BAB 4 GAMBARAN UMUM LINGKUNGAN MASYARAKAT ADAT KASEPUHAN SINAR RESMI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB 4 GAMBARAN UMUM LINGKUNGAN MASYARAKAT ADAT KASEPUHAN SINAR RESMI"

Transkripsi

1 BAB 4 GAMBARAN UMUM LINGKUNGAN MASYARAKAT ADAT KASEPUHAN SINAR RESMI 4.1 Letak Geografis Komunitas adat Banten Kidul adalah suatu komunitas yang dalam kesehariannya menjalankan sosio-budaya tradisional yang mengacu pada karakteristik budaya Sunda pada abad ke-18 (Asep, 2000 sebagaimana dikutip Hanafi et al., 2004). Kasepuhan Sinar Resmi merupakan satu dari sebelas Kasepuhan yang berada di Wilayah Banten Kidul (Banten Selatan) dan merupakan bagian dari komunitas adat Banten Kidul. Wilayah Kasepuhan Sinar Resmi juga berbatasan dengan kawasan Taman Nasional Gunung Halimun-Salak. Pusat Kasepuhan ini terletak di Kampung Sinar Resmi, Desa Sirnaresmi, Kecamatan Cisolok, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat dan memiliki jarak 23 Km ke Kecamatan Cisolok dan 33 Km ke Kabupaten Sukabumi. Kampung Sinar Resmi berada pada ketinggian meter di atas permukaan laut dan berada di lereng selatan Gunung Halimun. Adapun batas wilayah Kampung Sinar Resmi adalah sebagai berikut: Barat : Desa Cicadas Timur : Kampung Cikaret Utara : Sungai Cibareno Selatan : Kampung Cibombong Menurut Ketua Adat, Abah ASN (44 tahun) batas-batas Kasepuhan sulit ditentukan secara administratif, karena tersebarnya masyarakat adat Kasepuhan (incu putu) di wilayah Gunung Halimun. Bahkan masih menurut Abah, seluruh kawasan Gunung Halimun adalah wilayah adat Komunitas Adat Banten Kidul, dimana Kasepuhan Sinar Resmi adalah salah satu bagiannya. Jumlah penduduk Desa Sirna Resmi berdasarkan data monografi desa tahun 2010 terdiri dari 1537 kk, dengan jumlah penduduk laki-laki 2619 jiwa dan jumlah penduduk perempuan 2694 jiwa. Namun, untuk jumlah penduduk Kasepuhan Sinar Resmi yang tinggal di Kampung Sinar Resmi sendiri, menurut 35

2 Abah terdiri dari 76 kk. Desa Sirna Resmi memiliki luas 4917 hektar dan memiliki luas hutan sebesar 2950 hektar, dan lahan pertanian 275 hektar. 4.2 Kondisi Sosial-Budaya Kepercayaan atau Religi Masyarakat adat Banten Kidul adalah suatu komunitas yang dalam kesehariannya menjalankan sosio-budaya tradisional yang mengacu pada karakteristik budaya Sunda pada abad ke-18 (Asep, 2000 sebagaimana dikutip Hanafi et al., 2004). Hasil studi literatur sejarah yang dilakukan Hanafi et al. (2004), diketahui bahwa nenek moyang masyarakat adat Banten Kidul yang berada di kawasan Gunung Halimun terdiri atas tiga komunitas, yaitu komunitas sisa pasukan Kerajaan Sunda Padjajaran yang lari bersembunyi, komunitas sisa pasukan Kerajaan Mataram, dan komunitas yang berasal dari dinamika konflik yang terjadi di Kesultanan Banten (termasuk para buruh perkebunan yang didatangkan oleh VOC dari seluruh Nusantara). Dilihat dari segi religi, seluruh masyarakat adat Kasepuhan mengaku beragama Islam, meskipun dalam beberapa hal masih mempercayai hal-hal yang bersifat ghaib (Animisme). Menurut tokoh adat kampung, Wa UGS (64 tahun) mereka mengikuti tata cara ibadah yang dilakukan oleh Rasul, dengan istilah Slampangan dika Gusti Rasul. kami beragama Islam, dan kami juga mempercayai Nabi Muhammad sebagai Rasul kami. Tata cara ibadah kami mengikuti ajaran Nabi, yang disebut dengan Slampangan dika Gusti Rasul Menurut Rosdiana (1994) sebagaimana dikutip oleh Kurniawan (2002) masyarakat adat Kasepuhan mempunyai kepercayaan yang kuat terhadap kekuatan alam yang dikuasai oleh para leluhur mereka. Hal ini ditunjukkan dengan masih adanya ritual-ritual adat yang diwariskan leluhur dalam setiap kegiatan kemasyarakatan, seperti membakar kemenyan dengan diiringi dengan mantera-mantera yang dilafalkan dalam bahasa Sunda yang ditujukan untuk Gusti Nu Kuasa (Tuhan Yang Maha Kuasa) dan para leluhur. Bagi mereka, adat dan kepercayaan itu merupakan pedoman hidup utama dalam menjalankan kehidupan. 36

3 Dalam kehidupan sehari-hari, masyarakat adat Kasepuhan mempunyai persepsi bahwa alam semesta memiliki keteraturan dan keseimbangan. Terganggunya keteraturan dan keseimbangan berbagai komponen fisik maupun non fisik yang ada di bumi, dapat menimbulkan malapetaka bagi masyarakat. Oleh karena itu, masyarakat adat Kasepuhan masih memegang teguh aturanaturan yang diwariskan oleh para leluhurnya Bahasa Sehari-hari Masyarakat adat Kasepuhan Sinar Resmi sebagian besar merupakan suku Sunda dan ada beberapa yang merupakan pendatang. Masyarakat asli Kasepuhan merupakan keturunan dari para leluhurnya yang terus mengabdi pada pimpinan Adat mereka. Masyarakat pendatang yang tinggal di Kampung Sinar Resmi ada yang berkomitmen untuk mengabdi pada pimpinan Adat, ada pula yang mengabdi kepada Abah di Kasepuhan lainnya. Menurut sejarah, masyarakat adat Kasepuhan merupakan keturunan dari para sisa pasukan Kerajaan Padjajaran yang melarikan diri ke wilayah Gunung Halimun ketika terjadi penyerangan oleh Kerajaan Islam. Oleh sebab itu, masyarakat adat Kasepuhan mewariskan adat dan budaya dari Kerajaan Padjajaran, salah satunya adalah Bahasa Sunda. Bahasa Sunda digunakan dalam percakapan sehari-hari masyarakatnya. Selain itu, bahasa Sunda pun digunakan dalam berkomunikasi dengan para leluhur dan dalam ritual-ritual adat Mata Pencaharian Masyarakat Masyarakat adat kasepuhan Sinar Resmi berupaya untuk hidup mandiri dan lepas dari ketergantungan hidup pada pihak lain. Namun, mereka tidak melupakan nilai kekeluargaan dan sifat kegotong-royongan. Walaupun pada umumnya masyarakat bekerja sebagai petani dan peladang, tidak pernah terdengar kabar adanya krisis pangan atupun warga yang kekurangan pangan. Bahkan, lumbung-lumbung padi pun tidak pernah kosong sepanjang tahun, sampai panen padi berikutnya. Pertanian ladang (huma) dan sawah masyarakat adat Kasepuhan hanya dilakukan setahun sekali pada bulan September hingga bulan Oktober. Hal ini didasarkan pada kepercayaan masyarakat yang diwariskan oleh leluhur mereka, 37

4 yang menganggap bahwa tidak akan berhasil jika menanam padi lebih dari satu kali dalam setahun. Selain itu, anggapan ini didasarkan pada prinsip Ibu Bumi yang menganggap bumi (tanah) sebagai Ibu dan pada hakikatnya seorang ibu hanya dapat melahirkan setahun sekali. Terdapat 46 jenis padi yang dimiliki Kasepuhan Sinar Resmi. Ketua Adat, Abah ASN (44 tahun) mengharapkan warga dapat menanam ke-46 jenis padi tersebut di tiap petak sawah. Dahuu, di ladang dan sawah milik masyarakat ditanami kurang lebih 100 spesies padi. Namun, saat ini, hanya bersisa 46 spesies. Abah menginginkan warga dapat menanam 46 spesies padi tersebut, di setiap petak ladang. Jadi, warga dapat memiliki 46 petak ladangdan 46 lumbung padi. Namun, saat ini, hal tersebut belum dapat terlaksana. Setiap kali panen, warga memisahkan dua pocong padi untuk diserahkan pada sesepuh girang sebagai tatali untuk kemudian disimpan di lumbung komunal yang disebut Leuit Si Jimat. Padi ini disimpan sebagai cadangan makanan bila musim paceklik datang, dan bisa dipinjam kepada warga yang kekurangan beras, dan dikembalikan dengan jumlah yang sama. Leuit Si Jimat selain berfungsi sebagai tempat menyimpan cadangan padi warga, lumbung ini juga digunakan dalam upacara adat Seren Taun setiap tahunnya sebagai tempat penyimpanan indung pare (Ibu padi). Peraturan adat melarang masyarakat untuk memperjualbelikan beras sebagai makanan pokok, dan hasil olahan lainnya. Peraturan adat menganalogikan padi sebagai seorang wanita, yang apabila telah dikupas kulit padinya maka akan terlihat seperti seorang wanita yang tidak berpakaian. Jika beras diperjualbelikan, maka akan sama dengan memperjualbelikan harga diri seorang perempuan. Seperti pernyataan yang disebut oleh tokoh adat, Wa UGS (64 tahun). Secara filosofis, beras dianalogikan sebagai seorang wanita yang tidak memakai pakaian, maka tidak pantas ketika kami menjual wanita yang tidak berpakaian, sedangkan wanita sangat dihormati terkait dengan istilah Ibu Bumi. Walaupun masyarakat dilarang untuk memperjualbelikan beras dan hasil olahannya, masyarakat masih diperbolehkan untuk menjual padi. Namun ada ritual khusus yang harus dijalankan, dan dengan syarat kebutuhan keluarga sudah 38

5 terpenuhi sampai panen padi berikutnya. Seperti yang dipaparkan oleh Ketua Adat, Abah ASN (44 tahun). Beras tabu untuk diperjualbelikan, dan ini sudah ada di dalam peraturan adat. Kecuali, ada keluarga yang memiliki lumbung padi lebih dari satu, dan kebutuhan keluarganya telah tercukupi hingga panen berikutnya, maka keluarga tersebut dapat menjual padi, bukan beras. Keluarga tersebut harus melakukan ritual khusus jika ingin menjual padi, dan tidak dapat dilakukan secara terus menerus. Masyarakat adat Kasepuhan, selain hidup dari pertanian padi, mereka juga hidup dari berkebun dan berternak. Talun atau kebun warga ditanami oleh tanaman pisang, jagung, kacang, sayur-sayuran dan tanaman buah-buahan. Selain itu, warga juga menanan pohon kayu-kayuan seperti mahoni dan albasia untuk keperluan kayu bakar dan membuat rumah, leuit (lumbung padi), dan sarana ibadah. Hasil kebun yang berupa buah-buahan dan sayuran dapat dijual untuk memenuhi kebutuhan lainnya, seperti pakaian. Namun, untuk pohon kayu-kayuan tidak boleh dijual, hanya untuk kebutuhan kayu bakar dan pembangunan sarana dan prasarana seperti membangun rumah, leuit (lumbung padi), dan sarana ibadah. Selain berkebun, masyarakat juga beternak ayam. Hampir semua warga memiliki kbapak/ibung ayam di depan rumahnya Nilai-nilai Tradisional Kearifan lokal adalah pengetahuan lokal yang dimiliki oleh masyarakat adat Kasepuhan khususnya secara turun temurun dalam pengelolaan lingkungan. Kearifan lokal yang dimiliki oleh masyarakat adat Kasepuhan terbagi dalam pengelolaan pertanian, pengelolaan hutan, dan pepatah-pepatah lokal yang terkait dalam pengelolaan pertanian dan hutan. Pengelolaan pertanian masyarakat adat Kasepuhan terbagi dalam tiga pengelolaan, yaitu pertanian ladang (huma), sawah dan kebun (talun). Telah disinggung dalam sub-bab sebelumnya, bahwa pertanian ladang dan sawah hanya dilakukan sekali dalam setahun. Hal ini didasarkan pada kepercayaan masyarakat yang menganggap bahwa tidak akan berhasil jika menanam padi lebih dari satu kali dalam setahun. Selain itu, ini juga didasarkan pada prinsip Ibu Bumi yang menganggap bumi (tanah) sebagai Ibu dan pada hakikatnya seorang ibu hanya 39

