BAB I PENDAHULUAN. kegiatannya seperti pendidikan, kesehatan, keagamaan dan kegiatan sosial lainnya

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. kegiatannya seperti pendidikan, kesehatan, keagamaan dan kegiatan sosial lainnya"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Yayasan sebenarnya telah dikenal cukup lama dengan berbagai bidang kegiatannya seperti pendidikan, kesehatan, keagamaan dan kegiatan sosial lainnya yang belum tertangani oleh badan hukum lainnya. Namun demikian, keberadaan yayasan tersebut hanya berdasarkan pada kebiasaan, doktrin dan yurisprudensi. Tidak terdapatnya aturan hukum yang secara khusus mengatur tentang yayasan ini mengakibatkan terjadinya berbagai penafsiran terkait misalnya status hukum, hakikat dan tujuan suatu yayasan serta aspek-aspek lain dalam pengelolaan yayasan. Yayasan di Indonesia setelah orde baru banyak didirikan oleh lembagalembaga atau instansi pemerintah baik pusat maupun daerah termasuk Badan Usaha Milik Negara (selanjutnya disebut BUMN) maupun Badan Usaha Milik Daerah (selanjutnya disebut BUMD) serta pihak swasta yang bergerak dalam banyak kegiatan bahkan ternyata telah berubah yang semula tujuan sosial mengarah ke tujuan komersil. Namun, pendirian yayasan oleh lembaga-lembaga pemerintah termasuk BUMN dan BUMD pada umumnya memanfaatkan fasilitas, baik dalam bentuk sarana, prasarana ataupun kewenangan publik yang melekat pada lembaga-lembaga pemerintah atau BUMN maupun BUMD tersebut yang diwakili oleh pejabat-pejabat sebagai pendiri yayasan. Demikian pula yayasan yang didirikan oleh swasta, khususnya yayasan yang bergerak dalam bidang 1

2 2 pendidikan telah berubah arah dari tujuan sosial ke arah komersil, sehingga aparat pajak mulai mengincar yayasan pendidikan sebagai wajib pajak yang merupakan salah satu target pemasukan pendapatan negara. Hal ini tidak sejalan dengan maksud dan tujuan yang tercantum dalam anggaran dasar yayasan, pada pihak lain ada dugaan yayasan digunakan untuk menampung kekayaan yang berasal dari para pendiri atau pihak lain dengan cara melawan hukum. 1 Dasar atau jiwa dari setiap pendirian yayasan hakekatnya bermotif sosial yaitu bertujuan membantu masyarakat. Fungsi sosial inilah yang seharusnya dominan dan dicantumkan dalam setiap akta pendirian yayasan. Walaupun pada hakekatnya yayasan ini tidak bertujuan untuk tidak mengejar keuntungan, tetapi karena banyaknya kemudahan-kemudahan yang diberikan kepada yayasan, baik dari proses pendiriannya yang sederhana, maupun secara keseluruhan operasionalnya, menyebabkan banyak orang atau badan yang sengaja mendirikan yayasan. Padahal, pendirian yayasan ini hanya merupakan kedok untuk mendapatkan kemudahan-kemudahan atau fasilitas-fasilitas lain, seperti memperkaya diri organ, menimbun kekayaan pendiri serta untuk menghindari pajak. Dengan kata lain, banyak yayasan yang melakukan bisnis terselubung dengan dalih untuk mencapai tujuan yayasan. 2 Pengaturan untuk menjamin kepastian dan ketertiban hukum maka dibentuklah Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 jo Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 tentang Yayasan (selanjutnya disebut Undang-Undang Yayasan). 1 Abdulkadir Muhammad, Hukum Perusahaan Indonesia (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 1999), hlm Anwar Borahima, Kedudukan Yayasan Di Indonesia (Jakarta: Kencana Prenada Media, 2010), hlm. 6.

3 3 Dasar hukum tentang yayasan lainnya adalah Peraturan Pemerintah Nomor 63 Tahun 2008 tentang Pelaksanaan Undang-Undang tentang Yayasan (selanjutnya disebut PP No. 63 Tahun 2008). Dengan adanya pengaturan terhadap yayasan ini diharapkan dapat menertibkan yayasan yang semula didirikan oleh lembagalembaga pemerintah dan kemudian dipimpin oleh mantan tokoh-tokoh pemerintah, seperti mantan Presiden Soeharto yang diduga sebagai sarang Korupsi, Kolusi dan Nepotisme. Pengaturan terhadap yayasan ini juga ditujukan untuk melindungi kekayaan yayasan yang berasal dari sebagian harta kekayaan pendiri yang dialihkan. Hal ini dikarenakan adanya kemungkinan permasalahan tentang campur tangan pembina terhadap pengurus yayasan yang mengelola kekayaan. Memang dalam Undang-Undang Yayasan telah diatur juga peran dan fungsi dari pembina. Namun perlu diingat, bahwa pembina juga mempunyai wewenang untuk mengevaluasi kekayaan, hak dan kewajiban yayasan. Ada kemungkinan bila pengurus dalam mengelola kekayaan yayasan tidak memenuhi kepentingan pembina (dan selaku pendiri), maka pengurus tersebut bisa diberhentikan oleh pembina. Dari uraian ini dapat diketahui bahwa masih ada peluang terjadinya bentrokan kepentingan antara pembina dan pengurus dalam mengelola kekayaan. 3 Undang-Undang Yayasan tidak membenarkan pengalihan atau pembagian harta kekayaan yayasan secara langsung atau tidak langsung kepada organ yayasan kecuali untuk mengganti biaya yang telah dikeluarkan oleh organ. Hal ini bersifat kontradikif, mengingat pengelolaan yayasan diharapkan lebih profesional, 3 AB Susanto. et. al., Reformasi Yayasan (Jogjakarta: Andi, 2002), hlm. 125.

4 4 tetapi organ yayasan tidak boleh diberi gaji ataupun upah yang berasal dari kekayaan yang dimiliki serta hasil kegiatan usaha oleh yayasan terutama digunakan untuk menjalankan kegiatan operasional yayasan. Kekayaan yayasan digunakan untuk membayar berbagai macam biaya operasional yang terjadi, tidak termasuk biaya-biaya yang harus dibayar untuk keperluan pembina, pengurus dan pengawas dalam rangka menjalankan yayasan. Hal tersebut merupakan salah satu upaya melindungi yayasan dari tindakan-tindakan pembagian dan pengalihan harta kekayaan yayasan. Yayasan yang memiliki kegiatan komersial (bisnis), maka pendapatan dan biaya-biaya yang berkaitan dengan kegiatan bisnis tersebut perlu dicatat secara terpisah. Bahkan yayasan dapat membentuk badan usaha tersendiri yang mengelola kegiatan bisnis dari yayasan. Kegiatan usaha dari badan usaha yang dimiliki oleh yayasan dapat mencakup, antara lain, kesenian dan budaya, olah raga, perlindungan konsumen, pendidikan, lingkungan hidup, kesehatan, dan ilmu pengetahuan. Kegiatan komersial tersebut sebaiknya diserahkan kepada orang yang memiliki kompetensi dan kapabilitas untuk mengelolanya, sehingga tidak dirangkap oleh pembina, pengurus dan pengawas yayasan. 4 Keuntungan dari kegiatan komersial ini akan menjadi sumber (tambahan) penerimaan kas bagi yayasan, akan tetapi keuntungan ini tidak boleh dibagikan kepada pembina, pengurus dan pengawas. Hal ini bertentangan dengan kebiasaan pengurus yayasan di masa lalu, seringkali hasil keuntungan ini menjadi milik pribadi pengurus dan dapat menjadi obyek sengketa. Menurut Panggabean, di 4 AB Susanto. et. al., Op.Cit., hlm

5 5 masa lalu bahkan akta pendirian yayasan seringkali dijadikan alasan untuk mengalihkan harta kekayaan yayasan kepada para pengurus (dan anak keturunannya). 5 Umumnya bentuk-bentuk badan usaha yang dijalankan yayasan adalah sekolah-sekolah, rumah sakit, panti-panti sosial, dan rumah ibadah. Pengelolaan dan manajemen yang baik dari pengurus yayasan adalah faktor yang paling menetukan berhasilnya suatu yayasan dalam mencapai maksud dan tujuannya. Dalam menjalankan bentuk-bentuk badan usaha tersebut, yayasan harus memiliki harta kekayaan yang memadai. Oleh karena itu dengan berhasil atau tidaknya bentuk-bentuk badan usaha yayasan tersebut maka dapat berdampak bagi para simpatisan yang menyumbangkan sebagian hartanya untuk yayasan tersebut. Sumbangan-sumbangan yang didapat yayasan baik dari orang perorang, Negara, maupun pihak swasta dapat meningkatkan kinerja organ yayasan dalam mengelola yayasan tersebut. Ada yayasan yang semula mempunyai kegiatan yang nirlaba, bersifat sosial, keagamaan dan kemanusiaan berubah menjadi profit motif (unsur keuntungan) karena besarnya keuntungan yang dihasilkan dari kegiatan badan usahanya. Ada juga yayasan yang masih tetap eksis dengan maksud dan tujuannya yang nirlaba. Biasanya yayasan-yayasan yang demikian adalah suatu yayasan yang dimiliki oleh suatu perkumpulan atau badan keagamaan misalnya pada organisasi Islam, badan gereja. 5 Ibid., hlm. 131.

