BAB II LANDASAN TEORI. A. Kesetiaan Abdi Dalem Keraton Surakarta. 1. Pengertian kesetiaan abdi dalem Keraton Surakarta
|
|
- Ridwan Hadiman
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BAB II LANDASAN TEORI A. Kesetiaan Abdi Dalem Keraton Surakarta 1. Pengertian kesetiaan abdi dalem Keraton Surakarta Kesetiaan, berdasarkan pengertian dari Kamus besar Bahasa Indonesia, adalah ketaatan, pengabdian, dan kepatuhan. Beberapa aspek dari kesetiaan atau loyalitas dari seorang individu kepada perusahaan atau sistem, menurut Siswanto (1989) adalah taat pada peraturan yang berlaku, bertanggung jawab pada perusahaan/sistem yang berlaku, dapat bekerja sama dengan lingkungan sekitar, terdapat rasa memiliki pada diri individu terhadap perusahaan/sistem yang berlaku, dapat menjalin hubungan interpersonal di lingkungan sistem, dan suka terhadap pekerjaan yang diemban saat ini. Soegandhi (2013) menyebutkan penjabaran beberapa aspek dari kesetiaan yang diungkapkan Siswanto (1989) diatas. Aspek ketaatan pada peraturan berarti setiap kebijakan yang diterapkan oleh sistem dipatuhi dan dilaksanakan dengan baik. Bertanggung jawab pada sistem yang berlaku merupakan kesanggupan individu untuk melaksanakan tugas sebaik-baiknya serta kesadaran akan setiap resiko dari pelaksanaan tugas yang diberikan. Aspek dapat menjalin hubungan interpersonal di dalam lingkungan berarti dapat menjalin hubungan antarpribadi yang fleksibel, meliputi hubungan dengan sesama rekan kerja serta hubungan dengan atasan. Kesukaan 10
2 11 terhadap pekerjaan berarti individu tersebut dapat mengerjakan pekerjaannya dengan senang hati yang dapat dilihat dari keunggulannya dalam bekerja dan tidak pernah menuntut apa yang diterimanya diluar gaji pokok. Nitisemito (dalam Darmawan, 2008) menjelaskan aspek kerja sama dengan lingkungan sekitar dapat dilihat dari kesediaan dan keharmonisan individu dalam bekerja bersama-sama, baik dengan rekan kerja maupun atasan. Sedangkan rasa memiliki pada sistem berarti kepentingan sistem telah menjadi bagian dari kepentingan pribadi individu yang berada pada sistem tersebut sehingga menjadi lebih berinisiatif dan berpartisipasi aktif dalam sistem (Naicker, 2008). Pada masa kini Keraton Kasunanan Surakarta, meskipun tidak lagi menjadi pusat pemerintahan, administrasi, dan politik, masih berdiri sebagai pusat pelestarian kebudayaan Surakarta. Salah satu pihak yang berjasa dalam mempertahankan eksistensi keraton Kasunanan hingga saat ini adalah para abdi dalem Kasunanan Surakarta. Abdi dalem, menurut salah satu literatur di Sasono Pustoko, adalah orang-orang yang bekerja di keraton atau mengabdikan dirinya kepada raja. Hal senada diungkapkan Widodo (2001) yang menyatakan bahwa abdi dalem adalah priyayi bodining ratu (priyayi sebagai bawahan raja). Houben (2002), dalam bukunya mengenai Keraton dan Kompeni, berpendapat bahwa abdi dalem adalah pembantu kerajaan atau pembantu istana. Allimin (2007), secara lebih lengkap mengungkapkan bahwa abdi dalem berarti
3 12 menjadi abdinya budaya Surakarta Hadiningrat serta ditetapkan dengan surat keputusan pemberian pangkat oleh raja, dimana yang bekerja ada sangkut pautnya dengan Keraton Surakarta Hadiningrat. Berdasarkan penjabaran ini, dapat disimpulkan bahwa abdi dalem adalah semua orang yang mengabdikan dirinya kepada pada raja dan keraton yang ditetapkan melalui surat keputusan pemberian pangkat oleh raja sebagai priyayi bawahan raja. Melalui penjabaran mengenai kesetiaan dan abdi dalem diatas, dapat disimpulkan bahwa kesetiaan abdi dalem adalah ketaatan, pengabdian, dan kepatuhan seseorang yang mengabdikan dirinya kepada raja Keraton Surakarta sebagai priyayi bawahan raja dan ditetapkan dengan surat keputusan pemberian pangkat oleh raja Keraton Surakarta. 2. Kedudukan abdi dalem dalam struktur sosial Keraton Surakarta Kasunanan Surakarta merupakan kerajaan Jawa yang berasal dari pecahan kerajaan besar Mataram Islam. Pada masa pemerintahannya dahulu, kerajaan Mataram Islam menggunakan sistem hirarki dalam struktur sosialnya. Sistem ini masih dilestarikan dan digunakan hingga kini dalam struktur sosial Keraton Kasunanan Surakarta. Kedudukan seseorang dalam sistem hirarki ada dua, yakni pertama orang-orang yang memiliki keturunan atau hubungan darah dengan penguasa, yakni raja dan kaum bangsawan, kedua, posisinya ditentukan oleh hirarki dalam pemerintahan (Nurhajarini, 1999).
4 13 Bagan 1. Struktur Kelompok Sosial Kasunanan Surakarta Raja & Keluarga (Sentana Dalem) Pegawai & Pejabat Kerajaan (Abdi Dalem) Rakyat Biasa (Kawula Dalem) Struktur kelompok sosial Kasunanan Surakarta diatas menggambarkan bahwa terdapat tiga kelompok besar dalam hirarki sistem (Nurhajarini, 1999), yakni: a. Raja dan keluarganya (Sentana Dalem) Lapisan pertama yang menduduki tingkatan sosial teratas dalam Kasunanan Surakarta adalah raja dan keluarganya. Raja merupakan pemimpin yang absolut dan mutlak. Keluarga raja atau siapapun yang memiliki hubungan darah dengan raja juga masuk kedalam tingkat sosial pertama ini, yang disebut bangsawan atau sentana dalem. Sentana Dalem adalah kerabat raja yaitu putra-putra atau ipar raja yang sedang memerintah. Keturunan Raja yang masuk ke dalam golongan Sentana Dalem adalah permaisuri sebagai istri raja, putra raja, cucu raja, cicit (buyut), canggah dan wareng. Keturunan raja setelah wareng termasuk dalam golongan rakyat biasa (kawula dalem).
