Lampiran I kuisioner GSP pada Tempat Pemotongan Kambing

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Lampiran I kuisioner GSP pada Tempat Pemotongan Kambing"

Transkripsi

1 56 Rumah Pemotongan hewan Jambi menuju SNI. Tribun Jambi [Internet]. [11 Juli 2012]. Saeni Kimia Lingkungan [diktat]. Bogor: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. Setiabudi, Bambang Tjahjono Penyebaran merkuri akibat usaha pertambangan emas di daerah Sangon, kabupaten Kulon Progo, D.I. Yogyakarta. Di dalam: Kolokium Hasil Lapangan DIM. Yogyakarta. Soeparno Ilmu dan Teknologi Daging. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Sunarlim R, Usmiati S Profile of Sheep and Goat Carcass. Di dalam: Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner Suparwoko Puring paling top serap timbal [Internet]. d=1&artid=14. [4 Januari 2010]. Surat Keputusan Mentri Pertanian SK Nomor 431/Kpts/TN.310/7/1992 tentang syarat dan tata cara penyembelihan ternak serta penanganan daging. Swatland HJ Stucture and Development of Meat Animals. New Jersey: Precentice Hall, Inc., Englewood Cliffs. Syamsir E Nilai nutrisi daging [Internet]. [15 Januari 2012]. Widowati W, Sastiono A, Jusuf R Efek Toksik Logam. Yogyakarta: Penerbit Andi. Winarno FG, Fardiaz S, Fardiaz D Pengantar Teknologi Pangan. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Lampiran I kuisioner GSP pada Tempat Pemotongan Kambing From GSP di Tempat Pemotongan Kambing Nama Tempat : Alamat : Petunjuk : berilah tanda ( ) pada kolom pengamatan yang sesuai dengan

2 57 keadaan dilapangan No Parameter Bobot Nilai 1. Tahapan Penerimaan dan 7,50 Penanmpungan Ternak 1. Hewan ternak yang baru datang 1,25 harus diturunkan dari alat angkut dengan hati-hati dan tidak membuat ternak stress 1,25 2. Dilakukan pemeriksaan dokumen (surat kesehatah hewan, surat keterangan asal hewan, surat 1,50 karantina, dsb) 3. Hewan ternak harus diistirahatka terlebih dahulu dikandang penampungan minimal 12 jam 1,75 sebelum pemotongan 4. Hewan ternak harus dipuasakan 1,75 tetapi tetap diberi minum kurang lebih 12 jam sebelum dipotong 5. Hewan ternak harus diperiksa kesehatannya sebelum dipotong (pemeriksaan antemortem) 2. Tahapan pemeriksaan antemortem 12,50 1. Pemeriksaan antemortem 3,50 dilakukan oleh dokter hewan atau petugas yang ditunjuk dibawah pengawasan dokter hewan sesuai dengan prosedur yang ditetapkan (surat keputusan 4,50 Bupati/Walikota/Kepala Dinas) 2. Hewaan ternak yang dinyatakan sakit atau diduga sakit dan tidak boleh dipotong atau ditunda pemotongannya, harus segera 4,50 dipisahkan dan ditempatkan pada kandang isolasi untuk pemeriksaan lebih lanjut 3. Apabila ditemukan penyakit menular atau zoonosis, maka dokter hewan/petugas yang ditunjuk harus segera mengambil tindakan sesuai dengan prosedur yang ditetapkan 3. Persiapan pemotongan ternak 7,50 1. Ruangan proses produksi dan 2,50 peralatan harus dalam kondisi bersih sebelum dilakukan proses penyembelihan 1,25 2. Hewan ternak harus ditimbang 1,25 sebelum dipotong Pengamatan Ya Tidak Ket

3 58 3. Hewan ternak harus dibersihkan terlebih dahulu dengan air (disemprot) sebelum masuk 2,50 ruangan pemotongan 4. Hewan ternak digiring dari kandang penampung ke ruangan pemotongan melalui gang way dengan cara yang wajar dan tidak membuat stress pada ternak 4. Proses penyembelihan 20,0 1. Hewan ternak harus dipingsankan atau tidak dipingsankan 2. Apabila dilakukan pemingsanan, maka tatacara pemingsanan harus mengikuti Fatwa MUI tenatang tata cara pemingsanan hewan yang diperbolehkan 2,25 2,25 2,25 3. Apabila tidak dilakukan pemingsanan, maka tatacara menjatuhkan hewan harus dapat meminimalkan rasa sakit dan 5,00 stress 4. Apabila hewan ternak telah rebah dan telah diikat (aman) segera dilakukan penyembelihan sesuai dengan syariat islam, yaitu memotong bagian ventral leher dengan menggunakan pisau yang 2,00 tajam, sekali tekan tanpa diangkat sehingga memutus saluran 2,25 makanan, saluran pernafasan dan pembuluh darah 5. Proses selanjutnya dilakukan 2,00 setelah ternak benar-benar mati dan pengeluaran darah sempurna 6. Setelah hewan ternak tidak bergerak lagi, leher dipotong dan kepala dipisahkan dari bagian badan 2,00 7. Pada RPH yang fasilitasnya lengkap, kedua kaki belakang pada sendi tarsus dikaitkan dan dikere (hoisted), sehingga bagian leher berada dibawah yang bertujuan agar proses penegluaran darah benar-benar sempurna dan siap untuk proses selanjutnya 8. Pada RPH yang belum memiliki fasilitas hoist, setelah hewan ternak benar-benar mati dipindahkan keatas keranda/penyangga karkas dan siap untuk dilakukan proses

4 59 selanjutnya 5 Tahap pengulitan 7,50 1. Sebelum proses pengulitan 2,50 dilakukan, terlebih dahulu harus dilakukan pengikatan pada saluran percernaan dileher dan anus, sehingga isi lambung dan feses tidak keluardan mencemari karkas 1,75 2. Pengulitan dilakukan bertahap, diawali dengan irisan panjang pada kulit sepanjang garis dada dan 1,25 bagian perut 3. Irisan dilanjutkan sepanjang 1,25 permukaan dalam (medial) kaki 4. Kulit dipisahkan mulai dari bagian 1,25 tengah ke punggung 5. Pengulitan harus hati-hati agar tidak terjadi kerusakan pada kulit dan terbuangnya daging 6. Pengeluaran jeroan 12,50 1. Rongga perut dan rongga dada dibuka dengan membuat irisan sepanjang garis perut dada 2. Organ-organ yang ada di rongga perut dan dada dikeluarkan dan dijaga agar rumen dan alat pencernaan lainnya tidak pecah/robek 3. Dilakukan pemisahan antara jeroan merah (hati, jantung, paru, limpa, ginjal dan lidah) dan jeroan hijau (lambung, usus, dan esophagus) 2,50 5,00 5,00 7. Pemeriksaan postmortem 12,50 1. Pemeriksaan postmortem dilakukan oleh dokter hewan atau petugas yang ditunjuk dibawah pengawasan dokter hewan 2. Pemeriksaan postmortem dilakukan terhadap kepala, isi rongga dada dan perut serta karkas 3. Karkas dan organ yang dinyatakan ditolak atau dicurigai harus segera dipisahkan untuk dilakukan pemeriksaan lebih lanjut 4. Apabila ditemukan penyakit hewan menular dan zoonosis, maka dokter hewan/petugas yang ditunjuk dibawah pengawasan dokter hewan harus segera mengambil tindakan sesuai dengan prosedur yang 3,00 3,00 3,25 3,25

5 60 ditetapkan 8. Pembelahan karkas 7,50 1. Karkas dibelah dua sepanjang tulang dengan kapak yang tajam atau mesin yang disebut automatic cattle splinter 4,00 3,50 2. Pembelahan karkas dapat dilakukan menjadi dua/empat sesuai kebutuhan 9. Pelayuan (aging) 5,00 1. Karkas yang telah 3,75 dipotong/dibelah disimpan diruang yang dingin (<10 o C) 1,25 2. Karkas selanjutnya siap diangkut ke pasar 10. Pengangkutan karkas 7,50 1. Karkas/daging harus diangkut 3,00 dengan angkutan khusus daging yang didesain dengan boks tertutup, sehingga dapat mencegah kontaminasi dari luar 1,25 2. Jeroan dari hasil sampingannya diangkut dengan wadah atau alat angkut yang terpisah dengan alat 1,25 angkut karkas/daging 3. Karkas/daging dan jeroan harus disimpan dalam wadah/kemasan 2,00 sebelum disimpan dalam boks alat angkut 4. Untuk menjaga kualitas daging dianjurkan alat angkut karkas/daging dan jeroan dilengkapi dengan alat pendingin (refrigerator) TOTAL KOMULATIF 100 Lampiran 2 kuisioner SJH di Tempat Pemotongan Kambing From SJH di Tempat Pemotongan Kambing Nama Tempat : Alamat : Petunjuk : berilah tanda ( ) pada kolom pengamatan yang sesuai dengan

6 61 keadaan dilapangan No Parameter Bobot Nilai 1. Sumber daya manusia 2,50 1. Personil yang melaksanakan 0,50 pekerjaan berhubungan status kehalalan harus memiliki kompetensi yang sesuai meliputi petugas pemingsanan, penyembelihan dan supervisor halal 2. Personil harus mengikuti pelatihan 0,50 atau melakukan tindakan lain untuk mencapai kompetensi yang diperlukan 3. Manajemen RPH harus 0,50 memelihara rekaman mengenai pelatatihan keterampilan dan pengalaman personil 4. Personil harus dikontrol dan 0,50 disupervisi oleh LPPOM MUI atau lembaga sertifikasi halal yang diakui 5. Personil halal tidak boleh 0,50 merangkap sebagai pekerja/karyawan pada tempat pemotongan babi 2. Petugas penyembelihan 6,00 1. Beragama Islam 1,00 2. Berumur minimal 18 tahun 0,50 3. Berbadan dan berjiwa sehat 0,50 4. Taat menjalankan ibadah wajib 1,00 5. Memahami tatacara 1,00 penyembelihan sesuai syari at Islam 6. Lulus pelatihan penyembelihan 1,00 halal yang dilakukan oleh lembaga sertifikasi halal 7. Memiliki kartu identitas sebagai 0,50 penyembelih halal dari lembaga sertifikasi halal yang diakui oleh MUI atau lembaga yang berwewenang 8. Jumlah petugas penyembelihan 0,50 harus memadai dengan jumlah hewan yang disembelih perhari 3. Petugas pemingsanan 2,00 1. Berbadan dan berjiwa sehat serta 0,50 memiliki catatan kesehatan 2. Memahami tatacara pemingsanan 1,00 sesuai dengan persyaratan halal Pengamatan Ya Tidak Ket

7 62 3. Memiliki keahlian sebagai petugas 0,50 pemingsanan dan telah mengikuti pelatihan petugas pemingsanan 4. Supervisor halal 5,50 1. Beragama Islam 2. Berumur minimal 18 tahun 3. Berbadan dan berjiwa sehat 4. Taat menjalankan ibadah wajib 1,00 0,50 0,50 1,00 5. Memahami tatacara 1,00 penyembelihan sesuai syari at Islam 6. Disertifikasi oleh lembaga 0,50 sertifikasi Halal yang bekerjasama dengan instansi terkait 7. Memiliki kemampuan dalam 0,50 memeriksa proses pemotongan, mulai dari pra-penyembelihan hingga penyembelihan 8. Jumlah supervisior halal harus 0,50 memadai dengan jumlah hewan yang disembelih perhari 5. Lokasi dan fasilitas tempat pemotongan 2,50 1. Pada satu tempat pemotongan hanya dikhususkan untuk produksi daging hewan halal 2. Lokasi tempat pemotongan harus 0,50 1,00 terpisah dari tempat pemotongan/peternakan babi (minimal radius 2 KM) dan tidak terjadi kontaminasi silang antara tempat pemotongan halal dan tempat pemotongan/peternakan babi 3. Fasilitas tempat pemotongan 0,50 dirancang sedemikian rupa sehingga tidak terjadi kontaminsi antara produk halal dan non halal, maupun dengan barang najis 4. Tidak terjadi penggunaan fasilitas, 0,50 mesin dan alat secara bersamasama antara tempat pemotongan hewan halal dan non halal 6. Alat penyembelih 1,50 1. Harus tajam 0,50 2. Bukan berasal dari kuku, 0,25 gigi/taring, tulang 3. Ukuran dari alat penyembelih 0,25 harus disesuaikan dengan ukuran leher hewan yang akan disembelih 4. Alat penyembelih tidak diasah 0,50 didepan hewan yang akan disembelih

8 63 7. Pra-penyembelihan 3,50 1. Hewan yang akan disembelih 1,25 harus mempunyai waktu istirahat yang cukup dan mengikuti kaidah kesejahteraan 2. Dilakukan pemeriksaan ante 1,25 mortem oleh lembaga yang berwewenang 3. Rekaman hewan mati sebelum 1,00 sempat disembelih harus disimpan dan dipelihara 8. Tanpa pemingsanan 4,00 1. Pengendalian hewan harus 1,25 seminimal mungkin hewan stress dan kesakitan 2. Bila menggunakan sarana 1,25 pengendalian (restraining box), termasuk pengendalian secara mekanis harus dipastikan berfungsi baik dan dioperasionalkan secara efektif 3. Sesegera mungkin dilakukan 1,50 penyembelihan bila hewan telah terkendali dengan baik dan tenang 9. Dengan pemingsanan (stunning) 14,25 1. Stunning hanya menyebabkan 1,50 hewan pingsan sementara, tidak menyebabkan hewan mati sebelum disembelih 2. Tidak menyebabkan cidera 1,50 permanen atau merusak organ hewan yang dipingsankan, khususnya system syaraf pusat (SSP) 3. Tidak menyebabkan hewan 1,25 kesakitan 4. Bertujuan untuk mempermudah 1,00 penyembelihan 5. Peralatan stunning harus divalidasi 1,00 untuk menjamin terwujudnya syarat pada poin 1,2,3 dan 4 6. Peralatan stunning tidak digunakan 1,00 antara hewan halal dan non halal 7. Petugas pemingsanan harus 1,00 memastikan peralatan stunning dalam kondisi baik setiap akan memulai proses penyembelihan 8. Supervisor halal harus melakukan 1,00 verifikasi secara berkala untuk memastikan pelaksanaan stunning sesuai dengan metode dan parameter yang telah disetujui

9 64 pada syarat poin 5 9. Supervisor halal harus memastikan 1,00 bahwa pemingsanan tidak menyebabkan kematian pada hewan sebelum disembelih dengan memastikan pergerakan hewan 10. Harus dibuat rencana pemeliharaan 1,00 peralatan stunning 11. Harus dilakukan validasi untuk 1,00 menjamin efektivitas dari peralatan stunning dengan menggunakan instrument yang telah terkalibrasi 1, Esophagus plug dapat dipasang pada kerongkongan sepanjang tidak melukai hewan 13. Rekaman pemingsanan hewan 1,00 yang tidak sesuai dengan persyaratan harus disimpan dan dipelihara 10. Proses penyembelihan (Slaughtering) 17,00 1. Penyembelihan mengucapkan 5,00 Bismillahi Rahmanir Rahim atau Bismillahi Allahu Akbar yang diucapkan untuk tiap individu hewan 2. Posisi hewan ketika disembelih 2,00 bisa dalam posisi terbaring atau tergantung, dengan syarat penyembelihan harus dilakukan dengan cepat 3. Wajib terpotong tiga saluran yaitu: 2,50 pembuluh darah (vena jugularis dan arteri carotis disisi kiri dan kanan), saluran makanan (esophagus), dan saluran pernafasan (trachea) 4. Proses penyembelihan harus 1,50 dilakukan secara cepat dan tepat sasaran tanpa mengangkat pisau 5. Proses penyembelihan dilakukan 1,50 dari leher bagian depan dan tidak memutus tulang leher 6. Jika ada proses pemingsanan, 1,50 penyembelihan harus dilakukan sebelum hewan sadar ( maksimal 40 detik) 7. Supervisor halal harus 1,00 memasstikan terpotongnya 3 saluran, serta darah hewan berwarna merah dan mengalir deras saat disembelih 8. Hewan yang akan disembelih 2,00

10 65 disarankan untuk dihadapkan ke kiblat 11. Pasca penyembelihan 11,25 1. Harus dilakukan pemeriksaan 2,00 untuk memastikan hewan mati sebelum dilakukan penanganan atau proses selanjutnya 2. Waktu minimal antara pemotongan 1,25 dengan proses selanjutnya adalah 45 detik 3. Ruang/lokasi penanganan karkas 1,50 dan jeroan harus dipisah 4. Karkas dan jeroan yang berasal 2,00 dari hewan yang disembelih tidak memenuhi persyaratan halal harus diperlakukan sebagai non halal 5. Pemeriksaaan post mortem harus 1,50 dilakukan oleh petugas yang berwewenang 6. Rekaman karkas dan jeroan yang 1,00 tidak memnuhi persyaratan harus disimpan dan dipelihara 7. Khusus untuk penggunaan alat 1,00 pemingsanan mekanis (percussive pneumatic stun/mushroom head stan) harus dilakukan pemeriksaan broken scull serta rekamannya harus disimpan dan dipelihara 8. Electrical stimulation yang 1,00 digunakan untuk mempercepat keluarnya darah dan menghindari gerakan hewan yang membahayakan bagi penyembelih diperbolehkan sepanjang tidak mematikan 12. Penanganan dan penyimpanan 15,00 1. Karkas/daging/jeroan halal dan 3,00 non halal harus ditangani dan disimpan pada tempat yang terpisah 2. Karkas/daging/jeroan halal harus 3,00 ditangani dan disimpan dengan baik untuk menghindari kontaminasi silang dengan bahan dan cemaran lainnya 3. Ruang/gudang penyimpanan harus 2,75 bebas dari produk non halal 4. Jika tempat pemotongan 2,50 menghasilkan produk halal dan non halal, maka harus dilakukan penandaan sehingga memudahkan untuk penelusuran balik atas

11 66 produk yang bersangkutan 5. Jika ditempat pemotongan 2,50 menghasilkan produk halal dan non halal, maka penyimpanan dilakukan secara baik dengan cara member warna rak yang berbeda antara rak untuk produk halal dan non halal serta mencantumkan tanda Halal dan Non Halal di masing-masing rak 6. Rekaman karkas/daging/jeroan non 1,25 halal harus disimpan dan dipelihara 13. Pengemasan dan pelabelan 10,00 1. Kemasan harus memiliki identitas halal, seperti logo halal atau 2,50 barcode, untuk menandai kehalalan dari produk, sehingga memudahkan untuk penelusuran balik atas produk yang bersangkutan 2. Pemberian identitas halal 2,00 dicantumkan pada kemasan produk sebelum memasuki ruang/gudang penyimpanan 3. Label harus secara spesifik 1,50 menjelaskan perbedaan halal dan non halal 4. Proses pengiriman daging/jeroan harus disertai dengan label, mulai dari penyiapan (pengepakan dan pemasukan kedalam container), pengangkutan hingga penerimaan 2,00 5. Label sekurang-kurangnya harus memuat informasi logo halal, 2,00 tanggal penyembelihan, nama/nomor tempat pemotongan, alamat dan Negara asal tempat pemotongan, serta berat bersih 14. Transportasi 5,00 1. Alat pengiriman harus khusus untuk membawa atau mengangkut daging halal saja, tidak boleh 3,00 digunakan bersamaan atau bergantian untuk mengangkut produk non halal 2. Alat pengiriman harus bebas dari 2,00 najis dan cemaran lain Total komulatif 100

Prosedur Operasional Standard Pemotongan Hewan di RPH

Prosedur Operasional Standard Pemotongan Hewan di RPH Prosedur Operasional Standard Pemotongan Hewan di RPH Pemotongan hewan di Rumah Pemotongan Hewan (RPH) harus dilakukan dengan memperhatikan kaidah-kaidah yang telah ditetapkan oleh pemerintah, yang dalam

Lebih terperinci

MENERAPKAN TEKNIK PENYEMBELIHAN HEWAN

MENERAPKAN TEKNIK PENYEMBELIHAN HEWAN BAHAN AJAR PELATIHAN JURU SEMBELIH HALAL KODE UNIT KOMPETENSI : A. 016200.011.01 MENERAPKAN TEKNIK PENYEMBELIHAN HEWAN BADAN PENYULUHAN DAN PENGEMBANGAN SDM PERTANIAN PUSAT PELATIHAN PERTANIAN 2015 DAFTAR

Lebih terperinci

Seleksi dan Penyembelihan Hewan Qurban yang Halal dan Baik. Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian RI

Seleksi dan Penyembelihan Hewan Qurban yang Halal dan Baik. Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian RI Seleksi dan Penyembelihan Hewan Qurban yang Halal dan Baik Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian RI Pendahuluan Dan makanlah makanan yang Halal lagi Baik dari apa yang

Lebih terperinci

Lampiran 1 Check list standard sanitation operating procedure (SSOP) Rumah PotongHewan (RPH) FORM MONITORING SSOP

Lampiran 1 Check list standard sanitation operating procedure (SSOP) Rumah PotongHewan (RPH) FORM MONITORING SSOP 121 Lampiran 1 Check list standard sanitation operating procedure (SSOP) Rumah PotongHewan (RPH) Nama RPH Alamat Tanggal Pengambilan Jam Pengambilan Petunjuk FORM MONITORING SSOP :.. :.. :.. :.. : Berilah

Lebih terperinci

Gambar 2.1. Telur Fasciola hepatica (Sumber : CDC, 2012)

Gambar 2.1. Telur Fasciola hepatica (Sumber : CDC, 2012) 16 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Trematoda Hati 2.1.1 Fasciola hepatica a. Morfologi dan Daur Hidup Cacing dewasa mempunyai bentuk pipih seperti daun, besarnya ± 30x13 mm. Bagian anterior berbentuk seperti

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Rumah Pemotongan Hewan (RPH) Rumah Pemotongan Hewan (RPH) merupakan bangunan atau kompleks bangunan yang dibuat menurut bagan tertentu di suatu kota yang digunakan sebagai tempat

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 114/Permentan/PD.410/9/2014 TENTANG PEMOTONGAN HEWAN KURBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 114/Permentan/PD.410/9/2014 TENTANG PEMOTONGAN HEWAN KURBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 114/Permentan/PD.410/9/2014 TENTANG PEMOTONGAN HEWAN KURBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

2 3. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan (Lembaran Negara Tahun 2009 Nomor 84, Tambahan Lembaran Negara Nomor 501

2 3. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan (Lembaran Negara Tahun 2009 Nomor 84, Tambahan Lembaran Negara Nomor 501 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1453, 2014 KEMENTAN. Hewan Kurban. Pemotongan. Persyaratan. Pengawasan. PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 114/Permentan/PD.410/9/2014 TENTANG PEMOTONGAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Rumah Pemotongan Hewan (RPH) Mambal Kabupaten Badung

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Rumah Pemotongan Hewan (RPH) Mambal Kabupaten Badung BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Rumah Pemotongan Hewan (RPH) Mambal Kabupaten Badung Rumah Pemotongan Hewan (RPH) adalah kompleks bangunan dengan desain dan konstruksi khusus yang memenuhi persyaratan teknis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ke tahun. Berdasarkan data yang didapat dari Badan Pusat Statistik D.I

BAB I PENDAHULUAN. ke tahun. Berdasarkan data yang didapat dari Badan Pusat Statistik D.I BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebutuhan masyarakat akan daging sapi cenderung meningkat dari tahun ke tahun. Berdasarkan data yang didapat dari Badan Pusat Statistik D.I Yogyakarta, produksi daging

Lebih terperinci

WALIKOTA BALIKPAPAN PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG RUMAH POTONG UNGGAS

WALIKOTA BALIKPAPAN PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG RUMAH POTONG UNGGAS WALIKOTA BALIKPAPAN PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG RUMAH POTONG UNGGAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BALIKPAPAN, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

PENERAPAN RANTAI PASOK HALAL PADA KOMODITAS DAGING AYAM DI KABUPATEN PONOROGO

PENERAPAN RANTAI PASOK HALAL PADA KOMODITAS DAGING AYAM DI KABUPATEN PONOROGO PENERAPAN RANTAI PASOK HALAL PADA KOMODITAS DAGING AYAM DI KABUPATEN PONOROGO Tian Nur Ma rifat 1), Arief Rahmawan 2) Universitas Darussalam Gontor, email : tiannurm@unida.gontor.ac.id Universitas Darussalam

Lebih terperinci

EDIBLE PORTION DOMBA LOKAL JANTAN DENGAN PAKAN RUMPUT GAJAH DAN POLLARD

EDIBLE PORTION DOMBA LOKAL JANTAN DENGAN PAKAN RUMPUT GAJAH DAN POLLARD EDIBLE PORTION DOMBA LOKAL JANTAN DENGAN PAKAN RUMPUT GAJAH DAN POLLARD C.M. SRI LESTARI, J.A. PRAWOTO DAN ZACKY GAZALA Fakultas Peternakan, Universitas Diponegoro, Semarang ABSTRAK Edible portion dapat

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Hewan

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Hewan 14 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Hewan Keadaan hewan pada awal penelitian dalam keadaan sehat. Sapi yang dimiliki oleh rumah potong hewan berasal dari feedlot milik sendiri yang sistem pemeriksaan kesehatannya

Lebih terperinci

BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH

BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI PURBALINGGA NOMOR 65 TAHUN 2014 TENTANG PEMOTONGAN HEWAN RUMINANSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURBALINGGA, Menimbang : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN KUTAI BARAT

PEMERINTAH KABUPATEN KUTAI BARAT PEMERINTAH KABUPATEN KUTAI BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI BARAT NOMOR 16 TAHUN 2010 TENTANG PENANGANAN DAGING DAN HEWAN POTONG SERTA HASIL IKUTANNYA DI RUMAH POTONG HEWAN (RPH) DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

Gambaran Pelaksanaan Rumah Pemotongan Hewan Babi (Studi Kasus di Rumah Pemotongan Hewan Kota Semarang)

Gambaran Pelaksanaan Rumah Pemotongan Hewan Babi (Studi Kasus di Rumah Pemotongan Hewan Kota Semarang) Gambaran Pelaksanaan Rumah Pemotongan Hewan Babi (Studi Kasus di Rumah Pemotongan Hewan Kota Semarang) *) **) Michelia Rambu Lawu *), Sri Yuliawati **), Lintang Dian Saraswati **) Mahasiswa Bagian Peminatan

Lebih terperinci

b. Sapi/kerbau: Berumur di atas 2 (dua) tahun ditandai dengan tumbuhnya sepasang gigi tetap. (Lihat Gambar 1b).

b. Sapi/kerbau: Berumur di atas 2 (dua) tahun ditandai dengan tumbuhnya sepasang gigi tetap. (Lihat Gambar 1b). Ourban adalah suatu upaya untuk mendekatkan din kepada Allah SWT dengan melakukan penyembelihan hewan atas dasar ketakwaan dan kesabaran dalam melaksanakan perintah Allah SWT dan Rasul-Nya, sebagaimana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mencukupi kebutuhan gizi masyarakat, karena daging merupakan sumber protein

BAB I PENDAHULUAN. mencukupi kebutuhan gizi masyarakat, karena daging merupakan sumber protein BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Daging merupakan salah satu bahan pangan yang sangat penting dalam mencukupi kebutuhan gizi masyarakat, karena daging merupakan sumber protein utama dan sebagai sumber

Lebih terperinci

BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 15 TAHUN 2012 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PEMOTONGAN HEWAN DAN PENANGANAN DAGING

BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 15 TAHUN 2012 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PEMOTONGAN HEWAN DAN PENANGANAN DAGING 1 BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 15 TAHUN 2012 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PEMOTONGAN HEWAN DAN PENANGANAN DAGING DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SITUBONDO, Menimbang : bahwa

Lebih terperinci

MENETAPKAN KESIAPAN HEWAN UNTUK DISEMBELIH

MENETAPKAN KESIAPAN HEWAN UNTUK DISEMBELIH BAHAN AJAR PELATIHAN JURU SEMBELIH HALAL KODE UNIT KOMPETENSI : A. 016200.010.01 MENETAPKAN KESIAPAN HEWAN UNTUK DISEMBELIH BADAN PENYULUHAN DAN PENGEMBANGAN SDM PERTANIAN PUSAT PELATIHAN PERTANIAN 2015

Lebih terperinci

IV. MACAM DAN SUMBER PANGAN ASAL TERNAK

IV. MACAM DAN SUMBER PANGAN ASAL TERNAK IV. MACAM DAN SUMBER PANGAN ASAL TERNAK Pada umumnya sumber pangan asal ternak dapat diklasifikasikan ke dalam 3 (tiga) macam, yaitu berupa daging (terdiri dari berbagai spesies hewan yang lazim dimanfaatkan

Lebih terperinci

GUBERNUR BENGKULU PERATURAN DAERAH PROVINSI BENGKULU NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PENGENDALIAN TERNAK SAPI DAN KERBAU BETINA PRODUKTIF

GUBERNUR BENGKULU PERATURAN DAERAH PROVINSI BENGKULU NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PENGENDALIAN TERNAK SAPI DAN KERBAU BETINA PRODUKTIF 1 GUBERNUR BENGKULU PERATURAN DAERAH PROVINSI BENGKULU NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PENGENDALIAN TERNAK SAPI DAN KERBAU BETINA PRODUKTIF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BENGKULU, Menimbang : a.

Lebih terperinci

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Domba yang digunakan untuk penelitian adalah Domba Garut jantan

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Domba yang digunakan untuk penelitian adalah Domba Garut jantan III BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1. Bahan dan Perlengkapan Domba yang digunakan untuk penelitian adalah Domba Garut jantan yearling (1-2 tahun). Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah: 1)

Lebih terperinci

METODE. Materi. Pakan Pakan yang diberikan selama pemeliharaan yaitu rumput Brachiaria humidicola, kulit ubi jalar dan konsentrat.

METODE. Materi. Pakan Pakan yang diberikan selama pemeliharaan yaitu rumput Brachiaria humidicola, kulit ubi jalar dan konsentrat. METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapangan IPT Ruminansia Kecil serta Laboratorium IPT Ruminansia Besar, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan,

Lebih terperinci

EVALUASI GOOD SLAUGHTERING PRACTICES DI RPH KATEGORI II

EVALUASI GOOD SLAUGHTERING PRACTICES DI RPH KATEGORI II 79-84 EVALUASI GOOD SLAUGHTERING PRACTICES DI RPH KATEGORI II Zikri Maulina Gaznur 1, Henny Nuraeni 2, Rudy Priyanto 3 1 Dosen Program Studi Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Almuslim 2, 3 Dosen

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA PONTIANAK PERATURAN DAERAH KOTA PONTIANAK NOMOR 6 TAHUN 2008 TENTANG

PEMERINTAH KOTA PONTIANAK PERATURAN DAERAH KOTA PONTIANAK NOMOR 6 TAHUN 2008 TENTANG PEMERINTAH KOTA PONTIANAK PERATURAN DAERAH KOTA PONTIANAK NOMOR 6 TAHUN 2008 TENTANG PEMOTONGAN HEWAN, PENGANGKUTAN DAN PENJUALAN DAGING DALAM WILAYAH KOTA PONTIANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA

Lebih terperinci

Keputusan Menteri Agama R.I. Nomor 518 Tahun 2001 Tanggal 30 Nevember 2001 TENTANG PEDOMAN DAN TATA CARA PEMERIKSAAN DAN PENETAPAN PANGAN HALAL

Keputusan Menteri Agama R.I. Nomor 518 Tahun 2001 Tanggal 30 Nevember 2001 TENTANG PEDOMAN DAN TATA CARA PEMERIKSAAN DAN PENETAPAN PANGAN HALAL Keputusan Menteri Agama R.I. Nomor 518 Tahun 2001 Tanggal 30 Nevember 2001 TENTANG PEDOMAN DAN TATA CARA PEMERIKSAAN DAN PENETAPAN PANGAN HALAL MENTERI AGAMA REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. berbeda dilaksanakan mulai bulan Maret sampai Agustus 2016 di kandang domba

BAB III MATERI DAN METODE. berbeda dilaksanakan mulai bulan Maret sampai Agustus 2016 di kandang domba 12 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian mengenai produksi karkas dan non karkas domba ekor tipis jantan lepas sapih yang digemukkan dengan imbangan protein dan energi pakan berbeda dilaksanakan mulai bulan

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Kandang Hewan Percobaan, Laboratorium fisiologi dan biokimia, Fakultas

BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Kandang Hewan Percobaan, Laboratorium fisiologi dan biokimia, Fakultas BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN Penelitian ini dilakasanakan di Laboratorium Produksi Ternak Potong dan Kandang Hewan Percobaan, Laboratorium fisiologi dan biokimia, Fakultas Peternakan Universitas

Lebih terperinci

Tanya Jawab Seputar DAGING AYAM SUMBER MAKANAN BERGIZI

Tanya Jawab Seputar DAGING AYAM SUMBER MAKANAN BERGIZI Tanya Jawab Seputar DAGING AYAM SUMBER MAKANAN BERGIZI KEMENTERIAN PERTANIAN DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN 2012 DAFTAR ISI 1. Apa Kandungan gizi dalam Daging ayam? 2. Bagaimana ciri-ciri

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. masing-masing berlokasi di Denpasar dan Tabanan, Tempat Pemotongan Ayam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. masing-masing berlokasi di Denpasar dan Tabanan, Tempat Pemotongan Ayam BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tempat Pemotongan Ayam Daging ayam di Bali seluruhnya disediakan oleh pihak swasta, yang terdiri dari 2 unit Rumah Pemotongan Unggas (RPU) yang berbentuk perusahaan masing-masing

Lebih terperinci

DINAS PETERNAKAN DAN PERIKANAN KABUPATEN GROBOGAN MEMILIH DAGING ASUH ( AMAN, SEHAT, UTUH, HALAL )

DINAS PETERNAKAN DAN PERIKANAN KABUPATEN GROBOGAN MEMILIH DAGING ASUH ( AMAN, SEHAT, UTUH, HALAL ) DINAS PETERNAKAN DAN PERIKANAN KABUPATEN GROBOGAN MEMILIH DAGING ASUH ( AMAN, SEHAT, UTUH, HALAL ) Diterbitkan : Bidang Keswan dan Kesmavet Dinas Peternakan dan Perikanan Kab. Grobogan Jl. A. Yani No.

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA YOGYAKARTA

PEMERINTAH KOTA YOGYAKARTA PEMERINTAH KOTA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KOTA YOGYAKARTA NOMOR 21 TAHUN 2009 TENTANG PEMOTONGAN HEWAN DAN PENANGANAN DAGING DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA YOGYAKARTA, Menimbang : a. b. c.

Lebih terperinci

2. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal

2. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR TAHUN... TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 33 TAHUN 2014 TENTANG JAMINAN PRODUK HALAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR TAHUN... TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 33 TAHUN 2014 TENTANG JAMINAN PRODUK HALAL

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR TAHUN... TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 33 TAHUN 2014 TENTANG JAMINAN PRODUK HALAL RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR TAHUN... TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 33 TAHUN 2014 TENTANG JAMINAN PRODUK HALAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 33 TAHUN 2014 TENTANG JAMINAN PRODUK HALAL

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 33 TAHUN 2014 TENTANG JAMINAN PRODUK HALAL RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 33 TAHUN 2014 TENTANG JAMINAN PRODUK HALAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT

PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG RUMAH PEMOTONGAN HEWAN, UNGGAS DAN PELAYANAN TEKHNIS DIBIDANG PETERNAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

2 2. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994 tentang Pengesahan Agreement Establishing the World Trade Organization (Persetujuan Pembentukan Organisasi Perda

2 2. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994 tentang Pengesahan Agreement Establishing the World Trade Organization (Persetujuan Pembentukan Organisasi Perda BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1285, 2014 KEMENTAN. KEMENTERIAN PERTANIAN. Pemasukan. Karkas. Daging Jeroan. Pengawasan. Perubahan. PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 110/Permentan/PD.410/9/2014

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN MUSI BANYUASIN NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG RETRIBUSI RUMAH POTONG HEWAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN MUSI BANYUASIN NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG RETRIBUSI RUMAH POTONG HEWAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN MUSI BANYUASIN NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG RETRIBUSI RUMAH POTONG HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MUSI BANYUASIN, Menimbang : a. bahwa berdasarkan ketentuan pasal

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 20 TAHUN 2011 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 20 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI RUMAH POTONG HEWAN

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 20 TAHUN 2011 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 20 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI RUMAH POTONG HEWAN LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 20 TAHUN 2011 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 20 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI RUMAH POTONG HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANDUNG Menimbang

Lebih terperinci

Identifikasi Bobot Potong dan Persentase Karkas Domba Priangan Jantan Yearling dan Mutton. Abstrak

Identifikasi Bobot Potong dan Persentase Karkas Domba Priangan Jantan Yearling dan Mutton. Abstrak Identifikasi Bobot Potong dan Persentase Karkas Domba Priangan Jantan Yearling dan Mutton Umaris Santoso, Siti Nurachma dan Andiana Sarwestri Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran umarissantoso@gmail.com

Lebih terperinci

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. adalah Day Old Duck (DOD) hasil pembibitan generasi ke-3 sebanyak 9 ekor itik

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. adalah Day Old Duck (DOD) hasil pembibitan generasi ke-3 sebanyak 9 ekor itik III BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1 Bahan dan Objek Penelitian 3.1.1 Ternak Percobaan Itik Rambon dan Cihateup yang digunakan sebagai bahan penelitian adalah Day Old Duck (DOD) hasil pembibitan generasi

Lebih terperinci

apoteker123.wordpress.com 1 dari 5 DAFTAR PERIKSA Halal Assurance System 23000:1 PERTANYAAN PERIKSA HASIL PERIKSA

apoteker123.wordpress.com 1 dari 5 DAFTAR PERIKSA Halal Assurance System 23000:1 PERTANYAAN PERIKSA HASIL PERIKSA 1 Kebijakan Halal Apakah pimpinan perusahaan memilik kebijakan tertulis yang menunjukkan bahwa perusahaan berkomitmen untuk memproduksi produk halal secara konsisten? Apakah kebijakan halal disosialisasikan

Lebih terperinci

PEDOMAN SURVEI KARKAS

PEDOMAN SURVEI KARKAS PEDOMAN SURVEI KARKAS PUSAT DATA DAN SISTEM INFORMASI PERTANIAN KEMENTERIAN PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA 2015 KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, atas karunia dan rahmat-nya

Lebih terperinci

WALIKOTA SINGKAWANG PROVINS! KALIMANTAN BARAT

WALIKOTA SINGKAWANG PROVINS! KALIMANTAN BARAT WALIKOTA SINGKAWANG PROVINS! KALIMANTAN BARAT PERATURAN WALIKOTA SINGKAWANG NOMOR 17 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PEMOTONGAN HEWAN DAN PETUNJUK PELAKSANAAN RETRIBUSI RUMAH POTONG HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

PEMOTONGAN HEWAN HARI RAYA IDUL ADHA (QURBAN)

PEMOTONGAN HEWAN HARI RAYA IDUL ADHA (QURBAN) PEMOTONGAN HEWAN HARI RAYA IDUL ADHA (QURBAN) I. Dasar Hukum Nasional a. Undang-undang No. 6 1967 b. Peraturan Pemerintah No. 15 tahun 1977 c. Peraturan Pemerintah No. 22 tahun 1983 d. Peraturan Daerah

Lebih terperinci

Mutu karkas dan daging ayam

Mutu karkas dan daging ayam Standar Nasional Indonesia Mutu karkas dan daging ayam ICS 67.120.20 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi...i Prakata...ii 1 Ruang lingkup... 1 2 Acuan normatif... 1 3 Istilah dan definisi...

Lebih terperinci

IV PEMBAHASAN. yang terletak di kota Bekasi yang berdiri sejak tahun RPH kota Bekasi

IV PEMBAHASAN. yang terletak di kota Bekasi yang berdiri sejak tahun RPH kota Bekasi 25 IV PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum Rumah Potong Hewan (RPH) Kota Bekasi adalah rumah potong hewan yang terletak di kota Bekasi yang berdiri sejak tahun 2009. RPH kota Bekasi merupakan rumah potong dengan

Lebih terperinci

SALINAN LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 13 TAHUN 2015 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 13 TAHUN 2015 TENTANG

SALINAN LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 13 TAHUN 2015 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 13 TAHUN 2015 TENTANG SALINAN LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 13 TAHUN 2015 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 13 TAHUN 2015 TENTANG RUMAH POTONG HEWAN DAN RUMAH POTONG UNGGAS BAGIAN HUKUM SETDA KABUPATEN BANDUNG

Lebih terperinci

PENANGANAN DAN DISTRIBUSI KARKAS DAN NON KARKAS DARI TEMPAT PEMOTONGAN BABI JELETRENG GUNUNG SINDUR BOGOR MARIA ANITA GOBA

PENANGANAN DAN DISTRIBUSI KARKAS DAN NON KARKAS DARI TEMPAT PEMOTONGAN BABI JELETRENG GUNUNG SINDUR BOGOR MARIA ANITA GOBA PENANGANAN DAN DISTRIBUSI KARKAS DAN NON KARKAS DARI TEMPAT PEMOTONGAN BABI JELETRENG GUNUNG SINDUR BOGOR MARIA ANITA GOBA DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT

Lebih terperinci

Morfologi dan Anatomi Dasar Kelinci

Morfologi dan Anatomi Dasar Kelinci Modul Praktikum Biologi Hewan Ternak 2017 6 Morfologi dan Anatomi Dasar Kelinci Petunjuk Umum Praktikum - Pada praktikum ini digunakan alat-alat bedah dan benda-benda bersudut tajam. Harap berhati-hati

Lebih terperinci

MEMERIKSA KELAYAKAN PROSES PENYEMBELIHAN

MEMERIKSA KELAYAKAN PROSES PENYEMBELIHAN BAHAN AJAR PELATIHAN JURU SEMBELIH HALAL KODE UNIT KOMPETENSI : A. 016200.012.01 MEMERIKSA KELAYAKAN PROSES PENYEMBELIHAN BADAN PENYULUHAN DAN PENGEMBANGAN SDM PERTANIAN PUSAT PELATIHAN PERTANIAN 2015

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Ternak Percobaan Kandang Bahan dan Alat Prosedur Persiapan Bahan Pakan

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Ternak Percobaan Kandang Bahan dan Alat Prosedur Persiapan Bahan Pakan MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Mei sampai September 2011. Pemeliharaan domba dilakukan di kandang percobaan Laboratorium Ternak Ruminansia Kecil sedangkan

Lebih terperinci

KIAT-KIAT MEMILIH DAGING SEHAT Oleh : Bidang Keswan-Kesmavet, Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat (disadur dari berbagai macam sumber)

KIAT-KIAT MEMILIH DAGING SEHAT Oleh : Bidang Keswan-Kesmavet, Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat (disadur dari berbagai macam sumber) KIAT-KIAT MEMILIH DAGING SEHAT Oleh : Bidang Keswan-Kesmavet, Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat (disadur dari berbagai macam sumber) KASUS SEPUTAR DAGING Menghadapi Bulan Ramadhan dan Lebaran biasanya

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kawasan RPHU Rawa Kepiting berbentuk kompleks dengan beberapa

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kawasan RPHU Rawa Kepiting berbentuk kompleks dengan beberapa 1 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum Tempat Penelitian Kawasan RPHU Rawa Kepiting berbentuk kompleks dengan beberapa bangunan yang didesain dan dibangun khusus yang memenuhi persyaratan teknis dan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 95 TAHUN 2012 TENTANG KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER DAN KESEJAHTERAAN HEWAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 95 TAHUN 2012 TENTANG KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER DAN KESEJAHTERAAN HEWAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 95 TAHUN 2012 TENTANG KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER DAN KESEJAHTERAAN HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang Mengingat

Lebih terperinci

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Bangkok dengan betina ras petelur tipe medium keturunan pertama pada umur

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Bangkok dengan betina ras petelur tipe medium keturunan pertama pada umur 14 III BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1 Bahan Penelitian 3.1.1 Objek Penelitian Objek penelitian yang digunakan adalah ayam hasil persilangan pejantan Bangkok dengan betina ras petelur tipe medium keturunan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN MANGGARAI BARAT NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG RETRIBUSI RUMAH POTONG HEWAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN MANGGARAI BARAT NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG RETRIBUSI RUMAH POTONG HEWAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN MANGGARAI BARAT NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG RETRIBUSI RUMAH POTONG HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MANGGARAI BARAT, Menimbang : a. bahwa dalam rangka meningkatkan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 95 TAHUN TENTANG KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER DAN KESEJAHTERAAN HEWAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 95 TAHUN TENTANG KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER DAN KESEJAHTERAAN HEWAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 95 TAHUN 2012012 TENTANG KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER DAN KESEJAHTERAAN HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang Mengingat

Lebih terperinci

RETRIBUSI RUMAH POTONG HEWAN

RETRIBUSI RUMAH POTONG HEWAN 1 PEMERINTAH KABUPATEN TULUNGAGUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN TULUNGAGUNG NOMOR 2 TAHUN 2011 T E N T A N G RETRIBUSI RUMAH POTONG HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TULUNGAGUNG, Menimbang :

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. energi. Makanan dan minuman yang dikonsumsi manusia haruslah makanan. dalam Al-Qur an surat Al-Baqarah ayat 172:

BAB I PENDAHULUAN. energi. Makanan dan minuman yang dikonsumsi manusia haruslah makanan. dalam Al-Qur an surat Al-Baqarah ayat 172: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan sehari-hari, makanan mempunyai peranan yang penting bagi manusia. Peran tersebut antara lain untuk mempertahankan kelangsungan hidup, melindungi

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 95 TAHUN TENTANG KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER DAN KESEJAHTERAAN HEWAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 95 TAHUN TENTANG KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER DAN KESEJAHTERAAN HEWAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 95 TAHUN 2012012 TENTANG KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER DAN KESEJAHTERAAN HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang :

Lebih terperinci

RPA objectives, development, principles, management and food safety

RPA objectives, development, principles, management and food safety RPA objectives, development, principles, management and food safety TUJUAN INSTRUKSIONAL UMUM Peserta dapat menjelaskan tentang prinsip dan manajemen RPA agar menghasilkan daging yang berkualitas dan aman

Lebih terperinci

Klik Dibatalkan dan Ditindaklanjuti dgn Instruksi Bupati No 8 Tahun 2006 PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 22 TAHUN 2001 TENTANG

Klik Dibatalkan dan Ditindaklanjuti dgn Instruksi Bupati No 8 Tahun 2006 PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 22 TAHUN 2001 TENTANG Klik Dibatalkan dan Ditindaklanjuti dgn Instruksi Bupati No 8 Tahun 2006 PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 22 TAHUN 2001 TENTANG RETRIBUSI IJIN PEMOTONGAN TERNAK DAN PENANGANAN DAGING SERTA HASIL

Lebih terperinci

Lampirran 1 Aplikasi SSOP pada seluruh TPA dibina dan Kondisi Seharusnya yang mengacu pada Permentan 2005

Lampirran 1 Aplikasi SSOP pada seluruh TPA dibina dan Kondisi Seharusnya yang mengacu pada Permentan 2005 Lampirran 1 Aplikasi SSOP pada seluruh TPA dibina dan Kondisi Seharusnya yang mengacu pada Permentan 2005 Aspek SSOP Kondisi TPA dibina Kondisi Seharusnya Keterangan Penanggung Jawab Kesehatan Hewan dan

Lebih terperinci

SERTIFIKASI HALAL OLEH LPPOM DAN MUI PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA. Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan dan Kosmetika (LPPOM) adalah

SERTIFIKASI HALAL OLEH LPPOM DAN MUI PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA. Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan dan Kosmetika (LPPOM) adalah IV. SERTIFIKASI HALAL OLEH LPPOM DAN MUI PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan dan Kosmetika (LPPOM) adalah lembaga yang berfungsi membantu Majelis Ulama Indonesia

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 95 TAHUN 2012 TENTANG KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER DAN KESEJAHTERAAN HEWAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 95 TAHUN 2012 TENTANG KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER DAN KESEJAHTERAAN HEWAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 95 TAHUN 2012 TENTANG KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER DAN KESEJAHTERAAN HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 95 TAHUN 2012012 TENTANG KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER DAN KESEJAHTERAAN HEWAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 95 TAHUN 2012012 TENTANG KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER DAN KESEJAHTERAAN HEWAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 95 TAHUN 2012012 TENTANG KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER DAN KESEJAHTERAAN HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang Mengingat

Lebih terperinci

WALIKOTA YOGYAKARTA PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 141 TAHUN 2009 TENTANG

WALIKOTA YOGYAKARTA PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 141 TAHUN 2009 TENTANG WALIKOTA YOGYAKARTA PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 141 TAHUN 2009 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH KOTA YOGYAKARTA NOMOR 21 TAHUN 2009 TENTANG PEMOTONGAN HEWAN DAN PENANGANAN DAGING WALIKOTA

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.214, 2012 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LINGKUNGAN HIDUP. Peternakan. Kesehatan. Veteriner. Hewan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5356) PERATURAN PEMERINTAH

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dan semua produk hasil pengolahan jaringan yang dapat dimakan dan tidak

I. PENDAHULUAN. dan semua produk hasil pengolahan jaringan yang dapat dimakan dan tidak I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Daging adalah semua jaringan hewan, baik yang berupa daging dari karkas, organ, dan semua produk hasil pengolahan jaringan yang dapat dimakan dan tidak menimbulkan gangguan

Lebih terperinci

Badan Standardisasi Nasional

Badan Standardisasi Nasional Standar Nasional Indonesia SNI 01-6159 1999 Rumah Pemotongan Hewan Badan Standardisasi Nasional Rumah Pemotongan Hewan Pendahuluan Penetapan standar Rumah Pemotongan Hewan merupakan hal penting yang perlu

Lebih terperinci

BUPATI MALANG BUPATI MALANG,

BUPATI MALANG BUPATI MALANG, BUPATI MALANG PERATURAN BUPATI MALANG NOMOR 8 TAHUN 2009 TENTANG UNIT PELAKSANA TEKNIS DINAS (UPTD) RUMAH POTONG HEWAN (RPH) PADA DINAS PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN KABUPATEN MALANG BUPATI MALANG, Menimbang

Lebih terperinci

MENERAPKAN PRINSIP KESEJAHTERAAN HEWAN

MENERAPKAN PRINSIP KESEJAHTERAAN HEWAN BAHAN AJAR PELATIHAN JURU SEMBELIH HALAL KODE UNIT KOMPETENSI : A. 016200.007.01 MENERAPKAN PRINSIP KESEJAHTERAAN HEWAN BADAN PENYULUHAN DAN PENGEMBANGAN SDM PERTANIAN PUSAT PELATIHAN PERTANIAN 2015 1

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Ternak Pakan

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Ternak Pakan MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan pada bulan bulan Juni sampai dengan September 2011. Pengolahan minyak ikan Lemuru ke dalam bentuk Campuran Garam Karboksilat Kering (CGKK)

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Konversi Otot Menjadi Daging

TINJAUAN PUSTAKA Konversi Otot Menjadi Daging II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konversi Otot Menjadi Daging Kondisi ternak sebelum penyembelihan akan mempengaruhi tingkat konversi otot menjadi daging dan juga mempengaruhi kualitas daging yang dihasilkan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR 2 TAHUN 2007 TENTANG RETRIBUSI PEMERIKSAAN KESEHATAN DAN PEMOTONGAN HEWAN TERNAK

PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR 2 TAHUN 2007 TENTANG RETRIBUSI PEMERIKSAAN KESEHATAN DAN PEMOTONGAN HEWAN TERNAK Ketentuan Retribusi dicabut dengan Perda Nomor 2Tahun 2012 PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR 2 TAHUN 2007 TENTANG RETRIBUSI PEMERIKSAAN KESEHATAN DAN PEMOTONGAN HEWAN TERNAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

mbenk _

mbenk _ ' I EVALUASI PENERAPAN SISTEM PEMOTONGAN DAN SISTEM JAMINAN HALAL SERT A PENILAIAN NILAI KONTROL VETERINER (NKV) DI RUMAH POTO NG HEW AN (RPH) KOTA PEKANBARU Kuntoro, B ', R.R.A Maheswari 2, H. Nuraini

Lebih terperinci

D. Akhmadi, E. Purbowati, dan R. Adiwinarti Fakultas Peternakan Unuversitas Diponegoro, Semarang ABSTRAK

D. Akhmadi, E. Purbowati, dan R. Adiwinarti Fakultas Peternakan Unuversitas Diponegoro, Semarang ABSTRAK PERSENTASE EDIBLE PORTION DOMBA YANG DIBERI AMPAS TAHU KERING DENGAN ARAS YANG BERBEDA (Edible Portion Percentage of Rams Fed Different Levels of Dried Tofu By-product) D. Akhmadi, E. Purbowati, dan R.

Lebih terperinci

WALIKOTAMADYA KEPALA DAERAH TINGKAT II YOGYAKARTA

WALIKOTAMADYA KEPALA DAERAH TINGKAT II YOGYAKARTA LEMBARAN DAERAH KOTAMADYA DAERAH TINGKAT II YOGYAKARTA (Berita Resmi Kotamadya Daerah Tingkat II Yogyakarta) Nomor : 4 Tahun 1999 Seri : D - ---------------------------------------------------------------

Lebih terperinci

KURBAN DAN KESEJAHTERAAN HEWAN

KURBAN DAN KESEJAHTERAAN HEWAN KURBAN DAN KESEJAHTERAAN HEWAN Subdit Kesejahteraan Hewan 2016 KURBAN DAN KESEJAHTERAAN HEWAN 1 KESEJAHTERAAN HEWAN Kesejahteraan didefinisikan sebagai status dari seekor hewan dengan upayaupayanya untuk

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA PROBOLINGGO

PEMERINTAH KOTA PROBOLINGGO PEMERINTAH KOTA PROBOLINGGO SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA PROBOLINGGO NOMOR 9 TAHUN 2009 TENTANG RETRIBUSI RUMAH POTONG HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PROBOLINGGO, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

MELAKUKAN PEMERIKSAAN FISIK HEWAN

MELAKUKAN PEMERIKSAAN FISIK HEWAN BAHAN AJAR PELATIHAN JURU SEMBELIH HALAL KODE UNIT KOMPETENSI : A. 016200.009.01 MELAKUKAN PEMERIKSAAN FISIK HEWAN BADAN PENYULUHAN DAN PENGEMBANGAN SDM PERTANIAN PUSAT PELATIHAN PERTANIAN 2015 DAFTAR

Lebih terperinci

6. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara

6. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara 1 WALIKOTA PARIAMAN PERATURAN DAERAH KOTA PARIAMAN NOMOR 7 TAHUN 2012 TENTANG RETRIBUSI RUMAH POTONG HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PARIAMAN, Menimbang Mengingat : a. bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA BATU

PEMERINTAH KOTA BATU SALINAN PEMERINTAH KOTA BATU PERATURAN DAERAH KOTA BATU NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG RETRIBUSI RUMAH POTONG HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BATU, Menimbang : bahwa agar hewan yang akan dipotong

Lebih terperinci

Endah Subekti Pengaruh Jenis Kelamin.., PENGARUH JENIS KELAMIN DAN BOBOT POTONG TERHADAP KINERJA PRODUKSI DAGING DOMBA LOKAL

Endah Subekti Pengaruh Jenis Kelamin.., PENGARUH JENIS KELAMIN DAN BOBOT POTONG TERHADAP KINERJA PRODUKSI DAGING DOMBA LOKAL PENGARUH JENIS KELAMIN DAN BOBOT POTONG TERHADAP KINERJA PRODUKSI DAGING DOMBA LOKAL EFFECT OF SEX AND SLAUGHTER WEIGHT ON THE MEAT PRODUCTION OF LOCAL SHEEP Endah Subekti Staf Pengajar Fakultas Pertanian

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN KONSEP MODEL SISTEM JAMINAN HALAL PRODUK DAGING AYAM DI RUMAH POTONG AYAM 1

PENGEMBANGAN KONSEP MODEL SISTEM JAMINAN HALAL PRODUK DAGING AYAM DI RUMAH POTONG AYAM 1 PENGEMBANGAN KONSEP MODEL SISTEM JAMINAN HALAL PRODUK DAGING AYAM DI RUMAH POTONG AYAM 1 WAHYUNI AMELIA WULANDARI 2, WIWIT ESTUTI 3 dan GUNAWAN 2 2 BPTP Bengkulu, Jl. Irian Km 6,5 Kota Bengkulu 38119 3

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Kepentingan Higiene dan Sanitasi

TINJAUAN PUSTAKA Kepentingan Higiene dan Sanitasi 4 TINJAUAN PUSTAKA Kepentingan Higiene dan Sanitasi Higiene berasal dari bahasa Yunani yang artinya sehat atau baik untuk kesehatan. Tujuan higiene adalah untuk menjamin agar daging tetap aman dan layak

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA PROBOLINGGO

PEMERINTAH KOTA PROBOLINGGO PEMERINTAH KOTA PROBOLINGGO SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA PROBOLINGGO NOMOR 9 TAHUN 2009 TENTANG RETRIBUSI RUMAH POTONG HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PROBOLINGGO, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

ANALISIS KELAYAKAN DAN STRATEGI PENGELOLAAN RUMAH POTONG HEWAN DI KOTA METRO LAMPUNG. Tesis. Oleh Rohmatul Anwar

ANALISIS KELAYAKAN DAN STRATEGI PENGELOLAAN RUMAH POTONG HEWAN DI KOTA METRO LAMPUNG. Tesis. Oleh Rohmatul Anwar ANALISIS KELAYAKAN DAN STRATEGI PENGELOLAAN RUMAH POTONG HEWAN DI KOTA METRO LAMPUNG Tesis Oleh Rohmatul Anwar FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG 2017 ABSTRAK ANALISIS KELAYAKAN DAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. media pertumbuhan mikroorganisme. Daging (segar) juga mengandung enzim-enzim

BAB I PENDAHULUAN. media pertumbuhan mikroorganisme. Daging (segar) juga mengandung enzim-enzim 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Daging adalah salah satu pangan asal hewan yang mengandung zat gizi yang sangat baik untuk kesehatan dan pertumbuhan manusia, serta sangat baik sebagai media pertumbuhan

Lebih terperinci

WALIKOTA TEGAL PERATURAN WALIKOTA TEGAL NOMOR 26 TAHUN 2012 TENTANG

WALIKOTA TEGAL PERATURAN WALIKOTA TEGAL NOMOR 26 TAHUN 2012 TENTANG SALINAN WALIKOTA TEGAL PERATURAN WALIKOTA TEGAL NOMOR 26 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN PEMOTONGAN HEWAN DAN PETUNJUK PELAKSANAAN PEMUNGUTAN RETRIBUSI RUMAH POTONG HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA

Lebih terperinci

Press Release. 1. Terkait persiapan yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan:

Press Release. 1. Terkait persiapan yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan: Press Release Pelepasan Tim Pemantau Pelaksanaan Pemotongan Hewan Qurban 1435 H Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian Jakarta, 1 Oktober 2014 Dalam rangka upaya penjaminan

Lebih terperinci

BAB I PEDAHULUAN. banyak terdapat ternak sapi adalah di TPA Suwung Denpasar. Sekitar 300 ekor sapi

BAB I PEDAHULUAN. banyak terdapat ternak sapi adalah di TPA Suwung Denpasar. Sekitar 300 ekor sapi BAB I PEDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Semakin berkurangnya lahan sebagai tempat merumputnya sapi, maka banyak peternak mencari alternatif lain termasuk melepas ternak sapinya di tempat pembuangan sampah

Lebih terperinci

KAJIAN KEPUSTAKAAN. hewan bagi konsumsi masyarakat umum dan digunakan sebagai tempat

KAJIAN KEPUSTAKAAN. hewan bagi konsumsi masyarakat umum dan digunakan sebagai tempat 11 II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Definisi Rumah Potong Hewan (RPH) Rumah Potong Hewan (RPH) adalah suatu bangunan atau kompleks bangunan dengan syarat tertentu yang digunakan sebagai tempat memotong hewan

Lebih terperinci

I. MATERI DAN METODE. Penelitian ini telah dilakukan pada bulan April sampai dengan Mei 2015 di

I. MATERI DAN METODE. Penelitian ini telah dilakukan pada bulan April sampai dengan Mei 2015 di I. MATERI DAN METODE 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian ini telah dilakukan pada bulan April sampai dengan Mei 2015 di Kandang Percobaan Laboratorium UIN Agriculture Research and Development Station (UARDS)

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR 2 TAHUN 2007 TENTANG RETRIBUSI PEMERIKSAAN KESEHATAN DAN PEMOTONGAN HEWAN TERNAK

PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR 2 TAHUN 2007 TENTANG RETRIBUSI PEMERIKSAAN KESEHATAN DAN PEMOTONGAN HEWAN TERNAK PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR 2 TAHUN 2007 TENTANG RETRIBUSI PEMERIKSAAN KESEHATAN DAN PEMOTONGAN HEWAN TERNAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TASIKMALAYA, Menimbang : a. bahwa untuk

Lebih terperinci

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. Sapi Bali (Bos sondaicus) merupakan salah satu bangsa sapi lokal asli

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. Sapi Bali (Bos sondaicus) merupakan salah satu bangsa sapi lokal asli II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Sapi Bali Sapi Bali (Bos sondaicus) merupakan salah satu bangsa sapi lokal asli yang dikembangkan di Indonesia. Ternak ini berasal dari keturunan asli banteng liar yang telah

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Tujuan utama dari usaha peternakan sapi potong (beef cattle) adalah

PENDAHULUAN. Tujuan utama dari usaha peternakan sapi potong (beef cattle) adalah I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tujuan utama dari usaha peternakan sapi potong (beef cattle) adalah menghasilkan karkas dengan bobot yang tinggi (kuantitas), kualitas karkas yang bagus dan daging yang

Lebih terperinci