BAB I PENDAHULUAN. Grafindo Persada, Jakarta, 2000 hal 1. Universitas Sumatera Utara

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. Grafindo Persada, Jakarta, 2000 hal 1. Universitas Sumatera Utara"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam rangka meningkatkan taraf kehidupan, masyarakat mempunyai kemampuan dan keahlian masing-masing serta cara yang berbeda-beda dalam mencapai tujuan kemakmuran dan kesejahteraan hidup, salah satunya adalah dengan menjalankan suatu bisnis tertentu. Adapun salah satu cara adalah dengan menjalankan bisnis yang serius dan benar yaitu dengan mendirikan suatu badan usaha. Menurut sistem hukum dagang Indonesia, ada 2 (dua) bentuk badan usaha, yaitu badan usaha bukan badan hukum dan badan usaha yang berbadan hukum. Dalam hal ini Perseroan Terbatas termasuk badan usaha yang berbadan hukum. Perseroan Terbatas (disingkat PT) merupakan bentuk usaha kegiatan ekonomi yang paling disukai saat ini, disamping karena pertanggung jawabannya yang bersifat terbatas, PT juga memberikan kemudahan bagi pemilik (pemegang saham) nya untuk mengalihkan perusahaannya (kepada setiap orang) dengan menjual seluruh saham yang dimilikinya pada perusahaan tersebut. 1 Ketentuan perundang-undangan yang mengatur mengenai PT saat ini dapat ditemukan dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (selanjutnya disingkat UUPT) yang telah disahkan pada tanggal 16 Agustus 2007, dimana ketentuan tersebut menggantikan berlakunya Undang- Undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas, sebagaimana dalam konsiderans (menimbang) huruf "d" pada UUPT, yang berbunyi :"bahwa UndangUndang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas dipandang sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan hukum dan kebutuhan 1 Ahmad Yani, Gunawan Widjaja, Seri Hukum Bisnis : Perseroan Terbatas, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2000 hal 1

2 masyarakat sehingga perlu diganti dengan Undang-Undang yang baru. Dalam perkembangannya ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas dipandang tidak lagi memenuhi perkembangan hukum dan kebutuhan masyarakat karena keadaan ekonomi serta kemajuan ilmu pengetahuan, teknologi dan informasi sudah berkembang begitu pesat khususnya pada era globalisasi. Disamping itu, meningkatnya tuntutan masyarakat akan layanan yang cepat, kepastian hukum, serta tuntutan masyarakat akan perkembangan dunia usaha yang sesuai dengan prinsip pengelolaan perusahaan yang baik (good corporate govemance) menuntut penyempurnaan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas. Oleh karena itu lahirlah UUPT. Perseroan Terbatas mempunyai kedudukan mandiri. Oleh Undang- Undang diberi `standi persona`. Oleh Undang-Undang, PT dijadikan subyek hukum mandiri disamping manusia orang perorangannya. Padahal apa yang dinamakan PT suatu badan belaka. Badan dengan karakteristik demikian inilah yang biasa dinamakan "badan hukum. 2 Konsekuensi dari kemandirian perseroan terbatas yaitu segala resiko yang timbul dari perbuatan perseroan terbatas menjadi tanggung jawab perseroan terbatas itu sendiri. Selain itu, PT harus mempunyai harta kekayaan sendiri terlepas dari harta pribadi para pemegang saham dan atau orang-orang yang menjalankan PT itu. Sehingga apabila dalam melakukan kegiatannya terjadi kerugian atau mendapatkan keuntungan, maka perbuatan itu menjadi beban dan atau keuntungan PT itu sendiri. Pengurusan pada PT harus dilakukan oleh suatu "Organ". Organ perseroan dimaksud merupakan lembaga tersendiri yang terdiri dari orang-orang yang menjalankan PT dan terpisah kedudukannya sebagai pemegang saham. Menurut pasal 1 angka 2 UUPT bahwa "Organ Perseroan adalah Rapat Umum Pemegang Saham, Direksi dan Dewan Komisaris" hal 27 2 Rudhi Prasetya, Kedudukan Mandiri Perseroan Terbatas, Citra Aditya Bakti, Bandung,

3 Setiap organ perseroan diberi kebebasan bergerak asal semuanya dilakukan demi tujuan dan kepentingan perseroan. Untuk itu tiap-tiap organ perseroan harus diberi tanggung jawab untuk menyelesaikan tugas yang diberikan kepadanya. Tanggung jawab berarti kewajiban seorang individu untuk melaksanakan aktivitas-aktivitas yang ditugaskan kepadanya sebaik mungkin sesuai kemampuan yang dimilikinya. Idealnya, jika wewenang itu dilaksanakan sesuai dengan tanggung jawabnya dan sebaliknya tanggung jawab harus diberikan sesuai dengan wewenang yang dimilikinya. Direksi berkewajiban untuk mengelola jalannya perusahaan dengan sebaik mungkin. Dewan Komisaris bertugas untuk mengawasi jalannya pengelolaan perseroan oleh Direksi, serta pada kesempatan tertentu turut membantu Direksi dalam menjalankan tugasnya. Sedangkan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) perseroan berfungsi untuk melaksanakan kontrol secara menyeluruh atas setiap pemenuhan kewajiban dari Direksi dan Dewan Komisaris perseroan atas aturan main yang telah ditetapkan. 3 Ada satu hal yang menarik dalam satu konsep kepengurusan perseroan ini. Yaitu pada lembaga Direksi maupun Dewan Komisaris, dalam sistemnya bersifat kolegial. Artinya, sesungguhnya yang benar dan seyogianya Direksi dan Dewan Komisaris itu selalu dalam bentuk Dewan. Artinya selalu lebih dari 1(satu) orang. Namun dalam perkembangan praktek, karena PT itu dipergunakan sekadar untuk mengambil manfaat dari karakter PT dan bukannya untuk asosiasi modal, maka telah diterima baik, dibenarkan dan dimungkinkan hanya terdiri dari 1 (satu) orang. 4 Kecuali pada perseroan yang kegiatan usahanya berkaitan dengan menghimpun dan/atau mengelola dana masyarakat, perseroan yang menerbitkan surat pengakuan hutang kepada masyarakat atau perseroan terbuka wajib mempunyai paling sedikit 2 (dua) orang anggota Direksi dan 2 (dua) orang 3 Ahmad Yani, Gunawan Widjaja, Gunawan Widjaja, Seri Hukum Bisnis : Perseroan Terbatas, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2000, hal 77 4 Rudhi Prasetya, Op. Cit, hal 24

4 anggota Dewan Komisaris, seperti yang disebutkan pada pasal 92 ayat (4) dan pasal 108 ayat (5) dari UUPT. Mengenai istilah "Dewan", khususnya pada organ perseroan yaitu Komisaris, dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas masih nampak kabur dan kurang begitu tegas diterapkan, sehingga lahimya UUPT dirasa sangatlah tepat menggantikan berlakunya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas dengan Undang Undang Nomor 40 Tahun 2007, yang mana penerapan istilah "Dewan" Komisaris pada UUPT begitu jelas dan tegas serta telah memakai istilah "Dewan Komisaris. Meskipun kedua Undang-Undang tersebut sama-sama menganut sifat kolegialitas. Dalam UUPT, pada pasal 108 ayat (4) menyatakan bahwa :"Dewan Komisaris yang terdiri atas lebih dari 1 (satu) orang anggota merupakan majelis dan setiap anggota Dewan Komisaris tidak dapat bertindak sendiri-sendiri, melainkan berdasarkan keputusan Dewan Komisaris". B. Perumusan Masalah Berdasarkan judul skripsi ini mengenai Penerapan Sifat Kolegalitas Dewan Komisaris Perseroan Dalam Kepailitan Perseroan Terbatas Berdasarkan Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas, sehingga dengan demikian, maka timbullah pertanyaan mengenai sifat kolegialitas yang dianut Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas tersebut, yang mana diperlukan suatu penelitian lebih lanjut mengenai hal tersebut yang pada akhimya masalah tersebut dapat terpecahkan. Untuk lebih memperjelas uraian latar belakang masalah di atas, maka dirumuskan permasalahan sebagai berikut : 1. Bagaimana penerapan sifat kolegialitas pada fungsi, wewenang dan tanggung jawab Dewan Komisaris menurut Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas? 2. Bagaimanakah penerapan sifat kolegialitas Dewan Komisari Pada saat PT dalam keadaan Pailit?