6 6 Pendiri dan para penyumbang yayasan harus benar-benar memahami bahwa kekayaan pribadinya yang telah diserahkannya kepada yayasan harus dipisahkan dari kekayaan pribadinya yang dinyatakannya dalam Surat Pernyataan Pemisahaan Harta Kekayaan hal ini diatur pada Pasal 7 PP Nomor 63 Tahun Pemisahan harta kekayaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 PP Nomor 63 Tahun 2008 harus disertai surat pernyataan pendiri mengenai keabsahan harta kekayaan yang dipisahkan yang artinya bahwa harta kekayaan yang diperoleh tidak dengan cara melawan hukum. Kekayaan tersebut harus dipakai untuk mewujudkan tujuan yayasan yang mulia. Dilihat dari teori kekayaan, teori ini mengungkapkan tentang keterikatan kekayaan sebuah badan hukum dengan tujuan dan maksud tertentu dari badan hukum yang bersangkutan. Teori ini menetapkan bahwa kekayaan haruslah dipisahkan dari pemiliknya dan digunakan untuk pendirian sebuah badan hukum. Dan karena yayasan adalah badan hukum oleh sebab itu tujuan dari pendirian yayasan adalah masyarakat, maka yayasan menjadi milik masyarakat sehingga kekayaannya pun harus digunakan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. B. Perumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang masalah tersebut diatas, maka pembahasan permasalahan akan dititikberatkan pada pembagian kekayaan yayasan kepada organ yayasan. Atas dasar itulah, skripsi ini dibatasi ruang lingkup kajian permasalahan sebagai berikut :

7 7 1. Bagaimana pengelolaan yayasan oleh organ yayasan menurut Undang-Undang Yayasan? 2. Bagaimana pembagian kekayaan yayasan kepada organ yayasan ditinjau dari Undang-Undang Yayasan? 3. Bagaimana akibat hukum dari pembagian kekayaan yayasan kepada organ yayasan ditinjau dari Undang-Undang Yayasan? C. Tujuan dan Manfaat Penulisan Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan dari penulisan skripsi ini adalah : 1. Untuk mengetahui sistem pengelolaan yayasan oleh organ yayasan menurut Undang-Undang Yayasan. 2. Untuk mengetahui dan menganalisis pembagian kekayaan yayasan kepada organ yayasan ditinjau dari Undang-Undang Yayasan. 3. Untuk mengetahui dan menganalisis akibat hukum dari pembagian kekayaan yayasan kepada organ yayasan ditinjau dari Undang-Undang Yayasan. Sementara hal yang diharapkan menjadi manfaat dari adanya penulisan skripsi ini adalah : 1. Manfaat teoritis Tulisan ini diharapkan dapat dijadikan bahan kajian dan memberikan sumbangan pemikiran dalam rangka perkembangan ilmu hukum pada umumnya, perkembangan hukum ekonomi dan khususnya di bidang badan hukum yayasan dalam pengelolaan yang dilakukan oleh organ yayasan.

8 8 2. Manfaat praktis Uraian dalam skripsi ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran dan menambah wawasan dan pengetahuan bagi masyarakat tentang hukum yayasan sehingga pendirian yayasan tidak hanya berkedok sebagai badan hukum dan juga tidak hanya bertujuan untuk memperkaya organ yayasan saja. Hal ini dimaksudkan agar registrasi yayasan dengan pola penerapan administrasi hukum yang baik dapat mencegah praktik perbuatan hukum yang dilakukan yayasan yang dapat merugikan yayasan. D. Keaslian Penulisan Sebelum melakukan penulisan skripsi berjudul Tinjauan Yuridis Tentang Pembagian Kekayaan Dari Yayasan Kepada Organ Yayasan Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 jo Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004, untuk mengetahui orisinalitas penulisan, terlebih dahulu dilakukan penulusuran terhadap berbagai judul skripsi yang tercatat pada fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. Pusat Dokumentasi dan Informasi Hukum/Perpustakaan Universitas cabang Fakultas Hukum USU melalui surat tertanggal 11 Desember 2014 menyatakan bahwa Tidak ada judul yang sama dan tidak terlihat adanya keterkaitan. Surat tersebut dijadikan dasar bagi bapak Ramli Siregar (Sekretaris Departemen Hukum Ekonomi Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara) untuk menerima judul yang diajukan oleh penulis, karena substansi yang terdapat

9 9 dalam skripsi ini dinilai berbeda dengan judul-judul skripsi lain yang terdapat dilingkungan Perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. Penelusuran berbagai judul karya ilmiah melalui media internet, dan sepanjang penelusuran telah dilakukan dan tidak ditemukan penulis lain yang pernah mengangkat topik tersebut. Berdasarkan pemeriksaan dan hasil-hasil penelitian yang ada, penelitian mengenai Tinjauan Yuridis Tentang Pembagian Kekayaan Dari Yayasan Kepada Organ Yayasan Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 jo Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 belum pernah ada penelitian dilakukan dalam topik dan permasalahan yang sama. Sekalipun ada, hal tersebut adalah diluar pengetahuan. Permasalahan yang dibahas dalam skripsi ini adalah murni hasil pemikiran pribadi yang didasarkan pada pengertianpengertian, teori-teori dan aturan hukum yang diperoleh melalui referensi media cetak maupun media elektronik. Penelitian ini disebut asli sesuai dengan asas keilmuan yaitu jujur, rasional, objektif dan terbuka serta dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah. E. Tinjauan Pustaka Undang-Undang Yayasan mengatakan bahwa yayasan merupakan badan hukum terdiri atas kekayaan yang dipisahkan dan diperuntukkan untuk mencapai tujuan dibidang sosial, keagamaan dan kemanusiaan hal ini terdapat dalam Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Yayasan. Sedangkan badan hukum adalah subyek hukum ciptaan manusia pribadi berdasarkan hukum, yang diberikan hak dan

10 10 kewajiban seperti manusia pribadi. 6 Selanjutnya yang dimaksud dengan subyek hukum adalah sesuatu yang mempunyai hak dan kewajiban diantaranya manusia (natuurlijke person) dan badan hukum (rechtpersoon). 7 Apabila disimak uraian di atas maka ada beberapa unsur yang dapat dikatakan sebagai yayasan: 1. Yayasan adalah badan hukum Undang-Undang Yayasan menyebutkan dalam Pasal 1 ayat (1) bahwa yayasan adalah badan hukum yang terdiri atas kekayaan yang dipisahkan dan diperuntukkan untuk mencapai tujuan tertentu dibidang sosial, keagamaan, dan kemanusiaan yang tidak mempunyai anggota. Badan Hukum adalah suatu badan yang ada karena hukum dan memang diperlukan keberadaannya sehingga disebut legal entity. Yayasan memperoleh status badan hukum setelah adanya akta pendirian yayasan yang dilakukan dengan akta notaris dan memperoleh pengesahan dari Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia. Pengaturan ini diatur dalam Pasal 11 ayat (1) Undang-Undang Yayasan. 2. Terdiri atas kekayaan yang dipisahkan Pemisahan kekayaan merupakan syarat yang mutlak untuk suatu badan hukum, walaupun cara dan akibat pemisahan ini tidak sama untuk setiap badan hukum. Adanya harta kekayaan ini dimaksudkan sebagai alat untuk mencapai tujuan dan merupakan sumber dari segala hubungan hukum. Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Yayasan menyebutkan bahwa yayasan adalah badan hukum yang terdiri atas kekayaan yang dipisahkan. Kemudian Pasal 26 ayat (1) Undang- 6 Abdulkadir Muhammad, Op.Cit., hlm C.S.T Kansil, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 1986), hlm. 117.

