Lampiran 1 Check list standard sanitation operating procedure (SSOP) Rumah PotongHewan (RPH) FORM MONITORING SSOP

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Lampiran 1 Check list standard sanitation operating procedure (SSOP) Rumah PotongHewan (RPH) FORM MONITORING SSOP"

Transkripsi

1 121 Lampiran 1 Check list standard sanitation operating procedure (SSOP) Rumah PotongHewan (RPH) Nama RPH Alamat Tanggal Pengambilan Jam Pengambilan Petunjuk FORM MONITORING SSOP :.. :.. :.. :.. : Berilah tanda ( ) pada kolom pengamatan yang sesuai dengan keadaan pengamatan di lapangan No Parameter 1 Lokasi dan Lingkungan 1. Tidak bertentangan dengan Rencana Umum Tata Ruang (RUTR), 2. Tidak bertentangan dengan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR), dan/atau, 3. Tidak bertentangan dengan Rencana Bagian Wilayah Kota (RBWK) 4. Tidak berada di daerah yang padat penduduk serta memiliki topografi yang lebih rendah daripada pemukiman penduduk 5. Memiliki lahan yang relatif datar dan cukup luas untuk pengembangan RPH 6. Tidak menimbulkan pencemaran lingkungan terhadap aliran sungai dan daerah yang lebih rendah 7. Tidak berada dekat dengan perusahaan/ industri logam dan kimia 8. Tidak berada di daerah yang rawan banjir Bobot 0,15 0,15 0,15 0,30 9. Bebas dari asap, bau, debu dan kontaminasi lainnya 10. Saluran pembuangan air/limbah disekitar RPH berfungsi dengan baik Sub Total 2,50 2 Sarana dan Prasarana 1. Jalan menuju dan keluar RPH dapat dilalui kendaraan pengangkut sapi dan 0,30 daging sapi dengan lancar 2. Tersedia kendaraan untuk pengangkut ternak 3. Tersedia kendaraan pengangkut daging sapi yang dilengkapi dengan mesin 0,65 pendingin (Refrigerator) 4. Sumber air yang digunakan untuk proses produksi mencukupi dan sesuai dengan 0,55 persyaratan SNI Persediaan air bersih untuk kebutuhan ternak tercukupi 0,55 6. Tersedia instalasi air bertekanan 1,05 kg/cm 2 (15psi) serta fasilitas air panas (suhu 82 o C) Sub Total 2,50 Pengamatan Penilaian NKV Ket

2 122 Lanjutan Lampiran 1 3 Persyaratan Bangunan dan Tata Letak 25, Komplek RPH terdiri atas : 1. Bangunan utama 0,35 2. Tempat penurunan ternak sapi hidup (unloading) 3. Kandang ternak sapi 0,35 4. Kandang karantina untuk ternak yang 0,35 sakit 5. Tempat penyimpanan pakan hijauan 6. Gudang pakan konsentrat 7. Kantor Administrasi dan kantor Dokter Hewan 8. Laboratorium 0,35 9. Tempat istirahat karyawan, Mushola dan Kantin 10. Tempat penyimpanan barang karyawan (locker) 11. Ruang ganti pakaian 12. Kamar mandi dan WC 13. Sarana penanganan limbah 14. Insenerator 15. Tempat parker 16. Rumah jaga 17. Pos jaga 18. Gardu listrik 19. Menara air 20. Lokasi RPH dikelilingi dengan pagar 0,35 pembatas sehingga mencegah keluar masuknya orang yang tidak berkepentingan maupun hewan liar 21. Pintu masuk ternak hidup harus terpisah dari pintu keluar karkas/daging 22. Komplek RPH dilengkapi dengan ruang pembekuan cepat (blast freezer) 23. Komplek RPH dilengkapi dengan ruang penyimpanan beku (cold storage) 24. Letak komplek RPH sesuai dengan alur kegiatan Sub Total 5, Bangunan Utama RPH terdiri atas : A. Daerah Kotor 25. Tempat penerimaan atau penurunan ternak sapi hidup, pemeriksaan antemortem 26. Kandang untuk istirahat sebelum ternak di potong 27. Penimbangan ternak sapi 28. Tempat memandikan ternak 29. Pemingsanan (stunning) 30. Penyembelihan (killing) 31. Holding pens 32. Penggantungan ternak 33. Pengulitan 34. Pencucian karkas 35. Pengeluaran jeroan (eviceration) 36. Pemeriksaan postmortem 37. Pemotongan kaki dan kepala 38. Penanganan jeroan 39. Penanganan kulit Sub Total 3,90

3 123 Lanjutan Lampiran 1 B. Daerah Bersih 40. Tempat pencucian karkas 0, Penimbangan karkas 0, Seleksi (grading) 0, Tempat pelayuan karkas (aging) 0, Tempat pemotongan karkas (cutting) 0, Tempat pemisahan daging dengan tulang 0, Pengemasan 0, Penyimpanan daging segar (chilling 0,75 room) Sub Total 6, Sistem Saluran Pembuangan Limbah Cair 48. Sistem saluran pembuangan limbah cair harus cukup besar, didesain agar aliran limbah mengalir dengan lancar, terbuat dari bahan yang mudah dirawat dan dibersihkan, kedap air agar tidak mencemari tanah, mudah diawasi dan dijaga agar tidak menjadi sarang tikus atau binatang rodensia lainnya. Saluran pebuangan dilengkapi dengan penyaringan yang mudah dilengkapi dengan penyaringan yang mudah diawasi dan dibersihkan. 49. Di dalam komplek RPH, sistem saluran pembuangan limbah cair harus selalu tetap tertutup agar tidak menimbulkan bau 50. Di dalam bangunan utama, sistem saluran pembuangan limbah cair terbuka dan dilengkapi dengan grill yang mudah dibuka-tutup, terbuat dari bahan yang kuat dan tidak mudah korosif. Sub Total 0, Bangunan utama RPH harus memenuhi persyaratan : A. Desain dan Tata Letak Ruangan 51. Ruang utama harus sesuai dengan kondisi peralatan, kapasitas produksi dan jumlah karyawan 52. Tata letak ruangan sesuai dengan urutan proses serta memiliki ruangan yang cukup sehingga seluruh kegiatan pemotongan ternak sapi dapat berjalan baik dan higienis 53. Tempat pemotongan didesain sedemikian rupa sehingga pemotongan memenuhi persyaratan halal 54. Besar ruangan disesuaikan dengan kapasitas pemotongan ternak 55. Adanya pemisahan ruangan secara jelas secara fisik antara daerah kotor dan daerah bersih 56. Pada daerah pemotongan ternak dan pengeluaran darah harus di desain sedemikian rupa sehingga darah ternak dapat tertampung. 0,35 Sub Total 2,60 B. Lantai 57. Lantai terbuat dari bahan kedap air, tidak mudah korosif dan mudah dibersihkan

4 124 Lanjutan Lampiran Permukaan lantai harus tahan air, garam, basa, asam dan bahan kimia lainnya 59. Lantai rata, tidak licin, tidak berlubang, dan landai kearah saluran pembuangan 60. Keramik tidak pecah dan retak 61. Sudut pertemuan antara lantai dengan dinding tidak membentuk sudut siku-siku melainkan membentuk sudut lengkung Sub Total 1,50 C. Dinding 62. Tinggi dinding pada tempat proses penyembelihan dan pemotongan karkas minimum adalah 3 meter 63. Dinding berlapis keramik yang rapat atau kedap air minimal 2 meter dari permukaan lantai. 64. Pertemuan antar dinding tidak boleh membentuk sudut siku-siku melainkan melengkung serta kedap air 65. Dinding bebas dari debu dan kotoran lainnya serta mudah dibersihkan, tidak korosif dan tidak mudah mengelupas 66. Warna dinding bagian dalam berwarna lebih terang Sub Total 1,00 D. Langit-langit 67. Langit-langit didesain agar tidak terjadi akumulasi kotoran dan kondensasi dalam 0,10 ruangan 68. Terbuat dari bahan yang kuat dan tahan lama, kedap air, tidak korosif dan mudah 0,10 dibersihkan 69. Permukaan langit-langit halus, berwarna terang, tidak berlubang, dan tidak mudah 0,10 terkelupas Sub Total 0,30 E. Atap 70. Atap terbuat dari bahan yang kuat, tahan lama, tidak mudah bocor, tidak larut air 0,10 Sub Total 0,10 F. Pintu 71. Pintu terbuat dari bahan yang kuat, tahan lama, tidak korosif, dan tidak mudah 0,15 pecah/rusak 72. Pintu dapat ditutup dengan baik 0, Mudah dibersihkan serta pada bagian bawahnya harus dapat menahan agar 0,15 tikus atau rodensia lainnya tidak dapat masuk 74. Pintu didesain agar dapat membuka keluar dan dilengkapi dengan alat 0,15 penutup pintu otomatis Sub Total 0,60 G. Jendela 75. Dapat ditutup dengan baik 0, Tidak pecah serta mudah dibersihkan 0,10 Sub Total H. Ventilasi dan Pengatur Suhu 77. Berada dalam kondisi bersih 0, Mampu menjamin pertukaran udara 0,15 era ngan

5 125 Lanjutan Lampiran Mampu menghilangkan bau, gas, uap, 0,15 asap, debu dan panas dalam ruangan 80. Lubang ventilasi harus dilengkapi dengan 0,15 alat yang dapat mencegah masuknya kotoran kedalam ruangan serta mudah dibersihkan Sub Total 0,60 I. Penerangan 81. Penerangan dalam ruangan harus cukup baik 82. Lampu penerangan harus mempunyai pelindung dan mudah dibersihkan 83. Peralatan penerangan dapat berfungsi dengan baik 84. Cahaya penerangan pada ruangan atau daerah kerja minimal sebesar 220 lux = 20 fc (foot candle) 85. Cahaya penerangan pada ruangan pemeriksaan antemortem dan postmortem minimal sebesar 540 lux = 50 fc (foot candle) 86. Cahaya penerangan pada ruangan lainnya minimal sebesar 110 lux = 10 fc (foot candle) Sub Total 1,20 TOTAL 25,00 4. Kantor Administrasi dan Kantor Dokter Hewan harus memenuhi persyaratan : 1. Ventilasi dan penerangan harus cukup baik 0,55 2. Luas ruangan disesuaikan dengan kapasitas karyawan 0,65 3. Didesain untuk kenyamanan dan keamanan karyawan 0,60 4. Kantor administrasi dapat dilengkapi dengan tempat pertemuan 0,70 Sub Total 2,50 5. Tempat Istirahat Karyawan, Kantin dan Mushola harus memenuhi persyaratan : 1. Ventilasi dan penerangan harus cukup baik 2. Luas ruangan disesuaikan dengan kapasitas karyawan 0,60 3. Konstruksi kantin didesain agar mudah dibersihkan, dirawat dan tersedia tempat 0,65 cuci tangan serta memenuhi persyaratan kesehatan karyawan 4. Mushola harus tertutup agar terhindar dari masuknya binatang-binatang yang 0,75 dapat mengakibatkan mushola menjadi tidak bersih Sub Total 2,50 6. Tempat Penyimpanan Barang pribadi (locker) atau Ruang Ganti Pakaian harus memenuhi persyaratan : 1. Ventilasi dan penerangan harus cukup baik 2. Luas ruangan disesuaikan dengan kapasitas karyawan 0,65 0,85

