STUDI KORELASI ANTARA PROSES GEOMORFIK DAN PEDOGENESIS DI DESA LAMAJANG, KECAMATAN PANGALENGAN, KABUPATEN BANDUNG. Oleh DWI SEPTIANA A

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "STUDI KORELASI ANTARA PROSES GEOMORFIK DAN PEDOGENESIS DI DESA LAMAJANG, KECAMATAN PANGALENGAN, KABUPATEN BANDUNG. Oleh DWI SEPTIANA A"

Transkripsi

1 STUDI KORELASI ANTARA PROSES GEOMORFIK DAN PEDOGENESIS DI DESA LAMAJANG, KECAMATAN PANGALENGAN, KABUPATEN BANDUNG Oleh DWI SEPTIANA A PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA LAHAN DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011

2 ii SUMMARY DWI SEPTIANA. Study of Correlation between Geomorphic Processes and Pedogenesis in Lamajang Village, Pangalengan Subdistrict, Bandung District. Guided by ANANG S. YOGASWARA and DARMAWAN. Landform and soil formed by geomorphic and pedogenic processes. Geomorphic processes play a role in change and shape the earth's surface through out a process of physical and chemical weathering, volcanism, and extraterrestrial, while the pedogenic process produce soil body. According to van Wambeke and Forbes (1986), land unit is a container of a soil unit due to the similarity genetic factors (abiotic and biotic) and the genetic processes. Geomorphic processes based on abiotic factors (parent material, climate, relief, and time), while biotic factors (organisms, especially vegetation) only serves as an indicator, for example: gelam is an indicator of landform with acid sulphate soils. The processes of pedogenic based on factors biotic and abiotic itself. Research areas belong to volcanic landscape which dominated by the surface processes, such as: erosion, deposition, sedimentation, and mass movements, thus forming various forms of landform. This research intends to do analysis, interpretation, and correlation between land formation (geomorphic processes) and soil formation (pedogenesis) in volcanic landscapes. The aim is to determine land units (landforms) systematically (Desaunettes, 1977) as containers of soil units (Soil Survey Staff, 2010). This research includes preparation, field work, laboratory analysis, processing data, and preparation of final report. The results of research showed that the diversity of landforms are coinciding with the diversity of soil units (Great Group). There were found that the landform of ridge plains of volcano midlle, with parent material from andesitic rocks, undissected and flat slope (0-3%) (Vat 3.5.0) is occupied by Melanudand (Pedons P1); Landform of volcano midlle, with parent material from andesitic rocks, dissected and steep slope (30-60%) (Vat 3.6.3) is occupied by Hapludand (Pedons P2); and Landform of foot slope volcanic midlle, with parent material from andesitic rocks, slightly dissected and gently slope (2-5%) (Vat 3.5.2) is occupied by Fulvudand (Pedons P3). Correlation between geomorphic and pedogenesis processes which observed through the toposequent direction, supported by laboratory analysis data and secondary data (Puslittanak, 1993) and then extrapolated to the entire Village Lamajang, resulting seven landform mapping units as the component of semidetailed Landform Map of Lamajang Village Scaled at 1 : Keywords : geomorphic, pedogenesis, soil unit, landform, and mapping

3 iii RINGKASAN DWI SEPTIANA. Studi Korelasi antara Proses Geomorfik dan Pedogenesis, di Desa Lamajang, Kecamatan Pangalengan, Kabupaten Bandung. Dibimbing oleh ANANG S. YOGASWARA dan DARMAWAN. Bentuk lahan dan tanah terbentuk melalui proses geomorfik dan pedogenesis. Proses geomorfik berperanan dalam mengubah dan membentuk permukaan bumi melalui proses hancuran iklim secara fisik dan kimia, volkanisme serta ekstraterestrial, sedangkan proses pedogenesis menghasilkan tubuh tanah. Menurut van Wambeke dan Forbes (1986), satuan lahan merupakan wadah satuan tanah karena adanya kesamaan faktor genentik (abiotik dan biotik) dan proses genesisnya. Proses geomorfik didasarkan pada faktor abiotik (bahan induk, iklim, relief, dan waktu), sedangkan faktor biotik (organisme, terutama vegetasi) hanya berperan sebagai indikator, contoh : vegetasi gelam mengindikasikan landform dengan tanah sulfat masam sedangkan proses pedogenesis didasarkan pada faktor-faktor biotik dan abiotik. Daerah penelitian tergolong bentang lahan (landscape) volkanik yang didominasi proses-proses dipermukaan, yaitu : erosi, deposisi, sedimentasi, dan gerakan massa, sehingga terbentuk berbagai bentuk lahan (landform). Penelitian ini bermaksud melakukan analisis, interpretasi, dan korelasi antara proses-proses pembentukan lahan (proses geomorfik) dan proses-proses pembentukan tanah (proses pedogenesis) pada bentang lahan volkanik. Tujuannya untuk menghasilkan satuan-satuan lahan (bentuk-bentuk lahan) secara sistematik (Desaunettes, 1977) sebagai wadah satuan-satuan tanah (Macam/ Famili Tanah) secara taksonomik (Soil Survey Staff, 2010). Penelitian ini meliputi : persiapan, pelaksanaan lapang, análisis laboratorium, pengolahan data, dan penyusunan skripsi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa keragaman satuan lahan (bentuk lahan) sejalan dengan keragaman satuan tanah (Jenis Tanah/ Great Group). Bentuk lahan dataran punggung volkan tengah, berbahan induk batuan andesitik, datar (0-3%), tidak tertoreh (Vat 3.5.0) ditempati Melanudand, (Pedon P1); bentuk lahan lereng volkan tengah, berbahan induk batuan andesitik, terjal (30-60%), tertoreh (Vat 3.6.3) ditempati Hapludand (Pedon P2); bentuk lahan kaki lereng volkan tengah, berbahan induk batuan andesitik, landai (2-5%), tertoreh sedang (Vat 3.5.2) ditempati Fulvudand (Pedon P3). Hubungan antara proses geomorfik dan pedogenesis yang diamati secara toposekuen dan didukung oleh data analisis laboratorium serta data sekunder (Puslittanak, 1993) kemudian diekstrapolasi ke seluruh Desa Lamajang, maka dihasilkan 7 Satuan Peta Bentuk Lahan sebagai komponen Peta Bentuk Lahan Semidetil Desa Lamajang Skala 1 : Kata Kunci : Proses Geomorfik, Pedogenesis, satuan tanah, landform, dan pemetaan

4 iv STUDI KORELASI ANTARA PROSES GEOMORFIK DAN PEDOGENESIS DI DESA LAMAJANG, KECAMATAN PANGALENGAN, KABUPATEN BANDUNG Oleh DWI SEPTIANA A SKRIPSI Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar SARJANA PERTANIAN Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA LAHAN DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011

5 v Judul Skripsi Nama NIM : Studi Korelasi antara Proses Geomorfik dan Pedogenesis di Desa Lamajang, Kecamatan Pangalengan, Kabupaten Bandung : Dwi Septiana : A Menyetujui : Pembimbing I Pembimbing II Ir.Anang S. Yogaswara, Dipl. GLA. NIP Dr. Ir. Darmawan, M.Sc. NIP Mengetahui : Ketua Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan Dr. Ir. Syaiful Anwar, M.Sc. NIP : Tanggal Lulus :

6 vi RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Desa Lambangsari IV, Kecamatan Lirik, Kabupaten Indragiri Hulu, Propinsi Riau, pada 24 September Penulis merupakan anak ke 2 dari dua bersaudara, pasangan Bapak Masri dan Ibu Sri Irtawati. Pendidikan dasar ditempuh penulis di SDN 013 Sei Sagu dari Tahun 1993 sampai Kemudian, dilanjutkan di SLTPN 2 Lirik dari Tahun 1999 hingga Tahun yang sama penulis meneruskan jenjang pendidikan di SMUN 1 Air Molek dari Tahun 2002 hingga Tahun 2005 penulis tercatat sebagai angkatan pertama Sistem Pendidikan Berbasis Mayor Minor di Institut Pertanian Bogor. Penulis diterima melalui jalur Beasiswa Utusan Daerah (BUD) dari Pemerintah Propinsi Riau, sebagai mahasiswa di Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan dengan Mayor Manajemen Sumberdaya Lahan serta Minor Teknik Pertanian. Selama menempuh pendidikan di IPB, penulis turut aktif dalam organisasi kemahasiswaan, yaitu : Himpunan Mahasiswa Ilmu Tanah ( ) dan BEM Fakultas Pertanian ( ). Disamping itu, penulis aktif dalam kegiatan seminar dan menjadi panitia pada berbagai kegiatan, antara lain : menjadi Panitia GENUS (Gebyar Nusantara) Tahun 2006, PEMIRA FAPERTA (Pemilihan Umum Raya Fakultas Pertanian) Tahun 2007, peserta Seminar Nasional Agriculture and Energy Tahun 2006, peserta Seminar Nasional Pekan Budaya Padi Tahun 2008, peserta Kuliah Umum Kewirausahaan Tahun 2006, dan peserta Pelatihan Jurnalistik Tahun 2006.

7 vii KATA PENGANTAR Puji dan syukur senantiasa tercurah kepada Allah SWT, atas rahmat dan hidayah-nya penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi yang berjudul Studi Korelasi antara Proses Geomorfik dan Pedogenesis di Desa Lamajang, Kecamatan Pangalengan, Kabupaten Bandung. Skripsi ini merupakan hasil penelitian sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian di Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih dengan tulus kepada : 1. Kedua orang tua tercinta, Ayahanda Masri dan Ibunda Sri Irtawati untuk semua kasih sayang, doa, semangat, dan pengorbanan yang luar biasa kepada penulis selama ini yang tidak mungkin akan tergantikan oleh apapun dan kakak tercinta Agus Prayoga untuk doa dan nasehatnya. 2. Bapak Ir. Anang S. Yogaswara, Dipl. GLA. selaku pembimbing skripsi I yang senantiasa dengan sabar, tulus, dan bertanggung jawab dalam memberikan arahan, nasehat, serta bimbingan dalam melakukan penelitian dan penulisan skripsi ini. 3. Bapak Dr. Ir. Darmawan, M.Sc. selaku dosen pembimbing skripsi II atas segala masukan yang sangat bermanfaat, sehingga terwujudnya skripsi yang lebih baik. 4. Mbak Laila Mardlotillah selaku kakak pembimbing yang senantiasa memberikan masukan, nasehat, dan motivasi serta merupakan senior yang baik hati yang telah memberikan ilmu yang bermanfaat dalam pembuatan peta untuk skripsi ini dan bantuan tulus ikhlasnya dalam kegiatan lapang. 5. Abdullah Sidicky atas semangat dan motivasinya, tempat menampung keluh kesah, dan sebagai teman seperjuangan yang bersama-sama merasakan susah dan senang dalam pelaksanaan lapang dan penyelesaian skripsi ini. 6. Sahabatku Mariah Ulfah yang telah banyak membantu dalam pelaksanaan survei lapang di Desa Lamajang, untuk ilmu yang bermanfaat, doa, dan semangatnya.

8 viii 7. Kepala Desa dan Sekretaris Desa Lamajang serta Bapak Iwan atas bantuan yang tulus selama kami melakukan kegiatan lapang. 8. Sahabat-sahabatku Gusmaini, Windi Agusmiati, dan Rizky Amnah yang memberikan keceriaan dan semangat dalam penyelesaian skripsi ini, serta seluruh pihak yang telah membantu. Akhirul kalam tiada gading yang tidak retak. Oleh karena itu penulis sangat berterima kasih atas kritik dan saran yang membangun, sehingga terwujudnya tulisan yang lebih baik dan bermanfaat. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkannya. Bogor, Mei 2011 Dwi Septiana

9 ix DAFTAR ISI DAFTAR ISI.. ix DAFTAR TABEL.. xi DAFTAR GAMBAR. xii DAFTAR LAMPIRAN. xiii PENDAHULUAN Latar Belakang Maksud, Tujuan, dan Sasaran.. 1 TINJAUAN PUSTAKA Proses Geomorfik Konsep Bentang Lahan (Landscape) dan Bentuk Lahan (Landform) Proses Pedogenesis Konsep Tanah dan Klasifikasinya Hubungan antara Proses Geomorfik dan Pedogenesis KEADAAN UMUM Lokasi, Administrasi, dan Transportasi Geologi dan Bahan Induk Iklim dan Hidrologi Keadaan Topografi dan Bentuk Wilayah Tanah dan Kesesuaian Lahan Penggunaan Lahan.. 15 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Metode 21 HASIL DAN PEMBAHASAN Proses Geomorfik Topografi Bahan Induk Iklim Waktu.. 23

10 x Organisme Proses Pedogenesis Topografi Bahan Induk Iklim Waktu Organisme Sifat-sifat Tanah dan Lahan Sifat Lahan Sifat Morfologi Tanah Sifat Fisik Tanah Sifat Kimia Tanah Klasifikasi Tanah dan Lahan Klasifikasi Tanah Klasifikasi Lahan Hubungan antara Proses Geomorfik dan Pedogenesis 35 KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran 41 DAFTAR PUSTAKA. 42 LAMPIRAN 44

11 xi DAFTAR TABEL Nomor Judul Halaman 1. Garis Besar Proses Geomorfik (Wiradisastra, Tjahjono, Gandasasmita, Barus, dan Munibah, 2002) Perbedaan Bentang Lahan (Landscape) dan Bentuk Lahan (Landform) Hubungan antara Skala Peta dan Satuan Peta Lahan (SPL) (Puslittanak, 2004) Klasifikasi Bentuk Lahan (Marsoedi et al., 1997) Komponen-Komponen Proses Pedogenesis dan Uraiannya Data Curah Hujan Rata-rata Bulanan dan Tahunan di Wilayah Lamajang dan Sekitarnya (Puslittanak, 1993) dan Amirza, 1991 dalam Abdullah, Darmawan, dan Suryaningtyas, 1994) Kemiringan Lereng dan Bentuk Wilayah (Desaunettes, 1977) Tanah dan Kesesuain Lahan di Daerah Penelitian (Puslittanak, 1993) Klasifikasi Kelas Lereng, Kemiringan Lereng, Amplitudo, Bentuk Wilayah, dan Luas Masing-masing di Daerah Penelitian Data Morfologi Tanah dari TigaPedon Pewakil di Daerah Penelitian Data Analisis Sifat Kimia Tanah dari Tiga Pedon Pewakil di Daerah Penelitian Horison Penciri dari Tiga Pedon Pewakil di Daerah Penelitian Klasifikasi Taksonomi Tanah dari Pedon-Pedon Pewakil di Daerah Penelitian Korelasi antara Proses Geomorfik dan Pedogenesis dari Tiga Pedon Pewakil Legenda Peta Bentuk Lahan Tingkat Semidetil Desa Lamajang, Kec. Pangalengan, Kab. Bandung, Skala 1:

12 xii DAFTAR GAMBAR Nomor Judul Halaman 1. Diagram Model 9 Satuan Bentuk Permukaan Lahan dari Dalrymple, Blong, and Conacher (1968, dalam Selby, 1985) Hubungan antara Posisi Lereng dan Proses yang Terjadi Secara Umum (Wiradisastra, Tjahjono, Gandasasmita, Barus, dan Munibah, 2002) Peta Lokasi Daerah Penelitian (Anonim, 2010) Peta Geologi Daerah Penelitian (Alzwar, Akbar, dan Bachri, 1992) Peta Kelas Lereng Daerah Penelitian Peta Tanah Semidetil Daerah penelitian Peta Penggunaan Lahan Daerah Penelitian Diagram Alir Pemetaan Tanah dan Lahan Desa Lamajang, Kec. Pangalengan, Kab. Bandung Korelasi antara Satuan Lahan (Bentuk Lahan) dan Satuan Tanah (Jenis Tanah) Secara Topsekuen pada Bentang Lahan Volkanik di Daerah penelitian Peta Bentuk Lahan Daerah Penelitian... 39

13 xiii DAFTAR LAMPIRAN Nomor Judul Halaman 1. Sketsa Pengamatan Pedon Secara Toposekuen (Puncak, Lereng, dan Kaki Lereng) Jenis Analisis Kimia Tanah serta Metode yang Digunakan Data Analisis Sifat Kimia Tanah dari Tiga Pedon Pewakil di Daerah Penelitian Rekapitulasi Data Morfologi dari Tiga Pedon Pewakil Data Morfologi Tanah dari Tiga Pedon Pewakil di Daerah Penelitian Kriteria Penilaian Sifat Kimia Tanah (PPT, 1983 dalam Hardjowigeno, 2007) Pembagian Bentuk Lahan Volkan dan Simbolnya (Desaunettes, 1977) Penampang Tegak dari Tiga Pedon Pewakil... 54

14 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Lahan dan tanah terbentuk dan berkembang melalui kerjasama secara simultan dari berbagai faktor pembentuknya, yaitu : iklim, organisme, bahan induk, topografi, dan waktu, sehingga dihasilkan lahan dan tubuh tanah dengan sifat-sifat tertentu. Mengkaji faktor-faktor tersebut sangat membantu kita untuk menelaah seluk beluk lahan dan tanah secara keilmuan. Keterkaitan antara tanah dan lahan terletak pada kesamaan faktor genetik (abiotik dan biotik) dan proses genesisnya, yaitu : proses pedogenesis yang membentuk tubuh tanah dan proses geomorfik yang membentuk dan mengubah permukaan bumi melalui proses penghancuran, deposisi, dan pergerakan massa (Gerrad, 1981). Menurut van Wambeke dan Forbes (1986), proses pembentukan tanah (proses pedogenesis) didasarkan pada faktor-faktor biotik (vegetasi) dan abiotik (bahan induk, iklim, relief, dan waktu), sedangkan proses pembentukan lahan (proses geomorfik) didasarkan pada faktor abiotik dan faktor biotik hanya berperan sebagai indikator. Sejalan dengan adanya kesamaan faktor genetik dan proses genesis antara tanah dan lahan, maka satuan lahan (bentuk lahan/ landform) menjadi wadah satuan tanah (Macam/ Famili Tanah). 1.2 Maksud, Tujuan, dan Sasaran Penelitian ini bermaksud melakukan analisis, interpretasi, dan korelasi antara proses-proses pembentukan lahan (proses geomorfik) dan proses-proses pembentukan tanah (proses pedogenesis) pada bentang lahan volkanik di Desa Lamajang, Kecamatan Pangalengan, Kabupaten Bandung, Jawa Barat. Tujuannya adalah menghasilkan satuan-satuan lahan (bentuk-bentuk lahan) secara sistematik (Desaunettes, 1977) yang berfungsi sebagai wadah satuan-satuan tanah (Macam/ Famili Tanah) secara taksonomik (Soil Survey Staff, 2010). Sasarannya adalah peningkatan kualitas dan produktivitas kegiatan inventarisasi dan evaluasi serta pengembangan sumberdaya fisik lahan untuk menunjang rencana penataan ruang yang baik.

