajibkan setiap pendiri mengambil bagian saham pada saat perseroan didirikan. c. Perjanjian pendirian perseroan tersebut dinyatakan di hadapan Notaris dalam bentuk akta pendirian berbahasa Indonesia yang sekaligus membuat Anggaran Dasar perseroan. Sejak ditandatangani akta pendirian perseroan oleh para pendirinya, maka perseroan telah berdiri dan hubungan antara pendiri adalah hubungan kontraktual karena perseroan belum mempunyai status badan hukum. 30 Agar suatu kontrak atau perjanjian mengikat para pihak, menurut Pasal 1320 Kitab Undang-undang Hukum Perdata, harus dipenuhi 4 (empat) persyaratan utama, yaitu: a. Sepakat mereka mengikatkan dirinya. b. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan. c. Perikatan harus mengenai sesuatu hal tertentu. d. Perikatan harus mengenai sesuatu hal yang tidak bertentangan dengan hukum. 29 Ibid, hal Ibid, hal 34
15 Pihak-pihak yang berjanji tersebut harus bermaksud supaya perjanjian yang mereka buat itu mengikat secara sah. Pengadilan harus yakin tentang maksud mengikat secara sah itu. Mengikat secara sah artinya perjanjian itu menimbulkan hak dan kewajiban bagi pihak-pihak yang diakui oleh hukum. 31 Apabila salah seorang pendiri tidak menyetorkan modal sebagaimana yang telah dibuat dalam surat pernyataan telah menyetorkan modal maka pendiri tersebut dikatakan wanprestasi. Wanprestasi adalah pelaksanaan kewajian yang tidak tepat pada waktunya atau dilakukan tidak menurut selayaknya. Apabila dalam melakukan pelaksanaan prestasi perjanjian telah lalai sehingga terlambat dari jadwal waktu yang ditentukan atau dalam melaksanakan prestasi tidak menurut sepatutnya atau selayaknya. 32 Akibat yang timbul dari wanprestasi adalah keharusan bagi debitur membayar ganti rugi. 33 Artinya pendiri yang telah membuat surat penyataan telah menyetorkan modal harus menyetorkan modal sebagaimana yang telah ia janjikan. Teori sistem hukum dalam hukum perjanjian dipandang tepat dalam menyelesaikan masalah penelitian ini dengan beberapa alasan, yaitu: 1. Menyetor modal dalam pendirian perseroan terbatas merupakan kewajiban para pendiri perseroan dari yang tertuang dalam akta yang dibuat Notaris tentang perjanjian pendirian perseroan. 31 S.B. Marsh dan J. Soulsby, Op.Cit M. Yahya Harahap, (2), (Bandung: Alumni, 1986) (1), hal Ibid
16 2. Sejak para pendiri menandatangani perjanjian pendirian perseroan terbatas dihadapan Notaris, maka berdasarkan asas abligatoir, maka sejak saat itu telah lahir kewajiban mutlak menyetorkan modal. 3. Apabila pendiri tidak melakukan (lalai) penyetoran mutlak saham pada saat perseroan akan disahkan, maka yang terjadi adalah wanprestasi dari pendiri yang bersangkutan terhadap kewajiban pendirian perseroan terbatas sebagaimana dalam akta pendirian perseroan terbatas yang dibuat oleh Notaris. 4. Berdasarkan pasal 1 ayat (1) Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas adalah Perseroan Terbatas, yang selanjutnya disebut Perseroan, adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam Undang-Undang ini serta peraturan pelaksanaannya. Dengan demikian bahwa dasar hubungan hukum para pendiri perseroan terbatas (pemegang saham) adalah perjanjian pendirian perseroan. Berdasarkan alasan-alasan tersebut diatas maka kelalaian pendiri dalam menyetorkan modal sebagai fokus penelitian ini sangat tepat sehingga perbuatan wanprestasi adalah tindakan dalam lingkup hukum perdata (perjanjian). Maka teori hukum yang digunakan adalah teori-teori dalam hukum perjanjian. Selain itu teori yang dapat digunakan adalah teori kontrak (Contract Teory) yang mengatakan bahwa, perseroan sebagai badan hukum, dianggap merupakan
17 kontrak antara anggota-anggotanya pada satu segi dan antara anggota-anggota perseroan, yakni pemegang saham dengan pemerintah dari segi lain. 34 Teori ini sejalan dengan pandangan Pasal 1 angka 1 jo. Pasal 7 ayat (1) dan (3) Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. Menurut Pasal ini, perseroan sebagai badan hukum merupakan persekutuan modal yang didirikan berdasarkan perjanjian oleh pendiri dan/atau pemegang saham, yang terdiri sekurang-kurangnya 2 (dua) orang atau lebih. Selanjutnya menurut Pasal 7 ayat (4), agar perseroan diakui sah sebagai badan hukum, harus mendapat pengesahan dari pemerintah dalam hal ini Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Konsepsi Konsepsi merupakan gambaran bagaimana hubungan antara konsep-konsep yang akan diteliti. Salah satu cara untuk menjelaskan konsep-konsep tersebut adalah dengan membuat definisi. Definisi merupakan suatu pengertian yang relatif lengkap tentang suatu istilah dan definisi bertitik tolak pada referensi. 36 Terlihat jelas bahwa suatu konsepsi pada hakikatnya merupakan suatu pengarah atau pedoman yang lebih konkrit dari kerangka teoritis (tinjauan pustaka), yang seringkali masih bersifat abstrak. Namun demikian, suatu kerangka konsepsi belaka kadang-kadang dirasakan masih juga abstrak, sehingga 34 M. Yahya Harap, Hukum Perseroan Terbatas, (Jakarta: Sinar Grafika, 2011) (1), hal Ibid 36 Amiruddin dan H. Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2006), hal