6 126 Lanjutan Lampiran 1 3. Terletak dibagian arah masuk ruang pegawai atau pengunjung 1,00 Sub Total 2,50 7. Kamar Mandi dan WC harus memenuhi persyaratan : 1. Ventilasi dan penerangan harus cukup baik 2. Sumber air mengalir dengan baik 3. Ruangan selalu dalam kedaaan bersih 4. Lantai tidak tergenang air 0,30 5. Pintu kamar mandi/wc tidak mengarah ke ruang produksi dan pintu harus selalu dalam kondisi tertutup 6. Dibangun minimal masing-masing di daerah kotor dan daerah bersih 7. Memiliki tempat sampah berpenutup yang dilengkapi dengan pijakan sebagai pembukanya 0,55 0,35 8. Tersedia alas kaki khusus toilet 9. Tersedia fasilitas cuci tangan (westafel, air, sabun, tissue, dan bak larutan klorin 200 ppm) 0, Tersedia peringatan mencuci tangan setelah menggunakan toilet 11. Saluran pembuangan dari kamar mandi/wc dibuat khusus ke arah septic tank, tidak menjadi satu dengan saluran pembuangan limbah proses pemotongan. 12. Dinding bagian dalam dan lantai harus terbuat dari bahan yang kedap air, tidak mudah korosif, mudah dirawat dan mudah dibersihkan serta didesinfektan 0,30 Sub Total 5,00 8 Sarana Pengolahan Limbah harus memenuhi persyaratan : 1. Saluran dan tempat pembuangan limbah harus dalam kondisi baik (tidak tersumbat) 2. Dapat memisahkan antara limbah padat dan limbah cair 3. Pengolahan limbah sesuai yang direkomendasikan dalam Dokumen Upaya Pengelolaan Lingkungan (UKL) dan Upaya Pemantauan Lingkungan (UPL). 1,00 0,75 0,75 Sub Total 2,50 9 Insenerator memenuhi persyaratan : 1. Terletak dekat dengan tempat penurunan ternak hidup dan lebih rendah dari bangunan lain. 2. Di desain agar mudah diawasi dan mudah dirawat sesuai yang direkomendasikan dalam Dokumen Upaya Pengelolaan Lingkungan (UKL) dan Upaya Pemantauan Lingkungan (UPL). 1,50 1,00 Sub Total 2,50 10 Rumah Jaga harus memenuhi persyaratan : 1. Dibangun di masing-masing pintu masuk dan pintu keluar komplek RPH 2. Ventilasi dan penerangan harus cukup baik 0,75

7 127 Lanjutan Lampiran 1 3. Terpasang atap yang terbuat dari bahan 0,60 yang kuat, tidak korosif dan dapat melindungi petugas dari hujan dan panas matahari 4. Di desain agar petugas di dalam 0,90 bangunan dapat mengawasi keadaan di luar rumah jaga Sub Total 2, Peralatan Produksi harus memenuhi persyaratan: 1. Seluruh perlengkapan pendukung dan penunjang di RPH harus terbuat dari 0,75 bahan yang tidak mudah korosif, mudah dibersihkan dan didesinfeksi serta mudah dirawat 2. Peralatan yang langsung berhubungan dengan daging harus terbuat dari bahan 0,80 yang tidak toksik, tidak mudah korosif, mudah dibersihkan di desinfeksi serta mudah dirawat 3. Di dalam bangunan utama harus dilengkapi dengan sistem rel (railling 0,75 system) dan alat penggantung karkas yang di desain khusus dan disesuaikan dengan alur proses pemotongan dan menjaga agar karkas tidak menyentuh lantai dan dinding 4. Sarana untuk mencuci tangan harus di desain sedemikian rupa sehingga tangan 0,80 dapat menyentuh kran air setelah selesai mencuci tangan, dan dilengkapi dengan sabun dan pengering tangan seperti lap yang senantiasa diganti atau kertas tissue atau pengering mekanik (hand drier). Jika menggunakan tissue sebagai pengering tangan maka harus disediakan tempat sampah yang tertutup yang dioperasikan dengan menggunakan kaki untuk membuka penutupnya 5. Sarana pencuci tangan disediakan pada setiap tahap proses pemotongan dan 0,70 diletakkkan ditempat yang mudah dijangkau, ditempat penurunan ternak hidup, kantor administrasi dan kantor dokter hewan, ruang istirahat karyawan dan/atau kantin serta kamar mandi/wc 6. Pada pintu masuk bangunan utama harus dilengkapi dengan sarana untuk mencuci tangan seperti pada poin 4 dan sarana mencuci sepatu boot, yang dilengkapi dengan sabun, desinfektan dan sikat sepatu. 7. Peralatan yang digunakan untuk menangani pekerjaan bersih harus 0,85 dibedakan dengan peralatan yang digunakan untuk menangani pekerjaan kotor, misalnya pisau untuk menyembelih tidak diperbolehkan untuk digunakan untuk pengerjaan karkas 8. Harus disediakan sarana atau peralatan untuk membersihkan dan mendesinfeksi ruang dan peralatan

8 128 Lanjutan Lampiran 1 9. Permukaan meja tempat penanganan atau pemrosesan produk tidak terbuat dari 0,85 kayu, tidak toksik, tidak mudah rusak, mudah dibersihkan, mudah mengering dan dikeringkan 10. Penempatan perlengkapan dan peralatan harus pula memperhatikan alur proses 0,75 sehingga dapat dicegah tercemarnya karkas dari proses sebelumnya 11. Peralatan yang sulit untuk dibongkar pasang, sarana pembersihan dan desinfeksi dilakukan dengan metode pembersihan di tempat (clean in place). 12. Harus disediakan sarana atau peralatan untuk mendukung tugas dan pekerjaan dokter hewan atau petugas pemeriksa yang berwenang dalam rangka menjamin mutu daging, sanitasi dan higiene di RPH 13. Bagi setiap karyawan disedaikan lemari yang dilengkapi dengan kunci pada Ruang Ganti Pakaian yang berfungsi untuk menyimpan barang-barang pribadi 14. Perlengkapan standar untuk karyawan pada proses pemotongan ternak dan 0,75 penanganan karkas/daging adalah pakaian kerja khusus, apron plastik, penutup kepala, penutup hidung dan sepatu boot. 15. Jadwal pembersihan peralatan dilaksanakan dengan baik dan teratur Sub Total 10,00 12 Persyaratan Higiene Karyawan RPH 1. RPH harus memiliki peraturan untuk semua karyawan dan pengunjung agar 0,85 pelaksanaan sanitasi dan higiene RPH dan higiene produk tetap terjaga dengan baik 2. Setiap karyawan harus sehat dan diperiksa kesehatannya secara rutin 0,75 minimal satu kali dalam setahun 3. Setiap karyawan harus mendapat pelatihan yang berkesinambungan 0,80 tentang higiene dan mutu 4. Terdapat catatan tentang riwayat kesehatan karyawan 5. Daerah kotor atau daerah bersih hanya diperkenankan dimasuki oleh karyawan 0,95 yang bekerja dimasing-masing tempat tersebut, dokter hewan dan petugas pemeriksa yang berwenang 6. Pengunjung (tamu) yang hendak memasuki bangunan utama RPH harus 0,65 mendapat izin dari pengelola dan mengikuti peraturan yang berlaku 7. Fasilitas ruang ganti pakaian, tempat penyimpanan sepatu harus terpisah Sub Total 5,00 13 Pengawasan Kesehatan Masyarakat Veteriner 1. Pengawasan kesmavet serta pemeriksaan antemortem dan postmortem dirph dilakukan oleh petugas yang berwenang 1,75

9 129 Lanjutan Lampiran 1 2. Pada setiap RPH harus memiliki tenaga 1,75 Dokter Hewan yang bertanggung jawab terhadap dipenuhinya syarat-syarat dan prosedur pemotongan ternak, penanganan daging serta sanitasi dan higiene 3. Dalam melaksanakan tugasnya sebagai 1,50 Dokter Hewan seperti yang disebutkan pada poin 2 dapat ditunjuk seseorang yang memiliki pengetahuan di dalam bidang kesehatan masyarakat veteriner yang bekerja di bawah pengawasan Dokter Hewan yang dimaksud Sub Total 5,00 14 Kendaraan Pengangkut Karkas/Daging Sapi 1. Boxs pada kendaraan untuk mengangkut 2,50 karkas/daging sapi harus tertutup 2. Lapisan dalam boxs pada kendaraan 2,00 pengangkut daging harus terbuat dari bahan yang tidak toksik, tidak mudah korosif, mudah dibersihkan dan didesinfeksi, mudah dirawat serta mempunyai sifat insulasi yang baik 3. Boxs dilengkapi dengan alat pendingin 1,50 yang dapat mempertahankan suhu bagian dalam daging sapi segar maksimum +4 o C 4. Suhu ruangan dalam boxs pengangkut 1,50 daging sapi beku maksimal 18 o C 5. Dibagian dalam boxs dilengkapi alat 1,25 penggantung karkas 6. Persyaratan kendaraan pengangkut 1,25 daging secara rinci akan ditetapkan dalam standar tersendiri Sub Total 10,00 15 Persyaratan Ruang Pembekuan Cepat 1. Ruang pembekuan cepat terletak di 0,65 daerah bersih 2. Besarnya ruangan disesuaikan dengan jumlah karkas/daging yang dihasilkan 3. Konstruksi bangunan ruang pembekuaan 0,60 cepat pada bagian dalam berwarna terang, terbuat dari bahan kedap air, tidak toksik, tidak korosif, memiliki insulasi yang baik, tahan benturan keras, mudah dibersihkan dan mudah didesinfeksi serta tidak mudah mengelupas 4. Konstruksi lantai pada ruang pembekuan 0,60 cepat terbuat dari bahan yang kedap air, tidak mudah korosif, tidak toksik, tahan terhadap benturan keras, mudah dibersihkan dan didesinfeksi serta tidak mudah mengelupas 5. Selain poin 4. Lantai juga harus rata, tidak licin dan landai ke arah saluran pembuangan 6. Sudut pertemuan antara dinding dan 0,35 lantai harus berbentuk lengkung dengan jari-jari sekitar 75 mm 7. Sudut pertemuan antara dinding dengan 0,35 dinding harus berbentuk lengkung dengan jari-jari 25 mm

10 130 Lanjutan Lampiran 1 8. Langit-langit harus berwarna terang, 0,35 terbuat dari bahan yang kuat, kedap air, memiliki insulasi yang baik, tidak mudah mengelupas dan mudah dibersihkan 9. Intensitas cahaya penerangan dalam ruang sebesar 220 lux 10. Ruang di desain sedemikian rupa agar tidak ada aliran air atau limbah cair lain dari ruang lainnya yang masuk kedalam ruang pembekuan 11. Ruang memiliki alat pendingin yang 0,35 dilengkapi dengan kipas (blower). Suhu dalam ruang maksimum -35 o C dengan kecepatan udara minimum 2 m/detik 12. Suhu dalam ruang dapat menjamin agar suhu bagian dalam daging maksimum +7 o C Sub Total 5,00 16 Persyaratan ruang Penyimpanan Beku 6. Ruang penyimpanan beku terletak di 1,30 daerah bersih 7. Besarnya ruangan disesuaikan dengan 1,50 kapasitas atau jumlah karkas/daging yang dihasilkan 8. Konstruksi bangunan harus memenuhi 1,20 persyaratan seperti tertuang pada butir Suhu maksimum dalam ruangan -20 o C 10. Persyaratan ruang pembekuan daging secara rinci akan ditetapkan dalam daftar tersendiri Sub Total 5,00 17 Persyaratan Ruang Pengolahan Karkas/ Daging Sapi 1. Ruang pengolahan karkas/daging sapi 0,75 berada di daerah bersih 2. Besarnya ruangan disesuaikan dengan 0,75 kapasitas atau jumlah daging yang akan diolah 3. Konstruksi bangunan harus memenuhhi 1,00 persyaratan seperti yang tertuang pada butir Ruang dilengkapi dengan meja dan 1,25 fasilitas lain seperti fasilitas untuk memotong karkas dan mengemas daging 5. Suhu maksimum di dalam ruangan 1,25 berada di bawah +15 o C Sub Total 5,00 18 Laboratorium 1. Letak laboratorium berdekatan dengan kantor Dokter Hewan 2. Konstruksi bangunan laboratorium harus memenuhi persyaratan: A. Dinding 1. Dinding bagian dalam berwarna terang, terbuat dari bahan yang kuat, kedap air, tidak mudah korosif, tidak toksik 2. Dinding mudah dibersihkan dan didesinfeksi serta tidak mudah mengelupas -

