BAB II PROSES HUKUM INBRENG TANAH DAN/ATAU BANGUNAN KE DALAM PENDIRIAN PERSEROAN TERBATAS

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II PROSES HUKUM INBRENG TANAH DAN/ATAU BANGUNAN KE DALAM PENDIRIAN PERSEROAN TERBATAS"

Transkripsi

1 BAB II PROSES HUKUM INBRENG TANAH DAN/ATAU BANGUNAN KE DALAM PENDIRIAN PERSEROAN TERBATAS A. Pemasukan Modal (Inbreng) Ke Dalam Pendirian Perseroan Terbatas Perseroan Terbatas adalah salah satu bentuk usaha yang paling diminati dari seluruh organisasi usaha yang ada. Di Indonesia, Perseroan Terbatas (PT) merupakan salah satu bentuk perusahaan atau badan usaha yang berbadan hukum yang banyak digunakan dalam dunia usaha. Badan hukum merupakan subjek hukum sebagai pendukung hak dan kewajiban, badan hukum ini sengaja dibuat oleh manusia dengan maksud dan tujuan tertentu, memiliki kapasitas sebagai pribadi hukum yang dapat mempunyai harta kekayaan tersendiri yang terpisah dari harta kekayaan pribadi para pendiri Perseroan, para pemegang saham Perseroan dan para pengurus Perseroan. 38 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas menyatakan di dalam Pasal 1 angka 1 bahwa Perseroan Terbatas yang selanjutnya disebut Perseroan, adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam undang-undang ini serta peraturan pelaksanaannya. Berarti Perseroan Terbatas didirikan oleh para pendiri Perseroan berdasarkan perjanjian yang mereka lakukan diantara mereka. Hal ini ditegaskan dalam Pasal 1 angka (1) Undang-Undang Nomor 38 Gatot Supramono, Kedudukan Perusahaan Sebagai Subjek dalam Gugatan Perdata di Pengadilan, (Jakarta : Rineka Cipta, 2007), hal

2 26 40 Tahun 2007 yang menyatakan Perseroan sebagai badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian oleh para pendirinya. Suatu Perseroan Terbatas berdiri semata-mata karena perjanjian oleh 2 (dua) orang atau lebih dengan akta notaris. Demikian ditentukan dalam Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, yang menyatakan bahwa Perseroan didirikan oleh 2 (dua) orang atau lebih dengan akta notaris yang dibuat dalam bahasa Indonesia. 39 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas menetapkan bahwa pendirian Perseroan Terbatas adalah berdasarkan perjanjian. Karena berdasarkan perjanjian, tentunya paling sedikit harus ada 2 (dua) orang yang melakukan perjanjian. Disini nampak bahwa Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas tidak membolehkan saham Perseroan berada dalam 1 (satu) tangan, apabila hal ini dilanggar, konsekuensinya pemegang saham tunggal akan bertanggung jawab secara pribadi kepada pihak ketiga, meskipun Perseroan telah berstatus badan hukum. Penetapan pasal ini yang mengandung asas larangan pemegang saham tunggal secara konseptual mengandung makna menjamin unsur perjanjian dalam pendirian Perseroan Terbatas tetap tercermin serta pemegang saham tunggal kurang mencerminkan Perseroan sebagai badan usaha yang modalnya terdiri dari saham-saham yang dimaksudkan untuk mengikutsertakan pihak lain dengan sistem pertanggungjawaban terbatas Zaeni Asyhadie, Hukum Bisnis : Prinsip & Pelaksanaanya di Indonesia, (Jakarta : Rajawali Pers, 2009), hal Freddy Harris & Teddy Anggoro, Hukum Perseroan Terbatas: Kewajiban Pemberitahuan oleh Direksi, (Bogor : Penerbit Ghalia Indonesia, 2010), hal

3 27 Yang mana dalam Pasal 7 ayat (2) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas juga menegaskan bahwa setiap pendiri Perseroan Terbatas wajib mengambil bagian saham pada saat Perseroan Terbatas didirikan. 41 Adapun sejak ditandatangani akta pendirian Perseroan oleh para pendirinya, maka Perseroan telah berdiri dan hubungan antara para pendiri adalah hubungan kontraktual karena Perseroan belum mempunyai status badan hukum. Agar suatu kontrak atau perjanjian mengikat para pihak, menurut Pasal 1320 Kitab Undang- Undang Hukum Perdata, harus dipenuhi 4 (empat) persyaratan, yakni (i) sepakat mereka yang mengikatkan dirinya; (ii) kecakapan untuk membuat suatu perikatan; (iii) suatu hal tertentu; (iv) suatu sebab yang halal. 42 Perikatan yang memenuhi unsur-unsur tersebut diatas secara hukum mengikat para pihak. Setelah diperolehnya status badan hukum, maka Perseroan adalah badan yang mandiri dan hubungan antara para pendiri Perseroan tidak lagi merupakan hubungan kontraktual, pendiri Perseroan sebagai pemegang saham tidak lagi bertanggung jawab secara pribadi atas perikatan yang dibuat oleh Perseroan dan tidak bertanggung jawab atas kerugian Perseroan melebihi nilai saham yang diambilnya. 43 Dalam mendirikan Perseroan Terbatas diatur pada Pasal 7 ayat (2) Undang- Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas bahwa setiap pendiri Perseroan wajib mengambil bagian saham pada saat Perseroan didirikan. Berarti pada saat para pendiri Perseroan menghadap notaris untuk dibuat akta pendirian Perseroan, 41 Farida Hasyim, Hukum Dagang, (Jakarta : Sinar Grafika, 2009), hal Suharnoko, Hukum Perjanjian, (Jakarta : Kencana, 2004), hal Rachmadi Usman, Dimensi Hukum Perusahaan Perseroan Terbatas, (Bandung : PT. Alumni, 2004), hal.49.

4 28 setiap pendiri Perseroan sudah mengambil bagian saham Perseroan. Agar syarat ini sah menurut hukum, pengambilan bagian saham itu harus sudah dilakukan setiap pendiri Perseroan pada saat pendirian Perseroan itu berlangsung. 44 Dalam pendiriannya Perseroan haruslah mempunyai harta kekayaan tersendiri yang terpisah dari harta kekayaan para pendiri Perseroan dan yang didapat dari pemasukan modal para pendirinya (pemegang saham). Harta kekayaan ini sengaja diadakan dan memang diperlukan sebagai alat untuk mengejar tujuan Perseroan. Adapun pendirian Perseroan Terbatas tidak dapat dilakukan tanpa pemenuhan syarat modal minimun. Pemenuhan syarat modal minimun bertujuan agar pada waktu Perseroan Terbatas didirikan setidak-tidaknya sudah mempunyai modal, yaitu sebesar modal dasar (authorized capital), modal ditempatkan (issued capital) dan modal disetor (paid-up capital) yang akan menjadi jaminan bagi pihak ketiga terhadap Perseroan Terbatas. 45 Kewajiban para pendiri Perseroan Terbatas dalam menyetor modal ke dalam Perseroan dimaksudkan supaya Perseroan memiliki modal awal dalam melakukan kegiatan Perseroan dalam rangka mencapai tujuan Perseroan dalam upaya mendapat keuntungan. Tanpa adanya modal awal Perseroan, maka jelas Perseroan tidak dapat menjalankan kegiatannya untuk mencari keuntungan. Apa yang diinbrengkan ke dalam pendirian Perseroan Terbatas merupakan pembayaran atas saham yang diambil 44 Orinton Purba, Petunjuk Praktis Bagi RUPS, Komisaris dan Direksi Perseroan Terbatas agar Terhindar dari Jerat Hukum, (Jakarta : Raih Asa Sukses, 2012), hal Rudhi Prasetya, Kedudukan Mandiri Perseroan Terbatas, (Bandung : PT. Citra Aditya Bakti, 1996), hal.185.

5 29 pendiri Perseroan dari Perseroan. Pasal 1619 ayat (2) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata menentukan bahwa para sekutu perdata wajib memasukkan ke dalam kas persekutuan yang didirikan tersebut. Pemasukan (inbreng, contribution) itu dapat berupa: uang; 2. benda-benda atau barang-barang apa saja yang layak bagi pemasukan, seperti kendaraan bermotor dan alat operasional kantor, tanah dan/atau bangunan; 3. Keahlian atau tenaga kerja, baik fisik maupun pikiran. Perseroan harus mempunyai harta kekayaan tersendiri yang terpisah dari harta kekayaan para pendiri Perseroan, para pemegang saham Perseroan serta para pengurus Perseroan dan didapat dari pemasukan para pendiri Perseroan (pemegang saham). Harta kekayaan ini sengaja diadakan dan memang diperlukan sebagai alat untuk mengejar tujuan Perseroan dalam hubungan hukumnya dimasyarakat atau dengan pihak ketiga. Harta kekayaan itu menjadi jaminan perikatan yang telah dibuat oleh Perseroan dengan pihak ketiga. Dengan demikian, bila dikemudian hari timbul tanggung jawab hukum yang harus dipenuhi oleh Perseroan, maka pertanggungjawaban yang timbul tersebut semata-mata dibebankan pada harta yang terkumpul dalam Perseroan tersebut Abdul Muis, Hukum Persekutuan & Perseroan, (Medan : Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, 2006), hal Abdul R. Saliman, Hermansyah & Ahmad Jalis, Hukum Bisnis untuk Perusahaan Edisi 2, Cetakan Ke-1, (Jakarta: Kencana, 2005), hal

