BAB V PENGUKURAN KAYU

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB V PENGUKURAN KAYU"

Transkripsi

1 SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2017 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN TEKNIK REHABILITASI DAN REKLAMASI HUTAN BAB V PENGUKURAN KAYU DR RINA MARINA MASRI, MP KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL GURU DAN TENAGA KEPENDIDIKAN 2017

2 BAB V PENGUKURAN KAYU (Sumber : Dasar Hukum 1. Undang-Undang Nomor 41 tahun 1999 jo. Undang-Undang Nomor 19Tahun 2004 tentang Kehutanan. 2. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2007 jo.nomor 3 Tahun 2008 tentang Tata Hutan dan Penyusunan RencanaPengelolaan Hutan serta Pemanfaatan Hutan. 3. Peraturan Menteri Kehutanan Nomor : P.55/Menhut-II/2006 jo.p.63/menhut-ii/2006 tentang Penatausahaan Hasil Hutan yang Berasaldari Hutan Negara. 4. Keputusan Menteri Kehutanan Nomor : 87/Kpts-II/2003 tentang Pengukuran dan Pengujian Hasil Hutan. 5. Keputusan Direktur Jenderal Bina Produksi Kehutanan Nomor : SK.68/VI-BPPHH/2005 tentang Metode Pengukuran dan Tabel Isi Kayu Bulat Rimba Indonesia. 6. Keputusan Direktur Jenderal Bina Produksi Kehutanan Nomor : P. 04/VI-BPPHH/2005 tentang Perubahan Keputusan Dirjen Bina Produksi KehutananNomor SK. 68/VI- BPPHH/2005 tentang Metode Pengukuran dan Tabel Isi Kayu Bulat Rimba Indonesia. 7. Peraturan Dirjen Bina Produksi Kehutanan Nomor : P.05/VI-BIKPHH/2008tentang Perubahan Peraturan Dirjen Bina Produksi Kehutanan Nomor :P.02/VI-BIKPHH/2008 tentang Angka Konversi Volume Tumpukan StapelMeter (SM) ke Dalam Volume Satuan Kubik (M³) Kayu Bulat Kecil (KBK). 8. Surat Keputusan Dirjen Bina Produksi Kehutanan Nomor : 58/Kpts/VI-Olah/2003 tentang Peralatan Pengukuran dan Pengujian Hasil Hutan. 1

3 Pengertian-Pengertian 1. Kayu Bulat Rimba adalah bagian batang/cabang dari semua jenis kayu selain jenis kayu jati, terdiri dari kayu bulat asal hutan alam, kayu bulat asal hutan tanaman dan kayu bulat mewah. 2. Kayu Bulat Besar (KBB) adalah kayu bulat yang berdiameter 30 cm atau lebih. 3. Kayu Bulat Kecil (KBK) adalah kayu bulat yang berdiameter kurang dari 30cm. 4. Pengukuran kayu bulat rimba adalah suatu kegiatan untukmengetahui/menetapkan panjang kayu, diameter kayu dalam rangkamenetapkan isi (volume). 5. Petugas yang berwenang adalah Penguji atau Pengawas Penguji Kayu Bulat Rimba sebagai tenaga ahli yang berkualifikasi dan yang ditunjuk oleh DirekturJenderal Bina Produksi Kehutanan. 6. Penguji kayu bulat rimba adalah petugas kehutanan tertentu atau petugas perusahaan yang telah berkualifikasi, diberikan tugas dan wewenang untuk melaksanakan pengukuran dan pengujian kayu bulat rimba. 7. Pengawas Penguji Kayu Bulat Rimba Indonesia (PPKBRI) adalah petugas kehutanan tertentu atau petugas kehutanan yang bekerja di Perhutani yang telah berkualifikasi, diberikan tugas dan wewenang untuk melakukan pengawasan terhadap pekerjaan dan hasil kerja Penguji kayu bulat rimba. 8. Peralatan pengukuran adalah alat-alat yang digunakan dalam pelaksanaan kegiatan pengukuran untuk mengetahui panjang dan diameter kayu bulat rimba. 9. Bontos adalah penampang melintang kayu bulat, yang terdiri dari bontos yang berukuran lebih besar atau bontos pangkal (Bp) dan bontos yang berukuran lebih kecil atau bontos ujung (Bu). 10. Cacat adalah kelainan yang terdapat pada kayu yang dapat mempengaruhi mutu/ kualitas dan atau isi (volume) bersih kayu. 11. Cacat bontos adalah cacat yang terdapat pada bontos kayu bulat. Cacat bontos yang dapat mengurangi (mereduksi) isi adalah teras busuk (Tb) dan gerowong(gr). 2

4 12. Cacat gubal adalah cacat yang terdapat pada badan kayu bulat, cacat gubal yang dapat mengurangi (mereduksi) isi adalah gubal busuk (Gb) dan lubang gerek besar (Lgb) > 10 buah/tmp. 13. Diameter (d) adalah angka rata-rata dari diameter pangkal (dp) dan diameter ujung (du). 14. Diameter pangkal (dp) adalah angka rata-rata garis tengah terpendek (d1) dan garis tengah terpanjang (d2) pada bontos pangkal (Bp) melalui pusat bontos. 15. Diameter ujung (du) adalah angka rata-rata garis tengah terpendek (d3) dan garis tengah terpanjang (d4) pada bontos ujung (Bu) melalui pusat bontos. 16. Gerowong (Gr) adalah lubang pada bontos ke arah panjang kayu, baik tembus maupun tidak tembus ke bontos yang lain tanpa atau dengan tanda-tanda pembusukan. 17. Gubal (Gu) adalah bagian kayu antara kulit dan teras, pada umumnya berwarna lebih terang dari kayu teras. 18. Gubal busuk (Gb) adalah gubal yang telah mengalami pembusukan, dicirikan oleh rapuhnya bagian badan. 19. Isi kotor (Ik) adalah isi kayu bulat yang didapat dari hasil perhitungan dengan menggunakan rumus Brereton Metric yang didasarkan pada hasil pengukuran panjang kayu bulat (p) dan diameter kayu bulat (d) dinyatakan dalam satuan meter kubik (m3). Dalam penghitungan isi kotor ini masih termasuk adanya cacat, teras busuk, gerowong, gubal busuk dan lubang gerek besar (Lgb) >10 buah/tmp. 20. Isi bersih (Ib) adalah isi kayu bulat yang bebas dari cacat teras busuk, gerowong, gubal busuk dan lubang gerek besar (Lgb) >10 buah/tmp. 21. Isi cacat (Ic) adalah isi kayu bulat yang mengandung cacat teras busuk, gerowong, gubal busuk dan lubang gerek besar (Lgb) >10 buah/tmp. 22. Panjang (p) adalah jarak terpendek antara kedua bontos dan sejajar dengan sumbu kayu. 23. Pusat bontos adalah titik tengah lingkaran bontos. 24. Reduksi adalah pengurangan isi kayu bulat yang disebabkan oleh adanya teras busuk, gerowong dan atau gubal busuk dan lubang gerek besar (Lgb)>10 buah/tmp 25. Spilasi adalah pengurangan ukuran pada panjang kayu bulat rimba. 3

5 26. Tabel isi adalah daftar yang memuat angka-angka dalam satuan meter kubik (m 3 ) yang didapat dari hasil perhitungan dengan menggunakan rumus isi Brereton Metric untuk mencari/menetapkan isi kayu bulat rimba, yang terdiridari Tabel A (tabel isi kayu bulat asal hutan alam dan hutan tanaman yangpanjangnya lebih dari 5 meter) dan Tabel B (untuk hutan tanaman yang panjangnya 5 meter atau kurang). 27. Tabel reduksi adalah daftar yang memuat angka-angka dalam satuan persen yang terdiri dari Tabel C adalah tabel reduksi cacat bontos dan Tabel D adalah tabel reduksi cacat gubal. 28. Teras (Te) adalah bagian kayu yang terletak antara hati dan gubal, teras berdasarkan keadaannya digolongkan menjadi teras sehat, teras rapuh dan teras busuk. 29. Teras busuk (Tb) adalah teras yang memperlihatkan tanda-tanda pembusukan dan mereduksi isi kayu bulat. 30. Teras rapuh (Tr) adalah teras yang memperlihatkan kerapuhan yang abnormal. 31. Tiap meter panjang (tmp) adalah setiap satu meter panjang kayu dimulai dari bontos pangkal. 32. Toleransi adalah batas penyimpangan yang masih diperkenankan. 33. Kayu bulat mewah adalah kayu bulat rimba dari jenis : Eboni (Diospyrosspp), Sonokeling (Dalbergia latifolia Roxb), Sonokembang (Pterocarpus indicus Willd), Kuku (Pericopsis spp), Weru (Albizzia procera benth) dan Rengas Burung (Melanorrhoea allichii Hook.f). 34. Stapel meter (sm) adalah satuan isi tumpukan. SORTIMEN KAYU BULAT RIMBA INDONESIA A. Berdasarkan SNI Nomor : Kayu Bundar Besar (KBB) adalah kayu bundar dengan ukuran diameter 30 cm atau lebih 2. Kayu Bundar Sedang (KBS) adalah kayu bundar dengan ukuran diameter 20 cm sampai dengan 29 cm 3. Kayu Bundar Kecil (KBK) adalah kayu bundar dengan ukuran diameterkurang dari 20 cm 4