11 131 Lanjutan Lampiran 1 B. Lantai 1. Lantai terbuat dari bahan kedap air, tidak mudah korosif, tidak licin, mudah dibersihkan dan didesinfeksi 2. Permukaan lantai harus rata, tidak bergelombang, tidak ada celah atau lubang serta landai mengarah ke saluran pembuangan C. Langit-langit 1. Langit-langit di desain agar tidak 0,15 terjadi akumulasi kotoran dan kondensasi dalam ruangan 2. Langit-langit harus berwarna 0,15 terang, terbuat dari bahan yang kedap air, kuat, tidak mudah mengelupas, mudah dibersihkan dan dihindari adanya lubang atau celah yang terbuka 3. Laboratorium didesain agar tidak 0,15 dapat dimasuki, serangga, burung,tikus atau binatang rodensia lainnya. 3. Tata ruang didesain agar dapat menunjang pemeriksaan laboratorium 4. Sistem penerangan dalam laboratorium memiliki intensitas cahaya 540 lux dan lampu harus diberi penutup 5. Ventilasi di dalam ruangan harus baik 6. Laboratorium dilengkapi dengan sarana pencuci tangan yang dilengkapi dengan sabun dan pengering tangan seperti lap yang senantiasa diganti, kertas tissue atau pengering tangan mekanik. Jika menggunakan tissue, maka harus disediakan pula tempat sampah tertutup yang dioperasikan dengan menggunakan kaki. 7. Laboratorium dilengkapi dengan meja dimana pada bagian permukaannya terbuat dari bahan yang kuat, tidak mudah korosif, mudah dibersihkan dan dididesinfeksiserta mudah dalam perawatannya. 8. Persyaratan laboratorium secara rinci 0,30 akan ditetapkan dalam standar tersendiri. Sub Total 5,00 TOTAL KOMULATIF 100 Petunjuk pengisian : Isi bagian kolom penilaian dengan memberikan tanda X pada kolom penilaian NKV untuk : MN = Penyimpangan Minor MY = Penyimpangan Mayor SR = Penyimpangan Serius KT = Penyimpangan Kritis OK = Tidak ada Penyimpangan

12 132 Lanjutan Lampiran 1 1. Jumlah Penyimpangan a). Penyimpangan Minor b). Penyimpangan Mayor c). Penyimpangan Serius d). Penyimpangan Kritis 2. Level/ Tingkat Unit Usaha Jumlah Penyimpangan Level/Tingkat MN MY SR KT I II < 7 < 8 < 5 0 III NA < 15 < 10 < 4 IV NA NA NA < 4 3. Keterangan Level/ Tingkat Usaha 1 Level I Berhak memperoleh NKV dengan kategori sangat baik (kualifikasi ekspor) 2 Level II Berhak mendapat NKV dengan kategori baik (menuju kualifikasi ekspor) 3 Level III Berhak memperoleh NKV dengan kategori cukup 4 Level IV Masih dalam tahap pembinaan untuk memperoleh NKV

13 133 Lampiran 2 Check list good slaughtering practices (GSP) Rumah Potong Hewan (RPH) Nama RPH Alamat Tanggal Pengambilan Jam Pengambilan Petunjuk FORM GSP DI RPH :. :. :. :. : Berilah tanda ( ) pada kolom pengamatan yang sesuai dengan keadaan pengamatan di lapangan 1 Tahap Penerimaan dan Penampungan Ternak 1. Hewan ternak yang baru datang di 1,25 RPH harus diturunkan dari alat angkut dengan hati-hati dan tidak membuat ternak menjadi stress 2. Dilakukan pemerikasaan dokumen 1,25 (surat kesehatan hewan, surat keterangan asal hewan, surat karantina dsb) 3. Hewan ternak harus diistirahatkan 1,50 terlebih dahulu di kandang penampungan minimal 12 jam sebelum dipotong 4. Hewan ternak harus dipuasakan tetapi 1,75 tetap diberi minum kurang lebih 12 jam sebelum dpotong 5. Hewan ternak harus diperiksa 1,75 kesehatannya sebelum dipotong (pemeriksaan antemortem) Sub Total 7,50 2. Tahap Pemeriksaan Antemortem 1. Pemeriksaan antemortem dilakukan 3,50 oleh dokter hewan atau petugas yang ditunjuk di bawah pengawasan dokter hewan sesuai dengan prosedur yang ditetapkan (Surat Keputusan Bupati/Walikota/Kepala Dinas) 2. Hewan ternak yang dinyatakan sakit 4,50 atau diduga sakit dan tidak boleh dipotong atau ditunda pemotongannya, harus segera dipisahkan dan ditempatkan pada kandang isolasi untuk pemeriksaan lebih lanjut 3. Apabila ditemukan penyakit menular 4,50 atau zoonosis, maka dokter hewan/ petugas yang ditunjuk di bawah pengawasan dokter hewan harus segera mengambil tindakan sesuai dengan prosedur yang ditetapkan Sub Total 12,50 3. Persiapan Pemotongan Ternak 1. Ruang proses produksi dan peralatan 2,50 harus dalam kondisi bersih sebelum dilakukan proses penyembelihan 2. Hewan ternak harus ditimbang sebelum 1,25 dipotong 3. Hewan ternak harus dibersihkan 1,25 terlebih dahulu dengan air (disemprot air) sebelum masuk ruang pemotongan

14 134 Lanjutan Lampiran 2 4. Hewan ternak digiring dari kandang 2,50 penampungan ke ruang pemotongan melalui gang way dengan cara wajar dan tidak membuat stress pada ternak Sub Total 7,50 4. Proses Penyembelihan 1. Hewan ternak harus dipingsankan atau 2,25 tidak dipingsankan 2. Apabila dilakukan pemingsanan, maka 2,25 tata cara pemingsanan harus mengikuti Fatwa MUI tentang tata cara pemingsanan hewan yang diperbolehkan 3. Apabila tidak dilakukan pemingsanan, 2,25 maka tata cara menjatuhkan hewan harus dapat meminimalkan rasa sakit dan stress (misalnya menggunakan restraining box) 4. Apabila hewan ternak telah rebah dan 5,00 telah diikat (aman) segera dilakukan penyembelihan sesuai dengan syariat Islam yaitu memotong bagian ventral leher dengan menggunakan pisau yang tajam sekali tekan tanpa diangkat sehingga memutus saluran makanan, saluran nafas dan pembuluh darah 5. Proses selanjutnya dilakukan setelah 2,00 ternak benar-benar mati dan pengeluaran darah sempurna 6. Setelah hewan ternak tidak bergerak 2,25 lagi, leher dipotong dan kepala dipisahkan dari bagian badan, kemudian bagian kepala digantung untuk dilakukan pemeriksaan selanjutnya 7. Pada RPH yang fasilitasnya lengkap, 2,00 kedua kaki belakang pada sendi tarsus dikaitkan dan dikere (hoisted), sehingga bagian leher berada dibawah yang bertujuan agar proses pengeluaran darah benar-benar sempurna dan siap untuk proses selanjutnya. 8. RPH yang tidak memiliki fasilitas 2,00 hoist, setelah hewan ternak benar-benar mati, hewan dipindahkan ke atas keranda/ penyangga karkas (cardle) dan siap untuk dilakukan proses selanjutnya Sub Total 20,00 5. Tahap Pengulitan 1. Sebelum proses pengulitan dilakukan, 2,50 terlebih dahulu harus dilakukan pengikatan pada saluran makan di leher dan anus, sehingga isi lambung dan feses tidak keluar dan mencemari karkas 2. Pengulitan dilakukan bertahap, diawali 1,75 dengan irisan panjang pada kulit sepanjang garis dada dan bagian perut 3. Irisan dilanjutkan sepanjang 1,25 permukaan dalam (medial) kaki.

15 135 Lanjutan Lampiran 2 4. Kulit dipisahkan mulai dari bagian 1,25 tengah ke punggung 5. Pengulitan harus hati-hati tidak terjadi 1,25 kerusakan pada kulit dan terbuangnya daging Sub Total 7,50 6. Pengeluaran Jeroan 1. Rongga perut dan rongga dada dibuka 2,50 dengan membuat irisan sepanjang garis perut dan dada 2. Organ-organ yang ada di rongga perut 5,00 dan dada dikeluarkan dan dijaga agar rumen dan alat pencernaan lainnya tidak pecah/robek 3. Dilakukan pemisahan antara jeroan 5,00 merah (hati, jantung, paru-paru, limpa, ginjal dan lidah) dan jeroan hijau (lambung, usus dan esophagus) Sub Total 12,50 7. Pemerikasaan Postmortem 1. Pemeriksaan postmortem dilakukan 3,00 oleh dokter hewan atau petugas yang ditunjuk di bawah pengawasan dokter hewan 2. Pemeriksaan postmortem dilakukan 3,00 terhadap kepala, isi rongga dada dan perut serta karkas 3. Karkas dan organ yang dinyatakan 3,25 ditolak atau dicurigai harus segera dipisahkan untuk dilakukan pemeriksaan lebih lanjut 4. Apabila ditemukan penyakit hewan 3,25 menular dan zoonosis, maka dokter hewan/petugas yang ditunjuk di bawah pengawasan dokter hewan harus segera mengambil tindakan sesuai dengan prosedur yang ditetapkan Sub Total 12,50 8. Pembelahan Karkas 1. Karkas dibelah dua sepanjang tulang 4,00 dengan kampak yang tajam atau mesin yang disebut automotic cattle splitter 2. Pembelahan karkas dapat dilakukan 3,50 menjadi dua/empat sesuai kebutuhan Sub Total 7,50 9. Pelayuan (aging) 1. Karkas yang telah dipotong/dibelah 3,75 disimpan diruang yang dingin (<10 o C) 2. Karkas selanjutnya siap diangkut ke 1,25 pasar Sub Total 5, Pengangkutan Karkas 1. Karkas/daging harus diangkut dengan angkutan khusus daging yang didesain dengan boks tertutup, sehingga dapat mencegah kontaminasi dari luar 3,00 2. Jeroan dari hasil sampingannya 1,25 diangkut dengan wadah dan atau alat angkut yang terpisah dengan alat angkut karkas/daging

16 136 Lanjutan Lampiran 2 3. Karkas/daging dan jeroan harus 1,25 disimpan dalam wadah/kemasan sebelum disimpan dalam boks alat angkut 4. Untuk menjaga kualitas daging 2,00 dianjurkan alat angkut karkas/daging dan jeroan dilengkapi dengan alat pendingin (refrigerator) Sub Total 7,50 TOTAL KOMULATIF 100,00 Petunjuk pengisian : Isi bagian kolom penilaian dengan memberikan tanda X pada kolom penilaian NKV untuk : MN = Penyimpangan Minor MY = Penyimpangan Mayor SR = Penyimpangan Serius KT = Penyimpangan Kritis OK = Tidak ada Penyimpangan 1. Jumlah Penyimpangan a). Penyimpangan Minor b). Penyimpangan Mayor c). Penyimpangan Serius d). Penyimpangan Kritis 2. Level/ Tingkat Unit Usaha Jumlah Penyimpangan Level/Tingkat MN MY SR KT I II < 7 < 8 < 5 0 III NA < 15 < 10 < 4 IV NA NA NA < 4 3. Keterangan Level/ Tingkat Usaha 1 Level I Berhak memperoleh NKV dengan kategori sangat baik (kualifikasi ekspor) 2 Level II Berhak mendapat NKV dengan kategori baik (menuju kualifikasi ekspor) 3 Level III Berhak memperoleh NKV dengan kategori cukup 4 Level IV Masih dalam tahap pembinaan untuk memperoleh NKV