6 30 Modal Perseroan ini berbeda dengan harta kekayaan Perseroan. Modal Perseroan hanya merupakan sebagian dari harta kekayaan Perseroan. Harta kekayaan Perseroan itu selalu berubah-ubah sejalan dengan gerak perkembangan usaha Perseroan, sedangkan modal Perseroan itu bersifat relatif tetap, kalaupun bila modal Perseroan dikehendaki berubah, perubahan itu harus dibuat dengan akta notariel tersendiri dan harus dimohonkan persetujuan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia. Harta kekayaan Perseroan biasanya akan dapat dibaca dalam neraca dan perhitungan rugi laba yang dibuat setiap akhir tahun pembukuan. 48 Adapun modal dasar Perseroan Terbatas seluruhnya terbagi dalam saham. Yang mana Undang-Undang Perseroan Terbatas dalam Pasal 7 ayat (2) Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas mengharuskan para pihak yang terlibat dalam perjanjian pendirian suatu Perseroan Terbatas mengambil bagian sahamnya pada saat Perseroan Terbatas didirikan yang merupakan modal awal Perseroan Terbatas. Yang dimaksud dengan modal Perseroan adalah modal dasar, modal ditempatkan dan modal disetor. 49 Modal dasar (authorized capital) adalah seluruh nilai nominal saham Perseroan yang disebut dalam anggaran dasar Perseroan. Modal dasar Perseroan adalah total jumlah saham yang dapat diterbitkan oleh Perseroan. Anggaran dasar Perseroan yang menentukan berapa banyak jumlah saham yang dijadikan modal 48 Agus Budiarto, Kedudukan Hukum & Tanggung Jawab Pendiri Perseroan Terbatas Edisi 2, Cetakan 2, (Bogor : Penerbit Ghalia Indonesia, 2009), hal Penjelasan Pasal 41 ayat (1) Undang-Undang Nomor 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 106, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4756.

7 31 dasar. Setiap lembar saham mempunyai nilai nominal yang akan menjadi jumlah nilai nominal modal dasar Perseroan, yang sama nilainya dengan nilai nominal seluruh saham. Adapun batas minimal modal dasar Perseroan paling sedikit Rp ,00 (lima puluh juta rupiah). Boleh memperbesar atau memperkecil jumlah modal yang ditetapkan dalam anggaran dasar tetapi harus meminta persetujuan Menteri Hukum dan HAM dikarenakan perubahan anggaran dasar mengenai besarnya modal dasar termasuk perubahan anggaran dasar tertentu yang harus mendapat persetujuan Menteri Hukum dan HAM. 50 Modal ditempatkan (issued capital) adalah jumlah saham yang sudah diambil pendiri Perseroan atau pemegang saham, dan saham yang diambil itu ada yang sudah dibayar dan ada pula yang belum dibayar. Modal ditempatkan adalah modal yang disanggupi pendiri Perseroan atau pemegang saham untuk dilunasinya, dan saham itu telah diserahkan kepadanya untuk dimiliki. Adapun Pasal 33 ayat (1) Undang- Undang Perseroan Terbatas mengatur paling sedikit 25% (dua puluh lima persen) dari modal dasar harus ditempatkan. Modal ditempatkan dibuktikan dengan bukti penyetoran yang sah yaitu antara lain bukti setoran pemegang saham ke dalam rekening bank atas nama Perseroan, data dari laporan keuangan yang telah diaudit oleh akuntan atau neraca Perseroan yang ditandatangani oleh direksi dan dewan komisaris Gunawan Widjaja, Hak Individu & Kolektif Para Pemegang Saham, (Jakarta : Praninta Offset, 2008), hal Faisal Santiago, Pengantar Hukum Bisnis, (Jakarta : Mitra Wacana Media, 2012),hal

8 32 Modal disetor adalah modal yang sudah dimasukkan pemegang saham sebagai pelunasan pembayaran saham yang diambilnya atau saham yang telah dipenuhi kewajiban penyetorannya dan telah dibayar penuh oleh pemegang saham atau pemiliknya. Adapun Pasal 33 ayat (1) Undang-Undang Perseroan Terbatas mengatur paling sedikit 25% (dua puluh lima persen) dari modal dasar harus disetor penuh. Modal disetor penuh dibuktikan dengan bukti penyetoran yang sah yaitu antara lain bukti setoran pemegang saham ke dalam rekening bank atas nama Perseroan, data dari laporan keuangan yang telah diaudit oleh akuntan atau neraca Perseroan yang ditandatangani oleh direksi dan dewan komisaris. 52 Penyetoran modal yang dilakukan oleh para pendiri Perseroan dilakukan dengan maksud untuk mendapatkan saham dalam Perseroan sebagai pembayaran atas saham yang diambil para pendiri Perseroan pada saat pendirian Perseroan. Saham adalah sejumlah uang yang diinvestasikan oleh investor dalam suatu Perseroan, yang mana atas investasi tersebut pada umumnya pemegang saham mendapat keuntungan dari Perseroan dalam bentuk dividen. Saham adalah kekayaan pribadi pemegang saham yang bersifat benda bergerak yang tidak dapat diraba tetapi dapat dialihkan. 53 Perseroan hanya diperkenankan mengeluarkan saham atas nama pemiliknya dan Perseroan tidak boleh mengeluarkan saham atas tunjuk/saham tanpa nama. Oleh karena saham adalah porsi atau bagian dari harta Perseroan yang dimiliki pemegang saham dalam saham atas nama maka semua saham yang dimiliki harus tertulis atas 52 Ibid. 53 Tri Budiyono, Hukum Perusahaan : Telaah Yuridis Terhadap Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas, (Salatiga : Griya Media, 2011), hal.88 & 90.

9 33 nama. Nilai nominal saham harus dicantumkan pada saham dalam mata uang rupiah. Saham tanpa nilai nominal tidak dapat dikeluarkan. Pemegang saham diberi bukti pemilikan saham untuk saham yang dimilikinya yang mana pengaturan bentuk bukti pemilikan saham ditetapkan dalam anggaran dasar Perseroan sesuai dengan kebutuhan. 54 Agar suatu Perseroan dapat berfungsi dengan baik harus memiliki sejumlah harta kekayaan tersendiri yang terpisah dari harta kekayaan para pendiri Perseroan, para pemegang saham dan para pengurusnya. Kekayaan Perseroan ini dimulai dengan perolehannya dari pemasukan para pendiri Perseroan yang telah mengambil bagian saham dengan kewajiban untuk menyetor sejumlah uang tunai ataupun penyetoran modal dalam bentuk lainnya (inbreng), berupa benda atau barang, yang dapat dinilai dengan uang, sebesar nilai saham yang telah diambilnya itu. Karenanya pada setiap saham dicantumkan jumlah uang yang merupakan nilai nominal saham tersebut. Keseluruhan dari jumlah nilai saham tersebut merupakan modal awal Perseroan. B. Proses Hukum Inbreng Tanah dan/atau Bangunan ke dalam Pendirian Perseroan Terbatas Suatu Perseroan berdiri semata-mata karena perjanjian oleh 2 (dua) orang atau lebih dengan akta notaris. Dalam pendirian Perseroan harus dibuat secara tertulis dalam bentuk akta notaris yang dibuat dalam bahasa Indonesia. Akta notaris ini tidak hanya berfungsi sebagai alat bukti atas perjanjian pendirian Perseroan tetapi juga sekaligus merupakan keharusan yang sangat penting dikarenakan apabila tidak dibuat 54 Ridwan Khairandy, Pengantar Hukum Dagang, (Yogyakarta : FH UII Press, 2006), hal.45.

10 34 dalam akta notaris, akta pendirian Perseroan itu tidak memenuhi syarat, sehingga terhadapnya tidak dapat diberikan pengesahan oleh Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia. 55 Syarat lain dalam mendirikan Perseroan diatur juga pada Pasal 7 ayat (2) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas bahwa setiap pendiri Perseroan wajib mengambil bagian saham pada saat Perseroan didirikan. Berarti pada saat para pendiri Perseroan menghadap notaris untuk dibuat akta pendirian Perseroan, setiap pendiri sudah mengambil bagian saham Perseroan. Agar syarat ini sah menurut hukum, pengambilan bagian saham itu harus sudah dilakukan setiap pendiri Perseroan pada saat pendirian Perseroan itu berlangsung. 56 Bahwa untuk mendirikan suatu Perseroan haruslah dipenuhi unsur-unsur sebagai berikut: 57 a. Adanya 2 (dua) orang atau lebih untuk mendirikan Perseroan. b. Ada pernyataan kehendak dari pendiri untuk persetujuan mendirikan Perseroan dengan mewajibkan setiap pendiri mengambil bagian saham pada saat Perseroan didirikan. c. Perjanjian pendirian Perseroan tersebut dinyatakan dihadapan notaris dalam bentuk akta pendirian berbahasa Indonesia yang sekaligus memuat anggaran dasar Perseroan. Dalam Pasal 7 ayat (4) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas menyatakan bahwa Perseroan memperoleh status badan hukum pada tanggal diterbitkannya Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia 55 Farida Hasyim, Hukum Dagang, (Jakarta : Sinar Grafika, 2009), hal Orinton Purba, op.cit., hal Agus Budiarto, Kedudukan Hukum & Tanggung Jawab Pendiri Perseroan Terbatas Edisi 2, Cetakan 2, (Bogor : Penerbit Ghalia Indonesia, 2009), hal.34.