11 11 Undang Yayasan juga mengatakan, bahwa kekayaan yayasan berasal dari sejumlah kekayaan yang dipisahkan dalam bentuk uang dan barang. Sejalan dengan itu Pasal 9 ayat (1) Undang-Undang Yayasan menyebutkan, bahwa pendiri yayasan memisahkan sebagian harta kekayaannya sebagai kekayaan awal yayasan. Adanya hak hidup bagi suatu badan hukum, seperti halnya juga dengan yayasan, tergantung dari adanya hubungan-hubungan hukum. Kekayaan yang dipisahkan itulah yang menimbulkan hubungan-hubungan hukum antara yayasan dengan pihak luar. Pemisahan kekayaan diartikan sebagai melepaskan sesuatu kekayaan dalam bentuk uang dan barang dari kepemilikan orang yang mendirikan yayasan, sehingga menjadi milik dari yayasan itu sendiri. Barang itu dapat diganti, dipertukarkan atau dipindahtangankan dengan cara lain, asal saja menguntungkan bagi yayasan, kecuali jika peraturan yayasan tidak mengizinkannya Untuk mencapai tujuan dibidang sosial, keagamaan, kemanusiaan yang tidak mempunyai anggota Umumnya jika suatu badan hukum, maka niscaya badan yang bersangkutan mempunyai anggota. Lazimnya badan itu diadakan dengan tujuan untuk menghimpun sejumlah orang-orang yang dijadikan anggota dari badan yang bersangkutan. Tetapi, khusus pada yayasan tidak dikenal adanya anggota. Dalam Wet op Stichting yang di Belanda mengatur mengenai yayasan (stichting) tidak dikenal pula adanya anggota. Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Yayasan dengan 8 Anwar Borahima, Op.Cit., hlm. 29.

12 12 tegas mengatakan bahwa yayasan adalah badan hukum yang tidak mempunyai anggota. 9 Yayasan harus mempunyai tujuan sejak pendiriannya. Dalam hal ini Undang-Undang yayasan, telah membatasi dengan ketat mengenai tujuan dari yayasan sedemikian rupa sehingga yayasan tidak dapat disalahgunakan. Sebagaimana Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Yayasan, ditentukan bahwa yayasan diperuntukkan untuk tujuan tertentu di bidang sosial, keagamaan, dan kemanusiaan. Demikian yayasan hanyalah dapat mempunyai tujuan di tiga sektor ini. 10 Yayasan dalam melakukan kegiatannya sangat bergantung pada organnya. Organ yayasan sebagai wakil dari yayasan dalam melakukan segala perbuatan yang dilakukan yayasan dan sesuai dengan porsinya berstatus organ. Organ yayasan terdiri atas pembina, pengurus dan pengawas. 1. Pembina Pembina adalah organ yayasan yang mempunyai kewenangan yang tidak diserahkan kepada pengurus atau pengawas oleh Undang-Undang Yayasan atau anggaran dasar. Dengan ketentuan tersebut, kewenangan itu harus dilakukan oleh pembina itu sendiri, karena tidak mungkin dapat diserahkan oleh organ yayasan yang lain. Seperti wewenang yang diberikan Undang-Undang Yayasan untuk mengangkat dan memberhentikan anggota pengurus dan pengawas. Selaku organ tertinggi memiliki kewenangan untuk menilai hasil pekerjaan pengurus dan pengawas setiap tahun, hal ini tampak dalam laporan tahunan yang ditandatangani 9. 9 Rudhi Prasetya, Yayasan Dalam Teori dan Praktik (Jakarta: Sinar Grafika, 2012), hlm. 10 Ibid., hlm. 10.

13 13 oleh pengurus dan pengawas, kemudian disahkan dalam rapat embina. Rapat Pembina dapat saja menolak pengesahan jika laporan tersebut isinya tidak benar. 11 Pembina mengadakan rapat sekurang-kurangnya sekali dalam satu tahun. Dalam rapat tahunan, pembina melakukan evaluasi tentang kekayaan, hak dan kewajiban yayasan tahun yang lampau sebagai dasar pertimbangan bagi perkiraan mengenai perkembangan yayasan untuk tahun yang akan datang. Hal ini dimaksudkan agar organ pembina akan benar-benar melakukan pembinaan atau memberikan keputusan-keputusan atau kebijakan-kebijakan yang dapat memajukan maupun mengembangkan yayasan. 2. Pengurus Pengurus adalah organ yang melaksanakan kepengurusan suatu yayasan. Peranan pengurus sangat dominan pada suatu organisasi. Pengurus menempati kedudukan sentral dalam mengendalikan yayasan dan hal ini memberikan tanggung jawab yang besar, baik hubungan hukum di dalam maupun di luar pengadilan. Guna menjalankan kegiatan pengurus, maka organ pengurus terbagi atas ketua, sekretaris dan bendahara. Oleh karena pengurus diberikan wewenang untuk menjalankan kegiatan yayasan, maka pengurus bertanggung jawab untuk kepentingan dan tujuan yayasan. 12 Kewenangan pengurus juga dibatasi dalam hal-hal yang mengikat yayasan sebagai penjamin hutang, pengalihan atau pembagian kekayaan yayasan, atau pembebanan atas kekayaan yayasan untuk kepentingan pihak lain. Jika pengurus Gatot Supramono, Hukum Yayasan di Indonesia (Jakarta: Rineka Cipta, 2008), hlm. 12 R. Murjiyanto, Badan Hukum Yayasan (Aspek Pendirian dan Tanggung Jawab) (Yogyakarta: Liberty Yogyakarta, 2011), hlm. 31.

14 14 melakukan perbuatan hukum untuk dan atas nama yayasan, anggaran dasar dapat membatasi kewenangan tersebut dengan menentukan bahwa untuk perbuatan hukum tertentu diperlukan persetujuan terlebih dahulu dari pembina dan/atau pengawas, misalnya untuk menjaminkan kekayaan yayasan guna membangun sekolah atau rumah sakit. Oleh sebab itu pengurus bertanggung jawab penuh atas kepengurusan yayasan untuk kepentingan dan tujuan yayasan dan menjalankan yayasan dengan etikad baik Pengawas Pengawas adalah organ yayasan yang bertugas melakukan pengawasan serta memberi nasehat kepada pengurus dalam menjalankan kegiatan yayasan. Jadi dapat diartikan bahwa perlu ada suatu mekanisme di mana pengurus dalam menjalankan kegiatannya terkontrol hingga pengurus tidak bertindak sewenangwenang dan/atau merugikan yayasan. Dalam hubungan ini perlu adanya pengawas, sebagai organ pengontrol pengurus dimana pengaturan ini diatur dalam Pasal 40 ayat (1) Undang-Undang Yayasan. Jika organ pengawas mengetahui pengangkatan, pemberhentian dan penggantian pengurus tidak sesuai dengan anggaran dasar dapat mengajukan permohonan pembatalan demi kepentingan yayasan. 14 F. Metode Penelitian Untuk mendapatkan data yang valid dan akurat penelitian harus dilakukan secara sistematis dan teratur, sehingga metode yang dipakai sangatlah 13 Ibid., hlm Gatot Supramono, Op.Cit., hlm. 90.

15 15 menentukan. Metode penelitian yaitu urutan-urutan bagaimana penelitian itu dilakukan. Dalam penulisan skripsi ini, metode yang dipakai adalah sebagai berikut : 1. Spesifikasi penelitian Jenis penelitian dalam penulisan skripsi ini adalah penelitian hukum normatif, yaitu penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau bahan sekunder. 15 Pada penelitian hukum jenis ini, seringkali hukum dikonsepkan sebagai apa yang tertulis dalam peraturan perundang-undangan (law in books) atau hukum dikonsepkan sebagai kaidah atau norma yang merupakan patokan berperilaku manusia yang dianggap pantas. 16 Sifat penelitian dalam skripsi ini adalah deskriptif. Maksud dari penelitian ini adalah untuk memperoleh gambaran yang lengkap dan relevan terhadap asas-asas atau peraturan-peraturan yang berhubungan dengan tujuan penelitian ini, sehingga akan mempertegas hipotesa dan dapat membantu memperkuat teori lama atau membuat teori baru. Pendekatan penelitian dalam skripsi ini adalah pendekatan yuridis, yaitu dengan menganalisis permasalahan dalam penelitian melalui pendekatan terhadap asasasas hukum, yang mengacu pada norma-norma hukum yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan. 2. Sumber data Penelitian yuridis normatif menggunakan jenis data sekunder sebagai data utama. Data sekunder adalah data yang diperoleh dari kepustakaan. Data 15 Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif : Suatu Tinjauan Singkat (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2003), hlm Amiruddin dan H. Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2006), hlm. 118.

