PENDUGAAN EMISI GAS METAN (CH 4 ) PADA BERBAGAI SISTEM PENGELOLAAN TANAMAN PADI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PENDUGAAN EMISI GAS METAN (CH 4 ) PADA BERBAGAI SISTEM PENGELOLAAN TANAMAN PADI"

Transkripsi

1 PENDUGAAN EMISI GAS METAN (CH 4 ) PADA BERBAGAI SISTEM PENGELOLAAN TANAMAN PADI Oleh : YANUESTIKA DWIJAYANTI F DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2 PENDUGAAN EMISI GAS METAN (CH 4 ) PADA BERBAGAI SISTEM PENGELOLAAN TANAMAN PADI SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Teknik Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor Oleh : YANUESTIKA DWIJAYANTI F DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

3 Yanuestika Dwijayanti. F Pendugaan Emisi Gas Metan (CH 4 ) pada Berbagai Sistem Pengelolaan Tanaman Padi. Di bawah bimbingan Dr. Ir. Arief Sabdo Yuwono, MSc dan Dr. Ir. Prihasto Setyanto, MSc RINGKASAN Permasalahan lingkungan yang tengah menjadi perhatian dunia saat ini adalah Global Warming (pemanasan global). Hal tersebut terjadi karena peningkatan konsentrasi gas rumah kaca seperti metan (CH 4 ), karbondioksida (CO 2 ), dan N 2 O di atmosfer. Dampak pemanasan global adalah terjadinya perubahan iklim yang selanjutnya akan mempengaruhi kehidupan di bumi. Secara global jumlah CH 4 di atmosfer sekitar 4700 Tg (Wahlen et al., 1989), dengan konsentrasi global rata-rata sekitar 1740 ppbv (Hengeveld dan kertland, 1995). Emisi CH 4 di atmosfer berasal dari proses secara alamiah (natural) seperti lahan basah, sedimen laut, samudra, atau kebakaran hutan, dan dari kegiatan manusia (anthropogenik) seperti budidaya padi sawah, ternak, atau pembakaran biomass. Sektor pertanian disinyalir sebagai salah satu sumber emisi gas rumah kaca, terutama CH 4. Luas sawah di Indonesia yang lebih dari 10,9 juta hektar diduga memberi kontribusi sekitar 1% dari total global metana. Oleh karena itu, perlu adanya upaya pengurangan emisi CH 4 dari kegiatan budidaya tanaman padi sawah. Upaya yang dapat dilakukan adalah pemilihan teknik budidaya padi yang tepat, dengan produksi yang tinggi dan ramah lingkungan. Sistem Pengelolaan Tanaman Padi Terpadu (PTT) memberikan peluang budidaya padi yang ramah lingkungan. Penelitian dilakukan untuk mengetahui emisi CH 4 dari beberapa teknik budidaya padi, dan melakukan pendugaan emisi CH 4 berdasakan model Denitrification Decomposition (DNDC). DNDC merupakan model simulasi yang baru dapat diterapkan di negara dengan iklim subtropis. Kajian dan aplikasi model di negara dengan iklim tropis belum pernah dilakukan. Perbandingan data aktual dan data berdasarkan model dilakukan untuk menilai sejauh mana model dapat digunakan. Pelepasan CH 4 dari tanah sawah ke atmosfer melalui tiga mekanisme, yaitu melalui difusi, gelembung udara, dan melalui aerenkima yang terdapat dalam jaringan tanaman padi. Pelepasan CH 4 melalui aerenkima tanaman merupakan media pengangkut yang paling utama, yang mencapai lebih dari 90% (Kiene, 1991). Emisi CH 4 dipengaruhi oleh adanya perbedaan variabel internal dan eksternal yaitu variabel internal yang meliputi karakteristik tanah, varietas padi, mikrobiologi tanah, sedangkan variabel eksternal meliputi suhu tanah yang disebabkan radiasi surya, iklim, pengelolaan air (irigasi/tadah hujan), dan pemupukan (Shearer dan Khalil, 2000). Analisis gas CH 4 dilakukan dengan alat Gas Chromatograph (GC) sebagai data pengukuran aktual, dan prediksi emisi gas CH 4 menggunakan model Denitrification Decomposition (DNDC) sebagai data pengukuran model. Perhitungan statistik dengan rancangan acak kelompok dengan analisis statistik yang digunakan yaitu Analysis of Varian (ANOVA), menggunakan program SAS versi 6.12, untuk menganalisis data emisi CH 4 dengan tujuan melihat perbedaan antar perlakuan.

4 Data di lapangan menunjukkan total emisi CH 4 tertinggi pada budidaya padi dengan perlakuan PTT Tergenang, sebesar kg/ha, sedangkan untuk perlakuan Non PTT Tergenang, PTT Intermittent, SRI, dan Non PTT Intermittent secara berurutan sebesar 282.9, 78.3, 60.8 dan 57.9 kg/ha. Emisi terendah dilepaskan oleh budidaya padi dengan perlakuan Non PTT Intermittent. Emisi gas CH 4 berkorelasi nyata dengan biomas total tanaman untuk perlakuan Non PTT Intermittent, PTT Intermittent, dan SRI, sehingga dapat diartikan bahwa, semakin tinggi biomas, eksudat akar semakin banyak, sehingga meningkatkan pembentukan CH 4. Emisi gas CH 4 tidak berkorelasi nyata dengan hasil padi dan biomas panen, sehingga setiap usaha peningkatan produksi padi dalam pemenuhan kebutuhan pangan, tidak selalu disertai dengan peningkatan emisi gas CH 4. Model DNDC dapat digunakan untuk menduga total emisi CH 4 dengan tingkat perbedaan berkisar antara 9% sampai dengan 48% dengan perhitungan total emisi CH 4 aktual di lapangan. Prediksi model terbaik adalah pada perlakuan PTT Intermittent. Namun secara keseluruhan, model DNDC dapat digunakan untuk menduga emisi CH 4 di lahan sawah untuk daerah tropis. Nilai emisi CH 4 aktual dapat diprediksi dengan menggunakan persamaan regresi linier y = 0.84x, dimana emisi CH 4 model sebagai variabel bebas, dan emisi CH 4 aktual sebagai variabel tak bebas. Perlakuan terbaik berdasarkan hasil penelitian adalah perlakuan Non PTT Intermittent. Perlakuan ini memberikan hasil produksi tinggi dengan emisi CH 4 yang rendah.

5 DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR PENDUGAAN EMISI GAS METAN (CH 4 ) PADA BERBAGAI SISTEM PENGELOLAAN TANAMAN PADI SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Teknik Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor Oleh : Yanuestika Dwijayanti F Dilahirkan pada tanggal 18 Januari 1985 di Bandarlampung Tanggal lulus : Menyetujui, Bogor, September 2007 Dr. Ir. Arief Sabdo Yuwono, MSc Pembimbing I Dr. Ir. Prihasto Setyanto, MSc Pembimbing II Mengetahui, Dr. Ir. Wawan Hermawan, MS Ketua Departemen Teknik Pertanian

6 DAFTAR RIWAYAT HIDUP Yanuestika Dwijayanti dilahirkan di Bandarlampung pada tanggal 18 Januari 1985, anak ke-2 dari 3 bersaudara dari keluarga Bapak Joko Mantoro dan Ibu Sulis Setiyarini. Jenjang pendidikan yang telah ditempuh yaitu pendidikan dasar di SD Negeri 2 Kedaton Bandarlampung, lulus pada tahun Penulis melanjutkan pendidikan menengah di SLTP Negeri 2 Bandarlampung, lulus pada tahun 2000, dan menyelesaikan pendidikan di SMU Negeri 2 Bandarlampung pada tahun Pada tahun 2003, penulis diterima di Perguruan Tinggi Negeri di Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB) dan tercatat sebagai mahasiswa Departemen Teknik Pertanian. Pada tahun 2006, penulis melakukan Praktek Lapangan di PT. Keong Nusantara Abadi, Lampung, dengan judul Mempelajari Aspek Keteknikan pada Proses Produksi Nata de Coco Lokal di PT. Keong Nusantara Abadi Lampung. Selama masa perkuliahan, penulis pernah menjadi pengurus organisasi Himpunan Mahasiswa Teknik Pertanian (HIMATETA) IPB, pada Departemen Pengembangan Minat dan Bakat. Penulis juga pernah mengikuti Program Kreatifitas Mahasiswa (PKM) di bidang kewirausahaan dalam Pekan Ilmiah Mahasiswa Nasional di Malang dengan judul Produksi dan Pemasaran Keripik Kulit Pisang.

7 KATA PENGANTAR Alhamdulillahirabbil alamin penulis panjatkan kehadirat Alloh SWT, karena atas berkat rahmat dan hidayah-nya, skripsi berjudul Pendugaan Emisi Metan (CH 4 ) pada Berbagai Sistem Pengelolaan Tanaman dapat terselesaikan. Dengan segala ketulusan dan kerendahan hati, penulis sampaikan ucapan terimakasih kepada semua pihak yang membantu dan mendukung, yaitu : 1. Bapak Dr.Ir.Arief Sabdo Yuwono,MSc. selaku pembimbing akademik yang telah memberikan bimbingan, saran dan pengarahan sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir kulian ini. 2. Bapak Dr. Ir. Prihasto Setyanto, MSc. selaku dosen pembimbing di Balai Penelitian Lingkungan Pertanian, untuk bimbingan, saran, motivasi dan pengarahan selama pelaksanaan dan penyelesaian penelitian ini. 3. Bapak Ir. Gardjito, MSc. selaku dosen penguji, atas saran masukan untuk kesempurnaan skripsi ini. 4. Seluruh dosen pengajar di Departemen Teknik Pertanian, Institut Pertanian Bogor, atas bekal ilmu untuk penyelesaian skripsi ini. 5. Keluarga tersayang, Mama, Papa, Dek Jendro dan Mbak Lia, atas doa, dukungan dan semangat yang tidak ternilai. 6. Erfan Andriyanto untuk semua bantuan dan perhatiannya. 7. Seluruh staf Balingtan, khususnya Keluarga besar GRK, Pak Yarpani, Pak Jumari, Pak Darmin, Pak Yoto, Mas Yanto, Mas Yono, Mbak Titik, Mbak Lina, Mbak Mira, dan Mbak Rina, atas bantuan dan kerjasamanya, petuahpetuah, dan kisah yang tak terlupakan. 8. Tyas, Tini, Rika, Yulis untuk semua kenangan terindah. 9. Teman terbaik Mbak Asih, Sita, Tari, Aa dan Punakawan s crew, icha dkk, untuk doa dan perhatiannya. 10. Teman-teman seperjuangan TeP 40!! Terimakasih atas persahabatannya. Semoga Allah SWT memberikan pahala dan karunia atas kebaikan mereka. Semoga skripsi ini bermakna bagi pembacanya. Terimakasih. Bogor, 11 September 2007 Yanuestika Dwijayanti

8 DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI... ii DAFTAR ISTILAH... iii DAFTAR TABEL... iv DAFTAR GAMBAR... v DAFTAR LAMPIRAN... vi I. PENDAHULUAN... 1 A. Latar Belakang... 1 B. Tujuan Penelitian... 3 II. TINJAUAN PUSTAKA... 4 A. Efek Rumah Kaca... 4 B. Tanaman Padi... 7 C. Tanaman Padi dan Persawahan di Indonesia... 8 D. Pembentukan dan Emisi CH E. Model DNDC (Denitrification Decomposition) III. METODOLOGI PENELITIAN A. Bahan dan Alat B. Waktu dan Tempat Pelaksanaan C. Metode Penelitian IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Data Aktual (lapangan) B. Data Model DNDC V. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan B. Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN... 59

9 DAFTAR ISTILAH Aerob Organisme dan atau proses yang memerlukan oksigen untuk melakukan aktifitasnya. Anaerob Organisme dan atau proses yang dapat bekerja tanpa oksigen Anthropogenik Melibatkan aktifitas manusia Biomas atas Berat biomas total tanaman padi tanpa akar, umumnya dinyatakan dalam gram per meter persegi Biomas bawah Berat akar tanaman padi, umumnya dinyatakan dalam gram per meter persegi Biomas panen Berat tanaman padi tanpa berat akar dan gabah, yaitu batang dan daun, pada luasan lahan yang ditanami, umumnya dinyatakan dalam gram per meter persegi Biomas total tanaman Berat satu rumpun tanaman padi berupa akar, batang, daun dan gabah, umumnya dinyatakan dalam gram per meter persegi Dekomposisi Proses penguraian bahan-bahan organik menjadi bentuk paling sederhana yang ada di alam Denitrifikasi Rangkaian reduksi nitrat ke dinitrogen (N 2 ) dalam kondisi anaerob Eksudat Bahan yang dikeluarkan tanaman selama pertumbuhan Fakultatif anaerob bersifat anaerob namun dapat hidup dalam kondisi aerob GKG (Gabah Kering Giling), hasil gabah tanpa ampasan pada kadar air 14%. GKP (Gabah Kering Panen), hasil gabah baik gabah isi ataupun kosong setelah panen Metanogen Bersifat menguraikan CH 4 melalui proses oksidasi dalam kondisi aerob Metanotrof Bersifat menghasilkan CH 4 melalui penguraian bahan-bahan organik dalam kondisi anaerob Potensi hasil Hasil gabah yang memperhitungkan persentase gabah isi padi, malai, jumlah anakan dan berat 1000 butir gabah yang kemudian dikonversi kedalam hasil padi per satuan luas. Subtropis Wilayah diluar wilayah tropis Tropis Wilayah panas, area antara LU dan LS Urea (NH2)2CO, pupuk pabrik yang berasal dari amonia dan karbondioksida

10 DAFTAR TABEL Halaman Tabel 1. Emisi CH 4 dari sumber alami (natural) dan kegiatan manusia (Anthropogenik)... 5 Tabel 2. Luas sawah dan produksi padi di Indonesia... 8 Tabel 3. Input model DNDC Tabel 4. Berat biomas total tanaman dan fluks CH 4 pada 3 usia tumbuh Tabel 5. Total emisi CH 4, Gabah kering giling (GKG), potensi hasil dan biomas panen selama satu musim tanam di Kebun Percobaan Balingtan pada MK 2007 (n = 3 ± SD)... 43

11 DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 1. Layout cara tanam legowo (a) 2:1 dan (b) 4: Gambar 2. Bagan Warna Daun (BWD) Gambar 3. Alat gasrok atau landak Gambar 4. Emisi CH 4 dari budidaya tanaman padi sawah ke atmosfer (Neue, 1993) Gambar 5. Mekanisme emisi CH 4 melalui aerenkima pada jaringan tanaman padi (Nouchi, 1992) Gambar 6. Skema model DNDC Gambar 7. Diagram alir proses pembentukan metan Gambar 8. Layout plot tanaman padi dengan perbedaan perlakuan Gambar 9. Pola fluktuasi CH 4 pada beberapa teknik budidaya tanaman padi Gambar 10. Kurva persamaan regresi antara biomas tanaman dengan fluks CH 4 untuk perlakuan (a) Non PTT Intermittent, (b) PTT Intermittent, dan (c) SRI Intermittent Gambar 11. Pola fluks CH 4 berdasarkan data aktual dan model dari perlakuan teknik budidaya (a) Non PTT Tergenang, (b) Non PTT Intermittent dan (c) PTT Intermittent Gambar 12. Pola fluks CH 4 berdasarkan data aktual dan model dari perlakuan teknik budidaya (d) PTT Tergenang dan (e) SRI Intermittent Gambar 13. Diagram batang perbandingan total emisi CH 4 untuk data aktual dan model dari beberapa perlakuan budidaya Gambar 14. Kurva persamaan regresi linier dari emisi CH 4 model terhadap emisi CH 4 aktual... 50

12 DAFTAR LAMPIRAN Halaman Lampiran 1. Data iklim pada MK Lampiran 2. Data pengukuran fluks CH 4 aktual Lampiran 3. Berat biomas total (gram) pada penelitian MK Lampiran 4. Kurva persamaan regresi berganda pada parameter biomas tanaman pada fluks CH 4 untuk perlakuan (a) Non PTT Tergenang dan (b) PTT Tergenang Lampiran 5. Potensi hasil padi beberapa teknik budidaya pada MK Lampiran 6. Hasil gabah aktual berdasarkan GKP (Gabah Kering Panen) dan GKG (Gabah Kering Giling) Lampiran 7. Berat biomass panen (biomas atas) sebagai hasil aktual biomass Lampiran 8. Kurva persamaan regresi berganda antara (a) hasil padi dan (b) biomas panen, terhadap emisi CH Lampiran 9. Input model DNDC untuk Non PTT Tergenang Lampiran 10. Input model DNDC untuk Non PTT Intermittent Lampiran 11. Input model DNDC untuk PTT Intermittent Lampiran 12. Input model DNDC untuk PTT Tergenang Lampiran 13. Input model DNDC untuk SRI Intermittent Lampiran 14. Input data model DNDC perlakuan Non PTT Tergenang Lampiran 15. Input data model DNDC perlakuan Non PTT Intermittent.. 81 Lampiran 16. Input data model DNDC perlakuan PTT Intermittent Lampiran 17. Input model DNDC perlakuan PTT Tergenang Lampiran 18. Input model DNDC perlakuan SRI Intermittent Lampiran 19. Data fluks CH 4 model Lampiran 20. Gambar digital kegiatan penelitian di Kebun Percobaan Balai Penelitian Lingkungan Pertanian MK

13 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemanasan global (Global Warming) merupakan salah satu permasalahan lingkungan yang berpengaruh terhadap kehidupan di bumi. Hal tersebut terjadi karena peningkatan konsentrasi gas rumah kaca seperti metan (CH 4 ), karbondioksida (CO 2 ), dan N 2 O di atmosfer. Pemanasan global memberi dampak terhadap kehidupan di bumi seperti naiknya permukaan laut akibat mencairnya es dan gletser di kutub, meningkatnya curah hujan di sebagian belahan bumi dan di belahan lain terjadi kekeringan, penyebaran penyakit tropis dan punahnya beberapa spesies karena tidak mampu beradaptasi terhadap perubahan iklim. Konsentrasi CH 4 di atmosfir kurang lebih 15%, dan kemampuan CH 4 menyerap radiasi panas 21 kali lebih besar dari CO 2. Konsentrasi CH 4 di atmosfer terus meningkat dengan laju akumulasi 1% per tahun (IPPC, 1990 diacu dalam Lilivevel et al., 1992). Konsentrasi CH 4 yang terus meningkat disebabkan oleh emisi dari sumber (source) CH 4 yang semakin bertambah dan rosot (sink) CH 4 yang semakin menurun (Wassmann, Papen, dan Rennenberg, 1993). Pertanaman padi sawah merupakan sumber CH 4 yang utama setelah kegiatan ternak, dengan kontribusi 31.4% dari total anthropogenik (Cicerone dan Oremland, 1998 diacu dalam Kiene, 1991). Dalam beberapa dekade, sistem irigasi, pemakaian pupuk, dan pengolahan lahan menjadi faktor yang mempengaruhi produksi, oksidasi dan transport CH 4 (Neue dan Roger, 1993). Kebutuhan beras sebagai sumber karbohidrat utama di Indonesia akan terus meningkat sejalan dengan laju pertumbuhan penduduk. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut, maka area tanam padi sawah harus ditambah. Hal tersebut tentunya akan memperbesar emisi CH 4. Hasil ekstrapolasi menunjukkan bahwa Indonesia menghasilkan 4.81 Tg/tahun atau 8.4 % dari total emisi CH 4 dari pertanaman padi sawah di Asia (Neue dan Scharpenseel, 1984 diacu dalam Murdiyarso dan Baharsjah, 1992). Intensifikasi perlu dilakukan untuk memenuhi kebutuhan pangan penduduk Indonesia yang terus meningkat. Terdapat beberapa masalah yang dihadapi petani padi di Indonesia dalam pemenuhan kebutuhan pangan, seperti produktifitas tanah

14 yang cenderung menurun, penurunan pendapatan petani karena biaya pengeluaran untuk memenuhi kebutuhan produksi lebih tinggi dari harga jual beras, ketersediaan air berkurang, susut panen yang tinggi dan meningkatnya kerusakan lingkungan. Penelitian dilakukan untuk mengetahui emisi CH 4 dari beberapa teknik budidaya padi. Salah satu teknologi yang digunakan untuk meningkatkan produktifitas, pendapatan, dan kelestarian lahan dalam budidaya padi adalah Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT). Sistem ini menggunakan komponen budidaya yang memperhatikan aspek-aspek kelestarian lahan dengan tujuan meningkatkan produksi padi. Dampak terhadap besarnya emisi Gas Rumah Kaca (GRK) akibat sistem ini belum pernah dikaji. Pengelolaan tanaman terpadu sudah banyak diterapkan di Indonesia terutama di lahan sawah irigasi. Untuk itu, pendugaan emisi GRK perlu dilakukan guna melihat dampaknya terhadap peningkatan emisi GRK ke atmosfer. Bila penerapannya dapat menekan emisi GRK, maka sistem PTT ini menjadi cara budidaya yang ideal karena akan berpengaruh terhadap peningkatan produksi padi, peningkatan pendapatan petani, dan juga dapat mengurangi emisi GRK, sehingga pertanian menjadi lebih ramah lingkungan. Salah satu model yang digunakan dalam menduga emisi GRK dengan input teknik budidaya tanaman adalah DNDC (Denitrification Decomposition). Pendugaan emisi GRK dengan menggunakan model akan mempermudah perhitungan ekstrapolasi emisi GRK pada skala luas. Namun keakuratan dari suatu model perlu dikaji dengan pengukuran aktual langsung di lapangan, untuk menghindari terjadinya kalkulasi berlebih/kurang (over/under estimate) dari emisi GRK pada sistem PTT. Model DNDC sampai saat ini baru dapat diterapkan dalam negara dengan iklim subtropis, dan belum pernah diterapkan di negara dengan iklim tropis.

15 B. Tujuan Tujuan dari penelitian yaitu: 1. Menghitung emisi gas CH 4 dari lahan sawah pada berbagai teknik budidaya tanaman padi. 2. Melakukan pendugaan emisi CH 4 dengan model DNDC (Denitrification Decomposition) untuk melihat sejauh mana model dapat diterapkan di negara dengan iklim tropis. 3. Mencari hubungan antara emisi CH 4 dengan biomas total tanaman, hasil panen, dan biomas panen berdasarkan persamaan regresi dari tiap teknik budidaya. 4. Memilih teknik budidaya terbaik dengan kriteria berproduksi tinggi dan ramah lingkungan

16 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Efek Rumah Kaca 1. Konsentrasi CH 4 di atmosfer Matahari memancarkan sinar dengan gelombang pendek (ultra violet) menembus lapisan atmosfer bumi. Permukaan bumi memancarkan kembali sinar tersebut dalam bentuk gelombang panjang (infra merah) yang memiliki efek panas. Pancaran sinar tersebut dipantulkan kembali oleh gas-gas penyaring atmosfer bumi (uap air, CO 2, CH 4, N 2 O, dll), sehingga menyebabkan suhu bumi mengalami peningkatan. Peristiwa ini dikenal sebagai efek rumah kaca karena prosesnya mirip dengan apa yang terjadi di rumah kaca. Pada temperatur rata-rata permukaan bumi sebesar 288 o K (15 o C), emisi gelombang panjang (infra merah) yang dipancarkan kembali oleh permukaan bumi adalah sebesar 390 W/m 2, sedangkan pada lapisan terluar atmosfer emisi terukur hanya sebesar 236 W/m 2 (Soedomo, 1993). Perbedaan emisi yang terukur ini menunjukkan terjadinya perangkap panas dalam lapisan atmosfer atau terjadi efek rumah kaca. Secara global, suhu bumi mengalami peningkatan 0,8 C sejak satu abad yang lalu. Peningkatan suhu tersebut disebabkan oleh bertambahnya konsentrasi gas rumah kaca di atmosfer akibat kegiatan manusia yang berkaitan dengan penggunaan bahan bakar fosil (minyak, gas dan batu bara), alih fungsi lahan dan aktivitas pertanian (Setyanto, 2005). Emisi CH 4 sebagai salah satu gas rumah kaca, baik dari sumber alami (natural) dan kegiatan manusia (Anthropogenik) dapat dilihat pada Tabel 1.