15 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Proses Geomorfik Pengertian geomorfologi menurut beberapa ahli, yaitu : geomorfologi adalah ilmu yang mempelajari tentang evolusi bentuk lahan (landform) dan bentang lahan (landscape) terutama menyangkut proses erosi (Desaunettes, 1977) dan menurut Verstappen (1985 dalam Suparto, Marsoedi, dan Gunawan, 1993), geomorfologi adalah ilmu yang mempelajari bentuk permukaan bumi, terutama mengenai proses, genesis, litologi, bentuk lahan, dan hubungan timbal balik dengan lingkungannya seperti tanah dan vegetasi. Menurut Wiradisastra, Tjahjono, Gandasasmita, Barus, dan Munibah (2002), morfologi permukaan bumi, secara garis besar terbentuk oleh 3 (tiga) proses geomorfik yang bersifat alamiah, yaitu : eksogenetik, endogenetik, dan ekstraterestrial (Tabel 1). Proses geomorfik adalah semua perubahan baik fisik maupun kimia yang mempengaruhi perubahan bentuk muka bumi. Proses eksogenetik adalah proses yang mengubah dan membentuk muka bumi dari luar, yaitu gradasi dan organisme. Proses endogenetik adalah proses yang mengubah dan membentuk muka bumi dari dalam, seperti diastrofisme dan volkanisme, sedangkan proses ekstraterestrial adalah proses yang mengubah dan membentuk muka bumi yang tidak berasal dari proses eksogenetik dan endogenetik, seperti meteorit jatuh. Tabel 1. Garis Besar Proses Geomorfik (Wiradisastra, Tjahjono, Gandasasmita, Barus, dan Munibah, 2002). Proses Eksogenetik Proses Proses Endogenetik Ekstraterretrial a. Gradasi 1. Degradasi : Weathering (hancuran iklim) Mass wasting (gerakan massa) Erosi oleh : 1. Air mengalir 2. Air tanah 3. Gelombang, arus pasang surut, dan tsunami 4. Angin 5. Gletser a. Diastrofisme b. Volkanisme Meteorit Jatuh

16 Tabel 1. (Lanjutan) 2. Agradasi oleh : 1. Air mengalir 2. Air tanah 3. Gelombang,arus pasang surut, dan tsunami 4. Angin 5. Gletser b. Pengaruh makhluk hidup termasuk manusia Proses geomorfik menghasilkan satuan-satuan bentuk permukaan bumi yang identik dengan satuan-satuan lahan (landform units) pada suatu bentang lahan (landscape) tertentu Konsep Bentang Lahan (Landscape) dan Bentuk Lahan (Landform) Secara konseptual keadaan bentang lahan (landscape) sangat erat terkait dengan keadaan topografi dan jenis batuan, sedangkan bentuk lahan (landform) merupakan diferensiasi dari bentang lahan. Tabel 2. Perbedaan antara Bentang Lahan (Landscape) dan Bentuk Lahan (Landform) Landscape Pengertian Puslittanak (2004) : Realita keberadaan muka bumi yang dicirikan oleh bentuk, perbedaan tinggi, tinggi tempat, kemiringan, dan kondisi permukaannya (datar dan rata, datar dengan relief mikro) dan jenis serta sifat batuan. Wiradisastra et al., (2002) : Terbentuk melalui proses tektonik dan volkanisme, sedangkan denudasi (hasil total dari semua proses pemindahan sampai terjadi bentuk lahan) terjadi melalui proses erosi dan gerakan massa (mass wasting). Contoh Bentang lahan volkanik (volcanic landscape). Landform Puslittanak (2004) : Bentukan alam mengenai permukaan bumi yang terjadi melalui serangkaian proses geomorfik. Desaunettes (1977) : Hasil dari berbagai proses geomorfik yang terjadi pada berbagai macam batuan dan bahan induk yang berbeda untuk waktu tertentu. Landform seperti Dataran punggung volkan tengah berbahan induk batuan andesit, bentuk wilayah datar, dan tidak tertoreh (Va.3.1.0).

17 4 Bentuk lahan (landform) menghasilkan suatu Satuan Lahan yang dikenal dengan Satuan Peta Lahan (SPL). SPL digunakan sebagai wadah Satuan Peta Tanah (SPT). Menurut Desaunettes (1977), maka SPL dibagi menjadi 3 (tiga), yaitu : sistem, subsistem, bentuk lahan. Pengkelasan tersebut berdasarkan kriteria relief, litologi dan genesis. Deskripsi bentuk lahan : lereng atas gunung Contoh : Va api berbahan induk andesit, landai (2-5 %), tertoreh ringan Keterangan : V : Grup fisiografi = volkan a : Litologi = andesit 2 : Subgrup : morfologi = lereng atas gunung api 1 : Bentuk wilayah = landai 1: Tingkat torehan = tertoreh ringan Penggunaan SPL sebagai pembeda SPT ataupun sebagai fase suatu takson, akan sangat tergantung pada tingkat pemetaan atau skala petanya. Makin detil tingkat pemetaan (makin besar skala petanya), maka SPL yang digunakan akan semakin detil pula, seperti yang tertera pada Tabel 3. Tabel 3. Hubungan antara Skala Peta dan Satuan Peta Lahan/SPL (Puslittanak, 2004) Skala 1: (Pemetaan Tingkat Tinjau) Skala 1: (Pemetaan Semidetil) Skala 1 : (Pemetaan Detil) SPL yang digunakan SPL yang muncul akan SPL yang digunakan masih berupa satuan yang lebih rinci. bersifat lebih sempit lagi lebih besar/kasar. Contoh: kerucut volkan (volcanic cone). Contoh : lereng bawah kerucut volkan. yaitu land facet atau land element. Contoh : lereng bawah volkan 3-5%. Selain itu terdapat klasifikasi Satuan Bentuk Lahan lain, seperti yang dikemukakan oleh Dalrymple, Blong, and Conacher (1968 dalam Selby, 1985). Model klasifikasinya dikenal dengan nama Model 9 (Sembilan) SBPL (Satuan Bentuk Permukaan Lahan) seperti tertera pada Gambar 1.

18 5 PUNCAK LERENG KAKI LERENG Puncak lereng pemisah 1 2 Lereng perembesan Lereng perayapan cembung Proses-proses pedogenesis berasosiasi dengan pergerakan air bawah permukaan tanah secara vertikal Pencucian secara fisik dan kimia oleh pergerakan air secara lateral 3 Rayapan tanah, pembentukan teras Tebing 4 Longsor, jatuhan, hancuran fisik dan kimia Lereng tengah pengangkutan 5 6 Transportasi bahan-bahan akibat pergerakan massa (aliran, longsoran, rayapan), pembentukan teras, aktivitas air permukaan dan bawah permukaan Kaki lereng koluvial Pengendapan bahan-bahan yang berasal dari pergerakan massa dan sebagian hasial pencucian, pembentukan kipas aluvium, transportasi bahan, rayapan, aktivitas air bawah permukaan tanah Kaki lereng aluvial 7 Pengendapan bahan-bahan aluvial, proses-proses yang disebabkan pergerakan air bawah tanah Dinding sungai 8 Korosi tebing, jatuhan Dasar sungai 9 Transportasi bahan-bahan menuju lembah oleh pergerakan air permukaan, agradasi berkala Gambar 1. Diagram Model Sembilan Satuan Bentuk Permukaan Lahan dari Dalrymple et al., (1968 dalam Selby, 1985)

19 6 Menurut Marsoedi, Widagdo, Dai, Suharta, Darul, Hardjowigeno, Hof, dan Jordens (1997), landform/bentuk lahan diklasifikasikan kedalam 9 (sembilan) grup atau kelompok utama yang selanjutnya dibagi lebih lanjut sesuai dengan sifat masing-masing. Pembagian kelompok utama tersebut tertera pada Tabel 4. Tabel 4. Klasifikasi Bentuk Lahan (Marsoedi et al., 1997) No. Grup Fisografi Utama Simbol 1. Alluvial (Alluvial Landform) A 2. Marin (Marine Landform) M 3. Fluvio-Marin (Fluvio Marin Landform) B 4. Gambut (Peat Landform) G 5. Eolin (Aeolian Landform) E 6. Karst (Karst Landform) K 7. Volkanik (Volcanic Landform) V 8. Tektonik dan Struktural(Tectonic and Structural Landform) T 9. Aneka (Miscellaneous Landform) X 2.3 Proses Pedogenesis Pedogenesis adalah ilmu yang mempelajari tentang proses-proses pembentukan tanah dan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Menurut konsep pedologi, tanah adalah benda alam bebas yang kompleks dan dihasilkan oleh sejumlah proses (Rachim dan Suwardi, 2002). Soil Survey Staff (2010), mendefenisikan tanah sebagai suatu sistem yang kompleks, bersifat terbuka dan dinamik serta didalamnya terjadi aktifitas kimia, fisik, dan biologi. Tanah dengan karakteristiknya dihasilkan oleh interaksi kerjasama secara simultan antara relief/topografi (r), iklim (c), bahan induk (p), waktu (t), dan organisme (o), (Jenny, 1941) atau dapat dituliskan : Tanah : f(r, c, p, t, o) Tabel 5. Komponen-Komponen Proses Pedogenesis dan Uraiannya No. Komponen Uraian 1. Relief Relief mempengaruhi proses pembentukan tanah melalui : a. Tebal atau tipisnya lapisan tanah. Daerah yang memiliki topografi miring dan berbukit akan memiliki lapisan tanah yang lebih tipis karena tererosi, sedangkan daerah yang datar akan memiliki lapisan tanah yang tebal karena terjadi sedimentasi.

20 7 Tabel 5. (Lanjutan) b. Sistem drainase/pengaliran. Daerah yang memiliki drainase jelek, seperti sering tergenang menyebabkan tanahnya menjadi asam. 2. Iklim Iklim mempengaruhi proses pembentukan tanah melalui unsur-unsur iklim utama yaitu suhu dan curah hujan : a. Suhu akan berpengaruh terhadap proses hancuran bahan induk. Apabila suhu tinggi, maka proses hancuran iklim (weathering process) akan berlangsung cepat sehingga pembentukan tanah akan berjalan cepat pula. b. Curah hujan akan berpengaruh terhadap kekuatan erosi dan pencucian tanah, sedangkan pencucian tanah yang cepat menyebabkan tanah menjadi asam (ph tanah menjadi rendah). 3. Bahan Induk Bahan Induk terdiri dari batuan volkan, batuan beku, batuan sedimen (endapan), dan batuan metamorf. Batuan induk itu akan hancur menjadi bahan induk, yang akan mengalami hancuran iklim menjadi tanah. Susunan kimia dan mineral bahan induk akan mempengaruhi intensitas tingkat hancuran iklim dan vegetasi diatasnya. Bahan induk yang banyak mengandung unsur Ca akan membentuk tanah dengan kadar ion Ca yang banyak pula sehingga dapat menghindari pencucian asam silikat dan sebagian lagi dapat membentuk tanah yang berwarna kelabu. Sebaliknya bahan induk yang kurang kadar ion Ca membentuk tanah yang warnanya lebih merah. 4. Waktu Proses pembentukan tanah yang terus berjalan mengubah bahan induk tanah menjadi tanah muda (immature / young soil), tanah dewasa (mature soil), dan akhirnya menjadi tanah tua (old soil). Tanah muda merupakan tanah yang berasal dari proses pelapukan bahan organik dan bahan mineral yang membentuk horison A dari horison C. Tanah dewasa merupakan proses yang lebih lanjut dari tanah-tanah muda. Tanah ini ditandai dengan proses pembentukan horison B akibat pelapukan mineral dan pencucian unsur hara belum lanjut, sedangkan pada tanah tua terjadi perubahan yang lebih nyata, yaitu pada horison A dan B, dimana terjadi hancuran mineral dan pencucian basa-basa semakin meningkat, sehingga tertinggal mineral-mineral yang resisten (sukar hancur) di dalam tanah, dan akhirnya tanah menjadi kurus dan masam (Hardjowigeno, 1985).

21 Tabel 5. (Lanjutan) Menurut Rachim dan Suwardi (2002), tanah muda jika perkembangan horison-horison tanah belum jelas. Tanah dewasa jika perkembangan horison-horison tanah sudah sempurna, sedangkan tanah tua jika tanah tersebut telah mengalami perkembangan lanjut sehingga basa-basa telah tercuci dan sebagian besar top soil (lapisan atas) telah tererosi. Hal ini menyebabkan tanah muda dan tanah dewasa tergolong subur, sedangkan tanah tua memiliki tingkat kesuburan yang rendah karena lapisan atasnya telah banyak tercuci. 5. Organisme Organisme sangat berpengaruh terhadap proses pembentukan tanah dalam hal : a. Membuat proses pelapukan, baik pelapukan organik maupun pelapukan kimiawi. Pelapukan organik adalah pelapukan yang dilakukan oleh makhluk hidup (hewan dan tumbuhan), sedangkan pelapukan kimiawi adalah pelapukan yang terjadi oleh proses kimia seperti batu kapur larut oleh air. b. Membantu proses pembentukan humus. Tumbuhan akan menyisakan daun-daunan dan ranting-ranting yang jatuh dan menumpuk di permukaan tanah. Daun dan ranting itu akan membusuk dengan bantuan jasad renik/mikroorganisme yang ada di dalam tanah. c. Pengaruh jenis vegetasi terhadap sifat-sifat tanah sangat nyata terjadi di daerah beriklim humid. Vegetasi hutan dapat membentuk tanah hutan dengan warna merah, sedangkan vegetasi rumput akan membentuk tanah yang berwarna hitam karena banyak kandungan bahan organik yang berasal dari akar-akar dan sisa-sisa rumput. d. Kandungan unsur-unsur kimia yang terdapat pada tanaman berpengaruh terhadap sifat-sifat tanah. Contoh, pohon cemara akan memberi unsur-unsur kimia, seperti Ca, Mg, dan K yang relatif rendah, sehingga tanah di bawah pohon cemara tersebut memiliki tingkat derajat keasamannya lebih tinggi. 8

22 9 2.4 Konsep Tanah dan Klasifikasinya Menurut Arsyad (2006), tanah sebagai produk alami yang bersifat heterogen dan dinamik, maka ciri dan perilaku tanah dapat berbeda dari satu tempat ke tempat lain dan dari waktu ke waktu. Ilmu Tanah memandang tanah dari dua konsep utama, yaitu : pendekatan pedologi yang merupakan hasil proses hancuran iklim terhadap bahan induk melalui proses bio-fisik-kimia dan pendekatan edafologi yang merupakan habitat tumbuhan. Klasifikasi tanah adalah suatu sistem pengelompokkan tubuh-tubuh tanah yang sama berdasarkan sifat-sifat penciri tertentu. Kepentingan klasifikasi tanah didasarkan atas terbentuknya tanah yang berbeda-beda pada posisi landscape berbeda dan atau faktor-faktor pembentuk tanah berbeda (Rachim dan Suwardi, 2002). Sistem klasifikasi tanah dikelompokkan kedalam dua macam, yaitu : klasifikasi teknikal dan klasifikasi alami. Klasifikasi teknikal disusun atas dasar keperluan-keperluan khusus dengan memilih ciri-ciri tertentu, sedangkan klasifikasi alami disusun berdasarkan semua sifat atau ciri alami yang dijumpai di alam (Soepardi, 1983). Menurut Rachim dan Suwardi (2002), sistem klasifikasi tanah yang digunakan adalah Sistem Klasifikasi Taksonomi Tanah (Soil Taxonomy) yang dikembangkan oleh USDA/Soil Survey Staff mulai Tahun 1975 yang dikenal sebagai Agricultural Handbook No. 436 (Edisi Pertama Soil Taxonomy) dan sampai saat ini masih mengalami pembaharuan-pembaharuan. Indonesia termasuk negara yang merekomendasikan penggunaan Sistem Klasifikasi Taksonomi Tanah dalam kegiatan Survei Tanah, karena Taksonomi Tanah dinilai lebih komperhensif dibandingkan dengan sistem yang dikembangkan sebelumnya, yaitu : Dudal Soepraptohardjo (1957), Pusat Penelitian Tanah (PPT, 1980) dan FAO/ UNESCO (1974). Sistem Klasifikasi Taksonomi Tanah memiliki enam kategori dengan sifatsifat faktor pembeda mulai dari kategori tertinggi sampai terendah, yaitu : Order, Suborder, Great Group, Subgroup, Family, dan Series (Soil Survey Staff, 1975) yang setara dengan Kategori Golongan, Kumpulan, Jenis, Macam, Rupa, dan Seri Tanah (PPT, 1983).