16 16 sekunder merupakan data primer yang telah diolah lebih lanjut dan disajikan baik oleh pihak pengumpul data primer atau oleh pihak lain. 17 Data sekunder berfungsi untuk mencari data awal/informasi, mendapatkan batasan/definisi/arti suatu istilah. Data sekunder yang dipakai adalah sebagai berikut : a. Bahan hukum primer, yaitu ketentuan-ketentuan dalam peraturan perundang-undangan yang mempunyai kekuatan hukum mengikat, baik peraturan yang dikeluarkan oleh Pemerintah Republik Indonesia, maupun yang diterbitkan oleh negara lain dan badan-badan Internasional. Dalam penelitian ini, adapun undang-undang yang digunakan antara lain : Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 jo Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 tentang Yayasan. Selain itu, ada Peraturan Pemerintah Nomor 63 Tahun 2008 tentang Pelaksanaan Undang-Undang tentang Yayasan. b. Bahan hukum sekunder, berupa buku-buku yang berkaitan dengan judul skripsi, artikel-artikel ilmiah, hasil-hasil penelitian, laporan-laporan, makalah, skripsi, tesis, disertasi dan sebagainya yang diperoleh melalui media cetak maupun media elektronik. c. Bahan hukum tertier, yang mencakup bahan yang memberi petunjuk dan penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, seperti: kamus hukum, jurnal ilmiah, ensiklopedia, dan bahan-bahan lain yang relevan dan dapat dipergunakan untuk melengkapi data yang diperlukan dalam penulisan skripsi ini. 17 Husein Umar, Metode Penelitian Untuk Skripsi dan Tesis Bisnis (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2005), hlm. 41.

17 17 3. Teknik pengumpulan data Penulisan skripsi ini digunakan metode penelitian hukum normatif dengan pengumpulan data secara studi pustaka (Library Research) dan juga melalui bantuan media elektronik, yaitu internet untuk melengkapi penulisan skripsi ini agar tujuan dapat lebih terarah dan dapat dipertanggungjawabkan. Metode Library Research adalah mempelajari sumber-sumber atau bahan tertulis yang dapat dijadikan bahan dalam penulisan skripsi ini. Berupa rujukan beberapa buku, wacana yang dikemukakan oleh pendapat para sarjana ekonomi dan hukum yang sudah mempunyai nama besar dibidangnya, koran dan majalah. Bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder dikumpulkan dengan melakukan penelitian kepustakaan (studi pustaka) dengan memadukan, mengumpulkan, menafsirkan, dan membandingkan buku-buku dan arti-arti yang berhubungan dengan judul skripsi Tinjauan Yuridis Tentang Pembagian Kekayaan Dari Yayasan Kepada Organ Yayasan Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 jo Undang- Undang Nomor 28 Tahun Analisis data Penelitian hukum normatif yang menelaah data sekunder, biasanya penyajian data dilakukan sekaligus dengan analisanya. Metode analisis data yang digunakan dalam skripsi ini adalah pendekatan kualitatif, yaitu dengan : a. Mengumpulkan bahan hukum primer, sekunder, dan tertier yang relevan dengan permasalahan yang terdapat dalam penelitian ini; b. Melakukan pemilahan terhadap bahan-bahan hukum relevan tersebut diatas agar sesuai dengan masing-masing permasalahan yang dibahas;

18 18 c. Mengolah dan menginterpretasikan data guna mendapatkan kesimpulan dari permasalahan; dan d. Memaparkan kesimpulan, yang dalam hal ini adalah kesimpulan kualitatif, yaitu kesimpulan yang dituangkan dalam bentuk pernyataan dan tulisan. G. Sistematika Penulisan Pembahasan dalam skripsi diuraikan secara sistematis untuk menghasilkan karya ilmiah yang baik untuk memudahkan penulisan skripsi ini maka diperlukan adanya sistematika penulisan yang teratur yang terbagi dalam bab per bab yang saling berkaitan satu sama lain. Adapun sistematika penulisan yang terdapat dalam skripsi ini adalah sebagai berikut : BAB I PENDAHULUAN Bab ini mengemukakan tentang latar belakang penulisan skripsi, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penulisan, keaslian penulisan, tinjauan pustaka, metode penelitian, dan sistematika penulisan, yang semuanya berkaitan dengan pembagian kekayaan yayasan oleh organ yayasan. BAB II PENGELOLAAN YAYASAN OLEH ORGAN YAYASAN Bab ini membahas mengenai tinjauan umum tentang yayasan, mulai dari bahasan tentang keberadaan yayasan menurut Undang- Undang Yayasan Nomor 16 tahun 2001 jo Undang-Undang Nomor

19 19 28 tahun 2004, pengelolaan yayasan oleh organ yayasan, pertanggungjawaban organ yayasan dalam pengelolaan yayasan. BAB III PEMBAGIAN KEKAYAAN YAYASAN KEPADA ORGAN YAYASAN DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG YAYASAN NOMOR 16 TAHUN 2001 jo UNDANG-UNDANG NOMOR 28 TAHUN 2004 Bab ini membahas pembagian kekayaan yayasan kepada organ yayasan ditinjau dari Undang-Undang Nomor 16 tahun 2001 jo Undang-Undang Nomor 28 tahun 2004 yang terbagi atas kekayaan yayasan, pengalihan harta kekayaan yayasan, pembagian kekayaan yayasan kepada organ yayasan. BAB IV AKIBAT HUKUM DARI PEMBAGIAN KEKAYAAN YAYASAN KEPADA ORGAN YAYASAN DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG YAYASAN NOMOR 16 TAHUN 2001 jo UNDANG-UNDANG NOMOR 28 TAHUN 2004 Bab ini membahas tentang akibat hukum dari pembagian kekayaan yayasan kepada organ yayasan ditinjau dari Undang-Undang Nomor 16 tahun 2001 jo Undang-Undang Nomor 28 tahun 2004 yang terdri atas penggugatan terhadap yayasan dalam pembagian harta kekayaan yayasan, sanksi pidana dalam pembagian harta kekayaan yayasan, dan perubahan kepemilikan harta kekayaan yayasan. BAB V KESIMPULAN DAN SARAN Bab terakhir ini mengemukakan kesimpulan dari bab-bab yang telah dibahas sebelumnya dan saran-saran yang mungkin berguna bagi yayasan dan orang-orang yang membacanya.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pertumbuhan dan perkembangan ekonomi di Indonesia tidak dapat di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pertumbuhan dan perkembangan ekonomi di Indonesia tidak dapat di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan dan perkembangan ekonomi di Indonesia tidak dapat di pisahkan dari pertumbuhan dan perkembangan para pelaku ekonomi yang secara terus menerus dari waktu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam perkembangannya di Indonesia, Yayasan bukanlah merupakan hal

BAB I PENDAHULUAN. Dalam perkembangannya di Indonesia, Yayasan bukanlah merupakan hal BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam perkembangannya di Indonesia, Yayasan bukanlah merupakan hal yang baru dan asing di dalam masyarakat. Bahkan keberadaan Yayasan dengan berbagai macam karakteristiknya

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bila seseorang atau beberapa orang akan melakukan kegiatan yang penuh idealisme serta bertujuan sosial dan kemanusiaan, biasanya bentuk organisasi yang dipilih adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD), namun KUHD sendiri tidaklah

BAB I PENDAHULUAN. Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD), namun KUHD sendiri tidaklah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perusahaan adalah suatu pengertian ekonomi yang banyak dipakai dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD), namun KUHD sendiri tidaklah memberikan penafsiran maupun

Lebih terperinci

PERTANGGUNGJAWABAN KOPERASI TIDAK TERDAFTAR SEBAGAI BADAN HUKUM

PERTANGGUNGJAWABAN KOPERASI TIDAK TERDAFTAR SEBAGAI BADAN HUKUM PERTANGGUNGJAWABAN KOPERASI TIDAK TERDAFTAR SEBAGAI BADAN HUKUM ABSTRAK Indra Perdana Tanjung Ilmu Hukum, Fakultas Hukum UNA, Kisaran Sumatera Utara Universitas Asahan; Jalan Ahmad Yani, (0623) 42643 e-mail

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sekedar cita-cita hukum ketika tidak didukung oleh keuangan negara yang

BAB I PENDAHULUAN. sekedar cita-cita hukum ketika tidak didukung oleh keuangan negara yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kemauan negara untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan hanya sekedar cita-cita hukum ketika tidak didukung oleh keuangan negara yang bersumber dari pendapatan negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Perseroan Terbatas Nomor 40 Tahun 2007 dapat diartikan. dalam undang-undang serta peraturan pelaksanaannya.

