HELENTA BR TARIGAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "HELENTA BR TARIGAN"

Transkripsi

1 UPACARA NENGGET di KALANGAN SUKU KARO (Studi Tentang Perspektif Gender di Desa Kuta Rayat, Kecamatan Naman Teran, Kab.Karo) Skripsi Oleh: HELENTA BR TARIGAN Guna memenuhi salah satu syarat Untuk memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara 2009

2 KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, dimana atas Rahmat dan Karunianya lah sehingga penulis dapat menyelesaikan perkuliahan sekaligus dalam penyusunan skripsi yang berjudul: UPACARA NENGGET DI KALANGAN SUKU KARO ( Studi Deskriptif tentang Perspektif Gender di Desa Kuta Rayat, Kecamatan Naman Teran). Penulis dapat menyelesaikan skripsi ini atas izin dan kehendak-nya. Skripsi ini disusun untuk memenuhi syarat guna memperoleh gelar sarjana dari Departemen Sosiologi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sumatera Utara. Dalam penulisan skripsi ini, penulis banyak menghadapi berbagai hambatan. Hal ini disebabkan karena keterbatasan pengetahuan, pengalaman, kepustakaan dan materi penulis. Namun, berkat Rahmat Tuhan Yang Maha Kuasa yang memberi ketabahan, kesabaran, dan kekuatan kepada penulis dan juga motivasi dari keluarga dan teman-teman yang memberi semangat bagi penulis ketika penulis mengalami kesulitan. Selama penulisan skripsi ini, penulis banyak menerima bantuan, kritikan, saran-saran, motivasi serta dukungan dan doa dari berbagai pihak. Disini, penulis menyampaikan banyak terima kasih kepada: 1. Bapak Prof. Dr. Arif Nasution, MA, selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sumatera Utara. 2. Bapak Prof. Dr. Badaruddin, M.Si, selaku ketua Departemen Sosiologi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sumatera Utara. 3. Salam hormat dan terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Harmona Daulay, S.Sos.,M.Si, yang selalu memberi motivasi dan membimbing penulis dengan sepenuh hati dalam penulisan skripsi ini. Terima kasih kak karena tanpa bimbingan yang kakak berikan, aku tak berarti apa-apa, semoga rencana kakak melanjutkan studi untuk mendapat gelar Doktor dapat berjalan dengan baik.

3 4. Drs Sismudjito, M.Si, selaku dosen wali penulis, yang telah banyak memberikan bimbingan dan pengarahan dalam proses perkuliahan bagi penulis. 5. Ucapan terima kasih tak terhingga penulis sampaikan kepada Ibu Dra Rosmiani, MA, selaku sekertaris Departemen Sosiologi, dan selaku ketua penguji dalam ujian komprehensif penulis, sekaligus yang memberi ide bagi penulis untuk mengkaji permasalahan tentang upacara nengget di kalangan masyarakat Karo ini. Terima kasih buk atas perhatian yang ibuk berikan kepada penulis dalam proses perkuliahan dan sampai kepada penulisan skripsi ini. 6. Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Hendry Sitorus selaku reader dalam ujian komprehensif ini dan kesempatan yang diberikan buat penulis, untuk ikut penelitian lapangan, karena pengalaman penelitian itu menjadi modal bagi penulis untul melakukan penelitian terhadap tugas akhir penulis. 7. Ucapan terima kasih penulis ucapkan kepada seluruh dosen-dosen di FISIP USU, khususnya Dosen Sosiologi yang telah banyak memberikan berbagai materi pelajaran selama penulis menjalani perkuliahan di Departemen Sosiologi, FISIP USU. 8. Terima kasih dan teristimewa kepada kedua orang tuaku yang tercinta, Ayahanda: Alm. Preksa Tarigan. Semoga ayahanda di beri tempat yang terbaik di sisi Tuhan Yang Maha Kuasa, dan saat ini harapan ayahanda telah terkabul karena ananda sudah menyelesaikan studi di perguruan tinggi sebagaimana yang sering ayahanda ucapkan sewaktu ananda masih kecil dan terima kasih atas curahan kasih sayang yang ayahanda berikan sewaktu anada masih kecil. Ibunda : Rasita Br Ginting, yang telah melahirkan dan membesarkan penulis dengan penuh cinta dan kasih sayang serta selalu memberikan didikan dan perhatian kepada penulis. Terima kasih bunda buat kasih sayang yang tak bisa ditandingi oleh apapun, ananda bersyukur

4 kepada Allah karena telah dilahirkan dari rahim wanita yang kuat, yang selalu mendoakan dan pemberi motivasi buatku. Skripsi ini ananda persembahkan buat ibunda tercinta. 9. Terima kasih buat abang tuaku: Jhonson Tarigan, yang selalu berdebat dengan penulis makasih tua...! atas bimbingan dan kasih sayang yang kam berikan selama ini, dan buat kakak iparku Flora Br Saragi di Jambi, moga apa yang kita harapkan dapat terwujud. 10. Buat kakakku Erma Wati Br Tarigan makasih kak atas semua curahan kasih sayang perhatian yang tidak pernah terlewatkan sehingga menambah kedewasaan bagi penulis dan buat abang iparku Elmedia Kembaren, moga makin sukses aja. 11. Buat abang tengahku Petrus Tarigan, makasih bang atas kerja kerasndu selama ini, aku tahu kam belum memikirkan pernikahan karena aku belum selesai kuliah dan sekarang saatnya kam harus memikirkan pendamping hidup supaya ada teman mamak kita.. dan terima kasih buat abangku yang paling kecil Charles Tarigan di Jambi yang selalu mengkwatirkan penulis, memberi nasehat buat penulis ngo danci baba eda ndai bang! kami setuju-setuju aja kok. 12. Buat kakakku Ester Lina Br Tarigan yang cerewet sedunia, tapi baik hati dan sering memotivasi penulis dalam proses penulisan skripsi ini. Makasih ya kak!, karena ketegasan yang kakak tanamkan, penulis semakin dewasa dan tidak cengeng, tapi cerewetnya dikurang dikit lagi ya. 13. Terima kasih Buat keluarga besarku, mama tua, mami tua, mama tengahku semua, mami tengahku semua, dan buat mama dan mami udaku. Makasih atas motivasinya selama ini dan penulis bangga berada di tengah-tengah kalian. Terutama buat mami tengah Eli Sabarita Br Sembiring yang tidak pernah lupa memotivasi penulis tiap kali bertemu, dan buat mama tengahku Mejuah-juah Ginting yang selalu membanggakan penulis sehingga penulis semakin termotivasi.

5 14. Buat Pak udaku dan Bik udaku yang cakep dan gaul yang selalu membela dan mendukung penulis ketika ada yang menyalahkan penulis.dan selalu memperhatikan ibunda penulis sehingga membuat penulis lebih lega dan fokus dalam mengerjakan skripsi ini. 15. Buat adik-adikku semua.putra, dedi, tanta yang baik hati, minto yang punya semangat tinggi, sri yang cool, oki, joy, ika, vijai, melda, alem yang modis, nova, andre, andi, sara yang pintar, rohit, simanis ide, si kecil febri.karena kenakalan dan kelucuan kalian membuat hari-hari kakak semakin bewarna dan jangan lupa rajin belajar ya karena hadiah tetap ada bagi yang dapat juara. Buat adikku liasta yang mau kuliah tetap bersemangat dan selalu optimis. 16. Buat sahabatku tina, yanti, ferika, yang selalu memotivasi menghibur dan selalu siap mendengarkan setiap keluhan penulis. Makasih friend pertemuan ini akan menjadi sejarah yang indah dalam hidupku semoga persahabatan kita tetap abadi juga buat sahabatku anie bersama bang badia dan si kecil zarel aku selalu merindukan kalian. 17. Buat teman-teman di sosiologi 04, seninaku jeni dan rosma, mestika, banta, florence, juni, nova, 18. Buat teman-teman IMKA FISIP USU Barry, adis, meche, herlina, maja, harry, putri, salmen, lia, irma, vina, salsa, hema, eka, via, evi, riko, syahfery, tomy, friska, boby, dan semuanya yang tidak bisa penulis tuliskan satu persatu. tetap semangat membangun IMKA kembangkan kebudayaan Karo dan jangan malu jadi orang Karo. 19. Buat rekan-rekan staf pengajar di bimbingan Calon Abdi Negara Wira Bharata Yudha: Pak Ridwan Banjar, Jimmy Situmorang, Yohanna Tobing selaku sekertaris Lembaga, Pak AKBP. Djasihol Sihotang selaku kepala Lembaga, yang telah memberi semangat dan motivasi bagi penulis dan terima kasih juga buat rekan-rekan pengajar yang lain yang tidak bisa penulis tuliskan satu persatu.

6 Penulis Helenta Br Tarigan

7 Abstraksi Dalam hal kebudayaan, masyarakat Karo masih memegang teguh adat istiadat yang umumnya dilaksanakan melalui upacara-upacara tradisional. Salah satu upacara tradisional yang masih di yakini oleh masyarakat setempat adalah upacara nengget yaitu upacara yang dilakukan secara rahasia kepada keluarga yang tidak memiliki keturunan, hanya memiliki anak perempuan, atau pun sebaliknya. Peneliti merasa tertarik untuk mengkaji permasalahan ini karena masyarakat umumnya mempersalahkan perempuan (isteri) jika tidak memiliki keturunan. Hal ini disebabkan karena adanya anggapan masyarakat bahwa perempuan adalah pihak yang paling berpengaruh dalam proses reproduksi. Hal ini juga tidak terlepas dari sistem kekerabatan yang dianut oleh masyarakat Karo yaitu patrilineal. Dengan berlakunya budaya patriarkhi, menyebabkan adanya diskriminasi gender antara laki-laki dan perempuan, dimana laki-laki memiliki kekuasaan yang lebih tinggi (dominan), sedangkan perempuan berada di bawah laki-laki (subordinat). Permasalahan perempuan sebagai salah satu isu gender telah menjadi isu yang aktual pada dekade ini. Gugatan terhadap kesetaraan gender yang termaktub dalam inpres no. 9 tahun 2000 telah mengukuhkan permasalahan gender dengan fokus pemberdayaan yang menasional. Tulisan ini mengungkapkan gambaran perempuan (isteri) yang tidak memiliki keturunan dalam masyarakat Karo, yang berhubungan dengan proses upacara nengget yang mereka terima. Permasalahanpermasalahan perempuan terjadi di berbagai lingkup kehidupan, demikian halnya pada masyarakat Karo, khususnya di daerah pedesaan. Yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah :Bagaimana persepsi isteri yang pernah terkena ritual nengget di desa Kuta Rayat. Bagaimana pandangan isteri terhadap makna perkawinan dan budaya patriarkhi di desa Kuta Rayat. Bagaimana nengget di lihat dari perspektif gender dan ketidakadilan gender. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif, dimana jumlah informan yang pernah mengalami ritual nengget dalam penelitian ini sebanyak 10 orang. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa banyak ketidakadilan yang dialami oleh informan, baik berupa stereotipe, misalnya adanya anggapan bahwa perempuan yang tidak memiliki keturunan adalah perempuan nakal, liar, kurang merawat diri dan lain-lain. Dominasi laki-laki (suami), disebabkan karena masyarakat menempatkan laki-laki sebagai pemimpin dan pengambil keputusan. Subordinasi, dimana perempuan (isteri) harus patuh dan mengalah kepada laki-laki (suami). Marginalisasi yang di terima perempuan yang tidak memiliki keturunan, merasa minder karena mendapat cemoohan dari masyarakat dan perempuan tidak berhak atas aksesnya terhadap kekayaan. Kekerasan yang dialami perempuan yang pernah terkena ritual nengget bersifat psikis maupun fisik, disebabkan karena adanya anggapan laki-laki lebih berkuasa dan dapat mengontrol perempuan. Hal ini tidak terlepas dari budaya patriarkhi yang tumbuh subur dalam masyarakat, dan

8 tidak adanya sosialisasi gender terhadap perempuan (istri) membuat mereka beranggapan bahwa gender adalah kodrat yang harus di jalani.

