BAB I PENDAHULUAN. Definisi kata kepemimpinan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. Definisi kata kepemimpinan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Definisi kata kepemimpinan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan sebagai perihal pemimpin atau cara memimpin (dari seseorang). (Sugono, 2014:1075). Kepemimpinan dalam bahasa Inggris diterjemahkan dengan leadership yang berarti kemampuan untuk memimpin (gaya berbeda dalam memimpin) (The Philological Society, 2013:144). Pada skripsi ini, berdasarkan arti kata tersebut, pengertian kepemimpinan diartikan sebagai usaha seseorang, dalam hal ini Sanjaya, dalam memimpin rakyat di kerajaan Galuh dengan cara yang dimilikinya. Kepemimpinan berkaitan dengan aspek negara. Negara memiliki empat aspek yaitu pemimpin, orang yang dipimpin, wilayah, dan pengakuan. Pemimpin adalah seseorang yang memiliki kemampuan memerintah sekelompok orang sehingga sesuai dengan keinginan dan tujuannya. Orang yang dipimpin atau masyarakat menurut Harold & Laski dan McIvan adalah kumpulan manusia yang hidup bersama berusaha mewujudkan keinginan pribadi dan kelompok. Wilayah adalah daerah yang menjadi kekuasaan untuk melaksanakan peraturan. Pengakuan dari negara lain diperlukan untuk menegaskan eksistensi diantara negara lainnya. Pengakuan juga berhubungan dengan kedaulatan yang memberikan kekuasaan membuat dan melaksanakan peraturan dengan semua cara, termasuk paksaan (Budiarjo, 2006:44). 1

2 Konsep negara yang diuraikan Miriam Budiarjo dapat diaplikasikan ke dalam penelitian skripsi ini. Empat aspek negara yaitu pemimpin yang berkuasa adalah Sanjaya, orang yang dipimpin adalah rakyat kerajaan Galuh. Wilayah yang menjadi daerah kekuasaan adalah kerajaan Galuh. Kedaulatan yang membuat aturan adalah kerjasama antar pimpinan pemerintahan, agama, dan masyarakat yang terdapat pada kerajaan Galuh. Keberadaan Sanjaya diketahui dari dua sumber yaitu prasasti dan naskah kuno. Prasasti yang berhubungan dengan Sanjaya terdapat dua jenis yaitu secara langsung menulis nama dan menjadikan Sanjaya sebagai penanggalan. Prasasti Canggal yang ditemukan di sekitar candi Gunung Wukir menuliskan Sanjaya sebagai raja di wilayah Yavâkhyam atau Pulau Jawa dengan sebutan râjâ ҫrî sañjayakhyo artinya raja Çri Sanjaya (Poerbatjaraka, 1952:55). Prasasti Mantyasih I 907 Masehi berisi urutan daftar pemimpin Mataram Kuno yang berawal dari Sanjaya, ditulis dengan nama Rakai Mataram sang Ratu Sanjaya. Prasasti Wanua Têngah III 908 Masehi juga memuat nama Sanjaya yang ditulis dengan nama Rahyan ta i mdan (Darmosutopo, 2003:28). Sanjaya sebagai tokoh penting di kerajanan Mataram Kuno dibuktikan dengan dikeluarkannya penanggalan dengan menggunakan Sanjayawarsa 1 atau tahun Sanjaya oleh Daksa (Nastiti, 1982:15). Daksa adalah pemimpin Mataram Kuno yang memerintah pada 913 Masehi. Raja Daksa mengeluarkan prasasti Taji Gunung, Timbanan Wungkal, Tihang, dan Tulang Er dengan menggunakan angka 1 Sanjayawarsa berpangkal dari tahun 638 Çaka atau 716 Masehi (Darmosoetopo, 2003:80). Penulisan selanjutnya menggunakan huruf Sanjaya. 2

3 tahun Sanjaya (Santosa, 1994:186, Sumadio, 1975:96). Prasasti Taji Gunung yang berangka 194 Sanjaya setara dengan 832 Çaka atau 910 Masehi menyebutkan tentang peresmian desa Taji Gunung menjadi sima, sedangkan prasasti Timbanan Wungkal 196 Sanjaya atau 834 Çaka atau 912 Masehi menyebutkan tentang permasalahan sima 2 (Sumadio, 1975:97). Prasasti Tihang tahun 198 Sanjaya sama dengan 836 Çaka atau 914 Masehi berisi tentang perintah menjadikan desa ihang dari wilayah iruranu menjadi perdikan untuk bangunan suci milik r Parameśwar di Salingsingan (Boechari, 2012:492). Prasasti Tulang Er berangka tahun 198 Sanjaya atau 836 Çaka yang sama dengan 914 Masehi berisi mengenai anugerah Raja Daksa kepada pejabat desa di Kabikuan Tulang Er karena telah menyediakan air pemandian setelah mengadakan perjalanan dari kota (Santosa, 1994:187). Penulisanan tahun Sanjaya pada prasasti-prasasti yang dikeluarkan masa Daksa sebagai salah satu bentuk pengesahan bahwa ia layak menjadi pemimpin di kerajaan Mataram, karena masih mempunyai hubungan dengan pemimpin pertama kerajaan Mataram Kuno yaitu Sanjaya. Uraian di atas menunjukkan bahwa Sanjaya dianggap sebagai pendiri dan leluhur Kerajaan Mataram Kuno (Nastiti, 1982:7). Sumber kedua yang menceritakan Sanjaya adalah naskah Carita Parahiyangan. Pada naskah tersebut terdapat bagian yang khusus menceritakan kehidupan Sanjaya di kerajaan Galuh yaitu bagian VIII-XIV. Informasi yang terdapat di dalam naskah digunakan oleh peneliti secara akademis dan non 2 Sima adalah daerah perdikan yang dibatasi oleh tugu atau tiang batu (Ayatrohaedi, 1981:87). 3

4 akademis untuk menjelaskan sejarah kerajaan masa Hindu Budha di wilayah Jawa Barat. Pada naskah Carita Parahiyangan terdapat tiga hal utama yang dilakukan Sanjaya di kerajaan Galuh. Hal pertama yang dilakukan adalah mengambil tahta kerajaan dengan kerja sama kerajaan Sunda dan keluarga (bagian VIII). Kedua adalah pengangkatan raja berdasarkan pertimbangan pemuka agama (bagian IX). Ketiga yaitu persetujuan wilayah kerajaan dan nasihat pada keturunannya (bagian XIV) (Atja dan Danasasmita, 1981:5). Nama Sanjaya yang tertulis pada prasasti Canggal dan naskah Carita Parahiyangan merupakan bahan yang menarik untuk dikaji. Ahli epigrafi dan filologi mempunyai pendapat masing-masing. Poerbatjaraka berdasarkan tinjauan terhadap 4 prasasti dan 1 naskah kuno menemukan kesamaan penulisan nama Sanjaya (Poerbatjaraka, 1952:58). Van der Meulen berpendapat bahwa tokoh Sanjaya pada kedua sumber tersebut mendapatkan perlakuan yang berbeda. Pada prasasti Canggal ditulis sebagai kemenakan raja Sanna, sedangkan pada naskah Carita Parahiyangan sebagai anak Sang Senna (Meulen, 1966:168). Atja dan Danasasmita berpendapat bahwa tahun terakhir Sanjaya berada di kerajaan Galuh yaitu 732 Masehi yang bertepatan dengan dikeluarkan prasasti Canggal pada tahun tersebut (Atja dan Danasasmita, 1981:41). Berdasarkan pendapat keempat ahli di atas, tokoh Sanjaya yang terdapat pada sumber data penelitian ini adalah orang yang sama. 4

5 Wilayah yang menjadi fokus penelitian adalah kerajaan Galuh. Peninggalan kerajaan Galuh berupa bekas ibu kota dan candi masih dapat dijumpai di Kabupaten Ciamis. Nama-nama tempat seperti Kawali dan Karangkamulian adalah kawasan pusat kerajaan Galuh sebagaimana terdapat di dalam prasasti Kawali (Djoened, 1975:219). Tinggalan berupa candi yaitu Binangun dan Pananjung, kondisinya dalam keadaan rusak (Djafar, 2010:23). Tinggalan berupa prasasti sudah ada sejak zaman Tarumanegara dan digunakan sebagai sumber utama penyusunan sejarah kerajaan. Prasasti 3 masa kerajaan Tarumanegara yaitu prasasti Ciareuteun, Kebon Kopi, Pasir Koleangkak, Jambu, Muara Cianteun, Tugu dan Cidanghiang (Sumadio, 1975:215). Pada masa selanjutnya terdapat Kerajaan Sunda, Galuh dan Pajajaran. Bukti prasasti yang menunjukkan keberadaan Kerajaan Sunda adalah prasasti Cibadak, Sang Hyang Tapak, Gegerhanjuang (Danasasmita, 2015:106). Keberadaan kerajaan Galuh diketahui dari prasasti Kawali I, II, III, Sanghyang Lingga Hyang, Sanghyang Lingga Bima, dan satu prasasti yang belum diketahui namanya (Suganda, 2015:65). Kerajaan keempat, Pajajaran dibuktikan dengan keberadaan prasasti Batutulis dan Kebantenan (Sutjianingsih, 1994:42). Empat kerajaan tersebut berdiri sesuai dengan periodenya masing-masing dan berkembang antara abad ke 4 Masehi sampai abad ke 14 Masehi. Uraian di atas menunjukkan bahwa. Sanjaya adalah seorang pemimpin yang penting dan istimewa di kerajaan Galuh dan Mataram Kuno. Keistimewaan 3 Prasasti adalah tulisan kuna yang biasanya dipahatkan atau digoreskan di atas batu (Ayatrohaedi, 1981:74). 5