11 35 mengenai pengesahan badan hukum Perseroan. 58 Berdasarkan ketentuan Pasal 9 ayat (1) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas untuk memperoleh Keputusan Menteri mengenai pengesahan badan hukum Perseroan, pendiri Perseroan bersama-sama mengajukan permohonan. Selanjutnya Pasal 9 ayat (3) menyatakan dalam hal pendiri Perseroan tidak mengajukan sendiri permohonan pengesahan badan hukum Perseroan, pendiri Perseroan hanya dapat memberikan kuasa kepada notaris. Pengajuan permohonan pengesahan badan hukum Perseroan dilakukan oleh notaris sebagai kuasa dari pendiri. Oleh karena, tidak semua pendiri Perseroan paham serta mengerti sistem administrasi dan proses pengajuan pengesahan badan hukum sehingga pengajuan dilakukan oleh orang yang mengerti di bidang tersebut yakni notaris. Notaris mengajukan permohonan pengesahan badan hukum Perseroan kepada Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia atau pejabat yang ditunjuk yaitu Direktur Jenderal Administrasi Hukum Umum (Dirjen-AHU). 59 Pasal 10 ayat (1) Undang-Undang Nomor 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas mengatur mengenai pengajuan permohonan untuk memperoleh Keputusan Menteri Hukum dan HAM mengenai pengesahan badan hukum Perseroan tersebut diatas harus diajukan kepada Menteri Hukum dan HAM atau Direktur Jenderal 58 Habib Adjie, Status Badan Hukum, Prinsip-Prinsip dan Tanggung Jawab Sosial Perseroan Terbatas, (Bandung : Mandar Maju, 2008), hal Frans Satrio Wicaksono, Tanggung Jawab Pemegang Saham, Direksi & Komisaris Perseroan Terbatas, (Jakarta : Visimedia, 2009), hal.44.

12 36 Administrasi Hukum Umum (Dirjen-AHU) paling lambat 60 (enam puluh) hari terhitung sejak tanggal akta pendirian Perseroan ditandatangani. 60 Seperti yang dinyatakan dalam Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas bahwa Perseroan Terbatas terbentuk karena adanya perjanjian. Perseroan Terbatas adalah persekutuan modal dan seluruh modalnya terbagi dalam saham. Untuk mendapatkan saham Perseroan, para pendiri Perseroan harus melakukan penyetoran modal kepada Perseroan. Para pendiri Perseroan yang telah sepakat untuk mendirikan Perseroan Terbatas ini sudah mulai melakukan perbuatan hukum yang nantinya akan mempunyai akibat pada Perseroan yang didirikannya dan membawa akibat tersendiri bagi pihak yang bersangkutan berupa hak dan kewajiban yang timbul akibat dari perbuatan hukum yang telah dilakukan tersebut. Kedudukan pendiri Perseroan sebelum Perseroan Terbatas disahkan oleh Menteri Hukum dan HAM sebagai badan hukum, adalah sebagai pemegang saham yang pertama kali dalam Perseroan, sebagai pihak yang memberikan modal kepada Perseroan, modal mana terpisah dari harta kekayaan pribadi para pendiri Perseroan. Dalam Pasal 7 ayat (2) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas menyatakan setiap pendiri Perseroan wajib mengambil bagian saham pada saat Perseroan didirikan. Dengan demikian, pengambilan saham adalah pada saat 60 Engga Prayogi & RN Superteam, 233 Tanya Jawab Seputar Hukum Bisnis, (Yogyakarta : Pustaka Yustisia, 2011), hal

13 37 pendirian Perseroan bukan pada saat pengesahan Perseroan. Berarti para pendiri Perseroan adalah juga para pemegang saham dalam Perseroan. 61 Kewajiban para pendiri Perseroan di dalam menyetor modal ke dalam Perseroan sebagai modal awal Perseroan merupakan pembayaran atas saham yang diambilnya dari Perseroan. Pasal 1619 ayat (2) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata menentukan bahwa para sekutu perdata wajib memasukkan ke dalam kas persekutuan yang didirikan tersebut. Pemasukan (inbreng, contribution) itu dapat berupa: uang; 2. benda-benda atau barang-barang apa saja yang layak bagi pemasukan, seperti kendaraan bermotor dan alat perlengkapan kantor, tanah dan/atau bangunan; 3. Keahlian atau tenaga kerja, baik fisik maupun pikiran. Sesuai dengan ketentuan Pasal 12 ayat (1) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas menyatakan perbuatan hukum yang berkaitan dengan kepemilikan saham dan penyetorannya yang dilakukan oleh calon pendiri sebelum Perseroan didirikan, harus dicantumkan dalam akta pendirian Perseroan. Adapun cara mencantumkan yang sah menurut hukum atas perbuatan hukum yang demikian, telah ditentukan dalam Pasal 12 ayat (2) dan (3) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, yaitu : Perbuatan hukum dinyatakan dengan akta yang bukan akta otentik 61 Agus Budiarto, op.cit., hal Abdul Muis, op.cit, hal Adil Samadani, Dasar-Dasar Hukum Bisnis, (Jakarta : Mitra Wacana, 2013), hal

14 38 Apabila perbuatan hukum yang berkaitan dengan kepemilikan saham dan penyetorannya itu dinyatakan dengan akta yang bukan akta otentik, yakni akta bawah tangan, agar perbuatan hukum itu sah dan mengikat, harus diikuti ketentuan Pasal 12 ayat (2) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, yakni : a. perbuatan hukum kepemilikan saham dan penyetorannya itu harus dicantumkan dalam akta pendirian Perseroan, dan b. akta yang menyatakan perbuatan hukum yang bentuknya tidak otentik itu, dilekatkan pada akta pendirian Perseroan. Yang dimaksud dengan dilekatkan adalah penyatuan dokumen yang dilakukan dengan cara melekatkan atau menjahitkan dokumen tersebut sebagai satu kesatuan dengan akta pendirian Perseroan. 2. Perbuatan hukum dinyatakan dengan akta otentik Sesuai dengan ketentuan pasal 12 ayat (3) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, apabila perbuatan hukum yang berkaitan dengan kepemilikan saham dan penyetorannya dinyatakan dengan akta otentik atau akta notaris, agar perbuatan hukum itu sah dan mengikat : 64 a. perbuatan hukum kepemilikan saham dan penyetorannya itu harus dicantumkan dalam akta pendirian Perseroan, dan b. selanjutnya nomor akta, tanggal dan nama serta tempat kedudukan notaris yang membuat akta otentik tersebut, disebutkan dalam akta pendirian 64 M. Yahya Harahap, Hukum Perseroan Terbatas, (Jakarta : Sinar Grafika, 2011), hal

15 39 Perseroan. Jadi, akta otentiknya tidak perlu dilekatkan pada akta pendirian Perseroan. Dalam hal ketentuan mengenai perbuatan hukum yang berkaitan dengan kepemilikan saham dan penyetorannya yang dilakukan oleh pendiri Perseroan tersebut diatas tidak dipenuhi, perbuatan hukum tersebut tidak menimbulkan hak dan kewajiban serta tidak mengikat Perseroan. Dengan demikian, pengambilan saham dan penyetorannya itu, tidak menimbulkan hak dan kewajiban serta tidak mengikat Perseroan. Secara umum, penyetoran setiap bagian dari modal saham yang diambil bagiannya dilakukan dengan uang tunai, tetapi dalam pasal 34 ayat (1) Undang- Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas terdapat ketentuan bahwa penyetoran atas modal saham dapat dilakukan dalam bentuk uang dan/atau dalam bentuk lainnya. Menurut penjelasan pasal ini, pada umumnya penyetoran modal adalah dalam bentuk uang. Namun, tidak ditutup kemungkinan penyetoran modal dalam bentuk lain, baik berupa benda atau barang, yang dapat dinilai dengan uang dan yang secara nyata diterima oleh Perseroan. Penyetoran modal dalam bentuk lain selain uang harus disertai rincian yang menerangkan nilai atau harga, jenis atau macam, status, tempat kedudukan, dan lain-lain yang dianggap perlu demi kejelasan mengenai penyetoran tersebut. Hal ini dilakukan semata-mata dengan tujuan untuk memberikan modal (harta kekayaan) pada Perseroan dan memisahkannya dari harta kekayaan pribadi masing-masing para pendiri Perseroan. Bentuk penyetoran modal

16 40 bentuk lain, biasa disebut pemasukan barang atau pemasukan modal atau inbreng. 65 Pemberian saham sebesar imbalan pemasukan (inbreng) berupa tanah dan/atau bangunan harus ada penilaian terhadap tanah dan/atau bangunan itu terlebih dahulu untuk dikaitkan dengan nilai nominal saham. Dalam hal penyetoran modal saham dilakukan dalam bentuk lain, penilaian setoran modal saham ditentukan berdasarkan nilai wajar yang ditetapkan sesuai dengan harga pasar berdasar penilaian oleh ahli penilai (appraisal) yang tidak terafiliasi dengan Perseroan. Nilai wajar setoran modal saham ditentukan sesuai dengan nilai pasar (market value) atas barang modal yang dimasukkan sebagai setoran saham. Jika nilai pasar tidak tersedia, nilai wajar ditentukan berdasarkan teknik penilaian yang paling sesuai dengan karakteristik setoran, berdasarkan informasi yang relevan dan terbaik. 66 Untuk menentukan nilai pasar suatu tanah dan/atau bangunan memerlukan proses penilaian tertentu. Nilai pasar ditentukan oleh penilai independen yang terlepas dari berbagai kepentingan atas objek tanah dan/atau bangunan yang dinilai. Dengan demikian nilai yang dihasilkan oleh penilai independen akan dapat mencerminkan nilai pasar tanah dan/atau bangunan yang sebenarnya. Proses penilaian untuk mendapatkan nilai pasar yang sebenarnya umumnya tidak dapat dilakukan oleh semua orang, karena memerlukan pengetahuan dan pengalaman tentang tanah, bangunan dan metode penilaian. Karena itu untuk menentukan nilai pasar tanah 65 Tri Budiyono, Hukum Perusahaan : Telaah Yuridis Terhadap Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas, (Salatiga : Griya Media, 2011), hal M. Yahya Harahap,op.cit, hal.239.