18 diperlukan defenisi operasional yang akan menjadi pegangan konkrit didalam proses penelitian. 37 Dalam penelitian tesis ini, perlu kiranya didefenisikan beberapa pengertian tentang konsep-konsep guna menghindari kesalahpahaman atas berbagai istilah yang dipergunakan dalam penelitian ini, selanjutnya akan dijelaskan maksud dari istilah-istilah tersebut dalam suatu kerangka konsep. Untuk dapat menjawab permasalahan dalam penelitian tesis ini perlu didefenisikan beberapa konsep dasar dalam rangka menyamakan persepsi agar secara operasional dapat dibatasi ruang lingkup variable dan dapat diperoleh hasil penelitian yang sesuai dengan tujuan penelitian yang telah ditentukan, yaitu: a. Perseroan terbatas adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam Undang-undang ini serta peraturan pelaksanaannya. 38 b. Modal adalah modal perseroan sebagai modal pendiri karena jumlah modal yang disebut di dalam akta pendirian Perseroan Terbatas merupakan suatu jumlah maksimum sampai jumlah mana dapat dikeluarkan surat-surat saham Satjipto Raharjo, Ilmu Hukum, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2000), hal Pasal 1 Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas 39 Agus Budiarto, op.cit. hal 43
19 c. Modal disetor adalah modal yang telah diambil (baik oleh pendiri maupun orang lain) dan harga saham tersebut telah disetorkan ke kas perseroan. 40 d. Saham adalah bagian pemegang saham di dalam perusahaan, yang dinyatakan dengan angka dan bilangan tertulis pada surat saham yang dikeluarkan oleh Perseroan. 41 e. Wanprestasi adalah pelaksanaan kewajiban yang tidak tepat pada waktunya atau dilakukan tidak menurut selayaknya. Apabila dalam melakukan pelaksanaan prestasi perjanjian telah lalai sehingga terlambat dari jadwal waktu yang ditentukan atau dalam melaksanakan prestasi tidak menurut sepatutnya atau selayaknya. 42 f. Perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih. Mengenai perjanjian ini menegaskan bahwa akta Notaris mutlak untuk adanya suatu Perseroan Terbatas. G. Metode Penelitian Metode (Inggris: method, Latin: methodus, Yunani: methodos-meta berarti sesudah, diatas, sedangkan hodos, berarti suatu jalan, suatu cara). Mula-mula metode diartikan secara harfiah sebagai suatu jalan yang harus ditempuh, menjadi penyelidikan atau penelitian berlangsung menurut suatu rencana tertentu Tri Budiyono, op.cit. hal Ibid, hal M. Yahya Harahap, (2), hal Johny Ibrahim, Teori & Metodologi Penelitian Hukum Normatif, (Malang: Bayu Media Publishing, 2008), hal 25-26
20 Penelitian hukum merupakan suatu kegiatan ilmiah yang didasarkan pada metode, sistematika dan pemikiran tertentu yang bertujuan untuk mempelajari satu atau beberapa gejala hukum tertentu dengan jalan menganalisanya, disamping itu juga diadakan pemeriksaan yang mendalam terhadap fakta hukum tersebut, untuk kemudian mengusahakan suatu pemecahan atas permasalahanpermasalahannya yang timbul di dalam gejala yang bersangkutan Jenis Penelitian dan Metode Pendekatan Jenis penelitian yang digunakan dalam adalah tesis ini adalah penelitian yurisdis normatif atau penelitian hukum doktrinal yaitu penelitian hukum yang menggunakan sumber data sekunder atau data yang diperoleh melalui bahanbahan pustaka dengan meneliti sumber-sumber bacaan yang relevan dengan tema penelitian, meliputi penelitian terhadap asas-asas hukum, sumber-sumber hukum, teori hukum, buku-buku, peraturan Perundang-undangan yang bersifat teoritis ilmiah serta dapat menganalisa permasalahan yang dibahas. 45 Penelitian hukum normatif atau penelitian doktrinal dikonsepkan sebagai apa yang tertulis didalam peraturan Perundang-undangan (law in the books) atau hukum yang dikonsepkan sebagai kaidah atau norma yang merupakan patokan berprilaku manusia yang dianggap pantas. 46 Penelitian hukum doktrinal dilakukan dengan cara melakukan pengumpulan peraturan perundang-undangan. Peraturan tersebut dikumpulkan dengan cara mengkoleksi publikasi-publikasi dan dokumen-dokumen yang mengandung 44 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta: UI Pers, 2007), hal Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, (Jakarta: Rajawali Pers, 2010), hal Muslan Abdurrahman, Sosiologi dan Metode Pelitian Hukum, (Malang: UMM Press, 2009), hal. 127
21 peraturan-peraturan hukum positif. Setelah bahan-bahan tersebut terkumpul, kemudian diklarifikasi secara sistematis untuk melakukan inventarisasi data sebagai bahan perpustakaan saat melakukan penelitian serta mengacu pada normanorma hukum yang terdapat dalam peraturan Perundang-undangan di Indonesia. 47 Penelitian ini menggunakan metode pendekatan Perundang-undangan (statute aprroach) yang dilakukan dengan mencari dan menelaah semua peraturan Perundang-undangan dan regulasi yang bersangkut paut dengan isu hukum yang sedang ditangani. Oleh karena itu untuk memecahkan suatu isu hukum harus menelusuri berbagai produk Perundang-undangan. 48 Dalam hal ini dilakukan studi pustaka yang segala sesuatunya berkaitan dengan pengaturan hukum mengenai Aspek Hukum Kelalaian Menyetorkan Modal Dalam Proses Pendirian Perseroan Terbatas Dan Akibat Hukumnya. 2. Sumber Data Penelitian Berhubung karena metode penelitian adalah penelitian hukum normatif maka sumber data dalam penelitian ini adalah data sekunder yang diperoleh dari bahan penelitian yang berupa bahan-bahan hukum, yang terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier, seperti: 49 a. Bahan Hukum Primer yaitu bahan-bahan hukum atau dokumen peraturan yang mengikat dan ditetapkan oleh pihak yang berwenang berupa bahan pustaka yang berisikan peraturan Perundang-undangan, yang antara lain terdiri dari: 47 Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum, (Jakarta: Rajawali Pers, 2011), hal Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, (Jakarta: Kencana, 2010), hal Ibid, hal