6 tersebut berkaitan dengan proses suksesi dan cara pemerintahan yang dilakukan Sanjaya. Kepemimpinan Sanjaya terdapat dalam dua sumber data yang saling melengkapi yaitu prasasti Canggal dan naskah Carita Parahiyangan. Kepemimpinan Sanjaya sebagaimana tertulis pada prasasti Canggal dan naskah Carita Parahiyangan adalah fokus penelitian. Pedoman untuk menjalankan pemerintahan bersumber dari tugas-tugas dewa. Rakyat menganggap raja sebagai wakil dan mendapat pujian yang sama dengan dewa (Darmosutopo, 2003:45). Persamaan raja dan dewa ini mengakibatkan raja harus menjalankan tugas dewa di dunia. Ajaran yang mengatur hal tersebut yaitu Astabrata. Pada pemikiran masyarakat Sunda yang bersumber dari naskah kuno terdapat aturan bahwa dewa lebih rendah dari Hiyang 4 (Danasasmita, 1987:96). Maka kedudukan raja sebagai wakil dewa juga ada dibawah Hiyang. Konsep yang mengajarkan hal tersebut dinamakan Tritangtu. Kedua konsep ini mempunyai kesamaan yaitu untuk mengatur pemerintahan. Penelitian mengenai hubungan antara aspek kepemimpinan pada prasasti Canggal dan naskah Carita Parahiyangan yang berhubungan dengan Astabrata dan Tritangtu ini menjadi topik dalam pembahasan skripsi ini. 4 Hiyang adalah nama untuk menyebut Tuhan dalam kepercayaan Sunda. 6

7 B. Rumusan Masalah Sehubungan dengan hal tersebut, permasalahan dalam skripsi ini adalah sebagai berikut: Bagaimana hubungan antara aspek kepemimpinan Sanjaya dalam prasasti Canggal dan naskah Carita Parahiyangan dengan Astabrata dan Tritangtu?. C. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian adalah merekonstruksi kepemimpinan Sanjaya di kepemimpinan Galuh berdasarkan prasasti dan naskah kesusasteraan. Hal ini penting untuk melengkapi sejarah Indonesia kuno abad 8 M. D. Landasan Teori Pada skripsi ini digunakan data prasasti dan naskah. Kedudukan kedua data tersebut merupakan sumber data yang dapat digunakan dalam ilmu arkeologi. Prasasti adalah data artefak yang berisi informasi tentang suatu hal yang dikeluarkan pada saat itu. Pentingnya isi prasasti ada dua hal, yang pertama adalah berguna untuk menyusun urutan waktu dalam pembabakan sejarah dan kedua untuk merekonstruksi kehidupan masa lampau (Dwiyanto, 1993:7). Unsur prasasti merupakan hal penting yang meliputi pengumuman tentang suatu keputusan raja, penanggalan, lokasi dan pejabat yang berwenang (Boechari, 2012:6). Berdasarkan dua hal tersebut maka prasasti merupakan sumber utama penulisan sejarah. Naskah merupakan sebuah benda yang bersi tulisan. Isi naskah dapat memberikan pengetahuan baru tentang sebuah sejarah (Boechari, 2012:545). 7

8 Adanya informasi-informasi baru ini perlu lebih dahulu dibuktikan kebenarannya dengan melihat sumber sejarah yang lain. Pembuktian dapat dilakukan dengan kritik teks 5 yang dilakukan oleh filolog. Berkaitan dengan penulisan skripsi, naskah dapat digunakan sebagai sumber setelah melewati kritik teks untuk membuktikan kebenaran isi naskah. E. Keaslian Penelitian Penelitian terhadap prasasti Canggal dan naskah Carita Parahiyangan telah dilakukan oleh peneliti baik lokal maupun asing. Penelitian pada prasasti Canggal pertama kali oleh Poerbatjaraka 6 dan hasil kerja Beliau hingga saat ini masih dijadikan rujukan utama oleh epigraf 7, ahli sastra, dan sejarawan. Poerbatjaraka adalah epigraf yang paling banyak menggunakan naskah sebagai data untuk mendukung bukti arkeologis. Pembacaannya terhadap tulisan yang terdapat pada prasasti dijadikan pegangan oleh para ahli epigraf. Salah satu buku yang paling banyak diacu adalah Riwajat Indonesia I. Buku ini menyebutkan hubungan silsilah Sanjaya untuk pertama kali. Poerbatjaraka juga adalah yang pertama menggunakan naskah Carita Parahiyangan sebagai data naskah untuk melengkapi keterangan pada prasasti Batutulis. Sumber naskah ini digunakan untuk mengetahui asal usul Sanjaya. 5 Kritik teks adalah metode filologi yang berguna untuk mencari keaslian karya sastra (Hasjim, 1985:63). 6 Prof. DR. Raden Mas Ngabehi Poerbatjaraka adalah seorang sarjana sastra Jawa, filolog, dan epigraf. Penulisan nama Beliau selanjutnya menggunakan Poerbatjaraka saja (Pigeaud, 1966:409). 7 Epigraf adalah ahli dalam bidang penafsiran isi prasasti (Ayatrohaedi, 1981:30). 8

9 Prasasti Canggal adalah prasasti yang dikeluarkan oleh Sanjaya dan telah banyak diteliti dan ditafsirkan oleh para ahli. Sanjaya adalah tokoh sejarah yang menarik untuk dikaji. Prasasti Canggal yang dikeluarkan oleh Sanjaya dapat digunakan sebagai awal pembabakan sejarah kepemimpinan Mataram Kuno dan Sanjaya juga dapat disebut sebagai pemersatu daerah di Sunda. Persatuan di daerah Sunda dilakukan pada kepemimpinan Sunda dan Galuh. Contoh ahli yang membahas tentang Sanjaya adalah Boechari dalam Melacak Sejarah Kuno Indonesia Lewat Prasasti, F.D.K Bosch dalam Çrivijaya, Çailendra dan Sañjaya, dan van der Meulen dalam King Sañjaya and his successor. Buku di atas masingmasing mempunyai sudut pandang yang berbeda, tetapi berfokus pada Sañjaya dengan menggunakan berbagai sumber seperti sastra, sejarah, dan arkeologi. Permasalahan yang diangkat adalah tentang Kepemimpinan Mataram Kuna, ibukota, pemimpin-pemimpin yang memerintah dan peninggalan kepemimpinan. Selain buku, skripsi tentang Sanjaya juga pernah dibuat oleh Hery B Santosa tahun 1989 dengan judul Prasasti-prasasti Bertarikh Sañjaya. Prasasti yang dibahas adalah prasasti yang dikeluarkan masa Daksa tahun 910 Masehi dan 913 Masehi. Rekonstruksi Sejarah Dinasti Syailendra dan Kerajaan Mataram Kuna di Jawa Tengah berdasarkan Prasasti berbahasa Melayu kuno ditulis oleh Tri Harjanto Pada skripsi ini yang menjadi fokus utama adalah kehidupan kerajaan pada masa Syailendra. R. Akhmad Bakti Santosa 200 yang menulis skripsi berjudul Penerapan Konsep Astabrata pada Masa Pemerintahan Rakai Waturukura Dyah Balitung M (Tinjauan terhadap Prasasti) telah menjelaskan secara rinci sejarah, unsur, dan penggunaan Astabrata yang 9

