BAB I PENDAHULUAN. guna tercapainya masyarakat adil dan makmur serta sejahtera. 1 Sesuai dengan Pasal

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. guna tercapainya masyarakat adil dan makmur serta sejahtera. 1 Sesuai dengan Pasal"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bagi negara republik Indonesia yang sedang meningkatkan pembangunan di segala bidang menuju masyarakat adil dan makmur, pajak merupakan salah satu sumber penerimaan negara yang sangat penting bagi penyelenggaran pemerintah dan pelaksanaan pembangunan nasional sebagai pengamalan Pancasila dan Undang- Undang Dasar Oleh karena itu, Undang-Undang Dasar 1945 menempatkan kewajiban perpajakan sebagai salah satu perwujudan kewajiban kenegaraan yang merupakan sarana peran serta dalam pembiayaan negara dan pembangunan nasional guna tercapainya masyarakat adil dan makmur serta sejahtera. 1 Sesuai dengan Pasal 23 huruf (a) Undang-Undang Dasar 1945 menentukan bahwa pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan negara diatur dengan undang-undang. 2 Dalam Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945 bahwa bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Tanah sebagai bagian dari bumi yang merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa serta memiliki fungsi sosial, disamping memenuhi kebutuhan dasar untuk papan dan lahan usaha, juga merupakan alat 1 Iwan Mulyawan, Panduan Pelaksanaan Bea Perolehan Hak Atas Tanah & Bangunan (Sesuai dengan Undang-Undang No. 28 Tahun 2009), (Jakarta : Penerbit Mitra Wacana Media, 2010), hal.1. 2 Imam Soebechi, Judicial Review Perda Pajak dan Retribusi Daerah, (Jakarta : Sinar Grafika, 2012), hal

2 2 investasi yang sangat menguntungkan. Di samping itu, bangunan juga memberi manfaat ekonomi bagi pemiliknya. Oleh karena itu, bagi mereka yang memperoleh hak atas tanah dan/atau bangunan yang mendapat keuntungan ekonomis dari pemilikan suatu tanah dan/atau bangunan sehingga dianggap wajar apabila diwajibkan untuk menyerahkan sebagian nilai ekonomi yang diperolehnya kepada negara melalui pembayaran pajak, yang dalam hal ini Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB). 3 Indonesia sebagai negara berkembang yang sedang giat menyelenggarakan pembangunan tentunya membutuhkan banyak dana untuk membiayai pengeluaran pemerintah, baik untuk menyelenggarakan pemerintahan maupun pembangunan. Salah satu cara yang dilakukan pemerintah untuk menggali sumber penerimaan adalah pajak. Hal ini mendorong pemerintah untuk menggali sumber penerimaan dari sektor pajak, salah satunya dengan cara mengadakan jenis pajak baru. Salah satunya adalah pajak Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) yang secara efektif mulai diberlakukan di Indonesia sejak 1 juli 1998, yang dipungut berdasarkan Undang-Undang Nomor 21 Tahun Sehubungan dengan diberlakukannya Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1997 yang bersamaan dengan terjadinya perubahan tatanan perekonomian nasional, berpengaruh terhadap perubahan perilaku perekonomian masyarakat sehingga perlu 3 Muda Markus, Perpajakan Indonesia : Suatu Pengantar, (Jakarta : Gramedia Pustaka Utama, 2005), hal Marihot Pahala Siahaan, Bea Perolehan Hak Atas Tanah Dan Bangunan (Teori & Praktek), (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2003), hal.vii.

3 3 diakomodasikan dengan penyempurnaan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1997 tentang Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan. Oleh karena itu dibuatlah Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2000 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1997 tentang Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan yang mulai berlaku pada tanggal 1 Januari Dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atas Undang- Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah, maka penyelenggaran pemerintahan daerah dilakukan dengan memberikan kewenangan yang seluas-luasnya, disertai dengan pemberian hak dan kewajiban menyelenggarakan otonomi daerah dalam kesatuan sistem penyelenggaran pemerintahan negara. Maksud dari pengertian daerah otonom ialah agar daerah yang bersangkutan dapat berkembang sesuai dengan kemampuannya sendiri dan tidak bergantung kepada pemerintah pusat. Oleh karena itu, daerah otonom harus mempunyai kemampuan sendiri untuk mengurus dan mengatur rumah tangganya, melalui sumber-sumber pendapatan yang dimiliki. 6 Pajak daerah dan retribusi daerah merupakan salah satu sumber pendapatan daerah yang penting guna membiayai pelaksanaan pelaksanaan pemerintahan daerah. 5 Muhammad, Rusjdi, PBB, BPHTB & Bea Meterai, (Jakarta: PT. Indeks, 2005), hal Adrian Sutedi, Hukum Pajak dan Retribusi Daerah, (Bogor : Penerbit Ghalia Indonesia, 2008), hal. v & 17.

4 4 Hal ini dilakukan dalam rangka meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dan kemandirian daerah. Kebijakan pajak daerah dan retribusi daerah dilaksanakan berdasarkan prinsip demokrasi, pemerataan dan keadilan, peran serta masyarakat dengan memperhatikan potensi daerah. Berdasarkan hal tersebut, Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, perlu disesuaikan dengan kebijakan otonomi daerah dan aspirasi masyarakat sehingga pada tahun 2009 diundangkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. 7 Pada tanggal 15 September 2009 yang lalu, oleh Pemerintah Republik Indonesia telah disahkan Undang-Undang Nomor 28 tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, yang diundangkan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 130, dan mulai berlaku pada tanggal 1 Januari Dalam Bab II, Bagian Ketujuh Belas, Pasal 85 - Pasal 93 Undang-Undang Nomor 28 tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah tersebut diatur mengenai pemungutan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB). Berdasarkan Pasal 2 ayat 2 huruf (k) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dinyatakan bahwa salah satu jenis pajak kabupaten/kota adalah Bea Perolehan atas Hak Tanah dan Bangunan (BPHTB) sehingga Bea Perolehan atas Hak Tanah dan Bangunan (BPHTB) yang dulunya 7 Darwin, Pajak Daerah & Retribusi Daerah, (Jakarta : Penerbit Mitra Wacana Media, 2010), hal Bab XVIII Pasal 185 Undang-Undang Nomor 28 tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 130, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5049.

5 5 ditangani oleh pemerintah pusat yang merupakan pajak pusat, sekarang ditangani sendiri oleh pemerintah kabupaten / kota dan merupakan pajak daerah. 9 Dalam pasal 1 angka (41) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dinyatakan bahwa Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan adalah pajak atas perolehan hak atas tanah dan/atau bangunan. Perolehan hak atas tanah dan/atau bangunan adalah perbuatan atau peristiwa hukum yang mengakibatkan diperolehnya hak atas tanah dan/atau bangunan oleh orang pribadi atau badan. 10 Dalam Pasal 85 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dikatakan objek pajak Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) adalah perolehan hak atas tanah dan/atau bangunan yang meliputi pemindahan hak dan/atau perbuatan hukum karena pemasukan dalam Perseroan atau badan hukum lainnya (inbreng), jual beli, tukar menukar, hibah, hibah wasiat, waris, pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan, penunjukan pembeli dalam lelang, pelaksanaan putusan hakim yang mempunyai kekuatan hukum tetap, penggabungan usaha, peleburan usaha, pemekaran usaha dan hadiah. 11 Perolehan hak atas tanah dan/atau bangunan sangat dipengaruhi oleh ketentuan hukum yang mengatur terjadinya perolehan hak tersebut. Tanah dan 9 Iwan Mulyawan, op.cit., hal Heru Supriyanto, Cara Menghitung PBB, BPHTB dan Bea Meterai, (Jakarta : PT. Indeks, 2008), hal Mardiasmo, Perpajakan Edisi Revisi 2009, (Yogyakarta: Penerbit Andi Yogyakarta, 2009), hal

6 6 bangunan merupakan benda yang penting bagi manusia dan sebagai benda yang penting bagi manusia, tanah dan bangunan tersebut dapat beralih dan dialihkan oleh pemiliknya kepada pihak lain. Yang dimaksud dengan beralih adalah suatu peralihan hak yang terjadi karena seorang pemilik tanah dan/atau bangunan meninggal dunia sehingga pemilikan tanah dan/atau bangunan tersebut dengan sendirinya beralih menjadi milik para ahli warisnya. Dengan kata lain bahwa peralihan hak itu terjadi dengan tidak sengaja karena peristiwa hukum (karena adanya peristiwa hukum, yaitu meninggalnya pemilik tanah dan/atau bangunan) Sedangkan dialihkan yakni pemilikan yang dialihkan adalah suatu peralihan pemilikan tanah dan/atau bangunan yang dilakukan dengan sengaja supaya pemilikan atas tanah dan/atau bangunan tersebut terlepas dari pemegangnya yang semula dan menjadi milik pihak lain. Dengan kata lain peralihan pemilikan terjadi melalui suatu perbuatan hukum tertentu, misalnya : pemasukan dalam Perseroan atau badan hukum lainnya (inbreng), jual beli, dan lain-lain. 12 Peralihan pemilikan tanah dan/atau bangunan berhubungan erat dengan ketentuan hukum untuk memberikan kepastian hak bagi pihak yang memperoleh dan mengalihkan tanah dan/atau bangunan tersebut. Hal ini ditandai oleh adanya bukti hukum sesuai dengan jenis perbuatan hukum atau peristiwa hukum yang mengakibatkan terjadinya perolehan hak atas tanah dan/atau bangunan tersebut, seperti misalnya akta pemasukan ke dalam perusahaan, akta jual beli, dan akta hal Kartini Muljadi & Gunawan Widjaja, Hak-Hak atas Tanah., (Jakarta : Kencana, 2007)

