2. TINJAUAN PUSTAKA Model Berbasis Agen

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "2. TINJAUAN PUSTAKA Model Berbasis Agen"

Transkripsi

1 5 2. TINJAUAN PUSTAKA Model Berbasis Agen Pemodelan berbasis agen merupakan sebuah pendekatan baru untuk memodelkan sistem yang terdiri dari agen-agen otonom yang saling berinteraksi. Menurut Axelrod dan Tesfatsion (2005), metode pemodelan berbasis agen memiliki dua sifat yaitu sistem tersusun dari agen-agen yang saling berinteraksi dan sistem menunjukkan kemunculan sifat tertentu yaitu sifat yang timbul dari interaksi agen yang tidak dapat disimpulkan hanya dengan menggabungkan sifat-sifat agen. Menurut Yasik (2009), pemodelan berbasis agen adalah suatu metode yang menggunakan pendekatan dari bawah ke atas (bottom-up) untuk mendapatkan pemahaman mengenai suatu sistem dengan membangun agen yang dirancang untuk meniru secara detil atribut dan perilaku agen di alam nyata. Menurut Macal dan North (2005), akar utama pemodelan berbasis agen tersebut terletak di dalam bidang pemodelan human social behavior dan individual decision making. Pemodelan berbasis agen sebenarnya tidak sama dengan simulasi berorientasi objek, walaupun pemodelan berbasis agen memanfaatkan paradigma berorientasi objek sebagai landasan penting untuk pemodelan agen. Sedangkan jika ditinjau secara historis, pemodelan berbasis agen telah memiliki akar yang kuat di dalam bidang Multi-Agen Systems (MAS) dan robotics dari bidang Artificial Intelligence (AI). Menurut Wahono (2001), secara prinsip sebuah agen atau agen cerdas adalah sebuah perangkat lunak outonomous yang hidup, aktif, dan mampu beradaptasi secara mandiri, proaktif terhadap setiap kondisi lingkungan yang diciptakannya. Pada hakekatnya karakteristik dan atribut dari agen sebagai berikut: 1. Otonom Agen dapat melakukan tugas secara mandiri dan tidak dipengaruhi secara langsung oleh user, agen lain ataupun oleh lingkungan. Pencapaian tujuan dalam melakukan tugasnya secara mandiri, agen harus memiliki kemampuan kontrol terhadap setiap aksi yang mereka perbuat, baik aksi ke luar maupun ke dalam 2. Intelligence, Reasoning, dan Learning Setiap agen harus mempunyai standar minimum untuk bisa disebut agen, yaitu intelegensi. Konsep intelegensia, ada tiga komponen yang harus dimiliki: internal knowledge base, kemampuan reasoning berdasar pada knowledge base yang dimiliki, dan kemampuan belajar untuk beradaptasi dalam perubahan lingkungan. 3. Delegatif Agen bergerak dalam kerangka menjalankan tugas yang diperintahkan oleh user. Fenomena pendelegasian ini adalah karakteristik utama suatu program disebut agen. 4. Reaktif Karakteristik agen yang lain adalah kemampuan untuk bisa cepat beradaptasi dengan adanya perubahan informasi yang ada dalam suatu lingkungan. Lingkungan itu bisa mencakup: agen lain, user, adanya informasi dari luar, dan sebagainya. 5. Proaktif dan Berorientasi Tujuan Agen tidak hanya dituntut bisa beradaptasi terhadap perubahan lingkungan, tetapi juga harus mengambil inisiatif langkah penyelesaian apa yang harus diambil. Untuk itu agen harus didesain memiliki tujuan yang jelas, dan selalu berorientasi kepada tujuan yang diembannya.

2 6 6. Kemampuan koordinasi dan komunikasi Agen harus memiliki kemampuan berkomunikasi dengan user dan juga agen lain. 7. Mobility dan Stationary Khusus untuk mobile agent harus memiliki kemampuan yang merupakan karakteristik tertinggi yang dimiliki yaitu mobilitas. Berkebalikan dari hal tersebut adalah stationary agent. Namun demikian keduanya tetap memiliki kemampuan untuk mengirim pesan dan berkomunikasi dengan agen lain. Penggambaran agen terlihat pada Gambar 1. Lingkungan Agen - atribut - aturan prilaku - memori - sumber - pengalaman pembuatan keputusan - aturan untuk modifikasi aturan prilaku Gambar 1 Agen (Macal dan North,2005) Pemodelan berbasis agen merupakan metodologi ilmiah ketiga untuk melakukan penelitian ilmiah, sebagai tambahan untuk metodologi ilmiah tradisional yang bertumpu pada proses deduktif dan induktif (Axelrod, 1997). Konsep agen diperkenalkan pertama kali oleh Carl Hewitt (1977) dengan concurrent actor model yang menjelaskan bahwa obyek yang dia sebut actor mempunyai karakteristik autonomous, interaktif, dan bisa merespon pesan yang datang dari lain obyek sejenis (Wahono, 2001). Aktor ini kemudian disebut sebagai agen. Konsep ini kemudian berkembang pada tahun 1990 dengan titik fokus pada pemodelan internal agent secara simbolik, interaksi, koordinasi, dan komunikasi antar agen dalam kerangka multi agent system. Selanjutnya pada tahun 1990 sampai sekarang fokus penelitian mengarah kepada pengembangan teori agen, arsitektur agen dan bahasa pemrograman yang digunakan dengan knowledge based technology. Pemodelan menggunakan Sistem Multi Agen telah dilakukan sejak tahun 1996 dengan penggunaan Knowledge Query and Manipulation Language (KQML) untuk pertukaran informasi dan pengetahuan (Barbuceanu, 1996). Sistem Multi Agen tumbuh bersama seiring perkembangan kebutuhan pemodelan dan programming yang memiliki mobilitas tinggi, autonomous, memiliki komponenkomponen program yang loosely coupled, pola kegiatan usaha yang terdistribusi, dan kemampuan untuk mempelajari perilaku strategis dan dinamis (Macal dan North, 2005). Kemudian Sistem Multi Agen berkembang pula sejalan dengan perkembangan sarana dan teknologi kecerdasan buatan. Penggunaan sistem multi agen berkembang tidak hanya pada bidang engineering dan robotics, bahkan berkembang ke bidang ekonomi, dan sosial. Perkembangan penggunaan sistem multi agen karena sifatnya yang memberi keleluasaan bertindak dan berperan kepada aktor sesuai dengan kondisi yang dihadapi dan tujuan yang ingin dicapai. Sistem multi agen memungkinkan kemampuan belajar seperti halnya pendekatan neural network

3 dengan diberikan kumpulan data untuk dikuasai polanya, kemudian dapat bertindak terhadap data yang dimasukkan kemudian menggunakan prosedur atau logika yang telah diperbaharui. Happe (2004) melakukan penelitian sistem multi agen dengan mempelajari dan menyusun model berbasis agen dari perilaku para aktor perkebunan dalam perundingan harga dan biaya produk, kebijakan struktural pertanian agar sesuai dengan persyaratan Eropa. Penelitian yang sama dilakukan oleh Fang (2007) menggunakan pendekatan agen untuk pemodelan negosiasi penjual dan pembeli dalam managemen rantai pasok. Pembeli harus bernegosiasi dengan banyak calon pemasok dan harus membagi pesanannya ke beberapa pemasok yang berbeda sesuai dengan hasil negosiasi. Beberapa penelitian terakhir menunjukkan bahwa konsep agen mulai banyak digunakan dalam berbagai bidang, mulai sektor ekonomi, sosial, dan lingkungan. Penelitian North et al. (2002) menggunakan EMCAS, sebuah model simulasi berbasis agen untuk melihat pasar energi listrik di Illinois untuk menyelidiki restrukturisasi pasar, deregulasi dan memahami dampak terhadap pasar yang semakin kompetitif terhadap harga, ketersediaan dan kehandalan energi listrik. Konsep agen juga digunakan penyelesaian permasalahan manajemen rantai pasok dengan menggunakan agen untuk mewakili keanekaragaman peran dan fungsi aktor dalam sistem angkutan, bagaimana mereka berinteraksi melalui pasar dan bagaimana interaksi antara aktor yang ditetapkan di pasar melalui kontrak, biaya logistik, pemilihan jasa pengiriman pihak ketiga, dan jalur sistem baru dalam rantai pasokan dapat disimulasikan beserta skenario kebijakan yang akan diambil. (Roorda et al. 2010). Putro et al. (2009) menggunakan simulasi berbasis agen SOARS (spot oriented agent role simulator) dalam mensimulasikan interaksi dinamis antara unggas dengan aktivitas manusia dalam penyebaran flu burung di Bandung. Hasil penelitian berupa kebijakan dalam mengatasi berkembangnya wabah flu burung di Bandung. Simulasi model berbasis agen SOARS dikenalkan pertama kali oleh Tanuma et al. (2005) merupakan sebuah bahasa simulasi pemrograman untuk pemodelan berbasis agen pada ranah sosial dan organisasi. Konsep ini menurut Tanuma digunakan untuk menjembatani kesenjangan antara pendekatan fungsional dan pendekatan dari bawah (bottom up approach). Konsep SOARS dibangun dari dua komponen yaitu agen dan kedudukan agen. Masing masing komponen mempunyai beberapa variabel yang melekat pada masing masing komponen tersebut. Dua komponen dasar tersebut terlihat pada Gambar 2. 7

4 8 Aturan Aturan Variabel - Kata kunci - Nilai Numerik - Kumpulan - Daftar - Nilai Kemungkinan - Variabel lokasi - Variabel kelas Agen Lokasi Variabel - Kata kunci - Nilai Numerik - Kumpulan - Daftar - Nilai Kemungkinan - Variabel lokasi - Variabel kelas Lainnya - Tahapan - Waktu - Formulasi Matematika Gambar 2 Komponen dasar SOARS (Deguchi, 2006) Variabel-variabel yang ada pada masing-masing komponen merupakan informasi tentang keadaan agen dan tempat interaksinya, nilai riil yang ada di lapangan, desain akses antar agen dan nilai kemungkinan dari agen dan interaksinya. Tahapan simulasi model menggunakan SOARS dimulai dengan menentukan waktu kegiatan yang disebut sebagai tahapan (stage). Kemudian membagi setiap tahapan menjadi beberapa tahapan mulai dari mengidentifikasi, memproses dan memutuskan. Pembagian tahapan tersebut bisa menggunakan tahap awal, tahap utama, dan tahap akhir dari sebuah simulasi. Setiap tahapan, agen dan kedudukan agen melaksanakan aktivitas dan berperan aktif, mengikuti beberapa aturan yang telah dibuat dan digunakan. Tahapan pemodelan SOARS dapat dilihat pada Gambar 3. Langkah langkah Tahap 1 Tahap 2 Tahap Aturan Agen Aturan lokasi Aturan Agen Aturan lokasi Aturan Agen Aturan lokasi Aturan Aturan Agen Aturan Aturan Lokasi jika Lain jika Lain jika Tahap ke-n Aturan maka kondisi maka kondisi maka kondisi perintah perintah perintah Gambar 3 Tahapan model SOARS (Deguchi, 2006) Klaster Minapolitan Klaster industri merupakan penggabungan berbagai kelompok industri yang kompetitif dimana dalam proses kegiatannya saling terkait baik secara horizontal

