TINJAUAN PUSTAKA Yogurt

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "TINJAUAN PUSTAKA Yogurt"

Transkripsi

1 4 TINJAUAN PUSTAKA Yogurt Yogurt adalah produk susu yang dihasilkan dari fermentasi susu. Fermentasi gula susu (laktosa) menghasilkan asam laktat yang berperan memberikan sifat karakteristik tekstur dan rasa pada yogurt (Arican dan Andic 2011). Yogurt didefinisikan sebagai produk yang diperoleh dari fermentasi susu dan atau susu rekonstruksi dengan menggunakan bakteri Lactobacillus bulgaricus dan Streptococcus thermophillus dan atau bakteri asam laktat lain yang sesuai, dengan atau penambahan bahan pangan lain dan bahan tambahan pangan yang diizinkan (BSN 2009). Konsumsi yogurt oleh manusia dapat meningkatkan kesehatan karena memiliki nilai gizi yang tinggi terutama untuk kesehatan pencernaan (Oyeleke 2009). Konsumsi yogurt secara teratur dapat digunakan sebagi terapi dalam mengurangi keparahan sulit buang air besar (Sairanen et al. 2007; Hongisto et al. 2006). Produk ini dapat dikonsumsi oleh penderita intoleransi laktosa, yaitu ketidakmampuan atau ketidakcukupan tubuh dalam mengabsorbsi laktosa (gula susu) akibat kekurangan enzim laktase. Proses pengolahan susu menjadi yogurt dapat menurunkan kadar laktosa sekitar 30%, sehingga jika dikonsumsi oleh penderita intoleransi laktosa tidak akan menyebabkan timbulnya gejala-gejala yang merugikan. Yogurt juga mampu menurunkan kolesterol darah, menjaga kesehatan lambung, dan mencegah kanker saluran pencernaan (Winarno dan Fernandez 2007). Oleh sebab itu, pengolahan susu segar menjadi yogurt sangat potensial untuk memenuhi kebutuhan masyarakat akan protein hewani maupun menunjang kesehatan. Pada dasarnya pembuatan yogurt meliputi pemanasan susu, pendinginan, inokulasi, dan inkubasi susu tersebut. Pengolahan yogurt dimulai dengan persiapan starter atau kultur, yaitu membiakkan kultur murni S. thermophilus dan L. bulgaricus kemudian mencampurkannya sebelum diinokulasi pada susu yang akan difermentasi. Susu dipanaskan pada suhu C sekitar menit. Kemudian didinginkan sampai 43 C dan diinokulasi dengan 2 3% kultur campuran S. thermophilus dan L. bulgaricus dan diinkubasi pada suhu 43 C

2 5 selama 3-6 jam sampai diperoleh keasaman yang diinginkan yaitu persen (asam laktat) dengan nilai ph Setelah itu produk didinginkan sampai suhu 5 C (Winarno dan Fernandez 2007; Ray 2004). Kerusakan dan Penurunan Mutu Yogurt Yogurt merupakan produk pangan yang mudah terkontaminasi oleh mikroorganisme (Montagna et al. 1998). Kontaminasi mikroorganisme pada yogurt dapat menyebabkan kerusakan dan penurunan mutu yogurt. Kerusakan dan penurunan mutu yogurt biasanya disebabkan oleh kontaminasi silang dari udara pada ruang pengemasan, peralatan untuk pengisian, buah-buahan atau sirup yang ditambahkan dan kontaminasi wadah pengemas. Kerusakan yogurt umumnya disebabkan oleh kontaminasi mikroorganisme, khususnya adalah kapang dan khamir yang relaif tahan asam. Kontaminasi kapang dan khamir pada umumnya terkait dengan praktik higiene yang buruk selama proses pengemasan (Moreira et al. 2001). Kondisi pertumbuhan seperti ph yang rendah, kadar kelembaban yang rendah, dan tingginya kadar garam tidak cocok untuk beberapa spesies bakteri. Mikroorganisme perusak seperti kapang dan khamir umumnya kurang sensitif terhadap faktor-faktor lingkungan sehingga masih mungkin tumbuh dan berkembang di dalam yogurt (Rahman et al. 1992). Khamir dapat menyebabkan beberapa kerusakan pada rasa, bau, dan tekstur. Perubahan tersebut terjadi akibat aktivitas metabolik yang tergantung pada degradasi laktosa atau senyawa dari hidrolisisnya, sekresi enzim lipolitik dan proteolitik, asimilasi garam organik, dan kemampuan untuk berkembang biak pada suhu rendah (5-10 C) (Salomskiene dan Macioniene 2009). Menurut Sugiarto (1997), umumnya kerusakan pada produk yogurt adalah terjadinya penyimpangan ph, bau busuk, terbentuknya whey serta timbulnya gas. Bentuk kerusakan lain adalah kerusakan yang ditimbulkan oleh kapang dan khamir. Kerusakan oleh kapang dan khamir dapat diketahui secara visual misalnya timbulnya miselium dan spora, bau yang menyimpang, dan dapat pula diketahui dengan pemeriksaan secara mikroskopis. Kerusakan oleh bakteri

3 6 biasanya disebabkan oleh bakteri Gram negatif seperti Bacillus spp, Acetobacter yang dapat menyebabkan pembusukan pada produk. Pengemasan Yogurt Kemasan merupakan bahan yang digunakan untuk mewadahi dan atau membungkus pangan, baik yang bersentuhan langsung dengan pangan maupun tidak (BPOM 1996). Prinsip atau tujuan pengemasan produk makanan adalah untuk melindungi produk makanan dari pengaruh lingkungan dan kerusakan (Marsh dan Bugusu 2007). Fungsi utama kemasan adalah melindungi dan mencegah produk pangan dari kontaminasi (Robertson 2006). Fungsi ini melibatkan perpanjangan umur simpan, memelihara kualitas dan keamanan makanan, melindungi makanan dari pengaruh lingkungan seperti panas, cahaya, ada atau tidak adanya kelembaban, oksigen, tekanan, enzim, bau, mikroorganisme, serangga, kotoran dan partikel debu, gas, dan sebagainya (Brody et al. 2008). Bahan kemasan yang biasa digunakan dalam pengemasan makanan termasuk pangan cair adalah kaca, logam seperti alumunium foil, kertas, plastik, dan lainnya. Bahan pengemas yang digunakan dalam industri pangan harus dalam kondisi baik, agar dapat mempertahankan mutu makanan didalamnya serta melindungi makanan terhadap pengaruh luar seperti sinar, panas, kelembaban, kotoran, benturan, dan lain-lain. Bahan pengemas yang digunakan tidak boleh beracun, membentuk atau menimbulkan racun, menimbulkan penyimpangan yang membahayakan kesehatan, serta tidak berpengaruh atau menimbulkan reaksi dengan produk yang didalamnya. Bahan pengemas yang digunakan harus tahan terhadap perlakuan selama pengolahan, pengangkutan dan peredaran. Sebelum digunakan, bahan pengemas perlu dipastikan kebersihan dan kondisinya dan jika perlu dibersihkan dan didisinfeksi apabila penggunaan kemasan harus dalam kondisi yang aseptik (bebas dari mikroorganisme). Bahan kemasan yang banyak digunakan untuk produk yogurt diantaranya adalah botol plastik. Plastik dibuat dengan kondensasi polimerisasi (polikondensasi) atau penambahan polimerisasi dari monomer unit. Terdapat beberapa keuntungan menggunakan plastik untuk kemasan makanan. Plastik