7 7 peralihan hak lainnya. Sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku, perolehan hak sebagai hasil peralihan hak harus dilakukan secara tertulis dengan akta yang dibuat oleh pejabat yang berwenang dan didaftarkan pada kantor pertanahan setempat untuk memperoleh sertipikat hak yang merupakan bukti hak atas tanah yang membuktikan bahwa pemegang hak mempunyai suatu hak atas bidang tanah tertentu. 13 Kebutuhan hidup manusia meliputi kebutuhan jasmani serta kebutuhan rohani, yang mana melakukan kegiatan usaha adalah salah satu bentuk konkrit pemenuhan kebutuhan tersebut. Bentuk badan usaha Perseroan Terbatas adalah salah satu bentuk badan usaha yang lazim dan banyak dipakai dalam dunia usaha di Indonesia. Menurut Pasal 1618 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Persekutuan adalah perjanjian antara 2 (dua) orang atau lebih yang mengikatkan diri untuk memasukkan sesuatu (inbreng) ke dalam persekutuan dengan maksud untuk membagi keuntungan yang diperoleh karenanya. Inbreng ini wajib dimasukkan pihak-pihak yang bersekutu dalam persekutuan, bisa berupa uang, barang-barang dan keahlian atau tenaga. 14 Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas berbunyi : Perseroan Terbatas yang selanjutnya disebut perseroan, adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham 13 Adrian Sutedi, Sertifikat Hak atas Tanah, (Jakarta: Sinar Grafika, 2011).,hal Tri Budiyono, Hukum Dagang, (Salatiga : Griya Media, 2011), hal.36.

8 8 dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam undang-undang ini serta peraturan pelaksanaannya. 15 Bertitik tolak dari ketentuan Pasal 1 angka 1 diatas, maka Perseroan sebagai badan hukum (rechtspersoon, legal person, legal entity) memiliki modal dasar yakni jumlah modal yang disebutkan atau dinyatakan dalam akta pendirian atau anggaran dasar Perseroan. Modal dasar tersebut, terdiri dan terbagi dalam saham atau sero. Modal yang terdiri dan dibagi atas saham itu, dimasukkan para pemegang saham dalam status mereka sebagai anggota Perseroan dengan jalan membayar saham tersebut kepada Perseroan. 16 Dalam pendirian Perseroan Terbatas terdapat syarat yang diatur dalam Pasal 7 ayat (2) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, yakni bahwa setiap pendiri Perseroan wajib mengambil bagian saham pada saat Perseroan didirikan. Berarti, pada saat para pendiri menghadap notaris untuk dibuat akta pendirian Perseroan, setiap pendiri Perseroan sudah mengambil bagian saham Perseroan. 17 Secara umum, penyetoran modal dari setiap bagian saham yang diambil bagiannya dilakukan dengan uang tunai, tetapi tidak ditutup kemungkinan penyetoran modal dalam bentuk lain, baik berupa benda atau barang, yang dapat dinilai dengan uang dan yang secara nyata diterima oleh Perseroan. Hal ini dilakukan semata-mata 15 Jimmy Joses Sembiring, Legal Officer : Panduan Mengelola Perizinan, Dokumen, Haki, Ketenagakerjaan & Masalah Hukum di Perusahaan, (Jakarta : Visimedia, 2009), hal Ahmad Yani & Gunawan Widjaja, Perseroan Terbatas, (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2003), hal.7 & C.S.T Kansil & Christine Kansil, Seluk Beluk Perseroan Terbatas : Menurut Undang Undang No. 40 Tahun 2007, (Jakarta : Rineka Cipta, 2009), hal.7.

9 9 dengan tujuan untuk memberikan modal (harta kekayaan) pada Perseroan dan memisahkannya dari harta kekayaan pribadi masing-masing para pendiri Perseroan. Bentuk penyetoran modal bentuk lain, biasa disebut pemasukan barang atau pemasukan modal atau inbreng. 18 Pemasukan tanah dan/atau bangunan ke dalam Perseroan (inbreng) adalah pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan dari orang pribadi kepada Perseroan. Maksud dari pengalihan hak ini adalah sebagai penyertaan modal atas saham yang diambilnya dari Perseroan tersebut, sebagai modal awal Perseroan. Pemasukan tanah dan/atau bangunan ke dalam Perseroan (inbreng) membawa konsekuensi hukum tanah dan/atau bangunan tersebut menjadi milik Perseroan tersebut. 19 Pemungutan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) adalah salah satu bagian yang sangat penting dalam proses peralihan pemilikan hak (balik nama) atas tanah dan/atau bangunan di Indonesia, karena Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) dan/atau notaris dilarang untuk menandatangani akta peralihan hak sebelum wajib pajak melunasi Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) sebagaimana mestinya. 20 Berdasarkan latar belakang diatas, maka dilakukan penelitian dengan judul Analisis Yuridis Pengenaan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) atas Inbreng Pendirian Perseroan Terbatas. 18 Gunawan Widjaja, Hak Individu & Kolektif Para Pemegang Saham, (Jakarta : Praninta Offset, 2008), hal Marihot Pahala Siahaan, op.cit., hal Marihot Pahala Siahaan, Kompilasi Peraturan Di Bidang BPHTB, Panduan Dalam Penyusunan Aturan Pelaksanaan Peraturan Daerah Tentang BPHTB, (Jakarta : Graha Ilmu, 2010), hal. vii.

10 10 B. Perumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka yang menjadi rumusan pokok permasalahan penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Bagaimana proses hukum inbreng tanah dan/atau bangunan ke dalam pendirian Perseroan Terbatas? 2. Bagaimana status hukum hak atas tanah dan/atau bangunan setelah diinbrengkan ke dalam pendirian Perseroan Terbatas? 3. Bagaimana pengenaan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) atas perolehan hak karena inbreng tanah dan/atau bangunan ke dalam pendirian Perseroan Terbatas? C. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah memberikan gambaran atas perumusan masalah yang ada, sebagai berikut: 1. Untuk mengetahui dan menganalisis proses hukum inbreng tanah dan/atau bangunan ke dalam pendirian Perseroan Terbatas. 2. Untuk mengetahui dan menganalisis status hukum hak atas tanah dan/atau bangunan setelah diinbrengkan ke dalam pendirian Perseroan Terbatas. 3. Untuk mengetahui dan menganalisis pengenaan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) atas perolehan hak karena inbreng tanah dan/atau bangunan ke dalam pendiran Perseroan Terbatas.

11 11 D. Manfaat Penelitian Di samping tujuan penelitian di atas diharapkan juga penelitian ini memberi manfaat sebagai berikut : 1. Secara teoritis, pembahasan terhadap masalah yang dikemukakan dalam tesis ini diharapkan dapat memberi masukan dan sumbang saran yang cukup berarti dalam bidang ilmu hukum dan lebih khususnya lagi adalah dalam bidang studi kenotariatan. 2. Secara praktis, penelitian tesis ini diharapkan dapat menjadi suatu masukan, pemahaman dan referensi yang cukup bermanfaat guna menambah pengetahuan bagi mahasiswa kenotariatan, praktisi hukum dan masyarakat umum sebagai bahan studi maupun komparasi yang bermanfaat dan juga dapat dijadikan sebagai sarana pendukung untuk lebih menggali lagi ketentuan hukum dan proses hukum yang mengatur tentang inbreng tanah dan/atau bangunan ke dalam pendirian Perseroan Terbatas serta ketentuan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) atas inbreng tanah dan/atau bangunan pendirian Perseroan Terbatas. E. Keaslian Penelitian Berdasarkan hasil penelusuran pustaka di lingkungan Universitas Sumatera Utara, khususnya di lingkungan Pasca Sarjana menunjukkan bahwa penelitian dengan judul: Analisis Yuridis Pengenaan Bea