22 1. Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. 2. Undang-undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas. 3. Kitab Undang-undang Hukum Perdata. 4. Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2014 Tentang Tata Cara Pengajuan Permohonan Pengesahan Badan Hukum dan Persetujuan Perubahan Anggaran Dasar Serta Penyampaian Pemberitahuan Perubahan Anggaran Dasar dan Perubahan Data Perseroan Terbatas. 5. Undang-undang Nomor 13 Tahun 1985 tentang Bea Meterai 6. Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2000 tentang Perubahan Tarif Bea Meterai dan Besarnya Batas Pengenaan Harga Nominal yang Dikenakan Bea Meterai. b. Bahan hukum sekunder yaitu bahan-bahan yang erat kaitannya dengan bahan hukum primer berupa buku-buku yang berhubungan dengan objek yang diteliti. c. Bahan hukum tersier, yakni yang memberikan informasi lebih lanjut mengenai bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder seperti kamus hukum dan kamus besar Bahasa Indonesia. Selain data sekunder sebagai sumber data utama, dalam penelitian ini juga digunakan data pendukung yang diperoleh dari wawancara dengan pihak yang telah ditentukan sebagai informan yaitu Notaris Mauliddin Shatti, S.H di Kota Medan.
23 3. Teknik Pengumpulan Data Adapun untuk mendapatkan data yang diperlukan, pengumpulan data dilakukan melalui tahap-tahap penelitian antara lain sebagai berikut: a. Studi Kepustakaan (Library Research) Studi kepustakaan yaitu menghimpun data dari hasil penelaahan bahan pustaka atau data sekunder yang meliputi bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier. Untuk memperoleh data sekunder yang berupa bahan hukum primer, hukum sekunder dan hukum tersier dalam penelitian ini akan menggunakan alat penelitian studi dokumen/pustaka atau penelitian pustaka (library research) yaitu dengan cara mengumpulkan semua peraturan Perundang-undangan, dokumendokumen hukum dan buku-buku yang berkaitan dengan rumusan masalah penelitian. 50 b. Wawancara Hasil wawancara yang diperoleh akan digunakan sebagai data pendukung dalam penelitian ini. Data tersebut diperoleh dari pihak-pihak yang telah ditentukan sebagai informan yaitu Notaris Mauliddin Shatti, S.H di Kota Medan yang mengetahui permasalahan mengenai penyetoran modal dalam proses pendirian perseroan terbatas. 50 Mukti Fajar ND dan Yulianto Achmad, Dualisme Penelitian Hukum Normatif dan Empiris, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010), hal
24 4. Analisa Data Dalam suatu penelitian sebelumnya perlu disusun secara sistematis kemudian akan dianalisa dengan menggunakan prosedur logika ilmiah yang sifatnya kualitatif. Kualitatif berarti akan dilakukan analisa data yang bertitik tolak dari penelitian terhadap asas atau prinsip sebagaimana yang diatur didalam bahan hukum primer. 51 Semua data sekunder yang diperoleh dari penelitian kepustakaan (library research) kemudian disusun secara berurutan dan sistematis dan selanjutnya dianalisa dengan menggunakan metode kualitatif sehingga diperoleh gambaran secara menyeluruh tentang gejala dan fakta yang terdapat dalam masalah yang akan diteliti. Selanjutnya ditarik kesimpulan dengan menggunakan metode deduktif, yaitu cara berpikir yang dimulai dari hal-hal yang umum untuk selanjutnya menarik hal-hal yang khusus dengan menggunakan ketentuan berdasarkan pengetahuan umum seperti teori-teori, dalil-dalil atau prinsip-prinsip dalam bentuk proposisi-proposisi untuk menarik kesimpulan terhadap fakta-fakta yang bersifat khusus Zainuddin Ali, Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: Sinar Grafika, 2009), hal Mukti Fajar ND dan Yulianto Achmad, Op.Cit, hal 109
BAB II PROSES HUKUM INBRENG TANAH DAN/ATAU BANGUNAN KE DALAM PENDIRIAN PERSEROAN TERBATAS
BAB II PROSES HUKUM INBRENG TANAH DAN/ATAU BANGUNAN KE DALAM PENDIRIAN PERSEROAN TERBATAS A. Pemasukan Modal (Inbreng) Ke Dalam Pendirian Perseroan Terbatas Perseroan Terbatas adalah salah satu bentuk
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Perseroan terbatas merupakan salah satu bentuk Maskapai Andil Indonesia
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perseroan terbatas merupakan salah satu bentuk Maskapai Andil Indonesia yang ada di Indonesia. Bila kita liat pada KUHD perseroan terbatas tidak diatur secara terperinci
Lebih terperinciBAB II ASPEK HUKUM MENGENAI PERSEROAN TERBATAS DAN PENERAPAN ASAS PIERCING THE CORPORATE VEIL ATAS TANGGUNG JAWAB DIREKSI
BAB II ASPEK HUKUM MENGENAI PERSEROAN TERBATAS DAN PENERAPAN ASAS PIERCING THE CORPORATE VEIL ATAS TANGGUNG JAWAB DIREKSI A. Perseroan Terbatas sebagai Badan Hukum Dewasa ini Perseroan Terbatas merupakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Mengenai definisi perusahaan dapat ditemukan dalam Undang-Undang Nomor. 3 Tahun 1982 tentang Wajib Daftar Perusahaan.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Istilah perusahaan untuk pertama kalinya terdapat di dalam Pasal 6 KUHD yang mengatur mengenai penyelenggaraan pencatatan yang wajib dilakukan oleh setiap orang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Dalam dunia usaha yang memiliki persaingan usaha yang sangat ketat
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam dunia usaha yang memiliki persaingan usaha yang sangat ketat menuntut para pelaku ekonomi untuk mempertahankan usahanya. Pelaku usaha yang mengikuti trend
Lebih terperinciBAB II PERSEROAN TERBATAS SEBAGAI BADAN HUKUM PRIVAT. Dari kata Perseroan Terbatas dapat diartikan bahwa, kata Perseroan
BAB II PERSEROAN TERBATAS SEBAGAI BADAN HUKUM PRIVAT A. Pengertian Perseroan Terbatas Dari kata Perseroan Terbatas dapat diartikan bahwa, kata Perseroan berasal dari kata Sero", yang mempunyai arti Saham.
