PROFIL INVESTASI BIDANG PEKERJAAN UMUM

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PROFIL INVESTASI BIDANG PEKERJAAN UMUM"

Transkripsi

1 PROFIL INVESTASI BIDANG PEKERJAAN UMUM 2013 PUSAT KAJIAN STRATEGIS (PUSTRA) SEKRETARIAT JENDERAL KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM

2 ii

3 SAMBUTAN Percepatan dan perluasan pembangunan ekonomi Indonesia menjadi perhatian pemerintah. Hal ini telah dituangkan dalam dokumendokumen perencanaan seperti Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) dan Master Plan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI). Dalam RPJMN , Indonesia menargetkan pertumbuhan ekonomi ratarata 6,3 6,8 persen per tahun hingga Selanjutnya, dalam buku Master Plan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI), Indonesia mencita-citakan untuk menjadi negara maju dan termasuk dalam 10 (sepuluh) negara besar di dunia pada tahun Diperkirakan pada tahun tersebut pendapatan per kapita berkisar antara USD USD , dengan nilai total perekonomian (PDB) USD 4,0 4,5 triliun. Salah satu prasyarat untuk tercapainya citacita tersebut adalah tersedianya infrastruktur yang memadai. Ketersediaan infrastruktur mencerminkan adanya investasi kegiatan ekonomi. Investasi kegiatan ekonomi yang merata mencerminkan adanya pembangunan infrastruktur yang memadai dan mampu melayani pergerakan ekonomi. Untuk memastikan ketersediaan infrastruktur yang memadai tersebut, diperlukan investasi infrastruktur yang besar. Namun, pada kenyataannya kemampuan pembiayaan pemerintah terbatas. Dalam kondisi keterbatasan dana (budget constrain) pemerintah tersebut, alternatif pola investasi perlu terus dikembangkan melalui pelibatan BUMN/BUMD, pihak swasta, dan masyarakat. Untuk mengetahui sejauh mana investasi infrastruktur telah terlaksana dan sejauh mana institusi non pemerintah telah berpartisipasi dalam pembiayaan infrastruktur, diperlukan suatu evaluasi yang kontinu. Buku profil ini adalah salah satu cara untuk menggambarkan sejauh mana pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan pihak swasta telah terlibat dalam pendanaan infrastruktur. Data-data dalam buku profil ini menjadi peta awal progres pelaksanaan pendanaan infrastruktur bidang PU. Buku ini diharapkan dapat menjadi acuan dalam proses analisa investasi infrastruktur lebih lanjut untuk merumuskan alternatif pola investasi infrastruktur bidang PU. Kiranya buku profil ini dapat bermanfaat bagi pelaksanaan investasi infrastruktur bidang Pekerjaan Umum, yang pada akhirnya dapat memberi pelayanan publik yang bermanfaat bagi masyarakat. Ir. Agoes Widjanarko, MIP Sekretaris Jenderal Kementerian Pekerjaan Umum i

4 KATA PENGANTAR Rasa syukur yang dalam kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat kemurahannya Buku Profil Investasi Infrastruktur Bidang PU Tahun 2013 ini dapat kami selesaikan. Dalam buku ini, kami bermaksud memberi gambaran mengenai sumber-sumber dan alokasi pembiayaan infrastruktur bidang PU dan sejauh mana investasi infrastruktur bidang PU telah terlaksana, baik di Pusat maupun di daerah. Pada dasarnya buku ini berisi peta pembiayaan infrastruktur bidang PU yang bersumber dari APBN Kementerian PU, dari APBD Provinsi, dan dari Swasta melalui skema kerjasama pemerintah dan swasta/kps di setiap provinsi di Indonesia. Data-data yang ditampilkan dalam buku ini diperoleh dari berbagai sumber, yang dapat dijelaskan sebagai berikut: alokasi investasi yang bersumber dari APBN Kementerian PU diperoleh dari hasil e-monitoring Kementerian PU, investasi yang bersumber dari DAK diperoleh dari website Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan, investasi yang bersumber dari APBD Provinsi diperoleh dari buku APBD masing-masing provinsi yang merupakan inventaris Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan, sedangkan data investasi yang bersumber dari swasta melalui skema KPS diperoleh dari Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT) dan Badan Pendukung Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum (BPPSPAM) Kementerian Pekerjaan Umum. Dalam proses penyusunannya, data-data tersebut selanjutnya disesuaikan dengan data yang diperoleh dari hasil kunjungan langsung ke daerah. Informasi yang kami sampaikan dalam buku ini merupakan langkah awal untuk memetakan pelaksanaan investasi infrastruktur bidang PU di setiap provinsi untuk proses analisa dalam penyusunan studi-studi kebijakan infrastruktur PU. Hasil pemetaan dalam buku ini diharapkan dapat menjadi referensi dalam pengembangan alternatif pola investasi bidang PU. Kami sangat berterima kasih kepada semua pihak yang terlibat dalam proses penyusunan buku profil ini. Mudah-mudahan koordinasi dan kerjasama yang telah dibangun dapat terus dibina dan ditingkatkan. Akhir kata, kiranya informasi investasi infrastruktur bidang PU yang disampaikan dalam buku ini dapat bermanfaat bagi pihak-pihak yang berkepentingan, yang pada akhirnya dapat meningkatkan pelayanan infrastruktur bidang PU di daerah. Dr. Ir. Andreas Suhono, M.Sc Kepala Pusat Kajian Strategis Sekretariat Jenderal Kementerian Pekerjaan Umum ii

5 EXECUTIVE SUMMARY Total Pendanaan penyelenggaraan infrastruktur PU untuk tahun diperkirakan mencapai Rp 689 triliun. Sementara itu alokasi APBN untuk Kementerian Pekerjaan Umum hanya mampu mendanai penyelenggaraan infrastruktur PU berkisar Rp 317,05 triliun (46%). Sisanya, sebesar Rp 371,95 (54%) diharapkan dapat diperoleh dari kerjasama dengan badan usaha/pihak swasta. Dari total anggaran Kementerian Pekerjaan Umum, alokasi anggaran terbesar diberikan kepada sub bidang bina marga (sekitar 51,2%), kemudian sub bidang sumber daya air (sekitar 24,29%), dan sub bidang cipta karya (sekitar 20,41%). Sisanya, sebesar 4,1% dialokasikan untuk kegiatan-kegiatan pendukung termasuk penataan ruang dan pembinaan konstruksi. Untuk mencapai target 6-7% pertumbuhan ekonomi setiap tahun, dibutuhkan paling tidak 5% PDB untuk investasi infrastruktur. Namun, selama periode , estimasi alokasi investasi infrastruktur yang bersumber terhadap APBN berkisar 1,8%-2,2% dari PDB, dan investasi khusus infrastruktur bidang PU bahkan masih berkisar 0,6% - 1% dari PDB. Selain pendanaan melalui Kementerian PU, alokasi APBN untuk pendanaan penyelenggaraan infrastruktur PU di sektor jalan, irigasi, serta air bersih dan sanitasi dapat dilakukan melalui dana alokasi khusus (DAK) yang langsung diberikan oleh Kementerian Keuangan kepada pemerintah provinsi dan kabupaten/kota. Pada umumnya besar transfer DAK untuk infrastruktur PU ke setiap daerah terus meningkat dari tahun ke tahun. Data menunjukkan bahwa dari 33 provinsi; Provinsi Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Papua adalah 3 (tiga) provinsi yang menerima alokasi APBN Kementerian Pekerjaan Umum terbesar untuk membangun infrastruktur bidang PU, yang mana masing-masing provinsi pada tahun 2012 menerima Rp milyar, Rp milyar, dan Rp milyar. Sementara itu, provinsi yang menerima alokasi anggaran APBN Kementerian PU terkecil adalah Provinsi Kepulauan Riau (Rp 496 milyar) dan Provinsi Bangka Belitung (Rp 512 milyar). Mengenai Dana Alokasi Khusus (DAK), pola alokasi anggaran DAK selama 3 tahun ( ) di 33 provinsi relatif sama, meskipun dengan besaran yang meningkat. Besar anggaran di masing-masing provinsi pada umumnya tidak jauh berbeda. Provinsi Papua adalah provinsi yang menerima DAK untuk infrastruktur bidang PU paling besar, yang pada tahun 2010 menerima Rp 21,76 milyar dan meningkat tajam menjadi Rp 81,50 milyar pada tahun Provinsi yang menerima DAK terkecil pada tahun 2012 adalah Provinsi DI Yogyakarta yaitu sebesar Rp 12,95 milyar. Selanjutnya, transfer DAK sektor jalan untuk Papua Barat meningkat secara signifikan di tahun 2012 dari sekitar Rp 23 triliun di tahun iii

6 2011 menjadi sekitar Rp 65 triliun di tahun 2012; berbeda dengan di Provinsi Papua yang menurun dari Rp 54 triliun menjadi Rp 21 triliun. Tiga provinsi lain yang menerima transfer DAK relatif lebih besar dari provinsi-provinsi lain di Indonesia pada tahun 2012 adalah Provinsi NTT, Riau, dan Kalimantan Timur. Untuk sektor irigasi, Provinsi Nusa Tenggara Timur dan Provinsi Kalimantan Tengah menerima transfer DAK relatif lebih besar dibandingkan dengan provinsi-provinsi lain di Indonesia. Berbeda dengan Provinsi Jawa Timur dan Jawa Barat yang transfer DAK sektor irigasinya menurun di tahun 2012 dibandingkan di tahun Secara umum, dana alokasi khusus (DAK) untuk pembangunan infrastruktur bidang PU, khususnya jalan dan irigasi terus menerus meningkat selama periode Sektor jalan meningkat dari Rp 421,53 milyar di tahun 2010 menjadi Rp 601,92 milyar di tahun 2012, sedangkan sektor irigasi dari Rp 290,52 milyar di tahun 2010 menjadi Rp 404,55 milyar di tahun Seperti yang telah diutarakan sebelumnya, era otonomi daerah membuka ruang yang lebih besar bagi daerah untuk membangun daerahnya masing-masing, termasuk membangun infrastrukturnya. Keseluruhan belanja daerah untuk pembangunan dirangkum dalam buku APBD. Buku APBD masing-masing Pemerintah Daerah Provinsi/Kabupaten/Kota berisi rencana seluruh pendapatan dan pengeluaran/ belanja pemerintah daerah setiap tahunnya. Belanja ini dibagi ke dalam belanja berbagai program pembangunan infrastruktur, termasuk pembangunan infrastruktur bidang PU dan permukiman. Berdasarkan buku APBD masing-masing provinsi, Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur mengalokasikan belanja untuk pembangunan infrastruktur bidang PU relatif jauh lebih besar dibandingkan pemerintah provinsi lain, yaitu mencapai lebih dari Rp 1,3 triliun pada tahun 2011 yang meningkat menjadi Rp 2,5 triliun di tahun Selanjutnya terbesar kedua adalah Provinsi Aceh yang menganggarkan sekitar Rp 1,5 triliun di tahun 2011 dan meningkat menjadi Rp 1,8 triliun di tahun Pada tahun 2011, Provinsi Sumatera Utara merupakan provinsi dengan alokasi belanja APBD terbesar untuk pembangunan infrastruktur bidang PU, yaitu sekitar Rp 980 milyar, namun di tahun 2012 angka tersebut menurun menjadi sekitar Rp 717 milyar, sedangkan Provinsi Riau dan Provinsi Jabar meningkat menjadi sekitar Rp 852 milyar dan Rp 801 milyar. Secara keseluruhan, untuk data tahun 2011 dan 2012, sumber pembiayaan infrastruktur seluruh provinsi masih sangat tergantung terhadap transfer pusat, yaitu APBN. Pada tahun 2012, terdapat 2 provinsi yang relatif sudah tidak terlalu tergantung kepada transfer pusat dalam melaksanakan pembangunan di daerahnya, yaitu Provinsi Aceh dan Provinsi Kalimantan Timur, dimana alokasi belanja APBD provinsi relatif lebih besar daripada alokasi APBN Kementerian PU. Peran pihak swasta dalam pembiayaan infrastruktur sangat diharapkan mengingat terbatasnya pendanaan yang bersumber dari pemerintah. Meskipun skema kerjasama pemerintah dan swasta (KPS) bukanlah hal iv

7 baru untuk Indonesia, perkembangan skema pembiayaan tersebut belum optimal. Melalui perbaikan dalam hal kebijakan dan peraturan, Pemerintah berupaya untuk memfasilitasi berkembangnya skema pembiayaan KPS ini. Setiap tahunnya, Bappenas mengevaluasi PPP Book sebagai informasi bagi pihak swasta yang berminat untuk berinvestasi di sektor infrastruktur. Pada tahun 2011, Bappenas telah mengeluarkan PPP Book yang berisi proyek-proyek yang diharapkan dapat didanai melalui skema KPS. Tahun 2009, Bappenas mengeluarkan PPP Book yang memuat informasi mengenai 100 proyek infrastuktur bernilai 47, juta US $, yang statusnya dibagi dalam Proyek Siap Ditawarkan, Proyek Prioritas, dan Proyek Potensial. Khusus untuk proyek-proyek bidang PU, 27 proyek dinilai sebagai proyek prioritas dan 38 proyek merupakan proyek potensial. Setiap tahunnya, dilakukan pemantauan dan evaluasi terhadap progres setiap proyek dalam PPP Book tersebut. Hasil pemantauan pada PPP Book 2011 menunjukkan bahwa beberapa proyek telah mengalami kemajuan, beberapa proyek di drop, dan beberapa proyek baru ditawarkan. Dari 65 proyek infrastruktur bidang PU yang ditawarkan dalam PPP Book , terdapat 10 proyek yang siap tender, 17 proyek merupakan proyek prioritas, dan 25 proyek merupakan proyek potensial. Selanjutnya pada tahun 2012, Bappenas kembali melakukan revisi terhadap PPP Book yang telah diterbitkan di tahun Dimana hanya 1 proyek bidang PU dan permukiman yang siap tender, 21 proyek yang merupakan proyek prioritas, dan 15 proyek yang merupakan proyek potensial. Berdasarkan hasil pemantauan terhadap proyek-proyek KPS dalam PPP Book, jumlah proyek yang tidak lagi dimasukkan ke dalam PPP Book 2012 adalah: 17 proyek KPS jalan tol dan 11 proyek KPS air minum, sedangkan yang masuk adalah terdapat 14 proyek KPS jalan tol dan 18 proyek KPS air minum. Pada umumnya, hampir setiap provinsi di Indonesia telah mempraktekkan skema KPS, terutama provinsi-provinsi di Pulau Jawa dan Sumatera. Skema KPS yang juga banyak dipraktekkan adalah skema KPS business to business, terutama untuk proyek air minum. Iklim investasi yang kondusif akan terus ditingkatkan untuk menarik minat swasta dalam pembangunan infrastruktur. *** v

8 OUTLINE SAMBUTAN KATA PENGANTAR EXECUTIVE SUMMARY OUTLINE i ii iii vi BAB 1 PENDAHULUAN 1 BAB 2 KEBIJAKAN INVESTASI INFRASTRUKTUR 2.1 Kebijakan Pendanaan Infrastruktur Era Otonomi Daerah 2.2 Kebijakan Pemerintah Terkait Peran Swasta dan Masyarakat Dalam Pendanaan Infrastruktur 2.3 Kelembagaan Kerjasama Pemerintah dan Swasta (KPS) BAB 3 KONDISI UMUM SOSIAL, EKONOMI, DAN INFRASTRUKTUR PU DI MASING-MASING PROVINSI DI INDONESIA 3.1 Jumlah Penduduk Per Provinsi Tahun Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Per Provinsi 3.3 Pendapatan Asli Daerah (PAD) Per Provinsi Tahun Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Per Provinsi Tahun Kondisi Infrastruktur Bidang PU 2011/ Kondisi Jaringan Jalan Provinsi Per Provinsi Tahun 2012 (Persentase) Jenis Permukaan Jalan Provinsi Per Provinsi Tahun Jumlah Daerah Irigasi Kewenangan Provinsi Per Provinsi Tahun Luas Daerah Irigasi Per Provinsi Tahun 2012 (Hektar) Proporsi Jumlah Rumah Tangga yang Bisa Mengakses Sanitasi Tahun Proporsi Jumlah Rumah Tangga yang Bisa Mengakses Sumber Air Bersih Tahun vi

9 BAB 4 KEBUTUHAN DAN ALOKASI INVESTASI INFRASTRUKTUR PU 4.1 Total Kebutuhan Pendanaan Infrastruktur Kebutuhan Investasi Bidang PU Berdasarkan Renstra Kementerian PU Proporsi Pagu Anggaran Kememnterian PU Terhadap Belanja Negara (APBN) 4.4 Proporsi Pertumbuhan PDB dan Kebutuhan Investasi untuk Infrastruktur 4.5 Pagu dan Realisasi APBN Kementerian PU Tahun Pagu APBN Kementerian PU Tahun Realisasi APBN Kementerian PU Per Satminkal Tahun Sandingan Pagu dan Realisasi APBN Kementerian PU Tahun Pinjaman Luar Negeri Kementerian PU Tahun 2011 dan Komposisi Pinjaman Luar Negeri Kementerian PU Tahun 2011 dan Diagram Pinjaman, Target, dan Penyerapan PLN Kumulatif 31 Desember Rekapitulasi Kegiatan dan Kebutuhan Investasi dalam MP3EI (Setelah Revisi) 4.8 Kebutuhan Investasi Bidang PU Dalam PPP Book BAB 5 PELAKSANAAN INVESTASI INFRASTRUKTUR BIDANG PU PER PROVINSI DI INDONESIA 5.1 Dukungan Infrastruktur Bidang PU untuk Pengembangan Ekonomi Indonesia Per Koridor Sesuai MP3EI Dukungan Infrastruktur Bidang PU untuk Pengembangan Ekonomi Koridor Ekonomi Sumatera Dukungan Infrastruktur Bidang PU untuk Pengembangan Ekonomi Koridor Ekonomi Jawa Dukungan Infrastruktur Bidang PU untuk Pengembangan Ekonomi Koridor Ekonomi Kalimantan Dukungan Infrastruktur Bidang PU untuk Pengembangan Ekonomi Koridor Ekonomi Sulawesi Dukungan Infrastruktur Bidang PU untuk Pengembangan Ekonomi Koridor Ekonomi Bali Nusa Tenggara Dukungan Infrastruktur Bidang PU untuk Pengembangan Ekonomi Koridor Ekonomi Maluku - Papua 5.2 Kondisi Investasi Infrastruktur Bidang PU Per Provinsi Investasi Infrastruktur Bidang PU Per Provinsi yang Bersumber dari APBN Kementerian PU vii

10 BAB Investasi Infrastruktur Bidang PU Per Provinsi yang Bersumber dari Dana Alokasi Khusus (DAK) Investasi Infrastruktur Bidang PU Per Provinsi yang Bersumber dari APBD Provinsi Sandingan Investasi Infrastruktur Bidang PU Per Provinsi yang Bersumber dari APBN Kementerian PU, DAK, dan APBD Investasi Infrastruktur Bidang PU Per Provinsi Melalui Skema KPS PENUTUP viii

11 DAFTAR TABEL Tabel 4.1 Kebutuhan Pendanaan Infrastruktur Tabel 5.1 Proyek-proyek Infrastruktur PU di Koridor Ekonomi Sumatera yang Telah Dibangun Tabel 5.2 Proyek-proyek Infrastruktur PU di Koridor Ekonomi Sumatera yang Sedang Dikerjakan Tabel 5.3 Proyek-proyek Infrastruktur PU di Koridor Ekonomi Jawa yang Telah Dibangun Tabel 5.4 Proyek-proyek Infrastruktur PU di Koridor Ekonomi Jawa yang Sedang Dikerjakan Tabel 5.5 Proyek-proyek Infrastruktur PU di Koridor Ekonomi Kalimantan yang Telah Dibangun Tabel 5.6 Proyek-proyek Infrastruktur PU di Koridor Ekonomi Kalimantan yang Sedang Dikerjakan Tabel 5.7 Proyek-proyek Infrastruktur PU di Koridor Ekonomi Sulawesi yang Sedang Dikerjakan Tabel 5.8 Proyek-proyek Infrastruktur PU di Koridor Ekonomi Bali-Nusa Tenggara yang Telah Dibangun Tabel 5.9 Proyek-proyek Infrastruktur PU di Koridor Ekonomi Bali-Nusa Tenggara yang Sedang Dikerjakan Tabel 5.10 Proyek-proyek Infrastruktur PU di Koridor Ekonomi Maluku-Papua yang Sedang Dikerjakan Tabel 5.11 Investasi Infrastruktur Bidang PU Melalui Skema KPS di Provinsi Sumatera Utara Tabel 5.12 Investasi Infrastruktur Bidang PU Melalui Skema KPS di Provinsi Riau 102 Tabel 5.13 Investasi Infrastruktur Bidang PU Melalui Skema KPS di Provinsi Sumatera Selatan Tabel 5.14 Investasi Infrastruktur Bidang PU Melalui Skema KPS di Provinsi Lampung Tabel 5.15 Investasi Infrastruktur Bidang PU Melalui Skema KPS di Provinsi Kepulauan Riau Tabel 5.16 Investasi Infrastruktur Bidang PU Melalui Skema KPS di Provinsi Jawa Barat Tabel 5.17 Investasi Infrastruktur Bidang PU Melalui Skema KPS di Provinsi Jawa Tengah ix

12 Tabel 5.18 Tabel 5.19 Tabel 5.20 Tabel 5.21 Tabel 5.22 Tabel 5.23 Tabel 5.24 Tabel 5.25 Tabel 5.26 Tabel 5.27 Investasi Infrastruktur Bidang PU Melalui Skema KPS di Provinsi Jawa Timur Investasi Infrastruktur Bidang PU Melalui Skema KPS di Provinsi Banten Investasi Infrastruktur Bidang PU Melalui Skema KPS di Provinsi Bali Investasi Infrastruktur Bidang PU Melalui Skema KPS di Provinsi Nusa Tenggara Barat Investasi Infrastruktur Bidang PU Melalui Skema KPS di Provinsi Kalimantan Barat Investasi Infrastruktur Bidang PU Melalui Skema KPS di Provinsi Kalimantan Tengah Investasi Infrastruktur Bidang PU Melalui Skema KPS di Provinsi Kalimantan Selatan Investasi Infrastruktur Bidang PU Melalui Skema KPS di Provinsi Kalimantan Timur Investasi Infrastruktur Bidang PU Melalui Skema KPS di Provinsi Sulawesi Utara Investasi Infrastruktur Bidang PU Melalui Skema KPS di Provinsi Sulawesi Selatan x

13 DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1 Kelembagaan KPS Gambar 3.1 Jumlah Penduduk Per Provinsi Tahun Gambar 3.2 Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Per Provinsi Gambar 3.3 Pendapatan Asli Daerah (PAD) Per Provinsi Gambar 3.4 Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Per Provinsi Gambar 3.5 Kondisi Jaringan Jalan Kewenangan Provinsi Tahun 2012 (dalam %) Gambar 3.6 Jenis Permukaan Jalan Kewenangan Provinsi Tahun 2012 (dalam %) Gambar 3.7 Jumlah Daerah Irigasi Kewenangan Provinsi Tahun 2012 Gambar 3.8 Luas Daerah Irigasi Kewenangan Provinsi Tahun 2012 (hektar) Gambar 3.9 Proporsi Jumlah Rumah Tangga yang Bisa Mengakses Sanitasi Tahun 2011 Gambar 3.10 Proporsi Jumlah Rumah Tangga yang Bisa Mengakses Air Bersih Tahun 2011 Gambar 4.1 Kebutuhan Pendanaan Infrastruktur Gambar 4.2 Proporsi Pagu Anggaran Kementerian PU Terhadap Belanja Negara (APBN) Gambar 4.3 Pertumbuhan PDB dan Kebutuhan Investasi untuk Infrastruktur Gambar 4.4 Pagu APBN Kementerian PU Tahun Gambar 4.5 Realisasi APBN Kementerian PU Per Satminkal Tahun Gambar 4.6 Sandingan Pagu dan Realisasi APBN Kementerian PU Tahun Gambar 4.7 Komposisi Pinjaman Luar Negeri Kementerian PU Tahun 2011 dan 2012 Gambar 4.8 Pinjaman, Target, dan Penyerapan PLN Kumulatif 31 Desember 2012 Gambar 4.9 Rekapitulasi Kegiatan dan Kebutuhan Investasi dalam MP3EI Gambar 4.10 Kebutuhan Investasi Bidang PU Dalam PPP Book 2011 dan 2012 Gambar 5.1 Komoditi Unggulan Koridor Ekonomi Sumatera Gambar 5.2 Potensi Unggulan Koridor Ekonomi Sumatera Gambar 5.3 Komoditi Unggulan Koridor Ekonomi Jawa Gambar 5.4 Potensi Unggulan Koridor Ekonomi Jawa Gambar 5.5 Komoditi Unggulan Koridor Ekonomi Kalimantan Gambar 5.6 Potensi Unggulan Koridor Ekonomi Kalimantan Gambar 5.7 Komoditi Unggulan Koridor Ekonomi Sulawesi Gambar 5.8 Potensi Unggulan Koridor Ekonomi Sulawesi Gambar 5.9 Komoditi Unggulan Koridor Ekonomi Bali Nusa Tenggara Gambar 5.10 Potensi Unggulan Koridor Ekonomi Bali Nusa Tenggara xi

14 Gambar 5.11 Komoditi Unggulan Koridor Ekonomi Maluku Papua Gambar 5.12 Pagu Alokasi APBN Kementerian PU per Provinsi Tahun Gambar 5.13 Realisasi Alokasi APBN Kementerian PU per Provinsi Gambar 5.14 Persentase Realisasi Terhadap Pagu Alokasi APBN Kementerian PU per Provinsi Tahun 2012 Gambar 5.15 Dana Alokasi Khusus (DAK) untuk Sub Sektor Jalan Per Provinsi Gambar 5.16 Dana Alokasi Khusus (DAK) untuk Sub Sektor Irigasi Per Provinsi Gambar 5.17 Total Dana Alokasi Khusus (DAK) Bidang PU Per Provinsi Gambar 5.18 Belanja APBD Bidang PU Per Provinsi Tahun 2011 Gambar 5.19 Belanja APBD Bidang PU Per Provinsi Tahun 2012 Gambar 5.20 Total Belanja APBD Bidang PU Per Provinsi Tahun 2011 dan 2012 Gambar 5.21 Belanja APBD Bidang PU Sub Bidang Bina Marga Per Provinsi Tahun Gambar 5.22 Belanja APBD Bidang PU Sub Bidang Sumber Daya Air Per Provinsi Tahun Gambar 5.23 Belanja APBD Bidang PU Sub Bidang Cipta Karya Per Provinsi Tahun Gambar 5.24 Rasio Belanja PU terhadap Total Belanja APBD Tahun 2012 Gambar 5.25 Rasio Belanja Modal PU terhadap Total Belanja Modal APBD Gambar 5.26 Sandingan Total Alokasi Pusat, DAK, dan APBD Bidang PU Per Provinsi Tahun 2011 Gambar 5.27 Sandingan Alokasi Pusat, DAK, dan APBD Bidang PU Per Provinsi Tahun 2012 Gambar 5.28 Sandingan Total Alokasi APBN Kementerian PU, DAK dan APBD Gambar 5.29 Sandingan Alokasi Pusat, DAK, dan APBD Sub Bidang Bina Marga Per Provinsi Tahun 2012 Gambar 5.30 Sandingan Alokasi Pusat, DAK, dan APBD Sub Bidang Sumber Daya Air Per Provinsi Tahun 2012 Gambar 5.31 Sandingan Alokasi Pusat, DAK, dan APBD Sub Bidang Cipta Karya Per Provinsi Tahun xii

15 xiii

16 BAB 1 PENDAHULUAN xiv

17 Infrastruktur memiliki peran yang sangat signifikan, yaitu merupakan salah satu motor pendorong pertumbuhan ekonomi nasional dan peningkatan daya saing di dunia internasional, di samping sektor lain seperti minyak dan gas bumi, jasa keuangan dan manufaktur. Berdasarkan Global Competitiveness Index (GCI) , daya saing Indonesia meningkat dari posisi 50 (2012) menjadi 38 (2013) dari 144 negara. Ranking ini relatif masih rendah dibandingkan negara-negara Asia Tenggara seperti: Malaysia (ranking 24 pada tahun 2013), Brunei Darussalam (ranking 26 pada tahun 2013), dan Thailand (ranking 37 pada tahun 2013). Selanjutnya, daya saing kualitas infrastruktur Indonesia (Overall quality of infrastructure) meningkat dari peringkat 90 tahun 2012 menjadi 82 tahun Khusus mengenai kualitas jalan, posisi indonesia meningkat dari urutan 90 tahun 2012 menjadi 78 tahun Salah satu upaya untuk meningkatkan daya saing Indonesia adalah melalui percepatan pembangunan infrastruktur. Jembatan Suramadu Percepatan pembangunan infrastruktur tersebut telah menjadi komitmen Pemerintah Indonesia, yang mana komitmen tersebut telah dituangkan dalam dokumen-dokumen perencanaan, seperti RPJMN dan MP3EI. Sebagai perwujudan komitmen tersebut, Pemerintah terus berupaya untuk meningkatkan pendanaan pembangunan infrastruktur. Di tahun 2005 alokasi dana APBN untuk infrastruktur bidang PU adalah sebesar Rp 13,74 triliun, angka itu meningkat di tahun 2010 menjadi Rp 34,79 triliun, dan pada tahun 2013 menjadi Rp 79,5 triliun. Meskipun alokasi 1

18 pendanaan Pemerintah Pusat terus ditambah tahun demi tahun, alokasi ini dinilai belum dapat memenuhi kebutuhan infrastruktur Indonesia untuk mencapai target pertumbuhan ekonomi sekitar 7% per tahun. Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) mencatat bahwa untuk periode , paling tidak sebesar Rp 1,923 trilliun (setara dengan 5% of PDB) dibutuhkan bagi pembangunan infrastruktur untuk mencapai target 6-7% pertumbuhan ekonomi setiap tahun hingga Dari total investasi tersebut, terindikasi bahwa sebesar Rp 344,67 triliun bersumber dari APBN, Rp 340,85 triliun dari APBD, Rp 355,10 triliun dari BUMN, dan Rp 559,50 triliun dari swasta. Sementara itu masih terdapat funding gap sebesar Rp 323,67 triliun. Khusus untuk infrastruktur bidang PU dan permukiman, perkiraan kebutuhan investasi infrastruktur adalah sebesar Rp 689 triliun (setara 2,6 3% PDB) untuk periode tahun Dari total investasi tersebut, Pemerintah hanya mampu menyediakan dana sebesar ± 30% (Rp 230 triliun). Sejalan dengan itu, dalam Buku MP3EI , sebesar Rp triliun diperlukan untuk pembangunan infrastruktur guna mendukung pengembangan kegiatan ekonomi utama di 6 (enam) koridor ekonomi Indonesia. Khusus untuk infrastruktur bidang pekerjaan umum, dibutuhkan sebesar Rp 482,18 triliun untuk menjalankan 148 rencana kegiatan dalam kurun waktu Dari total dana tersebut terindikasi bahwa sebesar Rp 356,80 triliun diharapkan dapat dibiayai oleh Badan Usaha sedangkan Rp 124,38 triliun dari pemerintah. Data tersebut menunjukkan bahwa keterlibatan badan usaha/sektor swasta dalam pendanaan infrastruktur mutlak diperlukan. Untuk meningkatkan keterlibatan sektor swasta dalam pendanaan infrastruktur, pemerintah telah menerbitkan berbagai peraturan perundangan, seperti UU No. 25/2007 tentang Penanaman Modal, Peraturan Presiden No. 27/2009 tentang Pelayanan Terpadu Satu Pintu di Bidang Penanaman Modal, Perpres 54/2011 jo. Perpres 13/2010 jo. Perpres 67/2005 tentang Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur. Berbagai kebijakan terkait kemudahan dan dukungan pemerintah dalam proyek KPS masih terus disempurnakan. Di era otonomi daerah, beban pemerintah daerah dalam pendanaan pembangunan infrastruktur semakin besar. Jika dalam era sentralistik peran pemerintah pusat sangat dominan dalam penyediaan infrastruktur, di era desentralisasi seperti sekarang ini, penyediaan infrastruktur di daerah menjadi kewajiban pemerintah daerah, sementara peran Pemerintah Pusat lebih kepada kegiatan fasilitasi dan pembinaan. Namun, tidak dapat dipungkiri bahwa pada umumnya pemerintah daerah belum dapat secara mandiri mendanai pembangunan infrastruktur di daerahnya. Alokasi anggaran Pemerintah Daerah dalam APBD untuk pembangunan infrastruktur, termasuk infrastruktur bidang PU, masih sangat minim yang menyebabkan rendahnya kualitas infrastruktur. Dengan demikian, pembangunan di banyak daerah masih tergantung pada transfer dana APBN untuk membangun infrastruktur di daerah. 2