5 14 b. Pegawai dan pejabat kerajaan (Abdi Dalem) Orang yang bekerja untuk raja disebut sebagai abdi dalem, atau istilah lainnya adalah priyayi. Abdi dalem terbagi dalam 2 kelompok yaitu: abdi dalem keraton (istana) dan abdi dalem nagari (kerajaan). Abdi Dalem di dalam kerajaan dibagi menjadi beberapa golongan yang dipimpin oleh bupati nayaka. Golongangolongan di bawah kekuasaan para bupati nayaka dijadikan satu merupakan golongan besar yang disebut golongan kepatihan. Disampingnya masih terdapat golongan kadipaten dan pengulon. Jika golongan kepatihan mengurusi pemerintahan seluruh kerajaan, golongan kadipaten mengurusi masalah hal-hal yang berhubungn dengan kepentingan para putra dan kerabat raja, golongan kapengulon mengurusi hal-hal yang berhubungan dengan rokhaniah. Golongan kepatihan dikepalai oleh pepatih dalem, golongan kadipaten dikepalai oleh pangeran adipati anom dan wakilnya atau seorang pangeran yang ditunjuk raja dan golongan kapengulon dikepalai oleh penghulu. Abdi dalem keraton bertugas dalam lingkungan keraton yang terdiri para sentana maupun orang, sedangkan abdi dalem nagari terdiri dari abdi dalem tungguk dan abdi dalem prajurit. Abdi dalem tungguk secara berurutan terdiri atas Patih, Bupati, Nayaka, Panewu, Mantri, Lurah, dan Jajar. Abdi dalem prajurit bertugas menjaga ketentraman dan keamanan
6 15 kerajaan, Abdi dalem prajurit dibagi ke dalam dua golongan yaitu prajurit jero dan prajurit jaba. c. Rakyat biasa (Kawula Dalem) Rakyat biasa merupakan tingkatan terendah dalam stratifikasi sosial masyarakat feodal. Mereka adalah orang-orang yang diperintah oleh raja dan Sentana dalem. Kawula dalem milik raja sepenuhnya, raja berwenang menentukan nasib mereka. Pada saat ini, pemerintahan telah dipegang sepenuhnya oleh pemerintah pusat dan daerah (republik) sehingga rakyat biasa tidak lagi berada dibawah kewenangan raja. 3. Kondisi kesetiaan seorang abdi dalem Keraton Surakarta Kesetian seorang abdi dalem masih dapat dilihat dengan jelas di lingkungan keraton Kasunanan Surakarta. Pengabdian utama abdi dalem adalah merawat, menjaga, dan mengurus aspek-aspek dalam keraton seperti rumah tangga, kesenian, dan budaya Jawa. Bagi seorang abdi dalem, merawat keraton beserta seluruh pusaka di dalamnya merupakan sebuah kewajiban yang harus dilaksanakan secara sungguh-sungguh seperti merawat sesuatu yang bernyawa (Wisudo, 1999). Pada acara-acara tradisional tertentu, seperti upacara Sekaten, Kirab Malam Satu Sura dan perayaan Grebeg Syawal, persiapan maksimal dari abdi dalem jelas terlihat di hari-hari sebelumnya. Seluruh abdi dalem terlibat dalam persiapan ini. Mulai dari penyediaan konsumsi, pembuatan perangkat
7 16 tradisional yang dibutuhkan, hingga perawatan dan penjagaan pengisi upacara. Hal ini dilakukan agar acara berlangsung dapat dengan lancar. Lain hal dengan abdi dalem prajurit keraton, kesiapsiagaannya dalam menjaga istana masih terlihat jelas di keraton Kasunanan Surakarta. Beberapa abdi dalem prajurit ini berdiri di depan pintu utama keraton Kasunanan Surakarta selama kurang lebih lima jam dengan menggunakan kostum tertentu yang khas serta tongkat prajurit. Pintu ini dijaga ketat karena tidak semua orang dapat masuk ke keraton Kasunanan Surakarta melalui pintu ini. Salah satu anak lelaki raja Kasunanan Surakarta saat ini, Kanjeng Gusti Pangeran Harya (KGPH) Puger menyebutkan bahwa pelayanan abdi dalem terhadap keraton tidak dalam jangka waktu yang sebentar, mayoritas abdi dalem telah bekerja setidak-tidaknya dua puluh tahun pada keraton Kasunanan Surakarta (Puger, wawancara pribadi, Februari, 2015). Pengabdian ini juga dilakukan secara turun-temurun, dari satu generasi abdi dalem kepada generasi selanjutnya. Hasil penelitian dari Wisudo (1999) mengungkapkan bahwa abdi dalem memberikan kesetiaan, mengabdi, dan memiliki etos kerja yang tinggi tanpa mengharapkan upah. Beberapa abdi dalem menjelaskan bahwa berkah adalah tujuan utama dari segala kesetiaan yang dilakukannya kepada keraton dan raja, sebagian abdi dalem lainnya mengaku bahwa mereka menjadi abdi dalem untuk mengikuti jalan orang tuanya yang juga merupakan seorang abdi dalem. Sekecil apapun pekerjaan dan tugas yang
8 17 diberikan kepada abdi dalem diyakini sebagai hal yang berpengaruh pada seluruh kehidupan keraton, sehingga abdi dalem selalu menjalankan tugasnya dengan penuh tanggung jawab dan kesetiaan. Wawancara pribadi dengan Kanjeng Gusti Pangeran Harya (KGPH) Puger, salah seorang pangeran dari keraton Kasunanan Surakarta, menyebutkan bahwa usia abdi dalem yang bekerja di keraton Surakarta saat ini berkisar antara empat puluh hingga delapan puluh tahun (Puger, wawancara pribadi, Februari, 2015). Keseluruhan abdi dalem yang bekerja di keraton Surakarta kurang lebih lima ratus orang dengan lima pembagian wilayah kerja, dengan rincian sebagai berikut: Tabel 1. Jumlah Abdi Dalem Berdasarkan Wilayah Kerja No Wilayah Kerja Tugas Jumlah (±) 1 Keputren Mengurus keperluan putri raja 100 orang 2 Sasana Prabu Membersihkan dan menjaga 100 orang perabotan ruangan, menyiapkan ruangan bila akan digunakan 3 Keparak Menjaga kebersihan keraton diluar 140 orang ruangan (menyapu halaman, memberi sesaji) 4 Imogiri Mengurus pemakaman 115 orang 5 Staf Kantor Mengurus administrasi kantor, 55 orang mendata kepustakaan Jumlah Total 500 orang Sumber: (Puger, wawancara pribadi, Februari, 2015)
9 18 B. Sikap Pro Status Quo 1. Teori justifikasi sistem Sikap pro status quo dalam penelitian ini merupakan salah satu konstruk psikologis dalam tataran individual pada suatu kelompok yang terdapat dalam teori justifikasi, dalam hal ini justifikasi sistem. Justifikasi merupakan sebuah konsep dalam psikologi sosial yang menjelaskan mengenai ide untuk mempertahanakan legitimasi sistem, atau mendukung pertahanan legitimasi dari orang lain, atau mendukung beberapa bentukbentuk perilaku (Jost dan Banaji, 1994). Teori justifikasi dibagi menjadi tiga berdasarkan motif-motif yang potensial dialami oleh anggota dari kelompok yang subordinat atau tidak diuntungkan (disadvantaged): justifikasi ego, justifikasi kelompok, dan justifikasi sistem. Justifikasi ego adalah kebutuhan seseorang dalam kelompok untuk menjaga citra diri sehingga merasa terjustifikasi dan terligitimasi sebagai individu, justifikasi kelompok adalah keinginan untuk menjaga citra baik dari suatu kelompok untuk mempertahankan serta men-justifikasi segala perilaku dari anggota kelompoknya, sedangkan justifikasi sistem merupakan kebutuhan sosial serta psikologis untuk menginternalisasi status quo dalam legitimasi status sosial dan melihat hal ini sebagai sesuatu yang baik, adil, natural, dan bahkan tidak dapat dielakkan (Jost dan Banaji, 1994). Teori justifikasi sistem membagi sistem menjadi dua kelompok (Pratto, Sidanius & Levin, 2006). Kelompok pertama adalah kelompok yang diuntungkan (advantaged) dengan keberjalanan sistem atau yang disebut
10 19 dengan kelompok dominan. Keuntungan yang didapatkan oleh kelompok ini seperti status sosial, fasilitas, dan kesejahteraan yang lebih baik dari kelompok kedua. Kelompok kedua merupakan kelompok yang tidak diuntungkan (disadvantaged) atau yang disebut dengan kelompok subordinat. Fasilitas, kesejahteraan, dan status sosial yang didapatkan dan dimiliki oleh kelompok subordinat lebih rendah daripada kelompok dominan. Menurut Jost, Banaji, dan Nosek (2004) teori justifikasi sistem memiliki enam aspek, yakni: rasionalisasi status quo, favoritisme out-grup, adanya hak yang ditekan, motif-motif justifikasi ego, kelompok, serta sistem, peningkatan nilai justifikasi sistem pada kelompok subrodinat, dan adanya stereotipe-stereotipe yang melengkapi. Keenam aspek ini berasal dari delapan belas hipotesis yang dikemukakan Jost dan Hunyady (2002). Rasionalisasi status quo dilakukan oleh kelompok-kelompok dalam sistem dengan lebih mengharapkan peristiwa-peristiwa yang lebih mungkin terjadi daripada peristiwa-peristiwa yang jarang terjadi. Selain itu anggota kelompok juga menggunakan stereotip untuk merasionalisasikan perbedaan status sosial dan mengungkapkan stereotip tersebut secara berbeda tergantung status yang melekat, guna memperlihatkan bahwa status quo tersebut terlihat adil. Pada anggota kelompok subordinat, penggunaan stereotip meningkat dan penjelasan-penjelasan (selemah apapun) akan diungkapkan untuk merasionalisasikan perbedaan status dalam kelompok. Kelompok ini akan mengasosiasikan karakteristik-karakteristik positif
11 20 dengan kelompok dominan dan mengajak anggota kelompok subordinat lainnya untuk meningkatkan perasaan-perasaan positif mengenai status kelompok mereka yang rendah. Favoritisme out-grup terjadi pada kelompok subordinat sebagai ekspresi dari penginternalisasian dan pengevaluasian susunan sosial yang berlaku dan meneruskan ketidakadilan sistem. Kelompok subordinat juga lebih memperlihatkan tekanan mengenai hak-hak yang didapatkan pada anggota kelompok dominan. Motif-motif justifikasi ego, kelompok, dan sistem juga mempengaruhi justifikasi sistem. Pada kelompok dominan, motif ketiga justifikasi tersebut kongruen satu sama lain, sedangkan pada kelompok subordinat, motif justifikasi ego dan kelompok bertentangan dengan motif justifikasi sistem. Pada kelompok subordinat dalam sebuah sistem sosial dengan status quo, saat penurunan motif justifikasi ego dan kelompok terjadi maka justifikasi sistem akan meningkat (Jost dan Burgess, 2000). Pada kelompok subordinat, dikarenakan sistem yang berjalan tidak banyak memberikan keuntungan, tendensi justifikasi sistem meningkat untuk merasionalisasikan dan mempertahankan sistem dan status quo berlaku. Stereotip yang menggabungkan aspek-aspek positif dalam aspekaspek negatif agar terjadi keseimbangan perasaan dalam dirinya, seperti miskin namun bahagia atau menyedihkan namun terhormat juga dapat meningkatkan justifikasi anggota kelompok pada status quo (Kay dan Jost, 2003).