12 12 Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) atas Inbreng Pendirian Perseroan Terbatas ini belum ada yang membahasnya. Namun dalam penelusuran pustaka tersebut ditemukan beberapa penelitian karya mahasiswa yang mengangkat tentang perpajakan atas Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB), antara lain yaitu : 1. Penelitian atas nama SHIRLEY (NIM : ), dengan judul: Pelaksanaan Undang-Undang Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan Dikaitkan dengan Tugas Notaris/PPAT dalam pembuatan Akta Hibah atas Tanah dan/atau Bangunan, dengan pokok permasalahan dalam penelitian tersebut adalah: a. Bagaimanakah kepatuhan Notaris/PPAT terhadap pelaksanaan UU BPHTB dalam penandatanganan akta hibah tanah dan/atau bangunan? b. Apakah faktor-faktor yang menyebabkan kepatuhan dan ketidakpatuhan Notaris/PPAT terhadap UU BPHTB atas hibah tanah dan/atau bangunan? c. Apakah akibat hukum dari ketidakpatuhan Notaris/PPAT terhadap UU BPHTB dalam pembuatan akta hibah atas tanah dan/atau bangunan? 2. Penelitian atas nama LINDA (NIM : ), dengan judul Perlindungan Hukum terhadap Para Pihak dalam Pelaksanaan Jual Beli Tanah dan Bangunan Dikaitkan dengan Kewajiban Pembayaran Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB), dengan pokok permasalahan dalam penelitian tersebut adalah:

13 13 a. Bagaimanakah bentuk perlindungan hukum para pihak dalam pelaksanaan jual beli tanah dan bangunan dikaitkan dengan kewajiban pembayaran Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB)? b. Bagaimana peran PPAT untuk melindungi para pihak dalam pelaksanaan pembayaran dan penyetoran Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) terhadap jual beli tanah dan bangunan? c. Apakah kendala yang terdapat dalam pembayaran Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) tersebut serta bagaimana upaya mengatasinya? 3. Penelitian atas nama AGUSTINA (NIM : ), dengan judul Tinjauan Yuridis tentang Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan yang Mengacu kepada Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah Dan Retribusi Daerah, dengan pokok permasalahan dalam penelitian tersebut adalah: a. Bagaimanakah pelaksanaan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah mengenai Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan? b. Bagaimanakah peran pejabat-pejabat negara dalam peralihan hak atas tanah dan/atau bangunan yang mengakibatkan timbulnya Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan serta kendala-kendala yang paling sering dijumpai dalam pelaksanaan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan tersebut?

14 14 c. Peralihan-peralihan hak atas tanah dan/atau bangunan yang bagaimanakah yang menimbulkan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan? Penelitian ini berbeda dari penelitian-penelitian yang ada, khususnya dari penelitian-penelitian sebagaimana disebutkan diatas, oleh karena penelitian ini secara spesifik menitikberatkan pada pengenaan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) atas pemasukan modal berupa tanah dan/atau bangunan (inbreng) ke dalam pendirian Perseroan Terbatas. Berdasarkan penelusuran tersebut maka dapat dipastikan penelitian ini dapat dijamin keasliannya dan dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah. F. Kerangka Teori dan Konsepsi 1. Kerangka Teori Menurut pendapat Sudikno Mertokusumo kata teori berasal dari kata theoria yang artinya pandangan atau wawasan, kata teori mempunyai banyak arti dan biasanya diartikan sebagai pengetahuan yang hanya ada dalam alam pikiran tanpa dihubungkan dengan kegiatan yang bersifat praktis. 21 Teori adalah untuk menerangkan atau menjelaskan mengapa gejala spesifik atau proses tertentu terjadi. 22 Sedangkan kerangka teori merupakan landasan dari teori atau dukungan teori dalam membangun atau memperkuat kebenaran dari permasalahan yang dianalisis. Kerangka teori atau landasan teori dimaksud adalah kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat teori, tesis 21 Sudikno Mertokusumo, Teori Hukum, (Yogyakarta: Cahaya Atma Pusaka, 2012), hal JJ. M. Wuisman, Penelitian Ilmu-ilmu Sosial, Asas-Asas, (Jakarta : Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Penyunting M. Hisyam, 1996), hal. 203.

15 15 mengenai sesuatu kasus atau permasalahan yang bagi si pembaca menjadi bahan perbandingan, pegangan teoritis yang mungkin disetujui atau tidak disetujui, yang dijadikan masukan eksternal dalam membuat kerangka berpikir dalam penulisan. 23 Sedangkan menurut H.R. Otje Salman dan Anthon F. Susanto, teori berasal dari kata theoria dalam bahasa Latin yang berarti perenungan yang pada gilirannya berasal dari kata thea dalam bahasa Yunani yang secara hakiki menyiratkan sesuatu yang disebut dengan realitas. Dalam banyak literatur beberapa ahli menggunakan kata ini untuk menunjukkan bangunan berpikir yang tersusun secara sistematis, logis (rasional), empiris (kenyataannya), juga simbolis. 24 Tugas teori hukum ialah memberikan suatu analisis tentang pengertian hukum dan tentang pengertian-pengertian lain yang dalam hubungan ini relevan, kemudian menjelaskan hubungan antara hukum dengan logika dan selanjutnya memberikan suatu filasafat ilmu dari ilmu hukum dan suatu ajaran metode untuk praktek hukum. 25 Dalam pemungutan pajak Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) dikenal sistem pemungutan pajak Self Assessment System. Self Assessment System adalah suatu sistem pemungutan pajak di mana wajib pajak diberi wewenang untuk menghitung, melaporkan dan membayar sendiri besarnya pajak yang terutang atau yang harus dibayar. Sistem ini diberlakukan untuk memberikan kepercayaan yang sebesar-besarnya bagi masyarakat guna meningkatkan kesadaran dan peran serta 23 M. Solly Lubis, Filsafat Ilmu dan Penelitian, ( Bandung : Mandar Madju, 1994), hal H.R. Otje Salman S dan Anthon F. Susanto, Teori Hukum, Mengingat, Mengumpulkan dan Membuka Kembali, (Bandung : PT. Refika Aditama, 2010), hal B. Arief Sidharta, Meuwissen Tentang Pengembanan Hukum, Ilmu Hukum, Teori Hukum, Dan Filsafat Hukum, (Bandung : PT. Refika Aditama, 2007), hal. 31.

16 16 masyarakat dalam menyetorkan pajaknya. Negara hanya bertindak sebagai pengawas atas pelaksanaan undang-undang pajak. Sistem ini digunakan di Indonesia pada pajak Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB). 26 Dalam penelitian ini, teori yang digunakan yang berkaitan dengan penyetoran modal (inbreng) yang dilakukan oleh pendiri Perseroan dalam bentuk lain yang tidak berupa uang tunai, yakni tanah dan/atau bangunannya adalah Teori Pemilikan Bersama (propriete collective) dari Marcel Planiol. Menurut teori ini, hak dan kewajiban badan hukum pada hakikatnya adalah hak dan kewajiban anggota bersama-sama. Disamping hak milik pribadi, hak milik serta kekayaan itu merupakan harta kekayaan bersama. Anggota-anggota tidak hanya dapat memiliki masingmasing untuk bagian yang tidak dapat dibagi, tetapi juga sebagai pemilik bersamasama untuk keseluruhan. Disini dapat dikatakan, bahwa orang-orang yang berhimpun itu semuanya merupakan suatu kesatuan dan membentuk suatu pribadi yang dinamakan badan hukum. Pada fase penyetoran modal (inbreng) yang dilakukan oleh pendiri Perseroan dalam bentuk lain yang tidak berupa uang tunai, yakni tanah dan/atau bangunannya, semata-mata dilakukan dengan tujuan untuk memberikan modal (harta kekayaan) pada Perseroan dan memisahkannya dari harta kekayaan pribadi masing-masing para pendiri Perseroan. Dengan penyetoran modal (inbreng) seperti ini maka terjadi suatu pemilikan bersama dari para pendiri Perseroan atas barang-barang dan hak-hak yang telah dimasukkan sebagai modal oleh para pendiri. Modal tersebut merupakan suatu 26 Setu Setyawan, Perpajakan Indonesia (Edisi 2009), (Malang : UMM Press. 2009), hal 9-10.

17 17 kesatuan dan ditempatkan sebagai kekayaan Perseroan yang dipisahkan dari harta kekayaan masing-masing pendiri Perseroan Kerangka Konsepsi Kerangka konsepsi merupakan gambaran bagaimana hubungan antara konsepkonsep yang akan diteliti. Salah satu cara untuk menjelaskan konsep-konsep tersebut adalah dengan membuat definisi. Definisi merupakan suatu pengertian yang relatif lengkap tentang suatu istilah dan definisi bertitik tolak pada referensi. 28 Dalam penelitian tesis ini, perlu kiranya didefenisikan beberapa pengertian tentang konsep-konsep guna menghindari kesalahpahaman atas berbagai istilah yang dipergunakan dalam penelitian ini, selanjutnya akan dijelaskan maksud dari istilahistilah tersebut dalam suatu kerangka konsep. Berikut ini diuraikan beberapa konsep / definisi / pengertian yang dijumpai dalam tesis ini dengan referensi yaitu Bab I Pasal 1 Undang-Undang Nomor 28 tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dan Bab I Pasal 1 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas: 1. Pengertian Pajak Daerah Kontribusi wajib kepada daerah yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan daerah bagi sebesarbesarnya kemakmuran rakyat. 27 C.S.T Kansil & Christine Kansil, Modul Hukum Dagang, (Jakarta: Djambatan, 2001), hal Amiruddin dan H.Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2006), hal