5 maupun vertikal (EDA, 1997). Bappenas (2004) memberi batasan klaster sebagai konsentrasi geografis antara perusahaan yang saling terkait dan bekerjasama dalam hal antara lain pemasok barang, penyedia jasa, industri terkait, serta beberapa institusi pendidikan dan bidang khusus misalnya lembaga standarisasi dan lain lain sebagai pelengkap. Porter (1998) mengemukakan klaster industri sebagai konsentrasi geografis dari perusahaan-perusahaan yang saling berhubungan, penyedia jasa pendukung dan berbagai institusi yang mendukung kegiatan sebuah industri. Klaster industri memiliki beberapa komponen pengisi yang mempunyai peran masing-masing, terdapat industri inti, industri pemasok kepada pelaku industri inti, industri pendukung bagi industri inti, lembaga jasa layanan. Semua kompenen saling berhubungan secara intensif dan membentuk kerja sama antar masing masing komponen. (Bergman dan Feser, 2000). Pengembangan klaster industri memberikan manfaat ekonomi yang signifikan dan meningkatkan daya saing industri. Beberapa manfaat diantaranya adalah meningkatkan efisiensi dan produktivitas bagi perusahaan dalam sebuah klaster, disertai dengan peningkatan kemampuan inovasi yang melibatkan lembaga penelitian. Manfaat lain adalah klaster memiliki keunggulan dalam memanfaatkan aset sumber daya secara kolektif untuk mendorong diversifikasi produk dan mendorong terjadinya spesialisasi produksi sesuai dengan kompetensi inti serta mendorong transformasi keunggulan komparatif menjadi keunggulan kompetitif (Porter, 1998). Pendekatan klaster industri dalam mendukung peningkatan daya saing komoditas, tertuang dalam salah satu agenda kebijakan yang merupakan prioritas pembangunan nasional sesuai dengan UU No. 25 Tahun 2000 dan tetap menjadi agenda utama dalam pengembangan ekonomi lokal dalam Rencana pembangunan jangka Menengah Nasional tahap kedua Tahun (Bappenas, 2008). Program revitalisasi perikanan, konsep klaster industri dapat digunakan dalam meningkatkan peran sektor perikanan dalam pembangunan nasional. Konsep Klaster industri perikanan menekankan keterlibatan dan keterkaitan seluruh stakeholder dalam pengelolaan industri perikanan mulai industri hulu sampai industri hilir. Mereka terdiri dari elemen masyarakat lokal, pemerintah daerah, pihak perguruan tinggi maupun lembaga riset lainnya, investor, dan berbagai stakeholder lainnya yang terlibat secara langsung maupun tidak langsung. Minapolitan dalam Renstra Kementerian Kelautan dan Perikanan merupakan upaya percepatan pengembangan pembangunan kelautan dan perikanan yang bertujuan sebagai berikut: 1. Meningkatkan produksi perikanan, produktivitas usaha, dan meningkatkan kualitas produk kelautan dan perikanan, 2. Meningkatkan pendapatan nelayan, pembudidaya dan pengolah ikan yang adil dan merata, 3. Mengembangkan kawasan Minapolitan sebagai pusat pertumbuhan ekonomi di daerah dan sentra-sentra produksi perikanan sebagai penggerak ekonomi rakyat. Konsep Minapolitan dikuatkan melalui Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan No 18/men/2011 menyatakan Minapolitan adalah konsep pembangunan kelautan dan perikanan berbasis wilayah dengan komoditas utama produk kelautan dan perikanan. Sebagai adopsi dari Agropolitan, konsep Minapolitan didefinisikan sebagai kawasan perdesaan yang disiapkan, mempunyai kelengkapan sarana dan prasarana dalam menunjang pengembangan kawasan melalui pembentukan titik tumbuh suatu klaster 9

6 10 kegiatan perikanan dengan sistem agribisnis berkelanjutan yang meliputi produksi, pengolahan dan pemasaran, sampai jasa lingkungan sebagai sistem kemitraan di dalam satu wilayah (CPRI, 2010). Konsep Minapolitan merupakan sebuah konsep pengembangan wilayah yang didasarkan paradigma baru pembangunan berkelanjutan pada pengembangan suatu wilayah. Menurut Djakapermana (2010) pengembangan wilayah dewasa ini didasarkan pada optimasi pemanfaatan sumberdaya yang dimiliki suatu wilayah secara harmonis, serasi dan terpadu melalui pendekatan yang komprehensif mencakup aspek fisik, ekonomi, sosial, budaya dan lingkungan hidup untuk pembangunan berkelanjutan. Kawasan Minapolitan ini terdiri dari sentra-sentra produksi, perdagangan komoditas kelautan dan perikanan, jasa, perumahan, serta kegiatan lain yang terkait. Kriteria Minapolitan meliputi wilayah pesisir dan perairan daratan, yang mempunyai wilayah inti dibangunnya agroindustri pengolahan. Industri inti mengelola komoditas unggulan yang dapat mendatangkan manfaat ekonomi, bagi masyarakat maupun perusahaan dan sekaligus memberikan manfaat untuk pengembangan agroindustri secara keseluruhan. Tujuan Minapolitan dalam pedoman umum Minapolitan ditujukan untuk mendorong percepatan pengembangan wilayah melalui kegiatan perikanan sebagai kegiatan utama, meningkatkan kesejahteraan dan taraf hidup masyarakat hinterland yang dikembangkan. Pengembangan tidak saja on farm tetapi juga off farm seperti sarana perikanan dan jasa penunjang lainnya. Konsep Minapolitan dikembangkan melalui prinsip prinsip kerakyatan dan keadilan, keswadayaan, kewirausahaan dan profitabilitas, kemitraan saling memberdayakan dan prinsip keberlanjutan. Pengembangan Minapolitan harus didukung berbagai pihak mulai dari pemerintah pusat dan daerah, investor, perguruan tinggi dan lembaga riset, masyarakat lokal dan berbagai stakeholder yang terkait secara langsung maupun tidak langsung seperti terlihat pada Gambar 4. Stakeholder Perguruan Tinggi Pemasaran Pembiayaan Teknologi Dana Bergulir LKM Ventura Bank UMKM Koperasi Kelompok Petani Ikan / Petambak Petambak Petambak Petambak Pemberdayaan Masyarakat/ Pendampingan Gambar 4 Konsep pengembangan Minapolitan (CPRI,2010)

7 Konsep pengembangan Minapolitan yang digagas CPRI lebih menekankan bagaimana pemberdayaan kelompok petambak dalam usaha meningkatkan produksi perikanan. Hal ini memang menjadi focus pengembangan, namun demikian hal penting yang perlu menjadi perhatian adalah kelompok pedagang di kawasan Minapolitan yang kurang mendapatkan perhatian dalam skema pengembangan. Kelompok pedagang mempunyai peranan yang penting dalam menyalurkan produksi udang petambak ke agroindustri udang sebagai industri inti dalam kawasan Minapolitan. Pengembangan tanpa memperhatikan keberadaan pedagang tentunya akan mengakibatkan terganggunya sistem rantai pasokan dalam kawasan Minapolitan. Karena itu perlunya perhatian lebih dalam pengembangan Minapolitan, sehingga nantinya diharapkan sistem rantai pasokan dapat berjalan lebih optimal. 11 Manajemen Rantai Pasok (Supply Chain Management) Menurut Simchi-Levi et al. (2000) manajemen rantai pasok adalah sebuah pendekatan yang dipakai untuk mengintegrasikan aktivitas supplier, pabrikan, pergudangan dan konsumen. Integrasi tersebut agar produk dan jasa yang dihasilkan dapat didistribusikan dengan jumlah, tempat dan waktu yang tepat. Tujuan akhir adalah meminimalkan keseluruhan biaya dan meningkatkan kualitas pelayanan kepada konsumen. Terdapat tiga jenis aliran dalam sistem rantai pasok yaitu aliran barang, aliran uang dan aliran informasi. Aliran barang berawal dari penghasil barang menuju ke konsumen, aliran uang merupakan kebalikan dari aliran barang yaitu dari konsumen ke penghasil barang. Aliran informasi dalam sistem rantai pasok bisa terjadi dua arah, dari produsen ke konsumen dan sebaliknya. Gambaran aliran dalam sistem rantai pasok ditunjukkan pada Gambar 5. Aliran Informasi Tambak Udang Pedagang Industri pengolahan Pasar Konsumen Aliran Kebutuhan / Uang Aliran Pasokan Gambar 5 Aliran rantai pasok Salah satu faktor kunci dalam meningkatkan performa sistem rantai pasok adalah aliran informasi tentang produk yang dibutuhkan oleh konsumen. Kecepatan aliran informasi sangat menentukan tingkat efektifitas proses pengadaan barang dan jasa. Pertukaran data dan informasi yang akurat dan cepat hanya bisa difasilitasi oleh penggunaan informasi teknologi yang terintegrasi dari mulai pabrikan, supplier, transporter, sampai dengan konsumen. Menurut Austin (1981) agroindustri adalah pusat dari rantai pertanian yang penting. Agroindustri membutuhkan pasokan bahan baku yang berkualitas dan