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Perseroan Terbatas Nomor 40 Tahun 2007 dapat diartikan. dalam undang-undang serta peraturan pelaksanaannya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Awal mula masuknya peseroan terbatas dalam tatanan hukum Indonesia adalah melalui asas konkordasi, yaitu asas yang menyatakan bahwa peraturan yang berlaku di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam dunia usaha yang memiliki persaingan usaha yang sangat ketat

BAB I PENDAHULUAN. Dalam dunia usaha yang memiliki persaingan usaha yang sangat ketat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam dunia usaha yang memiliki persaingan usaha yang sangat ketat menuntut para pelaku ekonomi untuk mempertahankan usahanya. Pelaku usaha yang mengikuti trend

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Berbeda dengan tujuan pendirian dari Perseroan Terbatas, tujuan filosofis

BAB I PENDAHULUAN. Berbeda dengan tujuan pendirian dari Perseroan Terbatas, tujuan filosofis BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berbeda dengan tujuan pendirian dari Perseroan Terbatas, tujuan filosofis pendirian Yayasan adalah tidak bersifat komersial atau tidak mencari keuntungan, maksudnya

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG Y A Y A S A N

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG Y A Y A S A N PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG Y A Y A S A N I. UMUM Pendirian Yayasan di Indonesia sampai saat ini hanya berdasar atas kebiasaan dalam masyarakat dan yurisprudensi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dilihat dari segi kegiatannya, lebih tampak sebagai lembaga sosial. Sejak awal. dan meningkatkan kesejahteraan orang lain.

BAB I PENDAHULUAN. dilihat dari segi kegiatannya, lebih tampak sebagai lembaga sosial. Sejak awal. dan meningkatkan kesejahteraan orang lain. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Yayasan adalah kumpulan dari sejumlah orang yang terorganisasi dan dilihat dari segi kegiatannya, lebih tampak sebagai lembaga sosial. Sejak awal sebuah yayasan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG Y A Y A S A N DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG Y A Y A S A N DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG Y A Y A S A N DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pendirian Yayasan di Indonesia selama ini

Lebih terperinci

NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN

NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN Menimbang : DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, a. bahwa pendirian Yayasan di Indonesia selama ini dilakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD), namun KUHD sendiri tidaklah

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD), namun KUHD sendiri tidaklah BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Perusahaan adalah suatu pengertian ekonomi yang banyak dipakai dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD), namun KUHD sendiri tidaklah memberikan penafsiran maupun

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace diubah: UU 28-2004 file PDF: [1] LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 112, 2001 Kehakiman. Keuangan. Yayasan. Bantuan. Hibah. Wasiat. (Penjelasan

Lebih terperinci

1 / 25 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 Tentang Y A Y A S A N Diubah Berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 Tentang Yayasan DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, 1 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pendirian Yayasan di Indonesia selama ini dilakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan. Pada ketentuan Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 16 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan. Pada ketentuan Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Yayasan merupakan suatu badan yang melakukan berbagai kegiatan bersifat non komersial (nirlaba) dan bergerak di bidang sosial, keagamaan atau pendidikan. Pada ketentuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pengawasan keuangan negara secara konstitusional dilakukan oleh suatu badan

BAB I PENDAHULUAN. Pengawasan keuangan negara secara konstitusional dilakukan oleh suatu badan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pengawasan keuangan negara secara konstitusional dilakukan oleh suatu badan yang terlepas dari kekuasaan eksekutif, yaitu Badan Pemeriksa Keuangan (selanjutnya

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 16 TAHUN 2001 (16/2001) TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 16 TAHUN 2001 (16/2001) TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 16 TAHUN 2001 (16/2001) TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pendirian Yayasan di Indonesia selama

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. sistematika, dan pemikiran tertentu dengan jalan menganalisisnya. Metode

METODE PENELITIAN. sistematika, dan pemikiran tertentu dengan jalan menganalisisnya. Metode 32 III. METODE PENELITIAN Penelitian hukum merupakan hal yang ilmiah yang didasarkan pada metode, sistematika, dan pemikiran tertentu dengan jalan menganalisisnya. Metode penelitian hukum merupakan suatu

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa pendirian Yayasan di Indonesia selama ini dilakukan berdasarkan kebiasaan dalam masyarakat,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hindia Belanda yang dikenal dengan sebutan stiching. 2. sesuatu peraturan pun yang menegaskan bentuk hukum suatu yayasan, apakah

BAB I PENDAHULUAN. Hindia Belanda yang dikenal dengan sebutan stiching. 2. sesuatu peraturan pun yang menegaskan bentuk hukum suatu yayasan, apakah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keberadaan yayasan di Indonesia telah dikenal sejak zaman pemerintahan Hindia Belanda yang dikenal dengan sebutan stiching. 2 Namun tidak ada sesuatu peraturan pun

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan satu macam

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan satu macam BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Pendekatan Masalah Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan satu macam pendekatan, yaitu pendekatan yuridis normatif. Penelitian hukum normatif adalah

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Direktorat Jenderal Peraturan Perundang-undangan Teks tidak dalam format asli. LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 112, 2001 Kehakiman. Keuangan. Yayasan. Bantuan. Hibah. Wasiat. (Penjelasan dalam Tambahan

Lebih terperinci

Kompilasi UU No 28 Tahun 2004 dan UU No16 Tahun 2001

Kompilasi UU No 28 Tahun 2004 dan UU No16 Tahun 2001 Kompilasi UU No 28 Tahun 2004 dan UU No16 Tahun 2001 UU Tentang Yayasan BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan : 1. Yayasan adalah badan hukum yang terdiri atas kekayaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. haknya atas tanah yang bersangkutan kepada pihak lain (pembeli). Pihak

BAB I PENDAHULUAN. haknya atas tanah yang bersangkutan kepada pihak lain (pembeli). Pihak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Jual beli tanah merupakan suatu perjanjian dalam mana pihak yang mempunyai tanah (penjual) berjanji dan mengikatkan diri untuk menyerahkan haknya atas tanah

Lebih terperinci

IMPLEMENTASI UNDANG-UNDANG YAYASAN DALAM MENCAPAI MAKSUD DAN TUJUAN YAYASAN FENDI SUPRIONO / D

IMPLEMENTASI UNDANG-UNDANG YAYASAN DALAM MENCAPAI MAKSUD DAN TUJUAN YAYASAN FENDI SUPRIONO / D IMPLEMENTASI UNDANG-UNDANG YAYASAN DALAM MENCAPAI MAKSUD DAN TUJUAN YAYASAN FENDI SUPRIONO / D 101 10 143 ABSTRAK Yayasan merupakan badan hukum yang maksud dan tujuannya sangat mulia yaitu sosial, keagamaan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tanah sebagai lahan untuk memperoleh pangan. untuk pertanian, maupun perkebunan untuk memperoleh penghasilan

BAB I PENDAHULUAN. tanah sebagai lahan untuk memperoleh pangan. untuk pertanian, maupun perkebunan untuk memperoleh penghasilan 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Manusia hidup, tumbuh besar, dan berkembangbiak, serta melakukan segala aktivitas di atas tanah, sehingga manusia selalu berhubungan dengan tanah. Manusia hidup dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Analisa yuridis..., Yayan Hernayanto, FH UI, Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Analisa yuridis..., Yayan Hernayanto, FH UI, Universitas Indonesia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Istilah Yayasan, bukan merupakan istilah yang asing. Sudah sejak lama Yayasan hadir sebagai salah satu organisasi atau badan yang melakukan kegiatan dalam bidang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG Y A Y A S A N DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG Y A Y A S A N DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG Y A Y A S A N DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pendirian Yayasan di Indonesia selama ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan Badan Hukum Yayasan cukup pesat dalam masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan Badan Hukum Yayasan cukup pesat dalam masyarakat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan Badan Hukum Yayasan cukup pesat dalam masyarakat Indonesia. Keberadaan yayasan pada dasarnya merupakan pemenuhan kebutuhan bagi masyarakat yang menginginkan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. membandingkan dengan standar ukuran yang telah ditentukan. 1