17 41 dan/atau bangunan biasanya dimintakan bantuan jasa penilai/ahli independen yang tidak terafiliasi dengan Perseroan yang akan melakukan penilaian. Yang dimaksud dengan ahli yang tidak terafiliasi adalah ahli yang tidak mempunyai: 67 a. hubungan keluarga karena perkawinan atau keturunan sampai derajat kedua, baik secara horizontal maupun vertikal dengan pegawai, anggota direksi, dewan komisaris, atau pemegang saham dari Perseroan; b. hubungan dengan Perseroan karena adanya kesamaan satu atau lebih anggota direksi atau dewan komisaris; c. hubungan pengendalian dengan Perseroan baik langsung maupun tidak langsung; d. saham dalam Perseroan sebesar 20% (dua puluh persen) atau lebih. Yang mana para pendiri Perseroan juga harus setuju terlebih dahulu secara bersama-sama atas taksiran penilaian oleh ahli penilai (appraisal) atas penyetoran modal saham yang dilakukan dalam bentuk lain berupa tanah dan/atau bangunan yang diinbrengkan tersebut. Persetujuan para pendiri Perseroan secara bersama-sama atas taksiran penilaian oleh ahli penilai (appraisal) atas penyetoran modal saham dalam bentuk lain berupa tanah dan/atau bangunan tersebut dilakukan dalam bentuk tertulis baik dalam bentuk akta otentik maupun akta dibawah tangan yang bermaterai cukup dan ditandatangani oleh para pendiri Perseroan sebagai bentuk persetujuan mereka atas taksiran penilaian oleh ahli penilai (appraisal). 68 Penyetoran modal dalam bentuk benda tidak bergerak yakni tanah dan/atau bangunan harus diumumkan dalam 1 (satu) surat kabar atau lebih, dalam jangka waktu 14 (empat belas) hari setelah akta pendirian Perseroan ditandatangani atau 67 Jamin Ginting, Hukum perseroan terbatas (UU No.40 tahun 2007), (Bandung : Citra Aditya Bakti, 2007), hal Cipto Soenaryo, SH, Notaris/PPAT Kota Medan, Wawancara tanggal 20 Mei 2014

18 42 setelah Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) memutuskan penyetoran modal tersebut. Maksud diumumkannya penyetoran modal dalam bentuk benda tidak bergerak dalam surat kabar, adalah agar diketahui umum dan memberikan kesempatan kepada pihak yang berkepentingan untuk dapat mengajukan keberatan atas penyerahan benda tersebut sebagai setoran modal saham, misalnya ternyata diketahui benda tersebut bukan milik penyetor tetapi milik pihak ketiga. 69 Setelah Perseroan mendapatkan status badan hukum dari Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia, harus diadakan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) pertama Perseroan, yang secara tegas menyatakan menerima penyetoran modal berupa tanah dan/atau bangunan sebagai pembayaran atas saham yang diambil pendiri Perseroan. RUPS pertama Perseroan tersebut harus diselenggarakan dalam jangka waktu paling lambat 60 (enam puluh) hari setelah Perseroan memperoleh status badan hukum dari Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia. Setelah itu, dilanjutkan dengan pembuatan dan penandatanganan Akta Pemasukan ke dalam Perusahaan di hadapan PPAT setempat yang daerah kerjanya meliputi letak lokasi tanah dan/atau bangunan yang diinbrengkan, yang mana didahului terlebih dahulu dengan pembayaran Pph dan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB). Setelah itu, terakhir mendaftarkan peralihan haknya (balik nama) pada kantor pertanahan setempat yang berwenang. PPAT wajib menyampaikan akta PPAT berupa Akta Pemasukan ke dalam Perusahaan dan dokumen-dokumen lain yang diperlukan 69 Sujud Margono, Hukum Perusahaan Indonesia : Catatan atas Undang-Undang Perseroan Terbatas, (Jakarta : CV. Novindo Pustaka Mandiri, 2008), hal.42.

19 43 untuk keperluan pendaftaran peralihan hak yang bersangkutan kepada kantor pertanahan, selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kerja sejak ditandatanganinya Akta Pemasukan ke dalam Perusahaan yang bersangkutan. 70 Permohonan pendaftaran peralihan hak karena pemasukan ke dalam perusahaan (inbreng) pada pendirian Perseroan pada kantor pertanahan dilakukan dengan pemenuhan persyaratan permohonan dan dokumen sebagai berikut : Formulir permohonan yang sudah diisi dan ditandatangani pemohon atau kuasanya di atas materai cukup. Formulir permohonan memuat : a. Identitas diri; b. Luas, letak dan penggunaan tanah yang dimohon; c. Pernyataan tanah tidak sengketa; d. Pernyataan tanah dikuasai secara fisik. 2. Surat kuasa apabila permohonannya dikuasakan; 3. Surat pengantar Akta Pemasukan ke dalam Perusahaaan dari Pejabat Pembuat Akta Tanah; 4. Akta Pemasukan ke dalam Perusahaan; 5. Sertipikat asli hak atas tanah yang dialihkan; 6. Fotokopi Kartu Tanda Penduduk (KTP) atau identitas diri pihak yang mengalihkan hak atas tanah yang masih berlaku dan dilegalisasi oleh pejabat yang berwenang yang telah dicocokkan dengan aslinya oleh petugas loket; 7. Fotocopy Akta Pendirian dan Anggaran Dasar Perseroan yang telah disahkan Menteri Hukum dan HAM serta pengesahan badan hukum Perseroan yang telah dicocokkan dengan aslinya oleh petugas loket; 8. Fotokopi Kartu Tanda Penduduk (KTP) atau identitas diri pemohon yang masih berlaku dan dilegalisasi oleh pejabat yang berwenang yang telah dicocokkan dengan aslinya oleh petugas loket; 9. Fotokopi Kartu Tanda Penduduk (KTP) atau identitas diri penerima kuasa yang masih berlaku dan dilegalisasi oleh pejabat yang berwenang disertai surat kuasa, jika permohonannya dikuasakan, yang telah dicocokkan dengan aslinya oleh petugas loket; 10. Izin pemindahan hak jika : 70 Pasal 40 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3696 & Pasal 103 Peraturan Menteri Negara Agraria/ Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1997 Tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah. 71 Cipto Soenaryo, SH, Notaris/PPAT Kota Medan, Wawancara tanggal 20 Mei 2014

20 44 a. Pemindahan hak atas tanah atau hak milik atas rumah susun yang didalam sertipikatnya dicantumkan tanda yang menyatakan bahwa hak tersebut hanya boleh dipindahtangankan apabila telah diperoleh ijin dari instansi yang berwenang; b. Pemindahan hak pakai atas tanah negara; 11. Fotokopi Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang Pajak Bumi dan Bangunan (SPPT-PBB) tahun berjalan yang telah dicocokkan dengan aslinya oleh petugas loket; 12. Bukti pelunasan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) dan Pph berupa penyerahan bukti Surat Setoran Pajak Daerah Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (SSPD-BPHTB) dan bukti Surat Setoran Pajak (SSP). Persyaratan permohonan tersebut diatas disampaikan oleh pemohon kepada kepala kantor pertanahan setempat melalui loket penerimaan, dengan ketentuan sebagai berikut : Subjek hak atas tanah merupakan badan hukum yang telah mendapat pengesahan dari Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia. 2. Objek hak atas tanah merupakan hak atas tanah yang dapat dipunyai oleh badan hukum yang bersangkutan. 3. Setiap fotokopi yang dipersyaratkan sudah dilegalisir oleh pejabat yang berwenang. Setelah pendaftaran peralihan hak atas tanah dan/atau bangunan telah disampaikan dan didaftarkan kepada kantor pertanahan setempat serta telah memenuhi syarat dan prosedur yang telah ditentukan maka kantor pertanahan melakukan pencatatan peralihan hak dalam buku tanah, sertipikat dan daftar lainnya dengan cara nama pemegang hak lama di dalam buku tanah, sertipikat hak dan daftardaftar umum lain dicoret dengan tinta hitam dan dibubuhi paraf kepala kantor pertanahan atau pejabat yang ditunjuk, kemudian nama pemegang hak yang baru yaitu Perseroan dituliskan pada halaman dan kolom yang ada dalam buku tanahnya, 72 Henry Tjong, SH, Notaris/PPAT Kota Medan, Wawancara tanggal 21 Mei 2014.

21 45 sertipikat hak dan daftar-daftar umum lain dengan dibubuhi tanggal pencatatan dan ditandatangani oleh kepala kantor pertanahan atau pejabat yang ditunjuk dan cap dinas kantor pertanahan Pasal 105 Peraturan Menteri Negara Agraria / Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1997 Tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah.

BAB II PERSEROAN TERBATAS SEBAGAI BADAN HUKUM PRIVAT. Dari kata Perseroan Terbatas dapat diartikan bahwa, kata Perseroan

BAB II PERSEROAN TERBATAS SEBAGAI BADAN HUKUM PRIVAT. Dari kata Perseroan Terbatas dapat diartikan bahwa, kata Perseroan BAB II PERSEROAN TERBATAS SEBAGAI BADAN HUKUM PRIVAT A. Pengertian Perseroan Terbatas Dari kata Perseroan Terbatas dapat diartikan bahwa, kata Perseroan berasal dari kata Sero", yang mempunyai arti Saham.