8 12 jumlah yang sesuai dengan kebutuhan. Menurut Brown (1994) untuk mendapatkan pasokan bahan baku kualitas maka diperlukan standar dasar komoditas, sedangkan kuantitas pasokan perlu memperhatikan produktivitas tanaman. Setiap perusahaan diposisikan dalam sebuah lapisan jejaring dan keterlibatan minimal satu rantai pasok, sehingga bisa dalam satu waktu terjadi proses pararel dan sekuensial (Vorst, 2004). Gambar 6 merupakan aliran bahan di setiap tingkatan rantai pasok dalam konteks jejaring rantai pasok pertanian menyeluruh. Agroindustri Pemangku Kepentingan lainnya Pedagang Besar Pedagang Kecil Gambar 6 Skema rantai pasok pertanian (Vorst, 2004) Petambak Menurut Heizer dan Render (2001), sebuah perusahaan harus memutuskan strategi rantai pasokan dalam memenuhi kebutuhan produksinya. Strategi pertama adalah negosiasi dengan banyak pemasok dan memainkan satu pemasok dengan yang lainnya. Strategi yang kedua adalah mengembangkan hubungan jangka panjang bekerja sama dengan sedikit pemasok yang akan bekerja sama dengan pembeli untuk memuaskan pelanggan akhir. Strategi yang ketiga adalah integrasi vertikal, dimana perusahaan dapat memutuskan untuk menggunakan integrasi vertikal ke belakang dengan membeli pemasoknya. Strategi yang keempat adalah kombinasi beberapa pemasok dan integrasi vertikal, dimana pemasok menjadi bagian koalisi perusahaan. Terakhir, strategi kelima adalah mengembangkan perusahaan-perusahaan maya. Ballou (2004) menambahkan pendekatan yang inovatif dalam strategi rantai pasokan dapat memberikan keunggulan kompetitif pada perusahaan. Porter (1980) menyatakan bahwa persaingan dapat dipandang sebagai pengelolaan sumberdaya sedemikian rupa sehingga melampaui kinerja kompetitor. Untuk melaksanakannya, perusahaan perlu memiliki keunggulan kompetitif yang merupakan jantung kinerja perusahaan dalam sebuah pasar yang semakin kompetitif. Keunggulan kompetitif akan dapat dicapai bila perusahaan mampu memberikan customer value yang lebih tinggi dari kompetitor untuk biaya yang sama atau customer value yang sama untuk biaya yang lebih rendah. Analisa rantai pasok erat kaitannya dengan rantai nilai komoditas. Rantai nilai merupakan sebuah rangkaian kegiatan untuk mengubah bahan baku menjadi barang jadi yang memiliki nilai tambah bagi pelanggan. Analisis rantai nilai sangat bermanfaat untuk menciptakan keunggulan kompetitif dalam kondisi persaingan yang semakin ketat, karena rantai nilai mengidentifikasi hubungan internal dan eksternal sehingga dapat membantu perusahaan dalam mencapai keunggulan biaya

9 maupun dengan strategi diferensiasi. Jadi esensi analisis rantai nilai adalah menentukan secara tepat dimana segmen perusahaan dalam rantai mulai dari desain sampai dengan distribusi. Identifikasi sumber-sumber dan potensi keunggulan kompetitif bagi suatu perusahaan, diperlukan suatu alat analisis yang disebut konsep rantai nilai (Porter, 1985). Analisa rantai nilai perusahaan dapat menentukan dan mengidentifikasi hubungan yang terdapat dalam perusahaan, baik hubungan eksternal maupun hubungan internal. Hubungan internal akan menjaga keterkaitan antara aktivitasaktivitas yang dilakukan oleh perusahaan sebagai bagian dari rantai nilai, sedangkan hubungan eksternal akan menjaga keterkaitan antara aktivitas yang dilakukan oleh perusahaan dengan pemasok dan konsumennya. Porter (1993) membagi aktivitasaktivitas kedalam dua kategori. Pertama adalah aktivitas primer, merupakan aktivitas yang berkaitan dengan penciptaan fisik produk, penjualan dan distribusin serta layanan purnajual. Aktivitas ini terdiri dari inbound logistics, kegiatan operasi, outbound logistics, pemasaran dan penjualan serta pelayanan. Kedua adalah aktivitas pendukung, merupakan aktivitas yang menyediakan dukungan bagi berlangsungnya aktivitas primer. Aktivitas ini terdiri dari pengadaan dan pembelian, pengembangan teknologi, manajemen sumber daya manusia) dan infrastruktur perusahaan. 13 Agroindustri Udang Berkelanjutan Keberlanjutan adalah suatu keadaan berkesinambungan dimana kegunaan yang diperoleh dari suatu obyek atau sumberdaya pada masa mendatang tidak berkurang dibandingkan saat ini (Fauzi, 2006). Keberlanjutan merupakan permasalahan yang kompleks karena mencakup berbagai aspek atau dimensi keberlanjutan, seperti dimensi sosial, ekonomi dan lingkungan (Hall, 2002). Penilaian keberlanjutan yang hanya menitikberatkan pada salah satu dimensi saja ternyata menyebabkan ketimpangan dan berdampak buruk pada dimensi lainnya. Sebagai contoh, kemajuan industri dan pembangunan yang sangat pesat pada pertengahan abad ke-20 dibanyak negara di dunia, telah memberikan keuntungan finansial dan ekonomi yang sangat besar, justru berdampak terhadap pencemaran lingkungan dan pengurasan sumberdaya alam sehingga berpengaruh buruk terhadap berlangsungnya industri itu sendiri, lingkungan dan sumberdaya yang dirasakan pada tahun 1980-an (Glavic dan Krajnc, 2003). Soekartawi (2002) menyatakan bahwa keberlanjutan mencakup tiga dimensi yaitu ekonomi, sumberdaya dan sosial. Agroindustri berkelanjutan jika secara ekonomi mempunyai produktivitas dan keuntungan yang dapat ditingkatkan dalam waktu yang relatif lama (nacessary) sehingga dapat mencukupi kebutuhan masa sekarang dan akan datang. Agroindustri berkelanjutan berkaitan dengan terjaganya sumberdaya atas ketersediaan bahan baku yang lestari (sufficient) dan peduli terhadap lingkungan dengan meminimalkan dampak negatif terhadap lingkungan. Paradigma pembangunan berkelanjutan mengandung tiga dimensi utama meliputi dimensi ekonomi, ekologi dan sosial. Suatu kawasan pembangunan secara ekonomi berkelanjutan jika kawasan tersebut mampu menghasilkan barang dan jasa secara berkesinambungan, menghindarkan ketidakseimbangan ekstrim antar sektor yang dapat mengakibatkan kehancuran produksi sektor primer, sektor sekunder, dan sektor tersier. Dimensi ekologi dapat dikatakan berkelanjutan jika sumberdaya

10 14 alamnya dapat dipelihara secara stabil, tidak terjadi eksploitasi berlebihan, tidak terjadi pembuangan limbah yang melampaui batas asimilasi lingkungan. Dimensi ekologi pada pemanfaatan sumberdaya yang tidak dapat diperbaharui dikatakan berkelanjutan jika diiringi dengan upaya pengembangan bahan subtitusinya secara memadai. Suatu kawasan secara sosial dikatakan berkelanjutan apabila seluruh kebutuhan dasar bagi semua penduduk terpenuhi, terjadi distribusi pendapatan, terbukanya kesempatan berusaha secara adil, kesetaraan gender, dan terdapatnya akuntabilitas serta partisipasi politik (Dahuri, 2003). Konsep keberlanjutan dalam konteks industri, dapat ditetapkan untuk industri sebagai bagian dari strategi bisnis untuk mencapai keberhasilan perusahaan dalam jangka panjang. Terminologi pembangunan berkelanjutan saat ini, semakin berkembang seiring dengan peningkatan kesadaran terhadap arti penting keberlanjutan. Ometto et al. (2007) mengembangkan sistem simbiosis agroindustri gula tebu dengan menggunakan dimensi ekonomi, sosial, lingkungan, prosedur operasional, serta politik dan kelembagaan sebagai upaya meningkatkan keberlanjutan agroindustri gula. Dimensi lingkungan seperti penggunaan energi, air dan limbah, dimensi sosial meliputi persamaan hak, etika perdagangan, dan dimensi ekonomi meliputi keahlian tenaga keja, dan inovasi berbasis pengetahuan digunakan oleh Defra (2006) sebagai langkah untuk strategi keberlanjutan industri pangan. Komoditas udang Indonesia pernah mencatat masa keemasan sekitar tahun 1980 an, ditandai dengan komoditas udang windu menjadi primadona ekspor yang menyumbang 15 persen dari total ekspor nonmigas. Pada tahun 1985 sampai 1988, misalnya, terjadi kenaikan ekspor udang dari ton senilai 202,3 juta dollar AS menjadi ton senilai 499,85 juta dollar AS. Produksi udang Indonesia mencapai 410 ribu ton di tahun 2008 dengan total nilai Rp10 triliun. Namun demikian, puncak produksi udang tidak diikuti dengan upaya mempertahankan mutu induk, perbaikan kualitas tambak, dan daya dukung lingkungan sehingga pada tahun 2009 produksi udang nasional sekitar 350 ton, produksi ini menurun dari target yang telah di tetapkan sebesar 540 ton (Nurdjana, 2010). Penurunan produksi udang mengakibatkan beberapa perusahaan pengolahan udang berhenti beroperasi. Sejak awal tahun 2009, jumlah perusahaan pengolahan udang di Indonesia yang masih beroperasi telah menurun drastis hingga kurang dari 50% dari jumlah semula. Sebagai gambaran di wilayah Sulawesi Selatan pada tahun 2006 terdapat 13 perusahaan pengolahan sedangkan saat ini hanya tersisa 6 perusahaan. Hal yang sama terjadi di wilayah Jawa Timur dimana industri pengolahan yang sebelumnya berjumlah 35 di tahun 2006, saat ini hanya sekitar 16 perusahaan yang masih aktif. Di samping jumlah perusahaan yang berkurang drastis, produksi yang dihasilkan oleh setiap perusahaan pun semakin berkurang sehingga hanya % dari kapasitas terpasang. Saat ini sebagian besar industri hanya bisa mengolah 3-5 ton udang per hari atau sekitar 1000 ton per tahun (Ilman, 2010). Berbagai upaya telah banyak dilakukan baik oleh pemerintah maupun oleh pihak swasta untuk meningkatkan produksi udang. Salah satu upaya yang ditempuh adalah dengan mengusahakan jenis udang baru yang dianggap memiliki peluang pasar ekspor, cepat tumbuh dan tahan terhadap penyakit. Adanya udang jenis baru dan budidaya udang dalam tambak intensif dapat meningkatkan harapan peningkatan produksi udang. Hampel dan Winther (1997) menyatakan bahwa budidaya udang di tambak dapat dilakukan dengan beberapa sistem yaitu ekstensif (tradisional), semi intensif dan intensif, bahkan akhir-akhir ini berkembang sistem super intensif.