18 18 2. Pengertian Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Pajak atas perolehan hak atas tanah dan/atau bangunan. Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan merupakan pajak yang terutang dan harus dibayar oleh pihak yang memperoleh suatu hak atas tanah dan/atau bangunan. Dalam konteks ini Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan dimaknai sebagai pemasukan ke kas daerah sesuai undang-undang pajak. 3. Pengertian Perolehan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan Perbuatan atau peristiwa hukum yang mengakibatkan diperolehnya hak atas tanah dan/atau bangunan oleh orang pribadi atau badan. 4. Pengertian Hak atas Tanah dan/atau Bangunan hak atas tanah, termasuk hak pengelolaan, beserta bangunan di atasnya, sebagaimana dimaksud dalam undang-undang di bidang pertanahan dan bangunan. 5. Pengertian Perseroan Terbatas badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam undang-undang ini serta peraturan pelaksanaannya. 6. Pengertian Direksi Organ Perseroan yang berwenang dan bertanggung jawab penuh atas pengurusan Perseroan untuk kepentingan Perseroan, sesuai dengan maksud

19 19 dan tujuan Perseroan serta mewakili Perseroan, baik di dalam maupun di luar pengadilan sesuai dengan ketentuan anggaran dasar. G. Metode Penelitian Metode (Inggris : method, Latin : methodus, Yunani : methodos meta berarti sesudah, di atas, sedangkan hodos, berarti suatu jalan, suatu cara). Mula-mula metode diartikan secara harfiah sebagai suatu jalan yang harus ditempuh, menjadi penyelidikan atau penelitian berlangsung menurut suatu rencana tertentu. Metode penelitian secara harfiah menggambarkan jalan atau cara penelitian tersebut dicapai atau dibangun Jenis dan Sifat Penelitian Jenis penelitian yang digunakan dalam tesis ini adalah penelitian hukum yuridis normatif atau penelitian hukum doktrinal yaitu penelitian hukum yang menggunakan sumber data sekunder atau data yang diperoleh melalui bahan-bahan pustaka dengan meneliti sumber-sumber bacaan yang relevan dengan tema penelitian, meliputi penelitian terhadap azas-azas hukum, sumber-sumber hukum, teori hukum, buku-buku, peraturan perundang-undangan yang bersifat teoritis ilmiah serta dapat menganalisa permasalahan yang dibahas. 30 Penelitian hukum normatif atau penelitian hukum doktrinal dikonsepkan sebagai apa yang tertulis di dalam peraturan perundang-undangan (law in the books) 29 Johnny Ibrahim, Teori & Metodologi Penelitian Hukum Normatif, ( Malang : Bayu Media Publishing, 2008), hal Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, (Jakarta : Rajawali Pers, 2010), hal

20 20 atau hukum yang dikonsepkan sebagai kaidah atau norma yang merupakan patokan berperilaku manusia yang dianggap pantas. 31 Penelitian hukum doktrinal dilakukan dengan cara melakukan pengumpulan peraturan perundangan. Peraturan tersebut dikumpulkan dengan cara mengkoleksi publikasi-publikasi dan dokumen-dokumen yang mengandung peraturan-peraturan hukum positif. Setelah bahan-bahan tersebut terkumpul, kemudian diklasifikasi secara sistematis untuk melakukan inventarisasi data sebagai bahan perpustakaan saat melakukan penelitian serta mengacu pada norma-norma hukum yang terdapat dalam peraturan perundangan di Indonesia. 32 Penelitian ini bersifat preskriptif analitis, yang mempelajari tujuan hukum, nilai-nilai keadilan, validalitas aturan hukum, konsep-konsep hukum dan normanorma hukum. Suatu penelitian yang ditujukan untuk mendapatkan saran-saran mengenai apa yang harus dilakukan untuk mengatasi masalah-masalah tertentu. 33 Penelitian ini menggunakan metode pendekatan perundang-undangan (statute aprroach) yang dilakukan dengan mencari dan menelaah semua peraturan perundangundangan dan regulasi yang bersangkut paut dengan isu hukum yang sedang ditangani. Oleh karena itu untuk memecahkan suatu isu hukum harus menelusuri berbagai produk peraturan perundang-undangan. 34 Dalam hal ini dilakukan studi 31 Muslan Abdurrahman, Sosiologi dan Metode Penelitian Hukum, (Malang: UMM Press, 2009), hal Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum, ( Jakarta : Rajawali Pers, 2011), hal Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta : Penerbit Universitas Indonesia, 1986), hal Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, (Jakarta : Kencana, 2010), hal.93.

21 21 pustaka yang segala sesuatunya berkaitan dengan pengaturan hukum mengenai pengenaan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) atas inbreng pendirian Perseroan Terbatas. 2. Sumber Data Penelitian Berhubung karena metode penelitian adalah penelitian hukum normatif maka sumber data dalam penelitian ini adalah data sekunder yang diperoleh dari bahan penelitian yang berupa bahan-bahan hukum, yang terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier, seperti: 35 a. Bahan hukum primer yaitu : bahan-bahan hukum atau dokumen peraturan yang mengikat dan ditetapkan oleh pihak yang berwenang berupa bahan pustaka yang berisikan peraturan perundang-undangan, yang antara lain terdiri dari : 1. Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun Undang-Undang Nomor 28 tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah 3. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas 4. Peraturan perundangan lain yang berkaitan dengan penelitian ini. b. Bahan hukum sekunder yaitu : bahan-bahan hukum yang berkaitan erat dan memberikan penjelasan bahan hukum primer yang ada dan dapat membantu untuk proses analisis seperti buku-buku yang ditulis para ahli hukum dan ahli hukum pajak mengenai hukum Perseroan Terbatas, ilmu hukum pajak, Bea 35 ibid., hal

22 22 Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan dan lain-lain yang berkaitan dengan permasalahan yang menjadi objek penelitian. c. Bahan hukum tersier yaitu : semua bahan yang memberikan petunjuk, penjelasan dan keterangan-keterangan yang mendukung bahan hukum primer dan sekunder seperti kamus hukum, ensiklopedia dan lain-lain. 3. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data yang dilakukan pada penelitian ini menggunakan : a. studi pustaka, yaitu menghimpun data dari hasil penelaahan bahan pustaka atau data sekunder yang meliputi bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier. Untuk memperoleh data sekunder yang berupa bahan hukum primer, sekunder dan tersier, dalam penelitian ini akan menggunakan alat penelitian studi dokumen/pustaka atau penelitian pustaka (library research) dengan cara mengumpulkan semua peraturan perundangan, dokumen-dokumen hukum dan buku-buku yang berkaitan dengan rumusan masalah penelitian. 36 b. Wawancara yaitu menghimpun data dengan melakukan tanya jawab dengan narasumber untuk mendapatkan informasi. Untuk menambah dan melengkapi data sekunder yang diperoleh akan dilakukan wawancara dengan informan yaitu Notaris / Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) di kota Medan dan Kabupaten Langkat. 36 Mukti Fajar ND dan Yulianto Achmad, Dualisme Penelitian Hukum Normatif dan Empiris, (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2010), hal

23 23 4. Analisis Data Dalam penelitian ini bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier yang sebelumnya telah disusun secara sistematis kemudian akan dianalisa dengan menggunakan prosedur logika ilmiah yang sifatnya kualitatif. Kualitatif berarti akan dilakukan analisa data yang bertitik tolak dari penelitian terhadap asas atau prinsip sebagaimana yang diatur di dalam bahan hukum primer dan kemudian akan dibahas lebih lanjut menggunakan sarana pada bahan hukum sekunder, yang tentunya akan diupayakan pengayaan sejauh mungkin dengan didukung oleh bahan hukum tersier. Dalam hal penelitian ini menggunakan metode deduktif yaitu penarikan kesimpulan dari yang umum ke yang khusus. 37 Adapun tahapan untuk menganalisa bahan-bahan hukum yang telah ada tersebut, secara sederhana dapat diuraikan dalam beberapa tahapan : 1. Tahapan pengumpulan data, yakni mengumpulkan dan memeriksa bahanbahan pustaka misalnya ketentuan peraturan perundang-undangan yang berkaitan langsung dengan permasalahan yang sedang diteliti. 2. Tahapan pemilahan data, dalam tahapan ini seluruh data yang telah dikumpulkan sebelumnya akan dipilah-pilah secara sistematis dengan mempedomani konteks yang sedang diteliti, sehingga akan lebih memudahkan dalam melakukan kajian lebih lanjut terhadap permasalahan di dalam penelitian tesis ini; 37 Zainuddin Ali, Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: Sinar Grafika, 2009), hal.105.

24 24 3. Tahapan analisis data dan penulisan hasil penelitian, sebagai tahapan klimaks dimana seluruh data yang telah diperoleh dan dipilah tersebut akan dianalisa dengan seksama dengan melakukan interpretasi / penafsiran yang diperlukan dengan berpedoman terhadap konsep, asas dan kaidah hukum yang dianggap relevan dan sesuai dengan tujuan utama daripada penelitian ini. Hasil penelitian kemudian akan dituangkan dalam bentuk tertulis yang diharapkan akan dapat menjawab permasalahan yang ada, sehingga hasil penelitian ini akan dapat dijadikan sebagai referensi ilmiah.

