BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Transkripsi

1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Umum Kehadiran kereta api di Indonesia ditandai dengan pencangkulan pertama pembangunan jalan KA di desa Kemijen, Jum'at tanggal 17 Juni 1864 oleh Gubernur Jenderal Hindia Belanda, Mr. L.A.J Baron Sloet van den Beele. Pembangunan diprakarsai oleh Naamlooze Venootschap Nederlandsch Indische Spoorweg Maatschappij (NV. NISM) yang dipimpin oleh Ir. J.P de Bordes dari Kemijen menuju desa Tanggung (26 Km) dengan lebar sepur 1435 mm. Ruas jalan ini dibuka untuk angkutan umum pada hari Sabtu, 10 Agustus Keberhasilan swasta, NV. NISM membangun jalan KA antara Kemijen - Tanggung, yang kemudian pada tanggal 10 Februari 1870 dapat menghubungkan kota Semarang - Surakarta (110 Km), akhirnya mendorong minat investor untuk membangun jalan KA di daerah lainnya. Tidak mengherankan, kalau pertumbuhan panjang jalan rel antara tumbuh dengan pesat. Kalau tahun 1867 baru 25 Km, tahun 1870 menjadi 110 Km, tahun 1880 mencapai 405 Km, tahun 1890 menjadi Km dan pada tahun 1900 menjadi Km. Kereta Api adalah moda transportasi massal yang efektif, untuk jarak jauh dan dekat, serta dapat memenuhi kebutuhan dasar manusia dalam mempermudah dan mengakomodasi seluruh aktivitas ekonomi dan sosial. Keberadaannya sebagai sarana transportasi berbagai jenis barang, jasa, dan sumber daya manusia dari II-1

2 satu tempat ke tempat yang lain yang pada akhirnya dapat menggerakan perekonomian masyarakat. Lebih dari itu, mendorong terjadinya multiplier effect bagi masyarakat pengguna jasa maupun komunitas sekitar. Konsumen dalam memilih moda transportasi publik yang diinginkan tergantung pada banyak hal, diantaranya adalah faktor pelayanan dan kenyamanan, keandalan alat transportasi, keselamatan dalam perjalanan, biaya, jarak tempuh, fleksibilitas, kecepatan, tingkat polusi, dan sebagainya. Jika dibandingkan dengan moda transportasi lain, kereta api merupakan moda transportasi yang sesuai untuk mengangkut muatan berjumlah besar dalam jarak jauh, membawa sejumlah besar penumpang dalam jarak sedang, dan sebagai sarana angkutan komuter di kota-kota besar. Per satuan kilometer penumpang atau persatuan kilometer ton barang diangkut, moda transportasi kereta api relatif lebih efisien dalam mengkonsumsi energi dibandingkan dengan moda transportasi lain. Moda kereta api memiliki keunggulan sebagai angkutan masal yang hemat energi dan ramah lingkungan sesuai dengan tujuan pertumbunan ekonomi berkelanjutan. Perawatan jalan kereta api yang dilaksanakan oleh Resort Jalan Rel, mengacu pada Peraturan Dinas No. 10 (PD.10) PT. Kereta Api Indonesia (Persero). Adapun peraturan Dinas No. 10 tersebut mengacu pada Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 31 tahun 2011 tentang Standar dan Tata Cara Pemeriksaan Prasarana Perkeretaapian dan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 32 tahun 2011 tentang Standar dan Tata Cara Pemeriksaan Prasarana Perkeretaapian. II-2

3 2.2. Struktur Jalan Rel Penampang melintang jalan rel adalah potongan pada jalan rel, dengan arah tegak lurus sumbu jalan rel, di mana terlihat bagian-bagian dan ukuran-ukuran jalan rel dalam arah melintang Gambar 2.1 Potongan melintang jalan rel Rel A. Umum Rel adalah logam batang untuk landasan jalan kereta api atau kendaraan sejenis seperti trem dan sebagainya. Rel mengarahkan/memandu kereta api tanpa memerlukan pengendalian. Rel merupakan dua batang logam kaku yang sama panjang dipasang pada bantalan sebagai dasar landasan. Rel-rel tersebut diikat pada bantalan dengan menggunakan paku rel, sekrup penambat, atau penambat elastis II-3

4 B. Jenis Rel. a. Kompisisi Kimia Rel Jenis rel yang dipakai di Indonesia sesuai Peraturan Dinas PT. Kereta Api Indonesia (Persero) adalah rel tahan aus yang sejenis dengan rel UIC-WRA. Dengan komposisi kimia rel tercantum pada table. Tabel 2.1 Komposisi kimia rel Karbon Silikon Mangan Fosfor Belerang 0,60% - 0,80% 0,15% - 0,35% 0,90% - 1,10% Max. 0,035% Max. 0,025% Sumber : Peraturan Dinas No.10 PT. Kereta Api Indonesia (Persero) b. Geometri Rel Tabel 2.2 Karakteristik penampang rel Besaran Geometri Rel Tipe Rel R.42 R.50 R.54 R.60 H (mm) 138,00 153,00 159,00 172,00 B (mm) 110,00 127,00 140,00 150,00 C (mm) 68,50 65,00 72,20 74,30 D (mm) 13,50 15,00 16,00 16,50 E (mm) 40,50 49,00 49,40 51,00 F (mm) 23,50 30,00 30,20 31,50 II-4

5 G (mm) 72,00 76,00 74,97 80,95 R (mm) 320,00 500,00 508,00 120,00 A (mm) 54,26 64,20 69,34 76,86 W (mm) 42,59 50,40 54,43 60,34 Yb (mm) 68,50 71,60 76,20 80,95 Besaran Geometri Rel Tipe Rel R.42 R.50 R.54 R.60 Ix 1,236 1,860 2,345 3,066 A : Luas penampang W : Berat rel per meter Yb : Momen inersia terhadap sumbu X Ix : Jarak tepi bawah rel ke garis netral Sumber : Peraturan Dinas No.10 PT. Kereta Api Indonesia (Persero) Gambar 2.2 Penampang rel II-5

6 Wesel A. Umum Wesel (dari bahasa Belanda wissel) adalah konstruksi rel kereta api yang bercabang (bersimpangan) tempat memindahkan jurusan jalan kereta api. Wesel terdiri dari sepasang rel yang ujungnya diruncingkan sehingga dapat melancarkan perpindahan kereta api dari jalur yang satu ke jalur yang lain dengan menggeser bagian rel yang runcing. B. Fungsi Dan Jenis Wesel a. Fungsi wesel Fungsi utama wesel adalah untuk mengalihkan kereta dari satu sepur ke sepur yang lain. b. Jenis wesel 1) Wesel biasa a) Wesel biasa (1) Wesel biasa kiri (gambar. 2.3) (2) Wesel biasa kanan (gambar 2.4) b) Wesel dalam lengkung (1) Wesel searah lengkung (gambar. 2.5) (2) Wesel berlawanan arah lengkung (gambar 2.6) (3) Wesel simetris (gambar 2.7) II-6

7 Gambar 2.3 wesel biasa kiri Gambar 2.4 wesel biasa kanan Gambar 2.5 wesel searah lengkung Gambar 2.6 wesel berlawanan arah lengkung Gambar 2.7 wesel simetris 2) Wesel tiga jalan a) Wesel biasa (1) Wesel biasa searah (gambar. 2.8) (2) Wesel biasa berlawanan arah (gambar 2.9) b) Wesel biasa (1) Wesel searah tergeser (gambar. 2.10) (2) Wesel berlawanan arah tergeser (gambar 2.11) II-7

8 Gambar 2.8 Wesel biasa searah Gambar 2.9 Wesel biasa berlawanan arah Gambar 2.10 Wesel searah tergeser Gambar 2.11 Wesel berlawanan arah tergeser 3) Wesel Inggris Wesel Inggris adalah wesel yang dilengkapi dengan gerakan-gerakan lidah serta sepur-sepur bengkok. (1) Wesel inggris lengkap (gambar. 2.12) (2) Wesel inggris tak lengkap (gambar 2.13) Gambar 2.12 Wesel inggris lengkap Gambar 2.13 Wesel inggris tak lengkap II-8

9 c. Komponen wesel Wesel terdiri atas komponen-komponen sebagai berikut: 1. Lidah 2. Jarum beserta sayap-sayapnya 3. Rel lantak 4. Rel paksa 5. Sistem penggerak Gambar 2.14 Wesel dan bagannya 1. Lidah a. Lidah adalah bagian dari wesel yang dapat bergerak pangkal lidah disebut akar. b. Jenis Lidah 1) Lidah berputar adalah lidah yang mempunyai engsel diakarnya. 2) Lidah berpegas adalah lidah yang akarnya dijepit sehingga melentur II-9

10 c. Sudut Tumpu ( β ) Sudut tumpu adalah sudut antara lidah dengan rel lantak, sudut tumpu dinyatakan dengan tangennya, yakni tg β = 1 : m, dimana nilai m berkisar antara 25 sampai Jarum dan sayap-sayapnya a. Jarum adalah bagian wesel yang memberi kemungkinan kepada flens roda melalui perpotongan bidang-bidang jalan yang terputus antara dua rel. b. Sudut kelancipan jarum ( α ) disebut sudut samping arah. c. Jenis jarum. 1) Jarum-kaku dibaut (bolted rigid frogs) terbuat dari potonganpotongan rel standar yang dibuat 2) Jarum rel pegas (spring rail frogs) 3) Jarum-baja mangan cor (cast manganese steel frogs). Dipakai untuk lintas dengan tonase beban yang berat atau lintas yang frekuensi keretanya tinggi. 4) Jarum keras terpusat (hard centered frogs). 3. Rel lantak Rel lantak adalah Suatu rel yang diperkuat badannya yang berguna untuk bersandarnya lidah - lidah wesel. 4. Rel paksa Dibuat dari rel biasa yang kedua ujungnya dibengok ke dalam. Rel paksa luar biasanya dibuat pada rel lantak dengan menempatkan blok pemisah diantaranya. II-10

11 5. Sistem penggerak atau pembalik wesel Pembalik wesel adalah mekanisme untuk menggerakkan ujung lidah Penambat a. Umum Penambat rel adalah suatu komponen yang menambatkan rel pada bantalan sedemikian rupa sehingga kedudukan rel adalah tetap, kokoh dan tidak bergeser. b. Jenis penambat Jenis penambat yang dipergunakan adalah penambat elastic dan penambat kaku. Penambat kaku terdiri atas tirpon, mur dan baut. Penambat elastik tunggal dan penambat elastik ganda. Penambat elastik ganda terdiri dari pelat andas, pelat atau batang jepit elastik, alas rel, tarpon, mur dan baut. Pada bantalan beton, tidak diperlukan pelat andas, tetapi dalam hal ini tebal karet las (rubber pad) rel harus disesuaikan dengan kecepatan maksimum. c. Penggunaan penambat Penambat kaku tidak boleh dipakai untuk semua kalas jalan rel. Penambat elastic tunggal hanya boleh dipergunakan pada jalan kelas 4 dan kelas 5. Penambat elastik ganda dapat dipergunakan pada semua kelas jalan rel, tetapi tidak dianjurkan untuk jalan rel kelas 5. II-11

12 d. Model penambat Jenis penambat yang tergolong dalam jenis penambat elastic ganda mempunyai berbagai bentuk dengan hak paten tersendiri. Pemilihan model penambat harus disetujui oleh pemberi tugas. Gambar 2.15 Model penambat Bantalan a. Umum Bantalan berfungsi meneruskan bahan dari rel ke balas, menahan lebar sepur dan stabilitas kearah luar jalan rel. Bantalan dapat terbuat dari kayu, baja ataupun beton. Pemilihan didasarkan pada kelas yang sesuai dengan klasifikasi jalan rel Indonesia. Baik bantalan beton, baja maupun kayu, pada jalan lurus jumlah bantalan yang dipergunakan adalah buah tiap kilometer panjang. Pada lengkungan, jarak bantalan diambil sebesar 60 cm diukur pada rel luar. II-12

13 b. Bantalan kayu Pada jalan yang lurus bantalan kayu mempunyai ukuran. Panjang = L = mm Tinggi Lebar = t = 130 mm = b = 220 mm Mutu kayu yang dipergunakan untuk bantalan kayu, harus memenuhi ketentuan Peraturan Bahan Jalan Rel Indonesia (PBJRI). Bantalan kayu pada bagian tengah maupun bagian bawah rel, harus mampu menahan momen maksimum sebesar. Kayu kelas I = 800 (Kg m) Kayu kelas II = 530 (Kg m) Bentuk penampang melintang bantalan kayu harus berupa empat persegi panjang pada seluruh tubuh bantalan. c. Bantalan baja Pada jalur lurus bantalan baja mempunyai ukuran. Panjang Lebar atas = mm = 144 mm Lebar bawah = 232 mm Tebal baja = minimal 7 mm Mutu baja yang dipakai untuk bantalan baja, harus memenuhi ketentuan Peraturan Bahan Jalan Rel Indonesia (PBJRI). Bantalan baja pada bagian tengah bantalan maupun pada bagian bawah rel, harus mampu menahan II-13

14 momen sebesar = 650 kg-m. Bentuk penampang melintang bantalan baja, harus mempunyai bentukan kait keluar pada ujung bawahnya. Gambar 2.16 Penampamg bantalan baja d. Bantalan beton Pratekan Blok Tunggal dengan Proses Posttension. Pada jalur lurus, bantalan beton pratekan dengan proses Posttension mempunyai ukuran panjang: L= l + 2γ Dimana : 1 = jarak antara kedua sumbu vertikal rel (mm) γ = panjang daerah regularisasi tegangan, yang tergantung jenis angker yang dipakai. Mutu campuran beton harus mempunyai kuat tekan karakteristik tidak kurang dari 500 kg/cm2, mutu baja untuk tulangan geser tidak kurang dari mutu U-24 dan mutu baja parategang ditetapkan dengan tegangan putus minimum sebesar kg/cm2. Bantalan beton paratekan dengan proses posttension harus mampu memikul momen minimum sebesar : Bagian Bawah rel = (kg-m) II-14

15 Bagian tengah bantalan = (kg-m) Bentuk penampang melintang bantalan beton harus trapezium, dengan luas penampang bagian tengah bantalan, tidak kurang dari 85 % luas penampang bagian bawah rel. Pusat Berat Baja Prategang harus selalu terletak pada daerah galih sepanjang bantalan. Perhitungan kehilangan tegangan pada gaya prategang cukup diambil sebesar 20 % gaya prategang awal. Kecuali jika diadakan hitungan teoritis, maka diambil lain dari 20 %. e. Bantalan Beton Blok Ganda. Pada jalur lurus, satu buah bantalan beton blok ganda mempunyai ukuran, sebagai berikut: Panjang Lebar = 700 mm = 300 mm Tinggi rata-rata = 200 mm Pada bagian jalur yang lain, hanya panjang batang penghubungnya yang disesuaikan. Mutu campuran beton harus mempunyai kuat tekan karakteristik tidak kurang dari 385 kg/cm2, mutu baja untuk tulang lentur tidak kurang dari U- 32 dan mutu baja untuk batangpenghubung, tidak kurang dari U-32. Panjang batang penghubung, harus dibuat sedemikian rupa Pusat Berat Baja Prategang harus selalu terletak pada daerah galih sepanjang bantalan. Perhitungan kehilangan tegangan pada gaya prategang cukup diambil sebesar 20 % gaya prategang awal. Kecuali jika diadakan hitungan teoritis, maka diambil lain dari 20 %. II-15

16 Balas a. Umum Lapisan balas pada dasarnya adalah terusan dari lapisan tanah dasar, dan terletak didaerah yang mengalami konsentrasi tegangan yang terbesar akibat lalu lintas kereta pada jalan rel, oleh karena itu material pembentukanya harus sangat terpilih. Fungsi Utama balas adalah untuk: 1. Meneruskkan dan menyebarkan beban bantalan ke tanah dasar 2. Mengokohkan kedudukan bantalan 3. Meluruskan air sehingga tidak terjadi penggenangan air di sekitar bantalan rel. Untuk menghemat biaya pembuatan jalan rel maka lapisan balas dibagi menjadi dua, yaitu lapisan balas atas dengan material pembentuk yang sangat baik dan lapisan alas bawah dengan material pembentuk yang tidak sebaik material pembentuk lapisan balas atas. 1. Lapisan Balas Atas Lapisan balas atas terdiri dari batu pecah yang keras, dengan bersudut tajam ( angular ) dengan salah satu ukurannya antara 2-6 cm serta memenuhi syarat - syarat lain yang tercantum dalam peraturan bahan Jalan Rel Indonesia (PBJRI). Lapisan ini harus dapat meneruskan air dengan baik. Tebal lapisan balas atas adalah seperti yang tercantum pada klasifikasi jalan rel Indonesia. Jarak dari sumbu jalan rel ke tepi atas lapisan balas atas adalah: b> ½ L+x II-16

17 Dimana : L = panjang bantalan (cm) X = 50 cm untuk kelas I dan II = 40 cm untuk kelas III dan IV = 35 untuk kelas V Kemiringan lereng lapisan balas atas tidak boleh lebih curam dari 1:2. Bahan balas atas dihampar hingga mencapai elevasi yang sama dengan elevasi bantalan. 2. Lapisan Balas Bawah (sub balas) Lapisan balas bawah terdiri dari kerikil halus, kerikil sedang atau pasir kasar yang memenuhi syarat syarat yang tercantum dalam Peraturan Bahan Jalan rel Indonesia (PBJRI) lapisan ini berfungsi sebagai lapisan penyaring (filter) antara tanah dasar dan lapisan balas atas dan harus dapat mengalirkan air dengan baik. Tebal minimum lapisan balas bawah adalah 15 cm. Lapisan balas dibawah bantalan, terutama dibawah dudukan rel harus dipadatkan dengan baik. Lapisan balas bawah harus dipadatkan sampai mencapai 100% γd menurut percobaan ASTM D 698. II-17

18 Pelat Penyambung a. Umum Pelat sambung (fishplate) adalah pelat logam yang dibaut hingga ujungujungnya dengan dua ujung batang rel untuk menyambung dua rel. Istilah fishplate berasal dari kata bahasa Inggris fish, dalam hal ini berarti 'batang kayu dengan penampang melengkung untuk memperkuat tiang kapal'. Ujung atas dan bawahnya diruncingkan agar terikat kuat di antara ujung atas dan bawah rel ketika dibaut. Dalam kereta model, pelat sambung terkadang berupa pelat tembaga atau campuran nikel dengan tembaga yang disisipkan di antara kedua ujung rel. Sepasang pelat penyambung harus sama panjang dan mempunyai ukuran yang sama. Bidang singgung antara pelat penyambung dengan sisi bawah kepala rel dan sisi atas kaki rel harus sesuai kemiringannya, agar didapat bidang geser yang cukup. Kemiringan tepi bawah kepala rel dan tepi atas rel tercantum pada tabel 2.3. Tabel 2.3 Kemiringan tepi bawah kepala rel dan tepi atas kaki rel Tipe rel R.42 R.50 R.54 R.60 Tepi bawah kepala rel 1 : 4 1 : 2,75 1 : 2,75 1 : 2,93 Tepi atas kaki rel 1 : 4 1 : 2,75 1 : 2,75 1 : 2,75 Sumber : Peraturan Dinas No.10 PT. Kereta Api Indonesia (Persero) II-18

19 Ukuran-ukuran standar pelat penyambung untuk rel R.42, R.50, dan R.54 tercantum pada Gambar Ukuran-ukuran standar pelat penyambung ukuran rel R. 60 tercantum pada gambar Kuat tarik bahan penyambung tidak boleh kurang dari pada 58 kg/mm dengan perpanjangan minimum 15%. Gambar 2.17 Pelat penyambung untuk rel R.42, R.50 dan R.54. Ø lubang 24 Gambar 2.18 Pelat penyambung untuk rel R.60. Ø lubang 25 mm. II-19

20 2.3. Geometri Jalan Rel Umum Geomtri jalan rel direncanakan berdasar pada kecepatan rencana serta ukuranukuran kereta yang melewatinya dengan memperhatikan faktor keamanan, kenyamanan, ekonomi dan kesertaan dengan lingkungan sekitarnya. Untuk seluruh kelas jalan rel lebar sepur adalah 1067 mm yang merupakan jarak terkecil antara kedua sisi kepala rel, diukur pada daerah 0-14 mm di bawah permukaan teratas kepala rel Lengkung Horizontal Alinemen horizontal adalah proyeksi sumbu jalan rel pada bidang horizontal, alinemen horizontal terdiri dari garis lurus dan lengkungan. a. Lengkung Lingkaran Dua bagian lurus, yang perpanjangnya saling membentuk sudut harus dihubungkan dengan lengkung yang berbentuk lingkaran, dengan atau tanpa lengkung-lengkung peralihan. Untuk berbagai kecepatan rencana, besar jari-jari minimum yang diijinkan adalah seperti yang tercantum dalam Tabel. II-20

21 Tabel 2.4 Persyaratan perencanaan Kecepatan rencana (km/jam) Jari-jari minimum lengkung lingkaran tanpa lengkung peralihan (m) Jari-jari minimum lengkung lingkaran yang diijinkan dengan lengkung peralihan (m) Sumber : Peraturan Dinas No.10 PT. Kereta Api Indonesia (Persero) b. Lengkung Lingkaran Lengkung peralihan adalah suatu lengkung dengan jari-jari yang berubah beraturan. Lengkung peralihan dipakai sebagai peralihan antara bagian yang lurus dan bagian lingkaran dan sebagai peralihan antara dua jari-jari lingkaran yang berbeda. Lengkung peralihan dipergunakan pada jari-jari lengkung yang relative kecil. Panjang minimum dari lengkung peralihan ditetapkan dengan rumus berikut : Lh = 0,01hv Dimana : Lh = panjang minimal lengkung peralihan. h = pertinggian relative antara dua bagian yang dihubungkan (mm). V = kecepatan rencana untuk lengkungan peralihan (km/jam). II-21

22 c. Lengkung S Lengkung S terjadi bila dua lengkung dari suatu lintas yang berbeda arah lengkungnya terletak bersambungan. Antara kedua lengkung yang berbeda arah ini harus ada bagian lurus sepanjang paling sedikit 20 meter di luar lengkung peralihan. d. Perlebaran Sepur Perlebaran sepur dilakukan agar roda kendaraan rel dapat melewati lengkung tanpa mengalami hambatan. Perlebaran sepur dicapai dengan menggeser rel dalam kearah dalam. Besar perlebaran sepur untuk berbagai jari-jari tikungan adalah seperti yang tercantum dalam Tabel 2.5. Tabel 2.5 Pelebaran sepur Pelebaran sepur ( mm) Jari-jari tikungan (meter) R > < R < < R < < R < < R < 350 Sumber : Peraturan Dinas No.10 PT. Kereta Api Indonesia (Persero) Perlebaran sepur maksimum yang diijinkan adalah 20 mm. Perlebaran sepur dicapai dan dihilangkan secara berangsur sepanjang lengkung peralihan. e. Peninggian Rel. Pada lengkungan, elevasi rel luar dibuat lebih tinggi dari pada rel dalam untuk mengimbangi gaya sentrifugal yang dialami oleh rangkaian kereta. Peninggian rel dicapai dengan menepatkan rel dalam pada tinggi semestinya dan rel luar lebih tinggi. II-22

23 Besar peninggian untuk berbagai kecepatan rencana tercantum pada table 2.6 berikut. Tabel 2.6 Rail Elevation at Curves with the Formula Jari-jari (m) Peninggian (mm) pas (km/hr) hnormal = 5.95 V 2 planned Radius II-23

24 Peninggian rel dicapai dan dihilangkan secara berangsur sepanjang lengkung peralihan. Untuk tikungan tanpa lengkung peralihan peninggian rel dicapai secara berangsur tepat di luar lengkung lingkaran sepanjang suatu panjang peralihan, panjang minimum peralihan ini dihitung dari rumus pada tabel 2.3. Gambar 2.19 Peninggian Elevasi Rel (h) pada lengkungan jalur tunggal Gambar 2.20 Peninggian Elevasi Rel (h) pada lengkungan Jalur Ganda II-24

25 Landai a. Pengelompokan lintas. Berdasar pada kelandaian dari sumbu jalan rel dapat dibedakan atas 4 (Empat) kelompok seperti yang tercantum dalam Tabel 2.7. Tabel 2.7 Pengelompokan lintas berdasar pada kelandaian Kelompok Emplasemen Lintas datar Lintas pegunungan Lintas dengan rel gigi Kelandaian 0 sampai 1,5 0 sampai sampai sampai 80 Tabel 2.7 merupakan pengelompokan lintas berdasar pada kelandaian. Untuk emplasemenkelandaiannya adalah 0 sampai 1,5 b. Landai penentu. Landai penentu adalah suatu kelandaian (Pendakian) yang terbesar yang ada pada suatu lintas lurus. Besar landai penentu terutama berpengaruh pada kombinasi daya tarik lok dan rangkaian yang dioperasikan. Untuk masing-masing kelas jalan rel, besar landai penentu adalah seperti yang tercantum dalam Tabel 2.8. II-25

26 Tabel 2.8 Landai penentu maksimum Kelas jalan rel Landai penentu maksimum c. Landai curam. Dalam keadaan yang memaksa kelandaian (Pendakian) dari lintas lurus dapat melebihi landai penentu. Kelandaian ini disebut landai curam; panjang maksimum landai curam dapat ditentukan melalui rumus pendekatan sebagai berikut : Dimana : l = Panjang maximum landai curam (m). Va = Kecepatan minimum yang diijinkan dikaki landai curam/ detik. Vb = Kecepatan minimum dipuncak landai curam (m/detik) vb ½ va. g = Percepatan gravitasi. II-26

27 Sk = Besar landai curam ( ). Sm = Besar landai penentu ( ). d. Landai Pada Lengkung atau Terowongan Apabila di suatu kelandaian terdapat lengkung atau terowongan, maka kelandaian di lengkung atau terowongan itu harus dikurangi sehingga jumlah tahanannya tetap. e. Landai Pada Lengkung Vertikal Alinemen vertikal adalah proyeksi sumbu jalan rel pada bidang vertikal yang melalui sumbu jalan rel tersebut; alinemen vertikal terdiri dari garis lurus, dengan atau tanpa kelandaian, dan lengkung vertikal yang berupa busur lingkaran. Besar jari-jari minimum dari lengkung vertikal bergantung pada besar kecepatan rencana dan adalah seperti yang tercantum dalam Tabel 2.9. Tabel 2.9 Jari-jari min. lengkung vertikal. Kecepatan Rencana (Km/Jam) Lebih besar dari 100 Sampai 100 Jari-Jari Minimum Lengkung Vertikal (Meter) Letak lengkung vertikal diusahakan tidak berimpit atau bertumpangan dengan lengkung horizontal. II-27

28 Penampang Melintang Penampang melintang jalan rel adalah potongan pada jalan rel, dengan arah tegak lurus sumbu jalan rel, di mana terlihat bagian-bagian dan ukuranukuran jalan rel dalam arah melintang. Ukuran-ukuran penampang melintang jalan rel berjalur tunggal dan berjalur ganda tercantum pada table 2.9 untuk lintas lurus maupun di lintas lengkung dan dijelaskan dengan gambar 2.21, gambar 2.22, gambar 2.23 dan gambar Pada tempat-tempat khusus, seperti di perlintasan, penampang melintang dapat disesuaikan dengan keadaan setempat. Gambar 2.21 Penampang Melintang Jalan Rel Pada Bagian Lurus Gambar 2.22 Penampang Melintang Jalan Rel Pada Lengkung Jalur tunggal II-28

29 Gambar 2.23 Penampang Melintang Jalan Rel Pada Bagian Lurus Jalur Ganda Gambar 2.24 Penampang Melintang Jalan Rel Pada Lengkung Jalur Ganda Tabel 2.10 Penampang Melintang Jalan Rel. Kelas Jalan Rel V max (km/jam) d 1 (cm) b (cm) c (cm) k 1 (cm) 1 st nd rd th th d 2 (cm) e (cm) k 2 (cm) a (cm) II-29

30 2.3.5 Standar Jalan Rel a. Klasifikasi Daya angkut lintas, kecepatan maksimum, beban gandar dan ketentuanketentuan lain untuk setiap kelas jalan, tercantum pada table Tabel 2.11 Kelas Jalan Rel. Klasifi kasi Jalan KA Pasing Tonik Tahunan (Juta Ton) Perencanaan Kecepatan KA Maksimum Vmax (km/jam) Tekanan Gandar Pmax (ton) Tipe Rel Tipe dari Bantalan Jarak Bantalan (mm) Tipe Alat Penam bat Tebal balas dibawah Bantalan (cm) Lebar Bahu Balas (cm) 1 st > R60 /R54 Beton 600 EG nd R54 /R50 Beton/kayu 600 EG rd R54/R50/ R42 Beton/kayu/baja 600 EG th 2, R54/ R50/ R42 Beton/kayu/baja 600 EG/ET th s < 2, R42 Kayu/baja 600 ET Sumber : Peraturan Dinas No.10 PT. Kereta Api Indonesia (Persero) Keterangan : ET = Elastik Tunggal EG = Elastik Ganda II-30

31 b. Daya Angkut Lintas. Daya angkut lintas adalah jumlah angkutan anggapan yang melewati suatu lintas dalam jangka waktu satu tahun. Daya angkut lintas mencerminkan jenis serta jumlah beban total dan kecepatan kereta api yang lewat di lintas yang bersangkutan. Daya angkut disebut daya angkut T dengan satuan ton/ tahun Ruang Bebas Dan Ruang Bangun a. Ruang Bebas Ruang bebas adalah ruang diatas sepur yang senantiasa harus bebas dari segala rintangan dan benda penghalang, ruang ini disediakan untuk lalu lintas rangkaian kereta api. Ukuran ruang bebas untuk jalur tunggal dan jalur ganda, baik pada bagian lintas yang lurus maupun yang melengkung, untuk lintas elektrifikasi dan non elektrifikasi, adalah seperti yang tertera pada gambar 2.25, gambar 2.26, gambar 2.27 dan gambar Ukuran-ukuran tersebut telah memperhatikan dipergunakannya gerbong kontener/ peti kemas ISO (Iso Container Size) tipe Standard Height. II-31

32 Keterangan : Batas I = Untuk jembatan dengan kecepatan sampai 60 km/jam. Batas II = Untuk Viaduk dan terowongan dengan kecepatan sampai 60km/jam dan untuk jembatan tanpa pembatasan kecepatan. Batas III = Untuk viaduk baru dan bangunan lama kecuali terowongan dan jembatan. Batas IV = Untuk lintas kereta listrik. Gambar 2.25 Ruang bebas pada bagian lurus II-32

33 Keterangan : Batas ruang bebas pada lintas lurus dan pada bagian lengkungan dengan jari-jari > 3000 m. Batas ruang bebas pada lengkungan dengan jari-jari 300 sampai dengan 3000 m. Batas ruang bebas pada lengkungan dengan jari-jari < 300 m. Gambar 2.26 Ruang bebas pada lengkung II-33

34 Gambar 2.27 Ruang bebas pada jalur lurus untuk jalan ganda Gambar 2.28 Ruang bebas pada jalur lengkung untuk jalan ganda II-34

35 b. Ruang Bangun Ruang bangun adalah ruang ruang disisi sepur yang senantiasa harus bebas dari segala bangunan tetap seperti antara lain tiang semboyan, tiang listrik dan pagar. Batas ruang bangun diukur dari sumbu sepur pada tanggal 1 meter sampai 3,55 meter. Jarak ruang bangun tersebut ditetapkan sebagai berikut : 1. Pada lintas bebas yaitu, 2,35 sampai 2,53 m di kiri kanan sumbu sepur. 2. Pada emplasemen yaitu, 1,95 m sampai 2,35 di kiri kanan sumbu sepur. 3. Pada jembatan yaitu, 2,15 m di kiri kanan sumbu sepur Perawatan Jalan Rel Perawatan Rel Kerusakan yang umum terjadi pada rei disebabkan oleh gaya yang bekerja pada rel, baik berupa gaya horisontal maupun vertikal. Berikut beberapa macam kerusakan yang dapat terjadi pada rel dan uraian tentang cara perbaikan dan pemeliharaannya : 1. Aus pada bagian kepala rel, hal ini disebabkan adanya gesekan antara kepala rei dengan flens roda, yang biasanya banyak terjadi terutama pada lokasi di tikungan. Usaha yang dilakukan untuk memperkecil kerusakan tersebut antara lain : a. ReI dibuat miring 1 : 20 ke arah dalam. II-35

36 b. Pada tikungan, diberikan penambahan lebar sepur dan peninggian rei pada bagian luar lengkungan. c. ReI diganti bila keausan melebihi batas yang ditentukan. 2. Aus pada bagian kepala rel, hal ini disebabkan adanya gesekan antara kepala rei dengan flens roda, yang biasanya banyak Aus pada sambungan rel (Battered Ends), hal ini terjadi karena adanya siar dilatasi pada sambungan sehingga timbul suatu pukulan atau genjotan dari roda yang makin lama menambah keausan rei. Untuk mengurangi impact tersebut, perlu dibuat dilatasi yang tidak melebihi syarat yang ditetapkan (maks.10 mm). Bila keausan yang ada menyebabkan tingkat kenyamanan dan keselamatan tidak dijamin sebaiknya rel diganti. 3. Retak pada lubang penyambung, disebakan oleh gaya gaya horisontal dalam arah longitudinal akibat accelerating, slowing down, stopping of train, perubahan temperatur dan unballanced traffic. Kerusakan itu bisa diatasi dengan cara antara lain: a. Pemasangan anti creepers. b. Penggunaan elastic fastening. c. Menjaga tingkat kekencangan baut - baut sambungan. Bila retak menyebabkan tidak terjaminnya keselamatan, rei harus diganti II-36

37 Perawatan Alat Penyambung Rel Kerusakan yang umum Sambungan - sambungan rei merupakan titik - titik lemah pada jalan kereta api, karena impact / genjotan roda kereta sangat mempengaruhi stabilitas - stabilitas sambungan. Beberapa kerusakan yang terjadi dan cara - cara pemeliharaannya sebagai berikut: 1. Retak pada plat penyambung, diakibatkan oleh gaya dalam arah longitudinal. Plat yang retak dapat mengakibatkan rei patah yang bisa mengakibatkan derailment, penanggulangannya dengan mengurangi besarnya gaya - gaya tersebut, antara lain dengan : a. Memasang anti creepers. b. Menjaga tingkat kekencangan baut sambungan. Bila keretakan cukup mengkhawatirkan, plat harus di ganti. 2. Aus pada plat penyambung, disebabkan gesekan antara rel dengan plat oleh adanya gaya dalam arah longitudinal. Plat yang aus sukar untuk dikeneangkan dan akibatnya adalah naik- turunnya getaran pada sambungan, rei turun I miring. Perbaikan yang dilakukan diatur dengan memperhatikan jumlah angka keausan rei dan plat penyambung, yaitu : a. Keausan lebih keeil dari 1,5 mm, tanpa pelat penyambung. b. Keausan antara 1,6 mm sid 2,5 mm, pelat isi 1 mm. c. Keausan antara 2,6 mm sid 3,5 mm, pelat isi 2 mm. d. Keausan antara 3,6 mm sid 4,5 mm, pelat isi 3 mm. e. Keausan antara 4,6 mm, pelat harus di ganti. Jika digunakan plat baru, harus diadakan pengukuran lagi. II-37

38 Perawatan Alat Penambat ReI Kerusakan yang umum terjadi adalah penambat yang sudah longgar sehingga rel bergerak naik turun diatas bantalan, yang mengakibatkan konstruksi di bawahnya mendapat penambahan beban. Peneegahan dapat dilakukan dengan beberapa cara berikut : 1. Pengecekan penambat seeara berkala. 2. Jika banyak yang sudah kendor, dilakukan perbaikan yang harus dapat menjamin ketahanan bantalan selama mungkin. 3. Jika penambat rusak / hilang, maka diganti dengan yang baru Perawatan Bantalan Kerusakan - kerusakan yang umum menimpa pada bantalan antara lain retak, robek, membusuk I keropos, terlalu banyak lubang dan patah. Cara - eara pemeliharaan bantalan yang harus dilakukan adalah sebagai berikut : 1. Bantalan yang jelek / rusak masih bisa digunakan apabila : a. Masih mendukung rel di atas balas. b. Bantalan - bantalan disampingnya masih dalam keadaan baik dan lebar sepur masih dapat dipertahankan. 2. Bantalan diganti jika keadaannya sedemikian rupa sehingga : a. Lebar sepur tidak dapat dipertahankan. b. ReI tidak Iagi mendapat dukungan 3. Sedangkan pekerjaan penggantian bantalan dapat dilakukan dengan langkah -langkah sebagai berikut : a. Mengorek balas di sekitar bantalan yang rusak. II-38

39 b. Melepas alat penambat dan mengeluarkan bantalan yang rusak. c. Membersihkan balas, sehingga merupakan dasar pendukung d. baik untuk bantalan yang baru. e. Memasukkan bantalan yang baru. f. Memasukkan plat landas antara rei dengan bantalan. g. Mengukur lebar sepur dan melubangi bantalan. h. Memasang penambat yang baru / penambat yang lama jika keadaannya masih baik. i. Mengembalikan balas Perawatan Alas Balas Kerusakan - kerusakan yang umum terjadi pada balas adalah material alas balas kotor dan alas balas hilang atau berkurang (biasanya terjadi pada daerah tikungan) sehingga kemantapan jalan rei akan menurun. Selain itu, terdapatnya kantong - kantong balas yang ada di bawah balas dapat menimbulkan mud pumping. Bila ada kereta lewat, maka tanah dari kantong - kantong balas akan mengotori balas di atasnya karena terjadinya pumping. Ada beberapa cara dalam pemeliharaan alas balas sebagai berikut : 1. Balas harus dalam keadaan bersih. 2. Bagian bawah balas diberi stabilisasi seperti pemakaian aspal, geotekstile, dan lain - lain. II-39

40 3. Balas harus dapat memberikan dukungan pada bantalan. 4. Permukaan balas harus rata dengan permukaan bantalan, baik di sisi maupun di antara kedua rei. 5. Kelandaian alas balas harus dipelihara > 5 % untuk menjamin mengalirnya air secara sempurna. Kemiringan talud balas sebesar 1 : 2 harus dapat tetap terpelihara Perawatan Wesel Wesel disepur raya harus diperiksa / dirawat tiap 3 bulan dan wesel disepur lainnya setiap 6 bulan. Langkah kerja merawat wesel, sebagai berikut : 1. Minyaki baut, ganti yang mati / rusak. 2. Seluruh alat penambat yang hilang / kosong dilengkapi. 3. Beri tanda benang putih di rel letak bantalan, normalkan jarak bantalan sesuai plat landas. 4. Tambah balas bila kurang, gorek dan bersihkan balas kotor atau kecrot, Angkatan, listringan diperbaiki. 5. Semua baut wesel dinormalkan posisi dan daya ikatnya. 6. Perhatikan gambar album wesel. 7. Periksa / normalkan ukuran pada : - Lidah terbuka dengan ukuran sebagai berikut : WeseI R.S4 < 1 : 10 Wesel R.S4 < 1 : 12 Wesel R.S4 < 1 : 12 x type = 130mm = 140mm = 140mm II-40

41 - Jarum ukuran pada : Lebar alur paksa = 34 mm Lebar alur terhadap klos = 38 mm Dalam alur minimal terhadap klos = 38 mm - Jaga ukuran point protection (sisi ujung jarum terhadap sisi dalam rel paksa) = 1033 mm, toleransi ± 1 mm. - Ujung jarum tidak boleh tersentuh, roda terinjak roda setelah lebar ujung jarum minimal = 30 mm Perawatan Geometri Selain kerusakan - kerusakan pada material jalan rei, terjadi juga kerusakan / cacat pada geometri jalan kereta api dan toleransinya: a. Lebar sepur, lebar sepur normal / standar (L= 1067 mm) dan toleransi / penyimpangan yang diizinkan adalah -2 (1065) dan +5 (1072) harus diperbaiki / dirawat. Rumus pelebaran sepur (W), menurut (PD.10) 1986 = 2 10"" d = jarak gandar 3 m R = jari - jari W = Perlebaran sepur II-41

42 b. Pertinggian, pada jalan lurus T = 0 dan toleransi pertinggian ±7 mm, penyimpangan dari toleransi harus segera di rawat / diperbaiki. Besarnya pertinggian menurut R.1 0 dengan rumus : #= 6$% & T max = 110 mm ; T min = 8,87. V2JR = 56,5 T R W = pertinggian ; V =kecepatan max KA T(h) normal = jari - jari lengkung maximum PD.I0, h = 5,95. V~JR = Perlebaran sepur c. Voeg (celah) disambungan rel, minimum 1 mm pada siang hari (suhu maksimum). Maksimum lebar selah / siar diwaktu dingin malam hari / pagi hari = 15 mm. d. Keausan rei rnaksirnum, pada kepala rei ±10 % dari tingginya rei atau seperti rurnus tersebut dibawah ini, sesuai PD.1O. ReI> 33 kg/rn' rnaka e = 0,54 h - 4 ReI < 33 kg/rn' rnaka e = 0,54 h Melistring (Meluruskan) Sebenarnya Listringan dapat dikerjakan tersendiri, tetapi pada umumnya, dikerjakan bersama - sama dengan angkatan. Listringan dan angkatan dikerjakan dengan urutan sebagai berikut : II-42

43 a. Listringan dengan penggeseran kecil dari jalan kereta api, angkatan dikerjakan terlebih dahulu dan selanjutnya dilistring. b. Listringan dengan penggeseran lebar dari jalan kereta api, listringan besar dilakukan ditempat jalan kereta api, dilakukan angkatan dan dilistring lagi setelah jalan kereta api tepat pada kedudukannya Angkatan Langkah pengerjaan angkatan adalah sebagai berikut : a. Mengeluarkan balas (rnengorek balas) dari kedua sisi dibawah rei sepanjang cm agar dapat melakukan pemecokkan (dandang) dibawah bantalan. b. Melakukan pengukuran cacat yang ada. c. Mengangkat dua rei agar sejajar sama tinggi (water passing) dengan dongkrak. d. Memecok bantalan dalam keadaan rei sama tinggi. e. Mengembalikan / mengatur balas setelah angkatan dan pernecokan selesai. Penampang akhir dari balas harus menjamin drainase yang baik. II-43

44 Recording System Tujuan pencatatan / pengukuran adalah mengetahui keadaan / kondisi jalan rei, baik penyimpangan vertikal maupun horisontal. Dengan mengambil suatu batas toleransi kondisi jalan rel tertentu hasil pengukuran tersebut dipakai sebagai pedoman untuk melaksanakan pekerjaan pemeliharaan jalan rel secara berkala. Untuk mengetahui kondisi jalan rei, terdapat dua tipe pengukuran, yaitu pengukuran penyimpangan vertikal dan horisontal serta pengukuran karakteristik geometrik Perawatan Jalan Baja Berencana (Perjana) Prinsip dari metoda perjana adalah membeda - bedakan kelas jalan tergantung dari passing tonase (tonase harian) kereta api yang melewatinya dan penentuan kelas jalan ditetapkan berdasar standar UIC (Union Intemationale Des Chemis Fer) yang merupakan persatuan jalan rei intemasional dan banyak dipakai oleh perkeretaapian dunia. Keunggulan lain dari metoda perjana adalah merupakan sistem manajemen perawatan yang mempunyai fungsi - fungsi, yaitu : a. Planning (perencanaan). b. Organizing (organisasi). c. Actuating (pelaksanaan). d. Controlling (pengawasan / pengendalian). dimana pelaksanaan fungsi - fungsi tersebut diwujudkan dalam RPT (Rencana Perawatan Tahunan) kemudian RKM (Rencana Kerja Mingguan) serta Rencana II-44

45 Kerja Harian sedangkan untuk pelaksanaan pekerjaan perawatan dilengkapi dengan buku pedoman untuk perawatan jalan rei bagi juru jalan rel dan Kepala Resort Jalan Rel. Dalam pekerjaan pemeliharaan jalan kereta api memiliki struktur organisasi yang dimulai dari Kepala Resort, yang kemudian dibawah nya Senior Supervisor yang tugasnya adalah pembantu Kepala Resort dalam pemeliharaan jalan kereta api sepanjang daerah lintas yang telah ditentukan oleh Kepala Resort, yang selanjutnya dibawahnya terdapat mandor, yang fungsinya adalah untuk mengawasi para petugas pelaksana pemeliharaan yang urutannya berada dibawah mandor. Syarat - syarat untuk tercapainya tujuan Perjana ialah tenaga yang terampil, alat - alat yang memadai dan sistem perawatan yang memadai. Ada beberapa kegiatan dalam Perjana, yaitu : 1. Perecanaan Perencanaan terdiri dari : a. Pendataan material dan geometri, Pengisian buku lampiran, jam orang (pemeriksaaan, penjagaan dan pendidikan latihan), jam orang (perawatan jalan rel), Jam orang artinya untuk menyelesaikan suatu pekerjaan, misalnya : 1 orang dalam 3 jam: 3 jam orang. b. Pembuatan RPT (Rencana Pemeliharaan Tahunan), pembuatan rancangan anggaran belanja dan pedoman pelaksanaan. c. Pembuatan RKM (Renean Kerja Mingguan), intruksi Kepala Resort dan Laporan mandor. II-45

46 2. Pelaksanaan Pelaksanaan terdiri dari : a. - Memeriksa lintas, dll, - Penjagaan perlintasan. dll. - Pendidikan dan latihan. b. Perawatan sempurna, sesuai siklus VIC. c. Perawatan khusus, siklus 1 tahun. d. Perawatan geometri, siklus 2 sampai 6 bulan 3. Evaluasi dan penjagaan. a. Backlog mengenai : perawatan sempuma (RS), perawatan khusus (RK) dan perawatan geometri (RG). b. Produktifitas kerja mengenai : material dan geometri. Metode perawatan jalan baja berencana (Perjana) dikelompokkan menjadi 5 antara lain : 1. Perawatan sempurna 2. Perawatan khusus 3. Pekerjaan yang bersifat khusus 4. Perawatan harian 5. Perawatan periodik Perawatan Sempurna Perawatan sempurna dibagi dalam beberapa tipe pekerjaan yang berbeda seperti berikut : a. Pemasangan anti retakan bantalan II-46

47 b. Penggerindaan siar rel c. Pelumasan sambungan rei d. Pemeriksaan dan perbaikan patok pada lengkung e. Perbaikan jarak bantalan, penyikuan dan pengaturan jarak f. Pelepasan, pengukuran keausan dan perbaikan sisi dalam pelat sambung g. Pemeriksaan, perbaikan dan pengencangan alat penambat h. Pemeriksaan lebar sepur dan variasi lebar sepur i. Penggantian bantalan yang tidak berfungsi lagi j. Melengkapi balas pada wesel dan persilangan k. Pemeriksaan siar rel, pengedrekan rel dan penyikuan rel. Daftar pekerjaan ini bisa berubah sesuai dengan komponen jalan rel yang ada. Beberapa tipe pekerjaan terdiri dari penelitian dan pemeriksaan (pemeriksaan yang dihasilkan bila parameter tidak di ikuti atau material harus diganti) Perawatan Khusus Perawatan khusus harus dikerjakan untuk melengkapi suatu siklus tanpa pekerjaan ekstra meskipun beberapa pekerjaan harus dikerjakan dengan teratur, yang tergantung pada kondisi jalan rel : kebanyakan dari pekerjaan ini terdiri dari penelitian dan harus direncanakan, diantaranya : a. Penelitian rel secara terperinci, setiap tahun. II-47

48 b. Perawatan sambungan - sambungan elektrik, secara periodik berdasarkan pengalaman. c. Pelumasan sambungan rei, dua kali setahun. d. Pemeriksaan siar rel dan pengedrekan rel, setiap tahun. e. Pemeriksaan komponen jalan rel, setiap tahun dalam wilayah perawatan tahun ini + 1. f. Penggantian rei yang kondisinya membahayakan kereta api atau merusak kenyaman, sekali setahun atau dua kali setahun sesuai dengan rencana penyerahan Pekerjaan yang Bersifat Khusus Perawatan dibagi dalam beberapa tipe pekerjaan yang berbeda. Masing - masing tipe pekerjaan, selama perawatan sempurna dan perawatan khusus memerlukan penyelenggaraan khusus yang gunanya : a. Mengkhususkan regu untuk melaksanakan satu tipe pekerjaan pada satu waktu dengan peralatan yang pantas. b. Memperbaiki kondisi jalan rel. Perubahan kondisi dari jalan rel umumnya lambat dan berapa besar masalah tersebut tidak akan langsung kelihatan. Karena itu, pekerjaan bisa didahulukan, diteliti dan dilengkapi pada waktu yang terbaik dan dengan peralatan dan material yang diperlukann yang diantaranya : 1. Angkatan (menyeluruh, pilih - pilih dan pada sambungan). II-48

49 2. Wesel, wesel inggris dan persilangan. 3. Sepur simpang - sepur penyimpanan kereta / gerbong. 4. Perawatan lain - lain (pembersihan drainase, Pembersihan tubuh baan, pembersihan sekitar jembatan dan kelayakan perlintasan dan sinyal - sinyal Perawatan Harian Jalan kereta api dibagi menjadi beberapa bagian yang berkisar antara 5 sampai 8 Km panjangnya. Masing-masing bagian dijaga oleh regu yang bertanggung jawab terhadap perawatan harian yang meliputi hal-hal sebagai berikut: a. Melakukan pemecokan rutin. b. Melakukan pengecekan terhadap penambat dan peralatan lain. c. Pengencangan baut yang kendor. d. Membuat pelaporan terhadap hal-hal yang tidak diinginkan. Di PT. Kereta Api Indonesia (persero) regu perawatan track ini dipimpin oleh Kepala Resort (SK). Sedangkan yang bertanggung jawab terhadap perawatan track di Daerah Operasi adalah Senior Manager Jalan Rel dan Jembatan (SM JJ) Jalan dan Jembatan yang dalam pengawasan sehari-harinya dibantu oleh Quality Control (QC) Jalan Rel. Regu perawatan track tersebut dilengkapi dengan peralatan perawatan yang dibutuhkan dan masing-masing anggota memiliki spesifikasi pekerjaan sesuai keahliannya. II-49

50 Perawatan Periodik Setelah periode perawatan mencapai dua atau tiga tahun, pemeriksaan secara detail pada track diperlukan kembali, sehingga kerusakan-kerusakan yang tidak bisa ditangani dalam perawatan harian dapat segera dideteksi dan diperbaiki. Perawatan terhadap beberapa komponen dari track juga diberikan dalam perawatan periodik ini. Perawatan periodik ini disusun dalam beberapa tipe pekerjaan yang berbeda yang meliputi: a. Pemasangan anti retakan bantalan b. Penggerindaan siar rei c. Pelumasan sambungan rei d. Pemeriksaan dan perbaikan patok pada lengkung e. Perbaikan jarak bantalan, penyikuan dan pengaturan jarak f. Pelepasan, pengukuran keausan dan perbaikan sisi dalam pelat sambung. g. Pemeriksaan, perbaikan dan pengencangan alat penambat. h. Pemeriksaan lebar sepur dan variasi lebar sepur. i. Penggantian bantalan yang tidak berfungsi lagi. j. Melengkapi balas pada wesel dan persilangan. k. Pemeriksaan siar rel, penggerindaan rel dan penyikuan rel. II-50

51 Maintenance & Renewal Maintenance Renewal Manual Mechanical Manual Mechanical - Welding/ resulfacing switces - level crossing strusture - Tamping stablizing ballast - Weld straightenin - ballast cleaning - Continous Methode - Section Methode - Swiches structure Gambar 2.29 Skema proses survey maintenance dan pembaharuan Perawatan Secara Manual Untuk perawatan dan perbaikan geometri track tidak terduga digunakan metode manual dengan menggunakan peralatan semi makanik atau semi otomatis. Sistem perawatan yang digunakan tentunya berdaserkan sistem perawatan dengan peralatan berat. Pekerjaan manual ini yang paling penting meliputi : a. Perataan (levelling) dan pemadatan (tamping) menggunakan mesin penggetar, b. Melakukan pemecokan balas, c. Menyempurnakan jarak rel, II-51

52 Penurunan permukaan track diangkat dengan menggunakan dongkrak dan kemudian memadatkan balas dibawah bantalan dengan pemecokan menggunakan alat pecok manual atau mesin penggetar semi otomatis (vibrating compactors). Tentunya perawatan ini hanya bisa dilakukan untuk track dengan jarak yang pendek yang tidak memungkinkan menggunakan tamping machines. Melakukan pemecokan dengan alat pecok manual pertama kali diperkenalkan di Perancis. Prinsip utama pemecokan ini adalah memasukkan dan memadatkan balas di bawah bantalan dengan pemecokan secara berulang-ulang di sekitar bantalan. Namun hasil yang didapatkan rnungkin tidak bisa maksirnal karena hanya dengan menggandalkan tenaga manusia yang memiliki kekuatan yang berbeda-beda, sehingga metode ini hanya dilakukan dalam keadaan darurat. Perkembangan yang lebih maju dalam usaha untuk menstabilkan kedudukan bantalan adalah dengan memasukkan balas yang berukuran lebih kecil ke bawah bantalan dengan menggunakan hand-held stone blower. Alat ini bekerja dengan menggunakan kompresor yang kompatible sehingga mudah untuk di pindah-pindahkan. PT. Kereta Api Indonesia (persero) saat ini memang belum memiliki peralatan ini karena pemakaian vibrating compactors dirasa sudah memenuhi syarat untuk menstabilkan kedudukan balas karena beban gandar dan kecepatan kereta api yang masih kecil. II-52

53 Mekanisasi Perawatan Track Secara umum, makin baik kekuatan dan stabilitas dari desain track dan pondasinya, Makin kecil upaya untuk melakukan perawatannya. Kekakuan dari rel, jarak, bantalan dan tebal dari balas merupakan faktor-faktor penting dalam biaya perawatan track. Perkembangan mesin automatic untuk perataan (levelling), pelurusan (lining) dan pemecokan (tamping) pada tahun 1960-an mengubah seluruh metode dasar perawatan track. Perawatan secara manual hanya sekali-kali dilakukan setempat misalnya untuk melakukan pemecokan balas di bawah bantalan untuk meratakan rel dan penghamparan balas sebagai pendukungnya. Mesin otomatis untuk perawatan jalan rel meliputi : a. Tamping machines : untuk meratakan ketinggian ke dua rel, pengatur peninggian pada lengkungan dan alignment. b. Stabilizers: untuk melakukan penstabilan balas. c. Rail-grinding machines : untuk meratakan permukaan rei yang keriting dan menggerinda sisa pengeiasan. d. Ballast cleaners : untuk membersihkan balas. Perawatan yang benar akan berdampak pada keuntungan sebagai berikut: 1. Keamanan terhadap pengoperasian kereta dan biaya perawatan. Sebagai contoh kehilangan baut yang semestinya memerlukan biaya yang sedikit, namun apabila hal ini dibiarkan akan dapat mengakibatkan kejadian kereta keluar dari jalurnya (derailment). II-53

54 2. Track yang sempurna yang bebas dari kerusakan dapat mengakibatkan keamanan perjalanan angkutan penumpang maupun barang. Hal ini dapat menimbulkan kepercayaan bagi pengguna jasa kereta api dan dapat neningkatkan citra perkeretaapian. 3. Perawatan track yang baik dan benar akan menyediakan kenyamanan perjalanan kereta penumpang. 4. Perawatan yang scrnestinya akan meningkatkan umur teknis track, demikian juga terhadap kendaraan relnya. Dalam proses mekanisasi perawatan yang dilaksanakan oleh PT. Kereta Api Indonesia (Persero) alat yang umumnya digunakan yaitu Multi Tie Tamper (MTT) atau Tamphing Machine Multi Tie Tamper (MTT) Pengoperasian mesin MTT untuk menunjang pekerjaan pemeliharan atau perawatan geometri jalan rel (pekerjaan angkatan dan lestrengan sepur) Agar mendapatkan hasil pekerjaan yang efektif dan efisien harus di operasikan pada lokasi / lintas yang panjang.kerusakan atau cacat cacat geometri jalan rel setempat, cukup di kerjakan dengan peralatan kerja mekanik ringan (Hand Tie Tamper). Pada prinsipnya pengopersian mesin berat MTT harus ada anggkatan spur minimal 10 mm dan maksimal 60 mm. Untuk keamanan perjalanan kereta api harus di lakaukan secara bertahap apabila angkatan lebih dari 20 mm, dan di anjurkan di lindungi pemasangan pembatasan kecepatan dengan semboyan 2B (Pk.maksimal 20 km/jm), II-54

55 terutama di lengkung dengan radius (R < 500 m ), selama tidak kurang dari 4 kali 24 jam/minimal di lewati KA dgn tonase yg di tentukan,untuk menuggu masa kesetabilan pemadatan balas. Gambar 2.30 Alat Perawatan Jalan Rel, Multi Tie Tamper Metode kerja pengoperasian mesin MTT sebagai berikut: 1. Metode pengoperasian mesin MTT dengan methoda kompensasi adalah,kekurangan titik-titik tinggi angkatan kedudukan rel kiri dan kanan,tidak diawali dengan pengukuran lebih dahulu sehingga tidak dapat dieliminir dan dapat langsung di operasikan. II-55

56 2. Tinggi titik pedoman awal angkatan untuk pekerjaan pemeliharaan geometri jalan rel (Khusus nya pekerjaan angkat sepur) di batasi maksimal 20 mm dari awal (starting) sampai akhir (finishing) pengoperasian dan titik pedoman angkatan tetap tidak berubah. 3. Geseran besar nya anak panah busur (AP) di spur lengkung,apa bila besarnya R (Radius) < 1000 meter mutlak harus di program dengan buku table, sesuai dengan besarnya radius dan panjang lengkung perariahan, berdasarkan jenis dan type / seri mesin MTT yang di operasikan. II-56

BAB I PENDAHULUAN 1.2. JENIS PEMBANGUNAN JALAN REL

BAB I PENDAHULUAN 1.2. JENIS PEMBANGUNAN JALAN REL BAB I PENDAHULUAN 1.1. PERENCANAAN JALAN REL Lintas kereta api direncanakan untuk melewatkan berbagai jumlah angkutan barang dan atau penumpang dalam suatu jangka waktu tertentu. Perencanaan konstruksi

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. Tujuan utama dilakukannya analisis interaksi sistem ini oleh para

BAB III LANDASAN TEORI. Tujuan utama dilakukannya analisis interaksi sistem ini oleh para BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Interaksi Sistem Kegiatan Dan Jaringan Tujuan utama dilakukannya analisis interaksi sistem ini oleh para perencana transportasi adalah sebagai berikut: 1. Memahami cara kerja

Lebih terperinci

WESEL (SWITCH) Nursyamsu Hidayat, Ph.D.

WESEL (SWITCH) Nursyamsu Hidayat, Ph.D. WESEL (SWITCH) Nursyamsu Hidayat, Ph.D. 1 Fungsi Wesel Wesel merupakan pertemuan antara beberapa jalur (sepur), dapat berupa sepur yang bercabang atau persilangan antara 2 sepur. Fungsi wesel adalah untuk

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. A. Jenis jenis dan bentuk Tata Letak Jalur pada Stasiun

BAB III LANDASAN TEORI. A. Jenis jenis dan bentuk Tata Letak Jalur pada Stasiun BAB III LANDASAN TEORI A. Jenis jenis dan bentuk Tata Letak Jalur pada Stasiun Menurut (Utomo 2009), pada tata letak jalur stasiun (emplasemen) yang terdiri dari jalan jalan rel yang tersusun dari sedemikian

Lebih terperinci

MODUL 12 WESEL 1. PENGANTAR

MODUL 12 WESEL 1. PENGANTAR MODUL 12 WESEL 1. PENGANTAR Telah disebutkan bahwa pada jalan rel perpindahan jalur dilakukan melalui peralatan khusus yang dikenal sebagai wesel. Apabila dua jalan rel yang terletak pada satu bidang saling

Lebih terperinci

TUGAS PERENCANAAN JALAN REL

TUGAS PERENCANAAN JALAN REL TUGAS PERENCANAAN JALAN REL Pebriani Safitri 21010113120049 Ridho Fauzan Aziz 210101131200050 Niken Suci Untari 21010113120104 Aryo Bimantoro 21010113120115 BAB I Pendahuluan Latar Belakang Maksud Tujuan

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. A. Jenis jenis dan Bentuk Tata Letak Jalur di Stasiun

BAB III LANDASAN TEORI. A. Jenis jenis dan Bentuk Tata Letak Jalur di Stasiun BAB III LANDASAN TEORI A. Jenis jenis dan Bentuk Tata Letak Jalur di Stasiun Tata letak jalur stasiun terdiri atas jalan jalan rel yang tersusun sedemikian rupa sesuai dengan fungsinya. Penggambaran skema

Lebih terperinci

PERENCANAAN GEOMETRI JALAN REL KERETA API TRASE KOTA PINANG- MENGGALA STA STA PADA RUAS RANTAU PRAPAT DURI II PROVINSI RIAU

PERENCANAAN GEOMETRI JALAN REL KERETA API TRASE KOTA PINANG- MENGGALA STA STA PADA RUAS RANTAU PRAPAT DURI II PROVINSI RIAU PERENCANAAN GEOMETRI JALAN REL KERETA API TRASE KOTA PINANG- MENGGALA STA 104+000- STA 147+200 PADA RUAS RANTAU PRAPAT DURI II PROVINSI RIAU Vicho Pebiandi 3106 100 052 Dosen Pembimbing Ir. Wahyu Herijanto,

Lebih terperinci

REKAYASA JALAN REL MODUL 3 : KOMPONEN STRUKTUR JALAN REL DAN PEMBEBANANNYA PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL

REKAYASA JALAN REL MODUL 3 : KOMPONEN STRUKTUR JALAN REL DAN PEMBEBANANNYA PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL REKAYASA JALAN REL MODUL 3 : KOMPONEN STRUKTUR JALAN REL DAN PEMBEBANANNYA OUTPUT : Mahasiswa dapat menjelaskan komponen struktur jalan rel dan kualitas rel yang baik berdasarkan standar yang berlaku di

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI A. Jenis Jenis dan Bentuk Tata Letak Jalur di Stasiun Berdasarkan Peraturan Menteri No. 33 Tahun 2011 tentang Jenis, Kelas dan Kegiatan di Stasiun Kereta Api, menjelaskan bahwa jalur

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menggunakan jalur tepi di sepanjang jalan tol CAWANG CIBUBUR dengan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menggunakan jalur tepi di sepanjang jalan tol CAWANG CIBUBUR dengan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Khusus Pembangunan jalur dan stasiun Light Rail Transit akan dilaksanakan menggunakan jalur tepi di sepanjang jalan tol CAWANG CIBUBUR dengan jalur layang (Elevated) dengan

Lebih terperinci

PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN REL ANTARA BANYUWANGI-SITUBONDO- PROBOLINGGO

PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN REL ANTARA BANYUWANGI-SITUBONDO- PROBOLINGGO PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN REL ANTARA BANYUWANGI-SITUBONDO- PROBOLINGGO Oleh, RIFCHI SULISTIA ROSADI 3109100066 JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER

Lebih terperinci

REKAYASA JALAN REL MODUL 6 WESEL DAN PERSILANGAN PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL

REKAYASA JALAN REL MODUL 6 WESEL DAN PERSILANGAN PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL REKAYASA JALAN REL MODUL 6 WESEL DAN PERSILANGAN OUTPUT : Mahasiswa dapat menjelaskan fungsi dan jenis wesel yang umum digunakan di Indonesia Mahasiswa dapat menjelaskan standar pembuatan bagan wesel dengan

Lebih terperinci

KULIAH PRASARANA TRANSPORTASI PERTEMUAN KE-8 PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN REL

KULIAH PRASARANA TRANSPORTASI PERTEMUAN KE-8 PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN REL KULIAH PASAANA TANSPOTASI PETEMUAN KE-8 PEENCANAAN GEOMETIK JALAN EL 1. Standar Jalan el A. KETENTUAN UMUM Segala ketentuan yang berkaitan dengan jenis komponen jalan rel di dalam perencanaan geometrik

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI A. Jenis Jenis dan Bentuk Tata Letak Jalur di Stasiun Dalam merancang tata letak jalur kereta api di stasiun harus disesuaikan dengan kebutuhan, situasi dan kondisi di lapangan,

Lebih terperinci

KAJIAN GEOMETRIK JALUR GANDA DARI KM SAMPAI DENGAN KM ANTARA CIGANEA SUKATANI LINTAS BANDUNG JAKARTA

KAJIAN GEOMETRIK JALUR GANDA DARI KM SAMPAI DENGAN KM ANTARA CIGANEA SUKATANI LINTAS BANDUNG JAKARTA KAJIAN GEOMETRIK JALUR GANDA DARI KM 109+635 SAMPAI DENGAN KM 116+871 ANTARA CIGANEA SUKATANI LINTAS BANDUNG JAKARTA DOUBLE TRACK GEOMETRIC INVESTIGATION FROM KM 109+635 UNTIL KM 116+870 BETWEEN CIGANEA

Lebih terperinci

REKAYASA JALAN REL. MODUL 8 ketentuan umum jalan rel PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL

REKAYASA JALAN REL. MODUL 8 ketentuan umum jalan rel PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL REKAYASA JALAN REL MODUL 8 ketentuan umum jalan rel OUTPUT : Mahasiswa dapat menjelaskan persyaratan umum dalam desain jalan rel Mahasiswa dapat menjelaskan beberapa pengertian kecepatan kereta api terkait

Lebih terperinci

PERENCANAAN JALUR GANDA KERETA API DARI STASIUN PEKALONGAN KE STASIUN TEGAL

PERENCANAAN JALUR GANDA KERETA API DARI STASIUN PEKALONGAN KE STASIUN TEGAL TUGAS AKHIR PERENCANAAN JALUR GANDA KERETA API DARI STASIUN PEKALONGAN KE STASIUN TEGAL Diajukan untuk memenuhi persyaratan dalam menyelesaikan Pendidikan Tingkat Sarjana (S-1) pada Jurusan Teknik Sipil

Lebih terperinci

REKAYASA JALAN REL. MODUL 4 : Penambat rel dan balas PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL

REKAYASA JALAN REL. MODUL 4 : Penambat rel dan balas PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL REKAYASA JALAN REL MODUL 4 : Penambat rel dan balas OUTPUT : Mahasiswa dapat menjelaskan fungsi dari komponen penambat dan balas Mahasiswa dapat menjelaskan kelebihan dan kekurangan dari jenis penambat

Lebih terperinci

Nursyamsu Hidayat, Ph.D.

Nursyamsu Hidayat, Ph.D. Nursyamsu Hidayat, Ph.D. 1 Mengikat rel, sehingga lebar sepur terjaga Meneruskan beban dari rel ke lapisan balas Menumpu batang rel agar tidak melengkung ke bawah saat dilewati rangkaian KA 2 Kayu Beton

Lebih terperinci

Perencanaan Jalur Ganda Kereta Api Surabaya -Krian

Perencanaan Jalur Ganda Kereta Api Surabaya -Krian Perencanaan Jalur Ganda Kereta Api Surabaya - Krian DISUSUN OLEH ARIA DWIPA SUKMANA 3109100012 DOSEN PEMBIMBING BUDI RAHARDJO, ST, MT. JUDUL TUGAS AKHIR PERENCANAAN JALUR GANDA KERETA API SURABAYA - KRIAN

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. Tabel 3.1. Kelas jalan rel lebar jalan rel 1067 mm

BAB III LANDASAN TEORI. Tabel 3.1. Kelas jalan rel lebar jalan rel 1067 mm A. Struktur Jalan el BAB III LANDASAN TEOI Struktur jalan rel adalah suatu kontruksi jalan sebagai prasarana atau inrastruktur dalam struktur perjalanan kereta api, seperti yang tertuang pada Peraturan

Lebih terperinci

Geometri Jalan Rel. Nursyamsu Hidayat, Ph.D.

Geometri Jalan Rel. Nursyamsu Hidayat, Ph.D. Geometri Jalan Rel Nursyamsu Hidayat, Ph.D. Geometri Jalan Rel Meliputi bentuk dan ukuran jalan rel, pada arah memanjang-melebar, yang meliputi lebar sepur, kelandaian, lengkung horizontal dan vertikal,

Lebih terperinci

BAB X PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN REL

BAB X PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN REL BAB X PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN REL 1. TUJUAN INSTRUKSIONAL UMUM Setelah mempelajari pokok bahasan ini, mahasiswa diharapkan mampu : 1. Mengetahui kriteria yang perlu diperhatikan untuk merencanakan

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. A. Jenis Jenis dan Bentuk Tata Letak Jalur di Stasiun

BAB III LANDASAN TEORI. A. Jenis Jenis dan Bentuk Tata Letak Jalur di Stasiun BAB III LANDASAN TEORI A. Jenis Jenis dan Bentuk Tata Letak Jalur di Stasiun Tata letak jalur stasiun atau emplasemen adalah konfigurasi jalur untuk suatu tujuan tertentu, yaitu menyusun kereta atau gerbong

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI A. Jenis dan Bentuk Tata Letak Jalur di Stasiun Berdasarkan Peraturan Menteri Perhubungan No 60 Tahun 2012 tentang persyaratan teknis jalur kereta api, persyaratan tata letak, tata

Lebih terperinci

REKAYASA JALAN REL. MODUL 5 : Bantalan PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL

REKAYASA JALAN REL. MODUL 5 : Bantalan PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL REKAYASA JALAN REL MODUL 5 : Bantalan OUTPUT : Mahasiswa dapat menjelaskan fungsi bantalan dalam konstruksi jalan rel Mahasiswa dapat menjelaskan perbedaan tipe bantalan serta penggunaan yang tepat sesuai

Lebih terperinci

KOMPONEN STRUKTUR JALAN REL DAN PEMBEBANANNYA. Nursyamsu Hidayat, Ph.D.

KOMPONEN STRUKTUR JALAN REL DAN PEMBEBANANNYA. Nursyamsu Hidayat, Ph.D. KOMPONEN STRUKTUR JALAN REL DAN PEMBEBANANNYA Nursyamsu Hidayat, Ph.D. Struktur Jalan Rel Struktur Atas Struktur Bawah Struktur jalan rel adalah struktur elastis dengan pola distribusi beban yang rumit

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI A. Struktur Jalur Kereta Api

BAB III LANDASAN TEORI A. Struktur Jalur Kereta Api BAB III LANDASAN TEORI A. Struktur Jalur Kereta Api Perencanaan jalan rel merupakan suatu konstruksi yang direncanakan sebagai prasarana atau infrastruktur perjalanan kereta api. Struktur jalan rel merupakan

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI A. STRUKTUR JALAN REL Struktur jalan rel merupakan suatu konstruksi yang direncanakan sebagai prasarana atau infrastruktur perjalanan kereta api. Konsep struktur jalan rel adalah

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN A. Tinjauan Umum Desain konstruksi jalur rel kereta api harus direncanakan sesuai dengan persyaratan teknis, dengan harapan mampu memberikan desain yang optimal dan dapat dipertanggungjawabkan.

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI A. Struktur Jalan Rel Struktur jalan rel merupakan suatu konstruksi yang direncanakan sebagai prasarana atau infrastruktur perjalanan kereta api. Konsep struktur jalan rel adalah

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 56 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN PERKERETAAPIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 56 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN PERKERETAAPIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 56 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN PERKERETAAPIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI A. Kajian Pola Operasi 1. Jenis dan Kegiatan Stasiun Stasiun kereta api sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 33 Tahun 2011 tentang Jenis, Kelas, dan Kegiatan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 56 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN PERKERETAAPIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 56 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN PERKERETAAPIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 56 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN PERKERETAAPIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

PERENCANAAN JALUR GANDA KERETA API SURABAYA - KRIAN

PERENCANAAN JALUR GANDA KERETA API SURABAYA - KRIAN JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (014) 1-5 1 PERENCANAAN JALUR GANDA KERETA API SURABAYA - KRIAN Aria Dwipa Sukmana, Budi Rahardjo Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Institut

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 1998 TENTANG PRASARANA DAN SARANA KERETA API PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 1998 TENTANG PRASARANA DAN SARANA KERETA API PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 1998 TENTANG PRASARANA DAN SARANA KERETA API PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam Undang-undang Nomor 13 Tahun 1992 tentang Perkeretaapian

Lebih terperinci

Penambat. Nursyamsu Hidayat, Ph.D.

Penambat. Nursyamsu Hidayat, Ph.D. Penambat Nursyamsu Hidayat, Ph.D. Penambat rel Penambat rel adalah suatu komponen yang menambatkan rel pada bantalan sedemikian rupa sehingga kedudukan rel adalah tetap, kokoh dan tidak bergeser. Jenis

Lebih terperinci

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN 38 BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Tinjauan Umum Pada tahap kegiatan desain teknis ini, akan dilakukan analisis dan perhitungan lanjut yang lebih komprehensif dan mendalam yang ditujukan untuk melakukan

Lebih terperinci

BAB III STRUKTUR JALAN REL

BAB III STRUKTUR JALAN REL BAB III STRUKTUR JALAN REL 1. TUJUAN INSTRUKSIONAL UMUM Setelah mempelajari pokok bahasan ini, mahasiswa diharapkan mampu : 1. Mengetahui definisi, fungsi, letak dan klasifikasi struktur jalan rel dan

Lebih terperinci

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT NOMOR : SK. 516/KA. 604/DRJD/2002 TENTANG

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT NOMOR : SK. 516/KA. 604/DRJD/2002 TENTANG KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT NOMOR : SK. 516/KA. 604/DRJD/2002 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PENGGUNAAN BANTALAN BETON MONOBLOK DENGAN PROSES PRETENSION DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT Menimbang

Lebih terperinci

*35899 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 69 TAHUN 1998 (69/1998) TENTANG PRASARANA DAN SARANA KERETA API PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

*35899 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 69 TAHUN 1998 (69/1998) TENTANG PRASARANA DAN SARANA KERETA API PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Copyright (C) 2000 BPHN PP 69/1998, PRASARANA DAN SARANA KERETA API *35899 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 69 TAHUN 1998 (69/1998) TENTANG PRASARANA DAN SARANA KERETA API PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 1998 TENTANG PRASARANA DAN SARANA KERETA API PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 1998 TENTANG PRASARANA DAN SARANA KERETA API PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 1998 TENTANG PRASARANA DAN SARANA KERETA API PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa dalam Undang-undang Nomor 13 Tahun 1992 tentang Perkeretaapian

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. Bangunan atas jalan kereta api terdiri dari:

BAB III LANDASAN TEORI. Bangunan atas jalan kereta api terdiri dari: BAB III LANDASAN TEORI A. Struktur Jalan Rel Susunan jalan rel harus mengacu pada ketentuan-ketentuan yang berlaku di Perkeretaapian Indonesia. Dalam perencanaan jalan kereta api ini, akan mengacu pada

Lebih terperinci

BAB V ANALISA DAN PEMBAHASAN

BAB V ANALISA DAN PEMBAHASAN BAB V ANALISA DAN PEMBAHASAN A. Tinjauan Umum Pada tahap kegiatan desain teknis ini, akan dilakukan analisis dan perhitungan lanjut yang lebih komprehensif dan mendalam yang ditujukan untuk melakukan desain

Lebih terperinci

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Rancangan Tata Letak Jalur Stasiun Lahat

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Rancangan Tata Letak Jalur Stasiun Lahat BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Rancangan Tata Letak Jalur Stasiun Lahat 1. Kondisi Eksisting Stasiun Lahat Stasiun Lahat merupakan stasiun yang berada di Jl. Mayor Ruslan, Kelurahan Pasar Baru,

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. A. Jenis Jenis dan Bentuk Tata Letak Jalur di Stasiun

BAB III LANDASAN TEORI. A. Jenis Jenis dan Bentuk Tata Letak Jalur di Stasiun BAB III LANDASAN TEORI A. Jenis Jenis dan Bentuk Tata Letak Jalur di Stasiun Jenis stasiun menurut Peraturan Menteri Perhubungan No. 33 Tahun 2011 tentang jenis, kelas dan kegiatan di Stasiun Kereta Api.

Lebih terperinci

DAFTAR ISI HALAMAN PENGESAHAN HALAMAN PERNYATAAN KATA PENGANTAR DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN DAFTAR LAMBANG, NOTASI, DAN SINGKATAN

DAFTAR ISI HALAMAN PENGESAHAN HALAMAN PERNYATAAN KATA PENGANTAR DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN DAFTAR LAMBANG, NOTASI, DAN SINGKATAN DAFTAR ISI HALAMAN PENGESAHAN HALAMAN PERNYATAAN ABSTRAK KATA PENGANTAR DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN DAFTAR LAMBANG, NOTASI, DAN SINGKATAN i ii iii iv vii xiii xiv xvii xviii BAB

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM 52 TAHUN 2000 TENTANG JALUR KERETA API MENTERI PERHUBUNGAN,

KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM 52 TAHUN 2000 TENTANG JALUR KERETA API MENTERI PERHUBUNGAN, KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM 52 TAHUN 2000 TENTANG JALUR KERETA API MENTERI PERHUBUNGAN, Menimbang: a. bahwa dalam Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1998 tentang Prasarana dan Sarana Kereta

Lebih terperinci

PETUNJUK PRAKTIS PEMELIHARAAN RUTIN JALAN

PETUNJUK PRAKTIS PEMELIHARAAN RUTIN JALAN PEMELIHARAAN RUTIN JALAN DAN JEMBATAN PETUNJUK PRAKTIS PEMELIHARAAN RUTIN JALAN UPR. 02 UPR. 02.4 PEMELIHARAAN RUTIN TALUD & DINDING PENAHAN TANAH AGUSTUS 1992 DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM DIREKTORAT JENDERAL

Lebih terperinci

GAMBAR KONSTRUKSI JALAN

GAMBAR KONSTRUKSI JALAN 1. GAMBAR KONSTRUKSI JALAN a) Perkerasan lentur (flexible pavement), umumnya terdiri dari beberapa lapis perkerasan dan menggunakan aspal sebagai bahan pengikat. Gambar 6 Jenis Perkerasan Lentur Tanah

Lebih terperinci

BAB I KOMPONEN STRUKTUR JALAN REL DAN PEMBEBANAN NYA

BAB I KOMPONEN STRUKTUR JALAN REL DAN PEMBEBANAN NYA BAB I KOMPONEN STRUKTUR JALAN DAN PEMBEBANAN NYA 1.1 STRUKTUR JALAN Struktur jalan rel adalah struktur elastis, dengan pola distribusi beban yang cukup rumit, sebagai gambaran adalah tegangan kontak antara

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 1998 TENTANG PRASARANA DAN SARANA KERETA API PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 1998 TENTANG PRASARANA DAN SARANA KERETA API PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 1998 TENTANG PRASARANA DAN SARANA KERETA API PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam Undang-undang Nomor 13 Tahun 1992 tentang Perkeretaapian

Lebih terperinci

ANALISIS KELAYAKAN KONSTRUKSI BAGIAN ATAS JALAN REL DALAM KEGIATAN REVITALISASI JALUR KERETA API LUBUK ALUNG-KAYU TANAM (KM 39,699-KM 60,038)

ANALISIS KELAYAKAN KONSTRUKSI BAGIAN ATAS JALAN REL DALAM KEGIATAN REVITALISASI JALUR KERETA API LUBUK ALUNG-KAYU TANAM (KM 39,699-KM 60,038) ANALISIS KELAYAKAN KONSTRUKSI BAGIAN ATAS JALAN REL DALAM KEGIATAN REVITALISASI JALUR KERETA API LUBUK ALUNG-KAYU TANAM (KM 39,699-KM 60,038) Wilton Wahab 1 * dan Sicilia Afriyani 2 1 Jurusan Teknik Sipil,

Lebih terperinci

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. TINJAUAN UMUM Pada tahap kegiatan desain teknis ini, akan dilakukan analisis dan perhitungan lanjut yang lebih komprehensif dan mendalam yang ditujukan untuk melakukan

Lebih terperinci

MENTERIPERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR: KM. 43 TAHUN 2010

MENTERIPERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR: KM. 43 TAHUN 2010 MENTERIPERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR: KM. 43 TAHUN 2010 TENTANG STANDAR SPESIFIKASI TEKNIS GERBONG a. bahwa dalam Pasal 197 Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 2009

Lebih terperinci

Perencanaan Lengkung Horizontal Jalan Rel Kandangan-Rantau Provinsi Kalimantan Selatan

Perencanaan Lengkung Horizontal Jalan Rel Kandangan-Rantau Provinsi Kalimantan Selatan Rekaracana Teknik Sipil Itenas No.x Vol.xx Jurnal Online Institut Teknologi Nasional Januari 2016 Perencanaan Lengkung Horizontal Jalan Rel Kandangan-Rantau Provinsi Kalimantan Selatan NURMAN NUGRAHA 1,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Jalan Jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan, termasuk bagian pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan bagi lalu lintas yang berada

Lebih terperinci

PENGUJIAN BANTALAN BETON UNTUK TRACK JALAN KERETA API SEPUR 1435 MM MENGGUNAKAN STANDAR UJI AREMA

PENGUJIAN BANTALAN BETON UNTUK TRACK JALAN KERETA API SEPUR 1435 MM MENGGUNAKAN STANDAR UJI AREMA Pengujian Bantalan Beton untuk Track Jalan Kereta Api (Dwi Purwanto) PENGUJIAN BANTALAN BETON UNTUK TRACK JALAN KERETA API SEPUR 1435 MM MENGGUNAKAN STANDAR UJI AREMA Dwi Purwanto Abstract This paper discuss

Lebih terperinci

c) Untuk perencanaan jari-jari lengkung lingkaran dan lengkung peralihan Vrencana = Vmaks

c) Untuk perencanaan jari-jari lengkung lingkaran dan lengkung peralihan Vrencana = Vmaks BAB 1 KETENTUAN UMUM Pasal 1 Perencanaan Konstruksi Jalan Rel Lintas kereta api direncanakan untuk melewatkan berbagai jumlah angkutan barang dan/ atau penumpang dalam suatu jangka waktu tertentu. Perencanaan

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. Mesin perajang singkong dengan penggerak motor listrik 0,5 Hp mempunyai

BAB II DASAR TEORI. Mesin perajang singkong dengan penggerak motor listrik 0,5 Hp mempunyai BAB II DASAR TEORI 2.1. Prinsip Kerja Mesin Perajang Singkong. Mesin perajang singkong dengan penggerak motor listrik 0,5 Hp mempunyai beberapa komponen, diantaranya adalah piringan, pisau pengiris, poros,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. melalui tahapan tahapan kegiatan pelaksanaan pekerjaan berikut :

BAB III METODE PENELITIAN. melalui tahapan tahapan kegiatan pelaksanaan pekerjaan berikut : BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Langkah Kerja Metodologi yang digunakan dalam penulisan tugas akhir ini akan dipaparkan melalui tahapan tahapan kegiatan pelaksanaan pekerjaan berikut : MULAI DATA KONSTRUKSI

Lebih terperinci

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. TINJAUAN UMUM Pada tahap kegiatan desain teknis ini, akan dilakukan analisis dan perhitungan lanjut yang lebih komprehensif dan mendalam yang ditujukan untuk melakukan

Lebih terperinci

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Perancangan Tata Letak Jalur di Stasiun Betung

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Perancangan Tata Letak Jalur di Stasiun Betung BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Perancangan Tata Letak Jalur di Stasiun Betung Perancangan tata letak jalur kereta api (KA) Stasiun Betung tidak lepas dari gambaran umum lokasi penelitian berdasaran

Lebih terperinci

PERENCANAAN GEOMETRI JALAN REL

PERENCANAAN GEOMETRI JALAN REL PEENCANAAN GEOMETI JALAN EL Dasar prencanaan Geometri jalan rel: Kecepatan rencana dan ukuran kereta/lok yang akan melewatinya dengan memperhatikan faktor keamanan, kenyamanan, ekonomi dan keserasian dengan

Lebih terperinci

BAB II STUDI PUSTAKA

BAB II STUDI PUSTAKA 7 BAB II STUDI PUSTAKA 2.1. TINJAUAN UMUM Perencanaan konstruksi jalan rel baik jalur tunggal maupun jalur ganda harus direncanakan sedemikian rupa sehingga dapat dipertanggungjawabkan secara teknis, nonteknis

Lebih terperinci

PEKERJAAN PERAKITAN JEMBATAN RANGKA BAJA

PEKERJAAN PERAKITAN JEMBATAN RANGKA BAJA PEKERJAAN PERAKITAN JEMBATAN RANGKA BAJA 1. Umum Secara umum metode perakitan jembatan rangka baja ada empat metode, yaitu metode perancah, metode semi kantilever dan metode kantilever serta metode sistem

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Klasifikasi dan Fungsi Jalan 3.1.1 Klasifikasi Menurut Fungsi Jalan Menurut Bina Marga (1997), fungsi jalan terdiri dari : a. jalan arteri : jalan yang melayani angkutan utama

Lebih terperinci

d b = Diameter nominal batang tulangan, kawat atau strand prategang D = Beban mati atau momen dan gaya dalam yang berhubungan dengan beban mati e = Ek

d b = Diameter nominal batang tulangan, kawat atau strand prategang D = Beban mati atau momen dan gaya dalam yang berhubungan dengan beban mati e = Ek DAFTAR NOTASI A g = Luas bruto penampang (mm 2 ) A n = Luas bersih penampang (mm 2 ) A tp = Luas penampang tiang pancang (mm 2 ) A l =Luas total tulangan longitudinal yang menahan torsi (mm 2 ) A s = Luas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Supriyadi (1997) struktur pokok jembatan antara lain : Struktur jembatan atas merupakan bagian bagian jembatan yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Supriyadi (1997) struktur pokok jembatan antara lain : Struktur jembatan atas merupakan bagian bagian jembatan yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Komponen Jembatan Menurut Supriyadi (1997) struktur pokok jembatan antara lain : 1. Struktur jembatan atas Struktur jembatan atas merupakan bagian bagian jembatan yang memindahkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Faktor kemajuan teknologi saat ini bisa dikatakan berkembang dengan sangat signifikan

BAB I PENDAHULUAN. Faktor kemajuan teknologi saat ini bisa dikatakan berkembang dengan sangat signifikan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Faktor kemajuan teknologi saat ini bisa dikatakan berkembang dengan sangat signifikan sesuai dengan tuntutan kebutuhan hidup manusia. Perkembangan teknologi merambah

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2007 TENTANG PERKERETAAPIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2007 TENTANG PERKERETAAPIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, www.bpkp.go.id UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2007 TENTANG PERKERETAAPIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa transportasi mempunyai peranan

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEOI A. STUKTU JALAN EL Struktur jalan rel merupakan suatu konstruksi yang direncanakan sebagai prasarana atau infrastruktur perjalanan kereta api. Gambar 3.1 menjelaskan gambar konstruksi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Karakteristik Moda Transportasi Kereta Api Moda transportasi kereta api dalam menjalankan fungsinya sebagai salah satu moda transportasi untuk orang dan barang mempunyai karakteristik

Lebih terperinci

PENANGANAN DAERAH ALIRAN SUNGAI. Kementerian Pekerjaan Umum

PENANGANAN DAERAH ALIRAN SUNGAI. Kementerian Pekerjaan Umum PENANGANAN DAERAH ALIRAN SUNGAI Kementerian Pekerjaan Umum 1 KERUSAKAN 501 Pengendapan/Pendangkalan Pengendapan atau pendangkalan : Alur sungai menjadi sempit maka dapat mengakibatkan terjadinya afflux

Lebih terperinci

PERENCANAAN JALUR LINTASAN KERETA API DENGAN WESEL TIPE R54 PADA EMPLASEMEN STASIUN ANTARA PASURUAN - JEMBER ( KM KM ) TUGAS AKHIR

PERENCANAAN JALUR LINTASAN KERETA API DENGAN WESEL TIPE R54 PADA EMPLASEMEN STASIUN ANTARA PASURUAN - JEMBER ( KM KM ) TUGAS AKHIR PERENCANAAN JALUR LINTASAN KERETA API DENGAN WESEL TIPE R54 PADA EMPLASEMEN STASIUN ANTARA PASURUAN - JEMBER ( KM 62+976 KM 197+285 ) TUGAS AKHIR Untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam memperoleh gelar

Lebih terperinci

BAB 3 LANDASAN TEORI. perencanaan underpass yang dikerjakan dalam tugas akhir ini. Perencanaan

BAB 3 LANDASAN TEORI. perencanaan underpass yang dikerjakan dalam tugas akhir ini. Perencanaan BAB 3 LANDASAN TEORI 3.1. Geometrik Lalu Lintas Perencanan geometrik lalu lintas merupakan salah satu hal penting dalam perencanaan underpass yang dikerjakan dalam tugas akhir ini. Perencanaan geometrik

Lebih terperinci

BAB III METODE PERANCANGAN JEMBATAN RANGKA BAJA KERETA API. melakukan penelitian berdasarkan pemikiran:

BAB III METODE PERANCANGAN JEMBATAN RANGKA BAJA KERETA API. melakukan penelitian berdasarkan pemikiran: BAB III METODE PERANCANGAN JEMBATAN RANGKA BAJA KERETA API 3.1. Kerangka Berpikir Dalam melakukan penelitian dalam rangka penyusunan tugas akhir, penulis melakukan penelitian berdasarkan pemikiran: LATAR

Lebih terperinci

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian 1. Kondisi Stasiun Eksisting Stasiun Cicalengka merupakan stasiun yang berada pada lintas layanan Cicalengka-Nagreg-Lebakjero, terletak

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. meskipun istilah aliran lebih tepat untuk menyatakan arus lalu lintas dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. meskipun istilah aliran lebih tepat untuk menyatakan arus lalu lintas dan 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Arus Lalu lintas Ukuran dasar yang sering digunakan untuk mendefenisikan arus lalu lintas adalah konsentrasi aliran dan kecepatan. Aliran dan volume sering dianggap sama,

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI A. Jenis-Jenis dan Bentuk Tata Letak Jalur di Stasiun Jalur kereta api Menurut Peraturan Menteri No.33 Tahun 2011 adalah jalur yang terdiri atas rangkain petak jalan rel yang meliputi

Lebih terperinci

MACAM MACAM JEMBATAN BENTANG PENDEK

MACAM MACAM JEMBATAN BENTANG PENDEK MACAM MACAM JEMBATAN BENTANG PENDEK 1. JEMBATAN GELAGAR BAJA JALAN RAYA - UNTUK BENTANG SAMPAI DENGAN 25 m - KONSTRUKSI PEMIKUL UTAMA BERUPA BALOK MEMANJANG YANG DIPASANG SEJARAK 45 cm 100 cm. - LANTAI

Lebih terperinci

TATA CARA PELAKSANAAN BETON ASPAL CAMPURAN DINGIN DENGAN ASPAL EMULSI UNTUK PERKERASAN JALAN

TATA CARA PELAKSANAAN BETON ASPAL CAMPURAN DINGIN DENGAN ASPAL EMULSI UNTUK PERKERASAN JALAN TATA CARA PELAKSANAAN BETON ASPAL CAMPURAN DINGIN DENGAN ASPAL EMULSI UNTUK PERKERASAN JALAN BAB I DESKRIPSI 1.1. Maksud dan Tujuan 1.1.1. Maksud Tata cara ini dimaksudkan sebagai acuan dan pegangan dalam

Lebih terperinci

P E N J E L A S A N ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 72 TAHUN 2009 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN KERETA API

P E N J E L A S A N ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 72 TAHUN 2009 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN KERETA API P E N J E L A S A N ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 72 TAHUN 2009 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN KERETA API I. UMUM Perkeretaapian merupakan salah satu moda transportasi yang memiliki

Lebih terperinci

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN BAB IV METODOLOGI PENELITIAN A. Lokasi Penelitian Lokasi penelitian atau studi yang direncanakan berada di jalur kereta api Lintas Muara Enim Lahat, yaitu dimulai dari Stasiun Muara Enim (Km 396+232) sampai

Lebih terperinci

Perencanaan Geometrik & Perkerasan Jalan PENDAHULUAN

Perencanaan Geometrik & Perkerasan Jalan PENDAHULUAN PENDAHULUAN Angkutan jalan merupakan salah satu jenis angkutan, sehingga jaringan jalan semestinya ditinjau sebagai bagian dari sistem angkutan/transportasi secara keseluruhan. Moda jalan merupakan jenis

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM 61 TAHUN 1993 TENTANG RAMBU-RAMBU LALU LINTAS DI JALAN MENTERI PERHUBUNGAN,

KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM 61 TAHUN 1993 TENTANG RAMBU-RAMBU LALU LINTAS DI JALAN MENTERI PERHUBUNGAN, KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM 61 TAHUN 1993 TENTANG RAMBU-RAMBU LALU LINTAS DI JALAN MENTERI PERHUBUNGAN, Menimbang : a. bahwa dalam Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 1993 tentang Prasarana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kondisi jalan raya terjadi banyak kerusakan, polusi udara dan pemborosan bahan

BAB I PENDAHULUAN. kondisi jalan raya terjadi banyak kerusakan, polusi udara dan pemborosan bahan BAB I PENDAHULUAN 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Transportasi adalah suatu sistem yang menggerakkan orang atau barang dari suatu tempat ke tempat lainnya, menggunakan kendaraan, kereta api, pesawat

Lebih terperinci

BAB III PELAKSANAAN BATAS USIA PENSIUN PEGAWAI EKS DEPARTEMEN PERHUBUNGAN DI PT.KAI. A. Profil Singkat PT. Kereta Api Indonesia (Persero)

BAB III PELAKSANAAN BATAS USIA PENSIUN PEGAWAI EKS DEPARTEMEN PERHUBUNGAN DI PT.KAI. A. Profil Singkat PT. Kereta Api Indonesia (Persero) BAB III PELAKSANAAN BATAS USIA PENSIUN PEGAWAI EKS DEPARTEMEN PERHUBUNGAN DI PT.KAI A. Profil Singkat PT. Kereta Api Indonesia (Persero) 1. Sejarah PT. Kereta Api Indonesia (Persero) Kehadiran kereta api

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjaun Umum Jembatan adalah suatu struktur yang melintasi suatu rintangan baik rintangan alam atau buatan manusia (sungai, jurang, persimpangan, teluk dan rintangan lain) dan

Lebih terperinci

PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN REL ANTARA BANYUWANGI-SITUBONDO-PROBOLINGGO

PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN REL ANTARA BANYUWANGI-SITUBONDO-PROBOLINGGO JURNAL TEKNIK POMITS Vol., No. 1, (013) ISSN: 337-3539 (301-971 Print) 1 PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN REL ANTARA BANYUWANGI-SITUBONDO-PROBOLINGGO Rifchi Sulistia Rosadi, Anak Agung Gde Kartika Jurusan Teknik

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2007 TENTANG PERKERETAAPIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2007 TENTANG PERKERETAAPIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2007 TENTANG PERKERETAAPIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa transportasi mempunyai peranan penting dalam

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Pengertian rangka

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Pengertian rangka BAB II DASAR TEORI 2.1 Pengertian rangka Rangka adalah struktur datar yang terdiri dari sejumlah batang-batang yang disambung-sambung satu dengan yang lain pada ujungnya, sehingga membentuk suatu rangka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tabel I. 1 Data Kecelakaan Kereta Api

BAB I PENDAHULUAN. Tabel I. 1 Data Kecelakaan Kereta Api BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Sistem Transportasi nasional memiliki peranan penting dalam mendukung pembangunan nasional. Besarnya jumlah penduduk Indonesia menjadikan kebutuhan akan sistem transportasi

Lebih terperinci

PERSILANGAN ANTARA JALAN REL DENGAN JALAN RAYA

PERSILANGAN ANTARA JALAN REL DENGAN JALAN RAYA PERSILANGAN ANTARA JALAN REL DENGAN JALAN RAYA Oleh: ISMAIL (11110008) MARIANA SAFITRI (11110011) FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK SIPIL UNIVERSITAS MALAHAYATI 2013 PENDAHULUAN Persilangan antara jalan rel

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Supriyadi (1997) struktur pokok jembatan antara lain seperti

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Supriyadi (1997) struktur pokok jembatan antara lain seperti BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Komponen Jembatan Menurut Supriyadi (1997) struktur pokok jembatan antara lain seperti dibawah ini. Gambar 2.1. Komponen Jembatan 1. Struktur jembatan atas Struktur jembatan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Jembatan Jembatan adalah suatu konstruksi yang gunanya untuk meneruskan jalan melalui suatu rintangan yang berada lebih rendah. Rintangan ini biasanya jalan lain

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Kondisi Stasiun Eksisting Dalam sebuah perancangan pengembangan stasiun kereta api harus terlebih dahulu mengetahui kondisi-kondisi stasiun

Lebih terperinci

Pemindah Gigi Belakang

Pemindah Gigi Belakang (Indonesian) DM-MBRD001-04 Panduan Dealer JALANAN MTB Trekking Keliling Kota/ Sepeda Nyaman URBAN SPORT E-BIKE Pemindah Gigi Belakang SLX RD-M7000 DEORE RD-M6000 DAFTAR ISI PENGUMUMAN PENTING... 3 UNTUK

Lebih terperinci

LAPIS PONDASI AGREGAT SEMEN (CEMENT TREATED BASE / CTB)

LAPIS PONDASI AGREGAT SEMEN (CEMENT TREATED BASE / CTB) BAB V LAPIS PONDASI AGREGAT SEMEN (CEMENT TREATED BASE / CTB) 5.1. UMUM a. Lapis Pondasi Agregat Semen (Cement Treated Base / CTB) adalah Lapis Pondasi Agregat Kelas A atau Kelas B atau Kelas C yang diberi

Lebih terperinci