11 Perbedaan dari setiap sistem tersebut terletak pada padat penebaran, pola pemberian pakan dan sistem pengelolaan air dan lingkungan. Hingga saat ini tidak terdapat data resmi yang jelas mengenai luas lahan yang masih aktif beroperasi dan teknologi pengelolaannya. Berdasarkan hasil pemantauan WIIP (Wetlands International Indonesia Programme) ke wilayah-wilayah Sumatera, Jawa, Kalimantan, dan Sulawesi, diperkirakan sekitar 70 persen luasan pertambakan nasional dikelola secara ekstensif. Tambak-tambak ini umumnya tersebar disepanjang pesisir timur Sumatera, pesisir utara Jawa, pesisir Sulawesi selatan, dan pesisir timur Kalimantan. Tambak-tambak dengan teknologi ekstensif menghasilkan panen dalam jumlah yang sangat kecil, antara kg/ha/musim (Ilman, 2010). 15 Kelembagaan Permodalan Lembaga permodalan sering dipandang sebagai kelembagaan pendukung agribisnis yang strategis, mengingat satu kelemahan utama petambak saat ini adalah kurang kuat dalam permodalan karena keterbatasan akses ke lembaga permodalan baik itu akses informasi, tempat dan pengetahuan. Dengan kondisi seperti ini, proses adopsi inovasi teknis berjalan kurang optimal karena ketidakmampuan petambak dalam permodalan. Kondisi di lapang menunjukkan bahwa pada dasarnya petambak mempunyai kemampuan dan kemauan untuk menabung, namun petambak tidak mempunyai sistem dan mekanisme yang rapi untuk membangun modal sendiri. Padahal potensi untuk melakukan aktivitas menabung tinggi, terlihat dengan seringnya petambak ikut iuran atau arisan pada komunitas dan acara tertentu. Dengan demikian petambak sebenarnya mempunyai kapasitas untuk menyisihkan hasil usaha mereka. Lembaga Keuangan Mikro (LKM) didefiniskan sebagai lembaga yang melakukan kegiatan penyediaan jasa keuangan kepada pengusaha kecil dan mikro serta masyarakat desa yang tidak terlayani oleh Lembaga Keuangan formal. Saat ini sudah berkembang banyak lembaga keuangan mikro yang dikelola oleh perbankan, pemerintah dan swasta. Banyaknya jenis lembaga keuangan mikro yang tumbuh dan berkembang di Indonesia menunjukkan bahwa lembaga keuangan mikro sangat dibutuhkan oleh masyarakat, terutama kelompok masyarakat berpenghasilan rendah dan tidak terjangkau oleh lembaga keuangan formal. Keberadaan lembaga ini telah mengubah dinamika masyarakat dimana lembaga ini telah menumbuhkan minat masyarakat di pedesaan untuk berusaha atau menumbuhkan pengusaha-pengusaha kecil di pedesaan. Keberadaan lembaga keuangan mikro diharapkan mampu mencakup dua profil sekaligus, yaitu antara institusi sosial yang berpihak kepada masyarakat miskin tanpa memandang bankable atau tidak, dan institusi komersial yang memperhatikan efisiensi serta efektifitas dalam penyaluran dana keuangannya. Meski berperan sebagai institusi sosial, LKM dapat menjadi institusi komersial dengan cara meminimisasi biaya transaksi dan dengan bantuan kelompok swadaya masyarakat dalam mengkoordinir anggotanya. Faktor kedekatan dengan pihak nasabah dan fleksibilitas aturan, menyebabkan biaya operasional dapat ditekan. Lembaga keuangan mikro telah lama menjadi sarana yang efektif untuk mengembangkan ekonomi rakyat dan memberdayakan rakyat kecil. Keberadaan LKM tersebut ditujukan untuk memenuhi kebutuhan modal dan kebutuhan pelayanan keuangan lain bagi ekonomi rakyat yang terbiasa menggunakan metoda dan prosedur sesuai

12 16 kebutuhannya. Keuangan mikro merupakan pendekatan terbaik dalam menanggulangi kemiskinan, karena dapat berfungsi sebagai lembaga yang menyediakan berbagai jasa keuangan, baik untuk kegiatan produktif untuk kegiatan usaha mikro, maupun untuk kegiatan konsumtif keluarga masyarakat miskin tersebut. Pengembangan LKM diharapkan mampu membantu memecahkan masalah permodalan UMKM yang sebenarnya juga terbentur masalah permodalan. Belum adanya jaringan antara LKM dengan institusi keuangan lainnya menjadi salah satu sebab sulitnya LKM mengembangkan diri. Salah satu pengembangan lembaga permodalan adalah dengan menggabungkan berbagai institusi dalam menopang permodalan dalam LKM, CPRI (2010) mengembangkan model lembaga permodalan yang investasinya merupakan gabungan modal (Blending Financing, Gambar 7) yang dapatkan dari lembaga lembaga permodalan pemerintah seperti PEMP, PNPM, LBDP, perbankkan misalnya KUR Mikro, KKP-E, investor dari perusahaan melalui CSR nya (Corporate Sosial Responsibility), dan dukungan dana dari masyarakat sebagai pelaku bisnis. Dukungan dari semua pihak yang terlibat ini diharapkan usaha untuk mengembangkan dan memajukan usaha yang didanai dari lembaga permodalan yang dibentuk dapat tercapai. Berkembangnya usaha nantinya, diharapkan masyarakat merasakan manfaat pembangunan, akan menumbuhkan rasa memiliki pada setiap pembangunan yang ada, sehingga keberlanjutan program pembangunan akan lebih terjamin. USAHA MIKRO PERIKANAN Individu Petani Ikan Kelompok Petani Ikan Koperasi Petani Ikan produk Capacity building Agroindustri/ Industri kredit pembiayaan Lembaga Pendampingan kredit Infrastruktur LKM PEMP Kem. Kelautan dan Perikanan PEMDA CSR Swasta BANK Gambar 7 Blending financing (CPRI, 2010) Pemodelan dan Simulasi Model adalah suatu bentuk yang dibuat untuk menirukan suatu gejala atau proses (Sushill, 1993). Menurut Eriyatno (1999) model didefinisikan sebagai suatu perwakilan atau abstraksi dari sebuah obyek atau situasi aktual. Model memperlihatkan hubungan-hubungan langsung maupun tidak langsung serta kaitan timbal balik dalam istilah sebab-akibat. Salah satu dasar utama untuk mengembangkan model adalah untuk menemukan peubah-peubah yang penting dan tepat. Penemuan peubah tersebut erat hubungannya dengan pengkajian hubungan-

13 hubungan yang terdapat diantara peubah-peubah. Formulasi model bertujuan untuk mendapatkan model logis yang dapat merepresentasikan sistem nyata. Pemodelan merupakan alat uji sistem yang dikembangkan untuk memudahkan mempelajari perilaku suatu sistem. Asyiawati (2002) menjelaskan secara rinci tujuan pemodelan adalah sebagai berikut : 1 Mempelajari gejala-gejala tertentu yang belum ada landasan teorinya. 2 Memecahkan persoalan matematik dari suatu gejala. 3 Mencari hubungan antara dua teori yang tidak berkaitan, dengan menggunakan salah satu teori yang lain atau dengan membuat satu model untuk kedua teori tersebut. 4 Melakukan generalisasi terhadap suatu teori tertentu. 5 Memperjelas teori tentang gejala-gejala tertentu. 6 Mempelajari sistem yang terlampau kecil, terlampau besar atau terlampau berbahaya jika dilakukan eksperimen langsung. 7 Untuk menjembatani kesenjangan antara gagasan yang terlalu abstrak dengan pengamatan nyata atau realitas faktual. Model dapat dibedakan menjadi banyak katagori, tergantung dari jenis, dimensi, fungsi, tujuan pokok pengkajian maupun derajat keabstrakannya. Menurut jenisnya model terdiri dari model fisik, diagramatik maupun matematik. Menurut Sushill (1993), pengkatagorian model berdasarkan teknik pemodelannya dapat dikelompokkan atas : 1 Model stokastik, yaitu model yang didasarkan atas teori peluang dan didukung oleh data dan informasi historis yang tidak menentu (uncertainly) untuk melihat peluang di masa mendatang. 2 Model deterministik, yaitu model yang mengasumsikan parameter dari hubungan persamaan ataupun pertidaksamaan secara pasti atau ditentukan untuk melihat tujuan dalam bentuk fungsi matematik. Model yang telah dibuat kemudian dilakukan simulasi dan validasi. Simulasi dapat diartikan sebagai suatu sistem yang digunakan untuk memecahkan atau menguraikan persoalan-persoalan dalam kehidupan nyata yang penuh dengan ketidakpastian. Simulasi yang dijalankan lebih ditekankan pada pemakaian komputer untuk mendapatkan solusinya (Kakiay, 2004). Sushill (1993) selanjutnya menyatakan bahwa simulasi bertujuan untuk memahami gejala atau proses, membuat analisis dan peramalan perilaku gejala atau proses tersebut dimasa depan. Menurut Render dan Stair (1994) simulasi merupakan alat analisis yang secara luas telah banyak digunakan oleh pengambil keputusan dengan berbagai alasan. Simulasi mempunyai beberapa keuntungan sebagai berikut : 1 Simulasi merupakan alat analisis yang efisien dan flekibel. 2 Dapat digunakan untuk menganalisis model-model quantitatif yang kompleks dan rumit yang tidak dapat diselesaikan dengan menggunakan metode analitik. 3 Menghemat waktu dan sumberdaya karena dilakukan dengan komputer dan menggunakan model dan tidak berhubungan langsung dengan dunia nyata. 4 Simulasi dapat digunakan untuk melakukan studi pengaruh beberapa variabel untuk menetapkan yang mana variabel yang paling berpengaruh atau penting. 5 Simulasi memungkinkan penggunaan skenario-skenario yang atraktif sehingga membantu memberikan alternatif keputusan. 6 Dapat dilakukan berulang-ulang dengan mengubah variabelnya sehingga perilaku sistem pada berbagai keadaan dapat diketahui. 17

14 18 Validasi merupakan penyimpulan apakah model sistem tersebut merupakan perwakilan yang sah dari realitas yang dikaji dimana dapat dihasilkan suatu kesimpulan yang meyakinkan. Validasi merupakan suatu proses yang iteratif yang berupa pengujian-pengujian sebagai proses penyempurnaan model. Hasil validasi akan menimbulkan proses perbaikan dan reformulasi model (Sushill, 1993). Penelitian Terdahulu dan Posisi Strategis Penelitian Penelitian Terdahulu Pendekatan berbasis agen telah banyak digunakan dalam beberapa penelitian baik di dalam negeri maupun di luar negeri dalam menyelesaikan sebuah permasalahan. Beberapa kajian penelitian baik bidang sosial, ekonomi dan lingkungan bahkan kemiliteran telah dilakukan. Weidlich, A dan Veit, D (2008) menggunakan pendekatan agen dalam menyelesaikan permasalahan pasar energi listrik yang sangat dinamis dengan keterkaitan berbagai sektor yang komplek. Weidlich, A dan Veit, D mengembangkan apa yang disebut Agent Based Computational Economic (ACE) dalam mensimulasikan pasar energi listrik dengan menganalisis struktur pasar dan desain pasar dalam keseluruhan perdagangan energi listrik dengan menggunakan software agen Distributed Artificial Intelligence (DAI) dan Multi-Agent Systems (MAS). Pendekatan agen digunakan juga dalam Penelitian yang dilakukan oleh Garro dan Russo (2010) dengan menggunakan metode easyabms dalam menyelesaikan permasalahan logistik menyangkut analisa kebijakan dalam mengelola kendaraan di terminal untuk menanggulangi penumpukan kontainer. Syairudin, et al. (2008) menggunakan pendekatan agen untuk pengembangan model knowledge sharing dalam menjembatani antara industri kecil dan menengah. Hasil penelitian berupa model knowledge sharing yang efektif pada klaster industri kecil dan menengah. Pendekatan agen juga digunakan dalam model simulasi menanggulangi berkembangnya wabah flu burung di Bandung. Hasil simulasi merekomendasikan beberapa kebijakan dalam mengatasi berkembangnya wabah flu burung di Bandung (Putro et al., 2009). Pendekatan klaster sebagai sebagai sebuah pendekatan yang mampu memberikan manfaat ekonomi yang signifikan dan meningkatkan daya saing industri, telah banyak dilakukan. Dengan kemampuan dalam memanfaatkan aset sumberdaya secara kolektif untuk mendorong diversifikasi, menjadikan pendekatan klaster mampu mendorong transformasi keunggulan komparatif menjadi keunggulan kompetitif. Mahfud (2004) menggunakan pendekatan klaster untuk pemodelan sistem pengembangan agroindustri minyak atsiri, dimana pengembangan model yang dilakukan mencakup model kelembagaan, model teknologi industri, model kelayakan finansial dan model keseimbangan. Penelitian lain dilakukan oleh Jusar (2006) dengan menggunakan pendekatan klaster untuk model strategi pengembangan klaster agroindustri unggulan menggunakan kompetensi inti dan kelembangaan di daerah kabupaten. Model yang dikembangkan meliputi kompetensi inti, konsentrasi industri, pertumbuhan, kemampuan ekspor, keterkaitan usaha, nilai tambah, strukturisasi sistem dan kinerja klaster. Hasil penelitian ini adalah kemampuan model dalam mengidentifikasi kelompok agroindustri yang berpotensi menjadi klaster unggulan di suatu daerah.