6 B. Berdasarkan Surat Keputusan Dirjen Bina Produksi Kehutanan Nomor :68/VI-BPPHP/2004 tentang Metode Pengukuran dan Tabel Isi Kayu Bulat Rimba Indonesia 1. Kayu Bulat Besar (KBB) adalah kayu bulat yang berdiameter 30 cm atau lebih. 2. Kayu Bulat Sedang (KBS) adalah kayu bulat yang berdiameter 20 cm sampaidengan 29 cm. 3. Kayu Bulat Kecil (KBK) adalah kayu yang mempunyai diameter kurang dari 20 (tiga puluh) cm. C. Berdasarkan Peraturan Menteri Kehutanan Nomor : P.55/Menhut-II/2006 jo.p63/menhut- II/2006 tentang Penata usahaan Hutan yang Berasal dari hutan Negara: 1. Kayu Bulat (KB) adalah bagian dari pohon yang ditebang dan dipotongmenjadi batang dengan ukuran diameter 30 (tiga puluh) cm atau lebih. 2. Kayu Bulat Kecil (KBK) adalah pengelompokan kayu yang terdiri dari kayu dengan diameter kurang dari 30 (tiga puluh) cm, cerucuk, tiang jermal, tiang pancang, galangan rel, cabang, kayu bakar, bahan arang, dan kayu bulat dengan diameter 30 (tiga puluh) cm atau lebih berupa kayu sisa pembagian batang, tonggak atau kayu yang direduksi karena mengalami cacat/busuk bagian hati pohon/gerowong lebih dari 40% (empat puluh persen). SISTEM SATUAN UKURAN DAN PERALATAN PENGUKURAN A. Sistem Satuan Ukuran Sistem satuan ukuran yang dipergunakan dalam pengukuran kayu bulat rimba adalah sistem metrik, yaitu sistem ukuran yang menggunakan centimeter dan meter kubik. B. Peralatan Pengukuran (1) Peralatan pengukuran kayu bulat rimba terdiri dari :a. Tongkat ukur (scale stick) untuk mengukur garis tengah kayu bulat; b. Pita ukur yang terbuat dari bahan yang tidak mudah berkembang dan susutserta tidak mudah patah atau putus dan mudah dipergunakan untukmengukur panjang kayu bulat. 5

7 (2) Peralatan pengukuran kayu bulat rimba sebagaimana pada butir (1) di atas harus dilaporkan dan diregister oleh Balai Pemantauan Pemanfaatan HutanProduksi dan untuk menjamin ketepatan ukuran, maka secara periodik harusdikalibrasi oleh instansi yang berwenang. PELAKSANAAN PENGUKURAN KAYU BULAT RIMBA INDONESIA A. Pelaksana Pengukuran Pengukuran kayu bulat rimba dilaksanakan oleh Penguji Kayu Bulat Rimba Indonesia (PKBRI) di tempat penebangan (blok tebangan) atau tempat pengumpulan kayu (TPn) atau ditempat penimbunan kayu (TPK) sesuai dengan kepentingannya. Pemeriksaan hasil pengukuran dilakukan oleh Pengawas Penguji Kayu Bulat Rimba Indonesia (PPKBRI) baik yang bertugas sebagai Pejabat Pengesah Laporan Hasil Produksi (P2LHP) atau Pejabat Penerbit Surat Keterangan Sahnya Hasil Hutan (P2SKSHH) atau Petugas Pemeriksa Penerima Kayu Bulat (P3KB) sesuai dengan ketentuan, di tempat tugasnya masing-masing. B. Syarat Pembuatan Kayu bulat rimba sebelum dilakukan pengukuran harus bebas cabang/ranting, telah dikuliti dan kedua bontosnya dipotong siku dan rata. Kayu bulat yang diukur harus tersusun sedemikian rupa sehingga memudahkan untuk dapat dilakukan pengukuran diameter pada kedua bontos serta panjang kayu bulat rimba tersebut. Pelaksanaan pengukuran dan pemeriksaan hasil pengukuran kayu bulat rimba pada prinsipnya dilakukan di darat, tempat terbuka dengan penerangan yang cukup sehingga semua bagian batang kayu bulat tersebut dapat dilihat dengan jelas. Pengukuran kayu bulat rimba dapat dilakukan di air dengan syarat sekurang-kurangnya ¼ (seperempat) bagian dari batang kayu bulat terapung di atas permukaan air dan dapat diukur diameter dan panjangnya. Setiap batang kayu bulat rimba yang akan dilakukan pengukuran, harus diketahui/ditetapkan terlebih dahulu jenis kayunya. Dalam penetapan jenis kayu, yang pertama dilakukan adalah dengan cara melihat ciri kasar kayu, apabila meragukan, dapat dilakukan dengan melihat ciri struktur kayu. Semua kayu 6

8 bulat rimba harus dilakukan pengukuran batang per batang untuk mengetahui isi (volume) setiap batang kayu bulat yang bersangkutan. Pengukuran kayu bulat rimba dilakukan dengan cara mengukur panjang dan diameter kayu bulat. Berdasarkan panjang dan diameter kayu bulat tersebut, ditetapkan isi (volume) kayu bulat dengan memperhatikan ada tidaknya cacat bontos dan cacat gubal yang mereduksi ini. C. Pengukuran Panjang Ukuran panjang kayu bulat rimba merupakan jarak terpendek antara kedua bontos sejajar dengan sumbu kayu bulat tesebut. Pengukuran kayu bulat rimba dilakukan dalam satuan meter dengan kelipan 10cm penuh dan untuk kayu bulat selain kayu mewah dan kayu asal hutan tanamandiberi spilasi (trimming allowance) sebesar 10 cm. Contoh : Panjang Sebenarnya (sebelum pembulatan) Panjang pengukuran(p) (setelah pembulatan) Panjang yang dicatat (p) Kayu bulat asal hutan alam Kayu bulat mewah dan kayu bulat asal hutan tanaman 8,19 m 8,10 m 8,00 m 8,10 m 8,10 m 8,10 m 8,00 m 8,10 m 8,09 m 8,00 m 7,90 m 8,00 m 8,65 m 8,60 m 8,50 m 8,60 m 8,62 m 8,60 m 8,50 m 8,60 m (1) Cara-cara pengukuran panjang (p) : a. Kayu Lurus Potongan Bontos Siku Gambar. Pengukuran panjang kayu lurus potongan bontos siku (Sumber : b. Kayu Lengkung 7

9 Gambar. Pengukuran panjang kayu lengkung bulat rimba (p) (Sumber : Gambar. Pengukuran panjang kayu lengkung bulat rimba (p) (Sumber : D. Pengukuran Diameter a. Pengukuran diameter dengan Tabel A (untuk kayu bulat yang berasal dari hutan alam dan hutan tanaman dengan panjang lebih dari 5 meter). a) Pengukuran diameter (garis tengah) pada kedua bontos dilakukan tanpa kulit kayu dalam satuan sentimeter dengan kelipatan 1 cm penuh. b) Pengukuran diameter pada tiap bontos dilakukan dengan cara mengukur diameter terpendek melalui pusat bontos, kemudian diukur diameter terpanjang juga melalui titik pusat bontos, dan rata-rata ukuran diameter dari bontos tersebut merupakan diameter dari bontos yang bersangkutan (d). c) Diameter kayu bulat (d) diperoleh dengan cara merata-ratakan ukuran diameter pangkal (dp) ditambah diameter ujung (du). Contoh : Ukur garis tengah terpendek (d1) dan garis tengah terpanjang (d2) yang melalui pusat bontos (B) pada (Bp), kemudian ukur garis tengah terpendek (d3) dan garis tengah terpanjang (d4) melalui pusat bontos (B) pada Bu. 8

10 Gambar. Pengukuran diameter kayu bulat (Sumber : (Sumber : file:///c:/users/disico/downloads/pengukuran%20volume%20(2).pdf) Kayu merupakan komuditas. Setiap komuditas harus diberikan ciri-ciri tertentu yang menyangkut : nama, bentuk, jumlah dan kualitas. Kayu bisa dijual baik dalam bentuk kayu bulat (glondongan), yang merupakan bahan Baku (mentah) dari industri pengolahan kayu maupun sudah dalam bentuk tinggal pakai, sebagai hasil olahan industri pengolahan kayu. Masingmasing bentuk ini ada metodenya sendiri-sendiri dalam menetapkan volume dan kualitasnya. Kadang-kadang dijumpai perbedaan ukuran baik volume maupun kualitas oleh penjual dan pembeli. Hal ini disebabkan metode penetapannya yang tidak sama. Oleh karena itu dalam perdagangan kayu harus ada perjanjian antara penjual dan pembeli mengenai metode mana yang digunakan dalam menetapkan volume dan kualitanya. Kegunaan yang lain penghitungan dan penetapan volume dan kualitas adalah : 1. Sebagai dasar perhitungan labs rugi bagi perusahaan hutan; 2. Dasar perhitungan pungutan-pungutan yang dilakukan oleh Pemerintah; 3. Dasar perhitungan upah buruh; 4. Sumber penyusunan angka-angka statistik hasil hutan yang berupa kayu Dasar-dasar Umum. Pengukuran Kayu Bulat Pengukuran kayu bulat yang biasanya dalam bentuk isi (volume) dapat dibedakan menjadi yolume sebenarnya dan volume perdagangan. Biasanya volume sebenarnya selalu lebih besar (banyak) dibanding dengan volume perdagangan. Hal ini memang wajar karena cara pengukurannya yang berbeda. Volume sebenarnya adalah isi dari semua zat biologis (tanpa atau dengan kulit) yang terkandung didalam kayu bulat yang bersangkutan. 9