BAB III METODE PENELITIAN. membandingkan dengan standar ukuran yang telah ditentukan. 1 BAB III METODE PENELITIAN Metode adalah cara yang dipakai untuk mencapai tujuan. Metode penelitian merupakan suatu cara yang digunakan dalam mengumpulkan data penelitian dan membandingkan dengan standar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tangganya sendiri. Dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan, pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. tangganya sendiri. Dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan, pemerintah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Indonesia adalah Negara Kesatuan bukan Negara Serikat maupun Negara Federal. Suatu bentuk Negara berdaulat yang diselenggarakan sebagai satu kesatuan tunggal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat Indonesia pada umumnya sudah mengenal siapa itu konsumen. 2

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat Indonesia pada umumnya sudah mengenal siapa itu konsumen. 2 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masyarakat Indonesia pada umumnya sudah mengenal siapa itu konsumen. 2 Konsumen sebagaimana yang dikenal dalam bahasa Indonesia merupakan serapan dari bahasa asing,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembuatan akta pemberian hak tanggungan atas tanah. 3 Dalam pengelolaan bidang

BAB I PENDAHULUAN. pembuatan akta pemberian hak tanggungan atas tanah. 3 Dalam pengelolaan bidang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pelaksanaan tanah diselenggarakan atas dasar peraturan perundangundangan tertentu, yang secara teknis menyangkut masalah pengukuran, pemetaan dan pendaftaran peralihannya.

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Direktorat Jenderal Peraturan Perundang-undangan Teks tidak dalam format asli. LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 115, 2004 KESRA. Keuangan. Yayasan. Bantuan. Hibah.Wasiat. (Penjelasan dalam Tambahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Koperasi menjadi salah satu pilar penting dalam mendorong dan. meningkatkan pembangunan serta perekonomian nasional.

BAB I PENDAHULUAN. Koperasi menjadi salah satu pilar penting dalam mendorong dan. meningkatkan pembangunan serta perekonomian nasional. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Koperasi menjadi salah satu pilar penting dalam mendorong dan meningkatkan pembangunan serta perekonomian nasional. Pada awal kemerdekaan Indonesia, koperasi diatur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kepemilikan hak atas tanah oleh individu atau perorangan. Undang No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria

BAB I PENDAHULUAN. kepemilikan hak atas tanah oleh individu atau perorangan. Undang No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanah mempunyai peranan yang penting dan strategis bagi kehidupan manusia. Mengingat pentingnya tanah bagi kehidupan manusia, maka sudah sewajarnya peraturan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hukum Perdata (Burgerlijkrecht) ialah rangkaian peraturan-peraturan

BAB I PENDAHULUAN. Hukum Perdata (Burgerlijkrecht) ialah rangkaian peraturan-peraturan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum Perdata (Burgerlijkrecht) ialah rangkaian peraturan-peraturan hukum yang mengatur hubungan hukum antara orang yang satu dengan orang lain, dengan menitikberatkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Yayasan atau Stichting diperkenalkan ke dalam masyarakat sebagai suatu wadah hukum yang memiliki sifat kegiatan bukan untuk mencari keuntungan. Kegiatan tersebut

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN UMUM UNDANG-UNDANG NOMOR 16 TAHUN 2001 DIRUBAH DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 28 TAHUN 2004 TENTANG YAYASAN

BAB III TINJAUAN UMUM UNDANG-UNDANG NOMOR 16 TAHUN 2001 DIRUBAH DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 28 TAHUN 2004 TENTANG YAYASAN BAB III TINJAUAN UMUM UNDANG-UNDANG NOMOR 16 TAHUN 2001 DIRUBAH DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 28 TAHUN 2004 TENTANG YAYASAN A. Pengertian Dalam kamus besar bahasa Indonesia istilah yayasan adalah badan atau

Lebih terperinci

PERANAN PENGURUS TERHADAP PERKEMBANGAN YAYASAN DARUL HIKMAH DI KABUPATEN DHARMASRAYA SKRIPSI

PERANAN PENGURUS TERHADAP PERKEMBANGAN YAYASAN DARUL HIKMAH DI KABUPATEN DHARMASRAYA SKRIPSI PERANAN PENGURUS TERHADAP PERKEMBANGAN YAYASAN DARUL HIKMAH DI KABUPATEN DHARMASRAYA SKRIPSI Diajukan sebagai salah satu syarat memperoleh Gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Andalas Padang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN UU 28-2004 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perseorangan, dan kepentingan masyarakat demi mencapai tujuan dari Negara

BAB I PENDAHULUAN. perseorangan, dan kepentingan masyarakat demi mencapai tujuan dari Negara 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Republik Indonesia adalah negara hukum yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 sebagai dasar hukum dan untuk mewujudkan kehidupan tata negara yang adil bagi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tertib, keamanan dan ketentraman dalam masyarakat, baik itu merupakan

BAB I PENDAHULUAN. tertib, keamanan dan ketentraman dalam masyarakat, baik itu merupakan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penegakan hukum merupakan salah satu usaha untuk menciptakan tata tertib, keamanan dan ketentraman dalam masyarakat, baik itu merupakan usaha pencegahan maupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penerapan pasal..., Ita Zaleha Saptaria, FH UI, ), hlm. 13.

BAB I PENDAHULUAN. Penerapan pasal..., Ita Zaleha Saptaria, FH UI, ), hlm. 13. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada alam demokratis seperti sekarang ini, manusia semakin erat dan semakin membutuhkan jasa hukum antara lain jasa hukum yang dilakukan oleh notaris. Dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Suatu perusahaan dalam rangka pengembangan usahanya dimungkinkan

BAB I PENDAHULUAN. Suatu perusahaan dalam rangka pengembangan usahanya dimungkinkan BAB I PENDAHULUAN A. Pendahuluan Suatu perusahaan dalam rangka pengembangan usahanya dimungkinkan mempunyai utang. Perusahaan yang mempunyai utang bukanlah merupakan suatu hal yang buruk, asalkan perusahaan

Lebih terperinci

BAB II PENGATURAN HUKUM TENTANG IZIN MENDIRIKAN YAYASAN. A. Peraturan yang Mengatur Izin Mendirikan Yayasan

BAB II PENGATURAN HUKUM TENTANG IZIN MENDIRIKAN YAYASAN. A. Peraturan yang Mengatur Izin Mendirikan Yayasan BAB II PENGATURAN HUKUM TENTANG IZIN MENDIRIKAN YAYASAN A. Peraturan yang Mengatur Izin Mendirikan Yayasan 1. Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan Kegiatan yang mengatasnamakan amal, bersedekah,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1945) memberikan hak kepada setiap orang untuk mendapatkan lingkungan. sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan.

BAB I PENDAHULUAN. 1945) memberikan hak kepada setiap orang untuk mendapatkan lingkungan. sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945) memberikan hak kepada setiap orang untuk mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat. Hal ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. separate entity dan limited liability yang dikenal di dalam Perseroan Terbatas.

