V GAMBARAN UMUM KOMODITAS KEPITING

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "V GAMBARAN UMUM KOMODITAS KEPITING"

Transkripsi

1 V GAMBARAN UMUM KOMODITAS KEPITING 5.1 Karakteristik Kepiting Berdasarkan taksonomi, kepiting tergolong ke dalam kelas crustacea karena tubuhnya yang dilindungi oleh kerangka luar yang sangat keras, tersusun dari kitin, dan dipersenjatai dengan sepasang capit. Hewan berkaki sepuluh dari infraordo Brachyura ini memiliki perut (abdomen) yang sama sekali tersembunyi di bawah dada (thorax). Brachyura sendiri berasal dari bahasa Yunani yang artinya mempunyai ekor yang sangat pendek (brachy = pendek, ura = ekor). Brachyura mencakup kepiting, ketam, dan rajungan. Beragam jenis kepiting tersebar di semua samudera dunia. Ada pula beberapa jenis kepiting air tawar dan darat, khususnya di wilayahwilayah tropis. Kepiting beraneka ragam ukurannya dari ketam kacang, yang lebarnya hanya beberapa millimeter hingga kepiting laba-laba Jepang, dengan rentangan kaki hingga 4 m. 5.2 Kandungan dan Manfaat Kepiting Kepiting mengandung nutrisi yang penting bagi kesehatan tubuh. Daging kepiting rendah kandungan lemak jenuh serta merupakan sumber niacin, folate, pottassium, sumber protein, vitamin B 12, phosphorous, zinc, copper, dan selenium yang sangat baik untuk tubuh. Selenium diyakini berperan dalam mencegah kanker, perusakan kromosom, serta meningkatkan daya tahan terhadap infeksi virus dan bakteri (Kasry, 1996). Fisheries Research and Development Corporation di Australia berpendapat, bahwa dalam 100 gram daging kepiting bakau terkandung 22 mg Omega-3 (EPA), 58 mg Omega-3 (DHA), dan 15 mg Omega-6 (AA) yang sangat penting untuk pertumbuhan dan kecerdasan anak. Kandungan asam lemak yang lebih besar dimiliki oleh rajungan, yaitu sebesar 137 mg Omega-3 (EPA), 90 mg Omega-3 (DHA), dan 86 mg Omega-6 (AA) untuk setiap 100 gram dagingnya. Selain dagingnya, kulit kepiting juga memiliki nilai komersial. Kulit kepiting umumnya diekspor dalam bentuk kering sebagai sumber chitin, chitosan dan karotenoid yang dimanfaatkan oleh berbagai industri sebagai bahan baku obat,

2 kosmetik, pangan, dan lain-lain. Bahan-bahan tersebut memiliki peran sebagai anti virus, anti bakteri, dan digunakan sebagai obat untuk meringankan serta mengobati luka bakar. Selain itu, bahan tersebut dapat juga digunakan untuk bahan pengawet makanan yang murah dan aman. 5.3 Jenis-Jenis Kepiting Komersial di Indonesia Moosa (1980) menyebutkan bahwa di Indo Pasifik Barat, jenis kepiting dan rajungan diperkirakan ada 234 jenis, sedangkan di Indonesia terdapat sekitar 124 jenis. Tidak semua jenis kepiting dan rajungan merupakan jenis yang dapat dimakan (edible crab) karena ukuran tubuhnya yang tidak cukup besar ataupun menimbulkan keracunan. Di Indonesia, kepiting bakau dan rajungan merupakan jenis kepiting konsumsi yang mendominasi ekspor komoditas kepiting Indonesia. Kepiting banyak terdapat di area pesisir dimana terdapat mangrove dan air payau. Habitat kepiting bakau terdapat di perairan yang memiliki hutan mangrove. Hutan mangrove menjadi habitat berbagai jenis organisme yang memiliki kemampuan beradaptasi terhadap perubahan ekosistem. Kepiting bakau ditemukan di daerah estuari dan kebanyakan ditangkap di daerah pesisir seperti di Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, Maluku, dan Papua (Sulistiono et al., 1994). Kepiting bakau dapat dibagi dalam 4 golongan (tiga spesies dan satu subspesies) yaitu S. serrata, S. oceanica, S. tranquberica dan S. serrata var. paramamosain. Kepiting bakau hijau (Scylla serrata) dikenal sebagai giant mud crab, karena ukurannya yang dapat mencapai 2-3 kg per ekor. Scylla serrata dapat dibedakan dengan dua jenis lainnya berdasarkan morfologi terutama bentuk duri baik pada carapace maupun pada bagian capitnya serta warna dominan pada tubuhnya. Scylla serrata memiliki duri yang relatif pendek dibanding dua species lainnya. Warna kemerahan hingga oranye terutama pada capit dan kakinya, sedangkan pada jenis lain dominan warna ungu pucat atau kehitaman. Ciri lain yaitu pada Scylla oceanic berwarna kehijauan dan terdapat garis-garis biru coklat hampir pada bagian seluruh tubuhnya kecuali bagian perut. Scylla transquebarica berwarna kehijauan sampai kehitaman dengan sedikit garis-garis berwarna kecoklatan pada kaki

3 renangnya. Secara umum Scylla oceanica, dan Scylla transquebarica memiliki ukuran lebih besar daripada S. serrata untuk umur yang sama. Kepiting jantan dicirikan oleh bagian abdomen yang berbentuk agak lancip menyerupai segitiga sama kaki, sedangkan pada kepiting betina dewasa agak membundar dan melebar. Pada kepiting dewasa, yang jantan memiliki ukuran capit lebih besar dibandingkan dengan betina untuk umur yang sama demikian pula halnya dengan ukuran tubuhnya. Selain kepiting bakau, jenis lain yang memiliki nilai ekspor adalah rajungan atau dikenal dengan nama swimming crab. Kepiting bakau cukup mudah dibedakan dengan famili lainnya, khususnya rajungan. Perbedaan kepiting bakau dengan rajungan (Portunus pelagicus) dapat terlihat cukup dengan melihat warna karapas dan jumlah duri-duri pada karapasnya. Rajungan memiliki warna yang menarik pada karapasnya. Duri akhir pada kedua sisi karapas rajungan relatif lebih panjang dan lebih runcing dari duri akhir pada kepiting bakau. Rajungan bila tidak berada di lingkungan air laut hanya tahan hidup beberapa jam saja (Kasry, 1996). Jenis rajungan yang umum dimakan (edible crab) ialah jenis-jenis yang termasuk cukup besar yaitu sub famili Portuninae dan Podopthalminae. Jenis-jenis lainnya walaupun dapat dimakan, tetapi berukuran kecil dan tidak memiliki daging yang berarti. Jenisjenis rajungan yang umum terdapat di pasar-pasar Indonesia adalah Portunus pelagicus. Jenis yang kurang umum tetapi masih sering dijumpai di pasar adalah rajungan bintang (Portunus sanguinolentus), rajungan angin (Podopthalamus vigil), rajungan karang (Charybdis feriatus). Jenis-jenis lainnya yang berukuran cukup besar dan biasa dimakan, tetapi jarang dijumpai dipasar-pasar adalah Charybdis callanassa, Charybdis lucifera, Charybdis natatas, Charybdis tunicata, Thalamita crenata, Thalamita danae, Thalamita puguna, dan Thalamita spimmata. Rajungan jantan memiliki abdomen yang sempit, berbentuk T pada sisi abdomen dan capit berwarna biru. Sedangkan rajungan betina yang belum matang memiliki bentuk abdomen V atau rajungan dewasa memiliki bentuk abdomen U. Pada hewan ini terlihat adanya perbedaan yang mencolok antara jantan dan betina. Jantan mempunyai ukuran tubuh yang lebih besar dan capit yang lebih panjang dibandingkan dengan rajungan betina.

4 5.4 Perkembangan Luas Areal Budidaya Tambak Wilayah perairan Indonesia memiliki hutan bakau yang sangat banyak dan tersebar. Keadaan laut Indonesia penuh kekayaan alam menciptakan habitat untuk kepiting bisa bertahan hidup. Produksi kepiting di Indonesia sebagian besar masih berasal dari hasil tangkap laut dan hanya sebagian kecil saja yang dihasilkan dari budidaya tambak. Permintaan kepiting yang terus meningkat setiap tahunnya, menyebabkan sistem produksi yang berbasi pada penangkapan menjadi tidak lagi sustainable. Menurunnya kualitas dan ukuran kepiting hasil tangkap setiap tahunnya menjadi pertanda telah terjadi penangkapan berlebih. Kondisi ini menyebabkan beberapa tahun Indonesia mengalami penurunan produksi pada sektor penangkapan kepiting di laut. Cara budidaya tambak diharapkan dapat memberi solusi untuk mengatasi masalah ini, sehingga total produksi kepiting Indonesia setiap tahunnya dapat kembali meningkat. Tabel 9 menunjukkan luas lahan yang digunakan untuk budidaya tambak di Indonesia. Lahan tersebut tiap tahunnya terus meningkat, namun sebagian besar lahan tersebut masih digunakan untuk budidaya tambak udang dan bandeng. Hal ini disebabkan teknik pembudidayaan kepiting yang masih tergolong baru dan belum dikenal secara luas oleh masyarakat seperti halnya budidaya tambak udang ataupun bandeng. Tabel 9. Luas Lahan Berpotensi untuk Budidaya Tambak Tahun Tahun Luas Lahan (Ha) Tahun Luas Lahan (Ha) Laju (%/tahun) 4,63 Sumber: Kementerian Kelautan dan Perikanan, 2011 Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) pada tahun 2007 telah mengembangkan klaster industri perikanan khusus komoditi kepiting di beberapa

5 kabupaten diseluruh Indonesia guna mengangkat komoditas perikanan unggulan di wilayah tersebut. Pengembangan klaster industri perikanan sebenarnya sudah diterapkan pula di negara lain seperti Jepang dan Vietnam yang menggunakan sistem satu desa satu komoditas. Beberapa daerah yang mengembangkan sistem klaster industri kepiting dan rajungan antara lain di Medan (Sumatera Utara), Sambas (Kalimantan Barat), Makassar (Sulawesi Selatan), Pemalang (Jawa Tengah), dan Gresik (Jawa Timur). 5.5 Perkembangan Produksi Kepiting Indonesia Perkembangan produksi subsektor perikanan Indonesia selama ini dapat dikatakan dalam kondisi baik. Permintaan hasil perikanan Indonesia tiap tahunnya meningkat setelah Indonesia melakukan pemasaran ke pasar dunia. Aneka macam komoditi hasil laut dikirim ke negara lain sesuai kebutuhan tiap negara. Konsumsi akan sumber daya laut masyarakat global mengalami peningkatan disebabkan oleh beberapa faktor yaitu: Pertama, meningkatnya jumlah penduduk disertai dengan meningkatnya pendapatan masyarakat. Kedua, meningkatnya apresiasi terhadap makanan sehat (healthy good) sehingga mendorong konsumsi daging dari pola red meat ke white meat. Terakhir, karena berjangkitnya penyakit pada hewan yang menjadi sumber protein hewani lainnya selain ikan dan sumberdaya laut sehingga sumber daya laut menjadi sumber alternatif terbaik. Produksi kepiting dari hasil tangkap laut sejauh ini tersebar di provinsi Sumatera Barat, Sumatera Utara, Kepulauan Bangka Belitung, Jawa Timur, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, dan Sulawesi Tenggara. Pada Tabel 10 terlihat lokasi produksi kepiting tangkap di Indonesia yang dihasilkan tidak tersebar secara merata dari seluruh provinsi yang ada. Hanya terdapat beberapa provinsi yang berpotensi menghasilkan komoditi kepiting tangkap yaitu provinsi yang memiliki perairan dengan hutan mangrove. Tabel 10. Delapan Provinsi Berpotensi Produksi Kepiting Hasil Tangkap di Indonesia Tahun Nama Provinsi Laju (%/tahun) Jawa Timur ,80

6 Bangka Belitung ,56 Jawa Barat ,91 Sulawesi Tenggara ,51 Kalimantan Timur ,77 Sumatera Utara ,64 Kalimantan Selatan ,27 Sumatera Barat ,13 Sumber: Kementerian Kelautan dan Perikanan, 2011 Produksi kepiting di Indonesia awalnya lebih dari 70% berasal dari hasil tangkap kekayaan laut, tetapi dalam beberapa tahun terakhir telah diberlakukan usaha budidaya kepiting di Indonesia. Pada tahun 1994 dan 1998, terjadi penurunan produksi kepiting karena terdapat beberapa permasalahan seperti penurunan hasil tangkapan nelayan karena keadaan laut yang tidak terurus serta adanya keterbatasan dalam hal teknologi maupun dalam hal pengelolaan penangkapan. Oleh sebab itu, budidaya tambak kepiting masih merupakan solusi terbaik untuk permasalahan produksi tersebut. Usaha untuk menggalakan budidaya tambak kepiting ini sebenarnya sudah ada sejak tahun 1990-an, namun perluasan wilayah tangkap masih lebih banyak dipiih oleh para pelaku bisnis ini pada masa itu karena dinilai relatif lebih mudah, murah, dan cepat menghasilkan. Kendala yang dihadapi dalam usaha budidaya kepiting antara lain kurangnya minat para investor menanamkan modal karena biaya operasionalnya yang tinggi, risiko kerugian dianggap besar, serta ketersediaan teknologi yang belum mendukung. Namun usaha budidaya ini sangatlah potensial dan menguntungkan mengingat terus menurunnya kualitas dan jumlah kepiting hasil tangkap. Hal ini dibuktikan dengan semakin pesatnya pertumbuhan usaha budidaya tambak kepiting pada beberapa tahun terakhir seperti di daerah pantai utara (Pantura) Pulau Jawa, Sulawesi Selatan, serta Cilacap. 5.6 Negara Pesaing Indonesia dalam Ekspor Kepiting Filipina, Vietnam, dan Thailand merupakan beberapa negara pengekspor produk perikanan di kawasan Asia Tenggara. Letak geografis yang berdekatan serta sumberdaya alam yang hampir sama dengan Indonesia menjadikan kedua negara

7 tersebut sebagai pesaing utama dalam hal ekspor komoditas perikanan. Kedua negara tersebut juga banyak mengekspor komoditas perikanan seperti ikan bandeng, udang, dan kepiting yang selama ini menjadi komoditas unggulan Indonesia. Dalam hal ekspor komoditas kepiting, Filipina merupakan ancaman terbesar bagi Indonesia karena mengekspor jenis komoditas yang sama yakni rajungan dan kepiting bakau dalam jumlah yang cukup besar. Berdasarkan data FAO, pada tahun 2009, Filipina menyumbang sekitar 20% dari total 28 ribu ton produksi kepiting rajungan di dunia. Jumlah tersebut menempatkan Filipina sebagai produsen kepiting rajungan terbesar di dunia di atas Indonesia (16%). Sedangkan untuk komoditas kepiting bakau, Indonesia pada tahun 2007 menjadi produsen tangkap terbesar yakni sebesar ton, jauh di atas Thailand dan Filipina yang hanya sebesar ton dan ton. Namun sebaliknya dalam hal budidaya kepiting bakau, Indonesia hanya mampu menghasilkan ton dan berada di bawah Filipina yang mampu menghasilkan ton per tahun. Tabel 11. Volume dan Nilai Ekspor Kepiting Segar Dunia Tahun Negara Volume (Ton) Nilai (1000 $) Negara Volume (Ton) Nilai (1000 $) Negara Volume (Ton) Nilai (1000 $) Indonesia Indonesia Indonesia Inggris Kanada Kanada Kanada Inggris Inggris India India USA USA USA RRC Irlandia RRC Filipina RRC Filipina India Perancis Irlandia Irlandia Vietnam Perancis Hongkong Korea Hongkong Pakistan Jerman Vietnam Perancis Filipina Korea Korea Australia Australia Jepang Thailand Pakistan Australia Sumber: United Nations Commodity Trade, 2012

8 Produksi kepiting Indonesia memang sejauh ini mampu mendominasi para pesaing tersebut. Berdasarkan Tabel 11, nilai ekspor Indonesia menjadi yang terbesar di dunia selama beberapa tahun terakhir. Filipina dan Thailand hanya mampu menempati peringkat ke 13 dan 15 pada tahun Namun ekspor dari Filipina terus meningkat secara signifikan hingga pada tahun 2010, menempati peringkat ke 6 dalam hal ekspor kepiting segar. Melihat fakta tersebut, Indonesia harus segera berbenah terutama dalam hal kesinambungan produksi maupun efisiensi pemasarannya agar tetap mampu bersaing dan mempertahankan dominasinya. Pada Tabel 11 juga terdapat beberapa negara yang menjadi tujuan utama ekspor kepiting Indonesia seperti Amerika Serikat, RRC, dan Korea Selatan. Hal tersebut disebabkan oleh perbedaan jenis spesies yang diekspor dan diimpor oleh mereka dari Indonesia (mud crabs dan blue swimming crabs). Ekspor kepiting RRC didominasi oleh mitten crabs sedangkan Amerika Serikat banyak mengekspor jenis king crabs, stone crabs, dan dungeness crabs. 5.7 Harga Kepiting Harga Kepiting Indonesia Indonesia memiliki kualitas kepiting yang baik untuk diekspor ke pasar internasional. Harga kepiting di dalam negeri (domestik) tergolong salah satu komoditi perikanan dengan harga jual yang tinggi. Di pasar internasional, harga kepiting Indonesia merupaka salah satu yang paling tinggi. Pada Tabel 12 terlihat perbedaan harga kepiting di pasar domestik dan di pasar dunia. Hal ini disebabkan komoditas kepiting yang diekspor merupakan komoditas dengan grade yang lebih baik dari yang ada di pasar domestik sehingga harganya pun menjadi lebih mahal. Selain itu, kepiting yang diekspor tentunya memiliki berbagai tambahan biaya yang dibebankan pada produk tersebut seperti biaya administrasi sebelum akhirnya bisa dikirim sampai ke konsumen. Tabel 12. Perkembangan Harga Kepiting Indonesia (FOB) di Pasar Domestik dan Pasar Ekspor Tahun

9 Tahun Harga Domestik (Rp/Kg) Harga Domestik (US$/Kg) Harga Ekspor (US$/kg) ,06 1,035 8, ,52 1,253 7, ,70 2,417 6, ,71 1,623 7, ,56 1,818 7, ,21 2,175 8, ,53 2,022 10, , ,35 Laju (%/tahun) Sumber: Kementerian Kelautan Perikanan, 2009 dan United Nations Commodity Trade, 2012 Harga ekspor kepiting Indonesia di pasar dunia juga terus berfluktuasi dari tahun 2002 hingga Pada tahun 2008 terjadi kenaikan harga ekspor mencapai 10,35 US$/ton yang disebabkan oleh kenaikan harga kepiting di pasar dunia (KKP, 2009). Harga ekspor kepiting tidak bisa dikendalikan secara langsung oleh pemerintah karena harga yang terbentuk merupakan hasil dari permintaan dan penawaran kepiting di pasar dunia Harga Kepiting Negara Pesaing Thailand dan Filipina merupakan dua pesaing utama Indonesia dalam ekspor kepiting. Hal ini disebabkan oleh kesamaan pada jenis komoditas kepiting yang diekspor serta letak geografisnya yang cukup dekat dengan Indonesia. Selain itu, keduanya juga memiliki mitra dagang yang hampir sama dengan Indonesia. Harga kepiting di kedua negara pesaing tersebut ternyata jauh lebih murah bila dibandingkan dengan Indonesia. Pada Tabel 13 terlihat perkembangan harga kepiting di negara tersebut. Secara kasat mata, harga kepiting Indonesia bisa mencapai dua hingga empat kali lipat harga kepiting yang ditawarkan oleh negara tersebut. Meskipun demikian, jumlah ekspor Indonesia masih jauh mengungguli kedua negara tersebut. Hal ini ternyata disebabkan oleh kualitas kepiting Indonesia yang dinilai

10 tinggi sehingga lebih sering dipergunakan untuk bahan baku masakan restoran di negara tujuan ekspornya, khususnya Amerika Serikat. Tabel 13. Perkembangan Harga Ekspor Kepiting (FOB) Thailand dan Filipina Tahun Tahun Harga Ekspor Kepiting Thailand (US$/kg) Tahun Harga Ekspor Kepiting Filipina (US$/kg) , , , , , ,87 Laju (%/tahun) 45,26 4,78 Sumber: United Nations Commodity Trade, Gambaran Ekspor Kepiting Indonesia Kepiting yang diproduksi dipasarkan ke pasar domestik dan dunia. Pasar produk kepiting Indonesia telah memasuki beberapa negara yaitu Amerika Serikat, RRC, Jepang, Korea Selatan, Malaysia, dan beberapa negara Eropa seperti Belanda dan Inggris. Sejauh ini, Amerika Serikat masih merupakan pasar utama tujuan ekspor kepiting Indonesia. Komoditas kepiting tersebut diekspor dalam bentuk segar, beku, kering, maupun dalam kemasan. Beberapa perusahaan importir dari Amerika Serikat seperti Philips Foods bahkan sengaja mendirikan perusahaan eksportir di Indonesia untuk menjamin kelancaran pasokan kepitingnya. Philips Foods, perusahaan di Amerika Serikat yang paling banyak mengimpor kepiting dari Indonesia mendirikan perusahaan Philips Seafoods Indonesia yang juga merupakan eksportir kepiting terbesar ke Amerika Serikat (Urner Barry Foreign Trade Data). Philips Seafoods pada tahun 2008 mengekspor sebesar 23% dari total ekspor kepiting Indonesia diikuti oleh Tongga Tiur Putra (19,43%), Windika Utama (7,09%), dan Kelola Mina Laut (6,40%). Tabel 14. Perkembangan Ekspor Kepiting Indonesia Tahun Year Volume Ekspor Kepiting Indonesia (kg) Nilai (US$)

11 Laju (%/tahun) Sumber: United Nations Commodity Trade, 2012 Berdasarkan Tabel 14, perkembangan ekspor kepiting Indonesia selama periode tahun , mengalami fluktuasi dari tahun ke tahun, baik dalam hal nilai maupun volume ekspornya. Pada tahun 2005, volume ekspor kepiting Indonesia adalah sebesar ton dengan nilai sebesar US$ , kemudian terus mengalami penurunan hingga tahun 2009 volume ekspornya hanya sebesar ton dan nilai perdagangan terendah sebesar US$ Hal ini tidak terlepas dari adanya dampak dari krisis global yang bermula di Amerika Serikat dan Eropa sehingga menyebabkan kondisi perdagangan dunia menjadi tidak stabil dan cenderung menurun Kasus Penolakan terhadap Ekspor Komoditas Perikanan Indonesia Amerika Serikat merupakan salah satu negara tujuan utama Indonesia dalam mengekspor kepiting. Sebesar 60% komoditi kepiting yang diekspor Indonesia dikirim ke Amerika Serikat. Hal ini dikarenakan restoran seafood di Amerika Serikat menggunakan kepiting asal Indonesia (KKP, 2011). Selain Amerika Serikat, negara lainnya seperti Singapura, Malaysia, Jepang, Korea Selatan, dan Belanda juga merupakan negara-negara yang selama 10 tahun terakhir menjadi pengimpor utama produk kepiting Indonesia. Seperti usaha ekspor produk perikanan lainnya, ekspor kepiting Indonesia juga tidak terlepas dari adanya risiko penolakan dari negara tujuan. Indonesia sebagai negara eksportir utama produk perikanan juga mengalami berbagai kasus penolakan. Berdasarkan data yang dilansir oleh Uni Eropa melalui Rapid Alert System for Food and Feed (RASSF), sejak tahun 2003 sampai 2008, sering kali ditemukan kasus

12 detention/penahanan terhadap produk perikanan yang diekspor ke uni eropa, meskipun kecenderungannya mulai menurun. Tabel 15. Jumlah Kasus Penolakan terhadap Produk Komoditas Perairan Indonesia Negara Uni Eropa Jepang Amerika Serikat Kanada Sumber: Ababouch (2006) Kecenderungan notifikasi yang menunjukkan peningkatan selama periode mengakibatkan ditetapkannya CD 235 tahun 2006 yang mewajibkan seluruh produk perikanan Indonesia yang masuk ke Uni Eropa harus diuji terlebih dahulu sehingga meningkatkan biaya ekspor. Terdapat 4 penyebab utama penolakan produk perikanan Indonesia, yaitu penggunaan bahan kimia seperti antibiotic, nitrofuran, maupun chloraphenicol melebihi ambang batas yang diperbolehkan, kandungan mikrobiologi (salmonella) yang tinggi, histamin, serta kandungan logam berat. Selain dari Uni Eropa, penolakan produk perikanan Indonesia juga dilakukan oleh Amerika Serikat dan Jepang. Berbeda dengan jenis kasus penolakan dari Uni Eropa yang dominan disebabkan oleh kondisi bahan baku, maka di Amerika Serikat penahanan produk oleh USFDA lebih disebabkan oleh kondisi pengolahan produk yang terkontaminasi secara fisik (filthy). Amerika Serikat dengan sistem automatic detention yang dikendalikan oleh USFDA membuka fakta bahwa sejak tahun 2003 sampai tahun 2008 ditemukan lebih dari 100 kasus penahanan setiap tahunnya, puncaknya pada tahun 2004 ditemukan sebanyak 442 kasus. Positifnya sejak tahun 2005 baik di Uni Eropa, Amerika Serikat, maupun Jepang terdapat kecenderungan kasus penolakan produk perikanan yang menurun.

13 5.8.2 Regulasi dan Standar Internasional untuk Ekspor Produk Perikanan Peno lakan yang dilakukan oleh beberapa negara importir tersebut dilakukan guna memproteksi konsumennya dari produk-produk impor yang tercemar. Dalam konteks perdagangan Internasional, konsep proteksi ini dikenal dengan istilah Technical Barrier to Trade (TBT) Agreement dan Sanitary and Phytosanitary (SPS) Agreement. Dalam impelementasi TBT dan SPS, terdapat mekanisme untuk menolak bahkan memusnahkan produk-produk yang tidak sesuai dengan standar kualifikasi yang telah ditentukan oleh masing-masing negara. Standar tersebut diwujudkan dalam bentuk regulasi teknis sebagai berikut: 1. Uni Eropa EC No.178/2002 tentang persyaratan utama undang-undang pangan serta prosedur keamanan pangan EC No.882/2004 tentang pengawasan oleh pemerintah EC No.852/2004 tentang keamanan bahan pangan EC No.853/2004 tentang peraturan khusus untuk keamanan bahan baku EC No.854/2004 tentang badan pengawas keamanan asal bahan pangan EC No.446/2001 tentang batas maksimum kontaminasi dalam bahan pangan EC No.2073/2005 tentang ktiteria mikrobiologi bagi bahan pangan 2. Amerika Serikat Federal Food, Drug and Cosmetic Act (FDA) Code of Federal Regilation (CFR) 123 Bioterorism Act (TBA) 3. Kanada Food and Drug Act Canadian Food Inspection Agency Act Fish Inspection Act Consumer and Labelling Act Fish Inspection Regulation 4. Jepang Food Sanitation law

14 5. China (RRC) Food Hygine of the People s Republic of China Secara garis besar, poin penting yang tertera dari masing-masing regulasi teknis adalah bagaimana eksportir membuktikan bahwa produk yang dipasarkan telah memenuhi persyaratan standar yang dibutuhkan. Biasanya masing-masing negara mengembangkan prosedur monitoring, pengujian maupun pemeriksaaan yang dapat menjamin bahwa produk sesuai standar yang diinginkan. Umumnya pembuktian terhadap kesesuaian standar diwujudkan dalam bentuk sertifikasi. Selain persyaratan yang bersifat wajib (regulasi teknis), beberapa negara terkadang juga memiliki persyaratan pasar yang bersifat sukarela (voluntary). Beberapa persyaratan standar yang sifatnya sukarela adalah: 1. Marine Stewardship Council (MSC), fokus pada isu lingkungan seperti chain of custody produk perikanan dan fisheries management. Dipersyaratkan oleh beberapa importir dari Amerika Serikat, Jepang maupun Australia. 2. Aquaculture Certification Council (ACC), fokus pada isu praktek-praktek budidaya perikanan yang baik mencakup aspek teknis, lingkungan dan sosial. Importir dari Amerika Serikat merupakan pendukung utama standar ini. 3. International Standardisation Organisation (ISO), fokus pada isu kemanan pangan (ISO 22000), lingkungan (ISO 14001) serta kualitas (ISO 9001). Standar yang ditetapkan oleh skema ISO umumnya dipersyaratkan oleh masing-masing importir di banyak negara. 4. British Retail Consortium (BRC), fokus pada keamanan pangan produk, pengemasan sampai penyimpanan dan distribusi. Dipersyaratkan terutama oleh importir Uni Eropa. Meskipun bersifat sukarela, meningkatnya kepedulian konsumen di negaranegara tujuan ekspor seperti Amerika Serikat dan Eropa terhadap konservasi habitat kepiting sering kali secara halus memaksa eksportir untuk memiliki berbagai sertifikasi tersebut. Sebagian besar konsumen tidak mau membeli kepiting Indonesia jika cara penangkapannya merusak lingkungan. Bahkan terdapat wacana mulai tahun

15 2012, produk kepiting Indonesia baru diperbolehkan masuk ke pasar Amerika Serikat jika eksportir memiliki sertifikat Marine Stewardship Council (MSC). Saat ini komoditi kepiting Indonesia yang diekspor sudah merupakan hasil produksi yang tempat penangkapannya (laut) sudah diterapkan konservasi habitatnya (KKP, 2011). Pemerintah melakukan konservasi untuk mengatasi permasalahan penurunan produksi kepiting di laut. Pemberian label pada produk kepiting yang berasal dari pengelolaan ramah lingkungan akan menyebabkan kepiting yang diperoleh sesuai standar internasional yang diminta negara importir utama. Kondisi penerapan ecolabeling nantinya akan menguntungkan para nelayan dan pembudidaya ikan, karena pendapatan nelayan akan meningkat. Hal ini disebabkan para nelayan akan menjual kepiting dengan ukuran yang besar saja. Nelayan dapat menjaga volume kepiting yang akan diproduksi dalam jangka waktu yang panjang.

I. PENDAHULUAN. Kepiting bakau (Scylla serrata) merupakan salah satu komoditas perikanan

I. PENDAHULUAN. Kepiting bakau (Scylla serrata) merupakan salah satu komoditas perikanan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kepiting bakau (Scylla serrata) merupakan salah satu komoditas perikanan pada habitat perairan pantai, khususnya di daerah hutan bakau (mangrove). Kawasan hutan mangrove

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki sumber daya hutan bakau yang membentang luas di

I. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki sumber daya hutan bakau yang membentang luas di I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia memiliki sumber daya hutan bakau yang membentang luas di seluruh kawasan Nusantara. Salah satu komoditas perikanan yang hidup di perairan pantai khususnya di

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN. Kenaikan Rata-rata *) Produksi

1 PENDAHULUAN. Kenaikan Rata-rata *) Produksi 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perikanan dan industri yang bergerak dibidang perikanan memiliki potensi yang tinggi untuk menghasilkan devisa bagi negara. Hal tersebut didukung dengan luas laut Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Amerika Serikat adalah salah satu negara tujuan utama ekspor produk

BAB I PENDAHULUAN. Amerika Serikat adalah salah satu negara tujuan utama ekspor produk 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Amerika Serikat adalah salah satu negara tujuan utama ekspor produk perikanan Indonesia. Nilai ekspor produk perikanan Indonesia ke Amerika Serikat lebih besar daripada

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 4,29 juta ha hutan mangrove. Luas perairan dan hutan mangrove dan ditambah dengan

I. PENDAHULUAN. 4,29 juta ha hutan mangrove. Luas perairan dan hutan mangrove dan ditambah dengan I. PENDAHULUAN A. Latar belakang dan Masalah Indonesia merupakan negara kepulauan yang terdiri dari kurang lebih 17.508 pulau besar dan pulau kecil, serta garis pantai sepanjang 81.000 km yang didalamnya

Lebih terperinci

KARYA ILMIAH BISNIS DAN BUDIDAYA KEPITING SOKA. Di susun oleh : NAMA :FANNY PRASTIKA A. NIM : KELAS : S1-SI-09

KARYA ILMIAH BISNIS DAN BUDIDAYA KEPITING SOKA. Di susun oleh : NAMA :FANNY PRASTIKA A. NIM : KELAS : S1-SI-09 KARYA ILMIAH BISNIS DAN BUDIDAYA KEPITING SOKA Di susun oleh : NAMA :FANNY PRASTIKA A. NIM :11.12.5999 KELAS : S1-SI-09 STMIK AMIKOM YOGYAKARTA 2012 ABSTRAK Karya ilmiah ini berjudul BISNIS DAN BUDIDAYA

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang. Tabel 1 Poduksi perikanan Indonesia (ribu ton) tahun

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang. Tabel 1 Poduksi perikanan Indonesia (ribu ton) tahun 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia dikenal sebagai negara maritim, dua pertiga wilayahnya merupakan lautan dan luas perairan lautnya mencapai 5.8 juta km 2 termasuk Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Hutan mangrove merupakan suatu tipe hutan yang khusus terdapat

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Hutan mangrove merupakan suatu tipe hutan yang khusus terdapat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan mangrove merupakan suatu tipe hutan yang khusus terdapat di sepanjang pantai atau muara sungai dan dipengaruhi oleh pasang surut air laut (Tjardhana dan Purwanto,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN , , , , ,4 10,13

I. PENDAHULUAN , , , , ,4 10,13 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN Indonesia merupakan negara kepulauan dengan luas wilayah perairan yang mencapai 5,8 juta km 2 dan garis pantai sepanjang 81.000 km. Hal ini membuat Indonesia memiliki

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perikanan. Usaha di bidang pertanian Indonesia bervariasi dalam corak dan. serta ada yang berskala kecil(said dan lutan, 2001).

I. PENDAHULUAN. perikanan. Usaha di bidang pertanian Indonesia bervariasi dalam corak dan. serta ada yang berskala kecil(said dan lutan, 2001). I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertanian mencakup kegiatan usahatani perkebunan, perhutanan, peternakan, dan perikanan. Usaha di bidang pertanian Indonesia bervariasi dalam corak dan ragam. Dari sakala

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM RUMPUT LAUT. Produksi Rumput Laut Dunia

V. GAMBARAN UMUM RUMPUT LAUT. Produksi Rumput Laut Dunia 41 V. GAMBARAN UMUM RUMPUT LAUT 5.1. Perkembangan Produksi dan Ekspor Rumput Laut Dunia 5.1.1. Produksi Rumput Laut Dunia Indonesia dengan potensi rumput laut yang sangat besar berpeluang menjadi salah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Sumber daya kelautan berperan penting dalam mendukung pembangunan ekonomi daerah dan nasional untuk meningkatkan penerimaan devisa, lapangan kerja dan pendapatan penduduk.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. angka tersebut adalah empat kali dari luas daratannya. Dengan luas daerah

BAB I PENDAHULUAN. angka tersebut adalah empat kali dari luas daratannya. Dengan luas daerah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki luas daerah perairan seluas 5.800.000 km2, dimana angka tersebut adalah empat kali dari luas daratannya. Dengan luas daerah perairan tersebut wajar

Lebih terperinci

V. TINJAUAN UMUM RUMPUT LAUT DI INDONESIA

V. TINJAUAN UMUM RUMPUT LAUT DI INDONESIA 59 V. TINJAUAN UMUM RUMPUT LAUT DI INDONESIA 5.1. Perkembangan Rumput Laut Dunia Rumput laut merupakan salah satu komoditas budidaya laut yang dapat diandalkan, mudah dibudidayakan dan mempunyai prospek

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. (Bahari Indonesia: Udang [29 maret 2011Potensi]

I. PENDAHULUAN.  (Bahari Indonesia: Udang [29 maret 2011Potensi] I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perikanan merupakan sektor agribisnis yang hingga saat ini masih memberikan kontribusi yang cukup besar pada perekonomian Indonesia. Dari keseluruhan total ekspor produk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perkembangan industrialisasi modern saat ini. Salah satu yang harus terus tetap

I. PENDAHULUAN. perkembangan industrialisasi modern saat ini. Salah satu yang harus terus tetap I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutuhan akan energi dunia akan semakin besar seiring dengan pesatnya perkembangan industrialisasi modern saat ini. Salah satu yang harus terus tetap terpenuhi agar roda

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. penyediaan lapangan kerja, pemenuhan kebutuhan konsumsi dalam negeri, bahan

I. PENDAHULUAN. penyediaan lapangan kerja, pemenuhan kebutuhan konsumsi dalam negeri, bahan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang memiliki kekayaan sumberdaya alam yang melimpah, terutama pada sektor pertanian. Sektor pertanian sangat berpengaruh bagi perkembangan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional bagi banyak negara di dunia. Semakin terbuka suatu

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional bagi banyak negara di dunia. Semakin terbuka suatu I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perdagangan internasional memiliki peranan penting sebagai motor penggerak perekonomian nasional bagi banyak negara di dunia. Semakin terbuka suatu negara terhadap arus

Lebih terperinci

Tabel 1.1. Konsumsi Beras di Tingkat Rumah Tangga Tahun Tahun Konsumsi Beras*) (Kg/kap/thn)

Tabel 1.1. Konsumsi Beras di Tingkat Rumah Tangga Tahun Tahun Konsumsi Beras*) (Kg/kap/thn) I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sektor pertanian merupakan sektor penting dalam pembangunan ekonomi nasional. Peran strategis sektor pertanian digambarkan dalam kontribusi sektor pertanian dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. internasional untuk memasarkan produk suatu negara. Ekspor dapat diartikan

BAB I PENDAHULUAN. internasional untuk memasarkan produk suatu negara. Ekspor dapat diartikan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ekspor merupakan salah satu bagian penting dalam perdagangan internasional untuk memasarkan produk suatu negara. Ekspor dapat diartikan sebagai total penjualan barang

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor perikanan Indonesia dalam era perdagangan bebas mempunyai peluang yang cukup besar. Indonesia merupakan negara bahari yang sangat kaya dengan potensi perikananan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. komparatif karena tersedia dalam jumlah yang besar dan beraneka ragam serta dapat

BAB I PENDAHULUAN. komparatif karena tersedia dalam jumlah yang besar dan beraneka ragam serta dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sumber daya kelautan berperan penting dalam mendukung pembangunan ekonomi daerah dan nasional untuk meningkatkan penerimaan devisa, lapangan kerja dan pendapatan penduduk.

Lebih terperinci

V GAMBARAN UMUM EKSPOR UDANG INDONESIA

V GAMBARAN UMUM EKSPOR UDANG INDONESIA V GAMBARAN UMUM EKSPOR UDANG INDONESIA 5.1. Perdagangan Internasional Hasil Perikanan Selama lebih dari beberapa dekade ini, sektor perikanan dunia telah banyak mengalami perkembangan dan perubahan. Berdasarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Daya saing merupakan salah satu kriteria yang menentukan keberhasilan suatu negara di dalam perdagangan internasional. Dalam era perdagangan bebas saat ini, daya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Teh ditemukan sekitar tahun 2700 SM di Cina. Seiring berjalannya waktu, teh saat ini telah ditanam di berbagai negara, dengan variasi rasa dan aroma yang beragam. Menurut

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kepiting bakau (Scylla spp.) tergolong dalam famili Portunidae dari suku Brachyura. Kepiting bakau hidup di hampir seluruh perairan pantai terutama pada pantai yang ditumbuhi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sangat penting bagi masyarakat dunia. Diperkirakan konsumsi ikan secara global

BAB I PENDAHULUAN. sangat penting bagi masyarakat dunia. Diperkirakan konsumsi ikan secara global BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengolahan hasil perikanan memegang peranan penting dalam kegiatan pascapanen, sebab ikan merupakan komoditi yang sifatnya mudah rusak dan membusuk, di samping itu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN , , , ,3 Pengangkutan dan Komunikasi

I. PENDAHULUAN , , , ,3 Pengangkutan dan Komunikasi I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian di Indonesia merupakan sektor yang memegang peranan penting dalam perekonomian Indonesia. Sektor pertanian secara potensial mampu memberikan kontribusi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Pertanian merupakan kegiatan pengelolaan sumber daya untuk menghasilakan bahan pangan, bahan baku untuk industri, obat ataupun menghasilkan sumber energi. Secara sempit

Lebih terperinci

Ekonomi Pertanian di Indonesia

Ekonomi Pertanian di Indonesia Ekonomi Pertanian di Indonesia 1. Ciri-Ciri Pertanian di Indonesia 2.Klasifikasi Pertanian Tujuan Instruksional Khusus : Mahasiswa dapat menjelaskan ciri-ciri pertanian di Indonesia serta klasifikasi atau

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Negara Kesatuan Republik Indonesia terletak pada wilayah segitiga terumbu karang (coral reef triangle) dunia. Posisi tersebut menempatkan Indonesia sebagai salah satu

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN BISNIS DAN DAYA SAING IKAN HIAS INDONESIA. Peluang Bisnis Masyarakat Urban

PERKEMBANGAN BISNIS DAN DAYA SAING IKAN HIAS INDONESIA. Peluang Bisnis Masyarakat Urban PERKEMBANGAN BISNIS DAN DAYA SAING IKAN HIAS INDONESIA Peluang Bisnis Masyarakat Urban OLEH : SUHANA DOSEN MATA KULIAH EKONOMI POLITIK SUMBERDAYA ALAM, PROGRAM STUDI EKONOMI DAN LINGKUNGAN IPB PENELITI

Lebih terperinci

V. EKONOMI GULA. dikonsumsi oleh masyarakat. Bahan pangan pokok yang dimaksud yaitu gula.

V. EKONOMI GULA. dikonsumsi oleh masyarakat. Bahan pangan pokok yang dimaksud yaitu gula. V. EKONOMI GULA 5.1. Ekonomi Gula Dunia 5.1.1. Produksi dan Konsumsi Gula Dunia Peningkatan jumlah penduduk dunia berimplikasi pada peningkatan kebutuhan terhadap bahan pokok. Salah satunya kebutuhan pangan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting

I. PENDAHULUAN. Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting dalam pembangunan Indonesia. Hal ini didasarkan pada kontribusi sektor pertanian yang tidak hanya

Lebih terperinci

V. PERKEMBANGAN PRODUKSI DAN EKSPOR KOMODITI TEH INDONESIA. selama tahun tersebut hanya ton. Hal ini dapat terlihat pada tabel 12.

V. PERKEMBANGAN PRODUKSI DAN EKSPOR KOMODITI TEH INDONESIA. selama tahun tersebut hanya ton. Hal ini dapat terlihat pada tabel 12. 54 V. PERKEMBANGAN PRODUKSI DAN EKSPOR KOMODITI TEH INDONESIA 5.1 Perkembangan Produksi Teh Indonesia Perkembangan produksi teh Indonesia selama 1996-2005 cenderung tidak mengalami perubahan yang begitu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Proses pembangunan yang berkelanjutan merupakan salah satu cara untuk

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Proses pembangunan yang berkelanjutan merupakan salah satu cara untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Proses pembangunan yang berkelanjutan merupakan salah satu cara untuk memenuhi tujuan pemerintah yaitu mencapai peningkatan kesejahteraan rakyat secara merata. Untuk

Lebih terperinci

Sistem konektivitas pelabuhan perikanan untuk menjamin ketersediaan bahan baku bagi industri pengolahan ikan

Sistem konektivitas pelabuhan perikanan untuk menjamin ketersediaan bahan baku bagi industri pengolahan ikan Prosiding Seminar Nasional Ikan ke 8 Sistem konektivitas pelabuhan perikanan untuk menjamin ketersediaan bahan baku bagi industri pengolahan ikan Iin Solihin 1, Sugeng Hari Wisudo 1, Joko Susanto 2 1 Departemen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kepiting bakau merupakan salah satu hasil perikanan pantai yang banyak disenangi masyarakat karena rasa dagingnya yang enak, terutama daging kepiting yang sedang bertelur,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumberdaya perikanan laut Indonesia sangat berperan penting bagi sebagian besar masyarakatnya karena dari sumberdaya perikanan tersebut masyarakat dapat memenuhi kebutuhan

Lebih terperinci

1.I. Latar Belakang lkan tuna sebagai salah satu sumber bahan baku bagi perekonomian

1.I. Latar Belakang lkan tuna sebagai salah satu sumber bahan baku bagi perekonomian I. PENDAHULUAN 1.I. Latar Belakang lkan tuna sebagai salah satu sumber bahan baku bagi perekonomian lndonesia memegang peran yang cukup penting, mengingat potensi sumberdaya ikan tuna di perairan lndonesia

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Teh merupakan salah satu komoditi yang mempunyai peran strategis dalam perekonomian Indonesia. Industri teh mampu memberikan kontribusi Produk Domestik Bruto (PDB) sekitar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kualitas hidup manusia dengan meningkatnya pendapatan masyaraka Di sisi lain,

BAB I PENDAHULUAN. kualitas hidup manusia dengan meningkatnya pendapatan masyaraka Di sisi lain, 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan ekonomi di Indonesia menitikberatkan pada pembangunan sektor industri. Di satu sisi, pembangunan akan meningkatkan kualitas hidup manusia dengan meningkatnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sektor pertanian mempunyai peranan yang cukup penting dalam kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. Sektor pertanian mempunyai peranan yang cukup penting dalam kegiatan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian mempunyai peranan yang cukup penting dalam kegiatan perekonomian di Indonesia, hal ini dapat dilihat dari kontribusinya terhadap Produk Domestik Bruto

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diperbaharui, dalam kata lain cadangan migas Indonesia akan semakin menipis.

BAB I PENDAHULUAN. diperbaharui, dalam kata lain cadangan migas Indonesia akan semakin menipis. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian masih menjadi salah satu primadona Indonesia untuk jenis ekspor non-migas. Indonesia tidak bisa menggantungkan ekspornya kepada sektor migas saja sebab

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia adalah negara kepulauan yang terletak di kawasan Asia Tenggara dan berada di sekitar garis khatulistiwa, sehingga memberikan cuaca tropis. Posisi Indonesia

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. memiliki pulau dengan garis pantai sepanjang ± km dan luas

BAB 1 PENDAHULUAN. memiliki pulau dengan garis pantai sepanjang ± km dan luas BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan terbesar didunia yang memiliki 17.508 pulau dengan garis pantai sepanjang ± 81.000 km dan luas sekitar 3,1 juta km 2.

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Subsektor perkebunan merupakan bagian dari sektor pertanian yang memegang peranan penting bagi perekonomian nasional. Hal ini ditunjukkan dari nilai devisa yang dihasilkan.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor pertanian saat ini telah mengalami perubahan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor pertanian saat ini telah mengalami perubahan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan sektor pertanian saat ini telah mengalami perubahan orientasi yaitu dari orientasi peningkatan produksi ke orientasi peningkatan pendapatan dan kesejahteraan.

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM 4.1 Perkebunan Dunia

IV. GAMBARAN UMUM 4.1 Perkebunan Dunia IV. GAMBARAN UMUM 4.1 Perkebunan Dunia Komoditi perkebunan Indonesia rata-rata masuk kedalam lima besar sebagai produsen dengan produksi tertinggi di dunia menurut Food and agriculture organization (FAO)

Lebih terperinci

V. KERAGAAN INDUSTRI GULA INDONESIA

V. KERAGAAN INDUSTRI GULA INDONESIA 83 V. KERAGAAN INDUSTRI GULA INDONESIA 5.1. Luas Areal Perkebunan Tebu dan Produktivitas Gula Hablur Indonesia Tebu merupakan tanaman yang ditanam untuk bahan baku gula. Tujuan penanaman tebu adalah untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1. Pertumbuhan PDB Kelompok Pertanian di Indonesia Tahun

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1. Pertumbuhan PDB Kelompok Pertanian di Indonesia Tahun 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Indonesia merupakan negara kepulauan yang di dalamnya terdapat berbagai macam potensi. Sebagian besar wilayah Indonesia merupakan daerah lautan dengan luas mencapai

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Luas Lautan Indonesia Total Indonesia s Waters a. Luas Laut Teritorial b. Luas Zona Ekonomi Eksklusif c.

I PENDAHULUAN. Luas Lautan Indonesia Total Indonesia s Waters a. Luas Laut Teritorial b. Luas Zona Ekonomi Eksklusif c. I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia dengan panjang garis pantai sekitar 104.000 km serta memiliki 17.504 pulau. Wilayah laut Indonesia membentang luas

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kepiting bakau (Scylla serrata) dapat dijumpai hampir di seluruh perairan pantai. Kepiting

I. PENDAHULUAN. Kepiting bakau (Scylla serrata) dapat dijumpai hampir di seluruh perairan pantai. Kepiting I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kepiting bakau (Scylla serrata) dapat dijumpai hampir di seluruh perairan pantai. Kepiting hidup di daerah muara sungai dan rawa pasang surut yang banyak ditumbuhi vegetasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam membangun perekonomian. Pembangunan ekonomi diarahkan

BAB I PENDAHULUAN. dalam membangun perekonomian. Pembangunan ekonomi diarahkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara berkembang yang selalu ingin menciptakan kesempatan kerja dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi melalui usahausahanya dalam membangun perekonomian.

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Jakarta, Desember Dr. Ir. Sri Yanti JS. MPM

KATA PENGANTAR. Jakarta, Desember Dr. Ir. Sri Yanti JS. MPM KATA PENGANTAR Sebagai Negara kepulauan terbesar di dunia, Indonesia memiliki laut yang dapat dikelola sebesar 5,8 juta km 2 dan mempunyai potensi serta keanekaragaman sumber daya kelautan dan perikanan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. hambatan lain, yang di masa lalu membatasi perdagangan internasional, akan

I. PENDAHULUAN. hambatan lain, yang di masa lalu membatasi perdagangan internasional, akan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada era globalisasi saat ini, di mana perekonomian dunia semakin terintegrasi. Kebijakan proteksi, seperi tarif, subsidi, kuota dan bentuk-bentuk hambatan lain, yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dari penangkapan ikan di laut. Akan tetapi, pemanfaatan sumberdaya tersebut di

I. PENDAHULUAN. dari penangkapan ikan di laut. Akan tetapi, pemanfaatan sumberdaya tersebut di I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Selama ini pasokan ikan dunia termasuk Indonesia sebagian besar berasal dari penangkapan ikan di laut. Akan tetapi, pemanfaatan sumberdaya tersebut di sejumlah negara

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM PRODUK KELAPA SAWIT DAN BAHAN BAKAR BIODIESEL DARI KELAPA SAWIT

V. GAMBARAN UMUM PRODUK KELAPA SAWIT DAN BAHAN BAKAR BIODIESEL DARI KELAPA SAWIT V. GAMBARAN UMUM PRODUK KELAPA SAWIT DAN BAHAN BAKAR BIODIESEL DARI KELAPA SAWIT 5.1 Produk Kelapa Sawit 5.1.1 Minyak Kelapa Sawit Minyak kelapa sawit sekarang ini sudah menjadi komoditas pertanian unggulan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perikanan. Luas wilayah laut Indonesia sangat luas yaitu sekitar 7,9 juta km 2 dan

BAB I PENDAHULUAN. perikanan. Luas wilayah laut Indonesia sangat luas yaitu sekitar 7,9 juta km 2 dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagai Negara kepulauan, Indonesia memiliki potensi yang besar di sektor perikanan. Luas wilayah laut Indonesia sangat luas yaitu sekitar 7,9 juta km 2 dan memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan di mata dunia internasional memiliki prospek bisnis hortikultura yang sangat

BAB I PENDAHULUAN. dan di mata dunia internasional memiliki prospek bisnis hortikultura yang sangat 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia dikenal sebagai salah satu negara agraris yang beriklim tropis dan di mata dunia internasional memiliki prospek bisnis hortikultura yang sangat cerah. Hortikultura

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. diakibatkan oleh berbagai macam faktor, salah satunya adalah munculnya penyakit yang

I. PENDAHULUAN. diakibatkan oleh berbagai macam faktor, salah satunya adalah munculnya penyakit yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia termasuk negara produksi udang terbesar di dunia, namun produksi tambak udang di Indonesia sejak tahun 1992 mengalami penurunan. Peristiwa penurunan produksi

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan dengan luas laut mencapai 5,8 juta km 2 dan panjang garis pantai mencapai 95.181 km, serta jumlah pulau sebanyak 17.504 pulau (KKP 2009).

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki sekitar pulau

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki sekitar pulau 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki sekitar 17.504 pulau dengan 13.466 pulau bernama, dari total pulau bernama, 1.667 pulau diantaranya berpenduduk dan

Lebih terperinci

KAJIAN PENOLAKAN EKSPOR PRODUK PERIKANAN INDONESIA KE AMERIKA SERIKAT. Rinto*

KAJIAN PENOLAKAN EKSPOR PRODUK PERIKANAN INDONESIA KE AMERIKA SERIKAT. Rinto* KAJIAN PENOLAKAN EKSPOR PRODUK PERIKANAN INDONESIA KE AMERIKA SERIKAT Rinto* Peningkatan volume ekspor produk perikanan Indonesia selalu diiringi dengan penolakan penolakan. Pada tahun 2010 tercatat 146

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pasokan ikan nasional saat ini sebagian besar berasal dari hasil penangkapan ikan di laut, namun pemanfaatan sumberdaya perikanan tangkap disejumlah negara dan perairan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ukuran dari peningkatan kesejahteraan tersebut adalah adanya pertumbuhan

BAB I PENDAHULUAN. ukuran dari peningkatan kesejahteraan tersebut adalah adanya pertumbuhan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia sebagai salah satu negara berkembang, menganut sistem perekonomian terbuka dimana lalu lintas perekonomian internasional sangat penting dalam perekonomian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. menjadi pemasok hasil pertanian yang beranekaragam yaitu rempah-rempah

I. PENDAHULUAN. menjadi pemasok hasil pertanian yang beranekaragam yaitu rempah-rempah I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang cukup besar di dunia. Pada masa zaman pemerintahan Hindia-Belanda, Indonesia merupakan negara terkenal yang menjadi pemasok hasil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perubahan sistem ekonomi dari perekonomian tertutup menjadi perekonomian

BAB I PENDAHULUAN. perubahan sistem ekonomi dari perekonomian tertutup menjadi perekonomian BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Fenomensa globalisasi dalam bidang ekonomi mendorong perkembangan ekonomi yang semakin dinamis antar negara. Dengan adanya globalisasi, terjadi perubahan sistem ekonomi

Lebih terperinci

PENGENDALIAN SUMBERDAYA IKAN PERIKANAN PERAIRAN UMUM PENANGKAPAN DAN PENGUMPULAN GLASS ELL (SIDAT) DI MUARA SUNGAI CIMANDIRI

PENGENDALIAN SUMBERDAYA IKAN PERIKANAN PERAIRAN UMUM PENANGKAPAN DAN PENGUMPULAN GLASS ELL (SIDAT) DI MUARA SUNGAI CIMANDIRI PENGENDALIAN SUMBERDAYA IKAN PERIKANAN PERAIRAN UMUM PENANGKAPAN DAN PENGUMPULAN GLASS ELL (SIDAT) DI MUARA SUNGAI CIMANDIRI Oleh : Tedi Koswara, SP., MM. I. PENDAHULUAN Dalam Peraturan Bupati Nomor 71

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan negara agraris yang mengandalkan sektor pertanian

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan negara agraris yang mengandalkan sektor pertanian BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara agraris yang mengandalkan sektor pertanian dalam perekonomian. Selain itu sebagian besar penduduk Indonesia bekerja pada sektor

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Perekonomian merupakan salah satu indikator kestabilan suatu negara. Indonesia

I. PENDAHULUAN. Perekonomian merupakan salah satu indikator kestabilan suatu negara. Indonesia I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perekonomian merupakan salah satu indikator kestabilan suatu negara. Indonesia sebagai salah satu negara berkembang, menganut sistem perekonomian terbuka, di mana lalu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. komoditi pertanian, menumbuhkan usaha kecil menengah dan koperasi serta

I. PENDAHULUAN. komoditi pertanian, menumbuhkan usaha kecil menengah dan koperasi serta 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan pertanian di bidang pangan khususnya hortikultura pada saat ini ditujukan untuk memantapkan swasembada pangan, meningkatkan pendapatan masyarakat, dan memperbaiki

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Bioekologi Rajungan Klasifikasi lengkap dari rajungan menurut Stephanuson dan Chambel (1959) adalah sebagai berikut : Kingdom : Animalia Filum : Arthropoda Kelas : Crustacea Ordo

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN buah pulau dengan luas laut sekitar 5,8 juta km 2 dan bentangan garis

I. PENDAHULUAN buah pulau dengan luas laut sekitar 5,8 juta km 2 dan bentangan garis I. PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia sebagai negara bahari dan kepulauan terbesar di dunia, memiliki 17.508 buah pulau dengan luas laut sekitar 5,8 juta km 2 dan bentangan garis pantai sepanjang 81.000

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara tropis yang memiliki keanekaragaman hayati yang melimpah dan kondisi alam yang subur untuk pertanian. Sebagai negara tropis, Indonesia mempunyai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pertanian dan perkebunan memegang peranan penting di Indonesia. Hal ini didukung oleh faktor letak geografis Indonesia yang mendukung untuk sektor pertanian,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Neraca Perdagangan Komoditas Pertanian, Semester I 2014 Ekspor Impor Neraca

I. PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Neraca Perdagangan Komoditas Pertanian, Semester I 2014 Ekspor Impor Neraca I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara dengan kekayaan alam yang melimpah dan beraneka ragam (mega biodiversity). Keanekaragaman tersebut tampak pada berbagai jenis komoditas tanaman

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Peran ekspor non migas sebagai penggerak roda perekonomian. komoditas perkebunan yang mempunyai peran cukup besar dalam

I. PENDAHULUAN. Peran ekspor non migas sebagai penggerak roda perekonomian. komoditas perkebunan yang mempunyai peran cukup besar dalam I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peran ekspor non migas sebagai penggerak roda perekonomian dari waktu ke waktu semakin meningkat. Lada merupakan salah satu komoditas perkebunan yang mempunyai peran cukup

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Jagung merupakan komoditi yang penting bagi perekonomian Indonesia,

BAB I PENDAHULUAN. Jagung merupakan komoditi yang penting bagi perekonomian Indonesia, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jagung merupakan komoditi yang penting bagi perekonomian Indonesia, kebutuhan jagung di Indonesia mengalami peningkatan, yaitu lebih dari 10 juta ton pipilan kering

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Wilayah laut Indonesia dikelilingi garis pantai sepanjang km yang

BAB I PENDAHULUAN. Wilayah laut Indonesia dikelilingi garis pantai sepanjang km yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Wilayah laut Indonesia dikelilingi garis pantai sepanjang 81.000 km yang merupakan terpanjang di dunia setelah Kanada. Di sepanjang pantai tersebut, yang potensil sebagai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sub sektor perkebunan memegang peranan penting dalam meningkatkan

I. PENDAHULUAN. Sub sektor perkebunan memegang peranan penting dalam meningkatkan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sub sektor perkebunan memegang peranan penting dalam meningkatkan pertumbuhan Produk Domestik Nasional Bruto (PDNB) sektor Pertanian, salah satunya adalah kelapa sawit.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Sektor pertanian, peternakan, kehutanan, dan perikanan memberikan

BAB 1 PENDAHULUAN. Sektor pertanian, peternakan, kehutanan, dan perikanan memberikan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian, peternakan, kehutanan, dan perikanan memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap perekonomian Indonesia. Hal ini dilihat dari kontribusi sektor

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gambar 1. Luasan lahan perkebunan kakao dan jumlah yang menghasilkan (TM) tahun

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gambar 1. Luasan lahan perkebunan kakao dan jumlah yang menghasilkan (TM) tahun 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Usaha perkebunan merupakan usaha yang berperan penting bagi perekonomian nasional, antara lain sebagai penyedia lapangan kerja dan sumber pendapatan bagi petani, sumber

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. keanekaragaman hayati yang sangat besar (mega biodiversity) berupa sumber

I. PENDAHULUAN. keanekaragaman hayati yang sangat besar (mega biodiversity) berupa sumber 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Republik Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki kekayaan keanekaragaman hayati yang sangat besar (mega biodiversity) berupa sumber daya hewan

Lebih terperinci

BAB IV MANAJEMEN MUTU TERPADU

BAB IV MANAJEMEN MUTU TERPADU BAB IV MANAJEMEN MUTU TERPADU Salah satu upaya untuk memenangkan persaingan dagang di pasar internasional adalah memasarkan produk yang berkualitas baik. Produk yang ditawarkan harus memiliki mutu lebih

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Industri TPT merupakan penyumbang terbesar dalam perolehan devisa

I. PENDAHULUAN. Industri TPT merupakan penyumbang terbesar dalam perolehan devisa I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Industri TPT merupakan penyumbang terbesar dalam perolehan devisa Indonesia. Pada kurun tahun 1993-2006, industri TPT menyumbangkan 19.59 persen dari perolehan devisa

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. penyumbang devisa, kakao (Theobroma cacao) juga merupakan salah satu

I. PENDAHULUAN. penyumbang devisa, kakao (Theobroma cacao) juga merupakan salah satu I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara berkembang yang mengandalkan sektor migas dan non migas sebagai penghasil devisa. Salah satu sektor non migas yang mampu memberikan kontribusi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sektor pertanian yang memiliki nilai strategis antara lain dalam memenuhi

I. PENDAHULUAN. sektor pertanian yang memiliki nilai strategis antara lain dalam memenuhi I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan subsektor peternakan merupakan bagian dari pembangunan sektor pertanian yang memiliki nilai strategis antara lain dalam memenuhi kebutuhan pangan yang terus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkelanjutan (sustainabel development) merupakan alternatif pembangunan yang

BAB I PENDAHULUAN. berkelanjutan (sustainabel development) merupakan alternatif pembangunan yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan mengandung pengertian suatu perubahan besar yang meliputi perubahan fisik wilayah, pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan hidup yang didukung

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hortikultura merupakan salah satu sektor yang berkembang pesat dalam pertanian Indonesia. Jenis tanaman yang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hortikultura merupakan salah satu sektor yang berkembang pesat dalam pertanian Indonesia. Jenis tanaman yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hortikultura merupakan salah satu sektor yang berkembang pesat dalam pertanian Indonesia. Jenis tanaman yang dibudidayakan dalam hortikultura meliputi buah-buahan, sayur-sayuran,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam situasi pasca krisis ekonomi saat ini, sub sektor perikanan merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam situasi pasca krisis ekonomi saat ini, sub sektor perikanan merupakan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam situasi pasca krisis ekonomi saat ini, sub sektor perikanan merupakan tumpuan harapan yang diandalkan oleh pemerintah untuk ikut berperan dalam upaya pemulihan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki keanekaragaman hayati laut yang sangat tinggi dan dapat dimanfaatkan sebagai bahan pangan dan bahan industri. Salah satu sumberdaya tersebut adalah

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI PERMINTAAN EKSPOR KEPITING INDONESIA OLEH RANI MEISTIKA H

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI PERMINTAAN EKSPOR KEPITING INDONESIA OLEH RANI MEISTIKA H ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI PERMINTAAN EKSPOR KEPITING INDONESIA OLEH RANI MEISTIKA H14070014 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMENN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011 RINGKASAN

Lebih terperinci

PENDAHULUAN LATAR BELAKANG

PENDAHULUAN LATAR BELAKANG PENDAHULUAN LATAR BELAKANG Saat ini, dunia memasuki era globalisasi yang berdampak terhadap sistem perdagangan internasional yang bebas dan lebih terbuka. Keadaan ini memberi peluang sekaligus tantangan

Lebih terperinci

Pi sang termasuk komoditas hortikultura yang penting dan sudah sejak. lama menjadi mata dagangan yang memliki reputasi internasional.

Pi sang termasuk komoditas hortikultura yang penting dan sudah sejak. lama menjadi mata dagangan yang memliki reputasi internasional. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pi sang termasuk komoditas hortikultura yang penting dan sudah sejak lama menjadi mata dagangan yang memliki reputasi internasional. Pisang selain mudah didapat karena

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pertumbuhan perekonomian suatu negara tentunya tidak terlepas dari

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pertumbuhan perekonomian suatu negara tentunya tidak terlepas dari 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pertumbuhan perekonomian suatu negara tentunya tidak terlepas dari aktivitas perdagangan international yaitu ekspor dan impor. Di Indonesia sendiri saat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. salah satu komoditas penting yang diperdagangkan secara luas di dunia. Selama

BAB I PENDAHULUAN. salah satu komoditas penting yang diperdagangkan secara luas di dunia. Selama BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Globalisasi ekonomi dalam perdagangan dan investasi menawarkan banyak peluang dan tantangan bagi agribisnis perkebunan di Indonesia. Kopi merupakan salah satu

Lebih terperinci

VI. PERKEMBANGAN EKSPOR KARET ALAM INDONESIA Perkembangan Nilai dan Volume Ekspor Karet Alam Indonesia

VI. PERKEMBANGAN EKSPOR KARET ALAM INDONESIA Perkembangan Nilai dan Volume Ekspor Karet Alam Indonesia VI. PERKEMBANGAN EKSPOR KARET ALAM INDONESIA 6.1. Perkembangan Nilai dan Volume Ekspor Karet Alam Indonesia Permintaan terhadap karet alam dari tahun ke tahun semakin mengalami peningkatan. Hal ini dapat

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN PERDAGANGAN INDONESIA - JERMAN PERIODE : JANUARI - JULI 2015

PERKEMBANGAN PERDAGANGAN INDONESIA - JERMAN PERIODE : JANUARI - JULI 2015 PERKEMBANGAN PERDAGANGAN INDONESIA - JERMAN PERIODE : JANUARI - JULI 2015 A. Perkembangan perekonomian dan perdagangan Jerman 1. Neraca perdagangan Jerman pada periode Januari - Juli 2015 tercatat surplus

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Perdagangan internasional merupakan salah satu kegiatan ekonomi yang memiliki peran penting bagi suatu negara. Perdagangan internasional memberikan manfaat berkaitan dengan

Lebih terperinci