15 Keberlanjutan merupakan salah satu topik penelitian yang banyak dipilih saat ini terutama berkaitan dengan isu lingkungan. Terminologi pembangunan berkelanjutan semakin berkembang seiring dengan peningkatan kesadaran terhadap arti penting keberlanjutan. Ometto et al. (2007) mengembangkan sistem simbiosis agroindustri gula tebu dengan menggunakan dimensi ekonomi, sosial, lingkungan, prosedur operasional, politik dan kelembagaan sebagai upaya meningkatkan keberlanjutan agroindustri gula. Dimensi lingkungan seperti penggunaan energi, air dan limbah, dimensi sosial meliputi persamaan hak, etika perdagangan, dan dimensi ekonomi meliputi keahlian tenaga keja, dan inovasi berbasis pengetahuan digunakan sebagai langkah untuk strategi keberlanjutan industri pangan (Defra, 2006). Adams dan Ghaly (2007) melakukan sebuah penelitian dengan indikator sistem produksi dan sistem pengolahan sebagai langkah dalam memaksimalkan keberlanjutan industri kopi di Costa Rica. Posisi Strategis Penelitian Posisi strategis penelitian merupakan kebaharuan penelitian ini adalah dikembangkannya pemodelan berbasis agen yang dikemas dalam lingkup pendekatan klaster dengan mengakomodasi dimensi-dimensi keberlanjutan dalam mengembangkan konsep Minapolitan. Penelitian ini juga menggunakan análisis sistem dinamik untuk melihat pasokan bahan baku agroindustri udang dalam klaster. Análisis sistem dinamik menghasilkan model dinamik pasokan bahan baku yang diharapkan berguna dalam penentuan strategi peningkatan keberlanjutan pasokan bahan baku agroindsutri udang dalam kawasan Minapolitan bagi pemerintah daerah. Penggunaan pendekatan agen diharapkan terjadi harmonisasi hubungan antar pelaku dan transformasi teknologi untuk meningkatkan kontinuitas dan kualitas produk yang dihasilkan dari masing-masing pelaku. Selain akan terjadi keterbukaan informasi antar pelaku dalam rantai pasok agroindustri udang. Penggunaan pendekatan klaster dan konsep keberlanjutan akan dihasilkan sebuah model Minapolitan dengan memberikan manfaat ekonomi yang signifikan dan meningkatkan daya saing industri, sehingga mendorong agroindustri lebih kompetitif dan berkelanjutan. Pengembangan kawasan melalui konsep klaster diyakini efektif dalam membangun keunggulan daya saing agroindustri dan pembangunan suatu daerah. Seperti dijelaskan EDA (1997) pengembangan ekonomi berbasis klaster merupakan kunci pengembangan daya saing suatu daerah. Masuknya isu pembangunan berkelanjutan dalam pengembangan suatu wilayah, maka hasil akhir yang didapat adalah sebuah model Agroindustri udang di kawasan Minapolitan yang berkelanjutan. 19

3. METODOLOGI PENELITIAN

3. METODOLOGI PENELITIAN 20 3. METODOLOGI PENELITIAN Kerangka Pemikiran Penelitian Pengembangan agroindustri udang merupakan hal yang sangat penting dalam siklus rantai komoditas udang. Pentingnya keberadaan agroindustri udang

Lebih terperinci

8 BANGUNAN TEORI INTEGRASI AGROINDUSTRI

8 BANGUNAN TEORI INTEGRASI AGROINDUSTRI 8 BANGUNAN TEORI INTEGRASI AGROINDUSTRI Pengembangan agroindustri terintegrasi, seperti dikemukakan oleh Djamhari (2004) yakni ada keterkaitan usaha antara sektor hulu dan hilir secara sinergis dan produktif

Lebih terperinci

V. PENDEKATAN SISTEM 5.1. Analisis Kebutuhan Pengguna 1.) Petani

V. PENDEKATAN SISTEM 5.1. Analisis Kebutuhan Pengguna 1.) Petani V. PENDEKATAN SISTEM Sistem merupakan kumpulan gugus atau elemen yang saling berinteraksi dan terorganisasi untuk mencapai suatu tujuan atau serangkaian tujuan. Pendekatan sistem merupakan metode pemecahan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan ekonomi daerah seyogyanya bertumpuh pada sumberdaya lokal yang dimiliki dan aktivitas ekonomi yang mampu melibatkan dan menghidupi sebagian besar penduduk. Pemanfaatan

Lebih terperinci

10 REKOMENDASI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KAWASAN MINAPOLITAN DI KABUPATEN KUPANG

10 REKOMENDASI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KAWASAN MINAPOLITAN DI KABUPATEN KUPANG 10 REKOMENDASI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KAWASAN MINAPOLITAN DI KABUPATEN KUPANG 10.1 Kebijakan Umum Potensi perikanan dan kelautan di Kabupaten Kupang yang cukup besar dan belum tergali secara optimal, karenanya

Lebih terperinci

RANCANG BANGUN MODEL BERBASIS AGEN UNTUK PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI UDANG DI KAWASAN MINAPOLITAN MOHAMMAD FUAD FAUZUL MU TAMAR

RANCANG BANGUN MODEL BERBASIS AGEN UNTUK PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI UDANG DI KAWASAN MINAPOLITAN MOHAMMAD FUAD FAUZUL MU TAMAR RANCANG BANGUN MODEL BERBASIS AGEN UNTUK PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI UDANG DI KAWASAN MINAPOLITAN MOHAMMAD FUAD FAUZUL MU TAMAR SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

agribisnis untuk mencapai kesejahteraan wilayah pedesaan (prospherity oriented) (Bappeda Kabupaten Lampung Barat, 2002). Lebih lanjut Bappeda

agribisnis untuk mencapai kesejahteraan wilayah pedesaan (prospherity oriented) (Bappeda Kabupaten Lampung Barat, 2002). Lebih lanjut Bappeda 16 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada era otonomi daerah, pembangunan ekonomi menghadapi berbagai tantangan, baik dari dalam daerah maupun faktor eksternal, seperti masalah kesenjangan dan isu

Lebih terperinci

KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN

KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN VIII. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN 8.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil kajian mengenai strategi pengembangan ekonomi lokal di Kabupaten Pacitan, maka prioritas strategi yang direkomendasikan untuk mendukung

Lebih terperinci

ALUR PIKIR DAN ENAM PILAR PENGEMBANGAN HORTIKULTURA

ALUR PIKIR DAN ENAM PILAR PENGEMBANGAN HORTIKULTURA ALUR PIKIR DAN ENAM PILAR PENGEMBANGAN HORTIKULTURA ENAM PILAR PENGEMBANGAN HORTIKULTURA 1. Pengembangan kawasan agribisnis hortikultura. 2. Penerapan budidaya pertanian yang baik / Good Agriculture Practices

Lebih terperinci

PENGARUH PERUBAHAN TEKNOLOGI TERHADAP PERKEMBANGAN KLASTER PADI ORGANIK KABUPATEN SEMARANG TUGAS AKHIR. Oleh: A. ARU HADI EKA SAYOGA L2D

PENGARUH PERUBAHAN TEKNOLOGI TERHADAP PERKEMBANGAN KLASTER PADI ORGANIK KABUPATEN SEMARANG TUGAS AKHIR. Oleh: A. ARU HADI EKA SAYOGA L2D PENGARUH PERUBAHAN TEKNOLOGI TERHADAP PERKEMBANGAN KLASTER PADI ORGANIK KABUPATEN SEMARANG TUGAS AKHIR Oleh: A. ARU HADI EKA SAYOGA L2D 003 322 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Sebagai negara agraris dengan berbagai produk unggulan di setiap daerah, maka pembangunan ekonomi berbasis pertanian dan perikanan di Indonesia harus berorientasi pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai nilai sangat strategis. Dari beberapa jenis daging, hanya konsumsi

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai nilai sangat strategis. Dari beberapa jenis daging, hanya konsumsi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Daging merupakan salah satu bahan pangan yang sangat penting dalam mencukupi kebutuhan gizi masyarakat, serta merupakan komoditas ekonomi yang mempunyai nilai

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang PENDAHULUAN Penelitian perancangan model pengukuran kinerja sebuah sistem klaster agroindustri hasil laut dilakukan dengan berbagai dasar dan harapan dapat dijadikan sebagai perangkat bantuan untuk pengelolaan

Lebih terperinci

VII. RANCANGAN SISTEM PENGEMBANGAN KLASTER AGROINDUSTRI AREN

VII. RANCANGAN SISTEM PENGEMBANGAN KLASTER AGROINDUSTRI AREN 76 VII. RANCANGAN SISTEM PENGEMBANGAN KLASTER AGROINDUSTRI AREN Sistem pengembangan klaster agroindustri aren di Sulawesi Utara terdiri atas sistem lokasi unggulan, industri inti unggulan, produk unggulan,

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengembangan Wilayah

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengembangan Wilayah 8 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengembangan Wilayah Pengembangan wilayah merupakan tindakan yang dilakukan pemerintah untuk mencapai suatu tujuan yang menguntungkan wilayah tersebut dengan meningkatkan pemanfaatan

Lebih terperinci

BAB X PEDOMAN TRANSISI DAN KAIDAH PELAKSANAAN. roses pembangunan pada dasarnya merupakan proses yang berkesinambungan,

BAB X PEDOMAN TRANSISI DAN KAIDAH PELAKSANAAN. roses pembangunan pada dasarnya merupakan proses yang berkesinambungan, BAB X PEDOMAN TRANSISI DAN KAIDAH PELAKSANAAN 10.1. Program Transisii P roses pembangunan pada dasarnya merupakan proses yang berkesinambungan, berlangsung secara terus menerus. RPJMD Kabupaten Kotabaru

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada tahun 2010, Kementerian Kelautan dan Perikanan telah menetapkan Pelabuhan Perikanan Nasional (PPN) Palabuhanratu sebagai lokasi proyek minapolitan perikanan tangkap.