BAB I PENDAHULUAN. salah satu perwujudan kewajiban kenegaraan dan sebagai sarana peran serta

BAB I PENDAHULUAN. salah satu perwujudan kewajiban kenegaraan dan sebagai sarana peran serta 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pajak adalah salah satu sumber penerimaan negara yang sangat penting bagi penyelenggaraan pemerintahan dan pelaksanaan pembangunan nasional. Undang-Undang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dipakai dalam dunia usaha di Indonesia karena perseroan terbatas merupakan

BAB I PENDAHULUAN. dipakai dalam dunia usaha di Indonesia karena perseroan terbatas merupakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bentuk Perseroan Terbatas (PT) merupakan bentuk yang lazim dan banyak dipakai dalam dunia usaha di Indonesia karena perseroan terbatas merupakan asosiasi modal dan badan

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA. Amiruddin dan Asikin Zainal, H, Pengantar Metode Penelitian Hukum, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2006.

DAFTAR PUSTAKA. Amiruddin dan Asikin Zainal, H, Pengantar Metode Penelitian Hukum, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2006. 172 DAFTAR PUSTAKA A. Buku-Buku Amiruddin dan Asikin Zainal, H, Pengantar Metode Penelitian Hukum, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2006. Asshiddiqie, Jimly, Perihal Undang-undang di Indonesia, Mahkamah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bagi seluruh makhluk dimuka bumi. Oleh karena itu, tanah memiliki peranan yang sangat

BAB I PENDAHULUAN. bagi seluruh makhluk dimuka bumi. Oleh karena itu, tanah memiliki peranan yang sangat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanah merupakan sumber daya alam yang sangat penting bagi kehidupan manusia. Tanah adalah benda yang diciptakan Tuhan sebagai tempat hidup dan berpijak bagi

Lebih terperinci

ANALISIS YURIDIS PENGENAAN BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN (BPHTB) ATAS INBRENG PENDIRIAN PERSEROAN TERBATAS

ANALISIS YURIDIS PENGENAAN BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN (BPHTB) ATAS INBRENG PENDIRIAN PERSEROAN TERBATAS Aini Halim 1 ANALISIS YURIDIS PENGENAAN BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN (BPHTB) ATAS INBRENG PENDIRIAN PERSEROAN TERBATAS AINI HALIM ABSTRACT The establishment of a corporation requires that

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA. BUKU-BUKU Abdurrahman, Muslan, Sosiologi dan Metode Penelitian Hukum, Malang: UMM Press, 2009.

DAFTAR PUSTAKA. BUKU-BUKU Abdurrahman, Muslan, Sosiologi dan Metode Penelitian Hukum, Malang: UMM Press, 2009. 112 DAFTAR PUSTAKA BUKU-BUKU Abdurrahman, Muslan, Sosiologi dan Metode Penelitian Hukum, Malang: UMM Press, 2009. Adjie, Habib, Sanksi Perdata dan Administratif Terhadap Notaris sebagai Pejabat Publik,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembayarannya bersifat wajib untuk objek-objek tertentu. Dasar hukum

BAB I PENDAHULUAN. pembayarannya bersifat wajib untuk objek-objek tertentu. Dasar hukum BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu sumber penerimaan terbesar bagi negara adalah pendapatan dari sektor pajak. Pajak merupakan salah satu pungutan oleh negara yang pembayarannya bersifat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tanah sebagai lahan untuk memperoleh pangan. untuk pertanian, maupun perkebunan untuk memperoleh penghasilan

BAB I PENDAHULUAN. tanah sebagai lahan untuk memperoleh pangan. untuk pertanian, maupun perkebunan untuk memperoleh penghasilan 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Manusia hidup, tumbuh besar, dan berkembangbiak, serta melakukan segala aktivitas di atas tanah, sehingga manusia selalu berhubungan dengan tanah. Manusia hidup dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Setiap makhluk hidup pasti akan mengalami kematian, demikian juga

BAB I PENDAHULUAN. Setiap makhluk hidup pasti akan mengalami kematian, demikian juga BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Setiap makhluk hidup pasti akan mengalami kematian, demikian juga manusia akan meninggalkan dunia ini tanpa membawa suatu apapun juga. Dia lahir ke dunia dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kekayaan alam yang terkandung di dalamnya mempunyai fungsi penting

BAB I PENDAHULUAN. kekayaan alam yang terkandung di dalamnya mempunyai fungsi penting 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam Negara Republik Indonesia yang kehidupan rakyat dan perekonomiannya sebagian besar bercorak agraris, bumi termasuk perairan dan kekayaan alam yang terkandung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hukum tentang tanah diatur dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang

BAB I PENDAHULUAN. hukum tentang tanah diatur dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam ruang lingkup agraria, tanah merupakan bagian dari bumi, yang disebut permukaan bumi. 1 Tanah sebagai sumber utama bagi kehidupan manusia yang telah dikaruniakan

Lebih terperinci

alam, retribusi, sumbangan, Bea dan Cukai, laba dari BUMN dan sumber golongan yang terdiri dari pajak langsung dan pajak tidak langsung; (2) pajak

alam, retribusi, sumbangan, Bea dan Cukai, laba dari BUMN dan sumber golongan yang terdiri dari pajak langsung dan pajak tidak langsung; (2) pajak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pajak merupakan iuran masyarakat yang diberikan kepada negara secara sukarela namun dapat dipaksakan berdasarkan peraturan perundangundangan 1. Pajak yang dipungut dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam dunia usaha yang memiliki persaingan usaha yang sangat ketat

BAB I PENDAHULUAN. Dalam dunia usaha yang memiliki persaingan usaha yang sangat ketat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam dunia usaha yang memiliki persaingan usaha yang sangat ketat menuntut para pelaku ekonomi untuk mempertahankan usahanya. Pelaku usaha yang mengikuti trend

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembeli dikenakan pajak yang berupa Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan/atau

BAB I PENDAHULUAN. pembeli dikenakan pajak yang berupa Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan/atau BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berdasarkan ketentuan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku di Indonesia, setiap pelaksanaan peralihan hak atas tanah dan/atau bangunan adalah obyek pajak.

Lebih terperinci

PERANAN NOTARIS DALAM PENDIRIAN PERSEROAN TERBATAS. (Studi di Kantor Notaris Sukoharjo) S K R I P S I

PERANAN NOTARIS DALAM PENDIRIAN PERSEROAN TERBATAS. (Studi di Kantor Notaris Sukoharjo) S K R I P S I PERANAN NOTARIS DALAM PENDIRIAN PERSEROAN TERBATAS (Studi di Kantor Notaris Sukoharjo) S K R I P S I Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Fakultas Hukum Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan merupakan negara hukum. Negara Kesatuan Republik Indonesia menganut. rendah sehingga menjadi urusan rumah tangga daerah itu. 1.

BAB I PENDAHULUAN. dan merupakan negara hukum. Negara Kesatuan Republik Indonesia menganut. rendah sehingga menjadi urusan rumah tangga daerah itu. 1. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Indonesia merupakan Negara Kesatuan yang berbentuk Republik dan merupakan negara hukum. Negara Kesatuan Republik Indonesia menganut asas Desentralisasi. Desentralisasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan berkembangnya jumlah penduduk, kebutuhan akan tanah terus

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan berkembangnya jumlah penduduk, kebutuhan akan tanah terus 12 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Tanah ditempatkan sebagai suatu bagian penting bagi kehidupan manusia. Seiring dengan berkembangnya jumlah penduduk, kebutuhan akan tanah terus meningkat.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pajak pada mulanya merupakan suatu upeti (pemberian secara cumacuma)

BAB I PENDAHULUAN. Pajak pada mulanya merupakan suatu upeti (pemberian secara cumacuma) 8 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pajak pada mulanya merupakan suatu upeti (pemberian secara cumacuma) namun sifatnya merupakan suatu kewajiban yang dapat dipaksakan yang harus dilaksanakan oleh rakyat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bangsa sepanjang masa dalam mencapai sebesar-besar kemakmuran rakyat yang

BAB I PENDAHULUAN. bangsa sepanjang masa dalam mencapai sebesar-besar kemakmuran rakyat yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanah sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa kepada bangsa Indonesia, merupakan salah satu sumber utama bagi kelangsungan hidup dan penghidupan bangsa sepanjang

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN Untuk memperoleh data atau bahan yang diperlukan dalam penelitian ini, penulis melakukan penelitian hukum dengan metode yang lazim digunakan dalam metode penelitian hukum dengan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN Metode berasal dari bahasa Yunani, Methodos yang artinya adalah cara atau jalan. Dikaitkan dengan penelitian ilmiah, maka metode menyangkut masalah cara kerja, yaitu cara kerja

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. umum adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau

BAB I PENDAHULUAN. umum adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pajak mempunyai peranan yang sangat penting dalam kehidupan bernegara, khususnya di dalam pembangunan karena pajak merupakan sumber pendapatan negara untuk membiayai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pelaksanaan pembangunan dalam segala bidang selalu ditingkatkan dari waktu ke