BAB I PENDAHULUAN. separate entity dan limited liability yang dikenal di dalam Perseroan Terbatas. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perseroan Terbatas sebagai badan usaha berbentuk badan hukum, merupakan badan usaha yang banyak dipilih oleh masyarakat dalam menjalankan kegiatan usaha. Salah satu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hidup seluruh umat manusia, sejak zaman dahulu hingga kini. Perkawinan

BAB I PENDAHULUAN. hidup seluruh umat manusia, sejak zaman dahulu hingga kini. Perkawinan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkawinan adalah perilaku makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa agar kehidupan di alam dunia berkembang biak. 1 Perkawinan merupakan kebutuhan hidup seluruh umat manusia,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Koperasi merupakan sesuatu yang sangat menarik untuk dikaji secara

BAB I PENDAHULUAN. Koperasi merupakan sesuatu yang sangat menarik untuk dikaji secara BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Koperasi merupakan sesuatu yang sangat menarik untuk dikaji secara ilmiah, karena koperasi merupakan sebagian dari tata perekonomian masyarakat Indonesia. Undang-undang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia untuk dikelola, digunakan, dan dipelihara sebaik-baiknya sebagai sumber

BAB I PENDAHULUAN. manusia untuk dikelola, digunakan, dan dipelihara sebaik-baiknya sebagai sumber 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanah merupakan anugerah Tuhan Yang Maha Esa yang diberikan kepada manusia untuk dikelola, digunakan, dan dipelihara sebaik-baiknya sebagai sumber kehidupan dan penghidupan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. beli, tetapi disebutkan sebagai dialihkan. Pengertian dialihkan menunjukkan

BAB I PENDAHULUAN. beli, tetapi disebutkan sebagai dialihkan. Pengertian dialihkan menunjukkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanah adalah unsur penting yang menunjang kehidupan manusia. Tanah berfungsi sebagai tempat tinggal dan beraktivitas manusia. Begitu pentingnya tanah, maka setiap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 2007 tentang waralaba (selanjutnya disebut PP No. 42 Tahun 2007) dalam

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 2007 tentang waralaba (selanjutnya disebut PP No. 42 Tahun 2007) dalam 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bisnis waralaba atau franchise sedang berkembang sangat pesat di Indonesia dan sangat diminati oleh para pengusaha karena prosedur yang mudah, tidak berbelit-belit

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. cara melakukan penelitian hukum dengan teratur (sistematis). 39 Dengan

METODE PENELITIAN. cara melakukan penelitian hukum dengan teratur (sistematis). 39 Dengan 35 III. METODE PENELITIAN Metode penelitian merupakan cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu sedangkan metode penelitian hukum artinya ilmu tentang cara melakukan penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keuntungan, akan tetapi tujuannya tidak lebih dari membantu atau meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. keuntungan, akan tetapi tujuannya tidak lebih dari membantu atau meningkatkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Yayasan adalah kumpulan dari sejumlah orang yang terorganisasi dan dilihat dari segi kegiatannya, lebih tampak sebagai lembaga sosial. Sejak awal, sebuah Yayasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat memenuhi kebutuhannya sebagaimana tersebut di atas, harus. mempertimbangkan antara penghasilan dan pengeluaran.

BAB I PENDAHULUAN. dapat memenuhi kebutuhannya sebagaimana tersebut di atas, harus. mempertimbangkan antara penghasilan dan pengeluaran. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada dasarnya, setiap manusia hingga perusahaan pada setiap harinya selalu berhadapan dengan segala macam kebutuhan. Dalam menghadapi kebutuhan ini, sifat manusia pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Badan hukum Yayasan adalah badan hukum yang banyak dipergunakan

BAB I PENDAHULUAN. Badan hukum Yayasan adalah badan hukum yang banyak dipergunakan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Badan hukum Yayasan adalah badan hukum yang banyak dipergunakan oleh masyarakat di dalam menyelenggarakan pendidikan. Konstitusi Indonesia yang tertuang didalam Undang

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Penelitian merupakan suatu kegiatan ilmiah yang berkaitan dengan analisis dan

METODE PENELITIAN. Penelitian merupakan suatu kegiatan ilmiah yang berkaitan dengan analisis dan III. METODE PENELITIAN A. Penelitian Penelitian merupakan suatu kegiatan ilmiah yang berkaitan dengan analisis dan konstruksi, yang dilakukan secara metodologi, sistematis, dan konsisten. Metodologi berarti

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. pendekatan peraturan perundang-undangan (statutory approach) yaitu

BAB III METODE PENELITIAN. pendekatan peraturan perundang-undangan (statutory approach) yaitu 52 BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian ini menggunakan penelitian hukum normatif dengan pendekatan peraturan perundang-undangan (statutory approach) yaitu menelaah dan memahami peraturan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 41 III. METODE PENELITIAN Penelitian merupakan kegiatan ilmiah yang didasarkan pada metode, sistematika dan pemikiran tertentu yang bertujuan untuk mengungkapkan kebenaran, secara sistematis, metodologis,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. modal yang sehat, transfaran dan efisien. Peningkatan peran di bidang pasar

BAB I PENDAHULUAN. modal yang sehat, transfaran dan efisien. Peningkatan peran di bidang pasar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu kebijakan dalam sektor ekonomi adalah pengembangan pasar modal yang sehat, transfaran dan efisien. Peningkatan peran di bidang pasar modal, merupakan suatu

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang :

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masih tetap berlaku sebagai sumber utama. Unifikasi hak-hak perorangan atas

BAB I PENDAHULUAN. masih tetap berlaku sebagai sumber utama. Unifikasi hak-hak perorangan atas BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sejak diundangkannya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA) pada tanggal 24 September 1960, telah terjadi perubahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan sarana dan prasarana lainnya. akan lahan/tanah juga menjadi semakin tinggi. Untuk mendapatkan tanah

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan sarana dan prasarana lainnya. akan lahan/tanah juga menjadi semakin tinggi. Untuk mendapatkan tanah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanah merupakan sumber daya alam yang sangat diperlukan manusia untuk mencukupi kebutuhan, baik langsung untuk kehidupan seperti bercocok tanam atau tempat tinggal,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN Menimbang: DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, a. bahwa pendirian Yayasan di Indonesia selama ini dilakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. - Uang berfungsi sebagai alat tukar atau medium of exchange yang dapat. cara barter dapat diatasi dengan pertukaran uang.

BAB I PENDAHULUAN. - Uang berfungsi sebagai alat tukar atau medium of exchange yang dapat. cara barter dapat diatasi dengan pertukaran uang. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di zaman sekarang semua kegiatan manusia tidak lepas dari yang namanya uang. Mulai dari hal yang sederhana, sampai yang kompleks sekalipun kita tidak dapat lepas dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perseroan terbatas merupakan salah satu bentuk Maskapai Andil Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Perseroan terbatas merupakan salah satu bentuk Maskapai Andil Indonesia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perseroan terbatas merupakan salah satu bentuk Maskapai Andil Indonesia yang ada di Indonesia. Bila kita liat pada KUHD perseroan terbatas tidak diatur secara terperinci

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Amandemen Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang telah

BAB I PENDAHULUAN. Amandemen Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang telah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Amandemen Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang telah dilaksanakan sebanyak empat tahapan dalam kurun waktu empat tahun (1999, 2000, 2001, dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pasca krisis moneter 1998, pemerintah giat melakukan privatisasi dan

BAB I PENDAHULUAN. Pasca krisis moneter 1998, pemerintah giat melakukan privatisasi dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pasca krisis moneter 1998, pemerintah giat melakukan privatisasi dan mengakhiri berbagai praktek persaingan tidak sehat. Fungsi regulasi usaha dipisahkan dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. anggota masyarakat ini menimbulkan dampak terjadinya hubungan hukum

BAB I PENDAHULUAN. anggota masyarakat ini menimbulkan dampak terjadinya hubungan hukum 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan perilaku masyarakat yang dinamis seiring dengan perkembangan waktu dalam berbagai aktivitasnya mempunyai dampak sosial terhadap interaksi sosial

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seseorang dilahirkan, maka ia dalam hidupnya akan mengemban hak dan

BAB I PENDAHULUAN. seseorang dilahirkan, maka ia dalam hidupnya akan mengemban hak dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bangsa Indonesia yang merdeka di dalam wadah Negara Republik Indonesia sudah berumur lebih dari setengah abad, tetapi setua umur tersebut hukum nasional yang

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan adalan penelitian normatif empiris. Penelitian

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan adalan penelitian normatif empiris. Penelitian BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalan penelitian normatif empiris. Penelitian hukum normatif empiris adalah penelitian hukum mengenai pemberlakuan ketentuan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. beberapa gejala hukum tertentu, dengan jalan menganalisisnya. 1

METODE PENELITIAN. beberapa gejala hukum tertentu, dengan jalan menganalisisnya. 1 III. METODE PENELITIAN Penelitian hukum merupakan kegiatan ilmiah yang didasarkan pada metode, sistematika dan pemikiran tertentu, yang bertujuan untuk mempelajari satu atau beberapa gejala hukum tertentu,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG Y A Y A S A N YANG DIRUBAH DENGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2004

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG Y A Y A S A N YANG DIRUBAH DENGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2004 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG Y A Y A S A N YANG DIRUBAH DENGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2004 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. agar kehidupan dialam dunia berkembang biak. Perkawinan bertujuan untuk