19 Sebagai upaya mengatasi keterbatasan dana dalam pembangunan infrastruktur bidang PU, pihak swasta sudah terlibat dalam pendanaan infrastruktur di beberapa daerah, seperti: jalan tol, air bersih, dan persampahan. Namun memang harus diakui bahwa keterlibatan swasta ini juga belum optimal. Dalam kondisi keterbatasan dana pemerintah dan belum optimalnya utilisasi dana-dana non pemerintah dalam pembiayaan infrastruktur, diperlukan ide-ide, studi-studi, kebijakankebijakan, dan action plan mengenai alternatif pola-pola investasi yang efektif untuk diterapkan dalam pembiayaan infrastruktur. Langkah awal dari proses tersebut adalah perlu adanya pemetaan sumber dan pola investasi infrastruktur bidang PU yang sudah terlaksana, serta identifikasi permasalahan dan tantangan penerapan pola investasi tersebut di lapangan. Buku profil ini diharapkan akan memberi gambaran sejauh mana investasi infrastruktur bidang PU telah terlaksana, baik yang dananya bersumber dari pemerintah (Pusat maupun daerah), maupun dari badan usaha/pihak swasta. Data dan informasi dalam buku ini diharapkan dapat menjadi bahan acuan untuk proses analisa investasi dalam penyusunan studi-studi kebijakan infrastruktur PU, baik di lingkungan Pustra maupun eksternal Pustra. *** 3

20 BAB 2 KEBIJAKAN INVESTASI INFRASTRUKTUR 4

21 2.1 Kebijakan Pendanaan Infrastruktur Era Otonomi Daerah Sejak otonomi daerah, reformasi kebijakan mengenai perencanaan, pengalokasian, serta pemeriksaan keuangan negara dalam penyelenggaraan pembangunan, termasuk penyediaan infrastruktur, telah diatur dalam berbagai peraturan perundang-undangan. Dengan kata lain, atas dasar peraturan perundangan inilah investasi Pemerintah dalam penyediaan infrastruktur diselenggarakan. Reformasi bidang keuangan negara secara intense terjadi pada periode yang diawali dengan terbitnya UU No.17 Tahun 2003 Tentang Keuangan Negara. Terbitnya UU No.17 Tahun 2003 tersebut kemudian dilanjutkan dengan terbitnya UU No.1 Tahun 2004 Tentang Perbendaharaan Negara, dan UU No. 15 Tahun 2004 Tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara. Dengan reformasi bidang keuangan ini, struktur alokasi APBN dan tata cara pemeriksaannya dapat distandarkan dan dikendalikan. Hal ini sesuai dengan cita-cita reformasi yang salah satunya adalah: perbaikan transparansi dan akuntabilitas fiskal. Jembatan Suramadu Selanjutnya, sejalan dengan cita-cita otonomi daerah dan reformasi keuangan negara, Undang-undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-undang No. 33 tahun 2004 yang merupakan hasil revisi Undang-undang No. 25 tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah diberlakukan. 5

22 Undang-undang Nomor 32 tahun 2004 dimaksudkan untuk memisahkan hak dan kewajiban penyelenggaraan pembangunan, termasuk penyediaan infrastruktur, masingmasing pemerintah baik Pusat maupun Daerah. Sementara itu, Undang-undang No. 33 tahun 2004, sebagai konsekuensi pembagian tugas antara Pemerintah dan Pemerintah Daerah, mengatur mengenai pendanaan penyelenggaraan asas Desentralisasi, Dekonsentrasi, dan Tugas Pembantuan. Pemberian sumber keuangan negara kepada Pemerintahan Daerah dalam rangka pelaksanaan Desentralisasi didasarkan atas penyerahan tugas oleh Pemerintah kepada Pemerintah Daerah dengan memperhatikan stabilitas dan keseimbangan fiskal. Atas dasar Undang-undang No. 33 tahun 2004 inilah pendanaan Pemerintah Pusat dalam APBN dapat ditransfer ke Daerah dalam bentuk Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK), dll. Mengenai rincian urusan pemerintahan yang dibiayai oleh keuangan negara, ditetapkan melalui Peraturan Pemerintah No. 38 tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan daerah kabupaten/ kota. Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 38 tahun 2007 tersebut, urusan pemerintahan dapat dibagi menjadi urusan Pemerintah absolut, urusan di luar urusan absolut, dan urusan wajib Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota. Yang menjadi urusan wajib pemerintahan daerah, baik provinsi maupun kabupaten/kota, telah dirinci dan dipisahkan sesuai Undang- Undang No. 32 tahun Urusan tersebut antara lain mencakup penyelenggaraan bidang PU, yaitu perencanaan, pemanfaatan, dan pengawasan tata ruang, serta penyediaan sarana dan prasarana umum. Selanjutnya, dalam PP No. 38 tahun 2007, tepatnya pada Pasal 2 ayat (4), bidang pekerjaan umum dan 6

23 Jembatan Suramadu penataan ruang dinyatakan merupakan urusan pemerintahan yang sifatnya concurrent, atau dapat dibagi bersama antar tingkatan dan/ atau susunan pemerintahan. Dengan demikian, penyelenggaraan infrastruktur bidang PU yang merupakan kewenangan Pemerintah, yang dalam hal ini diwakili oleh Kementerian PU, dapat sebagian diserahkan kepada Provinsi dan Kabupaten/Kota. Lebih lanjut mengenai penyerahan sebagian urusan Pemerintah kepada Pemerintah Daerah, berdasarkan Permen PU no 03/PRT/M/2008 tentang Pedoman Pelaksanaan Kegiatan Departemen Pekerjaan Umum yang Merupakan Kewenangan Pemerintah dan Dilaksanakan melalui Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan, penyerahan sebagian kewenangan Pemerintah dalam penyelenggaraan infrastruktur bidang PU di daerah dapat dilakukan dengan cara dekonsentrasi dan tugas pembantuan. Dengan demikian, investasi infrastruktur di daerah salah satunya bersumber dari dana transfer dari pemerintah pusat. Sejalan dengan itu, dalam Undang-undang Nomor 7 tahun 2008 tentang Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan, urusan Pemerintah yang dikonsentrasikan kepada Gubernur dan ditugaspembantuankan ke Pemerintah Kabupaten/Kota akan dibiayai menggunakan dana APBN. Selanjutnya di Pasal 3 PP No. 38 tahun 2007 dinyatakan bahwa urusan pemerintahan yang diserahkan kepada daerah disertai dengan sumber pendanaan, pengalihan sarana dan prasarana, serta kepegawaian. Dengan demikian, dimulai dengan Undang- Undang No. 33 tahun 2004, dilengkapi dengan peraturan perundangan, seperti: PP No. 38 tahun 2007, Permen PU No. 03/PRT/M/2008, dan Undang-undang Nomor 7 tahun 2008 menjadi dasar pengalokasian dana APBN kepada Daerah. Aliran dana Pusat ke Daerah ini dikenal dengan istilah Money follows function. Dalam hal ini, 7

24 2.2 Kebijakan Pemerintah Terkait Peran Swasta dan Masyarakat Dalam Pendanaan Infrastruktur maka sumber-sumber penerimaan negara yang sebelumnya ada di Pusat juga harus sebagian diturunkan ke Daerah. Hal ini juga yang selanjutnya disebut sebagai desentralisasi fiskal (fiscal decentralization). Selain pendanaan pembangunan dari APBN sebagai transfer dari Pusat, mengacu kepada Undang-Undang No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, Pemerintah Daerah memiliki urusan wajib dalam penyelenggaraan pembangunan di daerahnya masingmasing, termasuk bidang PU, yaitu dalam hal perencanaan, pemanfaatan, dan pengawasan tata ruang, serta penyediaan sarana dan prasarana umum. Dengan demikian, Pemerintah Daerah seyogianya menyediakan investasi dalam penyelenggaraan bidang PU tersebut. Investasi tersebut kemudian dianggarkan dalam APBD. Penyediaan infrastruktur dengan kuantitas dan kualitas yang baik/memadai tidak dapat dipenuhi jika hanya mengandalkan pendanaan dari Pemerintah melalui APBN dan Pemerintah Daerah melalui APBD, walaupun trend menunjukkan bahwa pendanaan pemerintah tersebut relatif meningkat tahun demi tahun. Sementara itu, untuk meningkatkan keterlibatan badan usaha swasta dalam penyediaan infrastruktur membutuhkan iklim usaha yang kondusif. Untuk itu, investasi infrastruktur oleh swasta didorong pemerintah dengan diterbitkannya Undang-Undang No. 25/2007 tentang Penanaman Modal (UUPM). Dalam Undang-Undang No. 25/2007 tersebut, hal-hal yang diatur mencakup: penetapan kebijakan dasar penanaman modal untuk mendukung iklim usaha nasional yang kondusif dan mempercepat peningkatan penanaman modal, jaminan kepastian hukum, berusaha dan keamanan, membuka kesempatan perkembangan pada UKM dan koperasi, serta fasilitas penanaman modal. Sebagai kelanjutan dari UUPM tersebut, PP No. 45/2008 tentang Pedoman Pemberian Insentif dan Pemberian Kemudahan Penanaman Modal di Daerah diterbitkan sebagai dasar bagi pemberian kemudahan melalui pelayanan terpadu satu pintu. PP tersebut juga mengatur kriteria pemberian insentif dan kemudahan, 8

25 pemberian insentif dan kemudahan ditetapkan melalui Perda dan SK kepala daerah, dan mekanisme evaluasi pemberian insentif dan kemudahan di daerah. Sejalan dengan UUPM tersebut, dengan diberlakukannya PP No. 1/2008 jo PP No. 8/2007 tentang Investasi Pemerintah, Pemerintah sendiri dapat memberikan investasi dalam bentuk surat berharga (saham, surat utang), langsung (penyertaan modal, pinjaman) bagi proyek-proyek kerjasama investasi KPS dan non KPS di bidang infrastruktur dan bidang lainnya. Sumber dana investasi pemerintah tersebut ditempatkan pada Badan Investasi Pemerintah dan dikelola tersendiri. Terkait pelayanan terpadu satu pintu, melalui Peraturan Presiden No. 27/2009 tentang Pelayanan Terpadu Satu Pintu di Bidang Penanaman Modal, Kementerian sektor, termasuk Kementerian PU, dapat mendelegasikan wewenang pemberian izin usaha sektor masingmasing dalam rangka pelaksanaan PTSP kepada BKPM; dalam bidang PU PTSP diatur dalam Permen PU 24/PRT/M/2009. Selanjutnya, untuk proyek-proyek infrastruktur yang akan diselenggarakan melalui skema Kerjasama Pemerintah dan Swasta (KPS), pemerintah menyediakan dukungan dan fasilitasi sesuai dengan Perpres 54/2011 jo. Perpres 13/2010 jo. Perpres 67/2005 tentang Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur. Dalam Perpres ini, Pemerintah dapat memberikan dukungan dan jaminan dalam penyediaan infrastruktur dan pengadaan tanah merupakan tanggung jawab pemerintah yang harus diselesaikan sebelum pemasukan dokumen penawaran. Khusus mengenai pemberian jaminan, pada tahun 2010, Perpres 78/2010 tentang Penjaminan Infrastruktur dalam proyek Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha melalui Badan Usaha Penjaminan Infrastruktur (BUPI) ditetapkan yang berisi tata cara penjaminan infrastruktur dalam proyek Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha melalui Badan Usaha Penjaminan Infrastruktur (BUPI). Dengan pemberian fasilitasi tersebut, diharapkan bahwa keterlibatan swasta dalam pendanaan infrastruktur dapat ditingkatkan. Selain reformasi keuangan dan pendanaan pembangunan, termasuk penyelenggaraan infrastruktur, di tingkat nasional. Di bidang PU sendiri juga telah terjadi reformasi kebijakan yang dimulai sejak tahun 2004 dengan terbitnya Undang-Undang No. 7/2004 tentang Sumber Daya Air dan Undang-Undang No. 38 tahun 2004 tentang Jalan. Berdasarkan Undang-Undang No. 38 tahun 2004 ini, pada tahun 2005 fungsi regulator dan operator pada penyelenggaraan infrastruktur jalan tol dan air bersih dipisahkan dan ditetapkan melalui Peraturan Pemerintah No. 15/2005 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah No. 44/2009 tentang Jalan Tol dan Peraturan Pemerintah No. 16/2005 mengenai Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum. Berdasarkan kedua PP tersebut, fungsi regulator untuk jalan tol dilaksanakan oleh Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT), sedangkan untuk air minum diatur oleh Badan Pendukungan Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum (BPP-SPAM). Sejalan dengan itu, kerangka kebijakan infrastruktur PU lain juga direformed, seperti Undang-Undang No. 38/2006 tentang Jalan 9

26 Tol, Undang-Undang No. 18/2008 tentang Pengelolaan Sampah, dan Perpres No. 29/2009 tentang Pemberian Jaminan dan Subsidi Bunga oleh Pemerintah Pusat dalam Rangka Percepatan Penyediaan Air Minum. Melalui Perpres No. 29/2009, pemerintah memberikan kemudahan bagi PDAM untuk memperoleh sumber pendanaan investasi dan membantu PDAM agar dapat memperluas cakupan pelayanan sehingga percepatan pencapaian target MDGs, 10 juta sambungan dapat dicapai. Perpres ini juga bertujuan untuk mendorong perbankan nasional untuk memberikan kredit investasi kepada PDAM. Dengan memahami kronologis terbitnya peraturan perundang-undangan tentang investasi Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan Swasta di atas, baik yang sifatnya nasional maupun sektoral bidang PU, dapat disimpulkan bahwa pemerintah terus berupaya untuk meningkatkan pelayanan infrastruktur, khususnya infrastruktur bidang PU. Peningkatan pelayanan infrastruktur tersebut dimulai dengan dilaksanakannya reformasi bidang keuangan negara, keuangan daerah, dan pelibatan swasta dalam pendanaan. 2.3 Kelembagaan Kerjasama Pemerintah dan Swasta (KPS) Bagan berikut menunjukkan reformasi kelembagaan terkait PPP (public private partnership) dalam penyelenggaraan infrastruktur adalah dengan didirikannya berbagai Land Fund (Badan Layanan Umum/ BLU Tanah), PT.PII (Penjaminan Infrastruktur Indonesia)/IIGF (Indonesia Infrastructure Guarantee Fund), PT. SMI (Sarana Multi 10

27 Gambar 2.1 Kelembagaan KPS Land Acquisition Land Fund Financing SMI (Sarana Multi Infrastructure) & IIFF (Indonesia Infrastructure Financing Facilities) Guarantee Fund (PII&IIGF) Pre-Construction Construction Operation Winning Bidder Awarded Financial Closing End of Financial Period End of Concession Period Sumber: IIGF, 2011 Infrastructure) dan IIF (Indonesia Infrastructure Financing Facilities). Lembaga-lembaga ini didirikan untuk meningkatkan kelayakan proyek, creditworthiness, dan pengelolaan risiko proyek sehingga minat investor untuk berinvestasi di bidang infrastruktur dapat meningkat. PT. PII yang didirikan oleh pemerintah berperan dalam keseluruhan tahapan siklus KPS, sedangkan Badan Layanan Umum (BLU) tanah berperan hingga financial closing, sebelum konstruksi dimulai, dan PT. SMI dan IIF berperan dalam pembiayaan di tahap konstruksi. Walaupun secara ideal pembebasan lahan yang difasilitasi oleh BLU tanah seharusnya dilaksanakan di tahap pre konstruksi, pada prakteknya peran BLU tanah juga dilaksanakan pada tahap konstruksi (simultan dengan tahap konstruksi) disebabkan oleh sulitnya proses pembebasan lahan. *** 11

28 BAB 3 KONDISI UMUM SOSIAL, EKONOMI, DAN INFRASTRUKTUR PU DI MASING-MASING PROVINSI DI INDONESIA Waduk Keuliling, Aceh 12

29 3.1 Jumlah Penduduk Per Provinsi Tahun Jumlah penduduk Indonesia pada tahun 2011 adalah jiwa. Dengan populasi sebesar itu Indonesia menduduki peringkat ke empat negara dengan jumlah penduduk terbesar di dunia di bawah RRC, India dan Amerika Serikat. Dari jumlah penduduk sebanyak itu, 58 % di antaranya tinggal di Pulau Jawa yang mempunyai luas wilayah hanya 7 % dari keseluruhan luas wilayah Indonesia. Tiga provinsi dengan jumlah penduduk terbanyak adalah Jawa Barat 46 juta jiwa; Jawa Timur 37,7 juta jiwa dan Jawa Tengah dengan 32,6 juta jiwa (lihat Tabel 3.1). Meski menjadi pulau terpadat di Indonesia, laju pertumbuhan di Jawa adalah yang terendah; Jawa Tengah (0,37 %) dan Jawa Timur (0,76 %) adalah 2 (dua) provinsi di Pulau Jawa yang memiliki laju pertumbuhan penduduk yang paling rendah. Sebaliknya jumlah penduduk di Nusa Tenggara, Maluku dan Papua bila digabungkan hanyalah sebesar 7 % dari keseluruhan jumlah penduduk Indonesia. Pertambahan penduduk Indonesia setiap 10 tahun adalah rata-rata 30 juta jiwa atau 3 juta per tahun. Dengan demikian pada setiap tahunnya pertambahan penduduk Indonesia adalah sebanyak warga Negara Singapura. 3.2 Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Per Provinsi Secara umum, gambaran komprehensif mengenai tingkat pencapaian pembangunan manusia sebagai dampak dari kegiatan pembangunan yang dilakukan di suatu provinsi dapat dilihat dari angka IPM provinsi. Perkembangan angka IPM dari tahun ke tahun memberikan indikasi peningkatan atau penurunan kinerja pembangunan manusia setiap tahunnya. Capaian angka IPM akan menentukan urutan (ranking) antar daerah. 13

30 Gambar 3.1 Jumlah Penduduk Per Provinsi Tahun Papua Papua Barat Malut Maluku Sulbar Gorontalo Sultra Sulsel Sulteng Sulut Kaltim Kalsel Kalteng Kalbar NTT NTB Bali Banten Jawa Timur DIY Jawa Tengah Jawa Barat Kepri Babel Lampung Bengkulu Sumsel Jambi Riau Sumbar Sumut Aceh Sumber: Badan Pusat Statistik,

31 Gambar 3.2 Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Per Provinsi Papua NTB NTT Malut Papua Barat Kalbar Sulbar Kalsel Sultra Gorontalo Banten Sulteng Maluku Lampung Sulsel Aceh Jawa Timur Jawa Barat Bali Jawa Tengah Jambi Babel Bengkulu Sumsel Sumbar Sumut Kalteng Kepri Kaltim DIY Riau Sulut Sumber: Badan Pusat Statistik, 2013 Perkembangan IPM provinsi di Indonesia menunjukkan suatu peningkatan. Rata-rata nilai IPM untuk nasional pada tahun 2011 sebesar 72,19 sementara pada tahun 2010 sebesar 71,68. Angka ini menutupi variasi nilai IPM antarprovinsi, padahal terdapat perbedaan pencapaian IPM. Perbedaan pencapaian antara IPM tertinggi dengan IPM terendah sekitar 11,18 poin dengan rentang 65,36 untuk Papua dan 76,54 untuk Sulawesi Utara. Dibandingkan dengan perbedaan pencapaian tahun 2010 yang sebesar 11,15, maka perbedaan tahun 2011 relatif lebih tinggi. Hal ini dapat diartikan bahwa rata-rata peningkatan IPM provinsi pada tahun 2011 cenderung lebih cepat. Seperti pada tahun-tahun sebelumnya, pada tahun 2011 pun Sulawesi Utara tercatat sebagai provinsi dengan IPM tertinggi yaitu mencapai 76,54. Kemudian berturut-turut diikuti oleh Provinsi Riau sebesar 76,53; Provinsi DI Yogyakarta sebesar 76,32; Provinsi Kalimantan Timur sebesar 76,22; dan Provinsi Kepulauan Riau 15

32 sebesar 75,78. Berdasarkan historinya selama tiga tahun terakhir kelima provinsi ini selalu tercatat sebagai lima provinsi terbaik dalam pembangunan manusia. Papua merupakan provinsi dengan pencapaian IPM terendah yaitu sebesar 65,36. Selanjutnya empat provinsi lain yang memiliki IPM terendah berturut-turut adalah Nusa Tenggara Barat (66,23); Nusa Tenggara Timur (67,75); Maluku Utara (69,47); dan Papua Barat (69,65). Perbedaan pencapaian IPM antara wilayah Indonesia bagian Barat dengan wilayah Indonesia bagian Timur menunjukkan bahwa masih terjadi kesenjangan pembangunan antara Barat dan Timur Indonesia. 3.3 Pendapatan Asli Daerah (PAD) Per Provinsi Tahun PAD sebagai salah satu penerimaan daerah mencerminkan tingkat kemandirian daerah. Semakin besar PAD maka menunjukkan bahwa daerah itu mampu melaksanakan desentralisasi fiskal dan ketergantungan terhadap pemerintah pusat berkurang. PAD diartikan sebagai penerimaan dari sumber-sumber dalam wilayahnya sendiri, yang dipungut berdasarkan Undang-undang yang berlaku. Gambar 3.3 Pendapatan Asli Daerah (PAD) Per Provinsi ,000,000 Dalam jutaan rupiah 12,000,000 10,000,000 8,000,000 6,000,000 4,000,000 2,000,000 0 Aceh Sumut Sumbar Riau Jambi Sumsel Bengkulu Lampung Babel Kepri Jabar Jateng DIY Jatim Banten Bali NTB NTT Kalbar Kalteng Kalsel Kaltim Sulut Sulteng Sulsel Sultra Gorontalo Sulbar Maluku Malut Papua Barat Papua Sumber: Badan Pusat Statistik,

33 Dalam pelaksanaan otonomi daerah, sumber keuangan yang berasal dari pendapatan asli daerah lebih penting dibandingkan dengan sumber-sumber di luar pendapatan asli daerah, karena pendapatan asli daerah dapat dipergunakan sesuai dengan prakarsa dan inisiatif daerah sedangkan bentuk pemberian pemerintah (non PAD) sifatnya lebih terikat. Dengan penggalian dan peningkatan pendapatan asli daerah diharapkan pemerintah daerah juga mampu meningkatkan kemampuannya dalam penyelenggaraan urusan daerah. Dalam kaitannya dengan kapasitas fiskal, persentase PAD merupakan hal yang perlu mendapat perhatian sejalan dengan semangat otonomi daerah, dimana daerah diberikan hak untuk menarik PAD, namun di sisi lain juga dapat membelanjakan anggaran secara efisien dan strategis. Di samping itu, otonomi daerah juga memberikan ruang terhadap pemerintah daerah untuk menawarkan insentif fiskal untuk proyek investasi strategis seperti infrastruktur. Di luar Provinsi DKI Jakarta, Jawa Timur merupakan provinsi dengan PAD tertinggi di Indonesia dengan angka yang mencapai Rp ,79 milyar. Disusul Provinsi Jawa Barat dengan PAD sebesar Rp ,26 milyar. Provinsi dengan PAD terbesar urutan ketiga adalah Provinsi Jawa Tengah dengan PAD sebesar Rp milyar. Posisi keempat adalah Provinsi Sumatera Utara dengan PAD sebesar Rp 4.974,96 milyar. 17

34 3.4 Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Per Provinsi Tahun Pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan proses berkelanjutan merupakan kondisi utama bagi kelangsungan pembangunan ekonomi daerah. Untuk mengukur maju tidaknya perekonomian daerah sebagai hasil dari program pembangunan daerah yaitu dengan mengamati seberapa besar laju pertumbuhan ekonomi yang dicapai daerah tersebut yang tercermin dari kenaikan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). Pada umumnya, PDRB 33 provinsi di Indonesia mengalami peningkatan dalam periode Dua provinsi dengan PDRB paling tinggi yaitu berkisar Rp 800 trilyun adalah Provinsi Jawa Timur dan Provinsi Jawa Barat. Provinsi Jawa Timur memiliki PDRB sebesar Rp 884 trilyun dan Jawa Barat sebesar Rp 861 trilyun. Tiga provinsi dengan PDRB tinggi berikutnya adalah Jawa Tengah (Rp 498 trilyun); Riau (Rp 413 trilyun) dan Kalimantan Timur (Rp 390 trilyun). Grafik di bawah menunjukkan bahwa PDRB tinggi berada di Pulau Jawa. Banyak faktor yang mempengaruhi kondisi ini antara lain besaran penanaman modal asing (PMA), penanaman modal dalam negeri (PMDN), angkatan kerja, inflasi dan lainnya. Gambar 3.4 Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Per Provinsi , Dalam trilyun rupiah hpapua Aceh Sumut Sumbar Riau Jambi Sumsel Bengkulu Lampung Babel Kepri Jabar Jateng DIY Jatim Banten Bali NTB NTT Kalbar Kalteng Kl Kalsel l Kaltim Sulut Sulteng Sulsel Sultra Gorontalo Sulbar Maluku Malut Papua Barat p Sumber: Badan Pusat Statistik,

35 Bendung Sangkub 3.5 Kondisi Infrastruktur Bidang PU 2011/ Kondisi Jaringan Jalan Provinsi Per Provinsi Tahun 2012 (Persentase) Infrastruktur jalan merupakan objek vital dalam pembangunan suatu daerah. Jalan sebagai sarana penghubung satu wilayah dengan wilayah lainnya yang memberikan akses dan kemudahan mobilitas bagi manusia, barang dan jasa. Data mengenai kondisi jaringan jalan provinsi dapat menggambarkan sejauh mana fokus pemerintah daerah dalam membangun infrastruktur di wilayahnya. Hal tersebut juga bisa menjadi gambaran mengenai alokasi anggaran pemerintah daerah dalam membangun infrastruktur khususnya jalan. dengan persentase 31, dari 33 provinsi memiliki kondisi jalan baik di atas rata-rata nasional. Namun demikian masih banyak juga jalan dalam kondisi rusak, baik ringan, sedang maupun rusak berat, khususnya di luar Pulau Jawa. Provinsi Jawa Tengah memiliki persentase tertinggi untuk jalan dalam kondisi baik yang mencapai 84,89 %, diikuti Kalimantan Timur dengan 62,46 % jalan dalam kondisi baik. Sementara 16 provinsi lainnya memiliki jalan dalam kondisi rusak dan kebanyakan berada di luar Pulau Jawa. Berdasarkan data ini, pemerintah provinsi sebaiknya mengalokasikan belanja APBD untuk bidang Bina Marga lebih besar untuk program pemeliharaan dan rehabilitasi jalan. Persentase kondisi jalan rusak berat tertinggi berada di Provinsi Bengkulu yang mencapai 81,17 % dan selanjutnya Provinsi Sulawesi Barat dimana jalan rusak berat mencapai 57,94 % dari total jalan provinsi yang ada. Data berikut menggambarkan bahwa kondisi jalan provinsi di Indonesia, rata-rata sudah baik 19

36 Gambar 3.5 Kondisi Jaringan Jalan Kewenangan Provinsi Tahun 2012 (dalam %) Sumsel Malut Sulbar Kalbar Kalteng Sulteng Rusak Sedang Baik Jatim Riau Bengkulu Kalsel DIY Sumbar Sultra Jambi Lampung Banten Papua Barat Maluku Sulsel Aceh Sulut Jabar NTT NTB Gorontalo Sumut Papua Kepri Bali Babel Kaltim Jateng Sumber: Badan Pusat Statistik,

37 3.5.2 Jenis Permukaan Jalan Provinsi Per Provinsi Tahun 2012 Kondisi jalan provinsi untuk seluruh provinsi bervariasi. Namun ada satu provinsi dimana kondisi jalan provinsi sudah dalam kondisi aspal 100 % yaitu Provinsi DI Yogyakarta. Berdasarkan data rincian panjang jalan provinsi berdasarkan jenis permukaannya, diketahui bahwa sebagian besar jalan provinsi sudah aspal. Kecuali di beberapa provinsi yang persentase jalan non aspalnya masih cukup tinggi. Provinsi-provinsi tersebut adalah : Bangka Belitung (35,25 %); Sulawesi Barat (58,37 %); Sulawesi Tenggara (47,42 %); Sulawesi Selatan (48,99 %); Maluku (43,49 %); Maluku Utara (74,8 %); Papua Barat (73,41 %) dan Papua (49,97 %). Maluku Utara merupakan provinsi dengan persentase jalan aspal paling kecil yaitu hanya 25,2 % dari total panjang jalan provinsi yang ada. Gambar 3.6 Jenis Permukaan Jalan Kewenangan Provinsi Tahun 2012 (dalam %) 100 Aspal Tanah Kerikil Lainnya Sumber : Provinsi Dalam Angka Tahun ) Ket : Provinsi Kepri, Jabar, Jatim, Sulut dan Gorontalo tidak ada data *) Panjang jalan total, bukan hanya jalan provinsi **) Data tahun 2009 ***) Data tahun

38 3.5.3 Jumlah Daerah Irigasi Kewenangan Provinsi Per Provinsi Tahun 2012 Sesuai dengan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No 20 tahun 2006 khususnya pada Bab IV pasal 16, 17 dan 18 menjelaskan tentang kewenangan dan tanggung jawab Pemerintah dan Pemerintah Daerah dengan ketentuan: Daerah Irigasi (DI) dengan luas di atas 3000 ha menjadi wewenang dan tanggung jawab Pemerintah Pusat, Daerah Irigasi (DI) antara 1000 ha ha kewenangan Pemerintah Provinsi dan Daerah Irigasi (DI) lebih kecil dari 1000 ha sepenuhnya menjadi kewenangan dan tanggung jawab Pemerintah Kabupaten, sedangkan jika berada pada lintas kabupaten maka menjadi tanggung jawab Pemerintah Provinsi. Berdasarkan Kepmen PU No. 390/KPTS/M/2007 tentang Penetapan Status Daerah Irigasi Yang Pengelolaannya Menjadi Wewenang dan Tanggung Jawab Pemerintah, Pemerintah Provinsi, dan Pemerintah Kabupaten/Kota, ditetapkan daerah irigasi berdasarkan luas beserta kewenangannya. Jumlah daerah irigasi di suatu provinsi tidak dipengaruhi oleh luas wilayah, namun salah satunya dipengaruhi oleh kondisi geografis wilayah khususnya keberadaan sungai-sungai besar yang ada. Untuk daerah irigasi yang menjadi kewenangan provinsi jumlah totalnya adalah DI yang tersebar di seluruh Indonesia. Provinsi dengan DI kewenangan provinsi paling banyak adalah Jawa Timur sebanyak 188 DI dan Jawa Barat dengan 109 DI. Provinsi Kepulauan Riau tidak memiliki daerah irigasi karena tidak terdapat sungai besar di provinsi tersebut. Gambar 3.7 Jumlah Daerah Irigasi Kewenangan Provinsi Tahun Sumber : Kepmen PU No. 390/KPTS/M/

39 3.5.4 Luas Daerah Irigasi Per Provinsi Tahun 2012 (Hektar) Daerah irigasi adalah kesatuan lahan yang mendapat air dari satu jaringan irigasi. Sementara yang dimaksud dengan jaringan irigasi adalah saluran, bangunan, dan bangunan pelengkapnya yang merupakan satu kesatuan yang diperlukan untuk penyediaan, pembagian, pemberian, penggunaan, dan pembuangan air irigasi. Jadi luas daerah irigasi meliputi seluruh lahan yang memanfaatkan air dari jaringan irigasi beserta saluran, bangunan dan bangunan pelengkapnya. Daerah irigasi yang menjadi kewenangan provinsi adalah daerah irigasi dengan luas antara 1000 ha ha. Total luas daerah irigasi kewenangan provinsi di Indonesia adalah ha. Sesuai dengan jumlah daerah yang dimilikinya, maka wilayah dengan luas daerah irigasi paling besar berada di Provinsi Jawa Timur Ha dan Jawa Barat Ha. Gambar 3.8 Luas Daerah Irigasi Kewenangan Provinsi Tahun 2012 (hektar) 160, , , ,000 80,000 60,000 40,000 20,000 0 Sumber : Kepmen PUNo. 390/KPTS/M/2007 Sumber : Kepmen PU No. 390/KPTS/M/