BAB I PENDAHULUAN. pelaksanaan pembangunan dalam segala bidang selalu ditingkatkan dari waktu ke BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Indonesia merupakan negara yang sedang berkembang sehingga pelaksanaan pembangunan dalam segala bidang selalu ditingkatkan dari waktu ke waktu. Pembangunan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tanah sebagai salah satu sumber daya alam merupakan karunia Tuhan Yang

BAB I PENDAHULUAN. Tanah sebagai salah satu sumber daya alam merupakan karunia Tuhan Yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanah sebagai salah satu sumber daya alam merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa. Tanah merupakan kebutuhan hidup manusia yang paling mendasar sebagai sumber penghidupan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pajak merupakan sumber pendapatan negara diluar sektor migas. Melalui

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pajak merupakan sumber pendapatan negara diluar sektor migas. Melalui 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pajak merupakan sumber pendapatan negara diluar sektor migas. Melalui pajak suatu negara dapat mewujudkan kemandirian dalam pembiayaan pembangunan. Pajak adalah iuran

Lebih terperinci

PERAN DAN TANGGUNG JAWAB PPAT DALAM MENGOPTIMALKAN PENERIMAAN BPHTB

PERAN DAN TANGGUNG JAWAB PPAT DALAM MENGOPTIMALKAN PENERIMAAN BPHTB negara. 2 Bagi pihak yang mengalihkan hak atas tanah dan/atau bangunan berlaku PERAN DAN TANGGUNG JAWAB PPAT DALAM MENGOPTIMALKAN PENERIMAAN BPHTB BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pajak adalah iuran

Lebih terperinci

BAB I. Pembangunan perekonomian nasional yang diselenggarakan berdasarkan. demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi yang berkeadilan,

BAB I. Pembangunan perekonomian nasional yang diselenggarakan berdasarkan. demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi yang berkeadilan, BAB I A. Latar Belakang Pembangunan perekonomian nasional yang diselenggarakan berdasarkan demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi yang berkeadilan, berkelanjutan, kemandirian serta menjaga

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian merupakan suatu proses, yaitu suatu rangkaian langkah yang dilakukan secara terencana dan sistematis untuk memperoleh pemecahan masalah atau jawaban

Lebih terperinci

TENTANG. dilakukan. Nomor 21. diubah. Tanah dan. Tahun. Nomor...

TENTANG. dilakukan. Nomor 21. diubah. Tanah dan. Tahun. Nomor... UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2000 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 1997 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan satu macam

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan satu macam BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Pendekatan Masalah Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan satu macam pendekatan, yaitu pendekatan yuridis normatif. Penelitian hukum normatif adalah

Lebih terperinci

RGS Mitra 1 of 15 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RGS Mitra 1 of 15 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RGS Mitra 1 of 15 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2000 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 1997 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diatur dalam Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

BAB I PENDAHULUAN. diatur dalam Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Indonesia adalah Negara Kesatuan yang berbentuk Republik, sebagaimana telah diatur dalam Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan yaitu mewujudkan pembangunan adil dan makmur, berdasarkan. Pancasila dan Undang-undang Dasar Republik Indonesia 1945.

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan yaitu mewujudkan pembangunan adil dan makmur, berdasarkan. Pancasila dan Undang-undang Dasar Republik Indonesia 1945. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sejak awal didirikannya Republik Indonesia, yang menjadi tujuan utama pembangunan yaitu mewujudkan pembangunan adil dan makmur, berdasarkan Pancasila dan Undang-undang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) adalah pajak negara yang dikenakan terhadap

BAB I PENDAHULUAN. Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) adalah pajak negara yang dikenakan terhadap BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) adalah pajak negara yang dikenakan terhadap bumi atau bangunan berdasarkan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2000 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 1997 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN

Lebih terperinci

MEI SUBROTO NIM. R

MEI SUBROTO NIM. R PERANAN CAMAT SELAKU PEJABAT PEMBUAT AKTA TANAH DALAM PENETAPAN BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN SEBAGAI UPAYA UNTUK MENDUKUNG PENINGKATAN PENDAPATAN DAERAH DI KAB. KARANGANYAR NASKAH PUBLIKASI

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA. Adjie, Habib, 2007, Hukum Notaris Indonesia, Rafika Aditama, Bandung.

DAFTAR PUSTAKA. Adjie, Habib, 2007, Hukum Notaris Indonesia, Rafika Aditama, Bandung. 117 DAFTAR PUSTAKA Literatur : Adjie, Habib, 2007, Hukum Notaris Indonesia, Rafika Aditama, Bandung. Anastasia, Diana dan Lilis Setiawati, 2009, Perpajakan Indonesia Konsep, Aplikasi dan Penuntun Praktis,

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA 1 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN Menimbang : a. Mengingat : 1. DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANDUNG BARAT, bahwa

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Yogyakarta telah melaksankan ketentuan-ketentuan aturan hukum jaminan

BAB III METODE PENELITIAN. Yogyakarta telah melaksankan ketentuan-ketentuan aturan hukum jaminan BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif dengan pendekatan undang-undang (statute approach) yang dilakukan dengan menelaah semua undang-undang dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Perseroan Terbatas Nomor 40 Tahun 2007 dapat diartikan. dalam undang-undang serta peraturan pelaksanaannya.

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Perseroan Terbatas Nomor 40 Tahun 2007 dapat diartikan. dalam undang-undang serta peraturan pelaksanaannya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Awal mula masuknya peseroan terbatas dalam tatanan hukum Indonesia adalah melalui asas konkordasi, yaitu asas yang menyatakan bahwa peraturan yang berlaku di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sejak dahulu tanah sangat erat hubungannya dengan kehidupan manusia

BAB I PENDAHULUAN. Sejak dahulu tanah sangat erat hubungannya dengan kehidupan manusia 14 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sejak dahulu tanah sangat erat hubungannya dengan kehidupan manusia sehari-hari dan merupakan kebutuhan hidup manusia yang mendasar. Manusia hidup, berkembang biak,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian hukum normatif atau memiliki persamaan dengan penelitian doktrinal (doctrinal research).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pasal 1 ayat (2) UUPA menyatakan bahwa seluruh bumi, air dan ruang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pasal 1 ayat (2) UUPA menyatakan bahwa seluruh bumi, air dan ruang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pasal 1 ayat (2) UUPA menyatakan bahwa seluruh bumi, air dan ruang angkasa, termasuk kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dalam wilayah Republik Indonesia, sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkembang biak, serta melakukan aktivitas di atas tanah, sehingga setiap saat manusia

BAB I PENDAHULUAN. berkembang biak, serta melakukan aktivitas di atas tanah, sehingga setiap saat manusia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sejak dulu tanah sangat erat hubungannya dengan kehidupan manusia sehari-hari dan merupakan kebutuhan hidup manusia yang mendasar. Manusia hidup dan berkembang

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA SUKABUMI

LEMBARAN DAERAH KOTA SUKABUMI LEMBARAN DAERAH KOTA SUKABUMI TAHUN 2011 NOMOR 1 PERATURAN DAERAH KOTA SUKABUMI TANGGAL : 3 JANUARI 2011 NOMOR : 1 TAHUN 2011 TENTANG : BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN Sekretariat Daerah Kota

Lebih terperinci

PERTANGGUNGJAWABAN KOPERASI TIDAK TERDAFTAR SEBAGAI BADAN HUKUM

PERTANGGUNGJAWABAN KOPERASI TIDAK TERDAFTAR SEBAGAI BADAN HUKUM PERTANGGUNGJAWABAN KOPERASI TIDAK TERDAFTAR SEBAGAI BADAN HUKUM ABSTRAK Indra Perdana Tanjung Ilmu Hukum, Fakultas Hukum UNA, Kisaran Sumatera Utara Universitas Asahan; Jalan Ahmad Yani, (0623) 42643 e-mail

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN NUNUKAN

PEMERINTAH KABUPATEN NUNUKAN PEMERINTAH KABUPATEN NUNUKAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN NUNUKAN NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI NUNUKAN, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN REJANG LEBONG

PEMERINTAH KABUPATEN REJANG LEBONG PEMERINTAH KABUPATEN REJANG LEBONG PERATURAN DAERAH KABUPATEN REJANG LEBONG NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI REJANG LEBONG Menimbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perseroan terbatas merupakan salah satu bentuk Maskapai Andil Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Perseroan terbatas merupakan salah satu bentuk Maskapai Andil Indonesia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perseroan terbatas merupakan salah satu bentuk Maskapai Andil Indonesia yang ada di Indonesia. Bila kita liat pada KUHD perseroan terbatas tidak diatur secara terperinci

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah adalah salah satu

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah adalah salah satu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah adalah salah satu landasan yuridis bagi pengembangan otonomi daerah di Indonesia. Dalam undang-undang ini

Lebih terperinci

WALIKOTA MATARAM PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN DAERAH KOTA MATARAM NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG

WALIKOTA MATARAM PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN DAERAH KOTA MATARAM NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG WALIKOTA MATARAM PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN DAERAH KOTA MATARAM NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA MATARAM NOMOR 12 TAHUN 2010 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. norma. Sistem norma yang dimaksud adalah mengenai asas-asas, norma,

BAB III METODE PENELITIAN. norma. Sistem norma yang dimaksud adalah mengenai asas-asas, norma, BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian hukum normatif, artinya penelitian hukum yang meletakkan hukum sebagai sebuah bangunan sistem norma. Sistem norma yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hal ini dikarenakan bahwa negara Indonesia merupakan negara agraris, terdapat simbol status sosial yang dimilikinya.

BAB I PENDAHULUAN. Hal ini dikarenakan bahwa negara Indonesia merupakan negara agraris, terdapat simbol status sosial yang dimilikinya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanah merupakan arti penting bagi kehidupan bangsa Indonesia. Hal ini dikarenakan bahwa negara Indonesia merupakan negara agraris, sehingga setiap kegiatan yang dilakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penggunaan lembaga jaminan sudah sangat populer dan sudah tidak asing

BAB I PENDAHULUAN. Penggunaan lembaga jaminan sudah sangat populer dan sudah tidak asing BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penggunaan lembaga jaminan sudah sangat populer dan sudah tidak asing lagi di masyarakat dan lembaga jaminan memiliki peran penting dalam rangka pembangunan perekonomian

Lebih terperinci

WALIKOTA PANGKALPINANG PERATURAN DAERAH KOTA PANGKALPINANG

WALIKOTA PANGKALPINANG PERATURAN DAERAH KOTA PANGKALPINANG WALIKOTA PANGKALPINANG PERATURAN DAERAH KOTA PANGKALPINANG NOMOR 01 TAHUN 2011 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN (BPHTB) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PANGKALPINANG, Menimbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar 1945 yang menyatakan: Bumi air dan kekayaan

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar 1945 yang menyatakan: Bumi air dan kekayaan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanah dalam kehidupan manusia mempunyai peran yang sangat penting karena merupakan sumber kesejahteraan, kemakmuran, dan kehidupan. Selain itu tanah mempunyai hubungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, membayar pajak merupakan salah satu kewajiban dalam. mewujudkan peran sertanya dalam membiayai pembangunan secara

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, membayar pajak merupakan salah satu kewajiban dalam. mewujudkan peran sertanya dalam membiayai pembangunan secara BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pajak adalah salah satu sumber penerimaan negara. Banyak negara, termasuk Indonesia mengandalkan penerimaan pajak sebagai sumber penerimaan negara utama. 1 Pajak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam rangka mengembangkan usahanya, Seorang pengusaha tidak mungkin

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam rangka mengembangkan usahanya, Seorang pengusaha tidak mungkin 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam rangka mengembangkan usahanya, Seorang pengusaha tidak mungkin menangani seluruh kegiatan yang ada dalam perusahaan, maka dibutuhkan sumber daya manusia

Lebih terperinci

BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN Undang-Undang No. 21 Tahun 1997 tanggal 29 Mei 1997 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN Undang-Undang No. 21 Tahun 1997 tanggal 29 Mei 1997 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN Undang-Undang No. 21 Tahun 1997 tanggal 29 Mei 1997 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa Negara Republik Indonesia

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR : 8 TAHUN 2010 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RANCANGAN PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR : 8 TAHUN 2010 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA RANCANGAN PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR : 8 TAHUN 2010 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TASIKMALAYA, Menimbang : a. bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN PURWOREJO

PEMERINTAH KABUPATEN PURWOREJO PEMERINTAH KABUPATEN PURWOREJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR 19 TAHUN 2010 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURWOREJO, Menimbang :

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMENEP NOMOR : 8 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMENEP NOMOR : 8 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMENEP NOMOR : 8 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUMENEP Menimbang Mengingat : : a. bahwa pajak daerah

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 1997 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 1997 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 1997 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Presiden Republik Indonesia, Menimbang : a. bahwa Negara Republik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Asuransi atau pertanggungan timbul karena kebutuhan manusia.

BAB I PENDAHULUAN. Asuransi atau pertanggungan timbul karena kebutuhan manusia. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Asuransi atau pertanggungan timbul karena kebutuhan manusia. Perkembangan asuransi di Indonesia tentunya tidak terlepas dari perkembangan ekonomi dan teknologi dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Jaminan atau agunan yang diajukan atau yang diberikan oleh debitur

BAB I PENDAHULUAN. Jaminan atau agunan yang diajukan atau yang diberikan oleh debitur 9 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jaminan atau agunan yang diajukan atau yang diberikan oleh debitur kepada Bank berupa tanah-tanah yang masih belum bersertifikat atau belum terdaftar di Kantor Pertanahan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

BAB I PENDAHULUAN. Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu tujuan Negara Republik Indonesia yang tertuang dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (selanjutnya disingkat dengan UUD

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ataupun pekerjaan. Baik pekerjaan yang diusahakan sendiri maupun bekerja pada orang lain.

BAB I PENDAHULUAN. ataupun pekerjaan. Baik pekerjaan yang diusahakan sendiri maupun bekerja pada orang lain. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam menjalani kehidupan ini manusia mempunyai kebutuhan yang beraneka ragam, untuk memenuhi semua kebutuhan tersebut manusia dituntut untuk melaksanakan suatu usaha

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. atau yang biasa diucapkan oleh banyak orang sebagai Materai, sebenarnya

BAB I PENDAHULUAN. atau yang biasa diucapkan oleh banyak orang sebagai Materai, sebenarnya BAB I PENDAHULUAN A. Alasan Pemilihan Judul Meterai sudah sering digunakan oleh setiap orang dewasa ini, sehingga sudah bukan merupakan penggunaan yang asing lagi dalam masyarakat. Meterai atau yang biasa

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. eksistensi fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia dalam tata

BAB III METODE PENELITIAN. eksistensi fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia dalam tata 51 BAB III METODE PENELITIAN A. Tipe dan Jenis Penelitian Tipe penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian eksplanatoris, yaitu menerangkan, memperkuat, atau menguji sesuatu terkait

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. ilmiah adalah proses analisa yang meliputi metode-metode penelitian untuk

BAB III METODE PENELITIAN. ilmiah adalah proses analisa yang meliputi metode-metode penelitian untuk BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis, Sifat, Lokasi Dan Waktu Penelitian 3.1.1. Jenis Penelitian Hal yang cukup penting dalam penelitian hukum sebagai suatu kegiatan ilmiah adalah proses analisa yang meliputi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Semenjak diundangkannya UUPA maka pengertian jual-beli tanah

BAB I PENDAHULUAN. Semenjak diundangkannya UUPA maka pengertian jual-beli tanah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Semenjak diundangkannya UUPA maka pengertian jual-beli tanah bukan lagi suatu perjanjian seperti dalam pasal 1457 jo 1458 KUH Perdata Indonesia. Jual-beli tanah diatur

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2000 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 1997 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Maha Esa. Tanah merupakan salah satu kebutuhan manusia yang sangat absolute dan

BAB I PENDAHULUAN. Maha Esa. Tanah merupakan salah satu kebutuhan manusia yang sangat absolute dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanah sebagai salah satu sumber daya alam yang merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa. Tanah merupakan salah satu kebutuhan manusia yang sangat absolute dan vital artinya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seseorang dilahirkan, maka ia dalam hidupnya akan mengemban hak dan

BAB I PENDAHULUAN. seseorang dilahirkan, maka ia dalam hidupnya akan mengemban hak dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bangsa Indonesia yang merdeka di dalam wadah Negara Republik Indonesia sudah berumur lebih dari setengah abad, tetapi setua umur tersebut hukum nasional yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. aktifitasnya yang berupa tanah. Tanah dapat berfungsi tidak saja sebagai lahan

BAB I PENDAHULUAN. aktifitasnya yang berupa tanah. Tanah dapat berfungsi tidak saja sebagai lahan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupannya, baik sebagai individu maupun sebagai makhluk sosial, manusia tentu memerlukan lahan atau tempat sebagai fondasi untuk menjalankan aktifitasnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional, karena kesehatan sebagai kebutuhan yang sangat

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional, karena kesehatan sebagai kebutuhan yang sangat 10 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan merupakan salah satu faktor terpenting dalam pelaksanaan pembangunan nasional, karena kesehatan sebagai kebutuhan yang sangat mendasar dan dibutuhkan oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan hidupnya. Dalam memenuhi segala kebutuhan hidup, akal dan pikiran. Ia memerlukan tangan ataupun bantuan dari pihak lain.

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan hidupnya. Dalam memenuhi segala kebutuhan hidup, akal dan pikiran. Ia memerlukan tangan ataupun bantuan dari pihak lain. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia adalah makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa yang paling tinggi derajatnya dibandingkan dengan makhluk ciptaan Tuhan lainnya. Hal ini dikarenakan manusia diberikan

Lebih terperinci

5. waris. 6. pemasukan dalam perseroan atau badan hukum lain. 7. pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan. 8. penunjukkan pembeli dalam lelang. 9.