11 Sedangkan yang dimaksud dengan volume perdagangan adalah isi yang dipergunakan didalam transaksi perdagangan yang sudah memperhitungkan bagian yang betil-betul bisa digunakan. lsi perdagangan selalu lebih rendah, karena dalam menghitung dengan cara (1) Pembulatan ukuran yang dilakukan pembulatan kebawah dan (2) Pengurangan ukuran, yakni dari ukuran sebenarnya (yang diberi trimminga llowance) dihitung ukuran bakunya (3) Perhitungan waste, artinya bagian yang dianggap tidak berguna hares dikurangkan dari ukuran Standar Satuan Isi (Volume) ada dua standar, yakni standar lnggris (Imparial) dan standar Metnk. Dasar standar Inggris adalah ukuran organ tubuh manusia, misalnya ukuran kaki, tangan dan lain-lain, sedangkan sistem Metrik adalah satuan berdasarkan pengukuran secara ilmiah (di Perancis). Satu meter adalah sepersepuluh juta jarak equator ke titik kutub bumf. Bann ini diwujudkan dengan logam platina yang disimpan pada empat derajat celcius di Paris. Selanjutnya untuk menyatakan isi, maka biasanya dinyatakan dalam meter kubik (m3) dalam sistem metrik dan foot cubic dalam sistem Imperial. Yang disebut satu mater kubik adalah kayu yang berdimensi panjang, lebar dan tinggi sama yakni satu meter. Demikian juga satu foot cubic adalah kayu yang panjang, lebar dan tingginya satu foot. Beberapa satuan yang dipakai untuk menentukan isi kayu bulat antara lain : (1) Saranac standart, ialah kayu yang diameter ujungnya 22 inche dan panjangnya 12 feet, (2) Quebec standart, ialah kayu bulat dengan ukuran diameter bontos ujung 20 inche dan panjangnya 12 feet, (3) Bladgeet standart, ialah kayu bulat yang diameter tengah-tengahn 16 inche dan panjangnya 1 feet, (4) Glens Falls standart, kayu bulat dengan ukuran diameter bontos kecil 19 inche dan panjang 13 feet. Penetapan Isi Kayu Bulat Pada umumnya penghitungan isi kayu bulat dilapangan menggunakan tabel isi dengan pembuka diameter (bisa juga keliling) dan panjang. Sebenarnya didalam menetapkan yolume kayu bulat dijumpai kesulitan-kesulitanm antara lain : (1) bentuk logs tidak selalu silindris, sedang pendekatan yang digunakan adalah rumus silindris, (2) logs digunakan untuk bermacam- 10

12 macam kegunaan sehingga penetapan volumenya sering disesuaikan dengan penggunaannya. Rumus Dasar Sebagai rumus dasarnya adalah : V = ᴨ D 2 x L, hal ini diambil dari rumus volume silinder, dimana kayu tidak ada yang persis seperti silinder, jadi harus diberikan angka bilangan bentuk: (1) Huber V h = Bt x L Dimana: Bt = luas bidang tengah dan L = panjang (2) Smalian Vs = (Bp + Bu)/ 2 x L, Dimana: Bp = luas bontos pangkal, dan Bu = luas bontos ujung, dan L = panjang log Mengapa kedua bontos harus diukur sebab pada umumnya bentuk antara keduanya tidak sama. Secara kasar bentuk sebuah kayu ada empat macam, yaitu (1) bentuk silindris, (2) bentuk parabolis, (3) bentuk cone, dan (4) bentuk neiloid Rumus-rumus ini adalah untuk mengukur isi sebenarnya. Adapun untuk mengukur isi perdagangan harus diperhitungkan bagianbagian yang tidak bisa dimanfaatkan (cacat), sehingga: Isi perdagangan adalah : Isi sebenarnya dikurangi Isi bagian yang cacat. Cara-cara Pengukuran Cara mengukur panjang, adalah mengukur jarak terpendek dari bontos ujung sampai pangkal, yang dinyatakan dalam meter (M) untuk sistem Metrik dan Feet (Ft) dalam sistem Imperial. Ukuran panjang harus ditambah dengan trimming allowance. Alat yang dipakai adalah untuk panjang dengan pita ukur atau tongkat ukur, sedangkan untuk mengukur diameter dengan pita ukur yang langsung bisa mengetahui diameternya dan juga dengan mengukur lilit (keliling) kemudian dilihat di tabel konversi. 11

13 Untuk mengukur diameter harus hati-hati karena ada tiga bentuk penampang kayu bulat : (1) bentuk lingkaran sempurna, (2) bentuk elips, dan (3) bentuk tidak teratur, dan yang paling banyak dijumpai adalah bentuk (2) dan (3). Caranya adalah mengukur diameter terpendek dan kemudian jarak tegak lurusnya pada kedua bontosnya. Cara-caranya adalah : d1 + d2 (d 1 + d2 ): 2 + (d3 + d4 ): 2 d 1 + d2 + d3 + d 4 1. D = D = D = Bila diinginkan kemudahan dan kepraktisan dalam mengetahui diameternya, maka biasanya yang diukur adalah lilit (keliling). Caranya adalah cukup dengan sekali ukur atau ketiga bagian batang dengan melingkarkan pada bagian batang tengah, atau pada kedua bagian bontosnya. Untuk mengetahui diameternya maka dari hasil keliling kemudian dibagi dengan ᴨ (=3,1416), dan biasanya dalam satuan centimeter (cm) atau inche (Imperial). Cara pengukuran ini adalah untuk kayu tanpa kulit. Alat untuk mengukur diameter ada beberapa macam : 1) Tree caliper, yaitu berupa dua tangan (tongkat), dimana yang satu tidak bergerak dan tangan satunya bisa digerakkan menurut kebutuhan. Batang yang diukur diletakkan antara dua tangan tersebut dan kemudian hasilnya dapat dibaca pada mistar yang dipakai sebagai alas untuk menggerakkan tangan tersebut; 2) Pita ukur, dapat merupakan ukuran dalam keliling atau langsung ke diameter. Yang biasa digunakan adalah tree-tape, yang terbuat dari kain, plastik atau baja 3; 3) Yard stick (tongkat pengukur), yang sangat sederhana. Terbatas hanya dapat mengukur diameter saja. Tetapi alat ini karena sangat mudah dan praktis maka alat inilah yang banyak digunakan dalam praktek. Tabel Isi Kayu Bulat Dalam praktek dijumpai, Tabel Isi lokal, regional dan bahkan general. Untuk perdagangan biasanya digunakan Tabel Isi General. Untuk bisa menggunakan tabel isi terlebih dahulu 12

14 harus diketahui ukuran panjang dan diameternya. Sebuah tabel isi yang dibuat biasanya dengan tujuan untuk mempersingkat waktu pekerjaan (praktis). Rumus-rumus untuk mengetahui isi kayu bulat 1. Formula Rules, terdiri atas : (1) Full Measure (sistem Huber, sistem Smalian, sistem Brereton). Hasilnya isi kayu bulat sebenamya (2) Board Measure Rule, hasilnya langsung berupa isi beberapa papan yang bisa dihasilkan dari sebuah batang (log) yang diukur yolumenya. Dengan demikian harus ditentukan tebal gergaji, lebar papan, slab, metode penggergajiannya dll, dan ke (3) Quarter Girth Measure Rule. Untuk mengetahui volume kayu yang dapat dibentuk segi empat dari batang itu, yang hasilnya disebut Hoppus Measure 2. Diagram Rules, adalah khayalan yang dibuat pada sebuah batang dalam bentuk diagram yang hasilnya dapat dimanfaatkan. Beberapa bentuk diagram dipengaruhi oleh : mesin yang digunakan, efisiensi pekerjaan, dan kondisi pasaran. Adapaun rumus yang berdasarkan diagran rules ialah L Scribner Log Rule, The Spaulding Log Rule, Quebec Log Rule dan The New Brunswick Log Rule 3. Mill Tally Log Rules, adalah sebuah tabel isi yang dipandang akurat, yang dibuat berdasarkan data empiris yang sangat banyak. Yang terkenal adalah Massachusets Log Rules 4. Standaard Log Rules, hasilnya berupa standar isi dalam unit satuan isi. Standar isi yang terkenal : The Glens Falls Standaard, The Saranac Standaard, The Quebec Standaard dan The Bodgett Log Rule 5. Adapted Log Rule, ialah penggabungan dua atau lebih rumus, menjadi satu rumus. Hal ini dikerjakan mengingat tidak ada satu rumuspun yang sempurna. misalnya satu rumus cocok untuk log kecil saja, sedangkan rumus yang lain cocok untuk rumus log besar sehingga perlu ada penggabungan. Penetapan Kualitas (Standard) Kayu Bulat (Grading) Di Indonesia penetapan (pengujian) hasil hutan yang berupa kayu bulat dibedakan menjadi dua, yakni pengujian kayu bulat Jati dan pengujian kayu bulat rimba. Untuk kayu Jati 13