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN
BAB III METODE PENELITIAN Metode berasal dari bahasa Yunani, Methodos yang artinya adalah cara atau jalan. Dikaitkan dengan penelitian ilmiah, maka metode menyangkut masalah cara kerja, yaitu cara kerja
Lebih terperinciADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN. ditetapkan dalam undang-undang ini serta peraturan pelaksanaannya.
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Berdasarkan Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (selanjutnya disebut UU PT) definisi dari Perseroan Terbatas (selanjutnya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. guna tercapainya masyarakat adil dan makmur serta sejahtera. 1 Sesuai dengan Pasal
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bagi negara republik Indonesia yang sedang meningkatkan pembangunan di segala bidang menuju masyarakat adil dan makmur, pajak merupakan salah satu sumber penerimaan
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA nomor 1 tahun 1995 tentang PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA nomor 1 tahun 1995 tentang PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa peraturan tentang Perseroan Terbatas sebagaimana
Lebih terperinciBAB II PENYETORAN MODAL PERSEROAN TERBATAS MELALUI PERNYATAAN MENYETORKAN MODAL. A. Penyetoran Modal Pada Saat Pendirian Perseroan Terbatas
BAB II PENYETORAN MODAL PERSEROAN TERBATAS MELALUI PERNYATAAN MENYETORKAN MODAL A. Penyetoran Modal Pada Saat Pendirian Perseroan Terbatas Perseroan terbatas terdiri dari dua kata, yaitu perseroan dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Perseroan Terbatas, yang selanjutnya disebut Perseroan, adalah badan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perseroan Terbatas, yang selanjutnya disebut Perseroan, adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa peraturan tentang Perseroan Terbatas sebagaimana diatur dalam Kitab Undangundang
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa peraturan tentang Perseroan Terbatas sebagaimana
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Perseroan Terbatas Nomor 40 Tahun 2007 dapat diartikan. dalam undang-undang serta peraturan pelaksanaannya.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Awal mula masuknya peseroan terbatas dalam tatanan hukum Indonesia adalah melalui asas konkordasi, yaitu asas yang menyatakan bahwa peraturan yang berlaku di
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. melayani masyarakat yang ingin menabungkan uangnya di bank, sedangkan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Bank merupakan salah satu lembaga keuangan yang mempunyai peranan penting dalam masyarakat. Oleh karena itu hampir setiap orang pasti mengetahui mengenai peranan bank
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa peraturan tentang Perseroan Terbatas sebagaimana diatur dalam Kitab Undang-undang
Lebih terperinciLEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace dicabut: UU 40-2007 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 13, 1995 ( Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3587) UNDANG-UNDANG
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Jaminan atau agunan yang diajukan atau yang diberikan oleh debitur
9 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jaminan atau agunan yang diajukan atau yang diberikan oleh debitur kepada Bank berupa tanah-tanah yang masih belum bersertifikat atau belum terdaftar di Kantor Pertanahan.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Manusia di dalam kehidupannya mempunyai bermacam-macam kebutuhan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia di dalam kehidupannya mempunyai bermacam-macam kebutuhan dalam hidupnya. Kebutuhan itu berfungsi untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya. Oleh karena itu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Definisi Perseroan Terbatas (selanjutnya disebut Perseroan) menurut
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Definisi Perseroan Terbatas (selanjutnya disebut Perseroan) menurut Undang Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseoan Terbatas ( UUPT ) adalah badan hukum persekutuan
Lebih terperinciBAB II BADAN HUKUM PERSEROAN TERBATAS. pemegang sahamnya untuk mengalihkan perusahaannya kepada setiap orang
BAB II BADAN HUKUM PERSEROAN TERBATAS A. Defenisi Perseroan Terbatas Perseroan Terbatas (PT) merupakan bentuk usaha kegiatan ekonomi yang paling disukai saat ini, di samping karena pertanggungjawabannya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Peranan notaris..., E. Paramitha Sapardan, FH UI, hlm. 1. Universitas Indonesia
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perseroan dalam pengertian umum adalah perusahaan atau organisasi usaha. Sedangkan perseroan terbatas adalah salah satu bentuk organisasi usaha atau badan usaha yang
Lebih terperinciB A B II TINJAUAN PUSTAKA. Secara khusus badan usaha Perseroan Terbatas diatur dalam Undang-Undang No. 40 Tahun 2007
B A B II TINJAUAN PUSTAKA A. Perseroan Terbatas 1. Dasar Hukum Perseroan Terbatas Secara khusus badan usaha Perseroan Terbatas diatur dalam Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (UUPT),
Lebih terperinciAKIBAT HUKUM TERHADAP PERBUATAN-PERBUATAN PENDIRI SEBELUM PERSEROAN MEMPEROLEH PENGESAHAN BADAN HUKUM Oleh: Adem Panggabean BAB I PENDAHULUAN
AKIBAT HUKUM TERHADAP PERBUATAN-PERBUATAN PENDIRI SEBELUM PERSEROAN MEMPEROLEH PENGESAHAN BADAN HUKUM Oleh: Adem Panggabean A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Perseroan Terbatas (PT) sebelumnya diatur
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mempertahankan eksistensinya di dunia. Naluri self preservasi selalu. mengatasi bahaya-bahaya yang dapat mengancam eksistensinya.