BAB I PENDAHULUAN. agar kehidupan dialam dunia berkembang biak. Perkawinan bertujuan untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan adalah perilaku makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa agar kehidupan dialam dunia berkembang biak. Perkawinan bertujuan untuk membentuk suatu keluarga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sesuai dengan norma hukum tentunya tidaklah menjadi masalah. Namun. terhadap perilaku yang tidak sesuai dengan norma biasanya dapat

BAB I PENDAHULUAN. sesuai dengan norma hukum tentunya tidaklah menjadi masalah. Namun. terhadap perilaku yang tidak sesuai dengan norma biasanya dapat 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ditinjau dari segi hukum ada perilaku yang sesuai dengan norma dan ada pula perilaku yang tidak sesuai dengan norma. Terhadap perilaku yang sesuai dengan norma

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kemudian diiringi juga dengan penyediaan produk-produk inovatif serta. pertumbuhan ekonomi nasional bangsa Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. kemudian diiringi juga dengan penyediaan produk-produk inovatif serta. pertumbuhan ekonomi nasional bangsa Indonesia. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kegiatan usaha di sektor jasa keuangan pada saat sekarang ini sedang mengalami perkembangan dan kemajuan, hal itu dapat terlihat dari besarnya antusias masyarakat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia Tahun 2004 Nomor 117, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4432, Penjelasan umum.

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia Tahun 2004 Nomor 117, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4432, Penjelasan umum. 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peranan hukum dalam mendukung jalannya roda pembangunan maupun dunia usaha memang sangat penting. Hal ini terutama berkaitan dengan adanya jaminan kepastian hukum.

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN TEORITIS. Menurut Undang-Undang RI No. 16 Tahun 2001 Tentang Yayasan, keagamaan, dan kemanusiaan, yang tidak mempunyai anggota.

BAB III TINJAUAN TEORITIS. Menurut Undang-Undang RI No. 16 Tahun 2001 Tentang Yayasan, keagamaan, dan kemanusiaan, yang tidak mempunyai anggota. 26 BAB III TINJAUAN TEORITIS A. Tinjauan Tentang Yayasan Menurut Undang-Undang RI No. 16 Tahun 2001 Tentang Yayasan, definisi Yayasan adalah badan hukum yang terdiri atas kekayaan yang dipisahkan dan diperuntukkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bagian yang tidak dapat terpisahkan dari dunia bisnis di Indonesia. Terkait dengan

BAB I PENDAHULUAN. bagian yang tidak dapat terpisahkan dari dunia bisnis di Indonesia. Terkait dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Saat ini sudah harus dapat diterima bahwa globalisasi telah masuk dalam dunia bisnis di Indonesia. Globalisasi sudah tidak dapat ditolak lagi namun saat ini harus dapat

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN Suatu penelitian agar dapat dipercaya kebenarannya, harus disusun dengan menggunakan metode yang tepat. Sebuah penelitian, untuk memperoleh data yang akurat dan valid diperlukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan berkembangnya jumlah penduduk, kebutuhan akan tanah terus

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan berkembangnya jumlah penduduk, kebutuhan akan tanah terus 12 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Tanah ditempatkan sebagai suatu bagian penting bagi kehidupan manusia. Seiring dengan berkembangnya jumlah penduduk, kebutuhan akan tanah terus meningkat.

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Mengenai definisi perusahaan dapat ditemukan dalam Undang-Undang Nomor. 3 Tahun 1982 tentang Wajib Daftar Perusahaan.

BAB I PENDAHULUAN. Mengenai definisi perusahaan dapat ditemukan dalam Undang-Undang Nomor. 3 Tahun 1982 tentang Wajib Daftar Perusahaan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Istilah perusahaan untuk pertama kalinya terdapat di dalam Pasal 6 KUHD yang mengatur mengenai penyelenggaraan pencatatan yang wajib dilakukan oleh setiap orang

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN Untuk menjawab permasalahan tersebut diatas, diperlukan data dan informasi yang relevan terhadap judul dan perumusan masalah serta identifikasi masalah, untuk itu agar diperoleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagai badan hukum. Jika perseroan terbatas menjalankan fungsi privat dalam kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. sebagai badan hukum. Jika perseroan terbatas menjalankan fungsi privat dalam kegiatan BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Permasalahan Perseroan terbatas merupakan suatu badan hukum yang berbeda dengan negara sebagai badan hukum. Jika perseroan terbatas menjalankan fungsi privat dalam kegiatan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. masalah. Setelah masalah diketahui maka perlu diadakan pendekatan masalah

BAB III METODE PENELITIAN. masalah. Setelah masalah diketahui maka perlu diadakan pendekatan masalah 41 BAB III METODE PENELITIAN Metode adalah cara yang dipakai untuk mencapai tujuan. Dengan menggunakan metode maka akan menemukan jalan yang baik untuk memecahkan suatu masalah. Setelah masalah diketahui

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan dunia usaha diikuti dengan perkembangan perbankan sebagai lembaga yang dapat menghimpun dan menyalurkan dana masyarakat. Semakin pesatnya perkembangan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif (normative legal

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif (normative legal BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Pendekatan Masalah Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif (normative legal research), dan pendekatan yuridis empiris (empirical legal research). Disebut demikian

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG Y A Y A S A N DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG Y A Y A S A N DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG Y A Y A S A N DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pendirian Yayasan di Indonesia selama ini

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. sistematis, metodologis, dan konsisten. Sistematis artinya menggunakan sistem

BAB III METODE PENELITIAN. sistematis, metodologis, dan konsisten. Sistematis artinya menggunakan sistem BAB III METODE PENELITIAN Penelitian merupakan kegiatan ilmiah yang didasarkan pada metode, sistematika dan pemikiran tertentu yang bertujuan untuk mengungkapkan kebenaran, secara sistematis, metodologis,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tanah bagi masyarakat agraris selain sebagai faktor produksi yang sangat

BAB I PENDAHULUAN. Tanah bagi masyarakat agraris selain sebagai faktor produksi yang sangat 12 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap manusia sangat mendambakan dan menghargai suatu kepastian, terutama sebuah kepastian yang berkaitan dengan hak atas suatu benda yang menjadi miliknya, yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan pelaku usaha yang bergerak di keuangan. Usaha keuangan dilaksanakan oleh perusahaan yang bergerak di bidang

BAB I PENDAHULUAN. dengan pelaku usaha yang bergerak di keuangan. Usaha keuangan dilaksanakan oleh perusahaan yang bergerak di bidang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada hakekatnya setiap orang berhak mendapatkan perlindungan dari hukum. Hampir seluruh hubungan hukum harus mendapat perlindungan dari hukum. Oleh karena itu terdapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menghimpun dana, menyalurkan dana atau kedua-duanya. 2 Sesuai dengan laju. pertumbuhan ekonomi dan gerak pembangunan suatu bangsa.

BAB I PENDAHULUAN. menghimpun dana, menyalurkan dana atau kedua-duanya. 2 Sesuai dengan laju. pertumbuhan ekonomi dan gerak pembangunan suatu bangsa. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Otoritas Jasa Keuangan yang merupakan otoritas tunggal di sektor jasa keuangan di Indonesia, yang dibentuk melalui Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian tersebut dipergunakan dalam upaya memperoleh data yang benar-benar

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian tersebut dipergunakan dalam upaya memperoleh data yang benar-benar BAB III METODE PENELITIAN Untuk memperoleh gambaran yang lengkap terhadap masalah yang diteliti, digunakan metode-metode tertentu sesuai dengan kebutuhan penelitian. Metode penelitian tersebut dipergunakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Usaha Milik Negara/ Badan Usaha Milik Daerah digugat di pengadilan oleh

BAB I PENDAHULUAN. Usaha Milik Negara/ Badan Usaha Milik Daerah digugat di pengadilan oleh BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Badan Usaha Milik Negara/ Badan Usaha Milik Daerah sebagai subyek hukum dalam aktifitasnya kadangkala terlibat sengketa perdata dengan mitra bisnisnya atau dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Fenomena minuman keras saat ini merupakan permasalahan yang cukup

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Fenomena minuman keras saat ini merupakan permasalahan yang cukup 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Fenomena minuman keras saat ini merupakan permasalahan yang cukup berkembang di kalangan masyarakat. Konsumen minuman keras tidak hanya orang dewasa melainkan juga

Lebih terperinci