BAB I PENDAHULUAN. airnya mencukupi (Bardan, 2014: 34). Pemberian air berperan penting dalam

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. airnya mencukupi (Bardan, 2014: 34). Pemberian air berperan penting dalam"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pengelolaan sumberdaya air untuk pertanian perlu diperhatikan agar kinerja sektor pertanian dapat terus berjalan dengan baik. Salah satunya adalah pengelolaan kuantitas air untuk penyediaan, pengaturan, dan pembuangan air untuk menunjang pertanian sebagai antisipasi kebutuhan air di masa mendatang. Tanaman di Indonesia seperti padi, tebu, dan palawija hanya dapat hidup jika airnya mencukupi (Bardan, 2014: 34). Pemberian air berperan penting dalam pertumbuhan tanaman. Jika tanaman kekurangan air, pertumbuhannya akan terhambat. Untuk itu diperlukan pengairan buatan yang sesuai dengan kebutuhan. Pembangunan proyek irigasi adalah salah satu usaha pemerintah mengelola sumberdaya air untuk pertanian. Di seluruh dunia pelaksanaan pertanian irigasi adalah umum di daerah semi kering (Merchan dkk., 2015). Air irigasi diadakan dan diatur secara buatan untuk menunjang kegiatan pertanian. Pembangunan proyek pertanian untuk irigasi antara lain bangunan bendung di badan sungai atau bendungan serta jaringan irigasinya. Bangunan tersebut dalam perencanaan pembangunannya bisa saja mempunyai manfaat ganda. Berdasarkan tujuan pembangunannya, bangunan dapat dibedakan menjadi bangunan tujuan tunggal (single purpose) dan bangunan serbaguna (multi purpose). Bangunan tujuan tunggal dibuat untuk memenuhi satu tujuan saja, misalnya bendungan untuk Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA), irigasi, pengendalian banjir, perikanan darat atau tujuan lainnya, tetapi hanya untuk salah 1

2 satu tujuan saja. Bangunan serbaguna dibuat untuk memenuhi beberapa tujuan misalnya bendung untuk irigasi dan pengendalian dasar sungai, atau bendungan untuk pengendalian banjir, PLTA, irigasi, air minum, pariwisata, dan lain-lain (Soedibyo, 2003:3). Menurut Thoengsal (2014), istilah bendung dan bendungan sering diartikan sama, namun terdapat perbedaan dan persamaannya. bendung (weir) dan bendungan (dam) berbeda berdasarkan ukuran dan fungsinya. Kesamaan dari bendung dan bendungan yaitu keduanya merupakan bangunan air yang dibuat melintang pada badan sungai. Bendung merupakan bangunan air yang berfungsi meninggikan/ meningkatkan muka air sungai yang melewati puncak bendung atau mercu. Bendung pada dasarnya bangunan air yang dibuat melintang di atas badan sungai. Ukuran bendung jauh lebih kecil dibandingkan bendungan dan tinggi bendung umumnya kurang dari 15 meter dari dasar bendung. Fungsi dari bendung selain menaikkan muka air sungai juga berfungsi sebagai tempat pengambilan air (intake) untuk sistem irigasi persawahan, pembangkit listrik dan sebagai bangunan pengukuran debit aliran sungai (Thoengsal, 2014). Bendungan atau waduk merupakan bangunan air yang melintang pada badan sungai dengan fungsi sebagai penahan/pembendung suatu sumber air (reservoir). Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 37 tahun 2010 tentang Bendungan definisi bendungan adalah bangunan yang berupa urukan tanah, urukan batu, beton, dan/atau pasangan batu yang dibangun selain untuk menahan 2

3 dan menampung air, dapat pula dibangun untuk menahan dan menampung limbah tambang (tailing), atau menampung lumpur sehingga terbentuk waduk. Pembangunan bendung untuk irigasi dilakukan sebagai perlakuan (treatment) agar sawah pertanian mendapatkan cukup pasokan air dengan mudah. Sebagai penunjang pembangunan di bidang pertanian, tujuan utama pembangunan bendung adalah memperluas areal irigasi sehingga dapat meningkatkan intensitas tanam. Keberadaan fasilitas irigasi yang memadai ini selanjutnya akan memberikan tambahan manfaat yang akan meningkatkan hasil produksi pertanian, mengurangi biaya produksi pertanian, dan meningkatkan perekonomian masyarakat secara keseluruhan (Dumairy, 1992: 56). Beberapa lokasi di seluruh dunia menunjukkan adanya peningkatan produktivitas, stabilitas tanaman dan keragaman pada wilayah transformasi daerah tadah hujan ke daerah pertanian irigasi (Merchan dkk., 2015). Pembangunan proyek infrastruktur seperti irigasi pertanian, selain memberikan manfaat utama juga ada tambahan manfaat berupa aliran kas masuk selama waktu tertentu di masa mendatang, penghematanpenghematan maupun perbaikan atau peningkatan efisiensi. Pembangunan itu menjadi multiplier effect terhadap perekonomian (Reksohadiprodjo, 2001: 47). Gertler dkk. (2011: 3), menyatakan bahwa program pembangunan dan kebijakan pemerintah biasanya dirancang untuk mengubah kondisi yang ada menjadi lebih baik. Program pembangunan aset publik bidang pertanian oleh pemerintah diharapkan menghasilkan perubahan seperti penambahan luas area tanam, peningkatan intensitas tanam, naiknya produksi pertanian, pengurangan biaya produksi, dan sebagainya. Pembangunan ini sebagai salah satu upaya 3

4 pemerintah untuk mewujudkan kedaulatan pangan Untuk melihat apakah perubahan dicapai seperti yang diinginkan merupakan salah satu hal yang perlu dievaluasi. Evaluasi dilakukan untuk melihat dampak dari adanya program yang telah dilaksanakan. Pendekatan ini dikenal dengan evaluasi dampak (impact evaluation). Fokus perhatian evaluasi dampak adalah pada perubahan hasil (outcome) yang terjadi. Lebih lanjut Gertler dkk. (2011: 4), menjelaskan bahwa evaluasi dampak dapat digunakan sebagai bukti yang kuat dan kredibel apakah program tertentu mencapai hasil yang diingikan. Selain itu, evaluasi dampak dapat digunakan sebagai salah satu alat yang memberikan pengetahuan mengenai efektivitas program pembangunan. Evaluasi dampak digunakan untuk menilai perubahan yang terjadi dalam kesejahteraan individu yang dikaitkan karena adanya proyek, program, atau kebijakan tertentu. Perubahan yang terjadi umumnya memperkirakan dampak rata-rata bagi penerima manfaat. Dalam konteks bidang pertanian seperti pembangunan bendung untuk menunjang sistem irigasi, evaluasi dampak memperkirakan perubahan rata-rata pada penambahan luas area tanam. Salah satu metodologi yang digunakan dalam evaluasi dampak adalah difference in differences atau double difference. Metode ini adalah alat untuk mengestimasi dampak yang terjadi dengan membandingkan peserta (participants) dan bukan peserta (non participants) sebelum (before) dan sesudah (after) intervensi (Khander dkk., 2010: 72). Metode ini menghitung perbedaan antara hasil rata-rata dari daerah yang terkena program (peserta) dengan daerah yang 4