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia memiliki naluri self preservasi yaitu naluri untuk mempertahankan eksistensinya di dunia. Naluri self preservasi selalu berhadapan dengan berbagai
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan satu macam
BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Pendekatan Masalah Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan satu macam pendekatan, yaitu pendekatan yuridis normatif. Penelitian hukum normatif adalah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. berinteraksi dengan alam kehidupan sekitarnya. 1. ketentuan yang harus dipatuhi oleh setiap anggota masyarakat.
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Manusia diciptakan oleh Allah SWT sebagai makhluk sosial, oleh karenanya manusia itu cenderung untuk hidup bermasyarakat. Dalam hidup bermasyarakat ini
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perseroan terbatas yang selanjutnya disebut sebagai perseroan adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa perekonomian nasional yang diselenggarakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. modal yang sehat, transfaran dan efisien. Peningkatan peran di bidang pasar
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu kebijakan dalam sektor ekonomi adalah pengembangan pasar modal yang sehat, transfaran dan efisien. Peningkatan peran di bidang pasar modal, merupakan suatu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. Tanggungjawab terbatas..., Ronald U.P. Sagala, FH UI, 2010.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Secara umum orang beranggapan bahwa tanggung jawab pemegang saham perseroan terbatas hanya terbatas pada saham yang dimilikinya. Menurut asasnya, dengan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kemudian diiringi juga dengan penyediaan produk-produk inovatif serta. pertumbuhan ekonomi nasional bangsa Indonesia.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kegiatan usaha di sektor jasa keuangan pada saat sekarang ini sedang mengalami perkembangan dan kemajuan, hal itu dapat terlihat dari besarnya antusias masyarakat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Penerapan business judgment..., Kanya Candrika K, FH UI, , TLN No. 4756, Pasal 1 angka 1.
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Perseroan Terbatas ( PT ) adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal
Lebih terperinciPENUNJUK UNDANG-UNDANG PERSEROAN TERBATAS
PENUNJUK UNDANG-UNDANG PERSEROAN TERBATAS 1 tahun ~ keharusan Perseroan menyesuaikan ketentuan Undang-undang ini Pada saat Undang-undang ini mulai berlaku, Perseroan yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan Badan Hukum Yayasan cukup pesat dalam masyarakat
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan Badan Hukum Yayasan cukup pesat dalam masyarakat Indonesia. Keberadaan yayasan pada dasarnya merupakan pemenuhan kebutuhan bagi masyarakat yang menginginkan
Lebih terperinciBentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 1 TAHUN 1995 (1/1995) Tanggal: 7 MARET 1995 (JAKARTA)
Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor: 1 TAHUN 1995 (1/1995) Tanggal: 7 MARET 1995 (JAKARTA) Sumber: LN 1995/13; TLN NO. 3587 Tentang: PERSEROAN TERBATAS Indeks: PRESIDEN REPUBLIK
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. Yogyakarta telah melaksankan ketentuan-ketentuan aturan hukum jaminan
BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif dengan pendekatan undang-undang (statute approach) yang dilakukan dengan menelaah semua undang-undang dan
Lebih terperinciBAB II BATASAN KRITERIA DIREKSI PERSEROAN TERBATAS DALAM MELAKSANAKAN DUTY OF LOYALTY DAN DUTY OF CARE BERDASARKAN UNDANG UNDANG NOMOR 40 TAHUN 2007
23 BAB II BATASAN KRITERIA DIREKSI PERSEROAN TERBATAS DALAM MELAKSANAKAN DUTY OF LOYALTY DAN DUTY OF CARE BERDASARKAN UNDANG UNDANG NOMOR 40 TAHUN 2007 A. Organ Organ Perseroan Terbatas 1. Rapat Umum Pemegang
Lebih terperinciPERTANGGUNGJAWABAN KOPERASI TIDAK TERDAFTAR SEBAGAI BADAN HUKUM
PERTANGGUNGJAWABAN KOPERASI TIDAK TERDAFTAR SEBAGAI BADAN HUKUM ABSTRAK Indra Perdana Tanjung Ilmu Hukum, Fakultas Hukum UNA, Kisaran Sumatera Utara Universitas Asahan; Jalan Ahmad Yani, (0623) 42643 e-mail
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dengan segala macam kebutuhan. Dalam menghadapi kebutuhan ini, sifat
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia kodratnya adalah zoon politicon, yang merupakan makhluk sosial. Artinya bahwa manusia dikodratkan untuk hidup bermasyarakat dan saling berinteraksi.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. haknya atas tanah yang bersangkutan kepada pihak lain (pembeli). Pihak
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Jual beli tanah merupakan suatu perjanjian dalam mana pihak yang mempunyai tanah (penjual) berjanji dan mengikatkan diri untuk menyerahkan haknya atas tanah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sehari-hari digerakan dengan tenaga manusia ataupun alam. mengeluarkan Peraturan Perundang-undangan No. 15 Tahun 1985 tentang
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Listrik merupakan kebutuhan manusia yang sangat penting. Sejak adanya listrik manusia mengalami kemajuan yang sangat pesat dalam berbagai bidang, yang menonjol adalah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kemakmuran berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Untuk