6 dapat melahirkan setahun sekali. Beras sebagai komoditas utama pertanian sawah dan ladang tidak boleh diperjualbelikan. Kegiatan pertanian ladang berbeda dengan kegiatan pertanian di sawah. Masing-masing pertanian memiliki ritual-ritual adat tersendiri dalam pelakasaannya. Berikut adalah tahap-tahap kegiatan yang dilakukan dalam pertanian ladang. Tabel-3 Tahap-tahap Kegiatan Pertanian Ladang Kegiatan Narawas (menbapak/ibui lokasi yang akan dijadikan lahan huma) Nyacar (membersihkan lahan, biasanya selama 1 minggu setelah itu di keringkan selama 15 hari 1 bulan) Ngahuru (membakar semak kering untuk dijadikan pupuk) Ngerukan (mengumpulkan sisa-sisa yang belum terbakar ) Ngaduruk (membakar sisa-sisanya) Nyara Bulan (Sistem Kalender Islam) Jumadil awal Jumadil awal Jumadil akhir Jumadil akhir Jumadil akhir Pelaksana * ) Lk Lk, Pr, P Lk Lk, Pr, P Lk, Pr (meremahkan tanah) Jumadil akhir Lk, Pr, P Ngaseuk (penanaman bibit padi dengan menggunakan tongkat atau aseuk) Rajab Lk, Pr, P Ngored (menyiangi rumput) Mipit/ Dibuat (memotong padi/ panen) Ngadamel lantayan (membuat tempat menjemur padi) Ngalantaykeun (proses menjemur padi pada lantayan) Mocong (mengikat padi yang kering) Ngunjal (diangkut ke lumbung padi) Ngaleuitkeun (memasukkan ke lumbung) Ngeuleupkeun (dirapikan) Ngadieukeun indung pare (menyimpan padi di dalam leuit) Selametan (ampih pare) Keterangan: Lk = Laki-laki, Pr = Perempuan, dan P = Pemuda Sumber: diolah dari data primer, (2010) Ruwah Haji Haji Haji Muharam Muharam Muharam Muharam Muharam Muharam Lk, Pr, P Lk, Pr Lk Lk, Pr Lk, Pr, P Lk Lk, Pr Lk Lk Lk, Pr, P 40

7 Dari 17 prosesi di atas, ada enam kegiatan utama yang harus dilakukan antara lain: Ngaseuk merupakan kegiatan menanam padi dengan memasukkan benih ke dalam lubang dengan menggunakan aseuk (tongkat). Beberes Mager: ritual untuk menjaga padi dari serangan hama. Kegiatan ini dilakukan oleh pemburu di ladang Abah (ladang milik Kasepuhan) dengan membaca doa. Kegiatan ini dilaksanakan sekitar bulan Muharam. Ngarawunan : ritual untuk meminta isi padi agar tumbuh dengan subur, sempurna dan tidak ada gangguan. Kegiatan ini dilakukan oleh semua incu putu untuk meminta doa kepada abah melalui bagian pamakayaan. Ngasrawunan dilakukan setelah padi berumur tiga bulan sampai empat bulan. Mipit: kegiatan memanen padi yang dilakukan lebih dulu oleh Abah sebagai pertbapak/ibu masuknya musim panen. Nutu: kegiatan menumbuk padi pertama hasil panen. Nganyaran: memasak nasi menggunakan padi hasil panen pertama, dua bulan setelah masa panen. Adapun tahap-tahap pertanian sawah yang dilakukan oleh masyarakat kampung mulai dari menanam padi hingga memanen padi adalah sebagai berikut: 1. Macul (nyangkul), yaitu kegiatan menyangkul tanah yang akan ditanami sawah, meliputi macul badag dan macul alus. 2. Ngalur Garu, yaitu membajak sawah dengan menggunakan alat bantu garu dan hewan ternak kerbau. 3. Ngoyos, yaitu membersihkan tanaman pengganggu seperti rumput liar yang menghambat pertumbuhan tanaman padi. 4. Patangkeun, yaitu meratakan seluruh permukaan tanah di sawah yang belum rata. 5. Sebar, yaitu menumbuhkan benih padi (persemaian) pada tahap pembibitan awal. 6. Tandur, yaitu menanam bibit padi yang sudah tumbuh setelah sebar. 41

8 7. Ngabungkil, yaitu memberikan sedikit pupuk kimia pada tanaman (TSP dan urea) agar tanaman padi tumbuh dengan baik. 8. Ngoyos Kadua, yaitu membersihkan kembali tanaman pengganggu seperti rumput liar yang dapat menghambat pertumbuhan tanaman padi. 9. Babad, yaitu membersihkan rumput atau tanaman pengganggu yang terdapat di pematang sawah. 10. Nunggu Dibuat, yaitu menjaga padi yang sudah mulai tumbuh dari gangguan, seperti burung-burung pemakan padi. 11. Dibuat, yaitu panen tanaman padi yang sudah matang. 12. Ngalantai, yaitu menjemur padi yang sudah dipanen hingga kering. 13. Mocong, yaitu mengikat padi dari jemuran sebelum dimasukkan ke dalam leuit (lumbung). 14. Asup Leuit, yaitu memasukkan padi yang sudah kering ke dalam leuit (lumbung). 15. Nganyaran, yaitu mengadakan acara selamatan untuk padi yang baru dipanen dan memasak padi menjadi nasi yang panen pada tahun tersebut. Penentuan waktu untuk mulai menanam padi ditentukan dengan sistem perbintangan yang dipercayai oleh masyarakat adat Kasepuhan. Ada dua bintang yang diyakini sebagai permulaan penanaman ketika keduanya telah muncul, yaitu bintang Kerti dan bintang Kidang. Bintang Kerti muncul sekitar bulan September hingga bulan Oktober pada pukul WIB. Ketika bintang Kerti muncul atau disebut sebagai Tanggal Kerti Turun Besi, menbapak/ibukan bahwa masyarakat sudah memulai untuk membuat perkakas-perkakas pertanian. Bintang Kidang muncul sekitar tiga hingga empat minggu kemudian yang menbapak/ibukan sudah saatnya untuk menggunakan perkakas pertanian yang telah dibuat. Sebutannya adalah Turun Kujang. Artinya masyarakat sudah mulai untuk mengolah lahan untuk ditanami padi dengan menggunakan perkakas-perkakas pertanian tradisional, seperti bajak dan cangkul. Enam bulan kemudian bintang Kidang tenggelam, yang disebut dengan Turun Kungkang. Artinya, sudah saatnya padi dipanen, karena saatnya hama-hama muncul. Ketika semua padi telah dipanen, muncul lagi tunas baru 42

9 pada bekas tanaman padi tersebut. Tunas ini merupakan bagian untuk hama-hama tersebut, yang disebut dengan istilah Turiang. Setelah padi dipanen, padi dijemur (ngalantai) dan diikat dengan tali-tali pocong (mocong). Satu ikatan pocong padi dapat menghasilkan tiga hingga empat liter beras. Kemudian padi yang telah diikat tadi dimasukkan ke dalam lumbung (leuit). Setelah itu, dilakukan kegiatan syukuran dengan memasak beras pertama dari hasil panen tahun tersebut yang disebut dengan nganyaran. Ritual selanjutnya dalam kegiatan pertanian adalah upacara pesta panen atau upacara Seren Taun. Upacara ini dilakukan untuk mensyukuri hasil panen tahun itu dan sebagai hiburan untuk masyarakat yang telah bekerja selama satu tahun dalam pertanian. Rangkaian acara dimulai setelah panen dilakukan, dengan melakukan Serah Ponggokan. Para Kolot Lembur (kepala kampung/dusun) berkumpul untuk mendiskusikan besarnya biaya yang ditanggung per orang untuk biaya Seren Taun. Kemudian masyarakat menyerahkan besarnya biaya yang telah disepakati kepada Abah yang diwakilkan pada Kolot Lembur di setiap kampung/dusun. Abah sebagai pimpinan adat melakukan ziarah ke makammakam leluhurnya, mulai dari makam Abah sebelumnya hingga makam leluhurnya di Cipatat Bogor. Ziarah ini dilakukan untuk memohon restu kepada para leluhur, agar pelaksanaan Seren Taun dapat berjalan dengan lancar. Kearifan masyarakat adat Kasepuhan dalam pengelolaan hutan diwujudkan dalam pembagian hutan menjadi tiga bagian, Leuweung tutupan, Leuweung titipan, dan Leuweung Bukaan. Leuweung tutupan adalah kawasan hutan alam yang dititipkan oleh leluhur untuk generasi mendatang, dan tidak boleh berubah keutuhannya, yang memiliki keanekaragaman tumbuhan dan satwa yang tinggi dan termasuk dalam kawasan lindung karena fungsinya sebagai daerah resapan air (Leuweung sirah cai) dan pusat keseimbangan ekosistem. Kawasan ini tidak boleh dimasuki oleh manusia, karena menurut adat manusia bukan termasuk makhluk hidup yang tinggal di hutan. Leuweung titipan adalah kawasan hutan yang boleh dimasuki oleh manusia atas seizin Abah, dan dengan tujuan untuk pengambilan hasil hutan kayu untuk kayu bakar dan membuat bangunan dan hasil hutan non-kayu berupa tanaman obat-obatan, madu hutan, 43

10 rotan dan sebagainya. Jika ingin mengambil hasil hutan kayu dari hutan tutupan, masyarakat harus menanam kembali pohon sebagai pengganti pohon yang ditebangnya sesuai dengan jumlah pohon yang ditebang. Leuweung Bukaan adalah kawasan hutan yang telah dibuka sejak lama secara turun temurun dan digunakan untuk lahan garapan masyarakat, baik berupa ladang (huma), sawah, maupun talun (kebun). Lahan garapan ini digunakan untuk memenuhi kebutuhan pangan dan papan (kayu) masyarakat adat. Selain itu, adapula leuweung awisan yang dipersiapkan untuk lokasi perpindahan pusat Kasepuhan yang merupakan usaha untuk mendekati lebak cawane (tujuan akhir perpidahan Kasepuhan) yang didasarkan pada petunjuk yang berkaitan dengan perubahan penting (uga) yang diperkirakan terletak di antara Gunung Bengbreng, Beser, Suren, Talaga, Herang, Halimun, Pangkulahan, Putri, Kasur, Salimbar, Bancet, Panyugihan, dan Surandil. Selain ritual-ritual dalam pengelolaan pertanian dan hutan, masyarakat adat Kasepuhan pun memiliki pepatah-pepatah lokal sebagai pedoman dalam menjalankan kehidupannya. Pepatah-pepatah lokal tersebut adalah sebagai berikut: 1. Tilu Sapamulu, Dua Sakarupa, Nu hiji Eta-eta Keneh Basis dari hukum adat Kasepuhan Sinar Resmi adalah filosofi hidup mereka yang berbasis pada tiga tiang (Tilu Sapamulu), yaitu Tekad, Ucap, dan Lampah, yang diartikan sebagai tekad, perkataan dan perilaku. Masyarakat Kasepuhan harus memberikan perhatian besar kepada ketiga prinsip tersebut dan menggunakannya sebagai pedoman dalam menjalankan kehidupan baik tingkat individu maupun komunitas. Dalam tingkat individu, Tekad, Ucap, dan Lampah digunakan dalam perkataan dan perbuatan: satu kata dan perbuatan harus konsisten dengan niat yang baik. Dalam level komunitas, komunitas (Buhun), harus serasi dengan pemerintah (Nagara) sebagai penguasa komunitas, dan adat kampung (Syara). Pada level lainnya, komunitas dan sistem pemerintahan harus menghormati kehidupan masyarakat. Kasepuhan, urusan pemerintah dan komunitas harus memperhitungkan ruh (kehidupan komunitas), raga (sosial-politik) dan norma adat (Papakean). Jika hal ini diatur tanpa memperhitungkan komunitas (Buhun), 44