40 3.5.5 Proporsi Jumlah Rumah Tangga yang Bisa Mengakses Sanitasi Tahun 2011 Jumlah rumah tangga yang bisa mengakses/ memiliki sanitasi yang layak meningkat secara nasional. Namun demikian, perbedaan/ kesenjangan antarprovinsi masih terlihat jelas. Proporsi jumlah rumah tangga yang memiliki sanitasi yang layak berkisar antara 22,97 % hingga 84,57 %, dengan rata-rata nasional mencapai 55,6 % pada tahun Peningkatan yang cukup signifikan terjadi di wilayah perdesaan daripada di perkotaan. Pada tahun 2011, persentase rumah tangga perdesaan yang memiliki akses sanitasi layak meningkat dari 53,64 % menjadi 72,54 %, sementara di perkotaan meningkat dari 11,10 % menjadi 38,97 % dibandingkan tahun sebelumnya. Dalam grafik dapat dilihat bahwa sebanyak 10 (sepuluh) provinsi yang memiliki persentase di atas rata-rata nasional (55,6 %), dimana persentase tertinggi adalah Provinsi Bali, Yogyakarta dan Kepulauan Riau, sementara provinsi dengan persentase terendah adalah Nusa Tenggara Timur, Papua dan dan Kalimantan Tengah. Gambar 3.9 Proporsi Jumlah Rumah Tangga yang Bisa Mengakses Sanitasi Tahun Rata rata Perdesaan Perkotaan Rata rata Nasional Sumber : Susenas (BPS),

41 3.5.6 Proporsi Jumlah Rumah Tangga yang Bisa Mengakses Sumber Air Bersih Tahun 2011 Berdasarkan data olahan BPS dari Kementerian Pekerjaan Umum, proporsi akses air bersih di wilayah perdesaan dan perkotaan pada tahun 2011 mencapai 55,04 %. Data tahun 2009 menunjukkan bahwa akses air bersih mencapai 47,71 % dan pada tahun 2011 mencapai 55,04 %, terjadi peningkatan sebesar 7,33 % selama dua tahun. Persentase rumah tangga yang memiliki akses air bersih pada tahun 2011 memiliki kesenjangan antarprovinsi dengan kisaran antara 20,86 % hingga 62,66 %. 13 dari 33 provinsi memiliki persentase di atas rata-rata nasional (42,76 %). Persentase tertinggi di Provinsi Yogyakarta, Jawa Tengah dan Sulawesi Tenggara, sementara provinsi dengan persentase terendah adalah Kepulauan Riau, Banten dan Papua. Gambar 3.10 Proporsi Jumlah Rumah Tangga yang Bisa Mengakses Air Bersih Tahun Rata rata Perdesaan Perkotaan Rata rata Nasional Sumber : Susenas (BPS), 2011 *** 25

42 BAB 4 KEBUTUHAN DAN ALOKASI INVESTASI INFRASTRUKTUR PU Bendung Tilong 26

43 4.1 Total Kebutuhan Pendanaan Infrastruktur Untuk mencapai target pertumbuhan 7% seperti yang terdapat dalam RPJMN , total kebutuhan dana untuk penyediaan infrastruktur sekitar Rp 1.923,7 Triliun. Sementara itu, kemampuan Pemerintah hanya sekitar Rp 559,54 Triliun. Potensi pendanaan lain seperti dari BUMN, swasta, dan APBD diperkirakan mencapai sekitar Rp 1.040,59 Triliun. Dengan demikian terdapat gap pendanaan sekitar Rp 323,67 Triliun. Gambar Kebut Kebutuhan Infrastruktur Gambar tuhan Pend dpendanaan anaan Inffrastruktu ur Trilyun Rupiah?? , Ke ebutuhan Invvestasi P Perkiraan Pe endanaan APBD APBN G Gap Swasta Swasta BUMN BUMN Sumber : RPJMN Sumber : RPJMN

44 Pengaman Pantai Panjang, Bengkulu 4.2 Kebutuhan Investasi Bidang PU Berdasarkan Renstra Kementerian PU Berdasarkan Renstra Kementerian PU Tahun , kebutuhan investasi pembangunan infrastruktur bidang PU diprediksikan meningkat dari tahun ke tahun. Pada tahun 2010 investasi untuk pembangunan infrastruktur bidang PU tersebut sebesar Rp108,9 trilyun meningkat menjadi Rp169,9 trilyun pada tahun Kebutuhan ini tidak diimbangi dengan kemampuan pembiayaan dari Pemerintah, yang mana Kementerian Pekerjaan Umum hanya bisa mengalokasikan 30% dari total kebutuhan, sisanya diharapkan dapat diperoleh dari investasi swasta melalui skema KPS. Tabel 4.1 Kebutuhan Pendanaan Infrastruktur Tahun Kebutuhan Investasi Infrastruktur PU (Trilyun Rupiah) Alokasi Anggaran APBN Kementerian PU (Trilyun Rupiah) Investasi Infrastruktur melalui KPS (Trilyun Rupiah) ,9 37,58 71, ,0 55,52 66, ,3 72,74 63, ,2 70,50 81, ,6 80,68 88,91 Total 689,0 317,05 371,95 Sumber: Review Renstra Kementerian Pekerjaan Umum

45 4.3 ProporsiPagu Anggaran Kememnterian PU Terhadap Belanja Negara (APBN) Sejalan dengan meningkatnya belanja negara (APBN), pagu anggaran Kementerian PU dari tahun 2010 hingga tahun 2012 juga terus meningkat. Proporsi pagu Kementerian Pekerjaan Umum terhadap Belanja APBN adalah 3,61% meningkat menjadi 5,12%, dan tren menunjukkan bahwa proporsi ini terus meningkat. Gambaran ini berbeda dengan Dana Alokasi Khusus untuk pembangunan bidang PU yang relatif konstan selama periode , yaitu sekitar 0,4% dari total belanja negara. Gambar 4.2 Proporsi Pagu Anggaran Kementerian PU Terhadap Belanja Negara (APBN) Dalam milyar rupiah Belanja Negara (APBN) , , ,7 Pagu Anggaran PU % 5.00% 4.00% 3.00% 2.00% 1.00% 0.00% Anggaran Kem. PU 3.61% 4.20% 5.13% Dana Alokasi Khusus 0.40% 0.43% 0.45% Sumber : Nota Keuangan dan RAPBN 2012, diolah (Bappenas) Renstra Kementerian PU , diolah 29

46 4.4 Proporsi Pertumbuhan PDB dan Kebutuhan Investasi untuk Infrastruktur Untuk mendukung pertumbuhan ekonomi Indonesia, dituntut pembangunan infrastruktur yang terus meningkat yang juga harus disertai dengan kesiapan pembiayaannya. Pada tahun 2014 pertumbuhan PDB Nasional diprediksi mencapai nilai Rp trilyun dengan kebutuhan investasi infrastruktur bidang PU sebesar Rp 169,6 trilyun. Proporsi kebutuhan investasi infrastruktur bidang PU terhadap PDB Nasional untuk periode berada pada kisaran 1,8%-2,2%. Namun, proporsi alokasi infrastruktur bidang PU melalui Kementerian Pekerjaan Umum masih pada kisaran 0,62%-1,05% pada periode yang sama. Hal ini menunjukkan masih terdapat gap pembiayaan infrastruktur bidang PU sekitar 1,15 %. Gap ini diharapkan dapat diperoleh dari pihak swasta dengan menggunakan alternatif model pembiayaan. Gambar 4.3 Pertumbuhan PDB dan Kebutuhan Investasi untuk Infrastruktur 10,000 8,000 6,000 4,000 2,000 0 Dalam Triliun Rupiah 6,050 6,419 6,817 7,246 7, Kebutuhan Infrastruktur Perkiraan PDB % Kebutuhan Infrastruktur Bidang PU terhadap PDB % Alokasi Infrastruktur Bidang PU terhadap PDB Sumber : Renstra Kementerian PU , BPS, dan BPKLN 30

47 4.5 Pagu dan Realisasi APBN Kementerian PU Tahun Pagu APBN Kementerian PU Tahun Selama periode , Direktorat Jenderal Bina Marga menerima alokasi anggaran relatif lebih besar dari unit kerja eselon 1 lain di Kementerian Pekerjaan Umum, yaitu sekitar 50% dari total pagu Kementerian PU. Direktorat Jenderal Sumber Daya Air dan Direktorat Jenderal Cipta Karya memperoleh alokasi anggaran yang hampir sama, yaitu berkisar 23%- 25% dari total pagu. Sedangkan, unit eselon 1 pendukung lainnya berada pada kisaran 25%- 27% dari total pagu. Gambar 4.4 Pagu APBN Kementerian PU Tahun ,000 40,000 35,000 Pagu (Milyar Rupiah) 30,000 25,000 20,000 15,000 10,000 5, Sekretariat Jenderal Inspektorat Jenderal Ditjen Penataan Ruang Ditjen Sumber Daya Air Ditjen Bina Marga Ditjen Cipta Karya Badan Penelitian dan Pengembangan Badan Pembinaan Konstruksi Sumber: E-Mon Kem. PU,

48 4.5.2 Realisasi APBN Kementerian PU Per Satminkal Tahun Pola penyerapan masing-masing unit eselon 1 di Kementerian Pekerjaan Umum relatif sama, mengikuti pagu anggaran. Realisasi sub bidang Bina Marga paling tinggi karena pagu anggaran yang lebih tinggi. Gambar 4.5 Realisasi APBN Kementerian PU Per Satminkal Tahun ,000 Realisasi (Milyar Ru pia h) 30,000 20,000 10, Sekretariat Jenderal Inspektorat Jenderal Ditjen Penataan Ruang Ditjen Sumber Daya Air Ditjen Bina Marga Ditjen Cipta Karya PKPS BBM Badan Penelitian dan Pengembangan Sumber: Biro Perencanaan dan KLN PU 32

49 Tol Cinere - Jagorawi Sandingan Pagu dan Realisasi APBN Kementerian PU Tahun Secara total, realisasi APBN relatif konstan meskipun secara per item sub bidang menunjukkan bahwa realisasi sub bidang Bina Marga relatif lebih tinggi dibandingkan sub bidang lain. Berdasarkan grafik di bawah, diketahui bahwa tidak semua pagu anggaran terealisasi. Pada tahun 2008, selisih pagu terhadap realisasi anggaran mencapai Rp 1,8 triliun (5% dari pagu) dan pada tahun 2012 meningkat menjadi sekitar Rp 5 triliun (7% dari pagu). Gambar 4.6 Sandingan Pagu dan Realisasi APBN Kementerian PU Tahun ,000 Dalam Milyar Rupiah 70,000 Pagu Realisasi 60,000 50,000 40,000 30,000 20,000 10, Sumber: Biro Perencanaan dan KLN Kementerian PU,

50 4.6 Pinjaman Luar Negeri Kementerian PU Tahun 2011 dan Komposisi Pinjaman Luar Negeri Kementerian PU Tahun 2011 dan 2012 Komposisi pinjaman luar negeri Kementerian Pekerjaan Umum relatif tidak berbeda selama 2 periode, dimana JICA dan IBRD menjadi sumber pinjaman luar negeri terbesar; keduanya menyumbang lebih dari 70% total pinjaman. JICA adalah sumber pinjaman luar negeri terbesar dengan kontribusi sekitar 50% dari total pinjaman. Gambar 4.7 Komposisi Pinjaman Luar Negeri Kementerian PU Tahun 2011 dan 2012 AUSTRALIA, 305,055 CHINA, 215,616 KOREA, 174,000 PERANCIS, 52,883 IBRD, 1,444,242 KOREA, AUSTRALIA, 174, ,055 CHINA, 215,616 PERANCIS, 48,935 IBRD, 1,371,878 Dalam Ribuan USD JICA, 2,821,540 ADB, 522,240 JICA, 3,151,208 ADB, 342,240 IDB, 242,000 IDB, 224, Sumber: Biro Perencanaan dan KLN Kementerian PU,

51 4.6.2 Diagram Pinjaman, Target, dan Penyerapan PLN Kumulatif 31 Desember 2012 Pada tahun 2012, pinjaman luar negeri hanya terealisasi sebesar 69% dari yang ditargetkan. Sumber pinjaman dari JICA IDB, Australia, Perancis, dan Korea relatif tidak terealisasi sesuai dengan target, sedangkan pinjaman dari IBRD, ADB, dan China terealisasi melebihi yang ditargetkan. Gambar 4.8 Pinjaman, Target, dan Penyerapan PLN Kumulatif 31 Desember ,000,000 Dalam Ribuan USD 5,000,000 4,000,000 3,000,000 2,000,000 1,000,000 JUMLAH IBRD ADB IDB JICA CHINA AUSTRALIA KOREA PERANCIS PINJAMAN 5,759,57 TARGET 4,172,74 PENYERAPANN 2,862,93 1,444,24 696, , , , , ,000 2, 821,54 215, , ,000 52,883 68,490 2, 650,99 193, ,055 29,499 45,572 27,971 1,467,84 202, ,176 3, ,331 Sumber: Biro Perencanaan dan KLN Kementerian PU,

52 4.7 Rekapitulasi Kegiatan dan Kebutuhan Investasi dalam MP3EI (Setelah Revisi) Kementerian PU dalam mendukung MP3EI menjalankan 546 rencana kegiatan untuk kurun waktu dengan pembiayaan bersumber dari pemerintah dan badan usaha/ swasta. MP3EI mengakomodasi sebagian kegiatan yang terdapat dalam PPP Book tahun 2011 dan Dalam MP3EI, diprediksikan bahwa kebutuhan investasi infrastruktur bidang PU, termasuk pembiayaan dari pemerintah dan badan usaha mencapai nilai Rp 481,18 trilyun. Berdasarkan validasi terbaru, daftar kegiatan MP3EI dan nilai investasi mengalami peningkatan karena adanya usulan-usulan kegiatan baru. Saat ini, usulanusulan ini sedang difinalisasi. Gambar 4.9 Rekapitulasi Kegiatan dan Kebutuhan Investasi dalam MP3EI 255 Proyek Sumber Daya Air Pendanaan oleh Swasta/Badan Usaha (Rp. 422,8 trilyun) Pendanaan oleh Pemerintah (Rp. 194,91 trilyun) 47 Proyek Jalan Tol 215 Proyek Jalan dan Jembatan Total : Rp. 617,71 trilyun 18 Proyek Air Minum KPS 11 Proyek Permukiman Sumber: Buku MP3EI, diolah 36

53 Jalan Lingkar Ambarawa 4.8 Kebutuhan Investasi Bidang PU Dalam PPP Book Dalam PPP Book tahun 2011 terdapat 54 kegiatan yang sudah diakomodasi dalam MP3EI dengan kebutuhan investasi infrastruktur sebesar ,09 juta USD. Dari 54 kegiatan tersebut terbagi dalam 3 (tiga) sektor yaitu: jalan tol (22 kegiatan ,6 juta USD ), air minum (24 kegiatan 1.675,22 juta USD), serta sanitasi dan persampahan (8 kegiatan 440,27 juta USD). Dalam PPP Book tahun 2012 terdapat 38 kegiatan yang sudah diakomodasi dalam MP3EI dengan kebutuhan investasi infrastruktur sebesar ,35 juta USD. Dari 38 kegiatan tersebut terbagi dalam 3 (tiga) sektor yaitu: jalan tol (14 kegiatan ,53 juta USD), air minum (18 kegiatan 1.978,82 juta USD), serta sanitasi dan persampahan (6 kegiatan 453 juta USD). Berdasarkan hasil pemantauan, selama 2 tahun, terdapat beberapa proyek KPS bidang PU yang mengalami kemajuan, beberapa proyek dihapus, dan beberapa proyek baru ditawarkan. Jumlah proyek KPS bidang PU di tahun 2011 menurun dari 54 menjadi 38, diikuti oleh penurunan nilai investasi dari US$ menjadi US$ ,35. KSANAA 37

54 Gambar 4.10 Kebutuhan Investasi Bidang PU Dalam PPP Book 2011 dan 2012 Total 54 Kegiatan ($ ,0 9) ,60 22 Dalam Jutaan USD 2Kegiatan, termasuk Jembatan Selat Sunda ($ ,00), 2 kegiatan siap tender Jalan Tol Air Minum Sanitasi dan Persampahan Sumber : PPP Book 2011, diolah 1, Kegiatan 6 ke giatan siap tender 8Kegiatan 2 kegiatan siap tender Total 38 Kegiatan ($ ,35 5) 33, Dalam Jutaan USD 4Kegiatan, termasuk Jembatan Selat Sunda ($ ,00), 1 kegiatan siap tender (Jalan Tol Medan Kualanamu Tebing Tinggi) Jalan Tol Air Minum Sanitasi dan Persampahan Sumber : PPP Book 2012, diolah 1.978, Kegiatan 0 kegiatan siap tender 6Kegiatann kegiatan siap tender (Proyek Manajemen Pengolahan Limbah Padat Kota Bandung) Sumber: PPP Book 2011 dan 2012, diolah 38

55 39

56 BAB 5 PELAKSANAAN INVESTASI INFRASTRUKTUR BIDANG PU PER PROVINSI DI INDONESIA Jembatan 40 Semanggi

57 5.1 Dukungan Infrastruktur Bidang PU untuk Pengembangan Ekonomi Indonesia Per Koridor sesuai MP3EI Dukungan Infrastruktur Bidang PU untuk Pengembangan Ekonomi Koridor Ekonomi Sumatera Komoditi dan Potensi Unggulan Koridor Ekonomi Sumatera Berdasarkan Buku MP3EI, komoditi unggulan di Pulau Sumatera, khususnya di wilayah Koridor Ekonomi Sumatera yang potensial dikembangkan adalah: kelapa sawit, karet, dan batubara. Untuk komoditi unggulan kelapa sawit, Kawasan Industri Sei Mangke dan Kawasan Industri Dumai merupakan dua kawasan industri strategis kelapa sawit. Untuk komoditi karet, kawasan industrinya relatif tersebar di wilayah koridor. Untuk komoditi batubara, kawasan penghasil terbesar komoditi ini berada di Provinsi Sumatera Selatan. Outlet masing-masing komoditi tersebut adalah: Kawasan Industri Sei Mangke dengan outlet Pelabuhan Kuala Tanjung; Kawasan Industri Dumai dengan outlet Kuala Enok; dan Kawasan Industri Batubara Provinsi Sumatera Selatan dengan outlet Tanjung Api-Api. Pengembangan komoditi unggulan Pulau Sumatera dikaitkan dengan potensi unggulan yang dimiliki. Pulau Sumatera memiliki 17% cadangan air bersih nasional, 40% cadangan TCF CBM nasional, dan 50% cadangan batubara nasional. Selain itu, lokasi yang strategis Kuala Tanjung dan Batam menjadikan kedua pelabuhan ini potensial untuk menjadi global hub. 41

58 Gambar 5.1 Komoditi Unggulan Koridor Ekonomi Sumatera Banda Aceh Medan Alternatif Pelabuhan Hub Internasional Kuala Tanjung Sibolga Pelabuhan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam Pekanbaru Tanjungpinang Padang Ibu Kota Provinsi/Pusat Ekonomi Pangkal Pinang Simpul Industri Makanan Simpul Manufaktur Mesin dan Alat Angkut Palembang Klaster Industri Simpul Perkebunan Sawit Jalur Utama Keluar Koridor Jaringan Pelayaran Domestik Bandar Lampung Serang Jakarta Jalur Penghubung Pusat Ekonomi Jalan Kereta Api Jalur Eksisting Pelabuhan Arahan Pengembangan Komoditi Utama Kelapa Sawit Fokus pada industri hulu dan hilir melalui peningkatan produksi panen dan konversi tanaman dewasa. Karet Meningkatkan produksi dan mengembangkan industri hulu. Batu Bara Fokus pada tahapan produksi batu bara melalui akses infrastruktur kereta api. Arahan Pengembangan Infrastruktur PU - Fokus pada konektivitas antara jaringan jalan di pusat industri hulu dan hilir serta pusat kegiatan (outlet). - Ketersediaan infrastruktur PU pendukung di pusat dan klaster ekonomi (air baku, air minum, air limbah dan infrastruktur permukiman). - Fokus pada konektivitas antara jaringan jalan di pusat industri hulu dan hilir serta pusat kegiatan (outlet). - Ketersediaan infrastruktur PU pendukung di pusat dan klaster ekonomi (air baku, air minum, air limbah dan infrastruktur permukiman). Fokus pada konektivitas antarmoda (jalur KA, jalan dan pelabuhan) terutama di titik simpul (nodes). Sumber: MP3EI

59 Gambar 5.2 Potensi Unggulan Koridor Ekonomi Sumatera Sumber: MP3EI 2011 Proyek-proyek Infrastruktur PU Untuk Mendukung Komoditi Unggulan Koridor Ekonomi Sumatera Pengembangan empat kegiatan ekonomi utama di Pulau Sumatera yang meliputi kelapa sawit, karet, batubara dan besi baja membutuhkan dukungan berupa upaya peningkatan konektivitas, seperti pembangunan jalan raya dan jalur rel kereta api lintas timur, dari Banten Utara sampai Aceh di ujung barat-laut. Penguatan konektivitas di Sumatera juga dilakukan pada konektivitas intra koridor (konektivitas di dalam koridor), konektivitas antar koridor (dari dan ke koridor), serta konektivitas internasional (konektivitas koridor dengan dunia internasional). 43

60 SPAM Tangerang Dalam pengembangan Pulau Sumatera, pembangunan struktur ruang di provinsi diarahkan untuk memahami pola pergerakan dari kebun (karet dan sawit), dan tambang batubara sebagai kegiatan ekonomi utama menuju tempat pengolahan dan atau kawasan industri yang selanjutnya menuju pelabuhan. Maka di setiap provinsi, penentuan prioritas dan kualitas pembangunan dan pemeliharaan infrastruktur jalan dan jembatan, kereta api, pelabuhan dan bandar udara diarahkan untuk melayani angkutan barang untuk menunjang kegiatan ekonomi utama. Di samping itu, mengingat Pulau Sumatera bagi Indonesia adalah gerbang di sisi barat, maka hub internasional berupa pelabuhan utama bagi pelayaran internasional perlu ditetapkan di pantai timur Pulau Sumatera. Terkait dengan hal ini maka Pelabuhan Kuala Tanjung dinilai dapat memenuhi syarat sebagai alternatif pelabuhan hub internasional di sisi Barat Indonesia. Pelabuhan utama yang berfungsi sebagai hub internasional di sisi Barat menjadi penting untuk membuka dan memperbesar peluang pembangunan di luar Jawa dan pada saat yang sama mengurangi beban Pulau Jawa. Untuk mendukung potensi ekonomi unggulan di Pulau Sumatera, Kementerian Pekerjaan Umum melakukan dukungan berupa pembangunan infastruktur bidang PU meliputi: waduk, jalan, jalan tol, dan air bersih. Dalam tabel berikut ini dirinci proyek-proyek infrastruktur bidang PU yang telah selesai dilaksanakan. 44

61 Tabel 5.1 Proyek-proyek Infrastruktur PU di Koridor Ekonomi Sumatera yang Telah Dibangun No Provinsi Nama Proyek Nilai Investasi (Milyar Rp) Sumber Dana Tahun Mulai Selesai GB Status per Agustus Sumatera Utara 2 Sumatera Utara Penanganan Jalan Tb. Tinggi - Kisaran - Rantau Prapat - Batas Prov Riau - (326,71 km) (Sumut) Penanganan jalan kabupaten 3 km (KISM - Sp. Mayang) (Sumut) dan SP. Inalum - Kuala Tanjung 3 Riau Penanganan Jalan Sp. Kulim - Pelabuhan Dumai (rigid pavement) - 76 Km 4 Riau Penanganan Jalan Sorek - Sp.Japura - Rengat - Rumbai Jaya - K.Enok (Riau) (224.5 km) 5 Riau Penanganan jalan Simpang Batang - Batas Dumai (32 km - Rigid) (Riau) 6 Jambi Penanganan Jalan Muara Tembesi - Jambi (79 km) 7 Jambi Penanganan jalan lingkar Jambi - Talang Dukuh (Total Panjang 23 Km) APBN Pemeliharaan rutin telah selesai 100% (305,66 Km); pemeliharaan berkala telah selesai 100% (11 Km); dan pelebaran jalan telah selesai 100% (34 Km) 40 APBN Tahun 2011 telah dilakukan peningkatan sepanjang 1,3 Km (100%) dan TA 2012 dilakukan peningkatan 1,2 Km (Desember 2012 selesai) 803 APBN Pemeliharaan rutin 73,03 Km telah selesai; Pelebaran jalan 7 Km telah selesai APBN Pemeliharaan rutin 187,83 Km telah selesai; pemeliharaan berkala 10,6 Km telah selesai; peningkatan struktur 14, 4 Km selesai 100%; Pelebaran jalan 7 Km telah selesai 289 APBN Pemeliharaan rutin 100% (9,82 Km); pemeliharaan berkala 100% (2 Km); peningkatan struktur 100% (2 Km) 747 APBN Pemeliharaan rutin 100% (52,05 Km); pemeliharaan berkala 100% (8,93 Km); peningkatan struktur 100% (8,11 Km) 441 APBN Pemeliharaan rutin 100% (20,53 Km); pemeliharaan berkala 100% (7 Km); peningkatan struktur 100% (8,11 Km) 45

62 Selain 7 (tujuh) proyek yang telah selesai sesuai dengan target di atas, Kementerian Pekerjaan Umum melanjutkan pembangunan infrastruktur lainnya, sesuai dengan daftar yang terdapat pada MP3EI. Adapun daftar proyek-proyek yang sedang dikerjakan oleh Kementerian Pekerjaan Umum untuk mendukung pengembangan Koridor Ekonomi Sumatera adalah sebagai berikut: Tabel 5.2 Proyek-proyek Infrastruktur PU di Koridor Ekonomi Sumatera yang Sedang Dikerjakan No Provinsi Nama Proyek 1 Sumatera Utara 2 Sumatera Utara 3 Sumatera Utara 4 Sumatera Utara 5 Sumatera Utara 6 Sumatera Utara 7 Sumatera Utara 8 Sumatera Utara Pembangunan Jalan Tol Medan - Kuala Namo - Tebing Tinggi (60 km) Pembangunan Jalan Tol Medan - Binjai (15,8 km) Penanganan jalan akses Pelabuhan belawan (Sumut) (8 km) Pengembangan jalan akses Kualanamu (Sumut) (8 KM) Perbaikan /Pelapisan Jalan Raya, Ruas: Lima Puluh - Sp. Inalum (22 Km) (Sumut) Perbaikan Jalan Raya Kabupaten, Ruas: Simpang Inalum - Kuala Tanjung (17 km) Peningkatan Jalan Lima Puluh - Pematang Siantar - Kisaran (64,15 km) Pelebaran jalan dari KISM - Limapuluh (10 km) Nilai Investasi (Milyar Rp) Sumber Dana CAMPURAN (KPS) CAMPURAN (KPS) Tahun Mulai Selesai GB Status per Agustus Pembebasan tanah mencapai 59,64% Belum mulai pembebasan tanah, pengusahaan mulai tahun APBN Pembangunan fisik 75% (6,57 Km) 360 APBN Pembangunan fisik telah selesai 75% 271 APBN Pemeliharaan rutin dimulai tahun 2013 dengan dana 1 Milyar 210 APBD Ditangani oleh Pemda 225 APBD Ditangani oleh Pemda 140 APBD Ditangani oleh Pemda 9 Sumatera Utara SPAM Kawasan Khusus Kota Limapuluh (air minum) (50l/det) 10 Riau Pembangunan Jalan Tol, Ruas: Pekanbaru - Kandis - Dumai (135 km) 40 APBN FS telah selesai; saat ini masih proses DED; Kontrak fisik April ,221 CAMPURAN (KPS) Belum mulai pembebasan tanah, pembangunan mulai tahun

63 No Provinsi Nama Proyek 11 Riau Jalan Dumai - Pelintung (Jalan Provinsi) - (Riau)- 24 km 12 Riau Penanganan Jalan Pekan Heran - Siberida - Bts. Prov. Jambi (100,1 km) - (riau) 13 Riau Penanganan jalan strategis nasional Pekanbaru - Buton tahap I. Paket VI: Simpang Pusako - Buton (19,13 km) 14 Riau Penanganan jalan strategis nasional Pekanbaru - Buton tahap I. Paket V: Sungai Tonggak - Simpang Pusako (15,5 km) 15 Riau Penanganan jalan strategis nasional Pekanbaru - Buton tahap I. Paket III: Buatan - Dayun (22,5 km) 16 Riau Penanganan jalan strategis nasional Pekanbaru - Buton tahap I. Paket I: Batas Pekanbaru - Sp.Meredan (22,5 km) 17 Riau Penanganan jalan strategis nasional Pekanbaru - Buton tahap I. Paket IV: Dayun - Sungai Tonggak (20 km) Nilai Investasi (Milyar Rp) Sumber Dana Tahun Mulai Selesai GB Status per Agustus APBD Status 9 Oktober 2012 progres fisik sebesar 23,93% dan progres keuangan sebesar 31,19%. Kementerian PU tidak mendukung pendanaaan APBN untuk proyek jalan ini, ditangani oleh APBD Prov Riau. (alokasi SAL ,1 M) 935 APBN Pemeliharaan rutin telah selesai 100% (90,76 Km); pemeliharaan berkala 70%; pelebaran jalan 50% (11,27 Km) 1111 APBD Ditangani oleh Pemda 822 APBD Ditangani oleh Pemda 480 APBD Ditangani oleh Pemda 470 APBD Ditangani oleh Pemda 427 APBD Ditangani oleh Pemda 47

64 No Provinsi Nama Proyek 18 Riau Penanganan jalan strategis nasional Pekanbaru - Buton tahap I. Paket II: Maredan - Buatan (16 km) 19 Riau Penanganan jalan strategis nasional Pekanbaru - Buton tahap I. Paket VII: Simpang Pusako - Teluk Mesjid (15,69 km) 20 Riau Pembangunan Jalan Sp.Lago - Sp. Buatan - Siak Sri Indrapura - Pelabuhan Buton (91,25 km) - Jalan Provinsi 21 Riau Penanganan jalan Sp. Batang - Lubuk Gaung (jalan provinsi) Riau 22 Riau SPAM Kawasan Kawasan Industri Dumai, Tj. Buton, dan Kuala Enok (air minum) (3 x 40 l/det) 23 Jambi Pembangunan jalan di Kabupaten Merangin 24 Jambi Ruas jalan Berbak - Ujung Jabung di Provinsi Jambi 25 Jambi Pembebasan lahan dan realignement jalan akses bandara (1,5 km) 26 Sumatera Selatan 27 Sumatera Selatan 28 Sumatera Selatan Pembangunan Tol Palembang - Indralaya (22 km) Penanganan Jalan Muara Enim - Palembang (175 km) Penanganan Jalan, Ruas: Penuntasan Pembangunan Jalan Akses Palembang ke Tj. Api-Api 74 Km (59 Km selesai) - 15 km (90M) Nilai Investasi (Milyar Rp) Sumber Dana Tahun Mulai Selesai GB Status per Agustus APBD Ditangani oleh Pemda 321 APBD Ditangani oleh Pemda 274 APBD Ditangani oleh Pemda 195 APBD Progres fisik sebesar 0,44% dan progres keuangan sebesar 17,34% 30 APBN FS telah selesai; saat ini masih proses DED; Kontrak fisik April APBD Ditangani oleh Pemda 140 APBD Pemda Prov 53 CAMPURAN (APBD) CAMPURAN (KPS) Ditangani oleh Pemda Belum mulai pembebasan tanah, pembangunan mulai tahun APBN Progres fisik sebesar 57,2% dan progres keuangan sebesar 55,01%. 90 APBD Ditangani oleh Pemda 48

65 No Provinsi Nama Proyek 29 Sumatera Selatan Pembangunan jalan nasional Tanjung Enim Muara Enim (20 km) (60M) 30 Lampung Pembangunan Jalan Tol Bakauheuni Terbanggi Besar 31 Lampung Penanganan Jalan Wiralaga Sp.Pematang (jalan provinsi) - Lampung (P) 40 Km 32 Bandar Lampung 33 Lampung -Banten SPAM Bandar Lampung (air minum) (500 l/det) Pembangunan Jembatan Selat Sunda (Panjang 29 km dan Lebar: 60 m) 34 Banten Pembangunan Jalan Tol Panimbang - Serang (Mendukung Tj. Lesung) (Mulai 2015) (90 km) 35 Banten Pembangunan Jalan Tol Cilegon Bojonegara (15,69 km) 36 Banten Penenganan Jalan Serdang - Bojonegara - Merak Nilai Investasi (Milyar Rp) Sumber Dana Tahun Mulai Selesai GB Status per Agustus APBN Kementerian PU menyarankan proyek jalan ini ditangani secara reguler dengan APBN CAMPURAN (KPS) Belum mulai pembebasan tanah, pembangunan mulai tahun APBD Ditangani oleh Pemda 380 CAMPURAN (KPS) CAMPURAN (KPS) CAMPURAN (KPS) Proses Prakualifikasi: Pengumuman PQ 06- Des-11 Pengambilan Dokumen PQ 14 Desember Februari 2012 Pemasukan Dokumen PQ 06-Feb-12 Evaluasi PQ 1 Maret Mei 2012 Pengumuman Hasil PQ 31 Mei 2012 Masa Sanggah 1 Juni Juni Masih dalam tahap penyusunan studi FS dan DED Pra FS dan KAK AMDAL; ( ) Studi FS sedang dilakukan oleh Pemprov Banten, Rencana FS selesai awal Desember APBN APBN Belum mulai pembebasan tanah, pembangunan mulai tahun APBN Penanganan berkala selesai 70% (1,4 Km); peningkatan struktur 65% (1,3 Km) 49