1 BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Pembangunan Ekonomi Nasional di Indonesia yang berkesinambungan merupakan salah satu wujud nyata bahwa Pemerintah Indonesia telah berupaya untuk mensejahterakan rakyatnya
Lebih terperinciBAB I. Pembangunan perekonomian nasional yang diselenggarakan berdasarkan. demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi yang berkeadilan,
BAB I A. Latar Belakang Pembangunan perekonomian nasional yang diselenggarakan berdasarkan demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi yang berkeadilan, berkelanjutan, kemandirian serta menjaga
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dapat memenuhi kebutuhannya sebagaimana tersebut di atas, harus. mempertimbangkan antara penghasilan dan pengeluaran.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada dasarnya, setiap manusia hingga perusahaan pada setiap harinya selalu berhadapan dengan segala macam kebutuhan. Dalam menghadapi kebutuhan ini, sifat manusia pada
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa perekonomian nasional yang diselenggarakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Bank menurut pengertian umum dapat diartikan sebagai tempat untuk
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bank menurut pengertian umum dapat diartikan sebagai tempat untuk menyimpan dan meminjam uang. Namun, pada masa sekarang pengertian bank telah berkembang sedemikian
Lebih terperinciSYARAT-SYARAT SAHNYA PENDIRIAN PERSEROAN TERBATAS (PT) DI INDONESIA 1 Oleh : Nicky Yitro Mario Rambing 2
SYARAT-SYARAT SAHNYA PENDIRIAN PERSEROAN TERBATAS (PT) DI INDONESIA 1 Oleh : Nicky Yitro Mario Rambing 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui apa yang menjadi syarat syarat
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa perekonomian nasional yang diselenggarakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas
1 BAB I PENDAHULUAN 1) Latar Belakang Perseroan Terbatas (selanjutnya disingkat PT) merupakan subyek hukum yang berhak menjadi pemegang hak dan kewajiban, termasuk menjadi pemilik dari suatu benda atau
Lebih terperinciBAB II HUBUNGAN HUKUM INDUK PERUSAHAAN DENGAN ANAK PERUSAHAAN. A. Status Badan Induk perusahaan dan Anak Perusahaan
BAB II HUBUNGAN HUKUM INDUK PERUSAHAAN DENGAN ANAK PERUSAHAAN A. Status Badan Induk perusahaan dan Anak Perusahaan Pasal 1 angka 1 UUPT, elemen pokok yang melahirkan suatu Perseroan sebagai badan hukum,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. provisi, ataupun pendapatan lainnya. Besarnya kredit yang disalurkan akan
9 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemberian kredit bagi bank merupakan kegiatan yang utama, karena pendapatan terbesar dari bank berasal dari sektor kredit baik dalam bentuk bunga, provisi, ataupun
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. menanamkan modalnya di Indonesia. Untuk itu diperlukan dukungan dari
8 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang sedang berkembang. Banyak perusahaan lokal dan internasional mencari berbagai kegiatan dalam rangka menanamkan modalnya
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN
BAB III METODE PENELITIAN Untuk memperoleh data atau bahan yang diperlukan dalam penelitian ini, penulis melakukan penelitian hukum dengan metode yang lazim digunakan dalam metode penelitian hukum dengan
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN
BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian merupakan suatu proses, yaitu suatu rangkaian langkah yang dilakukan secara terencana dan sistematis untuk memperoleh pemecahan masalah atau jawaban
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tanah sebagai lahan untuk memperoleh pangan. untuk pertanian, maupun perkebunan untuk memperoleh penghasilan
1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Manusia hidup, tumbuh besar, dan berkembangbiak, serta melakukan segala aktivitas di atas tanah, sehingga manusia selalu berhubungan dengan tanah. Manusia hidup dengan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. bertumbuh pesat. Menurut Peneliti terbukti dengan sangat banyaknya
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Saat ini perkembangan perekonomian dan dunia usaha semakin bertumbuh pesat. Menurut Peneliti terbukti dengan sangat banyaknya ditemukan pelaku-pelaku usaha
Lebih terperinci: FUNGSI AKTA OTENTIK DALAM PERJANJIAN JUAL FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SLAMET RIYADI SURAKARTA ABSTRAK
Judul : FUNGSI AKTA OTENTIK DALAM PERJANJIAN JUAL BELI ATAS TANAH Disusun oleh : Premanti NPM : 11102114 FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SLAMET RIYADI SURAKARTA ABSTRAK Tujuan Penelitian ini adalah Mengkaji
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. berwujud perjanjian secara tertulis (kontrak). berjanji untuk melakukan suatu hal. 1
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum perjanjian merupakan bagian daripada Hukum Perdata pada umumnya, dan memegang peranan yang sangat besar dalam kehidupan sehari-hari. Khususnya dalam bidang
Lebih terperinciBAB II PENGATURAN ATAS JUAL BELI SAHAM DALAM PERSEROAN TERBATAS DI INDONESIA. dapat dengan mudah memahami jual beli saham dalam perseroan terbatas.