11 akan seperti orang yang berpakaian lengkap namun tidak memiliki ruh seperti mayat. Jika hanya memperhitungkan raga dan komunitas (Buhun), akan menghasilkan komunitas tanpa aturan, seperti manusia yang tidak berpakaian. 2. Ibu bumi, bapak langit, tanah ratu Bumi (tanah) dianalogikan sebagai ibu yang dapat melahirkan sebuah kehidupan (makanan untuk hidup manusia). Langit dianalogikan sebagai bapak yang dapat menurunkan hujan, dimana jika hujan turun ke bumi, maka akan menumbuhkan kehidupan baru. Seorang ibu yang memiliki rambut yang indah akan membuat bapak tertarik dan mencumbui ibu untuk menghasilkan keturunan. Hal ini memiliki makna bahwa sebagai bumi (tanah) yang dianalogikan sebagai ibu harus memiliki banyak pepohonan yang dianalogikan dengan rambut yang indah, agar menarik bapak yang menyimbolkan langit untuk menurunkan hujan agar dapat memberikan penghidupan kepada manusia Kelembagaan Adat Kasepuhan Sinar Resmi dipimpin oleh seorang Abah, yang bernama Abah ASN. Peranan seorang Abah, sangatlah penting karena selain pimpinan adat, beliau juga merupakan junjungan masyarakat Kasepuhan, sehingga keberadaannya sangat dihormati. Tidak sembarang orang mendapatkan posisi sebagai pemimpin adat. Hanya anak laki-laki keturunan Abah sebelumnya yang bisa menjadi penerus ayahnya. Itu pun harus berdasarkan wangsit yang diturunkan oleh karuhun (leluhur) mereka. Jika bukan orang yang mendapatkan wangsit memaksakan diri menjadi pemimpin adat, maka akan mendapatkan kabendon (kualat) karena melanggar apa yang telah ditetapkan oleh para karuhun. Kabendon dapat berupa musibah atau bencana kepada orang yang kena kabendon, seperti misalnya sakit yang tidak kunjung sembuh. Kabendon dapat hilang ketika orang tersebut turun dari posisi Abah dan meminta maaf kepada karuhun dengan ritual-ritual khusus. 45

12 Masyarakat adat Kasepuhan Sinar Resmi mengenal adanya perangkatperangkat Kasepuhan yang membantu Abah dalam menjalankan sistem pemerintahan di Kasepuhan. Perangkat-perangkat tersebut adalah sebagai berikut: Tabel-4 Perangkat-perangkat Kasepuhan berdasarkan Fungsinya No. Jabatan Fungsi 1 Kanagaraan (Kepala urusan luar kampung) Membantu Abah dalam semua permasalahan yang terkait dengan pemerintah. Sebagai penasihat Abah ketika ada isu-isu yang terjadi di komunitas. 2 Syara Membantu Abah dalam permasalahan yang (Kepala urusan agama) 3 Panghulu (Kepala urusan adat) 4 Tatanen (Pengatur air) 5 Dukun Manusia (Penyembuh orang) 6 Dukun Hewan (Penyembuh hewan) 7 Panyawah (Pengatur urusan sawah) 8 Paraji (Bidan) 9 Moro (Pemburu) 10 Kemit (Penjaga) 11 Ganek/Koja (Asisten abah) Sumber: diolah dari data primer (2010) terakait dengan hukum adat dan agama. Sebagai pemimpin doa dalam ritual-ritual adat. Menyiapkan segala keperluan untuk pemakaman, dan menentukan biaya untuk pemakaman. Mengkoordinasi manajemen sawah dan sistem irigasi. Menghukum orang-orang yang ikut campur dalam mensuplai air. Memimpin ritual-ritual untuk mencegah dan mengobati penyakit. Memberikan obat-obatan dan menentukan biaya untuk pengobatan. Mengobati hewan yang sakit. Mengawasi dan mengurus sawah komunal Membantu wanita melahirkan Memburu hewan untuk ritual adat mengusir hama yang mengganggu orang yang bertugas menjaga keamanan wilayah tempat tinggal Mendampingi abah ketika melakukan perjalanan ke luar kampung Perangkat-perangkat Kasepuhan bekerja sesuai dengan tugas yang telah ditetapkan. Posisi-posisi perangkat-perangkat tersebut ditunjuk secara musyawarah disesuaikan dengan kemampuan yang dimiliki oleh orang yang ditunjuk dan disetujui oleh Abah sebagai ketua adat. 46

13 4.2.6 Nilai Hutan bagi Masyarakat Hutan memiliki arti penting bagi masyarakat yang tinggal di sekitarnya. Karena masyarakat sekitar hutan memiliki intensitas interaksi yang tinggi terhadap hutan. Masyarakat sekitar hutan menganggap bahwa hutan adalah tempat untuk memperoleh hasil hutan atau mendayagunakan hutan dalam rangka memenuhi kebutuhan konsumsi keluarganya, dan bersifat subsisten. Selain itu, ada juga masyarakat yang menganggap hutan sebagai tempat yang mengandung nilai-nilai spiritual yang tinggi dan sebagai tempat makhluk-makhluk gaib berada sehingga keberadaan hutannya tidak boleh diganggu oleh manusia. Masyarakat adat Kasepuhan memiliki ketergantungan yang tinggi terhadap hutan. Mereka menganggap hutan sebagai tempat untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Hutan yang dimanfaatkan oleh masyarakat adat Kasepuhan adalah hutan titipan. Hasil yang dimanfaatkan berupa kayu-kayuan dan bambu untuk membuat rumah, leuit, sarana ibadah, dan lainnya, nipah dan kirai untuk membuat atap rumah, buah-buahan, madu hutan, rotan untuk membuat kerajinankerajinan dan peralatan rumah tangga, dan tanaman obat-obatan. Penggunaan kayu-kayuan dan bambu untuk membuat bangunan termasuk rumah dan leuit dan penggunaan nipah dan kirai sebagi atap merupakan perintah karuhun yang tidak boleh dilanggar. Masyarakat adat Kasepuhan tidak boleh menggunakan bahan tanah dalam mendirikan bangunan. Hal ini diyakini bahwa sebagai makhluk yang hidup, tidak sepatutnya untuk tinggal di bawah tanah, karena makhluk hidup yang tinggal di bawah tanah hanya makhluk yang sudah mati. Penggunaan rotan untuk pembuatan kerajinan dan peralatan rumah tangga, ini dilakukan karena adat hanya memperbolehkan penggunaan peralatan-peralatan tradisional dalam melakukan aktivitas harian. Penggunaan kayu-kayu yang sudah mati dan ranting-ranting untuk kayu bakar diharuskan, karena masyarakat harus menggunakan hawu semacam tungku untuk memasak, khususnya memasak nasi. 47

14 Seperti yang diungkapkan oleh Abah ASN (44 tahun), Ketua Adat. Para Leluhur memerintahkan untuk mendirikan rumah dan lumbung padi dengan menggunakan kayu-kayuan dan bambu untuk bagian dinding dan rangka rumah, serta menggunakan daun nipah dan kirai untuk bagian atap. Peraturan adat melarang kami untuk menggunakan bahan tanah dalam membangun rumah, karena makhluk hidup tidak patut untuk tinggal di bawah tanah. Ketika memasak nasi, masyarakat harus menggunakan tungku dan kayu bakar, karena sudah diatur oleh adat. Mengingat kebutuhan yang tinggi terhadap hasil hutan, masyarakat Kasepuhan tidak dapat terpisahkan kehidupannya dari hutan. Karena mereka terikat adat yang kuat dalam pengelolaan dan pemanfaataannya. Ada nilai spiritual yang terkandung di dalamnya. Kawasan hutan tutupan yang merupakan hutan titipan leluhur dipercaya menyimpan benda-benda pusaka milik leluhur yang harus dijaga. Selain itu, mengingat hutan tutupan sebagai daerah resapan air (leuweung sirah cai), dan air merupakan kebutuhan utama masyarakat, maka sudah pasti keutuhannya mesti terjaga dan menjadi hal yang penting dalam kehidupannya. Maka, tidak adil rasanya ketika akses masyarakat Kasepuhan terhadap hutan harus dibatasi bahkan diputus oleh pihak-pihak yang memiliki wewenang tinggi terhadap hutan Sistem Pengelolaan dan Kepemilikan Hutan Kampung Sinar Resmi memiliki kekayaan sumberdaya alam yang melimpah, salah satunya adalah sumberdaya lahan yang dapat dimanfaatkan masyarakatnya untuk bertani sawah, berladang, dan berkebun. Masyarakat memanfaatkan lahan pertanian ini untuk memenuhi kebutuhan pangan dengan komoditi yang dihasilkan berupa padi, sayuran, jagung, dan buah-buahan. Dalam mengelola lahan pertanian, masyarakat adat hanya diperkenankan menggunakan peralatan pertanian tradisional, seperti garu, cangkul, arit, dan kerbau untuk membajak sawah. Sumberdaya lainnya yang dimiliki oleh kampung Sinar Resmi adalah sumberdaya hutan. Dalam pengelolaannya, adat membagi hutan (leuweung) ke dalam tiga pembagian, yaitu Leuweung tutupan, Leuweung titipan, dan Leuweung Bukaan. Leuweung tutupan adalah kawasan hutan alam yang memiliki 48