9 DAFTAR ISI Halaman Halaman Judul Halamam Persetujuan Kata Pengantar Abstraksi Daftar Isi Daftar Tabel Daftar Matriks BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Perumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian Defenisi Konsep BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Patriarkhi Dalam Perspejtif Budaya Karo Patriarkhi dan Budaya Karo Konsep Gender.17 BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Jenis Penelitian

10 3.2. Lokasi Penelitian Unit Analisa Data Teknik Pengumpulan Data Teknik Analisa Data Jadwal Penelitian Keterbatasan Penelitian BAB IV DESKRIPSI DAN INTERPRETASI DATA PENELITIAN 4.1. Deskripsi Lokasi Penelitian Sejarah Terjadinya Kampung Toraja Berneh/Kuta Rayat Jauh sebelum Tahun Letak dan Keadaan Wilayah Komposisi penduduk Sarana dan Prasarana Penyajian dan Interpretasi Data Profil Informan Isteri yang Pernah Terkena Ritual Nengget J Br Surbakti J Br Sitepu K E Br Perangin-angin M Br Sitepu M Br Ginting

11 T Br Sitepu B Br Ginting J Br Tarigan S Br Sitepu SLN Pengalamam Isteri Dalam Upacara Nengget J Br Surbakti ( terkejut bercampur emosi ketika turangkuku menyiramku dan memukulkan kepalaku J Br Sitepu ( kaget dan sedih) K E Br Perangin-angin ( malu secara membatin/ mela tendi) M Br Sitepu (pingsan waktu disengget) M Br Ginting (bersamaan dengan upacara cabur bulung) T Br Sitepu (disuruh menggendong ayam) B Br Ginting (muncul melalui mimpi) J Br Tarigan (merasa terharu) S Br Sitepu (disuruh merokok) SLN (mengaku menyesal berdiri) Pandangan Isteri tentang Perkawinan dan Budaya Patriarkhi J Br Surbakti J Br Sitepu

12 K E Br Perangin-angin M Br Sitepu M Br Ginting T Br Sitepu B Br Ginting J Br Tarigan S Br Sitepu SLN Pandangan Isteri tentang Bias Gender dalam Upacara Nengget J Br Surbakti Stereotipe Kekerasan Subordinasi Marginalisasi Dominasi J Br Sitepu Stereotipe Kekerasan Subordinasi Marginalisasi. 89

13 Dominasi K E Br Perangin-angin Stereotipe Kekerasan Subordinasi Marginalisasi Dominasi M Br Sitepu Stereotipe Kekerasan \ Subordinasi Marginalisasi Dominasi M Br Ginting Stereotipe Kekerasan Subordinasi Marginalisasi Dominasi T Br Sitepu 100

14 Stereotipe Kekerasan Subordinasi Marginalisasi Dominasi B Br Ginting Stereotipe Kekerasan Subordinasi Marginalisasi Dominasi J Br Tarigan Stereotipe Kekerasan Subordinasi Marginalisasi Dominasi S Br Sitepu Stereotipe..110

15 Kekerasan Subordinasi Marginalisasi Dominasi SLN Stereotipe Kekerasan Subordinasi Marginalisasi Dominasi Analisa Data Isteri yang Pernah Mengalami Upacara Nengget Analisa Nilai-Nilai Patriarkhi dalam Masyarakat Karo Analisa Gender Nengget dalam Struktur Patriarkhi dan Isu Kesetaraan dan Keadilan Gende BAB V KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

16 DAFTAR TABEL Judul Halaman Tabel 1 Jadwal Penelitian 31 Tabel 2 Persentase Penduduk Menurut Suku 39 Tabel 3 Tingkat Pendidikan Penduduk 39

17 DAFTAR MATRIKS Halaman Judul Matriks 4.1 Usia informan Isteri yang pernah mengalami ritual nengget 52 Matriks 4.2 Alasan informan di sengget 62 Matriks 4.3 Persepsi isteri tentang perkawinan dan budaya patriarkhi 80 Matriks 4.4 Ketidakadilan gender yang di alami oleh perempuan (isteri) yang pernah mengalami ritual nengget 116

18 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Aktivitas upacara tradisional merupakan aspek yang sering dibahas oleh para ahli ilmu sosial. Hal ini biasa terjadi karena upacara tradisional terutama yang berkaitan dengan sistem kepercayaan atau religi adalah salah satu unsur kebudayaan paling sulit berubah bila dibandingkan dengan unsur kebudayaan lain. Dalam masyarakat tradisional, kegiatan mengaktifkan kebudayaan itu antara lain diwujudkan dalam pelaksanaan beberapa upacara tradisional yang menjadi sarana sosialisasi bagi kebudayaan dan sudah menjadi tradisi yang bersifat turun temurun.

19 Salah satu bagian dari kebudayaan adalah sistem religi (sistem kepercayaan) yang didalamnya termuat sistem upacara, baik berupa upacara tradisional maupun upacara yang modern. Dalam upacara tradisional tersebut pada umumnya bertujuan untuk menghormati, mensyukuri, memuja, memohon keselamatan pada tuhan melalui mahluk halus dan leluhurnya (Depdikbud 1995:1) Upacara tradisional merupakan salah satu manifestasi dari kreasi manusia sebagai makluk sosial. Upacara tradisional tersebut dapat berupa selamatan, sesaji, atau ritual yang menyangkut selingkaran hidup, seperti perkawinan, upacara kehamilan, kelahiran dan kematian. Umumya kepercayaan tradisional terdapat pada kalangan masyarakat pedesaan berkaitan dengan peristiwa alam dan kepercayaan mereka. Masyarakat manusia sebagai usaha untuk memenuhi hasratnya untuk melakukan komunikasi dengan kekuatan-kekuatan adi kodrati karena didalamnya termuat simbol-simbol yang berfungsi sebagai alat komunikasi (Koenjaraningrat 1998: ). Demikian juga halnya pada masyarakat Karo masih banyak terdapat upacara-upacara tradisional yang berhubungan dengan kepercayaan religius mereka. Adapun ritual-ritual yang dipercayai oleh masyarakat Karo antara lain: upacara Erlau-lau (upacara yang dilakukan untuk memohon turunnya hujan), Erpangir Kulau (mandi kembang), Perumah Begu (memanggil roh orang yang telah meninggal), Raleng Tendi (memanggil roh orang yang sakit karena dianggap rohnya diganggu makhluk halus),cawir Bulung (upacara penjodohan terhadap dua orang anak kecil disebabkan karena salah satu dari anak tersebut

20 memiliki masalah dalam hal kesehatan), Nengget (upacara yang dilakukan untuk mengejutkan seseorang yang belum memiliki keturunan atau belum sesuai dengan yang diharapkan) dan lain sebagainya. Walaupun suku Karo sudah menganut agama Islam dan agama Kristen, namun konsep-konsep kepercayaan atau religi purba masih hidup terutama di pedesaan (Simanjuntak, 2003:15). Suku Karo mempunyai konsep bahwa alam ini beserta isinya diciptakan oleh Dibata kaci-kaci. Dibata kaci-kaci adalah Tuhan yang memiliki kuasa kemuliaan di atas langit dan pancaran kekuasaannya terwujud dalam Tuan Padukah Ni Aji (panggilan untuk tuhan). Sebagai penguasa dunia makluk halus ia bernama Tuan Banuang Holing (panggilan untuk tuhan). Selain Dibata kaci-kaci dan kedua penjelmaannya, orang batak Karo masih mengenal penguasa lain, yaitu: Sinimataniari sebagai penguasa matahari dan Beru Dayang sebagai penguasa bulan pelangi. 1 Pada masyarakat Karo kepercayaan tersebut dinamakan dengan pemena, yaitu kepercayaan suku Karo terhadap benda-benda yang dianggap mempunyai kekuatan gaib, dan perwujudan kepercayaan tersebut dilaksanakan melalui ritual-ritual dan upacara-upacara tradisional. Salah satu upacara tradisional yang menjadi fokus dalam penelitian ini adalah upacara nengget. Nengget secara harafiah berarti membuat kejutan atau membuat orang terkejut. Nengget adalah suatu upacara yang dilakukan menurut adat Karo, yaitu dengan membuat kejutan (sengget) ke suatu keluarga tertentu, 1 Dikutip dari: Posman Simanjuntak, Berkenalan dengan Antropologi, Jakarta,2003, Erlangga, Hal

21 karena alasan tertentu, dengan tujuan tertentu (Prints, Darwan 2004:157). Adapun alasan diadakannya upacara nengget didasarkan pada beberapa keadaan yang isengget (dikejutkan), misalnya: Tidak ada anak Tidak ada anak laki-laki Tidak ada anak perempuan Hanya memiliki satu anak baik laki-laki maupun perempuan. Pelaku nengget tersebut adalah suami dari saudara perempuan suaminya/ipar (turangku) dari masing-masing yang disengget, yang dalam keadaan sehari-hari mereka rebu ( pantangan untuk berbicara langsung, bersentuhan anggota badan, duduk berhadap-hadapan, dan lain-lain) dan untuk berbicara harus menggunakan perantara atau menggunakan kata nina turangku. Ini menunjukkan rasa hormat, sopan, keseganan yang tinggi diantara mereka yang rebu. Dalam keadaan biasa mereka akan menghindari bertatapan langsung. Menurut cerita orang tua dulu, orang yang rebu tidak bersedia duduk dalam satu papan dalam satu rumah adat, begitulah penghayatan masalah rebu ini pada masyarakat Karo. Namun, dalam upacara nengget hal ini diabaikan sama sekali karena rebunya (turangku) malah memanggil namanya dengan bahasa kasar, seperti menyatakan engko (engkau), padahal untuk halusnya harus menyatakan kam.

22 Masyarakat Karo percaya bahwa dengan melakukan upacara nengget tersebut keinginan-keinginannya akan terkabul. Menurut kepercayaan suku Karo, seseorang yang tidak memiliki keturunan ataupun sudah memiliki keturunan namun belum sesuai dengan yang diharapkan disebabkan karena ada pihak-pihak yang mempunyai unek-unek terhadap pasangan tersebut. Misalnya, apabila kalimbubu (pihak pemberi dara) merasa tidak dihormati (tersinggung) akan mengakibatkan hal-hal yang tidak diinginkan, misanya, padi tidak tumbuh, tidak ada keturunan, anak sakit dan lain-lain. Sehingga pada masyarakat Karo, kalimbubu harus dihormati dan dijaga perasaannya, karena kalimbubu disebut juga Dibata Ni Idah artinya Tuhan yang dapat dilihat. Pelaksanaan upacara nengget dilakukan apabila suatu keluarga belum memiliki keturunan dan sudah melangsungkan perkawinan lebih kurang 3 tahun. Ada juga keluarga yang melakukan adat nengget ini pada keluarga yang sudah memiliki keturunan, tetapi mengharapkan anak laki-laki bagi keluarga yang sudah memiliki anak perempuan atau sebaliknya. Namun dari hasil survey sementara pelaksanaan upacara nengget di desa Kuta Rayat ini, lebih cenderung dilakukan untuk keluarga yang belum memiliki anak laki-laki. Anak laki-laki pada masyarakat Karo sangat dianggap penting. Hal ini disebabkan karena suku Karo menganut kekerabatan patrilineal. Garis keturunan patrilineal adalah. yang menghitung hubungan kekerabatan melalui orang laki-laki saja dan karena itu mengakibatkan bahwa tiap-tiap individu dalam masyarakat semua kaum kerabat ayahnya masuk dalam batas hubungan kerabatnya, sedangkan semua kaum kerabat

23 ibunya jauh di luar batas itu (Koenjaraningrat,1967:124, dalam Siska hal 4). Garis keturunan laki-laki akan musnah atau hilang kalau tidak ada anak laki-laki yang dilahirkannya. Perhitungan hubungan berdasarkan satu ayah disebut sada bapa. Dalam proses pelaksanaan upacara nengget, pihak yang disengget adalah suami dan istri, namun pada pelaksanaanya perempuan lah yang menjadi korban dalam upacara nengget tersebut. Alasanya karena perempuan yang dianggap tidak bisa memberikan keturunan. Hal ini dapat dilihat, ketika perempuan disiram, dimaki, diangkat/digendong oleh rebunya, padahal untuk sehari-hari mereka tabu untuk berbicara langsung apalagi bersentuhan anggota badan. Dalam upacara tersebut perempuan (istri) akan disuruh menggendong batu dengan gendongan bayi. Batu yang digendong tersebut memiliki makna simbolik bagi pihak yang melaksanakan upacara nengget, yaitu harapan agar perempuan tersebut dapat memberikan keturunan. Dari proses upacara tersebut dapat dilihat bahwa perempuan menjadi pihak yang dipersalahkan. Bagi masyarakat Karo, anak adalah harta yang paling berharga, sehingga apabila perempuan (istri) tidak dapat memberikan keturunan bukanlah perempuan yang baik untuk ukuran umum. Adanya anggapan bahwa alam telah melengkapi perempuan untuk melahirkan anak; hanya perempuan yang bisa mengandung, memiliki anak dan menyusui. Akal sehat mengatakan kepada kita menjadi ibu pastilah alami (Fakih, 2002:38-39). Konsekuensi selanjutnya, karena menjadi ibu dipandang sebagai keadaan alami, maka tidak menjadi ibu didefenisikan sebagai penyimpangan.

