BAB I PENDAHULUAN. sebagai sumber penyebab perceraian, di antaranya adalah kekerasan dalam rumah
|
|
- Ratna Susanto
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Muncul isu tentang kekerasan dalam rumah tangga hingga berujung dengan perceraian. Isu ini menjadi salah satu latar belakang munculnya masalah dalam penelitian ini. Banyak faktor dalam keluarga Bali masa kini yang berpotensi sebagai sumber penyebab perceraian, di antaranya adalah kekerasan dalam rumah tangga. Kekerasan (violence) merupakan salah satu manifestasi dari ketidakadilan budaya dan struktur yang disebabkan oleh perbedaan gender. Kekerasan yang dimaksud mulai dari kekerasan psikis, penelantaran rumah tangga, dan kekerasan fisik. Perbedaan dan sosialisasi gender yang amat lama mengakibatkan kaum perempuan secara fisik lemah dan kaum laki-laki umumnya lebih kuat. Hal ini tidak menimbulkan masalah sepanjang anggapan lemahnya perempuan tersebut tidak mendorong dan memperbolehkan laki-laki untuk melakukan kekerasan terhadap perempuan. Banyak terjadi kekerasan terhadap perempuan bukan karena perempuan lemah atau kurang setia, melainkan karena kekuasaan dan stereotipe gender yang dilabelkan pada perempuan (Fakih, 1996 : 15). Cukup banyak terjadi kekerasan oleh laki-laki terhadap perempuan, perempuan terhadap perempuan, bahkan perempuan terhadap laki-laki, tetapi kekerasan yang dimaksud, dalam hal ini, khususnya kekerasan yang berkaitan dengan menifestasi ketidakadilan gender dalam rumah tangga penyebab perceraian perempuan Bali, dan mayoritas menjadi korbannya adalah perempuan/istri. 1
2 2 Kekerasan yang paling menyedihkan apabila terjadi di dalam lembaga perkawinan. Lembaga yang menurut pandangan bangsa Indonesia maupun menurut ajaran agama Hindu adalah lembaga yang sakral, telah melahirkan ketidakadilan budaya dan struktur karena perbedaan gender yang hingga kini dianut masyarakat Bali yang masih cukup kuat mengikat masyarakat pendukungnya. Sejak berlakunya UU No.23 Tahun 2004, jenis kekerasan fisik yang berkadar berat hingga menyebabkan kerban dirawat di rumah sakit, tampaknya sudah semakin berkurang dilakukan dibandingkan sebelum tahun Namun apa pun jenis kekerasan yang dilakukan terhadap perempuan/istri dalam rumah tangga merupakan salah satu manifestasi dari ketiakadilan gender yang tetap perlu dikritik atau diantisipasi. Disamping karena bertentangan dengan tujuan untuk mewujudkan kesetaraan dan keadilan gender, juga bertentangan dengan tujuan perkawinan menurut ajaran Hindu. Isu kekerasan dalam rumah tangga dan perceraian didukung oleh data jumlah angka perkara perceraian tahun 2004 hungga 2015 menunjukkan peningkatan yang sangat signifikan misalnya tahun 2004 jumlah perkara perceraian yang diputus di Pengadilan Negeri Denpasar berkisar 181, tahun 2005 hingga 2008 berjumlah 301 kasus, dan akhir tahun 2009 berjumlah 346 kasus, akhir tahun 2010, ada 360 kasus, akhir tahun 2011 naik sebanyak 496, hingga akhir Desember 2012 kasus gugatan perceraian yang diputus naik menjadi 567 (Data diolah dari data statistik Perkara Perdata Perceraian tahun ). Dari Tribun Bali menunjukkan bahwa perceraian di Bali tahun 2014 hingga akhir Oktober 2015
3 3 angka cerai tertinggi adalah Denpasar kasus (Tribun Bali, 6 Desember 2015 : 1). Jumlah perkara perceraian di atas sudah termasuk jumlah perkara perceraian perempuan Bali. Secara khusus Jumlah data perkara perceraian perempuan Bali yang berhasil diketahui dari Buku Register Induk Perkara Perceraian yang berhasil ditemukan berkisar 30 hingga 50 kasus perceraian perempuan Bali di Kota Denpasar. Hasil penelitian menunjukkan informan yang bercerai antara tahun lebih banyak perceraiannya melalui penyelesaian di pengadilan 0,27% dibandingkan sebelum tahun 2004, ada 0,05%. Munculnya gerakan global tahun 1963 bertujuan untuk meningkatkan martabat perempuan yang masih termarginalisasi karena perbedaan gender. Pemerintah Indonesia ikut berpartisipasi dalam beberapa kali konvensi yang dilaksanakan di berbagai negara. Misalnya Konvensi Perempuan sedunia IV yang diselenggarakan di Beijing (September 1995), antara lain, menghasilkan kesepakatan bahwa gender digunakan sebagai alat analisis untuk melihat mengapa terjadi ketimpangan antara laki-laki dan perempuan dalam berbagai aspek kehidupan (Hubeis, 2010 : 6) Sudah hampir 20 tahun terakhir sejak lahirnya hasil kesepakatan Konvensi Perempuan sedunia IV, masalah gender telah menjadi wacana di setiap berbincangan, baik di media massa maupun media elektronik. Masalah gender adalah masalah masyarakat dunia. Demikian halnya di Indonesia, tidak terkecuali Bali. Hampir semua uraian tentang program mewujudkan kesetaraan dan keadilan gender di kalangan organisasi pemerintah dan nonpemerintah di Bali
4 4 memperbincangkan masalah gender. Berbagai upaya pun dilakukan dari melakukan penyuluhan, pemberdayaan dan pelayanan kepada masyarakat guna menanamkan pemahaman tentang masalah ketidakadilan gender, karena baik laki-laki terutama perempuan, dapat menjadi korbannya. Apa sesungguhnya masalah gender itu? Hingga kini masalah gender masih menimbulkan ketidakjelasan, kesalahpahaman dalam masyarakat karena mengungkap mengenai masalah gender berarti mengungkap masalah perempuan, dan mengungkap masalah perempuan sama dengan membongkar budaya dan struktur. Hal ini dapat diartikan menggoncang struktur dan budaya patrilineal yang sudah tertanam kuat dan oleh sebagian masyarakat pendukungnya dianggap bersifat sangat pribadi karena sama halnya dengan menggugat privilege yang mereka miliki dan sedang dinikmati. Oleh karena itu, pemahaman atas konsep gender sebagai ideologi dijadikan isu mendasar dalam rangka menjelaskan hubungan antara kaum perempuan dan laki-laki, atau masalah hubungan kemanusiaan kita (Fakih, 1999 : 6) Munculnya masalah gender sesungguhnya sudah melalui proses sejarah yang sangat panjang. Perbedaan gender antara laki-laki dan perempuan telah melahirkan berbagai masalah gender, antara lain adalah ketidakadilan gender. Ketidakadilan gender merupakan sistem, budaya dan struktur, sebab, baik laki-laki terutama perempuan, menjadi korban dari budaya dan struktur tersebut. Faktor-faktor ideologi, struktur, dan kultural, ketiganya saling berkait secara dialektika mengukuhkan sebuah situasi yang sangat tidak menguntungkan bagi perempuan (Tjandraningsih, 1996 : 4).
5 5 Pada tahun 2000, pemerintah Indonesia mengeluarkan Inpres No. 9 Tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender (PUG) di segala pembangunan beserta pedoman pelaksanaannya yang menginstruksikan kepada semua pejabat, termasuk gubernur, bupati, wali kota untuk melaksanakan PUG guna terselenggaranya perencanaan, penyusunan, pelaksanaan, pemantauan, dan pengevaluasian atas kebijakan dan program yang responsif gender (Hubeis, 2010 : 5). Gerakan feminis untuk mewujudkan kesetaraan dan keadilan gender pun mendapat respons positif dari berbagai pihak, termasuk masyarakat dan pemerintah di Bali. Manusia sejak lahir sudah dibuatkan identitas oleh orang tuanya. Melalui proses belajar manusia membedakan jenis laki-laki dan perempuan tidak hanya memandang aspek biologisnya tetapi juga dikaitkan dengan sifat dasarnya dan kesesuaian pekerjaannya. Proses pembelajaran ini kemudian dijadikan landasan berpikir dan falsafah hidup karena dianggap benar sehingga menjelma menjadi ideologi (Murniati, 1993 : 4). Pola asuh ini telah menggiring anak laki-laki memiliki sifat maskulin yang dominan, sebaliknya perempuan mempunyai sifat yang feminin yang dominan (Tim Rifka Annisa, 2003 : 34 ; Susilastuti, 1993 : 31). Perbedaan gender yang dikonstruksi secara sosial dan budaya itu sesungguhnya tidak perlu dipermasalahkan atau digugat sepanjang tidak menimbulkan ketidakadian gender. Namun, karena kenyataannya perbedaan dan pembagian peran, sifat, ataupun status antara laki-laki dan perempuan melahirkan berbagai manifestasi ketidakadilan gender, hal itulah yang menjadi masalah gender. Menurut Derrida, sumber dari ketidakadilan gender itu perlu dibongkar dan dikritik
6 6 karena dapat melahirkan ketimpangan dalam masyarakat modern, bahkan postmodern seperti saat ini. Pengertian gender, baik dalam sebagai konsep maupun ideologi identik dengan ideologi patrilineal yang hingga kini masih dianut masyarakat Bali. Ideologi budaya patrilineal yang dikonstruksi secara sosial dan budaya dan tertanam sangat lama itu tumbuh menjadi tradisi, keyakinan, peraturan adat, stereotip (pelabelan negatif) terhadap perempuan, dan mitos, kemudian disosialisasikan secara turuntemurun, akhirnya dijadikan sebagai landasan hidup atau landasan berpikir, baik laki-laki maupun perempuan, ideologi budaya tersebut dianggap sebagai hal yang wajar, bahkan dianggap sebagai kondrat yang tidak dapat atau sangat sulit untuk diubah. Mengacu pada teori hegemoni Gramsci (Barker, 1999 : 467), ideologi patrilineal tidak hanya dapat melahirkan kelas penguasa dan kelas subordinat, namun juga memiliki kemampuan untuk mengikat dan memengaruhi kelas subordinat. Agar kelas yang dikuasai tunduk terhadap kelas penguasa, maka kelas subordinat tidak hanya menerima dan mengakui ideologi kekuasaan tersebut, tetapi juga harus melakukan persetujuan atas subordinasi mereka. Berbeda pada masa lalu, di kalangan masyarakat Bali kekerasan dalam rumah tangga hampir tidak terdengar. Praktik kekerasan dalam rumah tangga zaman kerajaan duhulu diyakini jarang yang terungkap. Menurut informasi yang diperoleh dari A.A.Gde Putra Agung, hal itu disebabkan masih tebalnya rasa malu jika terjadi cekcok dalam keluarga dan juga karena perkawinan bagi umat Hindu dilakukan melalui upacara agama sehingga dinilai sakral oleh karena itu, perceraian pun tabu
7 7 untuk dipraktikkan. Pada masa sekarang perceraian sudah tidak lagi menjadi hal yang sulit meskipun harus ditempuh dengan proses pergulatan batin yang tidak mudah pula. Jika direnungkan kembali, bukankah ajaran Hindu banyak menanamkan pemahaman, bagaimana menghargai perempuan dalam rumah tangga, menyenangkan perempuan, sehingga menjadi sosok ibu yang membanggakan keluarga, karena sesuai dengan ungkapan, kebahagian keluarga ada di telapak kaki perempuan/ibu. Di dalam Weda Smrti (III.61) disebutkan, antara lain: -Wanita harus dihormati dan disanjung oleh ayah mereka, kakak-kakak mereka, suami dan ipar yang menghendaki kesejahteraan mereka. -Di mana wanita dihormati, di sana para Dewa merasa senang, tetapi di mana mereka tidak dihormati, tidak ada karya yang berpahala. -Di mana keluarga wanita hidup dalam kesedihan, keluarga itu cepat akan hancur, tetapi keluarga di mana wanita tidak menderita ia akan selalu sejahtera. -Pada keluarga di mana suami berbahagia dengan istrinya dan istri dengan suaminya, kebahagiaan pasti akan kekal (Pudja, 1983 : 73). Perkawinan merupakan hubungan antara seorang laki-laki dan seorang perempuan yang diakui oleh undang-undang, dan menyangkut mengenai hak dan kewajiban tertentu yang mengikat kedua belah pihak yang bersatu menjadi satu kesatuan dan dalam hubungannya dengan anak-anak yang terlahirkan dari akibat perkawinan tersebut. Perkawinan menurut Hindu merupakan perintah agama dan juga kewajiban umat manusia untuk mendapatkan keturunan. Dengan adanya perkawinan ini akan timbul suatu kehidupan keluarga lengkap dengan anak-anak, yang dalam agama Hindu disebutkan sebagai jalan dalam melepaskan derita para leluhur atau orang tuanya yang sudah meninggal (Swastika, 2009 : 42).
8 8 Perceraian bagi umat Hindu sedapat mungkin dihindari karena perceraian bagi umat Hindu di Bali tabu dan pantang untuk dipraktikkan. Pengertian perkawinan secara keseluruhan adalah ikatan lahir-batin antara seorang laki-laki dan seorang perempuan sebagai suami-istri dengan tujuan membentuk keluarga (grehasta asrama) yang bahagia berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa (Sudarsana, 2002 : 3). Dengan demikian, keluarga adalah suatu jalinan ikatan pengabdian antara suami-istri, dan anak. Oleh karena itu seharusnya hal tersebut disadari agar orang tidak melakukan perbuatan yang dilarang oleh agama, yaitu tidak menyakiti dan menyengsarakan diri sendiri ataupun orang lain sebagaimana yang dituangkan dalam kitab Sarasamuscaya sloka 90 (Jaman, 2008 :11), sebagai berikut : Artinya : Niyacchayaccha samyaccha cendriyani manastatha, pratisedhyesvavadyesu durlabhesvahitesu ca. Karena itu kehendaknya dikekang, diikat kuat-kuat pancaindra dan pikiran itu, jangan dibiarkan akan melakukan tindakan melanggar, melakukan sesuatu tercela, sesuatu yang sukar untuk dicapai, atau melakukan sesuatu yang pada akhirnya tidak menyenangkan. Dalam zaman Weda, kedudukan perempuan sangat tinggi dan sangat terhormat. Weda Smrti sebagai dasar ajaran agama Hindu mengajarkan suatu perkawinan harus didasari atas kesetiaan antarpasangan suami-istri, singkatnya ini harus dianggap sebagai hukum tertinggi sebagai suami istri. Suami istri yang terikat dalam ikatan perkawinan mengusahakan dengan tidak jemu-jemunya supaya mereka tidak bercerai dan jangan hendaknya melanggar kesetiaan antara satu dan yang lain (Pudja, 1983, 345).
9 9 Ajaran agama Hindu telah mendidik ke pada kaum laki-laki untuk menghargai atau menghormati perempuan. Apabila ajaran ini dapat dilakukan, maka Weda menjamin dalam keluarganya akan menemukan kebahagiaan. Dewasa ini terjadi pengingkaran terhadap janji suci, dimulai dari hal yang kecil, kesalahpahaman, cekcok, meluas hingga menjadi tindakan kekerasan yang dilakukan oleh salah satu pasangan terhadap pasangan lainnya dalam rumah tangganya. Dalam ajaran agama Hindu tidak dikenal adanya diskriminasi. Tradisi Hindu mengenal yang Maha Suci, mengandung, baik atribut feminin maupun maskulin, karena tanpa memberi penghargaan yang layak pada kualitas feminin, sebuah agama tidaklah lengkap dan akan menghasilkan konsekuensi negatif (Takwin, 2001 :75). Agama Hindu juga melukiskan Dewa yang selalu berdampingan dengan Dewi yang berkedudukan sebagai sakti-nya yang merupakan prabawa (wibawa). Kedua unsur laki-laki dan perempuan tersebut dalam agama Hindu dikenal dengan konsepsi Ardhanareswari, Ardha berarti setengah belahan yang sama (Bandem, 2000 : 19). Ini adalah contoh, bagaimana ajaran agama Hindu sangat menjunjung tinggi akan arti kesetaraan antara laki-laki dan perempuan. Dalam ajaran Hindu juga tidak ada alasan serta argumentasi teologis yang menyatakan bahwa kedudukan perempuan berada di bawah laki-laki. Itu sebabnya dalam berbagai sloka Hindu dapat ditemukan aspek yang menguatkan kedudukan perempuan di antara laki-laki (S ukarma, 2007 : 65). Dalam ajaran Hindu tidak dikenal bahwa perempuan berasal dari tulang rusuk laki-laki. Ini artinya laki-laki
10 10 dan perempuan menurut pandangan Hindu memiliki kesetaraan. Kedua makhluk Tuhan yang berbeda jenis memang tidak sama. Namun, makhluk itu diciptakan untuk saling melengkapi, bukan saling menyakiti satu dengan yang lainnya (Wiana, 2011 : 1). Di sisi lain, agama Hindu sangat melindungi dan menghormati kedudukan perempuan dalam keluarga/rumah tangga atau dengan kata lain, sangat tidak dibenarkan oleh agama Hindu untuk melakukan segala jenis kekerasan terhadap perempuan. Tiap zaman menurut Hindu, perempuan dalam kehidupannya mendapatkan kehormatan sesuai sesuai dengan posisi dan perannya masingmasing, misalnya pada zaman Weda perempuan disejajarkan dengan Dewa-Dewi, zaman Upanisad sebagai yang terpelajar, zaman Ramayana dan Mahabharata sebagai pelindung keluarga, zaman Smrti sebagai ibu pemelihara keluarga, semuanya mempunyai keistimewaan. Demikian halnya dengan pemerintah Indonesia yang sangat memperhatikan dan sangat peduli terhadap kelangsungan masyarakat sosialnya, khususnya dalam masalah perkawinan secara tegas membuat undang-undang perkawinan sebagai bentuk perhatian dan dapat memberikan rasa aman terhadap setiap pasangan yang ingin membangun rumah tangga melalui suatu ikatan perkawinan. Perkawinan menurut pandangan Hindu dapat dikatakan selaras dengan tujuan perkawinan menurut Undang-undang No.1 Tahun 1974 tentang perkawinan yang menyebutkan bahwa perkawinan adalah: ikatan lahir batin antara seorang laki-laki dengan seorang perempuan sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.
11 11 Artinya : Perkawinan itu adalah ikatan lahir dan batin, seharusnya dilakukan atas dasar saling menyayangi dan mencintai, mendapat restu orang tua kedua belah pihak yang melangsungkan perkawinan, dilakukan secara tulus, tanpa unsur paksaan. Perkawinan berdasarkan Hindu dan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 atau UU No.1 tahun 1974 tersebut seharusnya dapat dijadikan benteng untuk mempererat mahligai perkawinan umatnya agar tidak mudah retak, namun sebaliknya, belakangan ini semakin marak terdengar dan menjadi wacana publik isu tentang adanya kekerasan dalam rumah tangga terhadap perempuan/istri yang berujung perceraian. Berbeda dengan perempuan yang hidup dalam masyarakat dengan sistem parental, seperti di daerah Jawa dan Sunda, atau masyarakat dengan sistem matrilineal seperti masyarakat Minangkabau, ketika terjadi perceraian, perempuan tidak akan menghadapi banyak keruwetan adat seperti masyarakat Bali dengan budaya patrilinealnya. Jadi, kalau perempuan tidak bahagia dalam perkawinannya, dia dapat bercerai tanpa beban berat, tanpa menghadapi banyak masalah budaya dan struktur karena perbedaan gender. Kenyataan ini menimbulkan keyakinan bahwa terutama perempuan yang hidup dalam masyarakat yang menganut budaya patrilineal seperti di Bali, sudah tentu akan menghadapi berbagai manifestasi ketidakadilan budaya dan struktur yang disebabkan oleh perbedaan gender berkaitan dengan perceraiannya. Masalah ketidakadilan budaya dan struktur karena perbedaan gender khususnya dalam perceraian belum banyak mendapat perhatian dari pihak lain.
12 12 Oleh karena itu masalah ini sangat perlu diungkap secara kritis dan mendalam. Untuk mengungkap dan mengantisipasi serta menanamkan pemahaman terhadap masalah ketidakadilan budaya dan struktur yang disebabkan oleh perbedaan gender bukanlah pekerjaan mudah apalagi dengan memasukkan konsep kesetaraan dan keadilan gender. Akan tetapi merupakan tanggung jawab setiap komponen dan masyarakat Bali secara keseluruhan, baik laki-laki maupun perempuan, untuk secara terus menerus melakukan berbagai upaya dengan cara yang elegan, bukan melalui cara yang konfrontatif. Dengan latar belakang masalah tersebut, peneliti ingin mengungkap dan mengkajinya secara mendalam dan kritis dengan rumusan permasalahan sebagai berikut: 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang tersebut muncul beberapa masalah yang akan dijawab dalam penelitian ini yang dijabarkan dalam bentuk pertanyaan sebagai berikut : 1. Mengapa terjadi Perceraian Perempuan Bali di Kota Denpasar dilihat dari perspektif gender? 2. Bagaimana penyelesaian perceraian perempuan Bali di Kota Denpasar dilihat dari perspektif gender? 3. Apa implikasi dan makna perceraian perempuan Bali di Kota Denpasar dilihat dari perspektif gender? 1.3 Tujuan Penelitian
13 13 Berdasarkan permasalahan tersebut di atas maka penelitian ini pada dasarnya mempunyai dua tujuan, yaitu tujuan umum dan tujuan khusus Tujuan Umum Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mengungkap dan mengantisipasi serta menanamkan pemahaman tentang ketidakadilan budaya dan struktur yang disebabkan oleh perbedaan gender khususnya yang dihadapi oleh perempuan Bali berkaitan dengan perceraiannya di Kota Denpasar. Masalah ini sangat perlu diungkap dan diantisipasi karena selama ini masalah gender dalam perceraian belum banyak mendapatkan perhatian untuk dilakukan penelitian secara mendalam Tujuan Khusus Secara khusus, penelitian ini bertujuan untuk: 1. Memahami dan menganalisis penyebab perceraian perempuan Bali di Kota Denpasar dilihat dari perspektif gender; 2. Memahami dan menganalisis penyelesaian perceraian perempuan Bali di Kota Denpasar dilihat dari perspektif gender; 3. Menginterpretasi dan menganalisis implikasi dan makna perceraian perempuan Bali di Kota Denpasar dilihat dari perspektif gender. 1.4 Manfaat Penelitian
14 14 Penelitian ini mempunyai dua manfaat penting yaitu manfaat teoritis dan manfaat praktis Manfaat Teoretis Manfaat teoretis penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi bidang ilmu sosial dan budaya khususnya bidang ilmu sejarah untuk lebih memfokuskan kajian ilmiahnya terhadap sejarah kontemporer tentang kelompok masyarakat yang masih termarginalisasi. 2. Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi Program Studi Kajian Budaya Program Pascasarjana Universitas Udayana, yakni menambah khazanah ilmu pengetahuan yang kritis tentang isu gender karena sesuai dengan salah satu kajian utama Program Pascasarjana Kajian Budaya Universitas Udayana yakni fokus terhadap masalah-masalah kelompok masyarakat yang masih termarginalisasi termasuk isu tentang gender hubungannya dengan kekuasaan ideologi budaya Manfaat Praktis Secara praktis, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada pihak terkait, seperti: (1) Pihak yang proaktif, masyarakat, pemerintah, Majelis Utama Desa Pakraman (MUDP) Bali, perguruan tinggi, lembaga swadaya masyarakat,
15 15 lembaga bantuan hukum, pusat pelayanan terpadu dan pemberdayaan perempuan khususnya di Kota Denpasar dapat memanfaatkan hasil penelitian ini sebagai salah satu acuan dalam mengantisipasi, menyosialisasikan, memberikan pelayanan dan melakukan pemberdayaan, terutama yang berkaitan dengan masalah ketidakadilan budaya dan struktur karena perbedaan gender khususnya berkaitan dengan perceraian. (2) Masyarakat Bali, baik laki-laki maupun perempuan, dapat memanfaatkan hasil penelitian ini sebagai pedoman dalam menanamkan pemahaman tentang masalah ketidakadilan budaya dan struktur yang disebabkan oleh perbedaan gender khususnya berkaitan dengan perceraian.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seiring dengan perkembangan Indonesia kearah modernisasi maka semakin banyak peluang bagi perempuan untuk berperan dalam pembangunan. Tetapi berhubung masyarakat
Lebih terperinci2016 FENOMENA CERAI GUGAT PADA PASANGAN KELUARGA SUNDA
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Pernikahan merupakan hal yang dicita-citakan dan didambakan oleh setiap orang, karena dengan pernikahan adalah awal dibangunnya sebuah rumah tangga dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. yang bahagia dan kekal berdasarkan KeTuhanan Yang Maha Esa. Tujuan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal
Lebih terperinciUKDW BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG MASALAH
BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG MASALAH Perempuan di berbagai belahan bumi umumnya dipandang sebagai manusia yang paling lemah, baik itu oleh laki-laki maupun dirinya sendiri. Pada dasarnya hal-hal
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Perempuan adalah tiang negara, artinya tegak runtuhnya suatu negara berada di tangan kaum perempuan. Penerus peradaban lahir dari rahim seorang perempuan,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki berbagai macam suku, budaya, bahasa dan agama.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia memiliki berbagai macam suku, budaya, bahasa dan agama. Hindu adalah salah satu agama yang di akui oleh negara. Keanekaan merupakan ciri khas negara
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tentunya sangat berkaitan dengan hidup dan kehidupan manusia serta kemanusiaan. Ia
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sastra merupakan salah satu cabang kesenian yang selalu berada dalam peradaban manusia semenjak ribuan tahun lalu. Penelitian terhadap karya sastra penting
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang bermacam-macam, seperti politik, keyakinan agama, rasisme dan ideologi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kekerasan terhadap sesama manusia telah memiliki sumber atau alasan yang bermacam-macam, seperti politik, keyakinan agama, rasisme dan ideologi gender. Salah satu sumber
Lebih terperinciBAB IV ANALISIS PEMIKIRAN RIFFAT HASSAN DAN MANSOUR FAKIH TENTANG KESETARAAN JENDER DALAM ISLAM: SEBUAH PERBANDINGAN
BAB IV ANALISIS PEMIKIRAN RIFFAT HASSAN DAN MANSOUR FAKIH TENTANG KESETARAAN JENDER DALAM ISLAM: SEBUAH PERBANDINGAN A. Persamaan antara Pemikiran Riffat Hassan dan Mansour Fakih tentang Kesetaraan Jender
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Denpasar. Pada zaman dahulu, perempuan wangsa kesatria yang menikah dengan
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sejak dahulu masalah kasta atau wangsa merupakan permasalahan yang tak kunjung sirna pada beberapa kelompok masyarakat di Bali, khususnya di Denpasar. Pada zaman
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dinyatakan pada Pasal 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan bertujuan untuk membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Sebagaimana yang dinyatakan pada Pasal
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kita jumpai di berbagai macam media cetak maupun media elektronik. Kekerasan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Kekerasan dalam rumah tangga yang terjadi di Kabupaten Malang sering kita jumpai di berbagai macam media cetak maupun media elektronik. Kekerasan dalam rumah tangga
Lebih terperinciPEREMPUAN DAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA. Oleh: Chandra Dewi Puspitasari
PEREMPUAN DAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA Oleh: Chandra Dewi Puspitasari Pendahuluan Kekerasan terutama kekerasan dalam rumah tangga merupakan pelanggaran hak asasi manusia dan kejahatan terhadap martabat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perkawinan merupakan hal yang sakral dilakukan oleh setiap manusia
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkawinan merupakan hal yang sakral dilakukan oleh setiap manusia di dunia ini, termasuk di Indonesia. Sejak dilahirkan di dunia manusia sudah mempunyai kecenderungan
Lebih terperinciNaskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA RANCANGAN PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA I. UMUM Keutuhan dan kerukunan rumah
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Banyak istilah yang diberikan untuk menunjukan bahwa bangsa Indonesia
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Banyak istilah yang diberikan untuk menunjukan bahwa bangsa Indonesia adalah bangsa yang besar, dan penuh dengan keberagaman, salah satu istilah tersebut adalah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Menurut Pasal 1 Undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menurut Pasal 1 Undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan menyatakan: Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang laki-laki dengan seorang perempuan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Perselingkuhan sebagai..., Innieke Dwi Putri, FIB UI, Universitas Indonesia
1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karya sastra menggambarkan jiwa masyarakat. Karya sastra sebagai interpretasi kehidupan, melukiskan perilaku kehidupan manusia yang terjadi dalam masyarakat. Segala
Lebih terperinciKekerasan fisik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf a adalah perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit, atau luka berat.
1 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa setiap warga
Lebih terperinciBAB IV ANALISIS DATA DAN REFLEKSI TEOLOGIS. Di dalam pasal 1 Undang-Undang No.1, 1974 menyebutkan bahwa Perkawinan ialah ikatan
BAB IV ANALISIS DATA DAN REFLEKSI TEOLOGIS A. Kaus Nono dalam Perkawinan Meto Di dalam pasal 1 Undang-Undang No.1, 1974 menyebutkan bahwa Perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sebagai makhluk sosial manusia mempunyai naluri untuk bisa hidup
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebagai makhluk sosial manusia mempunyai naluri untuk bisa hidup bersama dengan manusia yang lain terutama ketertarikan lawan jenis untuk membentuk sebuah keluarga
Lebih terperinciTINJAUAN HUKUM TERHADAP HAK DAN KEWAJIBAN ANAK DAN ORANG TUA DILIHAT DARI UNDANG UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 DAN HUKUM ISLAM
TINJAUAN HUKUM TERHADAP HAK DAN KEWAJIBAN ANAK DAN ORANG TUA DILIHAT DARI UNDANG UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 DAN HUKUM ISLAM Oleh : Abdul Hariss ABSTRAK Keturunan atau Seorang anak yang masih di bawah umur
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mahluk Allah SWT, tanpa perkawinan manusia tidak akan melanjutkan sejarah
1 BAB I PENDAHULUAN Perkawinan merupakan salah satu sunnatullah yang umum berlaku pada mahluk Allah SWT, tanpa perkawinan manusia tidak akan melanjutkan sejarah hidupnya karena keturunan dan perkembangbiakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. aturan agama dan undang-undang yang berlaku.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Perkawinan merupakan suatu ikatan janji setia antara suami dan istri yang di dalamnya terdapat tanggung jawab dari kedua belah pihak. Perkawinan dilakukan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. menimbulkan akibat lahir maupun batin baik terhadap keluarga masing-masing
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkawinan merupakan salah satu peristiwa penting dalam kehidupan manusia. Perkawinan yang terjadi antara seorang pria dengan seorang wanita menimbulkan akibat
Lebih terperinciSecara kodrat manusia sebagai makhluk yang tidak dapat hidup tanpa orang lain, saling
A. Latar Belakang Masalah Secara kodrat manusia sebagai makhluk yang tidak dapat hidup tanpa orang lain, saling membutuhkan dan cenderung ingin hidup bersama. Berdasarkan sifatnya manusia sebagai makhluk
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Karya sastra merupakan gambaran tentang kehidupan yang ada dalam
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan gambaran tentang kehidupan yang ada dalam masyarakat. Kehidupan sosial, kehidupan individu, hingga keadaan psikologi tokoh tergambar
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pandangan tersebut didasarkan pada Pasal 28 UUD 1945, beserta
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap warga negara berhak mendapatkan rasa aman dan bebas dan segala bentuk kekerasan sesuai dengan falsafah Pancasila dan UUD 1945. Pandangan tersebut didasarkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Abad 21 yang sedang berlangsung menjadikan kehidupan berubah dengan
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Abad 21 yang sedang berlangsung menjadikan kehidupan berubah dengan sangat cepat. Perubahan yang terjadi dalam bidang teknologi, informasi dan juga ledakan populasi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. akar perselisihan. Isu dan permasalahan yang berhubungan dengan gender,
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masyarakat masih terkungkung oleh tradisi gender, bahkan sejak masih kecil. Gender hadir di dalam pergaulan, percakapan, dan sering juga menjadi akar perselisihan.
Lebih terperinciPEMERINTAH KABUPATEN LUMAJANG
PEMERINTAH KABUPATEN LUMAJANG PERATURAN DAERAH KABUPTEN LUMAJANG NOMOR 48 TAHUN 2007 T E N T A N G PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN KEKERASAN DI KABUPATEN LUMAJANG DENGAN RAHMAT TUHAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Tahun 1989, dan telah diubah dengan Undang-undang No. 3 Tahun 2006,
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keberadaan Pengadilan Agama berdasarkan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989, dan telah diubah dengan Undang-undang No. 3 Tahun 2006, merupakan salah satu badan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sunnatullah yang umumnya berlaku pada semua mahkluk-nya. Hal ini merupakan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia secara alamiah mempunyai daya tarik antara satu dengan yang lainnya untuk membina suatu hubungan. Sebagai realisasi manusia dalam membina hubungan
Lebih terperinciBAB II. Kajian Pustaka. hukum adat. Harta orangtua yang tidak bergerak seperti rumah, tanah dan sejenisnya
BAB II Kajian Pustaka 2.1. Perempuan Karo Dalam Perspektif Gender Dalam kehidupan masyarakat Batak pada umumnya dan masyarakat Karo pada khususnya bahwa pembagian harta warisan telah diatur secara turun
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. bahu-membahu untuk mencapai tujuan yang diinginkan dalam hidupnya.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara yang kaya akan sumber daya alam dan sumber daya manusia. Dalam kehidupannya manusia memanfaatkan sumber daya alam yang ada untuk bertahan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Maha Esa kepada setiap makhluknya. Kelahiran, perkawinan, serta kematian
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kehidupan merupakan suatu anugerah yang diberikan oleh Tuhan Yang Maha Esa kepada setiap makhluknya. Kelahiran, perkawinan, serta kematian merupakan suatu estafet
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia adalah negara yang memiliki beragam adat dan budaya daerah yang masih terjaga kelestariannya. Bali adalah salah satu provinsi yang kental adat dan budayanya.
Lebih terperinciPEMERINTAH KABUPATEN MADIUN
PEMERINTAH KABUPATEN MADIUN SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN MADIUN NOMOR 5 TAHUN 2008 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN KEKERASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. satu suku di Indonesia yang bertempat tinggal di ujung selatan Pulau Sumatera.
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Wilayah Indonesia sangat luas, juga mempunyai puluhan bahkan ratusan adat budaya. Begitu juga dengan sistem kekerabatan yang dianut, berbeda sukunya maka berbeda pula
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. masing-masing tahap perkembangannya adalah pada masa kanak-kanak, masa
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Secara umum gambaran dari manusia yang sehat adalah mereka yang mampu menyelesaikan tugas perkembangan dengan baik, teratur, dan tepat pada masing-masing tahap
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kekerabatan patrilinial yang menyebabkan sistem pertalian kewangsaan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masyarakat Bali memiliki sistem pewarisan yang berakar pada sistem kekerabatan patrilinial yang menyebabkan sistem pertalian kewangsaan lebih dititikberatkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. masih dapat kita jumpai hingga saat ini. Perbedaan antara laki- laki dan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Timbulnya anggapan bahwa perempuan merupakan kaum lemah masih dapat kita jumpai hingga saat ini. Perbedaan antara laki- laki dan perempuan yang telah di konstruksikan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pernikahan merupakan suatu institusi sosial yang diakui disetiap kebudayaan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Pernikahan merupakan suatu institusi sosial yang diakui disetiap kebudayaan atau masyarakat. Sekalipun makna pernikahan berbeda-beda, tetapi praktekprakteknya pernikahan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Ilmu sastra pada hakikatnya selalu berkaitan dengan masyarakat. Sastra
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ilmu sastra pada hakikatnya selalu berkaitan dengan masyarakat. Sastra diciptakan untuk dinikmati, dihayati, dan dimanfaatkan oleh masyarakat. Luxemburg (1989:6) mengatakan
Lebih terperinciBAB II PERKAWINAN DAN PUTUSNYA PERKAWINAN MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN
BAB II PERKAWINAN DAN PUTUSNYA PERKAWINAN MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN 2.1 Pengertian Perkawinan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata)
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dari perkawinan itu adalah boleh atau mubah. Namun dengan melihat
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dengan melihat kepada hakikat perkawinan itu merupakan akad yang membolehkan laki-laki dan perempuan melakukan sesuatu yang sebelumnya tidak dibolehkan, maka
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. meliputi manusia, hewan, dan tumbuhan. Diantara ciptaan-nya, manusia
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tuhan Yang Maha Esa menciptakan alam semesta beserta isinya yang meliputi manusia, hewan, dan tumbuhan. Diantara ciptaan-nya, manusia merupakan makhluk Tuhan yang paling
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perempuan karir, dalam segala levelnya, kian hari kian mewabah. Dari posisi pucuk pimpinan negara, top executive, hingga kondektur bus bahkan tukang becak. Hingga kini
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Republik Indonesia (NKRI) tidaklah kecil. Perjuangan perempuan Indonesia dalam
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peran kaum perempuan Indonesia dalam menegakkan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) tidaklah kecil. Perjuangan perempuan Indonesia dalam menegakkan NKRI dipelopori
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. pengaturan-nya. Namun berbeda dengan mahluk Tuhan lainnya, demi menjaga
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Perkawinan merupakan salah satu sunatullah yang berlaku pada semua mahluk Tuhan, baik pada manusia, hewan, maupun tumbuhan. Dengan naluri mahluk, dan masing-masing
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pada masyarakat yang menganut sistem patriarkhi seringkali menempatkan lakilaki
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada masyarakat yang menganut sistem patriarkhi seringkali menempatkan lakilaki pada posisi dan kekuasaan yang lebih dominan dibandingkan perempuan. Secara
Lebih terperinciPERSPEKTIF GENDER DALAM UNDANG-UNDANG KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA. Oleh: Wahyu Ernaningsih
PERSPEKTIF GENDER DALAM UNDANG-UNDANG KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA Oleh: Wahyu Ernaningsih Abstrak: Kasus kekerasan dalam rumah tangga lebih banyak menimpa perempuan, meskipun tidak menutup kemungkinan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. manusia kedua setelah laki-laki. Tatanan sosial memberi kedudukan perempuan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perempuan oleh masyarakat kadang-kadang masih dianggap sebagai manusia kedua setelah laki-laki. Tatanan sosial memberi kedudukan perempuan tidak lebih penting
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Demikian menurut pasal 1 Undang-Undang No.1 Tahun 1974 tentang. manusia dalam kehidupannya di dunia ini. 1
BAB I PENDAHULUAN Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami-isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dan merupakan salah satu tempat pembentukan kepribadian seseorang. Dalam
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Keluarga merupakan lingkungan sosial pertama yang dikenal oleh manusia dan merupakan salah satu tempat pembentukan kepribadian seseorang. Dalam keluarga, manusia belajar
Lebih terperinciBAB IV ANALISIS PUTUSAN HAKIM PENGADILAN AGAMA BANJARMASIN TENTANG HARTA BERSAMA. A. Gambaran Sengketa Harta Bersama pada Tahun 2008 di PA Banjarmasin
BAB IV ANALISIS PUTUSAN HAKIM PENGADILAN AGAMA BANJARMASIN TENTANG HARTA BERSAMA A. Gambaran Sengketa Harta Bersama pada Tahun 2008 di PA Banjarmasin Dalam laporan penelitian di atas telah disajikan 2
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan kejadian yang sakral bagi manusia yang menjalaninya.
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkawinan merupakan kejadian yang sakral bagi manusia yang menjalaninya. Tujuan perkawinan diantaranya untuk membentuk sebuah keluarga yang harmonis yang dapat membentuk
Lebih terperinciPERANAN WANITA DALAM PEMBANGUNAN BERWAWASAN GENDER
PERANAN WANITA DALAM PEMBANGUNAN BERWAWASAN GENDER OLEH WAYAN SUDARTA Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Udayana Abstrak Tulisan ini bertujuan untuk mengungkapkan peranan (hak
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia dalam setiap perjalanan hidupnya, sudah pasti memiliki
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia dalam setiap perjalanan hidupnya, sudah pasti memiliki ketidakmampuan untuk bertahan hidup sendiri. Hal ini membuat manusia belajar untuk hidup berkelompok
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkawinan dalam agama Islam disebut Nikah yang berarti
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan dalam agama Islam disebut Nikah yang berarti melakukan akad atau perjanjian untuk mengikatkan diri antara seorang lakilaki dengan seorang perempuan
Lebih terperinciPEMERINTAH KABUPATEN BOJONEGORO
PEMERINTAH KABUPATEN BOJONEGORO Salinan PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOJONEGORO NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PELAYANAN TERHADAP PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN KEKERASAN DI KABUPATEN BOJONEGORO DENGAN RAHMAT TUHAN
Lebih terperinciBERITA DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 36 Tahun : 2015
BERITA DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 36 Tahun : 2015 PERATURAN BUPATI GUNUNGKIDUL NOMOR 36 TAHUN 2015 TENTANG PENCEGAHAN PERKAWINAN PADA USIA ANAK
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Perkawinan pada hakikatnya secara sederhana merupakan bentuk
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkawinan pada hakikatnya secara sederhana merupakan bentuk kerjasama kehidupan antara pria dan wanita di dalam masyarakat. Perkawinan betujuan untuk mengumumkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kelangsungan hidup Bangsa Indonesia. Penjelasan umum Undang-undang Nomor
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan 1. Latar Belakang Anak merupakan generasi penerus keluarga. Anak juga merupakan aset bangsa yang sangat berharga; sumber daya manusia yang berperan penting
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 1990 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 10 TAHUN 1983 TENTANG IZIN PERKAWINAN DAN PERCERAIAN BAGI PEGAWAI NEGERI SIPIL Presiden Republik
Lebih terperinciPEMERINTAH KABUPATEN BANGKALAN
PEMERINTAH KABUPATEN BANGKALAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKALAN NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN KEKERASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pihak laki-laki. Ideologi Patriakat tumbuh subur dalam masyarakat yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sistem kekerabatan yang dianut masyarakat Indonesia umumnya adalah masyarakat patrilineal. Patrilineal adalah kekuasaan berada di tangan ayah atau pihak laki-laki.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Negara Indonesia merupakan negara hukum yang berasaskan Pancasila
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Negara Indonesia merupakan negara hukum yang berasaskan Pancasila dan UUD 1945 sebagai dasar dalam menjalankan tata hukum di Indonesia. Oleh sebab itu, untuk
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang didukung oleh umat beragama mustahil bisa terbentuk rumah tangga tanpa. berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Rumah tangga merupakan unit yang terkecil dari susunan kelompok masyarakat, rumah tangga juga merupakan sendi dasar dalam membina dan terwujudnya suatu negara.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. berperan penting atau tokoh pembawa jalannya cerita dalam karya sastra.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Karya sastra memuat perilaku manusia melalui karakter tokoh-tokoh cerita. Hadirnya tokoh dalam suatu karya dapat menghidupkan cerita dalam karya sastra. Keberadaan
Lebih terperinciBAB 5 SIMPULAN DAN SARAN
BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan 5.1.1 Struktur Naskah Pertja Objek penelitian yang digunakan dalam kajian skripsi ini adalah naskah drama yang berjudul Pertja karya Benjon atau Benny Yohanes. Lakon
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa setiap warga negara
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Manusia merupakan makhluk yang sempurna yang diciptakan oleh Allah SWT, karena setiap insan manusia yang ada dimuka bumi ini telah ditentukan pasangannya
Lebih terperinciJAWA TIMUR MEMUTUSKAN : PERATURAN DAERAH PROPINSI JAWA TIMUR TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN KEKERASAN
PEMERINTAH PROPINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROPINSI JAWA TIMUR NOMOR 9 TAHUN 2005 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN KEKERASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Perempuan adalah tiang penyangga dalam rumah tangga. Istilah tersebut
1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perempuan adalah tiang penyangga dalam rumah tangga. Istilah tersebut menunjukkan bahwa perempuan memiliki posisi vital di tengah-tengah keluarga dengan segala fungsi
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa setiap warga negara
Lebih terperinciLEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
Direktorat Jenderal Peraturan Perundang-undangan Teks tidak dalam format asli. LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 95, 2004 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4419)
Lebih terperinciBAB V PENUTUP. Pada bab ini maka penulis akan mengakhiri seluruh penulisan tesis ini dengan
BAB V PENUTUP Pada bab ini maka penulis akan mengakhiri seluruh penulisan tesis ini dengan melakukan kesimpulan dan mengusulkan saran, sebagai berikut: A. KESIMPULAN Indonesia adalah sebuah kata yang dapat
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa setiap warga negara
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA 1 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA
Lebih terperinciberagam adat budaya dan hukum adatnya. Suku-suku tersebut memiliki corak tersendiri
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah suatu negara majemuk yang dikenal dengan keanekaragaman suku dan budayanya, dimana penduduk yang berdiam dan merupakan suku asli negara memiliki
Lebih terperinciPENELITIAN KAJIAN WANITA
PENELITIAN KAJIAN WANITA KUPAS TUNTAS KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN DALAM RUMAH TANGGA/DOMESTIC VIOLENCE (Studi Kasus Perempuan-Perempuan Yang Mengalami Kekerasan Dalam Rumah Tangga Di Bandung) Selly Feranie,
Lebih terperinciBAB IV ANALISIS YURIDIS TERHADAP ALASAN-ALASAN MENGAJUKAN IZIN PERCERAIAN PEGAWAI NEGERI SIPIL DI LINGKUNGAN KANTOR PEMERINTAHAN KABUPATEN GRESIK
BAB IV ANALISIS YURIDIS TERHADAP ALASAN-ALASAN MENGAJUKAN IZIN PERCERAIAN PEGAWAI NEGERI SIPIL DI LINGKUNGAN KANTOR PEMERINTAHAN KABUPATEN GRESIK A. Alasan-alasan Pengajuan Izin Perceraian Pegawai Negeri
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. terjadi sebuah perubahan. Perlawanan budaya merupakan sebuah perjuangan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perlawanan budaya merupakan perjuangan hak yang bertentangan agar terjadi sebuah perubahan. Perlawanan budaya merupakan sebuah perjuangan untuk melakukan perubahan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tidak bisa menangani masalahnya dapat mengakibatkan stres. Menurut
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap orang memiliki permasalahan dalam hidupnya, dan mereka memiliki caranya masing-masing untuk menangani masalah tersebut. Ada orang yang bisa menangani masalahnya,
Lebih terperinciDAFTAR TABEL. Tabel IV.1 Data Jumlah Penduduk Kota Medan berdasarkan Kecamatan Tabel IV.2 Komposisi pegawai berdasarkan jabatan/eselon...
DAFTAR TABEL Tabel IV.1 Data Jumlah Penduduk Kota Medan berdasarkan Kecamatan... 40 Tabel IV.2 Komposisi pegawai berdasarkan jabatan/eselon... 54 Tabel IV.3 Komposisi pegawai berdasarkan golongan kepangkatan...
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI NEGARA PEMBERDAYAAN PEREMPUAN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN MENTERI NEGARA PEMBERDAYAAN PEREMPUAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PEMBERDAYAAN LEMBAGA MASYARAKAT DI BIDANG PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan salah satu sunnatullah yang berlaku untuk semua
BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Perkawinan merupakan salah satu sunnatullah yang berlaku untuk semua makhluk Allah SWT yang bernyawa. Adanya pernikahan bertujuan untuk memperoleh kebahagiaan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Tahun 1974, TLN No.3019, Pasal.1.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia
Lebih terperinciBAB VI SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan BAB VI SIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan analisis data, hasil analisis, dan pembahasan dapat disimpulkan dari cerpen Indonesia pengarang perempuan dekade 1970-2000-an beberapa hal berikut. Struktur
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERKAWINAN DI INDONESIA. Perkawinan di Indonesia diatur dalam Undang-Undang Perkawinan
BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERKAWINAN DI INDONESIA A. Pengertian Perkawinan Perkawinan di Indonesia diatur dalam Undang-Undang Perkawinan nomor 1 Tahun 1974. Pengertian perkawinan menurut Pasal
Lebih terperinciMunculnya Sebuah Keluarga
Munculnya Sebuah Keluarga Berbicara tentang cinta tidak pernah akan habis. Hal ini merupakan itrah manusia, tinggal kadarnya saja perlu kita ketahui lebih mendalam. Maka untuk itu marilah kita bersama-sama
Lebih terperinciBAB I. Persada, 1993), hal Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, cet.17, (Jakarta:Raja Grafindo
BAB I 1. LATAR BELAKANG Salah satu kebutuhan hidup manusia selaku makhluk sosial adalah melakukan interaksi dengan lingkungannya. Interaksi sosial akan terjadi apabila terpenuhinya dua syarat, yaitu adanya
Lebih terperincib. Salah satu pihak menjadi pemabok, pemadat, atau penjudi yang sukar disembuhkan,
Pernikahan PNS Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan
Lebih terperinciBERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO
BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO NOMOR : 11 TAHUN : 2016 PERATURAN BUPATI KULON PROGO NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG PENCEGAHAN PERKAWINAN PADA USIA ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KULON PROGO,
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Gender adalah perbedaan jenis kelamin berdasarkan budaya, di mana lakilaki
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Gender adalah perbedaan jenis kelamin berdasarkan budaya, di mana lakilaki dan perempuan dibedakan sesuai dengan perannya masing-masing yang dikonstruksikan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. perbuatan yang bernilai ibadah adalah perkawinan. Shahihah, dari Anas bin Malik RA, Ia berkata bahwa Rasulullah SAW
BAB I PENDAHULUAN Allah SWT menciptakan manusia terdiri dari dua jenis, pria dan wanita. dengan kodrat jasmani dan bobot kejiwaan yang relatif berbeda yang ditakdirkan untuk saling berpasangan dan saling
Lebih terperinciALTERNATIF HUKUM PERKAWINAN HOMOSEKSUAL
ALTERNATIF HUKUM PERKAWINAN HOMOSEKSUAL Muchamad Arif Agung Nugroho Fakultas Hukum Universitas Wahid Hasyim Semarang agungprogresif@gmail.com ABSTRAK Perkawinan heteroseksual merupakan suatu perikatan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. keluarga yang bahagia dan kekal sesuai dengan Undang-undang Perkawinan. Sudah
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Perkawinan merupakan suatu lembaga suci yang bertujuan untuk membentuk keluarga yang bahagia dan kekal sesuai dengan Undang-undang Perkawinan. Sudah menjadi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. perempuan dengan laki-laki, ataupun dengan lingkungan dalam konstruksi
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Sistem nilai, norma, stereotipe, dan ideologi gender telah lama dianggap sebagai salah satu faktor yang mempengaruhi posisi serta hubungan antara perempuan dengan laki-laki,
Lebih terperinci