23 Hubungan antara Proses Geomorfik dan Pedogenesis Sistem lahan dan tanah terbentuk melalui proses geomorfik dan pedogenesis. Proses geomorfik berperan dalam membentuk dan mengubah permukaan bumi melalui proses penghancuran, deposisi, pergerakan massa, dan pengendapan baik secara lateral maupun vertikal yang disebabkan oleh perbedaan posisi dan kemiringan lereng pada setiap satuan bentuk lahannya (Gambar 2), sehingga terbentuk berbagai landform, sedangkan proses pedogenesis menghasilkan tubuh tanah. Sejalan dengan adanya kesamaan faktor genetik dan proses genesis antara tanah dan lahan, maka van Wambeke dan Forbes (1986) menjelaskan, proses pembentukan lahan (proses geomorfik) hanya didasarkan pada faktor abiotik sedangkan faktor biotik hanya berperan sebagai indikator dan proses pembentukan tanah (proses pedogenesis) didasarkan pada faktor-faktor abiotik (iklim, bahan induk, topografi, waktu) dan biotik (vegetasi). Hal ini menunjukkan bahwa proses geomorfik mempunyai hubungan yang erat dengan proses pedogenesis, yaitu : pembentukan, sifat, dan ciri tanah. Puncak/ Cembung (Erosional) Lereng / Lurus (Transportasional) Kaki Lereng / Cekung (Deposisional) Gambar 2. Hubungan antara Posisi Lereng dengan Proses yang Terjadi Secara Umum (Wiradisastra et al., 2002)

24 11 KEADAAN UMUM 3.1 Lokasi, Administrasi, dan Transportasi Desa Lamajang terletak di Kecamatan Pangalengan, Kabupaten Bandung, Propinsi Jawa Barat. Desa ini memiliki luas wilayah 1474 ha dengan batas desa sebelah utara Desa Sukamaju, sebelah selatan Desa Pulosari, sebelah barat Desa Sukamaju, dan sebelah timur Desa Cikalong. Batas Desa Lamajang sebagian besar merupakan batas alami yaitu batas berupa sungai, seperti sebelah barat dibatasi oleh Sungai Cilaki, dan sebelah utara serta timur dibatasi oleh Sungai Cisangkuy. Secara geografis Desa Lamajang terletak pada BT dan LS dengan ketinggian tempat antara m dpl. Jarak dari pusat Kecamatan, yaitu Pangalengan sekitar 13 km. Jarak dari Ibukota Kabupaten DATI II Bandung sekitar 19,5 km. Jarak dari Ibukota Propinsi DATI I Kota Bandung sekitar 40 km, dan jarak dari Ibukota Negara, yaitu Jakarta sekitar 200 km. Peta Lokasi Daerah Penelitian tertera pada Gambar 3. Desa Lamajang dapat ditempuh dengan kendaraan pribadi atau angkutan umum jurusan Bandung-Pangalengan. Keadaan jalan berupa jalan aspal yang tidak begitu lebar disekitar kantor desa dan sebagian besar rumah penduduk serta jalan tanah yang berbatu untuk perumahan penduduk yang terletak di ujung desa (mendekati batas desa). Di musim hujan kondisi jalan menuju ke lokasi cukup sulit dan sangat licin. 3.2 Geologi dan Bahan Induk Menurut van Bemmelen (1949), wilayah Pangalengan merupakan Zone Fisiografi Pegunungan Selatan. Wilayah ini dikelilingi oleh beberapa gunung api yang telah punah dan hancur akibat retakan, lipatan, dan patahan serta merupakan daerah subur karena formasi volkanik muda. Berdasarkan Peta Geologi Lembar Garut (Alzwar, Akbar, dan Bachri, 1992) yang tertera pada Gambar 4, daerah penelitian tergolong Formasi Qtl (Lava Tilu) dan Qmt (Batuan Gunungapi Malabar-Tilu) yang terdiri dari tuf dan lava andesit serta breksi lahar.

25

26 13 13

27 Iklim dan Hidrologi Menurut data yang diambil dari Stasiun Pangalengan yang mewakili Desa Lamajang, curah hujan rata-rata tahunan di lokasi penelitian dari Tahun tergolong tinggi yaitu mm/tahun. Daerah penelitian tergolong Zone Agroklimat B2, dengan bulan basah (bulan dengan curah hujan >200mm) secara berurutan selama 7 bulan, yaitu : November, Desember, Januari, Februari, Maret, April, dan Mei sebesar mm, mm, mm, mm, mm, mm, dan 206,3 mm serta memiliki bulan kering (bulan dengan curah hujan <100mm) secara berurutan selama 2 bulan, yaitu : Juli dan Agustus sebesar 86.3 mm dan 59.2 mm. Periode curah hujan tinggi berlangsung dari November sampai Mei dengan curah hujan rata rata bulanan lebih dari 250 mm dan puncaknya pada Desember sebesar 338,2 mm. Periode hujan terendah dengan curah hujan rata-rata bulanan kurang dari 200 mm, berlangsung dari Juni sampai Oktober dengan curah hujan terendah 59.2 mm pada Agustus seperti tertera pada Tabel 6. Tabel 6. Data Suhu Udara Rata-rata Bulanan serta Curah Hujan Rata-rata Bulanan dan Tahunan di Wilayah Lamajang dan Sekitarnya (Puslittanak, 1993) dan (Amirza, 1991 dalam Abdullah, Darmawan, dan Suryaningtyas, 1994) Bulan Curah Suhu ( 0 C) Hujan (mm) Udara Tanah Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember Rata-rata suhu udara bulanan Total curah hujan tahunan

28 15 Daerah penelitian dilalui oleh beberapa aliran sungai, antara lain : Sungai Cilaki, Ciurug, Cisangkuy, dan Cilamajang. Secara garis besar pola drainasenya tergolong menyebar secara radial. 3.4 Keadaan Topografi dan Bentuk Wilayah Berdasarkan Peta Rupa Bumi Digital Indonesia Lembar Pangalengan dan Soreang Skala 1 : (Anonim 1999a ; 1999b) serta menurut klasifikasi bentuk wilayah (Desaunettes, 1977) seperti tertera pada Tabel 7, daerah penelitian memiliki 5 (lima) kemiringan lereng dan bentuk wilayah (Gambar 5). Tabel 7. Kemiringan Lereng dan Bentuk Wilayah (Desaunettes, 1977) Simbol Kemiringan Lereng (%) Beda Tinggi (m) Bentuk Wilayah A 0-2 < 1 m Datar B m Berombak C m Bergelombang D > m Bergumuk (Hummocky) E > m Berbukit kecil F > m Berbukit G >16 > 300 m Bergunung 3.5 Tanah dan Kesesuaian Lahan Berdasarkan Peta Tanah Tinjau Mendalam Skala 1 : Das Citarum Hulu (Anonim, 1993a) dan data sekunder (Puslittanak, 1993), lokasi daerah penelitian terdiri dari Typic Hapludand dan Eutrik Hapludand (SPT 33), Typic Eutropept (SPT 8), Typic Eutropept, Typic Humitropept, dan Aquic Eutropept (SPT 19), Typic Kandiudalf dan Eutric Hapludand (SPT 27) tertera pada Gambar 6. Kesesuaian lahan di daerah penelitian tertera pada Tabel Penggunaan Lahan Jenis penggunaan lahan di Desa Lamajang terbagi dalam 4 (empat) sektor usaha yaitu : sektor pengairan dengan komoditas padi sawah, sektor pertanian dengan komoditas jagung, tomat, bawang merah, cabai, sektor perkebunan dengan komoditas sayuran, dan sektor kehutanan dengan komoditas pinus dan suren. Jenis penggunaan lahan terbanyak adalah sawah pengairan sederhana, hutan primer, tegalan, dan kebun campuran (Gambar 7).

29

30 Gambar 6. Peta Tanah Tinjau Mendalam Daerah Penelitian dan Sekitarnya 17

31 18 Tabel 8. Tanah dan Kesesuain Lahan di Daerah Penelitian (Puslittanak, 1993) No. SPT 27 Macam Tanah (Soil Survey Staff, 1992) Propor si Hasil Evaluasi Lahan Jenis Komoditas Tanaman Pangan dan Perkebunan Ps Pg Sg Jg Kd Kh Kt Uj Sk Kn Ki Pi Jk Kl Kr Kp Kk Th Asosiasi Eutric D N2s S3s S3s S3s S3s S3s S3s S3s S3s S3s S2f S2f S2f N2t N2t N2t N2t S2s Hapludand Typic Kandiudalf F N2s S3s S3s S3s S3s S3s S3s S3s S3s S3s S2f S2f S2f N2t N2t N2t N2t S2s Keterangan : 1. Macam Tanah (Soil Survey Staff, 1992) Proporsi : D = Dominan Asosiasi Eutric Hapludand dan Typic Kandiudalf, F = Cukup 2. Jenis komoditas yang dievaluasi : Ps = Padi sawah Kd = Kedelai Sk = Singkong Jk = Jeruk Kk = Kakao Pg = Padi gogo Kh = Kacang hijau Kn = Kentang Kl = Kelapa Th = Teh Sg = Sorgum Kt = Kacang tanah Ki = Kina Kr = Karet Pn = Pinus Jg = Jagung Uj = Ubi jalar Pi = Pisang Kp = Kopi 3. Hasil evaluasi lahan a. Kelas Kesesuaian Lahan b. Faktor Penghambat/Pembatas S2 = Cukup sesuai S3 = Sesuai marginal f = Retensi hara s = Kemiringan lereng N2 = Tidak sesuai permanen t = Temperatur Pn S2s S2s 18

32

33 20 BAHAN DAN METODE 4.1 Waktu dan Tempat Penelitian dilakukan di Desa Lamajang, Kecamatan Pangalengan, Kabupaten Bandung. Penelitian meliputi 5 (lima) tahapan utama, yaitu : 1) Persiapan: Oktober November 2010 (Bogor). 2) Pelaksanaan Lapang (Pra Survei dan Survei) : Desember 2010 (Desa Lamajang, Kec. Pangalengan, Kab. Bandung). 3) Analisis Laboratorium : Januari Februari 2011 (Laboratorium DITSL, Faperta, IPB). 4) Analisis, Interpretasi, Korelasi Data, dan Penggambaran Peta-Peta Tematik : Februari Maret 2011 (Bogor). 5) Penyusunan Skripsi, Seminar dan Ujian Sidang : Maret Mei Bahan dan Alat Bahan yang digunakan untuk penelitian ini terdiri dari : 1) Peta Kabupaten Bandung, Skala 1 : (Anonim, 2010). 2) Peta Geologi Bersistem Indonesia Lembar Garut dan Pameungpeuk Skala 1: , (Alzwar dkk, 1992). 3) Peta Tanah Tinjau Mendalam, DAS Citarum Hulu, Bandung, Jawa Barat, Skala 1 : (Anonim, 1993a). 4) Peta Rupa Bumi Digital Indonesia Lembar Pangalengan , Skala 1 : (Anonim, 1999a) dan Lembar Soreang , Skala 1 : (Anonim, 1999b). 5) Peta Penggunaan Lahan DAS Citarum Hulu, Bandung, Jawa Barat, Skala 1 : (Anonim, 1993b). 6) Data iklim (Amirza, 1991 dalam Abdullah, dkk, 1994), dan 7) Data sekunder (Puslittanak, 1993). Alat yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari : komputer, software Arc View 3.3, dan printer untuk pembuatan Peta Lokasi, Peta Kelas Lereng, Peta Penggunaan Lahan, Peta Geologi, Peta Tanah pada tahap persiapan dan Peta Bentuk Lahan pada tahap analisis interpretasi dan korelasi data. Selanjutanya untuk kegiatan lapang alat yang dibutuhkan adalah Bor Belgi, Munsell Soil Colour Chart, Meteran, Pisau, Kartu Deskripsi, Kantong Plastik, Karet Gelang, Alat Tulis, Label, GPS (Global Positioning System), dan Abney Level.

34 Metode Rangakaian kegiatan penelitian yang merupakan studi korelasi antara proses geomorfik dan pedogenesis serta ekstrapolasinya di Desa Lamajang disajikan pada Gambar 8. Peta Topografi Skala 1 : Peta Kelas Lereng dan Bentuk Wilayah Skala 1 : Peta Geologi Skala 1 : Peta Bentuk Lahan sebagai wadah Jenis Tanah (Great Group) Semidetil Desa Lamajang Skala 1 : Ekstrapolasi Data Sekunder Korelasi antara Proses Geomorfik dan Pedogenesis menunjukkan perbedaan Bentuk Lahan sejalan dengan perbedaan Jenis Tanah Klasifikasi Famili Tanah Secara Taksonomik (Soil Survey Staff, 2010) Analisis Laboratorium (Lampiran 2) Pengambilan Contohcontoh Tanah Peta Bentuk Lahan Semidetil Skala 1 : (Desaunettes, 1977) Peta Tanah Semidetil Sementara Skala 1 : (Peta Kerja) Pra Survei Survei Utama Pengamatan Sifat-sifat Tanah dan Lahan pada Pedon Pewakil Klasifikasi Tanah Sementara Peta Tanah Tinjau Mendalam Skala 1 : Meliputi : 1. Laporan ke Kades dan Sekdes Desa Lamajang, serta Tokoh Masyarakat Setempat 2. Pengecekan Lapang (Peta Kerja) Meliputi : 1. Analisis dan Pengkelasan Bentuk-bentuk Lahan 2. Pembuatan Pedon Pewakil (P1, P2, dan P3) (Lampiran 1). 3. Pengamatan Sifat-sifat Tanah dan Lahan Secara Morfologik pada Pedon Pewakil Transek Lereng P1, P2, dan P3 (Puncak, Lereng, dan Kaki Lereng). 4. Pengambilan Contoh Tanah dari Setiap Pedon Pewakil (P1, P2, dan P3) 5. Pengamatan Penggunaan Lahan dan Vegetasi Gambar 8. Diagram Alir Pemetaan Tanah dan Lahan Desa Lamajang, Kec. Pangalengan, Kab. Bandung

35 22 HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Proses Geomorfik Proses geomorfik secara bersamaan peranannya berupa iklim mengubah bahan induk dibawah pengaruh topografi dalam kurun waktu tertentu menghasilkan suatu lahan dan organisme berperan sebagai indikator untuk lahan tertentu Topografi Topografi adalah salah satu faktor yang mempengaruhi proses geomorfik. Lereng merupakan salah satu faktor topografi, yaitu fungsi dari jenis batuan dan bahan permukaan (surficial material) serta proses-proses yang berlangsung di atasnya. Proses tersebut mencakup erosi, transportasi, dan deposisi (Puslittanak, 2004). Bentuk wilayah, amplitudo, dan kemiringan lereng tergantung pada proses erosi, gerakan massa tanah dan laju hancuran iklim, sehingga mengukir bentuk permukaan bumi khususnya untuk daerah penelitian kedalam 5 kelas lereng seperti yang tertera pada Tabel 9. Tabel 9. Klasifikasi Kelas Lereng, Kemiringan Lereng, Amplitudo, Bentuk Wilayah, dan Luas Masing-masing di Daerah Penelitian Kelas Kemiringan Amplitudo Bentuk Luas Lereng Lereng (%) (m) Wilayah Hektar (ha) Persen (%) A 0-3 <1 m Datar 31 2 B m Berombak C m Bergelombang 36 2 D > m Berbukit kecil F >16 >300 m Bergunung Total Luas Bahan Induk Bahan induk di daerah penelitian berupa batuan andesit (tuf volkan intermedier) dan batuan andesitik (abu dan pasir volkan intermedier) yang terbentuk karena aktivitas gunung api, sehingga termasuk dalam bentang lahan volkanik. Bercirikan adanya bentukan kerucut volkan, aliran lahar, lava ataupun wilayah yang merupakan akumulasi bahan organik.

36 Iklim Iklim mempengaruhi proses geomorfik melalui curah hujan dan suhu udara. Curah hujan di daerah penelitian tergolong tinggi yaitu mm/tahun dengan suhu udara rata-rata bulanan C dan suhu tanah C yang tergolong isohipertermik. Oleh karena itu, dihasilkan tingkat hancuran iklim yang relatif intensif Waktu Waktu mempengaruhi bentuk permukaan bumi dengan didukung oleh faktor lainnya yang saling bekerja secara simultan. Sejalan bertambahnya waktu mengakibatkan semakin bertambah intensif hancuran iklim dan terkikisnya lapisan tanah, sehingga mengubah bentuk permukaan bumi Organisme Organisme tidak mempengaruhi proses geomorfik secara langsung. Organisme merupakan faktor biotik yang hanya berperan sebagai indikator untuk suatu Satuan Lahan. Contoh : ditemukannya vegetasi harendong (Melastoma sp) pada kaki lereng (Pedon P3) yang mengindikasikan reaksi tanahnya bersifat masam. Sejalan dengan hasil analisis laboratorium diperoleh bahwa pada bagian kaki lereng tergolong kriteria tanah masam dengan ph berkisar (PPT, 1983 dalam Hardjowigeno, 2007). Uraian data kimia lengkap tertera pada Lampiran Proses Pedogenesis Proses pedogenesis secara bersamaan peranannya berupa iklim mengubah bahan induk dibawah pengaruh topografi dan organisme dalam kurun waktu tertentu menghasilkan tubuh tanah Topografi Daerah penelitian memiliki bentuk wilayah secara umum adalah berbukit kecil (kemiringan lereng >16 %, amplitudo m), berbukit (kemiringan lereng >16 %, amplitudo m), dan bergunung (kemiringan lereng >16 %, amplitudo >300 m). Topografi mempengaruhi proses pembentukan tanah melalui solum tanahnya. Berdasarkan tiga pedon pewakil, pedon P1 yang berada pada Puncak memiliki solum yang agak dalam, yaitu : 175 cm apabila dibanding pada

37 24 Pedon P2 yang berada pada Segmen Lereng, yaitu : 120 cm. Hal ini dikarenakan, Pedon P1 berada pada bentuk wilayah datar dengan kemiringan lereng 0-3 %, sehingga mengakibatkan lebih banyak terjadi pergerakan air secara vertikal dibanding aliran permukaan. Pada Pedon P2 (Segmen Lereng) memiliki solum tanah paling tipis karena bentuk wilayahnya tergolong terjal dengan kemiringan lereng %, sehingga semakin memudahkan tanah untuk jatuh dan terkikis oleh air aliran permukaan (proses transportasi), sedangkan pada Pedon P3 yang berada pada lembah memiliki solum tanah paling dalam yaitu 180 cm, dibanding kedua pedon P1 dan P2. Hal ini dikarenakan, selain bentuk wilayah yang tergolong landai, kemiringan 2-5 %, lembah merupakan wilayah deposisi, dimana partikel tanah yang jatuh dan terkikis dari bagian puncak dan lereng terkumpul disini Bahan Induk Bahan induk di daerah penelitian terdiri dari batuan induk andesit dan andesitik yang berasal dari letusan Gunung Malabar dan Tilu. Tuf, abu, dan pasir volkan tersebut jatuh di daerah pegunungan dan mengandung bahan amorf yang mudah hancur, sehingga menghasilkan banyak fraksi debu dibanding dengan fraksi pasir dan liat. Bahan induk mempengaruhi pembentukan kualitas dan sifat tanah. Batuan andesit dan andesitik mengindikasikan tanah bersifat masam. Hal ini sejalan dengan hasil analisis laboratorium, bahwa nilai ph tanah di daerah penelitian tergolong masam berkisar (untuk ketiga pedon pewakil) Iklim Suhu dan curah hujan merupakan unsur iklim yang mempengaruhi proses pembentukan tanah dan lahan. Curah hujan di daerah penelitian tergolong tinggi, yaitu : mm/tahun dengan suhu udara rata-rata bulanan sebesar 22.2, tergolong regim suhu tanah isohipertermik (suhu tanah rata-rata bulanan > 22 0 C, sehingga hancuran iklim di daerah penelitian tergolong intensif dan mengakibatkan proses pembentukan tanah berjalan relatif cepat Waktu Bahan induk tuf volkan intermedier mengandung gelas volkan yang bersifat amorf, sehingga proses pembentukan tanahnya relatif lebih cepat. Tanah-tanah

38 25 daerah penelitian dapat diklasifikasikan sebagi tanah dewasa dengan indikator telah terbentuknya horison kambik, horison iluviasi lemah (BW) Organisme Organisme sangat berpengaruh terhadap proses pembentukan tanah terutama dalam hal proses pelapukan dan penyediaan bahan organik tanah untuk pembentukan bahan organik dalam tanah. Penggunaan lahan yang dominan di daerah penelitian berupa hutan dan kebun sayuran, tajuk lebat ditumbuhi rumputrumputan sebagai gulma dominan. Pengaruh iklim yang sejuk terhadap sisa tanaman/ daun-daun yang jatuh akan terdekomposisi menjadi humus dengan bantuan biota tanah, sehingga membentuk tanah dengan warna hitam (gelap) yang kaya dengan bahan organik untuk ketiga pedon pewakil. 5.3 Sifat-sifat Tanah dan Lahan Sifat Lahan Daerah penelitian merupakan bentang lahan volkanik yang berasal dari batuan induk andesit (tuf volkan intermedier) dan batuan induk andesitik (abu dan pasir volkan intermedier) yang telah mengalami hancuran iklim relatif intensif akibat tingginya curah hujan dan perbedaan suhu udara. Dibawah pengaruh topografi yang berbeda sehingga menyebabkan perbedaan bentuk lahan Sifat Morfologi Tanah Sifat morfologi tanah yang diamati, yaitu : jumlah horison, tebal horison, warna tanah, tekstur, struktur, konsistensi, dan perakaran. Data sifat morfologi tanah tertera pada Tabel 10 dan untuk data selengkapnya tertera pada Lampiran 4 dan Lampiran 5. Sifat morfologi pada Pedon P1 yang mewakili puncak, memiliki warna matriks dari lapisan atas ke bawah, yaitu : Merah kekuningan (5 YR 4/6)-Coklat kemerahan (5 YR 5/4)-Coklat kemerahan (5 YR 5/4)-Coklat kemerahan (5 YR 5/4)-Merah kekuningan (5 YR 5/8). Warna matriks lapisan atas, yaitu : horison eluviasi (A1.1 dan A1.2) lebih cerah dari lapisan di bawahnya, yaitu : horison iluviasi (BW1.1, BW1.2, dan BW1.3). Hal ini mengindikasikan pada lapisan atas terjadi pencucian bahan organik karena faktor pukulan butir-butir hujan, dan aliran permukaan. Kemudian diakumulasikan pada lapisan di bawahnya, yaitu

39 26 horison iluviasi (BW1.1, BW1.2, dan BW1.3). Bahan organik tersebut semakin tercuci seiring bertambahnya lapisan tanah. Pedon P1 memiliki kelas tekstur lempung berdebu dan lempung liat berdebu, yang mempertegas bahwa bahan induk daerah penelitian berupa tuf, abu, dan pasir volkan intermedier. Struktur tanah gumpal membulat dan gumpal bersudut, ukuran struktur halus, perkembangan struktur lemah, konsistensi gembur dan sangat gembur dalam keadaan lembab, batas topografi horison jelas dan rata, serta memiliki perakaran yang banyak halus sampai tidak ada. Pedon P2 mewakili lereng, memiliki warna matriks Merah kekuningan (5 YR 4/6)-Coklat kemerahan (5 YR 5/4)-Coklat kemerahan (5 YR 5/4)-Merah kekuningan (5 YR 5/8). Warna matriks dari horison atas sampai bawah secara berurutan yaitu cerah-gelap-cerah. Hal ini dikarenakan pada horison iluviasi, yaitu : BW1.1 dan BW1.2 terjadi akumulasi bahan organik dari horison eluviasi A1, selanjutnya bahan organik tersebut tercuci, sehingga pada horison iluviasi BW1.3 matriks tanah berwarna lebih cerah. Pedon P2 memiliki tekstur lempung berdebu pada semua horisonnya, memiliki struktur berbentuk gumpal membulat dengan perkembangan struktur lemah, ukuran struktur halus, konsisitensi gembur sampai sangat gembur, dengan batas topografi horison jelas dan rata, serta memiliki perakaran banyak-halus hingga sedikit-halus. Pedon P3 mewakili lembah/kaki lereng memiliki warna matriks tanah dari lapisan atas sampai bawah, yaitu : Coklat kemerahan gelap (5 YR 3/4)-Kuning kemerahan (5 YR 6/8)-Kuning kemerahan (5 YR 6/6), Kuning kemerahan (5 YR 6/8)-Kuning kemerahan (5 YR 7/8) dimana proses akumulasi dan pencucian bahan organik yang terjadi relatif sama seperti Pedon P1 dan P2. Hal ini dikarenakan pada horison iluviasi, yaitu : BW1.1, BW1.2, dan BW1.3 terjadi akumulasi bahan organik dari horison eluviasi A1. Pedon P3 memiliki tekstur lapisan lempung berdebu dan lempung liat berdebu, memiliki bentuk struktur gumpal membulat dengan perkembangan struktur lemah, ukuran struktur halus, konsistensi gembur sampai sangat gembur. Pedon P3 juga memiliki batas lapisan horison jelas dan rata, serta memiliki perakaran banyak-halus sampai tidak memiliki perakaran sama sekali seiring dengan bertambahnya kedalaman tanah.

40 27 Tabel 10. Data Morfologi Tanah dari Tiga Pedon Pewakil di Daerah Penelitian Jumlah P1 P2 P3 Horison A1.1 A1.2 BW1.1 BW1.2 BW1.3 A1 BW1.1 BW1.2 BW1.3 A1 BW1.1 BW1.2 BW1.3 BW1.4 Tebal Horison (cm) Batas c, s c, s c, s c, s c, s c, s c, s c, s c, s c, s c, s c, s c, s c, s Topografi Horison Warna Tanah 5 YR 5 YR 5YR 5 YR 5 YR 5 YR 5 YR 5 YR 5YR 5YR 5 YR 5 YR 5 YR 5 YR 4/6 5/4 5/4 5/4 5/8 4/6 5/4 5/4 5/8 3/4 6/8 6/6 6/8 7/8 Tekstur Tanah Si L Si L Si L Si L Si Cl L Si L Si L Si L Si L Si L Si L Si L Si Cl L Si Cl L Struktur 1 F sb 1 F sb 1 F ab 1 F ab 1 F ab 1 F sb 1 F sb 1 F sb 1 F sb 1 F 1 F sb 1 F sb 1 F sb 1 F sb Tanah sb Konsistensi Vf Vf Vf Vf F Vf Vf Vf f Vf f f f f Tanah Bykhaluhalus Sdg- Byk- Sdg- Sdkt- Byk- Sdg- Sdkt- Sgt Byk- Sdg- Sdg- Sdkt- - Perakaran Halus halus halus halus halus halus sdkthalhaluhaluhalus halus s Keterangan : 1) Batas Topografi Horison: c, s = jelas, rata 2) Warna Matriks : 5 YR 3/4 = Coklat kemerahan gelap 5 YR 4/6 = Merah kekuningan 5 YR 5/4 = Coklat kemerahan 5 YR 5/8 = Merah kekuningan 5 YR 6/6 = Kuning kemerahan 5 YR 6/8 = Kuning kemerahan 5 YR 7/8 = Kuning kemerahan 3) Kelas Tekstur : Si L = Lempung berdebu Si Cl L = Lempung liat berdebu 4) Struktur : a. Bentuk : ab = Gumpal bersudut sb = Gumpal membulat b. Ukuran : F = Halus c. Perkembangan : 1 = Lemah 5) Konsistensi Lembab : vf = Sangat gembur f = Gembur 27

41 Sifat Fisik Tanah Sifat fisik tanah yang diamati, antara lain : tekstur tanah, drainase, dan kerapatan lindak. Sifat fisik tanah masing-masing pedon relatif seragam, yaitu pada Pedon P1, P2, dan P3 memiliki sifat rasa licin seperti semir apabila dipirid antara telunjuk dan ibu jari, tidak lekat, tidak plastis (lembab), apabila kaki dihentakan secara vertikal dan berulang-ulang di atas permukaan tanah akan menimbulkan bunyi seperti gendang yang mengindikasikan kerapatan lindak rendah (< 0,89 g/cm 3) karena tingginya kandungan bahan organik, dan rendahnya kadar liat, serta tingkat perkembangan tanah yang belum lanjut Sifat Kimia Tanah Sifat kimia tanah yang ditetapkan, antara lain : ph (reaksi tanah), Al-dd, C- organik, N-total, KTK, KB, dan P tersedia. Data sifat kimia tanah yang dianalisis tertera pada Tabel 11. Kriteria sifat kimia tanah mengacu pada Kriteria PPT, (1983 dalam Hardjowigeno, 2007). Uraian data kimia tertera pada Lampiran 3 dan Kriteria PPT tertera pada Lampiran 6. Berikut penjelasan sifat-sifat kimia tanah dari daerah penelitian. Kemasaman tanah disebabkan Aluminium yang dapat ditukarkan bereaksi dengan air dan melepaskan H + ke larutan tanah. Pedon P1 memiliki reaksi tanah tergolong masam dengan nilai ph Nilai Al dd berkisar 1.42 me/100g pada horison A1.1 sampai 3.28 me/100g pada horison A1.2. Hubungan antara reaksi tanah dan aktivitas alumunium berbanding terbalik. Artinya bila ph tanah turun, maka Al menjadi bertambah larut. Kandungan C-organik yang dimiliki oleh Pedon P1 tergolong sedang sampai sangat rendah yaitu 2.47% dan 0.88%. Kandungan C-organik semakin menurun dengan semakin bertambahnya kedalaman tanah. Artinya kandungan C-organik di horison teratas lebih tinggi dibanding horison di bawahnya, karena akumulasi bahan organik hasil dekomposisi biota tanah dan bahan organik tersebut dapat membentuk kompleks mineral liat alofan yang memantapkan bahan organik terhadap dekomposisi biotik, sehingga membuat kadar C-organik dipertahankan. Senyawa kompleks ini sulit untuk dipindahkan melalui pencucian sehingga akan tertimbun di permukaan pedon. P1 memiliki nilai N total sedang sampai sangat rendah yaitu 0.25%-0.09%.

42 29 Nilai N total sebanding dengan nilai C-organik, yaitu horison teratas lebih tinggi dari horison dibawahnya. Kapasitas Tukar Kation (KTK) merupakan kemampuan tanah untuk mengikat kation-kation oleh muatan negatif, terutama yang berasal dari mineral liat dan koloid humus tanah. Nilai KTK erat hubungannya dengan kesuburan tanah. Tanah-tanah dengan KTK tinggi mampu menyerap dan menyediakan unsur hara lebih baik dari pada tanah dengan KTK rendah. Hal ini disebabkan karena unsur-unsur hara yang terdapat dalam kompleks jerapan koloid tersebut tidak hilang tercuci oleh air. Nilai KTK tanah pada Pedon P1 tergolong sedang sampai rendah, yaitu : me/100g (Horison A1.1) sampai 11,21 me/100g (Horison BW1.2) yang mengindikasikan bahwa tanah tersebut mengalami hancuran iklim yang belum intensif. Semakin rendah KTK tanah, maka semakin intensif hancuran iklim yang terjadi pada tanah tersebut. Nilai KTK lapisan atas lebih tinggi dari lapisan di bawahnya. Nilai KTK yang tinggi tampaknya berasal dari kontribusi bahan organik tanah. Nilai Kejenuhan Basa (KB) merupakan perbandingan antara basa-basa yang dapat dipertukarkan dan KTK tanah. Pedon P1 memiliki nilai basa-basa yang apabila diurutkan diperoleh nilai basa-basa dari tertinggi sampai terendah, yaitu : Ca 2+ >Mg 2+ > Na + > K +. Nilai KB tanah pada Pedon P1 tergolong sedang sampai rendah yang berkisar antara % dan %. Hal ini disebabkan oleh curah hujan yang tinggi, sehingga proses pencucian berjalan intensif. Pedon P1 memiliki kadar P tersedia di tanah tergolong sangat rendah berkisar antara 6.2 ppm pada horison A11 dan 2.4 ppm pada horison Bw13. Hal ini terjadi karena tingginya kapasitas jerapan P pada tanah. Kadar P tersedia semakin menurun seiring bertambahnya kedalaman tanah. Pedon P2 memiliki reaksi tanah tergolong masam dengan nilai ph Nilai Al dd berkisar 0.38 me/100g pada horison A1 sampai 2.11 me/100g pada horison BW1.1. Kandungan C-organik tergolong rendah sampai sangat rendah, yaitu : 1.60% dan 0.88%. Kadar C-organik semakin menurun dengan semakin bertambahnya kedalaman tanah. Kandungan C-organik tinggi terdapat pada lapisan atas. Pedon P2 memiliki nilai N total rendah sampai sangat rendah, yaitu : 0.17%-0.09%. Nilai N total sebanding dengan nilai C-organik, yaitu : horison

43 30 teratas lebih tinggi dari horison di bawahnya. Nilai KTK tanah di daerah penelitian tergolong sedang, yaitu : me/100g (Horison BW1.1) sampai me/100g (Horison BW1.2) yang mengindikasikan bahwa tanah tersebut mengalami hancuran iklim yang belum intensif. Nilai KB pada P2 tergolong rendah berkisar antara % dan %. Hal ini disebabkan oleh curah hujan yang tinggi, sehingga proses pencucian berjalan intensif. Pedon P2 memiliki kadar P tersedia di tanah tergolong sangat rendah berkisar antara 3.1 ppm pada horison A1 dan 1.7 ppm pada horison BW1.3. Kadar P tersedia semakin menurun seiring bertambahnya kedalaman tanah. Pedon P3 memiliki reaksi tanah tergolong masam dengan nilai ph Nilai Al dd berkisar dari 0.56 me/100g pada horison A1 sampai 2.38 me/100g pada horison BW1.1. Kandungan C-organik yang dimiliki oleh Pedon P3 tergolong sedang sampai sangat rendah, yaitu : 2.47% dan 0.24%. Kadar C- organik semakin menurun dengan semakin bertambahnya kedalaman tanah. Pedon P3 memiliki nilai N total sedang sampai sangat rendah, yaitu : 0.25%- 0.02%. Nilai N total sebanding dengan nilai C-organik, yaitu horison teratas lebih tinggi dari horison di bawahnya. Nilai KTK tanah di daerah penelitian tergolong rendah, yaitu : me/100g (Horison BW1.3) sampai me/100g (Horison A1). Nilai KB pada Pedon P3 tergolong sedang sampai rendah, berkisar antara % dan % dan memiliki kadar P tersedia di tanah tergolong sangat rendah berkisar antara 6.5 ppm pada horison A1 dan 1.1 ppm pada horison BW1.3 dan BW1.4. Hal ini terjadi karena tingginya kapasitas jerapan P pada tanah. Kadar P tersedia semakin menurun seiring dengan bertambahnya kedalaman tanah. 5.4 Klasifikasi Tanah dan Lahan Klasifikasi Tanah Sistem klasifikasi tanah yang digunakan dalam penelitian ini adalah Sistem Klasifikasi Taksonomi Tanah (Soil Survey Staff, 2010). Sistem ini menggunakan data morfologi, kimia, fisik, dan mineralogi tanah serta keadaan iklim (terutama suhu udara dan curah hujan) untuk mengklasifikasikan tanahnya. Horison-horison penciri yang terdapat pada ketiga pedon yang teliti tertera pada Tabel 12.

44 31 Tabel 11. Data Analisis Sifat Kimia Tanah dari Tiga Pedon Pewakil di Daerah Penelitian Pedon P1 P2 P3 Horison ph 1:1 Walkley dan Black Kjeldhal Bray I NNH 4 OAc ph 7.0 Simbol Kedalaman C-org N-Total P Ca Mg K Na KTK Al H Fe H 2 O KCl (cm)..(%)....(%).. (ppm).(me/100g). (%)...(me/100g) (ppm) A A BW BW BW A BW BW BW A BW BW BW BW KB N KCl 0.05 N HCl 31

45 32 Tabel 12. Horison Penciri dari Tiga Pedon Pewakil di Daerah Penelitian Horison Penciri Horison permukaan (Epipedon) Deskripsi Pedon P1 memiliki epipedon melanik (Soil Survey Staff, 2010) karena : 1. Memiliki horison permukaan dengan tebal 30 cm atau lebih, yang berada pada ketebalan total 40 cm. Hal ini sesuai dengan data morfologi yaitu tebal 0-33 cm. 2. Memiliki sifat tanah andik pada seluruh ketebalan. 3. Berwarna gelap ditandai dengan dan value dan chroma 3, tetapi dari hasil pengamatan morfologi di lapang, warna matriks tanah yang diperoleh, yaitu : value 4 dan chroma 6. Hal ini mungkin terjadi karena faktor kesalahan dalam pembacaan pengamat, cahaya yang sangat kuat pada saat pembacaan warna matriks tanah, dan faktor warna munsell soil chart yang dipakai sudah agak pudar. Pedon P2 memiliki epipedon umbrik (Soil Survey Staff, 2010) karena : 1. Memiliki tekstur sangat halus yaitu lempung bedebu dengan dominasi debu. 2. Warna tanah gelap ditandai dengan value dan chroma 3, tetapi dari hasil pengamatan morfologi di lapang, warna matriks tanah yang diperoleh, yaitu : value 4 dan chroma 6. Hal ini mungkin terjadi karena faktor kesalahan dalam pembacaan pengamat, cahaya yang sangat kuat pada saat penganalisaan warna matriks tanah, dan faktor warna munshell soil chart yang dipakai sudah agak pudar. 3. Memiliki nilai Kejenuhan Basa (KB) <50 % pada semua lapisan. Hal ini sesuai dengan hasil analisis kimia di laboratorium, yaitu nilai KB tiap horison adalah %, %, 32.58%, dan %. 4. Memiliki kandungan C-organik 0.6 % atau lebih. Hal ini sesuai dengan hasil analisis kimia di laboratorium, yaitu pada tiap horison kandungan C-organik secara berurutan adalah 1.6 %, 1.36 %, 1.44 %, dan 0.88%. 5. Tidak memiliki artifak (sisa-sisa benda tertentu), bekas cangkul, sekop, dan permukaan tanah meninggi yang menunjukkan penambahan permukaan secara perlahan Pedon P3 memiliki epipedon melanik (Soil Survey Staff, 2010) karena : 1. Memiliki horison permukaan dengan tebal 30 cm atau lebih, yang berada pada ketebalan total 40 cm. Hal ini sesuai dengan data morfologi yaitu tebal 0-33 cm. 2. Memiliki sifat tanah andik pada seluruh ketebalan

46 33 Tabel 12. (Lanjutan) 3. Berwarna gelap ditandai dengan dan value dan chroma 3, tetapi dari hasil pengamatan morfologi di lapang, warna matriks tanah yang diperoleh, yaitu : value 3 dan chroma 4. Hal ini mungkin terjadi karena faktor kesalahan dalam pembacaan pengamat, cahaya yang sangat kuat pada saat pembacaan warna matriks tanah, dan faktor warna munsell soil chart yang dipakai sudah agak pudar. Horison bawah permukaan (horison) Pedon P1, P2, dan P3 seluruhnya memiliki horison penciri kambik. Hal ini ditunjukkan oleh ciri-ciri, sebagai berikut: 1. Memiliki tekstur pasir sangat halus atau lebih halus. 2. Memiliki struktur tanah 3. Warna tanah lebih merah dari horison di bawahnya (pada Pedon P1 dengan value 4 dan chroma 6, Pedon P2 value 4 dan chroma 6, serta Pedon P3 value 6 dan chroma 8) (Tabel 13). Berdasarkan analisis sifat-sifat tanah dan horison pencirinya, maka ketiga pedon tersebut diklasifikasikan sampai kategori Famili Tabel 13. Klasifikasi Taksonomi Tanah dari Tiga Pedon Pewakil di Daerah Penelitian Taksonomi Tanah (Soil Survey Staff, 2010) Order (Kategori Golongan Tanah) Suborder (Kategori Kumpulan Tanah) Deskripsi Pedon P1, P2, dan P3 pada Kategori Order diklasifikasikan sebagai Andisol yang dicirikan oleh adanya sifat andik antara lain : Rasa licin seperti semir apabila dipirid antara telunjuk dan ibu jari, tidak lekat, tidak plastis (lembab), apabila kaki dihentakan secara vertikal dan berulang-ulang di atas permukaan tanah akan menimbulkan bunyi seperti gendang yang mengindikasikan kerapatan lindak rendah (< 0,89 g/cm 3) karena banyaknya kandungan bahan organik sehingga tanah menjadi ringan. Pedon P1, P2, dan P3 pada Kategori Suborder diklasifikasikan sebagai Udand karena mempunyai regim kelembaban tanah udik dan tanah tidak pernah kering selama 90 hari (kumulatif) setiap tahun. 33

47 34 Tabel 13. (Lanjutan) Great Group (Kategori Jenis Tanah) Subgroup (Kategori Macam Tanah) Family (Kategori Famili Tanah) Pedon P1 termasuk Great Group Melanudand karena batas atas pada, atau di dalam 30 cm dari permukaan tanah mineral atau lapisan organik dengan sifat-sfat tanah andik, memiliki epipedon melanik, yaitu horison berwarna gelap dan tebal yang merupakan hasil dari dekomposisi bahan organik dari sisa-sisa tanaman yang ada di atasnya. Pedon P2 pada Kategori Great Group diklasifikasikan sebagai Hapludand yaitu merupakan tanah pengolahan. Pedon P3 termasuk Great Group Fulvudand karena batas atas pada, lebih dalam dari 30 cm dari permukaan tanah mineral atau lapisan organik dengan sifat-sfat tanah andik, memiliki epipedon melanik, yaitu horison berwarna gelap dan tebal yang merupakan hasil dari dekomposisi bahan organik dari sisa-sisa tanaman yang ada di atasnya. Pedon P1, P2, dan P3 merupakan Subgroup Typic Melanudand, Typic Hapludand, dan Typic Fulvudand karena tanah ini tidak memiliki sifat lain kecuali sifat Great Group nya atau tidak menyimpang dari Melanudand, Hapludand, dan Fulvudand, serta memiliki KTK liat lebih dari 24 me/100 g, memiliki kandungan C-organik menurun secara teratur, dan mempunyai regim kelembaban udik. Pedon P1 tergolong Typic Melanudand, medial, masam, amorfik, isohipertermik. Tergolong medial karena tanah halus bersifat andik, yaitu memiliki fragmen batuan yang menyusun kurang dari 35 %. Tergolong masam karena memiliki ph diantara 4,5-5,5. Tergolong amorfik karena bahan induknya berasal dari bahan piroklastik, dan tergolong isohipertermik karena memiliki suhu tanah rata-rata tahunan >22 0 C. Pedon P2 tergolong Typic Hapludand, medial, masam, amorfik, isohipertermik. Tergolong medial karena tanah halus bersifat andik, yaitu memiliki fragmen batuan yang menyusun kurang dari 35 %. Tergolong masam karena memiliki ph diantara 4,5-5,5. Tergolong amorfik karena bahan induknya berasal dari bahan piroklastik, dan tergolong isohipertermik karena memiliki suhu tanah rata-rata tahunan >22 0 C. Pedon P3 tergolong Typic Fulvudand, medial, masam, amorfik, isohipertermik. Tergolong medial karena tanah halus bersifat andik, yaitu memiliki fragmen batuan yang menyusun kurang dari 35 %. Tergolong masam karena memiliki ph diantara 4,5-5,5. Tergolong amorfik karena bahan induknya berasal dari bahan piroklastik dan tergolong isohipertermik karena memiliki suhu tanah rata-rata tahunan >22 0 C. 34

48 Klasifikasi Lahan Bentuk lahan (landform) di daerah penelitian tergolong bentang lahan volkanik (volcanic landscape). Berdasarkan kriteria Desaunettes (1977) secara toposekuen pedon menjadi pewakil untuk bentuk lahan yang berbeda. Pedon P1 menempati dataran punggung volkan tengah berbahan induk batuan andesitik, datar (0-3%), tidak tertoreh (Vat 3.5.0), Pedon P2 ditempati bentuk lahan lereng volkan tengah berbahan induk batuan andesitik, terjal (30-60%), tertoreh (Vat 3.6.3), dan Pedon P3 ditempati bentuk lahan kaki lereng volkan tengah berbahan induk batuan andesitik, landai (2-5%), tertoreh sedang (Vat 3.5.2). 5.5 Hubungan antara Proses Geomorfik dan Pedogenesis Pedon P1 menempati bentuk lahan dataran punggung volkan tengah, berbahan induk batuan andesitik, datar (0-3%), tidak tertoreh (Vat 3.5.0) sebagai Melanudand, Pedon P2 menempati bentuk lahan lereng volkan tengah, berbahan induk batuan andesitik, terjal (30-60%), tertoreh (Vat 3.6.3) sebagai Hapludand, dan Pedon P3 menempati bentuk lahan kaki lereng volkan tengah, berbahan induk batuan andesitik, landai (2-5%), tertoreh sedang (Vat 3.5.2) sebagai Fulvudand (Gambar 9). Berdasarkan rekapitulasi data morfologi dari hasil pengamatan di lapang dan didukung oleh data analisis laboratorium maka keragaman bentuk lahan sejalan dengan keragaman jenis tanahnya secara taksonomik (Tabel 14). Hal ini sesuai dengan konsep van Wambeke dan Forbes (1986), korelasi antara proses geomorfik dan pedogenesis adalah keragaman bentuk lahan sejalan dengan keragaman Jenis Tanah. Tabel 14 menggambarakan hubungan keterkaitan antara proses geomorfik dan pedogenesis satuan lahan sebagai wadah satuan tanah. Hubungan antara proses geomorfik dan proses pedogenesis yang diamati secara toposekuen, kemudian diekstrapolasi keseluruh daerah Lamajang dan ditambah data sekunder yang diperoleh dari Puslittanak (1993), sehingga menghasilkan Peta Bentuk Lahan Desa Lamajang seperti yang tertera pada Gambar 10 dan Tabel 15. Desa Lamajang terdiri dari 7 Satuan Peta Bentuk Lahan yang mewadahi 2 Order tanah, yaitu : Andisol dan Inceptisol, 2 Suborder, yaitu : Udand dan Udept, 5 Great Group, yaitu : Dystrudept, Melanudand, Hapludand, Fulvudand, dan Eutrudept serta 6 Subgroup, yaitu : Aquic Dystrudept, Typic

49 36 Melanudand, Typic Fulvudand, Typic Hapludand, Humic Dystrudept, dan Typic Eutrudept. Satuan Peta Lahan (SPL) 1 tergolong Order Inceptisol karena bahan induknya berupa deposit aluvium, dan SPL 5, 6, dan 7 juga tergolong Order Inceptisol karena walaupun bukan berasal dari bahan aluvium namun ketiga SPL tersebut berada sepanjang aliran sungai. Sejalan dengan pendapat Hardjowigeno (2007), bahwa tanah Inceptisol merupakan tanah muda, umumnya memiliki horison kambik, dan karena tanah belum berkembang lanjut tanah ini merupakan tanah yang cukup subur serta tanah ini dahulu termasuk tanah Alluvial, Regosol, Latosol, dan lain-lain. Pada SPL 2, 3,dan 4 tergolong Order Andisol karena bahan induknya berasal dari bahan piroklastik vitrik gunung api, yaitu : batuan andesit (tuf volkan intermedier) dan batuan andesitik (abu dan pasir volkan intermedier), sehingga menurut Soil Survey Staff (2010) tanah ini memiliki sifat andik. Desa Lamajang memiliki bahan induk, yaitu : deposit alluvium berbahan induk campuran/ pasir, debu, dan liat (Ac), bentang lahan volkanik berbahan induk batuan andesitik/ abu dan pasir volkan intermedier (Vat), dan bentang lahan volkanik berbahan induk batuan andesit/ tuf volkan intermedier (Va). Proses pembentukan tanah dan lahan sangat dipengaruhi oleh keadaan iklim, terutama suhu udara rata-rata bulanan ( C) dan curah hujan rata-rata tahunan ( mm) yang tergolong tinggi, keadaan relief didominasi lereng sangat curam (30-60%), bahan induk batuan andesit dan andesitik serta vegetasi hutan hujan tropika. Berdasarkan data dan informasi tersebut, maka laju pembentukan tanah dan lahan tergolong sangat intensif, sehingga terbentuk tanah dan lahan yang berumur relatif muda. Perbedaan bentuk lahan menyebabkan terjadinya perbedaan Jenis Tanah. Perbedaan tersebut disebabkan oleh perbedaan proses pengangkutan, pencucian, dan pengendapan baik secara lateral maupun vertikal yang disebabkan oleh perbedaan posisi dan kemiringan lereng pada setiap satuan bentuk lahannya. Hal ini sejalan dengan pendapat Wiradisastra, et al., (2002), bahwa erosi (pengikisan tanah) lebih banyak terdapat pada bagian atas lereng (puncak), transportasi terjadi pada bagian di bawahnya (lereng), dan terjadi deposisi pada bagian lembah/ kaki lereng (cekungan).

50 Puncak (0-3) % 38 A1 1(0-30) cm A1 2(30-68) cm BW1 1(68-114) cm BW1 2 ( ) cm BW1 3 ( ) cm Patahan Lereng (Break of slope) Lereng (30-60) % A1 (0-25) cm BW1.1 (25-51) cm BW1.2 (51-79) cm BW1.3 (79-120) Lembah/kaki lereng (2-5) % Patahan Lereng (Break of slope) A1 (0-33) cm Bw11 (33-72) cm Bw12 (72-107) cm Bw13 ( ) cm Bw14( ) cm Pedon : Pedon P1 Posisi : Puncak Kemiringan Lereng : 0-3% Kelas Lereng : A Bentuk Wilayah Bentuk Lahan Famili Tanah : Datar : Dataran punggung volkan tengah, datar, tidak tertoreh (Vat 3.5.0) : Melanudand : Pedon P2 : Lereng : 30-60% : E : Terjal : Lereng volkan tengah berbahan induk batuan andesitik, terjal, tertoreh (Vat 3.6.3) : Hapludand : Pedon P3 : Kaki Lereng (Lembah) : 2-5 % : A-B : Landai : Kaki lereng volkan tengah berbahan induk batuan andesitik, landai, tertoreh sedang (Vat 3.5.2) : Fulvudand Gambar 9. Korelasi antara Bentuk Lahan dan Jenis Tanah secara Toposekuen pada Bentang Lahan Volkanik di Daerah Penelitian 37 38

51 37 Tabel 14. Korelasi antara Proses Geomorfik dan Pedogenesis dari Tiga Pedon Pewakil Bentuk Lahan Dataran punggung volkan tengah, bahan induk batuan andesitik, datar, tidak tertoreh (Vat 3.5.0) Lereng volkan tengah berbahan induk batuan andesitik, terjal (30-60%), tertoreh (Vat 3.6.3) Kaki lereng volkan tengah berbahan induk batuan andesitik, landai (2-5%), tertoreh sedang (Vat 3.5.2) Pedon Pewakil P1 (Puncak) P2 (Lereng) P3 (Lembah /kaki lereng) Warna Matriks Tanah (5 YR 4/6)-(5 YR 5/4)-(5 YR 5/8) Merah kekuningan- Coklat kemerahan- Merah kekuningan (5 YR 4/6)-(5 YR 5/4)-(5 YR 5/8). Merah kekuningan- Coklat kemerahan- Merah kekuningan (5 YR 3/4)-(5 YR 7/8). Coklat gelap kemerahan- Kuning kemerahan Horison Penciri Epipedon Melanik (0-30) cm Umbrik (0-25) cm Melanik (0-33) cm Horison Kambik (30-114) cm Kambik (25-79) cm Kambik (33-150) cm Penciri Lain Sifat andik Sifat andik Sifat andik Kelas Tekstur Tanah Lempung liat berdebu Lempung berdebu Lempung liat berdebu Kelas Struktur Tanah Gumpal membulat dan gumpal bersudut, ukuran struktur halus, perkembangan struktur lemah Gumpal membulat, perkembangan struktur lemah, ukuran struktur halus Gumpal membulat dengan perkembangan struktur lemah, ukuran struktur halus Jenis Tanah (Great Group) Soil Survey Staff, 2010) Melanudand Hapludand Fulvudand 38

52

53 Tabel 15. Legenda Peta Bentuk Lahan Tingkat Semidetil Desa Lamajang, Kec. Pangalengan, Kab.Bandung, Skala 1: SPL Relief Macam Tanah Luas Simb Uraian Bahan Induk No. Kemiringan Bentuk Komposisi ol Hektar Persen Lereng (%) Wilayah SPL 1 SPL 2 SPL 3 SPL 4 SPL 5 SPL 6 SPL 7 Ac.2. 1 Vat.3 Vat.3 Vat.3 Va.4 Va.4 Va.4 Jalur aliran sungai dan lembah sempit (<50 m) Lungur Volkan Tengah Lungur Volkan Tengah Lungur Volkan Tengah Lungur Volkan Bawah Lungur Volkan Bawah Lungur Volkan Bawah Deposit aluvium campuran Abu dan pasir volkan intermedier (andesitik) Abu dan pasir volkan intermedier (andesitik) Abu dan Pasir Volkan Intermedier (andesitik) Tuf volkan intermedier (andesit) Tuf volkan intermedier (andesit) Tuf volkan intermedier (andesit) 0-3 % Datar 8-16% Bergelombang 16-30% Berbukit kecil >60% Bergunung 3-8 % Berombak 8-16 % Bergelombang 16-30% Berbukit kecil Keterangan : A = Bentang lahan Aluvial P = Paling Dominan V = Bentang lahan Volaknik D = Dominan a = Batuan andesit F = Cukup at = Batuan Andesitik M = Sedikit c = Campuran P M D D M F D M F P F M D F M D F D M Aquic Dystrudept Humic Dystrudept Typic Eutrudept Typic Fulvudand Typic Hapludand Typic Melanudand Typic Fulvudand Typic Hapludand Typic Melanudand Typic Hapludand Aquic Dystrudept Humic Dystrudept Typic Eutrudept Aquic Dystrudept Humic Dystrudept Typic Eutrudept Aquic Dystrudept Humic Dystrudept Typic Eutrudept Total Luas

54 KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil yang telah diuraikan di atas, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut : 1. Desa Lamajang terdiri dari 7 (tujuh) Satuan Peta Bentuk Lahan yang berasal dari 2 Order tanah yaitu Andisol dan Inceptisol. 2. Keragaman satuan lahan (bentuk lahan) sejalan dengan keragaman satuan tanah pada kategori Jenis Tanah (Great Group), sehingga secara spasial satuan lahan dapat dijadikan wadah satuan tanah 3. Sampai batas tertentu korelasi antara proses geomorfik dan pedogenesis dapat diaplikasikan untuk menunjang kegiatan inventarisasi Survei Tanah dan Evaluasi Lahan 6.2 Saran 1. Perlunya dibangun stasiun pengamatan iklim yang memadai di daerah penelitian dan sekitarnya. 2. Perlu dilakukannya penelitian lebih lanjut pada beberapa transek lereng yang berbeda meliputi SPT yang berbeda, sehingga dapat ditarik kesimpulan yang komperhensif.

55 42 DAFTAR PUSTAKA Abdullah, T. S., Darmawan, dan D. T. Suryaningtyas Evaluasi Hubungan Tatanama dalam Order Andisols dengan Potensi Produktivitas Lahan dalam Menunjang Budidaya Tanaman Teh. Jurusan Tanah, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Alzwar, M. N., Akbar, dan S. Bachri Peta Geologi Bersistem Indonesia, Lembar Garut (1208-6) dan Pameungpeuk (1208-3) Skala 1 : Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi. Bandung. Anonim. 1993a. Peta Tanah Tinjau Mendalam Daerah Aliran Sungai (DAS) Citarum Hulu, Bandung, Jawa Barat, Skala 1 : Puslittanak. Bogor b. Peta Penggunaan Lahan Daerah Aliran Sungai (DAS) Citarum Hulu, Bandung, Jawa Barat, Skala 1 : Puslittanak. Bogor..1999a. Peta Rupa Bumi Digital Indonesia Lembar Pangalengan ( ) Skala 1 : Bakosurtanal. Bogor b. Peta Rupa Bumi Digital Indonesia Lembar Soreang ( ) Skala 1 : Bakosurtanal. Bogor Peta Administrasi Kabupaten Bandung Skala 1: Indo Prima Sarana. Arsyad, S Konservasi Tanah dan Air. IPB Press. Bogor. Desaunettes, J. R Catalogue of Landforms for Indonesia No. V3 AGL/TF/INS/44, Soil Research Institute. Bogor, Indonesia. FAO A Framework for Land Evaluation. FAO Soils Bulletin, 32. Food and Agriculture Organization of The United Nations. Rome, Italy. Gerrard, A. J Soil and Landform. An integration of Geomorphology and Pedology. McGraw-Hill Book Co., Inc., New York-London. Hardjowigeno, S Genesis dan Klasifikasi Tanah. Fakultas Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Hardjowigeno, S Ilmu Tanah. Penerbit Akademika Pressindo. Jakarta. Jenny, H Factors of Soil Formation. McGraw-Hill Book Company, Inc. New York And London.

56 43 Marsoedi, Ds., Widagdo, J. Dai, N. Suharta, Darul SWP, S. Hardjowigeno, J. Hof, dan E.R. Jordens Pedoman Klasifikasi Landform. LT 5 Versi 3.0. LREP II, CSAR, Bogor. Puslittanak Penelitian Optimalisasi Penggunaan Lahan Daerah Aliran Sungai (DAS) Citarum Hulu. Departemen Pertanian. Bogor. Puslittanak Petunjuk Teknis Pengamatan Tanah. Balai Penelitian Tanah, Departemen Pertanian. Rachim, D.A dan Suwardi Morfologi dan Klasifikasi Tanah. Jurusan Tanah, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bogor. Selby, M. J Earth s Changing Surface, An Introduction to Geomorphology. Clarendon Press. Oxford. Soepardi, G Sifat dan Ciri Tanah. IPB Press. Bogor. Soil Survey Staff Soil Taxonomy. United States Department of Agriculture Handbook, 436, Washington, D.C. Soil Survey Staff Keys to Soil Taxonomy, Eleventh edition. Natural Resources Conservation Service, USDA. Suparto, Ds., Marsoedi dan B. P. Gunawan Identifikasi Geomorfologi untuk Menunjang Pemetaan Tanah Tinjau Daerah Limboto Sulawesi Utara. Prosiding Bidang Potensi Sumberdaya Lahan : Februari Bogor. Hal van Bemmelen, R. W the Goelogy of Indonesia. Vol. IA. General Geology of Indonesia Government Printing Office, The Hague. van Wambeke, A. dan T. Forbes Guidelines for Using Soil Taxonomy in The Names of Soil Map Units. Department of Agronomy. New York State College of Agriculture and Life Science. Cornel University. Ithaca. New York. Wiradisastra. U. S, B. Tjahjono, K. Gandasasmita, B. Barus, dan K. Munibah Geomorfologi dan Analisis Lansekap. Jurusan Tanah, Fakultas Pertanian, IPB. Bogor.

57 LAMPIRAN 43

58 44 P1 Puncak (Datar, Kemiringan Lereng 0-3 %) P2 Lereng (Terjal, Kemiringan Lereng %) P3 Kaki Lereng (Landai, Kemiringan Lereng 2-5 %) Lampiran 1. Sketsa Pengamatan Pedon SecaraToposekuen (Puncak,Lereng, dan Kaki Lereng) Jenis Analisis Tanah Metode yang Digunakan 1. Kemasaman Tanah (ph) Dalam media air dan KCl, diukur dg ph meter 2. Kadar C- organik Walkley dan Black 3. Kapasitas Tukar Kation Ekstraksi NH4OAc, ph 7 4. Kejenuhan Basa Ekstraksi NH4OAc, ph 7 5. Kalium (K), Natrium Ekstraksi NH4OAc, ph 7 (Na), Magnesium (Mg), dan Kalsium (Ca) 6. Kadar N-total Kjeldahl 7. Kadar P-tersedia Bray I 8. Kadar AL dan H Ekstraksi KCl 1 N 9. Kadar Fe aktif Atomic Absorption Spectrophotometer (AAS) Lampiran 2. Jenis Analisis Kimia Tanah serta Metode yang Digunakan

59 45 Pedon Simbol Horison ph 1:1 Kedalaman (cm) H 2 O KCl Walkley dan Black Kjeldhal Bray I NNH 4 OAc ph 7.0 KB N KCl C-org N-Total P Ca Mg K Na KTK Al H Fe..(%)....(%).. (ppm).(me/100g)...(%).....(me/100g) (ppm) A N HCl A P1 BW BW BW A P2 BW BW BW A BW P3 BW BW BW Lampiran 3. Data Analisis Sifat Kimia Tanah dari Tiga Pedon Pewakil di Daerah Penelitian 45

60 46 Pedon P1 P2 P3 Simbol Horison Data Morfologi Tanah Horison Penciri Konsisten Struktur si Kedalam an (cm) Batas Topograf i Horison Warna Matriks Kelas Tekstur Bentuk Ukuran A c, s 5 YR 4/6 Si L sb F A c, s 5 YR 5/4 Si L sb F BW c, s 5 YR 5/4 Si L ab F BW c, s 5 YR 5/4 Si L ab F BW c, s 5 YR 5/8 Si Cl L ab F A c, s 5 YR 4/6 Si L sb F BW c, s 5 YR 5/4 Si L sb F BW c, s 5 YR 5/4 Si L sb F BW c, s 5 YR 5/8 Si L sb F A c, s 5 YR 3/4 Si L sb F BW c, s 5 YR 6/8 Si L sb F BW c, s 5 YR 6/6 Si L sb F BW c, s 5 YR 6/8 Si Cl L sb F BW c, s 5 YR 7/8 Si Cl L sb F Tingkat Perkem bangan Lembab Epipedon Horison Penciri Lain 1 vf Melanik Sifat Andik 1 vf 1 vf Kambik 1 vf Kambik 1 f 1 vf Umbrik Sifat Andik 1 vf Kambik 1 vf Kambik 1 f 1 vf Melanik Sifat Andik 1 f Kambik 1 f Kambik 1 f Kambik 1 f Lampiran 4. Rekapitulasi Data Morfologi dari Tiga Pedon Pewakil Macam Tanah Typic Melanudand Typic Hapludand Typic Fulvudand 46

61 47 Keterangan : 1) Batas Topografi Horison: c, s = jelas, rata 2) Warna Matriks : 5 YR 3/4 = Coklat kemerahan gelap 5 YR 4/6 = Merah kekuningan 5 YR 5/4 = Coklat kemerahan 5 YR 5/8 = Merah kekuningan 5 YR 6/6 = Kuning kemerahan 5 YR 6/8 = Kuning kemerahan 5 YR 7/8 = Kuning kemerahan 3) Kelas Tekstur : Si L = Lempung berdebu Si Cl L = Lempung liat berdebu 4) Struktur : a. Bentuk : ab = Gumpal bersudut sb = Gumpal membulat b. Ukuran : F = Halus c. Perkembangan : 1 = Lemah 5) Konsistensi Lembab : vf = Sangat gembur f = Gembur

62 48 Lampiran 5. Data Morfologi Tanah dari Tiga Pedon Pewakil di Daerah Penelitian Pedon : P1 Posisi : Puncak lereng Lokasi : Desa Lamajang, Kec. Pangalengan, Kab. Bandung Koordinat : LS dan BT Macam Tanah/Subgroup : Typic Melanudand (Soil Survey Staff, 2010) Drainase : Baik Fisiografi : Lungur volkan tengah Lereng : Datar (0-3%) Bentuk Lahan (Landform) : Dataran punggung volkan tengah berbahan induk batuan andesitik, datar, tidak tertoreh.(vat 3.5.0) Elevasi : 1106 m dpl Bahan Induk : Tuf volkan intermedier (batuan andesit) Vegetasi : Kebun sayuran, bawang merah, bayam, dan rumput-rumputan Horison Simbol Kedalaman Uraian (cm) A Merah kekuningan (5 YR 4/6); lempung berdebu; gumpal membulat, halus, lemah; sangat gembur (lembab); perakaran halus, banyak; beralih jelas, rata. A Coklat kemerahan (5 YR 5/4); lempung berdebu; gumpal membulat, halus, lemah; sangat gembur (lembab); perakaran halus, sedang; beralih jelas, rata. Bw Coklat kemerahan (5 YR 5/4) lempung berdebu; gumpal bersudut, halus, lemah; sangat gembur (lembab); perakaran halus banyak; beralih jelas, rata. Bw Coklat kemerahan (5 YR 5/4); lempung berdebu; struktur gumpal bersudut, halus, lemah; sangat gembur (lembab); perakaran halus, sedang; beralih jelas, rata. Bw Merah kekuningan (5 YR 5/8); lempung liat berdebu; gumpal bersudut, halus, lemah; gembur (lembab); perakaran halus, sedikit.

63 49 Lampiran 5.(Lanjutan) Pedon : P2 Posisi : Lereng tengah Lokasi : Desa Lamajang, Kec. Pangalengan, Kab. Bandung Koordinat : LS dan BT Klasifikasi Tanah : Typic Hapludand (Soil Survey Staff, 2010) Drainase : Baik Fisiografi : Lungur volkan tengah Lereng : Curam (30-60%) Bentuk Lahan (Landform) : Lereng volkan tengah berbahan induk batuan andesitik, terjal, tertoreh (Vat 3.6.3) Elevasi : 1092 m dpl Bahan Induk : Tuf volkan intermedier (batuan andesit) Vegetasi : Kebun sayuran, bawang merah, bayam, dan cabai Horison Simbol Kedalaman (cm) Uraian A Merah kekuningan (5 YR 4/6); lempung berdebu; gumpal membulat, halus, lemah; sangat gembur (lembab); perakaran halus, banyak; beralih jelas, rata. Bw Coklat kemerahan (5 YR 5/4); lempung berdebu; gumpal membulat, halus, lemah; sangat gembur (lembab); perakaran halus, sedang; beralih jelas, rata. Bw Coklat kemerahan (5 YR 5/4); lempung berdebu; gumpal membulat, halus, lemah; sangat gembur (lembab); perakaran halus, sedikit; beralih jelas, rata. Bw Merah kekuningan (5 YR 5/8) lempung berdebu; gumpal membulat, halus, lemah; gembur (lembab); perakaran halus sangat sedikit.

64 50 Lampiran 5. (Lanjutan) Pedon : P3 Lokasi : Desa Lamajang, Kec. Pangalengan, Kab. Bandung Koordinat : LS dan BT Macam Tanah/Subgroup : Typic Fulvudand (Soil Survey Staff, 2010) Drainase : Baik Fisiografi : Lungur volkan tengah Lereng : Landai (2-5%) Bentuk Lahan (Landform) : Kaki lereng volkan tengah berbahan induk batuan andesitik,landai, tertoreh sedang (Vat 3.5.2) Elevasi : 1088 m dpl. Bahan Induk : Tuf volkan intermedier (batuan andesit). Vegetasi : Putri malu, bayam, alang-alang, dan harendong (Melastoma sp) Simbol Horison Kedalaman (cm) Uraian A Coklat kemerahan gelap (5 YR 3/4); lempung berdebu; gumpal membulat,halus, lemah; sangat gembur (lembab); perakaran halus, banyak; beralih jelas, rata. Bw Kuning kemerahan (5 YR 6/8); lempung berdebu; gumpal membulat, halus, lemah; gembur (lembab); perakaran halus, sedang; beralih jelas, rata. Bw Kuning kemerahan (5 YR 6/6); lempung berdebu; gumpal membulat, halus, lemah; gembur (lembab); perakaran halus, sedang; beralih jelas, rata. Bw Kuning kemerahan (5 YR 6/8); lempung liat berdebu; gumpal membulat, halus, lemah; gembur (lembab); perakaran halus, sedikit; beralih jelas, rata. Bw Kuning kemerahan (5 YR 7/8); lempung liat berdebu; gumpal membulat, halus, lemah; gembur (lembab)

65 51 Sifat Tanah Sangat Rendah Rendah Sedang Tinggi Sangat Tinggi C-Organik (%) < >5.00 Nitrogen (%) < > 0.75 P 2 O 5 Bray-1 (ppm) < > 35 K 2 O HCl 25 % (mg/100 g) < > 60 KTK (me/100g) < > 40 Kejenuhan Basa (%) < > 70 Aluminium (%) < > 60 Susunan Kation : K (me/100g) < >1.0 Na (me/100g) < 0, >1.0 Mg (me/100g) < > 8.0 Ca (me/100g) < > 20 Sangat Masam Masam Agak Masam Netral Agak alkalis Alkalis ph H 2 O < 4,5 4,5-5,5 5,6-6,5 6,6-7,5 7,6-8,5 > 8,5 Lampiran 6. Kriteria Penilaian Sifat Kimia Tanah (PPT, 1983 dalam Hardjowigeno, 2007) 51

66 52 Lampiran 7. Pembagian Bentuk Lahan Volkan dan Simbolnya (Desaunettes, 1977) V1. Craters V2. Volcano upper slope V3. Volcano middle slope V4. Volcano lower slope V5. Lava flows V6. Lahar V7. Planeze V11. Crater V12. Caldera V13. Volcanic vent. V21. Slightly dissected V22. Moderately dissected V23. Dissected V24. Strongly dissected V31. Slightly dissected V32. Moderately dissected V33. Dissected V34. Strongly dissected V35. Flat and level part of mid slope V36. Elongated spur, hill size (volcanic ridge) V37. Benched V38. - V39. Terraced V41. Slightly dissected V42. Moderately dissected V43. Dissected V44. Strongly dissected V45. Flattish V46. Volcanic ridge V47. Terraced V51. Recent lava flow V52. Ancient lava flow V53. Very ancient and dissected, broken down V54. Scories, cinders cone V55. Lava flow and lahar combined V56. Toe of lava flow or volcanic ridge V57. Lava plain V58. Lava plateau V61. Terraced footslope on lahar, with boulders and blocky V62. Undulating to rolling valley, with boulders and blocky V63. Terraced footslope with hummocks V64. Slope with catsteps and hillocks V65. Talus slope on lahar with blocks V71. Flat, level and non dissected planeze V72. Undulating and dissected level planeze V73. Rolling, strongly dissected with ravines and gorges level planeze V74. Slope planeze V75. Intervolcano plain, slightly dissected, undulating V76. Intervolcano plain, dissected, rolling V77. Intervolcano plain, strongly dissected rolling with hummocks

67 Lampiran 7. (Lanjutan) V8. Volcanic plain V81. Flat V82. Undulating V83. Rolling V84. Flat + hummocks V85. Undulating + hummocks V86. Rolling + hummocks V87. Undulating + hillocks V88. Rolling + hillocks V9. Volcanic outcrops V91. Batholith V92. Dyke V93. Boss V94. Stock V95. Neck/plug V96. Spine V97. Piton (small volcano, hill size, rocky) 53

68 54 Posisi : Puncak Lereng Pedon 1 : Typic Melanudand Posisi : Lereng Pedon 2 : Typic Hapludand Posisi : Kaki Lereng Pedon 3 : Typic Fulvudand Lampiran 8. Foto Penampang Tegak dari Tiga Pedon Pewakil

KEADAAN UMUM 3.1 Lokasi, Administrasi, dan Transportasi 3.2 Geologi dan Bahan Induk

KEADAAN UMUM 3.1 Lokasi, Administrasi, dan Transportasi 3.2 Geologi dan Bahan Induk 11 KEADAAN UMUM 3.1 Lokasi, Administrasi, dan Transportasi Desa Lamajang terletak di Kecamatan Pangalengan, Kabupaten Bandung, Propinsi Jawa Barat. Desa ini memiliki luas wilayah 1474 ha dengan batas desa

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Tabel 1. Garis Besar Proses Geomorfik (Wiradisastra, Tjahjono, Gandasasmita, Barus, dan Munibah, 2002).

TINJAUAN PUSTAKA. Tabel 1. Garis Besar Proses Geomorfik (Wiradisastra, Tjahjono, Gandasasmita, Barus, dan Munibah, 2002). 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Proses Geomorfik Pengertian geomorfologi menurut beberapa ahli, yaitu : geomorfologi adalah ilmu yang mempelajari tentang evolusi bentuk lahan (landform) dan bentang lahan (landscape)

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 22 HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Proses Geomorfik Proses geomorfik secara bersamaan peranannya berupa iklim mengubah bahan induk dibawah pengaruh topografi dalam kurun waktu tertentu menghasilkan suatu lahan

Lebih terperinci

II. PEMBENTUKAN TANAH

II. PEMBENTUKAN TANAH Company LOGO II. PEMBENTUKAN TANAH Dr. Ir. Mohammad Mahmudi, MS Arief Darmawan, S.Si., M.Sc Isi A. Konsep pembentukan tanah B. Faktor pembentuk tanah C. Proses pembentukan tanah D. Perkembangan lapisan

Lebih terperinci

Tanah dapat diartikan sebagai lapisan kulit bumi bagian luar yang merupakan hasil pelapukan dan pengendapan batuan. Di dala

Tanah dapat diartikan sebagai lapisan kulit bumi bagian luar yang merupakan hasil pelapukan dan pengendapan batuan. Di dala Geografi Tanah dapat diartikan sebagai lapisan kulit bumi bagian luar yang merupakan hasil pelapukan dan pengendapan batuan. Di dala TANAH Tanah dapat diartikan sebagai lapisan kulit bumi bagian luar yang

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM 4.1 Kondisi Fisik Wilayah Administrasi

IV. KONDISI UMUM 4.1 Kondisi Fisik Wilayah Administrasi IV. KONDISI UMUM 4.1 Kondisi Fisik 4.1.1 Wilayah Administrasi Kota Bandung merupakan Ibukota Propinsi Jawa Barat. Kota Bandung terletak pada 6 o 49 58 hingga 6 o 58 38 Lintang Selatan dan 107 o 32 32 hingga

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Letak Geografis. Daerah penelitian terletak pada BT dan

KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Letak Geografis. Daerah penelitian terletak pada BT dan KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN Letak Geografis Daerah penelitian terletak pada 15 7 55.5 BT - 15 8 2.4 dan 5 17 1.6 LS - 5 17 27.6 LS. Secara administratif lokasi penelitian termasuk ke dalam wilayah Desa

Lebih terperinci

KLASIFIKASI BENTUKLAHAN

KLASIFIKASI BENTUKLAHAN Analisis Lansekap Terpadu 21/03/2011 Klasifikasi Bentuklahan KLASIFIKASI BENTUKLAHAN PENDAHULUAN Dalam membahas klasifikasi bentuklahan ada beberapa istilah yang kadang-kadang membingungkan: - Fisiografi

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN 9 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Persiapan : Oktober November 2010 (Bogor). Pelaksanaan lapang (pra survei dan survei) : Desember 2010. Analisis Laboratorium : Januari Februari 2011.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dan hubungan dengan kelingkungan (Versatappen, 1983 dalam Suwarno 2009).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dan hubungan dengan kelingkungan (Versatappen, 1983 dalam Suwarno 2009). 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Geomorfologi Geomorfologi merupakan ilmu yang mempelajari bentuklahan yang menyusun permukaan bumi, baik diatas maupun dibawah permukaan air laut dan menekankan pada asal mula

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN

GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN Letak Geografis dan Iklim Daerah aliran sungai (DAS) Siulak di hulu DAS Merao mempunyai luas 4296.18 ha, secara geografis terletak antara 101 0 11 50-101 0 15 44 BT dan

Lebih terperinci

PEDOSFER BAHAN AJAR GEOGRAFI KELAS X SEMESTER GENAP

PEDOSFER BAHAN AJAR GEOGRAFI KELAS X SEMESTER GENAP PEDOSFER BAHAN AJAR GEOGRAFI KELAS X SEMESTER GENAP PENGERTIAN TANAH Pedosfer berasal dari bahasa latin yaitu pedos = tanah, dan sphera = lapisan. Pedosfer yaitu lapisan kulit bumi yang tipis yang letaknya

Lebih terperinci

Grup Perbukitan (H), dan Pergunungan (M)

Grup Perbukitan (H), dan Pergunungan (M) Grup Perbukitan (H), dan Pergunungan (M) Volkan (V) Grup volkan yang menyebar dari dat sampai daerah tinggi dengan tut bahan aktivitas volkanik terdiri kerucut, dataran dan plato, kaki perbukitan dan pegunungan.

Lebih terperinci

TANAH / PEDOSFER. OLEH : SOFIA ZAHRO, S.Pd

TANAH / PEDOSFER. OLEH : SOFIA ZAHRO, S.Pd TANAH / PEDOSFER OLEH : SOFIA ZAHRO, S.Pd 1.Definisi Tanah adalah kumpulan dari benda alam di permukaan bumi yang tersusun dalam horizon-horizon, terdiri dari campuran bahan mineral organic, air, udara

Lebih terperinci

BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi 3.1.1 Geomorfologi Daerah Penelitian Secara umum, daerah penelitian memiliki morfologi berupa dataran dan perbukitan bergelombang dengan ketinggian

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Analisis Citra Digital Interpretasi dilakukan dengan pembuatan area contoh (training set) berdasarkan pengamatan visual terhadap karakteristik objek dari citra Landsat. Untuk

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM. Kabupaten Lampung Tengah adalah salah satu Kabupaten di Provinsi Lampung.

IV. GAMBARAN UMUM. Kabupaten Lampung Tengah adalah salah satu Kabupaten di Provinsi Lampung. IV. GAMBARAN UMUM A. Kondisi Umum Kabupaten Lampung Tengah Kabupaten Lampung Tengah adalah salah satu Kabupaten di Provinsi Lampung. Luas wilayah Kabupaten Lampung Tengah sebesar 13,57 % dari Total Luas

Lebih terperinci

Dasar Ilmu Tanah semester ganjil 2011/2012 (EHN & SIN) Materi 02: MORFOLOGI TANAH

Dasar Ilmu Tanah semester ganjil 2011/2012 (EHN & SIN) Materi 02: MORFOLOGI TANAH Dasar Ilmu Tanah semester ganjil 2011/2012 (EHN & SIN) Materi 02: MORFOLOGI TANAH Profil Tanah Irisan / penampang tegak tanah yang menampakan semua horizon sampai ke bahan induk; dalam profil tanah, bagian

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN Berdasarkan pengamatan awal, daerah penelitian secara umum dicirikan oleh perbedaan tinggi dan ralief yang tercermin dalam kerapatan dan bentuk penyebaran kontur pada

Lebih terperinci

Lampiran 1. Deskripsi Profil

Lampiran 1. Deskripsi Profil Lampiran 1. Deskripsi Profil A. Profil pertama Lokasi : Desa Sinaman kecamatan Barus Jahe Kabupaten Tanah Karo Simbol : P1 Koordinat : 03 0 03 36,4 LU dan 98 0 33 24,3 BT Kemiringan : 5 % Fisiografi :

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Geomorfologi Geomorfologi adalah studi yang mendiskripsikan bentuklahan, proses-proses yang bekerja padanya dan menyelidiki kaitan antara bentuklahan dan prosesproses tersebut

Lebih terperinci

BAB II Geomorfologi. 1. Zona Dataran Pantai Jakarta,

BAB II Geomorfologi. 1. Zona Dataran Pantai Jakarta, BAB II Geomorfologi II.1 Fisiografi Fisiografi Jawa Barat telah dilakukan penelitian oleh Van Bemmelen sehingga dapat dikelompokkan menjadi 6 zona yang berarah barat-timur (van Bemmelen, 1949 op.cit Martodjojo,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Keragaman Tanah Keragaman tanah merupakan keragaman ruang (spasial) dan keragaman waktu (temporal). Keragaman ruang (spasial) terbentuk dari keragaman yang terjadi secara lateral

Lebih terperinci

LEMBAR KERJA SISWA. No Jenis Tanah Jenis tanaman Pemanfaatannya

LEMBAR KERJA SISWA. No Jenis Tanah Jenis tanaman Pemanfaatannya LEMBAR KERJA SISWA KELOMPOK :. Nama Anggota / No. Abs 1. ALFINA ROSYIDA (01\8.6) 2.. 3. 4. 1. Diskusikan tabel berikut dengan anggota kelompok masing-masing! Petunjuk : a. Isilah kolom dibawah ini dengan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM

BAB II TINJAUAN UMUM BAB II TINJAUAN UMUM 2.1 Lokasi dan Kesampaian Daerah Lokasi CV. Jayabaya Batu Persada secara administratif terletak pada koordinat 106 O 0 51,73 BT dan -6 O 45 57,74 LS di Desa Sukatani Malingping Utara

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lahan Lahan adalah lingkungan fisik yang meliputi tanah, iklim, relief, hidrologi dan vegetasi dimana faktor tersebut mempengaruhi potensi penggunaan lahannya (Hardjowigeno et

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi 3.1.1 Kondisi Geomorfologi Bentuk topografi dan morfologi daerah penelitian dipengaruhi oleh proses eksogen dan proses endogen. Proses endogen adalah

Lebih terperinci

Batuan beku Batuan sediment Batuan metamorf

Batuan beku Batuan sediment Batuan metamorf Bagian luar bumi tertutupi oleh daratan dan lautan dimana bagian dari lautan lebih besar daripada bagian daratan. Akan tetapi karena daratan adalah bagian dari kulit bumi yang dapat kita amati langsung

Lebih terperinci

BAB II PEMBAHASAN B. PROFIL TANAH

BAB II PEMBAHASAN B. PROFIL TANAH BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Adapun yang melatarbelakangi penulisan makalah ini, yaitu karena masih banyak diantara kita yang sudah sering melihat serta memanfaatkan tanah dalam kehidupan sehari-hari

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK TANAH. Angga Yuhistira Teknologi dan Manajemen Lingkungan - IPB

KARAKTERISTIK TANAH. Angga Yuhistira Teknologi dan Manajemen Lingkungan - IPB KARAKTERISTIK TANAH Angga Yuhistira Teknologi dan Manajemen Lingkungan - IPB Pendahuluan Geosfer atau bumi yang padat adalah bagian atau tempat dimana manusia hidup dan mendapatkan makanan,, mineral-mineral

Lebih terperinci

APLIKASI PJ UNTUK PENGGUNAAN TANAH. Ratna Saraswati Kuliah Aplikasi SIG 2

APLIKASI PJ UNTUK PENGGUNAAN TANAH. Ratna Saraswati Kuliah Aplikasi SIG 2 APLIKASI PJ UNTUK PENGGUNAAN TANAH Ratna Saraswati Kuliah Aplikasi SIG 2 Prosedur analisis citra untuk penggunaan tanah 1. Pra-pengolahan data atau pengolahan awal yang merupakan restorasi citra 2. Pemotongan

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Bentukan topografi dan morfologi daerah penelitian adalah interaksi dari proses eksogen dan proses endogen (Thornburry, 1989). Proses eksogen adalah proses-proses

Lebih terperinci

Geologi Daerah Perbukitan Rumu, Buton Selatan 19 Tugas Akhir A - Yashinto Sindhu P /

Geologi Daerah Perbukitan Rumu, Buton Selatan 19 Tugas Akhir A - Yashinto Sindhu P / BAB III GEOLOGI DAERAH PERBUKITAN RUMU 3.1 Geomorfologi Perbukitan Rumu Bentang alam yang terbentuk pada saat ini merupakan hasil dari pengaruh struktur, proses dan tahapan yang terjadi pada suatu daerah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bentuk permukaan bumi merupakan pencerminan interaksi proses alam dan proses antropogenik atau aktivitas manusia. Proses alam meliputi pelapukan, erosi, gerak massa,

Lebih terperinci

BAB IV GEOMORFOLOGI DAN TATA GUNA LAHAN

BAB IV GEOMORFOLOGI DAN TATA GUNA LAHAN BAB IV GEOMORFOLOGI DAN TATA GUNA LAHAN 4.1 Geomorfologi Pada bab sebelumnya telah dijelaskan secara singkat mengenai geomorfologi umum daerah penelitian, dan pada bab ini akan dijelaskan secara lebih

Lebih terperinci

Gambar 9. Peta Batas Administrasi

Gambar 9. Peta Batas Administrasi IV. KONDISI UMUM WILAYAH 4.1 Letak Geografis Wilayah Kabupaten Garut terletak di Provinsi Jawa Barat bagian Selatan pada koordinat 6 56'49'' - 7 45'00'' Lintang Selatan dan 107 25'8'' - 108 7'30'' Bujur

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. yang mungkin dikembangkan (FAO, 1976). Vink, 1975 dalam Karim (1993)

TINJAUAN PUSTAKA. yang mungkin dikembangkan (FAO, 1976). Vink, 1975 dalam Karim (1993) TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Evaluasi Lahan Evaluasi lahan adalah proses penilaian penampilan atau keragaman lahan jika dipergunakan untuk tujuan tertentu, meliputi pelaksanaan dan interpretasi survei serta

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Daerah penelitian terletak di daerah Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat

KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Daerah penelitian terletak di daerah Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN Lokasi Penelitian Daerah penelitian terletak di daerah Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat (pedon AM1 s/d AM8), dan Kabupaten Serang Propinsi Banten (pedon AM9 dan AM10)

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. fisik lingkungan yang hampir sama dimana keragaman tanaman dan hewan dapat

TINJAUAN PUSTAKA. fisik lingkungan yang hampir sama dimana keragaman tanaman dan hewan dapat 4 TINJAUAN PUSTAKA Pendekatan Agroekologi Agroekologi adalah pengelompokan suatu wilayah berdasarkan keadaan fisik lingkungan yang hampir sama dimana keragaman tanaman dan hewan dapat diharapkan tidak

Lebih terperinci

KESUBURAN TANAH DAN NUTRISI TANAMAN

KESUBURAN TANAH DAN NUTRISI TANAMAN KESUBURAN TANAH DAN NUTRISI TANAMAN Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Kesuburan Tanah dan Nutrisi Tanaman mengenai Pembentukan Tanah Entisol Yang disusun oleh: Agung Abdurahmansyah Anggita

Lebih terperinci

SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 4. Dinamika Lithosferlatihan soal 4.6

SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 4. Dinamika Lithosferlatihan soal 4.6 SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 4. Dinamika Lithosferlatihan soal 4.6 1. Komponen tanah yang baik yang dibutuhkan tanaman adalah.... bahan mineral, air, dan udara bahan mineral dan bahan organik

Lebih terperinci

KONDISI W I L A Y A H

KONDISI W I L A Y A H KONDISI W I L A Y A H A. Letak Geografis Barito Utara adalah salah satu Kabupaten di Propinsi Kalimantan Tengah, berada di pedalaman Kalimantan dan terletak di daerah khatulistiwa yaitu pada posisi 4 o

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Letak dan Ciri-ciri Lintasan Sepeda Gunung Letak lintasan sepeda gunung di HPGW disajikan dalam Gambar 5. Ciricirinya disajikan dalam Tabel 9. Tabel 9 Keadaan plot penelitian

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN V HSIL DN PEMHSN 5.1 Sebaran entuk Lahan erdasarkan pengamatan di lokasi penelitian dan pengkelasan lereng berdasarkan peta kontur, bentuk lahan di lokasi penelitian sangat bervariasi. entuk lahan diklasifikasikan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Letak, Batas, dan Luas Daerah Penelitian. Sungai Oyo. Dalam satuan koordinat Universal Transverse Mercator

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Letak, Batas, dan Luas Daerah Penelitian. Sungai Oyo. Dalam satuan koordinat Universal Transverse Mercator 32 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Daerah Penelitian 1. Letak, Batas, dan Luas Daerah Penelitian Daerah yang digunakan sebagai tempat penelitian merupakan wilayah sub DAS Pentung yang

Lebih terperinci

PEMBENTUKAN TANAH DAN PERSEBARAN JENIS TANAH. A.Pembentukan Tanah

PEMBENTUKAN TANAH DAN PERSEBARAN JENIS TANAH. A.Pembentukan Tanah PEMBENTUKAN TANAH DAN PERSEBARAN JENIS TANAH A.Pembentukan Tanah Pada mulanya, permukaan bumi tidaklah berupa tanah seperti sekarang ini. Permukaan bumi di awal terbentuknya hanyalah berupa batuan-batuan

Lebih terperinci

BENTUK LAHAN (LANDFORM) MAYOR DAN MINOR

BENTUK LAHAN (LANDFORM) MAYOR DAN MINOR BENTUK LAHAN (LANDFORM) MAYOR DAN MINOR BENTUK LAHAN MAYOR BENTUK LAHAN MINOR KETERANGAN STRUKTURAL Blok Sesar Gawir Sesar (Fault Scarp) Gawir Garis Sesar (Fault Line Scarp) Pegunungan Antiklinal Perbukitan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Lahan merupakan sumberdaya alam strategis bagi pembangunan di sektor

TINJAUAN PUSTAKA. Lahan merupakan sumberdaya alam strategis bagi pembangunan di sektor II. TINJAUAN PUSTAKA Lahan merupakan sumberdaya alam strategis bagi pembangunan di sektor pertanian, kehutanan, perumahan, industri, pertambangan dan transportasi.di bidang pertanian, lahan merupakan sumberdaya

Lebih terperinci

3. List Program Pertanyaan Untuk Ciri-Ciri Asal Terjadinya Tanah. 4. List Program Pertanyaan Untuk Ciri-Ciri Sifat Dan Bentuk Tanah

3. List Program Pertanyaan Untuk Ciri-Ciri Asal Terjadinya Tanah. 4. List Program Pertanyaan Untuk Ciri-Ciri Sifat Dan Bentuk Tanah 1. List Program Untuk Menu Utama MPenjelasan_Menu_Utama.Show 1 2. List Program Untuk Penjelasan Menu Utama MPenjelasan_Tanah.Show 1 3. List Program Pertanyaan Untuk Ciri-Ciri Asal Terjadinya Tanah MSifat_Bentuk2.Show

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM LOKASI STUDI

IV. KONDISI UMUM LOKASI STUDI IV. KONDISI UMUM LOKASI STUDI 4.1. Letak Geografis Posisi geografis Wilayah Pengembangan Kawasan Agropolitan Ciwidey menurut Peta Rupa Bumi Bakorsurtanal adalah antara 107 0 31 30 BB 107 0 31 30 BT dan

Lebih terperinci

KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA BADAN GEOLOGI

KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA BADAN GEOLOGI KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA BADAN GEOLOGI JALAN DIPONEGORO NO. 57 BANDUNG 40122 JALAN JEND. GATOT SUBROTO KAV. 49 JAKARTA 12950 Telepon: 022-7212834, 5228424, 021-5228371

Lebih terperinci

dampak perubahan kemampuan lahan gambut di provinsi riau

dampak perubahan kemampuan lahan gambut di provinsi riau dampak perubahan kemampuan lahan gambut di provinsi riau ABSTRAK Sejalan dengan peningkatan kebutuhan penduduk, maka kebutuhan akan perluasan lahan pertanian dan perkebunan juga meningkat. Lahan yang dulunya

Lebih terperinci

V. EVALUASI KEMAMPUAN LAHAN UNTUK PERTANIAN DI HULU DAS JENEBERANG

V. EVALUASI KEMAMPUAN LAHAN UNTUK PERTANIAN DI HULU DAS JENEBERANG 57 V. EVALUASI KEMAMPUAN LAHAN UNTUK PERTANIAN DI HULU DAS JENEBERANG 5.1. Pendahuluan Pemenuhan kebutuhan manusia untuk kehidupannya dapat dilakukan antara lain dengan memanfaatkan lahan untuk usaha pertanian.

Lebih terperinci

Deskripsi Pedon Tanah (lanjutan)

Deskripsi Pedon Tanah (lanjutan) Deskripsi Pedon KB 61 (SPT7) Seri Pucungsatu, Typic Melanudands, berabu di atas berlempung, isotermik Kode Profil : KB 61 Lokasi : 4 km Utara Desa Bulukerto Koordinat : 671496mE; 9137140 mn Klasifikasi

Lebih terperinci

BAB IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN. Secara Geografis Kota Depok terletak di antara Lintang

BAB IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN. Secara Geografis Kota Depok terletak di antara Lintang BAB IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN 4.1. Letak, Luas dan Batas Wilayah Secara Geografis Kota Depok terletak di antara 06 0 19 06 0 28 Lintang Selatan dan 106 0 43 BT-106 0 55 Bujur Timur. Pemerintah

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Luas DAS Cileungsi

HASIL DAN PEMBAHASAN Luas DAS Cileungsi 9 HASIL DAN PEMBAHASAN Luas DAS Cileungsi Wilayah DAS Cileungsi meliputi wilayah tangkapan air hujan yang secara keseluruhan dialirkan melalui sungai Cileungsi. Batas DAS tersebut dapat diketahui dari

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Letak dan Luas DAS/ Sub DAS Stasiun Pengamatan Arus Sungai (SPAS) yang dijadikan objek penelitian adalah Stasiun Pengamatan Jedong yang terletak di titik 7 59

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. 1. Wilayah Administratif Kabupaten Tanggamus

II. TINJAUAN PUSTAKA. 1. Wilayah Administratif Kabupaten Tanggamus II. TINJAUAN PUSTAKA A. Gambaran Umum Kabupaten Tanggamus 1. Wilayah Administratif Kabupaten Tanggamus Secara geografis wilayah Kabupaten Tanggamus terletak pada posisi 104 0 18 105 0 12 Bujur Timur dan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN A. Pelaksanaan Penelitian 1. Waktu dan tempat penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari 2014 sampai September 2014 di Dukuh Kaliwuluh, Desa Sidorejo, Kecamatan Kemalang,

Lebih terperinci

PENULISAN LAPORAN FIELDWORK & UAP PRAKTIKUM SURVEI TANAH DAN EVALUASI LAHAN

PENULISAN LAPORAN FIELDWORK & UAP PRAKTIKUM SURVEI TANAH DAN EVALUASI LAHAN PENULISAN LAPORAN FIELDWORK & UAP PRAKTIKUM SURVEI TANAH DAN EVALUASI LAHAN Ketentuan : 1. Laporan survei disusun secara berkelompok 2. Laporan diketik tanpa ada copy paste 3. Revisi Laporan dalam bentuk

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI JENIS-JENIS TANAH DI INDONESIA A. BAGAIMANA PROSES TERBENTUKNYA TANAH

IDENTIFIKASI JENIS-JENIS TANAH DI INDONESIA A. BAGAIMANA PROSES TERBENTUKNYA TANAH IDENTIFIKASI JENIS-JENIS TANAH DI INDONESIA A. BAGAIMANA PROSES TERBENTUKNYA TANAH Tanah adalah salah satu bagian bumi yang terdapat pada permukaan bumi dan terdiri dari massa padat, cair, dan gas. Tanah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut FAO (dalam Arsyad 1989:206) mengenai pengertian lahan, Adapun pengertian dari FAO (1976) yang dikutip oleh Sitorus (1998)

BAB I PENDAHULUAN. Menurut FAO (dalam Arsyad 1989:206) mengenai pengertian lahan, Adapun pengertian dari FAO (1976) yang dikutip oleh Sitorus (1998) 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah yaitu : Menurut FAO (dalam Arsyad 1989:206) mengenai pengertian lahan, Lahan diartikan sebagai lingkungan fisik yang terdiri atas iklim, relief, tanah, air,

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN IV. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1. Lokasi Penelitian dan Letak Geografis Lokasi penelitian dilakukan di PT. Perkebunan Nusantara VIII. PT. Perkebunan Nusantara VIII, Perkebunan Cikasungka bagian Cimulang

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. A. Material Vulkanik Merapi. gunung api yang berupa padatan dapat disebut sebagai bahan piroklastik (pyro = api,

TINJAUAN PUSTAKA. A. Material Vulkanik Merapi. gunung api yang berupa padatan dapat disebut sebagai bahan piroklastik (pyro = api, II. TINJAUAN PUSTAKA A. Material Vulkanik Merapi Abu vulkanik adalah bahan material vulkanik jatuhan yang disemburkan ke udara saat terjadi suatu letusan dan dapat jatuh pada jarak mencapai ratusan bahkan

Lebih terperinci

SISTEM PAKAR PENENTUAN KESESUAIAN LAHAN UNTUK PEMILIHAN WILAYAH BUDIDAYA KOMODITAS PERTANIAN (STUDI KASUS: KECAMATAN KLARI, KARAWANG, JAWA BARAT)

SISTEM PAKAR PENENTUAN KESESUAIAN LAHAN UNTUK PEMILIHAN WILAYAH BUDIDAYA KOMODITAS PERTANIAN (STUDI KASUS: KECAMATAN KLARI, KARAWANG, JAWA BARAT) SISTEM PAKAR PENENTUAN KESESUAIAN LAHAN UNTUK PEMILIHAN WILAYAH BUDIDAYA KOMODITAS PERTANIAN (STUDI KASUS: KECAMATAN KLARI, KARAWANG, JAWA BARAT) Oleh BUDI HARDIYANTO F14101112 2006 DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tanah vulkanis merupakan tanah yang berasal dari letusan gunungapi, pada

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tanah vulkanis merupakan tanah yang berasal dari letusan gunungapi, pada 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanah vulkanis merupakan tanah yang berasal dari letusan gunungapi, pada saat gunungapi meletus mengeluarkan tiga jenis bahan yaitu berupa padatan, cair, dan gas.

Lebih terperinci

01/04/2011 AL A F L ISO IS L L DAN DA ULT UL ISO IS L P L A P DA A DA VUL V K UL A K NIK A 3

01/04/2011 AL A F L ISO IS L L DAN DA ULT UL ISO IS L P L A P DA A DA VUL V K UL A K NIK A 3 APLIKASI ANALISIS LANSEKAP SEBARAN ALFISOL DAN ULTISOL PADA LANSEKAP ALFISOL Kandungan liat pada hor. B lebih tinggi Horison argilik Proses akumulasi liat pada hor. B (argilik, kandik) Beriklim sedang

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. A. Letak, Luas dan Batas Wilayah Penelitian. Kabupaten Kuningan terletak di bagian timur Jawa Barat dengan luas

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. A. Letak, Luas dan Batas Wilayah Penelitian. Kabupaten Kuningan terletak di bagian timur Jawa Barat dengan luas III. KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI A. Letak, Luas dan Batas Wilayah Penelitian Kabupaten Kuningan terletak di bagian timur Jawa Barat dengan luas wilayah Kabupaten Kuningan secara keseluruhan mencapai 1.195,71

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep dan Definisi Tanah Pada tahun 1898 Dokuchaev mengusulkan proses pembentukan tanah dengan faktor pembentuknya. Prosesnya yaitu: s = f (cl, o, p) t 0 Di mana s = tanah, cl

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Lahan merupakan bagian bentang alam (landscape) yang mencakup komponen fisik yang terdiri dari iklim, topografi (relief), hidrologi dan keadaan vegetasi alami (natural

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 35 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Curah Hujan Data curah hujan yang terjadi di lokasi penelitian selama 5 tahun, yaitu Januari 2006 hingga Desember 2010 disajikan dalam Gambar 5.1. CH (mm) 600 500 400

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 15 BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Letak Sub DAS Model DAS Mikro (MDM) Barek Kisi berada di wilayah Kabupaten Blitar dan termasuk ke dalam Sub DAS Lahar. Lokasi ini terletak antara 7 59 46 LS

Lebih terperinci

3. TAHAP ANALISA CONTOH TANAH 4. TAHAP ANALISA DATA

3. TAHAP ANALISA CONTOH TANAH 4. TAHAP ANALISA DATA 1. TAHAP PERSIAPAN 2. TAHAP SURVEI LAPANGAN a) PRA SURVEI b) SURVEI UTAMA 3. TAHAP ANALISA CONTOH TANAH 4. TAHAP ANALISA DATA 1 GARIS BESAR KEGIATAN SURVEI TANAH Peta Dasar Mosaik Foto Digitasi Peta Persiapan

Lebih terperinci

geografi Kelas X PEDOSFER II KTSP & K-13 Super "Solusi Quipper" F. JENIS TANAH DI INDONESIA

geografi Kelas X PEDOSFER II KTSP & K-13 Super Solusi Quipper F. JENIS TANAH DI INDONESIA KTSP & K-13 Kelas X geografi PEDOSFER II Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini kamu diharapkan memiliki kemampuan untuk memahami jenis tanah dan sifat fisik tanah di Indonesia. F. JENIS TANAH

Lebih terperinci

JOSEPH CAREY S ILMU TANAH

JOSEPH CAREY S ILMU TANAH PERBANDINGAN TINGKAT PERKEMBANGAN TANAH MENURUT METODE MORFOLOGI TANAH, MINERAL LIAT DAN MINERAL INDEKS VAN WAMBEKE PADA TIGA PEDON PEWAKIL DI ARBORETUM KAMPUS USU KWALA BEKALA SKRIPSI OLEH JOSEPH CAREY

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA A.

II. TINJAUAN PUSTAKA A. II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tanaman Durian 1. Karakteristik tanaman durian Durian (Durio zibethinus Murr.) merupakan salah satu tanaman hasil perkebunan yang telah lama dikenal oleh masyarakat yang pada umumnya

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Karakteristik Lahan Kering

TINJAUAN PUSTAKA Karakteristik Lahan Kering TINJAUAN PUSTAKA Karakteristik Lahan Kering Lahan kering adalah hamparan lahan yang tidak pernah digenangi atau tergenang air pada sebagian besar waktu dalam setahun. Berdasarkan iklimnya, lahan kering

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Survei Tanah. Untuk dapat melakukan perencanaan secara menyeluruh dalam hal

TINJAUAN PUSTAKA. Survei Tanah. Untuk dapat melakukan perencanaan secara menyeluruh dalam hal TINJAUAN PUSTAKA Survei Tanah Untuk dapat melakukan perencanaan secara menyeluruh dalam hal penggunaan dan pengelolaan suatu lahan, maka hal pokok yang perlu diperhatikan adalah tersedianya informasi faktor

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini merupakan studi pustaka dari hasil-hasil survei dan pemetaan tanah LREPP II yang tersedia di arsip data base Balai Besar Litbang Sumberdaya

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Daerah Penelitian Berdasarkan bentuk topografi dan morfologi daerah penelitian maka diperlukan analisa geomorfologi sehingga dapat diketahui bagaimana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyusunan tugas akhir merupakan hal pokok bagi setiap mahasiswa dalam rangka merampungkan studi sarjana Strata Satu (S1) di Institut Teknologi Bandung. Penelitian

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN Letak dan Luas Wilayah Kabupaten Kepulauan Meranti secara geografis terletak pada koordinat antara sekitar 0 42'30" - 1 28'0" LU dan 102 12'0" - 103 10'0" BT, dan terletak

Lebih terperinci

BAB V HASIL PENELITIAN

BAB V HASIL PENELITIAN BAB V HASIL PENELITIAN 5.1 Gambaran Umum Daerah Penelitian 5.1.1 Letak, kondisi geografis, dan topografi Kabupaten Bangli terletak di tengah-tengah pulau Bali, dan menjadi satusatunya kabupaten yang tidak

Lebih terperinci

Seisme/ Gempa Bumi. Gempa bumi adalah getaran kulit bumi yang disebabkan kekuatan dari dalam bumi

Seisme/ Gempa Bumi. Gempa bumi adalah getaran kulit bumi yang disebabkan kekuatan dari dalam bumi Seisme/ Gempa Bumi Gempa bumi adalah getaran kulit bumi yang disebabkan kekuatan dari dalam bumi Berdasarkan peta diatas maka gempa bumi tektonik di Indonesia diakibatkan oleh pergeseran tiga lempeng besar

Lebih terperinci

TUJUAN PEMBELAJARAN : Survei Tanah dan Evaluasi Lahan

TUJUAN PEMBELAJARAN : Survei Tanah dan Evaluasi Lahan Survei Tanah dan Evaluasi Lahan INTERPRETASI DATA SURVEI TANAH INTERPRETASI DATA TANAH TUJUAN PEMBELAJARAN : 1. Memahami tujuan, prinsip dan cara 2 Interpretasi Data Tanah 2. Mengenal dan bisa membedakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Geomorfologi merupakan ilmu yang mempelajari tentang bentuklahan, meliputi proses-proses yang bekerja terhadap batuan induk dan perubahanperubahan yang terjadi

Lebih terperinci

Lampiran 1 Hasil pengamatan kedalaman tanah dan batuan (bedrock) untuk pemasangan peralatan pengamatan hidrokimia di DAS mikro Cakardipa.

Lampiran 1 Hasil pengamatan kedalaman tanah dan batuan (bedrock) untuk pemasangan peralatan pengamatan hidrokimia di DAS mikro Cakardipa. LAMPIRAN 113 114 115 Lampiran 1 Hasil pengamatan kedalaman tanah dan batuan (bedrock) untuk pemasangan peralatan pengamatan hidrokimia di DAS mikro Cakardipa. Titik Pengamatan ke-1 (L1) No Kedalaman (cm)

Lebih terperinci

GELISOLS. Pustaka Soil Survey Staff Soil Taxonomy, 2 nd edition. USDA, NRCS. Washington. 869 hal.

GELISOLS. Pustaka Soil Survey Staff Soil Taxonomy, 2 nd edition. USDA, NRCS. Washington. 869 hal. GELISOLS Gelisols adalah tanah-tanah pada daerah yang sangat dingin. Terdapat permafrost (lapisan bahan membeku permanen terletak diatas solum tanah) sampai kedalaman 2 meter dari permukaan tanah. Penyebaran

Lebih terperinci

M.Luthfi Rayes/Sudarto Laboratorium Pedologi dan Sistem Informasi Sumberdaya Lahan Jurusan Tanah, Fak. Pertanian Universitas Brawijaya, Malang,

M.Luthfi Rayes/Sudarto Laboratorium Pedologi dan Sistem Informasi Sumberdaya Lahan Jurusan Tanah, Fak. Pertanian Universitas Brawijaya, Malang, Survei Tanah dan Evaluasi Lahan M.Luthfi Rayes/Sudarto Laboratorium Pedologi dan Sistem Informasi Sumberdaya Lahan Jurusan Tanah, Fak. Pertanian Universitas Brawijaya, Malang, Bab 6. Kesimpulan Hasil Survei

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Sifat-sifat Tanah. Sifat Morfologi dan Fisika Tanah. Sifat morfologi dan fisika tanah masing-masing horison pada pedon pewakil

HASIL DAN PEMBAHASAN. Sifat-sifat Tanah. Sifat Morfologi dan Fisika Tanah. Sifat morfologi dan fisika tanah masing-masing horison pada pedon pewakil HASIL DAN PEMBAHASAN Sifat-sifat Tanah Sifat Morfologi dan Fisika Tanah Pedon Berbahan Induk Batuliat Sifat morfologi dan fisika tanah masing-masing horison pada pedon pewakil berbahan induk batuliat disajikan

Lebih terperinci

GEOLOGI DAERAH KLABANG

GEOLOGI DAERAH KLABANG GEOLOGI DAERAH KLABANG Geologi daerah Klabang mencakup aspek-aspek geologi daerah penelitian yang berupa: geomorfologi, stratigrafi, serta struktur geologi Daerah Klabang (daerah penelitian). 3. 1. Geomorfologi

Lebih terperinci

Please download full document at Thanks

Please download full document at  Thanks SOAL 1. Sebutkan 5 pembentuk tanah! 2. Jelaskan pengaruh bahan induk terhadap tanah yang terbentuk! 3. Jelaskan pengaruh iklim terhadap tanah yang terbentuk! 4. Apa peranan organisme termasuk manusi terhadap

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. A. Ubi Jalar (Ipomoea batatas L.)

TINJAUAN PUSTAKA. A. Ubi Jalar (Ipomoea batatas L.) II. TINJAUAN PUSTAKA A. Ubi Jalar (Ipomoea batatas L.) Ubi jalar atau ketela rambat (Ipomoea batatas L.) merupakan salah satu jenis tanaman budidaya yang dimanfaatkan bagian akarnya yang membentuk umbi

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Karakteristik Biofisik 4.1.1 Letak Geografis Lokasi penelitian terdiri dari Kecamatan Ciawi, Megamendung, dan Cisarua, Kabupaten Bogor yang terletak antara 6⁰37 10

Lebih terperinci

Geomorfologi Terapan INTERPRETASI GEOMORFOLOGI CITRA SATELIT SEBAGAI DASAR ANALISIS POTENSI FISIK WILAYAH SELATAN YOGYAKARTA

Geomorfologi Terapan INTERPRETASI GEOMORFOLOGI CITRA SATELIT SEBAGAI DASAR ANALISIS POTENSI FISIK WILAYAH SELATAN YOGYAKARTA Geomorfologi Terapan INTERPRETASI GEOMORFOLOGI CITRA SATELIT SEBAGAI DASAR ANALISIS POTENSI FISIK WILAYAH SELATAN YOGYAKARTA A. Pendahuluan Geomorfologi adalah ilmu yang mempelajari tentang bentuk muka

Lebih terperinci

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 23 IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Letak Geografis dan Batas Wilayah Kabupaten Tabalong merupakan salah satu kabupaten yang terdapat di Provinsi Kalimantan Selatan dengan ibukota Tanjung yang mempunyai

Lebih terperinci

BAB II KONDISI WILAYAH STUDI

BAB II KONDISI WILAYAH STUDI II-1 BAB II 2.1 Kondisi Alam 2.1.1 Topografi Morfologi Daerah Aliran Sungai (DAS) Pemali secara umum di bagian hulu adalah daerah pegunungan dengan topografi bergelombang dan membentuk cekungan dibeberapa

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Propinsi Sulawesi Tenggara

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Propinsi Sulawesi Tenggara IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi Umum Propinsi Sulawesi Tenggara 4.1.1 Kondisi Geografis Propinsi Sulawesi Tenggara (Sultra) terletak di Jazirah Tenggara Pulau Sulawesi, terletak di bagian selatan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Survei Tanah. potensi sumber dayanya adalah survei. Sebuah peta tanah merupakan salah satu

TINJAUAN PUSTAKA. Survei Tanah. potensi sumber dayanya adalah survei. Sebuah peta tanah merupakan salah satu TINJAUAN PUSTAKA Survei Tanah Salah satu kegiatan yang dilakukan untuk mempelajari lingkungan alam dan potensi sumber dayanya adalah survei. Sebuah peta tanah merupakan salah satu dokumentasi utama sebagai

Lebih terperinci