15 keanekaragaman tumbuhan dan satwa yang tinggi dan termasuk dalam kawasan lindung karena fungsinya sebagai daerah resapan air (Leuweung sirah cai) dan pusat keseimbangan ekosistem. Kawasan leuwueng tutupan merupakan warisan atau titipan para leluhur adat dan Allah (Gusti Nu Kuasa) yang harus terjaga keutuhannya dan tidak boleh dimasuki oleh manusia, karena manusia tidak termasuk makhluk hidup yang ada di dalam hutan. Hutan ini hanya boleh dimasuki oleh petugas pengawasan hutan (kemit leuweung) yang telah diamanatkan oleh Abah untuk memeriksa barang-barang pusaka yang ada di dalam hutan tutupan. Pemeriksaan hanya dilakukan setahun sekali. Leuweung tutupan berada di atas pegunungan atau puncak pegunungan Halimun. Kawasan leuweung tutupan memiliki luas 60% dari seluruh kawasan hutan adat yang dimiliki oleh kampung. Leuweung titipan adalah kawasan hutan yang dialokasikan untuk kawasan pemukiman di masa mendatang (awisan) dan untuk lahan garapan nantinya. Perpindahan pemukiman didasarkan pada wangsit yang diterima Abah. Perpindahan biasa dilakukan dalam kurun waktu tahun sekali. Perpindahan dilakukan untuk memulihkan kembali daya dukung alam secara ekologis bagi kebutuhan manusia. Hutan tutupan boleh dimasuki oleh manusia atas seizin Abah, dan dengan tujuan untuk pengambilan hasil hutan kayu untuk kayu bakar dan membuat bangunan dan hasil hutan non-kayu berupa tanaman obat-obatan, madu hutan, rotan dan sebagainya. Dalam mengambil kayu tidak boleh dilakukan secara sembarangan, ada aturan khusus yang harus dijalankan. Setiap warga yang ingin mengambil kayu harus menanam pohon di lahan yang memiliki jarak renggang antar pohon. Jumlah pohon yang ditanam pun, harus disesuaikan dengan jumlah pohon yang akan ditebang. Selain itu, pohon yang ditebang pun harus pohon yang telah cukup umur, dan pohon yang memiliki jarak dekat satu sama lainnya. Leuweung Bukaan adalah kawasan hutan yang telah dibuka sejak lama secara turun temurun dan digunakan untuk lahan garapan masyarakat, baik berupa ladang (huma), sawah, maupun talun (kebun). Lahan garapan ini digunakan untuk memenuhi kebutuhan pangan dan papan (kayu) masyarakat adat. Pengaturan lahan garapan untuk warga dilakukan oleh Abah sebagai pimpinan adat tertinggi. Untuk daerah-daerah tertentu, penanaman padi sawah dan huma tidak boleh 49

16 dilakukan pada lokasi yang sama untuk kedua kalinya, daerah ini disebut dengan Huma Serang (suci). Tabel-5. Penggunaan Lahan Masyarakat Kasepuhan Sinar Resmi di desa Sirna Resmi Penggunaan lahan Zona di Kasepuhan Luas (Ha) Pemukiman Hutan bukaan (leuweung garapan) 78,18 Sawah Hutan bukaan (leuweung garapan) 559,98 Perkebunan Hutan bukaan (leuweung garapan) 303,4 Tanah kuburan Hutan bukaan (leuweung garapan) 7.00 Hutan adat Hutan titipan (leuweung titipan) 1.013,00 Hutan adat Hutan yang dilindungi (leweung 2.948,48 tutupan) Total luas desa 4.906,04 Sumber: Suganda, 2009 Sumberdaya lainnya yang tersedia di kampung Sinar Resmi adalah sumberdaya air, berupa sungai. Sungai-sungai yang dimanfaatkan masyarakat adalah sungai Cipanengah, sungai Cibareno dan sungai Cikaret. Sungai-sungai ini dimanfaatkan untuk keperluan mengairi sawah, mandi, dan air minum. Air sungai dialirkan menggunakan pipa-pipa paralon ke bak-bak penampungan yang tersedia di belakang Imah Gede (rumah Abah) untuk digunakan mandi, mencuci dan memasak. Air untuk pengairan sawah, dialirkan dari sungai dengan membuat saluran-saluran irigasi yang langsung menuju ke sawah. Dalam peraturan adat Kasepuhan, sumberdaya lahan dikelompokkan menurut fungsinya, seperi hutan ditanami pohon kayu-kayuan keras (gunung kayuan); lereng curam ditanami dengan bambu (lamping gawit awian); area perkebunan (kebun talun); pertanian padi (datar sawahan), dan kolam ikan (legok balongan). Pengelompokan lahan ini mempengaruhi cara masyarakat Kasepuhan dalam mengelola sumberdaya alam. Sumberdaya alam yang dimiliki oleh masyarakat adat Kasepuhan dianggap sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa dan titipan dari para leluhur mereka. Oleh karena itu, mereka wajib untuk menjaga keutuhan dan mempergunakan sebaik-baiknya untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka saat ini hingga generasi mendatang. Sebagai lahan titipan para leluhur, seluruh sumberdaya alam ini diklaim sebagai milik adat dan bersifat komunal. Hanya 50

17 boleh dipergunakan dan dimanfaatkan untuk hidup, namun tidak boleh untuk dijual dan dimiliki secara individual. Pengaturan penggunaan dan pengelolaan sumberdaya alam di Kasepuhan, diatur oleh seorang Abah sebagai pemimpin adat. Kawasan Gunung Halimun, selain terdapat wilayah adat yang telah ada sejak dahulu, ada juga wilayah konservasi pemerintah berupa kawasan hutan lindung taman nasional. Kawasan ini berfungsi sebagai perlindungan sistem penyangga kehidupan, pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa serta pemanfaatan secara lestari sumberdaya alam dan ekosistemnya. Kawasan konservasi taman nasional berdasarkan UU No. 41 Tahun 1999 pasal 4 (1) dan (2) disebutkan sebagai kawasan hutan yang dikuasai oleh Negara dan memberikan wewenang kepada pemerintah untuk, (1) mengatur dan mengurus segala sesuatu yang berkaitan dengan hutan, kawasan hutan, dan hasil hutan; (2) menetapkan status wilayah tertentu sebagai kawasan hutan atau kawasan hutan sebagai bukan kawasan hutan; dan (3) mengatur dan menetapkan hubungan-hubungan hukum antara orang dengan hutan, serta mengatur perbuatan-perbuatan hukum mengenai kehutanan. Selain itu, pengaturan pengelolaan Gunung Halimun secara konservasi dilakukan oleh Direktur Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam berdasarkan pada SK. Menhut No. 175 Tahun Terkait dengan keberadaan taman nasional sebagai kawasan konservasi, institusi pengelola di Indonesia mencakup unsur hak kepemilikan, batas wilayah kewenangan dan aturan keterwakilan. Hak kepemilikan taman nasional, sesuai dengan UUD 1945 Pasal 33 dan UU No. 5 Tahun 1967 mengenai Ketentuan- Ketentuan Pokok Kehutanan adalah milik Negara (state property). Menurut pasal 34 UU No. 5 Tahun 1990 mengenai Konservasi Sumberdaya Alam dan Ekosistemnya, pengelolaan taman nasional dilaksanakan oleh pemerintah, dalam hal ini oleh Kementrian Kehutanan. Kawasan konservasi taman nasional, memiliki lokasi yang berdekatan, bahkan bertumpang tindih dengan wilayah adat Kasepuhan. Dalam kasus Kasepuhan Sinar Resmi, wilayah adat yang tumpang tindih dengan kawasan taman nasional pada zona rimba dan zona rehabilitasi adalah leuweung tutupan, leuweung titipan dan leuweung Bukaan. 51

18 4.3 Sejarah Kasepuhan Sinar Resmi Masyarakat adat Banten Kidul adalah suatu komunitas yang dalam kesehariannya menjalankan sosio-budaya tradisional yang mengacu pada karakteristik budaya Sunda pada abad ke-18 (Asep, 2000 sebagaimana dikutip Hanafi et al., 2004). Hasil studi literatur sejarah yang dilakukan Hanafi et al. (2004), diketahui bahwa nenek moyang masyarakat adat Banten Kidul yang berada di kawasan Gunung Halimun terdiri atas tiga komunitas, yaitu komunitas sisa pasukan Kerajaan Sunda Padjajaran yang lari bersembunyi, komunitas sisa pasukan Kerajaan Mataram, dan komunitas yang nerasal dari dinamika konflik yang terjadi di Kesultanan Banten (termasuk para buruh perkebunan yang didatangkan oleh VOC dari seluruh nusantara). Dalam tiap perpindahan, penduduk menggarap lahan di wilayah baru dan hanya meninggalkan tradisi nyekar ke wilayah-wilayah sebelumnya. Itupun bila ada peninggalan makam leluhur. Masyarakat Kasepuhan Sinar Resmi menggambarkan latar belakang asal muasal leluhur mereka yang mempunyai kaitan dengan prosesi ritual adat dalam kegiatan perladangan. Menjelang permulaan kegiatan berladang dan setelah syukuran panen, para sesepuh adat, perangkat dan pemimpin Kasepuhan melakukan acara ritual ngembang atau ziarah kubur ke beberapa kuburan yang dianggap mempunyai hubungan dengan sejarah keberadaan dan leluhur mereka, yang ada disekitar kawasan hutan dalam Desa Sirnaresmi dan di luar desa, seperti: kuburan di Cipatat Urug - Bogor, di Cisono, Tegal Lumbu, Lebak Larang, Lebak Binong daerah Banten. Tempat-tempat ini diyakini berhubungan dengan tempat dan asal muasal leluhur mereka. Lokasi Kasepuhan Sinar Resmi selalu berpindah-pindah sebelum di desa Sirna Resmi saat ini. Berpindah-pindahnya lokasi Kasepuhan didasarkan pada wangsit dari para karuhun yang disampaikan melalui kepala Adat yang disebut dengan Abah. Lokasi Kasepuhan sendiri telah berpindah-pindah selama 29 generasi dimulai sejak tahun 611 M. Namun hanya delapan generasi terakhir saja yang boleh diketahui oleh Incu putu (masyarakat adat), karena 21 generasi lainnya merupakan rahasia para karuhun yang tidak boleh diketahui oleh siapapun. 52

19 Menurut Sekretaris Desa Sirna Resmi, Bapak BHR (62 tahun), terbentuknya Kasepuhan ini adalah dari sejarah perpindahan komunitas nomadik yang kemudian menetap, akibat pengaruh perkembangan sosial politik. Secara singkat sejarah perpindahan tersebut adalah sebagai berikut: 1. tahun di wilayah Seni 2. tahun di wilayah Kadu Luhur 3. tahun di wilayah Jasinga 4. tahun di wilayah Lebak Binong Banten 5. tahun di wilayah Cipatat Urug 6. tahun di wilayah Lebak Larang Banten 7. tahun di wilayah Lebak Binong Banten 8. tahun di wilayah Pasir Talaga 9. tahun di wilayah Tegal Lumbu Banten 10. tahun di wilayah Cisono Banten 11. tahun di wilayah Cimapag, Cikaret 12. tahun di wilayah Cikaret, Ciganas 13. tahun di wilayah Sinar Resmi dan Cipta Gelar Dimulai tahun 1474, lokasi Kasepuhan berlokasi di daerah Cipatat, Jasinga, Kabupaten Bogor. Kasepuhan ini dipimpin oleh seorang sesepuh yang bernama Uyut Cipatat (Aki Buyut Bao Rosa) yang berasal dari Banten selama 150 tahun masa kepemimpinan. Anak Uyut Cipatat sebagai penerus setelah Uyut Cipatat wafat, kemudian memindahkan pusat Kasepuhan ke Lebak Larang, Banten. Anak Uyut Cipatat ini dikenal dengan Uyut Gondok (Aki Buyut Warning). Tiga Tahun di Lebak Larang, Uyut Gondok wafat dan Kasepuhan diteruskan oleh Aki Buyut Kayon. Lokasi Kasepuhan pun berpindah ke Lebak Binong, Banten, selama 27 tahun. Pada waktu itu, pemerintahan colonial Hindia- BelBapak/Ibu baru saja berdiri. Setelah Aki Kayon wafat, penerus selanjutnya adalah putranya yang bernama Aki Ceboy. Namun karena saat itu, Aki Ceboy 53