4 7 dapat dibuat menjadi lembaran, berbagai bentuk dan struktur, serta memiliki fleksibilitas desain yang cukup besar. Plastik secara kimiawi tahan, murah dan ringan dengan berbagai sifat fisik dan optik. Plastik juga mudah untuk dicetak dan dapat diintegrasikan ke dalam proses produksi tempat paket tersebut terbentuk, diisi, dan disegel di lini produksi yang sama. Kerugian utama dari plastik adalah permeabilitas terhadap cahaya, gas, uap, dan berat molekul rendah (Marsh dan Bugusu 2007). Perubahan bentuk yang dapat terjadi pada kemasan plastik adalah mengkerut atau menggembungnya botol akibat reaksi yang terjadi di dalamnya. Permukaan yang kontak dengan bahan pangan harus lebih diperhatikan keamanannya, seperti: a) Semua peralatan dan perlengkapan yang kontak dengan bahan pangan harus didesain dan terbuat dari bahan yang mudah dibersihkan, tidak toksik dan tidak mudah terkikis. b) Cleaning compound dan sanitizing agent yang digunakan untuk membersihkan peralatan tersebut harus sesuai dengan makanan dan tidak beracun. c) Peralatan dan perlengkapan yang kontak dengan bahan pangan harus dibersihkan dengan metode pembersihan yang efektif setelah produksi selesai. d) Sarung tangan dan seragam produksi yang kontak dengan bahan pangan harus terbuat dari bahan yang kuat, tidak mudah terkelupas, bersih, dan dibersihkan setiap hari setelah selesai produksi. Sanitasi Wadah Pengemas Yogurt Sanitasi adalah suatu tindakan yang dirancang untuk menghilangkan bakteri, jamur, ragi, dan (dalam beberapa kasus) kontaminasi virus (McLandsborough 2005). Kontaminasi mikroorganisme akan dihilangkan dalam tahap pembersihan. Beberapa mikroorganisme mungkin dapat tetap bertahan di permukaan sehingga dibutuhkan penggunaan disinfektan. Disinfeksi dilakukan untuk mengurangi jumlah mikroorganisme dan mencegah pertumbuhan mikroorganisme pada permukaan selama periode antarproduksi (Holah 1995a). Menurut Taylor et al. (1999), pencemaran pada produk makanan dapat terjadi melalui lingkungan seperti udara, manusia, dan permukaan wadah produk. Permukaan wadah produk

5 8 merupakan rute yang paling penting untuk pengendalian kontaminasi sebagai dasar dari pelaksanaan program sanitasi. Disinfeksi terhadap wadah dan alat-alat tersebut harus efektif sehingga bebas dari mikroorganisme pembusuk maupun patogen yang dapat mengontaminasi produk pangan dan membahayakan kesehatan masyarakat. Daya kerja disinfektan tergantung pada waktu kontak yang cukup dan konsentrasi yang tepat. Waktu disinfeksi tergantung pada metode yang digunakan, seperti perendaman ataupun semprot. Disinfeksi dengan perendaman merupakan metode yang paling populer, paling dapat diandalkan dan metode pilihan dibandingkan dengan penyemprotan karena menjamin lebih banyak kontak, tetapi memakan waktu yang lebih lama dan kemungkinan adanya distorsi (Sukhija et al. 2010; Hiraguchi et al. 2012). Disinfektan Disinfektan didefinisikan sebagai bahan kimia atau pengaruh fisika yang digunakan untuk mencegah terjadinya infeksi atau pencemaran jasad renik seperti bakteri dan virus, juga untuk membunuh atau menurunkan jumlah mikroorganisme atau kuman penyakit lainnya (Fardiaz dan Jenie 1989). Disinfektan adalah suatu bahan, biasanya bahan kimia, yang membunuh bentukbentuk pertumbuhan tetapi tidak membunuh bentuk-bentuk spora dari mikroorganisme penyebab penyakit. Istilah ini biasanya diterapkan untuk senyawa-senyawa yang digunakan pada benda-benda mati (Russel dan Mcdonnell 1999). Disinfektan dapat bertindak pada mikroorganisme dalam dua cara berbeda: penghambatan pertumbuhan (bakteriostasis dan fungiostasis) atau tindakan mematikan (bakterisida, fungisida, dan efek membasmi virus). Umumnya, tujuan dari disinfeksi adalah efek mematikan dari penggunaan disinfektan (Maris 1995). Berbagai jenis bahan kimia yang bersifat sebagai disinfektan maupun antiseptik dapat ditemukan di pasaran, akan tetapi tidak ada bahan kimia yang terbaik atau ideal untuk setiap penggunaan dan tujuan. Hal ini disebabkan oleh beragamnya kondisi dari bahan yang digunakan, perbedaan dalam cara kerja, dan banyaknya jenis-jenis sel mikroorganisme yang dihancurkan. Spesifikasi disinfektan menurut Fardiaz dan Jenie (1989):

6 9 1. Toksisitas terhadap mikroorganisme. Persyaratan utama adalah kapasitas atau kemampuan senyawa untuk membunuh mikroorganisme. Bahan kimia harus mempunyai daya kerja dengan spektrum luas pada konsentrasi rendah. 2. Kelarutan. Disinfektan harus larut dalam air agar penggunaannya efektif. 3. Stabilitas. Perubahan disinfektan selama penyimpanan tidak menyebabkan hilangnya daya germisidalnya. 4. Tidak beracun terhadap hewan maupun manusia. Idealnya bahan kimia harus sangat beracun terhadap mikroorganisme tetapi tidak terhadap manusia dan hewan. 5. Homogenitas. Bahan kimia murni umumnya seragam, tetapi campuran bahan kimia dapat kehilangan homogenitasnya. 6. Kemampuan untuk mencegah pencampuran dengan bahan organik. Banyak disinfektan mempunyai afinitas terhadap protein atau bahan organik tertentu lainnya. 7. Toksisitas terhadap mikroorganisme pada suhu kamar atau suhu tubuh. Tidak perlu meningkatkan suhu di luar suhu normal yang biasa ditemukan dalam lingkungan yang akan digunakan. 8. Kemampuan berpenetrasi. Aktivitas germisidalnya hanya terbatas pada bagian yang diterapkan, apabila disinfektan tidak dapat berpenetrasi melalui permukaaan. 9. Tidak korosif dan tidak menimbulkan warna. 10. Kemampuan menghilangkan bau. 11. Kemampuan sebagai suatu disinfektan yang juga bertindak sebagai deterjen (bahan pembersih) akan menyelesaikan dua tujuan dan kerja pembersihannya akan meningkatkan daya kerja dari disinfektan. 12. Ketersediaan. Disinfektan harus tersedia dalam jumlah yang besar dan dengan harga yang pantas. Faktor faktor yang perlu diperhatikan dalam memilih bahan-bahan disinfektan adalah (Fardiaz dan Jenie 1989): 1. Sifat bahan yang akan diberi perlakuan.

7 10 2. Jenis mikroorganisme. Tidak semua disinfektan efektif terhadap semua jenis mikroorginsme, oleh karena itu, bahan kimia yang digunakan harus diketahui daya kerjanya terhadap jenis mikroorganisme yang akan dihancurkan. 3. Kondisi umum seperti ph, suhu, waktu, konsentrasi dan adanya bahan organik yang dapat mempengaruhi kecepatan dan efisiensi penghancuran mikroorganisme. Jenis-jenis Disinfektan dan Mekanisme Kerja Beberapa disinfektan yang biasa digunakan diantaranya adalah klorin, iodofor, peroksida fenol, klorheksidin, amonium kuartener, alkohol, dan aldehid (Kennedy et al. 2005). 1. Hipoklorit Klorin sama halnya dengan iodin termasuk dalam kelompok halogen. Klorin dapat menghilangkan virus baik yang memiliki dan tidak memiliki amplop. Klorin juga efektif terhadap jamur, bakteri, dan ganggang, akan tetapi klorin tidak efektif terhadap spora. Klorin dapat menimbulkan korosi logam dan merusak kain. Klor dalam konsentrasi tinggi dapat mengganggu membran lendir, mata dan kulit. Bahan organik seperti kotoran dapat menonaktifkan disinfektan klorin. Oleh karena itu, permukaan harus dibersihkan sebelum menggunakan disinfektan klorin. Hasil maksimum didapatkan dengan melakukan kontak terhadap permukaan selama beberapa menit. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam penggunaan bahan kimia ini diantaranya ialah air yang digunakan untuk pengenceran harus memiliki ph antara 6-8. Daya kerjanya akan menurun apabila suhu aplikasi di bawah 65 C. Penurunan suhu sampai 50 C dapat menghilangkan daya kerja hingga setengahnya. Klorinasi air minum bagi ternak seharusnya tidak melebihi 6-10 ppm. 2. Iodin dan iodofor Iodin dan iodofor merupakan bakterisida, sporisida, membasmi virus dan fungisida. Iodin, seperti klorin tidak aktif di dalam bahan organik dan