12 21 Berdasarkan aspek-aspek justifikasi sistem diatas, kelompok dominan tentunya akan lebih mudah menerima dan mendukung sistem dibandingkan kelompok subordinat. Kelompok dominan mendapatkan keuntungankeuntungan dari status sosial maupun ekonomi yang lebih tinggi, sehingga sikap mendukung sistem dan status quo dapat dengan mudah terjadi (Jost dan Hunyady, 2002). Pada kelompok subordinat, sistem tidak memberikan keuntungan pada status sosial maupun ekonomi pada mereka. Jika kelompok subordinat memiliki keinginan untuk mendukung status quo dan sistem yang berjalan sebagai sistem yang adil dan terlegitimasi, maka hal ini akan menimbulkan konsekuensi-konsekuensi tertentu pada diri mereka (Jost dan Hunyady, 2005). Menurut salah satu aspek sistem justifikasi, yakni mengenai motifmotif justifikasi ego, kelompok, dan sistem, penerimaan kelompok subordinat pada legitimasi sistem dapat bertentangan dengan citra diri dan kelompok yang positif (justifikasi ego dan kelompok). Blasi dan Jost (2006) mengungkapkan bahwa seiring dengan meningkatnya motif-motif justifikasi sistem, akan terjadi resistensi dalam diri individu terhadap perubahanperubahan yang terjadi di lingkungan kelompok mereka. Implikasi dari hal ini adalah kelompok pun akan menjadi resisten dan mengalami kesulitan yang lebih besar dalam menerima peraturan-peraturan maupun figur otoritas yang mencerminkan ekualitas atau kesamaan. Kemudian hal ini akan meningkatkan stabilitas pada keseluruhan sistem sosial yang berlaku.
13 22 Selain secara sistemik, konsekuensi dari justifikasi sistem juga terjadi dalam tataran individual. Pada individu-individu dalam kelompok subordinat, jika motif justifikasi sistemnya ditingkatkan dibanding kedua motif lainnya, maka pertentangan in-group akan meningkat, tingkat self esteem akan menurun, dan tingkat depresi akan meningkat (Jost dan Hunyady, 2002). Penelitian lain menunjukkan bahwa, meskipun hal-hal tersebut terjadi, motif-motif justifikasi sistem justru mampu mengurangi distress emosi pada individu-individu yang tidak menuntut kesenjangan atau ketidakadilan yang terjadi. Lebih spesifik lagi, amarah akan moralitas yang berlaku, rasa bersalah, dan frustrasi juga menurun saat motif-motif justifikasi sistem meningkat (Jost, Banaji, & Nosek, 2004). 2. Sikap pro status quo dalam teori justifikasi sistem Telah dijabarkan sebelumnya bahwa, berdasarkan teori justifikasi sistem, manusia tidak hanya memiliki sikap positif terhadap diri mereka sendiri (justifikasi ego) dan kelompok mereka (justifikasi kelompok), tetapi juga memiliki sikap-sikap yang baik mengenai keseluruhan sistem yang berlaku (justifikasi sistem). Hal ini menjadikan teori justifikasi sistem berbeda dari kedua teori lainnya dan lebih jelas dalam mengidentifikasi konsekuensi-konsekuensi sosial dan psikologis pada pendukung status quo, terutama anggota-anggota kelompok dengan status lebih rendah atau subordinat (Jost, Banaji & Nosek, 2004).
14 23 Teori justifikasi sistem mengungkapkan bahwa manusia memiliki motivasi untuk membela dan men-justifikasi status quo, walaupun hal ini tidak menguntungkan bagi sebagian anggota dari suatu kelompok. Susunan atau strata sosial yang berlaku dilegitimasikan oleh orang-orang di dalamnya, termasuk dengan mengorbankan kepentingan individual maupun kelompok. Orang-orang di dalam kelompok tersebut memiliki kebutuhan psikologis untuk menjaga stabilitas dan ketentraman dalam hidupnya (Jost dan Hunyady, 2005). Harapan dari kedua kelompok, baik dominan maupun subordinat, adalah terciptanya stabilitas dari legitimasi keseluruhan sistem yang berlaku. Ketidakadilan dan kesenjangan yang terasa diantara kelompok dominan dan subordinat akan berkurang saat motif-motif justifikasi sistem lebih besar nilainya daripada motif-motif justifikasi ego maupun kelompok. Konsekuensi-konsekuensi yang telah dijabarkan sebelumnya, seperti resistensi pada perubahan dan berkurangnya emosi negatif, tidak dapat dielakkan jika motif justifikasi sistem telah dianut oleh individu maupun kelompok, yaitu dengan merasionalisasikan dan mendukung legitimasi dari sistem yang berlaku atau bersikap pro terhadap status quo.
15 24 C. Self-enhancement (Peningkatan Nilai Diri) 1. Pengertian self-enhancement Self-enhancement atau peningkatan nilai diri merupakan salah satu peningkatan pada diri yang dapat membuat seseorang dapat merasa lebih baik terhadap dirinya sendiri guna menjaga self-esteem dalam dirinya (Sedikides dan Strube, 1995). Sejalan dengan pengertian ini, Alport dan Fiske secara terpisah (dalam Jordan dan Audia, 2012) mengatakan bahwa self-enhancement merupakan kebutuhan seseorang untuk melihat ke dalam dirinya sendiri dengan cara-cara yang positif. Self-enhancement merupakan keinginan dari individu untuk melihat secara mendalam aspek-aspek positif pada konsep diri saat menjauhkan diri dari informasi dan umpan balik yang bersifat negatif. Motif ini dapat menjadi sangat terlihat dalam situasi-situasi kegagalan, situasi mengancam, atau situasi yang menyerang self-esteem seseorang (Beauregard dan David, 1998). Termasuk di dalam self-enhancement adalah preferensi positif di atas perasaan negatif pada diri sendiri (Sedikides dan Gregg, 2008). Berdasarkan pengertian dan penjelasan diatas, dapat disimpulkan bahwa self-enhancement adalah peningkatan nilai diri dalam rangka menumbuhkan aspek-aspek positif dalam rangka mengurangi perasaanperasaan negatif dalam diri.
16 25 2. Aspek self-enhancement Self-enhancement memiliki tiga aspek yang membangunnya (Alicke dan Sedikides, 2009; Sedikides dan Gregg, 2008), ketiga aspek tersebut adalah: a. Positivity embracement atau peningkatan positifisme Suatu strategi untuk membuat (secara kognitif) dan mendapatkan (secara perilaku) umpan balik yang positif dari orang lain. b. Favorable construals atau pemikiran/perasaan menyenangkan Membentuk suatu kognisi tersendiri (self-serving) mengenai dunia yang terkadang mengabaikan fakta ataupun minat. c. Self-affirming reflections atau refleksi-refleksi yang menguatkan diri Menjaga integritas diri secara kognitif untuk mneghadapi masa kini maupun ancaman pribadi di masa lalu. 3. Dimensi self-enhancement Sedikides dan Gregg (2008) menyusun empat dimensi dari Selfenhancement, yakni: a. Self-advancing vs. self-protecting Kedua hal ini dapat dilakukan dengan meningkatkan konsep diri yang positif atau dengan mengurangi konsep diri yang negatif. Individu dengan self-esteem yang lebih tinggi cenderung melakukan selfadvancing, sedangkan individu dengan self-esteem rendah lebih cenderung untuk melakukan self-protecting.