66 No Provinsi Nama Proyek 37 Banten Penanganan jalan Cilegon- Pasauran, (44,34 km) telah mencakup jalan Cilegon - Anyer (JSS) 38 Banten Pembangunan Bendungan Karian (10,000 l/s) 39 Kepulauan Bangka Belitung Jalan Tj. Pandan Tj. Tinggi (pengembangan destinasi pulau bangka dsk.) Bangka Belitung (38.3 Km) Nilai Investasi (Milyar Rp) Sumber Dana 386 CAMPURAN (KPS) 1395 CAMPURAN (KPS) Tahun Mulai Selesai GB Status per Agustus Progres fisik mencapai 82,82% Pembebasan lahan selesai dan pembangunan akses masuk telah 100% 827 APBN Dalam tahap pelaksanaan pemeliharaan rutin 40 Kepulauan Bangka Belitung 41 Kepulauan Bangka Belitung Penanganan Jalan Pangkal Pinang - Tj. Kelian (mendukung destinasi P. Bangka) Pembangunan jalan lingkungan kawasan wisata terpadu (pengembangan destinasi pulau bangka dskt) 100 APBD Ditangani oleh Pemda 50 APBD Ditangani oleh Pemda Sumber: Sekretariat KP3EI, Dukungan Infrastruktur Bidang PU untuk Pengembangan Ekonomi Koridor Ekonomi Jawa Komoditi dan Potensi Unggulan Koridor Ekonomi Jawa Dalam Buku MP3EI, komoditi unggulan Pulau Jawa terdiri atas: produk industri tekstil, produk industri makanan dan minuman, serta produk industri manufaktur (peralatan transportasi dan perkapalan). Klaster industri makanan terdapat di: Jakarta, Bogor, Bandung, Cirebon, Kudus, Kediri, Malang, Surabaya, Semarang; klaster industri tekstil di: Jakarta, Bandung, Semarang; klaster industri manufaktur (perkapalan) terdapat di: Surabaya, Gresik, Lamongan, Cirebon, Tegal, dan Semarang; klaster industri manufaktur (peralatan transportasi) terdapat di: Jabodetabek, Karawang, Cikampek, Surabaya (Gerbangkertasusila), Tegal, Jogja dan sekitarnya, Bandung. 50

67 Gambar 5.3 Komoditi Unggulan Koridor Ekonomi Jawa Pelabuhan Utama Internasional Tanjung Priok Ke Kalimantan dan Sulawesi Pelabuhan Utama Internasional Tanjung Perak Ke Bali dan Nusa Tenggara Ibu Kota Provinsi/Pusat Ekonomi Simpul Industri Makanan Simpul Manufaktur Mesin dan Alat Angkut Klaster Industri Simpul Perkebunan Sawit Jalur Utama Keluar Koridor Jaringan Pelayaran Domestik Jalur Penghubung Pusat Ekonomi Jalan Kereta Api Jalur Eksisting Pelabuhan Industri Utama Strategi Ekonomi Arahan Pengembangan Infrastruktur PU Industri Tekstil Membatasi impor ilegal dan meningkatkan efisiensi produksi, serta mengembangkan desain dan peningkatan peralatan industri. Meningkatkan konektivitas dengan jaringan jalan handal (tol/jalan raya) antara pelabuhan ekspor, kawasan industri, dan pusat-pusat ekonomi (hubs/ mega hubs). Industri Makanan dan Minuman Industri Manufaktur (Peralatan Transportasi dan Perkapalan) Industri Alutsista dan Telematika Sumber: MP3EI 2011 Memperbaiki distribusi dan logistik, memperluas pengetahuan/teknologi dan SDM. Memperluas jaringan ekspor serta meningkatkan nilai tambah produk. Menjadikan sektor TIK dan Alutsista sebagai Pendorong Pertumbuhan sektor-sektor utama lainnya dan memperkuat kemampuan IPTEK dan Alutsista Nasional. Meningkatkan ketersediaan air baku bagi industri dan air minum permukiman di pusat-pusat ekonomi dari sumber air yang ada. Menyediakan pengelolaan air limbah di kawasan industri dan pusat-pusat ekonomi. Memperkuat keandalan sistem pengendalian banjir di pusat-pusat ekonomi dan kawasan industri. Meningkatkan konektivitas dengan jaringan jalan handal (tol/jalan raya) antara pelabuhan ekspor, kawasan industri dan pusat-pusat ekonomi (hubs/ mega hubs). 51

68 Gambar 5.4 Potensi Unggulan Koridor Ekonomi Jawa Sumber: MP3EI 2011 Kegiatan industri menjadi kegiatan ekonomi utama di Pulau Jawa mengingat potensi pengembangan industri di pulau ini cukup besar. Sebut saja, Metropolitan Jabodetabek merupakan salah satu konsentrasi kegiatan industri manufaktur terbesar di Asia. Selain itu, Metropolitan Gerbangkertasusila di Provinsi Jawa Timur berpotensi menjadi pusat utama kegiatan industri manufaktur di masa depan. Pelabuhanpelabuhan laut yang besar menjadikan industri galangan kapal, seperti di Lamongan, menjadi potensi yang perlu dikembangkan. 52

69 Proyek-proyek Infrastruktur PU Untuk Mendukung Komoditi Unggulan Koridor Ekonomi Jawa Potensi industri di Pulau Jawa yang cukup kuat karena memiliki basis produksi yang tersebar di seluruh provinsi dan menyerap tenaga kerja dalam jumlah besar, menjadi titik awal pengembangan infrastruktur bidang PU. Dukungan infrastruktur bidang PU diarahkan pada peningkatan jaringan jalan sebagai akses industri, terutama yang berorientasi ekspor, peningkatan air baku untuk industri, pengolahan air limbah industri agar tetap memperhatikan sustainability (keberlanjutan), dan peningkatan infrastruktur pengendali banjir, terutama di pusat-pusat kegiatan utama. Infastruktur bidang PU yang dibangun di provinsi-provinsi di Pulau Jawa meliputi: waduk, jalan, jalan tol, dan air bersih. Dalam tabel berikut ini dirinci proyek-proyek infrastruktur bidang PU yang telah selesai dilaksanakan. Tabel 5.3 Proyek-proyek Infrastruktur PU di Koridor Ekonomi Jawa yang Telah Dibangun No Provinsi Nama Proyek 1 Banten Penyediaan SPAM Kabupaten Tangerang (900l/s) IPA Sepatan + pipa transmisi Nilai Investasi (Milyar Rp) Sumber Dana 503 CAMPURAN (APBN - SWASTA) Tahun Mulai Selesai GB Status per Agustus Seluruh pekerjaan konstruksi Intake dan bangunan IPA Tahap I (350 liter/ detik) telah selesai Pemasangan pipa tersier Tahap I, untuk mengalirkan air ke sambungan rumah sebagian telah selesai. Pembangunan tahap II telah selesai dengan total kapasitas 900 l/s. Pipa pelayanan (service connection) telah terpasang Domestik yang telah tersambung SR Sumber : Sekretariat KP3EI,

70 Selain proyek di atas, terdapat proyek-proyek bidang PU yang sedang dilaksanakan. Daftar dari proyek-proyek tersebut dapat ditampilkan pada tabel di bawah ini: Tabel 5.4 Proyek-proyek Infrastruktur PU di Koridor Ekonomi Jawa yang Sedang Dikerjakan No. Provinsi Nama Proyek Nilai Investasi (Milyar Rp) Sumber Dana Tahun Mulai Selesai GB Status Per Agustus Banten Proyek Jalan Tol Kunciran-Serpong 2 Banten Proyek Jalan Tol Cengkareng - Kunciran 15,22 km SWASTA Pengadaan Tanah I & II (3,83%) Total (3,83%) 3,507 SWASTA Pembebasan lahan masih 0% 3 Banten Pembangunan KPS Air Minum Kabupaten Lebak 4 DKI Jakarta Pembangunan enam ruas jalan tol dalam kota Jakarta (Jalan tol kemayoran -Kp. Melayu; jalan tol Sunter-Rawa Buaya- Batu Ceper; jalan tol Pasar Minggu- Casablanca; jalan tol Sunter- Pulo Gebang- Tambelang; jalan tol Ulujami-Tanah Abang; jalan tol Duri Pulo- Kp. Melayu 34 CAMPURAN (APBN - SWASTA) 41,174 CAMPURAN (KPS) Progres fisik 25% (menunggu pendanaan dari SMI/Bank dan sedang negosiasi untuk tarif) Pengesahan AMDAL masih dalam proses Proyek on-going Investor (swasta termasuk BUMD) 5 DKI Jakarta- Jawa Barat Pembangunan Jalan tol Depok- Antasari 21,55 km 2,999 CAMPURAN (KPS) Pembebasan tanah 6,51% 54

71 No. Provinsi Nama Proyek Nilai Investasi (Milyar Rp) Sumber Dana Tahun Mulai Selesai GB Status Per Agustus Jawa Barat- DKI Jakarta Pembangunan Jalan Tol Bekasi- Cawang-Kp. Melayu 21,04 km 7,581 CAMPURAN (KPS) Pembebasan tanah 5,29% 7 DKI Jakarta- Jawa Barat Pembangunan Fisik Jalan Bebas Hambatan Akses Tanjung Priok (E2, E2 A, dan NS) dan Akses Dry Port Cikarang APBN E1 : Konstruksi 100 % (pemanfaatan sementara tanpa tarif) E2 : Progres fisik 20,05 % E2 A : Progres fisik 14,10 % NS-Link : Progres fisik 70,11 % NS Direct Ramp : saat ini proses pemasukan penawaran Ci-Na 3 : Tahap mobilisasi peralatan Progres keseluruhan mencapai 85,14 % 8 Jawa Barat Pembangunan Jalan Tol Bandung (Pasir Koja- Soreang) 15 km 9 Jawa Barat Pembangunan Jalan Tol Ciawi- Sukabumi (54 km) 10 Jawa Barat Pembangunan Jalan Tol Cileunyi - Sumedang - Dawuan - Jawa Barat (60,10km) 11 Jawa Barat Pembangunan tol terusan Pasteur - Ujung Berung - Cileunyi, Soekarno Hatta - Gedebage (27,3 km) 1,786 CAMPURAN (KPS) 7,775 CAMPURAN (KPS) 10,033 CAMPURAN (KPS) 11,523 CAMPURAN (KPS) Pembebasan tanah 26,62% Pembebasan lahan mencapai 6,65% Pengadaan Tanah 23,61% Pembebasan lahan mencapai 6,4 Ha 55

72 No. Provinsi Nama Proyek Nilai Investasi (Milyar Rp) Sumber Dana Tahun Mulai Selesai GB Status Per Agustus Jawa Barat Pembangunan Jalan Tol Cimanggis - Cibitung (25,39 km) 4,524 SWASTA Pembebasan lahan masih 0% (Persiapan pelaksanaan pengadaan tanah dimulai kembali tahun 2012, dan baru proses SP2LP) 13 Jawa Barat Pembangunan Jalan Tol Cikampek- Palimanan km 12,600 CAMPURAN (KPS) Pengadaan Tanah 100%, Konstruksi 2,62% 14 Jawa Barat Penyediaan SPAM Kota Bekasi (300 l/s)-konsesi 298 SWASTA Persiapan dokumen 15 Jawa Barat Penyediaan SPAM Kabupaten Bekasi (450 l/s) 298 CAMPURAN (KPS) Tanda tangan kontrak tanggal 18 Agustus 2011 dengan investor Konsorsium (PT Moya Indonesia dan PT Bekasi Putera Jaya) 16 Jawa Barat Penyediaan SPAM Jakarta, Bekasi, dan Karawang (Kanal Tarum Barat l/s)- BOT SWASTA Proses penyusunan dokumen Pra FS terutama aspek finansial dan legal (ada perubahan lokasi intake yang semula di Curug menjadi di Kota Bekasi) 17 Jawa Barat Penyediaan SPAM Regional Jatigede (6.000 l/s)-bot CAMPURAN (KPS) Menunggu pembangunan bendungan selesai 18 Jawa Barat Pembangunan Waduk Sentosa (1.400 l/s) untuk Cekungan Bandung 19 Jawa Barat Transfer air baku Cibatarua, Cilaki, dan Cisangkuy (800 l/s) 456,8 APBN Dalam tahap penyusunan sertifikasi desain serta penyusunan studi LARAP dan AMDAL 154,28 APBN Dalam tahap studi oleh KOICA/Korea (masuk dalam Bluebook 2013) 56

73 No. Provinsi Nama Proyek Nilai Investasi (Milyar Rp) Sumber Dana Tahun Mulai Selesai GB Status Per Agustus Jawa Tengah Pembangunan Jalan Tol Semarang - Solo km 21 Jawa Tengah Pembangunan Jalan Tol Pemalang Batang (39,2 km) 6,210 CAMPURAN (KPS) 4,077 CAMPURAN (KPS) Pengadaan Tanah Seksi I 99,04%, Seksi II 97,63%, Seksi IV 0,41% Total 37,20%, Konstruksi 29,69% Pengadaan Tanah 1,86% 22 Jawa Tengah Pembangunan Jalan Tol Batang Semarang (75km) 23 Jawa Tengah Pembangunan Jalan Tol Pejagan - Pemalang (57,5 km) - Jawa Tengah 7,214 CAMPURAN (KPS) 5,520 CAMPURAN (BUMN - SWASTA) Pengadaan tanah Seksi I 49,44%, Seksi II dan III 0%, Seksi IV 0,03%, Seksi V 0%, Total 3,34% Pengadaan Tanah Seksi I 78,45%, Seksi II 79,05%, Total 28,72% 24 Jawa Tengah Pembebasan Lahan Jalan Tol Ngawi Kertosono 3,832 CAMPURAN (KPS) Pengadaan Tanah Seksi I 82,07%, Seksi II 45,99%, Seksi III 39,19%, Seksi IV 23,03% Total 45,28% 25 Jawa Tengah- Jawa Timur Pembangunan Jalan Tol Solo Ngawi (90,10 km) 5,140 CAMPURAN (KPS) Pengadaan Tanah Seksi I 72,69%, Seksi II 71,42%, Seksi III 80,93%, Seksi IV 85,93% Total 80,40%, Konstruksi 11,98% 26 Jawa Tengah Penyediaan SPAM Kota Semarang Barat (1.050 l/s) 824 CAMPURAN (KPS) Review Dokumen Pra FS oleh JICA sudah selesai Proses persiapan tender/transaksi KPS oleh JICA 57

74 No. Provinsi Nama Proyek Nilai Investasi (Milyar Rp) Sumber Dana Tahun Mulai Selesai GB Status Per Agustus Jawa Tengah Pembangunan KPS Air Minum Kebumen 28 Jawa Tengah Pembangungan Bendungan Jati Barang (1.050 l/s) 157 SWASTA Proses pendampingan persiapan KPS 605 APBN Masih proses pembebasan lahan yang terkendala dengan keberadaan SUTET 29 Jawa Timur Pembangunan Jalan Tol Pandaan - Malang (37,62 km) 30 Jawa Timur Pembangunan Jalan Tol Waru - Wonokromo - Tj.Perak - 18,6 km 31 Jawa Timur Pembangunan Jalan Tol Gempol - Pandaan 13,61 km 32 Jawa Timur Pembangunan Jalan Tol Kertosono Mojokerto (40,05 km) 33 Jawa Timur Pembangunan Jalan Tol Ngawi Kertosono (87,02 km) 2,968 CAMPURAN (KPS) 11,111 CAMPURAN (KPS) 1,167 CAMPURAN (KPS) 3,482 CAMPURAN (KPS) 3,832 CAMPURAN (KPS) Pembebasan lahan (oleh pemerintah) mencapai 9,47% kuartal Pembebasan lahan masih 0 % RTRW Kota Surabaya belum Persetujuan Substansi Rute jalan ini sudah masuk dalam RTRWN Sudah ada investor (Sudah tanda tangan PPJT sejak tahun 2007) Pembebasan lahan (oleh swasta) mencapai 99,87% Konstruksi fisik mencapai 43,75% Pengadaan Tanah Seksi I 100%, Seksi II 75,87%, Seksi III 53,88%, Seksi IV 79,41 Total 84,22%, Konstruksi 36,83% Pengadaan Tanah Seksi I 82,07%, Seksi II 45,99%, Seksi III 39,19%, Seksi IV 23,03% Total 45,28% 58

75 No. Provinsi Nama Proyek Nilai Investasi (Milyar Rp) Sumber Dana Tahun Mulai Selesai GB Status Per Agustus Jawa Timur Pembangunan Jalan Tol Surabaya- Mojokerto 36,27 km 35 Jawa Timur Pembangunan Jalan Tol Probolinggo - Banyuwangi 215 Km 36 Jawa Timur Jalan Tol Pasuruan Probolinggo45,32 Km 37 Jawa Timur Jalan Tol Gempol - Pasuruan 32 Km 3,124 CAMPURAN (KPS) 15,331 CAMPURAN (KPS) 3,551 CAMPURAN (KPS) 2,769 CAMPURAN (KPS) Pengadaan Tanah : Seksi IA 99,35%, Seksi IB 30,91%, Seksi II 36,29%, Seksi III 51,13%, Seksi IV 68,97% Total 55,81%, Konstruksi 29,45% Pemeliharaan Rutin K1-2013: 0% (Km) Pemeliharaan Berkala K1 2013: 0% (Km) Peningkatan Struktur K1-2013: 0% (Km) Pembebasan lahan mencapai 32,66% (oleh swasta) 38 Jawa Timur Pembangunan jalan menuju kawasan sepanjang 5 km (Pengembangan destinasi Surabaya - Madura dsk) 39 Jawa Timur Pembangunan jalan menuju kawasan sepanjang 5 km (Pengembangan destinasi Surabaya - Madura dsk) 50 APBD Penanganan dengan dana APBD 50 APBD Penanganan dengan dana APBD 40 Jawa Timur Pembangunan water conveyance umbulan 4000 l/s) 1900 CAMPURAN (KPS) Surat Gubernur tentang pengajuan VGF sudah masuk di Kemenkeu (saat ini sedang proses konsultasi publik) Sumber: Sekretariat KP3EI,

76 Bendungan Bilibili, Sulawesi Selatan Dukungan Infrastruktur Bidang PU untuk Pengembangan Ekonomi Koridor Ekonomi Kalimantan Komoditi dan Potensi Unggulan Koridor Ekonomi Kalimantan Pulau Kalimantan kaya akan sumberdaya energi dan mineral, maka dalam MP3EI ditetapkan sebagai lumbung energi nasional dan pusat produksi serta pengolahan hasil tambang. Komoditi unggulan Pulau Kalimantan antara lain minyak dan gas, kepala sawit, dan batubara. Adapun pusat-pusat untuk kegiatan ekonomi utama tersebut berada di Kota Pontianak (Kalimantan Barat), Palangkaraya (Kalimantan Tengah), Banjarmasin (Kalimantan Selatan) serta Bontang, Balikpapan dan Samarinda (Kalimantan Timur). Komoditi unggulan Pulau Kalimantan yang terdiri dari minyak dan gas, kelapa sawit, serta batubara menjadikan pulau ini berpotensi menjadi Lumbung Energi Nasional. Pengembangan komoditi ini diharapkan berfokus pada peningkatan industri hilir dan tidak lagi mengandalkan industri hulu, sehingga nilai tambah industri dapat dimaksimalkan. Untuk itu, klaster industri pengolahan terus difasilitasi untuk dikembangkan di pulau ini. Sebut saja, Kawasan Industri dan Pelabuhan Internasional (KIPI) Maloy yang saat ini akses jalannya sedang ditingkatkan dan diharapkan dapat menjadi pusat pengolahan dan penyimpanan hasil tambang untuk kemudian diekspor. 60

77 Gambar 5.5 Komoditi Unggulan Koridor Ekonomi Kalimantan Ibu Kota Provinsi/Pusat Ekonomi Simpul Batubara Simpul Kegiatan Migas Simpul Besi Baja Simpul Bauksit/Alumina Jalur Penghubung Pusat Ekonomi Jalur Eksisting Pelabuhan Pel. Maloy Pel. Pontianak Samarinda Pel. Balikpapan Arahan Pengembangan Komoditi Utama Minyak dan Gas Meningkatkan kemampuan pengembangan cadangan minyak dan gas serta memperkuat pengaturan yang kondusif bagi investor migas. Kelapa Sawit Fokus pada industri hulu dan hilir melalui peningkatan produksi panen dan konversi tanaman dewasa. Batu Bara Fokus pada tahapan produksi batu bara melalui akses infrastruktur kereta api. Arahan Pengembangan Infrastruktur PU Tidak memerlukan dukungan mendesak infrastruktur PU. - Fokus pada konektivitas antara jaringan jalan di pusat industri hulu dan hilir serta pusat kegiatan (outlet). - Ketersediaan infrastruktur PU pendukung di pusat dan klaster ekonomi (air baku, air minum, air limbah dan infrastruktur permukiman). Fokus pada konektivitas antarmoda (jalur KA, jalan dan pelabuhan) terutama di titik simpul (nodes). Sumber: MP3EI

78 Gambar 5.6 Potensi Unggulan Koridor Ekonomi Kalimantan Sumber: MP3EI 2011 Proyek-proyek Infrastruktur PU Untuk Mendukung Komoditi Unggulan Koridor Ekonomi Kalimantan Untuk mendukung pengembangan potensi unggulan di pulau ini, infrastruktur bidang PU diharapkan dapat mendukung dalam hal peningkatan akses jalan untuk menghubungkan pusat-pusat industri hulu dan hilir. Integrasi antar moda, seperti bandara, jalan, dan rel kereta, menjadi sangat penting untuk memungkinkan transportasi hasil tambang. Infrastruktur lainnya, seperti air baku dan pengolahan air limbah adalah infrastruktur utama lainnya yang perlu disediakan bagi keperluan industri. Adapun proyek-proyek infrastruktur bidang PU yang diharapkan dapat mendukung peningkatan ekonomi provinsi-provinsi di Pulau Kalimantan dapat dilihat pada tabel di bawah ini. Terdapat 1 proyek air baku yang progres pembangunannya sudah mencapai 100%, yaitu Proyek Pembangunan Intake dan saluran transmisi air baku Palingkau di Kalimantan Tengah. 62

79 Tabel 5.5 Proyek-proyek Infrastruktur PU di Koridor Ekonomi Kalimantan yang Telah Dibangun No Provinsi Nama Proyek Nilai Investasi (Milyar Rp) Sumber Dana Tahun Mulai Selesai GB Status per Agustus Kalimantan Tengah Pembangunan Intake dan saluran transmisi air baku Palingkau 220 I/s 85 APBN Progres pembangunan fisik 100% Sumber: Sekretariat KP3EI, 2013 Selain proyek air baku Palingkau di atas, terdapat 18 proyek infrastruktur lain yang sedang dikerjakan untuk mendukung perkembangan ekonomi provinsi-provinsi di Pulau Kalimantan. Tabel 5.6 Proyek-proyek Infrastruktur PU di Koridor Ekonomi Kalimantan yang Sedang Dikerjakan No Provinsi Nama Proyek 1 Kalimantan Barat 2 Kalimantan Barat 3 Kalimantan Barat 4 Kalimantan Barat 5 Kalimantan Tengah Penanganan Jalan Pontianak - Sei Pinyuh Sei Duri (98,5 km) Penanganan jalan Sekadau - Sanggau - Tayan - Pontianak Kalbar 263,8 KM Pembangunan Jembatan Tayan Pembangunan Jalan Ketapang dan fasilitas penggilingan (mills) sepanjang 67,6 km Penanganan jalan dari Sampit Sp. Runtu Pangkalan Bun Kumai Sp. Runtu Runtu (277,6 Km) Nilai Investasi (Milyar Rp) Sumber Dana Tahun Mulai Selesai GB Status per Agustus APBN Tidak GB Progres fisik telah mencapai 50,67% APBN Progres fisik 35,1% 726 APBN Progres fisik telah mencapai 2,2% 676 APBD Penanganan oleh APBD APBN Progres fisik mencapai 23,43% 63

80 No Provinsi Nama Proyek 6 Kalimantan Tengah 7 Kalimantan Tengah 8 Kalimantan Timur 9 Kalimantan Timur 10 Kalimantan Timur Pembangunan jalan dari Kotawaringin ke fasilitas penggilingan (mills) sepanjang 116 km. Penanganan Jalan Strategis Nasional dari Sampit Bagendang Ujung Pandaran 82 km (35 km masih tanah) Pembangunan Expressway Samarinda - Balikpapan (99,02 km) Pembangunan Jembatan Pulau Balang Bentang panjang 1,314 meter Penanganan jalan Samarinda-Bontang, Sangatta-Maloy (287 km) 304,5 km Nilai Investasi (Milyar Rp) Sumber Dana Tahun Mulai Selesai GB Status per Agustus APBD Penanganan oleh APBD 246 APBD Penanganan oleh APBD 9,556 CAMPURAN (APBD - KPS) Pengadaan Tanah : Seksi I 51,75%, Seksi II 85,60%, Seksi III 39,66%, Seksi IV 58,77%, Seksi V 68,93% APBN Kewenangan provinsi. (070313) FS, amdal dan DED sudah selesai. Dalam tahap persiapan PQ. 711 M kebutuhan APBN Progres fisik 39,28% 11 Kalimantan Timur 12 Kalimantan Timur 13 Kalimantan Timur 14 Kalimantan Timur 15 Kalimantan Timur Pelebaran Jalan Samarinda menuju Tenggarong (Pengembangan Destinasi Pulau Parai Kumala - Tenggarong) Penanganan Jalan Tj. Selor Tj. Redeb Maloy (Kaltim) (523 km) Pembangunan Jembatan Pulau Balang Bentang Pendek (470 meter) Penanganan jalan batas Provinsi Kalteng Tenggarong Samarinda (408,2 km) Jalan akses TPK Palaran -- Samarinda 400 APBD Penanganan oleh APBD Provinsi APBN Progres fisik mencapai 49,87% 488 APBD Penanganan oleh Pemerintah Provinsi APBN Progres fisik telah mencapai 35,37% 65 APBD Penanganan oleh APBD 64

81 No Provinsi 16 Kalimantan Timur 17 Kalimantan Timur 18 Kalimantan Timur Nama Proyek Pelebaran jalan menuju kawasan wisata sepanjang 30 km (Pengembangan Destinasi Pulau Derawan dan Tanjung Batu) Pembangunan jalan lingkungan kawasan wisata terpadu Pembangunan Waduk Wain untuk kebutuhan air baku Nilai Investasi (Milyar Rp) Sumber Dana 200 Tahun Status per Agustus 2013 Mulai Selesai GB APBD Penanganan oleh APBD 150 APBD Penanganan oleh APBD 290 APBD Penanganan oleh APBD Sumber: Sekretariat KP3EI, 2013 Bendung Amandit 65

82 5.1.4 Dukungan Infrastruktur Bidang PU untuk Pengembangan Ekonomi Koridor Ekonomi Sulawesi Komoditi dan Potensi Unggulan Koridor Ekonomi Sulawesi Berdasarkan Buku MP3EI, kegiatan ekonomi unggulan di Pulau Sulawesi adalah nikel, perikanan, padi dan jagung, serta kakao dan kelapa. Kegiatan ekonomi unggulan pertambangan nikel akan dipusatkan di bagian barat Kendari dan Kawasan Industri Soroake, perikanan dipusatkan di bagian barat Makassar, perkebunan kakao relatif tersebar di Provinsi Sulawesi Utara, Sulawesi Barat, dan Sulawesi Tengah, sedangkan perkebunan kakao relatif tersebar di seluruh provinsi. Gambar 5.7 Komoditi Unggulan Koridor Ekonomi Sulawesi Alternatif Pelabuhan Hub Internasional Bitung Sofifi Arahan Pengembangan Komoditi Utama Nikel Meningkatkan efisiensi proses penambangan nikel, meningkatkan koordinasi perizinan penambangan serta menciptakan iklim investasi pertambangan yang kondusif. Arahan Pengembangan Infrastruktur PU Meningkatkan kapasitas dan daya dukung jalan dari pusat pertambangan menuju pelabuhan terutama Konawe-Kendari dan Luwu-Kolaka. Mamuju Perikanan Meningkatkan pengawasan overvisi dan mengembangkan proses aktivitas di sektor industri perikanan (industri hilir). Tidak ada kebutuhan mendesak infrastruktur PU. Makassar Alternatif Pelabuhan Hub Internasional Makassar Ibu Kota Provinsi/Pusat Ekonomi Simpul Pengolahan Nikel Simpul Pertanian Pangan Simpul Perkebunan Kakao Komplek LNG Simpul Perikanan Klaster Industri Jalur Penghubung Pusat Ekonomi Jalur Eksisting Jaringan Pelayaran Domestik Pelabuhan Padi dan Jagung Meningkatkan tingkat produktivitas dan penyediaan prasarana penyimpanan. Kakao dan Kelapa Memperbaiki teknologi pada aktivitas hilir dan meningkatkan dukungan teknologi di industri hulu. Memperbaiki kualitas jaringan irigasi dan jalan akses dari perkebunan/persawahan ke pusat-pusat ekonomi. Meningkatkan kualitas jaringan jalan akses dari perkebunan/ persawahan ke pusat-pusat ekonomi. Sumber: MP3EI

83 Sebagai tambahan terhadap komoditi unggulan, Bitung direncanakan akan menjadi pelabuhan utama dan hub internasional. Peran ini diharapkan dapat menjadikan Pulau Sulawesi menjadi pintu gerbang bagi pengembangan ekonomi di Bagian Timur Indonesia. Selain itu, Pulau Sulawesi juga memiliki kompleks LNG yang nantinya diharapkan diintegrasikan dengan pabrik pupuk dan lainnya. Selanjutnya, di bagian utara, dekat dengan Manado, terdapat kawasan EBT (energi baru dan terbarukan) yang potensial untuk dikembangkan. Gambar 5.8 Potensi Unggulan Koridor Ekonomi Sulawesi Sumber: MP3EI,

84 Proyek-proyek Infrastruktur PU Untuk Komoditi Unggulan Koridor Ekonomi Sulawesi Pulau Sulawesi memiliki komoditi unggulan berupa hasil perkebunan (kakao), mineral (nikel) serta migas. Dukungan infrastruktur yang diperlukan dalam rangka meningkatkan pertumbuhan ekonomi diarahkan pada peningkatan kemudahan pergerakan barang/ komoditi unggulan yang ada menuju tempat pengolahan dan atau kawasan industrinya yang berlanjut menuju pelabuhan. Penentuan prioritas pembangunan serta pemeliharaan infrastruktur jalan dan jembatan diutamakan pada peningkatan aksesibilitas untuk melayani pergerakan angkutan barang di sepanjang jalur konektivitas ekonomi di provinsi atau wilayah yang bersangkutan. Pembangunan konektivitas di Pulau Sulawesi akan berkembang sejalan dengan pembangunan dan keberadaan jalan raya Trans Sulawesi yang menghubungkan Sulawesi bagian selatan hingga utara. Selain infrastruktur jalan dan jembatan (konektivitas), pembangunan infrastruktur air dan energi disediakan untuk mendukung produksi pertanian pangan, kakao serta pertambangan yang ada dengan maksud untuk meningkatkan manfaat dan nilai tambah produk yang dihasilkan. Dalam Buku MP3EI, terdapat 16 proyek infrastruktur bidang PU yang diharapkan dapat mendukung perkembangan ekonomi provinsiprovinsi di Pulau Sulawesi, yaitu: Tabel 5.7 Proyek-proyek Infrastruktur PU di Koridor Ekonomi Sulawesi yang Sedang Dikerjakan No Provinsi Nama Proyek Nilai Investasi (Milyar Rp) Sumber Dana Tahun Mulai Selesai GB Status per Agustus Sulawesi Barat 2 Sulawesi Barat 3 Sulawesi Tengah Penanganan Jalan Majene - Polewali - (Sulbar) 49,8 km Penanganan Ruas Jalan Majene - Tapalang - Mamuju (Sulbar) (143.1 Km) 122 APBN Realisasi Fisik mencapai 0.65 % APBN Realisasi fisik mencapai 10,51% SPAM Kota Bitung - 40 l/s 15 APBN Pembangunan fisik bangunan IPA mulai April 2013; dan Pembangunan fisik bangunan JDU mulai April 2014 Kontrak fisik April

85 No Provinsi Nama Proyek Nilai Investasi (Milyar Rp) Sumber Dana Tahun Mulai Selesai GB Status per Agustus Sulawesi Tengah 5 Sulawesi Tengah 6 Sulawesi Tenggara 7 Sulawesi Tenggara 8 Sulawesi Tenggara 9 Sulawesi Tenggara 10 Sulawesi Tenggara SPAM Kota Palu 300 l/s 38 APBN Pembangunan fisik bangunan IPA mulai April 2013; dan Pembangunan fisik bangunan JDU mulai April 2014 Kontrak fisik April 2013 SPAM Kota Poso 100 l/s 40 APBN Pembangunan fisik bangunan IPA mulai April 2013; Pembangunan fisik bangunan JDU mulai April 2014 Kontrak fisik April 2013 Penanganan Jalan Kendari - Asera km Penanganan jalan Sp-Torobulu- Lainea- Kendari 127 km Penanganan jalan mendukung kegiatan tambang / industri nikel di Kolaka Utara menuju ke Pelabuhan Lasusua - batas Sulsel km Penanganan jalan Parigi - Poso - Tentena - Tindantana (Batas Sulsel) - (Sultra) 298 KM Penanganan jalan mendukung kegiatan tambang / industri nikel di Kolaka menuju ke Pelabuhan Pomala - 38 km 627 APBN Progres pemeliharaan rutin masih 0% 582 APBN Progres fisik mencapai 5,12% APBN Panjang jalan yang ditangani dengan pelebaran 12,5% (15 Km). Realisasi anggaran 5.71 % 673 APBN Penanganan jalan baru mencapai 116,7 meter (dari target 28,37 Km) 243,08 APBN Perubahan nama proyek yang semula Peningkatan jalan mendukung kegiatan tambang / industri nikel di Kolaka menuju ke Pelabuhan Pomala - 38 km 69

86 No Provinsi Nama Proyek Nilai Investasi (Milyar Rp) Sumber Dana Tahun Mulai Selesai GB Status per Agustus Sulawesi Tenggara Sulawesi Selatan 12 Sulawesi Selatan 13 Sulawesi Selatan 14 Sulawesi Selatan 15 Sulawesi Utara Penanganan jalan dari Batas Sultra - Malili - Masamba - Palopo - Siwa (Sulsel) ( KM) Penanganan Jalan Maros - Watampone-Pelabuhan Bajo E. (Sulsel) (158.6 km) Penanganan jalan dari Siwa - Pare-pare - Barru - Maros - Makassar. (Sulsel) ( KM) Penanganan jalan dari Takalar - Sunggo Minahasa - Makassar (28 km) Pembangunan Jalan Tol Manado - Minut - Bitung/Pembangunan Jalan Express Way Manado - Bitung - 39 km 16 Gorontalo Akses ke Bandara Udara Gorontalo Penanganan Jalan Paguyaman - Isimu - Gorontalo - 30,51 km 627 APBN Realisasi Anggaran 19,05 %; Fisik 4,03 % 466 APBN Realisasi Anggaran 5,12 %; Fisik 3,25 % APBN Realisasi Anggaran 13,52 %; Fisik 6,50 % 11 APBN Masih dalam tahap penanganan Campuran (KPS) Pengadaan Tanah Seksi I 44,05%, Total 25,44% 211,26 APBN Masih dalam tahap penanganan Sumber: Sekretariat KP3EI,

87 5.1.5 Dukungan Infrastruktur Bidang PU untuk Pengembangan Ekonomi Koridor Ekonomi Bali Nusa Tenggara Komoditi dan Potensi Unggulan Koridor Ekonomi Bali Nusa Tenggara Berdasarkan Buku MP3EI, kegiatan ekonomi unggulan di Pulau Bali-Nusa Tenggara, khususnya di wilayah Koridor Ekonomi Bali Nusa Tenggara yang potensial dikembangkan adalah peternakan, pariwisata dan perikanan. Kegiatan ekonomi unggulan peternakan akan dipusatkan di Nagekeo, Lombok, Sumbawa dan Flores Timur. Untuk kegiatan ekonomi pariwisata, simpul-simpulnya berada di Lombok dan Denpasar. Sementara untuk kegiatan ekonomi perikanan dipusatkan di Nagekeo dan Kupang. Gambar 5.9 Komoditi Unggulan Koridor Ekonomi Bali Nusa Tenggara Ibukota Provinsi/Pusat Ekonomi Simpul Kegiatan Peternakan Simpul Kegiatan Pariwisata Simpul Kegiatan Perikanan Jalur Penghubung Pusat Ekonomi Jalur Eksisting Jaringan Pelayaran Domestik Pelabuhan Industri Utama Strategi Ekonomi Arahan Pengembangan Infrastruktur PU Pariwisata Industri Makanan Sumber: MP3EI, 2011 Meningkatkan jumlah kunjungan dan kualitas pariwisata melalui penyiapan objek wisata yang lebih banyak dan lebih baik. Meningkatkan hasil produksi pertanian serta efisiensi pengolahan hasil pertanian. - Meningkatkan konektivitas antara pusat-pusat ekonomi dengan objek-objek pariwisata serta hubungannya dengan outlet (bandara, pelabuhan dan pelabuhan laut antarpulau). - Memperluas kapasitas jalan dan tingkat kenyamanan jalan menuju objek utama pariwisata. - Memperbaiki kualitas jaringan irigasi dan jalan akses dari perkebunan/persawahan ke pusat-pusat ekonomi. 71

88 Potensi pariwisata yang dimiliki oleh Pulau Bali dan Nusa Tenggara menjadikannya menjadi pintu gerbang industri pariwisata. Potensi pariwisata tersebut belum tergali secara optimal. Dengan MP3EI, potensi tersebut diharapkan dapat dioptimalkan untuk mendorong peningkatan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat. Selain potensi pariwisata, perikanan dan peternakan juga sangat kuat di pulau ini. Kondisi geografis yang terdiri dari kepulauan membuat pulau/kepulauan ini menjadi tempat yang tepat untuk pengembangan kegiatan perikanan. Selanjutnya, Lombok diharapkan dapat menjadi global hub dengan dibangunnya Bandara International Lombok (BIL). Gambar 5.10 Potensi Unggulan Koridor Ekonomi Bali Nusa Tenggara Sumber: MP3EI

89 Proyek-proyek Infrastruktur PU Untuk Mendukung Komoditi Unggulan Koridor Ekonomi Bali-Nusa Tenggara Mengingat arah pengembangan ekonomi di Pulau Bali-Nusa Tenggara untuk mengoptimalkan potensi pariwisata dan mengembangkan perikanan dan peternakan, maka arah pengembangan infrastruktur diarahkan pada peningkatan akses jalan menghubungkan pusatpusat kegiatan pariwisata dan meningkatkan kenyamanan menuju kawasan-kawasan wisata. Selain itu, untuk meningkatkan klaster perikanan dan peternakan, infrastruktur jalan untuk menghubungkan kawasan-kawasan perikanan dan peternakan dengan pusat-pusat ekonomi menjadi kunci keberhasilan. Untuk mendukung perkembangan ekonomi di Koridor Bali-Nusa Tenggara, terdapat beberapa proyek infrastruktur prioritas yang akan diselesaikan dalam kurun waktu Sesuai dengan Buku MP3EI, terdapat 1 proyek pembangunan air baku di Bali yang telah selesai dikerjakan pada tahun Secara rinci mengenai proyek tersebut dapat dilihat pada tabel di bawah. Tabel 5.8 Proyek-proyek Infrastruktur PU di Koridor Ekonomi Bali-Nusa Tenggara yang Telah Dibangun No Provinsi Nama Proyek Nilai Investasi (Milyar Rp) Sumber Dana Tahun Mulai Selesai GB Status per Agustus Bali Pembangunan intake dan jaringan transmisi Mata Air Guyangan Klungkung - 40 l/s 2 Bali Pembangunan Jalan Tol Nusa Dua-Ngurah Rai- Benoa - 10 km 1 APBN Pembangunan fisik selesai CAMPURAN (KPS) Pengadaan Tanah 100%, Konstruksi 100 % Peresmian 23 September 2013 Sumber: Sekretariat KP3EI, 2013 Beberapa dari rencana proyek tersebut dalam waktu depat akan selesai dikerjakan, yaitu pembangunan Jalan Tol Nusa Dua-Ngurah Rai-Benoa di Bali untuk meningkatkan akses ke Bandara Ngurah Rai, pembangunan Waduk Titab, pengembangan IPA Pened, Ayung, dan Tukad Petanu di Bali, dan pembangunan Waduk Pandanduri di NTB. Secara rinci proyek-proyek dalam Buku MP3EI yang sedang dikerjakan di provinsi-provinsi di Pulau Bali Nusa Tenggara dapat dilihat pada Tabel

90 Tabel 5.9 Proyek-proyek Infrastruktur PU di Koridor Ekonomi Bali-Nusa Tenggara yang Sedang Dikerjakan No Provinsi Nama Proyek 1 Bali Pembangunan IPA Petanu (Tukad Petanu, Kabupaten Gianyar, Badung, dan Denpasar) 300 l/s 2 NTB Penanganan Jalan dari Benete - Simpang Negara (61,8 Km) mendukung kegiatan industri perikanan & rumput laut (72,1km) ( M; total 826 M) NTB 3 NTB Penanganan Jalan Strategis Nasional (Pelabuhan Lembar - Labuhan Poh) 70 km (70 M) NTB 4 NTT Penanganan Jalan dari Bangau - Dompu - Ramba - Lb. Bajo mendukung industri rumput laut 159,2 km Nilai Investasi (Milyar Rp) Sumber Dana Tahun Mulai Selesai GB Status per Agustus APBN Peletakan batu pertama 4 Sep 2012 dan direncanakan beroperasi APBN Pemeliharaan Rutin K1-2013: 0% (Km) Pemeliharaan Berkala K1 2013: 0% (Km) Peningkatan Struktur K1-2013: 0% (Km) baru kontrak Penggantian Jembatan K1 2013: 0% (Km) baru kontrak Pelebaran Jalan K1 2013: 0% (Km) baru kontrak 70 APBD Penanganan oleh APBD APBN Pemeliharaan Rutin K1-2013: 0% (Km) Pemeliharaan Berkala K1 2013: 0% (Km) Peningkatan Struktur K1-2013: 0% (Km) baru kontrak Penggantian Jembatan K1 2013: 0% (Km) baru kontrak Pelebaran Jalan K1 2013: 0% (Km) baru kontrak 74

91 No Provinsi Nama Proyek 6 NTT Penanganan Jalan Ende - Maumere Magepanda (172.6 Km) 7 NTT Jalan Ende ke Mbay terdiri dari Jalan Nasional, Kabupaten, dan Strategis Nasional. Jalan nasional yang mendukung akses ke Bandara Mbay adalah Bajawa - Ende (125.7 Km) 8 NTT Penanganan Jalan Bolok - Tenau - Kupang -Oesapa - Oesau (59,4 km) Nilai Investasi (Milyar Rp) Sumber Dana Tahun Mulai Selesai GB Status per Agustus APBN Pemeliharaan Rutin K1-2013: 0% (Km) Pemeliharaan Berkala K1 2013: 0% (Km) Peningkatan Struktur K1-2013: 0% (Km) baru kontrak Penggantian Jembatan K1 2013: 0% (Km) baru kontrak Pelebaran Jalan K1 2013: 0% (Km) baru kontrak 866 APBN Pemeliharaan Rutin K1-2013: 0% (Km) Pemeliharaan Berkala K1 2013: 0% (Km) Peningkatan Struktur K1-2013: 0% (Km) 205 APBN Pemeliharaan Rutin K1-2013: 0% (Km) Pemeliharaan Berkala K1 2013: 0% (Km) baru kontrak Sumber: Sekretariat KP3EI,

92 5.1.6 Dukungan Infrastruktur Bidang PU untuk Pengembangan Ekonomi Koridor Ekonomi Maluku - Papua Komoditi dan Potensi Unggulan Koridor Ekonomi Maluku Papua Kepulauan Maluku dan Papua ditetapkan sebagai pusat pengembangan pangan, perikanan, energi dan pertambangan nasional sesuai dengan Perpres No. 32 tahun 2011 tentang MP3EI. Berdasarkan perpres tersebut, maka ditetapkan beberapa kawasan potensial dengan pusat-pusat pertumbuhan yang memiliki fungsi masingmasing yaitu : Kawasan potensial pertanian pangan, Kawasan potensial pertambangan, dan Kawasan potensial perikanan. Kawasan potensial pertanian pangan berada di Merauke dan sekitarnya dengan pusat Merauke. Kawasan Merauke telah ditetapkan sebagai lumbung pangan dan energi di Kawasan Timur Indonesia dalam rangka mengantisipasi krisis pangan dan energi, dengan pertimbangan kawasan ini memiliki potensi lahan datar dan subur. Kegiatan tersebut diwujudkan dalam bentuk pengembangan MIFEE (Merauke Integrated Food & Energy Estate). MIFEE merupakan kegiatan usaha budidaya tanaman skala luas yang dilakukan dengan konsep pertanian sebagai sistem industrial yang berbasis ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK), modal, serta organisasi dan manajemen modern. menyebabkan potensi lokasi penambangan lainnya belum dapat dikembangkan. Pertambangan nikel terdapat di Weda, Kab. Halmahera Tengah, Maluku Utara. Migas memiliki potensi yang sangat besar untuk dapat dikembangkan menjadi pilar yang kuat dalam pertumbuhan Pulau Papua Kepulauan Maluku. Papua memiliki cadangan migas yang besar, minyak bumi di sekitar Sorong, Blok Pantai Barat Sarmi, Semai dan gas bumi di sekitar Teluk Bintuni. Kegiatan perikanan difokuskan di perairan Kepulauan Maluku karena potensinya yang sangat besar. Sedangkan Maluku Utara, Papua Barat, dan Papua tidak memiliki potensi perikanan sebesar Maluku. Kegiatan perikanan di Maluku Utara hanya bersifat pengolahan, dan distribusi hasil perikanan. Pengembangan perikanan di Maluku Utara akan dirintis dengan mengembangkan Mega Minapolitan Morotai sedangkan di Papua Barat dan Papua hanya terdapat kegiatan perikanan yang masih kecil sehingga pengembangannya perlu didorong sesuai dengan potensi yang ada. Eksplorasidan pengolahan tembaga saat ini sebagian besar terpusat di Timika (Kabupaten Mimika). Namun, eksplorasi yang memerlukan biaya tinggi dan seringnya terjadi tanah longsor 76

93 Gambar 5.11 Komoditi Unggulan Koridor Ekonomi Maluku Papua Sofifi Teluk Bintuni Klaster Industri Jalur Eksisting Simpul Pengolahan Nikel Jalur Trans Papua Jalur Penghubung Pusat Ekonomi Pelabuhan Merauke Arahan Pengembangan Komoditi Utama Industri Pangan khususnya K. Sawit (MIFEE) Mengembangkan teknologi dan sumberdaya manusia bidang perkebunan sawit serta mendorong BUMN/swasta untuk berinvestasi. Pertambangan Emas dan Tembaga Mendorong kegiatan eksplorasi dan eksploitasi pertambangan dengan kemudahan regulasi dan infrastruktur. LNG Meningkatkan kemampuan pengembangan cadangan gas serta memperkuat pengaturan yang kondusif bagi investor migas. Arahan Pengembangan Infrastruktur PU Membangun dan meningkatkan jaringan irigasi serta meningkatkan daya dukung jalan dari pusat perkebunan menuju ke pelabuhan. Membangun dan meningkatkan konektivitas antar pusat pertambangan dengan pelabuhan dengan prasarana perhubungan yang menerus. Tidak ada kebutuhan mendesak infrastruktur PU Sumber: MP3EI,

94 Waduk Jatigede Proyek-proyek Infrastruktur PU Untuk Komoditi Unggulan Koridor Ekonomi Maluku-Papua Pembangunan infrastruktur diarahkan untuk mendukung komoditi dan potensi unggulan Pulau Maluku-Papua. Dalam hal mewujudkannya menjadi pusat industri pangan di MIFEE, infrastruktur diarahkan pada peningkatan jaringan irigasi serta akses dari pusat-pusat perkebunan dan pertambangan menuju pelabuhan. Sesuai dengan buku MP3EI, terdapat 10 proyek infrastruktur bidang PU yang diharapkan dapat mendukung perkembangan ekonomi kawasan koridor ekonomi Pulau Maluku-Papua. Tabel 5.10 Proyek-proyek Infrastruktur PU di Koridor Ekonomi Maluku-Papua yang Sedang Dikerjakan No Provinsi Nama Proyek 1 Maluku Utara 2 Maluku Utara Penanganan Daeo - Bere- Bere (55.7 km) Penanganan Jalan Daruba - Wayabula 52 km 3 Papua Barat Penanganan jalan Manokwari - Kebar - Sorong (606,2 km) Nilai Investasi (Milyar Rp) Sumber Dana Tahun Mulai Selesai GB Status per Agustus APBN Progres fisik 9% 209 APBN Progres fisik 19,6% APBN Progres fisik 29,2% 78

95 No Provinsi Nama Proyek 4 Papua Barat Penanganan Jalan Fakfak - Kokas - Bomberai (139,9 km) 5 Papua Barat Penanganan Jalan Maruni Bintuni (257 Km) 6 Papua Penanganan Jalan Merauke Muting - Waropko (511,4 km) 7 Papua Penanganan Jalan Timika Potowaiburu Enarotali Nabire (427,7 Km) 8 Papua Penanganan Jalan Kumbe - Okaba - Nakias (152 km) Jalan Provinsi dan Kabupaten 9 Papua Penanganan Jalan Habema Yaguru (110 + Km) 10 Papua Pembangunan Jalan Okaba Wambi (Diubah menjadi Merauke-Okaba- Buraka-Wanam-Bian- Wogikel) Nilai Investasi (Milyar Rp) Sumber Dana Tahun Mulai Selesai GB Status per Agustus APBN Progres fisik 29,4% APBN Progres fisik 48,8% APBN Progres fisik 32,8% APBN Progres fisik 46,9% 760 APBD Penanganan jalan oleh APBD Provinsi dan Kabupaten 364 APBN Proses penyelesaian terkait keberadaan taman nasional APBN Progres fisik 27,5% Sumber: Sekretariat KP3EI, KOND NFRASTRUKTURIDAN Bendungan Selorejo 79

96 5.2 Kondisi Investasi Infrastruktur Bidang PU Per Provinsi Investasi Infrastruktur Bidang PU Per Provinsi yang Bersumber dari APBN Kementerian PU Dari tahun 2010 hingga tahun 2012, pagu alokasi APBN Kementerian PU per provinsi cenderung mengalami peningkatan, meskipun ada beberapa provinsi yang justru dikurangi, seperti: Provinsi Aceh, Lampung, Jawa Timur, Bali dan Kalimantan Barat. Pagu Alokasi APBN Kementerian PU per Provinsi Tahun Untuk tahun 2012, lima provinsi yang mendapatkan alokasi APBN dari Kementerian PU paling besar adalah Provinsi Jawa Tengah Rp milyar; Jawa Barat sebesar Rp milyar; Papua Rp milyar; Jawa Timur Rp milyar; dan NTT Rp milyar. Sementara lima provinsi dengan alokasi terendah yaitu : Bangka Belitung Rp 512 milyar; Kepulauan Riau Rp 496 milyar; Gorontalo Rp 746 milyar; Sulawesi Barat Rp 727 milyar dan Bengkulu Rp 782 milyar. Gambar 5.12 Pagu Alokasi APBN Kementerian PU per Provinsi Tahun ,000 6,000 5, Dalam Milyar Rupiah 4,000 3,000 2,000 1,000 Sumber : Biro Perencanaan dan KLN Kementerian PU,

97 Jembatan Darurat Merapi, Kali Putih Realisasi Alokasi APBN Kementerian PU per Provinsi Sejalan dengan pagu anggaran, realisasi APBN PU paling besar adalah Papua, Jawa Barat dan Jawa Tengah. Sebagai provinsi penerima alokasi APBN PU terbesar ketiga, Papua mampu merealisasikan anggaran dengan persentase mencapai 98 %. Gambar 5.13 Realisasi Alokasi APBN Kementerian PU per Provinsi ,000 5,000 4,000 3,000 2,000 1, Dalam Milyar Rupiah Sumber : Biro Perencanaan dan KLN Kementerian PU 2013, e-monitoring PU 81

98 Persentase Realisasi Terhadap Pagu Alokasi APBN Kementerian PU per Provinsi Tahun 2012 Pada tahun 2011, realisasi anggaran Kementerian Pekerjaan Umum di masing-masing provinsi ada pada kisaran 40-80%. Provinsi Jawa Barat, Provinsi Aceh, dan Provinsi Papua Barat adalah tiga provinsi dengan persentase realisasi anggaran tertinggi, yaitu sekitar 80%, sedangkan Provinsi Bali, Provinsi Sulawesi Tenggara dan Sulawesi Utara merupakan tiga provinsi dengan realisasi anggaran terendah, yaitu sekitar 40%. provinsi ada pada angka 95% ke atas, kecuali pada Provinsi Jawa Barat dan Jawa Tengah, masing-masing 79% dan 62%. Berdasarkan grafik sandingan antara pagu dan realisasi alokasi APBN Kementerian PU di atas, dapat dilihat bahwa Provinsi Bangka Belitung dan Maluku Utara mampu memanfaatkan dana alokasi APBN PU hingga mencapai 99%. Lima provinsi lainnya dengan realisasi APBN PU yang mencapai angka 98 % adalah Provinsi Kepulauan Riau, DI Yogyakarta, Kalimantan Tengah, Papua Barat dan Papua. ersumber dari Dana Alokasi Khu Gambaran tersebut berubah pada tahun 2012, dimana persentase anggaran di hampir seluruh Gambar 5.14 Persentase Realisasi Terhadap Pagu Alokasi APBN Kementerian PU per Provinsi Tahun % Aceh Sumut Sumbar Riau Jambi Sumsel Bengkulu Lampung Babel Kepri Jabar Jateng DIY Jatim Banten Bali NTB NTT Kalbar Kalteng Kalsel Kaltim Sulut Sulteng Sulsel Sultra Gorontalo Maluku Malut Papua Papua Sumber: Biro Perencanaan dan KLN Kementerian PU 2013 dan e-monitoring PU, diolah 82

99 5.2.2 Investasi Infrastruktur Bidang PU Per Provinsi yang Bersumber dari Dana Alokasi Khusus (DAK) Melihat kecenderungan pengalokasian DAK, sektor Bina Marga dari tahun mengalami peningkatan, meskipun ada yang mengalami pengurangan yang tidak terlalu signifikan. Dana Alokasi Khusus (DAK) sektor Bina Marga tahun 2012 paling besar dialokasikan untuk Provinsi Papua Barat sebesar Rp 64,48 milyar. Nilai ini merupakan peningkatan paling besar bila dibandingkan dengan provinsi lainnya dimana pada tahun 2011 hanya Rp 22,88 milyar. Dana Alokasi Khusus (DAK) untuk Sub Sektor Jalan Per Provinsi Selain Papua Barat, Riau juga mendapatkan alokasi DAK untuk sektor Bina Marga cukup besar sekitar Rp 32,51 milyar yang meningkat dari tahun sebelumnya (Rp 24,62 milyar). Provinsi dengan alokasi DAK sektor Bina Marga paling kecil di tahun 2012 adalah Provinsi Bangka Belitung dengan Rp 7,98 milyar, yang berarti berkurang dari tahun sebelumnya yang bernilai Rp 9,82 milyar. Sementara alokasi DAK Bina Marga yang mengalami penurunan paling banyak adalah Provinsi Papua, dimana pada tahun 2011 mendapatkan alokasi sebesar Rp 53,65 milyar namun pada tahun 2012 menjadi hanya Rp 20,99 milyar. Gambar 5.15 Dana Alokasi Khusus (DAK) untuk Sub Sektor Jalan Per Provinsi Dalam Milyar Rupiah Sumber: Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan, Kementerian Keuangan,

100 Dana Alokasi Khusus (DAK) untuk Sub Sektor Irigasi Per Provinsi Alokasi DAK sektor SDA (irigasi) dari tahun 2010 hingga tahun Namun jika dilihat antara tahun 2011 dan 2012, beberapa provinsi menerima DAK irigasi yang jumlahnya relatif menurun. Pada tahun 2010 alokasi DAK mencapai nilai Rp 290,52 milyar; tahun 2011 meningkat menjadi Rp 393,54 milyar dan pada tahun 2012 menjadi Rp 404,55 milyar. DAK sektor SDA tahun 2012 paling banyak dialokasikan untuk Provinsi Nusa Tenggara Timur yang mencapai nilai Rp 24,77 milyar dimana pada tahun 2011 hanya senilai Rp 18,29 milyar. Sementara provinsi yang mendapatkan alokasi DAK SDA paling kecil adalah DI Yogyakarta senilai Rp 4,12 milyar. Pada tahun 2012 ada 3 provinsi yang tidak mendapatkan alokasi DAK bidang SDA yaitu Provinsi Kepulauan Riau, Banten dan Kalimantan Timur. Gambar 5.16 Dana Alokasi Khusus (DAK) untuk Sub Sektor Irigasi Per Provinsi Dalam Milyar Rupiah Sumber: Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan, Kementerian Keuangan,

101 Total Dana Alokasi Khusus (DAK) Bidang PU Per Provinsi Total DAK tahun 2011 hampir semua provinsi secara signifikan meningkat dibandingkan dengan total DAK tahun 2010, kecuali Provinsi Jawa Barat, Jawa Timur dan Kalimantan Timur. Pada tahun 2012, total DAK untuk tiap-tiap provinsi variatif, ada yang mengalami kenaikan ada juga yang menurun drastis, namun sebagian besar mengalami kenaikan. Pada tahun 2011, provinsi dengan total DAK paling besar adalah Provinsi Papua dengan nilai Rp 67,67 Milyar dan yang memiliki total DAK paling kecil adalah Provinsi DI Yogyakarta dengan Rp 15,2 milyar. Namun pada tahun 2012, DAK Provinsi Papua hanya memperoleh Rp 31,3 milyar, jauh menurun dari tahun sebelumnya yang mencapai lebih dari Rp 67 milyar. Berbeda dengan Provinsi Papua Barat yang DAK nya meningkat drastis dari hanya Rp 45,7 milyar di tahun 2011 menjadi Rp 81,5 milyar di tahun Sementara provinsi dengan total DAK paling kecil tahun 2012 masih Provinsi DI Yogyakarta dengan nilai Rp 12,95 milyar, posisi ini tidak jauh berubah dibandingkan tahun sebelumnya. Gambar 5.17 Total Dana Alokasi Khusus (DAK) Bidang PU Per Provinsi Dalam Milyar Rupiah Sumber: Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan, Kementerian Keuangan,

102 5.2.3 Investasi Infrastruktur Bidang PU Per Provinsi yang Bersumber dari APBD Provinsi Belanja APBD Bidang PU Per Provinsi Tahun 2011 Pada tahun 2011, terdapat beberapa provinsi yang belanja APBD untuk infrastruktur bidang PU nya lebih tinggi dibandingkan provinsi lainnya. Pertama tertinggi adalah Provinsi Aceh yang mencapai nilai Rp 1.555,9 milyar, kemudian Provinsi Kalimantan Timur dengan nilai Rp 1.317,5 milyar. Belanja APBD untuk infrastruktur bidang PU di Provinsi Sumatera Utara, Provinsi Riau, dan Provinsi Jawa Barat juga relatif tinggi dibandingkan dengan provinsi-provinsi lainnya, yaitu di atas Rp 500 milyar, dimana masingmasing mengganggarkan Rp 980,6 milyar; Rp 697,67 milyar dan Rp 687,45 milyar. Provinsi lainnya mengalokasikan APBD bidang PU di bawah Rp 500 milyar bahkan ada yang di bawah Rp 100 milyar, yaitu Gorontalo yang hanya Rp 12 milyar. Besarnya belanja APBD khususnya bidang PU salah satunya dipengaruhi oleh besaran nilai PAD (Pendapatan Asli Daerah) masing-masing provinsi. Hal ini ditunjukkan oleh Provinsi Kalimantan Timur yang kaya akan sumberdaya mineral. Gambar 5.18 Belanja APBD Bidang PU Per Provinsi Tahun 2011 Dalam Milyar Rupiah 3,000 2,500 CK SDA BM 2,000 1,500 1, Sumber: Buku APBD Provinsi-DJPK Kemenkeu dan Kemendagri 2011, diolah 86

103 Belanja APBD Bidang PU Per Provinsi Tahun 2012 Tidak jauh berbeda dengan pola alokasi APBD di tahun 2011, pada tahun 2012, Provinsi Kalimantan Timur mengalokasikan belanja APBD Provinsi bidang PU lebih besar dibandingkan provinsi-provinsi lain di Indonesia, yaitu Rp 2.576,84 milyar, kemudian disusul oleh Provinsi Aceh dengan alokasi sebesar Rp 1.845,45 milyar. Belanja APBD bidang PU Provinsi Kalimantan Timur meningkat tajam dari tahun sebelumnya yang hanya Rp 1.317,5 milyar, yang mana kenaikan paling tinggi dialokasikan untuk pembangunan infrastruktur sektor Bina Marga. Sementara untuk di Provinsi Aceh, alokasi terbesar dari belanja APBD bidang PU juga dilakukan di sektor Bina Marga. Bendungan Gongang Gambar 5.19 Belanja APBD Bidang PU Per Provinsi Tahun ,000 2,500 Dalam Milyar Rupiah CK SDA BM 2,000 1,500 1, Sumber: Buku APBD Provinsi-DJPK Kemenkeu dan Kemendagri 2012, diolah 87

104 Total Belanja APBD Bidang PU Per Provinsi Tahun 2011 dan 2012 Jika dibandingkan antara tahun 2011 dan 2012, dapat dilihat bahwa pada tahun 2012, alokasi APBD masing-masing provinsi untuk bidang PU meningkat cukup signifikan, kecuali di beberapa provinsi yang mengalami sedikit penurunan seperti di Provinsi Sumatera Utara, Provinsi Jambi, dan Provinsi Maluku. Secara nominal peningkatan APBD provinsi untuk bidang PU terbesar terdapat di Provinsi Kalimantan Timur, meningkat sebesar Rp 1,23 triliun selama dan Provinsi Aceh sekitar Rp 289 milyar di tahun yang sama. Provinsi-provinsi lain, seperti Provinsi Sumatera Utara, Provinsi Riau, Provinsi Sumatera Selatan, Provinsi Jawa Barat, dan Provinsi Banten mengalokasikan APBD provinsinya untuk bidang PU dengan besaran yang relatif tidak jauh berbeda. Dua provinsi dengan alokasi APBD untuk bidang PU yang paling kecil adalah Provinsi Sulawesi Barat dan Provinsi Gorontalo, yaitu masing-masing Rp 86 milyar dan Rp 92 milyar. Gambar 5.20 Total Belanja APBD Bidang PU Per Provinsi Tahun 2011 dan Dalam Milyar Rupiah Aceh Sumut Sumbar Riau Jambi Sumsel Bengkulu Lampung Babel Kepri Jabar Jateng DIY Jatim Banten Bali NTB NTT Kalbar Kalteng Kalsel Kaltim Sulut Sulteng Sulsel Sultra Gorontalo Sulbar Maluku Malut Papua Barat Papua Sumber: Buku APBD Provinsi-DJPK Kemenkeu dan Kemendagri 2011 dan 2012, diolah 88

105 Belanja APBD Bidang PU Sub Bidang Bina Marga Per Provinsi Tahun Alokasi belanja APBD bidang PU sektor Bina Marga tahun 2012 yang mengalami peningkatan cukup signifikan terjadi di Provinsi Jawa Tengah dan Kalimantan Timur. Provinsi Jawa Tengah mengalokasikan dana sebesar Rp 5,391 milyar pada tahun 2011 dan menjadi Rp 357,69 milyar tahun Sementara Kalimantan Timur dimana pada tahun 2011 hanya mengalokasikan APBD sebesar Rp 952,29 milyar menjadi Rp 2.051,48 milyar. Peningkatan alokasi APBD sektor Bina Marga yang cukup tinggi ini salah satunya disebabkan adanya program pembangunan jalan tol di kedua provinsi ini. Sementara provinsi yang mengalokasikan belanja APBD sektor Bina Marga paling kecil adalah Provinsi Sulawesi Barat hanya dengan Rp 32,32 milyar. Gambar 5.21 Belanja APBD Bidang PU Sub Bidang Bina Marga Per Provinsi Tahun ,000 1,500 Dalam Milyar Rupiah , Sumber : Buku APBD Provinsi-DJPK Kemenkeu dan Kemendagri 2011 dan 2012, diolah 89

106 Belanja APBD Bidang PU Sub Bidang Sumber Daya Air Per Provinsi Tahun Belanja APBD sektor SDA tahun 2012 paling besar dialokasikan oleh Provinsi Aceh dengan nilai Rp 518,27 milyar. Disusul oleh Provinsi Kalimantan Timur dengan nilai Rp 368,34 milyar. Selanjutnya Provinsi Sumatera Barat, Jawa Timur, dan Papua juga relatif tinggi dibandingkan provinsi-provinsi lain. Provinsi dengan alokasi belanja APBD untuk SDA paling kecil adalah Provinsi Kepulauan Riau dengan Rp 2,44 milyar. Pada tahun 2012, peningkatan alokasi belanja APBD sektor SDA yang cukup signifikan terjadi di Provinsi Aceh, Sumatera Barat dan Kalimantan Timur. Peningkatan alokasi APBD di Provinsi Aceh sebesar Rp 153,15 milyar; Provinsi Sumatera Barat Rp 122,47 milyar dan Provinsi Kalimantan Timur Rp 138,37 milyar. Gambar 5.22 Belanja APBD Bidang PU Sub Bidang Sumber Daya Air Per Provinsi Tahun Dalam Milyar Rupiah Sumber : Buku APBD Provinsi-DJPK Kemenkeu dan Kemendagri 2011 dan 2012, diolah 90

107 Belanja APBD Bidang PU Sub Bidang Cipta Karya Per Provinsi Tahun Alokasi belanja APBD untuk sektor Cipta Karya pada tahun 2012 paling tinggi adalah Provinsi Aceh sebesar Rp 256,62 milyar, disusul oleh Provinsi Banten dengan Rp 167,26 milyar, dan yang paling kecil adalah Provinsi Kalimantan Selatan hanya Rp 0,2 milyar. Pada tahun 2012 yang mengalami peningkatan belanja APBD sektor Cipta Karya paling tinggi adalah Provinsi Banten dan Provinsi Sulawesi Utara. Provinsi Banten tahun 2012 mengalokasikan Rp 167,26 milyar, sementara Provinsi Sulawesi Utara mengalokasikan Rp 19,72 milyar pada tahun 2011 menjadi Rp 129,43 milyar pada tahun Gambar 5.23 Belanja APBD Bidang PU Sub Bidang Cipta Karya Per Provinsi Tahun Dalam Milyar Rupiah Sumber : Buku APBD Provinsi-DJPK Kemenkeu dan Kemendagri 2011 dan 2012, diolah 91

108 Rasio Belanja PU terhadap Total Belanja APBD Jika dilihat dari rasio belanja PU terhadap total belanja APBD di masing-masing provinsi, pada tahun 2012 belanja PU masing-masing provinsi di Indonesia ada pada kisaran 5%-27%. Provinsi Kalimantan Timur mengalokasikan anggaran sebesar 27% dari total belanja APBD provinsinya, paling besar jika dibandingkan dengan alokasi di provinsi-provinsi lain. Provinsi Jambi adalah provinsi dengan rasio kedua tertinggi dengan rasio sebesar 25%. Provinsi Aceh, Provinsi Sumatera Barat, dan Provinsi Banten adalah 3 provinsi yang menganggarkan di atas 20% belanja APBD provinsinya untuk belanja bidang PU. Sementara itu, Provinsi yang rasio belanja bidang PU paling kecil umumnya adalah provinsi-provinsi di Pulau Jawa; Jawa Barat (5,45%), Jawa Tengah (7,41%), Di Yogyakarta (9,91%), dan Jawa Timur (6,88%). Gambar 5.24 Rasio Belanja PU terhadap Total Belanja APBD Tahun 2012 (Persen) rasio belanja bidang PU terhadap total belanja APBD 2012 Sumber: Buku APBD Provinsi-DJPK Kemenkeu dan Kemendagri 2012, diolah 92

109 Bendungan Wonorejo Rasio Belanja Modal PU terhadap Total Belanja Modal APBD Jika dilihat dari rasio belanja modal PU terhadap total belanja modal APBD, pada tahun 2012, belanja modal PU provinsi-provinsi di Indonesia bervariasi pada kisaran 10% hingga 70%. Provinsi Kalimantan Timur menganggarkan belanja modal bidang PU tertinggi yaitu 71% dari total belanja modal APBD, sedangkan 2 provinsi yang terendah adalah Provinsi DI Yogyakarta yang hanya mengalokasikan 12% dan Provinsi Kalimantan Selatan 23% dari belanja modal APBD nya. Pada umumnya provinsi-provinsi di Indonesia mengalokasikan belanja modal untuk pembangunan bidang PU di atas 50% dari total belanja modal APBD nya, diantaranya adalah: Provinsi Sumatera Utara (56%), Provinsi Jambi (69%), Provinsi Bangka Belitung (68%), dan Provinsi Banten (64%). Gambar 5.25 Rasio Belanja Modal PU terhadap Total Belanja Modal APBD (Persen) rasio belanja modal pu terhadap total belanja modal apbd 2012 Sumber : Buku APBD Provinsi DJPK Kemenkeu dan Kemendagri 2012, diolah Sumber : Buku APBD Provinsi-DJPK Kemenkeu dan Kemendagri 2012, diolah 93

110 5.2.4 Sandingan Investasi Infrastruktur Bidang PU Per Provinsi yang Bersumber dari APBN Kementerian PU, DAK, dan APBD. Sandingan Total Alokasi Pusat, DAK, dan APBD Bidang PU Per Provinsi Tahun 2011 Pembangunan infrastruktur bidang PU mendapatkan alokasi investasi dari APBN, DAK dan APBD masing-masing provinsi. Pada tahun 2011, alokasi APBN masih memegang kontribusi terbesar. Ini artinya bahwa pemerintah daerah masih memiliki ketergantungan yang cukup tinggi terhadap pemerintah pusat dalam hal pendanaan pembangunan infrastruktur bidang PU. Provinsi yang mendapatkan alokasi APBN bidang PU paling besar adalah Jawa Tengah, selanjutnya Jawa Timur dan Jawa Barat, yaitu masingmasing sebesar Rp 4,04 triliun, Rp 3,1 triliun, dan Rp 3,1 triliun. Dari sini terlihat bahwa alokasi APBN masih difokuskan di Pulau Jawa. Dari tiga provinsi ini, Provinsi Jawa Barat mengalokasikan belanja APBD untuk bidang PU nya relatif lebih besar. Tiga provinsi yang belanja APBD bidang PU nya terbesar, namun transfer alokasi APBN nya tidak terlalu signifikan adalah Provinsi Aceh yang mengalokasikan sebesar Rp 1,55 triliun, disusul oleh Provinsi Kalimantan Timur sebesar Rp 1,3 triliun, kemudian Provinsi Sumatera Utara sebesar Rp 0,98 triliun, dan Provinsi Riau dengan alokasi Rp 0,7 triliun. Gambar 5.26 Sandingan Total Alokasi Pusat, DAK, dan APBD Bidang PU Per Provinsi Tahun ,500 4,000 3,500 3,000 2,500 2,000 1,500 1, Dalam Milyar Rupiah APBN DAK APBD Sumber : Biro Perencanaan dan KLN Kementerian PU, 2013 (APBN) Sumber: Biro Perencanaan dan KLN Kementerian PU, 2013 (APBN) TKP2e-Bappenas, 2013 (DAK) Buku APBD Provinsi-DJPK Kemenkeu dan Kemendagri 2011, diolah (APBD) 94

111 Sandingan Alokasi Pusat, DAK, dan APBD Bidang PU Per Provinsi Tahun 2012 Seperti halnya yang terjadi pada tahun 2011 bahwa APBN masih memiliki kontribusi tertinggi dalam pembangunan infrastruktur bidang PU di daerah. Namun kondisi berbeda terjadi di Provinsi Kalimantan Timur dan Aceh, kedua provinsi ini mengalokasikan APBD bidang PU lebih tinggi dari APBN. Hal ini menunjukkan bahwa kedua provinsi ini mulai mandiri dalam membiayai pembangunan infrastruktur bidang PU di wilayahnya masing-masing. Dua provinsi lainnya, yaitu Provinsi Banten dan Provinsi Riau menambah belanja APBD nya untuk bidang PU mendekati besaran transfer APBN. Provinsi-provinsi lainnya, terutama provinsiprovinsi di Indonesia Timur masih mengandalkan transfer dana APBN dari Pusat. Gambar 5.27 Sandingan Alokasi Pusat, DAK, dan APBD Bidang PU Per Provinsi Tahun ,000 4,500 4,000 3,500 3,000 2,500 2,000 1,500 1, Dalam Milyar Rupiah APBN DAK APBD Sumber: Biro Perencanaan dan KLN Kementerian PU, 2013 (APBN) TKP2e-Bappenas, 2013 (DAK) Buku APBD Provinsi-DJPK Kemenkeu dan Kemendagri 2012, diolah (APBD) 95

112 Sandingan Total Alokasi APBN Kementerian PU, DAK Provinsi, dan APBD Provinsi Selama periode , alokasi APBD Provinsi untuk pembangunan bidang PU meningkat dari 19% (2011) menjadi 23% (2012), sementara itu perubahan alokasi DAK provinsi relatif tidak berubah, yaitu sekitar 2%. Seperti telah ditunjukkan sebelumnya bahwa peningkatan APBD yang cukup signifikan terjadi di Provinsi Kalimantan Timur dan Provinsi Aceh. Gambar 5.28 Sandingan Total Alokasi APBN Kementerian PU, DAK Provinsi dan APBD Provinsi 2011 APBN DAK APBD PROVINSI 2012 APBN DAK APBD PROVINSI 2% 19% 2% 23% 79% 75% Sumber: Biro PKLN Kementerian PU dan Buku APBD Provinsi Seluruh Indonesia 2013, diolah 96

113 Sandingan Alokasi APBN Kementerian PU, DAK, dan APBD Sub Bidang Bina Marga Per Provinsi Tahun 2012 Jika ditelusuri berdasarkan sub bidang PU, pada umumnya pemerintah provinsi mengalokasikan belanja APBD bidang PU nya paling besar untuk penanganan jalan/jembatan. Provinsi Kalimantan Timur, Provinsi Aceh, dan Provinsi Banten adalah tiga provinsi yang belanja APBD provinsi untuk sub bidang Bina Marga melebihi besar transfer dana dari Pusat. Selanjutnya, tiga provinsi lain, yaitu Riau, Sumatera Selatan, dan Bangka Belitung merupakan tiga provinsi yang belanja APBD provinsinya mendekati besar dana transfer dari pusat. Sementara itu, Provinsi Papua dan Provinsi Nusa Tenggara Timur adalah dua provinsi yang transfer dana pusat sangat besar sedangkan belanja APBD nya relatif kecil. Gambar 5.29 Sandingan Alokasi Pusat, DAK, dan APBD Sub Bidang Bina Marga Per Provinsi Tahun 2012 Dalam Milyar Rupiah 2,500 2,000 1,500 1, Aceh Sumut APBN Sumbar Riau Jambi Sumsel DAK Bengkulu Lampung Babel Kepri APBD Jabar Jateng DIY Jatim Banten Bali NTB NTT Kalbar Kalteng Kalsel Kaltim Sulut Sulteng Sulsel Sultra Gorontalo Sulbar Maluku Malut Papua Papua Sumber: Biro Perencanaan dan KLN Kementerian PU, 2013 (APBN) TKP2e-Bappenas, 2013 (DAK) Buku APBD Provinsi-DJPK Kemenkeu dan Kemendagri 2012, diolah (APBD) 97

114 Sandingan Alokasi Pusat, DAK, dan APBD Sub Bidang Sumber Daya Air Per Provinsi Tahun 2012 Transfer dana pusat untuk sub bidang sumber daya air paling besar terdapat di provinsi-provinsi di Pulau Jawa, seperti Provinsi Jawa Tengah, Jawa Barat, dan DI Yogyakarta. Provinsi di luar Jawa yang menerima transfer dana pusat untuk sub bidang sumber daya air yang relatif lebih besar dengan alokasi APBD provinsinya relatif kecil adalah di Provinsi Sulawesi Selatan, Provinsi Sumatera Selatan, dan Provinsi NTT. Seperti halnya di sub bidang Bina Marga, alokasi APBD untuk sub bidang sumber daya air di Provinsi Kalimantan Timur dan Provinsi Aceh lebih besar dari transfer dana pusat. Gambar 5.30 Sandingan Alokasi Pusat, DAK, dan APBD Sub Bidang Sumber Daya Air Per Provinsi Tahun ,500 Dalam Milyar Rupiah 2,000 1,500 1, APBN DAK APBD Sumber : Biro Perencanaann dan KLN Kementerian PU, 2013 (APBN) Sumber : Biro Perencanaan dan KLN Kementerian PU, 2013 (APBN) TKP2e-Bappenas, 2013 (DAK) Buku APBD Provinsi-DJPK Kemenkeu dan Kemendagri 2012, diolah (APBD) 98

115 Sandingan Alokasi Pusat, DAK, dan APBD Sub Bidang Cipta Karya Per Provinsi Tahun 2012 Tidak jauh berbeda dengan di 2 (dua) sub bidang PU sebelumnya, di sub bidang cipta karya, alokasi APBD Provinsi Aceh dan Provinsi Kalimantan Timur jumlahnya mendekati besaran transfer dana pusat. Selain itu, Provinsi Banten dan Kepulauan Riau juga mengalokasikan APBD untuk sub bidang cipta karya dengan besaran yang hampir sama dengan transfer dana pusat. Gambar 5.31 Sandingan Alokasi Pusat, DAK, dan APBD Sub Bidang Cipta Karya Per Provinsi Tahun ,000 Dalam Milyar Rupiah APBN DAK APBD Sumber : Biro Perencanaan dan KLN Kementerian PU, 2013 (APBN) TKP2e-Bappenas, 2013 (DAK) Buku APBD Provinsi-DJPK Kemenkeu dan Kemendagri 2012, diolah (APBD) 99

116 Flyover Balaraja Investasi Infrastruktur Bidang PU Per Provinsi Melalui Skema KPS Pembiayaan infrastruktur bidang PU tidak hanya dilakukan oleh Pemerintah Pusat dan Daerah melalui APBN dan APBD. Sejak dilakukannya reformasi regulasi, termasuk regulasi investasi swasta, pihak swasta telah terlibat cukup signifikan dalam pembiayaan pembangunan bidang PU. Pada dasarnya, keterlibatan swasta dalam pembangunan bidang PU bukanlah merupakan hal yang baru. Di beberapa provinsi, swasta telah terlibat untuk pembangunan jalan tol sejak tahun 1989 seperti di Medan untuk pembangunan Jalan Tol Belawan Medan Tanjung Morawa. Namun, tidak semua provinsi di Indonesia telah mempraktekkan skema KPS (hanya 17 dari 34 provinsi) dalam pembiayaan infrastrukturnya, terutama provinsi-provinsi di Kawasan Timur Indonesia. Provinsi-provinsi yang telah menerapkan skema KPS dalam pembiayaan infrastruktur bidang PU nya adalah: 1. Provinsi Sumatera Utara; 2. Provinsi Riau; 3. Provinsi Sumatera Selatan; 4. Provinsi Lampung; 5. Provinsi Kepulauan Riau; 6. Provinsi Jawa Barat; 7. Provinsi Jawa Tengah; 8. Provinsi Jawa Timur; 9. Provinsi Banten; 10. Provinsi Bali; 11. Provinsi Nusa Tenggara Barat; 12. Provinsi Kalimantan Barat; 13. Provinsi Kalimantan Tengah; 14. Provinsi Kalimantan Selatan; 15. Provinsi Kalimantan Timur; 16. Provinsi Sulawesi Utara; dan 17. Provinsi Sulawesi Selatan; Secara rinci, berbagai proyek infrastruktur bidang PU di setiap provinsi yang melibatkan pembiayaan swasta dapat dilihat pada tabeltabel di bawah ini. 100

117 Tabel 5.11 Investasi Infrastruktur Bidang PU Melalui Skema KPS di Provinsi Sumatera Utara Proyek KPS Belawan Medan Tanjung Morawa Panjang : 43 km Medan Kualanamu Tebing Tinggi Panjang : 61,30 km Target pekerjaan : Medan Binjai Panjang : 15,80 km Target pekerjaan : Proyek KPS BOT Medan IPA 500 l/det dan pipa transmisi ROT Deli Serdang Sumber air: S. Ular Kapasitas: 120 l/det SPAM Kota Medan, Deli Serdang Tua, dan Deli Serdang Baru (Lubukpakam) Percut Sei Tuan Pembangunan IPA 2x1000 l/s Pembangunan jaringan transmisi, distribusi, retikulasi Pembangunan reservoir SPAM Kabupaten Deli Serdang Pembangunan intake (Sungai Patumbak) IPA 2x1000 l/s, IPA, dan jaringan distribusi Sumber: BPJT dan BPPSPAM, 2013 JALAN TOL Investasi Operator/ Investor Bentuk KPS Status per Agustus PT. Jasa Marga BOT Operasi (mulai 1989,1996) Total : Rp M Pemerintah: Rp M Swasta : Rp M Total: Rp M Pemerintah: Rp 678 M Swasta: Rp M Investasi AIR MINUM - - Pengadaan tanah: 59,64% Persiapan pelelangan - BOT dengan dukungan Operator/ Investor Rp 5 M SUEZ-TLM BOT 25 tahun ( ) PDAM Tirtanadi : PT. Tirta Sumut 51% : 49% Rp 183 M Rp 177 M Pengadaan tanah dimulai 2014 Bentuk KPS Status per Agustus 2013 Beroperasi PT Tirta Sumut ROT 20 tahun Beroperasi hingga 2024 PT Drupadi Agung Lestari PT. Drupadi Agung Lestari BOT (B to B) BOT (Jual air curah ke Kota Medan Rp ) Telah tanda tangan kontrak Kerjasama September 2011, menunggu patumbak selesai dilakukan rencana tahun 2014 Proses pengurusan SIPPA Proses pembebasan lahan Rencana tanda tangan MOU pengoperasian dan pemeliharaan kanal banjir antara BWS dengan PDAM Tirta Deli dan PT. Drupadi, MOU ini sebagai lampiran rekomtek untuk mendapatkan SIPPA 101

118 Tabel 5.12 Investasi Infrastruktur Bidang PU Melalui Skema KPS di Provinsi Riau JALAN TOL Proyek KPS Jalan Tol Pekanbaru - Kandis - Dumai Panjang: 135 km Operator/ Investasi Bentuk KPS Status per Agustus 2013 Investor Rp M - BOT Belum mulai pembebasan tanah, Pengusahaan mulai tahun 2015 Sumber: BPJT, 2013 Tabel 5.13 Investasi Infrastruktur Bidang PU Melalui Skema KPS di Provinsi Sumatera Selatan JALAN TOL Proyek KPS Palembang Indralaya Panjang : 22,00 km Target pekerjaan : Sumber: BPJT, 2013 Investasi Total: Rp M Pemerintah: Rp 723 M Swasta: Rp M Operator/ Investor - BOT dengan dukungan Bentuk KPS Status per Agustus 2013 Belum mulai pembebasan tanah, Pengusahaan mulai tahun

119 Tabel 5.14 Investasi Infrastruktur Bidang PU Melalui Skema KPS di Provinsi Lampung JALAN TOL Proyek KPS Jalan Tol Bakauheuni Terbanggi Besar (150 Km) Investasi Rp M Operator/ Investor AIR MINUM - - Bentuk KPS Status per Agustus 2013 Belum mulai pembebasan tanah, Pengusahaan mulai tahun 2014 Proyek KPS SPAM Bandar Lampung Kapasitas 500 l/s Pembangunan IPA dan Pipa Jaringan Distribusi Utama (JDU) Target pekerjaan Sumber: BPJT dan BPPSPAM, 2013 Investasi Swasta: Rp 266 M Pemerintah: Rp 114 M Operator/ Investor Bentuk KPS Status per Agustus BOT, memakai government support dan penjaminan PT. PII Sudah dilaksanakan evaluasi tender pada 7 Juli Pengumuman pemenang : 3 Sept 2013, tanda tangan kontrak: 10 Sept Proses surat dukungan VGF dari Walikota kepada Kemenkeu dan proses one on one meeting aspek teknis dan finansial, Pengumuman PQ PPP-2 tanggal 23 April 2013, market launch tgl 23 Mei di BKPM. Tabel 5.15 Investasi Infrastruktur Bidang PU Melalui Skema KPS di Provinsi Kepulauan Riau JALAN TOL Proyek KPS Batu Ampar Muka Kuning Bandara Hang Nadim Panjang: 25,00 km Target pekerjaan: Investasi Total: M Pemerintah: 959 M Swasta: M Operator/ Investor Bentuk KPS Status per Agustus BOT dengan Evaluasi Kajian FS dukungan Sumber: BPJT,

120 Tabel 5.16 Investasi Infrastruktur Bidang PU Melalui Skema KPS di Provinsi Jawa Barat JALAN TOL Proyek KPS Jakarta Bogor Ciawi Panjang : 50,00 km Jakarta Cikampek Panjang : 72,00 km JORR Panjang : 45,37 km Padalarang Cileunyi Panjang : 35,63 km Cirebon Palimanan Panjang 26,3 km Cikampek Padalarang Panjang : 58,50 km Investasi (Milyar Rupiah) Operator/ Investor Bentuk KPS Status per Agustus PT. Jasa Marga BOT Operasi - PT. Jasa Marga BOT Operasi - PT. Jalantol Lingkarluar Jakarta BOT Operasi - PT. Jasa Marga BOT Mulai beroperasi 1986 PT. Jasa Marga Mulai beroperasi PT. Jasa Marga BOT Mulai beroperasi 2004 Tengerang Merak Panjang : 73,00 km Bogor Ring Road Seksi I Panjang : 3,85 km ( ) GB 2008 Kanci Pejagan Panjang : 35,00 km Cinere Jagorawi Seksi I Panjang : 3,70 km Ciawi Sukabumi Panjang : 54,00 km Target pekerjaan : Cikampek-Palimanan Panjang : 116,75 km Target pekerjaan : Bekasi Cawang Kampung Melayu Panjang : 21,04 km Target pekerjaan : Depok Antasari Panjang : 21,54 km Target pekerjaan : (Seksi I IV) - PT. Marga Mandala Sakti Total: 983 PT. Marga Sarana Jabar - PT. Semesta Marga Raya - PT. Translingkar Kitajaya Total : Pemerintah : - Swasta : Total : Pemerintah : - Swasta : Total : Pemerintah : - Swasta : Total : Pemerintah : - Swasta : PT. Trans Jabar Tol PT. Lintas Marga Sedaya PT. Kresna Kusuma Dyandra Marga PT. Citra Waspphutowa BOT Mulai beroperasi BOT Mulai beroperasi November 2009 BOT Mulai beroperasi Januari 2010 BOT Operasi BOT Pengadaan tanah : 7,17% BOT Pengadaan tanah 100%, Konstruksi 2,62% BOT Pengadaan tanah : 5,29% BOT Pengadaan tanah: 6,51% 104

121 JALAN TOL Proyek KPS Bogor Ring Road Panjang : 11,00 km Target pekerjaan : (Seksi I dan II) Sukabumi Ciranjang Padalarang Panjang : 61,00 km Target pekerjaan : Pasir Koja Soreang Panjang : 10,57 km Target pekerjaan : Cileunyi Sumedang Dawuan Panjang : 58,50 km Target pekerjaan : Terusan Pasteur Ujung Berung Cileunyi Soetta Gedebage Panjang : 27,30 Km Target pekerjaan: Cinere Jagorawi Panjang : 14,64 km Target pekerjaan : Cimanggis Cibitung Panjang : 25,39 km Target pekerjaan : Cibitung Cilincing Panjang : 34,02 km Target pekerjaan : Investasi Total : 983 Pemerintah : - Swasta : 983 Total : Pemerintah : Swasta : Total: Pemerintah: Swasta: 764 Total: Pemerintah: Swasta: Total: Pemerintah: Swasta: Total : Pemerintah : - Swasta : Total : Pemerintah : - Swasta : Total : Pemerintah : - Swasta : Operator/ Investor PT. Marga Sarana Jabar PT. Translingkar Kitajaya PT. Cimanggis Cibitung Tollways PT. MTD CTP Expressways Bentuk KPS Status per Agustus 2013 BOT Pengadaan tanah : 89.39% Konstruksi : 31,04% - - Kajian FS - BOT dengan dukungan - BOT dengan dukungan - BOT dengan dukungan Pengadaan tanah 26,62% Pengadaan tanah 23,61% Persiapan pelelangan/kajian FS BOT Pengadaan tanah 43,53%, Konstruksi: 29.92% BOT BOT Persiapan pengadaan tanah Persiapan pengadaan tanah AIR MINUM Proyek KPS BOT Cikampek Peningkatan 60 l/det Operasi SR BOO Bekasi (Kemang Pratama) Kap. produksi: 50 l/det Perpipaan BOO Hyundai Industrial Estate IPA 50 l/det Investasi Operator/ Investor Bentuk KPS Status per Agustus 2013 US$ 0,5 juta PT. WATTS Konsesi Beroperasi US$ 10 juta PT. Kemang Pratama Konsesi Kawasan pemukiman, swasta penuh. Investor menentukan tarif sejak 1993 US$ 5 juta PT. Hyundai Konsesi Kawasan industri swasta penuh. Investor menentukan tarif sendiri sejak

122 AIR MINUM BOO Legenda IPA 25 l/det Perpipaan Proyek KPS BOO Bukit Indah Cikarang IPA 150 l/det Perpipaan BOT Subang IPA 50 l/det Pipa distribusi SPAM Regional Jatigede IPA 6000 L/det Pipa transmisi air baku 7 km, reservoir 7000 m³ 2 unit Pipa transmisi air minum 213 km SPAM Kab. Bekasi Wilayah Utara (Tambun Utara dan Bagelan) Pembangunan intake Pembangunan IPA 300 lt/det Pembangunan jaringan transmisi SPAM Pondok Gede, Kota Bekasi Kapasitas IPA : 300 lt/det Jaringan pipa transmisi dan distribusi dan reservoir distribusi 2x1650 m³ Jumlah SR ± unit SPAM Kab. Bekasi (Kec. Cikarang Utara, Kec. Cikarang Selatan dan Kec. Lemah Abang) Modifikasi intake struktur, pipa transmisi air baku, dan bangunan penunjang Pembangunan IPA Baru (UF Membran System) 200 l/s rencana tahun Uprating IPA dari 480 l/s menjadi 1040 l/s SPAM Kota Bekasi (Kec.Bintara) Pembangunan intake Pembangunan IPA Pengadaan pipa transmisi Investasi US$ 2,5 juta Operator/ Investor PT. Cikarang Permai Bentuk KPS Status per Agustus 2013 Konsesi Kawasan pemukiman, swasta penuh. Investor menentukan tarif sendiri US$ 10 juta PT. Bukit Inda Konsesi Kawasan pemukiman dan industri swasta penuh. US$ 2,5 juta PT. MLD Konsesi Beroperasi Rp 3800 M - BOT Menunggu pembangunan DAM rencana selesai 2014, Penyusunan Dok Pra FS oleh Ditpam ditahun 2013 Rp 4 M PDAM Bekasi BOT/ Konsesi Rp 224 M Rp 187 M PDAM Kota Bekasi Konsorsium (PT. Bekasi Putera Jaya dan PT. Moya Indonesia) Konsesi BOT 25 Tahun (B to B) Penyusunan Dok Pra FS oleh DITPAM tahun 2012, Pendampingan persiapan KPS 2013 oleh BPPSPAM Review Dok. Pra FS dan pendampingan KPS oleh BAPPENAS 2011, menunggu kepastian air baku dan SIPPA Telah tanda tangan kontrak pada 18 Agustus 2011 Peresmian dilakukan oleh Menteri PU September 2012 Pelaksanaan konstruksi uprate 50 menjadi 230 l/s (UF) dan uprate 50 menjadi 110 l/s telah selesai Rp. 99,40 M PJT II BOT (B to B) Telah MOU Kerjasama dengan PJT II, Rencana workshop tanggal 18 Desember 2012 Dok pra fs oleh Ditpam, proses pengadaan badan usaha 106

123 AIR MINUM Proyek KPS SPAM DKI Jakarta, Bekasi, Karawang (Jatiluhur) Pembangunan intake 5000 l/det Pembangunan IPA 5000 lps Pengadaan pipa transmisi ND 1800 mm sepanjang 58 km Pemanfaatan untuk 2 juta jiwa atau SR SPAM Kab. Indramayu (Kec. Arahan, Kec. Cantigi, Kec. Losarang, Kec. Widasari, dan Kec. Sindang) Pembangunan IPA 100 lps (Kec. Lohbener) SPAM Kab. Sukabumi Intake air baku : pembangunan intake bronkaptering WTP untuk tahap 1 : 195 lps dan tahap 2 : 150 lps, Target pekerjaan: SPAM Kota Bogor Pembangunan intake dan prasedimentasi 660 l/s Pembangunan IPA 300 l/s tahap 1 dan uprating menjadi 600 l/s di tahun 2018 Pembangunan jaringan transmisi Pembangunan reservoir kapasitas 6000 m³ (tahun 2012) dan pembangunan 6000 m³ (tahun 2018) Pembangunan jaringan pipa distribusi utama tahap 1 tahun 2012 dan tahap 2 tahun 2018 SPAM Kab. Bogor Pembangunan intake, IPA, dan jaringan transmisi Investasi Rp M Rp. 15 M US$ 15,06 juta Tahap 1 (105,20 juta) Tahap 2 (45,50 juta) Rp. 144,3 M Rp. 160 M Operator/ Investor Kem PU dan Joint Venture (PJT II, BUMD DKI dan BUMD Jabar) PT. Surya Persada Tirta Utama Bentuk KPS Status per Agustus 2013 BOT (B to B) Proses finalisasi Pra FS B to B, Proses kelembagaanjoint Venture (PJT II, BUMD DKI dan BUMD Jabar) BOT 20 Tahun (B to B) Telah tanda tangan kontrak pada tanggal 06 Desember. Pihak Swasta belum mendapatkan pendanaan dari bank sehingga pelaksanaan konstruksi belum dilakukan. PDAM menunggu financial close hingga bulan Juni Studi kelayakan PDAM Kota Bogor PDAM Tirta Kahuripan BOT (B to B) BOT Menunggu Surat Izin Pengambilan dan Pemanfaatan Air (SIPPA) dan proses persiapan pengadaan badan usaha Proses penyusunan dok. pra FS, Pembuatan peraturan direksi sesuai Permen PU No Sumber: BPJT dan BPPSPAM,

124 Tabel 5.17 Investasi Infrastruktur Bidang PU Melalui Skema KPS di Provinsi Jawa Tengah JALAN TOL Proyek KPS Semarang Seksi A, B, C Panjang: 24,75 km Semarang Solo Seksi Semarang Ungaran Panjang : 11 km Kanci Pejagan Panjang : 35,00 km Pejagan Pemalang Panjang : 57,50 km Target pekerjaan : Pemalang Batang Panjang : 39,20 km Target pekerjaan : Batang Semarang Panjang : 75,00 km Target pekerjaan : Semarang Solo Panjang : 72,64 km Target pekerjaan : Solo Mantingan Ngawi Panjang : 90,10 km Target pekerjaan : Ngawi Kertosono Panjang : 87,02 km Target pekerjaan : Investasi (Milyar Rupiah) Operator/ Investor Bentuk KPS Status per Agustus 2013 PT. Jasa Marga BOT Mulai beroperasi 1983, 1987, PT. Trans Marga Jateng BOT Operasi - PT. Semesta Marga Raya BOT Operasi Total : Pemerintah : - Swasta : Total : Pemerintah : - Swasta : Total : Pemerintah : - Swasta : Total : Pemerintah : - Swasta : Total : Pemerintah : Swasta : Total : Pemerintah : Swasta : PT. Pejagan Pemalang Toll Road PT. Pemalang Batang Toll Road BOT Pengadaan tanah 28,72% BOT Pengadaan tanah 1,86% PT. Marga Setiapuritama BOT Pengadaan tanah 3,33% PT. Trans Marga Jateng BOT Pengadaan tanah 37,20%, konstruksi 29,69% Status: termasuk dukungan pemerintah Rp M PT. Solo Ngawi Jaya SBOT Pengadaan tanah 81,62%, Konstruksi 11,98% PT. Ngawi Kertosono Jaya SBOT Pengadaan tanah 45,28% AIR MINUM Proyek KPS Uprating Gajah Mungkur (400 ke 600 l/det) SPAM Bawen IPA 250 l/det + distribusi Investasi Operator/ Investor Bentuk KPS Status per Agustus 2013 US$ 2 juta PT. Tirta Gajah Mungkur Konsesi Beroperasi US$ 10 juta APAC Inti, Swasta Penuh BOT Mulai beroperasi 2004; Industri, PDAM mendapat 50 l/det mulai sejak

125 AIR MINUM Proyek KPS SPAM Regional Kebumen - Purworejo Pembangunan intake (APBN) Pembangunan IPA 400 lt/det untuk Kab. Kebumen, IPA 200 Lt/ det untuk Purworejo Pembangunan jaringan transmisi Pembangunan reservoir SPAM Kota Semarang Bagian Barat Intake dan IPA 1050 L/det Pipa transmisi 2,2 km, pipa distribusi air terolah ke reservoir total 17,7 km Reservoir distribusi 5 unit, pipa distribusi utama 91,7 km SPAM Kab. Semarang (Ungaran Barat, Ungaran Timur, Kec. Banyumanik) Pembangunan transmisi air baku, IPA Kapasitas 100 lt/det, dan pipa transmisi AM SPAM Kab. Rembang Pemanfaatan embung di Kaliombo 50 l/s, Trenggulunan 60 l/s, air permukaan Sale 60 l/s untuk menambah pasokan air Investasi Operator/ Investor Bentuk KPS Status per Agustus 2013 Rp 157 M PDAM Kab. Kebumen BOT Menunggu air baku regional Keborejo Rp 824 M Pemerintah Kota Semarang BOT dengan dukungan pemerintah AMDAL sudah selesai. Market Sounding dilaksanakan pada tanggal 2 Juli 2013 Rp 102,7 M PDAM Kab. Semarang BOT Proses finalisasi Finpro menunggu RKAP ditandatangani, MOU dengan PDAM Kota Semarang untuk Kec. Banyumanik, Rencana bantuan intake SDA tahun 2013 Rp 12,3 M PDAM Kab. Rembang BOT/ Konsesi Penyusunan Dok Pra FS oleh Ditpam tahun 2011, Rencana pendampingan persiapan KPS oleh BPPSPAM tahun 2012 Sumber: BPJT dan BPPSPAM,

126 Tabel 5.18 Investasi Infrastruktur Bidang PU Melalui Skema KPS di Provinsi Jawa Timur JALAN TOL Proyek KPS Surabaya Gempol Panjang : 43,00 km Investasi (Milyar Rupiah) Operator/ Investor Bentuk KPS Status per Agustus PT. Jasa Marga BOT Operasi mulai 1984 Surabaya Gresik Panjang : 20,70 km SS Waru Bandara Juanda Panjang : 12,80 km - PT. Margabumi Matraraya - PT. Citra Margatama Surabaya BOT Operasi mulai BOT Operasi mulai 2008 Surabaya Mojokerto Seksi IA Panjang : 1,89 km - PT. Marga Nujyasumo Agung BOT Operasi Jembatan Suramadu Panjang : 20,90 km - PT. Jasa Marga Kontrak OM Operasi mulai 2009 Kertosono Mojokerto Panjang : 40,50 km Target pekerjaan : Surabaya Mojokerto Panjang : 36,27% Target pekerjaan : Gempol Pandaan Panjang : 13,61% Target pekerjaan : Gempol Pasuruan Panjang : 34,15% Target pekerjaan : Pandaan Malang Panjang : 38,55 km Target pekerjaan : Waru (Aloha) Wonokromo Tanjung Perak Panjang : 18,20 km Target pekerjaan : Jalan Tol Probolinggo - Banyuwangi Panjang: 215 Km Pasuruan Probolinggo Panjang : 45,32 Km Target pekerjaan : Total : Pemerintah : - Swasta : Total : Pemerintah : - Swasta : Total : Pemerintah : - Swasta : Total : Pemerintah : - Swasta : Total : Pemerintah : 294 Swasta : Total : Pemerintah : - Swasta : PT. Marga Harjaya Infrastruktur PT. Marga Nujyasumo Agung PT. Margabumi Adhikaraya PT. Trans Marga Jatim Pasuruan BOT Pengadaan tanah total (85,87%), Konstruksi 36,83% BOT Pengadaan tanah 55,81%, Konstruksi 29,45% BOT Pengadaan tanah 99,87%, Konstruksi 43,75% BOT - BOT dengan dukungan PT. Margaraya Jawa Tol BOT Proses pembebasan lahan 35,86%, Konstruksi 5,04% Pengadaan tanah: 9,47% Sosialisasi&inventarisasi; Belum ada kesepakatan trase jalan tol dengan Pemkot Surabaya. Total: BOT Belum mulai pembebasan lahan Total : Pemerintah : - Swasta : PT. Trans Jawa Paspro Jalan Tol BOT Belum mulai pembebasan lahan 110

127 AIR MINUM Proyek KPS SPAM Kab. Sidoarjo IPA l/det Pipa transmisi SPAM Umbulan Pembangunan intake 4000 l/ det (3750 l/s (pond+tapak); 200 l/s (efisien irigasi dan perikanan); 50 l/s (Reservoir offtaker)) Transmisi, pumping station, dan jaringan distribusi SPAM Kab. Gresik (Legundi) Pembangunan uprating IPA dari 50 l/s menjadi 100 l/s; Sistem perpipaan intake-ipa- Reservoir SPAM Kab. Gresik (Kec.Driyorejo, Wringinanom) Pembangunan uprating IPA dari 50 l/s menjadi 150 l/s Pembangunan IPA 100 L/S Sistem perpipaan intake-ipa- Reservoir Investasi Rp 2,5 juta dan Rp 3 juta Operator/ Investor PT. Vivendi PT. Hanarida Bentuk KPS Status per Agustus 2013 BOT ( ) & ( ) Rp M - BOT/Konsesi (PJPK menugaskan PDAM untuk mengelola SPAM Umbulan dengan diberi penyertaan modal Provinsi Rp. 35 Milyar dan standby loan dari Bank Jatim) Rp 47,5 M Rp 86,2 M PT. Dewata Bangun Tirta PT. Drupadi Agung Lestari BOT (B to B) RUOT (B to B) Beroperasi Capex telah disepakati sebesar Rp. 2,068 T pada Desember 2012 Konsultasi publik telah dilaksanakan pada tanggal 2 Maret 2013 Perjanjian kerjasama Pemprov dan Pemkab/ Pemkot akan diselesaikan 15 Juli 2013 Pembebasan tanah untuk tapak pipa 4 ha dan jalur pipa 1.5 ha akan diselesaikan pertengahan Oktober Telah tanda tangan kontrak 22/05/2012 Pembangunan intake & IPA sudah selesai dan rencana commissioning test. Pemasangan pipa JDU selesai dilakukan, pembangunan selesai dan jual beli air curah sudah terlaksana Telah tanda tangan kontrak 1 Okt 2012 Pembangunan IPA 100 l/s selesai dilakukan sudah terlaksana jual beli air curah Pemasangan pipa JDU sedang dilakukan dan sedang melaksanakan pembangunan uprating Sumber: BPJT dan BPPSPAM,

128 Tabel 5.19 Investasi Infrastruktur Bidang PU Melalui Skema KPS di Provinsi Banten JALAN TOL Proyek KPS Jakarta Tangerang Panjang : 27,00 km Prof. DR. Soedyatmo Panjang : 14,30 km Serpong Pondok Aren Panjang : 7,25 km Pembangunan Jalan Tol Panimbang Serang Cengkareng Batu Ceper Kunciran Panjang : 14,19 km Target pekerjaan : Kunciran Serpong Panjang : 11,19 km Target pekerjaan : Serpong Cinere Panjang : 10,14 km Target pekerjaan : Jembatan Selat Sunda Panjang : 29,00 km Target pekerjaan : Investasi (Milyar Rupiah) Total: Pemerintah: Swasta: Total : Pemerintah : - Swasta : Total : Pemerintah : - Swasta : Total : Pemerintah : - Swasta : Operator/ Investor Bentuk KPS Status per Agustus PT. Jasa Marga BOT Operasi - PT. Jasa Marga BOT Operasi - PT. Bintaro Serpong Damai Total : Pemerintah : - Swasta : BOT - BOT dengan dukungan PT. Marga Kunciran Cengkareng PT. Marga Trans Nusantara PT. Cinere Serpong Jaya BOT Operasi Penyusunan FS Ujung Kulon - Tj Lesung dan sekitarnya. Merupakan jalan nasional. Perlu analisa ekonomi pariwisata Belum mulai pengadaan tanah BOT Pengadaan tanah: 3.83% BOT Belum mulai pengadaan tanah - - Penyusunan studi AIR MINUM Proyek KPS BOO Serang Utara Kapasitas produksi 150 l/det Pipa transmisi 40 km Konsesi di Kota Tangerang IPA 50 l/det Pipa transmisi BOT Lippo Karawaci IPA 50 l/det Pipa transmisi Investasi Operator/ Investor - PT. Sauh Bahtera Samudera Rp 2,5 M Rp 10 M Bintang Heiten Jaya / Gadang Berhad Lippo Karawaci (Swasta penuh) Bentuk KPS Status per Agustus 2013 Pemda mendapat royalti 5%, tarif ditentukan pihak investor 25 tahun ( ) 25 tahun ( ) Beroperasi mulai 1993 Beroperasi di kawasan permukiman Beroperasi di kawasan permukiman, kualitas air minum (Potable Water) 112

129 AIR MINUM Proyek KPS Karian-Serpong Water Conveyance Pembangunan IPA 10,000 l/det Perpipaan 90 km SPAM Kab. Tangerang Pembangunan IPA 900 lt/det, reservoir, transmisi, dan jaringan distribusi SPAM Kab. Lebak (Kec. Maja dan Rangkasbitung) Pembangunan IPA 100 l/det dan pipa transmisi Investasi Operator/ Investor Bentuk KPS Status per Agustus 2013 Rp M - BOT Proses penyusunan dokumen pra FS dan DED oleh SDA tahun 2011, Proses tender untuk pembangunan DAM tahun 2012, Pembebasan lahan untuk DAM Karian proses dilakukan selesai tahun 2013 Rp 503 M Rp 67 M Pemkab. Tangerang PDAM Kab. Lebak, PT. Bangun Tirta Lebak Konsesi Joint Venture (B to B) Seluruh pekerjaan konstruksi intake dan bangunan IPA Tahap I (350 liter/detik) mencakup pekerjaan sipil, mekanikal dan elektrikalnya telah selesai Pemasangan pipa tersier Tahap I, untuk mengalirkan air ke sambungan rumah sebagian telah selesai. Pembangunan tahap II telah selesai dengan total kapasitas 900 l/s. Pipa pelayanan (service connection) telah terpasang Domestik telah tersambung 18,969 SR; terdaftar 35,185 SR, Industri yang tersambung 107; terdaftar 136. Proses pembuatan peraturan direksi, Permen PU No , ada perubahan wil pelayanan hanya Kec. Maja, PDAM dengan PT. CRM telah membentuk joint venture company dengan nama PT. Bangun Tirta Lebak tanggal 18 Oktober 2011 Pelaksanaan konstruksi sedang berjalan progres 20-25%, akhir 2012 selesai. PT. CRM menunggu pendanaan dari SMI/Bank dan sedang negosiasi untuk tarif jual beli air curah PT. CRM dengan TKR. 113

130 AIR MINUM Proyek KPS Investasi Operator/ Investor Bentuk KPS Status per Agustus 2013 SPAM Kota Tangerang Pembangunan intake, IPA 3x500 l/s dan Rehab 420 l/s, Transmisi, Distribusi, dan Reservoir Rp 1,063 M PT. Moya Asia, Ltd BOT Plus (B to B) Telah tanda tangan kontrak pada tanggal 18 Februari 2012, Dalam proses penyelesaian DED, Diperlukan capacity building untuk pemantauan dan evaluasi proyek kerjasama sesuai Permen PU No. 12 Tahun 2010 bagi tim monev dan investor PDAM sedang melakukan marketing plan untuk wilayah pelayanan Ada rencana perubahan lingkup kegiatan untuk Zona 2 dan 3 Sumber: BPJT dan BPPSPAM, 2013 Tabel 5.20 Investasi Infrastruktur Bidang PU Melalui Skema KPS di Provinsi Bali JALAN TOL Proyek KPS Nusa Dua Ngurah Rai Benoa Panjang : 9,70 km Target pekerjaan : Investasi Total : M Pemerintah: - Swasta : Operator/ Investor Bentuk KPS Status per Agustus 2013 PT. Jasamarga Bali Tol BOT Pengadaan tanah 100%, Konstruksi 100 %; Peresmian 23 September 2013 Pedungan-Nusa Dua Panjang: 11 km Rp 1,4 T Konsorsium 4 perusahaan (Pelindo III, PT. Jasa Marga, PT. Angkasa Pura I, dan Bali Tourism Development Corporate (BTDC)) BOT Studi kelayakan Sumber: BPJT,

131 Tabel 5.21 Investasi Infrastruktur Bidang PU Melalui Skema KPS di Provinsi Nusa Tenggara Barat AIR MINUM Proyek KPS SPAM Lombok Utara (Kec. Tanjung, Kec. Pemenang, dan Kawasan Gili Trawangan) Sistem perpipaan transmisi air bersih 30 l/s, Reservoir 500 m³, Sistem RO 20 L/S SPAM Lombok Tengah (Kawasan Mandalika Resort) Sistem perpipaan transmisi air bersih 100 l/s, dan reservoir 1000 m³ Investasi Operator/ Investor Bentuk KPS Status per Agustus 2013 Rp 12,8 M - Konsesi Penyusunan dokumen Pra FS oleh Ditpam tahun 2011, Penyusunan peraturan direksi dan dokumenpengadaan B to B. Rp 41,8 M - Konsesi Penyusunan dokumen Pra FS oleh Ditpam tahun 2011, Penyusunan peraturan direksi. Sumber: BPPSPAM, 2013 Tabel 5.22 Investasi Infrastruktur Bidang PU Melalui Skema KPS di Provinsi Kalimantan Barat AIR MINUM Proyek KPS Investasi Operator/ Investor Bentuk KPS Status per Agustus 2013 SPAM Kota Pontianak Bag. Timur WTP 300 lps Reservoir m³ Target pekerjaan: Rp 150,63 M PDAM Kota Pontianak BOT Dokumen FS sudah selesai dibuat, proses persiapan KPS 2012 SPAM Kota Pontianak WTP 300 L/det Rp 116 M PDAM Kota Pontianak BOT Penandatanganan kontrak telah dilakukan, Pelaksanaan konstruksi progres 29% Target Agustus 2012 selesai Sumber: BPPSPAM,

132 Tabel 5.23 Investasi Infrastruktur Bidang PU Melalui Skema KPS di Provinsi Kalimantan Tengah AIR MINUM Proyek KPS Investasi Rp 125 M SPAM Kota Sampit Pembangunan intake 280 l/s dan transmisi air baku Pembangunan IPA sementara 2x50 l/s, merehabilitasi dan uprating 2x 25 l/s menjadi 2x 40 l/s, membangun IPA baru 2x 100 l/s Pembangunan reservoir 4000 m³, pompa distribusi serta bangunan pelengkapnya SPAM Kota Palangkaraya Rp 62,5 M Pembangunan IPA kapasitas 300 lt/det, reservoir 5,500 m³ Sumber: BPPSPAM, 2013 Flyover Merak 116 Operator/ Investor PT. BestindoInogreen Konsorsium BOT Tanda tangan perjanjian kerjasama tanggal 8 Juli 2013 dengan PT. Bestindo-Inogreen Konsorsium - BOT Penyusunan dokumen pra FS oleh Ditpam tahun 2011, Rencana pendampingan persiapan KPS oleh BPPSPAM tahun 2012 Bentuk KPS Status per Agustus 2013

133 Tabel 5.24 Investasi Infrastruktur Bidang PU Melalui Skema KPS di Provinsi Kalimantan Selatan AIR MINUM Proyek KPS SPAM Banjarmasin IPA 500 l/det SPAM Kota Banjarmasin Peningkatan kapasitas IPA dari 1000 l/det menjadi 1500 l/det SPAM Kab Banjar dan Kota Banjarbaru (Landasan Ulin, Liang Anggang, Gambut, Kertak Hanyar, Tatah Makmur, Aluh-aluh, Beruntung Baru, Sungai Tabuk) Pembangunan IPA 2x250 lt/ det Pembangunan reservoir jaringan transmisi Pembangunan reservoir 4000 m³ dan ruang pompa distribusi Bangunan pendukung SPAM Kab. Tanah Bumbu Pembangunan intake Pembangunan IPA Pengadaan pipa transmisi Investasi Operator/ Investor US$ 5 juta PT. Adhi Karya BTO 5 tahun ( ) Bentuk KPS Status per Agustus 2013 Beroperasi oleh PDAM Banjarmasin Rp 100 M PDAM Kota Banjarmasin BOT (Uprating) Tender sudah dilakukan tahun 2010, tanda tangan kontrak pada tanggal 31 Des 2010, IPA kompartemen I 250 l/s menjadi 500 l/d sudah beroperasi Desember Rp 71,50 M PT. Drupadi Agung Lestari BOT (B to B) Telah tanda tangan kontrak kerjasama September 2012 Tahap pembuatan desain IPA, rencana Januari mulai konstruksi Groundbreaking Bulan Januari 2013, Adanya keterlambatan pelaksanaan tiang pancang dari jadwal semula, karena keterlambatan pengiriman dari pabrikan Surabaya, kerusakan alat transportasi di perairan Laut Jawa Rp 10 M - BOT (B to B) Finalisasi/ negosiasi perjanjian kerjasama Sumber : BPPSPAM, 2013 Tabel 5.25 Investasi Infrastruktur Bidang PU Melalui Skema KPS di Provinsi Kalimantan Timur JALAN TOL Proyek KPS Investasi Operator/ Investor Bentuk KPS Status per Agustus 2013 Balikpapan Samarinda Panjang : 99,02 Km Target Pekerjaan: Total : M Pemerintah : M Swasta : M - BOT dengan dukungan Pengadaan tanah : Seksi I 51,75%, Seksi II 85,60%, Seksi III 39,66%, Seksi IV 58,77%, Seksi V 68,93% Sumber: BPJT,

134 Tabel 5.26 Investasi Infrastruktur Bidang PU Melalui Skema KPS di Provinsi Sulawesi Utara JALAN TOL Proyek KPS Investasi Operator/ Investor Bentuk KPS Status per Agustus 2013 Manado Bitung Panjang : 39 Km Target Pekerjaan: Total: Rp M Pemerintah: Rp M Swasta: Rp M - BOT dengan dukungan Pengadaan Tanah: 25,44% Sumber: BPJT, 2013 Jalan Lingkar Ambarawa 118

135 Tabel 5.27 Investasi Infrastruktur Bidang PU Melalui Skema KPS di Provinsi Sulawesi Selatan JALAN TOL Proyek KPS Ujung Pandang Tahap I Panjang : 6,05 km Makassar Seksi IV Panjang : 11,60 km Operator/ Investasi Investor - PT. Bosowa Marga Nusantara Bentuk KPS Status per Agustus 2013 BOT Operasi mulai PT. Jalan Tol Seksi Empat BOT Operasi mulai 2008 Proyek KPS SPAM Kota Makassar (Makassar Selatan, Timur (Biringkanaya dan Tamalanrea), dan Utara (KIMA)) Uprating IPA Somba Opu dari 1000 l/s menjadi 3000 l/s dan jaringan distribusi SPAM Kota Makassar (Makassar Selatan dan Utara (KIMA)) Uprating IPA Maccini Sombala dari 100 l/s menjadi 400 l/s, Jaringan distribusi SPAM Kota Makassar (Kota Makassar Bagian Timur (Kec. Tamalanrea & Kec. Biringkanaya)) Pembangunan bendungan dari Sungai Tallo Pembangunan intake dan IPA kapasitas 600 l/s (tahap I 300 l/s, IPA tahap II 300 l/s) Pemasangan pipa transmisi air bersih dan pengembangan jaringan pipa sekunder Pembebasan lahan Sumber: BPJT dan BPPSPAM, 2013 Investasi AIR MINUM Operator/ Investor Bentuk KPS Rp 455 M PT. Bahana Cipta BOT 25 Tahun (B to B) Rp 70 M PT. Multi Enka Utama BOT 25 Tahun Status per Agustus 2013 Telah tanda tangan kontrak dengan PT. Bahana Cipta Proses uprating belum dilaksanakan. Telah tanda tangan kontrak dengan PT. Multi Enka Utama, Proses uprating belum dilaksanakan Rp 185 M PT. Moya Indonesia BOT (B to B) Tanda tangan perjanjian kerjasama tanggal 6 Juli 2013 dengan PT. Moya Indonesia *** 119

136 BAB 6 PENUTUP Jembatan Kapuas II 120

137 Investasi infrastruktur merupakan salah satu kunci utama untuk mencapai target pertumbuhan ekonomi karena pembangunan infrastruktur diyakini sebagai faktor yang dapat mengakselerasi pertumbuhan ekonomi. Sebaliknya, kurangnya investasi infrastruktur dapat menghambat pertumbuhan ekonomi dikarenakan terhambatnya pembangunan infrastruktur. Dalam Buku Master Plan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI), pemerintah telah mencita-citakan bahwa pada tahun 2025, Indonesia diharapkan dapat menjadi negara maju dan termasuk 10 (sepuluh) negara besar di dunia dengan pendapatan per kapita yang berkisar antara USD USD dengan nilai total perekonomian (PDB) berkisar antara USD 4,0 4,5 triliun. Untuk mencapai cita-cita tersebut, peran infrastruktur menjadi sangat penting. Untuk itu, Pemerintah terus berupaya untuk menaikkan investasi infrastruktur untuk mencapai angka 5% tersebut melalui berbagai cara, diantaranya dengan meningkatkan anggaran Pemerintah sendiri untuk infrastruktur dan juga dengan menyusun berbagai kerangka peraturan untuk meningkatkan minat investasi swasta di bidang infrastruktur. Buku Profil ini berisi data dan informasi mengenai investasi Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, dan Swasta pada infrastruktur bidang PU. Dalam buku ini terlihat bahwa beberapa tantangan terkait investasi infrastruktur bidang PU diantaranya adalah: kondisi infrastruktur bidang PU terutama di provinsi-provinsi di Kawasan Timur Indonesia masih cukup memprihatinkan, masih tingginya ketergantungan daerah terhadap transfer dana dari Pemerintah Pusat dalam melakukan pembangunan infrastruktur di provinsinya masing-masing, dan masih belum optimalnya peran swasta dalam hal sharing pendanaan infrastruktur dengan Pemerintah. Untuk itu, diperlukan upaya yang terus menerus untuk meningkatkan peran Pemerintah 121

4 GAMBARAN UMUM. No Jenis Penerimaan

4 GAMBARAN UMUM. No Jenis Penerimaan 4 GAMBARAN UMUM 4.1 Kinerja Fiskal Daerah Kinerja fiskal yang dibahas dalam penelitian ini adalah tentang penerimaan dan pengeluaran pemerintah daerah, yang digambarkan dalam APBD Provinsi dan Kabupaten/Kota

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sejak tahun 1970-an telah terjadi perubahan menuju desentralisasi di antara negaranegara,

BAB I PENDAHULUAN. Sejak tahun 1970-an telah terjadi perubahan menuju desentralisasi di antara negaranegara, BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Sejak tahun 1970-an telah terjadi perubahan menuju desentralisasi di antara negaranegara, baik negara ekonomi berkembang maupun negara ekonomi maju. Selain pergeseran

Lebih terperinci

WORKSHOP (MOBILITAS PESERTA DIDIK)

WORKSHOP (MOBILITAS PESERTA DIDIK) WORKSHOP (MOBILITAS PESERTA DIDIK) KONSEP 1 Masyarakat Anak Pendidikan Masyarakat Pendidikan Anak Pendekatan Sektor Multisektoral Multisektoral Peserta Didik Pendidikan Peserta Didik Sektoral Diagram Venn:

Lebih terperinci

Info Singkat Kemiskinan dan Penanggulangan Kemiskinan

Info Singkat Kemiskinan dan Penanggulangan Kemiskinan Info Singkat Kemiskinan dan Penanggulangan Kemiskinan http://simpadu-pk.bappenas.go.id 137448.622 1419265.7 148849.838 1548271.878 1614198.418 1784.239 1789143.87 18967.83 199946.591 294358.9 2222986.856

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hal ini ditandai dengan diterbitkannya Undang-Undang Nomor 32 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. Hal ini ditandai dengan diterbitkannya Undang-Undang Nomor 32 Tahun digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Desentralisasi fiskal sudah dilaksanakan di Indonesia sejak tahun 2001. Hal ini ditandai dengan diterbitkannya Undang-Undang Nomor 32 Tahun

Lebih terperinci

POTRET PENDIDIKAN PROVINSI JAWA TENGAH (Indikator Makro)

POTRET PENDIDIKAN PROVINSI JAWA TENGAH (Indikator Makro) POTRET PENDIDIKAN PROVINSI JAWA TENGAH (Indikator Makro) Pusat Data dan Statistik Pendidikan - Kebudayaan Setjen, Kemendikbud Jakarta, 2015 DAFTAR ISI A. Dua Konsep Pembahasan B. Potret IPM 2013 1. Nasional

Lebih terperinci

ANALISIS DAN EVALUASI PELAYANAN KELUARGA BERENCANA BAGI KELUARGA PRA SEJAHTERA DAN KELUARGA SEJAHTERA I DATA TAHUN 2013

ANALISIS DAN EVALUASI PELAYANAN KELUARGA BERENCANA BAGI KELUARGA PRA SEJAHTERA DAN KELUARGA SEJAHTERA I DATA TAHUN 2013 ANALISIS DAN EVALUASI PELAYANAN KELUARGA BERENCANA BAGI KELUARGA PRA SEJAHTERA DAN KELUARGA SEJAHTERA I DATA TAHUN 2013 BADAN KEPENDUDUKAN DAN KELUARGA BERENCANA NASIONAL DIREKTORAT PELAPORAN DAN STATISTIK

Lebih terperinci

PANDUAN PENGGUNAAN Aplikasi SIM Persampahan

PANDUAN PENGGUNAAN Aplikasi SIM Persampahan PANDUAN PENGGUNAAN Aplikasi SIM Persampahan Subdit Pengelolaan Persampahan Direktorat Pengembangan PLP DIREKTORAT JENDRAL CIPTA KARYA KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT Aplikasi SIM PERSAMPAHAN...(1)

Lebih terperinci

DIREKTORAT JENDERAL KETENAGALISTRIKAN KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL

DIREKTORAT JENDERAL KETENAGALISTRIKAN KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL PROGRAM LISTRIK PERDESAAN DI INDONESIA: KEBIJAKAN, RENCANA DAN PENDANAAN Jakarta, 20 Juni 2013 DIREKTORAT JENDERAL KETENAGALISTRIKAN KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL KONDISI SAAT INI Kondisi

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Kata Pengantar. iii

KATA PENGANTAR. Kata Pengantar. iii 1 ii Deskripsi dan Analisis APBD 2014 KATA PENGANTAR Pelaksanaan desentralisasi fiskal yang dimulai sejak tahun 2001 menunjukkan fakta bahwa dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang dialokasikan

Lebih terperinci

POTRET PENDIDIKAN PROVINSI SULAWESI BARAT (Indikator Makro)

POTRET PENDIDIKAN PROVINSI SULAWESI BARAT (Indikator Makro) POTRET PENDIDIKAN PROVINSI SULAWESI BARAT (Indikator Makro) Pusat Data dan Statistik Pendidikan - Kebudayaan Kemendikbud Jakarta, 2015 DAFTAR ISI A. Dua Konsep Pembahasan B. Potret IPM 2013 1. Nasional

Lebih terperinci

BAB V KEBIJAKAN DESENTRALISASI FISKAL DAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH 2009

BAB V KEBIJAKAN DESENTRALISASI FISKAL DAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH 2009 BAB V KEBIJAKAN DESENTRALISASI FISKAL DAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH 2009 5.1.Pendahuluan Kebijakan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal yang telah dilaksanakan sejak tahun 2001 adalah dalam rangka

Lebih terperinci

Evaluasi Kegiatan TA 2016 dan Rancangan Kegiatan TA 2017 Ditjen Prasarana dan Sarana Pertanian *)

Evaluasi Kegiatan TA 2016 dan Rancangan Kegiatan TA 2017 Ditjen Prasarana dan Sarana Pertanian *) Evaluasi Kegiatan TA 2016 dan Rancangan Kegiatan TA 2017 Ditjen Prasarana dan Sarana Pertanian *) Oleh : Dr. Ir. Sumarjo Gatot Irianto, MS, DAA Direktur Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian *) Disampaikan

Lebih terperinci

Deskripsi dan Analisis

Deskripsi dan Analisis 1 Deskripsi dan Analisis APBD 2012 ii Deskripsi dan Analisis APBD 2012 Daftar Isi DAFTAR ISI...iii DAFTAR TABEL... vi DAFTAR GRAFIK... vii KATA PENGANTAR... xi EKSEKUTIF SUMMARY...xiii BAB I PENDAHULUAN...1

Lebih terperinci

5. PROFIL KINERJA FISKAL, PEREKONOMIAN, DAN KEMISKINAN SEKTORAL DAERAH DI INDONESIA

5. PROFIL KINERJA FISKAL, PEREKONOMIAN, DAN KEMISKINAN SEKTORAL DAERAH DI INDONESIA 86 5. PROFIL KINERJA FISKAL, PEREKONOMIAN, DAN KEMISKINAN SEKTORAL DAERAH DI INDONESIA Profil kinerja fiskal, perekonomian, dan kemiskinan sektoral daerah pada bagian ini dianalisis secara deskriptif berdasarkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. manusia. Seiring perkembangan zaman tentu kebutuhan manusia bertambah, oleh

BAB 1 PENDAHULUAN. manusia. Seiring perkembangan zaman tentu kebutuhan manusia bertambah, oleh BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perekonomian merupakan hal yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia. Seiring perkembangan zaman tentu kebutuhan manusia bertambah, oleh karena itu perekonomian

Lebih terperinci

PEMANTAUAN CAPAIAN PROGRAM & KEGIATAN KEMENKES TA 2015 OLEH: BIRO PERENCANAAN & ANGGARAN JAKARTA, 7 DESEMBER 2015

PEMANTAUAN CAPAIAN PROGRAM & KEGIATAN KEMENKES TA 2015 OLEH: BIRO PERENCANAAN & ANGGARAN JAKARTA, 7 DESEMBER 2015 PEMANTAUAN CAPAIAN PROGRAM & KEGIATAN KEMENKES TA 2015 OLEH: BIRO PERENCANAAN & ANGGARAN JAKARTA, 7 DESEMBER 2015 Penilaian Status Capaian Pelaksanaan Kegiatan/ Program Menurut e-monev DJA CAPAIAN KINERJA

Lebih terperinci

MENTERI PEKERJAAN UMUM REPUBLIK INDONESIA

MENTERI PEKERJAAN UMUM REPUBLIK INDONESIA MENTERI PEKERJAAN UMUM REPUBLIK INDONESIA Disampaikan pada: SEMINAR NASIONAL FEED THE WORLD JAKARTA, 28 JANUARI 2010 Pendekatan Pengembangan Wilayah PU Pengembanga n Wilayah SDA BM CK Perkim BG AM AL Sampah

Lebih terperinci

INDEKS TENDENSI BISNIS DAN INDEKS TENDENSI KONSUMEN TRIWULAN I-2013

INDEKS TENDENSI BISNIS DAN INDEKS TENDENSI KONSUMEN TRIWULAN I-2013 BADAN PUSAT STATISTIK No. 34/05/Th. XVI, 6 Mei 2013 INDEKS TENDENSI BISNIS DAN INDEKS TENDENSI KONSUMEN TRIWULAN I-2013 KONDISI BISNIS DAN EKONOMI KONSUMEN MENINGKAT A. INDEKS TENDENSI BISNIS A. Penjelasan

Lebih terperinci

KINERJA TATA KELOLA PROVINSI SULTENG

KINERJA TATA KELOLA PROVINSI SULTENG KINERJA TATA KELOLA PROVINSI SULTENG SEKILAS TENTANG IGI Indonesia Governance Index (IGI) adalah pengukuran kinerja tata kelola pemerintahan (governance) di Indonesia yang sangat komprehensif. Pada saat

Lebih terperinci

KEBIJAKAN STRATEGIS PNPM MANDIRI KE DEPAN

KEBIJAKAN STRATEGIS PNPM MANDIRI KE DEPAN SEKRETARIAT WAKIL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA KEBIJAKAN STRATEGIS PNPM MANDIRI KE DEPAN DEPUTI SESWAPRES BIDANG KESEJAHTERAAN RAKYAT DAN PENANGGULANGAN KEMISKINAN SELAKU SEKRETARIS EKSEKUTIF TIM NASIONAL

Lebih terperinci

KINERJA TATA KELOLA PROVINSI SUMATERA SELATAN

KINERJA TATA KELOLA PROVINSI SUMATERA SELATAN KINERJA TATA KELOLA PROVINSI SUMATERA SELATAN SEKILAS TENTANG IGI Indonesia Governance Index (IGI) adalah pengukuran kinerja tata kelola pemerintahan (governance) di Indonesia yang sangat komprehensif.

Lebih terperinci

PEMETAAN DAYA SAING PERTANIAN INDONESIA

PEMETAAN DAYA SAING PERTANIAN INDONESIA Pendahuluan Policy Brief PEMETAAN DAYA SAING PERTANIAN INDONESIA 1. Dinamika perkembangan ekonomi global akhir-akhir ini memberikan sinyal tentang pentingnya peningkatan daya saing pertanian. Di tingkat

Lebih terperinci

POTRET PENDIDIKAN PROVINSI KEPULAUAN RIAU (Indikator Makro)

POTRET PENDIDIKAN PROVINSI KEPULAUAN RIAU (Indikator Makro) POTRET PENDIDIKAN PROVINSI KEPULAUAN RIAU (Indikator Makro) Pusat Data dan Statistik Pendidikan - Kebudayaan Setjen, Kemendikbud Jakarta, 2015 DAFTAR ISI A. Dua Konsep Pembahasan B. Potret IPM 2013 1.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sosial. Selain itu pembangunan adalah rangkaian dari upaya dan proses yang

BAB I PENDAHULUAN. sosial. Selain itu pembangunan adalah rangkaian dari upaya dan proses yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pembangunan adalah kemajuan yang diharapkan oleh setiap negara. Pembangunan adalah perubahan yang terjadi pada semua struktur ekonomi dan sosial. Selain itu

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. sumber daya alam tidak diragukan lagi Indonesia memiliki kekayaan alam yang

BAB 1 PENDAHULUAN. sumber daya alam tidak diragukan lagi Indonesia memiliki kekayaan alam yang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara berkembang yang memiliki potensi sumber daya yang sangat besar baik sumber daya alam maupun sumber daya manusia, untuk sumber daya alam tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang penting dilakukan suatu Negara untuk tujuan menghasilkan sumber daya

BAB I PENDAHULUAN. yang penting dilakukan suatu Negara untuk tujuan menghasilkan sumber daya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan manusia merupakan salah satu syarat mutlak bagi kelangsungan hidup bangsa dalam rangka menghasilkan sumber daya manusia yang berkualitas. Menciptakan pembangunan

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM PENELITIAN

BAB IV GAMBARAN UMUM PENELITIAN BAB IV GAMBARAN UMUM PENELITIAN A. Kondisi Geografis Negara Indonesia Penulis menyajikan gambaran umum yang meliputi kondisi Geografis, kondisi ekonomi di 33 provinsi Indonesia. Sumber : Badan Pusat Statistik

Lebih terperinci

KINERJA TATA KELOLA PROVINSI GORONTALO

KINERJA TATA KELOLA PROVINSI GORONTALO KINERJA TATA KELOLA PROVINSI GORONTALO SEKILAS TENTANG IGI Indonesia Governance Index (IGI) adalah pengukuran kinerja tata kelola pemerintahan (governance) di Indonesia yang sangat komprehensif. Pada saat

Lebih terperinci

KINERJA TATA KELOLA PROVINSI PAPUA

KINERJA TATA KELOLA PROVINSI PAPUA KINERJA TATA KELOLA PROVINSI PAPUA SEKILAS TENTANG IGI Indonesia Governance Index (IGI) adalah pengukuran kinerja tata kelola pemerintahan (governance) di Indonesia yang sangat komprehensif. Pada saat

Lebih terperinci

Mekanisme Pelaksanaan Musrenbangnas 2017

Mekanisme Pelaksanaan Musrenbangnas 2017 Mekanisme Pelaksanaan Musrenbangnas 2017 - Direktur Otonomi Daerah Bappenas - Temu Triwulanan II 11 April 2017 1 11 April 11-21 April (7 hari kerja) 26 April 27-28 April 2-3 Mei 4-5 Mei 8-9 Mei Rakorbangpus

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator keberhasilan pembangunan suatu negara. Pertumbuhan ekonomi Indonesia mengalami perubahan yang cukup berfluktuatif. Pada

Lebih terperinci

KEBIJAKAN LOKASI PROGRAM PERBAIKAN IRIGASI BERDASARKAN PELUANG PENINGKATAN INDEKS PERTANAMAN (IP) 1

KEBIJAKAN LOKASI PROGRAM PERBAIKAN IRIGASI BERDASARKAN PELUANG PENINGKATAN INDEKS PERTANAMAN (IP) 1 KEBIJAKAN LOKASI PROGRAM PERBAIKAN IRIGASI BERDASARKAN PELUANG PENINGKATAN INDEKS PERTANAMAN (IP) 1 Sudi Mardianto, Ketut Kariyasa, dan Mohamad Maulana Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi

Lebih terperinci

KINERJA TATA KELOLA PROVINSI DIY

KINERJA TATA KELOLA PROVINSI DIY KINERJA TATA KELOLA PROVINSI DIY SEKILAS TENTANG IGI Indonesia Governance Index (IGI) adalah pengukuran kinerja tata kelola pemerintahan (governance) di Indonesia yang sangat komprehensif. Pada saat ini

Lebih terperinci

KINERJA TATA KELOLA PROVINSI JAWA TIMUR

KINERJA TATA KELOLA PROVINSI JAWA TIMUR KINERJA TATA KELOLA PROVINSI JAWA TIMUR SEKILAS TENTANG IGI Indonesia Governance Index (IGI) adalah pengukuran kinerja tata kelola pemerintahan (governance) di Indonesia yang sangat komprehensif. Pada

Lebih terperinci

INDEKS TENDENSI KONSUMEN (ITK) PROVINSI PAPUA TRIWULAN I-2017

INDEKS TENDENSI KONSUMEN (ITK) PROVINSI PAPUA TRIWULAN I-2017 BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI PAPUA INDEKS TENDENSI KONSUMEN (ITK) PROVINSI PAPUA TRIWULAN I-2017 A. Penjelasan Umum 1. Indeks Tendensi Konsumen (ITK) I-2017 No. 27/05/94/Th. VII, 5 Mei 2017 Indeks Tendensi

Lebih terperinci

KINERJA TATA KELOLA PROVINSI ACEH

KINERJA TATA KELOLA PROVINSI ACEH KINERJA TATA KELOLA PROVINSI ACEH SEKILAS TENTANG IGI Indonesia Governance Index (IGI) adalah pengukuran kinerja tata kelola pemerintahan (governance) di Indonesia yang sangat komprehensif. Pada saat ini

Lebih terperinci

KINERJA TATA KELOLA PROVINSI DKI JAKARTA

KINERJA TATA KELOLA PROVINSI DKI JAKARTA KINERJA TATA KELOLA PROVINSI DKI JAKARTA SEKILAS TENTANG IGI Indonesia Governance Index (IGI) adalah pengukuran kinerja tata kelola pemerintahan (governance) di Indonesia yang sangat komprehensif. Pada

Lebih terperinci

KINERJA TATA KELOLA PROVINSI BENGKULU

KINERJA TATA KELOLA PROVINSI BENGKULU KINERJA TATA KELOLA PROVINSI BENGKULU SEKILAS TENTANG IGI Indonesia Governance Index (IGI) adalah pengukuran kinerja tata kelola pemerintahan (governance) di Indonesia yang sangat komprehensif. Pada saat

Lebih terperinci

PETA KEMAMPUAN KEUANGAN PROVINSI DALAM ERA OTONOMI DAERAH:

PETA KEMAMPUAN KEUANGAN PROVINSI DALAM ERA OTONOMI DAERAH: PETA KEMAMPUAN KEUANGAN PROVINSI DALAM ERA OTONOMI DAERAH: Tinjauan atas Kinerja PAD, dan Upaya yang Dilakukan Daerah Direktorat Pengembangan Otonomi Daerah deddyk@bappenas.go.id Abstrak Tujuan kajian

Lebih terperinci

STATUS : 15 JULI 2009 DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM DIREKTORAT JENDERAL CIPTA KARYA

STATUS : 15 JULI 2009 DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM DIREKTORAT JENDERAL CIPTA KARYA KEMAJUAN PELAKSANAAN KEGIATAN PEMBANGUNAN DI LINGKUNGAN DITJEN CIPTA KARYA STATUS : 15 JULI 2009 DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM DIREKTORAT JENDERAL CIPTA KARYA 1 PELAKSANAAN KEGIATAN DITJEN CIPTA KARYA TAHUN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Penanaman modal atau investasi merupakan langkah awal kegiatan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Penanaman modal atau investasi merupakan langkah awal kegiatan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penanaman modal atau investasi merupakan langkah awal kegiatan produksi. Pada posisi semacam ini investasi pada hakekatnya juga merupakan langkah awal kegiatan pembangunan

Lebih terperinci

INDEKS TENDENSI KONSUMEN PROVINSI LAMPUNG TRIWULAN III-2015 DAN PERKIRAAN TRIWULAN IV-2015

INDEKS TENDENSI KONSUMEN PROVINSI LAMPUNG TRIWULAN III-2015 DAN PERKIRAAN TRIWULAN IV-2015 BPS PROVINSI LAMPUNG No. 10/11/18.Th.V, 5 November 2015 INDEKS TENDENSI KONSUMEN PROVINSI LAMPUNG TRIWULAN III-2015 DAN PERKIRAAN TRIWULAN IV-2015 INDEKS TENDENSI KONSUMEN LAMPUNG TRIWULAN III-2015 SEBESAR

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Kata Pengantar. iii

KATA PENGANTAR. Kata Pengantar. iii 1 ii Deskripsi dan Analisis APBD 2013 KATA PENGANTAR Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) merupakan instrumen kebijakan fiskal yang utama bagi pemerintah daerah. Dalam APBD termuat prioritas-prioritas

Lebih terperinci

Tabel 1. Pertumbuhan Ekonomi dan Kebutuhan Investasi

Tabel 1. Pertumbuhan Ekonomi dan Kebutuhan Investasi Boks 2 REALISASI INVESTASI DALAM MENDORONG PERTUMBUHAN EKONOMI RIAU I. GAMBARAN UMUM Investasi merupakan salah satu pilar pokok dalam mencapai pertumbuhan ekonomi, karena mampu memberikan multiplier effect

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan Desentralisasi di Indonesia ditandai dengan adanya Undangundang

BAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan Desentralisasi di Indonesia ditandai dengan adanya Undangundang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pelaksanaan Desentralisasi di Indonesia ditandai dengan adanya Undangundang Nomor 22 dan Nomor 25 tahun 1999 yang sekaligus menandai perubahan paradigma pembangunan

Lebih terperinci

INDEKS TENDENSI KONSUMEN

INDEKS TENDENSI KONSUMEN No. 10/02/91 Th. VI, 6 Februari 2012 INDEKS TENDENSI KONSUMEN A. Penjelasan Umum Indeks Tendensi Konsumen (ITK) adalah indikator perkembangan ekonomi terkini yang dihasilkan Badan Pusat Statistik melalui

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP KATA PENGANTAR Keberhasilan pembangunan kesehatan membutuhkan perencanaan yang baik yang didasarkan pada data dan informasi kesehatan yang tepat dan akurat serta berkualitas, sehingga dapat menggambarkan

Lebih terperinci

INDEKS TENDENSI KONSUMEN (ITK) PROVINSI PAPUA TRIWULAN IV-2016

INDEKS TENDENSI KONSUMEN (ITK) PROVINSI PAPUA TRIWULAN IV-2016 BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI PAPUA INDEKS TENDENSI KONSUMEN (ITK) PROVINSI PAPUA TRIWULAN A. Penjelasan Umum No. 11/02/94/Th. VII, 6 Februari 2017 Indeks Tendensi Konsumen (ITK) adalah indikator perkembangan

Lebih terperinci

VIII. PROSPEK PERMINTAAN PRODUK IKAN

VIII. PROSPEK PERMINTAAN PRODUK IKAN 185 VIII. PROSPEK PERMINTAAN PRODUK IKAN Ketersediaan produk perikanan secara berkelanjutan sangat diperlukan dalam usaha mendukung ketahanan pangan. Ketersediaan yang dimaksud adalah kondisi tersedianya

Lebih terperinci

RENCANA KEGIATAN DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN TAHUN 2018

RENCANA KEGIATAN DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN TAHUN 2018 RENCANA KEGIATAN DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN TAHUN 2018 Disampaikan pada: MUSYAWARAH PERENCANAAN PEMBANGUNAN PERTANIAN NASIONAL Jakarta, 30 Mei 2017 CAPAIAN INDIKATOR MAKRO PEMBANGUNAN PERKEBUNAN NO.

Lebih terperinci

INDEKS TENDENSI KONSUMEN PROVINSI LAMPUNG TRIWULAN I-2016 DAN PERKIRAAN TRIWULAN II-2016

INDEKS TENDENSI KONSUMEN PROVINSI LAMPUNG TRIWULAN I-2016 DAN PERKIRAAN TRIWULAN II-2016 BPS PROVINSI LAMPUNG No. 10/05/18/Th. VI, 4 Mei 2016 INDEKS TENDENSI KONSUMEN PROVINSI LAMPUNG TRIWULAN I-2016 DAN PERKIRAAN TRIWULAN II-2016 INDEKS TENDENSI KONSUMEN LAMPUNG TRIWULAN I-2016 SEBESAR 101,55

Lebih terperinci

KINERJA TATA KELOLA PROVINSI SULAWESI SELATAN

KINERJA TATA KELOLA PROVINSI SULAWESI SELATAN KINERJA TATA KELOLA PROVINSI SULAWESI SELATAN SEKILAS TENTANG IGI Indonesia Governance Index (IGI) adalah pengukuran kinerja tata kelola pemerintahan (governance) di Indonesia yang sangat komprehensif.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur, maka pelaksanaan pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur, maka pelaksanaan pembangunan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Sebagaimana cita-cita kita bangsa Indonesia dalam bernegara yaitu untuk mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur, maka pelaksanaan pembangunan menjadi

Lebih terperinci

PAGU SATUAN KERJA DITJEN BINA MARGA 2012

PAGU SATUAN KERJA DITJEN BINA MARGA 2012 No Kode PAGU SATUAN KERJA DITJEN BINA MARGA 2012 Nama Satuan Kerja Pagu Dipa 1 4497035 DIREKTORAT BINA PROGRAM 68,891,505.00 2 4498620 PELAKSANAAN JALAN NASIONAL WILAYAH I PROVINSI JATENG 422,599,333.00

Lebih terperinci

KINERJA TATA KELOLA PROVINSI BALI

KINERJA TATA KELOLA PROVINSI BALI KINERJA TATA KELOLA PROVINSI BALI SEKILAS TENTANG IGI Indonesia Governance Index (IGI) adalah pengukuran kinerja tata kelola pemerintahan (governance) di Indonesia yang sangat komprehensif. Pada saat ini

Lebih terperinci

PENGELOLAAN PERBENDAHARAAN NEGARA DAN KESIAPAN PENYALURAN DAK FISIK DAN DANA DESA MELALUI KPPN

PENGELOLAAN PERBENDAHARAAN NEGARA DAN KESIAPAN PENYALURAN DAK FISIK DAN DANA DESA MELALUI KPPN KEMENTERIAN KEUANGAN DIREKTORAT JENDERAL PERBENDAHARAAN PENGELOLAAN PERBENDAHARAAN NEGARA DAN KESIAPAN PENYALURAN DAK FISIK DAN DANA DESA MELALUI DISAMPAIKAN DIREKTUR JENDERAL PERBENDAHARAAN DALAM SOSIALISASI

Lebih terperinci

TABEL 1 LAJU PERTUMBUHAN PDRB MENURUT LAPANGAN USAHA (Persentase) Triw I 2011 Triw II Semester I 2011 LAPANGAN USAHA

TABEL 1 LAJU PERTUMBUHAN PDRB MENURUT LAPANGAN USAHA (Persentase) Triw I 2011 Triw II Semester I 2011 LAPANGAN USAHA No. 01/08/53/TH.XIV, 5 AGUSTUS PERTUMBUHAN EKONOMI NTT TRIWULAN II TUMBUH 5,21 PERSEN Pertumbuhan ekonomi NTT yang diukur berdasarkan kenaikan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) pada triwulan II tahun

Lebih terperinci

KINERJA TATA KELOLA PROVINSI BANTEN

KINERJA TATA KELOLA PROVINSI BANTEN KINERJA TATA KELOLA PROVINSI BANTEN SEKILAS TENTANG IGI Indonesia Governance Index (IGI) adalah pengukuran kinerja tata kelola pemerintahan (governance) di Indonesia yang sangat komprehensif. Pada saat

Lebih terperinci

Assalamu alaikum Wr. Wb.

Assalamu alaikum Wr. Wb. Sambutan Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Republik Indonesia Assalamu alaikum Wr. Wb. Sebuah kebijakan akan lebih menyentuh pada persoalan yang ada apabila dalam proses penyusunannya

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP KATA PENGANTAR Keberhasilan pembangunan kesehatan membutuhkan perencanaan yang baik yang didasarkan pada data dan informasi kesehatan yang tepat dan akurat serta berkualitas, sehingga dapat menggambarkan

Lebih terperinci

INDEKS TENDENSI KONSUMEN (ITK) PROVINSI PAPUA TRIWULAN I-2016

INDEKS TENDENSI KONSUMEN (ITK) PROVINSI PAPUA TRIWULAN I-2016 No. 25/05/94/Th. VI, 4 Mei 2016 INDEKS TENDENSI KONSUMEN (ITK) PROVINSI PAPUA TRIWULAN A. Penjelasan Umum Indeks Tendensi Konsumen (ITK) adalah indikator perkembangan ekonomi konsumen terkini yang dihasilkan

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP KATA PENGANTAR Keberhasilan pembangunan kesehatan membutuhkan perencanaan yang baik yang didasarkan pada data dan informasi kesehatan yang tepat dan akurat serta berkualitas, sehingga dapat menggambarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seluruh aspek kehidupan. Salah satu aspek reformasi yang dominan adalah

BAB I PENDAHULUAN. seluruh aspek kehidupan. Salah satu aspek reformasi yang dominan adalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Reformasi yang dimulai beberapa tahun lalu telah merambah ke seluruh aspek kehidupan. Salah satu aspek reformasi yang dominan adalah aspek pemerintahan yaitu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. suatu negara. Hubungan keduanya dijelaskan dalam Hukum Okun yang menunjukkan

BAB I PENDAHULUAN. suatu negara. Hubungan keduanya dijelaskan dalam Hukum Okun yang menunjukkan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengangguran merupakan satu dari banyak permasalahan yang terjadi di seluruh negara di dunia, terutama di negara berkembang seperti Indonesia. Hal ini terjadi karena

Lebih terperinci

INDEKS TENDENSI BISNIS DAN INDEKS TENDENSI KONSUMEN TRIWULAN I-2015

INDEKS TENDENSI BISNIS DAN INDEKS TENDENSI KONSUMEN TRIWULAN I-2015 BADAN PUSAT STATISTIK No. 46/05/Th. XVIII, 5 Mei 2015 INDEKS TENDENSI BISNIS DAN INDEKS TENDENSI KONSUMEN TRIWULAN I-2015 KONDISI BISNIS MENURUN NAMUN KONDISI EKONOMI KONSUMEN SEDIKIT MENINGKAT A. INDEKS

Lebih terperinci

PEMETAAN DAN KAJIAN CEPAT

PEMETAAN DAN KAJIAN CEPAT Tujuan dari pemetaan dan kajian cepat pemetaan dan kajian cepat prosentase keterwakilan perempuan dan peluang keterpilihan calon perempuan dalam Daftar Caleg Tetap (DCT) Pemilu 2014 adalah: untuk memberikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. desentralisasi fiskal dan otonomi daerah telah membawa konsekuensi pada

BAB I PENDAHULUAN. desentralisasi fiskal dan otonomi daerah telah membawa konsekuensi pada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Otonomi daerah telah melahirkan desentralisasi fiskal yang dapat memberikan suatu perubahan kewenangan bagi hubungan keuangan antara pemerintah pusat dengan pemerintah

Lebih terperinci

KINERJA TATA KELOLA PROVINSI PAPUA BARAT

KINERJA TATA KELOLA PROVINSI PAPUA BARAT KINERJA TATA KELOLA PROVINSI PAPUA BARAT SEKILAS TENTANG IGI Indonesia Governance Index (IGI) adalah pengukuran kinerja tata kelola pemerintahan (governance) di Indonesia yang sangat komprehensif. Pada

Lebih terperinci

BAB II JAWA BARAT DALAM KONSTELASI NASIONAL

BAB II JAWA BARAT DALAM KONSTELASI NASIONAL BAB II JAWA BARAT DALAM KONSTELASI NASIONAL 2.1 Indeks Pembangunan Manusia beserta Komponennya Indikator Indeks Pembangunan Manusia (IPM; Human Development Index) merupakan salah satu indikator untuk mengukur

Lebih terperinci

IPM KABUPATEN BANGKA: CAPAIAN DAN TANTANGAN PAN BUDI MARWOTO BAPPEDA BANGKA 2014

IPM KABUPATEN BANGKA: CAPAIAN DAN TANTANGAN PAN BUDI MARWOTO BAPPEDA BANGKA 2014 IPM KABUPATEN BANGKA: CAPAIAN DAN TANTANGAN PAN BUDI MARWOTO BAPPEDA BANGKA 2014 LATAR BELAKANG Sebelum tahun 1970-an, pembangunan semata-mata dipandang sebagai fenomena ekonomi saja. (Todaro dan Smith)

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN PELAKSANAAN PROGRAM DAN KEGIATAN UPSUS PENINGKATAN PRODUKSI PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI TAHUN 2015

PERKEMBANGAN PELAKSANAAN PROGRAM DAN KEGIATAN UPSUS PENINGKATAN PRODUKSI PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI TAHUN 2015 PERKEMBANGAN PELAKSANAAN PROGRAM DAN KEGIATAN UPSUS PENINGKATAN PRODUKSI PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI TAHUN 2015 Bahan Musyawarah Perencanaan Pembangunan Pertanian Nasional 3 4 Juni 2015 KEMENTERIAN PERTANIAN

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP KATA PENGANTAR Keberhasilan pembangunan kesehatan membutuhkan perencanaan yang baik yang didasarkan pada data dan informasi kesehatan yang tepat dan akurat serta berkualitas, sehingga dapat menggambarkan

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP KATA PENGANTAR Keberhasilan pembangunan kesehatan membutuhkan perencanaan yang baik yang didasarkan pada data dan informasi kesehatan yang tepat dan akurat serta berkualitas, sehingga dapat menggambarkan

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP KATA PENGANTAR Keberhasilan pembangunan kesehatan membutuhkan perencanaan yang baik yang didasarkan pada data dan informasi kesehatan yang tepat dan akurat serta berkualitas, sehingga dapat menggambarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masalah kemiskinan menjadi persoalan serius yang di hadapi oleh banyak

BAB I PENDAHULUAN. Masalah kemiskinan menjadi persoalan serius yang di hadapi oleh banyak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah kemiskinan menjadi persoalan serius yang di hadapi oleh banyak negara di dunia, karena dalam negara maju pun terdapat penduduk miskin. Kemiskinan identik dengan

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP KATA PENGANTAR Keberhasilan pembangunan kesehatan membutuhkan perencanaan yang baik yang didasarkan pada data dan informasi kesehatan yang tepat dan akurat serta berkualitas, sehingga dapat menggambarkan

Lebih terperinci

POTRET PENDIDIKAN PROVINSI JAWA TIMUR (Indikator Makro)

POTRET PENDIDIKAN PROVINSI JAWA TIMUR (Indikator Makro) POTRET PENDIDIKAN PROVINSI JAWA TIMUR (Indikator Makro) Pusat Data dan Statistik Pendidikan - Kebudayaan Setjen, Kemendikbud Jakarta, 2015 DAFTAR ISI A. Dua Konsep Pembahasan B. Potret IPM 2013 1. Nasional

Lebih terperinci

INDEK KOMPETENSI SEKOLAH SMA/MA (Daya Serap UN Murni 2014)

INDEK KOMPETENSI SEKOLAH SMA/MA (Daya Serap UN Murni 2014) F INDEK KOMPETENSI SEKOLAH SMA/MA (Daya Serap UN Murni 2014) Kemampuan Siswa dalam Menyerap Mata Pelajaran, dan dapat sebagai pendekatan melihat kompetensi Pendidik dalam menyampaikan mata pelajaran 1

Lebih terperinci

DINAMIKA PDB SEKTOR PERTANIAN DAN PENDAPATAN PETANI

DINAMIKA PDB SEKTOR PERTANIAN DAN PENDAPATAN PETANI DINAMIKA PDB SEKTOR PERTANIAN DAN PENDAPATAN PETANI Hermanto dan Gatoet S. Hardono PENDAHULUAN Sebagai negara berkembang yang padat penduduknya, Indonesia memerlukan pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB)

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP KATA PENGANTAR Keberhasilan pembangunan kesehatan membutuhkan perencanaan yang baik yang didasarkan pada data dan informasi kesehatan yang tepat dan akurat serta berkualitas, sehingga dapat menggambarkan

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP KATA PENGANTAR Keberhasilan pembangunan kesehatan membutuhkan perencanaan yang baik yang didasarkan pada data dan informasi kesehatan yang tepat dan akurat serta berkualitas, sehingga dapat menggambarkan

Lebih terperinci

UPT-BPSPL Balai Pengelolaan Sumber Daya Pesisir dan Laut DAN. UPT-BKKPN Balai Kawasan Konservasi Perairan Nasional

UPT-BPSPL Balai Pengelolaan Sumber Daya Pesisir dan Laut DAN. UPT-BKKPN Balai Kawasan Konservasi Perairan Nasional UNIT PELAKSANA TEKNIS DITJEN KP3K UPT-BPSPL Balai Pengelolaan Sumber Daya Pesisir dan Laut DAN UPT-BKKPN Balai Kawasan Konservasi Perairan Nasional Sekretariat Direktorat Jenderal Kelautan, Pesisir dan

Lebih terperinci

PENGUATAN KEBIJAKAN SOSIAL DALAM RENCANA KERJA PEMERINTAH (RKP) 2011

PENGUATAN KEBIJAKAN SOSIAL DALAM RENCANA KERJA PEMERINTAH (RKP) 2011 PENGUATAN KEBIJAKAN SOSIAL DALAM RENCANA KERJA PEMERINTAH (RKP) 2011 ARAHAN WAKIL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PADA ACARA MUSYAWARAH PERENCANAAN PEMBANGUNAN TINGKAT NASIONAL (MUSRENBANGNAS) 28 APRIL 2010

Lebih terperinci

STATUS : 18 AGUSTUS 2009 DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM DIREKTORAT JENDERAL CIPTA KARYA

STATUS : 18 AGUSTUS 2009 DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM DIREKTORAT JENDERAL CIPTA KARYA KEMAJUAN PELAKSANAAN KEGIATAN PEMBANGUNAN DI LINGKUNGAN DITJEN CIPTA KARYA STATUS : 18 AGUSTUS 2009 DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM DIREKTORAT JENDERAL CIPTA KARYA 1 PELAKSANAAN KEGIATAN DITJEN CIPTA KARYA TAHUN

Lebih terperinci

KEBIJAKAN DAN STRATEGI PEMBERDAYAAN KOPERASI, USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH

KEBIJAKAN DAN STRATEGI PEMBERDAYAAN KOPERASI, USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH KEBIJAKAN DAN STRATEGI PEMBERDAYAAN KOPERASI, USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH Oleh: DR. Syarief Hasan, MM. MBA. Menteri Negara Koperasi dan UKM Pada Rapimnas Kadin Yogyakarta, 3 4 Oktober 2012 UMKM DALAM

Lebih terperinci

C UN MURNI Tahun

C UN MURNI Tahun C UN MURNI Tahun 2014 1 Nilai UN Murni SMP/MTs Tahun 2014 Nasional 0,23 Prov. Sulbar 1,07 0,84 PETA SEBARAN SEKOLAH HASIL UN MURNI, MENURUT KWADRAN Kwadran 2 Kwadran 3 Kwadran 1 Kwadran 4 PETA SEBARAN

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP KATA PENGANTAR Keberhasilan pembangunan kesehatan membutuhkan perencanaan yang baik yang didasarkan pada data dan informasi kesehatan yang tepat dan akurat serta berkualitas, sehingga dapat menggambarkan

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP KATA PENGANTAR Keberhasilan pembangunan kesehatan membutuhkan perencanaan yang baik yang didasarkan pada data dan informasi kesehatan yang tepat dan akurat serta berkualitas, sehingga dapat menggambarkan

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP KATA PENGANTAR Keberhasilan pembangunan kesehatan membutuhkan perencanaan yang baik yang didasarkan pada data dan informasi kesehatan yang tepat dan akurat serta berkualitas, sehingga dapat menggambarkan

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP KATA PENGANTAR Keberhasilan pembangunan kesehatan membutuhkan perencanaan yang baik yang didasarkan pada data dan informasi kesehatan yang tepat dan akurat serta berkualitas, sehingga dapat menggambarkan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2007 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA LEMBAGA PENJAMINAN MUTU PENDIDIKAN

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2007 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA LEMBAGA PENJAMINAN MUTU PENDIDIKAN PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2007 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA LEMBAGA PENJAMINAN MUTU PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL,

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP KATA PENGANTAR Keberhasilan pembangunan kesehatan membutuhkan perencanaan yang baik yang didasarkan pada data dan informasi kesehatan yang tepat dan akurat serta berkualitas, sehingga dapat menggambarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian Objek penelitian yang digunakan oleh peneliti adalah Provinsi Papua. Provinsi Papua merupakan salah satu provinsi terkaya di Indonesia dengan luas wilayahnya

Lebih terperinci

INDEKS TENDENSI KONSUMEN PROVINSI LAMPUNG TRIWULAN IV-2016 DAN PERKIRAAN TRIWULAN I-2017

INDEKS TENDENSI KONSUMEN PROVINSI LAMPUNG TRIWULAN IV-2016 DAN PERKIRAAN TRIWULAN I-2017 BPS PROVINSI LAMPUNG No. 10/02/18 TAHUN VII, 6 Februari 2017 INDEKS TENDENSI KONSUMEN PROVINSI LAMPUNG TRIWULAN IV-2016 DAN PERKIRAAN TRIWULAN I-2017 INDEKS TENDENSI KONSUMEN LAMPUNG TRIWULAN IV-2016 SEBESAR

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP KATA PENGANTAR Keberhasilan pembangunan kesehatan membutuhkan perencanaan yang baik yang didasarkan pada data dan informasi kesehatan yang tepat dan akurat serta berkualitas, sehingga dapat menggambarkan

Lebih terperinci

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI KALIMANTAN TENGAH. 07 November 2016

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI KALIMANTAN TENGAH. 07 November 2016 BADAN PUSAT STATISTIK 07 November 2016 Berita Resmi Statistik Pertumbuhan Ekonomi Kalimantan Tengah (Produk Domestik Regional Bruto) Indeks Tendensi Konsumen 7 November 2016 BADAN PUSAT STATISTIK Pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM. 15 Lintang Selatan dan antara Bujur Timur dan dilalui oleh

BAB IV GAMBARAN UMUM. 15 Lintang Selatan dan antara Bujur Timur dan dilalui oleh BAB IV GAMBARAN UMUM A. Kondisi Geografis Secara astronomis, Indonesia terletak antara 6 08 Lintang Utara dan 11 15 Lintang Selatan dan antara 94 45 141 05 Bujur Timur dan dilalui oleh garis ekuator atau

Lebih terperinci

INDEKS TENDENSI KONSUMEN PROVINSI LAMPUNG TRIWULAN I-2017 DAN PERKIRAAN TRIWULAN II-2017

INDEKS TENDENSI KONSUMEN PROVINSI LAMPUNG TRIWULAN I-2017 DAN PERKIRAAN TRIWULAN II-2017 BPS PROVINSI LAMPUNG No. 10/05/18/Th. VII, 5 Mei 2017 INDEKS TENDENSI KONSUMEN PROVINSI LAMPUNG TRIWULAN I-2017 DAN PERKIRAAN TRIWULAN II-2017 INDEKS TENDENSI KONSUMEN LAMPUNG TRIWULAN I-2017 SEBESAR 101,81

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP KATA PENGANTAR Keberhasilan pembangunan kesehatan membutuhkan perencanaan yang baik yang didasarkan pada data dan informasi kesehatan yang tepat dan akurat serta berkualitas, sehingga dapat menggambarkan

Lebih terperinci