POPULASI Aspergillus flavus DAN KANDUNGAN AFLATOKSIN B 1 PADA BIJI KACANG TANAH MENTAH DAN PRODUK OLAHANNYA DI KECAMATAN BOGOR TENGAH, KOTAMADYA BOGOR

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "POPULASI Aspergillus flavus DAN KANDUNGAN AFLATOKSIN B 1 PADA BIJI KACANG TANAH MENTAH DAN PRODUK OLAHANNYA DI KECAMATAN BOGOR TENGAH, KOTAMADYA BOGOR"

Transkripsi

1 POPULASI Aspergillus flavus DAN KANDUNGAN AFLATOKSIN B 1 PADA BIJI KACANG TANAH MENTAH DAN PRODUK OLAHANNYA DI KECAMATAN BOGOR TENGAH, KOTAMADYA BOGOR AMANDA WINDYARANI DEPARTEMEN BIOLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009

2 ABSTRAK AMANDA WINDYARANI. Populasi Aspergillus flavus dan Kandungan Aflatoksin B 1 pada Biji Kacang Tanah Mentah dan Produk Olahannya di Kecamatan Bogor Tengah, Kotamadya Bogor. Dibimbing oleh OKKY SETYAWATI DHARMAPUTRA dan SANTI AMBARWATI. Penelitian ini merupakan suatu survei yang bertujuan mengetahui populasi Aspergillus flavus dan kandungan aflatoksin B 1 pada biji kacang tanah mentah yang diperoleh dari pengecer di pasar tradisional dan lima produk olahan kacang tanah yang diperoleh dari pengecer di Kecamatan Bogor Tengah, Kotamadya Bogor. Penentuan kualitas fisik biji dilakukan hanya pada sampel biji kacang tanah mentah. Jumlah total sampel adalah 155, terdiri atas 26 sampel biji kacang tanah mentah dan 129 sampel produk olahan kacang tanah. Sebanyak 14 dan 12 sampel biji kacang tanah mentah masing-masing diperoleh dari Pasar Anyar dan Pasar Bogor. Sampel produk olahan kacang tanah terdiri atas kacang kulit (33 sampel), kacang atom (33), bumbu siomay (18), bumbu pecel/gado-gado (33), dan bumbu sate (12). Rataan persentase biji utuh tertinggi (70.6%) dan rataan persentase biji rusak terendah (17.1%) terdapat pada kacang tanah yang diperoleh dari Pasar Anyar. Rataan persentase biji keriput tertinggi (12.7%) terdapat pada kacang tanah yang diperoleh dari Pasar Bogor. Populasi A. flavus pada biji kacang tanah mentah lebih tinggi dibandingkan dengan pada produk olahan kacang tanah. Populasi A. flavus pada biji kacang tanah mentah, kacang kulit, kacang atom, bumbu siomay, bumbu pecel/gado-gado, dan bumbu sate masingmasing adalah , 0.3, 0.1, 0.3, 13.2, dan 0.4 cfu/g (b.b). Kandungan aflatoksin B 1 pada biji kacang tanah mentah yaitu 43.2 ppb. Produk olahan kacang tanah yang mengandung aflatoksin B 1 tertinggi yaitu kacang kulit (43.2 ppb) diikuti oleh kacang atom (34.3), bumbu sate (23.2), bumbu pecel/gado-gado (17.1), dan bumbu siomay (4.4). ABSTRACT AMANDA WINDYARANI. Population of Aspergillus flavus and Aflatoxin B 1 Content of Raw Peanut Kernels and Processed Peanut Products in Kecamatan Bogor Tengah, Municipality of Bogor. Supervised by OKKY SETYAWATI DHARMAPUTRA and SANTI AMBARWATI. This study was a survey to get information on the population of A. flavus and aflatoxin B 1 content of raw peanut kernels collected randomly from retailers in two traditional markets (Pasar Anyar and Pasar Bogor) and five processed peanut products collected from retailers in Kecamatan Bogor Tengah, Municipality of Bogor. Physical quality of peanut kernels was only determined in raw peanut kernel samples. A total of 155 samples were collected. They consisted of 26 samples of raw peanut kernels and 129 samples of processed peanut products. As much as 14 and 12 samples of raw peanut kernels were collected from Pasar Anyar and Pasar Bogor, respectively. Processed peanut product samples consisted of roasted peanuts with skin pod (33 samples), flour-coated peanuts (33), siomay sauce (18), pecel/gado-gado sauce (33), and sate sauce (12). The highest percentage of intact kernels (70.6%) and the lowest percentage of damaged kernels (17.1%) were found in raw peanut kernels collected from Pasar Anyar. The highest percentage of shriveled kernels (12.7%) was found in raw peanut kernels collected from Pasar Bogor. Population of A. flavus in raw peanut kernels was much higher than that of in processed peanut products. Population of A. flavus in raw peanut kernels, roasted peanuts with skin pod, flour-coated peanuts, siomay sauce, pecel/gado-gado sauce, and sate sauce were , 0.3, 0.1, 0.3, 13.2, and 0.4 cfu/g (w. b.), respectively. The aflatoxin B 1 content of raw peanut kernels was 43.2 ppb. The highest aflatoxin B 1 content of processed peanut products (43.2 ppb) was found in roasted peanuts with skin pod, followed by flour-coated peanuts (34.3), sate sauce (23.2), pecel/gado-gado sauce (17.1), and siomay sauce (4.4).

3 POPULASI Aspergillus flavus DAN KANDUNGAN AFLATOKSIN B 1 PADA BIJI KACANG TANAH MENTAH DAN PRODUK OLAHANNYA DI KECAMATAN BOGOR TENGAH, KOTAMADYA BOGOR AMANDA WINDYARANI Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains pada Departemen Biologi DEPARTEMEN BIOLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009

4 Judul skripsi Nama NIM : Populasi Aspergillus flavus dan Kandungan Aflatoksin B 1 pada Biji Kacang Tanah Mentah dan Produk Olahannya di Kecamatan Bogor Tengah, Kotamadya Bogor : Amanda Windyarani : G Menyetujui Pembimbing I, Pembimbing II, (Dr. Okky Setyawati Dharmaputra) NIP : (Santi Ambarwati, M.Si) NIP : Mengetahui : Ketua Departemen Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Pertanian Bogor, (Dr. Ir. Ence Darmo Jaya Supena) NIP : Tanggal Lulus:

5 PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas segala nikmat dan anugerah Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah yang berjudul Populasi Aspergillus flavus dan Kandungan Aflatoksin B 1 pada Biji Kacang Tanah Mentah dan Produk Olahannya di Kecamatan Bogor Tengah, Kotamadya Bogor. Penelitian ini telah dilaksanakan dari bulan Mei sampai dengan Oktober 2009 di Laboratorium Mikrobiologi dan Laboratorium Analisis Pangan Services Laboratory SEAMEO BIOTROP, Bogor. Dalam kesempatan kali ini penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Dr. Okky Setyawati Dharmaputra dan Ibu Santi Ambarwati, M.Si selaku pembimbing yang telah banyak memberikan bimbingan dan saran selama kegiatan penelitian hingga penyusunan karya ilmiah, kepada Ibu Nina Ratna Djuita, M.Si selaku wakil Komisi Pendidikan Departemen Biologi FMIPA IPB atas saran yang diberikan, juga kepada Direktur SEAMEO BIOTROP atas izin penggunaan fasilitas dan bantuan dana penelitian. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Ibu Ina, Bapak Edi, Bapak Rahmat, Ibu Elly, dan Mbak Neng yang telah banyak membantu dalam kegiatan penelitian ini. Ungkapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada teman-teman Biologi 42 atas kehangatan dan kebersamaannya, terutama untuk Sri, Dorkas, Amaryllis, Teti, Jazy, Tika, dan Dita, kepada teman-teman di Pondok Adinda, serta pihak lain yang tidak dapat disebutkan satupersatu. Penghargaan setinggi-tingginya penulis sampaikan kepada kedua orang tua dan kakak tercinta atas perhatian, kasih sayang, dan doanya. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi para pembaca dan bagi ilmu pengetahuan. Bogor, Januari 2009 Amanda Windyarani

6 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 12 November 1986 dari Bapak Bambang Winarso dan Ibu Pudya Saraswati. Penulis merupakan putri kedua dari dua bersaudara. Tahun 2005 penulis lulus dari SMA Negeri 1 Ciputat (sekarang SMA Negeri 1 Tangerang Selatan) dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Penulis memilih Program Studi Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Selama mengikuti perkuliahan, penulis pernah mengikuti kegiatan Praktik Lapangan di Balai Penelitian Tanaman Hias, Pasarminggu, Jakarta Selatan dari bulan Juli sampai dengan Agustus 2008 dengan judul Budidaya Tanaman Anggrek di Balai Penelitian Tanaman Hias Kebun Percobaan Tanaman Hias Pasarminggu. Selain itu penulis aktif menjadi pengurus Himpunan Mahasiswa Biologi (Himabio) sebagai staf Wahana Muslim Himabio (WMH) periode 2006/2007 dan staf BioWorld periode 2007/2008, dan menjadi asisten praktikum mata kuliah Biologi untuk mahasiswa TPB tahun ajaran 2008/2009. Penulis juga pernah menjadi pengajar di Be-Expert bidang Biologi untuk mahasiswa TPB tahun ajaran 2008/2009.

7 DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL... viii DAFTAR GAMBAR... viii DAFTAR LAMPIRAN...ix PENDAHULUAN...1 Latar Belakang... 1 Tujuan... 2 BAHAN DAN METODE... 2 Biji Kacang Tanah Mentah dan Produk Olahannya... 2 Lokasi Pengambilan Sampel... 2 Pengambilan Sampel dan Cara Memperoleh Sampel Kerja... 3 Penentuan Kualitas Fisik Biji... 4 Penentuan Populasi A. flavus... 4 Penentuan Kandungan Aflatoksin B HASIL DAN PEMBAHASAN... 6 Kualitas Fisik Biji, Populasi A. flavus, dan Kandungan Aflatoksin B 1 pada Biji Kacang Tanah Mentah... 6 Populasi A. flavus dan Kandungan Aflatoksin B 1 pada Produk Olahan Kacang Tanah... 9 SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN... 14

8 DAFTAR TABEL Halaman 1 Lokasi pengambilan dan jumlah sampel biji kacang tanah mentah Lokasi pengambilan, jenis, dan jumlah sampel produk olahan kacang tanah Kisaran dan rataan kualitas fisik biji kacang tanah mentah yang diperoleh dari Pasar Anyar dan Pasar Bogor Persentase sampel biji kacang tanah mentah yang terserang A. flavus, terkontaminasi aflatoksin B 1, dan kandungan aflatoksin B 1 tidak terdeteksi Kisaran dan rataan persentase biji rusak, populasi A. flavus, kandungan aflatoksin B 1, dan persentase sampel yang mengandung aflatoksin B 1 lebih dari 15 ppb pada biji kacang tanah mentah Persentase sampel produk olahan kacang tanah yang terserang A. flavus, terkontaminasi aflatoksin B 1, dan kandungan aflatoksin B 1 tidak terdeteksi Kisaran dan rataan populasi A. flavus, kandungan aflatoksin B 1, dan persentase sampel produk olahan kacang tanah yang mengandung aflatoksin B 1 lebih dari 15 ppb DAFTAR GAMBAR Halaman 1 Foto mikrograf Aspergillus flavus (200x) Struktur kimia aflatoksin B 1, B 2, G 1, dan G Produk olahan kacang tanah: (a) kacang kulit, (b) kacang atom, (c) bumbu pecel/gado-gado, (d) bumbu siomay, dan (e) bumbu sate Skema cara memperoleh sampel kerja pada biji kacang tanah mentah. (a) : sampel untuk penentuan kualitas fisik biji; (c) dan (e) : sampel untuk penentuan populasi A. flavus; (b), (d), (f), dan (g) : sampel untuk penentuan kandungan aflatoksin B 1 ; dan (h) : sampel cadangan Skema cara memperoleh sampel kerja pada produk olahan kacang tanah. (a) : sampel untuk penentuan populasi A. flavus, (b) dan (c) : sampel untuk penentuan kandungan aflatoksin B 1, dan (d) : sampel cadangan Pembercakkan larutan sampel dan standar aflatoksin B 1 pada satu lempeng Biji utuh (a), biji keriput (b), dan biji rusak (c) pada biji kacang tanah mentah Hasil isolasi Aspergillus. flavus pada biji kacang tanah mentah setelah empat hari inkubasi pada suhu ruang (+ 28 C). Pengenceran 1: Hasil isolasi A. flavus pada kacang kulit (a), kacang atom (b), bumbu siomay (c), bumbu pecel/gado-gado (d), dan bumbu sate (e) setelah empat hari inkubasi pada suhu ruang (+ 28 C). Pengenceran 1:

9 DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1 Komposisi bahan dan cara pembuatan kacang kulit, kacang atom, dan bumbu pecel Komposisi bahan dan cara pembuatan bumbu siomay dan bumbu sate Komposisi media Aspergillus flavus and parasiticus Agar (AFPA)... 17

10 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Kacang tanah (Arachis hypogaea) adalah komoditas pertanian yang bernilai ekonomi cukup tinggi dan merupakan salah satu sumber protein dalam pola pangan penduduk Indonesia. Selain itu, kacang tanah merupakan tanaman palawija yang menempati urutan ketiga setelah jagung dan kedelai. Di Indonesia kacang tanah telah lama dimanfaatkan sebagai bahan pangan. Produk olahan kacang tanah di antaranya ialah kacang kulit (kacang garing), kacang atom, bumbu siomay, bumbu pecel, bumbu gado-gado, dan bumbu sate. Menurut BPS (2009) di Indonesia pada tahun 2008 produksi kacang tanah mencapai ton. Di negara beriklim tropis seperti Indonesia, serangan cendawan pada bahan pangan dapat terjadi baik sebelum maupun setelah panen. Menurut Sauer et al. (1992) serangan cendawan setelah panen dapat menurunkan kualitas fisik dan kandungan nutrisi biji, menyebabkan bau apak, mengubah warna biji, dan menghasilkan mikotoksin, antara lain aflatoksin. Faktor pendukung pertumbuhan cendawan antara lain kadar air dan kualitas fisik biji yang dipengaruhi oleh cara penanganan pascapanen. Aflatoksin dapat menyebabkan kanker hati pada manusia dan hewan, dihasilkan antara lain oleh galur-galur tertentu Aspergillus flavus. Foto mikrograf A. flavus dapat dilihat pada Gambar 1. Interaksi antara aflatoksin dan virus hepatitis B dapat meningkatkan risiko terhadap cirrhosis pada hati (Kuniholm et al. 2008). Jenis aflatoksin yang umum terdapat pada bahan pangan dan produk olahannya yaitu B 1, B 2, G 1, dan G 2. Jenis yang paling berbahaya dari keempat jenis aflatoksin tersebut yaitu aflatoksin B 1. Struktur kimia aflatoksin B 1, B 2, G 1, dan G 2 dapat dilihat pada Gambar 2. Menurut Pitt dan Hocking (1996) sebanyak 22% dari 215 sampel kacang tanah yang diperoleh dari petani, pedagang pengumpul dan pengecer di Bogor dan Yogyakarta mengandung aflatoksin lebih dari ppb. Konsentrasi aflatoksin tersebut dapat menyebabkan kerusakan hati akut, baik pada manusia maupun hewan. Gambar 1 Foto mikrograf Aspergillus flavus (200x). (Foto oleh O. S. Dharmaputra). Gambar 2 Struktur kimia aflatoksin B 1, B 2, G 1, dan G 2. (Sumber: Heathcote 1984) Dharmaputra et al. (2005) melaporkan kandungan aflatoksin B 1 pada kacang tanah yang diperoleh dari petani (polong kering), pengumpul (polong dan biji kering), grosir (biji kering) dan pengecer (biji kering) di Kabupaten Cianjur, Jawa Barat pada bulan Februari 2004, memperlihatkan kisaran pada biji kacang tanah di tingkat pengecer paling luas (< ppb). Persentase tertinggi sampel terkontaminasi aflatoksin B 1 lebih dari 15 ppb terdapat pada kacang tanah yang diperoleh dari grosir (80%), diikuti pengecer (75.6%), petani (38.5%) dan pengumpul (30.0 dan 14.3%). Sampel yang mengandung aflatoksin B 1 lebih dari ppb diperoleh dari tingkat pengumpul (polong kering), grosir, dan pengecer, masing-masing adalah 2.5, 60, dan 15.6%. Menurut Dharmaputra et al. (2007b) di Kabupaten Wonogiri, Jawa Tengah kisaran kandungan aflatoksin B 1 kacang tanah pada musim hujan lebih luas daripada musim kemarau. Pada musim hujan dan kemarau,

11 2 kisaran kandungan aflatoksin B 1 pada kacang tanah yang diperoleh dari pengecer lebih luas daripada yang diperoleh dari pengumpul dan petani. Pada musim hujan sebanyak 4.2; 16.7, dan 33.3% sampel kacang tanah yang diperoleh dari petani, pengumpul dan pengecer masing-masing terkontaminasi aflatoksin B 1 lebih dari 15 ppb. Pada musim kemarau, 41.7 dan 74.1% sampel kacang tanah yang diperoleh dari pengumpul dan pengecer masing-masing terkontaminasi aflatoksin B 1 lebih dari 15 ppb. Lilieanny et al. (2005) melaporkan serangan A. flavus dan kontaminasi aflatoksin total pada kacang garing (47 sampel), kacang atom (22), bumbu pecel (12), dan entingenting gepuk (4) yang diperoleh dari pabrik, toko swalayan, dan pasar tradisional di Bogor, Malang, Pati, dan Yogyakarta. Persentase sampel terserang A. flavus pada kacang garing, kacang atom, bumbu pecel, dan enting-enting gepuk masing-masing 38.3, 27.3, 50.0, dan 100%. Kontaminasi aflatoksin total pada kacang garing, kacang atom, bumbu pecel, dan enting-enting gepuk masing-masing adalah 1.8, 5.2, 41.6, dan 20.8 ppb. Di Indonesia batas maksimum kandungan aflatoksin B 1 dan aflatoksin total pada kacang tanah dan produk olahannya masing-masing 15 dan 20 ppb (SNI 2009). Tujuan Penelitian ini bertujuan mengetahui populasi A. flavus dan kandungan aflatoksin B 1 pada biji kacang tanah mentah yang diperoleh dari pengecer di pasar tradisional dan beberapa produk olahan kacang tanah yang diperoleh dari pengecer di Kecamatan Bogor Tengah, Kotamadya Bogor. BAHAN DAN METODE Biji Kacang Tanah Mentah dan Produk Olahannya Biji kacang tanah mentah yaitu biji kacang tanah yang belum diproses lebih lanjut menjadi produk olahan yang siap dikonsumsi. Dari hasil survei yang dilakukan oleh tim peneliti SEAMEO BIOTROP (Dharmaputra et al. 2009) memberikan informasi, bahwa lima produk olahan kacang tanah yang tergolong peringkat lima besar dari sebelas produk yang dikonsumsi oleh responden di sebelas kelurahan Kecamatan Bogor Tengah yaitu kacang kulit, kacang atom, siomay, pecel/gado-gado, dan sate. Kacang kulit menempati peringkat pertama, sedangkan sate menempati peringkat terakhir. Kacang kulit adalah kacang tanah dalam bentuk polong segar yang direbus dan diberi bumbu, kemudian dikeringkan menggunakan oven, sedangkan kacang atom berupa biji kacang tanah yang dibalut dengan adonan tepung tapioka, kemudian digoreng sampai garing. Bumbu siomay, pecel/gado-gado, dan sate berbahan dasar kacang tanah, namun sedikit berbeda dalam komposisi bumbunya. Komposisi bahan dan cara pembuatan kacang kulit, kacang atom, dan bumbu pecel disajikan pada Lampiran 1. Komposisi bahan dan cara pembuatan bumbu siomay dan bumbu sate disajikan pada Lampiran 2. Kacang kulit, kacang atom, bumbu siomay, bumbu pecel/gado-gado, dan bumbu sate dapat dilihat pada Gambar 3. Gambar 3 Produk olahan kacang tanah: (a) kacang kulit, (b) kacang atom, (c) bumbu pecel/gado-gado, (d) bumbu siomay, dan (e) bumbu sate Lokasi Pengambilan Sampel Sampel biji kacang tanah mentah diperoleh dari pengecer di dua pasar tradisional yang terletak di Kecamatan Bogor Tengah, yaitu Pasar Anyar dan Pasar Bogor, masing-masing pada tanggal 25 dan 31 Agustus Pengambilan sampel produk olahan kacang tanah dilakukan di sebelas kelurahan di Kecamatan Bogor Tengah dari tanggal 23 Juli sampai dengan 21 Agustus Sampel kacang kulit dan kacang atom diperoleh dari warung kecil (warung klontong). Sampel bumbu pecel/gado-gado dan bumbu sate diperoleh dari warung pecel/gado-gado dan warung sate. Bumbu siomay diperoleh dari pedagang keliling siomay.

12 3 Pengambilan Sampel dan Cara Memperoleh Sampel Kerja Jumlah total sampel seluruhnya adalah 155, terdiri atas 26 sampel biji kacang tanah mentah dan 129 sampel produk olahan kacang tanah. Jumlah sampel biji kacang tanah mentah yang diperoleh dari pengecer di Pasar Anyar dan Pasar Bogor masing-masing 14 dan 12 sampel. Dari setiap pengecer yang dipilih secara acak diperoleh dua sampel yang berbeda berdasarkan penampilannya maupun harga yang ditetapkan, sedangkan sampel produk olahan kacang tanah terdiri atas kacang kulit (33 sampel), kacang atom (33), bumbu siomay (18), bumbu pecel/gado-gado (33), dan bumbu sate (12). Pengambilan sampel kacang kulit dan kacang atom dilakukan hanya terhadap satu merek produk, sedangkan pengambilan sampel bumbu pasta dilakukan secara acak tanpa memperhatikan proses pengolahan dan sanitasi selama proses pengolahan. Lokasi pengambilan dan jumlah sampel biji kacang tanah mentah dapat dilihat pada Tabel 1. Lokasi pengambilan, jenis, dan jumlah produk olahan kacang tanah disajikan pada Tabel 2. Sebanyak 1 kg sampel biji kacang tanah mentah dibagi tiga kali menggunakan pembagi sampel berbentuk boks untuk memperoleh sampel kerja. Sebanyak g sampel kacang kulit atau kacang atom dan g bumbu siomay, bumbu pecel/gadogado, atau bumbu sate masing-masing diaduk sampai homogen, kemudian dibagi dua kali secara manual untuk memperoleh sampel kerja. Skema cara memperoleh sampel kerja untuk penentuan kualitas fisik biji, populasi A. flavus, dan kandungan aflatoksin B 1 pada biji kacang tanah mentah disajikan pada Gambar 4. Skema cara memperoleh sampel kerja untuk penentuan populasi A. flavus dan kandungan aflatoksin B 1 pada produk olahan kacang tanah disajikan pada Gambar 5. Biji kacang tanah dari kacang kulit dan kacang atom masing-masing diperoleh dengan cara mengupas kulit polong dan lapisan adonan tepung tapioka secara manual. Tabel 1 Lokasi pengambilan dan jumlah sampel biji kacang tanah mentah Lokasi pengambilan sampel Jumlah sampel Pasar Anyar 14 Pasar Bogor 12 Total 26 Tabel 2 Lokasi pengambilan, jenis, dan jumlah sampel produk olahan kacang tanah Jumlah sampel Lokasi pengambilan Bumbu Sampel pecel/ Kacang kulit Kacang atom Bumbu siomay Bumbu sate Total gado-gado Kelurahan Tegallega Kelurahan Babakan Kelurahan Sempur Kelurahan Panaragan Kelurahan Gudang Kelurahan Kebon Kelapa Kelurahan Ciwaringin Kelurahan Cibogor Kelurahan Babakan Pasar Kelurahan Pabaton Kelurahan Paledang Total Keterangan : - = Tidak ada sampel

13 g biji kacang tanah mentah g g g g g g g g g g g g g g a b c d e f g h Gambar 4 Skema cara memperoleh sampel kerja pada biji kacang tanah mentah. (a) : sampel untuk penentuan kualitas fisik biji; (c) dan (e) : sampel untuk penentuan populasi A. flavus; (b), (d), (f), dan (g) : sampel untuk penentuan kandungan aflatoksin B 1 ; dan (h) : sampel cadangan (Golob 1976) g kacang kulit atau kacang atom g g g bumbu siomay, bumbu pece/gado-gado, atau bumbu sate g g g g g a b c d g g g a b c d Gambar 5 Skema cara memperoleh sampel kerja pada produk olahan kacang tanah. (a) : sampel untuk penentuan populasi A. flavus; (b) dan (c) : sampel untuk penentuan kandungan aflatoksin B 1 ; dan (d) : sampel cadangan (Golob 1976). Penentuan Kualitas Fisik Biji Penentuan kualitas fisik biji hanya dilakukan pada sampel biji kacang tanah mentah, yaitu dengan cara menghitung persentase biji utuh, biji keriput, dan biji rusak. Biji rusak meliputi biji patah dan rusak karena serangan serangga atau cendawan. Persentase masing-masing kriteria biji ditentukan dengan rumus berikut: % biji dengan kriteria tertentu = berat biji dengan kriteria tertentu (g) berat seluruh biji yang digunakan untuk penentuan kualitas fisik biji (g) X 100 Penentuan Populasi A. flavus Aspergillus flavus diisolasi berdasarkan metode pengenceran berderet 1:10 sampai dengan 1:1 000 yang dilanjutkan dengan metode cawan tuang pada media Aspergillus flavus and parasiticus Agar (AFPA) (Pitt et al.1983, 1992). Komposisi media AFPA disajikan pada Lampiran 3. Sampel biji kacang tanah mentah dan biji dari kacang kulit dan kacang atom digiling dengan blender merek NATIONAL, sedangkan sampel bumbu bentuk pasta dihancurkan dengan menggunakan mortar supaya tidak menggumpal. Dari setiap sampel dibuat dua ulangan. Sebanyak 25 g sampel ditempatkan di dalam labu Erlenmeyer 500 ml, lalu ditambahkan akuades steril hingga volumenya mencapai 250 ml, dengan demikian diperoleh pengenceran 1:10. Setelah itu labu Erlenmeyer tersebut digoyang dengan mesin pengocok merek KOTTERMANN 4020 sebanyak 250 kali selama dua menit hingga dihasilkan suspensi yang homogen. Kemudian sebanyak 10 ml suspensi diambil dengan menggunakan pipet dan ditempatkan di dalam labu Erlenmeyer 250 ml yang telah berisi 90 ml akuades steril sehingga diperoleh pengenceran 1:100. Selanjutnya dengan cara yang sama dibuat seri pengenceran 1: Sebanyak 1 ml dari setiap faktor pengenceran dipindahkan dengan pipet ke dalam sebuah cawan Petri (diameter 9 cm), kemudian dituangkan media AFPA (suhu + 45ºC). Untuk setiap faktor pengenceran dibuat tiga cawan Petri. Cawan Petri yang telah berisi suspensi kacang tanah, bumbu siomay, bumbu pecel/gado-gado, atau bumbu sate dan media AFPA kemudian

14 5 digoyang dengan tangan hingga suspensi tersebar merata di dalam media. Selanjutnya cawan diinkubasi pada suhu ruang (+ 28 C) selama 4 hari. Populasi A. flavus per g kacang tanah mentah, kacang kulit, kacang atom, bumbu siomay, pecel/gado-gado, atau sate berdasarkan bobot basah (b.b) ditentukan dengan rumus berikut : Populasi A. flavus per g kacang tanah mentah, kacang kulit, kacang atom, bumbu siomay, pecel/gado-gado, atau sate berdasarkan bobot basah (b.b) per ulangan = 1 x Z cfu/g (b.b) X x Y Keterangan : X = volume suspensi kacang tanah mentah atau produk olahan kacang tanah yang dipindahkan ke setiap cawan Petri (1 ml) Y = faktor pengenceran yang memberikan koloni A. flavus terpisah Z = rata-rata jumlah koloni A. flavus dari tiga cawan Petri Penentuan Kandungan Aflatoksin B 1 Penentuan kandungan aflatoksin B 1 pada biji kacang tanah mentah dan produk olahan kacang tanah dilakukan dengan menggunakan metode kromatografi lapis tipis (AOAC 2005). Sebanyak 250 g sampel biji kacang tanah mentah atau biji dari kacang kulit atau kacang atom, 341 ml akuades, dan 5 g NaCl digiling dengan menggunakan blender selama 3 menit. Kemudian sebanyak 200 g sampel yang telah digiling tersebut dikemas dengan kantung plastik dan disimpan di dalam freezer sebagai retain sample. Sampel biji kacang tanah yang telah berbentuk pasta dan sampel bumbu produk olahan kacang ditimbang sebanyak 130 g, lalu ditempatkan di dalam labu Erlenmeyer 250 ml serta ditambahkan 50 ml larutan NaCl 2.2 %, 150 ml metanol p.a, dan 100 ml n-heksana secara kuantitatif. Campuran ini diaduk menggunakan pengaduk magnet selama 30 menit, kemudian dibiarkan selama 30 menit untuk mendapatkan pemisahan yang baik. Sebanyak 25 ml fase metanol diambil dengan pipet secara kuantitatif dan dimasukkan ke dalam corong pemisah 250 ml. Selanjutnya, bagian ini diekstraksi dengan menggunakan 25 ml kloroform p.a secara kuantitatif. Setelah terjadi pemisahan, fraksi kloroform (lapisan bawah) dikumpulkan ke dalam botol 100 ml. Cairan hasil ekstraksi diuapkan sampai hampir kering. Residu yang diperoleh dilarutkan kembali dengan kloroform dan dipindahkan ke dalam vial kemudian diuapkan kembali. Sebelum identifikasi, sampel hasil penguapan dilarutkan kembali menggunakan 500 μl larutan kloroform p.a secara kuantitatif. Selanjutnya tahap identifikasi dilakukan dengan menggunakan bejana kromatografi yang berisi eluen berupa kloroform p.a : aseton p.a (9 : 1). Sebanyak 5 dan 10 μl larutan sampel dibercakkan pada lempeng kromatografi menggunakan microsyringe 10 μl (Gambar 6). Pada lempeng yang sama dibercakkan pula larutan standar aflatoksin B μl. Konsentrasi larutan aflatoksin standar yang digunakan berkisar antara 1 4 μg/ml. Lempeng kromatografi tersebut dimasukkan ke dalam bejana yang berisi eluen, lalu dielusi dari bawah ke atas sampai eluen mencapai batas atas. Setelah itu hasil elusi dikeringkan dengan hair dryer dan diamati di bawah lampu UV dengan panjang gelombang 366 nm. Uji kualitatif dilakukan dengan membandingkan waktu tambat (RF) bercak sampel dan standar, sedangkan uji kuantitatif dilakukan dengan membandingkan intensitas perpendaran bercak sampel dan standar. Apabila aflatoksin B 1 terdeteksi, maka bercak pada sampel dibandingkan intensitas perpendarannya dengan standar. Jika intensitas perpendaran bercak sampel lebih tinggi dibandingkan dengan perpendaran standar yang paling pekat, maka perlu dilakukan pengenceran larutan sampel untuk selanjutnya dilakukan pembercakkan ulang.

15 6 5 μl 10 μl 1 μl 2 μl 3 μl 4 μl 5 μl 6 μl 7 μl 8 μl 5 μl 10 μl Gambar 6 Pembercakkan larutan sampel dan standar aflatoksin B 1 pada satu lempeng. Keterangan : = bercak sampel = bercak standar Kandungan aflatoksin B 1 ditentukan dengan rumus berikut: Kandungan aflatoksin B 1 (ppb) = S x Y x V x fp W x Z Keterangan : S = volume aflatoksin standar (µl) yang memberikan perpendaran setara dengan Z µl sampel Y = konsentrasi aflatoksin standar dalam µg/ml Z = volume ekstrak sampel (µl) yang dibutuhkan untuk memberi perpendaran setara dengan S µl standar aflatoksin W = berat sampel yang diekstrak (g) V = volume pelarut (µl) yang dibutuhkan untuk melarutkan ekstrak sampel fp = faktor pengenceran 150/25 HASIL DAN PEMBAHASAN Kualitas Fisik Biji, Populasi A. flavus, dan Kandungan Aflatoksin B 1 pada Biji Kacang Tanah Mentah Rataan persentase biji utuh tertinggi (70.6%) terdapat pada biji kacang tanah mentah yang diperoleh dari Pasar Anyar (Tabel 3). Rataan persentase biji keriput dan biji rusak tertinggi masing-masing adalah 12.7 dan 27.1% terdapat pada biji kacang tanah mentah yang diperoleh dari Pasar Bogor. Biji utuh, biji keriput, dan biji rusak dapat dilihat pada Gambar 7. Kerusakan pada biji kacang tanah dapat disebabkan oleh cara pengupasan polong yang tidak layak, sehingga menyebabkan biji retak atau pecah, akibatnya biji lebih mudah terserang cendawan. Kerusakan biji dapat juga disebabkan oleh serangan serangga, sehingga biji lebih mudah terserang oleh cendawan. Menurut Haines (1995) hama utama dan kedua perusak biji-bijian selama penyimpanan masing-masing adalah serangga dan cendawan. Tabel 3 Kisaran dan rataan kualitas fisik biji kacang tanah mentah yang diperoleh dari Pasar Anyar dan Pasar Bogor Lokasi Kriteria biji pengambilan sampel Jumlah sampel Kisaran (rataan) biji utuh (%) Kisaran (rataan) biji keriput (%) Kisaran (rataan) biji rusak (%) Pasar Anyar (70.6) (12.3) (17.1) Pasar Bogor (60.2) (12.7) (27.1) Total (65.8) (12.5) (21.7)

16 7 a Gambar 7 Biji utuh (a), biji keriput (b), dan biji rusak (c) pada biji kacang tanah mentah. (Foto oleh O. S. Dharmaputra) Keberadaan biji keriput disebabkan oleh panen yang terlalu awal. Kadar air kacang tanah yang terlalu awal dipanen masih tinggi, sehingga ketika dikeringkan bijinya menjadi keriput. Pada waktu dipanen, tingkat kemasakan setiap polong kacang tanah tidak seragam, sehingga keberadaan biji keriput sulit untuk dihindari. Perbedaan tingkat serangan serangga dan cendawan pada biji kacang tanah mentah diduga disebabkan oleh perbedaan metode penanganan pascapanen dan umur penyimpanan. Pada media Aspergillus flavus and parasiticus Agar (AFPA) koloni A. flavus dapat dikenal dengan mudah karena menghasilkan pigmen berwarna oranye kekuningan di balik cawan Petri. Koloni A. flavus pada media AFPA dapat dilihat pada Gambar 8. A. flavus Gambar 8 Hasil isolasi A. flavus pada biji kacang tanah mentah setelah empat hari inkubasi pada suhu ruang (+ 28 C). Pengenceran 1:100. Persentase sampel biji kacang tanah mentah yang terserang A. flavus dan terkontaminasi aflatoksin B 1 masing-masing adalah 96.2 dan 19.2%. Persentase sampel biji kacang tanah mentah yang terserang A. flavus, terkontaminasi aflatoksin B 1, dan kandungan aflatoksin B 1 tidak terdeteksi dapat dilihat pada Tabel 4. c b Menurut Pitt et al. (1998) 98% dari 256 sampel biji kacang tanah yang diperoleh dari pengecer di sekitar Bogor dan Yogyakarta terserang oleh A. flavus. Selain itu A. flavus merupakan cendawan dominan yang berhasil diisolasi. Dharmaputra et al. (2005) melaporkan bahwa 100% dari 45 sampel biji kacang tanah mentah yang diperoleh dari pengecer di pasar tradisional di Kabupaten Cianjur, Jawa Barat terserang A. flavus. Cara penanganan pascapanen dan lama penyimpanan dari tingkat petani hingga tingkat pengecer dapat mempengaruhi tingkat serangan cendawan pada biji kacang tanah. Sebanyak 21 (80.8%) sampel biji kacang tanah mentah memiliki kandungan aflatoksin B 1 lebih rendah dari limit deteksi kromatografi lapis tipis, sehingga aflatoksin B 1 tidak terdeteksi (0.0 ppb). Pada penelitian ini limit deteksi kromatografi lapis tipis untuk aflatoksin B 1 yaitu 0.5 ppb. Rataan persentase biji rusak, populasi A. flavus, kandungan aflatoksin B 1, dan persentase sampel yang mengandung aflatoksin B 1 lebih dari 15 ppb pada biji kacang tanah mentah masing-masing adalah 21.7%, cfu/g, 43.2 ppb, dan 15.4% (Tabel 5). Biji yang mengalami kerusakan, seperti patah, kulit ari terkelupas, maupun rusak akibat penanganan pascapanen yang tidak atau kurang layak, antara lain cara (metode) pengupasan polong, akan lebih mudah terserang cendawan. Semakin banyak biji yang rusak, akan semakin tinggi pula serangan cendawan. Menurut Dharmaputra et al. (2007a) dari 51 sampel biji kacang tanah yang diperoleh dari grosir dan pengecer di pasar tradisional di Jakarta, persentase biji terserang A. flavus tertinggi terdapat pada biji rusak (24.0%), diikuti oleh biji keriput (11.0%), dan biji utuh (8.8%). Namun, pada penelitian ini didapatkan hasil yang berbeda, karena populasi A. flavus pada sampel biji kacang tanah mentah tidak dipilah berdasarkan kriteria biji. Rataan persentase biji rusak pada sampel biji kacang tanah mentah berbanding terbalik dengan rataan populasi A. flavus. Rataan persentase biji rusak pada biji kacang tanah mentah yang diperoleh dari Pasar Anyar lebih rendah dibandingkan dengan rataan persentase biji rusak pada biji kacang tanah mentah asal Pasar Bogor, namun rataan populasi A. flavus yang dimilikinya lebih tinggi (Tabel 5). Kerusakan pada biji kacang tanah tidak hanya disebabkan oleh A. flavus. Biji kacang tanah

17 8 Tabel 4 Persentase sampel biji kacang tanah mentah yang terserang A. flavus, terkontaminasi aflatoksin B 1, dan kandungan aflatoksin B 1 tidak terdeteksi Jumlah (%) sampel Jumlah (%) Jumlah (%) Lokasi yang kandungan sampel yang sampel yang pengambilan Jumlah sampel aflatoksin B terserang terkontaminasi 1 sampel tidak terdeteksi A. flavus aflatoksin B 1 (0.0 ppb)* Pasar Anyar (100.0) 2 (14.3) 12 (85.7) Pasar Bogor (91.7) 3 (25.0) 9 (75.0) Total (96.2) 5 (19.2) 21 (80.8) Keterangan : * = Kandungan aflatoksin B 1 < limit deteksi kromatografi lapis tipis untuk aflatoksin B 1 (0.5 ppb) Tabel 5 Kisaran dan rataan persentase biji rusak, populasi A. flavus, kandungan aflatoksin B 1, dan persentase sampel yang mengandung aflatoksin B 1 lebih dari 15 ppb pada biji kacang tanah mentah Lokasi pengambilan Sampel Jumlah sampel Pasar Anyar 14 Pasar Bogor 12 Total 26 Kisaran (rataan) biji rusak (%) (17.1) (27.1) (21.7) Kisaran (rataan) populasi A. flavus (cfu/g) (8193.7) (983.2) ( ) Kisaran (rataan) kandungan aflatoksin B 1 (ppb) (2.0) (91.4) (43.2) Sampel yang mengandung aflatoksin B 1 lebih dari 15 ppb (%) dapat terserang lebih dari satu spesies cendawan. Keberadaan cendawan antagonis dapat menghambat pertumbuhan A. flavus. Menurut Dharmaputra et al. (2001) A. niger dapat menghambat pertumbuhan A. flavus, sehingga produksi aflatoksin juga dihambat sebesar 80%. Rataan populasi A. flavus pada biji kacang tanah mentah ( cfu/g) tidak sebanding dengan rataan produksi aflatoksin B 1 (43.2 ppb). Diduga populasi galur A. flavus yang toksigen (memproduksi aflatoksin) pada biji kacang tanah mentah rendah. Menurut Pitt dan Hocking (2009) galur yang berbeda dari A. flavus dapat memiliki kemampuan yang berbeda dalam memproduksi aflatoksin. Di Indonesia batas maksimum kandungan aflatoksin B 1 pada kacang tanah adalah 15 ppb (SNI 2009). Persentase sampel yang mengandung aflatoksin B 1 lebih dari 15 ppb pada seluruh sampel biji kacang tanah mentah ialah 15.4%. Tidak ada sampel biji kacang tanah mentah yang terkontaminasi aflatoksin B 1 lebih dari ppb. Menurut Pitt dan Hocking (1996) konsentrasi aflatoksin lebih dari ppb dapat menyebabkan kerusakan hati akut baik pada manusia maupun hewan. Rendahnya populasi A. flavus dan kandungan aflatoksin B 1 pada biji kacang tanah mentah diduga karena terdapat spesies cendawan lain yang bersifat antagonis, sehingga dapat menghambat pertumbuhan A. flavus. Rendahnya persentase biji rusak juga dapat menjadi salah satu penyebab populasi A. flavus dan kandungan aflatoksin B 1 rendah. Perbedaan jenis dan harga sampel biji kacang tanah tidak berpengaruh terhadap persentase biji rusak, populasi A. flavus, dan kandungan aflatoksin B 1. Persentase biji rusak, populasi A. flavus, dan kandungan aflatoksin B 1 pada sampel yang harganya lebih murah tidak selalu lebih tinggi dibandingkan dengan sampel yang harganya lebih mahal. Penentuan kualitas dan harga biasanya dilakukan oleh pedagang pada tingkat grosir. Perbedaan kualitas menjadi tidak begitu terlihat ketika di tingkat pengecer, sebab kemungkinan terjadi pencampuran biji kacang tanah dari jenis atau kualitas yang berbeda. Dharmaputra et al. (2005) melaporkan kisaran kandungan aflatoksin B 1 pada kacang tanah yang diperoleh dari pengecer di pasar tradisional (biji mentah) di Kabupaten Cianjur, Jawa Barat pada bulan Februari 2004, yaitu < ppb. Pada kacang tanah di tingkat pengecer, persentase sampel mengandung aflatoksin B 1 lebih dari 15 ppb yaitu sebesar 75.6% dan sebanyak tujuh

18 9 sampel terdeteksi mengandung aflatoksin B 1 lebih dari ppb. Menurut Dharmaputra et al. (2007b) pada musim hujan maupun kemarau kisaran kandungan aflatoksin B 1 pada kacang tanah yang diperoleh dari pengecer lebih luas daripada yang diperoleh dari pengumpul dan petani. Pada musim hujan dan kemarau, persentase sampel terkontaminasi aflatoksin B 1 lebih dari 15 ppb pada kacang tanah di tingkat pengecer di pasar tradisional Kabupaten Wonogiri, Jawa Tengah masingmasing 33.3 dan 74.1%. Populasi A. flavus dan Kandungan Aflatoksin B 1 pada Produk Olahan Kacang Tanah Persentase sampel kacang kulit, kacang atom, bumbu siomay, bumbu pecel/gadogado, dan bumbu sate yang terserang A. flavus dan terkontaminasi aflatoksin B 1 masingmasing adalah 15.2 dan 42.4%, 6.1 dan 30.3%, 5.6 dan 11.1%, 57.6 dan 27.3%, dan 8.3 dan 16.7%. Persentase sampel produk olahan kacang tanah yang terserang A. flavus, terkontaminasi aflatoksin B 1, dan kandungan aflatoksin B 1 tidak terdeteksi dapat dilihat pada Tabel 6. Cendawan dapat mati karena pemanasan, sedangkan aflatoksin B 1 tidak mudah terurai oleh panas karena memiliki titik leleh yang tinggi. Titik leleh aflatoksin B 1 terjadi pada suhu yang sangat tinggi yaitu 267 C (Büchi & Rae 1969). Oleh sebab itu, aflatoksin B 1 dapat terdeteksi pada produk yang mengalami pemanasan selama pengolahannya, meskipun persentase sampel yang terserang A.flavus rendah. Produksi aflatoksin dapat terjadi selama penanganan pascapanen. Seperti halnya pada biji kacang tanah mentah, pada beberapa sampel produk olahan kacang tanah kandungan aflatoksin B 1 tidak terdeteksi (0.0 ppb) (Tabel 6). Aflatoksin B 1 tidak terdeteksi kemungkinan karena kandungannya sangat rendah. Rataan populasi A. flavus tertinggi pada produk olahan kacang tanah terdapat pada bumbu pecel/gado-gado, diikuti oleh bumbu sate, bumbu siomay, kacang kulit, dan kacang atom. Rataan populasi A. flavus pada seluruh sampel produk olahan kacang tanah jauh lebih rendah dari rataan populasi A. flavus pada kacang tanah mentah ( cfu/g). Populasi cendawan yang lebih rendah pada produk olahan kacang tanah tersebut disebabkan oleh proses pemanasan selama pengolahan produk. Kisaran dan rataan populasi A. flavus, kandungan aflatoksin B 1, dan persentase sampel produk olahan kacang tanah yang mengandung aflatoksin B 1 lebih dari 15 ppb dapat dilihat pada Tabel 7. Populasi A. flavus pada bumbu pecel/gado-gado jauh lebih tinggi dibandingkan dengan populasi A. flavus pada produk olahan kacang tanah lainnya. Seluruh sampel bumbu pecel bukan merupakan bumbu jadi melainkan dibuat langsung oleh penjual ketika terdapat pembeli. Koloni A. flavus yang ditemukan diduga tidak hanya berasal dari kacang tanah itu sendiri, namun dapat berasal dari peralatan yang digunakan untuk menghaluskan atau pun menyimpan kacang tanah yang telah digoreng (mengalami pemanasan), misalnya cobek atau stoples. Populasi A. flavus pada produk olahan kacang tanah juga dapat dipengaruhi oleh kondisi sanitasi selama proses pengolahan. Rataan populasi A. flavus pada kacang kulit, kacang atom, bumbu siomay, dan bumbu sate sangat rendah, yaitu < 1 cfu/g (b.b), karena biji kacang tanah telah mengalami proses Tabel 6 Persentase sampel produk olahan kacang tanah yang terserang A. flavus, terkontaminasi aflatoksin B 1, dan kandungan aflatoksin B 1 tidak terdeteksi Jumlah (%) Produk olahan Jumlah (%) sampel Jumlah (%) sampel Total sampel yang yang kandungan yang terkontaminasi sampel terserang A. aflatoksin B aflatoksin B 1 tidak flavus 1 terdeteksi (0.0 ppb)* Kacang kulit 33 5 (15.2) 14 (42.4) 19 (57.6) Kacang atom 33 2 (6.1) 10 (30.3) 23 (69.7) Bumbu siomay 18 1 (5.6) 2 (11.1) 16 (88.9) Bumbu pecel/ gado-gado (57.6) 9 (27.3) 24 (72.7) Bumbu sate 12 1 (8.3) 2 (16.7) 10 (83.3) Keterangan : * = Kandungan aflatoksin B 1 < limit deteksi kromatografi lapis tipis untuk aflatoksin B 1 (0.5 ppb)

19 10 Tabel 7 Kisaran dan rataan populasi A. flavus, kandungan aflatoksin B 1, dan persentase sampel produk olahan kacang tanah yang mengandung aflatoksin B 1 lebih dari 15 ppb Produk olahan Sampel yang Kisaran (rataan) Kisaran (rataan) mengandung populasi A. flavus kandungan aflatoksin aflatoksin B (cfu/g (b.b)) B 1 (ppb) 1 lebih dari 15 ppb (%) Kacang kulit (0.3) (43.2) 42.4 Kacang atom (0.1) (34.3) 30.3 Bumbu siomay (0.3) (4.4) 11.1 Bumbu pecel/gadogado (13.2) (17.1) 21.2 Bumbu sate (0.4) (23.2) 16.7 pemanasan. Cara pembuatan berbagai produk olahan kacang tanah disajikan pada Lampiran 1 dan 2. Hasil isolasi A. flavus pada produk olahan kacang tanah dapat dilihat pada Gambar 9. Cendawan masih dapat diisolasi dari produk olahan kacang tanah meskipun dalam proses pembuatannya mengalami pemanasan. Beberapa spesies cendawan memiliki struktur dorman, selain itu cendawan dapat mengkontaminasi produk olahan selama proses produksi, pengemasan, dan transportasi. Kandungan aflatoksin B 1 pada produk olahan kacang tanah bervariasi. Rataan kandungan aflatoksin B 1 tertinggi terdapat pada kacang kulit yaitu 43.2 ppb. Persentase sampel kacang kulit yang mengandung aflatoksin B 1 >15 ppb juga tertinggi yaitu 42.4%. Tingginya kandungan aflatoksin B 1 pada kacang kulit diduga karena jenis sampel kacang kulit yang diperoleh yaitu kacang kulit dalam kemasan kecil (18 g). Kualitas bahan baku kacang tanah yang digunakan untuk produk tersebut kemungkinan lebih rendah dibandingkan dengan bahan baku kacang tanah baik untuk produk kacang kulit kemasan besar maupun untuk ekspor. Di Indonesia batas maksimum kandungan aflatoksin B 1 pada produk olahan kacang tanah adalah 15 ppb (SNI 2009). Persentase sampel produk olahan kacang tanah yang terkontaminasi aflatoksin B 1 lebih dari 15 ppb: kacang kulit 42.4%, kacang atom 30.3%, bumbu siomay 11.1%, bumbu pecel/gadogado 21.2%, dan bumbu sate 16.7%. Bankole dan Eseigbe (2004) melaporkan bahwa sebanyak 43.4% dari 106 sampel kacang sangrai asal Nigeria terserang A. flavus. Aflatoksin B 1 ditemukan pada seluruh sampel yang positif terkontaminasi aflatoksin, yaitu 64.2% sampel dengan kisaran konsentrasi aflatoksin B ppb. Kacang sangrai asal Nigeria berbentuk biji (telah dipisahkan dari kulitnya) dan diolah secara tradisional dengan pemanggangan menggunakan pasir panas dalam tungku tanah liat. Lilieanny et al. (2005) melaporkan kontaminasi aflatoksin pada kacang garing (47 sampel), kacang atom (22), bumbu pecel (12), dan enting-enting gepuk (4) yang diperoleh dari pabrik, toko swalayan, dan pasar tradisional di Bogor, Malang, Pati, dan Yogyakarta. Kandungan aflatoksin total pada kacang garing, kacang atom, bumbu pecel, dan enting-enting gepuk masing-masing adalah 1.8, 5.2, 41.6, dan 20.8 ppb.

20 11 A. flavus A. flavus a b A. flavus c d Gambar 9 e Hasil isolasi A. flavus pada kacang kulit (a), kacang atom (b), bumbu siomay (c), bumbu pecel/gado-gado (d), dan bumbu sate (e) setelah empat hari inkubasi pada suhu ruang (+ 28 C). Pengenceran 1:10 SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Populasi A. flavus pada biji kacang tanah mentah lebih tinggi dibandingkan dengan pada produk olahan kacang tanah. Kandungan aflatoksin B 1 pada biji kacang tanah mentah tidak lebih tinggi dibandingkan dengan pada produk olahan kacang tanah. Produk olahan kacang tanah yang mengandung aflatoksin B 1 tertinggi yaitu kacang kulit, diikuti oleh kacang atom, bumbu sate, bumbu pecel/gadogado, dan bumbu siomay. Pada biji kacang tanah mentah 15.4% sampel terkontaminasi aflatoksin B 1 lebih dari 15 ppb. Produk olahan kacang tanah yang mengandung aflatoksin B 1 lebih dari 15 ppb yaitu kacang kulit (42.4%), kacang atom (30.3%), bumbu siomay (11.1%), bumbu pecel/gado-gado (21.2%), dan bumbu sate (16.7%). Saran Sebaiknya dilakukan penelitian dengan topik yang sama, tetapi di kecamatan lain di Kotamadya Bogor dan di berbagai daerah lain di Indonesia. DAFTAR PUSTAKA [AOAC] Association of Official Analytical Chemist Natural toxins. Di

21 12 dalam: Horwitz W, editor. Official Methods of Analysis of AOAC International. Ed ke-18. Gaithersburg: AOAC. hlm 11. [BPS] Badan Pusat Statistik Produksi Tanaman Pangan Jakarta: BPS Bankole SA, Eseigbe DA Aflatoxins in Nigerian Dry-roasted Groundnuts. Nutr Food Sci 34(6): Büchi G, Rae ID The structure and chemistry of the aflatoxins. Di dalam: Goldblatt LA, editor. Aflatoxins; Scientific Background, Control, and Implications. New York: Academic Pr. hlm Dharmaputra OS, Putri ASR, Retnowati I, Ambarwati S Soil mycobiota of peanut fields in Wonogiri regency, Central Java: Their effect on the growth and aflatoxin production of Aspergillus flavus in vitro. Biotropia 17: Dharmaputra OS, Retnowati I, Ambarwati S, Maysra E Aspergillus flavus infection and aflatoxin contamination in peanuts at various stages of the delivery chains in Cianjur regency, West Java, Indonesia. Biotropia 24:1-19. Dharmaputra OS, Retnowati I, Ambarwati S. 2007a. Physical quality and relative humidity affecting Aspergillus flavus infection and aflatoxin contamination in peanut kernels. Di dalam: Sumardiyono YB, Hartono S, editor. The Role of Plant Pathology in Rapidly Globalizing Economies of Asia. Proceedings of the Third Asian Conference on Plant Pathology; Yogyakarta, Indonesia, Agu Yogyakarta: Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada. hlm Dharmaputra OS, Retnowati I, Ambarwati S. 2007b. Aspergillus flavus infection and aflatoxin contamination in peanuts at various stages of the delivery chains in Wonogiri regency, Central Java, Indonesia. Biotropia 14(2):9-21. Dharmaputra OS, Ambarwati S, Retnowati I Kajian Paparan Asupan Aflatoksin B 1 dari Poduk Olahan Kacang Tanah di Kotamadya Bogor. Bogor: SEAMEO BIOTROP. Golob P Techniques for Sampling Bagged Produce. Di dalam : Wright SPD, editor. Tropical Stored Products Information. Slough : Tropical Stored Products Centre. hlm Haines CP Grain storage in the tropics. Di dalam: Jayas DS, White NDG, Muir WE, editor. Stored-Grain Ecosystem. New York: Marcel Dekker Inc. hlm Heathcote JG Aflatoxins and related toxins. Di dalam: Betina V, editor. Mycotoxins; Production, Isolation, Separation, and Purification. Amsterdam: Elsevier Science. hlm Kuniholm MH, Lesi OA, Mendy M, Akano AO, Sam O, Hall AJ, Whittle H, Bah E, Goedert JJ, Hainaut P, Kirk GD Aflatoxin exposure and viral hepatitis in the etiology of liver cirrhosis in the Gambia, West Africa. Environ Health Perspect 116(11): Lilieanny, Dharmaputra OS, Retnowati I, Putri ASR Populasi kapang pascapanen dan kandungan aflatoksin pada produk olahan kacang tanah. J Mikrobiol Indones 10(1): Pitt JI, Hocking AD Current knowledge of fungi and mycotoxins associated with food commodities in Southeast Asia. Di dalam: Highley E, Johnson GI, editor. Mycotoxins Contamination in Grains. The 17 th ASEAN Technical Seminar on Grain Postharvest Technology; Lumut, Malaysia, Jul Canberra: Australian Centre for International Agricultural Research. hlm Pitt JI, Hocking AD Fungi and Food Spoilage. New York: Springer. Pitt JI, Hocking AD, Glenn DR An improved medium for the detection of Aspergillus flavus and A. parasiticus. J Appl Bacteriol 54: Pitt JI, Hocking AD, Miscamble BF, Dharmaputra OS, Kuswanto KR, Rahayu ES, Sardjono The mycoflora of food commodities from Indonesia. J Food Mycol 1(1): Pitt JI, Hocking AD, Samson RA, King AD Recommended methods for mycological examination of foods. Di dalam: Samson RA, Hocking AD, Pitt JI, King AD, editor. Modern Methods in Food Mycology. Amsterdam: Elsevier. hlm [SNI] Standar Nasional Indonesia. 7385: Batas Maksimum Kandungan Mikotoksin dalam Pangan. Jakarta: Badan Standardisasi Nasional. Sauer DB, Meronuck RA, Christensen CM Microflora. Di dalam: Sauer DB,

22 editor. Storage of Cereal Grains and Their Product. Ed ke-4. Minnesota: American Association of Cereal Chemist. hlm Sufi Kartu Resep Jajanan Favorit: Bikin Sendiri, Lebih Sehat, Lebih Hemat. Jakarta: Agromedia Pustaka. Supriyono, Gandapraptiyana AMS Aneka Olahan Kacang Tanah. Jakarta: Trubus Agriwidya. 13

23 LAMPIRAN

24 15 Lampiran 1 Komposisi bahan dan cara pembuatan kacang kulit, kacang atom, dan bumbu pecel (Supriyono & Gandapraptiyana 2000) Kacang kulit (kacang garing) Bahan : - Polong kacang tanah yang tua dan kering 3 kg - Garam 120 g - Air secukupnya Cara pembuatan : - Rebus kacang dan garam hingga masak, lalu jemur hingga benar-benar kering, rendam beberapa saat dalam air, kemudian tiriskan - Masukkan ke dalam oven dengan suhu C selama 30 menit sampai 1 jam hingga benar-benar kering dan renyah Kacang atom Bahan : - Butir kacang tanah 3 kg - Tepung tapioka 250 g - Minyak goreng secukupnya Bumbu : - Tepung tapioka 1 sendok makan - Bawang putih 4 siung - Garam 1 sendok makan Cara pembuatan : - Cuci butir kacang tanah kemudian jemur hingga kering - Haluskan bawang putih dan garam - Buat bubur tepung tapioka dari campuran 1 sendok makan tepung dan 15 sendok makan air, kemudian masukkan bumbu yang telah dihaluskan ke dalamnya - Masukkan butir kacang tanah ke dalam bubur tepung tapioka yang telah dibumbui hingga permukaan butirnya terbungkus tepung. Setelah itu gulingkan di atas tepung tapioka agar tidak lengket - Goreng dalam minyak yang telah cukup panas Bumbu Pecel Bahan : - Butir kacang tanah 250 g - Cabai rawit merah 30 g - Cabai merah 4 buah - Daun jeruk purut 2 lembar - Bawang putih 2 siung - Kencur ½ ruas ibu jari - Asam 4 biji - Garam ¾ sendok makan - Gula kelapa yang dicincang halus 125 g - Gula pasir 1 sendok makan - Minyak goreng secukupnya Cara pembuatan : - Goreng butir kacang tanah, kemudian haluskan - Tambahkan bumbu-bumbu dan giling sampai halus

25 16 Lampiran 2 Komposisi bahan dan cara pembuatan bumbu siomay dan bumbu sate (Sufi 2009) Bumbu Siomay Bahan : - kacang tanah goreng 250 g - bawang putih, iris 4 siung - cabai merah, iris 5 buah - gula merah, cincang 100 g sendok makan - garam secukupnya - air 250 ml - kecap manis - jeruk limau Cara pembuatan : - Tumis bawang putih dan cabai merah dengan sedikit minyak goreng hingga harum - Angkat tumisan dan haluskan bersama kacang tanah goreng, gula merah, dan garam - Campurkan dengan air, lalu masak dengan api kecil dan terus diaduk hingga kental dan berminyak - Tambahkan dengan kecap manis dan air jeruk limau jika akan disajikan Bumbu Sate Bahan : - Kacang tanah goreng 150 g - Minyak goreng 1 sendok makan - Bawang putih, iris 3 siung - Cabai merah, iris 2 buah - Gula merah, cincang 2 sendok makan - Air 200 ml - Garam secukupnya - Jeruk limau, peras, ambil airnya 1 buah Cara pembuatan : - Tumis bawang putih dan cabai merah hingga harum - Angkat tumisan dan haluskan bersama kacang tanah goreng, gula merah, dan garam - Tambahkan air dan masak di atas api kecil sambil diaduk hingga mendidih dan kental - Tambahkan air perasan jeruk limau, aduk rata, kemudian angkat

SEAMEO BIOTROP, Bogor Institut Pertanian Bogor, Bogor ABSTRAK

SEAMEO BIOTROP, Bogor Institut Pertanian Bogor, Bogor ABSTRAK ISSN: 2339-2479 Volume 9, Nomor 4, Agustus 2013 Halaman 99 106 DOI: 10.14692/jfi.9.4.99 Kualitas Fisik, Populasi Aspergillus flavus, dan Kandungan Aflatoksin pada Biji Kacang Tanah Mentah Physical Quality,

Lebih terperinci

CONTOH TEKNOLOGI PENGOLAHAN PANGAN PADA KELOMPOK BAHAN PANGAN

CONTOH TEKNOLOGI PENGOLAHAN PANGAN PADA KELOMPOK BAHAN PANGAN CONTOH TEKNOLOGI PENGOLAHAN PANGAN PADA KELOMPOK BAHAN PANGAN 1. Serealia ) Pengolahan jagung : a. Pembuatan tepung jagung (tradisional) Bahan/alat : - Jagung pipilan - Alat penggiling - Ember penampung

Lebih terperinci

Kapang pada Beras yang Berasal dari Beberapa Varietas Padi

Kapang pada Beras yang Berasal dari Beberapa Varietas Padi Hayati, Darcmber 1994, hlm. 37-41 ISSN 0854-8587 Vol. 1, No. 2 Kapang pada Beras yang Berasal dari Beberapa Varietas Padi OKKY SETYAWAT1 DHARMAPUTRA Jurusan Biologi FMIPA IPB, Jalan Raya Pajajaran, Bogor

Lebih terperinci

3. METODOLOGI PENELITIAN

3. METODOLOGI PENELITIAN 3. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. BAHAN DAN ALAT Bahan yang digunakan pada penelitian ini antara lain talas bentul, gula pasir, gula merah, santan, garam, mentega, tepung ketan putih. Sementara itu, alat yang

Lebih terperinci

Rantai pemasaran kacang tanah di Indonesia

Rantai pemasaran kacang tanah di Indonesia Kerjasama ACIAR Pengurangan cemaran Aflatoxin pada kacang tanah menggunakan strategi pengelolaan agronomi dan pengendalian hayati di Indonesia and Australia (PHT 97/017) Periode Proyek: 1 July 2001 31

Lebih terperinci

METODE. Materi. Rancangan

METODE. Materi. Rancangan METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei-Juni 2008, bertempat di laboratorium Pengolahan Pangan Hasil Ternak, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan

Lebih terperinci

Bahan Baku daging ikan 500 g. tepung tapioka 50 g. merica halus 1/2 sendok teh. bawang merah 7,5 g. bawang putih 1,5 g. jahe 0,5 g.

Bahan Baku daging ikan 500 g. tepung tapioka 50 g. merica halus 1/2 sendok teh. bawang merah 7,5 g. bawang putih 1,5 g. jahe 0,5 g. SOSIS IKAN Sosis adalah salah satu produk olahan dari bahan hewani. Secara umum sosis diartikan sebagai makanan yang dibuat dari daging yang telah dicincang, dihaluskan, dan diberi bumbubumbu, dimasukkan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian Jurusan

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian Jurusan 20 III. METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Universitas Lampung dan Laboratorium Politeknik

Lebih terperinci

INDUSTRI KERIPIK SINGKONG

INDUSTRI KERIPIK SINGKONG INDUSTRI KERIPIK SINGKONG KARYA ILMIAH KULIAH LINGKUNGAN BISNIS SEMESTER GENAP TAHUN AKADEMIK 2010/2011 OLEH : EDY SETIAWAN 10.11.3986 KELAS 2F S1 TEKNIK INFORMATIKA STIMIK AMIKOM YOGYAKARTA TAHUN 2011

Lebih terperinci

tips: Menyimpan Tahu Segar

tips: Menyimpan Tahu Segar Tip's Memasak Tip's Memasak tips: Kaldu Udang Mendapatkan kaldu udang yang gurih, sangrai atau panggang kulit, dan kepala udang hingga kering dan harum. Angkat lalu rebus dengan air secukupnya di atas

Lebih terperinci

tips: Menyimpan Tahu Segar

tips: Menyimpan Tahu Segar Tip's Memasak Tip's Memasak tips: Kaldu Udang Mendapatkan kaldu udang yang gurih, sangrai atau panggang kulit, dan kepala udang hingga kering dan harum. Angkat lalu rebus dengan air secukupnya di atas

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 39 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Bagan Alir Produksi Kerupuk Terfortifikasi Tepung Belut Bagan alir produksi kerupuk terfortifikasi tepung belut adalah sebagai berikut : Belut 3 Kg dibersihkan dari pengotornya

Lebih terperinci

Meningkatkan Nilai Tambah Bawang Merah Oleh: Farid R. Abadi

Meningkatkan Nilai Tambah Bawang Merah Oleh: Farid R. Abadi Meningkatkan Nilai Tambah Bawang Merah Oleh: Farid R. Abadi Bawang merah merupakan komoditas hortikultura yang memiliki permintaan yang cukup tinggi dalam bentuk segar. Meskipun demikian, bawang merah

Lebih terperinci

MODIFIKASI DAN UJI PERFORMANSI MEKANISME ALAT PENGUPAS KULIT ARI KACANG TANAH ( Arachis hypogaea L) SEMI MEKANIS TIPE BELT

MODIFIKASI DAN UJI PERFORMANSI MEKANISME ALAT PENGUPAS KULIT ARI KACANG TANAH ( Arachis hypogaea L) SEMI MEKANIS TIPE BELT MODIFIKASI DAN UJI PERFORMANSI MEKANISME ALAT PENGUPAS KULIT ARI KACANG TANAH ( Arachis hypogaea L) SEMI MEKANIS TIPE BELT Oleh : SUPRIYATNO F141 02 105 DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

Lebih terperinci

SNI Standar Nasional Indonesia. Kecap kedelai. Badan Standardisasi Nasional ICS

SNI Standar Nasional Indonesia. Kecap kedelai. Badan Standardisasi Nasional ICS Standar Nasional Indonesia Kecap kedelai ICS 67.060 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi...i Pendahuluan...ii 1 Ruang lingkup...1 2 Acuan... 1 3 Definisi... 1 4 Klasifikasi... 1 5 Syarat

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI A. Alat dan Bahan A.1Alat yang digunakan : - Timbangan - Blender - Panci perebus - Baskom - Gelas takar plastik - Pengaduk -

BAB III METODOLOGI A. Alat dan Bahan A.1Alat yang digunakan : - Timbangan - Blender - Panci perebus - Baskom - Gelas takar plastik - Pengaduk - digilib.uns.ac.id BAB III METODOLOGI A. Alat dan Bahan A.1Alat yang digunakan : - Timbangan - Blender - Panci perebus - Baskom - Gelas takar plastik - Pengaduk - Kompor gas - Sendok - Cetakan plastik A.2Bahan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dengan metode eksperimental menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) faktorial. Sampel yang digunakan berjumlah 24, dengan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat Penelitian. Pengambilan sampel buah Debregeasia longifolia dilakukan di Gunung

BAB III METODE PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat Penelitian. Pengambilan sampel buah Debregeasia longifolia dilakukan di Gunung BAB III METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Pengambilan sampel buah Debregeasia longifolia dilakukan di Gunung Lawu. Sedangkan pengujian sampel dilakukan di Laboratorium Biologi dan Kimia

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian eksperimen dibidang teknologi pangan. B. Tempat dan Waktu Penelitian Pembuatan Jam Rosella dilakukan di Laboratorium

Lebih terperinci

KECAP KEDELAI 1. PENDAHULUAN

KECAP KEDELAI 1. PENDAHULUAN KECAP KEDELAI 1. PENDAHULUAN Kacang-kacangan dan biji-bijian seperti kacang kedelai, kacang tanah, biji kecipir, koro, kelapa dan lain-lain merupakan bahan pangan sumber protein dan lemak nabati yang sangat

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian tentang pengaruh variasi konsentrasi penambahan tepung tapioka dan tepung beras terhadap kadar protein, lemak, kadar air dan sifat organoleptik

Lebih terperinci

Lezat & Praktis Tahu Pedas Manis Kontributor: Odilia Winneke; Foto: dok.g-shot

Lezat & Praktis Tahu Pedas Manis Kontributor: Odilia Winneke; Foto: dok.g-shot Tahu Tumis Tausi 2 buah tahu putih yang bagus mutunya 1 sdm minyak sayur, cincang 25 g bawang Bombay, cincang 100 g udang kupas ukuran sedang 1 sdm saus tiram 1 sdm kecap asin 1 sdm tausi ½ sdt garam 75

Lebih terperinci

PENGOLAHAN UMBI GANYONG

PENGOLAHAN UMBI GANYONG PENGOLAHAN UMBI GANYONG Ir. Sutrisno Koswara, MSi Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan dan Seafast Center LPPM IPB 2013 DISCLAIMER This presentation is made possible by the generous support of the American

Lebih terperinci

ONDE-ONDE GURIH CARA MEMBUAT : 1 Campur udang dengan ayam, bawang putih, garam, merica dan gula pasir, aduk rata.

ONDE-ONDE GURIH CARA MEMBUAT : 1 Campur udang dengan ayam, bawang putih, garam, merica dan gula pasir, aduk rata. ONDE-ONDE GURIH 250 gram udang cincang 150 gram ayam cincang 2 siung bawang putih haluskan 1 sdt garam, 1/2 sdt merica bubuk 2 sdt gula pasir 1 putih telur 2 sdm tepung maizena 1 sdm daun ketumbar cincang

Lebih terperinci

JAGUNG. Bahan Pangan Alternatif SERI BACAAN ORANG TUA

JAGUNG. Bahan Pangan Alternatif SERI BACAAN ORANG TUA 19 SERI BACAAN ORANG TUA JAGUNG Bahan Pangan Alternatif Direktorat Pembinaan Pendidikan Anak Usia Dini Direktorat Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini Nonformal dan Informal Kementerian Pendidikan Nasional

Lebih terperinci

HeHeader

HeHeader SOTO PEKALONGAN 750 gram daging sandung lamur 3 cm jahe, memarkan 3 batang serai, memarkan 3 lembar daun jeruk 3 sdm taoco manis 2 sdm kecap manis 1,5 liter air 6 cabai merah besar 8 bawang merah 6 siung

Lebih terperinci

ANEKA RUJAK DAN ASINAN NAN SEGAR

ANEKA RUJAK DAN ASINAN NAN SEGAR ANEKA RUJAK DAN ASINAN NAN SEGAR Rujak dan asinan sangat cocok disajikan saat cuaca panas seperti sekarang ini. Jenisnya pun dapat Anda pilih sesuai selera. Dari rujak buah, asinan betawi, sampai asinan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilaksanakan dari Bulan Maret sampai Bulan Juni 2013. Pengujian aktivitas antioksidan, kadar vitamin C, dan kadar betakaroten buah pepaya

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. A. Jenis Penelitian Jenis pelitian ini adalah jenis penelitian eksperimen di bidang Ilmu Teknologi Pangan.

BAB III METODE PENELITIAN. A. Jenis Penelitian Jenis pelitian ini adalah jenis penelitian eksperimen di bidang Ilmu Teknologi Pangan. BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis pelitian ini adalah jenis penelitian eksperimen di bidang Ilmu Teknologi Pangan. B. Tempat Dan Waktu Penelitian 1. Tempat Penelitian Tempat pembuatan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan mulai bulan Juli sampai bulan November 2009

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan mulai bulan Juli sampai bulan November 2009 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilaksanakan mulai bulan Juli sampai bulan November 2009 yang bertempat di Laboratorium Riset, Jurusan Pendidikan Kimia, Fakultas

Lebih terperinci

INOVASI PEMBUATAN SUSU KEDELE TANPA RASA LANGU

INOVASI PEMBUATAN SUSU KEDELE TANPA RASA LANGU INOVASI PEMBUATAN SUSU KEDELE TANPA RASA LANGU Oleh: Gusti Setiavani, S.TP, M.P Staff Pengajar di STPP Medan Kacang-kacangan dan biji-bijian seperti kacang kedelai, kacang tanah, biji kecipir, koro, kelapa

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium Balai Riset dan Standardisasi Industri

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium Balai Riset dan Standardisasi Industri III. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium Balai Riset dan Standardisasi Industri Lampung, Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian, Laboratoriun

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Pembiakan P. fluorescens dari Kultur Penyimpanan

BAHAN DAN METODE. Pembiakan P. fluorescens dari Kultur Penyimpanan BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Bakteriologi Tumbuhan, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor mulai bulan Februari

Lebih terperinci

Cara uji kimia- Bagian 2: Penentuan kadar air pada produk perikanan

Cara uji kimia- Bagian 2: Penentuan kadar air pada produk perikanan SNI-01-2354.2-2006 Standar Nasional Indonesia Cara uji kimia- Bagian 2: Penentuan kadar air pada produk perikanan ICS 67.120.30 Badan Standardisasi Nasional SNI-01-2354.2-2006 Daftar isi Daftar isi...

Lebih terperinci

PEMBUATAN SAOS CABE MERAH Nurbaiti A. Pendahuluan Cabe merah merupakan salah satu komoditas hortikultura yang mempunyai nilai ekonomis cukup tinggi

PEMBUATAN SAOS CABE MERAH Nurbaiti A. Pendahuluan Cabe merah merupakan salah satu komoditas hortikultura yang mempunyai nilai ekonomis cukup tinggi PEMBUATAN SAOS CABE MERAH Nurbaiti A. Pendahuluan Cabe merah merupakan salah satu komoditas hortikultura yang mempunyai nilai ekonomis cukup tinggi dan dikembang secara luas oleh petani di Propinsi Aceh.

Lebih terperinci

: Plantae (Tumbuhan) Subkingdom : Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh) Super Divisi : Spermatophyta (Menghasilkan biji)

: Plantae (Tumbuhan) Subkingdom : Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh) Super Divisi : Spermatophyta (Menghasilkan biji) I ndonesia merupakan salah satu negara produsen pisang yang penting di dunia, dengan beberapa daerah sentra produksi terdapat di pulau Sumatera, Jawa, Bali, dan N TB. Daerah-daerah ini beriklim hangat

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Metodologi penelitian meliputi aspek- aspek yang berkaitan dengan

III. METODOLOGI PENELITIAN. Metodologi penelitian meliputi aspek- aspek yang berkaitan dengan III. METODOLOGI PENELITIAN Metodologi penelitian meliputi aspek- aspek yang berkaitan dengan preparasi sampel, bahan, alat dan prosedur kerja yang dilakukan, yaitu : A. Sampel Uji Penelitian Tanaman Ara

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian eksperimen laboratorium. Faktor perlakuan meliputi penambahan pengembang dan pengenyal pada pembuatan kerupuk puli menggunakan

Lebih terperinci

Masakan Pedas Penambah Nafsu Makan

Masakan Pedas Penambah Nafsu Makan Tuesday, 22 September 2009 21:29 Masakan Pedas Penambah Nafsu Makan Ingin nafsu makan Anda bertambah? Coba menjajal menu masakan dengan rasa yang pedas, karena rasa pedas dipercayai bisa menambah nafsu

Lebih terperinci

T E M P E 1. PENDAHULUAN

T E M P E 1. PENDAHULUAN T E M P E 1. PENDAHULUAN Kacang-kacangan dan biji-bijian seperti kacang kedelai, kacang tanah, biji kecipir, koro, kelapa dan lain-lain merupakan bahan pangan sumber protein dan lemak nabati yang sangat

Lebih terperinci

Teknologi Pengolahan Hasil Ubi Jalar dan Ubi Kayu

Teknologi Pengolahan Hasil Ubi Jalar dan Ubi Kayu Teknologi Pengolahan Hasil Ubi Jalar dan Ubi Kayu Sri Sudarwati, PENDAHULUAN Tanaman ubi-ubian merupakan tanaman yang menghasilkan karbohidrat atau pati dalam bentuk umbi batang dan umbi akar. Tanaman

Lebih terperinci

Aneka Resep Masakan Sayur

Aneka Resep Masakan Sayur Aneka Resep Masakan Sayur Sayur mayur sangat penting bagi tubuh kita, karenanya kita mesti menyeimbangkan asupan gizi dari makanan yang mama masak. Aneka resep masakan sayur kami sajikan kali ini. Ada

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE A. Bahan dan Alat Bahan utama yang digunakan pada penelitian ini adalah rempah basah (bawang putih, bawang merah, lengkuas, kunyit, dan jahe) serta rempah kering (kemiri, merica,

Lebih terperinci

Analisis Usaha Diversifikasi Produk Olahan Tempe. Oleh Siti Marwati Jurusan Pendidikan Kimia FMIPA UNY

Analisis Usaha Diversifikasi Produk Olahan Tempe. Oleh Siti Marwati Jurusan Pendidikan Kimia FMIPA UNY Analisis Usaha Diversifikasi Produk Olahan Tempe Oleh Siti Marwati Jurusan Pendidikan Kimia FMIPA UNY siti_marwati@uny.ac.id Tempe merupakan jenis makanan fermentasi dengan bahan dasar kedelai atau jenis

Lebih terperinci

Kumpulan Resep Sup ( Baru )

Kumpulan Resep Sup ( Baru ) SUP PASTA BENING BAHAN : Kaldu ikan 250 gram ikan kakap 1 buah bawang Bombay potong-potong 1 batang daun bawang iris 1 batang seledri iris 5 biji merica butiran 1 liter air Isi : 12 udang ukuran sedang

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan Peremajaan Aktinomiset dari Kultur Penyimpanan Perbanyakan Sclerotium rolfsii dari Kultur Penyimpanan

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan Peremajaan Aktinomiset dari Kultur Penyimpanan Perbanyakan Sclerotium rolfsii dari Kultur Penyimpanan BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Bakteriologi Tumbuhan, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor (IPB) mulai Maret 2011 sampai

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Ubi jalar ± 5 Kg Dikupas dan dicuci bersih Diparut dan disaring Dikeringkan dan dihaluskan Tepung Ubi Jalar ± 500 g

BAB III METODE PENELITIAN. Ubi jalar ± 5 Kg Dikupas dan dicuci bersih Diparut dan disaring Dikeringkan dan dihaluskan Tepung Ubi Jalar ± 500 g 19 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Bagan Alir Penelitian Ubi jalar ± 5 Kg Dikupas dan dicuci bersih Diparut dan disaring Dikeringkan dan dihaluskan Tepung Ubi Jalar ± 500 g Kacang hijau (tanpa kulit) ± 1

Lebih terperinci

ANALISIS KOMPOSISI KIMIA PADA PEMBUATAN MAKANAN TRADISIONAL EMPEK-EMPEK PALEMBANG BERBAHAN BAKU DAGING, KULIT DAN TULANG IKAN GABUS

ANALISIS KOMPOSISI KIMIA PADA PEMBUATAN MAKANAN TRADISIONAL EMPEK-EMPEK PALEMBANG BERBAHAN BAKU DAGING, KULIT DAN TULANG IKAN GABUS ANALISIS KOMPOSISI KIMIA PADA PEMBUATAN MAKANAN TRADISIONAL EMPEK-EMPEK PALEMBANG BERBAHAN BAKU DAGING, KULIT DAN TULANG IKAN GABUS (Channa striata) Dewi Farah Diba Program Studi Budidaya Peraiaran STITEK

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari 2015 Juli 2015, bertempat di

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari 2015 Juli 2015, bertempat di III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari 2015 Juli 2015, bertempat di Laboratorium Kimia Organik, Jurusan Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian,

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian, III. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian, Laboratorium Analisis Kimia Hasil Pertanian Jurusan Teknologi Hasil Pertanian

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat Penelitian

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat Penelitian 16 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan selama tiga bulan, yaitu mulai april 2011 sampai dengan juni 2011 di Kampus IPB Dramaga Bogor. Penelitian ini dilaksanakan di

Lebih terperinci

Usaha Cireng Isi yang Lagi Booming

Usaha Cireng Isi yang Lagi Booming Sunday, 27 September 2009 19:03 Last Updated Sunday, 27 September 2009 19:11 Usaha Cireng Isi yang Lagi Booming Cireng atau tepung aci goreng aneka rasa atau biasa disebut Cireng Isi merupakan jajanan

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April sampai Juni 2013 di. Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Riau.

MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April sampai Juni 2013 di. Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Riau. III. MATERI DAN METODE 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April sampai Juni 2013 di Laboratorium Teknologi Pascapanen dan Laboratorium Patologi, Entomologi dan Mikrobiologi Fakultas

Lebih terperinci

PENGOLAHAN BUAH-BUAHAN

PENGOLAHAN BUAH-BUAHAN 1 DAFTAR ISI I. Kata Pengantar II. Daftar Isi III. Pendahuluan...1 IV. Bahan Tambahan 1. Pemanis...1 2. Asam Sitrat...1 3. Pewarna...1 4. Pengawet...2 5. Penstabil...2 V. Bentuk Olahan 1. Dodol...2 2.

Lebih terperinci

RESEP KUE TALAM BESERTA TIPS dan VARIASINYA

RESEP KUE TALAM BESERTA TIPS dan VARIASINYA RESEP KUE TALAM BESERTA TIPS dan VARIASINYA Kue talam memang biasanya diolah dari bahan ubi. Namun sebenarnya tidak harus seperti itu. Banyak sekali bahan yang bisa dimanfaatkan untuk membuat kue talam

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTEK TEKNOLOGI MAKANAN PEMBUATAN NUGGET AYAM

LAPORAN PRAKTEK TEKNOLOGI MAKANAN PEMBUATAN NUGGET AYAM LAPORAN PRAKTEK TEKNOLOGI MAKANAN PEMBUATAN NUGGET AYAM Penyusun: Haikal Atharika Zumar 5404416017 Dosen Pembimbing : Ir. Bambang Triatma, M.Si Meddiati Fajri Putri S.Pd, M.Sc JURUSAN PENDIDIKAN KESEJAHTERAAN

Lebih terperinci

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Metode Penelitian

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Metode Penelitian 3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan bulan November 2011 sampai Januari 2012. Pengambilan sampel dilakukan di Cisolok, Palabuhanratu, Jawa Barat. Analisis sampel dilakukan di Laboratorium

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 2 faktor, faktor pertama terdiri dari 3

BAB III METODE PENELITIAN. Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 2 faktor, faktor pertama terdiri dari 3 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 2 faktor, faktor pertama terdiri dari 3 perlakuan, sedangkan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Pangan dan Hortikultura Sidoarjo dan Laboratorium Mikrobiologi, Depertemen

BAB III METODE PENELITIAN. Pangan dan Hortikultura Sidoarjo dan Laboratorium Mikrobiologi, Depertemen BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di UPT Pengembangan Agrobisnis Tanaman Pangan dan Hortikultura Sidoarjo dan Laboratorium Mikrobiologi, Depertemen Biologi,

Lebih terperinci

3.1. Tempat dan Waktu Bahan dan Aiat Metode Penelitian

3.1. Tempat dan Waktu Bahan dan Aiat Metode Penelitian in. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian, Laboratorium Analisis Hasil Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Riau, Laboratorium Kimia

Lebih terperinci

BAHAN MAKANAN SETENGAH JADI

BAHAN MAKANAN SETENGAH JADI BAHAN MAKANAN SETENGAH JADI Definisi : * Bahan makanan olahan yang harus diolah kembali sebelum dikonsumsi manusia * Mengalami satu atau lebih proses pengolahan Keuntungan: * Masa simpan lebih panjang

Lebih terperinci

PENGOLAHAN HASIL JAGUNG (MEMBUAT SUSU JAGUNG DAN MIE JAGUNG) Oleh: Masnun, S.Pt., M.Si.

PENGOLAHAN HASIL JAGUNG (MEMBUAT SUSU JAGUNG DAN MIE JAGUNG) Oleh: Masnun, S.Pt., M.Si. PENGOLAHAN HASIL JAGUNG (MEMBUAT SUSU JAGUNG DAN MIE JAGUNG) Oleh: Masnun, S.Pt., M.Si. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jagung memiliki nutrisi yang lebih komplek dibandingkan dengan beras. Jagung sangat

Lebih terperinci

Berbagi Kehangatan Masakan Kambing Bango

Berbagi Kehangatan Masakan Kambing Bango Berbagi Kehangatan Masakan Kambing Bango Jelang Perayaan Idul Adha Daging Kambing Daging g kambing cukup menjadi favorit dan disukai oleh para penggemar kuliner Beberapa kendala yang ada berkaitan dengan

Lebih terperinci

GULAI REBUNG TUNJANG. HeHeader

GULAI REBUNG TUNJANG. HeHeader GULAI REBUNG TUNJANG 750 gram tunjang/kikil sapi 2 lembar daun kunyit 2 biji pala 4 batang serai, memarkan 8 lembar daun jeruk 4 cm jahe, memarkan 2 cm lengkuas, memarkan 300 gram rebung, iris tipis rebus

Lebih terperinci

Bab III Bahan dan Metode

Bab III Bahan dan Metode Bab III Bahan dan Metode A. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September 2012 di daerah budidaya rumput laut pada dua lokasi perairan Teluk Kupang yaitu di perairan Tablolong

Lebih terperinci

Uji antibakteri komponen bioaktif daun lobak (Raphanus sativus L.) terhadap Escherichia coli dan profil kandungan kimianya

Uji antibakteri komponen bioaktif daun lobak (Raphanus sativus L.) terhadap Escherichia coli dan profil kandungan kimianya Uji antibakteri komponen bioaktif daun lobak (Raphanus sativus L.) terhadap Escherichia coli dan profil kandungan kimianya UNIVERSITAS SEBELAS MARET Oleh: Jenny Virganita NIM. M 0405033 BAB III METODE

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental murni laboratorium in vitro. B. Subjek Penelitian 1. Bakteri Uji: bakteri yang diuji pada penelitian ini

Lebih terperinci

Kecap Asin/Manis CARA MEMBUAT:

Kecap Asin/Manis CARA MEMBUAT: Kecap Asin/Manis BAHAN: 1 kg kedelai putih atau hitam 3 gr ragi tempe 3 lbr daun salam 2 btg serai 3 Daun jeruk 1 lembar 4 cm lengkuas 1 sdt pokak 6 kg gula merah 1 ½ lt air untuk melarutkan gula merah

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai Mei 2013 di

MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai Mei 2013 di III. MATERI DAN METODE 1.1. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai Mei 2013 di Laboratorium Teknologi Pasca Panen, Laboratorium Nutrisi dan Kimia serta Laboratorium Patologi,

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Januari sampai Juni 2010 di Laboratorium

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Januari sampai Juni 2010 di Laboratorium III. METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Januari sampai Juni 2010 di Laboratorium Kimia Organik, Jurusan Kimia Fakultas MIPA Universitas Lampung.

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. BAHAN DAN ALAT Bahan yang digunakan dalam penelitian ini terdiri atas bahan-bahan untuk persiapan bahan, bahan untuk pembuatan tepung nanas dan bahan-bahan analisis. Bahan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian Jurusan

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian Jurusan III. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Lampung dan

Lebih terperinci

SOTO BANJAR. Elly Lasmanawati

SOTO BANJAR. Elly Lasmanawati SOTO BANJAR Elly Lasmanawati Program Studi Pendidikan Tata Boga Jurusan Pendidikan Kesejahteraan Keluarga Fakultas Pendidikan Teknologi dan Kejuruan Universitas Pendidikan Indonesia 2010 SOTO Soto, sroto,

Lebih terperinci

Cara membuat steak tenderloin mudah dan sederhana.hasilnya pun sangat mantap dan gurih

Cara membuat steak tenderloin mudah dan sederhana.hasilnya pun sangat mantap dan gurih Cara membuat Steak Tenderloin Sederhana Cara membuat steak tenderloin mudah dan sederhana.hasilnya pun sangat mantap dan gurih Bahan: 1 kg daging sirloin 3 sdm tepung maizena air kaldu sapi 1 sendok makan

Lebih terperinci

TEKNOLOGI PEMBUATAN SUSU DARI TEMPE BENGUK

TEKNOLOGI PEMBUATAN SUSU DARI TEMPE BENGUK 1 TEKNOLOGI PEMBUATAN SUSU DARI TEMPE BENGUK Dyah Purwaningsih Staff Jurdik Kimia FMIPA UNY A. PENDAHULUAN Di tengah semakin melambungnya harga kedelai, kacang koro atau benguk diyakini mampu menjadi bahan

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTEK TEKNOLOGI MAKANAN PEMBUATAN SOSIS AYAM

LAPORAN PRAKTEK TEKNOLOGI MAKANAN PEMBUATAN SOSIS AYAM LAPORAN PRAKTEK TEKNOLOGI MAKANAN PEMBUATAN SOSIS AYAM Penyusun: Haikal Atharika Zumar 5404416017 Dosen Pembimbing : Ir. Bambang Triatma, M.Si Meddiati Fajri Putri S.Pd, M.Sc JURUSAN PENDIDIKAN KESEJAHTERAAN

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian eksperimen. Metode penelitian eksperimen merupakan metode penelitian yang digunakan untuk mencari pengaruh

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Nutrisi Ternak Unggas, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini dilaksanakan selama 5 bulan. Pemeliharaan

Lebih terperinci

PENGARUH PENGGUNAAN PEWARNA ALAMI, WAKTU PENGUKUSAN DAN SUHU TERHADAP PEMBUATAN SNACK MIE KERING RAINBOW

PENGARUH PENGGUNAAN PEWARNA ALAMI, WAKTU PENGUKUSAN DAN SUHU TERHADAP PEMBUATAN SNACK MIE KERING RAINBOW JURNAL TEKNOLOGI AGRO-INDUSTRI Vol. 3 No.1 ; Juni 2016 ISSN 2407-4624 PENGARUH PENGGUNAAN PEWARNA ALAMI, WAKTU PENGUKUSAN DAN SUHU TERHADAP PEMBUATAN SNACK MIE KERING RAINBOW *RIZKI AMALIA 1, HAMDAN AULI

Lebih terperinci

OLEH: YULFINA HAYATI

OLEH: YULFINA HAYATI PENGOLAHAN HASIL KEDELAI (Glycine max) OLEH: YULFINA HAYATI PENDAHULUAN Dalam usaha budidaya tanaman pangan dan tanaman perdagangan, kegiatan penanganan dan pengelolaan tanaman sangat penting diperhatikan

Lebih terperinci

III. METODOLOGI A. BAHAN DAN ALAT C. METODE PENELITIAN

III. METODOLOGI A. BAHAN DAN ALAT C. METODE PENELITIAN III. METODOLOGI A. BAHAN DAN ALAT Bahan baku utama yang digunakan pada penelitian ini adalah rimpang jahe segar yang diperoleh dari Balai Penelitian Tanaman Aromatik dan Obat (Balitro) Bogor berumur 8

Lebih terperinci

Serba Pepes dan Botok

Serba Pepes dan Botok Serba Pepes dan Botok Resep Botok Ares Botok Ares adalah jenis masakan kukus dibungkus daun berbentuk tum dengan bahan utamanya ares, yakni bagian dalam dari batang pohon pisang. Untuk rasanya, silakan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. segar mudah busuk atau rusak karena perubahan komiawi dan kontaminasi

PENDAHULUAN. segar mudah busuk atau rusak karena perubahan komiawi dan kontaminasi PENDAHULUAN Latar Belakang Daging merupakan salah satu komoditi pertanian yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan protein, karena daging mengandung protein yang bermutu tinggi, yang mampu menyumbangkan

Lebih terperinci

POPULASI, IDENTIFIKASI DAN DETEKSI FRAGMEN GEN PENGHASIL AFLATOKSIN ASPERGILLUS FLAVUS PADA KACANG TANAH DAN PRODUK OLAHANNYA KEMALA S.

POPULASI, IDENTIFIKASI DAN DETEKSI FRAGMEN GEN PENGHASIL AFLATOKSIN ASPERGILLUS FLAVUS PADA KACANG TANAH DAN PRODUK OLAHANNYA KEMALA S. POPULASI, IDENTIFIKASI DAN DETEKSI FRAGMEN GEN PENGHASIL AFLATOKSIN ASPERGILLUS FLAVUS PADA KACANG TANAH DAN PRODUK OLAHANNYA KEMALA S. NAGUR SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014 PERNYATAAN

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. JENIS PENELITIAN Jenis penelitian ini merupakan jenis penelitian eksperimental di bidang teknologi pangan. B. TEMPAT DAN WAKTU Tempat pembuatan chips tempe dan tempat uji organoleptik

Lebih terperinci

TEHNIK PEMBUATAN MIE SEHAT. Dr. Sri Handayani

TEHNIK PEMBUATAN MIE SEHAT. Dr. Sri Handayani TEHNIK PEMBUATAN MIE SEHAT Dr. Sri Handayani Tim PPM Jurusan Pendidikan Kimia FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA 2013 1 TEHNIK PEMBUATAN MIE SEHAT Dr. Sri Handayani

Lebih terperinci

AKTIVITAS UREASE DAN FOSFOMONOESTERASE ASAM, SERTA PRODUKTIVITAS KACANG TANAH DENGAN PEMBERIAN PUPUK ORGANIK KURTADJI TOMO

AKTIVITAS UREASE DAN FOSFOMONOESTERASE ASAM, SERTA PRODUKTIVITAS KACANG TANAH DENGAN PEMBERIAN PUPUK ORGANIK KURTADJI TOMO AKTIVITAS UREASE DAN FOSFOMONOESTERASE ASAM, SERTA PRODUKTIVITAS KACANG TANAH DENGAN PEMBERIAN PUPUK ORGANIK KURTADJI TOMO PROGRAM STUDI BIOKIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT

Lebih terperinci

III. TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat Dan Waktu Penelitian. Pertanian Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Penelitian dilakukan selama

III. TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat Dan Waktu Penelitian. Pertanian Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Penelitian dilakukan selama III. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat Dan Waktu Penelitian Penelitian ini akan dilakukan di Laboratorium Pasca Panen Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Penelitian dilakukan selama 15

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan selama lima bulan dari bulan Mei hingga September 2011, bertempat di Laboratorium Kimia Hasil Hutan, Bengkel Teknologi Peningkatan

Lebih terperinci

Cara uji kimia - Bagian 1: Penentuan kadar abu pada produk perikanan

Cara uji kimia - Bagian 1: Penentuan kadar abu pada produk perikanan Standar Nasional Indonesia Cara uji kimia - Bagian 1: Penentuan kadar abu pada produk perikanan ICS 67.120.30 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi... i Prakata... ii 1 Ruang lingkup... 1

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat Penelitian. November Pengambilan sampel Phaeoceros laevis (L.) Prosk.

BAB III METODE PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat Penelitian. November Pengambilan sampel Phaeoceros laevis (L.) Prosk. BAB III METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini telah dilakukan pada bulan Oktober sampai dengan November 2015. Pengambilan sampel Phaeoceros laevis (L.) Prosk. dilakukan di daerah

Lebih terperinci

Jahe untuk bahan baku obat

Jahe untuk bahan baku obat Standar Nasional Indonesia Jahe untuk bahan baku obat ICS 11.120.20 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi... i Prakata... ii 1 Ruang lingkup... 1 2 Acuan normatif... 1 3 Istilah dan definisi...

Lebih terperinci

KARYA ILMIAH PELUANG BISNIS BISNIS KRIPIK TEMPE

KARYA ILMIAH PELUANG BISNIS BISNIS KRIPIK TEMPE KARYA ILMIAH PELUANG BISNIS BISNIS KRIPIK TEMPE Nama : Damas Riawan Kelas : D3 TI 02 NIM : 11.01.2910 STMIK AMIKOM YOGYAKARTA 2012 ABSTRAKSI Karya tulis ini dibuat dengan tujuan untuk memberi petunjuk

Lebih terperinci

PENGOLAHAN TALAS. Ir. Sutrisno Koswara, MSi. Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan dan Seafast Center IPB 2013

PENGOLAHAN TALAS. Ir. Sutrisno Koswara, MSi. Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan dan Seafast Center IPB 2013 PENGOLAHAN TALAS Ir. Sutrisno Koswara, MSi Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan dan Seafast Center IPB 2013 DISCLAIMER This presentation is made possible by the generous support of the American people

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan dari bulan April 2013 sampai Agustus 2013 di Laboratoium Kimia Riset Makanan dan Material serta di Laboratorium Instrumen

Lebih terperinci

II. METODOLOGI PENELITIAN. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Udayana,

II. METODOLOGI PENELITIAN. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Udayana, II. METODOLOGI PENELITIAN 2.1. Metode Pengumpulan Data 2.1.1. Tempat dan waktu penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Mikrobiologi Jurusan Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. A. JENIS PENELITIAN Penelitian ini adalah penelitian eksperimen di bidang teknologi pangan.

BAB III METODE PENELITIAN. A. JENIS PENELITIAN Penelitian ini adalah penelitian eksperimen di bidang teknologi pangan. BAB III METODE PENELITIAN A. JENIS PENELITIAN Penelitian ini adalah penelitian eksperimen di bidang teknologi pangan. B. TEMPAT DAN WAKTU PENELITIAN Pembuatan sirup rosella dilakukan di Laboratorium Teknologi

Lebih terperinci

IV. TINJAUAN UMUM PERUSAHAAN

IV. TINJAUAN UMUM PERUSAHAAN IV. TINJAUAN UMUM PERUSAHAAN PT. Libe Bumi Abadi yang didirikan pada tanggal 28 Oktober 2005 adalah perusahaan yang bergerak dalam bidang budi daya, industri pengolahan, pemasaran produk industri siap

Lebih terperinci

BAB III TATA LAKSANA PELAKSANAAN

BAB III TATA LAKSANA PELAKSANAAN BAB III TATA LAKSANA PELAKSANAAN A. Waktu dan Tempat Pelaksanaan Praktek Produksi Kopi Biji Salak dengan Penambahan Jahe Merah dilaksanakan pada bulan Maret-April 2016 di Laboratorium Rekayasa Proses dan

Lebih terperinci

CARA MEMBUAT: -Potong ayam menjadi 2 bagian atau belah membujur dadanya dan tekan hingga terbuka lebar. -Lumuri bumbu halus hingga rata

CARA MEMBUAT: -Potong ayam menjadi 2 bagian atau belah membujur dadanya dan tekan hingga terbuka lebar. -Lumuri bumbu halus hingga rata (Resep 1).. Serba Ayam Ayam Tulang Lunak 1 ekor ayam 50 g gula Jawa, sisir halus 1 sdm air asam Jawa kental 2,5 liter air kelapa 5 lembar daun salam 4 cm lengkuas, memarkan minyak goreng Bumbu, haluskan:

Lebih terperinci