Lebih terperinci

4. ANALISIS SITUASIONAL

4. ANALISIS SITUASIONAL 29 4. ANALISIS SITUASIONAL Kinerja Sistem Komoditas Udang Komoditas udang Indonesia pernah mencatat masa keemasan sekitar tahun 1980 an, ditandai dengan komoditas udang windu menjadi primadona ekspor yang

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Wirausaha memiliki peran penting dalam perkembangan ekonomi suatu negara, salah satu contohnya adalah negara adidaya Amerika. Penyumbang terbesar perekonomian Amerika

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada hakekatnya tujuan pembangunan adalah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan mengurangi ketimpangan kesejahteraan antar kelompok masyarakat dan wilayah. Namun

Lebih terperinci

BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PEMBANGUNAN KAWASAN PERDESAAN

BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PEMBANGUNAN KAWASAN PERDESAAN SALINAN BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PEMBANGUNAN KAWASAN PERDESAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PATI, Menimbang : bahwa untuk

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan dengan luas laut mencapai 5,8 juta km 2 dan panjang garis pantai mencapai 95.181 km, serta jumlah pulau sebanyak 17.504 pulau (KKP 2009).

Lebih terperinci

BAPPEDA KAB. LAMONGAN

BAPPEDA KAB. LAMONGAN BAB IV VISI DAN MISI DAERAH 4.1 Visi Berdasarkan kondisi Kabupaten Lamongan saat ini, tantangan yang dihadapi dalam dua puluh tahun mendatang, dan memperhitungkan modal dasar yang dimiliki, maka visi Kabupaten

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor agribisnis merupakan sektor ekonomi terbesar dan terpenting dalam perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah kemampuannya dalam menyerap

Lebih terperinci

A. KERANGKA PEMIKIRAN

A. KERANGKA PEMIKIRAN III. METODOLOGI A. KERANGKA PEMIKIRAN Agroindustri sutera alam terutama untuk produk turunannnya berupa kokon, benang sutera, dan kain merupakan suatu usaha yang menjanjikan. Walaupun iklim dan kondisi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan kawasan pedesaan di Indonesia akan semakin menantang dimasa depan dengan kondisi perekonomian daerah yang semakin terbuka dan kehidupan berpolitik yang lebih

Lebih terperinci

ASPEK EKONOMI DAN SOSIAL DALAM PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL

ASPEK EKONOMI DAN SOSIAL DALAM PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL ASPEK EKONOMI DAN SOSIAL DALAM PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL 1 Oleh: Almasdi Syahza 2 Email: asyahza@yahoo.co.id Website: http://almasdi.staff.unri.ac.id Pertumbuhan ekonomi yang tinggi tidak selalu mencerminkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penduduk miskin di Indonesia berjumlah 28,55 juta jiwa dan 17,92 juta jiwa diantaranya bermukim di perdesaan. Sebagian besar penduduk desa memiliki mata pencarian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1. Tinjauan Pustaka Tahun 2002 pemerintah melalui Departemen Pertanian RI mengeluarkan kebijakan baru dalam upaya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lain yang sesuai dengan kebutuhan ternak terutama unggas. industri peternakan (Rachman, 2003). Selama periode kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. lain yang sesuai dengan kebutuhan ternak terutama unggas. industri peternakan (Rachman, 2003). Selama periode kebutuhan BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah Di daerah tropis seperti Indonesia, jagung memiliki kontribusi sebagai komponen industri pakan. Lebih dari 50% komponen pakan pabrikan adalah jagung. Hal ini

Lebih terperinci

XI. PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI UBI KAYU

XI. PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI UBI KAYU XI. PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI UBI KAYU Ubi kayu menjadi salah satu fokus kebijakan pembangunan pertanian 2015 2019, karena memiliki beragam produk turunan yang sangat prospektif dan berkelanjutan sebagai

Lebih terperinci

BAB IV LANDASAN PEMBERDAYAAN KOPERASI DAN UMKM

BAB IV LANDASAN PEMBERDAYAAN KOPERASI DAN UMKM BAB IV LANDASAN PEMBERDAYAAN KOPERASI DAN UMKM Pancasila dan Undang-undang Dasar Tahun 1945 merupakan landasan ideologi dan konstitusional pembangunan nasional termasuk pemberdayaan koperasi dan usaha

Lebih terperinci

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BINA PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DAN PERHUTANAN SOSIAL NOMOR: P. 1 /V-SET/2014 TENTANG

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BINA PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DAN PERHUTANAN SOSIAL NOMOR: P. 1 /V-SET/2014 TENTANG PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BINA PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DAN PERHUTANAN SOSIAL NOMOR: P. 1 /V-SET/2014 TENTANG PEDOMAN TEKNIS PEMBENTUKAN SENTRA HASIL HUTAN BUKAN KAYU UNGGULAN DIREKTUR JENDERAL

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kegiatan agroindustri atau industri hasil pertanian merupakan bagian integral

I. PENDAHULUAN. Kegiatan agroindustri atau industri hasil pertanian merupakan bagian integral I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kegiatan agroindustri atau industri hasil pertanian merupakan bagian integral dari sektor pertanian memberikan kontribusi penting pada proses industrialisasi di wilayah

Lebih terperinci

VII. KINERJA LEMBAGA PENUNJANG PEMASARAN DAN KEBIJAKAN PEMASARAN RUMPUT LAUT. menjalankan kegiatan budidaya rumput laut. Dengan demikian mereka dapat

VII. KINERJA LEMBAGA PENUNJANG PEMASARAN DAN KEBIJAKAN PEMASARAN RUMPUT LAUT. menjalankan kegiatan budidaya rumput laut. Dengan demikian mereka dapat VII. KINERJA LEMBAGA PENUNJANG PEMASARAN DAN KEBIJAKAN PEMASARAN RUMPUT LAUT 7.1. Kinerja Lembaga Penunjang Pengembangkan budidaya rumput laut di Kecamatan Mangarabombang membutuhkan suatu wadah sebagai

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI REJANG LEBONG NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PENETAPAN KAWASAN STRATEGIS CEPAT TUMBUH DI KABUPATEN REJANG LEBONG BUPATI REJANG LEBONG,

PERATURAN BUPATI REJANG LEBONG NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PENETAPAN KAWASAN STRATEGIS CEPAT TUMBUH DI KABUPATEN REJANG LEBONG BUPATI REJANG LEBONG, PERATURAN BUPATI REJANG LEBONG NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PENETAPAN KAWASAN STRATEGIS CEPAT TUMBUH DI KABUPATEN REJANG LEBONG BUPATI REJANG LEBONG, Menimbang : a. bahwa dalam rangka mendorong percepatan

Lebih terperinci

BAPPEDA KAB. LAMONGAN

BAPPEDA KAB. LAMONGAN BAB V ARAH KEBIJAKAN PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG DAERAH 5.1 Sasaran Pokok dan Arah Kebijakan Pembangunan Jangka Panjang Untuk Masing masing Misi Arah pembangunan jangka panjang Kabupaten Lamongan tahun

Lebih terperinci

Materi Pengantar Agroindustri

Materi Pengantar Agroindustri Materi Pengantar Agroindustri Sistem Informasi Terpadu (Hulu Hilir) Sistem Informasi dalam Pengembangan Agroindustri Sistem Efisiensi dan Produktivitas Kelayakan Pengembangan Agroindustri Studi Kasus Pengembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seperti karbohidrat, akan tetapi juga pemenuhan komponen pangan lain seperti

BAB I PENDAHULUAN. seperti karbohidrat, akan tetapi juga pemenuhan komponen pangan lain seperti BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Meningkatnya pertumbuhan jumlah penduduk dari tahun ke tahun menjadikan kebutuhan pangan juga semakin meningkat. Pemenuhan kebutuhan pangan tersebut tidak hanya terbatas

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan perikanan tangkap pada hakekatnya ditujukan untuk meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan masyarakat khususnya nelayan, sekaligus untuk menjaga kelestarian

Lebih terperinci

VI KESIMPULAN DAN SARAN

VI KESIMPULAN DAN SARAN 237 VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, model kebijakan pembangunan infrastruktur berkelanjutan dalam mendukung pengembangan kawasan agropolitan di

Lebih terperinci

4.2 Strategi dan Kebijakan Pembangunan Daerah

4.2 Strategi dan Kebijakan Pembangunan Daerah 4.2 Strategi dan Kebijakan Pembangunan Daerah Mencermati isu-isu strategis diatas maka strategi dan kebijakan pembangunan Tahun 2014 per masing-masing isu strategis adalah sebagaimana tersebut pada Tabel

Lebih terperinci

BAB II PERAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL A. STRUKTUR PEREKONOMIAN INDONESIA

BAB II PERAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL A. STRUKTUR PEREKONOMIAN INDONESIA BAB II PERAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL A. STRUKTUR PEREKONOMIAN INDONESIA Ekonomi rakyat merupakan kelompok pelaku ekonomi terbesar dalam perekonomian Indonesia dan

Lebih terperinci

dan kelembagaan yang kegiatannya saling terkait dan saling mendukung dalam peningkatan efisiensi, sehingga terwujudnya daya saing yang kuat.

dan kelembagaan yang kegiatannya saling terkait dan saling mendukung dalam peningkatan efisiensi, sehingga terwujudnya daya saing yang kuat. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Era globalisasi dan liberalisasi ekonomi telah membawa pembaruan yang sangat cepat dan berdampak luas bagi perekonomian, baik di dalam negeri maupun di dunia

Lebih terperinci

Terwujudnya Ketahanan Pangan Berbasis Usahatani Sebagai. Andalan dan Penggerak Pembangunan Ekonomi Kerakyatan"

Terwujudnya Ketahanan Pangan Berbasis Usahatani Sebagai. Andalan dan Penggerak Pembangunan Ekonomi Kerakyatan BAB III VISI, MISI, TUJUAN, STRATEGI, DAN KEBIJAKAN DINAS PERTANIAN KABUPATEN MAJALENGKA A. VISI Berdasarkan kondisi eksternal dan internal serta sesuai dengan visi dan misi Pemerintah Kabupaten Majalengka

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PENGUATAN SEKTOR RIIL DI INDONESIA Kamis, 16 Juli 2009

KEBIJAKAN PENGUATAN SEKTOR RIIL DI INDONESIA Kamis, 16 Juli 2009 KEBIJAKAN PENGUATAN SEKTOR RIIL DI INDONESIA Kamis, 16 Juli 2009 Â Krisis keuangan global yang melanda dunia sejak 2008 lalu telah memberikan dampak yang signifikan di berbagai sektor perekonomian, misalnya

Lebih terperinci

SEMINAR NASIONAL Dinamika Pembangunan Pertanian dan Pedesaan: Mencari Alternatif Arah Pengembangan Ekonomi Rakyat.

SEMINAR NASIONAL Dinamika Pembangunan Pertanian dan Pedesaan: Mencari Alternatif Arah Pengembangan Ekonomi Rakyat. SEMINAR NASIONAL Dinamika Pembangunan Pertanian dan Pedesaan: Mencari Alternatif Arah Pengembangan Ekonomi Rakyat Rumusan Sementara A. Pendahuluan 1. Dinamika impelementasi konsep pembangunan, belakangan

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Wacana mengenai upaya meningkatkan pertumbuhan ekonomi di negara-negara berkembang semakin mengarah pada kebijakan untuk menciptakan kawasan-kawasan terpadu sebagai cara

Lebih terperinci

Pembahasan Materi #5

Pembahasan Materi #5 1 EMA402 Manajemen Rantai Pasokan Pembahasan 2 Latar Belakang Kunci Sukses SCM Manajemen Logistik Fungsi dan Kegunaan Pengendalian Logistik Konvensional dan Logistik Mengelola Jaringan SC Strategi Proses

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Untuk mengatasi krisis ekonomi, Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia telah membuat Ketetapan MPR Nomor

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Untuk mengatasi krisis ekonomi, Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia telah membuat Ketetapan MPR Nomor I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Untuk mengatasi krisis ekonomi, Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia telah membuat Ketetapan MPR Nomor XVI Tahun 1998 tentang Politik Ekonomi Dalam Rangka

Lebih terperinci

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT PEMBIAYAAN PERTANIAN TA. 2014

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT PEMBIAYAAN PERTANIAN TA. 2014 RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT PEMBIAYAAN PERTANIAN TA. 2014 DIREKTORAT JENDERAL PRASARANA DAN SARANA PERTANIAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2013 DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI... ii BAB

Lebih terperinci

BUPATI GORONTALO PROVINSI GORONTALO

BUPATI GORONTALO PROVINSI GORONTALO BUPATI GORONTALO PROVINSI GORONTALO PERATURAN DAERAH KABUPATEN GORONTALO NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG PERENCANAAN, PELAKSANAAN PEMBANGUNAN, PEMANFAATAN, DAN PENDAYAGUNAAN KAWASAN PERDESAAN DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

KONDISI TERKINI BUDIDAYA IKAN BANDENG DI KABUPATEN PATI, JAWA TENGAH

KONDISI TERKINI BUDIDAYA IKAN BANDENG DI KABUPATEN PATI, JAWA TENGAH Kondisi terkini budidaya ikan bandeng di Kabupaten Pati, Jawa Tengah (Septyan Andriyanto) KONDISI TERKINI BUDIDAYA IKAN BANDENG DI KABUPATEN PATI, JAWA TENGAH Septyan Andriyanto Pusat Penelitian dan Pengembangan

Lebih terperinci

VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN

VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN 4.1. Visi dan Misi Penetapan visi sebagai bagian dari perencanaan strategi, merupakan satu langkah penting dalam perjalanan suatu organisasi karena

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 29 TAHUN 2008 TENTANG PENGEMBANGAN KAWASAN STRATEGIS CEPAT TUMBUH DI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 29 TAHUN 2008 TENTANG PENGEMBANGAN KAWASAN STRATEGIS CEPAT TUMBUH DI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 29 TAHUN 2008 TENTANG PENGEMBANGAN KAWASAN STRATEGIS CEPAT TUMBUH DI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI DALAM NEGERI, Menimbang : a. bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

Materi Pengantar Agroindustri

Materi Pengantar Agroindustri Materi Pengantar Agroindustri Sistem Informasi Terpadu (Hulu Hilir) Sistem Informasi dalam Pengembangan Agroindustri Sistem Efisiensi dan Produktivitas Kelayakan Pengembangan Agroindustri Studi Kasus Pengembangan

Lebih terperinci

AGRIBISNIS DAN AGROINDUSTRI

AGRIBISNIS DAN AGROINDUSTRI AGRIBISNIS DAN AGROINDUSTRI PENGERTIAN AGRIBISNIS Arti Sempit Suatu perdagangan atau pemasaran hasil pertanian sebagai upaya memaksimalkan keuntungan. Arti Luas suatu kesatuan kegiatan usaha yang meliputi

Lebih terperinci

REKOMENDASI SEMINAR STRATEGI DAN TANTANGAN PEMBANGUNAN EKONOMI JANGKA MENENGAH PROVINSI JAMBI 22 DESEMBER 2005

REKOMENDASI SEMINAR STRATEGI DAN TANTANGAN PEMBANGUNAN EKONOMI JANGKA MENENGAH PROVINSI JAMBI 22 DESEMBER 2005 BOKS REKOMENDASI SEMINAR STRATEGI DAN TANTANGAN PEMBANGUNAN EKONOMI JANGKA MENENGAH PROVINSI JAMBI 22 DESEMBER 2005 I. PENDAHULUAN Dinamika daerah yang semakin kompleks tercermin dari adanya perubahan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Keberhasilan perekonomian suatu negara dapat diukur melalui berbagai indikator

I. PENDAHULUAN. Keberhasilan perekonomian suatu negara dapat diukur melalui berbagai indikator I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keberhasilan perekonomian suatu negara dapat diukur melalui berbagai indikator ekonomi antara lain dengan mengetahui pendapatan nasional, pendapatan per kapita, tingkat

Lebih terperinci

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN Tahap ini merupakan kelanjutan dari tahap pembentukan klaster industri kecil tekstil dan produk tekstil pada Bab IV. Pada bagian ini akan dilakukan analisis terhadap model

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI 3.1. Kerangka Pemikiran

BAB III METODOLOGI 3.1. Kerangka Pemikiran 62 BAB III METODOLOGI 3.1. Kerangka Pemikiran Agroindustri sutera alam merupakan industri pengolahan yang mentransformasikan bahan baku kokon (hasil pemeliharaan ulat sutera) menjadi benang, kain sutera,

Lebih terperinci

I.1. Latar Belakang strategi Permasalahan Dari sisi pertanian

I.1. Latar Belakang strategi  Permasalahan Dari sisi pertanian 1 I. PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Sebagai industri yang mengolah hasil pertanian, yang menggunakan dan memberi nilai tambah pada produk pertanian secara berkelanjutan maka agroindustri merupakan tumpuan

Lebih terperinci

PEMBERDAYAAN EKONOMI MASYARAKAT DALAM KONSEP MINAPOLITAN

PEMBERDAYAAN EKONOMI MASYARAKAT DALAM KONSEP MINAPOLITAN EXECUTIVE SUMMARY PENELITIAN INDIVIDU PEMBERDAYAAN EKONOMI MASYARAKAT DALAM KONSEP MINAPOLITAN Oleh: Edmira Rivani, S.Si., M.Stat. Peneliti Bidang Ekonomi dan Kebijakan Publik PUSAT PENELITIAN BADAN KEAHLIAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia menjadi negara kepulauan terbesar yang ada di wilayah Asia Tenggara.

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia menjadi negara kepulauan terbesar yang ada di wilayah Asia Tenggara. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Perkembangan sektor kelautan Indonesia yang cukup signifikan dan Indonesia merupakan negara kepulauan yang sangat luas yang dikelilingi oleh perairan dan Indonesia

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertanian merupakan sektor yang penting dalam perekonomian Indonesia, baik karena banyaknya penduduk yang bekerja di sektor pertanian, maupun karena kontribusinya yang

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA TEORETIS. pemasaran (yang sering disebut dengan istilah saluran distribusi). Saluran

BAB II KERANGKA TEORETIS. pemasaran (yang sering disebut dengan istilah saluran distribusi). Saluran BAB II KERANGKA TEORETIS 2.1. Teori Tentang Distribusi 2.1.1. Pengertian Distribusi Kebanyakan produsen bekerja sama dengan perantara pemasaran untuk menyalurkan produk-produk mereka ke pasar. Mereka membantu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. di Indonesia. Selain sebagai sumber pendapatan masyarakat tani pekebun,

I. PENDAHULUAN. di Indonesia. Selain sebagai sumber pendapatan masyarakat tani pekebun, 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karet merupakan komoditas perkebunan yang sangat penting peranannya di Indonesia. Selain sebagai sumber pendapatan masyarakat tani pekebun, komoditas ini juga memberikan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2015 TENTANG PENGHIMPUNAN DANA PERKEBUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2015 TENTANG PENGHIMPUNAN DANA PERKEBUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2015 TENTANG PENGHIMPUNAN DANA PERKEBUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

Pengarahan KISI-KISI PROGRAM PEMBANGUNAN KABUPATEN TEMANGGUNG TAHUN 2014

Pengarahan KISI-KISI PROGRAM PEMBANGUNAN KABUPATEN TEMANGGUNG TAHUN 2014 Pengarahan KISI-KISI PROGRAM PEMBANGUNAN KABUPATEN TEMANGGUNG TAHUN 2014 PEMERINTAH KABUPATEN TEMANGGUNG TAHUN 2013 ISU STRATEGIS, STRATEGI, DAN KEBIJAKAN PEMBANGUNAN DAERAH TAHUN 2014 A. Isu Strategis

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan industri minyak kelapa sawit (crude palm oil CPO) di Indonesia dan Malaysia telah mampu merubah peta perminyakan nabati dunia dalam waktu singkat. Pada tahun

Lebih terperinci

6.1. Strategi dan Arah Kebijakan Pembangunan

6.1. Strategi dan Arah Kebijakan Pembangunan BAB - VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN 6.1. Strategi dan Arah Kebijakan Pembangunan Strategi adalah langkah-langkah berisikan program indikatif untuk mewujudkan visi dan misi, yang dirumuskan dengan kriterianya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

I. PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara 88 I. PENDAHULUAN Kawasan pesisir memerlukan perlindungan dan pengelolaan yang tepat dan terarah. Keseimbangan aspek ekonomi, sosial dan lingkungan hidup menjadi tujuan akhir yang berkelanjutan. Telah

Lebih terperinci

6. ANALISIS DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN Kebijakan di dalam pengembangan UKM

6. ANALISIS DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN Kebijakan di dalam pengembangan UKM 48 6. ANALISIS DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN 6.1. Kebijakan di dalam pengembangan UKM Hasil analisis SWOT dan AHP di dalam penelitian ini menunjukan bahwa Pemerintah Daerah mempunyai peranan yang paling utama