10 diterapkan pada 16 prasasti yang dikeluarkan oleh Balitung. Kesimpulan skripsi menghasilkan deskripsi pemerintahan kerajaan Mataram Kuno masa Balitung yang berusaha menerapkan konsep Astabrata bertujuan untuk menyejahterakan rakyat. Penelitian juga dilakukan terhadap naskah yang memuat sejarah kerajaan di Jawa Barat. Kesultanan Cirebon adalah yang pertama yang melakukan penelitian tersebut yang diwakili oleh Pangeran Wangsakerta 8 sebagai pemrakarsa proyek penulisan sejarah nusantara. (Ekadjati dan Atja, 1985:2). Karya sastra digunakan sistematis dalam penelitian dan merupakan sumber data. Naskah berbahasa Sunda memiliki daya tarik bagi peneliti asing. Cohen Stuart, K.F Holle, H. Ten dam, C.M Pleyte, W.J van der Meulen, dan Jacobus Noorduyn melakukan penelitian terhadap naskah Sunda yang berjudul Carita Parahiyangan. Naskah ini menceritakan tentang sejarah Kerajaan Galuh. Cohen Stuart meneliti naskah ini dengan memberikan penomoran langsung pada lontar. K.F Holle adalah orang pertama yang mengerjakan dan menerbitkan di dalam TBG 9 XXVII (Atja dan Danasasmita, 1981:1). C.M Pleyte membuat transliterasi dan catatan naskah Carita Parahiyangan dengan bantuan penerjemah. Tulisan Pleyte masih dapat dibaca di Perpustakaan Nasional Republik Indonesia bagian Layanan Koleksi Khusus Naskah Kuno. Van der Meulen dalam tulisannya yang berjudul Tjarita Parahyangan dan Rahyang Sandjaja pada majalah Basis 10 8 Nama lain dari Panembahan Cirebon dan berkedudukan sebagai ketua penyusun naskah Wangsakerta (Ekadjati dan Atja, 1985:6). 9 Majalah sastra dari lembaga kebudayaan. 10 Majalah berisi tentang masalah kebudayaan umum. 10

11 sebanyak 3 edisi membahas tentang keterkaitan isi naskah Carita Parahiyangan dan prasasti Canggal. Noorduyn adalah yang pertama meneliti secara ilmiah naskah Carita Parahiyangan. Pada 2 edisi Bijdragen 11 adalah tulisan Noorduyn tentang Carita Parahiyangan yaitu Enige nadere gegevens over tekst en inhoud van de Carita Parahyangan dan Het begingedeelte van de Carita Parahyangan. Khusus pada judul kedua terdapat transliterasi dan terjemahan berbahasa Sunda dan Belanda yang susunannya menjadi panduan utama Atja untuk menyusul tulisannya. Noorduyn melakukan pembacaan, transliterasi, dan penomoran berdasarkan isi naskah. Edisi 12 yang dikeluarkan oleh Noorduyn menjadi panduan penulisan selanjutnya. Peneliti lokal 13 seperti Atja, Undang Ahmad Darsa, Ayatrohaedi, dan Saleh Danasasmita menggunakan naskah berbahasa Sunda sebagai objek penelitian sastra dan data penyusun sejarah (Atja, 1968:7). Atja melanjutkan pekerjaan Noorduyn dengan mengalihbahasakan ke bahasa Sunda baru disertai catatan dari berbagai sumber. Pada tahun 1981 Atja bersama Saleh Danasasmita mengeluarkan laporan penelitian yang lebih lengkap berisi terjemahan bahasa Indonesia dan catatan tentang naskah Carita Parahiyangan. Undang Ahmad Darsa lebih berfokus pada naskah fragmen Carita Parahiyangan yang berisi tentang kepemimpinan Sunda. Beberapa peneliti juga pernah bekerja bersama-sama untuk mengerjakan naskah. 11 Majalah ilmu pengetahuan. 12 Edisi adalah penerbitan resmi dari seseorang tentang suatu hal (Hasjim, 1985:69). 13 Peneliti berkewarganegaraan Indonesia. 11

12 Saleh Danasasmita, Ayatrohaedi, Tien Wartini, dan Undang Ahmad Darsa melakukan penelitian bersama terhadap naskah kuno yang penting terhadap budaya Sunda yaitu Sewaka Darma, Sanghyang Siksakandang Karesian, dan Amanat Galunggung. Tiga kitab ini penting karena berisi ajaran-ajaran hidup antar manusia dan terhadap Tuhan. Pedoman tersebut dapat digunakan untuk menjelaskan kondisi sosial budaya yang ada di dalam naskah Carita Parahiyangan. Pada naskah di atas juga terdapat kesamaan penyebutan nama tokoh yang disebut Pancakusika 14 dan Caturkreta 15. Pancakusika dan Caturkreta berhubungan dengan anggota keluarga kerajaan Galuh sesuai yang tertulis di dalam naskah Carita Parahiyangan. Selain itu, terdapat juga baris yang berhubungan dengan konsep Tritangtu. Konsep tersebut digunakan sebagai ukuran penilaian terhadap jalannya pemerintahan di kerajaan Galuh. Penelitian di atas sebagian besar berfokus pada bidang sastra. Tujuan penelitian untuk membuktikan dan memberikan bantuan pada pembaca yang tidak dapat berbahasa Sunda. Pihak yang juga pernah melakukan penelitian berkaitan dengan Sanjaya adalah pemerintah Kabupaten Ciamis. Penelitian ini hasilnya berupa penyusunan sejarah Kabupaten Ciamis. Hal penting pada penelitian ini adalah adanya penelusuran sejarah hingga ke masa kerajaan Galuh yang berkaitan dengan administrasi. Hal ini menunjukkan bahwa ingatan masyarakat tentang 14 Pancakusika atau Pancaputera adalah anak dari Pemimpinputra (Kandiawan dan Kandiawati) yang terdiri dari Sang Mangukuhan, Sang Katungmaralah, Sang Karungkalah, Sang Sandanggreba, dan Sang Wretikandayun (Danasasmita, 1987:96). 15 Caturkreta terdiri dari Rahyangta Dewaraja, Rahyangta Rawunglangit, Rahyangta di Medang, dan Rahyangta di Menir (Danasasmita, 1987:114). 12

13 kepemimpinan Galuh tetap terjaga oleh tinggalan kepemimpinan dan pemerhati budaya yang terdapat di Kabupaten Ciamis 16. Penelitian-penelitian yang pernah dilakukan terhadap prasasti Canggal dan naskah Carita Parahiyangan oleh para ahli sebagaimana disampaikan di atas masih mendasarkan kajian pada bidang sastra dan sejarah. Skripsi ini membahas kepemimpinan Sanjaya di Kepemimpinan Galuh dengan menggunakan prasasti Canggal dan naskah Carita Parahiyangan. F. Metode Penelitian Penelitian pada skripsi ini secara teknis dilakukan dengan mengidentifikasi aspek-aspek kepemimpinan Sanjaya sebagaimana tertulis pada prasasti Canggal dan naskah Carita Parahiyangan. Tahap pertama adalah melakukan pencarian data yang terdiri dari dua macam. Data pertama adalah prasasti Canggal yang berupa artefak dan tertulis. Prasasti ini disimpan di Museum Nasional nomor inventaris D.4. Prasasti tersebut diteliti secara visual 17, direkam dengan menggunakan skala, dicatat bahan, keadaan dan ukuran, jenis aksara. Prasasti Canggal secara lengkap telah diterbitkan pada buku karangan Poerbatjaraka di atas. Berdasarkan fokus penelitian yang berpusat pada interpretasi isi prasasti, penulis memilih untuk menggunakan karya Poerbatjaraka. 16 Dikutip dari diakses 14 Januari 2016 pukul WIB. 17 Penelitian dengan cara melihat langsung temuan dan mencatat keadaan terkini serta ukuran aslinya. 13

14 Sumber data kedua adalah naskah Carita Parahiyangan yang berbentuk lontar berada di Perpustakaan Nasional Republik Indonesia Bagian Koleksi Naskah Kuna nomor K Isi naskah yang digunakan adalah bagian IX-XIV yang berkaitan dengan kepemimpinan Sanjaya di Kepemimpinan Galuh. Terjemahan dari Prof. Atja dan Saleh Danasasmita digunakan sebagai sumber kajian mengingat keahlian para penulisnya yang tidak diragukan lagi dalam hal membaca aksara dan bahasa Sunda Kuno. Tahap kedua adalah melakukan kritik ekstern dan intern prasasti dan naskah. Kritik ekstern pada prasasti dilakukan dengan deskripsi fisik yaitu ukuran bentuk, bahan, aksara, lokasi dan dikumentasi. Kritik intern yaitu penjelasan tentang isi pada prasasti dan naskah. Pada tahap ini disajikan kembali ktitik ekstern dan intern untuk naskah Carita Parahiyangan yang pernah dilakukan oleh Atja. Penulis dalam hal ini mengalami keterbatasan dalam proses kritik naskah karena penggunaan naskah yang terbatas berdasarkan aturan dari PNRI. Selanjutnya dilakukan klasifikasi menurut isinya. Pada prasasti Canggal dibagi menjadi tiga yang pertama tentang pujian dewa, kedua tentang Sanjaya, dan ketiga tentang wilayah. Naskah Carita Parahiyangan dibagi menjadi dua bagian, yang pertama tentang pemimpin-pemimpin sebelum Sanjaya dan yang kedua adalah tentang masa kepemimpinan Sanjaya. Uraian yang telah dibuat pada masingmasing bagian kemudian dianalisis untuk mengetahui kepemimpinan Sanjaya. 18 Kropak adalah nomor katalog kumpulan naskah kuno di PNRI. Penulisan Kropak selanjutnya huruf K saja. 14