5. waris. 6. pemasukan dalam perseroan atau badan hukum lain. 7. pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan. 8. penunjukkan pembeli dalam lelang. 9. BPHTB HIBAH WASIAT Terhitung sejak tanggal 1 Januari 2011 penarikan pengelolaan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) oleh pemerintah kota/kabupaten. Pengalihan ini merupakan implementasi dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dilaksanakan melalui tiga asas yaitu desentralisasi, dekosentrasi dan tugas

BAB I PENDAHULUAN. dilaksanakan melalui tiga asas yaitu desentralisasi, dekosentrasi dan tugas BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Republik Indonesia adalah negara kesatuan dengan sistem desentralisasi. Sehubungan dengan itu penyelenggaraan pemerintahan di daerah dilaksanakan melalui

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA. Amiruddin dan Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2004

DAFTAR PUSTAKA. Amiruddin dan Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2004 120 DAFTAR PUSTAKA A. Buku-buku Ananda, Candra Fajri, dkk, Tim Asistensi Kementrian Keuangan Bidang Desentralisasi Fiskal, Analisa Dampak Pengalihan Pemungutan BPHTB ke Daerah Terhadap Kondisi Fiskal Daerah,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tertentu yang dilingkupi oleh aspek hukum, tehnis dan ekonomi. 1 Badan usaha

BAB I PENDAHULUAN. tertentu yang dilingkupi oleh aspek hukum, tehnis dan ekonomi. 1 Badan usaha BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Badan usaha adalah sebuah organisasi yang bergerak dalam bidang usaha tertentu yang dilingkupi oleh aspek hukum, tehnis dan ekonomi. 1 Badan usaha dengan perusahaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berhadapan dengan keterbatasan ketersediaan lahan pertanahan.

BAB I PENDAHULUAN. berhadapan dengan keterbatasan ketersediaan lahan pertanahan. 14 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Seiring dengan pertumbuhan jumlah penduduk dan meningkatnya kebutuhan dari berbagai dinamika masyarakat, semakin tinggi pula tuntutan terhadap pembangunan untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Suatu perusahaan dalam rangka pengembangan usahanya dimungkinkan

BAB I PENDAHULUAN. Suatu perusahaan dalam rangka pengembangan usahanya dimungkinkan BAB I PENDAHULUAN A. Pendahuluan Suatu perusahaan dalam rangka pengembangan usahanya dimungkinkan mempunyai utang. Perusahaan yang mempunyai utang bukanlah merupakan suatu hal yang buruk, asalkan perusahaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. segala aspeknya melainkan hanya mengatur salah satu aspeknya, yaitu tanah

BAB I PENDAHULUAN. segala aspeknya melainkan hanya mengatur salah satu aspeknya, yaitu tanah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ruang lingkup bumi menurut UUPA adalah permukaan bumi dan tubuh bumi di bawahnya serta yang berada di bawah air. Permukan bumi sebagai dari bumi disebut tanah.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. - Uang berfungsi sebagai alat tukar atau medium of exchange yang dapat. cara barter dapat diatasi dengan pertukaran uang.

BAB I PENDAHULUAN. - Uang berfungsi sebagai alat tukar atau medium of exchange yang dapat. cara barter dapat diatasi dengan pertukaran uang. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di zaman sekarang semua kegiatan manusia tidak lepas dari yang namanya uang. Mulai dari hal yang sederhana, sampai yang kompleks sekalipun kita tidak dapat lepas dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam mewujudkan Otonomi Daerah, segala macam pembangunan diserahkan langsung kepada tiap-tiap daerah untuk mengatur rumah tangganya sendiri. Otonomi adalah hak, wewenang

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2000 TENTANG

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2000 TENTANG PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2000 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 1997 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN UMUM Negara Republik Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia di dalam kehidupannya mempunyai bermacam-macam kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. Manusia di dalam kehidupannya mempunyai bermacam-macam kebutuhan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia di dalam kehidupannya mempunyai bermacam-macam kebutuhan dalam hidupnya. Kebutuhan itu berfungsi untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya. Oleh karena itu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagaimana diatur oleh undang - undang termasuk dalam hal pengikatan antara

BAB I PENDAHULUAN. sebagaimana diatur oleh undang - undang termasuk dalam hal pengikatan antara BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Notaris dan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) merupakan pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta otentik dan kewenangan lainnya sebagaimana diatur oleh undang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia sebagai makhluk sosial yang tidak dapat lepas dari hidup

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia sebagai makhluk sosial yang tidak dapat lepas dari hidup BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia sebagai makhluk sosial yang tidak dapat lepas dari hidup bermasyarakat, karena sebagai individu, manusia tidak dapat menjalani kehidupannya sendiri untuk mencapai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengenai segala jenis usaha dan bentuk usaha. Rumusan pengertian

BAB I PENDAHULUAN. mengenai segala jenis usaha dan bentuk usaha. Rumusan pengertian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum perusahaan adalah semua peraturan hukum yang mengatur mengenai segala jenis usaha dan bentuk usaha. Rumusan pengertian perusahaan terdapat dalam Pasal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. itu dibagi menjadi 2 (dua) bagian besar secara mendasar, principal yaitu :

BAB I PENDAHULUAN. itu dibagi menjadi 2 (dua) bagian besar secara mendasar, principal yaitu : 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu tugas utama, kewenangan atau kekuasaan dari Negara memberikan pelayanan kepada masyarakat umum. Pelayanan Negara kepada masyarakat umum itu dibagi menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menanamkan modalnya di Indonesia. Untuk itu diperlukan dukungan dari

BAB I PENDAHULUAN. menanamkan modalnya di Indonesia. Untuk itu diperlukan dukungan dari 8 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang sedang berkembang. Banyak perusahaan lokal dan internasional mencari berbagai kegiatan dalam rangka menanamkan modalnya

Lebih terperinci

PERATURAN WALIKOTA MALANG NOMOR 55 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PEMBAYARAN, PENYETORAN DAN TEMPAT PEMBAYARAN BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN

PERATURAN WALIKOTA MALANG NOMOR 55 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PEMBAYARAN, PENYETORAN DAN TEMPAT PEMBAYARAN BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN SALINAN NOMOR 41/E, 2010 PERATURAN WALIKOTA MALANG NOMOR 55 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PEMBAYARAN, PENYETORAN DAN TEMPAT PEMBAYARAN BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. haknya atas tanah yang bersangkutan kepada pihak lain (pembeli). Pihak

BAB I PENDAHULUAN. haknya atas tanah yang bersangkutan kepada pihak lain (pembeli). Pihak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Jual beli tanah merupakan suatu perjanjian dalam mana pihak yang mempunyai tanah (penjual) berjanji dan mengikatkan diri untuk menyerahkan haknya atas tanah

Lebih terperinci

PENGALIHAN PEMUNGUTAN BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN/ATAU BANGUNAN MENJADI PAJAK DAERAH

PENGALIHAN PEMUNGUTAN BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN/ATAU BANGUNAN MENJADI PAJAK DAERAH PENGALIHAN PEMUNGUTAN BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN/ATAU BANGUNAN MENJADI PAJAK DAERAH I. PENDAHULUAN Meningkatnya kegiatan pembangunan di segala bidang, menyebabkan peningkatan pula kebutuhan akan

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA. Siregar, Tampil Anshari, Mempertahankan Hak Atas Tanah, Multi Grafik, Medan, 2005

DAFTAR PUSTAKA. Siregar, Tampil Anshari, Mempertahankan Hak Atas Tanah, Multi Grafik, Medan, 2005 DAFTAR PUSTAKA A. Buku Siregar, Tampil Anshari, Mempertahankan Hak Atas Tanah, Multi Grafik, Medan, 2005., Pendaftaran Tanah Kepastian Hak, Multi Grafik Medan, Medan, Achmad, Yulianto dan Mukti Fajar ND.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masih tetap berlaku sebagai sumber utama. Unifikasi hak-hak perorangan atas

BAB I PENDAHULUAN. masih tetap berlaku sebagai sumber utama. Unifikasi hak-hak perorangan atas BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sejak diundangkannya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA) pada tanggal 24 September 1960, telah terjadi perubahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berdimensi dua dengan ukuran panjang dan lebar. Hukum tanah disini bukan

BAB I PENDAHULUAN. berdimensi dua dengan ukuran panjang dan lebar. Hukum tanah disini bukan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam pengertian konteks agraria, tanah berarti permukaan bumi paling luar berdimensi dua dengan ukuran panjang dan lebar. Hukum tanah disini bukan mengatur tanah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. negara hukum juga terdapat dalam Pasal 1 ayat (3) UUD Pasal 18 ayat (1)

BAB I PENDAHULUAN. negara hukum juga terdapat dalam Pasal 1 ayat (3) UUD Pasal 18 ayat (1) 10 BAB I PENDAHULUAN H. Latar Belakang Tujuan Negara Indonesia sebagaimana dituangkan dalam alinea keempat Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (selanjutnya disebut UUD 1945),

Lebih terperinci