17 26 b. Publik vs. pribadi Self-enhancement dapat terjadi di tataran publik maupun di tataran pribadi. Di tataran publik, seorang individu dapat melakukan presentasi positif dari dirinya kepada lingkunga sekitarnya, sedangkan di tataran pribadi, self-enhancement hanya diketahui oleh diri individu itu sendiri. c. Terpusat vs. periferal Area potensial untuk melakukan self-enhancement berbeda-beda bagi setiap orang. Self-enhancement lebih banyak terjadi pada domaindomain yang penting bagi seorang individu (terpusat). d. Candid vs. taktikal Self-enhancement dapat terjadi secara candid maupun taktikal. Selfenhancement yang bersifat candid menghasilkan kepuasan atau kegembiraan yang dapat langsung dirasakan oleh individu tersebut, sedangkan self-enhancement yang bersifat taktikal dapat memberikan keutungan-keuntungan yang lebih besar bagi konsep diri indivdu, walaupun kepuasan tidak langsung dirasakan 4. Self enhancement dalam konteks kehidupan kelompok Manusia, sebagai makhluk sosial, memiliki perbedaan-perbedaan dalam perilakunya, terutama dalam menjalankan perannya di dalam kelompoknya. Pada satu kelompok, terdapat individu-individu yang berusaha keras untuk menjadi dominan dalam kelompoknya, di sisi lain, terdapat pula individu yang tidak ingin terlihat menonjol dalam kelompok. Ada pula individu-individu yang ingin menjauh dari kehidupan
18 27 berkelompok, sebaliknya, tidak sedikit individu yang justru mengikuti berbagai macam kelompok. Berbagai macam teori dan perspektif berusaha menguak jawaban dari sikap-sikap individu dan kaitannya dengan kehidupan berkelompok. Salah satu dari teori tersebut adalah perspektif motivasional dan emosional (Forsyth, 2010). Motivasi adalah mekanisme psikologis yang memberikan arah dan tujuan pada perilaku. Pendekatan motivasional berfokus dalam peran yang dimainkan kelompok saat bertemu dengan kebutuhan dasar manusia yang berhubungan dengan self-esteem. Manusia memiliki cakupan yang luas atas penilaian mereka terhadap harga diri; individu yang depresi akan merasa dirinya inferior, kecil, bahkan tidak berharga, sedangkan individu yang narsistik cenderung selalu menyenangi dirinya sendiri. Seluruh manusia, memiliki kecenderungan dan motivasi untuk menjaga dan meningkatkan (enhance) self-esteem dalam diri masingmasing individu. Kemudian, timbul kecenderungan membesar-besarkan peran yang dijalankannya dalam sebuah kelompok saat kelompok dalam situasi yang baik, dan menghindar dari tanggung jawab jika terdapat kegagalan dalam berkelompok. Konsekuensinya, anggota kelompok yang merasa telah mengerjakan tugas penting atau lebih banyak berinvestasi pada kelompok, cenderung untuk mengelakkan kegagalan kelompok namun ingin mendapatkan penghargaan pada keberhasilan kelompok, berbeda dengan anggota kelompok yang merasa bahwa tugas-tugas dalam kelompok tidak memiliki dampak pada harga diri (Savitsky dalam Forsyth, 2010)
19 28 5. Self enhancement pada kelompok subordinat Tekanan dari ideologi justifikasi sistem, seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, memiliki beberapa konsekuensi-konsekuensi pada tiap kelompok. Kelompok subordinat, sebagai kelompok dengan status yang lebih rendah, memiliki konsekuensi yang cenderung negatif. Salah satu konsekuensi yang dialami oleh kelompok subordinat adalah menurunnya tingkat self-esteem. Berdasarkan teori self-enhancement, saat seseorang berada pada situasi yang melemahkan self esteem, motivasi untuk melihat secara positif kedalam diri dan menekan aspek-aspek negatif yang muncul akan semakin meningkat. Hal ini, menurut Forsyth (2010), berguna untuk menjaga peranan dan harga dirinya dalam kelompok. Bagi kelompok subordinat, agar sistem yang berlaku tetap terjaga dan berjalan dengan baik (menganut ideologi justifikasi sistem) dapat menjadi sebuah tekanan tersendiri. Hal ini dikarenakan banyak hal yang tidak menguntungkan (baik secara status maupun ekonomi) terjadi kepada kelompok ini dan hal-hal yang menguntungkan lebih banyak didapatkan oleh kelompok dominan. Tekanan justifikasi sistem dan sikap pro status quo inilah yang menurunkan self-esteem kelompok subordinat. Hal ini kemudian meningkatkan kebutuhan tiap individu dalam kelompok untuk melakukan self-enhancement (Jost dan Hunaydy, 2005).
20 29 Kelompok subordinat memahami dengan baik bahwa terdapat kesenjangan dan ketidakadilan status sosial antara kelompoknya dengan kelompok dominan, namun penelitian sebelumnya menemukan bahwa kelompok subordinat justru merupakan kelompok yang lebih mendukung terjaganya sistem tersebut (Jost, Banaji, & Nosek, 2004). Hal ini, menurut Jost dan Hunyady (2005), terjadi karena adanya motif-motif psikologis lain, salah satunya adalah self-enhancement yang dilakukan oleh individuindividu dalam kelompok subordinat. Melalui self-enhancement yang dilakukan individu dalam kelompok subordinat, merasionalisasikan kondisi dan peran dalam sistem yang berlaku akan berjalan dengan lebih mudah, sehingga sikap mendukung pada status quo justru akan lebih banyak ditampakkan oleh kelompok ini. D. Relasi Sikap Pro Status Quo dan Self Enhancement dengan Kesetiaan Abdi Dalem Sikap pro status quo atau teori justifikasi sistem mengemukakan bahwa terdapat penjagaan status dan legitimasi dari sebuah sistem yang dibangun oleh individu dan kelompok didalamnya (Jost & Banaji, 1994). Teori justifikasi sistem membagi kelompok dalam suatu sistem sosial menjadi dua: kelompok dominan dan kelompok subordinat. Kelompok dominan memiliki status sosial yang lebih tinggi, diikuti dengan kekuatan politis, pendidikan, dan kesejahteraan yang lebih baik. Sebaliknya, kelompok subordinat mendapatkan status sosial, fasilitas, dan kesejahteraan yang lebih rendah (Pratto, Sidanius & Levin, 2006). Meskipun demikian, kedua kelompok tetap mendukung keberjalanan sistem sosial tersebut.
21 30 Jost dan Hunyady (2005) menjelaskan bahwa dukungan terhadap sistem dilakukan oleh kelompok subordinat dalam rangka menjaga stabilitas dan legitimasi sistem, sehingga meminimalisir perubahan yang terjadi dalam sistem. Dukungan pada status quo ini akan lebih meningkatkan tendensi kelompok dominan dan subordinat untuk tetap berada di dalam sistem dengan memberikan berbagai rasionalisasi dalam melihat kesenjangan yang terjadi di dalam sistem (Jost dan Banaji, 1994). Jost, Banaji, dan Nosek (2004) mengemukakan bahwa rasionalisasi dilakukan kelompok subordinat dengan mengasosiasikan karakteristik positif kepada kelompok dominan dan lebih menonjolkan perasaanperasaan positif pada status mereka saat ini. Perasaan-perasaan positif ini dapat membuat kelompok subordinat merasa aman dan nyaman untuk menjalankan perannya dan menerima statusnya. Hal inilah yang membuat abdi dalem, sebagai kelompok subordinat, dapat meningkatkan kesetiannya kepada keraton Surakarta. Menurut teori justifikasi sistem, kekuatan status sosial, kesejahteraan, dan fasilitas kelompok subordinat lebih rendah dibandingkan dengan kelompok dominan. Kondisi ini, menurut Jost, Banaji, & Nosek (2004) memiliki konsekuensi negatif, yakni menurunkan self-esteem kelompok subordinat. Untuk tetap menjalankan peran sebagai seorang individu, self-esteem seseorang perlu dipertahankan dengan memotivasi diri untuk membuat dirinya merasa lebih baik untuk berperan secara positif di dalam kelompok, dengan kata lain melakukan self-enhancement (Sedikides dan Strube, 1995). Kelompok subordinat mengembangkan stereotip keyakinan-keyakinan yang dapat membantu dalam mengubah persepsi dan melihat kondisi sistem menjadi lebih positif (Jost dan
22 31 Banaji, 1994). Hal ini dapat dilakukan dengan menjauhkan diri dari informasi yang bersifat negatif (Beauregard dan David, 1998), menumbuhkan aspek positif dalam persepsi (Sedikides dan Gregg, 2008), serta membuat tampilan diri menjadi lebih positif (Pennington, 2000). Abdi dalem keraton Surakarta melakukan hal ini dengan mengubah pandangan bahwa menjadi abdi dalem merupakan sebuah pengabdian dan melayani raja serta kaum bangsawan akan memberikan berkah kepada mereka (Saputra, 2012). Selain itu, abdi dalem terlihat selalu memakai kostum khusus, nama gelar khusus, serta dandanan yang mencerminkan statusnya sebagai abdi dalem, baik dalam kesehariannya maupun pada saat acara-acara tertentu. Beberapa cara ini merupakan gambaran dari self-enhancement yang dilakukan oleh abdi dalem Kasunanan Surakarta dalam rangka menjaga self esteem-nya sebagai kelompok subordinat. Semakin banyak self-enhancement dilakukan, kesetiaan abdi dalem kepada keraton Surakarta Hadiningrat juga akan meningkat. Berdasarkan paparan teori yang telah diuraikan diatas, diduga terdapat hubungan antara sikap pro status quo dan self-enhancement dengan kesetiaan abdi dalem. Semakin besar dukungan abdi dalem terhadap sistem keraton Surakarta dan semakin tinggi self-enhancement yang dilakukan oleh abdi dalem, akan semakin tinggi pula kesetiaan yang diberikan abdi dalem kepada sistem keraton Surakarta. Sebaliknya, kesetiaan akan menurun bila dukungan terhadap status quo keraton Surakarta dan self-enhancement yang dilakukan abdi dalem juga menurun.
23 32 E. Kerangka Pikir Hubungan antara kesetiaan abdi dalem keraton Surakarta dengan sikap pro status quo dan self-enhancement dapat digambarkan dengan kerangka pemikiran sebagai berikut: Bagan 2. Kerangka Pemikiran Penelitian Abdi dalem mendukung status quo Abdi dalem melakukan Self-Enhancement Abdi dalem setia kepada sistem keraton F. Hipotesis Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Terdapat hubungan antara kesetiaan abdi dalem keraton Kasunanan Surakarta dengan sikap pro status quo dan self-enhancement 2. Sikap pro status quo merupakan variabel yang lebih tinggi pengaruhnya terhadap kesetiaan abdi dalem
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Persiapan Penelitian. Surakarta dengan Sikap Pro Status Quo dan Self-enhancement ini
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Persiapan Penelitian 1. Orientasi tempat penelitian Penelitian yang berjudul Relasi antara Kesetiaan Abdi Dalem Keraton Surakarta dengan Sikap Pro Status Quo dan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Abdi dalem merupakan orang yang mengabdi pada Keraton, pengabdian abdi
1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Abdi dalem merupakan orang yang mengabdi pada Keraton, pengabdian abdi dalem ini telah dilakukan selama belasan tahun, bahkan puluhan tahun. Kehidupan Keraton
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Istimewa Yogyakarta, Indonesia, dikenal sebagai bangunan bersejarah yang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Karaton Ngayogyakarta Hadiningrat berlokasi di Kota Yogyakarta, Daerah Istimewa Yogyakarta, Indonesia, dikenal sebagai bangunan bersejarah yang merupakan istana
Lebih terperinciOPTIMISME MASA DEPAN ABDI DALEM KERATON KASUNANAN SURAKARTA
OPTIMISME MASA DEPAN ABDI DALEM KERATON KASUNANAN SURAKARTA SKRIPSI Untuk memenuhi sebagian persyaratan Dalam mencapai derajat Sarjana S-1 Diajukan Oleh: HERJUNO WIKANDARU F. 100 060 021 FAKULTAS PSIKOLOGI
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. perkembangannya Keraton Kasunanan lebih dikenal daripada Keraton
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kota Surakarta atau yang lebih dikenal dengan Kota Solo adalah kota yang memiliki dua kerajaan, yaitu Keraton Kasunanan dan Keraton Mangkunegaran. Keraton
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. masyarakat yang mendiami daerah tertentu mempunyai suku dan adat istiadat
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia sebagai negara kepulauan memiliki keanekaragaman suku bangsa dan keanekaragaman kebudayaan yang akan menjadi modal dasar sebagai landasan pengembangan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Posisi Astana Mangadeg terletak di lereng barat Gunung Lawu, tepatnya di Desa
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Astana Mangadeg merupakan makam keturunan Kerajaan Mangkunegaran. Posisi Astana Mangadeg terletak di lereng barat Gunung Lawu, tepatnya di Desa Girilayu Kecamatan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. ditentukan oleh kesiapan dari pegawai tersebut, akan tetapi tidak sedikit organisasi
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Sebuah organisasi apapun bentuknya membutuhkan pegawai yang paling ideal untuk mendukung terciptanya pencapaian tujuan organisasi. Pegawai sebagai Man Power
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sebagai individu, bekerja merupakan salah satu aktivitas yang dilakukan oleh
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebagai individu, bekerja merupakan salah satu aktivitas yang dilakukan oleh manusia dalam kehidupan sehari-hari. Untuk beberapa orang bekerja itu merupakan
Lebih terperinciMODUL PERKULIAHAN. Kesehatan Mental. Kesehatan Mental yang Berkaitan dengan Kesejahketaan Psikologis (Penyesuaian Diri)
MODUL PERKULIAHAN Kesehatan Mental yang Berkaitan dengan Kesejahketaan Psikologis (Penyesuaian Diri) Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh Psikologi Psikologi 03 MK61112 Aulia Kirana,
Lebih terperinciIMPLEMENTASI KARAKTER TANGGUNG JAWAB PADA ABDI DALEM. (Studi Kasus di Astana Mangadeg Matesih Karanganyar) NASKAH PUBLIKASI
IMPLEMENTASI KARAKTER TANGGUNG JAWAB PADA ABDI DALEM (Studi Kasus di Astana Mangadeg Matesih Karanganyar) NASKAH PUBLIKASI Untuk memenuhi sebagian persyaratan guna mencapai Derajat Sarjana S-I Progam Studi
Lebih terperinci2.1.2 Tipe-Tipe Kepemimpinan Menurut Hasibuan (2009: ) ada tiga tipe kepemimpinan masing-masing dengan ciri-cirinya, yaitu:
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kepemimpinan 2.1.1 Pengertian Kepemimpinan Menurut Wukir (2013:134), kepemimpinan merupakan seni memotivasi dan mempengaruhi sekelompok orang untuk bertindak mencapai tujuan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah individu yang selalu belajar. Individu belajar berjalan, berlari,
BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Manusia adalah individu yang selalu belajar. Individu belajar berjalan, berlari, dan lain-lain. Setiap tugas dipelajari secara optimal pada waktu-waktu tertentu
Lebih terperinciDi samping itu, Sultan HB VII juga menggunakan taktik dengan mengulur waktu dan mencegah penyerahan secara total semua yang diminta oleh pemerintah
BAB VI KESIMPULAN Dari pengungkapan sejumlah fakta dan rekonstruksi yang dilakukan, penelitian ini menarik sejumlah kesimpulan sebagai berikut ini : Sultan Hamengku Buwono VII adalah seorang raja yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Memasuki era globalisasi yang terjadi saat ini ditandai dengan adanya
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Memasuki era globalisasi yang terjadi saat ini ditandai dengan adanya perkembangan pada ilmu pengetahuan dan teknologi. Perkembangan yang terjadi tersebut menuntut
Lebih terperinciBab II. Kajian Pustaka. Teori identitas sosial dipelopori oleh Henri Tajfel pada tahun 1957 dalam
Bab II Kajian Pustaka 2.1. Identitas Sosial Teori identitas sosial dipelopori oleh Henri Tajfel pada tahun 1957 dalam upaya menjelaskan prasangka, diskriminasi, perubahan sosial dan konflik antar kelompok.
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN TEORITIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS
BAB 2 TINJAUAN TEORITIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS 2.1 Tinjauan Teoritis 2.1.1 Anggaran Menurut Anthony dan Govindarajan (2006:73), anggaran merupakan alat penting perencanaan dan pengendalian jangka pendek
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lingkungan Kerja 2.1.1 Pengertian Lingkungan Kerja Lingkungan kerja merupakan situasi dan tempat kerja pegawai. Seorang individu yang berada pada lingkungan kerjanya akan senantiasa
Lebih terperinciRangkaian Kolom Kluster I, 2012
Beratus-ratus tahun yang lalu dalam sistem pemerintahan monarki para raja atau ratu memiliki semua kekuasaan absolut, sedangkan hamba sahaya tidak memiliki kuasa apapun. Kedudukan seorang raja atau ratu
Lebih terperinciANALISIS PENGARUH FAKTOR-FAKTOR EKSTERNAL DAN INTERNAL TERHADAP MOTIVASI BERPRESTASI PEGAWAI PADA DINAS PERTAMBANGAN PEMDA KABUPATEN BOGOR
ANALISIS PENGARUH FAKTOR-FAKTOR EKSTERNAL DAN INTERNAL TERHADAP MOTIVASI BERPRESTASI PEGAWAI PADA DINAS PERTAMBANGAN PEMDA KABUPATEN BOGOR Oleh ASTRID WIANGGA DEWI H24103086 DEPARTEMEN MANAJEMEN FAKULTAS
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. menciptakan manusia sebagai makhluk hidup-nya, akan tetapi makhluk hidup
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia merupakan makhlik hidup ciptaan Allah SWT. Allah SWT tidak menciptakan manusia sebagai makhluk hidup-nya, akan tetapi makhluk hidup ciptaan Allah yang lain adalah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. lainnya khususnya di lingkungannya sendiri. Manusia dalam beraktivitas selalu
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia merupakan makhluk sosial yang tidak terlepas dari manusia lainnya khususnya di lingkungannya sendiri. Manusia dalam beraktivitas selalu melibatkan orang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. untuk saling berinteraksi. Melalui interaksi ini manusia dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sebagai makhluk sosial, manusia membutuhkan kehadiran orang lain untuk saling berinteraksi. Melalui interaksi ini manusia dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. manusia merupakan faktor sentral serta memiliki peranan yang sangat penting
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pada berbagai bidang khususnya kehidupan berorganisasi, sumber daya manusia merupakan faktor sentral serta memiliki peranan yang sangat penting untuk membantu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Ketika memulai relasi pertemanan, orang lain akan menilai individu diantaranya
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Ketika memulai relasi pertemanan, orang lain akan menilai individu diantaranya berdasarkan cara berpakaian, cara berjalan, cara duduk, cara bicara, dan tampilan
Lebih terperinciBAB VI KESIMPULAN. Historiografi komunitas seniman-priyayi Kemlayan adalah. kekuasaan Jawa, baik Keraton Kasunanan maupun pemerintah Republik
BAB VI KESIMPULAN Historiografi komunitas seniman-priyayi Kemlayan adalah historiografi komunitas yang terhempas dalam panggung sejarah kekuasaan Jawa, baik Keraton Kasunanan maupun pemerintah Republik
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Konteks Masalah Emansipasi wanita telah memberikan semangat dan dorongan bagi kaum perempuan untuk tampil secara mandiri dalam mencapai segala impian, cita-cita dan memenuhi kebutuhan
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI. 1. Definisi Stres Kerja
BAB II LANDASAN TEORI A. STRES KERJA 1. Definisi Stres Kerja Menurut Lazarus & Folkman (dalam Morgan, 1986) stres merupakan suatu keadaan internal yang dapat diakibatkan oleh tuntutan fisik dari tubuh
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN PARADIGMA. bagian dari kehidupan suatu kelompok masyarakat, biasanya dari suatu negara,
8 II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN PARADIGMA A. Tinjauan Pustaka 1. Konsep Tradisi Tradisi (bahasa latin traditio diteruskan ) atau kebiasaan, dalam pengertian yang paling sederhana adalah sesuatu
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. memperbaiki lingkungan kerja di tempat kerja. Lingkungan kerja yang buruk
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lingkungan Kerja Masalah lingkungan kerja merupakan salah satu hal yang sangat penting. Hal ini sangat besar pengaruhnya terhadap kelancaran operasi perusahaan. Salah satu cara
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Disiplin Kerja 2.1.1 Pengertian Disiplin Menurut Sastrohadiwiryo (2005:291) Disiplin Kerja adalah suatu sikap menghormati, menghargai, patuh dan taat terhadap peraturan-peraturan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN TEORITIS. A. Karyawan PT. INALUM. capital, yang artinya karyawan adalah modal terpenting untuk menghasilkan nilai
1 BAB II TINJAUAN TEORITIS A. Karyawan PT. INALUM 1. Pengertian Karyawan Karyawan adalah sumber daya yang sangat penting dan sangat menentukan suksesnya perusahaan. Karyawan juga selalu disebut sebagai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. kerajaan yang masih berjaya hingga saat ini, yaitu Karaton Ngayogyakarta Hadiningrat.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Daerah Istimewa Yogyakarta adalah salah satu provinsi di Indonesia yang memiliki kerajaan yang masih berjaya hingga saat ini, yaitu Karaton Ngayogyakarta Hadiningrat.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Masalah Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan seseorang memasuki masa dewasa. Masa ini merupakan, masa transisi dari masa anak-anak menuju dewasa.
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kualitas Perkawinan. Definisi lain menurut Wahyuningsih (2013) berdasarkan teori Fowers dan
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kualitas Perkawinan 1. Pengertian Kualitas Perkawinan Menurut Gullota (Aqmalia, 2009) kepuasan pernikahan merupakan perasaan pasangan terhadap pasangannya mengenai hubungan pernikahannya.
Lebih terperinciHUBUNGAN ANTARA KONFLIK PERAN GANDA DENGAN STRES KERJA PADA GURU WANITA SEKOLAH DASAR DI KECAMATAN KEBONARUM KLATEN
HUBUNGAN ANTARA KONFLIK PERAN GANDA DENGAN STRES KERJA PADA GURU WANITA SEKOLAH DASAR DI KECAMATAN KEBONARUM KLATEN SKRIPSI Disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam mencapai derajat sarjana S1
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Menolong merupakan salah satu tindakan yang diharapkan muncul dalam
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Menolong merupakan salah satu tindakan yang diharapkan muncul dalam kehidupan sehari-hari. Tindakan menolong ini berarti memberikan sesuatu yang dibutuhkan
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA
BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Komitmen organisasi 1. Pengertian Komitmen merupakan perilaku seseorang terhadap organisasi atau perusahaan dimana individu tersebut bisa bersikap tegas dan berpegang teguh pada
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. orang lain dan membutuhkan orang lain dalam menjalani kehidupannya. Menurut
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial, dimana manusia hidup bersama dengan orang lain dan membutuhkan orang lain dalam menjalani kehidupannya. Menurut Walgito (2001)
Lebih terperincib. Aspek-Aspek Loyalitas Aspek-Aspek loyalitas menurut Saydam ( 2000 ) adalah sebagai berikut : 1) ketaatan atau kepatuhan ;
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Loyalitas Kerja a. Pengertian Loyalitas Kerja Hasibuan (2005), mengemukakan bahwa loyalitas atau kesetiaan merupakan salah satu unsur yang digunakan dalam penilaian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Membentuk sebuah keluarga yang bahagia dan harmonis adalah impian
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Membentuk sebuah keluarga yang bahagia dan harmonis adalah impian setiap orang. Ketika menikah, tentunya orang berkeinginan untuk mempunyai sebuah keluarga yang
Lebih terperincisikap individu maupun kelompok yang mendukung seluruh aspek kerja termasuk
A. SEMANGAT KERJA 1. Pengertian Semangat Kerja Davis (2000) mengemukakan semangat kerja merupakan suasana kerja yang positif yang terdapat dalam suatu perusahaan dan terungkap dalam sikap individu maupun
Lebih terperinciBAB IV RENCANA IMPLEMENTASI
BAB IV RENCANA IMPLEMENTASI 4.1. Perencanaan Implementasi Seperti yang telah dijabarkan pada bab III, PT Stella Kwarta merupakan sebuah perusahaan keluarga yang sedang dalam proses peralihan kepemimpinan
Lebih terperinciPENYESUAIAN DIRI PADA LANSIA YANG TINGGAL DI PANTI WREDHA
PENYESUAIAN DIRI PADA LANSIA YANG TINGGAL DI PANTI WREDHA SKRIPSI Untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam mencapai derajat Sarjana S-1 Diajukan Oleh : SANTI SULANDARI F 100 050 265 FAKULTAS PSIKOLOGI
Lebih terperinciKESEJAHTERAAN SUBYEKTIF PADA ABDI DALEM KERATON KASUNANAN SURAKARTA
KESEJAHTERAAN SUBYEKTIF PADA ABDI DALEM KERATON KASUNANAN SURAKARTA NASKAH PUBLIKASI Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Derajat Sarjana S-1 Psikologi Diajukan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Subjective Well-Being. kebermaknaan ( contentment). Beberapa peneliti menggunakan istilah well-being
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1. Pengertian Subjective Well-Being A. Subjective Well-Being Kebahagiaan bisa merujuk ke banyak arti seperti rasa senang ( pleasure), kepuasan hidup, emosi positif, hidup bermakna,
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. dorongan untuk bekerja, kerjasama dan koordinasi.