BAB II PENGATURAN ATAS JUAL BELI SAHAM DALAM PERSEROAN TERBATAS DI INDONESIA A. Tinjauan Umum tentang Jual Beli 1. Pengertian Jual Beli Sebelum membahas mengenai aturan jual beli saham dalam perseroan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pembangunan sarana dan prasarana lainnya. akan lahan/tanah juga menjadi semakin tinggi. Untuk mendapatkan tanah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanah merupakan sumber daya alam yang sangat diperlukan manusia untuk mencukupi kebutuhan, baik langsung untuk kehidupan seperti bercocok tanam atau tempat tinggal,
Lebih terperinciLex Privatum, Vol. IV/No. 7/Ags/2016
TUGAS DAN TANGGUNG JAWAB DEWAN KOMISARIS SEBAGAI ORGAN PERSEROAN TERBATAS MENURUT UNDANG NOMOR 40 TAHUN 2007 1 Oleh : Olivia Triany Manurung 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui
Lebih terperinciIII. METODE PENELITIAN. beberapa gejala hukum tertentu, dengan jalan menganalisisnya. Selain itu, juga
III. METODE PENELITIAN Penelitian hukum merupakan kegiatan ilmiah yang didasarkan pada metode, sistematika, dan pemikiran tertentu yang bertujuan untuk mempelajari satu atau beberapa gejala hukum tertentu,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. memenuhi semuanya. Padahal kebutuhan ini beraneka ragam, ada yang perlu
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada dasarnya, setiap manusia hingga perusahaan pada setiap harinya selalu berhadapan dengan segala macam kebutuhan. Dalam menghadapi kebutuhan ini, sifat manusia
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN
BAB III METODE PENELITIAN Suatu penelitian agar dapat dipercaya kebenarannya, harus disusun dengan menggunakan metode yang tepat. Sebuah penelitian, untuk memperoleh data yang akurat dan valid diperlukan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kegiatannya seperti pendidikan, kesehatan, keagamaan dan kegiatan sosial lainnya
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Yayasan sebenarnya telah dikenal cukup lama dengan berbagai bidang kegiatannya seperti pendidikan, kesehatan, keagamaan dan kegiatan sosial lainnya yang belum tertangani
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2006), hal. 51. Grafindo Persada, 2004), hal. 18. Tahun TLN No. 3790, Pasal 1 angka 2.
1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Aktivitas bisnis merupakan fenomena yang sangat kompleks karena mencakup berbagai bidang baik hukum, ekonomi, dan politik. Salah satu kegiatan usaha yang
Lebih terperinciMIFTAHUL RAHMAH ABSTRACT
MIFTAHUL RAHMAH 1 AKIBAT HUKUM TERHADAP PERSEROAN TERBATAS ATAS KETERLAMBATAN PENGAJUAN PERMOHONAN PERSETUJUAN DAN PEMBERITAHUAN PERUBAHAN ANGGARAN DASAR KEPADA MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA MIFTAHUL
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG
1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Perseroan Terbatas (PT), dulu disebut juga Naamloze Vennootschaap (NV) 1, adalah suatu persekutuan untuk menjalankan usaha yang memiliki modal terdiri dari Saham,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. macam kegiatan untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Untuk dapat memenuhi
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia selalu berusaha untuk mencapai kesejahteraan dalam hidupnya. Hal ini menyebabkan setiap manusia di dalam kehidupannya senantiasa melakukan berbagai
Lebih terperinciBAB II PENGATURAN TENTANG PERSEROAN TERBATAS DI INDONESIA
23 BAB II PENGATURAN TENTANG PERSEROAN TERBATAS DI INDONESIA A. Ketentuan-Ketentuan Perseroan Terbatas menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 dibanding Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007. Perseroan terbatas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. beli, tetapi disebutkan sebagai dialihkan. Pengertian dialihkan menunjukkan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanah adalah unsur penting yang menunjang kehidupan manusia. Tanah berfungsi sebagai tempat tinggal dan beraktivitas manusia. Begitu pentingnya tanah, maka setiap
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa perekonomian nasional yang diselenggarakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. aktifitasnya yang berupa tanah. Tanah dapat berfungsi tidak saja sebagai lahan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupannya, baik sebagai individu maupun sebagai makhluk sosial, manusia tentu memerlukan lahan atau tempat sebagai fondasi untuk menjalankan aktifitasnya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dalam masyarakat itu sendiri, untuk mengatasi permasalahan tersebut dalam hal ini
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia merupakan makhluk sosial yang senantiasa berkembang secara dinamik sesuai dengan perkembangan zaman. Kehidupan manusia tidak pernah lepas dari interaksi antar
Lebih terperinciPELAKSANAAN PERALIHAN HAK ATAS TANAH BERDASARKAN PERJANJIAN PENGIKATAN JUAL BELI DAN KUASA UNTUK MENJUAL YANG DIBUAT OLEH NOTARIS
PELAKSANAAN PERALIHAN HAK ATAS TANAH BERDASARKAN PERJANJIAN PENGIKATAN JUAL BELI DAN KUASA UNTUK MENJUAL YANG DIBUAT OLEH NOTARIS Bambang Eko Mulyono Dosen Fakultas Hukum Universitas Islam Lamongan. ABSTRAK
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dan meninggal dunia di dalam masyarakat. Dalam hidup bermasyarakat yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sesuai dengan kodrat alam, manusia sejak lahir hingga meninggal dunia hidup bersama sama dengan manusia lain. Atau dengan kata lain manusia tidak dapat hidup
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. merupakan upaya mencapai masyarakat yang adil dan makmur. Untuk
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan ekonomi sebagai bagian dari pembangunan nasional merupakan upaya mencapai masyarakat yang adil dan makmur. Untuk memelihara dan meneruskan pembangunan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. berbagai usaha yang terus berkembang di segala bidang. Usaha yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan ekonomi yang semakin maju harus menjamin perlindungan dalam dunia usaha. Perkembangan tersebut memunculkan berbagai usaha yang terus berkembang di segala
Lebih terperinciPERANAN NOTARIS DALAM PENDIRIAN PERSEROAN TERBATAS. (Studi di Kantor Notaris Sukoharjo) S K R I P S I