Lebih terperinci

BAB II PENYETORAN MODAL PERSEROAN TERBATAS MELALUI PERNYATAAN MENYETORKAN MODAL. A. Penyetoran Modal Pada Saat Pendirian Perseroan Terbatas

BAB II PENYETORAN MODAL PERSEROAN TERBATAS MELALUI PERNYATAAN MENYETORKAN MODAL. A. Penyetoran Modal Pada Saat Pendirian Perseroan Terbatas BAB II PENYETORAN MODAL PERSEROAN TERBATAS MELALUI PERNYATAAN MENYETORKAN MODAL A. Penyetoran Modal Pada Saat Pendirian Perseroan Terbatas Perseroan terbatas terdiri dari dua kata, yaitu perseroan dan

Lebih terperinci

BAB II BADAN HUKUM PERSEROAN TERBATAS. pemegang sahamnya untuk mengalihkan perusahaannya kepada setiap orang

BAB II BADAN HUKUM PERSEROAN TERBATAS. pemegang sahamnya untuk mengalihkan perusahaannya kepada setiap orang BAB II BADAN HUKUM PERSEROAN TERBATAS A. Defenisi Perseroan Terbatas Perseroan Terbatas (PT) merupakan bentuk usaha kegiatan ekonomi yang paling disukai saat ini, di samping karena pertanggungjawabannya

Lebih terperinci

PENUNJUK UNDANG-UNDANG PERSEROAN TERBATAS

PENUNJUK UNDANG-UNDANG PERSEROAN TERBATAS PENUNJUK UNDANG-UNDANG PERSEROAN TERBATAS 1 tahun ~ keharusan Perseroan menyesuaikan ketentuan Undang-undang ini Pada saat Undang-undang ini mulai berlaku, Perseroan yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa perekonomian nasional yang diselenggarakan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa perekonomian nasional yang diselenggarakan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa perekonomian nasional yang diselenggarakan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa perekonomian nasional yang diselenggarakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dipakai dalam dunia usaha di Indonesia karena perseroan terbatas merupakan

BAB I PENDAHULUAN. dipakai dalam dunia usaha di Indonesia karena perseroan terbatas merupakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bentuk Perseroan Terbatas (PT) merupakan bentuk yang lazim dan banyak dipakai dalam dunia usaha di Indonesia karena perseroan terbatas merupakan asosiasi modal dan badan

Lebih terperinci

B A B II TINJAUAN PUSTAKA. Secara khusus badan usaha Perseroan Terbatas diatur dalam Undang-Undang No. 40 Tahun 2007

B A B II TINJAUAN PUSTAKA. Secara khusus badan usaha Perseroan Terbatas diatur dalam Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 B A B II TINJAUAN PUSTAKA A. Perseroan Terbatas 1. Dasar Hukum Perseroan Terbatas Secara khusus badan usaha Perseroan Terbatas diatur dalam Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (UUPT),

Lebih terperinci

TANGGUNG JAWAB YURIDIS PENYELENGGARAAN DAFTAR PEMEGANG SAHAM MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN1995

TANGGUNG JAWAB YURIDIS PENYELENGGARAAN DAFTAR PEMEGANG SAHAM MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN1995 TANGGUNG JAWAB YURIDIS PENYELENGGARAAN DAFTAR PEMEGANG SAHAM MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN1995 Djoko Setyo Hartono Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyahan Semarang A. Latar Belakang Modal merupakan

Lebih terperinci

PEMBUATAN AKTA PENDIRIAN PERSEROAN TERBATAS

PEMBUATAN AKTA PENDIRIAN PERSEROAN TERBATAS PEMBUATAN AKTA-AKTA TERKAIT DENGAN PERSEROAN TERBATAS YANG WAJIB DIKETAHUI OLEH NOTARIS Oleh: Alwesius, SH, MKn Notaris-PPAT Surabaya, Shangrila Hotel, 22 April 2017 PEMBUATAN AKTA PENDIRIAN PERSEROAN

Lebih terperinci

ANALISIS YURIDIS PENGENAAN BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN (BPHTB) ATAS INBRENG PENDIRIAN PERSEROAN TERBATAS

ANALISIS YURIDIS PENGENAAN BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN (BPHTB) ATAS INBRENG PENDIRIAN PERSEROAN TERBATAS Aini Halim 1 ANALISIS YURIDIS PENGENAAN BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN (BPHTB) ATAS INBRENG PENDIRIAN PERSEROAN TERBATAS AINI HALIM ABSTRACT The establishment of a corporation requires that

Lebih terperinci

2011, No Mengingat : Pemberitahuan Perubahan Anggaran Dasar dan Perubahan Data Perseroan Terbatas. 1. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang

2011, No Mengingat : Pemberitahuan Perubahan Anggaran Dasar dan Perubahan Data Perseroan Terbatas. 1. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.187, 2011 KEMENTERIAN HUKUM DAN HAM. Pengesahan Badan Hukum. Perubahan Data PT. Penyampaian. Prosedur. PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA NOMOR M.HH-01.AH.01.01 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PENGAJUAN PERMOHONAN PENGESAHAN BADAN HUKUM DAN PERSETUJUAN PERUBAHAN ANGGARAN DASAR

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA NOMOR M.HH-01.AH.01.01 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PENGAJUAN PERMOHONAN PENGESAHAN BADAN HUKUM DAN PERSETUJUAN PERUBAHAN ANGGARAN DASAR

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA nomor 1 tahun 1995 tentang PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA nomor 1 tahun 1995 tentang PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA nomor 1 tahun 1995 tentang PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa peraturan tentang Perseroan Terbatas sebagaimana

Lebih terperinci

2016, No Manusia Nomor 4 Tahun 2014 tentang Tata Cara Pengajuan Permohonan Pengesahan Badan Hukum dan Persetujuan Perubahan Anggaran Dasar sert

2016, No Manusia Nomor 4 Tahun 2014 tentang Tata Cara Pengajuan Permohonan Pengesahan Badan Hukum dan Persetujuan Perubahan Anggaran Dasar sert BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.113, 2016 KEMENKUMHAM. Perseroan Terbatas. Permohonan. Perubahan. Anggaran Dasar. Penyampaian Perubahan. PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

AKIBAT HUKUM TERHADAP PERBUATAN-PERBUATAN PENDIRI SEBELUM PERSEROAN MEMPEROLEH PENGESAHAN BADAN HUKUM Oleh: Adem Panggabean BAB I PENDAHULUAN

AKIBAT HUKUM TERHADAP PERBUATAN-PERBUATAN PENDIRI SEBELUM PERSEROAN MEMPEROLEH PENGESAHAN BADAN HUKUM Oleh: Adem Panggabean BAB I PENDAHULUAN AKIBAT HUKUM TERHADAP PERBUATAN-PERBUATAN PENDIRI SEBELUM PERSEROAN MEMPEROLEH PENGESAHAN BADAN HUKUM Oleh: Adem Panggabean A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Perseroan Terbatas (PT) sebelumnya diatur

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa peraturan tentang Perseroan Terbatas sebagaimana diatur dalam Kitab Undangundang

Lebih terperinci

BAB II PENGATURAN TENTANG PERSEROAN TERBATAS DI INDONESIA

BAB II PENGATURAN TENTANG PERSEROAN TERBATAS DI INDONESIA 23 BAB II PENGATURAN TENTANG PERSEROAN TERBATAS DI INDONESIA A. Ketentuan-Ketentuan Perseroan Terbatas menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 dibanding Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007. Perseroan terbatas

Lebih terperinci

BAB II PERALIHAN HAK ATAS SAHAM PADA PERSEROAN TERBATAS. diikuti dengan adanya kecakapan hukum (rechsbekwaamheid) dan kewenangan

BAB II PERALIHAN HAK ATAS SAHAM PADA PERSEROAN TERBATAS. diikuti dengan adanya kecakapan hukum (rechsbekwaamheid) dan kewenangan BAB II PERALIHAN HAK ATAS SAHAM PADA PERSEROAN TERBATAS A. Perseroan terbatas sebagai Badan Hukum Manusia, dalam dunia hukum adalah subjek hukum atau pendukung hak dan kewajiban. Setiap manusia adalah

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA. BUKU-BUKU Abdurrahman, Muslan, Sosiologi dan Metode Penelitian Hukum, Malang: UMM Press, 2009.

DAFTAR PUSTAKA. BUKU-BUKU Abdurrahman, Muslan, Sosiologi dan Metode Penelitian Hukum, Malang: UMM Press, 2009. 112 DAFTAR PUSTAKA BUKU-BUKU Abdurrahman, Muslan, Sosiologi dan Metode Penelitian Hukum, Malang: UMM Press, 2009. Adjie, Habib, Sanksi Perdata dan Administratif Terhadap Notaris sebagai Pejabat Publik,

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace dicabut: UU 40-2007 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 13, 1995 ( Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3587) UNDANG-UNDANG

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENKUMHAM. Pengesahan Badan Hukum. Perubahan Anggaran Dasar. Data. Perseroan Terbatas. Pengajuan. Tata Cara.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENKUMHAM. Pengesahan Badan Hukum. Perubahan Anggaran Dasar. Data. Perseroan Terbatas. Pengajuan. Tata Cara. No.392, 2014 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENKUMHAM. Pengesahan Badan Hukum. Perubahan Anggaran Dasar. Data. Perseroan Terbatas. Pengajuan. Tata Cara. PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA

Lebih terperinci

BAB II PENGATURAN ATAS JUAL BELI SAHAM DALAM PERSEROAN TERBATAS DI INDONESIA. dapat dengan mudah memahami jual beli saham dalam perseroan terbatas.

BAB II PENGATURAN ATAS JUAL BELI SAHAM DALAM PERSEROAN TERBATAS DI INDONESIA. dapat dengan mudah memahami jual beli saham dalam perseroan terbatas. BAB II PENGATURAN ATAS JUAL BELI SAHAM DALAM PERSEROAN TERBATAS DI INDONESIA A. Tinjauan Umum tentang Jual Beli 1. Pengertian Jual Beli Sebelum membahas mengenai aturan jual beli saham dalam perseroan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa peraturan tentang Perseroan Terbatas sebagaimana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam

BAB I PENDAHULUAN. terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perseroan terbatas yang selanjutnya disebut sebagai perseroan adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.17, 2009 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN HUKUM DAN HAM. PERSEROAN. Pengesahan. Badan Hukum. Perubahan. Anggaran Dasar. Pencabutan. PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa peraturan tentang Perseroan Terbatas sebagaimana diatur dalam Kitab Undang-undang

Lebih terperinci

Lex Privatum Vol. V/No. 3/Mei/2017

Lex Privatum Vol. V/No. 3/Mei/2017 PENDAFTARAN PERALIHAN HAK MILIK ATAS TANAH MELALUI JUAL BELI BERDASARKAN PP NO. 24 TAHUN 1997 TENTANG PENDAFTARAN TANAH 1 Oleh: Suyadi Bill Graham Ambuliling 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini

Lebih terperinci

SYARAT-SYARAT SAHNYA PENDIRIAN PERSEROAN TERBATAS (PT) DI INDONESIA 1 Oleh : Nicky Yitro Mario Rambing 2

SYARAT-SYARAT SAHNYA PENDIRIAN PERSEROAN TERBATAS (PT) DI INDONESIA 1 Oleh : Nicky Yitro Mario Rambing 2 SYARAT-SYARAT SAHNYA PENDIRIAN PERSEROAN TERBATAS (PT) DI INDONESIA 1 Oleh : Nicky Yitro Mario Rambing 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui apa yang menjadi syarat syarat

Lebih terperinci

BAB II ASPEK HUKUM MENGENAI PERSEROAN TERBATAS DAN PENERAPAN ASAS PIERCING THE CORPORATE VEIL ATAS TANGGUNG JAWAB DIREKSI

BAB II ASPEK HUKUM MENGENAI PERSEROAN TERBATAS DAN PENERAPAN ASAS PIERCING THE CORPORATE VEIL ATAS TANGGUNG JAWAB DIREKSI BAB II ASPEK HUKUM MENGENAI PERSEROAN TERBATAS DAN PENERAPAN ASAS PIERCING THE CORPORATE VEIL ATAS TANGGUNG JAWAB DIREKSI A. Perseroan Terbatas sebagai Badan Hukum Dewasa ini Perseroan Terbatas merupakan

Lebih terperinci

PENDIRIAN PERSEROAN TERBATAS

PENDIRIAN PERSEROAN TERBATAS PENDIRIAN PERSEROAN TERBATAS PT Nomor : Pada hari ini, - - Pukul -Hadir dihadapan saya, dengan dihadiri oleh saksi-saksi yang saya, Notaris kenal dan akan disebutkan pada bagian akhir akta ini :- 1. Nama

Lebih terperinci

BAB II AKIBAT HUKUM SETORAN MODAL PERSEROAN TERBATAS YANG TERBUKTI BERASAL DARI TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG

BAB II AKIBAT HUKUM SETORAN MODAL PERSEROAN TERBATAS YANG TERBUKTI BERASAL DARI TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG 25 BAB II AKIBAT HUKUM SETORAN MODAL PERSEROAN TERBATAS YANG TERBUKTI BERASAL DARI TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG 2.1 Modal Perseroan Terbatas Modal awal PT berasal dari kontribusi para pemegang saham PT.

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA NOMOR: M.HH-02.AH.01.01 TAHUN 2009 TENTANG TATA CARA PENGAJUAN PERMOHONAN PENGESAHAN BADAN HUKUM PERSEROAN, PERSETUJUAN PERUBAHAN ANGGARAN

Lebih terperinci

Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 1 TAHUN 1995 (1/1995) Tanggal: 7 MARET 1995 (JAKARTA)

Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 1 TAHUN 1995 (1/1995) Tanggal: 7 MARET 1995 (JAKARTA) Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor: 1 TAHUN 1995 (1/1995) Tanggal: 7 MARET 1995 (JAKARTA) Sumber: LN 1995/13; TLN NO. 3587 Tentang: PERSEROAN TERBATAS Indeks: PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA

MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA NOMOR M-01-HT.01-10 TAHUN 2007 TENTANG TATA CARA PENGAJUAN PERMOHONAN PENGESAHAN

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 16, 1999 BURSA BERJANGKA. PERDAGANGAN. KOMODITI. Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi. BAPPEBTI. (Penjelasan

Lebih terperinci

Saham Perseroan dikeluarkan atas nama pemiliknya. Persyaratan kepemilikan saham dapat ditetapkan dalam anggaran dasar dengan memperhatikan

Saham Perseroan dikeluarkan atas nama pemiliknya. Persyaratan kepemilikan saham dapat ditetapkan dalam anggaran dasar dengan memperhatikan Saham Perseroan dikeluarkan atas nama pemiliknya. Persyaratan kepemilikan saham dapat ditetapkan dalam anggaran dasar dengan memperhatikan persyaratan yang ditetapkan oleh instansi yang berwenang sesuai

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.131, 2016 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA EKONOMI. Pajak. Pengampunan. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5899) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2016

Lebih terperinci

PERATURAN NOMOR IX.J.1 : POKOK-POKOK ANGGARAN DASAR PERSEROAN YANG MELAKUKAN PENAWARAN UMUM EFEK BERSIFAT EKUITAS DAN PERUSAHAAN PUBLIK

PERATURAN NOMOR IX.J.1 : POKOK-POKOK ANGGARAN DASAR PERSEROAN YANG MELAKUKAN PENAWARAN UMUM EFEK BERSIFAT EKUITAS DAN PERUSAHAAN PUBLIK PERATURAN NOMOR IX.J.1 : POKOK-POKOK ANGGARAN DASAR PERSEROAN YANG MELAKUKAN PENAWARAN UMUM EFEK BERSIFAT EKUITAS DAN PERUSAHAAN PUBLIK I. KETENTUAN UMUM II. 1. Dalam peraturan ini yang dimaksud dengan:

Lebih terperinci

-1- RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

-1- RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA -1- DRAFT RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pembangunan nasional

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1999 TENTANG PENYELENGGARAAN PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1999 TENTANG PENYELENGGARAAN PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1999 TENTANG PENYELENGGARAAN PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa dalam rangka pelaksanaan Undang-undang Nomor

Lebih terperinci

UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pembangunan nasional Negara Kesatuan Republik

Lebih terperinci

TERHAMBATNYA PROSES JUAL BELI KARENA TIDAK JELASNYA TANDA BATAS HAK MILIK ATAS TANAH DI KABUPATEN GROBOGAN

TERHAMBATNYA PROSES JUAL BELI KARENA TIDAK JELASNYA TANDA BATAS HAK MILIK ATAS TANAH DI KABUPATEN GROBOGAN TERHAMBATNYA PROSES JUAL BELI KARENA TIDAK JELASNYA TANDA BATAS HAK MILIK ATAS TANAH DI KABUPATEN GROBOGAN Yoga Dwi Santosa Sarjana Hukum Program Sarjana Universitas Slamet Riyadi Surakarta ABTRAKSI Tujuan

Lebih terperinci

BAB II PENGATURAN DIREKSI MENURUT KETENTUAN UNDANG-UNDANG PERSEROAN TERBATAS. perseroan yang paling tinggi, serta yang berhak dan berwenang untuk

BAB II PENGATURAN DIREKSI MENURUT KETENTUAN UNDANG-UNDANG PERSEROAN TERBATAS. perseroan yang paling tinggi, serta yang berhak dan berwenang untuk BAB II PENGATURAN DIREKSI MENURUT KETENTUAN UNDANG-UNDANG PERSEROAN TERBATAS A. Kedudukan Direksi Sebagai Pengurus dalam PT Pengaturan mengenai direksi diatur dalam Bab VII dari Pasal 92 sampai dengan

Lebih terperinci

8. PENDAFTARAN KARENA PERUBAHAN DATA YURIDIS

8. PENDAFTARAN KARENA PERUBAHAN DATA YURIDIS 8. PENDAFTARAN KARENA PERUBAHAN DATA YURIDIS A. Pendahuluan Berdasarkan ketentuan Pasal 36 Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 1997, pendaftaran tanah karena perubahan data yuridis termasuk dalam lingkup

Lebih terperinci

Usulan Perubahan Anggaran Dasar Bank Permata

Usulan Perubahan Anggaran Dasar Bank Permata Usulan Perubahan Anggaran Dasar Bank Permata No. ANGGARAN DASAR PT BANK PERMATA Tbk USULAN PERUBAHAN ANGGARAN DASAR PT BANK PERMATA Tbk Peraturan 1. Pasal 6 ayat (4) Surat saham dan surat kolektif saham

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Definisi Perseroan Terbatas (selanjutnya disebut Perseroan) menurut

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Definisi Perseroan Terbatas (selanjutnya disebut Perseroan) menurut BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Definisi Perseroan Terbatas (selanjutnya disebut Perseroan) menurut Undang Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseoan Terbatas ( UUPT ) adalah badan hukum persekutuan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa pembangunan nasional Negara Kesatuan Republik

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2016 TANGGAL 1 JULI 2016 TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2016 TANGGAL 1 JULI 2016 TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2016 TANGGAL 1 JULI 2016 TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pembangunan nasional Negara Kesatuan

Lebih terperinci

BAB III KEABSAHAN AKTA HIBAH MENURUT HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF (Studi di Kantor Notaris dan PPAT Dina Ismawati, S.H.,MM)

BAB III KEABSAHAN AKTA HIBAH MENURUT HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF (Studi di Kantor Notaris dan PPAT Dina Ismawati, S.H.,MM) BAB III KEABSAHAN AKTA HIBAH MENURUT HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF (Studi di Kantor Notaris dan PPAT Dina Ismawati, S.H.,MM) A. Profil Kantor Notaris dan PPAT Dina Ismawati, S.H.,MM Kantor Notaris dan

Lebih terperinci

Peraturan Perundang-undangan lainnya yang terkait Peraturan Pelaksanaan (PP dst.)

