BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. obat tradisional sebagai pengobatan. Beberapa negara di Asia dan Afrika

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. obat tradisional sebagai pengobatan. Beberapa negara di Asia dan Afrika"

Transkripsi

1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan zaman membuktikan pemanfaatan obat tradisional dalam populasi global dunia terus mengalami peningkatan. Badan Kesehatan Dunia (WHO) menyebutkan bahwa hingga 65% penduduk negara maju menggunakan obat tradisional sebagai pengobatan. Beberapa negara di Asia dan Afrika menyebutkan ada 80% dari penduduknya yang bergantung pada obat tradisional sebagai pengobatan primer (Anonim, 2005). Indonesia, melalui hasil riset kesehatan dasar (riskesdas) tahun 2010 menyatakan bahwa 55,3% penduduknya menggunakan ramuan obat tradisional (Jamu) untuk memelihara kesehatannya. Sebanyak 95,6% mengakui ramuan obat tradisional yang digunakan sangat bermanfaat bagi kesehatan. Indonesia sebagai megacenter keragaman hayati dunia menduduki urutan terkaya kedua dunia setelah Brasil. Jika biota laut ikut diperhitungkan akan menjadi terkaya pertama di dunia. The Indonesian Country Study of Biodiversity memaparkan sejumlah sampai spesies tumbuhan yang sudah teridentifikasi di Indonesia. Zuhud dkk., (2003) mengidentifikasi ada 1845 spesies tumbuhan yang potensial berkhasiat obat. Sementara BPOM telah mencatat 283 tumbuhan yang secara resmi diregistrasi sebagai obat herbal untuk penggunaan medis. Bungur atau Lagerstroemia speciosa Pers. merupakan salah satu tumbuhan yang hidup di Indonesia. Bungur termasuk dalam suku Lythraceae yang memiliki 1

2 2 nama umum queen of flower. Secara empiris bungur banyak dimanfaatkan dalam pengobatan berbagai penyakit (Ragasa dkk., 2005). Dekokta daun bungur digunakan sebagai pengobatan diabetes melitus, diuretik, demam, dan purgatif serta disfungsi saluran kencing. Bagian lain yang digunakan yaitu akar untuk mengobati ulser pada mulut. Sementara kulit batang bungur digunakan sebagai stimulan, penurun panas, dan untuk sakit perut (Chan dkk., 2014). Penggunaan tumbuhan untuk pengobatan tidak bisa terlepas dari penelitian terhadap kandungan senyawanya. Tumbuhan memiliki kandungan senyawa berupa metabolit primer dan sekunder. Sebagian besar senyawa yang mempunyai efek terapi merupakan metabolit sekunder dalam tumbuhan, seperti alkaloid, flavonoid, tanin, terpenoid, dan saponin. Hasil penelitian tumbuhan bungur menyebutkan bahwa kandungan senyawa seperti tanin dan terpenoid bertanggung jawab dalam memberikan efek terapi. Kandungan lain dari bungur yaitu flavonoid belum banyak dilakukan penelitian. Flavonoid merupakan golongan besar dari suatu senyawa yang memiliki berbagai macam efek terapi. Beberapa diantaranya yaitu antibakteri (Ambujakshi dkk., 2009), hipoglikemik (Hernawan dkk., 2004), antioksidan, dan nefroprotektor (Priya dkk., 2007). Penelitian terhadap flavonoid yang sudah ada yaitu melakukan identifikasi golongan flavonoid pada kulit batangnya. Berdasarkan uraian di atas, penelitian terkait flavonoid dalam tumbuhan bungur perlu diperdalam mengingat potensi aktivitasnya cukup beragam. Penelitian yang bisa dikembangkan yaitu melakukan eksplorasi flavonoid dalam daun bungur. Daun merupakan bagian tumbuhan yang mudah diperoleh dan tersedia dalam jumlah relatif banyak. Penyarian senyawa flavonoid yang optimal akan

3 3 memberikan pengaruh terhadap efek terapinya. Pemilihan metode penyarian yang tepat akan memberikan kadar flavonoid yang tinggi. Pengetahuan terkait golongan flavonoid memberikan andil besar dalam melakukan penyarian. Oleh karena itu, fokus dalam penelitian ini ditujukan untuk menetapkan dan membandingkan kadar flavonoid total dari dua metode ekstrasi, yaitu maserasi dan infundasi. Selain itu juga melakukan identifikasi terhadap golongan senyawa flavonoid yang terkandung dalam daun bungur. Keduanya menggunakan metode spektrofotometri UV-Visibel. B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian di atas maka dapat dirumuskan 2 masalah, yaitu: 1. Apakah ekstrak kental daun bungur hasil maserasi memberikan kadar flavonoid total lebih tinggi dibandingkan ekstrak kental hasil infundasi? 2. Apa jenis golongan senyawa flavonoid yang terkandung dalam fraksi etil asetat daun bungur? C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Mendapatkan data ilmiah daun bungur untuk keperluan penelitian lanjutan dalam pengembangan obat herbal. 2. Tujuan Khusus a. Mengetahui metode ekstraksi yang efektif dalam mendapatkan kadar flavonoid total.

4 4 b. Mengetahui golongan flavonoid yang terkandung dalam fraksi etil asetat daun bungur. D. Manfaat Penelitian Penelitian ini akan memberikan inspirasi dan motivasi kepada mahasiswa dalam mencari dan mengeksplorasi penelitian tentang bahan alam. Bagi peneliti dan akademisi akan memberikan data ilmiah daun bungur untuk dijadikan referensi dalam melakukan penelitian lebih lanjut seperti melakukan isolasi dan elusidasi struktur. Bagi industri bisa menjadi referensi dalam pengembangan formulasi berbahan baku daun bungur supaya lebih efektif dan efisien. E. Tinjauan Pustaka 1. Bungur Bungur atau Lagerstroemia speciosa Pers. (sinonim dengan L. reginae, L. flos-reginae, dan L. loudoni ) adalah tumbuhan anggota suku Lythraceae. Di Indonesia jenis tumbuhan tersebut dikenal dengan nama bungur. Bungur mempunyai beberapa nama lokal, antara lain di Sumatera : bungur tekuyung (Palembang), bungur bener, bungur kuwal (Lampung); Jawa : bungur (Sunda), ketangi, laban, wungu (Jawa), dan bhungor (Madura) (Heyne, 1987). Nama umum di dunia internasional bagi bungur adalah queen of flowers (Orwa dkk., 2009), untuk menggambarkan menarik dan berwarnanya bunga yang dimiliki. Di India bungur dikenal dengan nama arjuna, bungur juga digunakan untuk menyebut nama L. speciosa di Malaysia, ta-bak di Thailand, dan banaba di Filipina.

5 5 a. Deskripsi Tumbuhan ini banyak dijumpai sebagai peneduh jalan. Pohonnya setinggi m. Di Jawa, bungur dapat tumbuh sampai ketinggian ±800 m di atas permukaan laut. Selain itu, bungur banyak ditemukan pada ketinggian di bawah 300 meter. Batang bulat dengan diameter kisaran 60 sampai 80 cm, percabangan mulai dari bagian pangkalnya, berwarna cokelat muda. Kayunya agak ringan hingga cukup berat dan berstruktur agak padat, berurat lurus, dan berwarna cokelat pudr hingga cokelat kemerah-merahan. Kayu ini tahan terhadap serangga dan pengaruh cuaca (Heyne, 1987). Daun tunggal, bertangkai pendek. Helaian daun berbentuk oval, elips atau memanjang, tebal seperti kulit, panjang 9-28 cm, lebar 4-12 cm, berwarna hijau tua. Bunga majemuk berwarna ungu, tersusun dalam mulai yang panjangnya cm, keluar dari ketiak daun atau ujung ranting. Buahnya berbentuk bola sampai bulat memanjang, panjang 2-3,5 cm dan beruang 3-7, buah yang masih muda berwarna hijau, setelah masak menjadi cokelat. Ukuran biji cukup besar, pipih, ujung bersayap berbentuk pisau, berwarna cokelat kehitaman (Dalimartha, 2003). b. Taksonomi Bungur Bungur dalam sistematika tumbuhan diklasifikasikan sebagai berikut: Divisi Sub Divisi Kelas : Spermatophyta : Angiospermae : Dicotyledonae

6 6 Sub Kelas Bangsa Suku Marga : Dialypetalae : Myrtales : Lythraceae : Lagerstroemia Jenis : Lagerstroemia speciosa Pers. (Heyne, 1987) c. Penggunaan Empiris Secara tradisional, daun, akar, korteks batang bungur telah digunakan oleh nenek moyang kita sebagai obat untuk berbagai penyakit (Ragasa dkk., 2005). Dekokta daun bungur digunakan sebagai pengobatan diabetes melitus, diuresis, demam, dan purgatif serta disfungsi saluran kencing. Daun bungur digunakan untuk pengobatan tradisional dalam penyakit diabetes, poliurea, dan polidipsia (Garcia, 1940). Di Filipina, daun dikonsumsi sebagai teh herbal untuk menurunkan level gula darah dan penurun berat badan, sementara di India digunakan sebagai obat diabetes (Park, 2011). Biji tumbuhan digunakan untuk pengobatan tekanan darah tinggi, sedangkan kulit kayu bungur digunakan untuk pengobatan diare, disentri, dan kencing darah. Tumbuhan ini umumnya digunakan sebagai obat dalam bentuk rebusan atau infus (Dalimarta, 2000). d. Kandungan Kimia Berdasarkan hasil screening fitokimia kandungan dalam daun bungur meliputi alkaloid, tanin, flavonoid, triterpenoid, sterol, dan saponin (Trease dan Evans, 1989). Beberapa kandungan kimia dari daun bungur telah berhasil diidentifikasi dan diisolasi, diantaranya yaitu dari ekstrak