PERANAN NOTARIS DALAM PENDIRIAN PERSEROAN TERBATAS (Studi di Kantor Notaris Sukoharjo) S K R I P S I Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Fakultas Hukum Universitas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang sama dan apabila diperlukan bisa dibebani dengan bunga. Karena dengan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kegiatan pinjam-meminjam uang atau istilah yang lebih dikenal sebagai utang-piutang telah dilakukan sejak lama dalam kehidupan bermasyarakat yang telah mengenal
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Penggunaan lembaga jaminan sudah sangat populer dan sudah tidak asing
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penggunaan lembaga jaminan sudah sangat populer dan sudah tidak asing lagi di masyarakat dan lembaga jaminan memiliki peran penting dalam rangka pembangunan perekonomian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pelaksanaan pembangunan dalam segala bidang selalu ditingkatkan dari waktu ke
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Indonesia merupakan negara yang sedang berkembang sehingga pelaksanaan pembangunan dalam segala bidang selalu ditingkatkan dari waktu ke waktu. Pembangunan yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Bank merupakan badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Untuk memperlancar kegiatan perkembangan usahanya maka seorang pengusaha yang kekurangan modal akan menghubungi pihak bank atapun pihak non-bank untuk memohon fasilitas
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. norma. Sistem norma yang dimaksud adalah mengenai asas-asas, norma,
BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian hukum normatif, artinya penelitian hukum yang meletakkan hukum sebagai sebuah bangunan sistem norma. Sistem norma yang
Lebih terperinciLex Privatum Vol. V/No. 3/Mei/2017
PENDAFTARAN PERALIHAN HAK MILIK ATAS TANAH MELALUI JUAL BELI BERDASARKAN PP NO. 24 TAHUN 1997 TENTANG PENDAFTARAN TANAH 1 Oleh: Suyadi Bill Graham Ambuliling 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. aspek kehidupan masyarakat. Perubahan tersebut juga berpengaruh
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Era globalisasi telah mendorong berbagai perubahan pada setiap aspek kehidupan masyarakat. Perubahan tersebut juga berpengaruh terhadap meningkatnya perdagangan barang
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia Tahun 2004 Nomor 117, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4432, Penjelasan umum.
1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peranan hukum dalam mendukung jalannya roda pembangunan maupun dunia usaha memang sangat penting. Hal ini terutama berkaitan dengan adanya jaminan kepastian hukum.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Grafindo Persada, Jakarta, 2000 hal 1. Universitas Sumatera Utara
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam rangka meningkatkan taraf kehidupan, masyarakat mempunyai kemampuan dan keahlian masing-masing serta cara yang berbeda-beda dalam mencapai tujuan kemakmuran dan
Lebih terperinciBAB II PENGATURAN DIREKSI MENURUT KETENTUAN UNDANG-UNDANG PERSEROAN TERBATAS. perseroan yang paling tinggi, serta yang berhak dan berwenang untuk
BAB II PENGATURAN DIREKSI MENURUT KETENTUAN UNDANG-UNDANG PERSEROAN TERBATAS A. Kedudukan Direksi Sebagai Pengurus dalam PT Pengaturan mengenai direksi diatur dalam Bab VII dari Pasal 92 sampai dengan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kalangan individu maupun badan usaha. Dalam dunia usaha dikenal adanya
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia adalah Negara hukum, dimana Negara hukum memiliki prinsip menjamin kepastian, ketertiban dan perlindungan hukum yang berintikan kepada kebenaran dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. seseorang dilahirkan, maka ia dalam hidupnya akan mengemban hak dan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bangsa Indonesia yang merdeka di dalam wadah Negara Republik Indonesia sudah berumur lebih dari setengah abad, tetapi setua umur tersebut hukum nasional yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dan pendapatan negara (export earnings) yang merupakan salah satu sumber
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Peranan ekspor sangat penting bagi Indonesia karena menghasilkan devisa dan pendapatan negara (export earnings) yang merupakan salah satu sumber pembiayaan pembangunan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. agar kehidupan dialam dunia berkembang biak. Perkawinan bertujuan untuk
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan adalah perilaku makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa agar kehidupan dialam dunia berkembang biak. Perkawinan bertujuan untuk membentuk suatu keluarga
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. selalu berhadapan dengan segala macam kebutuhan. Untuk menghadapi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada dasarnya, setiap manusia hingga perusahaan pada setiap harinya selalu berhadapan dengan segala macam kebutuhan. Untuk menghadapi kebutuhuan ini, sifat manusia
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN UMUM PERSEROAN TERBATAS
19 BAB II TINJAUAN UMUM PERSEROAN TERBATAS A. Pengertian Perseroan Terbatas Kata Perseroan dalam pengertian umum adalah Perusahaan atau organisasi usaha. Sedangkan Perseroan Terbatas adalah salah satu
Lebih terperinciBAB II PERALIHAN HAK ATAS SAHAM PADA PERSEROAN TERBATAS. diikuti dengan adanya kecakapan hukum (rechsbekwaamheid) dan kewenangan
BAB II PERALIHAN HAK ATAS SAHAM PADA PERSEROAN TERBATAS A. Perseroan terbatas sebagai Badan Hukum Manusia, dalam dunia hukum adalah subjek hukum atau pendukung hak dan kewajiban. Setiap manusia adalah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Peran bank sangat besar dalam mendorong pertumbuhan ekonomi suatu
BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Peran bank sangat besar dalam mendorong pertumbuhan ekonomi suatu negara. Hampir semua sektor usaha sangat membutuhkan bank sebagai mitra dalam melakukan transaksi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Mahkamah Konstitusi yang selanjutnya disebut MK adalah lembaga tinggi negara dalam
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada mulanya terdapat tiga alternatif lembaga yang digagas untuk diberi kewenangan melakukan pengujian Undang-Undang terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik
Lebih terperinci