20 belum dewasa saat ayahnya wafat, maka untuk sementara Kasepuhan dipimpin oleh adik Aki Kayon yang bernama Aki Buyut Santayan sampai usia Aki Ceboy cukup umur untuk memimpin Kasepuhan. Semasa pimpinan Aki Santayan, Kasepuhan berada di daerah Pasir Talaga, Sukabumi. Setelah Aki Ceboy dewasa, kepemimpinan Kasepuhan diberikan pada beliau, Kasepuhan berpindah tempat lagi ke Tegal Lumbu, Banten. Aki Ceboy memimpin Kasepuhan selama 32 tahun. Setelah wafat, diteruskan oleh anaknya yang bernama Uyut Jasiun (Ki Ciung), Kasepuhan berpindah lokasi lagi ke Bojong Cisono, Banten. Ketika Jepang masuk, pengganti Uyut Jasiun, yaitu Aki Rusdi membawa incu putu-nya ke Cimapag. Di sinilah incu putu diizinkan untuk membuka ladang oleh pemerintah Jepang. Di Cimapag mereka menetap cukup lama. Semasa perang kemerdekaan, dusun ini menjadi salah satu basis brigade Kian Santang dari Divisi Siliwangi. Tidak kurang dari pocong padi disediakan Ki Rusdi buat ransum para gerilyawan. Ki Ardjo, anaknya yang menjadi lurah Cimapag, pun sempat diberi pangkat sersan mayor oleh TRI. Untuk jasa-jasanya, ia kemudian dianugerahi Bintang Gerilya, Aksi Militer I dan Aksi Militer II. Lalu disusul dengan bintang GOM II dan GOM V. Karena ikut serta dalam penumpasan pemberontakan DI/TII dan G30S-PKI di daerah itu. Sekitar tahun 1980-an, dusun terpencil itu membara. Pernah, 10 orang warga ditebas kepalanya sekaligus oleh gerombolan DI/TII yang sedang panik. Belum lagi gangguan gerombolan-gerombolan penyamun yang tidak jelas ideologinya. Maka, pada tahun 1957, Ki Rusdi pun memindahkan pusat kesepuhan ke Cikaret. Kali ini, campur tangan pihak luar mulai tampak. Pada acara yang dinamai serah tahun, nama dusun itu ditetapkan sebagai Sirna Resmi. Idenya dari Overste Ishak Djuarsa. Di Sirna Resmi ini pula, Ki Rusdi wafat. Tidak lama kemudian, pada tahun 1974, Ki Ardjo yang telah menjadi sesepuh membawa pengikutnya ke Ciganas, Sirna Rasa. Daerah ini termasuk kawasan Perhutani dan PHPA. Ki Ardjo pun wafat pada tahun Kasepuhan saat itu digantikan oleh Abah Encup Sucipta (Abah Anom). 54

21 Tahun 1983 Beliau pindah ke Cipta Rasa selama 17 Tahun. Pada tahun 1985 Kesepuhan terpecah menjadi dua yaitu: 1. Kasepuhan Cipta Rasa ( Abah Anom ) 2. Kasepuhan Sinar Resmi ( Abah Ujat Sujati ). Tahun 2000 Abah Anom pindah ke Cipta Gelar. Dan pada Tahun 2002 Abah Ujat Sujati mengakhiri hidupnya. Dan waktu itu pula Kasepuhan Sinar Resmi terpecah kembali menjadi dua Kasepuhan, yaitu: 1. Kasepuhan Sinar Resmi ( Abah Asep Nugraha ) 2. Kasepuhan Cipta Mulya ( Abah Uum Sukmawijaya) Pada Tahun 2007 Abah Anom meninggal dunia dan Kasepuhan dilanjutkan oleh anaknya Abah Ugi Sugriana Rakasiwi. Sejak tahun 2002 hingga tahun akhir tahun 2010 Kasepuhan terbagi menjadi tiga: 1. Kasepuhan Cipta Gelar (Abah Ugi Sugriana Rakasiwi) 2. Kasepuhan Sinar Resmi (Abah Asep Nugraha) 3. Kasepuhan Cipta Mulya (Abah Hendrik) 55

Tabel -10 Kebutuhan Data Metode, Jenis, dan Sumber Data

Tabel -10 Kebutuhan Data Metode, Jenis, dan Sumber Data LAMPIRAN 103 Lampiran 1. Tabel -10 Kebutuhan Data Metode, Jenis, dan Sumber Data No Kebutuhan Data Metode Jenis Data Sumber Data 1 Kondisi umum lokasi Studi dokumen, wawancara, pengamatan berperan serta

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM PENELITIAN. BT dan LS. Suhu rata-rata pada musim kemarau antara 28 C

V. GAMBARAN UMUM PENELITIAN. BT dan LS. Suhu rata-rata pada musim kemarau antara 28 C V. GAMBARAN UMUM PENELITIAN 5.1. Keadaan Umum Lokasi Penelitian Desa Sirna Resmi terletak di Kecamatan Cisolok, Kabupaten Sukabumi, Provinsi Jawa Barat. Secara geografis desa ini terletak antara 106 27-106

Lebih terperinci

VIII. STRATEGI ADAPTASI KELEMBAGAAN LOKAL SISTEM PERTANIAN AKIBAT PERLUASAN KAWASAN TAMAN NASIONAL GUNUNG HALIMUN SALAK (TNGHS)

VIII. STRATEGI ADAPTASI KELEMBAGAAN LOKAL SISTEM PERTANIAN AKIBAT PERLUASAN KAWASAN TAMAN NASIONAL GUNUNG HALIMUN SALAK (TNGHS) VIII. STRATEGI ADAPTASI KELEMBAGAAN LOKAL SISTEM PERTANIAN AKIBAT PERLUASAN KAWASAN TAMAN NASIONAL GUNUNG HALIMUN SALAK (TNGHS) 8.1. Sistem Pertanian Lokal Masyarakat Kasepuhan Sinar Resmi Sistem pertanian

Lebih terperinci

BAB 5 ANALISIS KONFLIK SUMBERDAYA HUTAN

BAB 5 ANALISIS KONFLIK SUMBERDAYA HUTAN BAB 5 ANALISIS KONFLIK SUMBERDAYA HUTAN 5.1 Sejarah Konflik Sumberdaya Hutan Konflik kehutanan di kawasan Gunung Halimun dimulai sejak tahun 1970- an, ketika hak pengelolaan hutan dipegang oleh Perhutani.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut Undang-Undang Konservasi No. 5 Tahun 1990, sumberdaya alam hayati adalah unsur-unsur hayati di alam yang terdiri dari sumberdaya alam nabati (tumbuhan) dan

Lebih terperinci

VI. GARIS BESAR PERLUASAN KAWASAN TAMAN NASIONAL GUNUNG HALIMUN SALAK (TNGHS) DI MASYARAKAT KASEPUHAN SINAR RESMI

VI. GARIS BESAR PERLUASAN KAWASAN TAMAN NASIONAL GUNUNG HALIMUN SALAK (TNGHS) DI MASYARAKAT KASEPUHAN SINAR RESMI VI. GARIS BESAR PERLUASAN KAWASAN TAMAN NASIONAL GUNUNG HALIMUN SALAK (TNGHS) DI MASYARAKAT KASEPUHAN SINAR RESMI 6.1. Riwayat Perluasan Kawasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak Taman Nasional Gunung

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 26 BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Profil Desa 4.1.1 Kondisi Topografi Desa Sinar Resmi merupakan sebuah desa yang terletak di Kecamatan Cisolok, Kabupaten Sukabumi, Provinsi Jawa Barat. Secara

Lebih terperinci

Bab III Studi Kasus III.1 Sekilas Tentang Ciptagelar III.1.1 Bentang Alam di Daerah Kasepuhan Ciptagelar

Bab III Studi Kasus III.1 Sekilas Tentang Ciptagelar III.1.1 Bentang Alam di Daerah Kasepuhan Ciptagelar Bab III Studi Kasus III.1 Sekilas Tentang Ciptagelar Kasepuhan Ciptagelar merupakan komunitas masyarakat yang masih memegang teguh adatnya yaitu adat Banten Kidul. Dan Ciptagelar bisa dikatakan sebagai

Lebih terperinci

PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA JUDUL PROGRAM

PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA JUDUL PROGRAM PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA JUDUL PROGRAM PENGARUH MODERNISASI DALAM KEARIFAN LOKAL PENGELOLAAN SUMBERDAYA ALAM (Studi Kasus : Kasepuhan Cipta Mulya, Desa Sirna Resmi, Kecamatan Cisolok, Kabupaten Sukabumi,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. Hutan sebagai karunia dan amanah Tuhan Yang Maha Esa yang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. Hutan sebagai karunia dan amanah Tuhan Yang Maha Esa yang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan sebagai karunia dan amanah Tuhan Yang Maha Esa yang dianugerahkan kepada bangsa Indonesia merupakan kekayaan yang wajib disyukuri, diurus, dan dimanfaatkan secara

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS PENELITIAN

BAB IV ANALISIS PENELITIAN BAB IV ANALISIS PENELITIAN Pada bab ini akan dibahas keberadaan masyarakat adat Kasepuhan Ciptagelar dari 4 ( empat ) aspek, yaitu : 1. Aspek Yuridis 2. Aspek Teknis 3. Pranata Adat 4. Penguatan Status

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 22 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN Letak, Luas, dan Wilayah Secara administratif Kasepuhan Ciptagelar Desa Sirnaresmi termasuk dalam wilayah "Kecamatan Cisolok, Kabupaten Sukabumi, Propinsi Jawa Barat (Gambar

Lebih terperinci

VII. PERSEPSI MASYARAKAT KASEPUHAN SINAR RESMI TERHADAP PERLUASAN KAWASAN TAMAN NASIONAL GUNUNG HALIMUN SALAK (TNGHS)

VII. PERSEPSI MASYARAKAT KASEPUHAN SINAR RESMI TERHADAP PERLUASAN KAWASAN TAMAN NASIONAL GUNUNG HALIMUN SALAK (TNGHS) VII. PERSEPSI MASYARAKAT KASEPUHAN SINAR RESMI TERHADAP PERLUASAN KAWASAN TAMAN NASIONAL GUNUNG HALIMUN SALAK (TNGHS) 7.1. Persepsi Masyarakat Kasepuhan Sinar Resmi terhadap Keberadaan Hutan Penilaian

Lebih terperinci

BAB III PENENTUAN BATAS WILAYAH ADAT

BAB III PENENTUAN BATAS WILAYAH ADAT BAB III PENENTUAN BATAS WILAYAH ADAT Pada bab ini akan dijelaskan penentuan batas wilayah adat menurut hukum adat. Karena sebagian wilayah Kasepuhan Ciptagelar terdapat di dalam TNGHS, maka perlu dijelaskan

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1. Taman Nasional Gunung Halimun Salak 4.1.1. Sejarah, Letak, dan Luas Taman Nasional Gunung Halimun (TNGH) ditetapkan pada tanggal 28 Februari 1992 dengan Surat Keputusan

Lebih terperinci

ANALISIS KONFLIK SUMBERDAYA HUTAN DI KAWASAN KONSERVASI

ANALISIS KONFLIK SUMBERDAYA HUTAN DI KAWASAN KONSERVASI ISSN : 1978-4333, Vol. 05, No. 01 ANALISIS KONFLIK SUMBERDAYA HUTAN DI KAWASAN KONSERVASI ABSTRACT Analysis of Resource Forest Conflict in Conservation Area Ina Marina *) dan Arya Hadi Dharmawan Departemen

Lebih terperinci

BAB VI MENUJU KEDAULATAN PANGAN MASYARAKAT KAMPUNG SINAR RESMI

BAB VI MENUJU KEDAULATAN PANGAN MASYARAKAT KAMPUNG SINAR RESMI 49 BAB VI MENUJU KEDAULATAN PANGAN MASYARAKAT KAMPUNG SINAR RESMI 6.1 Karakteristik Kedaulatan Pangan Kedaulatan masyarakat mempunyai tujuan untuk mensejahterakan masyarakat. Dalam proses membangun kedaulatan

Lebih terperinci

BAB III KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB III KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 11 BAB III KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 3.1 Taman Nasional Gunung Halimun Salak 3.1.1 Sejarah, letak, dan luas kawasan Taman Nasional Gunung Halimun (TNGH) ditetapkan pada tanggal 28 Februari 1992 dengan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS. 4.1 Penentuan Batas Wilayah Adat

BAB IV ANALISIS. 4.1 Penentuan Batas Wilayah Adat BAB IV ANALISIS Dalam Bab IV ini akan disampaikan analisis data-data serta informasi yang telah didapat. Bab ini terbagi menjadi 3 sub-bab. Bab 4.1 berisi tata cara dan aturan adat dalam penentuan batas

Lebih terperinci

BAB V STRUKTUR PENGUASAAN TANAH LOKAL

BAB V STRUKTUR PENGUASAAN TANAH LOKAL 38 BAB V STRUKTUR PENGUASAAN TANAH LOKAL 5.1 Pola Pemilikan Lahan Lahan merupakan faktor utama bagi masyarakat pedesaan terutama yang menggantungkan hidupnya dari bidang pertanian. Pada masyarakat pedesaan

Lebih terperinci

BAB V PENGELOLAAN HUTAN DAN LUAS LAHAN

BAB V PENGELOLAAN HUTAN DAN LUAS LAHAN BAB V PENGELOLAAN HUTAN DAN LUAS LAHAN 5.1 Aksesibilitas Masyarakat terhadap Hutan 5.1.1 Sebelum Penunjukan Areal Konservasi Keberadaan masyarakat Desa Cirompang dimulai dengan adanya pembukaan lahan pada

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA. 4. Dale, P. F. dan Mclaughlin, J. D Land Administration. Oxford University Press. New York, USA

DAFTAR PUSTAKA. 4. Dale, P. F. dan Mclaughlin, J. D Land Administration. Oxford University Press. New York, USA DAFTAR PUSTAKA 1. Abdulharis, R., K. Sarah, S. Hendriatiningsih, dan A. Hernandi. 2007. The Initial Model of Integration of the Customary Land Tenure System into the Indonesian Land Tenure System: the

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sumber daya alam merupakan titipan Tuhan untuk dimanfaatkan sebaikbaiknya

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sumber daya alam merupakan titipan Tuhan untuk dimanfaatkan sebaikbaiknya I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumber daya alam merupakan titipan Tuhan untuk dimanfaatkan sebaikbaiknya bagi kesejahteraan manusia. Keberadaan sumber daya alam dan manusia memiliki kaitan yang sangat

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Masyarakat Adat Kasepuhan

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Masyarakat Adat Kasepuhan 3 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Masyarakat Adat Kasepuhan Pengertian masyarakat adat berdasarkan Aliansi Masyarakat Adat Nusantara adalah kelompok masyarakat yang memiliki asal usul leluhur (secara turun temurun)

Lebih terperinci

IX. KONDISI SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT KASEPUHAN SINAR RESMI AKIBAT PERLUASAN KAWASAN TAMAN NASIONAL GUNUNG HALIMUN SALAK (TNGHS)

IX. KONDISI SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT KASEPUHAN SINAR RESMI AKIBAT PERLUASAN KAWASAN TAMAN NASIONAL GUNUNG HALIMUN SALAK (TNGHS) IX. KONDISI SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT KASEPUHAN SINAR RESMI AKIBAT PERLUASAN KAWASAN TAMAN NASIONAL GUNUNG HALIMUN SALAK (TNGHS) 9.1. Kondisi Ekonomi Perluasan kawasan TNGHS telah mengakibatkan kondisi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. besar di dalam suatu ekosistem. Hutan mampu menghasilkan oksigen yang dapat

BAB I PENDAHULUAN. besar di dalam suatu ekosistem. Hutan mampu menghasilkan oksigen yang dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan merupakan anugerah Tuhan yang memiliki dan fungsi yang sangat besar di dalam suatu ekosistem. Hutan mampu menghasilkan oksigen yang dapat menjaga kesegaran udara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Komunitas Kasatuan Adat Banten Kidul merupakan sekelompok masyarakat yang mendiami kawasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS). Merupakan bagian dari etnik

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN HUTAN MELALUI KEARIFAN LOKAL. Oleh: Gurniwan Kamil Pasya

PERLINDUNGAN HUTAN MELALUI KEARIFAN LOKAL. Oleh: Gurniwan Kamil Pasya PERLINDUNGAN HUTAN MELALUI KEARIFAN LOKAL Oleh: Gurniwan Kamil Pasya ABSTRAK Kerusakan hutan di Indonesia sudah sangat parah sebagai akibat banyak perusahaan kayu yang membabat hutan secara besar-besaran,

Lebih terperinci

BAB V STRUKTUR AGRARIA DAN STATUS PENGUASAAN LAHAN

BAB V STRUKTUR AGRARIA DAN STATUS PENGUASAAN LAHAN BAB V STRUKTUR AGRARIA DAN STATUS PENGUASAAN LAHAN 29 Bab perubahan struktur agraria ini berisi tentang penjelasan mengenai rezim pengelolaan TNGHS, sistem zonasi hutan konservasi TNGHS, serta kaitan antara

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Gambaran Umum Kabupaten Kerinci 5.1.1 Kondisi Geografis Kabupaten Kerinci terletak di sepanjang Bukit Barisan, diantaranya terdapat gunung-gunung antara lain Gunung

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 1998 TENTANG KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 1998 TENTANG KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 1998 TENTANG KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa kawasan suaka alam dan kawasan pelestarian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kawasan suaka alam sesuai Undang Undang Nomor 5 Tahun 1990 adalah sebuah

BAB I PENDAHULUAN. Kawasan suaka alam sesuai Undang Undang Nomor 5 Tahun 1990 adalah sebuah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Suaka margasatwa merupakan salah satu bentuk kawasan suaka alam. Kawasan suaka alam sesuai Undang Undang Nomor 5 Tahun 1990 adalah sebuah kawasan yang mempunyai fungsi

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN. Halimun Salak, Kabupaten Sukabumi, Provinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi

IV. METODE PENELITIAN. Halimun Salak, Kabupaten Sukabumi, Provinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi IV. METODE PENELITIAN 4.1. Tempat dan Waktu Penelitian Pengambilan data untuk keperluan penelitian dilakukan di Kasepuhan Sinar Resmi, Desa Sirna Resmi, Kecamatan Cisolok, Taman Nasional Gunung Halimun

Lebih terperinci

KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN

KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN 15 KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN Lokasi Kabupaten Lebak secara geografis terletak antara 6º18'-7º00' Lintang Selatan dan 105º25'-106º30' Bujur Timur, dengan luas wilayah 304.472 Ha atau 3.044,72 km².

Lebih terperinci

Bab IV Analisis. Batas

Bab IV Analisis. Batas Bab IV Analisis IV.1 Analisis Batas Tanah Garapan Dikaitkan Dengan Konsep Batas Mengacu pada penjelesan mengenai batas suatu bidang tanah garapan warga Kasepuhan Ciptagelar dan dikaitkan dengan konsep

Lebih terperinci

Gambar 3.1 Lokasi Kasepuhan Ciptagelar (Google Earth, 2008)

Gambar 3.1 Lokasi Kasepuhan Ciptagelar (Google Earth, 2008) BAB III PELAKSANAAN PENELITIAN Pada bagian ini akan dijelaskan bagaimana penelitian ini dilakukan hingga didapatkan karakteristik sistem kepemilikan lahan yang berlaku dalam hukum pertanahan adat di wilayah

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Seberang Pulau Busuk merupakan salah satu desa dari sebelas desa di

BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Seberang Pulau Busuk merupakan salah satu desa dari sebelas desa di BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Geofrafis dan Demografis Seberang Pulau Busuk merupakan salah satu desa dari sebelas desa di wilayah Kecamatan Inuman Kabupaten Kuantan Singingi Propinsi Riau.

Lebih terperinci

LEMBAR INFORMASI JARINGAN MASYARAKAT HUTAN KORIDOR GUNUNG SALAK-HALIMUN

LEMBAR INFORMASI JARINGAN MASYARAKAT HUTAN KORIDOR GUNUNG SALAK-HALIMUN 1 LEMBAR INFORMASI JARINGAN MASYARAKAT HUTAN KORIDOR GUNUNG SALAK-HALIMUN SEKARANG KITA BERSAMA!!!! LANGKAH AWAL UNTUK PENGELOLAAN HUTAN KORIDOR SALAK-HALIMUN YANG ADIL, SEJAHTERA, DAN LESTARI Apa itu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Manusia adalah makhluk sosial juga makhluk budaya. Sebagai makhluk

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Manusia adalah makhluk sosial juga makhluk budaya. Sebagai makhluk BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Manusia adalah makhluk sosial juga makhluk budaya. Sebagai makhluk sosial, manusia selalu hidup bersama dalam artian bahwa sesungguhnya manusia hidup dalam interaksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai makhluk hidup dalam melangsungkan kehidupannya

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai makhluk hidup dalam melangsungkan kehidupannya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia sebagai makhluk hidup dalam melangsungkan kehidupannya tidak lepas dari lingkungan hidup sekitarnya. Lingkungan hidup manusia tersebut menyediakan berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki kawasan hutan terluas di dunia. Hutan merupakan sumber kekayaan alam yang tak ternilai harganya. Manfaat dan fungsi

Lebih terperinci

Bab III. Metode penelitian

Bab III. Metode penelitian 30 Bab III Metode penelitian A. Waktu dan Tempat Penelitian 1. Waktu Waktu penelitian dilakukan dengan dua tahap, penelitian tahap pertama dilaksanakan tanggal 29 Maret 2013 1 April 2013 fokus yang diamati

Lebih terperinci

BAB III PRAKTIK PENGGARAPAN TANAH SAWAH DENGAN SISTEM SETORAN DI DESA LUNDO KECAMATAN BENJENG KABUPATEN GRESIK

BAB III PRAKTIK PENGGARAPAN TANAH SAWAH DENGAN SISTEM SETORAN DI DESA LUNDO KECAMATAN BENJENG KABUPATEN GRESIK BAB III PRAKTIK PENGGARAPAN TANAH SAWAH DENGAN SISTEM SETORAN DI DESA LUNDO KECAMATAN BENJENG KABUPATEN GRESIK A. Profil Desa Lundo 1. Letak geografis Desa Lundo merupakan salah satu desa yang terletak

Lebih terperinci

LOKASI PENELITIAN. Desa Negera Ratu dan Negeri Ratu merupakan salah dua Desa yang berada

LOKASI PENELITIAN. Desa Negera Ratu dan Negeri Ratu merupakan salah dua Desa yang berada IV. LOKASI PENELITIAN A. Desa Negera Ratu dan Negeri Ratu Desa Negera Ratu dan Negeri Ratu merupakan salah dua Desa yang berada dinaungan Kecamatan Sungkai Utara Kabupaten Lampung Utara Berdasarkan Perda

Lebih terperinci

Lampiran 1. Peta Desa Sinar Resmi, Kecamatan Cisolok, Kabupaten Sukabumi.

Lampiran 1. Peta Desa Sinar Resmi, Kecamatan Cisolok, Kabupaten Sukabumi. LAMPIRAN 93 94 Lampiran 1. Peta Desa Sinar Resmi, Kecamatan Cisolok, Kabupaten Sukabumi. Lampiran 2. Kuisioner Penelitian DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT

Lebih terperinci

V GAMBARAN UMUM LOKASI DAN KARAKTERISTIK PETANI

V GAMBARAN UMUM LOKASI DAN KARAKTERISTIK PETANI V GAMBARAN UMUM LOKASI DAN KARAKTERISTIK PETANI 5.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian 5.1.1. Kabupaten Banyuasin Kabupaten Banyuasin merupakan salah satu kabupaten yang ada di Provinsi Sumatera Selatan.

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Penggunaan lahan di Kabupaten Serang terbagi atas beberapa kawasan :

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Penggunaan lahan di Kabupaten Serang terbagi atas beberapa kawasan : 54 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Tata Guna Lahan Kabupaten Serang Penggunaan lahan di Kabupaten Serang terbagi atas beberapa kawasan : a. Kawasan pertanian lahan basah Kawasan pertanian lahan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertanian merupakan salah satu sektor yang cukup penting keberadaannya di Indonesia. Sektor inilah yang mampu menyediakan kebutuhan pangan masyarakat Indonesia, sehingga

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Interaksi Manusia dengan Lingkungan Interaksi merupakan suatu hubungan yang terjadi antara dua faktor atau lebih yang saling mempengaruhi dan saling memberikan aksi dan reaksi

Lebih terperinci

BAB IV KARAKTERISTIK RESPONDEN DAN SISTEM PERTANIAN

BAB IV KARAKTERISTIK RESPONDEN DAN SISTEM PERTANIAN BAB IV KARAKTERISTIK RESPONDEN DAN SISTEM PERTANIAN 23 Gambaran penelitian yang dimuat dalam bab ini merupakan karakteristik dari sistem pertanian yang ada di Desa Cipeuteuy. Informasi mengenai pemerintahan

Lebih terperinci

NORHADIE KARBEN, GIGIH UPAYAKAN PERTANIAN TANPA BAKAR DI LAHAN GAMBUT

NORHADIE KARBEN, GIGIH UPAYAKAN PERTANIAN TANPA BAKAR DI LAHAN GAMBUT USAID LESTARI: CERITA DARI LAPANGAN NORHADIE KARBEN, GIGIH UPAYAKAN PERTANIAN TANPA BAKAR DI LAHAN GAMBUT Oleh: Indra Nugraha Ketika pemerintah melarang membakar seharusnya pemerintah juga memberikan solusi

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI RISET PENDAMPINGAN. lain di Kecamatan Tulung. Desa yang memiliki luas 222,571 Ha ini

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI RISET PENDAMPINGAN. lain di Kecamatan Tulung. Desa yang memiliki luas 222,571 Ha ini BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI RISET PENDAMPINGAN A. Dusun Satu Sudimoro Secara Geografis Sudimoro merupakan salah satu desa di Kecamatan Tulung, Kabupaten Klaten, yang memiliki area desa yang cukup luas

Lebih terperinci

Dari Bukit Turun Ke Sawah PLPBK di Kawasan Heritage Mentirotiku dan Lakessi

Dari Bukit Turun Ke Sawah PLPBK di Kawasan Heritage Mentirotiku dan Lakessi Dari Bukit Turun Ke Sawah PLPBK di Kawasan Heritage Mentirotiku dan Lakessi PLPBK DI KAWASAN HERITAGE MENTIROTIKU Kabupaten Toraja Utara memiliki budaya yang menarik bagi wisatawan dan memilki banyak obyek

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Administrasi

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Administrasi GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 26 Administrasi Kabupaten Sukabumi berada di wilayah Propinsi Jawa Barat. Secara geografis terletak diantara 6 o 57`-7 o 25` Lintang Selatan dan 106 o 49` - 107 o 00` Bujur

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan I. 1 Latar Belakang

Bab I Pendahuluan I. 1 Latar Belakang Bab I Pendahuluan I. 1 Latar Belakang Hukum tanah adat merupakan hukum tidak tertulis yang mengurusi masalah pertanahan adat yang dipegang teguh dan dilaksanakan oleh komunitas atau masyarakat adat. Hukum

Lebih terperinci

Penjelasan PP No. 34 Tahun 2002 PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2002 TENTANG

Penjelasan PP No. 34 Tahun 2002 PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2002 TENTANG Page 1 of 19 PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2002 UMUM TENTANG TATA HUTAN DAN PENYUSUNAN RENCANA PENGELOLAAN HUTAN, PEMANFAATAN HUTAN DAN PENGGUNAAN KAWASAN HUTAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. maupun dilestarikan. Kebudayaan merupakan keseluruhan yang kompleks yang

I. PENDAHULUAN. maupun dilestarikan. Kebudayaan merupakan keseluruhan yang kompleks yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebudayaan merupakan salah satu kekayaan yang Indonesia miliki, kebudayaan yang beranekaragam ini merupakan aset negara yang harus tetap dipertahankan maupun dilestarikan.

Lebih terperinci

PP 62/1998, PENYERAHAN SEBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN DI BIDANG KEHUTANAN KEPADA DAERAH *35837 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP)

PP 62/1998, PENYERAHAN SEBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN DI BIDANG KEHUTANAN KEPADA DAERAH *35837 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) Copyright (C) 2000 BPHN PP 62/1998, PENYERAHAN SEBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN DI BIDANG KEHUTANAN KEPADA DAERAH *35837 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 62 TAHUN 1998 (62/1998) TENTANG PENYERAHAN

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Kondisi Geografis Kecamatan Cigombong Kecamatan Cigombong adalah salah satu daerah di wilayah Kabupaten Bogor yang berjarak 30 km dari Ibu Kota Kabupaten, 120 km

Lebih terperinci

I.PENDAHULUAN. kebiasaan-kebiasaan tersebut adalah berupa folklor yang hidup dalam masyarakat.

I.PENDAHULUAN. kebiasaan-kebiasaan tersebut adalah berupa folklor yang hidup dalam masyarakat. I.PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah Negara kepulauan, yang memiliki berbagai macam suku bangsa yang kaya akan kebudayaan serta adat istiadat, bahasa, kepercayaan, keyakinan dan kebiasaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi dari masa ke masa semakin canggih dan mudah untuk diakses. Kita sebagai manusia tidak dapat menghindari perkembangan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH Nomor 68 Tahun 1998, Tentang KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH Nomor 68 Tahun 1998, Tentang KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH Nomor 68 Tahun 1998, Tentang KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa kawasan suaka alam dan kawasan pelestarian alam merupakan

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM 5.1. Wilayah dan Topografi 5.2. Jumlah Kepala Keluarga (KK) Tani dan Status Penguasaan Lahan di Kelurahan Situmekar

V. GAMBARAN UMUM 5.1. Wilayah dan Topografi 5.2. Jumlah Kepala Keluarga (KK) Tani dan Status Penguasaan Lahan di Kelurahan Situmekar V. GAMBARAN UMUM 5.1. Wilayah dan Topografi Kota Sukabumi terletak pada bagian selatan tengah Jawa Barat pada koordinat 106 0 45 50 Bujur Timur dan 106 0 45 10 Bujur Timur, 6 0 49 29 Lintang Selatan dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Cisolok Kabupaten Sukabumi Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan.upi.edu

BAB I PENDAHULUAN. Cisolok Kabupaten Sukabumi Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan.upi.edu 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah salah satu negara yang memiliki banyak hutan tropis, dan bahkan hutan tropis di Indonesia merupakan yang terluas ke dua di dunia setelah negara Brazil

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA. Dale and McLaughlin, 1999: Land Administration, Oxford Press, New York, USA

DAFTAR PUSTAKA. Dale and McLaughlin, 1999: Land Administration, Oxford Press, New York, USA DAFTAR PUSTAKA Abdulharis, R., 2005: Land Administration in Post Disaster Areas: The Case Study of Banda Aceh, Indonesia, M.Sc Thesis, Delft, Delft University of Technology Abdulharis, R., Sarah, K., Hendriatiningsih,

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1. Letak dan Keadaan Geografi Daerah Penelitian Desa Perbawati merupakan salah satu desa yang terletak di Kecamatan Sukabumi, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat. Batas-batas

Lebih terperinci

SAMBUTAN GUBERNUR KALIMANTAN BARAT PADA ACARA PANEN RAYA PADI DI DESA SENAKIN KECAMATAN SENGAH TEMILA KABUPATEN LANDAK

SAMBUTAN GUBERNUR KALIMANTAN BARAT PADA ACARA PANEN RAYA PADI DI DESA SENAKIN KECAMATAN SENGAH TEMILA KABUPATEN LANDAK 1 SAMBUTAN GUBERNUR KALIMANTAN BARAT PADA ACARA PANEN RAYA PADI DI DESA SENAKIN KECAMATAN SENGAH TEMILA KABUPATEN LANDAK Yang terhormat: Hari/Tanggal : Senin /11 Pebruari 2008 Pukul : 09.00 WIB Bupati

Lebih terperinci

BAB III PENYITAAN BARANG AKIBAT HUTANG PIUTANG YANG TIDAK DITULISKAN DI DESA BERAN KECAMATAN NGAWI KABUPATEN NGAWI

BAB III PENYITAAN BARANG AKIBAT HUTANG PIUTANG YANG TIDAK DITULISKAN DI DESA BERAN KECAMATAN NGAWI KABUPATEN NGAWI BAB III PENYITAAN BARANG AKIBAT HUTANG PIUTANG YANG TIDAK DITULISKAN DI DESA BERAN KECAMATAN NGAWI KABUPATEN NGAWI A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian Dalam kehidupan sosial bermasyarakat, keadaan suatu

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan mengenai Ronggeng Kaleran Dalam Upacara Adat Nyuguh di Kampung Adat Kuta Ciamis dapat disimpulkan sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Deskripsi Wilayah. 1. Geografis. a. Letak Desa. Banjarejo adalah salah satu desa yang terdapat di kecamatan

BAB I PENDAHULUAN. A. Deskripsi Wilayah. 1. Geografis. a. Letak Desa. Banjarejo adalah salah satu desa yang terdapat di kecamatan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Deskripsi Wilayah 1. Geografis a. Letak Desa Banjarejo adalah salah satu desa yang terdapat di kecamatan Tanjungsari Kabupaten Gunungkidul. Memiliki luas 71,61 km 2 dan jumlah penduduk

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. terlepas dari hasil kegiatan, atau budaya yang telah dilakukan bertahun-tahun oleh

BAB I PENGANTAR. terlepas dari hasil kegiatan, atau budaya yang telah dilakukan bertahun-tahun oleh 1 BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Kondisi kehidupan masyarakat di Jawa Barat, atau suku Sunda tidak terlepas dari hasil kegiatan, atau budaya yang telah dilakukan bertahun-tahun oleh para leluhur mereka.

Lebih terperinci

Lampiran 3. Interpretasi dari Korelasi Peraturan Perundangan dengan Nilai Konservasi Tinggi

Lampiran 3. Interpretasi dari Korelasi Peraturan Perundangan dengan Nilai Konservasi Tinggi I. Keanekaragaman hayati UU No. 5, 1990 Pasal 21 PP No. 68, 1998 UU No. 41, 1999 Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya. Pengawetan keanekaragaman hayati serta ekosistemnya melalui Cagar Alam

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA PALANGKA RAYA NOMOR 07 TAHUN 2003 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN DI WILAYAH KOTA PALANGKA RAYA

PERATURAN DAERAH KOTA PALANGKA RAYA NOMOR 07 TAHUN 2003 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN DI WILAYAH KOTA PALANGKA RAYA PERATURAN DAERAH KOTA PALANGKA RAYA NOMOR 07 TAHUN 2003 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN DI WILAYAH KOTA PALANGKA RAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PALANGKA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. (1968) disebut sebagai tragedi barang milik bersama. Menurutnya, barang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. (1968) disebut sebagai tragedi barang milik bersama. Menurutnya, barang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Air merupakan komponen yang sangat penting dalam kehidupan makhluk hidup di alam ini. Selain itu, air juga merupakan barang milik umum, sehingga air dapat mengalami

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM LOKASI DAN RESPONDEN

V. GAMBARAN UMUM LOKASI DAN RESPONDEN V. GAMBARAN UMUM LOKASI DAN RESPONDEN 5.1. Gambaran Umum Desa Purwasari Desa Purwasari merupakan salah satu Desa pengembangan ubi jalar di Kecamatan Dramaga Kabupaten Bogor. Usahatani ubi jalar menjadi

Lebih terperinci

BAB VII STRUKTUR AGRARIA DESA CIPEUTEUY

BAB VII STRUKTUR AGRARIA DESA CIPEUTEUY 117 BAB VII STRUKTUR AGRARIA DESA CIPEUTEUY Desa Cipeuteuy merupakan desa baru pengembangan dari Desa Kabandungan tahun 1985 yang pada awalnya adalah komunitas pendatang yang berasal dari beberapa daerah,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. lebih dari dua pertiga penduduk Propinsi Lampung diserap oleh sektor

I. PENDAHULUAN. lebih dari dua pertiga penduduk Propinsi Lampung diserap oleh sektor I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu sektor andalan perekonomian di Propinsi Lampung adalah pertanian. Kontribusi sektor pertanian terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Propinsi Lampung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kampung Naga merupakan salah satu perkampungan masyarakat yang. kampung adat yang secara khusus menjadi tempat tinggal masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. Kampung Naga merupakan salah satu perkampungan masyarakat yang. kampung adat yang secara khusus menjadi tempat tinggal masyarakat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kampung Naga merupakan salah satu perkampungan masyarakat yang ada di Indonesia dan masih terjaga kelestariannya. Kampung ini merupakan kampung adat yang secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. masyarakat lereng Gunung Merapi. Banyaknya korban jiwa, harta benda dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. masyarakat lereng Gunung Merapi. Banyaknya korban jiwa, harta benda dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Erupsi Merapi yang terjadi dua tahun lalu masih terngiang di telinga masyarakat lereng Gunung Merapi. Banyaknya korban jiwa, harta benda dan kehilangan mata

Lebih terperinci

Arsitektur Dayak Kenyah

Arsitektur Dayak Kenyah Arsitektur Dayak Kenyah Propinsi Kalimantan Timur memiliki beragam suku bangsa, demikian pula dengan corak arsitekturnya. Namun kali ini hanya akan dibahas detail satu jenis bangunan adat yaitu lamin (rumah

Lebih terperinci

BAB VII DAMPAK KONVERSI LAHAN TERHADAP KEBERLANJUTAN EKOLOGI

BAB VII DAMPAK KONVERSI LAHAN TERHADAP KEBERLANJUTAN EKOLOGI 63 BAB VII DAMPAK KONVERSI LAHAN TERHADAP KEBERLANJUTAN EKOLOGI 7.1 Dampak Ekologi Konversi lahan pertanian ke pemukiman sangat berdampak negatif terhadap ekologi. Secara ekologis, perubahan telah terjadi

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia dikenal memiliki potensi sumberdaya alam yang tinggi dan hal itu telah diakui oleh negara-negara lain di dunia, terutama tentang potensi keanekaragaman hayati

Lebih terperinci

BAB VI IMPLIKASI PENERAPAN STANDAR PENGELOLAAN DI LAPANGAN

BAB VI IMPLIKASI PENERAPAN STANDAR PENGELOLAAN DI LAPANGAN 89 BAB VI IMPLIKASI PENERAPAN STANDAR PENGELOLAAN DI LAPANGAN Rumusan standar minimal pengelolaan pada prinsip kelestarian fungsi sosial budaya disusun sebagai acuan bagi terjaminnya keberlangsungan manfaat

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Lembar Pengesahan Pembimbing... Pernyataan Penulis... Abstrak... Abstract... Kata Pengantar... Ucapan Terimakasih... Daftar Isi...

DAFTAR ISI. Lembar Pengesahan Pembimbing... Pernyataan Penulis... Abstrak... Abstract... Kata Pengantar... Ucapan Terimakasih... Daftar Isi... DAFTAR ISI Lembar Pengesahan Pembimbing... Pernyataan Penulis... Abstrak... Abstract... Kata Pengantar... Ucapan Terimakasih... Daftar Isi.... Daftar Gambar... Daftar Tabel... i ii iii iv v vi viii xii

Lebih terperinci

LAPORAN VERIFIKASI PROKLIM

LAPORAN VERIFIKASI PROKLIM LAPORAN VERIFIKASI PROKLIM DESA KECAMATAN KABUPATEN PROVINSI : SIRNARESMI : CISOLOK : SUKABUMI : JAWA BARAT LOKASI DEPUTI III MENLH BIDANG PENGENDALIAN KERUSAKAN LINGKUNGAN DAN PERUBAHAN IKLIM KEMENTERIAN

Lebih terperinci

5. PEMBAHASAN 5.1. Penerimaan Kotor Varietas Ciherang, IR-64, Barito Dan Hibrida

5. PEMBAHASAN 5.1. Penerimaan Kotor Varietas Ciherang, IR-64, Barito Dan Hibrida 5. PEMBAHASAN 5.1. Penerimaan Kotor Varietas Ciherang, IR-64, Barito Dan Hibrida Berdasarkan hasil perhitungan terhadap rata-rata penerimaan kotor antar varietas padi terdapat perbedaan, kecuali antara

Lebih terperinci

REUSAM KAMPUNG BENGKELANG KECAMATAN BANDAR PUSAKA KABUPATEN ACEH TAMIANG NOMOR : TAHUN 2010

REUSAM KAMPUNG BENGKELANG KECAMATAN BANDAR PUSAKA KABUPATEN ACEH TAMIANG NOMOR : TAHUN 2010 REUSAM KAMPUNG BENGKELANG KECAMATAN BANDAR PUSAKA KABUPATEN ACEH TAMIANG NOMOR : TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN DAN PEMANFAATAN SUMBERDAYA ALAM (ADAT MERAGREH UTEN) BISMILLAHHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA. Artawilaga, R. Rustandi Hukum Agraria Indonesia dalam Teori dan Praktek. NV Masa Baru. Jakarta

DAFTAR PUSTAKA. Artawilaga, R. Rustandi Hukum Agraria Indonesia dalam Teori dan Praktek. NV Masa Baru. Jakarta DAFTAR PUSTAKA Abdulharis, R., 2005: Land Administration in Post Disaster Areas: The Case Study of Banda Aceh, Indonesia, M.Sc Thesis, Delft, Delft University of Technology Abdulharis, R., Sarah, K., Hendriatiningsih,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bangsa Indonesia adalah bangsa yang majemuk. Kemajemukan itu dapat dikenali dari keanekaragaman budaya, adat, suku, ras, bahasa, maupun agama. Kemajemukan budaya menjadi

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN Keadaan Umum Kabupaten Lampung Selatan. Wilayah Kabupaten Lampung Selatan terletak antara 105.

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN Keadaan Umum Kabupaten Lampung Selatan. Wilayah Kabupaten Lampung Selatan terletak antara 105. IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1. Keadaan Umum Kabupaten Lampung Selatan 4.1.1. Keadaan Geografis Wilayah Kabupaten Lampung Selatan terletak antara 105.14 sampai dengan 105, 45 Bujur Timur dan 5,15

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2007 TENTANG TATA HUTAN DAN PENYUSUNAN RENCANA PENGELOLAAN HUTAN, SERTA PEMANFAATAN HUTAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2007 TENTANG TATA HUTAN DAN PENYUSUNAN RENCANA PENGELOLAAN HUTAN, SERTA PEMANFAATAN HUTAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2007 TENTANG TATA HUTAN DAN PENYUSUNAN RENCANA PENGELOLAAN HUTAN, SERTA PEMANFAATAN HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

BAB V. Kesimpulan dan Saran

BAB V. Kesimpulan dan Saran BAB V Kesimpulan dan Saran 5.1. Kesimpulan 5.1.1. Sistem Pertanian padi menurut tradisi masyarakat Karo Sistem pertanian padi menurut tradisi masyarakat Karo yang berada di Negeri Gugung meliputi proses

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bangsa Indonesia terdiri atas berbagai suku bangsa dan kebudayaan yang

BAB I PENDAHULUAN. Bangsa Indonesia terdiri atas berbagai suku bangsa dan kebudayaan yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bangsa Indonesia terdiri atas berbagai suku bangsa dan kebudayaan yang masih banyak memperlihatkan unsur persamaannya, salah satunya adalah suku Sunda, suku yang memiliki

Lebih terperinci

PROGRAM PHBM DI SEKITAR KAWASAN KONSERVASI. LAYAKKAH DIPERTAHANKAN???

PROGRAM PHBM DI SEKITAR KAWASAN KONSERVASI. LAYAKKAH DIPERTAHANKAN??? PROGRAM PHBM DI SEKITAR KAWASAN KONSERVASI. LAYAKKAH DIPERTAHANKAN??? (Studi kasus di kawasan TN Alas Purwo) Oleh : Bagyo Kristiono, SP. /Polhut Pelaksana Lanjutan A. PHBM (Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat)

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. tinggi adalah Taman Hutan Raya Wan Abdurahman. (Tahura WAR), merupakan

I. PENDAHULUAN. tinggi adalah Taman Hutan Raya Wan Abdurahman. (Tahura WAR), merupakan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu kawasan hutan hujan tropis dengan tingkat keanekaragaman yang tinggi adalah Taman Hutan Raya Wan Abdurahman. (Tahura WAR), merupakan kawasan pelestarian alam

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kecamatan Bangun Rejo merupakan salah satu kecamatan yang terdapat di

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kecamatan Bangun Rejo merupakan salah satu kecamatan yang terdapat di IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Letak Geografis dan Luas Wilayah Kecamatan Bangun Rejo merupakan salah satu kecamatan yang terdapat di Kabupaten Lampung Tengah. Kecamatan Bangun Rejo merupakan pemekaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat adalah orang yang hidup bersama yang menghasilkan kebudayaan. Dengan demikian

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat adalah orang yang hidup bersama yang menghasilkan kebudayaan. Dengan demikian BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masyarakat dan kebudayaan merupakan hubungan yang sangat sulit dipisahkan. Sebab masyarakat adalah orang yang hidup bersama yang menghasilkan kebudayaan. Dengan demikian

Lebih terperinci

BAB III PELAKSANAAN PENELITIAN

BAB III PELAKSANAAN PENELITIAN BAB III PELAKSANAAN PENELITIAN Indonesia merupakan sebuah negara yang terdiri dari berbagai macam suku bangsa yang berbeda-beda. Berbagai macam suku bangsa tersebut tersebar kedalam berbagai wilayah adat

Lebih terperinci

2016 KAJIAN PEWARISAN PENGETAHUAN SANITASI LINGKUNGAN PADA MASYARAKAT KAMPUNG ADAT KASEPUHAN CIPTARASA KECAMATAN CIKAKAK KABUPATEN SUKABUMI

2016 KAJIAN PEWARISAN PENGETAHUAN SANITASI LINGKUNGAN PADA MASYARAKAT KAMPUNG ADAT KASEPUHAN CIPTARASA KECAMATAN CIKAKAK KABUPATEN SUKABUMI BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Antara lingkungan dan kesehatan memiliki hubungan yang saling mempengaruhi. Kesehatan lingkungan merupakan salah satu aspek dalam kesehatan masyarakat yang berkaitan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29/PRT/M/2015 TENTANG RAWA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29/PRT/M/2015 TENTANG RAWA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29/PRT/M/2015 TENTANG RAWA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci