MODEL INTEGRASI DALAM PENGEMBANGAN MINAPOLITAN PERIKANAN TANGKAP DI PALABUHANRATU, KABUPATEN SUKABUMI, JAWA BARAT ARDANI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "MODEL INTEGRASI DALAM PENGEMBANGAN MINAPOLITAN PERIKANAN TANGKAP DI PALABUHANRATU, KABUPATEN SUKABUMI, JAWA BARAT ARDANI"

Transkripsi

1 MODEL INTEGRASI DALAM PENGEMBANGAN MINAPOLITAN PERIKANAN TANGKAP DI PALABUHANRATU, KABUPATEN SUKABUMI, JAWA BARAT ARDANI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012

2

3 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa informasi Model Integrasi dalam Pengembangan Minapolitan Perikanan Tangkap di Palabuhanratu, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Bogor, Desember 2012 Ardani NIM C

4

5 ABSTRACT ARDANI. Integrated model in developing capture fisheries minapolitan at Palabuhanratu, Sukabumi District, West Java. Under the direction of TRI WIJI NURANI and ERNANI LUBIS. Palabuhanratu Archipelagic Fishing Port has been established as the field project of capture fisheries minapolitan. Minapolitan development will be effective if managed in an integrated model. This research was aimed to: 1) identify the implementation problems, 2) formulate the integrated model based on market integration, supply chain and institutional partnerships, 3) formulate strategies and benchmarks of the integrated model in developing capture fisheries minapolitan at Palabuhanratu. System approach, descriptive analysis, SWOT and balanced scorecard were used for data analysis. The result found that the implementation problems of capture fisheries minapolitan at Palabuhanratu were fishermen poverty, declined in fish stocks, and conflicts in the utilization of coastal and marine areas. Tuna and hairtail market at Palabuhanratu were highly integrated for both local and export markets. The vertical integration process occurred among fishermen, vessel owners, and the company. The integration of minapolitan institutional can be done through participation in a harmonious and mutual need between government, private sector, and intellectual. Strategies for the successfull implementations in the minapolitan model were 1) optimization of tuna and hairtail product, 2) improving facilities and infrastructure of transportation and fishing port, 3) cooperation of minapolitan business partnerships, 4) improving performance of fishing port institutional, 5) the fisheries industrialization, 6) sustainable fisheries development, 7) building winwin partnerships between fisherman, vessel owners and exporter, 8) building a collective consciousness to remain committed and consistent in developing minapolitan. Balanced scorecard analysis produced 16 successfull factors (benchmarks) and 13 programs that should be done to achieve strategic goals. Key words: capture fisheries, minapolitan, model, Palabuhanratu

6

7 RINGKASAN Kementerian Kelautan dan Perikanan telah menetapkan PPN Palabuhanratu sebagai salah satu lokasi implementasi program minapolitan berbasis perikanan tangkap. Kawasan minapolitan perikanan tangkap di Palabuhanratu adalah suatu kawasan pengembangan ekonomi berbasis usaha penangkapan ikan yang dikembangkan secara terintegrasi oleh pemerintah, swasta dan masyarakat untuk menciptakan iklim usaha yang lebih baik untuk pertumbuhan ekonomi wilayah, penciptaan lapangan kerja dan pendapatan masyarakat kawasan Palabuhanratu, Kabupaten Sukabumi. Isu pokok yang dihadapi dalam implementasi minapolitan perikanan tangkap adalah menjaga keseimbangan antara kepentingan keberlanjutan sumber daya ikan, kepentingan nelayan setempat, kepentingan industri terkait, dan kepentingan pemerintah. Beberapa permasalahan yang terjadi selama implementasi minapolitan adalah 1) persaingan usaha yang kurang sehat 2) praktek bisnis monopoli dan eksploitatif 3) posisi tawar nelayan masih rendah, 4) sosialisasi program belum optimal, dan 5) anggaran implementasi program minapolitan implementasi terbatas. Tujuan penelitian ini adalah 1) identifikasi permasalahan implementasi konsep minapolitan perikanan tangkap di Palabuhanratu, 2) memformulasikan model integrasi dalam pengembangan minapolitan perikanan tangkap berdasarkan aspek pasar, aspek rantai pasok dan aspek kelembagaan, 3) merumuskan strategi dan tolok ukur keberhasilan model integrasi dalam pengembangan minapolitan perikanan tangkap di Palabuhanratu. Pendekatan sistem digunakan untuk mengidentifikasi permasalahan implementasi konsep minapolitan perikanan tangkap. Model Ravallion digunakan untuk menganalisis integrasi pasar tuna dan layur dan tingkat integrasi pasar dianalisis berdasarkan nilai index of market connection (IMC). Analisis deskriptif digunakan untuk menganalisis integrasi rantai pasok dan integrasi kelembagaan. Analisis SWOT dan balanced scorecard digunakan untuk merumuskan strategi dan faktor-faktor keberhasilan (tolok ukur). Survei dilakukan pada bulan Maret - Mei tahun 2012 di PPN Palabuhanratu. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa permasalahan pokok implementasi minapolitan perikanan tangkap di Palabuhanratu adalah 1) kemiskinan nelayan, 2) penurunan stok sumberdaya ikan, dan 3) konflik pemanfaatan ruang wilayah pesisir dan laut. Model integrasi dalam pengembangan minapolitan perikanan tangkap berdasarkan aspek pasar yakni pasar tuna dan layur diperoleh nilai IMC sebagian besar lebih kecil dari 1, artinya secara relatif terjadi integrasi pasar dalam jangka panjang antara PPN Palabuhanratu dan TPI-TPI lainnya serta antara PPN Palabuhanratu dan pasar negara tujuan ekspor. Berdasarkan aspek rantai pasok, terjadi proses integrasi vertikal antara nelayan, pemilik kapal (pedagang pengumpul) dan perusahaan. Kesepakatan di antara anggota rantai pasok dalam proses integrasi vertikal cenderung bersifat kesepakaan informal dan posisi tawar nelayan masih relatif rendah. Adapun berdasarkan aspek kelembagaan, integrasi dapat dilakukan dalam bentuk partisipasi yang serasi dan saling membutuhkan antara pemerintah, pelaku bisnis/swasta, dan akademisi. Akademisi berperan untuk mengembangkan kreatifitas, skill dan talent pada sumber daya manusia. Pelaku bisnis berperan dalan transformasi teknologi, skill dan talent ke dalam peningkatan daya saing industri. Pemerintah berperan dalam program fasilitasi,

8 vi iklim usaha, insentif dan driven pada pertumbuhan dan pengembangan minapolitan. Perumusan strategi pengembangan minapolitan berdasarkan analisis SWOT, adalah 1) optimalisasi produksi tuna dan layur, 2) peningkatan sarana, prasarana dan infrastruktur transportasi serta pelabuhan perikanan, 3) kerja sama kemitraan bisnis minapolitan, 4) peningkatan kinerja pengelola pelabuhan perikanan, 5) industrialisasi perikanan, 6) pengembangan perikanan tangkap berkelanjutan, 7) pengembangan pola kemitraan antara nelayan, juragan dan eksportir yang berimbang, 8) membangun kesadaran kolektif untuk tetap komitmen dan konsisten dalam mengembangkan minapolitan. Analisis balanced scorecard menghasilkan faktor-faktor keberhasilan (tolok ukur) dari sasaran strategis, seperti 1) status keberlanjutan ekologi, keberlanjutan sosial ekonomi, keberlanjutan kemasyarakatan dan keberlanjutan kelembagaan, 2) jenis, kapasitas dan kualitas fasilitas pelayanan sesuai dengan kebutuhan pelanggan, 3) kenyamanan dan loyalitas pelanggan dalam jangka panjang atas pelayanan yang diberikan, 4) penerapan manajemen mutu mulai dari input, proses, output dan layanan purna jual, 5) kesadaran mutu dipahami oleh anggota rantai pasok, 6) tingkat perolehan kerja sama kemitraan, 7) tingkat kepuasan mitra bisnis, 8) peningkatan nilai produksi, 9) peningkatan pendapatan nelayan, 10) peningkatan tenaga kerja yang terserap, 11) klaster industri perikanan yang berdaya saing, 12) posisi tawar yang seimbang antara nelayan, pedagang pengumpul dan perusahaan, 13) kelompok nelayan yang memiliki kematangan usaha menjadi lembaga formal yang mandiri, 14) efisiensi dan efektivitas kinerja pelabuhan perikanan, 15) para pelaku ekonomi dan stakeholders kunci lainnya memiliki kesadaran kolektif untuk berkolaborasi dan bersinergi mengembangkan klaster industri perikanan yang terintegrasi dalam sistem minapolitan, 16) terumuskannya pola kerja sama pelaksanaan pengembangan klaster industri perikanan yang terintegrasi. Kata kunci: minapolitan, model, Palabuhanratu, perikanan tangkap

9 Hak Cipta milik IPB, tahun 2012 Hak Cipta dilindungi Undang-undang 1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB 2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB

10

11 MODEL INTEGRASI DALAM PENGEMBANGAN MINAPOLITAN PERIKANAN TANGKAP DI PALABUHANRATU, KABUPATEN SUKABUMI, JAWA BARAT ARDANI Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sain pada Program Studi Teknologi Perikanan Laut SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012

12 Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr. Iin Solihin, S.Pi. M.Si

13 Judul Tesis Nama NIM : Model Integrasi dalam Pengembangan Minapolitan Perikanan Tangkap di Palabuhanratu, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat : Ardani : C Disetujui Komisi Pembimbing Dr. Ir. Tri Wiji Nurani, M.Si Ketua Dr. Ir. Ernani Lubis, DEA Anggota Diketahui Ketua Program Studi Teknologi Perikanan Laut Dekan Sekolah Pascasarjana Prof. Dr. Ir. Mulyono S. Baskoro, M.Sc. Prof. Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr. Tanggal Ujian: 12 Oktober 2012 Tanggal Lulus:

14

15 PRAKATA Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-nya sehingga proposal penelitian ini dapat diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Maret 2012 ini adalah Minapolitan Perikanan Tangkap dengan judul Model Integrasi dalam Pengembangan Minapolitan Perikanan Tangkap di Palabuhanratu, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat. Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Dr. Ir. Tri Wiji Nurani, M. Si, dan Dr. Ir. Ernani Lubis, DEA selaku komisi pembimbing yang telah banyak memberikan saran. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada pimpinan dan staf Dinas Kelautan dan Perikanan, Pelabuhan Perikanan Nusantara Palabuhanratu dan Bappeda Kabupaten Sukabumi, yang telah membantu selama proses pengumpulan data serta Tanoto Foundation atas bantuan pendanaan penelitian ini. Atas dukungan orang tua, istri dan anak serta berbagai pihak, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya. Semoga hasil penelitian ini dapat dapat bermanfaat bagi masyarakat nelayan, pemerintah maupun dunia pendidikan. Bogor, Desember 2012 Ardani

16

17 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Kebumen pada tanggal 27 Agustus 1972 dari ayah Suradi Hadiwiyono dan ibu Haryati. Penulis merupakan putra pertama dari lima bersaudara. Penulis menikah dengan Fauziyah dan dikaruniai seorang putri bernama Arfa Nismara Dhahayu. Tahun 1991 Penulis lulus dari SMA Negeri I Kebumen dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk IPB melalui jalur UMPTN. Penulis memilih Jurusan Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan menamatkannya pada tahun Kesempatan untuk melanjutkan ke program magister pada program studi Teknologi Perikanan Laut, Mayor Sistem dan Pemodelan Perikanan Tangkap IPB diperoleh pada tahun Beasiswa pendidikan pascasarjana diperoleh dari Tanoto Foundation pada tahun Penulis bekerja sebagai supervisor tambak udang di Central Pertiwi Bahari pada tahun 1995 sampai tahun 1998, dan pada tahun-tahun berikutnya bekerja sebagai tenaga ahli perikanan di beberapa perusahaan konsultan manajemen. Pada saat ini penulis bekerja sebagai Senior Technical Advisor di PT. CIDES Persada Consultant.

18

19 DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI... xvii DAFTAR TABEL... xix DAFTAR GAMBAR... xxi DAFTAR LAMPIRAN... xxiii DAFTAR ISTILAH... xxv 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan Manfaat Kerangka Pemikiran Penelitian TINJAUAN PUSTAKA Konsep Agropolitan Minapolitan Pengertian minapolitan Ciri-ciri, batasan dan konsep minapolitan Asas, prinsip dan struktur minapolitan Tujuan, sasaran dan lokasi minapolitan Minapolitan perikanan tangkap Minapolitan Perikanan Tangkap Palabuhanratu Perkembangan Teori Klaster Klaster Industri Berbasis Perikanan Tangkap Supply Chain Management Definisi supply chain management Perkembangan konsep supply chain management Penelitian Terkait METODOLOGI Waktu dan Lokasi Penelitian Metode Penelitian Jenis dan Cara Pengumpulan Data Metode Analisis Identifikasi permasalahan implementasi minapolitan... 35

20 xviii Analisis model integrasi dalam pengembangan minapolitan Strategi pengembangan model minapolitan perikanan tangkap HASIL DAN PEMBAHASAN Identifikasi Permasalahan Implementasi Program Minapolitan Analisis kebutuhan Formulasi masalah Identifikasi sistem Analisis Model Integrasi Pasar, Rantai Pasok dan Kelembagaan Analisis model integrasi pasar ikan tuna dan layur Analisis model integrasi supply chain tuna dan layur Analisis integrasi kelembagaan minapolitan Analisis Strategi dan Tolok Ukur Keberhasilan Minapolitan di Palabuhanratu Analisis SWOT Analisis balanced scorecard Pemeliharaan Program SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

21 DAFTAR TABEL Halaman 1 Jenis data yang dibutuhkan dalam penelitian Indikator kunci analisis gap dan bobot skor penilaian Kebutuhan pelaku-pelaku sistem minapolitan perikanan tangkap di Palabuhanratu Jumlah alat tangkap pancing tonda dan longline yang beroperasi di PPN Pabuhanratu tahun Hasil analisis integrasi pasar bigeye tuna segar dan layur Analisis gap supply chain di PPN Palabuhanratu dengan supply chain ideal Peran pemerintah dalam pembangunan klaster industri perikanan yang diadopsi dari model Berlian Porter Peran swasta dalam pembangunan klaster industri perikanan yang diadopsi dari model Berlian Porter Perusahaan yang menyewa lahan industri perikanan di PPN Palabuhanratu tahun Rencana program untuk mendukung minapolitan perikanan tangkap Palabuhanratu Matrik IFAS minapolitan perikanan tangkap di Palabuhanratu Konflik pengelolaan perikanan di Palabuhanratu Matrik EFAS minapolitan perikanan tangkap di Palabuhanratu Tujuan strategis pengembangan minapolitan perikanan tangkap di Palabuhanratu berdasarkan perspektif balanced scorecard Faktor-faktor keberhasilan sasaran strategis pengembangan minapolitan perikanan tangkap di Palabuhanratu Pengembangan tolok ukur, identifikasi penyebab dan dampak serta membuat keseimbangan Hasil survei identifikasi gaps implementasi program minapolitan di Palabuhanratu

22

23 DAFTAR GAMBAR Halaman 1 Kerangka pemikiran penelitian Model Berlian dalam peningkatan daya saing industri Peta lokasi penelitian Diagram alir tahapan penelitian Model integrasi pasar tuna dan layur di Palabuhanratu dengan pendekatan index of market connection Kerangka pikir pengembangan kelembagaan kemitraan dalam sistem minapolitan perikanan tangkap Kerangka perumusan strategi dengan pendekatan SWOT dan balanced scorecard Perubahan konsep balanced scorecard yang digunakan dalam perumusan strategi minapolitan perikanan tangkap di Palabuhanratu Konsep siklus perbaikan program minapolitan Pemeliharaan program secara berjenjang dan berkelanjutan Akar permasalah kemiskinan nelayan di Palabuhanratu dengan pendekatan diagram pohon masalah Akar permasalahan penurunan stok sumberdaya ikan di Palabuhanratu dengan pendekatan diagram pohon masalah Akar permasalahan konflik pemanfaatan ruang wilayah pesisir dan laut di Palabuhanratu dengan pendekatan diagram pohon masalah Diagram sebab akibat (causal loop) sistem minapolitan perikanan tangkap di Palabuhanratu Diagram input-output sistem minapolitan perikanan tangkap di Palabuhanratu Struktur sistem minapolitan perikanan tangkap di Palabuhanratu Fluktuasi harga bigeye tuna (fresh) per bulan di Tokyo Center Wholesale Market dan PPN Palabuhanratu pada tahun Fluktuasi harga ikan layur di pasar CFR Cina dan PPN Palabuhanratu tahun Fluktuasi harga ikan layur di kawasan minapolitan perikanan tangkap Palabuhanratu tahun Model rantai pasok layur di Palabuhanratu Prosentase produksi layur per alat tangkap di PPN Palabuhanratu tahun

24 xxii 22 Prosentase produksi layur yang masuk lewat darat ke PPN Palabuhanratu tahun Model rantai pasok tuna di Palabuhanratu Prosentase produksi tuna per alat tangkap di PPN Palabuhanratu tahun Trend produksi layur di PPN Palabuhanratu tahun Trend produksi tuna di PPN Palabuhanratu tahun Rencana penuntasan jalan lintas selatan Jawa Barat Rencana lokasi industri perikanan dan pengembangan pelabuhan di kawasan PPN Palabuhanratu Siklus-siklus proses dalam rantai pasok tuna dan layur Struktur kelembagaan Pokja minapolitan perikanan tangkap di Palabuhanratu Klaster industri perikanan tangkap di Palabuhanratu yang terbentuk secara alamiah sebelum program minapolitan Rancangan model pengembangan kelembagaan minapolitan di Palabuhanratu Jumlah kapal tuna dan layur yang menggunakan PPN Palabuhanratu sebagai fishing base Posisi strategis PPN Palabuhanratu dalam wilayah pengembangan Outer Ring Fishing Port di perairan Indonesia Ploting skor faktor internal dan eksternal sistem minapolitan perikanan tangkap di Palabuhanratu dalam kuadran SWOT Matrik SWOT strategi pengembangan minapolitan perikanan tangkap di Palabuhanratu Fluktuasi kualitas produk tuna di PPN Palabuhanratu tahun Kerangka konseptual kebijakan dan strategi industrialisasi perikanan sebagai salah satu kegiatan percepatan minapolitan di Palabuhanratu Tujuan dan sasaran strategis pengembangan minapolitan perikanan tangkap di Palabuhanratu Rumusan tujuan, sasaran strategis, dan indikator pencapaian sasaran strategis

25 DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1 Data yang digunakan dalam analisis integrasi pasar bigeye tuna segar dan layur Hasil analisis model integrasi pasar bigeye tuna segar antara PPN Palabuhanratu dan Tokyo Central Wholesale Market Hasil analisis model integrasi pasar ikan layur antara PPN Palabuhanratu dan CFR China Hasil analisis model integrasi pasar ikan layur antara TPI Ciwaru dan PPN Palabuhanratu Hasil analisis model integrasi pasar ikan layur antara TPI Cibangban dan PPN Palabuhanratu Hasil analisis model integrasi pasar ikan layur antara TPI Cisolok dan PPN Palabuhanratu Hasil analisis model integrasi pasar ikan layur antara TPI Minajaya dan PPN Palabuhanratu Hasil analisis model integrasi pasar ikan layur antara TPI Ujung Genteng dan PPN Palabuhanratu Desain rencana pengembangan jangka pendek PPN Palabuhanratu Desain rencana pengembangan jangka menengah PPN Palabuhanratu Desain rencana pengembangan jangka panjang PPN Palabuhanratu Kelengkapan fasilitas pokok, fungsional dan penunjang di PPN Palabuhanratu Perhitungan bobot faktor intrnal minapolitan dengan matrik banding berpasangan Perhitungan bobot faktor eksternal minapolitan dengan matrik banding berpasangan Penyusunan pengembangan kawasan minapolitan Kabupaten Sukabumi

26

27 DAFTAR ISTILAH Balanced scorecard Contract farming : kumpulan ukuran kinerja yang mencakup empat perspektif yaitu keuangan, pelanggan, proses bisnis internal, pertumbuhan dan pembelajaran. : kesepakatan antara nelayan dan perusahaan pengolah dan atau pemasaran untuk menghasilkan dan memasok produk perikanan berdasarkan kesepakatan, waktu dan harga yang telah ditentukan sebelumnya. Index Market of Connection : indeks yang digunakan untuk mengukur integrasi pasar yaitu indeks yang dibatasi sebagai nisbah koefisien pasar sekunder periode sebelumnya terhadap pasar primer (acuan) periode sebelumnya. Integrasi horizontal : integrasi sesama anggota rantai pasok yang berada dalam satu level (satu jenis usaha) seperti integrasi antar nelayan, integrasi antar pedagang pengumpul dan integrasi antar perusahaan. Integrasi vertikal : integrasi mulai dari produsen (nelayan), pedagang pengumpul (pemilik kapal) sampai pihak perusahaan yang akan memasarkan produk ke konsumen. Manajemen rantai pasok Minapolitan : serangkaian metode, alat atau pendekatan yang diterapkan untuk mengintegrasikan supplier, pengusaha, gudang, dan tempat penyimpanan lainnya secara efisien sehingga produk dihasilkan dan didistribusikan dengan kuantitas yang tepat, lokasi tepat, dan waktu tepat untuk memperkecil biaya dan memuaskan kebutuhan pelanggan. : kota perikanan yang tumbuh dan berkembang karena berjalannya sistem dan usaha perikanan serta mampu melayani, mendorong, menarik, menghela kegiatan pembangunan ekonomi daerah sekitarnya. Minapolitan perikanan tangkap : kawasan pengembangan ekonomi wilayah berbasis usaha penangkapan ikan yang dikembangkan secara bersama oleh pemerintah, swasta, dan masyarakat untuk menciptakan iklim usaha yang lebih baik untuk pertumbuhan

28 xxvi Model Model integrasi Model Integrasi pasar Model integrasi rantai pasok Rantai pasok Strategi Tolok ukur ekonomi, penciptaan lapangan kerja dan pendapatan masyarakat pada suatu wilayah. : abstraksi dari realitas dan memperlihatkan hubungan-hubungan langsung maupun tidak langsung serta kaitan timbal balik dalam istilah sebab akibat. : suatu model yang mengambarkan keterpaduan antara elemen dalam suatu sistem yang akan dikaji. : suatu model yang dapat dijadikan sebagai suatu ukuran yang menunjukkan seberapa jauh perubahan harga yang terjadi di pasar acuan akan menyebabkan terjadinya perubahan pada pasar pengikutnya. : suatu model keterpaduan berbagai elemen atau unsur dalam suatu sistem dimana basis integrasi dicirikan oleh ko-operasi, kolaborasi, berbagi informasi, kepercayaan, kemitraan, penyebaran teknologi, pergeseran dari proses individual ke proses integrasi rantai pasok. : suatu rangkaian proses-proses dan aliran-aliran yang terjadi di dalam dan di antara tahapan rantai pasok yang berbeda dan berkombinasi untuk memenuhi kebutuhan pelanggan atas suatu produk. : pendekatan secara keseluruhan yang berkaitan dengan pelaksanaan gagasan, perencanaan, dan eksekusi sebuah aktivitas dalam kurun waktu tertentu. : patokan yang dipakai untuk mengukur hasil pekerjaan.

29 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada tahun 2010, Kementerian Kelautan dan Perikanan telah menetapkan Pelabuhan Perikanan Nasional (PPN) Palabuhanratu sebagai lokasi proyek minapolitan perikanan tangkap. Minapolitan merupakan sebuah konsep pembangunan kelautan dan perikanan yang berbasis wilayah dengan pendekatan sistem manajemen kawasan untuk mendorong peningkatan produksi perikanan sekaligus mendorong pusat pertumbuhan ekonomi di daerah tersebut (Sunoto 2010; Rahman 2011; KKP 2011). Menurut Nasrudin (2010), kawasan minapolitan perikanan tangkap di Palabuhanratu adalah suatu kawasan pengembangan ekonomi berbasis usaha penangkapan ikan yang dikembangkan secara terintegrasi oleh pemerintah, swasta dan masyarakat untuk menciptakan iklim usaha yang lebih baik untuk pertumbuhan ekonomi wilayah, penciptaan lapangan kerja dan pendapatan masyarakat kawasan Palabuhanratu, Kabupaten Sukabumi. Keberadaan PPN Palabuhanratu memiliki peranan yang sangat penting dan strategis sebagai kawasan inti minapolitan perikanan tangkap. Keberadaan Tempat Pelelangan Ikan (TPI) atau Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) lainnya di kawasan Teluk Palabuhanratu merupakan pendukung kawasan minapolitan Palabuhanratu. Sebagai sebuah sistem, minapolitan perikanan tangkap Palabuhanratu seharusnya mencerminkan keterpaduan antar elemen atau industri terkait. Sistem akan berjalan optimal jika daya saing industri-industri terkait berada pada kondisi optimal pula. Daya saing ini akan ditentukan oleh karakteristik dan potensi komoditas unggulan yang dimilikinya. Komoditas unggulan minapolitan yang ditetapkan pemerintah daerah yaitu ikan tuna dan layur. Program minapolitan masih relatif baru (tahap inisiasi) sehingga kadang muncul permasalahan-permasalahan akibat ketidaksepahaman antar stakeholders terkait. Permasalahan penting yang harus dipecahkan oleh pengelola program adalah menjaga keseimbangan untuk kepentingan keberlanjutan sumber daya ikan, kepentingan nelayan setempat, kepentingan industri terkait, dan kepentingan pemerintah. Beberapa permasalahan yang ada saat ini adalah 1) persaingan usaha

30 2 yang tidak sehat, 2) praktek bisnis monopoli dan eksploitatif, 3) sosialisasi program kurang optimal, dan 4) keterbatasan anggaran implementasi program. Permasalahan yang ada selama ini masih sangat kompleks sehingga perlu disederhanakan dalam bentuk model. Model yang tersusun berfungsi untuk mempermudah prediksi dan perhitungan, atau tiruan suatu gejala atau proses (Riadi 2012). Menurut Eriyatno (2003), salah satu dasar utama untuk mengembangkan model adalah menemukan peubah-peubah apa yang paling penting dan tepat. Dalam kaitannya dengan pengambilan keputusan pemecahan masalah minapolitan, pentingnya model adalah 1) mengetahui apakah hubungan dari unsur-unsur (peubah) ada relevansinya terhadap masalah yang akan dipecahkan, dan 2) memperjelas (secara eksplisit) mengenai hubungan signifikan di antara unsur-unsur. Aspek penting dalam pengembangan minapolitan adalah aspek rantai pasok, kelembagaan dan pasar. Aspek-aspek tersebut memiliki kompleksitas permasalahan dan hubungan antar pelaku (unsur) yang cukup rumit. Pengembangan minapolitan akan efektif jika dikelola secara terintegrasi, artinya, ada kaitan antara usaha nelayan hingga perusahaan eksportir (pemasaran) secara sinergis dan produktif serta ada kaitan antar wilayah, antar sektor bahkan antar komoditas (Djamhari 2004 diacu Riadi 2012). Mengadopsi pendapat Riadi (2012), basis integrasi dalam pengembangan minapolitan dapat dicirikan oleh kooperasi, kolaborasi, berbagi informasi, kepercayaan, kemitraan, penyebaran teknologi, pergeseran dari proses individual ke proses integrasi rantai pasok. Resultan dari integrasi semua pelaku rantai pasok di dalam sistem minapolitan pada akhirnya akan menghasilkan daya saing rantai pasok. Oleh karena itu, model integrasi merupakan salah satu solusi dan memiliki peran yang strategis dalam pengembangan minapolitan perikanan tangkap di Palabuhanratu. Penelitian ini difokuskan untuk menganalisis sistem minapolitan, model integrasi serta strategi dan tolok ukur keberhasilan model integrasi dalam pengembangan minapolitan perikanan tangkap di Palabuhanratu.

31 3 1.2 Perumusan Masalah Sebagai program baru yang diinisiasi oleh pemerintah, pengembangan minapolitan membutuhkan strategi yang tepat berdasarkan faktor internal (kekuatan dan kelemahan) dan faktor eksternal (peluang dan ancaman). Strategi tersebut perlu diterjemahkan ke dalam seperangkat ukuran dan target yang jelas dan menyeluruh yang memberi kerangka kerja bagi pelaksana program maupun stakeholder terkait lainnya agar visi, tujuan dan strategi dapat tercapai secara optimal. Dalam perspektif pendekatan klaster, terdapat beberapa pertanyaan kunci seperti 1) apakah klaster perikanan tangkap di Palabuhanratu telah terbentuk secara alamiah, ataukah klaster tersebut terbentuk setelah inisiasi program, 2) strategi apa yang telah dan akan dilakukan pemerintah setempat dalam pengembangan minapolitan perikanan tangkap, 3) apakah pembentukan klaster telah menumbuhkan sinergitas, keterpaduan dan kemitraan antar pelaku-pelaku usaha (industri), pemerintah dan kelembagaan pendukung lainnya, serta 4) apakah terjadi permasalahan persaingan usaha yang kurang sehat akibat implementasi regulasi yang kurang kondusif. Berkenaan dengan hal tersebut, perumusan masalah akan diformulasikan dalam bentuk pertanyaan yang perlu dijawab dalam penelitian ini, yaitu: 1) Bagaimana permasalahan implementasi konsep minapolitan perikanan tangkap di Palabuhanratu saat ini? 2) Bagaimana model integrasi dalam pengembangan minapolitan perikanan tangkap di Palabuhanratu? 3) Bagaimana strategi dan tolok ukur keberhasilan model integrasi dalam pengembangan minapolitan perikanan tangkap Palabuhanratu yang seharusnya dikembangkan? 1.3 Tujuan Penelitian ini dimaksudkan untuk menjawab permasalahan yang telah dirumuskan. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah: 1) Identifikasi permasalahan implementasi konsep minapolitan perikanan tangkap di Palabuhanratu;

32 4 2) Memformulasikan model integrasi dalam pengembangan minapolitan perikanan tangkap berdasarkan aspek pasar, aspek rantai pasok dan aspek kelembagaan; 3) Merumuskan strategi dan tolok ukur keberhasilan model integrasi dalam pengembangan minapolitan perikanan tangkap di Palabuhanratu. 1.4 Manfaat Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut: 1) Bagi pemerintah Kabupaten Sukabumi, hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan bagi perumusan kebijakan pengembangan program minapolitan perikanan tangkap di Palabuhanratu; 2) Bagi peneliti dan akademisi sebagai informasi untuk mengembangkan ilmu pengetahuan terkait dengan model integrasi dalam pengembangan minapolitan perikanan tangkap; 3) Bagi nelayan dan pelaku usaha perikanan lainnya sebagai masukan informasi untuk meningkatkan kesadaran kolektif dalam rangka mewujudkan keterpaduan, efisiensi usaha dan peningkatan daya saing sebagai salah satu upaya peningkatan kesejahteraan nelayan. 1.5 Kerangka Pemikiran Penelitian Kerangka penelitian ini (Gambar 1) dilatarbelakangi oleh permasalahan sekaligus peluang yang dihadapi dalam program minapolitan perikanan tangkap di Palabuhanratu. Beberapa permasalahan yang dihadapi saat ini adalah belum optimalnya percepatan kegiatan minapolitan, keterbatasan kegiatan/anggaran, belum tersosialisasikannya program dengan baik, potensi timbulnya praktek bisnis monopoli serta persaingan usaha antara nelayan tradisional dan nelayan modern. PPN Palabuhanratu memiliki peluang yang prospektif sebagai salah satu pusat program minapolitan perikanan tangkap antara lain karena lokasinya yang cukup strategis, tingginya minat investor untuk mengembangkan perikanan tuna dan layur serta tingginya pangsa pasar ekspor untuk komoditas tuna dan layur. Berbagai permasalahan yang timbul saat ini perlu dicari solusi secara holistik dan terpadu sehingga pengembangan minapolitan perikanan tangkap dapat terlaksana

33 5 seoptimal mungkin. Oleh karena itu, tahap awal yang harus dilakukan adalah menganalisis sistem minapolitan secara menyeluruh. Dengan analisis sistem, kebutuhan pelaku-pelaku sistem minapolitan baik dari unsur pemerintah (dinas terkait), pelaku bisnis (industri) maupun nelayan dapat dijabarkan secara rinci. Permasalahan spesifik yang menyebabkan sistem minapolitan tidak berjalan optimal dapat teridentifikasi dengan baik. Rantai hubungan antara kebutuhan dan permasalahan tersebut juga dapat diformulasikan dalam bentuk diagram struktur sistem, diagram sebab akibat dan diagram inputoutput. Dengan demikian, kompleksitas sistem minapolitan lebih mudah dipahami untuk menghasilkan rumusan solusi yang tepat. Model integrasi dalam pengembangan minapolitan perikanan tangkap dianalisis berdasarkan pada aspek integrasi pasar, integrasi rantai pasokan dan integrasi kelembagaan. Integrasi pasar dimaksudkan untuk menjelaskan keterkaitan atau integrasi perubahan harga ikan di TPI inti (PPN Palabuhanratu) dengan perubahan harga ikan di TPI lainnya di kawasan Teluk Palabuhanratu dan keterkaitan harga ikan di tingkat TPI Palabuhanratu dengan harga ikan di pasar tujuan ekspor. Integrasi pasar tersebut dapat dilihat dari nilai index of market connection (IMC). Integrasi antar rantai pasokan difokuskan untuk menganalisis hubungan antar berbagai pelaku bisnis (nelayan, juragan, distributor, dan perusahaan) di kawasan minapolitan Palabuhanratu. Integrasi kelembagaan dimaksudkan untuk menganalisis peran dan fungsi kelembagaan minapolitan (instansi terkait, kelembagaan rantai pasok, perbankan, industri sarana dan prasarana usaha penangkapan, PPN Palabuhanratu, koperasi nelayan, asosiasi nelayan dan lembaga pendidikan/penelitian). Berdasarkan peran dan fungsi antar kelembagaan kemudian dirumuskan model kemitraan yang sesuai untuk mendukung pengembangan minapolitan perikanan tangkap yang berdaya saing dan berkelanjutan. Dalam pengembangan program minapolitan perikanan tangkap dibutuhkan strategi yang tepat. Strategi yang diterapkan harus mempertimbangkan kekuatan dan kelemahan yang ada, serta mengandalkan kekuatan untuk menciptakan peluang. Keberhasilan strategi tersebut dipengaruhi oleh sejauh mana kompetensi dan kapabilitas yang dikembangkan oleh pengelola program minapolitan.

34 6 Kompetensi dan kapabilitas dapat dilihat dari sejauh mana kinerja pengelola program minapolitan. Penilaian kinerja pengelola program minapolitan tersebut dilakukan dengan pendekatan balanced scorecard yang mempertimbangkan empat perspektif yaitu 1) perspektif pelanggan dan stakeholder, 2) perspektif keuangan, 3) perspektif proses bisnis internal, serta 4) kapasitas kelembagaan minapolitan. Keempat perspektif tersebut merupakan uraian dan upaya penerjemahan visi dan strategi program minapolitan ke dalam terminologi operasional. Mengacu Yuwono et al. (2007) balanced scorecard merupakan suatu sistem manajemen, pengukuran dan pengendalian yang secara cepat, tepat dan komprehensif. Balanced scorecard juga dapat memberikan pemahaman kepada pengelola program tentang performance bisnis minapolitan perikanan tangkap. Selain menghasilkan rumusan sasaran strategis dan faktor-faktor keberhasilan, analisis balanced scorecard dapat menghasilkan rumusan pengembangan tolok ukur, identifikasi penyebab dan dampak serta keseimbangan antara berbagai elemen penting dalam kinerja program minapolitan.

35 7 IMPLEMENTASI PROGRAM MINAPOLITAN PERIKANAN TANGKAP PALABUHANRATU PERMASALAHAN - Persaingan usaha antara nelayan tradisional dengan nelayan modern - Potensi timbulnya praktek bisnis monopoli dan eksploitatif - Percepatan kegiatan minapolitan belum optimal - Keterbatasan kegiatan/anggaran - Sosialisasi program belum optimal PELUANG - PPN Palabuhanratu ditetapkan sebagai salah satu pusat program minapolitan perikanan tangkap - Palabuhanratu memiliki posisi strategis sebagai tempat pendaratan bagi nelayan Cilacap dan Jakarta - Minat investor untuk mengembangkan bisnis komoditas unggulan (tuna dan layur) cukup tinggi - Pangsa pasar ekspor tuna dan layur tinggi ANALISIS SISTEM MINAPOLITAN - Identifikasi pelaku sistem - Formulasi masalah - Identifikasi sistem ANALISIS MODEL INTEGRASI SISTEM MINAPOLITAN - Analisis integrasi pasar tuna dan layur - Analisis manajemen rantai pasok - Analisis kelembagaan kemitraan ANALISIS SWOT - Analisis faktor internal - Analisis faktor eksternal - Perumusan tema-tema strategis ANALISIS BALANCED SCORECARD - Perumusan strategis dalam perspektif balanced scorecard - Perumusan sasaran strategis - Perumusan faktor-faktor keberhasilan - Pengembangan tolok ukur, identifikasi penyebab dan dampak serta membuat keseimbangan REKOMENDASI PENGEMBANGAN PROGRAM MINAPOLITAN PERIKANAN TANGKAP MELALUI MODEL INTEGRASI DALAM PENGEMBANGAN MINAPOLITAN PERIKANAN TANGKAP DI PALABUHANRATU, KABUPATEN SUKABUMI, JAWA BARAT Gambar 1 Kerangka pemikiran penelitian.

36

37 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Agropolitan Pada dasarnya, konsep agropolitan hampir sama dengan konsep minapolitan yaitu pengembangan sistem pengelolaan sumber daya berbasis wilayah dan pengembangan produk unggulan dalam rangkaian sistem agribisnis. Kedua konsep tersebut juga memandang bahwa kemudahan-kemudahan atau peluang yang biasanya ada di perkotaan perlu dikembangkan di pedesaan. Perbedaaan yang mencolok terdapat pada karakteristik wilayah dan komoditas yang dikembangkan di masing-masing pusat pengembangan program. Dalam UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, kawasan agropolitan didefinisikan sebagai kawasan yang terdiri atas satu atau lebih pusat kegiatan pada wilayah pedesaan sebagai sistem produksi pertanian dan pengelolaan sumber daya alam tertentu yang ditunjukkan oleh adanya keterkaitan fungsional dan hierarki keruangan satuan sistem permukiman dan sistem agrobisnis. Menurut Rustiadi dan Hadi (2006) konsep agropolitan dipandang sebagai konsep yang menjanjikan teratasinya permasalahan ketidakseimbangan antara pedesaan dan perkotaan selama ini. Secara singkat, agropolitan adalah suatu model pembangunan yang mengandalkan desentralisasi, mengandalkan pembangunan infrastruktur setara kota di wilayah pedesaan, sehingga mendorong urbanisasi (pengkotaan dalam arti positif). Pendekatan ini bisa mendorong penduduk pedesaan tetap tinggal di pedesaan melalui investasi di wilayah pedesaan. Agropolitan bisa mengantarkan tercapai tujuan akhir menciptakan daerah yang mandiri dan otonom, dan karenanya mengurangi kekuasaan korporasi transnasional atas wilayah lokal. Kepentingan lokal seperti ini akan dapat menjadi pengontrol kekuasaan pusat ataupun korporasi yang bersifat subordinatif. Selanjutnya dijelaskan pula bahwa tahapan pengembangan agropolitan adalah 1) penetapan lokasi sesuai dengan persyaratan lokasi agropolitan, 2) penyusunan produk tata ruang dan bentuk organisasi pengelolaan sesuai dengan kebutuhan (dihindari langkah penyeragaman organisasi), 3) penguatan sumber daya manusia dan kelembagaan, sehingga bisa dihindar adanya peluang

38 10 pengaliran nilai tambah yang tidak terkendali ke luar kawasan, dan 4) pengembangan infrastruktur. Penguatan kelembagaan lokal dan sistem kemitraan menjadi persyaratan utama yang harus ditempuh terlebih dahulu dalam pengembangan kawasan agropolitan. Ciri-ciri kawasan agropolitan yang sudah berkembang adalah 1) peran sektor pertanian (sampai ke tingkat agro processingnya) tetap dominan, 2) pengaturan pemukiman yang tidak memusat, tetapi tersebar pada skala minimal sehingga dapat dilayani oleh pelayanan infrastruktur seperti listrik, air minum, dan telekomunikasi, serta infrastruktur sosial seperti pendidikan, kesehatan, rekreasi dan olah raga, 3) aksesibilitas yang baik dengan pengaturan pembangunan jalan sesuai dengan kelas jalan yang dibutuhkan dari jalan usaha tani sampai ke jalan kolektor dan jalan arteri primer, dan 4) mempunyai produk tata ruang yang telah dilegalkan dengan Peraturan Daerah dan konsistensi para pengelola kawasan, sehingga dapat menahan setiap kemungkinan konversi dan perubahan fungsi lahan yang menyimpang dari peruntukannya (Rustiadi dan Hadi 2006). 2.2 Minapolitan Program minapolitan telah menjadi salah satu program unggulan Kementerian Kelautan dan Perikanan. Oleh karena itu, tinjauan pustaka mengenai pengertian, batasan, konsep, tujuan maupun lokasi program sebagian besar mengacu pada pedoman umum program minapolitan Pengertian minapolitan Minapolitan terdiri dari kata mina dan kata politan (polis). Mina berarti ikan dan politan berarti kota, sehingga minapolitan dapat diartikan sebagai kota perikanan atau kota di daerah lahan perikanan atau perikanan di daerah kota. Dalam pedoman umum pengembangan kawasan minapolitan, yang dimaksud minapolitan adalah kota perikanan yang tumbuh dan berkembang karena berjalannya sistem dan usaha perikanan serta mampu melayani, mendorong, menarik, menghela kegiatan pembangunan ekonomi daerah sekitarnya. Kota perikanan dapat merupakan kota menengah, atau kota kecil atau kota kecamatan atau kota pedesaan atau kota nagari yang berfungsi sebagai pusat pertumbuhan ekonomi yang mendorong pertumbuhan pembangunan pedesaan dan desa-desa

39 11 hinterland atau wilayah sekitarnya melalui pengembangan ekonomi, yang tidak terbatas sebagai pusat pelayanan sektor perikanan, tetapi juga membangun sektor secara luas seperti usaha perikanan (on farm dan off farm), industri kecil, dan jasa pelayanan. Minapolitan berada dalam kawasan pemasok hasil perikanan (sentra produksi perikanan) yang mana kawasan tersebut memberikan kontribusi yang besar terhadap mata pencaharian dan kesejahteraan masyarakatnya. Selanjutnya kawasan tersebut (termasuk kotanya) disebut kawasan minapolitan (KKP 2009). Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia Nomor KEP.18/MEN/2011 tentang Pedoman Umum Minapolitan mendefinisikan beberapa pengertian terkait minapolitan sebagai berikut: 1) Minapolitan adalah konsepsi pembangunan ekonomi kelautan dan perikanan berbasis kawasan berdasarkan prinsip-prinsip terintegrasi, efisiensi, berkualitas dan percepatan; 2) Kawasan minapolitan adalah suatu bagian wilayah yang mempunyai fungsi utama ekonomi yang terdiri dari sentra produksi, pengolahan, pemasaran komoditas perikanan, pelayanan jasa, dan/atau kegiatan pendukung lainnya; 3) Sentra produksi, pengolahan, dan/atau pemasaran adalah kumpulan unit produksi pengolahan, dan/atau pemasaran dengan keanekaragaman kegiatan di suatu lokasi tertentu; 4) Unit produksi, pengolahan, dan/atau pemasaran adalah satuan usaha yang memproduksi, mengolah dan/atau memasarkan suatu produk atau jasa; 5) Rencana induk adalah rencana pengembangan kawasan minapolitan di daerah kabupaten/kota yang memuat kebijakan dan strategi pengelolaan potensi kelautan dan perikanan yang disusun dalam konsep arah kebijakan pengembangan kawasan jangka menengah dalam kurun waktu 5 (lima) tahunan yang diimplementasikan melalui rencana pengusahaan dan rencana tindak; 6) Rencana pengusahaan adalah rencana pengembangan sektor dan produk unggulan sebagai penggerak perekonomian di kawasan minapolitan dalam kurun waktu lima tahunan sesuai dengan rencana induk; 7) Rencana tindak adalah rencana implementasi pengembangan kawasan minapolitan di daerah kabupaten/kota yang disusun secara tahunan dengan

40 12 mengacu pada tahapan pembangunan lima tahunan sebagaimana yang tercantum dalam rencana induk Ciri-ciri, batasan dan konsep minapolitan Dalam pedoman umum pengembangan kawasan minapolitan (KKP 2009) dijelaskan bahwa suatu kawasan minapolitan yang sudah dikembangkan memiliki ciri-ciri sebagai berikut: 1) Sebagian besar masyarakat di kawasan tersebut memperoleh pendapatan dari kegiatan perikanan (minabisnis); 2) Sebagian besar kegiatan di kawasan tersebut didominasi oleh kegiatan perikanan, termasuk di dalamnya usaha industri pengolahan hasil perikanan, perdagangan hasil perikanan (termasuk perdagangan untuk tujuan ekspor), perdagangan minabisnis hulu (sarana perikanan dan permodalan, minawisata dan jasa pelayanan); 3) Hubungan antara kota dan daerah-daerah hinterland/daerah-daerah sekitarnya di kawasan minapolitan bersifat interdependensi/timbal balik yang harmonis dan saling membutuhkan; 4) Kehidupan masyarakat di kawasan minapolitan mirip dengan suasana kota karena keadaan sarana yang ada di kawasan minapolitan tidak jauh berbeda dengan di kota. Batasan suatu kawasan minapolitan tidak ditentukan oleh batasan administratif pemerintah (desa/kelurahan, kecamatan, kabupaten, dsb) tetapi lebih ditentukan dengan memperhatikan economic of scale dan economic of scope. Karena itu, penetapan minapolitan hendaknya dirancang secara lokal dengan memperhatikan realitas perkembangan minabisnis yang ada di setiap daerah. Dengan demikian bentuk dan luasan kawasan minapolitan dapat meliputi satu Desa/Kelurahan atau Kecamatan atau Kabupaten (KKP 2009). Dalam lampiran Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia, Nomor KEP.18/MEN/2011 Tentang Pedoman Umum Minapolitan menjelaskan bahwa secara konseptual, minapolitan mempunyai 2 unsur utama yaitu 1) minapolitan sebagai konsep pembangunan sektor kelautan dan perikanan

41 13 berbasis wilayah, dan 2) minapolitan sebagai kawasan ekonomi unggulan dengan komoditas utama produk kelautan dan perikanan. Selanjutnya, konsep minapolitan akan dilaksanakan melalui pengembangan kawasan minapolitan di daerah-daerah potensial unggulan. Kawasan-kawasan minapolitan akan dikembangkan melalui pembinaan sentra produksi yang berbasis pada sumber daya kelautan dan perikanan. Setiap kawasan minapolitan beroperasi beberapa sentra produksi berskala ekonomi relatif besar, baik tingkat produksinya maupun tenaga kerja yang terlibat dengan jenis komoditas unggulan tertentu. Dengan pendekatan sentra produksi, sumber daya pembangunan, baik sarana produksi, anggaran, permodalan, maupun prasarana dapat dikonsentrasikan di lokasi-lokasi potensial, sehingga peningkatan produksi kelautan dan perikanan dapat dipacu lebih cepat. Menurut Pedoman Umum Minapolitan tersebut, penggerak utama ekonomi di kawasan minapolitan dapat berupa sentra produksi dan perdagangan perikanan tangkap, perikanan budi daya, pengolahan ikan, atau pun kombinasi ketiga hal tersebut. Sentra produksi dan perdagangan perikanan tangkap yang dapat dijadikan penggerak utama ekonomi di kawasan minapolitan adalah pelabuhan perikanan atau tempat pendaratan ikan (TPI). Sementara itu, penggerak utama minapolitan di bidang perikanan budi daya adalah sentra produksi dan perdagangan perikanan di lahan-lahan budi daya produktif. Sentra produksi pengolahan ikan yang berada di sekitar pelabuhan perikanan juga dapat dijadikan penggerak utama ekonomi di kawasan minapolitan Asas, prinsip dan struktur minapolitan Pedoman Umum Minapolitan menyebutkan bahwa konsep minapolitan didasarkan pada 3 asas, yaitu 1) demokratisasi ekonomi kelautan dan perikanan pro rakyat, 2) keberpihakan pemerintah pada rakyat kecil melalui pemberdayaan masyarakat, dan 3) penguatan peran ekonomi daerah dengan prinsip daerah kuatbangsa dan negara kuat. Ketiga prinsip tersebut menjadi landasan perumusan kebijakan dan kegiatan pembangunan sektor kelautan dan perikanan agar pemanfaatan sumber daya kelautan dan perikanan benar-benar untuk

42 14 kesejahteraan rakyat dan menempatkan daerah pada posisi sentral dalam pembangunan. Dijelaskan pula bahwa dengan konsep minapolitan diharapkan pembangunan sektor kelautan dan perikanan dapat dilaksanakan secara terintegrasi, efisien, berkualitas, dan berakselerasi tinggi. 1) Prinsip integrasi, diharapkan dapat mendorong agar pengalokasian sumber daya pembangunan direncanakan dan dilaksanakan secara menyeluruh atau holistik dengan mempertimbangkan kepentingan dan dukungan stakeholders, baik instansi sektoral, pemerintahan pusat dan daerah, kalangan dunia usaha maupun masyarakat. Kepentingan dan dukungan tersebut dibutuhkan agar program dan kegiatan percepatan peningkatan produksi didukung dengan sarana produksi, permodalan, teknologi, sumber daya manusia, prasarana yang memadai, dan sistem manajemen yang baik; 2) Prinsip efisiensi, pembangunan sektor kelautan dan perikanan harus dilaksanakan secara efisien agar pembangunan dapat dilaksanakan dengan biaya murah namun mempunyai daya guna yang tinggi. Dengan konsep minapolitan pembangunan infrastruktur dapat dilakukan secara efisien dan pemanfaatannya pun diharapkan akan lebih optimal. Selain itu prinsip efisiensi diterapkan untuk mendorong agar sistem produksi dapat berjalan dengan biaya murah, seperti memperpendek mata rantai produksi, efisiensi, dan didukung keberadaan faktor-faktor produksi sesuai kebutuhan, sehingga menghasilkan produk-produk yang secara ekonomi kompetitif; 3) Prinsip berkualitas, pelaksanaan pembangunan sektor kelautan dan perikanan harus berorientasi pada kualitas, baik sistem produksi secara keseluruhan, hasil produksi, teknologi maupun sumber daya manusia. Dengan konsep minapolitan pembinaan kualitas sistem produksi dan produknya dapat dilakukan secara lebih intensif; 4) Prinsip berakselerasi tinggi, percepatan diperlukan untuk mendorong agar target produksi dapat dicapai dalam waktu cepat, melalui inovasi dan kebijakan terobosan. Prinsip percepatan juga diperlukan untuk mengejar ketinggalan dari negara-negara pesaing, melalui peningkatan market share produk-produk kelautan dan perikanan Indonesia di tingkat dunia.

43 15 Menurut Sutisna (2010 a ), beberapa persyaratan menjadi minapolitan di antaranya adalah komitmen daerah, komoditas unggulan, memenuhi persyaratan untuk mengembangkan komoditas unggulan, ada kesesuaian renstra dan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW), kelayakan lingkungan serta terdapat unit produksi, pengolahan dan pemasaran. Sunoto (2010) menjelaskan bahwa program nasional minapolitan mengangkat konsep pembangunan kelautan dan perikanan berbasis wilayah dengan struktur yang meliputi 1) ekonomi kelautan dan perikanan berbasis wilayah dimana Indonesia dibagi menjadi sub-sub wilayah pengembangan ekonomi berdasarkan potensi SDA, prasarana dan geografi, 2) kawasan ekonomi unggulan minapolitan dimana setiap propinsi dan kabupaten/kota dibagi menjadi beberapa kawasan ekonomi unggulan bernama minapolitan, 3) sentra produksi dimana setiap kawasan minapolitan terdiri dari sentra-sentra produksi dan perdagangan komoditas kelautan dan perikanan dan kegiatan lainnya yang saling terkait, dan 4) unit produksi/usaha dimana setiap sentra produksi terdiri dari unitunit produksi atau pelaku-pelaku usaha Tujuan, sasaran dan lokasi minapolitan Dalam Pedoman Umum Minapolitan, tujuan minapolitan mencakup 3 hal pokok yaitu 1) meningkatkan produksi, produktivitas, dan kualitas produk kelautan dan perikanan, 2) meningkatkan pendapatan nelayan, pembudidaya ikan, dan pengolah ikan yang adil dan merata, dan 3) mengembangkan kawasan minapolitan sebagai pusat pertumbuhan ekonomi di daerah. Ketiga tujuan tersebut sudah cukup komprehensif, namun perlu dijabarkan secara detail capaian indikator dari masing-masing tujuan yang realistis dan terukur. Tujuan peningkatan produksi harus memperhatikan daya dukung sumber daya dan lingkungan sehingga keberlanjutan sumber daya tersebut dapat terjaga. Hal ini berarti bahwa peningkatan produksi harus berbasis pada komoditas unggulan daerah yang berdaya saing dan berkelanjutan. Pengembangan kawasan minapolitan sebagai pusat pertumbuhan harus berorientasi pada peningkatan pendapatan nelayan, pembudidaya ikan, dan pengolah ikan yang adil dan merata. Artinya, praktek monopoli dari industri-industri modern yang berinvestasi di

44 16 kawasan minapolitan harus dapat diminimalisir. Peran pemerintah sangat penting untuk menciptakan iklim yang kondusif melalui pengembangan kemitraan yang adil (win-win partnerships). Sasaran pelaksanaan minapolitan, meliputi: 1) Meningkatkan kemampuan ekonomi masyarakat kelautan dan perikanan skala mikro dan kecil, antara lain berupa (1) penghapusan dan/atau pengurangan beban biaya produksi, pengeluaran rumah tangga, dan pungutan liar, (2) pengembangan sistem produksi kelautan dan perikanan yang efisien untuk usaha mikro dan kecil, (3) penyediaan dan distribusi sarana produksi tepat guna dan murah bagi masyarakat, (4) pemberian bantuan teknis dan permodalan, serta, (5) pembangunan prasarana untuk mendukung sistem produksi, pengolahan, dan/atau pemasaran produk kelautan dan perikanan; 2) Meningkatkan jumlah dan kualitas usaha kelautan dan perikanan skala menengah ke atas sehingga berdaya saing tinggi, antara lain berupa (1) deregulasi usaha kelautan dan perikanan, (2) pemberian jaminan keamanan dan keberlanjutan usaha dan investasi, (3) penyelesaian hambatan usaha dan perdagangan (tarif dan non-tarif barriers), (4) pengembangan prasarana untuk mendukung sistem produksi, pengolahan, dan/atau pemasaran, dan (5) pengembangan sistem insentif dan disinsentif ekspor-impor produk kelautan dan perikanan; 3) Meningkatkan sektor kelautan dan perikanan menjadi penggerak ekonomi regional dan nasional, antara lain berupa (1) pengembangan sistem ekonomi kelautan dan perikanan berbasis wilayah, (2) pengembangan kawasan ekonomi kelautan dan perikanan di daerah sebagai pusat pertumbuhan ekonomi lokal, (3) revitalisasi sentra produksi, pengolahan, dan/atau pemasaran sebagai penggerak ekonomi masyarakat, dan (4) pemberdayaan kelompok usaha kelautan dan perikanan di sentra produksi, pengolahan, dan/atau pemasaran. Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 32/MEN/2010, telah ditetapkan sebanyak 197 lokasi minapolitan, yang terdiri atas 159 lokasi berfokus pada perikanan budi daya, dan 38 lokasi yang berbasis pada perikanan tangkap. Namun, pada tahun 2011, Direktorat Jenderal Perikanan

45 17 Tangkap KKP memprioritaskan pada sembilan lokasi sebagai kawasan percontohan (Medan Bisnis 2010; KKP 2011) yaitu: 1) PPN Palabuhanratu Sukabumi (Jawa Barat) 2) PPS Cilacap (Jawa Tengah) 3) PPN Tamperan Pacitan (Jawa Timur) 4) PPN Muncar Banyuwangi (Jawa Timur) 5) PPN Ternate (Maluku Utara) 6) PPN Sungai Liat Bangka (Bangka Belitung) 7) PPS Bitung (Sulawesi Utara) 8) PPS Belawan Medan (Sumatera Utara) 9) PPN Ambon (Maluku) Penetapan 9 lokasi minapolitan berbasis perikanan tangkap tersebut cukup realistis sebagai daerah percontohan pada tahap inisiasi program. Di samping itu, daerah-daerah tersebut merupakan pusat produksi perikanan tangkap dan mewakili karakteristik perikanan tangkap di Indonesia Minapolitan perikanan tangkap Minapolitan perikanan tangkap didefinisikan sebagai kawasan pengembangan ekonomi wilayah berbasis usaha penangkapan ikan yang dikembangkan secara bersama oleh pemerintah, swasta, dan masyarakat untuk menciptakan iklim usaha yang lebih baik untuk pertumbuhan ekonomi, penciptaan lapangan kerja dan pendapatan masyarakat pada suatu wilayah (KKP 2010 b ). Konsep pengelolaan minapolitan perikanan tangkap didasarkan pada konsep membangun sistem pengelolaan perikanan tangkap yang berbasis pada kemudahan nelayan bekerja dan memotivasi mereka untuk meningkatkan pendapatan dengan melibatkan semua pemangku kepentingan. Di samping itu, juga memberikan kemudahan nelayan dalam bekerja dengan penyediaan sarana dan prasarana (pelabuhan perikanan, galangan kapal, bengkel, SPDN/SPBN, unit pengolahan ikan, pabrik es dan unit pemasaran) di sentra-sentra nelayan, penyederhanaan perijinan dan penyediaan permodalan (KKP 2010 b ). Pelaksanaan konsep minapolitan harus disesuaikan dengan tujuannya, yaitu peningkatan produksi, produktivitas, dan kualitas untuk kesejahteraan rakyat dan

46 18 pembangunan ekonomi daerah. Terkait dengan minapolitan perikanan tangkap (KKP 2011), paket-paket kegiatan perikanan tangkap sekurang-kurangnya memenuhi unsur-unsur sebagai berikut: 1) Komoditas unggulan dan target produksi; 2) Distribusi wilayah penangkapan pro nelayan; 3) Struktur armada nasional; 4) Sistem pengkayaan stok, moratorium, dan peningkatan produksi; 5) Sistem pelayanan perijinan; 6) Sistem pengelolaan pelabuhan perikanan dan TPI efisien pro nelayan; 7) Sistem insentif usaha dan investasi; 8) Teknologi penangkapan dan penanganan ikan di atas kapal; 9) Bantuan teknis, seperti sarana dan permodalan serta pendampingan; dan 10) Pembangunan prasarana. Selanjutnya dijelaskan pula bahwa langkah-langkah strategis dalam menggerakan produksi di bidang perikanan tangkap sebagai berikut: 1) Sasaran (1) Pelabuhan perikanan dan TPI menjadi sentra produksi pro nelayan, pendaratan, perdagangan dan distribusi hasil penangkapan ikan mampu menggerakkan ekonomi nelayan; dan (2) Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia (WPP-NRI) yang potensial dimanfaatkan secara optimal dan berkelanjutan dengan produktivitas dan kualitas tinggi pro nelayan. 2) Kegiatan (1) Menetapkan pelabuhan perikanan dan TPI unggulan sebagai sentra produksi binaan; (2) Meningkatkan aksesibilitas nelayan terhadap sumber daya alam dengan memperluas hak-hak pemanfaatan dan perlindungannya; (3) Revitalisasi sarana tempat pendaratan ikan, pelelangan, cold storage, dan pabrik es; (4) Revitalisasi prasarana, seperti jalan, air bersih dan listrik;

47 19 (5) Bantuan teknis dan permodalan, menghadirkan lembaga keuangan, pusat penjualan sarana produksi, BBM dan logistik murah di pelabuhan dan TPI; (6) Mengembangkan sistem manajemen pelabuhan efisien, bersih, dan sehat; (7) Menertibkan pungutan-pungutan dan retribusi yang memberatkan masyarakat; (8) Restrukturisasi armada, wilayah penangkapan ikan, dan perijinan; (9) Pengkayaan stok ikan (stock enhancement) sebagai penyangga produksi; (10) Pengembangan alat penangkapan ikan yang produktif dan tidak merusak (seperti set net); (11) Mengembangkan investasi perikanan tangkap terpadu. 2.3 Minapolitan Perikanan Tangkap Palabuhanratu Kawasan minapolitan perikanan tangkap Palabuhanratu adalah suatu kawasan pengembangan ekonomi berbasis usaha penangkapan ikan yang dikembangkan secara terintegrasi oleh pemerintah, swasta dan masyarakat untuk menciptakan iklim usaha yang lebih baik untuk pertumbuhan ekonomi wilayah, penciptaan lapangan kerja dan pendapatan masyarakat kawasan Palabuhanratu, Kabupaten Sukabumi (Kabupaten Sukabumi 2011). Dijelaskan pula bahwa program minapolitan (kota perikanan) yang akan diterapkan di Palabuhanratu, dilaksanakan melalui konsep kerja sama usaha intiplasma. Dalam pengelolaan usaha inti-plasma itu, akan dibentuk jaringan usaha antara industri perikanan dengan beberapa unit usaha yang dijalankan oleh masyarakat nelayan dan pesisir. Melalui jaringan usaha inti-plasma ini, semua kegiatan usaha perikanan dari hulu sampai hilir akan terintegrasi dalam satu manajemen usaha. Adapun tujuan program minapolitan melalui konsep usaha intiplasma ini, tak lain untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat nelayan dan pesisir di Palabuhanratu. Minapolitan dengan konsep usaha inti-plasma dilaksanakan dibawah pengelolaan Pemkab Sukabumi sedangkan untuk usaha intinya akan dikelola langsung oleh PPN Palabuhanratu dengan membawahi

48 20 sejumlah unit bisnis perikanan. Sementara usaha plasma, dikerjakan oleh beberapa unit usaha yang dilakukan kelompok masyarakat nelayan dan pesisir. Sutisna (2011) dalam Seminar Nasional Perikanan Tangkap IV menjelaskan komoditas unggulan minapolitan perikanan tangkap di lokasi percontohan tahun 2011 (9 lokasi) dan di lokasi percontohan tahun 2012 (10 lokasi). Khusus untuk komoditas unggulan Kabupaten Sukabumi (Palabuhanratu) adalah tuna, layur dan cakalang. Menurut Nasrudin (2010) komoditas unggulan di perairan Palabuhanratu adalah tuna dan layur, namun demikian pengembangan budi daya lobster juga dinilai prospektif karena benihnya cukup tersedia di alam. Beberapa dukungan Pemda Kabupaten Sukabumi terhadap minapolitan perikanan tangkap meliputi 1) penyediaan RUTRW untuk kawasan minapolitan Palabuhanratu (PERDA), 2) membantu proses penyediaan lahan untuk perluasan PPNP menjadi PPS, 3) peningkatan akses jalan di sekitar dan menuju wilayah minapolitan, 4) Kemudahan pelayanan perizinan untuk mendorong investasi, 5) jaminan ketersediaan air bersih, 6) jaminan ketersediaan pasokan listrik (adanya PLTU), dan 7) bantuan penguatan modal, pengetahuan dan keterampilan bagi KUB sektor kelautan dan perikanan. Di samping itu juga ada dukungan dari stakeholder terkait seperti 1) adanya kegiatan-kegiatan dari investasi swasta untuk pembangunan pasar Palabuhanratu menjadi pasar modern, 2) adanya pengadaan armada kapal > 5 GT secara swadaya, dan 3) adanya penguatan modal usaha penangkapan ikan dari perbankan (Dinas Kelautan dan Perikanan Sukabumi 2011). Selanjutnya dijelaskan pula bahwa program minapolitan perikanan tangkap di Palabuhanratu akan berhasil apabila dapat mengembangkan perikanan tangkap secara berkelanjutan. Oleh karena itu dibutuhkan integrasi dan optimalisasi komponen-komponen utama seperti SDI, armada perikanan tangkap, nelayan, sarana penunjang produksi, pelabuhan perikanan, unit pemasaran hasil tangkapan dan unit pengolahan ikan. 2.4 Perkembangan Teori Klaster Sejak Porter (1990) mempublikasikan Competitive Advantage of Nations, konsep klaster banyak diperbincangkan berbagai kalangan pelaku bisnis, ekonom,

49 21 akademisi hingga pengambil keputusan. Bahkan tidak kurang dari 30 review dengan publikasi mencapai 50 artikel (Davies dan Ellis 2000). Porter (1998) mendefinisikan klaster sebagai konsentrasi geografis dari industri-industri dan institusi yang saling berhubungan dalam suatu bidang tertentu. Klaster terdiri dari rangkaian industri-industri terkait dan entitas penting lainnya yang saling berkompetisi. Dalam dunia modern, kompetisi tergantung pada produktivitas dan tidak tergantung pada akses input atau skala perusahaan. Klaster mempengaruhi kompetisi dalam 3 hal yaitu 1) produktivitas, 2) inovasi, dan 3) stimulasi pembentukan bisnis baru. Industri cenderung beraglomerasi (Malecki 1991, diacu dalam Nuryadin et al. 2007). Selanjutnya, Montgomery (1998) menjelaskan definisi aglomerasi sebagai konsentrasi spasial dari aktivitas ekonomi di kawasan perkotaan karena penghematan akibat lokasi yang berdekatan (economies of proximity) yang diasosiasikan dengan kluster spasial dari perusahaan, para pekerja, dan konsumen. Keuntungan-keuntungan eksternal dari konsentrasi spasial sebagai akibat dari scale economies disebut agglomeration economies (Bradley dan Gans 1996, diacu dalam Tarigan 2008). Ekonomi aglomerasi diartikan sebagai penurunan biaya produksi karena kegiatan-kegiatan ekonomi berlokasi pada tempat yang sama. Gagasan ini merupakan sumbangan pemikiran Alfred Marshall yang menggunakan istilah localized industry sebagai pengganti istilah ekonomi aglomerasi. Ahli Ekonomi Hoover juga membuat aglomerasi menjadi 3 jenis yaitu large scale economies, merupakan keuntungan yang diperoleh perusahaan karena membesarnya skala produksi perusahaan tersebut pada suatu lokasi, localization economies, merupakan keuntungan yang diperoleh bagi semua perusahaan dalam industri yang sama dalam suatu lokasi dan urbanization economies merupakan keuntungan dari semua industri pada suatu lokasi yang sama sebagai konsekuensi membesarnya skala ekonomi (penduduk, pendapatan, output atau kemakmuran) dari lokasi tersebut. Berbeda dengan pendapat O Sullivan (2002) membagi ekonomi aglomerasi menjadi dua jenis yaitu ekonomi lokalisasi dan ekonomi urbanisasi. Dalam hal ini yang dimaksud ekonomi aglomerasi adalah eksternalis positif dalam produksi yaitu menurunnya biaya produksi sebagian besar

50 22 perusahaan sebagai akibat dari produksi perusahaan lain meningkat (Tarigan 2008). Dalam beberapa kasus, aglomerasi lebih merupakan hasil dari natural advantages seperti kesesuaian iklim dan topografi, kedekatan pada bahan baku dan lokasi dengan akses pada jalur transportasi. Weber (1929) juga mengemukakan bahwa aglomerasi akan menghemat biaya transportasi (Bekele dan Jackson 2006; Ellison et al. 2010). Selanjutnya, Porter (1998) mengembangkan konsep aglomerasi menjadi klaster dengan dua elemen kunci yaitu 1) adanya keterkaitan antara perusahaan, dan 2) kedekatan lokasi. Porter kemudian mengembangkan konsep integrasi klaster vertikal dan horizontal dalam bentuk model berlian (van Hofe dan Chen 2006). Menurut Porter (1990), dalam persaingan global saat ini, suatu bangsa atau negara yang memiliki competitive advantage of nation dapat bersaing di pasar internasional bila memiliki empat faktor penentu dan dua faktor pendukung (Gambar 2). Empat faktor utama yang menentukan daya saing suatu komoditi adalah kondisi faktor (factor condition), kondisi permintaan (demand condition), industri terkait dan industri pendukung yang kompetitif (related and supporting industry), serta kondisi struktur, persaingan dan strategi industri (firm strategy, structure, and rivalry). Ada dua faktor yang mempengaruhi interaksi antara keempat faktor tersebut yaitu faktor kesempatan (chance event) dan faktor pemerintah (government). Secara bersama-sama faktor-faktor ini membentuk sistem dalam peningkatan keunggulan daya saing yang disebut Porter s Diamond Theory (Daryanto 2004; Tarigan 2008). 1) Kondisi Faktor (Factor Condition) Sumber daya yang dimiliki suatu bangsa merupakan suatu faktor produksi yang sangat penting untuk bersaing. Kondisi faktor atau faktor input dalam analisis Porter ini merupakan variabel-variabel yang sudah ada dan dimiliki oleh suatu klaster industri. Ada lima kelompok dalam faktor sumber daya, yaitu: (1) Sumber daya manusia yang meliputi jumlah tenaga kerja yang tersedia, kemampuan manajerial dan keterampilan yang dimiliki, etika kerja dan

51 23 tingkat upah yang berlaku. Dimana semuanya ini sangat mempengaruhi daya saing nasional; (2) Sumber daya modal yang terdiri dari jumlah dan biaya yang tersedia, jenis pembiayaan atau sumber modal, aksesibilitas terhadap pembiayaan, serta kondisi lembaga pembiayaan dan perbankan. Selain itu juga diperlukan peraturan-peraturan seperti peraturan keuangan, peraturan moneter dan fiskal untuk mengetahui tingkat tabungan masyarakat dan kondisi moneter dan fiskal; (3) Sumber daya alam atau fisik yang meliputi biaya, aksesibilitas, mutu dan ukuran. Sumber daya alam juga harus meliputi ketersediaan air, mineral, energi serta sumber daya pertanian, perikanan dan kelautan, perkebunan, kehutanan serta sumber daya lainnya baik yang dapat diperbaharui maupun yang tidak dapat diperbaharui. Begitu juga kondisi cuaca dan iklim, luas wilayah geografis, kondisi topografis, dan lain-lain; (4) Sumber daya ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK), merupakan sumber daya yang terdiri dari ketersediaan pengetahuan tentang pasar, pengetahuan teknis, pengetahuan ilmiah yang menunjang dalam memproduksi barang dan jasa. Selain itu ketersediaan sumber-sumber pengetahuan dan teknologi dapat pula berasal dari perguruan tinggi, lembaga penelitian dan pengembangan, lembaga statistik, literatur bisnis dan ilmiah, basis data, laporan penelitian, serta sumber pengetahuan dan teknologi lainnya; (5) Sumber daya infrastruktur yang terdiri dari ketersediaan jenis, mutu, dan biaya penggunaan infrastruktur yang mempengaruhi daya saing, seperti halnya sistem transportasi, komunikasi, pos dan giro, sistem pembayaran dan transfer dana, air bersih, energi listrik, dan lain-lain. Adapun kelima kelompok sumber daya tersebut sangat mempengaruhi daya saing nasional. 2) Kondisi Permintaan (Demand Condition) Kondisi permintaan merupakan merupakan sifat dari permintaan pasar asal untuk barang dan jasa industri. Kondisi permintaan ini sangat

52 24 mempengaruhi daya saing terutama mutu permintaan. Mutu permintaan merupakan sarana pembelajaran bagi perusahaan-perusahaan untuk bersaing secara global. Mutu permintaan juga memberikan tantangan bagi perusahaan untuk meningkatkan daya saingnya dengan memberikan tanggapan terhadap persaingan yang terjadi. Menurut Porter (1998), kondisi permintaan dalam diamond model dikaitkan dengan sophisticated and demanding local customer. Artinya semakin maju suatu masyarakat dan semakin demanding pelanggan dalam negeri, maka industri akan selalu berupaya untuk meningkatkan kualitas produk atau melakukan inovasi guna memenuhi permintaan pelanggan lokal yang tinggi. Dalam hal ini kondisi permintaan tidak hanya berasal dari lokal tetapi juga dari luar negeri karena adanya globalisasi. 3) Industri Terkait dan Industri Pendukung (Related and Supporting Industry) Keberadaan industri terkait dan pendukung (related and supporting industry) akan mempengaruhi daya saing dalam hal industri hulu yang mampu memasok input bagi industri utama dengan harga yang lebih murah, mutu yang lebih baik, pelayanan yang cepat, pengiriman tepat waktu dan jumlah yang sesuai dengan kebutuhan industri. Begitu pula dengan industri hilir yang menggunakan produk industri utama sebagai bahan bakunya. Jika industri hilirnya berdaya saing global, maka dapat menarik industri hulunya menjadi ikut berdaya saing. Adapun manfaat industri pendukung dan terkait akan meningkatkan efisiensi dan sinergi dalam clusters. Sinergi dan efisiensi dapat tercipta terutama dalam transaction cost, technology sharing, informasi, ataupun skills (keahlian dan keterampilan) tertentu yang dapat dimanfaatkan oleh industri atau perusahaan lainnya. Selain itu dengan adanya industri pendukung dan terkait, maka akan meningkatkan produktivitas yang dapat menciptakan daya saing.

53 25 4) Persaingan, Struktur dan Strategi Perusahaan (Firm Strategy, Structure, and Rivalry) Adanya tingkat persaingan bagi perusahaan akan mendorong kompetisi dan inovasi. Persaingan dalam negeri mendorong perusahaan untuk mengembangkan produk baru, memperbaiki produk yang telah ada, menurunkan harga dan biaya, mengembangkan teknologi baru, dan memperbaiki mutu serta pelayanan. Dalam hal ini, strategi perusahaan dibutuhkan untuk memotivasi perusahaan atau industri untuk selalu meningkatkan kualitas produk yang dihasilkan dan selalu mencari inovasi baru. Struktur perusahaan atau industri dapat menentukan daya saing dengan melakukan perbaikan dan inovasi. Dalam situasi persaingan, hal ini juga akan berpengaruh pada strategi yang dijalankan perusahaan atau industri. Pada akhirnya persaingan di dalam negeri yang kuat akan mendorong perusahaan untuk mencari pasar internasional. 5) Peran Pemerintah (Government) Peran pemerintah akan berpengaruh terhadap faktor-faktor yang menentukan tingkat daya saing. Pemerintah bertindak sebagai fasilitator agar perusahaan dan industri semakin meningkatkan daya saingnya. Pemerintah dapat mempengaruhi daya saing global melalui regulasi-regulasi dan kebijakan yang memperlemah atau memperkuat faktor penentu daya saing tersebut. Pemerintah juga dapat memfasilitasi lingkungan industri yang mampu memperbaiki kondisi faktor daya saing sehingga dapat berdaya guna secara efisien dan efektif. 6) Peran Kesempatan (Chance Factor) Peran kesempatan berada di luar kendali perusahaan maupun pemerintah untuk mempengaruhi daya saing. Hal-hal seperti keberuntungan merupakan peran kesempatan, seperti penemuan baru yang murni, biaya perusahaan yang konstan akibat perubahan harga minyak atau depresiasi mata uang. Selain itu dapat juga terjadi karena peningkatan permintaan produk industri yang lebih besar dari pasokannya atau kondisi politik yang menguntungkan daya saing.

54 26 Change FIRM STRATEGY, STRUCTURE, AND RIVALRY FACTOR CONDITIONS DEMAND CONDITIONS Sumber: Porter (1990) RELATED AND SUPPORTING INDUSTRIES Government Gambar 2 Model Berlian dalam peningkatan daya saing industri. 2.5 Klaster Industri Berbasis Perikanan Tangkap Akhir-akhir ini muncul gagasan dan perilaku di kalangan pebisnis perikanan untuk mengembangkan industri perikanan, utamanya usaha mikro, kecil dan menengah (UKM) dengan sistem klaster. Di kalangan pemerintah, pendekatan klaster dijalankan untuk membina UKM, terutama untuk komoditas perikanan yang memiliki nilai jual yang tinggi namun dihasilkan dengan teknologi produksi skala kecil sederhana. Setidaknya ada dua prinsip penting pada sistem klaster suatu industri yaitu 1) adanya kohesi kelompok yang sangat kuat di antara perusahaan-perusahaan yang berlokasi di suatu kawasan tertentu dan menghasilkan komoditas yang sama, serta 2) adanya integrasi atau keterpaduan vertikal antara industri inti dengan industri sebagai pemasok faktor produksi dan pembeli komoditas yang dihasilkan (Nikijuluw 2005). Supomo (2006) mendefinisikan klaster industri sebagai kelompok industri spesifik yang dihubungkan oleh jaringan mata rantai proses penciptaan/ peningkatan nilai tambah, baik melalui hubungan bisnis maupun non bisnis. Para pelaku (stakeholder) klaster industri biasanya dikelompokkan kepada industri inti,

55 27 industri pemasok, industri pendukung, industri terkait dan pembeli serta institusi pendukung (non industri). Menurut Widodo et al. (2003), diacu dalam Supomo (2006) menjelaskan beberapa pengertian elemen-elemen dalam klaster industri sebagai berikut: 1) Industri inti meliputi (1) industri yang merupakan perhatian atau tematik dan biasanya dijadikan titik masuk kajian, dapat merupakan sentra industri, dan (2) industri yang maju (dicirikan dengan adanya inovasi); 2) Industri pemasok meliputi (1) industri yang memasok dengan produk khusus, dan (2) pemasok khusus (spesialis) yang mendukung kemajuan klaster dimana yang dipasok seperti bahan baku, bahan tambahan dan aksesoris; 3) Pembeli meliputi (1) distributor atau pemakai langsung, dan (2) pembeli yang sangat penuntut yang dapat menjadi pemacu kemajuan klaster. Pembeli antara lain terdiri dari distributor, pengecer, dan pemakai langsung; 4) Industri pendukung meliputi (1) jasa barang, termasuk layanan pembiayaan (bank, modal ventura), (2) jasa (angkutan, bisnis distribusi, konsultan bisnis), (3) infratruktur (jalan raya, telekomunikasi, listrik), (4) peralatan (permesinan, alat bantu), (5) jasa pengemasan dan (6) penyedia jasa pengembangan bisnis (business development services provider); 5) Industri terkait meliputi (1) industri yang menggunakan infrastruktur yang sama dengan industri inti, dan (2) industri yang menggunakan sumber daya dari sumber yang sama; 6) Lembaga pendukung meliputi (1) lembaga pemerintah yang berupa penentu kebijakan atau melaksanakan peran publik, (2) asosiasi profesi yang bekerja untuk kepentingan anggota, dan (3) lembaga pengembang swadaya masyarakat yang bekerja pada bidang khusus yang mendukung. Selanjutnya Nikijuluw (2005) menjelaskan pula bahwa klaster industri terdiri dari 1) perusahaan sejenis, umumnya perusahaan yang sama ukuran skala dan kapasitas usahanya, dan 2) UKM yang sejenis yang berkolaborasi atau dikolaborasikan dengan perusahaan lain yang lebih besar skala dan kapasitas bisnisnya sebagai perusahaan pengelola atau pembina. Meskipun bukan merupakan hal yang mutlak, kehadiran perusahaan besar ini bisa sangat

56 28 membantu menyehatkan dan menjamin keberlangsungan hidup klaster industri yang terdiri dari perusahaan UKM yang sejenis. Biasanya perusahaan besar ikut dalam klaster sebagai pembina manajemen dan teknologi produksi, serta menjamin pemasokan bahan baku, menjamin kualitas dan kontrol kualitas produk, serta menjamin pasar. 2.6 Supply Chain Management Definisi supply chain management Supply Chain Management (SCM) merupakan pengelolaan kegiatankegiatan dalam rangka memperoleh bahan mentah menjadi barang dalam proses atau barang setengah jadi dan barang jadi dan kemudian mengirimkan barang tersebut ke konsumen melalui saluran distribusi. Kegiatan-kegiatan ini mencakup fungsi pembelian tradisional ditambah kegiatan penting lainnya yang berhubungan antara pemasok dan distributor (Heizer dan Render 2001, diacu dalam Septanto 2006). Menurut David et al. (2000) dalam Indrajit dan Djokopramono (2002), diacu dalam Marimin dan Maghfiroh (2011) menyebutkan bahwa SCM merupakan serangkaian pendekatan yang diterapkan untuk mengintegrasikan pemasok, pengusaha gudang (warehouse), dan tempat penyimpanan lainnya secara efisien, sehingga produk yang dihasilkan dan didistribusikan kepada konsumen dengan kuantitas dan kualitas yang tepat, lokasi yang tepat, serta waktu yang tepat untuk memperkecil biaya dan memuaskan konsumen. Mengacu pada pendapat tersebut, minapolitan dapat dianalogikan sebagai suatu organisasi yang menghubungkan antara pemasok (supplier) dengan customer/retailer, berfungsi untuk mengintegrasikan tuntutan kedua lembaga tersebut agar sinergis dan dapat menjamin kecepatan dan ketepatan dalam distribusi produk. Hubungan antara pemasok, minapolitan dan retailer ini akan membentuk suatu rantai pemasok (supply chain). Marimin dan Maghfiroh (2011) juga menjelaskan bahwa untuk memenuhi permintaan konsumen yang semakin meningkat, produsen dituntut untuk memiliki keunggulan kompetitif yang tinggi, sehingga dapat memberikan produk yang berkualitas dan pelayanan yang memuaskan kepada konsumen. Namun tidak hanya produsen, distributor dan penjual sebagai pihak yang memasok hingga ke

57 29 konsumen juga harus memiliki keunggulan kompetitif agar produk yang didistibusikan dapat terjaga kualitasnya, tinggi tingkat ketersediaannya, dan singkat waktu penyediaannya. Keunggulan kompetitif tersebut diwujudkan ke dalam kemampuan untuk memasok/menyediakan produk kepada konsumen dengan baik, memadai, cepat, dan tepat. Oleh karena itu, penataan dan penyempurnaan SCM mulai dari produsen hingga ke konsumen menjadi sorotan yang penting. Dijelaskan pula bahwa kajian SCM dapat meliputi kajian deskriptif pada struktur dan anggota rantai, sasaran rantai, manajemen rantai, proses bisnis rantai, performa rantai, hambatan-hambatan, serta rekomendasi. Kemudian dapat dilanjutkan pada kajian strategi peningkatan kinerja SCM. Pada penelitian ini analisis SCM hanya dibatasi pada kajian deskriptif struktur rantai, manajemen rantai, proses bisnis rantai dan sumberdaya rantai Perkembangan konsep supply chain management Pada tahun 1959 dan 1960, kebanyakan perusahaan manufaktur menerapkan produksi masal untuk meminimalkan biaya produksi sebagai strategi utama dalam beroperasi dengan tingkat fleksibilitas yang rendah. Tingkat pengembangan produk baru relatif rendah dan sangat tergantung pada teknologi dan kapasitas yang dimiliki. Operasi yang cenderung menghasilkan kondisi bottleneck didukung dengan tingkat inventori yang besar untuk mempertahankan aliran barang yang seimbang yang mengaitkan besarnya tingkat investasi pada work in process inventory (WIP). Berbagai teknologi dan kelebihan dengan pelanggan dan supplier dianggap terlalu beresiko dan tidak dapat diterima. Pada tahun 1970, konsep manufacturing resource planning (MRP) diperkenankan dan para manager kemudian menyadari besarnya pengaruh WIP yang besar terhadap biaya produksi, kualitas, pengembangan produk baru dan waktu pengiriman. Produsen kemudian beralih kepada konsep manajemen baru untuk meningkatkan kinerja perusahaan (Septanto 2006). Selanjutnya dijelaskan pula bahwa kompetisi global yang meningkat pada tahun 1980 memberi tekanan pada organisasi untuk dapat menawarkan produk dengan biaya rendah, berkualitas tinggi dan dapat diandalkan. Produsen kemudian menerapkan konsep just-in-time (JIT) dan konsep manajemen lainnya untuk dapat

58 30 meningkatkan efisiensi produksi dan cycle time. Seiring waktu berjalan, para produsen menyadari bahwa hubungan yang terjalin baik dengan pembeli dan supplier akan menghasilkan keuntungan yang lebih besar sehingga muncul konsep supply chain management yang pada awalnya merupakan langkah eksperimental dari para produsen. Evolusi dari SCM berlanjut sampai pada tahun 1990 dimana setiap organisasi berupaya untuk mengembangkan praktek manajemen dengan memasukkan fungsi pemasok dan logistik ke dalam value chain. 2.7 Penelitian Terkait Maringi (2009) melakukan penelitian untuk mengembangkan pembangunan pedesaan berkelanjutan melalui pendekatan pengembangan kawasan minapolitan di Kabupaten Boyolali. Status berkelanjutan dianalisis berdasarkan dimensi ekologi, ekonomi, sosial-budaya, teknologi serta hukum dan kelembagaan. Hasil analisis prospektif diperoleh lima faktor kunci (faktor penentu) keberhasilan pengelolaan kawasan minapolitan Kampung Lele, yaitu 1) teknologi budi daya ikan lele, 2) ketersediaan instalasi pengelolaan limbah budi daya, 3) permintaan ikan lele, 4) tingkat pendidikan rata-rata masyarakat pembudidaya, dan 5) standarisasi mutu produk. Asmara (2010) melakukan penelitian untuk analisis keberlanjutan kawasan Minapolitan di Kabupaten Banyumas sedangkan Setiawan (2010) menganalisis kinerja dan status keberlanjutan kawasan Minapolitan Bontonompo, Kabupaten Gowa, Provinsi Sulawesi Selatan. Tar (2010) mengkaji arahan pengembangan kawasan minapolitan Mandeh, Kabupaten Pesisir Selatan, Sumatera Barat.

59 3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan Maret - Mei 2012 bertempat di PPN Palabuhanratu, Kabupaten Sukabumi (Gambar 3). Gambar 3 Peta lokasi penelitian. 3.2 Metode Penelitian Metode penelitian ini menggunakan pendekatan teknik survei yang ditujukan untuk mengkaji permasalahan implementasi program minapolitan perikanan tangkap di Palabuhanratu. Permasalahan tersebut dianalisis menggunakan pendekatan sistem dan dibatasi pada komoditas unggulan minapolitan yaitu tuna dan layur. Pendekatan teknik survei juga digunakan untuk

60 32 menganalisis model integrasi pengembangan minapolitan yang dibatasi pada 3 aspek, yaitu 1) pasar ikan tuna dan layur, 2) supply chain komoditas tuna dan layur, serta 3) kelembagaan kemitraan minapolitan. Model integrasi pasar dibatasi pada data perubahan harga ikan tuna dan layur di tingkat TPI dan harga ikan di negara tujuan ekspor dengan asumsi faktor penentu harga ceteris paribus. Analisis supply chain komoditas tuna dan layur dibatasi pada 4 aspek, yaitu 1) struktur rantai, 2) manajemen rantai, 3) proses bisnis rantai, dan 4) sumber daya rantai. Analisis kelembagaan kemitraan minapolitan dibatasi pada analisis peran dan fungsi dari 3 sektor kelembagaan, yaitu 1) pemerintah atau instansi terkait, 2) industri atau swasta, 3) lembaga pendidikan dan penelitian. Perumusan strategi dan tolok ukur keberhasilan model integrasi dalam pengembangan minapolitan perikanan tangkap menggunakan analisis SWOT dan balanced scorecard. 3.3 Jenis dan Cara Pengumpulan Data Jenis data yang dibutuhkan berupa data primer dan sekunder (Tabel 1). Data sekunder diperoleh dari dokumen terkait sedangkan data primer diperoleh dari hasil servei lapangan. Cara pengumpulan data menggunakan pendekatan desk study, observasi lapangan, kuisioner, dan wawancara semi terstruktur. Desk study ini berupa penelusuran dan telaah terhadap berbagai data sekunder yang berhubungan dengan implementasi program minapolitan perikanan tangkap. Sumber-sumber data sekunder diperoleh dari instansi terkait, TPI, PPN, dan informasi yang relevan lainnya yang dapat digunakan untuk mengetahui kondisi saat ini dari implementasi program minapolitan perikanan tangkap. Observasi merupakan pengamatan dan pencatatan kondisi lapangan secara langsung di lokasi kawasan minapolitan yang dilakukan secaca sistematis. Kuisioner dilakukan untuk mengidentifikasi gap implementasi program minapolitan perikanan tangkap. Wawancara secara lebih mendalam dilakukan terhadap informan kunci (Pokja Minapolitan, industri penangkapan, dan dinas terkait lainnya) berdasarkan daftar pertanyaan yang telah disusun sebelumnya. Penentuan sampel responden survei berdasarkan pendekatan purposive sampling.

61 Tabel 1 Jenis data yang dibutuhkan dalam penelitian Tujuan Jenis data Cara pengumpulan data Metode Analisis Identifikasi permasalahan implementasi konsep minapolitan perikanan tangkap di Palabuhanratu. Memformulasikan model integrasi dalam pengembangan minapolitan perikanan tangkap berdasarkan aspek pasar, aspek ekonomi/industri dan aspek kelembagaan Merumuskan strategi dan tolok ukur keberhasilan model integrasi dalam pengembangan minapolitan perikanan tangkap di Palabuhanratu - Kondisi umum wilayah - Kondisi umum perikanan - Kondisi sistem minapolitan perikanan tangkap - Data dan informasi industri penangkapan - Data industri pemasok: industri kapal, perbengkelan, alat tangkap, BBM, pabrik es dan perbekalan - Data pembeli: industri ekspor, pasar lokal, industri pengolahan ikan - Data lembaga pendukung: Bappeda, PPN, instansi terkait, koperasi nelayan, asosiasi nelayan - Data industri pendukung: perbankan - Pustaka pendukung - Data time series harga ikan tiap TPI di Kawasan Palabuhanratu dan negara tujuan ekspor - Hasil analisis sistem minapolitan - Data deskriptif rantai pasok komoditas tuna dan layur - Pustaka pendukung - Hasil analisis sistem minapolitan - Hasil analisis model integrasi pasar, supply chain management dan kelembagaan kemitraan - Pendapat pakar - Pendapat pengkaji sistem - Pustaka pendukung Dokumentasi: - Penelusuran data-data yang ada pada tiap TPI, Dinas terkait dan industri terkait. - Penelusuran dokumen terkait melalui koran, artikel, jurnal, maupun penelitianpenelitian ilmiah yang mendukung Observasi - Pengamatan dan pencatatan data-data yang telah diperoleh secara sistematis Wawancara terstruktur: - tanya jawab dengan pihak-pihak terkait, seperti Kepala PPN/TPI, Dinas Perikanan, dan kelompok nelayan - Desk study - Wawancara Kuisioner: - Anggota Pokja Minapolitan - Kelompok nelayan - Industri tuna dan layur - Asosiasi nelayan - Akademisi bidang perikanan dan kelautan Analisis sistem minapolitan perikanan tangkap - Analisis index of market connection - Analisis supply-chain management - Analisis kelembagaan dan kemitraan SWOT dan balanced scorecard 33

62 Metode Analisis Secara diagramatik, diagram alir tahapan penelitian yang dikembangkan dapat dilihat pada Gambar 4. Mulai Pengumpulan Data Minapolitan Komoditas Unggulan (Tuna dan Layur) ANALISIS SISTEM - Identifikasi pelaku sistem - Formulasi masalah - Identifikasi sistem Analisis Model Integrasi Aspek Pasar Aspek Ekonomi Aspek Kelembagaan Index of Market Connection (IMC) Supply-Chain Management Peran dan Fungsi Antar Lembaga Terkait Keterpaduan pasar ikan antar TPI Connection (IMC) Proses Integrasi Produsen-Konsumen Connection (IMC) Kelembagaan Kemitraan SWOT dan Balanced Scorecard Strategi dan Tolok Ukur Keberhasilan Model Integrasi dalam Pengembangan Minapolitan Perikanan Tangkap Selesai Gambar 4 Diagram alir tahapan penelitian. Tabel 1 dan Gambar 4 menunjukkan bahwa metode analisis yang akan digunakan dalam penelitian ini akan mengacu pada tujuan yang hendak dicapai. Permasalahan implementasi konsep minapolitan (tujuan 1) diidentifikasi dengan

63 35 menggunakan pendekatan analisis sistem. Penentuan model integrasi dalam pengembangan minapolitan perikanan tangkap (tujuan 2) diperoleh dengan menggunakan pendekatan konsep index of market connection, analisis supplychain management, dan analisis kelembagaan kemitraan. Analisis SWOT dan balanced scorecard digunakan untuk merumuskan strategi dan tolok ukur keberhasilan dalam pengembangan minapolitan perikanan tangkap (tujuan 3) Identifikasi permasalahan implementasi minapolitan Analisis sistem digunakan untuk mengidentifikasi permasalahan implementasi konsep minapolitan perikanan tangkap di Palabuhanratu. Menurut Nurani (2010) analisis sistem digunakan untuk memahami perilaku sistem, mengidentifikasi faktor-faktor penting keberhasilan sistem, permasalahan yang dihadapi dan alternatif solusi yang dapat diajukan untuk mengatasi permasalahan. Tahap-tahap yang perlu dilakukan yaitu: 1) Analisis kebutuhan, merupakan permulaan pengkajian sistem. Analisis kebutuhan ditentukan berdasarkan kebutuhan pelaku sistem (stakeholder). Pelaku sistem minapolitan perikanan tangkap akan dibedakan menjadi 5 kelompok, yaitu (1) industri inti (industri penangkapan), (2) pembeli, (3) industri pemasok, (4) industri pendukung, dan (5) lembaga pendukung. Batasan industri inti berdasarkan pada industri/unit usaha yang melakukan aktivitas penangkapan ikan dengan target utamanya adalah tuna dan layur. Industri pemasok terdiri atas industri kapal, perbengkelan, alat tangkap, BBM, pabrik es dan perbekalan. Pembeli terdiri atas industri ekspor tuna/layur, pasar lokal, pasar domestik, dan industri pengolahan ikan. Lembaga pendukung terdiri atas Bappeda, Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Palabuhanratu, dinas terkait (dinas kelautan dan perikanan, pekerjaan umum, dan pariwisata), koperasi nelayan, asosiasi nelayan, dan universitas/peneliti. Industri pendukung adalah pihak perbankan yang memiliki skim pendanaan untuk pengembangan kawasan minapolitan Palabuhanratu. Identifikasi pelaku sistem dilakukan melalui pengamatan lapangan secara langsung, selanjutnya dilakukan identifikasi kebutuhan pelaku melalui wawancara semi terstruktur;

64 36 2) Formulasi masalah, merupakan permasalahan-permasalahan spesifik yang dihadapi sistem yang menyebabkan sistem tidak bekerja secara optimal. Formulasi masalah dilakukan melalui pengamatan langsung di lapangan dan wawancara semi terstruktur terhadap pelaku sistem; 3) Identifikasi sistem, merupakan gambaran sistem yang memperlihatkan rantai hubungan antara kebutuhan-kebutuhan dan permasalahanpermasalahan yang dihadapi. Identifikasi sistem digambarkan dalam bentuk diagram struktur sistem, diagram sebab-akibat (causal loop) dan diagram input-output. Ketiga tahapan tersebut digunakan untuk menganalisis sistem minapolitan perikanan tangkap sebagai satu kesatuan yang holistik. Artinya pemahaman sistem minapolitan secara menyeluruh sebagai dasar dalam melakukan analisis sistem perikanan tangkap di Palabuhanratu Analisis model integrasi dalam pengembangan minapolitan Model integrasi dalam pengembangan minapolitan perikanan tangkap dianalisis berdasarkan pada aspek integrasi pasar, manajemen rantai pasok (supply chain management) dan kelembagaan kemitraan minapolitan. 1) Analisis integrasi pasar Langkah awal dalam menyusun model integrasi pasar adalah identifikasi pasar-pasar ikan yang memiliki keterkaitan dengan komoditas unggulan minapolitan di Palabuhanratu. Berdasarkan ketersediaan data yang ada, pasar ikan yang dipilih sebagai sampel adalah (1) pasar ikan layur di TPI/PPI di sekitar Palabuhanratu yaitu TPI Ciwaru, Cisolok, Cibangban, Minajaya dan Ujung Genteng, (2) pasar ikan layur dan bigeye tuna segar di PPN Palabuhanratu, (3) pasar ikan layur di CFR Cina, dan (4) pasar ikan bigeye tuna segar di Tokyo Central Wholesaler Market (TCWM). Data yang digunakan dalam penyusunan model integrasi pasar adalah (1) data harga ikan layur bulanan tahun 2011 di TPI/PPI Ciwaru, Cisolok, Cibangban, Minajaya dan Ujung Genteng, (2) data harga ikan layur bulanan tahun di PPN Palabuhanratu, (3) data harga ikan layur bulanan tahun di CFR Cina, (4) data harga ikan bigeye tuna segar bulanan tahun

65 di PPN Palabuhanratu, dan 5) data harga ikan bigeye tuna segar bulanan tahun di TCWM. Pada dasarnya, Korea merupakan pasar acuan utama bagi perusahaan eksportir layur di Palabuhanratu namun karena akses informasi harga yang sangat tertutup maka sampel yang dipilih adalah pasar layur di CFR Cina. Pada analisis ini (Gambar 5) akan menghasilkan 7 model integrasi pasar ikan dimana ketujuh model tersebut dapat dikelompokkan menjadi 2 yaitu model integrasi pasar ikan lokal (model A) dan model integrasi pasar ikan ekspor (model B). Model A menunjukkan suatu hubungan saling mempengaruhi antara perubahan harga ikan layur di PPN Palabuhanratu dengan harga ikan layur di 5 TPI lainnya di kawasan Teluk Palabuhanratu. Model B menunjukkan suatu hubungan saling mempengaruhi antara perubahan harga ikan (bigeye tuna segar dan layur) di PPN Palabuhanratu dengan harga ikan (bigeye tuna segar dan layur) di negara tujuan ekspor (Jepang dan Cina). TPI Pendukung 1. Cisolok 2. Cibangban 3. Ujung Genteng 4. Ciwaru 5. Minajaya Model A PPN Palahubanratu Model B Pasar tujuan ekspor Gambar 5 Model integrasi pasar tuna dan layur di Palabuhanratu dengan pendekatan index of market connection. Penyusunan model integrasi pasar ikan menggunakan Model Ravalon diacu dalam Clenia (2009) dengan formulasi regresi berganda sebagai berikut: P i t b P b P P b P 1 i t 1 2 jt j t 1 3 j t 1 t...(1) e dimana: P it = Harga ikan unggulan di TPI i (pasar sekunder) pada bulan t (Rp/kg) P it-1 = Harga ikan unggulan di TPI i (pasar sekunder) pada bulan t-1 (Rp/kg)

66 38 P jt P jt-1 b i e t = Harga ikan unggulan di pasar acuan pada bulan t (Rp/kg) = Harga ikan unggulan di pasar acuan pada bulan t-1 (Rp/kg) = Parameter estimasi = Error model Analisis statistik yang digunakan untuk validasi model adalah uji normalitas, uji autokorelasi, dan uji multikolinearitas, uji korelasi dan uji F. Pengolahan data menggunakan software SPSS 17. Berdasarkan hasil penyusunan model tersebut dapat dihitung index of market connection (IMC). IMC merupakan indeks yang digunakan untuk mengukur integrasi pasar dengan rumus sebagai berikut : b b 1 IMC...(2) 3 dimana: IMC < 1 : terdapat derajat integrasi jangka panjang yang relalif tinggi antara harga di tingkat pasar akhir atau pasar semakin terintegrasi dalam jangka panjang. IMC = 0 : harga di tingkat ke-i pada waktu sebelumnya tidak berpengaruh terhadap harga yang diterima pedagang pada pasar ke-i sekarang. IMC > 1 : antara pasar acuan dengan pasar ke-i tidak terintegrasi atau tidak saling mempengaruhi Dua pasar dikatakan terpadu atau terintegrasi apabila perubahan harga dari salah satu pasar (TPI) mempengaruhi ke pasar lainnya. Integrasi pasar dapat terjadi jika terdapat informasi pasar yang memadai dan informasi ini disalurkan dengan cepat dari satu pasar ke pasar yang lain. Dengan demikian perubahan harga yang terjadi pada suatu pasar dapat dengan segera tertangkap oleh pasar lain dengan ukuran perubahan yang sama. 2) Analisis supply-chain management Analisis supply-chain management untuk komoditas tuna dan layur difokuskan untuk menjelaskan beberapa aspek seperti struktur rantai, manajemen rantai, proses bisnis rantai dan sumber daya rantai. Mengacu

67 39 pada Marinin dan Maghfiroh (2011), definisi operasional aspek-aspek kajian supply-chain management sebagai berikut: (1) Struktur rantai menerangkan siapa saja anggota-anggota yang terlibat beserta peranannya dalam rantai pasok, dan bentuk kesepakatan yang digunakan di antara berbagai pihak; Anggota primer rantai pasok yang dikaji untuk komoditas tuna terdiri atas unit penangkapan tuna, TPI, distributor, perusahaan ekspor tuna segar, perusahaan ekspor tuna beku, agen luar negeri, pasar luar negeri dan konsumen. Anggota primer rantai pasok untuk komoditas layur terdiri atas unit penangkapan layur, TPI, distributor, pasar lokal, perusahaan ekspor layur, agen luar negeri, pasar luar negeri, dan konsumen. Di samping itu, juga akan dikaji anggota sekunder rantai pasok yang meliputi a) industri pemasok yaitu industri kapal, perbengkelan, alat tangkap, BBM, pabrik es dan perbekalan, b) industri pendukung yaitu perbankan, dan c) lembaga pendukung yaitu Bappeda, PPN, dinas terkait, koperasi nelayan, universitas, dan asosiasi nelayan. Berdasarkan hasil identifikasi anggota rantai komoditas tuna dan layur kemudian dianalisis model struktur rantai pasok yang ada saat ini. Hal lain yang akan dikaji adalah a) kualitas komoditas tuna dan layur yang dihasilkan oleh nelayan, b) asal unit-unit penangkapan terkait yang mendarat di PPN Palabuhanratu, c) pangsa pasar komoditas tuna dan layur, serta d) bentuk kemitraan yang terjalin antara nelayan dengan perusahaan. (2) Manajemen rantai menerangkan struktur manajemen yang digunakan di antara mata rantai, kesepakatan kontraktual yang dibuat, dan peranan pemerintah dalam rantai pasok; Manajemen rantai lebih difokuskan untuk menjelaskan model struktur rantai pasok yang memiliki andil besar dalam peningkatan pendapatan nelayan kecil dan menengah, ikatan kontraktual di dalam rantai pasok, sistem pelelangan ikan, dan sistem transaksi yang dilakukan antara nelayan dan perusahaan maupun antara nelayan dan juragan.

68 40 (3) Sumber daya rantai menerangkan sumberdaya yang digunakan dalam setiap proses pada setiap anggota rantai; Aspek kajian sumber daya rantai tuna dan layur difokuskan untuk menjelaskan produktivitas, dan prospek pengembangannya. Sumberdaya fisik juga dikaji seperti infrastruktur transportasi, dan infrastruktur pelabuhan perikanan. (4) Proses bisnis rantai menerangkan proses-proses yang terjadi di dalam rantai pasok, pihak-pihak yang terlibat, dan tingkat integrasi dari prosesproses yang ada dalam rantai pasok. Proses bisnis rantai mengkaji hubungan keterkaitan yang terjadi di antara anggota rantai pasok serta pengaruhnya bagi proses bisnis. Proses bisnis yang terjadi di dalam rantai pasok komoditas tuna dan layur ditinjau dari segi hubungan proses bisnis dan pola distribusi. 3) Analisis kelembagaan kemitraan Berdasarkan pada kerangka pikir pengembangan kelembagaan kemitraan (Gambar 6), analisis kelembagaan kemitraan difokuskan pada identifikasi peran dan fungsi kelembagaan minapolitan, model interaksi antar lembaga yang bermitra (pemerintah, industri/swasta dan akademisi) serta model kemitraan dan aturan main (rule of the game) yang disepakati dalam kemitraan. Pihak pemerintah yang terkait dengan pengembangan minapolitan perikanan tangkap adalah Pemda, Dinas Kelautan dan Perikanan, Dinas Pekerjaan Umum, PPN Palabuhanratu, dan Dinas Pariwisata. Pihak swasta adalah nelayan, perbankan, dan perusahaan yang terkait dengan pengembangan perikanan tuna dan layur. Pihak akademisi mencakup lembaga pendidikan tinggi dan lembaga kajian yang memiliki kepedulian terhadap pengembangan perikanan tangkap di Palabuhanratu. Selanjutnya, dilakukan penyempurnaan masing-masing model kemitraan minapolitan yang sudah berjalan serta pengembangan model integrasi kemitraan kelembagaan minapolitan.

69 41 PERMASALAHAN KEMITRAAN USAHA ASPEK PRODUKSI - Kelembagaan nelayan rendah - Didominasi oleh jenis usaha skala kecil - Adopsi teknologi rendah - Produktivitas rendah - Kuantitas, kualitas dan kontinyuitas belum terjamin - Informasi pasar kurang ASPEK PEMASARAN - Pengelolaan TPI belum efektif dan efisien - Kelembagaan pasar belum efektif - Kelembagaan industri pengolahan belum optimal - Belum mampu mengembangkan segmentasi pasar ANALISIS KELEMBAGAAN KEMITRAAN - Identifikasi peran dan fungsi kelembagaan minapolitan - Permasalahan kelembagaan kemitraan minapolitan - Model kelembagaan kemitraan minapolitan - Model interaksi antar kelembagaan kemitraan minapolitan - Aturan main (rule of the game) kemitraan PENYEMPURNAAN MODEL KEMITRAAN YANG BERDAYA SAING JARINGAN KEMITRAAN YANG BERDAYA SAING, TERINTEGRASI DALAM SISTEM MINAPOLITAN PERIKANAN TANGKAP SECARA BERKELANJUTAN Gambar 6 Kerangka pikir pengembangan kelembagaan kemitraan dalam sistem minapolitan perikanan tangkap Strategi pengembangan model minapolitan perikanan tangkap Dalam rangka penerapan model minapolitan perikanan tangkap dalam suatu sistem yang nyata dibutuhkan suatu analisis perencanaan implementasi model. Dalam penelitian ini, perumusan strategi dilakukan dengan pendekatan analisis SWOT dan balanced scorecard. Kerangka perumusan strategi tersebut dapat dilihat pada Gambar 7.

70 42 Visi/misi & Tujuan Analisis Internal Analisis Eksternal Analisis SWOT Tema-Tema Strategis: Persepsi Keuangan: Persepsi Pelanggan dan Stakeholder : Persepsi Bisnis Internal: Sumber: diadopsi dari Yuwono et al. (2007) dan Imelda (2004) Persepsi Kapasitas SDM: Gambar 7 Kerangka perumusan strategi dengan pendekatan SWOT dan balanced scorecard. 1) SWOT Analisis SWOT digunakan untuk menganalisis kondisi internal maupun eksternal program minapolitan. Analisis internal meliputi penilaian terhadap faktor kekuatan (strengths) dan kelemahan (weakness). Sementara, analisis eksternal mencakup faktor peluang (opportunities) dan tantangan (threaths). Dalam pembuatan analisis SWOT agar keputusan yang diperoleh lebih tepat, maka perlu melalui tahapan-tahapan proses sebagai berikut (Marimin 2004, diacu dalam Nazdan et al. 2008); (1) Tahap evaluasi faktor eksternal dan internal. Tahap ini digunakan untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang menjadi kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman dengan menganalisis data-data yang relevan dengan lingkup penelitian.

71 43 (2) Tahap analisis (analisis SWOT), yaitu pembuatan matrik internal dan matriks eksternal serta matriks SWOT. Bobot (B) setiap unsur faktor internal dan eksternal merupakan kunci keberhasilan (Key Success Factor/KSF) yang memiliki nilai antara 0 (tidak penting) sampai 1 (sangat penting). Bobor KSF tersebut ditentukan dengan membandingkan derajat kepentingan setiap KSF yang satu dengan KSF yang lain dengan mengunakan pendekatan matrik banding berpasangan. Faktor-faktor kunci keberhasilan tersebut kemudian diberi rating (R) yang menandakan nilai dukungan masing-masing faktor dalam pencapaian tujuan. Penilaian menggunakan skala Likert yang dimulai dari rating 4 (sangat perpengaruh), 3 (berpengaruh), 2 ( kurang berpengaruh) dan 1 (tidak berpengaruh). Bobot faktor dan rating akan menentukan skor (BxR) atau nilai bobot dukungan terhadap pencapaian tujuan minapolitan perikanan tangkap di Palabuhanratu. Dalam tahap ini peneliti membuat justifikasi sendiri terhadap nilai tingkat kepentingan dan rating dari setiap KSF berdasarkan data dan kondisi aktual di lapangan yang berpengaruh terhadap pencapaian pengelolaan minapolitan yang optimal dan berkelanjutan. Selanjutnya dari jumlah skor dalam setiap faktor SWOT diperoleh total skor faktor internal dan skor faktor eksternal yang digunakan untuk mengetahui posisi strategi pengembangan minapolitan perikanan tangkap di Palabuhanratu pada posisi kuadran tertentu dalam kuadran strategi SWOT. (3) Tahap pengambilan keputusan (penentuan alternatif strategi). Dalam tahap ini dilakukan dengan merujuk kembali terhadap KSF yang memiliki bobot yang paling berpengaruh terhadap pencapaian tujuan. Stretegi pada matriks hasil SWOT dihasilkan dari penggunaan unsur-unsur kekuatan untuk mendapatkan peluang (SO), penggunaan peluang yang ada untuk menghadapi ancaman (ST), penggunaan kelemahan dengan memanfaatkan peluang yang ada (WO) dan penggunaan kelemahan untuk mengadapi ancaman yang akan datang (WT). Strategi yang dihasilkan terdiri dari berbagai alternatif (tema-tema) strategi yang dibuat berdasarkan posisi kuadran SWOT. Tema-tema strategi tersebut akan digunakan sebagai dasar dalam analisis balanced scorecard.

72 44 2) Balanced Scorecard Pada penelitian ini, analisis balanced scorecard digunakan untuk menterjemahkan misi program minapolitan perikanan tangkap Palabuhanratu ke dalam strategi, tujuan, ukuran serta target yang ingin dicapai. Selanjutnya, diharapkan dapat dikomunikasikan dengan baik kepada unit-unit yang ada untuk dapat dilaksanakan sehingga semua unit mempunyai tujuan yang sama yaitu mensejahterakan masyarakat nelayan. Pengelola minapolitan (Pokja Minapolitan) dapat diasumsikan sebagai organisasi publik yang tidak berorientasi kepada profit tetapi melayani kebutuhan masyarakat nelayan. Oleh karena itu, dalam penggunaan balanced scorecard diperlukan beberapa perubahan konsep seperti (1) perubahan framework dimana yang menjadi driver dalam balanced scorecard adalah misi untuk melayani masyarakat, (2) perubahan posisi antara perspektif finansial dan perspektif pelanggan, (3) perspektif pelanggan menjadi perspektif pelanggan dan stakeholder, dan (4) perubahan perspektif learning dan growth menjadi perspektif kapasitas pengelola program minapolitan (Gambar 8). Misi Pelanggan dan Stakeholders Finansial Strategi Kapasitas kelembagaan pengelola minapolitan Proses bisnis internal Financial Sumber: diadopsi dari Imelda (2004) Gambar 8 Perubahan konsep balanced scorecard yang digunakan dalam perumusan strategi minapolitan perikanan tangkap di Palabuhanratu. Berdasarkan Gambar 8, perspektif pelanggan dan stakeholder bertujuan untuk meningkatkan pelayanan yang berkualitas dalam rangka meningkatkan kepuasan konsumen dan meningkatkan kesadaran masyarakat akan program

73 45 minapolitan yang berdaya saing dan berkelanjutan. Perspektif finansial bertujuan untuk mengurangi biaya jasa pelayanan sehingga pelayanan yang diberikan lebih efisien dan efektif. Perspektif bisnis internal bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup dan kesejahteraan bagi masyarakat pesisir. Adapun perspektif kapasitas kelembagaan bertujuan untuk meningkatkan kemampuan dan kompetensi kelembagaan minapolitan supaya minapolitan memiliki daya saing yang optimal dan berkelanjutan. Mengacu Nurani et al. (2011), tahapan yang digunakan dalam penyusunan balanced scorecard minapolitan perikanan tangkap Palabuhanratu sebagai berikut: (1) Perumusan strategi berdasarkan analisis SWOT Tahapan ini pada dasarnya telah dilakukan pada saat melakukan analisis SWOT. Metode pengumpulan data dilakukan dengan teknik wawancara dengan anggota Pokja Minapolitan. Berdasarkan analisis SWOT tersebut, pengelola minapolitan diharapkan mampu menempatkan diri, melalui misi dan strateginya, untuk menggali dan memanfaatkan semaksimal mungkin peluang yang ada dengan kekuatan yang dimilikinya. Pada saat yang sama, pengelola minapolitan harus mampu memaksimalkan kapasitas kelembagaan minapolitan untuk mengatasi atau meminimalisasi kelemahan dan ancaman yang ada melalui strategi yang tepat. (2) Perumusan strategi dalam perspektif balanced scorecard Pada tahap ini, perumusan strategi dari hasil analisis SWOT akan diplotkan ke dalam perspektif balanced scorecard yaitu a) perspektif pelanggan dan stakeholder, b) perspektif finansial, c) perspektif proses bisnis internal, serta d) perspektif kapasitas kelembagaan minapolitan. Jika perspektif ini dirasa belum memadai, memungkinkan untuk penambahan perspektif lain berdasarkan pada alasan-alasan strategis yang kuat dan relevan dengan pencapaian misi minapolitan. (3) Perumusan sasaran strategi Pada tahapan ini akan merinci visi pada tiap-tiap perspektif dan merumuskan sasaran strategis (indikator ukuran hasil atau indikator akibat).

74 46 Selanjutnya, memformulasikan diagram hubungan sebab akibat sasaran strategis dari keempat perspektif tersebut. (4) Identifikasi faktor-faktor keberhasilan (tolok ukur) Pada tahapan ini akan menetapkan apa yang dibutuhkan visi untuk berhasil dan faktor-faktor apa saja yang berpengaruh besar dalam pencapaian hasil. Artinya, pada tahapan ini akan menentukan faktor-faktor apa saja yang paling penting bagi kesuksesan, kemudian menyusun prioritasnya. Faktor-faktor kunci keberhasilan digunakan untuk menjawab apa yang seharusnya dilakukan pengelola program dalam pengembangan bisnis minapolitan perikanan tangkap di Palabuhanratu. (5) Pengembangan tolok ukur, identifikasi penyebab dan dampak serta membuat keseimbangan Tolok ukur sebagaimana telah dirumuskan pada tahap sebelumnya kemudian diterjemahkan ke dalam target-target yang dapat dijangkau pada periode waktu tertentu. Target-target tersebut dapat dicapai melalui langkahlangkah tindakan atau inisiasi (indikator sebab). Nurani et al. (2011) menjelaskan bahwa indikator sebab merupakan langkah-langkah untuk pencapaian indikator akibat. Mengacu Yuwono et al. (2007) inisiasi tersebut harus mencakup orang-orang yang bertanggung jawab sedangkan keseimbangan dalam balanced scorecard artinya mencerminkan keseimbangan antar berbagai eleman penting dalam kinerja pengelola program minapolitan. Setelah program minapolitan dilaksanakan, problem selanjutnya adalah bagaimana menjaga dan memelihara keberlanjutan program itu sendiri. Oleh karena itu, pada penelitian ini akan mengkaji model pemeliharaan program yang mengadopsi dari konsep siklus pengelolaan program dan siklus manajemen kendali mutu. Gambar 9 menggambarkan proses pencapaian visi dan misi program dengan cara continous improvement (PDCA = Plan Do Check Act) dan menggunakan manajemen berbasis proses. Secara teknis, perbaikan berkelanjutan merupakan salah satu mekanisme evaluasi program untuk membandingkan antara standar mutu program (indikator program yang telah dirumuskan dalam balanced scorecard) dengan pencapaian hasil pelaksanaan program (input, proses, output

75 47 dan dampak). Secara sistematis, perbaikan atau pemeliharaan berkelanjutan seperti terlihat pada Gambar Visi Misi melalui standar mutu (indikator) 2. Kepuasan Beneficaries D (Do) P (Plan) Pelaksanaan (4) Sumber: diadopsi dari Moenandir (2010) Monitoring Pengelola Program Evaluasi Kinerja Pengelola Program Organisasi dan tupoksinya (1) Pelaksanaan program & dokumen BSC (2) Strategi Pengembangan Program (3) A (Act) Perbaikan, tindak lanjut dan Peningkatan mutu program (6) Gambar 9 Konsep siklus perbaikan program minapolitan. 1. Ada ridak peningkatan kinerja terhadap tahun lalu 2. Apa upaya-upaya yang telah dilakukan. C (Check) Evaluasi Independen (5) Rumusan Koreksi (Rumusan Tindakan Koreksi) STANDAR ANALISIS GAP Spesifikasi Indikator Program PERBAIKAN PROGRM CAPAIAN INDIKATOR INPUT CAPAIAN INDIKATOR PROSES CAPAIAN INDIKATOR OUTPUT CAPAIAN INDIKATOR DAMPAK Sumber: diadopsi dari Moenandir (2010) PENILAIAN CAPAIAN INDIKATOR Gambar 10 Pemeliharaan program secara berjenjang dan berkelanjutan.

76 48 Pada penelitian ini, analisis gap dibatasi hanya mengidentifikasi gap berdasarkan beberapa indikator kunci seperti pada Tabel 2. Indikator-indikator kunci tersebut dinilai menurut persepsi responden dan peneliti. Mengadopsi konsep Moenandir (2010), range penjumlahan bobot pada Tabel 2 diklasifikasikan dalam 3 katagori penilaian sebagai berikut: 1. 75% - 100% : Pengelola program relatif siap untuk menjamin pemeliharaan program 2. 50% - 74% : Pengelola program masih harus memperbaiki kinerja 3. 1% - 45% : Sistem manajemen pengendalian kualitas program sangat butuh perbaikan agar capaian indikator program optimal Tabel 2 Indikator kunci analisis gap dan bobot skor penilaian Indikator Kunci Pengelola program minapolitan tidak memahami apa yang diperlukan untuk pengembangan program Pengelola program minapolitan memahami kebutuhan program, tetapi tidak melakukan rencana aksi untuk memenuhi kebutuhan tersebut Pengelola program minapolitan memahami rencana aksi ini adalah suatu hal yang baik untuk dilakukan, tetapi tidak melakukannya Skor Pengelola program minapolitan melakukan rencana aksi terkadang saja 3 Pengelola program melakukan rencana aksi tetapi belum sempurna 4 Pengelola program melakukan rencan aksi dengan baik 5 Sumber: diadopsi dari Moenandir (2010)

77 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Identifikasi Permasalahan Implementasi Program Minapolitan Indentifikasi permasalahan implementasi program minapolitan perikanan tangkap di Palabuhanratu dilakukan dengan pendekatan sistem. Menurut Eriyatno (2003), pendekatan sistem merupakan cara penyelesaian persoalan yang dimulai dengan dilakukannya identifikasi terhadap adanya sejumlah kebutuhan-kebutuhan sehingga dapat menghasilkan suatu operasi dari sistem yang dianggap efektif. Pada kajian ini, tahapan pendekatan sistem yang digunakan adalah 1) analisis kebutuhan, 2) formulasi masalah, dan 3) identifikasi sistem. Data dan informasi diperoleh dari hasil survei lapangan, wawancara dan pengumpulan data sekunder dari instansi terkait. Wawancara melibatkan informan kunci yang mewakili pelaku sistem minapolitan, meliputi Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten, Bappeda, pengelola PPN Palabuhanratu, industri perikanan (eksportir tuna dan layur), nelayan, dan pemilik kapal tuna dan layur Analisis kebutuhan Kebutuhan pokok pelaku sistem minapolitan (Tabel 3) dikelompokkan berdasarkan pendekatan klaster industri, meliputi 1) industri inti tuna dan layur, 2) industri pemasok, 3) pembeli, 4) industri pendukung, dan 5) lembaga pendukung. Industri inti tuna dan layur terdiri dari nelayan dan pengusaha penangkapan. Industri pemasok meliputi industri kapal, perbengkelan dan perawatan kapal, industri/penjual alat tangkap, pengelola BBM, serta pengusaha perbekalan nelayan. Pembeli terdiri dari eksportir, pengolah ikan, dan kosumen lokal. Industri pendukung adalah pihak perbankan sedangkan lembaga pendukung meliputi pengelola TPI/PPI, Dinas Kelautan dan Perikanan, Dinas Pekerjaan Umum, Dinas Pariwisata, Bappeda, koperasi nelayan, dan akademisi. Tabel 3 menggambarkan kebutuhan pelaku-pelaku sistem minapolitan perikanan tangkap di Palabuhanratu yang harus dapat dikelola secara sinergis sehingga diharapkan dapat mengurangi konflik kepentingan akibat tuntutan kebutuhan pokok dari pelaku-pelaku tersebut.

78 50 Tabel 3 Kebutuhan pelaku-pelaku sistem minapolitan perikanan tangkap di Palabuhanratu Pelaku sistem minapolitan Kebutuhan Pokok 1. Industri inti tuna dan layur 1) Nelayan - Keberlanjutan sumberdaya ikan - Harga ikan stabil dan layak - Peningkatan hasil tangkapan - Kemudahan dalam pemasaran hasil tangkapan - Keberlanjutan kerja - Peningkatan kesejahteraan keluarga 2) Pengusaha penangkapan - Keberlanjutan sumberdaya ikan - Kemudahan memperoleh sarana dan prasarana usaha - Peningkatan hasil tangkapan - Peningkatan keuntungan usaha penangkapan - Jaminan pelaksanaan usaha penangkapan - Keberlanjutan usaha 2. Industri pemasok: 1) Industri kapal - Kemudahan memperoleh bahan baku pembuatan kapal 2) Perbengkelan dan perawatan kapal - Peningkatan omset penjualan kapal - Keuntungan usaha - Jaminan usaha - Kelengkapan sarana dan prasarana docking - Kemudahan usaha - Keuntungan usaha 3) Industri/penjual alat tangkap - Kemudahan memperoleh input produksi alat tangkap - Peningkatan produksi - Keuntungan usaha 4) Pengelola BBM - Kontinuitas pasok (stok) BBM bagi nelayan - Peningkatan kapasitas pelayanan 5) Pengusaha perbekalan nelayan 3. Pembeli: - Kemudahan memperoleh bahan baku perbekalan nelayan - Peningkatan pelayanan - Keuntungan usaha 1) Eksportir - Mutu ikan yang sesuai dengan standar ekspor - Jaminan kontinuitas produksi ikan - Kemudahan memperoleh bahan baku - Jaminan keamanan usaha - Kebijakan yang mendukung iklim usaha yang kondusif - Kemudahan aksisibilitas - Keuntungan usaha maksimal

79 51 Tabel 3 Lanjutan Pelaku sistem minapolitan Kebutuhan Pokok 2) Pengolah ikan - Keuntungan maksimal - Mutu ikan yang baik - Jaminan kontinuitas produksi ikan - Kemudahan mendapatkan bahan baku - Kemudahan memperoleh input pengolahan - Kemudahan pasar - Keberlanjutan usaha 3) Konsumen lokal - Harga ikan stabil dan layak - Jaminan keamanan produk - Mutu ikan yang baik - Jaminan kontinuitas produksi ikan 4. Industri pendukung (perbankan) - Jaminan kelayakan usaha yang akan diberi modal - Pengembalian kredit yang lancar - Peningkatan nasabah 5. Lembaga pendukung 1) Pengelola TPI/PPI - Terlaksananya pelelangan ikan yang baik dan berdaya saing tinggi - Peningkatan jumlah unit penangkapan ikan yang melakukan pelelangan ikan - Fasilitas PPI yang layak dan terus meningkat - Peningkatan aktivitas pendaratan ikan - Pemberian pelayanan nyaman, baik dan berdaya saing 2) Dinas Kelautan dan Perikanan - Produksi ikan dapat memenuhi kebutuhan pasar - Perlindungan kelestarian sumberdaya lkan - Penegakan hukum - Pemberdayaan nelayan - Peningkatan devisa 3) Dinas Pekerjaan Umum - Pembangunan dan perbaikan sarana dan prasarana umum yang sesuai - Peningkatan kualitas dan kuantitas bangunan fisik pelayanan publik 4) Dinas Pariwisata - Peningkatan jumlah wisata bahari - Peningkatan daya saing obyek wisata bahari - Peningkatan devisa - Pemberdayaan masyarakat 5) Bappeda - Peningkatan lapangan kerja - Peningkatan pendapatan daerah (PAD) - Peningkatan perekonomian daerah - Pengembangan wilayah pesisir terpadu 6) Koperasi nelayan - Peningkatan peranan KUD dalam kesejahteraan nelayan - Peningkatan kesadaran masyarakat nelayan tentang koperasi nelayan 7) Akademisi - Penelitian dan pengembangan wilayah pesisir di Palabuhanratu - Aktualisasi pengabdian masyarakat

80 Formulasi masalah Formulasi masalah merupakan suatu kegiatan untuk memilih permasalahan yang dianggap paling penting untuk segera diselesaikan dari sekian banyak permasalahan sehingga sistem minapolitan perikanan tangkap dapat berjalan dengan baik. Atas dasar tersebut formulasi masalah dilakukan dengan cara menentukan akar masalah. Penentuan akar masalah dilakukan dengan pendekatan pohon masalah yang dibagi menjadi 3 bidang masalah yaitu 1) ekonomi, 2) sumberdaya alam dan lingkungan, serta 3) sosial kelembagaan. Pada bidang ekonomi, permasalahan yang paling mendasar adalah kemiskinan nelayan. Berdasarkan diagram pohon masalah (Gambar 11) dapat diketahui bahwa akar permasalahan kemiskinan nelayan adalah 1) jumlah unit penangkapan ikan semakin meningkat, 2) kualitas SDM nelayan relatif rendah, 3) penggunaan teknologi relatif sederhana, 4) praktek monopoli harga, dan 5) keterbatasan modal. Kemiskinan Nelayan Pendapatan rendah Harga rendah Produktivitas rendah Sistem bagi hasil tidak seimbang Praktek Monopoli Persaingan usaha Produksi Produksi menurun Mutu ikan rendah Ikatan patront client kuat Keterangan: Jumlah UPI banyak monopoli Teknologi sederhana Kesadaran penanganan ikan rendah Keterbatasan modal : akar permasalahan : penyebab masalah Kualitas SDM rendah Gambar 11 Akar permasalah kemiskinan nelayan di Palabuhanratu dengan pendekatan diagram pohon masalah.

81 53 Pada bidang sumber daya alam dan lingkungan, permasalahan mendasar adalah penurunan stok sumber daya ikan (SDI). Gambar 12 menunjukkan bahwa akar permasalahan terjadinya penurunan stok sumber daya ikan adalah 1) penggunaan alat tangkap tidak ramah lingkungan, 2) perubahan iklim, cuaca dan musim, dan 3) tingginya upaya penangkapan, 4) sedimentasi dan pencemaran pantai. Penurunan stok sumber daya ikan Tingginya upaya penangkapan perikanan pantai Degradasi ekosistem perikanan pantai Perubahan iklim, cuaca dan musim ekosistem perikanan Keterangan: : akar permasalahan : penyebab masalah Alat tangkap tidak ramah lingkungan banyak monopoli Sedimentasi dan pencemaran pantai Gambar 12 Akar permasalahan penurunan stok sumberdaya ikan di Palabuhanratu dengan pendekatan diagram pohon masalah. Konflik pemanfaatan ruang wilayah pesisir dan laut Perebutan fishing ground Tumpang tindih kewenangan pengelolaan pesisir dan laut Koordinasi antar kelembagaan belum optimal Kinerja kelembagaan belum optimal Keterangan: : akar permasalahan : penyebab masalah Gambar 13 Akar permasalahan konflik pemanfaatan ruang wilayah pesisir dan laut di Palabuhanratu dengan pendekatan diagram pohon masalah.

82 54 Permasalahan mendasar dalam bidang sosial kelembagaan adalah konflik pemanfaatan ruang wilayah pesisir dan laut. Berdasarkan diagram pohon masalah (Gambar 13) dapat diketahui bahwa akar permasalahan konflik pemanfaatan ruang wilayah pesisir dan laut tersebut adalah 1) perebutan daerah penangkapan ikan, 2) koordinasi antar kelembagaan belum optimal, dan 3) kinerja kelembagaan yang ada belum optimal Identifikasi sistem Hasil identifikasi sistem berupa gambaran terhadap sistem minapolitan perikanan tangkap di Palabuhanratu dalam bentuk diagram yaitu diagram lingkar sebab-akibat (causal loop) dan diagram input-output. Pada diagram causal loop (Gambar 14) terlihat keterkaitan dalam sistem minapolitan, yaitu kelembagaan dan kebijakan pemerintah memberi kontribusi positif terhadap regulasi pengelolaan SDI. Regulasi pengelolaan SDI tersebut seharusnya dapat melindungi kelestarian sumberdaya ikan, khususnya komoditas unggulan minapolitan (tuna dan layur). Namun regulasi berdampak negatif terhadap teknologi penangkapan ikan maupun unit penangkapan. Dengan regulasi, penggunaan jenis teknologi penangkapan dan jumlah total penangkapan dapat dibatasi agar tidak mengancam ketersediaan SDI (over fishing dan over capacity). Teknologi penangkapan ikan yang tidak terkontrol dan tidak ramah lingkungan juga akan memberikan dampak negatif terhadap ketersediaan sumberdaya ikan. Kelembagaan dan kebijakan pemerintah daerah maupun pusat juga berdampak positif terhadap industrialisasi perikanan yang menjadi kegiatan inti dalam pengembangan minapolitan perikanan tangkap di Palabuhanratu. Dengan terciptanya industrialisasi perikanan di kawasan PPN Palabuhanratu ini berdampak positif terhadap hasil tangkapan nelayan. Akan tetapi, secara tidak langsung industrialisasi perikanan dapat berdampak negatif terhadap ketersediaan sumberdaya ikan jika tidak diimbangi dengan regulasi pengelolaan perikanan yang tepat. Idealnya, regulasi tersebut tidak semata-mata untuk meningkatkan daya saing industri yang berbasis pada komoditas unggulan tetapi juga untuk menjaga kelestarian SDI.

83 55 Pelayanan pelabuhan perikanan yang baik akan berpengaruh positif terhadap pengembangan industrialisasi perikanan. Pemerintah daerah bersama pemerintah pusat melalui kebijakan dan perangkat kelembagaannya berperan menyediakan saran dan prasarana pelabuhan perikanan. Sarana dan prasarana tersebut diharapkan dapat memberikan pelayanan kepada armada penangkapan ikan dan industri pengolahan ikan secara optimal. Fasilitas sarana aksesibilitas (transportasi dan telekomunikasi) yang disediakan pemerintah juga akan menjadi daya tarik investor untuk berpartisipasi dalam pengembangan industrialisasi perikanan di kawasan PPN Palabuhanratu. Sarana transportasi dan telekomunikasi (teknologi informasi) yang baik akan berdampak pada efisiensi biaya transaksi yang dikeluarkan oleh setiap anggota rantai pasok. Selain itu, proses integrasi antar wilayah maupun integrasi antar pelaku dalam rantai pasok juga lebih optimal. + + Ketersediaan SDI Regulasi Pengelolaan SDI - Teknologi Penangkapan Ikan Jumlah Unit Penangkapan Ikan + Infrastuktur transportasi dan telekomunikasi Kelembagaan dan kebijakan Pemerintah Industrialisasi Perikanan Kualitas SDM Penyerapan Tenaga Kerja + + Mutu Perluasan Kredit Hasil Tangkapan Stabilitas Harga Ikan Pendapatan & Kesejahteraan Nelayan Kredit Bank Sistem bagi hasil usaha Juragan Industri Pengolahan Ikan Gambar 14 Diagram sebab akibat (causal loop) sistem minapolitan perikanan tangkap di Palabuhanratu Pelayanan pelabuhan perikanan PAD + +

84 56 Interaksi antara unit penangkapan dengan sumberdaya ikan diperoleh hasil tangkapan. Hasil tangkapan ini akan dijual melalui mekanisme pasar yang idealnya dikelola oleh TPI dengan sistem pelelangan. Namun pemerintah setempat menerapkan kebijakan khusus terhadap komoditas ikan ekspor (tuna dan layur), yaitu proses penjualan komoditas ikan ekspor tidak dilakukan melalui mekanisme pelelangan. Mekanisme pasar pada komoditas ikan ekspor ditentukan oleh interaksi (pola kerja sama kemitraan) antara perusahaan eksportir, pemilik kapal (pedagang pengumpul) dan nelayan. Pola kerjasama antara nelayan ABK dan pemilik kapal (juragan) dilakukan dengan sistem bagi hasil usaha. Sistem bagi usaha yang adil akan berdampak positif pendapatan dan kesejahteraan nelayan. Selain itu, hasil tangkapan dipengaruhi oleh kualitas SDM nelayan. Jika kualitas SDM nelayan dalam kondisi optimal akan berdampak posisif terhadap hasil tangkapan dan mutu yang dihasilkan. Produktivitas dan mutu hasil tangkapan tersebut akan berdampak positif terhadap stabilitas harga ikan. Resultan dari stabilitas harga ikan, produktivitas hasil tangkapan dan sistem bagi hasil usaha berdampak positif terhadap pendapatan dan kesejahteraan nelayan. Jika pendapatan dan kesejahteraan nelayan terpenuhi akan berdampak positif terhadap penyerapan kredit perbankan bahkan sangat mungkin terjadinya perluasan kredit. Peluang perluasan kredit tersebut berdampak positif terhadap perluasan skala usaha penangkapan ikan maupun usaha sampingan lainnya dalam bentuk pengembangan usaha alternatif. Selain itu, peningkatan pendapatan dan kesejahteraan nelayan juga dapat menjadi salah satu daya dorong untuk meningkatkan kualitas SDM nelayan. Retribusi yang dihasilkan dari pajak menjualan produk dari industri pengolahan ikan (eksportir) akan berdampak positif terhadap PAD. Pada dasarnya PAD ini akan digunakan sebagai dana pembangunan di bidang perikanan khususnya untuk pengembangan infrastruktur transportasi dan telekomunikasi serta fasilitas pelabuhan perikanan. Keberadaan industri pengolahan ikan dan jumlah unit penangkapan ikan akan meningkatkan penyerapan tenaga kerja di kawasan minapolitan. Ketika terjadi penyerapan tenaga kerja yang signifikan, maka diharapkan dapat meningkatkan perekonomian dan pembangunan kawasan minapolitan di Palabuhanratu.

85 57 Lingkungan - Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 41/ Keputusan Menteri Kelautan No.32/ Keputusan Bupati Sukabumi No.523/Kep.565-Dislutkan/ Keputusan Bupati Sukabumi No /Kep.565-Dislutkan/2010 INPUT TIDAK TERKENDALI - Stok sumberdaya ikan (kg) - Musim penangkapan (bulan) - Fluktuasi harga ikan (Rp/kg) - Kondisi perairan - Daerah penangkapan ikan - Nelayan dari daerah lain - Banyaknya supply ikan dari daerah lain melalui transportasi darat ke PPN Palabuhanratu SISTEM MINAPOLITAN PERIKANAN TANGKAP DI PALABUHANRATU OUTPUT DIKEHENDAKI - Peningkatan produksi, produktivitas dan kualitas produk kelautan dan perikanan - Peningkatan pendapatan nelayan - Integrasi pasar, rantai pasok dan kelembagaan minapolitan - Pengembangan kawasan minapolitan sebagai pusat pertumbuhan ekonomi daerah kawasan Minapolitan INPUT TERKENDALI - Teknologi penangkapan ikan (ukuran kapal dan alat tangkap) - Jumlah kapal (unit) - Investasi (Rp) - Teknologi penanganan hasil tangkapan - Sumberdaya manusia (keahlian, ketrampilan, dan kinerja) - Sarana, prasarana dan infrastruktur - Kebijakan dan kelembagaan OUTPUT TIDAK DIKEHENDAKI - Kemiskinan nelayan - Kelangkaan sumberdaya ikan - Konflik pemanfaatan ruang wilayah pesisir dan laut - Praktek monopoli dan bisnis tidak sehat di kawasan minapolitan - Tumpang tindih kewenangan dalam pengembangan minapolitan - Nelayan kecil semakin terpinggirkan - Pola kerja sama kemitraan yang kurang adil MANAJEMEN PENGENDALIAN Gambar 15 Diagram input-output sistem minapolitan perikanan tangkap di Palabuhanratu. Berdasarkan diagram lingkar sebab akibat kemudian direpresentasikan dalam bentuk diagram input output sebagaimana Gambar 15. Diagram input output (Gambar 15) menggambarkan hubungan antara input, proses dan output. Masukan (input) meliputi input terkendali, input tak terkendali, input lingkungan dan beberapa keluaran (output) meliputi output yang dikehendaki dan tak dikehendaki. Output yang tidak dikehendaki dapat diatasi dengan mekanisme

86 58 kontrol yang dibutuhkan dalam sistem minapolitan perikanan tangkap di Palabuhanratu. Input terkendali memiliki peranan sangat penting dalam sistem minapolitan perikanan tangkap terutama kegiatan operasi penangkapan ikan tuna maupun layur yang menjadi komoditas unggulan daerah. Input terkendali meliputi teknologi penangkapan ikan, jumlah kapal, investasi, teknologi penanganan hasil tangkapan, sumberdaya manusia (ketrampilan, keahlian dan kinerja), sarana, prasarana dan infrastruktur serta kebijakan dan kelembagaan. Semua input (masukan) dalam sistem ditujukan untuk membangun sistem minapolitan perikanan tangkap di Palabuhanratu yang diharapkan dapat menghasilkan output yang dikehendaki yaitu 1) peningkatan produksi, produktivitas dan kualitas produk kelautan dan perikanan, 2) peningkatan pendapatan nelayan, 3) integrasi pasar, rantai pasok dan kelembagaan minapolitan, 4) pengembangan kawasan minapolitan sebagai pusat pertumbuhan ekonomi daerah. Hasil ini (output yang dikehendaki) dapat dicapai dengan memanipulasi input terkendali, tak terkendali, dan input lingkungan. Input tak terkendali meliputi stok sumberdaya ikan, musim penangkapan, daerah penangkapan ikan, fluktuasi harga ikan, kondisi perairan, nelayan dari daerah lain dan banyaknya pengiriman ikan dari daerah lain melalui jalur transportasi darat ke PPN Palabuhanratu. Sistem minapolitan perikanan tangkap tidak memiliki kemampuan untuk mengontrol input ini, tetapi input ini diperlukan agar sistem dapat berfungsi. Input lingkungan yang mempengaruhi sistem adalah beberapa regulasi yang terdapat dalam sistem minapolitan perikanan tangkap di Palabuhanratu. Mengacu pada Masterplan Kawasan Penunjang Minapolitan Palabuhanratu (Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Sukabumi 2011 c ), regulasi yang menjadi dasar hukum dalam sistem minapolitan di Pababuhanratu sebagai berikut: 1) Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional 2) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan 3) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah 4) Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang

87 59 5) Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil 6) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan kedua atas UU Nomor 32 tentang Pemerintah Daerah 7) Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perikanan 8) Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintah antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Propinsi, dan Pemerintah Kabupaten/Kota 9) Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional 10) Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 29 Tahun 2008 tentang Pengembangan Kawasan Strategis Cepat Tumbuh di Daerah 11) Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 41 Tahun 2008 tentang Penetapan Lokasi Pengembangan Kawasan Minapolitan 12) Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan No.KEP.31/MEN/2010 tentang Penetapan Kawasan Minapolitan Kota 13) Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan No.KEP.18/MEN/2011 tentang Pedoman Umum Minapolitan 14) Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 39 Tahun 2011 tentang Penetapan Lokasi Minapolitan 15) Peraturan Daerah Propinsi Jawa Barat Nomor 2 Tahun 2009 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Propinsi Jawa Barat ) Peraturan Daerah Kabupataen Sukabumi Nomor 13 Tahun 2009 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah Kabupaten Sukabumi Tahun (Lembaran Daerah Kabupaten Sukabumi Tahun 2009 Nomor 13) Selanjutnya Nasrudin (2010) menambahkan beberapa regulasi terkait lainnya, yaitu 1) Keputusan Bupati Sukabumi Nomor 523/Kep.565- Dislutkan/2010 tentang Penetapan Kawasan Minapolitan Berbasis Perikanan Tangkap di Kabupaten Sukabumi, dan 2) Keputusan Bupati Sukabumi Nomor

88 /kep566-Dislutkan/2010 tentang Tim Pengelola Pengembangan Minapolitan Berbasis Perikanan Tangkap di Kabupaten Sukabumi. Output yang tak dikehendaki meliputi 1) kemiskinan nelayan, 2) penurunan stok sumber daya ikan, 3) konflik pemanfaatan ruang wilayah pesisir dan laut, 4) praktek monopoli dan bisnis tidak sehat di kawasan minapolitan, 5) nelayan kecil semakin terpinggirkan, dan 6) pola kerja sama kemitraan yang kurang adil. Melalui sistem kontrol manajemen minapolitan, output yang tak dikehendaki akan dikontrol dan diharapkan dapat memberikan informasi penting dalam pengelolaan selanjutnya. Output ini dapat dikendalikan dengan berbagai cara seperti 1) pengaturan jumlah upaya penangkapan yang beroperasi, 2) pengaturan waktu dan daerah penangkapan ikan disesuaikan dengan musim penangkapan, 3) pengaturan alat tangkap, 4) pembinaan usaha nelayan (penangkapan dan pengolahan) untuk meningkatkan nilai tambah, 5) penanganan hasil tangkapan, 6) pola kerja sama kemitraan yang adil, 7) koordinasi dan konsolidasi lintas pelaku, serta 8) keberpihakan kebijakan anggaran yang berorientasi pada kepentingan masyarakat nelayan di kawasan minapolitan. Manajemen Industrialisasi Perikanan di kawasan zona inti Sistem Minapolitan Perikanan Tangkap Manajemen Manajemen Kebijakan dan Kinerja Kelembagaan Minapolitan Mendukung Kebutuhan Kebutuhan Mendukung Kebutuhan Mendukung Integrasi rantai pasok komoditas tuna dan layur Integrasi pasar ikan antara zona inti dan zona penunjang Integrasi kelembagaan kemitraan Daya saing industri terkait dalam kondisi optimal Keterkaitan antar wilayah dan antar komoditas Kemitraan bisnis minapolitan yang optimal Hasil yang diharapkan - Peningkatan produksi, produktivitas dan kualitas produk perikanan - Peningkatan pendapatan nelayan - Integrasi pasar, rantai pasok dan kelembagaan minapolitan - Pengembangan kawasan minapolitan sebagai pusat pertumbuhan ekonomi daerah Gambar 16 Struktur sistem minapolitan perikanan tangkap di Palabuhanratu.

89 61 Berdasarkan hasil identifikasi sistem sebagaimana telah dijelaskan pada Gambar 15, selanjutnya diformulasikan dalam bentuk struktur sistem minapolitan perikanan tangkap (Gambar 16). Gambar 16 menunjukkan bahwa sistem minapolitan perikanan tangkap di Palabuhanratu mencakup dua subsistem pokok, yaitu 1) industrialisasi perikanan di zona inti (PPN Palabuhanratu) dan 2) kebijakan dan kinerja kelembagaan minapolitan. Industrialisasi perikanan di PPN Palabuhanratu merupakan salah satu rencana aksi yang menjadi unggulan di kawasan minapolitan. Program tersebut seharusnya menjadi langkah awal dalam menumbuhkembangkan klaster industri perikanan tangkap di kawasan zona inti. Klaster industri perikanan tersebut akan berkembang dengan baik ketika terjadi integrasi rantai pasok (supply chain) dari komoditas ikan yang menjadi unggulan di kawasan minapolitan. Oleh karena itu, manajemen rantai pasok (tuna dan layur) merupakan kebutuhan mendasar dalam subsistem industrialisasi perikanan. Manajemen rantai pasok yang optimal dapat menjadi daya dorong bagi peningkatan daya saing industri terkait. Subsistem kebijakan dan kelembagaan minapolitan juga menjadi elemen kunci dalam sistem minapolitan perikanan tangkap di Palabuhanratu. Dalam rangka menciptakan kebijakan dan kinerja kelembagaan minapolitan yang optimal membutuhkan integrasi kelembagaan minapolitan yang merupakan elemen kunci efektifnya sistem minapolitan tersebut. Kelembagaan minapolitan harus mampu menciptakan struktur kelembagaan dengan peran dan fungsi yang jelas sehingga tidak terjadi tumpang tindih kewenangan di antara kelembagaan yang ada. Koordinasi yang baik di antara kelembagaan yang berperan dalam sistem minapolitan merupakan kunci sukses terbentuknya integrasi kelembagaan kemitraan minapolitan. Selanjutnya diharapkan dapat terbentuk kemitraan bisnis minapolitan yang optimal dan berkelanjutan. Kebijakan dan kinerja kelembagaan minapolitan juga diharapkan dapat mendukung terjadinya proses integrasi pasar yang dapat mencerminkan adanya keterkaitan antar wilayah dan antar komoditas antara zona inti (PPN Palabuhanratu) dan zona pendukung (daerah sekitarnya). Integrasi pasar dalam kondisi optimal ketika kebijakan pemerintah berorientasi pada optimalisasi dan peningkatan intrastruktur transportasi, fasilitas pelabuhan perikanan, sistem informasi harga dan pasar yang transparan. Integrasi

90 62 antara zona inti dan zona pendukung tersebut akan memperkuat terbentuknya industrialisasi perikanan di zona inti yang merupakan pusat pertumbuhan ekomomi bagi daerah-daerah sekitarnya. Subsistem industrialisasi perikanan dan subsistem kebijakan dan kelembagaan yang berjalan dengan baik tercermin oleh adanya kemitraan bisnis minapolitan yang optimal, keterkaitan antar wilayah dan komiditas, serta daya saing industri terkait dalam kondisi optimal. Resultan dari kedua subsistem tersebut diharapkan dapat mengoptimalkan tercapainya tujuan minapolitan perikanan tangkap di Palabuhanratu seperti 1) peningkatan produksi, produktivitas dan kualitas produk perikanan, 2) peningkatan pendapatan nelayan, 3) integrasi pasar, rantai pasok dan kelembagaan minapolitan, dan 4) pengembangan kawasan minapolitan sebagai pusat pertumbuhan ekonomi daerah. 4.2 Analisis Model Integrasi Pasar, Rantai Pasok dan Kelembagaan Mengacu pada struktur sistem minapolitan perikanan tangkap sebagaimana Gambar 16, analisis model integrasi dalam pengembangan minapolitan dibatasi pada 3 aspek yaitu 1) model integrasi pasar ikan komoditas unggulan, 2) model integrasi supply chain komoditas unggulan, dan 3) model integrasi kelembagaan minapolitan Analisis model integrasi pasar ikan tuna dan layur Data time series yang digunakan untuk menganalisis integrasi pasar tuna adalah harga ikan tuna yang dicatat di PPN Palabuhanratu dan harga ikan tuna yang dicatat di Tokyo Central Wholesale Market (TCWM). Data time series yang diolah untuk menganalisis integrasi pasar layur adalah harga ikan layur dicatat di PPN Palabuhanratu, CFR Cina, dan 5 PPI/TPI lain di kawasan Teluk Palabuhanratu (Cibangban, Cisolok, Ciwaru, Minajaya, dan Ujung Genteng). Perbedaan harga ikan di pasar acuan (PPN Palabuhanratu, TCWM dan CFR Cina) menjadi salah satu faktor pemicu terjadinya integrasi pasar selain adanya fasilitas sarana dan prasarana pasar, serta jaringan transportasi dan komunikasi yang baik.

91 63 1. Fluktuasi harga ikan tuna dan layur Gambar 17 menunjukkan bahwa harga bigeye tuna segar di Tokyo Central Wholesale Market sangat berfluktuatif. Dalam 4 tahun terakhir, harga bigeye tuna segar per bulan pada tahun 2011 relatif lebih tinggi dibandingkan tahun sebelumnya dan pada tahun 2010 harganya relatif paling rendah. Fluktuasi harga bigeye tuna segar di PPN Palabuhanratu juga relatif stabil pada 3 tahun terakhir. Kondisi berbeda terjadi pada tahun 2008, dimana harga bigeye tuna segar relatif rendah pada bulan Januari sampai April (harga sekitar Rp 10 ribu/kg). Kemudian menjelang akhir tahun, harga bigeye tuna segar meningkat hingga mencapai sekitar Rp 24 ribu/kg. Peningkatan harga bigeye tuna segar terjadi pada tahun , dimana harga rata-rata per tahun secara berturut-turut mencapai Rp 24 ribu/kg, Rp 27 ribu/kg dan Rp 28 ribu/kg. Fenomena rendahnya harga bigeye tuna segar pada bulan Januari-April 2008 jika dikaitkan dengan harga rata-rata bigeye tuna segar 3 tahun sebelumnya ternyata relatif sama. Kisaran harga rata-rata bigeye tuna segar mulai tahun 2005 hingga 2007 secara berturut-turut adalah Rp 8 ribu/kg, Rp 10 ribu/kg, dan Rp 10 ribu/kg. Artinya, pada akhir tahun 2008 merupakan titik balik kenaikan harga bigeye tuna segar hingga mencapai dua kali lipat dari harga tahun-tahun sebelumnya. Peningkatan harga yang sangat signifikan ini merupakan salah satu indikator mulai berkembangnya usaha perikanan tuna di Palabuhanratu baik yang terkait dengan usaha penangkapan maupun pengolahan (pengepakan hasil tangkapan tuna). Tabel 4 Jumlah alat tangkap pancing tonda dan longline yang beroperasi di PPN Pabuhanratu tahun

92 Harga rata-rata bigeye tuna (Rp/kg) , ,000 95,000 85,000 75,000 65,000 55,000 45,000 35,000 25,000 15,000 5, Bulan PPNP 2008 PPNP 2009 PPNP 2010 PPNP 2011 TCWM 2008 TCWM 2009 TCWM 2010 TCWM 2011 Sumber: diolah dari National Marine Fisheries Service ( 2011) dan PPN Palabuhanratu (2011) Gambar 17 Fluktuasi harga bigeye tuna (fresh) per bulan di Tokyo Center Wholesale Market dan PPN Palabuhanratu pada tahun Indikasi berkembangnya perikanan tuna di Palabuhanratu dapat dilihat dari indikator jumlah alat tangkap yang beroperasi di PPN Palabuhanratu. Produksi tuna di Palabuhanratu didominasi oleh jenis alat tangkap pancing tonda dan longline. Pada Tabel 4 menunjukkan bahwa jumlah pancing tonda yang beroperasi di PPN Palabuhanratu tahun jauh lebih sedikit jika dibandingkan dengan jumlah pancing tonda pada periode tahun Jumlah alat tangkap longline yang beroperasi pada tahun relatif sedikit jika dibandingkan dengan jumlah alat tangkap longline pada periode tahun Mulai berkembangnya perikanan tuna di Palabuhanratu, kemungkinan besar merupakan dampak dari pembangunan PPN Palabuhanratu tahap II yang telah dilakukan pada tahun Dalam Buku Profil Pelabuhan Perikanan Nusantara Palabuhanratu (Lamatta 2011) dijelaskan bahwa pembangunan pelabuhan perikanan tangkap tahap kedua diprioritaskan untuk menunjang aktivitas kapal berukuran GT. Artinya, kapal-kapal longline ukuran GT dapat

93 Harga ikan layur (Rp/Kg) 65 mendaratkan hasil tangkapannya di PPN Palabuhanratu setelah tahun Dampak lainnya adalah mulai berkembangnya usaha penanganan hasil tangkapan tuna yang dilakukan oleh beberapa perusahaan (agen tuna). Agen tuna ini berfungsi sebagai pihak yang bertanggung jawab untuk mendistribusikan produk tuna dari PPN Palabuhanratu ke perusahaan tuna di Jakarta melalui jalur transportasi darat. 50,000 45,000 40,000 35,000 30,000 25,000 20,000 15,000 10,000 5, Bulan CFR Cina 2011 PPN Palabuhanratu 2010 PPN Palabuhanratu 2011 CFR Cina 2010 Sumber: diolah dari Infofish Trade News dan Statistis PPN Palabuhanratu Gambar 18 Fluktuasi harga ikan layur di pasar CFR Cina dan PPN Palabuhanratu tahun Gambar 18 juga menunjukkan adanya fluktuasi harga ikan di CFR Cina yang sangat tajam. Puncak harga tertinggi selama 2 tahun terakhir terjadi pada bulan Agustus-September dan bulan April. Pada bulan September 2011 harga ikan layur di CFR mencapai 5,41 US$/kg atau sekitar Rp ,00 (asumsi 1 US$ = Rp 9.100,00). Harga terendah terjadi sekitar bulan Juni-Juli dan Oktober. Harga ikan layur bulanan di CFR Cina selama tahun 2011 lebih tinggi jika dibandingkan harga ikan layur tahun 2010 pada bulan yang sama. Kondisi ini mengindikasikan

94 66 bahwa permintaan pasar layur di CFR Cina semakin meningkat dan menjadi salah satu pasar acuan bagi eksportir layur selain Korea dan Jepang. Gambar 18 juga menunjukkan kondisi pasar ikan layur di PPN Palabuhanratu dimana harga layur dalam 1 tahun terakhir cenderung konstan pada bulan Januari sampai bulan Juli. Harga layur di PPN Palabuhanratu tahun 2011 relatif lebih tinggi jika dibandingkan dengan harga tahun Harga rata-rata ikan layur pada bulan Oktober 2011 terjadi penurunan yang sangat tajam dan selisih harganya mencapai sekitar Rp 5.000,00/kg. Penurunan harga rata-rata layur tersebut kemungkinan disebabkan oleh faktor kualitas mutu ikan layur dari unit penangkapan payang dimana harganya hanya mencapai sekitar Rp 8.000,00/kg. Fakta ini menunjukkan bahwa mutu ikan layur untuk komoditas ekspor dipengaruhi oleh unit penangkapan yang digunakan nelayan (cara ikan tertangkap) disamping penanganan hasil tangkapan. Berdasarkan penggunaan alat tangkapnya, mutu ikan layur terbaik dihasilkan dari unit penangkapan pancing ulur. Rendahnya harga/mutu ikan layur dari unit penangkapan payang kemungkinan besar akibat banyaknya layur dalam kondisi pecah perut. Pada kondisi ikan layur pecah perut, harga di tingkat eksportir di PPN Palabuhanratu turun mencapai sekitar 50% dari harga normal. Oleh karena itu, pihak pengumpul (tawe) merespon kondisi tersebut dengan melakukan penawaran harga ikan layur dari nelayan payang sangat rendah. Namun jika dilihat dari harga layur di CFR Cina pada bulan Oktober juga menurun tajam, maka kemungkinan besar pihak eksportir layur di Palabuhanratu merespon penurunan harga layur di CFR Cina dengan menurunkan harga beli layur dari tawe. Sebagai konsekunsinya, pihak tawe juga menurunkan harga layur di tingkat nelayan (harga yang dicatat di PPN Palabuhanratu adalah harga layur di tingkat nelayan). Gambar 19 menunjukkan bahwa pada tahun 2011, harga layur di Kawasan Teluk Palabuhanratu tertinggi terjadi di PPN Palabuhanratu dengan rata-rata harga selama 1 tahun sekitar Rp ,00/kg dan terendah terjadi di TPI Ujung Genteng yaitu sekitar Rp 6.000,00/kg. Harga rata-rata layur di 4 TPI/PPI lainnya di Kawasan Teluk Palabuhanratu berada di kisaran Rp 8.000,00/kg sampai Rp ,00/kg. Harga di TPI Ciwaru berfluktuasi pada bulan Januari sampai Juni dan bulan selanjutnya relatif konstan. Secara keseluruhan harga di masing-masing

95 Harga ikan layur (Rp/Kg) 67 TPI di Kawasan Teluk Palabuhanratu dapat dikatakan cenderung konstan. Kondisi ini terjadi karena harga yang dicatat di masing-masing TPI (termasuk di PPN Palabuhanratu) adalah harga ikan layur di tingkat nelayan (sistem transaksi nelayan dengan pengumpul/pemilik kapal). Berdasarkan hasil wawancara, kenaikan harga di tingkat nelayan terjadi ketika harga di tingkat eksportir naik tajam atau terjadi kesepakatan kenaikan harga antar tawe di suatu lokasi Bulan PPN Palabuhanratu TPI Ciwaru TPI Cisolok TPI Minajaya TPI Cibangban TPI Ujung Genteng Gambar 19 Fluktuasi harga ikan layur di kawasan minapolitan perikanan tangkap Palabuhanratu tahun Seluruh ikan layur berkualitas ekspor dibeli oleh pengumpul lokal (tawe) kemudian dijual kembali ke perusahaan eksportir yang berdomisili di PPN Palabuhanratu. Ikan layur yang tidak termasuk kualitas ekspor dibeli pedagang kecil untuk konsumsi pasar lokal. Atas dasar alasan jarak tempuh masing-masing lokasi TPI/PPI ke lokasi perusahaan eksportir, para tawe membeli layur di masing-masing lokasi berbeda-beda. Selisih harga layur di PPN Palabuhanratu dengan TPI/PPI lainnya dimanfaatkan oleh tawe untuk biaya penanganan hasil tangkapan, biaya transportasi dan keuntungan usaha. Informasi harga beli layur

96 68 dari pihak perusahaan eksportir umumnya dikuasai oleh para tawe dan informasi tersebut tidak diteruskan ke nelayan. Sistem kontrak informal atau bagi hasil usaha yang diterapkan pemilik kapal (sekaligus sebagai pembeli) juga membuat nelayan tidak memiliki posisi tawar yang seimbang dalam penentuan harga layur. Pemilik kapal (tawe) memiliki posisi tawar yang sangat dominan dalam penentuan harga dan di setiap TPI harga layur ditetapkan berdasarkan kesepakatan informal para tawe setempat. 2. Model integrasi pasar ikan tuna dan layur Model integrasi pasar ikan tuna dan layur yang merupakan model regresi linier berganda telah memenuhi kaidah-kaidah persyaratan uji analisis seperti uji normalitas, multikolinieritas, autokorelasi, dan heteroskedastisitas (Lampiran 2-8). Tabel 5 menunjukkan hasil formulasi dan validasi model integrasi pasar bigeye tuna segar dan layur pada berbagai jenis pasar. Hasil validasi model menunjukkan bahwa model integrasi pasar layur antara PPN Palabuhanratu dan CFR Cina tidak signifikan (F hitung < F tabel ), sama halnya dengan model integrasi pasar layur antara TPI Ciwaru dan PPN Palabuhanratu. Artinya, model integrasi pasar pada daerahdaerah tersebut tidak semata-mata dipengaruhi oleh faktor harga tetapi lebih dominan dipengaruhi oleh faktor lain yang tidak masuk dalam model seperti aturan main di antara anggota rantai pasok, musim, kebijakan pemerintah, infrastruktur pasar dan kondisi pasar global. Ketujuh model yang dihasilkan adalah: 1) Model integrasi pasar bigeye tuna segar antara PPN Palabuhanratu dan TCWM dengan rumus sebagai berikut: P it = 4248, ,891(P it-1 ) - 2,955(P jt - P jt-1 ) - 1,333(P jt-1 ) 2) Model integrasi pasar ikan layur antara PPN Palabuhanratu dan CFR Cina dengan rumus sebagai berikut: P it = 9913, ,347(P it-1 ) + 433,665(P jt - P jt-1 ) + 277,993(P jt-1 ) 3) Model integrasi pasar layur antara TPI Ciwaru dan PPN Palabuhanratu dengan rumus sebagai berikut: P it = 7872, ,003(P it-1 ) + 0,07(P jt - P jt-1 ) + 0,147(P jt-1 )

97 69 4) Model integrasi pasar ikan layur antara TPI Cibangban dan PPN Palabuhanratu dengan rumus sebagai berikut: P it = 6299,502+ 0,769 (P it-1 ) - 0,025 (P jt -P jt-1 ) - 0,249 (P jt-1 ) 5) Model integrasi pasar layur antara TPI Cisolok dan PPN Palabuhanratu dengan rumus sebagai berikut: P it = 2029, ,000(P it-1 ) + 0,496(P jt -P jt-1 ) - 0,456(P jt-1 ) 6) Model integrasi pasar layur antara TPI Minajaya dan PPN Palabuhanratu dengan rumus sebagai berikut: P it = 3091, ,000(P it-1 ) + 0,003(P jt -P jt-1 ) + 0,396(P jt-1 ) 7) Model integrasi pasar layur antara TPI Ujung Genteng dan PPN Palabuhanratu dengan rumus sebagai berikut: P it = 6145, ,014 (P it-1 ) + 0,0392 (P jt -P jt-1 ) + 0,356 (P jt-1 ) Berdasarkan model-model tersebut dapat diketahui integrasi pasar ikan dalam jangka pendek dengan melihat nilai koefisien variabel (P jt -P jt-1 ) atau nilai b 2. Integrasi pasar ikan jangka panjang dilihat dari nilai IMC. Tabel 5 menunjukkan bahwa pasar layur di TPI Ujung Genteng hanya terintegrasi dalam jangka pendek dengan PPN Palabuhanratu (nilai b 2 = 0,392 mendekati 1 dan nilai IMC = 2,848 >1). Pasar layur di TPI Ciwaru, Cibangban, Cisolok dan Minajaya terintegrasi dalan jangka panjang maupun jangka pendek dengan PPN Palabuhanratu, terlihat dari nilai IMC lebih kecil dari 1 dan nilai b 2 mendekati 1. Pasar yang terintegrasi dalam jangka panjang adalah 1) pasar bigeye tuna segar antara PPN Palabuhanratu dan TCWM, dan 2) pasar layur antara PPN Palabuhanratu dan CFR Cina. Terjadinya proses integrasi jangka panjang antara pasar bigeye tuna segar di PPN Palabuhanratu dan TCWM akibat informasi harga ikan bigeye tuna segar di TCWM tertransmisikan dengan baik ke agen tuna di PPN Palabuhanratu. Selain itu, sarana transportasi dan komunikasi dari PPN Palabuhanratu ke Jakarta juga cukup baik sehingga memudahkan proses distribusi ikan ke negara tujuan yang dilakukan melalui Jakarta. Berdasarkan fakta di lapangan, harga bigeye tuna segar di PPN Palabuhanratu ditentukan oleh agen (pengumpul). Agen sangat

98 70 dimungkinkan melakukan aksi pengurangan harga beli bigeye tuna segar dari nelayan di Palabuhanratu guna mengambil keuntungan semaksimal mungkin pada saat harga di Tokyo naik. Informasi pasar ekspor tuna juga dikuasai penuh oleh pihak eksportir/agen sehingga pemilik kapal/nelayan tidak memiliki posisi tawar yang seimbang dengan pihak eksportir dalam hal penentuan harga. Selain itu, pihak agen di Palabuhanratu juga sering melakukan transaksi penjualan dengan nelayan di atas kapal melalui kapal carrier. Pihak agen Palabuhanratu umumnya melakukan sistem penjualan tuna dengan sistem titip yaitu menjual ikan tuna dengan dengan harga yang berlaku di TCWM. Sitorus (2004) menjelaskan bahwa konsep perdagangan dengan sistem titip ini dijalankan dengan menandatangani kesepakatan dimana pembeli diberikan kekuasaan oleh produsen (pemilik kapal) untuk menjualkan ikan tuna sesuai dengan harga tuna yang berlaku di TCWM. Harga yang diterima oleh produsen adalah harga jual di TCWM dikurangi dengan biaya pengiriman dan pajak pendapatan. Terintegrasinya harga bigeye tuna segar di PPN Palabuhanratu dengan harga di TCWM mencerminkan bahwa pergerakan harga domestik sangat dipengaruhi oleh dinamika harga di pasar Tokyo. Kondisi ini dapat memberikan petunjuk bagi pihak-pihak terkait bahwa pengembangan komoditas ekspor tuna segar seharusnya mempertimbangkan efisiensi dan daya saing di pasar Tokyo pada khususnya maupun pasar dunia pada umumnya. Menurut Clenia (2009) daya saing produk perikanan Indonesia di pasar labil disebabkan oleh pasar yang tidak efisien. Pasar dikatakan efisien apabila kegiatan pemasaran memberikan suatu balas jasa yang seimbang kepada semua pihak yang terlibat yaitu produsen, pedagang perantara, dan pengecer serta mampu menyampaikan komoditi hasil ke konsumen dengan biaya rendah. Kurangnya informasi pasar merupakan salah satu hambatan dalam bidang pemasaran hasil perikanan. Agar pasar menjadi lebih efisien Laping (1997) menyarankan pihak pemerintah untuk meningkatkan infrastruktur secara kontinyu dan mengembangkan sistem informasi pasar. Transportasi merupakan faktor penting yang mempengaruhi integrasi pasar. Dengan demikian, strategi yang seharusnya dilakukan pemerintah adalah mengembangkan sarana transportasi dan fasilitas pasar. Selain itu, pemerintah juga harus memiliki perhatian yang lebih terhadap pengembangan sistem

99 71 informasi harga dan transparansi pasar. Transparansi pasar tersebut dapat membantu pedagang untuk memiliki pengetahuan tentang kualitas, kuantitas dan informasi harga komoditas secara lengkap setiap saat. Dalam jangka pendek, sistem pemasaran bigeye tuna segar dari PPN Palabuhanratu ke TCWM tidak terintegrasi. Hasil ini berbeda dengan hasil penelitian Sitorus (2004) yang menganalisis integrasi pasar tuna segar antara Benoa dan TCWM. Dijelaskan pula bahwa integrasi pasar jangka pendek disebabkan oleh adanya perubahan margin di TCWM dan informasi perubahan margin yang ada disalurkan dengan baik ke Benoa oleh perwakilan pembeli yang memasarkan ikan tuna segar ke Tokyo. Jika fluktuasi marginnya kecil sedangkan biaya transaksi tetap, maka pedagang tidak tertarik untuk mengadakan transaksi yang lebih besar antara pasar lokal dengan pasar Tokyo. Kondisi ini menyebabkan harga di pasar lokal cenderung konstan dan harga di pasar Tokyo cenderung turun. Laping (1997) menyatakan bahwa respon harga dengan segera (integrasi jangka pendek derajat tinggi) hanya dapat terjadi jika infrastruktur trasportasi, fasilitas pasar desa yang paling mendasar, sistem informasi harga dan pasar yang transparan sudah terbangun dengan baik. Selama faktor-faktor ini belum terbangun dan tersedia maka respon harga dengan segera tersebut sukar untuk dapat terwujud. Berdasarkan pendapat Laping (1997) dan fakta di lapangan, tidak terintegrasinya pasar bigeye tuna antara PPN Palabuhanratu dan TCWM disebabkan oleh sistem informasi harga dan pasar bigeye yang tertutup serta penentuan harga cenderung bersifat monopoli. Praktek bisnis monopoli tersebut ada kemungkinan akibat mekanisme pasar tuna (komoditas ekspor) di PPN Palabuhanratu tidak dilakukan melalui proses pelelangan sehingga harga tuna yang diterima oleh nelayan di PPN Palabuhanratu tidak dalam kondisi optimal. Secara teoritis, harga sangat dipengaruhi oleh kondisi permintaan dan penawaran atas produk yang diperdagangkan. Kondisi permintaan tuna Indonesia di Jepang dapat mengacu pada penelitian Suharno dan Santoso (2008) yang mengkaji model permintaan yellowfin segar Indonesia di pasar Jepang. Pada penelitian tersebut diperoleh nilai elastisitas permintaan yellowfin segar terhadap harga adalah negatif sebesar 1,283 dan bersifat elastis. Artinya, peningkatan harga yellowfin segar sebesar 1 persen akan membuat permintaan impor yellowfin segar

100 72 Indonesia oleh Jepang menurun sebesar 1,283 persen, begitu juga sebaliknya. Dengan kondisi seperti ini, maka yellowfin segar Indonesia merupakan produk normal yang sensitif terhadap harga. Namun demikian nilai elastisitas yang lebih besar dari 1 ini dapat menguntungkan Indonesia. Jika Indonesia menurunkan harga sebesar 1 persen, maka permintaan yellowfin segar Indonesia akan meningkat sebesar 1,283 persen. Solusinya adalah Indonesia harus mampu berproduksi yellowin yang bermutu tinggi dengan biaya minimum sehingga harga yellowin segar Indonesia dapat kompetitif dengan harga yellowfin dari negaranegara pesaing. Namun solusi tersebut bukan berarti bahwa seluruh pengusaha tuna Indonesia berlomba-lomba meningkatkan upaya penangkapan tuna tanpa memperhatikan aspek kelestarian sumber daya tuna di masa mendatang. Harga tuna Indonesia yang kompetitif dan menguntungkan secara bisnis di pasar Jepang dapat menjadi salah satu pemicu terjadinya proses integrasi pasar antara pasar tuna di Indonesia dan pasar tuna di Jepang. Tabel 5 Hasil analisis integrasi pasar bigeye tuna segar dan layur Integrasi pasar Jenis ikan Parameter model Konstanta b 1 b 2 b 3 PPN Palabuhanratu vs TCWM Bigeye segar 4248,679 tn 0,891 * -2,955 tn -1,333 tn PPN Palabuhanratu vs CFR Cina Layur 9913,106 * 0,347 tn 433,665 tn 277,993 tn TPI Ciwaru vs PPN Palabuhanratu Layur 7872,287 tn 0,003 tn 0,070 tn 0,147 tn TPI Cibangban vs PPN Palabuhanratu Layur 6299,502 * 0,769 * -0,025 tn -0,249 tn TPI Cisolok vs PPN Palabuhanratu Layur 2029,607 * 0,000 0,496 * -0,456 * TPI Minajaya vs PPN Palabuhanratu Layur 3091,992 * 0,000 0,003 tn 0,396 * TPI Ujung Genteng vs PPN Palabuhanratu Layur 6145,577 * 1,014 * -0,392 * -0,356 * Integrasi pasar Jenis ikan Validasi model IMC R 2 F nilai Klasifikasi PPN Palabuhanratu vs TCWM Bigeye segar 0,857 85,564 * 0,668 terintegrasi PPN Palabuhanratu vs CFR Cina Layur 0,256 2,175 tn 0,001 terintegrasi TPI Ciwaru vs PPN Palabuhanratu Layur 0,017 0,039 tn 0,021 terintegrasi TPI Cibangban vs PPN Palabuhanratu Layur 0,863 14,645 * 0,249 terintegrasi TPI Cisolok vs PPN Palabuhanratu Layur 0, ,200 * 0,000 terintegrasi TPI Minajaya vs PPN Palabuhanratu Layur 0, ,985 * 0,000 terintegrasi TPI Ujung Genteng vs PPN Palabuhanratu Layur 0, ,671 * 2,848 tidak terintegrasi Keterangan : * menunjukkan signifikan pada = 5%, tn menunjukkan tidak signifikan Tabel 5 menunjukkan bahwa antara harga layur di di PPN Palabuhanratu dan harga layur di CFR Cina terjadi intergasi pasar dalam jangka panjang (nilai IMC= 0,0012 < 1) dan tidak terjadi integrasi pasar jangka pendek (nilai b 2 jauh lebih besar dari 1). IMC hampir mendekati nilai 0 terjadi karena nilai b 1

101 73 mendekati 0 dan nilai b 3 jauh lebih besar dari 1. Rendahnya nilai b 1 tersebut menunjukkan bahwa harga layur di PPN Palabuhanratu pada waktu sekarang memiliki kecenderungan tidak dipengaruhi harga layur pada waktu sebelumnya. Dengan kata lain, harga layur di PPN Palabuhanratu pada waktu sekarang cenderung lebih dipengaruhi oleh lag harga layur di CFR Cina. Fenomena nilai IMC mendekati nol (Clenia 2009; Musmedi 2011; Anjardiani et al. 2011) mengindikasikan bahwa kedua pasar secara relatif lebih terintegrasi dalam jangka panjang. Berdasarkan tingkat integrasinya, jika nilai IMC mendekati nol maka kedua pasar memiliki tingkat integrasi pasar lebih tinggi (Mohamed dan Arsyad 1996; Oladapo dan Momoh 2007). Zain (2007) menyebutnya dengan istilah tingkat integrasi semakin tinggi dalam jangka panjang sedangkan Kalsum (2009) memberikan istilah pasar terintegrasi sempurna. Pada pasar tingkat lokal, harga ikan layur di PPN Palabuhanratu sebagai pasar acuan bagi TPI-TPI yang ada disekitarnya. Tabel 5 menunjukkan bahwa sebagian besar TPI-TPI di sekitarnya (kecuali TPI Ujung Genteng) terintegrasi dalam jangka panjang maupun jangka pendek dengan PPN Palabuhanratu. Pasar ikan layur di TPI Ujung Genteng hanya terintegrasi dalam jangka pendek dengan PPN Palabuhanratu. Fenomena ini diduga ada kaitannya dengan kesepakatan informal antar pedagang pengumpul di tiap-tiap TPI yaitu kenaikan harga layur di tingkat nelayan harus disepakati oleh pedagang pengumpul setempat. Selain itu, informasi harga jual pedagang pengumpul ke pihak perusahaan eksportir tidak secara transparan diinformasikan kepada nelayan. Meskipun lambat laun informasi harga beli perusahaan eksportir sampai kepada nelayan, namun adanya ikatan patront-clinet yang kuat antara nelayan dan pemilik kapal (pedagang pengumpul) menyebabkan nelayan hanya menerima harga yang telah ditetapkan oleh pedagang pengumpul. Jarak antara TPI Ujung Genteng dan PPN Palabuhanratu yang cukup jauh dan jalur transportasi darat kurang mendukung dijadikan faktor resiko bisnis bagi pedangang pengumpul sehingga ketika harga ikan di PPN Palabuhanratu naik tidak segera direspon pedagang pengumpul dengan menaikkan harga beli ikan layur dari nelayan. Menurut Laping (1997) integrasi pasar jangka pendek menunjukkan bahwa perubahan harga di satu pasar di beberapa periode akan segera mempengaruhi

102 74 perubahan harga di pasar lain pada periode berikutnya. Kondisi ini juga mencerminkan kepekaan penyebaran harga produk antara pasar. Integrasi jangka pendek derajat tinggi hanya dapat terjadi jika infrastruktur transportasi, fasilitas pasar desa yang paling mendasar, sistem informasi harga dan pasar yang transparan sudah terbangun dengan baik. Kasimin (2009) menegaskan, selama faktor-faktor ini belum terbangun dan tersedia maka sulit mewujudkan perubahan harga di pasar acuan dapat segera direspon oleh pasar lokal. Secara umum kondisi infrastruktur transportasi dari masing-masing TPI menuju PPN Palabuhanratu cukup baik meskipun belum dalam kondisi optimal. Kondisi infrastruktur transportasi tersebut masih dapat menjadi daya tarik bagi pedangan pengumpul (tawe) di daerah lain untuk menjual layur ke PPN Palabuhanratu. Faktor lain yang menjadi daya tarik adalah harga jual layur di PPN Palabuhanratu lebih tinggi dan masih menguntungkan secara bisnis. Lubis dan Sumiati (2011) menjelaskan bahwa banyaknya ikan yang masuk melalui jalur darat ke PPN Palabuhanratu terkait akses yang relatif mudah sehingga biaya yang dikeluarkan untuk mendatangkan ikan relatif kecil selain mutu ikan rata-rata masih segar karena waktu distribusinya relatif tidak terlalu lama. Selain intrastruktur transportasi, jaringan telekomunikasi di kawasan teluk Palabuhanratu juga cukup baik sehingga informasi harga layur dari para eksportir di PPN Palabuhanratu dapat diakses oleh para tawe. Proses pelelangan ikan yang sebagian besar tidak berjalan di masing-masing TPI tidak menjadi fakor penting pembentukan harga layur karena adanya kebijakan khusus bahwa setiap ikan komoditas ekspor (tuna dan layur) tidak melalui proses lelang di TPI. Harga layur di setiap TPI ditentukan oleh kesepakatan antar tawe setempat, artinya sistem transaksi jual beli layur cenderung bersifat monopoli. Kecenderungan praktek monopoli pada perdagangan layur di Kawasan Teluk Palabuhanratu perlu diantisipasi oleh pemerintah setempat. Pada dasarnya, kondisi ini dapat diantisipasi ketika peran penting PPN Palabuhanratu dapat dijalankan secara optimal. Lamatta (2011) menjelaskan bahwa, dalam kaitannya dengan fungsi pelabuhan sebagai pusat pasar ikan (klaster perikanan) maka PPN Palabuhanratu harus mampu menyediakan TPI yang cukup luas dan lembaga keuangan sebagai penyedia uang

103 75 tunai dan transfer. Selain itu, dalam mempercepat transaksi pemasaran ikan, PPN Palabuhanratu seharusnya dapat menciptakan sistem pemasaran yang efektif. Lubis (2012) juga menjelaskan bahwa pelabuhan perikanan berfungsi sebagai tempat untuk menciptakan mekanisme pasar yang menguntungkan, baik bagi nelayan maupun pedagang. Dengan demikian sistem pemasaran dari TPI ke konsumen harus diorganisir dengan baik dan teratur. Pelelangan ikan adalah kegiatan awal dari sistem pemasaran ikan di pelabuhan perikanan untuk mendapatkan harga yang layak, khususnya bagi nelayan. Dalam kaitannya dengan integrasi pasar, peran dan fungsi pelabuhan merupakan faktor penting yang mempengaruhi derajat integrasi pasar layur di Kawasan Teluk Palabuhanratu. Selain itu, optimalisasi fungsi pelelangan ikan dapat menjadi salah satu solusi mengantisipasi praktek monopoli harga layur. Kebijakan proses transaksi ikan ekspor (tuna dan layur) tidak melalui proses pelelangan perlu dikaji ulang tingkat efektif dan efisiensinya. Apakah kebijakan tersebut benar-benar mendukung mekanisme pasar yang adil (fair trade) dan menguntungkan nelayan maupun pedagang. Ketika pilihan kebijakan tersebut tetap dipertahankan maka harus ada suatu mekanisme tertentu untuk mengevaluasi tingkat kelayakan harga layur di tingkat nelayan dan pedagang pengumpul. Berdasarkan hasil evaluasi tersebut, pemerintah dapat menentukan harga layur minimal di tingkat nelayan dan pedagang pengumpul yang harus dipatuhi oleh kedua belah pihak. Berdasarkan Tabel 5 juga dapat dilihat perbandingan tingkat integrasi pasar ikan pada berbagai pasar yang dikaji. Dalam jangka pendek, pasar ekspor bigeye tuna di TCWM lebih terintegrasi dibandingkan dengan pasar ekspor layur di CFR Cina. Mengacu pendapat Laping (1997), faktor penyebabnya adalah perbedaan sistem informasi harga dan transparansi pasar. Sistem informasi harga dan transparansi harga ikan layur di negara tujuan ekspor (Korea dan Cina) masih tertutup bagi kalangan publik. Akses informasi pasar layur di Cina dan Korea tidak tersedia di layanan internet. Infofish trade news adalah salah satu buletin yang menyediakan informasi harga ikan ekspor (termasuk layur) di berbagai negara. Buletin tersebut bisa diperoleh dengan biaya yang tinggi. Meskipun KKP telah menerbitkan buletin wartapasarikan dimana informasi harga pasar ekspor

104 76 bersumber dari Infofish Trade News tetapi harga ekspor layur tidak secara konsisten dicantumkan dalam setiap penerbitannya. Jika dilihat dari aspek SDM, pedagang layur tidak memahami teknologi informasi sehingga kalaupun tersedia akses sistem informasi pasar, mereka tidak bisa memanfaatkan informasi tersebut dengan baik. Harga jual layur dari pedagang pengumpul ke perusahaan eksportir cenderung bersifat monopoli seperti halnya terjadi pada harga jual layur dari nelayan ke pedangan pengumpul. Fakta ini sangat berbeda dengan pasar tuna di Jepang dimana informasi harga pasar relatif terbuka dan dapat diakses oleh publik. Tingkat monopoli harga dari perusahaan eksportir tuna tidak sekuat di perusahaan eksportir layur, terlihat adanya perusahaan/agen yang bersedia memberikan jasa ekspor kepada pemilik kapal tuna. Perusahaan tersebut bertindak sebagai mitra ekspor dimana seluruh pembiayaan ekspor tuna ditanggung pemilik kapal dan perusahaan menerima jasa dari hasil penjualan tuna di negara tujuan. Besaran jasa (fee) perusahaan berdasarkan kesepakatan kedua belah pihak. Dalam integrasi pasar jangka panjang, Tabel 5 menunjukkan bahwa pasar layur di TPI Minajaya dan TPI Cisolok secara relatif lebih terintegrasi dalam jangka panjang dengan PPN Palabuhanratu dibandingkan dengan TPI yang lain karena nilai IMC nol. Nilai IMC nol akibat dari nilai b 1 pada kedua model tersebut bernilai nol. Semakin tinggi derajat integrasi pasar menunjukkan bahwa kondisi di pasar acuan merupakan faktor utama yang mempengaruhi terbentuknya harga di pasar lokal. Perubahan harga di pasar acuan ditransformasikan ke pasar lokal dan mempengaruhi pembentukan harga di pasar lokal tersebut. Integrasi pasar jangka panjang merefleksikan kondisi terintegrasinya suatu pasar dalam jangka waktu yang cukup lama sehingga jika ada sedikit guncangan harga di pasar acuan akan segera berpengaruh terhadap kondisi harga di pasar lokal. Pada kasus pasar layur di kawasan Teluk Palabuhanratu (tingkat pasar lokal), jarak yang relatif dekat dan kondisi jalan yang cukup baik antara PPN Palabuhanratu (pasar acuan) dan TPI-TPI lainnya mengakibatkan informasi pasar di PPN Palabuhanratu dapat langsung diakses oleh pembeli (tawe) yang berdomisili di masing-masing TPI. Kondisi ini sejalan dengan pendapat Kasimin (2009) bahwa integrasi harga (pasar) yang relatif tinggi dapat terjadi karena sarana transportasi yang sudah baik di tingkat kabupaten dan provinsi, kemudahan dan

105 77 kelancaran komunikasi di antara mereka, dan akses yang lebih baik terhadap pasar alternatif sebagai pembanding harga. Pasar yang efisien akan memiliki integrasi harga yang baik. Jaminan aliran informasi yang baik antar pasar yang terpisah akan memudahkan terjadinya integrasi antar pasar tersebut. Adanya integrasi pasar juga menunjukkan transmisi harga yang baik antara pelaku. Kondisi ini dapat terjadi karena kedekatan hubungan dan pola komunikasi yang baik antar pelaku. Komunikasi yang baik antar pelaku menunjukkan adanya kerja sama dan kepuasan di antara mereka dan sebaliknya (Oladapo dan Momoh 2007). Fakta di lapangan juga menunjukkan bahwa antara nelayan, pemilik kapal (pengumpul), dan eksportir di Palabuhanratu telah terjadi kerja sama yang cukup baik. Kerja sama antara nelayan dan pemilik kapal telah menjadi ikatan patront-client yang sudah mengakar di masyarakat, hal yang sama juga terjadi antara pemilik kapal dengan pihak eksportir. Hubungan dan komunikasi antara pemilik kapal dan eksportir telah diwujudkan dalam bentuk kemitraan seperti perjanjian pinjaman modal, mitra beli, dan mitra ekspor. Meskipun demikian, perlu dikaji tentang tingkat kepuasan antar pihak yang bermitra. Idealnya, kerja sama yang terbangun harus berdasarkan pada prinsip win-win partnership. Artinya, tingkat kepuasan dirasakan mulai dari tingkat nelayan, pedagang pengumpul (pemilik kapal) dan perusahaan eksportir. Pada ikan komoditas ekspor, nilai IMC layur (0,001) lebih mendekati nilai nol dibanding nilai IMC bigeye tuna segar (0,668). Artinya, integrasi pasar layur antara PPN Palabuhanratu dan CFR Cina secara relatif lebih terintegrasi dalam jangka panjang jika dibandingkan dengan integrasi antara pasar bigeye tuna segar di PPN Palabuhanratu dan Tokyo Central Wholesale Market. Kondisi ini terjadi karena lag harga layur di CFR Cina sangat dominan mempengaruhi mempengaruhi pembentukan harga layur di PPN Palabuhanratu (koefisien b 3 jauh lebih tinggi dari b 1 ). Oladapo dan Momoh (2007) menjelaskan bahwa tingginya tingkat integrasi pasar sangat terkait dengan tingginya permintaan. Menurut Kasimin (2009) peningkatan integrasi harga dapat dilakukan melalui: 1) perbaikan sistem pembayaran yang lebih menyenangkan bagi kedua belah pihak, 2) transparansi pembentukan harga jual, 3) perbaikan manajemen pemasaran dan 4) perbaikan fungsi pasar. Jika dilihat dari aspek sistem pembayaran, sistem

106 78 pembayaran komoditas ekspor layur di PPN Palabuhanratu lebih menguntungkan pihak pedagang pengumpul jika dibandingkan dengan sistem pembayaran tuna. Proses transaksi pembayaran antara pemilik kapal tonda dan perusahaan eksportir di PPN Palabuhanratu membutuhkan waktu sekitar 3 hari setelah bongkar muat hasil tangkapan. Sebaliknya, proses transaksi pembayaran antara pemilik kapal layur dan perusahaan eksportir layur hanya membutuhkan waktu maksimal 1 hari (dibayar tunai setelah proses administrasi selesai). Namun pada model integrasi pasar layur antara PPN Palabuhanratu dan CFR Cina memiliki nilai koefisien determinan relatif kecil (0,256), artinya masih ada 74,6% faktor lain yang tidak masuk dalam model yang kemungkinan dapat mempengaruhi nilai IMC. Faktor variasi harga pada pasar ekspor layur bukan merupakan faktor utama yang membentuk proses integrasi pasar. Faktor di luar variasi harga di kedua pasar tersebut lebih dominan dalam proses pembentukan integrasi pasar seperti, musim, sistem transaksi, transparansi harga, efisiensi pasar dan manajemen pemasaran. Faktor-faktor yang mempengarui pasar-pasar dapat terintegrasi atau tidak dijelaskan Anindita (2004) sebagai berikut: 1) infrastruktur pasar, meliputi: transportasi, komunikasi, kredit dan fasilitas penyimpanan yang ada di pasar; 2) kebijakan pemerintah yang mempengaruhi sistem pemasaran, misalnya pengetatan perdagangan, regulasi-regulasi kredit dan regulasi-regulasi transportasi; 3) ketidakseimbangan produksi antar daerah sehingga terdapat pasar surplus (hanya mengekspor ke pasar lain) dan pasar defisit (hanya mengimpor dari pasar lain); 4) supply shock seperti banjir, kekeringan, penyakit akan mempengaruhi kelangkaan produksi yang terlokalisasi sedangkan hal-hal tak terduga lain seperti aksi mogok akan mempersulit transfer komoditi. Menurut Heytens (1986) diacu Adiyoga et al. (2006), keberadaan integrasi pasar merupakan salah satu indikator penting efisiensi sistem pemasaran. Pengukuran integrasi pasar dapat memberikan informasi penting menyangkut cara kerja pasar yang dapat berguna untuk 1) memperbaiki kebijakan liberalisasi pasar, 2) memantau pergerakan harga, 3) melakukan peramalan harga dan 4)

107 79 memperbaiki kebijakan investasi infrastruktur pemasaran. Pentingnya analisis terhadap integrasi pasar juga dijelaskan Prayoga (2012) seperti 1) pengetahuan tentang integrasi pasar akan mempermudah pengawasan terhadap perubahan harga, 2) digunakan untuk memperbaiki rencana kebijakan pemerintah sehingga tidak ada duplikasi intervensi, 3) digunakan untuk memprediksi harga-harga di semua negara (tidak hanya pasar lokal tetapi juga pasar dunia) dan 4) digunakan sebagai dasar untuk merumuskan jenis infrastruktur pemasaran yang lebih relevan untuk pengembangan pasar ikan Analisis model integrasi supply chain tuna dan layur Komoditas tuna dan layur merupakan komoditas unggulan minapolitan perikanan tangkap di Palabuhanratu. Tuna dan layur sebagai komoditas ekspor yang memiliki pangsa pasar yang sangat baik, tentunya harus didukung dengan daya saing yang baik pada penerapan manajemen rantai pasoknya. Kecenderungan aktivitas perdagangan yang kurang terpadu, kerja sama yang belum sinergis antar pelaku usaha di kawasan minapolitan dan rantai pasok yang tidak efisien merupakan permasalahan yang dihadapi dalam pengembangan minapolitan. Analisis model integrasi supply chain ini dibatasi hanya untuk mendeskripsikan struktur rantai pasok, sasaran rantai pasok, manajemen rantai pasok, sumberdaya rantai pasok dan proses bisnis rantai pasok. 1. Strukur rantai pasok Struktur rantai pasok komoditas tuna dan layur di Palabuhanratu salah satunya dipengaruhi oleh faktor kualitas produk yang dihasilkan (diperdagangkan) oleh anggota rantai pasok. Faktor lain yang tidak kalah penting adalah aturan main yang dibangun di antara berbagai pihak yang terlibat dalam sistem minapolitan maupun pihak yang terlibat dalam sistem rantai pasok komoditas tuna dan layur. 1) Struktur rantai pasok layur Gambar 20 menunjukkan bahwa aliran komoditas layur di Palabuhanratu terbagi ke dalam dua submodel rantai pasok yaitu submodel rantai pasok layur untuk kebutuhan pasar lokal dan submodel rantai pasok layur untuk kebutuhan pasar luar negeri. Kedua submodel tersebut terjadi akibat perbedaan kualitas layur

108 80 yang dihasilkan nelayan. Anggota primer (pelaku utama) dalam rantai pasok layur adalah nelayan, pedagang pengumpul, dan perusahaan eksportir sedangkan anggota sekunder (penunjang operasional nelayan) adalah industri kapal, perbengkelan kapal, alat tangkap, BBM, pabrik es, penyedia umpan, dan toko perbekalan nelayan. Nelayan Payang Nelayan Bagan Nelayan Pancing Ulur Nelayan Gillnet Pedagang Pengumpul Lokal Palabuhanratu Pasar Lokal Konsumen Lokal Perusahaan Ekspor Layur Pasar Luar Negeri: Korea, Cina Pedagang Pengumpul Kabupaten Lain Keterangan: : memiliki andil besar Konsumen Gambar 20 Model rantai pasok layur di Palabuhanratu. Purse Seine Payang Bagan 1.7% 7.1% 0.4% 90.8% Pancing Ulur Gambar 21 Prosentase produksi layur per alat tangkap di PPN Palabuhanratu tahun 2011.

109 81 Ikan layur di Palabuhanratu dihasilkan oleh nelayan pancing ulur, nelayan payang, nelayan purse seine dan nelayan bagan (Gambar 21). Nelayan pancing ulur merupakan produsen utama penghasil layur di Palabuhanratu, terlihat dari kapasitas produksi mencapai 90,8% dari total produksi layur di PPN Palabuhanratu pada tahun Sisanya dihasilkan oleh nelayan payang, bagan dan purse seine dengan prosentase produksi masing-masing sebesar 7,1%, 1,7% dan 0,4%. Berdasarkan jenis perahu yang digunakan, 99% produksi layur dari nelayan pancing ulur menggunakan jenis perahu motor tempel (outboard boat) dan 1% sisanya menggunakan kapal motor (inboard boat) 5-10 GT. Secara kualitas, layur yang dihasilkan oleh nelayan pancing ulur memiliki kualitas layur terbaik. Seluruh hasil tangkapan nelayan pancing ulur relatif sesuai dengan standar kualitas ekspor, namun jika nelayan kurang memperhatikan penanganan hasil tangkapannya (komposisi es kurang sehingga suhu > 5 0 C) akan menurunkan kualitas sekaligus harga jual di tingkat perusahaan. Harga di tingkat nelayan (harga beli pedagang pengumpul) tidak ditentukan oleh kualitas layur. Pedagang pengumpul yang sebagian besar sebagai pemilik kapal membeli seluruh hasil tangkapan dengan harga cenderung konstan dan ditentukan berdasarkan kesepakan informal pedagang setempat. Resiko dan keuntungan akibat perbedaan kualitas layur tersebut ditanggung sepenuhnya oleh pedagang pengumpul. Kualitas layur yang tidak masuk katagori kualitas ekspor dipasarkan oleh pedagang pengumpul ke pasar lokal. Produksi layur di PPN Palabuhanratu tidak hanya berasal dari nelayan setempat (berdasarkan kapal yang mendarat di PPN Palabuhanratu), tetapi juga dipasok melalui jalur darat seperti Ujung Genteng, Cisolok, Loji, Cidaun (Cianjur), Pamengpek (Garut), Binuangeun (Banten) dan Jakarta. Gambar 22 menunjukkan bahwa produksi layur di PPN Palabuhanratu pada tahun 2011 berasal dari nelayan Palabuhanratu (19%), Ujung Genteng (47%), Cidaun (11%), Cisolok (8%), Pamengpek (6%), Binuangeun (6%), Loji (2%) dan Jakarta (1%). Artinya, prosentase pasok layur terbesar ke PNN Palabuhanratu berasal dari pedagang dari Ujung Genteng dan pasokan terbesar dari kabupaten lain berasal dari Cianjur.

110 82 Jakarta 1% Palabuhanratu Pamengpek (Garut) 19% 6% 11% Cidaun (Cianjur) 6% 2% Binuangeun (Baten) Loji 8% Cisolok 47% Ujung Genteng Gambar 22 Prosentase produksi layur yang masuk lewat darat ke PPN Palabuhanratu tahun Perusahaan ekspor layur di PPN Palabuhanratu yang menerima pasokan layur dari pedagang pegumpul adalah 1) PT. Duta I, 2) PT. Duta II, 3) PT. Uri, 4) PT AGB Palabuharatu, 5) PT. Ratu Prima Bahari Nusantara, 6) CV. Bahari Express, 7) PT. Topmed, 8) PT. Jiko Gantung Power. Kapasitas yang diterima perusahaan tersebut bervariasi sekitar ton/tahun. Menurut Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Sukabumi (2010), PT AGB Palabuhanratu merupakan perusahaan yang memiliki kapasitas daya tampung ikan tertinggi yaitu 800 ton/tahun dengan rata-rata ekspor layur mencapai 650 ton per tahun. Proses distribusi layur dari pedagang pengumpul ke perusahaan menggunakan mobil bak terbuka dan ikan ditempatkan dalam cool box (steroform). Pedagang pengumpul yang wilayah kerjanya di PPN Palabuhanratu, umunnya pengangkutan cool box hanya menggunakan motor ketika jumlahnya sedikit. Perusahaan eksportir melakukan proses pembekuan dan pengepakan ikan layur di Palabuhanratu. Ikan layur beku dikemas dalam box khusus dengan kapasitas 10 kg/box. Pihak perusahaan melakukan proses distribusi layur melalui jalan darat menuju ke Jakarta dengan menggunakan mobil box (refrigeration thermo king system) dengan kapasitas sekitar 6 ton. Proses pengiriman ke negara tujuan ekspor (Korea dan Cina) dilakukan melalui kapal ekspor di Pelabuhan Tanjung Priok. Layur yang diekspor ke Korea menggunakan kontainer

111 83 berkapasitas 24 feet sedangkan ke Cina menggunakan kontainer berkapasitas 27 feet. Kemitraan yang terjalin antara nelayan buruh (ABK) dan pemilik kapal (pedagang pengumpul) berbentuk kemitraan usaha dengan sistem bagi hasil. Seluruh biaya operasional ditanggung pemilik kapal, artinya fungsi ABK hampir sama dengan karyawan. Kemitraan antara pedagang pengumpul dan perusahaan berbentuk mitra beli. Persaingan antar perusahaan terjadi untuk mendapatkan kontinuitas pasokan layur dari para pedagang pengumpul. Strategi persaingan antar perusahaan dilakukan dalam bentuk pemberian kenyamanan pelayanan bagi para pedagang pengumpul, penawaran harga dan pemberian pinjaman modal. Pemberian pinjaman modal merupakan strategi kemitraan bisnis yang cukup efisien untuk menjalin keterikatan antara pedagang pengumpul dan perusahaan yang bersangkutan. Bentuk kemitraan tersebut dapat dikatagorikan menguntungkan kedua belah pihak dimana pihak perusahaan memberikan pinjaman modal tanpa agunan dan bunga. Kondisi ini bertolak belakang dengan aturan yang berlaku pada perbankan. Pada kemitraan pinjaman modal antara perusahaan eksportir layur dan pedagang pengumpul, pedagang pengumpul hanya diberi kewajiban memasok layur ke perusahaan yang bersangkutan dan tidak diperbolehkan memasok layur ke perusahaan lainya. Setiap pedagang pengumpul memasok layur ke perusahaan tersebut, harga jual dipotong Rp 1.000,00/kg sebagai angsuran. 2) Struktur rantai pasok tuna Pelaku utama dalam rantai pasok tuna adalah nelayan, agen tuna Palabuhanratu, dan perusahan tuna Jakarta. Pelaku utama tersebut didukung oleh penunjang operasional nelayan yaitu industri kapal, perbengkelan kapal, alat tangkap, BBM, pabrik es, penyedia umpan, dan toko perbekalan nelayan. Gambar 23 menunjukkan bahwa model struktur rantai pasok tuna di Palabuhanratu terbagi ke dalam dua submodel yaitu model rantai pasok tuna untuk kebutuhan pasar lokal dan submodel rantai pasok untuk kebutuhan pasar luar negeri. Perbedaan kedua submodel tersebut terjadi akibat perbedaan kualitas tuna yang dihasilkan oleh nelayan. Seluruh produksi tuna di Palabuhanratu dihasilkan dari nelayan yang mendaratkan kapalnya di PPN Palabuhanratu.

112 Kontribusi hasil tangkapan 84 Nelayan Payang Nelayan Pancing Tonda Nelayan daerah lain Nelayan Longline Nelayan Gillnet Agen tuna Palabuhanratu Pasar Lokal Perwakilan Perusahaan Jakarta Pasar Lokal Konsumen Lokal Perusahaan tuna Jakarta Layur Pasar Luar Negeri: Jepang Konsumen Lokal Keterangan: : memiliki andil besar Konsumen Lokal Gambar 23 Model rantai pasok tuna di Palabuhanratu. 100% 90% 80% 70% 60% 50% 40% 30% 20% 10% 0% Payang Gillnet Pancing Tonda Longline Bigeye tuna 0.0% 0.2% 10.8% 89.0% Yellowfin tuna 0.9% 1.2% 34.5% 63.4% Rata-rata 0.3% 0.6% 19.2% 79.9% Unit Penangkapan Gambar 24 Prosentase produksi tuna per alat tangkap di PPN Palabuhanratu tahun 2011.

113 85 Gambar 24 menunjukkan bahwa produsen utama tuna didominasi oleh nelayan longline (79,9%) dan nelayan pancing tonda (19,2%) sedangkang sisanya dihasilkan oleh nelayan gillnet (0,6%) dan payang (0,3%). Berdasarkan komposisi hasil tangkapan, nelayan longline lebih banyak menangkap bigeye tuna dibandingkan yellowfin tuna. Sebaliknya nelayan pancing tonda, nelayan gillnet dan nelayan payang lebih banyak menangkap yellowfin tuna dibandingkan bigeye tuna. Perusahaan tuna di Palabuhanratu dapat dibedakan menjadi dua katagori yaitu 1) perusahaan agen tuna yang memiliki unit penangkapan longline dan kapal carrier tetapi juga berfungsi sebagai agen pengumpul tuna dari unit penangkapan lain, dan 2) perusahaan penangkapan tuna yang berdomisili di Jakarta tetapi memanfaatkan PPN Palabuhanratu sebagai fishing base dan menempatkan karyawan untuk memfasilitasi kebutuhan operasional unit penangkapan longline serta proses distribusi hasil tangkapan ke Jakarta. Perusahaan/agen yang bergerak di komoditas tuna ekspor adalah PT. Sari Segara Utama, CV. Rahayu Sentosa Prima, CV. Tuna Tunas Mandiri, CV Burhan dan CV. Prima Pratama. Berdasarkan pola distribusi tuna, nelayan tuna memasok ke agen/perusahaan melalui bongkar muat di pelabuhan atau bongkar muat di atas kapal carrier. Agen/perusahaan tuna tidak melakukan processing di PPN Palabuhanratu, artinya pada saat bongkar hasil tangkapan, pihak agen menyiapkan mobil box berkapasitas 6 ton (sekitar 80 ekor/box). Dalam upaya mempertahankan rantai dingin pada mobil box, tuna diletakkan di antara lapisan es curah. Setelah proses bongkar muat dari kapal ke mobil box, tuna langsung dikirim ke Jakarta untuk proses packaging sesuai standar ekspor. Proses dari mulai bongkar muat di PPN Palabuhanratu sampai terdistribusi ke pasar di Jepang (proses transaksi) membutuhkan waktu sekitar 3 hari. Kemitraan yang terjalin antara nelayan ABK dan pemilik kapal pada unit penangkapan tuna berbeda-beda. Pada kapal longline, nelayan ABK diberlakukan sistem gaji harian dan fishing master diberlakukan sistem prosentase dari hasil ekspor. Pada kapal tonda, kemitraan antara pemilik kapal dan nelayan terjalin dalam bentuk sistem bagi hasil. Antara pemilik kapal tonda dan agen/perusahaan tuna terjalin kemitraan dalam bentuk mitra beli atau mitra ekspor. Dalam bentuk

114 86 mitra beli, agen/perusahaan membeli langsung tuna dari pemilik kapal. Pada sistem mitra ekspor, pemilik kapal tonda mengekspor tuna melalui jasa agen/perusahaan dan harga jual tuna mengikuti harga eskpor. Artinya, resiko ekspor ditanggung pemilik kapal tonda. Agen/perusahaan juga memberikan jasa angkutan (distribusi) dari PPN Palabuhanratu ke Jakarta. Model kemitraan ini terjalin antara perusahaan longline luar daerah dan agen/perusahaan tuna Palabuhanratu dimana perusahaan longline tersebut tidak memiliki fasilitas transportasi dari Palabuhanratu menuju Jakarta. Selain distribusi tuna ke Jakarta melalui transportasi jalur darat, pada saat ini sedang diuji coba oleh Perusahaan X untuk mendistribusikan tuna melalui transportasi laut dengan mendesain kapal hemat BBM. 2. Sasaran rantai pasok Baik tuna maupun layur sasaran utamanya adalah konsumen luar negeri. Sebagian besar produk layur Palabuhanratu dipasarkan ke Korea dan Cina sedangkan tuna diprioritaskan untuk pangsa pasar Jepang. Sebagian kecil produk tuna dan layur yang berkualitas rendah, sasaran pasarnya adalah pasar lokal. Sasaran pangsa pasar ekspor menuntut kualitas yang tinggi disamping kontinuitas produk. Bahkan tingkat higienis lingkungan usaha maupun lingkungan pelabuhan perikanan dapat mempengaruhi pangsa pasar ekspor. Agar sasaran rantai pasok dapat tepat mutu, tepat jumlah, tepat waktu, dan biaya efisien, maka faktor infrastruktur transportasi memegang peranan penting di samping infrastruktur pelabuhan dan tingkat teknologi yang digunakan. Faktor-faktor tersebut akan membentuk keunggulan kompetitif yang tinggi jika dapat dikembangkan secara optimal. Dalam konsep manajemen rantai pasok, Marimin dan Maghfiroh (2011) menjelaskan bahwa keunggulan kompetitif yang tinggi dapat memberikan produk berkualitas dan pelayanan yang memuaskan kepada konsumen (sasaran rantai pasok). Keunggulan kompetitif tersebut diwujudkan ke dalam kemampuan untuk memasok (menyediakan) produk kepada konsumen dengan baik, memadai, cepat, dan tepat. Artinya, keunggulan kompetitif harus dimiliki mulai dari produsen, distributor dan penjual sebagai pihak yang memasok produk hingga ke konsumen.

115 87 3. Manajemen rantai pasok Pada model rantai pasok layur (Gambar 20), nelayan, pedagang pengumpul (pemilik kapal) dan perusahaan memiliki andil yang besar dalam manajemen rantai pasok. Idealnya, peran nelayan khususnya nelayan pancing ulur adalah mendapatkan hasil tangkapan seoptimal mungkin. Pedagang pengumpul membeli hasil tangkapan nelayan pancing ulur dengan harga yang layak selanjutnya memasok layur ke pihak perusahaan. Faktor penting yang harus diperbaiki adalah sistem bagi hasil antara nelayan (ABK) dan pemilik kapal sehingga sistem transaksi yang diskriminatif dan monopoli bisa dikurangi bahkan jika mungkin dihilangkan. Artinya, diperlukan kesadaran kolektif yang tinggi dari pihak pemilik kapal untuk memperlakukan nelayan sebagai mitra kerja yang seimbang. Antara nelayan layur dan pemilik kapal tidak menggunakan sistem kesepakatan kontraktual tentang volume minimal hasil tangkapan maupun harga jual ikannya. Kesepakatan yang terjalin berbentuk kesepakatan informal atas dasar kepercayaan pemilik kapal kepada nelayan yang dipilih untuk mengoperasikan unit penangkapannya. Perusahan dan pemilik kapal juga tidak terjalin kesepakatan kontraktual mengenai kuota pasokan maupun harga. Kesepakatan kontraktual terjalin antara perusahaan dan pemilik kapal (pedagang pengumpul) ketika terjadi proses kemitraan pinjaman modal. Kesepakatan kontraktual jangka pendek terjalin antara perusahaan dan pembeli layur (Korea dan Cina), artinya kuota ekspor layur berdasarkan stok yang dimiliki perusahaan yang bersangkutan dan harga mengikuti fluktuasi pasar. Sistem transaksi yang diberlakukan adalah cash and carry. Pada unit penangkapan longline, antara pemilik kapal dan ABK terjalin kesepaktan kontrak kerja (karyawan harian) sedangkan antara fishing master dan pemilik kapal terjadi kontrak kerja berdasarkan produktivitas hasil tangkapan. Pemilik kapal memutuskan hubungan kerja dengan fishing master ketika hasil tangkapan per trip mengalami kerugian sebanyak 1-3 kali. Model kesepakatan kontrak kerja antara ABK dan fishing master nelayan pancing tonda dan pemilik kapal sama seperti yang terjadi pada unit penangkapan pancing ulur. Dalam proses transaksi jual beli hasil tangkapan antara pemilik kapal pancing tonda dan agen/perusahaan tidak terjalin kesepakatan kontraktual mengenai kuota hasil

116 88 tangkapan maupun ketetapan harga. Artinya, pemilik kapal pancing tonda bebas memilih perusahaan/agen sebagai mitra beli. Kesepakatan kontraktual jangka pendek terjalin antara perusahaan/agen tuna dan pembeli tuna di pasar Jepang. Mengingat komoditas ikan ekspor tidak melalui proses pelelangan, pemerintah seharusnya melakukan pembinaan agar para pemilik kapal memiliki kesadaran kolektif dalam membentuk sistem perdagangan yang adil. Perusahaan pengekspor layur juga memiliki peran penting untuk menjamin produksi layur dari Palabuhanratu dapat terdistribusi ke pasar ekspor dengan kualitas yang baik dan memuaskan konsumen. Idealnya, pihak perusahaan tersebut memiliki kesadaran kolektif dalam rangka menciptakan transparansi harga dan daya saing secara vertikal dan horizontal. Sehingga pada akhirnya terjadi proses integrasi vertikal dan horizontal di antara anggota rantai pasok secara harmonis dan berkesinambungan. Integrasi vertikal adalah integrasi mulai dari produsen (nelayan), pedagang pengumpul (pemilik kapal) sampai pihak perusahaan yang akan memasarkan produk ke konsumen. Artinya, kerja sama yang harmonis antara nelayan, pedagang pengumpul dan perusahaan merupakan faktor kunci kesuksesan integrasi vertikal. Integrasi horizontal adalah integrasi sesama anggota rantai pasok yang berada dalam satu level (satu jenis usaha) seperti integrasi antar nelayan, integrasi antar pedagang pengumpul dan integrasi antar perusahaan. Keuntungan yang diperoleh ketika terjadi integrasi vertikal maupun horizontal adalah 1) penguasaan pangsa pasar yang semakin meningkat, 2) penguasaan serta penggunaan teknologi yang semakin efisien, 3) saling mengisi antar anggota rantai pasok, baik dari pelayanan, kinerja produk hingga proses pendistribusianya, serta 4) bargaining power yang semakin besar dalam menghadapi persaingan global. Menurut Vorst et al. (2007) diacu Riadi (2012) integrasi tidak harus dilakukan pada seluruh proses, tetapi bisa dipilih sesuai kondisi dan kebutuhan dengan tetap konsisten pada tujuan untuk memenuhi tuntutan konsumen dan memenangkan persaingan. Riadi (2012) menjelaskan bahwa saling pengertian di antara mitra dagang dan berbagi informasi merupakan komponen terpenting untuk menjamin kesuksesan integrasi rantai pasok dan kolaborasi. Komitmen terhadap relasi dan kepercayaan pemasok berdampak positif terhadap stabilitas hubungan

117 Produksi (Kg) Produksi (Kg) 89 kemitraan rantai pasok yang pada akhirnya memberikan dampak positif terhadap kinerja kemitraan. 4. Sumberdaya rantai pasok Sumberdaya rantai pasok khususnya sumberdaya ikan merupakan faktor penting yang harus dijaga kelestariannya. Jika kelestarian sumberdaya ikan terganggu akan berdampak pada semakin susahnya nelayan (produsen) mendapatkan ikan (bahan baku produk). Penurunan produksi nelayan berdampak pada penurunan kinerja anggota rantai pasok lainnya. Pihak perusahaan juga akan mengalami kerugian yang cukup besar jika pasokan ikan dari nelayan tidak lancar bahkan pada tingkat kerugian tertentu perusahaan akan bangkrut. 300, , , , ,000 50, Ikan Layur 114, , , , , , ,230 36, ,864 Tahun Gambar 25 Trend produksi layur di PPN Palabuhanratu tahun ,000,000 2,500,000 2,000,000 1,500,000 1,000, , Yellowfin tuna 178, ,702 1,495, , , , ,584 1,730,949 1,069,438 Bigeye tuna 69, , , ,035 1,289,866 1,403,295 1,272,155 2,525,957 1,940,034 Rata-rata 123, , , , , , ,370 2,128,453 1,504,736 Tahun Gambar 26 Trend produksi tuna di PPN Palabuhanratu tahun

118 90 Gambar 25 menunjukkan bahwa produksi layur cenderung naik mulai tahun 2003 sampai 2007 kemudian cenderung turun hingga tahun Produksi layur tahun 2011 naik dibanding dua tahun sebelumnya tetapi tidak setinggi tahun Produksi layur tertinggi terjadi pada tahun 2007 yaitu mecapai kg sedangkan produksi terendah terjadi pada tahun 2010 yang hanya mencapai kg (15% dari produksi tertinggi yang dihasilkan pada tahun 2007). Produksi layur tahun 2011 hanya mencapai 60% dari produksi tertinggi yang pernah dicapai tahun Lubis dan Sumiati (2011) menganalisis data hasil tangkapan layur di PPN Palabuhanratu tahun untuk memproyeksi hasil tangkapan layur 10 tahun ke depan dengan motode peramalan model dekomposisi multiaplikatif. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa proyeksi produksi layur tahun cenderung menurun dibandingkan tahun-tahun sebelumya sehingga proyeksi tahun 2017 hanya mencapai 136,9 ton. Dijelaskan pula bahwa penurunan produksi tersebut dapat diantisipasi dengan meningkatkan pelayanan terhadap unit penangkapan pancing ulur agar mau mendaratkan hasil tangkapannya di PPN Palabuhanratu dan mendatangkan ikan layur dari TPI-TPI yang berada di Teluk Palabuhanratu. Kondisi yang berlawanan terjadi pada sumberdaya ikan tuna (Gambar 26), di mana trend produksi cenderung naik sejak tahun 2003 hingga Akan tetapi jika dilihat dari jenis tunanya, terjadi fluktuasi produksi yang cukup tajam pada yellowin tuna. Trend produksi yellowfin naik pada periode tahun dan kemudian trend produksi kembali turun pada periode tahun Puncak produksi yelllowfin tertinggi selama 9 tahun terakhir terjadi pada tahun 2010 ( kg), tetapi tahun 2011 produksinya kembali turun ( kg). Pada jenis bigeye tuna, produksinya cenderung meningkat sejak tahun Puncak produksi bigeye tuna terjadi pada tahun 2010 ( kg) meskipun pada tahun 2011 produksinya kembali turun ( kg). Fenomena yang menarik dan perlu dikaji lebih lanjut adalah terjadinya pergeseran dominasi hasil tangkapan bigeye tuna sejak tahun 2007 dimana pada beberapa tahun sebelumnya didomisasi oleh yelllowfin. Fenomena tersebut diduga karena terjadi perubahan struktur komunitas sumber daya tuna di perairan Selatan Jawa. Perubahan struktur komunitas dapat terjadi akibat terjadinya perubahan pola migrasi ikan tuna atau

119 91 pun gejala over fishing dan over capacity. Perubahan struktur komunitas tuna tersebut kemungkinan direspon nelayan dengan melakukan adaptasi unit penangkapan yang digunakan. Fakta di lapangan menunjukkan bahwa jumlah armada longline semakin meningkat sejak tahun 2007 dimana hasil tangkapannya didominasi oleh jenis bigeye tuna. Proyeksi produksi tuna PPN Palabuhanratu menurut Lubis dan Sumiati (2011) cenderung meningkat hingga tahun 2017 dengan proyeksi produksi mencapai ,2 ton. Proyeksi ikan tuna di PPN Palabuhanratu yang menunjukkan peningkatan, dapat menjadi peluang untuk meningkatkan produktivitas industri pengolahan ikan berbahan baku ikan tuna. Trend produksi tuna dan layur yang terjadi selama 9 tahun terakhir di Palabuhanratu harus menjadi perhatian pihak pemerintah (pengambil kebijakan) dan pihak anggota rantai pasok. Pemerintah harus dapat mengkaji dan memahami fonomena trend produksi tuna dan layur untuk mengetahui sejauh mana gejala over fishing telah terjadi pada sumberdaya ikan tersebut. Selain itu, perlu dikaji dan dipahami juga mengenai optimalisasi alokasi unit penangkapan tuna dan layur. Proses kajian tersebut tidak harus dilakukan sendiri oleh pihak pemerintah tetapi dapat dilakukan melalui kerja sama dengan perguruan tinggi terkait. Dalam kasus ini, link and match antara pihak perguruan tinggi, pihak pemerintah dan pihak industri perikanan merupakan faktor penting yang harus dipahami oleh ketiga pihak tersebut. Selain suberdaya ikan, sumberdaya fisik (infrastruktur transportasi, pelabuhan dan telekomunikasi) harus dapat mendukung pengembangan industrialisasi perikanan di PPN Palabuhanratu. Kondisi transportasi darat di Palabuhanratu relatif cukup baik, namun masih perlu beberapa peningkatan kualitas jalan sehingga dapat mempercepat proses distribusi produksi ikan. Kemacetan jalur Sukabumi-Jakarta merupakan masalah yang dikeluhkan pihak perusahaan sedangkan kualitas jalan dari TPI/PPI lain ke PPN Palabuhanratu merupakan masalah yang dikeluhkan pihak pedagang pengumpul. Menurut Dinas Kelautan dan Perikanan (2010), pengembangan kawasan minapolitan Palabuhanratu akan didukung dengan rencana makro Jawa Barat tentang penuntasan jalan lintas selatan Jawa Barat. Sepanjang 376,53 km, jalan lintas selatan Jawa Barat yang semula non status dan jalan provinsi menjadi jalan

120 92 nasional. Gambar 27 menunjukkan bahwa jalan lintas selatan Jawa Barat yang diusulkan berstatus jalan nasional terdiri dari 3 segmen yaitu: 1) Segmen 1 (status Provinsi): (1) Bagbagan (Palabuhanratu) - Surade (Sukabumi Selatan) : 57,74 km (2) Cilautereun - Pameungpeuk : 10,43 km 2) Segmen 2 (Non Status) : (1) Surade - Kalapagenep (Ciamis) : 257,75 km 3) Segmen 3 (Status Provinsi) : (1) Kalapagenep - Pangandaran (Ciamis) : 50,25 km (2) Kalipucang-Batas Jawa Tengah : 0,36 km Sumber: Dinas Kelautan dan Perikanan (2010) Gambar 27 Rencana penuntasan jalan lintas selatan Jawa Barat. Selain rencana pengembangan infrastruktur jalan lintas selatan Jawa Barat, rencana pengembangan PPN Palabuhanratu menjadi Pelabuhan Perikanan Samudera merupakan salah satu solusi untuk mempercepat proses industrialisasi perikanan di kawasan PPN Palabuhanratu. Dalam rangka mewujudkan status PPN menjadi PPS, KKP telah merencanakan lokasi pengembangan PPN seluas 120 hektar (Gambar 28). Pada tahun 2011, KKP telah mengalokasikan dana 8 milyar untuk membebasan lahan 20 hektar guna pengembangan darmaga III (kolam

121 93 pelabuhan beserta fasilitasnya). Akan tetapi, Panitia 9 yang dibentuk oleh Pemda gagal merealisasikannya karena kendala waktu yang terlalu singkat. Akibatnya, dana harus dikembalikan ke kas negara. Sebagai tindak lanjut, pada tahun 2012, KKP telah menyetujui alokasi anggaran sebesar 3,2 milyar. Total pembangunan darmaga III membutuhkan angaran sekitar 25 milyar dimana realisasi pembangunannya akan dilakukan secara bertahap. Dalam mewujudkan kawasan industri perikanan di PPN Palabuhanratu, telah dibuat rencana lokasi kawasan industri perikanan seluas 100 haktar. Pembiayaan rencana tersebut diharapkan dari Pemda (propinsi dan kabupaten), namun realisasinya sangat tergantung dari kebijakan anggaran Pemda. Sumber: (PPN Palabuhanratu 2012 c ) Gambar 28 Rencana lokasi industri perikanan dan pengembangan pelabuhan di kawasan PPN Palabuhanratu. Menurut Lamatta (2011), PPN Palabuhanratu telah memiliki rencana kegiatan prioritas di kawasan inti minapolitan sampai tahun 2014, yaitu 1) kegiatan prioritas di kawasan inti minapolitan tahun 2011 meliputi pengembangan areal pelabuhan berupa kegiatan pembebasan lahan dan pensertifikatan tanah serta pembangunan pasar ikan lanjutan, 2) kegiatan prioritas di kawasan inti minapolitan tahun 2012 berupa pembangunan darmaga III untuk kapal di atas 500

122 94 GT, 3) kegiatan prioritas di kawasan inti minapolitan tahun 2013 berupa kegiatan areal industri pelabuhan perikanan meliputi kegiatan pembebasan lahan dan pensertifikatan tanah, 4) kegiatan prioritas di kawasan inti minapolitan tahun 2014 berupa pembangunan areal industri pelabuhan perikanan dengan penataan unit bisnis perikanan terpadu. Hasil studi review masterplan dan detail pengembangan PPN Palabuhanratu tahuan III (Pelabuhan Perikanan Nusantara Palabuhanratu 2011 b ) menyebutkan bahwa rencana pengembangan PPN Palabuhanratu akan diimplementasikan dalam tiga tahapan, antara lain; 1) Pengembangan jangka pendek Pengembangan jangka pendek (Lampiran 9) diarahkan pada penyediaan fasilitas yang dapat digunakan untuk menampung operasional armada yang sudah ada dan merangsang pertumbuhan armada sehingga dapat memanfaatkan potensi perikanan yang ada. Kegiatan yang dilakukan pada tahap pengembangan jangka pendek adalah membangun fasilitas pelabuhan, yaitu ; (1) Membangun fasilitas pokok pelabuhan yang meliputi a) breakwater yang membentuk kolam pelabuhan baru, b) pengerukan kolam pelabuhan sampai dengan kedalaman -5,5 m LWS dan membuat alur pelayaran, c) dermaga yang dapat menampung pertumbuhan armada kapal, d) rambu navigasi, e) jaringan jalan agar pelabuhan dapat diakses dengan mudah dan f) jaringan drainase. (2) Membangun fasilitas fungsional pelabuhan yang meliputi a) fasilitas muat termasuk gudang perbekalan, tempat distribusi BBM, dan pabrik es, b) fasilitas bongkar ikan tuna segar berupa cool room, c) fasilitas bongkar ikan tuna beku berupa cold storage, d) tempat perbaikan jaring, e) kantor pelabuhan perikanan, dan f) toilet umum. (3) Membangun fasilitas fungsional pelabuhan yang meliputi a) jaringan komunikasi, b) jaringan listrik, c) unit pengolahan limbah baik padat dan cair, serta d) tempat pembuangan sampah.

123 95 2) Pengembangan jangka menengah Pengembangan jangka menengah (Lampiran 10) diarahkan untuk meningkatkan dan melengkapi fasilitas laut dan darat pelabuhan agar dapat berjalan sesuai proyeksi sebagai Pelabuhan Perikanan Samudera (PPS). Pada tahap ini, kegiatan-kegiatan yang dilakukan adalah: (1) Membangun dan melengkapi fasilitas dasar yang meliputi a) keperluan dermaga muat dan tambat untuk kapal dengan kapasitas sampai dengan 500 GT, b) pengerukan kolam pelabuhan sampai dengan kedalaman -6,0 m LWS sehingga dapat mempertahankan kedalaman kolam -5,5 m LWS, dan c) menambah jaringan drainase; (2) Membanguna dan melengkapi fasilitas fungsional pelabuhan, meliputi a) pembanguna shelter nelayan, b) tempat perbaikan termasuk bengkel dan gudang peralatan, c) pembangunan ruang genset dan utilitas, serta d) pembangunan pos jaga pelabuhan; (3) Membangun dan melengkapi fasilitas penunjang pelabuhan, meliputi a) pembangunan gedung serbaguna, b) fasilitas umum termasuk kantin, c) pembanguna tempat rekreasi, dan d) persiapan lahan untuk zona industri di wilayah pelabuhan perikanan. 3) Pengembangan jangka panjang Pengembangan jangka panjang (Lampiran 11) diarahkan untuk mencapai kelas pelabuhan sebagai pelabuhan perikanan samudera dengan melengkapi dan meningkatkan fasilitas yang ada. Kegiatan yang dilakukan untuk mencapai arahan pengembangan jangka panjang tersebut adalah (1) pemeliharaan terhadap fasilitas pokok pelabuhan, termasuk di dalamnya yaitu pengerukan berkala, (2) melengkapi dan merawat fasilitas fungsional yang sudah ada, (3) melengkapi dan merawat fasilitas penunjang yang telah dibangun sebelumnya, dan (4) persiapan lahan untuk zona industri II di sekitar wilayah pelabuhan. 5. Proses bisnis rantai pasok Proses bisnis rantai pasok yaitu aktivitas- aktivitas yang menghasilkan nilai keluaran tertentu bagi pelanggan. Menurut Marimin dan Maghfiroh (2011), proses

124 96 bisnis rantai pasok menerangkan bagaimana mekanisme bisnis yang terjadi di dalam rantai pasok. Oleh karena itu, faktor penting yang perlu diketahui adalah bagaimana keterkaitan yang terjadi di antara anggota rantai pasok dan pengaruhnya bagi proses bisnis. Pada penelitian ini, deskripsi proses bisnis rantai pasok tuna dan layur dibatasi pada aspek, yaitu 1) hubungan proses bisnis rantai, dan 2) pola distribusi. 1) Hubungan proses bisnis rantai Hubungan proses bisnis rantai pasok tuna dan layur menggambarkan hubungan di antara para pelaku dalam rantai pasok dan keterkaitan yang terjadi serta pengaruhnya dalam proses bisnis. Proses bisnis dapat terjadi karena adanya proses permintaan dan penawaran dari produsen sampai dengan konsumen. Menurut Chopra dan Meindl (2004) diacu Marimin dan Maghfiroh (2011) menjelaskan bahwa hubungan rantai bisnis yang terjadi dalam rantai pasok dapat ditinjau dari segi siklus rantai pasok dan proses pullpush. Pada proses pull (tarik), proses dilakukan untuk merespon pesanan konsumen, kemudian pada proses push (dorong), proses dilakukan untuk mengantisipasi pesanan konsumen yang akan datang. Nelayan Pull Pemilik Kapal (pedagang pengumpul) Pull Push Perusahaan pengekspor di Palabuhanratu Pull Push Pelanggan di pasar tujuan ekspor Push Konsumen Gambar 29 Siklus-siklus proses dalam rantai pasok tuna dan layur.

125 97 Pada rantai pasok tuna dan layur (Gambar 29) dimulai dari nelayan dan pemilik kapal (pedagang pengumpul) dimana nelayan mendapat kontrak kerja sama dengan pemilik kapal untuk dapat menghasilkan ikan seoptimal mungkin. Nelayan melakukan operasi penangkapan berdasarkan permintaan pemilik kapal atau atas persetujuan pemilik kapal (proses pull). Pada musim paceklik, pemilik kapal kadang memerintahkan nelayan untuk tidak melaut. Pada kasus pemilik kapal layur, kadangkala nelayan diperintahkan merubah strategi target penangkapannya yaitu menggunakan gillnet. Pada nelayan pemilik yang tidak berfungsi sebagai pedagang pengumpul, terjadi proses push dan proses pull karena nelayan tersebut melaut tidak hanya atas dasar permintaan saat ini tetapi mengantisipasi permintaan yang akan datang. Kondisi ini terjadi karena permintaan layur dari pedagang pengumpul hingga saat ini tidak terbatas. Pemilik kapal terus terpacu untuk menambah armada penangkapan karena permintaan layur dari perusahaan sangat tinggi (berapapun jumlah layur yang dipasok pemilik kapal selalu diterima perusahaan). Artinya, antara pemilik kapal dan perusahaan terjadi proses pull dan proses push. Proses pull dan push juga terjadi antara perusahaan dengan pelanggan di pasar ekspor, terlihat dari adanya permintaan dari pasar ekspor dan perusahaan menyedikan stok layur untuk mengantisipasi permintaan di masa mendatang. Dalam upaya memenuhi permintaan pelanggan luar negeri, perusahaan eksportir layur tidak memilih strategi untuk memiliki armada penangkapan sendiri, tetapi bermitra dengan pemilik kapal (pemasok layur). Atas pilihan strategi tersebut, perusahaan menerapkan strategi pemberian pinjaman modal kepada pemilik kapal untuk keperluan bisnis pemilik kapal seperti penambahan alat tangkap, pembelian cool box, dan keperluan operasional lainnya. Jenis kemitraan bisnis tersebut dapat dikatagorikan sebagai kemitraan inti-plasma dimana perusahaan sebagai pihak inti dan pemilik kapal sebagai plasma. Rangkaian hubungan bisnis yang terjadi mulai dari nelayan, pemilik kapal (pedagang pengumpul) dan perusahaan merupakan bentuk integrasi supply chain secara vertikal. Proses bisnis pada rantai pasok layur sama dengan tuna, di mana proses pull terjadi antara nelayan dan pemilik kapal sedangkan proses pull dan proses push

126 98 terjadi antara pemilik kapal dan perusahaan serta antara perusahaan dan pelanggan luar negeri. Perbedaaannya terletak pada strategi perusahaan dalam memenuhi permintaan pelanggan luar negeri. Perusahaan pengekspor tuna tidak memilih strategi pemberian pinjaman modal kepada pemilik kapal tuna tetapi lebih memilih untuk memiliki armada penangkapan sendiri. Proses pull dan push yang terjadi pada rantai pasok tuna atau layur memilik keuntungan dan kerugian bagi pelaku bisnis. Menurut Marimin dan Maghfiroh (2011) keuntungan proses pull adalah penjual dapat mengurangi biaya inventory produknya dan mengurangi produk yang menumpuk akibat bullwhip (kelebihan stok). Pada proses push, penjual berusaha menyediakan produk di gudangnya guna mengantisipasi datangnya pesanan dari konsumen. Akibatnya, terjadi penumpukan barang di penjual yang berpotensi memunculkan risiko kerusakan barang jika barang tersebut tidak langsung dijual, namun keuntungannya adalah dapat melayani pesanan konsumen dengan cepat. Lain halnya dengan proses pull yang membutuhkan waktu menunggu lebih lama dibandingkan proses push. Dengan demikian, dilihat dari segi biaya maka pola pull lebih aman (risiko rendah) dan menguntungkan dibandingkan proses push. Namun jika dilihat dari segi kecepatan waktu pelayanan kepada konsumen (responsivitas), maka proses push lebih baik ketimbang proses pull. Penerapan manajemen rantai pasok yang baik mampu mengoptimalkan kecepatan waktu pelayanan, namun rendah resiko. Pelaku bisnis dalam rantai pasok yang lebih kuat dan lebih mampu menerapkan harga produk akan memiliki kekuatan tawar lebih tinggi. Dalam kasus rantai pasok tuna dan layur di PPN Palabuhanratu, kekuatan tawar tertinggi dipegang oleh perusahaan kemudian diikuti oleh pemilik kapal. Pelaku bisnis yang mempunyai kekuatan tawar lebih tinggi akan memiliki keuntungan yang lebih tinggi karena harga ditentukan oleh pelaku bisnis yang mempunyai kekuatan tawar yang lebih tinggi. 2) Pola distribusi Ikan memiliki sifat yang mudah rusak sehingga dibutuhkan pola distribusi yang efektif dan efisien. Oleh karena itu pengaturan pola distribusi dan kerja sama yang baik di antara anggota rantai pasok dapat mengurangi kerusakan produk dan penghematan biaya distribusi. Pola distribusi tuna dan layur tercermin pada model

127 99 struktur rantai pasok (Gambar 20 dan Gambar 23). Pada komoditas ekspor tuna dan layur, pola distribusi produk sebagai berikut: (1) Nelayan layur - pemilik kapal (pedagang pengumpul) - perusahaan ekspor - pelanggan luar negeri; (2) Nelayan tuna - pemilik kapal tonda - agen tuna Palabuhanratu - perusahaan ekspor tuna Jakarta - pelanggan luar negeri; (3) Nelayan tuna - pemilik kapal tuna (agen tuna Palabuhanratu) - perusahaan ekspor tuna Jakarta - pelanggan luar negeri; (4) Nelayan tuna - perwakilan perusahaan ekspor tuna Jakarta - perusahaan ekspor tuna Jakarta - pelanggan luar negeri. Berdasarkan keempat pola distribusi tersebut, pola distribusi layur di PPN Palabuhanratu lebih pendek dibandingkan pola distribusi tuna. Kondisi ini terjadi karena perusahaan ekspor layur di PPN Palabuhanratu dapat langsung ekspor ke negara tujuan (processing layur telah dilakukan oleh perusahaan eksportir di PPN Palabuhanratu). Muninggar (2008) menganalisis supply chain di PPN Palabuhanratu dibandingkan dengan jaringan supply chain ideal berdasarkan teori dari beberapa literatur dan yang telah berhasil dijalankan di beberapa negara. Tabel 6 menunjukkan bahwa hasil analisa supply chain kegiatan distribusi hasil tangkapan di PPN Pelabuhanratu menyimpulkan bahwa pelabuhan belum menjalankan koordinasi supply chain yang efektif. Permasalahan yang terjadi pada aktivitas distribusi (rendahnya pasokan ikan untuk tujuan ekspor) diduga belum adanya koordinasi yang baik antara PPN Palabuhanratu dengan nelayan dan pihak eksportir. Pada kajian tersebut, Muninggar (2008) juga menjelaskan beberapa prioritas kebijakan yang dapat diterapkan, yaitu (1) perbaikan sistem transportasi dengan cold chain system (sistem rantai dingin), (2) penerapan sistem informasi berkaitan dengan aliran produk, pasar dan teknologi oleh pengelola pelabuhan, (3) bekerja sama dengan Pemerintah Pusat dalam program penelitian teknologi dalam meningkatkan mutu ikan, (4) penerapan kebijakan kontrol terhadap mutu ikan harus dilakukan oleh pelabuhan bekerja sama dengan industri pengolah, dan instansi terkait, (5) menyediakan Sistem Informasi terpadu berkaitan dengan

128 100 informasi pasar produk perikanan untuk skala domestik dan dunia, serta (6) dibuat unit atau seksi yang mengatur aliran informasi supply chain di pelabuhan. Tabel 6 Analisis gap supply chain di PPN Palabuhanratu dengan supply chain ideal Supply chain ideal Tujuan mereduksi berkurangnya mutu produk dalam transportasi dan penyimpanan Sistem Informasi berkaitan dengan aliran supply produk, pasar dan teknologi Menerapkan teknologi, meningkatkan modal Kontrol terhadap keselamatan produk dan kualitasnya Kebijakan pemerintah terkait dengan informasi pasar dan data statistik untuk menfasilitasi aktivitas pasar dan memonitor perkembangan pasar. Terdapat manajer atau unit pengelola khusus untuk mengatur supply chain Sumber: Muninggar (2008) Supply chain PPN Palabuhanratu Sistem transportasi yang ada belum mendukung upaya menjaga mutu produk Belum ada koordinasi antara pengelola pelabuhan dengan pihak nelayan, pedagang dan industri perikanan terkait informasi pasar Penerapan teknologi (penyimpanan dan pengolahan) masih kurang khususnya dalam menjaga mutu ikan Laboratorium Bina Mutu milik pelabuhan belum sempurna, Pengemasan/ packing dan penyimpanan ikan belum lengkap Sudah ada data statistik namun belum meliputi informasi pasar yang dibutuhkan. Unit pengelola pelabuhan yang sudah ada belum memiliki tugas khusus mengatur supply chain di pelabuhan Perbaikan yang dilakukan Perbaikan sistem transportasi dengan cold chain sistem (sistem rantai dingin) Penerapan sistem informasi berkaitan dengan ketersediaan supply produk, harga dan mutu produk yang diinginkan konsumen oleh pengelola pelabuhan Bekerjasama dengan Pemerintah Pusat dalam program penelitian berkaitan dengan teknologi dalam meningkatkan mutu ikan Penerapan kebijakan kontrol terhadap mutu ikan harus dilakukan oleh pelabuhan bekerjasama dengan industri pengolah, dan instansi terkait. Menyediakan Sistem Informasi terpadu berkaitan dengan informasi pasar produk perikanan untuk skala domestik dan dunia. Dibuat unit atau seksi yang mengatur aliran informasi supply chain di pelabuhan. Dalam rangka meningkatkan daya saing produk perikanan, perlu adanya koordinasi jaringan supply chain perikanan melalui kebijakan pemasaran, sistem informasi dan koordinasi dengan instansi terkait serta perlu adanya implementasi kebijakan penerapan supply chain melalui penjabaran fungsi pelabuhan (Muninggar 2008). Selanjutnya, Marimin dan Maghfiroh (2011) menjelaskan bahwa untuk mengatasi hambatan dalam pengembangan rantai pasok dapat

129 101 digunakan pendekatan kunci sukses (key success factor) yaitu trust building (kepercayaan), koordinasi dan kerja sama, kemudahan akses pembiayaan dan dukungan pemerintah yang baik. Kunci sukses tersebut merupakan praktekpraktek penting yang apabila dijalankan dengan baik, dapat memperlancar aktivitas bisnis di sepanjang rantai pasok. Mengacu pada key success factor tersebut, yang relevan dengan kondisi di PPN Palabuharatu adalah kepercayaan, serta koordinasi dan kerja sama Analisis integrasi kelembagaan minapolitan Keberhasilan implementasi dan pengembangan minapolitan perikanan tangkap dalam prespektif agribisnis sangat tergantung keterpaduan antarprogram dan kesiapan kelembagaannya. Tinjauan historis terhadap program minapolitan perikanan tangkap di Palabuhanratu diketahui bahwa bentuk kelembagaan minapolitan di tingkat kabupaten berupa Kelompok Kerja ( Pokja) dengan ruang lingkup kegiatan mencakup perencanaan, pelaksanaan, monitoring dan pelaporan. Pokja minapolitan ini diharapkan mampu mengintegrasikan kegiatan sektoral di daerah dengan kegiatan-kegiatan yang diprakarsai daerah. Kelembagaan di tingkat propinsi juga berupa Pokja yang lebih ditekankan pada fungsi koordinasi untuk memfasilitasi hubungan antara kabupaten/kota dan antara daerah dengan pusat. Untuk mengintegrasikan seluruh kegiatan antar unit kerja teknis dan antara Kementerian Kelautan dan Perikanan dengan instansi sektoral terkait, dan para pihak berkepentingan dibentuk Tim Koordinasi Minapolitan dengan tugas pokok dan fungsi yang bersifat koordinatif. Gambar 30 menunjukkan struktur kelembagaan Pokja Minapolitan dimana ketua berperan bertanggung jawab penuh terhadap kinerja kelembagaan Pokja Minapolitan yang membawahi beberapa bidang pokok seperti perencanaan, pemberdayaan, serta monitoring dan evaluasi dan kesekretariatan. Dinas Kelautan dan Perikanan selain sebagai sekretaris Pokja Minaplitan juga memiliki tugas pokok sebagai penanggung jawab pengembangan minapolitan di zona penunjang yaitu kawasan kecamatan pesisir di luar zona inti (PPN Palabuhanratu). Bappeda memiliki peran penting dalam perencanaan program minapolitan karena Bappeda memiliki power untuk memberi instruksi kepada SKPD (Satuan Kerja Perangkat

130 102 Daerah) terkait agar berkontribusi dalam pengembangan kawasan minapolitan. SKPD terkait dapat diinstruksikan untuk membuat usulan rencana kegiatan di kawasan minapolitan pada saat Musrenbang yang harus dituangkan dalam usulan rencana anggaran dari SKPD yang bersangkutan. PPN Palabuhanratu berperan dalam pelayanan fasilitas PPN Palabuhanratu serta berperan dalam pemberdayaan nelayan dan pembinaan industri di kawasan PPN Palabuhanratu. Bidang monitoring dan evaluasi dilakukan oleh pejabat yang ditunjuk untuk mengevaluasi kinerja program minapolitan. Tim monitoring dan evaluasi setidaknya mencakup 3 unsur yaitu Bappeda, Dinas Kelautan dan Perikanan serta PPN Palabuhanratu. PENANGGUNG JAWAB Bupati KETUA Sekretaris Daerah SEKRETARIS Kepala Dinas Kelautan & Perikanan PEMBERDAYAAN Kepala Pelabuhan Perikanan PERENCANAAN Kepala Bappeda MONITORING & EVALUASI Pejabat lain yang ditunjuk ANGGOTA Satker Perangkat Daerah terkait Sumber: diadopsi dari KKP (2011) Gambar 30 Struktur kelembagaan Pokja minapolitan perikanan tangkap di Palabuhanratu. Berdasarkan struktur kelembagaan pada Gambar 30, kelembagaan minapolitan lebih menekankan pada kelembagaan struktural di tingkat pemerintahan. Artinya, kelembagaan tersebut belum mengintegrasikan hubungan peran dan fungsi antar kelembagaan yang menjadi pelaku sistem minapolitan yang mampu memperkuat ikatan-ikatan horizontal maupun vertikal. Keanggotaan yang

131 103 terlibat dalam Pokja Minapolitan masih terbatas pada perwakilan SKPD terkait dan belum melibatkan perwakilan dari pihak swasta/industri dan akademisi. Pokja merupakan kelembagaan minapolitan yang dibentuk pada saat inisiasi program. Namun, jika dilihat dari perspektif kelembagaan agribisnis maupun perspektif klaster industri perikanan, beberapa kelembagaan/pelaku telah terbentuk secara alamiah sebelum program (Gambar 31). Fakta di lapangan menunjukkan bahwa masing-masing pelaku tersebut belum memiliki visi yang sama dalam pengembangan minapolitan merikanan tangkap di Palabuhanratu. Gambar 31 Klaster industri perikanan tangkap di Palabuhanratu yang terbentuk secara alamiah sebelum program minapolitan. Beberapa pelaku yang terlibat dalam rantai pasok telah membentuk pola kemitraan usaha dalam bentuk pinjaman modal dan contract farming. Kondisi ini terjadi pada anggota primer rantai pasok komoditas layur. Berdasarkan pendapat Castales dan Catelo (2008) diacu dalam Riadi (2012) Contract farming (CF) didefinisikan sebagai kesepakatan nelayan dan perusahaan pengolah dan atau pemasaran untuk menghasilkan dan memasok produk perikanan berdasarkan kesepakatan, waktu dan harga yang telah ditentukan sebelumnya. Secara faktual, pelaku yang terlibat dalam kelembagaan kemitraan CF ini terjadi antara pemilik

132 104 kapal dengan perusahaan pengolah layur (eksportir). Pemilik kapal yang dimaksud adalah pemilik kapal yang sekaligus berfungsi sebagai pembeli layur dari nelayan. Pemilik kapal yang tidak bertindak sebagai pembeli biasanya murni sebagai nelayan dan penjualan hasil tangkapannya menginduk kepada pihak pembeli (juragan atau dalam bahasa lokalnya tawe ). Tawe ini minimal memiliki 3 unit kapal kincang (pancing ulur) dan disewakan kepada nelayan dengan sistem bagi hasil usaha. Aturan main yang disepakati antara nelayan dan tawe di Palabuhanratu biasanya didasarkan atas kepercayaan dan bersifat informal. Tawe mempercayakan pengoperasian kapal kepada nahkoda (fishing master) dan jarang sekali bersifat kekeluargaan tetapi lebih diutamakan atas pertimbangan keahlian/pengalaman, kejujuran dan etos kerjanya. Jika ada ABK yang sudah cukup lama bekerja pada tawe dan memiliki kemampuan sebagai nahkoda akan diberi prioritas utama menjadi nahkona jika tawe memiliki kapal baru. Nelayan hanya diberi tugas menangkap ikan. Seluruh biaya operasional (BBM, umpan, es, dan perbekalan nelayan) ditanggung pemilik kapal (tawe) termasuk biaya perbaikan kerusakan kapal dan alat tangkap. Sebagai konsekuensinya, hasil tangkapan dibeli tawe dengan harga yang telah ditentukan sebelumnya. Di setiap daerah (PPI/TPI) terdapat kesepakatan tidak tertulis bahwa harga yang dibeli di tingkat tawe harus sama dan jika ada kenaikan harga juga atas kesepakatan tawe setempat. Biaya operasional per trip sekitar Rp ,00. Jika nilai hasil tangkapan kurang dari Rp ,00 (mengalami kerugian) tawe hanya memberi uang lelah antar Rp ,00 sampai Rp ,00 tergantung pendapatan dari unit penangkapan lain yang dimilikinya. Namun jika pendapatan hasil tangkapan nelayan melebihi biaya operasional maka aturan main sistem bagi hasil yang diterapkan umumnya sebagai berikut: 1. Pendapatan per trip kurangi biaya operasional dan dikurangi 10% dari pendapatan tersebut untuk biaya karyawan tawe yang membantu mencarikan umpan dan membersihkan kapal; 2. Setiap nelayan (nahkoda dan ABK) diberi 1 bagian dan pemilik kapal 1 bagian. Pada umumnya 1 kapal terdapat 3 nelayan sehingga total bagian nelayan 3 bagian;

133 Pembagian hasil keuntungan dibagi rata, untuk kasus 3 nelayan dibagi 4 bagian (3 bagian nelayan dan 1 bagian pemilik kapal). Dalam rangka menjaga loyalitas nelayan, beberapa tawe memberikan bonus dan fasilitasi pinjaman kebutuhan rumah tangganya. Aturan main antara tawe dan perusahaan eksportir juga bersifat informal. Artinya, tidak memberlakukan sistem PO (purchasing order) terhadap tawe. Tawe diperbolehkan menjual ikannya ke eksportir manapun sesuai dengan keyakinan dan kenyamanan tawe terhadap pelayanan pihak perusahaan. Masing-masing perusahaan eksportir bersaing untuk mendapatkan ikan dari tawe baik dari segi harga maupun pelayanan. Namun ada juga tawe yang memiliki keyakinan keberuntungan dengan salah satu perusahaan tertentu. Pertimbangannya cukup sederhana, berdasarkan perjalanan usahanya, tawe yang bersangkutan merasa mendapat keberuntungan (hasil tangkapan nelayannya banyak) ketika melakukan kerja sama dengan perusahaan tersebut. Dalam hal aturan harga ikan layur, harga ditentukan secara sepihak oleh pihak eksportir dan di antara eksportir tidak ada kesepakatan secara kolektif. Namun, beberapa perusahaan melakukan kerja sama kesepakatan harga (PT. AGB dan PT Duta) maupun kerja sama pemantauan kinerja tawe yang memiliki ikatan kerja sama dengan perusahaan yang bersangkutan. Dalam rangka mengantisipasi tawe memasok layur ke ekportir lain, pihak eksportir biasanya menerapkan strategi pemberian pinjaman modal kepada tawe. Pinjaman modal dari pihak perusahaan kepada tawe dilakukan di atas materai dengan klausul utamanya adalah 1) sistem angsuran dilakukan dengan cara memotong setiap hasil tangkapan Rp 1.000,00/kg dari harga standar sampai pinjamannya lunas dan tanpa dibebani bunga, 2) tawe tidak boleh menjual ikannya ke perusahaan lain selama harganya sama dengan perusahaan lain, 3) jika tawe bisa menunjukkan bukti bahwa harga ikan layur yang dibeli perusahaan lain lebih tinggi maka tawe bisa menuntut/negosiasi kenaikan harga, 4) jika di kemudian pihak perusahaan mengetahui tawe menjual ikan ke perusahaan lain, perusahaan akan memberlakukan sanksi berupa peringatan sampai pelunasan sisa hutang segera dan sanksi blacklist sebagai pemasok layur. Aturan besaran pinjaman modal yang diberikan oleh perusahaan berdasarkan atas kepercayaan dan kinerja tawe dalam

134 106 memasok ikan kepada perusahaan. Besaran pinjaman setiap tawe bervariasi mulai dari 5 juta sampai 200 juta. Sebagai contoh, total pinjaman modal dari PT. AGB kepada tawe hingga saat ini telah mecapai 1,5 milyar. Keuntungan bagi eksportir di dalam jaringan kemitraan ini adalah terjaminnya volume, kualitas, dan kontinuitas pasokan seperti yang diminta pasar, meskipun persyaratan kontinunitas dan volume pasokan dari tawe bersifat fleksibel karena sangat dipengaruhi oleh musim. Akan tetapi, persyaratan mutu pasokan ikan harus sesuai dengan standar ekspor. Pada kasus komoditas layur, persyaratan utamanya adalah perut ikan layur tidak boleh pecah (kualitas 1) jika perut layur telah pecah, nilai jualnya menjadi separuh harga. Pada awal bulan Mei 2012, ikan layur dengan ukuran per ekor mencapai 3 ons ke atas harganya sekitar Rp ,00, dan ukuran 2-3 ons per ekor sekitar Rp ,00 serta ukuran 1-2 ons per ekor sekitar Rp ,00 dan pecah perut sekitar Rp ,00. Di PPN Palabuhanratu, harga beli tawe dari nelayan sebesar Rp ,00/kg tanpa ada perbedaan kualitas. Bagi pihak nelayan, keuntungan yang diperoleh dari aturan main kemitraan usaha dengan tawe adalah kepastian harga, jaminan pemasaran dan kemudahan untuk memperoleh pinjaman dari tawe. Kondisi inilah yang menjadikan ikatan hubungan patront-client antara nelayan dan tawe menjadi sangat kuat dan mengakar di masyarakat nelayan. Bagi pihak tawe, keuntungan yang diperoleh dari hubungan kemitraan antara tawe dan perusahaan dengan model kemitraan CF adalah kepastian harga, jaminan pemasaran dan akses permodalan. Pihak perusahaan diuntungkan dengan kontinuitas produk, meskipun pada musimmusim paceklik perusahaan sering kekurangan pasokan layur dari tawe. Dalam kaitannya dengan aturan main pembayaran, tawe membayar cash hasil tangkapan begitu ikan sudah didaratkan di PPI/TPI. Pihak perusahaan eksportir juga membayar ikan yang telah disetor oleh tawe secara cash setelah melalui proses pensortiran dan penimbangan. Proses akselerasi minapolitan perikanan tangkap di Palabuhanratu, dipengaruhui oleh sejauh mana kelembagaan PPN Palabuhanratu mampu memberikan pelayanan yang memuaskan pelanggan yaitu, pihak nelayan, pemilik kapal dan industri. Keunggulan kompetitif PPN Palabuhanratu dapat menjadi daya

135 107 tarik investor baru untuk berinvestasi di kawasan pelabuhan sehingga proses industrialisasi perikanan di PPN Palabuhanratu yang merupakan zona inti minapolitan perikanan tangkap dapat berkembang optimal. Oleh karena itu, pengembangan kawasan PPN Pelabuhanratu yang berdaya saing tinggi menjadi faktor penting dalam menumbuhkembangkan industrialisasi perikanan. Upaya tersebut akan lebih optimal jika terjadi intergrasi antar kelembagaan yang harmonis melalui model kemitraan bismis maupun model kemitraan kelembagaan minapolitan yang melibatkan industri inti, industri pemasok dan lembaga pendukung. Integrasi antar kelebagaan tersebut pada akhirnya akan menumbuhkan klaster industri perikanan tangkap di Palabuhanratu yang berdaya saing tinggi. Lubis (2012) juga menjelaskan bahwa untuk mengembangkan pelabuhan perikanan dalam mendukung minapolitan, perlu adanya kerja sama dengan beberapa kelembagaan terkait, misalnya dengan Pemerintah Daerah dan Kementerian Pekerjaan Umum untuk mendukung sarana dan prasarana transportasi juga instansi yang terkait dengan kebutuhan modal, air dan listrik. Keterpaduan dan keterkaitan beberapa kelembagaan lain dalam mendukung minapolitan adalah Kementerian Keuangan, Kementerian Industri, Kementerian Perdagangan, Kementerian Perhubungan, Kementerian Kehutanan, Kementerian Energi dan Sumberdaya Mineral, Kementerian Sosial, Kementerian Pertanian, Kementerian Badan Usaha Milik Negara, Tentara Nasional Indonesia, POLRI, Badan Pertanahan Negara, Badan Koordinasi Penanaman Modal, Kementerian Lingkungan Hidup, Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Perumahan Rakyat, Kementerian Pembangunan Daerah Tertinggal, Kementerian Kesehatan serta Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil. Secara spesifik, integrasi kelembagaan minapolitan dapat dilakukan dalam bentuk partisipasi yang serasi dan saling membutuhkan antara pemerintah, pelaku bisnis/swasta, dan intelektual. Etzkowits (2010) diacu dalam Riadi (2012) menjelaskan bahwa intelektual, pelaku bisnis dan pemerintah memainkan peran yang sama dan membentuk triple-helix guna merangsang inovasi ekonomi berbasis pengetahuan. Intelektual berperan untuk mengembangkan kreatifitas, skill dan talent pada sumber daya manusia. Pelaku bisnis berperan dalan transformasi teknologi, skill dan talent ke dalam peningkatan daya saing industri.

136 108 Pemerintah berperan dalam program fasilitasi, iklim usaha, insentif dan driven pada pertumbuhan dan pengembangan minapolitan. Peran pemerintah (Tabel 7) dan swasta (Tabel 8) dalam pengembangan minapolitan perikanan tangkap yang berbasis industrialisasi perikanan (klaster industri perikanan tangkap) dapat dijabarkan secara detail berdasarkan faktor utama dalam model Berlian Porter, yaitu 1) kondisi input, 2) strategi, struktur dan persaingan industri, 3) kondisi permintaan, dan 4) industri pendukung dan terkait. Tabel 7 Peran pemerintah dalam pembangunan klaster industri perikanan yang diadopsi dari model Berlian Porter Faktor utama 1. Kondisi input (input condition) Uraian peran 1) Menciptakan spesialisasi melalui program pendidikan dan pelatihan 2) Menfasilitasi universitas yang berbasis riset untuk pengembangan klaster industri perikanan dalam sistem minapolitan perikanan tangkap 3) Penyediaan dan kompilasi informasi bagi klaster industri perikanan 4) Memperbaiki infrastruktur transportasi, komunikasi dan lainnya yang dibutuhkan klaster industri perikanan maupun minapolitan perikanan tangkap 2. Strategi, struktur dan persaingan industri 1) Menghilangkan penghalang bagi kompetisi 2) Fokus untuk menarik investasi 3) Fokus dalam mempromosikan bisnis plan minapolitan 4) Mengorganisasikan lembaga pemerintah terkait 3. Kondisi permintaan 1) Menciptakan peraturan yang pro inovasi sehingga berpengaruh pada klaster industri perikanan untuk mengurangi ketidakpastian peraturan, merangsang adopsi, dan mendorong inovasi produk atau proses baru 2) Mensponsori uji produk, sertifikasi produk dan evaluasi layanan untuk produk dan jasa dalam klaster industri perikanan 4. Industri pendukung dan terkait 1) Mensponsori berbagai Forum Lintas Pelaku untuk menyatukan berbagai pihak 2) Usaha untuk menarik supplier dan penyedia jasa bagi klaster industri perikanan dari wilayah lain 3) Membangun klaster perikanan yang berorientasi pada kawasan industri atau kawasan supplier

137 109 Tabel 8 Peran swasta dalam pembangunan klaster industri perikanan yang diadopsi dari model Berlian Porter Faktor utama Uraian peran 1. Kondisi input (input condition) 2. Strategi, struktur dan persaingan perusahaan 1) Ikut mengembangkan kurikulum sekolah kejuruan, akademi maupun universitas 2) Mensponsori proyek riset di perguruan tinggi 3) Mengumpulkan informasi klaster melalui asosiasi 4) Menjaga hubungan dekat dengan penyedia infrastruktur untuk memenuhi kebutuhan klaster industri perikanan 5) Mengembangkan pelatihan bagi manager dalam hal peraturan, kualitas dan isu-isu manajerial 1) Kerja sama dengan pemerintah untuk mempromosikan ekspor 2) Membuat direktori para pelaku dalam klaster 3) Ikut serta dalam berbagai pameran perdagangan 3. Kondisi permintaan 1) Kerja sama dengan pemerintah untuk menyusun regulasi yang mendorong inovasi 4. Industri pendukung dan terkait 2) Melakukan pengujian produk-produk lokal dan memperbaiki standar organisasi 1) Mendirikan asosiasi berbasis klaster 2) Mendorong supplier lokal dan menarik investor secara perorangan maupun kolektif Berdasarkan integrasi antara peran pemerintah, pelaku bisnis dan akademisi maka kesuksesan kemitraan kelembagaan minapolitan di Palabuhanratu dapat mengadopsi kesuksesan agroindustri (ADB 2010 diacu dalam Riadi 2012), yaitu 1) riset yang kuat di sektor kelautan dan perikanan serta dukungan teknologi untuk minapolitan, 2) mendorong investasi oleh sektor swasta, 3) dukungan dan fasilitasi terhadap pengembangan minapolitan, 4) peningkatan kemitraan, 5) pengembangan institusi minapolitan, dan 6) kebijakan pemerintah yang kondusif. Pengembangan kelembagaan minapolitan di Palabuhanratu di masa mendatang mengadopsi model kelembagaan ekonomi petani yang dikembangkan oleh Hermanto (2007). Pembentukan kelembagaan tersebut menekankan pada pendekatan bottom up yaitu pendekatan yang harus dimulai dari petani dan penentuan kelembagaannya disesuaikan dengan kebutuhan dan kondisi lingkungannya. Model tersebut diadopsi ke dalam model kelembagaan minapolitan karena memiliki elemen-elemen penting yang menjadi kunci sukses pengembangan agroindustri (ADB 2010 diacu dalam Riadi 2012), namun dalam implementasinya disesuaikan dengan karakteristik masyarakat nelayan setempat..

138 110 Pada model kelembagaan minapolitan ke depan (Gambar 32), merupakan framework dari beberapa bentuk kelembagaan yang dikembangkan dengan dual track strategy yaitu keseimbangan antara strategi top down dan bottom up. Pengembangan model kelembagaan minapolitan mencerminkan integrasi dan sinergi dari beberapa kelembagaan yaitu 1) Pokja Minapolitan, 2) lembaga bisnis (eksportir, koperasi, BUND, dan BUMN), 3) lembaga pendidikan dan penelitian, 4) Business Development Center, 5) kelompok nelayan, 6) kelembagaan kemitraan minapolitan, serta 7) kelembagaan keuangan. Fungsi dan peran masingmasing kelembagaan tersebut harus menyatu dan saling terkait satu sama lain dalam kerangka sistem dan usaha agribisnis perikanan yang terintegrasi dalam sistem minapolitan perikanan di Palabuhanratu.. Kelembagaan Pokja Minapolitan Koperasi, BUMN, BUMD dan Eksportir Lembaga Pendidikan dan Penelitian Sistem Minapolitan Palabuhanratu Agribisnis Industrialisasi Perikanan Business Development Center Kelembagaan Keuangan Kelembagaan Kelompok Nelayan Sumber: diadopsi dari Hermanto (2007) Kelembagaan Kemitraan Minapolitan Keterangan: = keterkaitan langsung yang sangat kuat dalam pengembangan antar kelembagaan = keterkaitan timbal balik dalam pengembangan antar kelembagaan Gambar 32 Rancangan model pengembangan kelembagaan minapolitan di Palabuhanratu. Kelembagaan Pokja Minapolitan sebagai representatif dari pihak pemerintah harus dapat merumuskan kebijakan-kebijakan yang kondusif untuk

139 111 pengembangan minapolitan, mendorong tumbuhnya investasi dari sektor swasta, memfasilitasi sarana dan prasarana kebutuhan pengembangan minapolitan, serta meningkatkan kemitraan antar kelembagaan, dan peningkatan kapasitas kelembagaan yang terkait langsung dengan minapolitan perikanan tangkap di Palabuhanratu seperti pengelola pelabuhan perikanan, Dinas Perikanan dan Kelautan, kelompok nelayan, Business Development Center, serta kelembagaan kemitraan minapolitan. Business Development Center lebih ditunjukkan kepada fungsi pemberdayaan masyarakat dan memberi ruang gerak dalam menghadapi tantangan globalisasi serta menumbuhkan dan meningkatkan kapasitas nelayan dalam mengahadapi persoalan pengembangan bisnis di bidang kelautan dan perikanan. Peningkatan dan kinerja Business Development Center ini juga perlu dirancang dalam rangka meningkatkan daya sosial yang tinggi terhadap inovasi teknologi dan pengelolaan usaha perikanan dan kelautan. Business Development Center akan lebih optimal ketika mendapat dukungan dari akademisi (lembaga pendidikan dan penelitian) melalui hasil-hasil riset kuat dan fokus dalam upaya untuk menjawab permasalahan pokok dari sistem minapolitan tersebut. Fungsi dan peran kelembagaan kelompok nelayan selain untuk mengatasi permasalahan usaha nelayan juga untuk meningkatkan posisi tawar nelayan khususnya dalam proses penentuan harga jual ikan. Peningkatan posisi tawar nelayan dapat dilakukan melalui upaya peningkatan kapasitas kelembagaan kelompok nelayan (kelembagaan kelompok nelayan ABK dan kelompok pemilik kapal). Kapasitas kelembagaan nelayan ABK yang optimal dapat menjadi daya dorong untuk bernegosiasi tentang penentuan harga jual ikan dan sistem bagi hasil usaha dengan pemilik kapal. Kondisi ini diharapkan dapat menekan praktik bisnis monopoli dan mendorong terciptanya fair trade. Terciptanya perdagangan yang adil (fair trade) dan sistem bagi hasil yang saling menguntungkan (win-win partnerships) akan berdampak pada peningkatan pendapatan nelayan ABK. Kapasitas kelembagaan kelompok pemilik kapal yang optimal juga sangat efektif untuk menekan praktek bisnis monopoli harga dari pihak perusahaan. Kelembagaan kemitraan minapolitan dikembangkan untuk membantu mengoptimalkan sistem pemasaran yang adil (fair trade). Artinya, kelembagaan

140 112 kemitraan minapolitan harus mampu menjadi penyeimbang antara kepentingan perusahaan, pemilik kapal dan nelayan ABK. Dengan demikian, kelembagaan kemitraan minapolitan setidaknya terdiri dari kelompok nelayan, pedagang pengumpul (pemilik kapal), perusahaan eksportir dan mediator. Nelayan, pemilik kapal dan perusahaan eksportir diharapkan dapat menyepakati jumlah, mutu dan harga ikan yang saling menguntungkan. Perusahaan eksportir diharapkan dapat memberikan jaminan harga minimal pembelian atau rumus harga tertentu yang disepakati oleh pihak-pihak yang bermitra. Mediator merupakan suatu lembaga netral yang memiliki pengetahuan dan kompetensi terhadap obyek yang dimitrakan. Mediator bertugas membuat kajian tentang peluang untuk membangun kemitraan, berusaha menyakinkan dan membangun kepercayaan kelompok nelayan, pemilik kapal dan perusahaan eksportir tentang pentingnya dan manfaat membangun kemitraan bisnis. Berdasarkan pengembangan kelembagaan kemitraan tersebut dapat dijadikan salah satu sarana pengembangan agribisnis industrialisasi perikanan sehingga peningkatan nilai tambah di tingkat kelompok nelayan ABK dapat terwujud secara optimal dan berkesinambungan. Kelembangan keuangan berfungsi untuk mengatasi kelangkaan modal usaha untuk pengembangan agribisnis industrialisasi perikanan, kegiatan usaha kelompok nelayan, perusahaan (pelaku bisnis), kegiatan kelembagaan kemitraan minapolitan dan Business Development Center. Integrasi dan sinergitas antar kelembagaan tersebut diharapkan dapat menumbuhkan agribisnis industrialisasi perikanan di kawasan PPN Palabuhanratu yang didukung oleh sistem minapolitan secara optimal dan berkelanjutan dalam upaya meningkatkan pendapatan nelayan secara bertahap dan nyata. 4.3 Analisis Strategi dan Tolok Ukur Keberhasilan Minapolitan di Palabuhanratu Analisis SWOT Analisis SWOT dimaksudkan untuk merumuskan strategi pengembangan minapolitan perikanan tangkap yang dilakukan berdasarkan analisis faktor internal dan faktor internal. Matrik IFAS (internal factor analysis summary) digunakan untuk mengidentifikasi dan menganalisis kekuatan dan kelemahan implemenentasi program minapolitan perikanan tangkap di Palabuhanratu (Tabel

141 Jumlah Kapal ). Matrik EFAS (external factor analysis summary) digunakan untuk mengidentifikasi dan menganalisis peluang dan ancaman program minapolitan (Tabel 13). 1. Analisis faktor internal Pemilihan PPN Pelabuhanratu sebagai zona inti program minapolitan perikanan tangkap tentunya telah dilakukan dengan berbagai pertimbangan khususnya persyaratan yang telah ditetapkan dalam Pedoman Umum Minapolitan (KKP 2011). Berdasarkan analisis kondisi internal sistem minapolitan perikanan tangkap di Palabahanratu, beberapa kekuatan yang teridentifikasi (Tabel 11) adalah: 1) Jumlah kapal penangkapan tuna dan layur Pancing Ulur Pancing Tonda Longline Tahun Gambar 33 Jumlah kapal tuna dan layur yang menggunakan PPN Palabuhanratu sebagai fishing base. Gambar 33 menunjukkan bahwa jumlah kapal pancing ulur (kapal kincang) dan kapal pancing tonda, dalam tiga tahun terakhir, mengalami peningkatan. Pada tahun 2011, jumlah kapal pancing ulur mencapai 345 kapal sedangkan kapal pancing tonda mencapai 163 kapal. Namun jumlah kapal longline sedikit berfluktuasi, terlihat dari jumlah kapal tahun 2009 mencapai 157 kapal, tahun 2010 mencapai 160 kapal, dan tahun 2011 mencapai 149 kapal. Berdasarkan variasi tonase kapal, rata-rata kapal longline yang

142 114 beroperasi di PPN Palabuhanratu dalam 3 tahun terakhir didominasi oleh kapal longline GT (38%) kemudian sisanya adalah kapal longline GT (28%), kapal longline GT (28%), kapal longline GT (6%) dan kapal longline GT (2%). Potensi jumlah kapal tersebut merupakan salah satu kekuatan yang dapat dioptimalkan dalam pengembangan minapolitan perikanan tangkap di Palabuhanratu yang berbasis pada komoditas layur dan tuna. 2) Ketersediaan ikan layur dan tuna Ketersediaan ikan tuna dan layur hanya dilihat dari pendekatan trend produksi. Dalam 9 tahun terakhir (Gambar 25) trend produksi layur berfluktuasi dan pada tahun 2011 produksi layur hanya mencapai 60% dari produksi tertinggi yang pernah dicapai pada tahun Produksi tuna cenderung meningkat (Gambar 26) meskipun pada tahun 2011 mengalami sedikit penurunan dibandingkan produksi tahun Penurunan produksi tuna tahun 2011 kemungkinan berkaitan dengan penurunan jumlah kapal longline yang beroperasi di PPN Palabuhanratu meskipun kapal pancing tonda yang beroperasi mengalami peningkatan. Peningkatan kapal pancing tonda tidak terlalu signifikan terhadap peningkatan produksi tuna (bigeye dan yellowfin) karena produksi tuna dari kapal pancing tonda hanya mencapai 19% dari total produksi tuna di PPN Palabuhanratu(Gambar 24). Fenomena trend peningkatan produksi ini menjadi salah satu kekuatan dalam pengembangan minapolitan perikanan tangkap di Palabuhanratu. Namun, kebutuhan dan tuntutan kegiatan eksploitasi harus memperhatikan keberlanjutan sumberdaya ikan di masa mendatang. 3) Kelengkapan fasilitas pelabuhan perikanan Kelengkapan fasilitas PPN Palabuhanratu merupakan potensi kekuatan yang dapat dikembangkan untuk mendukung program minapolitan perikananan tangkap (Lampiran 13). Fasilitas tersebut mencakup fasilitas pokok, fasilitas fungsional dan fasilitas penunjang. Optimalisasi fasilitas pelabuhan yang ada saat ini dan rencana pengembangan jangka panjang PPN Palabuhanratu merupakan kekuatan daya saing dalam pengembangan minapolitan perikanan tangkap. Peranan penting yang diharapkan PPN

143 115 Palabuhanratu dalam menunjang efisiensi usaha perikanan tangkap menurut Lamatta (2011) adalah (1) meningkatkan produksi yang diikuti dengan peningkatan mutu hasil tangkapan, berarti PPN Palabuhanratu haruslah mempunyai coldstorage dan chilling room (gudang beku), (2) mengurangi biaya operasional penangkapan ikan melalui efisiensi biaya bahan bakar, es air tawar dan lain-lain di PPN Palabuhanratu, (3) memperoleh data hasil tangkapan yang akurat dalam rangka pengendalian sumberdaya ikan oleh petugas statistik, (4) sistem informasi perikanan baik untuk kepentingan perikanan tangkap maupun pemasaran ikan, dapat selalu memperbaharui data secara real- time dan dalam perkembangannya dapat diakses melalui internet (on-line), (5) pelabuhan sebagai klaster perikanan (pusat pasar ikan), untuk itu tersedia TPI yang cukup luas dan lembaga keuangan sebagai penyedia uang tunai dan transfer, (6) mempercepat transaksi pemasaran ikan, berarti diberlakukan perdagangan melalui sistem pemasaran yang efektif, (7) pengawasan dan pelayanan perijinan, berarti PPN Palabuhanratu menjadi tempat perijinan satu atap, yaitu berisi perwakilan dari seluruh instansi yang terkait dengan perijinan dimana pelayanan yang disediakan mencakup penerbitan tanda bukti laporan kedatangan/keberangkatan kapal, pemeriksaan kesyahbandaran, dan lain-lainnya, (8) meningkatkan pelayanan dan pengawasan sumberdaya ikan, berarti kapal pengawas perikanan dapat memastikan kelancaran tugas pengawasan dengan adanya PPN Palabuhanratu tersebut, (9) mempermudah pemenuhan kebutuhan perbekalan, berarti PPN Palabuhanratu mempunyai kapasitas penuh dalam hal persediaan bahan bakar (terutama solar), pabrik es curah dengan bahan baku air laut, stasiun pengisian air tawar bersih, dan kebutuhan konsumsi harian nelayan, (10) pelabuhan sebagai fasilitas wisata bahari dengan lingungan bersih dan higienis, dan (11) pelabuhan sebagai tempat penyerapan tenaga kerja. 4) Komitmen Pemda terhadap program minapolitan Komitmen Pemda Sukabumi tercemin dari kebijakan Pemda untuk mendukung penuh program minapolitan. Komitmen tersebut telah diaktualisasikan dalam rencana program untuk mendukung minapolitan (Tabel 18). Menurut Dinas Perikanan dan Kelautan Sukabumi (2011) menyebutkan

144 116 bahwa Pemda memiliki komitmen untuk mendukung minapolitan Palabuhanratu seperti (1) penyediaan RTRW untuk kawasan minapolitan Palabuanratu dalam bentuk PERDA, (2) membantu proses penyediaan lahan untuk perluasan PPNP menjadi PPS, (3) peningkatan akses jalan di sekitar dan menuju minapolitan, (4) kemudahaan pelayanan perijinan untuk mendorong investasi, (5) jaminan ketersediaan air bersih, (6) jaminan ketersediaan pasokan listrik melalui PLTU, dan (7) bantuan penguatan modal, pengetahuan dan ketrampilan bagi Kelompok Usaha Bersama (KUB) sektor kelautan dan perikanan. 5) Akses transportasi dan telekomunikasi Akses transportasi dan telekomunikasi di wilayah Palabuhanratu cukup memadahi. Salah satu indikatornya adalah banyaknya pasokan ikan dari kawasan Teluk Palabuhanratu (Ujung Genteng dan Cisolok) dan kabupaten lain masuk ke PPN Palabuhanratu dan distribusi ikan ekspor dari PPN Palabuhanratu ke Jakarta melalui jalur darat. Rencana penuntasan jalan lintas selatan Jawa Barat (Gambar 27) diharapkan dapat mempermudah akses transportasi di masa mendatang. Jaringan internet dan telekomunikasi sangat bagus di sekitar PPN Palabuhanratu. Jaringan internet juga telah dimanfaatkan pihak agen dan eksportir untuk membangun komunikasi dengan buyer dan menggali informasi perkembangan harga ikan ekspor di negara tujuan. Kondisi ini menjadi kekuatan daya tarik pelaku usaha perikanan. 6) Jumlah industri pengekpor tuna dan layur Jumlah industri pengekspor tuna dan layur yang ada saat ini merupakan kekuatan yang menjadi daya saing dalam pengembangan minapolitan perikanan tangkap di Palabuhanratu. Perusahaan pengekspor tuna di Palabuhanratu adalah (1) PT. Sari Segara Utama, (2) CV. Rahayu Sentosa Prima, (3) CV. Tuna Tunas Mandiri, (4) CV Burhan, dan (5) CV. Prima Pratama. Adapun perusahaan pengekspor layur adalah (1) PT. Duta I, (2) PT. Duta II, (3) PT. Uri, (4) PT AGB Palabuharatu, (5) PT. Ratu Prima Bahari Nusantara, (6) CV. Bahari Express, (7) PT. Topmed, (8) PT. Jiko Gantung Power.

145 117 7) Dukungan kegiatan-kegiatan dari APBD untuk pengembangan minapolitan Menurut Dinas Kelautan dan Perikanan (2011) total anggaran untuk mendukung program minapolitan mencapai Rp ,00 dan prosentase kontribusi pembiayaan dari APBN, APBD I, APBD II dan lainnya masing-masing adalah 24%, 7%, 22% dan 47%. Tingkat realisasi anggaran dari keempat sumber pembiayaan minapolitan masing-masing mencapai 58,98%, 31,00%, 67,66% dan 42,69%. Anggaran tahun 2012 bersumber dari APBN (80%), APBD I (12%) dan APBD II (8%). Fakta ini menunjukkan bahwa dukungan anggaran dari APBD untuk kegiatan-kegiatan pendukung minapolitan sangat signifikan dan jika dikelola dengan baik akan menjadi kekuatan internal yang sangat signifikan. 8) Kemampuan beberapa nelayan lokal untuk pengadaan kapal > 5GT secara swadaya Pada awalnya kapal pancing tonda (kapal motor di atas 5GT) yang beroperasi di PPN Palabuhanratu diinisiasi oleh nelayan Bugis (Sulawesi) namun saat ini sudah dikembangkan oleh nelayan setempat. Pengaruh nelayan Bugis cukup signifikan sebagai pembelajaran bagi nelayan setempat, dan terbukti semakin meningkatnya jumlah kapal tuna dalam tiga tahun terakhir (Gambar 33). Semakin bertambahnya kemampuan nelayan lokal untuk bergerak dalam usaha penangkapan menggunakan kapal motor di atas 5 GT merupakan potensi kekuatan yang cukup signifikan dalam pengembangan minapolitan perikanan tangkap di Palabuhanratu. 9) Dukungan kegiatan-kegiatan dari investasi swasta Dukungan kegiatan-kegiatan dari investasi swasta pasca ditetapkannya PPN Palabuhanratu sebagai lokasi minapolitan belum signifikan. Namun, dukungan kegiatan yang terkait dengan usaha perikanan tangkap sebelum program minapolitan telah berjalan, terlihat dari investasi swasta di kawasan PPN Palabuhanratu (Tabel 9). Banyaknya investasi swasta di kawasan PPN Palabuhanratu menunjukkan bahwa PPN Palabuhanratu memiliki keunggulan kompetitif dan komperatif bagi pihak swasta dalam mengembangkan usaha di bidang kelautan dan perikanan. Kondisi ini merupakan potensi kekuatan yang

146 118 cukup signifikan untuk mengembangkan minapolitan perikanan tangkap di Palabuhanratu. Tabel 9 Perusahaan yang menyewa lahan industri perikanan di PPN Palabuhanratu tahun 2012 No Penyewa Jenis Usaha Luas Lahan (m²) 1 PT. Citra Karya Utama Dock Kopkar Mina Nusantara Bengkel dan pengolahan ikan Kopkar Mina Nusantara Dock Kopkar Mina Nusantara Cold storeage PT. Mekar Tunas Raya Sejati Penyaluran BBM PT. AGB Tuna Cold storage PT. Sari Segara Utama Tempat pengepakan hasil tangkapan Long line 8 CV. Permata Mina Pratama Penanganan Ikan Yayasan Anak Nelayan Indonesia Penggunaan bangunan semi permanen 10 CV. Burhan Penggunaan tanah industri perikanan 11 Kopkar Mina Nusantara Penggunaan bangunan shelter nelayan 12 Kopkar Mina Nusantara Penggunaan bangunan semi permanen 13 PT. Danamon Bank simpan pinjam Kopkar Mina Nusantara Pemanfaatan ruang kerja TPI PT. Ratu Prima Bahari Nusantara Cold storage & pabrik es PT. Paridi Asyudewi Penempatan bunker untuk SPBB 28,80 17 KUD Mina Mandiri Sinar Laut Penggunaan/pengelolaan tangki BBM 18 CV. Eko Mulyo Pengelolaan dan distribusi air bersih Jumlah ,80

147 119 Tabel 10 Rencana program untuk mendukung minapolitan perikanan tangkap Palabuhanratu No Program Vol Jumlah anggaran (Rp ) Sumber anggaran APBN APBD I APBD II Instansi 1 Pengembangan lanjutan PPI Cisolok DKP 2 Pengembangan lahan untuk pengembangan PPNP PPNP, DKP 3 Rehab TPI DKP 4 Pengembangan teknologi penangkapan ikan DKP 5 Pengadaan kapal rumpon 10 GT Diskan Provinci 6 Pengadaan kapal rumpon 30 GT DKP 7 Bantuan alat tangkap, mesin motor tempel 15 PK, DKP genset mini 8 Rumpon laut dalam Diskan Provinci 9 Bantuan cool box DKP 10 Pasar ikan heigenis 1 PM PM PM PM DKP 11 Pembinaan PSDKP DKP 12 Bantuan penguatan modal bagi pengolah, pedagang, pembudidaya dan nelayan DKP 13 Penertiban perijinan usaha perikanan DKP/Tim Terpadu 14 Penggantian bagan dengan alat tangkap lain yang DKP ramah lingkungan 15 Temu Pelaku Bisnis Perikanan PPNP,Diskan Prov, DKP 16 Pembangunan pabrik es KKP 17 Membangun sentra pengolahan pindang KKP 18 Pembinaan P2HP DKP 19 Pengadaan unit pengolahan rumput laut skala rumah DKP tangga 20 Bantuan modal budidaya udang lobster DKP 118

148 120 10) Posisi PPN Palabuhanratu strategis sebagai fishing based Sumber: Lamatta (2011) dan Simbolon (2011) Gambar 34 Posisi strategis PPN Palabuhanratu dalam wilayah pengembangan Outer Ring Fishing Port di perairan Indonesia. Gambar 34 menunjukkan bahwa posisi PPN Palabuhanratu berada di wilayah pengembangan pelabuhan perikanan lingkar luar (outer ring fishing port) dan strategis sebagai fishing base. Outer ring fishing port (ORFP) merupakan konsep baru KKP untuk mengembangkan pelabuhan guna menunjang usaha perikanan tangkap dan industri pengolahan ikan. Dalam Buku II New Pardigm in Marine Fisheries Simbolon (2011) menjelaskan bahwa pembangunan ORFP perairan Indonesia adalah salah satu alternatif yang dapat ditempuh pemerintah dalam rangka memberantas kegiatan illegal, unreported-transhipment, and unregulated fishing (IUU fishing). Selain itu juga berimplikasi terhadap percepatan pembangunan kawasan dan penyediaan lapangan kerja bagi masyarakat terluar perairan Indonesia, menjaga kelestarian sumberdaya serta mempertahankan integritas NKRI. Solihin (2011) menambahkan bahwa ORFP mempunyai peran yang strategis dalam pemanfaatan sumberdaya perikanan di ZEEI dan perairan perbatasan. Posisi PPN Palabuhanratu di wilayah pengembangan ORFP ini merupakan potensi kekuatan yang diharapkan dapat menarik minat nelayan nasional bersandar di

149 121 Palabuhanratu. Posisi strategis tersebut dapat menjadi kekuatan yang optimal ketika didukung dengan pengembangan infrastruktur pelabuhan berstandar internasional. Selain potensi kekuatan yang dimiliki sistem minapolitan perikanan tangkap di Palabuhanratu juga terdapat beberapa faktor internal yang menjadi kelemahan seperti; 1) Upaya peningkatan kapasitas nelayan kurang optimal Upaya peningkatan kapasitas nelayan dapat dilihat dari beberapa indikator seperti, pendidikan, pelatihan, pembinaan dan penyuluhan kepada nelayan. Secara umum, baik pemerintah maupun perguruan tinggi terkait telah melakukan upaya peningkatan kapasitas nelayan Palabuhanratu namun masih bersifat sporadis dan belum terintegrasi dalam sistem peningkatan kapasitas yang terukur dan efektif sehingga hasilnya pun belum optimal. Sutomo (2012) menjelaskan bahwa pembinaan nelayan muda tidak terlaksana dengan baik di Palabuhanratu. Peningkatan kapasitas nelayan merupakan faktor penting dalam pengembangan minapolitan perikanan tangkap. Ketika kapasitas nelayan baik, nelayan dapat lebih kreatif dan inovatif dalam mencari nilai tambah baik melalui berbagai inovasi teknologi penangkapan maupun penanganan hasil tangkapan. 2) Ketidakseimbangan posisi tawar di antara anggota primer rantai pasok Anggota primer rantai pasok tuna dan layur yang memiliki posisi tawar paling lemah adalah nelayan yang bekerja pada pemilik kapal. Lemahnya posisi tawar nelayan tersebut dapat dilihat dari kuatnya pemilik kapal dalam menentukan harga dan sistem bagi hasil usaha. Pemilik kapal juga tidak punya posisi tawar yang seimbang dalam penuntuan harga ikan dengan pihak perusahaan eksportir. Ketidakseimbangan posisi tawar antara nelayan, pemilik kapal dan perusahaan eksportir dapat menjadi kelemahan dalam sistem minapolitan karena dapat mendorong praktek bisnis monopoli dan diskriminatif.

150 122 3) Sosialisasi program minapolitan kurang optimal Sosialisasi program minapolitan belum menyentuh seluruh pelaku dalam sistem minapolitan. Bagi pihak yang telah menerima sosialisasi program belum memiliki pemahaman yang sama dan beberapa pihak terkait masih memahaminya sebagai kegiatan yang berorientasi proyek. Dinas Kelautan dan Perikanan Sukabumi (2011 b ) menyatakan bahwa program minapolitan Sukabumi belum tersosialisasikan dengan baik kepada lapisan masyarakat seperti aparatur pemerintah, masyarakat kelautan dan perikanan serta masyarakat luas pada umumnya. Kelemahan ini merupakan salah satu faktor penting yang dapat mempengaruhi kinerja sistem minapolitan. 4) Fkuktuasi produksi tuna dan layur. Pada Gambar 26 menunjukkan fluktuasi produksi tuna dimana trend produksi yellowfin menurun pada tahun kemudian tahun 2010 produksi yellowfin meningkat dan mencapai level tertinggi selama 9 tahun terakhir. Akan tetapi, pada tahun 2011 kembali mengalami penurunan dibandingkan pada tahun Produksi bigeye tuna cenderung meningkat selama 9 tahun terakhir dan produksi tertinggi terjadi pada tahun 2010 meskipun produksi pada tahun 2011 mengalami penurunan. Gambar 25 menunjukkan bahwa selama 9 tahun terakhir produksi layur tertinggi terjadi pada tahun 2007 kemudian 3 tahun berikutnya mengalami penurunan. Produksi layur terendah terjadi pada tahun 2010, kemudian pada tahun 2011 produksinya meningkat sebesar 60% dari produksi tertinggi yang pernah dicapai tahun Hasil proyeksi produksi layur hingga tahun 2017 menurut Lubis dan Sumiati (2011) cenderung menurun. Kelemahan ini merupakan faktor penting yang harus diantisipasi karena dapat mempengaruhi kinerja sistem minapolitan di masa mendatang. 5) Inkonsistensi anggaran pengembangan minapolitan Program minapolitan perikanan tangkap di Palabuhanratu akan optimal ketika didukung oleh kebijakan anggaran yang berpihak pada pengembangan minapolitan baik untuk zona inti maupun zona penunjang. Anggaran Pokja Minapolitan pada tahun 2011 tidak disetujui sehingga keberadaan kelembagaan Pokja belum optimal. Penetapan pembiayaan kegiatan Pokja

151 123 secara kontinyu minimal hingga satu periode roadmap ( ) merupakan salah satu faktor penting. Keberadaan Pokja diharapkan mampu mengintegrasikan seluruh kegiatan yang terdapat dalam APBD di masingmasing sektor. Fakta ini juga didukung oleh pernyataan Dinas Kelautan dan Perikanan Sukabumi (2011) bahwa pencapaian target-target kinerja minapolitan mengalami kesulitan karena keterbatasan anggaran. Dengan demikian, inkonsistensi anggaran pengembangan minapolitan dapat menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi kinerja sistem minapolitan. 6) Upaya percepatan kegiatan pengembangan minapolitan belum optimal Pemerintah pusat pada dasarnya telah melakukan upaya percepatan kegiatan pengembangan minapolitan perikanan tangkap di PPN Palabuhanratu melalui kegiatan industrialisasi perikanan tangkap. Namun pada tahun 2011, program tersebut masih dalam tahap perencanaan program dan rencana realisasinya pada tahun Sebagai contoh, anggaran kegiatan pengembangan PPN Palabuhanratu tahun 2011 yang telah dialokasikan KKP untuk pembebasan lahan tidak dapat terserap karena ketidaksiapan Panitia 9. Upaya percepatan kegiatan pengembangan minapolitan yang belum optimal tercermin dari tingkat realisasi anggaran minapolitan pada tahun Dinas Kelautan dan Perikanan (2011 b ) menyebutkan bahwa prosentase realisasi anggaran minapolitan tahun 2011 yang bersumber dari APBN, APBD I, APBD II dan sumber lainya masing-masing adalah 58,98%, 31%, 67,66% dan 42,69%. Selain itu, ada kegiatan minapolitan tahun 2011 yang belum mendapat alokasi dana seperti 1) penggantian bagan dengan alat tangkap yang ramah lingkungan, dan 2) bantuan dana rehab kapal angkutan bagan menjadi kapal penangkapan ikan yang ramah lingkungan. Fakta ini menjadi salah satu faktor kelemahan yang dapat mempengaruhi kinerja sistem minapolitan. 7) Koordinasi antar kelembagaan terkait belum optimal Koordinasi memiliki peran yang sangat penting dalam proses integrasi program minapolitan. Namun koordinasi antar kelembagaan terkait baik sektor pemerintah, swasta dan masyarakat perikanan belum optimal. Koordinasi antar sektor terkait yang seharusnya dilakukan oleh Pokja Minapolitan masih terkendala oleh keterbatasan anggaran. Koordinasi antar sektor pemerintah,

152 124 swasta, masyarakat nelayan dan perguruan tinggi belum dilakukan secara periodik untuk membahas rencana dan realisasi program minapolitan. 8) Upaya optimasi alokasi unit penangkapan ikan belum ada Hingga saat ini, pemerintah daerah belum melakukan upaya optimasi alokasi unit penangkapan ikan di PPN Palabuhanratu. Pemerintah belum menetapkan berapa jumlah unit penangkapan longline, pancing tonda dan pancing ulur yang optimal agar sumberdaya tuna dan layur di perairan Teluk Palabuhanratu dapat berkelanjutan. Jika unit-unit penangkapan tersebut berkembang terus tanpa batas dikhawatirkan akan mengakibatkan terjadinya over capacity dan over fishing secara terus menerus tanpa kendali. Dampak lanjutan yang dikhawatirkan muncul adalah perikanan tuna dan layur di Palabuhanratu menjadi colaps. Kelemahan ini dapat manjadi salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kinerja sistem minapolitan jika tidak diantisipasi dengan baik dan bijaksana oleh pemerintah daerah. 9) Kinerja pengelola TPI belum optimal TPI memiliki peran penting untuk menciptakan mekanisme pasar yang menguntungkan baik pihak pedagang maupun nelayan (Lubis 2012). Fakta di lapangan menunjukkan bahwa proses pelelangan di sebagian besar TPI-TPI di kawasan Teluk Palabuhanratu (termasuk di PPN Palabuhanratu) tidak berjalan. Berdasarkan hasil wawancara, penyebabnya adalah terbatasnya modal yang dimiliki oleh pihak bakul yang mengikuti proses pelelangan disamping kinerja pengelola TPI yang belum optimal. Meskipun pernah terjadi proses pelelangan, proses transaksi antara bakul dengan nelayan tidak dibayar cash. Sebagian besar uang tersebut dibayarkan setelah pihak bakul melakukan transaksi dengan pihak lain (konsumen dan industri pengolahan). Kondisi ini sangat tidak menguntungkan pihak nelayan. Bagi nelayan layur dan tuna, tidak berjalannya proses pelalangan di TPI tidak berpengaruh nyata dalam proses bisnis, karena adanya kebijakan khusus yaitu komoditas ekspor tidak melalui proses pelelangan di TPI. Akan tetapi, kondisi ini sebenarnya dapat merugikan pihak nelayan tuna dan layur maupun pemerintah daerah. Pihak nelayan mendapat kerugian karena tidak menperoleh harga yang optimal dan cenderung dimonopoli pihak tertentu (pedagang pengumpul dan

153 125 perusahaan eksportir). Bagi pihak pemerintah, jumlah transaksi yang sebenarnya terjadi tidak dapat diketahui secara tepat sehingga ada potensi kehilangan nilai retribusi dari proses transaksi tersebut. Kelemahan ini jika tidak dicari solusi terbaik dapat mengganggu kinerja sistem minapolitan karena tidak dapat mengontrol praktek bisnis monopoli dan diskriminatif. 10) Ketidaksepahaman stakeholder dalam menyikapi perubahan fokus kebijakan minapolitan. Perubahan politik nasional secara langsung maupun tidak langsung mempengaruhi perkembangan implementasi program minapolitan di daerah termasuk di PPN Palabuhanratu. Gagasan program minapolitan terlahir pada saat Kementerian Kelautan dan Perikanan dipimpin oleh Fadel Muhammad. Setelah pergantian menteri akibat dinamika politik nasional, program minapolitan terkesan stagnan. Menurut Lubis (2012), sejalan dengan perkembangan politik nasional, program minapolitan ini tertunda atau belum tercapai karena adanya prioritas-prioritas lain dari suatu pemerintahan yang baru. Pada tahun akhir 2011, KKP membuat inisiasi program industrialisasi perikanan dan salah satu lokasi percontohannya adalah PPN Palabuhanratu. Pada dasarnya, program industrialisasi perikanan, meskipun tidak termasuk dalam roadmap minapolitan perikanan tangkap di Palabuhanratu, dimaksudkan untuk mendukung program minapolitan. Fokus komoditas yang dikembangkan adalah tuna, tongkol dan cakalang. Namun beberapa pihak terkait di daerah mensikapi kondisi tersebut berbeda-beda meskipun tidak terjadi pro dan kontra. Kesan yang timbul di lapangan adalah terjadi dualisme program dan seolah-olah terjadi perubahan fokus kebijakan. Kondisi ini dapat diantisipasi ketika koordinasi lintas pelaku dan lintas program dapat berjalan optimal. Kelemahan ini menjadi salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kinerja sistem minapolitan. Berdasarkan fakta kondisi internal (faktor-faktor yang menjadi kekuatan dan kelemahan sistem), kemudian dilakukan pembobotan (penilaian tingkat kepentingan) dan penentuan rating berdasarkan pengaruhnya terhadap permasalahan. Perhitungan pembobotan berdasarkan perhitungan matrik banding berpasangan (Lampiran 13 dan 14).

154 126 Tabel 11 Matrik IFAS minapolitan perikanan tangkap di Palabuhanratu Faktor-Faktor Internal Bobot Rating Skor Kekuatan 1. Jumlah kapal penangkapan tuna dan layur Palabuhanratu banyak 0, , Ketersediaan sumberdaya ikan yang cukup 0, , Komitmen Pemda terhadap program minapolitan relatif baik 0, , Jumlah industri pengekspor tuna dan layur cukup 0, , Kelengkapan fasilitas pelabuhan perikanan cukup baik 0, , Akses transportasi dan telekomunikasi relatif baik 0, , Posisi PPN strategis sebagai fishing based 0, , Dukungan kegiatan-kegiatan dari APBD untuk pengembangan minapolitan cukup baik 0, , Dukungan kegiatan-kegiatan dari investasi swasta cukup baik 0, , Kemampuan beberapa nelayan lokal untuk pengadaan kapal > 5GT secara swadaya 0, ,137 Kelemahan 1. Upaya peningkatan kapasitas nelayan kurang optimal 0, , Ketidakseimbangan posisi tawar diantara anggota primar rantai pasok 0, , Sosialisasi program minapolitan kurang optimal 0, , Fluktuasi produksi tuna dan layur 0, , Inkonsistensi anggaran pengembangan minapolitan 0, , Upaya percepatan kegiatan pengembangan minapolitan belum optimal 0, , Koordinasi antar kelembagaan terkait belum optimal 0, , Upaya optimasi alokasi unit penangkapan ikan belum ada 0, , Kinerja pengelola TPI belum optimal 0, , Ketidaksepahaman stakeholder dalam menyikapi perubahan fokus kebijakan minapolitan 0, ,050 Jumlah ,098 Tabel 11 menunjukkan bahwa koordinasi antar kelembagaan terkait merupakan faktor internal terpenting dalam sistem minapolitan perikanan tangkap di Palabuhanratu. Hal ini dapat dilihat dari nilai bobotnya di mana memiliki nilai yang terbesar (0,079) dibandingkan dengan faktor internal lainnya. Faktor penting berikutnya adalah sosialisasi program minapolitan, kinerja pengelolaan TPI/PPI, jumlah unit penangkapan ikan, ketersediaan sumberdaya ikan, komitmen Pemda dan jumlah industri pengekspor tuna dan layur. Jumlah kapal penangkapan, ketersediaan sumberdaya ikan, komitmen Pemda, dan industri pengekpor tuna dan

155 127 layur diberi rating 4 karena faktor-faktor tersebut memiliki pengaruh yang sangat signifikan terhadap permasalahan yang ada dalam sistem minapolitan perikanan tangkap Palabuhanratu. Kelengkapan fasilitas pelabuhan, akses transportasi dan telekomunikasi, posisi strategis PPN, kemampuan swadaya pengadaan kapal, sosialisasi program, penurunan produksi, percepatan kegiatan (rencana aksi) minapolitan dan koordinasi antar kelembagaan, serta kinerja pengelola TPI diberi rating 3 karena memiliki pengaruh yang signifikan terhadap permasalahan sistem minapolitan. Dukungan kegiatan-kegiatan dari APBD, dukungan kegiatan dari investasi swasta, inkonsistensi anggaran minapolitan, upaya peningkatan kapasitas nelayan, ketidakseimbangan posisi tawar di antara anggota primer rantai pasok, upaya optimalisasi alokasi unit penangkapan ikan dan ketidaksepahaman stakholder dalam menyikapi perubahan fokus kebijakan minapolitan diberi rating 2, karena pengaruhnya kurang signifikan terhadap permasalahan sistem. Total nilai EFAS sebesar 3,098 ( 2,5) artinya kondisi internal sistem minapolitan perikanan tangkap di Palabuhanratu memiliki kekuatan untuk mengatasi situasi. 2. Analisis faktor eksternal Analisis faktor eksternal ini mencakup peluang dan ancaman terhadap sistem minapolitan perikanan tangkap di Palabuhanratu. Beberapa peluang yang harus dapat dioptimalkan untuk mengembangkan minapolitan adalah: 1) Permintaan pasar ekspor untuk komoditas tuna dan layur tinggi Jepang merupakan salah satu negara importir terbesar dunia untuk tuna segar. Sebagian tuna segar yang diekspor ke Jepang dikonsumsi langsung terutama untuk sashimi dan sushi. Permintaan tuna segar Jepang diperkirakan akan terus meningkat seiring dengan meningkatnya permintaan sashimi dan produk-produk berbasis tuna segar yang siap saji di pasar internasional. Bagi Indonesia, Jepang juga merupakan negara tujuan utama ekspor tuna. Lebih dari 40%, nilai ekspor tuna Indonesia ditujukan ke Jepang dan sekitar 21% ditujukan ke pasar Amerika Serikat. Namun dengan melemahnya kurs yen terhadap dollar sebagai dampak dari lesunya ekonomi Jepang dalam sepuluh tahun terakhir ini, permintaan ikan tuna di pasar Jepang cenderung menurun. Akan tetapi setelah terjadinya tsunami di Jepang, maka permintaan tuna

156 128 Jepang pun kembali meningkat, karena banyaknya ikan tuna yang mati dan tercemar oleh radiasi di Jepang (Ronny 2011). 2) Tingginya minat investor di kawasan Palabuhanratu Indikasi awal untuk menilai tingginya untuk berinvestasi di kawasan PPN Palabuhanratu adalah banyaknya pihak swasta yang melakukan kemitraan bisnis dengan pihak PPN Palabuhanratu. Tabel 17 menunjukkan bahwa sebanyak 17 perusahaan yang menyewa lahan industri di PPN Palabuhanratu dengan total luas lahan yang telah disewa seluas ,8 m 2. Pada saat roadmap kegiatan di kawasan inti minapolitan telah selesai direalisasikan seperti pembangunan darmaga III, pengembangan areal industri pelabuhan perikanan dan penataan unit bisnis perikanan terpadu, diharapkan mampu menarik investor untuk mengembangkan sektor perikanan dan kelautan di kawasan industri PPN Palabuhanratu. Menurut Lamatta (2011) pengembangan unit bisnis di lingkungan PPN Palabuhanratu juga diharapkan dapat melayani kegiatan industri hulu dan hilir yang terintegrasi sehingga perkembangannya dapat lebih baik lagi. Prinsip dasar dari kegiatan unit bisnis perikanan terpadu adalah memadukan beberapa jumlah usaha yang terkait dalam kegiatan perikanan dalam satu lokasi dan kemitraan untuk menciptakan sinergi guna meningkatkan pendapatan nelayan. Kondisi ini merupakan faktor penting yang harus dapat diraih untuk meningkatkan kinerja sistem minapolitan di masa mendatang. 3) Kerja sama pemerintah dan swasta dalam pengembangan kawasan minapolitan Kerja sama pemerintah dan swasta (public privat partnerships) dapat menjadi alternatif ketika pemerintah memiliki keterbatasan anggaran. Menurut Simbolon (2011), dalam kaitannya dengan pengelolaan ORFP, pemerintah dapat melakukan mitra kerja sama dengan pihak swasta dalam pengembangan ekonomi perikanan dan kelautan melalui berbagai upaya seperti (1) penataan nelayan komersil (industri) dan nelayan tradisional, (2) pemberdayaan masyarakat, (3) pengembangan pasca panen untuk meningkatkan nilai tambah hasil tangkapan nelayan, (4) penataan zonasi daerah penangkapan antara nelayan tradisional dan industri untuk mencegah terjadinya konflik horizontal

157 129 antar nelayan. Ditambahkan pula bahwa pemerintah harus berani mengakui keterbatasannya dalam alokasi anggaran untuk membangun ORFP dan memberikan peluang yang lebih besar kepada pihak investor swastamasyarakat untuk dapat meningkatkan perannya dalam membantu pemerintah untuk mengembangkan sektor perikanan dan kelautan. Dalam kaitannya dengan pengembangan kawasan inti minapolitan di Palabuhanratu, master plan dan business plan yang telah dibuat harus dikemas lebih menarik sebagai sebuah konsep pengembangan kawasan minapololitan yang akan ditawarkan (dipromosikan) kepada pihak investor swasata-masyarakat. Konsekuensinya, sebelum melakukan forum kemitraan bisnis minapolitan, pemerintah harus menyiapkan aturan main kemitraan yang jelas, terukur dan feasible secara bisnis. Peluang kerja sama ini menjadi faktor penting yang harus dapat dioptimalkan untuk pengembangan minapolian di masa mendatang. 4) Dukungan dari perguruan tinggi dalam pengembangan minapolitan Perguruan tinggi memiliki peranan penting untuk mengembangkan kreativitas, skill dan talent pada sumberdaya manuasia. Selain itu, perguruan tinggi juga mengemban tugas untuk melakukan penelitian dan pengabdian masyarakat. Oleh karena itu, kedua belah pihak dapat melakukan kerja sama yang lebih spesifik dan fokus untuk mengembangkan minapolitan. Dukungan dari perguruan tinggi dalam pengembangan minapolitan harus dapat dioptimalkan oleh pengelola program (pemerintah). Peluang ini juga merupakan faktor penting yang dapat mempengaruhi kinerja minapolitan. 5) Trend harga tuna di TCWM dan layur di CFR Cina meningkat Gambar 18 menunjukkan bahwa trend harga layur di CFR Cina dalam dua tahun terakhir cenderung meningkat setiap tahunnya. Harga bigeye tuna segar di Tokyo Central Wholesale Market tahun 2011 juga relatif lebih tinggi dibandingkan harga 3 tahun sebelumnya (Gambar 17). Trend harga tuna dan layur di negara tujuan ekspor yang meningkat dapat menjadi salah satu daya tarik bagi pelaku bisnis. Peluang ini merupakan faktor penting yang harus dapat dioptimalkan oleh pelaku bisnis tuna dan layur di Palabuharatu.

158 130 6) Berkembangnya produk hasil laut lainnya yang memiliki nilai tambah Berkembangnya produk hasil laut lainnya yang memiliki nilai tambah dari bahan baku tuna dan layur maupun ikan lainnya sangat diharapkan untuk kemajuan klaster industri perikanan tangkap. Perusahaan tuna di Palabuhanratu yang selama ini hanya berfungsi melakukan pengumpulan (agen) dan pengepakan hasil tangkapan. Dalam jangka panjang diharapkan, perusahaan tuna di Palabuhanratu dapat melakukan ekspor dalam bentuk tuna produk segar (dingin), utuh (fresh whole), beku utuh (frozen whole), dan dalam bentuk kaleng (canned tuna). Segmentasi pasar juga bertambah tidak hanya di Jepang tetapi juga pasar tuna di Amerika Serikat, Uni Eropa dan negara lainnya. Begitu juga dengan produk layur, jika memungkinkan (stok layur ke perusahaan relatif meningkat) dapat dikembangkan produk ekspor layur dalam bentuk kaleng. Peluang ini merupakan faktor penting yang seharusnya dapat dioptimalkan untuk menumbuhkembangkan klaster hasil perikanan tangkap di kawasan industri perikanan Palabuhanratu. 7) Pasokan ikan ke kawasan industri di zona inti lancar Kawasan industri perikanan ini adalah kawasan di sekitar PPN Palabuhanratu yang dialokasikan sebagai pusat industri pengolahan hasil perikanan dan laut. Area industri perikanan di kawasan inti minapolitan akan berkembang optimal ketika pasokan ikan ke kawasan industri lancar. Industri pengolahan hasil perikanan akan berkembang secara sehat ketika pasokan ikan yang dihasilkan oleh unit penangkapan dari PPN Palabuhanratu maupun daerah lainnya dapat memenuhi kebutuhan industri pengolahan yang ada. Artinya, antara usaha penangkapan ikan dengan industri pengolahan merupakan satu kesatuan yang dapat menjadi motor penggerak perekonomian di kawasan industri perikanan. Peluang ini merupakan faktor penting yang harus dapat dioptimalkan untuk mengembangkan kawasan industri perikanan di kawasan inti minapolitian perikanan tangkap Palabahubanratu. 8) Perkembangan teknologi komunikasi dan informasi maju Perkembangan teknologi komunikasi dan informasi memiliki peranan penting dalam pengembangan minapolitan. Salah satu hal yang membuat perusahaan distributor tuna dan layur bertahan adalah penyediaan produk yang

159 131 tepat bagi konsumen di waktu yang tepat, dan dalam biaya yang ekonomis. Ketersediaan produk dan harga jual yang ekonomis hanya dapat terjadi jika ada koordinasi yang baik antara perusahaan dengan pihak-pihak yang terkait dengan rantai pasoknya. Koordinasi antara pihak-pihak dalam rantai pasok tidak hanya melibatkan koordinasi persediaan saja, tetapi juga informasi tentang pasar yang berguna untuk perencanaan perusahaan. Dengan demikian, penggunaan teknologi informasi dapat mempercepat penyampaian informasi dalam manajemen rantai pasok. Chopra dan Meindl (2004) diacu So et al. (2009) mengemukakan bahwa terdapat 4 pendorong utama yang menentukan kinerja rantai pasok manapun, yaitu fasilitas, persediaan, transportasi dan informasi. Oleh karena itu, perkembangan teknologi komunikasi dan informasi yang semakin maju merupakan peluang yang harus dapat dioptimalkan oleh anggota rantai pasok. 9) Jaminan pasar untuk tuna dan layur dari eksportir Produk tuna dan layur yang dihasilkan oleh nelayan di sekitar kawasan Teluk Palabuhanratu hingga saat ini selalu terserap oleh perusahaan eksportir. Sistem kemitraan yang terjalin antara perusahaan dengan pedagang pengumpul semakin memperkuat kepastian jaminan pasar tuna dan layur yang dihasilkan oleh pedagang pengumpul. Peluang ini harus dapat dioptimalkan sehingga dapat menguntungkan baik pihak nelayan, pedagang pengumpul maupun perusahaan. Selain memiliki peluang, sistem minapolitan perikanan tangkap di Palabuhanratu juga memiliki beberapa faktor eksternal yang menjadi ancaman seperti; 1) Kelestarian sumberdaya ikan terganggu Fishing ground nelayan layur dan tuna di PPN Palabuhanratu berada di WPP-RI 573 yaitu Samudera Hindia Selatan Jawa hingga Laut Timor bagian Barat. Menurut Sutisna (2010 b ), stok ikan demersal, small pelagic dan large pelagic pada WPP-RI 573 termasuk dalam katagori fully exploted. Status stok sumberdaya ikan tersebut harus menjadi perhatian bagi pihak pengambil kebijakan agar berkembangnya industrialisasi perikanan di kawasan

160 132 minapolitan tidak mengancam keberlanjutan sumberdaya ikan di masa mendatang. 2) Over capacity dan over fishing Berkembangnya usaha penangkapan di PPN Palabuhanratu jika tidak dikendalikan melalui upaya-upaya untuk mengontrol hasil tangkapan maka status stok sumberdaya ikan yang telah masuk katagori fully exploited dapat berubah status menjadi over exploited. Artinya, kondisi perikanan tangkap di kawasan Palabuhanratu telah terjadi over capacity dan over fishing. Ancaman over fishing yang berkelanjutan akan berdampak fatal karena perikanan akan colaps dan dapat merusak sistem minapolitan yang telah dibangun. Dengan demikian, ancaman over fishing jika tidak diatasi dengan benar dapat mengganggu keberlanjutan sistem minapolitan. 3) Praktek monopoli dan persaingan usaha yang tidak sehat Praktek monopoli dan persaingan yang tidak sehat terjadi di antara anggota rantai pasok. Pedagang pengumpul melakukan monopoli harga jual ikan dari pihak nelayan. Persaingan tidak sehat terjadi di antara pedagang pengumpul. Jika salah satu pedagang pengumpul menaikan harga jual ikan dari nelayan tanpa persetujuan pedagang pengumpul lainnya, maka akan dimusuhi karena dikhawatirkan nelayan lain akan pindah ke pedagang pengumpul yang menaikkan harganya. Persaingan usaha juga terjadi di antara perusahaan eksportir terutama dalam hal penetapan harga. Perang harga antar perusahaan sebagai salah satu strategi untuk mendapatkan pasokan ikan dari pedagang pengumpul. Namun sebagian besar eksportir layur lebih memilih menjalin kerja sama pinjaman modal dengan pedagang pengumpul sebagai strategi untuk mendapatkan kontiyunitas pasokan ikan. Ancaman ini merupakan faktor penting yang dapat mempengaruhi kinerja sistem minapolitan. 4) Konflik pemanfaatan ruang wilayah pesisir dan laut Konflik pemanfaatan ruang wilayah pesisir dan laut yang pada umumnya terjadi antar nelayan disebabkan oleh perebutan fishing ground. Fakta ini juga diperkuat oleh hasil penelitian Sutomo (2012) yang melakukan

161 133 kajian model co-management perikanan tangkap di Palabuhanratu. Pada penelitian tersebut telah mengidentifikasi jenis-jenis konflik pengelolaan perikanan di Palabuhanratu (Tabel 12). Tabel 12 Konflik pengelolaan perikanan di Palabuhanratu No Jenis konflik Pihak bertikai Keterangan 1. Penggunaan bahan peledak, Jalur penangkapan, Penangkapan penyu dan lainnya 4. Konflik penjualan ikan, Nelayan rumpon dan bukan rumpon Nelayan besar, nelayan kecil, POLAIR Nelayan dan aparat Nelayan, tengkulak, industri, pedagang 5. Konflik hibah perikanan Nelayan lokal, HNSI, PEMDA, masyarakat 6. Konflik tambat labuh Nelayan lokal, nelayan pendatang, PPN, PEMDA Sumber; Sutomo (2012) Berulang, melibatkan banyak nelayan Sering, sering terutama pada musim paceklik Pengawasan lemah, tindakan kurang tegas, tidak adil TPI tidak aktif, harga diatus tengkulak, industri lepas tangan Sering disusupi unsur politis Selesai melalui pengaturan lama dan retribusi tambat labuh, lokasi tambat labuh Sutomo (2012) juga menjelaskan bahwa banyak kapal nelayan besar yang menangkap ikan pada jalur penangkapan kurang dari 4 mil. Kondisi ini memicu konflik antara nelayan besar dan nelayan kecil. Namun setelah areal tambat labuh diperluas pada tahun dan informasi fishing ground serta kondisi cuaca disediakan secara gratis oleh PPN Palabuhanratu, konflik dan mis informasi fishing ground sudah berkurang. Ancaman ini jika tidak diatasi dengan baik akan mempengaruhi kinerja sistem minapolitan. 5) Berkembangnya sentra komoditas tuna dan layur di luar kawasan Palabuhanratu Berkembangnya sentra komoditas tuna dan layur di luar kawasan Palabuhanratu dapat menjadi ancaman perikanan tuna dan layur di Palabuhanratu. Kondisi ini dapat terjadi ketika PPN Palabuhanratu sebagai zona inti kawasan minapolitan tidak memiliki daya saing yang tinggi dengan daerah lain. Jika komoditas unggulan minapolitan kalah bersaing dengan daerah lain dapat berdampak pada pindahnya investor (perusahaan

162 134 penangkapan dan pengolahan) ke daerah yang lebih kondusif. Ancaman ini harus dapat dijadikan peringatan dini dan pemicu bagi pengelola minapolitan untuk kreatif dan inovatif dalam meningkatkan daya saing minapolitan di Palabuhanratu. 6) Stabilitas politik nasional yang labil Stabilitas politik nasional yang labil memiliki peran yang cukup signifikan terhadap pengembangan minapolitan di daerah termasuk di PPN Palabuhanratu. Dinamika politik nasional terutama perubahan posisi kepemimpinan dapat menggeser prioritas-prioritas anggaran dan kegiatan minapolitan (APBN) yang telah ditetapkan dalam rencana jangka panjang (roadmap minapolitan). Oleh karena itu, pengelola minapolitan Palabuhanratu khususnya PEMDA dituntut untuk tetap konsisten, komitmen dan kreatif dalam mengembangkan minapolitan. 7) Embargo produk tuna dan layur Indonesia Embargo produk tuna dan layur Indonesia merupakan ancaman laten yang harus diperhatikan oleh seluruh pihak yang terkait dengan pengembangan minapolitan di Palabuhanratu. Sunarwan (2007), menjelaskan bahwa Cina pernah memberlakukan embargo terhadap seluruh produk perikanan asal Indonesia pada tanggal 3 Agustus Embargo tersebut dilakukan karena Cina menduga produk perikanan Indonesia mengandung bakteri dan zat kimia, seperti mercury, logam berat, cadminum dan antibiotik dalam jumlah besar. Kondisi ini memaksa pemerintah pusat (KKP) melakukan klarifikasi dan negosiasi dengan pemerintah Cina. Setelah embargo dicabut pada tahun 2008, perdagangan produk perikanan laut Indonesia ke Cina kembali pulih. Kasus yang sama juga terjadi di Uni Eropa. Menurut Adhi (2006), pada tanggal 21 Maret 2006, Komisi Eropa telah mengeluarkan keputusan untuk melakukan wajib kontrol terhadap produk impor perikanan asal Indonesia di setiap pelabuhan di 25 negara anggota Uni Eropa. Keputusan itu merupakan pukulan berat bagi Indonesia. Penyebabnya antara lain ditemukannya kandungan histamin yang tinggi pada tuna dan swordfish tercemar logam berat, udang tercemar antibiotik chloramphenicol dan nitrofurans, serta produk ikan yang mengandung bakteri Escheria coli.

163 135 Selanjutnya, Barani (2011) menjelaskan bahwa embargo produk-produk perikanan dari Indonesia yang diekspor ke Jepang terutama tuna, karena dicurigai banyak kapal-kapal IUU penangkap tuna dari Indonesia. Tabel 13 Matrik EFAS minapolitan perikanan tangkap di Palabuhanratu Faktor-faktor Eksternal Bobot Rating Skor Peluang 1. Permintaan pasar ekpor untuk komoditas tuna dan layur tinggi 0, , Tingginya minat investor di kawasan Palabuhanratu 0, , Kerja sama pemerintah dan swasta dalam pengembangan kawasan minapolitan 0, , Dukungan dari perguruan tinggi dalam pengembangan minapolitan 0, , Trend harga tuna di TCWM dan layur di CFR Cina meningkat 0, , Berkembangnya produk hasil laut lainnya yang memiliki nilai tambah 0, , Pasokan ikan ke kawasan industri di zona inti lancar 0, , Perkembangan teknologi komunikasi dan informasi maju 0, , Jaminan pasar untuk tuna dan layur dari eksportir 0, ,450 Ancaman 1. Kelestarian sumberdaya ikan terganggu 0, , Over capacity dan over fishing 0, , Konflik pemanfaatan ruang wilayah pesisir dan laut 0, , Praktek monopoli dan persaingan usaha yang tidak sehat 0, , Berkembangnya sentra komoditas tuna dan layur di luar kawasan Palabuhanratu 0, , Stabilitas politik nasional yang labil 0, , Embargo produk tuna dan layur Indonesia 0, ,064 Jumlah ,867 Tabel 13 terlihat bahwa faktor eksternal yang terpenting dalam sistem minapolitan perikanan tangkap di Palabuhanratu adalah tingginya permintaan pasar ekspor, jaminan pasar, dan kelestarian sumberdaya. Berdasarkan perhitungan matrik banding berpasangan dari faktor-faktor tersebut diperoleh hasil nilai bobot tertinggi yaitu terbesar 0,112. Faktor eksternal yang memiliki tingkat kepentingan terendah adalah berkembangnya sentra komoditas tuna dan layur di luar kawasan Palabuhanratu. Nilai bobot yang diperoleh faktor tersebut sebesar 0,016. Tingginya permintaan pasar ekspor dan jaminan pasar untuk tuna dan layur dari ekportir merupakan kondisi ekternal yang sangat menguntungkan bagi sistem minapolitan perikanan tangkap Palabuhanratu. Akan tetapi, daya

164 136 tawar pembeli (juragan dan eksportir) juga sangat kuat sehingga harga ikan yang diterima nelayan hanya dipengaruhi oleh interaksi antara eksportir dan juragan. Kondisi ini tidak kondusif bagi pengembangan minapolitan perikanan tangkap di Palabuhanratu. Oleh karena itu, ketiga faktor eksternal tersebut diberi rating 4. Tingginya minat investor diberi rating 3 karena memiliki pengaruh yang signifikan dalam pengembangan klaster industri perikanan di Palabuhanratu, meskipun sampai saat ini terdapat 5 industri tuna dan 8 industri layur. Berkembangnya produk-produk olahan hasil laut, pasokan ikan ke kawasan industri dan perkembangan teknologi komunikasi dan informasi juga merupakan peluang yang cukup baik sehingga diberi rating 3. Kerja sama antara pemerintah dan swasta serta dukungan perguruan tinggi pengaruhnya kurang signifikan dalam pengembangan minapolitan jika dibandingkan dengan faktor-faktor eksternal lainnya sehingga kedua faktor eksternal tersebut juga diberi rating 2. Ancaman terbesar yang dihadapi oleh sistem minapolitan perikanan tangkap di Palabuhanratu adalah 1) kelestarian sumberdaya ikan terganggu, 2) konflik pemanfaatan ruang wilayah pesisir dan laut, 3) serta over fishing dan over capacity, dan 4) praktek monopoli dan persaingan usaha yang tidak sehat. Keempat faktor tersebut signifikan mempengaruhi sistem minapolitan sehingga diberi rating 3. Stabilitas politik nasional yang labil pengaruhnya sedikit terhadap sistem sehingga diberi rating 2. Berkembangnya sentra komoditas tuna dan layur di luar kawasan Palabuhanratu dan embargo produk tuna dan layur Indonesia diberi rating 1 karena pengaruhnya sangat sedikit terhadap sistem minapolitan. Jumlah faktor-faktor eksternal dalam matrik EFAS sebesar 2,867 ( 2,5) artinya sistem minapolitan perikanan tangkap di Palabuhanratu mampu merespon kondisi eksternal yang ada. 3. Perumusan tema-tema strategi Tabel 11 dan Tabel 13 menunjukkan total skor faktor internal dan faktor eksternal masing-masing 3,098 dan 2,867. Nilai-nilai tersebut jika diplotkan dalam grafik kuadran SWOT berada pada kuadran 1 (Gambar 35). Kuadran I merupakan situasi yang menguntungkan di mana sistem minapolitan perikanan tangkap di Palabuhanratu memiliki peluang dan kekuatan sehingga dapat memanfaatkan peluang yang ada. Strategi yang harus diterapkan dalam kondisi ini

165 137 adalah mendukung kebijakan pertumbuhan yang agresif (growth oriented strategy). Peluang 4 4. Mendukung strategi tern-around 1. Mendukung strategi agresif 3 3,098 ; 2,867 Kelemahan Kekuatan Mendukung strategi defensif 2. Mendukung strategi diversifikasi 1 Ancaman Gambar 35 Ploting skor faktor internal dan eksternal sistem minapolitan perikanan tangkap di Palabuhanratu dalam kuadran SWOT. Analisis SWOT menghasilkan empat kombinasi strategi (Gambar 36), yaitu 1) strategi strengths opportunities (SO) adalah strategi yang menggunakan kekuatan untuk memanfaatkan peluang, 2) strategi strengths threats (ST) adalah strategi yang menggunakan kekuatan untuk mengatasi ancaman, 3) strategi weaknesses opportunities (WO) adalah strategi yang meminimalkan kelemahan untuk memanfaatkan peluang, dan 4) strategi weaknesses threats (WT) adalah strategi yang meminimalkan kelemahan serta menghindari ancaman.

166 138 Eksternal Strengths (S) Weaknesses (W) Internal 1. Jumlah kapal penangkapan tuna dan layur Palabuhanratu 1. Upaya peningkatan kapasitas nelayan kurang optimal 2. Ketersediaan sumberdaya ikan yang cukup 2. Ketidakseimbangan posisi tawar diantara anggota rantai pasok 3. Komitmen Pemda terhadap program minapolitan 3. Sosialisasi program minapolitan kurang optimal 4. Jumlah industri pengekspor tuna dan layur 4. Fluktuasi produksi tuna dan layur 5. Kelengkapan fasilitas pelabuhan perikanan 5. Inkonsistensi anggaran pengembangan minapolitan 6. Akses transportasi dan telekomunikasi relatif baik 6. Upaya percepatan kegiatan minapolitan belum optimal 7. Posisi PPN strategis sebagai fishing based 7. Koordinasi antar kelembagaan terkait belum optimal 8. Dukungan kegiatan-kegiatan minapolitan dari APBD 8. Upaya optimasi alokasi unit penangkapan ikan belum ada 9. Dukungan kegiatan-kegiatan dari investasi swasta 9. Kinerja pengelola TPI belum optimal 10. Kemampuan beberapa nelayan lokal untuk pengadaan kapal > 5GT secara swadaya 10. Ketidaksepahaman stakeholder dalam menyikapi perubahan fokus kebijakan minapolitan Opportunities (O) Strategi SO Strategi WO 1. Permintaan pasar ekpor untuk komoditas tuna dan layur tinggi 2. Tingginya minat investor di kawasan Palabuhanratu 3. Kerja sama pemerintah dan swasta dalam pengembangan kawasan minapolitan 4. Dukungan dari perguruan tinggi dalam pengembangan minapolitan 5. Trend harga tuna di TCWM dan layur di CFR Cina meningkat 6. Berkembangnya produk hasil laut lainnya yang memiliki nilai tambah 7. Pasokan ikan ke kawasan industri di zona inti lancar 8. Perkembangan teknologi komunikasi dan informasi maju 9. Jaminan pasar untuk tuna dan layur dari eksportir 1. Meningkatkan sarana, prasarana dan infrastruktur transportasi serta pelabuhan perikanan (O 2, O 3, S 3, S 8, S 9 ) 2. Optimalisasi produksi tuna dan layur (O 1, O 4, S 1, S 2, S 5, S 7, S 10 ) 1. Kerja sama kemitraan bisnis minapolitan (W 2, W 3, W 6, W 10, O 1, O 2, O 3, O 6, O 7, O 9 ) 2. Peningkatan kinerja pengelola pelabuhan perikanan (W 1, W 3, W 4, W 5, W 7, W 9, W 10, O 2, O 3, O 4, O 8 ) 3. Industrialisasi perikanan (W 4, W 6, W 8, O 1, O 2, O 3, O 4, O 5, O 6, O 7, O 8, O 9 ) Threats (T) Strategi ST Strategi WT 1. Kelestarian sumberdaya ikan terganggu 2. Over capacity dan over fishing 3. Konflik pemanfaatan ruang wilayah pesisir dan laut 4. Praktek monopoli dan persaingan usaha yang tidak sehat 5. Berkembangnya sentra komoditas tuna dan layur di luar Palabuhanratu 6. Stabilitas politik nasional yang labil 7. Embargo produk tuna dan layur Indonesia 1. Pengembangan perikanan tangkap berkelanjutan (T 1, T 2, T 3, T 5, T 7, S 1, S 2, S 5, S 7, S 10 ) 2. Pengembangan pola kemitraan antara nelayan, juragan dan eksportir yang berimbang (T 3, T 4, T 6, S 7, S 9, S 10 ) 1. Membangun kesadaran kolektif untuk tetap komitmen dan konsisten dalam mengembangkan minapolitan (W 3, W 5, W 6, W 7, W 10, T 3, T 4, T 5, T 6 ) Gambar 36 Matrik SWOT strategi pengembangan minapolitan perikanan tangkap di Palabuhanratu. 138

167 Produksi (kg) 139 1) Strategi Strengths Opportunities (SO) Strategi ini dibuat dengan memanfaatkan seluruh kekuatan untuk merebut dan memanfaatkan peluang. Atas dasar tersebut, perumusan alternatif strateginya adalah: (1) Optimalisasi produksi tuna dan layur Strategi ini dimaksudkan untuk meningkatkan daya saing produk tuna dan layur di PPN Palabuhanaratu. Peningkatan daya saing tidak semata-mata hanya mementingkan peningkatan produksi tuna dan layur tetapi lebih kepada peningkatan kualitas dan keberlanjutan sumberdaya tuna dan layur di masa mendatang. 100% 90% 80% 70% 60% 50% 40% 30% 20% 10% 0% Bulan Kualitas I Kualitas II Kualitas III Gambar 37 Fluktuasi kualitas produk tuna di PPN Palabuhanratu tahun Gambar 37 menunjukkan bahwa kualitas produk tuna bulanan tahun 2011 di PPN Palabuhanratu berfluktuasi. Pada tahun 2011, produksi tuna didominasi oleh kualitas I (73%) sisanya kualiatas II (13%) dan kualitas III (14%). Produk tuna kualitas I terendah pada bulan September (50%) dan tertinggi pada bulan Desember (92%). Strategi optimalisasi produk dalam kaitannya dengan kualitas adalah strategi untuk meningkatkan prosentase jumlah produk tuna kualitas I. Kualitas produk tuna dan layur sangat erat hubungannya dengan proses penanganan hasil tanggapan ikan di atas kapal hingga proses distribusi ke konsumen akhir. Aspek penting yang harus dipahami oleh anggota rantai pasok (pelaku usaha) adalah 1) teknologi

168 140 penanganan hasil tangkapan di atas kapal, 2) efisiensi alur distribusi produk, dan 3) inovasi teknologi distribusi produk. Strategi optimalisasi produk dalam kaitannya dengan peningkatan produksi dan menjaga keberlanjutan sumberdaya adalah bagaimana membuat kajian optimalisasi alokasi unit alat tangkap tuna dan layur di Palabuhanratu. Kemudian dalam tataran kebijakan adalah pembatasan jumlah unit penangkapan tuna dan layur. Jika dikaitkan dengan Matrik SWOT (Gambar 36), strategi ini dilakukan dengan menggunakan beberapa kekuatan internal sistem minapolitan di Palabuhanratu (S 1, S 2, S 5, S 7, dan S 10 ) untuk memanfaatkan beberapa peluang (O 1 dan O 4 ). (2) Meningkatkan sarana, prasarana dan infrastruktur transportasi dan pelabuhan perikanan Strategi ini ditempuh untuk memberikan kenyamanan fasilitas pelayanan bagi pelaku usaha eksisting maupun pelaku usaha baru yang akan berinvestasi di kawasan industri PPN Palabuhanratu. Setidaknya ada tiga hal pokok yang harus diperhatikan yaitu jalur transportasi (darat, laut dan udara), teknologi informasi, fasilitas pelabuhan perikanan. Ketiga jenis infrastruktur tersebut merupakan elemen penting untuk mendukung pengembangan industrialisasi perikanan yang modern sehingga jenis, kapasitas dan kualitas fasilitas harus ditingkatkan sesuai dengan kebutuhan pengguna. Jika dikaitkan dengan Matrik SWOT (Gambar 36), strategi ini dilakukan dengan menggunakan beberapa kekuatan internal sistem minapolitan di Palabuhanratu (S 3, S 8, dan S 9 ) untuk memanfaatkan beberapa peluang (O 2 dan O 3 ). 2) Strategi Weaknesses Opportunities (WO) Strategi ini dibuat dengan mengurangi seluruh kelemahan untuk merebut dan memanfaatkan peluang. Perumusan alternatif strateginya adalah: (1) Kerja sama kemitraan bisnis minapolitan Strategi ini harus konsisten dan kontinyu dilakukan oleh pihak pemerintah pusat maupun daerah. Kemitraan bisnis tidak hanya untuk menarik investor baru di kawasan industri PPN Palabuhanratu (zona inti) tetapi juga untuk daerah di sekitarnya (kawasan penunjang). Oleh karena

169 141 itu, business plan zona inti dan zona penunjang harus dikemas menjadi lebih menarik, elegan, dan scientific sehingga dapat menjadi perhatian berbagai pihak khususnya pemerintah, dunia usaha, akademisi, masyarakat dan lembaga sosial lainnya. Dalam perspektif klaster industri, kemitraan bisnis minapolitan identik dengan pengembangan kemitraan klaster industri perikanan dimana secara fisik lokasi pengembangannya berada di kawasan industri pelabuhan perikanan. Langkah-langkah yang dapat dilakukan dalam membangun kemitraan bisnis tersebut adalah: a. Membentuk organisasi kemitraan yang akan menjadi wadah pelaksanaan setiap rencana aksi klaster industri perikanan pada khususnya ataupun program minapolitan pada umumnya; b. Memperkuat organisasi kemitraan melalui pendokumentasian sumberdaya yang ada untuk mendukung klaster industri perikanan dan mempublikasikan informasi berkaitan dengan aktivitas kemitraan klaster industri perikanan; c. Menghimpun dana oprasional untuk mendanai kegiatan operasional kemitraan klaster industri perikanan Jika dikaitkan dengan Matrik SWOT (Gambar 36), strategi ini dilakukan dengan harapan dapat mengurangi beberapa kelemahan internal sistem minapolitan di Palabuhanratu (W 2, W 3, W 6, dan W 10 ) sehingga dapat memanfaatkan beberapa peluang (O 1, O 2, O 3, O 6, O 7, dan O 9 ). (2) Peningkatan kinerja pengelola pelabuhan perikanan Strategi ini merupakan upaya untuk meningkatkan kapasitas sumberdaya pengelola pelabuhan perikanan sehingga peran penting pelabuhan perikanan khususnya PPN Palabuhanratu dalam menunjang efisiensi usaha perikanan tangkap dapat dijalankan seoptimal mungkin. Dengan kata lain, pengelola pelabuhan perikanan dalam menjalankan kewajibannya harus dapat memberikan pelayanan terbaik agar kinerja pelabuhan perikanan tetap dapat berfungsi secara optimal dalam melayani industri perikanan.

170 142 Peningkatan kapasitas (capacity building) bagi pengelola pelabuhan perikanan didefinisikan sebagai sampai seberapa jauh staf mampu menunjukkan kontribusi yang nyata terhadap pengembangan personal, organisasi dan masyarakat nelayan. Faktor-faktor signifikan yang mempengaruhi pembangunan kapasitas adalah komitmen bersama, kepemimpinan, reformasi peraturan, reformasi kelembagaan, dan pengakuan tentang kekuatan dan kelemahan yang dimiliki oleh pengelola pelabuhan perikanan. Selain peningkatan kapasitas SDM pengelola pelabuhan, juga sangat penting untuk meningkatkan kapasitas lembaga pengelola pelabuhan. Pengembangan kelembagaan pelabuhan perikanan merupakan strategi dan cara untuk memulihkan, memperbaiki dan meningkatkan sinkronisasi hubungan kerja dalam kelembagaan pelabuhan perikanan sehingga meningkat prestasinya. Peningkatan kapasitas kelembagaan diarahkan kepada mengubah cara berpikir, sikap dan kebiasaan lama yang telah berurat akar dan memberikan wawasan baru atau nilai-nilai baru good governance. Jika dikaitkan dengan Matrik SWOT (Gambar 36), strategi ini dilakukan dengan harapan dapat mengurangi beberapa kelemahan internal sistem minapolitan di Palabuhanratu (W 1, W 3, W 4, W 5, W 7, W 9, dan W 10 ) sehingga dapat memanfaatkan beberapa peluang (O 2, O 3, O 4, dan O 8 ). (3) Industrialisasi perikanan Industrialisasi perikanan pada dasarnya merupakan aktualisasi dari pengembangan pelabuhan perikanan. Pengembangan kapasitas, kualitas dan jenis fasilitas pelabuhan perikanan akan mendorong kegiatan ekonomi lainnya sehingga pelabuhan perikanan menjadi suatu kawasan pengembangan industri perikanan. Sasaran strategis industrialisasi perikanan mencakup 3 hal pokok yaitu: a. Integrasi rantai pasok, meliputi a) mengembangkan sentra produksi di wilayah pontensial di kawasan PPN Palabuhanratu, dan b) membangun industri pengolahan di sentra produksi dalam satu kesatuan pengembangan;

171 143 b. Pengembangan sistem produksi, meliputi a) meningkatkan produksi komoditas pilihan utama untuk bahan baku industri dan kebutuhan pangan dalam negeri, dan b) meningkatkan mutu dan kualitas produk serta menjaga kontinuitas produksi; c. Peningkatan sarana dan prasarana, melalui a) meningkatkan saran dan prasarana pengolahan dan pemasaran serta promosi, dan b) meningkatkan sarana dan prasarana pendukung produksi perikanan termasuk pengembangan jalan produksi, angkutan dan jalur distribusi. Kebijakan Pengembangan Industrialisasi Perikanan Tangkap Penguatan sistem dan manajemen pemulihan SDI Penguatan sistem dan manjemen Pelabuhan Perikanan Penguatan sistem dan manajemen pendaratan ikan Penguatan sistem dan manajemen standarisasi serta modernisasi sarana perikanan tangkap Penguatan sistem dan manajemen perijinan Penguatan sistem dan manajemen modal dan investasi Penguatan sistem dan usaha nelayan Upaya/ Kegiatan Peningkatan Produksi Peningkatan Nilai Produksi Peningkatan Pendapatan Peningkatan Tenaga Kerja yang Terserap Sumber : KKP (2012) Gambar 38 Kerangka konseptual kebijakan dan strategi industrialisasi perikanan sebagai salah satu kegiatan percepatan minapolitan di Palabuhanratu. Industrialisasi perikanan juga merupakan program yang diinisiasikan oleh KKP sebagai salah satu program akselerasi minapolitan perikanan tangkap di Indonesai dan PPN Palabuhanratu sebagai salah satu lokasi pilot project. Gambar 38 menunjukkan bahwa kebijakan industrialisasi perikanan tangkap yang merupakan kegiatan percepatan minapolitan di Palabuhanratu dilakukan melalui 7 strategi, yaitu a) penguatan sistem dan manajemen pemulihan sumberdaya ikan, b) penguatan sistem dan menajemen pelabuhan perikanan, c) penguatan sistem dan manajemen pendaratan ikan, d) penguatan sistem dan manajemen standarisasi serta

172 144 modernisasi sarana perikanan tangkap, e) penguatan sistem dan manajemen perijinan, f) penguatan sistem dan manajemen modal dan investasi, serta g) penguatan sistem dan usaha nelayan. Mengacu pada Matrik SWOT (Gambar 36), strategi ini dilakukan dengan harapan dapat mengurangi beberapa kelemahan internal sistem minapolitan di Palabuhanratu (W 4, W 6, dan W 8 ) sehingga dapat memanfaatkan beberapa peluang yang dimiliki (O 1, O 2, O 3, O 4, O 5, O 6, O 7, O 8, dan O 9 ). 3) Strategi Strengths Threats (ST) Strategi ST ini dibuat dengan memanfaatkan seluruh kekuatan untuk mengatasi ancaman. Perumusan alternatif strateginya adalah: (1) Pengembangan perikanan tangkap berkelanjutan Konsep perikanan tangkap berkelanjutan tidak semata-mata menyangkut produksi lestari (sustainable yield), potensi perikanan lestari (maximum sustainable yield) dan total allowable catch (TAC). Konsep tersebut masih terfokus untuk menentukan kelestarian output, yaitu produksi ikan yang mengacu pada nilai MSY ataupun TAC. Oleh karena itu, diperlukan perubahan mindset tentang perspektif baru keberlanjutan perikanan tangkap yaitu keberlanjutan proses yang memperhatikan status ekosistem dan manusia. Menurut Charles (2001), perspektif baru tentang konsepsi perikanan berkelanjutan mencakup dua hal pokok, yaitu pertama, kesehatan ekosistem dan sistem manusia (healthy ecosystems and human systems), dan kedua, multiple objectives yakni suatu keseimbangan antara konservasi sumberdaya dan kepentingan manusia. Komponen-komponen keberlanjutan perikanan mencakup keberlanjutan ekologi, keberlanjutan sosial ekonomi, keberlanjutan masyarakat, serta keberlanjutan kelembagaan. Keberlanjutan ekologi merupakan upaya untuk memelihara keberlanjutan stok atau biomas sehingga tidak melewati daya dukungnya, serta memberikan perhatian utama untuk meningkatkan kapasitas dan kualitas ekosistem. Keberlanjutan sosial ekonomi berarti secara ekonomi pemanfaatan sumberdaya perikanan harus relevan dan secara sosial memberikanan

173 145 manfaat yang berkelanjutan bagi generasi mendatang. Keberlanjutan komunitas (masyarakat) adalah keterpaduan keberlanjutan kesejahteraan dari sisi komunitas baik kesejahteraan ekonomi maupun sosial budaya serta kesehatan jangka panjang. Keberlanjutan kelembagaan terkait dengan pengelolaan dan pemeliharaan aspek finansial, administrasi yang baik dan sehat serta kemampuan pengorganisasian untuk jangka panjang. Mengacu pada Matrik SWOT (Gambar 36), strategi ini dilakukan dengan menggunakan beberapa kekuatan internal sistem minapolitan di Palabuhanratu (S 1, S 2, S 5, S 7, dan S 10 ) untuk mengatasi beberapa ancaman eksternal (T 1, T 2, T 3, T 5, dan T 7 ). (2) Pengembangan pola kemitraan antara nelayan, juragan dan eksportir yang berimbang (win-win partnerships). Strategi ini dapat dilakukan melalui integrasi vertikal karena dengan integrasi vertikal dapat dicapai efisiensi yang lebih tinggi. Integrasi vertikal dapat dilakukan melalui pola kemitraan inti plasma maupun contrac farming. Pola kemitraan yang ada sekarang (pada rantai pasok layur) sudah cukup baik tetapi diperlukan penyempurnaan tentang mekanisme untuk menyeimbangkan posisi tawar antar nelayan, pedagang pengumpul dan perusahaan. Mengacu pendapat Saptana et al. (2003), kemitraan yang dibangun dapat berjalan dengan seimbang ketika terjadi konsolidasi baik dari anggota rantai pasok maupun manajemen rantai pasoknya. Oleh karena itu yang terpenting dalam pengembangan kelembagaan di tingkat nelayan bukan struktur formalnya tetapi kompatibilitas fungsi-fungsi yang harus dijalankan. Dengan demikian yang perlu memperoleh perhatian serius adalah mengidentifikasi secara seksama kelembagaan lokal yang dapat dijadikan embrio kelembagaan dalam kerangka kemitraan usaha. Pengembangan kelembagaan nelayan (rantai pasok) harus dilakukan melalui proses sosial yang matang, terencana, tersosialisasikan, yang akhirnya dapat berjalan dengan baik. Dalam mengembangkan pola kemitraan agribisnis perikanan yang seimbang tentunya memerlukan inovasi kelembagaan dan intervensi.

174 146 Intervensi seharusnya tidak diartikan sebagai campur tangan akan tetapi hendaknya dipandang sebagai uluran tangan. Setiap tindakan uluran tangan harus mampu menimbulkan perubahan positif, sehingga tindakan perubahan atau pengembangan dapat dirasakan oleh seluruh jaringan agribisnis perikanan atau anggota rantai pasok. Saptana et al. (2003) menjelaskan tentang konsep strategi inovasi kelembagaan, yaitu business intermediary, dan paralel organization. Kelembagaan business intermediary ini sebagai penghantar kelompok nelayan untuk meningkatkan posisi tawarnya pada posisi yang mandiri sejalan dengan tingkat kematangan usaha (business maturity) dan kemitraan usaha yang telah ada. Sementara itu, paralel organization menjadi pendamping yang bersifat fasilitasi, mediasi dan regulatif dalam menghantar business intermediary menjadi lembaga formal yang mandiri, misalnya menjadi koperasi agribisnis perikanan layur. Mengacu pada Matrik SWOT (Gambar 36), strategi ini dilakukan dengan menggunakan beberapa kekuatan internal sistem minapolitan di Palabuhanratu (S 7, S 9, dan S 10 ) untuk mengatasi beberapa ancaman eksternal (T 3, T 4, T 6, dan T 7 ). 4) Strategi Weaknesses Threats (WT) Strategi ini didasarkan pada kegiatan yang bersifat defensif dan berusaha meminimalkan beberapa kelemahan yang ada serta menghindari ancaman. Perumusan alternatif strateginya adalah: (1) Membangun kesadaran kolektif untuk tetap komitmen dan konsisten dalam mengembangkan minapolitan. Strategi ini dapat dilakukan melalui Forum Lintas Pelaku Minapolitan, public campaign, sosialisasi, dan promosi untuk menyatukan berbagai pihak. Artinya, bentuk-bentuk kegiatan yang dilakukan berupa pertemuan koordinasi, sosialisasi dan konsolidasi terhadap rencana aksi minapolitan, industrialisasi perikanan maupun kemitraan bisnis kepada para pelaku ekonomi atau stakeholders kunci. Hasil yang diharapkan dari strategi ini adalah terumuskannya pola kerja sama pelaksanaan

175 147 pengembangan atau penguatan klaster industri perikanan yang terintegrasi dalam sistem minapolitan. Mengacu pada Matrik SWOT (Gambar 36), strategi ini dimaksudkan untuk meminimalkan beberapa kelemahan sistem minapolitan di Palabuhanratu (W 3, W 5, W 6, W 7, dan W 10 ) dan mengatasi beberapa ancaman eksternal (T3, T4, T5, T6 S 7, dan S 9 ) Analisis balanced scorecard Proses membangun balanced scorecard akan menghasilkan suatu gambaran mengenai apa yang ingin dicapai, bagaimana cara mencapainya, target yang diinginkan dan program yang harus dijalankan. Penyusunan balanced scorecard minapolitan perikanan tangkap Palabuhanratu hanya dibatasi 5 tahapan yaitu perumusan strategi berdasarkan analisis SWOT, perumusan strategi dalam perspektif balanced scorecard, perumusan sasaran strategis, identifikasi faktorfaktor keberhasilan dan pengembangan tolok ukur, identifikasi penyebab dan dampak serta membuat keseimbangan. 1. Perumusan strategi berdasarkan analisis SWOT Analisis SWOT sebagaimana telah diuraikan di atas telah menghasilkan beberapa strategi pengembangan minapolitan perikanan tangkap di Palabuhanratu, yaitu 1) optimalisasi produksi tuna dan layur, 2) meningkatkan sarana, prasarana dan infrastruktur transportasi serta pelabuhan perikanan, 3) kerja sama kemitraan bisnis minapolitan, 4) peningkatan kinerja pengelola pelabuhan perikanan, 5) industrialisasi perikanan, 6) pengembangan perikanan tangkap berkelanjutan, 7) pengembangan pola kemitraan antara nelayan, juragan dan eksportir yang berimbang, 8) membangun kesadaran kolektif untuk tetap komitmen dan konsisten dalam mengembangkan minapolitan. 2. Perumusan strategi dalam perspektif balanced scorecard Berdasarkan 8 strategi hasil analisis SWOT kemudian ditransformasikan ke dalam 4 perspektif balaced scorecard, yaitu 1) pelanggan dan stakeholder, 2) keuangan, 3) bisnis internal, dan 4) kapasitas kelembagaan (Tabel 14). Penjabaran keempat perspektif tersebut sebagai berikut:

176 148 1) Pelanggan dan stakeholder Persepsi pelanggan dan stakeholder sangat penting, karena maju atau mundurnya kinerja minapolitan perikanan tangkap sangat ditentukan oleh pelanggan dan stakeholder. Pelanggan adalah anggota primer dan sekunder rantai pasok komoditas unggulan minapolitan sedangkan stakeholder adalah pihak lain yang terkait dengan minapolitan (di luar anggota rantai pasok) baik secara langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu, fokus strategi minapolitan perikanan tangkap di Palabuhanratu lebih diarahkan pada pelayanan yang berkualitas kepada pelanggan dan stakeholder. Artinya, apa yang dibutuhkan pelanggan dan stakeholder harus dipenuhi dengan baik oleh pengelola minapolitan. Atas dasar tersebut perumusan strategi berdasarkan perspektif pelanggan dan stakeholder adalah: (1) Pengembangan perikanan tangkap berkelanjutan (2) Meningkatkan sarana, prasarana dan infrastruktur transportasi serta pelabuhan perikanan 2) Perspektif Keuangan (Financial) Perumusan tujuan strategis berdasarkan perspektif keuangan dilakukan melalui pelayanan yang efektif dan efiesien. Berdasarkan hasil analisis SWOT maka perumusan strategi yang termasuk dalam perspektif keuangan adalah: (1) Optimalisasi produk tuna dan layur (2) Kemitraan bisnis minapolitan 3) Perspektif bisnis internal Ukuran proses internal berfokus pada berbagai proses internal yang akan berdampak besar kepada kepuasan pelanggan dan pencapaian tujuan finansial kelembagaan. Tujuan proses bisnis internal akan menyoroti berbagai proses penting yang mendukung keberhasilan strategi kelembagaan tersebut walaupun beberapa diantaranya mungkin merupakan proses yang saat ini sama sekali belum dilaksanakan. Perumusan strategi dalam perspektif bisnis internal menggambarkan proses-proses yang penting untuk meningkatkan kualitas hidup dan kesejahteraan bagi masyarakat pesisir. Atas dasar tersebut, perumusan strategi berdasarkan perspektif bisnis internal adalah:

177 149 (1) Industrialisasi perikanan (2) Pengembangan pola kemitraan antara nelayan, juragan dan eksportir yang berimbang (win-win partnerships). 4) Perspektif kapasitas kelembagaan Perspektif kapasitas kelembagaan merupakan dasar bagi perspektif lainnya dalam balanced scorecard, dan penciptaan value pada kelembagaan sangat didominasi oleh pengaruh human capital (SDM). Pada arsitektur balanced scorecard, persepktif ini diletakkan paling bawah karena merupakan dasar bagi perspektif lainnya (Gambar 37). SDM yang termotivasi dan dilengkapi dengan ketrampilan dan perlengkapan yang tepat harus didukung oleh suasana kerja yang mendorong terciptanya perbaikan secara terus menerus. Perspektif kapasitas kelembagaan mengambarkan kompetensi dan kemampuan semua anggota kelembagaan minapolitan. Oleh karena itu, perumusan strategi berdasarkan perspektif kapasitas kelembagaan adalah: (1) Peningkatan kinerja pengelola pelabuhan perikanan (2) Membangun kesadaran kolektif untuk tetap komitmen dan konsisten dalam mengembangkan minapolitan Tabel 14 Tujuan strategis pengembangan minapolitan perikanan tangkap di Palabuhanratu berdasarkan perspektif balanced scorecard Perspektif Pelanggan dan stakeholder Tujuan Strategis 1) Pengembangan perikanan tangkap berkelanjutan 2) Meningkatkan sarana, prasarana dan infrastruktur transportasi serta pelabuhan perikanan Keuangan 1) Optimalisasi produk tuna dan layur 2) Kemitraan bisnis minapolitan Bisnis internal 1) Industrialisasi perikanan 2) Pengembangan pola kemitraan antara nelayan, juragan dan eksportir yang berimbang (win-win partnerships). Kapasitas kelembagaan 1) Peningkatan kinerja pengelola pelabuhan perikanan 2) Membangun kesadaran kolektif untuk tetap komitmen dan konsisten dalam mengembangkan minapolitan

178 Perumusan sasaran strategi PERSPEKTIF PELANGGAN DAN STAKEHOLDER Tujuan: 1. Pengembangan perikanan tangkap berkelanjutan 2. Meningkatkan sarana, prasarana dan infrastruktur transportasi serta pelabuhan perikanan Sasaran 1) Keseimbangan antara konservasi dan eksploitasi 2) Tingkat kepuasan pelayanan bagi pelanggan dan stakeholder PERSPEKTIF KEUANGAN Tujuan: 1. Optimalisasi produk tuna dan layur 2. Kemitraan bisnis minapolitan Sasaran 1) Kontinuitas produk dengan mutu yang berkualitas tinggi 2) Kemitraan klaster industri perikanan. VISI DAN STRATEGI PERSPEKTIF BISNIS INTERNAL Tujuan: 1. Industrialisasi perikanan 2. Pengembangan pola kemitraan antara nelayan, juragan dan eksportir yang berimbang Sasaran 1) Integrasi rantai pasok, pengembangan sistem produksi dan peningkatan sarana dan prasarana 2) Konsolidasi anggota rantai pasok dan inovasi kelembagaan PERSPEKTIF KAPASITAS KELEMBAGAAN Tujuan: 1. Peningkatan kinerja pengelola pelabuhan perikanan 2. Membangun kesadaran kolektif untuk tetap komitmen dan konsisten dalam mengembangkan minapolitan Sasaran 1) Pengelola pelabuhan dapat menjalankan kewajibannya agar fungsi penting pelabuhan perikanan tetap berfungsi secara optimal dalam melayani industri perikanan 2) Pendistribusian dan monitoring informasi sumberdaya dan kegiatan kemitraan klaster industri perikanan agar terjadi sinergi kemitraan. Gambar 39 Tujuan dan sasaran strategis pengembangan minapolitan perikanan tangkap di Palabuhanratu. Tahap selanjutnya dalam penyusunan balanced scorecard adalah merinci tujuan pada tiap-tiap perspektif dan merumuskan sasaran strategis (indikator ukuran hasil atau indikator akibat). Gambar 39 menunjukkan hubungan sebab akibat sasaran strategis dari keempat persepektif balanced scorecard. Kinerja pelanggan dan stakeholders sebenarnya merupakan hasil dari suatu proses yang

179 151 simultan yang dimulai dengan adanya peningkatan kinerja pengelola pelabuhan perikanan, dan kesadaran kolektif untuk tetap komitmen dan konsisten dalam mengembangkan minapolitan. Selanjutnya berimplikasi pada kontinuitas produk unggulan dengan mutu yang berkualitas tinggi (optimalisasi produksi komoditas unggulan) dan berkembangnya industrialisasi perikanan. Sinergitas antara optimalisasi produk unggulan dan industrialisasi perikanan akan mendorong timbulnya konsolidasi anggota rantai pasok, inovasi kelembagaan kemitraan dan akhirnya terbentuk kemitraan bisnis minapolitan. Pada saat produksi komoditas unggulan optimal, industrialisasi perikanan berjalan dengan baik dan terjadi kemitraan yang seimbang (win-win partnerships) serta pengembangan perikanan tangkap berkelanjutan maka pada akhirnya pelanggan dan stakeholder akan merasa puas dan memiliki loyalitas yang tinggi dalam pengembangan minapolitan perikanan tangkap di Palabuhanratu. 4. Identifikasi faktor-faktor keberhasilan Berdasarkan sasaran strategis yang telah dirumuskan, kemudian akan dijabarkan lebih detail ke dalam beberapa faktor-faktor penting keberhasilan atau tolok ukur sasaran strategis (Tabel 15). Tolok ukur sasaran stragegisnya adalah 1) status keberlanjutan ekologi, sosial ekonomi, masyarakat dan kelembagaan, 2) jenis, kapasitas dan kualitas fasilitas pelayanan sesuai dengan kebutuhan pelanggan, 3) kenyamanan dan loyalitas pelanggan dalam jangka panjang atas pelayanan yang diberikan, 4) penerapan manajemen mutu dari mulai input, proses, output dan layanan purna jual, 5) kesadaran mutu dipahami oleh anggota rantai pasok, 6) tingkat perolehan kerja sama kemitraan, 7) kemampuan mempertahankan kemitraan, 8) tingkat kepuasan mitra bisnis, 9) peningkatan nilai produksi, 10) peningkatan pendapatan nelayan, 11) peningkatan tenaga kerja yang terserap, 12) klaster industri perikanan yang berdaya saing, 13) posisi tawar yang seimbang antara nelayan, pedagang pengumpul dan perusahaan, 14) kelompok nelayan yang memiliki kematangan usaha menjadi lembaga formal yang mandiri, 15) efiensi dan efektivitas kinerja pelabuhan perikanan, 16) para pelaku ekonomi dan stakeholders kunci lainnya memiliki kesadaran kolektif untuk berkolaborasi dan bersinergi mengembangkan klaster industri perikanan yang terintegrasi dalam

180 152 sistem minapolitan, 17) terumuskannya pola kerja sama pelaksanaan pengembangan klaster industri perikanan yang terintegrasi. Tabel 15 Faktor-faktor keberhasilan sasaran strategis pengembangan minapolitan perikanan tangkap di Palabuhanratu Sasaran strategis 1) Keseimbangan konservasi dan eksploitasi 2) Tingkat kepuasan pelayanan bagi pelanggan dan stakeholder 3) Kontinuitas produk dengan mutu yang berkualitas tinggi 4) Kemitraan klaster industri perikanan. 5) Integrasi rantai pasok, pengembangan sistem produksi dan peningkatan sarana dan prasarana 6) Konsolidasi anggota rantai pasok dan inovasi kelembagaan kemitraan 7) Pengelola pelabuhan dapat menjalankan kewajibannya agar fungsi penting pelabuhan perikanan tetap berfungsi secara optimal dalam melayani industri perikanan 8) Pendistribusian dan monitoring informasi sumberdaya dan kegiatan kemitraan klaster industri perikanan agar terjadi sinergi kemitraan Faktor-faktor keberhasilan (tolok ukur) Status keberlanjutan ekologi, sosial ekonomi, masyarakat dan kelembagaan Jenis, kapasitas dan kualitas fasilitas pelayanan sesuai dengan kebutuhan pelanggan Kenyamanan dan loyalitas pelanggan dalam jangka panjang atas pelayanan yang diberikan Penerapan manajemen mutu dari mulai input, proses, output dan layanan purna jual Kesadaran mutu dipahami oleh anggota rantai pasok Tingkat perolehan kerja sama kemitraan Kemampuan mempertahankan kemitraan Tingkat kepuasan mitra bisnis Peningkatan nilai produksi Peningkatan pendapatan nelayan Peningkatan tenaga kerja yang terserap Klaster industri perikanan yang berdaya saing Posisi tawar yang seimbang antara nelayan, pedagang pengumpul dan perusahaan Kelompok nelayan yang memiliki kematangan usaha menjadi lembaga formal yang mandiri Efiensi dan efektivitas kinerja pelabuhan perikanan Para pelaku ekonomi dan stakeholders kunci lainnya memiliki kesadaran kolektif untuk berkolaborasi dan bersinergi mengembangkan klaster industri perikanan yang terintegrasi dalam sistem minapolitan Terumuskannya pola kerja sama pelaksanaan pengembangan klaster industri perikanan yang terintegrasi 5. Pengembangan tolok ukur, identifikasi penyebab dan dampak serta membuat keseimbangan Tolok ukur sebagaimana telah dirumuskan pada Tabel 15 kemudian diterjemahkan ke dalam target-target yang dapat dijangkau pada periode waktu

181 153 tertentu. Umpan balik dapat diperoleh melalui evaluasi terhadap pencapaian target-target dari tolok ukur yang telah ditetapkan. Target-target tersebut dapat dicapai melalui langkah-langkah tindakan atau inisiasi (indikator sebab). Indikator sebab ini merupakan langkah-langkah tindakan untuk mencapai indikator akibat. (Nurani et al. 2011). Tabel 16 menunjukkan rumusan tujuan, sasaran, tolok ukur dan inisiasi pengembangan minapolitan perikanan tangkap di Palabuhanratu. Perumusan inisiasinya adalah 1) analisis status keberlanjutan perikanan tangkap di Palabuhanratu, 2) alternatif kebijakan pengelolaan perikanan tangkap berkelanjutan, 3) analisis tingkat kepuasan pelanggan dan stakeholder di kawasan minapolitan, 4) peningkatan sarana, prasarana dan infrastruktur penunjang industrialisasi perikanan yang memiliki standar internasional, 5) penerapan ISO 9000, 6) pembentukan dan penguatan lembaga kemitraan minapolitan, 7) pengembangan kawasan perikanan terpadu, 8) pengembangan pelabuhan perikanan untuk menunjang proses industrialisasi perikanan, 9) evaluasi value chain komoditas tuna dan layur, 10) intervensi business intermediary, dan paralel organization, 11) penerapan focused quality dimana pelayanan diberikan pengelola pelabuhan perikanan bertujuan untuk memenuhi keinginan dari pelanggan, 12) pelatihan capacity building bagi pengelola pelabuhan perikanan, 13) pengembangan sistem informasi sumberdaya dan kemitraan klaster industri perikanan Gambar 40 menunjukkan keterkaitan keempat perspektif dalam mencapai tujuan minapolitan dimana perspektif kapasitas kelembagaan mendorong tercapainya tujuan dan sasaran strategis dari perspektif bisnis internal dan perspektif keuangan. Secara simultan ketiga perspektif tersebut akan mendorong tercapainya tujuan dan sasaran strategis dari perspektif pelanggan dan stakeholder.

182 154 Tabel 16 Pengembangan tolok ukur, identifikasi penyebab dan dampak serta membuat keseimbangan Tujuan berbasis perspektif Sasaran Tolok Ukur Target Inisiatif Pelanggan dan stakeholders: 1. Pengembangan perikanan tangkap berkelanjutan 2. Meningkatkan sarana, prasarana dan infrastruktur transportasi serta pelabuhan perikanan 1) Keseimbangan konservasi dan eksploitasi Status keberlanjutan ekologi, sosial ekonomi, masyarakat dan kelembagaan Status keberlanjutan perikanan tangkap di Palabuhanratu baik Analisis status keberlanjutan perikanan tangkap di Palabuhanratu Alternatif kebijakan pengelolaan perikanan tangkap berkelanjutan 2) Tingkat kepuasan pelayanan bagi pelanggan dan stakeholder Jenis, kapasitas dan kualitas fasilitas pelayanan sesuai dengan kebutuhan pelanggan Kenyamanan dan loyalitas pelanggan dalam jangka panjang atas pelayanan yang diberikan Tingkat kebutuhan pelanggan sesuai dengan fasilitas pelayanan yang dimiliki pelabuhan perikanan Kemudahan aksesibilitas bagi industri perikanan Kepuasan pelanggan terhadap fasilitas yang ada Analisis tingkat kepuasan pelanggan dan stakeholder di kawasan minapolitan Peningkatan sarana, prasarana dan infrastruktur penunjang industrialisasi perikanan yang memiliki standar internasional Keuangan 1. Optimalisasi produk tuna dan layur 2. Kemitraan bisnis minapolitan 1) Kontinuitas produk dengan mutu yang berkualitas tinggi Penerapan manajemen mutu mulai dari input, proses, output dan layanan purna jual Kesadaran mutu dipahami oleh anggota rantai pasok Meminimumkan produk reject atau klaim berkurang Peningkatan mutu dan kualitas produk minimal 20% Penerapan ISO ) Kemitraan klaster industri perikanan Tingkat perolehan kerja sama kemitraan Tingkat kepuasan mitra bisnis Kenaikan tingkat perolehan kerja sama kemitraan Kenaikan tingkat kepuasan mitra bisnis Pembentukan dan penguatan lembaga kemitraan minapolitan 154

183 155 Tabel 16 Lanjutan Tujuan berbasis perspektif Sasaran Tolok Ukur Target Inisiatif Bisnis Internal 1. Industrialisasi perikanan 2. Pengembangan pola kemitraan antara nelayan, juragan dan eksportir yang berimbang 1) Integrasi rantai pasok, pengembangan sistem produksi dan peningkatan sarana dan prasarana Peningkatan nilai produksi Peningkatan pendapatan nelayan Peningkatan tenaga kerja yang terserap Klaster industri perikanan yang berdaya saing Efisiensi biaya produksi Peningkatan industri pengolahan dan pemasaran, serta kegiatan promosi klaster industri perikanan. Pengembangan kawasan perikanan terpadu Pengembangan pelabuhan perikanan untuk menunjang proses industrialisasi perikanan 2) Konsolidasi anggota rantai pasok dan inovasi kelembagaan Posisi tawar yang seimbang antara nelayan, pedagang pengumpul dan perusahaan Kelompok nelayan yang memiliki kematangan usaha menjadi lembaga formal yang mandiri Profit share yang diterima nelayan buruh minimal 60% Penyempurnaan pola kemitraan inti plasma dan contrac farming. Evaluasi value chain komoditas tuna dan layur Intervensi business intermediary, dan paralel organization Kapasitas kelembagaan 1. Peningkatan kinerja pengelola pelabuhan perikanan 2. Membangun kesadaran kolektif untuk tetap komitmen dan konsisten dalam mengembangkan minapolitan 1) Pengelola pelabuhan dapat menjalankan kewajibannya agar fungsi penting pelabuhan perikanan tetap berfungsi secara optimal dalam melayani industri perikanan Efiensi dan efektivitas kinerja pelabuhan perikanan Perbaikan kualitas pelayanan seperti, ketepatan waktu pelayanan, akurasi pelayanan, kesopanan dan keramahan dalam memberikan pelayanan, tanggung jawab, kelengkapan, kemudahan dalam mendapatkan pelayanan, variasi model pelayanan, kenyamanan dalam memperoleh pelayanan Penerapan focused quality dimana pelayanan diberikan pengelola pelabuhan perikanan bertujuan untuk memenuhi keinginan dari pelanggan. Pelatihan capacity building bagi pengelola pelabuhan perikanan 155

184 156 Tabel 16 Lanjutan Tujuan berbasis perspektif Sasaran Tolok Ukur Target Inisiatif 2) Pendistribusian dan monitoring informasi sumberdaya dan kegiatan kemitraan klaster industri perikanan agar terjadi sinergi kemitraan. Para pelaku ekonomi dan stakeholders kunci lainnya memiliki kesadaran kolektif untuk berkolaborasi dan bersinergi mengembangkan klaster industri perikanan yang terintegrasi dalam sistem minapolitan Terumuskannya pola kerja sama pelaksanaan pengembangan klaster industri perikanan yang terintegrasi Data inventori pelaku ekonomi klaster industri perikanan, informasi mengenai asset SDA dan SDM klaster industri perikanan Format publikasi informasi kegiatan kemitraan klaster industri perikanan Pengembangan sistem informasi sumberdaya dan kemitraan klaster industri perikanan 156

185 157 Tujuan strategis Sasaran (indikator akibat) Ukuran Strategis Inisiatif (Indikator sebab) Pengembangan perikanan tangkap berkelanjutan Meningkatkan sarana, prasarana dan infrastruktur transportasi serta pelabuhan perikanan Optimalisasi produk tuna dan layur Kemitraan bisnis minapolitan Keseimbangan konservasi dan eksploitasi Tingkat kepuasan pelayanan bagi pelanggan dan stakeholder berkualitas tinggi Kontinuitas produk dengan mutu yang berkualitas tinggi Kemitraan klaster industri perikanan - Analisis status keberlanjutan perikanan tangkap di Palabuhanratu - Alternatif kebijakan pengelolaan perikanan tangkap berkelanjutan - Peningkatan sarana, prasarana dan infrastruktur penunjang industrialisasi perikanan yang memiliki standar internasional - Analisis tingkat kepuasan pelanggan Penerapan ISO 9000 Pembentukan dan penguatan lembaga kemitraan bisnis minapolitan Industrialisasi perikanan Pengembangan pola kemitraan antara nelayan, juragan dan eksportir yang berimbang Integrasi rantai pasok, pengembangan sistem produksi dan peningkatan sarana dan prasarana Konsolidasi anggota rantai pasok dan inovasi kelembagaan - Pengembangan kasawan perikanan terpadu - Pengembangan pelabuhan perikanan untuk menunjang proses industrialisasi perikanan - Evaluasi value chain komoditas tuna dan layur - Intervensi business intermediary, dan paralel organization Peningkatan kinerja pengelola pelabuhan perikanan Membangun kesadaran kolektif untuk tetap komitmen dan konsisten dalam mengembangkan minapolitan Pengelola pelabuhan dapat menjalankan kewajibannya agar fungsi penting pelabuhan perikanan tetap berfungsi secara optimal Peningkatan kemampuan system informasi Pendistribusian dan monitoring informasi sumberdaya dan kegiatan kemitraan klaster industri perikanan agar terjadi sinergi kemitraan Gambar 40 Rumusan tujuan, sasaran strategis, dan indikator pencapaian sasaran strategis. - Penerapan focused quality management - Pelatihan capacity building bagi pengelola pelabuhan perikanan Pengembangan sistem informasi sumberdaya dan kemitraan klaster industri perikanan 157

186 Pemeliharaan Program Program minapolitan pada dasarnya merupakan salah satu bentuk program pengembangan wilayah. Artinya, daur hidup program minapolitan mencakup program jangka pendek, jangka menengah dan jangka panjang. Dalam kasus program minapolitan perikanan tangkap di Palabuhanratu, Pemda setempat telah merumuskan roadmap rencana aksi untuk tahun 2011 hingga tahun Kemudian pada tahun 2012 dilakukan intervensi program akselerasi minapolitan di PPN Palabuhanratu yaitu industrialisasi perikanan dimana tuna, tongkol dan cakalang ditetapkan sebagai komoditas unggulan. Program ini dirancang untuk implementasi tahun 2012 hingga tahun Fakta ini menunjukkan bahwa minapolitan sebagai sebuah program pilot akan berakhir pada tahun Keberlanjutan program minapolitan pasca tahun 2014 sangat tergantung dinamika politik dan kebijakan dari pemerintah daerah maupun pemerintah pusat. Jika hasil evaluasi implementasi program dianggap berhasil, maka pasca tahun 2014 pemerintah seharusnya dapat melanjutkan kebijakan program minapolitan berupa program penguatan dan pengembangan minapolitan. Akan tetapi sebaliknya, jika program minapolitan dianggap gagal maka kemungkinan besar, secara formal, program minapolitan akan berakhir. Pertanyaan mendasar yang harus dipahami oleh stakeholder terkait adalah 1) apa yang harus dilakukan jika secara formal program minapolitan telah berakhir, 2) apakah stakeholder lokal siap menerima estafet tanggung jawab pasca program. Masalah ini kadang menjadi isu sensitif di kalangan pengelola program maupun stakeholder terkait. Namun adanya tingkat kepercayaan yang tinggi atau optimisme para stakeholder lokal dapat dijadikan modal yang sangat penting untuk mengatasi isu keberlanjutan program. Menurut Sondita et al. (2005), stakeholder yang memiliki optimisme tinggi akan sanggup menentukan langkahlangkah inisiatif yang kreatif untuk memastikan keberlanjutan program pada saat sumberdaya dari pihak luar berakhir. Beberapa hal yang perlu ditangani untuk menjamin keberlanjutan program adalah 1) komitmen pemerintah daerah harus melembaga, artinya harus ada institusi resmi yang ditetapkan sebagai pengelola keberlanjutan program, 2) semangat entrepreneurship harus dibangun di tingkat masyarakat, pengelola dan stakeholder terkait, 3) kerja sama dengan stakeholder

187 159 lain harus dibangun dan dimanfaatkan khususnya kerja sama antara pihak pemerintah, akademisi dan swasta untuk merespon kebutuhan-kebutuhan khusus masyarakat. Mengingat bahwa PPN Palabuhanratu sebagai zona inti minapolitan perikanan tangkap di Palabuhanratu, keberlanjutan program minapolitan sangat ditentukan oleh kinerja pengelola pelabuhan perikanan. Sesuai fungsinya, pelabuhan perikanan merupakan suatu institusi yang memiliki peran penting dalam menunjang efisiensi usaha perikanan tangkap dan industrialisasi perikanan. Artinya, jika pengelola pelabuhan perikanan dapat memberikan pelayanan terbaik sehingga kinerja pelabuhan perikanan tetap dapat berfungsi secara optimal dalam melayani industri perikanan maka keberlanjutan minapolitan perikanan tangkap akan terjamin meskipun secara formal telah berakhir. Hasil survei identifikasi gaps implementasi program minapolitan (Tabel 17), diperoleh nilai bobot 0,8 (berada pada selang 75% - 100%). Mengacu klasifikasi Moenandir (2010) maka pengelola program relatif siap untuk menjamin pemeliharaan program. Tabel 17 Hasil survei identifikasi gaps implementasi program minapolitan di Palabuhanratu Tipe Responden Jumlah Responden Skor Bobot Dinas Kelautan dan Perikanan 4 4 0,20 PPN Palabuhanratu 4 4 0,20 Bappeda 1 4 0,20 Peneliti 1 4 0,20 Jumlah bobot 0,80 Dalam kaitannya dengan kelembagaan pengelola keberlanjutan program minapolitan perikanan tangkap di Palabuhanratu, setidaknya ada 3 kelembagaan yang menjadi elemen penting yaitu 1) PPN Palabuhanratu, 2) Dinas Keluatan dan Perikanan, dan 3) Bappeda. PPN Palabuhanratu berperan sebagai penanggungjawab teknis program minapolitan perikanan tangkap di zona inti. Dinas Kelautan dan Perikanan berperan sebagai penanggung jawab teknis program minapolitan di zona penunjang. Adapun Bappeda berfungsi sebagai

188 160 koordinator perencanaan dan penganggaran untuk pengembangan kawasan minapolitan. Bappeda juga memiliki power yang kuat pada saat Musrenbang agar SKPD terkait dapat berkontribusi dalam pengembangan kawasan minapolitan. Dengan skema model tersebut, pemeliharan dan keberlanjutan minapolitan tergantung pada kinerja PPN Palabuhanratu, Dinas Kelautan dan Perikanan serta Bappeda. Mengacu pada konsep analisis balanced scorecard, kinerja ketiga kelembagaan tersebut akan menjadi penggerak utama tujuan strategis dari perspektif bisnis internal dan keuangan serta pada akhirnya bermuara pada kepuasan pelanggan dan stakeholder minapolitan. Pemeliharaan program minapolitan akan efektif jika mampu menerapkan konsep siklus perbaikan program secara berkelanjutan (Gambar 9). Perbaikan berkelanjutan merupakan mekanisme evaluasi program untuk membandingkan antara indikator program yang telah dirumuskan dalam balanced scorecard dengan capaian hasil pelaksanaan program pada periode waktu tertentu. Tingkat capaian pelaksanaan program tersebut dapat diketahui dengan cara membandingkan antara data baseline indikator program pada tahap inisiasi program dan capaian indikator program pada periode jangka pendek, jangka menengah dan jangka panjang.

189 5 SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan Berdasarkan hasil penelitian ini diperoleh beberapa kesimpulan penting sebagai berikut: 1) Permasalahan mendasar dalam implementasi minapolitan perikanan tangkap di Palabuhanratu, yaitu 1) kemiskinan nelayan, 2) penurunan stok sumber daya ikan, dan 3) konflik pemanfaatan ruang wilayah pesisir dan laut. 2) Berdasarkan aspek pasar, pasar tuna dan layur di PPN Palabuhanratu terintegrasi (nilai IMC lebih kecil dari 1) dengan pasar tujuan ekspor (Tokyo Central Wholesale Market dan CFR Cina), begitu juga antara pasar layur di 5 TPI lainnya dan PPN Palabuhanratu. Berdasarkan aspek rantai pasok, terjadi proses integrasi vertikal antara nelayan, pemilik kapal dan perusahaan. Adapun kelembagaan minapolitan yang ada belum mengintegrasikan dengan pihak swasta dan akademisi. Integrasi kelembagaan minapolitan dapat dilakukan dalam bentuk partisipasi yang serasi dan saling membutuhkan antara pemerintah, pelaku bisnis atau swasta, dan akademisi. 3) Berdasarkan analisis balanced scorecard, strategi terpenting dalam pengembangan minapolitan perikanan tangkap di Palabuhanratu adalah a) peningkatan kinerja pengelola pelabuhan perikanan, b) membangun kesadaran kolektif untuk tetap komitmen dan konsisten dalam mengembangkan minapolitan. 4) Keberhasilan model integrasi dalam pengembangan minapolitan perikanan tangkap di Palabuhanratu dapat dilihat dari capaian tolok ukur yang telah dirusmuskan dalam analisis balanced scorecard. 5.2 Saran Beberapa saran yang dapat diberikan berhubungan dengan pengembangan minapolitan perikanan tangkap di Palabuhanratu, yaitu: 1) Dalam meningkatkan integrasi pasar ikan tuna dan layur, pemerintah harus fokus pada peningkatan sarana transportasi jalan yang menjadi jalur distribusi

190 162 produk unggulan (tuna dan layur), peningkatan infrastruktur pemasaran ikan di setiap TPI/PPI yang ada dan PPN Palabuhanratu, serta perlu mekanisme untuk menentukan harga dasar produk tuna dan layur agar dapat meminimalisir praktek monopoli harga. 2) Peningkatan kinerja rantai pasok dapat dilakukan melalui peningkatan kinerja kemitraan antar anggota rantai pasok dengan cara membangun komitmen, kepercayaan dan sharing informasi diantara anggota rantai. 3) Strategi, totok ukur dan inisiasi yang telah dirumuskan dalam kajian ini dapat dijadikan bahan pertimbangan dalam upaya pengembangan minapolitan perikanan tangkap di Palabuhanratu yang berdaya saing..

191 DAFTAR PUSTAKA Adhi AK Embargo produk perikanan Indonesia di Uni Eropa. gid=3 [20Jun 2012). Adiyoga W, Fuglie KO, Suherman R Integrasi pasar kentang di Indonesia: Analisis korelasi dan kointegrasi. Infor Pertan 15: Anindita R Pemasaran Hasil Pertanian. Surabaya: Papyrus. Anjardiani L, Rahmawati E, Aziz Y Analisis keterpaduan pasar buah lokal dan buah impor di Kota Banjarmasin. J Agribis Pedes 1(2): Asmara H Analisis keberlanjutan kawasan minapolitan di Kabupaten Banyumas [tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Barani HM Pemikiran percepatan pembangunan perikanan tangkap melalui gerakan nasional. [20Jun 2011). Bekele DG, Jackson RW Theoretical perspectives on industry clusters. Res Paper West Virginia University, Morgantown. 26 p. Charles A. (2001). Sustainable Fishery System. Oxford: Blackwell Science Ltd. Clenia M Optimalisasi informasi ikan tongkol (Auxis thazard) antara Pekalongan dengan Jakarta. J Bis Ekon 16(2): Daryanto A Keunggulan daya saing dan teknik identifikasi komoditas unggulan dalam mengembangkan potensi ekonomi regional. Agrimedia 3(2): Davies H, Ellis P Porter s competitive advantage of nations : time for a final judgment?. J Mgmt Stud 37(8): Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Sukabumi Pengembangan kawasan minapolitan Palabuhanratu berbasis perikanan tangkap. Sukabumi: Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten SUkabumi a. Produksi ikan yang didaratkan di TPI Kabupaten Sukabumi. Sukabumi: Dinas Kelautan dan Perikanan b. Pengalaman dalam melaksanakan program minapolitan di Kabupaten Sukabumi. Seminar Nasional Perikanan Tangkap IV; Bogor, 18 Oktober Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan. Fakultan Kelautan dan Ilmu Perikanan, Institut Pertanian Bogor c. Penyusunan masterplan kawasan penunjang minapolitan Kabupaten Sukabumi. Sukabumi: Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Sukabumi.

192 164 Ellison G, Glaeser EL, Kerr W What causes industry agglomeration? Evidence from coagglomeration patterns. American Econ Rev 100(3): Eriyatno Ilmu Sistem: Meningkatkan Mutu dan Efektivitas Manajemen. Bogor: IPB Press. Geospasial Badan Nasional Penanggulanan Bencana Peta administrasi Kabupaten Sukabumi. [15 Jan 2011]. Hermanto R Rancangan kelembangaan tani dalan implementasi Prima Tani di Sumatera Selatan. Analis Kbjk Pertan 5(1): Imelda RHN Implementasi balanced scorecard pada organisasi publik. J Akunt Kgn 1(2): Infofish Frozen fish. Infofish Trade News:13-16 Kabupaten Sukabumi Minapolitan perikanan tangkap Palabuhanratu. &view=article&id=413&itemid=314&lang=in. [10 Jul 2011] Kalsum U Struktur dan integrasi pasar buah nenas di Lampung Utara. ESAI 3(1): Kasimin S Pemasaran kentang di Aceh Tengah dan Bener Meriah: Analisis intergrasi pasar. J Ekon Bis 8(2): [KKP] Keputusan Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya Nomor Kep45/DJ-PB/2009 tentang Pedoman Umum Pengembangan Kawasan Minapolitan. [23 Jul 2011] a. Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia Nomor KEP.32/MEN/2010 tentang penetapan kawasan minapolitan b. Pengembangan minapolitan perikanan tangkap. Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap Kementerina Kelautan dan Perikanan. d=95&itemid=103. [29 Jul 2011] Pedoman Umum Minapolitan. Jakarta: Kementerian Kelautan dan Perikanan Konsep dan rencana aksi industrialisasi perikanan tangkap. Seminar industrialisasi perikanan tangkap; Bandung, 17 Januari Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap, Kementerian Kelautan dan Perikanan. Lamatta AR Profil Pelabuhan Perikanan Nusantara Palabuhanratu. Sukabumi: PPN Palabuhanratu, Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap, Kementerian Kelautan dan Perikanan. Laping W Food price differences and market integration in Cina. ACIAR CGMPP Pap 4:1-25.

193 165 Lubis E, Sumiati Pengembangan industri pengolahan ikan ditinjau dari produksi hasil tangkapan di PPN Palabuhanratu. Mar Fish 2(1): Lubis E Pelabuhan Perikanan. Bogor: IPB Press Maringi A Pembangunan pedesaan berkelanjutan melalui pendekatan pengembangan kawasan Minapolitan di Kabupaten Boyolali [tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Marimin, Maghfiroh N Aplikasi Teknis Pengambilan Keputusan dalam Manajemen Rantai Pasok. Bogor: IPB Press. Medan Bisnis Sembilan lokasi minapolitan perikanan tangkap disiapkan. kasi_minapolitan_perikanan_tangkap_disiapkan/. [12 Jul 2011]. Moenandir J Sistem penjaminan mutu internal di perguruan tinggi. Modul Pelatihan: Perancangan Sistem Penjaminan Mutu dan Sertifikasi Auditor Internal Mutu di Perguruan Tunggi. Pusat Jaminan Mutu Universitas Brawijaya. Mohamed ZA, Arsyad FM Marketing of pigs in Malaysia: An evaluation of market integration. J Ekon Malay 30: Montgomery MC Managing Complexity in Large-Scale Networks via Flow and Network Aggregation [Dissertation]. Austin: The Faculty of the Graduate School of The University of Texas at Austin. Muninggar R Analisis supply chain dalam aktivitas distribusi di Pelabuhan Perikanan Nusantara Palabuhanratu. Bul PSP 17(3): Musmedi DP Analisis efisiensi perdagangan komoditas kedelai edamame di Kabupaten Jember. J Ekonomika 4(1):1-6. Nazdan, Setiawan B, Sukandar D Analisis potensi dan pengelolaan perikanan dalam perspektif ketahanan pangan di wilayan perisir Kabupaten Lampung Barat. J Giz Pangan 3(3): Nasrudin A Palabuhanratu Sukabumi jadi kota perikanan. Radaronline. [10 Jul 2011]. National Marine Fisheries Services Wholesale prices at Tokyo Central Wholesale Market. NOAA California: Fisheries Southwest Region. [8 Mei 2012]. Nikijuluw VPH Politik Ekonomi Perikanan. Jakarta: PT. Fery Agung Corporation (FERACO). Nurani TW Model Pengelolaan Perikanan: Suatu Kajian Pendekatan Sistem. Bogor: Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan. Nurani TW, Haluan J, Lubis E, Saad S Perumusan tolok ukur keberhasilan pengembangan perikanan tuna menggunakan balanced scorecard. Buku II New Paradigm in Marine Fisheries. Bogor: Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, FPIK-IPB.

194 166 Nuryadin D, Sodik J, Iskandar D Aglomerasi dan pertumbuhan ekonomi: Peran karakteristik regional di Indonesia. Parallel Session IVA : Urban & Regional; Depok, 13 Des Depok; Fakultas Ekonomi UPN Veteran YK. Oladapo MO, Momoh S Food price differences and market integration in Oya State, Nigeria. Int J Agric Res 2(1): O Sullivan A Urban Economics (Fifth Edition). Boston: Irwin/McGraw Pelabuhan Perikanan Nusantara Palabuhanratu Buku Laporan Tahunan Statistik Perikanan Tangkap Tahun Sukabumi: Pelabuhan Perikanan Nusantara Palabuhanratu Buku Laporan Tahunan Statistik Perikanan Tangkap Tahun Sukabumi: Pelabuhan Perikanan Nusantara Palabuhanratu Buku Laporan Tahunan Statistik Perikanan Tangkap Tahun Sukabumi: Pelabuhan Perikanan Nusantara Palabuhanratu Buku Laporan Tahunan Statistik Perikanan Tangkap Tahun Sukabumi: Pelabuhan Perikanan Nusantara Palabuhanratu Buku Laporan Tahunan Statistik Perikanan Tangkap Tahun Sukabumi: Pelabuhan Perikanan Nusantara Palabuhanratu Buku Laporan Tahunan Statistik Perikanan Tangkap Tahun Sukabumi: Pelabuhan Perikanan Nusantara Palabuhanratu a. Buku Laporan Tahunan Statistik Perikanan Tangkap Tahun Sukabumi: Pelabuhan Perikanan Nusantara Palabuhanratu b. Review Masterplan dan DED Pengembangan Pelabuhan Perikanan Nusantara Palabuhanratu Tahap III. Sukabumi: Pelabuhan Perikanan Nusantara Palabuhanratu a. Buku Laporan Tahunan Statistik Perikanan Tangkap Tahun Sukabumi: Pelabuhan Perikanan Nusantara Palabuhanratu b. Buku Laporan Bulanan Statistik Perikanan Tangkap Tahun Sukabumi: Pelabuhan Perikanan Nusantara Palabuhanratu c. Peran pelabuhan perikanan dalam mendukung pengembangan industrialisasi perikanan tangkap. Seminar Nasional Industrialisasi Perikanan Tangkap; Bandung, 26 Januari 2012.

195 167 Porter ME New global strategies for competitive advantage. Plan Rev May/Juni: Clusters and the new economics of competition. Harward Bus Rev November-Desember: Prayoga D Modul intergrasi pasar agribisnis. [11 Mei 2012]. Rahman, MR Mampukah minapolitan tingkatkan produksi perikanan? [10 Jul 2011]. Riadi F Model pengembangan agroindustri karet alam terintegrasi [disertasi]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Ronny Peluang dan hambatan usaha perdagangan tuna. WPI 94:5-6. Rustiadi E, Hadi S Pengembangan agropolitan sebagai strategi pembangunan pedesaan dan pembangunan berimbang /07/12/pengembangan-agropolitansebaga1-strategi-pembangunan/. [13 Ags 2011]. Saptana, Susmono, Suwarto, Nur M Kinerja kelembagaan agribisnis beras di Jawa Barat. Seminar Penyusunan profil investasi dan pengembangan agribisnis beras di Jawa Barat. Bandung: November Bandung: Dinas pertanian Propinsi Jawa Barat. Septanto A Analisis supply chain management dalam bagi peningkatan efisiensi produksi: studi kasus unit bisnis P3 PT. Wijaya Karya Intrade [tesis]. Depok: Magister Management, Universitas Indonesia. Setiawan MA Analisis kinerja dan status keberlanjutan kawasan Minapolitan Bontonompo, Kabupaten Gowa, Provinsi Sulawesi Selatan [tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Simbolon D Pengembangan outer ring fishing port berbasis masyarakat untuk menekan IUU fishing dan pengembangan perekonomian nelayan. Buku II new paradigm in marine fisheries. Bogor: Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, FPIK-IPB. Sitorus E Keterpaduan pasar tuna segar Benoa/Bali, Indonesia dan Pasar Sentral Tuna Tokyo, Jepang. [30 Jun 2012]. So IG, Dian DR, Ismail I Analisis dan perancangan strategi e-supply chain management pada PT. ANA. J Manajemen 1(1):26-36 Solihin I Kerangka kelembagaan pelabuhan perikanan lingkar luar (outer ring fishing port) dalam konteks pertumbuhan ekonomi wilayah. Buku II new paradigm in marine fisheries. Bogor: Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, FPIK-IPB. Sondita MFA, Zairion, Prihandini W, Hidayat AS, Ardani Pengelolaan Sumberdaya Kelautan dan Perikanan secara Terpadu dan Berkelanjutan

196 168 yang Berpihak kepada Masyarakat Pesisir dan Nelayan Kecil: Pembelajaran dari Program MFCDP Tahun Jakarta: Sekretariat Program MFCDP BAPPENAS. Suharno, Santoso H Model permintaan yellowfin segar Indonesia di pasar Jepang. Bull Ekon Perik 8(2): Sunarwan R DKP akan bahas embargo produk perikanan Indonesia di Cina. [20 Jun 2012]. Sunoto Arah kebijakan pengembangan konsep minapolitan di Indonesia. Bull Ttrg Maret-April: upload/ data_buletin/butaru%20edisi%202.pdf. [10 Juli 2011]. Supomo Pengembangan wilayah pesisir Kabupaten Barru melalui klaster penangkapan ikan laut. Ekuitas 12(2): Sutisna DH a. Dirjen Perikanan Tangkap: minapolitan tidak dimulai dari nol. Tidak-Dimulai-dari-Nol-1743-id.html. [10 Jul 2011] b. Ekonomi maritim berbasis sumberdaya ikan. Seminar Nasional Membangun Negara Maritim dalam Perspektif Ekonomi, Sosial Budaya, Politik dan Pertahanan; Jakarta 7 Oktober Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap, Kementerian Kelautan dan Perikanan Minapolitan berbasis perikanan tangkap. Seminar Nasional Perikanan Tangkap IV; Bogor, 18 Oktober Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan. Fakultan Kelautan dan Ilmu Perikanan, Institut Pertanian Bogor. Sutomo Model co-management perikanan tangkap di Palabuhanratu. [disertasi]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Tar H Arahan pengembangan kawasan minapolitan Mandeh, Kabupaten Pesisir Selatan, Sumatera Barat [tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Tarigan RE Kajian aspek ekonomi pada pengelolan Tanah Pemakaman Umum (TPU) Kristen di Kota Medan [tesis]. Medan: Program Pascasarjana, Universitas Sumatera Utara Medan. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang. Van Hofe K, Chen K Whither or not industrial cluster: conclusions or confusions?. Indust Geograph 4(1):2-28. Yuwono S, Sukarno E, Ichsan M Petunjuk Praktis Balanced Scorecard Menuju Organisasi yang Berfokus pada Strategi. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. Zain MM Perspektif pedagangan beras antar pulau. Analisis 4(2):

197 LAMPIRAN

198 170 Lampiran 1 Data yang digunakan dalam analisis integrasi pasar bigeye tuna segar dan layur 1. Harga ikan bigeye tuna segar di PPN Palabuhanratu dan TCWM P it P it-1 P jt - P jt-1 P jt-1 (Y) (X 1 ) (X 2 ) (X 3 )

199 171 Lampiran 1 Lanjutan 2. Harga ikan layur di PPN Palabuhanratu dan CFR Cina P it P it-1 P jt - P jt-1 P jt-1 (Y) (X 1 ) (X 2 ) (X 3 ) Harga ikan layur Ciwaru dan PPN Palabuhanratu P it P it-1 P jt - P jt-1 P jt-1 (Y) (X 1 ) (X 2 ) (X 3 )

200 172 Lampiran 1 Lanjutan 4. Harga ikan layur Cibangban dan PPN Palabuhanratu P it P it-1 P jt - P jt-1 P jt-1 (Y) (X 1 ) (X 2 ) (X 3 ) Harga ikan layur Cisolok dan PPN Palabuhanratu P it P it-1 P jt - P jt-1 P jt-1 (Y) (X 1 ) (X 2 ) (X 3 ) Harga ikan layur Ujung Genteng dan PPN Palabuhanratu P it P it-1 P jt - P jt-1 P jt-1 (Y) (X 1 ) (X 2 ) (X 3 )

201 173 Lampiran 1 Lanjutan 7. Harga ikan layur Minajaya dan PPN Palabuhanratu P it P it-1 P jt - P jt-1 P jt-1 (Y) (X 1 ) (X 2 ) (X 3 )

202 174 Lampiran 2 Hasil analisis model integrasi pasar bigeye tuna segar antara PPN Palabuhanratu dan Tokyo Central Wholesale Market

203 Lampiran 2 Lanjutan 175

204 176 Lampiran 3 Hasil analisis model integrasi pasar ikan layur antara PPN Palabuhanratu dan CFR China

205 Lampiran 3 Lanjutan 177

206 178 Lampiran 4 Hasil analisis model integrasi pasar ikan layur antara TPI Ciwaru dan PPN Palabuhanratu

207 Lampiran 4 Lanjutan 179

208 180 Lampiran 5 Hasil analisis model integrasi pasar ikan layur antara TPI Cibangban dan PPN Palabuhanratu

209 Lampiran 5 Lanjutan 181

210 182 Lampiran 6 Hasil analisis model integrasi pasar ikan layur antara TPI Cisolok dan PPN Palabuhanratu

211 Lampiran 6 Lanjutan 183

212 184 Lampiran 7 Hasil analisis model integrasi pasar ikan layur antara TPI Minajaya dan PPN Palabuhanratu

213 Lampiran 7 Lanjutan 185

214 186 Lampiran 8 Hasil analisis model integrasi pasar ikan layur antara TPI Ujung Genteng dan PPN Palabuhanratu

215 Lampiran 8 Lanjutan 187

216 188 Lampiran 9 Desain rencana pengembangan jangka pendek PPN Palabuhanratu 0 m 0cm 2 Skala 1 : 220 Sumber: Pelabuhan Perikanan Nusantara Palabuhanratu (2011 b )

217 189 Lampiran 10 Desain rencana pengembangan jangka menengah PPN Palabuhanratu 0 m 0cm 2 Sumber: Pelabuhan Perikanan Nusantara Palabuhanratu (2011 b ) Skala 1 : 220

218 190 Lampiran 11 Desain rencana pengembangan jangka panjang PPN Palabuhanratu 0 m 0cm 2 Sumber: Pelabuhan Perikanan Nusantara Palabuhanratu (2011 b ) Skala 1 : 220

219 191 Lampiran 12 Kelengkapan fasilitas pokok, fungsional dan penunjang di PPN Palabuhanratu No Uraian Volume Fasilitas Pokok 1 Breakwater 300 M² 2 Areal Pelabuhan 102,970 M² 3 Kolam I Pelabuhan 3 Ha 4 Kolam II Pelabuhan 2 Ha 5 Dermaga Lama ( Tahap I ) 500 M - Areal Tambat Labuh 310 M - Areal Tempat Pendaratan Ikan 94 M - Areal Tempat Perbekalan 106 M - Tempat Pendaratan Perahu 3,953 M 6 Kolam Lama ( Kolam I / Tahap I ) - Kedalaman 2 meter 3,685 M² - Kedalaman - 2,5 meter 335 M² - Kedalaman 3 meter 16,000 M² 7 Dermaga Baru ( Tahap II ) 410 M 8 Dermaga sekeliling kolam 606 M 9 Jalan dermaga I 1,000 M 10 Jalan Akses ke Dermaga II 834 M Fasilitas Fungsional 1 Gedung TPI 920 M² 2 Gedung Genset 200 M² 3 Gedung Bengkel 250 M² 4 Genset dan Instalasi 95 KVA 5 Balai Pertemuan Nelayan 150 M² 6 Kantor Administrasi 528 M² 7 Pos Jaga (peron 1) 6 M² 8 Pos Jaga (peron 2) 6 M² 9 Tempat Perbaikan Jaringan 500 M² 10 Tempat Penjemuran Jaringan 3,000 M² 11 Gudang Penyimpanan Keranjang Ikan 75 M² 12 Areal pembuatan, perbaikan kapal 6,000 M² 13 Pos pelayanan terpadu Dermaga I 72 M² 14 Pos Pelayanan Terpadu Dermaga II 60 M² 15 Transit Sheet Nelayan 50 M² 16 Rumah pompa air laut 27 M² 17 Rumah pompa solar 27 M² 18 Guest House 200 M² 19 Musholla Nelayan 359 M² 20 Garasi Alat Berat 200 M² 21 Penghijauan dan Taman 4,000 M² 22 Laboratorium Mutu Hasil Perikanan 117 M² 23 Ruang Pengendalian (Pengawas perikanan) 70 M² 24 Musholla dermaga II 60 M² 25 Tempat Parkir 120 M² 26 Syahbandar PPN Palabuhanratu 75 M² 27 Gedung Pasar Ikan dan resto 713 M² 28 Kopkar " Mina Nusantara " PPN Pl.ratu 200 M² 29 PT. Citra Karya Utama (docking) 3,300 M² 30 Kopkar " Mina Nusantara " PPN Pl.ratu (Cold Storage) 360 M² 31 Kopkar " Mina Nusantara " PPN Pl.ratu (Kantor TPI) 42 M² 32 PT. Mekar Tunas Rayasejati (Kantor BBM) 500 M² 33 Tangki BBM 208 m³ (PT. Mekar Tunasraya sejati) 104,04 M² 34 Burhan (Spare part) 600 M²

220 192 Lampiran 12 Lanjutan No Uraian Volume 35 PT. Ratu Prima Bahari Nusantara (Cold Storage) 4,200 M² 36 PT. AGB Tuna (Cold Storage) 900 M² 37 Dinas Kelautan dan Perikanan Prov. Jabar (Cold Storage) 468 M² 38 KUD Mina Mandiri " Sinar Laut " (Tangki BBM 320 m³) 75 M² 39 CV. Permata Mina Pratama (Packing ikan) 200 M² 40 Bangunan CV. Permata Mina Pratama (kantor) 50 M² 41 Kopkar " Mina Nusantara " PPN Pl.ratu (Kantor BBM PT. Paridi) 21 M² 42 Kopkar " Mina Nusantara " PPN Pl.ratu (Publik toilet dermga II) 24 M² 43 Kopkar " Mina Nusantara " PPN Pl.ratu (Pujasera) 21 M² 44 Kopkar " Mina Nusantara " PPN Pl.ratu (Publik toilet pasar ikan) 24 M² 45 CV. Eko Mulyo kapasitas 200 m³ (Air bersih) 54 M² 46 Kopkar " Mina Nusantara " PPN Pl.ratu (Toko BAP) 120 M² 47 Kopkar " Mina Nusantara " PPN Pl.ratu (Toko logistik) 166,5 M² 48 Fish Market (Awning pasar ikan) 468 M² 49 Kios pasar ikan (lapak bebas) 7,000 M² 50 Kopkar " Mina Nusantara " PPN Pl.ratu (Pengepakan Tuna) 140 M² 51 Kopkar " Mina Nusantara " PPN Pl.ratu (Perbaikan mesin perikanan) 62 M² 52 Kopkar " Mina Nusantara " PPN Pl.ratu (kedai) 20 M² 53 Kopkar " Mina Nusantara " PPN Pl.ratu (pengepakan ikan) 100 M² 54 Kopkar " Mina Nusantara " PPN Pl.ratu (kedai pesisir) 110 M² 55 Jaringan Pipa Air Bersih 1-3 1,178 M 56 Jaringan Pipa BBM 495 M 57 Kantor Penjualan BBM (SPDN) 96 M² 58 Dump Truck 2 Unit 59 Crane Truck 2 Unit 60 Forklift 2 Unit 61 Mobil Tangki Air 1 Unit 62 Depo Pemasaran Hasil Perikanan 400 M² 63 Lapak / Gudang Ikan (25 lapak / kios) 375 M² 31 Kopkar " Mina Nusantara " PPN Pl.ratu (Kantor TPI) 42 M² 32 PT. Mekar Tunas Rayasejati (Kantor BBM) 500 M² 33 Tangki BBM 208 m³ (PT. Mekar Tunasraya sejati) 104,04 M² 34 Burhan (Spare part) 600 M² 35 PT. Ratu Prima Bahari Nusantara (Cold Storage) 4,200 M² 36 PT. AGB Tuna (Cold Storage) 900 M² 37 Dinas Kelautan dan Perikanan Prov. Jabar (Cold Storage) 468 M² 38 KUD Mina Mandiri " Sinar Laut " (Tangki BBM 320 m³) 75 M² 39 CV. Permata Mina Pratama (Packing ikan) 200 M² 40 Bangunan CV. Permata Mina Pratama (kantor) 50 M² 41 Kopkar " Mina Nusantara " PPN Pl.ratu (Kantor BBM PT. Paridi) 21 M² 42 Kopkar " Mina Nusantara " PPN Pl.ratu (Publik toilet dermga II) 24 M² 43 Kopkar " Mina Nusantara " PPN Pl.ratu (Pujasera) 21 M² 44 Kopkar " Mina Nusantara " PPN Pl.ratu (Publik toilet pasar ikan) 24 M² 45 CV. Eko Mulyo kapasitas 200 m³ (Air bersih) 54 M² 46 Kopkar " Mina Nusantara " PPN Pl.ratu (Toko BAP) 120 M² 47 Kopkar " Mina Nusantara " PPN Pl.ratu (Toko logistik) 166,5 M² 48 Fish Market (Awning pasar ikan) 468 M² 49 Kios pasar ikan (lapak bebas) 7,000 M² 50 Kopkar " Mina Nusantara " PPN Pl.ratu (Pengepakan Tuna) 140 M² 51 Kopkar " Mina Nusantara " PPN Pl.ratu (Perbaikan mesin perikanan) 62 M² 52 Kopkar " Mina Nusantara " PPN Pl.ratu (kedai) 20 M² 53 Kopkar " Mina Nusantara " PPN Pl.ratu (pengepakan ikan) 100 M² 54 Kopkar " Mina Nusantara " PPN Pl.ratu (kedai pesisir) 110 M² 55 Jaringan Pipa Air Bersih 1-3 1,178 M 56 Jaringan Pipa BBM 495 M

221 193 Lampiran 12 Lanjutan No Uraian Volume 57 Kantor Penjualan BBM (SPDN) 96 M² 58 Dump Truck 2 Unit 59 Crane Truck 2 Unit 60 Forklift 2 Unit 61 Mobil Tangki Air 1 Unit 62 Depo Pemasaran Hasil Perikanan 400 M² 63 Lapak / Gudang Ikan (25 lapak / kios) 375 M² Fasilitas Penunjang 140 M² 1 Rumah Type 70 ( 2 rumah ) 250 M² 2 Rumah Type 50 ( 5 rumah ) 225 M² 3 Rumah Type 45 ( 5 rumah ) 252 M² 4 Mess Operator (Type 36) ( 7 rumah ) 216 M² 5 Wisma Nelayan (Type 36) ( 6 rumah ) M² 6 Gedung Pembinaan, Pengolahan & Pemasaran Hasil Perikanan M² 7 Pengembangan gedung laboratorium 50 M² 9 Gudang Pompa 1,035 M² 10 Masjid Nelayan 1,000 M² 11 Pompa air bersih bantuan Dinas Provinsi Jabar (Artesis) 140 M² Sumber: PPN Palabuhanratu (2012)

222 194 Lampiran 13 Perhitungan bobot faktor intrnal minapolitan dengan matrik banding berpasangan 194

223 195 Lampiran 13 Lanjutan 195

224 196 Lampiran 14 Perhitungan bobot faktor eksternal minapolitan dengan matrik banding berpasangan 196

225 197 Lampiran 14 Lanjutan 197

226 198 Lampiran 15 Penyusunan pengembangan kawasan minapolitan Kabupaten Sukabumi Sumber: diadopsi dari Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Sukabumi (2011 c )

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada tahun 2010, Kementerian Kelautan dan Perikanan telah menetapkan Pelabuhan Perikanan Nasional (PPN) Palabuhanratu sebagai lokasi proyek minapolitan perikanan tangkap.

Lebih terperinci

3 METODOLOGI. 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian

3 METODOLOGI. 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian 3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan Maret - Mei 2012 bertempat di PPN Palabuhanratu, Kabupaten Sukabumi (Gambar 3). Gambar 3 Peta lokasi penelitian. 3.2 Metode

Lebih terperinci

ARAH KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KONSEP MINAPOLITAN DI INDONESIA. Oleh: Dr. Sunoto, MES

ARAH KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KONSEP MINAPOLITAN DI INDONESIA. Oleh: Dr. Sunoto, MES ARAH KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KONSEP MINAPOLITAN Potensi dan Tantangan DI INDONESIA Oleh: Dr. Sunoto, MES Potensi kelautan dan perikanan Indonesia begitu besar, apalagi saat ini potensi tersebut telah ditopang

Lebih terperinci

10 REKOMENDASI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KAWASAN MINAPOLITAN DI KABUPATEN KUPANG

10 REKOMENDASI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KAWASAN MINAPOLITAN DI KABUPATEN KUPANG 10 REKOMENDASI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KAWASAN MINAPOLITAN DI KABUPATEN KUPANG 10.1 Kebijakan Umum Potensi perikanan dan kelautan di Kabupaten Kupang yang cukup besar dan belum tergali secara optimal, karenanya

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Identifikasi Permasalahan Implementasi Program Minapolitan Indentifikasi permasalahan implementasi program minapolitan perikanan tangkap di Palabuhanratu dilakukan dengan pendekatan

Lebih terperinci

INDIKATOR KINERJA MINAPOLITAN, INDUSTRIALISASI KP DAN BLUE ECONOMY SUNOTO, MES, PHD PENASEHAT MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN BATAM, 22 SEPTEMBER 2014

INDIKATOR KINERJA MINAPOLITAN, INDUSTRIALISASI KP DAN BLUE ECONOMY SUNOTO, MES, PHD PENASEHAT MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN BATAM, 22 SEPTEMBER 2014 INDIKATOR KINERJA MINAPOLITAN, INDUSTRIALISASI KP DAN BLUE ECONOMY SUNOTO, MES, PHD PENASEHAT MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN BATAM, 22 SEPTEMBER 2014 INTEGRASI MINAPOLITAN, INDUSTRIALISASI, DAN BLUE ECONOMY

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA, NOMOR PER.12/MEN/2010 TENTANG MINAPOLITAN

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA, NOMOR PER.12/MEN/2010 TENTANG MINAPOLITAN PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.12/MEN/2010 TENTANG MINAPOLITAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka mendorong percepatan

Lebih terperinci

Oleh: Retno Muninggar 1. Diterima: 12 Februari 2008; Disetujui: 21 Juli 2008 ABSTRACT

Oleh: Retno Muninggar 1. Diterima: 12 Februari 2008; Disetujui: 21 Juli 2008 ABSTRACT ANALISIS SUPPLY CHAIN DALAM AKTIVITAS DISTRIBUSI DI PELABUHAN PERIKANAN NUSANTARA PALABUHANRATU (PPNP) Supply Chain Analysis on the Distribution Activity in Palabuhanratu Archipelago Fishing Port Oleh:

Lebih terperinci

Kiat Kiat Jurus Jitu Pengembangan Minapolitan

Kiat Kiat Jurus Jitu Pengembangan Minapolitan Kiat Kiat Jurus Jitu Pengembangan Minapolitan Dinas Kelautan, Perikanan dan Pengelola Sumberdaya Kawasan Segara Anakan (DKP2SKSA) Kabupaten Cilacap mengakui dengan memaparkan dalam gambaran umum di webnya,

Lebih terperinci

SINERGISITAS PERIKANAN TANGKAP DENGAN PARIWISATA BAHARI DI PALABUHANRATU, KABUPATEN SUKABUMI, JAWA BARAT ADI GUMBARA PUTRA

SINERGISITAS PERIKANAN TANGKAP DENGAN PARIWISATA BAHARI DI PALABUHANRATU, KABUPATEN SUKABUMI, JAWA BARAT ADI GUMBARA PUTRA SINERGISITAS PERIKANAN TANGKAP DENGAN PARIWISATA BAHARI DI PALABUHANRATU, KABUPATEN SUKABUMI, JAWA BARAT ADI GUMBARA PUTRA MAYOR TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN PERIKANAN TANGKAP DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA

Lebih terperinci

KINERJA PENGAWAS KAPAL PERIKANAN (STUDI KASUS DI PELABUHAN PERIKANAN SAMUDERA NIZAM ZACHMAN JAKARTA) AHMAD MANSUR

KINERJA PENGAWAS KAPAL PERIKANAN (STUDI KASUS DI PELABUHAN PERIKANAN SAMUDERA NIZAM ZACHMAN JAKARTA) AHMAD MANSUR KINERJA PENGAWAS KAPAL PERIKANAN (STUDI KASUS DI PELABUHAN PERIKANAN SAMUDERA NIZAM ZACHMAN JAKARTA) AHMAD MANSUR SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 PERNYATAAN MENGENAI TESIS Dengan

Lebih terperinci

STRATEGI MENSINERGIKAN PROGRAM PENGEMBANGAN MASYARAKAT DENGAN PROGRAM PEMBANGUNAN DAERAH

STRATEGI MENSINERGIKAN PROGRAM PENGEMBANGAN MASYARAKAT DENGAN PROGRAM PEMBANGUNAN DAERAH STRATEGI MENSINERGIKAN PROGRAM PENGEMBANGAN MASYARAKAT DENGAN PROGRAM PEMBANGUNAN DAERAH (Kasus Program Community Development Perusahaan Star Energy di Kabupaten Natuna dan Kabupaten Anambas) AKMARUZZAMAN

Lebih terperinci

ANALISIS PEWILAYAHAN, HIRARKI, KOMODITAS UNGGULAN DAN PARTISIPASI MASYARAKAT PADA KAWASAN AGROPOLITAN

ANALISIS PEWILAYAHAN, HIRARKI, KOMODITAS UNGGULAN DAN PARTISIPASI MASYARAKAT PADA KAWASAN AGROPOLITAN ANALISIS PEWILAYAHAN, HIRARKI, KOMODITAS UNGGULAN DAN PARTISIPASI MASYARAKAT PADA KAWASAN AGROPOLITAN (Studi Kasus di Bungakondang Kabupaten Purbalingga) BUDI BASKORO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 32 TAHUN 2015 TENTANG SENTRA PRODUKSI PERIKANAN UNGGULAN DI KABUPATEN CIAMIS

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 32 TAHUN 2015 TENTANG SENTRA PRODUKSI PERIKANAN UNGGULAN DI KABUPATEN CIAMIS 1 BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 32 TAHUN 2015 TENTANG SENTRA PRODUKSI PERIKANAN UNGGULAN DI KABUPATEN CIAMIS Menimbang DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI CIAMIS

Lebih terperinci

ANALISIS PENGEMBANGAN KOMODITAS DI KAWASAN AGROPOLITAN BATUMARTA KABUPATEN OGAN KOMERING ULU ROSITADEVY

ANALISIS PENGEMBANGAN KOMODITAS DI KAWASAN AGROPOLITAN BATUMARTA KABUPATEN OGAN KOMERING ULU ROSITADEVY ANALISIS PENGEMBANGAN KOMODITAS DI KAWASAN AGROPOLITAN BATUMARTA KABUPATEN OGAN KOMERING ULU ROSITADEVY SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Lebih terperinci

5 PERUMUSAN STRATEGI PENGEMBANGAN PERIKANAN PANCING DENGAN RUMPON DI PERAIRAN PUGER, JAWA TIMUR

5 PERUMUSAN STRATEGI PENGEMBANGAN PERIKANAN PANCING DENGAN RUMPON DI PERAIRAN PUGER, JAWA TIMUR 45 Komposisi hasil tangkapan yang diperoleh armada pancing di perairan Puger adalah jenis yellowfin tuna. Seluruh hasil tangkapan tuna yang didaratkan tidak memenuhi kriteria untuk produk ekspor dengan

Lebih terperinci

SASARAN STRATEGIS PENGEMBANGAN MODEL KLUSTER INDUSTRI PERIKANAN TANGKAP

SASARAN STRATEGIS PENGEMBANGAN MODEL KLUSTER INDUSTRI PERIKANAN TANGKAP Marine Fisheries ISSN 2087-4235 Vol. 5, No. 2, November 2014 Hal: 109-118 SASARAN STRATEGIS PENGEMBANGAN MODEL KLUSTER INDUSTRI PERIKANAN TANGKAP Strategic objectives for Cluster Development Model of Capture

Lebih terperinci

8 BANGUNAN TEORI INTEGRASI AGROINDUSTRI

8 BANGUNAN TEORI INTEGRASI AGROINDUSTRI 8 BANGUNAN TEORI INTEGRASI AGROINDUSTRI Pengembangan agroindustri terintegrasi, seperti dikemukakan oleh Djamhari (2004) yakni ada keterkaitan usaha antara sektor hulu dan hilir secara sinergis dan produktif

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI SISTEM PERIKANAN TERI (STOLEPHORUS SPP) DI DESA SUNGSANG BANYUASIN SUMATERA SELATAN

IDENTIFIKASI SISTEM PERIKANAN TERI (STOLEPHORUS SPP) DI DESA SUNGSANG BANYUASIN SUMATERA SELATAN PG-122 IDENTIFIKASI SISTEM PERIKANAN TERI (STOLEPHORUS SPP) DI DESA SUNGSANG BANYUASIN SUMATERA SELATAN Fauziyah 1,, Khairul Saleh 2, Hadi 3, Freddy Supriyadi 4 1 PS Ilmu Kelautan Universitas Sriwijaya

Lebih terperinci

PELUANG EKSPOR TUNA SEGAR DARI PPI PUGER (TINJAUAN ASPEK KUALITAS DAN AKSESIBILITAS PASAR) AGUSTIN ROSS SKRIPSI

PELUANG EKSPOR TUNA SEGAR DARI PPI PUGER (TINJAUAN ASPEK KUALITAS DAN AKSESIBILITAS PASAR) AGUSTIN ROSS SKRIPSI PELUANG EKSPOR TUNA SEGAR DARI PPI PUGER (TINJAUAN ASPEK KUALITAS DAN AKSESIBILITAS PASAR) AGUSTIN ROSS SKRIPSI DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumberdaya perikanan di Kabupaten Gorontalo Utara meliputi perikanan tangkap dan perikanan budidaya.

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumberdaya perikanan di Kabupaten Gorontalo Utara meliputi perikanan tangkap dan perikanan budidaya. 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumberdaya perikanan di Kabupaten Gorontalo Utara meliputi perikanan tangkap dan perikanan budidaya. Salah satu potensi sumberdaya perikanan yang belum banyak dimanfaatkan

Lebih terperinci

KEBERADAAN FASILITAS KEPELABUHANAN DALAM MENUNJANG AKTIVITAS PANGKALAN PENDARATAN IKAN TANJUNGSARI, KABUPATEN PEMALANG, JAWA TENGAH NOVIANTI SKRIPSI

KEBERADAAN FASILITAS KEPELABUHANAN DALAM MENUNJANG AKTIVITAS PANGKALAN PENDARATAN IKAN TANJUNGSARI, KABUPATEN PEMALANG, JAWA TENGAH NOVIANTI SKRIPSI KEBERADAAN FASILITAS KEPELABUHANAN DALAM MENUNJANG AKTIVITAS PANGKALAN PENDARATAN IKAN TANJUNGSARI, KABUPATEN PEMALANG, JAWA TENGAH NOVIANTI SKRIPSI DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS

Lebih terperinci

EVALUASI POLA PENGELOLAAN TAMBAK INTI RAKYAT (TIR) YANG BERKELANJUTAN (KASUS TIR TRANSMIGRASI JAWAI KABUPATEN SAMBAS, KALIMANTAN BARAT)

EVALUASI POLA PENGELOLAAN TAMBAK INTI RAKYAT (TIR) YANG BERKELANJUTAN (KASUS TIR TRANSMIGRASI JAWAI KABUPATEN SAMBAS, KALIMANTAN BARAT) EVALUASI POLA PENGELOLAAN TAMBAK INTI RAKYAT (TIR) YANG BERKELANJUTAN (KASUS TIR TRANSMIGRASI JAWAI KABUPATEN SAMBAS, KALIMANTAN BARAT) BUDI SANTOSO C 25102021.1 SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

ANALISIS PENGELOLAAN SUMBERDAYA PERIKANAN DENGAN PEMBERDAYAAN EKONOMI MASYARAKAT PESISIR DI KECAMATAN PEMANGKAT KABUPATEN SAMBAS

ANALISIS PENGELOLAAN SUMBERDAYA PERIKANAN DENGAN PEMBERDAYAAN EKONOMI MASYARAKAT PESISIR DI KECAMATAN PEMANGKAT KABUPATEN SAMBAS ANALISIS PENGELOLAAN SUMBERDAYA PERIKANAN DENGAN PEMBERDAYAAN EKONOMI MASYARAKAT PESISIR DI KECAMATAN PEMANGKAT KABUPATEN SAMBAS SYARIF IWAN TARUNA ALKADRIE SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bergulirnya wacana otonomi daerah di Indonesia berdasarkan UU No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah menjadi stimulan berbagai daerah untuk mengembangkan daerah

Lebih terperinci

ANALISIS KEBERLANJUTAN PENGELOLAAN SUMBERDAYA LAUT GUGUS PULAU KALEDUPA BERBASIS PARTISIPASI MASYARAKAT S U R I A N A

ANALISIS KEBERLANJUTAN PENGELOLAAN SUMBERDAYA LAUT GUGUS PULAU KALEDUPA BERBASIS PARTISIPASI MASYARAKAT S U R I A N A ANALISIS KEBERLANJUTAN PENGELOLAAN SUMBERDAYA LAUT GUGUS PULAU KALEDUPA BERBASIS PARTISIPASI MASYARAKAT S U R I A N A SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS

Lebih terperinci

agribisnis untuk mencapai kesejahteraan wilayah pedesaan (prospherity oriented) (Bappeda Kabupaten Lampung Barat, 2002). Lebih lanjut Bappeda

agribisnis untuk mencapai kesejahteraan wilayah pedesaan (prospherity oriented) (Bappeda Kabupaten Lampung Barat, 2002). Lebih lanjut Bappeda 16 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada era otonomi daerah, pembangunan ekonomi menghadapi berbagai tantangan, baik dari dalam daerah maupun faktor eksternal, seperti masalah kesenjangan dan isu

Lebih terperinci

Penguatan Minapolitan dan Merebut Perikanan Selatan Jawa

Penguatan Minapolitan dan Merebut Perikanan Selatan Jawa Penguatan Minapolitan dan Merebut Perikanan Selatan Jawa Oleh: Akhmad Solihin Peneliti Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan Institut Pertanian Bogor Selatan Jawa yang menghadap Samudera Hindia adalah

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan perikanan tangkap pada hakekatnya ditujukan untuk meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan masyarakat khususnya nelayan, sekaligus untuk menjaga kelestarian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Unisba.Repository.ac.id

BAB I PENDAHULUAN. Unisba.Repository.ac.id BAB I PENDAHULUAN Segala sesuatu yang diciptakan Allah SWT di Bumi ini tiada lain untuk kesejahteraan umat manusia dan segenap makhluk hidup. Allah Berfirman dalam Al-Qur an Surat An-Nahl, ayat 14 yang

Lebih terperinci

EVALUASI POLA PENGELOLAAN TAMBAK INTI RAKYAT (TIR) YANG BERKELANJUTAN (KASUS TIR TRANSMIGRASI JAWAI KABUPATEN SAMBAS, KALIMANTAN BARAT)

EVALUASI POLA PENGELOLAAN TAMBAK INTI RAKYAT (TIR) YANG BERKELANJUTAN (KASUS TIR TRANSMIGRASI JAWAI KABUPATEN SAMBAS, KALIMANTAN BARAT) EVALUASI POLA PENGELOLAAN TAMBAK INTI RAKYAT (TIR) YANG BERKELANJUTAN (KASUS TIR TRANSMIGRASI JAWAI KABUPATEN SAMBAS, KALIMANTAN BARAT) BUDI SANTOSO C 25102021.1 SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

ANALISIS DAN STRATEGI PEMANFAATAN RUANG DI KABUPATEN CIAMIS, JAWA BARAT SANUDIN

ANALISIS DAN STRATEGI PEMANFAATAN RUANG DI KABUPATEN CIAMIS, JAWA BARAT SANUDIN ANALISIS DAN STRATEGI PEMANFAATAN RUANG DI KABUPATEN CIAMIS, JAWA BARAT SANUDIN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006 SURAT PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis dengan judul Analisis

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.44, 2013 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN. Industrialisasi. Kelautan. Perikanan. Pedoman. PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.27/MEN/2012

Lebih terperinci

ANALISIS KEPUASAN DAN LOYALITAS KONSUMEN DALAM PENGGUNAAN METODE PEMBAYARAN NON-TUNAI

ANALISIS KEPUASAN DAN LOYALITAS KONSUMEN DALAM PENGGUNAAN METODE PEMBAYARAN NON-TUNAI ANALISIS KEPUASAN DAN LOYALITAS KONSUMEN DALAM PENGGUNAAN METODE PEMBAYARAN NON-TUNAI (PREPAID CARD) LOVITA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012 SURAT PERNYATAAN Saya menyatakan dengan

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki wilayah perairan yang luas, yaitu sekitar 3,1 juta km 2 wilayah perairan territorial dan 2,7 juta km 2 wilayah perairan zona ekonomi eksklusif (ZEE)

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Agropolitan

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Agropolitan 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Agropolitan Pada dasarnya, konsep agropolitan hampir sama dengan konsep minapolitan yaitu pengembangan sistem pengelolaan sumber daya berbasis wilayah dan pengembangan produk

Lebih terperinci

ANALISIS RISIKO USAHA PERIKANAN TANGKAP SKALA KECIL DI PALABUHANRATU DEWI EKASARI

ANALISIS RISIKO USAHA PERIKANAN TANGKAP SKALA KECIL DI PALABUHANRATU DEWI EKASARI ANALISIS RISIKO USAHA PERIKANAN TANGKAP SKALA KECIL DI PALABUHANRATU DEWI EKASARI SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 ANALISIS RISIKO USAHA PERIKANAN TANGKAP SKALA KECIL DI PALABUHANRATU

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG I - 1 LAPORAN AKHIR D O K U M E N

PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG I - 1 LAPORAN AKHIR D O K U M E N 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Pendekatan pembangunan yang lebih menonjolkan pertumbuhan ekonomi secara cepat tidak dapat dipungkiri dan telah mengakibatkan pertumbuhan di perkotaan melampaui kawasan

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI LAHAN KRITIS DALAM KAITANNYA DENGAN PENATAAN RUANG DAN KEGIATAN REHABILITASI LAHAN DI KABUPATEN SUMEDANG DIAN HERDIANA

IDENTIFIKASI LAHAN KRITIS DALAM KAITANNYA DENGAN PENATAAN RUANG DAN KEGIATAN REHABILITASI LAHAN DI KABUPATEN SUMEDANG DIAN HERDIANA IDENTIFIKASI LAHAN KRITIS DALAM KAITANNYA DENGAN PENATAAN RUANG DAN KEGIATAN REHABILITASI LAHAN DI KABUPATEN SUMEDANG DIAN HERDIANA PROGRAM STUDI ILMU PERENCANAAN WILAYAH SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT

Lebih terperinci

BAB VI SASARAN, INISITIF STRATEJIK DAN PROGRAM PEMBANGUNAN KEMENTERIAN KOPERASI DAN UKM

BAB VI SASARAN, INISITIF STRATEJIK DAN PROGRAM PEMBANGUNAN KEMENTERIAN KOPERASI DAN UKM BAB VI SASARAN, INISITIF STRATEJIK DAN PROGRAM PEMBANGUNAN KEMENTERIAN KOPERASI DAN UKM A. SASARAN STRATEJIK yang ditetapkan Koperasi dan UKM selama periode tahun 2005-2009 disusun berdasarkan berbagai

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI REJANG LEBONG NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PENETAPAN KAWASAN STRATEGIS CEPAT TUMBUH DI KABUPATEN REJANG LEBONG BUPATI REJANG LEBONG,

PERATURAN BUPATI REJANG LEBONG NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PENETAPAN KAWASAN STRATEGIS CEPAT TUMBUH DI KABUPATEN REJANG LEBONG BUPATI REJANG LEBONG, PERATURAN BUPATI REJANG LEBONG NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PENETAPAN KAWASAN STRATEGIS CEPAT TUMBUH DI KABUPATEN REJANG LEBONG BUPATI REJANG LEBONG, Menimbang : a. bahwa dalam rangka mendorong percepatan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 29 TAHUN 2008 TENTANG PENGEMBANGAN KAWASAN STRATEGIS CEPAT TUMBUH DI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 29 TAHUN 2008 TENTANG PENGEMBANGAN KAWASAN STRATEGIS CEPAT TUMBUH DI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 29 TAHUN 2008 TENTANG PENGEMBANGAN KAWASAN STRATEGIS CEPAT TUMBUH DI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI DALAM NEGERI, Menimbang : a. bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara dengan dua per tiga wilayahnya berupa perairan dan mempunyai potensi sumber daya ikan sekitar 6,4 juta ton/tahun. Dengan besarnya potensi tersebut

Lebih terperinci

ALUR PIKIR DAN ENAM PILAR PENGEMBANGAN HORTIKULTURA

ALUR PIKIR DAN ENAM PILAR PENGEMBANGAN HORTIKULTURA ALUR PIKIR DAN ENAM PILAR PENGEMBANGAN HORTIKULTURA ENAM PILAR PENGEMBANGAN HORTIKULTURA 1. Pengembangan kawasan agribisnis hortikultura. 2. Penerapan budidaya pertanian yang baik / Good Agriculture Practices

Lebih terperinci

ANALISIS EKOLOGI-EKONOMI UNTUK PERENCANAAN PEMBANGUNAN PERIKANAN BUDIDAYA BERKELANJUTAN DI WILAYAH PESISIR PROVINSI BANTEN YOGA CANDRA DITYA

ANALISIS EKOLOGI-EKONOMI UNTUK PERENCANAAN PEMBANGUNAN PERIKANAN BUDIDAYA BERKELANJUTAN DI WILAYAH PESISIR PROVINSI BANTEN YOGA CANDRA DITYA ANALISIS EKOLOGI-EKONOMI UNTUK PERENCANAAN PEMBANGUNAN PERIKANAN BUDIDAYA BERKELANJUTAN DI WILAYAH PESISIR PROVINSI BANTEN YOGA CANDRA DITYA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 ABSTRACT

Lebih terperinci

ANALISIS MANFAAT KEMITRAAN DALAM MENGELOLA HUTAN BERSAMA MASYARAKAT (MHBM) DALAM PEMBANGUNAN HUTAN TANAMAN INDUSTRI DI PROVINSI SUMATERA SELATAN

ANALISIS MANFAAT KEMITRAAN DALAM MENGELOLA HUTAN BERSAMA MASYARAKAT (MHBM) DALAM PEMBANGUNAN HUTAN TANAMAN INDUSTRI DI PROVINSI SUMATERA SELATAN ANALISIS MANFAAT KEMITRAAN DALAM MENGELOLA HUTAN BERSAMA MASYARAKAT (MHBM) DALAM PEMBANGUNAN HUTAN TANAMAN INDUSTRI DI PROVINSI SUMATERA SELATAN WULANING DIYAH SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

8 KEBIJAKAN STRATEGIS PENGEMBANGAN PERIKANAN

8 KEBIJAKAN STRATEGIS PENGEMBANGAN PERIKANAN 8 KEBIJAKAN STRATEGIS PENGEMBANGAN PERIKANAN 8.1 Perumusan Kebijakan Strategis Pengembangan Perikanan Kajian Pengembangan Perikanan Berbasis Karakteristik Spesifik dari Potensi Daerah menghasilkan dua

Lebih terperinci

KINERJA PENGAWAS KAPAL PERIKANAN (STUDI KASUS DI PELABUHAN PERIKANAN SAMUDERA NIZAM ZACHMAN JAKARTA) AHMAD MANSUR

KINERJA PENGAWAS KAPAL PERIKANAN (STUDI KASUS DI PELABUHAN PERIKANAN SAMUDERA NIZAM ZACHMAN JAKARTA) AHMAD MANSUR KINERJA PENGAWAS KAPAL PERIKANAN (STUDI KASUS DI PELABUHAN PERIKANAN SAMUDERA NIZAM ZACHMAN JAKARTA) AHMAD MANSUR SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 PERNYATAAN MENGENAI TESIS Dengan

Lebih terperinci

PEDOMAN UMUM MONITORING, EVALUASI, DAN PELAPORAN MINAPOLITAN BAB I PENDAHULUAN

PEDOMAN UMUM MONITORING, EVALUASI, DAN PELAPORAN MINAPOLITAN BAB I PENDAHULUAN 5 LAMPIRAN PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15/PERMEN-KP/2014 TENTANG PEDOMAN UMUM MONITORING, EVALUASI, DAN PELAPORAN MINAPOLITAN PEDOMAN UMUM MONITORING, EVALUASI, DAN

Lebih terperinci

WALIKOTA PEKALONGAN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 10 TAHUN 2017 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PEMBERDAYAAN NELAYAN

WALIKOTA PEKALONGAN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 10 TAHUN 2017 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PEMBERDAYAAN NELAYAN WALIKOTA PEKALONGAN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 10 TAHUN 2017 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PEMBERDAYAAN NELAYAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PEKALONGAN, Menimbang

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI SUMBERDAYA PERIKANAN DI PERAIRAN PEMANGKAT KABUPATEN SAMBAS EKA SUPRIANI

KAJIAN EKONOMI SUMBERDAYA PERIKANAN DI PERAIRAN PEMANGKAT KABUPATEN SAMBAS EKA SUPRIANI KAJIAN EKONOMI SUMBERDAYA PERIKANAN DI PERAIRAN PEMANGKAT KABUPATEN SAMBAS EKA SUPRIANI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 ii PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada hakekatnya tujuan pembangunan adalah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan mengurangi ketimpangan kesejahteraan antar kelompok masyarakat dan wilayah. Namun

Lebih terperinci

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BINA PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DAN PERHUTANAN SOSIAL NOMOR: P. 1 /V-SET/2014 TENTANG

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BINA PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DAN PERHUTANAN SOSIAL NOMOR: P. 1 /V-SET/2014 TENTANG PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BINA PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DAN PERHUTANAN SOSIAL NOMOR: P. 1 /V-SET/2014 TENTANG PEDOMAN TEKNIS PEMBENTUKAN SENTRA HASIL HUTAN BUKAN KAYU UNGGULAN DIREKTUR JENDERAL

Lebih terperinci

KAJIAN REHABILITASI SUMBERDAYA DAN PENGEMBANGAN KAWASAN PESISIR PASCA TSUNAMI DI KECAMATAN PULO ACEH KABUPATEN ACEH BESAR M.

KAJIAN REHABILITASI SUMBERDAYA DAN PENGEMBANGAN KAWASAN PESISIR PASCA TSUNAMI DI KECAMATAN PULO ACEH KABUPATEN ACEH BESAR M. KAJIAN REHABILITASI SUMBERDAYA DAN PENGEMBANGAN KAWASAN PESISIR PASCA TSUNAMI DI KECAMATAN PULO ACEH KABUPATEN ACEH BESAR M. MUNTADHAR SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 SURAT PERNYATAAN

Lebih terperinci

PENYUSUNAN MASTERPLAN MINAPOLITAN KABUPATEN BONDOWOSO. Endang Siswati

PENYUSUNAN MASTERPLAN MINAPOLITAN KABUPATEN BONDOWOSO. Endang Siswati PENYUSUNAN MASTERPLAN MINAPOLITAN KABUPATEN BONDOWOSO Endang Siswati ABSTRAK Judul Penelitian Penyusunan Masterplan Minapolitan Kabupaten Bondowoso. Tujuan dari penelitian ini adalah Meningkatkan produksi,

Lebih terperinci

BUPATI KEBUMEN PERATURAN BUPATI KEBUMEN NOMOR 72 TAHUN 2008 TENTANG

BUPATI KEBUMEN PERATURAN BUPATI KEBUMEN NOMOR 72 TAHUN 2008 TENTANG BUPATI KEBUMEN PERATURAN BUPATI KEBUMEN NOMOR 72 TAHUN 2008 TENTANG RINCIAN TUGAS POKOK, FUNGSI DAN TATA KERJA DINAS PETERNAKAN, PERIKANAN DAN KELAUTAN KABUPATEN KEBUMEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

V. PENDEKATAN SISTEM 5.1. Analisis Kebutuhan Pengguna 1.) Petani

V. PENDEKATAN SISTEM 5.1. Analisis Kebutuhan Pengguna 1.) Petani V. PENDEKATAN SISTEM Sistem merupakan kumpulan gugus atau elemen yang saling berinteraksi dan terorganisasi untuk mencapai suatu tujuan atau serangkaian tujuan. Pendekatan sistem merupakan metode pemecahan

Lebih terperinci

Peluang pasar ekspor komoditas ikan layur dari Pelabuhan Perikanan Nusantara Palabuhanratu Jawa Barat

Peluang pasar ekspor komoditas ikan layur dari Pelabuhan Perikanan Nusantara Palabuhanratu Jawa Barat Prosiding Seminar Nasional Ikan ke 8 Peluang pasar ekspor komoditas ikan layur dari Pelabuhan Perikanan Nusantara Palabuhanratu Jawa Barat Tri Wiji Nurani 1, Ardani 2, Ernani Lubis 1 1 Dosen pada Departemen

Lebih terperinci

EVALUASI KINERJA KEUANGAN SATUAN USAHA KOMERSIAL PERGURUAN TINGGI NEGERI BADAN HUKUM DARSONO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014

EVALUASI KINERJA KEUANGAN SATUAN USAHA KOMERSIAL PERGURUAN TINGGI NEGERI BADAN HUKUM DARSONO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014 1 EVALUASI KINERJA KEUANGAN SATUAN USAHA KOMERSIAL PERGURUAN TINGGI NEGERI BADAN HUKUM DARSONO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA

Lebih terperinci

EVALUASI POTENSI OBYEK WISATA AKTUAL DI KABUPATEN AGAM SUMATERA BARAT UNTUK PERENCANAAN PROGRAM PENGEMBANGAN EDWIN PRAMUDIA

EVALUASI POTENSI OBYEK WISATA AKTUAL DI KABUPATEN AGAM SUMATERA BARAT UNTUK PERENCANAAN PROGRAM PENGEMBANGAN EDWIN PRAMUDIA EVALUASI POTENSI OBYEK WISATA AKTUAL DI KABUPATEN AGAM SUMATERA BARAT UNTUK PERENCANAAN PROGRAM PENGEMBANGAN EDWIN PRAMUDIA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 SURAT PERNYATAAN Dengan

Lebih terperinci

TINGKAT KEPUASAN NELAYAN TERHADAP PELAYANAN PENYEDIAAN KEBUTUHAN MELAUT DI PELABUHAN PERIKANAN NUSANTARA (PPN) SIBOLGA SUMATERA UTARA

TINGKAT KEPUASAN NELAYAN TERHADAP PELAYANAN PENYEDIAAN KEBUTUHAN MELAUT DI PELABUHAN PERIKANAN NUSANTARA (PPN) SIBOLGA SUMATERA UTARA 1 TINGKAT KEPUASAN NELAYAN TERHADAP PELAYANAN PENYEDIAAN KEBUTUHAN MELAUT DI PELABUHAN PERIKANAN NUSANTARA (PPN) SIBOLGA SUMATERA UTARA Oleh : SAMSU RIZAL HAMIDI PANGGABEAN C54104008 Skripsi Sebagai salah

Lebih terperinci

Peningkatan Daya Saing Industri Manufaktur

Peningkatan Daya Saing Industri Manufaktur XII Peningkatan Daya Saing Industri Manufaktur Globalisasi ekonomi menuntut produk Jawa Timur mampu bersaing dengan produk sejenis dari negara lain, baik di pasar lokal maupun pasar internasional. Kurang

Lebih terperinci

VI. RANCANGAN PROGRAM PENANGGULANGAN KEMISKINAN MELALUI PENGEMBANGAN PETERNAKAN

VI. RANCANGAN PROGRAM PENANGGULANGAN KEMISKINAN MELALUI PENGEMBANGAN PETERNAKAN VI. RANCANGAN PROGRAM PENANGGULANGAN KEMISKINAN MELALUI PENGEMBANGAN PETERNAKAN Paradigma pembangunan saat ini lebih mengedepankan proses partisipatif dan terdesentralisasi, oleh karena itu dalam menyusun

Lebih terperinci

I.1. Latar Belakang strategi Permasalahan Dari sisi pertanian

I.1. Latar Belakang strategi  Permasalahan Dari sisi pertanian 1 I. PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Sebagai industri yang mengolah hasil pertanian, yang menggunakan dan memberi nilai tambah pada produk pertanian secara berkelanjutan maka agroindustri merupakan tumpuan

Lebih terperinci

RENCANA STRATEGI KEGIATAN INTEGRATED COASTAL MANAGEMENT DI KABUPATEN SUKABUMI

RENCANA STRATEGI KEGIATAN INTEGRATED COASTAL MANAGEMENT DI KABUPATEN SUKABUMI RENCANA STRATEGI KEGIATAN INTEGRATED COASTAL MANAGEMENT DI KABUPATEN SUKABUMI Kerjasama BPLHD Propinsi Jawa Barat BLH Kabupaten Sukabumi PKSPL IPB Oleh: Yudi Wahyudin, S.Pi. Mujio, S.Pi. Renstra ICM 1

Lebih terperinci

ANALISIS PANGSA PASAR DAN TATANIAGA KOPI ARABIKA DI KABUPATEN TANA TORAJA DAN ENREKANG, SULAWESI SELATAN IMA AISYAH SALLATU

ANALISIS PANGSA PASAR DAN TATANIAGA KOPI ARABIKA DI KABUPATEN TANA TORAJA DAN ENREKANG, SULAWESI SELATAN IMA AISYAH SALLATU ANALISIS PANGSA PASAR DAN TATANIAGA KOPI ARABIKA DI KABUPATEN TANA TORAJA DAN ENREKANG, SULAWESI SELATAN IMA AISYAH SALLATU SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006 SURAT PERNYATAAN Saya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. daerah, masalah pertumbuhan ekonomi masih menjadi perhatian yang penting. Hal ini

I. PENDAHULUAN. daerah, masalah pertumbuhan ekonomi masih menjadi perhatian yang penting. Hal ini I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam menilai keberhasilan pembangunan dan upaya memperkuat daya saing ekonomi daerah, masalah pertumbuhan ekonomi masih menjadi perhatian yang penting. Hal ini dikarenakan

Lebih terperinci

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN DAN METODOLOGI

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN DAN METODOLOGI BAB III KERANGKA PEMIKIRAN DAN METODOLOGI 3.1 Kerangka Berpikir Kerangka berpikir Arahan Strategi Pengembangan Wilayah Berdasarkan Komoditas Unggulan yang Berdaya saing di Kabupaten Indramayu sebagai kawasan

Lebih terperinci

PEMBERDAYAAN EKONOMI MASYARAKAT DALAM KONSEP MINAPOLITAN

PEMBERDAYAAN EKONOMI MASYARAKAT DALAM KONSEP MINAPOLITAN EXECUTIVE SUMMARY PENELITIAN INDIVIDU PEMBERDAYAAN EKONOMI MASYARAKAT DALAM KONSEP MINAPOLITAN Oleh: Edmira Rivani, S.Si., M.Stat. Peneliti Bidang Ekonomi dan Kebijakan Publik PUSAT PENELITIAN BADAN KEAHLIAN

Lebih terperinci

ANALISIS KETERKAITAN POLA PENGANGGARAN, SEKTOR UNGGULAN, DAN SUMBERDAYA DASAR UNTUK OPTIMALISASI KINERJA PEMBANGUNAN DAERAH

ANALISIS KETERKAITAN POLA PENGANGGARAN, SEKTOR UNGGULAN, DAN SUMBERDAYA DASAR UNTUK OPTIMALISASI KINERJA PEMBANGUNAN DAERAH ANALISIS KETERKAITAN POLA PENGANGGARAN, SEKTOR UNGGULAN, DAN SUMBERDAYA DASAR UNTUK OPTIMALISASI KINERJA PEMBANGUNAN DAERAH (Studi Kasus Kota Batu Provinsi Jawa Timur) FATCHURRAHMAN ASSIDIQQI SEKOLAH PASCASARJANA

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dimanfaatkan secara optimal dapat menjadi penggerak utama (prime mover)

I. PENDAHULUAN. dimanfaatkan secara optimal dapat menjadi penggerak utama (prime mover) I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagai negara kepulauan, Indonesia yang memiliki lebih dari 17.000 pulau dan 81.000 km panjang garis pantai, memiliki potensi beragam sumberdaya pesisir dan laut yang

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Wacana mengenai upaya meningkatkan pertumbuhan ekonomi di negara-negara berkembang semakin mengarah pada kebijakan untuk menciptakan kawasan-kawasan terpadu sebagai cara

Lebih terperinci

UPAYA PENGEMBANGAN MINAPOLITAN KABUPATEN CILACAP MELALUI KONSEP BLUE ECONOMY

UPAYA PENGEMBANGAN MINAPOLITAN KABUPATEN CILACAP MELALUI KONSEP BLUE ECONOMY UPAYA PENGEMBANGAN MINAPOLITAN KABUPATEN CILACAP MELALUI KONSEP BLUE ECONOMY Oleh: Kevin Yoga Permana Sub: Pengembangan Minapolitan di Kabupaten Cilacap Tanpa tindakan konservasi dan pengelolaan, sektor

Lebih terperinci

SEMINAR NASIONAL Dinamika Pembangunan Pertanian dan Pedesaan: Mencari Alternatif Arah Pengembangan Ekonomi Rakyat.

SEMINAR NASIONAL Dinamika Pembangunan Pertanian dan Pedesaan: Mencari Alternatif Arah Pengembangan Ekonomi Rakyat. SEMINAR NASIONAL Dinamika Pembangunan Pertanian dan Pedesaan: Mencari Alternatif Arah Pengembangan Ekonomi Rakyat Rumusan Sementara A. Pendahuluan 1. Dinamika impelementasi konsep pembangunan, belakangan

Lebih terperinci

AKSELERASI INDUSTRIALISASI TAHUN Disampaikan oleh : Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian

AKSELERASI INDUSTRIALISASI TAHUN Disampaikan oleh : Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian AKSELERASI INDUSTRIALISASI TAHUN 2012-2014 Disampaikan oleh : Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian Jakarta, 1 Februari 2012 Daftar Isi I. LATAR BELAKANG II. ISU STRATEGIS DI SEKTOR INDUSTRI III.

Lebih terperinci

PEDOMAN UMUM INDUSTRIALISASI KELAUTAN DAN PERIKANAN

PEDOMAN UMUM INDUSTRIALISASI KELAUTAN DAN PERIKANAN 2013, No.44 10 LAMPIRAN PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.27/MEN/2012 TENTANG PEDOMAN UMUM INDUSTRIALISASI KELAUTAN DAN PERIKANAN PEDOMAN UMUM INDUSTRIALISASI KELAUTAN

Lebih terperinci

3. METODOLOGI PENELITIAN

3. METODOLOGI PENELITIAN 20 3. METODOLOGI PENELITIAN Kerangka Pemikiran Penelitian Pengembangan agroindustri udang merupakan hal yang sangat penting dalam siklus rantai komoditas udang. Pentingnya keberadaan agroindustri udang

Lebih terperinci

STRATEGI PENGELOLAAN PERIKANAN JARING ARAD YANG BERBASIS DI KOTA TEGAL BENI PRAMONO

STRATEGI PENGELOLAAN PERIKANAN JARING ARAD YANG BERBASIS DI KOTA TEGAL BENI PRAMONO STRATEGI PENGELOLAAN PERIKANAN JARING ARAD YANG BERBASIS DI KOTA TEGAL BENI PRAMONO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006 ABSTRAK BENI PRAMONO. Strategi Pengelolaan Perikanan Jaring

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kota Jambi RPJMD KOTA JAMBI TAHUN

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kota Jambi RPJMD KOTA JAMBI TAHUN BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan daerah merupakan proses perubahan kearah yang lebih baik, mencakup seluruh dimensi kehidupan masyarakat suatu daerah dalam upaya meningkatkan kesejahteraan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pembangunan nasional, baik berupa sumbangan langsung seperti peningkatan

I. PENDAHULUAN. pembangunan nasional, baik berupa sumbangan langsung seperti peningkatan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan pertanian telah memberikan sumbangan besar dalam pembangunan nasional, baik berupa sumbangan langsung seperti peningkatan ketahanan pangan nasional, pembentukan

Lebih terperinci

BAB X PEDOMAN TRANSISI DAN KAIDAH PELAKSANAAN. roses pembangunan pada dasarnya merupakan proses yang berkesinambungan,

BAB X PEDOMAN TRANSISI DAN KAIDAH PELAKSANAAN. roses pembangunan pada dasarnya merupakan proses yang berkesinambungan, BAB X PEDOMAN TRANSISI DAN KAIDAH PELAKSANAAN 10.1. Program Transisii P roses pembangunan pada dasarnya merupakan proses yang berkesinambungan, berlangsung secara terus menerus. RPJMD Kabupaten Kotabaru

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan. dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan. dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan daerah merupakan bagian dari pembangunan nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki sektor pertanian yang terus dituntut berperan dalam

1. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki sektor pertanian yang terus dituntut berperan dalam 1 1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Indonesia memiliki sektor pertanian yang terus dituntut berperan dalam perekonomian nasional melalui pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB), perolehan devisa,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan perikanan sebagai bagian dari pembangunan ekonomi nasional mempunyai tujuan antara lain untuk meningkatkan taraf hidup serta kesejahteraan nelayan. Pembangunan

Lebih terperinci

KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN

KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN VIII. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN 8.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil kajian mengenai strategi pengembangan ekonomi lokal di Kabupaten Pacitan, maka prioritas strategi yang direkomendasikan untuk mendukung

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 1997 TENTANG KETRANSMIGRASIAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 1997 TENTANG KETRANSMIGRASIAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 1997 TENTANG KETRANSMIGRASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia sebagai negara kepulauan dengan luas lautan hampir 70% dari total luas wilayahnya, memiliki keberagaman dan kekayaan sumber daya laut yang berlimpah. Pemanfaatan

Lebih terperinci

MINAPOLITAN DAN DESA LIMBANGAN, KETIKA KONSEP sdpembangunan DAN POTENSI KAWASAN DISATUKANcd ( oleh : Adi Wibowo)

MINAPOLITAN DAN DESA LIMBANGAN, KETIKA KONSEP sdpembangunan DAN POTENSI KAWASAN DISATUKANcd ( oleh : Adi Wibowo) MINAPOLITAN DAN DESA LIMBANGAN, KETIKA KONSEP sdpembangunan DAN POTENSI KAWASAN DISATUKANcd ( oleh : Adi Wibowo) Minapolitan mungkin merupakan istilah yang asing bagi masyarakat umum, namun bagi pelaku

Lebih terperinci

KETERKAITAN SEKTOR UNGGULAN DAN KARAKTERISTIK TIPOLOGI WILAYAH DALAM PENGEMBANGAN KAWASAN STRATEGIS

KETERKAITAN SEKTOR UNGGULAN DAN KARAKTERISTIK TIPOLOGI WILAYAH DALAM PENGEMBANGAN KAWASAN STRATEGIS KETERKAITAN SEKTOR UNGGULAN DAN KARAKTERISTIK TIPOLOGI WILAYAH DALAM PENGEMBANGAN KAWASAN STRATEGIS Studi Kasus Kawasan Kedungsapur di Provinsi Jawa Tengah DYAH KUSUMAWATI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT

Lebih terperinci

Pemantapan Sistem Penyuluhan Perikanan Menunjang lndustrialisasi Kelautan dan Perikanan: Isu dan Permasalahannya serta Saran Pemecahannya 1

Pemantapan Sistem Penyuluhan Perikanan Menunjang lndustrialisasi Kelautan dan Perikanan: Isu dan Permasalahannya serta Saran Pemecahannya 1 Pemantapan Sistem Penyuluhan Perikanan Menunjang lndustrialisasi Kelautan dan Perikanan: Isu dan Permasalahannya serta Saran Pemecahannya 1 Oleh: Mochamad Wekas Hudoyo, APi, MPS Anggota Komisi Penyuluhan

Lebih terperinci

MEMUTUSKAN : Menetapkan : PERATURAN WALIKOTA TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS, FUNGSI, DAN TATA KERJA DINAS KELAUTAN DAN PERIKANAN.

MEMUTUSKAN : Menetapkan : PERATURAN WALIKOTA TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS, FUNGSI, DAN TATA KERJA DINAS KELAUTAN DAN PERIKANAN. PERATURAN WALIKOTA PADANG NOMOR 85 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS, FUNGSI, DAN TATA KERJA DINAS KELAUTAN DAN PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PADANG, Menimbang

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengembangan Wilayah

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengembangan Wilayah 8 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengembangan Wilayah Pengembangan wilayah merupakan tindakan yang dilakukan pemerintah untuk mencapai suatu tujuan yang menguntungkan wilayah tersebut dengan meningkatkan pemanfaatan

Lebih terperinci

3 METODOLOGI PENELITIAN

3 METODOLOGI PENELITIAN 18 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Pelaksanaan penelitian dilakukan pada bulan September-November 2010 di Pangkalan Pendaratan Ikan Meulaboh Kabupaten Aceh Barat Pemerintahan Aceh

Lebih terperinci

STRATEGI PENGELOLAAN PARIWISATA PESISIR DI SENDANG BIRU KABUPATEN MALANG PROPINSI JAWA TIMUR MUHAMMAD ZIA UL HAQ

STRATEGI PENGELOLAAN PARIWISATA PESISIR DI SENDANG BIRU KABUPATEN MALANG PROPINSI JAWA TIMUR MUHAMMAD ZIA UL HAQ STRATEGI PENGELOLAAN PARIWISATA PESISIR DI SENDANG BIRU KABUPATEN MALANG PROPINSI JAWA TIMUR MUHAMMAD ZIA UL HAQ SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini merupakan studi kasus di Frida Agro yang terletak di Lembang, Kabupaten Bandung. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja dengan pertimbangan

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ruang wilayah Negara Kesatuan Republik

Lebih terperinci

EVALUASI POTENSI OBYEK WISATA AKTUAL DI KABUPATEN AGAM SUMATERA BARAT UNTUK PERENCANAAN PROGRAM PENGEMBANGAN EDWIN PRAMUDIA

EVALUASI POTENSI OBYEK WISATA AKTUAL DI KABUPATEN AGAM SUMATERA BARAT UNTUK PERENCANAAN PROGRAM PENGEMBANGAN EDWIN PRAMUDIA EVALUASI POTENSI OBYEK WISATA AKTUAL DI KABUPATEN AGAM SUMATERA BARAT UNTUK PERENCANAAN PROGRAM PENGEMBANGAN EDWIN PRAMUDIA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 SURAT PERNYATAAN Dengan

Lebih terperinci

4. ANALISIS SISTEM 4.1 Kondisi Situasional

4. ANALISIS SISTEM 4.1 Kondisi Situasional 83 4. ANALISIS SISTEM 4.1 Kondisi Situasional Produktivitas gula yang cenderung terus mengalami penurunan disebabkan efisiensi industri gula secara keseluruhan, mulai dari pertanaman tebu hingga pabrik

Lebih terperinci

3.1 Penilaian Terhadap Sistem Perekonomian / Agribisnis

3.1 Penilaian Terhadap Sistem Perekonomian / Agribisnis 3.1 Penilaian Terhadap Sistem Perekonomian / Agribisnis 3.1.1 Kelembagaan Agro Ekonomi Kelembagaan agro ekonomi yang dimaksud adalah lembaga-lembaga yang berfungsi sebagai penunjang berlangsungnya kegiatan

Lebih terperinci

BAB.I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB.I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB.I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi sebagai salah satu indikator keberhasilan pelaksanaan pembangunan yang selama ini dicapai menunjukkan angka yang cukup menggembirakan. Namun jika

Lebih terperinci