17 137 Lampiran 3 Check list Sistem Jaminan Halal(SJH) Pemotongan Hewan di RPH FORM SJH PEMOTONGAN HEWAN DI RPH Nama RPH :. Alamat :. Tanggal Pengambilan :. Jam Pengambilan :. Petunjuk : Berilah tanda ( ) pada kolom pengamatan yang sesuai dengan keadaan pengamatan di lapangan 1 Sumber Daya 20, Sumber daya manusia 1. Umum a. Personel yang melaksanakan pekerjaan berhubungan status kehalalan harus memiliki kompetensi yang sesuai meliputi petugas pemingsanan, penyembelihan dan supervisor halal. b. Personel harus mengikuti pelatihan atau melakukan tindakan lain untuk mencapai kompetensi yang diperlukan c. Manajemen RPH harus memelihara rekaman mengenai pelatihan, keterampilan dan pengalaman personel d. Personel harus dikontrol dan di supervisi oleh LPPOM MUI atau Lembaga Sertifikasi Halal yang diakui e. Personel halal tidak boleh merangkap sebagai pekerja/karyawan pada RPH Babi 2. Petugas Penyembelih a. Beragama Islam 1.00 b. Berumur minimal 18 tahun c. Berbadan dan berjiwa sehat d. Taat menjalankan ibadah wajib 1.00 e. Memahami tata cara penyembelihan sesuai Syari at Islam f. Lulus pelatihan penyembelihan halal yang dilakukan oleh Lembaga Sertifikasi Halal g. Memiliki kartu identitas sebagai penyembelih halal dari Lembaga Sertifikasi Halal yang diakui oleh MUI atau lembaga yang berwenang h. Jumlah petugas penyembelih harus memadai dengan jumlah hewan yang disembelih per hari 3. Petugas Pemingsanan a. Berbadan dan berjiwa sehat serta memiliki catatan kesehatan b. Memahami tata cara pemingsanan sesuai dengan persyaratan halal c. Memiliki keahlian sebagai petugas pemingsanan dan telah mengikuti pelatihan petugas pemingsanan Supervisior Halal a. Beragama Islam 1.00

18 138 Lanjutan Lampiran 3 b. Berumur minimal 18 tahun c. Berbadan dan berjiwa sehat d. Taat menjalankan ibadah wajib 1.00 e. Memahami tata cara penyembelihan 1.00 sesuai Syari at Islam f. Disertifikasi oleh Lembaga Sertifikasi Halal yang bekerjasana dengan instansi terkait g. Memiliki kemampuan dalam memeriksa proses pemotongan, mulai dari pra-penyembelihan hingga penyimpanan h. Jumlah petugas supervisior halal harus memadai dengan jumlah hewan yang disembelih per hari 1.2 Prasarana 1. Lokasi dan fasilitas RPH a. Pada satu RPH hanya dikhususkan untuk produksi daging hewan halal b. Lokasi RPH harus terpisah dari 1,00 RPH/peternakan babi (minimal radius 2 km) dan tidak terjadi kontaminasi silang antara RPH halal dan RPH/ peternakan babi c. Fasilitas RPH dirancang sedemikian rupa agar produk tidak terjadi kontaminasi dengan produk non halal maupun dengan barang haram dan najis d. Tidak terjadi penggunaan fasilitas, mesin dan alat secara bersama-sama antara RPH halal dan RPH babi 2. Alat Penyembelih a. Harus tajam b. Bukan berasal dari kuku, gigi/taring atau tulang c. Ukuran dari alat penyembelih harus disesuaikan dengan ukuran dari leher hewan yang akan dipotong d. Alat penyembelih tidak diasah di depan hewan yang akan disembelih 2 Penyembelihan Hewan 50, Pra Penyembelihan 1. Umum a. Hewan yang akan disembelih harus 1,25 mempunyai waktu istirahat yang cukup dan mengikuti kaidah kesejahteraan hewan yang berlaku b. Dilakukan pemeriksaan ante mortem 1,25 oleh lembaga yang berwenang c. Rekaman hewan mati sebelum sempat 1,00 disembelih harus disimpan dan dipelihara 2. Tanpa Pemingsanan a. Pengendalian hewan harus seminimal 1,25 mungkin hewan stress dan kesakitan b. Bila menggunakan sarana 1,25 pengendalian (restraining box), termasuk pengendalian secara mekanis, harus dipastikan berfungsi baik dan dioperasionalisasikan secara efektif

19 139 Lanjutan Lampiran 3 c. Sesegera mungkin dilakukan 1,50 penyembelihan bila hewan telah terkendali dengan baik dan tenang 3. Dengan pemingsanan (Stunning) a. Stunning hanya menyebabkan hewan 1,50 pingsan sementara, tidak menyebabkan hewan mati sebelum disembelih b. Tidak menyebabkan cidera permanen 1,50 atau merusak organ hewan yang dipingsankan, khususnya sistem syaraf pusat (SSP) c. Tidak menyebabkan hewan kesakitan 1,25 d. Bertujuan untuk mempermudah 1,00 penyembelihan e. Metode/ peralatan stunning harus 1,00 divalidasi untuk menjamin terwujudnya syarat pada poin a,b,c dan d. f. Peralatan stunning tidak digunakan 1,00 antara hewan halal dan non halal g. Petugas pemingsanan harus 1,00 memastikan peralatan stunning dalam kondisi baik setiap akan memulai proses penyembelihan h. Supervisior Halal harus melakukan 1,00 verifikasi secara berkala untuk memastikan pelaksanaan stunning sesuai dengan metode dan parameter yang telah disetujui pada syarat e. i. Supervisior Halal harus memastikan 1,00 bahwa pemingsanan tidak menyebabkan kematian pada hewan sebelum disembelih dengan memastikan pergerakan hewan j. Harus dibuat rencana pemeliharaan 1,00 peralatan stunning k. Harus dilakukan validasi untuk 1,00 menjamin efektivitas dari peralatan stunning dengan menggunakan instrumen yang telah terkalibrasi l. Esophagus plug dapat dipasang pada 1,00 kerongkongan sepanjang tidak melukai hewan m. Rekaman pemingsanan hewan yang 1,00 tidak sesuai dengan persyaratan harus disimpan dan dipelihara. 2.2 Proses Penyembelihan (Slaughtering) a. Penyembelihan mengucapkan 5,00 Bismillaahi Allahu Akbar atau Bismillaahi Rahmaanir Rahim yang diucapkan untuk individu hewan b. Posisi hewan ketika disembelih bisa 2,00 dalam posisi terbaring atau tergantung, dengan syarat penyembelihan harus dilakukan dengan cepat. c. Wajib terpotongnya 3 (tiga) saluran yaitu, 2,50 pembuluh darah (wadajain/vena jugularis dan arteri carotis disisi kiri dan kanan), saluran makanan (mari /esophagus), dan saluran pernafasan (hulqum/trachea).

20 140 Lanjutan Lampiran 3 d. Proses penyembelihan harus dilakukan 1,50 secara cepat dan tepat sasaran tanpa mengangkat pisau. e. Proses penyembelihan dilakukan dari 1,50 leher bagian depan dan tidak memutus tulang leher f. Jika ada proses pemingsanan, 1,50 penyembelihan harus dilakukan sebelum hewan sadar (maksimal 40 detik). g. Supervisior Halal harus memastikan 1,00 terpotongnya tiga saluran, serta darah hewan berwarna merah dan mengalir deras saat disembelih h. Hewan yang akan disembelih disarankan 2,00 untuk dihadapkan ke kiblat 2.3 Pasca Penyembelihan a. Harus dilakukan pemeriksaan untuk 2,00 memastikan hewan mati sebelum dilakukan penanganan atau proses selanjutnya b. Waktu minimal antara pemotongan 1,25 dengan proses selanjutnya adalah 45 detik c. Ruang/lokasi penanganan karkas dan 1,50 jeroan harus dipisah d. Karkas dan jeroan yang berasal dari 2,00 hewan yang disembelih tidak memenuhi persyaratan halal harus diperlakukan sebagai non halal e. Pemeriksaan post mortem harus 1,50 dilakukan oleh petugas yang berwenang f. Rekaman karkas dan jeroan yang tidak 1,00 memenuhi persyaratan harus disimpan dan dipelihara g. Khusus untuk pengunaan alat 1,00 pemingsanan mekanis (percussive pneumatic stun/mushroom head stun) harus dilakukan pemeriksaan broken skull serta rekamannya harus disimpan dan dipelihara h. Electrical stimulation yang digunakan 1,00 untuk mempercepat keluarnya darah dan menghindari gerakan hewan yang membahayakan bagi penyembelih diperbolehkan sepanjang tidak mematikan. 3 Penanganan dan Penyimpanan a. Karkas/daging/jeroan halal dan non halal 3,00 harus ditangani dan disimpan pada tempat yang terpisah b. Karkas/daging/jeroan halal harus 3,00 ditangani dan disimpan dengan baik untuk menghindari kontaminasi silang dengan bahan dan cemaran lainnya c. Ruang/gudang penyimpanan harus bebas 2,75 dari produk non halal d. Jika di RPH menghasilkan produk halal 2,50 dan non halal, maka harus dilakukan penandaan sehingga memudahkan untuk penelusuran balik atas produk yang bersangkutan

21 141 Lanjutan Lampiran 3 e. Jika di RPH menghasilkan produk halal 2,50 dan non halal, maka penyimpanan dilakukan secara baik dengan cara memberi warna rak yang berbeda antara rak untuk produk halal dan non halal serta mencantumkan tanda Halal dan Non Halal dimasing-masing rak f. Rekaman karkas/daging/jeroan non halal 1,25 harus disimpan dan dipelihara 4 Pengemasan dan Pelabelan a. Kemasan harus memiliki identitas halal, 2,50 seperti logo halal atau barcode, untuk menandai kehalalal dari produk, sehingga memudahkan untuk penelusuran balik (traceability) atas produk yang bersangkutan b. Pemberian identitas halal dicantumkan 2,00 pada kemasan produk sebelum memasuki ruang/gudang penyimpanan c. Label harus secara spesifik menjelaskan 1,50 perbedaan halal dan non halal (jika ada) d. Proses pengiriman daging/jeroan harus 2,00 disertai dengan label, mulai dari penyiapan (pengepakan dan pemasukan kedalam kontainer), pengangkutan (pengapalan/shipping) hingga penerimaan e. Label sekurang-kurangnya harus memuat 2,00 informasi logo halal, tanggal penyembelihan, nama dan/atau nomor RPH beserta alamat dan negara asal RPH, serta berat bersih 5 Transportasi a. Alat pengiriman harus khusus (dedicated) 3,00 untuk membawa atau mengangkut daging halal saja, tidak boleh digunakan bersama atau bergantian untuk mengangkut produk babi/daging non halal b. Alat pengiriman harus bebas dari najis 2,00 (filth) dan cemaran lain TOTAL KOMULATIF 100,00 Petunjuk pengisian : Isi bagian kolom penilaian dengan memberikan tanda X pada kolom penilaian NKV untuk : MN = Penyimpangan Minor MY = Penyimpangan Mayor SR = Penyimpangan Serius KT = Penyimpangan Kritis OK = Tidak ada Penyimpangan 1. Jumlah Penyimpangan a). Penyimpangan Minor b). Penyimpangan Mayor c). Penyimpangan Serius d). Penyimpangan Kritis

22 142 Lanjutan Lampiran 3 2. Level/ Tingkat Unit Usaha Jumlah Penyimpangan Level/Tingkat MN MY SR KT I II < 7 < 8 < 5 0 III NA < 15 < 10 < 4 IV NA NA NA < 4 3. Keterangan Level/ Tingkat Usaha 1 Level I Berhak memperoleh NKV dengan kategori sangat baik (kualifikasi ekspor) 2 Level II Berhak mendapat NKV dengan kategori baik (menuju kualifikasi ekspor) 3 Level III Berhak memperoleh NKV dengan kategori cukup 4 Level IV Masih dalam tahap pembinaan untuk memperoleh NKV

23 143 Lampiran 4 Standar penilaian warna daging sapi berdasarkan SNI 3932:2008 Sumber : BSN (2008)

Lampiran I kuisioner GSP pada Tempat Pemotongan Kambing

Lampiran I kuisioner GSP pada Tempat Pemotongan Kambing 56 Rumah Pemotongan hewan Jambi menuju SNI. Tribun Jambi [Internet]. http://jambi.tribunnews.com/rumah-pemotongan-hewan-jambi-menuju-sni. [11 Juli 2012]. Saeni. 1989. Kimia Lingkungan [diktat]. Bogor:

Lebih terperinci

Badan Standardisasi Nasional

Badan Standardisasi Nasional Standar Nasional Indonesia SNI 01-6159 1999 Rumah Pemotongan Hewan Badan Standardisasi Nasional Rumah Pemotongan Hewan Pendahuluan Penetapan standar Rumah Pemotongan Hewan merupakan hal penting yang perlu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Rumah Pemotongan Hewan (RPH) Rumah Pemotongan Hewan (RPH) merupakan bangunan atau kompleks bangunan yang dibuat menurut bagan tertentu di suatu kota yang digunakan sebagai tempat

Lebih terperinci

Prosedur Operasional Standard Pemotongan Hewan di RPH

Prosedur Operasional Standard Pemotongan Hewan di RPH Prosedur Operasional Standard Pemotongan Hewan di RPH Pemotongan hewan di Rumah Pemotongan Hewan (RPH) harus dilakukan dengan memperhatikan kaidah-kaidah yang telah ditetapkan oleh pemerintah, yang dalam

Lebih terperinci

Lampirran 1 Aplikasi SSOP pada seluruh TPA dibina dan Kondisi Seharusnya yang mengacu pada Permentan 2005

Lampirran 1 Aplikasi SSOP pada seluruh TPA dibina dan Kondisi Seharusnya yang mengacu pada Permentan 2005 Lampirran 1 Aplikasi SSOP pada seluruh TPA dibina dan Kondisi Seharusnya yang mengacu pada Permentan 2005 Aspek SSOP Kondisi TPA dibina Kondisi Seharusnya Keterangan Penanggung Jawab Kesehatan Hewan dan

Lebih terperinci

Lampiran 1. Aspek Penilaian GMP dalam Restoran

Lampiran 1. Aspek Penilaian GMP dalam Restoran LAMPIRAN Lampiran 1. Aspek Penilaian GMP dalam Restoran No Parameter Bobot Nilai A Kondisi umum sekitar restoran 1 Lokasi 1 0 Jarak jasaboga minimal 500 m dari sumber pencemaran seperti tempat sampah umum,

Lebih terperinci

Seleksi dan Penyembelihan Hewan Qurban yang Halal dan Baik. Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian RI

Seleksi dan Penyembelihan Hewan Qurban yang Halal dan Baik. Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian RI Seleksi dan Penyembelihan Hewan Qurban yang Halal dan Baik Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian RI Pendahuluan Dan makanlah makanan yang Halal lagi Baik dari apa yang

Lebih terperinci

Lampiran 1. Pengukuran tingkat penerapan Good Manufacturing Practice

Lampiran 1. Pengukuran tingkat penerapan Good Manufacturing Practice 113 LAMPIRAN 113 114 Lampiran 1. Pengukuran tingkat penerapan Good Manufacturing Practice 1 Lokasi Lokasi produksi harus jauh dari tempattempat yang menjadi sumber cemaran, seperti: tempat pembuangan sampah,

Lebih terperinci

Pujianto, SE DINAS PERINKOP DAN UMKM KABUPATEN MAGELANG TAHUN 2015

Pujianto, SE DINAS PERINKOP DAN UMKM KABUPATEN MAGELANG TAHUN 2015 Pujianto, SE DINAS PERINKOP DAN UMKM KABUPATEN MAGELANG TAHUN 2015 APA ITU CPPOB? adalah cara produksi yang memperhatikan aspek keamanan pangan, antara lain dengan cara : a. mencegah tercemarnya pangan

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA Kementerian Pertanian. Rumah Potong Hewan. Unit Penanganan Daging.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA Kementerian Pertanian. Rumah Potong Hewan. Unit Penanganan Daging. No.60, 2010 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA Kementerian Pertanian. Rumah Potong Hewan. Unit Penanganan Daging. PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13/Permentan/OT.140/1/2010 TENTANG PERSYARATAN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TRENGGALEK,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TRENGGALEK, BUPATI TRENGGALEK SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK NOMOR 10 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN RUMAH POTONG HEWAN DAN UNIT PENANGANAN DAGING DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TRENGGALEK,

Lebih terperinci

B. Bangunan 1. Umum Bangunan harus dibuat sesuai dengan peraturan perundangundangan

B. Bangunan 1. Umum Bangunan harus dibuat sesuai dengan peraturan perundangundangan Syarat kesehatan yang mengacu pada Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 519/MENKES/SK/VI/2008 tentang Pedoman Penyelenggaraan Pasar Sehat: A. Lokasi 1. Lokasi sesuai dengan Rencana Umum

Lebih terperinci

KAJIAN KEPUSTAKAAN. masyarakat umum (SNI, 1999). Tujuan utamanya didirikan RPU adalah untuk

KAJIAN KEPUSTAKAAN. masyarakat umum (SNI, 1999). Tujuan utamanya didirikan RPU adalah untuk 1 II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Rumah Pemotongan Hewan Unggas Rumah pemotongan unggas (RPU) adalah komplek bangunan dengan desain dan kontruksi khusus yang memenuhi persyaratan teknis dan higiene tertentu

Lebih terperinci

Gambar lampiran 1: Tempat Pencucian Alat masak dan makan hanya satu bak

Gambar lampiran 1: Tempat Pencucian Alat masak dan makan hanya satu bak Gambar lampiran : Tempat Pencucian Alat masak dan makan hanya satu bak Gambar lampiran 2: saluran limbah yang kotor dan tidak tertutup dekat dengan Pengolahan sambal Gambar lampiran 3: keadaan dapur yang

Lebih terperinci

Sanitasi Penyedia Makanan

Sanitasi Penyedia Makanan Bab 6 Sanitasi Penyediaan Makanan Sanitasi Penyedia Makanan Sanitasi Jasa Boga Sanitasi Rumah Makan & Restoran Sanitasi Hotel Sanitasi Rumah Sakit Sanitasi Transportasi Penggolongan Jasa Boga Jasa boga

Lebih terperinci

Produksi Daging Unggas yang Sehat dan Higienis

Produksi Daging Unggas yang Sehat dan Higienis Produksi Daging Unggas yang Sehat dan Higienis Pasar merupakan tempat bertemunya para penjual dan pembeli untuk melakukan transaksi jual beli. Secara umum berdasarkan kelas mutu pelayanan terbagi menjadi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (CPOB). Hal ini didasarkan oleh Keputusan Menteri Kesehatan RI.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (CPOB). Hal ini didasarkan oleh Keputusan Menteri Kesehatan RI. BAB II TINJAUAN PUSTAKA Industri farmasi diwajibkan menerapkan Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB). Hal ini didasarkan oleh Keputusan Menteri Kesehatan RI. No.43/MENKES/SK/II/1988 tentang CPOB dan Keputusan

Lebih terperinci

PENILAIAN PEMERIKSAAN KESEHATAN LINGKUNGAN HYGIENE SANITASI DI RUMAH MAKAN/RESTORAN

PENILAIAN PEMERIKSAAN KESEHATAN LINGKUNGAN HYGIENE SANITASI DI RUMAH MAKAN/RESTORAN PENILAIAN PEMERIKSAAN KESEHATAN LINGKUNGAN HYGIENE SANITASI DI RUMAH MAKAN/RESTORAN Nama Rumah Makan/Restoran : Alamat : Nama Pengusaha : Jumlah Karyawan : Jumlah Penjamah Makanan : Nomor Izin Usaha :

Lebih terperinci

- 5 - BAB II PERSYARATAN TEKNIS HIGIENE DAN SANITASI

- 5 - BAB II PERSYARATAN TEKNIS HIGIENE DAN SANITASI - 5 - BAB II PERSYARATAN TEKNIS HIGIENE DAN SANITASI A. BANGUNAN 1. Lokasi Lokasi jasaboga tidak berdekatan dengan sumber pencemaran seperti tempat sampah umum, WC umum, pabrik cat dan sumber pencemaran

Lebih terperinci

MENERAPKAN TEKNIK PENYEMBELIHAN HEWAN

MENERAPKAN TEKNIK PENYEMBELIHAN HEWAN BAHAN AJAR PELATIHAN JURU SEMBELIH HALAL KODE UNIT KOMPETENSI : A. 016200.011.01 MENERAPKAN TEKNIK PENYEMBELIHAN HEWAN BADAN PENYULUHAN DAN PENGEMBANGAN SDM PERTANIAN PUSAT PELATIHAN PERTANIAN 2015 DAFTAR

Lebih terperinci

WALIKOTA BALIKPAPAN PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG RUMAH POTONG UNGGAS

WALIKOTA BALIKPAPAN PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG RUMAH POTONG UNGGAS WALIKOTA BALIKPAPAN PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG RUMAH POTONG UNGGAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BALIKPAPAN, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

PEMERIKSAAN KELAIKAN HYGIENE SANITASI RUMAH MAKAN DAN RESTORAN 1. Nama rumah makan/restoran :. 2. Alamat :.

PEMERIKSAAN KELAIKAN HYGIENE SANITASI RUMAH MAKAN DAN RESTORAN 1. Nama rumah makan/restoran :. 2. Alamat :. b.. CONTOH FORMULIR RM.. PEMERIKSAAN KELAIKAN HYGIENE SANITASI RUMAH MAKAN DAN RESTORAN. Nama rumah makan/restoran :.. Alamat :... NamaPengusaha/penanggungjawab :.. Jumlah karyawan :... orang. Jumlah penjamah

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 114/Permentan/PD.410/9/2014 TENTANG PEMOTONGAN HEWAN KURBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 114/Permentan/PD.410/9/2014 TENTANG PEMOTONGAN HEWAN KURBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 114/Permentan/PD.410/9/2014 TENTANG PEMOTONGAN HEWAN KURBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

2 3. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan (Lembaran Negara Tahun 2009 Nomor 84, Tambahan Lembaran Negara Nomor 501

2 3. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan (Lembaran Negara Tahun 2009 Nomor 84, Tambahan Lembaran Negara Nomor 501 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1453, 2014 KEMENTAN. Hewan Kurban. Pemotongan. Persyaratan. Pengawasan. PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 114/Permentan/PD.410/9/2014 TENTANG PEMOTONGAN

Lebih terperinci

TEKNIK PENGOLAHAN HASIL PERTANIAN

TEKNIK PENGOLAHAN HASIL PERTANIAN SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2017 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN TEKNIK PENGOLAHAN HASIL PERTANIAN BAB XV PENGENDALIAN MUTU SELAMA PROSES KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL GURU

Lebih terperinci

Gambaran Pelaksanaan Rumah Pemotongan Hewan Babi (Studi Kasus di Rumah Pemotongan Hewan Kota Semarang)

Gambaran Pelaksanaan Rumah Pemotongan Hewan Babi (Studi Kasus di Rumah Pemotongan Hewan Kota Semarang) Gambaran Pelaksanaan Rumah Pemotongan Hewan Babi (Studi Kasus di Rumah Pemotongan Hewan Kota Semarang) *) **) Michelia Rambu Lawu *), Sri Yuliawati **), Lintang Dian Saraswati **) Mahasiswa Bagian Peminatan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Sanitasi Dan Higiene Pada Tahap Penerimaan Bahan Baku.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Sanitasi Dan Higiene Pada Tahap Penerimaan Bahan Baku. BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Sanitasi Dan Higiene Pada Tahap Penerimaan Bahan Baku. Penerapan sanitasi dan higiene diruang penerimaan lebih dititik beratkan pada penggunaan alat dan bahan sanitasi.