17 Tabel 1. Emisi CH 4 dari sumber alami (natural) dan kegiatan manusia (Anthropogenik) Natural Sumber Emisi CH 4 (Tg/th) Standar emisi CH 4 (Tg/th) Lahan basah 100 tdk Anai anai Samudra/laut lepas 4 tdk Sedimen laut Geologi Kebakaran hutan 2 tdk Total emisi natural 145 tdk Anthropogenik Padi Hewan 81 tdk Pupuk 14 tdk Pengisian lahan 22 tdk Penanganan limbah cair 25 tdk Pembakaran biomassa Penambangan batubara 46 Gas alam Lain lain Bahan bakar bersuhu rendah 17 tdk Total amisi anthropogenik 358 tdk Total 503 tdk : tidak diketahui Sumber : Mattews et al., (1993) dalam Khalil (1993) CH 4 merupakan salah satu gas rumah kaca dengan kontribusi di atmosfer sebesar 15%. CH 4 memiliki waktu tinggal (lifetime) di atmosfer sekitar 8-10 tahun (Cicerone dan Oremland, 1998 diacu dalam Kiene, 1991)). Secara global jumlah CH 4 di atmosfer sekitar 4700 Tg (Wahlen et al., 1989), dengan

18 konsentrasi global rata-rata sekitar 1740 ppbv (Hengeveld dan Kertland, 1995). Laju kenaikan CH 4 sekitar 1% per tahun atau setara dengan laju pertambahan konsentrasi sekitar 14 ppbv per tahun. Konsentrasi CH 4 yang terjadi di belahan bumi utara umumnya lebih tinggi dibanding di belahan bumi selatan, hal ini disebabkan oleh karena sebagian besar sumber kegiatan manusia lebih banyak di belahan bumi utara. Suhu udara yang relatif tinggi juga turut mempengaruhi besarnya laju kenaikan konsentrasi CH 4. Emisi CH 4 yang terjadi pada musim panas lebih tinggi sekitar 79-87% dibanding emisi yang terjadi pada musim dingin, yaitu 61-68% dari total emisi CH 4 yang dihasilkan (Balai Pengkajian dan Penerapan Teknologi, 2005). 2. Sumber (source) dan rosot (sink) CH 4 Emisi CH 4 di atmosfer berasal dari proses alamiah (natural), dan kegiatan manusia (anthropogenik). Dari total emisi CH 4 sebesar 510 Tg per tahun, emisi CH 4 dari kegiatan manusia adalah 360 Tg per tahun, sedangkan proses alamiah sebesar 150 Tg per tahun. Emisi CH 4 akibat kegiatan manusia berasal dari beberapa sumber CH 4 antara lain peternakan, budidaya padi sawah, industri dan pembakaran biomass. Sumber CH 4 yang berasal dari budidaya padi sawah sekitar 65 Tg per tahun (Khalil dan Shearer, 1993). Produksi CH 4 terjadi ketika bahan organik didegradasi dalam lingkungan dengan kondisi kebutuhan akan cahaya dan beberapa bahan organik sebagai penerima elektron seperti O 2, Fe 3+, Mn 2+, nitrat dan sulfat memiliki jumlah yang terbatas (Boone, 2000). Sekitar 92% atau 440 Tg per tahun penghancuran CH 4 di atmosfer terjadi melalui reaksi dengan OH radikal dan hanya sebagian kecil saja melalui oksidasi mikrobiologis di lapisan permukaan tanah (Lelieveld et al., 1992). Pada reaksi dengan OH radikal, akan dihasilkan OH relatif tinggi dan bereaksi dengan CH 4 membentuk CH 3 dan H 2 O, sedangkan rosot CH 4 melalui oksidasi mikrobiologis pada tanah merupakan proses difusi yang ditentukan oleh beberapa faktor seperti keadaan air tanah, suhu tanah, dinamika nitrogen, populasi mikroba dan tekstur tanah.

19 B. Tanaman Padi 1. Morfologi tanaman a. Akar Ada tiga jenis akar pada tanaman, yaitu akar radikal, akar mesokotil, dan akar buku (adventiv). Sistem perakaran padi umumnya adalah akar buku, dan setiap buku terdapat 5 hingga 25 akar. Ruang udara pada akar tanaman padi mencapai 5-30% (Kumazawa, 1984). Ruang udara berhubungan dengan batang dan daun yang merupakan sistem penyaluran udara yang efisien dari tajuk ke akar. Kecepatan difusi oksigen dari permukaan akar padi 15x x10-8 go 2 /cm 2 /menit pada kondisi tidak tergenang dan 20x x10-8 go 2 /cm 2 /menit pada kondisi tergenang (Kumazawa, 1984). Laju pemanjangan akar dari bibit padi berkisar cm/hari. Kondisi kering lebih merangsang pertumbuhan akar lebih dalam dari kondisi tergenang. Kedalaman perakaran efektif berkisar 30 cm pada semua fase pertumbuhan tanaman. Akar tanaman memberikan andil yang sangat besar dalam proses pembentukan CH 4 oleh bakteri metanogen, sebab akar tanaman dalam metabolisme menghasilkan semacam substrat (eksudat akar) yang mempercepat proses pembentukan CH 4. Eksudat akar tersusun atas senyawa karbohidrat, asam-asam organik dan asam amino. Tanaman yang membutuhkan fotosintesis yang baik akan menyebabkan eksudat akar yang dihasilkan lebih mudah terdegradasi. Kapasitas pengoksidasi akar yang baik menyebabkan konsentrasi oksigen di sekitar akar meningkat dan CH 4 teroksidasi secara biologis oleh bakteri metanotrof. b. Batang Batang tanaman padi terdiri dari suatu rangkaian buku dan ruas yang terbungkus dalam pelepah daun. Jumlah buku pada batang utama sama dengan jumlah daun pada batang utama ditambah dua. Pemanjangan batang hanya terjadi pada beberapa ruas atas, sedangkan ruas bagian bawah pendek dan tebal. Pembentukan ruang udara di dalam ruas tergantung pada lingkungan tumbuh dan varietas (genetik).

20 c. Daun Daun tanaman padi terdiri dari pelepah, helaian, lidah dan telinga daun. Pertambahan panjang daun bersamaan dengan pertambahan jumlah daun. Pada helaian dan pelepah daun terdapat ruang udara yang besar. Ruang udara pada pelepah daun berhubungan dengan stomata dan ruang udara yang terdapat pada batang dan akar (Yoshida, 1981). Pertumbuhan tanaman padi umumnya sigmoid, jika jumlah anakan maksimum telah tercapai, daun-daun dibagian lebih bawah mulai mati. 2. Fase pertumbuhan Ada tiga fase pertumbuhan tanaman padi, yaitu fase vegetatif aktif, generatif dan pemasakan. Fase vegetatif aktif dimulai dari perkecambahan sampai inisiasi primordia malai, fase reproduktif dimulai dari inisiasi primordia malai sampai rampak, dan fase pemasakan dimulai dari rampak sampai masak (Yoshida, 1981). C. Tanaman Padi pada Persawahan di Indonesia 1. Perkembangan budidaya padi sawah Indonesia merupakan negara dengan sektor ekonomi utama di bidang pertanian. Sekitar 51% penduduk Indonesia bermatapencaharian sebagai tani padi sawah. Luas sawah dan produksi padi di Indonesia dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Luas sawah dan produksi padi di Indonesia Tahun Luas sawah Rataan hasil Produksi Peningkatan (ha) (t/ha) (t) produksi (%) , , , , , , , ,12 Sumber : Biro Pusat Statistik (2006)

21 Dengan semakin bertambahnya penduduk Indonesia, maka kebutuhan pangan akan meningkat, dan diperlukan peningkatan produksi tanaman padi sebagai kebutuhan pangan pokok penduduk Indonesia yang ramah lingkungan. 2. Pengaruh tanaman padi terhadap emisi CH 4 Sifat fisiologis dan morfologis suatu varietas mempengaruhi besarnya emisi CH 4. Selain itu, tiap varietas mempunyai umur dan aktivitas akar yang berbeda yang erat kaitannya dengan volume emisi CH 4. Penggunaan varietas yang tepat diharapkan dapat menekan emisi CH 4. Ada beberapa aspek yang perlu mendapat pertimbangan dalam menentukan pilihan, misalnya potensi hasil, umur tanaman, ketahanan terhadap hama dan penyakit, mutu beras, selera konsumen, dan kondisi ekosistem (Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan, 2006). Ciherang adalah hasil persilangan antara varietas IR64 dengan varietas/galur lain. Sebagian sifat IR64 juga dimiliki oleh Ciherang, termasuk hasil dan mutu berasnya yang tinggi. Varietas yang digunakan dalam penelitian ini adalah Ciherang. Varietas ini merupakan salah satu varietas dengan emisi CH 4 rendah, dengan produksi padi tinggi (Wihardjaka, 2006). Berikut adalah karakteristik varietas padi Ciherang (Lesmana et al., 2004): Asal persilangan: IR /IR //IR ///IR64////IR64 Umur tanaman : hari Bentuk tanaman : tegak Tinggi tanaman : cm Anakan produktif : batang Warna kaki : hijau Warna batang : hijau Warna daun telinga : putih Warna lidah daun : putih Warna daun : hijau Muka daun : kasar pada sebelah bawah

22 Posisi daun : tegak Daun bendera : tegak Bentuk gabah : panjang ramping Warna gabah : kuning bersih Kerontokan : sedang Kerebahan : sedang Tekstur nasi : pulen Kadar amilosa : 23% Bobot 1000 butir : gram Potensi hasil : ton/ha Ketahanan terhadap hama : tahan terhadap wereng coklat biotipe 2 dan 3 Ketahanan terhadap penyakit : tahan terhadap bakteri hawar daun (HDB) strain III dan IV Anjuran tanam : cocok ditanam pada musim hujan dan kemarau dengan ketinggian dibawah 500m dpl Dilepas tahun : Pengelolaan tanaman terpadu Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) atau lebih dikenal dengan PTT merupakan salah satu pendekatan pengelolaan usahatani padi, dengan mengimplementasikan berbagai komponen teknologi spesifik yang memberikan efek sinergis. PTT menggabungkan berbagai komponen usahatani terpilih yang serasi dan saling komplementer untuk mendapatkan hasil panen optimal dan kelestarian lingkungan. Tujuan penerapan PTT adalah meningkatkan produktivitas, meningkatkan nilai ekonomi/keuntungan usahatani padi melalui efisiensi penggunaan bahan baku, melestarikan sumberdaya lahan untuk keberlangsungan sistem produksi, dan memberikan teknik budidaya yang ramah lingkungan. PTT merupakan suatu sistem pengelolaan tanaman yang berprinsip bahwa sumber daya tanaman, lahan dan air harus dikelola dengan baik agar dapat memberikan manfaat sebesar-besarnya serta dapat menunjang peningkatan produksi pada lahan dan tanaman, dengan aspek kelestarian dan

23 keberlanjutan produktifitas lahan pertanian merupakan faktor yang harus diutamakan (Wihardjaka, 2007). Sistem ini digunakan pada budidaya tanaman padi sawah sebagai penyempurnaan dari SRI (System of Rice Intesification) yang dianggap mempunyai banyak kendala dalam teknis pelaksanaan di lapangan maupun dalam hal memenuhi kebutuhan pangan nasional yang tinggi. Sistem Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) pada budidaya padi merupakan salah satu teknologi intensifikasi dengan komponen teknologi utama PTT meliputi (Balai Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian, 2004) : a. Penggunaan benih bermutu Penggunaan benih yang bermutu akan menghasilkan bibit yang sehat dengan akar yang banyak, perkecambahan dan pertumbuhan yang seragam, ketika ditanam pindah dapat tumbuh lebih cepat dan tegak, dan menghasilkan produksi tinggi. b. Varietas unggul sesuai lokasi Varietas unggul memiliki ciri-ciri sebagai berikut : 1. hasil tinggi (5-8 ton/ha) 2. tanaman pendek 3. daun tegak 4. jumlah anakan produktif sedang-banyak (14-20) 5. tanaman tahan rebah 6. tanggap terhadap pemupukan (memerlukan banyak pupuk) 7. umur tanaman genjah ( hari) 8. rasa nasi sedang-enak, ada yang beraroma 9. belum tentu cocok untuk semua lingkungan c. Tanam bibit muda (umur <15 hss) tunggal per lubang Keuntungan menggunakan bibit muda adalah : 1. akar lebih kuat dan dalam 2. tanaman akan menghasilkan anakan yang banyak 3. tanaman akan lebih tahan rebah 4. tanaman akan lebih tahan kekeringan

24 5. tanaman menyerap pupuk lebih efisien d. Tanam cara legowo (2:1 atau 4:1) Keuntungan cara tanam legowo adalah semua baris rumpun tanaman berada pada bagian pinggir yang biasanya memberi hasil lebih tinggi (efek tanaman pinggir), pengendalian hama dan gulma lebih mudah, memfasilitasikan ruang kosong untuk drainase saluran pengumpul keong mas atau untuk minapadi, dan penggunaan pupuk lebih efektif. Pada sistem legowo 4:1, jarak antar baris tanaman yang dikosongkan 40cm, jarak antar tanaman 20cm, dan jarak antar baris yang berada dipinggir adalah 10cm, cara tanam berselang empat baris dan satu baris kosong. Untuk legowo 2:1, cara tanam berselang dua baris dan satu baris kosong, dengan jarak antar baris adalah 10 cm. Layout penanaman padi dengan cara tanam legowo dapat dilihat pada Gambar 1. (a) x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x 10 cm x x x x x x 40 cm 20 cm (b) x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x 10 cm x x x x x x x x x x x x x x x x 20 cm 40 cm Gambar 1. Layout cara tanam legowo (a) 2:1 dan (b) 4:1

25 e. Pemberian bahan organik Bahan organik dapat berasal dari limbah tanaman, kotoran hewan atau hasil pengomposan seperti kotoran sapi, kotoran ayam, jerami atau sisa tanaman lain, dan pupuk hijau. Bahan organik disebar merata diatas hamparan sawah, dua minggu sebelum pengolahan tanah. Terkadang, untuk jerami padi dibiarkan melapuk langsung di sawah selama satu musim. Pemberian bahan organik dimaksudkan untuk meningkatkan kesuburan tanah dan kandungan karbon organik tanah, memberi tambahan hara, memperbaiki sifat fisik tanah, meningkatkan aktifitas mikroba, dan mempertahankan perputaran unsur hara dalam sistem tanah-tanaman f. Pengelolaan hara spesifik lokasi (N dengan Bagan Warna Daun (BWD); P dan K berdasarkan status hara tanah) Gambar 2. Bagan Warna Daun (BWD) Bagan Warna Daun dapat dilihat pada Gambar 2. Cara penggunaan BWD yaitu dengan meletakkan bagian tengah daun diatas BWD, lalu bandingkan warnanya. Pemupukan dasar atau pemupukan pertama N dengan takaran kg/ha dilakukan sebelum tanaman padi berumur 14 hari atau sebelum 14 hari setelah tanam pindah (14 hst). Pengukuran dengan BWD diawali pada hst, dilanjutkan setiap 7-10 hari sekali sampai fase primordia. Untuk selanjutnya, jika tingkatan daun berada pada skala kurang dari 4, maka perlu penambahan pupuk N dengan dosis yang ditentukan, yaitu kg urea/ha untuk musim hasil rendah (Musim Kemarau (MK)), dan kg urea/ha untuk musim hasil tinggi (Musim Hujan (MH)). Takaran pupuk P dan K didasarkan pada analisis tanah atau kebutuhan tanaman. Untuk pupuk P diberikan pada saat pemupukan dasar

26 secara bersamaan dengan pemupukan pertama N pada 7-10 hst. Sedangkan pupuk K dengan takaran < 100 kg KCl/ha diberikan bersamaan dengan pemberian pupuk N yang pertama, dan pupuk K dengan takaran > 100 kg KCl/ha maka 50% K diberikan sebagai pupuk dasar atau bersamaan dengan pemberian pupuk N yang pertama, sisanya diberikan pada saat primordia. g. Irigasi intermittent (berselang) Pengairan berselang dimaksudkan untuk mengatur kondisi lahan kering dan tergenang secara bergantian. Keuntungan dilakukannya irigasi berselang adalah untuk menghemat penggunaan air, memberi kesempatan akar untuk mengambil udara, sehingga dapat berkembang lebih dalam, dan memudahkan pengendalian hama seperti keong mas dan tikus. h. Penyiangan gulma secara manual (landak, gasrok) Penyiangan dapat dilakukan dengan mencabut gulma dengan tangan, menggunakan alat gasrok atau landak, atau dengan menggunakan herbisida. Gambar alat gasrok atau landak dapat dilihat pada Gambar 3. Gambar 3. Alat gasrok atau landak Keuntungan penyiangan secara manual : 1. ramah lingkungan (tidak menggunakan bahan kimia) 2. lebih ekonomis dan hemat tenaga kerja 3. meningkatkan aerasi didalam tanah dan merangsang pertumbuhan akar padi lebih baik

27 4. jika dilakukan bersamaan atau segera setelah pemupukan, akan membenamkan pupuk ke dalam tanah, sehingga penggunaan pupuk lebih efisien i. Penerapan Pemberantasan Hama Terpadu (PHT) bagi pengendalian Organisme Pengganggu Tanaman (OPT) Strategi pengendalian: 1. tanam tanaman yang sehat yaitu pola tanam tepat, pergiliran tanaman, sanitasi lapangan, waktu tanam yang tepat, pemupukan yang tepat, pengelolaan tanah dan irigasi, dan tanam tanaman perangkap untuk mengendalikan tikus. 2. gunakan varietas tahan hama 3. pengamatan berkala di lapangan 4. pengendalian secara fisik seperti penggunaan lampu perangkap 5. penggunaan biopestisida 6. penggunaan pestisida hanya bila diperlukan dengan insektisida, molusida, dan fungisida 7. pemanfaatan musuh alami seperti predator, patogen serangga 8. pengendalian secara mekanik seperti menggunakan alat atau mengambil dengan tangan, menggunakan pagar atau menggunakan perangkap j. Penanganan panen dan pasca panen yang baik Penanganan panen dan pascapanen perlu dilakukan karena kehilangan hasil dan penurunan mutu selama proses panen dan pascapanen masih tinggi, penanganan panen dan pascapanen yang kurang baik akan mengakibatkan kualitas benih rendah. Panen biasanya dilakukan jika 95% malai telah menguning, dengan menggunakan mesin thresher. Penanganan pascapanen dilakukan melalui tahapan perontokan, pengeringan, penggilingan dan penyimpanan. Untuk memperoleh beras dengan kualitas tinggi, harus memperhatikan waktu panen, sanitasi (kebersihan), dan kadar air gabah (12-14%). Komponen-komponen diatas tidak perlu diterapkan seluruhnya, tergantung kesesuaian lokasi pertanian.

28 4. SRI (Sistem of Rice Intensification) SRI merupakan teknologi intensifikasi pertanian yang menerapkan proses pemberdayaan petani dalam pengelolaan lahan dan air (sumberdaya manusia dan sumberdaya lahan dan air) secara intensif dan efisien, dengan melaksanakan pengelolaan lahan ramah lingkungan melalui pemanfaatan limbah pertanian seperti ternak, jerami dan sampah sebagai sumber bahan organik untuk meningkatkan produktivitas tanaman padi. Prinsip-prinsip yang diterapkan pada metode ini yaitu (Departemen Pertanian, 2006): 1. Penyiapan lahan Pengolahan lahan dilakukan seperti metode konvensional kemudian ditambah bahan organik (5 7) ton/ha (tergantung kondisi tanah) serta jerami dibenamkan kembali ke dalam tanah. 2. Persemaian Persemaian dilakukan pada lahan semai dengan perbandingan pemberian bahan organik terhadap media tumbuh tanah 1 : Cara tanam Penanaman dilakukan dengan jumlah bibit per lubang satu (tanam tunggal), saat benih berumur 15 hari. 4. Jarak tanam Jarak tanam metode SRI dilakukan dengan alternatif (25 x 25) cm, (30 x 30) cm atau (40 x 40) cm. 5. Pemupukan Pupuk yang digunakan adalah pupuk kompos berasal dari bahan organik seperti kotoran hewan, kompos, limbah organik, atau jerami yang proses dekomposisinya dipercepat dengan menggunakan mikroorganisme lokal (MOL). 6. Pengendalian hama Pengendalian hama dilakukan dengan konsep PHT (Pengendalian Hama Terpadu) dengan prinsip yaitu budidaya tanaman sehat, pendayagunaan fungsi musuh alami, pengamatan berkala, tidak menggunakan pestisida sintetis (buatan pabrik).

29 7. Pengelolaan air dan penyiangan - Pada umur padi vegetatif, air diberikan secara macak-macak (dipertahankan dalam kondisi air kapasitas lapangan) kecuali pada saat penyiangan dilakukan penggenangan (2 3) cm. - Penyiangan dilakukan dengan selang waktu 10 hari sebanyak minimal 3 kali. - Pada tanaman berumur lebih dari 45 hari, sebaiknya lahan dikeringkan selama 10 hari untuk menghambat pertumbuhan vegetatif. - Air diberikan kembali secara macak-macak, sampai masa pertumbuhan malai, pengisian butir hingga bernas, selanjutnya air dikeringkan sampai panen. 8. Produksi - Sampai saat ini di beberapa kabupaten di Jawa Barat, hasil produksi SRI (6,80 13,76) ton/ha GKP. D. Pembentukan dan Emisi CH 4 1. Pembentukan CH 4 Penggenangan/keadaan anerobik adalah kondisi ideal dalam pembentukan CH 4. Penurunan oksigen di dalam tanah sawah menyebabkan proses biokimia berlangsung dalam kondisi anaerobik dan salah satu produk akhir dari proses tersebut adalah gas metan (CH 4 ). Dekomposisi bahan organik berlangsung dalam dua tahap, yaitu pembentukan asam-asam organik. Selanjutnya adalah konversi asam-asam organik menjadi berbagai gas seperti CO 2 dan CH 4 (Neue dan Scharpenseel, 1984). Dekomposisi bahan organik terjadi pada kondisi anaerob, dengan hasil akhir berupa CO 2, bahan humid, dan CH 4 (Setyanto et al., 2004). Ketersediaan bahan organik dalam tanah berhubungan dengan peranan mikroorganisme. Mikroorganisme yang membentuk CH 4 (metanogen) membutuhkan kondisi anaerob, sedangkan mikroorganisme yang mengoksidasi CH 4 (metanotrof) membutuhkan oksigen untuk metabolismenya. Akumulasi bahan organik ke dalam tanah sawah yang berasal dari jerami padi, gulma, dan residu dari

30 pertanaman sebelumnya akan meningkatkan karbon yang dapat termineralisasi secara mudah. Pemberian jerami padi 6 ton per hektar menghasilkan CH 4 sebesar 2-3 kali dibandingkan dengan pemberian pupuk mineral (Yagi dan Minami, 1990). Dalam kondisi anaerob akan terjadi rangkaian proses fisik dan kimia tanah yang berpengaruh terhadap pembentukan CH 4. Proses utama yang terjadi pada tanah tergenang dapat dipandang sebagai suatu rangkaian reaksi oksidasi dan reduksi yang dilakukan mikroorganisme. Bakteri metanogen merupakan kelompok bakteri anaerob yang menghasilkan CH 4. Terdapat lima puluh spesies bakteri metanogen yang bertanggung jawab dalam pembentukan CH 4, seperti Methanobacterium formicium, M. alcaliphilum, ataupun Methanococcus voltae (Jones, 1991). Faktor tanah yang berpengaruh terhadap pembentukan CH 4 : a. Redoks potensial Kemampuan tanah melakukan pertukaran elektron dikenal dengan potensial redoks tanah (Eh). Reduksi adalah perolehan elektron, sedangkan oksidasi adalah kehilangan elektron. Proses reduksi berkaitan dengan sistem drainase yang buruk sehingga mengakibatkan genangan air. CH 4 terbentuk pada Eh yang lebih rendah, yaitu -150 mv hingga -300 mv (Minami, 1990). Penurunan Eh berkaitan dengan lama penggenangan. Oleh karena itu, pembentukan CH 4 secara tidak langsung ditentukan oleh lama penggenangan. Sedangkan pada awal penggenangan, CH 4 belum terbentuk karena Eh masih cukup tinggi. Pada sawah yang tergenang, kandungan oksigen dalam tanah akan semakin berkurang. Reduksi NO 3, Mn 4+, Fe 3+, SO 4, dan CO 2, akan membentuk gas metan (CH 4 ). Proses reduksi dari oksidan-oksidan tanah diakibatkan oleh aktifitas mikroorganisme yang berbeda. Oksigen direduksi oleh mikroorganisme anaerobik, sedangkan Mn 4+ dan Fe 3+ oleh bakteri fakultatif anaerobik. b. ph tanah Pembentukan CH 4 terjadi pada nilai ph yang mendekati netral. Hal ini berkaitan dengan bakteri metanogen yang umumnya neotrofilik dengan kisaran ph 6-8 (Garcia, 1990 diacu dalam Mudiyarso dan Baharsjah, 1992). Pada tanah alkali dan berkapur, pembentukan CH 4 meningkat cepat

31 selama beberapa jam atau beberapa hari setelah penggenangan. Pada tanah netral, pembentukan CH 4 mencapai puncak pada 2-3 minggu, sedangkan pada tanah masam dicapai pada 5-6 minggu atau lebih setelah penggenangan. Jika penggenangan dilakukan terus menerus, maka dapat menyebabkan ph tanah meningkat sampai netral pada kondisi tanah masam, dan penurunan ph pada tanah alkali. Penggunaan pupuk kimia seperti urea dan ammonium sulfat dengan cara dibenam memberi emisi CH 4 lebih rendah daripada cara sebar. Penurunan emisi CH 4 tersebut dapat disebabkan oleh penurunan ph tanah akibat penggunaan ion ammonium oleh tanaman, saat ammonium diserap tanaman, secara bersamaan H + dilepas dalam tanah, sehingga menurunkan ph tanah. c. Suhu Bakteri metanogen umumnya menghendaki suhu optimal 30 o C sampai 40 o C (Vogels et al., 1988). Genangan air disebabkan oleh efek rumah kaca yang dihasilkan dari lahan. Genangan air akan meneruskan radiasi gelombang pendek (ultra ungu) ke tanah, dan mengurangi pancaran gelombang panjang (infra merah) ke atas. Di daerah tropik, bakteri tersebut berfungsi baik pada suhu 30 o C (Minami, 1990). Kenaikan setiap tingkat suhu tanah menyebabkan emisi CH 4 meningkat 1,5 2 kali dan mencapai maksimum pada 35 o C 40 o C (Parashar et al., 1993). 2. Emisi CH 4 Kontribusi tanaman padi sawah dalam mengemisi CH 4 sekitar 25% dari emisi global ke atmosfer. Hal ini lebih disebabkan oleh kondisi anaerob oleh bakteri metanogen (Rennenberg et al., 1992). Proses emisi CH 4 dari budidaya tanaman padi sawah ke atmosfer dijelaskan pada Gambar 4.

32 Gambar 4. Emisi CH 4 dari budidaya tanaman padi sawah ke atmosfer (Neue, 1993) Emisi CH 4 dipengaruhi oleh adanya perbedaan variabel internal dan eksternal (Khalil dan Shearer, 2000). Variabel internal meliputi karakteristik tanah, varietas padi, mikrobiologi tanah, dan variabel eksternal meliputi suhu tanah yang disebabkan radiasi surya, iklim, pengelolaan air (irigasi/tadah hujan), dan pemupukan. Tanaman padi sebagai media transportasi CH 4 dapat meningkatkan aktivitas biologi dalam tanah melalui pembentukan eksudat akar yang merupakan sumber karbon bagi bakteri pembentuk CH 4. Eksudat akar adalah senyawa organik dalam media tanah yang mengandung gula, asam amino dan asam organik lain sebagai penyusun bahan yang segera tersedia bagi bakteri metanogen (Kimura et al., 1991). Menurunnya eksudat akar akan berakibat berkurangnya proses metanogenesis, sehingga fluks CH 4 akan berkurang. Eksudat dan pembusukan akar merupakan sumber karbon bagi bakteri metanogen. Biomass akar yang banyak maka banyak pula CH 4 yang terbentuk. Lama tumbuh tanaman juga menentukan besarnya emisi CH 4 dari lahan sawah. Makin lama periode tumbuh tanaman, makin banyak eksudat dan biomas akar yang terbentuk sehingga emisi CH 4 menjadi tinggi. Pola pengaturan air yang tepat dapat menurunkan emisi CH 4. Penggenangan pertanaman padi sawah dengan interval dua sampai tiga minggu dapat mengurangi emisi CH 4 dengan sangat nyata tanpa mengurangi hasil (Sass dan Fisher, 1992).

33 Pelepasan CH 4 dari tanah sawah ke atmosfer melalui tiga mekanisme, yaitu melalui difusi, gelembung udara, dan melalui aerenkima yang terdapat dalam jaringan tanaman padi. Pelepasan CH 4 melalui aerenkima tanaman merupakan media pengangkut yang paling utama, yang mencapai lebih dari 90% (Kiene, 1991). Suplai O 2 untuk respirasi pada akar dilakukan melalui pembuluh aerenkima dan sebaliknya, gas-gas yang dihasilkan dari dalam tanah seperti CH 4 akan dilepaskan ke atmosfer melalui pembuluh aerenkima (Wagatsuma et al., 1992). Mekanisme transportasi pada tanaman terjadi akibat perbedaan gradien konsentrasi antara air disekitar akar dan ruang antar sel lysigenous pada akar dan menyebabkan CH 4 terlarut disekitar akar terdifusi ke permukaan cairan akar, menuju ke dinding sel korteks akar. Pada dinding korteks akar, CH 4 akan berubah menjadi gas dan disalurkan ke batang melalui pembuluh aerenkima dan ruang antar sel lysigenous. Selanjutnya CH 4 akan dilepas melalui pori-pori mikro pada pelepah daun bagian bawah (Nouchi, 1992). Mekanisme emisi CH 4 melalui aerenkima pada jaringan tanaman padi dapat dilihat pada Gambar 5. Kemampuan setiap varietas padi dalam penyaluran CH 4 juga berbeda, tergantung pada karakteristik agronomi tanaman, seperti jumlah anakan dan sistem perakaran (Nouchi, 1992). Dari faktor cahaya, perubahan keadaan dari terang ke gelap yang menurunkan termal cahaya, akan menurunkan suhu daun dan jaringan tanaman lainnya, akibatnya udara di dalam tanaman memadat dan udara disekitarnya terserap sehingga emisi CH 4 menurun (Nouchi, 1992).

34 Gambar 5. Mekanisme emisi CH 4 melalui aerenkima pada jaringan tanaman padi (Nouchi, 1992) E. Model DNDC (Denitrification Decomposition) DNDC merupakan salah satu model yang digunakan dalam penelitian emisi Gas Rumah Kaca (GRK), untuk mengetahui perubahan lingkungan terutama emisi GRK (CH 4, NO, N 2 O, dan NH 3 ) dalam hubungannya dengan perubahan iklim global. Model DNDC digunakan untuk memprediksi emisi GRK dari ekosistem pertanian. Perbedaan emisi CH 4 dari hasil pengukuran di lapangan dengan hasil prediksi menggunakan model akan dilakukan untuk melihat sejauh mana model dapat digunakan beserta keakuratannya. Hasil prediksi model yang valid tentu akan mempermudah suatu pekerjaan hanya dengan melakukan input parameterparameter yang diperlukan. Model dikendalikan oleh empat pengendali lingkungan utama sebagai input parameter yang digunakan yaitu iklim, kandungan fisik tanah, vegetasi dan aktifitas anthropogenik. Masukan data yang tepat dari empat pengendali tersebut akan menentukan keberhasilan simulasi (Li, 2000). Komponen model DNDC dibagi menjadi dua yaitu, input dari keadaan iklim tanah, pertumbuhan tanaman, submodel dekomposisi berupa suhu, kelembaban, ph, Eh tanah, dan konsentrasi gas berdasar pengendali lingkungan (iklim, tanah,

35 jenis tanaman, dan anthropogenik). Komponen kedua berupa proses nitrifikasi, denitrifikasi dan submodel fermentasi yang memprediksi fluks CH 4, NO, N 2 O, dan NH 3 berdasarkan variabel lingkungan tanah (Li, 1998). Skema model DNDC dapat dilihat pada Gambar 6. Dalam menciptakan suatu pemodelan gas-gas dalam tanah, diperlukan keterkaitan antara faktor pengendali lingkungan, faktor lingkungan tanah, dan reaksi biogeokimia. Akibat yang ditimbulkan dalam sistem dibagi menjadi dua kategori yaitu akibat keberadaan pengendali lingkungan dalam faktor lingkungan tanah, dan akibat faktor lingkungan tanah terhadap gas hasil reaksi biokimia dan geokimia. a. Hubungan pengendali lingkungan dengan faktor lingkungan tanah Tugas model dalam hal ini adalah menetapkan penghubung antara pengendali lingkungan dengan faktor lingkungan tanah. Perbedaan pengendali lingkungan tiap ekosistem tergantung dari input data seperti iklim, tanah, vegetasi, aktivitas manusia di lahan pertanian. DNDC memadukan pengendali lingkungan kedalam tiga submodel yaitu (Li, 2000): 1. submodel iklim tanah submodel ini memadukan karakteristik tanaman, iklim, sifat tanah, dan aktivitas persawahan, dan melakukan perhitungan suhu, kelembaban (RH), Eh tanah, serta suhu udara, presipitasi dan status oksigen. 2. submodel pertumbuhan tanaman submodel ini mengikuti pertumbuhan tanaman yang mempengaruhi suhu, RH, ph, Eh, DOC (Dissolved Organic Carbon) tanah dan konsentrasi nitrogen. 3. submodel dekomposisi submodel ini mengikuti konsentrasi substrat (DOC, NH + 4, NO - 3 ) dengan perpaduan karakteristik tanaman, iklim, properti tanah, dan aktivitas persawahan. Ketiga submodel berinteraksi menentukan suhu, RH, ph, Eh tanah dan konsentrasi substrat pada profil tanah dalam interval harian.

36 The DNDC Model Ecological drivers Climate Soil Vegetation Anthropogenic activity Daily water demands Daily biomass Accumulation (LAI) Annual average temperature Daily potensial ET Water uptake By roots N demand Grain CO 2 Very labile litter Labile litter Resistant litter LAI-regulated albedo Evaporation Transpiration Water flow Between layers Water stress Daily N uptake By roots Stalk NH 4 Labile microbes Resistant microbe Soil temperature profile Soil moisture profile Oxygen diffusion Soil Eh profile Oxygen consumptuion Root respiration Roots DOC Labile humads Resistant humads Soil climate Effect of temperature and moisture on decomposition Decomposition Passive humus Soil environmental variables Temperature Moisture ph Eh Substrate (NH 4+, NO 3-, and DOC) NO 2 - Nitrate denitrifier NO 3 - DOC Nitrifiers NH 4 + Soil Eh CH 4 production CH 4 NO N 2 O N 2 Nitrite denitrifier N 2 O denitrifier DOC NO - 3 NH Clay NH N 2 O NO NH 3 Aerenchyma DOC CH 4 oxidation CH4 transport Denitrification Nitrification Fermentation Gambar 6. Skema model DNDC

37 b. Hubungan faktor lingkungan tanah dengan emisi gas Dalam hal ini, model menghubungkan faktor lingkungan tanah dengan laju produksi dan konsumsi gas, yang didasarkan pada proses biologi, kimia, dan fisika, atau berdasarkan variabel kontrol, sehingga pengaruh tiap variabel tanah dapat dibedakan. Berdasarkan proses fisik, biologi dan kimia, CH 4 terbentuk akibat dekomposisi bahan organik pada kondisi anaerob. Organisme yang berperan khususnya bakteri metanogen, tidak dapat berfungsi baik bila terdapat oksidan (elektron akseptor). Beberapa oksidan tanah yang tereduksi sehingga dapat terbentuk CH 4 yaitu oksigen (tereduksi pada Eh +350 mv), MN 4+ - dan NO 3 (Eh +250 mv), Fe 3+ (Eh +150mV), SO 2-4 (Eh -150mV) dan CO 2 (Eh kurang dari - 200mV) (Kludze dan DeLaune, 1994 diacu dalam Li, 2000). Bakteri denitrifikasi menggunakan elektron akseptor selain oksigen karena kurangnya oksigen dalam tanah (Setyanto et al., 2004). CH 4 adalah produk akhir dari reduksi biologis CO 2 atau C-organik dalam kondisi anaerob (Wassmann et al., 1993). Fluks CH 4 dipengaruhi oleh kandungan karbon (DOC) dalam tanah (Wassmann et al., 1993), Eh tanah dan suhu tanah (Vogels et al., 1988 diacu dalam Li, 2000). Reduksi karbon dalam pembentukan CH 4 disebabkan oleh mikroba anaerob (metanogen) yang aktif saat Eh tanah rendah (Wassmann et al., 1993). Produksi CH 4 meningkat secara eksponensial dengan pengurangan Eh pada range -150 sampai -200 mv, dan keadaan suhu optimum yaitu o C (Kludze dan DeLaune, 1994 diacu dalam Li, 2000). Dalam hal ini, DNDC menghitung laju produksi CH 4 sebagai fungsi dari kandungan DOC dan suhu, dan memprediksi Eh tanah yang mencapai -150 mv atau dibawahnya. Reaksi produksi CH 4 : CO 2 + 8H + CH 4 + 2H 2 O, atau Corganik + 4H + CH 4 Jika CH 4 diproduksi pada Eh tanah rendah, dapat mendifusi kedalam Eh tanah tinggi (lapisan tanah atas atau tanah sekitar akar) dan akan dioksidasi dengan cepat dalam kondisi redoks yang lebih tinggi (DeBont et al., 1978 diacu dalam Li, 2000). Dalam hal ini, DNDC menghitung laju oksidasi CH 4 sebagai fungsi dari konsentrasi CH 4 dan Eh tanah. DNDC juga melakukan pemodelan

38 difusi CH 4 antara lapisan-lapisan tanah, tergantung pada gradien konsentrasi CH 4, suhu, dan porositas tanah. Tanaman menjadi perantara transportasi emisi CH 4 dari tanah ke atmosfer. DNDC memprediksi tanaman pembawa fluks CH 4 sebagai fungsi dari konsentrasi CH 4 dan aerenkima tanaman. Jika tanah tidak ditumbuhi, atau aerenkima tanaman tidak dapat dikembangkan dengan baik, pada saat inilah ebulisi berperan dalam emisi CH 4 (Nouchi et al., 1994 diacu dalam Li, 2000). Di dalam DNDC, diasumsikan bahwa ebulisi terjadi hanya di lapisan permukaan tanah. Laju ebulisi diatur oleh konsentrasi CH 4, suhu, porositas tanah, dan aerenkima tanaman. Persamaan yang menjelaskan pengaruh faktor lingkungan tanah dalam pembentukan NO, N 2 O, CH 4, dan NH 3, diatur dalam tiga submodel (Li et al., 1996). Submodel fermentasi berisi semua persamaan yang berhubungan dengan CH 4 untuk menghitung produksi, oksidasi dan transpor CH 4 dalam kondisi tergenang. Submodel denitrifikasi memuat semua persamaan denitrifikasi untuk menghitung produksi, konsumsi, difusi N 2 O dan NO selama hujan, irigasi atau selama penggenangan. Submodel nitrifikasi yang berisi persamaan nitrifikasi, fungsi produksi dan penguapan NH 3. Ketiga submodel ini menyusun komponen kedua dari model DNDC. Input parameter-parameter didalam model DNDC berupa suhu tanah dan presipitasi harian, berat jenis tanah, tekstur dan ph tanah, kandungan C-organik, manajemen pengolahan sawah (jenis tanaman dan rotasi, cara pembajakan lahan, penyuburan lahan, pemupukan, tipe irigasi, penggenangan dan pemberantasan hama) akan menghasilkan output atau keluaran dari model berupa profil tanah harian seperti suhu, RH, Eh, ph dan konsentrasi dari total C-organik, nitrat, nitrit, amonium, urea, amonia, dan fluks harian CO 2, NO, N 2 O, CH 4, dan NH 3 (Li et al., 1996 diacu dalam Li, 2000). Beberapa gambaran hasil pemodelan dengan menggunakan DNDC: a. Peningkatan produktifitas padi secara signifikan akan meningkatkan fluks CH 4 meskipun mengurangi fluks CO 2 dan N 2 O b. Peningkatan pemakaian jumlah pupuk, akan meningkatkan fluks CH 4 dan N 2 O dan mengurangi fluks CO 2

39 c. Peningkatan frekuensi drainase intermittent akan mengurangi fluks CH 4 namun meningkatkan fluks N 2 O dan CO 2 d. Penggantian penggunaan lahan dari padi sawah ke tanaman tipe dataran tinggi seperti gandum akan menurunkan fluks CH 4 dan juga fluks N 2 O dan CO 2 Pengukuran di lapangan sebelumnya menunjukkan bahwa pengaturan budidaya padi sawah tidak hanya berpengaruh pada fluks metan, tetapi juga fluks N 2 O dari tanah ke atmosfer.

40 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Bahan dan Alat Bahan dan alat yang digunakan dalam penelitian adalah sebagai berikut : 1. Seperangkat komputer 2. CD program Visual C++ 3. Tanaman padi varietas Ciherang 4. Sungkup/boks 5. Bahan lapangan 6. Injektor polypropilen 5 ml 7. Kromatografi Gas 8A 8. Integrator Shimadzu 6A 9. Sampling Valve 10. Standar CH 4, CO 2, dan N 2 O 11. Gas H 2 dan N 2, dan udara tekan 12. Alat pengukur ketinggian air 13. Ajir biomass 14. Timbangan analitik 15. Rice Moisture meter B. Waktu dan Tempat Pelaksanaan Penelitian dilaksanakan di Kebun Percobaan Balai Penelitian Lingkungan Pertanian, Jakenan. Waktu penelitian dimulai dari bulan Februari hingga Agustus C. Metode Penelitian 1. Pelaksanaan penelitian Penelitian dilakukan untuk membandingkan data emisi CH 4 aktual di lapangan dan data emisi CH 4 berdasarkan model DNDC. Keakuratan data berdasarkan model DNDC dapat dilihat dari perbedaan antara emisi CH 4

41 aktual dan model, serta grafik perbandingan data aktual dan data berdasarkan model. Proses pengambilan data emisi CH 4 disajikan pada Gambar 7. mulai penyemaian Penyiapan lahan percobaan penanaman Penempatan boks Pengambilan data di lapangan : 1. Data iklim 2. Karakteristik tanah 3. Manajemen budidaya Input data kedalam model Input : H = 0 ; next H = H + 6, H 106 RUN model Analisis gas dengan Kromatografi Gas Emisi CH 4 (kgc/ha) (Data model) Emisi CH 4 (kgc/ha) (Data aktual) Gambar 7. Diagram alir proses pengukuran metana a. Pelaksanaan penelitian di lapangan Penelitian dilakukan pada lima belas petak sawah berukuran 5m x 6m, dengan perlakuan yang berbeda pada tiap petak. Lima belas petak sawah tersebut digunakan untuk mengakomodasi 5 perlakuan dan 3 ulangan. Kelima perlakuan tersebut adalah : 1. Non PTT Tergenang : menggunakan bibit umur 25 hss, jarak tanam 20 cm x 20 cm, 3 rumpun per lubang, pupuk sesuai anjuran (120 kg/ha N,

42 90 kg/ha P, 60 kg/ha K), tanpa bahan organik, irigasi terus-menerus (continously flooded). 2. Non PTT Intermittent : menggunakan bibit umur 25 hss, jarak tanam 20 cm x 20 cm, 3 rumpun per lubang, pupuk sesuai anjuran (120 kg/ha N, 90 kg/ha P, 60 kg/ha K), tanpa bahan organik, irigasi berselang (intermittent). 3. PTT Intermittent : Menggunakan bibit muda (15 hss) satu rumpun per lubang, pupuk dasar sesuai anjuran (75 kg/ha N, 250 kg/ha P, 100 kg/ha K), pemupukan berdasarkan BWD (Bagan Warna Daun) 65 kg urea/ha, pupuk organik setara 2 ton/ha, irigasi berselang (intermittent) dengan cara tanam sistem legowo 2:1 (20 cm x 10 cm x 40cm). 4. PTT Tergenang : Menggunakan bibit muda (15 hss) satu rumpun per lubang, pupuk dasar sesuai anjuran (75 kg/ha N, 250 kg/ha P, 100 kg/ha K), pemupukan berdasarkan BWD (Bagan Warna Daun) 65 kg urea/ha, pupuk organik setara 2 ton/ha, irigasi terus-menerus (continously flooded) dengan cara tanam sistem legowo 2:1 (20 cm x 10 cm x 40cm). 5. SRI Intermittent : menggunakan bibit umur 15 hss, satu rumpun per lubang, hanya menggunakan pupuk organik setara 15 ton/ha, jarak tanam 30x30 cm, irigasi berselang (intermittent). Gambar 8 memperlihatkan layout tanaman padi pada lima belas petak sawah. Rancangan percobaan acak kelompok dengan tiga ulangan. Emisi CH 4 diukur secara manual selama pertumbuhan tanaman dengan menggunakan boks yang dapat dioperasikan secara manual. Setiap ulangan percobaan dipasang boks yang terbuat dari fleksiglass berukuran 0.4 m x 0.4 m x 0.6 m untuk tinggi tanaman kurang dari 60 cm, dan dilakukan penambahan boks berukuran 0.4 m x 0.4 m x 0.5 m untuk tanaman dengan tinggi lebih dari 60 cm. Pengambilan contoh gas dilakukan jam 6 pagi dengan interval waktu 6 menit yaitu pada menit ke-6, 12, 18, dan menit ke-24. Gas dari kolom boks diambil dengan menggunakan injector polypropilen 5 ml. Contoh gas selanjutnya diinjeksikan ke dalam kolom yang berfungsi memisahkan gas CH 4 dari

43 gas-gas lain di dalam injektor, dan mengatur masuknya sampel ke kromatografi gas. Contoh gas kemudian dianalisis dengan menggunakan kromatografi gas yang dilengkapi dengan FID (Flame Ionisation Detector). Hasil analisis dapat dilihat dari integrator Shimadzu 6A untuk interpretasi peak dari kromatografi dalam bentuk area. III-3 II-2 I-3 III-2 II-5 I-2 III-5 II-3 I-5 III-1 II-4 I-1 III-4 II-1 I-4 A U Keterangan gambar : Perlakuan : 1. Non PTT tergenang, 25 hss 2. Non PTT intermittent, 25 hss 3. PTT intermittent, 15 hss 4. PTT tergenang, 15 hss 5. SRI Intermittent Ulangan : I. Ulangan pertama II. Ulangan kedua III. Ulangan ketiga A. Papan nama Pembatas saluran air Gambar 8. Layout plot tanaman padi dengan perbedaan perlakuan b. Penggunaan model DNDC Pemodelan dimulai dengan menginstal model kedalam komputer. Model menggunakan Visual C++ dan dieksekusi oleh Windows98. Klik DNDC72.EXE dalam direktori C:\DNDC untuk memulai penggunaan model. Model DNDC membutuhkan IBM-PC, memori minimum 64M, kecepatan 350MHz, dan isi minimum dalam hard disk yaitu 5MB. Untuk mendapatkan tampilan grafik yang baik, dibutuhkan SVGA (1024x768). Kebutuhan ruang disk untuk keperluan 100 tahun yaitu 0.5MB. Model DNDC merupakan model simulasi komputer yang memprediksi sifat biokimia tanah yaitu karbon (C) dan nitrogen (N) dari

44 ekosistem pertanian, baik dalam skala lapangan ataupun skala regional. Dalam penelitian ini, digunakan model DNDC7.2 dengan versi windows. Tampilan windows memerlukan masukan data-data untuk menjalankan model. Informasi utama yang diperlukan yaitu iklim dan lokasi lapangan, keadaan tanah, dan informasi mengenai perlakuan tanaman. Dari masing-masing bagian tersebut terdapat subbagian yang memerlukan data spesifik seperti jenis tanaman, pola pengairan, perlakuan tanah, pemupukan, kandungan karbon (C) dalam tanah, dan lain-lain. Setelah semua data dimasukkan, lakukan RUN, dan model akan memulai simulasi dari semua data yang telah dimasukkan. Sebagai permulaan simulasi setiap tahun, DNDC dimulai dengan membaca semua input data dalam setiap spesifik tahun, lalu mengeksekusi submodel secara berurutan yaitu iklim tanah, pertumbuhan tanaman, dekomposisi, nitrifikasi, denitrifikasi, fermentasi. Profil iklim tanah yang pertama dihitung, didasarkan pada data iklim harian dan properti tanah dalam interval jam. DNDC kemudian mensimulasi pertumbuhan tanaman seperti pertukaran air, C dan N dalam tanaman atau keadaan tanah yang didasarkan pada cara penanaman, suhu, kondisi air atau N dalam tanah dalam interval harian. Dekomposisi dihitung berdasarkan profil iklim tanah dan ketersediaan N dalam interval harian. Nitrifikasi dan denitrifikasi diprediksi dalam interval jam yang dikendalikan oleh ukuran gelembung anaerob dan hubungan tiap substrat. Jika terjadi penggenangan, DNDC akan mengaktifkan submodel fermentasi untuk menghitung produksi dan oksidasi metan (CH 4 ) dalam interval harian. Jika diperlukan, di akhir simulasi harian, DNDC akan menyimpan hasil prediksi harian dari kandungan C besrta fluks C, kandungan N beserta fluks N, profil suhu dan kelembaban tanah, dan biomass tanaman. Dari rangkaian ini, DNDC terusmenerus dapat dijalankan dari hari ke hari. DNDC beralih ke tahun berikutnya jika simulasi selesai hingga 31 Desember. Simulasi akan berlangsung terus hingga tahun terakhir pembudidayaan (Li dan Qin, 2000). Kandungan dan fluks C dan N tahunan dalam ekosistem yang

45 disimulasi akan tersimpan dalam beberapa file dalam direktori C:\DNDC\RECORD\. 2. Pengamatan/Pengukuran Selama penelitian berlangsung, akan dilakukan pengamatan dan pengukuran sebagai berikut : a. Pengamatan dan pengukuran di lapangan 1. Contoh tanah dari setiap plot dianalisis sebelum dan sesudah perlakuan 2. Emisi GRK (CH 4, N 2 O dan CO 2 ) setiap minggu 3. Hasil gabah dan bobot jerami saat panen 4. Komponen hasil (jumlah malai/rumpun, jumlah gabah per malai, persentase gabah isi dan bobot 1000 butir gabah isi) 5. Pemupukan (besar penambahan N, P, dan K), penggunaan BWD untuk penambahan N, dan pemberian pupuk organik pada perlakuan SRI dan PTT. 6. Pengairan pada perlakuan tergenang ataupun intermittent, dengan ketinggian penggenangan adalah 5 cm 7. Pemberantasan hama dengan pestisida, fungisida, dan biopestisida b. Masukan data dalam model DNDC Input data model dapat dilihat pada Tabel 3. dengan garis besar informasi yang diperlukan adalah sebagai berikut : 1. Informasi iklim dan lokasi Data iklim yaitu suhu maksimum, suhu minimum harian, dan curah hujan Analisis kandungan nitrogen dalam air hujan Analisis C-organik dalam pupuk kandang Informasi letak geografis lokasi penelitian Informasi nilai konsentrasi NH 3 dan CO 2 di daerah tropis 2. Informasi keadaan tanah Jenis tanaman Tekstur dan fraksi liat tanah

46 Massa jenis dan ph tanah Kandungan liat dan C-organik tanah Nilai NO 3 (-), NH 4 (+), kelembaban dan suhu tanah 3. Informasi teknik penanaman Waktu simulasi dalam tahun Jumlah rotasi selama tahun simulasi Informasi perlakuan tanaman yaitu tanggal tanam dan tanggal panen, hasil produksi tanaman, data aplikasi pengolahan lahan, aplikasi pemupukan dan parameter pemupukan, aplikasi pemberian pupuk organik, parameter pengairan dengan cara penggenangan, dan perlakuan irigasi.

47 Tabel 3. Input model DNDC No Input 1. Data lokasi - nama tempat - letak lintang ( o LS) Keterangan 2. Data iklim - file data : curah hujan (mm) : suhu maksimum ( o C) : suhu minimum ( o C) - konsentrasi N pada air hujan (mg N/liter) - konsentrasi NH 3 di atmosfer (μn/m 3 ) - konsentrasi CO 2 di atmosfer (ppm) 3. Data tanah - tekstur tanah - densitas (g/cm 3 ) - latar belakang guna tanah - ph - Soil Organic Carbon (0-5 cm dari permukaan) - Fraksi liat : litter dalam SOC : humads dalam SOC : humus dalam SOC - NO 3 (-) di permukaan tanah (mg N/kg) - NH 4 (+) di permukaan tanah - Moisture - Suhu tanah ( o C) - Wilting point - Field capasity 4. Data tanaman - jenis tanaman - waktu tanam (bulan/tanggal) - waktu panen (bulan/tanggal) - hasil panen (kg/ha) - residu tanaman 5. Pengolahan tanah - waktu pengolahan (bulan/tanggal) - metode pengolahan (alat/mesin) 6. Pemupukan kimia - waktu pemupukan (bulan/tanggal) - metode pemupukan (permukaan/injeksi) - jenis pupuk - jumlah pupuk (kg N/ha) 7. Pemupukan alami - waktu pemupukan (bulan/tanggal) - jenis pupuk - jumlah karbon (C) dalam pupuk (kgc/ha) - C/N ratio 8. Penyiangan - waktu penyiangan (bulan/tanggal)

48 9. Penggenangan - kecepatan meloloskan air (mm/hari) - waktu penggenangan : awal (bulan/tanggal) : akhir (bulan/tanggal) - ph air 10. Irigasi - ph air - waktu irigasi (bulan/tanggal) - banyak air yang digunakan (cm) 11. Grazing - waktu beternak : awal (bulan/tanggal) : akhir (bulan/tanggal) - jenis ternak dan jumlahnya (ekor/ha) Model menghasilkan output beberapa file yang memperlihatkan kondisi meteorologi, sifat kimia dan iklim tanah, pertumbuhan tanaman, dan emisi gas. Output tersebut yaitu : 1. File 1 menunjukkan kolom pengisian dari site name, simulated year, crop type, dan Julian day. 2. File 2 menunjukkan kolom pengisian dari daily soil carbon dan nitrogen profiles. 3. File 3 menunjukkan kolom pengisian dari daily air temperature, precipitation, snow pack, evaporation, dan transpiration. 4. File 4 menunjukkan kolom pengisian dari crop LAI/biomass development dan cropping practices. 5. File 5 menunjukkan kolom pengisian dari daily soil moisture, ammonium, nitrate, ph, dan Eh. 6. File 6 menunjukkan kolom pengisian dari daily flukses of CO 2, NH 3, dan CH 4 7. File 7 menunjukkan kolom pengisian dari daily flukses of N 2 O, NO, dan N 2 3. Analisis dan Interpretasi data Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Kelompok dengan tiga kali ulangan. Analysis of Varian (ANOVA) digunakan untuk menganalisis data emisi CH 4 dengan tujuan melihat perbedaan antar perlakuan dengan menggunakan program SAS versi Pengujian untuk melihat sejauh mana perbedaan antar perlakuan dilakukan

49 dengan menggunakan uji Duncan Multiple Range Test (DMRT). Persamaan regresi digunakan untuk mengetahui kedekatan hubungan antara variabel bebas dengan variabel tak bebas. Analisis regresi dilakukan antara hubungan emisi CH 4 dengan hasil padi dan biomas panen, hubungan antara fluks CH 4 harian dengan biomass total pada masingmasing perlakuan, serta untuk mengetahui hubungan emisi model terhadap emisi aktual. 4. Perhitungan emisi CH 4 a. Berdasarkan data lapangan 1. Konsentrasi CH 4 dihitung berdasarkan nilai area standar dan area sampel. Dengan menggunakan standar 10.1 ppm, maka nilai konsentrasi CH 4 dapat dihitung dengan persamaan : x ppm 10.1 ppm = area sampel area s tan dar Perubahan konsentrasi CH 4 terhadap waktu atau slope (δc/δt) dari hubungan antara konsentrasi CH 4 terhadap waktu dengan interval 2 menit, digunakan untuk menghitung laju CH 4 2. Laju fluks (E) dihitung dengan persamaan sebagai berikut (Khalil dan Shearer, 2000): E = Bm Vm x δ c δ t V x A x T Keterangan : E = fluks CH 4 (mg/m 2 /menit) V = volume sungkup (m 3 ) A = luas dasar sungkup (m 2 ) T = suhu udara rata-rata di dalam sungkup ( o C) δc/δt = laju perubahan konsentrasi gas CH 4 (ppm/menit) Bm = berat molekul gas CH 4 dalam kondisi standar ( g) Vm = volume gas pada kondisi standar (22.41 liter)

50 Emisi CH 4 dalam satu musim dihitung dengan persamaan : Emisi CH 4 (kg/ha) = fluks CH 4 (mg/m 2 /hari) x umur padi b. Berdasarkan data model DNDC Pola emisi CH 4 dapat dilihat dalam bentuk grafik setelah RUN model. Nilai emisi CH 4 tersimpan secara otomatis dalam model pada sub direktori C:\DNDC\RESULT.

51 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Data Aktual (lapangan) 1. Kondisi geografis Lokasi penelitian berada pada letak geografis 06 o 45 LS dan 111 o 40 BT. Memiliki iklim D menurut klasifikasi Schmidt dan Ferguson dengan curah hujan rata-rata kurang dari 1600 mm/th. Penelitian dilaksanakan selama satu musim yaitu pada musim kemarau (MK) tahun Data iklim berupa suhu maksimum, suhu minimum, dan curah hujan didapatkan dari stasiun klimatologi yang ada di Balai Penelitian Lingkungan Pertanian (Lampiran 1.). 2. Fluks CH 4 selama satu musim Pola fluktuasi CH 4 harian beragam selama pertumbuhan tanaman, yaitu relatif lebih tinggi saat fase pertumbuhan vegetatif dan menurun pada fase reproduksi. Emisi CH 4 meningkat secara cepat setelah transplanting mg/m 2 /hari (Wassman et al., 1993). Fluks CH 4 dalam satu musim dapat dilihat pada Gambar 9. Fluks CH4 (kgc/ha/hari) Non PTT Tergenang Non PTT Intermittent PTT Intermittent PTT Tergenang SRI Intermittent fase generatif fase vegetatif Hari setelah sebar (HSS) Gambar 9. Pola fluktuasi CH 4 pada beberapa teknik budidaya tanaman padi

52 Banyaknya eksudat yang dilepaskan akar, dan jumlah anakan padi yang banyak pada fase vegetatif, akan menigkatkan emisi CH 4, sedangkan pada fase generatif, emisi CH 4 berkurang karena berkurangnya jumlah eksudat dan anakan tanaman padi. Pada fase vegetatif, mulai dari perkecambahan biji sampai menjelang primordia, fluks CH 4 meningkat seiring meningkatnya pertumbuhan tanaman. Namun, pada awal pertumbuhan, fluks CH 4 harian sangat rendah. Hal ini disebabkan oleh proses adaptasi fisiologis dari tanaman terhadap kondisi lingkungan yang baru akibat tanam pindah. Pada fase generatif, fluks CH 4 cenderung menurun atau datar yang dimulai dari fase primordia sampai pembungaan dan pengisian malai. Hal ini tergantung dari kemampuan tanaman mengurai fotosintat. Tanaman padi sangat efisien mengurai fotosintat pada waktu pengisian malai, sehingga jumlah eksudat yang dilepaskan melalui, hal ini akan mempengaruhi pembentukan CH Parameter tanaman Biomas akar yang banyak akan meningkatkan pembentukan CH 4. Pembentukan biomas dipengaruhi oleh banyaknya radiasi yang masuk selama proses fotosintesis. Pada perlakuan PTT, jarak tanam yang renggang menyebabkan fotosintesis berlangsung lebih efisien. Fotosintat dari hasil fotosintesis akan dikeluarkan sebagai eksudat akar apabila tidak dapat dimanfaatkan secara maksimal untuk pertumbuhan tanaman. Data parameter tanaman berupa berat biomass total tanaman dapat dilihat pada Tabel 4.

53 Tabel 4. Berat biomas total tanaman dan fluks CH 4 pada 3 usia tumbuh Perlakuan Non PTT Tergenang Non PTT Intermittent 40 HSS 1.03 a 1.07 a Biomas (g) 53 HSS 3.67 b 3.47 b 67 HSS a a PTT Intermittent 2.33 a 7.37 a a PTT Tergenang 1.87 a 3.23 b a SRI 2.47 a 5.90 ab a Perlakuan Fluks CH 4 (kg/ha) 36 HSS 51 HSS 65 HSS Non PTT Tergenang a a a Non PTT Intermittent b 87.1 c 36.4 b PTT Intermittent b 92.9 c 37.3 b PTT Tergenang b b a SRI b 79.7 c 14.0 b Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada satu kolom tidak berbeda nyata berdasarkan uji Duncan pada p=0.05 Analisis statistik menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan berat biomas yang nyata antar perlakuan pada 40 dan 67 HSS. Perbedaan muncul pada 53 HSS dengan berat biomas tertinggi sebesar 7.37g rumpun pada perlakuan PTT Intermittent. Banyaknya biomas diduga menjadi penyebab tingginya emisi CH 4. Semakin banyak jumlah anakan dan tinggi tanaman jumlah aerenkima juga semakin banyak sehingga terbuka jalan bagi lepasnya CH 4. Pelepasan emisi CH 4 melalui jaringan aerenkima mencapai 90%, sedang sisanya melalui gelembung udara atau ebulisi (Holzapfel-Pschorn et al., 1986). Perakaran padi berperan penting dalam proses oksidasi CH 4 menjadi CO 2, akar padi juga memiliki kemampuan dalam melakukan pertukaran O 2 sehingga CH 4 yang terbentuk di perakaran dapat teroksidasi. Selain berperan dalam pertukaran gas, akar padi juga melepaskan eksudat akar yang kaya akan sumber karbon yang mudah terurai. Dengan demikian semakin banyak biomas akar, pembentukan CH 4 juga meningkat (Setyanto et al., 2004). Hubungan antara fluks CH 4 harian dengan biomas total disajikan dalam Gambar 10.

54 a. Fluks CH4 (kg/ha/hari) y = 3.4x x R 2 = 0.79**, n = b. c. Fluks CH4 (kg/ha/hari) Fluks CH4 (kg/ha/hari) Biomas total (g) y = 0.6x x R 2 = 0.85**, n = Biomas total (g) y = 0.2x x R 2 = 0.61**, n = Biomas total (g) ** nyata pada taraf uji P = 0.01 * nyata pada taraf uji P = 0.05 Gambar 10. Kurva persamaan regresi antara biomas total tanaman dengan fluks CH 4 untuk perlakuan (a) Non PTT Intermittent, (b) PTT Intermittent, dan (c) SRI Intermittent. Gambar 10 menunjukkan hubungan antara biomas total tanaman dan fluks CH 4. Fluks CH 4 berkorelasi dengan biomas total tanaman. Hal ini berarti menunjukkan bahwa biomas total tanaman berpengaruh terhadap fluks CH 4. Nilai koefisien korelasi (r) pada perlakuan Non PTT Intermittent, PTT

55 Intermittent, dan SRI nyata pada P = 0.01, sedangkan pada perlakuan Non PTT Tergenang dan PTT Tergenang tidak terdapat hubungan nyata, yang dapat disebabkan oleh ketidakstabilan bakteri metanotrof dalam kondisi penggenangan (Lampiran 4). 4. Total emisi CH 4 dan komponen hasil Data panen meliputi potensi hasil (yield potential) (Lampiran 5) dan hasil gabah aktual ditunjukkan pada Tabel 5. Nilai potensi hasil padi diperoleh dengan mengetahui persentase gabah isi padi, malai, jumlah anakan, dan berat 1000 butir gabah yang kemudian dikonversi kedalam hasil padi per satuan luas. Hasil gabah aktual diketahui dengan memperhitungkan berat Gabah Kering Giling (GKG) pada kadar air 14%. Berat biomas panen sebagai salah satu komponen hasil tanaman dapat juga dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Total emisi CH 4, Gabah kering giling (GKG), potensi hasil dan biomas panen selama satu musim tanam di Kebun Percobaan Balingtan pada MK 2007 (n=3 ± SD) Total emisi CH 4 Perlakuan Ratio 4 GKG 2 Potensi hasil 3 Biomas Panen (kg/ha) t/ha Non PTT Tergenang ± b ± 0.19 a ± 0.30 b ± 0.82 a 1 Non PTT Intermittent 57.9 ± 5.07 c ± 0.15 a 8.1 ± 1.16 bc 7.2 ± 0.63 a PTT Intermittent 78.3 ± c ± 0.14 a 10.6 ± 1.00 a 8.8 ± 1.62 a PTT Tergenang ± a ± 0.08 a 8.8 ± 0.74 b 8.8 ± 1.03 a SRI 60.8 ± 6.85 c ± 0.34 b 7.3 ± 0.60 c 2.5 ± 0.31 b 1 Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada satu kolom tidak berbeda nyata berdasarkan uji Duncan pada p= GKG adalah Gabah Kering Giling pada kadar air 14% 3 Potensi hasil dihitung berdasarkan rumus 'jumlah malai/m 2 x jumlah gabah/malai x %gabah isi/anakan x berat 1000 butir x Ratio adalah perbandingan GKG dan total emisi dalam satuan kg GKG/kg CH4 Total emisi CH 4 tertinggi dalam satu musim tanam adalah pada perlakuan PTT Tergenang, diikuti Non PTT Tergenang, PTT Intermttent, SRI dan Non PTT Intermittent. Umur tanaman turut berpengaruh terhadap perhitungan total emisi CH 4, tanaman dengan umur dalam akan menghasilkan emisi CH 4 lebih besar dibanding tanaman berumur genjah. Kondisi

56 penggenangan dan pengeringan juga mempengaruhi emisi CH 4. Penggenangan menyebabkan kondisi anaerob, yang dapat meningkatkan bakteri metanogen, sedangkan pada kondisi pengeringan terjadi reaksi oksidasi yang dapat meningkatkan aktifitas mikroorganisme metanotrof yang dapat mengoksidasi CH 4. Pada perlakuan SRI, pemberian pupuk kandang dalam jumlah besar dapat meningkatkan emisi CH 4. Namun, karena pengairan yang dilakukan dengan cara intermittent, maka emisi yang dikeluarkan juga rendah karena tanah tidak selalu berada pada kondisi reduksi. Pada perlakuan PTT, cara pengairan dengan Intermittent dapat menekan emisi CH %. Untuk Non PTT, cara pengairan intermittent dapat menekan emisi CH 4 sebasar 79.5%. Pada perlakuan PTT Tergenang, ternyata menghasilkan emisi CH % lebih besar dari Non PTT Tergenang. Sedangkan untuk perlakuan PTT Intermittent, emisi CH 4 yang dihasilkan 26.1% lebih besar dibandingkan Non PTT Intermittent. Hasil padi tertinggi berdasarkan GKG adalah pada perlakuan PTT Tergenang yaitu 7.1 ton/ha. GKG merupakan hasil padi aktual berdasarkan data pada luasan ubinan yang dikonversikan ke satuan hektar. Sedangkan Potensi hasil adalah dengan cara mengkonversi komponen hasil seperti %gabah hampa, %gabah isi, jumlah anakan dan berat 1000 butir kedalam satuan hektar. Potensi hasil tertinggi adalah pada perlakuan PTT Intermittent. Hal ini dapat diartikan bahwa dalam skala yang lebih luas, perlakuan PTT Intermittent memiliki potensi hasil yang lebih tinggi daripada perlakuan yang lain, begitupula dengan biomas panen. Namun komponen-komponen dalam PTT belum dapat diterapkan secara keseluruhan di sejumlah lokasi persawahan, hal tersebut dikarenakan adanya keragaman kondisi lokasi terhadap keberadaan sumber air, ataupun karakteristik tanah yang tidak memungkinkan dilakukannya sistem PTT. Berdasarkan pola pengairan irigasi terputus, terdapat perbedaan potensi hasil padi antar perlakuan. Kenaikan hasil padi dicapai pada perlakuan PTT lebih besar 23.8% dibandingkan Non PTT, dan 31.3% lebih tinggi dari perlakuan SRI. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa hasil padi yang tinggi tidak selalu identik dengan tingginya emisi gas CH 4. Hasil padi yang tinggi belum

57 tentu menjamin emisi CH 4 yang dikeluarkan juga tinggi tergantung cara budidaya yang diterapkan. Perlakuan Non PTT Intermittent menjadi pilihan yang terbaik, karena memberikan ratio tertinggi antara GKG dan total emisi CH 4, yaitu kg GKG per 1 kg CH 4. Hubungan antara Emisi CH 4 terhadap hasil padi dan biomas panen menunjukkan bahwa hasil padi dan biomas panen tidak berkorelasi nyata dengan emisi CH 4 (Lampiran 8). Hal tersebut dapat diartikan bahwa setiap usaha peningkatan produksi padi dalam pemenuhan kebutuhan pangan, tidak selalu disertai dengan peningkatan emisi CH 4. B. Data Model DNDC 1. Pengambilan data input model Data input yang diperlukan meliputi data iklim, kandungan fisik tanah, vegetasi dan aktifitas anthropogenik. Input data keseluruhan yang digunakan dalam model pada masing-masing perlakuan dapat dilihat pada Lampiran 9 untuk perlakuan Non PTT Tergenang, Lampiran 10 perlakuan Non PTT Intermittent, Lampiran 11 perlakuan PTT Intermittent, Lampiran 12 perlakuan PTT Tergenang, dan Lampiran 13 untuk perlakuan SRI Intermittent. Sedangkan input data yang dihasilkan dari model dapat dilihat pada Lampiran 14, Lampiran 15, Lampiran 16, Lampiran 17 dan Lampiran 18 untuk perlakuan secara berurutan adalah Non PTT Tergenang, Non PTT Intermittent, PTT Intermittent, PTT Tergenang dan SRI Intermittent. Analisis laboratorium yang dilakukan pada penelitian ini yaitu analisis tanah, C- organik pada pupuk kandang, dan analisis kandungan nitrat air hujan. Pengisian input hasil panen dilakukan berdasarkan perhitungan sebagai berikut : Biomas panen + GKG kotor Dengan residu tanaman dihitung berdasarkan rumus : Biomas panen Biomas panen + GKG kotor

58 Pada model, tidak aktifnya input transplantasi atau pindah tanam, menyebabkan adanya anggapan bahwa penanaman padi dilakukan dengan cara tanam benih langsung (tabela). sedangkan pada kenyataannya di lapangan, penanaman padi dilakukan secara tanam pindah. Perbedaan cara penanaman berdasarkan model dan di lapangan menjadi salah satu kelemahan model. 2. Prediksi model terhadap data aktual Fluks CH 4 sebagai output dari model selama satu musim dapat dilihat pada Lampiran 19. Hasil prediksi emisi CH 4 dari model terhadap data aktual di lapangan pada masing-masing perlakuan selama satu musim tanam disajikan pada Gambar 11 dan 12. Perbedaan antara data model dan data aktual di lapangan dapat disebabkan oleh faktor analisis sensitivitas untuk setiap spesifik gas yang diuji, seperti kandungan bahan organik dalam tanah yang merupakan faktor utama untuk gas CO 2, N 2 O, dan emisi CH 4, sedangkan ph tanah adalah faktor utama dalam pelepasan NH 3 ke udara (Li, 1998). Hasil analisis model untuk perlakuan SRI Intermittent menunjukkan bahwa pemberian pupuk kandang tanpa pemakaian pupuk kimia dapat meningkatkan emisi CH 4. Namun, karena kondisi tanahnya yang tidak selalu jenuh air, maka emisi yang dikeluarkan tidak terlalu tinggi. Produksi CH 4 akan berubah mengikuti perkembangan tanaman. Penambahan eksudat akar seiring dengan pertumbuhan tanaman menyebabkan lebih tingginya jumlah karbon yang mudah terdekomposisi dalam tanah sehingga emisi CH 4 meningkat. Pengaruh pemberian pupuk kandang terhadap emisi CH 4 mulai terlihat pada 22 HSS. Hal ini disebabkan oleh terdekomposisi pupuk kandang dalam tanah sehingga emisi CH 4 meningkat. Sedangkan penurunan emisi CH 4 menjelang panen diduga karena jumlah pupuk kandang berkurang, dan juga dapat dipengaruhi oleh tidak berkembangnya lagi aerenkima tanaman.

59 a. Fluks CH4 (kgc/ha/hari) pemupukan I tapin pemupukan II Hari Setelah Sebar (HSS) pemupukan III panen aktual model b Fluks CH4 (kgc/ha/hari) pemupukan I tapin pemupukan II pemupukan III pengeringan pengeringan pengeringan pengeringan panen aktual model Hari Setelah Sebar (HSS) c. Fluks CH4 (kgc/ha/hari) pemupukan I tapin pemupukan II pemupukan III (BWD I) pemupukan IV (BWD III) pengeringan pengeringan pengeringan pengeringan panen aktual model Hari Setelah Sebar (HSS) Gambar 11. Pola fluks CH 4 berdasarkan data aktual dan model dari perlakuan teknik budidaya (a) Non PTT Tergenang, (b) Non PTT Intermittent dan (c) PTT Intermittent.

60 d. Fluks CH4 (kgc/ha/hari) pemupukan I tapin pemupukan II pemupukan III (BWD I) Hari Setelah Sebar (HSS) pemupukan IV (BWD III) panen aktual model e Fluks CH4 (kgc/ha/hari) tapin pemupukan (pupuk organik) pengeringan pengeringan pengeringan pengeringan panen aktual model Hari Setelah Sebar (HSS) Gambar 12. Pola fluks CH 4 berdasarkan data aktual dan model dari perlakuan teknik budidaya (d) PTT Tergenang dan (e) SRI Intermittent Pola fluktuasi CH 4 antara data aktual dan data model memiliki kesamaan kurva dalam memperlihatkan peningkatan dan penurunan emisi CH 4, namun memiliki perbedaan yang signifikan pada nilai emisi CH 4 harian. Pada kurva CH 4 aktual, dari awal pertumbuhan hingga pertengahan tumbuh, emisi CH 4 yang dihasilkan semakin tinggi, dan menurun saat memasuki fase generatif hingga panen. Hal ini dapat dijelaskan bahwa pada fase primordia, fotosintat banyak digunakan untuk pembentukan bakal bunga, sehingga eksudat akar yang dikeluarkan sedikit. Semakin sedikit eksudat akar, maka proses

61 metanogenesis akan berkurang, dan produksi CH 4 juga menurun. Eksudat dan pembusukan akar merupakan sumber karbon bagi bakteri metanogen. Semakin banyak jumlah anakan, semakin banyak aerenkima atau cerobong yang menghubungkan rizosfer dan atmosfer, maka kapasitas angkut CH 4 akan semakin tinggi (Aulakh et al., 2000). Jumlah anakan maksimum yang dicapai pada umur tanaman 66 HSS merupakan masa transisi menuju fase generatif. Kurva CH 4 model pada Gambar 10 dan Gambar 11, menunjukkan kestabilan nilai fluks CH 4 hingga umur HSS, dan meningkat tajam hingga menurun menjelang panen. Keragaman fluktuasi ini menjadi kelemahan model terhadap data aktual. Perbedaan karakteristik tanah, kondisi iklim dan cara budidaya di negara subtropis di mana model ini dikembangkan juga memberi pengaruh terhadap perhitungan fluktuasi CH 4 di daerah tropis. Gambar 13 memperlihatkan perbedaan total emisi CH 4 pada masingmasing perlakuan berdasarkan pengukuran aktual dan berdasarkan model. Total emisi (kgc/ha) aktual model 88 0 Non PTT tergenang Non PTT intermittent PTT intermittent PTT tergenang SRI Perlakuan Gambar 13. Diagram batang perbandingan total emisi CH 4 untuk data aktual dan model dari beberapa perlakuan budidaya. Prediksi total emisi CH 4 berdasarkan model dan pengukuran aktual di lapangan dapat dinilai akurat, karena perbedaan total emisi CH 4 yang tidak terlampau jauh. Prediksi emisi CH 4 model untuk perlakuan Non PTT Tergenang, PTT Intermittent, PTT Tergenang, dan SRI Intermittent lebih tinggi dari aktual, dengan perbedaan model dan aktual secara berurut sebesar 18.5%, 9.3%, 11.4%, dan 48.2%. Pada perlakuan Non PTT

62 Intermittent, prediksi model lebih kecil dari aktual, sebesar 54%. Perbedaan nilai emisi CH 4 dari data di lapangan dengan data berdasarkan model dipengaruhi oleh kondisi lapangan dan beberapa kelemahan model. Kondisi dilapangan dengan 3 ulangan plot pada masing-masing perlakuan memberikan kondisi lahan yang berbeda antara ulangan yang satu dengan yang lain, sehingga terdapat perbedaan emisi antar ulangan. Kelemahan model yang turut mempengaruhi perbedaan emisi CH 4 adalah penyesuaian dengan kondisi daerah subtropis seperti cara tanam dengan tabela, karena tidak aktifnya input transplantasi. Pada perlakuan PTT Intermittent, terdapat kedekatan hubungan antara data aktual dan data model dengan nilai perbedaan total emisi yang sangat kecil. Penggunaan model DNDC menunjukkan bahwa walaupun fluktuasi model yang dihasilkan beragam terhadap data aktual, namun memberikan total emisi CH 4 yang tidak berbeda jauh dengan data aktual. Model DNDC sangat cocok diterapkan pada budidaya padi dengan perlakuan PTT Intermittent. Untuk perlakuan PTT Tergenang, Non PTT Tergenang, Non PTT Intermittent dan SRI Intermittent, penggunaan model DNDC dalam menghitung total emisi CH 4 dianggap baik, dan dapat dikembangkan lebih lanjut. 300 Emisi CH4 aktual (kgc/ha) y = 0.84x R 2 = 0.916**, n = Emisi CH4 model (kgc/ha) ** nyata pada taraf uji P = 0.01 * nyata pada taraf uji P = 0.05 Gambar 14. Kurva persamaan regresi linier dari emisi CH 4 model terhadap emisi CH 4 aktual.

63 Persamaan regresi linier pada Gambar 14 digunakan untuk memperkuat emisi CH 4 aktual berdasarkan emisi CH 4 model. Terdapat hubungan yang nyata antara emisi CH 4 model dengan emisi CH 4 aktual pada P = Dengan demikian, persamaan y = 0.84x, dimana total emisi CH 4 model sebagai variabel bebas, dapat memprediksi total emisi CH 4 aktual sebagai variabel tak bebas. Secara keseluruhan, model DNDC dapat digunakan untuk menduga besarnya emisi CH 4 di lahan sawah dengan iklim tropis.

64 V. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Dari hasil penelitian di Balai Penelitian Lingkungan Pertanian, Jakenan, dapat ditarik beberapa kesimpulan berkaitan dengan pengaruh beberapa teknik budidaya, khususnya Sistem Pengelolaan Tanaman Terpadu terhadap emisi CH 4, serta prediksi model DNDC (Denitrification Decomposition) terhadap pengukuran di lapangan. A. Emisi CH 4 tertinggi dihasilkan oleh budidaya padi dengan perlakuan PTT Tergenang sebesar kg/ha, sedangkan untuk perlakuan Non PTT Tergenang, PTT Intermittent, SRI Intermittent, dan Non PTT Intermittent secara berurutan sebesar 282.9, 78.3, 60.8 dan 57.9 kg/ha. Emisi terendah dilepaskan oleh budidaya padi dengan perlakuan Non PTT Intermittent. B. Model DNDC dapat digunakan untuk menduga total emisi CH 4 dengan tingkat perbedaan berkisar antara 9% sampai dengan 48% dengan perhitungan total emisi CH 4 aktual di lapangan. Prediksi model terbaik adalah pada perlakuan PTT Intermittent. Namun secara keseluruhan, model DNDC dapat digunakan untuk menduga emisi CH 4 di lahan sawah untuk daerah tropis. C. Emisi gas CH 4 berkorelasi nyata dengan biomas total tanaman untuk perlakuan Non PTT Intermittent, PTT Intermittent, dan SRI Intermittent. Emisi gas CH 4 tidak berkorelasi nyata dengan hasil padi dan biomas panen. Dapat dikatakan bahwa setiap usaha peningkatan produksi padi dalam pemenuhan kebutuhan pangan, tidak selalu disertai dengan peningkatan kerusakan lingkungan. D. Perlakuan terbaik berdasarkan hasil penelitian adalah perlakuan Non PTT Intermittent. Hasil gabah yang tinggi mampu mengemisikan gas CH 4 dalam jumlah yang rendah, sehingga perlakuan ini dapat dikatakan ramah lingkungan.

65 B. Saran Model DNDC sampai saat ini baru diterapkan di negara dengan iklim subtropis dan belum diterapkan di negara dengan iklim tropis. Diharapkan adanya penelitian-penelitian lanjutan yang dapat merubah komposisi dan formula model DNDC untuk disesuaikan dengan karakteristik dan lokasi wilayah budidaya sehingga fluktuasi CH 4 dan total emisi CH 4 dapat diterapkan sepenuhnya pada daerah beriklim tropis. Analisis ekonomi pada tiap teknik budidaya diperlukan untuk memperkuat pemilihan teknik budidaya terbaik dari tanaman padi.

66 DAFTAR PUSTAKA Aulakh MS., J Bodenbender., R Wassman dan H Rennenberg Methane transport capacity of rice plant II. Di dalam: Wassman R, Lantin RS, Neue HU, editor. Nutrien Cycling in Agroecosystems 58. Netherlands: Kluwer Academic Publishers hlm : Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi Konsentrasi CH 4 di Belahan Bumi. [2 November 2006] Balai Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian Petunjuk lapang: Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) Padi Sawah.. Meningkatkan Hasil Panen dan Menghemat Saprodi. International Rice Research Institute. Biro Pusat Statistik Survei pertanian : Produksi Tanaman Padi Tahun 2006 di Indonesia. Biro Pusat Statistik Indonesia. Boone, D.R Biological formation and consumption of methane. Di dalam: M.A.K. Khalil, editor. Athmospheric Methane: Its Role in The Global Environment. Berlin Heidelberg. Springer-Verlag hlm: DeBont JAM, Lee KK dan Bouldin DF Bacterial oxidation of methane in a rice paddy. Ecol Bull 26. hlm: Departemen Pertanian Pertemuan Koordinasi dan Sinkronisasi PLA TA [4 April 2007]. Garcia J.L Taxonomy and Ecology of Methanogens. Di dalam: Microbiology. Review 87. FEMS. hlm: Hengeveld, H. dan P. Kertland An assesment of new developments revelant to the science of climate change. Di dalam: M. Barson and M. Wright, editor. Climate Change 7(3). hlm: Holzapfel-Pschorn, A., R.Conrad and W.Seiler Effects of vegetation on the emission of methane from submerged paddy soil. Di dalam: Plant & Soil 92. hlm: Husin, Y.A Methane Flux From Indonesia Wetland Rice: The Effects Water Management and Rice Variety. Pascasarjana. IPB. Bogor. IPCC Climate Change. The Scientific assessment. Cambridge. University Press. Cambridge.

67 Jones, W.J Diversity dan physiology of methanogens. Di dalam: John E. Rogers dan William B. Whitman, editor. Microbial Production and Consumption of Greenhouse Gases: methane, nitrogen oxides, and halomethanes. Washington, D.C. American Soc. For Microbiol.hlm: Khalil, M.A.K. dan M.J. Shearer Sources of methane: an overview. Di dalam: Khalil, M.A.K, editor. Athmospheric Methane: Sources, Sinks, and Role in Global Change. Berlin Heidelberg. Springer-verlag. hlm: Kiene, R.P Production and consumption of methane in aquatic system. Di dalam: John E. Rogers dan William B. Whitman, editor. Microbial Production and Consumption of Greenhouse Gases: methane, nitrogen oxides, and halomethanes. Washington D.C.American Soc.For Microbiol. hlm: Kimura M.D., H. Murakami dan H. Wada CO 2, H 2, and CH 4 production in rice rhizosphere. Di dalam: Plant Nutr 37. Soc Sci. hlm:55-60 Kludze H.K dan DeLaune R.D Gaseous exchange and wetland plant response to soil redox intensity and capacity. Di dalam: Soil Sci Soc Am J 59. hlm: Kumazawa, K Physiological specificity of rice root inrelation to oxidation power and nutrient uptake. Di Dalam: Shigesaburo Tsunoda dan Norindo Takahashi, editor. Biology of Rice. Japan. Sci. Soc. Press Tokyo.hlm: Lelieveld, J., P.J. Crutzen dan C. Bruhl Climate effects of athmospheric methane. Di dalam: Chemosphere 26 (1-4). hlm: Lesmana, O.S., H.M. Toha., I. Las dan B. Suprihatno Varietas Unggul Padi. Balai Penelitian Tanaman Padi. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Li, C Modeling trace gas emissions from agricultural soils. [abstrak]. Di dalam: IRRI-UNDP Final Workshop; Beijing & Hangzhou, August Beijing & Hangzhou: IRRI. hlm. 15. Abstr no 12.

68 Li, C Modeling trace gas emissions from agricultural ecosystems. Di dalam: Wassman R, Lantin RS, Neue HU, editor. Nutrien Cycling in Agroecosystems. Netherlands: Kluwer Academic Publishers. hlm Li, C., Narayanan V dan Harris R Models estimates of nitrous oxide emissions from agricultural lands in the United States. Di dalam Global Biogeochem Cycles 10. hlm: Li, C dan Xiaoguang Qin User s Guide for the DNDC Model. Beijing: Institut of Geology and Geophysics, Chinese Academy of Sciences. Minami, K Rice paddies as methane sources. Res. Rep. Div. Env. Planning. NIAES. Tsukuba. Japan. hlm: Murdiyarso, D dan J.S. Baharsjah Methane Emissions from Agricultural Sources. Seminar dalam The Basic Study on Stategic Respons Against Global Warming, Climate Change, and Their adverse Effects KLH/JEA/PERHIMPI. Jakarta. Neue, H.U Methane emission from rice field.: Wetland Rice field May Make a Major Contribution to Global Warming. Di dalam: Bio Science 43. hlm: Neue, H.U dan H.W. Scharpenseel Gaseous Products of Decomposition of Organic Matter in Submerged Soil. Di dalam: Organic Matter and Rice. International Rice Institute. hlm: Neue, H.U dan P.A. Roger Rice agriculture: Factors controlling emissions. Di dalam: M.A.K. Khalil, editor. Athmospheric Methane: Sources, Sinks and Role in Global Change. Berlin Heidelberg. Springer-Verlag. hlm: Nouchi, I Mechanism of CH 4 Transport Through Rice Plants. CH 4 and N 2 O Workshop, March 25-26, National Instirute of Agro-Environmental Science, Tsukuba, Japan. Nouchi I, Hosono T, Aoki K dan Minami K Seasonal variation in methane flux from rice paddies associated with methane concentration in soil water, rice biomass and temperature, and its modelling. Di dalam: Plant Soil 161. hlm:

69 Parashar, D.C., P.K. Gupta, J.Rai, R.C. Sharma dan N.Sing Effect of soil temperature on methane emission from paddy fields. Di dalam: Chemosphere 26 (1-4). Hlm: Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan Varietas Unggul Tanaman Pangan. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. Bogor. Rennenberg, H., R. Wassman, H. Papen dan W. Seiler Trace gas exchange in rice cultivation. Di dalam: Ecology Bulletin 42, hal: Sass, RL., Fisher FM, Harcombe PA dan ET Turner CH 4 production and emission in a texas rice field. Di dalam: Global Biogeochem Cycles 4. hlm: Sass, RL dan Frank M. Fisher Methane emissions from texas rice field. Di dalam: Climate Change and Rice 2(3). Peng S, Ingram KT, Neue HU, Ziska LH, editor. hlm Berlin Heidelberg. Springer-Verlag. Setyanto, P Varietas Padi Rendah Emisi Gas Rumah Kaca. [2 November 2006] Setyanto, P., A.B. Rosenani, N.J Khanif, C.J. Fauziah, dan R Boer Methane Emission and Its Mitigation in Rice Fields Under Different Management Prectices in Central Java, Ph.D.Thesis, Universiti of Putra Malaysia. Soedomo, M Pencemaran Udara: Kumpulan Karya Ilmiah. ITB. Bandung Vogels, GD., Keltjens JT dan Van der Drift C Biochemistry of methane production. Di dalam : Zehnder AJB, editor. Biology of Anaerobic Microorganisms. New York. John Wiley & Sons. hlm: Wagatsuma, T., K Jujo, K Tawaraya, T Sato dan A Ueki Decrease of methane concentration and increase of nitrogen gas in the rhizosphere by hygrophytes. Di dalam: Soils Science and Plant Nutrition 38. hlm: Wassmann, R., H. Papen dan H. Rennenberg Methane emission from rice paddies and possible mitigation. Di dalam: Chemospher 26 (1-4). hlm: Wihardjaka, A Varietas Padi Unggul dengan Emisi Gas Metana Rendah. November 2006].

70 Wihardjaka, A RKOT: Identifikasi Emisi GRK pada Sistem Pengelolaan Tanaman Terpadu. Balingtan. Jawa Tengah. Yagi, K dan K. Minami Effect of organic matter aplication on methane emission from some japanese paddy soil. Di dalam: Soils Science and Plant Nutrition 36. hlm: Yoshida, S Fundamental of Rice Crop Science. IRRI, Los Banos, Philippines.

71

72 Lampiran 1. Data iklim pada MK 2007 Julian day Januari 2007 Februari 2007 Maret 2007 T Max T Min Curah hujan (mm) Julian day T Max T Min Curah hujan (mm) Julian day T Max T Min Curah hujan (mm) April 2007 T Max T Min ( o C) ( o C) ( o C) ( o C) ( o C) ( o C) ( o C) ( o C) Julian day Curah hujan (mm)

73 Lampiran 1. Data iklim pada MK 2007 (lanjutan) Mei 2007 Juni 2007 Juli 2007 Julian day T Max ( o C) T Min ( o C) Curah hujan (mm) Julian day T Max ( o C) T Min ( o C) Curah hujan (mm) Julian day T Max ( o C) T Min ( o C) Curah hujan (mm)

74 Lampiran 2. Data pengukuran fluks CH 4 Non PTT Tergenang Non PTT Intermitten PTT Intermitten Tanggal HSS Fluks CH Fluks CH 4 (mg/m 2 /hari) Fluks CH Mean SD 4 (mg/m 2 4 (mg/m 2 /hari) /hari) Mean SD I II III I II III I II III Mean SD 5-Apr Apr Apr Apr May May May May May May May May May May May Jun Jun Jun Jun Jun Jun Jun Jun Jun Jun Jul Jul Rata-rata fluks (mg/m2/hari) Total emisi (kg/ha/musim) Total emisi (kgc/ha/musim)

75 Lampiran 2. Data pengukuran fluks CH 4 (lanjutan) PTT Tergenang S R I Tanggal HSS Fluks CH Fluks CH 4 (mg/m 2 4 (mg/m 2 /hari) /hari) Mean SD I II III I II III Mean SD 5-Apr Apr Apr Apr May May May May May May May May May May May Jun Jun Jun Jun Jun Jun Jun Jun Jun Jun Jul Jul Rata-rata fluks (mg/m2/hari) Total emisi (kg/ha/musim) Total emisi (kgc/ha/musim)

76 Lampiran 3. Berat biomas total (gram) untuk Penelitian PTT (TA. 2007) Tgl/HSS / / /67 U/P Berat biomas I Berat biomas II Berat biomas III Basah Kering Basah Kering Basah Kering I/ I/ I/ I/ I/ II/ II/ II/ II/ II/ III/ III/ III/ III/ III/

77

78 Lampiran 4. Kurva persamaan regresi berganda pada parameter biomas tanaman terhadap fluks CH 4 untuk perlakuan (a) Non PTT Tergenang dan (b) PTT Tergenang. a. Fluks CH4 (kg/ha/hari) y = 1.0x x R 2 = 0.25, n = Biomas total (g) b. Fluks CH4 (kg/ha/hari) y = -0.2x x R 2 = 0.05, n = Biomas total (g)

79 Lampiran 5. Potensi hasil padi beberapa teknik budidaya pada MK 2007 Parameter Ulangan Non PTT Tergenang Non PTT Intermittent PTT Intermittent PTT Tergenang SRI malai/m gabah/malai gabah isi I Berat 1000 butir pada KA 14% Hasil (t/ha) malai/m gabah/malai gabah isi II Berat 1000 butir pada KA 14% Hasil (t/ha) malai/m gabah/malai gabah isi III Berat 1000 butir pada KA 14% Hasil (t/ha) Rata-rata

80 Lampiran 6. Hasil gabah aktual berdasarkan GKP (Gabah Kering Panen) dan GKG (Gabah Kering Giling) Perlakuan Ulangan GKP (kg/6m 2 ) Non PTT Tergenang Non PTT Intermittent PTT Intermittent PTT Tergenang SRI GKG Bersih aktual (kg/6m2) GKG Kotor aktual Kadar Air (%) (kg/6m2) I II III Rata-rata KA GKG Bersih KA 14% (kg/6 m2) GKG Bersih KA 14% (t/ha) GKG Kotor KA 14% (kg/6 m2) GKG Kotor KA 14% (t/ha) I II III Rata - rata I II III Rata rata I II III Rata - rata I II III Rata - rata I II III Rata - rata

81 Lampiran 7. Berat biomass panen (biomas atas) sebagai hasil aktual biomass Perlakuan Ulangan BBS (kg/6m 2 ) BKS (kg/6m 2 ) BBU (kg/6m 2 ) BKU (kg/6m 2 ) Hasil aktual biomass (t/ha) Non PTT Tergenang Non PTT Intermittent PTT Intermittent PTT Tergenang SRI I II III Rata - rata 8.70 I II III Rata - rata 7.18 I II III Rata - rata 8.80 I II III Rata - rata 8.82 I II III Rata - rata 2.50

82 Lampiran 8. Kurva persamaan regresi berganda antara (a) hasil padi dan (b) biomas panen, terhadap emisi CH 4. a. 800 Emisi CH4 (kg/ha) y = 9E-06x x R 2 = Hasil padi (kg/ha) b. Emisi CH4 (kg/ha) y = 3E-06x x R 2 = Biomas panen (kg/ha)

83 Lampiran 9. Input model DNDC untuk Non PTT Tergenang No Input 1. Data lokasi - nama tempat - letak lintang ( o LS) 2. Data iklim - file data : curah hujan (mm) : suhu maksimum ( o C) : suhu minimum ( o C) - konsentrasi N pada air hujan (mg N/liter) - konsentrasi NH 3 di atmosfer (μn/m 3 ) - konsentrasi CO 2 di atmosfer (ppm) 3. Data tanah - tekstur tanah - densitas (g/cm3) - latar belakang guna tanah - ph - Soil Organic Carbon (0-5 cm dari permukaan) - Fraksi liat : litter dalam SOC : humads dalam SOC : humus dalam SOC - NO 3 (-) di permukaan tanah (mg N/kg) - NH 4 (+) di permukaan tanah - Moisture - Suhu tanah ( o C) - Wilting point - Field capasity 4. Data tanaman - jenis tanaman - waktu tanam (bulan/tanggal) - waktu panen (bulan/tanggal) - hasil panen (kg/ha) - residu tanaman 5. Pengolahan tanah - waktu pengolahan (bulan/tanggal) ; metode pengolahan (alat/mesin) - Jakenan - 6 Nilai - Lampiran lempung berpasir lahan padi padi - 3/20-7/ /17 ; traktor roda, bajak singkal 2. 3/18 ; cangkul 3. 3/23 ; cangkul 4. 4/13 ; cangkul

84 6. Pemupukan kimia - waktu pemupukan (bulan/tanggal) ; metode pemupukan (permukaan/injeksi) - jenis pupuk ; jumlah pupuk (kg N/ha) 7. Pemupukan alami - waktu pemupukan (bulan/tanggal) - jenis pupuk - jumlah karbon (C) dalam pupuk (kgc/ha) - C/N ratio 8. Penyiangan - waktu penyiangan (bulan/tanggal) 9. Penggenangan - waktu penggenangan : - awal ; akhir (bulan/tanggal) - kecepatan meloloskan air (mm/hari) - ph air 10. Irigasi - waktu irigasi (bulan/tanggal) ; banyak air yang digunakan (cm) ; ph air 11. Grazing - waktu beternak : - awal (bulan/tanggal) - akhir (bulan/tanggal) - jenis ternak dan jumlahnya (ekor/ha) /14 ;permukaan (5cm) 2. 5/7 ; permukaan (5cm) 3. 5/23 ; permukaan(5cm) - 1. urea ; urea ; urea ; /15 ; 7/1 - < /21 ; 5 ; 6.5 -

85 Lampiran 10. Input model DNDC untuk Non PTT Intermittent No Input 1. Data lokasi - nama tempat - letak lintang ( o LS) 2. Data iklim - file data : curah hujan (mm) : suhu maksimum ( o C) : suhu minimum ( o C) - konsentrasi N pada air hujan (mg N/liter) - konsentrasi NH 3 di atmosfer (μn/m 3 ) - konsentrasi CO 2 di atmosfer (ppm) 3. Data tanah - tekstur tanah - densitas (g/cm3) - latar belakang guna tanah - ph - Soil Organic Carbon (0-5 cm dari permukaan) - Fraksi liat : litter dalam SOC : humads dalam SOC : humus dalam SOC - NO 3 (-) di permukaan tanah (mg N/kg) - NH 4 (+) di permukaan tanah - Moisture - Suhu tanah ( o C) - Wilting point - Field capasity 4. Data tanaman - jenis tanaman - waktu tanam (bulan/tanggal) - waktu panen (bulan/tanggal) - hasil panen (kg/ha) - residu tanaman 5. Pengolahan tanah - waktu pengolahan (bulan/tanggal) ; metode pengolahan (alat/mesin) - Jakenan - 6 Nilai - Lampiran lempung berpasir lahan padi padi - 3/20-7/ /17 ; traktor roda, bajak singkal 2. 3/18 ; cangkul 3. 3/23 ; cangkul 4. 4/13 ; cangkul

86 6. Pemupukan kimia - waktu pemupukan (bulan/tanggal) ; metode pemupukan (permukaan/injeksi) - jenis pupuk ; jumlah pupuk (kg N/ha) 7. Pemupukan alami - waktu pemupukan (bulan/tanggal) - jenis pupuk - jumlah karbon (C) dalam pupuk (kgc/ha) - C/N ratio 8. Penyiangan - waktu penyiangan (bulan/tanggal) 9. Penggenangan - waktu penggenangan : awal ; akhir (bulan/tanggal) - kecepatan meloloskan air (mm/hari) - ph air 10. Irigasi - waktu irigasi (bulan/tanggal) ; banyak air yang digunakan (cm) ; ph air 11. Grazing - waktu beternak : - awal (bulan/tanggal) - akhir (bulan/tanggal) - jenis ternak dan jumlahnya (ekor/ha) /14 ; permukaan (5cm) 2. 5/7 ; permukaan (5cm) 3. 5/23 ; permukaan (5cm) - 1. urea ; urea ; urea ; /21 ; 4/ /7 ; 5/ /23 ; 6/1 4. 6/9 ; 7/1 - < /21 ; 0.5 ; /23 ; 0.72 ; /29 ; 1.2 ; /7 ; 0.5 ; /9 ; 0.5 ; /13 ; 0.5 ; /23 ; 0.5 ; /24 ; 1 ; /29 ; 0.72 ; /10 ; 0.5 ; /11 ; 0.72 ; 6.9 -

87 Lampiran 11. Input model DNDC untuk PTT Intermittent No Input 1. Data lokasi - nama tempat - letak lintang ( o LS) 2. Data iklim - file data : curah hujan (mm) : suhu maksimum ( o C) : suhu minimum ( o C) - konsentrasi N pada air hujan (mg N/liter) - konsentrasi NH 3 di atmosfer (μn/m 3 ) - konsentrasi CO 2 di atmosfer (ppm) 3. Data tanah - tekstur tanah - densitas (g/cm3) - latar belakang guna tanah - ph - Soil Organic Carbon (0-5 cm dari permukaan) - Fraksi liat : litter dalam SOC : humads dalam SOC : humus dalam SOC - NO 3 (-) di permukaan tanah (mg N/kg) - NH 4 (+) di permukaan tanah - Moisture - Suhu tanah ( o C) - Wilting point - Field capasity 4. Data tanaman - jenis tanaman - waktu tanam (bulan/tanggal) - waktu panen (bulan/tanggal) - hasil panen (kg/ha) - residu tanaman 5. Pengolahan tanah - waktu pengolahan (bulan/tanggal) ; metode pengolahan (alat/mesin) - Jakenan - 6 Nilai - Lampiran lempung berpasir lahan padi padi - 3/20-7/ /17 ; traktor roda, bajak singkal 2. 3/18 ; cangkul 3. 3/23 ; cangkul 4. 4/13 ; cangkul

88 6. Pemupukan kimia - waktu pemupukan (bulan/tanggal) ; metode pemupukan (permukaan/injeksi) - jenis pupuk ; jumlah pupuk (kg N/ha) 7. Pemupukan alami - waktu pemupukan (bulan/tanggal) - jenis pupuk - jumlah karbon (C) dalam pupuk (kgc/ha) - C/N ratio 8. Penyiangan - waktu penyiangan (bulan/tanggal) 9. Penggenangan - waktu penggenangan : awal ; akhir (bulan/tanggal) - kecepatan meloloskan air (mm/hari) - ph air 10. Irigasi - waktu irigasi (bulan/tanggal) ; banyak air yang digunakan (cm) ; ph air 11. Grazing - waktu beternak : - awal (bulan/tanggal) - akhir (bulan/tanggal) - jenis ternak dan jumlahnya (ekor/ha) /3 ; permukaan (5cm) 2. 4/21 ; permukaan (5cm) 3. 5/7 ; permukaan (5cm) dengan BWD 4. 5/23 ; permukaan (5cm) dengan BWD - 1. urea ; urea ; urea ; urea ; 29-4/3 - pupuk kandang /5 ; 4/ /21 ; 4/ /7 ; 5/ /23 ; 6/1 5. 6/9 ; 7/1 - < /4 ; 5 ; /8 ; 0.72 ; /21 ; 0.5 ; /23 ; 0.72 ; /29 ; 1.2 ; /7 ; 0.5 ; /9 ; 0.5 ; /13 ; 0.5 ; /23 ; 0.5 ; /24 ; 1 ; /29 ; 0.72 ; /10 ; 0.5 ; /11 ; 0.72 ; 6.9 -

89 Lampiran 12. Input model DNDC untuk PTT Tergenang No Input Nilai 1. Data lokasi - nama tempat - letak lintang ( o LS) 2. Data iklim - file data : curah hujan (mm) : suhu maksimum ( o C) : suhu minimum ( o C) - konsentrasi N pada air hujan (mg N/liter) - konsentrasi NH 3 di atmosfer (μn/m 3 ) - konsentrasi CO 2 di atmosfer (ppm) 3. Data tanah - tekstur tanah - densitas (g/cm3) - latar belakang guna tanah - ph - Soil Organic Carbon (0-5 cm dari permukaan) - Fraksi liat : litter dalam SOC : humads dalam SOC : humus dalam SOC - NO 3 (-) di permukaan tanah (mg N/kg) - NH 4 (+) di permukaan tanah - Moisture - Suhu tanah ( o C) - Wilting point - Field capasity 4. Data tanaman - jenis tanaman - waktu tanam (bulan/tanggal) - waktu panen (bulan/tanggal) - hasil panen (kg/ha) - residu tanaman 5. Pengolahan tanah - waktu pengolahan (bulan/tanggal) ; metode pengolahan (alat/mesin) - Jakenan Lampiran lempung berpasir lahan padi padi - 3/20-7/ /17 ; traktor roda, bajak singkal 2. 3/18 ; cangkul 3. 3/23 ; cangkul 4. 4/13 ; cangkul

90 6. Pemupukan kimia - waktu pemupukan (bulan/tanggal) ; metode pemupukan (permukaan/injeksi) - jenis pupuk ; jumlah pupuk (kg N/ha) 7. Pemupukan alami - waktu pemupukan (bulan/tanggal) - jenis pupuk - jumlah karbon (C) dalam pupuk (kgc/ha) - C/N ratio 8. Penyiangan - waktu penyiangan (bulan/tanggal) 9. Penggenangan - waktu penggenangan : awal ; akhir (bulan/tanggal) - kecepatan meloloskan air (mm/hari) - ph air 10. Irigasi - waktu irigasi (bulan/tanggal) ; banyak air yang digunakan (cm) ; ph air 11. Grazing - waktu beternak : - awal (bulan/tanggal) - akhir (bulan/tanggal) - jenis ternak dan jumlahnya (ekor/ha) /3 ; permukaan (5cm) 2. 4/21 ; permukaan (5cm) 3. 5/7 ; permukaan (5cm) dengan BWD 4. 5/23 ; permukaan (5cm) dengan BWD - 1. urea ; urea ; urea ; urea ; 29-4/3 - pupuk kandang /4 ; 7/1 - < /4 ; 5 ; 6.5 -

91 Lampiran 13. Input model DNDC untuk SRI Intermittent No Input 1. Data lokasi - nama tempat - letak lintang ( o LS) 2. Data iklim - file data : curah hujan (mm) : suhu maksimum ( o C) : suhu minimum ( o C) - konsentrasi N pada air hujan (mg N/liter) - konsentrasi NH 3 di atmosfer (μn/m 3 ) - konsentrasi CO 2 di atmosfer (ppm) 3. Data tanah - tekstur tanah - densitas (g/cm3) - latar belakang guna tanah - ph - Soil Organic Carbon (0-5 cm dari permukaan) - Fraksi liat : litter dalam SOC : humads dalam SOC : humus dalam SOC - NO 3 (-) di permukaan tanah (mg N/kg) - NH 4 (+) di permukaan tanah - Moisture - Suhu tanah ( o C) - Wilting point - Field capasity 4. Data tanaman - jenis tanaman - waktu tanam (bulan/tanggal) - waktu panen (bulan/tanggal) - hasil panen (kg/ha) - residu tanaman 5. Pengolahan tanah - waktu pengolahan (bulan/tanggal) ; metode pengolahan (alat/mesin) - Jakenan - 6 Nilai - Lampiran lempung berpasir lahan padi padi - 3/20-7/ /17 ; traktor roda, bajak singkal 2. 3/18 ; cangkul 3. 3/23 ; cangkul 4. 4/13 ; cangkul

92 6. Pemupukan kimia - waktu pemupukan (bulan/tanggal) ; metode pemupukan (permukaan/injeksi) - jenis pupuk ; jumlah pupuk (kg N/ha) 7. Pemupukan alami - waktu pemupukan (bulan/tanggal) - jenis pupuk - jumlah karbon (C) dalam pupuk (kgc/ha) - C/N ratio 8. Penyiangan - waktu penyiangan (bulan/tanggal) - - 4/3 - pupuk kandang Penggenangan - waktu penggenangan : awal ; akhir (bulan/tanggal) - kecepatan meloloskan air(mm/hari) - ph air 10. Irigasi - waktu irigasi (bulan/tanggal) ; banyak air yang digunakan (cm) ; ph air 11. Grazing - waktu beternak : - awal (bulan/tanggal) - akhir (bulan/tanggal) - jenis ternak dan jumlahnya (ekor/ha) /5 ; 4/ /21 ; 4/ /7 ; 5/ /23 ; 6/1 5. 6/9 ; 7/1 - < /4 ; 5 ; /8 ; 0.72 ; /21 ; 0.5 ; /23 ; 0.72 ; /29 ; 1.2 ; /7 ; 0.5 ; /9 ; 0.5 ; /13 ; 0.5 ; /23 ; 0.5 ; /24 ; 1 ; /29 ; 0.72 ; /10 ; 0.5 ; /11 ; 0.72 ; 6.9 -

93 Lampiran 14. Input data model DNDC perlakuan Non PTT Tergenang Input_Parameters: Site_data: Jakenan Simulated_Year: 1 Latitude: Daily_Record: Climate_data: Climate_Data_Type: 1 NO3NH4_in_Rainfall NO3_of_Atmosphere BaseCO2_of_Atmosphere Climate_file_count= 1 1 C:\DNDC\Climate07.txt Soil_data: Soil_Texture 3 Landuse_Type 2 Density Soil_pH SOC_at_Surface Clay_fraction BypassFlow 0 Litter_SOC Humads_SOC Humus_SOC Soil_NO3(-)(mgN/kg) Soil_NH4(+)(mgN/kg) Moisture Temperature Crop_data: Rotation_Number= 1 Rotation_ID= 1 Totalyear= 1 Years_Of_A_Cycle= 1 YearID_of_a_cycle= 1 Crop_total_Number= 1 Crop_ID= 1 Crop_Type= 20 Plant_time= 3 20 Harvest_time= 7 6 Year_of_harvest= 1 Ground_Residue= Yield= GeneID= -1 If_transplanting= -1 Transplant_month= -1 Transplant_day= -1 Tillage_number= 4 Tillage_ID= 1 Month/Day/method= Tillage_ID= 2

94 Month/Day/method= Tillage_ID= 3 Month/Day/method= Tillage_ID= 4 Month/Day/method= Fertil_number= 3 fertilization_id= 1 Month/Day/method= Depth= Nitrate= 0.00 AmmBic= 0.00 Urea= Anh= 0.00 NH4NO3= 0.00 NH42SO4= 0.00 NH4HPO4= 0.00 fertilization_id= 2 Month/Day/method= Depth= Nitrate= 0.00 AmmBic= 0.00 Urea= Anh= 0.00 NH4NO3= 0.00 NH42SO4= 0.00 NH4HPO4= 0.00 fertilization_id= 3 Month/Day/method= Depth= Nitrate= 0.00 AmmBic= 0.00 Urea= Anh= 0.00 NH4NO3= 0.00 NH42SO4= 0.00 NH4HPO4= 0.00 Manure_number= 0 Weed_number= 0 Weed_Problem= 0 Flood_number= 1 Leak_type= 1 Flooding_ID= 1 Flood_Month/Day= 4 15 Drain_Month/Day= 7 1 Water_pH= Irrigation_number= 1 Irrigation_type= 1 Irrigation_Index= Irrigation_ID= 1 Irr_Month/Day= 4 15 Water_amount/pH= Grazing_number= 0 Climate_file_mode 1

95 Lampiran 15. Input data model DNDC perlakuan Non PTT Intermittent Input_Parameters: Site_data: Jakenan Simulated_Year: 1 Latitude: Daily_Record: Climate_data: Climate_Data_Type: 1 NO3NH4_in_Rainfall NO3_of_Atmosphere BaseCO2_of_Atmosphere Climate_file_count= 1 1 C:\DNDC\Climate07.txt Soil_data: Soil_Texture 3 Landuse_Type 2 Density Soil_pH SOC_at_Surface Clay_fraction BypassFlow 0 Litter_SOC Humads_SOC Humus_SOC Soil_NO3(-)(mgN/kg) Soil_NH4(+)(mgN/kg) Moisture Temperature Crop_data: Rotation_Number= 1 Rotation_ID= 1 Totalyear= 1 Years_Of_A_Cycle= 1 YearID_of_a_cycle= 1 Crop_total_Number= 1 Crop_ID= 1 Crop_Type= 20 Plant_time= 3 20 Harvest_time= 7 6 Year_of_harvest= 1 Ground_Residue= Yield= GeneID= -1 If_transplanting= -1 Transplant_month= -1 Transplant_day= -1 Tillage_number= 4 Tillage_ID= 1 Month/Day/method= Tillage_ID= 2 Month/Day/method= Tillage_ID= 3

96 Month/Day/method= Tillage_ID= 4 Month/Day/method= Fertil_number= 3 fertilization_id= 1 Month/Day/method= Depth= Nitrate= 0.00 AmmBic= 0.00 Urea= Anh= 0.00 NH4NO3= 0.00 NH42SO4= 0.00 NH4HPO4= 0.00 fertilization_id= 2 Month/Day/method= Depth= Nitrate= 0.00 AmmBic= 0.00 Urea= Anh= 0.00 NH4NO3= 0.00 NH42SO4= 0.00 NH4HPO4= 0.00 fertilization_id= 3 Month/Day/method= Depth= Nitrate= 0.00 AmmBic= 0.00 Urea= Anh= 0.00 NH4NO3= 0.00 NH42SO4= 0.00 NH4HPO4= 0.00 Manure_number= 0 Weed_number= 0 Weed_Problem= 0 Flood_number= 4 Leak_type= 1 Flooding_ID= 1 Flood_Month/Day= 4 21 Drain_Month/Day= 4 30 Water_pH= Flooding_ID= 2 Flood_Month/Day= 5 7 Drain_Month/Day= 5 15 Water_pH= Flooding_ID= 3 Flood_Month/Day= 5 23 Drain_Month/Day= 6 1 Water_pH= Flooding_ID= 4 Flood_Month/Day= 6 9 Drain_Month/Day= 7 1 Water_pH= Irrigation_number= 11 Irrigation_type= 1

97 Irrigation_Index= Irrigation_ID= 1 Irr_Month/Day= 4 21 Water_amount/pH= Irrigation_ID= 2 Irr_Month/Day= 4 23 Water_amount/pH= Irrigation_ID= 3 Irr_Month/Day= 4 29 Water_amount/pH= Irrigation_ID= 4 Irr_Month/Day= 5 7 Water_amount/pH= Irrigation_ID= 5 Irr_Month/Day= 5 9 Water_amount/pH= Irrigation_ID= 6 Irr_Month/Day= 5 13 Water_amount/pH= Irrigation_ID= 7 Irr_Month/Day= 5 23 Water_amount/pH= Irrigation_ID= 8 Irr_Month/Day= 5 24 Water_amount/pH= Irrigation_ID= 9 Irr_Month/Day= 5 29 Water_amount/pH= Irrigation_ID= 10 Irr_Month/Day= 6 10 Water_amount/pH= Irrigation_ID= 11 Irr_Month/Day= 6 11 Water_amount/pH= Grazing_number= 0 Climate_file_mode 1

98 Lampiran 16. Input data model DNDC perlakuan PTT Intermittent Input_Parameters: Site_data: Jakenan Simulated_Year: 1 Latitude: Daily_Record: Climate_data: Climate_Data_Type: 1 NO3NH4_in_Rainfall NO3_of_Atmosphere BaseCO2_of_Atmosphere Climate_file_count= 1 1 C:\DNDC\Climate07.txt Soil_data: Soil_Texture 3 Landuse_Type 2 Density Soil_pH SOC_at_Surface Clay_fraction BypassFlow 0 Litter_SOC Humads_SOC Humus_SOC Soil_NO3(-)(mgN/kg) Soil_NH4(+)(mgN/kg) Moisture Temperature Crop_data: Rotation_Number= 1 Rotation_ID= 1 Totalyear= 1 Years_Of_A_Cycle= 1 YearID_of_a_cycle= 1 Crop_total_Number= 1 Crop_ID= 1 Crop_Type= 20 Plant_time= 3 20 Harvest_time= 7 6 Year_of_harvest= 1 Ground_Residue= Yield= GeneID= -1 If_transplanting= -1 Transplant_month= -1 Transplant_day= -1 Tillage_number= 4 Tillage_ID= 1 Month/Day/method= Tillage_ID= 2 Month/Day/method= Tillage_ID= 3 Month/Day/method=

99 Tillage_ID= 4 Month/Day/method= Fertil_number= 4 fertilization_id= 1 Month/Day/method= Depth= Nitrate= 0.00 AmmBic= 0.00 Urea= Anh= 0.00 NH4NO3= 0.00 NH42SO4= 0.00 NH4HPO4= 0.00 fertilization_id= 2 Month/Day/method= Depth= Nitrate= 0.00 AmmBic= 0.00 Urea= Anh= 0.00 NH4NO3= 0.00 NH42SO4= 0.00 NH4HPO4= 0.00 fertilization_id= 3 Month/Day/method= Depth= Nitrate= 0.00 AmmBic= 0.00 Urea= Anh= 0.00 NH4NO3= 0.00 NH42SO4= 0.00 NH4HPO4= 0.00 fertilization_id= 4 Month/Day/method= Depth= Nitrate= 0.00 AmmBic= 0.00 Urea= Anh= 0.00 NH4NO3= 0.00 NH42SO4= 0.00 NH4HPO4= 0.00 Manure_number= 1 Manure_ID= 1 Month/Day= 4 3 Amount/C N_ratio= Type= 1 Weed_number= 0 Weed_Problem= 0 Flood_number= 5 Leak_type= 1 Flooding_ID= 1 Flood_Month/Day= 4 5 Drain_Month/Day= 4 14 Water_pH= Flooding_ID= 2

100 Flood_Month/Day= 4 21 Drain_Month/Day= 4 30 Water_pH= Flooding_ID= 3 Flood_Month/Day= 5 7 Drain_Month/Day= 5 15 Water_pH= Flooding_ID= 4 Flood_Month/Day= 5 23 Drain_Month/Day= 6 1 Water_pH= Flooding_ID= 5 Flood_Month/Day= 6 9 Drain_Month/Day= 7 1 Water_pH= Irrigation_number= 13 Irrigation_type= 1 Irrigation_Index= Irrigation_ID= 1 Irr_Month/Day= 4 4 Water_amount/pH= Irrigation_ID= 2 Irr_Month/Day= 4 8 Water_amount/pH= Irrigation_ID= 3 Irr_Month/Day= 4 21 Water_amount/pH= Irrigation_ID= 4 Irr_Month/Day= 4 23 Water_amount/pH= Irrigation_ID= 5 Irr_Month/Day= 4 29 Water_amount/pH= Irrigation_ID= 6 Irr_Month/Day= 5 7 Water_amount/pH= Irrigation_ID= 7 Irr_Month/Day= 5 9 Water_amount/pH= Irrigation_ID= 8 Irr_Month/Day= 5 13 Water_amount/pH= Irrigation_ID= 9 Irr_Month/Day= 5 23 Water_amount/pH= Irrigation_ID= 10 Irr_Month/Day= 5 24 Water_amount/pH= Irrigation_ID= 11 Irr_Month/Day= 5 29 Water_amount/pH= Irrigation_ID= 12 Irr_Month/Day= 6 10 Water_amount/pH= Irrigation_ID= 13 Irr_Month/Day= 6 11 Water_amount/pH= Grazing_number= 0 Climate_file_mode 1

101 Lampiran 17. Input model DNDC perlakuan PTT Tergenang Input_Parameters: Site_data: Jakenan Simulated_Year: 1 Latitude: Daily_Record: Climate_data: Climate_Data_Type: 1 NO3NH4_in_Rainfall NO3_of_Atmosphere BaseCO2_of_Atmosphere Climate_file_count= 1 1 C:\DNDC\Climate07.txt Soil_data: Soil_Texture 3 Landuse_Type 2 Density Soil_pH SOC_at_Surface Clay_fraction BypassFlow 0 Litter_SOC Humads_SOC Humus_SOC Soil_NO3(-)(mgN/kg) Soil_NH4(+)(mgN/kg) Moisture Temperature Crop_data: Rotation_Number= 1 Rotation_ID= 1 Totalyear= 1 Years_Of_A_Cycle= 1 YearID_of_a_cycle= 1 Crop_total_Number= 1 Crop_ID= 1 Crop_Type= 20 Plant_time= 3 20 Harvest_time= 7 6 Year_of_harvest= 1 Ground_Residue= Yield= GeneID= -1 If_transplanting= -1 Transplant_month= -1 Transplant_day= -1 Tillage_number= 4 Tillage_ID= 1 Month/Day/method= Tillage_ID= 2 Month/Day/method= Tillage_ID= 3 Month/Day/method=

102 Tillage_ID= 4 Month/Day/method= Fertil_number= 4 fertilization_id= 1 Month/Day/method= Depth= Nitrate= 0.00 AmmBic= 0.00 Urea= Anh= 0.00 NH4NO3= 0.00 NH42SO4= 0.00 NH4HPO4= 0.00 fertilization_id= 2 Month/Day/method= Depth= Nitrate= 0.00 AmmBic= 0.00 Urea= Anh= 0.00 NH4NO3= 0.00 NH42SO4= 0.00 NH4HPO4= 0.00 fertilization_id= 3 Month/Day/method= Depth= Nitrate= 0.00 AmmBic= 0.00 Urea= Anh= 0.00 NH4NO3= 0.00 NH42SO4= 0.00 NH4HPO4= 0.00 fertilization_id= 4 Month/Day/method= Depth= Nitrate= 0.00 AmmBic= 0.00 Urea= Anh= 0.00 NH4NO3= 0.00 NH42SO4= 0.00 NH4HPO4= 0.00 Manure_number= 1 Manure_ID= 1 Month/Day= 4 3 Amount/C N_ratio= Type= 1 Weed_number= 0 Weed_Problem= 0 Flood_number= 1 Leak_type= 2 Flooding_ID= 1 Flood_Month/Day= 4 4 Drain_Month/Day= 7 1 Water_pH= Irrigation_number= 1 Irrigation_type= 1 Irrigation_Index=

103 Irrigation_ID= 1 Irr_Month/Day= 4 4 Water_amount/pH= Grazing_number= 0 Climate_file_mode 1

104 Lampiran 18. Input model DNDC perlakuan SRI Intermittent Input_Parameters: Site_data: Jakenan Simulated_Year: 1 Latitude: Daily_Record: Climate_data: Climate_Data_Type: 1 NO3NH4_in_Rainfall NO3_of_Atmosphere BaseCO2_of_Atmosphere Climate_file_count= 1 1 C:\DNDC\Climate07.txt Soil_data: Soil_Texture 3 Landuse_Type 2 Density Soil_pH SOC_at_Surface Clay_fraction BypassFlow 0 Litter_SOC Humads_SOC Humus_SOC Soil_NO3(-)(mgN/kg) Soil_NH4(+)(mgN/kg) Moisture Temperature Crop_data: Rotation_Number= 1 Rotation_ID= 1 Totalyear= 1 Years_Of_A_Cycle= 1 YearID_of_a_cycle= 1 Crop_total_Number= 1 Crop_ID= 1 Crop_Type= 20 Plant_time= 3 20 Harvest_time= 7 2 Year_of_harvest= 1 Ground_Residue= Yield= GeneID= -1 If_transplanting= -1 Transplant_month= -1 Transplant_day= -1 Tillage_number= 4 Tillage_ID= 1 Month/Day/method= Tillage_ID= 2 Month/Day/method= Tillage_ID= 3 Month/Day/method=

105 Tillage_ID= 4 Month/Day/method= Fertil_number= 0 Manure_number= 1 Manure_ID= 1 Month/Day= 4 3 Amount/C N_ratio= Type= 1 Weed_number= 0 Weed_Problem= 0 Flood_number= 5 Leak_type= 1 Flooding_ID= 1 Flood_Month/Day= 4 5 Drain_Month/Day= 4 14 Water_pH= Flooding_ID= 2 Flood_Month/Day= 4 21 Drain_Month/Day= 4 30 Water_pH= Flooding_ID= 3 Flood_Month/Day= 5 7 Drain_Month/Day= 5 15 Water_pH= Flooding_ID= 4 Flood_Month/Day= 5 23 Drain_Month/Day= 6 1 Water_pH= Flooding_ID= 5 Flood_Month/Day= 6 9 Drain_Month/Day= 7 1 Water_pH= Irrigation_number= 13 Irrigation_type= 1 Irrigation_Index= Irrigation_ID= 1 Irr_Month/Day= 4 4 Water_amount/pH= Irrigation_ID= 2 Irr_Month/Day= 4 8 Water_amount/pH= Irrigation_ID= 3 Irr_Month/Day= 4 21 Water_amount/pH= Irrigation_ID= 4 Irr_Month/Day= 4 23 Water_amount/pH= Irrigation_ID= 5 Irr_Month/Day= 4 29 Water_amount/pH= Irrigation_ID= 6 Irr_Month/Day= 5 7 Water_amount/pH= Irrigation_ID= 7 Irr_Month/Day= 5 9 Water_amount/pH= Irrigation_ID= 8 Irr_Month/Day= 5 13 Water_amount/pH=

106 Irrigation_ID= 9 Irr_Month/Day= 5 23 Water_amount/pH= Irrigation_ID= 10 Irr_Month/Day= 5 24 Water_amount/pH= Irrigation_ID= 11 Irr_Month/Day= 5 29 Water_amount/pH= Irrigation_ID= 12 Irr_Month/Day= 6 10 Water_amount/pH= Irrigation_ID= 13 Irr_Month/Day= 6 11 Water_amount/pH= Grazing_number= 0 Climate_file_mode 1

107 Lampiran 19. Data fluks CH 4 model Non PTT Tergenang Non PTT Intermitten PTT Intermitten Tanggal HSS Fluks CH 4 (kgc/ha/hari) Fluks CH 4 (kgc/ha/hari) Fluks CH Mean SD Mean SD 4 (kgc/ha/hari) I II III I II III I II III Mean SD 5-Apr Apr Apr Apr May May May May May May May May May May May Jun Jun Jun Jun Jun Jun Jun Jun Jun Jun Jul Jul Rata-rata fluks (kgc/ha/hari) Total emisi (kgc/ha/musim)

108 Lampiran 19. Data fluks CH 4 model (lanjutan) PTT Tergenang S R I Tanggal HSS Fluks CH 4 (kgc/ha/hari) Fluks CH Mean SD 4 (kgc/ha/hari) I II III I II III Mean SD 5-Apr Apr Apr Apr May May May May May May May May May May May Jun Jun Jun Jun Jun Jun Jun Jun Jun Jun Jul Jul Rata-rata fluks (kgc/ha/hari) Total emisi (kgc/ha/musim)

109 Lampiran 20. Gambar digital kegiatan penelitian di Kebun Percobaan Balai Penelitian Lingkungan Pertanian MK Pemasangan plastik pembatas saluran air Lahan siap tanam

110 Benih pesemaian Tanam pindah

111 Plot petakan sawah dan padi yang akan dianalisis Plang papan nama dan letak tiap perlakuan budidaya

112 Boks penangkap gas Pengambilan gas dan pengukuran suhu

113 Alat ukur ketinggian air Ajir biomas

114 Pupuk organic (pupuk kandang) Biopestisida Pengamatan pemupukan dengan BWD

115 Stasiun klimatologi di Balai Penelitian Lingkungan Pertanian

116 Perangkat analisis gas metan Integrator Shimadzu 6A Gas Kromatografi Shimadzu - 8A

117 Sampling valve dan data logger Penyuntikan gas ke sampling valve

PENDUGAAN EMISI GAS METAN (CH 4 ) PADA BERBAGAI SISTEM PENGELOLAAN TANAMAN PADI

PENDUGAAN EMISI GAS METAN (CH 4 ) PADA BERBAGAI SISTEM PENGELOLAAN TANAMAN PADI PENDUGAAN EMISI GAS METAN (CH 4 ) PADA BERBAGAI SISTEM PENGELOLAAN TANAMAN PADI Oleh : YANUESTIKA DWIJAYANTI F14103011 2007 DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA Produksi dan Emisi Metan dari Lahan Sawah

II. TINJAUAN PUSTAKA Produksi dan Emisi Metan dari Lahan Sawah 54 II. TINJAUAN PUSTAKA Produksi dan Emisi Metan dari Lahan Sawah Sumber utama emisi gas metan berasal dari aktivitas manusia (sumber antropogenik). Hampir 70% total emisi metan berasal dari sumber antropogenik

Lebih terperinci

Lampiran 1. Deskripsi padi varietas Ciherang (Supriatno et al., 2007)

Lampiran 1. Deskripsi padi varietas Ciherang (Supriatno et al., 2007) Lampiran 1. Deskripsi padi varietas Ciherang (Supriatno et al., 2007) Asal persilangan : IR 18349-53-1-3-1-3/IR 19661-131-3-1//IR 19661-131-3-1///IR 64////IR 64 Umur tanaman : 116-125 hari Bentuk tanaman

Lebih terperinci

PENDUGAAN EMISI GAS RUMAH KACA (GRK) DARI LAHAN PADI GAMBUT SERTA ANALISIS SERAPAN KARBON OLEH TANAMAN

PENDUGAAN EMISI GAS RUMAH KACA (GRK) DARI LAHAN PADI GAMBUT SERTA ANALISIS SERAPAN KARBON OLEH TANAMAN PENDUGAAN EMISI GAS RUMAH KACA (GRK) DARI LAHAN PADI GAMBUT SERTA ANALISIS SERAPAN KARBON OLEH TANAMAN ADI BUDI YULIANTO F14104065 2008 DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Rataan suhu di permukaan bumi adalah sekitar K (15 0 C ), suhu

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Rataan suhu di permukaan bumi adalah sekitar K (15 0 C ), suhu PENDAHULUAN Latar Belakang Rataan suhu di permukaan bumi adalah sekitar 288 0 K (15 0 C ), suhu tersebut dapat dipertahankan karena keberadaan sejumlah gas yang berkonsentrasi di atmosfer bumi. Sejumlah

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 12. Dinamika unsur N pada berbagai sistem pengelolaan padi sawah tanah Inseptisol, Jakenan

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 12. Dinamika unsur N pada berbagai sistem pengelolaan padi sawah tanah Inseptisol, Jakenan IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Dinamika Unsur Hara pada Berbagai Sistem Pengelolaan Padi Sawah 4.1.1. Dinamika unsur N Gambar 12 menunjukkan dinamika unsur nitrogen di dalam tanah pada berbagai sistem pengelolaan

Lebih terperinci

Oleh : Koiman, SP, MMA (PP Madya BKPPP Bantul)

Oleh : Koiman, SP, MMA (PP Madya BKPPP Bantul) Oleh : Koiman, SP, MMA (PP Madya BKPPP Bantul) PENDAHULUAN Pengairan berselang atau disebut juga intermitten adalah pengaturan kondisi lahan dalam kondisi kering dan tergenang secara bergantian untuk:

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Karakteristik dan Klasifikasi Bakteri Metanotrof Metanotrof sebagai Bakteri Pengoksidasi Metan

TINJAUAN PUSTAKA Karakteristik dan Klasifikasi Bakteri Metanotrof Metanotrof sebagai Bakteri Pengoksidasi Metan TINJAUAN PUSTAKA Karakteristik dan Klasifikasi Bakteri Metanotrof Bakteri metanotrof adalah bakteri Gram negatif, bersifat aerob dan menggunakan metan sebagai sumber karbon dan energi (Auman 2001). Karakteristik

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. vegetasinya termasuk rumput-rumputan, berakar serabut, batang monokotil, daun

II. TINJAUAN PUSTAKA. vegetasinya termasuk rumput-rumputan, berakar serabut, batang monokotil, daun II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Padi Tanaman padi merupakan tanaman tropis, secara morfologi bentuk vegetasinya termasuk rumput-rumputan, berakar serabut, batang monokotil, daun berbentuk pita dan berbunga

Lebih terperinci

Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) Padi Sawah di Jakarta

Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) Padi Sawah di Jakarta No. 05 / Brosur / BPTP Jakarta / 2008 PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU (PTT) PADI SAWAH DI JAKARTA DEPARTEMEN PERTANIAN BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN BALAI PENGKAJIAN TEKNOLOGI PERTANIAN JAKARTA

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Emisi Gas Rumah Kaca di Indonesia

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Emisi Gas Rumah Kaca di Indonesia 4 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Emisi Gas Rumah Kaca di Indonesia Sampai tahun 2004, Indonesia berada pada urutan ke 15 negara penghasil gas rumah kaca tertinggi di dunia dengan emisi tahunan 378 juta ton

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Penggunaan varietas unggul baru padi ditentukan oleh potensi hasil,

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Penggunaan varietas unggul baru padi ditentukan oleh potensi hasil, PENDAHULUAN Latar Belakang Penggunaan varietas unggul baru padi ditentukan oleh potensi hasil, umur masak, ketahanan terhadap hama dan penyakit, serta rasa nasi. Umumnya konsumen beras di Indonesia menyukai

Lebih terperinci

HASIL. Gambar 4 Fluks CH 4 dari beberapa perlakuan selama satu musim tanam pada sawah lahan gambut

HASIL. Gambar 4 Fluks CH 4 dari beberapa perlakuan selama satu musim tanam pada sawah lahan gambut 4 perbedaan antar perlakuan digunakan uji Duncan Multiple Range Test (DMRT). Analisis regresi digunakan untuk melihat hubungan antara parameter yang diamati dengan emisi CH 4. HASIL a. Fluks CH 4 selama

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN VARIETAS UNGGUL BARU PADI DI LAHAN RAWA LEBAK

PENGEMBANGAN VARIETAS UNGGUL BARU PADI DI LAHAN RAWA LEBAK AgroinovasI PENGEMBANGAN VARIETAS UNGGUL BARU PADI DI LAHAN RAWA LEBAK Lahan rawa lebak merupakan salahsatu sumberdaya yang potensial untuk dikembangkan menjadi kawasan pertanian tanaman pangan di Provinsi

Lebih terperinci

VI. ANALISIS BIAYA USAHA TANI PADI SAWAH METODE SRI DAN PADI KONVENSIONAL

VI. ANALISIS BIAYA USAHA TANI PADI SAWAH METODE SRI DAN PADI KONVENSIONAL VI. ANALISIS BIAYA USAHA TANI PADI SAWAH METODE SRI DAN PADI KONVENSIONAL Sistem Pertanian dengan menggunakan metode SRI di desa Jambenenggang dimulai sekitar tahun 2007. Kegiatan ini diawali dengan adanya

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Lahan penelitian yang digunakan merupakan lahan yang selalu digunakan untuk pertanaman tanaman padi. Lahan penelitian dibagi menjadi tiga ulangan berdasarkan ketersediaan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Gambut berperanan penting dalam biosfer karena gambut terlibat dalam siklus biogeokimia, merupakan habitat tanaman dan hewan, sebagai lingkungan hasil dari evolusi, dan referen

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Karakteristik Lahan Sawah. reduksi (redoks) dan aktifitas mikroba tanah sangat menentukan tingkat

TINJAUAN PUSTAKA. Karakteristik Lahan Sawah. reduksi (redoks) dan aktifitas mikroba tanah sangat menentukan tingkat TINJAUAN PUSTAKA Karakteristik Lahan Sawah Perubahan kimia tanah sawah berkaitan erat dengan proses oksidasi reduksi (redoks) dan aktifitas mikroba tanah sangat menentukan tingkat ketersediaan hara dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Botani Tanaman Jagung (Zea Mays L.) Jagung (Zea mays L) adalah tanaman semusim dan termasuk jenis rumputan/graminae yang mempunyai batang tunggal, meski terdapat kemungkinan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. 1. Pertumbuhan Tanaman 4. 1. 1. Tinggi Tanaman Pengaruh tiap perlakuan terhadap tinggi tanaman menghasilkan perbedaan yang nyata sejak 2 MST. Berdasarkan Tabel 3 dapat dilihat

Lebih terperinci

Lampiran 1. Deskripsi Padi Varietas Ciherang

Lampiran 1. Deskripsi Padi Varietas Ciherang Lampiran 1. Deskripsi Padi Varietas Ciherang Nama Varietas : Ciherang Kelompok : Padi Sawah Nomor Seleksi : S3383-1d-Pn-41 3-1 Asal Persilangan : IR18349-53-1-3-1-3/IR19661-131-3-1//IR19661-131- 3-1///IR64

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian dimulai dari April 2009 sampai Agustus 2009. Penelitian lapang dilakukan di lahan sawah Desa Tanjung Rasa, Kecamatan Tanjung Sari, Kabupaten Bogor,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. sektor pertanian (MAF, 2006). Gas rumah kaca yang dominan di atmosfer adalah

TINJAUAN PUSTAKA. sektor pertanian (MAF, 2006). Gas rumah kaca yang dominan di atmosfer adalah 8 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pertanian dan Pemanasan Global Pemanasan global yang kini terjadi adalah akibat dari makin meningkatnya gas rumah kaca (GRK) di atmosfer, baik secara alami maupun secara buatan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Perkembangan Produktivitas Padi di Indonesia dan Permasalahannya

TINJAUAN PUSTAKA. Perkembangan Produktivitas Padi di Indonesia dan Permasalahannya TINJAUAN PUSTAKA Perkembangan Produktivitas Padi di Indonesia dan Permasalahannya Padi merupakan komoditas strategis yang mendapat prioritas penanganan dalam pembangunan pertanian. Berbagai usaha telah

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. PTT Padi Sawah. Penelitian ini dilakukan di Poktan Giri Mukti II, Desa

BAB III METODE PENELITIAN. PTT Padi Sawah. Penelitian ini dilakukan di Poktan Giri Mukti II, Desa 31 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Objek dan Tempat Penelitian Objek dalam penelitian ini adalah respon petani terhadap kegiatan penyuluhan PTT Padi Sawah. Penelitian ini dilakukan di Poktan Giri Mukti II,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tebu ( Saccharum officinarum L.) merupakan tanaman penting sebagai penghasil

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tebu ( Saccharum officinarum L.) merupakan tanaman penting sebagai penghasil II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Tebu Tebu ( Saccharum officinarum L.) merupakan tanaman penting sebagai penghasil gula dan lebih dari setengah produksi gula berasal dari tanaman tebu (Sartono, 1995).

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Perubahan dramatis paradigma pemanfaatan sumberdaya alam yang terjadi

I. PENDAHULUAN. Perubahan dramatis paradigma pemanfaatan sumberdaya alam yang terjadi 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perubahan dramatis paradigma pemanfaatan sumberdaya alam yang terjadi sejak tahun 80-an telah memperkenalkan konsep pembangunan berkelanjutan. Konsep ini berdampak kepada

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Padi Varietas Way Apoburu Pupuk dan Pemupukan

TINJAUAN PUSTAKA Padi Varietas Way Apoburu Pupuk dan Pemupukan 4 TINJAUAN PUSTAKA Padi Varietas Way Apoburu Padi sawah dapat dikelompokkan dalam dua jenis, yaitu : padi sawah (lahan yang cukup memperoleh air, digenangi waktu-waktu tertentu terutama musim tanam sampai

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Percobaan

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Percobaan 10 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Percobaan Percobaan dilakukan di Kebun Percobaan Babakan Sawah Baru, Darmaga Bogor pada bulan Januari 2009 hingga Mei 2009. Curah hujan rata-rata dari bulan Januari

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pertambahan jumlah penduduk dan peningkatan konsumsi per kapita akibat

I. PENDAHULUAN. pertambahan jumlah penduduk dan peningkatan konsumsi per kapita akibat 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Kebutuhan bahan pangan terutama beras akan terus meningkat sejalan dengan pertambahan jumlah penduduk dan peningkatan konsumsi per kapita akibat peningkatan

Lebih terperinci

Potensi Hasil : 5-8,5 ton/ha Ketahanan : Tahan terhadap wereng coklat biotipe 2 dan 3 Terhadap Hama. Ketahanan. Terhadap Penyakit

Potensi Hasil : 5-8,5 ton/ha Ketahanan : Tahan terhadap wereng coklat biotipe 2 dan 3 Terhadap Hama. Ketahanan. Terhadap Penyakit LAMPIRAN 30 31 Lampiran 1. Deskripsi Padi Varietas Ciherang Nama Varietas : Ciherang Kelompok : Padi sawah Nomor Seleksi : S3383-1d-Pn-41 3-1 Asal persilangan : IR18349-53-1-3-1-3/IR19661-131-31//IR19661131-3-

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Petunjuk Teknis Lapang PTT Padi Sawah Irigasi...

PENDAHULUAN. Petunjuk Teknis Lapang PTT Padi Sawah Irigasi... Petunjuk Teknis Lapang PTT Padi Sawah Irigasi... PENDAHULUAN P ada dasarnya pengelolaan tanaman dan sumber daya terpadu (PTT) bukanlah suatu paket teknologi, akan tetapi lebih merupakan metodologi atau

Lebih terperinci

KK : 2.4% Ket: ** ( sangat nyata) tn (tidak nyata) Universitas Sumatera Utara

KK : 2.4% Ket: ** ( sangat nyata) tn (tidak nyata) Universitas Sumatera Utara Lampiran 1. Data pengamatan tinggi tanaman padi (cm) pada umur 3 MST pada P0V1 60.90 60.33 59.33 180.57 60.19 P0V2 53.33 59.00 58.33 170.67 56.89 P0V3 62.97 61.33 60.97 185.27 61.76 P1V1 61.57 60.03 59.33

Lebih terperinci

: Kasar pada sebelah bawah daun

: Kasar pada sebelah bawah daun Lampiran 1. Deskripsi Padi Varietas Ciherang Varietas : Ciherang Nomor Pedigree : S 3383-1d-Pn-41-3-1 Asal/Persilangan : IR 18349-53-1-3-1-3/IR Golongan : Cere Bentuk : Tegak Tinggi : 107 115 cm Anakan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil. Kondisi Umum

HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil. Kondisi Umum 14 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Kondisi Umum Tanaman padi saat berumur 1-3 MST diserang oleh hama keong mas (Pomacea caanaliculata). Hama ini menyerang dengan memakan bagian batang dan daun tanaman yang

Lebih terperinci

Lampiran 1: Deskripsi padi varietas Inpari 3. Nomor persilangan : BP3448E-4-2. Anakan produktif : 17 anakan

Lampiran 1: Deskripsi padi varietas Inpari 3. Nomor persilangan : BP3448E-4-2. Anakan produktif : 17 anakan Lampiran 1: Deskripsi padi varietas Inpari 3 Nomor persilangan : BP3448E-4-2 Asal persilangan : Digul/BPT164-C-68-7-2 Golongan : Cere Umur tanaman : 110 hari Bentuk tanaman : Sedang Tinggi tanaman : 95

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 KAJIAN TEORITIS 2.1.1 Karakteristik Lahan Sawah Bukaan Baru Pada dasarnya lahan sawah membutuhkan pengolahan yang khusus dan sangat berbeda dengan lahan usaha tani pada lahan

Lebih terperinci

Deskripsi Padi Varietas Cigeulis Informasi Ringkas Bank Pengetahuan Padi Indonesia Sumber: Balai Besar Penelitian Tanaman Padi

Deskripsi Padi Varietas Cigeulis Informasi Ringkas Bank Pengetahuan Padi Indonesia Sumber: Balai Besar Penelitian Tanaman Padi Deskripsi Padi Varietas Cigeulis Informasi Ringkas Bank Pengetahuan Padi Indonesia Sumber: Balai Besar Penelitian Tanaman Padi 2008 Nama Varietas Tahun Tetua Rataan Hasil Pemulia Golongan Umur tanaman

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. tanahnya memiliki sifat dakhil (internal) yang tidak menguntungkan dengan

I. PENDAHULUAN. tanahnya memiliki sifat dakhil (internal) yang tidak menguntungkan dengan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Lahan sulfat masam merupakan salah satu jenis lahan yang terdapat di kawasan lingkungan rawa dan tergolong ke dalam lahan bermasalah karena tanahnya memiliki sifat dakhil

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Sumatera Utara, Medan dengan ketinggian tempat ± 25 meter diatas permukaan

BAHAN DAN METODE. Sumatera Utara, Medan dengan ketinggian tempat ± 25 meter diatas permukaan BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Percobaan Penelitian dilaksanakan di Rumah Kaca Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan dengan ketinggian tempat ± 25 meter diatas permukaan laut. Penelitian

Lebih terperinci

Komponen PTT Komponen teknologi yang telah diintroduksikan dalam pengembangan usahatani padi melalui pendekatan PTT padi rawa terdiri dari:

Komponen PTT Komponen teknologi yang telah diintroduksikan dalam pengembangan usahatani padi melalui pendekatan PTT padi rawa terdiri dari: AgroinovasI Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) Padi Rawa Meningkatkan Produktivitas Dan Pendapatan Petani Di Lampung, selain lahan sawah beririgasi teknis dan irigasi sederhana, lahan rawa juga cukup potensial

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Laju Dekomposisi Jerami Padi pada Plot dengan Jarak Pematang 4 meter dan 8 meter Laju dekomposisi jerami padi pada plot dengan jarak pematang 4 m dan 8 m disajikan pada Tabel

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Metode Penelitian 10 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Percobaan ini dilaksanakan di Kebun Percobaan IPB Cikarawang, Dramaga, Bogor. Sejarah lahan sebelumnya digunakan untuk budidaya padi konvensional, dilanjutkan dua musim

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tanaman yang banyak mengonsumsi pupuk, terutama pupuk nitrogen (N) adalah tanaman padi sawah, yaitu sebanyak 72 % dan 13 % untuk palawija (Agency for Agricultural Research

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Emisi Gas Rumah Kaca (GRK) Karbondioksida (CO2)

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Emisi Gas Rumah Kaca (GRK) Karbondioksida (CO2) II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Emisi Gas Rumah Kaca (GRK) Gas rumah kaca adalah gas-gas yang dapat membentuk suatu lapisan perangkap panas di atmosfer bumi yang dapat memantulkan kembali panas yang dipancarkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1.Kajian Teoritis 2.1.1. Sawah Tadah Hujan Lahan sawah tadah hujan merupakan lahan sawah yang dalam setahunnya minimal ditanami satu kali tanaman padi dengan pengairannya sangat

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 17 HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Kandungan Hara Tanah Analisis kandungan hara tanah pada awal percobaan maupun setelah percobaan dilakukan untuk mengetahui ph tanah, kandungan C-Organik, N total, kandungan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Upaya pemenuhan kebutuhan beras bagi 230 juta penduduk Indonesia

I. PENDAHULUAN. Upaya pemenuhan kebutuhan beras bagi 230 juta penduduk Indonesia I. PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Upaya pemenuhan kebutuhan beras bagi 230 juta penduduk Indonesia dewasa ini memerlukan kerja keras dengan melibatkan puluhan juta orang yang berhadapan dengan berbagai

Lebih terperinci

PENGARUH MANAJEMEN JERAMI TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI PADI SAWAH (Oryza sativa L.) Oleh: MUDI LIANI AMRAH A

PENGARUH MANAJEMEN JERAMI TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI PADI SAWAH (Oryza sativa L.) Oleh: MUDI LIANI AMRAH A PENGARUH MANAJEMEN JERAMI TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI PADI SAWAH (Oryza sativa L.) Oleh: MUDI LIANI AMRAH A34104064 PROGRAM STUDI AGRONOMI DEPARTEMEN BUDIDAYA PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. peranan penting dalam pembangunan nasional. Keberhasilan pembangunan

I. PENDAHULUAN. peranan penting dalam pembangunan nasional. Keberhasilan pembangunan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Sektor pertanian tanaman pangan merupakan sektor pertanian yang memegang peranan penting dalam pembangunan nasional. Keberhasilan pembangunan sektor pertanian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Pemanasan global adalah kejadian terperangkapnya radiasi gelombang panjang matahari (inframerah atau gelombang panas) yang dipancarkan oleh bumi sehingga tidak dapat

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Pupuk dan Pemupukan

TINJAUAN PUSTAKA Pupuk dan Pemupukan 4 TINJAUAN PUSTAKA Pupuk dan Pemupukan Pupuk adalah bahan yang ditambahkan ke dalam tanah untuk menyediakan unsur-unsur esensial bagi pertumbuhan tanaman (Hadisuwito, 2008). Tindakan mempertahankan dan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Metode Penelitian BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan November 2011 Maret 2012. Persemaian dilakukan di rumah kaca Balai Besar Penelitian Bioteknologi dan Sumber Daya Genetik Pertanian,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. terdiri dari 3 golongan ecogeographic yaitu Indica, Japonica, dan Javanica.

TINJAUAN PUSTAKA. terdiri dari 3 golongan ecogeographic yaitu Indica, Japonica, dan Javanica. 6 TINJAUAN PUSTAKA Padi Sawah Padi (Oryza sativa L.) berasal dari tumbuh-tumbuhan golongan rumput-rumputan (Gramineae) yang ditandai dengan batang yang tersusun dari beberapa ruas. Tumbuhan padi bersifat

Lebih terperinci

Menembus Batas Kebuntuan Produksi (Cara SRI dalam budidaya padi)

Menembus Batas Kebuntuan Produksi (Cara SRI dalam budidaya padi) Menembus Batas Kebuntuan Produksi (Cara SRI dalam budidaya padi) Pengolahan Tanah Sebagai persiapan, lahan diolah seperti kebiasaan kita dalam mengolah tanah sebelum tanam, dengan urutan sebagai berikut.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pisang merupakan komoditas buah-buahan yang populer di masyarakat karena

I. PENDAHULUAN. Pisang merupakan komoditas buah-buahan yang populer di masyarakat karena 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Pisang merupakan komoditas buah-buahan yang populer di masyarakat karena harganya terjangkau dan sangat bermanfaat bagi kesehatan. Pisang adalah buah yang

Lebih terperinci

PERAN BAHAN ORGANIK DAN TATA AIR MIKRO TERHADAP KELARUTAN BESI, EMISI CH 4, EMISI CO 2 DAN PRODUKTIVITAS PADI DI LAHAN SULFAT MASAM RINGKASAN

PERAN BAHAN ORGANIK DAN TATA AIR MIKRO TERHADAP KELARUTAN BESI, EMISI CH 4, EMISI CO 2 DAN PRODUKTIVITAS PADI DI LAHAN SULFAT MASAM RINGKASAN PERAN BAHAN ORGANIK DAN TATA AIR MIKRO TERHADAP KELARUTAN BESI, EMISI CH 4, EMISI CO 2 DAN PRODUKTIVITAS PADI DI LAHAN SULFAT MASAM RINGKASAN Tanah sulfat masam merupakan tanah dengan kemasaman yang tinggi

Lebih terperinci

DENGAN HIBRIDA HASIL PRODUKSI PADI MENINGKAT

DENGAN HIBRIDA HASIL PRODUKSI PADI MENINGKAT DENGAN HIBRIDA HASIL PRODUKSI PADI MENINGKAT Penerapan Padi Hibrida Pada Pelaksanaan SL - PTT Tahun 2009 Di Kecamatan Cijati Kabupaten Cianjur Jawa Barat Sekolah Lapang (SL) merupakan salah satu metode

Lebih terperinci

PENGELOLAAN TERPADU PADI SAWAH (PTPS): INOVASI PENDUKUNG PRODUKTIVITAS PANGAN

PENGELOLAAN TERPADU PADI SAWAH (PTPS): INOVASI PENDUKUNG PRODUKTIVITAS PANGAN PENGELOLAAN TERPADU PADI SAWAH (PTPS): INOVASI PENDUKUNG PRODUKTIVITAS PANGAN Ameilia Zuliyanti Siregar Departemen Agroekoteknologi Fakultas Pertanian zuliyanti@yahoo.com,azs_yanti@gmail.com Pendahuluan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pokok bagi sebagian besar rakyat di Indonesia. Keberadaan padi sulit untuk

I. PENDAHULUAN. pokok bagi sebagian besar rakyat di Indonesia. Keberadaan padi sulit untuk 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Padi (Oryza sativa L.) merupakan salah satu tanaman terpenting di Indonesia. Hal ini karena padi merupakan tanaman penghasil beras. Beras adalah makanan pokok bagi sebagian

Lebih terperinci

MENINGKATKAN PROUKSI PADI DENGAN PENERAPAN TEKNOLOGI HEMAT AIR

MENINGKATKAN PROUKSI PADI DENGAN PENERAPAN TEKNOLOGI HEMAT AIR MENINGKATKAN PROUKSI PADI DENGAN PENERAPAN TEKNOLOGI HEMAT AIR Oleh : Ir. Indra Gunawan Sabaruddin Tanaman Padi (Oryza sativa L.) adalah tanaman penting karena merupakan makanan pokok sebagian besar penduduk

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 9 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. Karakteristik Lokasi Penelitian Luas areal tanam padi adalah seluas 6 m 2 yang terletak di Desa Langgeng. Secara administrasi pemerintahan Desa Langgeng Sari termasuk dalam

Lebih terperinci

RINGKASAN. I. Pendahuluan. A. Latar Belakang

RINGKASAN. I. Pendahuluan. A. Latar Belakang PENGARUH PEMBERIAN PUPUK ORGANIK TERHADAP PERTUMBUHAN TANAMAN PADI (Oryza sativa L.) VARIETAS CIHERANG DENGAN METODE SRI (System of Rice Intensification) 1 Zulkarnain Husny, 2 Yuliantina Azka, 3 Eva Mariyanti

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu. Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu. Bahan dan Alat 10 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Percobaan dilakukan di lahan sawah Desa Situgede, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor dengan jenis tanah latosol. Lokasi sawah berada pada ketinggian tempat 230 meter

Lebih terperinci

Pertumbuhan tanaman dan produksi yang tinggi dapat dicapai dengan. Pemupukan dilakukan untuk menyuplai unsur hara yang dibutuhkan oleh

Pertumbuhan tanaman dan produksi yang tinggi dapat dicapai dengan. Pemupukan dilakukan untuk menyuplai unsur hara yang dibutuhkan oleh 45 4.2 Pembahasan Pertumbuhan tanaman dan produksi yang tinggi dapat dicapai dengan memperhatikan syarat tumbuh tanaman dan melakukan pemupukan dengan baik. Pemupukan dilakukan untuk menyuplai unsur hara

Lebih terperinci

TEKNOLOGI BUDIDAYA PADI RAMAH IKLIM Climate Smart Agriculture. Mendukung Transformasi Menuju Ekonomi Hijau

TEKNOLOGI BUDIDAYA PADI RAMAH IKLIM Climate Smart Agriculture. Mendukung Transformasi Menuju Ekonomi Hijau TEKNOLOGI BUDIDAYA PADI RAMAH IKLIM Climate Smart Agriculture Mendukung Transformasi Menuju Ekonomi Hijau Green Economy and Locally Appropriate Mitigation Actions in Indonesia Latar Belakang Perubahan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Morfologi dan Fisiologi Tanaman Padi

TINJAUAN PUSTAKA Morfologi dan Fisiologi Tanaman Padi 3 TINJAUAN PUSTAKA Morfologi dan Fisiologi Tanaman Padi Pertumbuhan tanaman padi dibagi kedalam tiga fase: (1) vegetatif (awal pertumbuhan sampai pembentukan bakal malai/primordial); (2) reproduktif (primordial

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Emisi Gas Rumah Kaca (GRK) 4.1.1. Karbondioksida (CO 2 ) Keanekaragaman nilai fluks yang dihasilkan lahan pertanian sangat tergantung pada sistem pengelolaan lahan tersebut.

Lebih terperinci

Implementasi Budidaya Tanaman Padi. Melalui Pengelolaan Tanaman Terpadu. Oleh : ASEP FIRMANSYAH

Implementasi Budidaya Tanaman Padi. Melalui Pengelolaan Tanaman Terpadu. Oleh : ASEP FIRMANSYAH Implementasi Budidaya Tanaman Padi Melalui Pengelolaan Tanaman Terpadu Oleh : ASEP FIRMANSYAH Produksi padi nasional belum mencapai target sementara kebutuhan beras nasional terus meningkat Telah terjadi

Lebih terperinci

sosial yang menentukan keberhasilan pengelolaan usahatani.

sosial yang menentukan keberhasilan pengelolaan usahatani. 85 VI. KERAGAAN USAHATANI PETANI PADI DI DAERAH PENELITIAN 6.. Karakteristik Petani Contoh Petani respoden di desa Sui Itik yang adalah peserta program Prima Tani umumnya adalah petani yang mengikuti transmigrasi

Lebih terperinci

PENGAMATAN PERCOBAAN BAHAN ORGANIK TERHADAP TANAMAN PADI DI RUMAH KACA

PENGAMATAN PERCOBAAN BAHAN ORGANIK TERHADAP TANAMAN PADI DI RUMAH KACA PENGAMATAN PERCOBAAN BAHAN ORGANIK TERHADAP TANAMAN PADI DI RUMAH KACA HUSIN KADERI Balai Penelitian Pertanian Lahan Rawa (Balittra), Banjarbaru Jl. Kebun Karet, Loktabat Banjarbaru RINGKASAN Percobaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Padi merupakan tanaman pangan pokok penduduk Indonesia. Di samping

BAB I PENDAHULUAN. Padi merupakan tanaman pangan pokok penduduk Indonesia. Di samping BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Padi merupakan tanaman pangan pokok penduduk Indonesia. Di samping itu Indonesia merupakan daerah agraris dengan profesi utama penduduknya sebagai petani terutama

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman. diklasifikasikan ke dalam Famili adalah Graminae, Genus adalah Oryza Linn, dan

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman. diklasifikasikan ke dalam Famili adalah Graminae, Genus adalah Oryza Linn, dan TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Menurut Grist (1960), tanaman padi dalam sistematika tumbuhan (taksonomi) diklasifikasikan ke dalam Famili adalah Graminae, Genus adalah Oryza Linn, dan Speciesnya adalah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sorgum merupakan salah satu jenis tanaman serealia yang memiliki potensi besar

I. PENDAHULUAN. Sorgum merupakan salah satu jenis tanaman serealia yang memiliki potensi besar 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Sorgum merupakan salah satu jenis tanaman serealia yang memiliki potensi besar untuk dikembangkan di Indonesia. Tanaman sorgum mempunyai daerah adaptasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perubahan iklim global merupakan salah satu issu lingkungan penting dunia dewasa ini, artinya tidak hanya dibicarakan di Indonesia tetapi juga di negara-negara lain

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Bawang merah (Allium ascalonicum L.) adalah tanaman semusim yang tumbuh

I. PENDAHULUAN. Bawang merah (Allium ascalonicum L.) adalah tanaman semusim yang tumbuh 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Bawang merah (Allium ascalonicum L.) adalah tanaman semusim yang tumbuh membentuk rumpun dengan tinggi tanaman mencapai 15 40 cm. Perakarannya berupa akar

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Produksi dan Emisi CO 2. lingkungan yang belum ada mekanisme pasarnya. Jenis barang dan jasa yang

TINJAUAN PUSTAKA. Produksi dan Emisi CO 2. lingkungan yang belum ada mekanisme pasarnya. Jenis barang dan jasa yang TINJAUAN PUSTAKA Produksi dan Emisi CO 2 Lahan Sawah Lahan pertanian bukan hanya menghasilkan barang dan jasa yang dapat langsung dinilai harganya berdasarkan harga pasar, tetapi juga memberikan jasa lingkungan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE 3. 1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Oktober 2009 sampai dengan Juli 2010. Penelitian terdiri dari percobaan lapangan dan analisis tanah dan tanaman

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Padi IP 400. Padi IP 400 merupakan salah satu jenis program penanam padi yang

TINJAUAN PUSTAKA. Padi IP 400. Padi IP 400 merupakan salah satu jenis program penanam padi yang TINJAUAN PUSTAKA Padi IP 400 Padi IP 400 merupakan salah satu jenis program penanam padi yang mengalami pengindentifikasian guna meningkatkan produksi padi tanpa memerlukan tambahan fasilitas irigasi dan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 21 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Intensitas Serangan Hama Penggerek Batang Padi (HPBP) Hasil penelitian tingkat kerusakan oleh serangan hama penggerek batang pada tanaman padi sawah varietas inpari 13

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Metana CH 4 dan dinitrogen oksida (N 2 O) adalah gas penting di atmosfer yang mempengaruhi kekuatan radiasi dan sifat kimia atmosfer (WMO 1995). Konsentrasi CH 4 dan N 2 O

Lebih terperinci

PEMBAHASAN UMUM. Gambar 52. Hubungan antara nisbah C/N dengan fluks CO 2. Fluks CO2. (mg CO2 kg tanah -1 harī 1 )

PEMBAHASAN UMUM. Gambar 52. Hubungan antara nisbah C/N dengan fluks CO 2. Fluks CO2. (mg CO2 kg tanah -1 harī 1 ) PEMBAHASAN UMUM Dari kajian pengaruh pupuk N terhadap fluks CO 2 hasil respirasi bahan gambut menunjukkan bahwa terdapat interaksi antara dosis urea dengan tingkat kematangan gambut. Penambahan dosis urea

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Rumah Kaca Laboratorium Lapang Terpadu

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Rumah Kaca Laboratorium Lapang Terpadu 14 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Rumah Kaca Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian Universitas Lampung pada bulan Oktober 2014 hingga Maret

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sawi termasuk ke dalam famili Crucifera (Brassicaceae) dengan nama

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sawi termasuk ke dalam famili Crucifera (Brassicaceae) dengan nama 13 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Botani Sawi Sawi termasuk ke dalam famili Crucifera (Brassicaceae) dengan nama spesies Brassica juncea (L.) Czern. Jenis sawi dikenal juga dengan nama caisim atau sawi bakso.

Lebih terperinci

PRINSIP AGRONOMIK BUDIDAYA UNTUK PRODUKSI BENIH. 15/04/2013

PRINSIP AGRONOMIK BUDIDAYA UNTUK PRODUKSI BENIH. 15/04/2013 PRINSIP AGRONOMIK BUDIDAYA UNTUK PRODUKSI BENIH 1 BUDIDAYA UNTUK PRODUKSI BENIH Budidaya untuk produksi benih sedikit berbeda dengan budidaya untuk produksi non benih, yakni pada prinsip genetisnya, dimana

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di Kebun Percobaan STIPER Dharma Wacana Metro,

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di Kebun Percobaan STIPER Dharma Wacana Metro, 20 III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Kebun Percobaan STIPER Dharma Wacana Metro, Desa Rejomulyo Kecamatan Metro Selatan Kota Metro dengan ketinggian

Lebih terperinci

V4A2(3) V3A1(1) V2A1(2) V3A1(2) V1A1(1) V5A2(1) V3A2(3) V4A1(3) V1A2(2)

V4A2(3) V3A1(1) V2A1(2) V3A1(2) V1A1(1) V5A2(1) V3A2(3) V4A1(3) V1A2(2) 64 Lampiran 1. Lay Out Penelitian V4A2(3) V3A1(1) V2A1(2) V2A1(3) V4A1(2) V1A1(3) V3A1(3) V2A2(2) V3A1(2) V1A1(1) V5A2(1) V3A2(3) V4A1(3) V4A1(1) V5A1(2) V4A2(1) V2A2(1) V1A2(3) V3A2(2) V4A2(2) V2A1(1)

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. secara hayati. Mikroba penambat nitrogen hidup bebas pada tanah sawah

TINJAUAN PUSTAKA. secara hayati. Mikroba penambat nitrogen hidup bebas pada tanah sawah TINJAUAN PUSTAKA Tanah sawah Tanah sawah adalah habitat yang sangat unik untuk penambatan nitrogen secara hayati. Mikroba penambat nitrogen hidup bebas pada tanah sawah digolongkan menjadi dua kelompok

Lebih terperinci

HUBUNGAN AIR DAN TANAMAN STAF LAB. ILMU TANAMAN

HUBUNGAN AIR DAN TANAMAN STAF LAB. ILMU TANAMAN HUBUNGAN AIR DAN TANAMAN STAF LAB. ILMU TANAMAN FUNGSI AIR Penyusun tubuh tanaman (70%-90%) Pelarut dan medium reaksi biokimia Medium transpor senyawa Memberikan turgor bagi sel (penting untuk pembelahan

Lebih terperinci

Agroteknologi Tanaman Rempah dan Obat

Agroteknologi Tanaman Rempah dan Obat Agroteknologi Tanaman Rempah dan Obat Syarat Tumbuh Tanaman Jahe 1. Iklim Curah hujan relatif tinggi, 2.500-4.000 mm/tahun. Memerlukan sinar matahari 2,5-7 bulan. (Penanaman di tempat yang terbuka shg

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. cruciferae yang mempunyai nilai ekonomis tinggi. Sawi memiliki nilai gizi yang

I. PENDAHULUAN. cruciferae yang mempunyai nilai ekonomis tinggi. Sawi memiliki nilai gizi yang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Kesadaran manusia akan kesehatan menjadi salah satu faktor kebutuhan sayur dan buah semakin meningkat. Di Indonesia tanaman sawi merupakan jenis sayuran

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 14 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Kondisi Umum Curah hujan selama penelitian dari bulan Oktober 2009 sampai Januari 2010 tergolong tinggi sampai sangat tinggi yaitu berkisar antara 242.1-415.8 mm/bulan dengan

Lebih terperinci

TEKNIK BUDIDAYA PADI DENGAN METODE S.R.I ( System of Rice Intensification ) MENGGUNAKAN PUPUK ORGANIK POWDER 135

TEKNIK BUDIDAYA PADI DENGAN METODE S.R.I ( System of Rice Intensification ) MENGGUNAKAN PUPUK ORGANIK POWDER 135 TEKNIK BUDIDAYA PADI DENGAN METODE S.R.I ( System of Rice Intensification ) MENGGUNAKAN PUPUK ORGANIK POWDER 135 PUPUK ORGANIK POWDER 135 adalah Pupuk untuk segala jenis tanaman yang dibuat dari bahan

Lebih terperinci

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1. Tinggi tanaman padi akibat penambahan jenis dan dosis amelioran.

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1. Tinggi tanaman padi akibat penambahan jenis dan dosis amelioran. 28 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Pengamatan 4.1.1 Tinggi Tanaman Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa jenis dan dosis amelioran tidak memberikan pengaruh nyata terhadap tinggi tanaman padi ciherang

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Produksi dan Emisi Metan Dari Lahan Sawah. dan sisanya (Sekitar 30%) berasal dari sumber-sumber alami (Mudiyarso and

TINJAUAN PUSTAKA. Produksi dan Emisi Metan Dari Lahan Sawah. dan sisanya (Sekitar 30%) berasal dari sumber-sumber alami (Mudiyarso and TINJAUAN PUSTAKA Produksi dan Emisi Metan Dari Lahan Sawah Sumber utama emisi gas metan berasal dari aktifitas manusia (Sumber antropogenik). Hampir 70% total emisi metan berasal dari sumber antropogenik

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Bahan yang digunakan adalah benih padi Varietas Ciherang, Urea, SP-36,

BAHAN DAN METODE. Bahan yang digunakan adalah benih padi Varietas Ciherang, Urea, SP-36, 18 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Percobaan dilaksanakan di lahan sawah irigasi Desa Sinar Agung, Kecamatan Pulau Pagung, Kabupaten Tanggamus dari bulan November 2014 sampai April

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tanaman padi (Oryza sativa L.) merupakan komoditas tanaman pangan

BAB I PENDAHULUAN. Tanaman padi (Oryza sativa L.) merupakan komoditas tanaman pangan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanaman padi (Oryza sativa L.) merupakan komoditas tanaman pangan utama di Indonesia, karena sebagian besar dari penduduk Indonesia mengkomsumsi beras sebagai bahan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Beras merupakan bahan pangan yang dikonsumsi hampir seluruh penduduk Indonesia (96,87% penduduk) dan merupakan penyumbang lebih dari 65% kebutuhan kalori (Pranolo 2001). Dalam

Lebih terperinci

UJI ADAPTASI BEBERAPA PADI HIBRIDA DI LAHAN SAWAH IRIGASI BARITO TIMUR, KALIMANTAN TENGAH

UJI ADAPTASI BEBERAPA PADI HIBRIDA DI LAHAN SAWAH IRIGASI BARITO TIMUR, KALIMANTAN TENGAH Seminar Nasional : Reformasi Pertanian Terintegrasi Menuju Kedaulatan Pangan UJI ADAPTASI BEBERAPA PADI HIBRIDA DI LAHAN SAWAH IRIGASI BARITO TIMUR, KALIMANTAN TENGAH Asmarhansyah 1) dan N. Yuliani 2)

Lebih terperinci

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kondisi Usahatani Padi di Indonesia Padi merupakan komoditi pangan utama masyarakat Indonesia. Pangan pokok adalah pangan yang muncul dalam menu sehari-hari, mengambil porsi

Lebih terperinci