15 dibedakan antara kayu bilat bernomor dan kayu bilat tidak bernomor. Pada dasarnya pengujian kayu bulat didasarkan atas hasil konyersi yang dapat diperoleh, yang dipengaruhi oleh bentuk umum, cacat, dan ukuran kayu. Kriteria kualitas kayu adalah berdasarkan banyaknya cacat yang ada. Pengenalan cacat Adanya cacat kayu akan dapat berpengaruh langsung baik kepada pengukuran (scalling), maupun pada kualitas kayu (grading), sebab yang disebut cacat itu adalah setiap kelainan yang terdapat pada kayu, baik kayu bulat maupun kayu gergajian. Bentuk cacat ukuran misalnya pada ukuran panjang dan diameter. Hampir setiap batang telah dicantumkan pada daftar kayunya, ukuran yang dimaksudkan. Akan tetapi dalam prakteknya selalu terdapat dua macam ukuran, baik panjang maupu diameternya. Ukurannya selalu diukur yang terpendek atau terkecil. Bila ada dua macam ukuran dalam satu batang, maka batang yang bersangkutan berarti ada cacat ukuran, apakah ukuran panjangnya, ataukah ukuran diameternya, dan yang dipakai selalu ukuran terpendeknya. Berarti batang tersebut akan jatuh pada ukuran atau kualitas dibawahnya. Cacat yang spesifik pada kayu bulat juga bisa didapati pada spesies tertentu. misalnya pada Agathis lorentifolia (ada bekas cabang yang berbentuk bintang), pada Jelutung (ada saluran latex), pada Kihujan (ada bintik-bintik mats kayu) dan lain-lain. Adanya cacat lain yang terdapat hampir pada semua kayu, misalnya bekas inger-inger. racing Taut, busuk, growong, hati remuk dll, selalu dapat menurunkan kualita. Penyebab cacat kayu Di Indonesia terdapat jenis kayu yang dapat digolongkan kedalam berbagai golongan, yang menganding cacat khusus, diantaranya (a) cacat kayu jati, (b) cacat kayu rimba, (c) cacat kayo mewah, (d) cacat kayu dawn jarum, dan (e) cacat basil non timber. Adanya cacat khusus yang terdapat pada jenis tertentu mengakibatkan syarat pengujian khusus untuk kayu yang bersangkutan. Menurut sebab terjadinya, cacat dapat digolongkan kedalam : (1) 14

16 cacat alami, yang dapat dibagi lagi kedalam : fisis, chemis, genitis (2) cacat non alami, disebabkan oleh : lobang penggerek, teknis, dan mekanis. Jenis-jenis cacat kayu Berdasarkan lokasi pada batangnya, cacat bisa dibedakan kedalam : (1) cacat bentuk, yang terdiri atas : alur, bengkok, bengkak, iring-irung, puntiran, blimbing, gepeng, hampir bulat, bulat, bundar, dll (2) cacat badan, terdiri atas : alur, belah, bengkak, bekas cabang, bekas terbakar, bergelombang, hati, lobang, oleng-oleng, mata kayu, pecah-pecah, retak, kropos, luka dll (3) cacat bontos, terdiri atas : busuk, growong, hati, kulit tumbuh, kulit kropos, dll (4) cacat bongkot, terdiri atas : banir, blimbing, bekas takik, pecah dll (5) cacat ukuran, terdiri atas : kurang ukuran, lebih ukuran, kurang allowance, lebih allowance, tanpa allowance dll. Pada intinya sebatang kayu dinyatakan mempunyai kualitas terbaik adalah pada kayu tersebut tidak dijumpai cacat sedikitpun. Sebaliknya kualitas kayu terendah adalah batang kayu yang banyak cacatnya. Cara pengujian kayu Jati Untuk pengujian kayu Jati dibedakan menjadi dua, yakni kayu jati bernomor dan kayu jati tidak bernomor. Untuk kayu Jati bernomor, setelah diterima di TPK, kemudian diberi tanda, misalnya tahun penerimaan, nomor, tempat penimbunan, ukuran panjang dan diameter, yolume dan kualitas kayu. Sedang untuk kayu tak bernomor hanya diberi tanda : tahun penerimaan, ukuran panjang diameter, serta kualita kayunya. Didalam pembuatan sortimen kayu Jati ditetapkan prioritas (urut-urutan) sebagai berikut; (1) Prioritas pertama, yaitu sedapat mungkin dijadikan penghara kayu lapis (yeneer) Dengan kriteria pengujiannya adalah : a) ukuran panjang mulai dari 2,50 m hingga 3,40 m, b) ukuran diameter mulai dari 35 cm hingga tak terbatas, c) syarat pengujiannya : batang lurus, bebas cabang, letak hati simetris, tidak punya dua hati, bercak. (2) Prioritas kedua, sortimen kayu untuk penghara penggergajian, terdiri atas : 15

17 a) A II, panjang 0,50 m-1,40 m, diameter 22 cm keatas b) A III, panjang dari 1,50 m-1,90 m, diameter 22 cm keatas, panjang 2,20 m-2,90 m, diameter 35 cm keatas, panjang 3,50 m-keatas, diameter 45 cm keatas, dengan syarat pengujiannya : berserat lurus, boleh ada empat mata kayu, tidak banyak bercak, kayu harus sehat. 16

Bab Vlll PENGUKURAN VOLUME DAN PENETAPAN KUALITAS KAYU

Bab Vlll PENGUKURAN VOLUME DAN PENETAPAN KUALITAS KAYU Bab Vlll PENGUKURAN VOLUME DAN PENETAPAN KUALITAS KAYU Kayu merupakan komuditas. Setiap komuditas harus diberikan ciri-ciri tertentu yang menyangkut : nama, bentuk, jumlah dan kualitas. Kayu bisa dijual

Lebih terperinci

Lampiran 1 Peraturan Direktur Jenderal Bina Produksi Kehutanan Nomor : P. 14 /VI-BIKPHH/2009 Tanggal : 10 November 2009

Lampiran 1 Peraturan Direktur Jenderal Bina Produksi Kehutanan Nomor : P. 14 /VI-BIKPHH/2009 Tanggal : 10 November 2009 Lampiran 1 Peraturan Direktur Jenderal Bina Produksi Kehutanan Nomor : P. 14 /VI-BIKPHH/009 Tanggal : 10 November 009 I. KETENTUAN UMUM METODA PENGUKURAN KAYU BULAT RIMBA INDONESIA 1. Kayu Bulat Rimba

Lebih terperinci

Kayu bundar Bagian 2: Pengukuran dan tabel isi

Kayu bundar Bagian 2: Pengukuran dan tabel isi Standar Nasional Indonesia Kayu bundar Bagian 2: Pengukuran dan tabel isi ICS 79.040.20 Badan Standardisasi Nasional Hak cipta dilindungi undang-undang. Dilarang menyalin atau menggandakan sebagian atau

Lebih terperinci

Kayu bundar jenis jati Bagian 3: Pengukuran dan tabel isi

Kayu bundar jenis jati Bagian 3: Pengukuran dan tabel isi Standar Nasional Indonesia Kayu bundar jenis jati Bagian 3: Pengukuran dan tabel isi ICS 79.040.20 Badan Standardisasi Nasional Hak cipta dilindungi undang-undang. Dilarang menyalin atau menggandakan sebagian

Lebih terperinci

Kayu bundar Bagian 1: Istilah dan definisi

Kayu bundar Bagian 1: Istilah dan definisi SNI 7533.1:2010 Standar Nasional Indonesia Kayu bundar Bagian 1: Istilah dan definisi ICS 79.040 Badan Standardisasi Nasional SNI 7533.1:2010 Daftar isi Daftar isi...i Prakata...i 1 Ruang lingkup... 1

Lebih terperinci

.:::: Powered By Ludarubma ::::. KAYU CENDANA

.:::: Powered By Ludarubma ::::. KAYU CENDANA Page 1 of 6 Standar Nasional Indonesia SNI 01-5008.6-1999/ Revisi SNI 01-2026-1990 KAYU CENDANA 1. Ruang lingkup Standar ini meliputi acuan, definisi, lambang dan singkatan, istilah, spesifikasi, klasifikasi,

Lebih terperinci

Kayu bundar daun lebar Bagian 2: Cara uji

Kayu bundar daun lebar Bagian 2: Cara uji SNI 7534.2:2010 Standar Nasional Indonesia Kayu bundar daun lebar Bagian 2: Cara uji ICS 79.040 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi...i Prakata...ii 1 Ruang lingkup... 1 2 Acuan normatif...

Lebih terperinci

Produk kayu bundar Bagian 1: Kayu bundar jati

Produk kayu bundar Bagian 1: Kayu bundar jati SNI 015007.12003 Standar Nasional Indonesia Produk kayu bundar Bagian 1: Kayu bundar jati ICS 79.040 Badan Standardisasi Nasional SNI 015007.12003 Daftar isi Daftar isi...i Daftar tabel...ii Prakata...iii

Lebih terperinci

Kayu bundar jenis jati Bagian 1: Klasifikasi, persyaratan dan penandaan

Kayu bundar jenis jati Bagian 1: Klasifikasi, persyaratan dan penandaan Standar Nasional Indonesia Kayu bundar jenis jati Bagian 1: Klasifikasi, persyaratan dan penandaan ICS 79.040 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi...i Prakata...ii 1 Ruang lingkup... 1 2

Lebih terperinci

.:::: Powered By Ludarubma ::::. KAYU BUNDAR JATI

.:::: Powered By Ludarubma ::::. KAYU BUNDAR JATI Page 1 of 15 SNI 015007.12003 KAYU BUNDAR JATI 1 Ruang lingkup Standar ini meliputi menetapkan istilah dan definisi, lambang dan singkatan, klasifikasi, cara pembuatan, syarat mutu, cara uji, syarat lulus

Lebih terperinci

Kayu bundar daun jarum Bagian 1: Klasifikasi, persyaratan dan penandaan

Kayu bundar daun jarum Bagian 1: Klasifikasi, persyaratan dan penandaan Standar Nasional Indonesia Kayu bundar daun jarum Bagian 1: Klasifikasi, persyaratan dan penandaan ICS 79.040 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi...i Prakata...ii 1 Ruang lingkup... 1 2