8 11 harus diterapkan beberapa kali dengan tujuan untuk benar-benar mensterilkan. Iodin tinktur dapat sangat mengiritasi jaringan, bisa menodai kain dan menjadi korosif. 3. Alkohol Alkohol biasanya digunakan untuk disinfektan topikal. Alkohol efektif terhadap bakteri Gram positif dan Gram negatif, serta virus beramplop. Alkohol tidak efektif melawan spora bakteri dan virus yang tidak memiliki amplop. Alkohol membutuhkan waktu untuk bekerja dan tidak dapat menembus bahan organik. Alkohol mengganggu jaringan dan mendenaturasi protein yang dapat meningkatkan pertumbuhan bakteri pada luka terbuka, namun harga alkohol terlalu mahal. 4. Agen pengoksidasi Peroksida seperti hidrogen peroksida sering digunakan untuk membersihkan luka. Daya kerja peroksida paling besar terhadap bakteri anaerob. Hidrogen peroksida bukan merupakan pembasmi virus dan pada beberapa kasus dapat menimbulkan kerusakan jaringan dan menghasilkan waktu penyembuhan yang lebih lama. Hidrogen peroksida berguna untuk membersihkan bagian bedah setelah penutupan, tetapi digunakan hanya sedikit untuk menghindari penetrasi jahitan yang akan menghambat penyembuhan. Peroksida yang telah dicampur dan atau distabilkan dapat digunakan untuk disinfeksi permukaan peralatan. Peroksida yang stabil bisa dicampur dengan iodofor atau amonium kuartener. Beberapa produk efektif terhadap berbagai mikroorganisme patogen yang lebih luas termasuk virus beramplop dan tidak memiliki amplop, bakteri, jamur, dan spora bakteri. 5. Fenol Fenol umumnya ditemukan pada pencuci mulut, sabun scrub dan disinfektan. Fenol merupakan disinfektan utama yang ditemukan di kalangan rumah tangga. Fenol efektif terhadap bakteri (terutama bakteri Gram positif) dan virus beramplop. Fenol tidak efektif melawan virus yang tidak memiliki amplop dan spora bakteri. Virus beramplop meliputi BRS, BVD, Coronavirus, IBR, Leukemia, PI3, Cacar, Rabies dan Stomatitis virus.

9 12 Virus tidak memiliki amplop termasuk bluetongue, Papilloma, Parvo dan Rotavirus. Bakteri umum pembentuk spora mencakup semua Clostridium sp. Fenol dapat mempertahankan aktivitasnya di dalam material organik, oleh karena itu bahan ini lebih berguna untuk merendam kaki dan daerah yang terdapat banyak bahan organik. Fenolik disinfektan (termasuk kresol dan minyak pinus) umumnya aman, tetapi dapat menyebabkan iritasi pada kulit yang terpapar. 6. Amonium kuartener Amonium kuartener merupakan disinfektan yang efektif terhadap bakteri Gram positif dan Gram negatif, dan virus beramplop. Amonium kuartener tidak efektif melawan virus yang tidak beramplop, jamur dan spora bakteri. Senyawa ini dapat mengikat bahan organik termasuk sabun sehingga area yang akan didisinfeksi harus dibersihkan dan dibilas agar bebas dari sabun. Senyawa Amonium kuartener umumnya memiliki toksisitas yang rendah, tetapi dalam waktu yang berkepanjangan dapat menyebabkan iritasi. 7. Aldehid Aldehid memiliki spektrum yang luas sebagai pembunuh mikroorganisme. Glutaraldehid adalah bakterisida, pembasmi virus, fungisida, sporisida, dan parasitisida. Formaldehid sangat ampuh sebagai desinfektan, tetapi sangat beracun bagi manusia dan hewan. Penggunaannya hanya sebagai pilihan terakhir dan harus di bawah pengawasan, serta pengaturan ventilasi yang baik. Formaldehid menunjukkan efektivitasnya terhadap kriptosporidiosis. Pemilihan disinfektan yang tepat perlu dilakukan sebelum melaksanakan disinfeksi sehingga didapatkan hasil yang optimal. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam memilih disinfektan seperti kemampuannya dalam membunuh mikroorganisme tertentu dan kemampuan lainnya dijabarkan dalam Tabel 1.

10 13 Komponen Klorin % Tabel 1 Pemilihan disinfektan (Kennedy et al. 2005) Iodin iodofor 0.5-5% Alkohol 70-95% Klorheksidin % Pengoksidasi 0.2-3% Fenol 0.2-3% Amonium kuartener 0.1-2% Aldehid 1-2% Bakterisida Baik Baik Sangat baik Baik Baik Baik Baik Sangat baik Virusida Sangat baik Baik Sangat baik Baik Baik Cukup Cukup Sangat baik Virus Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya beramplop Virus tidak Ya Ya Tidak Tidak Ya Tidak Tidak Ya berampolp Spora bakteri Cukup Cukup Lemah Cukup Cukup Lemah Lemah Baik baik Fungisida Baik Baik Cukup Cukup Cukup Baik Cukup Baik Protozoa Cukup Lemah Lemah Lemah Lemah Lemah Cukup Baik (ammonia) Efektivitas dalam bahan organik Lemah Cukup Cukup Cukup Lemah Baik Lemah Baik Penghambatan oleh sabun Efektivitas di air berkapur Waktu kontak (menit) Aktvitas residu Tidak Ya dan Tidak Tidak Tidak Tidak Ya Tidak tidak Ya Tidak Ya Ya Ya Ya Tidak Ya Lemah Lemah Baik Cukup Lemah Lemah Cukup Cukup Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Daya Kerja Disinfektan Faktor-faktor yang mempengaruhi daya kerja disinfektan, diantaranya ialah jenis mikroorganisme yang mengontaminasi, derajat kontaminasi, jumlah protein yang terdapat pada material (protein dapat menyerap dan membuat bahan kimia menjadi tidak aktif), aktifitas dalam bahan organik, tipe dari bahan kimia (penting untuk mengetahui mekanisme kerja dalam memilih disinfektan yang tepat), konsentrasi dan kuantitas dari bahan kimia, waktu kontak dan suhu, aktivitas residu, serta dampak terhadap serat dan bahan metal, suhu pemakaian, ph, dan interaksinya dengan bahan lain, toksisitas terhadap lingkungan dan keamanan terhadap hewan serta harga (Kennedy et al. 2005; Rutala et al.2008). Menurut Holah (1995a) dan Ray dan Bhunia (2008), faktor-faktor yang dapat mempengaruhi daya kerja dari disinfektan adalah materi organik, ph, konsentrasi, dan waktu kontak. Efisiensi dari semua disinfektan berkurang dengan adanya bahan organik. Bahan organik dapat bereaksi non-spesifik dengan

11 14 disinfektan sehingga disinfektan kehilangan potensi biosidanya (terutama berlaku untuk biosida oksidatif). Tanah yang mengandung mikroorganisme dapat bertahan dalam celah peralatan, sehingga disinfektan tidak dapat menembus dan membunuh mikroorganisme. Dengan cara yang kurang reaktif, bahan organik membentuk penghalang yang dapat melindungi mikroorganisme dari efek disinfektan. Oleh karena itu, penting untuk menghilangkan atau membersihkan semua tanah selama tahap pembersihan dan menghilangkan semua residu kimia melalui pembilasan secara menyeluruh sebelum melaksanakan disinfeksi. Campuran zat lainnya (misalnya bahan kimia pembersih) dapat bereaksi secara kimia dengan disinfektan dan menghancurkan sifat antimikroba serta menonaktifkan senyawa kationik kuaterner amonium. Daya kerja disinfektan dipengaruhi oleh ph dari air yang digunakan untuk pengenceran, dan hanya air dalam kisaran ph yang ditentukan oleh pabrik yang harus digunakan. Sebagai contoh, klorin berdisosiasi dalam air untuk membentuk HOC1 dan ion OCI. Pada ph 3-7.5, klorin hadir sebagai 'klorin bebas' HOC1 yang merupakan biosida kuat. Namun, pada air dengan ph di atas 7.5 mayoritas klorin hadir sebagai ion OC1, yang memiliki sekitar 1% dari tindakan biosidal dari HOC1. Diklorinasi basa deterjen tidak dapat dianggap biosida apabila hanya berisi klorin saja. Waktu kontak merupakan titik kritis dalam disinfeksi, dan sebagian besar disinfektan membutuhkan setidaknya lima menit untuk mengurangi populasi bakteri dalam suspensi. Lima menit biasanya dipilih sebagai wakil dari waktu untuk disinfektan yang paling representatif, meskipun beberapa biosida (termasuk amfoterik dan senyawa amonium kuartener) melampirkan pada kemasan untuk memperpanjang waktu kontak, dan diklaim oleh produsen sebagai waktu kontak yang optimal. Saat mikroorganisme dikaitkan dengan produk makanan, produsen makanan dapat melakukan disinfeksi dengan meningkatkan waktu kontak melalui perendaman atau dosis bertingkat (Russel dan McDonnel 1999). Konsentrasi merupakan faktor penting dalam aktivitas biosida suatu disinfektan. Hubungan antara kematian mikroorganisme dan konsentrasi disinfektan tidak linier tetapi mengikuti kurva kematian khas sigmoidal. Populasi mikroba sulit untuk dibunuh pada konsentrasi biosida yang rendah, tetapi

12 15 peningkatan konsentrasi mengarah ke titik yang sebagian besar populasi musnah. Di luar titik ini, mikroorganisme menjadi lebih sulit dibunuh (melalui perlawanan atau perlindungan fisik) dan kemampuan untuk bertahan hidup terlepas dari peningkatan konsentrasi. Oleh karena itu, konsentrasi disinfektan yang digunakan harus sesuai dengan rekomendasi produsen. Perubahan konsentrasi tidak dapat meningkatkan daya kerja desinfektan, sehingga tidak akan menghasilkan permukaan yang steril (Russel dan McDonnel 1999).

HASIL DAN PEMBAHASAN Daya Bunuh Disinfektan terhadap Pertumbuhan Bakteri

HASIL DAN PEMBAHASAN Daya Bunuh Disinfektan terhadap Pertumbuhan Bakteri 21 HASIL DAN PEMBAHASAN Daya Bunuh Disinfektan terhadap Pertumbuhan Bakteri Konsentrasi memiliki pengaruh yang sangat besar terhadap daya kerja dari disinfektan. Disinfektan yang berperan sebagai pembunuh

Lebih terperinci

ANTISEPTIC DAN DESINFEKTAN

ANTISEPTIC DAN DESINFEKTAN MAKALAH ANTISEPTIC DAN DESINFEKTAN Ditujukan untuk memenuhi tugas Kelompok Mata Kuliah : Mikrobiologi Dosen : Evi Roviati M. Si. S. Si. Di susun oleh : Khumaedullah Ajijul Edo Kuswanto Sri apriyanti TARBIYAH

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan bakteri semakin hari semakin tidak dapat terkontrol. Peralatan

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan bakteri semakin hari semakin tidak dapat terkontrol. Peralatan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dokter, perawat dan juga pasien memiliki resiko tinggi berkontak dengan mikroorganisme patogen seperti bakteri, virus dan jamur selama perawatan. Perkembangan bakteri

Lebih terperinci

ASPEK MIKROBIOLOGIS PENGEMASAN MAKANAN

ASPEK MIKROBIOLOGIS PENGEMASAN MAKANAN ASPEK MIKROBIOLOGIS PENGEMASAN MAKANAN Anna Rakhmawati,M.Si Jurusan Pendidikan Biologi FMIPA UNY Email:anna_rakhmawati@uny.ac.id Bahan makanan merupakan salah satu kebutuhan primer manusia yang penting

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mineral. Susu adalah suatu cairan yang merupakan hasil pemerahan dari sapi atau

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mineral. Susu adalah suatu cairan yang merupakan hasil pemerahan dari sapi atau 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Susu Susu merupakan bahan pangan yang baik bagi manusia karena mengandung zat gizi yang tinggi, yaitu karbohidrat, protein, lemak, vitamin dan mineral. Susu adalah suatu

Lebih terperinci

Pembuatan Yogurt. 1. Pendahuluan

Pembuatan Yogurt. 1. Pendahuluan Pembuatan Yogurt 1. Pendahuluan Yoghurt merupakan salah satu olahan susu yang diproses melalui proses fermentasi dengan penambahan kultur organisme yang baik, salah satunya yaitu bakteri asam laktat. Melalui

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. amino esensial yang lengkap dan dalam perbandingan jumlah yang baik. Daging broiler

PENDAHULUAN. amino esensial yang lengkap dan dalam perbandingan jumlah yang baik. Daging broiler PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Daging broiler merupakan komoditas yang banyak diperdagangkan dan sangat diminati oleh konsumen karena merupakan sumber protein hewani yang memiliki kandungan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN Produksi Bakteriosin HASIL DAN PEMBAHASAN Bakteriosin merupakan senyawa protein yang berasal dari Lactobacillus plantarum 2C12. Senyawa protein dari bakteriosin telah diukur konsentrasi dengan menggunakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Untuk memenuhi kebutuhan protein hewani, salah satu bahan pangan asal ternak yang dapat digunakan adalah susu. Susu merupakan bahan makanan yang istimewa bagi manusia

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI. No. 416 / MENKES / PER / 1990, tentang syarat-syarat kualitas air disebutkan bahwa air bersih adalah air yang digunakan untuk keperluan sehari-hari

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA mulut. 6) Bandeng presto merupakan makanan yan cukup populer sehingga dapat BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Bandeng Presto Jenis olahan bandeng presto adalah salah satu diversifikasi pengolahan hasil perikanan,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN Bab ini menjelaskan latar belakang, rumusan masalah, tujuan, dan hipotesis dari penelitian ini. 1.1. Latar Belakang Bumi dihuni oleh berbagai macam mahluk hidup, mulai dari hewan, tumbuhan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Sifat Umum Susu

TINJAUAN PUSTAKA Sifat Umum Susu TINJAUAN PUSTAKA Sifat Umum Susu Susu adalah sekresi yang dihasilkan oleh mammae atau ambing hewan mamalia termasuk manusia dan merupakan makanan pertama bagi bayi manusia dan hewan sejak lahir (Lukman

Lebih terperinci

SANITASI DAN HYGIENE STERILISASI & DESINFEKSI. DINI SURILAYANI, S. Pi., M. Sc.

SANITASI DAN HYGIENE STERILISASI & DESINFEKSI. DINI SURILAYANI, S. Pi., M. Sc. SANITASI DAN HYGIENE STERILISASI & DESINFEKSI DINI SURILAYANI, S. Pi., M. Sc. dhinie_surilayani@yahoo.com STERILISASI Proses untuk membunuh semua jasad renik yang ada, sehingga jika ditumbuhkan di dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air merupakan bahan yang sangat penting dalam kehidupan manusia dan fungsinya tidak pernah digantikan oleh senyawa lain. Sebuah molekul air terdiri dari sebuah atom

Lebih terperinci

PENGAWETAN PANGAN. Oleh: Puji Lestari, S.TP Widyaiswara Pertama

PENGAWETAN PANGAN. Oleh: Puji Lestari, S.TP Widyaiswara Pertama Oleh: Puji Lestari, S.TP Widyaiswara Pertama PENGAWETAN PANGAN I. PENDAHULUAN Makanan merupakan kebutuhan pokok bagi setiap manusia, karena didalamnya terkandung senyawa-senyawa yang sangat diperlukan

Lebih terperinci

PENGERINGAN PENDAHULUAN PRINSIP DAN TUJUAN PENGOLAHAN SECARA PENGERINGAN FAKTOR-FAKTOR PENGERINGAN PERLAKUAN SEBELUM DAN SETELAH PENGERINGAN

PENGERINGAN PENDAHULUAN PRINSIP DAN TUJUAN PENGOLAHAN SECARA PENGERINGAN FAKTOR-FAKTOR PENGERINGAN PERLAKUAN SEBELUM DAN SETELAH PENGERINGAN PENGERINGAN PENDAHULUAN PRINSIP DAN TUJUAN PENGOLAHAN SECARA PENGERINGAN FAKTOR-FAKTOR PENGERINGAN PERLAKUAN SEBELUM DAN SETELAH PENGERINGAN EFEK PENGERINGAN TERHADAP PANGAN HASIL TERNAK PERLAKUAN SEBELUM

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. mulai menggunakan secara intensif bahan cetakan tersebut (Nallamuthu et al.,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. mulai menggunakan secara intensif bahan cetakan tersebut (Nallamuthu et al., BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Alginat adalah bahan visco-elastis dengan konsistensi seperti karet. Bahan cetak alginat diperkenalkan pada tahun 1940. Sejak tahun itu, dokter gigi sudah mulai menggunakan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. permen soba alga laut Kappaphycus alvarezii disajikan pada Tabel 6.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. permen soba alga laut Kappaphycus alvarezii disajikan pada Tabel 6. 4.1 Angka Lempeng Total (ALT) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Angka lempeng total mikroba yang diperoleh dari hasil pengujian terhadap permen soba alga laut Kappaphycus alvarezii disajikan pada Tabel 6. Tabel

Lebih terperinci

Teknologi pangan adalah teknologi yang mendukung pengembangan industri pangan dan mempunyai peran yang sangat penting dalam upaya mengimplementasikan

Teknologi pangan adalah teknologi yang mendukung pengembangan industri pangan dan mempunyai peran yang sangat penting dalam upaya mengimplementasikan Teknologi Pangan Teknologi pangan adalah teknologi yang mendukung pengembangan industri pangan dan mempunyai peran yang sangat penting dalam upaya mengimplementasikan tujuan industri untuk memenuhi permintaan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. 1.1 Latar belakang Definisi Pengelolaan Linen...5

DAFTAR ISI. 1.1 Latar belakang Definisi Pengelolaan Linen...5 DAFTAR ISI 1.1 Latar belakang...1 1.2 Definisi...4 1.3 Pengelolaan Linen...5 i PEMROSESAN PERALATAN PASIEN DAN PENATALAKSANAAN LINEN Deskripsi : Konsep penting yang akan dipelajari dalam bab ini meliputi

Lebih terperinci

ASEPTIC DAN ANTISEPTIC. FACULTY OF MEDICINE UNIVERSITY OF TRISAKTI Kelly Radiant

ASEPTIC DAN ANTISEPTIC. FACULTY OF MEDICINE UNIVERSITY OF TRISAKTI Kelly Radiant ASEPTIC DAN ANTISEPTIC FACULTY OF MEDICINE UNIVERSITY OF TRISAKTI Kelly Radiant DEFINITION WHAT IS ASEPTIC? MEDICAL ASEPTIC SURGICAL ASEPTIC SOURCES OF INFECTION TOOLS AND MATERIALS HOST ENVIRONMEN T PERSONAL

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. terinfeksi dengan mikroorganisme patogen yang berlainan. Infeksi silang dapat

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. terinfeksi dengan mikroorganisme patogen yang berlainan. Infeksi silang dapat I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Infeksi silang adalah suatu infeksi yang ditularkan antar individu yang terinfeksi dengan mikroorganisme patogen yang berlainan. Infeksi silang dapat terjadi dalam

Lebih terperinci

STERILISASI & DESINFEKSI

STERILISASI & DESINFEKSI STERILISASI & DESINFEKSI Baskoro Setioputro 6-1 Cara penularan infeksi : 1. Kontak Langsung, tidak langsung, droplet 2. Udara Debu, kulit lepas 3. Alat Darah, makanan, cairan intra vena 4. Vektor / serangga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengolahan susu dengan bantuan mikroba untuk menghasilkan berbagai produk

BAB I PENDAHULUAN. pengolahan susu dengan bantuan mikroba untuk menghasilkan berbagai produk BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Susu adalah cairan yang dihasilkan dari sekresi kelenjar mammae hewan mamalia yang fungsi utamanya adalah untuk memenuhi kebutuhan gizi anak hewan yang baru lahir.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bakteri terdapat dimana-mana di dalam tanah, debu, udara, dalam air susu,

BAB I PENDAHULUAN. Bakteri terdapat dimana-mana di dalam tanah, debu, udara, dalam air susu, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bakteri terdapat dimana-mana di dalam tanah, debu, udara, dalam air susu, maupun pada permukaan jaringan tubuh kita sendiri, di segala macam tempat serta lingkungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kekurangan cairan dalam tubuhnya (Suriawiria, U., 1996). Sekitar 70 % tubuh

BAB I PENDAHULUAN. kekurangan cairan dalam tubuhnya (Suriawiria, U., 1996). Sekitar 70 % tubuh BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air merupakan kebutuhan pokok makhluk hidup untuk dapat menjalankan segala aktivitasnya. Pengaruh air sangat luas bagi kehidupan, khususnya untuk makan dan minum. Orang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dijalankan pada praktek sehari-hari dan salah satu caranya adalah dengan kontrol

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dijalankan pada praktek sehari-hari dan salah satu caranya adalah dengan kontrol I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Asepsis merupakan prinsip dalam dunia kedokteran gigi yang harus dijalankan pada praktek sehari-hari dan salah satu caranya adalah dengan kontrol infeksi silang.

Lebih terperinci

MIKROORGANISME DALAM PENGEMAS ASEPTIK PENGENDALIAN MUTU MIKROORGANISME PANGAN KULIAH MIKROBIOLOGI PANGAN PERTEMUAN KE-12

MIKROORGANISME DALAM PENGEMAS ASEPTIK PENGENDALIAN MUTU MIKROORGANISME PANGAN KULIAH MIKROBIOLOGI PANGAN PERTEMUAN KE-12 MIKROORGANISME DALAM PENGEMAS ASEPTIK PENGENDALIAN MUTU MIKROORGANISME PANGAN KULIAH MIKROBIOLOGI PANGAN PERTEMUAN KE-12 MIKROORGANISME MAKANAN DAN KEMASAN Bahan pangan mempunyai mikroflora spesifik yang

Lebih terperinci

Pada waktu panen peralatan dan tempat yang digunakan harus bersih dan bebas dari cemaran dan dalam keadaan kering. Alat yang digunakan dipilih dengan

Pada waktu panen peralatan dan tempat yang digunakan harus bersih dan bebas dari cemaran dan dalam keadaan kering. Alat yang digunakan dipilih dengan Pada waktu panen peralatan dan tempat yang digunakan harus bersih dan bebas dari cemaran dan dalam keadaan kering. Alat yang digunakan dipilih dengan tepat untuk mengurangi terbawanya bahan atau tanah

Lebih terperinci

PENGARUH JENIS KEMASAN DAN LAMA PENYIMPANAN TEHADAP SIFAT KIMIA, MIKROBIOLOGI, DAN ORGANOLEPTIK PERMEN KARAMEL SUSU KAMBING. (Laporan Penelitian) Oleh

PENGARUH JENIS KEMASAN DAN LAMA PENYIMPANAN TEHADAP SIFAT KIMIA, MIKROBIOLOGI, DAN ORGANOLEPTIK PERMEN KARAMEL SUSU KAMBING. (Laporan Penelitian) Oleh PENGARUH JENIS KEMASAN DAN LAMA PENYIMPANAN TEHADAP SIFAT KIMIA, MIKROBIOLOGI, DAN ORGANOLEPTIK PERMEN KARAMEL SUSU KAMBING (Laporan Penelitian) Oleh PUTRI CYNTIA DEWI JURUSAN TEKNOLOGI HASIL PETANIAN

Lebih terperinci

Prinsip-prinsip Penanganan dan Pengolahan Bahan Agroindustri

Prinsip-prinsip Penanganan dan Pengolahan Bahan Agroindustri Prinsip-prinsip Penanganan dan Pengolahan Bahan Agroindustri PENANGANAN Jenis Kerusakan Bahan Pangan Kerusakan mikrobiologis Kerusakan mekanis Kerusakan fisik Kerusakan biologis Kerusakan kimia Kerusakan

Lebih terperinci

Bahan pada pembuatan sutra buatan, zat pewarna, cermin kaca dan bahan peledak. Bahan pembuatan pupuk dalam bentuk urea.

Bahan pada pembuatan sutra buatan, zat pewarna, cermin kaca dan bahan peledak. Bahan pembuatan pupuk dalam bentuk urea. Langkah 3 Penggunaan formalin: Pembunuh kuman sehingga dimanfaatkan untuk pembersih: lantai, kapal, gudang, pakaian. Pembasmi lalat dan berbagai serangga lain. Bahan pada pembuatan sutra buatan, zat pewarna,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Udara tidak mengandung komponen nutrisi yang penting untuk bakteri, adanya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Udara tidak mengandung komponen nutrisi yang penting untuk bakteri, adanya BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Jenis Bakteri Udara Pada Rumah Sakit Udara tidak mengandung komponen nutrisi yang penting untuk bakteri, adanya bakteri udara kemungkinan terbawa oleh debu, tetesan uap air kering

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sediaan injeksi merupakan sediaan steril berupa larutan, emulsi, suspensi atau serbuk yang harus dilarutkan atau disuspensikan sebelum digunakan secara parenteral,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 8 media violet red bile agar (VRB). Sebanyak 1 ml contoh dipindahkan dari pengenceran 10 0 ke dalam larutan 9 ml BPW 0.1% untuk didapatkan pengenceran 10-1. Pengenceran 10-2, 10-3, 10-4, 10-5 dan 10-6

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini akan menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi

I PENDAHULUAN. Bab ini akan menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi I PENDAHULUAN Bab ini akan menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK YOGHURT TERSUBTITUSI SARI BUAH NAGA (Hylocereus polyrhizus) DENGAN JENIS DAN KONSENTRASI STARTER YANG BERBEDA-BEDA

KARAKTERISTIK YOGHURT TERSUBTITUSI SARI BUAH NAGA (Hylocereus polyrhizus) DENGAN JENIS DAN KONSENTRASI STARTER YANG BERBEDA-BEDA KARAKTERISTIK YOGHURT TERSUBTITUSI SARI BUAH NAGA (Hylocereus polyrhizus) DENGAN JENIS DAN KONSENTRASI STARTER YANG BERBEDA-BEDA Muhammad Saeful Afwan 123020103 Pembimbing Utama (Ir. H. Thomas Gozali,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Air adalah: zat organik yang terdiri dari 1 atom oksigen dengan 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Air adalah: zat organik yang terdiri dari 1 atom oksigen dengan 2 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Definisi Air Air adalah: zat organik yang terdiri dari 1 atom oksigen dengan 2 atomhidrogen berikatan dengan sebuah atom oksigen melalui ikatan kovalen tersebut, sebesar 11,02

Lebih terperinci

Sanitasi Peralatan. Nikie Astorina YD, SKM, M. Kes Bagian Kesehatan Lingkungan Fakultas Kesehatan Masyarakat UNDIP

Sanitasi Peralatan. Nikie Astorina YD, SKM, M. Kes Bagian Kesehatan Lingkungan Fakultas Kesehatan Masyarakat UNDIP Sanitasi Peralatan Nikie Astorina YD, SKM, M. Kes Bagian Kesehatan Lingkungan Fakultas Kesehatan Masyarakat UNDIP Definisi Sanitasi Peralatan : Tujuan : membunuh mikroba vegetatif yg tinggal di permukaan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dan semua produk hasil pengolahan jaringan yang dapat dimakan dan tidak

I. PENDAHULUAN. dan semua produk hasil pengolahan jaringan yang dapat dimakan dan tidak I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Daging adalah semua jaringan hewan, baik yang berupa daging dari karkas, organ, dan semua produk hasil pengolahan jaringan yang dapat dimakan dan tidak menimbulkan gangguan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Karakteristik Fisik Sosis Sapi

HASIL DAN PEMBAHASAN. Karakteristik Fisik Sosis Sapi HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Fisik Sosis Sapi Nilai ph Sosis Sapi Substrat antimikroba yang diambil dari bakteri asam laktat dapat menghasilkan senyawa amonia, hidrogen peroksida, asam organik (Jack

Lebih terperinci

PAPER BIOKIMIA PANGAN

PAPER BIOKIMIA PANGAN PAPER BIOKIMIA PANGAN BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ilmu kimia terkait erat dengan kehidupan manusia sehari-hari. Mulai dari urusan sandang dan pangan, bahan bakar, obat-obatan sampai bahan konstruksi

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. sehat juga semakin meningkat. Produk-produk fermentasi bisa berasal dari berbagai

I PENDAHULUAN. sehat juga semakin meningkat. Produk-produk fermentasi bisa berasal dari berbagai I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang Masalah, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Penelitian, dan (6) Hipotesis Penelitian.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. cetak dapat melunak dengan pemanasan dan memadat dengan pendinginan karena

BAB 1 PENDAHULUAN. cetak dapat melunak dengan pemanasan dan memadat dengan pendinginan karena BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemakaian bahan cetak di kedokteran gigi digunakan untuk mendapatkan cetakan negatif dari rongga mulut. Hasil dari cetakan akan digunakan dalam pembuatan model studi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 18 HASIL DAN PEMBAHASAN Perubahan Mutu Organoleptik Biskuit Selama Penyimpanan Uji kesukaan dan mutu hedonik merupakan salah satu cara untuk uji sensori suatu produk. Uji kesukaan dan mutu hedonik dilakukan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Semakin berkembangnya bioteknologi, terdapat kecenderungan bahwa

I. PENDAHULUAN. Semakin berkembangnya bioteknologi, terdapat kecenderungan bahwa 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Semakin berkembangnya bioteknologi, terdapat kecenderungan bahwa masyarakat lebih mengutamakan makanan yang bebas dari pencemaran bahan kimia sintetik dan antibiotik

Lebih terperinci

MAKALAH KIMIA ANALITIK

MAKALAH KIMIA ANALITIK MAKALAH KIMIA ANALITIK Aplikasi COD dalam Pengolahan Limbah Cair Industri Disusun oleh : Ulinnahiyatul Wachidah ( 412014003 ) Ayundhai Elantra ( 412014017 ) Rut Christine ( 4120140 ) Universitas Kristen

Lebih terperinci

KEAMANAN PANGAN UNTUK INDONESIA SEHAT. keterkaitannya dengan penyakit akibat pangan di mana masalah keamanan pangan di suatu

KEAMANAN PANGAN UNTUK INDONESIA SEHAT. keterkaitannya dengan penyakit akibat pangan di mana masalah keamanan pangan di suatu KEAMANAN PANGAN UNTUK INDONESIA SEHAT Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization) menekankan tentang tantangan dan peluang terkait Keamanan Pangan. Keamanan pangan sangat penting karena keterkaitannya

Lebih terperinci

BAKTERI PENCEMAR MAKANAN. Modul 3

BAKTERI PENCEMAR MAKANAN. Modul 3 BAKTERI PENCEMAR MAKANAN Modul 3 PENDAHULUAN Di negara maju 60% kasus keracunan makanan akibat Penanganan makanan yg tidak baik Kontaminasi makanan di tempat penjualan Di negara berkembang tidak ada data

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sejak awal 700 sebelum masehi, desain gigitiruan telah dibuat dengan menggunakan gading dan tulang. Hal ini membuktikan bahwa gigitiruan telah ada sejak ribuan tahun

Lebih terperinci

Studi Sanitasi Dan Pemeriksaan Angka Kuman Pada Usapan Peralatan Makan Di Rumah Makan Kompleks Pasar Sentral Kota Gorontalo Tahun 2012

Studi Sanitasi Dan Pemeriksaan Angka Kuman Pada Usapan Peralatan Makan Di Rumah Makan Kompleks Pasar Sentral Kota Gorontalo Tahun 2012 Studi Sanitasi Dan Pemeriksaan Angka Kuman Pada Usapan Peralatan Makan Di Rumah Makan Kompleks Pasar Sentral Kota Gorontalo Tahun 2012 Febriyani Bobihu, 811408025 Jurusan Kesehatan Masyarakat Fakultas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pernafasan bagian atas; beberapa spesiesnya mampu. memproduksi endotoksin. Habitat alaminya adalah tanah, air dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pernafasan bagian atas; beberapa spesiesnya mampu. memproduksi endotoksin. Habitat alaminya adalah tanah, air dan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Karakteristika stafilokokus Bakteri ini merupakan flora normal pada kulit dan saluran pernafasan bagian atas; beberapa spesiesnya mampu memproduksi endotoksin. Habitat alaminya

Lebih terperinci

Chemistry In Our Daily Life

Chemistry In Our Daily Life Chemistry In Our Daily Life Pembuatan Yogurt 1. Pendahuluan Yoghurt merupakan salah satu olahan susu yang diproses melalui proses fermentasi dengan penambahan kultur organisme yang baik, salah satunya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Desinfektan merupakan bahan kimia yang digunakan untuk mencegah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Desinfektan merupakan bahan kimia yang digunakan untuk mencegah BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Desinfektan Desinfektan merupakan bahan kimia yang digunakan untuk mencegah terjadinya infeksi dengan membunuh jasad renik (bakterisid), terutama pada benda mati. Proses desinfeksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tersebut adalah terjadinya infeksi silang yang bisa ditularkan terhadap pasien, dokter

BAB I PENDAHULUAN. tersebut adalah terjadinya infeksi silang yang bisa ditularkan terhadap pasien, dokter BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Setiap pekerjaan mempunyai risiko kerja masing-masing, termasuk bagi praktisi yang memiliki pekerjaan dalam bidang kedokteran gigi. Salah satu risiko tersebut adalah

Lebih terperinci

Bahan Sanitaiser. A. Bahan Pembersih 10/13/2015

Bahan Sanitaiser. A. Bahan Pembersih 10/13/2015 Bahan Sanitaiser Jur. Tek. Industri Pertanian FTP-UB Dalam upaya menciptakan kondisi sanitasi yang baik pada pengolahan makanan diperlukan beberapa jenis bahan yang dapat digunakan untuk mencapai tujuan

Lebih terperinci

tekanan tinggi. Akibatnya, dibutuhkan temperatur yang lebih tinggi C atau

tekanan tinggi. Akibatnya, dibutuhkan temperatur yang lebih tinggi C atau STERILISASI ALAT 1. Definisi Sterilisasi adalah proses yang menghancurkan semua bentuk kehidupan. Suatu benda steril dipandang dari sudut mikrobiologi, artinya bebas dari semua bentuk kehidupan (Mulyanti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang 1 A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Yoghurt adalah suatu produk olahan yang merupakan fermentasi dari susu yang telah lama dikenal dan memiliki rasa asam yang spesifik. Yoghurt dapat dibuat dari susu

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Organoleptik Bakso Ikan Nila Merah Uji organoleptik mutu sensorik yang dilakukan terhadap bakso ikan nila merah yang dikemas dalam komposisi gas yang berbeda selama

Lebih terperinci

TUGAS INDIVIDU PENGANTAR MIKROBIOLOGI. Penerapan HACCP pada Proses Produksi Yoghurt

TUGAS INDIVIDU PENGANTAR MIKROBIOLOGI. Penerapan HACCP pada Proses Produksi Yoghurt TUGAS INDIVIDU PENGANTAR MIKROBIOLOGI Penerapan HACCP pada Proses Produksi Yoghurt Disusun Oleh : Yatin Dwi Rahayu 1006578 JURUSAN PENDIDIKAN TEKNOLOGI AGROINDUSTRI FAKULTAS PENDIDIKAN TEKNOLOGI KEJURUAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan instalasi pengolahan limbah dan operasionalnya. Adanya

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan instalasi pengolahan limbah dan operasionalnya. Adanya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pabrik tahu merupakan industri kecil (rumah tangga) yang jarang memiliki instalasi pengolahan limbah dengan pertimbangan biaya yang sangat besar dalam pembangunan

Lebih terperinci

LIMBAH. Pengertian Baku Mutu Lingkungan Contoh Baku Mutu Pengelompokkan Limbah Berdasarkan: 1. Jenis Senyawa 2. Wujud 3. Sumber 4.

LIMBAH. Pengertian Baku Mutu Lingkungan Contoh Baku Mutu Pengelompokkan Limbah Berdasarkan: 1. Jenis Senyawa 2. Wujud 3. Sumber 4. LIMBAH Pengertian Baku Mutu Lingkungan Contoh Baku Mutu Pengelompokkan Limbah Berdasarkan: 1. Jenis Senyawa 2. Wujud 3. Sumber 4.B3 PENGERTIAN Berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) No. 18/1999 Jo.PP 85/1999

Lebih terperinci

GMP (Good Manufacturing Practices) Cara Pengolahan Pangan Yang Baik

GMP (Good Manufacturing Practices) Cara Pengolahan Pangan Yang Baik GMP (Good Manufacturing Practices) Cara Pengolahan Pangan Yang Baik HANDOUT MATA KULIAH : REGULASI PANGAN (KI 531) OLEH : SUSIWI S JURUSAN PENDIDIKAN KIMIA F P M I P A UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terjangkau oleh berbagai kalangan. Menurut (Rusdi dkk, 2011) tahu memiliki

BAB I PENDAHULUAN. terjangkau oleh berbagai kalangan. Menurut (Rusdi dkk, 2011) tahu memiliki 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Tahu, merupakan salah satu makanan yang digemari oleh hampir semua kalangan masyarakat di Indonesia, selain rasanya yang enak, harganya pun terjangkau oleh

Lebih terperinci

SUSU. b. Sifat Fisik Susu Sifat fisik susu meliputi warna, bau, rasa, berat jenis, titik didih, titik beku, dan kekentalannya.

SUSU. b. Sifat Fisik Susu Sifat fisik susu meliputi warna, bau, rasa, berat jenis, titik didih, titik beku, dan kekentalannya. SUSU a. Definisi Susu Air susu termasuk jenis bahan pangan hewani, berupa cairan putih yang dihasilkan oleh hewan ternak mamalia dan diperoleh dengan cara pemerahan (Hadiwiyoto, 1983). Sedangkan menurut

Lebih terperinci

Pemantauan Limbah Cair, Gas dan Padat

Pemantauan Limbah Cair, Gas dan Padat Pemantauan Limbah Cair, Gas dan Padat Paryanto, Ir.,MS Pusat Penelitian Lingkungan Hidup Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat Universitas Sebelas Maret Bimbingan Teknis Pengendalian B3 Pusat Pelatihan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 85 TAHUN 1999 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 85 TAHUN 1999 TENTANG PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 85 TAHUN 1999 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 18 TAHUN 1999 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. 1.1 Pengaruh Perlakuan Terhadap Total Bakteri Daging Sapi

HASIL DAN PEMBAHASAN. 1.1 Pengaruh Perlakuan Terhadap Total Bakteri Daging Sapi IV HASIL DAN PEMBAHASAN 1.1 Pengaruh Perlakuan Terhadap Total Bakteri Daging Sapi Hasil penelitian pengaruh berbagai konsentrasi sari kulit buah naga merah sebagai perendam daging sapi terhadap total bakteri

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. juga mengandung beberapa jenis vitamin dan mineral. Soeparno (2009)

I. PENDAHULUAN. juga mengandung beberapa jenis vitamin dan mineral. Soeparno (2009) I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Daging merupakan bahan pangan yang penting dalam pemenuhan kebutuhan gizi manusia. Selain mutu proteinnya tinggi, daging juga mengandung asam amino essensial yang lengkap

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Jambi) ataupun yang berasal dari daging seperti sosis dan urutan/bebontot

I. PENDAHULUAN. Jambi) ataupun yang berasal dari daging seperti sosis dan urutan/bebontot I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masyarakat Indonesia telah banyak mengenal produk pangan fermentasi antara lain yang berasal dari susu seperti yogurt, keju, es krim dan dadih (produk olahan susu fermentasi

Lebih terperinci

Pengawetan dengan Suhu Tinggi

Pengawetan dengan Suhu Tinggi Pengawetan dengan Suhu Tinggi Pengawetan dengan suhu tinggi adalah salah satu dari sekian banyak metode pengawetan makanan yang sering digunakan. Metode ini sebenarnya sudah sangat familier dalam aktivitas

Lebih terperinci

Yoghurt Sinbiotik - Minuman Fungsional Kaya Serat Berbasis Tepung Pisang

Yoghurt Sinbiotik - Minuman Fungsional Kaya Serat Berbasis Tepung Pisang AgroinovasI Yoghurt Sinbiotik - Minuman Fungsional Kaya Serat Berbasis Tepung Pisang Pisang kaya akan karbohidrat dan mempunyai kandungan gizi yang baik yaitu vitamin (provitamin A, B dan C) dan mineral

Lebih terperinci

4 Telur biasanya juga mengandung semua vitamin yang sangat dibutuhkan kecuali vitamin C. Vitamin larut lemak (A, D, E, dan K), vitamin yang larut air

4 Telur biasanya juga mengandung semua vitamin yang sangat dibutuhkan kecuali vitamin C. Vitamin larut lemak (A, D, E, dan K), vitamin yang larut air TINJAUAN PUSTAKA Telur Telur merupakan bahan pangan asal hewan yang mempunyai daya pengawet alamiah yang paling baik, karena memiliki suatu pelindung kimia dan fisis terhadap infeksi mikroba. Mekanisme

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penggunaan plastik semakin populer di kalangan masyarakat Indonesia, karena memiliki banyak kegunaan dan praktis. Plastik merupakan produk polimer sintetis yang terbuat

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Perlakuan Terhadap Total Bakteri Salami Daging Kelinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Perlakuan Terhadap Total Bakteri Salami Daging Kelinci IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pengaruh Perlakuan Terhadap Total Bakteri Salami Daging Kelinci Hasil penelitian penggunaan starter yogurt terhadap total bakteri Salami daging kelinci disajikan pada Tabel

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Alat dan Bahan Metode Penelitian Sampel

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Alat dan Bahan  Metode Penelitian Sampel 16 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei sampai Agustus 2012 di Laboratorium Kesehatan Masyarakat Veteriner, Departemen Ilmu Penyakit Hewan dan Kesehatan Masyarakat

Lebih terperinci

PERBEDAAN KADAR FORMALIN PADA TAHU YANG DIJUAL DI PASAR PUSAT KOTA DENGAN PINGGIRAN KOTA PADANG. Skripsi

PERBEDAAN KADAR FORMALIN PADA TAHU YANG DIJUAL DI PASAR PUSAT KOTA DENGAN PINGGIRAN KOTA PADANG. Skripsi PERBEDAAN KADAR FORMALIN PADA TAHU YANG DIJUAL DI PASAR PUSAT KOTA DENGAN PINGGIRAN KOTA PADANG Skripsi Diajukan ke Fakultas Kedokteran Universitas Andalas sebagai pemenuhan salah satu syarat untuk mendapatkan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. menerapkan gelombang elektromagnetik, yang bertujuan untuk mengurangi

I PENDAHULUAN. menerapkan gelombang elektromagnetik, yang bertujuan untuk mengurangi I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Iradiasi merupakan salah satu jenis pengolahan bahan pangan yang menerapkan gelombang elektromagnetik, yang bertujuan untuk mengurangi kehilangan akibat kerusakan dan pembusukan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia dan merupakan hasil olahan dari kacang kedelai yang kaya akan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia dan merupakan hasil olahan dari kacang kedelai yang kaya akan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tahu adalah salah satu jenis makanan yang banyak digemari masyarakat Indonesia dan merupakan hasil olahan dari kacang kedelai yang kaya akan protein. Karena itu, tahu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Susu merupakan produk hewani yang umum dikonsumsi oleh manusia mulai dari anak-anak hingga dewasa karena kandungan nutrisinya yang lengkap. Menurut Codex (1999), susu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. (1.2) Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat

I. PENDAHULUAN. (1.2) Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat I. PENDAHULUAN Bab ini akan menguraikan mengenai: (1.1) Latar Belakang Penelitian, (1.2) Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat Penelitian, (1.5) Kerangka Pemikiran, (1.6)

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Jamur tiram (Pleurotus ostreatus) merupakan salah satu jenis sayuran sehat yang

I. PENDAHULUAN. Jamur tiram (Pleurotus ostreatus) merupakan salah satu jenis sayuran sehat yang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Jamur tiram (Pleurotus ostreatus) merupakan salah satu jenis sayuran sehat yang dewasa ini sudah banyak dikenal dan dikonsumsi oleh berbagai kalangan masyarakat.

Lebih terperinci

bio.unsoed.ac.id I. PENDAHULUAN

bio.unsoed.ac.id I. PENDAHULUAN I. PENDAHULUAN Yoghurt merupakan minuman yang dibuat dari susu sapi dengan cara fermentasi oleh mikroorganisme. Yoghurt telah dikenal selama ribuan tahun dan menarik banyak perhatian dalam beberapa tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ikan merupakan bahan makanan yang banyak mengandung protein dan dikonsumsi oleh manusia sejak beberapa abad yang lalu. Ikan banyak dikenal karena termasuk lauk pauk

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. SIFAT FISIS MEKANIS BAHAN PENGEMAS B. KARAKTERISASI AWAL YOGURT KACANG HIJAU

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. SIFAT FISIS MEKANIS BAHAN PENGEMAS B. KARAKTERISASI AWAL YOGURT KACANG HIJAU IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. SIFAT FISIS MEKANIS BAHAN PENGEMAS Sifat-sifat fisis-mekanis kemasan yang digunakan untuk mengemas yogurt kacang hijau dapat dilihat pada Tabel 4. Berdasarkan Tabel 4, dapat

Lebih terperinci

Antiseptik dan Desinfektans DRG. IKA ANDRIANI

Antiseptik dan Desinfektans DRG. IKA ANDRIANI Antiseptik dan Desinfektans DRG. IKA ANDRIANI bahan kimia yang dapat menghambat atau membunuh pertumbuhan jasad renik seperti bakteri, jamur dan lain-lain pada jaringan hidup ANTISEPTIC: bahan kimia atau

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 5 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Biogas Biogas adalah gas yang terbentuk melalui proses fermentasi bahan-bahan limbah organik, seperti kotoran ternak dan sampah organik oleh bakteri anaerob ( bakteri

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Proses pembuatan starter di pondok pesantren pertanian Darul Fallah

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Proses pembuatan starter di pondok pesantren pertanian Darul Fallah BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Proses Pembuatan Starter Proses pembuatan starter di pondok pesantren pertanian Darul Fallah bogor meliputi langkah-langkah sebagai berikut, dapat dilihat pada Gambar 1.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dan cepat mengalami penurunan mutu (perishable food). Ikan termasuk komoditi

I. PENDAHULUAN. dan cepat mengalami penurunan mutu (perishable food). Ikan termasuk komoditi I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bahan pangan mentah merupakan komoditas yang mudah rusak sejak dipanen. Bahan pangan mentah, baik tanaman maupun hewan akan mengalami kerusakan melalui serangkaian reaksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Kristen Maranatha BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Kebersihan lantai merupakan salah satu indikasi kebersihan suatu tempat secara umum dan dapat dikaitkan dengan penularan berbagai penyakit ataupun penyebaran

Lebih terperinci

Haris Dianto Darwindra BAB VI PEMBAHASAN

Haris Dianto Darwindra BAB VI PEMBAHASAN Haris Dianto Darwindra BAB VI PEMBAHASAN Berbagai jenis makanan dan minuman yang dibuat melalui proses fermentasi telah lama dikenal. Dalam prosesnya, inokulum atau starter berperan penting dalam fermentasi.

Lebih terperinci

BAB IV PENGEMASAN VACUUM DAN CUP SEALER

BAB IV PENGEMASAN VACUUM DAN CUP SEALER BAB IV PENGEMASAN VACUUM DAN CUP SEALER 4.1. Tujuan Tujuan dari materi praktikum Pengemasan Vacuum Dan Cup Sealer adalah sebagai berikut: 1. Mengetahui cara pengemasan menggunakan vacuum sealer. 2. Mengetahui

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Susu merupakan salah satu sumber protein yang baik dikonsumsi oleh

BAB I PENDAHULUAN. Susu merupakan salah satu sumber protein yang baik dikonsumsi oleh BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Susu merupakan salah satu sumber protein yang baik dikonsumsi oleh manusia, baik dalam bentuk segar maupun sudah diproses dalam bentuk produk. Susu adalah bahan pangan

Lebih terperinci

Pengawetan bahan pangan

Pengawetan bahan pangan Pengawetan bahan pangan SMA Negeri 5 Mataram Dhita Fajriastiti Sativa, S.Pd. Prinsip pengawetan pangan Mencegah atau memperlambat laju proses dekomposisi (autolisis) bahan pangan Mencegah kerusakan yang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. bila dikonsumsi akan menyebabkan penyakit bawaan makanan atau foodborne

BAB 1 PENDAHULUAN. bila dikonsumsi akan menyebabkan penyakit bawaan makanan atau foodborne BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebersihan makanan dan minuman sangatlah penting karena berkaitan dengan kondisi tubuh manusia. Apabila makanan dan minuman yang dikonsumsi tidak terjaga kebersihannya

Lebih terperinci

HIGIENE DAN SANITASI SARANA PP - IRT

HIGIENE DAN SANITASI SARANA PP - IRT HIGIENE DAN SANITASI SARANA PP - IRT BAHAYA BIOLOGIS BAHAYA KIMIA AMANKAN PANGAN dan BEBASKAN PRODUK dari BAHAN BERBAHAYA BAHAYA FISIK BEBAS BAHAYA Pendahuluan Sanitasi : pencegahan penyakit dengan menghilangkan/mengatur

Lebih terperinci

UJI ORGANOLEPTIK FRUITGHURT HASIL FERMENTASI LIMBAH BUAH ANGGUR (Vitis vinifera) OLEH Lactobacillus bulgaricus SKRIPSI

UJI ORGANOLEPTIK FRUITGHURT HASIL FERMENTASI LIMBAH BUAH ANGGUR (Vitis vinifera) OLEH Lactobacillus bulgaricus SKRIPSI UJI ORGANOLEPTIK FRUITGHURT HASIL FERMENTASI LIMBAH BUAH ANGGUR (Vitis vinifera) OLEH Lactobacillus bulgaricus SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Program Studi

Lebih terperinci

BAB HIGIENE DAN SANITASI DALAM INDUSTRI PANGAN Dalam aspek keamanan dan kesehatan pangan maka aspek higiene dan sanitasi memegang peranan yg penting.

BAB HIGIENE DAN SANITASI DALAM INDUSTRI PANGAN Dalam aspek keamanan dan kesehatan pangan maka aspek higiene dan sanitasi memegang peranan yg penting. BAB HIGIENE DAN SANITASI DALAM INDUSTRI PANGAN Dalam aspek keamanan dan kesehatan pangan maka aspek higiene dan sanitasi memegang peranan yg penting. Hal yang mendasar adalah berbagai masalah kontaminasi

Lebih terperinci

Pengawetan Bahan Nabati dan Hewani. 1. Pengertian Pengawetan Bahan Nabati dan Hewani

Pengawetan Bahan Nabati dan Hewani. 1. Pengertian Pengawetan Bahan Nabati dan Hewani Pengawetan Bahan Nabati dan Hewani 1. Pengertian Pengawetan Bahan Nabati dan Hewani Bahan makanan umumny mudah rusak (perishable). Perhatikan saja, buah-buahan dan sayuran yang kita panen. Kita dapat melihat

Lebih terperinci