5 tidak mendapat program (bukan peserta) sebelum dan sesudah program. Hasil akhir dari metode ini berupa dampak neto. Suparmoko (2009: 9) menyatakan bahwa identifikasi dampak secara fisik akan memberikan manfaat analisis yang lebih tinggi apabila dampak tersebut dapat dinyatakan dalam nilai rupiah. Penilaian atau Valuasi ekonomi dapat dilakukan setelah evaluasi dampak suatu kegiatan dilakukan. Penilaian ini menghasilkan indikasi nilai atau rasio yang digunakan untuk menyatakan apakah suatu kebijakan atau kegiatan itu layak atau tidak layak. Hal ini menjadi alasan penting untuk melakukan penilaian karena berkaitan dengan kebijakan ekonomi makro, dan bagi keputusan alokasi faktor produksi demi efisiensi pada tingkat mikro. Untuk mendapatkan indikasi nilai ekonomi bendung, salah satu metode dalam penilaian adalah metode kapitalisasi langsung (direct capitalization method). Metode ini mengubah suatu estimasi pendapatan tahunan tunggal menjadi indikasi nilai. Pengubahan ini dilakukan dengan membagi estimasi pendapatan dengan tingkat kapitalisasi yang pantas dan tepat (Prawoto, 2003: 427). Tingkat kapitalisasi yang digunakan memperhatikan bahwa bendung adalah bangunan publik milik pemerintah yang memberikan manfaat sosial. Nilai pendapatan yang dipakai adalah besarnya pendapatan dari sektor pertanian yang bertambah seluas dampak neto pembangunan bendung. Metode difference in differences dipakai untuk menghitung dampak neto pembangunan bendung. Metode ini sebagai proxy dalam pendekatan pendapatan 5

6 untuk menghitung pendapatan dari dampak neto yang dihasilkan karena adanya bendung. Pengelolaan air untuk irigasi pertanian melalui suatu jaringan irigasi, secara teknis cukup rumit dan didasarkan pada kolektivitas serta solidaritas sosial. Sunaryo dkk. (2005: 3), menyebutkan bahwa untuk membendung air dari suatu sumber, kemudian mengalirkannya lewat parit-parit terbuka, serta membagikannya ke sawah-sawah, diperlukan disiplin dan kerjasama. Oleh karena itu, pengolahan sawah irigasi harus disertai perkembangan bentuk pemerintahan yang teratur, sekaligus mampu mengatur sistem pemberian air, pembagian tanah, dan pengelolaan panen. Bendung Sapon adalah salah satu aset publik yang membendung aliran Sungai Progo. Bendung ini terletak di Kabupaten Kulon Progo, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Bendung Sapon dibangun untuk mengembalikan fungsi layanan jaringan irigasi yang telah ada dan mengoptimalkan kebutuhan air di Kulon Progo. Pemerintahan Kabupaten Kulon Progo dalam mengelola kegiatan pertanian dan kebutuhan air irigasinya menetapkan kebijakan mengenai pola tata tanam tahunan yang dituangkan dalam Peraturan Bupati Kabupaten Kulon Progo. Peraturan ini dibuat sebagai upaya untuk mewujudkan ketahanan pangan dengan cara meningkatkan produksi pertanian dan optimalisasi pemanfaatan sumberdaya air, mengembangkan agrobisnis dengan melakukan pemerataan pemanfaatan air irigasi. 6

7 Dalam mengelola irigasi, Kabupaten Kulon Progo memiliki Pekumpulan Petani Pemakai Air (P3A) yang menjadi wadah petani pemakai air dalam suatu daerah pelayanan irigasi yang dibentuk oleh petani pemakai air sendiri secara demokratis. Beberapa P3A kemudian bergabung membentuk Gabungan P3A (GP3A) yang bersepakat dan bekerja sama memanfaatkan air irigasi dan jaringan irigasi pada satu daerah irigasi. Untuk mencapai produktivitas yang optimal disertai dengan penggunaan air, pemerintah menetapkan tata tanam tahunan menjadi 3 Musim Tanam (MT). Skema tata tanam tahunan tahun 2014 dapat dilihat pada Gambar 1.2. Sumber: Dinas Pekerjaan Umum, Perumahan dan ESDM DIY,2015 Gambar 1.1 Skema Tata Tanam DI Sapon Periode Tahun Pada Gambar 1.1, skema tanam padi dibagi menjadi 3 musim tanam yaitu MT 1 tanaman padi, MT 2 tanaman padi, dan MT 3 tanaman palawija. Daerah irigasi Bendung Sapon berada di 3 Kecamatan, yaitu Panjatan, Galur, dan Lendah. Luas sawah di daerah air irigasi dari Bendung Sapon dapat dilihat pada Tabel 1.1. Intake Sapon hanya dibuka untuk tanam padi atau pada saat MT 1 dan MT 2. Intake Sapon tidak dibuka pada saat musim tanam palawija. Penelitian ini menghitung luas sawah untuk tanam padi di daerah yang mendapat irigasi. Wilayah sawah tadah hujan dipilih sebagai counterfactual. Sawah tadah hujan digunakan sebagai kebalikan dari wilayah yang mendapatkan 7

8 manfaat irigasi dari bendung. Counterfactual ini sebagai pembanding apabila wilayah yang pada saat dievaluasi mendapat manfaat irigasi, tidak mendapatkan manfaat tersebut. Luas sawah tadah hujan di Kecamatan Panjatan, Galur, dan Lendah Kulon Progo pada Tahun 2014 dapat dilihat pada Tabel 1.2. Tabel 1.1 Luas Sawah di Daerah Irigasi Sapon Tahun 2014 Kecamatan Luas Sawah Untuk Tanam (Ha) Padi Palawija Tebu Musim Tanam I Musim Tanam 2 (MT 3) Panjatan Galur Lendah Total Sumber: Peraturan Bupati Kulon Progo No. 29, 2014 Tabel 1.2 Luas Sawah Irigasi Teknis dan Sawah Tadah Hujan di Kecamatan Panjatan, Galur, dan Lendah Tahun 2014 Kecamatan Luas Sawah Irigasi Teknis (Ha) Luas Sawah Tadah Hujan (Ha) Panjatan Galur Lendah Total Sumber: Kulon Progo Dalam Angka, 2015 Penelitian ini juga membandingkan kondisi sebelum dan sesudah program. Periode waktu sebelum bendung dibangun diambil sebagai kondisi Sebelum (before), sedangkan periode setelah bendung dibangun sebagai kondisi Setelah (after). Sebelum Bendung Sapon dibangun, telah terjadi degradasi Sungai Progo. Air tidak dapat masuk ke intake Sapon pada debit air tertentu di musim kemarau. Dengan adanya pembangunan Bendung Sapon, ketersediaan debit air untuk irigasi persawahan dapat terpenuhi sepanjang tahun. Intake Sapon dibangun pada tahun 1979 oleh proyek irigasi Kali Progo. Agar intake Sapon dapat beroperasi kembali, pada tahun 2005 dimulai pelaksanaan pembangunan Bendung Sapon. Bendung 8

9 Tahun Sapon secara resmi digunakan pada tahun Grafik debit air Bendung Sapon tahun dapat dilihat pada Gambar 1.2. Pada tahun 2010 jumlah debit air meningkat dibanding tahun-tahun sebelumnya m 3 /s Sumber: Dinas Pekerjaan Umum, Perumahan dan ESDM DIY,2015 Gambar 1.2 Grafik Debit Air Bendung Sapon Tahun Keaslian Penelitian Penelitian yang berkaitan dengan bendung maupun sistem irigasi dan sumberdaya air yang dikelola oleh pemerintah untuk mendukung sektor pertanian pernah dilakukan sebelumnya. Mulangu dan Kraybill (2015), melakukan analisis manfaat-biaya (cost-benefit analysis) pada daerah pengembangan irigasi yang dihadapkan dengan risiko perubahan iklim di Gunung Kilimanjaro, Tanzania, Afrika. Penilaian menggunakan Contingent Valuation Method (CVM) untuk menentukan kesediaan membayar petani Willingness to Pay (WTP). Data untuk dianalisis dikumpulkan dengan menggunakan survei terhadap 225 petani dari 15 desa di sekeliling Gunung Kilimanjaro. Hasilnya petani bersedia membayar antara 7 persen hingga 21 persen dari upah pertanian tahunan untuk mendapatkan irigasi. Hasil ini juga mendukung hipotesis bahwa petani dengan keyakinan risiko yang 9