Lebih terperinci

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN PENGOLAHAN DAN PEMASARAN HASIL PETERNAKAN

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN PENGOLAHAN DAN PEMASARAN HASIL PETERNAKAN POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN PENGOLAHAN DAN PEMASARAN HASIL PETERNAKAN H. ISKANDAR ANDI NUHUNG Direktorat Jenderal Bina Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian, Departemen Pertanian ABSTRAK Sesuai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pembangunan termasuk didalamnya berbagai upaya penanggulangan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pembangunan termasuk didalamnya berbagai upaya penanggulangan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan termasuk didalamnya berbagai upaya penanggulangan kemiskinan, sesungguhnya adalah suatu proses perubahan sosial ekonomi masyarakat menuju ke arah yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Telah menjadi kesepakatan nasional dalam pembangunan ekonomi di daerah baik tingkat

I. PENDAHULUAN. Telah menjadi kesepakatan nasional dalam pembangunan ekonomi di daerah baik tingkat I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Telah menjadi kesepakatan nasional dalam pembangunan ekonomi di daerah baik tingkat Provinsi/Kabupaten/Kota pada seluruh pemerintahan daerah bahwa pelaksanaan pembangunan

Lebih terperinci

PROFESIONALISME DAN PERAN PENYULUH PERIKANAN DALAM PEMBANGUNAN PELAKU UTAMA PERIKANAN YANG BERDAYA

PROFESIONALISME DAN PERAN PENYULUH PERIKANAN DALAM PEMBANGUNAN PELAKU UTAMA PERIKANAN YANG BERDAYA PROFESIONALISME DAN PERAN PENYULUH PERIKANAN DALAM PEMBANGUNAN PELAKU UTAMA PERIKANAN YANG BERDAYA Fahrur Razi Penyuluh Perikanan Muda pada Pusat Penyuluhan Kelautan dan Perikanan email: fahrul.perikanan@gmail.com

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN. Tahun Manggis Pepaya Salak Nanas Mangga Jeruk Pisang

1 PENDAHULUAN. Tahun Manggis Pepaya Salak Nanas Mangga Jeruk Pisang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki sumber daya buah tropis yang melimpah yang bisa diandalkan sebagai kekuatan daya saing nasional secara global dan sangat menjanjikan. Buah tropis adalah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara kepulauan. terbesar di dunia yang mempunyai lebih kurang pulau.

I. PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara kepulauan. terbesar di dunia yang mempunyai lebih kurang pulau. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang mempunyai lebih kurang 18.110 pulau. Sebaran sumberdaya manusia yang tidak merata

Lebih terperinci

Tabel 14 Kebutuhan aktor dalam agroindustri biodiesel

Tabel 14 Kebutuhan aktor dalam agroindustri biodiesel 54 ANALISIS SISTEM Sistem pengembangan agroindustri biodiesel berbasis kelapa seperti halnya agroindustri lainnya memiliki hubungan antar elemen yang relatif kompleks dan saling ketergantungan dalam pengelolaannya.

Lebih terperinci

MODEL KONSEPTUAL KELEMBAGAAN

MODEL KONSEPTUAL KELEMBAGAAN 140 MODEL KONSEPTUAL KELEMBAGAAN Model kelembagaan klaster agroindustri minyak nilam dirancang melalui pendekatan sistem dengan menggunakan metode ISM (Interpretative Structural Modelling). Gambar 47 menunjukkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Globalisasi dan liberalisasi perdagangan memberikan peluang. peluang karena pasar komoditas akan semakin luas sejalan dengan

I. PENDAHULUAN. Globalisasi dan liberalisasi perdagangan memberikan peluang. peluang karena pasar komoditas akan semakin luas sejalan dengan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Globalisasi dan liberalisasi perdagangan memberikan peluang sekaligus tantangan baru yang harus dihadapi dalam pembangunan pertanian di masa depan. Globalisasi dan liberalisasi

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN 66 METODOLOGI PENELITIAN Penelitian perancangan model pemberdayaan masyarakat perdesaan dalam klaster agroindustri minyak atsiri dilakukan berdasarkan sebuah kerangka berpikir logis. Gambaran kerangka

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertanian merupakan sektor yang sangat penting dalam perekonomian dan sektor basis baik tingkat Provinsi Sulawsi Selatan maupun Kabupaten Bulukumba. Kontribusi sektor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bab ini berisikan latar belakang penelitian, perumusan masalah, tujuan penelitian, batasan masalah, dan sistematika penulisan.

BAB I PENDAHULUAN. Bab ini berisikan latar belakang penelitian, perumusan masalah, tujuan penelitian, batasan masalah, dan sistematika penulisan. BAB I PENDAHULUAN Bab ini berisikan latar belakang penelitian, perumusan masalah, tujuan penelitian, batasan masalah, dan sistematika penulisan. 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris dengan

Lebih terperinci

BAB II KEBIJAKAN PEMERINTAHAN DAERAH

BAB II KEBIJAKAN PEMERINTAHAN DAERAH BAB II KEBIJAKAN PEMERINTAHAN DAERAH Penyelenggaraan otonomi daerah sebagai wujud implementasi Undang Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, memunculkan berbagai konsekuensi berupa peluang,

Lebih terperinci

RUMUSAN RAPAT KERJA TEKNIS KELAUTAN DAN PERIKANAN TAHUN 2014

RUMUSAN RAPAT KERJA TEKNIS KELAUTAN DAN PERIKANAN TAHUN 2014 RUMUSAN RAPAT KERJA TEKNIS KELAUTAN DAN PERIKANAN TAHUN 2014 RAPAT KERJA TEKNIS (Rakernis) KELAUTAN DAN PERIKANAN Tahun 2014 dibuka secara resmi oleh Wakil Gubernur Kalimantan Timur di Aula Kantor Walikota

Lebih terperinci

Mendukung terciptanya kesempatan berusaha dan kesempatan kerja. Meningkatnya jumlah minat investor untuk melakukan investasi di Indonesia

Mendukung terciptanya kesempatan berusaha dan kesempatan kerja. Meningkatnya jumlah minat investor untuk melakukan investasi di Indonesia E. PAGU ANGGARAN BERDASARKAN PROGRAM No. Program Sasaran Program Pengembangan Kelembagaan Ekonomi dan Iklim Usaha Kondusif 1. Peningkatan Iklim Investasi dan Realisasi Investasi Mendukung terciptanya kesempatan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kopi organik telah menjadi salah satu komoditi ekspor unggulan di Aceh Tengah karena merupakan salah satu jenis kopi arabika dengan nilai harga jual tertinggi di dunia

Lebih terperinci

BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN

BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN Strategi dan arah kebijakan merupakan rumusan perencanaan komprehensif tentang bagaimana pemerintah Kabupaten Pinrang bersama seluruh pemangku kepentingan mencapai tujuan

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumberdaya perikanan di Kabupaten Gorontalo Utara meliputi perikanan tangkap dan perikanan budidaya.

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumberdaya perikanan di Kabupaten Gorontalo Utara meliputi perikanan tangkap dan perikanan budidaya. 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumberdaya perikanan di Kabupaten Gorontalo Utara meliputi perikanan tangkap dan perikanan budidaya. Salah satu potensi sumberdaya perikanan yang belum banyak dimanfaatkan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 1997 TENTANG KETRANSMIGRASIAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 1997 TENTANG KETRANSMIGRASIAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 1997 TENTANG KETRANSMIGRASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

BAB VI STRATEGI PENGEMBANGAN KAWASAN AGROPOLITAN. 6.1 Konsep Pengembangan Kawasan Agropolitan

BAB VI STRATEGI PENGEMBANGAN KAWASAN AGROPOLITAN. 6.1 Konsep Pengembangan Kawasan Agropolitan 82 BAB VI STRATEGI PENGEMBANGAN KAWASAN AGROPOLITAN 6.1 Konsep Pengembangan Kawasan Agropolitan Konsep pengembangan kawasan agropolitan di Kecamatan Leuwiliang adalah dan mengembangakan kegiatan pertanian

Lebih terperinci

BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN

BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN 350 BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN VII.1. Kesimpulan Dalam bab ini digambarkan kesimpulan tentang temuan penelitian, hasil analisis penelitian, dan fenomena yang relevan untuk diungkap sebagai bagian penting

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG PENGEMBANGAN EKONOMI KREATIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Dalam rangka keterpaduan pelaksanaan pengembangan Ekonomi Kreatif, dengan ini

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2015 TENTANG PEMBERDAYAAN NELAYAN KECIL DAN PEMBUDIDAYA-IKAN KECIL

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2015 TENTANG PEMBERDAYAAN NELAYAN KECIL DAN PEMBUDIDAYA-IKAN KECIL PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2015 TENTANG PEMBERDAYAAN NELAYAN KECIL DAN PEMBUDIDAYA-IKAN KECIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa

Lebih terperinci

BAB VI SASARAN, INISITIF STRATEJIK DAN PROGRAM PEMBANGUNAN KEMENTERIAN KOPERASI DAN UKM

BAB VI SASARAN, INISITIF STRATEJIK DAN PROGRAM PEMBANGUNAN KEMENTERIAN KOPERASI DAN UKM BAB VI SASARAN, INISITIF STRATEJIK DAN PROGRAM PEMBANGUNAN KEMENTERIAN KOPERASI DAN UKM A. SASARAN STRATEJIK yang ditetapkan Koperasi dan UKM selama periode tahun 2005-2009 disusun berdasarkan berbagai

Lebih terperinci

Krisis ekonomi yang melanda lndonesia sejak pertengahan bulan. Sektor pertanian di lndonesia dalam masa krisis ekonomi tumbuh positif,

Krisis ekonomi yang melanda lndonesia sejak pertengahan bulan. Sektor pertanian di lndonesia dalam masa krisis ekonomi tumbuh positif, I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Krisis ekonomi yang melanda lndonesia sejak pertengahan bulan Juli 1997 mempunyai dampak yang besar terhadap perekonomian negara. Sektor pertanian di lndonesia dalam

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Amartya Sen, peraih Nobel Ekonomi tahun 1998, menyatakan bahwa. bersama akan maksimal, dengan demikian kemakmuran sebuah bangsa dapat

I. PENDAHULUAN. Amartya Sen, peraih Nobel Ekonomi tahun 1998, menyatakan bahwa. bersama akan maksimal, dengan demikian kemakmuran sebuah bangsa dapat I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang dan Masalah Amartya Sen, peraih Nobel Ekonomi tahun 1998, menyatakan bahwa pembangunan adalah sesuatu yang bersahabat, pembangunan seharusnya merupakan proses yang memfasilitasi

Lebih terperinci

PERANAN SEKTOR PERTANIAN KHUSUSNYA JAGUNG TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN JENEPONTO Oleh : Muhammad Anshar

PERANAN SEKTOR PERTANIAN KHUSUSNYA JAGUNG TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN JENEPONTO Oleh : Muhammad Anshar PERANAN SEKTOR PERTANIAN KHUSUSNYA JAGUNG TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN JENEPONTO Oleh : Muhammad Anshar Jurusan Teknik Perencanaan Wilayah dan Kota Fakultas Sains dan Teknologi ABSTRAK Penelitian

Lebih terperinci