Peraturan Perundang-undangan lainnya yang terkait Peraturan Pelaksanaan (PP dst.) Rahmad Hendra DASAR HUKUM Secara khusus badan usaha Perseroan Terbatas diatur dalam Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (UUPT), yang secara efektif berlaku sejak tanggal 16 Agustus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Mengenai definisi perusahaan dapat ditemukan dalam Undang-Undang Nomor. 3 Tahun 1982 tentang Wajib Daftar Perusahaan.

BAB I PENDAHULUAN. Mengenai definisi perusahaan dapat ditemukan dalam Undang-Undang Nomor. 3 Tahun 1982 tentang Wajib Daftar Perusahaan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Istilah perusahaan untuk pertama kalinya terdapat di dalam Pasal 6 KUHD yang mengatur mengenai penyelenggaraan pencatatan yang wajib dilakukan oleh setiap orang

Lebih terperinci

*36403 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 28 TAHUN 1999 (28/1999) TENTANG MERGER, KONSOLIDASI DAN AKUISISI BANK

*36403 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 28 TAHUN 1999 (28/1999) TENTANG MERGER, KONSOLIDASI DAN AKUISISI BANK Copyright (C) 2000 BPHN PP 28/1999, MERGER, KONSOLIDASI DAN AKUISISI BANK *36403 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 28 TAHUN 1999 (28/1999) TENTANG MERGER, KONSOLIDASI DAN AKUISISI BANK

Lebih terperinci

Kompilasi UU No 28 Tahun 2004 dan UU No16 Tahun 2001

Kompilasi UU No 28 Tahun 2004 dan UU No16 Tahun 2001 Kompilasi UU No 28 Tahun 2004 dan UU No16 Tahun 2001 UU Tentang Yayasan BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan : 1. Yayasan adalah badan hukum yang terdiri atas kekayaan

Lebih terperinci

MEMUTUSKAN: Menetapkan: PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PENGGABUNGAN, PELEBURAN, DAN PENGAMBILALIHAN PERSEROAN TERBATAS BAB I KETENTUAN UMUM

MEMUTUSKAN: Menetapkan: PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PENGGABUNGAN, PELEBURAN, DAN PENGAMBILALIHAN PERSEROAN TERBATAS BAB I KETENTUAN UMUM PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 1998 TENTANG PENGGABUNGAN, PELEBURAN, DAN PENGAMBILALIHAN PERSEROAN TERBATAS PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: a. bahwa dalam rangka pembinaan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 118/PMK.03/2016 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 118/PMK.03/2016 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 118/PMK.03/2016 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN REPUBLIK

Lebih terperinci

BAB IV. A. Analisis Hukum Mengenai Implementasi Undang-Undang Nomor 5. Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria

BAB IV. A. Analisis Hukum Mengenai Implementasi Undang-Undang Nomor 5. Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria BAB IV ANALISIS HUKUM MENGENAI PERAN PEJABAT PEMBUAT AKTA TANAH DALAM PERALIHAN HAK ATAS TANAH TERHADAP WARGA NEGARA ASING BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1960 TENTANG PERATURAN DASAR POKOK-POKOK

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 1 /POJK.05/ TENTANG PERIZINAN USAHA DAN KELEMBAGAAN LEMBAGA PENJAMIN

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 1 /POJK.05/ TENTANG PERIZINAN USAHA DAN KELEMBAGAAN LEMBAGA PENJAMIN OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 1 /POJK.05/20172017 TENTANG PERIZINAN USAHA DAN KELEMBAGAAN LEMBAGA PENJAMIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DEWAN

Lebih terperinci

KASUS (DARI KULIAH MEI 2014)

KASUS (DARI KULIAH MEI 2014) KASUS (DARI KULIAH MEI 2014) Tuan MUKRI - umur 40 tahun, guru, WNI - Alamat : Jakarta, Jl. Kedondong No.9 - Kelurahan : Jagakarsa - Kecamatan : Pasar Minggu - Jakarta Selatan - TANAH : HM 607/Jagakarsa,

Lebih terperinci

BAB II BATASAN KRITERIA DIREKSI PERSEROAN TERBATAS DALAM MELAKSANAKAN DUTY OF LOYALTY DAN DUTY OF CARE BERDASARKAN UNDANG UNDANG NOMOR 40 TAHUN 2007

BAB II BATASAN KRITERIA DIREKSI PERSEROAN TERBATAS DALAM MELAKSANAKAN DUTY OF LOYALTY DAN DUTY OF CARE BERDASARKAN UNDANG UNDANG NOMOR 40 TAHUN 2007 23 BAB II BATASAN KRITERIA DIREKSI PERSEROAN TERBATAS DALAM MELAKSANAKAN DUTY OF LOYALTY DAN DUTY OF CARE BERDASARKAN UNDANG UNDANG NOMOR 40 TAHUN 2007 A. Organ Organ Perseroan Terbatas 1. Rapat Umum Pemegang

Lebih terperinci

BAB II PENENTUAN KEABSAHAN SUATU RAPAT UMUM PEMEGANG SAHAM DALAM PERSEROAN

BAB II PENENTUAN KEABSAHAN SUATU RAPAT UMUM PEMEGANG SAHAM DALAM PERSEROAN 34 BAB II PENENTUAN KEABSAHAN SUATU RAPAT UMUM PEMEGANG SAHAM DALAM PERSEROAN A. Rapat Umum Pemegang Saham Dalam setiap Perseroan Terbatas mempunyai alat yang disebut dengan organ perseroan yang bertugas

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pembangunan nasional Negara Kesatuan Republik

Lebih terperinci

1 / 25 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 Tentang Y A Y A S A N Diubah Berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 Tentang Yayasan DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA 406 /KMK.06/2004 TENTANG USAHA JASA PENILAI BERBENTUK PERSEROAN TERBATAS

KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA 406 /KMK.06/2004 TENTANG USAHA JASA PENILAI BERBENTUK PERSEROAN TERBATAS KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 406 /KMK.06/2004 TENTANG USAHA JASA PENILAI BERBENTUK PERSEROAN TERBATAS MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa jasa penilai mempunyai

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 1998 TENTANG PENGGABUNGAN, PELEBURAN, DAN PENGAMBILALIHAN PERSEROAN TERBATAS

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 1998 TENTANG PENGGABUNGAN, PELEBURAN, DAN PENGAMBILALIHAN PERSEROAN TERBATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 1998 TENTANG PENGGABUNGAN, PELEBURAN, DAN PENGAMBILALIHAN PERSEROAN TERBATAS PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa dalam rangka pembinaan

Lebih terperinci

BAB II PROSES PELAKSANAAN PENINGKATAN STATUS TANAH DARI HAK GUNA BANGUNAN MENJADI HAK MILIK DI PERUMNAS MARTUBUNG MEDAN

BAB II PROSES PELAKSANAAN PENINGKATAN STATUS TANAH DARI HAK GUNA BANGUNAN MENJADI HAK MILIK DI PERUMNAS MARTUBUNG MEDAN BAB II PROSES PELAKSANAAN PENINGKATAN STATUS TANAH DARI HAK GUNA BANGUNAN MENJADI HAK MILIK DI PERUMNAS MARTUBUNG MEDAN A. Hak Guna Bangunan Ketentuan Pasal 35 ayat (1) Undang-Undang Pokok Agraria Nomor

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1999 TENTANG PENYELENGGARAAN PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1999 TENTANG PENYELENGGARAAN PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1999 TENTANG PENYELENGGARAAN PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : Bahwa dalam rangka pelaksanaan Undang-undang Nomor

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1999 TENTANG PENYELENGGARAAN PERDAGANGAN KOMODITI BERJANGKA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1999 TENTANG PENYELENGGARAAN PERDAGANGAN KOMODITI BERJANGKA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 9 TAHUN 1999 TENTANG PENYELENGGARAAN PERDAGANGAN KOMODITI BERJANGKA PRESIDEN, Menimbang : bahwa dalam rangka pelaksanaan Undang-undang Nomor 32 Tahun 1997 tentang Perdagangan