5 C. Tujuan dan Manfaat Penulisan 1. Tujuan Penulisan Adapun tujuannya dari penulisan skripsi ini adalah untuk lebih mengembangkan pengetahuan dan wawasan dalam bidang hukum khususnya mengenai Perseroan Terbatas mengenai sejauh mana penerapan sifat kolegialitas pada fungsi, wewenang dan tanggung jawab Dewan Komisaris dalam hal kepailitan menurut UndangUndang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. 2. Manfaat Penelitian Adapun manfaat penulisan skripsi ini secara teoritis adalah meningkatkan dan mengembangkan ilmu pengetahuan dalam ilmu hukum dagang khususnya hukum perusahaan tentang badan usaha yang berbadan hukum yaitu Perseroan Terbatas yang bermanfaat bagi pembangunan hukum nasional serta bagi perusahaan-- perusahaan yang ada di Indonesia agar dapat menerapkan pada perusahaannya tersebut, sekaligus dapat mengikuti perkembangan peraturan perundang-undangan mengenai perseroan terbatas. D. Keaslian Penulisan Penulisan skripsi ini adalah merupakan syarat yang harus dipenuhi untuk memperoleh gelar kesarjanaan dari Fakultans Hukum. Selain itu melalui penulisan skripsi ini juga menambah pengetahuan dan wawasan kita akan penerapan sifat kolegialitas dewan komisaris dalam kepailitan perseroan terbatas. Skripsi yang berjudul Penerapan Sifat Kolegalitas Dewan Komisaris Perseroan Dalam Kepailitan Perseroan Terbatas Berdasarkan Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas ini belum pernah dibahas oleh mahasiswa lain di Fakultas Hukum dan skripsi ini asli disusun oleh penulis sendiri, bukan jiplakan atau diambil dari skripsi milik orang lain.

6 E. Tinjauan Kepustakaan Untuk lebih memahami maksud dari judul skripsi ini maka akan diberikan pengertian kata demi kata dari judul skripsi ini secara umum agar tidak terdapat kesimpangsiuran tentang pengertian yang terdapa tdalam judul skripsi ini, yaitu : Kata penerapan yang berarti suatu proses atau cara untuk meletakkan dasar sesuatu hal 5 Sifat Kolegialitas yang berasal dari kata kolega yang berarti sebagai teman sejawat, kawan sepekerjaan, sedangkan kata kolgial berarti bersifat seperti teman sejawat, dan pengertian kolegialitas adalah rasa solider terhadap sesama teman sekerja. 6 Dalam penjelasan pasal 83 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas dikatakan bahwa : Undang-Undang ini memilih sistem perwakilan kolegial, tetapi untuk kepentingan praktis masing-masing anggota Direksi berwenang mewakili perseroan yang mana kata "kolegial" yang dimaksud dapat diartikan "bersama-sama" dalam hal pengambilan keputusan, hanya saja tidak sepenuhnya diterapkan demi kebutuhan praktis. Didalam UUPT tidak terdapat istilah "kolega atau kolegialitas" tetapi terdapat istilah kolegial" yaitu pada penjelasan pasal 98 UUPT bahwa: Undang-Undang ini pada dasamya menganut sistem perwakilan kolegial, yang berarti tiap-tiap anggota Direksi berwenang mewakili Perseroan, Namun, untuk kepentingan Perseroan, anggaran dasar dapat menentukan bahwa Perseroan diwakili o/eh anggota Direksi tertentu. Pengertian dewan komisaris" dalam Kamus Bahasa Indonesia Kontemporer yang disusun oleh Peter Salim dan Yenny Salim diartikan sebagai badan/majelis yang beranggotakan beberapa orang yang kerjanya memberi nasihat, 5 Kamus Besar Bahasa Indonesia, Departemen Pendidikan, Jakarta, Peter Salim, Yenny Salim, Kamus Bahasa Indonesia Kontemporer, Edisi Pertama, Modern English Press, Jakarta 1991

7 menentukan suatu masalah dan lain-lain dengan jalan musyawarah atau dapat diartikan juga sebagai badan yang terdiri dari beberapa anggota yang pekerjaannya memutuskan sesuatu dengan jalan berunding. Keputusan yang telah ditetapkan oleh dewan tidak dapat diganggu gugat. Majelis juga berarti dewan. 7 Dalam pasal 108 ayat (4) UUPT yang berbunyi : "Dewan Komisaris yang terdiri atas lebih dari 1(satu) orang anggota merupakan majelis dan setiap anggota Dewan Komisaris tidak dapat bertindak sendiri-sendiri, melainkan berdasarkan keputusan Dewan Komisaris" ; yang menurut Kamus Bahasa Indonesia Kontemporer yang disusun oleh Doktorandus Peter Salim dan Yenny Salim "majelis" berarti dewan pengemban suatu tugas tertentu dan terbatas, sekumpulan orang banyak, rapat, sidang, atau dapat diartikan sebagai dewan atau badan. bahwa : Adapun menurut penjelasan pasal 108 ayat (4) UUPT dikatakan berbeda dari Direksi yang memungkinkan setiap anggota Direksi bertindak sendiri-sendiri dalam menjalankan tugas Direksi, setiap anggota Dewan Komisaris tidak dapat bertindak sendiri-sendiri dalam menjalankan tugas Dewan Komisaris, kecuali berdasarkan keputusan Dewan Komisaris: Kata dalam berarti jauh ke bawah, tetapi yang penulis maksudkan disini adalah yang berhubungan dengan. Secara tata bahasa kepailitan berarti segala hal yang berhubungan dengan pailit. Dalam Black s Law Dictionary pengertian pailit dihubungkan dengan ketiadamampuan untuk membayar dari seorang debitur atas utang-utangnya yang telah 8 jatuh tempo. Istilah Perseroan Terbatas dalam bahasa Inggris disebut dengan Limited Company atau Limited Liability atau dalam Bahasa Belanda disebut dengan 7 Ibid. 8 Ahad Yani, Gunawan Widjaja, Seri Hukum Bisnis Kepailitan : Perseroan Terbatas, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2000 hal 11

8 Naamlooze Venootschap. Ada yang member batasan, bahwa perseroan terbatas adalah sebagai suatu asosiasi pemegang saham (atau bahkan seorang pemegang saham jika dimungkinkan untuk itu oleh hukum di negara tertentu) yang diciptakan oleh hokum dan diberlakukan sebagi manusia semu (artificial person) oleh pengadilan, yang merupakan badan hukum karenanya sama sekali terpisah dengan orang-orang yang mendirikannya, dengan mempunyai kapasitas untuk bereksistensi yang terus-menerus, dan sebagai suatu badan hukum, perseroan terbatas berwenang untuk menerima, memegang dan mengalihkan harta kekayaan, menggugat atau digugat, dan melaksanakan segala kewenangan lainnya yang diberikan oleh hukum yang berlaku. 9 F. Metode Penulisan 1. Metode Pendekatan Dalam penulisan skripsi ini penulis mempergunakan metode penelitian hukum normatif, dimana bahan atau materi penulisan diperoleh dengan mengkaji peraturan perundang-undangan yaitu Undang-Undang Nomor 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas serta literatur-literatur. Penulisan skripsi ini dilakukan dengan menggunakan metode statute approach yaitu pendekatan dengan mengkaji isi peraturan perundang-undangan. Melalui pendekatan tersebut diharapkan dapat menemukan jawaban atas permasalahan tersebut diatas. 2. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penulisan skripsi ini berupa bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier. a. Bahan Hukum Primer Dalam penulisan skripsi ini, penulis menggunakan bahan hukum berupa peraturan perundang-undangan yaitu Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, yang telah diumumkan dalam 9 Ibid hal 2