Lebih terperinci

PERANAN NOMOR KONTROL VETERINER (NKV) SEBAGAI PERSYARATAN DASAR UNTUK PRODUKSI PANGAN HEWANI YANG AMAN, SEHAT, UTUH DAN HALAL (ASUH)**

PERANAN NOMOR KONTROL VETERINER (NKV) SEBAGAI PERSYARATAN DASAR UNTUK PRODUKSI PANGAN HEWANI YANG AMAN, SEHAT, UTUH DAN HALAL (ASUH)** PERANAN NOMOR KONTROL VETERINER (NKV) SEBAGAI PERSYARATAN DASAR UNTUK PRODUKSI PANGAN HEWANI YANG AMAN, SEHAT, UTUH DAN HALAL (ASUH)** Oleh : Dr.drh. I Wayan Suardana, MSi* *Dosen Bagan Kesmavet Fakultas

Lebih terperinci

SALINAN LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 13 TAHUN 2015 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 13 TAHUN 2015 TENTANG

SALINAN LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 13 TAHUN 2015 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 13 TAHUN 2015 TENTANG SALINAN LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 13 TAHUN 2015 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 13 TAHUN 2015 TENTANG RUMAH POTONG HEWAN DAN RUMAH POTONG UNGGAS BAGIAN HUKUM SETDA KABUPATEN BANDUNG

Lebih terperinci

1 KUISIONER GAMBARAN HYGIENE SANITASI PENGELOLAAN MAKANAN DAN PEMERIKSAAN

1 KUISIONER GAMBARAN HYGIENE SANITASI PENGELOLAAN MAKANAN DAN PEMERIKSAAN Lampiran KUISIONER GAMBARAN HYGIENE SANITASI PENGELOLAAN MAKANAN DAN PEMERIKSAAN Escherichia coli PADA MAKANAN DI RUMAH MAKAN KHAS MINANG JALAN SETIA BUDI KELURAHAN TANJUNG REJO KECAMATAN MEDAN SUNGGAL

Lebih terperinci

MENERAPKAN HIGIENE SANITASI

MENERAPKAN HIGIENE SANITASI BAHAN AJAR PELATIHAN JURU SEMBELIH HALAL KODE UNIT KOMPETENSI : A. 016200.006.01 MENERAPKAN HIGIENE SANITASI BADAN PENYULUHAN DAN PENGEMBANGAN SDM PERTANIAN PUSAT PELATIHAN PERTANIAN 2015 1 DAFTAR ISI

Lebih terperinci

MATERI KESEHATAN LINGKUNGAN

MATERI KESEHATAN LINGKUNGAN MATERI KESEHATAN LINGKUNGAN TEMPAT PENGOLAHAN MAKANAN dr. Tutiek Rahayu,M.Kes tutik_rahayu@uny.ac.id TEMPAT PENGOLAHAN MAKANAN 1 syarat LOKASI KONSTRUKSI Terhindar dari Bahan Pencemar (Banjir, Udara) Bahan

Lebih terperinci

I. Data Responden Penjamah Makanan 1. Nama : 2. Umur : 3. Jenis Kelamin : 4. Pendidikan :

I. Data Responden Penjamah Makanan 1. Nama : 2. Umur : 3. Jenis Kelamin : 4. Pendidikan : KUESIONER HIGIENE SANITASI PENGELOLAAN MAKANAN DAN PEMERIKSAAN Escherichia coli PADA PERALATAN MAKAN DI INSTALASI GIZI RUMAH SAKIT UMUM MAYJEN H.A THALIB KABUPATEN KERINCI TAHUN 0 I. Data Responden Penjamah

Lebih terperinci

II OBSERVASI. NO OBJEK PENGAMATAN. TOTAL SKOR MASING MASING SETIAP KANTIN BOBOT NILAI LOKASI & BANGUNAN SMA LOKASI : A

II OBSERVASI. NO OBJEK PENGAMATAN. TOTAL SKOR MASING MASING SETIAP KANTIN BOBOT NILAI LOKASI & BANGUNAN SMA LOKASI : A II OBSERVASI. NO OBJEK PENGAMATAN. TOTAL SKOR MASING MASING SETIAP KANTIN BOBOT NILAI LOKASI & BANGUNAN SMA LOKASI : A LAMPIRAN I LEMBAR OBSERVASI KONDISI HIGIENE DAN SANITASI PENYELENGGARA MAKANAN DAN

Lebih terperinci

BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 15 TAHUN 2012 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PEMOTONGAN HEWAN DAN PENANGANAN DAGING

BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 15 TAHUN 2012 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PEMOTONGAN HEWAN DAN PENANGANAN DAGING 1 BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 15 TAHUN 2012 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PEMOTONGAN HEWAN DAN PENANGANAN DAGING DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SITUBONDO, Menimbang : bahwa

Lebih terperinci

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PENGUATAN DAYA SAING PRODUK KELAUTAN DAN PERIKANAN

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PENGUATAN DAYA SAING PRODUK KELAUTAN DAN PERIKANAN PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PENGUATAN DAYA SAING PRODUK KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR 24/PER-DJPDSPKP/2017 TENTANG PEMERINGKATAN SERTIFIKAT KELAYAKAN PENGOLAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DIREKTUR

Lebih terperinci

SANITASI DAN KEAMANAN

SANITASI DAN KEAMANAN SANITASI DAN KEAMANAN Sanitasi adalah.. pengendalian yang terencana terhadap lingkungan produksi, bahan bahan baku, peralatan dan pekerja untuk mencegah pencemaran pada hasil olah, kerusakan hasil olah,

Lebih terperinci

Gambar 2.1. Telur Fasciola hepatica (Sumber : CDC, 2012)

Gambar 2.1. Telur Fasciola hepatica (Sumber : CDC, 2012) 16 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Trematoda Hati 2.1.1 Fasciola hepatica a. Morfologi dan Daur Hidup Cacing dewasa mempunyai bentuk pipih seperti daun, besarnya ± 30x13 mm. Bagian anterior berbentuk seperti

Lebih terperinci

UNTUK KEPALA SEKOLAH SDN KOTA BINJAI

UNTUK KEPALA SEKOLAH SDN KOTA BINJAI Lampiran 1. LEMBAR KUESIONER UNTUK KEPALA SEKOLAH SDN KOTA BINJAI A. IDENTITAS INFORMAN Nama :. Alamat : Usia :.Tahun Jenis Kelamin : 1.Laki-laki 2. Perempuan Pendidikan terakhir : Unit Kerja : Masa kerja

Lebih terperinci

LEMBAR OBSERVASI PENELTIAN PENYELENGHGARAAN KESEHATAN LINGKUNGANSEKOLAH DASAR (SD) NEGERI DAN SD SWASTA AL-AZHAR DI KECAMATAN MEDAN JOHOR TAHUN

LEMBAR OBSERVASI PENELTIAN PENYELENGHGARAAN KESEHATAN LINGKUNGANSEKOLAH DASAR (SD) NEGERI DAN SD SWASTA AL-AZHAR DI KECAMATAN MEDAN JOHOR TAHUN No LEMBAR OBSERVASI PENELTIAN PENYELENGHGARAAN KESEHATAN LINGKUNGANSEKOLAH DASAR (SD) NEGERI 060934 DAN SD SWASTA AL-AZHAR DI KECAMATAN MEDAN JOHOR TAHUN 2016 Menurut 1429/Menkes/SK/XII/2006 tentang Pedoman

Lebih terperinci

FORMULIR PEMERIKSAAN SARANA PRODUKSI PANGAN INDUSTRI RUMAH TANGGA. Kabupaten / Kota Propinsi Nomor P-IRT. Penanggungjawab :

FORMULIR PEMERIKSAAN SARANA PRODUKSI PANGAN INDUSTRI RUMAH TANGGA. Kabupaten / Kota Propinsi Nomor P-IRT. Penanggungjawab : Sub Lampiran 1 FORMULIR PEMERIKSAAN SARANA PRODUKSI PANGAN INDUSTRI RUMAH TANGGA Nama dan alamat fasilitas yang diperiksa Kabupaten / Kota Propinsi Nomor P-IRT Pemilik Fasilitas (Perusahaan atau Perorangan)

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN. Produksi. Pangan Olahan.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN. Produksi. Pangan Olahan. No.358, 2010 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN. Produksi. Pangan Olahan. PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 75/M-IND/PER/7/2010 TENTANG PEDOMAN CARA PRODUKSI

Lebih terperinci

Kuesioner ditujukan kepada karyawan pengolah makanan

Kuesioner ditujukan kepada karyawan pengolah makanan Kuesioner ditujukan kepada karyawan pengolah A. Karakteristik Responden 1. Nama :. Umur :. Jenis Kelamin : 4. Pendidikan : B. Pertanyaan 1. Apakah ibu/bapak sebelum dan sesudah bekerja mengolah selalu

Lebih terperinci

II Observasi. No Objek pengamatan. Total skor masing masing setiap kantin Bobot Nilai Lokasi & Bangunan SMA Lokasi : a.

II Observasi. No Objek pengamatan. Total skor masing masing setiap kantin Bobot Nilai Lokasi & Bangunan SMA Lokasi : a. LAMPIRAN I LEMBAR OBSERVASI KONDISI HIGIENE DAN SANITASI PENYELENGGARA MAKANAN DAN MINUMAN PADA KANTIN SEKOLAH MENENGAH ATAS (SMA) DI KECAMATAN PERBAUNGAN KABUPATEN SERDANG BEDAGAI TAHUN 0 I. Indentitas

Lebih terperinci

Tanya Jawab Seputar DAGING AYAM SUMBER MAKANAN BERGIZI

Tanya Jawab Seputar DAGING AYAM SUMBER MAKANAN BERGIZI Tanya Jawab Seputar DAGING AYAM SUMBER MAKANAN BERGIZI KEMENTERIAN PERTANIAN DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN 2012 DAFTAR ISI 1. Apa Kandungan gizi dalam Daging ayam? 2. Bagaimana ciri-ciri

Lebih terperinci

DINAS PETERNAKAN DAN PERIKANAN KABUPATEN GROBOGAN MEMILIH DAGING ASUH ( AMAN, SEHAT, UTUH, HALAL )

DINAS PETERNAKAN DAN PERIKANAN KABUPATEN GROBOGAN MEMILIH DAGING ASUH ( AMAN, SEHAT, UTUH, HALAL ) DINAS PETERNAKAN DAN PERIKANAN KABUPATEN GROBOGAN MEMILIH DAGING ASUH ( AMAN, SEHAT, UTUH, HALAL ) Diterbitkan : Bidang Keswan dan Kesmavet Dinas Peternakan dan Perikanan Kab. Grobogan Jl. A. Yani No.