24 Perempuan yang terpaksa tidak mempunyai anak dilihat (dan melihat dirinya sendiri) sebagai orang yang terkutuk. Stigma mandul di beberapa Negara membawa stigma terbesar dan diseluruh dunia, perempuan yang tidak bisa memiliki anak melakukan segala cara agar membuat dirinya subur, rela berjalan diatas batu bara yang terbakar di kawasan Asia selatan, pasrah kepada trauma fertilisasi in vitro di kawasan utara (Fakih, 2002:40-41), dan masyarakat Karo mengadakan ritual atau upacara nengget agar memperoleh keturunan. Bahkan pada zaman dahulu, pada masyarakat Nias, bila seorang wanita tidak sukses di waktu melahirkan maka ia akan dicela atau dicemoohkan dengan istilah sombuyu sumane (yang lemah). Kalau dia mati disaat melahirkan maka dia tidak akan dikubur secara wajar, bahkan tidak akan ditaruh di dalam peti mati. Keluarganya sekedar membuang mayatnya melalui lobang lantai dari atas rumah (rumah suku Nias selalu bertiang), dan mayatnya dibiarkan dimakan babi. 2 Menurut laporan change, tradisi budak dimana perempuan melahirkan anak bersinggungan dengan pengertian baru. Seorang perempuan yang tidak melahirkan anak merupakan objek rasa kasihan, kutukan atau cemooh.melahirkan anak adalah keperempuanannya. Tekanan sosial dan emosional untuk membuktikan kesuburannya terjadi sedemikian dahsyat, sampaisampai seorang perempuan mandul bisa menjadi gila. Anak-anak merupakan 2 Dikutip dari Bambowo Laiya, M.A, Solidaritas kekeluargaan dalam salah satu masyarakat desa di Nias-Indonesia, Jakarta,1983,Gadjah mada university press, Hal 37.

25 kekayaan seorang perempuan, sekaligus menjadi beban yang mungkin harus diatasinya sendiri (Fakih, 2002:42). Hal ini disebabkan karena adanya stereotipe yang terbangun bagi perempuan. Streotipe adalah label-label atau cap negatif yang diberikan masyarakat kepada perempuan. Adapun pelabelan ini terjadi karena budaya didalam masyarakat kita mempunyai label-label tertentu terhadap keberadaan eksistensi dan peran perempuan (Daulay, Harmona 2007:108). Hal ini tergambar dalam konteks feminim dan maskulin yang berkorelasi pada perbedaan pemberian penghargaan antara maskulin (laki-laki)dan feminim (perempuan). Adanya perbedaan perlakuan terhadap laki-laki dan perempuan menyebabkan adanya perbedaan penghargaan sosial yang diterima laki-laki dan perempuan. Perbedaan perlakuan ini biasanya dikonstruksikan secara sosial melalui proses sosialisasi dan lama kelamaan menjadi tradisi yang tumbuh secara turun temurun. Isu gender akhir-akhir ini menjadi isu yang hangat dibicarakan dalam konteks relasi antara laki-laki dan perempuan, bahkan dewasa ini semakin banyak ilmuan atau peneliti memfokuskan diri pada permasalahan-permasalahan yang dihadapi oleh perempuan. Isu gender di Indonesia termaktub dalam inpres no. 9 tahun 2000 tentang pengarusutamaan gender (pug) yang bertujuan untuk meningkatkan keadilan gender. Peneliti melihat bahwa didalam pelaksanaan upacara nengget yang dilakukan oleh masyarakat Karo tidak terlepas dari kompleksitas permasalahan yang dihadapi oleh perempuan yang tidak memiliki

26 keturunan. Dari hasil survey sementara, ada lebih kurang 10 keluarga yang sudah pernah melaksanakan upacara nengget di desa Kuta Rayat. Oleh sebab itu, peneliti merasa tertarik untuk mengkaji permasalahan-permasalahan perempuan pada masyarakat Karo yang berhubungan dengan ritual atau upacara nengget tersebut, dimana secara umum masyarakat akan menyalahkan perempuan apabila belum memiliki keturunan. 1.2 Perumusan Masalah Agar penelitian dapat dilaksanakan dengan sebaik-baiknya maka penulis harus merumuskan masalah sehingga jelas dari mana harus di mulai, kemana harus pergi, dan dengan apa (Arikanto, 2002:22). Berdasarkan uraian diatas, maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah: 1. Bagaimana persepsi istri yang pernah terkena nengget? 2. Bagaimana pandangan istri terhadap makna perkawinan dan budaya patriarkhi? 3. Bagaimana nengget ini dilihat dari perspektif gender dan ketidak adilan gender?

27 1.3 Tujuan Penelitian Adapun yang menjadi tujuan dalam penelitian ini adalah: Untuk mengetahui bagaimana persepsi istri yang pernah mengalami ritual nengget. Untuk mengetahui bagaimana pandangan istri terhadap makna perkawinan dan budaya patriarkhi. Untuk mengetahui bagaimana nengget dilihat dari perspektif gender dan ketidak adilan gender. 1.4 Manfaat Penelitian Manfaat teoritis Untuk melatih dan mengembangkan kemampuan peneliti, dalam melakukan penelitian di bidang ilmu sosial, khususnya dalam ilmu sosiologi. Hasil diharapkan menjadi sebuah kajian ilmiah dan masukan penting bagi masyarakat, khususnya bagi masyarakat yang peduli akan kesetaraan gender.

28 1.4.2 Manfaat Praktis Untuk memberikan masukan-masukan yang bermanfaat bagi pihakpihak yang terkait dengan permasalahan yang terjadi dan dapat menjadi refrensi untuk kajian atau penelitian selanjutnya Bagi Penulis Penelitian ini bermanfaat untuk meningkatkan pengetahuan dan kemampuan serta wawasan penulis mengenai kasus tersebut dan sebagai wadah latihan serta pembentukan pola pikir ilmiah dan rasional dalam menghadapi segala macam persoalan sosial yang ada dalam masyarakat Defenisi Konsep Dalam sebuah penelitian ilmiah, defenisi konsep sangat diperlukan untuk mempermudah dan memfokuskan penelitian. Konsep adalah defenisi, suatu abstraksi mengenai gejala atau realita atas suatu pengertian yang nantinya akan menjelaskan suatu gejala. Disamping mempermudah dan memfokuskan penelitian konsep juga berfungsi sebagai panduan bagi peneliti untuk menindaklanjuti kasus

29 tersebut serta menghindari timbulnya kekacauan akibat kesalahan penafsiran dalam penelitian. Konsep-konsep penting dalam penelitian ini adalah: Upacara nengget adalah suatu upacara yang dilakukan menurut adat Karo, yaitu dengan membuat kejutan (sengget) ke suatu keluarga tertentu, karena alasan tertentu, dengan tujuan tertentu (Prints: Darwan 2004:157). Alasan nengget ini dilakukan apabila suatu keluarga belum memiliki anak, tidak memiliki anak laki-laki, tidak memiliki anak perempuan, dan hanya memilki satu anak. Rebu berarti pantang, tidak pantas, dilarang, tidak dapat, tidak diizinkan, melakukan sesuatu hal atau perbutan. Rebu pada masyarakat Karo dapat di bagi dalam 3 kelompok, yaitu rebu antara mami dengan kela berarti antara ibu mertua dengan menantu lakilakinya, rebu antara bengkila dan permain berarti ayah mertua dengan menantu perempuannya, dan antara orang yang berturangku. Rebu antara berturangku mamiliki dua pengertian yakni: kalau ego adalah seorang pria, maka turangku berarti istri

30 dari saudara laki-laki istri dan jika ego adalah seorang wanita, maka turangku berarti suami dari saudara perempuan suami. Tendi adalah roh yang melekat pada tubuh setiap orang. Masyarakat Karo percaya bahwa tubuh manusia terdiri dari tiga bagian yaitu tendi (roh), begu (roh jahat, hantu), dan tubuh, dimana ketiga bagian ini menyatu menjadi satu kesatuan yang utuh. Suku Karo adalah suku bangsa yang berasal dari dataran tinggi tanah Karo. Suku Karo adalah salah satu suku bangsa batak yang mendiami dataran tinggi Karo, dan ada sebagian yang menyebar (merantau) keseluruh pelosok tanah air. Suku Karo yang dimaksud dalam penelitian ini adalah penduduk Desa Kuta Rayat, Kecamatan Naman, Kabupaten Karo. Kalimbubu adalah pihak keluarga laki-laki (ayah saudara dan keturunan) dari perempuan yang dikawini/ pihak pemberi dara. Anak beru adalah keluarga pihak laki-laki yang kawin dengan pihak perempuan/ pihak penerima dara. Senina/ sembuyak berarti saudara, setingkat dalam satu kelompok marga atau klan. Gender adalah perbedaan peran,perilaku, perangai antara laki-laki dan perempuan oleh budaya/masyarakat melalui interpretasi

31 terhadap perbedaan biologis laki-laki dan perempuan (Daulay, Harmona 2007:4). Dalam konteks ini, perbedaan perlakuan yang di terima oleh laki-laki dan perempuan suku Karo yang berhubungan dengan upacara nengget akibat budaya patriarkhi. Budaya Patriarkhi adalah suatu sistem sosial dimana dalam tata kekeluargaan sang Ayah menguasi semua anggota keluarganya, semua harta dan sumber-sumber ekonomi, dan membuat keputusan penting. Dalam konteks ini, laki-laki dalam masyarakat Karo memiliki kedudukan yang lebih tinggi dibandingkan perempuan, sehingga perempuan diasumsikan harus mengalah, mengabdi dan patuh terhadap keputusan-keputusan laki-laki. Diskriminasi Gender adalah perbedaan perlakuan terhadap sesama manusia berdasarkan perbedaan jenis kelamin. Ketidakadilan gender adalah perbedaan-perbedaan gender yang melahirkan kondisi diskriminasi terhadap laki-laki dan perempuan, khususnya terhadap perempuan.

32 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Patriarkhi Dalam Perspektif Budaya Karo Pada masyarakat Karo segala hubungan kekerabatan, baik berdasarkan pertalian darah maupun karena hubungan perkawinan dapat di kelompokkan menjadi 3 (tiga) jenis kekerabatan, yaitu: Senina (saudara semarga antara laki-laki dengan laki-laki maupun antara perempuan dengan perempuan) Anak beru ( pihak penerima dara) Kalimbubu (pihak pemberi dara)

33 Dalam adat ngeluh (adat orang hidup), suku karo mengenal 5 (lima) jenis merga/klen besar yaitu: Ginting Tarigan Sembiring Karo-karo Perangin-angin Kelima jenis klen tersebut memiliki beberapa jenis subklen. Klen terdiri dari klen besar dan klen kecil. Klen kecil adalah kelompok kekerabatan patrilineal sada nini ( satu keturunan/ satu nenek), sedangkan klen besar adalah kelompok kekerabatan patrilineal satu nenek moyang sampai generasi ke-20. Dan di ikat oleh rakut sitelu (senina, kalimbubu, anak beru), serta memiliki 8 jenis tutur 3 (tutur siwaluh) untuk menentukan dan mengatur panggilan (term of addres) yang harus digunakan seseorang terhadap para kerabatnya sesuai status kekerabatan masingmasing. Etnis Karo merupakan salah satu etnis di dalam masyarakat Indonesia yang menganut sistem patriarkhi. Sebagai etnis yang menganut sistem patriarkhi, etnis Karo mengambil garis keturunan dari pihak laki-laki. Perhitungan hubungan 3 Tutur adalah tingkatan hubungan persaudaraan antara satu dengan yang lainnya.

34 berdasarkan satu ayah disebut sada bapa. Hal ini sesuai dengan pendapat Juliet Mitchell (1994), yang mendiskripsikan patriarkhi dalam satu term psikoanalisis yaitu the law of the Father yang masuk dalam kebudayaan lewat bahasa dan proses simbolik lainnya. Dalam sistem patriarkhi, keluarga dipandang sebagai institusi otoritas sang Ayah dimana laki-laki lebih mendominasi dalam pengambilan keputusan dan perempuan cenderung mengalah pada suami. Ini merupakan tindakan yang dilakukan perempuan untuk mempertahankan keutuhan dan keharmonisan keluarga. Gambaran patriarkhi pada masyarakat karo, juga dapat dilihat ketika perempuan atau istri bekerja keras menyiapkan makanan untuk keluarga atau mengurus anak-anaknya, sementara laki-laki atau suami asyik berkumpul bersama temannya di warung kopi membicarakan masalah dunia Patriarkhi Dan Budaya Karo Pada mulanya kata patriarkhi memiliki pengertian sempit, menunjukkuan pada sistem yang secara historis berasal dari hukum Yunani dan Romawi, dimana kepala rumah tangga laki-laki memiliki kekuasaan hukum dan ekonomi yang mutlak atas anggota keluarga. Yang mutakhir, istilah patriarkhi mulai digunakan diseluruh dunia untuk menggambarkan dominasi laki-laki atas perempuan dan anak-anak dalam keluarga dan ini berlanjut kepada dominasi laki-laki dalam semua lingkup kemasyarakatan lainnya. Patriarkhi adalah konsep bahwa laki-laki memegang kekuasaan atas semua peran penting dalam masyarakat, dalam

35 pemerintah, dalam militer, pendidikan, industri, bisnis, perawatan kesehatan, iklan, agama, dan pada dasarnya perempun tercabut dari akses terhadap kekuasaan itu. 4 Sistem kekerabatan pada masyarakat Karo adalah menganut sistem patriarkhi. Sosialisasi patriarkhi yang diberikan tampak dari penarikan garis keturunan yang ditanamkan dalam keluarga, yaitu diambil dari pihak laki-laki. Dimana semua anak dalam keluarga menyandang marga suaminya. Dalam sistem kebudayaan Karo dapat dilihat bahwa laki-laki merupakan pihak yang diutamakan dan pihak yang dianggap penting. Masyarakat Karo percaya bahwa selain sebagai penerus marga (keturunan), dan sebagai penerima harta warisan, anak laki-laki juga berfungsi sebagai penjaga nama baik keluarga dan sebagai pelindung bagi saudara perempuanya. Hal ini menyebabkan laki-laki mendominasi perempuan. Menurut Heidi Hartman, seorang ahli feminis sosialis, patriarkhi adalah suatu relasi hirarkis dan semacam forum solidaritas antara laki-laki dan perempuan, dimana laki-laki lebih dominan dan perempuan memempati posisi subordinat. Menurutnya, patriarkhi adalah suatu relasi hirarkis dan semacam forum solidaritas antara laki-laki yang mempunyai landasan material serta memungkinkan mereka untuk mengontrol perempuan. Perbedaan fisik secara sistematis antara laki-laki dan perempuan untuk menolak feminitas dan secara 4 Dikutip dari : Julia cleves Mosse, Gender & Pembangunan, Yogyakarta,2002, Pustaka Pelajar hal

36 emosional berjarak dari perempuan dan memisahkan laki-laki dan perempuan. 5 Konsekwensi sosialnya adalah laki-laki mendominasi perempuan Konsep Gender Gender berasal dari bahasa Perancis gendre, dan latin dikenal genus, (tipe biologis), yang menunjuk pada perbedaan jenis kelamin antara perempuan dan laki-laki berdasarkan segi anatomi. Laki-laki dan perempuan diasumsikan kepada bentuk yang secara biologis berbeda. Secara historis, konsep gender pertama sekali digulirkan oleh sosiolog asal Inggris yaitu Ann Oakley, ia membedakan pengertian antara jenis kelamin (sex) dan gender. Perbedaan jenis kelamin (sex) berarti perbedaan atas dasar ciri-ciri biologis yang menyangkut prokreasi (menstruasi, hamil, melahirkan, dan menyusui). Peredaan gender adalah perbedaan simbolis atau sosial yang berpangkal pada perbedaan seks tetapi tidak selalu identik dengannya (Daulay, Harmona 2007:108). Gender itu sendiri tidak terlepas dari stereotipe-stereotipe seks yang melekat, misalnya seorang perempuan lebih cocok bekerja di sektor domestik, dikarenakan ia adalah sosok yang lemah dan begitu juga sebaliknya. Untuk memahami konsep gender harus dibedakan antara kata gender dengan kata seks (Fakih,1999:7). Secara umum stereotipe adalah pelabelan atau penandaan terhadap 5 Efrina Ramli, Sosialisasi anak laki-laki dalam system patriarkhi, skripsi jurusan Sosiologi USU, Medan, Tidak diterbitkan.

37 suatu kelompok tertentu, namun stereotipe cenderung merugikan perempuan. Adapun pelabelan itu terjadi karena budaya didalam masyarakat kita mempunyai label-label terhadap keberadaan eksistensi dan peran perempuan. Hal ini tergambar dalam konteks feminin dan maskulin yang berkorelasi pada pembagian kerja maskulin (laki-laki) dan feminin (perempuan) (Daulay, Harmona 2007:108). Sejarah perbedaan gender (gender diffrences) manusia jenis laki-laki dan perempuan terjadi melalui proses yang sangat panjang. Oleh karena itu terbentuknya perbedaan-perbedaan gender dikarenakan oleh banyak hal, diantaranya dibentuk, disosialisasikan, diperkuat, bahkan dikonstruksikan secara sosial atau kultural, melalui proses ajaran keagamaan maupun kenegaraan (Fakih,1999:9). Dalam masyarakat Karo, proses sosialisasi gender sudah di perkenalkan kepada anak sejak kecil, diarahkan dan dibedakan sesuai dengan keberadaan status kewanitaan dan kelelakian. Anak laki-laki dalam masyarakat Karo mempunyai fungsi sosial yang sangat luas sebagai pelanjut silsilah keluarga, sebagai penerima harta warisan, dan sebagai penentu dalam pengambilan keputusan. Perbedaan gender sesungguhnya tidaklah menjadi masalah sepanjang tidak melahirkan ketidakadilan gender (gender Inequalities). Namun, yang menjadi persoalan ternyata perbedaan gender melahirkan berbagai ketidakadilan, baik bagi kaum laki-laki terutama terhadap kaum perempuan. Ketidakadilan gender merupakan sistem dan struktur dimana baik kaum laki-laki dan perempuan

38 menjadi korban dari sistem tersebut. Ketidakadilan gender termanifestasi dalam pelbagai ketidakadilan, yakni: marginalisasi atau pemiskinan ekonomi, subordinasi atau anggapan tidak penting dalam keputusan politik, pembentukan stereotipe atau melalui pelabelan negatif. Kekerasan (violence), beban kerja lebih panjang dan lebih banyak (burden), serta sosialisasi ideologi nilai peran gender (Fakih 2004:12-13). Dalam pelaksanaan upacara nengget dapat dilihat ketidakadilan gender yang disosialisasikan secara turun temurun dan perempuan merupakan korban (pihak yang dirugikan). Berikut merupakan proses pelaksanaan upacara nengget (dikutip dari: Prints, Darwan, Adat Karo, Hal. 160): Yang ikut dalam peserta upacara nengget terdiri dari: 1. Kalimbubu, yaitu pihak pemberi dara, pihak yang harus dihormati. Kalimbubu dalam masyarakat karo disebut sebagai dibata ni idah artinya tuhan yang dapat dilihat, sehingga harus dijaga benar-benar agar kalimbubu jangan sampai berkecil hati. 2. Puang kalimbubu, kalimbubu dari kalimbubu ego; jadi termasuk golongan yang harus dihormati dan disegani. 3. Anak beru, yaitu golongan penerima dara atau wife takers. Adapun proses pelaksanaan nengget ini, dimana secara rahasia kalimbubu dan anak beru musyawarah untuk melakukan nengget apabila anak belum ada atau

39 belum ada anak laki-laki maka inisiatif datang dari kalimbubu. Sebaliknya, bila yang belum ada adalah anak perempuan, maka inisiatif datang dari anak beru. Untuk itu dicarilah hari baik (tik-tik wari) menurut kepercayaan tradisional Karo. Tik-tik wari dapat dilakukan oleh pihak keluarga, dengan melihat kalender Karo dan menyesuaikannya dengan hari yang dianggap baik berdasarkan pentunjuk yang terdapat pada kalender tersebut. Namun, sebagian keluarga meminta bantuan Guru (dukun) untuk melihat hari baik untuk pelaksanaan nengget tersebut. Apabila sudah ditemukan, maka kalimbubu dan anak beru memberitahukan hal itu kepada sanak saudara dan kepada keluarga yang disengget, kecuali pada pihak yang akan disengget. Rombongan nengget berangkat dari suatu tempat terentu, misalnya dari rumah kalimbubu atau anak beru, dan ada kalanya keluarga-keluarga itu menggabungan diri di tengah perjalanan demi menjaga kerahasiaan upacara nengget. peralatan-peralatan nengget dipersiapkan, tumba beru-beru (sejenis mangkok besar) diisi lau simalem-malem (air suci) dan diserahkan pada turangkunya (suami dari adik/kakak suaminya). Mereka ini dalam kehidupan sehari-hari rebu (pantang berbicara secara langsung ). Dengan tiba-tiba, pihak yang disengget akan disiram oleh turangkunya dengan lau simalem-malem (air suci), sambil berkata e maka, mupus anak (dilaki/diberu) ningku si (anu) adi lang la kita rebu rasa lalap, yang berarti: itulah maka lahirkanlah anak (laki-laki/perempuan), kalau tidak sampai kapanpun

40 kita tidak rebu. Kemudian istri disuruh mengendong batu dengan gendongan bayi. Selesai acara tersebut, maka pihak yang disengget (suami dan istri) disuruh makan satu piring seperti layaknya pengantin baru, dimana pada masyarakat karo dikenal dengan istilah mukul. Kemudian dilanjutkan dengan musyawarah (runggu) dan ditanyalah unek-unek yang disengget kepada kalimbubu, sembuyak dan anak beru. Demikianlah proses upacara nengget yang biasa dilakukan oleh masyarakat Karo. Selain dari pelaksanaan nengget diatas ada kalanya upacara tersebut dilaksanakan pada waktu acara nurun-nurun (upacara kematian), ini dikenal dengan istilah lentarken yaitu dengan menggendong atau mengangkat pihak yang disengget oleh rebunya masing-masing. Pelaksanaan lentarken ada dua macam yaitu: 1. Mayat masih ada pada waktu nurun-nurun (upacara kematian) yang mayatnya belum dikuburkan, ketika sedang menari-nari rebunya menangkap dan mengangkat, menggendong pihak yang dilentarken tersebut, sambil berkata emaka mupus anak (dilaki/diberu) ningen e.(anu), adi lang la kita rebu rasa lalap. Artinya: itulah maka lahirkanlah anak (laki-laki/perempuan) kalau tidak sampai kapanpun kita tidak rebu. 2. Setelah pulang dari kuburan, menuju ke rumah. Tiba-tiba di tengah jalan pihak yang disengget ditarik, digendong oleh rebunya dan dilanjutkan dengan makian. Pelaksanaannya hampir sama dengan diatas. Sesampainya

41 di rumah suami istri iosei (dipakaikan dengan pakaian adat karo), suami dipakaikan pakaian perempuan dan istri berpakaian laki-laki. Dari proses pelaksanaan upacara nengget tersebut diatas dapat dilihat bahwa perempuan adalah pihak yang dipersalahkan dan dianggap pihak yang tidak dapat memberikan keturunan. Dalam rangka melihat fenomena perempuan yang tidak bisa melahirkan maka kita dapat melihat analisis dari sisi konsepsi isu perempuan yaitu: Stereotipe sosial. Adanya persepsi bahwa alam telah melengkapi perempuan untuk melahirkan anak, hanya perempuan yang bisa mengandung, memiliki anak dan menyusui. Karena menjadi ibu dipandang sebagai keadaan alami bagi perempuan maka tidak menjadi ibu di defenisikan sebagai penyimpangan. Perempuan yang terpaksa tidak memiliki anak dilihat (dan melihat dirinya sendiri) sebagai orang yang terkutuk. 6 Hal ini membuat perempuan yang tidak bisa melahirkan menganggap dirinya tidak berarti. Adapun stereotipe-stereotipe sosial yang diberikan masyarakat kepada perempuan yang tidak bisa melahirkan antara lain adanya anggapan bahwa perempuan tersebut adalah perempuan nakal, kurang merawat diri, terlalu kurus sehingga tidak subur, terlalu gemuk 6 Dikutip dari Julia cleves mosse, Gender & Pembangunan, Yogyakarta.2002, Rifka Annisa WCC hal

42 sehingga peranakannya dikelilingi oleh lemak dan lain sebagainya. Adanya stereotipe-stereotipe tersebut tentu saja merugikan kaum perempuan. Kekerasan. Kekerasaan adalah suatu tindakan yang menyakitkan atau tindakan penyerangan yang menimbulkan luka, trauma, dan penderitaan yang berkepanjangan terhadap korban. Kekerasaan terhadap wanita bisa berupa kekerasan fisik, kekerasan psikis, kekerasan ekonomi, kekerasan seksual, kekerasan politik dan kekerasan sosial budaya. Kekerasan yang dialami perempuan yang tidak bisa melahirkan biasanya bersifat psikis. Pada psikis dan mental mereka akan mengalami stress dan defresi yang tentu saja berkorelasi pada penyakit fisik seperti sakit kepala, asma, sakit perut, dan lainlain. Beban mental yang diterima oleh perempuan yang tidak melahirkan akan diremehken oleh masyarakat, sehingga dalam masyarakat Karo dikenal dengan tradisi nengget, yang tujuan akhirnya adalah memperoleh keturunan. Dan tidak jarang juga laki-laki pada masyarakat Karo akan melakukan poligami apabila tidak memiliki anak atau hanya memiliki anak perempuan saja. Hal ini disebabkan karena sistem kekerabatan yang dianut oleh masyarakat Karo adalah patrilineal. Berdasarkan jumlah isteri dikenal istilah monogami dan poligami. Perkawinan poligami biasanya terjadi karena: tidak mendapat keturunan, tidak

43 memperoleh keturunan laki-laki, saling mencintai, tidak ada persesuaian dengan istri pertama, meneruskan hubungan kekeluargaan (Prints, Darwan 2004:76). Subordinasi Subordinasi merupakan hubungan kekuasaan antara kelompok superior dengan kelompok yang tersubordinasi. Hubungan ini melukiskan hubungan tuan dan bawahan, dimana sang tuan melakukan eksploitasi. 7 Dalam hal ini biasanya perempuanlah menempati posisi subordinat. Anggapan bahwa melahirkan anak adalah keadaan alami bagi perempuan sehingga perempuan yang tidak melahirakan mendapat posisi yang kurang penting. Dalam kondisi ini, tidak jarang laki-laki akan melakukan poligami dengan alasan ingin mendapatkan keturunan. Padahal belum tentu perempuan yang bermasalah dengan hal reproduksi. Dalam masyarakat Karo, suami yang menikah lagi dengan alasan tidak mempunyai keturunan ataupun tidak mempunyai keturunan laki-laki dianggap wajar dan biasanya dimaklumi. Karena dalam masyarakat karo anak laki-laki memiliki kedudukan yang lebih penting dibandingkan perempuan. Hal 7 Harmona Daulay, Perempuan dalam Kemelut Gender, hal.82, USU press, medan, 2007.

44 ini sesuai dengan pepatah India yang menyatakan membesarkan seorang anak perempuan sama saja seperti mengairi pohon rindang di halaman orang lain. 8 Marginalisasi. Marginalisai merupakan usaha membatasi/ pembatasan, peminggiran yang terjadi terhadap perempuan. Dalam hal ini perempuan yang tidak melahirkan atau belum bisa memberikan keturunan yang diharapkan oleh suaminya, akan merasa minder dengan kondisi yang dialaminya. Marginalisasi dalam bidang ekonomi juga dialami perempuan pada masyarakat Karo, hal ini dapat dilihat dari status kepemilikan harta benda yang umumnya dibuat atas nama suaminya. Dominasi Dominasi adalah kedudukan berkuasa/ menguasai dari kelompok jenis kelamin tertentu (laki-laki) terhadap jenis kelamin lainnya (perempuan). Kedudukan ini diperoleh akibat adanya hal-hal tertentu seperti stereotipe, karakteristik seksual, dan lain-lain yang menyebabkan terjadinya perluasan Kontrol yang dilakukan oleh laki-laki. Dalam masyarakat karo, laki laki umumnya lebih dominan dibandingkan perempuan dalam berbagai hal misalnya, laki-laki sebagai kepala keluarga, laki-laki sebagai pengambil keputusan dalam keluarga, pemilik modal, dan sebagainya. Dalam hal jumlah anak yang diinginkan biasanya ditentukan oleh laki-laki, inilah yang menyebabkan laki laki nomor satu dan perempuan dinomor duakan. 8 Julia Cleves Mosse, Gender & pembangunan, Hal.67, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2002.

45 Hal ini sesuai dengan pendapat Thomas Aquinas yang memandang perempuan sebagai pribadi sekuler. Perempuan hanya dibutuhkan laki-laki sebagai teman atau menolong penciptaan baru (pro-creation), sebagaimana Aristoteles mengatakan bahwa laki-laki memberikan kontribusi formatif dalam fungsi reproduksi dan perempuan hanya menerima pasif sperma laki-laki. 9 Berdasarkan konsepsi isu perempuan tersebut, maka terbangun pula perbedaan peran gender yang diterima oleh laki-laki dan perempuan. Hal ini sesuai dengan pendapat Ward yang merumuskan peran gender dengan pernyataan bahwa peran jenis kelamin yang ditentukan secara budaya mencerminkan perilaku dan sikap yang umumnya disetujui sebagai maskulin dan feminim dalam suatu budaya terentu, peran gender sangat berkaitan dengan stereotipe jenis kelamin yang membedakan secara jelas bahwa peran laki-laki berlawanan dengan perempuan, hal ini sejalan dengan pendapat Ruble yang menjelaskan bahwa peran gender adalah stereotipe jenis kelamin yang mengacu kepada kepercayaan yang dianut masyarakat luas tentang karakter jenis kelamin perempuan A. Nunuk P.Murniati, Getir Gender, hal.xxxiv, Indonesia Tera, Magelang, Dikutip dari:sri,supriyantini, hubungan antara pandangan peran gender dengan keterlibatan suami dalam kegiatan rumah tangga, Medan,2002. Digitized by USU digital library.

46 BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Jenis penelitian Adapun jenis penelitian ini adalah penelitian studi deskriptif dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Pendekatan kualitatif dapat diartikan sebagai pendekatan yang menghasilkan data, tulisan dan tingkah laku yang didapat dari apa yang diamati. Penelitian deskriptif ini digunakan untuk menggambarkan atau melukiskan apa yang diteliti dan berusaha memberi gambaran yang jelas mengenai apa yang menjadi pokok penelitian. Berkenaan dengan ini akan menggambarkan

INTERAKSI SOSIAL KELUARGA POLIGAMI SUKU KARO

INTERAKSI SOSIAL KELUARGA POLIGAMI SUKU KARO UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK INTERAKSI SOSIAL KELUARGA POLIGAMI SUKU KARO (Studi Kasus di Desa Kutarakyat, Kec. Naman) SKRIPSI Oleh: ROSALINA LANASARI SEMBIRING 030901041

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat yang majemuk, yang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat yang majemuk, yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat yang majemuk, yang memiliki keragaman atas dasar suku (etnis), adat istiadat, agama, bahasa dan lainnya. Masyarakat etnis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Konteks Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Konteks Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Konteks Masalah Seiring dengan perkembangan zaman, beberapa budaya Indonesia yang terkikis oleh budaya barat sehingga generasi muda hampir melupakan budaya bangsa sendiri. Banyak

Lebih terperinci

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK 1 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK FENOMENA PILIHAN HIDUP TIDAK MENIKAH (STUDI DESKRIPTIF PADA WANITA KARIR ETNIS BATAK TOBA DI KOTA MEDAN) SKRIPSI Diajukan Oleh PRIMA DAFRINA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan orang perorang antar generasi. Konflik tersebut sering muncul antar tetangga,

BAB I PENDAHULUAN. dengan orang perorang antar generasi. Konflik tersebut sering muncul antar tetangga, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Konflik tanah yang muncul sering sekali terjadi karena adanya masalah dengan orang perorang antar generasi. Konflik tersebut sering muncul antar tetangga,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seiring dengan perkembangan Indonesia kearah modernisasi maka semakin banyak peluang bagi perempuan untuk berperan dalam pembangunan. Tetapi berhubung masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Konteks Masalah Perempuan merupakan kaum yang sering di nomor duakan di kehidupan sehari-hari. Perempuan seringkali mendapat perlakuan yang kurang adil di dalam kehidupan masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan pada hakikatnya secara sederhana merupakan bentuk

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan pada hakikatnya secara sederhana merupakan bentuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkawinan pada hakikatnya secara sederhana merupakan bentuk kerjasama kehidupan antara pria dan wanita di dalam masyarakat. Perkawinan betujuan untuk mengumumkan

Lebih terperinci

DAFTAR INFORMAN. Pekerjaan : Wiraswasta dan pemusik tradisional Karo (penggual) Pekerjaan : Wiraswasta dan pemusik tradisional Karo (penggual)

DAFTAR INFORMAN. Pekerjaan : Wiraswasta dan pemusik tradisional Karo (penggual) Pekerjaan : Wiraswasta dan pemusik tradisional Karo (penggual) DAFTAR INFORMAN 1. Nama : Timbangan Perangin-angin : Medan Pekerjaan : Wiraswasta dan pemusik tradisional Karo (penggual) 2. Nama : Mail bangun : kabanjahe Pekerjaan : Wiraswasta dan pemusik tradisional

Lebih terperinci

BAB II. Kajian Pustaka. hukum adat. Harta orangtua yang tidak bergerak seperti rumah, tanah dan sejenisnya

BAB II. Kajian Pustaka. hukum adat. Harta orangtua yang tidak bergerak seperti rumah, tanah dan sejenisnya BAB II Kajian Pustaka 2.1. Perempuan Karo Dalam Perspektif Gender Dalam kehidupan masyarakat Batak pada umumnya dan masyarakat Karo pada khususnya bahwa pembagian harta warisan telah diatur secara turun

Lebih terperinci

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK PERSEPSI PEGAWAI BANK PEREMPUAN TERHADAP PROMOSI JABATAN BERKRITERIA PENAMPILAN MODIS (Studi Deskriptif Terhadap Pegawai Bank Perempuan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Gender adalah perbedaan jenis kelamin berdasarkan budaya, di mana lakilaki

BAB 1 PENDAHULUAN. Gender adalah perbedaan jenis kelamin berdasarkan budaya, di mana lakilaki BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Gender adalah perbedaan jenis kelamin berdasarkan budaya, di mana lakilaki dan perempuan dibedakan sesuai dengan perannya masing-masing yang dikonstruksikan

Lebih terperinci

ORIENTASI DAN STATUS SOSIAL PEREMPUAN PELAKU PERKAWINAN TIDAK TERCATAT. M. Ridwan Nasution

ORIENTASI DAN STATUS SOSIAL PEREMPUAN PELAKU PERKAWINAN TIDAK TERCATAT. M. Ridwan Nasution UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK ORIENTASI DAN STATUS SOSIAL PEREMPUAN PELAKU PERKAWINAN TIDAK TERCATAT (Studi Kasus Kelurahan Tanjung Sari) SKRIPSI Diajukan Oleh : M. Ridwan

Lebih terperinci

Konflik Sosial di Desa Kuta Rayat, Kecamatan Naman Teran ROSMALEMNA TARIGAN

Konflik Sosial di Desa Kuta Rayat, Kecamatan Naman Teran ROSMALEMNA TARIGAN Konflik Sosial di Desa Kuta Rayat, Kecamatan Naman Teran (Studi Deskriptif Tentang Konflik Perebutan Tanah Warisan) Skripsi Guna memenuhi salah satu syarat Untuk memperoleh Gelar Sarjana Oleh: ROSMALEMNA

Lebih terperinci

SOLIDARITAS PADA MASYARAKAT MARGINAL DI PERKOTAAN

SOLIDARITAS PADA MASYARAKAT MARGINAL DI PERKOTAAN SOLIDARITAS PADA MASYARAKAT MARGINAL DI PERKOTAAN Studi deskriptif Pada Anggota Lembaga Keuangan Masyarakat Kota (LKMK) Keska Kelurahan Sei Mati, Lingkungan XII Medan Maimun SKRIPSI Diajukan Guna Memenuhi

Lebih terperinci

Universitas Sumatera Utara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Universitas Sumatera Utara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Faktor-Faktor yang Mendukung Kohesi Keluarga pada Pasangan Suami Istri yang Bertempat Tinggal Terpisah (Studi Kasus Pada Karyawan PT. Domas Agrointi Prima di Desa

Lebih terperinci

INTERAKSI SOSIAL DALAM KELUARGAYANG BERPOLIGAMI (Studi kasus : Pada Sepuluh Keluarga Poligami di Kota Medan) Oleh: RIZKI ZULAIKHA PARLINA

INTERAKSI SOSIAL DALAM KELUARGAYANG BERPOLIGAMI (Studi kasus : Pada Sepuluh Keluarga Poligami di Kota Medan) Oleh: RIZKI ZULAIKHA PARLINA INTERAKSI SOSIAL DALAM KELUARGAYANG BERPOLIGAMI (Studi kasus : Pada Sepuluh Keluarga Poligami di Kota Medan) Oleh: RIZKI ZULAIKHA PARLINA 030901030 Dosen Pembimbing Dosen Pembaca : Drs. P. Anthonius Sitepu

Lebih terperinci

POLA RELASI SOSIAL PETANI DENGAN BURUH TANI DALAM PRODUKSI PERTANIAN

POLA RELASI SOSIAL PETANI DENGAN BURUH TANI DALAM PRODUKSI PERTANIAN POLA RELASI SOSIAL PETANI DENGAN BURUH TANI DALAM PRODUKSI PERTANIAN (Studi Deskriptif Masyarakat Desa Tanjung Rejo, Kecamatan Percut Sei Tuan, Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara) SKRIPSI Diajukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. rias, tata busana, pentas, setting, lighting, dan property. Elemen-elemen tari dapat

BAB I PENDAHULUAN. rias, tata busana, pentas, setting, lighting, dan property. Elemen-elemen tari dapat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seni tari merupakan ungkapan perasaan manusia yang dilahirkan melalui gerakgerak tubuh manusia. Maka dapat dilihat bahwa hakikat tari adalah gerak. Disamping gerak sebagai

Lebih terperinci

KONSEPSI SAKIT DAN PENGOBATAN TRADISIONAL PADA IBU DAN ANAK DALAM KEBUDAYAAN JAWA

KONSEPSI SAKIT DAN PENGOBATAN TRADISIONAL PADA IBU DAN ANAK DALAM KEBUDAYAAN JAWA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK KONSEPSI SAKIT DAN PENGOBATAN TRADISIONAL PADA IBU DAN ANAK DALAM KEBUDAYAAN JAWA (Studi Kasus di Desa Tanah Tinggi Kec. Air Putih Kab.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kebudayaan adalah salah satu yang dimiliki oleh setiap negara dan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kebudayaan adalah salah satu yang dimiliki oleh setiap negara dan 1 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Kebudayaan adalah salah satu yang dimiliki oleh setiap negara dan menjadi identitasnya masing-masing. Indonesia adalah salah satu negara yang memiliki beragam kebudayaan,

Lebih terperinci

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA POLA RELASI GENDER DAN HAK REPRODUKSI PEREMPUAN PADA KELUARGA DALAM MELAKSANAKAN PROGRAM KB (Studi Deskriptif Pada Keluarga Etnis Tionghoa

Lebih terperinci

WISATA KULINER DAN PERUBAHAN SOSIAL MASYARAKAT SEKITAR DESA BAGAN PERCUT KECAMATAN PERCUT SEI TUAN KAB. DELI SERDANG. Disusun Oleh: TARI PUTRI

WISATA KULINER DAN PERUBAHAN SOSIAL MASYARAKAT SEKITAR DESA BAGAN PERCUT KECAMATAN PERCUT SEI TUAN KAB. DELI SERDANG. Disusun Oleh: TARI PUTRI WISATA KULINER DAN PERUBAHAN SOSIAL MASYARAKAT SEKITAR DESA BAGAN PERCUT KECAMATAN PERCUT SEI TUAN KAB. DELI SERDANG Disusun Oleh: TARI PUTRI 130901015 DEPARTEMEN SOSIOLOGI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pihak laki-laki. Ideologi Patriakat tumbuh subur dalam masyarakat yang

BAB I PENDAHULUAN. pihak laki-laki. Ideologi Patriakat tumbuh subur dalam masyarakat yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sistem kekerabatan yang dianut masyarakat Indonesia umumnya adalah masyarakat patrilineal. Patrilineal adalah kekuasaan berada di tangan ayah atau pihak laki-laki.

Lebih terperinci

SOSIALISASI DAN KEKERASAN SIMBOLIK ANAK ITIK

SOSIALISASI DAN KEKERASAN SIMBOLIK ANAK ITIK SOSIALISASI DAN KEKERASAN SIMBOLIK ANAK ITIK (Studi Kasus di Desa Bogak Kabupaten Batubara) SKRIPSI Diajukan Guna Memenuhi Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sosial Ahmad Yasser Effendi 110901051

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dulu mereka telah memiliki budaya. Budaya dalam hal ini memiliki arti bahwa

BAB I PENDAHULUAN. dulu mereka telah memiliki budaya. Budaya dalam hal ini memiliki arti bahwa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Suku Karo merupakan suku bangsa tersendiri dalam tubuh bangsa Indonesia. Suku Karo mempunyai bahasa tersendiri yaitu bahasa Karo. Suku Karo yang merupakan bagian

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Behavior dalam Pandangan Nitze tentang Perspektif Tuan dan Buruh Sosiologi perilaku memusatkan perhatian pada hubungan antara pengaruh perilaku seorang aktor terhadap lingkungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. gender. Kekerasan yang disebabkan oleh bias gender ini disebut gender related

BAB I PENDAHULUAN. gender. Kekerasan yang disebabkan oleh bias gender ini disebut gender related BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kekerasan terhadap perempuan adalah persoalan pelanggaran kondisi kemanusiaan yang tidak pernah tidak menarik untuk dikaji. Menurut Mansour Fakih (2004:17) kekerasan

Lebih terperinci

KEHIDUPAN SUKU ANAK DALAM PASCA MENGIKUTI PROGRAM TRANS SOSIAL DI BUKIT SUBAN KABUPATEN MERANGIN PROVINSI JAMBI

KEHIDUPAN SUKU ANAK DALAM PASCA MENGIKUTI PROGRAM TRANS SOSIAL DI BUKIT SUBAN KABUPATEN MERANGIN PROVINSI JAMBI KEHIDUPAN SUKU ANAK DALAM PASCA MENGIKUTI PROGRAM TRANS SOSIAL DI BUKIT SUBAN KABUPATEN MERANGIN PROVINSI JAMBI SKRIPSI Diajukan Guna Memenuhi Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sosial Dalam

Lebih terperinci

Keberadaan Pemeluk dan Penerapan Nilai-nilai Aliran Kepercayaan Pemena di Desa Pergendangen, Kabupaten Karo TERANGTA TARIGAN

Keberadaan Pemeluk dan Penerapan Nilai-nilai Aliran Kepercayaan Pemena di Desa Pergendangen, Kabupaten Karo TERANGTA TARIGAN Keberadaan Pemeluk dan Penerapan Nilai-nilai Aliran Kepercayaan Pemena di Desa Pergendangen, Kabupaten Karo (Studi Kasus di Desa Pergendangen Kecamatan Tiga Binangan Kabupaten Karo) S K R I P S I Diajukan

Lebih terperinci

Pemahaman Analisis Gender. Oleh: Dr. Alimin

Pemahaman Analisis Gender. Oleh: Dr. Alimin Pemahaman Analisis Gender Oleh: Dr. Alimin 1 2 ALASAN MENGAPA MENGIKUTI KELAS GENDER Isu partisipasi perempuan dalam politik (banyak caleg perempuan) Mengetahui konsep gender Bisa menulis isu terkait gender

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keturunan, seperti penarikan garis keturunan secara patrilineal artinya hubungan

BAB I PENDAHULUAN. keturunan, seperti penarikan garis keturunan secara patrilineal artinya hubungan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang masalah Indonesia terdiri dari beragam etnis, seperti etnis Jawa, etnis Melayu, etnis Minang, serta etnis Batak. Setiap etnis ini memiliki budaya dan sistem kekerabatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia kedua setelah laki-laki. Tatanan sosial memberi kedudukan perempuan

BAB I PENDAHULUAN. manusia kedua setelah laki-laki. Tatanan sosial memberi kedudukan perempuan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perempuan oleh masyarakat kadang-kadang masih dianggap sebagai manusia kedua setelah laki-laki. Tatanan sosial memberi kedudukan perempuan tidak lebih penting

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hak dan kewajiban yang baru atau ketika individu telah menikah, status yang

BAB I PENDAHULUAN. hak dan kewajiban yang baru atau ketika individu telah menikah, status yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di dalam masyarakat, perkawinan adalah ikatan sosial atau ikatan perjanjian hukum antar pribadi yang membentuk hubungan kekerabatan dan merupakan suatu pranata dalam

Lebih terperinci

A. LATAR BELAKANG MASALAH

A. LATAR BELAKANG MASALAH I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Kebudayaan dalam arti luas adalah perilaku yang tertanam, ia merupakan totalitas dari sesuatu yang dipelajari manusia, akumulasi dari pengalaman yang dialihkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Jender merupakan salah satu isu yang sampai saat ini masih menjadi

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Jender merupakan salah satu isu yang sampai saat ini masih menjadi BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jender merupakan salah satu isu yang sampai saat ini masih menjadi perhatian dalam masyarakat modern. Perempuan masih memiliki kesempatan yang terbatas dibandingkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat Karo dikenal sebagai masyarakat yang menganut stelsel

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat Karo dikenal sebagai masyarakat yang menganut stelsel BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masyarakat Karo dikenal sebagai masyarakat yang menganut stelsel kabapaan. Stelsel kebapaan ini yang dianut masyarakat Karo ini dapat dilihat dari kebudayaan yang

Lebih terperinci

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK KEBERADAAN MODAL SOSIAL (SOCIAL CAPITAL) PASCA MASUKNYA INDUSTRI DI PEDESAAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK KEBERADAAN MODAL SOSIAL (SOCIAL CAPITAL) PASCA MASUKNYA INDUSTRI DI PEDESAAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK KEBERADAAN MODAL SOSIAL (SOCIAL CAPITAL) PASCA MASUKNYA INDUSTRI DI PEDESAAN (STUDI DESKRIPTIF: MASUKNYA PT. TIRTA SIBAYAKINDO DI DESA DAULU

Lebih terperinci

ini. Setiap daerah memilki ciri khas kebudayaan yang berbeda, salah satunya di

ini. Setiap daerah memilki ciri khas kebudayaan yang berbeda, salah satunya di 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara dengan beraneka ragam macam budaya. Kebudayaan daerah tercermin dalam berbagai aspek kehidupan masyarakat di seluruh daerah di

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. belakang sosiokultural seperti ras, suku bangsa, agama yang diwujudkan dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. belakang sosiokultural seperti ras, suku bangsa, agama yang diwujudkan dalam BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Struktur masyarakat Indonesia yang terdiri dari berbagai perbedaan latar belakang sosiokultural seperti ras, suku bangsa, agama yang diwujudkan dalam ciri-ciri fisik,

Lebih terperinci

PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DALAM PEMBANGUNAN MASYARAKAT PESISIR PANTAI (Studi Pada Desa Kuala Lama Kecamatan Pantai Cermin Kabupaten Serdang Bedagai)

PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DALAM PEMBANGUNAN MASYARAKAT PESISIR PANTAI (Studi Pada Desa Kuala Lama Kecamatan Pantai Cermin Kabupaten Serdang Bedagai) PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DALAM PEMBANGUNAN MASYARAKAT PESISIR PANTAI (Studi Pada Desa Kuala Lama Kecamatan Pantai Cermin Kabupaten Serdang Bedagai) Oleh: ARBAIYAH 060903036 DEPARTEMEN ILMU ADMINISTRASI NEGARA

Lebih terperinci

EKSISTENSI PEREMPUAN KOMUNITAS MOTOR DI KOTA MEDAN. (Studi Kasus Pada Perkumpulan Ladies Matic Bikers) Disusun Oleh : Elvira Rusadi ( )

EKSISTENSI PEREMPUAN KOMUNITAS MOTOR DI KOTA MEDAN. (Studi Kasus Pada Perkumpulan Ladies Matic Bikers) Disusun Oleh : Elvira Rusadi ( ) Skripsi EKSISTENSI PEREMPUAN KOMUNITAS MOTOR DI KOTA MEDAN (Studi Kasus Pada Perkumpulan Ladies Matic Bikers) Disusun Oleh : Elvira Rusadi (110901014) DEPARTEMEN SOSIOLOGI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU

Lebih terperinci

DEPARTEMEN SOSIOLOGI ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2008

DEPARTEMEN SOSIOLOGI ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2008 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK TINDAK KEKERASAN TERHADAP TENAGA KERJA WANITA INDONESIA YANG BEKERJA DI LUAR NEGERI ( Studi Kasus Terhadap 3 (Tiga) Orang Mantan Pembantu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mana perbedaan perempuan dan laki-laki yang bersifat kodrat sebagai ciptaan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mana perbedaan perempuan dan laki-laki yang bersifat kodrat sebagai ciptaan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Gender Istilah gender diketengahkan oleh para ilmuwan sosial untuk menjelaskan mana perbedaan perempuan dan laki-laki yang bersifat kodrat sebagai ciptaan Tuhan dan mana

Lebih terperinci

Universitas Sumatera Utara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik. Fenomena Penggunaan Facebook Di Kalangan Mahasiswa

Universitas Sumatera Utara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik. Fenomena Penggunaan Facebook Di Kalangan Mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Fenomena Penggunaan Facebook Di Kalangan Mahasiswa (Studi deskriptif pada mahasiswa Fisip USU) SKRIPSI Diajukan Oleh : Ramauli Manurung 050901024 Departemen Sosiologi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menjadi kebanggaan dan nilai tersendiri bagi kelompok sukunya. Setiap suku

BAB I PENDAHULUAN. menjadi kebanggaan dan nilai tersendiri bagi kelompok sukunya. Setiap suku BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah Setiap suku biasanya memiliki tradisi yang menjadi keunikan tersendiri yang menjadi kebanggaan dan nilai tersendiri bagi kelompok sukunya. Setiap suku bangsa

Lebih terperinci

ORIENTASI DOMISILI MASYARAKAT DI DESA TERPENCIL. serdang) SKRIPSI

ORIENTASI DOMISILI MASYARAKAT DI DESA TERPENCIL. serdang) SKRIPSI ORIENTASI DOMISILI MASYARAKAT DI DESA TERPENCIL (Studi Deskriptif di Desa Negeri Gugung Kecamatan Sibolangit Kabupaten Deli serdang) SKRIPSI Diajukan Guna Memenuhi Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berperan penting atau tokoh pembawa jalannya cerita dalam karya sastra.

BAB I PENDAHULUAN. berperan penting atau tokoh pembawa jalannya cerita dalam karya sastra. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Karya sastra memuat perilaku manusia melalui karakter tokoh-tokoh cerita. Hadirnya tokoh dalam suatu karya dapat menghidupkan cerita dalam karya sastra. Keberadaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah Dalam penelitian ini, peneliti meneliti mengenai pemaknaan pasangan suami-istri di Surabaya terkait peran gender dalam film Erin Brockovich. Gender sendiri

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. dan perempuan terjadi melalui proses yang sangat panjang. Oleh karena itu

BAB II KAJIAN PUSTAKA. dan perempuan terjadi melalui proses yang sangat panjang. Oleh karena itu BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Teori Relasi Kekuasaan Sejarah perbedaan gender (gender differences) antara manusia jenis laki- laki dan perempuan terjadi melalui proses yang sangat panjang. Oleh karena itu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki banyak suku, etnis dan budaya. Salah satunya adalah suku

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki banyak suku, etnis dan budaya. Salah satunya adalah suku BAB I PENDAHULUAN I.I Latar Belakang Masalah Indonesia memiliki banyak suku, etnis dan budaya. Salah satunya adalah suku X di Kabupaten Papua yang menganut tradisi potong jari ketika salah seorang anggota

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada masyarakat yang menganut sistem patriarkhi seringkali menempatkan lakilaki

BAB I PENDAHULUAN. Pada masyarakat yang menganut sistem patriarkhi seringkali menempatkan lakilaki 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada masyarakat yang menganut sistem patriarkhi seringkali menempatkan lakilaki pada posisi dan kekuasaan yang lebih dominan dibandingkan perempuan. Secara

Lebih terperinci

PERAN BIDAN DESA DALAM MENSOSIALISASIKAN PERSALINAN SEHAT PADA MASYARAKAT TRADISIONAL MELALUI PROGRAM JAMINAN PERSALINAN (JAMPERSAL)

PERAN BIDAN DESA DALAM MENSOSIALISASIKAN PERSALINAN SEHAT PADA MASYARAKAT TRADISIONAL MELALUI PROGRAM JAMINAN PERSALINAN (JAMPERSAL) PERAN BIDAN DESA DALAM MENSOSIALISASIKAN PERSALINAN SEHAT PADA MASYARAKAT TRADISIONAL MELALUI PROGRAM JAMINAN PERSALINAN (JAMPERSAL) Studi Kasus Masyarakat Lae Soraya Desa Gunung Bakti, Kecamatan Sultan

Lebih terperinci

I.PENDAHULUAN. kebiasaan-kebiasaan tersebut adalah berupa folklor yang hidup dalam masyarakat.

I.PENDAHULUAN. kebiasaan-kebiasaan tersebut adalah berupa folklor yang hidup dalam masyarakat. I.PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah Negara kepulauan, yang memiliki berbagai macam suku bangsa yang kaya akan kebudayaan serta adat istiadat, bahasa, kepercayaan, keyakinan dan kebiasaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang berarti bahwa manusia saling membutuhkan satu sama lain dan hidup

BAB I PENDAHULUAN. yang berarti bahwa manusia saling membutuhkan satu sama lain dan hidup 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap manusia dilahirkan seorang diri, tetapi manusia adalah makhluk sosial yang berarti bahwa manusia saling membutuhkan satu sama lain dan hidup bermasyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Perempuan adalah tiang negara, artinya tegak runtuhnya suatu negara berada di tangan kaum perempuan. Penerus peradaban lahir dari rahim seorang perempuan,

Lebih terperinci

DEPARTEMEN SOSIOLOGI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2010

DEPARTEMEN SOSIOLOGI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2010 Skripsi PENGARUH PERUBAHAN ORIENTASI MATA PENCAHARIAN TERHADAP STATUS SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT DESA SUDIREJO KECAMATAN NAMORAMBE KABUPATEN DELISERDANG D I S U S U N Oleh: FRISKA PARAPAT (060901064) DEPARTEMEN

Lebih terperinci

SKRIPSI. Diajukan guna memenuhi salah satu syarat Untuk memperoleh gelar Sarjana Sosial DISUSUN OLEH: DWI KUNCORO WATI

SKRIPSI. Diajukan guna memenuhi salah satu syarat Untuk memperoleh gelar Sarjana Sosial DISUSUN OLEH: DWI KUNCORO WATI BURUH NYEREP PEREMPUAN DI PERKEBUNAN KELAPA SAWIT (Studi Kasus pada Buruh Nyerep Perempuan di Afdeling V Unit Usaha Padang Matinggi PT Perkebunan Nusantara IV (Persero) Kabupaten Simalungun) SKRIPSI Diajukan

Lebih terperinci

PERUBAHAN FUNGSI DAN PERANAN KELUARGA PADA ARON WANITA DI DESA KETAREN, KECAMATAN KABANJAHE

PERUBAHAN FUNGSI DAN PERANAN KELUARGA PADA ARON WANITA DI DESA KETAREN, KECAMATAN KABANJAHE PERUBAHAN FUNGSI DAN PERANAN KELUARGA PADA ARON WANITA DI DESA KETAREN, KECAMATAN KABANJAHE SKRIPSI SKRIPSI Diajukan Guna Memenuhi Persyaratan untuk Menyelesaikan Pendidikan Strata 1 (S-1) Fakultas Ilmu

Lebih terperinci

HUKUM KEKERABATAN A. PENDAHULUAN

HUKUM KEKERABATAN A. PENDAHULUAN HUKUM KEKERABATAN A. PENDAHULUAN Hukum adat kekerabatan adalah hukum adat yang mengatur tentang bagaimana kedudukan pribadi seseorang sebagai anggota kerabat, kedudukan anak terhadap orangtua dan sebaliknya

Lebih terperinci

KONFLIK PILKADES DAN PENYELESAIANNYA (Suatu Kajian Antropologi Terhadap Pilkades Periode 2008/2013 Di Desa Sosor Mangulahi Kabupaten Humbahas)

KONFLIK PILKADES DAN PENYELESAIANNYA (Suatu Kajian Antropologi Terhadap Pilkades Periode 2008/2013 Di Desa Sosor Mangulahi Kabupaten Humbahas) KONFLIK PILKADES DAN PENYELESAIANNYA (Suatu Kajian Antropologi Terhadap Pilkades Periode 2008/2013 Di Desa Sosor Mangulahi Kabupaten Humbahas) SKRIPSI Diajukan guna memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh

Lebih terperinci

ETNISITAS DAN POLITIK

ETNISITAS DAN POLITIK ETNISITAS DAN POLITIK SUATU STUDI PARTISIPASI POLITIK ETNIS KARO DALAM PEMILIHAN UMUM LEGISLATIVE TAHUN 2009 (Studi Kasus : Partisipasi Masyarakat Etnis Karo Dalam Pemilihan Umum Legislative Di Desa Tengah,

Lebih terperinci

BENTUK-BENTUK KEKERASAN YANG DIALAMI OLEH CADDY PEREMPUAN DI LAPANGAN GOLF. (Studi Kasus Terhadap 5 (Lima) Caddy Yang Bekerja Di Lapangan

BENTUK-BENTUK KEKERASAN YANG DIALAMI OLEH CADDY PEREMPUAN DI LAPANGAN GOLF. (Studi Kasus Terhadap 5 (Lima) Caddy Yang Bekerja Di Lapangan Skripsi BENTUK-BENTUK KEKERASAN YANG DIALAMI OLEH CADDY PEREMPUAN DI LAPANGAN GOLF. (Studi Kasus Terhadap 5 (Lima) Caddy Yang Bekerja Di Lapangan Golf Graha Metropolitan Golf) DI SUSUN OLEH : ULYA JURIATI

Lebih terperinci

PERSPEKTIF GENDER DALAM UNDANG-UNDANG KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA. Oleh: Wahyu Ernaningsih

PERSPEKTIF GENDER DALAM UNDANG-UNDANG KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA. Oleh: Wahyu Ernaningsih PERSPEKTIF GENDER DALAM UNDANG-UNDANG KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA Oleh: Wahyu Ernaningsih Abstrak: Kasus kekerasan dalam rumah tangga lebih banyak menimpa perempuan, meskipun tidak menutup kemungkinan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia sebagai salah satu negara yang sangat luas dan memiliki

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia sebagai salah satu negara yang sangat luas dan memiliki BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia sebagai salah satu negara yang sangat luas dan memiliki beranekaragam suku bangsa, tentu memiliki puluhan bahkan ratusan adat budaya. Salah satunya

Lebih terperinci

PERAN LEMBAGA PEMBERDAYAAN MASYARAKAT (LPM) DALAM PEMBANGUNAN DESA. Oleh NOVALIA WATY NIM

PERAN LEMBAGA PEMBERDAYAAN MASYARAKAT (LPM) DALAM PEMBANGUNAN DESA. Oleh NOVALIA WATY NIM PERAN LEMBAGA PEMBERDAYAAN MASYARAKAT (LPM) DALAM PEMBANGUNAN DESA (Studi di Desa Aek Song-Songan, Kecamatan Aek Song-Songan, Kabupaten Asahan) SKRIPSI Oleh NOVALIA WATY NIM 050901061 DEPARTEMEN SOSIOLOGI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia sebagai makhluk sosial tidak terlepas dari individu lain. 1. Pertalian darah menurut garis bapak (Patrilineal)

BAB I PENDAHULUAN. manusia sebagai makhluk sosial tidak terlepas dari individu lain. 1. Pertalian darah menurut garis bapak (Patrilineal) 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di dalam kehidupan bermasyarakat dewasa ini, masalah yang berhubungan dengan kehidupan sosial sudah makin kompleks dan terdiri dari berbagai aspek yang mana hal ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagai sumber penyebab perceraian, di antaranya adalah kekerasan dalam rumah

BAB I PENDAHULUAN. sebagai sumber penyebab perceraian, di antaranya adalah kekerasan dalam rumah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Muncul isu tentang kekerasan dalam rumah tangga hingga berujung dengan perceraian. Isu ini menjadi salah satu latar belakang munculnya masalah dalam penelitian ini.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kebudayaan yang berbeda-beda. Hal ini oleh dilambangkan oleh bangsa Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. kebudayaan yang berbeda-beda. Hal ini oleh dilambangkan oleh bangsa Indonesia BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bangsa Indonesia terdiri dari berbagai suku bangsa yang memiliki kebudayaan yang berbeda-beda. Hal ini oleh dilambangkan oleh bangsa Indonesia dengan semboyan

Lebih terperinci

PERILAKU NGELEM PADA ANAK JALANAN SKRIPSI. Oleh: MUTIARA GINTING NIM Departemen Sosiologi FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

PERILAKU NGELEM PADA ANAK JALANAN SKRIPSI. Oleh: MUTIARA GINTING NIM Departemen Sosiologi FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK PERILAKU NGELEM PADA ANAK JALANAN (Studi Kasus Anak Jalanan di Jalan Ngumban Surbakti Kelurahan Sempakata Kecamatan Medan Selayang) SKRIPSI Oleh: MUTIARA GINTING NIM 070901049 Departemen Sosiologi FAKULTAS

Lebih terperinci

KEHAMILAN DI LUAR NIKAH DAN PUTUS SEKOLAH DI KALANGAN REMAJA PUTRI DI DESA PATUMBAK I

KEHAMILAN DI LUAR NIKAH DAN PUTUS SEKOLAH DI KALANGAN REMAJA PUTRI DI DESA PATUMBAK I KEHAMILAN DI LUAR NIKAH DAN PUTUS SEKOLAH DI KALANGAN REMAJA PUTRI DI DESA PATUMBAK I (Studi Kasus Pada Remaja Putri Desa Patumbak 1 Kecamatan Patumbak Kabupaten Deli Serdang) SKRIPSI NOVIA KUMALA DEWI

Lebih terperinci

STRATEGI BERTAHAN HIDUP PETERNAK BABI DALAM PERKEMBANGAN KOTA MEDAN

STRATEGI BERTAHAN HIDUP PETERNAK BABI DALAM PERKEMBANGAN KOTA MEDAN STRATEGI BERTAHAN HIDUP PETERNAK BABI DALAM PERKEMBANGAN KOTA MEDAN (Studi Deskriptif Perumnas Mandala Kelurahan Tegalsari Mandala II, Kecamatan Medan Denai) SKRIPSI PURNAWAN ZARON HAREFA 050901023 DEPARTEMEN

Lebih terperinci

BAB VII HUBUNGAN SOSIALISASI PERAN GENDER DALAM KELUARGA ANGGOTA KOPERASI DENGAN RELASI GENDER DALAM KOWAR

BAB VII HUBUNGAN SOSIALISASI PERAN GENDER DALAM KELUARGA ANGGOTA KOPERASI DENGAN RELASI GENDER DALAM KOWAR BAB VII HUBUNGAN SOSIALISASI PERAN GENDER DALAM KELUARGA ANGGOTA KOPERASI DENGAN RELASI GENDER DALAM KOWAR Norma dan nilai gender dalam masyarakat merujuk pada gagasan-gagasan tentang bagaimana seharusnya

Lebih terperinci

MATA KULIAH. Kesehatan Reproduksi WAKTU DOSEN TOPIK. Kesehatan Reproduksi dalam Perspektif Gender. IRMA NURIANTI, SKM. M.Kes

MATA KULIAH. Kesehatan Reproduksi WAKTU DOSEN TOPIK. Kesehatan Reproduksi dalam Perspektif Gender. IRMA NURIANTI, SKM. M.Kes MATA KULIAH WAKTU DOSEN IRMA NURIANTI, SKM. M.Kes TOPIK dalam Perspektif Gender dalam Perspektif Gender 1 SUB TOPIK Diskriminasi Gender Setelah perkuliahan ini mahasiswa dapat menjelaskan tentang: 1. Diskriminasi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Perselingkuhan sebagai..., Innieke Dwi Putri, FIB UI, Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. Perselingkuhan sebagai..., Innieke Dwi Putri, FIB UI, Universitas Indonesia 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karya sastra menggambarkan jiwa masyarakat. Karya sastra sebagai interpretasi kehidupan, melukiskan perilaku kehidupan manusia yang terjadi dalam masyarakat. Segala

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tentunya sangat berkaitan dengan hidup dan kehidupan manusia serta kemanusiaan. Ia

BAB I PENDAHULUAN. tentunya sangat berkaitan dengan hidup dan kehidupan manusia serta kemanusiaan. Ia 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sastra merupakan salah satu cabang kesenian yang selalu berada dalam peradaban manusia semenjak ribuan tahun lalu. Penelitian terhadap karya sastra penting

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Konteks Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Konteks Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Konteks Masalah Indonesia merupakan sebuah negara yang terkenal akan keanearagaman budaya yang dimiliki setiap suku bangsa yang mendiami wilayahnya. Kemajemukan Indonesia tercermin

Lebih terperinci

SKRIPSI. Guna Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana DIAJUKAN OLEH AGUSTINA

SKRIPSI. Guna Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana DIAJUKAN OLEH AGUSTINA PERSEPSI LANSIA TERHADAP PELAYANAN KESEHATAN POSYANDU USILA PASCA PEMEKARAN KECAMATAN (Studi Deskriptif di Posyandu Usila Kecamatan Aek Ledong Kabupaten Asahan) SKRIPSI Guna Memenuhi Salah Satu Syarat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. mengubah keadaan tertentu menjadi kondisi yang lebih baik. Perubahan itu harus

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. mengubah keadaan tertentu menjadi kondisi yang lebih baik. Perubahan itu harus 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan merupakan sebuah upaya multi dimensional untuk mengubah keadaan tertentu menjadi kondisi yang lebih baik. Perubahan itu harus disertai peningkatan harkat

Lebih terperinci

HAMBATAN KOMUNIKASI ANTARA MERTUA DAN MENANTU

HAMBATAN KOMUNIKASI ANTARA MERTUA DAN MENANTU HAMBATAN KOMUNIKASI ANTARA MERTUA DAN MENANTU (STUDI ETNOGRAFI TERHADAP HAMBATAN KOMUNIKASI ANTARA MERTUA DAN MENANTU YANG MASIH MELAKSANAKAN REBU PADA SUKU KARO DI DESA BATUKARANG KECAMATAN PAYUNG KABUPATEN

Lebih terperinci

(Study Deskriptif : Anak Autis di Sekolah Luar Biasa Al-azhar Medan)

(Study Deskriptif : Anak Autis di Sekolah Luar Biasa Al-azhar Medan) Skripsi (Study Deskriptif : Anak Autis di Sekolah Luar Biasa Al-azhar Medan) Guna Memenuhi Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Sosial dan Ilmu Politik D I S U S U N OLEH: EVIERA MICHALTA

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. artinya ilmu pengetahuan. Sudaryanto (1982:2), metodologi adalah cara

BAB III METODE PENELITIAN. artinya ilmu pengetahuan. Sudaryanto (1982:2), metodologi adalah cara BAB III METODE PENELITIAN Kata metode berasal dari metodologi. Kata metodologi terbentuk dari kata metode dan logos. Metode artinya cara yang tepat untuk melakukan sesuatu; logos artinya ilmu pengetahuan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. pengaturan-nya. Namun berbeda dengan mahluk Tuhan lainnya, demi menjaga

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. pengaturan-nya. Namun berbeda dengan mahluk Tuhan lainnya, demi menjaga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Perkawinan merupakan salah satu sunatullah yang berlaku pada semua mahluk Tuhan, baik pada manusia, hewan, maupun tumbuhan. Dengan naluri mahluk, dan masing-masing

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. suku bangsa. Unsur-unsur kebudayaan itu dirangkai dalam istilah-istilah budaya

BAB I PENDAHULUAN. suku bangsa. Unsur-unsur kebudayaan itu dirangkai dalam istilah-istilah budaya BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Setiap suku bangsa memiliki kekhasan pada budayanya masing-masing. Tujuh unsur kebudayaan universal tersebut dilestarikan di dalam kegiatan suatu suku bangsa. Unsur-unsur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia saat ini memasuki era globalisasi yang ditandai dengan arus

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia saat ini memasuki era globalisasi yang ditandai dengan arus BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia saat ini memasuki era globalisasi yang ditandai dengan arus informasi dan teknologi yang canggih yang menuntut masyarakat untuk lebih berperan aktif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam bentuk adat istiadat, seni tradisional dan bahasa daerah. Sumatera

BAB I PENDAHULUAN. dalam bentuk adat istiadat, seni tradisional dan bahasa daerah. Sumatera BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bangsa Indonesia memiliki kekayaan budaya yang beraneka ragam dalam bentuk adat istiadat, seni tradisional dan bahasa daerah. Sumatera merupakan pulau keenam terbesar

Lebih terperinci

ANALISIS POSISI PEREMPUAN DALAM STATUS SOSIAL KELUARGA PAKPAK. (Studi kasus pada Keluarga Etnis Pakpak. di Kelurahan Sidiangkat Kecamatan Sidikalang)

ANALISIS POSISI PEREMPUAN DALAM STATUS SOSIAL KELUARGA PAKPAK. (Studi kasus pada Keluarga Etnis Pakpak. di Kelurahan Sidiangkat Kecamatan Sidikalang) ANALISIS POSISI PEREMPUAN DALAM STATUS SOSIAL KELUARGA PAKPAK (Studi kasus pada Keluarga Etnis Pakpak di Kelurahan Sidiangkat Kecamatan Sidikalang) SKRIPSI Diajukan Guna Memenuhi Salah Satu Syarat Untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perempuan dengan laki-laki, ataupun dengan lingkungan dalam konstruksi

BAB I PENDAHULUAN. perempuan dengan laki-laki, ataupun dengan lingkungan dalam konstruksi BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Sistem nilai, norma, stereotipe, dan ideologi gender telah lama dianggap sebagai salah satu faktor yang mempengaruhi posisi serta hubungan antara perempuan dengan laki-laki,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Ensiklopedia indonesia, perkataan perkawinan adalah nikah;

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Ensiklopedia indonesia, perkataan perkawinan adalah nikah; BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Perkawinan Menurut Ensiklopedia indonesia, perkataan perkawinan adalah nikah; sedangkan menurut Purwadarminta (1979), kawin adalah perjodohan laki-laki dan perempuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Humbang Hasundutan, Kabupaten Toba Samosir, dan Kabupaten Samosir.

BAB I PENDAHULUAN. Humbang Hasundutan, Kabupaten Toba Samosir, dan Kabupaten Samosir. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Secara geografis di Provinsi Sumatera Utara, suku Batak terdiri dari 5 sub etnis yaitu : Batak Toba (Tapanuli), Batak Simalungun, Batak Karo, Batak Mandailing,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang bermacam-macam, seperti politik, keyakinan agama, rasisme dan ideologi

BAB I PENDAHULUAN. yang bermacam-macam, seperti politik, keyakinan agama, rasisme dan ideologi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kekerasan terhadap sesama manusia telah memiliki sumber atau alasan yang bermacam-macam, seperti politik, keyakinan agama, rasisme dan ideologi gender. Salah satu sumber

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat tersebut yang berusaha menjaga dan melestarikannya sehingga

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat tersebut yang berusaha menjaga dan melestarikannya sehingga 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bhineka Tunggal Ika adalah semboyan bangsa Indonesia terhadap perbedaan suku bangsa dan budaya yang menjadi kekayaan bangsa Indonesia. Setiap daerah masing-masing

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1 Bungaran A. Simanjuntak, Konflik, status dan kekuasaan orang Batak Toba, Yogyakarta, Jendela, 2002, hal 10

BAB I PENDAHULUAN. 1 Bungaran A. Simanjuntak, Konflik, status dan kekuasaan orang Batak Toba, Yogyakarta, Jendela, 2002, hal 10 BAB I PENDAHULUAN A. PERMASALAHAN A.1 LATAR BELAKANG MASALAH Orang Batak Toba sebagai salah satu sub suku Batak memiliki perangkat struktur dan sistem sosial yang merupakan warisan dari nenek moyang. Struktur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Negara Indonesia merupakan negara hukum yang berasaskan Pancasila

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Negara Indonesia merupakan negara hukum yang berasaskan Pancasila BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Negara Indonesia merupakan negara hukum yang berasaskan Pancasila dan UUD 1945 sebagai dasar dalam menjalankan tata hukum di Indonesia. Oleh sebab itu, untuk

Lebih terperinci

STRATEGI ADAPTASI PETANI MUSIMAN DI DESA DENAI KUALA

STRATEGI ADAPTASI PETANI MUSIMAN DI DESA DENAI KUALA STRATEGI ADAPTASI PETANI MUSIMAN DI DESA DENAI KUALA ( Studi Deskriptif tentang Petani Pesisir di Desa Denai Kuala, Kecamatan Pantai Labu) Guna Memenuhi Salah Satu Syarat Dalam Menyelesaikan Studi Untuk

Lebih terperinci

GERAKAN SOSIAL PEREMPUAN :

GERAKAN SOSIAL PEREMPUAN : GERAKAN SOSIAL PEREMPUAN : Studi Deskriptif Analisis Tentang Perlunya Membangun Organisasi Perempuan Dalam Gerakan Petani: Serikat Tani Nasional (STN) Pematang Lalang Deli Serdang. SKRIPSI Oleh : RAFINA

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERKAWINAN DI INDONESIA. Perkawinan di Indonesia diatur dalam Undang-Undang Perkawinan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERKAWINAN DI INDONESIA. Perkawinan di Indonesia diatur dalam Undang-Undang Perkawinan BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERKAWINAN DI INDONESIA A. Pengertian Perkawinan Perkawinan di Indonesia diatur dalam Undang-Undang Perkawinan nomor 1 Tahun 1974. Pengertian perkawinan menurut Pasal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Di dalam masyarakat kedudukan seseorang dalam segala hal telah diatur oleh lingkungan kelahirannya. Dilahirkan sebagai anak dari pasangan orang tua tertentu menentukan

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG MASALAH

UKDW BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG MASALAH BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG MASALAH Perempuan di berbagai belahan bumi umumnya dipandang sebagai manusia yang paling lemah, baik itu oleh laki-laki maupun dirinya sendiri. Pada dasarnya hal-hal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menyebutkan bahwa Perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang

BAB I PENDAHULUAN. menyebutkan bahwa Perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Secara sederhana perkawinan adalah suatu hubungan secara lahir batin antara seorang laki-laki dan seorang perempuan. 1 Di dalam pasal 1 Undang-Undang No.1, 1974 menyebutkan

Lebih terperinci