7 7 aseton ditemukan 6 monomerik dan dimerik elagitanin (Flosin A dan B, dan Reginin A, B, C, dan D), dan 3 elagitanin baru (lagerstanin A, B, dan C) (Xu dkk., 1991). Selain itu, dari daun L. speciosa berhasil diisolasi triterpenoid baru yaitu asam virgatat, asam korosolat, asam ursolat, dan β- sitosterol glukosida (Okada dkk., 2003). Sejauh ini, lebih dari 40 senyawa termasuk triterpen, tanin, asam elagat, glikosida, dan flavonoid telah diidentifkasi dari daun L. speciosa. Asih dan Setiawan (2008), berhasil mengisolasi dan mengidentifikasi senyawa flavonoid golongan flavanon pada ekstrak n-butanol kulit batang bungur. Struktur beberapa senyawa kandungan bungur bisa dilihat pada gambar 1 dan gambar 2. e. Aktivitas Biologik Ekstrak air panas daun bungur mempunyai kemampuan menangkal radikal bebas dan menghambat peroksidasi lemak dengan adanya kandungan tanin sebesar 37% (Unno dkk., 2004). Aktivitas antibakteri dari daun bungur telah dilaporkan mampu melawan S. aureus, B. subtilis, P. aeruginosa, dan E. coli (Ambujakshi dkk., 2009). Berdasarkan penelitian Hernawan dkk (2004), ekstrak air daun bungur menunjukkan aktivitas hipoglikemik pada dosis 0,2 g/200 g BB dan 0,5 g/200 g BB. Selain itu ekstrak air daun bungur juga menunjukkan aktivitas hipolipidemik pada semua dosis perlakuan yaitu 0,1 g/200 g BB; 0,2 g/200 g BB, dan 0,5 g/200 g BB. Priya dkk. (2007, 2009) melakukan penelitian bahwa ekstrak daun bungur dilaporkan memiliki aktivitas sebagai antioksidan, nefroprotektor, hepatoprotektor, dan memilik aktivitas penangkap radikal bebas.

8 8 (a) (b) (c) (d) Gambar 1. Kandungan kimia daun bungur golongan elagitanin. (a) flosin A; (b) lagerstanin A; (c) lagerstanin B; (d) lagerstanin C (a) (b)

9 9 (c) Gambar 2. Kandungan kimia daun bungur golongan triterpenoid. (a) asam ursolat; (b) beta sitosterol; (c) asam korosolat 2. Flavonoid Flavonoid merupakan salah satu komponen senyawa yang terkandung dalam tumbuhan dan dapat ditemukan pada semua tumbuhan vaskuler. Istilah flavonoid diberikan pada suatu golongan besar senyawa yang berasal dari kelompok senyawa yang paling umum ditemukan, yaitu senyawa flavon. Senyawa heterosiklik ini pada tingkat oksidasi yang berbeda terdapat dalam kebanyakan tumbuhan. Flavon adalah bentuk yang mempunyai cincin C dengan tingkat oksidasi paling rendah dan dianggap sebagai struktur induk dalam nomenklatur kelompok senyawa-senyawa ini (Manitto, 1981). Flavonol dan flavon merupakan senyawa yang tersebar luas dari semua pigmen tumbuhan kuning (Robinson, 1995). Flavonol dan flavon yang terdapat dalam tumbuhan, biasanya dalam bentuk O-glikosida. Kedua senyawa ini banyak terdapat pada bagian daun dan bagian luar tumbuhan, dan hanya sedikit yang ditemukan pada bagian tumbuhan yang ada di permukaan tanah (Hertog dkk., 1992). a. Struktur Dasar Flavonoid

10 10 Flavonoid adalah komponen yang memiliki berat molekul rendah, dan pada dasarnya adalah phenylbenzopyrones (phenylchromones) dengan berbagai variasi pada struktur dasarnya, yaitu tiga cincin utama yang saling melekat. Struktur dasar ini terdiri dari dua cincin benzen (A dan B) yang dihubungkan melalui cincin heterosiklik piran atau piron (dengan ikatan ganda) yang disebut cincin C (Middleton dkk., 2000). Senyawa flavonoid adalah polifenol yang mengandung 15 atom karbon dalam inti dasarnya, yang tersusun dalam konfigurasi C6-C3-C6, yaitu 2 cincin aromatik yang dihubungkan oleh satuan tiga karbon yang dapat atau tidak dapat membentuk cincin ketiga (Manitto, 1981; Markham, 1988). Kelas-kelas yang berlainan dalam golongan flavonoid dibedakan berdasarkan cincin heterosiklik-oksigen tambahan dan gugus hidroksil yang tersebar menurut pola yang berlainan (Robinson, 1995). Gambar 3. Struktur dasar flavonoid b. Klasifikasi Flavonoid Menurut Robinson (1995), falavonoid dapat dikelompokkan berdasarkan keragaman pada rantai C3 yaitu: 1) Flavonol

11 11 Flavonol paling sering terdapat dalam bentuk glikosida, biasanya 3- glikosida, dan aglikon flavonol yang umum yaitu kaemferol, kuersetin, dan mirisetin. Flavonol lain yang terdapat di alam bebas kebanyakan merupakan variasi struktur sederhana dari flavonol. Larutan flavonol dalam suasana basa dioksidasi oleh udara tetapi tidak begitu cepat sehingga penggunaan basa pada pengerjaannya masih dapat dilakukan. Gambar 4. Struktur dasar flavonol 2) Flavon Flavon berbeda dengan flavonol, pada flavon tidak terdapat gugusan 3-hidroksi. Bentuk glikosida flavon lebih sedikit dibandingkan dengan glikosida dari flavonol. Flavon yang umum dijumpai, yaitu apigenin dan luteolin. Flavon dianggap sebagai induk dalam nomenklatur kelompok senyawa flavonoid. Gambar 5. Struktur dasar flavon

12 12 3) Isoflavon Isoflavon merupakan isomer flavon dan jumlahnya sangat sedikit. Isoflavon berperan sebagai fitoaleksin yaitu senyawa pelindung yang terbentuk dalam tumbuhan sebagai pertahanan terhadap serangan penyakit. Isoflavon sukar dicirikan karena reaksinya tidak khas dengan berbagai jenis pereaksi warna. Beberapa isoflavon, misal daidzein, memberikan warna biru muda cemerlang dengan sinar UV bila diuapi amonia, tetapi kebanyakan yang lain tampak sebagai bercak lembayung yang pudar dengan amonia berubah menjadi cokelat. Gambar 6. Struktur dasar isoflavon 4) Flavanon Flavanon terdistribusi luas di alam. Flavanon terdapat di dalam kayu, daun, dan bunga. Flavanon glikosida merupakan konstituen utama dari marga prunus dan citrus. Glikosida yang paling lazim ditemukan yaitu naringenin dan hesperidin yang terdapat dalam buah anggur dan jeruk.

13 13 Gambar 7. Struktur dasar flavanon 5) Flavanonol Senyawa ini berkhasiat sebagai antioksidan dan hanya terdapat sedikit sekali jika dibandingkan dengan flavonoid lainnya. Pada kebanyakan pustaka, flavanonol lebih sering disebut dihidroflavonol. Gambar 8. Struktur dasar flavanonol 6) Katekin Katekin terdapat dalam seluruh dunia tumbuhan, terutama pada tumbuhan berkayu. Senyawa ini mudah diperoleh dalam jumlah besar dari ekstrak kental Uncaria gambir dan daun teh kering yang mengandung kira-kira 30% senyawa ini. Katekin berkhasiat sebagai antioksidan.

14 14 Gambar 9. Struktur katekin 7) Leukoantosianidin Leukoantosianidin merupakan senyawa tidak berwarna, terutama terdapat dalam tumbuhan berkayu. Senyawa ini jarang terdapat sebagai glikosida. Contohnya yaitu melaksidin dan apiferol. Gambar 10. Struktur leukoantosianidin 8) Antosianin Antosianin merupakan pewarna yang paling penting dan paling tersebar luas dalam tumbuhan. Pigmen yang berwarna kuat dan larut dalam air ini adalah penyebab hampir semua warna merah jambu, merah marak, ungu, dan biru dalam daun, bunga, dan buah pada tumbuhan tingkat tinggi. Secara kimia semua antosianin merupakan turunan suatu struktur aromatik tunggal yaitu sianidin, dan semuanya terbentuk dari

15 15 pigmen sianidin ini dengan penambahan atau pengurangan gugus hidroksil atau dengan metilasi atau glikosilasi. Gambar 11. Struktur dasar antosianin 9) Khalkon Khalkon adalah pigmen fenol kuning yang berwarna cokelat tua dengan sinar UV bila dianalisis dengan kromatografi kertas. Khalkon merupakan senyawa minor dari golongan flavonoid. Senyawa ini tidak memiliki cincin C seperti flavonoid pada umumnya. Gambar 12. Struktur dasar khalkon 10) Auron Auron berupa pigmen kuning emas yang terdapat dalam bunga tertentu dan bryophyta. Dalam larutan basa senyawa ini berwarna merah ros dan tampak pada kromatografi kertas berupa bercak kuning, dengan sinar ultraviolet warna kuning kuat berubah menjadi merah jingga bila diuapi amonia.

16 16 Gambar 13. Struktur dasar auron c. Sifat Kelarutan Flavonoid Aglikon flavonoid adalah polifenol yang memiliki sifat kimia senyawa fenol, yaitu bersifat agak asam sehingga dapat larut dalam basa. Tetapi harus diingat, bila dibiarkan dalam larutan basa, dan di samping itu terdapat oksigen maka banyak yang akan terurai. Flavonoid bersifat polar karena mempunyai sejumlah gugus hidroksil atau gula, maka pada umumnya flavonoid cukup larut dalam pelarut polar seperti etanol, metanol, butanol, aseton, dimetilsulfoksida (DMSO), dimetilformamida (DMF), air, dan pelarut polar lain. Adanya gula yang terikat pada flavonoid (bentuk yang umum ditemukan) cenderung menyebabkan flavonoid lebih mudah larut dalam air sehingga campuran pelarut yang disebut di atas dengan air merupakan pelarut yang lebih baik untuk glikosida. Sebaliknya, aglikon yang kurang polar seperti isoflavon, flavanon, dan flavon serta flavonol yang termetoksilasi cenderung mudah lebih larut dalam pelarut seperti eter dan kloroform. d. Sifat Kimia Flavonoid Flavonoid merupakan senyawa bersifat asam karena adanya gugus hidroksi. Gugus hidroksi ini akan bereaksi dengan basa membentuk garam fenolat, sehingga pada penambahan uap amonia atau Na + warna berubah

17 17 menjadi kuning. Perubahan ini menyebabkan terjadinya pergeseran batokromik dari spektrum senyawa yang mempunyai gugus orto dihidroksi jika bereaksi dengan AlCl3 atau H3BO3 dan akan membentuk kompleks khelat. Ion aluminium akan membentuk khelat berwarna kuning, ion besi akan membentuk khelat berwarna cokelat, dan sitroborat akan berwarna kuning. Kompleks yang terbentuk dari gugus orto dihidroksi bersifat reversibel dengan penambahan HCl, sedangkan kompleks hidroksi karbonil bersifat ireversibel (tetap). Gugus metoksi atau metil tidak dapat membentuk kompleks dengan AlCl3 sehingga tidak terjadi pergeseran batokromik (Harborne dkk., 1975; Mabry dkk., 1970; Pramono, 1994). e. Isolasi Flavonoid Isolasi flavonoid bisa dilakukan dengan menggunakan metode kromatografi kertas (KKt) dan kromatografi lapis tipis (KLT). Metode tersebut paling menguntungkan karena membutuhkan sampel yang relative sedikit dengan waktu yang cukup singkat. Pemilihan fase gerak dan fase diam dalam kromatografi dipengaruhi oleh tipe flavonoid (Markham, 1988). Pemisahan flavonoid yang relatif non polar seperti aglikon-aglikon dari isoflavon, flavon, dan flavonol yang termetoksilasi digunakan fase diam silika gel. Pemisahan flavonoid yang cenderung polar seperti glikosida menggunakan fase diam selulosa mikrokristal (Harborne, 1975). f. Aktivitas Flavonoid Flavonoid merupakan golongan senyawa fenol alam terbesar (Harborne, 1987). Flavonoid memiliki kontribusi yang penting dalam

18 18 kesehatan manusia. Sejumlah tumbuhan obat yang mengandung flavonoid telah dilaporkan memiliki aktivitas antioksidan, antibakteri, antivirus, antiradang, antialergi, dan antikanker (Miller, 1996). Beberapa penyakit seperti aterosklerosis, kanker, diabetes, parkinson, alzheimer, dan penurunan kekebalan tubuh telah diketahui dipengaruhi oleh radikal bebas dalam tubuh manusia (Amic dkk., 2003). Menurut Markham (1988) yang dikutip oleh Hertog dkk. (1992), disarankan agar mengkonsumsi beberapa gram flavonoid tiap harinya. Flavonoid merupakan senyawa pereduksi yang baik, menghambat banyak reaksi oksidasi, baik secara enzimatis maupun non-enzimatis. Flavonoid bertindak sebagai penampung yang baik bagi radikal hidroksi dan superoksida yang dengan demikian melindungi lipid membran terhadap reaksi yang merusak. Aktivitas antioksidannya dapat menjelaskan bahwa flavonoid tertentu merupakan komponen aktif tumbuhan yang digunakan secara tradisional untuk mengobati gangguan fungsi hati (Robinson, 1995). 3. Spektroskopi UV-Visibel pada Flavonoid Teknik spektroskopi adalah salah satu teknik analisis kimia-fisika yang mengamati tentang interaksi atom atau molekul dengan radiasi elektromagnetik. Ada dua macam instrumen pada teknik spektroskopi yaitu spektrometer dan spektrofotometer. Instrumen yang memakai monokromator celah tetap pada bidang fokus disebut sebagai spektrometri. Apabila spektrometer tersebut dilengkapi dengan detektor yang bersifat fotoelektrik maka disebut spektrofotometer (Muldja, 1995).

19 19 Serapan molekul di dalam daerah ungu dan terlihat dari spektrum bergantung pada struktur ultra elektronik dari molekul. Penyerapan sejumlah energi menghasilkan percepatan dari elektron dalam orbital tingkat dasar ke orbital yang berenergi lebih tinggi di dalam keadaan tereksitasi (Silverstein, 1986). Beberapa istilah yang perlu diketahui dalam spektroskopi adalah: a. Gugus kromofor Merupakan suatu gugus kovalen tidak jenuh yang dapat menyerap radiasi dalam daerah UV dan tampak. b. Gugus auksokrom Merupakan suatu gugus fungsional bersifat jenuh yang jika berada pada suatu gugus kromofor akan menyebabkan timbulnya pergeseran puncak serapan ke panjang gelombang yang lebih besar dan dapat juga mempertinggi intensitasnya. c. Pergeseran batokromik (pergeseran merah) Merupakan pergeseran ke arah panjang gelombang yang lebih besar disebabkan karena adanya substituen atau pengaruh pelarut. d. Pergeseran hipsokromik (pergeseran biru) Merupakan pergeseran gelombang kea rah panjang gelombang yang lebih pendek. e. Efek hiperkromik Merupakan peristiwa bertambahnya intensitas serapan suatu gugus kromofor.

20 20 f. Efek hipokromik Merupakan peristiwa berkurangnya intensitas serapan suatu gugus kromofor. Flavonoid mempunyai sistem aromatik yang terkonjugasi sehingga menunjukkan pita serapan kuat pada daerah spectrum UV-Visibel (Harborne, 1987). Spektrum flavonoid biasanya ditentukan dalam larutan dengan pelarut metanol atau etanol. Spektrum khas terdiri atas dua panjang gelombang maksimal pada rentang nm (pita II) dan nm (pita I). Pita II merupakan serapan dari cincin A (cincin benzoil) dan pita I merupakan serapan dari cincin B (cincin sinamoil). Intensitas dari masing-masing serapan tergantung pada panjangnya sistem terkonjugasi serta adanya substitusi terutama pada kedudukan atom C3 dan C5. Senyawa flavon yang mempunyai cincin sinamoil mengandung sistem konjugasi lebih panjang daripada sistem benzoil sehingga intensitas puncak I lebih kecil dibandingkan intensitas puncak II. Flavon dan flavonol yang tersubstitusi oksigen pada cincin A, dalam metanol cenderung memberikan spektra yang nyata pada pita II dan lemah pada pita I. Sebaliknya jika cincin B tersubstitusi oksigen menyebabkan pita I akan kelihatan lebih nyata (Mabry dkk., 1970). Daftar pita absorbsi UV dari semua flavonoid dapat dilihat dalam Tabel I.

21 21 Tabel I. Pita absorbsi UV dari Flavonoid (Markham, 1988; Sujata, 2005) Jenis Flavonoid Pita II (nm) Pita I (nm) Flavon Flavonol (3-OH tersubstitusi) Flavonol (3-OH bebas) Isoflavon bahu Isoflavon ± 320 puncak (5-deoksi-6,7-dioksigenasi) Flavanon bahu Flavan dan Dihidroflavonol Khalkon (kekuatan rendah) Auron (kekuatan rendah) Antosianidin dan antosianin Ekstraksi Ekstraksi atau penyarian adalah proses penarikan zat yang dapat larut dari bahan yang tidak dapat larut menggunakan pelarut cair. Menurut Winarno dkk. (1973), ekstraksi merupakan cara untuk memisahkan campuran beberapa zat menjadi komponen yang terpisah. Simplisia yang diekstrak mengandung senyawa aktif yang dapat larut dan senyawa yang tidak larut seperti serat, karbohidrat, protein, dan lain-lain. Senyawa aktif yang terdapat dalam berbagai simplisia dapat digolongkan ke dalam golongan minyak atsiri, alkaloid, flavonoid, dan lain-lain. Struktur kimia yang berbeda-beda akan mempengaruhi kelarutan serta stabilitas senyawa-senyawa tersebut terhadap pemanasan, udara, cahaya, logam berat, dan derajat keasaman. Dengan diketahuinya senyawa aktif yang dikandung simplisia akan mempermudah pemilihan pelarut dan cara

22 22 ekstraksi yang tepat. Hasil dari ekstraksi ini dapat berupa ekstrak kering, ekstrak kental, atau ekstrak cair (Ditjen POM, 2000). Proses penyarian dapat diefektifkan dengan pengadukan dan pemanasan. Pengadukan menyebabkan perataan pelarut untuk mencapai zat aktif dalam bahan. Sementara itu pemanasan menyebabkan pelarut lebih encer sehingga meningkatkan kemampuannya untuk melarutkan zat aktif (Pramono, 2012). Pemilihan pelarut atau cairan penyari yang tepat menjadi salah satu faktor berhasilnya proses ekstraksi. Kriteria yang harus diperhatikan dalam pemilihan cairan penyari yaitu murah dan mudah diperoleh, stabil secara fisika dan kimia, bereaksi netral, tidak mudah menguap dan tidak mudah terbakar, dan selektif. Selektif mempunyai maksud pelarut mampu menarik hanya zat berkhasiat yang dikehendaki, tidak mempengaruhi zat berkhasiat, dan diperbolehkan oleh peraturan (Depkes, 1986). Polaritas pelarut merupakan poin penting kaitannya dengan daya larut. Menurut Stahl (1969), indikator pelarutan pelarut dapat ditentukan dari nilai konstanta dielektrik dan nilai polaritas pelarut, dan perbandingan kedua nilai tersebut bersifat proporsional.

23 23 Tabel II. Nilai konstanta dielektrik berbagai zat pelarut Konstanta Dielektrik Nama Zat Pelarut Polaritas 1,890 2,023 2,238 2,284 4,806 4,340 6,020 20,700 24,300 33,620 80,370 Petroleum ringan Sikloheksan Karbon tetraklorida Trikloroetilen Toluen Benzen Diklorometan Kloroform Etileter Etilasetat Aseton n-propanol Etanol Metanol Air Berbagai macam metode ekstraksi yaitu maserasi, infundasi, perkolasi, sokletasi, dan refluks. Maserasi dan infundasi merupakan metode ekstraksi yang cukup banyak digunakan baik skala kecil maupun besar (industri). a. Maserasi Istilah maserasi berasal dari bahasa latin macerace yang artinya mengairi, melunakkan dan merupakan metode ekstraksi paling sederhana. Maserasi merupakan cara penyarian yang dilakukan dengan cara merendam serbuk simplisia dalam cairan penyari. Maserasi termasuk metode ekstraksi cara dingin. Proses perendaman dibarengi dengan beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada temperatur ruangan (kamar). Cairan penyari akan menembus dinding sel dan masuk ke dalam rongga sel yang mengandung zat aktif yang akan larut. Karena adanya perbedaan konsentrasi antara

24 24 larutan zat aktif di dalam sel dan di luar sel maka larutan terpekat didesak ke luar. Metode ini paling sering digunakan untuk ekstraksi senyawa bioaktif dalam tumbuhan. Umumnya digunakan untuk bahan tumbuhan yang kadar senyawa bioaktifnya tinggi. Volume pelarut umumnya sebanyak 80 kali bahan untuk merendam tergantung kepada sifat bahan. Waktu perendaman bervariasi tergantung sifat dari bahan apakah dari kategori lunak atau keras. Namun umumnya berkisar antara 18 jam dan pada 6 jam pertama dilakukan pengadukan. Proses penyarian diulangi sekurangkurangnya dua kali dengan jenis dan pelarut yang sama. Kerugian dari metode ini yaitu ekstraksinya tidak dapat berjalan sempurna (Wahyono, 2012). b. Infundasi Infundasi adalah proses penyarian yang umumnya dilakukan untuk menyari zat kandungan aktif yang larut dalam air dari bahan-bahan nabati. Proses ini dilakukan pada suhu 90 0 C selama 15 menit. Jika pemanasan dilakukan selama 30 menit disebut dekokta. Infundasi termasuk metode ekstraksi cara panas (Ditjen POM, 2000). Infundasi menghasilkan sari yang tidak stabil dan sangat mudah tercemar oleh kapang dan kuman, sehingga sari yang diperoleh tidak boleh disimpan lebih dari 24 jam atau segera dibuat menjadi ekstrak kental. Metode ini lebih sederhana dan ekonomis dibanding metode ekstraksi lainnya (Depkes RI, 1986). Alat yang digunakan dalam proses infundasi adalah panci infusa. Panci infusa terdiri dari dua bagian,

25 25 yaitu panci A yang berisi bahan (simplisia) dan air dan panci B yang berisi air dengan fungsi sebagai penangas air. 5. Kromatografi Lapis Tipis pada Flavonoid Kromatografi adalah proses yang digunakan untuk memisahkan campuran ke dalam komponennya untuk keperluan analisis, identifikasi kemurnian, dan/atau kuantifikasi suatu senyawa (Sampietro dkk., 2009). Kromatografi merupakan metode pemisahan komponen-komponen dari suatu campuran berdasarkan perbedaan kecepatan migrasi komponen-komponen tersebut, yang dibawa fase gerak, untuk melintasi fase diam (Skoog dkk., 2014). KLT merupakan metode yang umum, sederhana, cepat, dan murah yang memberikan informasi berapa banyak komponen yang ada dalam campuran.. Sejak awal tahun 1960, kromatografi lapis tipis (KLT) sudah digunakan untuk analisis flavonoid. KLT menjadi metode pilihan dalam menganalisis herbal sebelum teknik instrumental seperti kromatografi gas dan kromatografi cair kinerja tinggi muncul. KLT sampai saat ini masih menjadi peralatan dasar dalam identifikasi senyawa alam yang ada di berbagai farmakope. KLT sering menyediakan informasi pertama dalam memberikan karakteristik khas suatu herbal. Kromatografi lapis tipis digunakan untuk memisahkan senyawa-senyawa yang bersifat hidrofob seperti lipida-lipida ataupun hidrokarbon. Komponen dalam melakukan kromatografi lapis tipis membutuhkan fase gerak, fase diam, dan deteksi yang tepat.

26 26 a. Fase diam Fase diam merupakan fase yang diam di tempat, baik pada kolom atau permukaan planar (Skoog dkk, 2014). Silika gel dan selulosa merupakan fase diam yang biasa digunakan dalam pemisahan kromatografi lapis tipis (Gandjar dan Rohman, 2010) 1) Silika gel Silika gel merupakan fase diam yang paling banyak digunakan baik untuk kromatografi secara partisi maupun adsorpsi. Silika gel memiliki struktur ikatan silika dan oksigen (siloksan) dan pemisahan terjadi karena migrasi diferensial molekul sampel yang disebabkan oleh ikatan hidrogen, interaksi dipol-dipol dan interaksi elektrostatik dengan silanol (Si-OH). Silika paling berguna untuk memisahkan aglikon yang kurang polar, misalnya isoflavon, flavanon, metil flavon, dan flavonol (Markham, 1988). 2) Selulosa Selulosa merupakan penyerap yang sangat cocok untuk memisahkan senyawa yang bersifat hidrofilik. Mekanisme pemisahannya adalah partisi fase normal dengan menyerap air sebagai fase diam (Waksmundzka-Hajnos dkk., 2008). Selulosa ideal untuk memisahkan glikosida yang satu dari glikosida yang lain, glikosida dari aglikon, dan untuk memisahkan aglikon yang

27 27 kurang polar. Selulosa sering digunakan untuk identifikasi flavonoid secara umum (Markham, 1988). b. Fase gerak Fase gerak dalam kromatografi lapis tipis bisa berupa pelarut tunggal atau campuran dari pelarut yang akan bergerak maju melewati pori-pori dari fase diam. Pelarut yang tepat untuk kromatografi dapat diklasifikasikan berdasarkan polaritasnya. Jika fase diam yang digunakan polar, fase gerak yang digunakan sebaiknya tidak lebih polar dari fase diamnya. Sistem ini dinamakan sistem fase normal. Jika fase diam bersifat non-polar, pemilihan fase geraknya baiknya lebih polar. Sistem ini disebut sistem fase terbalik (Waksmundzka-Hajnos dkk., 2008). Fase gerak yang biasa digunakan pada KLT dengan fase diam selulosa yaitu metanol 5%, asam asetat 15%, dan kombinasi n-butanolasam asetat glasial-air dalam berbagai perbandingannya (Markham, 1988). c. Deteksi Penampakan bercak setelah elusi menjadi data penting untuk menentukan golongan senyawa. Setiap golongan senyawa memiliki warna bercak yang khas.

28 28 Tabel III. Penafsiran warna becak dari segi struktur flavonoid (Markham, 1988) Warna bercak di bawah sinar UV 366 Tanpa Uap Dengan Uap Amonia Amonia Kuning, Hijaukuning, hijau Lembayung gelap Fluoresensi muda Tak Nampak biru Perubahan warna sedikit atau tanpa perubahan warna Biru muda Merah atau jingga Fluoresensi hijau-kuning atau hijau biru Perubahan warna sedikit atau tanpa perubahan Fluoresensi mirip biru muda Fluoresensi biru muda Kemungkinan Jenis Flavonoid a. Biasanya 5-OH flavon atau flavonol (tersulih pada 3-O dan mempunyai 4 - OH). b. Kadang-kadang 5-OH flavanon dan 4 - OH khalkon tanpa OH pada cincin B. a. Biasanya flavon atau flavonol tersulih pada 3-O mempunyai 5-OH tetapi tanpa 4 -OH bebas. b. Beberapa 6- atau 8-OH flavon dan flavonol tersulih pada 3-O dan mengandung 5-OH. c. Isoflavon, dihidroflavonol, biflavonil, dan beberapa flavanon yang mengandung 5-OH. d. Khalkon yang mengandung 2 - atau 6 - OH tetapi tidak mengandung 2- atau 4- OH bebas. Beberapa 5-OH flavanon Khalkon yang mengandung 2- dan/atau 4- OH bebas a. Flavon dan flavanon yang tak mengandung 5-OH b. Flavonol tanpa 5-OH bebas tetapi tersulih pada 3-OH. Isoflavon yang tak mengandung 5-OH bebas. Isoflavon yang tak mengandung 5-OH bebas. Isoflavon yang tak mengandung 5-OH bebas.

29 29 Tabel III. Penafsiran warna becak dari segi struktur flavonoid (Lanjutan) Warna bercak di bawah sinar UV 366 Tanpa Uap Dengan Uap Kemungkinan Jenis Flavonoid Amonia Amonia Kuning redup dan Perubahan Flavonol yang mengandung 3-OH kuning atau warna sedikit bebas dan ada atau tidak 5-OH bebas fluoresensi jingga atau tanpa (kadang-kadang berasal dari perubahan dihidroflavonol) Fluoresensi Jingga atau Auron yang mengandung 4 -OH bebas kuning merah dan beberapa 2- atau 4-OH khalkon Hijau-kuning, hijau-biru, hijau Merah jingga redup atau merah senduduk Merah jambu atau fluoresensi kuning Perubahan warna sedikit atau tanpa perubahan Biru a. Auron yang tak mengandung 4 - OH bebas dan flavanon tanpa 5- OH bebas. b. Flavonol yang mengandung 3-OH bebas dan disertai atau tanpa 5-OH bebas. Antosianidin 3-glikosida Biru Sebagian besar antosianidin3,5- glikosida F. Data Empirik Dari ekstrak kental daun bungur dapat diperoleh informasi tentang perbandingan kadar flavonoid total antara metode maserasi dan infundasi. Selain itu, dari fraksi larut etil asetat akan diketahui golongan senyawa flavonoid dan struktur parsialnya.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. nama asing, nama daerah, morfologi tumbuhan, kandungan senyawa kimia, serta

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. nama asing, nama daerah, morfologi tumbuhan, kandungan senyawa kimia, serta BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uraian Tumbuhan Uraian tumbuhan meliputi habitat dan daerah tumbuh, sistematika tumbuhan, nama asing, nama daerah, morfologi tumbuhan, kandungan senyawa kimia, serta penggunaan

Lebih terperinci

UNIVERSITAS SETIA BUDI FAKULTAS FARMASI Program Studi S1 Farmasi Jl. Letjen. Sutoyo. Telp (0271) Surakarta 57127

UNIVERSITAS SETIA BUDI FAKULTAS FARMASI Program Studi S1 Farmasi Jl. Letjen. Sutoyo. Telp (0271) Surakarta 57127 UNIVERSITAS SETIA BUDI FAKULTAS FARMASI Program Studi S1 Farmasi Jl. Letjen. Sutoyo. Telp (0271) 852518 Surakarta 57127 UJIAN TENGAH SEMESTER GANJIL TAHUN AKADEMIK 2006 / 2007 Mata Kuliah : Fitokimia II

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN. Hasil pemeriksaan ciri makroskopik rambut jagung adalah seperti yang terdapat pada Gambar 4.1.

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN. Hasil pemeriksaan ciri makroskopik rambut jagung adalah seperti yang terdapat pada Gambar 4.1. BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN Pada awal penelitian dilakukan determinasi tanaman yang bertujuan untuk mengetahui kebenaran identitas botani dari tanaman yang digunakan. Hasil determinasi menyatakan

Lebih terperinci

ISOLASI DAN IDENTIFIKASI SENYAWA FLAVONOID DARI FASE n-butanol DAUN JERUK PURUT (Citrus hystrix.dc)

ISOLASI DAN IDENTIFIKASI SENYAWA FLAVONOID DARI FASE n-butanol DAUN JERUK PURUT (Citrus hystrix.dc) ISOLASI DAN IDENTIFIKASI SENYAWA FLAVONOID DARI FASE n-butanol DAUN JERUK PURUT (Citrus hystrix.dc) Zuhelmi Aziz*, Ratna Djamil Fakultas Farmasi Universitas Pancasila,Jakarta 12640 email : emi.ffup@yahoo.com

Lebih terperinci

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Determinasi Tanaman. acuan Flora of Java: Spermatophytes only Volume 2 karangan Backer dan Van

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Determinasi Tanaman. acuan Flora of Java: Spermatophytes only Volume 2 karangan Backer dan Van 22 BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN A. Determinasi Tanaman Determinasi merupakan suatu langkah untuk mengidentifikasi suatu spesies tanaman berdasarkan kemiripan bentuk morfologi tanaman dengan buku acuan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 13 HASIL DAN PEMBAHASAN Ekstraksi dan Fraksinasi Sampel buah mahkota dewa yang digunakan pada penelitian ini diperoleh dari kebun percobaan Pusat Studi Biofarmaka, Institut Pertanian Bogor dalam bentuk

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Penetapan Kadar Air Hasil Ekstraksi Daun dan Buah Takokak

HASIL DAN PEMBAHASAN Penetapan Kadar Air Hasil Ekstraksi Daun dan Buah Takokak 15 HASIL DAN PEMBAHASAN Penetapan Kadar Air Penentuan kadar air berguna untuk mengidentifikasi kandungan air pada sampel sebagai persen bahan keringnya. Selain itu penentuan kadar air berfungsi untuk mengetahui

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI FITOKIMIA DAN EVALUASI TOKSISITAS EKSTRAK KULIT BUAH LANGSAT (Lansium domesticum var. langsat)

IDENTIFIKASI FITOKIMIA DAN EVALUASI TOKSISITAS EKSTRAK KULIT BUAH LANGSAT (Lansium domesticum var. langsat) IDENTIFIKASI FITOKIMIA DAN EVALUASI TOKSISITAS EKSTRAK KULIT BUAH LANGSAT (Lansium domesticum var. langsat) Abstrak Kulit buah langsat diekstraksi menggunakan metode maserasi dengan pelarut yang berbeda

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Persentase inhibisi = K ( S1 K

HASIL DAN PEMBAHASAN. Persentase inhibisi = K ( S1 K 7 Persentase inhibisi = K ( S1 S ) 1 K K : absorban kontrol negatif S 1 : absorban sampel dengan penambahan enzim S : absorban sampel tanpa penambahan enzim Isolasi Golongan Flavonoid (Sutradhar et al

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Monggupo Kecamatan Atinggola Kabupaten Gorontalo Utara Provinsi Gorontalo,

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Monggupo Kecamatan Atinggola Kabupaten Gorontalo Utara Provinsi Gorontalo, BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Penyiapan Sampel Sampel daging buah sirsak (Anonna Muricata Linn) yang diambil didesa Monggupo Kecamatan Atinggola Kabupaten Gorontalo Utara Provinsi Gorontalo, terlebih

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Persiapan dan Ekstraksi Sampel Uji Aktivitas dan Pemilihan Ekstrak Terbaik Buah Andaliman

HASIL DAN PEMBAHASAN Persiapan dan Ekstraksi Sampel Uji Aktivitas dan Pemilihan Ekstrak Terbaik Buah Andaliman 17 HASIL DAN PEMBAHASAN Persiapan dan Ekstraksi Sampel Sebanyak 5 kg buah segar tanaman andaliman asal Medan diperoleh dari Pasar Senen, Jakarta. Hasil identifikasi yang dilakukan oleh Pusat Penelitian

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Metodologi penelitian meliputi aspek- aspek yang berkaitan dengan

III. METODOLOGI PENELITIAN. Metodologi penelitian meliputi aspek- aspek yang berkaitan dengan III. METODOLOGI PENELITIAN Metodologi penelitian meliputi aspek- aspek yang berkaitan dengan preparasi sampel, bahan, alat dan prosedur kerja yang dilakukan, yaitu : A. Sampel Uji Penelitian Tanaman Ara

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Ekstraksi Zat Warna Rhodamin B dalam Sampel

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Ekstraksi Zat Warna Rhodamin B dalam Sampel BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Ekstraksi Zat Warna Rhodamin B dalam Sampel Zat warna sebagai bahan tambahan dalam kosmetika dekoratif berada dalam jumlah yang tidak terlalu besar. Paye dkk (2006) menyebutkan,

Lebih terperinci

HASIL DA PEMBAHASA. Kadar Air

HASIL DA PEMBAHASA. Kadar Air Pemilihan Eluen Terbaik Pelat Kromatografi Lapis Tipis (KLT) yang digunakan adalah pelat aluminium jenis silika gel G 60 F 4. Ekstrak pekat ditotolkan pada pelat KLT. Setelah kering, langsung dielusi dalam

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN Pemeriksaan karakteristik dilakukan untuk mengetahui kebenaran identitas zat yang digunakan. Dari hasil pengujian, diperoleh karakteristik zat seperti yang tercantum

Lebih terperinci

BAB I TINJAUAN PUSTAKA

BAB I TINJAUAN PUSTAKA BAB I TINJAUAN PUSTAKA 1.1. Klasifikasi Kacang Hijau Klasifikasi tanaman kacang hijau adalah sebagai berikut (Heyne, 1987 :1051) : Kingdom Divisi Kelas Ordo Famili Genus Spesies : Plantae : Magnoliophyta

Lebih terperinci

Analisis Fitokimia (Harborne 1987) Uji alkaloid. Penentuan Bakteriostatik Uji flavonoid dan senyawa fenolik. Penentuan Bakterisidal

Analisis Fitokimia (Harborne 1987) Uji alkaloid. Penentuan Bakteriostatik Uji flavonoid dan senyawa fenolik. Penentuan Bakterisidal 6 dari 1 maka volume bakteri yang diinokulasikan sebanyak 50 µl. Analisis Fitokimia (Harborne 1987) Uji alkaloid. Sebanyak 0.1 gram serbuk hasil ekstraksi flaonoid dilarutkan dengan 3 ml kloroform dan

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh perbedaan jenis pelarut terhadap kemampuan ekstrak daun beluntas (Pluchea indica Less.) dalam menghambat oksidasi gula. Parameter

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Uraian tumbuhan meliputi sistematika tumbuhan, sinonim, nama daerah,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Uraian tumbuhan meliputi sistematika tumbuhan, sinonim, nama daerah, BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uraian Tumbuhan Uraian tumbuhan meliputi sistematika tumbuhan, sinonim, nama daerah, habitat dan daerah tumbuh, morfologi tumbuhan, kandungan kimia dan khasiat. 2.1.1 Sistematika

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI SENYAWA FLAVONOID DALAM FASE n-butanol DARI EKSTRAK METANOL DAUN MAHKOTA DEWA Phaleria macrocarpa (Scheff) Boerl

IDENTIFIKASI SENYAWA FLAVONOID DALAM FASE n-butanol DARI EKSTRAK METANOL DAUN MAHKOTA DEWA Phaleria macrocarpa (Scheff) Boerl IDENTIFIKASI SENYAWA FLAVONOID DALAM FASE n-butanol DARI EKSTRAK METANOL DAUN MAHKOTA DEWA Phaleria macrocarpa (Scheff) Boerl Ratna Djamil *, Wiwi Winarti Fakultas Farmasi Universitas Pancasila,Jakarta

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Dari penelitian ini telah berhasil diisolasi senyawa flavonoid murni dari kayu akar

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Dari penelitian ini telah berhasil diisolasi senyawa flavonoid murni dari kayu akar IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Isolasi Senyawa Fenolik Dari penelitian ini telah berhasil diisolasi senyawa flavonoid murni dari kayu akar tumbuhan kenangkan yang diperoleh dari Desa Keputran Sukoharjo Kabupaten

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN di Laboratorium Biomassa Terpadu Universitas Lampung.

III. METODE PENELITIAN di Laboratorium Biomassa Terpadu Universitas Lampung. 16 III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan Agustus 2012 sampai dengan bulan Maret 2013 di Laboratorium Biomassa Terpadu Universitas Lampung. 3.2 Alat

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Dari 100 kg sampel kulit kacang tanah yang dimaserasi dengan 420 L

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Dari 100 kg sampel kulit kacang tanah yang dimaserasi dengan 420 L IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Dari penelitian yang telah dilakukan, maka diperoleh hasil sebagai berikut: 1. Dari 100 kg sampel kulit kacang tanah yang dimaserasi dengan 420 L etanol, diperoleh ekstrak

Lebih terperinci

BAB V HASIL PENELITIAN. 5.1 Penyiapan Bahan Hasil determinasi tumbuhan yang telah dilakukan di UPT Balai

BAB V HASIL PENELITIAN. 5.1 Penyiapan Bahan Hasil determinasi tumbuhan yang telah dilakukan di UPT Balai 40 BAB V HASIL PENELITIAN 5.1 Penyiapan Bahan Hasil determinasi tumbuhan yang telah dilakukan di UPT Balai Konservasi Tumbuhan Kebun Raya Eka Karya Bali menunjukkan bahwa sampel tumbuhan yang diambil di

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. rusak serta terbentuk senyawa baru yang mungkin bersifat racun bagi tubuh.

I. PENDAHULUAN. rusak serta terbentuk senyawa baru yang mungkin bersifat racun bagi tubuh. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Lipida merupakan salah satu unsur utama dalam makanan yang berkontribusi terhadap rasa lezat dan aroma sedap pada makanan. Lipida pada makanan digolongkan atas lipida

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kadar air = Ekstraksi

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kadar air = Ekstraksi 2 dikeringkan pada suhu 105 C. Setelah 6 jam, sampel diambil dan didinginkan dalam eksikator, lalu ditimbang. Hal ini dilakukan beberapa kali sampai diperoleh bobot yang konstan (b). Kadar air sampel ditentukan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 14. Hasil Uji Alkaloid dengan Pereaksi Meyer; a) Akar, b) Batang, c) Kulit batang, d) Daun

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 14. Hasil Uji Alkaloid dengan Pereaksi Meyer; a) Akar, b) Batang, c) Kulit batang, d) Daun BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Uji Fitokimia Sampel Kering Avicennia marina Uji fitokimia ini dilakukan sebagai screening awal untuk mengetahui kandungan metabolit sekunder pada sampel. Dilakukan 6 uji

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Tumbuhan Mahkota Dewa (Phaleria Macrocarpa (Scheff.) Boerl.)

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Tumbuhan Mahkota Dewa (Phaleria Macrocarpa (Scheff.) Boerl.) 17 A 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tumbuhan Mahkota Dewa (Phaleria Macrocarpa (Scheff.) oerl.) 2.1.1. Morfologi Tumbuhan Mahkota Dewa Tanaman mahkota dewa sebenarnya berasal dari Papua, oleh karena itu dinamakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. secara alamiah. Proses tua disebut sebagai siklus hidup yang normal bila

BAB I PENDAHULUAN. secara alamiah. Proses tua disebut sebagai siklus hidup yang normal bila BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Makhluk hidup atau organisme akan sampai pada proses menjadi tua secara alamiah. Proses tua disebut sebagai siklus hidup yang normal bila datangnya tepat waktu. Proses

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tumbuhan yang akan diteliti dideterminasi di Jurusan Pendidikan Biologi

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tumbuhan yang akan diteliti dideterminasi di Jurusan Pendidikan Biologi BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Determinasi Tumbuhan Tumbuhan yang akan diteliti dideterminasi di Jurusan Pendidikan Biologi FPMIPA UPI Bandung untuk mengetahui dan memastikan famili dan spesies tumbuhan

Lebih terperinci

ISOLASI DAN IDENTIFIKASI FLAVONOID DARI DAUN DEWANDARU (Eugenia uniflora L.) SKRIPSI

ISOLASI DAN IDENTIFIKASI FLAVONOID DARI DAUN DEWANDARU (Eugenia uniflora L.) SKRIPSI ISOLASI DAN IDENTIFIKASI FLAVONOID DARI DAUN DEWANDARU (Eugenia uniflora L.) SKRIPSI Oleh : LANDYYUN RAHMAWAN SJAHID K 100 040 231 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA SURAKARTA 2008 1 BAB

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. identitas tanaman tersebut, apakah tanaman tersebut benar-benar tanaman yang

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. identitas tanaman tersebut, apakah tanaman tersebut benar-benar tanaman yang 30 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Determinasi Tanaman Determinasi dari suatu tanaman bertujuan untuk mengetahui kebenaran identitas tanaman tersebut, apakah tanaman tersebut benar-benar tanaman yang

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Pengujian Aktivitas Antibakteri Fraksi Etil Asetat Ekstrak Ampas Teh Hijau Metode Difusi Agar Hasil pengujian aktivitas antibakteri ampas teh hijau (kadar air 78,65 %

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tumbuhan Mahkota Dewa 2.1.1 Morfologi Tumbuhan Mahkota Dewa Tumbuhan Mahkota dewa merupakan tumbuhan yang hidup di daerah tropis, juga bisa ditemukan di pekarangan rumah sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kecenderungan kembali ke alam (back to nature) telah mendorong

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kecenderungan kembali ke alam (back to nature) telah mendorong BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kecenderungan kembali ke alam (back to nature) telah mendorong perhatian masyarakat kepada obat-obat herbal yang berasal dari tanaman obat (Winarto, et al.,

Lebih terperinci

J. Gaji dan upah Peneliti ,- 4. Pembuatan laporan ,- Jumlah ,-

J. Gaji dan upah Peneliti ,- 4. Pembuatan laporan ,- Jumlah ,- Anggaran Tabel 2. Rencana Anggaran No. Komponen Biaya Rp 1. Bahan habis pakai ( pemesanan 2.500.000,- daun gambir, dan bahan-bahan kimia) 2. Sewa alat instrument (analisa) 1.000.000,- J. Gaji dan upah

Lebih terperinci

BAB VI PEMBAHASAN. Hasil determinasi tumbuhan yang dilakukan di LIPI-UPT Balai. Konservasi Tumbuhan Kebun Raya Eka Karya Bedugul Bali menunjukkan

BAB VI PEMBAHASAN. Hasil determinasi tumbuhan yang dilakukan di LIPI-UPT Balai. Konservasi Tumbuhan Kebun Raya Eka Karya Bedugul Bali menunjukkan 49 BAB VI PEMBAHASAN 6.1 Penyiapan Bahan Hasil determinasi tumbuhan yang dilakukan di LIPI-UPT Balai Konservasi Tumbuhan Kebun Raya Eka Karya Bedugul Bali menunjukkan bahwa tumbuhan bungur yang dikumpulkan

Lebih terperinci

RatnaDjamil, WiwiWinarti, Indah Yuniasari FakultasFarmasiUniversitasPancasila, Jakarta 12640,Indonesia

RatnaDjamil, WiwiWinarti, Indah Yuniasari FakultasFarmasiUniversitasPancasila, Jakarta 12640,Indonesia IDENTIFIKASI SENYAWA FLAVONOID DARI EKSTRAK METANOL HERBA JOMBANG, Taraxacum officinale Wiggers. (ASTERACEAE) SECARA SPEKTROFOTOMETRI ULTRAVIOLET Visibel RatnaDjamil, WiwiWinarti, Indah Yuniasari FakultasFarmasiUniversitasPancasila,

Lebih terperinci

Beberapa keuntungan dari kromatografi planar ini :

Beberapa keuntungan dari kromatografi planar ini : Kompetensi Dasar: Mahasiswa diharapkan dapat menjelaskan metode pemisahan dengan KLT dan dapat mengaplikasikannya untuk analisis suatu sampel Gambaran Umum KLT Kromatografi lapis tipis (KLT) dikembangkan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tumbuhan Alpukat 2.1.1. Morfologi Tumbuhan Alpukat Pohon buah ini berasal dari Amerika tengah, tumbuh liar di hutan-hutan, banyak juga ditanam di kebun, dan di pekarangan yang

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 27 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Api-api (Avicennia marina (Forks.)Vierh.) Pohon api-api (Avicennia marina (Forks.)Vierh.) merupakan tumbuhan sejati yang hidup di kawasan mangrove. Morfologi

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB 3 METODE PENELITIAN BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Alat-alat 1. Alat Destilasi 2. Batang Pengaduk 3. Beaker Glass Pyrex 4. Botol Vial 5. Chamber 6. Corong Kaca 7. Corong Pisah 500 ml Pyrex 8. Ekstraktor 5000 ml Schoot/ Duran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mellitus meluas pada suatu kumpulan aspek gejala yang timbul pada seseorang

BAB I PENDAHULUAN. mellitus meluas pada suatu kumpulan aspek gejala yang timbul pada seseorang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Diabetes adalah penyakit tertua didunia. Diabetes berhubungan dengan metabolisme kadar glukosa dalam darah. Secara medis, pengertian diabetes mellitus

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 20 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kadar Zat Ekstraktif Mindi Kadar ekstrak pohon mindi beragam berdasarkan bagian pohon dan jenis pelarut. Berdasarkan bagian, daun menghasilkan kadar ekstrak tertinggi yaitu

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang kaya akan kekayaan alamnya. Tanahnya yang subur dan iklimnya yang tropis memungkinkan berbagai jenis tumbuhan dapat dibudidayakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. maupun tujuan lain atau yang dikenal dengan istilah back to nature. Bahan

I. PENDAHULUAN. maupun tujuan lain atau yang dikenal dengan istilah back to nature. Bahan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara beriklim tropis yang terkenal akan kekayaan alamnya dengan berbagai macam flora yang dapat ditemui dan tentunya memiliki beberapa manfaat, salah

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi kandungan rhodamin

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi kandungan rhodamin digilib.uns.ac.id BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi kandungan rhodamin B pada pemerah pipi (blush on) yang beredar di Surakarta dan untuk mengetahui berapa

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ranti (Solanum nigrum Linn) termasuk tumbuhan semak dengan tinggi ±

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ranti (Solanum nigrum Linn) termasuk tumbuhan semak dengan tinggi ± BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uraian Tumbuhan Uraian tumbuhan meliputi daerah tumbuh (habitat), nama daerah, sistematika tumbuhan, morfologi tumbuhan, kandungan kimia dan kegunaan dari tumbuhan. 2.1.1 Daerah

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan selama lima bulan dari bulan Mei hingga September 2011, bertempat di Laboratorium Kimia Hasil Hutan, Bengkel Teknologi Peningkatan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. yang didapatkan dari 20 kg buah naga merah utuh adalah sebanyak 7 kg.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. yang didapatkan dari 20 kg buah naga merah utuh adalah sebanyak 7 kg. BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Penyiapan sampel Kulit buah naga merah (Hylocereus polyrhizus) dalam keadaan basah yang didapatkan dari 20 kg buah naga merah utuh adalah sebanyak 7 kg. Kulit buah naga merah

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL PERCBAAN DAN PEMBAHASAN Penelitian ini bertujuan untuk membuat, mengisolasi dan mengkarakterisasi derivat akrilamida. Penelitian diawali dengan mereaksikan akrilamida dengan anilin sulfat.

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Januari sampai Juni 2010 di Laboratorium

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Januari sampai Juni 2010 di Laboratorium III. METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Januari sampai Juni 2010 di Laboratorium Kimia Organik, Jurusan Kimia Fakultas MIPA Universitas Lampung.

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Sampel atau bahan penelitian ini adalah daun M. australis (hasil

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Sampel atau bahan penelitian ini adalah daun M. australis (hasil BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Sampel dan Lokasi Penelitian Sampel atau bahan penelitian ini adalah daun M. australis (hasil determinasi tumbuhan dilampirkan pada Lampiran 1) yang diperoleh dari perkebunan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. kering, dengan hasil sebagai berikut: Table 2. Hasil Uji Pendahuluan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. kering, dengan hasil sebagai berikut: Table 2. Hasil Uji Pendahuluan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian 4.1.1 Uji Flavonoid Dari 100 g serbuk lamtoro diperoleh ekstrak metanol sebanyak 8,76 g. Untuk uji pendahuluan masih menggunakan serbuk lamtoro kering,

Lebih terperinci

1.1. LATAR BELAKANG MASALAH

1.1. LATAR BELAKANG MASALAH BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG MASALAH Indonesia terletak di daerah tropis dan sangat kaya dengan berbagai spesies flora. Dari 40 ribu jenis flora yang tumbuh di dunia, 30 ribu diantaranya tumbuh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kepulauan yang kaya akan keragaman hayati.

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kepulauan yang kaya akan keragaman hayati. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara kepulauan yang kaya akan keragaman hayati. Letak Indonesia yang dilewati oleh garis katulistiwa berpengaruh langsung terhadap kekayaan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Sampel atau bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Sampel atau bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Sampel dan Lokasi Penelitian Sampel atau bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun Artocarpus communis (sukun) yang diperoleh dari Garut, Jawa Barat serta

Lebih terperinci

BAB I TINJAUAN PUSTAKA

BAB I TINJAUAN PUSTAKA BAB I TINJAUAN PUSTAKA 1.1 Obat Tradisional Obat tradisional adalah bahan atau ramuan yang berupa bahan tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan galenik atau campuran dari bahan-bahan tersebut, yang

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan dari bulan Agustus hingga bulan Desember 2013 di Laboratorium Bioteknologi Kelautan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dewasa ini di jaman yang sudah modern terdapat berbagai macam jenis makanan dan minuman yang dijual di pasaran. Rasa manis tentunya menjadi faktor utama yang disukai

Lebih terperinci

san dengan tersebut (a) (b) (b) dalam metanol + NaOH

san dengan tersebut (a) (b) (b) dalam metanol + NaOH 4 Hasil dan Pembaha san Pada penelitian mengenai kandungan metabolitt sekunder dari kulit batang Intsia bijuga telah berhasil diisolasi tiga buah senyawaa turunan flavonoid yaitu aromadendrin (26), luteolin

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Sampel Akar tumbuhan akar wangi sebanyak 3 kg yang dibeli dari pasar

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Sampel Akar tumbuhan akar wangi sebanyak 3 kg yang dibeli dari pasar IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Persiapan Sampel Sampel Akar tumbuhan akar wangi sebanyak 3 kg yang dibeli dari pasar Bringharjo Yogyakarta, dibersihkan dan dikeringkan untuk menghilangkan kandungan air yang

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tumbuhan Senggani Tumbuhan senggani merupakan tumbuhan yang tumbuh liar di tempat-tempat yang mendapat cukup sinar matahari, seperti dilereng gunung, semak belukar, lapangan

Lebih terperinci

PEMBAHASAN. mengoksidasi lignin sehingga dapat larut dalam sistem berair. Ampas tebu dengan berbagai perlakuan disajikan pada Gambar 1.

PEMBAHASAN. mengoksidasi lignin sehingga dapat larut dalam sistem berair. Ampas tebu dengan berbagai perlakuan disajikan pada Gambar 1. PEMBAHASAN Pengaruh Pencucian, Delignifikasi, dan Aktivasi Ampas tebu mengandung tiga senyawa kimia utama, yaitu selulosa, lignin, dan hemiselulosa. Menurut Samsuri et al. (2007), ampas tebu mengandung

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tumbuhan Harimonting 2.1.1. Morfologi Tumbuhan Harimonting Tumbuhan Harimonting adalah termasuk familli Myrtaceae (suku jambu-jambuan). Harimonting adalah sejenis tanaman liar

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Pemeriksaan kandungan kimia kulit batang asam kandis ( Garcinia cowa. steroid, saponin, dan fenolik.(lampiran 1, Hal.

HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Pemeriksaan kandungan kimia kulit batang asam kandis ( Garcinia cowa. steroid, saponin, dan fenolik.(lampiran 1, Hal. IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil 1. Pemeriksaan kandungan kimia kulit batang asam kandis ( Garcinia cowa Roxb.) menunjukkan adanya golongan senyawa flavonoid, terpenoid, steroid, saponin, dan fenolik.(lampiran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Senyawa flavonoid adalah senyawa polifenol yang mempunyai 15 atom -C 3 -C 6

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Senyawa flavonoid adalah senyawa polifenol yang mempunyai 15 atom -C 3 -C 6 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Senyawa flavonoid adalah senyawa polifenol yang mempunyai 15 atom karbon yang tersusun dalam konfigurasi C 6 -C 3 -C 6, yaitu dua cincin aromatik yang dihubungkan

Lebih terperinci

Aktivitas antioksidan ekstrak buah labu siam (Sechium edule Swartz) Disusun oleh : Tri Wahyuni M BAB I PENDAHULUAN

Aktivitas antioksidan ekstrak buah labu siam (Sechium edule Swartz) Disusun oleh : Tri Wahyuni M BAB I PENDAHULUAN Aktivitas antioksidan ekstrak buah labu siam (Sechium edule Swartz) Disusun oleh : Tri Wahyuni M.0304067 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Antioksidan memiliki arti penting bagi tubuh manusia,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Seiring dengan meningkatnya kesadaran masyarakat terhadap pentingnya hidup sehat, tuntutan terhadap bahan pangan juga bergeser. Bahan pangan yang banyak diminati konsumen

Lebih terperinci

OPTIMASI PEMBUATAN EKSTRAK DAUN DEWANDARU (Eugenia uniflora L.) MENGGUNAKAN METODE MASERASI DENGAN PARAMETER KADAR TOTAL SENYAWA FENOLIK DAN FLAVONOID

OPTIMASI PEMBUATAN EKSTRAK DAUN DEWANDARU (Eugenia uniflora L.) MENGGUNAKAN METODE MASERASI DENGAN PARAMETER KADAR TOTAL SENYAWA FENOLIK DAN FLAVONOID OPTIMASI PEMBUATAN EKSTRAK DAUN DEWANDARU (Eugenia uniflora L.) MENGGUNAKAN METODE MASERASI DENGAN PARAMETER KADAR TOTAL SENYAWA FENOLIK DAN FLAVONOID SKRIPSI Oleh : ARISTA INDRASWARI K 100040093 FAKULTAS

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 22 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Komposisi Proksimat Komposisi rumput laut Padina australis yang diuji meliputi kadar air, kadar abu, kadar lemak, kadar protein, dan kadar abu tidak larut asam dilakukan

Lebih terperinci

Lampiran 1. Universitas Sumatera Utara

Lampiran 1. Universitas Sumatera Utara Lampiran 1 Lampiran 2 Gambar 12: Tumbuhan Patikan kebo (Euphorbia hirta L.) Gambar 13: Simplisia Herba Patikan kebo (Euphorbiae hirtae herba) Lampiran 3 Herba Patikan kebo Dicuci Ditiriskan lalu disebarkan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menguji aktivitas antioksidan pada

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menguji aktivitas antioksidan pada 28 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menguji aktivitas antioksidan pada ektrak etanol jamur tiram dan kulit rambutan yang ditunjukkan dengan nilai IC 50 serta untuk mengetahui

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Piroksikam 2.1.1 Sifat Fisikokimia Gambar 2.1.1 : Struktur Kimia Piroksikam Piroksikam merupakan salah satu obat analgesik yang mempunyai waktu paruh yang panjang. Piroksikam

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. (Pandanus amaryllifolius Roxb.) 500 gram yang diperoleh dari padukuhan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. (Pandanus amaryllifolius Roxb.) 500 gram yang diperoleh dari padukuhan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Preparasi Sampel Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah pandan wangi (Pandanus amaryllifolius Roxb.) 500 gram yang diperoleh dari padukuhan

Lebih terperinci

Lampiran 1. Identifikasi tumbuhan.

Lampiran 1. Identifikasi tumbuhan. Lampiran 1. Identifikasi tumbuhan. 43 Lampiran 2. Gambar tumbuhan eceng gondok, daun, dan serbuk simplisia Eichhornia crassipes (Mart.) Solms. Gambar tumbuhan eceng gondok segar Daun eceng gondok 44 Lampiran

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. lalapan karena memiliki cita rasa yang khas. Daun muda pohpohan memiliki

I. PENDAHULUAN. lalapan karena memiliki cita rasa yang khas. Daun muda pohpohan memiliki I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Daun pohpohan merupakan bagian tanaman yang digunakan sebagai lalapan karena memiliki cita rasa yang khas. Daun muda pohpohan memiliki aktivitas antioksidan yang besar,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. dilakukan uji determinasi di laboratorium Sistematika tumbuhan Fakultas

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. dilakukan uji determinasi di laboratorium Sistematika tumbuhan Fakultas BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Determinasi Tanaman Sampel uji buah naga merah yang digunakan terlebih dahulu telah dilakukan uji determinasi di laboratorium Sistematika tumbuhan Fakultas Biologi Universitas

Lebih terperinci

III. METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan April Januari 2013, bertempat di

III. METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan April Januari 2013, bertempat di 30 III. METODELOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan April 2012 - Januari 2013, bertempat di Laboratorium Kimia Organik Jurusan Kimia Fakultas MIPA Universitas

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman gamal (Gliricidia maculata) adalah nama jenis perdu dari kerabat

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman gamal (Gliricidia maculata) adalah nama jenis perdu dari kerabat 4 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gamal (Gliricidia maculata) Tanaman gamal (Gliricidia maculata) adalah nama jenis perdu dari kerabat polong - polongan (suku Fabaceae atau Leguminosae). Penyebaran alami tidak

Lebih terperinci

DAFTAR LAMPIRAN. xvii

DAFTAR LAMPIRAN. xvii DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 1. Ubi jalar ungu... 4 Gambar 2. Struktur DPPH... 8 Gambar 3. Reaksi penangkapan radikal DPPH oleh antioksidan... 10 Gambar 4. Formulasi lipstik ubi jalar ungu... 21 Gambar

Lebih terperinci

UJI DAYA REDUKSI EKSTRAK DAUN DEWANDARU (Eugenia uniflora L.) TERHADAP ION FERRI SKRIPSI

UJI DAYA REDUKSI EKSTRAK DAUN DEWANDARU (Eugenia uniflora L.) TERHADAP ION FERRI SKRIPSI UJI DAYA REDUKSI EKSTRAK DAUN DEWANDARU (Eugenia uniflora L.) TERHADAP ION FERRI SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat mencapai Derajat Sarjana Farmasi (S. Farm) Progam Studi Ilmu Farmasi pada

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Morfologi Tumbuhan Balik Angin (Macaranga recurvata Gage.)

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Morfologi Tumbuhan Balik Angin (Macaranga recurvata Gage.) BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tumbuhan Balik Angin 2.1.1 Morfologi Tumbuhan Balik Angin (Macaranga recurvata Gage.) Balik angin (M.recurvata Gage.) merupakan jenis pohon teduhan, biasanya ditemui di tempat-tempat

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Kadar Air Ekstraksi dan Rendemen Hasil Ekstraksi

HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Kadar Air Ekstraksi dan Rendemen Hasil Ekstraksi 24 Rancangan ini digunakan pada penentuan nilai KHTM. Data yang diperoleh dianalisis dengan Analysis of Variance (ANOVA) pada tingkat kepercayaan 95% dan taraf α 0.05, dan menggunakan uji Tukey sebagai

Lebih terperinci

KROMATOGRAFI. Adelya Desi Kurniawati, STP., MP., M.Sc.

KROMATOGRAFI. Adelya Desi Kurniawati, STP., MP., M.Sc. KROMATOGRAFI Adelya Desi Kurniawati, STP., MP., M.Sc. Tujuan Pembelajaran 1. Mahasiswa memahami pengertian dari kromatografi dan prinsip kerjanya 2. Mahasiswa mengetahui jenis-jenis kromatografi dan pemanfaatannya

Lebih terperinci

BAB IV PROSEDUR PENELITIAN

BAB IV PROSEDUR PENELITIAN BAB IV PROSEDUR PENELITIAN 4.1. Pengumpulan Bahan Tumbuhan yang digunakan sebagai bahan penelitian ini adalah daun steril Stenochlaena palustris. Bahan penelitian dalam bentuk simplisia, diperoleh dari

Lebih terperinci

1.1. LATAR BELAKANG MASALAH

1.1. LATAR BELAKANG MASALAH BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG MASALAH Saat ini, tingkat kematian akibat penyakit degeneratif seperti jantung, kanker, kencing manis dan lain-lain mengalami peningkatan cukup signifikan di dunia.

Lebih terperinci

Lampiran 1. Lampiran Universitas Sumatera Utara

Lampiran 1. Lampiran Universitas Sumatera Utara Lampiran 1 Lampiran 2 67 Lampiran 2 Gambar 1. Tanaman ekor naga (Rhaphidophora pinnata Schott.) Gambar 2. Daun tanaman ekor naga (Rhaphidophoreae pinnatae Folium) 68 Lampiran 3 Gambar 3. Simplisia daun

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. timbulnya berbagai macam penyakit seperti jantung koroner, kanker, diabetes,

I. PENDAHULUAN. timbulnya berbagai macam penyakit seperti jantung koroner, kanker, diabetes, I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keseimbangan antara kandungan radikal bebas dan antioksidan dalam tubuh merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kesehatan manusia. Secara alami tubuh menghasilkan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Objek atau bahan penelitian ini adalah daun pohon suren (Toona sinensis

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Objek atau bahan penelitian ini adalah daun pohon suren (Toona sinensis 22 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Objek dan Lokasi Penelitian Objek atau bahan penelitian ini adalah daun pohon suren (Toona sinensis Roem) yang diperoleh dari daerah Tegalpanjang, Garut dan digunakan

Lebih terperinci

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN. (1965). Hasil determinasi tanaman. Determinasi dari suatu tanaman bertujuan untuk mengetahui kebenaran

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN. (1965). Hasil determinasi tanaman. Determinasi dari suatu tanaman bertujuan untuk mengetahui kebenaran BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Determinasi Tanaman Determinasi dari suatu tanaman bertujuan untuk mengetahui kebenaran identitas tanaman tersebut, apakah tanaman tersebut benar-benar tanaman yang

Lebih terperinci

ISOLASI DAN IDENTIFIKASI GOLONGAN SENYAWA FLAVONOID DALAM FASE n-butanol DARI EKSTRAK METANOL DAUN MINDI (Melia azedarach L)

ISOLASI DAN IDENTIFIKASI GOLONGAN SENYAWA FLAVONOID DALAM FASE n-butanol DARI EKSTRAK METANOL DAUN MINDI (Melia azedarach L) ISOLASI DAN IDENTIFIKASI GOLONGAN SENYAWA FLAVONOID DALAM FASE nbutanol DARI EKSTRAK METANOL DAUN MINDI (Melia azedarach L) Sarah Zaidan, Ratna Djamil Fakultas Farmasi Universitas Pancasila, Jalan Srengseng

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Instrumen Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA Universitas Pendidikan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Instrumen Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA Universitas Pendidikan 21 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi Penelitian Penelitian ini dimulai pada bulan Maret sampai Juni 2012 di Laboratorium Riset Kimia dan Material Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA Universitas Pendidikan

Lebih terperinci

HASIL. (%) Kulit Petai 6.36 n-heksana 0,33 ± 0,06 Etil Asetat 0,32 ± 0,03 Etanol 70% 12,13 ± 0,06

HASIL. (%) Kulit Petai 6.36 n-heksana 0,33 ± 0,06 Etil Asetat 0,32 ± 0,03 Etanol 70% 12,13 ± 0,06 6 HASIL Kadar Air dan Rendemen Hasil pengukuran kadar air dari simplisia kulit petai dan nilai rendemen ekstrak dengan metode maserasi dan ultrasonikasi dapat dilihat pada Tabel 1 dan Tabel 2. Hasil perhitungan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. makin meluas. Sebelum tahun 1950-an hanya satu varietas yang dikenal yaitu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. makin meluas. Sebelum tahun 1950-an hanya satu varietas yang dikenal yaitu BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uraian Tumbuhan Lamtoro tersebar secara luas di Mexico dan Amerika Tengah pada tahun 1520 saat datangnya orang Spanyol ke negara tersebut. Baru pada akhir abad ke 20 lebih menyebar

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3. 1 Waktu dan Lokasi Penelitian Waktu penelitian dimulai dari bulan Februari sampai Juni 2014. Lokasi penelitian dilakukan di berbagai tempat, antara lain: a. Determinasi sampel

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 13 HASIL DAN PEMBAHASAN Sampel Temulawak Terpilih Pada penelitian ini sampel yang digunakan terdiri atas empat jenis sampel, yang dibedakan berdasarkan lokasi tanam dan nomor harapan. Lokasi tanam terdiri

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. diramu sendiri dan memiliki efek samping merugikan yang lebih kecil

I. PENDAHULUAN. diramu sendiri dan memiliki efek samping merugikan yang lebih kecil I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia sebagai negara tropis memiliki nilai keanekaragaman sumberdaya hayati yang tinggi. Keanekaragaman khususnya dalam dunia flora sangat bermanfaat, terutama dengan

Lebih terperinci

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI EKSTRASI

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI EKSTRASI FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI EKSTRASI EKTRAKSI Ekstraksi tanaman obat merupakan suatu proses pemisahan bahan obat dari campurannya dengan menggunakan pelarut. Ekstrak adalah sediaan yang diperoleh dengan

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN Tumbuhan labu dideterminasi untuk mengetahui kebenaran identitas botani dari tumbuhan yang digunakan. Hasil determinasi menyatakan bahwa tanaman yang diteliti adalah Cucubita

Lebih terperinci