9 Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 106 dan Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor b. Bahan Hukum Sekunder Dalam penulisan skripsi ini, penulis menggunakan bahan hukum sekunder yang terdiri atas semua catatan, buku-buku teks, makalahmakalah, artikel tentang hukum, jurnal-jurnal hukum dan situs internet (website). c. Bahan Hukum Tersier Dalam penulisan skripsi ini, penulis juga menggunakan bahan hukum tersier sebagai pendukung terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. Bahan hukum tersier diperoleh dari studi lapangan yang dilakukan bertujuan untuk mendapatkan data-data yang relevan dengan penulisan skripsi. 3. Metode Pengumpulan Bahan Hukum Metode, pengumpulan bahan hukum yang digunakan dalam skripsi ini berupa literatur-literatur yang diperoleh melalui studi kepustakaan, baik bahan hukum primer, bahan hukum sekunder maupun bahan hukum tersier. Disini penulis mengumpulkan sebanyak mungkin bahan-bahan hukum yang berkaitan dengan permasalahan yang diteliti, selanjutnya menginventarisasi bahan-bahan hukum tersebut sehingga pada akhimya permasalahan semakin jelas dan dapat terpecahkan. 4. Analisa Dala Pengolahan dan analisis data dilakukan dengan menggunakan metode kualitatif.

10 G. Sistematika Penulisan skripsi ini terdiri dari 5 (lima) bab, yang masing-masing bab terdiri dari beberapa sub bab yang saling berkaitan satu dengan yang lainnya. Uraian singkat atas bab-bab dan sub bab tersebut akan diuraikan sebagai berikut : 1. Bab Pertama merupakan Bab Pendahuluan, yang menguraikan tentang : A. Latar Belakang B. Perumusan Masalah C. Tujuan dan Manfaat Penulisan D. Keaslian Penulisan E. Tinjauan Kepustakaan F. Metode Penulisan G. Sistematika. 2. Bab Kedua merupakan bab yang berisi tentang gambaran umum dari Perseroan Terbatas dan Kepailitan. Bab ini terdiri dari : A. Pengertian Perseroan Terbatas 1. Pengertian Dan Ciri-Ciri Perseroan Terbatas 2. Pendirian Perseroan Terbatas 3. Modal Dan Saham Perseroan Terbatas 4. Organ Perseroan Terbatas B. Pengertian Kepailitan 1. Pengertian Kepailitan 2. Syarat-Syarat Pailit Perseroan Terbatas 3. Pihak-Pihak Yang Dapat Mengajukan Permohonan Pailit Dan Dinyatakan Pailit. 3. Bab Ketiga yang merupakan bab yang menguraikan gambaran umum tentang sifat Kolegialitas Dewan Komisaris Perseroan Terbatas. Bab ini juga terdiri atas beberapa sub bab seperti : E. Tugas Dan Fungsi Serta Tanggung Jawab Dewan Komisaris F. Wewenang Dewan Komisaris

11 G. Pengecualian Sifat Kolegialitas Pada Dewan Komisaris H. Penerapan Sifat Kolegialitas Pada Fungsi, Wewenang Dan Tanggung Jawab Dewan Komisaris Perseroan Terbatas 4. Bab keempat merupakan bab yang membahas tentang Penerapan Sifat Kolegialitas pada saat Perseroaan Terbatas dalam Keadaan Pailit Untuk mendukung Pembahasan atas bab ini maka bab ini dibagi atas beberapa sub bab yang meliputi : C. Akibat Hukum Pernyataan Pailit D. Penerapan Sifat Kolegialitas Pada Saat Perseroan Terbatas Dalam Keadaan Pailit. 5. Bab kelima yang merupakan bagian penutup yang berisi : A. Kesimpulan, yaitu statement / pemyataan singkat yang merefleksikan hasil pembahasan, sekaligus menjadi jawaban atas permasalahan yang dirumuskan pada bab pertama. B. Saran, ajakan, himbauan penulis kepada para pihak terkait sehubungan dengan hasil penelitian yang memerlukan tindak lanjut demi perbaikan.

BAB II ASPEK HUKUM MENGENAI PERSEROAN TERBATAS DAN PENERAPAN ASAS PIERCING THE CORPORATE VEIL ATAS TANGGUNG JAWAB DIREKSI

BAB II ASPEK HUKUM MENGENAI PERSEROAN TERBATAS DAN PENERAPAN ASAS PIERCING THE CORPORATE VEIL ATAS TANGGUNG JAWAB DIREKSI BAB II ASPEK HUKUM MENGENAI PERSEROAN TERBATAS DAN PENERAPAN ASAS PIERCING THE CORPORATE VEIL ATAS TANGGUNG JAWAB DIREKSI A. Perseroan Terbatas sebagai Badan Hukum Dewasa ini Perseroan Terbatas merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Peranan notaris..., E. Paramitha Sapardan, FH UI, hlm. 1. Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Peranan notaris..., E. Paramitha Sapardan, FH UI, hlm. 1. Universitas Indonesia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perseroan dalam pengertian umum adalah perusahaan atau organisasi usaha. Sedangkan perseroan terbatas adalah salah satu bentuk organisasi usaha atau badan usaha yang

Lebih terperinci

BAB II PENGATURAN DIREKSI MENURUT KETENTUAN UNDANG-UNDANG PERSEROAN TERBATAS. perseroan yang paling tinggi, serta yang berhak dan berwenang untuk

BAB II PENGATURAN DIREKSI MENURUT KETENTUAN UNDANG-UNDANG PERSEROAN TERBATAS. perseroan yang paling tinggi, serta yang berhak dan berwenang untuk BAB II PENGATURAN DIREKSI MENURUT KETENTUAN UNDANG-UNDANG PERSEROAN TERBATAS A. Kedudukan Direksi Sebagai Pengurus dalam PT Pengaturan mengenai direksi diatur dalam Bab VII dari Pasal 92 sampai dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penerapan business judgment..., Kanya Candrika K, FH UI, , TLN No. 4756, Pasal 1 angka 1.

BAB I PENDAHULUAN. Penerapan business judgment..., Kanya Candrika K, FH UI, , TLN No. 4756, Pasal 1 angka 1. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Perseroan Terbatas ( PT ) adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal

Lebih terperinci

BAB I P E N D A H U L U A N

BAB I P E N D A H U L U A N BAB I P E N D A H U L U A N A. Latar Belakang Masalah Tumbuh dan berkembangnya perekonomian dan minat pelaku usaha atau pemilik modal menjalankan usahanya di Indonesia dengan memilih bentuk badan usaha

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. selalu memperoleh sesuatu yang lebih menguntungkan dari sebelumnya.

BAB I PENDAHULUAN. selalu memperoleh sesuatu yang lebih menguntungkan dari sebelumnya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap individu yang menjalankan usaha, senantiasa mencari jalan untuk selalu memperoleh sesuatu yang lebih menguntungkan dari sebelumnya. Demikian juga kiranya dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diatur dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas

BAB I PENDAHULUAN. diatur dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam era modern ini Indonesia harus menghadapi tuntutan yang mensyaratkan beberapa regulasi dalam bidang ekonomi. tidak terkecuali mengenai perusahaan-perusahaan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kemampuan dan keahlian masing-masing serta cara yang berbeda-beda dalam

I. PENDAHULUAN. kemampuan dan keahlian masing-masing serta cara yang berbeda-beda dalam 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam rangka meningkatkan taraf kehidupan, masyarakat mempunyai kemampuan dan keahlian masing-masing serta cara yang berbeda-beda dalam mencapai tujuan kemakmuran dan

Lebih terperinci

EKSISTENSI DAN TANGGUNG JAWAB DIREKSI MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS. Oleh : Raffles, S.H., M.H.

EKSISTENSI DAN TANGGUNG JAWAB DIREKSI MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS. Oleh : Raffles, S.H., M.H. EKSISTENSI DAN TANGGUNG JAWAB DIREKSI MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS Oleh : Raffles, S.H., M.H. 1 Abstrak Direksi adalah organ perseroaan yang bertanggung jawab penuh

Lebih terperinci

1 Universitas Indonesia

1 Universitas Indonesia B A B 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG PERMASALAHAN Dari berbagai bentuk perusahaan, seperti Persekutuan Komanditer, Firma, Koperasi dan lain sebagainya, bentuk usaha Perseroan Terbatas ( Perseroan )

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bertumbuh pesat. Menurut Peneliti terbukti dengan sangat banyaknya

BAB I PENDAHULUAN. bertumbuh pesat. Menurut Peneliti terbukti dengan sangat banyaknya 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Saat ini perkembangan perekonomian dan dunia usaha semakin bertumbuh pesat. Menurut Peneliti terbukti dengan sangat banyaknya ditemukan pelaku-pelaku usaha

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 2007 tentang waralaba (selanjutnya disebut PP No. 42 Tahun 2007) dalam

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 2007 tentang waralaba (selanjutnya disebut PP No. 42 Tahun 2007) dalam 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bisnis waralaba atau franchise sedang berkembang sangat pesat di Indonesia dan sangat diminati oleh para pengusaha karena prosedur yang mudah, tidak berbelit-belit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perseroan terbatas merupakan salah satu bentuk Maskapai Andil Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Perseroan terbatas merupakan salah satu bentuk Maskapai Andil Indonesia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perseroan terbatas merupakan salah satu bentuk Maskapai Andil Indonesia yang ada di Indonesia. Bila kita liat pada KUHD perseroan terbatas tidak diatur secara terperinci

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan harta kekayaan para pendiri atau pemegang sahamnya. 3. Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS).

BAB I PENDAHULUAN. dan harta kekayaan para pendiri atau pemegang sahamnya. 3. Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perseroan Terbatas adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas

BAB I PENDAHULUAN. Dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas 1 BAB I PENDAHULUAN 1) Latar Belakang Perseroan Terbatas (selanjutnya disingkat PT) merupakan subyek hukum yang berhak menjadi pemegang hak dan kewajiban, termasuk menjadi pemilik dari suatu benda atau

Lebih terperinci

Lex Privatum, Vol. IV/No. 4/Apr/2016

Lex Privatum, Vol. IV/No. 4/Apr/2016 TUGAS DAN KEWENANGAN DEWAN KOMISARIS TERHADAP PERSEROAN TERBATAS MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 40 TAHUN 2007 1 Oleh : Roberto Rinaldo Sondak 2 ABSTRAK Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Perseroan Terbatas Nomor 40 Tahun 2007 dapat diartikan. dalam undang-undang serta peraturan pelaksanaannya.

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Perseroan Terbatas Nomor 40 Tahun 2007 dapat diartikan. dalam undang-undang serta peraturan pelaksanaannya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Awal mula masuknya peseroan terbatas dalam tatanan hukum Indonesia adalah melalui asas konkordasi, yaitu asas yang menyatakan bahwa peraturan yang berlaku di

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Perseroan Terbatas (PT), dulu disebut juga Naamloze Vennootschaap (NV) 1, adalah suatu persekutuan untuk menjalankan usaha yang memiliki modal terdiri dari Saham,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perseroan Terbatas (PT) dulu disebut juga Naamloze Vennootschaap (NV),

BAB I PENDAHULUAN. Perseroan Terbatas (PT) dulu disebut juga Naamloze Vennootschaap (NV), BAB I PENDAHULUAN A. Latar Berlakang Perseroan Terbatas (PT) dulu disebut juga Naamloze Vennootschaap (NV), merupakan badan hukum perdata (privat) yang mempunyai status hukum kemandirian (persona standi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bagian yang tidak dapat terpisahkan dari dunia bisnis di Indonesia. Terkait dengan

BAB I PENDAHULUAN. bagian yang tidak dapat terpisahkan dari dunia bisnis di Indonesia. Terkait dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Saat ini sudah harus dapat diterima bahwa globalisasi telah masuk dalam dunia bisnis di Indonesia. Globalisasi sudah tidak dapat ditolak lagi namun saat ini harus dapat

Lebih terperinci

SYARAT-SYARAT SAHNYA PENDIRIAN PERSEROAN TERBATAS (PT) DI INDONESIA 1 Oleh : Nicky Yitro Mario Rambing 2

SYARAT-SYARAT SAHNYA PENDIRIAN PERSEROAN TERBATAS (PT) DI INDONESIA 1 Oleh : Nicky Yitro Mario Rambing 2 SYARAT-SYARAT SAHNYA PENDIRIAN PERSEROAN TERBATAS (PT) DI INDONESIA 1 Oleh : Nicky Yitro Mario Rambing 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui apa yang menjadi syarat syarat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. Tanggungjawab terbatas..., Ronald U.P. Sagala, FH UI, 2010.

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. Tanggungjawab terbatas..., Ronald U.P. Sagala, FH UI, 2010. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Secara umum orang beranggapan bahwa tanggung jawab pemegang saham perseroan terbatas hanya terbatas pada saham yang dimilikinya. Menurut asasnya, dengan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM PERSEROAN TERBATAS

BAB II TINJAUAN UMUM PERSEROAN TERBATAS 19 BAB II TINJAUAN UMUM PERSEROAN TERBATAS A. Pengertian Perseroan Terbatas Kata Perseroan dalam pengertian umum adalah Perusahaan atau organisasi usaha. Sedangkan Perseroan Terbatas adalah salah satu

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. 1. Dasar Hukum dan Pengertian Perseroan Terbatas (PT) a. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas

II. TINJAUAN PUSTAKA. 1. Dasar Hukum dan Pengertian Perseroan Terbatas (PT) a. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas 7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan tentang Perseroan Terbatas (PT) 1. Dasar Hukum dan Pengertian Perseroan Terbatas (PT) Dasar hukum merupakan suatu landasan atau aturan yang dijadikan pedoman dalam melakukan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH

PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Melakukan pembahasan perkembangan perekonomian dewasa ini, tidak dapat dilepaskan dari suatu bentuk badan usaha yang selama ini paling banyak melakukan kegiatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang tidak terelakkan lagi, dimana Indonesia berada di tengah dan dalam kancah

BAB I PENDAHULUAN. yang tidak terelakkan lagi, dimana Indonesia berada di tengah dan dalam kancah BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Hukum perusahaan sebagai bagian dalam hukum bisnis semakin terasa dibutuhkan lebih-lebih pada awal abad 21 ini dengan prediksi bisnis internasional yang tidak terelakkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan negara merupakan salah satu asas pokok. pembentukan pemerintah Negara Kesatuan Republik

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan negara merupakan salah satu asas pokok. pembentukan pemerintah Negara Kesatuan Republik BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG MASALAH Tujuan negara merupakan salah satu asas pokok pembentukan pemerintah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Tujuan ini telah dicetuskan di dalam Pembukaan Undang-undang

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. 1. Doktrin piercing the corporate veil ditransplantasi ke dalam sistem hukum

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. 1. Doktrin piercing the corporate veil ditransplantasi ke dalam sistem hukum 129 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan hasil pembahasan di atas, maka dapat disimpulkan beberapa hal berikut ini : 1. Doktrin piercing the corporate veil ditransplantasi ke dalam sistem

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. meminjam maupun utang piutang. Salah satu kewajiban dari debitur adalah

BAB I PENDAHULUAN. meminjam maupun utang piutang. Salah satu kewajiban dari debitur adalah vii BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kepailitan bukan hal yang baru dalam suatu kegiatan ekonomi khususnya dalam bidang usaha. Dalam mengadakan suatu transaksi bisnis antara debitur dan kreditur kedua

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan. 1. BUMN sebagai salah satu badan hukum publik yang bergerak di sektor

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan. 1. BUMN sebagai salah satu badan hukum publik yang bergerak di sektor BAB V PENUTUP A. Kesimpulan 1. BUMN sebagai salah satu badan hukum publik yang bergerak di sektor privat merupakan entitas mandiri yang berhak melakukan pengelolaan aset kekayaannya sendiri sebagai entitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Secara historis, istilah hukum perusahaan berasal dari hukum dagang dan

BAB I PENDAHULUAN. Secara historis, istilah hukum perusahaan berasal dari hukum dagang dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Secara historis, istilah hukum perusahaan berasal dari hukum dagang dan merupakan hukum perikatan yang timbul khusus dari lapangan perusahaan. hukum dagang merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Suatu perusahaan dalam rangka pengembangan usahanya dimungkinkan

BAB I PENDAHULUAN. Suatu perusahaan dalam rangka pengembangan usahanya dimungkinkan BAB I PENDAHULUAN A. Pendahuluan Suatu perusahaan dalam rangka pengembangan usahanya dimungkinkan mempunyai utang. Perusahaan yang mempunyai utang bukanlah merupakan suatu hal yang buruk, asalkan perusahaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perseroan Terbatas, yang selanjutnya disebut Perseroan, adalah badan

BAB I PENDAHULUAN. Perseroan Terbatas, yang selanjutnya disebut Perseroan, adalah badan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perseroan Terbatas, yang selanjutnya disebut Perseroan, adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan

Lebih terperinci

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Tanggung Jawab Direksi Terhadap Kerugian Yang Diderita Perseroan

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Tanggung Jawab Direksi Terhadap Kerugian Yang Diderita Perseroan IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Tanggung Jawab Direksi Terhadap Kerugian Yang Diderita Perseroan Direksi sebagai organ yang bertugas melakukan pengurusan terhadap jalannya kegiatan usaha perseroan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. monopoli terhadap suatu jaringan usaha. Disisi lain perusahaan grup itu

BAB I PENDAHULUAN. monopoli terhadap suatu jaringan usaha. Disisi lain perusahaan grup itu BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Perusahaan kelompok atau lebih dikenal dengan sebutan konglomerasi merupakan topik yang selalu menarik perhatian, karena pertumbuhan dan perkembangan perusahaan grup

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dari putusan Mahkamah Agung Nomor 2365 K/Pdt/2006 yang penulis analisis dapat

BAB I PENDAHULUAN. Dari putusan Mahkamah Agung Nomor 2365 K/Pdt/2006 yang penulis analisis dapat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dari putusan Mahkamah Agung Nomor 2365 K/Pdt/2006 yang penulis analisis dapat diceritakan posisi kasusnya berawal dari PT. Prosam Plano yang dalam hal ini adalah sebagai

Lebih terperinci

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga JOURNAL SKRIPSI KEDUDUKAN HUKUM KURATOR PERUSAHAAN DEBITOR PAILIT YANG DILANJUTKAN KEGIATAN USAHANYA Oleh : NIM. 031011202 FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS AIRLANGGA 2015 JURNAL SKRIPSI ABSTRAKSI Didalam dinamika

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat memenuhi kebutuhannya sebagaimana tersebut di atas, harus. mempertimbangkan antara penghasilan dan pengeluaran.

BAB I PENDAHULUAN. dapat memenuhi kebutuhannya sebagaimana tersebut di atas, harus. mempertimbangkan antara penghasilan dan pengeluaran. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada dasarnya, setiap manusia hingga perusahaan pada setiap harinya selalu berhadapan dengan segala macam kebutuhan. Dalam menghadapi kebutuhan ini, sifat manusia pada

Lebih terperinci

. METODE PENELITIAN. yang digunakan sebagai dasar ketentuan hukum untuk menganalisis tentang apakah

. METODE PENELITIAN. yang digunakan sebagai dasar ketentuan hukum untuk menganalisis tentang apakah . METODE PENELITIAN A. Jenis dan Tipe Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah normatif, 1 yaitu meneliti berbagai peraturan perundangundangan yang digunakan sebagai dasar ketentuan hukum untuk

Lebih terperinci

BAB II HUBUNGAN HUKUM INDUK PERUSAHAAN DENGAN ANAK PERUSAHAAN. A. Status Badan Induk perusahaan dan Anak Perusahaan

BAB II HUBUNGAN HUKUM INDUK PERUSAHAAN DENGAN ANAK PERUSAHAAN. A. Status Badan Induk perusahaan dan Anak Perusahaan BAB II HUBUNGAN HUKUM INDUK PERUSAHAAN DENGAN ANAK PERUSAHAAN A. Status Badan Induk perusahaan dan Anak Perusahaan Pasal 1 angka 1 UUPT, elemen pokok yang melahirkan suatu Perseroan sebagai badan hukum,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. separate entity dan limited liability yang dikenal di dalam Perseroan Terbatas.

BAB I PENDAHULUAN. separate entity dan limited liability yang dikenal di dalam Perseroan Terbatas. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perseroan Terbatas sebagai badan usaha berbentuk badan hukum, merupakan badan usaha yang banyak dipilih oleh masyarakat dalam menjalankan kegiatan usaha. Salah satu

Lebih terperinci

Lex Privatum, Vol. IV/No. 5/Juni/2016. Kata kunci: Tanggungjawab, Direksi, Kepailitan, Perseroan Terbatas

Lex Privatum, Vol. IV/No. 5/Juni/2016. Kata kunci: Tanggungjawab, Direksi, Kepailitan, Perseroan Terbatas TANGGUNG JAWAB DIREKSI TERHADAP KEPAILITAN PERSEROAN TERBATAS MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 40 TAHUN 2007 1 Oleh: Climen F. Senduk 2 ABSTRAK Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui bagaimana

Lebih terperinci

BAB II KEWENANGAN KURATOR DALAM PROSES KEPAILITAN PERSEROAN TERBATAS. Kurator diangkat dan ditunjuk oleh Hakim Pengadilan Niaga (Pasal 15 ayat

BAB II KEWENANGAN KURATOR DALAM PROSES KEPAILITAN PERSEROAN TERBATAS. Kurator diangkat dan ditunjuk oleh Hakim Pengadilan Niaga (Pasal 15 ayat 27 BAB II KEWENANGAN KURATOR DALAM PROSES KEPAILITAN PERSEROAN TERBATAS A. Kurator Dalam Proses Kepailitan Kurator diangkat dan ditunjuk oleh Hakim Pengadilan Niaga (Pasal 15 ayat (1) UU Kepailitan dan

Lebih terperinci

WEWENANG DIREKSI DAN AKIBAT HUKUMNYA BAGI PERSEROAN TERBATAS

WEWENANG DIREKSI DAN AKIBAT HUKUMNYA BAGI PERSEROAN TERBATAS WEWENANG DIREKSI DAN AKIBAT HUKUMNYA BAGI PERSEROAN TERBATAS (Dipublikasikan dalam Jurnal Al-Buhuts, ISSN: 1410-184 X, Seri B, Vol. 6 No. 1, September 2001, Lembaga Penelitian Universitas Islam Malang,

Lebih terperinci

BAB II BADAN HUKUM PERSEROAN TERBATAS. pemegang sahamnya untuk mengalihkan perusahaannya kepada setiap orang

BAB II BADAN HUKUM PERSEROAN TERBATAS. pemegang sahamnya untuk mengalihkan perusahaannya kepada setiap orang BAB II BADAN HUKUM PERSEROAN TERBATAS A. Defenisi Perseroan Terbatas Perseroan Terbatas (PT) merupakan bentuk usaha kegiatan ekonomi yang paling disukai saat ini, di samping karena pertanggungjawabannya

Lebih terperinci

BAB III PENERAPAN ASAS PIERCING THE CORPORATE VEIL DALAM TANGGUNG JAWAB DIREKSI PADA SEBUAH PERSEROAN TERBATAS DAN DAMPAK PENERAPANNYA

BAB III PENERAPAN ASAS PIERCING THE CORPORATE VEIL DALAM TANGGUNG JAWAB DIREKSI PADA SEBUAH PERSEROAN TERBATAS DAN DAMPAK PENERAPANNYA BAB III PENERAPAN ASAS PIERCING THE CORPORATE VEIL DALAM TANGGUNG JAWAB DIREKSI PADA SEBUAH PERSEROAN TERBATAS DAN DAMPAK PENERAPANNYA A. Penerapan asas Piercing The Corporate Veil dalam Perseroan Terbatas

Lebih terperinci

Direksi mempunyai tugas dan wewenang ganda yaitu melakukan pengurusan dan menjalankan perwakilan perseroan Direksi yang mengurus dan mewakili

Direksi mempunyai tugas dan wewenang ganda yaitu melakukan pengurusan dan menjalankan perwakilan perseroan Direksi yang mengurus dan mewakili RH DIREKSI Direksi diatur secara khusus dalam Bagian Pertama Bab VII Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 yaitu mulai pasal 92 sampai dengan pasal 107 Sesuai dengan ketentuan Pasal 1 angka 4 UUPT Direksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD), namun KUHD sendiri tidaklah

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD), namun KUHD sendiri tidaklah BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Perusahaan adalah suatu pengertian ekonomi yang banyak dipakai dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD), namun KUHD sendiri tidaklah memberikan penafsiran maupun

Lebih terperinci

KAJIAN YURIDIS KEDUDUKAN KOMISARIS DALAM MELAKUKAN KEPENGURUSAN PERSEROAN TERBATAS

KAJIAN YURIDIS KEDUDUKAN KOMISARIS DALAM MELAKUKAN KEPENGURUSAN PERSEROAN TERBATAS KAJIAN YURIDIS KEDUDUKAN KOMISARIS DALAM MELAKUKAN KEPENGURUSAN PERSEROAN TERBATAS oleh Arthya Saor Husada Cok Dalem Dahana Bagian Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRACT This study aims

Lebih terperinci

BAB II KEWENANGAN DIREKSI PERSEROAN DALAM MELAKSANAKAN PENGURUSAN PERUSAHAAN

BAB II KEWENANGAN DIREKSI PERSEROAN DALAM MELAKSANAKAN PENGURUSAN PERUSAHAAN BAB II KEWENANGAN DIREKSI PERSEROAN DALAM MELAKSANAKAN PENGURUSAN PERUSAHAAN A. Pengertian PT Dalam praktek sangat banyak kita jumpai perusahaan berbentuk perusahaan terbatas. Bahkan berbisnis dengan membentuk

Lebih terperinci

BAB II PERSEROAN TERBATAS SEBAGAI BADAN HUKUM PRIVAT. Dari kata Perseroan Terbatas dapat diartikan bahwa, kata Perseroan

BAB II PERSEROAN TERBATAS SEBAGAI BADAN HUKUM PRIVAT. Dari kata Perseroan Terbatas dapat diartikan bahwa, kata Perseroan BAB II PERSEROAN TERBATAS SEBAGAI BADAN HUKUM PRIVAT A. Pengertian Perseroan Terbatas Dari kata Perseroan Terbatas dapat diartikan bahwa, kata Perseroan berasal dari kata Sero", yang mempunyai arti Saham.

Lebih terperinci

Eksistensi RUPS sebagai Organ Perseroan Terkait Dengan Pasal 91 Undang-Undang Perseroan Terbatas. Oleh: Pahlefi 1

Eksistensi RUPS sebagai Organ Perseroan Terkait Dengan Pasal 91 Undang-Undang Perseroan Terbatas. Oleh: Pahlefi 1 Eksistensi RUPS sebagai Organ Perseroan Terkait Dengan Pasal 91 Undang-Undang Perseroan Terbatas Oleh: Pahlefi 1 Abstrak Tulisan ini bertujuan untuk menganalisis dan membahas tentang Eksistensi RUPS terkait

Lebih terperinci

BAB I. Pembangunan perekonomian nasional yang diselenggarakan berdasarkan. demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi yang berkeadilan,

BAB I. Pembangunan perekonomian nasional yang diselenggarakan berdasarkan. demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi yang berkeadilan, BAB I A. Latar Belakang Pembangunan perekonomian nasional yang diselenggarakan berdasarkan demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi yang berkeadilan, berkelanjutan, kemandirian serta menjaga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Mengenai definisi perusahaan dapat ditemukan dalam Undang-Undang Nomor. 3 Tahun 1982 tentang Wajib Daftar Perusahaan.

BAB I PENDAHULUAN. Mengenai definisi perusahaan dapat ditemukan dalam Undang-Undang Nomor. 3 Tahun 1982 tentang Wajib Daftar Perusahaan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Istilah perusahaan untuk pertama kalinya terdapat di dalam Pasal 6 KUHD yang mengatur mengenai penyelenggaraan pencatatan yang wajib dilakukan oleh setiap orang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2003 TENTANG BADAN USAHA MILIK NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2003 TENTANG BADAN USAHA MILIK NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2003 TENTANG BADAN USAHA MILIK NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Badan Usaha Milik Negara merupakan

Lebih terperinci

Oleh : Griyo Mandraguna I Ketut Westra Anak Agung Sri Indrawati Hukum Keperdataan Fakultas Hukum Universitas Udayana

Oleh : Griyo Mandraguna I Ketut Westra Anak Agung Sri Indrawati Hukum Keperdataan Fakultas Hukum Universitas Udayana PELANGGARAN TERHADAP PRINSIP-PRINSIP BADAN HUKUM DI PT. SARI AMERTA UTAMA DENPASAR SUATU KAJIAN BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NO. 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS Oleh : Griyo Mandraguna I Ketut Westra

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Setiap debitur yang berada dalam keadaan berhenti membayar dapat dijatuhi

BAB I PENDAHULUAN. Setiap debitur yang berada dalam keadaan berhenti membayar dapat dijatuhi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap debitur yang berada dalam keadaan berhenti membayar dapat dijatuhi putusan kepailitan. Debitur ini dapat berupa perorangan (badan pribadi) maupun badan hukum.

Lebih terperinci

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN. ditetapkan dalam undang-undang ini serta peraturan pelaksanaannya.

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN. ditetapkan dalam undang-undang ini serta peraturan pelaksanaannya. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Berdasarkan Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (selanjutnya disebut UU PT) definisi dari Perseroan Terbatas (selanjutnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan hidupnya. Dalam memenuhi segala kebutuhan hidup, akal dan pikiran. Ia memerlukan tangan ataupun bantuan dari pihak lain.

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan hidupnya. Dalam memenuhi segala kebutuhan hidup, akal dan pikiran. Ia memerlukan tangan ataupun bantuan dari pihak lain. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia adalah makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa yang paling tinggi derajatnya dibandingkan dengan makhluk ciptaan Tuhan lainnya. Hal ini dikarenakan manusia diberikan

Lebih terperinci

FAJAR EKO PRABOWO WENNY SETIAWATI FAKULTAS HUKUM PROGRAM STUDI ILMU HUKUM KEKHUSUSAN HUKUM TENTANG KEGIATAN EKONOMI DEPOK JANUARI 2013

FAJAR EKO PRABOWO WENNY SETIAWATI FAKULTAS HUKUM PROGRAM STUDI ILMU HUKUM KEKHUSUSAN HUKUM TENTANG KEGIATAN EKONOMI DEPOK JANUARI 2013 ANALISA YURIDIS PERMOHONAN PENETAPAN PENGADILAN UNTUK KUORUM RAPAT UMUM PEMEGANG SAHAM KETIGA YANG LEWAT WAKTU (STUDI KASUS: PERMOHONAN KEPADA KETUA PENGADILAN NEGERI OLEH PT X DIHUBUNGKAN DENGAN KONFLIK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Definisi Perseroan Terbatas (selanjutnya disebut Perseroan) menurut

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Definisi Perseroan Terbatas (selanjutnya disebut Perseroan) menurut BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Definisi Perseroan Terbatas (selanjutnya disebut Perseroan) menurut Undang Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseoan Terbatas ( UUPT ) adalah badan hukum persekutuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perekonomian tanah air terus tumbuh, dan transaksi perdagangan baik

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perekonomian tanah air terus tumbuh, dan transaksi perdagangan baik BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perekonomian tanah air terus tumbuh, dan transaksi perdagangan baik secara tunai maupun kredit terus meningkat. Bagi pembangunan ekonomi Negara, kredit merupakan tulang

Lebih terperinci

BAB III SIFAT "KOLEGIALITAS" PADA FUNGSI, WEWENANG DAN TANGGUNG JAWAB DEWAN KOMISARIS PERSEROAN TERBATAS

BAB III SIFAT KOLEGIALITAS PADA FUNGSI, WEWENANG DAN TANGGUNG JAWAB DEWAN KOMISARIS PERSEROAN TERBATAS BAB III SIFAT "KOLEGIALITAS" PADA FUNGSI, WEWENANG DAN TANGGUNG JAWAB DEWAN KOMISARIS PERSEROAN TERBATAS A. Tugas Dan Fungsi Serta Kewajiban Dewan Komisaris Menurut pasal 1 angka 6 UUPT dinyatakan bahwa

Lebih terperinci

AKIBAT HUKUM TERHADAP PERBUATAN-PERBUATAN PENDIRI SEBELUM PERSEROAN MEMPEROLEH PENGESAHAN BADAN HUKUM Oleh: Adem Panggabean BAB I PENDAHULUAN

AKIBAT HUKUM TERHADAP PERBUATAN-PERBUATAN PENDIRI SEBELUM PERSEROAN MEMPEROLEH PENGESAHAN BADAN HUKUM Oleh: Adem Panggabean BAB I PENDAHULUAN AKIBAT HUKUM TERHADAP PERBUATAN-PERBUATAN PENDIRI SEBELUM PERSEROAN MEMPEROLEH PENGESAHAN BADAN HUKUM Oleh: Adem Panggabean A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Perseroan Terbatas (PT) sebelumnya diatur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penundaan kewajiban pembayaran utang yang semula diatur dalam Undang-

BAB I PENDAHULUAN. penundaan kewajiban pembayaran utang yang semula diatur dalam Undang- BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Salah satu sarana hukum yang diperlukan dalam menunjang pembangunan nasional adalah peraturan tentang kepailitan termasuk peraturan tentang penundaan kewajiban

Lebih terperinci

perubahan Anggaran Dasar.

perubahan Anggaran Dasar. 2. Selain itu Peningkatan Modal Perseroan tanpa melalui mekanisme RUPS melanggar kewajiban peningkatan modal yang diatur pada Pasal 42 UU PT No.40 Tahun 2007 yang menyatakan keputusan RUPS untuk penambahan

Lebih terperinci

Lex Privatum, Vol.III/No. 2/Apr-Jun/2015

Lex Privatum, Vol.III/No. 2/Apr-Jun/2015 TINJUAN YURIDIS INDEPENDENSI BANK INDONESIA SEBAGAI BANK SENTRAL 1 Oleh: Lucky P. Rantung 2 ABSTRAK Landasan hukum perbankan utama di Indonesia dan juga merupakan Landasan Konstitusionalnya menurut Undang-Undang

Lebih terperinci

PERANAN NOTARIS DALAM PENDIRIAN PERSEROAN TERBATAS. (Studi di Kantor Notaris Sukoharjo) S K R I P S I

PERANAN NOTARIS DALAM PENDIRIAN PERSEROAN TERBATAS. (Studi di Kantor Notaris Sukoharjo) S K R I P S I PERANAN NOTARIS DALAM PENDIRIAN PERSEROAN TERBATAS (Studi di Kantor Notaris Sukoharjo) S K R I P S I Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Fakultas Hukum Universitas

Lebih terperinci

BAB II PEMBUBARAN DAN TANGGUNGJAWAB LIKUDIATOR

BAB II PEMBUBARAN DAN TANGGUNGJAWAB LIKUDIATOR BAB II PEMBUBARAN DAN TANGGUNGJAWAB LIKUDIATOR 2.1. Pembubaran dan Likuidasi Dalam Pasal 1 UU PT tidak dijelaskan mengenai definisi dari pembubaran tetapi apabila ditarik dari rumusan Pasal 142 ayat (2)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tertentu yang dilingkupi oleh aspek hukum, tehnis dan ekonomi. 1 Badan usaha

BAB I PENDAHULUAN. tertentu yang dilingkupi oleh aspek hukum, tehnis dan ekonomi. 1 Badan usaha BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Badan usaha adalah sebuah organisasi yang bergerak dalam bidang usaha tertentu yang dilingkupi oleh aspek hukum, tehnis dan ekonomi. 1 Badan usaha dengan perusahaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. modal yang sehat, transfaran dan efisien. Peningkatan peran di bidang pasar

BAB I PENDAHULUAN. modal yang sehat, transfaran dan efisien. Peningkatan peran di bidang pasar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu kebijakan dalam sektor ekonomi adalah pengembangan pasar modal yang sehat, transfaran dan efisien. Peningkatan peran di bidang pasar modal, merupakan suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Setiap individu yang menjalankan usaha, senantiasa mencari jalan untuk selalu

BAB I PENDAHULUAN. Setiap individu yang menjalankan usaha, senantiasa mencari jalan untuk selalu 10 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dunia usaha adalah dunia yang terus berkembang dari waktu ke waktu. Setiap individu yang menjalankan usaha, senantiasa mencari jalan untuk selalu memperoleh sesuatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Analisa yuridis..., Yayan Hernayanto, FH UI, Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Analisa yuridis..., Yayan Hernayanto, FH UI, Universitas Indonesia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Istilah Yayasan, bukan merupakan istilah yang asing. Sudah sejak lama Yayasan hadir sebagai salah satu organisasi atau badan yang melakukan kegiatan dalam bidang

Lebih terperinci

BAB II PENGATURAN TENTANG PERSEROAN TERBATAS DI INDONESIA

BAB II PENGATURAN TENTANG PERSEROAN TERBATAS DI INDONESIA 23 BAB II PENGATURAN TENTANG PERSEROAN TERBATAS DI INDONESIA A. Ketentuan-Ketentuan Perseroan Terbatas menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 dibanding Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007. Perseroan terbatas

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG PERSEROAN TERBATAS. Nama asli dari PT (Perseroan Terbatas) adalah Naamloze

BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG PERSEROAN TERBATAS. Nama asli dari PT (Perseroan Terbatas) adalah Naamloze BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG PERSEROAN TERBATAS A. Gambaran Umum tentang Perseroan Terbatas Nama asli dari PT (Perseroan Terbatas) adalah Naamloze Vennootschap yang disingkat menjadi NV. Istilah NV dahulu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bisnis baik dalam bentuk perorangan ( natural person ) ataupun dalam bentuk badan

BAB I PENDAHULUAN. bisnis baik dalam bentuk perorangan ( natural person ) ataupun dalam bentuk badan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Semakin berkembangnya zaman maka semakin tinggi tingkat problematika sosial yang terjadi. Di zaman yang yang semakin berkembang bukan hanya masalah hukum yang menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan hukum nasional dalam rangka mewujudkan. adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan hukum nasional dalam rangka mewujudkan. adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Pembangunan hukum nasional dalam rangka mewujudkan masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perbankan merupakan urat nadi perekonomian dalam suatu negara. Sektor

BAB I PENDAHULUAN. perbankan merupakan urat nadi perekonomian dalam suatu negara. Sektor 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Masalah Peranan bank sentral disetiap negara menjadi sangat penting sebab dunia perbankan merupakan urat nadi perekonomian dalam suatu negara. Sektor perbankan memiliki

Lebih terperinci

SUATU PERSEROAN TERBATAS MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 40 TAHUN Oleh : Jonas Lukas 2

SUATU PERSEROAN TERBATAS MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 40 TAHUN Oleh : Jonas Lukas 2 SUATU PERSEROAN TERBATAS MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 40 TAHUN 2007 1 Oleh : Jonas Lukas 2 ABSTRAK Pembangunan perekonomian nasional yang diselenggarakan berdasarkan demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan Nasional merupakan upaya untuk mewujudkan masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan Nasional merupakan upaya untuk mewujudkan masyarakat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan Nasional merupakan upaya untuk mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang dibuat oleh atau dihadapan Notaris sebagai pejabat umum. Notaris sebagai

BAB I PENDAHULUAN. yang dibuat oleh atau dihadapan Notaris sebagai pejabat umum. Notaris sebagai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menentukan secara tegas bahwa negara Republik Indonesia adalah negara hukum. Prinsip negara hukum menjamin

Lebih terperinci

TINJAUAN YURIDIS PERUBAHAN UNDANG-UNDANG PERSEROAN TERBATAS JOHN EDONG / D

TINJAUAN YURIDIS PERUBAHAN UNDANG-UNDANG PERSEROAN TERBATAS JOHN EDONG / D TINJAUAN YURIDIS PERUBAHAN UNDANG-UNDANG PERSEROAN TERBATAS JOHN EDONG / D 101 07 185 ABSTRAK Perkembangan Sistem Hukum di Indonesia yang berusaha menyesuaikan dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi

Lebih terperinci

TANGGUNG JAWAB DIREKSI DALAM PENERAPAN PRINSIP GOOD CORPORATE GOVERNANCE. Hj. MUSKIBAH, SH. M.Hum.

TANGGUNG JAWAB DIREKSI DALAM PENERAPAN PRINSIP GOOD CORPORATE GOVERNANCE. Hj. MUSKIBAH, SH. M.Hum. TANGGUNG JAWAB DIREKSI DALAM PENERAPAN PRINSIP GOOD CORPORATE GOVERNANCE Hj. MUSKIBAH, SH. M.Hum. ABSTRAK Direksi merupakan organ yang memegang peranan penting dalam menentukan maju mundurnya suatu perusahaan.

Lebih terperinci

Bab 1 PENDAHULUAN. merupakan suatu usaha untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat, salah satu

Bab 1 PENDAHULUAN. merupakan suatu usaha untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat, salah satu Bab 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam kehidupan ekonomi dan perdagangan dewasa ini, sulit dibayangkan bahwa pelaku usaha, baik perorangan maupun badan hukum mempunyai modal usaha yang cukup untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. provisi, ataupun pendapatan lainnya. Besarnya kredit yang disalurkan akan

BAB I PENDAHULUAN. provisi, ataupun pendapatan lainnya. Besarnya kredit yang disalurkan akan 9 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemberian kredit bagi bank merupakan kegiatan yang utama, karena pendapatan terbesar dari bank berasal dari sektor kredit baik dalam bentuk bunga, provisi, ataupun

Lebih terperinci

Lex Privatum, Vol. IV/No. 7/Ags/2016

Lex Privatum, Vol. IV/No. 7/Ags/2016 TUGAS DAN TANGGUNG JAWAB DEWAN KOMISARIS SEBAGAI ORGAN PERSEROAN TERBATAS MENURUT UNDANG NOMOR 40 TAHUN 2007 1 Oleh : Olivia Triany Manurung 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. permasalahan-permasalahan yang timbul di dalam gejala bersangkutan. 24

III. METODE PENELITIAN. permasalahan-permasalahan yang timbul di dalam gejala bersangkutan. 24 III. METODE PENELITIAN Penelitian hukum pada dasarnya merupakan suatu kegiatan ilmiah yang didasarkan pada metode, sistematika dan pemikiran tertentu, yang bertujuan untuk mempelajari satu atau beberapa

Lebih terperinci

Pengelolaan BUMD berbentuk PT dikaitkan dengan tindak Pidana Korupsi

Pengelolaan BUMD berbentuk PT dikaitkan dengan tindak Pidana Korupsi OLEH : Refly Harun, S.H., M.H., LL.M Yogyakarta, 10 April 2017 Pengelolaan BUMD berbentuk PT dikaitkan dengan tindak Pidana Korupsi 0 UU yang mengatur BUMD Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1962 tentang Perusahaan

Lebih terperinci

KEPASTIAN HUKUM PENANAMAN MODAL ASING DALAM BENTUK PERSEROAN TERBATAS (NAAMLOZE VENNOTSCHAP)

KEPASTIAN HUKUM PENANAMAN MODAL ASING DALAM BENTUK PERSEROAN TERBATAS (NAAMLOZE VENNOTSCHAP) KEPASTIAN HUKUM PENANAMAN MODAL ASING DALAM BENTUK PERSEROAN TERBATAS (NAAMLOZE VENNOTSCHAP) Oleh : Komang Eva Jayanti Nyoman Mas Ariani Bagian Hukum Perdata Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRACT:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. semakin dahsyat dengan datangnya kapitalis dunia. P. Berger dalam meramalkan, dalam era

BAB I PENDAHULUAN. semakin dahsyat dengan datangnya kapitalis dunia. P. Berger dalam meramalkan, dalam era BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah. Dewasa ini challenge globalisasi meruntuhkan filosofi bangsa Indonesia terutama dalam bidang ekonomi. Hal ini telah diramalkan oleh P. Berger bahwa badai globalisasi

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, LAMPIRAN 218 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa perekonomian nasional yang

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Dasar hukum bagi suatu kepailitan (Munir Fuady, 2004: a. Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU;

II. TINJAUAN PUSTAKA. Dasar hukum bagi suatu kepailitan (Munir Fuady, 2004: a. Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU; 7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Tentang Kepailitan 1. Dasar Hukum dan Pengertian Kepailitan Dasar hukum bagi suatu kepailitan (Munir Fuady, 2004: 10) adalah sebagai berikut: a. Undang-Undang Nomor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan tersebut maka setiap manusia mengkonsumsi atau menggunakan

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan tersebut maka setiap manusia mengkonsumsi atau menggunakan BAB I PENDAHULUAN Setiap manusia mempunyai kebutuhan yang beragam dalam kehidupannya sebagai individu maupun sebagai makhluk sosial, namun manusia tidak mampu memenuhi setiap kebutuhannya tersebut secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berjudul Tentang Sewa-Menyewa yang meliputi Pasal 1548 sampai dengan

BAB I PENDAHULUAN. berjudul Tentang Sewa-Menyewa yang meliputi Pasal 1548 sampai dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perjanjian sewa-menyewa diatur di bab VII Buku III KUHPerdata yang berjudul Tentang Sewa-Menyewa yang meliputi Pasal 1548 sampai dengan Pasal 1600 KUHPerdata. Defenisi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada pertengahan tahun 1997 negara negara Asia dilanda krisis moneter yang

BAB I PENDAHULUAN. Pada pertengahan tahun 1997 negara negara Asia dilanda krisis moneter yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada pertengahan tahun 1997 negara negara Asia dilanda krisis moneter yang telah memporandakan sendi sendi perekonomian. Dunia usaha merupakan dunia yang paling menderita

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengenai segala jenis usaha dan bentuk usaha. Rumusan pengertian

BAB I PENDAHULUAN. mengenai segala jenis usaha dan bentuk usaha. Rumusan pengertian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum perusahaan adalah semua peraturan hukum yang mengatur mengenai segala jenis usaha dan bentuk usaha. Rumusan pengertian perusahaan terdapat dalam Pasal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan perusahaan di Indonesia mengakibatkan beberapa perubahan dari sistem perekonomian, kehidupan sosial masyarakat, politik serta hukum tatanan hukum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada masa sekarang ini banyak terjadi sengketa baik dalam kegiatan di

BAB I PENDAHULUAN. Pada masa sekarang ini banyak terjadi sengketa baik dalam kegiatan di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada masa sekarang ini banyak terjadi sengketa baik dalam kegiatan di dunia bisnis, perdagangan, sosial budaya, ekonomi dan lain sebagainya, namun dalam penyelesaiannya

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HUKUM MENGENAI PENERAPAN ASAS PIERCING THE CORPORATE VEIL ATAS TANGGUNG JAWAB DIREKSI PADA SEBUAH PERSEROAN TERBATAS MENURUT

BAB IV ANALISIS HUKUM MENGENAI PENERAPAN ASAS PIERCING THE CORPORATE VEIL ATAS TANGGUNG JAWAB DIREKSI PADA SEBUAH PERSEROAN TERBATAS MENURUT BAB IV ANALISIS HUKUM MENGENAI PENERAPAN ASAS PIERCING THE CORPORATE VEIL ATAS TANGGUNG JAWAB DIREKSI PADA SEBUAH PERSEROAN TERBATAS MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG TANGGUNG JAWAB SOSIAL DAN LINGKUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG TANGGUNG JAWAB SOSIAL DAN LINGKUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG TANGGUNG JAWAB SOSIAL DAN LINGKUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci