TINJAUAN PUSTAKA. Padi IP 400. Padi IP 400 merupakan salah satu jenis program penanam padi yang
|
|
- Yohanes Iskandar
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 TINJAUAN PUSTAKA Padi IP 400 Padi IP 400 merupakan salah satu jenis program penanam padi yang mengalami pengindentifikasian guna meningkatkan produksi padi tanpa memerlukan tambahan fasilitas irigasi dan pembukan lahan baru. IP padi 400 artinya, petani dapat memanen hamparan sawah yang sama empat kali dalam setahun. Untuk mendukung hal tersebut, dua strategi yang perlu dilakukan oleh pengelola adalah rekayasa sosial dan rekayasa teknologi. Rekayasa sosial dalam hal ini adalah berupa sosialisasi kepada petani tentang padi IP 400 dan Rekayasa teknologi dalam hal ini adalah varietas unggul yang sangat genjah antara hari yang mampu berproduksi tinggi, hemat air dengan irigasi berselang, persemaian dapok atau culikan dan pengembangan sistem monitoring dini sebelum tanam, persemaian, penanaman, dan sesudah pemanenan (Deptan 2009). Pola Tanam Penanaman padi IP 400 diterapkan berdasarkan pola hujan tahunan antara Oktober-Maret adalah musim hujan dan April-September adalah musim kemarau. Teknologi yang dibutuhkan harus sesuai dengan kondisi tersebut yaitu: 4 musim tanam atau 3 bulan/musim, persedian air ada sepanjang tahun, semua kegitan perlu dilaksanakan secara cepat atau bahkan ada kegitan secara tumpang tindih atau persemaian dilakukan saat sebelum panen, padi ditanam dalam hamparan secara serentak. Sebagai pendukung perlu dilakukan hal-hal sebagai berikut: pola tanam dibagi atas 4 bagian dimana pola tanam I dilakukan antara Oktober- Desember, pola tanam ke II dilakukan antara Januari-Maret, pola tanam ke III
2 dilakukan antara April-Juni dan pola tanam ke IV dilakukan antara Juli- September. Dimana pada pola tanam I dan III dengan menggunakan varietas padi genjah > hari seperti Ciherang, IR64 dan Mekongga dan pada pola tanam II dan IV dengan menggunakan varietas padi sangat genjah yang berumur antara hari. Ha ini dilakukan untuk mencegah ledakan hama yang terjadi selama masa tanam (Deptan 2009). Varietas Beberapa varietas padi yang dibudidayakan di lahan sawah irigasi seperti Cisadane, Memberamo, IR64, IR36, Dodokan, Batang Anai mengemisi gas metana lebih tinggi daripada yang dibudidayakan di lahan sawah tadah hujan meskipun digenangi terus menerus, masing-masing dengan beda , , 221, , dan 57 kg CH 4 /ha. Di ekosistem sawah tadah hujan, varietas padi yang ditanam secara gogorancah atau tabela memberikan emisi metana berbeda bilamana ditanam secara pindah (tapin). Emisi gas metana pada padi gogorancah selama musim penghujan umumnya lebih tinggi daripada padi tapin selama musim kering, dengan perbedaan sebesar 38, 126, 37, 45, 93, 52 kg CH 4 /ha pada masing-masing varietas Muncul, Way Apoburu, Tukad Balian, Tukad Petanu, Ciherang, dan Cisantana. (BPLP Jawa tengah 2006).Varietas yang dipilih untuk penanaman IP padi 400 sebaiknya didasarkan pada umur tanaman dan ketahanan terhadap hama penyakit. Sebelum dilakukan penanaman, padi terlebih dahulu disemaikan selama 15 hari (Wihardjaka, 2006). Persemaian Persemaian dapat dilakukan dengan cara persemaian culikan yaitu dengan menyemaikan benih 15 hari sebelum panen. Persemaian kering yang dilakukan di
3 darat sedangkan persemaian basah dilakukan di lahan sawah di luar areal yang akan dipanen. Pemilihan jenis persemain yang akan dilakukan tergantung dengan kondisi lahan dan jenis benih yang akan digunakan ( Deptan 2009). Pengolahan Tanah Pengolahan tanah yang dilakukan dalam padi IP 400 dapat dilakukan dengan Olah Tanah Sempurna (OTS) dan Tanpa Olah Tanah ( TOT). Olah tanah sempurna dilakukan dengan membalikan tanah dengan bajak atau traktor lalu menggenangi tanah dan dilakukan penanaman benih padi umur 21 hari. Tanpa olah tanah dapat dilakukan apabila terbatasnya alat olah tanah dengan persyaratan tanah tidak menggandung fraksir pasir yang tinggi dan mudah berlumpur bila dilakukan penggairan. Pengolahan tanah tanpa olah tanah dilakukan dengan cara pembersihan gulma, penggenangan 3 cm selama 4 hari lalu dikeringkan dan ditanami benih umur 22 HSS dan dengan jarak tanam cm (Deptan 2009). Pengairan Pengairan yang dilakukan dalam padi IP 400 dapat dilakukan dengan sistem tanam pindah dan dengan sistem berselang. Sistem yang dilakukan tergantung dengan kondisi, cara tanam dan ketersediaan air di sekitar lahan yang digunakan (Deptan 2009). Pengaruh Pemberian Jerami Terhadap Emisi Metan (CH4) Bahan organik berupa jerami merupakan bahan amelioran penting dalam menunjang kesuburan tanah baik secara fisik, kimia maupun biologi. Menurut Soepardi (1983), setengah dari kapasitas tukar kation tanah berasal dari bahan organik. Bahan organik juga merupakan salah satu sumber hara mikro tanaman, selain sebagai sumber energi dari sebagian mikroorganisme tanah. Dalam memainkan peran tersebut, bahan organik sangat tergantung dari sumber bahan penyusunnya.
4 Sumber dan susunan unsur hara bahan organik dari jerami segar dapat dilihat pada Tabel 1 Tabel 1. Sumber dan Susunan Unsur Hara Jerami Segar. Unsur Hara Jumlah (%) N 0.64 P 0.05 K 2.03 Ca 0.29 Mg 0.14 Zn 0.02 Si 8.8 Sumber : Dinas Pertanian (2008) dalam Perdana (2008) Kompos jerami padi merupakan sisa panen tanaman padi sawah yang telah didekomposisi oleh mikrobia perombak. Hasil penelitian Nuraini (2009) menunjukkan bahwa kompos jerami memiliki kandungan N-organik 0,91%; N-NH 4 0,06%; N-total 1,03%; P 2 O 5 0,69%; C-organik 19,09% dan air 9,22%. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan kandungan yang nyata antara kompos yang dibuat dengan menggunakan dekomposer dengan kompos tanpa dekomposer, namun pembuatan kompos yang menggunakan dekomposer lebih cepat dibandingkan dengan tanpa dekomposer. Jerami yang mudah terdekomposisi merupakan bahan baku utama bagi bakteri metanogenik dalam membentuk CH 4 di lahan sawah. Neue (1993), menghitung total emisi CH 4 dari lahan sawah dari total biomassa kalau dikembalikan ke dalam tanah, dengan asumsi rata-rata 15% jerami, 50% gulma tanah dan seluruh akar tanaman ditambah biomassa aquatik (algae dan gulma); jumlah yang dikembalikan itu setiap tahun (kurang lebih setara 390 juta ton biomassa atau setara 156 juta t -1 karbon), dan 30% karbon yang dikembalikan tersebut diubah menjadi CH 4, maka sekitar 62,4 Tg (terra gram = g) CH4 akan dihasilkan dari lahan sawah setiap tahunnya di seluruh dunia. Schutz et al. (1989) melaporkan bahwa penambahan jerami kering 3 ton/ha menghasilkan emisi CH 4 0,5 kali lebih tinggi dibanding dengan tanpa pemberian jerami,
5 dua kali lebih tinggi pada penambahan 5 ton/ha, dan 2,4 kali lebih tinggi pada penambahan 12 ton/ha. Sedangkan penambahan 60 ton/ha jerami memberikan emisi yang sama dengan pemberian 12 ton/ ha. Dari hasil penelitian tersebut ditemukan pula bahwa lahan sawah dengan penambahan jerami, urea dan amonium sulfat memberi emisi yang lebih tinggi dibanding lahan yang hanya sekedar diberi jerami (tanpa pemupukan). Yagi and Minami (1990) menemukan bahwa penambahan jerami 6 ton/ha dapat meningkatkan emisi CH 4 1,8-3,3 kali lebih besar dibanding hanya pemberian pupuk anorganik. Pada penambahan 9 ton/ha emisi CH 4 yang dihasilkan 3,5 kali lebih besar. Hal yang menarik dari penelitian ini adalah bahwa penambahan jerami yang sudah menjadi kompos (terhumifikasi) tidak memberi emisi yang tinggi. Penelitian Wihardjaka (2001) juga dengan menggunakan beberapa jenis bahan organik pada tanah sawah memberikan hasil bahwa emisi metan terbesar didapat dari pemberian pupuk kandang, pemberian jerami segar, kompos jerami dan tanpa bahan organik. Tabel 2. Emisi CH 4 dan Hasil Gabah dari Beberapa Pemberian Pupuk Kandang dan Jerami Padi yang Ditanam di Indonesia Per Musim Tanam Perlakuan Emisi CH4 (kg/ha) Hasil Gabah (ton/ha) Pupuk Kandang Jerami Segar 132 4,9 Kompos Jerami Tanpa Bahan- Organik Sumber : Wihardjaka (2001) Pupuk Kandang Sapi Limbah ternak dapat lebih bermanfaat setelah melalui proses pengolahan, menjadi kompos. Keengganan peternak untuk memproses kotoran ternak menjadi
6 kompos disebabkan oleh lama waktu yang dibutuhkan selama proses pengomposan lebih kurang 2 bulan. Namun dengan adanya berbagai teknologi, kotoran ternak dapat didekomposisi menjadi kompos dalam waktu yang lebih singkat. Kotoran sapi yang mengalami dekomposisi menghasilkan yang sebahagian besar berupa CH 4 (Metan) dan CO 2 (karbondioksida). Proses dekomposisi dibantu oleh beberapa mikroorganisme. Kandungan gas tersebut dapat dilihat pada tabel di bawah. Tabel 3. Kandungan Emisi yang Terdapat pada Kotoran Sapi Jenis Gas Jumlah (%) Metan (CH 4 ) Karbondioksida (CO 2 ) Nitrogen (N 2 ) Karbon Monoksida (CO) Oksigen (O 2 ) Hydrogen Sulfida (H 2 S) ,5 2 0,1 0,1 Sedikit sekali Sumber: Hadi (1980) Hewan ternak telah dikenal sebagai penyumbang emisi GRK. Bayangan Panjang Peternakan (Livestock s Long Shadow), laporan Organisasi Pangan dan Pertanian PBB (FAO) tahun 2006 yang telah dikutip secara luas, memperkirakan emisi sebesar juta metrik ton ekuivalen CO 2 per tahun, atau 18 persen emisi GRK dunia setiap tahun, dihasilkan oleh hewan ternak sapi, kerbau, domba, kambing, unta, kuda, babi, dan unggas. Dengan jumlah sebesar itu, peternakan sangat jelas memenuhi syarat untuk mendapat perhatian besar dalam mencari cara-cara untuk menangani perubahan iklim. Tetapi hasil analisa memperlihatkan
7 bahwa peternakan dan hasil sampingnya sebenarnya bertanggung jawab atas setidaknya juta metrik ton CO 2 per tahun, atau 51 persen dari seluruh emisi GRK dunia setiap tahun. Suhu Udara Secara umum iklim sebagai hasil interaksi proses-proses fisik dan kimiafisik parameternya, seperti suhu, kelembaban, angin, dan pola curah hujan yang terjadi pada suatu tempat di muka bumi. Iklim muncul akibat dari pemerataan energi bumi yang tidak tetap dengan adanya perputaran/revolusi bumi mengelilingi matahari selama kurang lebih 365 hari serta rotasi bumi selama 24 jam. Hal tersebut menyebabkan radiasi matahari yang diterima berubah tergantung lokasi dan posisi geografi suatu daerah (Winarso, 2008). Suhu udara adalah ukuran energi kinetik rata rata dari pergerakan molekul molekul. Suhu suatu benda ialah keadaan yang menentukan kemampuan benda tersebut, untuk memindahkan (transfer) panas ke benda benda lain atau menerima panas dari benda benda lain tersebut. Dalam sistem dua benda, benda yang kehilangan panas dikatakan benda yang bersuhu lebih tinggi (Yani, 2009). Suhu merupakan karakteristik yang dimiliki oleh suatu benda yang berhubungan dengan panas dan energi. Jika panas dialirkan pada suhu benda, maka suhu benda tersebut akan turun jika benda yang bersangkutan kehilangan panas. Akan tetapi hubungan antara satuan panas dengan satuan suhu tidak merupakan suatu konstanta, karena besarnya peningkatan suhu akibat penerimaan panas dalam jumlah tertentu akan dipengaruhi oleh daya tampung panas (heat capacity) yang dimiliki oleh benda penerima tersebut (Lakitan, 2002).
8 Suhu udara akan berfluktuasi dengan nyata selama setiap periode 24 jam. Fluktuasi suhu udara (dan suhu tanah) berkaitan erat dengan proses pertukaran energi yang berlangsung di atmosfer. Pada siang hari, sebagian dari radiasi matahari akan diserap oleh gas-gas atmosfer dan partikel-partikel padat yang melayang di atmosfer. Serapan energi radiasi matahari akan menyebabkan suhu udara meningkat. Suhu udara harian maksimum tercapai beberapa saat setelah intensitas cahaya maksimum tercapai. Intensitas cahaya maksimum tercapai pada saat berkas cahaya jatuh tegak lurus, yakni pada waktu tengah hari (Lakitan, 2002). Permukaan bumi merupakan permukaan penyerap utama dari radiasi matahari. Oleh sebab itu permukaan bumi merupakan sumber panas bagi udara di atasnya dan bagi lapisan tanah di bawahnya. Pada malam hari, permukaan bumi tidak menerima masukan energi dari radiasi matahari, tetapi permukaan bumi tetap akan memancarkan energi dalam bentuk radiasi gelombang panjang, sehingga permukaan akan kehilangan panas, akibatnya suhu permukaan akan turun. Karena perannya yang demikian maka fluktuasi suhu permukaan akan lebih besar dari fluktuasi udara di atasnya (Lakitan, 2002). Produksi dan Emisi Metan dari Lahan Sawah Sumber utama emisi gas metan berasal dari aktifitas manusia (sumber antropogenik). Hampir 70% total emisi metan berasal dari sumber antropogenik dan sisanya (Sekitar 30%) berasal dari sumber-sumber alami (Mudiyarso and Husin,1994). Sektor pertanian mempunyai peranan penting dalam proses produksi gas metan (Li, et al., 2005).
9 Konsentrasi metan (CH 4 ) sebagai salah satu komponen gas rumah kaca di atmosfir ditentukan olah keseimbangan tanah sebagai sumber (source) dan rosot (sink). Ekosistem dengan kondisi anaerob dominan, terutama akibat penggenangan seperti pada tanah sawah dan lahan basah lainnya, merupakan sumber utama emisi metan. Emisi metan dari lingkungan akuatik seperti tanah sawah pada dasarnya dipengaruhi oleh dua proses mikrobial yang berbeda, yaitu produksi metan dan konsumsi metan (Rudd and Taylor, 1980). Pengenangan adalah kerakteristik dari sistem irigasi tanah sawah. Pada kondisi tergenang, kebutuhan oksigen yang tinggi dibandingkan laju penyediannya yang rendah menyebabkan terbentuknya dua lapisan tanah yang sangat berbeda, yaitu lapisan permukaan yang oksidatif atau aerobik dimana tersedia oksigen dan lapisan reduktif atau enaerobik di bawahnya dimana tidak tersedia oksigen bebas (Patrick and Reddy, 1978). Metan diproduksi sebagai hasil akhir dari proses mikrobial melalui proses dekomposisi bahan organik secara anaerobik oleh bakteri metanogen (Zehnder and Stumm, 1988; Neue, 1993; Murdiyarso dan Husin 1994; Ohta., 2006). Bakteri ini hanya aktif bila kondisi tanah dalam keadaan tergenang. Sebagian dari metan yang diproduksi akan dioksidasi oleh bakteri metanotrof yang bersifat aerobik di lapisan permukaan tanah dan di zona perakaran. Bakteri ini menggunakan metan sebagai sumber energi untuk metabolisme. Sisa metan yang tidak teroksidasi dilepaskan atau diemisikan dari lapisan bawah tanah ke atmosfir melalui tiga cara, yaitu: (1) proses difusi melalui air genangan ; (2) gelembung gas yang terbentuk dan terlepas ke permukaan air genangan melalui mekanisme ebulisi ; (3) gas metan yang terbentuk masuk ke
10 dalam jaringan perakaran tanaman padi dan bergerak secara difusi dalam pembuluh aerenkimia untuk selanjutnya terlepas ke atmosfir (Rennenberg, et al., 1992). Pengukuran Fluks Emisi CH 4 di Lapangan Pengukuran fluks emisi CH 4 di lapangan dilaksanakan dengan metode sungkup statik yang terbuat dari polycarbonat yang berukukuran 50 cm x 50 cm x 100 cm yan dilengkapi dengan termometer untuk mengukur suhu di dalam sungkup, serta fan kecil untuk mempertahankan agar udara di dalam sungkup homogen. Jarum suntik digunakan untuk mengambil sampel gas dari dalam sungkup. Sampel gas CH 4 diambil pada 35, 42, 55 dan 81 HST, masing-masing gas CH 4 diambil setelah tanaman padi disungkupi selama 10 menit untuk setiap perlakuan. Dilakukan pada pagi hari antara pukul karena pada saat itu akar tanaman akan menghasilkan gas CH 4 dalam jumlah yang besar. Fluks emisi pada pukul WIB merupakan fluks rata-rata. Saat pengukuran fluks emisi CH 4, sungkup diletakkan di atas alas aluminium dengan hati-hati. Saat petak dalam kondisi ada genangan, bagian bawah sungkup yang diletakkan pada alas aluminium berada di bawah permukaan air. Saat pengukuran dalam kondisi tanpa genangan, alas aluminium diberi air sebelum sungkup dipasangkan di atasnya. Hal ini dilakukan untuk mengisolasi udara dalam sungkup terhadap pengaruh udara dari luar. Pengambilan sampel gas CH4 dari dalam sungkup dilakukan dengan jarum suntik ukuran 10 ml. Untuk menghindari kebocoran, segera setelah pengambilan sampel gas, jarum suntik ditutup dengan sumbat karet dan kemudian dibungkus
11 dengan kertas aluminium foil yang berfungsi untuk mengurangi panas radiasi matahari selama pengambilan contoh gas CH 4. Jarum suntik tersebut selanjutnya disimpan di dalam wadah tertutup yang berisi es batu agar tidak terpengaruh udara luar dan untuk mempertahankan suhu tetap di bawah 5 0 C karena gas CH 4 akan menguap pada suhu di atas 5 0 C. Penetapan konsentrasi gas CH 4 dilakukan dengan menggunakan peralatan Gas Chromatography, dengan mengirimkan sampel gas tersebut ke laboratorium GRK.
TINJAUAN PUSTAKA. Produksi dan Emisi Metan Dari Lahan Sawah. dan sisanya (Sekitar 30%) berasal dari sumber-sumber alami (Mudiyarso and
TINJAUAN PUSTAKA Produksi dan Emisi Metan Dari Lahan Sawah Sumber utama emisi gas metan berasal dari aktifitas manusia (Sumber antropogenik). Hampir 70% total emisi metan berasal dari sumber antropogenik
Lebih terperinciPENDAHULUAN. Latar Belakang. Rataan suhu di permukaan bumi adalah sekitar K (15 0 C ), suhu
PENDAHULUAN Latar Belakang Rataan suhu di permukaan bumi adalah sekitar 288 0 K (15 0 C ), suhu tersebut dapat dipertahankan karena keberadaan sejumlah gas yang berkonsentrasi di atmosfer bumi. Sejumlah
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Produksi dan Emisi CO 2. lingkungan yang belum ada mekanisme pasarnya. Jenis barang dan jasa yang
TINJAUAN PUSTAKA Produksi dan Emisi CO 2 Lahan Sawah Lahan pertanian bukan hanya menghasilkan barang dan jasa yang dapat langsung dinilai harganya berdasarkan harga pasar, tetapi juga memberikan jasa lingkungan
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA Produksi dan Emisi Metan dari Lahan Sawah
54 II. TINJAUAN PUSTAKA Produksi dan Emisi Metan dari Lahan Sawah Sumber utama emisi gas metan berasal dari aktivitas manusia (sumber antropogenik). Hampir 70% total emisi metan berasal dari sumber antropogenik
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. tanahnya memiliki sifat dakhil (internal) yang tidak menguntungkan dengan
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Lahan sulfat masam merupakan salah satu jenis lahan yang terdapat di kawasan lingkungan rawa dan tergolong ke dalam lahan bermasalah karena tanahnya memiliki sifat dakhil
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. sektor pertanian (MAF, 2006). Gas rumah kaca yang dominan di atmosfer adalah
8 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pertanian dan Pemanasan Global Pemanasan global yang kini terjadi adalah akibat dari makin meningkatnya gas rumah kaca (GRK) di atmosfer, baik secara alami maupun secara buatan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Perubahan dramatis paradigma pemanfaatan sumberdaya alam yang terjadi
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perubahan dramatis paradigma pemanfaatan sumberdaya alam yang terjadi sejak tahun 80-an telah memperkenalkan konsep pembangunan berkelanjutan. Konsep ini berdampak kepada
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Upaya pemenuhan kebutuhan beras bagi 230 juta penduduk Indonesia
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Upaya pemenuhan kebutuhan beras bagi 230 juta penduduk Indonesia dewasa ini memerlukan kerja keras dengan melibatkan puluhan juta orang yang berhadapan dengan berbagai
Lebih terperinciOleh : Koiman, SP, MMA (PP Madya BKPPP Bantul)
Oleh : Koiman, SP, MMA (PP Madya BKPPP Bantul) PENDAHULUAN Pengairan berselang atau disebut juga intermitten adalah pengaturan kondisi lahan dalam kondisi kering dan tergenang secara bergantian untuk:
Lebih terperinciBAB VII PERKIRAAN EMISI. Pemerintah Kabupaten Donggala A. GAS RUMAH KACA B. KEGIATAN MANUSIA DAN JENIS GRK. Badan Lingkungan Hidup Daerah
BAB VII PERKIRAAN EMISI A. GAS RUMAH KACA Gas rumah Kaca (GRK) merupakan gas di atmosfer yang berfungsi menyerap radiasi infra merah dan ikut menentukan suhu atmosfer. Adanya berbagai aktivitas manusia,
Lebih terperinciPERAN BAHAN ORGANIK DAN TATA AIR MIKRO TERHADAP KELARUTAN BESI, EMISI CH 4, EMISI CO 2 DAN PRODUKTIVITAS PADI DI LAHAN SULFAT MASAM RINGKASAN
PERAN BAHAN ORGANIK DAN TATA AIR MIKRO TERHADAP KELARUTAN BESI, EMISI CH 4, EMISI CO 2 DAN PRODUKTIVITAS PADI DI LAHAN SULFAT MASAM RINGKASAN Tanah sulfat masam merupakan tanah dengan kemasaman yang tinggi
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. cruciferae yang mempunyai nilai ekonomis tinggi. Sawi memiliki nilai gizi yang
1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Kesadaran manusia akan kesehatan menjadi salah satu faktor kebutuhan sayur dan buah semakin meningkat. Di Indonesia tanaman sawi merupakan jenis sayuran
Lebih terperinciIV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1. Tinggi tanaman padi akibat penambahan jenis dan dosis amelioran.
28 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Pengamatan 4.1.1 Tinggi Tanaman Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa jenis dan dosis amelioran tidak memberikan pengaruh nyata terhadap tinggi tanaman padi ciherang
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 12. Dinamika unsur N pada berbagai sistem pengelolaan padi sawah tanah Inseptisol, Jakenan
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Dinamika Unsur Hara pada Berbagai Sistem Pengelolaan Padi Sawah 4.1.1. Dinamika unsur N Gambar 12 menunjukkan dinamika unsur nitrogen di dalam tanah pada berbagai sistem pengelolaan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Bawang merah (Allium ascalonicum L.) adalah tanaman semusim yang tumbuh
1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Bawang merah (Allium ascalonicum L.) adalah tanaman semusim yang tumbuh membentuk rumpun dengan tinggi tanaman mencapai 15 40 cm. Perakarannya berupa akar
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Emisi Gas Rumah Kaca di Indonesia
4 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Emisi Gas Rumah Kaca di Indonesia Sampai tahun 2004, Indonesia berada pada urutan ke 15 negara penghasil gas rumah kaca tertinggi di dunia dengan emisi tahunan 378 juta ton
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Karakteristik Lahan Sawah. reduksi (redoks) dan aktifitas mikroba tanah sangat menentukan tingkat
TINJAUAN PUSTAKA Karakteristik Lahan Sawah Perubahan kimia tanah sawah berkaitan erat dengan proses oksidasi reduksi (redoks) dan aktifitas mikroba tanah sangat menentukan tingkat ketersediaan hara dan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Peningkatan aktivitas manusia di muka bumi telah mendorong terjadinya
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Peningkatan aktivitas manusia di muka bumi telah mendorong terjadinya pemanasan global (global warming). Pemanasan global terjadi sebagai akibat dari makin
Lebih terperinciPUPUK KANDANG MK : PUPUK DAN TEKNOLOGI PEMUPUKAN SMT : GANJIL 2011/2011
PUPUK KANDANG MK : PUPUK DAN TEKNOLOGI PEMUPUKAN SMT : GANJIL 2011/2011 TUJUAN PEMBELAJARAN Memahami definisi pupuk kandang, manfaat, sumber bahan baku, proses pembuatan, dan cara aplikasinya Mempelajari
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. Pengolahan tanah merupakan tindakan mekanik terhadap tanah yang ditujukan
6 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengolahan Tanah dan Pemanasan Global Pengolahan tanah merupakan tindakan mekanik terhadap tanah yang ditujukan untuk menyiapkan tempat persemaian, memberantas gulma, memperbaikai
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Perkembangan Produktivitas Padi di Indonesia dan Permasalahannya
TINJAUAN PUSTAKA Perkembangan Produktivitas Padi di Indonesia dan Permasalahannya Padi merupakan komoditas strategis yang mendapat prioritas penanganan dalam pembangunan pertanian. Berbagai usaha telah
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA Karakteristik dan Klasifikasi Bakteri Metanotrof Metanotrof sebagai Bakteri Pengoksidasi Metan
TINJAUAN PUSTAKA Karakteristik dan Klasifikasi Bakteri Metanotrof Bakteri metanotrof adalah bakteri Gram negatif, bersifat aerob dan menggunakan metan sebagai sumber karbon dan energi (Auman 2001). Karakteristik
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN A. Latar Belakang
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sejak dikeluarkannya kebijakan revolusi agraria berupa bimbingan massal (bimas) dan intensifikasi massal (inmas) dari tahun 1960 -an hingga 1990-an, penggunaan input yang
Lebih terperinciPOLA TANAM TANAMAN PANGAN DI LAHAN SAWAH DAN KERING
POLA TANAM TANAMAN PANGAN DI LAHAN SAWAH DAN KERING TEKNOLOGI BUDIDAYA Pola tanam Varietas Teknik Budidaya: penyiapan lahan; penanaman (populasi tanaman); pemupukan; pengendalian hama, penyakit dan gulma;
Lebih terperinciPENDAHULUAN Latar Belakang
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Metana CH 4 dan dinitrogen oksida (N 2 O) adalah gas penting di atmosfer yang mempengaruhi kekuatan radiasi dan sifat kimia atmosfer (WMO 1995). Konsentrasi CH 4 dan N 2 O
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tahun 2009 sekitar ton dan tahun 2010 sekitar ton (BPS, 2011).
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jagung (Zea mays L) termasuk bahan pangan penting karena merupakan sumber karbohidrat kedua setelah beras. Jagung tidak hanya sebagai bahan pangan, namun dapat juga
Lebih terperinciTEKNIK BUDIDAYA PADI DENGAN METODE S.R.I ( System of Rice Intensification ) MENGGUNAKAN PUPUK ORGANIK POWDER 135
TEKNIK BUDIDAYA PADI DENGAN METODE S.R.I ( System of Rice Intensification ) MENGGUNAKAN PUPUK ORGANIK POWDER 135 PUPUK ORGANIK POWDER 135 adalah Pupuk untuk segala jenis tanaman yang dibuat dari bahan
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN
14 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi Awal Lahan Bekas Tambang Lahan bekas tambang pasir besi berada di sepanjang pantai selatan desa Ketawangrejo, Kabupaten Purworejo. Timbunan-timbunan pasir yang
Lebih terperinciPupuk Organik Powder 135 (POP 135 Super TUGAMA)
Penggunaan pupuk kimia atau bahan kimia pada tanaman, tanpa kita sadari dapat menimbulkan berbagai macam penyakit seperti terlihat pada gambar di atas. Oleh karena itu beralihlah ke penggunaan pupuk organik
Lebih terperinciSISTEM BUDIDAYA PADI GOGO RANCAH
SISTEM BUDIDAYA PADI GOGO RANCAH 11:33 PM MASPARY Selain ditanam pada lahan sawah tanaman padi juga bisa dibudidayakan pada lahan kering atau sering kita sebut dengan budidaya padi gogo rancah. Pada sistem
Lebih terperinciPENDAHULUAN Latar Belakang
PENDAHULUAN Latar Belakang Gambut berperanan penting dalam biosfer karena gambut terlibat dalam siklus biogeokimia, merupakan habitat tanaman dan hewan, sebagai lingkungan hasil dari evolusi, dan referen
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN
17 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Fluks dan Total Fluks Gas Metana (CH 4 ) pada Lahan Jagung, Kacang Tanah, dan Singkong Pada Gambar 4, 5 dan 6 menunjukkan fluks CH 4 pada lahan jagung, kacang tanah dan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Gandum (Triticum aestivum L.) berasal dari daerah subtropik dan salah satu serealia dari famili Gramineae (Poaceae). Komoditas ini merupakan bahan makanan penting di
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN Latar Belakang
17 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang mempunyai potensi biomassa yang sangat besar. Estimasi potensi biomassa Indonesia sekitar 46,7 juta ton per tahun (Kamaruddin,
Lebih terperinciPENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max (L.) Merrill) merupakan komoditas pangan penghasil
PENDAHULUAN Latar Belakang Kedelai (Glycine max (L.) Merrill) merupakan komoditas pangan penghasil protein nabati yang sangat penting, baik karena kandungan gizinya, aman dikonsumsi, maupun harganya yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Pemanasan global adalah kejadian terperangkapnya radiasi gelombang panjang matahari (inframerah atau gelombang panas) yang dipancarkan oleh bumi sehingga tidak dapat
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. A. Mineralisasi N dari Bahan Organik yang Dikomposkan
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Mineralisasi N dari Bahan Organik yang Dikomposkan Bahan organik adalah bagian dari tanah yang merupakan suatu sistem kompleks dan dinamis, yang bersumber dari bahan-bahan yang
Lebih terperinciBAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Percobaan
BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober 2009 hingga bulan Mei 2010 di rumah kaca Kebun Percobaan IPB Cikabayan, Kampus Dramaga, Bogor dan Balai Penelitian Tanaman
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tanaman kedelai, namun hasilnya masih kurang optimal. Perlu diketahui bahwa kebutuhan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu jenis tanaman pangan yang menjadi mata pencaharian masyarakat adalah tanaman kedelai, namun hasilnya masih kurang optimal. Perlu diketahui bahwa kebutuhan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. tidak berkelanjutan. Pertanian dengan olah tanah intensif di lahan kering merusak
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Kehilangan karbon di sektor pertanian disebabkan oleh cara praktik budidaya yang tidak berkelanjutan. Pertanian dengan olah tanah intensif di lahan kering
Lebih terperinciBUDIDAYA CABAI PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN HORTIKULTURA
BUDIDAYA CABAI PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN HORTIKULTURA 1. PERENCANAAN TANAM 1. Pemilihan lokasi tanam 2. Sistem tanam 3. Pola tanam 4. Waktu tanam 5. Pemilihan varietas Perencanaan Persyaratan Tumbuh
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN
27 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pengaruh Mulsa terhadap Bobot Isi Pengamatan bobot isi dilakukan setelah pemanenan tanaman kacang tanah. Pengaruh pemberian mulsa terhadap nilai bobot isi tanah disajikan
Lebih terperinciPEMUPUKAN BUDIDAYA PADI ORGANIK rekommendasi BWD. Oleh : M Mundir BP3K Nglegok
PEMUPUKAN BUDIDAYA PADI ORGANIK rekommendasi BWD Oleh : M Mundir BP3K Nglegok I. LATAR BELAKANG Pupuk Organik adalah Pupuk yang sebagian besar atau seluruhnya terdiri dari bahan organik yang berasal dari
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perubahan iklim global merupakan salah satu issu lingkungan penting dunia dewasa ini, artinya tidak hanya dibicarakan di Indonesia tetapi juga di negara-negara lain
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Tebu (Saccharum officinarum L.) adalah salah satu komoditas perkebunan
1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Tebu (Saccharum officinarum L.) adalah salah satu komoditas perkebunan penting yang ditanam untuk bahan baku utama gula. Hingga saat ini, gula merupakan
Lebih terperinci1 LAYANAN KONSULTASI PADI IRIGASI Kelompok tani sehamparan
1 LAYANAN KONSULTASI PADI IRIGASI Pilih kondisi lahan sawah Anda: O Irigasi O Tadah hujan O Rawa pasang surut Apakah rekomendasi pemupukan yang diperlukan akan digunakan untuk: O lahan sawah individu petani
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tanaman yang banyak mengonsumsi pupuk, terutama pupuk nitrogen (N) adalah tanaman padi sawah, yaitu sebanyak 72 % dan 13 % untuk palawija (Agency for Agricultural Research
Lebih terperinciGeografi. Kelas X ATMOSFER VII KTSP & K Iklim Junghuhn
KTSP & K-13 Kelas X Geografi ATMOSFER VII Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan memiliki kemampuan berikut. 1. Memahami iklim Junghuhn dan iklim Schmidt Ferguson. 2. Memahami
Lebih terperinciIklim Perubahan iklim
Perubahan Iklim Pengertian Iklim adalah proses alami yang sangat rumit dan mencakup interaksi antara udara, air, dan permukaan daratan Perubahan iklim adalah perubahan pola cuaca normal di seluruh dunia
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemerintah Indonesia pada tahun 1960 melakukan modernisasi pertanian melalui program bimbingan massal (bimas) dan intensifikasi massal (inmas) untuk meningkatkan produktivitas
Lebih terperinciMenembus Batas Kebuntuan Produksi (Cara SRI dalam budidaya padi)
Menembus Batas Kebuntuan Produksi (Cara SRI dalam budidaya padi) Pengolahan Tanah Sebagai persiapan, lahan diolah seperti kebiasaan kita dalam mengolah tanah sebelum tanam, dengan urutan sebagai berikut.
Lebih terperinciIII. METODE PENELITIAN
III. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian dimulai dari April 2009 sampai Agustus 2009. Penelitian lapang dilakukan di lahan sawah Desa Tanjung Rasa, Kecamatan Tanjung Sari, Kabupaten Bogor,
Lebih terperinciPerlu Inovasi Teknologi Mengurangi Emisi Gas Rumah Kaca dari Lahan Pertanian
Perlu Inovasi Teknologi Mengurangi Emisi Gas Rumah Kaca dari Lahan Pertanian Oleh : Prihasto Setyanto Banyak pihak menulis tentang emisi gas rumah kaca (GRK), pemanasan global dan perubahan iklim di media
Lebih terperinciLatar Belakang. Produktivitas padi nasional Indonesia dalam skala regional cukup tinggi
Latar Belakang Produktivitas padi nasional Indonesia dalam skala regional cukup tinggi dan menonjol dibandingkan dengan negara-negara lainnya di Asia, kecuali Cina, Jepang, dan Korea. Namun keberhasilan
Lebih terperinci1 LAYANAN KONSULTASI PADI TADAH HUJAN Kelompok tani sehamparan
1 LAYANAN KONSULTASI PADI TADAH HUJAN Pilih kondisi lahan sawah Anda: O Irigasi O Tadah hujan O Rawa pasang surut Apakah rekomendasi pemupukan yang diperlukan akan digunakan untuk: O lahan sawah individu
Lebih terperinciLampiran 1. Deskripsi padi varietas Ciherang (Supriatno et al., 2007)
Lampiran 1. Deskripsi padi varietas Ciherang (Supriatno et al., 2007) Asal persilangan : IR 18349-53-1-3-1-3/IR 19661-131-3-1//IR 19661-131-3-1///IR 64////IR 64 Umur tanaman : 116-125 hari Bentuk tanaman
Lebih terperinciImplementasi Budidaya Tanaman Padi. Melalui Pengelolaan Tanaman Terpadu. Oleh : ASEP FIRMANSYAH
Implementasi Budidaya Tanaman Padi Melalui Pengelolaan Tanaman Terpadu Oleh : ASEP FIRMANSYAH Produksi padi nasional belum mencapai target sementara kebutuhan beras nasional terus meningkat Telah terjadi
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Ultisols merupakan salah satu jenis tanah di Indonesia yang mempunyai sebaran
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Ultisols merupakan salah satu jenis tanah di Indonesia yang mempunyai sebaran luas, mencapai 45.794.000 ha atau sekitar 25% dari total luas daratan Indonesia.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. penting di Indonesia termasuk salah satu jenis tanaman palawija/ kacang-kacangan yang sangat
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kedelai (Glycine max (L) Merill) adalah salah satu komoditi tanaman pangan yang penting di Indonesia termasuk salah satu jenis tanaman palawija/ kacang-kacangan yang
Lebih terperinciKEMENTERIAN PERTANIAN
Republik Indonesia SOSIALISASI PEDOMAN PENYUSUNAN RAD-GRK SEKTOR PERTANIAN KEMENTERIAN PERTANIAN Disampaikan dalam Sosialisasi Penyusunan RAD-GRK Balikpapan, 28-29 Februari 2012 KOMITMEN PEMERINTAH INDONESIA
Lebih terperinciPENDAHULUAN Latar Belakang
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Pemanasan global saat ini menjadi topik yang paling hangat dibicarakan dan mendapatkan perhatian sangat serius dari berbagai pihak. Pada dasarnya pemanasan global merupakan
Lebih terperinciMENINGKATKAN PROUKSI PADI DENGAN PENERAPAN TEKNOLOGI HEMAT AIR
MENINGKATKAN PROUKSI PADI DENGAN PENERAPAN TEKNOLOGI HEMAT AIR Oleh : Ir. Indra Gunawan Sabaruddin Tanaman Padi (Oryza sativa L.) adalah tanaman penting karena merupakan makanan pokok sebagian besar penduduk
Lebih terperinciIII. BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di Kebun Percobaan STIPER Dharma Wacana Metro,
20 III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Kebun Percobaan STIPER Dharma Wacana Metro, Desa Rejomulyo Kecamatan Metro Selatan Kota Metro dengan ketinggian
Lebih terperinciPEMBAHASAN UMUM. Gambar 52. Hubungan antara nisbah C/N dengan fluks CO 2. Fluks CO2. (mg CO2 kg tanah -1 harī 1 )
PEMBAHASAN UMUM Dari kajian pengaruh pupuk N terhadap fluks CO 2 hasil respirasi bahan gambut menunjukkan bahwa terdapat interaksi antara dosis urea dengan tingkat kematangan gambut. Penambahan dosis urea
Lebih terperinciBAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Metode Penelitian
10 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Percobaan ini dilaksanakan di Kebun Percobaan IPB Cikarawang, Dramaga, Bogor. Sejarah lahan sebelumnya digunakan untuk budidaya padi konvensional, dilanjutkan dua musim
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. Jagung (Zea mays L.) merupakan tanaman berumah satu (monoecious) yaitu letak
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Budidaya Tanaman Jagung Jagung (Zea mays L.) merupakan tanaman berumah satu (monoecious) yaitu letak bunga jantan terpisah dengan bunga betina pada satu tanaman. Jagung termasuk
Lebih terperinciPENGARUH BERBAGAI JENIS BAHAN ORGANIK TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN CABAI (Capsicum annum L.)
PENGARUH BERBAGAI JENIS BAHAN ORGANIK TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN CABAI (Capsicum annum L.) OLEH M. ARIEF INDARTO 0810212111 FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS ANDALAS PADANG 2013 DAFTAR ISI Halaman
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. dari umbi. Ubi kayu atau ketela pohon merupakan tanaman perdu. Ubi kayu
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Ubi Kayu Ubi kayu atau singkong merupakan salah satu sumber karbohidrat yang berasal dari umbi. Ubi kayu atau ketela pohon merupakan tanaman perdu. Ubi kayu berasal dari
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. pertambahan jumlah penduduk dan peningkatan konsumsi per kapita akibat
1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Kebutuhan bahan pangan terutama beras akan terus meningkat sejalan dengan pertambahan jumlah penduduk dan peningkatan konsumsi per kapita akibat peningkatan
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN
15 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Deskripsi Karakteristik Lokasi Penelitian Lokasi penelitian terletak di agroekosistem kelapa sawit yang berada pada 2 (dua) lokasi yang berbeda yaitu Kebun Meranti Paham
Lebih terperinciIr. ZURAIDA TITIN MARIANA, M.Si
Ir. ZURAIDA TITIN MARIANA, M.Si PERMASALAHAN AIR TEKNOLOGI PENGELOLAAN AIR Dalam pengelolaan tata air makro pada lahan rawa lebak menggunakan SISTEM POLDER. Pada sistem polder diperlukan bangunan air,
Lebih terperinciPENGARUH SISTIM TANAM MENUJU IP PADI 400 TERHADAP PERKEMBANGAN HAMA PENYAKIT
PENGARUH SISTIM TANAM MENUJU IP PADI 400 TERHADAP PERKEMBANGAN HAMA PENYAKIT Handoko Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Timur ABSTRAK Lahan sawah intensif produktif terus mengalami alih fungsi,
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Ubikayu merupakan salah satu tanaman penting di Indonesia. Ubikayu
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Ubikayu merupakan salah satu tanaman penting di Indonesia. Ubikayu merupakan bahan pangan pokok ketiga setelah beras dan jagung. Daunnya dapat digunakan sebagai
Lebih terperinciPengemasan dan Pemasaran Pupuk Organik Cair
Pengemasan dan Pemasaran Pupuk Organik Cair Pupuk Organik Unsur hara merupakan salah satu faktor yang menunjang pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Penggunaan pupuk sebagai salah satu usaha untuk meningkatkan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Pisang merupakan komoditas buah-buahan yang populer di masyarakat karena
1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Pisang merupakan komoditas buah-buahan yang populer di masyarakat karena harganya terjangkau dan sangat bermanfaat bagi kesehatan. Pisang adalah buah yang
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Pengolahan tanah merupakan suatu tahapan penting dalam budidaya tanaman
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Pengolahan tanah merupakan suatu tahapan penting dalam budidaya tanaman pangan. Pengolahan tanah adalah tindakan mekanis untuk menciptakan lingkungan yang baik
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. bermata pencarian sebagai petani (padi, jagung, ubi dan sayur-sayuran ). Sektor
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris di mana sebagian besar penduduknya bermata pencarian sebagai petani (padi, jagung, ubi dan sayur-sayuran ). Sektor pertanian pula berperan
Lebih terperinciPENGARUH MANAJEMEN JERAMI TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI PADI SAWAH (Oryza sativa L.) Oleh: MUDI LIANI AMRAH A
PENGARUH MANAJEMEN JERAMI TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI PADI SAWAH (Oryza sativa L.) Oleh: MUDI LIANI AMRAH A34104064 PROGRAM STUDI AGRONOMI DEPARTEMEN BUDIDAYA PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT
Lebih terperinciP e r u n j u k T e k n i s PENDAHULUAN
PENDAHULUAN Tanah yang terlalu sering di gunakan dalam jangka waktu yang panjang dapat mengakibatkan persediaan unsur hara di dalamnya semakin berkurang, oleh karena itu pemupukan merupakan suatu keharusan
Lebih terperinciUPAYA DEPARTEMEN PERTANIAN DALAM ADAPTASI PERUBAHAN IKLIM DI WILAYAH PESISIR DAN. Direktur Jenderal Pengelolaan Lahan dan Air
UPAYA DEPARTEMEN PERTANIAN DALAM ADAPTASI PERUBAHAN IKLIM DI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL Direktur Jenderal Pengelolaan Lahan dan Air SUBSTANSI I. PENDAHULUAN II. DAMPAK KENAIKAN PARAS MUKA AIR
Lebih terperinciPeluang Usaha Budidaya Cabai?
Sambal Aseli Pedasnya Peluang Usaha Budidaya Cabai? Tanaman cabai dapat tumbuh di wilayah Indonesia dari dataran rendah sampai dataran tinggi. Peluang pasar besar dan luas dengan rata-rata konsumsi cabai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Ternak ruminansia seperti kerbau, sapi, kambing dan domba sebagian besar bahan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ternak ruminansia seperti kerbau, sapi, kambing dan domba sebagian besar bahan pakannya berupa hijauan. Pakan hijauan dengan kualitas baik dan kuantitas yang cukup
Lebih terperinciBakteri Untuk Biogas ( Bag.2 ) Proses Biogas
Biogas adalah gas mudah terbakar yang dihasilkan dari proses fermentasi bahan-bahan organik oleh bakteri-bakteri anaerob (bakteri yang hidup dalam kondisi kedap udara). Pada umumnya semua jenis bahan organik
Lebih terperinciBAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian
14 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian Universitas Lampung Gedung Meneng, Kecamatan raja basa, Bandar Lampung
Lebih terperinciSumber : Nurman S.P. (http://marisejahterakanpetani.wordpress.com/
Lampiran 1. Deskripsi benih sertani - Potensi hasil sampai dengan 16 ton/ha - Rata-rata bulir per-malainya 300-400 buah, bahkan ada yang mencapai 700 buah - Umur panen padi adalah 105 hari sejak semai
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Fluks dan Emisi CO2 Tanah
3 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Fluks dan Emisi CO 2 Tanah Tanah merupakan bagian dari sistem yang mengatur konsentrasi CO 2 atmosfer. Hampir 10% CO 2 dari tanah sampai ke atmosfer tiap tahunnya (Raich dan
Lebih terperinciBUDIDAYA TANAMAN PADI menggunakan S R I (System of Rice Intensification)
BUDIDAYA TANAMAN PADI menggunakan S R I (System of Rice Intensification) PRINSIP S R I Oleh : Isnawan BP3K Nglegok Tanaman padi diperlakukan sebagai organisme hidup sebagaimana mestinya Semua unsur potensi
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN
9 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. Karakteristik Lokasi Penelitian Luas areal tanam padi adalah seluas 6 m 2 yang terletak di Desa Langgeng. Secara administrasi pemerintahan Desa Langgeng Sari termasuk dalam
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. kompos limbah tembakau memberikan pengaruh nyata terhadap berat buah per
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa kombinasi pupuk Urea dengan kompos limbah tembakau memberikan pengaruh nyata terhadap berat buah per tanaman, jumlah buah per tanaman dan diameter
Lebih terperinciPertumbuhan tanaman dan produksi yang tinggi dapat dicapai dengan. Pemupukan dilakukan untuk menyuplai unsur hara yang dibutuhkan oleh
45 4.2 Pembahasan Pertumbuhan tanaman dan produksi yang tinggi dapat dicapai dengan memperhatikan syarat tumbuh tanaman dan melakukan pemupukan dengan baik. Pemupukan dilakukan untuk menyuplai unsur hara
Lebih terperinciBAB V HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Emisi CO 2 di kota Pematangsiantar 5.1.1 Emisi CO 2 yang berasal dari energi (bahan bakar fosil) Bahan bakar utama dewasa ini adalah bahan bakar fosil yaitu gas alam, minyak
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Konsumsi kedelai di Indonesia setiap tahun semakin meningkat, seiring dengan
I. PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Masalah Konsumsi kedelai di Indonesia setiap tahun semakin meningkat, seiring dengan pertambahan penduduk. Kenaikan konsumsi ini tidak dapat dikejar oleh produksi dalam
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA
BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 KAJIAN TEORITIS 2.1.1 Karakteristik Lahan Sawah Bukaan Baru Pada dasarnya lahan sawah membutuhkan pengolahan yang khusus dan sangat berbeda dengan lahan usaha tani pada lahan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penggunaan pupuk di Indonesia terus meningkat sesuai dengan pertambahan luas areal pertanian, pertambahan penduduk, serta makin beragamnya penggunaan pupuk sebagai usaha
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN
BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1. Tinjauan Pustaka 2.1.1. Pupuk Kompos Pupuk digolongkan menjadi dua, yakni pupuk organik dan pupuk anorganik. Pupuk
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Bawang merah (Allium ascalonicum L.) merupakan komoditas hortikultura
1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Bawang merah (Allium ascalonicum L.) merupakan komoditas hortikultura berjenis umbi lapis yang memiliki banyak manfaat dan bernilai ekonomis tinggi serta
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pada saat sekarang ini lahan pertanian semakin berkurang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada saat sekarang ini lahan pertanian semakin berkurang kesuburannya, hal tersebut dikarenakan penggunaan lahan dan pemakaian pupuk kimia yang terus menerus tanpa
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. anorganik terus meningkat. Akibat jangka panjang dari pemakaian pupuk
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kegiatan usaha tani yang intensif telah mendorong pemakaian pupuk anorganik terus meningkat. Akibat jangka panjang dari pemakaian pupuk anorganik yang berlebihan adalah
Lebih terperinciUnsur gas yang dominan di atmosfer: Nitrogen : 78,08% Oksigen : 20,95% Argon : 0,95% Karbon dioksida : 0,034%
Unsur gas yang dominan di atmosfer: Nitrogen : 78,08% Oksigen : 20,95% Argon : 0,95% Karbon dioksida : 0,034% Ozon (O 3 ) mempunyai fungsi melindungi bumi dari radiasi sinar Ultraviolet Ozon sekarang ini
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian ini dilaksanakan di Unit Lapangan Pasir Sarongge, University Farm IPB yang memiliki ketinggian 1 200 m dpl. Berdasarkan data yang didapatkan dari Badan Meteorologi
Lebih terperinci