10 kuat akan bersedia membayar lebih untuk akses ke perbaikan irigasi. Penelitian ini juga menemukan bahwa peningkatan pendapatan pertanian yang mungkin diperoleh dari perbaikan irigasi akan sama bersarnya dengan biaya membangun skema irigasi minimal setelah 13 tahun, cateris peribus. Michailidis dkk. (2009), menggunakan kombinasi pendekatan real options dan Discounted Cash Flow (DCF) untuk malakukan penilaian sosial-ekonomi pada rencana pembangunan proyek sistem irigasi bendungan Petrenia di Yunani Utara. Konsep real options diperluas dengan DCF untuk mengevaluasi proyek yang lebih fleksibel pada lingkungan investasi yang tidak pasti. Pendekatan ini digunakan karena adanya kelemahan pada teknik DCF tradisional seperti Net Present Value (NPV), rasio biaya-manfaat (B/C Ratio), dan Internal Rate of Return (IRR). Berdasarkan kriteria NPV, rencana pembangunan bendungan Petrenia adalah layak, sedangkan hasil analisis menggunakan kombinasi real option dan DCF menunjukkan bahwa nilai tunda meningkat sejalan dengan meningkatnya ketidakpastian yang berarti bahwa pembangunan sebaiknya ditunda sampai diperoleh informasi yang lebih baik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa mengabaikan proses real option dapat menyebabkan kesalahan yang signifikan. Merchán dkk. (2015), melakukan penilaian daerah irigasi baru di Lerma Basin, Spanyol selama 10 tahun pengairan untuk efisiensi penggunaan air dan kinerja irigasi. Penilaian dilakukan pada periode sebelum transformasi irigasi tahun ( ), selama masa transformasi ( ) dan setelah masa transformasi ( ) terhadap 55 plot pertanian dan terhadap seluruh lahan yang terairi. Hasil penelitian menunjukkan irigasi menjadi input utama air sebesar 10

11 60 persen sedangkan evapotranspirasi menyumbang output utama air sebesar 70 persen. Efisiensi irigasi mencapai 76,1 persen, sedangkan kerugian karena penguapan dan aliran angin 13,5 persen dan sebagian kecil drainasi 10,4 persen. Defisit air diperkirakan sebesar 17,8 persen. Efisiensi irigasi meningkat 1,05 persen per tahun, sementara fraksi drainase air irigasi menurun 0,95 persen per tahun. Untuk memcapai penggunaan air yang optimal dibuat desain jadwal irigasi yang memadai dengan memperhatikan tarif irigasi yang disesuaikan dengan kebutuhan tanaman dan minimalisasi penguapan serta kerugian karena aliran angin. Kinerja irigasi penting selain untuk mencegah defisit air juga untuk meningkatkan penggunaan sumberdaya air dan mengurangi dampak lingkungan di daerah irigasi. Muchara dkk. (2014), menilai air irigasi bagi petani kentang dalam skema irigasi di Sungai Mooi, Provinsi KwaZulu-Natal, Afrika Selatan. Penelitian menggunakan data primer dan sekunder untuk memperkirakan nilai air bagi petani. Metode yang diterapkan adalah residual value method untuk memperkirakan nilai air antara petani kecil yang berfokus pada tanaman kentang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai air terutama pada petani kecil, dapat mengungkapkan tingkat inefisiensi pemerintah. Hasil penelitian menggambarkan bahwa air yang disediakan secara gratis pada sebagian besar konsumen, pada umumnya akan menyebabkan distribusi air yang tidak merata, manajemen air yang buruk, dan inefisiensi pengunaan air. Nilai air yang negatif juga mengungkapkan rendahnya kinerja petani. Mekanisme cost recovery dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan untuk memperkuat kebijakan dan 11

12 mendorong partisipasi konsumen dalam pengelolaan air dan mendorong petani dalam pengelolaan air irigasi dan efisiensi penggunaan air. Widodo (2008), melakukan penelitian untuk menghitung nilai ekonomi sumberdaya air. Penelitian dilakukan pada Bendung Sungapan yang terletak di Kabupaten Pemalang, Provinsi Jawa Tengah. Data yang digunakan diambil selama periode setelah pembangunan bendung tahun pada wilayah daerah irigasi Bendung Sungapan dan daerah kering di luar wilayah irigasi bendung. Data diolah menggunakan Benefit Cost Analysis dengan metode Residual Imputation Analysis. Pengukuran nilai manfaat biaya dilakukan dengan membandingkan manfaat yang diperoleh dengan biaya yang dikeluarkan. Hasil dari penelitian adalah Bendung Sungapan selama periode telah memberikan manfaat atau keuntungan sebesar Rp ,25 per hektar per tahun kepada pemilik lahan. Nilai properti kumulatif menggunakan pendekatan pendapatan adalah Rp ,00. Isnuroso (2010), melakukan penelitian untuk menilai aset publik bendung dan irigasi. Sampel penelitian diambil pada Bendung Nambo dan irigasinya yang terletak di Kabupaten Pemalang, Provinsi Jawa Tengah. Bangunan bendung dan irigasi tergolong properti berkarakter khusus sehingga penilaiannya menggunakan Depreciated Replacement Cost (DRC) dan penyusutan fisik bangunan menggunakan metode garis lurus. Nilai tanah diperoleh menggunakan pendekatan pasar dari data transaksi tanah persawahan dan perumahan. Hasil penelitian mendapatkan kesimpulan bahwa nilai wajar aset Bendung dan Irigasi Nambo per 31 Desember 2009 sebesar Rp ,28. 12

13 Penelitian untuk menghitung nilai ekonomi bendung, sistem Irigasi maupun sumberdaya air yang dikelola oleh pemerintah untuk menunjang sektor pertanian pernah dilakukan, namun belum ditemukan penelitian mengenai valuasi ekonomi bendung atau aset publik menggunakan pendekatan pendapatan dengan metode difference in differences sebagai proxy-nya. Objek yang diteliti dalam penelitian ini adalah Bendung Sapon yang terletak di Kabupaten Kulon Progo, Provinsi DI Yogyakarta. Penelitian difokuskan pada manfaat bendung untuk irigasi sawah tanaman padi. 1.3 Rumusan Masalah Difference in differences selama ini digunakan sebagai alat untuk mengevaluasi dampak suatu proyek, program, atau kebijakan pemerintah. Evaluasi dampak digunakan untuk mengetahui apakah terjadi perubahan seperti yang diinginkan dengan adanya intervensi pemerintah tersebut. Penghitungan dengan metode difference in differences akan menghasilkan besarnya dampak neto perubahan yang terjadi. Metode ini dapat digunakan sebagai proxy pendekatan pendapatan untuk valuasi ekonomi bangunan milik pemerintah dengan menghitung besaran pendapatan dari dampak neto yang dikapitalisasi dengan tingkat diskonto tertentu. Bendung Sapon Kulon Progo adalah aset milik Pemerintah sebagai penunjang pembangunan di bidang pertanian terutama untuk irigasi. Dengan mengkapitalisasi pendapatan sektor pertanian yang dihasilkan dari dampak neto perubahan luas area irigasi tanam padi yang terjadi karena adanya Bendung Sapon, dapat diketahui besaran nilai ekonomi Bendung Sapon. 13