10 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Manajemen Manajemen dapat diartikan sebagai sistem kerja, maksudnya adalah bahwa di dalam setiap aktifitas suatu organisasi perlu memiliki kerjasama
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Sebagai mahluk sosial, manusia senantiasa hidup bersama dalam sebuah
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sebagai mahluk sosial, manusia senantiasa hidup bersama dalam sebuah masyarakat. Manusia senantiasa berhubungan dengan manusia lain untuk memenuhi berbagai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. membimbing, mengasuh dan memberikan kegiatan pembelajaran yang mampu
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan anak usia dini merupakan upaya untuk menstimulasi, membimbing, mengasuh dan memberikan kegiatan pembelajaran yang mampu menghasilkan kemampuan dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Di era persaingan bisnis yang makin ketat seperti dewasa ini, sumber daya
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Di era persaingan bisnis yang makin ketat seperti dewasa ini, sumber daya manusia merupakan aset perusahaan dan sumber daya vital sebagai penentu keberhasilan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kepuasan Kerja. seseorang. Menurut Wexley dan Yukl (2005: 129) kepuasan kerja adalah cara
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kepuasan Kerja 1. Definisi Kepuasan Kerja Menurut Kinicki dan Kreitner (2014 : 169) kepuasan kerja adalah sebuah tanggapan afektif atau emosional terhadap berbagai segi pekerjaan
Lebih terperinciHUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN SOSIAL DAN SIKAP TERHADAP KARAKTERISTIK PEKERJAAN DENGAN KETAKUTAN AKAN SUKSES PADA WANITA KARIR SKRIPSI
HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN SOSIAL DAN SIKAP TERHADAP KARAKTERISTIK PEKERJAAN DENGAN KETAKUTAN AKAN SUKSES PADA WANITA KARIR SKRIPSI Disusun untuk memenuhi sebagian dari syarat-syarat Mencapai gelar Sarjana
Lebih terperinciPsikologi Dunia Kerja Organisasi Informal
Psikologi Dunia Kerja Organisasi Informal Dinnul Alfian Akbar, SE, M.Si Organisasi Informal Pengertian Sistem interrelasi manusiawi berdasarkan rasa suka dan tidak suka, dalam iklim psikis yang mendalam,
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Bab ini membahas hal-hal yang berkaitan dengan inti dan arah penelitian, latar
BAB 1 PENDAHULUAN Bab ini membahas hal-hal yang berkaitan dengan inti dan arah penelitian, latar belakang penelitian, identifikasi dan rumusan masalah, pertanyaan penelitian, tujuan penelitian, dan manfaat
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 MSDM (Manajemen Sumber Daya Manusia) 2.1.1 Pengertian MSDM (Manajemen Sumber Daya Manusia) Banyak para ahli mengemukakan pendapat tentang definisi Manajemen sumber daya manusia
Lebih terperinciPerkembangan Sepanjang Hayat
Modul ke: Perkembangan Sepanjang Hayat Memahami Masa Perkembangan Dewasa Madya dalam Aspek Psikososial Fakultas PSIKOLOGI Hanifah, M.Psi, Psikolog Program Studi Psikologi www.mercubuana.ac.id Setiap fase
Lebih terperinciBAB VII KESIMPULAN, SARAN DAN KONTRIBUSI TEORI
BAB VII KESIMPULAN, SARAN DAN KONTRIBUSI TEORI VII. 1. Kesimpulan Penelitian proses terjadinya transformasi arsitektural dari kampung kota menjadi kampung wisata ini bertujuan untuk membangun teori atau
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. perkembangan yang khas yang menghadapkan manusia pada suatu krisis
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap manusia dalam kehidupannya bisa menghadapi masalah berupa tantangan, tuntutan dan tekanan dari lingkungan sekitar. Setiap tahap perkembangan dalam rentang kehidupan
Lebih terperinciA. Proses Pengambilan Keputusan
A. Proses Pengambilan Keputusan a) Definisi Menurut James A.F. Stoner, keputusan adalah pemilihan di antara berbagai alternatif. Definisi ini mengandung tiga pengertian, yaitu: (1) ada pilihan atas dasar
Lebih terperinciTeori Keadilan (Equity Theory)
Teori Keadilan (Equity Theory) Teori Keadilan (Equity Theory) Menurut teori ini bahwa kepuasan seseorang tergantung apakah ia merasakan ada keadilan (equity) atau tidak adil (unequity) atas suatu situasi
Lebih terperinci1. PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. Hubungan Antara..., Adinda Dwiastuti, F.PSI UI, 2008
1. PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Permasalahan Kehidupan merupakan sesuatu yang bersifat kontinyu. Hal tersebut berarti segala sesuatu akan berubah dan tidak ada yang abadi. Hal ini menunjukkan bahwa
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN TEORITIS
BAB II TINJAUAN TEORITIS A. Komitmen Perkawinan 1. Pengertian Komitmen Perkawinan Dalam menjalani suatu hubungan, individu tidak lepas dari rasa ketergantungan satu dengan yang lainnya, sehingga akan muncul
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dihormati dalam sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Republik. daerah untuk melaksanakan urusan pemerintah tertentu.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Desa merupakan sebuah pemerintah terdepan yang berhadapan langsung dengan masyarakat dan menjalankan fungsi pemerintah secara riil di lapangan. Dalam Undang-Undang Nomor
Lebih terperinciLAMPIRAN. Universitas Kristen Maranatha
LAMPIRAN KATA PENGANTAR Saya adalah mahasiswa Psikologi. Saat ini saya sedang melakukan suatu penelitian untuk tugas akhir saya (skripsi) mengenai kecerdasan dari Pemimpin Kelompok Kecil (PKK) Persekutuan
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Wanita karir mengacu pada sebuah profesi. Karir adalah karya. Jadi, ibu
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Wanita Karir Wanita karir mengacu pada sebuah profesi. Karir adalah karya. Jadi, ibu rumah tangga sebenarnya adalah seorang wanita karir. Namun wanita karir adalah wanita yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pada anak-anak sedini mungkin agar tidak menghambat tugas-tugas perkembangan anak
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kemandirian merupakan salah satu aspek kepribadian manusia yang tidak dapat berdiri sendiri, artinya terkait dengan aspek kepribadian yang lain dan harus dilatihkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dan berfungsinya organ-organ tubuh sebagai bentuk penyesuaian diri terhadap
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Individu sejak dilahirkan akan berhadapan dengan lingkungan yang menuntutnya untuk menyesuaikan diri. Penyesuaian diri yang dilakukan oleh individu diawali dengan penyesuaian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Abdi Dalem merupakan sebuah kata-kata yang tidak asing di telinga kita, dalam makna yang sebenarnya yaitu bahasa Jawa, abdi dalem adalah Abdining Budoyo, sedangkan dalam
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. penyesuaian diri di lingkungan sosialnya. Seorang individu akan selalu berusaha
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia sebagai makhluk sosial yang selalu hidup berdampingan dengan orang lain tentunya sering dihadapkan pada berbagai permasalahan yang melibatkan dirinya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di negara sedang berkembang kemiskinan adalah masalah utama. Menurut Chambers (1983), kemiskinan yang dialami oleh sebagian besar rakyat di negara sedang berkembang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Era globalisasi dunia usaha ditandai dengan terbukanya persaingan yang ketat di segala bidang. Hal ini merupakan suatu tantangan bagi pelaksanaan pembangunan
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI. Pemasaran merupakan pekerjaan rumah yang harus dikerjakan manajer
BAB II LANDASAN TEORI 2. Pengertian Manajemen Pemasaran Definisi pemasaran menurut Kotler di dalam buku Subagyo marketing in business (2010:2) Pemasaran merupakan pekerjaan rumah yang harus dikerjakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. bekerja. Tanggapan individu terhadap pekerjaan berbeda-beda dengan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hampir separuh dari seluruh kehidupan seseorang dilalui dengan bekerja. Tanggapan individu terhadap pekerjaan berbeda-beda dengan berbagai perasaan dan sikap. Saat ini,
Lebih terperinciPENGARUH KOMPENSASI TERHADAP LOYALITAS KARYAWAN Oleh : RETNO DJOHAR JULIANI DOSEN ADMINISTRASI NIAGA UNIVERSITAS PANDANARAN SEMARANG
PENGARUH KOMPENSASI TERHADAP LOYALITAS KARYAWAN Oleh : RETNO DJOHAR JULIANI DOSEN ADMINISTRASI NIAGA UNIVERSITAS PANDANARAN SEMARANG ABSTRAK Kompensasi yang rendah menyebabkan berbagai permasalahan dalam