Lebih terperinci

KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL UNIVERSITAS ESA UNGGUL FAKULTAS ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI ILMU GIZI

KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL UNIVERSITAS ESA UNGGUL FAKULTAS ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI ILMU GIZI Lampiran 1 KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL UNIVERSITAS ESA UNGGUL FAKULTAS ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI ILMU GIZI KUESIONER PENELITIAN HUBUNGAN KARAKTERISTIK RESPONDEN, PENGETAHUAN, LINGKUNGAN, PELATIHAN

Lebih terperinci

CHECKLIST PEMBINAAN KANTIN SEKOLAH SEHAT SDN 04 LEBAK BULUS

CHECKLIST PEMBINAAN KANTIN SEKOLAH SEHAT SDN 04 LEBAK BULUS NO SARANA & PRASARANA / TANGGAL 1 LOKASI DAN BANGUNAN A. LANTAI BERSIH, TIDAK LICIN B. DINDING BERSIH, WARNA TERANG, KEDAP AIR C. LANGIT-LANGIT TIDAK BOCOR, TIDAK MENGELUPAS D. PINTU DAPAT DIBUKA TUTUP

Lebih terperinci

LAMPIRAN Lampiran 1. Daftar Pertanyaan Keluhan Konsumen

LAMPIRAN Lampiran 1. Daftar Pertanyaan Keluhan Konsumen LAMPIRAN Lampiran. Daftar Pertanyaan Keluhan Konsumen. Kapan anda datang untuk makan di restoran ini? Jawab:....... Produk apa yang biasanya Anda beli? Jawab:....... Selama makan di restoran ini apakah

Lebih terperinci

ANALISIS KELAYAKAN TEKNIS DAN FINANSIAL USAHA RUMAH PEMOTONGAN BABI DI KOTA BANDUNG

ANALISIS KELAYAKAN TEKNIS DAN FINANSIAL USAHA RUMAH PEMOTONGAN BABI DI KOTA BANDUNG ANALISIS KELAYAKAN TEKNIS DAN FINANSIAL USAHA RUMAH PEMOTONGAN BABI DI KOTA BANDUNG OLEH YANSHEN M SITANGGANG 200110080081 FAKULTAS PETERNAKAN UNIVERSITAS PADJADJARAN Hasil dan Pembahasan Keadaan Umum

Lebih terperinci

KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR : 14/Ka-BAPETEN/VI-99 TENTANG KETENTUAN KESELAMATAN PABRIK KAOS LAMPU

KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR : 14/Ka-BAPETEN/VI-99 TENTANG KETENTUAN KESELAMATAN PABRIK KAOS LAMPU KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR : 14/Ka-BAPETEN/VI-99 TENTANG KETENTUAN KESELAMATAN PABRIK KAOS LAMPU KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR, Menimbang : a. bahwa proses pembuatan kaos

Lebih terperinci

PENANGANAN DAGING KURBAN

PENANGANAN DAGING KURBAN 1 2 PENANGANAN DAGING KURBAN Daging kurban harus ditangani secara baik dan benar agar daging yang dihasilkan aman dan layak untuk dikonsumsi masyarakat. Penanganan daging kurban yang tidak higienis dapat

Lebih terperinci

LEMBAR PENILAIAN PASAR SETONOBETEK SESUAI KEPMENKES RI NO. 519/MENKES/SK/VI/2008 YANG TELAH DIMODIFIKASI

LEMBAR PENILAIAN PASAR SETONOBETEK SESUAI KEPMENKES RI NO. 519/MENKES/SK/VI/2008 YANG TELAH DIMODIFIKASI LEMBAR PENILAIAN PASAR SETONOBETEK SESUAI KEPMENKES RI NO. 9/MENKES/SK/VI/ YANG TELAH DIMODIFIKASI NO. a. b. - VARIABEL UPAYA BANGUNAN PASAR Penataan ruang dagang Tempat penjualan bahan pangan dan makanan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA PONTIANAK PERATURAN DAERAH KOTA PONTIANAK NOMOR 6 TAHUN 2008 TENTANG

PEMERINTAH KOTA PONTIANAK PERATURAN DAERAH KOTA PONTIANAK NOMOR 6 TAHUN 2008 TENTANG PEMERINTAH KOTA PONTIANAK PERATURAN DAERAH KOTA PONTIANAK NOMOR 6 TAHUN 2008 TENTANG PEMOTONGAN HEWAN, PENGANGKUTAN DAN PENJUALAN DAGING DALAM WILAYAH KOTA PONTIANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA

Lebih terperinci

LEMBAR OBSERVASI HIGIENE SANITASI PENGOLAHAN BUBUR AYAM DI KECAMATAN MEDAN SUNGGAL TAHUN

LEMBAR OBSERVASI HIGIENE SANITASI PENGOLAHAN BUBUR AYAM DI KECAMATAN MEDAN SUNGGAL TAHUN LEMBAR OBSERVASI HIGIENE SANITASI PENGOLAHAN BUBUR AYAM DI KECAMATAN MEDAN SUNGGAL TAHUN 2012 (Sumber: Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 942/MENKES/SK/VII/2003) No Objek Pengamatan Prinsip I : Pemilihan

Lebih terperinci

Lampiran 1. Daftar Angka Paling Mungkin Coliform dengan Tiga Tabung

Lampiran 1. Daftar Angka Paling Mungkin Coliform dengan Tiga Tabung LAMPIRAN Lampiran 1. Daftar Angka Paling Mungkin Coliform dengan Tiga Tabung Kombinasi Jumlah Tabung yang Positif 1:10 1:100 1:1000 APM per gram atau ml 0 0 0

Lebih terperinci

Keputusan Menteri Agama R.I. Nomor 518 Tahun 2001 Tanggal 30 Nevember 2001 TENTANG PEDOMAN DAN TATA CARA PEMERIKSAAN DAN PENETAPAN PANGAN HALAL

Keputusan Menteri Agama R.I. Nomor 518 Tahun 2001 Tanggal 30 Nevember 2001 TENTANG PEDOMAN DAN TATA CARA PEMERIKSAAN DAN PENETAPAN PANGAN HALAL Keputusan Menteri Agama R.I. Nomor 518 Tahun 2001 Tanggal 30 Nevember 2001 TENTANG PEDOMAN DAN TATA CARA PEMERIKSAAN DAN PENETAPAN PANGAN HALAL MENTERI AGAMA REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

II. PENGAWETAN IKAN DENGAN PENGGARAMAN & PENGERINGAN DINI SURILAYANI

II. PENGAWETAN IKAN DENGAN PENGGARAMAN & PENGERINGAN DINI SURILAYANI II. PENGAWETAN IKAN DENGAN PENGGARAMAN & PENGERINGAN DINI SURILAYANI 1. PENGERINGAN Pengeringan adalah suatu proses pengawetan pangan yang sudah lama dilakukan oleh manusia. Metode pengeringan ada dua,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. masing-masing berlokasi di Denpasar dan Tabanan, Tempat Pemotongan Ayam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. masing-masing berlokasi di Denpasar dan Tabanan, Tempat Pemotongan Ayam BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tempat Pemotongan Ayam Daging ayam di Bali seluruhnya disediakan oleh pihak swasta, yang terdiri dari 2 unit Rumah Pemotongan Unggas (RPU) yang berbentuk perusahaan masing-masing

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Definisi sanitasi menurut WHO adalah usaha pencegahan/

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Definisi sanitasi menurut WHO adalah usaha pencegahan/ BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Definisi sanitasi menurut WHO adalah usaha pencegahan/ pengendalian semua faktor lingkungan fisik yang dapat memberikan pengaruh terhadap manusia terutama yang sifatnya

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 95 TAHUN 2012 TENTANG KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER DAN KESEJAHTERAAN HEWAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 95 TAHUN 2012 TENTANG KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER DAN KESEJAHTERAAN HEWAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 95 TAHUN 2012 TENTANG KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER DAN KESEJAHTERAAN HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang Mengingat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 1799/Menkes/Per/XII/2010 tentang Industri Farmasi adalah badan usaha yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 1799/Menkes/Per/XII/2010 tentang Industri Farmasi adalah badan usaha yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Industri Farmasi 2.1.1 Pengertian Industri Farmasi Industri farmasi menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 1799/Menkes/Per/XII/2010 tentang Industri Farmasi adalah badan

Lebih terperinci

[Pengelolaan Rumah Potong Unggas]

[Pengelolaan Rumah Potong Unggas] SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2017 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN [AGRIBISNIS TERNAK UNGGAS] [Pengelolaan Rumah Potong Unggas] [Endang Sujana, S.Pt., MP.] KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 95 TAHUN TENTANG KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER DAN KESEJAHTERAAN HEWAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 95 TAHUN TENTANG KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER DAN KESEJAHTERAAN HEWAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 95 TAHUN 2012012 TENTANG KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER DAN KESEJAHTERAAN HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang Mengingat

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 965/MENKES/SK/XI/1992 TENTANG

KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 965/MENKES/SK/XI/1992 TENTANG KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN NOMOR : 965/MENKES/SK/XI/1992 TENTANG CARA PRODUKSI KOSMETIKA YANG BAIK MENTERI KESEHATAN, Menimbang : a. bahwa langkah utama untuk menjamin keamanan kosmetika adalah penerapan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Rumah Pemotongan Hewan (RPH) Mambal Kabupaten Badung

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Rumah Pemotongan Hewan (RPH) Mambal Kabupaten Badung BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Rumah Pemotongan Hewan (RPH) Mambal Kabupaten Badung Rumah Pemotongan Hewan (RPH) adalah kompleks bangunan dengan desain dan konstruksi khusus yang memenuhi persyaratan teknis

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 95 TAHUN 2012 TENTANG KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER DAN KESEJAHTERAAN HEWAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 95 TAHUN 2012 TENTANG KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER DAN KESEJAHTERAAN HEWAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 95 TAHUN 2012 TENTANG KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER DAN KESEJAHTERAAN HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa

Lebih terperinci

Lembar Observasi. Hygiene Petugas Kesehatan BP 4 Medan Tahun sesuai dengan Kepmenkes No. 1204/Menkes/Per/X/2004.

Lembar Observasi. Hygiene Petugas Kesehatan BP 4 Medan Tahun sesuai dengan Kepmenkes No. 1204/Menkes/Per/X/2004. Lembar Observasi Hygiene Petugas Kesehatan BP 4 Medan Tahun 2012 Nama : Jenis Kelamin : Umur : Pendidikan : Lama Bekerja : Observasi ini merupakan jawaban tentang persyaratan Hygiene Petgugas Kesehatan

Lebih terperinci

BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH

BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI PURBALINGGA NOMOR 65 TAHUN 2014 TENTANG PEMOTONGAN HEWAN RUMINANSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURBALINGGA, Menimbang : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

TL-2271 Sanitasi Berbasis Masyarakat Minggu 3

TL-2271 Sanitasi Berbasis Masyarakat Minggu 3 TL-2271 Sanitasi Berbasis Masyarakat Minggu 3 Rizka Firdausi Pertiwi, S.T., M.T. Rumah Bangunan yang berfungsi sebagai tempat tinggal atau hunian dan sarana pembinaan keluarga. Perumahan Kelompok rumah

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA YOGYAKARTA

PEMERINTAH KOTA YOGYAKARTA PEMERINTAH KOTA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KOTA YOGYAKARTA NOMOR 21 TAHUN 2009 TENTANG PEMOTONGAN HEWAN DAN PENANGANAN DAGING DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA YOGYAKARTA, Menimbang : a. b. c.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Tempat Penjualan Daging Ayam Sampel daging ayam yang diteliti diperoleh dari pasar-pasar di Kota Tangerang Selatan. Selama pengambilan kuisioner terdapat 24 pedagang

Lebih terperinci

b. Sapi/kerbau: Berumur di atas 2 (dua) tahun ditandai dengan tumbuhnya sepasang gigi tetap. (Lihat Gambar 1b).

b. Sapi/kerbau: Berumur di atas 2 (dua) tahun ditandai dengan tumbuhnya sepasang gigi tetap. (Lihat Gambar 1b). Ourban adalah suatu upaya untuk mendekatkan din kepada Allah SWT dengan melakukan penyembelihan hewan atas dasar ketakwaan dan kesabaran dalam melaksanakan perintah Allah SWT dan Rasul-Nya, sebagaimana

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Industri Farmasi Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 tentang Ketentuan dan Tata cara Pelaksanaan Pemberian Izin Usaha

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Keadaan Geografis dan latar belakang Pelaksanaan pemyembelihan Sapi dirumah potong Hewan (RPH) Kota Pekanbaru Rumah potong hewan (RPH) Kota Pekanbaru merupakan

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.214, 2012 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LINGKUNGAN HIDUP. Peternakan. Kesehatan. Veteriner. Hewan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5356) PERATURAN PEMERINTAH

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 95 TAHUN 2012012 TENTANG KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER DAN KESEJAHTERAAN HEWAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 95 TAHUN 2012012 TENTANG KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER DAN KESEJAHTERAAN HEWAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 95 TAHUN 2012012 TENTANG KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER DAN KESEJAHTERAAN HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang Mengingat

Lebih terperinci

LEMBAR KUESIONER UNTUK PENJAMAH MAKANAN LAPAS KELAS IIA BINJAI. Jenis Kelamin : 1.Laki-laki 2. Perempuan

LEMBAR KUESIONER UNTUK PENJAMAH MAKANAN LAPAS KELAS IIA BINJAI. Jenis Kelamin : 1.Laki-laki 2. Perempuan LAMPIRAN 1 LEMBAR KUESIONER UNTUK PENJAMAH MAKANAN LAPAS KELAS IIA BINJAI A. IDENTITAS PEKERJA Nama Alamat Usia :... :... :. Tahun Jenis Kelamin : 1.Laki-laki 2. Perempuan Status Perkawinan : 1.Kawin 2.

Lebih terperinci

TATA CARA PEMERIKSAAN SARANA PRODUKSI PANGAN INDUSTRI RUMAH TANGGA

TATA CARA PEMERIKSAAN SARANA PRODUKSI PANGAN INDUSTRI RUMAH TANGGA 5 LAMPIRAN PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK.03.1.23.04.12.2207 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PEMERIKSAAN SARANA PRODUKSI PANGAN INDUSTRI RUMAH TANGGA TATA CARA

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN KUTAI BARAT

PEMERINTAH KABUPATEN KUTAI BARAT PEMERINTAH KABUPATEN KUTAI BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI BARAT NOMOR 16 TAHUN 2010 TENTANG PENANGANAN DAGING DAN HEWAN POTONG SERTA HASIL IKUTANNYA DI RUMAH POTONG HEWAN (RPH) DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

Persyaratan Tempat Penyimpanan Sementara Limbah B3 Yulinah Trihadiningrum 11 Nopember 2009

Persyaratan Tempat Penyimpanan Sementara Limbah B3 Yulinah Trihadiningrum 11 Nopember 2009 Persyaratan Tempat Penyimpanan Sementara Limbah B3 Yulinah Trihadiningrum 11 Nopember 2009 Sumber pencemar di perkotaan Hazardous waste storage Acuan Permen LH no. 30/2009 tentang Tentang Tata Laksana

Lebih terperinci

Untuk menjamin makanan aman

Untuk menjamin makanan aman Untuk menjamin makanan aman HIGIENE & SANITASI MAKANAN Mencegah kontaminasi makanan oleh mikroba Mencegah perkembangbiakan mikroba Mencegah terjadinya kontaminasi cemaran lain Higiene : upaya untuk memelihara

Lebih terperinci

PENERAPAN RANTAI PASOK HALAL PADA KOMODITAS DAGING AYAM DI KABUPATEN PONOROGO

PENERAPAN RANTAI PASOK HALAL PADA KOMODITAS DAGING AYAM DI KABUPATEN PONOROGO PENERAPAN RANTAI PASOK HALAL PADA KOMODITAS DAGING AYAM DI KABUPATEN PONOROGO Tian Nur Ma rifat 1), Arief Rahmawan 2) Universitas Darussalam Gontor, email : tiannurm@unida.gontor.ac.id Universitas Darussalam

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.2030, 2015 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMTAN. Karatina Hewan. Instalasi. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 70/Permentan/KR.100/12/2015 TENTANG INSTALASI KARANTINA

Lebih terperinci

WALIKOTA YOGYAKARTA PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 141 TAHUN 2009 TENTANG

WALIKOTA YOGYAKARTA PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 141 TAHUN 2009 TENTANG WALIKOTA YOGYAKARTA PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 141 TAHUN 2009 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH KOTA YOGYAKARTA NOMOR 21 TAHUN 2009 TENTANG PEMOTONGAN HEWAN DAN PENANGANAN DAGING WALIKOTA

Lebih terperinci

-14- TATA CARA PENYIMPANAN LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN DARI FASILITAS PELAYANAN KESEHATAN

-14- TATA CARA PENYIMPANAN LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN DARI FASILITAS PELAYANAN KESEHATAN -14- LAMPIRAN III PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2015 TENTANG TATA CARA DAN PERSYARATAN TEKNIS PENGELOLAAN LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN DARI FASILITAS

Lebih terperinci

WALIKOTAMADYA KEPALA DAERAH TINGKAT II YOGYAKARTA

WALIKOTAMADYA KEPALA DAERAH TINGKAT II YOGYAKARTA LEMBARAN DAERAH KOTAMADYA DAERAH TINGKAT II YOGYAKARTA (Berita Resmi Kotamadya Daerah Tingkat II Yogyakarta) Nomor : 4 Tahun 1999 Seri : D - ---------------------------------------------------------------

Lebih terperinci

apoteker123.wordpress.com 1 dari 5 DAFTAR PERIKSA Halal Assurance System 23000:1 PERTANYAAN PERIKSA HASIL PERIKSA

apoteker123.wordpress.com 1 dari 5 DAFTAR PERIKSA Halal Assurance System 23000:1 PERTANYAAN PERIKSA HASIL PERIKSA 1 Kebijakan Halal Apakah pimpinan perusahaan memilik kebijakan tertulis yang menunjukkan bahwa perusahaan berkomitmen untuk memproduksi produk halal secara konsisten? Apakah kebijakan halal disosialisasikan

Lebih terperinci

KAJIAN KEPUSTAKAAN. hewan bagi konsumsi masyarakat umum dan digunakan sebagai tempat

KAJIAN KEPUSTAKAAN. hewan bagi konsumsi masyarakat umum dan digunakan sebagai tempat 11 II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Definisi Rumah Potong Hewan (RPH) Rumah Potong Hewan (RPH) adalah suatu bangunan atau kompleks bangunan dengan syarat tertentu yang digunakan sebagai tempat memotong hewan

Lebih terperinci

LEMBAR PERSETUJUAN RESPONDEN (INFORMED CONSENT)

LEMBAR PERSETUJUAN RESPONDEN (INFORMED CONSENT) LAMPIRAN PROGRAM STUDI ILMU GIZI FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ESA UNGGUL Jl.Arjuna Utara 9, Kebun Jeruk, Jakarta Barat 0 Indonesia Telp. (02) 674223 Fax. (02) 674248 Saya yang bertanda tangan

Lebih terperinci

Filet kakap beku Bagian 3: Penanganan dan pengolahan

Filet kakap beku Bagian 3: Penanganan dan pengolahan Standar Nasional Indonesia Filet kakap beku Bagian 3: Penanganan dan pengolahan ICS 67.120.30 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi... i Prakata... ii 1 Ruang lingkup... 1 2 Acuan normatif...

Lebih terperinci

Keberadaan mikroorganisme patogen pada makanan umumnya tidak menyebabkan perubahan fisik

Keberadaan mikroorganisme patogen pada makanan umumnya tidak menyebabkan perubahan fisik Prerequisite Program #7 Pencegahan Kontaminasi Silang Pencegahan, pengendalian, deteksi kontaminasi; kontaminasi mikrobiologik, fisik, dan kimiawi Bahaya biologis: cacing, protozos, bakteri, cendawan/fungi

Lebih terperinci

HIGIENE DAN SANITASI SARANA PP - IRT

HIGIENE DAN SANITASI SARANA PP - IRT HIGIENE DAN SANITASI SARANA PP - IRT BAHAYA BIOLOGIS BAHAYA KIMIA AMANKAN PANGAN dan BEBASKAN PRODUK dari BAHAN BERBAHAYA BAHAYA FISIK BEBAS BAHAYA Pendahuluan Sanitasi : pencegahan penyakit dengan menghilangkan/mengatur

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM. Universitas Sumatera Utara

BAB II TINJAUAN UMUM. Universitas Sumatera Utara BAB II TINJAUAN UMUM 2.1 Industri Farmasi Industri farmasi adalah industri obat jadi dan industri bahan baku obat. Industri farmasi sebagai industri penghasil obat, dituntut untuk dapat menghasilkan obat

Lebih terperinci

>> PENDAHULUAN >> TUJUAN >> MANFAAT

>> PENDAHULUAN >> TUJUAN >> MANFAAT >> PENDAHULUAN Pedoman Cara Ritel Pangan yang Baik di Pasar Tradisional adalah acuan yang digunakan dalam melakukan kegiatan ritel pangan di pasar tradisional dan dalam rangka pengawasan keamanan pangan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Gudang merupakan sarana pendukung kegiatan produksi industri farmasi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Gudang merupakan sarana pendukung kegiatan produksi industri farmasi BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Gudang merupakan sarana pendukung kegiatan produksi industri farmasi yang berfungsi untuk menyimpan bahan baku, bahan kemas dan obat jadi yang belum didistribusikan.

Lebih terperinci

Lampiran 1. Kategori Objek Pengamatan. Keterangan. Prinsip I : Pemilihan Bahan Baku Tahu. 1. Kacang kedelai dalam kondisi segar dan tidak busuk

Lampiran 1. Kategori Objek Pengamatan. Keterangan. Prinsip I : Pemilihan Bahan Baku Tahu. 1. Kacang kedelai dalam kondisi segar dan tidak busuk 94 Lampiran 1 Lembar Observasi Higiene Sanitasi Pengolahan Tahu Pada Industri Rumah Tangga Pembuatan Tahu di Kelurahan Sari Rejo Kecamatan Medan Polonia Kota Medan Tahun 2016 (Sumber : Keputusan Menteri

Lebih terperinci

Bgn-2. Penanganan Mutu Produk

Bgn-2. Penanganan Mutu Produk Bgn-2. Penanganan Mutu Produk 1. Proses produksi 2. Pengolahan 3. Teknologi 4. Pemasaran A. Sasaran B. Hazard Analysis Critical Control Point, meliputi 2 aspek : 1. SSOP (Sanitation Standar Operating Procedure)

Lebih terperinci

LEMBAR OBSERVASI HYGIENE SANITASI KAPAL

LEMBAR OBSERVASI HYGIENE SANITASI KAPAL 105 LEMBAR OBSERVASI HYGIENE SANITASI KAPAL (Berdasarkan International Health Regulation (2005) : Handbook for Inspection of Ships and Issuance of Ship Sanitation Certificates) 1. Nama Kapal : 2. Jenis

Lebih terperinci

BAB 5 HASIL PENELITIAN

BAB 5 HASIL PENELITIAN BAB 5 HASIL PENELITIAN Penelitian ini menggunakan data sekunder sehingga memiliki keterbatasan dalam pengambilan variabel-variabelnya. Laik fisik penilaiannya berdasarkan ketentuan Kepmenkes No. 715 tahun

Lebih terperinci