15 Tahap ketiga adalah analisis aspek. Dilakukan dengan cara meneliti hubungan antara aspek kepemimpinan Sanjaya sebagaimana terdapat dalam prasasti Canggal dan naskah Carita Parahiyangan dengan Astabrata dan Tritangtu. Uraian kepemimpinan yang terdapat pada bagian kritik intern menjadi dasar untuk dikaji dengan konsep kepemimpinan. Hasil analisis ini adalah hubungan antara aspek dan konsep. Tahap akhir adalah penarikan kesimpulan dari analisis yang telah dilakukan untuk menjawab pertanyaan masalah tentang kepemimpinan. Sanjaya sebagai seorang pemimpin wajib menjalankan seluruh tugas sebaik mungkin sebagaimana terdapat pada Astabrata dan Tritangtu. 15

BAB I PENDAHULUAN. Mengenai tokoh Sanjaya sebagai pendiri Kerajaan Mataram Hindu di Jawa Tengah

BAB I PENDAHULUAN. Mengenai tokoh Sanjaya sebagai pendiri Kerajaan Mataram Hindu di Jawa Tengah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mengenai tokoh Sanjaya sebagai pendiri Kerajaan Mataram Hindu di Jawa Tengah sebenarnya masih menjadi bahan perdebatan hingga saat ini. Jati diri Sanjaya yang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Beberapa artefak yang ditemukan di Indonesia pada awal Masehi memperlihatkan unsur-unsur kebudayaan India sehingga hal tersebut menunjukkan bahwa bangsa India telah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dulu sampai saat ini. Warisan budaya berupa naskah tersebut bermacam-macam

BAB 1 PENDAHULUAN. dulu sampai saat ini. Warisan budaya berupa naskah tersebut bermacam-macam BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Naskah kuno adalah benda budaya yang merekam informasi dan pengetahuan masyarakat lampau yang diturunkan secara turun temurun semenjak dulu sampai saat ini. Warisan

Lebih terperinci

Kerajaan Mataram Kuno

Kerajaan Mataram Kuno Kerajaan Mataram Kuno KELOMPOK 4 : ADI AYU RANI DEYDRA BELLA A. GHANA N.P. PUSAKHA S.W.Q (01) (Notulen) (08) (Moderator) (11) (Anggota) (20) (Ketua) Kerajaan Mataram (Hindu-Buddha), sering disebut dengan

Lebih terperinci

5. (775 M) M M M 9. (832 M) 10. (842 M) 11. (850 M) 12. (856 M) 13. (863 M) 14. (880 M) 15. (907 M) 16.

5. (775 M) M M M 9. (832 M) 10. (842 M) 11. (850 M) 12. (856 M) 13. (863 M) 14. (880 M) 15. (907 M) 16. MATARAM 1. Prasasti Tuk Mas 2. Prasasti Sojomerto (akhir abad 7) 3. Prasasti Canggal (732 M) 4. Prasasti Plumpungan 750 M 5. Prasasti Ligor B (775 M) 6. Prasasti Kalasan 778 M 7. Prasasti Kelurak 782 M

Lebih terperinci

SUNDA, PRIANGAN, DAN JAWA BARAT

SUNDA, PRIANGAN, DAN JAWA BARAT SUNDA, PRIANGAN, DAN JAWA BARAT MAKALAH Disampaikan dalam Diskusi Hari Jadi Jawa Barat Diselenggarakan oleh Harian Umum Pikiran Rakyat Bekerja Sama dengan Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Jawa Barat pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ilmiah tentang peninggalan masa lalu manusia. Di dalam ilmu arkeologi terdapat subsub

BAB I PENDAHULUAN. ilmiah tentang peninggalan masa lalu manusia. Di dalam ilmu arkeologi terdapat subsub BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG PERMASALAHAN Rekonstruksi kehidupan masa lalu manusia merupakan pekerjaan yang tidak putus bagi akademisi dan peneliti dari disiplin arkeologi. Arkeologi melakukan

Lebih terperinci

KONTROVERSI TENTANG NASKAH WANGSAKERTA

KONTROVERSI TENTANG NASKAH WANGSAKERTA HUMANIORA Nina H. Lubis VOLUME 14 No. 1 Februari 2002 Halaman 20-26 KONTROVERSI TENTANG NASKAH WANGSAKERTA Nina H. Lubis* Pengantar ada awal tahun 2002, di surat kabar terbesar di Jawa Barat, muncul perdebatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Sejarah kebudayaan periode Indonesia Hindu-Budha diawali dengan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Sejarah kebudayaan periode Indonesia Hindu-Budha diawali dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Sejarah kebudayaan periode Indonesia Hindu-Budha diawali dengan masuknya pengaruh India di Indonesia hingga melemah dan berakhirnya pengaruh tersebut karena

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Media tulis prasasti terdiri atas beberapa jenis antara lain :

BAB I PENDAHULUAN. Media tulis prasasti terdiri atas beberapa jenis antara lain : 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Prasasti adalah suatu putusan resmi yang di dalamnya memuat sajak untuk memuji raja, atas karunia yang diberikan kepada bawahannya, agar hak tersebut sah dan dapat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Naskah naskah..., Andriyati Rahayu, FIB UI., Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. Naskah naskah..., Andriyati Rahayu, FIB UI., Universitas Indonesia 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengetahuan tentang kebudayaan kita di masa lampau tergali dari peninggalan masa lalu, termasuk di antaranya adalah naskah. Isi naskah-naskah dapat memberikan gambaran

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN IMPLIKASI PENELITIAN ASTANA GEDE. di Kabupaten Ciamis. Situs Astana Gede merupakan daerah peninggalan

BAB V KESIMPULAN DAN IMPLIKASI PENELITIAN ASTANA GEDE. di Kabupaten Ciamis. Situs Astana Gede merupakan daerah peninggalan BAB V KESIMPULAN DAN IMPLIKASI PENELITIAN ASTANA GEDE A. Kesimpulan Astana Gede Kawali adalah salah satu situs bersejarah yang terdapat di Kabupaten Ciamis. Situs Astana Gede merupakan daerah peninggalan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Zainal Arifin Nugraha, 2013

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Zainal Arifin Nugraha, 2013 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Naskah kuno merupakan hasil kebudayaan suatu bangsa yang tak ternilai harganya. Di dalamnya terdapat nilai-nilai luhur yang ingin disampaikan oleh nenek moyang

Lebih terperinci

PETA KONSEP KERAJAAN-KARAJAAN HINDU BUDDHA DI INDONESIA

PETA KONSEP KERAJAAN-KARAJAAN HINDU BUDDHA DI INDONESIA PETA KONSEP KERAJAAN-KARAJAAN HINDU BUDDHA DI INDONESIA IPS Nama :... Kelas :... 1. Kerajaan Kutai KUTAI Prasasti Mulawarman dari Kutai Raja Kudungga Raja Aswawarman (pembentuk keluarga (dinasti)) Raja

Lebih terperinci

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA 2009

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA 2009 SEJARAH KERAJAAN CIREBON DAN KERAJAAN BANTEN Disusun Oleh Kelompok 3 Rinrin Desti Apriani M. Rendi Arum Sekar Jati Fiqih Fauzi Vebri Ahmad UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA 2009 KERAJAAN CIREBON Kerajaan

Lebih terperinci

Undang Ahmad Darsa, Kunto Sofianto, dan Elis Suryani NS Staf Pengajar Fakultas Sastra Universitas Padjadjaran Jatinangor, Bandung 40600

Undang Ahmad Darsa, Kunto Sofianto, dan Elis Suryani NS Staf Pengajar Fakultas Sastra Universitas Padjadjaran Jatinangor, Bandung 40600 TINJAUAN FILOLOGIS TERHADAP FRAGMEN CARITA PARAHYANGAN: NASKAH SUNDA KUNO ABAD XVI TENTANG GAMBARAN SISTEM PEMERINTAHAN MASYARAKAT SUNDA ABSTRAK Undang Ahmad Darsa, Kunto Sofianto, dan Elis Suryani NS

Lebih terperinci

Prasasti ini dimaksudkan untuk memperingati perintah Rakryan Juru Pangambat pada tahun Saka 854 untuk mengembalikan kekuasaan kepada raja

Prasasti ini dimaksudkan untuk memperingati perintah Rakryan Juru Pangambat pada tahun Saka 854 untuk mengembalikan kekuasaan kepada raja Prasasti ini dimaksudkan untuk memperingati perintah Rakryan Juru Pangambat pada tahun Saka 854 untuk mengembalikan kekuasaan kepada raja Sunda..ba(r) pulihkan haji sunda.. Dengan Sanjaya dalam ki tab

Lebih terperinci

BAB 3 OBJEK DAN METODE PENELITIAN. (Ratna, 2004:34). Metode berfungsi untuk menyederhanakan masalah, sehingga

BAB 3 OBJEK DAN METODE PENELITIAN. (Ratna, 2004:34). Metode berfungsi untuk menyederhanakan masalah, sehingga BAB 3 OBJEK DAN METODE PENELITIAN Metode dapat diartikan sebagai cara, strategi untuk memahami realitas, langkah-langkah sistematis untuk memecahkan rangkaian sebab akibat berikutnya (Ratna, 2004:34).

Lebih terperinci

Sunda, Priangan dan Jawa Barat : Analisis berdasarkan pola gerak sejarah

Sunda, Priangan dan Jawa Barat : Analisis berdasarkan pola gerak sejarah Sunda, Priangan dan Jawa Barat : Analisis berdasarkan pola gerak sejarah Dewasa ini kita mengenal Sunda sebagai sebuah istilah yang identik dengan Priangan dan Jawa Barat. Sunda adalah Priangan, dan Priangan

Lebih terperinci

BAB III AKSARA SUNDA

BAB III AKSARA SUNDA BAB III AKSARA SUNDA 3.1. Perihal Aksara Sunda Aksara Sunda atau yang disebut huruf Kaganga bukan milik sendiri maksudnya adalah aksara Sunda merupakan aksara hasil modifikasi dari aksara aksara daerah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia merupakan gugusan pulau dan kepulauan yang memiliki beragam warisan budaya dari masa lampau. Kekayaan-kekayaan yang merupakan wujud dari aktivitas-aktivitas

Lebih terperinci

Kerajaan Mataram Kuno

Kerajaan Mataram Kuno Kerajaan Mataram Kuno Kerajaan Mataram Kuno (Kerajaan Mataram Hindu atau Kerajaan medang periode jawa tengah) merupakan kelanjutan dari kerajaan kalingga di jawa tengah sekitar abad ke 8 M, yang selanjutnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. ialah bangunan-bangunan purbakala yang biasa disebut candi. Candi-candi ini

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. ialah bangunan-bangunan purbakala yang biasa disebut candi. Candi-candi ini BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pulau Jawa kaya akan peninggalan-peninggalan purbakala, di antaranya ialah bangunan-bangunan purbakala yang biasa disebut candi. Candi-candi ini tersebar di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Prabu Siliwangi adalah seorang sosok raja Sunda dengan pusat. pemerintahan berada pada Pakuan Pajajaran.

BAB I PENDAHULUAN. Prabu Siliwangi adalah seorang sosok raja Sunda dengan pusat. pemerintahan berada pada Pakuan Pajajaran. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Prabu Siliwangi adalah seorang sosok raja Sunda dengan pusat pemerintahan berada pada Pakuan Pajajaran. Kerajaan Pajajaran sendiri adalah nama lain dari Kerajaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. rangkaian dari kebudayaan-kebudayaan masa lalu. Tidak ada salahnya bila ingin

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. rangkaian dari kebudayaan-kebudayaan masa lalu. Tidak ada salahnya bila ingin BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebudayaan suatu bangsa pada masa sekarang ini merupakan suatu rangkaian dari kebudayaan-kebudayaan masa lalu. Tidak ada salahnya bila ingin memahami lebih dalam mengenai

Lebih terperinci

(1) PRR 70 Pala-pala panten tandang, melarang putri kerajaan, (2) PRR 150 Aduh ila-ila teuing!, Aduh, betapa herannya!,

(1) PRR 70 Pala-pala panten tandang, melarang putri kerajaan, (2) PRR 150 Aduh ila-ila teuing!, Aduh, betapa herannya!, NOORDUYN, J. & A. TEEUW (2009). Tiga Pesona Sunda Kuna (Judul Asli: Three Old Sundanese Poems). Bahasan diterjemahkan oleh HAWÉ SETIAWAN; Teks Naskah Sunda Kuna langsung diterjemahkan oleh TIEN WARTINI

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Bab ini akan menguraikan mengenai metode penelitian yang digunakan oleh

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Bab ini akan menguraikan mengenai metode penelitian yang digunakan oleh BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Metodologi Penelitian Bab ini akan menguraikan mengenai metode penelitian yang digunakan oleh penulis dalam mengkaji permasalahan yang berhubungan dengan judul skripsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Nusantara memiliki beberapa jenis kesusastraan yang diciptakan, berkembang dan dilestarikan oleh masyarakat pendukungnya. Salah satu kesusastraan yang berkembang

Lebih terperinci

Kutai Tsabit Azinar Ahmad Jurusan Sejarah, Universitas Negeri Semarang

Kutai Tsabit Azinar Ahmad Jurusan Sejarah, Universitas Negeri Semarang Kutai Tsabit Azinar Ahmad Jurusan Sejarah, Universitas Negeri Semarang Lokasi Sumber-Sumber Yupa berhuruf Pallawa pada awal abad V dan menggunakan bahasa Sanskerta. Sampai sekarang ditemukan 7 Yupa yang

Lebih terperinci

BAB II AKSARA DAN PRASASTI

BAB II AKSARA DAN PRASASTI BAB II AKSARA DAN PRASASTI 2.1. Zaman Praaksara Menurut Matroji dalam buku Sejarah SMA, Zaman Praaksara adalah masa dimana manusia belum mengenal tulisan. Masyarakat yang belum mengenal tulisan berbeda

Lebih terperinci

Prasasti Ciaruteun Suatu teka-teki, Laba-laba atau Lambang Sri? - Esai - Horison Online

Prasasti Ciaruteun Suatu teka-teki, Laba-laba atau Lambang Sri? - Esai - Horison Online Di wilayah Jawa Barat pernah ditemukan lima buah prasasti dari masa Raja Purnawarman dari Tarumanagara. Di antaranya, empat buah, yaitu: 1) Prasasti Tugu dari Tanjung Priok; 2) Prasasti Ciaruteun dan 3)

Lebih terperinci

SD kelas 4 - BAHASA INDONESIA BAB 1. INDAHNYA KEBERSAMAANLatihan Soal 1.7

SD kelas 4 - BAHASA INDONESIA BAB 1. INDAHNYA KEBERSAMAANLatihan Soal 1.7 SD kelas 4 - BAHASA INDONESIA BAB 1. INDAHNYA KEBERSAMAANLatihan Soal 1.7 1. Sejarah Sunda Kata Sunda artinya Bagus/ Baik/ Putih/ Bersih/ Cemerlang, segala sesuatu yang mengandung unsur kebaikan, orang

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA. Bakker, J. W. M Ilmu Prasasti Indonesia. Yogyakarta: Jurusan Sejarah. Budaya IKIP Universitas Sanata Dharma.

DAFTAR PUSTAKA. Bakker, J. W. M Ilmu Prasasti Indonesia. Yogyakarta: Jurusan Sejarah. Budaya IKIP Universitas Sanata Dharma. DAFTAR PUSTAKA Bakker, J. W. M. 1972. Ilmu Prasasti Indonesia. Yogyakarta: Jurusan Sejarah Budaya IKIP Universitas Sanata Dharma. Boechari. 1977. Epigrafi dan Sejarah Indonesia. Melacak Sejarah Kuno Indonesia

Lebih terperinci

Sekilas Sejarah Kerajaan Medang

Sekilas Sejarah Kerajaan Medang Sekilas Sejarah Kerajaan Medang Pendahuluan. Kerajaan Medang (atau sering juga disebut Kerajaan Mataram Kuno atau Kerajaan Mataram Hindu) adalah nama sebuah kerajaan yang berdiri di Jawa Tengah pada abad

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kesusastraan Melayu klasik telah ada sebelum mesin cetak digunakan di

BAB I PENDAHULUAN. Kesusastraan Melayu klasik telah ada sebelum mesin cetak digunakan di 11 BAB I PENDAHULUAN I. Latar Belakang Masalah Kesusastraan Melayu klasik telah ada sebelum mesin cetak digunakan di Nusantara. Pada masa itu, proses reproduksi naskah dilakukan dengan cara disalin. Naskah-naskah

Lebih terperinci

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP) : 1 x pertemuan (2 x 35 menit)

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP) : 1 x pertemuan (2 x 35 menit) RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP) Satuan Pendidikan Kelas/Semester Mata Pelajaran Alokasi waktu : SDN Baciro : VA/1 : Ilmu Pengetahuan Sosial : 1 x pertemuan (2 x 35 menit) Hari/Tanggal : Selasa/02

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Naskah kuno merupakan salah satu warisan nenek moyang yang masih tersimpan dengan baik di beberapa perpustakaan daerah, seperti Perpustakaan Pura Pakualaman dan Museum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang tidak hanya berupa arca atau prasasti, tetapi juga dapat berasal dari naskahnaskah

BAB I PENDAHULUAN. yang tidak hanya berupa arca atau prasasti, tetapi juga dapat berasal dari naskahnaskah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berbagai ilmu pengetahuan yang ada pada jaman sekarang dapat dikatakan merupakan buah pikir dari warisan leluhur. Warisan leluhur dapat berupa artefak yang tidak hanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kepulauan Nusantara yang terletak di kawasan Asia Tenggara sejak kurun waktu yang cukup lama memiliki peradaban dan kebudayaan tinggi yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Butir-butir mutiara kebudayaan Indonesia pada masa lampau sebagai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Butir-butir mutiara kebudayaan Indonesia pada masa lampau sebagai 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Butir-butir mutiara kebudayaan Indonesia pada masa lampau sebagai warisan kebudayaan para leluhur antara lain terdapat di dalam berbagai cerita lisan, benda-benda,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra tulis terdiri dari dua bentuk, yaitu karya sastra tulis yang berbentuk

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra tulis terdiri dari dua bentuk, yaitu karya sastra tulis yang berbentuk 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Karya sastra Indonesia terdiri dari karya sastra lisan dan karya sastra tulis. Karya sastra tulis terdiri dari dua bentuk, yaitu karya sastra tulis yang

Lebih terperinci

2014 SAJARAH CIJULANG

2014 SAJARAH CIJULANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Naskah kuno merupakan salah satu warisan budaya Indonesia dalam bidang keberaksaraan yang telah dilindungi oleh UU RI No. 11 tahun 2010. Ungkapan warisan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Naskah kuno merupakan warisan budaya masa lampau yang penting dan patut

BAB I PENDAHULUAN. Naskah kuno merupakan warisan budaya masa lampau yang penting dan patut 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Naskah kuno merupakan warisan budaya masa lampau yang penting dan patut dilestarikan. Kita juga perlu mempelajarinya karena di dalamnya terkandung nilainilai luhur

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kepulauan Indonesia yang strategis terletak di antara benua Asia dan Australia, sehingga menyebabkan berbagai suku bangsa telah memasuki kepulauan nusantara mulai dari

Lebih terperinci

KERAJAAN TARUMANEGARA

KERAJAAN TARUMANEGARA KERAJAAN TARUMANEGARA Kerajaan Tarumanegara merupakan kerajaan tertua kedua setelah kerajaan Kutai, terletak di Jawa Barat. Seperti halnya dengan kerajaan Kutai, kerajaan Tarumanegara juga prasasti-prasastinya

Lebih terperinci

Cagar Budaya Candi Cangkuang

Cagar Budaya Candi Cangkuang Cagar Budaya Candi Cangkuang 1. Keadaan Umum Desa Cangkuang Desa Cangkuang terletak di Kecamatan Leles, Kabupaten Garut. Desa Cangkuang dikelilingi oleh empat gunung besar di Jawa Barat, yang antara lain

Lebih terperinci

BUKU RENCANA PROGRAM KEGIATAN PEMBELAJARAN SEMESTER ( R P K P S ) DAN BAHAN FILOLOGI NUSANTARA

BUKU RENCANA PROGRAM KEGIATAN PEMBELAJARAN SEMESTER ( R P K P S ) DAN BAHAN FILOLOGI NUSANTARA BUKU RENCANA PROGRAM KEGIATAN PEMBELAJARAN SEMESTER ( R P K P S ) DAN BAHAN FILOLOGI NUSANTARA 1. NAMA MATA KULIAH : FILOLOGI NUSANTARA 2. KODE / SKS : BDN 1224 / 2 SKS 3. PRASARAT : PENGANTAR FILOLOGI

Lebih terperinci

Daftar Pustaka. Atmosudiro, Sumijati Jawa Tengah: Sebuah Potret Warisan Budaya. Jawa Tengah.

Daftar Pustaka. Atmosudiro, Sumijati Jawa Tengah: Sebuah Potret Warisan Budaya. Jawa Tengah. 70 Daftar Pustaka Atmosudiro, Sumijati. 2001. Jawa Tengah: Sebuah Potret Warisan Budaya. Jawa Tengah. Ayatrohaedi. 1978. Kamus Istilah Arkeologi. Jakarta. Bakker S.J.,J.W.M. 1972. Ilmu Prasasti Indonesia.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. teks yang ditulis dengan huruf bahasa daerah atau huruf Arab-Melayu. Naskah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. teks yang ditulis dengan huruf bahasa daerah atau huruf Arab-Melayu. Naskah BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1.1 Kepustakaan yang relevan 1.1.1 Transliterasi Transliterasi merupakan salah satu tahap/langkah dalam penyuntingan teks yang ditulis dengan huruf bahasa daerah atau huruf Arab-Melayu.

Lebih terperinci

BAB III METODE DAN TEKNIK PENELITIAN

BAB III METODE DAN TEKNIK PENELITIAN 29 BAB III METODE DAN TEKNIK PENELITIAN Metode ilmiah dari suatu ilmu pengetahuan adalah segala jalan atau cara dalam rangka ilmu tersebut, untuk sampai kepada kesatuan pengetahuan. Tanpa metode ilmiah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Ketentuan dalam pasal 32 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Ketentuan dalam pasal 32 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ketentuan dalam pasal 32 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menyatakan bahwa Negara memajukan kebudayaan nasional Indonesia di tengah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pikir manusia demi menunjang keberlangsungan hidupnya. Dalam Kamus Besar

BAB I PENDAHULUAN. pikir manusia demi menunjang keberlangsungan hidupnya. Dalam Kamus Besar BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebudayaan merupakan salah satu unsur penting dalam kehidupan manusia. Hal itu disebabkan karena budaya merupakan hasil olah rasa dan olah pikir manusia demi menunjang

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA AKTIVITAS KEAGAMAAN MASYARAKAT KERAJAAN SUNDA ABAD KE-14 HINGGA AWAL ABAD KE-16 MASEHI BERDASARKAN DATA TERTULIS DAN TINGGALAN ARKEOLOGI: SUATU PENELITIAN AWAL SKRIPSI SUCI SEPTIANI

Lebih terperinci

SMA/MA IPS kelas 10 - SEJARAH IPS BAB 6. AKULTURASI BUDAYA INDONESIA DENGAN HINDU BUDHA DAN ISLAMLATIHAN SOAL BAB 6. Ksatria. Waisya.

SMA/MA IPS kelas 10 - SEJARAH IPS BAB 6. AKULTURASI BUDAYA INDONESIA DENGAN HINDU BUDHA DAN ISLAMLATIHAN SOAL BAB 6. Ksatria. Waisya. SMA/MA IPS kelas 10 - SEJARAH IPS BAB 6. AKULTURASI BUDAYA INDONESIA DENGAN HINDU BUDHA DAN ISLAMLATIHAN SOAL BAB 6 1. Berdasarkan letak geografis Indonesia yang berada dalam jalur perdagangan dunia, serta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya-karya peninggalan masa lampau merupakan peninggalan yang menginformasikan buah pikiran, buah perasaan, dan informasi mengenai berbagai segi kehidupan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masyarakat Sunda pada umumnya sudah mengenal dengan kata Siliwangi dan Padjajaran. Kedua kata tersebut banyak digunakan dalam berbagai hal. Mulai dari nama tempat,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penelitian tentang naskah (manuscript, handschrift) Sunda lama boleh

BAB I PENDAHULUAN. Penelitian tentang naskah (manuscript, handschrift) Sunda lama boleh BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Penelitian tentang naskah (manuscript, handschrift) Sunda lama boleh dikatakan terlambat dimulai bila dibandingkan dengan penelitian naskah-naskah berbahasa Melayu atau

Lebih terperinci

Naskah-Naskah Koleksi Merapi-Merbabu Mata Rantai Sejarah Kesusastraan Jawa

Naskah-Naskah Koleksi Merapi-Merbabu Mata Rantai Sejarah Kesusastraan Jawa Naskah-Naskah Koleksi Merapi-Merbabu Mata Rantai Sejarah Kesusastraan Jawa Oleh: Titik Pudjiastuti Makalah disajikan dalam Seminar Naskah-Naskah Merapi-Merbabu Perpustakaan Nasional Republik Indonesia

Lebih terperinci

Prasasti Sojomerto. Dalam Kontek Sejarah Medang. Oleh : Riboet Darmo Soetopo

Prasasti Sojomerto. Dalam Kontek Sejarah Medang. Oleh : Riboet Darmo Soetopo Prasasti Sojomerto Dalam Kontek Sejarah Medang Oleh : Riboet Darmo Soetopo 1. Paleografi Prasasti Sojomerto ditemukan di Sojomerto, kabupaten Pekalongan, Jawa-tengah. Prasasti bermediakan batu, beraksara

Lebih terperinci

Bahasa Sunda dan Arus Globalisasi: Tinjauan Historis Prospektif

Bahasa Sunda dan Arus Globalisasi: Tinjauan Historis Prospektif Bahasa Sunda dan Arus Globalisasi: Tinjauan Historis Prospektif Oleh Reiza D. Dienaputra Makalah Disampaikan sebagai materi presentasi dalam Diskusi Publik tentang Bahasa Sunda dan Arus Globalisasi yang

Lebih terperinci

lebih cepat dan mudah dikenal oleh masyarakat luas daripada teks. Membaca teks

lebih cepat dan mudah dikenal oleh masyarakat luas daripada teks. Membaca teks 3 Relief menjadi media penyampaian pesan karena merupakan media yang lebih cepat dan mudah dikenal oleh masyarakat luas daripada teks. Membaca teks lebih sulit karena diperlukan pengetahuan tentang bahasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. rahmat Allah SWT karena leluhur kita telah mewariskan khazanah kebudayaan

BAB I PENDAHULUAN. rahmat Allah SWT karena leluhur kita telah mewariskan khazanah kebudayaan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bangsa Indonesia adalah bangsa yang besar, yang wajib kita mensyukuri rahmat Allah SWT karena leluhur kita telah mewariskan khazanah kebudayaan yang tidak ternilai

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Objek Penelitian Objek penelitian ini adalah naskah Wawacan Pandita Sawang yang beraksara Arab (Pegon) dan berbahasa Sunda, teks di dalamnya berbentuk puisi/wawacan. Naskah

Lebih terperinci

KERAJAAN HINDU-BUDHA DAN ISLAM DI INDONESIA BESERTA PENINGGALANNYA

KERAJAAN HINDU-BUDHA DAN ISLAM DI INDONESIA BESERTA PENINGGALANNYA KERAJAAN HINDU-BUDHA DAN ISLAM DI INDONESIA BESERTA PENINGGALANNYA STANDAR KOMPETENSI: 1. Menghargai berbagai peninggalan dan tokoh sejarah yang berskala nasional pada masa Hindu-Budha dan Islam, keragaman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terutama kesaksian tangan pertama yang disusun oleh bangsa yang bersangkutan

BAB I PENDAHULUAN. terutama kesaksian tangan pertama yang disusun oleh bangsa yang bersangkutan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah 1.1.1 Latar Belakang Pada hakikatnya peninggalan suatu bangsa yang lebih memadai untuk keperluan penelitian kebudayaan maupun sejarah adalah kesaksian tertulis,

Lebih terperinci

3. Kehidupan ekonomi kerajaan Kalingga :

3. Kehidupan ekonomi kerajaan Kalingga : Kerajaan Kalingga 1. Sejarah kerajaan Kalingga dimulai pada abad ke-6 dan merupakan sebuah kerajaan dengan gaya India yang terletak di pesisir utara Jawa Tengah. Belum diketahui secara pasti dimana pusat

Lebih terperinci

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN NO: 1 Mata Pelajaran : Program Studi IPA (Sejarah) Kelas/Semester : XI/1 Materi Pokok : Kerajaan Kutai dan Tarumanegara Pertemuan Ke- : 1 Alokasi Waktu : 1 x pertemuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Koentjaraningrat mengatakan bahwa kata budaya berasal dari bahasa Sanksekerta budhayah yang berasal dari bentuk jamak kata budhi yang berarti budi dan akal. Kebudayaan

Lebih terperinci

2015 KRITIK TEKS DAN TINJAUAN KANDUNGAN ISI NASKAH WAWACAN PANDITA SAWANG

2015 KRITIK TEKS DAN TINJAUAN KANDUNGAN ISI NASKAH WAWACAN PANDITA SAWANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kondisi pernasakahan di Indonesia bisa dikatakan sangat kurang peminat, dalam hal ini penelitian yang dilakukan terhadap naskah. Sedikitnya penelitian terhadap

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia sebagai negara berkembang tentu ingin peristiwa sejarah kerajaan dalam negerinya dapat dikenal oleh masyarakat luar. Tetapi hal seperti ini sangat sulit untuk

Lebih terperinci

Teks, Tekstologi, dan Kritik Teks

Teks, Tekstologi, dan Kritik Teks Teks, Tekstologi, dan Kritik Teks Oleh: Tedi Permadi Program Studi Bahasa dan Sastra Indonesia Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Fakultas Pendidikan Bahasa dan Seni - Universitas Pendidikan

Lebih terperinci

BAB III OBJEK DAN METODE PENELITIAN

BAB III OBJEK DAN METODE PENELITIAN 39 BAB III OBJEK DAN METODE PENELITIAN 3.1 Objek Penelitian Studi filologi merupakan disiplin ilmu yang memanfaatkan naskah naskah sebagai objek kajiannya. Naskah sebagai objek penelitian filologi dikaji

Lebih terperinci

BAB III OBJEK, METODE, DAN TEKNIK PENELITIAN

BAB III OBJEK, METODE, DAN TEKNIK PENELITIAN BAB III OBJEK, METODE, DAN TEKNIK PENELITIAN 3.1 Objek Penelitian Objek dalam penelitian ini adalah naskah Sunda berjudul Sajarah Cijulang (SC). Naskah SC merupakan naskah yang berada di kalangan masyarakat.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Pada masa lalu, wilayah nusantara merupakan jalur perdagangan asing

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Pada masa lalu, wilayah nusantara merupakan jalur perdagangan asing BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pada masa lalu, wilayah nusantara merupakan jalur perdagangan asing yang sangat strategis, yang terletak di tengah-tengah jalur perdagangan yang menghubungkan antara

Lebih terperinci

MATERI USBN SEJARAH INDONESIA. 6. Mohammad Ali : Sejarah adalah berbagai bentuk penggambaran tentang pengalaman kolektif di masa lampau

MATERI USBN SEJARAH INDONESIA. 6. Mohammad Ali : Sejarah adalah berbagai bentuk penggambaran tentang pengalaman kolektif di masa lampau MATERI USBN SEJARAH INDONESIA PENGERTIAN DAN RUANG LINGKUP ILMU SEJARAH 1. PENGERTIAN SEJARAH Istilah Sejarah berasal dari bahasa Arab yaitu Syajaratun yang berarti Pohon. Penggunaan kata tersebut dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terbesar di dunia. Perkembangan Islam di Indonesia khususnya pulau Jawa sangat

BAB I PENDAHULUAN. terbesar di dunia. Perkembangan Islam di Indonesia khususnya pulau Jawa sangat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan Negara dengan penduduk pemeluk agama Islam terbesar di dunia. Perkembangan Islam di Indonesia khususnya pulau Jawa sangat pesat, hal ini tak luput

Lebih terperinci

TINJAUAN VISUAL AKSARA PADA PRASASTI BATU TULIS BOGOR

TINJAUAN VISUAL AKSARA PADA PRASASTI BATU TULIS BOGOR TINJAUAN VISUAL AKSARA PADA PRASASTI BATU TULIS BOGOR DK 38315 Skripsi Semester II 2009 / 2010 Oleh : Nevy Astuti Kumalasari 51906004 Program Studi Desain Komunikasi Visual FAKULTAS DESAIN UNIVERSITAS

Lebih terperinci

SEJARAH PERKEMBANGAN KAWASAN LAMONGAN ( )

SEJARAH PERKEMBANGAN KAWASAN LAMONGAN ( ) SEJARAH PERKEMBANGAN KAWASAN LAMONGAN (1569-1942) Nanik Prasasti Program Studi Pendidikan Sejarah Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Malang Jl. Semarang 5 Malang E-mail : nanikpeace@ymail.com Abstrak

Lebih terperinci

Jakarta dulu dan Kini Senin, 22 Juni :55

Jakarta dulu dan Kini Senin, 22 Juni :55 Jakarta bermula dari sebuah bandar kecil di muara Sungai Ciliwung sekitar 500 tahun silam. Selama berabad-abad kemudian kota bandar ini berkembang menjadi pusat perdagangan internasional yang ramai. Pengetahuan

Lebih terperinci

MATA KULIAH BAHASA INDONESIA

MATA KULIAH BAHASA INDONESIA Modul ke: MATA KULIAH BAHASA INDONESIA 03 Fakultas EKONOMI DAN BISNIS Program Studi Akuntansi www.mercubuana.ac.id KEDUDUKAN DAN FUNGSI BAHASA INDONESIA SUPRIYADI, M.Pd. HP. 0815 1300 7353/ 0812 9479 4583

Lebih terperinci

KAJIAN STRUKTURAL DALAM SERAT PARARATON: KEN ANGROK

KAJIAN STRUKTURAL DALAM SERAT PARARATON: KEN ANGROK KAJIAN STRUKTURAL DALAM SERAT PARARATON: KEN ANGROK Oleh : Diana Prastika program studi pendidikan bahasa dan sastra jawa diana_prastika@yahoo.co.id Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan:

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA 8 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka 1. Konsep Tinjauan Historis Secara etimologis tinjauan historis terdiri dari dua kata yakni tinjauan dan historis. kata tinjauan dalam bahasa Indonesia berasal

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG HARI JADI KABUPATEN SEMARANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SEMARANG,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG HARI JADI KABUPATEN SEMARANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SEMARANG, BUPATI SEMARANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG HARI JADI KABUPATEN SEMARANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SEMARANG, Menimbang : a. bahwa berdasarkan catatan dan

Lebih terperinci

SEJARAH KOLEKSI NASKAH MERAPI-MERBABU DI PERPUSTAKAAN NASIONAL RI

SEJARAH KOLEKSI NASKAH MERAPI-MERBABU DI PERPUSTAKAAN NASIONAL RI SEJARAH KOLEKSI NASKAH MERAPI-MERBABU DI PERPUSTAKAAN NASIONAL RI Oleh: Agung Kriswanto Bidang Layanan Koleksi Khusus Pusat Jasa Perpustakaan dan Informasi Pendahuluan Kelompok koleksi naskah Merapi-Merbabu

Lebih terperinci

2016 TEKS NASKAH SAWER PANGANTEN: KRITIK, EDISI, DAN TINJAUAN FUNGSI

2016 TEKS NASKAH SAWER PANGANTEN: KRITIK, EDISI, DAN TINJAUAN FUNGSI 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Naskah merupakan hasil medium tulis yang digunakan pada sastra klasik. Isi naskah tersebut dapat meliputi semua aspek kehidupan budaya bangsa yang bersangkutan

Lebih terperinci

BAB 5 PENUTUP. Penelitian ini merupakan penelusuran sejarah permukiman di kota Depok,

BAB 5 PENUTUP. Penelitian ini merupakan penelusuran sejarah permukiman di kota Depok, BAB 5 PENUTUP 5.1 Hasil Penelitian Penelitian ini merupakan penelusuran sejarah permukiman di kota Depok, yaitu untuk menjawab pertanyaan mengenai sejak kapan permukiman di Depok telah ada, juga bagaimana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. rakyat, sejarah, budi pekerti, piwulang, dll. (Nindya 2010:1). Manfaat dalam

BAB I PENDAHULUAN. rakyat, sejarah, budi pekerti, piwulang, dll. (Nindya 2010:1). Manfaat dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Naskah kuna mempunyai peran penting dalam peradaban umat manusia, karena naskah kuna berisi berbagai macam tulisan tentang: adat istiadat, cerita rakyat, sejarah, budi

Lebih terperinci

SERAT MUMULEN (SUNTINGAN TEKS DAN KAJIAN SEMIOTIK)

SERAT MUMULEN (SUNTINGAN TEKS DAN KAJIAN SEMIOTIK) SERAT MUMULEN (SUNTINGAN TEKS DAN KAJIAN SEMIOTIK) SKRIPSI Diajukan untuk Menempuh Ujian Sarjana Program Strata 1 dalam Ilmu Sastra Indonesia Oleh: Ika Cahyaningrum A2A 008 057 FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk mengembangkan serta menggalakan dunia kepariwisataan kini semakin giat

BAB I PENDAHULUAN. untuk mengembangkan serta menggalakan dunia kepariwisataan kini semakin giat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengembangan terhadap dunia kepariwisataan di Indonesia menjadi salah satu komoditas dan sumber pendapatan devisa negara yang cukup besar dan usaha untuk mengembangkan

Lebih terperinci

Lampiran 1. Surat Keterangan Penelitian

Lampiran 1. Surat Keterangan Penelitian LAMPIRAN 76 Lampiran 1. Surat Keterangan Penelitian 77 Lampiran 2. Silabus Mata Pelajaran Sejarah Kelas X SMA Kristen Satya Wacana 2011/2012 78 79 80 Lampiran 3. Hasil UTS-1 Kelas X-5 SMA Kristen Satya

Lebih terperinci

METODE EDISI: STEMMA

METODE EDISI: STEMMA METODE EDISI: STEMMA Oleh: Tedi Permadi Program Studi Bahasa dan Sastra Indonesia Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Fakultas Pendidikan Bahasa dan Seni - Universitas Pendidikan Indonesia Objek

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat berupa benda (tangible culture) atau budaya-budaya non-benda (intangible

BAB I PENDAHULUAN. dapat berupa benda (tangible culture) atau budaya-budaya non-benda (intangible BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara di dunia yang memiliki banyak kekayaan kebudayaan yang tak ternilai harganya. Kebudayaan yang dimaksud dapat berupa benda (tangible

Lebih terperinci

Nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila telah ada di Indonesia pada bangsa Indonesia sejak zaman dahulu sebelum bangsa Indonesia terbentuk

Nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila telah ada di Indonesia pada bangsa Indonesia sejak zaman dahulu sebelum bangsa Indonesia terbentuk Nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila telah ada di Indonesia pada bangsa Indonesia sejak zaman dahulu sebelum bangsa Indonesia terbentuk Proses perumusan materi Pancasila secara formal dilakukan

Lebih terperinci

KESASTRAAN MELAYU KLASIK oleh Halimah FPBS UPI Bandung

KESASTRAAN MELAYU KLASIK oleh Halimah FPBS UPI Bandung KESASTRAAN MELAYU KLASIK oleh Halimah FPBS UPI Bandung Nama Melayu pertama kali dipakai sebagai nama kerajaan tua di daerah Jambi di tepi sungai Batang hari. Peninggalan paling tua dari bahasa Melayu adalah

Lebih terperinci

Mainan Edukatif Untuk Pembelajaran Aksara Sunda di Sekolah Dasar

Mainan Edukatif Untuk Pembelajaran Aksara Sunda di Sekolah Dasar Mainan Edukatif Untuk Pembelajaran Aksara Sunda di Sekolah Dasar UKSA (Ulin Aksara Sunda) Disusun Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memenuhi Tugas Akhir Desain Produk Oleh : Muhammad Iqbal Musthafa NIM 17503004

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA. Boechari Candi dan Lingkungannya dalam PIA I. Jakarta: Puslit Arkenas.

DAFTAR PUSTAKA. Boechari Candi dan Lingkungannya dalam PIA I. Jakarta: Puslit Arkenas. DAFTAR PUSTAKA Atmodjo, M. M. Sukarto K. 1979. Struktur Masyarakat Jawa Kuna Pada Jaman Mataram Hindu dan Majapahit. Yogyakarta: Pusat Penelitian dan Studi Pedesaan & Kawasan Universitas Gadjah Mada. Baker,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Periode perjuangan tahun sering disebut dengan masa

BAB I PENDAHULUAN. Periode perjuangan tahun sering disebut dengan masa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Periode perjuangan tahun 1945-1949 sering disebut dengan masa perjuangan revolusi fisik atau periode perang mempertahankan kemerdekaan. Periode tersebut merupakan

Lebih terperinci

Forum Bina Prestasi DI UNDUH DARI YUDHISTIRA LEARNING CENTER. Anggota Ikapi

Forum Bina Prestasi DI UNDUH DARI YUDHISTIRA LEARNING CENTER. Anggota Ikapi Forum Bina Prestasi Anggota Ikapi Pendalaman Buku Teks Tematik Pahlawanku 4E Kelas IV SD Penyusun Forum Bina Prestasi Pramita Indriani Damarasih Sumiyono Untari Teguh Purwantari Sutarman Editor Indriani

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yaitu animisme dan dinamisme. Setelah itu barulah masuk agama Hindu ke

BAB I PENDAHULUAN. yaitu animisme dan dinamisme. Setelah itu barulah masuk agama Hindu ke 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sebelum datangnya Islam masyarakat Indonesia masih percaya akan kekuatan roh nenek moyang yang merupakan sebuah kepercayaan lokal yaitu animisme dan dinamisme.

Lebih terperinci

NASKAH KH ANWAR RANJI WETAN MAJALENGKA. (Kajian Filologis) Proposal Skripsi

NASKAH KH ANWAR RANJI WETAN MAJALENGKA. (Kajian Filologis) Proposal Skripsi 1 NASKAH KH ANWAR RANJI WETAN MAJALENGKA (Kajian Filologis) Proposal Skripsi Oleh : Reza Sukma Nugraha 206500034 Jurusan Bahasa dan Sastra Arab Fakultas Adab dan Humaniora UIN Sunan Gunung Djati Bandung

Lebih terperinci