Lebih terperinciPekerjaan Suami : Bekerja / Tidak Bekerja Pendidikan Anak : SD / SMP Pembantu Rumah Tangga : Punya / Tidak Punya (Lingkari pilihan Anda)
Pekerjaan Suami : Bekerja / Tidak Bekerja Pendidikan Anak : SD / SMP Pembantu Rumah Tangga : Punya / Tidak Punya (Lingkari pilihan Anda) Dengan hormat, Disela-sela kesibukan Anda, perkenankanlah saya mohon
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Jones (2007) mendefinisikan gaya kepemimpinan sebagai cara seorang
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 1. Gaya Kepemimpinan 1.1 Definisi Gaya Kepemimpinan Jones (2007) mendefinisikan gaya kepemimpinan sebagai cara seorang pemimpin yang dipersepsikan oleh karyawan dalam memberikan
Lebih terperinciBab I. Pendahuluan BAB I PENDAHULUAN
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Sumber Daya Manusia merupakan faktor yang terpenting dalam suatu perusahaan maupun instansi pemerintah, hal ini disebabkan semua aktivitas dari suatu instansi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Di era globalisasi seperti saat ini, persaingan antar organisasi yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di era globalisasi seperti saat ini, persaingan antar organisasi yang bergerak pada industri yang sejenis semakin meningkat. Hal ini salah satunya disebabkan oleh konsumen
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kesejahteraan Psikologis. Ryff (1989) mendefinisikan kesejahteraan psikologis adalah sebuah kondisi
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kesejahteraan Psikologis 1. Pengertian Ryff (1989) mendefinisikan kesejahteraan psikologis adalah sebuah kondisi dimana individu memiliki sikap yang positif terhadap diri sendiri
Lebih terperinciBAB 2 LANDASAN TEORI
BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Kajian Pustaka Penelitian ini mengacu pada bagaimana analisis pengaruh budaya organisasi, kompetensi karyawan dan komitmen organisasi terhadap kinerja karyawan. 2.1.1 Budaya Organisasi
Lebih terperinciPENGARUH ANTARA KEMAMPUAN KOMUNIKASI INTERPERSONAL DAN KEMAMPUAN MENJUAL ADAPTIF TERHADAP PRESTASI PENJUALAN. Skripsi
PENGARUH ANTARA KEMAMPUAN KOMUNIKASI INTERPERSONAL DAN KEMAMPUAN MENJUAL ADAPTIF TERHADAP PRESTASI PENJUALAN Skripsi Untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam mencapai derajat Sarjana S-1 Diajukan oleh
Lebih terperinciBAB V. Kesimpulan. A. Pengantar. B. Karakter Patronase di Alun-Alun Kidul Yogyakarta
BAB V Kesimpulan A. Pengantar Bab V merupakan bab terakhir dari seluruh narasi tulisan ini. Sebagai sebuah kesatuan tulisan yang utuh, ide pokok yang disajikan pada bab ini tidak dapat dipisahkan dari
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dan mengembangkan organisasi dalam berbagai tuntutan masyarakat dan zaman.
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sumber daya manusia merupakan aset paling penting dalam suatu organisasi karena merupakan sumber yang mengarahkan organisasi serta mempertahankan dan mengembangkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. terhadap tujuan yang hendak dicapai individu dalam mendukung tujuan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sistem pengukuran kinerja diharapkan dapat memberikan panduan yang jelas terhadap tujuan yang hendak dicapai individu dalam mendukung tujuan keseluruhan organisasi,
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. adalah perannya sebagai seorang mahasiswa. Ada banyak sekagli pekerjaan,
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada keseharian, ada berbagai peran yang dijalani oleh individu, salah satunya adalah perannya sebagai seorang mahasiswa. Ada banyak sekagli pekerjaan, tantangan,
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori subjective well-being
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Alasan Pemilihan Teori Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori subjective well-being menurut Diener (2005). Teori yang dipilih akan digunakan untuk meneliti gambaran
Lebih terperinciII TINJAUAN PUSTAKA. kinerja atau keberhasilan organisasi. Pokok kepemimpinan adalah cara untuk
13 II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gaya Kepemimpinan 2.1.1. Pengertian Kepemimpinan Kepemimpinan merupakan salah satu unsur yang sangat menentukan kinerja atau keberhasilan organisasi. Pokok kepemimpinan adalah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. itu kebutuhan fisik maupun psikologis. Untuk kebutuhan fisik seperti makan,
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap manusia memiliki serangkaian kebutuhan yang harus dipenuhi baik itu kebutuhan fisik maupun psikologis. Untuk kebutuhan fisik seperti makan, minum, pakaian
Lebih terperinci#### Selamat Mengerjakan ####
Pekerjaan Istri = Bekerja / Tidak Bekerja Apa pekerjaan Istri Anda? = Berapa jam perhari Istri bekerja = Usia Anak =...Tahun Pembantu Rumah Tangga = Punya / Tidak Punya (Lingkari Salah Satu) Dengan hormat,
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Manusia dalam suatu organisasi/instansi dipandang sebagi sumber daya.
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia dalam suatu organisasi/instansi dipandang sebagi sumber daya. Sumber daya atau penggerak dari suatu organisasi/instansi yang merupakan suatu penegasan kembali
Lebih terperinciBisma, Vol 1, No. 11, Maret 2017 GAYA KEPEMIMPINAN DAN KINERJA KARYAWAN PADA PT SUMBER FAJAR INTI ABADI DI PONTIANAK
GAYA KEPEMIMPINAN DAN KINERJA KARYAWAN PADA PT SUMBER FAJAR INTI ABADI DI PONTIANAK Abstraksi Suhendi Email: Zhouhendi@gmail.com Program Studi Manajemen STIE Widya Dharma Pontianak Penulis membatasi masalah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Masa remaja adalah masa transisi dari masa anak menuju masa dewasa, dan
BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah Masa remaja adalah masa transisi dari masa anak menuju masa dewasa, dan dalam masa transisi itu remaja menjajaki alternatif dan mencoba berbagai pilihan sebagai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seiring dengan perkembangan Indonesia kearah modernisasi maka semakin banyak peluang bagi perempuan untuk berperan dalam pembangunan. Tetapi berhubung masyarakat
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Kepuasan Kerja Kepuasan kerja (job satisfaction) menurut Handoko (1996) adalah keadaan emosional yang menyenangkan atau tidak menyenangkan bagaimana para pekerja memandang
Lebih terperinciPRIJANTO: TANGAN KEDUA YANG SETIA DAN BISA DIANDALKAN. Oleh: Niniek L. Karim, Bagus Takwin, Dicky Pelupessy, Nurlyta Hafiyah
PRIJANTO: TANGAN KEDUA YANG SETIA DAN BISA DIANDALKAN Oleh: Niniek L. Karim, Bagus Takwin, Dicky Pelupessy, Nurlyta Hafiyah Muncul dari kalangan perwira militer, Prijanto adalah sosok yang sebelumnya tidak
Lebih terperinciPerpustakaan Unika LAMPIRAN
LAMPIRAN LAMPIRAN A Skala Penelitian A-1 SKALA SIKAP SUAMI TERHADAP ISTRI BEKERJA A-2 SKALA KESADARAN KESETARAAN GENDER LAMPIRAN A-1 Skala SIKAP SUAMI TERHADAP ISTRI BEKERJA LAMPIRAN A-2 Skala KESADARAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dilandasi kesetian dan ketaatan kepada Pancasila dan Undang-undang Dasar. meningkatkan kualitas dari sumber daya manusia.
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kedudukan dan peranan Pegawai Negeri Sipil sebagai unsur aparatur Negara yang bertugas sebagai abdi masyarakat haruslah menyelenggarakan pelayanan secara adil
Lebih terperinciBAB V. Kesimpulan. Perubahan sosial di Yogyakarta dipengaruhi oleh perubahan-perubahan pola
BAB V Kesimpulan Perubahan sosial di Yogyakarta dipengaruhi oleh perubahan-perubahan pola kelembagaan yang ada. Lembaga-lembaga yang berperan dalam perubahan di Yogyakarta saat ini dapat dikategorikan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan mahluk sosial yang tidak pernah terlepas dari
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia merupakan mahluk sosial yang tidak pernah terlepas dari hubungannya dengan orang lain. Keberadaan orang lain dibutuhkan manusia untuk melakukan suatu
Lebih terperinciyang memberikan keleluasaan untuk Yogyakarta mengatur daerahnya secara legal-formal dan diakui oleh negara, termasuk mengatur tanah-tanah dengan
BAB V PENUTUP Sistem kekuasaan dalam budaya Jawa menempatkan tanah sebagai salah satu tolok ukur status sosial dalam struktur masyarakat Jawa yang bersifat hierarkis. Pada puncak kedudukan, raja sebagai
Lebih terperinci