Lebih terperinci

BAB VIII PENGENALAN CACAT KAYU

BAB VIII PENGENALAN CACAT KAYU SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2017 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN TEKNIK PRODUKSI HASIL HUTAN BAB VIII PENGENALAN CACAT KAYU Dr. Wahyu Surakusuma, M.Si KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL

Lebih terperinci

Kayu gergajian Bagian 1: Istilah dan definisi

Kayu gergajian Bagian 1: Istilah dan definisi Standar Nasional Indonesia Kayu gergajian Bagian 1: Istilah dan definisi ICS 79.040 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi...i Prakata...ii 1 Ruang lingkup... 1 2 Acuan normatif... 1 3 Istilah

Lebih terperinci

LAPORAN PENGUJIAN KAYU

LAPORAN PENGUJIAN KAYU LAPORAN PENGUJIAN KAYU KELOMPOK IV 1. JONIGIUS DONUATA 2. YANSEN Y. ASA 3. TITO SIMENES ALVES 4. MAKSIMUS SERAN 5. KOSMAS DAMIANUS TAO PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBER DAYA HUTAN JURUSAN MANAJEMEN PERTANIAN

Lebih terperinci

Kayu bundar jenis jati Bagian 2: Cara uji

Kayu bundar jenis jati Bagian 2: Cara uji Standar Nasional Indonesia Kayu bundar jenis jati Bagian 2: Cara uji ICS 79.040 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi...i Prakata...ii 1 Ruang lingkup... 1 2 Acuan normatif... 1 3 Istilah

Lebih terperinci

Kayu gergajian daun lebar Bagian 2: Cara uji

Kayu gergajian daun lebar Bagian 2: Cara uji Standar Nasional Indonesia Kayu gergajian daun lebar Bagian 2: Cara uji ICS 79.040 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi...i Prakata...ii 1 Ruang lingkup... 1 2 Acuan normatif... 1 3 Istilah

Lebih terperinci

M E M U T U S K A N :

M E M U T U S K A N : MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN Nomor : 6884 /KPTS-II/2002 TENTANG KRITERIA DAN TATA CARA EVALUASI TERHADAP INDUSTRI PRIMER HASIL HUTAN KAYU Menimbang : MENTERI KEHUTANAN,

Lebih terperinci

KAYU GERGAJIAN RIMBA

KAYU GERGAJIAN RIMBA Page 1 of 12 Standar Nasional Indonesia SNI 01-5008.1-1999/ Revisi SNI 01-0191-1987 KAYU GERGAJIAN RIMBA 1. Ruang lingkup Standar ini meliputi acuan, definisi, lambang dan singkatan, istilah, spesifikasi,

Lebih terperinci

ANALISIS ANGKA KONVERSI PENGUKURAN KAYU BULAT DI AIR UNTUK JENIS MERANTI (Shorea spp)

ANALISIS ANGKA KONVERSI PENGUKURAN KAYU BULAT DI AIR UNTUK JENIS MERANTI (Shorea spp) ANALISIS ANGKA KONVERSI PENGUKURAN KAYU BULAT DI AIR UNTUK JENIS MERANTI (Shorea spp) (Conversion Rate Analysis Measurement of Logs in The Water For Shorea spp) Budiyana, Iswan Dewantara, Ahmad Yani Fakultas

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan di IUPHHK-HA PT MAM, Kabupaten Mamberamo Raya, Provinsi Papua pada bulan Mei sampai dengan Juli 2012. 3.2. Bahan dan Alat Penelitian

Lebih terperinci

Kayu gergajian Bagian 2: Pengukuran dimensi

Kayu gergajian Bagian 2: Pengukuran dimensi Standar Nasional Indonesia Kayu gergajian Bagian 2: Pengukuran dimensi ICS 79.040 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi...i Prakata...ii 1 Ruang lingkup... 1 2 Acuan normatif... 1 3 Istilah

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 19 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian Limbah Pemanenan Kayu, Faktor Eksploitasi dan Karbon Tersimpan pada Limbah Pemanenan Kayu ini dilaksanakan di IUPHHK PT. Indexim

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di anak petak 70c, RPH Panggung, BKPH Dagangan, KPH Madiun, Perum Perhutani Unit II Jawa Timur. Penelitian ini dilaksanakan selama

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA.1 Volume Pohon Secara alami, volume kayu dapat dibedakan menurut berbagai macam klasifikasi sortimen. Beberapa jenis volume kayu yang paling lazim dipakai sebagai dasar penaksiran,

Lebih terperinci

Kayu gergajian jenis jati Cara uji

Kayu gergajian jenis jati Cara uji Standar Nasional Indonesia Kayu gergajian jenis jati Cara uji ICS 79.040 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi...i Prakata...ii 1 Ruang lingkup... 1 2 Acuan normatif... 1 3 Istilah dan definisi...

Lebih terperinci

BAB IX ANGGARAN PENDAPATAN PERUSAHAAN HUTAN

BAB IX ANGGARAN PENDAPATAN PERUSAHAAN HUTAN BAB IX ANGGARAN PENDAPATAN PERUSAHAAN HUTAN 9.1. Pendapatan Perusahaan Hutan Tujuan perusahaan hutan adalah kelestarian hutan. Dalam hal ini dibatasi dalam suatu model unit perusahaan hutan dengan tujuan

Lebih terperinci

Kayu gergajian daun lebar Bagian 1: Klasifikasi, persyaratan dan penandaan

Kayu gergajian daun lebar Bagian 1: Klasifikasi, persyaratan dan penandaan Standar Nasional Indonesia Kayu gergajian daun lebar Bagian 1: Klasifikasi, persyaratan dan penandaan ICS 79.040 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi...i Prakata...ii 1 Ruang lingkup...

Lebih terperinci

SNI MUTU SIRAP DEWAN STANDARDISASI NASIONAL- DSN SNI UDC STANDAR NASIONAL INDONESIA

SNI MUTU SIRAP DEWAN STANDARDISASI NASIONAL- DSN SNI UDC STANDAR NASIONAL INDONESIA SNI STANDAR NASIONAL INDONESIA SNI 03-3529 - 1994 UDC 691.024.15.035.3 MUTU SIRAP DEWAN STANDARDISASI NASIONAL- DSN DAFTAR ISI Halaman 1. RUANG LINGKUP... 1 2. DEFiNISI... 1 3. ISTILAH... 1 4. KLASIFIKAS1...

Lebih terperinci

ANALISIS MUTU KAYU BENTUKAN (MOULDING) JATI (Tectona grandis L.f.) PADA INDUSTRI MOULDING DI KOTA KENDARI, SULAWESI TENGGARA

ANALISIS MUTU KAYU BENTUKAN (MOULDING) JATI (Tectona grandis L.f.) PADA INDUSTRI MOULDING DI KOTA KENDARI, SULAWESI TENGGARA ANALISIS MUTU KAYU BENTUKAN (MOULDING) JATI (Tectona grandis L.f.) PADA INDUSTRI MOULDING DI KOTA KENDARI, SULAWESI TENGGARA Makkarennu, Beta Putranto, Nurfina Fakultas Kehutanan Universitas Hasanuddin,

Lebih terperinci

LAPORAN PENGUKURAN KAYU

LAPORAN PENGUKURAN KAYU LAPORAN PENGUKURAN KAYU KELOMPOK IV 1. JONIGIUS DONUATA 2. YANSEN Y. ASA 3. TITO SIMENES ALVES 4. MAKSIMUS SERAN 5. KOSMAS DAMIANUS TAO PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBER DAYA HUTAN JURUSAN MANAJEMEN PERTANIAN

Lebih terperinci

VII. VOLUME DAN SORTIMEN. A. Penaksiran Volume Kayu Gergajian

VII. VOLUME DAN SORTIMEN. A. Penaksiran Volume Kayu Gergajian VII. VOLUME DAN SORTIMEN A. Penaksiran Volume Kayu Gergajian Terdapat beberapa macam cara penaksiran volume kayu gergajian dan kayu bulat yang ada, baik secara perhitungan dengan menggunakan rumus tertentu,

Lebih terperinci

STUDI RENDEMEN BAHAN BAKU LOG PADA IU-IPHHK RUSMANDIANSNYAH DI KECAMATAN DAMAI KABUPATEN KUTAI BARAT

STUDI RENDEMEN BAHAN BAKU LOG PADA IU-IPHHK RUSMANDIANSNYAH DI KECAMATAN DAMAI KABUPATEN KUTAI BARAT Jurnal AGRIFOR Volume XV Nomor 2, Oktober 2016 ISSN P 1412-6885 ISSN O 2503-4960 STUDI RENDEMEN BAHAN BAKU LOG PADA IU-IPHHK RUSMANDIANSNYAH DI KECAMATAN DAMAI KABUPATEN KUTAI BARAT Sopianoor 1, Zuhdi

Lebih terperinci

Mutu dan Ukuran kayu bangunan

Mutu dan Ukuran kayu bangunan Mutu dan Ukuran kayu bangunan 1. Ruang lingkup Standar ini meliputi definisi, istilah, penggolongan, syarat mutu, ukuran, syarat pengemasan, dan syarat penendaan kayu bangunan. 2. Definisi Kayu bangunan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA TARAKAN NOMOR 19 TAHUN 2002 TENTANG

PERATURAN DAERAH KOTA TARAKAN NOMOR 19 TAHUN 2002 TENTANG PERATURAN DAERAH KOTA TARAKAN NOMOR 19 TAHUN 2002 TENTANG PERIJINAN TEMPAT PENYIMPANAN DAN PENIMBUNAN KAYU SERTA BAHAN BANGUNAN LAINNYA DALAM KOTA TARAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TARAKAN,

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Pelaksanaan Tebang Habis Jati Kegiatan tebang habis jati di Perum Perhutani dilaksanakan setelah adanya teresan. Teresan merupakan salah satu dari beberapa rangkaian kegiatan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR: P. 9/Menhut-II/2009 TENTANG PERUBAHAN PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR P.35/MENHUT-II/2008 TENTANG IZIN USAHA INDUSTRI PRIMER HASIL HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

V. POLA DAN TEHNIK PEMBELAHAN

V. POLA DAN TEHNIK PEMBELAHAN V. POLA DAN TEHNIK PEMBELAHAN Sebelum diuraikan mengenai pola dan tehnik pembelahan kayu bulat, terlebih dahulu akan diuraikan mengenai urut-urutan proses menggergaji, dan kayu bulat sampai menjadi kayu

Lebih terperinci

Kayu gergajian jenis jati Bagian 1: Klasifikasi, persyaratan dan penandaan

Kayu gergajian jenis jati Bagian 1: Klasifikasi, persyaratan dan penandaan Standar Nasional Indonesia Kayu gergajian jenis jati Bagian 1: Klasifikasi, persyaratan dan penandaan ICS 79.040 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi...i Prakata...ii 1 Ruang lingkup...

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 16 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi Singkat Merbau Menurut Merbau (Instia spp) merupakan salah satu jenis tanaman yang banyak dimanfaatkan dan mempunyai nilai yang ekonomi yang tinggi karena sudah

Lebih terperinci

PENENTUAN VOLUME KAYU MERANTI MERAH (Shorea leprosula Miq) DENGAN MENGGUNAKAN RUMUS BRERETON. Oleh: INDRA NIM:

PENENTUAN VOLUME KAYU MERANTI MERAH (Shorea leprosula Miq) DENGAN MENGGUNAKAN RUMUS BRERETON. Oleh: INDRA NIM: 1 PENENTUAN VOLUME KAYU MERANTI MERAH (Shorea leprosula Miq) DENGAN MENGGUNAKAN RUMUS BRERETON Oleh: INDRA NIM: 080 500 042 PROGRAM STUDI MANAJEMEN HUTAN JURUSAN MANAJEMEN PERTANIAN POLITEKNIK PERTANIAN

Lebih terperinci

MENTERI KEHUTANAN, MEMUTUSKAN :

MENTERI KEHUTANAN, MEMUTUSKAN : KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR 6884/Kpts-II/2002 TANGGAL 12 JULI 2002 TENTANG KRITERIA DAN TATA CARA EVALUASI TERHADAP INDUSTRI PRIMER HASIL HUTAN KAYU MENTERI KEHUTANAN, Menimbang : a. bahwa berdasarkan

Lebih terperinci

TEKNIK MENGHITUNG CEPAT VOLUME PARTAI KAYU BUNDAR ABSTRACT

TEKNIK MENGHITUNG CEPAT VOLUME PARTAI KAYU BUNDAR ABSTRACT TEKNIK MENGHITUNG CEPAT VOLUME PARTAI KAYU BUNDAR Oleh: Cipta Santosa Widyaisawara Madya Bidang Pemanfaatan Hutan BDK Bogor ABSTRACT Production and distribution of logs from natural forests in Indonesia

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. merupakan serangkaian kegiatan yang dimaksudkan untuk memindahkan kayu. kayu dibedakan atas 4 (empat) komponen yaitu:

TINJAUAN PUSTAKA. merupakan serangkaian kegiatan yang dimaksudkan untuk memindahkan kayu. kayu dibedakan atas 4 (empat) komponen yaitu: TINJAUAN PUSTAKA Pemanenan Hasil Hutan Conway (1982) dalam Fadhli (2005) menjelaskan bahwa pemanenan kayu merupakan serangkaian kegiatan yang dimaksudkan untuk memindahkan kayu dari hutan ke tempat penggunaan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pemanenan Hasil Hutan Pemanenan kayu sebagai salah satu kegiatan pengelolaan hutan pada dasarnya merupakan serangkaian tahapan kegiatan yang dilaksanakan untuk mengubah pohon

Lebih terperinci

Abstract. Pendahuluan

Abstract. Pendahuluan Simulasi Pembagian Batang Sistem Kayu Pendek pada Pembagian Batang Kayu Serat Jenis Mangium Simulation of Shortwood Bucking System on Bucking Pulpwood of Mangium Abstract Ahmad Budiaman 1* dan Rendy Heryandi

Lebih terperinci

PENGETAHUAN DASAR KAYU SEBAGAI BAHAN BANGUNAN

PENGETAHUAN DASAR KAYU SEBAGAI BAHAN BANGUNAN PENGETAHUAN DASAR KAYU SEBAGAI BAHAN BANGUNAN Pilihan suatu bahan bangunan tergantung dari sifat-sifat teknis, ekonomis, dan dari keindahan. Perlu suatu bahan diketahui sifat-sifat sepenuhnya. Sifat Utama

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA NOMOR 8 TAHUN 2007 TENTANG IZIN PEMANFAATAN KAYU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA NOMOR 8 TAHUN 2007 TENTANG IZIN PEMANFAATAN KAYU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA NOMOR 8 TAHUN 2007 TENTANG IZIN PEMANFAATAN KAYU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KUTAI KARTANEGARA, Menimbang : a. 1. bahwa berdasarkan pasal 17 ayat

Lebih terperinci

KOMPOSISI LIMBAH PENEBANGAN DI AREL HPH PT. TELUK BINTUNI MINA AGRO KARYA

KOMPOSISI LIMBAH PENEBANGAN DI AREL HPH PT. TELUK BINTUNI MINA AGRO KARYA 166 KOMPOSISI LIMBAH PENEBANGAN DI AREL HPH PT. TELUK BINTUNI MINA AGRO KARYA The Composition of Cutting Waste at PT. Teluk Bintuni Mina Agro Karya Concession A. Mujetahid, M. Abstract The study aims to

Lebih terperinci

Jaringan kawat baja las untuk tulangan beton

Jaringan kawat baja las untuk tulangan beton Jaringan kawat baja las untuk tulangan beton 1. Ruang lingkup Standar ini meliputi definisi bentuk, juntaian, jenis, syarat bahan baku, syarat mutu, cara pengambilan contoh, cara uji, syarat lulus uji,

Lebih terperinci

Baja tulangan beton dalam bentuk gulungan

Baja tulangan beton dalam bentuk gulungan Standar Nasional Indonesia Baja tulangan beton dalam bentuk gulungan ICS 77.140.20 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi... i Prakata... ii 1 Ruang lingkup... 1 2 Acuan normatif... 1 3 Istilah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pemanenan Hutan Menurut Sessions (2007), pemanenan hutan merupakan serangkaian aktivitas penebangan pohon dan pemindahan kayu dari hutan ke tepi jalan untuk dimuat dan diangkut

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.270, 2012 KEMENTERIAN KEHUTANAN. Pemenuhan. Bahan Baku. Industri Primer. Hasil Hutan Kayu. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.9/Menhut-II/2012 TENTANG

Lebih terperinci

GUBERNUR PAPUA PERATURAN GUBERNUR PAPUA NOMOR 64 TAHUN 2012 TENTANG

GUBERNUR PAPUA PERATURAN GUBERNUR PAPUA NOMOR 64 TAHUN 2012 TENTANG GUBERNUR PAPUA PERATURAN GUBERNUR PAPUA NOMOR 64 TAHUN 2012 TENTANG STANDAR KOMPENSASI ATAS HASIL HUTAN KAYU DAN HASIL HUTAN BUKAN KAYU YANG DIPUNGUT PADA AREAL HAK ULAYAT MASYARAKAT HUKUM ADAT DENGAN

Lebih terperinci

.:::: Powered By Ludarubma ::::. KAYU GERGAJIAN JATI

.:::: Powered By Ludarubma ::::. KAYU GERGAJIAN JATI Page 1 of 13 Standar Nasional Indonesia SNI 015008.51999/ Revisi SNI 0120291990 KAYU GERGAJIAN JATI 1. Ruang lingkup Standar ini meliputi definisi, lambang dan singkatan, istilah, spesifikasi, klasifikasi,

Lebih terperinci

Kayu bundar daun jarum Bagian 2: Cara uji

Kayu bundar daun jarum Bagian 2: Cara uji Standar Nasional Indonesia Kayu bundar daun jarum Bagian 2: Cara uji ICS 79.040 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi...i Prakata...ii 1 Ruang lingkup... 1 2 Acuan normatif... 1 3 Istilah

Lebih terperinci

Kayu lapis Istilah dan definisi

Kayu lapis Istilah dan definisi Standar Nasional Indonesia Kayu lapis Istilah dan definisi (ISO 2074:2007, IDT) ICS 79.060.10 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi...i Prakata...ii 1 Ruang lingkup... 1 2 Jenis kayu lapis...

Lebih terperinci

TEKNIK PENEBANGAN KAYU

TEKNIK PENEBANGAN KAYU TEKNIK PENEBANGAN KAYU Penebangan merupakan langkah awal dari kegiatan pemanenan kayu, meliputi tindakan yang diperlukan untuk memotong kayu dari tunggaknya secara aman dan efisien (Suparto, 1979). Tujuan

Lebih terperinci

MENAKSIR VOLUME POHON BERDIRI DENGAN PITA VOLUME BUDIMAN

MENAKSIR VOLUME POHON BERDIRI DENGAN PITA VOLUME BUDIMAN MENAKSIR VOLUME POHON BERDIRI DENGAN PITA VOLUME BUDIMAN Oleh Budiman Achmad Balai Penelitian Teknologi Agroforestry Ciamis HP : 081320628223 email : budah59@yahoo.com Disampaikan pada acara Gelar Teknologi

Lebih terperinci

GUBERNUR PAPUA. 4. Undang-Undang.../2

GUBERNUR PAPUA. 4. Undang-Undang.../2 GUBERNUR PAPUA PERATURAN GUBERNUR PAPUA NOMOR 14 TAHUN 2010 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PEMANFAATAN KAYU LIMBAH PEMBALAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR PAPUA, Menimbang : a. bahwa sebagai

Lebih terperinci

2 Pemanfaatan Hutan sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2008, ditetapkan bahwa dalam rangka melindungi hak negara atas

2 Pemanfaatan Hutan sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2008, ditetapkan bahwa dalam rangka melindungi hak negara atas BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.776, 2014 KEMENHUT. Hasil Hutan Kayu. Hutan Tanaman. Hutan Produksi. Penatausahaan. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.42/Menhut-II/2014

Lebih terperinci

DEPARTEMEN KEHUTANAN SEKRETARIAT JENDERAL PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEHUTANAN BOGOR

DEPARTEMEN KEHUTANAN SEKRETARIAT JENDERAL PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEHUTANAN BOGOR DEPARTEMEN KEHUTANAN SEKRETARIAT JENDERAL PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEHUTANAN BOGOR K E P U T U S A N KEPALA PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEHUTANAN Nomor : SK. 37/Dik-2/2009 T e n t a n g KURIKULUM

Lebih terperinci

2 Litbang Komisi Pemberantasan Korupsi serta dengan mempertimbangkan perkembangan kondisi saat ini, maka penatausahaan hasil hutan kayu yang berasal d

2 Litbang Komisi Pemberantasan Korupsi serta dengan mempertimbangkan perkembangan kondisi saat ini, maka penatausahaan hasil hutan kayu yang berasal d BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1247, 2015 KEMEN LH-HK. Hasil. Hutan Kayu. Penatausahaan. Pencabutan. PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.42/Menlhk-Setjen/2015

Lebih terperinci

BAB VII TEKNIK INVENTARISASI

BAB VII TEKNIK INVENTARISASI SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2017 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN TEKNIK INVENTARISASI DAN PEMETAAN HUTAN BAB VII TEKNIK INVENTARISASI DR IR DRS H ISKANDAR MUDA PURWAAMIJAYA, MT KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN

Lebih terperinci

Kayu lapis untuk kapal dan perahu

Kayu lapis untuk kapal dan perahu Standar Nasional Indonesia Kayu lapis untuk kapal dan perahu ICS 79.060.10 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi... i Prakata... ii 1 Ruang lingkup... 1 2 Acuan normatif... 1 3 Istilah, definisi,

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.283, 2013 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN PERHUBUNGAN. Pengukuran Kapal. Tata cara. Metode. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 8 TAHUN 2013 TENTANG PENGUKURAN KAPAL

Lebih terperinci

III METODOLOGI PENELITIAN

III METODOLOGI PENELITIAN III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini berlokasi di areal KPH Balapulang Perum Perhutani Unit I Jawa Tengah, Kabupaten Tegal, Provinsi Jawa Tengah. Pelaksanaan penelitian

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. 1. Penyaratan yang dimaksud adalah penyaradan (Pen)

II. TINJAUAN PUSTAKA. 1. Penyaratan yang dimaksud adalah penyaradan (Pen) 3 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Penebangan Penebangan dimaksudkan untuk memungut hasil hutan berupa kayu dari suatu tegakan tanpa mengikutsertakan bagian yang ada dalam tanah. Kegiatan ini meliputi kegiatan

Lebih terperinci

BAB 3 HUBUNGAN ANTARA KAYU DAN AIR: PENYUSUTAN KAYU

BAB 3 HUBUNGAN ANTARA KAYU DAN AIR: PENYUSUTAN KAYU BAB 3 HUBUNGAN ANTARA KAYU DAN AIR: PENYUSUTAN KAYU 3.1.Keterkaitan Antara Kondisi Kebasahan/Kekeringan Kayu dan Kandungan Air serta Kadar Air Dan uraian pada kuliah kedua minggu yang lalu, dipahami tentang

Lebih terperinci

PENERAPAN RUMUS VOLUME SMALLIAN DAN HUBER PADA LOG MERANTI MERAH (Shorea leprosula miq) DI PT. SUMALINDO LESTARI JAYA Tbk.

PENERAPAN RUMUS VOLUME SMALLIAN DAN HUBER PADA LOG MERANTI MERAH (Shorea leprosula miq) DI PT. SUMALINDO LESTARI JAYA Tbk. 1 PENERAPAN RUMUS VOLUME SMALLIAN DAN HUBER PADA LOG MERANTI MERAH (Shorea leprosula miq) DI PT. SUMALINDO LESTARI JAYA Tbk.LOAJANAN SAMARINDA Oleh ASRIANI HAMZAH P. NIM.070.500.006 PROGRAM STUDI MANAJEMEN

Lebih terperinci

Lampiran 1. Sifat Fisika dan Mekanika Kayu. Lampiran 2. Pengujian Sifat Keawetan terhadap rayap tanah (Captotermes curvignathus Holmgreen.

Lampiran 1. Sifat Fisika dan Mekanika Kayu. Lampiran 2. Pengujian Sifat Keawetan terhadap rayap tanah (Captotermes curvignathus Holmgreen. LAMPIRAN 123 124 Lampiran 1. Sifat Fisika dan Mekanika Kayu Pengujian sifat fisik mengikuti standar ASTM 2007 D 143-94 (Reapproved 2007) mengenai Standard Test Methods for Small Clear Specimens of Timber

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian kerusakan tegakan tinggal akibat penebangan pohon dilakukan di PT. MAM, Kabupaten Mamberamo Raya, Provinsi Papua. Penelitian ini dilaksanakan pada

Lebih terperinci

Pengukuran Diameter dan Tinggi Pohon

Pengukuran Diameter dan Tinggi Pohon Pengukuran Diameter dan Tinggi Pohon Pengukuran Diameter (DBH) Diameter atau keliling merupakan salahsatu dimensi batang (pohon) yang sangat menentukan luas penampang lintang batang pohon saat berdiri

Lebih terperinci

VI. ANALISIS NILAI TAMBAH INDUSTRI PENGGERGAJIAN KAYU (IPK)

VI. ANALISIS NILAI TAMBAH INDUSTRI PENGGERGAJIAN KAYU (IPK) VI. ANALISIS NILAI TAMBAH INDUSTRI PENGGERGAJIAN KAYU (IPK) 6.1. Analisis Nilai Tambah Jenis kayu gergajian yang digunakan sebagai bahan baku dalam pengolahan kayu pada industri penggergajian kayu di Kecamatan

Lebih terperinci

PENGGERGAJIAN KAYU. Oleh : Arif Nuryawan, S.Hut, M.Si NIP

PENGGERGAJIAN KAYU. Oleh : Arif Nuryawan, S.Hut, M.Si NIP KARYA TULIS PENGGERGAJIAN KAYU Oleh : Arif Nuryawan, S.Hut, M.Si NIP. 132 303 839 DEPARTEMEN KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN AGUSTUS 2008 Arif Nuryawan : Penggergajian Kayu,

Lebih terperinci

PENGUKURAN KAPAL (Tonnage Measurement)

PENGUKURAN KAPAL (Tonnage Measurement) PENGUKURAN KAPAL (Tonnage Measurement) OLEH : LUKMAN HIDAYAT NRP. 49121110172 PROGRAM DIPLOMA IV JURUSAN TEKNOLOGI PENANGKAPAN IKAN PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PENANGKAPAN IKAN SEKOLAH TINGGI PERIKANAN JAKARTA

Lebih terperinci

Ringkasan Materi Soal-soal dan Pembahasan MATEMATIKA. SD Kelas 4, 5, 6

Ringkasan Materi Soal-soal dan Pembahasan MATEMATIKA. SD Kelas 4, 5, 6 Ringkasan Materi Soal-soal dan Pembahasan MATEMATIKA SD Kelas 4, 5, 6 1 Matematika A. Operasi Hitung Bilangan... 3 B. Bilangan Ribuan... 5 C. Perkalian dan Pembagian Bilangan... 6 D. Kelipatan dan Faktor

Lebih terperinci

Analisis Potensi Limbah Penebangan dan Pemanfaatannya pada Hutan Jati Rakyat di Kabupaten Bone

Analisis Potensi Limbah Penebangan dan Pemanfaatannya pada Hutan Jati Rakyat di Kabupaten Bone Biocelebes, Juni 2010, hlm. 60-68 ISSN: 1978-6417 Vol. 4 No. 1 Analisis Potensi Limbah Penebangan dan Pemanfaatannya pada Hutan Jati Rakyat di Kabupaten Bone A. Mujetahid M. 1) 1) Laboratorium Keteknikan

Lebih terperinci

SNI. Baja Tulang beton SNI Standar Nasional Indonesia. Badan Standardisasi Nasional BSN

SNI. Baja Tulang beton SNI Standar Nasional Indonesia. Badan Standardisasi Nasional BSN SNI SNI 07-2052-2002 Standar Nasional Indonesia Baja Tulang beton ICS 27.180 Badan Standardisasi Nasional BSN Daftar Isi Halaman Daftar Isi...i Prakata...ii 1...Ruang Lingkup...1 2 Acuan Normatif...1 3

Lebih terperinci

(trees). Terdapat perbedaan pengertian antara pohon dan tanam-tanaman

(trees). Terdapat perbedaan pengertian antara pohon dan tanam-tanaman DASAR-DASAR STRUKTUR KAYU A. MENGENAL KAYU 1. Pengertian kayu Kayu adalah bahan yang kita dapatkan dari tumbuh-tumbuhan (dalam) alam dan termasuk vegetasi hutan. Tumbuh-tumbuhan yang dimaksud disini adalah

Lebih terperinci

! "# # $ # % & % # '(()

! # # $ # % & % # '(() !"# # $# % & % # '(() Kata Pengantar Buku Ilmu Penggergajian Kayu sebagai bahan ajar ini disusun sebagai pedoman dalam memberikan kuliah kepada mahasiswa strata satu. Bahan-bahannya diambil dan tiga buku

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 10 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di hutan alam tropika di areal IUPHHK-HA PT Suka Jaya Makmur, Kalimantan Barat. Pelaksanaan penelitian dilakukan selama

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kayu Kayu merupakan suatu bahan mentah yang didapatkan dari pengolahan pohon pohon yang terdapat di hutan. Kayu dapat menjadi bahan utama pembuatan mebel, bahkan dapat menjadi

Lebih terperinci

Baja tulangan beton hasil canai panas Ulang

Baja tulangan beton hasil canai panas Ulang Standar Nasional Indonesia Baja tulangan beton hasil canai panas Ulang ICS 27.180 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi... i Prakata... ii 1 Ruang Lingkup... 1 2 Acuan normatif... 1 3 Istilah

Lebih terperinci

METODE PENGUJIAN KUAT TEKAN KAYU DI LABORATORIUM

METODE PENGUJIAN KUAT TEKAN KAYU DI LABORATORIUM METODE PENGUJIAN KUAT TEKAN KAYU DI LABORATORIUM SNI 03-3958-1995 BAB I DESKRIPSI 1.1 Maksud dan Tujuan 1.1.1 Maksud Metode pengujian ini dimaksudkan sebagai acuan dan pegangan dalam pengujian kuat tekan

Lebih terperinci

SNI Standar Nasional Indonesia. Baja tulangan beton. Badan Standardisasi Nasional

SNI Standar Nasional Indonesia. Baja tulangan beton. Badan Standardisasi Nasional Standar Nasional Indonesia Baja tulangan beton ICS 27.180 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi...i Prakata...ii 1 Ruang lingkup...1 2 Acuan normatif...1 3 Istilah dan definisi... 1 4 Jenis...

Lebih terperinci

commit to user BAB II DASAR TEORI

commit to user BAB II DASAR TEORI 3 BAB II DASAR TEORI 2.1 Kerja Bangku Kerja Bangku adalah teknik dasar yang harus dikuasai oleh seseorang dalam mengerjakan benda kerja. Pekerjaan kerja bangku menekankan pada pembuatan benda kerja dengan

Lebih terperinci

BESARNYA HARGA LIMIT LELANG

BESARNYA HARGA LIMIT LELANG Lampiran : Keputusan Menteri Kehutanan Nomor : SK.352 /Menhut-II/26 Tanggal : 12 Juni 26 BESARNYA HARGA LIMIT LELANG NO URAIAN BARANG SATUAN Wilayah I I. KAYU BULAT Kayu bulat yang mempunyai ukuran lebih

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian kekuatan sambungan tarik double shear balok kayu pelat baja menurut diameter dan jumlah paku pada sesaran tertentu ini dilakukan selama kurang lebih

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN NOMOR 508/KPTS-IV/1998 TENTANG BESARNYA PROVISI SUMBERDAYA HUTAN (PSDH) PER SATUAN HASIL HUTAN KAYU

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN NOMOR 508/KPTS-IV/1998 TENTANG BESARNYA PROVISI SUMBERDAYA HUTAN (PSDH) PER SATUAN HASIL HUTAN KAYU KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN NOMOR 508/KPTS-IV/1998 TENTANG BESARNYA PROVISI SUMBERDAYA HUTAN (PSDH) PER SATUAN HASIL HUTAN KAYU MENTERI KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN, Menimbang : a. bahwa setiap

Lebih terperinci

Jurnal Manajemen Hutan Tropika Vol. V, No. 2 : (1999)

Jurnal Manajemen Hutan Tropika Vol. V, No. 2 : (1999) Jurnal Manajemen Hutan Tropika Vol. V, No. 2 : 33-44 (1999) Artikel (Article) ANALISIS BEBERAPA RUMUS PENDUGA VOLUME LOG: Studi kasus pada jenis Meranti (Shorea spp.) di areal HPH PT Siak Raya Timber,

Lebih terperinci

DEPARTEMEN KEHUTANAN SEKRETARIAT JENDERAL PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEHUTANAN BOGOR

DEPARTEMEN KEHUTANAN SEKRETARIAT JENDERAL PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEHUTANAN BOGOR DEPARTEMEN KEHUTANAN SEKRETARIAT JENDERAL PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEHUTANAN BOGOR K E P U T U S A N KEPALA PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEHUTANAN Nomor : SK. 30/Dik-2/200 T e n t a n g KURIKULUM

Lebih terperinci

Kayu lapis indah jenis jati Bagian 1: Klasifikasi, persyaratan dan penandaan

Kayu lapis indah jenis jati Bagian 1: Klasifikasi, persyaratan dan penandaan Standar Nasional Indonesia Kayu lapis indah jenis jati Bagian 1: Klasifikasi, persyaratan dan penandaan ICS 79.040.20 Badan Standardisasi Nasional Hak cipta dilindungi undang-undang. Dilarang menyalin

Lebih terperinci

PENGUJIAN KUALITAS KAYU BUNDAR JATI

PENGUJIAN KUALITAS KAYU BUNDAR JATI PENGUJIAN KUALITAS KAYU BUNDAR JATI ( Tectona grandis Linn. f) PADA PENGELOLAAN HUTAN BERBASIS MASYARAKAT TERSERTIFIKASI DI KABUPATEN KONAWE SELATAN, SULAWESI TENGGARA AHSAN MAULANA DEPARTEMEN HASIL HUTAN

Lebih terperinci

Baja profil siku sama kaki proses canai panas (Bj P Siku sama kaki)

Baja profil siku sama kaki proses canai panas (Bj P Siku sama kaki) Standar Nasional Indonesia Baja profil siku sama kaki proses canai panas (Bj P Siku sama kaki) ICS 77.140.10 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi... i Prakata... ii 1 Ruang lingkup... 1

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan mulai Juli 2011 Januari 2012 dan dilaksanakan di Bagian Rekayasa dan Desain Bangunan Kayu, Bagian Kimia Hasil Hutan, Bagian Biokomposit

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN Nomor : P. /MENHUT-II/2012 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN Nomor : P. /MENHUT-II/2012 TENTANG PERATURAN MENTERI KEHUTANAN Nomor : P. /MENHUT-II/2012 TENTANG PETUNJUK TEKNIS TATA CARA PENGENAAN, PEMUNGUTAN DAN PEMBAYARAN PROVISI SUMBER DAYA HUTAN (PSDH) DAN DANA REBOISASI (DR) MENTERI KEHUTANAN,

Lebih terperinci

MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA. KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN Nomor : 6886/Kpts-II/2002 TENTANG

MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA. KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN Nomor : 6886/Kpts-II/2002 TENTANG MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN Nomor : 6886/Kpts-II/2002 TENTANG PEDOMAN DAN TATA CARA PEMBERIAN IZIN PEMUNGUTAN HASIL HUTAN (IPHH) PADA HUTAN PRODUKSI MENTERI KEHUTANAN,

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KEHUTANAN. Izin Pemanfaatan Kayu. Prosedur.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KEHUTANAN. Izin Pemanfaatan Kayu. Prosedur. No.142, 2011 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KEHUTANAN. Izin Pemanfaatan Kayu. Prosedur. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.14/MENHUT-II/2011 TENTANG IZIN PEMANFAATAN KAYU

Lebih terperinci

VI. RANCANGAN KERJA DAN TATA LETAK. A. Prinsip Rancangan dan Kerja Industri Penggergajian

VI. RANCANGAN KERJA DAN TATA LETAK. A. Prinsip Rancangan dan Kerja Industri Penggergajian VI. RANCANGAN KERJA DAN TATA LETAK A. Prinsip Rancangan dan Kerja Industri Penggergajian Agar suatu industri penggergajian yang didirikan dapat berjalan lancar, sesuai dengan rencana, selama jangka waktu

Lebih terperinci

BAB 2 VOLUME DAN LUAS PERMUKAAN BANGUN RUANG SISI LENGKUNG

BAB 2 VOLUME DAN LUAS PERMUKAAN BANGUN RUANG SISI LENGKUNG BAB 2 VOLUME DAN LUAS PERMUKAAN BANGUN RUANG SISI LENGKUNG A. TABUNG Tabung adalah bangun ruang yang dibatasi oleh dua lingkaran yang berhadapan, sejajar, dan kongruen serta titik-titik pada keliling lingkaran

Lebih terperinci