Lebih terperinci

II. PIHAK YANG WAJIB MELALUI PROSES PENILAIAN KEMAMPUAN DAN KEPATUTAN

II. PIHAK YANG WAJIB MELALUI PROSES PENILAIAN KEMAMPUAN DAN KEPATUTAN Yth. Direksi Perusahaan Efek Yang Melakukan Kegiatan Usaha Sebagai Penjamin Emisi Efek dan/atau Perantara Pedagang Efek di tempat. SALINAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 57 /SEOJK.04/2017 TENTANG

Lebih terperinci

BAB III PRAKTEK PENDAFTARAN TANAH PEMELIHARAAN DATA DENGAN MENGGUNAKAN SURAT KUASA JUAL

BAB III PRAKTEK PENDAFTARAN TANAH PEMELIHARAAN DATA DENGAN MENGGUNAKAN SURAT KUASA JUAL 1 BAB III PRAKTEK PENDAFTARAN TANAH PEMELIHARAAN DATA DENGAN MENGGUNAKAN SURAT KUASA JUAL 3.1. PENGERTIAN PENDAFTARAN TANAH Secara general, pendaftaran tanah adalah suatu kegiatan administrasi yang dilakukan

Lebih terperinci

ANGGARAN DASAR. PT LOTTE CHEMICAL TITAN Tbk Pasal

ANGGARAN DASAR. PT LOTTE CHEMICAL TITAN Tbk Pasal ANGGARAN DASAR PT LOTTE CHEMICAL TITAN Tbk ----------------------------------------------- Pasal 1 ---------------------------------------------- 1. Perseroan Terbatas ini bernama PT LOTTE CHEMICAL TITAN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1999 TENTANG PENYELENGGARAAN PERDAGANGAN KOMODITI BERJANGKA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1999 TENTANG PENYELENGGARAAN PERDAGANGAN KOMODITI BERJANGKA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1999 TENTANG PENYELENGGARAAN PERDAGANGAN KOMODITI BERJANGKA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa dalam rangka pelaksanaan Undang-undang Nomor

Lebih terperinci

Menelaah Permenkumham no 1/2016 tentang PT Hukum Penanaman Modal Asing serta Peranan Notaris saat ini di Era Pasar Bebas

Menelaah Permenkumham no 1/2016 tentang PT Hukum Penanaman Modal Asing serta Peranan Notaris saat ini di Era Pasar Bebas Menelaah Permenkumham no 1/2016 tentang PT Hukum Penanaman Modal Asing serta Peranan Notaris saat ini di Era Pasar Bebas Disampaikan pada Diskusi Bulanan ICCA Juli 2016 Jakarta, 22 Juli 2016 Sebagai negara

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KEUANGAN. PPN. Pembangunan. Pasca Bencana Alam.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KEUANGAN. PPN. Pembangunan. Pasca Bencana Alam. No.34, 2010 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KEUANGAN. PPN. Pembangunan. Pasca Bencana Alam. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 /PMK.02/2010 TENTANG TATA CARA PENYETORAN

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. mahasiswa yang nantinya akan terjun kedalam dunia kerja, karena Praktik. atau pekerjaan yang penulis lakukan, seperti :

BAB V PENUTUP. mahasiswa yang nantinya akan terjun kedalam dunia kerja, karena Praktik. atau pekerjaan yang penulis lakukan, seperti : 44 BAB V PENUTUP A. KESIMPULAN Praktik Kerja Lapangan merupakan kegiatan yang sangat penting bagi mahasiswa yang nantinya akan terjun kedalam dunia kerja, karena Praktik Kerja Lapangan merupakan sarana

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 160/PMK.06/2013 TENTANG

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 160/PMK.06/2013 TENTANG MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 160/PMK.06/2013 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 176/PMK.06/2010 TENTANG BALAI LELANG

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG Y A Y A S A N DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG Y A Y A S A N DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG Y A Y A S A N DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pendirian Yayasan di Indonesia selama ini

Lebih terperinci

NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN

NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN Menimbang : DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, a. bahwa pendirian Yayasan di Indonesia selama ini dilakukan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, 1 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pendirian Yayasan di Indonesia selama ini dilakukan

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. penelitian yang dilakukan beserta dengan pembahasan yang telah diuraikan, dapat

BAB V PENUTUP. penelitian yang dilakukan beserta dengan pembahasan yang telah diuraikan, dapat BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan rumusan masalah yang telah diuraikan dan berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan beserta dengan pembahasan yang telah diuraikan, dapat diambil kesimpulan sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan. Pada ketentuan Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 16 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan. Pada ketentuan Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Yayasan merupakan suatu badan yang melakukan berbagai kegiatan bersifat non komersial (nirlaba) dan bergerak di bidang sosial, keagamaan atau pendidikan. Pada ketentuan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 16 TAHUN 2001 (16/2001) TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 16 TAHUN 2001 (16/2001) TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 16 TAHUN 2001 (16/2001) TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pendirian Yayasan di Indonesia selama

Lebih terperinci

OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN

OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 67 /POJK.05/2016 TENTANG PERIZINAN USAHA DAN KELEMBAGAAN PERUSAHAAN ASURANSI, PERUSAHAAN ASURANSI SYARIAH, PERUSAHAAN

Lebih terperinci

2017, No Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5679); MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG BADAN USAHA MILIK DAERA

2017, No Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5679); MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG BADAN USAHA MILIK DAERA No.305, 2017 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA PEMERINTAH DAERAH. Badan Usaha Milik Daerah. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6173) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG PERSEROAN TERBATAS. Nama asli dari PT (Perseroan Terbatas) adalah Naamloze

BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG PERSEROAN TERBATAS. Nama asli dari PT (Perseroan Terbatas) adalah Naamloze BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG PERSEROAN TERBATAS A. Gambaran Umum tentang Perseroan Terbatas Nama asli dari PT (Perseroan Terbatas) adalah Naamloze Vennootschap yang disingkat menjadi NV. Istilah NV dahulu

Lebih terperinci

2016, No dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-Undang Yayasan Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan (Lembaran Ne

2016, No dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-Undang Yayasan Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan (Lembaran Ne BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.114, 2016 KEMENKUMHAM. Yayasan. Pengajuan. Perubahan. Anggaran Dasar. Penyampaian Perubahan. Pencabutan. PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

BUPATI SEMARANG PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI SEMARANG NOMOR 37 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI SEMARANG PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI SEMARANG NOMOR 37 TAHUN 2016 TENTANG BUPATI SEMARANG PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI SEMARANG NOMOR 37 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PELAPORAN PEMBUATAN AKTA ATAU RISALAH LELANG PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN/ATAU BANGUNAN DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGAWAS PASAR MODAL DAN LEMBAGA KEUANGAN

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGAWAS PASAR MODAL DAN LEMBAGA KEUANGAN DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGAWAS PASAR MODAL DAN LEMBAGA KEUANGAN SALINAN KEPUTUSAN KETUA BADAN PENGAWAS PASAR MODAL DAN LEMBAGA KEUANGAN NOMOR: KEP- 479/BL/2009 TENTANG PERIZINAN

Lebih terperinci

SALINAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR /SEOJK

SALINAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR /SEOJK 1 SALINAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR /SEOJK.05/2017 TENTANG PENDAFTARAN, PERIZINAN, DAN KELEMBAGAAN PENYELENGGARA LAYANAN PINJAM MEMINJAM UANG BERBASIS TEKNOLOGI INFORMASI Sehubungan dengan

Lebih terperinci

KETENTUAN UMUM PENYELENGGARA DANA PERLINDUNGAN PEMODAL

KETENTUAN UMUM PENYELENGGARA DANA PERLINDUNGAN PEMODAL KETENTUAN UMUM PENYELENGGARA DANA PERLINDUNGAN PEMODAL OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 50 /POJK.04/2016 TENTANG PENYELENGGARA DANA PERLINDUNGAN

Lebih terperinci

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 222/PMK.010/2008 TENTANG

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 222/PMK.010/2008 TENTANG PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 222/PMK.010/2008 TENTANG PERUSAHAAN PENJAMINAN KREDIT DAN PERUSAHAAN PENJAMINAN ULANG KREDIT MENTERI KEUANGAN, Menimbang: a. bahwa peningkatan akses dunia usaha pada sumber

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace diubah: UU 28-2004 file PDF: [1] LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 112, 2001 Kehakiman. Keuangan. Yayasan. Bantuan. Hibah. Wasiat. (Penjelasan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, LAMPIRAN 218 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa perekonomian nasional yang

Lebih terperinci

PP 9/1999, PENYELENGGARAAN PERDAGANGAN KOMODITI BERJANGKA

PP 9/1999, PENYELENGGARAAN PERDAGANGAN KOMODITI BERJANGKA Copyright (C) 2000 BPHN PP 9/1999, PENYELENGGARAAN PERDAGANGAN KOMODITI BERJANGKA *36161 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 9 TAHUN 1999 (9/1999) TENTANG PENYELENGGARAAN PERDAGANGAN KOMODITI

Lebih terperinci

2016, No Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 111, Tambahan

2016, No Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 111, Tambahan No.61, 2016 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEUANGAN OJK. Investasi Kolektif. Real Estat. Bank Kustodian. Manajer Investasi. Pedoman. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Nomor 5867) PERATURAN

Lebih terperinci

2 Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 64, Tambahan Lembaran Negar

2 Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 64, Tambahan Lembaran Negar No.396, 2014 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEUANGAN. OJK. Reksa Dana. Penjual. Agen. Pencabutan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5653) PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 176/PMK.06/2010 TENTANG BALAI LELANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 176/PMK.06/2010 TENTANG BALAI LELANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 176/PMK.06/2010 TENTANG BALAI LELANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 9 Peraturan

Lebih terperinci