14 1.4 Pertanyaan Penelitian Berdasarkan uraian di atas, maka pertanyaan dalam penelitian ini adalah berapa nilai ekonomi Bendung Sapon Kulon Progo dengan mengaplikasikan metode difference in differences. Metode ini sebagai proxy pendekatan pendapatan menggunakan kapitalisasi langsung. 1.5 Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk menghitung nilai ekonomi Bendung Sapon Kulon Progo. Nilai bendung dihitung menggunakan metode difference in differences untuk menentukan dampak atau manfaat yang diterima dari adanya bendung. 1.6 Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi kepada: 1. Penilai sebagai referensi dalam melakukan valuasi ekonomi; 2. Pemerintah sebagai bahan pertimbangan untuk melakukan evaluasi dampak dan menjadi bahan pertimbangan dalam pengambilan keputusan terkait pengelolaan dan optimalisasi bendung serta sumberdaya airnya untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat; 3. Peneliti sebagai referensi untuk penelitian selanjutnya. 1.7 Sistematika Penulisan Penulisan tesis ini dibagi menjadi lima bab. Bab I Pendahuluan, berisi uraian mengenai latar belakang, keaslian penelitian, rumusan masalah, pertanyaan penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan. Bab II 14

15 Landasan Teori/Kajian Pustaka, berisi landasan teori, kajian terhadap penelitian terdahulu, dan model penelitian/kerangka penelitian. Bab III Metode Penelitian, mendiskripsikan mengenai desain penelitian, metode pengumpulan data, definisi operasional, instrument penelitian dan metode analisis data. Bab IV Analisis, berisi gambaran umum objek penelitian, deskripsi data, analisis dampak, dan pembahasan. Bab V Simpulan dan Saran terdiri dari simpulan, implikasi, keterbatasan, dan saran. 15

I. PENDAHULUAN. Jawa Barat. Daerah Irigasi Jatiluhur dibangun oleh Pemerintah Republik

I. PENDAHULUAN. Jawa Barat. Daerah Irigasi Jatiluhur dibangun oleh Pemerintah Republik 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Daerah Irigasi Jatiluhur terletak di Daerah Aliran Sungai Citarum Provinsi Jawa Barat. Daerah Irigasi Jatiluhur dibangun oleh Pemerintah Republik Indonesia pada tahun

Lebih terperinci

1. BAB I PENDAHULUAN

1. BAB I PENDAHULUAN 1. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sejalan dengan perkembangan jumlah penduduk dan meningkatnya kegiatan masyarakat mengakibatkan perubahan fungsi lingkungan yang berdampak negatif terhadap kelestarian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diwujudkan melalui keberlanjutan sistem irigasi.

BAB I PENDAHULUAN. diwujudkan melalui keberlanjutan sistem irigasi. BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Irigasi adalah usaha penyediaan dan pengaturan air untuk menunjang pertanian yang jenisnya meliputi irigasi permukaan, irigasi rawa, irigasi air bawah tanah, irigasi

Lebih terperinci

KELAYAKAN EKONOMI BENDUNGAN JRAGUNG KABUPATEN DEMAK

KELAYAKAN EKONOMI BENDUNGAN JRAGUNG KABUPATEN DEMAK Kelayakan Ekonomi Bendungan Jragung Kabupaten Demak (Kusumaningtyas dkk.) KELAYAKAN EKONOMI BENDUNGAN JRAGUNG KABUPATEN DEMAK Ari Ayu Kusumaningtyas 1, Pratikso 2, Soedarsono 2 1 Mahasiswa Program Pasca

Lebih terperinci

Pengembangan Sistem Panen Hujan dan Aliran Permukaan untuk Mengurangi Risiko Kekeringan Mendukung Ketahanan Pangan

Pengembangan Sistem Panen Hujan dan Aliran Permukaan untuk Mengurangi Risiko Kekeringan Mendukung Ketahanan Pangan Pengembangan Sistem Panen Hujan dan Aliran Permukaan untuk Mengurangi Risiko Kekeringan Mendukung Ketahanan Pangan Nani Heryani, telp.0251-8312760, hp 08129918252, heryani_nani@yahoo.com ABSTRAK Indonesia

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. di Jawa dengan wilayah tangkapan seluas ribu kilometer persegi. Curah

I. PENDAHULUAN. di Jawa dengan wilayah tangkapan seluas ribu kilometer persegi. Curah I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Daerah aliran sungai (DAS) Citarum merupakan salah satu DAS terbesar di Jawa dengan wilayah tangkapan seluas 11.44 ribu kilometer persegi. Curah hujan tahunan 3 ribu

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.3 Tujuan dan Manfaat 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Benefit Cost Ratio (BCR) 1.2 Identifikasi Masalah

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.3 Tujuan dan Manfaat 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Benefit Cost Ratio (BCR) 1.2 Identifikasi Masalah 1 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air adalah kebutuhan dasar untuk kehidupan manusia, terutama untuk digunakan sebagai air minum, memasak makanan, mencuci, mandi dan kakus. Indonesia merupakan negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kita tidak dapat dipisahkan dari senyawa kimia ini. Berdasarkan UU RI No.7

BAB I PENDAHULUAN. kita tidak dapat dipisahkan dari senyawa kimia ini. Berdasarkan UU RI No.7 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air merupakan sumber kehidupan bagi manusia. Dalam kehidupan seharihari kita tidak dapat dipisahkan dari senyawa kimia ini. Berdasarkan UU RI No.7 Tahun 2004 tentang

Lebih terperinci

Perencanaan Operasional & Pemeliharaan Jaringan Irigasi DI. Porong Kanal Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur

Perencanaan Operasional & Pemeliharaan Jaringan Irigasi DI. Porong Kanal Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur Perencanaan Operasional & Pemeliharaan Jaringan Irigasi DI. Porong Kanal Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur Latar Belakang Daerah Irigasi Porong Kanal berada di kabupaten Sidoarjo dengan luas areal baku sawah

Lebih terperinci

KERANGKA PEMIKIRAN. Pada bagian ini akan dijelaskan tentang konsep dan teori yang

KERANGKA PEMIKIRAN. Pada bagian ini akan dijelaskan tentang konsep dan teori yang III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Konseptual Pada bagian ini akan dijelaskan tentang konsep dan teori yang berhubungan dengan penelitian studi kelayakan usaha pupuk kompos pada Kelompok Tani

Lebih terperinci

VIII. KESIMPULAN, IMPLIKASI KEBIJAKAN, DAN SARAN UNTUK PENELITIAN LANJUTAN

VIII. KESIMPULAN, IMPLIKASI KEBIJAKAN, DAN SARAN UNTUK PENELITIAN LANJUTAN VIII. KESIMPULAN, IMPLIKASI KEBIJAKAN, DAN SARAN UNTUK PENELITIAN LANJUTAN 8.1. Kesimpulan Iuran irigasi berbasis komoditas dapat dirumuskan dengan memanfaatkan harga bayangan air irigasi. Dalam penelitian

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Faktor-faktor yang..., Muhammad Fauzi, FE UI, 2010.

BAB 1 PENDAHULUAN. Faktor-faktor yang..., Muhammad Fauzi, FE UI, 2010. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pasal 33 Ayat 3 Undang-Undang Dasar 1945 menyebutkan bahwa Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dan peningkatan ketahanan pangan nasional. Hasil Sensus Pertanian 1993

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dan peningkatan ketahanan pangan nasional. Hasil Sensus Pertanian 1993 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian memiliki peranan penting dalam perekonomian nasional sebagai sumber pendapatan, pembuka kesempatan kerja, pengentas kemiskinan dan peningkatan ketahanan

Lebih terperinci

ANALISIS WILLINGNESS TO PAY

ANALISIS WILLINGNESS TO PAY ANALISIS WILLINGNESS TO PAY PETANI TERHADAP PENINGKATAN PELAYANAN IRIGASI Studi Kasus Daerah Irigasi Klambu Kanan Wilalung, Kecamatan Undaan, Kabupaten Kudus, Jawa Tengah Oleh : FAHMA MINHA A14303054 PROGRAM

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. yang dikeluarkan selama produksi, input-input yang digunakan, dan benefit

METODE PENELITIAN. yang dikeluarkan selama produksi, input-input yang digunakan, dan benefit III. METODE PENELITIAN Penelitian ini bersifat kuantitatif, yang banyak membahas masalah biayabiaya yang dikeluarkan selama produksi, input-input yang digunakan, dan benefit yang diterima, serta kelayakan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 14 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANDUNG BARAT,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 14 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANDUNG BARAT, PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 14 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANDUNG BARAT, Menimbang : a. bahwa dalam rangka menyelenggarakan otonomi,

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO

BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO NOMOR : 21 TAHUN : 2009 SERI : E Menimbang : PERATURAN BUPATI KULON PROGO NOMOR 29 TAHUN 2009 TENTANG TATA TANAM TAHUNAN PERIODE 2009-2010 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO

BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO NOMOR : 28 TAHUN : 2015 PERATURAN BUPATI KULON PROGO NOMOR 28 TAHUN 2015 TENTANG TATA TANAM TAHUNAN PERIODE 2015-2016 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KULON

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. akan mempengaruhi produksi pertanian (Direktorat Pengelolaan Air, 2010).

BAB I PENDAHULUAN. akan mempengaruhi produksi pertanian (Direktorat Pengelolaan Air, 2010). BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah Air merupakan salah satu komponen penting untuk kehidupan semua makhluk hidup di bumi. Air juga merupakan kebutuhan dasar manusia yang digunakan untuk kebutuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN LATAR BELAKANG Azwar Wahirudin, 2013

BAB I PENDAHULUAN LATAR BELAKANG Azwar Wahirudin, 2013 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Kebutuhan air untuk pertanian di Indonesia merupakan hal yang sangat penting, untuk tercapainya hasil panen yang di inginkan, yang merupakan salah satu program pemerintah

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 17 TAHUN 2013 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURBALINGGA,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 17 TAHUN 2013 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURBALINGGA, PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 17 TAHUN 2013 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURBALINGGA, Menimbang : a. bahwa sektor pertanian mempunyai peran yang sangat strategis

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. penting, yakni sebagai wadah yang menampung berbagai aktivitas-aktivitas

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. penting, yakni sebagai wadah yang menampung berbagai aktivitas-aktivitas BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Dalam pengembangan suatu kota, lahan memiliki peranan yang sangat penting, yakni sebagai wadah yang menampung berbagai aktivitas-aktivitas perkotaan yang kompleks. Karakter

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pulau Jawa merupakan wilayah pusat pertumbuhan ekonomi dan industri.

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pulau Jawa merupakan wilayah pusat pertumbuhan ekonomi dan industri. I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pulau Jawa merupakan wilayah pusat pertumbuhan ekonomi dan industri. Seiring dengan semakin meningkatnya aktivitas perekonomian di suatu wilayah akan menyebabkan semakin

Lebih terperinci

IV METODOLOGI PENELITIAN

IV METODOLOGI PENELITIAN IV METODOLOGI PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di sebuah lokasi yang berada Desa Kanreapia Kecamatan Tombolo Pao, Kabupaten Gowa, Propinsi Sulawesi Selatan. Pemilihan lokasi

Lebih terperinci

ANALISA KELAYAKAN EKONOMI BENDUNGAN RANDU GUNTING KABUPATEN BLORA

ANALISA KELAYAKAN EKONOMI BENDUNGAN RANDU GUNTING KABUPATEN BLORA Analisa Kelayakan Ekonomi Bendungan Randu Gunting... (Nugroho dkk.) ANALISA KELAYAKAN EKONOMI BENDUNGAN RANDU GUNTING KABUPATEN BLORA Lalu Ardian Bagus Nugroho 1, Faiqun Ni am 2, Soedarsono 2 1 Mahasiswa

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN. Menurut Kadariah (2001), tujuan dari analisis proyek adalah :

III. KERANGKA PEMIKIRAN. Menurut Kadariah (2001), tujuan dari analisis proyek adalah : III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Analisis Kelayakan Investasi Pengertian Proyek pertanian menurut Gittinger (1986) adalah kegiatan usaha yang rumit karena penggunaan sumberdaya

Lebih terperinci

PRIORITAS AKTIVITAS PERTANIAN, INDUSTRI DAN PERTAMBANGAN DI KABUPATEN KULON PROGO TUGAS AKHIR. Oleh: B U S T A M I L2D

PRIORITAS AKTIVITAS PERTANIAN, INDUSTRI DAN PERTAMBANGAN DI KABUPATEN KULON PROGO TUGAS AKHIR. Oleh: B U S T A M I L2D PRIORITAS AKTIVITAS PERTANIAN, INDUSTRI DAN PERTAMBANGAN DI KABUPATEN KULON PROGO TUGAS AKHIR Oleh: B U S T A M I L2D 302 377 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO

Lebih terperinci

BUPATI BOYOLALI PROVINSI JAWA TENGAH

BUPATI BOYOLALI PROVINSI JAWA TENGAH BUPATI BOYOLALI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOYOLALI NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang: BUPATI BOYOLALI, a. bahwa untuk mendukung produktivitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Evaluasi Ketersediaan dan Kebutuhan Air Daerah Irigasi Namu Sira-sira.

BAB I PENDAHULUAN. Evaluasi Ketersediaan dan Kebutuhan Air Daerah Irigasi Namu Sira-sira. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ketersediaan air (dependable flow) suatu Daerah Pengaliran Sungai (DPS) relatif konstan, sebaliknya kebutuhan air bagi kepentingan manusia semakin meningkat, sehingga

Lebih terperinci

ANALISIS SUMBANGAN NILAI EKONOMIS AIR PADA KINCIR AIR IRIGASI TERHADAP PENDAPATAN PETANI DAN MASYARAKAT TANI. Oleh : ENDANG PURNAMA DEWI

ANALISIS SUMBANGAN NILAI EKONOMIS AIR PADA KINCIR AIR IRIGASI TERHADAP PENDAPATAN PETANI DAN MASYARAKAT TANI. Oleh : ENDANG PURNAMA DEWI ANALISIS SUMBANGAN NILAI EKONOMIS AIR PADA KINCIR AIR IRIGASI TERHADAP PENDAPATAN PETANI DAN MASYARAKAT TANI Oleh : ENDANG PURNAMA DEWI 07 118 033 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN UNIVERSITAS ANDALAS PADANG

Lebih terperinci

KERANGKA PEMIKIRAN. dengan membangun suatu tempat pengelolaan sampah, tetapi yang dapat

KERANGKA PEMIKIRAN. dengan membangun suatu tempat pengelolaan sampah, tetapi yang dapat III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis Sampah adalah sesuatu yang tidak berguna lagi, dibuang oleh pemiliknya atau pemakai semula (Tandjung, 1982 dalam Suprihatin et al,1999). Dibutuhkan

Lebih terperinci

EVALUASI MIKRO MAKRO PROYEK PARIWISATA DAN HOSPITALITY

EVALUASI MIKRO MAKRO PROYEK PARIWISATA DAN HOSPITALITY EVALUASI MIKRO MAKRO PROYEK PARIWISATA DAN HOSPITALITY EKONOMI WISATA Pertemuan 13 EVALUASI MIKRO-MAKRO PROYEK PARIWISATA DAN HOSPITALITY Pembahasan: Tourism Investment Appraisal Eksternalitas Pariwisata

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Waduk Saguling merupakan waduk yang di terletak di Kabupaten Bandung Barat pada ketinggian 643 m diatas permukaan laut. Saguling sendiri dibangun pada agustus 1981

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Pemanfaatan tersebut apabila

I. PENDAHULUAN. manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Pemanfaatan tersebut apabila I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumberdaya Alam dan Lingkungan (SDAL) sangat diperlukan oleh manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Pemanfaatan tersebut apabila dilakukan secara berlebihan dan tidak

Lebih terperinci

IV METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Metode Pengumpulan Data

IV METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Metode Pengumpulan Data IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan pada Laboratorium Percontohan Pabrik Mini Pusat Kajian Buah Tropika (LPPM PKBT) yang berlokasi di Tajur sebagai sumber informasi

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2010 TENTANG BENDUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2010 TENTANG BENDUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2010 TENTANG BENDUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk menyimpan air yang berlebih pada

Lebih terperinci

IV METODE PENELITIAN

IV METODE PENELITIAN IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Dian Layer Farm yang terletak di Kampung Kahuripan, Desa Sukadamai, Kecamatan Darmaga, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Pemilihan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL LEMBAR PERNYATAAN...i KERANGAN PERBAIKAN/REVISI...ii LEMBAR PENGESAHAN LAPORAN TUGAS AKHIR...iii ABSTRAK...iv UCAPAN TERIMA KASIH...v DAFTAR ISI...vi DAFTAR GAMBAR...vii DAFTAR

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN REMBANG NOMOR 9 TAHUN 2007 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI REMBANG,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN REMBANG NOMOR 9 TAHUN 2007 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI REMBANG, PERATURAN DAERAH KABUPATEN REMBANG NOMOR 9 TAHUN 2007 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI REMBANG, Menimbang : a. bahwa dalam rangka mencapai keberlanjutan sistem irigasi serta untuk

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN CILACAP PERATURAN DAERAH KABUPATEN CILACAP NOMOR 1 TAHUN 2009

PEMERINTAH KABUPATEN CILACAP PERATURAN DAERAH KABUPATEN CILACAP NOMOR 1 TAHUN 2009 PEMERINTAH KABUPATEN CILACAP PERATURAN DAERAH KABUPATEN CILACAP NOMOR 1 TAHUN 2009 DRAFT-4 TENTANG I R I G A S I DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI CILACAP, Menimbang : a. bahwa pertanian mempunyai

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2010 TENTANG BENDUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2010 TENTANG BENDUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2010 TENTANG BENDUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk menyimpan air yang berlebih pada

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BREBES NOMOR 13 TAHUN 2008 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BREBES NOMOR 13 TAHUN 2008 TENTANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BREBES Nomor : 21 Tahun : 2008 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BREBES NOMOR 13 TAHUN 2008 TENTANG I R I G A S I DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BREBES, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 29 TAHUN 2008 TENTANG I R I G A S I DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANTUL,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 29 TAHUN 2008 TENTANG I R I G A S I DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANTUL, PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 29 TAHUN 2008 TENTANG I R I G A S I DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANTUL, Menimbang : a. bahwa irigasi merupakan salah satu komponen penting pendukung

Lebih terperinci

STUDI PENGEMBANGAN PERTANIAN TANAMAN PANGAN DI KECAMATAN BEBER KABUPATEN CIREBON. A. Jaenudin Fakultas Pertanian Unswagati Cirebon

STUDI PENGEMBANGAN PERTANIAN TANAMAN PANGAN DI KECAMATAN BEBER KABUPATEN CIREBON. A. Jaenudin Fakultas Pertanian Unswagati Cirebon STUDI PENGEMBANGAN PERTANIAN TANAMAN PANGAN DI KECAMATAN BEBER KABUPATEN CIREBON Jaenudin Fakultas Pertanian Unswagati Cirebon Jurnal AGRIJATI 2 (1), April 2006 ABSTRAK Lahan pertanian dan keterbatasan

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Studi Kelayakan Proyek Proyek adalah suatu keseluruhan aktivitas yang menggunakan sumber-sumber untuk mendapatkan kemanfaatan (benefit),

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. sekarang(present value) selama horizon waktu dari tahun yang

HASIL DAN PEMBAHASAN. sekarang(present value) selama horizon waktu dari tahun yang 155 VII. HASIL DAN PEMBAHASAN 7.1 Net Social Benefit dari Fungsi Obyektif 7.1.1 Nilai Obyektif Setiap Skenario Fungsi obyektif optimal manfaat sosial bersih yang dihitung dengan nilai sekarang(present

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan yang dititikberatkan pada pertumbuhan ekonomi berimplikasi pada pemusatan perhatian pembangunan pada sektor-sektor pembangunan yang dapat memberikan kontribusi pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kuta Baru Kecamatan Tebing Tinggi, Kabupaten Serdang Bedagai terancam

BAB I PENDAHULUAN. Kuta Baru Kecamatan Tebing Tinggi, Kabupaten Serdang Bedagai terancam BAB I PENDAHULUAN 1.1. Umum Ribuan hektar areal persawahan masyarakat di Desa Paya Lombang dan Kuta Baru Kecamatan Tebing Tinggi, Kabupaten Serdang Bedagai terancam gagal panen karena jebolnya bronjong

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia terletak di zona khatulistiwa hal tersebut menyebabkan adanya

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia terletak di zona khatulistiwa hal tersebut menyebabkan adanya BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia terletak di zona khatulistiwa hal tersebut menyebabkan adanya iklim tropis serta temperaturnya yang relatif tinggi. Selain itu curah hujan yang turun cukup

Lebih terperinci

VII. RENCANA KEUANGAN

VII. RENCANA KEUANGAN VII. RENCANA KEUANGAN Rencana keuangan bertujuan untuk menentukan rencana investasi melalui perhitungan biaya dan manfaat yang diharapkan dengan membandingkan antara pengeluaran dan pendapatan. Untuk melakukan

Lebih terperinci

BAB V ANALISIS BIAYA PENGERINGAN GABAH MENGUNAKAN PENGERING RESIRKULASI

BAB V ANALISIS BIAYA PENGERINGAN GABAH MENGUNAKAN PENGERING RESIRKULASI BAB V ANALISIS BIAYA PENGERINGAN GABAH MENGUNAKAN PENGERING RESIRKULASI 5.1 PENDAHULUAN Pengembangan usaha pelayanan jasa pengeringan gabah dapat digolongkan ke dalam perencanaan suatu kegiatan untuk mendatangkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lainnya. Kebutuhan yang paling banyak memerlukan air yaitu lahan pertanian.

BAB I PENDAHULUAN. lainnya. Kebutuhan yang paling banyak memerlukan air yaitu lahan pertanian. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Air adalah sumberdaya yang sangat diperlukan bagi seluruh makhluk hidup. Manusia memanfaatkan sumberdaya air untuk dapat memenuhi berbagai kebutuhan seperti

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu penggerak utama dari roda. perekonomian. Indonesia merupakan negara agraris dimana pertanian

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu penggerak utama dari roda. perekonomian. Indonesia merupakan negara agraris dimana pertanian 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu penggerak utama dari roda perekonomian. Indonesia merupakan negara agraris dimana pertanian merupakan basis utama perekonomian nasional.

Lebih terperinci

ANALISA KELAYAKAN BANGUNAN PENGENDALI BANJIR DI DAS BENGAWAN SOLO HILIR PLANGWOT - SEDAYU LAWAS KECAMATAN BRONDONG KABUPATEN LAMONGAN JAWA TIMUR

ANALISA KELAYAKAN BANGUNAN PENGENDALI BANJIR DI DAS BENGAWAN SOLO HILIR PLANGWOT - SEDAYU LAWAS KECAMATAN BRONDONG KABUPATEN LAMONGAN JAWA TIMUR ANALISA KELAYAKAN BANGUNAN PENGENDALI BANJIR DI DAS BENGAWAN SOLO HILIR PLANGWOT - SEDAYU LAWAS KECAMATAN BRONDONG KABUPATEN LAMONGAN JAWA TIMUR JURNAL Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar

Lebih terperinci

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu 4.2. Metode Pengambilan Responden 4.3. Desain Penelitian

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu 4.2. Metode Pengambilan Responden 4.3. Desain Penelitian IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan di Desa Blendung, Kecamatan Purwadadi, Kabupaten Subang, Provinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi ini ditentukan secara sengaja (purposive)

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 15 Tahun : 2012 Seri : E

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 15 Tahun : 2012 Seri : E LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 15 Tahun : 2012 Seri : E Menimbang PERATURAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL NOMOR 24 TAHUN 2012 TENTANG IRIGASI

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO

BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO NOMOR : 31 TAHUN : 2016 PERATURAN BUPATI KULON PROGO NOMOR 29 TAHUN 2016 TENTANG TATA TANAM TAHUNAN PERIODE 2016-2017 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KULON

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIREBON

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIREBON LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 24 TAHUN 2009 SERI E. 11 PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 24 TAHUN 2009 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI CIREBON, Menimbang : a.

Lebih terperinci

KEBIJAKAN LOKASI PROGRAM PERBAIKAN IRIGASI BERDASARKAN PELUANG PENINGKATAN INDEKS PERTANAMAN (IP) 1

KEBIJAKAN LOKASI PROGRAM PERBAIKAN IRIGASI BERDASARKAN PELUANG PENINGKATAN INDEKS PERTANAMAN (IP) 1 KEBIJAKAN LOKASI PROGRAM PERBAIKAN IRIGASI BERDASARKAN PELUANG PENINGKATAN INDEKS PERTANAMAN (IP) 1 Sudi Mardianto, Ketut Kariyasa, dan Mohamad Maulana Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2010 TENTANG BENDUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2010 TENTANG BENDUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2010 TENTANG BENDUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk menyimpan air yang berlebih pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Peranan industri pertambangan batu andesit penting sekali di sektor konstruksi,

BAB I PENDAHULUAN. Peranan industri pertambangan batu andesit penting sekali di sektor konstruksi, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertambahan penduduk yang semakin pesat berdampak pada pembangunan. Peranan industri pertambangan batu andesit penting sekali di sektor konstruksi, terutama dalam pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I - 1. Resti Viratami Maretria, 2011 Perencanaan Bendung Tetap Leuwikadu Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.

BAB I PENDAHULUAN I - 1. Resti Viratami Maretria, 2011 Perencanaan Bendung Tetap Leuwikadu Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertanian dibutuhkan sekali adanya air karena air itu sesuatu mineral yang penting untuk memberi makanan cair bagi tanaman. Yang mengisi ruang- ruang dalam tanaman

Lebih terperinci

PEDOMAN TEKNIS KRITERIA DAN PERSYARATAN KAWASAN, LAHAN, DAN LAHAN CADANGAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN

PEDOMAN TEKNIS KRITERIA DAN PERSYARATAN KAWASAN, LAHAN, DAN LAHAN CADANGAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN 2012, No.205 4 LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07/Permentan/OT.140/2/2012 TENTANG PEDOMAN TEKNIS KRITERIA DAN PERSYARATAN KAWASAN, LAHAN, DAN LAHAN CADANGAN PERTANIAN, PANGAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Potensi sumber daya alam Indonesia sangat melimpah, antara lain potensi

BAB I PENDAHULUAN. Potensi sumber daya alam Indonesia sangat melimpah, antara lain potensi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Potensi sumber daya alam Indonesia sangat melimpah, antara lain potensi sumber daya alam dari kehutanan. Hasil hutan dapat dimanfaatkan sebesarbesarnya untuk kemakmuran

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO

BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO NOMOR : 29 TAHUN : 2014 PERATURAN BUPATI KULON PROGO NOMOR 29 TAHUN 2014 TENTANG TATA TANAM TAHUNAN PERIODE 2014-2015 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KULON

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. adalah mencukupi kebutuhan pangan nasional dengan meningkatkan. kemampuan berproduksi. Hal tersebut tertuang dalam RPJMN

BAB I. PENDAHULUAN. adalah mencukupi kebutuhan pangan nasional dengan meningkatkan. kemampuan berproduksi. Hal tersebut tertuang dalam RPJMN 1 BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Menurut Dillon (2009), pertanian adalah sektor yang dapat memulihkan dan mengatasi krisis ekonomi di Indonesia. Peran terbesar sektor pertanian adalah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Perumahan Hakekat pembangunan nasional adalah pembangunan manusia Indonesia seluruhnya dan pembangunan seluruh masyarakat Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoretis Kerangka pemikiran teoretis merupakan suatu penalaran peneliti yang didasarkan pada pengetahuan, teori, dalil, dan proposisi untuk menjawab suatu

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Beras merupakan makanan pokok sebagian besar penduduk Indonesia. Pada tahun 1960, Indonesia mengimpor beras sebanyak 0,6 juta ton. Impor beras mengalami peningkatan pada tahun-tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) telah memproyeksikan

BAB I PENDAHULUAN. Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) telah memproyeksikan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) telah memproyeksikan jumlah penduduk Indonesia tahun 2010-2035. Proyeksi jumlah penduduk ini berdasarkan perhitungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menggantungkan kehidupannya pada sektor pertanian.

BAB I PENDAHULUAN. menggantungkan kehidupannya pada sektor pertanian. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagai Negara agraris hampir sebagian besar penduduk Indonesia mencukupi kebutuhan hidupnya pada sektor pertanian. Demikian juga provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta

Lebih terperinci

ANALISIS KELAYAKAN INVESTASI PROYEK PERUMAHAN (Studi Kasus: Proyek Pembangunan Perumahan Griya Tegal Sari Asri Sragen)

ANALISIS KELAYAKAN INVESTASI PROYEK PERUMAHAN (Studi Kasus: Proyek Pembangunan Perumahan Griya Tegal Sari Asri Sragen) ANALISIS KELAYAKAN INVESTASI PROYEK PERUMAHAN (Studi Kasus: Proyek Pembangunan Perumahan Griya Tegal Sari Asri Sragen) TESIS Diajukan Kepada Program Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Surakarta Untuk

Lebih terperinci

IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2 Jenis dan Sumber Data 4.3 Metode Penentuan Narasumber

IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2 Jenis dan Sumber Data 4.3 Metode Penentuan Narasumber IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di peternakan milik Bapak Sarno yang bertempat di Desa Citapen, Kecamatan Ciawi, Kabupaten Bogor, Jawa barat. Pemilihan lokasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hampir semua kegiatan manusia membutuhkan air, sehingga manusia tidak bisa

BAB I PENDAHULUAN. Hampir semua kegiatan manusia membutuhkan air, sehingga manusia tidak bisa 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Air merupakan kebutuhan yang paling utama dalam kehidupan manusia. Hampir semua kegiatan manusia membutuhkan air, sehingga manusia tidak bisa hidup tanpa

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 77 TAHUN 2001 TENTANG I R I G A S I PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 77 TAHUN 2001 TENTANG I R I G A S I PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 77 TAHUN 2001 TENTANG I R I G A S I PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa perubahan sistem pemerintahan daerah sebagaimana diatur dalam Undang-undang

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan di penggilingan padi Sinar Ginanjar milik Bapak Candran di Desa Jomin Timur, Kecamatan Kota Baru, Kabupaten Karawang, Jawa Barat. Pemilihan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Bila suatu saat Waduk Jatiluhur mengalami kekeringan dan tidak lagi mampu memberikan pasokan air sebagaimana biasanya, maka dampaknya tidak saja pada wilayah pantai utara (Pantura)

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2013 NOMOR 4 SERI E

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2013 NOMOR 4 SERI E LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2013 NOMOR 4 SERI E PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANJARNEGARA, Menimbang

Lebih terperinci

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2. Jenis dan Sumber Data 4.3. Metode Pengolahan dan Analisis Data

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2. Jenis dan Sumber Data 4.3. Metode Pengolahan dan Analisis Data IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Peternakan Domba Tawakkal, yang terletak di Jalan Raya Sukabumi, Desa Cimande Hilir No.32, Kecamatan Caringin, Kabupaten

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 10 TAHUN 2011 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG IRIGASI

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 10 TAHUN 2011 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG IRIGASI LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 10 TAHUN 2011 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANDUNG, Menimbang : a. bahwa irigasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris, sehingga wajar apabila prioritas

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris, sehingga wajar apabila prioritas BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris, sehingga wajar apabila prioritas utama dalam agenda pembangunan nasional dipusatkan dibidang pertanian. Salah satu sasaran pembangunan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR : TAHUN 2008 PERATURAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR 5 TAHUN 2008 TENTANG IRIGASI BUPATI LEBAK,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR : TAHUN 2008 PERATURAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR 5 TAHUN 2008 TENTANG IRIGASI BUPATI LEBAK, LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR : TAHUN 2008 PERATURAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR 5 TAHUN 2008 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LEBAK, Menimbang a. bahwa irigasi merupakan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1. Kerangka Pemikiran Penelitian Kerangka pemikiran penelitian ini diawali dengan melihat potensi usaha yang sedang dijalankan oleh Warung Surabi yang memiliki banyak konsumen

Lebih terperinci

BUPATI SIDOARJO PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIDOARJO NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI SIDOARJO PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIDOARJO NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SIDOARJO PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIDOARJO NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SIDOARJO, Menimbang : a. bahwa irigasi sebagai salah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sampai pada kegiatan industri yang rumit sekalipun. Di bidang pertanian air atau yang

BAB I PENDAHULUAN. sampai pada kegiatan industri yang rumit sekalipun. Di bidang pertanian air atau yang 1 BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah Air sangat penting bagi kehidupan manusia, hampir semua kegiatan makhluk hidup dimuka bumi memerlukan air, mulai dari kegiatan rumah tangga sehari-hari sampai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam pengelolaan air di suatu daerah irigasi, kenyataannya seringkali terdapat pembagian air yang kurang sesuai kebutuhan air di petak-petak sawah. Pada petak yang

Lebih terperinci

VIII. ANALISIS FINANSIAL

VIII. ANALISIS FINANSIAL VIII. ANALISIS FINANSIAL Analisis finansial bertujuan untuk menghitung jumlah dana yang diperlukan dalam perencanaan suatu industri melalui perhitungan biaya dan manfaat yang diharapkan dengan membandingkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Dalam rangka untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat salah satunya adalah perlu adanya penyediaan air yang cukup. Maka perlu kiranya untuk menyeimbangkan antara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. peranan yang sangat penting dalam ketahanan nasional, mewujudkan ketahanan

BAB I PENDAHULUAN. peranan yang sangat penting dalam ketahanan nasional, mewujudkan ketahanan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sub sektor tanaman pangan sebagai bagian dari sektor pertanian memiliki peranan yang sangat penting dalam ketahanan nasional, mewujudkan ketahanan pangan, pembangunan

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kecamatan Muara Gembong, Kabupaten Bekasi. Pemilihan lokasi secara sengaja (purposive) berdasarkan pertimbangan bahwa

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian, khususnya tanaman pangan bertujuan untuk meningkatkan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian, khususnya tanaman pangan bertujuan untuk meningkatkan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Pembangunan pertanian, khususnya tanaman pangan bertujuan untuk meningkatkan produksi dan memperluas keanekaragaman hasil pertanian. Hal ini berguna untuk memenuhi

Lebih terperinci

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN BAB III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Definisi Proyek Kegiatan proyek dapat diartikan sebagai satu kegiatan sementara yang berlangsung dalam jangka waktu terbatas, dengan alokasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bergesernya pola hidup masyarakat secara global yang semakin hari

BAB I PENDAHULUAN. Bergesernya pola hidup masyarakat secara global yang semakin hari BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Bergesernya pola hidup masyarakat secara global yang semakin hari semakin menginginkan pola hidup yang sehat, membuat adanya perbedaan dalam pola konsumsi

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu 4.2. Jenis dan Sumber Data 4.3. Metode Pengumpulan Data

METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu 4.2. Jenis dan Sumber Data 4.3. Metode Pengumpulan Data IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian dilakukan di Usaha Mi Ayam Bapak Sukimin yang terletak di Ciheuleut, Kelurahan Tegal Lega, Kota Bogor. Lokasi penelitian diambil secara sengaja (purposive)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. menghambat pembangunan ekonomi atau memiskinkan masyarakat (Rufendi,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. menghambat pembangunan ekonomi atau memiskinkan masyarakat (Rufendi, 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan ekonomi sering dipertentangkan dengan konservasi sumber daya alam. Bahkan ada yang mengatakan konservasi sumber daya alam dapat menghambat pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 UMUM

BAB I PENDAHULUAN 1.1 UMUM BAB I PENDAHULUAN 1.1 UMUM Air merupakan elemen yang sangat mempengaruhi kehidupan di alam. Semua makhluk hidup sangat memerlukan air dalam perkembangan dan pertumbuhannya. Siklus hidrologi yang terjadi

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. infrastruktur dijadikan sebagai modal sosial oleh masyarakat. Semakin baik jaringan

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. infrastruktur dijadikan sebagai modal sosial oleh masyarakat. Semakin baik jaringan BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Jaringan transportasi yang merupakan infrastruktur fisik mempunyai peran yang cukup penting dalam pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi harus didukung

Lebih terperinci

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 07/Permentan/OT.140/2/2012

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 07/Permentan/OT.140/2/2012 MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 07/Permentan/OT.140/2/2012 TENTANG PEDOMAN TEKNIS KRITERIA DAN PERSYARATAN KAWASAN, LAHAN, DAN LAHAN CADANGAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KABUPATEN SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PEMERINTAH KABUPATEN SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKOHARJO, Menimbang : a. bahwa untuk mewujudkan kemanfaatan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27/PRT/M/2015 TENTANG BENDUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27/PRT/M/2015 TENTANG BENDUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27/PRT/M/2015 TENTANG BENDUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci